BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya
selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi
kebutuhan ini, sifat manusia pada umumnya berharap selalu ingin dapat
memenuhi semuanya. Padahal kebutuhan ini beraneka ragam, ada yang perlu
diutamakan, ada yang dinomorduakan, dan ada yang dapat dipenuhi kemudian
hari. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, yang banyak terjadi adalah baik
orang maupun perusahaan rela meminjam uang di lembaga berbadan hukum
seperti bank atau koperasi, dan tidak sedikit juga yang meminjam uang secara
perseorangan yang banyak terjadi di masyarakat, karena meminjam uang secara
perseorangan membutuhkan proses yang cepat walau dengan bunga yang sedikit
lebih tinggi.
Berbicara tentang utang piutang bukan hal yang asing di telinga semua
orang, karena setiap hari selalu ada saja masalah yang satu ini. Utang piutang
merupakan perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya dan objek
yang diperjanjikan pada umumnya adalah uang.1
1
Gatot Supramono, 2013, Perjanjian Utang Piutang, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, h.9
1
2
Perjanjian utang piutang termasuk kedalam jenis perjanjian pinjammeminjam, hal ini sebagaimana diatur dalam Bab Ketiga Belas Buku Ketiga Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam Pasal 1754 KUH Perdata
menyebutkan, pinjam-meminjam adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang
menghabis karena pemakaian, dengan syarat pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Dalam hal untuk mendapatkan pinjaman uang, pihak peminjam terkadang
memberikan jaminan kebendaan guna mendapat kepercayaan lebih kepada
pemberi pinjaman bahwa di kemudian hari si peminjam akan melunasi utangnya
beserta besarnya bunga yang diperjanjikan. Jaminan kebendaan adalah jaminan
yang objeknya berupa barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang
khusus diperuntukkan untuk menjamin utang peminjam kepada pemberi pinjaman
apabila di kemudian hari utang tersebut tidak dapat di bayar oleh peminjam.2
Penggunaan surat berharga sebagai benda jaminan sudah tidak asing lagi
dalam mendapatkan suatu pinjaman uang, adapun surat berharga yang digunakan
dapat berupa cek atau bilyet giro, namun dalam penulisan ini dijelaskan
penggunaan cek sebagai jaminan utang dalam perjanjian utang piutang. Surat
berharga adalah surat yang diadakan oleh seseorang sebagai pelaksanaan
pemenuhan suatu prestasi, yang memerlukan pembayaran harga sejumlah uang. 3
2
Gatot Supramono, op.cit, h. 59
Farida Hasyim, 2011, Hukum Dagang, Sinar Grafika, Jakarta, h. 232
3
3
Surat cek adalah surat yang memuat kata cek, yang diterbitkan pada
tanggal dan tempat tertentu, dimana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada
bank untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau pembawa cek.4
Belakangan ini surat cek sering digunakan dalam benda jaminan dalam
perjanjian utang piutang yang karena sifatnya yang prakits. Kedudukan pemberi
pinjaman sebagai pemegang hak kebendaan (zekelijk recht) atas barang yang
dijaminkan untuk pelunasan utangnya. Jika peminjam yang memberikan jaminan
surat berharga kepada pemberi pinjaman berupa cek, maka pada saat peminjam
wanprestasi atau tidak bisa membayar hutang-hutangnya maka pemberi pinjaman
dapat mencairkan cek tersebut untuk pelunasan hutang peminjam. Tapi bagaimana
jika cek yang akan dicairkan ternyata cek kosong?
Seperti yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan Bapak Putra
Jaya pada tanggal 15 Juli 2015 yang menjadi pemberi pinjaman kepada bapak
hendra sebagai peminjam. Bapak Hendra yang menjadi pihak peminjam
memberikan jaminan berupa sebuah cek yang nanti pada saat utang–utangnya
jatuh tempo tetapi Bapak Hendra tidak dapat melunasi utang–utangnya beserta
bunga utang yang diperjanjikan maka cek tersebut dapat dicairkan sebagai
pembayaran utang. Tetapi pada saat utang tersebut jatuh tempo dan Bapak Hendra
tidak dapat membayar utang dan bunga utang yang diperjanjikan, cek tersebut pun
dicairkan oleh Bapak Putra Jaya sesuai yang diperjanjikan sebelumnya. Tetapi cek
tersebut ternyata ditolak pembayarannya oleh bank karena alasan tidak adanya
4
James Julianto Irawan, 2014, Surat Berharga Tinjauan Yuridis Dan Praktis, Fajar
Interpratama Mandiri, Jakarta, h.128
4
dana yang mencukupi pada rekening penerbit. Adapun pertanyaan yang diajukan
berupa :
1. Apakah Bapak pernah menerima jaminan berupa cek?
2. Upaya apa yang Bapak lakukan pada saat cek yang dicairkan ternyata
adalah cek kosong?
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,
penulis tertarik untuk membahas masalah perlindungan hukum yang didapat
pemberi pinjaman dan upaya-upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan
pemberi pinjaman dalam memperoleh kerugian yang disebabkan peminjam yang
menggadaikan cek kosong tersebut dalam bentuk karya tulis skripsi dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Cek Sebagai Jaminan Utang”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, adapun rumusan masalah yang dapat
diangkat yaitu sebagai berikut :
1.2.1
Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pemegang cek yang ternyata
setelah diajukan ceknya kosong?
1.2.2
Upaya hukum apa yang dapat dilakukan pemegang cek yang dijadikan
jaminan dalam perjanjian utang piutang dalam hal ceknya kosong?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, perlu ditegaskan mengenai materi yang diatur
di dalamnya. Hal ini sangat diperlukan untuk memudahkan dalam menelaah
5
permasalahan dan agar pembahasan tidak menyimpang serta tidak meluas dari
pokok perumusan masalah yang telah disebutkan.
Berdasarkan hal tersebut maka ruang lingkup permasalahan dibatasi
menjadi :
1. Ruang lingkup permasalahan yang pertama yaitu meliputi lingkup
perlindungan hukum terhadap pemegang yang ternyata setelah
diajukan ceknya kosong .
Upaya hukum yang dapat dilakukan pemegang cek yang dijadikan
jaminan dalam perjanjian utang piutang dalam hal ceknya kosong.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan pada ide,
gagasan, dan pemikiran sendiri, serta hasil membaca dari berbagai literatur.
Berdasarkan informasi dan penelusuran pada kepustakaan, khususnya di
lingkungan Perpustakaan Hukum Universitas Udayana, sepanjang yang diketahui
dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada maka ditemukan penelitian yang sejenis
namun memiliki perbedaan substansi, yaitu sebagai berikut.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ade Hendra Jaya, dengan judul
Perlindungan Hukum Terhadap Peminjam Dalam Perjanjian Pinjam
Meminjam Uang Dengan Rentenir.
Permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah keabsahan dari
perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan peminjam dana dengan
rentenir yang dilakukan secara lisan? Serta bagaimana perlindungan
6
hukum bagi pihak peminjam dalam perjanjian pinjam meminjam yang
dilakukan oleh rentenir?
2. Penelitian yang dilakukan oleh Gede Geya Aditya Rachman, dengan judul
Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang Piutang (Studi Kasus
Pengadilan Negeri Denpasar).
Permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah penetapan debitur
dalam keadaan wanprestasi pada perjanjian utang piutang? Serta
bagaimanakah pelaksanaan pembayaran ganti rugi pada perjanjian utang
piutang?
3. Penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Agung Ngurah Thomas Wisnu,
dengan judul Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Hutang Piutang
Dengan Jaminan Fidusia Yang Tidak Didaftarkan.
Permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah akibat hukum terhadap
perjanjian hutang piutang dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan?
Serta bagaimana penyelesaian hukumnya dalam hal pihak debitur
wanprestasi dan benda yang dibebani jaminan fidusia dialihkan kepada
orang lain?
Untuk jelasnya penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya dapat di
lihat pada tabel berikut ini.
No. Nama
Judul
Rumusan Masalah
1.
Ade
Perlindungan
Hendra
Terhadap
Peminjam
dari
Jaya
Dalam
Perjanjian
meminjam yang dilakukan
Hukum
1. Bagaimanakah keabsahan
perjanjian
pinjam
7
Pinjam Meminjam Uang
peminjam
Dengan Rentenir
rentenir
dana
yang
dengan
dilakukan
secara lisan?
2. Bagaimana
hukum
perlindungan
bagi
pihak
peminjam dalam perjanjian
pinjam
meminjam
yang
dilakukan oleh rentenir?
2.
Gede Geya Akibat Hukum
1. Bagaimanakah
penetapan
Aditya
Wanprestasi Dalam
debitur
Rachman
Perjanjian Utang
wanprestasi pada perjanjian
Piutang (Studi Kasus
utang piutang?
Pengadilan Negeri
Denpasar)
dalam
keadaan
2. Bagaimanakah pelaksanaan
pembayaran
pada
ganti
perjanjian
rugi
utang
piutang?
3.
I Gusti
Penyelesaian
Agung
Wanprestasi Dalam
hukum terhadap perjanjian
Ngurah
Perjanjian Hutang
hutang
Thomas
Piutang Dengan
jaminan fidusia yang tidak
Wisnu
Jaminan Fidusia Yang
didaftarkan?
Tidak Didaftarkan
1. Bagaimanakah
akibat
piutang
2. Bagaimana
dengan
penyelesaian
hukumnya dalam hal pihak
8
debitur
wanprestasi
benda
yang
dan
dibebani
jaminan fidusia dialihkan
kepada orang lain?
Penelitian yang saya lakukan dalam skripsi ini yaitu dengan judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Cek Sebagai Jaminan Utang”,
permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah perlindungan hukum terhadap
pemegang yang ternyata setelah diajukan ceknya kosong? Serta upaya hukum apa
yang dapat dilakukan pemegang cek yang dijadikan jaminan dalam perjanjian
utang piutang dalam hal ceknya kosong?
1.5 Tujuan Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini akan dikemukakan tujuan umum dan tujuan
khusus. Kedua tujuan tersebut dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut :
1.5.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui
bagaimana perlindungan hukum dan upaya hukum yang dapat di
tempuh bagi pemegang cek yang dirugikan karena perbuatan
peminjam yang memberikan jaminan cek kosong dalam perjanjian
utang piutang antara peminjam dengan pemberi pinjaman.
9
1.5.2 Tujuan Khusus
1) Untuk memahami perlindungan hukum terhadap pemegang
cek yang ternyata setelah diajukan ceknya kosong.
2) Untuk memahami upaya hukum yang dapat dilakukan
pemegang cek yang dijadikan jaminan dalam perjanjian
utang piutang dalam hal ceknya kosong.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dari skripsi ini dibedakan atas manfaat teoritis dan
manfaat praktis yang akan diuraikan sebagai berikut :
1.6.1
Manfaat Teoritis
Untuk melatih daya nalar dan intelektualitas, juga sebagai bukti
dan implemetasi dari ilmu yang diterima dibangku kuliah sekaligus
untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana
strata satu (S1). Serta dengan adanya penelitian ini, diharapkan
dapat manfaat positif bagi perkembangan ilmu hukum kontrak.
1.6.2
Manfaat Praktis
Untuk
memperluas
pengetahuan
dalam
menyelesaikan
permasalahan yang terdapat dalam bidang perjanjian utang piutang
serta dapat mengetahui bagaimana bentuk perlindungan hukum
pemberi pinjaman dan juga upaya-upaya yang dapat dilakukan
pemberi pinjaman dalam perjanjian utang piutang.
10
1.7 Landasan Teoritis
Dalam perjanjian utang piutang terdapat dua pihak yang melakukan
perjanjian, yaitu pihak yang memberi pinjaman uang dan pihak yang menerima
pihak menerima uang. Istilah yang sering digunakan dalam perjanjian tersebut,
untuk pihak yang memberikan pinjaman disebut pihak yang berpiutang atau
pemberi pinjaman, sedangkan pihak yang menerima pinjaman disebut pihak yang
berutang atau peminjam.Perjanjian utang piutang ada dua macam, yaitu karena
murni perjanjian utang piutang dan karena dilatarbelakangi perjanjian lain.
1) Karena murni perjanjian utang piutang
Perjanjian utang piutang yang dimaksud disini, tidak ada latar belakang
persoalan lain, dan perjanjian itu dibuat hanya semata-mata untuk
melakukan utang piutang. Misalnya seorang pedagang kekurangan modal
untuk meningkatkan usahanya, lalu pergi ke bank untuk meminjam kredit.
Di sini dapat di lihat bahwa terjadinya perjanjian karena murni
kepentingan utang piutang.
2) Karena dilatar belakangi perjanjian lain
Lain halnya dengan perjanjian utang piutang yang satu ini, terjadinya
perjanjian tersebut karena sebelumnya telah terjadi perjanjian lain.
Perjanjian sebelumnya dengan perjanjian berikutnya yaitu perjanjian utang
piutang kedudukannya berdiri sendiri-sendiri. Perjanjian sebelumnya telah
selesai dilaksanakan.
11
Pemberi pinjaman dalam memberikan pinjaman uang kepada peminjam,
tentu tidak begitu saja memenuhi permintaan peminjam, sebelum memberikan
pemberi pinjaman pasti mempertimbangkan lebih dahulu tentang beberapa hal
dapat tidaknya permintaan itu dikabulkan. Dari segi macam-macam pemberi
pinjaman, yang dapat memberikan utang digolongkan menjadi dua macam, yaitu
perorangan dan perusahaan/bank. Utang piutang antara perorangan sifatnya adalah
urusan pribadi, karena siapa saja orangnya yang dapat memberikan utang kepada
orang lain. Berbeda dengan bank, sebuah lembaga yang bentuknya sebagai
perusahaan yang salah satu fungsinya memberikan kredit kepada nasabahnya,
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
1) Pemberi pinjamannya perorangan
Jika pemberi pinjaman yang memberikan utang adalah perorangan, maka
setidaknya orang yang meminta uang dipertimbangkan mengenai hal-hal
yang menyangkut empat persoalan, yaitu tentang siapa orangnya, nilai
utangnya, kekayaannya, dan kepentingannya. Dengan mempertimbangkan
dengan seksama, pemberi pinjaman mempunyai dasar yang kuat untuk
dapat mengambil keputusan untuk memberikan uang atau tidak
memberikan uang.
2) Siapa Orangnya
Mengenai pertimbangan tentang siapa orangnya, seorang pemberi
pinjaman akan mempertimbangkan minimal ada tiga hal, yaitu tentang
12
masalah kenal atau tidak orangnya, bagaimana hubungannya, dan apa
pekerjaannya.
Dalam suatu perjanjian hutang piutang, peminjam sebagai pihak yang
berutang meminjam uang atau barang dari pemberi pinjaman sebagai pihak yang
berpiutang. Agar pemberi pinjaman memperoleh rasa aman dan terjamin terhadap
uang atau barang yang dipinjamkan, pemberi pinjaman mensyaratkan sebuah
agunan atau jaminan atas uang atau barang yang dipinjamkan. Agunan ini
diantaranya bisa berupa jaminan atas barang-barang bergerak yang dimiliki oleh
peminjam ataupun milik pihak ketiga. Peminjam sebagai pemberi gadai
menyerahkan barang-barang yang digadaikan tersebut kepada pemberi pinjaman
atau penerima gadai. Perjanjian gadai dapat dibuat secara lisan, dan tidak ada
peraturan di dalam KUH Perdata yang mengharuskan atau mewajibkan dibuat
secara tertulis. Oleh karena itu, lahirnya gadai terjadi pada saat terjadinya
perjanjian gadai dengan tercapainya kata sepakat.
Sejak saat perjanjian gadai lahir, pemberi pinjaman selaku pemegang
gadai sudah memiliki hak kebendaan, dan sejak saat itu pula kedudukannya
sebagai pemberi pinjaman preferent. Hak yang timbul karena gadai tersebut tidak
diperoleh melalui suatu pendaftaran. Dalam kenyataan yang ada di masyarakat
memang tidak ada lembaga pendaftaran untuk jaminan gadai.
Dilihat dari definisi gadai sendiri, yang menjadi objek dari hak gadai
adalah benda bergerak. Benda bergerak yang dimaksudkan meliputi benda
bergerak yang berwujud (lichamelijke zaken) dan benda bergerak yang tidak
berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan pembayaran
13
uang yang berwujud surat-surat berharga. Sebagai penerima benda jaminan,
adapun beberapa hak yang dapat diberikan yaitu :
1) Hak untuk menahan benda yang digadaikan selama sebelum dilunasi
hutang pokoknya, bunganya dan biaya-biaya lainnya oleh peminjam.
2) Hak untuk mendapatkan pembayaran piutangnya dari pendapatan
penjualan benda yang digadaikan, apabila peminjam tidak menepati
kewajibannya. Penjualan benda yang digadaikan dapat dilakukan
sendiri oleh pemegang gadai dan dapat pula dengan perantaraan
hakim.
3) Hak minta ganti biaya-biaya yang telah dikeluarkannya untuk
memelihara benda yang digadaikan itu.
4) Pemegang gadai mempunyai hak untuk menggadaikan lagi benda yang
dijadikan jaminan, bila mana hal itu sudah menjadi kebiasaan, seperti
menggadaikan surat-surat sero atau obligasi.
5) Dalam melaksanakan hak gadai secara menjual benda yang
dijaminkan, pemegang gadai berhak untuk didahulukan menerima
pembayaran piutangnya sebelum piutang-piutang lainnya, kecuali
biaya-biaya lelang, biaya-biaya pemeliharaan agar barang itu tidak
rusak-musnah.
Peminjam sebagai penerima kredit biasanya menggadaikan cek sebagai
jaminan untuk mendapatkan sebuah kredit. Cek yang dijaminkan oleh peminjam
ini bertujuan untuk jika dikemudian hari peminjam tidak sanggup untuk
membayar hutang-hutangnya beserta bunga yang diperjanjikan, pemberi pinjaman
14
akan mencairkan cek yang dijaminkan sebelumnya oleh pemberi pinjaman. Tetapi
banyak kasus yang terjadi di masyarakat pada saat pemberi pinjaman akan
mencairkan cek yang dijaminkan, cek yang bersangkutan ternyata tidak memiliki
saldo yang cukup atau rekening telah ditutup atau sering disebut dengan istilah
cek kosong.
Ada beberapa penyebab yang membuat penerbit menerbitkan cek kosong.
Beberapa penyebab tersebut antara lain:
1. Peraturan tentang rahasia bank
Menurut Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang Perbankan, tentang rahasia
bank, pihak lain tidak boleh mengetahui jumlah uang yang terdapat
dalam rekening seseorang, sehingga seorang pemegang surat cek tidak
akan dapat mengetahui keadaan keuangan dari penerbit surat cek.
Sebab, bila pemegang cek dapat mengetahui keadaan keuangan
penerbit maka tidak aka nada cek kosong, karena pemegang dapat
mengetahui dana yang tersedia dalam rekening penerbit, jika ternyata
dalam rekening penerbit tidak ada dananya tentu cek tersebut akan
ditolak oleh pemegang. Namun, pihak pemegang tidak dapat
mengetahui apakah penerbit mempunyai cukup dana untuk cek yang
dipegangnya. Keadaan inilah yang sering sekali memberi peluang bagi
penerbit untuk menerbitkan cek walaupun pada saat itu dana yang
terdapat pada rekening tidak mencukupi.
15
2. Spekulasi dari penerbit
Dalam pasal 190 KUHD ditentukan bahwa kewajiban penerbit
menyediakan dana pada rekeningnya paling lambat pada hari bayar cek
tersebut. Artinya, kewajiban penerbit untuk menyediakan dananya
bukan pada saat cek tersebut diterbitkan, namun pada saat cek tersebut
ditunjukan, menurut ketentuan pasal 206 KUHD, suatu surat cek yang
diterbitkan di Indonesia harus diperlihatkan dalam tenggang waktu 70
hari. Tenggang waktu itu mulai berjalan sejak hari tanggal penerbitan
cek tersebut. Sehingga penerbit masih dapat mempunyai waktu untuk
menyediakan dananya sejak diterbitkan sampai ditunjukan. Apabila
pada saat ditunjukkan surat cek tersebut ditolak pembayarannya karena
dana yang tersedia tidak mencukupi, maka cek tersebut masih berlaku
dan masih dapat ditunjukkan kembali pada bank sampai tenggang
waktu dilampaui. Sehingga penerbit sering sekali berspekulasi untuk
menunda menyediakan dananya karena masih bias ditunjukkan
kembali kepada bank. Namun yang menjadi masalah adalah karena cek
mempunyai sifat atas tunjuk sehingga kapan cek tersebut akan
ditunjukkan. Bias saja begitu menerima cek seorang pemegang akan
langsung menunjukkan kepada bank, tetapi juga bias menundanya
sampai beberapa hari. Dan, apabila pada saat ditunjukkan kepada bank
ternyata dana yang tersedia pada rekening penerbit tidak mencukupi
atau tidak ada, maka penerbit akan dikenakan sanksi berupa surat
16
peringatan dan apabila hal ini terjadi sampai tiga kali dalam enam
bulan maka rekening penerbit akan ditutup.
1.8 Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini ini dengan tujuan agar dapat lebih
terarah dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan
yang digunakan antara lain :
1.8.1
Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif, hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundangundangan. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Penelitian hukum normatif
atau kepustakaan ini mencakup:
1. Penelitian terhadap asas-asas hukum.
2. Penelitian terhadap sistematika hukum.
3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal.
4. Perbandingan hukum.
5. Sejarah hukum.5
Penelitian hukum normatif dapat disebut juga sebagai penelitian
hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.6
5
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2009,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 14
6
Mukti Fajar Nur Dewata dan Uianto Achmad, 2010,Dualisme Penelitian Hukum
Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,h. 34
17
Penelitian normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem
norma yang digunakan untuk memberikan justifikasi preskriptif tentang
suatu peristiwa hukum. Penelitian dilakukan dengan maksud memberikan
argumentasi hukum sebagai dasar penentu apakah suatu peristiwa sudah
benar atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwa itu menurut hukum.7
Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian yuridis normatif, yaitu yang dilakukan dengan meneliti
peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan perlindungan
hukum bagi pemegang cek. Penelitian secara yuridis maksudnya penelitian
yang mengacu pada peraturan-peraturan yang berlaku yang yang berkaitan
dengan perlindungan hukum terhadap pemegang cek kosong ini,
sedangkan normatif maksudnya penelitian hukum yang mengacu pada
norma-norma yang berlaku terhadap perlindungan hukum bagi pemegang
cek kosong. Jadi disini terdapat kekosongan hukum yang mengatur
perlindungan hukum bagi pemegang cek kosong.
1.8.2
Jenis Pendekatan
Pendekatan penulisan yang digunakan dalam skripsi ini adalah statute
approach atau pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan yang digunakan
dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan mengkaji beberapa peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan perlindungan pemegang cek
kosong, kemudian membandingkannya peraturan yang satu dengan peraturan
perundang-undangan yang lainnya.
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,op.cit, h. 36
18
Statute approach adalah pendekatan yang menggunakan peraturan
perundang-undangan, karena yang diteliti adalah berbagai aturan hukum yang
menjadi fokus sekaligus menjadi tema sentral penelitian. Penelitian normatif dapat
dan harus memanfaatkan hasil penelitian empiris, namun ilmu empiris itu
berstatus sebagai bahan bantu, sehingga tidak merubah hakikat ilmu hukum
sebagai ilmu normatif.8
1.8.3
Sumber Bahan Hukum
Sumber–sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber–
sumber penelitian hukum yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahanbahan hukum sekunder.9 Bahan–bahan hukum dalam penulisan ini terdiri dari :
a
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang terdiri atas
peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan No.8/29/PBI/2006
Tentang Daftar Hitam Nasional Penerbit Cek/Giro Bilyet Kosong,
Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000
tentang Tata Usaha Cek Atau Bilyet Giro Kosong Dan Surat
Perjanjian Pembukaan Rekening Giro Yang Berasal Dari Bank.
b
Bahan hukum sekunder yakni berupa semua publikasi tentang
hukum yang bukan dokumen–dokumen resmi. Publikasi tentang
hukum meliputi buku–buku teks, kamus–kamus hukum, jurnal–
jurnal hukum, dan hasil penelitian yang berwujud laporan dan
8
Jonny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Normatif, Bayumedia, Malang, Juli
2007, h.302.
9
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian hukum, Kencana Media Group, Jakarta, h.93
19
sebagainya.10 Dalam penulisan ini bahan hukum sekunder yang
digunakan adalah berupa buku–buku atau literatur, hasil–hasil
karya dari kalangan hukum serta artikel–artikel yang didapat
melalui media cetak atau media elektronik yang berkaitan dengan
permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini.
1.8.4
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Menurut Soerjono Soekanto dalam penelitian hukum lazimnya dikenal tiga
jenis pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, mengamati dan
menganalisa, serta wawancara.11 Dalam hal memperoleh serta mengumpulkan
serta mengolah data dalam rangka penyusunan skripsi ini dilakukan dengan
menggunakan bahan-bahan yang diperoleh melalui studi dokumen atau telaah
bahan pustaka serta melakukan wawancara kepada responden.
1.8.5
Teknik Analisis Bahan Hukum
Seluruh bahan hukum yang telah terkumpul berupa buku-buku hukum,
hasil wawancara dalam penulisan selanjutnya dipilih dan diklasifikasikan,
dibandingkan dengan satu bahan hukum dengan bahan hukum lainnya,
diinterpretasi lalu dianalisis secara deskriptif argumentatif yaitu dengan
memberikan gambaran secara menyuluruh serta detail terhadap permasalahan
tersebut untuk mendapatkan kebenaran.
10
Ibid, h.142
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar penelitian hukum, UI Press, Jakarta, h.52
11
Download