TEKNIK -TEKNIK DASAR DALAM KONSELING

advertisement
TEKNIK -TEKNIK DASAR DALAM
KONSELING
Oleh: Dra. Michiko Mamesah, M.Psi.
I. PENDAHULUAN
Munculnya kompleksitas masalah sebagai dampak dari berbagai macam krisis yang terjadi
dalam masyarakat mempengaruhi berkembang- nya profesi konselor. Mengapa? Karena tidak
semua individu mampu mengatasi masalahnya dengan tepat, bijaksana dan objektif. Terlebihlebih bagi para individu yang dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menghadapi
berbagai pengaruh negatif dan tekanan dari lingkungan sosialnya. Ironisnya dalam proses
mencari jati dirinya, individu justru menghadapi krisis identitas. Individu menjadi rentan
terhadap berbagai pengaruh tersebut.
Dalam kondisi tersebut di atas membutuhkan sosok orangtua atau orang dewasa lainnya yang
mau mengerti, memahami dan menerima individu sebagaimana adanya. Kehadiran seorang k
onselor atau dosen PA yang profesional, penuh kasih dan pengertian sangat dibutuhkan terutama
dalam mendampingi individu mengentaskan masalahnya.
II. TEKNIK-TEKNIK DASAR DALAM PROSES KONSELING.
Pada kenyataannya, tugas dan tanggung jawab konselor tidaklah ringan. Konselor sebagai suatu
proses bantuan, sangatlah menantang bagi seorang konselor, karena konseling sendiri merupakan
proses yang kompleks. Mengapa? Karena, konseling melibatkan dua pribadi (konselor dan klien)
yang unik, dan berbeda dalam banyak hal.
Konselor perlu menyadari bahwa, menghadapi individu yang sedang bermasalah perlu berbekal
pemahaman tentang human behavior dan human beings.
Selanjutnya dalam Suatu proses konseling, konselor perlu memahami dengan baik citra diri atau
kualitas dirinya, karena hal ini akan mempengaruhi efektifitas suatu proses konseling. Sebagai
manusia biasa konselor tidak lepas dari masalah. Konselor harus peka terhadap dirinya, bahwa
secara pribadi ia pernah, sedang atau akan bermasalah. Hal ini mengacu pada eksistensi
manusia secara universal, di mana manusia adalah unik, berbeda satu dengan yang lainnya,
bersifat sosial dan invidual. Untuk itulah mutlak bagi seorang konselor untuk memahami
beberapa teknik dasar dalam melaksanakan konseling.
Namun untuk itu ada beberapa pertanyaan mendasar yang perlu direnungkan secara pribadi
terkait dengan, Apakah motivasi saya untuk menjadi konselor? Apakah potensi yang saya
miliki menunjang untuk menjadi konselor? Adakah kendala-kendala dalam diri saya?
Konselor perlu memahami se ara utuh tentang siapa dirinya? Sudahkah saya menerima
kekurangan dan kelebihan diri apa adanya? Sulit bagi seorang konselor untuk dapat menerima
dan memahami orang lain apa adanya, tanpa terlebih dahulu menerima dan memahami dirinya
sendiri. Hal ini merupakan modal dasar mengingat, konseling merupakan proses yang kompleks
dan melibatkan dua orang pribadi yang berbeda dalam latar belakang, kebutuhan, pengalaman,
nilai-nilai dan pandangan hidup.
Selain hal tersebut di atas, konselor pun diharapkan untuk mengembangkan:
1. Rapport
Hubungan baik yang perlu diciptakan oleh konselor dalam keseluruhan proses konseling, baik
pada awal, pertengahan dan akhir konseling. Dalam menjalin rapport konselor perlu menjejaskan
tujuan dan rambu- rambu konseling yang perlu disepakati bersama dengan klien.
Konselor perlu memahami harapan klien dalam konseling dan sebaliknya klien juga perlu
memahami harapan konselornya.
2. Empati
Konselor menciptakan kebersamaan dengan klien, berjalan bersama- sarna, mengikutinya,
mengarahkan dan membimbingnya, dalam menghadapi masalahnya. Konselor juga bersifat
hangat, terbuka, bersahabat, peduli dan jujur, serta obyektif dalam memandang permasalahan
klien, Konselor mencoba untuk berpikir dan merasakan segala sesuatunya bersama-sama dengan
klien.
3. Unconditional Positive Regard - Acceptance
Konselor menerima dan menghargai klien secara apa adanya, tanpa syarat, dengan segala
kelebihan dan kekurangan yang klien miliki, konselor bebas dari sikap menghakimi. Memiliki
pandangan positif tentang klien bukan berarti bahwa konselor setuju dan menerima begitu saja
nilai-nilai den pandangan hidup klien. Tetapi yang utama adalah kemampuan konselor menerima
klien apa adanya, menghargainya sebagai pribadi, tidak menghakimi perilakunya, dan juga tidak
mencoba mempengaruhi klien dengan pandangan dan nilai-nilai hidup konselor. Biarkan klien
bebas untuk bereksplorasi dengan perasaan dan pikirannya tanpa rasa takut disensor atau dikritik
oleh konselor. Kondisi kondusif yang tercipta akan merupakan kesempatan baik bagi klien dalam
mengembangkan personal awareness.
4. Congruence
Konselor dalam hal ini harus bisa menjadi dirinya sendiri seutuhnya. Konselor perlu memiliki
harmoni dalam keseluruhan aspek hidupnya, Menyadari keterbatasan diri, tidak berpura-pura
dalam bersikap den tidak mencoba menutupi kenyataan tentang siapa dirinya. Bersikaplah jujur
terhadap diri sendiri den klien, den perlu adanya konsistensi antara kata dan perbuatan.
Selain hal-hal tersebut di atas seorang konselor diharapkan pula dapat:
1. Memiliki sense of humor
2. Memiliki self dicipline
3. Memiliki self responsibility
4. Memiliki positive self concept
5. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang karakteristik perkembangan manusia.
6. Berpikir dan bersikap kreatif
7. Bersikap aktif dalam mengemb~ngkan komunikasi baik yang bersifat verbal maupun non
verbal. Secara verbal melalui penguasaan respon- respon konselor: probe, reflection of feelings,
reflection of content, summary dan ability potential. Secara non verbal melalui bodi
language, eye contact, facial expression.
Terkait dengan kualitas diri tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu dihindari oleh konselor
yaitu :
1. Memberi nasehat
2. Banyak bicara
3. Terlalu membuka diri
4. Memandang rendah klien
5. Bersikap defensif
6. Memprioritaskan kebutuhan dan nilai pribadinya
7. Memandang rendah diri sendiri karena pengaruh usia, pengetahuan dan pengalaman
8. Memiliki harapan yang berlebihan terhadap klien 9. Inkonsisten dan subyektif
10.Jangan memecahkan masalah secara langsung tetapi beri alternatif pilihan bagi klien.
Konselor juga perlu memahamr aspek-aspek psikologis lainnya yang dapat mempengaruhi
proses konseling, baik yang bersumber dari klien maupun konselor sendiri, seperti :
1. Kecemasan (anxiety)
2. Ketakutan (fear)
3. Rasa bersalah (guilty feelings)
4. Kemarahan (anger)
5. Rendah diri (inferiority)
6. Terlalu percaya diri (over estimate)
(Berdasarkan pengalaman hidup sehari-hari peserta diminta untuk menyebutkan aspek lainnya).
III. KONSELING MELALUI INTERNET.
Sebagai dampak dari berkembangnya teknologi dalam bidang
komunikasi, konseling melalui radio, telepon, internet tidak dapat dihindari lagi.
Dengan alasan untuk menjembatani jarak yang cukup jauh, efisiensi waktu den tenaga, dapat
menjangkau klien yang merasa bermasalah tapi enggan, malu, takut untuk berdialog secara tatap
muka, maka pendekatan konseling melalui internet merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan dalam proses pengentasan masalah.
Selain itu pula tidak menutup kemungkinan seseorang ataupun kelompok dapat memetik
manfaat, bercermin dari pengalaman orang lain setelah membuka situs internet.
Yang menjadi permasalahan adalah, sejauh mana konselor dapat menerapkan teknik-teknik dasar
konseling yang mendasar seperti emphaty, congruence, positive regard. Sejauhmana pula
konselor dapat mengamati reaksi-reaksi verbal den non verbal klien? Padahal kesemua hal
tersebut sangat menentukan keberhasilan dari suatu proses konseling, Jangan sampai terjadi
konseling hanya sebagai pendekatan yang sifatnya semata-mata konsultatif dan advising. Hal ini
terjadi karena komunikasi yang sifatnya lebih searah, tidak pada saat yang bersamaan konselor
bisa mengamati reaksi klien dan sebaliknya klien terhadap konselornya,
IV. PENUTUP
Konseling sebagai proses yang kompleks dan penuh tantangan melibatkan dua pribadi secara
utuh. Keterbukaan dan kehangatan dari! Kedua belah pihak, serta motivasi untuk rela
membimbing dan dibimbing, berubah dan diubah akan merupakan kunci keberhasilan dari
proses konseling. Ingat, sebagai pribadi dengan segala karakteristiknya klien berhak menentukan
sendirl apa yang terbaik bagi dirinya berbekal arahan dan bimbingan dari konselor,

SOFTWARE-SOFTWARE WAJIB
DI SEBUAH KOMPUTER
Oleh : Ir.Johansah Liman, MT.
=================================================
Sekali lagi, pemilihan software yang akan Anda pasang sepenuhnya tergantung kebutuhan Anda,
disesuaikan dengan apa yang akan Anda perbuat dengan komputer tersebut. Apakah Anda akan
menggunakannya untuk bekerja, mengolah multimedia, menjelajahi internet, bermain game 3
dimensi atau semuanya ?
Jika Anda akan menggunakan komputer tersebut untuk memudahkan tugas-tugas kantor atau
semacamnya, Anda akan membutuhkan software aplikasi perkantoran. Yang paling umum
digunakan adalah aplikasi seperti Microsoft Office atau Lotus smartsuite. Untuk mengolah filefile gambar, maka Anda membutuhkan aplikasi-aplikasi keluaran Adobe, Corel atau
Macromedia. Untuk mengolah suara, program seperti Cake Walk Pro Audio ataupun Xing Audio
Cataly.
Jika Anda juga akan menggunakan komputer tersebut untuk berselancar di internet dan
berkomunikasi dengan " kerabat " Anda diseluruh dunia, tentunya Anda memerlukan browser
dan program-program messenger . Cukup banyak seperti Yahoo Messenger, MSN Messenger,
ICQ dan mIRC. Program-program messenger saat ini sudah menjadi media komunikasi dan
bertukar pikiran yang sangat populer.
Lain halnya jika Anda ingin menggunakan komputer tersebut untuk bermain game 3 dimensi .
Tidak ada software atau aplikasi khusus yang perlu dipasang. Yang Anda perlukan adalah driver
kartu grafis terbaru dan utiliti-utiliti kecil semacam DirectX dan DirectX Media.
Untuk melengkapi PC, selain sistem operasi tentunya dibutuhkan juga program atau software –
software yang berfungsi untuk memudahkan Anda dalam berkomputer.
Berikut ini adalah beberapa di antaranya. Yang harus diperhatikan, daftar –daftar ini hanyalah
sebagai acuan , dan tidak mutlak harus Anda miliki di komputer Anda .
Software Aplikasi Perkantoran :
1. Microsoft Office.
2. Lotus Smart Suite.
3. Star Office.
Software Pengolah Gambar :
1. Adobe Photoshop.
2. Paint shop Pro.3. Corel Draw.4. Macromedia Freehand.
5. ACDsee.
Software Pengolah suara :
1.Cake Walk Pro Audio.
2. Xing Audio Catalyst.3. Audio Converter.
Software Utiliti :
1. RegCleaner.
2. WinZip.
3. Adobe Acrobat Reader.
4. DirectX.
5. DirectX Media.
6. Tweak UI.
7. Norton Utilities.
8. System Mechanics.
Software Antivirus :
1. Norton Anti Virus
2. McAfee.
3. PC Cillin.
4. AVG.
5. Norman Antivirus.
Program Messenger :
1. AOL Instant Messenger.
2. ICQ.
3. mlRC.
4. MSN Messengger.
5. Odigo.
6.Yahoo Messenger.
Internet Tools :
1. Macromedia Flash.
2. GetRight.
3. AdddsOff.
4. NetBooster.
Internet Browser :
1. Internet Browser.
2. Netscape Navigator.
3. Opera.
4. NeoPlanet.
5. NetCaptor.
Multimedia Player :
1. WinAmp.
2. Xing Mpeg Player.
3. Cowon Jet Audio.
4. Misic Match Jukebox.
5. Real Audio Player.
Software –software di atas adalah sebagian contoh software yang umum digunakan pada PC.
Ada banyak ribuan, bahkan mungkin ratusan ribu software sesuai kebutuhan. Sebagai catatan,
sebaiknya Anda gunakan salah satu aplikasi untuk masing-masing kategori. Sekarang pilihan
berada ditangan Anda. Silakan memilih software yang sesuai dengan kebutuhan masing –
masing.
Selamat mencoba.
Komunikasi Dua Arah
DI KELAS
Pendahuluan
Sejak beberapa tahun yang lalu program CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) merupakan suatu
program unggulan yang diterapkan oleh sekolah-sekolah di Indonesia.
Berbagai macam buku menawarkan isi tentang CBSA, bahkan guru-guru pun diberi pelatihan
tentang CBSA tersebut, namun sayangnya ke-berhasilan yang kita peroleh belumlah sebanding
dengan pengorbanan yang dikeluarkan karena CBSA yang seharusnya Cara Belajar Siswa Aktif
s
e
r
i
ng
ka
l
ibe
r
uba
h me
nj
a
di‘
Ca
t
a
tBuku Sa
mp
a
iAbi
s
’y
a
ng a
khi
r
ny
aj
us
t
r
u me
l
e
ma
hka
n
semangat belajar siswa. Sebab menurut mereka Bapak dan Ibu guru malas mengajar dan hanya
memberi catatan dan tugas-tugas.
Namun di lain pihak motivasi belajar siswa di kelas seringkali menjadi keluhan dari para guru
yang menghadapi siswa sulit, apalagi bila sang guru harus mengejar target kurikulum yang
sedemikian padat.
Apakah siswa sulit itu? Siswa sulit yang di-maksudkan di sini adalah siswa yang sulit diajak
bekerja sama dalam proses belajar mengajar. Ciri-ciri mereka adalah malas mengikuti pelajaran
di kelas (banyak ngobrol dan tidak memperhatikan), sering lalai mengerjakan tugas, tidak
membawa buku dan memiliki prestasi yang rendah di kelas.
Mengapa bisa demikian ? Siapakah yang salah dalam masalah ini ?
Komunikasi yang Efektif
Dalam kesehariannya seorang manusia haruslah dapat berkomunikasi. Dalam proses belajar
mengajar komunikasi menduduki peran yang sangat penting, karena tanpa komunikasi yang
efektif tidak akan terjadi proses belajar-mengajar yang baik.
Komunikasi adalah proses penyampaian berita dari seorang pembawa berita (komunikator)
kepada sang penerima berita (komunikan). Sebuah komunikasi dikatakan efektif bila berita yang
ingin disampaikan oleh pembawa berita dapat diterima dengan baik oleh penerima berita.
Komunikasi akan efektif bila berlaku dua arah.
Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang terjadi dimana pada saat-saat tertentu komunikan
maupun komunikator bertukar tempat artinya sang pembawa berita menjadi pendengar dan
pendengar menjadi pembawa berita. Berdasarkan hal itu komunikasi dua arah juga menekankan
tentang keterampilan guru untuk mendengarkan secara aktif. Komunikasi ini merupakan suatu
komunikasi yang sangat efektif khususnya dalam proses belajar mengajar.
Manfaat Komunikasi Dua Arah
Terjadinya komunikasi dua arah di kelas akan memberikan manfaat yang sangat baik bagi proses
belajar mengajar. Manfaat itu antara lain ;
a. Terjadinya suasana proses belajar mengajar yang menyenangkan bagi kedua belah pihak, baik
guru maupun murid.
b. Meningkatnya motivasi belajar siswa, khususnya di kelas.
c. Meningkatkan motivasi mengajar guru di kelas.
d. Meningkatnya prestasi belajar siswa. Dengan meningkatnya motivasi belajar maka secara
lang-sung prestasi belajar siswa pun akan meningkat.
e. Mengubah persepsi buruk siswa tentang sekolah. Banyak siswa/i di Indonesia yang
menganggap bahwa hal yang menyenangkan dari sekolah adalah bertemu dengan teman-teman
bukan belajar! Sehingga banyak dari mereka menjadikan sekolah sebagai pembuat stres bukan
tempat mencari ilmu.
f. Dll.
Sekilas Tips tentang Komunikasi Dua Arah di Kelas
Komunikasi dua arah dapat diterapkan dengan baik bila.
a. Ada kerja sama yang baik dari kedua belah pihak yang terlibat di kelas yaitu; guru dan murid.
Dimana Guru tahu kapan harus berhenti bicara dan membiarkan muridnya memberikan
pertanyaan maupun pendapat demikian pula sebaliknya.
b. Guru menguasai materi yang diajarkan serta memiliki pengetahuan yang luas. Guru yang
menguasai materi dan berwawasan luas akan memberikan nilai lebih di mata murid-muridnya.
c. Teladan; dengan memberikan teladan yang baik maka siswa akan memberikan respek yang
baik pula terhadap guru tersebut, dan akan sangat berpengaruh terhadap motivasi belajarnya.
d. Dll.
Oleh Yenny Mangoendaan
Media Pembelajaran dan Proses Belajar
Mengajar
Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Proses komunikasi (proses
penyampaian pesan) harus diciptakan atau diwujudkan melalui kegiatan penyampaian dan tukar
menukar pesan atau informasi oleh setiap guru dan peserta didik. Pesan atau informasi dapat berupa
pengetahuan, keahlian, skill, ide, pengalaman, dan sebagainya.
Melalui proses komunikasi, pesan atau informasi dapat diserap dan dihayati orang lain. Agar tidak
terjadi kesesatan dalam proses komunikasi perlu digunakan sarana yang membantu proses
komunikasi yang disebut media. Dalam proses belajar mengajar, media yang digunakan untuk
memperlancar komunikasi belajar mengajar disebut Media Pembelajaran.
Apakah Media Pembelajaran itu?
Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi
Pendidikan (Association of Education and Communication Technology/AECT) di Amerika misalnya,
membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan
pesan/informasi. Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah
contoh-contohnya. Sementara menurut Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education
Association/NEA), media adalah bentuk-bentuk komunikasi tercetak maupun audiovisual serta
peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, didengar, dan dibaca.
Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan-persamaan diantaranya yaitu bahwa media adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga
dapat merangsang pikiran, perasaan dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi.
Media Pembelajaran Sebagai Pembawa Pesan
Pada mulanya, media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Alat bantu yang
dipakai adalah alat bantu visual, yaitu gambar, model, objek dan lain-lain yang dapat memberikan
pengalaman konkrit, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa.
Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar abad ke-20, alat visual dilengkapi dengan
digunakannya alat audio sehingga kita kenal adanya alat audio visual atau audio visual aids (AVA).
Bermacam peralatan digunakan guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui
penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mungkin terjadi kalau
hanya digunakan alat bantu visual semata. Pada akhir tahun 1950, teori komunikasi mulai
mempengaruhi penggunaan alat bantu audio visual, sehingga selain sebagai alat bantu media juga
berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Pada tahun 1960 - 1965, teori tingkah laku
(behaviorism theory) ajaran B.F. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam kegiatan
pembelajaran. Teori ini mendorong orang untuk lebih memperhatikan siswa dalam proses belajar
mengajar. Menurut teori ini, mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku
ini harus tertanam pada diri siswa sehingga menjadi adat kebiasaan. Setiap ada perubahan tingkah
laku positif ke arah tujuan yang dikehendaki, harus diberi penguatan (reinforcement), berupa
pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut telah betul. Pada tahun 1965-1970, pendekatan sistem
(system approach) mulai menampakkan pengaruhnya. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya
media sebagai bagian integral dalam program pembelajaran. Program pembelajaran direncanakan
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa
sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Guru-guru mulai merumuskan tujuan pembelajaran
berdasarkan tingkah laku siswa. Dari sini maka lahirlah konsep penggunaan multi media dalam
kegiatan pembelajaran.
Dari uraian di atas, sudah selayaknya kalau media tidak lagi hanya kita pandang sebagai alat bantu
belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai alat penyalur pesan dari pemberi pesan (guru)
ke penerima pesan (siswa). Sebagai pembawa pesan, media tidak hanya digunakan oleh guru tetapi
yang lebih penting lagi dapat pula digunakan oleh siswa. Oleh karena itu, sebagai penyaji dan
penyalur pesan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakili guru menyampaikan informasi secara
lebih teliti, jelas dan menarik. Fungsi tersebut dapat dilaksanakannya dengan baik walau tanpa
kehadiran guru secara fisik. Peranan media yang semakin meningkat ini seringkali menimbulkan
kekhawatiran di pihak guru. Guru takut apabila kedua fungsinya akan digeser oleh media pendidikan.
Namun kekhawatiran-kekhawatiran semacam itu sebenarnya tak perlu ada kalau kita ingat betul
tugas dan peranan guru yang sebenarnya. Memberikan perhatian dan bimbingan secara individual
kepada siswa-siswanya adalah tugas penting yang selama ini belum dilaksanakan sepenuhnya. Guru
dan media pembelajaran hendaknya bahu membahu dalam memberi kemudahan belajar bagi siswa.
Perhatian dan bimbingan secara individual dapat dilaksanakan oleh guru dengan baik sementara
informasi dapat pula disajikan secara jelas, menarik dan teliti oleh media pembelajaran.
Media Pembelajaran Membantu Mengatasi Hambatan Proses Komunikasi di Kelas
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat atau penghalang proses komunikasi di kelas,
yakni:
- Hambatan Psikologis, seperti: minat, sikap, pendapat, kepercayaan, inteligensi, pengetahuan.
Siswa yang senang terhadap mata pelajaran, topik, serta gurunya tentu lain hasil belajarnya
dibandingkan dengan yang benci atau tak menyukai semua itu.
- Hambatan Fisik, seperti: kelelahan, sakit, keterbatasan daya indera dan cacat tubuh. Jangan terlalu
banyak mengharapkan dari siswa yang lagi sakit karena pesan-pesan yang Anda sampaikan padanya
akan terhambat karenanya. Atau siswa yang sehat sekalipun untuk mengamati kehidupan binatang
satu sel dengan mata telanjang.
- Hambatan Kultural, seperti: perbedaan adat-istiadat, norma-norma sosial, kepercayaan, dan nilainilai panutan. Perbedaan adat-istiadat, norma sosial dan kepercayaan kadang-kadang bisa menjadi
sumber salah paham.
- Hambatan Lingkungan, yaitu hambatan yang ditimbulkan situasi dan kondisi keadaan sekitar.
Proses belajar mengajar di tempat yang tenang, sejuk dan nyaman tentu akan lain dengan proses yang
dilakukan di kelas yang bising, panas, dan berjubel.
Oleh karena adanya berbagai jenis hambatan tersebut baik dari dalam diri guru maupun siswa; baik
sewaktu mengencode (: proses penuangan pesan ke dalam simbol-simbol komunikasi) pesan maupun
men-decode-nya (: proses penafsiran simbol-simbol komunikasi yang mengandung pesan-pesan),
proses komunikasi belajar mengajar seringkali berlangsung secara tidak efektif dan efisien. Media
pembelajaran sebagai salah satu sumber belajar yang dapat menyalurkan pesan dapat membantu
mengatasi hal tersebut. Perbedaan gaya belajar, minat, intelegensi, keterbatasan daya ingat, cacat
tubuh atau hambatan jarak geografis, jarak waktu dan lain-lain dapat dibantu diatasi dengan pemanfaatan media pembelajaran.
Kegunaan Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar
Secara umum, kegunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis
atau lisan belaka).
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya:
a. Objek yang terlalu besar - bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau
model.
b. Objek yang kecil - dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar.
c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau highspeed photography.
d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film,
video, film bingkai, foto, maupun secara verbal.
e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model,
diagram, dan lain-lain.
f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat
divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain.
3. Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap pasif
anak didik. Dalam hal ini media pembelajaran berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahan belajar.
b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan
kenyataan.
c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
4. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang
berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka
guru akan banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Apalagi bila
latar-belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media
pembelajaran, yaitu dengan kemampuannya dalam:
a. Memberikan perangsang yang sama.
b. Mempersamakan pengalaman.
c. Menimbulkan persepsi yang sama.
Guru yang mengharapkan proses dan hasil instruksional (belajar mengajar) yang efektif, efisien dan
berkualitas, semestinya memperhatikan faktor media pembelajaran yang keberadaannya memiliki
peranan sangat penting. Selain itu, media pembelajaran juga memiliki nilai praktis dan kegunaan yang
amat besar dalam proses belajar mengajar. (Sih)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------DAFTAR PUSTAKA:
================================================
- Rohani, Ahmad. (1997). Media Instruksional Edukatif, Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
- Sadiman, Arief S., Raharjo, Anung Haryono, dan Rahardjito. (2002). Media Pendidikan, Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya, Cetakan Kelima. Jakarta : Pustekkom Dikbud dan PT. Raja
Grafindo Persada dalam rangka ECD Project (USAID).
Pengembangan Sistem Informasi Untuk
Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas
Pengelolaan Pendidikan
2
Oleh: Zamroni & Retno Wibowo1
PENDAHULUAN
Secara teori, suatu manajemen dengan menggunakan pendekatan sistem informasi merupakan
langkah yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas kerja dan juga meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia. Perubahan kebiasaan dari menggunakan sistem manual
menjadi sistem elektronik diharapkan dapat menghasilkan suatu ketepatan, kecepatan dan
keakuratan terhadap hasil pengolahan data dan informasi di segala bidang.
Di bidang pendidikan, hal ini dapat ditunjukkan dengan munculnya berbagai upaya
meningkatkan akurasi, ketepatan waktu, maupun relevansi data dan informasi pendidikan,
melalui pengembangan sistem informasi pendidikan yang dilakukan oleh berbagai lembaga
ataupun unit kerja di lingkungan Depdiknas yang pada prinsipnya bertujuan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembinaan maupun penyelenggaraan pendidikan. Namun kegiatan yang
telah dikembangkan dengan memakan waktu yang cukup lama dan menyerap biaya tinggi ini
belum mencapai hasil yang diharapkan.
Berdasarkan hasil evaluasi ataupun kajian yang telah dilakukan oleh berbagai pihak, faktor yang
perlu untuk diperhatikan dalam pengembangan sistem informasi antara lain menyangkut: a)
koordinasi, b) ambisi, c) mekanisme dan prosedur, dan, d) apresiasi terhadap data. Sistem
informasi manajemen pendidikan akan dapat dikembangkan dan memiliki daya guna yang baik
untuk pengelolaan pendidikan apabila keempat faktor tersebut dapat diciptakan secara tepat. Di
samping itu, skope informasi yang dapat dikelola oleh sistem juga akan menentukan efektivitas
dan efisiensi pengelolaan pendidikan.
Mencermati kondisi di atas, manfaat sistem informasi untuk membantu meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pengelolaan pendidikan dirasakan belum maksimal. Untuk diperlukan langkahlangkah strategis guna pengembangan SIM pendidikan.
FAKTOR-FAKTOR DALAM SIM
Dunia pendidikan sebagai suatu sistem seharusnya memiliki suatu sistem informasi pendidikan
yang utuh. Departemen Pendidikan Nasional sebagai institusi yang paling bertanggung jawab
dalam mengelola pendidikan perlu mempelopori keberadaan sis-tem informasi manajemen
pendidikan tersebut.
Pengembangan sistem informasi ini banyak mengalami kendala, dikarenakan struktur organisasi
yang luas baik secara vertikal mulai dari Departemen, Direktorat J enderal, dan Direktorat.
Secara geografis akan melebar ke Kantor Wilayah, Kantor Daerah dan Kantor Kecamatan,
sampai satuan sekolah. Pada jalur yang lain terdapat Perguruan Tinggi yang mencakup Fakultas
sampai Program Studi. Merebaknya semangat untuk mengembangkan sistem informasi
menyebabkan munculnya proyek-proyek pengem-bangan sistem informasi di berbagai unitunit
kerja dalam struktur organisasi pendidikan. Namun, kemunculan upaya pengembangan sistem
informasi tersebut dalam banyak hal tidak mendatangkan hasil yang maksimal, dikarenakan
masing-masing unit menggunakan kerangka kerja pengembangan yang berbeda sehingga
menyebabkan tidak adanya "link dan share information" antar sistem yang berakibat kerancuan
di antara pengelola data dan informasi di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, koordinasi
merupakan suatu faktor yang perlu untuk mendapatkan perhatian dalam pengembangan sistem
informasi pendidikan.
Di samping itu, orientasi pengembangan sistem lebih dititikberatkan pada pengadaan perangkat
keras, perangkat lunak dan pelatihan personel pengelola data secara besar-besaran baik di tingkat
pusat maupun daerah, namun kurang memperhitungkan masalah-masalah dalam pelaksanaannya,
misalnya komitmen yang rendah dari para pengelola data terhadap pengelolaan data, pengelolaan
perangkat keras, dsb. Ambisi semacam ini, menyebabkan sistem yang dikembangkan dengan
sarana yang betapapun baiknya, tidak akan memiliki daya guna yang optimal.
Faktor lain, berupa mekanisme dan prosedur yang belum tertata menyebabkan data yang
terkumpul tidak akurat dan konsisten serta tidak tepat waktu. Dengan adanya pembangunan
sistem di berbagai unit kerja dengan menggunakan program aplikasi yang beragam, kemampuan
personel/staf yang dilatih untuk mendukung sistem tersebut juga beragam dan format
pengumpulan data yang digunakan pun menjadi tumpang tindih, tanpa mengikuti prosedur yang
jelas.
Terdapat pula faktor yang bersumber pada mentalitas pelaksana, yakni berupa apresiasi yang
rendah terhadap data. Dalam kegiatan pengumpulan data, para pengumpul data kurang
menghargai pentingnya data sehingga mereka melakukan pengumpulan data hanya karena
diperintahkan untuk mengumpulkan data tanpa mengetahui secara jelas manfaat untuk mereka
sendiri, akibatnya data yang dikumpulkan tidak akurat. Sebaliknya para pimpinan tidak puas
dengan sistem informasi yang seolaholah tidak dapat memecahkan permasalahan keterlambatan
maupun keakuratan data, sehingga merasa enggan untuk investasi lagi pada pengembangan
sistem informasi.
Skope Informasi
Selama ini informasi yang dikumpulkan dan diolah oleh sistem informasi sebatas data yang
bersifat statis, seperti jumlah siswa, jumlah ruang kelas, jumlah buku, dan sebagainya. Data
tersebut memang penting, tetapi belum cukup untuk bisa dipergunakan dalam peningkatan mutu
pendidikan. Oleh karena itu, agar sistem informasi lebih memiliki daya guna bagi pengelolaan
pendidikan, maka sistem informasi harns dapat pula mencakup data yang bersifat dinamis.
Data pendidikan yang bersifat dinamis adalah data yang berkaitan dengan pelaksanaan proses
belajar mengajar. Seperti, berapa sering pekerjaan rumah diberikan oleh guru, berapa rajin guru
atau siswa hadir di sekolah, seberapa tinggi disiplin guru dalam melaksanakan proses belajar
mengajar. Dengan data dinamis ini, akan dapat disusun suatu sistem Quality Assurance dan
Quality Control yang builtin dalam sistem persekolahan.
MENUJU SIM PENDIDIKAN
World Bank pada tahun 1994, telah menyampaikan suatu hasil pengamatan mengenai kondisi
sistem informasi di lingkungan pendidikan serta menawarkan strategi penyempurnaan sistem
informasi tersebut secara utuh yang menyebutkan antara lain dengan memperkenalkan tiga tahap
kegiatan yakni information audit, information system policy mannual, dan organisasi sistem
informasi. Kegiatan information audit bertujuan mengidentifikasi problem pendataan terrnasuk
keakuratan dan ketepatan waktu, mereviu informasi yang dapat diintegrasikan ataupun di
"share", melakukan identifikasi kebutuhan, data, membentuk tim yang dapat menjembatani
kegiatan di tiap-tiap unit kerja, dan membuat master plan untuk penyempurnaan sistem
informasi pendidikan.
Tahap kedua yakni mengembangkan IS Policy manual yang bertujuan untuk menentukan tugas
dan lingkup masing-masing komponen sistem informasi baik di tingkat Pusat (centralized)
maupun tingkat daerah (decentralized). Tahap ketiga adalah organisasi sistem informasi yang
menentukan alternatif struktur dan fungsi organisasi yang memadai dalam pengelolaan sistem
informasi pendidikan, baik secara sentralisasi maupun desentralisasi. Beberapa fungsi dapat
disentralisasikan dan yang lain dapat didesentralisasikan, tergantung kebutuhan dan kondisi yang
ada.
---------------------------------Penyusunan Rancangan Induk Sistem Informasi (RIKSI) Pendidikan
---------------------------------Pusat Informatika, Balitbang Depdiknas, telah memprakarsai suatu kegiatan yang berkenaan
dengan buram perumusan RIKSI (Rancangan Induk Sistem Informasi) Pendidikan, dengan
tujuan memberikan acuan kepada pelaksana pengembangan sistem informasi pendidikan agar
memiliki persamaan persepsi tentang arah dan prosedur dalam pengembangan sistem informasi.
Rancangan induk yang ditawarkan mencakup pembangunan arsitektur fungsional sistem
informasi di lingkungan Diknas yang menggambarkan hubungan koordinasi antar fungsi-fungsi
sistem inforrnasi baik di tingkat Pusat maupun Daerah.
Upaya-upaya tersebut se-pertinya belum berhasil terealisasikan karena kurangnya sosialisasi
terhadap rancangan tersebut sehingga masing-masing unit kerja tetap mengembangkan sistemnya
sesuai dengan rencana dan kebutuhannya. Tidak menutup kemungkinan bahwa pihak lain pun
telah melakukan hal yang sama namun belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik sebagai
satu sistem sehingga masing-masing dapat saling mendukung.
STRATEGI PENGEMBANGAN
Guna mempersiapkan suatu sistem informasi manajemen pendidikan yang memadai, beberapa
langkah perlu untuk dilaksanakan:
1. Menyempurnakan strategi pengembangan "sistem informasi" dengan "strategi managemen
informasi" (Information Management) yang mencakup:
•upa
y
aunt
ukme
na
wa
r
ka
nkua
l
i
t
a
spe
l
a
y
a
na
ny
a
ngl
e
bi
hba
i
kda
l
a
m me
ny
e
di
a
ka
ni
nf
or
ma
s
i
yang dibutuhkan dan kemudahan mengakses informasi tersebut.
•i
nf
or
ma
s
il
e
mba
gape
me
r
i
nt
a
hme
nj
a
dis
umbe
rpe
nting untuk perencanaan yang strategis dan
operasional.
•s
ha
r
i
ngi
nf
or
ma
s
ia
nt
a
runi
tke
r
j
adil
i
ng
kunga
nl
e
mba
g
ape
me
r
i
nt
a
h(
s
e
kt
orpe
ndi
di
ka
n)
,da
n
penyebaran/sosialisasi informasi di masyarakat umum menjadi semakin penting.
2. Untuk mendukung strategi tersebut di atas, peran teknologi informasi menjadi sangat vital.
Kita tidak dapat mengelak dari kenyataan bahwa pengelolaan informasi dengan teknologi tinggi
ini sudah semakin pesat perkembangannya, sehingga kita sendiri yang harus mampu
memanfaatkannya agar dengan informasi yang terkelola dengan baik efisiensi dan efektivitas
penyelenggaran pendidikan dapat diciptakan. Beberapa kiat yang ditawarkan dalam membangun
dan mengembangkan TI/M pendidikan adalah sebagai berikut:
a.Trend: perkembangan TI/M yang semakin pesat
b.Thinking outside the box: bagaimana memanfaatkan TI/M untuk meningkatkan kualitas
pekerjaan yang kita lingkupi (bidang pendidikan)?
c. Where are we going?: dengan memanfaatkan TI/M apa yang ingin kita capai/peroleh?
d. Where are we now?: apa yang sudah kita lakukan dengan TI/M saat ini ?
e. Learning the gap: menentukan langkah-langkah apa yang harus kita persiapkan untuk
mememenuhi apa yang ingin kita capai (target).
f. Setting strategies: Strategi apa yang harus kita susun untuk mencapai target yang kita
inginkan.
g. Melaksanakan rencana /strategi.
3. Untuk mendukung terlaksananya suatu pengembangan IM/T, perlu ada suatu kebijakan yang
menunjuk suatu lembaga/unit kerja untuk menjadi CIO (the Chief Information Officer) yang
bertugas utama mengkoordinasikan kegiatan IM/T di lingkungan pendidikan.
4. Kerjasama dengan berbagai pihak terutama sektor swasta merupakan salah satu faktor yang
menentukan dalam pengembangan IT/M, mengingat pengembangan tersebut memerlukan
pengelolaan yang kuat dan keamanan substansi yang harus didukung bersama oleh berbagai
pihak.
5. "IT/M awareness" perlu ditingkatkan terutama di kalangan para pengambil keputusan di
lingkungan pendidikan.
----------------------------------SUMBER:
===========================
- Sugijanto M. Said dan Ida Kintamani (1999) Sistem lnformasi Manajemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Jakarta: Pusinfot, Balitbang Depdikbud. - World bank (1994) World
Bank Report.
----------------------------------------------1 Makalah ini disampaikan pada acara Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia, Hotel Indonesia,Jakarta
19 - 22 September 2000
2 Zamroni adalah Direktur Pendidikan Menengah Umum, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas. Sebelumnya
adalah Kepala Pusat Informatika Balitbang pada Departemen yang sarna. Retno Wibowo adalah peneliti
pada Balitbang Depdiknas, dan menekuni pengembangan IT untuk pendidikan.
Download