modul pembelajaran orang dewasa - media diklat

advertisement
MODUL
PEMBELAJARAN ORANG DEWASA
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL
PENGGERAK SWADAYA MASYARAKAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN,
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAN
INFORMASI
KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN
DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI
KATA PENGANTAR
Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) merupakan salah satu ujung tombak dari
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, yang tugas
kesehariannya melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang berkaitan dengan
penggerakkan swadaya masyarakat, penyuluhan, pelatihan dan pendampingan kepada
masyarakat.
Sebagai bekal dalam pelaksanakan tupoksi PSM agar lebih berkualitas dan tepat
sasaran diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan yang relevan, terarah, dan bermutu
dari instansi Pembina PSM, dalam hal ini adalah Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi,
yang dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Aparatur Sipil Negara,
sehingga diharapkan dalam keseharian tugasnya dapat dirasakan manfaatnya secara
langsung oleh masyarakat di daerah pedesaan, daerah tertinggal dan daerah transmigrasi
Pendidikan dan Pelatihan ini selanjutnya akan diselenggarakan dengan difasilitasi
oleh para Widyaiswara yang ada di Pusdiklat ASN, dengan diawali terlebih dahulu dengan
menyusun Modul
yang berkaitan dengan mata diklat yang disampaikan yaitu Modul
Pembelajaran Orang Dewasa
Modul mata diklat Pembelajaran Orang Dewasa untuk para PSM merupakan modul
yang disusun pada unit organisasi Pusdiklat Pegawai ASN yang relatif baru, sehingga dalam
penyusunannya masih dirasakan memerlukan banyak masukkan agar dapat lebih
sempurnya baik dalam isi maupun tatacara penulisannya.
Akhirnya, ucapan terimakasih disampaikan kepada para widyaiswara dan para nara
sumber yang telah berusaha menyusun dan menyempurnakan Modul Diklat Pembelajaran
Orang Dewasa pada waktunya, dan diharapkan juga dapat berguna bagi para pihak yang
memerlukan Modul ini untuk peningkatan kapasitas Para Penggerak Swadaya Masyarakat
di unit kerja masing-masing, baik di pusat maupun daerah.
Jakarta,
Nopember 2015
Kepala Pusat
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I.
..............................................................
....................................................
.............................................................
PENDAHULUAN ......................................................................
A. Latar Belakang ...............................................
B. Deskripsi Singkat
.....................................
C. Manfaat Modul Bagi Peserta ...........................
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
........................
2. Indikator Keberhasilan
........................
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
F. Rangkuman
G. Latihan.
II.
III
IV.
PENGERTIAN DAN FILOSOFI PENDIDIKAN ORANG DEWASA
A.
Pengertian Pendidikan Orang Dewasa
B.
Filosofi Pendidikan Orang Dewasa
C.
D.
Rangkuman
Latihan
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A.
Asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran
B.
Jenis Pendidikan Orang Dewasa
C.
Sikap Pendidik/Pembimbing Orang Dewasa
D.
Misi Pendidik Orang Dewasa
E.
Rangkuman
F.
Latihan
KARAKTERISTIK DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN
ORANG DEWASA
A.
B.
C.
Karakteristik Belajar Orang Dewasa
Implikasi Asumsi Dasar Terhadap Pendidikan Orang Dewasa
Rangkuman
D.
V.
Latihan
MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA
A.
Model Pembelajaran Orang Dewasa
B.
Strategi Pembelajaran Orang Dewasa
C.
D.
Rangkuman
Latihan
VI.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN
.................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman,
pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup
secara mandiri. Orang dewasa terus berusaha meningkatkan pengalaman
hidupnya agar lebih matang dalam melakukan untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang
dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan
keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam
perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada
pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri.
Dengan demikian keikutsertaan orang dewasa dalam belajar memberikan
dampak positif dalam melakukan perubahan hidup kearah yang lebih baik.
Pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan
pengetahuan saja, namun harus dibekali dengan rasa percaya yang kuat dalam
dirinya sehingga apa yang akan dilakukan dapat dijalankan dengan baik.
Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang
dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bangus akan tetapi
orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Dengan belajar orang
dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga
belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalam hidup tidak
hanya pada pencarian ijazah saja. Pengalaman merupakan sumber terkaya
dalam pembelajaran sehingga orang dewasa semakin kaya akan pengalaman
dan termotifasi untuk melakukan upaya peningkatan hidup. Sifat belajar orang
dewasa bersifat subyektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa
untuk semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa
yang menjadi harapan dapat tercapai.
Konsep diri orang dewasa tidak lagi bergantung pada orang lain,
sehingga memiliki kemampuan dan pengalaman secara mandiri dalam
pengambilan keputusan. Implikasi dari konsep diri ini, maka dalam pembelajaran
1
hendaknya didesain: 1) iklim belajar yang diciptakan sesuai dengan kebutuhan
dan karakteristik warga belajar melalui kerjasama dalam pembelajaran, Suasana
belajar memungkinkan orang dewasa untuk leluasa bergerak dan berinisiatif
dalam belajar. 2) warga belajar ikut dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan
belajar yang akan dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, 3) Kegiatan
pembelajaran dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif warga belajar, 4)
Evaluasi pembelajaran dilakukan lebih banyak menggunakan evaluasi diri.
Untuk itu seorang Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang
mempunyai tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang
masyarakat perlu memahami apa dan bagaimana pembelajaran orang dewasa,
karakteristik orang dewasa dan implikasinya serta bagaimana menerapkan
strategi yang tepat dalam pembelajaran orang dewasa.
B. Deskripsi Singkat
Modul ini disusun menggunakan pendekatan praktis aplikatif, walaupun
menggunakan berbagai landasan teoritis tetapi disertai contoh penerapan. Halhal yang dibahas dalam modul ini adalah pendidikan orang dewasa, meliputi
pengertian, asumsi belajar dan pembelajaran, jenis, sikap pendidik/pembimbing
dan misi pendidikan orang dewasa; Karakteristik dan implikasinya pada
pembelajaran orang dewasa; serta Model dan strategi pembelajaran orang
dewasa.
C. Manfaat Modul Bagi Peserta
Mata diklat ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi Penggerak
Swadaya Masyarakat dalam mempersiapkan diri menghadapi orang dewasa
dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan
pengembang masyarakat.
2
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah selesai pembelajaran mata diklat ini peserta diharapkan mampu
menerapkan Model dan strategi pembelajaran orang dewasa.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini peserta diharapkan dapat:
a. menjelaskan konsep pendidikan orang dewasa;
b. menemukenali Karakteristik dan Implikasinya pada Pembelajaran Orang
Dewasa;
c. menerapkan Model dan Strategi Pembelajaran Orang Dewasa;
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
1. Konsep Pendidikan Orang Dewasa
a. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa
b. Asumsi mengenai Belajar dan Pembelajaran
c. Jenis Pendidikan Orang Dewasa
d. Sikap Pendidik Orang Dewasa
e. Misi Pendidik Orang Dewasa
2. Karakteristik dan Implikasinya pada Pembelajaran Orang Dewasa
a. Karakteristik Belajar Orang Dewasa
b. Implikasi Asumsi dasar terhadap Pendidikan Orang Dewasa
3. Model dan Strategi Pembelajaran Orang Dewasa
a. Model Pembelajaran Orang Dewasa
b. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa
F. Rangkuman
Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman,
pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup
secara mandiri. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang
dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan
3
keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam
perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada
pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri.
Untuk itu seorang Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang mempunyai
tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat perlu
memahami apa dan bagaimana
pembelajaran orang dewasa, karakteristik
orang dewasa dan implikasinya serta bagaimana menerapkan strategi yang
tepat dalam pembelajaran orang dewasa.
G. Latihan
1. Sebutkan deskripsi singkat Pembelajaran Orang Dewasa
2. Apakah manfaat Pembelajaran Orang Dewasa
3. Apakah tujuan Pembelajaran Orang Dewasa.
4. Sebutkan Materi dan Sub Materi Pokok
4
BAB II
PENGERTIAN DAN FILOSOFI PENDIDIKAN ORANG DEWASA
Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat
menjelaskan pengertian pendidikan orang dewasa, filosofi pendidikan orang
dewasa, dan mengaplikasikan filosofi pendidik orang dewasa dalam
perencanaan pembelajaran orang dewasa
A. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa
Sebelum membahas pengertian pendidikan orang dewasa, perlu kiranya
dijelaskan istilah pendidikan dan orang dewasa. Pendidikan merupakan proses
belajar sepanjang hayat. Belajar tidak hanya melalui pengalihan pengetahuan
dari pengajar, tetapi belajar juga dari pengalaman. Confusius menekankan
pentingnya arti belajar dari pengalaman ketika ia menyatakan : “saya dengar
dan saya lupa, saya lihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya paham”.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemahaman dan pengetahuan secara
langsung memang berkaitan dengan kehidupan dan pengalaman keseharian.
Selain itu belajar adalah proses berulang tanpa henti untuk mengatasi berbagai
konflik sosial. Masalah sosial yang kita hadapi seperti tindak kejahatan,
kemiskinan dan masalah-masalah lain yang lebih banyak dan lebih serius
dibandingkan pada masa kanak-kanak. Dengan demikian terdapat kebutuhan
yang lebih besar untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui proses
pendidikan. Proses pendidkan itu sendiri merupakan pemahaman tentang
bagaimana caranya belajar.
Pendidikan pada masa lalu umumnya disejajarkan dengan anak usia
sekolah dengan lembaganya yaitu sekolah. Masyarakat dan para pendidik pada
masa itu menganggap sepele menenai pendidikan orang dewasa (adult
education). Tetapi dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, baik
sosial maupun ekonomi ikut mempengaruhi bidang pendidikan. Banyak orang
beranggapan
bahwa
tujuan
pendidikan
hanya
merupakan
transformasi
pengetahuan, seperti dilaporkan oleh komisi perkembangan pendidikan
internasional sebagai berikut:
5
“Cukup lama orang beranggapan bahwa tujuan pendidikan merupakan
penyiapan secara stereotip berbagai fungsi di dalam kehidupan seseorang dan
untuk menyiapkan seseorang mendapatkan suatu pekerjaan. Pendidikan dimulai
sejak usia dini meliputi seperangkat intelektual dan perlengkapan berbagai cara
atau teknik untuk mendapatkan pengetahuan. Pandangan tentang pendidikan
secara tradisional tersebut dianggap tidak realistik”.
Arti Pendidikan secara luas adalah “suatu usaha yang sistematik dan
berkelanjutan untuk transmisi, membangkitkan dan memperoleh pengetahuan,
sikap, nilai-nilai/norma-norma, keterampilan sebaik mungkin setelah seseorang
mendapatkan suatu pendidikan. Disini terlihat bahwa pendidikan untuk orang
dewasa dan anak-anak yang dilaksanakan pada saat ini terjadi dari berbagai
situasi melalui berbagai kegiatan. Sekolah dan lembaga sejenisnya bukanlah
satu-satunya yang berhaak untuk mendidik. Masih banyak tempat dan institusi
lain seperti keluarga, masjid, gereja, kuil, tempat-tempat kerja, media massa,
perpustakaan dan masih banyak institusi lain berperan sebagai tempat
pendidikan bagi semua lapisan masyarakat baik untuk anak, pemuda maupun
orang tua. Pendidikan semestinya berada di semua institusi dan saling
berinteraksi untuk membantu individu meningkatkan diri selama perjalanan
hidupnya.
Para tokoh pendidikan pendidikan mengakui adanya konsep belajar
sepanjang
hayat.
Artinya
bahwa
pendidikan
merupakan
proses
yang
berkelanjutan dari satu bentuk ke bentuk lain melalui kehidupan. Untuk itu
pendidikan harus dapat mengakomodasi kebutuhan individu pada tingkat yang
berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan individu. Pendidikan secara
integral merupakan bagian dari kehidupan manusia dan dilaksanakan pada
seluruh institusi dari suatu masyarakat. Konsep belajar sepanjang hayat yang
telah bergulir ini mengharuskan restrukturisasi desain, yaitu tentang implikasi
sistem pendidikan secara revolusioner melalui pendidikan orang dewasa.
Selama ini konsep pendidikan sepanjang hayat secara konvensional
hanya terbatas pada usia sekolah dan dilaksanakan di sekolah atau lembaga
kependidikan yang mempersiapkan anak untuk mencapai kedewasaan. Padahal
kondisi masyarakat memerlukan implikasi pendidikan sesuai dengan kebutuhan
6
orang dewasa terutama bagi mereka yang tidak lagi mengikuti pendidikan di
lembaga persekolahan. Implikasi sistem pendidikan formal/sekolah perlu
diadakan reorganisasi sehingga secara fleksibel mampu mengakomodasi pilihan
individu yang akan melanjutkan pendidikan sesuai dengan kompetensi yang
dibutuhkan.
Banyak individu yang bertugas sebagai pendidik untuk orang dewasa.
Mereka adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab untuk membantu
orang dewasa dalam belajar. Mereka itu adalah:
1. Ratusan ribu pemimpin yang memerlukan pendidikan kepemimpinan, baik di
masyarakat maupun berbagai instansi
2. Puluhan ribu pelaksana eksekutif, seperti latihan para staf, supervisor,
pelaksana dalam perdagangan, industri, pemerintahan dan agenda sosial
3. Ribuan guru, administrator sekolah, kepala sekolah di berbagai institusi
serta pendidik di masyarakat, di tempat-tempat kursus, universitas serta
para pustakawan termasuk para pengajar di diklat instansi pemerintah.
4. Ratusan program direktur, sekretaris, editor, dan para staf di bidang media
massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi.
Mereka pada umumnya munyadari bahwa perlu penampilan yang sesuai
dengan seorang yang bergerak di bidang pendidikan orang dewasa. Hal ini
diperlukan agar mereka berpenampilan lebih baik.
Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk meyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di
masa yang akan datang (UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 1). Usaha
sadar dimaksudkan dengan adanya kegiatan perencanaan yang sistematis,
penyelenggaraan yang terkoordinir, dan berjalan sesuai dengan perencanaan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian lain bahwa
penyelengaraan pendidikan orang dewasa tidak bersifat asal-asalan, dan tidak
jelas arah yang akan dicapainya, tetapi justru diselenggarakan dengan
mempertimbangkan kondisi tujuan yang akan dicapai, karakteristik bahan
belajar, karakteristik orang dewasa, serta sarana penunjang penyelenggaraan
kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat dicapai secara tepat.
7
Istilah dewasa mempunyai pengertian yang banyak. Menurut Knowles,
orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dari segi
sosial, dan psikologis. Dari segi biologis, seseorang dikatakan telah dewasa
apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial seseorang disebut
dewasa apabila ia mampu melakukan peran-peran sosial yang biasanya
diperankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan
dewasa apabila ia telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan
keputusan yang diambil. Dengan demikian orang dewasa diartikan orang yang
telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial, dan psikologis dalam
segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan.
Ditinjau dari segi umur, bahawa yang disebut dewasa itu dimulai sejak
menginjak usia 21 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang
menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Menurut Hurlock, bahwa dewasa
ditujukan pada usia 21 tahun untuk awa masa dewasa, dan sering pula dihitung
sejak 7 atau 8 tahun setelah seseorang mencapai kematangan seksual atau
sejak masa pubertas. Lebih lanjut Havighust membagi masa dewasa menjadi
tiga fase, yaitu masa dewasa awal 18 – 30 tahun, masa dewasa pertengahan 30
– 55 tahun, dan masa dewasa akhir 55 tahun lebih.
1. Dari pengertian-pengertian di atas, pendidikan orang dewasa dapat diartikan
sebagai pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa
atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah menikah dan memiliki
kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam kehidupannya.
2. Menurut ahli Behaviorisme, pendidikan orang dewasa diartikan perubahan
tingkah laku orang dewasa yang diakibatkan oleh situasi pendidikan
tertentu.
3. Ahli Humanisme mempunyai pandangan bahwa pendidikan orang dewasa
ditujukan kepada usaha untuk membimbing dan mengarahkan pertumbuhan
dan perkembangan yang terjadi pada diri orang dewasa.
4. Menurut UNESCO (1976) pendidikan orang dewasa merupakan seluruh
proses pendidikan yang terorganisir di luar sekolah dengan berbagai bahan
belajar, tingkatan, dan metode, baik bersifat resmi maupun tidak, meliputi
upaya kelanjutan atau perbaikan pendidikan yang diperoleh dari sekolah,
8
akademik, universitas, atau magang. Pendidikan tersebut diperuntukan bagi
orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat
mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan
kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara
baru, serta mengubah sikap dan perilakunya. Tujuannya ialah agar orang
dewasa mengembangkan pribadi secara optimal dan berpartisipasi secara
seimbang dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya yang terus
berkembang.
Konsep
pendidikan
orang
dewasa
ini
telah
dirumuskan
dan
diorganisasikan secara sistematis sejak tahun 1920. Pendidikan dewasa adalah
suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara
berkelanjutan sepanjang hidup. Bagi orang dewasa belajar berhubungan
dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari
jawabannya (Pannen dalam Supriantono, 2008)
Orang dewasa sebagai peserta didik sangat unik dan berbeda dengan
anak usia dini dan anak remaja. Proses pembelajaran orang dewasa akan
berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai dan materi ajar sangat
dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi
dirinya. Permasalahan perilaku yang sering timbul dalam program pendidikan
orang dewasa yaitu mendapat hal baru, timbul ketidaksesuaian (bosan), teori
yang muluk (sulit dipraktikkan), resep/petunjuk baru (mandiri), tidak spesifik dan
sulit menerima perubahan (Yusnadi, 2004).
Malcolm S. Knowles semula mendefinisikan andragogi sebagai ”seni
dan ilmu membantu orang dewasa belajar”. Namun dalam perkembangan
berikutnya, setelah Knowles melihat banyak guru yang menerapkan konsep
andragogi pada pendidikan anak-anak muda dan menemukan bahwa dalam
situasi tertentu memberikan hasil lebih baik, kemudia Knowles menyatakan
bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi lain mengenai pelajar
yang dapat digunakan disamping model asumsi paedagogi. Ia juga menyatakan
bahwa model-model itu (paedagogi dan andragogi) mungkin paling berguna
apabila tidak dilihat sebagai dikotomi, tapi sebagai dua ujung dari suatu
9
spektrum, atau terletak pada suatu garis (kontinum), dimana suatu situasi
berbeda di antara dua ujung tersebut.
Andragogi (Andragogy) berasal dari kata Yunani ”andr” atau ”aner” yang
berarti orang dewasa, dan agogi (agogy) yang juga berasal dari kata Yunani
”agogus”
berarti
”memimpin/membimbing”.
Agogi
berarti
”aktivitas
memimpin/membimbing” atau ”seni dan ilmu mempengaruhi orang lain”.
Paedagogi (Pedagogy) berasal dari kata Yunani ”paid” (berarti anak) dan
”agogus” (berarti ”memimpin”). Paedagogi berarti ”seni dan ilmu mengajar anakanak”.
B. Filosofi Pendidikan Orang Dewasa
Robert salah seorang tokoh pendidikan orang dewasa menjelaskan
bahwa selama ini ia memperhatikan dan peduli terhadap berbagai masalah
orang dewasa yang perlu dipecahkan dengan penuh kebebasan dan sesuai
dengan pengakuan suatu masyarakat. Selain itu, ia memandang semua
manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi sebagai
warga negara yang baik
Berbicara mengenai filosofi pendidikan, Bergevin mengemukakan bahwa
filosofi pendidikan orang dewasa memiliki tinjauan dan implikasi bervariasi,
adanya nilai dasar yang dapat diterima secara umum, memiliki pandangan yang
integratif, ide, sikap, dan praktek yang jelas.
Apps penulis buku “Towords a Working Philosophy of Adult Education”
mengemukakan tentang filosofi pendidikan orang dewasa sebagai berikut:
1. Para peserta diklat memerlukan fondasi untuk melihat keterkaitan dengan
masalah-masalah pendidikan
2. Para pendidik dalam hal ini fasilitator perlu dilengkapi dengan pendekatan
yang mendasar tentang realita yang dihadapi seperti siapa orang yang
dihadapi, apa yang dimaksud dengan mendidik, serta membuka tabir yang
lebih dalam dan luas tentang arti dari kehidupan individu melalui pendidikan
orang dewasa.
Filosofi pada dasarnya lebih reflektif dan sistematik dalam memandang suatu
isu. Filosofi memunculkan pertanyaan-pertanyaan: apa yang kita kerjakan,
10
mengapa kita mengerjakannya dan berbagai pertanyaan sekitar permasalahan
individu, kemudian dilanjutkan untuk melihat fenomena dalam menjawab
berbagai pertanyaan yang mendasar tersebut. Jadi, kaitan antara filosofi dengan
tindakan ialah bahwa filosofi mengilhami suatu tindakan dan memberi arah serta
bimbingan dalam melangkah. Kekuatan filosofi meletakkan dasar kemampuan
individu untuk mengetahui sesuatu dengan lebih baik dan mengapresiasikan
dalam kegiatan sehari-hari.
C. Rangkuman Materi
Perlu dipamahami mengenai istilah pendidikan dan orang dewasa.
Pertama pendidikan merupakan proses belajar sepanjang hayat. Belajar tidak
hanya melalui pengalihan pengetahuan dari pengajar, tetapi belajar juga dari
pengalaman.
Selanjutnya 0rang dewasa diartikan orang yang telah memiliki kematangan
fungsi-fungsi biologis, sosial, dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan,
tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan.
Pengertian tentang filosofi pendidikan, Bergevin mengemukakan bahwa
filosofi pendidikan orang dewasa memiliki tinjauan dan implikasi bervariasi,
adanya nilai dasar yang dapat diterima secara umum, memiliki pandangan yang
integratif, ide, sikap, dan praktek yang jelas.
D. Latihan
1. Apakah pengertian pendidikan dan pengertian tentang orang dewasa ?
2. Apakah pengertian pendidikan orang dewasa?
3. Sebutkan secara ringkas filosofi pendidikan orang dewasa
11
BAB III
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A.
Asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran
Menurut Knowles, pendekatan yang bersifat andragogi dalam proses belajar
mengajar, didasarkan kepada tiga tambahan asumsi sebagai berikut:
1. Adults can learn (Orang dewasa dapat belajar)
Semula ada anggapan yang didasarkan pada laporan Thorndike yang
menyatakan bahwa kemampuan untuk belajar seseorang menurun secara
perlahan sesudah umur 20 tahun. Tetapi hasil studi yang dikemukakan
oleh Irving Lorge menyatakan bahwa menurunnya itu hanya dalam
kecepatan belajarnya dan bukan dalam kekuatan inteleknya.
Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa dasar kemampuan
untuk belajar masih tetap ada sepanjang hidup orang tersebut, dan oleh
karena itu apabila sesorang tidak menamplikan kemampuan belajar yang
sebenarnya, hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti orang
tersebut sudah lama meninggalkan cara belajar yang sistematik atau
karena adanya perubahan-perubahan faktor fisiologik seperti menurunnya
pendengaran, penglihatan dan tenaganya.
2. Learning is an internal process (Belajar adalah suatu proses dari
dalam)
Ada pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan sebagai
informasi yang ditransmisikan dan melihat belajar sebagai suatu proses
intelektual dalam menyimpan fakta-fakta. Asumsi yang tersembunyi dari
pandangan ini adalah bahwa belajar dipandang sebagai proses yang
bersifat ekstrenal, dalam arti peserta didik terutama ditentukan oleh
kekuatan-kakuatan dari luar. Seperti guru yang terampil dan bahan bacaan
yang bagus.
Pandangan di atas tidak seluruhnya benar. Pandangan baru
menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dari dalam yang
dikontrol langsung oleh peserta sendiri serta melibatkan dirinya, termasuk
fungsi intelek, emosi dan fisiknya. Belajar secara psikologis dipandang
sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan dan tujuan. Ini berarti peserta
12
merasakan adanya kebutuhan untuk melihat tujuan pribadi akan dapat
tercapai dengan bantuan belajar.
Implikasi dari belajar mengajar orang dewasa dengan melihat belajar
jadi proses dari dalam adalah metode atau teknik belajar yang melibatkan
peserta secara mendalam akan menghasilkan belajar yang paling kuat.
Prinsip pelibatan peserta secara aktif (partisipatif) dalam proses belajar
merupakan inti dalam proses andragogik.
3. Conditions of learning and principles of teaching (Kondisi-kondisi
belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran)
Ada beberapa kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang perlu
dianut dalam proses pembelajaran yang bersifat andragogik.
Kondisi belajar dan prinsip pembelajaran tersebut oleh Knowles dalam
tabel berikut:
KONDISI-KONDISI BELAJAR
Peserta merasakan
untuk belajar.
PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
kebutuhan 1. Fasilitator memperlihatkan kepada
peserta kemungkinan-kemungkinan
baru untuk pemenuhan kebutuhan
diri.
2. Fasilitator membantu setiap peserta
untuk meperjelas aspirasinya untuk
peningkatan diri.
3. Fasilitator
membantu
peserta
mendiagnosa
jarak
antara
aspirasinya
dengan
tingkat
penampilan sekarang.
4. Fasilitator
membantu
peserta
mengidentifikasi masalah-masalah
kehidupan yang mjereka alami
karena
kekurangan-kekurangan
dalam
kelengkapan-kelengkapan
pribadi mereka.
13
KONDISI-KONDISI BELAJAR
PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
Lingkungan belajar ditandai oleh 5. fasilitator menyiapkan kondisi fisik
keadaan
fisik
yang
yang nyaman (seperti tempat
menyenangkan, saling percaya
duduk,tempat
merokok,
suhu,
dan
menghormati,
saling
ventilasi, pencahayaan, dekorasi),
membantu,
kebebasan
dan kondusif untuk interaksi
mengemukakan pendapat dan
(sebaiknya tidak seorangpun duudk
penerimaan adanya perbedaan.
di belakang orang lain).
6. Fasilitator
memandang
bahwa
setiap peserta sebagai pribadi yang
dihargai
dan
menghormati
perasaan
dan
gagasangagasannya.
7. Fasilitator berusaha membangun
hubungan saling percaya dan
membantu diantara peserta dengan
mengembangkan kegiatan-kegiatan
kerja sama.
8. Fasilitator menyatakan perasaanperasaannya dan menyumbangkan
sumber pengetahuannya selaku
sejawat peserta dalam semangat
saling belajar.
Peserta
memandang
tujuan- 9. Fasilitator
melibatkan
peserta
tujuan suatu pengalaman belajar
dalam suatu proses merumuskan
sebagai tujuan mereka sendiri.
tujuan belajar dimana kebutuhan
peserta, lembaga, pengajar dan
masyarakat dipertimbangkan.
Peserta dapat menyetujui untuk 10. Fasilitator ikut urun pemikirannya
saling urun tanggung jawab dalam
dalam merancang pengalamanmerencanakan dan melaksanakan
pengalaman belajar dan pemilihan
suatu pengalaman belajar dan
bahan-bahan dan metode, serta
karenanya
dan
memiliki
melibatkan
peserta
dalam
keterkaitan terhadapanya.
menentukan
dalam
setiap
keputusan bersama-sama.
14
KONDISI-KONDISI BELAJAR
PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN
Peserta berpartisipasi secara aktif 11. Fasilitator
membantu
peserta
dalam proses belajar.
mengorganisir diri (misal kelompok
proyek, tim belajar mengajar dan
lain-lain) untuk urun tanggung
jawab
dalam
proses
belajar
bersama.
Proses belajar dikaitkan dan 12. Fasilitator
membantu
peserta
menggunakan pengalaman mereka
memanfaatkan
pengalaman
sendiri sebagai sumber belajar
peserta.
melalui pengunaan teknik-teknik
seperti diskusi, bermain peran,
kasus dan sejenisnya.
13. Fasilitator mengaitkan penyajian
dari bahan pengetahuan dari dirinya
terhadap
tingkat
pengalaman
peserta.
14. Fasilitator membantu peserta untuk
mengaplikasikan kegiatan belajar
barunya pada pengalaman mereka,
dengan demikian membuat belajar
lebih bermakna dan terpadu.
Peserta
merasakan
adanya 15. Fasilitator
melibatkan
peserta
dalam mengembangkan kriteria dan
kemajuan kearah tujuan-tujuan
metode untuk mengukur kemajuanmereka
kemajuan terhadap tujuan belajar.
16. Fasilitator
membantu
peserta
mengembangkan
dan
mengaplikasikan prosedur untuk
mengevaluasi
diri
sendiri
berdasarkan kriteria itu.
B. Jenis Pendidikan Orang Dewasa
1. Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education), yang mempelajari
pengetahuan dan keterampilan lanjutan sesuai dengan perkembangan
kebutuhan belajar pada diri orang dewasa. Pendidikan berkelanjutan ini
ditujukan pada kegiatan untuk meperbaiki dan meningkatkan kemampuan
15
pengetahuan, dan keterampilan serta profesi, sehingga dapat dijadikan
fasilitas dalam peningkatan diri dan produktivitas kerja. Misalnya Pelatihanpelatihan, Penataran, dan Lokakarya.
2. Pendidikan Perbaikan (Corrective Education), adalah kesempatan belajar
yang disajikan bagi orang dewasa yang mulai memasuki usia tua dengan
tujuan agar mereka dapat mengisi kekurangan pendidikannya yang tidak
sempat diperoleh pada usia muda. Misalnya: Kursus-kursus pengetahuan
dasar termasuk pemberantasan tuna aksara, latihan berorganisasi, dan
keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan usaha.
3. Pendidikan Populer (Popular Education), adalah kesempatan belajar
yang disediakan bagi orang dewasa dan orang tua dengan tujan agar
mereka dapat mengenal perubahan dan variasi dalam kehhidupan seharihari. Misalnya pergaulan dengan orang lain, rekreasi, dan pendidikan yang
berkaitan dengan kepuasan hidup.
4. Pendidikan Kader, adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan pada
umumnya oleh lembaga, organisasi atau perkumpulan yang giat dibidang
politik, ekonomi, kepemudaan, kesehatan, dll. Tujuannya untuk membina
dan meningkatkan kemampuan kelompok tertentu yaitu kader, demi
kepentingan, misi lembaga yang bersangkutan di masyarakat.
5. Pendidikan Kehidupan Keluarga (Family Life Education), suatu cabang
pendidikan orang dewasa yang kegiatannya berkaitan secara khusus
dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan kegiatan kehidupan keluarga.
Tujuannya ialah memperluas dan memperkaya pengalaman anggota
keluarga untuk berpartisipasi dengan terampil dalam kehidupan keluarga
sebagai satu kesatuan kelompok. Misalnya: Hubungan dalam keluarga;
pemeliharaan anak; kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat; dan
pendidikan sek.
C. Sikap Pendidik/Pembimbing Orang Dewasa
Menurut William P. Golden Jr.:
1. Empathy: merasakan apa yang dirasakan peserta, melihat situasi sebagai
mana mereka melihatnya., berada dan bersatu dengan peserta.
16
2. Kewajaran: bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus tarang, konsisten,
terbuka.
3. Respek:
mempunyai
pandangan
positif
terhadap
peserta,
mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian; menerima orang
lain dengana penghargaan penuh; menghargai perasaan, pengalaman, dan
kemampuan mereka.
4. Komitmen dan Kehadiran: menghadirkan diri secara penuh; siap menyertai
kelompok dalam segala keadaan.
5. Mengakui Kehadiran Orang Lain : tidak menonjolkan diri, mengakui adanya
orang lain,
6. Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain, dan secara aktif
mengungkapkan diri kepada orang lain, mengenalkan diri kepada kelompok.
Sikap pembimbing dewasa yang dipandang sesuai dengan karakteristik
orang Indonesia (Lunandi, 1993 : 19) yaitu :
1. Tidak menggurui: sikap menggurui dapat dirasakan oleh peserta sebagai
meremehkan. Misalnya ucapan ”Anda salah, mestinya begini”.
2. Tidak menjadi ahli, tidak terpancing untuk menjawab semua pertanyaan.
3. Tidak memutus bicara.
Jika ada pertanyaan yang bertele-tele, pembimbing bisa mengatakan
”Kawan-kawan sudah ingin mengetahui inti pertanyaan anda”
4. Tidak berdebat.
5. Tidak deskriminatif.
6. Variasi (kegiatan tidak menonton).
7. Pandangan (menyeluruh).
8. Tangan (jangan tolak pinggang, jangan dimasukkan dalam saku celana, dll).
9. Langkah (tidak mondar-mandir).
10. Senyum (merupakan tanda kemarahan dan keakraban dengan peserta).
11. Pakaian (rapi, tidak jauh berbeda dengan peserta).
D. Misi Pendidik Orang Dewasa
Menurut
Knowles
setidaknya
tiga
misi
pendidik
orang
dewasa
sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan dan tujuan :
17
1. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan individual
2. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan lembaga
3. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan masyarakat
E. Rangkuman
Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang
ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas,
atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan
tertentu dalam kehidupannya
Orang dewasa sebagai peserta didik sangat unik dan berbeda dengan
anak usia dini dan anak remaja. Proses pembelajaran orang dewasa akan
berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai dan materi ajar sangat
dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi
dirinya.
Terdapat 3 (tiga) asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran yang umum
disampaikan yaitu : (1) Adults can learn (Orang dewasa dapat belajar); (2)
Learning is an internal process (Belajar adalah suatu proses dari dalam); (3)
Conditions of learning and principles of teaching (Kondisi-kondisi belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran)
Berbagai jenis pendidikan orang dewasa yang perlu diketahui oleh para
Penggerak Swadaya Masyarakat yaitu : (1) Pendidikan Berkelanjutan
(Continuing Education); (2) Pendidikan Perbaikan (Corrective Education); (3)
Pendidikan Populer (Popular Education); (4) Pendidikan Kader; dan (4)
Pendidikan Kehidupan Keluarga (Family Life Education)
Selain itu para PSM dalam memberikan tugas dan fungsinya sebagai
pendidik /pembimbing harus memiliki sikap sebagai berikut : (1) Empathy: (2)
Kewajaran: (3) Respek; (4) Komitmen dan Kehadiran: (5) Mengakui Kehadiran
Orang Lain; (6) Membuka diri
F. Latihan
1. Terangkan apakah yang disebut kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip
pembelajaran?
2. Ada berapa jenis pendidikan orang dewasa yang saudara ketahui?
18
3. Sebutkan sikap pembimbing orang dewasa yang sesuai dengan karakteristik
orang Indonesia?
19
BAB IV
KARAKTERISTIK DAN IMPLIKASINYA
PADA PEMBELAJARAN ORANG DEWASA
Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat
menjelaskan karakteristik/asumsi belajar orang dewasa, dan beberapa
implikasi praktis tentang asumsi dasar tentang pendidikan orang dewasa
A. Karakteristik Belajar Orang Dewasa
Proses belajar bagi orang dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang
mampu berperan sebagai pembimbing belajar bukan cenderung digurui, orang
dewasa cenderung ingin belajar bukan berguru. Orang dewasa tumbuh sebagai
pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan psikologis
dan ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak menjadi kemandirian
untuk mengarahkan diri sendiri, sehingga proses pembelajaran orang dewasa
harus memperhatikan karakteristik orang dewasa.
Karakteristik orang dewasa menurut Knowles (1986) berbeda asumsinya
dibandingkan dengan anak-anak. Asumsi yang dimaksud adalah:
PAEDAGOGI
ANDRAGOGI
1. Konsep diri
bukan
pribadi
yang
• Anak
ialah
pribadi
yang • Pelajar
tergantung, tapi pribadi yang telah
tergantung.
masak secara psikologis/ pribadi
• Hubungan
pelajar
dengan
yang mandiri.
pengajar merupakan hubungan
• Hubungan pelajar dengan pengajar
yang bersifat pengarahan.
merupakan
hubungan
saling
membantu yang timbal balik.
2. Pengalaman
Pengalaman
pelajar
sangat Pengalaman pelajar orang dewasa
terbatas, karena itu dinilai kecil dinilai sebagai sumber belajar yang
dalam proses pendidikan
berkembang.
20
PAEDAGOGI
ANDRAGOGI
3. Pesiapan belajar
Guru menentukan apa yang akan Pelajar menentukan apa yang mereka
dipelajari, bagaimana dan kapan perlu pelajari berdasarkan pada
belajar.
persepsi mereka sendiri terhadap
tuntutan situasi sosial mereka.
4. Orientasi Terhadap Belajar
• Anak-anak
cenderung • Pelajar
cenderung
mempunyai
mempunyai perspektif untuk
perspektif
untuk
kecepatannya
menunda aplikasi apa yang ia
mengaplikasikan apa yang mereka
pelajari (digunakan di masa
pelajari.
yad.)
• Pendekatannya
”berpusat • Pendekatannya ”berpusat kepada
kepada mata pelajaran” (Subject
masalah” (Problem Centered)
Centered)
B. Implikasi Asumsi Dasar Terhadap Pendidikan Orang Dewasa
Konsep Andragogi didasarkan pada sedikitnya 4 asumsi tentang
karakteristik warga belajar yang berbeda dari asumsi yang mendasari pedagogi
tradisional, yaitu: 1) konsep diri mereka bergerak dari seseorang dengan pribadi
yang
tergantung
mengarahkan
diri
kepada
sendiri.
orang
2)
lain
Mereka
kearah
telah
seseorang
yang
mengumpulkan
mampu
segudang
pengalaman yang selalu bertambah yang menjadi sumber belajar yang semakin
kaya. 3) Kesiapan belajar mereka menjadi semakin berorientasi kepada tugastugas perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu mereka
berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang mereka
peroleh kepada penerapan yang segera, dan sesuai dengan itu orientasi mereka
kearah belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran kepada yang
berpusat kepada penampilan.
Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan
pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan
empat asumsi dasar orang dewasa yang di atas yaitu: konsep diri, akumulasi
pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar.
Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan
pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut:
21
(1) Menyiapkan Iklim Belajar yang Kondusif
Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Oleh
karena itu, dalam pembelajaran model Andragogi langkah pertama yang
harus dikerjakan adalah menyiapkan iklim belajar yang kondusif. Ada tiga
hal yang perlu disiapkan agar tercipta iklim belajar yang kondusif itu.
Pertama, penataan fisik seperti ruangan yang nyaman, udara yang segar,
cahaya yang cukup, dan sebagainya. Termasuk di sini adalah kemudahan
memperoleh sumber-sumber belajar baik yang bersifat materi seperti buku
maupun yang bukan bersifat materi seperti bertemu dengan fasilitator.
Kedua, penataan iklim yang bersifat hubungan manusia dan psikologis
seperti terciptanya suasana atau rasa aman, saling menghargai, dan saling
bekerjasama. Ketiga, penataan iklim organisasional yang dapat dicapai
melalui kebijakan pengembangan SDM, penerapan filosofi manajemen,
penataan struktur organisasi, kebijakan finansial, dan pemberian insentif.
(2) Peserta diajak untuk menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama
Perencanaan
pembelajaran
dalam
model
Andragogi
dilakukan
bersama antara fasilitator dan peserta didik. Dasarnya ialah bahwa peserta
didik akan merasa lebih terikat terhadap keputusan dan kegiatan bersama
apabila peserta didik terlibat dan berpartisipasi dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan.
(3) Peserta dilibatkan dalam menetapkan Kebutuhan Belajar
Dalam proses pembelajaran orang dewasa perlu diketahui lebih dahulu
kebutuhan belajarnya. Ada dua cara untuk mengetahui kebutuhan belajar ini
adalah dengan model kompetensi dan model diskrepensi. Model kompetensi
dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai cara seperti penyusunan
model peran yang dibuat oleh para ahli. Pada tingkat organisasi dapat
dilakukan dengan melaksanakan analisis sistem, analisis performan, dan
analisis berbagai dokumen seperti deskripsi tugas, laporan pekerjaan,
penilaian pekerjaan, analisis biaya, dan lain-lain. Pada tingkat masyarakat
dapat digunakan berbagai informasi yang berasal dari penelitian para ahli,
laporan statistik, jurnal, bahkan buku, dan monografi. Model diskrepansi,
22
adalah mencari kesenjangan. Kesenjangan antara kompetensi yang
dimodelkan dengan kompetensi yang dimiliki oleh peseta didik. Peseta didik
perlu melakukan self assesment.
(4) Peserta dilibatkan dalam merumuskan Tujuan Khusus (Objectives) Program
Tujuan pembelajaran ini akan menjadi pedoman bagi kegiatankegiatan pengalaman pembelajaran yang akan dilakukan. Banyak terjadi
kontroversi dalam merumuskan tujuan pembelajaran ini karena perbedaan
teori atau dasar psikologi yang melandasinya. Pada model Andragogi lebih
dipentingkan terjadinya proses self-diagnosed needs.
(5) Merancang Pola Pengalaman Belajar
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu disusun pola
pengalaman belajarnya atau rancangan programnya. Dalam konsep
Andragogi, rancangan program meliputi pemilihan problem areas yang telah
diidentifikasi oleh peserta didik melalui self-diagnostic, pemilihan format
belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai, merancang unit-unit
pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materi-materi, serta
mengurutkannya dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan belajar peserta
didik dan prinsip estetika. Rancangan program dengan menggunakan model
pembelajaran Andargogi pada dasarnya harus dilandasi oleh konsep selfdirected learning dan oleh karena itu rancangan program tidak lain adalah
preparat tentang learning-how-to-learn activity.
(6) Melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar)
Catatan penting pertama untuk melaksanakan program kegiatan
belajar adalah apakah cukup tersedia sumberdaya manusia yang memiliki
kemampuan membelajarkan dengan menggunakan model Andragogi.
Proses pembelajaran Andragogi adalah proses pengembangan sumberdaya
manusia. Peranan yang harus dikembangkan dalam pengembangan
sumberdaya manusia adalah peranan sebagai administrator program,
sebagai
pengembang
personel
yang
mengembangkan
sumberdaya
manusia. Dalam konteks pelaksanaan program kegiatan belajar perlu
dipahami hal-hal yang berkaitan dengan berbagai teknik untuk membantu
23
orang dewasa belajar dan yang berkaitan dengan berbagai bahan-bahan
dan alat-alat pembelajaran.
(7)Mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar
Proses pembelajaran model Andragogi diakhiri dengan langkah
mengevaluasi program. Pekerjaan mengevaluasi merupakan pekerjaan
yang harus terjadi dan dilaksanakan dalam setiap proses pembelajaran.
Tidak ada proses pembelajaran tanpa evaluasi. Proses evaluasi dalam
model pembelajaran Andragogi bermakna pula sebagai proses untuk
merediagnosis kebutuhan belajar. Untuk membantu peserta didik mengenali
ulang model-model kompetensi yang diharapkannya dan mengasses
kembali diskrepensi antara model dan tingkat kompetensi yang baru
dikembangkannya. Pengulangan langkah diagnosis menjadi bagian integral
dari langkah evaluasi.
Dalam khasanah proses evaluasi terdapat empat langkah yang
diperlukan untuk mengefektifkan assessment program yaitu evaluasi reaksi
yang dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana peserta didik merespon
suatu program belajar; evaluasi belajar dilaksanakan untuk mengetahui
prinsip-prinsip, fakta, dan teknik-teknik yang telah diperoleh oleh peserta
didik;
evaluasi
perilaku
dilaksanakan
untuk
memperoleh
informasi
perubahan perilaku peserta didik setelah memperoleh latihan; dan evaluasi
hasil dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program.
Aplikasi yang diutarakan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsipprinsip atau rambu-rambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang
dewasa. Oleh karena itu, keberhasilannya akan lebih benyak tergantung
pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga tergantung kondisi yang
dihadapi. Jadi, implikasi pengembangan teknologi atau pendekatan
andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara
mengajar terhadap warga belajar. Namun, karena keterikatan pada sistem
lembaga yang biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau
kurikulum
dengan
menggunakan
andragogi
akan
banyak
lebih
dikembangkan dengan menggunakan pendekatan ini.
Sebagai orang dewasa merasakan bahwa konsep-diri seseorang dapat
berubah. Mereka mulai melihat peranan sosial mereka dalan hidup tidak lagi
24
sebagai warga belajar “full time”. Mereka melihat diri mereka semakin
sebagai penghasil atau pelaku. Sumber utama kepuasan-diri mereka
sekarang adalah penampilan mereka sebagai pekerja, suami/isteri, orang
tua, dan warga negara. Orang dewasa memperoleh status baru, di mata
mereka dan orang-orang lain, dari tanggung jawab yang non-pendidikan ini.
Konsep-diri mereka menjadi sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya
sendiri. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai mampu membuat
keputusan-keputusan mereka sendiri dan menghadapi akibat-akibatnya,
mengelola
hidup
mereka
sendiri.
Dalam
hal
itu
mereka
juga
mengembangkan satu kebutuhan psikologis yang dalam untuk dilihat orang
lain sebagai orang yang mampu mengarahkan diri sendiri. Orang dewasa
menemukan bahwa mereka dapat bertanggung jawab bagi pembelajaran
mereka sendiri, sebagaimana mereka lakukan bagi segi-segi lain kehidupan
mereka, mereka mengalami perasaan lega dan gembira. Kemudian mereka
akan memasuki kegiatan belajar dengan keterlibatan-diri yang mendalam,
dengan hasil yang seringkali mengejutkan bagi mereka sendiri dan para
fasilitator mereka.
C. Rangkuman
Karakteristik belajar orang dewasa berbeda dengan anak-anak atau
remaja, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan berguru dan tidak mau
digurui.
Konsep Andragogi didasarkan pada 4 asumsi warga belajar, yaitu: 1)
konsep diri dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain
kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri. 2) Mereka telah
mengumpulkan segudang pengalaman yang bertambah menjadi sumber belajar
yang semakin kaya. 3) Kesiapan belajar berorientasi kepada tugas-tugas
perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu berubah dari
penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang diperoleh kepada
penerapan yang segera, dan orientasi belajar bergeser dari yang berpusat
kepada mata pelajaran menjadi berpusat kepada penampilan.
Asumsi dasar Andragogi dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan
pembelajaran
dengan
langkah-langkah:
Menyiapkan
Iklim
Belajar
yang
25
Kondusif, Peserta diajak untuk menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama,
Peserta dilibatkan dalam menetapkan Kebutuhan Belajar, Peserta dilibatkan
dalam merumuskan Tujuan Khusus (Objectives) Program, Merancang Pola
Pengalaman Belajar, Melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar),
Mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar.
D. Latihan
1. Apakah yang dimaksud dengan paedagogi dan andragogi?
2. Uraian 2 (dua) perbedaan yang utama dalam paedagogi dan andragogi?
3. Sebutkan 4 (empat) asumsi dasar orang dewasa yang diterapkan dalam
proses andragogi ?
26
BAB V
MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA
Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat
memilih model pembelajaran orang dewasa,dan menerapkan strategi
pembelajaran orang dewasa.
A. Model Pembelajaran Orang Dewasa
Sesuai dengan karakteristik orang dewasa, maka pembelajarannya juga
memerlukan karakteristik yang khusus. Ada beberapa model pembelajaran yang
cocok digunakan untuk pembelajaran orang dewasa yaitu:
1. Model Pembelajaran Daur Pengalaman Berstruktur dan Analisis
Peranan
Model
pembelajaran
ini
menggunakan
pendekatan
partisipatori
andragogi melalui daur pengalaman struktur. Model pembelajaran ini
merupakan proses membantu belajar orang dewasa secara analisis dan
partisipasif melalui tahap-tahap:
a.
Pengenalan dan penghayatan terhadap masalah dan kebutuhan
peningkatan
mutu
program
dan
kemampuan
petugas
menurut
pandangan peserta
b.
Pengungkapan masalah/kebutuhan peningkatan mutu program dan
kemampuan petugas menurut pandangan peserta
c.
Pengolahan masalah dan kebutuhan peningkatan mutu program dan
kemampuan petugas oleh peserta bersama fasilitator atau narasumber.
d.
Penyimpulan cara pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan
peningkatan mutu program dan kemampuan petugas oleh peserta
bersama fasilitator
e.
Penyerapan dan penerapan cara-cara peningkatan mutu program dan
kemampuan petugas dalam penyelenggaraan program.
Merujuk pada model pembelajaran daur pengalaman berstruktur untuk
analisis peran peserta dapat menggunakan metode ATMAP (Arah, Terapan,
Masalah dan Peran). Pembelajaran dengan metode ATMAP adalah upaya
peningkatan kemampuan analisis dan sekaligus penghayatan peserta
27
terhadap perannya dalam menyelenggarakan program dalam masyarakat.
Aplikasi metode ATMAP dalam daur pengalaman berstruktur adalah sebagai
berikut:
a. Arah program dan arah tugas
Arah program berkenaan antara lain tujuan kegiatan, cara pelaksanaan
dan
cara
penilaian
dari
program
yang
diselenggarakan
pada
masyarakat. Arah tugas peserta berkenaan tugas pokok, rincian
kegiatannya dan proses pelaksanaannya. Metode pembelajaran ini
antara lain sajian arah, telaah kasus, curah pendapat, ceramah, tanya
jawab, dan metode lain yang sesuai.
b. Terapan program dan tugas
Terapan program artinya cara pelaksanaan program menurut arah yang
telah
ditetapkan
baik
yang
sudah
diwujudkan
maupun
yang
diperkirakan. Terapan tugas artinya cara pelaksanaan tugas yang telah
ditetapkan. Terapan program dan terapan tugas dikaitkan dengan situasi
dan kondisi wilayah, tempat serta fasilitas pendukungnya. Metode
pembelajaran untuk ini antara lain menggunakan curah pendapat,
diskusi, telaah terapan, kerja kelompok, dan metode lain yang sesuai.
c. Masalah Terapan Program dan Terapan Tugas
Masalah terapan program adalah masalah-masalah yang muncul atau
yang diperkirakan akan muncul baik internal maupun eksternal. Masalah
terapan
tugas
artinya
masalah
kemampuan
petugas
dalam
melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan terapan program baik
yang muncul atau yang diperkirakan akan muncul (internal maupun
eksternal). Metode pembelajaran ini antara lain curah pendapat, telaah
kasus, diskusi kelompok (pleno), telaah banding, telaah lapangan, kerja
kelompok dan metode lain yang sesuai.
d. Alternatif Pemecahan Masalah Terapan Program dan Terapan Tugas
Alternatif pemecahan masalah terapan program artinya gagasangagasan cara pemecahan masalah yang telah dianalisis baik untuk
sekarang ataupun yang akan datang terutama terhadap masalah
internal. Alternatif pemecahan masalah terapan tugas artinya gagasan-
28
gagasan cara peningkatan kemampuan petugas sesuai dengan tuntutan
terapan program baik untuk sekarang maupun untuk yang akan datang
terutama yang bersifat internal. Metode pembelajaran untuk ini adalah
telaah kasus, diskusi, telaah banding, kerja kelompok dan metode lain
yang sesuai.
e. Peran Petugas
Peran petugas artinya peran dan kemampuannya melaksanakan
program serta pemecahan masalahnya, untuk sekarang maupun yang
akan datang. Metode pembelajaran untuk ini harus ditekankan kepada
belajar, praktek dan bekerja melalui metode diskusi, kerja kelompok
atau individual, simulasi, bermain peran dan metode lain yang sesuai.
2. Model Pembelajaran Latihan Penyelidikan (Inguiry Training Model)
Latihan penyelidikan sebagai salah satu model pembelajaran meliputi
lima fase yaitu:
a.
Menghadapkan peserta belajar untuk berkonfrontasi dengan situasi
teka-teki
b.
Fase operasional pengumpulan data untuk verifikasi, meminta peserta
belajar menanyakan serangkaian pertanyaan untuk dijawab oleh
fasilitator dengan "ya" atau "tidak" dan menyelenggarakan serangkaian
eksperimen mengenai lingkungan situasi masalah.
c.
Operasi pengumpulan data untuk eksperimentasi
d.
Peserta belajar menyadap informasi dari pengumpulan data mereka dan
menjelaskan masalah sebaik mungkin.
e.
Fasilitator dan peserta belajar bekerja sama menganalisis strategi satu
sama lain. Tekanan di sini ialah pada konsekuensi strategi tertentu.
Analisis ini berusaha membantu peserta belajar lebih terarah dalam
mengajukan pertanyaan dan mengikuti rencana: pengadaan fakta,
menentukan apa yang relevan, menyiapkan konsep penjelasan atau
hubungan.
3. Model Pembelajaran Advance Organizer
Advance Organizer ialah materi pengenalan yang disajikan lebih
dahulu dari tugas pembelajaran yang tingkat abstraksinya lebih tinggi
29
dibandingkan dengan tugas pembelajar itu sendiri, tujuannya ialah untuk
menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi dalam tugas
pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari lebih dahulu, disamping
juga untuk membantu peserta belajar membedakan materi baru dari materi
pembelajaran yang telah diberikan. Organisasi yang paling efektif adalah
materi yang menggunakan konsep, istilah dan dalil yang telah dikenal oleh
warga belajar termasuk juga ilustrasi dan analogi.
Bahan pembelajaran dapat berupa artikel dalam koran atau majalah
dan jurnal, ceramah bahkan dapat juga film. Tugas pembelajaran bagi
peserta belajar ialah untuk menghayati informasi, untuk mengingat gagasan
sentral dan mungkin juga fakta kunci. Sebelum memperkenalkan materi
pembelajaran kepada peserta belajar hendaknya fasilitator menyiapkan
materi perkenalan dalam bentuk Advance Organizer berupa lampiran yang
dapat digunakan untuk mengaitkan data baru yang relevan.
Advance Organizer pada umumnya didasarkan pada konsep dan
hukum/aturan suatu disiplin. Sebagai contoh suatu pelajaran atau uraian
mengenai sistem kasta di India dapat didahului dengan organizer yang
didasarkan pada konsep stratifikasi sosial. Biasanya organizer dikaitkan
dengan materi yang bersifat aktual atau kurang abstrak dibandingkan
dengan yang mendahuluinya. Organizer timbul dari hubungan secara
integral dengan materi pembelajaran. Organizer dapat juga digunakan
secara kreatif untuk menyiapkan perspektif baru.
Pembelajaran model Advance Organizer dapat diterapkan melalui
beberapa fase yaitu:
a.
Penyajian Advance Organizer meliputi kegiatan: menjelaskan tujuan
satuan
pelajaran,
menyajikan
organizer,
mendorong
timbulnya
kesadaran akan pengetahuan dan pengalaman yang relevan dengan
latar belakang peserta belajar.
b.
Penyajian materi tugas pembelajaran; menyusun urutan logis materi
pelajaran bagi warga belajar, membina perhatian warga belajar,
menyiapkan bahan organiser yang bersifat eksplisit.
30
c.
Memperkuat
rekonsiliasi
organisasi
secara
kognitif:
terintegrasi,
menggunakan
mengintegrasikan
prinsip-prinsip
pembelajaran
penerimaan aktif, memperoleh pendekatan kritis terhadap pengetahuan
yang dipelajari.
4.
Model Pembelajaran Pemerolehan Konsep
Pembelajaran model pemerolehan konsep mencakup penganalisisan
proses berpikir dan diskusi menganai atribut perolehan konsep. Selanjutnya
terhadap variasi pada model dasar yang melibatkan lebih banyak peserta
belajar berpartisipasi dan mengendalikan diskusi serta lebih banyak materi
yang kompleks. Kelaziman diantara materi ini merupakan aplikasi dari teori
tentang konsep. Inilah yang membedakan antara model perolehan konsep
yang asli dengan perlombaan menebak.
Model ini mengandung nilai aplikasi yang penting dan langsung
kepada pembelajaran sebagai berikut:
a.
Dengan memahami hakikat dari konsep dan kegiatan yang bersifat
konseptual fasilitator dapat menetapkan secara lebih baik apabila
peserta belajar memperoleh pengertian suatu konsep
b.
Fasilitator dapat mengenal strategi pengkategorisasian yang digunakan
warga belajar dan membantu mereka menggunakannya secara lebih
efektif.
c.
Fasilitator dapat memperbaiki kualitas pembelajaran untuk mempelajari
konsep dengan menggunakan model pembelajaran tentang hakikat
proses perolehan konsep.
B. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa
Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik/instruktur/tutor/fasilitator dituntut
memiliki
kemampuan
memilih
pendekatan
pembelajaran
yang
tepat.
Kemampuan tersebut sebagai sarana serta usaha dalam memilih dan
menentukan pendekatan pembelajaran untuk menyajikan materi pembelajaran
yang tepat dan sesuai dengan program pembelajaran. Untuk menentukan atau
memilih pendekatan pembelajaran, hendaknya berangkat dari perumusan tujuan
yang jelas. Setelah tujuan pembelajaran ditentukan, kemudian memilih
31
pendekatan pembelajaran yang dipandang efisien dan efektif. Pemilihan
pendekatan pembelajaran ini hendaknya memenuhi kriteria efisien dan efektif.
Suatu pendekatan pembelajaran dikatakan efektif dan efisien apabila strategi
tersebut dapat mencapai tujuan dengan waktu yang lebih singkat dari
pendekatan yang lain. Kriteria lain yang perlu diperhatikan dalam memilih
pendekatan pembelajaran adalah tingkat keterlibatan peserta didik dalam proses
pembelajaran.
Strategi
pembelajaran
merupakan
kegiatan
yang
dipilih
pendidik/instruktur/tutor/fasilitator dalam proses pembelajaran yang dapat
memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik menuju tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, strategi
dan pembelajaran. Istilah strategi (strategy) berasal dari kata kerja dalam
bahasa Yunani, “stratego” yang berarti merencanakan (to plan). Strategi adalah
suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan
kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan yang terlibat dalam
kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan. Strategi
yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut strategi pembelajaran.
Pembelajaran adalah upaya sistematis dalam membantu warga belajar dalam
mengembangkan potensinya secara optimal melalui kegiatan belajar. Strategi
pembelajaran mencakup penggunaan pendekatan, metode dan teknik, bentuk
media, sumber belajar, peserta didik, untuk mewujudkan interaksi edukasi
antara pendidik dengan peserta didik dengan lingkungannya.
Tujuan strategi pembelajaran adalah untuk mewujudkan efisiensi,
efektivitas dan produktifitas kegiatan pembelajaran. Isi kegiatan pembelajaran
adalah bahan/materi pembelajaran yang bersumber dari kurikulum yang telah
disusun
dalam
program
pembelajaran.
Proses
kegiatan
pembelajaran
merupakan langkah-langkah atau tahapan yang harus dilalui oleh pendidik dan
peserta didik dalam pembelajaran. Sumber pendukung kegiatan pembelajaran
mencakup fasilitas dan alat-alat bantu pembelajaran (Sudjana, 2005).
Menurut Dick dan Carey (1990 : 1) strategi pembelajaran adalah suatu
pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran
sehingga warga belajar dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan
32
seperti yang diharapkan. Lebih lanjut Dick dan Carey (1990: 1) menyebutkan
lima komponen umum dari strategi instruksional sebagai berikut:
1. kegiatan pra instruksional,
2. penyajian informasi,
3. partisipasi peserta didik,
4. tes, dan
5. tindak lanjut.
Gagne dan Briggs dalam Atwi Suparman (1996: 156) mengemukakan
sembilan urutan kegiatan instruksional, yaitu:
1. memberikan motivasi atau menarik perhatian,
2. menjelaskan tujuan instruksional kepada peserta didik,
3. mengingatkan kompetensi prasyarat,
4. memberi stimulus (masalah, topik, dan konsep),
5. memberikan petunjuk belajar,
6. menentukan penampilan peserta didik,
7. memberi umpan balik,
8. menilai penampilan,
9. menyimpulkan.
Strategi pembelajaran orang dewasa pada pendidikan keaksaraan
fungsional terdiri dari lima langkah kegiatan, yaitu menulis, membaca, berhitung,
diskusi dan aksi/penerapan. Langkah-langkah tersebut, bukan berarti langkah
yang baku/kaku atau harus berurutan. Tetapi bisa saja dilakukan secara acak,
misalnya dimulai dari diskusi, kemudian belajar membaca, menulis dan
seterusnya. Hal ini tergantung dari situasi dan kondisi serta kesepakatan di
dalam kelompok belajar. Namun demikian, kebiasaan yang ditemui adalah
melalui diskusi terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang
lain. Bisa juga dimulai dari masalah yang ditemui (aksi) peserta didik, kemudian
didiskusikan di kelompok belajar, menulis, membaca dan seterusnya.
Keefektifan kegiatan belajar, sangat bergantung pada kemampuan tutor
dalam mengarahkan, dan membimbing peserta didik di dalam kegiatan
belajarnya. Pengalaman juga menunjukkan bahwa, kegiatan menulis perlu
didahulukan dan pada kegiatan membaca. Karena melalui kegiatan belajar
33
menulis, peserta didik sedikit demi sedikit langsung belajar membaca.
Sebaliknya apabila peserta didik didahulukan belajar membaca, maka
cenderung kurang terampil dalam hal menulis. Kegiatan pembelajaran
partisipatif sebagai upaya pembelajaran yang mengikutsertakan peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Sudjana (2005:155) keikutsertaan peserta didik diwujudkan
dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu: perencanaan program
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran.
Partisipasi dalam perencanaan merupakan bentuk keterlibatan peserta
didik dalam kegiatan mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan dan
menentukan prioritas masalah, sumber-sumber atau potensi yang tersedia,.
Hasil dari identifikasi digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan
pembelajaran.dan penetapan program kegiatan pembelajaran.
Partisipasi dalam pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik dalam
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim belajar yang kondusif
ditandai dengan 1) kedisiplinan peserta didik, 2) terjadi hubungan antar peserta
didik dan antara peserta didik dengan pendidik yang akrab, terbuka, terarah,
saling menghargai, saling membantu dan saling belajar, 3) Interaksi pembelajar
yang sejajar.
Kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada peran peserta didik
(student centered). Peserta didik diberikan kesempatan secara luas dalam
kegiatan pembelajaran, peran pendidik membantu peserta didik dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Banyak pendekatan pembelajaran yang
dapat diterapkan dalam menciptakan iklim pembelajaran kondusif, misalnya:
pendekatan
tematik,
descoveri-inkuiri,
kontektual,
cooperative
learning,
konstruktrukvistik, meaningfull learning, dsb. Adapun metode pembelajaran yang
diterapkan, misalnya; metode diskusi, tanya jawab, problem solving, discoveryinkuiri, simulasi, brainstorming, role playing, games, siklus belajar berbasis
pengalaman, demonstrasi, kooperatif, dan sebagainya.
Partisipasi dalam evaluasi pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik
dalam menghimpun informasi mengenai pengelolaan pembelajaran dan
perubahan yang dirasakan selama mengikuti proses pembelajaran. Dalam
34
partisipasi evaluasi pembelajaran ini, pendidik memberikan kesempatan kepada
peserta
didik
untuk
memberikan
penilaian
pada
seluruh
komponen
pembelajaran (refeksi pembelajaran) dan suasana diri (mood meter) dalam
mengikuti pembelajaran.
Langkah-langkah yang dilakukan pendidik dalam menerapkan strategi
pembelajaran partisipatif adalah:
1. melakukan
asesment
kebutuhan
belajar,
merumuskan
tujuan,
mengidentifikasi hambatan, dan menetapkan prioritas yang akan digunakan
untuk mengelola kegiatan pembelajaran.
2. Memilih tema/pokok bahasan dan/atau tugas yang harus dilakukan dalam
pembelajaran dan menentuka indicator pencapaian tujuan pembelajaran.
3. Mengenai dan mengkaji karakteristik peserta didik sebagai bahan masukan
dalam menyusun rencana pembelajaran
4. Mengidentifikasi isi/materi atau bahan pelajaran/rincian tugas pembelajaran
5. Merumuskan tujuan pembelajaran
6. Merancang kegiatan pembelajaran, dengan memilih metode, media
pembelajaran yang digunakan secara tepat dan pengelolaan waktu.
7. Memilih fasilitas pembelajaran dan sumber bahan yang mendukung proses
pembelajaran.
8. Mempersiapkan sistem evaluasi proses dan hasil kegiatan pembelajaran.
9. Mempersiapkan tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
Menurut Tom Nesbit, Linda Leach & Griff Foley (2004) bahwa ada
enam prinsip dalam praktek pembelajaran orang dewasa agar dapat diterapkan
secara efektif, yaitu:
1. adanya partisipasi secara sukarela,
2. adanya perasaan respek secara timbal balik,
3. Adanya semangat berkolaborasi dan kooperasi,
4. adanya aksi dan refleksi,
5. tersedianya kesempatan refleksi kritis dan
6. adanya iklim pembelajaran yang kondusif untuk belajar secara mandiri.
Prinsip tersebut sangat berkaitan dengan karakteristik orang dewasa
yang telah memiliki konsep diri dan pengalaman yang cukup banyak. Konsep
35
diri orang dewasa telah mandiri dan bergantung sepenuhnya kepada orang lain
dalam menentukan pilihan atau keputusan pemecahan masalah. Pengalaman
merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi orang dewasa. Setiap
peserta memiliki pengalaman yang bervariasi, tingkat pendidikan, kematangan
dan lingkungan yang berbeda pula. Untuk itu pembelajaran hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. peserta sebagai sumber belajar, oleh karena itu teknik pembelajaran yang
diterapkan diorientasikan pada upaya penyerapan pengalaman mereka
melalui; diskusi kelompok, curah pendapat, bermain peran, simulasi, curah
pendapat, demonstrasi, focus group discussion.
2. penekanan pada aplikasi praktis, pengetahuan baru, konsep-konsep, dan
pengalaman baru dapat dijelaskan melalui pengalaman praktis yang pernah
dialami peserta didik. Hasil dari pembelajaran dapat dimanfaatkan secara
langsung dalam kehidupannya.
3. materi pembelajaran dirancang berdasarkan pengalaman dan kondisi
peserta didik.
C. Rangkuman
Ada beberapa model pembelajaran yang cocok digunakan untuk
pembelajaran orang dewasa yaitu:
1. Model Pembelajaran Daur Pengalaman Berstruktur dan Analisis Peranan
2. Model Pembelajaran Latihan Penyelidikan (Inguiry Training Model)
3. Model Pembelajaran Advance Organizer
4. Model Pembelajaran Pemerolehan Konsep
Strategi
pembelajaran
merupakan
kegiatan
yang
dipilih
pendidik/instruktur/tutor/fasilitator dalam proses pembelajaran yang dapat
memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik menuju tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Dick dan Carey (1990 : 1) strategi pembelajaran adalah suatu
pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga
warga belajar dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan seperti yang
36
diharapkan. Lebih lanjut Dick dan Carey (1990: 1) menyebutkan lima komponen
umum dari strategi instruksional sebagai berikut:
1. Kegiatan pra instruksional,
2. Penyajian informasi,
3. Partisipasi peserta didik,
4. Tes, dan
5. Tindak lanjut.
D. Latihan
1. Sebutkan model-model pembelajaran yang saudar ketahui sesuai digunakan
untuk pembelajaran orang dewasa?
2. Apa yang saudara ketahui perihal
Model
Pembelajaran
Advance
Organizer
3. Sebutkan 9 (sembilan) urutan kegiatan instruksional?
37
BAB VI
PENUTUP
Setelah mempelajari mata diklat Pembelajaran Orang Dewasa ini maka dapat
ditarik beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman,
pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup
secara mandiri. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang
dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan
keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam
perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada
pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri.
Untuk itu seorang Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang mempunyai
tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat perlu
memahami apa dan bagaimana pembelajaran orang dewasa, karakteristik orang
dewasa dan implikasinya serta bagaimana menerapkan strategi yang tepat
dalam pembelajaran orang dewasa.
2. Filosofi pendidikan orang dewasa memiliki tinjauan dan implikasi bervariasi, yaitu
adanya nilai dasar yang dapat diterima secara umum, memiliki pandangan yang
integratif, ide, sikap, dan praktek yang jelas.
3. Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang ditujukan
untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah
menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam
kehidupannya.
4. Konsep Andragogi didasarkan pada 4 asumsi warga belajar, yaitu: 1) konsep diri
dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain kearah
seseorang
yang
mampu
mengarahkan
diri
sendiri.
2)
Mereka
telah
mengumpulkan segudang pengalaman yang bertambah menjadi sumber belajar
yang semakin kaya. 3) Kesiapan belajar berorientasi kepada tugas-tugas
perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu berubah dari
penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang diperoleh kepada
penerapan yang segera, dan orientasi belajar bergeser dari yang berpusat
kepada mata pelajaran menjadi berpusat kepada penampilan.
38
5. Strategi
pembelajaran
merupakan
kegiatan
yang
dipilih
pendidik/instruktur/tutor/fasilitator dalam proses pembelajaran yang dapat
memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik menuju tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan.
39
DAFTAR PUSTAKA
Ditentis (1998), Metode Belajar Orang Dewasa. Modul. Jakarta
Knowles, M.(19986). The Adult Leaner a Neglected Species. London. Gulf
Publishing Company.
Kuntoro, Sodiq A. (1999). Andragogi : Teori Pembelajaran Orang Dewasa. Makalah.
Yogyakarta.
Soedomo.(1989). Pendidikan Luar Sekolah Ke Arah Pengembangan Sistem Belajar
Masyarakat. Jakarta. Ditjen Dikti, Depdikbud.
Srinivasan. Lyra (1977). Perspectives on Nonformal Adult Learning. New York.
World Educational.
Syamsu M, dkk. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta, Depdikbud.
40
Download