pengaruh sengketa kepulauan takeshima

advertisement
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA
TERHADAP FLUKTUASI HUBUNGAN ANTARA
JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA
JUNICHIRO KOIZUMI
Irfan Dwi Nurfianto[1]
Abstract
Everything related with the implementation of Japanese policy in the Junichiro
Koizumi’s era on Takeshima’s status which is related with Japan-South Korea relations is
the main topic of this research. The analysis on the Japanese policy implementation in the
Koizumi’s era toward Takeshima’s status focus on the elaboration of the Takeshima
ownership dispute, dispute’s factors, dynamics of efforts to solve the dispute, Japanese
foreign policy, the impacts of the dispute on Japan-South Korea relations.
This research is a kind of explanatory research which uses the qualitative approach.
This research uses library research and documentary method as the data collecting method,
utilizing so many literature resources and documents which can be trusted and have credible
data validity. This research uses qualitative data analysis model Miles and Huberman as its
data analysis method which consists of 3 steps. Those 3 steps are data reduction, data
display, and conclusion drawing or verification. This research is also based on relevant
theory and concepts. They are geopolitical theory, dispute concepts, foreign policy concept,
and national interest concept.
The result of this research points out that the Takeshima’s territorial dispute impacts
on the dynamics of Japan-South Korea relations since the Koizumi’s era until now. The
Takeshima’s dispute exactly becomes sensitive issue between Japan and South Korea
because this issue is correlated with their own national interests. Those national interests are
not only economic interest but also related with their interests to defend their national
territory’s sovereignty. Both Japan and South Korea, this issue is very important so the
researcher conclude that until this dispute can be solved using peaceful way, this Takeshima
territorial dispute will always become barrier for Japan-South Korea relations in the future.
Keywords: Dispute, Japan, Junichiro Koizumi, South Korea, Takeshima
[1]
Mahasiswa S1 Program Studi Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
Pendahuluan
Klaim sebuah negara akan suatu wilayah merupakan hal yang mungkin untuk terjadi
apabila tidak ada kesepakatan batas teritori antara negara tersebut dengan wilayah/negaranegara di sekitarnya. Klaim tersebut tidak jarang menimbulkan konflik antar negara dan
menjadi masalah yang rumit. Hal ini sering membuat hubungan antar negara yang berseteru
mempertahankan klaim atas wilayah yang sama semakin memburuk. Seperti halnya yang
dialami oleh Jepang dan Korea Selatan atas klaim kepulauan Takeshima.
Berdasarkan letak geografis, kepulauan Takeshima terletak di tengah-tengah antara
Semenanjung Korea dan kepulauan Jepang pada 37o 14 “ N dan 131o 52 “ E, 157 kilometer
barat daya dari Pulau Oki, prefektur Shimane. Kepulauan Takeshima memiliki dua pulau
utama yaitu Higashijima (Pulau Mejima) dan Nishijima (Pulau Ojima) serta beberapa karang
kecil yang membentuk gugusan. 1 Takeshima merupakan kepulauan yang tidak layak huni,
namun arus hangat dari wilayah selatan yang bertemu arus dingin dari wilayah utara di
sekitar Takeshima membuatnya menjadi daerah yang kaya akan ikan dan potensi-potensi laut
lainnya. Kekayaan ini yang menjadi perdebatan kepemilikan atas kepulauan Takeshima yang
mencakup wilayah maritim.
Pada tahun 1904, Korea telah setuju dengan menandatangani perjanjian dengan
Jepang. Korea menyerahkan sepenuhnya urusan diplomatik dan pemerintahannya kepada
Jepang pada masa itu serta menyerahkan wilayahnya jika Jepang membutuhkan untuk
kepentingan perang. 2 Pada saat itu berdasarkan keputusan kabinet Jepang, Gubernur dari
Prefektur Shimane mengumumkan bahwa Takeshima berada di bawah jurisdiksi Okinoshima.
Kepulauan Takeshima digunakan Jepang sebagai pusat komunikasi. Hal ini bertujuan
untuk bisa mendeteksi serta mencegah serangan dari Rusia. Selain itu menara komunikasi
tersebut juga berfungsi sebagai armada laut Jepang.
Hasil dari konsekuensi perang antara Jepang dan Rusia pada tahun 1905, Jepang
berhak untuk mengambil alih wilayah yang awalnya merupakan bagian jajahan Rusia. Hal ini
menunjukkan bahwa wilayah semenanjung Korea termasuk dalam wilayah yang menjadi
bagian dari hasil perang tersebut.
Pada tahun 1945 Jepang menyerah terhadap sekutu. Sesuai dengan perjanjian San
Fransisco tanggal 8 September 1951, Jepang harus mengembalikan wilayah yang sudah
dijajahnya kepada negara yang memiliki kekuasaan sebelumnya serta harus menanggung
beban biaya yang ditimbulkan selama masa penjajahan.
1
Northeast Asia Division, Asian and Oceanian Affairs Bureau, Ministry of Foreign Affairs of Japan, 10 Issues
of Takeshima, 2008, hlm. 1
2
Yang Seung-Yoon dan Nur Aini Setiawati, Sejarah Korea Sejak Awal Abad Hingga Masa Kontemporer,
(Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2003), hlm. 137
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
Takeshima merupakan wilayah yang dipersengketakan oleh Korea Selatan karena hak
kepemilikannya. Namun, apabila merujuk pada perjanjian San Fransisco, kepulauan
Takeshima bukan merupakan wilayah yang harus dikembalikan kepemilikannya oleh
Jepang. Menurut pasal 2 perjanjian San Fransisco hanya ada 2 pulau yang harus
dikembalikan kepemilikannya yaitu wilayah Pulau Kuril dan Pulau Senkaku kepada Rusia.
Hal ini dapat membuktikan bahwa Jepang mempunyai legalitas akan hak kepemilikan atas
kepulauan Takeshima. Berdasarkan hukum dalam perjanjian San Fransisco, Jepang
memasukkan wilayah kepulauan Takeshima ke dalam wilayah kekuasaannya melalui
Prefektur Shimane pada tanggal 22 Februari 1905 dalam putusan dewan Prefektur Shimane
no 40. Kebijakan yang diambil oleh Jepang ini pasca adanya sekelompok nelayan yang
menginginkan kedaulatan kepulauan Takeshima sepenuhnya masuk ke wilayah Jepang.3
Letak geografis kepulauan Takeshima yang berada di antara Jepang dan Korea
Selatan membuat Jepang tidak bisa langsung bernafas lega atas kepemilikannya. Jarak antara
Takeshima ke wilayah darat terluar Korea Selatan maupun Jepang yang tidak terlalu
signifikan ini yang menjadi penyebab kedua negara saling melakukan klaim.
Konflik Wilayah antara Jepang dan Korea Selatan
Menurut Scannell, konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena
perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu. 4 Perbedaan persepsi, tujuan
ataupun nilai tersebut juga dapat menimbalkan konflik dalam tingkat internasional dimana
negara menjadi aktornya. Menurut K. J. Holsti, konflik-konflik internasional memiliki bidang
isu yang menimbulkan konfrontasi dan perang. Berdasarkan studi atas konflik internasional,
bidang-bidang isu tersebut ialah:
1) Konflik Wilayah Terbatas,
2) Konflik Komposisi Wilayah,
3) Konflik Kehormatan Nasional,
4) Imperalisme Regional,
5) Konflik Pembebasan, dan
6) Konflik Unifikasi Nasional. 5
3
http://www.dokdo-takeshima.com/dokdo-takeshima-related-historical-data, Diakses pada 22 Desember
2015, 20.30 WIB, Surakarta.
4
http://eprints.uny.ac.id/9882/3/BAB%202%20-%2008104241005.pdf, Diakses pada 4 Oktober 2016, 15.00
WIB, Surakarta.
5
K. J. Holsti dalam Repository Universitas Gadjah Mada,
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act=view&typ=html&id=
67057&ftyp=potongan&potongan=S1-2014-281896-chapter1.pdf, Diakses pada 4 Oktober 2016, 15.30 WIB,
Surakarta.
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
Berdasarkan keenam bidang isu diatas, semuanya berpotensi untuk menuju ke arah
konfrontasi dan juga perang. Dalam memandang konflik antara Jepang dan Korea Selatan
terkait kepulauan Takeshima ini, penulis lebih memfokuskan pada aspek bidang isu konflik
wilayah terbatas. Hal tersebut dikarenakan sumber dari konflik antara keduanya yaitu adalah
perbedaan atau ketidaksepahaman Jepang dan Korea Selatan atas kepemilikan wilayah
Kepulauan Takeshima.
Pengertian konflik wilayah terbatas ialah di mana terdapat pandangan yang tidak
cocok dengan acuan pada pemilikan suatu bagian wilayah yang khusus atau pada hak-hak
yang diperoleh oleh suatu negara atau di dekat wilayah negara lain. 6 Lebih lanjut menurut K.
J. Holsti, ada enam hasil yang mungkin timbul dari konflik internasional. Keenam
kemungkinan itu antara lain yaitu: penghindaran diri, penaklukan, penundukan atau
penangkalan, kompromi, imbalan, dan penyelesaian pasif. 7 Namun sebelum membahas lebih
lanjut terkait keadaan yang mungkin dari konflik wilayah yang dalam kasus ini yaitu konflik
wilayah antara Jepang dan Korea Selatan atas Takeshima, kiranya perlu terlebih dahulu
dibahas mengenai faktor-faktor penyebab konflik wilayah antara Jepang dan Korea Selatan
ini dan bagaimana peran teritori/wilayah menjadi penting dalam faktor tersebut.
Faktor Penyebab Sengketa Takeshima
Phillip Bobbitt dalam bukunya The Shield of Achilles:War, Peace, and the Course of
History (2003) menyatakan bahwa sengketa dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain:
1) Salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam Perjanjian Internasional,
2) Perbedaan penafsiran antar negara mengenai isi dari perjanjian Internasional,
3) Perebutan sumber-sumber ekonomi,
4) Perebutan pengaruh ekonomi,
5) Adanya rasa ingin mengintervensi kedaulatan negara lain,
6) Perluasan pengaruh ideologi politik terhadap negara lain,
7) Adanya perbedaan kepentingan masing-masing negara,
8) Penghinaan terhadap harga diri bangsa,
9) Ketidaksepahaman mengenai garis perbatasan antar negara yang belum
terselesaikan melalui mekanisme perundingan,
6
7
Ibid.
Ibid.
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
10)Peningkatan persenjatan dan kekuatan militer baik oleh negara-negara yang berada
di dalam kawasan maupun luar kawasan, dan
11)Aksi terorisme lintas negara, serta gerakan separatis bersenjata yang dapat
mengundang kesalahpahaman antar negara.
Berdasarkan yang disebutkan oleh Phillip Bobbitt diatas, sengketa antara Jepang dan
Korea Selatan terkait Takeshima cenderung disebabkan oleh faktor nomor 2, 3, dan 8 yaitu:
perbedaan penafsiran antar negara mengenai isi dari perjanjian Internasional, perebutan
sumber-sumber ekonomi, dan penghinaan terhadap harga diri bangsa.
Perbedaan penafsiran antar negara mengenai isi perjanjian internasional bisa jadi
dikarenakan oleh isi perjanjian yang mungkin ambigu. Perjanjian San Fransisco yang isi
salah satunya mengatur terkait teritori Jepang pasca PD II, tidak dijelaskan secara gamblang
akan kepemilikan atas wilayah Takeshima. Status dari Liancourt Rocks tidak disebutkan
dalam pasal 2 (a) dari Perjanjian San Francisco 1951, yang memaksa Jepang mengakui
kemerdekaan Korea.8 Perjanjian tersebut mengharuskan “Jepang mengakui kemerdekaan
Korea dan mengembalikan hak dan kedaulatan kepada Korea termasuk pengembalian pulau
Quelport, Port Hamilton dan Dagelet.9 Namun di dalam proses perjanjian tersebut, secara
jelas bahwa Amerika Serikat menolak permintaan dari Korea yang mana ingin memasukkan
Takeshima ke dalam teritorinya dikarenakan Takeshima sudah di bawah jurisdiksi Jepang. 10
Perebutan sumber-sumber ekonomi juga dapat dikatakan sebagai salah satu faktor
kuat penyebab sengketa antara Jepang dan Korea Selatan ini. Kepemilikan atas kepulauan
karang yang oleh Jepang dinamai “Takeshima” dan oleh Korea Selatan disebut sebagai
“Dokdo” tersebut akan berpengaruh pada batas ZEE mereka. Dengan memiliki Takeshima
tentunya luas wilayah ZEE mereka akan bertambah besar dan tentunya keuntungan ekonomi
yang didapat akan semakin besar pula. Takeshima dikatakan terkenal akan kekayaan biota
laut dan sumber daya gas alam yang terdapat di sekitarnya. 11 Kepemilikan atas Takeshima
tentu akan menguntungkan karena secara otomatis sumber daya alam yang ada di Takeshima
juga akan turut dimiliki dan tentu membawa keuntungan ekonomi tersendiri.
Sementara faktor yang terakhir namun tak kalah penting dari faktor lain yang menjadi
penyebab sengketa ini adalah terkait masalah harga diri bangsa. Bangsa Asia Timur dikenal
sebagai bangsa dengan pride yang tinggi yang kadang karena tingginya pride mereka sebagai
suatu bangsa tersebut, aroma perselisihan, persaingan dan rasa tidak mau kalah sering kali
membalut interaksi hubungan antara negara-negara Asia Timur. Dari pandangan Korea
8
Sean Fern, “Tokdo or Takeshima?: The International Law of Territorial Acquisition in the Japan-Korea
Island Dispute”, hlm.80, web.stanford.edu/group/sjeaa/journal51/japan2.pdf
9
Sean Fren, ibid.
10
Northeast Asia Division, Asian, and Oceanian Affairs Bureau, The Ministry of Foreign Affairs of Japan, “10
Issues of Takeshima”, hlm.10
11
http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72624/potongan/S1-2014-196304-chapter1.pdf, diakses pada
12 Agustus 2016, 21.05 WIB, Surakarta.
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
Selatan, kehilangan “Dokdo” berarti sama saja mengakui legitimasi kolonialisme Jepang di
masa sekarang. 12 Pendudukan Jepang atas Korea pada masa lalu masih menjadi isu sensitif
dan memori pahit bagi warga Korea bahkan hingga saat ini. Bagi warga Korea, “Dokdo”
telah menjadi simbol tersendiri bagi pembebasan Korea atas imperialisme Jepang, 13 sehingga
klaim Jepang atas “Dokdo” tentu saja menjadi suatu penghinaan atas harga diri bangsa Korea.
Pada tahun 2005, ketika hubungan Jepang-Korea Selatan memanas akibat isu Takeshima
Day, Seoul menyatakan bahwa kedaulatan atas Takeshima bahkan lebih penting dari pada
hubungan baik dengan Jepang.14
Sama halnya dengan Korea Selatan, identitas nasional dan harga diri sebagai bangsa
Jepang tentunya memainkan peran yang sangat penting bagi Jepang dalam mempertahankan
Takeshima. Tidak mungkin bagi Jepang untuk begitu saja mundur dan menyerahkan
kedaulatan atas Takeshima. 15 Terlebih lagi selain sengketa Takeshima dengan Korea Selatan,
Jepang juga memiliki beberapa sengketa teritori lainnya dengan Rusia atas wilayah utara
(northern territories) dan sengketa atas pulau Senkaku dengan Tiongkok. 16 Kehilangan
Takeshima tentu akan mengoyak harga diri Jepang dalam mempertahankan integritas
negaranya dan akan membuat negara lain memandang remeh Jepang dan meningkatkan
resiko atau kemungkinan kekalahan Jepang atas kasus sengketa lainnya. 17 Oleh karena itu,
mempertahankan Takeshima menjadi hal yang sangat penting bagi Jepang.
Dinamika Proses Penyelesaian Sengketa Takeshima
Secara diplomatik, penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain: negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, dan good offices.18 Namun, dalam
kasus sengketa kepulauan Takeshima antara Jepang dan Korea Selatan ini, tidak terlihat
begitu banyak dari cara diatas yang digunakan dan tidak banyak pula hasil yang ada.
Hasil cukup signifikan yang ditunjukkan dalam usaha penyelesaian kasus sengketa
antara Jepang dan Korea Selatan ini adalah dalam negosiasi antar kedua negara yang
menghasilkan Treaty on Basic Relations pada tahun 1965 yang menandai normalisasi
12
Dong-Joon Park dan Danielle Chubb, “Why Dokdo Matters to Korea”,
http://thediplomat.com/2011/08/why-dokdo-matters-to-korea/, diakses pada 09 September 2016, 21.05
WIB, Surakarta.
13
Anna Fifield, “Island dispute sets off nationalist frenzy in Korea”, http://www.ft.com/cms/s/0/ef1acc38e3ae-11da-a015-0000779e2340.html?ft_site=falcon&desktop=true, diakses pada 04 September 2016, 20.15
WIB, Surakarta.
14
BBC, “S Korea Protest Over Japan Claim”, http://news.bbc.co.uk/2/hi/asia-pacific/4352923.stm, diakses
pada 04 September 2016, 22.15 WIB, Surakarta.
15
Dong-Joon Park dan Danielle Chubb, ibid.
16
The New York Times, “Territorial Disputes Involving Japan”,
http://www.nytimes.com/interactive/2012/09/20/world/asia/Territorial-Disputes-Involving-Japan.html?_r=0
, Diakses pada 05 September 2016, 20.12 WIB, Surakarta.
17
Ralf Emmers, “Japan-Korea Relations and the Tokdo/Takeshima Dispute: The Interplay of Nationalism
and Natural Resources”, hlm.12-13, https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/rsis-pubs/WP212.pdf
18
Malcolm N. Shaw, International Law, Fourth Edition, Cambridge University Press, 1997, hlm. 717
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
hubungan kedua negara. Perjanjian tersebut, meski belum menyelesaikan sengketa
kepemilikan atas Liancourt Rocks, kedua pihak menyetujui beberapa poin terkait pulau
tersebut. Poin-poin tersebut yaitu: kedua negara akan saling mengakui klaim satu sama lain
atas kepemilikan kepulauan tersebut, kedua negara akan saling mendengarkan pendapat satu
sama lain, kedua negara akan menyelesaikan permasalahan di masa yang akan datang, jika
wilayah memancing dibatasi kedua negara dapat menggunakan Liancourt Rocks untuk
menandai wilayah masing-masing dan wilayah yang saling tindih akan dianggap sebagai joint
territory, Korea Selatan diijinkan melanjutkan administrasi atas kepulauan tersebut sealam
kehadiran polisi tidak ditambah dan fasilitas baru dibangun, dan kedua negara akan menepati
perjanjian ini. 19
Namun, meski kedua pihak telah menyepakati poin-poin dalam perjanjian tersebut,
pada dasarnya sengketa antara keduanya masih belum terselesaikan dan seiring berjalannya
waktu, beberapa konflik antara Jepang dan Korea Selatan pun sempat terjadi akibat isu
Takeshima tersebut. Konflik tersebut dipicu akibat tindakan yang diambil oleh Jepang
maupun Korea Selatan terkait kepulauan Takeshima. Sebagai contoh pada tahun 1977-1978,
hubungan kedua negara memanas ketika pemerintah Jepang menyatakan klaimnya atas zona
memancing eksklusif di Laut Jepang/Laut Timur. Isu yang sama kembali menyeruak pada
tahun 1996-1998 ketika Jepang dan Korea Selatan sama-sama membuat kebijakan maritim
dan wilayah yang dinilai cukup keras. Kemudian pada tahun 2001, hubungan Jepang dan
Korea Selatan kembali memanas akibat masalah buku pelajaran sekolah Jepang yang
menyebutkan soal Takeshima sebagai bagian dari wilayah Jepang dan kunjungan Koizumi ke
kuil Yasukuni, 20 dan pada tahun 2004-2005 isu terkait Takeshima ini benar-benar telah
membuat hubungan Tokyo dan Seoul memburuk disebabkan oleh kontroversi perangko pos
“Dokdo” Korea Selatan dan juga peringatan “Takeshima Day” oleh Jepang. 21
Usaha-usaha penyelesaian sengketa pada dasarnya telah coba diupayakan oleh Jepang
dengan menyodorkan proposal supaya sengketa ini dibawa ke Mahkamah Internasional.
Namun, sering kali proposal tersebut ditolak oleh pihak Korea Selatan. Pada September 1954,
Jepang mengusulkan kepada Korea Selatan agar sengketa ini dibawa ke Mahkamah
Internasional, akan tetapi Korea Selatan menolak usulan tersebut pada bulan Oktober di tahun
yang sama. 22 Pada tahun 1962, Jepang lewat Menteri Luar Negeri (Menlu) Zentaro Kosaka,
juga kembali menawarkan kepada Korea Selatan melalui pembicaraan dengan Menlu Korea
Selatan, Choi Duk Shin untuk membawa sengketa ini ke Mahkamah Internasional, namun
19
Nitin Philip, “Dokdo/Takeshima Island Dispute (Japan-S.Korea)”, https://my-munofsiv.wikispaces.com/file/view/Dokdo+Takeshima+Islands+Dispute+(Japan+-+S.Korea).pdf, Diakses pada 12
Agustus 2016, 22.05 WIB, Surakarta.
20
Kazuhiko Togo, Japan’s Foreign Policy, 1945-2003: The Quest for a Proactive Policy, Brill Publisher, Leiden,
2005, hlm.175
21
Min Gyo Koo, Island Disputes and Maritime Regime Building in East Asia: Between A Rock and A Hard Place,
Springer, New York, 2010, hlm.3
22
Ministry of Foreign Affairs of Japan, “10 points to understand the Takeshima Dispute”,
www.mofa.go.jp/files/000092147.pdf, Diakses pada 12 September 2016, 22.05 WIB, Surakarta.
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
lagi-lagi proposal tersebut ditolak oleh Korea Selatan. 23 Sebagai tambahan di bulan Agustus
tahun 2012, Jepang sempat kembali mengirim nota verbale kepada Korea Selatan untuk
membawa sengketa ke Mahkamah Internasional, namun di bulan yang sama Korea Selatan
menolak usulan Jepang tersebut.
Mahkamah Internasional tidak memiliki kewenangan secara hukum dalam sengketa
ini karena penyelesaian sengketa di Mahkamah Internasional memerlukan kesepakatan dari
seluruh pihak yang bersengketa24, sehingga sampai saat ini kepulauan karang ini masih
berada dalam status quo.
Masalah Kepentingan Nasional
Definisi kepentingan nasional menurut Hans. J Morgenthau adalah sebagai suatu citacita atau harapan dari suatu negara untuk mencapai tujuan negaranya dimata internasional. 25
Kepentingan nasional yang paling utama dari setiap negara di dunia pada hakekatnya adalah
sama, yaitu untuk tetap bisa mempertahankan eksistensinya. 26 Gagasan dari kepentingan
nasional terdiri dari dua faktor yaitu yang pertama “dibutuhkan” dan yang kedua “bisa
berubah” ditentukan oleh situasi. 27 Di dunia yang terdiri dari banyak negara yang saling
berkompetisi dan bermusuhan untuk meraih kekuasaan (power), cara untuk tetap bertahan
adalah dengan memenuhi apa yang dibutuhkan oleh negara tersebut.
Tiap negara tentu memiliki kepentingan nasional yang berbeda dikarenakan
kemampuan militer, ekonomi, geografi, dan sosial budaya tiap negara yang berbeda pula.
Menurut Morgenthau tujuan dalam politik internasional adalah mencapai “kepentingan
nasional,” yang berbeda dengan kepentingan “sub-nasional” dan “supra-nasional”.
Kepentingan nasional merupakan penggunaan kekuasaan secara bijaksana untuk menjaga
berbagai kepentingan yang dianggap paling vital bagi kelestarian negara-bangsa. Pencapaian
kepentingan nasional itu dapat diimplementasikan melalui kebijakan luar negeri. 28
Kebijakan Jepang pada era Koizumi yang banyak berfokus pada masalah keamanan
(security) tentunya didorong oleh kepentingan nasional Jepang untuk mengamankan
kepulauan Takeshima yang kaya akan potensi sumber daya alam. Faktor nasionalisme, yang
berkaitan dengan identitas nasional bangsa, menjadi faktor yang sangat berpengaruh kuat
bagi Korea Selatan atas sikapnya yang kukuh menyatakan klaim atas Takeshima, dan di
Jepang isu sengketa tersebut juga telah memunculkan sentimen dari kelompok nasionalis.
Namun sikap pemerintah Jepang terhadap isu nasionalisme tersebut tidaklah sekuat dan
sebesar di Korea Selatan. Posisi Tokyo dalam sengketa Takeshima dipengaruhi oleh faktor
23
Ibid.
Ibid.
25
Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, LP3ES, Jakarta, 1990, hlm. 140
26
Mohtar Mas’oed, ibid., hlm. 141
27
Ken Kiyono, “A Study On the Concept of National Interest of Hans J. Morgenthau: As the Standard of
American Foreign Policy”, hlm.2, http://naosite.lb.nagasakiu.ac.jp/dspace/bitstream/10069/27783/1/keieikeizai49_03_04.pdf
28
Mohtar Mas’oed, ibid, hlm.68
24
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
pertimbangan sumber daya yang ada di wilayah tersebut. 29 Selain kaya sumber biota laut atau
ikan, kepulauan Takeshima juga dipercaya menyimpan potensi cadangan gas yang cukup
menjanjikan. Dari situlah kepentingan ekonomi untuk mengamankan sumber daya alam
tersebut menjadi salah satu faktor pendorong Jepang kukuh mempertahankan kepulauan
Takeshima.
Bukan hanya masalah nasionalisme dan harga diri semata, sengketa ini nyatanya juga
diwarnai oleh motif ekonomi yang tentu tak bisa dielakkan lagi adanya. Konflik antara
Jepang dan Korea Selatan ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bukan hanya
mempersoalkan atas kepemilikan atas kepulauan karang tersebut. Kedua negara
memperebutkan kepemilikan atas Takeshima sebagai basis bagi klaim ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) terhadap perairan di sekitarnya. 30 Karena yang menjadi pertaruhan adalah wilayah
perairan seluas 16.600 mil dari bibir laut termasuk wilayah yang mungkin memiliki potensi
gas hydrate (gas yang terkondensasi menjadi bentuk yang semisolid) sebesar 600 juta ton.31
Gas hydrate merupakan sumber energi potensial bagi generasi selanjutnya yang dapat diubah
menjadi gas alam cair bila teknologi yang memungkinkan berhasil diciptakan/dibuat.
Jepang yang pada dasarnya kurang akan SDA (Sumber Daya Alam) berupa energi
tentunya tidak akan melepaskan potensi menjanjikan tersebut begitu saja. Selain itu,
kepulauan karang tersebut juga telah menjadi tempat ideal bagi para nelayan (bagi kedua
negara) untuk menangkap ikan. Perairan yang kaya akan ikan dan penemuan sumber minyak
dan gas di lepas pantai menguatkan tekad Jepang untuk mempertahankan kepulauan tersebut
karena sebagaimana diketahui semua pasokan minyak Jepang adalah impor dan perikanan
merupakan tiang utama dari Diet Nasional. 32
Aktivitas penangkapan ikan tersebut penting bagi ekonomi kedua negara dimana
keduanya mengkhawatirkan adanya kelangkaan sumber ikan di bagian lain dunia sehingga
meningkatkan nilai tempat titik penangkapkan ikan yang ada di dekat mereka. Karena
aktivitas perikanan tersebut sama-sama penting baik bagi Jepang maupun Korea Selatan,
sering kali masalah tersebut menimbulkan gesekan atau konflik antara keduanya. 33
Kepulauan Takeshima ini sudah menjadi lokasi penangkapan ikan yang sangat
penting bagi nelayan Jepang terutama nelayan dari prefektur Shimane. Berdasarkan laporan
dari Harian Mainichi, sebuah perusahaan perikanan di Pulau Oki, pulau terdekat dari
Takeshima, memiliki hak memancing dengan jarak 500 meter dari Takeshima, akan tetapi
kapal penangkap ikan perusahaan tersebut tidak dapat mendekati kepulauan yang
29
Ralf Emmers, ibid, hlm.3
Michael A. McDevitt dan Catherine K. Lea, “Japan’s Territorial Disputes”, hlm.49,
https://www.cna.org/CNA_files/PDF/DCP-2013-U-005049-FINAL.pdf
31
Michael A. McDevitt dan Catherine K. Lea, ibid.
32
James Brooke, “A Postage Stamp Island Sets Off a Continental Debate”,
http://www.nytimes.com/2004/01/27/world/seoul-journal-a-postage-stamp-island-sets-off-a-continentaldebate.html?_r=0, Diaskes pada 11 September 2016, 20:20 WIB, Surakarta.
33
Michael A. McDevitt dan Catherine K. Lea, ibid.
30
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
dipersengketakan tersebut tanpa ditangkap oleh otoritas Korea Selatan karena Seoul memiliki
barak militer kecil di salah satu kepulauan tersebut. Dampaknya pun sangat dirasakan oleh
para nelayan Oki dimana jumlah total ikan yang berhasil mereka dapat pada tahun 2003
hanya sekitar 70.000 ton berkurang hampir setengah dari jumlah total pada tahun 1993. 34
Faktor Geopolitik
Salah satu pengaruh paling penting dalam sikap kebijakan luar negeri suatu negara
adalah lokasi dan keadaan geografis. 35 Menurut pandangan Ratzel, faktor alam geografis
(letak, luas, bentuk, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan hubungan internalnya)
banyak menentukan kekuatan suatu negara. 36 Menurutnya, negara merupakan organic state
atau makhluk hidup yang membutuhkan ruang hidup oleh karena itu negara harus jelas batasbatas wilayahnya. Pada tahun 1897, Ratzel menerbitkan sebuah buku yang berjudul
Politische Geographie yang isinya menekankan bahwa wilayah teritorial suatu negara
ditetapkan dengan tegas, karena dengan menentukan batas negara dapat ditentukan luas
negara dan juga kekuatan nasional negara bersangkutan. 37
Batas negara diartikan sebagai pemisah unit regional geografi (fisik, sosial, budaya)
yang dikuasai oleh suatu negara.38 Secara politis, batas negara adalah garis kedaulatan yang
terdiri dari daratan, lautan, dan termasuk potensi yang berada pada perut bumi.
Sengketa yang terjadi antara Jepang dan Korea Selatan terkait pulau Liancourt Rocks
tersebut tentu menjadikan batas wilayah antara kedua negara tersebut menjadi timpang tindih
karena keduanya sama-sama mengklaim memiliki kedaulatan atas pulau tersebut.
Kepemilikan atas kepulauan tersebut menjadi faktor geografis yang sangat menentukan batas
kedua negara di wilayah perarian. Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 55 UNCLOS bahwa
negara yang memiliki kedaulatan atas wilayah di lepas pantai berhak ataz area ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif) di sekitar area tersebut, dan memberikan negara tersebut hak eksklusif
untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan ataupun aksen penambangan di laut. 39
Kebijakan untuk mempertahankan kepulauan Takeshima menjadi penting guna
mengamankan segala potensi alam yang telah disebutkan sebelumnya untuk digunakan dalam
mendukung kekuatan Jepang sebagai negara yang terus tumbuh sebagaimana disebut Ratzel
sebagai organic state tersebut. Menurut Ratzel, setiap makhluk hidup membutuhkan ruang
34
Kosuke Takahashi, “Japan-South Korea Ties On the Rocks”, http://apjjf.org/-KosukeTakahashi/1767/article.html, Diakses pada 14 Agustus 2016, 22:13 WIB, Surakarta.
35
Charles W. Kegley Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics: Trend and Transformation 6th Edition, St.
Martin’s Press, New York, 1997. hlm.41
36
Sri Hayati dan Ahmad Yani, Geografi Politik, PT Refika Aditama, Bandung, 2007, hlm.10
37
Sri Hayati dan Ahmad Yani, ibid.
38
Sri Hayati dan Ahmad Yani, ibid, hlm.45
39
Sean Fern, ibid, hlm.79
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
hidup dan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya itu ia harus berjuang untuk
mendapatkan dan memperluas ruang hidupnya.40
Morgenthau dalam bukunya “Politics Among Nations” menyebutkan bahwa power
atau kekuatan negara memiliki Sembilan unsur dimana unsur pertama yang disebut oleh
Morgenthau adalah faktor geografi. 41 Faktor geografis yang di dalamnya termasuk letak dan
sumber daya alam tentunya menjadi hal yang sangat penting bagi Jepang untuk
dipertimbangkan dalam kasus sengketa ini. Letak strategis Takeshima sebagai lokasi ideal
bagi nelayan Jepang untuk menangkap ikan serta sumber daya alam berupa potensi gas
hydrate yang dikandungnya menjadikan Takeshima sangat penting bagi Jepang sehingga
patut untuk diperjuangkan dan dipertahankan.
KESIMPULAN
Dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa teritori atas Kepulauan Takeshima banyak
mempengaruhi dinamika hubungan antara Jepang dan Korea Selatan baik di era Koizumi
sampai saat ini. Berdasarkan hukum dan bukti-bukti sejarah yang legal sudah membuktikan
bahwa selayaknya kepulauan Takeshima masuk dalam wilayah teritori Jepang.
Pada masa pemerintahan Koizumi hal tersebut jelas terlihat dimana insiden “perangko
Dokdo” yang dikeluarkan Korea Selatan pada tahun 2004 dan penetapan “Takeshima Day”
oleh Prefektur Shimane pada tahun 2005, yang notabene merupakan peringatan 40 tahun
hubungan persahabatan Jepang-Korea Selatan, malah justru membuat hubungan Jepang dan
Korea Selatan memanas. Padahal sebelum insiden tersebut, Jepang dan Korea Selatan sempat
menikmati hubungan yang relatif harmonis dengan menjadi tuan rumah bersama untuk event
Piala Dunia pada tahun 2002.
Sengketa Takeshima tersebut tentu menjadi isu yang sangat sensitif yang dapat
mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara karena hal ini bersangkutan dengan
kepentingan nasional masing-masing negara. Kepentingan itu sendiri bukan hanya terbatas
pada kepentingan ekonomi berupa perebutan potensi sumber daya ikan dan gas yang ada di
wilayah tersebut, namun juga terkait kepentingan negara demi mempertahankan kedaulatan
wilayah guna menjaga martabat dan harga diri bangsa. Baik bagi Jepang dan Korea Selatan,
hal tersebut tentu sangat penting sehingga peneliti menyimpulkan bahwa sampai persoalan
sengketa ini dapat terselesaikan secara baik melalui jalur damai, masalah sengketa kepulauan
Takeshima ini akan tetap menjadi batu sandungan dalam hubungan antara Jepang dan Korea
Selatan di masa depan.
40
Sri Hayati dan Ahmad Yani, ibid, hlm.10
41
Hans J. Morgenthau dalam Sri Hayati dan Ahmad Yani, ibid, hlm.64
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hayati, Sri dan Yani, Ahmad, Geografi Politik, PT Refika Aditama, Bandung, 2007.
Kegley, Charles W. Jr, dan Wittkopf, Eugene R, World Politics: Trend and Transformation
6th Edition, St. Martin’s Press, New York, 1997.
Koo, Min Gyo, Island Disputes and Maritime Regime Building in East Asia: Between A Rock
and A Hard Place”, Springer, New York, 2010.
Ministry of Foreign Affairs of Japan, Asian and Oceanian Affairs Bureau, Northeast Asia
Division, 10 Issues of Takeshima, 2008.
Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, LP3ES, Jakarta,
1990.
Seung-Yoon, Yang, dan Setiawati, Nur Aini, Sejarah Korea Sejak Awal Abad Hingga Masa
Kontemporer, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2003.
Shaw, Malcolm N, International Law, Fourth Edition, Cambridge University Press, 1997.
Togo, Kazuhiko, Japan’s Foreign Policy, 1945-2003: The Quest for a Proactive Policy, Brill
Publisher, Leiden, 2005.
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
Artikel/Artikel Jurnal
Emmers, Ralf, “Japan-Korea Relations and the Tokdo/Takeshima Dispute: The Interplay
of
Nationalism
and
Natural
Resources”,
https://www.rsis.edu.sg/wp-
content/uploads/rsis-pubs/WP212.pdf
Fern, Sean, “Tokdo or Takeshima?: The International Law of Territorial Acquisition in the
Japan-Korea Island Dispute”, web.stanford.edu/group/sjeaa/journal51/japan2.pdf
Kiyono, Ken, “A Study On the Concept of National Interest of Hans J. Morgenthau: As the
Standard
of
American
Foreign
Policy”,
http://naosite.lb.nagasaki-
u.ac.jp/dspace/bitstream/10069/27783/1/keieikeizai49_03_04.pdf
McDevitt, Michael A. dan Lea, Catherine K, “Japan’s Territorial Disputes”,
https://www.cna.org/CNA_files/PDF/DCP-2013-U-005049-FINAL.pdf
Internet
BBC, “S Korea Protest Over Japan Claim”, http://news.bbc.co.uk/2/hi/asiapacific/4352923.stm, diakses pada 04 September 2016, 22.15 WIB, Surakarta.
Brooke, James, “A Postage Stamp Island Sets Off a Continental Debate”,
http://www.nytimes.com/2004/01/27/world/seoul-journal-a-postage-stamp-islandsets-off-a-continental-debate.html?_r=0, Diaskes pada 11 September 2016, 20:20
WIB, Surakarta.
Fifield, Anna, “Island dispute sets off nationalist frenzy in Korea”,
http://www.ft.com/cms/s/0/ef1acc38-e3ae-11da-a015-
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
0000779e2340.html?ft_site=falcon&desktop=true, diakses pada 04 September
2016, 20.15 WIB, Surakarta.
Lumbung Pustaka UNY, http://eprints.uny.ac.id/9882/3/BAB%202%20-%2008104241005.pdf,
Diakses pada 4 Oktober 2016, 15.00 WIB, Surakarta.
Ministry of Foreign Affairs of Japan, “10 points to understand the Takeshima Dispute”,
www.mofa.go.jp/files/000092147.pdf, Diakses pada 12 September 2016, 22.05 WIB,
Surakarta.
NN. “Dokdo Takeshima Historical Data”, http://www.dokdo-takeshima.com/dokdotakeshima-related-historical-data, Diakses pada 22 Desember 2015, 20.30 WIB,
Surakarta.
Park, Dong-Joon dan Chubb, Danielle, “Why Dokdo Matters to Korea”,
http://thediplomat.com/2011/08/why-dokdo-matters-to-korea/, diakses pada 09
September 2016, 21.05 WIB, Surakarta.
Philip, Nitin, “Dokdo/Takeshima Island Dispute (Japan-S.Korea)”, https://my-munofsiv.wikispaces.com/file/view/Dokdo+Takeshima+Islands+Dispute+(Japan++S.Korea).pdf, Diakses pada 12 Agustus 2016, 22.05 WIB, Surakarta.
Repository
Universitas
Gadjah
Mada,
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=download&sub=DownloadFile&act
=view&typ=html&id=67057&ftyp=potongan&potongan=S1-2014-281896chapter1.pdf, Diakses pada 4 Oktober 2016, 15.30 WIB, Surakarta.
Takahashi, Kosuke, “Japan-South Korea Ties On the Rocks”, http://apjjf.org/-KosukeTakahashi/1767/article.html, Diakses pada 14 Agustus 2016, 22:13 WIB, Surakarta.
PENGARUH SENGKETA KEPULAUAN TAKESHIMA TERHADAP FLUKTUASI
HUBUNGAN ANTARA JEPANG DAN KOREA SELATAN PADA ERA JUNICHIRO
KOIZUMI
The New York Times, “Territorial Disputes Involving Japan”,
http://www.nytimes.com/interactive/2012/09/20/world/asia/Territorial-DisputesInvolving-Japan.html?_r=0 , Diakses pada 05 September 2016, 20.12 WIB, Surakarta.
Download