13 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan telaah pustaka yang berasal dari penelitian- penelitian yang sudah pernah dilakukan. Dalam penelitian terdahulu ini diuraikan secara sistematis mengenai hasil-hasil penelitian yang didapat oleh peneliti terdahulu dan berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Pada bagian ini dijelaskan tentang objek yang diteliti oleh peneliti terdahulu, model yang digunakan, hasil penelitian, serta hubungan antara penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian terdahulu. Fakta-fakta atau data yang dikemukakan diambil dari sumber aslinya. Penelitian mengenai analisis kepuasan konsumen dengan metode experiential marketing dan kualitas pelayanan yang pernah dilakukan antara lain sebagai berikut : 14 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1 2 Nama Peneliti Moh. Agung Surianto, Nurul Aisyah (2009) Dini Anggraini (2007) Judul penelitian Pengaruh Penerapan Expriential Marketing Strategic dan kualitas pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen Pengaruh Persepsi Pelanggan Atas Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Model penelitian Analisis Regresi Berganda Metode Survey Eksplanato ri Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh secara simultan yang nyata antara experiential marketing strategic dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen sense, feel dan think berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Hubungan dengan penelitian Penelitian ini sama-sama mengeksplorasi pengaruh experiential marketing dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan konsumen Penelitian ini sama-sama mengeksplorasi pengaruh experiential marketing terhadap loyalitas konsumen 15 3 Aryatama, Praditya (2008) Pelanggan Pada J.Co Donuts Cihampelas Walk Di Bandung Pengaruh Persepsi Pelanggan Atas Strategi Experiential Marketing Terhadap Positive Word Of Mouth Melalui Kepuasan Pelanggan Songa Adventure Probolinggo Metode Analisis Kuantitatif Startegi eksperiential marketing berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Penelitian ini sama-sama mengeksplorasi pengaruh experiential marketing terhadap kepuasan konsumen 16 2.2 Experiential Marketing Experiential marketing adalah suatu konsep pemasaran bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan service (Kertajaya, 2004) Experiential marketing menurut (Schmitt 1999 dalam Amir Hamzah 2007) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk dan jasanya dengan merangsang unsurunsur emosi konsumen yang menghasilkan berbagai pengalaman bagi konsumen. Experiential marketing merupakan pendekatan pemasaran yang melibatkan emosi dan perasaan konsumen dengan menciptakan pengalaman-pengalaman positif yang tidak terlupakan sehingga konsumen mengkonsumsi dan fanatik terhadap produk tertentu (Schmitt, 1999 dalam Sudarmadi dan Dyah Hasto Palupi, 2001) Pendekatan pemasaran experiential marketing merupakan pendekatan yang mencoba menggeser pendekatan pemasaran tradisional, pendekatan tradisional ini menurut (Schmitt, 1999 dalam Rahmawati 2003) memiliki empat karakteristik yaitu: 1. Fokus pada feature dan benefit dari produk/jasa 2. Kategori produk dan persaingan didefinisikan secara sempit yaitu hanya pada perusahaan sejenis 17 3. Konsumen dianggap sebagai pembuat keputusan yang rasional 4. Metode dan alat yang digunakan bersifat analitikal, kuantitatif, dan verbal Di dalam pendekatan Experientiel Marketing juga terdapat karakteristik yang menonjol yaitu: 1. Mengutamakan pengalaman konsumen, baik pengalaman panca indra, pengalaman perasaan, dan pengalaman pikiran 2. Memperhatikan situasi pada saat mengkonsumsi seperti keunikan layout, pelayanan yang diberikan, fasilitas-fasilitas yang disediakan 3. Menyadari bahwa konsumen adalah makhluk rasional dan sekaligus emosional, maksudnya bahwa konsumen tidak hanya menggunakan rasio tetapi juga mengikutsertakan emosi dalam melakukan keputusan pembelian. Adapun pergeseran daripendekatan pemasaran tradisional ke pendekatan pemasaran experiential terjadi karena adanya perkembangan tiga faktor di dunia bisnis (Schmitt, 1999 dalam Rahmawati, 2003) yaitu: 1. Teknologi informasi yang dapat diperoleh di mana-mana sehingga revolusi kecanggihanteknologi kecanggihan informasi teknologi akibat dapat menciptakan suatu pengalaman dalam diri seseorang dan membaginya dengan orang lain dimanapun berada. 18 2. Keunggulan dari merek, melalui kecanggihan teknologi informasi maka informasi mengenai brand dapat tersebar luas melalui berbagai media dengan cepat dan global. Dimana brand atau merek memegang kendali, suatu produk atau jasa tidak lagi sekelompok fungsional tetapi lebih berarti sebagai alat pencipta experience bagi konsumen. 3. Komunikasi dan banyaknya hiburan yang ada dimana-mana yang mengakibatkan semua produk dan jasa saat ini cenderung bermerek dan jumlahnya banyak. Menurut Schmitt (1999:64) mendeskripsikan tiga tipe pengalaman pelanggan yang merupakan dasar dari Experiential marketing, ketiga tipe tersebut adalah sense, feel, dan think. 1. Sense (perasaan yang timbul melalui pengalaman panca indra) Sense marketing merupakan salah satu untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indra (mata, telinga, lidah, kulit, dan hidung) yang mereka miliki melalui produk dan service (Kertajaya, 2005 dalam Amir Hamzah, 2007). Pada dasarnya sense marketing yang diciptakan oleh produsen dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap kepuasaan. Munkin saja suatu produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen tidak sesuai dengan selera konsumen atau mungkin juga konsumen menjadi 19 sangat puas, dan akhirnya harga yang ditawarkan oleh produsen tidak menjadi masalah bagi konsumen. Dalam sense marketing terdapat tiga kunci strategi yang dapat digunakan untuk menstimulasi sense marketing, yaitu: a. Sense as Differentiator Pengalaman yang diperoleh dari sense (panca indra) mungkin melekat pada konsumen karena tampil dengan cara yang unik dan spesial. Cara yang dilakukan untuk menarik konsumen melebihi batas normal sehingga produk dan jasa tersebut sudah memiliki cara khusus yang sudah ada di benak konsumen. b. Sense as Motivator Sense yang dapat memotivasi konsumen dengan tidak terlalu memaksa konsumen tetapi juga jangan terlalu acuh terhadap keinginan konsumen. c. Sense as Value provider Sense sebagai nilai tambah dapat memberikan nilai unik kepada konsumen, sense dipengaruhi oleh panca indra melalui panca indra konsumen dapat menentukan nilai suatu produk. 2. Feel (perasaan yang timbul melalui pengalaman emosi) 20 Feel Marketing ditunjukan terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan (Schmitt dalam Amir Hamzah, 2007). Feel adalah suatu perhatian-perhatian kecil yang ditunjukkan kepada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa (Kertajaya, 2004). Affective experience adalah tingkat pengalaman yang merupakan perasaan yang bervariasi dalam intensitas, mulai dari perasaan yang positif atau pernyataan mood yang negatif sampai emosi yang kuat. Jika pemasar bermaksud untuk menggunakan affective experience sebagai bagian dari strategi pemasaran, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dan dipahami, yaitu : 1. Suasana hati (moods), Moods merupakan affective yang tidak spesifik. Suasana hati dapat dibangkitkan dengan cara memberikan (Schmitt, 1999). Suasana stimuli yang spesifik hati merupakan keadaan afektif yang positif atau negatif. Suasana hati seringkali mempunyai dampak yang kuat terhadap apa yang diingat konsumen dan merek apa yang mereka pilih. 2. Emosi (emotion), lebih kuat dibandingkan suasana 21 hati dan merupakan pernyataan afektif dari stimulus yang spesifik, misalnya marah, irihati, dan cinta. Emosi-emosi tersebut selalu disebabkan oleh sesuatu atau seseorang (orang, peristiwa, perusahaan, produk, atau komunikasi). 3. Think Think marketing merupakan tipe experience yang bertujuan untuk menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen untuk berfikir kreatif (Schmitt dalam Amir Hamzah, 2007). Think marketing adalah salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman (experience) dengan melakukan customization secara terus-menerus (Kertajaya, 2004). Tujuan dari think marketing adalah untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat dalam pemikiran yang kreatif dan dapat menciptakan kesadaran melalui proses berfikir yang berdampak pada evaluasi ulang terhadap perusahaan, produk dan jasanya. Berdasarkan uraian diatas bisa disimpulkan bahwa Experiential marketing melaui sense, feel, think, merupakan strategi untuk membentuk pengalaman pelanggan. Untuk menciptakan pengalaman yang mengesankan (memorable 22 experience), pemasar harus merangsang ketiga panca indra pelanggan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan, dengan mnegusahakan supaya pelanggan merasa feel good dan membuat emosi pelanggan sama dengan apa yang diinginkannya. pemasaran berdasarkan pengalaman dapat menciptakan preferensi konsumen yang mebedakan suatu produk/jasa dengan produk/jasa yang lainya. Konsep pemasaran yang menekankan adanya pengalaman pelanggan ini merupakan salah satu keunggulan jangka panjang yang sulit ditiru oleh pesaing. 2.3 Kualitas Pelayanan Modernitas dengan kemajuan teknologi akan mengakibatkan persaingan yang sangat ketat untuk memperoleh dan mempertahankan pelanggan. Kualitas pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan perusahaan supaya mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan gaya hidup pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan Zenthaml (dalam Lupiyoadi, 2006:181). Service Quality adalah seberapa jauh perbedaan antara 23 harapan dan kenyataan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service Quality dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang benarbenar mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan. Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan serius oleh perusahaan, yang melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan. Menurut Wyckof kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dianggap buruk (Tjiptono, 2005:121). Mengacu pada pengertian kualitas layanan tersebut maka konsep kualitas layanan adalah suatu daya tanggap dan realitas dari jasa yang diberikan perusahaan. Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler, 1997). Hal ini berarti bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan persepsi penyediaan jasa, melainkan berdasarkan persepsi pelanggan. 24 Kualitas layanan mengacu pada penilaian-penilaian pelanggan tentang inti pelayanan, yaitu si pemberi pelayanan itu sendiri atau keseluruhan organisasi pelayanan, sebagian besar masyarakat sekarang mulai menampakkan tuntutan terhadap pelayanan prima, mereka bukan lagi sekedar membutuhkan produk yang bermutu tetapi mereka lebih senang menikmati kenyamanan pelayanan (Roesanto, 2000). Oleh karena itu dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, organisasi harus berorientasi pada kepentingan pelanggan dan sangat memperhatikan dimensi kualitasnya. 2.3.1 Dimensi Kualitas Layanan Parasuraman, et al. (1988) mengidentifikasikan lima dimensi dari kualitas pelayanan (service quality), antara lain: a) Bukti Fisik (Tangibles) Berfokus pada elemen-elemen yang merepresentasikan pelayanan secara fisik yang meliputi fasilitas fisik (gedung, warna, dekorasi, dan lain sebagainya), lokasi (jarak yang sulit dijangkau atau tidak), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi). b) Keandalan (Reliability) Kemampuan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang telah dijanjikan dengan tepat yang meliputi kesesuaian 25 kinerja dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan, sikap simpatik dan akurasi yang tinggi. c) Ketanggapan (Responsiveness) Kemauan untuk membantu dan memberikan pelayananan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan informasi yang jelas. Dimensi ini menekankan pada perilaku personel yang memberi pelayanan untuk memperhatikan permintaan, pertanyaan, dan keeratan dari para pelanggan. d) Jaminan (Assurance) Kemampuan untuk melahirkan kepercayaan dan keyakinan pada diri pelanggan yang meliputi pengetahuan, kesopansantunan dan kemampuan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan. e) Empati (Empathy) Menekankan pada perlakuan konsumen sebagai individu yang meliputi syarat untuk peduli, memiliki pengertian dan pengetahuan pelanggan tentang secara pelanggan, spesifik, memahami serta kebutuhan memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan. Dari pendapat para ahli tentang dimensi kualitas pelayanan, dapat disimpulkan beberapa dimensi yang kredibel yaitu dengan memenuhi syarat agar sebuah pelayanan 26 memungkinkan untuk menimbulkan kepuasan pelanggan. Para peneliti seperti Parasuraman, et al. (1988) telah terlebih dahulu menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang tinggi menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi pula. Bitner dalam Bei dan Chiao (2001) juga mengatakan bahwa kualitas pelayanan yang baik dapat menimbulkan kepuasan dan kepuasan pelanggan meningkatkan evaluasi terhadap kualitas pelayanan kembali. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan pelanggan sesuai atau bahkan melebihi harapan pelanggan, maka pelayanan tersebut dianggap berkualitas dan memuaskan. Namun apabila pelanggan mendapati bahwa pelayanan yang diterima itu tidak sesuai atau berada di bawah harapan pelanggan, maka pelayanan dapat dianggap tidak berkualitas dan mengecewakan. Adapun dimensi-dimensi tersebut yaitu: Tangibles atau bukti fisik, Reliability atau keandalan Responsiveness atau ketanggapan. 2.4 Kepuasan Pelanggan Kepuasan konsumen didefinisikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler, 2005). Perbandingan antara harapan dan kinerja tersebut akan 27 menghasilkan pelanggan. perasaan Apabila senang atau kecewa dibenak kinerja sesuai atau bahkan melebihi harapan, maka pelanggan akan merasa senang atau puas. Sebaliknya apabila kinerja berada di bawah harapan, maka pelanggan akan merasa kecewa atau tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap yang ditunjukkan pelanggan atas barang atau jasa setelah mereka memperoleh dan menggunakannya (Mowen, et al, 2002). Kepuasan konsumen juga didefinisikan sebagai tahapan pelanggan, yaitu penilaian atas fitur-fitur suatu produk atau jasa, bahkan produk atau jasa itu sendiri, yang memberikan tingkat kesenangan. Kotler dan Armstrong (dalam Tjiptono, 2006) mengungkapakan harapan konsumen dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor diantaranya pengalaman berbelanja dimasa lampau, opini teman dan kerabat serta informasi dan janji-janji perusahaan dan pesaing. Secara konseptual, kepuasan konsumen dapat digambarkan sebagai berikut : 28 Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Konsumen Tujuan Perusahaan Kebutuhan & keinginan pelanggan Produk Nilai produk bagi pelanggan Tingkat kepuasan konsumen Harapan konsumen terhadap produk Sumber : Fandy Tjiptono, 1999 Konsumen memulai aktifitas dalam interaksi pasar berdasarkan pada kebutuhan dan keinginan akan barang dan jasa, dan kebutuhan ini mendorong produsen yaitu perusahaan untuk menyediakan barang dan jasa tersebut. Sejalan dengan munculnya kebutuhan dan keinginan, maka dalam diri pelanggan juga muncul harapan-harapan mengenai barang dan jasa yang nantinya akan dia terima dari produsen. Tujuan perusahaan adalah memberi kepuasan pada konsumen melalui produk yang ditawarkan, produk yang memiliki nilai lebih akan memberi kepuasan lebih juga bagi konsumen. Nilai produk dapat dipenuhi 29 melalui peningkatan kegunaan produk. Hal inilah yang menjadi dasar bagi suatu produsen atau perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen akan barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan konsumen. Menurut Tjiptono (2006), di tengah beragamnya cara mengukur kepuasan konsumen, terdapat kesamaan paling tidak dalam enam konsep inti mengenai objek pengukuran sebagai berikut : 1. Kepuasan Konsumen Keseluruhan (Overall Customer Satisfaction) Cara yang paling sederhana untuk mengukur kepuasan konsumen adalah langsung menanyakan kepada konsumen seberapa puas mereka dengan produk atau jasa spesifik tertentu. Biasanya pengukuranya. konsumen ada Pertama, terhadap bersangkutan. Kedua, dua bagian mengukur produk atau menilai dan dalam tingkat jasa proses kepuasan perusahaan membandingkannya dengan tingkat kepuasan keseluruhan terhadap produk atau jasa pesaing. 2. Dimensi Kepuasan Pelanggan Berbagai penelitian memilah kepuasan konsumen ke dalam komponen- komponennya. Umumnya, proses semacam ini terdiri atas empat langkah. Pertama, mengidentifikasi 30 dimensi-dimensi kunci kepuasan konsumen. Kedua, meminta konsumen menilai produk atau jasa perusahaan berdasarkan item-item spesifik, seperti kecepatan layanan, fasilitas layanan, atau keramahan staf layanan konsumen. Ketiga, meminta konsumen menilai produk atau jasa pesaing berdasarkan item-item spesifik yang sama. Dan keempat, meminta para pelanggan untuk menentukan dimensi-dimensi yang menurut mereka paling penting dalam menilai kepuasan konsumen keseluruhan. 3. Konfirmasi Harapan (Confirmation of Espectation) Dalam konsep ini, kepuasan tidak diukur langsung, tetapi disimpulkan berdasarkan kesesuaian/ketidaksesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja aktual produk perusahaan pada sejumlah atribut atau dimensi penting. 4. Minat Pembelian Ulang (Repurchase Intent) Kepuasan konsumen diukur secara behavioral dengan cara menyatakan apakah pelanggan akan berbelanja atau menggunaakan jasa perusahaan lagi. 5. Kesediaan untuk Merekomendasi (Willingness to Recommend) Dalam kasus produk yang pembelian ulangnya relatif lama atau bahkan hanya terjadi satu kali pembelian, kesediaan konsumen untuk merekomendasikan produk kepada teman atau keluarganya menjadi ukuran yang penting untuk 31 dianalisis dan ditindak lanjuti. 6. Ketidakpuasan Konsumen (Customer Dissatisfaction) Beberapa macam aspek yang sering ditelaah guna mengetahui ketidakpuasan pelanggan, meliputi komplain, retur atau pengembalian produk, biaya garansi, product recall (penarikan kembali produk dari pasar), gethok tular negative, dan defections (konsumen yang beralih ke pesaing). 2.5 Loyalitas Pelanggan Memiliki pelanggan yang loyal adalah tujuan akhir dari semua perusahaan selain laba. Tetapi kebanyakan dari perusahaan atau produsen tidak mengetahui bahwa loyalitas pelanggan melalui beberapa tahap. Loyalitas secara harfiah diartikan kesetiaan,yaitu kesetiaan seseorang terhadap suatu objek. Menurut Fandy Tjiptono (2000:111) menyatakan bahwa : “loyalitas sebagai situasi dimana konsumen bersikap positif terhadap produk atau produsen (penyedia jasa) yang disertai pola pembelian ulang yang konsisten”. Dari mengacu pengertian pada suatu tersebut terlihat bahwa loyalitas perilaku yang ditunjukan dengan pembelian rutin yang didasarkan pada unit pengambilan keputusaan. 32 Griffin (2005 ; 5) juga menyatakan bahwa loyalitas menunjukkan kondisi dari durasi waktu tertentu dan mensyaratkan bahwa tindakan pembelian terjadi tidak kurang dari dua kali. Selain itu, Griffin mengungkapkan bahwa terdapat dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas, antara lain : 1. Retensi pelanggan (customer retention). Retensi pelanggan menjelaskan lamanya hubungan dengan pelanggan. Tingkat retensi pelanggan adalah persentase pelanggan yang telah memenuhi sejumlah pembelian ulang selama periode waktu yang terbatas. 2. Total pangsa pelanggan (total share of customers). Pangsa pelanggan suatu perusahaan menunjukkan persentase dari anggaran pelanggan yang dibelanjakan ke perusahaan tersebut. Selanjutnya Griffin (2005 ; 16) juga mengemukakan bahwa loyalitas merupakan hasil mencurahkan perhatian pada apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan pelanggan dan kemudian terus melakukannya. Loyalitas pelanggan yang meningkat menyebabkan profitabilitas yang lebih tinggi, retensi pegawai yang lebih tinggi, dan basis keuangan yang lebih stabil. 33 2.5.1 Karakteristik Loyalitas Pelanggan yang loyal merupakan asset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dimilikinya, sebagai dilihat dari karakteristik yang mana diungkapkan Griffin (2005:31) pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Melakukan pembelian ulang secara teratur artinya pembelian berulang secara regular kontinuitas pelanggan dalam melakukan pembelian atau konsumsi atas produk yang ditawarkan. b. Membeli diluar lini produk artinya pembelian yang dilakukan oleh pelanggan atas berbagai lini produk. c. Merekomendasikan kepada orang lain artinya kesediaan pelanggan dalam memberikan referensi kepada pihak lain untuk mengkonsumsi produk. d. Menunjukan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing. artinya kekebalan atau tidak terdapatnya ketertarikan pelanggan terhadap pelayanan sejenis dan bentuk-bentuk promosi pesaing. Semua karakteristik diatas dapat terwujud, jika pelanggan yang menggunakan produk/jasa tertentu merasa terpuaskan oleh produk atau jasa tersebut. Pelanggan yang puas terhadap 34 kualitas jasa/pelayanan yang baik akan senang melakukan pembelian atau menggunakan jasa secara berulang-ulang, lebih lanjut mereka akan dengan mudah merekomendasikan kepada orang lain mengenai keunggulan suatu produk atau jasa. Sedangkan menurut Damadi dalam situs www.swa.co.id loyalitas pelanggan diindikasikan dalam beberapa dimensi, antara lain: 1. Kemauan membayar harga lebih 2. Adanya pembelian ulang 3. Punya komitment dan rasa memiliki yang tinggi terhadap produk. Griffin (2005 ; 22) juga menggolongkan loyalitas pelanggan berdasarkan tingkat pembelian ulang dan tingkat ketertarikan yang digambarkan sebagai berikut : Tabel 2.2 Empat jenis loyalitas Pembelian Berulang Tinggi Rendah Tinggi Loyalitas Premium Loyalitas Tersembunyi Rendah Loyalitas yang Lemah Tanpa Loyalitas Ketertarikan Relatif 35 Berdasarkan klasifikasi di atas, terdapat empat golongan loyalitas, yaitu : 1. Tanpa Loyalitas (No Loyality) Keterikatan yang rendah dikombinasikan dengan pembelian berulang yang rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas, perusahaan harus menghindari membidik para pembeli jenis ini karena mereka tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal, mereka hanya berkontribusi sedikit pada kekuatan keuangan perusahaan. 2. Loyalitas yang Lemah (Inertia Loyalty) Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah, pelanggan ini membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alas an untuk membeli. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. 3. Loyalitas Tersembunyi (Latent Loyalty) Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Pelanggan ini melakukan pembelian berulang karena faktor situasi dan bukan karena pengaruh sikap. 4. Loyalitas Premium (Premium Loyalty) Loyalitas jenis ini merupakan jenis loyalitas yang paling 36 dapat ditingkatkan, loyalitas ini terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi juga. Pada tingkat preferensi paling tinggi tersebut, konsumen merasa bangga karena menemukan dan menggunakan produk tertentu dan dengan senang hati berbagi pengetahuan mereka dengan rekan dan keluarga. Selanjutnya Griffin (2005:11) mengemukakan keuntungan keuntungan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain: a. Dapat mengurangi biaya pemasasaran (karena biaya untuk menarik pelanggan yang baru lebih mahal dari pada biaya untuk mempertahankan pelanggan) b. Dapat mengurangi biaya transaksi seperti negosiasi kontrak dan pemrosesan order. c. Dapat mengurangi biaya turn over konsumen (karena penggantian konsumen yang lebih sedikit) d. Dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. e. Mendorong word of mouth yang relative pesotive, dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti mereka merasa puas. f. Dapat mengurangi penggantian, dll ) biaya kegagalan (seperti biaya 37 Loyalitas berkembang mengikuti tiga tahap yaitun kognitif, afektif dan konatif. Biasanya pelanggan menjadi setia lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian pad aspek afektif, dan akhrnya pada aspek konatif. Ketiga aspek tersebut biasanya sejalan, meskipun tdak semua kasus mengalami hal yang sama. 1. Tahap Pertama: Loyalitas Kognitif Pelanggan yang mempunyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan informasi produk lainya. keunggulan Loyalitas suatu rpoduk atas Konitif lebih didasarkan pada karakteristik fungsional, terutama biaya,manfaat, dan kualitas. Jika ketiga factor tesebut tidak baik, pelanggan akan mudah pindah keproduk lain. Pelanggan yang hanya mengatifkan tahap kognitifnya dapat dihipotesiskan sebagai pelanggan yang paling rentan terhadap perpindahan karena adanya rangsangan pemasaran. 2. Tahap kedua: Loyalitas afektif Sikap merupakan fungsi dari kognitif pada periode awal pembelian (masa sebelum konsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya ditambah dengan kepuasan diperiode berikutnya (masa setelah konsumsi). Munculnya loyalitas afektif ini didorong oleh factor kepuasan yang menimbulkan kesukaan dan menjadikan objek sebagai preferensi. Kepuasan 38 pelanggan berkorelasi tinggi dengan niat pembelian ulang diwaktu mendatang. Pada loyalitas afektif, kerentanan pelanggan lebih banyak terfokus pada tiga factor, yaitu ketidakpusan dengan merek yang ada, persuasi dari pemasar maupun pelanggan merek lain, dan upaya mencoba produk lain. 3. Tahap Ketiga: Loyalitas Konatif Konasi menunjukan suatu niat komitment untuk melakukan sesuatu. Niat merupakan fungsi dari niat sebelumnya (pada masa sebelum konsumsi) dan sikap pada masa setelah konsumsi. Maka loyalitas konaktif merupakan suatu loyalitas yang mencangkup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. Jenis komitmen ini sudah melampaui afek. Afek hanya menunjukan kecenderungan motivasional, sedangkan komitmen untuk melakukan menunjukan suatu keinginan untuk melaksanaakan tindakan. Keinginan untuk membeli ulang atau menjadi loyal itu hanya merupakan tindakan yang terantisipasi tetapi belum terlaksana. Untuk melengkapi tuntutan loyalitas , satu tahap lagi ditambahkan pada model kongitif afektif- kongitif, yaitu loyalitas tindakan. 4. Tahap keempat: loyalitas tindakan. Aspek konatif atau niat untuk melakukan berkembang untukmenjadi perilaku dan tindakan. Niat yang diikuti oleh 39 motivasi , merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan keinginan untuk mengatasi hambatan dalam melakukan tindakan tersebut. Jadi loyalitas itu dapat menjadi kenyataan menjadi kenyataan melalui beberapa tahap, yaitu pertama sebagai loyalitas kognitif, kemudian loyalitas afektif, dan loyalitas konatif, dan akhirnya sebagai loyalitas tindakan. Pelanggan yang terintegrasi penuh pada tahap loyalitas tindakan dapat dihipotesiskan sebagai pelanggan yang rendah tingkat kerentanannya untuk berpindah keproduk lain. Dengan kata lain, loyalitas tindakan ini hanya sedikit bahkan sama sekali tidak member peluang pada pelanggan untuk berpindah keproduk lain. Pada kukonasi dan tindakan, kerentanan pelanggan lebih berfokus pada factor persuasi dan keinginan untuk mecoba produk lain. 2.5.2 Tahap pertumbuhan loyalitas Untuk menjadi pelanggan yang loyal, seseorang harus melalui beberapa tahapan dengan suatu proses yang dapat berlangsung lama. Menurut Griffin (2005:35) tingkatan loyalitas terdiri dari: 1. Suspect Tersangka (suspect) adalah orang yang mungkin membeli produk atau jasa anda. Kita menyebutnya tersangkan karena 40 kita percaya atau menyangkan mereka akan membeli, tetapi kita masih belum cukup yakin. 2. Prospek Prospect adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa anda dan kemampuan membeli. 3. Prospek yang diskualifikasi Prospek yang didiskualifikasi adalah prospek yang telah cukup anda pelajari untuk mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk anda. 4. Pelanggan pertama kali Pelanggan pertama kali adalah orang yang telah membeli dari anda satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan anda dan sekaligus juga pesaing anda. 5. Pelanggan berulang Pelanggan berulang adalah orang orang yang telah membeli dari dua kali atau lebih. 6. Klien Klien membeli apapun yang anda jual dan dapat ia gunakan. Orang ini membeli secara teratur. Anda memiliki hubungan yang kuat dan berlanjut, yang menjadikan kebal terhadap tarikan pesaing. 41 7. Penganjur (Advocate) Seperti klien, penganjur membeli apapun yang anda jual dan dapat ia gunakan serta membelinya secara teratur, tetapi penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli dari anda. Ia membicarakan anda, melakukan pemasran bagi anda, dan membawa pelanggan kepada anda. Cara kerja Sistem Profit Generator di atas adalah sebagai berikut : Perusahaan menyalurkan suspek ke dalam sistem pemasarannya, dan tiap-tiap suspek dikualifikasikan sebagai prospek berpotensi tinggi atau tidak memenuhi kualifikasi (diskualifikasi). Sebaiknya perusahaan bisa mengidentifikasikan prospek yang diskualifikasi secepat mungkin, karena mereka hanya akan membuang waktu dan uang perusahaan, keadaan ini dapat mengurangi laba perusahaan secara drastis. Prospek yang memenuhi kualifikasi kemudian dijadikan fokus dengan tujuan untuk mengubah mereka menjadi pelanggan pertama kali, lalu menjadi pelanggan berulang, dan akhirnya menjadi klien, dan penganjur. Tanpa perhatian yang tepat, pelanggan pertama kali, pelanggan berulang, klien, dan penganjur bisa hilang atau tidak aktif, yang mencerminkan hilangnya laba. 42 2.5.3 Mengukur Loyalitas Secara umum loyalitas dapat diukur dengan cara cara berikut: 1. Urutan pilihan (Choice Sequence) metode urutan pilihan atau disebut juga pola pembelian ulang ini banyak dipakai dalam penelitian dengan menggunakan panel panel agenda harian pelanggan lainya, dan lebih terkini lagi manfaat BlackBerry untuk melakukan interaksi yang cepat dan mudah. Urutan itu dapat berupa : Loyalitas yang tak terpisahkan (undividen loyalty) dapat ditujukan dengan runtutan AAAAAA. Artinya pelanggan hanya membeli suatu produk tertentu saja. misalnya pelanggan selalu memilih Blackberry setiap pembelian handphone. Loyalitas yang terbagi (devided loyalty) dapat ditunjukan dengan runtutan ABABAB. Artinya pelanggan hanya membeli 2 produk atau merek secara bergantian. Misalnya suatu ketika membeli handphone BlackBerry dan berikutnya handphone Samsung. Loyalitas yang tidak stabil (unstable loyalty) dapat ditunjukan dengan runtutan AAABBB. Artinya pelanggan memilih sesuatu merek untuk beberapa kali pembelian kemudian berpindah kemerek lain untuk periode berikutnya. Misalnya selama setahun pelanggan memilih handphone BlackBerry dan tahun 43 berikutnya handphone Samsung. Tanpa Loyality (No loyalty) ditunjukan dengan tuntutan ABCDEF artinya pelanggan tidak membeli suatu merek tertentu. 2. Proporsi pembelian (proportion of purchase) Berbeda dengan runtutan pilihan , caara ini menguji proporsi pembelian total dalam sebuah kelompok produk tertentu. Data yang dianalisis berasal dari panel pelanggan. 3. Preferensi (preference) Cara ini mengukur loyalitas dengan menggunakan komitment psikologi atau pernyataan preferensi . dalam hal ini, loyalitas dianggap sebagai “sikap yang positif “ terhadap suatu produk tertentu, sering digambarkan dalam istilah niat untuk membeli. 4. Komitmen (commitment) Komitmen lebih terfokus pada komponen emosional/perasaaan. Komitmen terjadi dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterkaitan pembelian yang merupakan akibat dari keterlibatan ego engan katagori merek keterlibatan ego tersebut terjadi ketika sebuah produk sangat berkaitan dengan nilai nilai penting, keperluan, dan konsep diri pelanggan. Cara pertama dan kedua diatas merupakan pendekatan perilaku (behavioural approach). Cara ketiga dan keempat 44 termasuk dalam pendekatan attitudinal (attitudinal approach) 2.6. Hubungan variabel 2.6.1 Hubungan Antara Experiential Marketing Dengan Kepuasan Konsumen Experiential Marketing : How to Get Customer to Sense, Feel, Think, Act and Relate to Your Company and Brands (Schmitt, 1999), ia mengajak para pemasar untuk keluar dari kotak pendekatan pemasaran tradisonal yang terlalu bertumpu pada produk (fitur) dan benefit dengan memasukkan unsur emosi dalam bauran pemasaran untuk membujuk konsumen, dengan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan pada konsumen. Bila konsumen terkesan dengan suatu produk, atau produk itu menghadirkan pengalaman positif yang tak terlupakan, pastinya konsumen juga akan merasakan kepuasan yang didapatkan. Sejak tahun 1980-an, kepuasan pelanggan selalu menjadi sebuah ukuran kesuksesan bisnis. Semua perusahaan berlomba-lomba untuk dapat memuaskan pelanggannya dengan berbagai cara agar pelanggan menjadi puas dan terpenuhi harapannya. Teorinya, jika pelanggan puas, maka konsumen akan membeli lebih dan terus membeli lagi. Perusahaan percaya bahwa kepuasan pelanggan memberikan hasil yang positif secara keuangan, khususnya dalam penjualan produk secara berulang. Namun, fokus perusahaan 45 jangan sekadar kepuasan konsumen, tetapi harus menuju loyalitas konsumen. Inilah kata kunci yang harus mulai dipahami banyak perusahaan agar dapat terus tumbuh. Pada dasarnya experiential marketing yang diciptakan oleh produsen dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap kepuasaan. Mungkin saja suatu produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen tidak sesuai dengan selera konsumen atau mungkin juga konsumen menjadi sangat puas, dan akhirnya harga yang ditawarkan oleh produsen tidak menjadi masalah bagi konsumen. Hubungan antara experiential marketing dengan kepuasan konsumen yaitu experiential marketing dapat menciptakan pengaruh terhadap kepuasan konsumen sehingga konsumen merasa puas dan senang dalam menggunakan produk tersebut. Semakin tinggi pengaruh experiential marketing maka kepuasan konsumen yang tercipta juga semakin tinggi, dan sebaliknya jika pengaruh experiential marketing rendah maka kepuasan konsumen yang tercipta berubah semakin rendah. H1 : experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen pada pengguna produk BlackBerry. 2.6.2 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Konsumen Para peneliti seperti Parasuraman, et al. (1988) telah 46 terlebih dahulu menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang tinggi menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi pula. Bitner dalam Bei dan Chiao (2001) juga mengatakan bahwa kualitas pelayanan yang baik dapat menimbulkan kepuasan dan kepuasan pelanggan meningkatkan evaluasi terhadap kualitas pelayanan kembali. Apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan pelanggan sesuai atau bahkan melebihi harapan pelanggan, maka pelayanan tersebut dianggap berkualitas dan memuaskan. Namun apabila pelanggan mendapati bahwa pelayanan yang diterima itu tidak sesuai atau berada di bawah harapan pelanggan, maka pelayanan dapat dianggap tidak berkualitas dan mengecewakan. Dari teori yang telah dijelaskan di atas dan berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka dalam penelitian ini diusulkan hipotesis sebagai berikut: H2 : K ualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen pada pengguna produk BlackBerry. 2.6.3 Hubungan Antara Kepuasan pelanggan Dengan Loyalitas pelanggan Kepuasan penyebab adalah salah terbentuknya satu loyalitas di antara beberapa (Dharmayanti, 2006). Anderson, Fornell dan Lehman (1994) maupun Kandampully & 47 Suhartanto (2000), menyatakan bahwa apabila pelanggan puas terhadap barang atau pelayanan yang diterima, maka akan menimbulkan kesetiaan / loyalitas konsumen. Demikian juga dengan pendapat Assael (1995) bahwa kepuasan yang dirasakan pelanggan dapat meningkatkan intensitas pembelian, dan dengan tingkat kepuasan yang optimal ini akan mendorong terciptanya loyalitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, hipotesis berikut disajikan: H3 : K epuasan konsumen berpengaruh signifikan Loyalitas pelanggan pada pengguna pengguna BlackBerry. 2.6.4 Hubungan Antara Experiential Marketing Dengan Loyalitas pelanggan Setiap Perusahaan tentu menginginkan perusahaannya bisa berjalan dan berkembang sesuai dengan rencana yang telah ada dengan meningkatkan hasil penjualan dan dapat memasarkan barang dan jasa hasil produksinya kepada masyarakat sebagai konsumen. Tujuan perusahaan akan tercapai yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal. karena pada hakekatnya pemasaran bertujuan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Maksud Experiential Marketing untuk memberikan pengalaman bagi pelanggan dan diharapkan pengalaman itu bisa 48 membekas dihati para pelanggan, yang selanjutnya manfaat akhirnya harus dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Inti dari experiential marketing adalah untuk membangun hubungan yang langgeng dengan pelanggan, dimana pemasar melihat keadaan emosi dari pelanggannya untuk mendapatkan dan menjaga loyalitas. Secara keseluruhan tujuan Experiential Marketing meningkatkan pembelian, kepuasan atau loyalitas pelanggan. Oleh karena itu analisa pelanggan dan pesaing harus dapat memberikan makna perbedaan guna meningkatkan nilai manfaat yang sesuai dengan keinginan konsumen. Hal tersebut diperkuat dengan adanya pendapat yang di kemukakan oleh: Handi Chandra (2008: 166) Experiential marketing adalah strategi pemasaran yang dibungkus dalam bentuk kegiatan sehingga memberi pengalaman yang dapat membekas dihati konsumen. Experiential marketing diyakini oleh banyak pemasaran sebagai salah satu startegi pemasaran yang bagus untuk menumbuhkan loyalitas pelanggan dengan cepat. Menurut Kertajaya (2006:168) berpendapat bahwa bumi memasuki era Experiential economy dimana anda tak cukup lagi kalau hanya punya produk dan layanan yang oke. Lebih dari itu, produk anda harus mampu membangkitkan sensasi dan pengalaman yang akan menjadi basis loyalitas pelanggan. 49 Menurut Endang (2009:16) bahwa Experiential Marketing dapat sangat berguna untuk sebuah perusahaan yang ingin meningkatkan merek yang berada pada tahap penurunan, membedakan produk mereka dari produk pesaing, menciptakan sebuah citra dan identitas untuk sebuah perusahaan, meningkatkan inovasi dan membujuk pelanggan untuk mencoba dan membeli produk. Hal yang terpenting adalah menciptakan pelanggan yang loyal. Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa keunggulan sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan cara Experiential marketing, dimana Experiential marketing dapat memberikan manfaat utama dan pengalaman yang diberikan produk/jasa dan layanan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. H4 : terhadap E xperiential marketing berpengaruh signifikan loyalitas pelanggan pada pengguna produk BlackBerry. 2.6.5 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Dengan Loyalitas pelanggan Kualitas pelayanan merupakan tingkatan kondisi baik buruknya sajian yang di berikan dari perusahaan dalam rangka memuaskan konsumen, dalam perusahaan jasa tentu bukanlah 50 sesuatu yang mudah didefinisikan, karena hal tersebut sangat berhubungan erat dengan pandangan konsumen. Hal ini sesuai pernyataan Lupiyoadi (2006) bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen adalah kualitas pelayanan. Perusahaan perlu meningkatkan kualitas jasa untuk mengembangkan loyalitas pelanggannya, karena produk atau jasa yang berkualitas rendah akan menanggung resiko pelanggan tidak setia. Jika kualitas diperhatikan, maka loyalitas pelanggan akan lebih mudah diperoleh. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H5 : Kualitas Pelayanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada pengguna produk BlackBerry 2.7. Kerangka pemikiran Globalisasi merupakan era dimana segala sesuatu, baik dari segi benda, serta kebudayaan yang dapat memasuki kedalam wilayah Negara manapun seperti masuknya media teknologi komunikasi berupa handphone. Saat ini handphone sudah menjadi barang primer bagi masyarakat. Dulu orang berkomunikasi dengan berbicara langsung kepada pihak lain, dan juga menggunakan surat jika jaraknya jauh. Sekarang seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, orang dapat 51 berkomunikasi melalui handphone saat ini banyak digunakan dikalangan masyarakat, baik dari kalangan mahasiswa, perkantoran, maupun anak-anak sekolahan karena memudahkan dalam berkomunikasi. Seiring dengan kemajuan teknologi seluler yang diciptakan oleh produsen dalam menciptakan berbagai merek dan fitur dalam handphone, membuat masyarakat selalu mengikuti arah keluaran handpone yang terbaru dan tercanggih agar dianggap tidak ketinggalan zaman oleh orang lain salah satunya adalah handphone smartphone yang bermerek BlackBerry. BlackBerry adalah salah satu contoh dari produk handphone yang canggih dan mempunyai nama yang terkenal. Adanya berbagai fitur yang menarik yang ditawarkan dalam handphone tersebut membuat masyarakat tertarik untuk membelinya. Misalkan seperti adanya fitur BlackBerry Messenger, Yahoo! Messenger, push email, facebook, uber twitter dan masih banyak lagi aplikasi lainnya. Masuknya BlackBerry di Indonesia saat ini dijadikan sebagai gaya hidup masyarakat, bagi gaya hidup yang positif maupun yang negative. Adanya gaya hidup yang ditimbulkan dari pengguna BlackBerry memberikan dampak bagi masyarakat yang menggunakan BlackBerry. Pada saat ini, konsumen tidak hanya menginginkan keunggulan dan kelebihan kualitas produk dan sebuah brand 52 yang baik namun mereka membutuhkan juga sebuah produk, komunikasi, dan pesan pemasaran yang dapat memberikan pesona bagi perasaaan mereka, menyentuh hati mereka, menterjemahkan apa yang ada dihati mereka, berhubungan dengan gaya hidup mereka, dan dapat memberikan sebuah pengalaman. Startegi pemasaran berkembang dengan cepat, mulai dari strategi pemasaran jasa hingga pemasaran experiental . dalam kondisi sekarang, pemasar dituntut menjalani strategi pemasaran experiental. Dalam pemasaran berdasarkan pengalaman, pemasar tidak lagi hanya melakukan permintaan akan barang dan jasa yang berkualitas, tetapi juga manfaat emosional berupa pengalaman tak terlupakan (memorable experience) yang mempererat hubungan konsumen dengan prdusen memalui produk atau jasa yang ditawarkan. Salah satu strategi pemasaran yang dapat dilakukan oleh suatu perusahaan adalah dengan menggunakan pendekatan experiental marketing. Menurut Schmitt (1999:22) Experiental marketing dalah konsep pemasaran yang menekankan kinerja produk atau jasa dalam memberikan pengalaman emosi hingga menyentuh hati dan perasaan pelanggan. Pemasar experiental mengatakan bahwa para pelanggan bersifat emosional dan rasional dalam mengkonsumsi suatu produk. Meskipun 53 pelanggan sering menggunakan rasio dalam mengkonsumsi suatu produk atau jasa, tetapi mereka sering terdorong oleh emosi karena pengalaman konsumsi mereka untuk mencari hiburan dan kesenangan. Hal yang penting adalah bahwa pelanggan tidak menggunakan rasio saja dalam melakukan suatu pembelian atau konsumsi. pelanggan menginginkan hiburan, stimulasi, dan sentuhan emosional dan kreatifitas. Jika konsumen mengalami pengalaman yang berkesan (pengalaman positif) dan tak terlupakan, dan konsumen merasa puas akan pelayanan atau produk kita maka hal itu akan menciptakan keinginan konsumen untuk kembali lagi dan mengkonsumsi produk atau jasa perusahaan tersebut atau sebaliknya, jika konsumen mengalami pengalaman yang buruk (pengalaman Negatif) dan mengecewekan, dan tidak merasa puas akan produk dan pelayanan kita maka mereka tidak akan kembali lagi mengkonsumsi produk atau jasa perusahaan tersebut dan tidak akan menimbulkan loyalitas yang akhirnya akan merugikan perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu perusahaan sebaiknya memberi pengalaman yang memberikan kesan positif dan tak terlupakan kepada konsumennya, sehingga dari pengalaman tersebut akan meningkatkan emosi pelanggan. Pada saat ini perusahaan tidak cukup hanya menawarkan produk atau jasa dengan merek yang terkenal, karena terdapat elemen yang lebih 54 penting yaitu nilai emosi. Jika perusahaan biasa membangkitkan emosi pelanggan, maka mereka cenderung akan kembali lagi untuk bertransaksi dengan perusahaan dan akhirnya konsumen tersebut menjadi loyal terhadap perusahaan. Meninjau uraian diatas maka perusahaan memerlukan sebuah persepsi baru mengenai orientasi pemasaran yang terfokus pada produk menjadi orientasi pemasaran terfokus pada konsumen. Faktor emosi dapat mempengaruhi perilaku mengkonsumsi sebuah produk pada seseorang konsumen baik itu emosi negative maupun positif terhadap pengalaman yang mereka alami. Pola komunikasi pemasaran yang melibatkan emosi konsumen terkenal dengan Experiential marketing. Setiap konsumen akan dengan mudah mengingat pengalaman yang mereka alami sendiri. Ingatan tersebut dapat bertahan untuk waktu yang lama, semakin membengkas pengalaman tersebut semakin sulit untuk dilupakan. Para pemasar perlu membuat sebuah produk yang dapat menyentuh perasaan, emosi, dan pikiran mereka dengan menawarkan produk yang dapat memberikan pengalaman positif, unik, dan mengesankan sehingga konsumen akan loyal terhadap produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Schmitt (1999: 64) juga mengatakan “Experiential marketing terdiri dari tiga unsure, yaitu :sense (panca indra), feel (perasaan), think (pikiran).” Dari 55 unsur unsur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sense yaitu segala aspek dari produk atau jasa yang berhubungan dengan panca indra manusia melalui penglihatan (sight), pendengaran (sound), perabaan (touch), pengecapan (taste), dan penciuman (smell). 2. Feel yaitu perasaan dan emosi positif yang muncul mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati (mood). 3. Think yaitu intelektualitas yang menciptakan kesadaran kognigtif dan mendorong konsumen dalam berfikir kreatif serta bertujuan untuk memecahkan masalah (problem solving experiences) yang mengikutsertakan konsumen terhadap penilaian kembali (reevaluation) pada produk atau jasa. Ketiga unsur tersebut menitik beratkan pada penciptaan persepsi tertentu dimata konsumen. Pengalaman mengesankan tersebut bias dihadirkan memalui Experiential provaiders, yaitu komponen yang memungkinkan terbentuknaya memorable experience, antara lain: komunikasi (iklan atau aktivitas below the line), produk (kemasan dan isinya), identitas produk memalui co branding, lingkungan, website, dan juga orang orang yang bertugas menawarkan produk tersebut kepada konsumen. Perusahaan yang menerapkan Experiential marketing berusaha memberikan sebuah pengalaman yang sulit dilupakan 56 oleh konsumen dan mebuat produk tersebut melekat dibenak konsumen. Harapan dari penerapan komunikasi pemasaran semacam ini yaitu konsumen menjadi loyal, fanatic, dan dapat mempromosikan produk pada konsumen lain. Menurut Kertajaya (2006:168) berpendapat bahwa bumi memasuki era Experiential economy dimana anda tak cukup lagi kalau hanya punya produk dan layanan yang oke. Lebih dari itu, produk anda harus mampu membangkitkan sensasi dan pengalaman yang akan menjadi basis loyalitas pelanggan. Menurut Jill Griffin (2005:4) mengemukakan bahwa: “loyalitas pelanggan adalah perilaku pembelian yang didefinisikan pembelian nonrandom yang diungkapkan dari waktu ke waktu oleh beberapa unit pengambil keputusan. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep loyalitas lebih mengarah pada perilaku (behavior) dibandingkan dengan sikap (attitude) dan seorang konsumen yang loyal akan memperlihatkan perilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembeli yang teratur dan diperlihatkan sepanjang waktu oleh beberapa unit pengambil keputusan. Pelanggan yang loyal merupakan asset penting bagi perusahaan, hal ini dapat dimilikinya, sebagai dilihat mana dari karakteristik yang diungkapkan Griffin (2005:31) pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut: 57 a. Melakukan pembelian ulang secra teratur artinya pembelian berulang secara regular kontinuitas pelanggan dalam melakukan pembelian atau konsumsi atas produk yang ditawarkan. b. Membeli diluar lini produk artinya pembelian yang dilakukan oleh pelanggan atas berbagai lini produk. c. Menunjukan kekebalan dari daya tarik produk sejenis dari pesaing. artinya kekebalan atau tidak terdapatnya ketertarikan pelanggan terhadap pelayanan sejenis dan bentuk-bentuk promosi pesaing. Oleh karena itu suatu perusahaan perlu menciptakan ikatan yang kuat dengan para pelanggan dengan cara menciptakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan dan menyentuh emosi pelanggan pada produk atau jasa yang ditawarkan. Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (2001:133), hubungan konsumen dengan perusahaan diperkuat ketika konsumen mendapatkan hasil yang memadai tentang kualitas layanan dan menjadi lemah ketika konsumen mendapatkan hasil negative tentang kualitas layanan. Kualitas layanan akan 58 mengarah pada naiknya kecendrungan untuk melakukan pembelian. Kualitas layanan secara positif terkait dengan kecendrungan untuk melakukan pembelian ulang, kecendrungan memberi rekomendasi pada produk atau jasa, loyalitas dan profitabilitas. Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan dapat meningkatkan kemungkinan pembelian ulang. Menurut (Tjiptono, 2007:33), kualitas pelayanan mendorong ke arah peningkatan kepuasan konsumen, kualitas layanan memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan konsumen, kualitas layanan yang tinggi menghasilkan kepuasan konsumen yang tinggi pula. Sebaliknya ketidakpuasan atas kualitas layanan dapat dijadikan alasan konsumen untuk berpindah atau melakukan pembelian secara diskontinyu. Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Kualitas pelayanan merupakan tingkatan kondisi baik buruknya sajian yang di berikan dari perusahaan dalam rangka memuaskan konsumen, dalam perusahaan jasa tentu bukanlah sesuatu yang mudah didefinisikan, karena hal tersebut sangat berhubungan erat dengan pandangan konsumen. Hal ini sesuai pernyataan Lupiyoadi (2006) bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen adalah kualitas pelayanan. Perusahaan perlu meningkatkan kualitas jasa untuk 59 mengembangkan loyalitas pelanggannya, karena produk atau jasa yang berkualitas rendah akan menanggung resiko pelanggan tidak setia. Jika kualitas diperhatikan, maka loyalitas pelanggan akan lebih mudah diperoleh. Berdasarkan uraian di atas dan untuk memperjelas hubungan antara variabel-variabel, berikut ini dikemukakan kerangka pemikiran yang berfungsi sebagai penuntun sekaligus mencerminkan alur berfikir dan merupakan dasar bagi perumusan hipotesis, seperti terlihat dalam Gambar 2.2 berikut ini: Experientian Marketing : - Sense - Feel - Think H4 H1 Kepuasan Pelanggan Kualitas Pelayanan : - Reliability - Assurance - Tangible - Emphaty - Responsiveness H3 Loyalitas Pelanggan H2 H5 2.8 Hipotesis Sumber : (Schmitt, 1999:64), (Parasuraman, 1988), Tjiptono (2006), Hipotesis merupakan Jill (Griffin, 2005:31) jawaban sementara terhadap 60 permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang dikumpulkan (Sugiyono, 1999) berdasarkan tinjauan di atas maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian adalah : H1 : Experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen pada pengguna produk BlackBerry H2 : Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen pada pengguna produk BlackBerry H3 : Kepuasan konsumen berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada pengguna produk BlackBerry H4 : Experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada pengguna produk BlackBerry H5 : kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada pengguna produk BlackBerry 61