PENGUKURAN TINGKAT KESIAPAN PERUSAHAAN TERHADAP BAHAYA DI TEMPAT KERJA DAN PENANGANAN HAZARD (STUDI KASUS PT OTSUKA INDONESIA) Dedy Oktrianto Effendi, Sritomo Wignjosoebroto, Arief Rahman Jurusan Teknik Industri FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email : [email protected]. Abstrak Kecelakaan merupakan hal yang tidak diinginkan untuk terjadi, namun dapat diantisipasi munculnya. Resiko dari timbulnya kecelakaan tersebut hendaknya dapat diminimalisasi oleh setiap perusahaan untuk mengurangi kerugian yang akan diderita. sebenarnya bukanlah kecelakaan yang membuat kerusakan, kehilangan dan kematian namun ketidaksiapanlah yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Maka dari itu perlu dilakukan evaluasi secara terus menerus terhadap pelaksanaan K3. Bahaya di tempat kerja yang mungkin bisa terjadi adalah penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja dan bahaya darurat seperti kebakaran. Pengukuran kesiapan terhadap bahaya di tempat kerja meliputi 3 kategori. Pertama pengukuran tingkat implementasi program K3 dengan menggunakan cheklist berdasarkan PER.05/MEN/1996. Kedua dengan mengetahui tingkat loss rate akibat terjadinya kecelakaan kerja. Dan yang ketiga dengan mengukur kesiapan ketika terjadi kondisi darurat seperi kebakaran. Untuk mengetahui tingkat kesiapan terhadap keadaaan darurat digunakan aplikasi software evacnet untuk mengetahui waktu evakuasi yang dibutuhkan. Selain itu juga perlu dilakukan proses identifikasi dan perangkingan hazards dengan pendekatan Risk Assessment, untuk mengetahui bahaya apa saja yang ada dan tingkat resiko masing-masing bahaya. Hasil penelitian ini adalah nilai pencapaian tingkat implementasi program K3 di Pabrik ME 1 sebesar 91% yang diperoleh dari hasil penilaian checklist. Nilai ini mengindikasikan bahwa tingkat implementasi program K3 adalah kuning. Sementara itu, pencapaian tingkat kerugian (loss rate) berada pada level kuning. Dari kedua parameter utama tersebut, dapat diperoleh level program K3 di Pabrik ME 1 adalah level 2 (cukup baik). Pengukuran waktu evakuasi didapatkan selama 75 detik, dengan 18 orang yang tidak terselamatkan. Dari hasil identifikasi hazard didapatkan 8 bahaya yang mendapat rangking 2, 10 bahaya mendapat rangking 3, dan 2 bahaya mendapat rangking 4 dan 1 bahaya mendapat rangking 5. Dari sini dapat dibuatkan rekomendasi penangan hazard diantaranya : pemakaian APD secara rutin, pengawasan secara intensif, rotasi kerja, rebriefing, program pelatihan dan pembuatan peraturan yang baik tentang keselamatan kerja. Kata kunci: checklist, level implementasi, hazards, risk assessment, Evacnet ABSTRACT Accident is undesirable thing to happen, but it appearance can be anticipated. Danger at work which potentially happened is the disease effect of the activity, work accident and emergency condition of danger such as burned. Readiness assessment of danger at work are 3 category. The First is the measurement program of OSH’s implementation by using cheklist it based on PER.05/MEN/1996. the second is by knowing the loss rate level of the working accident. And the third one is by measuring the readiness when the emergency used Aplication EVACNET Software, for measuring evacuation time needed. Besides that it also require to identification hazard it used Risk Assessment approach.. Research result shows that achievement of implementation rate of Occupational Safety and Health program at ME 1 factory is equal to 91% which is gained from checklist evaluation OSH’s program. This achievement indicates that the category of OSH’s implementation program is green. At the same time the achievement of Occupational Safety and Health loss rate program level is yellow. The level of OSH’s program which can be gained by combining two major parameter is on the second level ( good enough). The measurement of evacuation time result is 75 second, with 18 uncongested people. From the hazard identification result, existing condition of company and result of cheklist it can recomendate to control hazard are : APD usage, intensive supervisory, work rotation, rebriefing, workshyop program, and good rule of work safety. Keywords : checklist, implementation level OSH’s, hazards, risk assessment, Evacnet . 1 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996, Bab III Pasal 3 disebutkan bahwa : “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan Sistem Manajemen K3”. Kebijakan penerapan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ditujukan untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Untuk mengetahui sejauh mana program K3 telah diimplementasikan maka perusahaan harus melakukan audit atau evaluasi di setiap unit kerja yang ada. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam PER.05/MEN/1996, Bab III Pasal 4 yaitu perusahaan wajib mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Pabrik Medical Equipment 1 adalah salah satu Pabrik utama di PT Otsuka Indonsia. Pabrik ini terdiri dari dua lantai yang digunakan sebagi aktifitas produksi produk infusion set, pada lantai satu terdapat aktifitas produksi yang berhubungan dengan proses permesinan, sedangkan di lantai dua merupakan tempat aktifitas pekerja yang dilakukan secara manual. Selain itu juga terdapat bahan-bahan kimia penunjang dan peralatan penting yang menujang aktifitas yang berada di pabrik ini. Jika dibandingkan pabrik Medical Equipment 2 (dimana dalam membuat produk infusion set juga harus mendatangkan material dari pabrik Medical Equipment 2). Di pabrik ini aktifitas produksinya lebih sedikit dengan jumlah orang yang juga tidak terlalu banyak. Penggunaan bahan kimia dan peralatan penunjang yang digunakan di sana juga cukup sedikit. Dari sini dapat diketahui bahwa begitu pentingnya peran, fungsi dan aktifitas di pabrik Medical Equipment 1, maka perlu diimbangi dengan kajian dan evaluasi tentang kesiap-siagaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana atau kecelakaan. Pengukuran tingkat kesiapan terhadap bahaya di tempat kerja dilakukan dengan menggunakan tiga penilaian. Yang pertama dengan Cheklist yang dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :PER.05/MEN/1996 untuk mengetahui nilai implementasi program K3, yang kedua dengan menentukan tingkat Loss Rate atau tingkat kerugian yang diderita perusahaan akibat terjadinya kecelakaan kerja. Dan yang ketiga dengan aplikasi software evacnet untuk mengetahui tingkat kesiapan ketika terjadi keadaan darurat terutama kebakaran. Hasil dari perhitungan Cheklist nantinya akan digabungkan dengan perhitungan tingkat Loss rate yang terjadi sehingga nantinya akan didapatkan level implementasi K3, apakah termasuk level hijau, kuning atau merah. Dengan melakukan perhitungan seperti diatas maka akan menjadi lebih obyektif, karena parameter yang digunakan tersebut telah memperhatikan variabel lain seperti kerugian material, dampak lingkungan serta proses implementasi program K3 di perusahaan. Sedangkan pada evacnet nantinya akan didapatkan waktu evakuasi pada kondisi riil sistem di perusahaan, yang menunjukan apakah dengan kondisi tersebut dapat menyelamatkan penghuni yang ada. Identifikasi potensi bahaya juga dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadi dan mekanisme timbulnya kecelakaan serta dampak/pengaruh yang ditimbulkan. Sehingga diharapkan nantinya akan didapatkan tindakan kesiapan terhadap potensi bahaya tersebut untuk meminimalisir akibat-akibat yang merugikan dari suatu potensi bahaya yang ada. Analisa awal untuk mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin timbul dilakukan dengan menggunakan metode Risk Assesment Code yang dari sini didapatkan macammacam resiko bahaya yang timbul, tingkat keseriusan kerusakan yang akan terjadi dan tingkat kemungkinan terjadinya, lalu akan didapatkan nilai RAC yang digunakan sebagai nilai resiko dari suatu sumber bahaya. Dari hasil idenifikasi awal ini lalu dibuatkan peta bahaya yang dapat merepresentasikan dan memvisualisasikan tempat dan resiko bahaya yang akan dialami dari suatu area kerja yang ada. 1.2. Tujuan Tujuan yang penelitian ini adalah : 1. 2. 3. 2. 3. dicapai dalam Mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja yang bisa terjadi, dan dampak yang ditimbulkan. Menentukan ukuran tingkat kesiapsiagaan perusahaan terhadap bahaya di tempat kerja. Membuat alternatif penanganan potensi bahaya yang akan ditimbulkan di Pabrik Medical Equipment 1 untuk mereduksi kerugian yang akan ditimbulkan. 1.2. Manfaat Manfaat yang penelitian ini adalah : 1. ingin ingin dicapai dalam Memberikan penilaian terhadap program K3 di Pabrik Medical Equipment 1. Dapat dilakukan penanganan hazards di Pabrik Medical Equipment1. Dapat memberikan rekomendasi ketik terjdi kecelakaan. 2 1.2. Ruang Lingkup Penelitian Beberapa hal yang menjadi batasan dalam penelitian ini adalah : 1. 2. Tabel 2.1. Kategori Keparahan Kecelakaan Kerja Kategori Batasan Penelitian dilakukan di Pabrik Medical Equipment 1, PT. Otsuka Indonesia. Data kecelakaan kerja dan berbagai data bentuk kerugian yang digunakan adalah data tahun 2005. 2. Metodologi Penelitian Luka ringan atau sakit ringan (tidak kehilangan hari kerja) Luka berat / parah atau sakit dengan perawatan intensif (kehilangan hari kerja) Kuning Terjadi kecelakaan berat (fatalities) Metodologi dalam penelitian ini terdiri atas lima tahap, yaitu : (1) Tahap Identifikasi Hazard, (2) Tahap Perangkingan Hazards, (3) Tahap Pembuatan peta bahaya (4) Tahap pengukuran tingkat kesiapan (5) Tahap Analisa dan (6) Tahap Penarikan Kesimpulan. Merah Meninggal atau cacat seumur hidup (tidak mampu kerja) Tabel 2.2. Kategori Kerugian Materiil Kategori Parameter Keterangan Penilaian 3. Tinjauan Pustaka 3.1. Perhitungan tingkat implementasi program Kerugian kecil Kerugian < Rp. 5.000.000 KUNING Kerugian sedang Kerugian antara Rp.5.000.000 s.d Rp.10.000.000 MERAH Kerugian besar Kerugian > Rp. 10.000.000 HIJAU Perhitungan dilakukan dengan menghitung rata-rata dari nilai yang diberikan oleh ketiga responden, kemudian menghitung rata-rata nilai dari masing-masing kategori penilaian. Untuk mengetahui suatu kategori penilaian termasuk dalam kriteria tertentu maka nilai rata-rata tersebut harus dinormalisasikan dengan rumus normalisasi De Boer sebagai berikut : (nilai aktual skala minimum) x 100% (skala maksimum skala minimum ) - Akibat dari dampak lingkungan. : 1. Dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan dan dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan masyarakat, 2. Dampak yang ditimbulkan terbatas dan mungkin pulih dalam jangka waktu tertentu dan memerlukan dikontrol untuk menghilangkan potensi dan frekuensi dari dampak yang mungkin terjadi, 3. Dampak yang ditimbulkan kecil dan dapat pulih dalam jangka waktu yang singkat, 4.Tidak ada dampak terhadap lingkungan, tidak ada pengaruh terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. - Sebaran dari dampak lingkungan. : 1. Melebihi radius 300 m, untuk emisi udara lebih dari 45 menit terlepas ke udara atau Nilai hasil normalisasi dari semua kategori kemudian dirata-rata sehingga diperoleh satu nilai tunggal, yaitu nilai akhir yang menunjukkan tingkat implementasi program. Jika nilai akhir tersebut berada dalam kisaran 85% – 100% maka implementasi program dikategorikan hijau, jika berkisar antara 60% – 84% maka dikategorikan kuning dan jika nilainya kurang dari 60% maka dikategorikan merah. 3.2. Perhitungan Tingkat Kehilangan/Kerugian (Loss Rate) Kerja Perhitungan dilakukan dengan menggunakan tiga parameter. Pertama parameter tingkat keparahan, kedua parameter tingkat kerugiaan materiil dan yang ketiga parameter dampak lingkungan. Terjadi kecelakaan ringan (injuries) Terjadi kecelakaan sedang (illnesses) Asumsi Tidak ada perubahan dalam sistem K3 di PT Otsuka Indonesia (1) Keterangan Hijau Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Achievemen t kategori penilaian Parameter Penilaian 3 untuk gas beracun kurang dari 1 menit terlepas ke udara., 2. Dalam lingkungan kerja melebihi radius 25 m atau pada tempat terbuka antara 50-300 m, untuk emisi udara kurang dari 45 menit terlepas ke udara., 3. Dalam lingkungan kerja antara 5-25 m atau pada tempat terbuka dalam radius antara 2550 m, untuk emisi udara kurang dari 15 menit terlepas ke udara., 4. Dalam lingkungan kerja dalam radius 5 m atau pada tempat terbuka dalam radius 25 m, untuk emisi udara kurang dari 5 menit terlepas ke udara. - Jangka waktu pemulihan.: 1. Pemulihan memerlukan waktu lebih dari 3 bulan., 2. Pulih dalam jangka waktu lebih dari 1 bulan dan kurang dari 3 bulan., 3. Pulih dalam waktu antara 1 minggu sampai 1 bulan., 4. Pulih dalam waktu kurang dari 1 minggu. 3.3. Penentuan program level tingkat Mishap Probability A Severity 1. Tabel 2.3. Tabel Tingkat Implementasi – Kecelakaan Level 2 (Cukup Aman) Level 4 (Rawan) HIJAU MERAH Level 1 (Aman & Nyaman) KUNING KUNING Level 2 (Cukup Aman) Level 3 (Hati-hati) Level 5 (Berbahaya) MERAH HIJAU Level 4 (Rawan) Level 5 (Berbahaya) Level 6 (Sangat Berbahaya) TINGKATKAN PENGONTROLAN DAN KESESUAIAN PROSEDUR (SUPERVISI) TINGKAT IMPLEMENTASI PERBAIKI PROGRAM IMPLEMENTASI (PROSES) 3.4. Tahap Perangkingan Hazards Pada tahap ini dilakukan perangkingan terhadap hazards yang timbul di unit kerja yang diamati. Langkah awal dalam tahap ini adalah pemahaman mengenai aliran proses produksi yang terjadi di unit kerja tersebut, kemudian pengidentifikasian hazards dan langkah terakhir adalah perangkingan hazards dengan menggunakan pendekatan Risk Assessment. Penentuan rangking mengacu pada Tabel 2.4 berikut. B C D I 1 1 2 3 II 1 2 3 4 III 2 3 4 5 IV 3 4 5 5 Mishap severity : Kematian atau ketidakmampuan total yang permanen, kerugian sumber daya atau kerusakan lebih dari Rp.1.000.000.000,-. 2. Ketidakmampuan parsial yang permanen, ketidakmampuan total sementara yang lebih dari 3 bulan, kerugian sumber daya atau kerusakan antara Rp.200.000.000,- sampai Rp.1.000.000.000,-. 3. Kecelakaan dengan hilangnya hari kerja, kerugian sumber daya atau kerusakan antara Rp.10.000.000,- sampai Rp.200.000.000,-. 4. Pertolongan pertama atau perawatan medis sederhana. implementasi Dilakukan dengan memetakan hasil perhitungan tingkat implementasi program dan kategori kecelakan kerja ke dalam Tabel 2.3 berikut. Ada 6 level tingkat implementasi program. Level 1 menunjukkan tingkat tertinggi dan level 6 merupakan level terendah. TINGKAT KECELAKAAN Tabel 2.4 Risk Assesment Codes A. B. C. D. 1. 2. 3. 4. 5. Mishap probability : Mungkin terjadi dengan segera atau dalam jangka waktu yang singkat. Kemungkinan besar (probably) akan terjadi. Kemungkinan kecil (possibly) akan terjadi. Mungkin tidak terjadi. Definisi RAC : “imminent danger” : bahaya yang mengancam. “serious” : bahaya serius. “moderate” : bahaya sedang. “minor” : bahaya kecil. “negligible” : tidak perlu diperhatikan. 3.5. Simulasi Dengan Evacnet Evacnet merupakan software yang prototipenya dibuat oleh R.L.Francis dan C.R Nobel. Software ini merupakan suatu program komputer khusus yang digunakan untuk memodelkan dan menyelesaikan permasalahan evakuasi di sebuah gedung berdasarkan dynamic network. Tujuan dari pemodelan proses evakuasi dengan Evacnet adalah untuk mengetahui apakah proses evakuasi di sebuah gedung berjalan optimal atau tidak. Parameter optimal atau tidaknya sebuah proses evakuasi adalah tidak adanya korban pada proses evakuasi tersebut. Software Evacnet memerlukan suatu deskripsi sistem bangunan dalam bentuk struktur jaringan (network model) dari setiap ruangan gedung tersebut dan 4 jumlah penghuni yang ada dalam gedung saat proses evakuasi akan dilakukan (initial contents), serta kapasitas masing-masing ruangan dalam gedung tersebut. Prinsip dasar simulasi yang digunakan pada program evacnet adalah sebuah algoritma yang digunakan dalam menyelesaikan masalah program linier dengan struktur jaringan (network model). Pada perumusan model Evacnet, beberapa asumsi tertentu harus dibuat. Asumsi-asumsi tersebut adalah : a. Pemodelan Evacnet tidak memodelkan aspek perilaku dari penghuni gedung. Sehingga aspek perilaku yang berbeda-beda dari tiap penghuni gedung pada saat menghadapi bahaya kebakaran tidak dapat digambarkan. Yang dilakukan pada pemodelan ini adalah meminimalkan waktu proses evakuasi. b. Pemodelan Evacnet didasarkan pada sudut pandang secara global, bukan penggambaran secara individu. Jadi dalam pemodelan Evacnet analisis didasarkan atas kelompok kelompok penghuni gedung dalam satu ruangan. 3.5.1. Node Sebuah node dari network model menggambarkan komponen-komponen gedung yang ada. Bagian yang digambarkan pada umumnya sesuai dengan area tertentu misalnya ruang kerja, coridor dan lain-lain. Tujuan utama dalam penggambaran node adalah memisahkan bagian-bagian gedung yang dapat menggambarkan tempat dimana saja para penghuni gedung berada pada saat proses evakuasi. 3.5.2. Arc Dalam model struktur jaringan (network model), arcs merupakan penggambaran lintasan atau jalanjalan yang dapat dilalui atau yang menghubungkan antara 2 node. Arc adalah sebuah garis dalam network model yang pada ujung garis tersebut terdapat tanda panah sebagai arah lintasan yang dilalu Tabel 4.2 Tipe Bahaya Mekanis Mekanis Bahaya Kimia Bahaya Kimia Bahaya Kimia Bahaya Kimia Bahaya Lingkungan Kerja Bahaya Lingkungan Kerja Mekanis Bahaya Kimia Bahaya Kimia Bahaya Kimia Bahaya Kimia Bahaya Kimia Bahaya Kimia Bahaya Kimia Sumber Hazard Potential Hazard Nilai (S) Nilai (P) RAC Mesin Air Conditioner Meledak I B 2 Meledak I C 2 I C 2 I C 2 I C 2 I C 2 Ethil Oxide Gas Cyclo hexanon/ Metil Etil Keton Mudah terbakar Mudah terbakar Mudah terbakar Mudah terbakar Lingkungan kerja Tersengat listrik I C 2 Lingkungan kerja Arus Pendek I C 2 IV A 3 IV A 3 Sangat beracun II C 3 Menimbulkan iritasi II C 3 Korosif II C 3 III B 3 III B 3 III B 3 III B 3 II C 3 IV C 4 IV B 4 Alkohol Mesin Alkohol Ethil Oxide Gas Ethil Oxide Gas Ethil Oxide Gas Cyclo hexanon Metil Etil Keton Serbuk PVC Bahaya Ergonomi Manual Material Handling Bahaya Lingkungan Kerja Lingkungan kerja 4. Pengumpulan dan Pengolahan Data Mekanis Mesin 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data proses produksi di Pabrik ME 1, data penilaian tingkat implementasi program K3, data kecelakaan kerja sumber-sumber bahaya (hazards) yang timbul di unit tersebut. Bahaya Ergonomi Pencahayaan 4.1.1 Identifikasi Sumber Bahaya (hazards) Sumber-sumber bahaya yang timbul di unit tersebut dapat dilihat dalam Tabel 3.2 sebagai berikut : Suara mesin yang melebihi batas pendengaran >103 db Menimbulkan iritasi Menimbulkan iritasi Menimbulkan iritasi Terhirup oleh pekerja Back injury Tertimpa tumpukan barang di gudang Kecelakaan kerja Tingkat pencahayaan 4.1.2 Data Penilaian Tingkat Implementasi Program K3 Sebelum dilakukan penilaian tingkat implementasi, terlebih dahulu dilakukan penyusunan checklist penilaian tingkat implementasi program K3. Checklist dibuat dengan mengacu pada standar keselamatan dan kesehatan kerja dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996. Penilaian tingkat implementasi dilakukan dengan memberi 5 nilai 1-3, dimana dalam checklist yang lama penilaian dilakukan hanya dengan memberi tanda cek () pada kolom ”sesuai” atau ”tidak sesuai” sehingga tidak dapat diukur keberhasilan tingkat implementasi program K3. Kerangka umum penilaian dalam checklist yang disusun dalam penelitian ini meliputi 5 kategori yaitu : 1. Komitmen dan kebijakan. 2. Perencanaan. 3. Penerapan. 4. Pengukuran dan evaluasi. 5. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen. Hasil penilaian cheklist terdapat pada Tabel 4.1.4 Penentuan Level Tingkat Implementasi Program K3 Untuk menentukan level tingkat implementasi program K3, digunakan Tabel 2.2 Tabel Tingkat Implementasi – Kecelakaan. Telah ditentukan pada subbab sebelumnya bahwa tingkat implementasi program termasuk dalam kategori HIJAU dan tingkat kecelakaan kerja termasuk dalam kategori KUNING, maka dapat dipetakan pada Tabel 3.7 seperti di bawah ini. Tabel tersebut menunjukkan bahwa implementasi program K3 masih berada pada Level 2 (cukup aman). Tabel 3.7 Pemetaan Tingkat Implementasi – Kecelakaan TINGKAT IMPLEMENTASI 2,82 0,91 4.1.3. Data Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja yang terjadi selama tahun 2003 di unit Pupuk Fosfat I dapat dilihat dalam Tabel 3.1 sebagai berikut : Tanggal Kejadian Penjelasan Tentang Terjadinya Kecelakaan Luka/ Cidera Lost day HIJAU KUNING MERAH HIJAU Level 1 (Aman & Nyaman) Level 2 (Cukup Aman) Level 4 (Rawan) KUNING Level 2 (Cukup Aman) Level 3 (Hati-hati) Level 5 (Berbahaya) MERAH PENERAPAN PENGUKURAN DAN EVALUASI TINJAUAN ULANG DAN PENINGKATAN OLEH PIHAK MANAJEMEN 2,86 0,93 Tingkat 2,68 0,84 Implementasi 2,79 0,89 =0,91 (Kategori 2,92 0,96 Hijau) TINGKAT KECELAKAAN Kategori KOMITMEN DAN KEBIJAKAN PERENCANAAN Normalisasi Rata-rata Tabel Level 4 (Rawan) Level 5 (Berbahaya) Level 6 (Sangat Berbahaya) 4.1.5 Pemodelan Dengan Evacnet Pada tahap ini akan dilakukan pemodelan aplikasi software evacnet, sebelumnya akan dilakukan perhitungan Intial content, Node dan Arc dari gedung yang akan dimodelkan. Selain itu untuk memudahkan dibuatkan model jaringan statis dari gedung yang akan dimodelkan tersebut. 4.1.5.1 Penetuan Initial Content 20/03/06 Tangan operator tergulung mesin injeksi Kuku Ibu jari terluka pada ruas jari akhir. 5 hari Rp. 500.000 Kerugian Dampak Lingkungan Tidak ada Kuning Kategori Akhir 06/06/06 Tangan operator terjepit mesin molding Jari terluka dan kuku jari terkelupas. 2 hari Rp. 150.000 Tidak ada Kuning Initial Content disini adalah banyaknya penghuni pada tiap ruang di dalam gedung yang akan dimodelkan. Dari sini didapatkan bahwa jumlah penghuni yang ada pada gedun yang akan dimodelkan adalah sebanyak 74 orang 64 orang pada lantai 1 dan 10 orang pada lantai 2 4.1.5.2 Penetuan Nilai Atribut Node Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan nilai atribut node adalah sebagai berikut: 1. Menentukan luas efektif sebuah node atau yang dalam permodelan evakuasi disebut usable area (UA). 2. Menentukan level of service (LOS) dari tiap node berdasarkan tabel. Berdasarkan tabel 6 3. tersebut selanjutnya dapat ditentukan Average Pedestrian Area Occupancy (APAO) dari tiap node yang ditentukan. Menentukan kapasitas node/node capacity(NC). NC 4. UA ...........................(4.1) LOS dimana: NC = Node Capacity (people) UA = Usable Area (sq.ft) LOS = Level of Service Menentukan Initial Content (IC). IC dari node merupakan integer non negatif yang besarnya harus lebih kecil atau sama dengan node capacity. 4.1.5.3 Penetuan Nilai Atribut Arc Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan Level of Service dari walkway dan stairway. Dari langkah ini kemudian dapat ditentukan nilai Average Flow Volume (AFV) sesuai level yang telah ditentukan. 2. Menentukan Width Restriction (WR) yaitu suatu ukuran lebar yang membatasi pergerakan antar node 3. Menentukan nilai kapasitas dinamis/Dynamic Capacity (DC) arc DC WRxAFVx (1 / 60)sxtimeperiod..(4.2) 4. 5. DC = Dynamic Capacity (people/time periods) WR = Width Restriction (in) AFV = Average Flow Volume (people/ft-min) Time periods = periode waktu yang digunakan dalam permodelan Evacnett4 (1 time periods adalah 5 detik) Menentukan panjang lintasan (DIST) setiap arc/jarak antar node. Menentukan nilai Transversal Time (TT) TT DIST x60sxtimeperiods...........(4.3) AS dimana: TT = Transversal Time (time period) DIST = Distance (ft) AS = Average Speed (ft/min) 1.2.2.4 Output Evacnett4 Berdasarkan model jaringan evakuasi gedung rektorat yang telah dibuat, kemudian dapat dilakukan running model dengan hasil output waktu evakuasi selama 15 period atau sama dengan 75 detik dan jumlah penghuni yang tidak terselamatkan sebanyak 18 orang. Untuk mengetahui gambaran output dari Evacnet ini dapt dilihat pada gambar 4.2. Gambar 4.2 Tampilan Output Utama Evacnett4 5.1. Analisa Identifikasi dan Perangkingan Hazards Dari hasil identifikasi Hazard yang ada dapat dibagi dalm 3 kategori yaitu, kebakaran, penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja. Kebakaran mendapatkan rangking yang tinggi dengan nilai RAC 2 sedangkan penyakit akibat kerja mendapatkan rangking 3 dan 4. Dan Hazard untuk kecelakaan kerja mendapatkan nilai RAC 5. 5.2. Analisa Perhitungan Cheklist K3 Berdasarkan hasil dari pengolahan Cheklist yang diberikan kepada seorang safety engineer, seorang safety officer dan seorang anggota P2K3 di Pabrik Medical Equipment 1. Maka dapat diketahui bahwa nilai tingkat implementasinya sebesar 91%. Dengan demikian tingkat implementasi program K3 pada Pabrik Medical Equipment 1 berada pada level hijau, yang berarti bahwa pencapaian dari suatu indikator kinerja program K3 sudah tercapai. Dari kelima kategori yang diberikan hampir kesemuanya telah mencapai pada kategori hijau, hanya terdapat satu kategori yang berada pada kategori kuning yaitu pada kategori perencanaan. Jika dilihat lebih mendalam lagi terdapat perbedaan penilaian antara seorang pengonsep (dalam hal ini adalah safety oficer dan safety engineer) dengan orang yang langsung berada dilapangan (dalam hal ini adalah P2K3 di pabrik ME 1). Seperti yang diberikan pada Tabel 5.1 Tabel 5.1Rata-Rata Nilia Dai Tiap Penilai Cheklist Penilai Anggota P2K3 (petugas dilapangan) Nilai ratarata 2,55 Safety officer (pengonsep) 2,88 Safety engineer (pengonsep) 2,92 Nilai yang diberikan orang lapangan lebih kecil daripada pengonsep. Hal ini bisa dikatakan bahwa konsep program K3 yang telah dibuat belum 7 sepenuhnya diketahui dan dimengerti oleh semua elemen dalam perusahaan. Agar perbaikan kinerja tepat pada sasaran sehingga nilai pencapaian kategori tersebut bisa ditingkatkan, maka perlu dilihat lagi lebih detail subsubkategori apa saja yang masih berada dalam kategori kuning. Pada kategori perencanaan ini terdapat 8 subkategori yang ada tiga diantaranya masih berada dalam kategori kuning, yaitu Perencanaan Reduksi Bahaya, Penggunaan dan Perawatan Peralatan listrik, Peraturan perundangundangan dan persyaratan lain. Dimana nilai ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.2 Tabel 5.2. Nilai Pencapaian Pada Tiap-Tiap Subkategori Pada Kategoti Perncanaan. PERENCANAAN No NILAI Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan 1 0,88 Pengendalian resiko Perencanaan Reduksi 2 0,79 Bahaya Penanggulangan Bahaya Peledakan dan 3 1 Kebakaran Manajemen Evakuasi 4 0,89 Sumber Daya Penggunaan dan Perawatan Peralatan 5 0,64 listrik Peraturan perundangundangan dan 6 0,75 persyaratan lain Tujuan dan Sasaran 7 0,94 Indikator Kinerja 8 0,9 Dari subkategori-subkategori yang ada diatas, subkategori perencanaan reduksi bahaya, penggunaan dan perawatan peralatan listrik dan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain, yang mendapatkan nilai dengan kategori kuning. Secara garis besar kekurangan pada kategori ini disebabkan masih belum dijalankannya prosedur dengan maksimal dan belum dimengerti oleh masing-masing elemen perusahaan. Hal ini dapat diketahui juga berdasarkan pemberian nilai yang berbeda dari para penilai Cheklist ini. 5.3.Analisa Perhitungan Tingkat Kerugian Loss Rate. Analisa perhitungan tingkat kerugian ini berdasarkan pada tiga kriteria yang diperhitungkan yaitu kriteria tingkat keparahan, kerugian materiil dan dampak lingkungan. 5.3.1. Analisa Tingkat Keparahan Kecelakaan Berdasarkan data kecelakaan kerja pada Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi pada Pabrik ME 1 berada pada kategori kuning. Dari kecelakaan kerja yang terjadi kesemuanya disebakan oleh tindakan pekerja yang kurang baik. Pekerja tidak mematuhi prosedur dalam mengoperasikan mesin. Hal ini bisa disebabkan kurang tahunya pekerja terhadap prosedur yang ada dan juga kurang disiplinnya pekerja yang bekerja, tingkah laku pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri dalam bekerja juga menjadi sumber bahaya terjadinya kecelakaan. Secara umum penyebab utama kecelakaan kerja yang terjadi adalah karena unsafe acts yang dilakukan oleh operator dan juga unsafe condition. Jauhnya tombol pengamanan dan orang yang berada disekitarnya merupakan suatu kondisi yang tidak aman (unsafe condition) sehingga mengakibatkan kecelakaan kerja tersebut. Jauhnya tombol pengamanan membuat pekerja enggan untuk menggunakannya karena dianggap kurang efektif. Sedangkan jauhnya pekerja yang lain membuat pertolongan pertama yang dilakukan menjadi terlambat. Tindakan pekerja tidak mematikan mesin terlebih dahulu dan tidak menggunakan alat pelindung diri merupakan tindakan yang tidak aman bagi pekerja. 5.3.2 Analisa Kerugian Materiil Kategori penilaian kedua dalam menentukan level tingkat kerugian (loss rate) adalah tingkat kerugian materiil yang harus ditanggung oleh perusahaan karena telah terjadi kecelakaan kerja berada pada kategori hijau. Artinya kerugian material yang ditanggung oleh perusahaan di bawah Rp. 5.000.000,-. Hasil penilaian tersebut terkait dengan jumlah biaya kecelakaan yang dibayarkan kepada pekerja yang mengalami kecelakaan saat bekerja, seperti penanganan medis yang diberikan, dan kompensasi lain yang diberikan perusahaan kepada pekeja yang terluka. 5.3.3 Analisa Dampak Lingkungan Kategori terakhir dalam menentukan tingkat kerugian akibat kecelakaan kerja adalah timbul atau tidaknya dampak lingkungan akibat dari kecelakaan tersebut, dimana kategori pencapaiannya dalam kategori hijau. Hal ini dapat diartikan bahwa dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kecelakaan kerja yang terjadi tidak ada sama sekali, karena kecelakaan yang terjadi merupakan kecelakaan internal yang tidak melibatkan lingkungan luar. Kondisi lingkungan intenal yang terpengaruh adalah kondisi sistem produksi yang menjadi tidak teratur, namun jangka waktu pemulihan sistem poduksi ini tidak terlalu lama, karena pekerjaan yang hilang masih dapat ditangani oleh pekerja yang lain. dengan menegakkan disiplin dan kehati-hatian operator, serta pengawasan yang intensif oleh perusahaan. Maka 8 diharapkan kasus-kasus kecelakaan kerja yang terjadi dapat diminimalisasi 5.4 Analisa Output Evacnet Berdasarkan hasil runing model jaringan evakuasi Pabrik ME 1 yang telah dijalankan didapatkan, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan evakuasi dengan jumlah penghuni sebanyak 74 adalah 15 time period atau 75 detik (1,25 menit). Waktu ini telah memperhitungkan faktor kemacetan pada lintasan. Sedangkan waktu evakuasi dengan mengabaikan kemacetan dimana dalam hal ini kapasitas dinamis yang dimiliki arc diasumsikan tak berhingga adalah 9 time period atau 45 detik (0,75 menit). Perbandingan antara kedua waktu diatas disebut congestion factor. Diketahui bahwa nilai congestion factor dari model jaringan pabrik ME 1 ini adalah 1,5. Semakin kecil nilai congestion factor ini berarti jalur evakuasi (arc) yang tersedia semakin efektif dalam mengalirkan sejumlah orang dengan sedikit kemacetan. Dari hasil runing itu juga diketahui terdapat 18 orang yang tidak dapat diselamatkan. Ke-18 orang tersebut berasal dari node-node yang diperkihatkan pada tebel 5.3. diharapkan dapat menambah jumlah orang yang dapat keluar. Penentuan lebar pintu darurat didasarkan atas dimensi lebar bahu tubuh laki-laki. Berdasarkan Tabel antropometri (D15) dan menggunakan persentile 95% didapatkan kebutuhan lebar pintu darurat per orang adalah 0,466m dengan toleransi sebesar 0,3m. Karena diinginkan menggunakan pintu darurat yang dapat mengalirkan lebih dari 2 orang maka pintu daruratnya memiliki lebar (3x0,466)+0,3, maka pintu darurat memiliki lebar 1,698m. Dengan perubahan lebar pintu ini, maka nilai dynamic capacity nya juga berubah dan nilainya adalah sebagai berikut: Dipilih LOS pada kategori C AFV = 30 & AS = 70 WR = lebar pintu darurat – 0,3 = 1,698 m – 0,3 m = 1,398 m. DC = WR x AFVx (1/60)s x time periode = 1,398 x 30 x (1/60) x 5 = 3,5 ≈ 4 orang/time period. 5.5. Analisa Hasil Eksperimen Perbaikan Tabel 5.3 Jumlah Orang Yang Tidak Selamat Berdasarkan Node. Jumlah orang Node (ruang) tidak selamat 4 WP 9.1 (R.Sterilisasi) 10 WP 10.1 (R.Assembly) 1 WP 12.1 (Gudang sementara 1) 3 WP 13.1 (R.Assembly otomatis) Dari hasil tersebut dapat dijadikan pertimbangan untuk melakukan perbaikan. 5.5. Eksperimen Perbaikan. Berdasarkan output Evacnet menunjukkan bahwa dengan jumlah penghuni dan fasilitas darurat yang tersedia saat ini, ternyata masih ada pekerja yang tidak terselamatkan. Dari 74 orang yang ada terdapat 18 orang yang tidak terselamatkan. Orangorang yang tidak terselamatkan berada pada lantai 1 dengan tujuan pintu emrgency exit di Ruang Assembly, diantaranya 4 orang dari ruang sterilisasi, 10 orang dari ruang Assembly, 1 orang dari Gudang sementara dan 3 orang dari ruang assembly otomatis. Eksperimen Perbaikan yang bisa dilakukan adalah membuat rancangan ulang terhadap pintu darurat yang sudah ada, dimana lebar pintu darurat yang dirubah adalah pada pintu darurat di lantai 1 pada ruang assembly. Dimensi lebar pintu darurat berpengaruh terhadap kapasitas dinamis suatu arc. Berdasarkan data yang diperoleh, pintu darurat yang ada memiliki lebar 0,91 cm bisa dilewati oleh 1-2 orang. Dengan menambah lebar pintu darurat Jumlah orang yang ada 4 36 1 3 Gambar 5.1. Tampilan Output Utama Evacnet Hasil Eksperimen Perbaikan Tabel 5.4. Perbandingan Antara Hasil Evakuasi Baru Dan Lama Keterangan Lama Waktu Evakuasi (detik) Jumlah Orang Yang Tidak Dapat Dievakuasi Kondisi existing gedung 75 18 Pabrik ME 1 saat ini. Membuat pintu keluar 75 0 menjadi lebih lebar Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah orang yang tidak dapat dievakuasi menjadi 0, sedangkan waktu evakuasinya tetap 75 detik. Hal ini 9 dapat dianalisa dengan mengetahui jumlah orang yng keluar dari tiap pintu yang ada (DS). Berikut adalah Tabel yang memperlihatkan jumlah orang yang keluar dari tiap-tiap pintu keluar yang ada (DS). Tabel 5.7 merupakan hasil untuk skenario pertama atau untuk model evakuasi kondisi awal sebelum perbaikan, yang menunjukan banyaknya orang yang keluar dari masing-masing pintu keluar yang ada. Sedangkan untuk Tabel 5.8 merupakan hasil untuk skenario kedua atau untuk model evakuasi kondisi yang sudah mengalami eksperimen perbaikan berupa penambahan lebar pintu darurat, untuk pintu darurat di lantai 1 pada ruang assembly, yang menunjukan banyaknya orang yang keluar dari masing-masing pintu keluar yang ada 6. Kesimpulan 1. Tabel 5.5. Destination Allocation Model Lama (Kondisi Awal). Time Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 DS 1.1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DS 2.1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DS 3.1 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 DS 4.1 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 DS 5.1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DS 1.2 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Total 2. 4 0 2 2 2 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 3. Tabel 5.9. Destination Allocation Model Dengan Eksperimen Perbaikan. Time Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 DS 1.1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DS 2.1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DS 3.1 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2 2 2 2 2 2 DS 4.1 0 0 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 0 0 DS 5.1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 DS 1.2 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Total 4 0 4 4 4 5 5 7 7 7 7 7 7 3 3 3. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah : Dari hasil identifikasi bahaya didapatkan beberapa jenis bahaya, diantaranya : Bahaya Mekanis Bahaya Kimia Bahaya Ergonomis Bahaya Lingkungan Kerja Dengan potensi bahaya yang bisa terjadi : Bahaya Mekanis : kebakaran, terjepit, tuli Bahaya Kimia : kebakaran, iritasi, korosif, keracunan Bahaya Ergonomis : Back injury, tingkat pencahayaan yang terlalu tinggi. Bahaya Lingkungan Kerja : terpeleset, terjepit, tersengat listrik, arus pendek, tertimpa barang. Didapatkan area kerja yang beresiko tinggi pada ruang moulding dan ruang assembly. Dari perhitungan tingkat bahaya didapatkan : Nilai implementasi K3 berdasarkan pertanyaan yang ada pada Cheklist. Berada pada level hijau dengan nilai pencapaian 91%. Nilai Loss rate berdasarkan data kecelakaan. Berada pada level kuning. Ploting antara keduanya menghasilkan level 2 (cukup baik) Perhitungan dengan aplikasi software evacnet didapatkan bahwa dalam keadaan darurat, fasilitas emergency yang ada belum memadai untuk menyelamatkan pekerja dengan jumlah pekerja yang tidak terselamatkan adalah sebanyak 18 orang. Dengan memperlebar pintu darurat dapat mengurangi jumlah pekerja yang tidak terevakuasi. Rekomendasi pencegahan sumber bahaya secara umum adalah : Pemakaian APD secara rutin APD dapat berupa : earplug, masker, sarung tangan, sepatu bersol karet, dan lain-lain. Pengawasan lebih intensif terhadap semua operator di lantai produksi Program pelatihan K3 lebih sering dilakukan. Melakukan rotasi kerja. 6. Daftar Pustaka Asfahl, Ray.C. 1999. Industrial Safety and Health Management. Fourth Edition, New Jersey : Prentice-Hall,Inc. Dwi, Aris. 2005. Perencanaan & pengukuran program implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan perangkingan hazards dengan pendekatan risk assessment di PT,Lotus Indah Textile 10 Industries (studi kasus departemen spinning). Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, ITS Surabaya. Granjean, Etienne. 1992. Fitting The Task to The Man: an Ergonomic Approach. London: Taylor and Francis. Hammer, Willie. 1989. Occupational Safety Management and Engineering, Fourth Edition, New Jersey : Prentice-Hall,Inc. Kisko, T.M.; Francis, R.L.; Nobel, C.R. 1998. EVACNET4 USER'S GUIDE. University of Florida Muhajir, Mochammad. 2004. Analisis dan Evaluasi Fasilitas Darurat Sebuah Gedung ntuk Mengantisipasi Bahaya Kebakaran. Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri, ITS, Surabaya. Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Gunawidya, Jakarta P.K, Suma’mur. 1981. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan.. Jakarta: CV Haji Masagung. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.7:1964. Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja. Jakarta. 11