MODUL PEMBELAJARAN ORANG DEWASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN FUNGSIONAL PENGGERAK SWADAYA MASYARAKAT BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DAN INFORMASI KEMENTERIAN DESA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI KATA PENGANTAR Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) merupakan salah satu ujung tombak dari Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, yang tugas kesehariannya melaksanakan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang berkaitan dengan penggerakkan swadaya masyarakat, penyuluhan, pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat. Sebagai bekal dalam pelaksanakan tupoksi PSM agar lebih berkualitas dan tepat sasaran diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan yang relevan, terarah, dan bermutu dari instansi Pembina PSM, dalam hal ini adalah Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, yang dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Aparatur Sipil Negara, sehingga diharapkan dalam keseharian tugasnya dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh masyarakat di daerah pedesaan, daerah tertinggal dan daerah transmigrasi Pendidikan dan Pelatihan ini selanjutnya akan diselenggarakan dengan difasilitasi oleh para Widyaiswara yang ada di Pusdiklat ASN, dengan diawali terlebih dahulu dengan menyusun Modul yang berkaitan dengan mata diklat yang disampaikan yaitu Modul Pembelajaran Orang Dewasa Modul mata diklat Pembelajaran Orang Dewasa untuk para PSM merupakan modul yang disusun pada unit organisasi Pusdiklat Pegawai ASN yang relatif baru, sehingga dalam penyusunannya masih dirasakan memerlukan banyak masukkan agar dapat lebih sempurnya baik dalam isi maupun tatacara penulisannya. Akhirnya, ucapan terimakasih disampaikan kepada para widyaiswara dan para nara sumber yang telah berusaha menyusun dan menyempurnakan Modul Diklat Pembelajaran Orang Dewasa pada waktunya, dan diharapkan juga dapat berguna bagi para pihak yang memerlukan Modul ini untuk peningkatan kapasitas Para Penggerak Swadaya Masyarakat di unit kerja masing-masing, baik di pusat maupun daerah. Jakarta, Nopember 2015 Kepala Pusat DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN I. .............................................................. .................................................... ............................................................. PENDAHULUAN ...................................................................... A. Latar Belakang ............................................... B. Deskripsi Singkat ..................................... C. Manfaat Modul Bagi Peserta ........................... D. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar ........................ 2. Indikator Keberhasilan ........................ E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok F. Rangkuman G. Latihan. II. III IV. PENGERTIAN DAN FILOSOFI PENDIDIKAN ORANG DEWASA A. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa B. Filosofi Pendidikan Orang Dewasa C. D. Rangkuman Latihan BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. Asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran B. Jenis Pendidikan Orang Dewasa C. Sikap Pendidik/Pembimbing Orang Dewasa D. Misi Pendidik Orang Dewasa E. Rangkuman F. Latihan KARAKTERISTIK DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN ORANG DEWASA A. B. C. Karakteristik Belajar Orang Dewasa Implikasi Asumsi Dasar Terhadap Pendidikan Orang Dewasa Rangkuman D. V. Latihan MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA A. Model Pembelajaran Orang Dewasa B. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa C. D. Rangkuman Latihan VI. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA BIODATA PENULIS LAMPIRAN ................................................................. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri. Orang dewasa terus berusaha meningkatkan pengalaman hidupnya agar lebih matang dalam melakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri. Dengan demikian keikutsertaan orang dewasa dalam belajar memberikan dampak positif dalam melakukan perubahan hidup kearah yang lebih baik. Pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya dengan memberi tambahan pengetahuan saja, namun harus dibekali dengan rasa percaya yang kuat dalam dirinya sehingga apa yang akan dilakukan dapat dijalankan dengan baik. Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bangus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Dengan belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalam hidup tidak hanya pada pencarian ijazah saja. Pengalaman merupakan sumber terkaya dalam pembelajaran sehingga orang dewasa semakin kaya akan pengalaman dan termotifasi untuk melakukan upaya peningkatan hidup. Sifat belajar orang dewasa bersifat subyektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa untuk semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa yang menjadi harapan dapat tercapai. Konsep diri orang dewasa tidak lagi bergantung pada orang lain, sehingga memiliki kemampuan dan pengalaman secara mandiri dalam pengambilan keputusan. Implikasi dari konsep diri ini, maka dalam pembelajaran 1 hendaknya didesain: 1) iklim belajar yang diciptakan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik warga belajar melalui kerjasama dalam pembelajaran, Suasana belajar memungkinkan orang dewasa untuk leluasa bergerak dan berinisiatif dalam belajar. 2) warga belajar ikut dilibatkan dalam mendiagnosis kebutuhan belajar yang akan dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, 3) Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan melibatkan partisipasi aktif warga belajar, 4) Evaluasi pembelajaran dilakukan lebih banyak menggunakan evaluasi diri. Untuk itu seorang Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat perlu memahami apa dan bagaimana pembelajaran orang dewasa, karakteristik orang dewasa dan implikasinya serta bagaimana menerapkan strategi yang tepat dalam pembelajaran orang dewasa. B. Deskripsi Singkat Modul ini disusun menggunakan pendekatan praktis aplikatif, walaupun menggunakan berbagai landasan teoritis tetapi disertai contoh penerapan. Halhal yang dibahas dalam modul ini adalah pendidikan orang dewasa, meliputi pengertian, asumsi belajar dan pembelajaran, jenis, sikap pendidik/pembimbing dan misi pendidikan orang dewasa; Karakteristik dan implikasinya pada pembelajaran orang dewasa; serta Model dan strategi pembelajaran orang dewasa. C. Manfaat Modul Bagi Peserta Mata diklat ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi Penggerak Swadaya Masyarakat dalam mempersiapkan diri menghadapi orang dewasa dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat. 2 D. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar Setelah selesai pembelajaran mata diklat ini peserta diharapkan mampu menerapkan Model dan strategi pembelajaran orang dewasa. 2. Indikator Keberhasilan Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini peserta diharapkan dapat: a. menjelaskan konsep pendidikan orang dewasa; b. menemukenali Karakteristik dan Implikasinya pada Pembelajaran Orang Dewasa; c. menerapkan Model dan Strategi Pembelajaran Orang Dewasa; E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Konsep Pendidikan Orang Dewasa a. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa b. Asumsi mengenai Belajar dan Pembelajaran c. Jenis Pendidikan Orang Dewasa d. Sikap Pendidik Orang Dewasa e. Misi Pendidik Orang Dewasa 2. Karakteristik dan Implikasinya pada Pembelajaran Orang Dewasa a. Karakteristik Belajar Orang Dewasa b. Implikasi Asumsi dasar terhadap Pendidikan Orang Dewasa 3. Model dan Strategi Pembelajaran Orang Dewasa a. Model Pembelajaran Orang Dewasa b. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa F. Rangkuman Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan 3 keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri. Untuk itu seorang Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat perlu memahami apa dan bagaimana pembelajaran orang dewasa, karakteristik orang dewasa dan implikasinya serta bagaimana menerapkan strategi yang tepat dalam pembelajaran orang dewasa. G. Latihan 1. Sebutkan deskripsi singkat Pembelajaran Orang Dewasa 2. Apakah manfaat Pembelajaran Orang Dewasa 3. Apakah tujuan Pembelajaran Orang Dewasa. 4. Sebutkan Materi dan Sub Materi Pokok 4 BAB II PENGERTIAN DAN FILOSOFI PENDIDIKAN ORANG DEWASA Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan pengertian pendidikan orang dewasa, filosofi pendidikan orang dewasa, dan mengaplikasikan filosofi pendidik orang dewasa dalam perencanaan pembelajaran orang dewasa A. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa Sebelum membahas pengertian pendidikan orang dewasa, perlu kiranya dijelaskan istilah pendidikan dan orang dewasa. Pendidikan merupakan proses belajar sepanjang hayat. Belajar tidak hanya melalui pengalihan pengetahuan dari pengajar, tetapi belajar juga dari pengalaman. Confusius menekankan pentingnya arti belajar dari pengalaman ketika ia menyatakan : “saya dengar dan saya lupa, saya lihat dan saya ingat, saya lakukan dan saya paham”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pemahaman dan pengetahuan secara langsung memang berkaitan dengan kehidupan dan pengalaman keseharian. Selain itu belajar adalah proses berulang tanpa henti untuk mengatasi berbagai konflik sosial. Masalah sosial yang kita hadapi seperti tindak kejahatan, kemiskinan dan masalah-masalah lain yang lebih banyak dan lebih serius dibandingkan pada masa kanak-kanak. Dengan demikian terdapat kebutuhan yang lebih besar untuk memecahkan permasalahan tersebut melalui proses pendidikan. Proses pendidkan itu sendiri merupakan pemahaman tentang bagaimana caranya belajar. Pendidikan pada masa lalu umumnya disejajarkan dengan anak usia sekolah dengan lembaganya yaitu sekolah. Masyarakat dan para pendidik pada masa itu menganggap sepele menenai pendidikan orang dewasa (adult education). Tetapi dengan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, baik sosial maupun ekonomi ikut mempengaruhi bidang pendidikan. Banyak orang beranggapan bahwa tujuan pendidikan hanya merupakan transformasi pengetahuan, seperti dilaporkan oleh komisi perkembangan pendidikan internasional sebagai berikut: 5 “Cukup lama orang beranggapan bahwa tujuan pendidikan merupakan penyiapan secara stereotip berbagai fungsi di dalam kehidupan seseorang dan untuk menyiapkan seseorang mendapatkan suatu pekerjaan. Pendidikan dimulai sejak usia dini meliputi seperangkat intelektual dan perlengkapan berbagai cara atau teknik untuk mendapatkan pengetahuan. Pandangan tentang pendidikan secara tradisional tersebut dianggap tidak realistik”. Arti Pendidikan secara luas adalah “suatu usaha yang sistematik dan berkelanjutan untuk transmisi, membangkitkan dan memperoleh pengetahuan, sikap, nilai-nilai/norma-norma, keterampilan sebaik mungkin setelah seseorang mendapatkan suatu pendidikan. Disini terlihat bahwa pendidikan untuk orang dewasa dan anak-anak yang dilaksanakan pada saat ini terjadi dari berbagai situasi melalui berbagai kegiatan. Sekolah dan lembaga sejenisnya bukanlah satu-satunya yang berhaak untuk mendidik. Masih banyak tempat dan institusi lain seperti keluarga, masjid, gereja, kuil, tempat-tempat kerja, media massa, perpustakaan dan masih banyak institusi lain berperan sebagai tempat pendidikan bagi semua lapisan masyarakat baik untuk anak, pemuda maupun orang tua. Pendidikan semestinya berada di semua institusi dan saling berinteraksi untuk membantu individu meningkatkan diri selama perjalanan hidupnya. Para tokoh pendidikan pendidikan mengakui adanya konsep belajar sepanjang hayat. Artinya bahwa pendidikan merupakan proses yang berkelanjutan dari satu bentuk ke bentuk lain melalui kehidupan. Untuk itu pendidikan harus dapat mengakomodasi kebutuhan individu pada tingkat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat perkembangan individu. Pendidikan secara integral merupakan bagian dari kehidupan manusia dan dilaksanakan pada seluruh institusi dari suatu masyarakat. Konsep belajar sepanjang hayat yang telah bergulir ini mengharuskan restrukturisasi desain, yaitu tentang implikasi sistem pendidikan secara revolusioner melalui pendidikan orang dewasa. Selama ini konsep pendidikan sepanjang hayat secara konvensional hanya terbatas pada usia sekolah dan dilaksanakan di sekolah atau lembaga kependidikan yang mempersiapkan anak untuk mencapai kedewasaan. Padahal kondisi masyarakat memerlukan implikasi pendidikan sesuai dengan kebutuhan 6 orang dewasa terutama bagi mereka yang tidak lagi mengikuti pendidikan di lembaga persekolahan. Implikasi sistem pendidikan formal/sekolah perlu diadakan reorganisasi sehingga secara fleksibel mampu mengakomodasi pilihan individu yang akan melanjutkan pendidikan sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Banyak individu yang bertugas sebagai pendidik untuk orang dewasa. Mereka adalah seseorang yang memiliki tanggung jawab untuk membantu orang dewasa dalam belajar. Mereka itu adalah: 1. Ratusan ribu pemimpin yang memerlukan pendidikan kepemimpinan, baik di masyarakat maupun berbagai instansi 2. Puluhan ribu pelaksana eksekutif, seperti latihan para staf, supervisor, pelaksana dalam perdagangan, industri, pemerintahan dan agenda sosial 3. Ribuan guru, administrator sekolah, kepala sekolah di berbagai institusi serta pendidik di masyarakat, di tempat-tempat kursus, universitas serta para pustakawan termasuk para pengajar di diklat instansi pemerintah. 4. Ratusan program direktur, sekretaris, editor, dan para staf di bidang media massa seperti surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Mereka pada umumnya munyadari bahwa perlu penampilan yang sesuai dengan seorang yang bergerak di bidang pendidikan orang dewasa. Hal ini diperlukan agar mereka berpenampilan lebih baik. Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar untuk meyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang (UUSPN No. 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 1). Usaha sadar dimaksudkan dengan adanya kegiatan perencanaan yang sistematis, penyelenggaraan yang terkoordinir, dan berjalan sesuai dengan perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam pengertian lain bahwa penyelengaraan pendidikan orang dewasa tidak bersifat asal-asalan, dan tidak jelas arah yang akan dicapainya, tetapi justru diselenggarakan dengan mempertimbangkan kondisi tujuan yang akan dicapai, karakteristik bahan belajar, karakteristik orang dewasa, serta sarana penunjang penyelenggaraan kegiatan belajar, sehingga tujuan dapat dicapai secara tepat. 7 Istilah dewasa mempunyai pengertian yang banyak. Menurut Knowles, orang dewasa tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, tetapi juga dari segi sosial, dan psikologis. Dari segi biologis, seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial seseorang disebut dewasa apabila ia mampu melakukan peran-peran sosial yang biasanya diperankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil. Dengan demikian orang dewasa diartikan orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial, dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Ditinjau dari segi umur, bahawa yang disebut dewasa itu dimulai sejak menginjak usia 21 tahun (meskipun belum menikah) atau sejak seseorang menikah (meskipun belum berusia 21 tahun). Menurut Hurlock, bahwa dewasa ditujukan pada usia 21 tahun untuk awa masa dewasa, dan sering pula dihitung sejak 7 atau 8 tahun setelah seseorang mencapai kematangan seksual atau sejak masa pubertas. Lebih lanjut Havighust membagi masa dewasa menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa awal 18 – 30 tahun, masa dewasa pertengahan 30 – 55 tahun, dan masa dewasa akhir 55 tahun lebih. 1. Dari pengertian-pengertian di atas, pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam kehidupannya. 2. Menurut ahli Behaviorisme, pendidikan orang dewasa diartikan perubahan tingkah laku orang dewasa yang diakibatkan oleh situasi pendidikan tertentu. 3. Ahli Humanisme mempunyai pandangan bahwa pendidikan orang dewasa ditujukan kepada usaha untuk membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada diri orang dewasa. 4. Menurut UNESCO (1976) pendidikan orang dewasa merupakan seluruh proses pendidikan yang terorganisir di luar sekolah dengan berbagai bahan belajar, tingkatan, dan metode, baik bersifat resmi maupun tidak, meliputi upaya kelanjutan atau perbaikan pendidikan yang diperoleh dari sekolah, 8 akademik, universitas, atau magang. Pendidikan tersebut diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkungan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru, serta mengubah sikap dan perilakunya. Tujuannya ialah agar orang dewasa mengembangkan pribadi secara optimal dan berpartisipasi secara seimbang dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya yang terus berkembang. Konsep pendidikan orang dewasa ini telah dirumuskan dan diorganisasikan secara sistematis sejak tahun 1920. Pendidikan dewasa adalah suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup. Bagi orang dewasa belajar berhubungan dengan bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya (Pannen dalam Supriantono, 2008) Orang dewasa sebagai peserta didik sangat unik dan berbeda dengan anak usia dini dan anak remaja. Proses pembelajaran orang dewasa akan berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai dan materi ajar sangat dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi dirinya. Permasalahan perilaku yang sering timbul dalam program pendidikan orang dewasa yaitu mendapat hal baru, timbul ketidaksesuaian (bosan), teori yang muluk (sulit dipraktikkan), resep/petunjuk baru (mandiri), tidak spesifik dan sulit menerima perubahan (Yusnadi, 2004). Malcolm S. Knowles semula mendefinisikan andragogi sebagai ”seni dan ilmu membantu orang dewasa belajar”. Namun dalam perkembangan berikutnya, setelah Knowles melihat banyak guru yang menerapkan konsep andragogi pada pendidikan anak-anak muda dan menemukan bahwa dalam situasi tertentu memberikan hasil lebih baik, kemudia Knowles menyatakan bahwa andragogi sebenarnya merupakan model asumsi lain mengenai pelajar yang dapat digunakan disamping model asumsi paedagogi. Ia juga menyatakan bahwa model-model itu (paedagogi dan andragogi) mungkin paling berguna apabila tidak dilihat sebagai dikotomi, tapi sebagai dua ujung dari suatu 9 spektrum, atau terletak pada suatu garis (kontinum), dimana suatu situasi berbeda di antara dua ujung tersebut. Andragogi (Andragogy) berasal dari kata Yunani ”andr” atau ”aner” yang berarti orang dewasa, dan agogi (agogy) yang juga berasal dari kata Yunani ”agogus” berarti ”memimpin/membimbing”. Agogi berarti ”aktivitas memimpin/membimbing” atau ”seni dan ilmu mempengaruhi orang lain”. Paedagogi (Pedagogy) berasal dari kata Yunani ”paid” (berarti anak) dan ”agogus” (berarti ”memimpin”). Paedagogi berarti ”seni dan ilmu mengajar anakanak”. B. Filosofi Pendidikan Orang Dewasa Robert salah seorang tokoh pendidikan orang dewasa menjelaskan bahwa selama ini ia memperhatikan dan peduli terhadap berbagai masalah orang dewasa yang perlu dipecahkan dengan penuh kebebasan dan sesuai dengan pengakuan suatu masyarakat. Selain itu, ia memandang semua manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi sebagai warga negara yang baik Berbicara mengenai filosofi pendidikan, Bergevin mengemukakan bahwa filosofi pendidikan orang dewasa memiliki tinjauan dan implikasi bervariasi, adanya nilai dasar yang dapat diterima secara umum, memiliki pandangan yang integratif, ide, sikap, dan praktek yang jelas. Apps penulis buku “Towords a Working Philosophy of Adult Education” mengemukakan tentang filosofi pendidikan orang dewasa sebagai berikut: 1. Para peserta diklat memerlukan fondasi untuk melihat keterkaitan dengan masalah-masalah pendidikan 2. Para pendidik dalam hal ini fasilitator perlu dilengkapi dengan pendekatan yang mendasar tentang realita yang dihadapi seperti siapa orang yang dihadapi, apa yang dimaksud dengan mendidik, serta membuka tabir yang lebih dalam dan luas tentang arti dari kehidupan individu melalui pendidikan orang dewasa. Filosofi pada dasarnya lebih reflektif dan sistematik dalam memandang suatu isu. Filosofi memunculkan pertanyaan-pertanyaan: apa yang kita kerjakan, 10 mengapa kita mengerjakannya dan berbagai pertanyaan sekitar permasalahan individu, kemudian dilanjutkan untuk melihat fenomena dalam menjawab berbagai pertanyaan yang mendasar tersebut. Jadi, kaitan antara filosofi dengan tindakan ialah bahwa filosofi mengilhami suatu tindakan dan memberi arah serta bimbingan dalam melangkah. Kekuatan filosofi meletakkan dasar kemampuan individu untuk mengetahui sesuatu dengan lebih baik dan mengapresiasikan dalam kegiatan sehari-hari. C. Rangkuman Materi Perlu dipamahami mengenai istilah pendidikan dan orang dewasa. Pertama pendidikan merupakan proses belajar sepanjang hayat. Belajar tidak hanya melalui pengalihan pengetahuan dari pengajar, tetapi belajar juga dari pengalaman. Selanjutnya 0rang dewasa diartikan orang yang telah memiliki kematangan fungsi-fungsi biologis, sosial, dan psikologis dalam segi-segi pertimbangan, tanggung jawab, dan peran dalam kehidupan. Pengertian tentang filosofi pendidikan, Bergevin mengemukakan bahwa filosofi pendidikan orang dewasa memiliki tinjauan dan implikasi bervariasi, adanya nilai dasar yang dapat diterima secara umum, memiliki pandangan yang integratif, ide, sikap, dan praktek yang jelas. D. Latihan 1. Apakah pengertian pendidikan dan pengertian tentang orang dewasa ? 2. Apakah pengertian pendidikan orang dewasa? 3. Sebutkan secara ringkas filosofi pendidikan orang dewasa 11 BAB III BELAJAR DAN PEMBELAJARAN A. Asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran Menurut Knowles, pendekatan yang bersifat andragogi dalam proses belajar mengajar, didasarkan kepada tiga tambahan asumsi sebagai berikut: 1. Adults can learn (Orang dewasa dapat belajar) Semula ada anggapan yang didasarkan pada laporan Thorndike yang menyatakan bahwa kemampuan untuk belajar seseorang menurun secara perlahan sesudah umur 20 tahun. Tetapi hasil studi yang dikemukakan oleh Irving Lorge menyatakan bahwa menurunnya itu hanya dalam kecepatan belajarnya dan bukan dalam kekuatan inteleknya. Hasil penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa dasar kemampuan untuk belajar masih tetap ada sepanjang hidup orang tersebut, dan oleh karena itu apabila sesorang tidak menamplikan kemampuan belajar yang sebenarnya, hal ini disebabkan karena berbagai faktor seperti orang tersebut sudah lama meninggalkan cara belajar yang sistematik atau karena adanya perubahan-perubahan faktor fisiologik seperti menurunnya pendengaran, penglihatan dan tenaganya. 2. Learning is an internal process (Belajar adalah suatu proses dari dalam) Ada pandangan yang menyatakan bahwa pendidikan sebagai informasi yang ditransmisikan dan melihat belajar sebagai suatu proses intelektual dalam menyimpan fakta-fakta. Asumsi yang tersembunyi dari pandangan ini adalah bahwa belajar dipandang sebagai proses yang bersifat ekstrenal, dalam arti peserta didik terutama ditentukan oleh kekuatan-kakuatan dari luar. Seperti guru yang terampil dan bahan bacaan yang bagus. Pandangan di atas tidak seluruhnya benar. Pandangan baru menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dari dalam yang dikontrol langsung oleh peserta sendiri serta melibatkan dirinya, termasuk fungsi intelek, emosi dan fisiknya. Belajar secara psikologis dipandang sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan dan tujuan. Ini berarti peserta 12 merasakan adanya kebutuhan untuk melihat tujuan pribadi akan dapat tercapai dengan bantuan belajar. Implikasi dari belajar mengajar orang dewasa dengan melihat belajar jadi proses dari dalam adalah metode atau teknik belajar yang melibatkan peserta secara mendalam akan menghasilkan belajar yang paling kuat. Prinsip pelibatan peserta secara aktif (partisipatif) dalam proses belajar merupakan inti dalam proses andragogik. 3. Conditions of learning and principles of teaching (Kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran) Ada beberapa kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang perlu dianut dalam proses pembelajaran yang bersifat andragogik. Kondisi belajar dan prinsip pembelajaran tersebut oleh Knowles dalam tabel berikut: KONDISI-KONDISI BELAJAR Peserta merasakan untuk belajar. PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN kebutuhan 1. Fasilitator memperlihatkan kepada peserta kemungkinan-kemungkinan baru untuk pemenuhan kebutuhan diri. 2. Fasilitator membantu setiap peserta untuk meperjelas aspirasinya untuk peningkatan diri. 3. Fasilitator membantu peserta mendiagnosa jarak antara aspirasinya dengan tingkat penampilan sekarang. 4. Fasilitator membantu peserta mengidentifikasi masalah-masalah kehidupan yang mjereka alami karena kekurangan-kekurangan dalam kelengkapan-kelengkapan pribadi mereka. 13 KONDISI-KONDISI BELAJAR PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN Lingkungan belajar ditandai oleh 5. fasilitator menyiapkan kondisi fisik keadaan fisik yang yang nyaman (seperti tempat menyenangkan, saling percaya duduk,tempat merokok, suhu, dan menghormati, saling ventilasi, pencahayaan, dekorasi), membantu, kebebasan dan kondusif untuk interaksi mengemukakan pendapat dan (sebaiknya tidak seorangpun duudk penerimaan adanya perbedaan. di belakang orang lain). 6. Fasilitator memandang bahwa setiap peserta sebagai pribadi yang dihargai dan menghormati perasaan dan gagasangagasannya. 7. Fasilitator berusaha membangun hubungan saling percaya dan membantu diantara peserta dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan kerja sama. 8. Fasilitator menyatakan perasaanperasaannya dan menyumbangkan sumber pengetahuannya selaku sejawat peserta dalam semangat saling belajar. Peserta memandang tujuan- 9. Fasilitator melibatkan peserta tujuan suatu pengalaman belajar dalam suatu proses merumuskan sebagai tujuan mereka sendiri. tujuan belajar dimana kebutuhan peserta, lembaga, pengajar dan masyarakat dipertimbangkan. Peserta dapat menyetujui untuk 10. Fasilitator ikut urun pemikirannya saling urun tanggung jawab dalam dalam merancang pengalamanmerencanakan dan melaksanakan pengalaman belajar dan pemilihan suatu pengalaman belajar dan bahan-bahan dan metode, serta karenanya dan memiliki melibatkan peserta dalam keterkaitan terhadapanya. menentukan dalam setiap keputusan bersama-sama. 14 KONDISI-KONDISI BELAJAR PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN Peserta berpartisipasi secara aktif 11. Fasilitator membantu peserta dalam proses belajar. mengorganisir diri (misal kelompok proyek, tim belajar mengajar dan lain-lain) untuk urun tanggung jawab dalam proses belajar bersama. Proses belajar dikaitkan dan 12. Fasilitator membantu peserta menggunakan pengalaman mereka memanfaatkan pengalaman sendiri sebagai sumber belajar peserta. melalui pengunaan teknik-teknik seperti diskusi, bermain peran, kasus dan sejenisnya. 13. Fasilitator mengaitkan penyajian dari bahan pengetahuan dari dirinya terhadap tingkat pengalaman peserta. 14. Fasilitator membantu peserta untuk mengaplikasikan kegiatan belajar barunya pada pengalaman mereka, dengan demikian membuat belajar lebih bermakna dan terpadu. Peserta merasakan adanya 15. Fasilitator melibatkan peserta dalam mengembangkan kriteria dan kemajuan kearah tujuan-tujuan metode untuk mengukur kemajuanmereka kemajuan terhadap tujuan belajar. 16. Fasilitator membantu peserta mengembangkan dan mengaplikasikan prosedur untuk mengevaluasi diri sendiri berdasarkan kriteria itu. B. Jenis Pendidikan Orang Dewasa 1. Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education), yang mempelajari pengetahuan dan keterampilan lanjutan sesuai dengan perkembangan kebutuhan belajar pada diri orang dewasa. Pendidikan berkelanjutan ini ditujukan pada kegiatan untuk meperbaiki dan meningkatkan kemampuan 15 pengetahuan, dan keterampilan serta profesi, sehingga dapat dijadikan fasilitas dalam peningkatan diri dan produktivitas kerja. Misalnya Pelatihanpelatihan, Penataran, dan Lokakarya. 2. Pendidikan Perbaikan (Corrective Education), adalah kesempatan belajar yang disajikan bagi orang dewasa yang mulai memasuki usia tua dengan tujuan agar mereka dapat mengisi kekurangan pendidikannya yang tidak sempat diperoleh pada usia muda. Misalnya: Kursus-kursus pengetahuan dasar termasuk pemberantasan tuna aksara, latihan berorganisasi, dan keterampilan yang berhubungan dengan pekerjaan dan usaha. 3. Pendidikan Populer (Popular Education), adalah kesempatan belajar yang disediakan bagi orang dewasa dan orang tua dengan tujan agar mereka dapat mengenal perubahan dan variasi dalam kehhidupan seharihari. Misalnya pergaulan dengan orang lain, rekreasi, dan pendidikan yang berkaitan dengan kepuasan hidup. 4. Pendidikan Kader, adalah kegiatan pendidikan yang diselenggarakan pada umumnya oleh lembaga, organisasi atau perkumpulan yang giat dibidang politik, ekonomi, kepemudaan, kesehatan, dll. Tujuannya untuk membina dan meningkatkan kemampuan kelompok tertentu yaitu kader, demi kepentingan, misi lembaga yang bersangkutan di masyarakat. 5. Pendidikan Kehidupan Keluarga (Family Life Education), suatu cabang pendidikan orang dewasa yang kegiatannya berkaitan secara khusus dengan nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan kegiatan kehidupan keluarga. Tujuannya ialah memperluas dan memperkaya pengalaman anggota keluarga untuk berpartisipasi dengan terampil dalam kehidupan keluarga sebagai satu kesatuan kelompok. Misalnya: Hubungan dalam keluarga; pemeliharaan anak; kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat; dan pendidikan sek. C. Sikap Pendidik/Pembimbing Orang Dewasa Menurut William P. Golden Jr.: 1. Empathy: merasakan apa yang dirasakan peserta, melihat situasi sebagai mana mereka melihatnya., berada dan bersatu dengan peserta. 16 2. Kewajaran: bersikap jujur, apa adanya, wajar, terus tarang, konsisten, terbuka. 3. Respek: mempunyai pandangan positif terhadap peserta, mengkomunikasikan kehangatan, perhatian, pengertian; menerima orang lain dengana penghargaan penuh; menghargai perasaan, pengalaman, dan kemampuan mereka. 4. Komitmen dan Kehadiran: menghadirkan diri secara penuh; siap menyertai kelompok dalam segala keadaan. 5. Mengakui Kehadiran Orang Lain : tidak menonjolkan diri, mengakui adanya orang lain, 6. Membuka diri: menerima keterbukaan orang lain, dan secara aktif mengungkapkan diri kepada orang lain, mengenalkan diri kepada kelompok. Sikap pembimbing dewasa yang dipandang sesuai dengan karakteristik orang Indonesia (Lunandi, 1993 : 19) yaitu : 1. Tidak menggurui: sikap menggurui dapat dirasakan oleh peserta sebagai meremehkan. Misalnya ucapan ”Anda salah, mestinya begini”. 2. Tidak menjadi ahli, tidak terpancing untuk menjawab semua pertanyaan. 3. Tidak memutus bicara. Jika ada pertanyaan yang bertele-tele, pembimbing bisa mengatakan ”Kawan-kawan sudah ingin mengetahui inti pertanyaan anda” 4. Tidak berdebat. 5. Tidak deskriminatif. 6. Variasi (kegiatan tidak menonton). 7. Pandangan (menyeluruh). 8. Tangan (jangan tolak pinggang, jangan dimasukkan dalam saku celana, dll). 9. Langkah (tidak mondar-mandir). 10. Senyum (merupakan tanda kemarahan dan keakraban dengan peserta). 11. Pakaian (rapi, tidak jauh berbeda dengan peserta). D. Misi Pendidik Orang Dewasa Menurut Knowles setidaknya tiga misi pendidik orang dewasa sehubungan dengan pemenuhan kebutuhan dan tujuan : 17 1. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan individual 2. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan lembaga 3. Kebutuhan-kebutuhan dan tujuan-tujuan masyarakat E. Rangkuman Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam kehidupannya Orang dewasa sebagai peserta didik sangat unik dan berbeda dengan anak usia dini dan anak remaja. Proses pembelajaran orang dewasa akan berlangsung jika dia terlibat langsung, idenya dihargai dan materi ajar sangat dibutuhkannya atau berkaitan dengan profesinya serta sesuatu yang baru bagi dirinya. Terdapat 3 (tiga) asumsi Mengenai Belajar dan Pembelajaran yang umum disampaikan yaitu : (1) Adults can learn (Orang dewasa dapat belajar); (2) Learning is an internal process (Belajar adalah suatu proses dari dalam); (3) Conditions of learning and principles of teaching (Kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran) Berbagai jenis pendidikan orang dewasa yang perlu diketahui oleh para Penggerak Swadaya Masyarakat yaitu : (1) Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education); (2) Pendidikan Perbaikan (Corrective Education); (3) Pendidikan Populer (Popular Education); (4) Pendidikan Kader; dan (4) Pendidikan Kehidupan Keluarga (Family Life Education) Selain itu para PSM dalam memberikan tugas dan fungsinya sebagai pendidik /pembimbing harus memiliki sikap sebagai berikut : (1) Empathy: (2) Kewajaran: (3) Respek; (4) Komitmen dan Kehadiran: (5) Mengakui Kehadiran Orang Lain; (6) Membuka diri F. Latihan 1. Terangkan apakah yang disebut kondisi-kondisi belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran? 2. Ada berapa jenis pendidikan orang dewasa yang saudara ketahui? 18 3. Sebutkan sikap pembimbing orang dewasa yang sesuai dengan karakteristik orang Indonesia? 19 BAB IV KARAKTERISTIK DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN ORANG DEWASA Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat menjelaskan karakteristik/asumsi belajar orang dewasa, dan beberapa implikasi praktis tentang asumsi dasar tentang pendidikan orang dewasa A. Karakteristik Belajar Orang Dewasa Proses belajar bagi orang dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang mampu berperan sebagai pembimbing belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan berguru. Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan psikologis dan ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak menjadi kemandirian untuk mengarahkan diri sendiri, sehingga proses pembelajaran orang dewasa harus memperhatikan karakteristik orang dewasa. Karakteristik orang dewasa menurut Knowles (1986) berbeda asumsinya dibandingkan dengan anak-anak. Asumsi yang dimaksud adalah: PAEDAGOGI ANDRAGOGI 1. Konsep diri bukan pribadi yang • Anak ialah pribadi yang • Pelajar tergantung, tapi pribadi yang telah tergantung. masak secara psikologis/ pribadi • Hubungan pelajar dengan yang mandiri. pengajar merupakan hubungan • Hubungan pelajar dengan pengajar yang bersifat pengarahan. merupakan hubungan saling membantu yang timbal balik. 2. Pengalaman Pengalaman pelajar sangat Pengalaman pelajar orang dewasa terbatas, karena itu dinilai kecil dinilai sebagai sumber belajar yang dalam proses pendidikan berkembang. 20 PAEDAGOGI ANDRAGOGI 3. Pesiapan belajar Guru menentukan apa yang akan Pelajar menentukan apa yang mereka dipelajari, bagaimana dan kapan perlu pelajari berdasarkan pada belajar. persepsi mereka sendiri terhadap tuntutan situasi sosial mereka. 4. Orientasi Terhadap Belajar • Anak-anak cenderung • Pelajar cenderung mempunyai mempunyai perspektif untuk perspektif untuk kecepatannya menunda aplikasi apa yang ia mengaplikasikan apa yang mereka pelajari (digunakan di masa pelajari. yad.) • Pendekatannya ”berpusat • Pendekatannya ”berpusat kepada kepada mata pelajaran” (Subject masalah” (Problem Centered) Centered) B. Implikasi Asumsi Dasar Terhadap Pendidikan Orang Dewasa Konsep Andragogi didasarkan pada sedikitnya 4 asumsi tentang karakteristik warga belajar yang berbeda dari asumsi yang mendasari pedagogi tradisional, yaitu: 1) konsep diri mereka bergerak dari seseorang dengan pribadi yang tergantung mengarahkan diri kepada sendiri. orang 2) lain Mereka kearah telah seseorang yang mengumpulkan mampu segudang pengalaman yang selalu bertambah yang menjadi sumber belajar yang semakin kaya. 3) Kesiapan belajar mereka menjadi semakin berorientasi kepada tugastugas perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu mereka berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang mereka peroleh kepada penerapan yang segera, dan sesuai dengan itu orientasi mereka kearah belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran kepada yang berpusat kepada penampilan. Usaha-usaha ke arah penerapan teori andragogi dalam kegiatan pendidikan orang dewasa telah dicobakan oleh beberapa ahli, berdasarkan empat asumsi dasar orang dewasa yang di atas yaitu: konsep diri, akumulasi pengalaman, kesiapan belajar, dan orientasi belajar. Asumsi dasar tersebut dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut: 21 (1) Menyiapkan Iklim Belajar yang Kondusif Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar. Oleh karena itu, dalam pembelajaran model Andragogi langkah pertama yang harus dikerjakan adalah menyiapkan iklim belajar yang kondusif. Ada tiga hal yang perlu disiapkan agar tercipta iklim belajar yang kondusif itu. Pertama, penataan fisik seperti ruangan yang nyaman, udara yang segar, cahaya yang cukup, dan sebagainya. Termasuk di sini adalah kemudahan memperoleh sumber-sumber belajar baik yang bersifat materi seperti buku maupun yang bukan bersifat materi seperti bertemu dengan fasilitator. Kedua, penataan iklim yang bersifat hubungan manusia dan psikologis seperti terciptanya suasana atau rasa aman, saling menghargai, dan saling bekerjasama. Ketiga, penataan iklim organisasional yang dapat dicapai melalui kebijakan pengembangan SDM, penerapan filosofi manajemen, penataan struktur organisasi, kebijakan finansial, dan pemberian insentif. (2) Peserta diajak untuk menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama Perencanaan pembelajaran dalam model Andragogi dilakukan bersama antara fasilitator dan peserta didik. Dasarnya ialah bahwa peserta didik akan merasa lebih terikat terhadap keputusan dan kegiatan bersama apabila peserta didik terlibat dan berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. (3) Peserta dilibatkan dalam menetapkan Kebutuhan Belajar Dalam proses pembelajaran orang dewasa perlu diketahui lebih dahulu kebutuhan belajarnya. Ada dua cara untuk mengetahui kebutuhan belajar ini adalah dengan model kompetensi dan model diskrepensi. Model kompetensi dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai cara seperti penyusunan model peran yang dibuat oleh para ahli. Pada tingkat organisasi dapat dilakukan dengan melaksanakan analisis sistem, analisis performan, dan analisis berbagai dokumen seperti deskripsi tugas, laporan pekerjaan, penilaian pekerjaan, analisis biaya, dan lain-lain. Pada tingkat masyarakat dapat digunakan berbagai informasi yang berasal dari penelitian para ahli, laporan statistik, jurnal, bahkan buku, dan monografi. Model diskrepansi, 22 adalah mencari kesenjangan. Kesenjangan antara kompetensi yang dimodelkan dengan kompetensi yang dimiliki oleh peseta didik. Peseta didik perlu melakukan self assesment. (4) Peserta dilibatkan dalam merumuskan Tujuan Khusus (Objectives) Program Tujuan pembelajaran ini akan menjadi pedoman bagi kegiatankegiatan pengalaman pembelajaran yang akan dilakukan. Banyak terjadi kontroversi dalam merumuskan tujuan pembelajaran ini karena perbedaan teori atau dasar psikologi yang melandasinya. Pada model Andragogi lebih dipentingkan terjadinya proses self-diagnosed needs. (5) Merancang Pola Pengalaman Belajar Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perlu disusun pola pengalaman belajarnya atau rancangan programnya. Dalam konsep Andragogi, rancangan program meliputi pemilihan problem areas yang telah diidentifikasi oleh peserta didik melalui self-diagnostic, pemilihan format belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai, merancang unit-unit pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materi-materi, serta mengurutkannya dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan belajar peserta didik dan prinsip estetika. Rancangan program dengan menggunakan model pembelajaran Andargogi pada dasarnya harus dilandasi oleh konsep selfdirected learning dan oleh karena itu rancangan program tidak lain adalah preparat tentang learning-how-to-learn activity. (6) Melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar) Catatan penting pertama untuk melaksanakan program kegiatan belajar adalah apakah cukup tersedia sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan membelajarkan dengan menggunakan model Andragogi. Proses pembelajaran Andragogi adalah proses pengembangan sumberdaya manusia. Peranan yang harus dikembangkan dalam pengembangan sumberdaya manusia adalah peranan sebagai administrator program, sebagai pengembang personel yang mengembangkan sumberdaya manusia. Dalam konteks pelaksanaan program kegiatan belajar perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan berbagai teknik untuk membantu 23 orang dewasa belajar dan yang berkaitan dengan berbagai bahan-bahan dan alat-alat pembelajaran. (7)Mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar Proses pembelajaran model Andragogi diakhiri dengan langkah mengevaluasi program. Pekerjaan mengevaluasi merupakan pekerjaan yang harus terjadi dan dilaksanakan dalam setiap proses pembelajaran. Tidak ada proses pembelajaran tanpa evaluasi. Proses evaluasi dalam model pembelajaran Andragogi bermakna pula sebagai proses untuk merediagnosis kebutuhan belajar. Untuk membantu peserta didik mengenali ulang model-model kompetensi yang diharapkannya dan mengasses kembali diskrepensi antara model dan tingkat kompetensi yang baru dikembangkannya. Pengulangan langkah diagnosis menjadi bagian integral dari langkah evaluasi. Dalam khasanah proses evaluasi terdapat empat langkah yang diperlukan untuk mengefektifkan assessment program yaitu evaluasi reaksi yang dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana peserta didik merespon suatu program belajar; evaluasi belajar dilaksanakan untuk mengetahui prinsip-prinsip, fakta, dan teknik-teknik yang telah diperoleh oleh peserta didik; evaluasi perilaku dilaksanakan untuk memperoleh informasi perubahan perilaku peserta didik setelah memperoleh latihan; dan evaluasi hasil dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program. Aplikasi yang diutarakan di atas sebenarnya lebih bersifat prinsipprinsip atau rambu-rambu sebagai kendali tindakan membelajarkan orang dewasa. Oleh karena itu, keberhasilannya akan lebih benyak tergantung pada setiap pelaksanaan dan tentunya juga tergantung kondisi yang dihadapi. Jadi, implikasi pengembangan teknologi atau pendekatan andragogi dapat dikaitkan terhadap penyusunan kurikulum atau cara mengajar terhadap warga belajar. Namun, karena keterikatan pada sistem lembaga yang biasanya berlangsung, maka penyusunan program atau kurikulum dengan menggunakan andragogi akan banyak lebih dikembangkan dengan menggunakan pendekatan ini. Sebagai orang dewasa merasakan bahwa konsep-diri seseorang dapat berubah. Mereka mulai melihat peranan sosial mereka dalan hidup tidak lagi 24 sebagai warga belajar “full time”. Mereka melihat diri mereka semakin sebagai penghasil atau pelaku. Sumber utama kepuasan-diri mereka sekarang adalah penampilan mereka sebagai pekerja, suami/isteri, orang tua, dan warga negara. Orang dewasa memperoleh status baru, di mata mereka dan orang-orang lain, dari tanggung jawab yang non-pendidikan ini. Konsep-diri mereka menjadi sebagai pribadi yang mengarahkan dirinya sendiri. Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai mampu membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan menghadapi akibat-akibatnya, mengelola hidup mereka sendiri. Dalam hal itu mereka juga mengembangkan satu kebutuhan psikologis yang dalam untuk dilihat orang lain sebagai orang yang mampu mengarahkan diri sendiri. Orang dewasa menemukan bahwa mereka dapat bertanggung jawab bagi pembelajaran mereka sendiri, sebagaimana mereka lakukan bagi segi-segi lain kehidupan mereka, mereka mengalami perasaan lega dan gembira. Kemudian mereka akan memasuki kegiatan belajar dengan keterlibatan-diri yang mendalam, dengan hasil yang seringkali mengejutkan bagi mereka sendiri dan para fasilitator mereka. C. Rangkuman Karakteristik belajar orang dewasa berbeda dengan anak-anak atau remaja, orang dewasa cenderung ingin belajar bukan berguru dan tidak mau digurui. Konsep Andragogi didasarkan pada 4 asumsi warga belajar, yaitu: 1) konsep diri dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri. 2) Mereka telah mengumpulkan segudang pengalaman yang bertambah menjadi sumber belajar yang semakin kaya. 3) Kesiapan belajar berorientasi kepada tugas-tugas perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang diperoleh kepada penerapan yang segera, dan orientasi belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran menjadi berpusat kepada penampilan. Asumsi dasar Andragogi dijabarkan dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran dengan langkah-langkah: Menyiapkan Iklim Belajar yang 25 Kondusif, Peserta diajak untuk menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama, Peserta dilibatkan dalam menetapkan Kebutuhan Belajar, Peserta dilibatkan dalam merumuskan Tujuan Khusus (Objectives) Program, Merancang Pola Pengalaman Belajar, Melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar), Mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar. D. Latihan 1. Apakah yang dimaksud dengan paedagogi dan andragogi? 2. Uraian 2 (dua) perbedaan yang utama dalam paedagogi dan andragogi? 3. Sebutkan 4 (empat) asumsi dasar orang dewasa yang diterapkan dalam proses andragogi ? 26 BAB V MODEL DAN STRATEGI PEMBELAJARAN ORANG DEWASA Indikator Keberhasilan: setelah pembelajaran ini peserta diharapkan dapat memilih model pembelajaran orang dewasa,dan menerapkan strategi pembelajaran orang dewasa. A. Model Pembelajaran Orang Dewasa Sesuai dengan karakteristik orang dewasa, maka pembelajarannya juga memerlukan karakteristik yang khusus. Ada beberapa model pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran orang dewasa yaitu: 1. Model Pembelajaran Daur Pengalaman Berstruktur dan Analisis Peranan Model pembelajaran ini menggunakan pendekatan partisipatori andragogi melalui daur pengalaman struktur. Model pembelajaran ini merupakan proses membantu belajar orang dewasa secara analisis dan partisipasif melalui tahap-tahap: a. Pengenalan dan penghayatan terhadap masalah dan kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas menurut pandangan peserta b. Pengungkapan masalah/kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas menurut pandangan peserta c. Pengolahan masalah dan kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas oleh peserta bersama fasilitator atau narasumber. d. Penyimpulan cara pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan peningkatan mutu program dan kemampuan petugas oleh peserta bersama fasilitator e. Penyerapan dan penerapan cara-cara peningkatan mutu program dan kemampuan petugas dalam penyelenggaraan program. Merujuk pada model pembelajaran daur pengalaman berstruktur untuk analisis peran peserta dapat menggunakan metode ATMAP (Arah, Terapan, Masalah dan Peran). Pembelajaran dengan metode ATMAP adalah upaya peningkatan kemampuan analisis dan sekaligus penghayatan peserta 27 terhadap perannya dalam menyelenggarakan program dalam masyarakat. Aplikasi metode ATMAP dalam daur pengalaman berstruktur adalah sebagai berikut: a. Arah program dan arah tugas Arah program berkenaan antara lain tujuan kegiatan, cara pelaksanaan dan cara penilaian dari program yang diselenggarakan pada masyarakat. Arah tugas peserta berkenaan tugas pokok, rincian kegiatannya dan proses pelaksanaannya. Metode pembelajaran ini antara lain sajian arah, telaah kasus, curah pendapat, ceramah, tanya jawab, dan metode lain yang sesuai. b. Terapan program dan tugas Terapan program artinya cara pelaksanaan program menurut arah yang telah ditetapkan baik yang sudah diwujudkan maupun yang diperkirakan. Terapan tugas artinya cara pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan. Terapan program dan terapan tugas dikaitkan dengan situasi dan kondisi wilayah, tempat serta fasilitas pendukungnya. Metode pembelajaran untuk ini antara lain menggunakan curah pendapat, diskusi, telaah terapan, kerja kelompok, dan metode lain yang sesuai. c. Masalah Terapan Program dan Terapan Tugas Masalah terapan program adalah masalah-masalah yang muncul atau yang diperkirakan akan muncul baik internal maupun eksternal. Masalah terapan tugas artinya masalah kemampuan petugas dalam melaksanakan tugasnya yang berkaitan dengan terapan program baik yang muncul atau yang diperkirakan akan muncul (internal maupun eksternal). Metode pembelajaran ini antara lain curah pendapat, telaah kasus, diskusi kelompok (pleno), telaah banding, telaah lapangan, kerja kelompok dan metode lain yang sesuai. d. Alternatif Pemecahan Masalah Terapan Program dan Terapan Tugas Alternatif pemecahan masalah terapan program artinya gagasangagasan cara pemecahan masalah yang telah dianalisis baik untuk sekarang ataupun yang akan datang terutama terhadap masalah internal. Alternatif pemecahan masalah terapan tugas artinya gagasan- 28 gagasan cara peningkatan kemampuan petugas sesuai dengan tuntutan terapan program baik untuk sekarang maupun untuk yang akan datang terutama yang bersifat internal. Metode pembelajaran untuk ini adalah telaah kasus, diskusi, telaah banding, kerja kelompok dan metode lain yang sesuai. e. Peran Petugas Peran petugas artinya peran dan kemampuannya melaksanakan program serta pemecahan masalahnya, untuk sekarang maupun yang akan datang. Metode pembelajaran untuk ini harus ditekankan kepada belajar, praktek dan bekerja melalui metode diskusi, kerja kelompok atau individual, simulasi, bermain peran dan metode lain yang sesuai. 2. Model Pembelajaran Latihan Penyelidikan (Inguiry Training Model) Latihan penyelidikan sebagai salah satu model pembelajaran meliputi lima fase yaitu: a. Menghadapkan peserta belajar untuk berkonfrontasi dengan situasi teka-teki b. Fase operasional pengumpulan data untuk verifikasi, meminta peserta belajar menanyakan serangkaian pertanyaan untuk dijawab oleh fasilitator dengan "ya" atau "tidak" dan menyelenggarakan serangkaian eksperimen mengenai lingkungan situasi masalah. c. Operasi pengumpulan data untuk eksperimentasi d. Peserta belajar menyadap informasi dari pengumpulan data mereka dan menjelaskan masalah sebaik mungkin. e. Fasilitator dan peserta belajar bekerja sama menganalisis strategi satu sama lain. Tekanan di sini ialah pada konsekuensi strategi tertentu. Analisis ini berusaha membantu peserta belajar lebih terarah dalam mengajukan pertanyaan dan mengikuti rencana: pengadaan fakta, menentukan apa yang relevan, menyiapkan konsep penjelasan atau hubungan. 3. Model Pembelajaran Advance Organizer Advance Organizer ialah materi pengenalan yang disajikan lebih dahulu dari tugas pembelajaran yang tingkat abstraksinya lebih tinggi 29 dibandingkan dengan tugas pembelajar itu sendiri, tujuannya ialah untuk menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari lebih dahulu, disamping juga untuk membantu peserta belajar membedakan materi baru dari materi pembelajaran yang telah diberikan. Organisasi yang paling efektif adalah materi yang menggunakan konsep, istilah dan dalil yang telah dikenal oleh warga belajar termasuk juga ilustrasi dan analogi. Bahan pembelajaran dapat berupa artikel dalam koran atau majalah dan jurnal, ceramah bahkan dapat juga film. Tugas pembelajaran bagi peserta belajar ialah untuk menghayati informasi, untuk mengingat gagasan sentral dan mungkin juga fakta kunci. Sebelum memperkenalkan materi pembelajaran kepada peserta belajar hendaknya fasilitator menyiapkan materi perkenalan dalam bentuk Advance Organizer berupa lampiran yang dapat digunakan untuk mengaitkan data baru yang relevan. Advance Organizer pada umumnya didasarkan pada konsep dan hukum/aturan suatu disiplin. Sebagai contoh suatu pelajaran atau uraian mengenai sistem kasta di India dapat didahului dengan organizer yang didasarkan pada konsep stratifikasi sosial. Biasanya organizer dikaitkan dengan materi yang bersifat aktual atau kurang abstrak dibandingkan dengan yang mendahuluinya. Organizer timbul dari hubungan secara integral dengan materi pembelajaran. Organizer dapat juga digunakan secara kreatif untuk menyiapkan perspektif baru. Pembelajaran model Advance Organizer dapat diterapkan melalui beberapa fase yaitu: a. Penyajian Advance Organizer meliputi kegiatan: menjelaskan tujuan satuan pelajaran, menyajikan organizer, mendorong timbulnya kesadaran akan pengetahuan dan pengalaman yang relevan dengan latar belakang peserta belajar. b. Penyajian materi tugas pembelajaran; menyusun urutan logis materi pelajaran bagi warga belajar, membina perhatian warga belajar, menyiapkan bahan organiser yang bersifat eksplisit. 30 c. Memperkuat rekonsiliasi organisasi secara kognitif: terintegrasi, menggunakan mengintegrasikan prinsip-prinsip pembelajaran penerimaan aktif, memperoleh pendekatan kritis terhadap pengetahuan yang dipelajari. 4. Model Pembelajaran Pemerolehan Konsep Pembelajaran model pemerolehan konsep mencakup penganalisisan proses berpikir dan diskusi menganai atribut perolehan konsep. Selanjutnya terhadap variasi pada model dasar yang melibatkan lebih banyak peserta belajar berpartisipasi dan mengendalikan diskusi serta lebih banyak materi yang kompleks. Kelaziman diantara materi ini merupakan aplikasi dari teori tentang konsep. Inilah yang membedakan antara model perolehan konsep yang asli dengan perlombaan menebak. Model ini mengandung nilai aplikasi yang penting dan langsung kepada pembelajaran sebagai berikut: a. Dengan memahami hakikat dari konsep dan kegiatan yang bersifat konseptual fasilitator dapat menetapkan secara lebih baik apabila peserta belajar memperoleh pengertian suatu konsep b. Fasilitator dapat mengenal strategi pengkategorisasian yang digunakan warga belajar dan membantu mereka menggunakannya secara lebih efektif. c. Fasilitator dapat memperbaiki kualitas pembelajaran untuk mempelajari konsep dengan menggunakan model pembelajaran tentang hakikat proses perolehan konsep. B. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa Dalam kegiatan pembelajaran, pendidik/instruktur/tutor/fasilitator dituntut memiliki kemampuan memilih pendekatan pembelajaran yang tepat. Kemampuan tersebut sebagai sarana serta usaha dalam memilih dan menentukan pendekatan pembelajaran untuk menyajikan materi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan program pembelajaran. Untuk menentukan atau memilih pendekatan pembelajaran, hendaknya berangkat dari perumusan tujuan yang jelas. Setelah tujuan pembelajaran ditentukan, kemudian memilih 31 pendekatan pembelajaran yang dipandang efisien dan efektif. Pemilihan pendekatan pembelajaran ini hendaknya memenuhi kriteria efisien dan efektif. Suatu pendekatan pembelajaran dikatakan efektif dan efisien apabila strategi tersebut dapat mencapai tujuan dengan waktu yang lebih singkat dari pendekatan yang lain. Kriteria lain yang perlu diperhatikan dalam memilih pendekatan pembelajaran adalah tingkat keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih pendidik/instruktur/tutor/fasilitator dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, strategi dan pembelajaran. Istilah strategi (strategy) berasal dari kata kerja dalam bahasa Yunani, “stratego” yang berarti merencanakan (to plan). Strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi mencakup tujuan kegiatan yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan. Strategi yang diterapkan dalam kegiatan pembelajaran disebut strategi pembelajaran. Pembelajaran adalah upaya sistematis dalam membantu warga belajar dalam mengembangkan potensinya secara optimal melalui kegiatan belajar. Strategi pembelajaran mencakup penggunaan pendekatan, metode dan teknik, bentuk media, sumber belajar, peserta didik, untuk mewujudkan interaksi edukasi antara pendidik dengan peserta didik dengan lingkungannya. Tujuan strategi pembelajaran adalah untuk mewujudkan efisiensi, efektivitas dan produktifitas kegiatan pembelajaran. Isi kegiatan pembelajaran adalah bahan/materi pembelajaran yang bersumber dari kurikulum yang telah disusun dalam program pembelajaran. Proses kegiatan pembelajaran merupakan langkah-langkah atau tahapan yang harus dilalui oleh pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Sumber pendukung kegiatan pembelajaran mencakup fasilitas dan alat-alat bantu pembelajaran (Sudjana, 2005). Menurut Dick dan Carey (1990 : 1) strategi pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan 32 seperti yang diharapkan. Lebih lanjut Dick dan Carey (1990: 1) menyebutkan lima komponen umum dari strategi instruksional sebagai berikut: 1. kegiatan pra instruksional, 2. penyajian informasi, 3. partisipasi peserta didik, 4. tes, dan 5. tindak lanjut. Gagne dan Briggs dalam Atwi Suparman (1996: 156) mengemukakan sembilan urutan kegiatan instruksional, yaitu: 1. memberikan motivasi atau menarik perhatian, 2. menjelaskan tujuan instruksional kepada peserta didik, 3. mengingatkan kompetensi prasyarat, 4. memberi stimulus (masalah, topik, dan konsep), 5. memberikan petunjuk belajar, 6. menentukan penampilan peserta didik, 7. memberi umpan balik, 8. menilai penampilan, 9. menyimpulkan. Strategi pembelajaran orang dewasa pada pendidikan keaksaraan fungsional terdiri dari lima langkah kegiatan, yaitu menulis, membaca, berhitung, diskusi dan aksi/penerapan. Langkah-langkah tersebut, bukan berarti langkah yang baku/kaku atau harus berurutan. Tetapi bisa saja dilakukan secara acak, misalnya dimulai dari diskusi, kemudian belajar membaca, menulis dan seterusnya. Hal ini tergantung dari situasi dan kondisi serta kesepakatan di dalam kelompok belajar. Namun demikian, kebiasaan yang ditemui adalah melalui diskusi terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Bisa juga dimulai dari masalah yang ditemui (aksi) peserta didik, kemudian didiskusikan di kelompok belajar, menulis, membaca dan seterusnya. Keefektifan kegiatan belajar, sangat bergantung pada kemampuan tutor dalam mengarahkan, dan membimbing peserta didik di dalam kegiatan belajarnya. Pengalaman juga menunjukkan bahwa, kegiatan menulis perlu didahulukan dan pada kegiatan membaca. Karena melalui kegiatan belajar 33 menulis, peserta didik sedikit demi sedikit langsung belajar membaca. Sebaliknya apabila peserta didik didahulukan belajar membaca, maka cenderung kurang terampil dalam hal menulis. Kegiatan pembelajaran partisipatif sebagai upaya pembelajaran yang mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Sudjana (2005:155) keikutsertaan peserta didik diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu: perencanaan program pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran. Partisipasi dalam perencanaan merupakan bentuk keterlibatan peserta didik dalam kegiatan mengidentifikasi kebutuhan belajar, permasalahan dan menentukan prioritas masalah, sumber-sumber atau potensi yang tersedia,. Hasil dari identifikasi digunakan sebagai dasar dalam menentukan tujuan pembelajaran.dan penetapan program kegiatan pembelajaran. Partisipasi dalam pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik dalam menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Iklim belajar yang kondusif ditandai dengan 1) kedisiplinan peserta didik, 2) terjadi hubungan antar peserta didik dan antara peserta didik dengan pendidik yang akrab, terbuka, terarah, saling menghargai, saling membantu dan saling belajar, 3) Interaksi pembelajar yang sejajar. Kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada peran peserta didik (student centered). Peserta didik diberikan kesempatan secara luas dalam kegiatan pembelajaran, peran pendidik membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Banyak pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan dalam menciptakan iklim pembelajaran kondusif, misalnya: pendekatan tematik, descoveri-inkuiri, kontektual, cooperative learning, konstruktrukvistik, meaningfull learning, dsb. Adapun metode pembelajaran yang diterapkan, misalnya; metode diskusi, tanya jawab, problem solving, discoveryinkuiri, simulasi, brainstorming, role playing, games, siklus belajar berbasis pengalaman, demonstrasi, kooperatif, dan sebagainya. Partisipasi dalam evaluasi pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik dalam menghimpun informasi mengenai pengelolaan pembelajaran dan perubahan yang dirasakan selama mengikuti proses pembelajaran. Dalam 34 partisipasi evaluasi pembelajaran ini, pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memberikan penilaian pada seluruh komponen pembelajaran (refeksi pembelajaran) dan suasana diri (mood meter) dalam mengikuti pembelajaran. Langkah-langkah yang dilakukan pendidik dalam menerapkan strategi pembelajaran partisipatif adalah: 1. melakukan asesment kebutuhan belajar, merumuskan tujuan, mengidentifikasi hambatan, dan menetapkan prioritas yang akan digunakan untuk mengelola kegiatan pembelajaran. 2. Memilih tema/pokok bahasan dan/atau tugas yang harus dilakukan dalam pembelajaran dan menentuka indicator pencapaian tujuan pembelajaran. 3. Mengenai dan mengkaji karakteristik peserta didik sebagai bahan masukan dalam menyusun rencana pembelajaran 4. Mengidentifikasi isi/materi atau bahan pelajaran/rincian tugas pembelajaran 5. Merumuskan tujuan pembelajaran 6. Merancang kegiatan pembelajaran, dengan memilih metode, media pembelajaran yang digunakan secara tepat dan pengelolaan waktu. 7. Memilih fasilitas pembelajaran dan sumber bahan yang mendukung proses pembelajaran. 8. Mempersiapkan sistem evaluasi proses dan hasil kegiatan pembelajaran. 9. Mempersiapkan tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Menurut Tom Nesbit, Linda Leach & Griff Foley (2004) bahwa ada enam prinsip dalam praktek pembelajaran orang dewasa agar dapat diterapkan secara efektif, yaitu: 1. adanya partisipasi secara sukarela, 2. adanya perasaan respek secara timbal balik, 3. Adanya semangat berkolaborasi dan kooperasi, 4. adanya aksi dan refleksi, 5. tersedianya kesempatan refleksi kritis dan 6. adanya iklim pembelajaran yang kondusif untuk belajar secara mandiri. Prinsip tersebut sangat berkaitan dengan karakteristik orang dewasa yang telah memiliki konsep diri dan pengalaman yang cukup banyak. Konsep 35 diri orang dewasa telah mandiri dan bergantung sepenuhnya kepada orang lain dalam menentukan pilihan atau keputusan pemecahan masalah. Pengalaman merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi orang dewasa. Setiap peserta memiliki pengalaman yang bervariasi, tingkat pendidikan, kematangan dan lingkungan yang berbeda pula. Untuk itu pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. peserta sebagai sumber belajar, oleh karena itu teknik pembelajaran yang diterapkan diorientasikan pada upaya penyerapan pengalaman mereka melalui; diskusi kelompok, curah pendapat, bermain peran, simulasi, curah pendapat, demonstrasi, focus group discussion. 2. penekanan pada aplikasi praktis, pengetahuan baru, konsep-konsep, dan pengalaman baru dapat dijelaskan melalui pengalaman praktis yang pernah dialami peserta didik. Hasil dari pembelajaran dapat dimanfaatkan secara langsung dalam kehidupannya. 3. materi pembelajaran dirancang berdasarkan pengalaman dan kondisi peserta didik. C. Rangkuman Ada beberapa model pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran orang dewasa yaitu: 1. Model Pembelajaran Daur Pengalaman Berstruktur dan Analisis Peranan 2. Model Pembelajaran Latihan Penyelidikan (Inguiry Training Model) 3. Model Pembelajaran Advance Organizer 4. Model Pembelajaran Pemerolehan Konsep Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih pendidik/instruktur/tutor/fasilitator dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Dick dan Carey (1990 : 1) strategi pembelajaran adalah suatu pendekatan dalam mengelola secara sistematis kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat mencapai isi pelajaran atau mencapai tujuan seperti yang 36 diharapkan. Lebih lanjut Dick dan Carey (1990: 1) menyebutkan lima komponen umum dari strategi instruksional sebagai berikut: 1. Kegiatan pra instruksional, 2. Penyajian informasi, 3. Partisipasi peserta didik, 4. Tes, dan 5. Tindak lanjut. D. Latihan 1. Sebutkan model-model pembelajaran yang saudar ketahui sesuai digunakan untuk pembelajaran orang dewasa? 2. Apa yang saudara ketahui perihal Model Pembelajaran Advance Organizer 3. Sebutkan 9 (sembilan) urutan kegiatan instruksional? 37 BAB VI PENUTUP Setelah mempelajari mata diklat Pembelajaran Orang Dewasa ini maka dapat ditarik beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut : 1. Orang dewasa adalah orang yang telah memiliki banyak pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan kemampuan mengatasi permasalahan hidup secara mandiri. Orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi orang lain untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan para pemegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi dalam perspektif pendidikan, orang dewasa lebih mengarahkan dirinya kepada pencapaian pemantapan identitas dan jati dirinya untuk menjadi dirinya sendiri. Untuk itu seorang Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM) yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai pelatih, penyuluh dan pengembang masyarakat perlu memahami apa dan bagaimana pembelajaran orang dewasa, karakteristik orang dewasa dan implikasinya serta bagaimana menerapkan strategi yang tepat dalam pembelajaran orang dewasa. 2. Filosofi pendidikan orang dewasa memiliki tinjauan dan implikasi bervariasi, yaitu adanya nilai dasar yang dapat diterima secara umum, memiliki pandangan yang integratif, ide, sikap, dan praktek yang jelas. 3. Pendidikan orang dewasa dapat diartikan sebagai pendidikan yang ditujukan untuk peserta didik yang telah dewasa atau berumur 21 tahun ke atas, atau telah menikah dan memiliki kematangan, dan untuk memenuhi tuntutan tertentu dalam kehidupannya. 4. Konsep Andragogi didasarkan pada 4 asumsi warga belajar, yaitu: 1) konsep diri dari seseorang dengan pribadi yang tergantung kepada orang lain kearah seseorang yang mampu mengarahkan diri sendiri. 2) Mereka telah mengumpulkan segudang pengalaman yang bertambah menjadi sumber belajar yang semakin kaya. 3) Kesiapan belajar berorientasi kepada tugas-tugas perkembangan dari peranan sosial mereka. 4) Perspektif waktu berubah dari penerapan yang tidak seketika dari pengetahuan yang diperoleh kepada penerapan yang segera, dan orientasi belajar bergeser dari yang berpusat kepada mata pelajaran menjadi berpusat kepada penampilan. 38 5. Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih pendidik/instruktur/tutor/fasilitator dalam proses pembelajaran yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. 39 DAFTAR PUSTAKA Ditentis (1998), Metode Belajar Orang Dewasa. Modul. Jakarta Knowles, M.(19986). The Adult Leaner a Neglected Species. London. Gulf Publishing Company. Kuntoro, Sodiq A. (1999). Andragogi : Teori Pembelajaran Orang Dewasa. Makalah. Yogyakarta. Soedomo.(1989). Pendidikan Luar Sekolah Ke Arah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat. Jakarta. Ditjen Dikti, Depdikbud. Srinivasan. Lyra (1977). Perspectives on Nonformal Adult Learning. New York. World Educational. Syamsu M, dkk. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa. Jakarta, Depdikbud. 40