DISTRIBUSI ORGANOKLORIN PADA AIR, SEDIMEN, MOLUSKA DAN IKAN DI WADUK SAGULING Sri Intan Rahmawati dan Katharina Oginawati2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132 1 [email protected], [email protected] PENDAHULUAN Insektisida organoklorin seperti DDT, Aldrin, Dieldrin, Endrin, Chlordane, Hexachlorobenzene, Mirex, Toxaphene, Heptakhlor, merupakan insektisida yang persisten. Hasil penelitian terdahulu mengenai kandungan organoklorin pada DAS Citarum Hulu menunjukkan angka kontaminasi organoklorin pada air sebesar 0,4 ppb, konsentrasi organoklorin di dalam sedimen sebesar 1 ppb dan konsentrasi organoklorin di dalam ikan sebesar 32,9 ppb (Wibowo, 2009). Air dari Sungai Citarum ini kemudian akan dibendung di Waduk Saguling.. Penelitian dilakukan di Waduk Saguling, dimana belum pernah ada penelitian terdahulu pada wilayah ini mengenai kandungan organoklorin. Variabel yang diteliti merupakan air, sedimen, moluska dan ikan yang berenang bebas pada waduk ini. Air dan sedimen merupakan komponen abiotik yang menunjang hidup komponen biotik, sedangkan moluska dan ikan merupakan salah satu sumber makanan bagi masyarakat sekitar Waduk Saguling maupun masyarakat Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi pencemaran organoklorin pada air, sedimen, moluska dan ikan yang berada di Waduk Saguling. Pengambilan sampel dilakukan pada 12 titik sampling yang ditandai dengan GPS dan analisis residu organoklorin dilakukan menggunakan kromatografi gas dengan kolom ECD. Analisis residu ini dilakukan di Laboratorium Residu Bahan Agrokimia Bogor mengingat laboratorium tersebut telah terakreditasi. METODOLOGI Daerah pengambilan sampel merupakan wilayah Waduk Saguling. Titik sampling air, sedimen, moluska dan ikan dilakukan pada 12 titik. Pengambilan sampel air dilakukan dengan mengambil sampel pada permukaan air dan pada setengah kedalaman waduk menggunakan water sampler, sampel sedimen diambil menggunakan grab sampler pada dasar waduk. Sampel moluska diambil dengan cara mencari moluska yang hidup pada tiap titik sampel pada tempat hidup moluska dengan jenis keong emas (Pomacea canaliculata) seperti pada jaring apung atau pada akar tanaman air. Sampel ikan yang berenang bebas didapatkan dengan cara dipancing atau menjala. Sampel yang telah diawetkan kemudian diekstraksi, untuk sampel air dengan cara dicampurkan dengan n-heksana dan diklorometan. Ekstraksi sampel sedimen dilakukan dengan mencampurkan dengan aseton kemudian dielusi dengan n-heksana sebanyak 2 kali. Larutan organk dimurnikan menggunakan florisil dan diencerkan menggunakan aseton. Ekstraksi sampel moluska dan ikan dilakukan dengan cara yang sama yakni sampel dilarutkan dalam aseton menggunakan homogenizer kemudian dielusi, dimurnikan, dipekatkan dan diencerkan sama seperti sampel sedimen. Sampel yang sudah diekstraksi kemudian diinjeksikan ke gas kromatografi Varian 450 GV menggunakan metode ECD. HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Organoklorin di dalam Air dan Sedimen Aldrin paling banyak terdeteksi di dalam air yaitu pada 12 titik (2-37 ppb). Diikuti dengan DDT pada 12 titik dengan kandungan yang lebih rendah dibanding aldrin, endosulfan pada 10 titik (1-11 ppb), heptaklor pada 8 titik, lindan pada 7 titik, dieldrin dan endrin tidak terdeteksi di dalam air. Tidak terdeteksinya dieldrin dan endrin pada 12 titik sampel mengindikasikan penggunaan organoklorin jenis tersebut yang sangat rendah ataupun tidak digunakan sama sekali pada lahan sekitar Sungai Citarum maupun sekitar Waduk Saguling sehingga tidak terdeteksi kandungannya pada air. Aldrin menunjukan konsentrasi yang paling besar di dalam sedimen (2-1438 ppb) pada 12 titik. Lindan terdeteksi pada 11 titik dengan konsentrasi 7-587 ppb. Heptaklor terdeteksi pada 10 titik dengan nilai konsentrasi 4-1496 ppb. Endosulfan, dieldrin dan DDT juga terdeteksi pada 10 titik, dan endrin hanya terdeteksi pada 4 titik (320 ppb) Distribusi Organoklorin pada Moluska dan Ikan Organoklorin yang terdeteksi pada keong emas adalah DDT dengan rata-rata konsentrasi 654,88 ppb, aldrin dengan rata-rata konsentrasi 333,625 ppb, heptaklor dengan rata-rata konsentrasi 279,875 ppb, lindan dengan rata-rata Tabel 1. Perbandingan Interval Konsentrasi Organoklorin dengan Standar Baku Mutu dalam ppb Air Sedimen Ikan Pengukuran Baku Mutu Pengukuran TEL Pengukuran Standard Level Lindan Aldrin Heptaklor Dieldrin DDT Endrin Endosulfan 0-5 56(4) 0-587 0,94(6) 8-48 5000(1) 0-37 17(4) 2-1438 2,85(6) 9-17 5000(1) 0-16 18(4) 0-1496 7(6) 11-104 50(2) 0 17(4) 0-56 2,85(6) 1-2 5000(1) 1-8 2(4) 0-77 0,6(6) 6-35 5000(1) 0 4(5) 0-20 2,67(6) 0-15 50(3) 0-11 74(5) 0-187 ? 4-18 50(2) (1) ERL from Codex Alimentarius FAO/WHO, 1997 ; (2)Quantities proposed by WHO standard level dalam Bethesda, 1995 ; (3)ERL from Thai Agricultural Standard ; (4)PP No.82 Tahun 2001 ; (5)US EPA ; (6)TEL dalam Malik et al., 2008 ; ? = tidak diketahui ; konsentrasi 260,75 ppb, dieldrin yang terdeteksi pada 6 sampel dengan rata-rata 54,667 ppb, dan endosulfan dengan konsentrasi rata-rata 17,57 ppb. Konsentrasi heptaklor yang terdeteksi pada ikan adalah berkisar 11-104 ppb, dimana merupakan konsentrasi yang cukup tinggi. Aldrin terdeteksi pada rentang 9-17 ppb, lindan pada rentang 8-48 ppb, DDT 6-35 ppb, endosulfan terdeteksi 4-18 ppb, sedangkan dieldrin terdeteksi pada rentang 1-2 ppb, endrin terdeteksi pada rentang 0-15 ppb. Perbandingan Pencemaran pada Air, Sedimen dan Ikan di Waduk Saguling dengan Baku Mutu Perbandingan pencemaran pada air, sedimen dan ikan dengan baku mutu dapat dilihat pada Tabel 1. Sampel air Waduk Saguling tercemar organoklorin, namun nilainya masih memenuhi baku mutu pada organoklorin jenis lindan, heptaklor, dieldrin, endosulfan dan endrin. Aldrin dan DDT pada beberapa titik nilainya melampaui baku mutu. Pada sampel sedimen hampir seluruh jenis organoklorin melampaui nilai TEL. Pada sampel ikan, heptaklor pada beberapa titik melampaui standard level yang sudah ditetapkan sehingga berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia. SIMPULAN Organoklorin dengan jenis lindan, aldrin, heptaklor, dieldrin, DDT, endrin dan endosulfan terdeteksi pada air, sedimen, moluska dan ikan. Kandungan organoklorin pada sedimen lebih tinggi dibandingkan pada air. Konsentrasi organoklorin pada moluska dan ikan lebih tinggi dibandingkan konsentrasi pada air, hal ini dikarenakan sifat organoklorin yang dapat terbioakumulasi pada biota perairan. Hasil analisis organoklorin pada air jika dibandingkan dengan PP No 82 Tahun 2001 menunjukkan bahwa pada beberapa titik di Waduk Saguling kandungan organoklorin jenis DDT dan aldrin melebihi dari baku mutu yang telah ditentukan sedangkan untuk heptaklor, dieldrin dan endrin tidak melebihi baku mutu. Konsentrasi rata-rata tertinggi organoklorin pada air sedimen, moluska dan ikan terdapat pada organoklorin jenis aldrin. Secara umum tingkat pencemaran organoklorin dari yang tertinggi yaitu: moluska, sedimen, ikan dan air DAFTAR PUSTAKA Adeyemi, David., Grace Ukpo, Chimezie Anyakora, John Paul Unyimadu.2008.Organochlorine Pesticide Residues in Fish Samples from Lagos Lagoon, Nigeria. American Journal of Environmental Sciences 4 (6): 649-653. Bethesda, M.D. 1995. US National Library of Medicine. Hazardous Substances DataBank, pp:6-18. Caldas, E.D. 1998. Organochlorine Pesticides in Water, Sediment, and Fish of Paranoa Lake of Brasilia, Brazil. New York : Springer-Verlag Newyork.Inc. Codex Alimentarius Commission FAO/WHO. 1997. Codex Maximum Residue Limits for Pesticides. FAO, Rome. El-Dib, A. M. 1985. Organochlorine Insectisides and PCBs in Water, Sediment, and Fish from The Mediterranean Sea. New York : Springer-Verlag Newyork.Inc. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Malik A., Ojha P., Singh K.P. (2008). Levels and distribution of persistent organochlorine pesticide residues in water and sediments of Gomti River (India. Bull Environmental Contamination Toxicology, pages 335349. Wibowo, L. Niken. 2009. Studi Kandungan Residu Insektisida Organoklorin pada Air, Sedimen, dan Ikan di DAS Citarum Hulu Segmen Cisanti Sampai Nanjung, Jawa Barat. Bandung : Departemen Teknik Lingkungan FTSL ITB, Tugas Akhir.