BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Timbal (Pb) 2.1.1. Definisi dan Sifat- Sifat Timbal (Pb) Menurut Widowati (2008), Timbal (Pb) pada awalnya adalah logam berat yang terbentuk secara alami. Namun, Timbal (Pb) juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu mencapai jumlah 300 kali lebih banyak dibandingkan Timbal (Pb) alami. Timbal (Pb) meleleh pada suhu 328ºC (662ºF); titik didih 1740ºC (3164ºF); dan memiliki gravitasi 11,34 dengan berat atom 207,20. Sedangkan menurut ATSDR (2005), Timbal (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat yang secara alami terdapat pada lapisan kerak bumi. Bagaimanapun, Timbal (Pb) jarang ditemukan dalam bentuk logam tunggal tetapi biasanya ditemukan bergabung dengan dua atau lebih logam lainnya dalam satu komposisi. Timbal (Pb) banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Menurut Fardiaz (1992) hal ini dikarenakan timbal (Pb) memiliki sifat-sifat sebagai berikut : 1) Timbal (Pb) mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal. 2) Timbal (Pb) merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk. 3) Sifat kimia Timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab. 4) Timbal (Pb) dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan Timbal (Pb) yang murni. 5) Densitas Timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri. 2.1.2. Asal dan Jenis Timbal (Plumbum) Penyebaran logam Timbal (Pb) di bumi sangat sedikit. Menurut Palar (2008), jumlah Timbal (Pb) yang terdapat di seluruh lapisan bumi hanya 0,0002% dari jumlah seluruh kerak bumi. Jumlah ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kandungan logam berat lainnya yang ada di bumi. Di alam sendiri terdapat 4 macam isotop plumbum yaitu: 1) Timbal-204 atau Pb204, diperkirakan berjumlah 1,48% dari seluruh isotop timbal yang terdapat di alam. 2) Timbal-206 atau Pb206, ditemukan dalam jumlah sebesar 23,6% dari seluruh isotop timbal yang terdapat di alam. 3) Timbal-207 atau Pb207, sebanyak 22,6% dari seluruh isotop plumbum yang terdapat di alam. 4) Timbal-208 atau Pb208, ditemukan sebanyak 52,32% dari seluruh isotop plumbum yang terdapat di alam. Melalui proses-proses geologi, Timbal (Pb) terkonsentrasi dalam deposit seperti bijih logam. Persenyawaan bijih logam Timbal (Pb) ditemukan dalam bentuk galena (PbS), angelesit (PbSO₄) dan dalam bentuk minim (Pb₃O₄). Hampir tidak pernah ditemukan Timbal (Pb) dalam bentuk logam murninya. Bijih logam Timbal (Pb) ini bergabung dengan logam-logam lain seperti perak (argentums-Ag), seng (zincum-Zn), arsen (arsenicum-Ar), logam stibi (stibium-Sb), dan dengan logam bismuth (bismuth-Bi). Bijih-bijih logam Timbal (Pb) yang diperoleh dari hasil penambangan hanya mengandung sekitar 3 – 10 % timbal. Hasil ini akan dipekatkan lagi hingga mencapai 40% sehingga didapatkan logam timbal murni. Menurut ATSDR (2005), Timbal (Pb) secara alami terdapat di lingkungan. Tetapi walaupun begitu, sebagian besar keberadaan Timbal (Pb) di lingkungan berasal dari kegiatan manusia. Timbal (Pb) dapat masuk ke lingkungan dari kegiatan pertambangan Timbal (Pb) dan logam lainnya juga dari industri yang menggunakan Timbal (Pb) ataupun dalam bentuk alloy. 2.1.3. Penggunaan Timbal (Pb) Menurut Widowati (2008), logam Timbal (Pb) dalam pertambangan berbentuk sulfida logam (Pbs) yang disebut galena. Logam timbal (Pb) digunakan dalam industri baterai, kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat antiletup pada bensin, bahan untuk penyolderan, sebagai formulasi penyambung pipa. Kemampuan timbal (Pb) membentuk alloy dengan berbagai jenis logam lain sehingga banyak digunakan, seperti : 1) Pb + Sb sebagai kabel telepon 2) Pb + As + Sn + Bi sebagai kabel listrik 3) Pb + Ni senyawa azida sebagai bahan peledak 4) Pb + Cr + Mo +Cl sebagai pewarnaan cat 5) Pb + asetat untuk mengkilapkan keramik dan bahan anti api 6) Pb + Te sebagai pembangkit listrik tenaga panas 7) Tetrametil-Pb dan Tetraetil Pb sebagai bahan aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor. Menurut Nasution (2004) dalam Widowati (2008), Timbal (Pb) sebagai salah satu zat yang dicampurkan ke dalam bahan bakar, yaitu (C₂H₅)₄Pb atau TEL (Tetran Ethyl Lead) yang digunakan sebagai bahan aditif, yang berfungsi meningkatkan angka oktan. Keberadaan octane booster dibutuhkan dalam bensin agar mesin bisa bekerja dengan baik. Sedangkan menurut ATSDR (2005), industri yang paling banyak menggunakan Timbal (Pb) untuk produksi adalah industri pembuatan baterai. Penggunaan Timbal (Pb) lainnya untuk pembuatan benda-benda yang disolder, untuk mesin x- ray dan pencegahan korosi pada peralatan dan bangunan gedung. 2.1.4. Sumber Pencemaran Timbal (Pb) Keberadaan Timbal (Pb) dapat ditemukan secara alami dan secara buatan seperti dari hasil industri dan dari buangan kendaraan bermotor. 1. Sumber Alami Menurut Sudarmaji (2006), kadar Timbal (Pb) yang secara alami dapat ditemukan dalam bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Timbal (Pb) yang tercampur dengan batu fosfat dan terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya lebih besar yaitu 100 mg/kg. Timbal (Pb) yang terdapat di tanah berkadar sekitar 5 – 25 mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1 – 60 µg/ liter. Menurut Mukono (2002), analisis air bawah tanah menunjukkan kadar Timbal (Pb) sebesar 1 – 60 µg/liter, sedangkan analisis air permukaan terutama pada sungai dan danau menunjukkan angka 1 – 10 µg/liter. Sedangkan menurut Palar (2008), di pantai California (USA) kadar Timbal (Pb) menunjukkan kadar 0,08 - 0,04 µg/liter. Timbal (Pb) yang larut dalam air adalah Timbal asetat (Pb(C₂H₃O₂)₂), timbal klorat Pb(CLO₃)₂, timbal nitrat Pb(NO₃)₂, timbal stearat Pb(C₁₈H₃₅O₂)₂. Timbal (Pb) juga dapat berada dalam tumbuhan secara alami. Menurut Siregar (2005), secara normal kandungan Pb dalam berbagai jenis tanaman berkisar antara 0,5 - 3,0 μg/g, atau dengan kata lain kandungan maksimal Pb dalam tanaman adalah 3,0 μg/g. 2. Sumber dari Industri Menurut Sudarmaji (2006), industri yang berpotensi sebagai sumber pencemaran Timbal (Pb) adalah semua industri yang memakai Timbal (Pb) sebagai bahan baku maupun bahan penolong, seperti industri pengecoran, pembuatan baterai, kabel, dan industri kimia dalam pembuatan cat, karena toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan logam pigmen yang lain. 3. Sumber dari Transportasi Timbal (Pb) berupa tetra ethyl lead dan tetra methyl lead banyak dipakai sebagai anti knock pada bahan bakar. Timbal (Pb) sebagai salah satu zat yang dicampurkan ke dalam bahan bakar yaitu (C₂H₅)₄Pb atau TEL (Tetra Ethyl Lead). Timbal (Pb) yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat Timbal (Pb) akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Sudarmaji , 2006). Dari senyawa timbal (Pb) yang ditambahkan ke bensin, kurang lebih 70% diemisikan melalui knalpot dalam bentuk garam inorganik, 1% diemisikan masih dalam bentuk tetraakyl lead dan sisanya terperangkap dalam sistem exhaust dan mesin oli (Mukono, 2002). Menurut Santi (2001), penggunaan Timbal (Pb) dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat sensitivitas Timbal (Pb) tinggi dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 gram Timbal (Pb) perliter bensin mampu menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu, harga Timbal (Pb) relatif murah untuk meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan senyawa lainnya. 2.1.5. Timbal (Pb) di Lingkungan 1. Timbal (Pb) di udara Menurut Mukono (2002), Timbal (Pb) di udara dapat berbentuk gas dan partikel. Di daerah tanpa penghuni dipegunungan California (USA), kadar Timbal (Pb) sebesar 0,008 mikrogram/m³ sedangkan baku mutu di udara adalah 0,025 - 0,04 gr/Nm³. 2. Timbal (Pb) di Air Menurut Palar (2008), Timbal (Pb) dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Secara alamiah, Timbal (Pb) dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan Timbal (Pb) di udara dengan bantuan air hujan dan proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasn gelombang dan angin. Timbal (Pb) dari aktivitas manusia terdapat pada limbah industri yang mengandung Timbal (Pb) yang dibuang ke badan air. Baku mutu (WHO) Timbal (Pb) dalam air 0,1 mg/liter dan KLH No. 02 tahun 1988 yaitu 0,05 - 1 mg/liter. Menurut Sudarmaji (2006), secara alami Timbal (Pb) juga ditemukan di air permukaan. Kadar Timbal (Pb) pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1 – 10 µg/ liter. Dalam air laut kadar Timbal (Pb) lebih rendah dari dalam air tawar. 3. Timbal (Pb) di Tanah Menurut Widowati (2008), rata-rata timbal (Pb) yang terdapat di dalam tanah adalah sebesar 5 – 25 mg/kg. Keberadaan timbal di dalam tanah dapat berasal dari emisi kendaraan bermotor, dimana partikel timbal yang terlepas ke udara, secara alami dengan adanya gaya gravitasi, maka timbal tersebut akan turun ke tanah. 4. Timbal di Batuan Timbal secara alami terdapat sebagai timbal sulfida, timbal karbonat, timbal sulfat, dan timbal klorofosfat (Faust and Aly, 1981) dalam (Diapari, 2009). Kandungan Timbal (Pb) dari beberapa batuan kerak bumi sangat beragam. Batuan eruptif seperti granit dan riolit memiliki kandungan Pb kurang lebih 200 ppm. Menurut Mukono (2002), bumi kita mengandung timbal (Pb) sekitar 13 mg/kg. Menurut study Weaepohl (1961), dinyatakan bahwa kadar timbal (Pb) pada batuan sekitar 10 – 20 mg/kg. 5. Timbal di Tumbuhan Menurut Kozlowski et al. (1991) bahwa pencemaran udara terhadap tanaman dapat mempengaruhi: pertumbuhan, yaitu dengan mengurangi pertumbuhan kambium, akar dan bagian reproduktif, termasuk pertumbuhan akar dan pertumbuhan daun. Sedangkan menurut Mukono (2002), secara alamiah tumbuhan dapat mengandung timbal (Pb). Kadar timbal (Pb) pada dedaunan adalah 2,5 mg/kg berat daun kering. 6. Timbal di Makanan Menurut Fardiaz (1992), semua bahan pangan alami mengandung Timbal (Pb) dalam konsentrasi kecil, dan selama persiapan makanan mungkin kandungan Timbal (Pb) akan bertambah. Timbal (Pb) pada makanan dapat berasal dari peralatan masak, alat-alat makan, dan wadah-wadah penyimpanan yang terbuat dari alloy Pb atau keramik yang dilapisi glaze. Sedangkan menurut Palar (2008), dalam air minum juga dapat ditemukan senyawa Timbal (Pb) bila air tersebut disimpan atau dialirkan melalui pipa yang merupakan alloy dari logam Timbal (Pb). 2.1.6. Efek Toksisitas Timbal (Pb) terhadap Kesehatan Keracunan Pb terhadap manusia dapat bersifat akut maupun kronis. Walaupun pengaruh toksisitas akut agak jarang dijumpai tetapi pengaruh toksisitas kronis sering ditemukan. Menurut Hasan (2010), pengaruh toksisitas kronis sering ditemukan pada pekerja di pertambangan dan pabrik pemurnian logam, pabrik mobil pada proses pengecatan sistem semprot, pengolahan baterai, pencetakan, pembuatan keramik dan pelapisan logam. Keracunan kronis yang sangat patut kita waspadai adalah pada orang-orang yang bekerja di pinggir jalan seperti polisi lalu lintas, pekerja kebersihan jalan, pekerja taman, pedagang kakilima, penjaga toko dan lain-lain yang sehari-hari menghirup udara yang tercemar Tetra Ethyl Lead (TEL) dan Tetra Methyl Lead (TML) yang dilepaskan oleh gas buang kendaraan bermotor. Efek Timbal (Pb) secara umum terhadap kesehatan berdasarkan konsentrasinya di dalam darah dapat kita lihat pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Hubungan konsentrasi Timbal (Pb) dalam darah dengan efeknya terhadap kesehatan. Kategori Konsentrasi Timbal (Pb) Efek Umur dalam darah (µg/dl) Anak- anak Penurunan kadar ALAD <5 Anak- anak Mempengaruhi perkembangan <10 mental Anak- anak Perkembangan seksual terganggu <10 Anak- anak Penurunan vitamin D >15 Anak- anak Meningginya EP >15 Anak- anak Penurunan NCV >30 Anak- anak Penurunan hemoglobin >40 Anak- anak Kolik >60 Anak- anak Linglung >4 Dewasa Penurunan ALAD >4 Dewasa Penurunan GFR <10 Dewasa Tekanan darah naik <10 Dewasa Meningginya EP (wanita) >20 Dewasa Proteinuria >30 Dewasa Neuropati perifer >40 Dewasa Linglung >40 Dewasa Hormon tiroid berubah >40 Dewasa Kesuburan berkurang >40 Dewasa Penurunan hemoglobin >50 Sumber : diterjemahkan dari ATSDR (2005) Menurut Sudarmaji (2006), efek dari paparan Timbal (Pb) akan menimbulkan gangguan pada organ tubuh sebagai berikut: 1) Gangguan terhadap sintesa haemoglobin. Timbal (Pb) dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunan kadar zat besi dalam serum. Anemia ringan yang terjadi disertai dengan sedikit peningkatan kadar ALA (Amino Levulinic Acid). Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan gejala dini dari keracunan Timbal (Pb) pada manusia. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak -anak lebih sensitif terhadap terjadinya anemia akibat paparan Pb. 2) Gangguan terhadap sistem syaraf Paparan menahun dengan Timbal (Pb) dapat menyebabkan lead encephalopathy. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa malas, mudah tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, mudah lupa, sulit konsentrasi dan menurunnya kecerdasan. Pada anak dengan kadar Pb darah (Pb-B) sebesar 40 – 80 μg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum tampak adanya gejala lead encephalopathy. Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain adalah rasa canggung, mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan konsep. Apabila pada masa bayi sudah mulai terpapar oleh Pb, maka pengaruhnya pada profil psikologis dan penampilan pendidikannya akan tampak pada umur sekitar 5 – 15 tahun. 3) Gangguan terhadap fungsi ginjal Timbal (Pb) dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis dan sclerosis glumerolus. Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis kronis. 4) Gangguan terhadap neurologi Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh Timbal (Pb) dapat berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma. Pada anak-anak dapat menimbulkan kejang tubuh dan neuropathy perifer. 5) Gangguan terhadap sistem reproduksi Logam Timbal (Pb) dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Logam berat Pb mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak -anak sangat peka terhadap paparan Timbal (Pb) di udara. Paparan Timbal (Pb) dengan kadar yang rendah yang berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ . Sedangkan menurut Widowati (2008), gejala dan tanda- tanda klinis akibat paparan Timbal (Pb) antara lain: 1) Gangguan gastrointestinal, seperti kram perut, kolik, dan biasanya diawali dengan sembelit, mual, muntah- muntah, dan sakit perut yang hebat. 2) Gangguan neurologi berupa ensefalopati seperti sakit kepala, bingung, atau pikiran kacau, sering pingsan. 3) Gangguan fungsi ginjal, oliguria, dan gagal ginjal yang akut bisa berkembang dengan cepat. 2.2. Absorpsi, Distribusi, dan Ekskresi Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia Timbal (Pb) masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan (respirasi) dan saluran pencernaan (gastrointestinal). Menurut Darmono (1995), Timbal (Pb) yang masuk melalui saluran pencernaan bersumber dari makanan dan minuman yang tercemar Timbal (Pb) sedangkan yang masuk melalui saluran pernapasan bersumber dari udara yang tercemar Timbal (Pb). Menurut Palar (2008), Timbal (Pb) yang terhirup pada saat bernafas akan masuk ke dalam pembuluh darah paru-paru. Tingkat penyerapannya sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dari senyawa Pb yang ada dan volume udara yang mampu dihirup pada saat bernafas. Konsentrasi Timbal (Pb) yang diserap oleh tubuh akan semakin besar jika ukuran partikel debu semakin kecil dan volume udara yang mampu dihirup semakin besar. Timbal (Pb) yang masuk ke dalam paru-paru akan berdifusi dan berikatan dalam darah untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh. Lebih dari 90% Timbal (Pb) yang terserap oleh darah berikatan dengan sel darah merah. Sedangkan Timbal (Pb) yang diabsorpsi melalui saluran pencernaan didistribusikan ke dalam jaringan lain melalui darah. Menurut Ardyanto (2005), Timbal (Pb) yang diabsorpsi diangkut oleh darah ke organ-organ tubuh, sebanyak 95% Timbal (Pb) dalam darah diikat oleh eritrosit. Sebagian Timbal (Pb) disimpan dalam jaringan lunak dan tulang, sebagian lagi diekskresikan lewat kulit, ginjal dan usus besar. ABSORPSI PENYIMPANAN Jaringan Lunak Saluran nafas atas Jaringan Tulang Kulit Paru Darah Pharynk EKSKRESI Saluran Cerna Ginjal Usus Keringat Rambut Kuku Urine Tinja Hati Gambar 2.1. Skema Metabolisme Pb dalam Tubuh Manusia ( Hemberg S dalam Zens C, 1994, dengan modifikasi) Menurut Goldstein & Kipen (1994) dalam Ardyanto (2005), pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen berwarna abu- abu pada perbatasan antara gigi dan gusi. Hal itu merupakan ciri khas keracunan Timbal (Pb). Pada umumnya ekskresi Timbal (Pb) berjalan sangat lambat. Timbal (Pb) waktu paruh di dalam darah kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari sedangkan pada tulang 2-5 tahun. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan Timbal (Pb) mudah terakumulasi dalam tubuh. Timbal (Pb) yang masuk melalui pencernaan biasanya masuk ketika manusia mengkonsumsi makanan yang mengandung Timbal (Pb). 2.3. Teori Simpul Gangguan kesehatan merupakan resultan dari hubungan interaktif antara lingkungan dan variabel kependudukan. Menurut Achmadi (2008), proses kejadian penyakit dapat diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1, sumber penyakit; simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit; simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, gender, sedangkan simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah mengalami interaksi atau eksposure dengan komponen lingkungan yang mengandung bibit penyakit atau agent penyakit. Teori Simpul Masuknya Timbal (Pb) pada Sapi Hati sapi mengandung Timbal Timbal -Knalpot Kendaraan -Lahan Pertanian -Pipa air minum Sapi Hati sapi tidak mengandung Timbal 2.4. Resiko Pencemaran Timbal (Pb) pada Hati Sapi Menurut Darmono (1995), pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang mengandung logam berat misalnya AS, Cd, Pb dan Hg dapat terakumulasi dalam tanaman misalnya: padi, rumput, sayuran, dan jenis tanaman lain yang digunakan sebagai pakan ternak. Pakan yang tercemar senyawa toksik akan berinteraksi dengan jaringan organ di dalam tubuh ternak. Apabila cemaran senyawa toksik tersebut kadarnya cukup tinggi maka dengan cepat mematikan ternak. Dalam jumlah kecil, cemaran tidak menimbulkan efek langsung tetapi akan terus berada di dalam tubuh. Di dalam tubuh sebagian senyawa kimia toksik akan dimetabolisme menjadi senyawa metabolit yang kurang toksik dan sebagian lebih toksik daripada senyawa induknya. Senyawa induk maupun metabolit sebagian akan dikeluarkan dari tubuh melalui air seni dan feses, tetapi sebagian lagi tetap tersimpan dalam jaringan organ tubuh yang selanjutnya disebut sebagai residu. Kontaminasi logam berat, pestisida, dan senyawa beracun lainnya pada bahan pakan dapat terjadi setiap saat. Apabila pakan yang dikonsumsi ternak terkontaminasi senyawa kimia/ toksik maupun obat hewan maka residu dari senyawa kimia atau obat tersebut akan terakumulasi dalam jaringan organ tubuh dengan konsentrasi bervariasi. Menurut Darmono (1995), konsentrasi Timbal (Pb) pada pakan dapat menimbulkan keracunan, keracunan kronis pada anak sapi apabila mengonsumsi pakan tercemar 5 mg/kg/hari, sedangkan keracunan akut 400 – 600 mg/kg dan untuk sapi dewasaa 7 mg/kg/hari menyebabkan keracunan kronis dan 600 – 800 mg/kg menyebabkan keracunan akut. Keracunan kronis terjadi pada hewan yang memakan pakan/rumput yang mengandung 390 mg/kg Timbal (Pb) sejumlah 2,5% dari berat badan per hari. Misalnya domba berat 50 kg, 2,5%-nya adalah 1,25 kg rumput, jika rumput mengandung 390 mg/kg Timbal (Pb), maka domba tersebut memakan 4,87mg Timbal (Pb)/hari. Menurut Bahri (2008), pencemaran Timbal (Pb) pada pangan hewani dapat terjadi pada proses praproduksi, produksi, dan proses pasca-produksi. Proses praproduksi meliputi budidaya di peternakan atau produsen. Kandungan cemaran Timbal (Pb) pada hati sapi selama pemeliharaan dipengaruhi oleh: 1. Pakan sapi Pakan sapi bisa saja tercemar oleh logam Timbal (Pb). Kualitas pakan sapi bergantung pada : a. Sumber Pakan Tak jarang rumput yang digunakan untuk pakan sapi, mengandung Timbal (Pb). Menurut Fardiaz (1992), rumput dan tanaman lain sebagai pakan ternak juga bisa terkontaminasi timbal (Pb) apabila tanahnya mengandung komponen Pb arsenat yang stabil yang sering digunakan sebagai pestisida. b. Campuran Bahan Pakan Untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan sapi, peternak sapi membuat campuran dari beberapa bahan pakan dan vitamin serta mineral untuk pakan sapi serta obat-obatan. Unsur mineral sangat diperlukan sapi terutama garam (NaCl), Kalsium (Ca), dan Fosfor (P). Menurut Sahwan (1992), penambahan mineral Ca atau Mg pada makanan ternak diperlukan, karena mineral tersebut dapat menekan penyerapan Pb oleh alat pencernaaan. c. Ketersediaan Pakan Peternak sering membeli limbah tanaman dari petani untuk pakan sapi karena keterbatasan ladang pengembalaan dan pertumbuhan rumput yang tidak sebanding dengan kebutuhan pakan sapi. Namun hal ini sering dilakukan, tanpa memperhatikan kualitas limbah tanaman terlebih dahulu. Menurut Indraningsih (2004), limbah yang dimanfaatkan sebagai pakan ternak, perlu diperhatikan kemungkinan adanya pencemaran pestisida pada pakan tersebut, sehingga dapat dihindari timbulnya residu pada produk ternak yang dihasilkan. 2. Air minum Sapi Menurut Kusnoputranto (1996), sapi adalah hewan ruminansia yang sering keracunan karena mempunyai sifat suka menjilat-jilat, terjadinya toksisitas logam selain lewat pakan ternak juga lewat minuman. Kandungan Timbal (Pb) bisa saja terdapat dalam air minum sapi. Kualitas air minum sapi tergantung darimana sumber air yang digunakan. Air minum juga dapat terkontaminasi Timbal (Pb) jika peternak menggunakan air tanah yang tercemar pestisida karena sumber air berdekatan dengan lahan pertanian. 3. Lokasi Peternakan Sapi Sumber pakan sapi dan air minum sapi tidak jarang bergantung pada lokasi peternakan sapi. Lokasi peternakan sapi yang dekat dengan lahan rumput yang luas tak jarang mempengaruhi cara pemeliharaan sapi. Salah satu cara pemeliharaan sapi adalah penggembalaan. Namun penggembalaan lepas haruslah melihat kondisi sekitar peternakan. Rumput bisa saja terkontaminasi Timbal (Pb), apabila disekitar lahan penggembalaan dekat dengan tempat pembuangan sampah, lahan pertanian yang menggunakan pestisida, dan limbah buangan industri. Tak jarang juga lokasi peternakan mempengaruhi kualitas udara. Menurut Kusnoputranto (1996), rumput pakan ternak yang terkontaminasi Timbal (Pb) dari udara juga sering menyebabkan keracunan kronis. 4. Umur Sapi Menurut Kusnoputranto (1996), hewan yang mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan toksik setiap hari, semakin lama konsentrasi bahan toksik dalam tubuhnya semakin tinggi, kemungkinan melampaui konsentrasi bahan toksik yang ada pada makanan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami jika faktor umur merupakan penentu kuantitas akumulasi bahan toksik, akumulasi bahan toksik akan selalu bertambah sejalan dengan bertambahnya waktu. Akumulasi logam yang tertinggi dalam organ detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). 2.5. Sapi Menurut Murtidjo (1990), pada umumnya bangsa sapi yang tersebar di seluruh penjuru dunia berasal dari bangsa sapi primitif yang telah mengalami dosmetikasi (penjinakkan). Pada garis besarnya sapi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: 1. Bos indicus (zebu/sapi berponok) Bos indicus berkembang di India dan akhirnya menyebar ke berbagai Negara, terlebih daerah tropis seperti Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Afrika, Amerika, dan Australia. 2. Bos Taurus Bos Taurus adalah bangsa sapi yang menurunkan bangsa- bangsa sapi potong dan perah di Eropa. Golongan ini akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia, terlebih Amerika, Australia, dan Selandia Baru. Belakangan ini keturunan Bos Taurus telah banyak diternakkan dan dikembangkan di Indonesia. 3. Bos Sondaicus ( Bos bibos) Golongan sapi ini merupakan sumber asli bangsa- bangsa sapi di Indonesia. Sapi yang kini ada merupakan keturunan banteng (Bos Bibos), dewasa ini kita kenal dengan nama sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatera, dan sapi lokal lainnya. 2.5.1. Karakteristik Sapi 1. Umur Sapi Menafsir umur sapi merupakan salah satu pengetahuan yang perlu dikuasai oleh peternak. Umur sapi dapat dideskripsikan dari : a. Catatan tanggal lahir Hasil catatan tanggal lahir yang dilakukan oleh peternak. Akan tetapi hal ini hanya dilakukan oleh peternak tradisional. b. Keadaan gigi serinya. Pada prinsipnya, taksiran dengan metode gigi sapi adalah memperhitungkan pertumbuhan, penggantian, dan kehausan gigi sapi. 1) Sapi yang memiliki gigi susu semua pada rahang bawah, mempunyai umur sekitar kurang dari 1,5 tahun. 2) Sapi yang memiliki gigi tetap sepasang pada rahang bawah, mempunyai umur sekitar 2 tahun. 3) Sapi yang memiliki gigi tetap dua pasang pada rahang bawah, mempunyai umur sekitar 3 tahun. 4) Sapi yang memiliki gigi tetap tiga pasang pada rahang bawah, mempunyai umur sekitar 3,5 tahun. 5) Sapi yang memiliki gigi tetap empat pasang pada rahang bawah, mempunyai umur sekitar 4 tahun. 6) Sapi yang memiliki gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 25% bagian telah aus, mempunyai umur sekitar 6 tahun. 7) Sapi yang memiliki gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 50% bagian telah aus, mempunyai umur sekitar 7,5 tahun. 8) Sapi yang memiliki gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 75% bagian telah aus, mempunyai umur diatas 8 tahun. c. Keadaan tanduk, khususnya dengan memperhatikan gelang-gelang pada tanduk. Sapi jantan akan timbul gelang yang pertama setahun lebih lambat dari sapi yang betina. 2. Jenis Sapi Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole), sapi Aceh, sapi Brahman, sapi Bali, dll. a. Sapi Ongole Bangsa sapi ini berasal dari India (Madras) yang beriklim tropis dan bercurah hujan rendah. Sapi ongole ini di Eropa disebut zebu, sedangkan di jawa sangat popular dengan sebutan sapi benggala. Ukuran tubuh besar dan panjang sehingga merupakan jenis sapi yang paling banyak dipelihara untuk dijadikan sapi potong. b. Sapi Bali Sapi Bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng yang telah mengalami proses penjinakkan berabad-abad lamanya. Sapi Bali termasuk tipe sapi pedaging dan pekerja. Bentuk tubuh menyerupai banteng, tinggi badan sapi dewasa mencapai 130 cm dan berat badan sapi jantan mencapai 450 kg sedangkan betina 300 – 400 kg. c. Sapi Aceh Sapi ini merupakan sapi asli Indonesia karena sudah ada sejak zaman Kerajaan Sultan Iskandar Muda. Sapi ini adalah hasil persilangan antara bos indicus dengan banteng, dengan beberapa keunggulan sehingga banyak dipilih untuk sapi pembibitan. d. Sapi Brahman Bangsa sapi ini semula berkembang di Amerika Serikat kemudian tersebar luas baik di daerah tropis maupun subtropis, yakni Australia dan juga di Indonesia . Sapi ini termasuk tipe sapi potong yang baik di daerah tropis. Walaupun di daerah kurang subur, tetapi sapi Brahman tumbuh cepat karena pakannya sederhana. 3. Berat Sapi Memberikan taksiran berat sapi, merupakan salah satu cakupan ketrampilan yang menjadi tuntutan bagi peternak. Secara sederhana berat sapi dapat dihitung dengan rumus terapan sebagai berikut: Berat sapi = Pt x Ld x 70 Keterangan : Pt = Panjang tubuh Sapi Ld = Lingkar dada sapi 4. Jenis Kelamin Sapi Peternak sapi potong biasanya memelihara keduanya, baik sapi jantan maupun betina. Tetapi untuk sapi potong biasanya, peternak memilih sapi jantan karena pertumbuhannya lebih cepat dari sapi betina. 2.5.2. Tujuan Pemeliharaan Sapi Menurut Murtidjo (1990), dalam sebuah usaha peternakan sapi potong, bibit ternak yang di beli mempunyai arti penting dalam mendukung keberhasilan usaha. Sehingga pemeliharaan bibit ternak harus disesuaikan dengan tujuan tenak sapi potong tersebut sehingga mendapatkan hasil yang maksimal seperti tujuan yang diinginkan. Adapun tujuan pemeliharaan: a. Usaha pemeliharaan sapi potong bibit. Usaha ini bertujuan mengembangbiakkan sapi potong sehingga diharapkan keuntungan yang di dapat adalah hasil keturunannya. b. Usaha pemeliharaan sapi potong untuk penggemukkan. Usaha ini bertujuan untuk mendapat hasil dari penggemukkan sapi dimana sapi potong bakalan dipelihara beberapa lama sampai sapi menjadi gemuk. Sebagian besar peternak memilih untuk melakukan penggemukkan sapi potong atau disebut juga fattening. 2.5.3. Cara Pemeliharaaan Sapi Menurut Murtidjo (1990), adapun cara pemeliharaan sapi potong yang biasa diterapkan adalah: a. Pasture Fattening Sapi biasanya dilepaskan di padang penggembalaan. Jadi, sapi merumput sendiri sampai kenyang, kemudian menjelang petang hari dikandangkan dan esoknya di lepas lagi. Sapi yang dipilih yang berumur 2,5 tahun dan lama penggemukkan berlangsung 6 – 8 bulan. Sapi tidak diberi makan penguat, sapi menjadi gemuk hanya dari merumput. b. Dry Lot Fattening Pada sistem penggemukkan seperti ini, sapi yang digemukkan tinggal di dalam kandang terus-menerus. Sapi-sapi itu tidak digembalakan ataupun dipekerjakan. Pemeliharaan sapi dengan cara ini, sapi hanya diberi pakan penguat saja, seperti bahan baku biji-bijian jagung, bungkil kelapa dan gandum. Pemeliharaan seperti ini pada prakteknya memerlukan biaya yang cukup tinggi dan lamanya penggemukkan sekitar 4 – 6 bulan. c. Kombinasi Pasture – Dry Lot Fattening Penggemukkan dengan cara ini sangat cocok dilakukan di lingkungan tropis yang memiliki dua musim. Pada musim penghujan, ketika rumput tumbuh sangat subur di padang penggembalaan, sapi-sapi dilepas untuk merumput sendiri. Tetapi di musim kemarau, pada saat rumput sangat terbatas jumlahnya, sapi- sapi dikandangkan dan diberi makan biji- bijian dan pakan hijauan kering lainnya seperti jerami. 2.5.4. Pakan Sapi 2.5.4.1. Jenis Pakan Menurut Sugeng (2000), sapi yang sehat memerlukan jumlah pakan yang cukup dan berkualitas, baik dari segi kondisi pakan maupun imbangan nutrisi yang dikandungnya. Jenis pakan yang biasa diberikan untuk sapi: 1. Pakan Hijauan Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga. Pada umumnya pakan hijauan adalah rumput seperti rumput gajah dan rumput benggala dan jerami. 2. Pakan Penguat (konsentrat) Bahan pakan penguat ini meliputi bahan makanan yang berasaldari biji- bijian seperti jagung giling, menir, dedak, bungkil kelapa, dan berbagai umbi. Pakan penguat berfungsi untuk meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan pakan lain yang nilai gizinya rendah. Sehingga sapi yang sedang tumbuh ataupun yang sedang dalam masa penggemukkan harus diberikan pakan penguat yang cukup. 3. Pakan Tambahan Pakan tambahan bagi ternak sapi biasanya berupa vitamin, mineral, dan urea. Pakan tambahan ini dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif, yang hidupnya berada di dalam kandang terus-menerus. Vitamin yang dibutuhkan ternak sapi adalah vitamin A dan vitamin D, sedangkan mineral yang dibutuhkan terutama Ca dan P. Pada umumnya pakan tambahan vitamin dan mineral berupa feed-supplement. 2.5.4.2. Nutrisi Pakan Menurut Murtidjo (1990), makanan ternak sapi potong dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, dan reproduksi ternak. Makanan sangat esensial bagi ternak sapi. Makanan yang baik akan menjadikan ternak sanggup menjalankan fungsi proses dalam tubuh secara normal. Bahan baku makanan yang diperlukan dalam penyusunan bahan makanan sapi, terutama tersusun atas kadar air, protein, lemak, serat kasar, sumber mineral. 1. Air Air merupakan bahan pakan utama yang terkadang terlupakan, kurang mendapat perhatian dari para peternak. Oleh karena tubuh hewan terdiri dari 70% air, maka air benar- benar termasuk kebutuhan utama yang tidak bisa diabaikan. Bila sampai terjadi pengurangan air hingga 20%, hewan bersangkutan akan mati. Kebutuhan air bagi hewan ternak tergantung pada berbagai faktor: kondisi iklim, jenis sapi, umur, dan jenis pakan yang disediakan. Kebutuhan air bagi sapi yang lebih muda lebih banyak, apalagi jika kondisi lingkungan atau suhu meningkat. Kebutuhan air tersebut dapat terpenuhi melalui air minum, air yang terkandung di dalam pakan, dan air yang berasal dari proses metabolisme zat pakan dalam tubuh. Sapi memerlukan 3-6 liter air per 1 kg pakan kering. 2. Protein Protein bisa diperoleh dari bahan- bahan pakan yang berasal dari tumbuhtumbuhan yang berupa hijauan legume seperti daun turi dan daun lamtoro ataupun dari biji- bijian seperti bungkil kedelai, ataupun bungkil kacang tanah. 3. Lemak Sumber lemak utama terdapat pada pakan berbutir seperti bungkil kacang tanah dan bungkil kelapa. 4. Serat kasar Serat kasar diperoleh dari pakan hijauan jenis leguminose seperti daun turi dan petai cina. Kandungan serat kasar yang diperlukan ternak sapi paling sedikit 13% dari bahan kering di dalam ransum. Serat kasar berfungsi menjaga alat pencernaan agar bekerja baik, membuat kenyang dan mendorong keluarnya kelenjar pencernaan. 5. Mineral untuk Sapi potong Beberapa unsur penting mineral yang diperlukan ialah natrium (Na), klor (Cl), kalsium (Ca), fosfor (P), sulfur (S), ferum (Fe), Kalium (K), magnesium (Mg), iodium (I), kuprum (Cu), kobalt (Co), seng (Zn), dan selenium (Se). Pada umumnya unsur- unsur ini banyak terdapat di dalam ransum pakan. Namun seringkali, perlu ditambahkan unsur mineral, terutama garam (NaCl), Kalsium (Ca), dan Fosfor (P). 2.5.4.3. Kendala dalam Ketersediaan Pakan Menurut Sugeng (2000), terbatasnya pakan ternak sapi, terutama pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun merupakan kendala besar dalam proses penggemukkan sapi potong. Adapun kendala dalam ketersediaan pakan adalah: 1. Pada umumnya produksi hijauan pakan ternak adalah musiman sehingga kontinuitas yang diperlukan sepanjang tahun sering kurang terjamin. Pakan hijauan berbeda dengan pakan penguat atau pakan berbiji yang bisa di datangkan dari mana dan kapan saja. 2. Pengadaan pakan hijauan umunya di hasilkan atau dibeli di lingkungan sekitar. Terkadang jumlahnya sangat berlimpah dan berlebihan bila musim panen lokal namun terkadang juga sangat terbatas dan penyediaannya pun dalam waktu singkat. Volume, kualitas, dan kontinuitas penyediaan hijauan masih belum memadai sebab para peternak masih menggunakan sistem pemanfaatan sisa-sisa atau hasil ikutan tanaman berupa jerami ataupun sisa hasil panen lainnya. 2.5.5. Tindakan Higienis/ Sanitasi Tindakan higienis ialah usaha penjagaan kesehatan melalui kebersihan agar ternak bebas dari suatu infeksi penyakit, baik virus, maupun parasit. Tindakan higienis berikut biasa dilakukan oleh para peternak guna membebaskan infeksi penyakit tersebut. 1. Kebersihan Peralatan Menjaga kebersihan dengan cara menyucihamakan peralatan, segala peralatan yang pernah dipakai harus disucihamakan dengan cara: a) Disemprot, disiram, atau direndam dengan cairan desinfektan : Creolin, Lysol, ataupun bahan paten lain. b) Dijemur langsung pada cahaya matahari. c) Disiram atau direndam dengan air mendidih, dan d) Dikapur dinding kandangnya dengan cairan kapur kental atau dicat bagian bagian tertentu dengan teer. 2. Kebersihan Kandang Sangat penting untuk menjaga kebersihan kandang baik di dalam maupun di luar kandang. Adapun hal- hal yang perlu diperhatikan adalah: a) Kelembaban udara dan lantai harus dihindarkan dengan cara ventilasi kandang diatur secara sempurna dan sinar matahari pagi diusahakan bisa masuk ke dalam kandang . b) Kotoran di tampung di tempat penampungan khusus yang letaknya agak jauh dari kandang sehingga mengurangi lalat. c) Sisa-sisa pakan yang mungkin berserakan dan juga semak- semak yang tumbuh di sekitar kandang harus dibersihkan. d) Pakan dan air minum harus bersih dan tidak terkontaminasi. 3. Kebersihan Kulit Ternak yang Dipelihara Kulit yang sehat dan bersih saja yang bisa berfungsi dengan baik, sedangkan kulit yang kotor tak bisa berfunsi dengan baik. Kulit menjadi kotor akibat kotoran seperti kulit ari yang mengelupas, serta debu dan lumpur yang melekat bersama keringat dan lemak kulit. Sedangkan sapi yang selalu berada di dalam kandang biasanya menjadi kotor akibat debu dan kotorannya sendiri. Sapi yang kulitnya kotor bisa menimbulkan radang kulit. Oleh karena itu, untuk menjaga kebersihan kulit ini, ternak sapi perlu dimandikan dan disikat. 4. Kebersihan Petugas Petugas harus menyucihamakan diri dengan cara mencuci anggota badan dengan air hangat dan sabun, kemudian menggosok dengan obat- obatan penyuci hama atau desinfektan. 5. Kebersihan Bahan Pakan dan Kandungan Racun Bahan pakan yang kotor dan beracun akan mengganggu kesehatan ternak misalnya: a) Pakan yang kotor akibat keadaan air dan tanah, seperti rumput yang bercampur lumpur karena terkena banjir, pakan yang tercemar akibat hama ulat ataupun tercemar cendawan, serta pakan yang sudah busuk. b) Hijauan yang beracun akibat racun terjadi secara alamiah di dalam tumbuhan itu sendiri seperti daun koro, daun singkong racun, turi bunga merah, ataupun yang terkena racun kimia akan sangat berbahaya bagi kesehatan ternak. 2.6. Metode Pemeriksaan Timbal (Pb) dengan SSA (Spektrofometri Serapan Atom) Menurut Darmono (1995), untuk mengukur kadar timbal (Pb) pada suatu sampel, digunakan metode Spektrofometri Serapan Atom (SSA). Prinsip kerja SSA adalah penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengarbsorpsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (hollow cathode lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu tergantung pada jenis logamnya. 2.7. Kerangka Konsep SNI 7387 tahun 2009 Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Memenuhi Syarat - Pakan Sapi - Air Minum - Lokasi Peternakan Timbal (Pb) pada hati sapi Tidak Memenuhi Syarat Pemeriksaan Kadar Timbal (Pb) - Karakteristik Pengelola Peternakan Sapi - Jenis Kelamin - Umur - Tingkat Pendidikan - Lama Bekerja