BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek penting yang harus menjadi perhatian manajemen perusahaan. Hal ini disebabkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat menyebabkan kerugian baik dari aspek manusia maupun aspek biaya ekonomi yang muncul sebagai dampak dari permasalahan yang ada. Penelitian dari Takala et al. (2014) menyebutkan bahwa secara global sekitar 2,3 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja, sedangkan lebih dari 474 juta pekerja menderita akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang tidak fatal. Biaya yang ditimbulkan sebagai dampak dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja ini mencapai US$ 2,8 triliun atau sekitar 4% dari keseluruhan produk domestik bruto. Biaya ini termasuk untuk menghitung kehilangan waktu kerja, kompensasi bagi pekerja, interupsi terhadap proses produksi dan biaya untuk perawatan kesehatan. Biaya ekonomi yang ditimbulkan akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja ini berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung bagi perusahaan, pekerja dan masyarakat. Berbagai dampak yang ditimbulkan antara lain biaya tuntutan hukum bagi perusahaan, biaya rehabilitasi medik bagi pekerja, dan kehilangan modal tenaga kerja bagi masyarakat. Hal ini dijelaskan oleh Takala et al. (2014) dalam skema berikut. 1 Biaya ekonomi total akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja Perusahaan • Biaya turnover pekerja • Biaya pelatihan • Kehilangan hasil usaha • Premi asuransi • Biaya hukum Pekerja • Kehilangan kesempatan mendapat pendapatan di masa depan • Biaya perawatan kesehatan • Biaya rehabilitasi medik Masyarakat • Santunan sosial • Biaya investigasi atau inspeksi • Kehilangan modal tenaga kerja • Subsidi kesehatan Gambar 1.1. Dampak kecelakaan dan penyakit akibat kerja pada biaya ekonomi di perusahaan, pekerja dan masyarakat (sumber: Takala, et.al., 2014) Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI (2015) menyebutkan bahwa pada tahun 2014 di Indonesia telah terjadi 24.910 kasus kecelakaan akibat kerja dan 40.964 kasus penyakit akibat kerja. Angka kasus ini secara global diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan perubahan yang cepat dalam hal teknologi, peningkatan kompleksitas pekerjaan, perubahan pandangan umum mengenai kecelakaan kerja dan munculnya aturan-aturan baru. Besarnya potensi kecelakaan dan penyakit akibat kerja ini akan dipengaruhi oleh jenis industri dan teknologi yang digunakan (Hollnagel dalam Pillay, 2015). Selain itu, dipandang dari aspek individu, keamanan dan keselamatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, sebagaimana yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dalam teori Kebutuhan. Dengan demikian, merasa aman dalam bekerja menjadi salah satu faktor yang penting dalam menentukan kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki, 2010). Agar keselamatan dan kesehatan kerja ini dapat tercapai, maka organisasi harus memasukkan aspek ini dalam 2 kebijakannya. Hal ini bertujuan agar iklim organisasi dapat meningkatkan kondisi fisik, mental dan emosional karyawannya (Akpan, 2011). Kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebagian besar diakibatkan oleh faktor yang dapat dicegah dengan mengimplementasikan tindakan pengendalian dan standar yang benar. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya tingkat kecelakaan kerja di negara industri. Pengaplikasian strategi pencegahan yang tepat akan mampu memberikan dampak keuntungan yang signifikan, baik dari aspek manusia maupun ekonomi (ILO, 2004). Untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, diperlukan sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang difokuskan pada pengembangan program dan pengukuran kinerja yang spesifik, yang bertujuan untuk melindungi pekerja selama melaksanakan tugasnya, sehingga dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan (ILO, 2011). Manajemen juga memiliki kewajiban moral untuk melakukan studi terhadap tempat kerja untuk mengidentifikasi bahaya potensial, mengeliminasi bahaya tersebut dengan biaya yang rasional dan mengedukasi pekerja untuk bekerja dengan risiko yang ada (Velasquez, 2012). Di Indonesia, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 50 tahun 2012, yang menyebutkan bahwa setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih, atau yang sifat proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3. 3 Dalam prosesnya, sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja ini harus dievaluasi secara berkala untuk mengetahui kesenjangan antara standar yang ditetapkan dan apa yang sebenarnya terjadi di area kerja. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan cara pengkajian ulang dokumen yang berkaitan, wawancara dengan manajemen maupun pekerja, dan pemeriksaan pada fasilitas pendukung kerja (Lyon dan Hollcroft, 2006). Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang berjalan dengan baik, selain mampu mengurangi angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja, juga akan mampu meningkatkan kinerja organisasi (Akpan, 2011) dan memberikan gambaran manajemen yang positif dipandang oleh pemangku kepentingan internal maupun eksternal (Mazur dan Marczewska-Kuźma, 2015). Sejalan dengan hal tersebut, PT Sarihusada Generasi Mahardhika sebagai perusahaan yang bergerak di bidang produk nutrisi bayi juga menerapkan prinsipprinsip keselamatan dan kesehatan kerja. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan di PT Sarihusada Generasi Mahardhika mengikuti prinsip yang diterapkan oleh Danone sebagai perusahaan korporatnya. Prinsip ini dikenal sebagai prinsip WISE yang terdiri dari 13 elemen yang saling berkesinambungan untuk mencapai tujuan manajemen. Prinsip WISE ini didasari oleh elemen komitmen manajemen yang kuat untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan kerja, kemudian diikuti oleh 12 elemen lainnya yang merupakan perwujudan dari komitmen manajemen tersebut. Hubungan antar elemen pada WISE dapat dilihat pada gambar 1.2. berikut ini. 4 Gambar 1.2. Gambaran 13 Elemen WISE Danone (sumber: data internal PT Sarihusada Generasi Mahardhika) Secara khusus CEO Danone, Emanuel Faber, menyatakan dalam laporan kesinambungan korporat tahunan (Corporate Sustainability Report) tahun 2014, yang dirilis oleh Department of Organisation Development and Social Dynamics Danone, bahwa keselamatan dan kesehatan kerja menjadi salah satu prioritas manajemen dalam semua unit bisnis di Danone. Hal ini disebabkan Danone meyakini bahwa karyawan adalah salah satu keunggulan bersaing yang dimiliki perusahaan dan menjadi kunci untuk penciptaan nilai yang berkesinambungan. Penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di semua unit bisnis Danone dievaluasi melalui mekanisme audit WISE yang dilaksanakan minimal 1 tahun sekali oleh auditor yang tersertifikasi. Audit akan dilakukan di semua area unit bisnis, baik manufaktur maupun non-manufaktur (kantor pemasaran dan penjualan, kantor pusat, penelitian dan pengembangan, dan lain- 5 lain). Penilaian dilakukan pada masing-masing elemen dengan menggunakan rentang nilai antara 0 sampai dengan 5. Nilai ini didasarkan pada model kurva Bradley sebagai berikut: Gambar 1.3. Model Kurva Bradley Sebagai Dasar Evaluasi Elemen WISE (sumber: data internal PT Sarihusada Generasi Mahardhika) Semua elemen pada semua unit bisnis diharapkan dapat berada pada level interdependensi dengan rentang nilai 4 sampai 5. Pada level ini, semua unsur pada organisasi saling bekerja sama dan mengoptimalkan kekuatannya untuk mencapai tujuan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. PT. Sarihusada Generasi Mahardhika memiliki 2 pabrik manufaktur yang selanjutnya disebut Plant-1 dan Plant-2. Masing-masing pabrik manufaktur ini akan menjalani audit WISE yang terpisah. Hasil audit WISE yang terakhir dilakukan di tahun 2014 menunjukkan bahwa penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, sudah berada di level “Interdependent”, sehingga dinilai sudah cukup baik. Namun, penilaian terendah didapatkan di elemen Standar 6 dengan nilai 3,25 dari skor tertinggi 5, yang masih dikategorikan di level “Independent” dan dinilai kurang konsisten. Hal ini kemudian diperkuat pada saat pelaksanaan pra-audit di pertengahan tahun 2015 di Plant-2, dimana elemen Standar kembali mendapatkan penurunan nilai di level 2.5 dari nilai tertinggi 5. Auditor menyebutkan bahwa inkonsistensi dan lemahnya penerapan standar menjadi faktor utama yang menyebabkan rendahnya skor di elemen ini. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, masalah yang timbul adalah rendahnya hasil penilaian elemen standar dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Plant-2 PT Sarihusada Generasi Mahardhika pada audit yang telah dilakukan. Pada audit tahun 2014, elemen ini mendapat nilai 3,25 dari nilai tertinggi 5. Sedangkan pada pra-audit tahun 2015, nilai dari elemen ini turun menjadi 2,5 dari nilai tertinggi 5. Elemen ini juga mendapatkan nilai yang terendah dibandingkan dengan elemen lainnya. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan pada penerapan standar keselamatan dan kesehatan kerja antara persyaratan yang ditentukan dan yang sebenarnya terjadi di area kerja. Kesenjangan ini akan menjadi salah satu faktor pendorong yang dapat menyebabkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Oleh karena itu, diperlukan evaluasi untuk mengetahui kesenjangan pada penerapan elemen standar tersebut serta mengidentifikasi potensi kendala yang menyebabkan munculnya kesenjangan tersebut. 7 1.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka pertanyaan penelitian yang muncul adalah : 1. Bagaimana penerapan elemen standar pada manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Plant-2 PT Sarihusada Generasi Mahardhika? 2. Apa kendala-kendala potensial yang menyebabkan terjadinya kesenjangan penerapan elemen standar pada manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Plant-2 PT Sarihusada Generasi Mahardhika? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mengevaluasi penerapan elemen standar pada manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Plant-2 PT Sarihusada Generasi Mahardhika 2. Mengidentifikasi kendala-kendala potensial yang menyebabkan terjadinya kesenjangan penerapan elemen standar pada manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di Plant-2 PT Sarihusada Generasi Mahardhika 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi manajemen Plant-2 PT Sarihusada Generasi Mahardhika untuk penerapan elemen standar pada manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaannya dan mengatasi kendala-kendala potensial yang teridentifikasi. 8 1.6. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya pada penerapan elemen standar, yang merupakan elemen ketiga dari 13 elemen manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di PT Sarihusada Generasi Mahardhika. Selain itu, lokasi penelitian dibatasi pada lingkungan dan organisasi Plant-2 saja. 1.7. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan dari objek yang dijadikan penelitian. Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan beberapa landasan teori, konsep-konsep manajemen keselamatan dan kesehatan kerja serta konsep manajemen umum yang berkaitan dengan penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan mengenai tata cara penelitian yang dilakukan. Di dalam bab ini termasuk sumber data yang digunakan, metode pengumpulan data, serta metode analisa yang dilakukan. Di dalam bab ini juga dijelaskan secara singkat mengenai profil perusahaan yang dijadikan subyek penelitian. 9 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi mengenai sejarah singkat perusahaan yang menjadi objek penelitian dan hasil analisa dari data primer maupun sekunder yang sudah dikumpulkan dengan metode penelitian yang sudah dijabarkan pada bab tiga. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi mengenai simpulan dan saran yang dapat direkomendasikan pada manajemen perusahaan berdasarkan hasil analisa pada bab-bab sebelumnya. 10