ANALISIS RESIKO ORGANOKLORIN PADA MANUSIA

advertisement
ANALISIS RESIKO ORGANOKLORIN PADA MANUSIA
PENGONSUMSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)
DARI WADUK SAGULING
Rosetyati Retno Utami1dan Herto Dwi Ariesyady2
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganeca No. 10 Bandung 40132
1
[email protected] dan [email protected]
gas guna mengidentifikasi jenis organoklorin yang
terkandung pada sampel.
PENDAHULUAN
Organoklorin merupakan jenis insektisida yang
sedang dipermasalahkan di seluruh dunia akibat
sifatnya yang toksik kronis, persisten, dan
bioakumulatif, dan merupakan pencemar utama dalam
golongan persistent organic pollutant (POP’s) (Zhou
et al., 2006). Penggunaan organoklorin pada tanaman
dapat mencemari lingkungan termasuk lingkungan
perairan yang berada di sekitar kawasan pertanian atau
perkebunan (Malik et al., 2007). Berdasarkan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya di DAS Citarum,
terdeteksi organoklorin pada air, sedimen, dan ikan.
Hal ini menunjukkan bahwa insektisida organoklorin
masih digunakan di area pertanian sekitar DAS
Citarum. Air dari Sungai Citarum ini akan mengalir
menuju Waduk Saguling, untuk itu penelitian ini perlu
dilakukan untuk mengetahui potensi akumulasi
kandungan organoklorin pada ikan nila, mengetahui
korelasi pencemaran organoklorin yang ada di dalam
air dan ikan nila, dan menganalisis resiko dosis
organoklorin pada manusia yang mengonsumsi ikan
nila dari Waduk Saguling.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi Organoklorin
Hasil analisis distribusi kandungan organoklorin
pada air dari Waduk Saguling menunjukkan bahwa
aldrin paling banyak terdeteksi di dalam sampel air yaitu
pada 12 titik dengan rentang nilai 2-37 ppb dengan ratarata 9,21 ppb. Diikuti dengan DDT pada 12 titik dengan
rentang 1-8 ppb dengan rata-rata 3,14 ppb, endosulfan
pada 10 titik dengan rentang 1-11 ppb dan konsentrasi
rata-rata 3,47 ppb, heptaklor pada 8 titik dengan rentang
2-16 ppb dan konsentrasi rata-rata 5,1 ppb, lindan pada 7
titik dengan rentang konsentrasi 2-5 ppb dengan
konsentrasi rata-rata 3,56 ppb, sedangkan dieldrin dan
endrin tidak terdeteksi di dalam air. Nilai organoklorin
tertinggi ada pada jenis organoklorin aldrin dengan
konsentrasi 37 ppb pada sampel 3-B.
Konsentrasi organoklorin pada sampel ikan nila
berada pada rentang 10-45 ppb untuk lindan, 6-44 ppb
untuk aldrin, 9-110 untuk heptaklor, 7-59 ppb untuk
DDT, dan 3-23 ppb untuk endosulfan. Untuk dieldrin
dan endrin, konsentrasinya cukup kecil yaitu 1-2 ppb
saja. Konsentrasi organoklorin tertinggi ada pada titik 1b
area Batujajar, yaitu pada sampel ikan nila kedua (N2)
dengan jenis organoklorin heptaklor sebesar 110 ppb.
Berdasarkan hasil analisa 16 sampel ikan nila, lindan
terdeteksi pada 10 sampel ikan dengan rata-rata
konsentrasi 24,7 ppb, heptaklor ditemukan pada 16
sampel ikan nila dengan rata-rata konsentrasi 32,25 ppb,
DDT terdeteksi dalam 16 sampel ikan dengan rata-rata
17,81 ppb, aldrin ditemukan dalam 16 sampel ikan
dengan rata-rata 13,125 ppb, dan endosulfan ada dalam
16 sampel ikan dengan rata-rata 11,69 ppb. Dieldrin
terdeteksi pada 11 sampel ikan dengan rata-rata
konsentrasi 1,36 ppb. Sedangkan endrin hanya terdeteksi
pada 3 sampel ikan dengan rata-rata 1,33 ppb.
METODOLOGI
Sampling dilakukan di sembilan titik pada Waduk
Saguling dan tiga titik pada luar Waduk Saguling
yakni satu titik pada daerah aliran air sungai yang
masuk ke waduk dan dua titik pada daerah aliran air
yang keluar dari Waduk Saguling. Metode
pengambilan air dilakukan pada permukaan air dan
pada bagian tengah kedalaman air pada titik-titik
sampling di Waduk Saguling dengan menggunakan
water sampler. Pada 3 titik sampling yang berada di
sungai, air yang diambil pada tiga tempat yaitu sisi kiri
sungai, tengah sungai dan sisi kanan sungai yang
dijadikan satu composite sampel. Metode pengambilan
ikan nila dilakukan menggunakan jaring atau pancing
di jaring terapung milik warga.
Masing-masing
sampel
diektraksi,
ikan
diekstraksi dengan metode homogenizer dan pelarut
aseton, air diekstraksi dengan n-heksan dan
diklorometan. Lalu dilakukan pemurnian dengan
melewatkannya ke kolom kromatografi berisi florisil
dan sodium sulfat anhidrat, dan dielusi dengan nheksan. Sampel siap diinjeksikan ke alat kromatografi
Bioakumulasi Organoklorin pada Ikan Nila
Hampir seluruh konsentrasi organoklorin yang
terdeteksi di dalam daging ikan nila lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi yang ada di dalam air.
Kecenderungan organoklorin yang berakumulasi di
dalam daging ikan ini sesuai dengan bioconcentration
1
factor yang dimiliki oleh organoklorin. Bioconcentration
factor (BCF) adalah konsentrasi senyawa kimia dalam
organisme dibandingkan dengan konsentrasi senyawa
kimia di dalam lingkungan (Park, 1993). BCF dapat
menunjukan kemampuan suatu senyawa kimia untuk
berakumulasi di dalam organisme (Tabel 1).
terendah ada pada jenis endrin pada Responden 8 dengan
total 0,1676 ppb.
Selain menghitung dosis total organoklorin pada
tubuh manusia, perlu dihitung pula Hazard Index (HI)
atau indeks resiko yang berfungsi untuk mengetahui
apakah kandungan organoklorin pada tubuh manusia
pengonsumsi ikan nila dari Waduk saguling tersebut
memberikan efek non-karsinogenik.
Tabel 1 Nilai BCF Orgamoklorin
BCF
385,6559
95,03859
7345,139
5105,05
24848,49
454,2553
253,8049
Hazard Index
Jenis Organoklorin
Lindan
Aldrin
Dieldrin
Endrin
DDT
Heptaklor
Endosulfan
1,6
1,4
1,2
1,0
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0
HI
Batas
bahaya
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Responden
Nilai BCF jika dibandingkan dengan hasil analisa
perbandingan konsentrasi sampel ikan dan air dari
Waduk Saguling cukup sesuai. DDT memiliki nilai
BCF yang paling tinggi dan termasuk high potential
BCF. Konsentrasi DDT dalam ikan nila nilainya
berada pada rentang 7-59 kali konsentrasi DDT dalam
air. Perbandingan bioakumulasi konsentrasi DDT
merupakan perbandingan yang paling tinggi diantara
jenis organoklorin lainny di Waduk Saguling.
Gambar 2 Nilai Hazard Index pada Responden
Hasil analisis HI pada Gambar 2 menunjukkan
nilai HI tertinggi ada pada Responden 1 yaitu 1,44 dan
HI terendah adalah Responden 8 dengan nilai HI 0,067.
Rata-rata HI pengonsumsi ikan nila dari Waduk
Saguling adalah 0,644. Dari hasil analisis tersebut,
terlihat bahwa HI beberapa responden pengonsumen
ikan nila melebihi ambang batas bahaya organoklorin
pada tubuh manusia sehingga dapat menimbulkan efek
non-karsinogenik. Efek non-karsinogenik yang dapat
timbul antara lain sakit kepala, mual, muntah,
hipereksitabilitas, hiperfleksia, kejang otot, rasa sakit
menyeluruh, insomnia, cemas, iritabilitas, pola EEC
berubah, kehilangan kesadaran, epilepsi, kehilangan
berat badan, nafsu makan berkurang, dan anemia.
Analisis Resiko Organoklorin pada Manusia
Pengonsumsi Ikan Nila di Waduk Saguling
Rute organoklorin pada ikan nila masuk ke dalam
tubuh manusia adalah melalui rute oral (makan)
sehingga perhitungan dosis organoklorin yang masuk
ke tubuh manusia dihitung dengn menggunakan
persamaan 1.
[ ]
KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan dosis total organoklorin
pada 15 responden pengonsumsi ikan nila dari Waduk
Saguling, terlihat bahwa konsentrasi total organoklorin
tertinggi ada pada jenis heptaklor dengan total
konsentrasi 888,3168 ppb dan konsentrasi organoklorin
total terendah ada pada jenis endrin dengan total 0,1676
ppb. Hasil analisis HI menunjukkan nilai HI tertinggi
sebesar 1,44 dan HI terendah adalah 0,067. Rata-rata HI
pengonsumsi ikan nila dari Waduk Saguling adalah
0,644. HI beberapa responden pengonsumen ikan nila
melebihi ambang batas bahaya organoklorin pada tubuh
manusia sehingga dapat menimbulkan efek nonkarsinogenik.
(1)
ADD
adalah Average Daily Dose (ppb),
sedangkan [C] merupakan konsentrasi pencemar dalam
ikan (ppb), Q adalah konsumsi ikan per hari (kg), dan
Bw sebagai berat badan manusia (kg).
Responden adalah pengonsumsi ikan dari Waduk
Saguling. Pencarian responden didapat dari 3 wilayah,
yaitu wilayah Waduk Saguling yang terdiri dari
peternak ikan jaring apung sendiri, konsumen dari
Pasar Caringin dan Ciroyom.
Dosis Total (ppb)
1000
Lindan
800
Aldrin
600
Heptaklor
400
200
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15
Dieldrin
DAFTAR PUSTAKA
DDT
Malik, A. (2007). Residue of Organochlorinee Pesticide in Fish
from Gomti River, India. Bull Environmentak
Contamination Toxicology, pages 335-349.
Park, Jun Hag., Eun Hee Cho. (1993). Estimation of
Bioconcentration Factors in Fish for Organic
Nonelectrolytes Using the Linear Solvation Energy
Relationship. Bull. Korean Chem. Soc. Vol 14.
Zhou R., Zhu L., Yang K., Chen Y. (2006). Distribution of
Organochlorinee Pesticde in Surface Water and Sediments
from Qiantang River, East China. Journal of Hazardous
Materials, 137(1), 68-75.
Endrin
Responden
Gambar 1 Dosis Organoklorin Total pada Responden
Dari hasil perhitungan dosis total, terlihat bahwa
konsentrasi total organoklorin tertinggi ada pada jenis
heptaklor pada Responden 1 dengan total konsentrasi
888,3168 ppb dan konsentrasi organoklorin total
2
Download