pembelajaran matematika dengan pendekatan pemecahan

advertisement
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP
Sahlan Suherlan
[email protected]
Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung
ABSTRAK
Latar belakang dari penelitian ini adalah masih rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan pemecahan masalah
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Selain itu, tujuan lainnya adalah untuk
mengetahui sikap siswa terhadap pendekatan pemecahan masalah. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretest dan postest.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 3 Pagaden Kabupaten
Subang. Sampel pada penelitian ini adalah dua kelas dari kelas VII, yaitu kelas VII A sebagai
kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas kontrol. Data penelitian diperoleh melalui tes
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan lembar observasi. Hasil penelitian yang
diperoleh adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukan adanya peningkatan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diberikan pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah.
Kata Kunci: pendekatan pemecahan masalah, berpikir kreatif matematis.
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin
dan mengembangkan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi
dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh
perkembangan matematika di bidang teori bilangan,
aljabar, analisis, teori peluang dan matematika
diskrit. Oleh karena itu, untuk menguasai dan
mencipta teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Tujuan
pembelajaran matematika adalah terbentuknya
kemampuan bernalar pada diri siswa yang tercermin
melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis,
kreatif, efektif dan memiliki sifat objektif, jujur,
disiplin dalam memecahkan suatu permasalahan baik
dalam bidang matematika maupun bidang-bidang
lain dalam kehidupan sehari-hari.
Menyadari akan pentingnya matematika, pemerintah
telah mewajibkan matematika untuk dipelajari sejak
di bangku sekolah dasar (SD) hingga sekolah
menengah atas (SMA). Hal ini tidak lain bertujuan
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir kritis, logis, sistematis, kreatif, efektif, jujur,
dan disiplin. Kegiatan matematika yang penuh
dengan
penalaran,
melakukan
pembuktian,
pemecahan masalah dan penarikan kesimpulan akan
mampu mempertajam kemampuan berpikir, kritis,
logis, kreatif, sistematis, efektif dan objektif.
Munandar (Siswono, 2009) berpendapat bahwa
pengajaran di sekolah umumnya terbatas pada
pemikiran verbal dan pemikiran logis, pada tugastugas yang menuntut pemikiran konvergen, prosesproses pemikiran tingkat tinggi termasuk berpikir
kreatif yang jarang dilatih. Padahal kemampuan itu
yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan
kompetitif. Selain itu, kurikulum dalam pendidikan
matematika mencantumkan untuk membentuk
kemampuan berpikir kreatif, namun pelaksanaan
belum tampak mengarah ke Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Hal ini terlihat jelas dari
pihak guru dan siswa pada saat interaksi kegiatan
belajar mengajar. Dari pihak guru kesulitan
menerapkan KTSP dan siswanya sendiri sulit untuk
diarahkan pada kemampuan berpikir kreatif. Dengan
adanya kondisi tersebut berimbas pada proses
pembelajaran di dalam kelas.
Pemecahan masalah merupakan bagian dari
kurikulum matematika yang sangat penting karena
dalam proses pembelajaran, siswa dimungkinkan
memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan
serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat
tidak rutin. Melalui pembelajaran matematika di
sekolah, siswa diharapkan mampu menghadapi
perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang,
melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara
logis, kritis, rasional, jujur dan efektif.
atas. Pembelajaran matematika hendaknya lebih
bervariasi metode maupun strateginya guna
mengoptimalkan potensi siswa. Upaya-upaya guru
dalam mengatur dan memberdayakan berbagai
variabel pembelajaran, merupakan bagian penting
dalam keberhasilan siswa mencapai tujuan yang
direncanakan. Karena itu, pemilihan metode, strategi
dan
pendekatan
dalam
mendesain
model
pembelajaran guna tercapainya iklim pembelajaran
aktif yang bermakna adalah tuntunan yang mesti
dipenuhi bagi para guru.
Kenyataan di lapangan belum sesuai dengan yang
diharapkan.
Sudiarta
(Mustakim,
2006)
mengemukakan bahwa di banyak negara masih
rendah prestasi dan minat belajar matematika karena
pembelajaran matematika masih didominasi aktivitas
latihan-latihan pencapaian mathematical basic skills
semata. Dari pengamatan dan hasil tes awal
penjenjangan kemampuan berpikir kreatif siswa
ternyata hanya 3 (tiga) siswa yang termasuk kategori
cukup kreatif, 12 (dua belas) siswa termasuk kategori
kurang kreatif, dan 20 (duapuluh) siswa termasuk
kategori tidak kreatif. Sedangkan di Indonesia, hasil
penelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian
OECD PISA (Gumilar, 2010: 3) dukungan Bank
Dunia terhadap 7355 siswa usia 15 tahun dari 290
SLTP/ SMU/ SMK se-Indonesia pada tahun 2003,
diketahui 70% siswa RI hanya mampu menguasai
matematika sebatas memecahkan satu permasalahan
sederhana (tahap I), belum menyelesaikan dua
masalah (tahap II), belum mampu menyelesaikan
masalah kompleks (tahap III), dan masalah rumit
(IV).
Pendekatan pembelajaran pemecahan masalah
(Problem Solving) merupakan salah satu alternatif
untuk menjawab tuntutan pembelajaran matematika.
Pendekatan pembelajaran pemecahan masalah adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang memusatkan
pada pengajaran dan keterampilan. Dengan
menggunakan
pendekatan
pembelajaran
ini
diharapkan dapat menimbulkan minat sekaligus
kreativitas dan motivasi siswa dalam mempelajari
matematika, sehingga siswa dapat memperoleh
manfaat yang maksimal baik dari prestasi maupun
hasil belajarnya.
Lebih jauh lagi, pada survei PISA tahun 2006,
peringkat Indonesia untuk Matematika turun dari
posisi 38 dari 40 negara (2003) menjadi urutan 52
dari 57 negara, dengan skor rata-rata turun dari 411
(2003) menjadi hanya 391 (2006) (Gumilar, 2010: 4).
Selain itu, hasil TIMSS menurut Gobel (Nurdiana,
2011: 4) menunjukkan bahwa kemampuan siswa
SMP di Indonesia dalam menyelesaikan soal-soal
tidak rutin sangat lemah.
Sudiarta (Mustakim, 2006) berpendapat bahwa
rendahnya prestasi siswa disebabkan karena guru
monoton dalam pembelajaran yaitu setelah guru
membahas contoh soal dilanjutkan dengan siswa
mengerjakan soal-soal latihan dengan langkahlangkah penyelesaian seperti contoh guru. Siswa
tidak pernah ditantang untuk mencoba dengan cara
lain, atau cara siswa sendiri yang tetap logis.
Mencermati hal tersebut, sudah saatnya untuk
mengadakan pembaharuan inovasi ataupun gerakan
perubahan kearah pencapaian tujuan pendidikan di
Menurut teori yang dikemukakan Gagne (Suherman,
2001:83) bahwa keterampilan intelektual tingkat
tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan
masalah. Kemampuan intelektual tingkat tinggi ini
diantaranya adalah kemampuan berpikir kritis dan
kemampuan berpikir kreatif.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan,
penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana dan
sejauh mana penggunaan pendekatan pembelajaran
pemecahan
masalah
berpengaruh
terhadap
kemampuan berpikir kreatif. Melalui penelitian yang
diberi judul “Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan
Pemecahan
Masalah
untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis Siswa SMP”.
KAJIAN TEORI DAN METODE
A. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah suatu proses penemuan
suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi yang
benar-benar unik dan baru bagi pemecah masalah
(siswa). Hudojo (Aisyah, 2007: 5-3) mengemukakan
pemecahan masalah pada dasarnya merupakan proses
yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi sampai masalah itu tidak lagi
menjadi masalah baginya.
Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan
penting dalam matematika sekolah, karena dalam
proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa
dimungkinkan
memperoleh
pengalaman
menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang
sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan
masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan
ini aspek-aspek kemampuan matematik penting
seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin,
penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi
matematik, dan lain-lain dapat dikembangkan secara
lebih baik.
Skemp (Aisyah, 2007: 5-6) mengatakan pendekatan
pemecahan masalah merupakan suatu pedoman
mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk
melatihkan siswa memecahkan masalah-masalah
matematika dengan menggunakan berbagai strategi
dan langkah pemecahan masalah yang ada.
Ciri–ciri pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan pemecahan masalah adalah: a) siswa
dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka
memahami masalah (mengidentifikasi unsur yang
diketahui dan yang ditanyakan), b) membuat model
matematika, c) memilih strategi penyelesaian model
matematika, dan d) melaksanakan penyelesaian
model matematika dan menyimpulkan. Untuk
menghadapi situasi ini, guru memberikan kesempatan
yang
sebesar–besarnya
bagi
siswa
untuk
mengembangkan ide-ide matematikanya sehingga
siswa dapat memecahkan masalah tersebut dengan
baik.
Dalam garis besarnya langkah-langkah metode
pemecahan masalah dapat disarikan sebagai berikut
(Depdikbud, 1997: 23):
a. Adanya masalah yang dipandang penting;
b. Merumuskan masalah;
c. Analisa hipotesa;
d. Mengumpulkan data;
e. Analisa data;
f. Mengambil kesimpulan
g. Aplikasi (penerapan) dari kesimpulan yang
diperoleh; dan
h. Menilai kembali seluruh proses pemecahan
masalah.
Sedangkan menurut Nahrowi Adjie dan Maulana
(Mulyana, 2012) langkah-langkah penyelesaian
masalah antara lain adalah; (1) memahami soal, (2)
memilih pendekatan atau strategi, (3) menyelesaikan
model, dan (4) menafsirkan solusi.
Pada prinsipnya kedua langkah penyelesaian masalah
di atas adalah sama, akan tetapi pendapat yang kedua
lebih singkat dan padat. Oleh karena itu, penulis
mengambil langkah-langkah pemecahan masalah
berdasarkan pendapat kedua, yaitu: (1) memahami
soal; (2) memilih pendekatan atau strategi; (3)
menyelesaikan model; dan (4) menafsirkan solusi.
B. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan
perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking) (Siswono, 2009). Evans (Siswono, 2009)
menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu
aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan
(conections) yang terus menerus, sehingga ditemukan
kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu
menyerah. Dalam pendapat ini, hubungan (pola) yang
dibentuk itu didasarkan pada informasi-informasi
yang ada serta pengalaman belajar yang dimiliki
melalui pemikiran secara analogis sampai diperoleh
ide-ide baru yang berbeda dengan ide-ide
sebelumnya atau sampai individu tersebut mencapai
titik jenuh untuk berpikir. Jadi, berpikir kreatif
mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah
mapan, dan menciptakan hubungan-hubungan
tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa
berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk
menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal
sebelumnya.
Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu
proses yang digunakan ketika seorang individu
mendatangkan atau memunculkan suatu ide baru. Ide
baru tersebut merupakan gabungan ide-ide
sebelumnya yang belum pernah diwujudkan.
Pengertian ini lebih memfokuskan pada proses
individu untuk memunculkan ide baru yang
merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang
belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran.
Pengertian berpikir kreatif ini ditandai adanya ide
baru yang dimunculkan sebagai hasil dari proses
berpikir tersebut.
Supriadi (Agustiani, 2005: 17) mengemukakan
bahwa proses kreatif merupakan suatu proses yang
bersifat subyektif, misterius, dan personal. Proses
kreatif seseorang tidak mudah diidentifikasi secara
jelas, pada tahap mana seseorang berada dalam
proses kreatif tidak dapat diamati secara persis.
Proses kreatif menurut Wallas (Munandar, 2009 : 39)
meliputi empat tahap: (1) persiapan; (2) inkubasi; (3)
iluminasi; dan (4) verifikasi. Pada tahap pertama,
seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan
masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban,
bertanya kepada orang lain, dan sebagainya. Pada
tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun
data/ informasi tidak dilanjutkan. Pada tahap ini
individu seakan-akan melepaskan diri untuk
sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa
dia tidak memikirkan masalahnya secara sadar, tetapi
“mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Tahap ini
penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi
yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau
kreasi baru berasal dari daerah pra-sadar atau timbul
dalam keadaan ketidaksadaran penuh. Pada tahap
ketiga, timbul “insight” atau “Aha Erlebnis”, saat
timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta
proses-proses psikologis yang mengawali dan
mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
Pada tahap keempat, ide atau kreasi baru tersebut
harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan
pemikiran kritis dan konvergen. Dengan perkataan
lain, proses divergensi (berpikir kreatif) harus diikuti
oleh proses konvergensi (berpikir kritis).
Adapun sifat proses kreatif yang dikemukakan oleh
Munandar (Agustiani, 2005: 19) meliputi:
1. Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan untuk
memunculkan ide-ide secara cepat dan ditekankan
kepada kuantitas bukan kualitas. Atau dengan kata
lain merupakan kemampuan untuk menghasilkan
banyak gagasan.
2. Flexibility (keluwesan) adalah kemampuan untuk
mengemukakan bermacam-macam pemecahan
atau pendekatan terhadap masalah.
3. Originality (keaslian) adalah kemampuan untuk
mencetuskan gagasan-gagasan asli.
4. Elaboration (rincian) adalah kemampuan untuk
memikirkan sesuatu secara rinci.
Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode eksperimen dengan desain
kelompok kontrol pretes-postes. Dengan demikian
desain eksperimen dari penelitian ini menurut
Ruseffendi (2005: 50) adalah sebagai berikut:
A
A
O
O
X O
O
Keterangan :
A : Sampel diambil secara acak kelas
O : Pretest dan Postest yaitu tes kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa
X : Pendekatan Pemecahan Masalah
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas VII SMP Negeri 3 Pagaden, Kabupaten
Subang. Sampel pada penelitian ini diambil secara
acak (random) dari tujuh kelas yang ada, kemudian
diambil dua kelas secara acak dan diperoleh kelas VII
A sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 30
orang dan kelas VII B sebagai kelas kontrol dengan
jumlah siswa 30 orang.
Instrumen Penelitian
Instrumen tes yang digunakan adalah tes kemampuan
berpikir kreatif matematis yang terdiri dari soal
berbentuk uraian berupa pretest dan postest. Setelah
itu soal diujicobakan pada siswa kelas VIII SMPN 3
Pagaden dan dianalisis validitas, reliabilitas, daya
pembeda dan indeks kesukarannnya dengan
menggunakan software anates.
HASIL PENELITIAN
A. Nilai Rata-rata Pretest, Postest, dan Indeks
Gain Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas
Kontrol
Indeks
Pretest Postest
gain
Kelas
42,67 71,60
0,498
Eksperimen
Kelas
39,67 59,50
0,312
Kontrol
B. Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Indeks
Pretest Postest
gain
Kelas
0,510 0,024
0,831
Eksperimen
Kelas
0,118 0,004
0,213
Kontrol
C. Hasil Uji Homogenitas Varians Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Pretest
Postest
Indeks gain
0,223
0,737
D. Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Pretest
Postest
Indeks gain
0,299
0,000
0,000
PEMBAHASAN
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Hasil tes awal kemampuan awal berpikir kreatif
matematis siswa menunjukkan rata-rata pretest untuk
kelas eksperimen adalah 42,67 dan kelas kontrol
adalah 39,67. Hal ini memperlihatkan bahwa rata-rata
pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda.
Akan tetapi untuk melihat apakah perbedaan tersebut
cukup berarti atau tidak, maka dilakukan uji inferensi
diantaranya
dilakukan
uji
normalitas,
uji
homogenitas, dan uji kesamaan dua rata-rata data
pretest kedua kelas tersebut.
A.
Hasil uji inferensi data menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan rata-rata pretest antara kelas
kontrol dan kelas eksperimen. Artinya, kemampuan
awal siswa baik kelas kontrol maupun kelas
eksperimen adalah sama. Dengan kata lain,
kemampuan kemampuan berpikir kreatif matematis
di kelas eksperimen sebelum diberikan perlakuan
sama dengan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa di kelas kontrol.
Setelah diterapkan pembelajaran matematika dengan
pendekatan pemecahan masalah pada kelas
eksperimen dan pembelajaran konvensional pada
kelas kontrol, kedua kelas tersebut diberikan postest
kemampuan berpikir kreatif matematis. Rata-rata
postest untuk kelas eksperimen adalah 71,60 dan
kelas kontrol adalah 59,50. Hal ini memperlihatkan
bahwa rata-rata postest kelas eksperimen dan kelas
kontrol berbeda. Akan tetapi untuk melihat apakah
perbedaan tersebut cukup berarti atau tidak, maka
dilakukan uji inferensi diantaranya dilakukan uji
normalitas, uji homogenitas, dan uji kesamaan dua
rata-rata data postest kedua kelas tersebut.
Hasil uji inferensi data postest menunjukkan bahwa
rata-rata postest siswa kelas eksperimen lebih baik
daripada siswa kelas kontrol. Artinya, kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan
pendekatan pemecahan masalah lebih baik daripada
siswa
yang
menggunakan
pembelajaran
konvensional.
Berdasarkan data pretest dan postest di atas, ternyata
rata-rata skor postest lebih besar daripada rata-rata
skor pretest, baik pada kelas eksperimen maupun
pada kelas kontrol. Hal ini berarti terdapat
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa pada kedua kelas tersebut. Untuk mengetahui
peningkatan dan kualitas peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis kelas eksperimen dan kelas
kontrol, dilakukan analisis terhadap indeks gain
masing-masing kelas. Sama seperti data pretest dan
postest, pada data indeks gain juga dilakukan uji
inferensi yaitu: uji normalitas; uji homogenitas; dan
uji kesamaan dua rata-rata. Hasil yang didapatkan
dari pengolahan data indeks gain adalah rata-rata
peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa
kelas kontrol. Kualitas peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa kelas
eksperimen lebih baik daripada kualitas peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
kelas kontrol, dilihat dari interpretasi indeks gain.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada
keseluruhan tahap penelitian, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
yang diberi pembelajaran dengan pendekatan
pemecahan masalah lebih baik dibandingkan
dengan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Hal
ini menunjukan adanya peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis siswa yang diberikan
pembelajaran dengan pendekatan pemecahan
masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, E. R. 2005. Pembelajaran Berbasis
Masalah
Terstruktur
dalam
Upaya
Meningkatkan Kreativitas Matematika Siswa
SMP. Skripsi pada Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA UPI. Bandung: Tidak
diterbitkan.
Aisyah, N. 2007. Pengembangan Pembelajaran
Matematika Sekolah Dasar. [Online]. Tersedia:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pengemb
anganPembelajaranMatematika_UNIT_5_0.pdf.
[14 Maret 2011].
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka
Cipta
Depdikbud. 1997. Pokok-pokok Pengajaran Biologi
dan Kurikulum 1994. Jakarta: Depdikbud.
Gumilar, A.C. (2010). Penerapan Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan Realistik
Melalui Pemodelan Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa
SMA. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika
FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Mulyana, A. 2012. Metode Pemecahan Masalah
(Problem
Solving).
[Online].
Tersedia:
http://ainamulyana.blogspot.com/2012/02/metod
e-pemecahan-masalah-problem.html.
[23
Februari 2012].
Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas
Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Mustakim. 2006. Upaya Meningkatan Kemampuan
Berpikir Kreatif Matematik dan Prestasi Belajar
Siswa dengan Model Pembelajaran Pemecahan
Masalah Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung.
[Onlone].
Tersedia:
http://mustakim200671.blogspot.com/2012/03/b
erpikir-kreatif-matematik-prestasi.html.
[14
Maret 2011].
Nurdiana,
E.
Pembelajaran
Pembelajaran
Kemampuan
(2011).
Penerapan
Model
Induktif Versi Hilda Taba dalam
Matematika untuk Meningkatkan
Berpikir Kreatif Siswa SMP.
Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika
FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-dasar Penelitian
Pendidikan dan Bidang Non Eksakta Lainnya.
Bagi Para Peneliti, Penulis Skripsi, Penulis
Thesis, Penulis Disertasi, Dosen Metode
Penelitian dan Mahasiswa. Bandung: Tarsito.
Siswono, T.Y.E. 2009. Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kreatif Siswa [Online]. Tersedia :
http://www.slideshare.net/guest361b2c/berpikirkreatif-i [20 Maret 2011].
Sudjana, N. 1992. Penilaian Hasil Proses Belajar
Mengajar. Bandung : RT. Remada Roda Karya
Suherman, E. dkk. 2001. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontenporer.
Bandung : JICA.
Suherman, E. 2003. Evaluasi
Matematika. Bandung : JICA.
Pembelajaran
Syamsudin, M.A. (2002). Psikologi Kependidikan
Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung:
Rosda.
Uyanto,S.S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan
SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Download