KONSEP PENDIDIKAN MORAL DAN SPIRITUAL DALAM SURAT ALI IMRAN AYAT 133-135 SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh : ANANTA BAYU KRISNANDAR NIM: 111-12-052 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 i ii iii iv v MOTTO Bukanlah Harta Yang Menjadikanmu Dicintai Oleh Allah SWT, Namun Iman Dan Takwamulah Yang Menyebabkan Engkau DicintaiNya vi PERSEMBAHAN Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Bapak Sidik Istanto dan Ibu Sri Sudarsi yang senantiasa memberikan nasehat dan yang telah mendidikku dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama. 2. Kakak serta adik tercinta Rifki Yudha Rasyid, Anaga Tiger Setyawan, Anjani Dewi Pangestuti dan Arcsindha Chika Riffiani yang selalu memberikan semangat untuk terus menjadi pribadi yang tangguh. 3. Keluarga besar Bapak Kusnan (alm) serta Ibu Sarti, Siti Sangadah, Siti Jamiah, Muhammad Supyan serta Nahnul Karim yang banyak memberikan limpahan do‟a, motifasinya serta materi. 4. Mas Imam Agus Arafat, Slamet Ikhwan Lukmanto, Wahyu Najib Fikri dan seluruh teman yang selalu menemani dalam setiap langkah ketika masa kuliah. 5. Sahabat baik Andika Sapriyanto, Riko Ilham Ramadhan, Ali Murtadho, Muhammad Fathoni serta Oz Dahlan yang senantiasa mendukung serta mengingatkan ketika salah. vii KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Konsep Pendidikan Moral dan Spiritual Dalam Surat Ali Imran Ayat 133-135.” Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam 4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag. Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. viii ix ABSTRAK Krisnandar, Ananta Bayu. 2017. Konsep Pendidikan Moral dan Spiritual Dalam Surat Ali Imran Ayat 133-135. Kata kunci: Konsep, Pendidikan, Moral, Spiritual Dalam prespektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan itu sendiri. Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditemukan bahwa pendidikan dicanangkan untuk mengembangkan potensi moralitas dan potensi spiritual dari tiap-tiap individu. Sementara itu dalam kebijakan nasional, antara lain ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses bangsa dan negara. Dalam hal ini nilai-nilai moralitas dan spiritual sangatlah penting diterapkan kepada setiap individu melalui pendidikan moral dan pendidikan spiritual. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai pendidikan moral dan spiritual serta mengetahui sekaligus mengamalkan bagaimana nilai-nilai pendidikan moral spiritual yang terkandung dalam Q.S. Ali Imran: 133-135. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana nilainilai pendidikan moral dan spiritual yang terkandung dalam Q.S. Ali Imran: 133135. 2) Bagaimana implementasi nilai pendidikan moral spiritual dalam kajian Q.S. Ali Imran: 133-135. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library reserch), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literatur dengan pengumpulan data atau informasi dalam Al-Qur‟an surat Ali Imran ayat 133-135 dengan bantuan bukubuku yang berkaitan tentang moral dan spiritual, yang ada di perpustakaan dan materi pustaka yang lainnya. Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah analisis deskriptif dan content analysis. Berdasarkan telaah dari literature, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Nilai-nilai pendidikan moral yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135, antara lain: berinfaq dalam keadaan luang maupun sempit, menahan amarah, memaafkan kesalahan orang lain, bersegera kepada ampunan Allah, bersegera kepada surga serta memperbanyak istighfar. 2. Implementasi pendidikan moral spiritual dalam kehidupan sehari-hari yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135, antara lain: sedekah, infaq, sabar, memberi maaf, taubat, bersegera dalam mengerjakan kebaikan serta memperbanyak istighfar. x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v MOTTO............................................................................................................ vi PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii ABSTRAK ....................................................................................................... x DAFTAR ISI .................................................................................................... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian........................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian......................................................................... 7 E. Definisi Operasional ...................................................................... 8 F. Metode Penelitian.......................................................................... 11 G. Sistematika Penulisan .................................................................... 13 BAB II KOMPILASI AYAT A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Surat Ali Imran Ayat 133-135 ...... 15 B. Makna Mufrodat............................................................................. 15 C. Kandungan Surat Ali Imran Ayat 133-135 .................................... 25 1. Kandungan Surat Ali Imran Secara Umum .............................25 xi 2. Kandungan Surat Ali Imran Ayat 133-135 .............................26 BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH AYAT A. Surat Ali Imran Ayat 133-135 ....................................................... 32 B. Asbabun Nuzul .............................................................................. 35 C. Munasabah Ayat .......................................................................... 40 1. Munasabah Ayat ................................................................... 41 2. Munasabah Surat .................................................................... 48 BAB IV PEMBAHASAN A. Nilai-nilai Pendidikan Moral Dan Spiritual dalam Surat Ali Imran Ayat 133-135 ................................................................................. 51 B. Implementasi Nilai-nilai PendidikanMoral Dan Spiritual dalam Pendidikan Formal ........................................................................ 71 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................................... 98 B. Saran .............................................................................................. 100 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 101 RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ 104 xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam prespektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara beragam, bergantung pada sudut pandang masingmasing dan teori yang dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat memperkaya khazanah berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan itu sendiri. Untuk mengetahui definisi pendidikan dalam prespektif kebijakan, kita telah memiliki rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, yakni: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Samani, 2011: 26). Berdasarkan pengertian di atas, dapat ditemukan bahwa pendidikan dicanangkan untuk mengembangkan potensi moralitas dan potensi spiritual dari tiap-tiap individu. Sementara itu dalam kebijakan nasional, antara lain ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses bangsa dan negara. Dalam hal ini nilai-nilai moralitas dan spiritual sangatlah penting diterapkan kepada setiap individu melalui pendidikan moral dan pendidikan spiritual. 1 Pada taraf permulaan ini, perlu adanya penunjukan bahwasanya moral benar-benar ada, dan orang tidak dapat memungkirinya. Adanya keyakinan tentang moral dan keharusannya itu dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Kalau diteliti secara seksama lagi, nampak bahwa moral berarti acuan bahwa hidup itu mempunyai arah tertentu meskipun arah tersebut pada saat ini belum dapat dipahami atau dilihat sepenuhnya (Poespoprodjo, 1988: xvii). Moral dipandang sebagai suatu struktur pemikiran bukan isi. Dengan demikian penalaran moral bukanlah tentang apa yang baik ataupun apa yang buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Penalaranpenalaran inilah yang menjadi indikator dari tingkatan atau tahap kematangan moral. Memperhatikan penalaran mengapa suatu tindakan salah, akan lebih memberi penjelasan daripada memperhatikan perilaku seseorang atau bahkan mendengar pernyataan bahwa sesuatu itu salah (Budiningsih, 2013: 25). Masalah moral adalah masalah yang pertama-tama muncul pada diri manusia, secara ideal maupun real dan masalah moral adalah masalah normatif. Dengan perubahan zaman yang semakin maju, secara otomatis juga telah merombak tatanan kehidupan dalam masyarakat. Dapat diambil contoh bahwa pada zaman dahulu dalam proses pembelajaran antara murid dan guru saling menghormati dan menghargai. Berbeda dengan kehidupan 2 remaja pada zaman sekarang yang modern dan pluralistik telah memberikan warna yang bervariasi dalam berbagai segi. Pola berpikir yang berlaku dalam tradisi yang hidup (living tradition) mencakup beberapa faktor yang saling terkait. Menyebut di antaranya adalah sistem pendidikan dan pengajaran, pengasuhan anak dalam keluarga, pengaruh lingkungan, pemikiran keagamaan, setting sosial dan pelatihan intelektual. Masing-masing dari sekian banyak aspek tersebut tidak berdiri dengan sendirinya namun saling berkaitan. Sistem etika ataupun moral, sebenarnya lebih luas cakupannya daripada hanya terfokus pada konsep-konsep keagamaan. Oleh karena itu, nilai-nilai moral secara eksplisit atau implisit erat berkaitan dengan sosiologi (Abdullah, 1995: 143). Menurut Poespoprodjo, (1988: 102), mengatakan bahwa moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia. Moralitas dapat bersifat objektif ataupun subjektif. Moralitas objektif memandang perbuatan semata sebagai suatu perbuatan yang telah dikerjakan, bebas lepas dari pengaruh-pengaruh sukarela dari pengaruh-pengaruh pihak pelaku. Lepas dari segala keadaan khusus si pelaku yang dapat mempengaruhi atau menguasai penguasaan diri dan bertanya apakah orang yang sepenuhnya menguasai dirinya diizinkan dengan sukarela menghendaki perbuatan tersebut. Sedangkan moralitas subjektif adalah 3 moralitas yang memandang perbuatan sebagai perbuatan yang dipengaruhi pengertian dan persetujuan si pelaku sebagai individu. Hal tersebut juga dipengaruhi, dikondisikan oleh latar belakangnya, pendidikannya, kematangan emosionalnya dan sifat-sifat pribadi lainnya. Selain dua sifat moralitas di atas, pembagian moral masih sangat beragam, salah satunya adalah moralitas intrinsik dan ektrinsik. Moralitas intrinsik memandang perbuatan menurut hakikatnya bebas lepas dari setiap bentuk hukum positif. Moralitas ektrinsik adalah moralitas yang memandang perbuatan sebagai sesuatu yang diperintahkan ataupun dilarang oleh seseorang yang berkuasa, atau oleh hukum positif, baik dari manusia asalnya maupun dari Tuhan (Poespoprodjo, 1988: 103). Dalam lingkungan pendidikan saat ini, pencanangan akan pendidikan moral dan spiritual sangat ditekankan. Alasan penekanan pendidikan moral dan spiritual tersebut adalah mengingat banyak sekali pelanggaran-pelanggaran moral yang terjadi. Salah satu penyebab pelanggaran-pelanggaran tersebut ialah minimnya nilai spiritual pada diri seseorang. Pendidikan moral adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. Pendidikan moral telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional dan pengembangan etika siswa. Hal tersebut merupakan upaya proaktif yang 4 dilakukan baik sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai-nilai etika dan nilai-nilai kinerja, seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, ketabahan, tanggung jawab serta menghargai diri sendiri dan orang lain (Samani, 2011: 43). Sedangkan pendidikan spiritual, menurut Gunarsa, (1981: 69), adalah pembersihan jiwa atau perjalanan menuju Allah, atau istilah-istilah lain atau yang ditemukan dalam terminologi sufisme. Adapun dalam bukubuku pendidikan spiritual, secara umum, seluruhnya dituangkan pada satu wajah yang sama yakni perpindahan dari jiwa yang kotor menuju jiwa yang bersih, dari akal yang belum tunduk pada syariat menuju akal yang sesuai dengan syariat, dari hati yang keras dan berpenyakit menuju hati yang tenang dan sehat. Singkatnya ialah dari yang kurang sempurna menuju yang lebih sempurna dalam kebaikan dan mengikuti Rasulullah baik perkataan, tingkah laku dan keadaannya. Pendidikan spiritual merupakan bagian pendidikan yang memberikan pengaruh kuat pada kepribadian seseorang, menjadikan cenderung kepada kebaikan, berhias dengan sifat-sifat mulia, berpegang teguh dalam pribadi dan tingkah laku kepada akhlak mulia dengan teguh dan konsisten, senang membantu yang lain dan cinta akan tolong menolong serta senantiasa memohon dan berlindung kepada Allah (Hurlock, 1993:43). Dalam kerangka sudut pandang seperti itu, akan sangat menarik untuk mengkaji hubungan pendidikan moral dan spiritual dengan ajaran 5 Islam. Dalam ajaran Islam itu sendiri sangat banyak diterangkan mengenai anjuran untuk memiliki moral yang baik, serta mampu memahami nilainilai spiritual keagamaan. Anjuran untuk memiliki moral serta spiritual yang baik salah satunya terdapat dalam Q.S Ali Imran ayat 133-135 yang berbunyi: Artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan juga orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Dari ayat di atas, sangat banyak makna tersirat yang menyinggung mengenai permasalahan moral dan spiritual. Kajian dari ayat tersebut 6 adalah mengenai konsep keimanan atau aqidah dan juga mengenai konsep perbuatan atau akhlak. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong untuk mengkaji lebih dalam tentang “Konsep Pendidikan Moral dan Spiritual Dalam Surat Ali Imran Ayat 133-135.” B. Rumusan Masalah Berdasarkan gambaran masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Apa saja nilai-nilai pendidikan moral dan spiritual yang terkandung dalam Q.S. Ali Imran: 133-135? 2. Bagaimana implementasi nilai pendidikan moral spiritual dalam pendidikan formal sesuai kajian Q.S. Ali Imran: 133-135? C. Tujuan Penelitian Adapun dalam tujuan ini yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskan nilai-nilai pendidikan moral dan spiritual yang terkandung dalam Q.S. Ali Imran: 133-135. 2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan moral spiritual dalam pendidikan formal sesuai kajian Q.S. Ali Imran: 133-135. D. Manfaat Penelitian Adapun kegunaan atau manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan ini ialah: 7 1. Untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. 2. Agar dapat memberikan gambaran bagi pembaca akan pentingnya nilai moral spiritual yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. 3. Memberikan pengetahuan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca untuk selalu menjaga akhlak mulia dan melaksanakannya. E. Definisi Operasional Untuk menghindari kekeliruan pembaca dalam memahami istilah dalam judul penelitian ini, maka peneliti menjelaskan definisi-definisi operasionalnya. Beberapa istilah yang dianggap perlu untuk dijelaskan antara lain sebagai berikut: 1. Konsep Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007:198) konsep berarti rancangan atau buram surat dan lannya; ide atau pemikiran yang diabstrakkan dalam pemikiran konkret. Bahri, (2008: 30) mengemukakan dalam bukunya Pemberdayaan Masyarakat: “Konsep dan Aplikasi” bahwa konsep adalah satuan arti yang sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang mempunyai konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. 8 Konsep juga berarti ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (Daroeso, 1986:5). Menurut Singarimbun dan Effendi (1989:34) konsep ialah abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu. 2. Pendidikan Pendidikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007:211) berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Samani, 2011:26). Memelihara dan memberi latihan, ajaran, bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran: didikan: hasil didikan; bingung, bodoh (Zubaidi, 2002:12). Pendidikan adalah menjadikan pengajaran di sekolah makin bersifat kegiatan belajar, dan pendidikan di luar sekolah terprogram dan produktif, untuk menuju tercapainya seutuhnya dengan segala kekayaan kepribadiannya, cara mengaturnya yang kompleks dan dalam segala kewajibannya sebagai perorangan, 9 keluarga dan anggota masyarakat, sebagai penduduk dan penghasil atau penemu teknik-teknik dan pemimpin yang kreatif, serta masyarakat yang terus belajar, yaitu masyarakat yang anggotanya tidak lagi asyik mencari pengetahuan sekali saja untuk lama-lamanya sepanjang hidupnya, tetapi harus belajar membangun suatu badan pengetahuan untuk seumur hidup yang senantiasa berkembang yaitu “belajar untuk hidup” (Hartono, 2002:7). 3. Moral Kata moral berasal dari kata “mores” (Bahasa Latin) yang berarti tata cara dalam kehidupan atau adat istiadat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007:205). Moral adalah hal-hal yang berhubungan dengan larangan dan tindakan yang membicarakan salah atau benar (Budiningsih, 2013:24). Moral adalah suatu perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi antara individu-individu di dalam pergaulan” (Daroeso, 1986:22). 4. Spiritual Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007:226) spiritual berarti berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin). Spiritualitas merupakan dimensi yang berbeda dari perbedaan individu. Sebagai dimensi yang berbeda, spiritualitas membuka pintu untuk memperluas pemahaman kita tentang motivasi manusia dan tujuan hidup manusia serta cara untuk mengejar dan usaha untuk mencapai kepuasan diri (Piedmont, 2001: 9). 10 Spiritual juga memiliki pengertianpencarian arti dalam kehidupan dan pengembangan dari nilai-nilai dan sistem keoercayaanseseorang yang mana akan terjadi konflik bila pemahamannya dibatasi (Hanafi, 2005: 4) F. Metode Penelitian 1. Desain Penelitian Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kepustakaan (library reserch), yaitu suatu bentuk penelitian terhadap literatur dengan pengumpulan data atau informasi dalam Al-Qur‟an surat Ali Imran ayat 133-135 dengan bantuan bukubuku yang berkaitan tentang moral dan spiritual, yang ada di perpustakaan dan materi pustaka yang lainnya. Sebagai bahan parameter analisis perbandingan yang dimaksud dengan library research adalah penelaahan kepustakaan yakni penelitian yang berusaha mencari teori-teori, konsep-konsep generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan. Dari sisi lain, penelitian kepustakaan adalah studi yang sumbernya digali dari buku-buku, disertai dengan indek penerbitan berkala (majalah atau surat kabar), sistem penyimpanan dan pencarian informasi (Furchan, 1982: 98). 2. Sumber Data a. Sumber Data Primer 11 Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan dikaji dalam permasalahan. Karena sifat dari penelitian literatur, maka datanya bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku tafsir AlQur‟an Surat Ali Imran ayat 133-135. b. Sumber Data Sekunder Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini ialah buku-buku yang berisi tentang kajian moral dan spiritual yang membantu dalam pembahasan skripsi ini yang ada di dalamnya. 3. Metode Analisis Data Dalam menganalisis data dari pengumpulan data yang telah dilakukan penulis menggunakan analisis data sebagai berikut: a. Deskriptif Sebagai pembahasan yang bersifat literatur, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan topik pembahasan hasil penelitian secara apa adanya sejauh yang penulis peroleh. Adapun teknik deskriptif yang penulis pergunakan adalah analisis kualitatif, dengan analisis ini akan diperoleh gambaran sistematika mengenai isi buku untuk diteliti isinya. b. Content Analysis Metode ini digunakan untuk memperoleh pemahaman isi dan makna dari berbagai data dalam penelitian, yang analisis ini menghendaki objektifitas, pendekatan sistematik dan generalisasi, 12 baik yang mengarah pada isi maupun yang mengarah pada makna, terutama dalam perbuatan dan penarikan kesimpulan. G. Sistematika Penelitian Sistematika yang dimaksud oleh penulis di sini adalah gambaran singkat tentang subtansi pembahasan secara garis besar. Agar dapat memberi gambaran yang lebih jelas tentang keseluruhan isi dari skripsi, maka penulis membagi sistematika ke dalam lima bab sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini penulis menjabarkan mengenai pokok permasalahan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Operasional, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian. BAB II : Kompilasi ayat-ayat. Dalam bab ini penulis menguraikan kajian umum tentang konsep moral spiritual, dilanjutkan penghimpunan segala ayat-ayat yang berhubungan dengan konsep moral spiritual yang terkandung dalam Al-Qur‟an Surat Ali Imran Ayat 133-135 BAB III : Asbabun Nuzul dan Munasabah. Dalam bab ini menguraikan tentang sebab-sebab turunnya ayat dan sebab-sebab munculnya hadits yang menerangkan tentang pendidikan moral spiritual, selain itu di dalam bab ini juga menerangkan ayat-ayat ataupun haditshadits yang berhubungan dengan ayat atau hadits yang berkaitan dengan pendidikan moral spiritual. 13 BAB IV : Pembahasan. Dalam bab ini penulis menjabarkan tentang nilai pendidikan moral spiritual yang terkandung dalam Al-Qur‟an surat Ali Imran ayat 133-135 yang meliputi: Pengertian Moral dan Spiritual, Nilai-nilai Moral dan Spiritual yang Terkandung Dalam Al-Qur‟an Surat Ali Imran Ayat 133-135 serta Pokok-pokok Nilai Moral Spiritual Dalam Al-Qur‟an Surat Ali Imran Ayat 133-135. BAB V : Merupakan kesimpulan dari seluruh uraian yang telah dikemukakan dan merupakan jawaban dari permasalahan tulisan ini. 14 BAB II KOMPILASI AYAT A. Redaksi Ayat dan Terjemahan Surat Ali Imran Ayat 133-135 (133) Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orangorang yang bertakwa.(134) (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan juga orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (135) Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. B. Makna Mufradat 1. Mufradat ayat 133 15 از ُػْا ِ َس ًع – سُسْ َػح ُ َس ُس َع – يَ ْس ُس berasal dari kata yang berarti bersegera, cepat, lekas (Yunus, 2007:168). Dalam ayat ini menegaskan bahwa Allah menyeru kepada umat manusia untuk menyegerakan diri kepada ampunan Allah dan kepada surgaNya. ٍ َه ْغ ِف َسberasal dari kata َغفَ َس – يَ ْغ ِف ُس – َغفُ ًساyang artinya menutupi sesuatu (Yunus, 2007:298). Ampunan berarti pembebasan dari hukuman atau tuntutan. Dalam ayat ini diterangkan bahwasanya kita diperintahkan untuk menyegerakan diri dalam meraih ampunan Allah. Al-Razi (2000:199) berpendapat, tidak ada jalan untuk meraih ampunan Allah selain melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. َزتِّ ُك ْن berasal dari kata َزبَّ – يَسُبُّ – َزتًّا yang memiliki arti mengasuh, memimpin (Munawwir, 1997:462). Allah adalah Ar-Rabb, pemelihara seluruh makhlukNya. Bentuk tarbiyah Allah kepada makhlukNya ialah, Allah membimbing para manusia untuk beriman, Allah memberi taufik mereka untuk mencintai iman, lalu Allah sempurnakan iman mereka serta Allah hilangkan segala penghalang antara diri mereka dan imannya (As-Sa‟di, 2006:39). َجٌَّ ٍحberasal dari kata َج َّي – يَج ُُّي – َجًٌّا yang artinya menutup (Yunus, 2007:92). Alasan kenapa disebut demikian ialah karena pohonpohon yang ada di dalamnya sangat lebat sehingga dapat digunakan untuk berteduh di bawahnya. “Jannah” dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai taman yang di dalamnya terdapat pohon-pohon (Makhluf, 16 1998:74). Dalam ayat ini Allah juga memerintahkan kita untuk meraih surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orangorang bertakwa. ضَِا ُ ْ َػسberasal dari kata اضى ِ أَزْ ضٌ – أَ َزض ُْْ َى – أَ َزyang artinya tanah, bumi (Yunus, 2007:38). Bumi adalah sesuatu yang dianggap ada oleh manusia di dunia ini. Dalam agama Islam, proses penciptaan bumi ini dapat dilihat dalam surat Al-Anbiya ayat 30 yang artinya, “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya, dan dari air kami ciptakan sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasanya Allah menciptakan bumi dan langit dalam satu kesatuan. ُ َّ ال َّس َوا اخ yang berasal dari kata َس َو َْاخ- ال َّس َواء yang artinya langit (Yunus, 2007:180). Dalam ayat ini Allah menegaskan kepada umat manusia bahwa ampunan Allah itu seluas langit dan bumi. Serta ampunan tersebut diberikan kepada setiap orang yang bertakwa. ْ أُ ِػ َّد خ yang berasal dari kata َػ َّد – يَ ُؼ ُّد – َػ ًّدا yang artinya menyediakan (Yunus, 2007:256). Dalam ayat ini Allah menyediakan kepada umat Allah yang bertakwa berupa ampunan dan surga yang sangat luas. 17 ِل ْل ُوتَّ ِمي َْي dari kata kata tersebut berarti orang yang bertakwa. Takwa berasal َّ َّ – ًق – يَمِى – ِّلَايَحً – َّلُيًا – َّالِيَح ق َ َّ yang berarti takut, menjaga, melindungi dan memelihara (Yunus, 2007:504). Sesuai dengan makna estimologis tersebut, maka takwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten. Dalam ayat ini orang-orang yang bertakwa telah dijanjikan oleh Allah bahwa mereka akan mendapatkan balasan yaitu surga. 2. Mufradat ayat 134 ُ َك – يَ ٌْف ُ ُك – يَ ٌْف يُ ٌْفِمُ ْْ َىberasal dari kata ك – ًَفَمًا َ ِك – ًَفَالًا – ًَف َ ًََف yang berarti berkurang dan juga dapat berarti hilang atau pergi (Yunus, 2007:463). “An-nafaqah” dalam bahasa Indonesia disebut dengan nafkah. Nafkah adalah sejumlah uang atau barang yang diberikan oleh seseorang untuk keperluan hidup orang lain. Dalam ayat ini dijelaskan salah satu ciri-ciri orang bertakwa adalah orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu senang maupun diwaktu susah. Karakter pertama orang-orang yang bertakwa adalah gemar menginfakkan hartanya. Dalam ayat tersebut, al-maf‟ul bih (obyek) pada kata “yunfiquuna” tidak disebutkan. Tidak adanya al-maf‟ul bih itu menunjukkan bahwa infak yang mereka lakukan itu mencakup semua infak yang terpuji (Asy-Syiddiqy, 2000:136). 18 أَل َّسسَّآ ِءberasal dari kata ً َه َس َّسج- ً َس َّس – يَسُسُّ – ُسس ُّْزyang berarti mudah, senang, gembira (Yunus, 2007:169). Maksud dari kata mudah tersebut ialah tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakan sesuatu. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa tidak ada batasan dalam berinfak. Namun tentu saja infak yang dikeluarkan juga mengikuti kondisi, besar ketika kaya, kecil ketika kekurangan. Akan tetapi besar kecilnya nilai infak tidak berdasarkan banyak atau sedikit jumlah yang dikeluarkan melainkan dari sisi keikhlasannya. ضسَّآ ِء َّ َّالberasal dari kata ضس ََّز ُ – ض ًّسا َ – ض ًّسا َ – ُّض َّس – يّضُس َ yang berarti melarat (Yunus, 2007:226). Kata ini berarti “al-„usr” yang berarti sulit. Maksud dari kata sulit ialah memerlukan banyak tenaga maupun pikiran dalam mengerjakan sesuatu. Dalam ayat ini diterangkan bahwasanya berinfak tidak hanya bisa dilakukan ketika dalam keadaan lapang saja, akan tetapi juga bisa ketika dalam keadaan sempit. Alasannya ialah tidak ada batasan jumlah dalam berinfak. Yang menjadi kadar besar kecilnya nilai infak adalah dari keikhlasannya. ْال َك ِظ ِوي َْي berasal dari kata َكظَ َن – يَ ُك ِظ ُن – َكظَ ًوا – ُكظُْ ًها ْ berarti menahan (Yunus, 2007:377). Kalimat َال َغيْع yang َّ ْال َك ِظ ِوي َْيdalam ayat di atas bersifat ma‟tuf atau bersambung dengan kalimat sebelumnya. Adanya perbedaan shigah dari yang sebelumnya berbentuk al-fi‟l menjadi al-fa‟il mengandung makna li al-istimraar yang berarti keadaan yang berlangsung terus-menerus. Artinya, perilakunya yang dapat menahan 19 sesuatu itu tidak dilakukan hanya sekali, melainkan telah menjadi bagian dari karakter yang melekat pada diri mereka. َْال َغ ْيع berasal dari kata َضثًا َ ضةُ – غ َ ة – يَ ْغ َ َض ِ غ marah (Yunus,2007:297). Secara istilah yang berarti ة َ َض ِ غadalah perubahan dalam diri atau emosi yang dibawa oleh kekuatan dan rasa dendam demi menghilangkan gemuruh di dalam dada. Kata َْال َغ ْيع adalah marah yang paling besar karena definisi dari kata tersebut ialah kemarahan yang teramat sangat. Dalam ayat ini kriteria kedua dari predikat orang yang bertakwa adalah orang yang mampu menahan amarahnya. اَ ْل َؼا ِفي َْي berasal dari kata ُّ ف – يَ ِؼ َّ َػyang ف – َػفًّا – ِػفَّحً – َػفَافًا berarti menghapus atau menghilangkan (Yunus, 2007:272). Dalam ayat ini karakter ketiga dari predikat orang bertakwa adalah memberi maaf atas kesalahan orang lain. Menurut Asy-Syiddiqy (2000:97), memaafkan orang yang berbuat salah atas dirinya lebih utama dari pada membalas kesalahannya, walaupun sebenarnya berhak untuk menghukum atau membalasnya. Memaafkan orang yang bersalah akan membukakan ampunan Allah. Ayat ini bukan berarti melarang terhadap orang yang berbuat dzalim, tetapi apabila memberi maaf bisa lebih bermanfaat, maka nilainya jauh lebih baik karena termasuk kedalam kategori sabar. اس ِ ٌَّ الberasal dari kata ُ ًَاسٌ – الٌَاسyang berarti manusia (Yunus, 2007:436). Di dalam al-Qur‟an manusia disebut dalam berbagai macam, antara lain al-insaan yang berarti suka, senang, al-abd berarti mannusia 20 sebagai hamba Allah, dan bani adam yang berarti keturunan Nabi Adam (Makhluf, 1998:93). Dalam al-Qur‟an telah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dam memiliki berbagai macam potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat (Rahmat, 1996:64). Dibandingkan dengan makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Kelebihan itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Kelebihan manusia adalah memiliki akal dan hati sehingga manusia dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa al-Qur‟an. Dengan ilmu manusia mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia sebaik-baiknya. Oleh karena itu ilmu yang dimiliki manusia dilebihkan dibanding dengan makhluk lain. ُّي ُِحة berasal dari kata َحةَّ – يَ ِحةُّ – ُحثًّا yang berarti mengasihi, mencintai (Yunus, 2007:95). Dalam KBBI, (2007:16) kata cinta diartikan sebagai perasaan kasih dan sayang kepada sesuatu atau orang lain. Arti cinta dalam Islam sendiri ialah sesuatu yang suci. Dari ayat di atas dijelaskan bahwa Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Maksud kebajikan di sini ialah orang-orang yang menafkahkan hartanya disetiap waktu, orang-orang yang mampu menahan amarahnya serta orang yang mau memaafkan kesalahan orang lain. ْال ُوحْ ِسٌِي َْيadalah kata jamak dari kata ُهحْ ِسي َْيyang berasal dari kata َحس َُي – يَحْ س ُُي – ُح ْسًٌا yang memiliki arti berbuat baik atau kebaikan (Yunus, 2007:103). Dalam terminologi agama Islam, ihsan berarti 21 menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya. Ihsan juga mempunyai arti melakukan ibadah dengan khusyuk, ikhlas dan yakin bahwa Allah senantiasa mengawasi apa yang dilakukan (Ash-Shiddieqy, 2000:201). 3. Mufradat ayat 135 Kata ًاح َشح َ فَحyang berarti ِ َ فberasal dari kata ُش – يَ ْفحُشُ – فُحْ ًشا keji (Yunus, 2007:308). Menurut bahasa artinya perbuatan atau kejahatan yang menimbulkan aib besar. Sedangkan menurut istilah, keji adalah perbuatan yang melanggar norma susila. Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa kriteria orang bertakwa selanjutnya adalah orang yang senantiasa mengingat Allah ketika ingin berbuat maksiat dan menganiaya diri sendiri. Kata ظَلَ ُوْآ ْ َه berasal dari kata ً ظلِ َوح ْ َظَلَ َن – ي – ظ ِل ُن – ظُلَ ًوا – ظَلْ ًوا yang berarti aniaya, menganiaya (Yunus, 2007:248). Kata ظَلَ ُوْآ merupakan bentuk kata benda pelaku (fa‟il) yang terbentuk dari kata ل–م –ظ yang berarti tidak bercahaya atau gelap. Dholim menurut istilah adalah meletakkan sesuatu atau perkara bukan pada tempatnya. Dholim memiliki persamaan kata dengan baghy yang berarti melanggar hak orang lain, akan tetapi makna dzalim mencakup lebih luas artian. Asal makna kata dholim adalah aniaya dan melampaui batas yang telah ditentukan. Dalam ayat ini Allah menyeru kepada manusia untuk selalu mengingat 22 Allah dan memohon ampunan-Nya apabila hendak berbuat dholim atau menganiaya diri sendiri maupun orang lain. ْ َذ َكسُّاberasal dari kata ِذ ْكسً ا- َذ َك َس – يَ ْر ُك ُسyang artinya mengingat, memperhatikan, mengenang (Yunus, 2007:134). Di antara pengertian dzikir terdapat pengertian interpretasi yaitu menyebut, menuturkan, mengingat dan menjaga. Dzikir dalam artian istilah adalah ucapan yang dilakukan dengan lidah, atau mengingat Allah dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang mensucikan Allah dengan memuji dan menyanjung atas sifat Allah yang sempurna dan menunjukkan kebesaran. Dalam ayat ini Allah menyeru kepada umat manusia untuk selalu mengingat Allah apabila hendak berbuat keji serta ingin menganiaya diri sendiri maupun orang lain, sehingga umat tersebut dapat meredam amarah tersebut. فَا ْستَ ْغفَس ُّْا berasal dari kata َغفَ َس – يَ ْغفِ ُس – َغفُسً ا yang berarti menutup (Yunus, 2007:298). Istighfar adalah bentuk masdar dari “istighfaro – yastaghfiru”. Al-ghofru memiliki arti as-satru yang berarti menutup. Sedangkan menurut terminologinya, istighfar memiliki arti permohonan ampun dari manusia selaku hamba yang memiliki sifat ketergantungan kepada Allah. Permohonan ampun ini ditujukan hanya kepada Allah dan tidak kepada yang lainnya serta bersifat langsung tanpa melalui perantara, sehingga merupakan permohonan ampun yang amat murni. Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada manusia, selain untuk senantiasa mengingat Allah, juga senantiasa memohon ampun kepada 23 Allah atas dosa-dosa yang telak dilakukannya, sehingga akan menjadi pribadi yang lebih baik. ُص ُّس َ – ُّص َّس – يَصُس َ ِ يberasal dari kata صسَّا yang artinya mengikat (Yunus, 2007:214). Maksud kata mengikat di sini sama halnya dengan tidak meneruskan sesuatu. Dalam ayat di atas diterangkan bahwasanya kategori orang bertakwa, salah satunya ialah mereka yang tidak meneruskan perbuatan-perbuatan keji. يَ ْؼلَ ُو ْْ َى berasal dari kata َػلِ َن ـ يَ ْؼلَ ُن ـ ِػلْ ًواyang berarti mengetahui sesuatu (Yunus, 2010:277). Dedeng Rosidin mengutip dari Al-Maraghi menjelaskan bahwa kata „allama dengan alhamahu (memberi ilham), maksudnya Allah memberi ilham kepada Nabi Adam untuk mengetahui jenis-jenis yang telah diciptakan beserta zat, sifat dan nama-namanya. Sedangkan Ash-Shawi, menjelaskan dengan makna alqa (memberikan atau menuangkan), maksudnya Allah memberikan atau menuangkan ilmu ke dalam hati Nabi Adam. Secara konteks, „allama menunjukkan adanya tadrij (tahapan), bahwa penyampaian itu dilakukan melalui tahap demi tahap. Akan tetapi, pada ayat ini menunjukkan secara sekaligus. Secara struktur, „allama mempunyai dua objek, baik disebut ataupun tidak. Jika dilihat dari jabatan kata dalam kalimat, tersusun dari fi‟il (pekerjaan), hal ini berarti menunjukkan pada pekerjaan mengajar, atau proses belajar mengajar yang didalamnya terdapat teknik dan metode mengajar. Fa‟il (yang melakukan pekerjaan), di sini berarti menunjukkan pengajar (guru) yang melakukan pekerjaan mengajar. Maf‟ul bih pertama (objek pertama) 24 menunjukkan murid yang menerima pelajaran, dan maf‟ul bih kedua (objek kedua) menunjukkan materi yang diajarkan. Jadi, dalam ta‟lim tersirat beberapa unsur penting, yaitu guru, murid, proses pembelajaran dan materi pelajaran (Imani, 2008:301). C. Kandungan Surat Ali Imran Ayat 133-135 1. Kandungan Surat Ali Imran Secara Umum Surah Ali Imran (keluarga Imran) adalah surah ke-3 dalam alQur‟an. Surah Ali Imran (bersama surah Al-Baqarah) juga memiliki nama lain Az-Zahrawan yang berarti dua yang cemerlang, karena kedua surah tersebut menyingkapkan hal-hal yang menurut Al-Qur‟an disembunyikan oleh para ahli kitab, seperti kejadian dan kelahiran Nabi Isa dan kedatangan Nabi Muhammad. Alasan lain mengapa disebut Az-Zahrawan ialah karena isi kandungan dua surah tersebut mencakup keseluruhan ajaran Islam, di antaranya akidah, akhlak, hukum, kisah orang terdahulu dan sebagainya (Al-Jumanatul, 2007:34). Surah ini dinamakan Ali Imran karena di dalamnya mencakup kisah keluarga Imran yang di dalam kisah itu juga disebutkan kelahiran Nabi Isa, persamaan kejadiannya dengan Nabi Adam, kenabian dan mukjizatnya, serta disebutkan pula kelahiran Maryam binti Imran (AlJumanatul, 2007:36). Tujuan dan tema surat Ali Imran ini adalah: 25 a. Surat ini membahas tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT, Al-Qur‟an dan kitab-kitab sebelumnya, janji dan ancamaa Allah serta balasan kepada orang-orang yang berbuat dzolim. b. Menceritakan tentang keluarga Imran, keutamaan-keutamaan apa saja yang dimiliki keluarga ini serta kisah Isa Al-Masih putra Maryam. c. Bantahan Allah tentang pendapat-pendapat ahli kitab yang keliru, menjelaskan tentang kelebihan umat isllam dibandingkan dengan umat lain serta keharusan menjaga kesatuan ayat. d. Mengisahkan tentang peristiwa perang badar dan uhud, penjelasan tentang sabar dan tawakal sebagai pangkal dari kemenangan, perintah untuk bertakwa dan larangan melakukan riba serta penjelasan tentang berbagai sifat-sifat orang munafik (AsySyaikh, 2003:24). 2. Kandungan Surat Ali Imran ayat 133-135 Surat Ali Imran ayat 133, menjelaskan tentang seruan Allah kepada mukmin agar berpacu meraih ampunan dari segala dosa dan menempuh jalan ke surga sebagai imbalan beribadah dan beramal soleh selama di dunia. Pada ayat tersebut juga diterangkan mengenai gambaran surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang hanya diberikan kepada orang-orang bertakwa. Menurut Ar-Razi, (2000:203) berpendapat bahwa tidak ada jalan untuk meraih maghfirah selain melaksanakan perintah dan menjauhi 26 larangan Allah. Para ahli ushul fiqih menyimpulkan bahwa bersegera meraih ampunan itu hukumnya wajib, karena tidak ada perintah paksa selain wajib segera dipenuhi. Dengan demikian jalan menuju keselamatan abadi adalah menjauhi segala yang dilarang dan menaati segala yang diperintahkan. Jadi, dalam ayat ini mengandung pemahaman bahwa Allah menyeru kepada umat mukmin untuk segera memohon ampunan kepada Allah atas segala dosa yang telah ia perbuat. Adapun cara meraih ampunan tersebut dengan cara melaksanakan segala perintah dan menjauhi apa yang dilarang Allah. Hal demikian itulah salah satu jalan menuju keselamatan abadi yaitu surga. Surat Ali Imran ayat 134, menjelaskan tentang karakter orangorang bertakwa yang akan mendapat balasan surga. Ayat ini berhubungan dengan ayat sebelumnya yang akan menjelaskan siapa saja orang bertakwa yang akan masuk surga. Pada awal ayat ini bisa berfungsi sebagai penjelas dari orangorang bertakwa dan menerangkan sifat orang bertakwa yang mendapat jaminan surga. Orang yang bertakwa memiliki sifat baik, bukan hanya terhadap Allah, tetapi juga dalam kehidupan sosial, tidak hanya menggunakan badan, tetapi juga menggunakan harta. Dalam ayat ini diterangkan tentang karakteristik orang bertakwa yang pertama ialah mereka yang berinfak dengan harta karena Allah, baik diwaktu sempit maupun luas. Nilai infak tidak dipandang dari besar kecilnya jumlah 27 yang diberikan, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh keikhlasannya (Asy-Syiddiqy, 2000:93). Kemudian, karakteristik orang bertakwa yang kedua adalah mereka yang mampu menahan amarahnya ketika melihat orang yang tidak ia sukai, meskipun sebenarnya mereka memiliki kekuasaan untuk meluapkan amarahnya tersebut. Menahan marah memang terlihat mudah, akan tetapi dalam prakteknya sangat susah untuk diterapkan. Orang yang mampu menahan amarahnya akan memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding dengan mereka yang melontarkan amarahnya karena mereka memiliki kekuasaan. Menahan amarah itu sendiri mengarah pada pengendalian diri terhadap lisan, sikap dan tindakan. Maka dari itu Allah menjanjikan balasan surga kepada orang yang mampu menahan amarahnya. Karakteristik orang bertakwa ketiga adalah orang-orang yang dengan ikhlas memaafkan kesalahan orang lain. Orang yang dapat menahan amarahnya belum tentu terbebas dari rasa sakit hati bahkan rasa dendam. Mukmin yang baik bukan hanya mereka yang dapat menahan amaranya, akan tetapi juga mereka yang mampu memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan orang lain terutama pada orang yang berbuat salah dinilai lebih mulia daripada menjatuhkan hukuman ataupun membalas kesalahannya. Hal ini bukan berarti melarang untuk melawan pada orang yang berbuat dzalim, akan tetapi kalau 28 memaafkan bisa lebih bermanfaat maka nilainya lebih baik karena termasuk dalam kategori sabar (Shihab, 2002:265). Jadi, dalam ayat ini mengandung pemahaman tentang karakteristik orang-orang yang mendapat jaminan surga yang telah dijanjikan Allah kepada orang yang bertakwa. Kategori orang bertakwa tersebut adalah, orang yang berinfaq diwaktu luang dan sempit, orang yang mampu menahan amarahnya padahal sebenarnya ia memiliki kuasa untuk melontarkannya, serta orang yang mampu memaafkan kesalahan orang lain dengan ikhlas. Itulah ketiga karakteristik orang yang dicintai oleh Allah SWT, karena Allah mencintai kebijakan. Surat Ali Imran ayat 135, masih menjelaskan tentang kriteria orang yang mendapat jaminan masuk surga oleh Allah. Sifat serta sikap orang yang bertakwa selanjutnya dijelaskan Allah dalam ayat ini. Karakteristik pertama orang yang bertakwa dalam ayat ini adalah mereka yang selalu mengingat Allah ketika hendak atau sedang melakukan perbuatan keji. Menurut Shihab, (2002:268) mengatakan bahwa melakukan perbuatan keji mengandung arti, melakukan dosa besar seperti zina, perbuatan dosa yang berdampak negatit terhadap orang lain, perbuatan dosa yang berdampak negatif pada diri sendiri serta perbuatan maksiat yang amat dibenci Allah. Dengan senantiasa mengingat Allah pasti akan menjadi solusi untuk tidak berbuat keji. 29 Mengingat Allah disini dapat diaplikasikan dengan berdzikir, mengingat ciptaan Allah serta mengingat ancaman Allah. Karakter kedua adalah mereka yang memohon ampun kepada Allah, karena tidak ada yang dapat memberikan ampunan selain Allah. Orang yang bertakwa atau orang yang akan mendapat jaminan surga akan segera mengingat Allah juga dalam arti sadar akan kesalahan yang terlanjur dilakukan. Pada saat itu pula mereka memohon ampun kepada Allah dengan bertaubat. Perlu disadari bahwa tidak ada manusia yang terlepas dari dosa, disadari atau tidak, besar atau kecil, pasti semua orang pernah melakukan perbuatan dosa. Seorang mukmin bukan berarti tidak pernah berbuat salah, tetapi mukmin sejati adalah mereka yang berbuat salah, kemudian mereka segera memohon ampunan kepada Allah, karena mereka tahu tidak ada yang mampu memberikan ampunan kecuali Allah SWT. Itulah alasan kenapa Allah menjanjikan surga kepada orang bersifat seperti ini. Kemudian, karakter ketiga adalah mereka yang tidak meneruskan perbuatan kejinya karena mereka tahu kalau itu adalah perbuatan salah. Setelah diberi kabar gembira oleh Allah yang memiliki ampunan luas, maka pada penghujung ayat ini ditekankan syarat untuk mendapat surga tetap berlaku. Ampunan akan tercurah bagi mereka yang berbuat dosa, sekalipun itu dosa yang sangat besar, apabila mereka tidak meneruskan perbuatannya, alias mereka menghentikan kesalahan yang sudah terlanjur dilakukan. Dengan demikian ampunan Allah akan 30 diberikan kepada yang bertaubat dengan catatan tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut (Shihab, 2002:272). Jadi, dapat disimpulkan dalam ayat ini mengandung pemahaman tentang lanjutan karakteristik orang-orang yang mendapat jaminan surga yang telah dijanjikan Allah kepada orang yang bertakwa. Karakteristik orang-orang tersebut adalah, mereka yang selalu mengingat Allah ketika hendak atau sedang melakukan perbuatan keji, mereka yang memohon ampun kepada Allah, karena tidak ada yang dapat memberikan ampunan selain Allah serta mereka yang tidak meneruskan perbuatan kejinya karena mereka tahu kalau itu adalah perbuatan salah. 31 BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH AYAT A. Surat Ali Imran ayat 133-135 Surah Ali Imran (keluarga Imran) adalah surah ke-3 dalam al-Qur‟an. Surah Ali Imran (bersama surah Al-Baqarah) juga memiliki nama lain AzZahrawan yang berarti dua yang cemerlang, karena kedua surah tersebut menyingkapkan hal-hal yang menurut Al-Qur‟an disembunyikan oleh para ahli kitab, seperti kejadian dan kelahiran Nabi Isa dan kedatangan Nabi Muhammad. Alasan lain mengapa disebut Az-Zahrawan ialah karena isi kandungan dua surah tersebut mencakup keseluruhan ajaran Islam, di antaranya akidah, akhlak, hukum, kisah orang terdahulu dan sebagainya. Surah Ali Imran ini tergolong dalam surah Madaniyah karena diturunkan setelah peristiwa hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah. Surah ini terdiri dari 200 ayat dimana ayat 1-91 terdapat dalam juz 3 sedangkan ayat 92-200 terdapat dalam juz 4. Surah ini dinamakan Ali Imran karena di dalamnya mencakup kisah keluarga Imran yang di dalam kisah itu juga disebutkan kelahiran Nabi Isa, persamaan kejadiannya dengan Nabi Adam, kenabian dan mukjizatnya, serta disebutkan pula kelahiran Maryam binti Imran (Al-Jumanatul, 2007:36). Surah Ali Imran ini banyak sekali kandungan di dalamnya, baik tentang akidah, akhlak, hukum dan sebagainya. Berikut daftar kandungan surah Ali Imran dari ayat per ayat: 32 a. Ayat 1-9 menjelaskan tentang Al-Qur‟an dan kitab-kitab sebelumnya. b. Ayat 10-17 menjelaskan tentang ancaman Allah kepada orang-orang kafir dan pengaruh harta benda dunia akhirat. c. Ayat 18-22 menjelaskan tentang pernyataan tentang keesaan dan keadilan Allah, agama yang diridhoi-Nya, serta balasan bagi orang yang ingin mencelakakan nabi. d. Ayat 23-32 menjelaskan tentang orang Yahudi yang berpaling dari hukum Allah, bukti kekuasaan dan kebenaran Allah, larangan berpihak kepada orang kafir, serta bukti cinta kepada Allah. e. Ayat 33-44 menjelaskan tentang keutamaan keluarga Imran, f. Ayat 45-63 menjelaskan tentang Isa Al-Masih putra Maryam binti Imran. g. Ayat 64-68 menjelaskan tentang ajakan kepada agama tauhid. h. Ayat 69-78 menjelaskan tentang sikap ahli kitab terhadap agama Islam serta keburukan-keburukan orang Yahudi. i. 79-92 menjelaskan tentang seorang nabi tidak akan menyuruh manusia untuk menyembah dirinya serta janji para nabi tentang kenabian Muhammad SAW. j. Ayat 93-99 menjelaskan tentang bantahan-bantahan Allah terhadap kekeliruan orang Yahudi terhadap makanan dan ahli kitab terhadap rumah ibadah. k. Ayat 100-115 menjelaskan tentang keharusan menjaga persatuan serta kelebihan umat Islam dari umat lainnya. 33 l. 116-120 menjelaskan tentang perumpamaan harta yang dinafkahkan orang kafir serta larangan menjadikan orang Yahudi sebagai orang kepercayaan. m. Ayat 121-131 menjelaskan tentang sabar dan tawakal kepada Allah, larangan berbuat riba dan perintah untuk bertakwa kepada Allah. n. Ayat 132-148 menjelaskan tentang perintah taat kepada Allah dan Rasulullah serta sifat-sifat orang yang bertakwa. o. Ayat 149-151 menjelaskan tentang peringatan supaya waspada terhadap ajakan orang kafir. p. Ayat 152-158 menjelaskan tentang sebab kekalahan umat Islam dalam perang Uhud serta perintah untuk berkurban dan berjihad. q. Ayat 159-164 menjelaskan tentang sifat Nabi Muhammad SAW. r. Ayat 165-175 menjelaskan tentang sifat-sifat orang munafik dan pahala bagi orang yang mati syahid. s. Ayat 176-179 menjelaskan tentang ayat untuk menentramkan hati Nabi Muhammad SAW. t. Ayat 180-189 menjelaskan tentang kebakhilan dan dusta serta balasannya. u. Ayat 190-195 menjelaskan tentang manfaat selalu mengingat Allah dan merenungkan ciptaan-Nya. v. Ayat 196-200 menjelaskan tentang kesenangan sementara bagi orangorang kafir dan kebahagiaan abadi bagi orang mukmin. 34 Terkhusus ayat 133-135 dalam surah Ali Imran ini menjelaskan tentang berbagai anjuran untuk menyegerakan dalam meraih ampunan Allah, kriteria atau ciri-ciri orang bertakwa dan larangan untuk berbuat keji dan dholim. Pembahasan ayat 133-135 ini lebih mengarah kepada acuan untuk meraiih maghfiroh dari Allah serta enam karakteristik penghuni surga antara lain: a. Bertakwa, takwa sebagaimana yang telah kita ketahui bersama yaitu menjaga diri dari azab Allah dengan mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. b. Menginfakkan harta disaat lapang maupun sempit, penghuni surga menunaikan apa saja yang diperintahkan untuk diinfakkan seprti zakat, shodaqoh, dan tidak lupa nafkah bagi keluarga. c. Menahan amarah. d. Memaafkan kesalahan orang lain. e. Senantiasa mengingat Allah dan memohon ampunan apabila melakukan perbuatan dosa. f. Tidak meneruskan perbuatan dosa ketika mereka mengetahui bahwa perbuatan tersebut adalah dosa (Bachmid, 2008:224). B. Asbabun Nuzul Asbabun Nuzul merupakan bentuk Idhofah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Asbab berasal dari bentuk jamak sabab yang berarti sebab. Sedangkan kata an-nuzul adalah masdar dari kata nazala yang berarti menurunkan sesuatu atau kejadian sesuatu. Secara etimologi asbabun 35 nuzul adalah sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Meskipun segala fenomena yang melatar belakangi terjadinya sesuatu bisa disebut asbabun nuzul, namun dalam pemakaiannya ungkapan asbabun nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab-sebab yang melatar belakangi turunnya Al-Qur‟an, seperti halnya asbab al-wurud yang secara khusus dipergunakan bagi sebab-sebab terjadinya hadits (Rosihon, 2000:60). Sedangkan secara terminologi, asbabun nuzul adalah sebab-sebab yang mengiringi diturunkannya ayat-ayat Al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad SAW karena ada suatu peristiwa yang membutuhkan penjelasan atau pertanyaan yang membutuhkan penjelasan (Buchori, 2005:33). Bentuk-bentuk peristiwa yang melatar belakangi turunnya Al-Qur‟an sangat beragam, di antaranya berupa konflik sosial seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan suku Khazraj, kesalahan besar seperti kasus seorang sahabat yang menjadi imam ketika sedang dalam keadaan mabuk, dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Nabi Muhammad SAW baik tentang sesuatu yang telah lewat, sedang dan yang akan terjadi. Persoalan apakah semua ayat dalam Al-Qur‟an memiliki asbabun nuzul atau tidak ternyata masih menjadi perdebatan antara para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua ayat Al-Qur‟an turun memiliki asbabun nuzul. Sehingga ayat tersebut turun tanpa ada sebab yang melatar belakanginya (ibtida‟). Dan ulama yang lain 36 berpendapat bahwa, ayat Al-Qur‟an diturunkan dengan dilatar belakangi oleh suatu sebab atau peristiwa (ghair ibtida‟). Pendapat tersebut hampir merupakan konsensus para ulama. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa sejarah Bangsa Arab sebelum Al-Qur‟an merupakan latar belakang yang mendominasi sebab turunnya Al-Qur‟an, sementara riwayat-riwayat asbabun nuzul merupakan latar belakang dalam lingkup kecil. Artinya bahwa pendapat tersebut menganggap bahwa, semua ayat Al-Qur‟an memiliki sebab-sebab yang melatar belakanginya (Rosihon, 2000:67). Pada kesempatan ini, penulis akan menjelaskan asbabun nuzul dari topik pembahasan yaitu tentang surat Ali Imran ayat 133-135. Buchori, (2005:62) menyebutkan bahwa, pernah dikisahkan dari Abdurrahman bin Ghannam Al-Daws bahwa sahabat Mu‟adz bin Jabal mendatangi Rasulullah dengan mengatakan ada pemuda tampan sedang menangis seperti sedang kehilangan ibunya. Pemuda itu lalu dipanggil masuk oleh Rasulullah. Kemudian Rasulullah bertanya, “Apa yang membuatmu menangis anak muda?”. Kemudian pemuda itu menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis ya Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar yang kurasa tidak mungkin diampuni Allah.” Rasulullahpun langsung bertanya, “Apakah engkau mempersekutukanNya?”. “Aku berlindung kepada Allah supaya aku tidak menyekutukanNya.” jawab pemuda itu. “Apakah engkau membunuh seseorang yang diharamkan oleh Allah untuk membunuhnya?” tanya Rasulullah selanjutnya. 37 Kemudian pemuda itu menjawab, “tidak ya Rasulullah.” Rasulpun menjawab, “Kalau begitu Allah akan mengampuni dosa-dosamu meskipun dosamu itu sebesar gunung yang menjulang tinggi ke langit.” Namun dengan tangis yang teramat keras pemuda itu berkata, “Dosaku lebih besar dari gunung itu.” “Allah akan mengampuni dosamu meski sebesar tujuh bumi beserta lautan dan semua yang ada padanya.” hibur Rasulullah sambil tersenyum. “Namun ya Rasul, dosaku lebih besar daripada itu.” jawab pemuda tersebut. Kemudian Rasul dengan sabarnya bersabda, “Allah tetap akan mengampuni dosamu sekalipun sebesar langit berikut bintang gemintang dan singgasanaNya.” Kembali pemuda itu dengan memelas berkata, “Dosaku lebih besar dari itu ya Rasulullah.” “Wahai pemuda! Apakah dosa-dosamu lebih besar dari Tuhanmu?” jawab Rasulullah. Maka tersungkurlah pemuda itu dan berkata, “Subhanallah, tidak ada yang lebih besar dari Tuhanku.” “Kalau begitu, dosa apa yang telah engkau perbuat?” sergah Rasulullah. Lalu dengan penuh air mata pemuda itu bercerita, “Sudah tujuh tahun ini pekerjaanku adalah menncuri kain kafan mayat yang baru meninggal untuk dijual di pasar. Pada suatu hari ada seorang anak gadis Anshor meninggal dunia. Setelah dikubur dan ditinggalkan keluarganya, kudatangi dan kugali kubur tersebut dan kulucuti kain kafannya. Kutinggalkan maya itu dengan keadaan telanjang di bibir kuburan dan aku bergegas pulang membawa jarahanku. Di rumah, aku membayangkan betapa mulusnya tubuh mayat itu, sampai aku tergoda melihatnya kembali. Ketika melihat 38 mayat telanjang itu aku tidak dapat menguasai diriku sehingga aku menggaulinya. Ketika itu, aku seolah mendengar suara yang mengatakan, „Wahai pemuda, celakalah engkau di hadapan penghisab pada hari kiamat kelak, tempatmu adalah di neraka.‟ Seketika aku terkejut dan takut sekali. Bagaimana pendapatmu ya Rasulullah?” Dengan terkejut Rasulullah berkata, “Enyahlah engkau dari sisiku, aku takut akan terbakar bersama apimu!” Pemuda itu seketika pergi meninggalkan Rasulullah dengan wajah yang sangat amat memelas. Ia pergi mengasingkan diri ke suatu tempat. Selama empat puluh hari ia menangis terus menerus memohon ampun kepada Allah, “Ya Allah, ampunilah segala kesalahanku dan berilah wahyu kepada nabi-Mu. Jika Engkau tidak mengampuniku, maka berikanlah segera siksaan yang menghancurkanku di dunia ini, tetapi selamatkan aku dari siksaMu ketika hari kiamat nanti.” Rupanya taubat pemuda tersebut telah diampuni oleh Allah dengan diturunkannya Q.S. Ali Imran ayat 133-136. Setelah menerima wahyu itu, Rasulullah bersama para sahabat bergegas mencari pemuda itu. Akhirnya pemuda itu ditemukan di antara dua batu gelap dalam keadaan lemah dengan mata yang begitu sembabnya karena banyak menangis. Rasulullah yang mulia kemudian menghampirinya dan membersihkan debu-debu yang menempel di kepalanya dan bersabda, “Aku ingin memberikan kabar gembira kepadamu, bahwa engkau sekarang adalah hamba Allah yang dibebaskan dari api neraka.” Kemudian Rasulullah berpaling kepada para 39 sahabat yang mengikutinya dan berkata, “Beginilah seharusnya kalian menyertai dosa yang kalian lakukan, seperti yang dilakukan oleh pemuda ini.” C. Munasabah Ayat Secara etimologi, munaasabah berasal dari bahasa arab yang berasal dari kata nasaba – yunasibu – munasabahan yang berarti keserupaan. Munasabah juga berarti muqorobah atau kedekatan dan kemiripan. Hal ini tentunya bisa terjadi antara dua hal atau lebih, sedangkan kemiripan tersebut dapat terjadi pada seluruh unsur-unsurnya dapat juga terjadi pada sebagainya saja. Sedangkan secara terminologis, munaasabah adalah ilmu yang mengaitkan pada bagian-bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafal-lafal umum dengan lafal-lafal khusus, atau hubungan antar ayat yang terkait dengan hubungan sebab akibat, illat dan ma‟lul, serta kemiripan dan pertentangan ayat (ta‟aarudh). Dalam pengertian istilah, munaasabah diartikan sebagai ilmu yang membahas hikmah korelasi urutan ayat Al-Qur‟an atau dengan kalimat lain. Munaasabah adalah usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar surat atau ayat yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian diharapkan ilmu ini dapat menyingkap rahasia Ilahi, sekaligus sanggahannya bagi mereka yang meragukan Al-Qur‟an sebagai wahyu (Ash Shiddiqy, 1965:95). 40 Dalam pembahasan ini, penulis akan menjabarkan munasabah, baik munasabah ayat dengan ayat yag lain dalam satu surat dan juga munasabah surat dengan surat yang lain, sesuai dengan pembahasan yang penulis kaji. Munasabah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Munasabah Ayat a. Q.S Ali Imran ayat 132 dan 133 132. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat. 133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang bertakwa (al-Karim, 1996:53). Sebagian orang berfikir bahwa mukmin adalah orang yang tidak berdosa. Padahal kedua ayat tersebut menyebutkan bahwa orangorang bertakwa mungkin saja melakukan perbuatan buruk, sehingga Allah menyeru kepada orang-orang mukmin untuk senantiasa mentaati Allah dan RasulNya, serta untuk senantiasa menyegerakan diri terhadap ampunan Allah kalau-kalau pernah melakukan perbuatan dosa, baik yang disengaja maupun tidak. Pada ayat 132 Allah menyuruh umat manusia hanya untuk taat kepada Allah dan Rasul yang akan dibalas dengan rahmat Allah. Kemudian Allah melanjutkan seruan di ayat selanjutnya untuk 41 melengkapi penjelasan kepada manusia agar menyegerakan diri kepada ampunan Allah dan kepada surgaNya. Ampunan dan surga Allah tersebut hanya ditujukan kepada umatNya yang bertaka. Penjelasan orang-orang yang bertakwa dijelaskan dalam ayat selanjutnya yakni ayat 134 (Ash Shiddiqy, 1965:162). Dalam ayat 133 disebutkan bahwa ُ َّ ْاْلَزْ ضُ ال َّس َو ضَِا ُ ْاّاخ َػس yang artinya, “Surga yang luasnya seluas langit dan bumi” dimaksudkan sebagai kabar akan keluasan surga tersebut. Sebagaimana firman-Nya yang mensifati perlengkapan surga dalam Q.S. Ar-Rahman ayat 54 yang berbunyi: Yang artinya, “Mereka berkata di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutera. Dan buah-buahan di surga itu dapat (dipetik) dari dekat.” Ayat 54 Q.S. Ar-Rahman tadi adalah salah satu dari sekian banyak ayat yang menggambarkan atau mensifati keadaan surga sebagai mana disebutkan dalam potongan Q.S. Ali Imran ayat 133 di atas. Ayat 133 Q.S Ali Imran di atas juga terdapat kemiripan dengan firman Allah yang lain yakni Q.S. Al-Hadiid ayat 21: 42 Yang artinya, “Berlomba-lombalah kamu untuk mendapatkan ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” b. Q.S. Ali Imran ayat 133 dan 134 Selanjutnya Allah menyebutkan sifat para penghuni surga dalam firmanNya: 133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang bertakwa. 134. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan juga orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (al-Karim, 1996:53). Dalam dua ayat diatas disebutkan bahwa, pada ayat pertama, Allah menyuruh kepada umat manusia untuk menyegerakan diri kepada ampunan Allah dan kepada surga yang sangat luas. Ampunan dan surga Allah tersebut hanya diperuntukkan kepada umatnya yang bertakwa. Pada ayat pertama ini tidak ada penjelasan mengenai 43 siapa saja yang dimaksud orang-orang bertakwa tersebut. Kemudian Allah menjelaskannya di dalam ayat selanjutnya yaitu ayat 134. Yang dimaksudkan Allah tentang orang-orang bertakwa adalah mereka yang menginfakkan harta mereka dalam keadaan apapun, baik susah maupun senang, kaya maupun miskin, sempat atau tidak sempet dan sebagainya. Kategori orang bertakwa selanjutnya ialah mereka yang mampu menahan amarahnya. Perlu kita ketahui bahwa, tidak mudah mengendalikan amarah, karena ketika marah, hawa nafsulah yang mengendalikan kita, maka dari itu Allah menjajikan surga bagi orang yang mampu menahan amarahnya. Kategori orang bertakwa selanjutnya ialah mereka yang memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan kesalahan orang lain juga bukan suatu hal yang mudah. Memafkan di sini haruslah benar-benar dengan ikhlas tanpa ada niatan untuk membalas sedikitpun. Masih ada lagi kategori orang yang bertakwa yang dimaksudkan oleh Allah, tetapi kategori tersebut dijelaskan dalam ayat selanjutnya. Dalam ayat 134 disebutkan صسَّآ ِء َّ َّال الَّ ِري َْي يُ ٌْفَم ُ ْْ َى فِي ال َّسسَّآ ِءyang memiliki arti, “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit.” Potongan ayat di atas mengisyaratkan kepada kita untuk senantiasa berinfak, baik pada waktu senang maupun susah, dalam keadaan suka maupun terpaksa, sehat maupun sakit, dan dalam keadaan apapun. Hal 44 tersebut senada dengan firman Allah yang lain dalam Q.S. AlBaqarah ayat 274 yang berbunyi: Yang artinya, “(Yaitu) orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, secara rahasia maupun terangterangan.” Dalam Q.S. Ali Imran ayat 134 juga terdapat potongan ayat yang berbunyi اس ِ َّالْ َك ِ ٌَّاظ ِوي َْي ْال َغ ْيعَ ّالْ َؼافِي َْي َػ ِي ال yang artinya, “Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan kesalahan orang lain.” Artinya, jika mereka marah, maka mereka menahan dan mengendalikan amarahnya tetrsebut dan tidak melampiaskannya. Selain itu mereka dengan ikhlas memberikan maafnya kepada orang yang telah berbuat aniaya terhadapnya. Dalam potongan ayat ini, terdapat makna yang senada dari potongan ayat pada Q.S. Asy Syuura ayat 37 yang berbunyi: Yang artinya, “... dan apabila mereka marah, mereka segera memaafkannya.” c. Q.S. Ali Imran ayat 134 dan 135 45 134. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan juga orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. 135. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosadosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (al-Karim, 1996:53). Kategori orang bertakwa yang akan mendapat balasan surga dari Allah masih berlanjut di ayat 135. Dalam ayat 135 di atas, dijelaskan siapa saja yang termasuk dalam kategori orang bertakwa. Mereka adalah orang yang senantiasa mengingat Allah ketika akan ataupun sedang berbuat keji dan aniaya terhadap dirinya sendiri. Ketika mereka mengingat Allah dalam keadaan tersebut, maka sudah bisa dipastikan mereka tidak akan meneruskan perbuatannya. Namun apabila sudah terlanjur dalam melakukan perbuatan tersebut, maka hendaknya untuk segera mengingat kepada Allah dan memohon ampunan kepadaNya. 46 Banyak ayat yang serupa dengan ayat ini, antara lain, dalam Q.S. An-Nisa ayat 110 yang berbunyi: Artinya, “Dan barang siapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya diri sendiri, kemudian ia memohon ampunan kepada Allah, niscaya ia akan mendapatinya, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Dalam firman yang lalin juga disebutkan, Artinya, “Katakanlah, „Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa terhadap rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Az-Zumar: 53). Dalam ayat 135 di atas terdapat potongan ayat yang berbunyi يَ ْؼلَ ُو ْْ َى َُُّ ْن yang berarti, “sedang mereka mengetahui.” Maksud dari unkapan tersebut menurut Abdullah bin „Ubaid bin „Umair ialah, “Mereka mengetahui bahwa siapa yang bertaubat kepada Allah, niscaya Allah akan menerima taubatnya.” Potongan ayat tersebut 47 seperti firman Allah yang lain dalam surah At-Taubah ayat 104 yang berbunyi: Artinya, “Apakah mereka tidak mengetahui bahwa Allah akan menerima taubat darihamba-hambaNya?” d. Q.S. Ali Imran ayat 135 dan 136 135. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. 136. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang didalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya, dan itu sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal (al-Karim, 1996:53). 48 Terkait dengan ayat sebelumnya, ayat 136 ini memberikan penjelasan dari ayat 135 mengenai balasan apakah yang akan diperoleh bagi orang-orang yang bertakwa. Jelas disebutkan bahwa balasan yang diperoleh mereka ialah surga. Selain menjelaskan mengenai balasan bagi orang bertakwa, ayat ini juga menjelaskan tentang gambaran surga. Dijelaskan bahwa terdapat sungai-sungai yang mengalir di dalam surga tersebut. Selain itu, Allah juga menjanjikan kepada orang-orang bertakwa bahwasanya mereka akan kekal di dalam sana. 2. Munasabah Surat Surat-surat yang ada di dalam Al-Qur‟an mempunyai munasabah, sebab surat yang datang kemudian menjelaskan tentang beberapa hal yang disbutkan secara global pada surat sebelumnya. Dapat diambil contoh banwasanya surat Al-Baqarah memberikan banyak sekali perincian serta penjelasan terhadap surat Al-Fatihah (Asy-Syiddiqy, 1965:104). Dalam pembahasan ini, Q.S. Ali Imran yang merupakan urutan selanjutnya dari Q.S. Al-Baqarah, yang memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai nikmat yang akan Allah berikan kepada umatNya yang bertakwa serta ancaman Allah terhadap orang-orang kafir karena pengaruh harta dunia, yang disajikan secara global. Contoh dari munasabah surat dari surat Al-Fatihah sampai surat Ali Imran, sebagai berikut: 49 Yang artinya, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Fatihah: 2-3). Dari ayat ke dua surat Al-Fatihah itu kemudian di jelaskan lebih lanjut di dalam surat Al-Baqarah ayat 152 yang berbunyi: Yang artinya, “Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, niscaya aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepadaKu, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” Ayat ini adalah salah satu contoh dari sekian banyak ayat yang memberikan penjelasan lebih lanjut dari surat sebelumnya. Dalam ayat ini Allah menggambarkan betapa mulianya Dia, karena Allah telah memberikan nikmat yang tak terhitung kepada umat-umatNya. Kemudian di dalam surat selanjutnya yakni surat Ali Imran juga terdapat banyak ayat yang senada mengenai perincian tentang nikmat yang akan Allah berikan kepada orang orang yang bertakwa. Misalnya dalam surat Ali Imran ayat 15 berikut: 50 Artinya, “Katakanlah, „Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?‟ untuk orang-orang yang bertakwa kepada Allah, pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta diridhoi Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hambaNya.” (Rosiihon, 2000:65). 51 BAB IV PEMBAHASAN A. Nilai-nilai Pendidikan Moral Dan Spriritual dalam Surat Ali Imran Ayat 133-135 Moral atau dalam bahasa lain disebut sebagai kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. jadi pendidikan moral ditujukan untuk memagari manusia dari melakukan perbuatan yang buruk yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada baik itu dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan berkarakter moral adalah kunci untuk perbaikan sosial dan kemajuan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi integritas nilai dan kemanusiaan. Harapan dari pendidikan berkarakter moral adalah cara berpikir mengenai proses kepedulian dan penerapan dalam pendidikan. Suatu model meliputi teori atau sudut pandang mengenai bagaimana manusia berkembang secara moral dan mengenai sejumlah strategi atau prinsip untuk membantu perkembangan moral. Dengan demikian suatu model dapat membantu untuk memahami dan melakukan pendidikan moral (Budiningsih, 2003:7). Sedangkan spriritual, berasal dari bahasa Inggris yaitu “spirituality” kata dasar spirit berarti roh, jiwa, semangat. Kata spirit sendiri berasal dari kata Latin yaitu “spiritus” yang memiliki arti luas atau 52 dalam, keteguhan hati atau keyakinan, energi atau semangat serta kehidupan (Hurlock, 1993:12). Spiritual memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas, hanya saja spiritualitas dapat dimengerti dengan membahas kata kunci yang sering muncul ketika orang-orang menggambarkan arti spiritualitas bagi mereka. Kata kunci yang bisa dipertimbangkan antara lain, meaning (makna), values (nilai-nilai), transcedence (transsedensi), connecting (bersambung) dan becoming (menjadi). Pendidikan spiritual adalah pembersihan jiwa atau perjalanan menuju Allah, atau istilah-istilah lain atau yang ditemukan dalam terminologi sufisme. Adapun dalam buku-buku pendidikan spiritual, secara umum, seluruhnya dituangkan pada satu wajah yang sama yakni perpindahan dari jiwa yang kotor menuju jiwa yang bersih, dari akal yang belum tunduk pada syariat menuju akal yang sesuai dengan syariat, dari hati yang keras dan berpenyakit menuju hati yang tenang dan sehat. Singkatnya ialah dari yang kurang sempurna menuju yang lebih sempurna dalam kebaikan dan mengikuti Rasulullah baik perkataan, tingkah laku dan keadaannya. Setiap permasalahan yang hadir hendaklah dikembalikan atau dicarikan solusi didalam al-Quran maupun hadis, supaya tidak salah dalam memutuskan suatu permasalahan. Dalam hal ini Allah telah memberikan pelajaran mengenai nilai moral dan spiritual yang terdapat dalam surat Ali 53 Imran ayat 133-135 kepada manusia untuk menerapkan nilai-nilai moral dan spiritual tersebut. Adapun nilai-nilai tersebut antara lain: 1. Nilai-nilai Moral a. Berinfaq di saat sempit dan lapang Infaq berasal dari kata nafaqa yang memiliki arti keluar. Dari akar inilah muncul istilah nifaq-munafiq yang berarti orang yang keluar dari ajaran Islam. Infaq maknanya jauh lebih umum dibanding dengan zakat dan sedekah. Infaq itu sendiri berarti membelanjakan harta, uang ataupun bentuk kekayaan yang lain, yang bersifat wajib maupun yang bukan wajib. Dalam surat Ali Imran ayat 134 disebutkan ضسَّآ ِء َّ ال َّسسَّآ ِء َّال اَلَّ ِري َْي ي ُ ٌْفِمُ ْْ َى فِي yang artinya orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit. Infaq berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu kepentingan yang baik, maupun kepentingan yang buruk. Ini sesuai firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 36, bahwa orangorang kafirpun menginfaqkan hartanya untuk menghalangi jalan Allah. Artinya: Sesungguhnya orang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta mereka itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan. 54 Sedangkan menurut istilah, infaq adalah mengeluarkan sebagian harta untuk sesuatu kepentingan yang diperintahkan oleh Allah, seperti menginfaqkan harta untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Rasyid, 2009:26). Infaq ini bukan lagi merupakan kewajiban yang bersifat sunnah, seperti yang dipahami masyarakat luas. Infaq ini merupakan kewajiban yang bersifat fardhu kifayah, karena harus dikeluarkan baik itu dalam keadaan kesempitan maupun dalam keadaan lapang. Infaq menurut istilah para ulama diartikan sebagai perbuatan atau sesuatu yang diberikan oleh seseorang untuk menutupi untuk menutupi kebutuhan orang lain, baik berupa harta, makanan, dan lain sebagainya. Juga mendermakan atau memberikan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah semata. Infaq adalah penggunaan harta untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan dibandingkan demikian dengan zakat. infaq memiliki Dalam cakupan kategorisasinya, lebih infaq luas dapat diumpamakan dengan alat-alat transportasi umum, karena hibah, waqaf, wasiat, nazar, pemberian nafkah kepada keluarga, pemberian hadiah, kafarah (berupa harta) karena melanggar sumpah adalah termasuk infaq. Dari kategori tersebut, merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan pihak pemberi maupun pihak penerima. Dengan kata lain, pengertian infaq adalah kegiatan penggunaan harta secara konsumtif, yakni pengeluaran atau pembelanjaan harta untuk memenuhi kebutuhan, 55 bukan secara produktif yang mana penggunaan harta diputar untuk dikembangkan lebih lanjut secara ekonomis (Syarifuddin, 2010:62). Dalam pandangan Islam, orang yang berinfaq ini akan memperoleh keberuntungan yang berlipat ganda, baik itu di dunia maupun di akhirat kelak. Hal ini sesuai firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 261-262 yang berbunyi: Artinya: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan) oleh orang-orang yang menafkahkan harta ke orang lain di jalan Allah SWT adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh batang dan seratus butir. Allah SWT melipat gandakan (pahala) setiap bagi siapa yang Dia kehendaki. Sesuai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berinfaq dapat dikategorikan ke dalam nilai moral, karena dengan adanya infaq dari orang-orang dermawan dapat membantu menciptakan persatuan serta terciptanya kerukunan. Selain itu, dengan berinfaq, juga dapat menumbuhkan tali persaudaraan antar manusia, karena dengan berinfaq akan tercipta rasa saling peduli, tolong-menolong serta toleransi. Di sisi 56 lain, dengan derinfaq, Allah telah menjanjikan pahala yang berlipat-lipat ganda, yang dengan pahala tersebut dapat menolong seseorang untuk di kehidupan akhirat kelak. b. Menahan Amarah Marah dalam bahasa Arab berasal dari kata “ghodziba” yang berarti geram, emosi yang meluap, panas hati. Secara istilah “ghodziba” adalah perubahan dalam diri atau emosi yang dibawa oleh kekuatan dan rasa dendam demi menghilangkan gemuruh di dalam dada. Kata َالْ َغيْع adalah marah yang paling besar karena definisi dari kata tersebut ialah kemarahan yang teramat sangat. Kalimat َاظ ِوي َْي الْ َغيْع ِ الْ َك dalam surat Ali Imran ayat 134 memiliki arti menahan amarah. Kalimat tersebut sangatlah luas maknanya, sehingga perlu banyak penjelasan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata bahwa, sebagian ulama mengatakan bahwa Allah menciptakan amarah dari api neraka dan menjadikannya sebagai tabiat bagi manusia. Maka seringkali seseorang menghendaki sesuatu namun tidak terpenuhi, amarahnya akan menyalanyala dan bergejolak. Ini akan terjadi apabila seseorang tersebut marah kepada orang yang lebih rendah dan ia merasa mampu untuk memarahinya. Menurut al-Shan‟ani, (2004:52), mengatakan bahwa hakikat marah adalah pergolakan jiwa yang terlihat pada jasad untuk membalas sesuatu. 57 Dalam hal ini, marah sangat berdampak buruk apabila seseorang tidak dapat mengendalikan amarahnya. Marah adalah gejolak hati yang muncul lantaran beberapa sebab, apabila marahnya dalam urusan duniawi, hanya terbawa hawa nafsu bukan karena kebenaran, maka terdapat kiat-kiat dalam menahan amarah. Yang pertama adalah berdo‟a. Do‟a adalah senjata yang ampuh bagi seorang muslim. Di tangan Allah segala taufik dan petunjuk. Allah mampu menunjuki seseorang kepada jalan yang benar. Dialah penolong untuk membersihkan jiwa dari noda-noda kotoran akhlak yang tercela. Allah berfirman dalam surat al-Mu‟min ayat 60 yang berbunyi Artinya: Dan Tuhanmu berkata, “ Berdoalah kalian, niscaya akan Aku kabulkan”. Allah telah menjanjikan akan mengabulkan segala sesuatu, termasuk memohon kepada-Nya agar dijauhkan dari sifat amarah. Kedua, senantiasa berdzikir kepada Alalh. Ingat kepada Allah adalah obat kerasnya hati, dengan dzikir akan mendorong takutnya kepada Allah dan berakhir pada ketaatan kepada-Nya. Maka mengingat Allah ketika sedang marah akan mendorong pelakunya untuk segera kembali pada adab dan akhlak mulia. Allah berfirman dalam surat al-Kahfi ayat 24 Artinya: dan ingatlah Rabbmu jika kamu lupa. Ketiga, orang yang hendak marah, hendaklah mengubah posisinya, jika sedang berdiri maka duduklah, apabila belum hilang juga amarahnya, 58 bisaa dengan berbaring atau meninggalkan tempat. Dari Abu Dzar r.a Rasulullah saw bersabda: َضةُ َّاِ ََّّل َ ة َػ ٌَُْ الْغ َ َُ فَاِ ْى َذ, ْة أَ َح ُد ُك ْن َّ ُ ُ َْ لَا ِئ ٌن فَلْيَجْ ِلس َ َض ِ ِا َذا غ فَ ْليَضْ طَ ِج ْغ Artinya: “Apabila seseorang di antara kallian marah, sedangkan ia berdiri maka hendaklah duduk. Apabila belum hilang juga (amarahnya) maka hendaklah ia berbaring.” (HR. Abu Dawud no 4782) (Hikam, 2001:40). Dari uraian di atas dapat disimpulkan, nilai moral kedua sesuai kandungan surat Ali Imran ayat 133-135 ialah menahan amarah. Banyak sekali dampak positif yang bisa diambil dari menahan amarah. Mungkin menahan amarah terlihat sangan sepele, akan tetapi menahan marah dapat dijadikan tolak ukur kuat atau tidaknya kesabaran seseorang. Dengan bisanya seseorang menahan amarah, maka dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut memiliki kualitas kesabaran yang baik, begitu pula sebaliknya, apabila seseorang masih susah dalam menahan amarahnya, maka dapat dikatakan bahwa kesabaran seseorang tersebut masih bisa dikatakan rapuh. c. Memaafkan kesalahan orang lain. Maaf dalam bahasa arab berasal dari kata „afa yang berarti menghapus atau menghilangkan. Jadi memaafkan mengandung pengertian menghapus luka atau bekas-bekas luka yang terdapat dalam hati. Dengan memaafkan kesalahan orang lain berarti hubungan antara orang yang bermasalah kembali harmonis dan baik. Hal tersebut karena luka yang terdpat dalam hati, utamanya orang yang memberikan maaf, telah sembuh. 59 Kalimat اس ِ ٌَّْال َؼا ِفي َْي َػ ِي ال dalam surat Ali Imran ayat 134 memiliki arti memaafkan kesalahan orang lain. Sebagai umat manusia tentunya sangat tidak bisa untuk menghindari perbuatan yang salah yang menyebabkan orang lain terluka. Memang tidak enak sekali jika seseorang telah melakukan perbuatan salah, terlebih lagi tidak meminta maaf. Namun terkadang juga terdapat orang yang telah meminta maaf akan tetapi tidak bisa dimaafkan. Atau juga terdapat orang yang meminta maaf telah dimaafkan terlebih dahulu oleh orang yang disakiti. Filosofis maaf dalam Islam menurut Ibnu Qaidimah dalam Minhaju Qashidin yaitu sebenarnya seseorang mempunyai hak, akantetapi ia melepaskannya, tidak menuntut balasan atau denda atasnya. Islam mengajak umatnya untuk saling memaafkan karena manusia dalam kesehariannya tidak akan luput dari yang namanya kesalahan. Orang yang memberi maaf akan memiliki keistimewaan yang tinggi dihadapan Allah SWT, seperti yang termaktub dalam al-Qur‟an surat asy-Syura ayat 40 yang berbunyi: Artinya: Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Terkadang amat sangat sulit bagi seseorang untuk memaafkan kesalahan orang lain, apalagi kalau kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang besar yang biasanya sampai menyakiti hatinya. Akan tetapi, apabila seseorang tersebut terlalu lama menyimpan rasa benci, 60 dendam dan marah dihatinya, maka orang tersebut tidak akan pernah menikmati indahnya saling memaafkan sesama makhluk Allah SWT. Menurut Qarni (2007:97), memaafkan orang yang berbuat salah atas dirinya lebih utama dari pada membalas kesalahannya, walaupun sebenarnya berhak untuk menghukum atau membalasnya. Memaafkan orang yang bersalah akan membukakan ampunan Allah. Ayat ini bukan berarti melarang terhadap orang yang berbuat dzalim, tetapi apabila memberi maaf bisa lebih bermanfaat, maka nilainya jauh lebih baik karena termasuk kedalam kategori sabar. Islam sangat mendorong umat muslim untuk memiliki sifat pemaaf. Sifat ini muncul karena keimanan, ketakwaan, pengetahuan dan wawasan mendalam seorang muslim tentang Islam. Seorang muslim menyadari bahwa sifat pemaaf tersebut adalah sifat yang menguntungkan, terutama membuat hati lapang dan tidak dendam terhadap orang yang berbuat salah kepadanya, sehingga jiwanya menjadi tenang dan tentram. Apabila seseorang tersebut bukanlah seorang yang pemaaf, tentu akan menjadi orang yang pendendam. Dendam yang tidak terbalas menjadi beban bagi dirinya dan menyebabkan penyakit yang berbahaya karena membawa kegelisahan dan tekanan negatif bagi orang yang bersangkutan. Hanya orang bodoh yang tidak mau memiliki sifat pemaaf ini. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-A‟raaf ayat 199 yang berbunyi: 61 Artinya: Jadilah engkau pemaaf dan serulah orang mengerjakan yang baik serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. Sikap pemaaf yang menjadi tradisi muslim jauh lebih baik dari sedekah yang diberikan dengan diiringi oleh ucapan atau sikap yang menyakitkan bagi orang yang menerimanya. Seorang muslim bukan hanya dituntut untuk memberikan maaf. Mereka juga diperintahkan untuk berbuat baik kepada orang yang berbuat salah kepadanya. Mereka yang mampu berbuat demikian mendapat kedudukan tinggi, pujian serta pahala yang baik dari Allah SWT. Allah berfirman dalam surat asy-Syura ayat 40 yang berbunyi: Artinya: Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang dzolim. Suka memberi maaf kepada orang yang berbuat salah merupakan ciri dari orang yang bertakwa. Orang yang demikian akan memaafkan orany yang berbuat salah kepadanya, meskipun yang bersalah tidak pernah meminta maaf kepadanya. Sikap pemaaf perlu melekat pada diri seorang muslim dan menjadikan akhlak karimahnya sebagai buah iman, takwa dan ibadahnya kepada Allah. Dengan sikap pemaaf, seorang muslim akan dicintai oleh Allah dan disenangi manusia (Shihab, 2002:254). 62 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan, nilai moral ketiga dalam kandunga surat Ali Imran ayat 133-135 setelah berinfaq dan menahan amarah ialah memaafkan kesalahan orang lain. Orang yang dapat menahan amarahnya belum tentu terbebas dari rasa sakit hati bahkan rasa dendam. Mukmin yang baik bukan hanya mereka yang dapat menahan amaranya, akan tetapi juga mereka yang mampu memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan orang lain terutama pada orang yang berbuat salah dinilai lebih mulia daripada menjatuhkan hukuman ataupun membalas kesalahannya. 2. Nilai-nilai Spiritual a. Bersegera kepada ampunan Allah Bersegera kepada ampunan Allah telah Allah perintahkan kepada hamba-Nya. Ampunan Allah adalah sesuatu yang sangat diharapkan oleh orang mukmin, karena hanya orang mukmin yang sadar bahwa manusia tidak pernah luput dari dosa. Senantiasa memohon ampunan kepada Allah sama halnya ia senantiasa memperbaharui taubatnya. Kalimat از ُػ ْْآ اِلَى َه ْغفِ َس ٍج ِه ْي َزتِّ ُك ْن ِ َّ َسdalam surat Ali Imran ayat 133 memiliki arti, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan Tuhanmu.” memiliki banyak sekali penjelasan serta faidahnya. Sebagai seorang mukmin, ampunan Allah adalah suatu hal yang sangat dinanti-nantikan. Karena dengan hal tersebut dapat membawa kenyamanan dalam hidup, pola hidup akan tertata dengan rapi serta memiliki sikap pemaaf dan bijak 63 sana. Selain hal tersebut seseorang yang senantiasa memohon ampunan kepada Allah akan dicintai oleh-Nya, karena ia akan selalu mengingat Allah, baik ketika melakukan kesalahan atau tidak. Ayat lain yang senada dengan ayat di atas adalah, firman Allah dalam surat al-Hadid ayat 21 yang berbunyi: Artinya: Berlomba-lombalah kamu dalam (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan kepada orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Ampunan dalam bahasa Arab berasal dari kata “gafara” yang artinya menutupi sesuatu (Yunus, 2007:298). Ampunan berarti pembebasan dari hukuman atau tuntutan. Dalam ayat ini diterangkan bahwasanya kita diperintahkan untuk menyegerakan diri dalam meraih ampunan Allah. Al-Razi (2001:199) berpendapat, tidak ada jalan untuk meraih ampunan Allah selain melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah. Makna bersegera kepada ampunan Allah adalah bergegas bertaubat kepada Allah dengan “taubatan nasuh”, meninggalkan perbuatan dosa, 64 diiringi dengan penyesalan dan tekat kuat untuk tidak mengulanginya. Dan apabila dosa yang dilakukan terkait dengan hak manusia, wajib baginya mengembalikan hak-hak saudaranya atau meminta keridhoannya. Allah berfirman dalam surat at-Thahrim ayat 8 yang berbunyi: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, mudah-mudahan Tuhanmu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Taubat itu sendiri berasal dari kata “taba” yang artinya kembali. Sedangkan menurut istilah, taubat itu berarti kembali mendekatkan diri kepada Allah, setelah menjauh dari-Nya. Taubat juga bisa diartikan sebuah keinginan, kegandrungan, kebutuhan akan Allah SWT, maupun segala sesuatu yang dapat membuat seseorang lebih mengenal-Nya. Oleh karena itu, landasan bertaubat adalah kembalinya seorang hamba dari kemaksiatan menuju ketaatan kepada Allah, dengan menjalankan apa yang diperintahkan serta menjauhi larangan-Nya (Saputra, 2009:58). Dari uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa nilai spiritual pertama yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135 adalah menyegerakan diri kepada ampunan Allah. Karena dengan hal tersebut jiwa seseorang akan merasa lebih dekat kepada Sang Pencipta. Selain itu, orang yang senantiasa memohon ampunan kepada Allah, akan mendapat 65 balasan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, sesuai yang dijanjikan oleh Allah SWT. b. Menyegerakan diri kepada surga Allah Surga dalam bahasa Arab berasal dari kata “janna” yang artinya menutup. Alasan kenapa disebut demikian ialah karena pohon-pohon yang ada di dalamnya sangat lebat sehingga dapat digunakan untuk berteduh di bawahnya. “Jannah” dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai taman yang di dalamnya terdapat pohon-pohon (Makhluf, 1998:74). Sedangkan menurut istilah, surga adalah suatu tempat kediaman yang disediakan oleh Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya sebagai balasan kepada mereka. Balasan tersebut adalah balasan atas keimanannya yang benar dan amal perbuatannya yang shalih. Kalimat از ُػ ْْآ ِالَى َه ْغ ِف َس ٍج ِه ْي َزتِّ ُك ْن َّ َجٌَّ ٍح ِ َّ َس dalam surat Ali Imran ayat 133 memiliki arti, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga.” Perintah bersegera kepada ampunan Allah dan surga Allah menunjukkan bahwa waktu seorang mukmin sangat berharga untuk meraih kebaikan-kebaikan, meraih ampunan Allah dan surga-Nya. Seseorang akan sangat menyesal ketika maut menjemput, sedangkan sementara waktu yang demikian panjang disia-siakan dari memohon ampunan Allah dan dari menempuh jalan kepada surga-Nya. Dalam al-Qur‟an terdapat sangat banyak ayat yang menjelaskan tentang surga. Salah satu dari ayat tersebut adalah surat al-Bayyinah ayat 8 yang berbunyi: 66 Artinya: balasan mereka di sisi Tuhannya adalah surga „Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho kepadanya dan merekapun ridho kepada Allah. Yang demikian itu adalah (balasan ) bagi orang-orang yang takut kepada Tuhannya. Bersegera kepada surga, memiliki makna bersegera menempuh segala sebab yang mengantarkan kepada surga berupa iman dan amal sholih. Bersegera kepada surga juga memiliki makna bersegera untuk berserah diri dan tunduk kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, memurnikan ibadah hanya karena Allah serta bersegera menyambut semua seruan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat alAnfal ayat 24 yang berbunyi: Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya, apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Apabila seseorang menyegerakan dirinya kepada surga Allah, maka ia akan sangat banyak mendapat faidah. Sebagai seorang muslim, surga adalah tujuan utama ia dalam berbuat amal kebaikan, karena dengan amal kebaikan tersebutlah yang nanti akan menghantarkannya kepada surga. Manfaat menyegerakan diri kepada surga antara lain ialah; pertama, ia akan senantiasa mengingat Allah. Alasan ini karena, seseorang yang 67 mengidam-idamkan surga, pasti tidak pernah lupa untuk mengingat siapa pencipta dari surga tersebut. Apabila seseorang benar-benar menginginkan surga, sudah dapat dipastikan ia akan mengingat Allah kapanpun dan dimanapun ia berada. Faedah kedua bagi orang yang menyegerakan diri kepada surga ialah, ia pasti memiliki akhlak yang terpuji. Hal tersebut beralasan sebab, setiap orang yang menginginkan surga, pasti ia akan senantiasa melakukan kebaikan-kebaikan, entah itu untuk diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Perangai orang yang benar-benar menginginkan surga, pasti tidak akan melenceng dari apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Sebab itulah orang yang menyegerakan diri kepada surga memiliki akhlak yang terpuji. Faedah yang ketiga bagi orang yang menyegerakan diri kepada surga yakni, ia akan dicintai oleh Allah serta orang-orang disekitarnya. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan, sedangkan orang yang menyegerakan diri kepada surga pasti senantiasa berbuat kebaikan. Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 135 yang berbunyi: ... Artinya: ...dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai spiritual kedua yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135 adalah menyegerakan diri kepada surga Allah. Dengan menyegerakan diri kepada surga, maka seseorang secara langsung maupun tidak langsung telah 68 menjalankan kebaikan-kebaikan, yang mana kebaikan-kebaikan tersebut dapat menubuhkan rasa cinta seseorang kepada Allah. Selain menumbuhkan rasa cinta kepada Allah, dengan kebaikan-kebaikan itu pula, seseorang akan merasakan kenyamanan dalam jiwa serta kelak kebaikan-kebaikan tersebut akan mengantarkan ia kepada surga, sesuai apa yang ia idamkan. c. Memperbanyak istigfar Istighfar menurut bahasa adalah bentuk masdar dari “istighfarayastaghfiru”. Akar katanya dari “ghofara” yang berarti menutup. “Alghofru” artinya “as-satru” (menutup). “Al-ghofru” artinya mengenakan sesatu yang melindungi dari kotoran (Qardawi, 2006:15). Sedangkan menurt terminologi, istighfar adalah permohonan ampunan dari manusia selaku hamba yang memiliki sifat ketergantungan kepada Allah. Permohonan ini ditujkan semata-mata kepada Allah, tidak kepada yang lainnya dan bersifat langsung tanpa melalui perantara, sehingga merupakan permohonan ampunan yang amat murni. Artinya, permohonan ampunannya itu tumbuh dari hati nuraninya untuk mencapai hubungan yang bersifat murni dengan Allah dan karena ketakutannya akan ditimpa cobaan ataupun nasib buruk, karena menyadari dirinya berdosa kepada Allah. Beristighfar haruslah diniatkan untuk mendapatkan ampunan Allah, tidak hanya untuk dosa saat ini, tetapi juga dosa masa lalu serta dosa pada masa yang akan datang. Hal tersebut merupakan kewaspadaan batin, 69 karena dosa kesombongan meskipun seberat debu ternyata dapat menyebabkan seseorang tidak masuk surga, terlebih lagi dalam diri seseorang masih banyak berbagai macam dosa. Istighfar dapat diibaratkan sebagai sabun pencuci yang dapat menghapus dosa. Dengan membiasakan istighfar, maka setiap ada dosa sedikit, dosa tersebut akan dapat terhapus sebelum terlanjur berkarat dalam hati dan jiwa serta dapat menjadi noda yang sulit hilang yang senantiasa terbawa kemanapun ia pergi seumur hidupnya (Majdi, 2011:21-22). Dengan seringnya beristighfar, seseorang akan banyak menjumpai faedah-faedah di dalam kehidupannya. Faedah-faedah istighfar yang pertama adalah; akan dihapus kejelekannya dan diangkat derajatnya. Allah berfirman dalam surat an-Nisa‟ ayat 110 yang berbunyi: Artinya: Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya diri sendiri, kemudian ia mohon ampunan kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Allah akan mengampuni dosa hamba-Nya yang sering melakukan keburukan, dengan catatan orang tersebut meminta ampunan kepada Allah. Faedah kedua dari memperbanyak istighfar adalah dihapuskannya dosa dan kesalahannya. Setiap dosa pasti meninggalkan noda hitam pada hati. Noda hitam tersebut dapat hilang dengan seseorang memperbanyak istighar. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya bila seorang mukmin 70 melakukan dosa, pada hatinya timbul satu noda hitam. Bila dia bertobat, berhenti dari maksiat dan beristighfar, niscaya akan bersih hatinya.” (HR. Ahmad). Faedah ketiga dari beristighfar adalah terkabulnya do‟a yang dipanjatkan seseorang kepada Allah. Istighfar merupakan sebab terkabulnya sebuah do‟a. Dengan beristighfar, seorang hamba akan semakin mengagungkan dan membesarkan Tuhannya. Allah berfirman dalam surat Hud ayat 61 yang berbunyi: Artinya: Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya, karena itu memohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do‟a hamba-Nya). Dengan beristighfar, do‟a seseorang akan dikabulkan oleh Allah, karena secara tidak langsung orang tersebut merasa rendah di hadapan Allah, dan ia meninggikan Allah serta mengagunggkan-Nya (Majdi, 2011:133). Dalam kehidupan sosial, istighfar merupakan proses pembelajaran seseoang secara terus-menerus dan berkelanjutan pada diri individu dan dalam masyarakat untuk membiasakan dirinya dalam bersikap, menjaga tingkah laku dan ucapan yang sekiranya akan menyakiti orang lain. Hal 71 tersebut beralasan karena, apabila seseorang berbuat dosa kepada Allah, maka ia akan diberi ampunan jika dia benar-benar bertaubat. Sedangkan jika seseorang berbuat dosa kepada orang lain, maka dia harus berusaha meminta maaf di dunia. Karena dalam suatu riwayat pernah diceritakan, ada seorang hamba yang terhambat masuk surga karena adanya tuntutan dari orang lain yang pernah ia sakiti semasa hidup di dunia (Tebba, 2009:110). Dari uraian tersebut, dapat diambil simpulan bahwa nilai spiritual ketiga yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135 ialah memperbanyak istighfar. Nilai-nilai istighfar memberikan prespektif yang sangat luar biasa baik dalam hubungan antara manusia dengan Tuhannya maupun antara sesama manusia. Hubungan manusia dengan Tuhannya akan berjalan dengan baik, karena orang tersebut merasa tidak ada hargaya di hadapan Allah, sehingga Allah menyukai orang tersebut dan mengabulkan do‟a yang ia panjatkan. Dalam hubungan sosial, juga akan berlaku dengan penuh kerukunan, karena hubungan sesama manusia yang banyak beristighfar memiliki kepribadian yang sopan, menjaga tingkah laku serta lisannya. B. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Moral Spiritual dalam Pendidikan Formal 1. Berinfaq Dalam Keadaan Lapang Maupun Sempit Penerapan nilai moral spiritual yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135 pertama adalah berinfaq dalam keadaan apapun. Allah 72 telah memberikan rezeki kepada umatnya dengan bermacam-macam kebaikan, diantaranya ialah kesehatan, harta, keluarga, imlu dan kebaikankebaikan yang lainnya. Rezeki tersebut diberikan kepada manusia oleh Allah sebagai bekal hidup manusia untuk melangsungkan kehidupannya di muka bumi. Semua rezeki yang diturunkan oleh Allah bersifat halal, akan tetapi cara yang ditempuh untuk memperoleh rezeki tersebutlah ada yang melewati jalan haram. Rezeki yang diturunkan oeh Allah untuk seseorang, sesungguhnya rezeki itu juga terdapat hak-hak untuk orang lain dan harus menginfaqkan sebagian dari rezeki tersebut apabila ingin menjadi orang yang bertakwa. Allah SWT sering kali menyeru kepada umat-Nya untuk menginfaqkan sebagian hartanya untuk orang lalin, terlebih yang membutuhkan. Selain akan mendapat balasan surga serta pahala yang berlipat ganda, berinfaq adalah sesuatu yang sangat penting daam kehidupan di dunia, karena dapat menumbuhkan rasa sosial tinggi, toleransi serta membantu menyejahterakan kehidupan seseorang di dalam tatanan masyarakat. Di sini dapat diketahui poin-poin apa saja yang dapat diperoleh dari berinfaq baik orang yang berinfaq maupun orang yang menerima infaq: a. Untuk mengangkat kehidupan orang-orang fakir untuk hidup yang lebih layak. b. Supaya tidak nampak perbedaan yang terlalu mencolok antara yang kaya dengan yang miskin. Kemiskinan adalah salah satu faktor dalam 73 mengerjakan perbuatan yang tidak disukai Allah, seperti dengan kemiskinan mereka akan mencuri, dengan kemiskinan mereka akan melakukan segala cara hanya sekedar untuk dapat makan serta terlebih lagi dengan kemiskinan, tidak sedikit orang yang menjual agama Allah SWT. Demikian tadi sebagian kecil alasan kenapa Allah memerintahkan umatNya untuk berinfaq. c. Kehidupan dalam masyarakat tanpa ada yang berinfaq, yang kaya akan semakin tidak terkontrol dalam membelanjakan hatranya, sedangkan yang miskin akan menjua dirinya bahkan agamanya. Dari hal ini akan terjadi revolusi kelaparan, yaitu orang-orang miskin akan memberontak. d. Dengan Alah memerintahkan umat-Nya untuk berinfaq, maka kehidupan orang-orang yang memiliki harta lebih akan lebih aman, karena dengan mereka berinfaq, secara tidak langsung mereka telah mengurangi faktor yang menyebabkan kejahatan. Dengan alasan-alasan di atas, maka al-Qur‟an memaksa manusia untuk berinfaq disetiap waktu serta di manapun ia berada. Allah tidak memberikan batasan jumlah dalam berinfaq, maka dari itu tidak ada alasan seseorang untuk tidak menginfaqkan sebagian hartanya. Apabila seseorang sedang berada dalam keadaan sempit atau kekurangan harta, sedang ia ingin sekali berinfaq, ia akan tetap dapat melakukannya. Sedangkan apabila seseorang berada dalam keadaan luang atau memiliki harta yang lebih, alangkah baiknya ia memberikan infaq dengan cakupan lebih. Kualitas berinfaq bukanlah dilihat dari segi banyak atau sedikitnya jumlah 74 yang ia keuarkan, melainkan ikhlas atau tidaknya seseorang tersebut dalam mengeluarkan infaq. Banyak sekali cara Alah yang disebutkan di dalam al-Qur‟an untuk menumbuhkan semangat seseorang untuk mengeluarkan hartanya untuk berinfaq. Cara-cara tersebut antara ain: a. Allah memberikan penjelasan kepada manusia bahwa harta yang mereka miliki sesungguhnya bukanlah hartanya, melainkan hanya titipan Alah semata. Sebenarnya manusia di muka bumi ini tidak memiliki apaapa, karena yang mereka dapatkan saat ini hanyalah berupa titipan. Dari situlah Allah menerangkan kepada manusia untuk mengeluarkan sebagian hartanya untuk berinfaq, karena apabila seseorang tidak mengeluarkan apa yang diperintahkan Allah, maka suatu saat akan tiba waktunya harta orang tersebut akan diambil oleh Allah. b. Allah menjelaskan kepada umat manusia bahwa apabila mereka mengeluarkan infaq, maka Allah akan mengganti apa yang dikeluarkan tersebut hingga berlipat-lipat ganda. Cara inilah yang dilakukan Allah untuk menumbuhkan semangat umat-Nya untuk berinfaq. Allah menjanjikan akan mengganti dengan hal yang lebih baik apabila seseorang mau berinfaq. c. Allah memebrikan penjelasan kepada manusia untuk memberikan pinjaman kepada Allah dengan cara yang baik. Hal tersebut bukan berarti Allah tidak mampu dan tidak punya, melainkan inilah cara Allah yang paling lembut karena yang namanya hutang pasti akan dikembalikan. 75 Maka dari itu seseorang tidak perlu khawatir mengeluarkan infaq, karena Alah akan mengganti apa yang mereka keluarkan bahkan akan dilipat gandakan. Dengan berinfaq, sesungguhnya orang yang pertama menerima kebaikan dari berinfaq tersebut bukanlah orang yang menerima infaq, melainkan orang yang mengeluarkannya. Hal tersebut karena, apabila seseorang berniat ingin berinfaq, sebeum apa yang diinfaqkan sampai kepada seseorang yang akan menerima, infaq tersebut terlebih dahulu akan sampai kepada Allah dan Allah sendiri yang akan menerimanya serta Allah sendiri yang akan menggantinya. Pendidikan formal seperti SD, SMP serta SMA pada zaman sekarang memiliki basis yang mengarah kepada pendidikan karakter. Dalam pendidikna berkarakter, banyak sekali lembaga pendidikan yang memberikan pelajaran moral kepada peserta didik. Dari hal tersebut, lembaga pendidikan formal dapat menerapkan salah satu nilai moral spiritual yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135 yakni tentang berinfaq. Lembaga pendidikan formal dapat menerapkannya dengan berbagai cara serta inovasi-inovasi menarik sehingga siswa tidak akan merasa keberatan untuk mengeluarkan infaq. Penerapan infaq tersebut bisa dilakukan dengan cara misalnya, mewajibkan siswa untuk mengeluarkan infaq yang tertuju untuk pembangunan masjid, setiap hari Jumat dengan catatan tidak ada batasan jumlah nominalnya. 76 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pentingnya berinfaq bukan hanya ditujukan untuk orang yang menerimanya, akan tetapi juga kepada orang yang mengeluarkan infaq. Hal tersebut beralasan karena, orang yang berinfaq akan mendapat balasan lebih dari Allah baik di dunia maupun di akhirat kelak. Alasan lain agar seseorang mau mengeuarkan infaq adalah, agar terciptanya rasa aman, karena dengan berinfaq maka secara tidak langsung ia telah mengurangi angka kejahatan. Selain itu, dengan berinfaq juga akan tercipta rasa harmonis di lingkungan masyarakat, karena tidak ada kesenjangan ekonomi yang begitu mencolok. 2. Menahan amarah Marah merupakan luapan emosi yang tidak terkendali, diantara penyebabnya adaah tersinggungnya harga diri. Dengan tidak disadari, bila amarah terus dibiarkan, akan dapat merusak jasmani dan rohani. Mengumbar amarah sama halnya akan mencelakai diri sendiri. Hal tersebut karena, apabila seseorang melontarkan amarahnya kepada orang lain, maka akan menumbuhkan rasa dendam dari orang tersebut dan tidak menutup kemungkinan kalau suatu saat orang tersebut akan membalas apa yang ia dapatkan. Dengan melontarkan amarahnya, sesaat orang akan merasa lega dan puas, akan tetapi melontarkan amarah bukanlah solusi yang paling baik dalam menyikapi suatu hal. Bahkan dengan melontarkan amarah dapat dikatakan adalah keputusan yang salah. Hal itu beralasan sebab, dengan melontarkan amarah, maka akan berakibat tidak bisanya 77 mengontrol akal sehat, sehingga orang tersebut akan lepas kendali, sehingga mampu berujung membahayakan, baik orang yang melontarkan amarah dan juga orang yang dimarahi. Banyak sekali faktor-faktor yang dapat menyebabkan orang berani melontarkan amarah, di antara penyebab tersebut adalah: a. Rasa bangga berlebihan terhadap diri sendiri. Terlalu berlebihan dengan berbangga akan diri sendiri tentunya akan berdampak tidak baik, karena dengan terlalu bangga, seseorang tidak bisa dengan baik dalam menerima kritikan. Mereka merasa bahwa pendapatnya adalah apa yang paling benar, sehingga apabila orang lain mengkritiknya, mereka akan marah karena tidak terima akan kritikan. b. Status sosial yang tinggi. Status sosial tinggi apabila tidak diterapkan dengan baik di dalam tatanan masyarakat akan berdampak negatif, karena seseorang merasa bahwa ia memiliki kuasa akan status sosia tersebut daam masyarakat. Kekuasaan itulah yang menyebabkan seseorang akan lebih mudah melontarkan amarahnya kepada orang yang lebih rendah ststus sosialnya. c. Keturunan. Orang yang merasa bahwa ia berasal dari keularga ningrat, cenderung memiliki sifat yang arogan. Hal itu karena mereka merasa memiliki pelindung yang akan melindunginya apabila ia melakukan kesalahan. Mereka akan bebas melontarkan amarahnya dengan anggapan tidak ada yang berani melawannya karena ia berasal dari 78 keluarga yang berada. Padahal perlu diketahui bahwa derajat manusia dimata Allah adalah sama, hanya iman dan takwa yang membedakannya. d. Harta. Harta merupakan pangkal permusuhan utama apabila tidak digunakan sesuai fungsinya. Harta dapat membangkitkan kemarahan jika tidak diikat atau tidak diarahkan dengan nilai-nilai Islam. Dengan harta, seseorang merasa memiliki segalanya, termasuk kekuasaan untuk berbuat apapun yang ia kehendaki. Banyak sekali orang yang berselisih hanya karena masalah harta. Oleh sebab itu, perasaan bangga pada seseorang yang berdampak negatif itu perlu dikendalikan dengan nilai-nilai Islam. Marah mengakibatkan hilangnya kontrol akal sehat, sehingga sistem kontrol akal sehatnya lepas tak terarah. Marah dapat menjauhkan peran akal dan agama dalam kehidupan manusia, sehingga ia tidak dapat memandang, berpikir dan memilih dengan baik. Bahkan marah dapat menjadikan pelakunya buta dan bisu dari segala nasihat dan peringatan yang disampaikan kepadanya. Kemudiaan lahirlah perbuatan-perbuatan yang tidak terkontrol, seperti melukai seseorang bahkan sampai membunuhnya. Dari hal tersebut, menahan marah amat sangat penting dilakukan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti melukai orang dan bahkan sampai membunuhnya. Ketika marah mencekam, hendaknya seseorang tidak mengikutinya, ada baiknya apabila seseorang berusaha untuk menahan diri, meredakan serta mengendalikannya. Dengan 79 kekuasaan diri mampu menahan amarah, maka akibat buruk yang mungkin muncul dari amarah tersebut akan dapat dihindari. Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk menghilangkan sebab yang dapat menciptakan kemarahan, meredakannya dan mencegah dampak buruknya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan seseorang untuk dapat menahan amarahnya, antara lain: a. Mengubah posisi duduk atau berbaring. Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang dari kamu marah, sedangkan ia daam keadaan berdiri, maka hendaklah ia duduk agar hilang kemarahan darinya. Bila tidak maka berbaringlah.” (HR. Ahmad). b. Membaca ta‟awwudz. Memohon perlindungan dan berdo‟a kepada Allah dari godaan syetan adalah cara yang paling mudah dilakukan untuk dapa menahan amarah. Sulaiman bin Shurad berkata, “Suatu ketika aku duduk di sisi Nabi saw. Ketika itu ada dua orang yang sedang bertengkar. Salah seorang dari mereka wajahnya menjadi merah dan urat nadi lehernya menegang karena marah, maka Nabi saw bersabda, “Aku ajari kalian suatu kalimat. Seandainya ia mau mengucapkannya, niscaya akan hilang apa yang dirasakan. Ucapkanlah, “Aku berlindung kepada Allah dari syetan.” Niscaya hilang apa yang dirasakan.” Salah seorang berkata kepada yang lain (yang sedang marah), “Sungguh Nabi saw telah bersabda, “Bacalah ta‟awwudz.” Namun justru lelaki itu membalas, “Memangnya aku ini gila?” (HR. Bukhori dan Muslim). 80 c. Mengambil wudhu. Rasulullah saw bersabda, “Setan merupakan makhuk yang tercipta dari api, sedang api akan padam dengan air. Oleh sebab itu, jika seorang di antara kaian sedang marah, hendaklah kalian berwudhu.” (HR. Ahmad). d. Diam. Rasulullah bersabda, “Berilah peajaran dan selalu berbuatlah dalam hal yang dapat menggembirakan orang lain. Janganlah kalian mempersulit orang lain dan jika salah seorang di antara kalian marah, maka hendaknya ia diam.” (HR. Ahmad). Banyak sekali keutamaan-keutamaan yang dapat diambil dari menahan marah. Marah dapat mempengaruhi goncangan-goncangan syaraf, di antaranya ketika marah, akan menyebabkan tekanan darah meningkat, dari tekanan darah ini dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak, dan mengakibatkan keumpuhan. Maka dari itu, pentingnya menahan marah bukan hanya untuk tujuan akhirat saja, melainkan juga berdampak positif bagi tubuh seseorang. Rasulullah saw sangat menganjurkan umatnya untuk dapat mengendalikan amarah, karena banyak sekali keutamaan yang akan didapatkan dari hal tersebut. Selain dapat membuat tubuh menjadi sehat, keutamaan lain dari sisi tujuan akhirat antara lain sebagai berikut: a. Jaminan surga oleh Allah. Rasulullah bersabda, “Jangan marah bagimu surga.” (HR. At-Thabrani). b. Dibanggakan di hari kiamat kelak. Rasulullah bersabda, “Barang siapa dapat menahan marahnya di saat ia mampu untuk meuapkannya, 81 niscaya Alah akan memanggilnya di hari kiamat di antara para pemuka makhluk. Kemudian ia disuruh memilih bidadari yang disukainya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi). c. Selamat dari murka Allah SWT. Abdullah bin Amru berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, apakah yang dapat menghindarkanku dari murka Alah?” Rasulullah menjawab, “Jangan marah.” (HR. Ahmad). (Saputra, 2009:127). Demikian tadi adalah derajat orang yang dapat mengendalikan amarahnya, sehingga banyak manfaat yang diperolehnya. Baik dari segi dunia maupun akhirat. Nilai moral spiritual kedua yang dapat diterapkan lembaga pendidikan formal dalam membentuk karakter peserta didik sesuai surat Ali Imran ayat 133-135 adalah menahan amarah. Lembaga pendidikan formal dapat melakukan penerapan tersebut kepada anak didik dengan cara, menguji kesabaran, memberikan pengertian tentang bahaya marah atau mengadakan seminar tentang marah dengan mengundang ahli dalam bidangnya. Dengan hal tersebut maka akan tercipta siswa dengan karakter penyabar, karena merka telah mengetahui tentang bahaya yang dapat dihasilkan dari amarah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pentingnya menahan amarah bukan hanya bermanfaat bagi orang lain, akan tetapi juga bagi diri sendiri. Hal tersebut beralasan, selain tidak akan mencelakai seseorang dengan luapan amarah, seseorang dapat menjaga kesehatan jasmani, 82 karena dengan marah dapat menyebabkan penyakit tekanan darah tinggi. Dari segi akhirat, menahan marah sangat memiliki banyak keutamaan, di antaranya, mendapat jaminan surga, dibanggakan oeh Allah ketika kelak di hari kiamat serta terhindar dari murka Allah SWT. 3. Memaafkan kesalahan orang lain Dalam ajaran Islam, terdapat hal yang lebih dianjurkan dari sekedar meminta maaf. Hal tersebut adalah memberi maaf, baik sebelum diminta maupun setelah diminta. Sebagaimana sifat Allah, al-„afuw atau Maha Pemaaf, manusia juga memiliki sifat tersebut. Sebagai mana diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 52, yang berbunyi: Artinya: “Kemudian setelah itu Aku maafkan kesalahanmu agar kamu bersyukur.” Memberi maaf lebih utama daripada meminta maaf. Hal tersebut bukan berarti orang yang memberi maaf mempunyai sifat pengecut, akan tetapi dengan alasan, Allah akan memuliakan orang-orang yang bersedia untuk memaafkan setiap kesalahan orang lain. Bahkan Allah telah menyiapkan banyak sekali pahala untuk orang yang memberi maaf tersebut. Sudah dapat dipastikan bahwa dengan memberi maaf, tidak akan ada kerugian jika kita berbuat baik dengan memberi maaf kepada sesama. Dengan memberi maaf, ada banyak kebaikan yang dapat diambil, salah satunya amarah akan tertahan serta hilangnya rasa dendam dalam diri seseorang. 83 Dengan memberi maaf, seseorang secara tidak langsung telah mengikuti perilaku Nabi Muhammad saw. Mengikuti etika dan kesopanan yang diajarkan Nabi Muhammad, tentu saja sangat mulia dibanding kan seseorang mengikuti pola pikirnya. Seorang muslim hendaknya mengetahui bahwa dengan memberikan maaf ia akan mendapatkan kemuliaan dari Allah dan semua orang akan menghormatinya serta orang yang menjelekkannya akan datang kepadanya untuk meminta maaf. Allah berfirman dalam surat Al-Fussilat ayat 34 yang berbunyi: Artinya: “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tibatiba orang yang berada di antaramu dan di antaranya terdapat permusuhan seolah-olah telah menjadi teman setia. Memberi maaf sejatinya lebih utama dari orang yang meminta maaf. Keutamaan-keutamaan orang yang memberi maaf antara lain adalah: a. Menyelesaikan perselisihan. Dengan memberi maaf terlebih dahulu, maka perselisihan akan selesai, karena seorang yang memberi maaf telah mengikhlaskan apa yang diperebutkan. Dengan memaafkan, seseorang telah berusaha memadamkan api amarah yang ada pada dirinya. Hal tersebut akan menjadikan dirinya menjadi pribadi yang memiliki kebesaran jiwa, untuk lebih mementingkan kepentingan bersama, di atas kepentingan sendiri. 84 b. Menghilangkan benci dan dendam. Seseorang yang memaafkan kesalahan orang lain, secara tidak langsung, ia telah menghilangkan rasa benci dan dendam terhadap orang yang melakukan kesalahan. Ia akan memiliki hati yang tenang dan mencoba tidak mengingat perselisihan yang terjadi dengan orang lain. Dengan hal itu, seseorang akan lebih tenang serta dapat dengan mudah memikirkan hal lain yang lebih bermanfaat tanpa beban, dari pada mengingat kesalahan orang lain. c. Menyambung tali persaudaraan. Perselisihan terkadang membuat hubungan antar teman, tetangga bahkan keluarga menjadi terputus, karena masing-masing dari mereka merasa paling benar dalam suatu permasalahan. Memberi maaf merupakan salah satu jalan, mencairkan kebaikan tersebut dan membuat pihak yang bermasalah menyadari bahwa pertikaian tidak akan menyelesaikan masalah, namun justru akan berakibat fatal karena dapat memutuskan tali persaudaraan. Maka dari itu memberi maaf adalah jalan yang paling benar untuk tetap terjaga tali persaudaraan di antara mereka. d. Memperkokoh persatuan umat. Perbedaan karakter, pola pikir dan ilmu yang dimiliki manusia, kadang menimbulkan benturan dalam pergaulan. Dengan belajar menjadi pribadi pemaaf, niscaya akan terjadi saling menghormati perbedaan pendapat, saling memberi dan menerima serta dengan sendirinya persatuan umat akan lebih kokoh. e. Menenangkan hati. Berbuat kesalahan pada orang lain, berakibat terus-menerus akan dihantui perasaan bersalah. Dengan memaafkan orang 85 lain, seseorang telah melakukan satu perbuatan baik, yaitu berusaha memberikan ketenangan hati kepada orang lain, agar tidak terus-menerus memikirkan kesalahannya. Selain itu, akan mendapatkan perlakuan yang sama, ketika ia sendiri yang berbuat salah, karena sejatinya manusia tidak ada yang luput dari kesalahan. Nilai moral spiritual ketiga yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135 adalah memaafkan kesalahan orang lain. Lembaga pendidikan formal dapat menerapkan nilai tersebut kepada peserta didik, karena banyak sekali hikah yang akan didapat apabila seorang peserta didik memiliki sifat tersebut. Banyak sekali cara yang dapat dilakukan lembaga pendidikan dalam mentransfer nilai ini kepada peserta didik. Misalnya, pendidik senantiasa memaafkan kesalahan peserta didik. Hal tersebut mungkin terlihat sepele, akan tetapi apabila diterapkan, maka secara tidak langsung, peserta didik akan meniru sifat baik tersebut. Dari hal di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan memberi maaf, seseorang tidak akan kehilangan harga dirinya, melainkan dia akan dimuliakan Allah dan akan diangkat derajatnya. Selain itu, dengan memberi maaf, seseorang secara tidak langsung telah berpartisipasi dalam menjaga persatuan umat, menyambung tali persaudaraan serta menenangkan hati dan pikiran. Orang yang senang memberi maaf, sama halnya telah meniru atau menjalankan sunnah Nabi Muhammad, karena salah satu sifat Nabi Muhammad adalah pemaaf. 4. Menyegerakan diri pada ampunan Allah 86 Dalam syariat Islam, bersegera untuk melakukan kebaikan sangat dianjurkan. Bahkan untuk melakukan kebaikan, Allah menyerunya dalam surat al-Baqarah ayat 148 yang berbunyi: Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa Allah menyukai hamba-Nya yang menyegerakan dalam hal kebaikan. Bukan hanya kebaikan akhirat, namun juga kebaikan untuk dunianya. Banyak sekali kebaikan-kebaikan yang bisa dilakukkan atau dikerjakan oleh manusia. Salah satunya ialah menyegerakan diri kepada ampunan Allah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 133 yang berbunyi: Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” Imam Ibnu Qayyim berkata, “Menyegerakan diri kepada ampunan Allah dari dosa adalah kewajiban dan tidak boleh ditunda. Jika menunda 87 bertaubat, maka seseorang telah berbuat maksiat karena telah menunda taubat tersebut. Bila bertaubat dari dosa, maka maka masih tersisa darinya taubat yang lain yaitu taubat dari sikap menunda taubat itu. Hal yang demikian ini jarang sekali terbetik dallam jiwa pelaku taubat. Mereka beranggapan bahwa, apabila ia bertaubat dari dosa, tidak ada dosa lagi yang tersisa darinya. Padaha mereka masih harus bertaubat atas dosa penundaan taubat itu sendiri. Mereka tidak selamat dari dosa ini, kecuali dengan melakukan taubat secara umum dari dosa yang mereka ketahui maupun yang tidak mereka ketahui (Saputra, 2009:62). Menyegerakan diri kepada ampunan Allah merupakan teladan yang harus dimiliki oleh setia muslim. Seseorang terkadang lalai akan apa yang mereka kerjakan. Segala sesuatau yang mereka kerjakan bisa saja salah satunya adalah perbuatan yang bisa menyebabkan dosa. Tanpa mereka sadari, mereka telah melakukan kesalahan yang berujung pada dosa. Dari sinilah, pentingnya menyegerakan diri kepada ampunan Allah sangatlah utama, karena dengan seseorang senantiasa memohon ampunan kepada Allah, maka dosa yang mereka kerjakan telah diampuni oleh Allah. Seorang muslim dilarang mengulangi kesalahannya, setelah mereka memohon ampunan kepada Allah. Hal tersebut beralasan karena, mereka sama saja mempermainkan ampunan Allah serta menyepeekan Sang Pemberi Ampunan yaitu Allah SWT. Dalam bertaubat atau memohon ampunan Allah, terdapat unsur atau cara praktis yang bisa seseorang 88 lakukan, supaya mereka tidak terjerumus kembali kepada dosa yang sama. Kiat-kitat atau cara tersebut antara lain: a. Meninggalkan kemaksiatan secepatnya. Taubat tidak akan ada maknanya, apabila seseorang masih terus menjalankan kemaksiatan yang mereka sesali serta tidak meninggalkannya. Apabila seseorang telah berniat bertaubat, maka seseorang tersebut harus siap meninggalkan kemaksiatan tersebut secepatnya. b. Memperbanyak istighfar. Dengan seseorang memperbanyak istighfar, seseorang tersebut akan lebih mudah mendapatkan ampunan dari Allah. Seseorang yang beristighfar, mereka harus benar-benar menujukannya untuk Allah semata, karena tidak ada yang mampu mengampuni dosa selain Allah SWT. c. Mengubah lingkungan, cara bergaul dan memilih teman. Seseorang yang benar-benar mengharapkan ampunan Allah, utamanya memilih lingkungan hidup yang baik, yang jauh dari tempat kemaksiatan serta bergaul dengan orang-orang yang baik pula. Lingkungan serta teman bergaul amat sangat mempengaruhi seseorang dalam melakukan perbuatan, entah itu perbuatan baik atau sebaliknya perbuatan buruk. Apabila seseorang yang ingin bertaubat berada di dalam lingkungan yang dekat dengan kemaksiatan, maka bisa dipastikan taubatnya akan susah dilaksanakan, karena banyaknya godaan yang menghampirinya. Maka dari itu, anjuran memilih lingkungan serta teman bergaul sangat diutamakan bagi orang yang mengharap ampunan dari Allah. 89 d. Mengiringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik. Mengiringi keburukan dengan kebaikan secara tidak langsung dapat mengikis keburukan-keburukan yang telah seseorang kerjakan. Seorang muslim, apabila ia melakukan dosa, hendaklah segera mengiringinya dengan perbuatan baik, seperti sholat, puasa, sedekah, istighfar, dzikir dan lain sebagainya. Dengan menyegerakan diri kepada ampunan Allah, seseorang akan banyak sekali mendapatkan keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut antara lain: a. Allah akan segera mengampuni dosanya. Tentu saja, apabia seseorang menyegerakan diri kepada ampunan Allah, maka seseorang tersebut akan lebih cepat mendapakan ampunan tersebut. Lain halnya apabila seseorang menunda-nunda untuk memohon ampun, maka Allah juga akan menunda ampunan-Nya untuk orang tersebut. b. Mendapatkan ketenangan hati. Seseorang yang senantiasa memohon ampunan kepada Allah, hidupnya akan jauh lebih terarah serta memiliki ketenangan diri. Kebanyakan dari mereka tidak merasa was-was akan datangnya kematian, karena mereka senantiasa meminta ampun kepada Allah ketika mereka melakukan perbuatan dosa. Sehingga, apabila maut datang menghampiri mereka, mereka mati dalam keadaan telah diampuni oleh Allah SWT. c. Mendapat jaminan surga. Allah menjanjikan surga bagi orang- orang yang bertakwa. Kategori orang bertakwa, salah satunya adalah 90 mereka yang menyegerakan diri kepada ampunan Allah. Apabila mereka telah menyegerakan diri kepada ampunan Allah, maka surga akan menjadi tempatnya kelak ketika di akhirat. Nilai moral spiritual yang keempat sesuai surat Ali Imran ayat 133135 adalah bersegera kepada ampunan Allah. Nilai moral spiritual ini akan sangat baik apabila diterapkan ke dalam sistem pendidikan karakter. Membentuk siswa dengan karakter seperti ini akan menciptakan generasi masa depan yang Islami, karena apabila seseorang sudah dididik sejak kecil akan rasa takut kepada Allah, maka mereka akan senantiasa mengerjakan amal baik dan menjauhi larangan Allah. Mereka akan senantiasa memohon ampun kepada Allah apabila melakukan kesalahan. Lembaga pendidikan formal dapat menerapkannya dengan berbagai cara, misalnya mengatur jadwal setiap minggu sekali untuk pengadaan tausiyah singkat, dari tausiyah tersebut, pendidik memberikan penjelaan tentang hikmah dan keutamaan dari memohon ampunan kepada Allah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dengan menyegerakan diri kepada ampunan Allah, hidup seseorang akan jauh lebih terarah serta memiliki ketenangan hati yang besar. Hal tersebut beralasan karena, dengan segera memohon ampunan Allah, mereka tidak merasa takut ketika maut datang kapan saja. Selain itu, dengan menyegerakan diri kepada Allah, seseorang akan lebih mawas diri serta sadar untuk tidak lagi jatu ke lubang kemaksiatan yang sama. Seseorang 91 akan lebih memiliki kehati-hatian diri yang besar akan perbuatan dosa, sehingga mereka menjaga sikap, tingkah laku serta lisannya dengan baik. 5. Menyegerakan diri kepada surga Allah Menyegerakan diri kepada surga sama halnya memiliki arti, menyegerakan diri kepada kebaikan yang mengantarkan seseorang kepada surga. Ruang lingkup kebaikan sangatlah luas, tidak hanya terbatas pada satu ibadah tertentu. Entah itu ibadah mahdhah atau ibadah murni seperti sholat, puasa, zakat dan sebagainya, maupun ibadah ghoiru mahdhah seperti makan, tolong-menolong, tersenyum dan sebagainya, keduanya sama-sama akan mendapat pahala yang akan menghantarkan seseorang ke surga apabila mereka mengerjakannya. Terkadang seseorang lupa akan apa yang akan dihasilkan dari buah mereka berbuat kebaikan. Itulah salah satu alasan mengapa seseorang susah atau bahkan enggan melakukan kebaikan. Padahal, apabila mereka mengetahui buah dari kebaikan tersebut, mereka pasti akan semangat untuk melakukan kebaikan-kebaikan itu. Salah satu contoh buah dari menyegerakan kebaikan, misalnya seseorang segera melakukan sholat ketika waktunya tiba, maka ia tidak akan merasa terburu-buru dalam mengerjakan sholatnya. Lain halnya, apabila seseorang menunda kebaikan, maka mereka akan tergesa-gesa dalam melakukan kebaikan tersebut, serta hasilnya akan jauh dari maksimal. Bergegas melakukan kebaikan sering kali terasa sangat berat, karena seseorang tidak hanya sekedar melakukan kebaikan, namun lebih 92 dari itu mereka melakukan kebaikan dengan segera. Sikap segera melakukan kebaikan ini biasanya lebih membutuhkan pengorbananpengorbanan dari sekedar melakukan kebaikan seperti pada umumnya. Namun dengan pengorbanan tersebut, Allah telah menyiapkan keutamaan yang akan mereka raih. Keutamaan-keutamaan tersebut adalah: a. Indikator baiknya kualitas iman seseorang. Dengan menyegerakan diri kepada kebaikan, dapat diketahui bahwa keimanan seseorang tersebut dalam kategori baik. Hal tersebut karena, orang yang memiliki kualitas iman yang baik, tidak akan menunda-nunda kebaikan, karena mereka mengetahui apabila mereka menundanya, maka Allah juga akan menunda kebaikan untuknya. Apabila seseorang menyegerakan diri untuk berbuat kebaikan, maka Allah akan menyegerakan pula kebaikan untuknya, bahkan kebaikan-kebaikan Allah untuk orang tersebut akan berlipat-lipat ganda. Hal tersebut, hanya dimiliki oeh orang yang memiliki keteguhan iman akan balasan Allah atas apa yang seseorang kerjakan. b. Penyebab terkabulnya do‟a. Do‟a seseorang yang senantiasa menyegerakan diri akan kebaikan, akan lebih cepat didengar dan dikabukan oleh Allah SWT. Alasannya ialah, Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan, sedang apabila Allah telah mencintai seseorang, maka segala sesuatu yang dimintanya pasti akan dikabulkan. Segala do‟a pasti baik, maka dari itu pasti Allah akan mengabulkannya. c. Anugerah besar dan jalan menuju surga. Tentu saja, setiap seseorang yang berbuat baik, tidak lain yang menjadi tujuan akhirnya 93 adalah keridhoan Allah untuk meridhoinya masuk ke surga-Nya. Anugerah serta surga Allah dibentangkan atau disediakan bagi siapa saja yang beriman kepada-Nya dan yang menyegerakan diri kepada kebaikan. Bergegas melakukan kebaikan adalah salah satu ciri-ciri muslim yang senantiasa bertakwa kepada Allah. Predikat takwa inilan yang akan mengantarka orang tersebut ke dalam surga Allah. d. Dicintai Allah dan makhluk ciptaan-Nya. Seseorang dengan sifat gemar akan kebaikan pasti akan sangat dicintai oleh Allah dan makhluknya. Orang lain pasti akan senang bergaul dengan orang yang gemar kepada kebaikan, karena mereka sadar bahwa apabila mereka bergaul dengan orang yang berbuat kebaikan, mereka tidak perlu merasa khawatir dar merasa dirugikan. Karena sifat orang yang gemar akan kebaikan, tidak mungkin akan memanfaatkan orang lain demi mengejar apa yang ia inginkan. Nilai pendidikan moral spiriyual keenam dari surat Ali Imran ayat 133-135 ialah menyegerakan diri kepada kebaikan yang menghantarkan mereka ke surga. Seseorang dengan karakter seperti ini tidak akan menyimpang dari norma-norma, baik norma agama maupun norma dalam bermasyarakat. Lembaga pendidikan formal tentu perlu menerapkan nilai ini untuk menunjang karakter baik peserta didik. Lembaga pendidikan dapat mengajarkan amal kebaikan seperti, jujur, disiplin, tanggung jawab dan lain sebagainya. Penerapan tersebut tidak perlu dilakukan dengan memaksa siswa, akan tetapi cukup dengan pendidik mampu menerapkan 94 nilai tersebut baik di belakang siswa, terlebih lagi di depannya. Apabila peserta didik sudah menerapkannya, timbullah keinginan dari siswa untuk meniru kebaikan-kebaikan tersebut. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, menyegerakan diri kepada surga sama halnya dengan menyegerakan diri kepada kebaikan yang menghantarkannya pada surga. Dengan kebaikan-kebaikan itulah seseorang akan dimudahkan oeh Allah untuk masuk ke surga-Nya. Selain itu banyak sekali keutamaan-keutamaan yang telah disediakan Allah untuk mereka. Keutamaan tersebut antara lain, Allah akan meneguhkan keimanannya, Allah akan mengabulkan do‟anya, Allah akan menurunkan anugerahnya dan memasukkannya ke surga kelak serta Allah dan ciptaanNya akan mencintainya. 6. Memperbanyak istighfar Memperbanyak istighfar dilakukan untuk memohon ampunan semata kepada Allah SWT. Beristigfar dilakukan bukan hanya untuk dosa saat ini, akan tetapi juga untuk dosa masa lalu dan dosa yang akan datang juga. Memperbanyak istighfar merupakan kewaspadaan dari seseorang, karena mereka takut akan ada dosa yang tertinggal pada dirinya meskipun dosa tersebut hanya sebesar biji sawi. Dengan dosa yang sekecil itulah, seseorang akan terhambat jalannya menuju surga Allah SWT. Maka dari itulah, pentingnya memperbanyak istighfar harus sangat diperhatikan, karena dengan memperbanyak istighfar, dosa seseorang akan menjadi hilang dan akan memudahkan jalannya menuju surga. 95 Seseorang apabila hendak beristighfar tidak hanya sekedar melafadzkannya begitu saja, akan tetapi ada syarat serta etika yang yang harus diperhatikan. Syarat dan etika tersebut di antaranya ialah: a. Niat yang benar, yang semata-mata ditujukan kepada Allah SWT. Karena Allah tidak akan menerima amal perbuatan manusia, kecuali jika amal itu dilakukan dengan ikhlas semata untuk-Nya. b. Apabila seseorang hendak beristighfar, maka lisan dan hati secara serempak melakukannya. Sehingga tidak boleh lidahnya berkata,”Aku ingin beristighfar kepada Allah.”, namun hatinya tetap ingin melakukan maksiat. c. Suci. Di antara adab yang melengkapi istighfar, seseorang lebih baik dalam keadaan suci apabila ingin melakukannya, sehingga ia berada dalam posisi yang sempurna, baik dari segi lahir maupun batin. d. Apabila seseorang hendak beristighfar, maka mereka harus melakukannya didasari dengan rasa takut akan Allah serta kekuasaan-Nya. Perasaan takut kepada Allah serta mengharap hanya kepada Allah inilah salah satu indikator bahwa dosa seseorang akan diampuni-Nya. e. Memilih waktu yang tepat. Seseorang yang ingin beristighfar lebih dianjurkan memilih waktu yang baik dan tepat. Di antara waktu yang baik tersebut adalah sepertiga malam atau waktu menjelang subuh, setelah sholat serta ketika ia bersujud kepada Allah. 96 Selain dengan beristighfar dosa seseorang diampuni oleh Allah, ada banyak keutamaan di balik beristighfar. Di antara keutamaan tersebut adalah: a. Allah akan menghapus kejelekannya serta akan diangkat derajatnya. Dengan banyak beristighfar, Allah akan meninggikan derajatnya, karena istighfar adalah salah satu kebaikan yang secara tidak langsung meninggikan Allah. Maka dari itu Allah akan membalas dengan meninggikan deraja orang yang mau memperbanyak istighfar. b. Dimudahkan dalam segala urusan. Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa membiasakan diri beristighfar, Allah akan memberikan jalan keluar baginya dalam setiap kesulitan, akan memberikan kebahagiaan dari setiap kesusahan dan akan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Ibnu Majah). c. Allah akan merahmatinya. Beristighfar adalah salah satu cara untuk mendapatkan rahmat dari Allah. Dengan banyak beristighfar, maka Allah juga akan lebih sering menurunkan rahmatnya untuk orang yang banyak beristighfar. Rahmat Allah sangatlah luas maknanya, salah satu rahmat Allah adaah ampunan-Nya yang seluas angit dan bumi. d. Membersihkan noda hitam dalam diri seseorang. Apabila seseorang meakukan kesalahan, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, maka Allah akan mengampuninya. Akan tetapi, orang tersebut masih meninggalkan noda hitam dalam dirinya, maka dari itu memperbanyak istighfar sangat dianjurkan, karena dapat membersihkan noda tersebut. 97 Nilai moral spiritual keenam yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135 adalah memperbanyak istighfar. Memperbanyak istighfar banyak sekali keutamaannya, antara lain diampuni dosanya, dimudahkan segala urusan, dirahmati oleh Allah dan lain sebagainya. Dari keutamaan-keutamaan tersebut, karakter baik pasti akan melekat pada diri seseorang, apabila seseorang menerapkan pada dirinya. Dalam lembaga pendidikan formal, pembentukan karakter melalui nilai ini sangat mudaah diterapkan, karena istighfar tidak perlu mengeluarkan materi dalam melakukannya. Pendidik hanya perlu memberikan penjelasan kepada siswa agar membiasakan diri mereka untuk beristighfar. Salah satu cara yang bisa dilakukan seorang pendidik adalah, mengajari bagaimana cara-cara beristighfar. Cara lain adalah, apabila seorang siswa melakukan kesalahan, maka bisa memberikan hukuman berupa mengucapkan istighfar. Dari cara itu, istighfar akan mudah diterapkan dalam lembaga pendidikan formal yang berbasis pendidikan karakter. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, memperbanyak istighfar bukan hanya dapat menghapus dosa yang dilakukan saat itu, akan tetapi juga dapat menghapus dosa pada masa lalu dan masa yang akan datang. Selain dapat menghapus dosa, memperbanyak istighfar juga akan menyebabkan seseorang menjadi tinggi derajatnya, mendapat rahmat dari Allah, dilapangkan rezekinya, dimudahkan segala urusannya serta dihapuskan noda hitam yang ada pada dirinya. Anjuran beristighfar agar dilakukan dengan tata cara yang benar serta etika yang baik, antara lain 98 niat lurus semata karena Allah, suci, senada antara lisan dan hati, merasa takut akan Allah serta memilih waktu yang tepat. 99 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Nilai-nilai Pendidikan Moral Dan Spiritual yang Terkandung dalam Surat Ali Imran ayat 133-135 Berdasarkan pembahasan-pembahasan dan analisis pada baba-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat nilai-nilai pendidikan moral dan spiritual dalam surat Ali Imran ayat 133-135. Di antara nilai-nilai moral dan spiritual tersebut adalah: a. Berinfaq di waktu luang dan sempit b. Menahan amarah c. Memaafkan kesalahan orang lain d. Menyegerakan diri kepada ampunan Allah SWT e. Menyegerakan diri kepada surga f. Memperbanyak istighfar 2. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Moral Spiritual dalam Pendidikan Formal Sesuai Kajian Surat Ali Imran ayat 133-135 Berdasarkan pembahasan-pembahasan dan analisis pada baba-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat implementasi pendidikan moral dan spiritual dalam surat Ali Imran ayat 133-135. Di antara implementasi tersebut adalah: 100 a. Berinfaq di waktu luang maupun sempit. Allah SWT sering kali menyeru kepada umat-Nya untuk menginfaqkan sebagian hartanya untuk orang lalin, terlebih yang membutuhkan. b. Menahan amarah. Marah mengakibatkan hilangnya kontrol akal sehat, sehingga sistem kontrol akal sehatnya lepas tak terarah. Dari hal tersebut, menahan marah amat sangat penting dilakukan, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti melukai orang dan bahkan sampai membunuhnya. c. Memaafkan kesalahan orang lain. Memberi maaf lebih utama daripada meminta maaf. Sudah dapat dipastikan bahwa dengan memberi maaf, tidak akan ada kerugian jika kita berbuat baik dengan memberi maaf kepada sesama. d. Menyegerakan diri kepada ampunan Allah. Menyegerakan diri kepada ampunan Allah merupakan teladan yang harus dimiliki oleh setia muslim. Seseorang terkadang lalai akan apa yang mereka kerjakan. Tanpa mereka sadari, mereka telah melakukan kesalahan yang berujung pada dosa. Dari sinilah, pentingnya menyegerakan diri kepada ampunan Allah sangatlah utama, karena dengan seseorang senantiasa memohon ampunan kepada Allah, maka dosa yang mereka kerjakan telah diampuni oleh Allah. e. Menyegerakan diri kepada surga Allah. Menyegerakan diri kepada surga sama halnya memiliki arti, menyegerakan diri kepada kebaikan yang mengantarkan seseorang kepada surga. 101 f. Memperbanyak Istighfar. Memperbanyak istighfar dilakukan untuk memohon ampunan semata kepada Allah SWT. Beristigfar dilakukan bukan hanya untuk dosa saat ini, akan tetapi juga untuk dosa masa lalu dan dosa yang akan datang juga. Maka dari itulah, pentingnya memperbanyak istighfar harus sangat diperhatikan, karena dengan memperbanyak istighfar, dosa seseorang akan menjadi hilang dan akan memudahkan jalannya menuju surga. B. Saran Dari pembahasan diatas maka penulis akan memberikan saran bagi dunia pendidikan formal bahwa, pendidikan karakter yang bersumber dari al-Qur‟an dan al-Hadits harus terus dilaksanakan serta ditingkatkan, khususnya dalam pemberian pendidikan moral dan spiritual terhadap anak didik. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dalam surat Ali Imran ayat 133-135 tentang teladan-teladan yang dapat diajarkan kepada peserta didik. Banyak sekali nilai moral dan spiritual yang terkandung dalam surat Ali Imran ayat 133-135 yang sangat pantas diberikan kepada peserta didik, karena mampu memupuk sifat terpuji sejak dini. Sifatsifat tersebut adalah berinfaq, menahan amarah, memberi maaf, memohon ampunan kepada Allah, berbuat amal kebaikan serta memperbanyak istighfar. 102 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Amin, 1995. Filsafat Kalam Di Era Postmodernisme. Yogjakarta: Pustaka Pelajar Al-Habsyi, Muhammad Bagir, 2002. Fiqih Praktis: Menurut Al-Qur‟an, As-Sunnah dan Pendapat Para Ulama (Buku Kedua). Bandung: Mizan Al-Razi, Muhammad, 2000. Menghias Diri Dari Akhlak Terpuji. Yogjakarta: Mitra Pustaka Asy-Syiddiqy, Tengku Muhammad Hasbi, 1995. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang Asy-Syiddiqy, Tengku Muhammad Hasbi, 2000. Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nuur. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra Bachmid, Ahmad Saiful, 2008. Sejarah Al-Qur‟an. Jakarta: Rebal Publika Bahri, Efri S, 2008. Pemberdayaan Masyarakat: Konsep dan Aplikasi. Jakarta: FAM Publishing Buchori,Didin Saefudin, 2005. Pedoman Memahami Kandungan AlQur‟an. Bogor: Granaand Pustaka Budiningsih, C Asri, 2013. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta Daroeso, Bambang, 1986. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu 103 Departemen Agama RI,1996. Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahannya. Semarang: Karya Toha Putra Faiz, Al-Jumanatul, 2007. Filsafat Kalam. Bandung: Remaja Rosdakarya Gunarsa, Singgih, 1981. Psikologi Remaja. Jakarta: Gunung Mulia Hartono Agung, 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta Hurlock, Elisabeth B, 1993. Perkembangan Spiritual Anak. Jakarta: Erlangga Imani, Allamah Kamal Fakih dan Tim Ulama, 2008. Tafsir Nurul Qur‟an. Jakarta: Al-Huda KBBI, 2007. Jakarta: Balai Pustaka Majdi, Muhammad Asy-Syahawi, 2011. The Secret of Istighfar. Jakarta: Gema Insani Makhluf, Ahmad, 1998. Indahnya Surga. Semarang: Citra Abadi Munawwir, Ahmad Warson, 1997. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif Piedmont, Ralph L, 2001. Skala Spiritual Transendensi. Bandung: Pustaka Jaya 104 Poespoprojo, 1988. Filsafat MoralKesusilaan Dalam Teori Praktek. Bandung: Remadja Karya Qarni, „Aidh, 2007. Tafsir Muyyasar. Jakarta: Qisthi Press Rasyid, Sulaiman, 2009. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo Rosihon, Anwar,2000. Ulum Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia Samani, Muchlas, 2011. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya Saputra, Toyyib Sah, 2009. Aqidah Akhlak. Semarang: Toha Putra Shihab, M Quraish, 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi, 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: PT Pustaka LP3ES Syarifudin, Amir. 2010. Garis-garis Besar Fikih. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Tebba, Sudirman, 2009. Meraih Sukses dan Bahagia Dengan Istighfar. Banten: Pustaka Irvan Yunus, Mahmud, 2007. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT Mahmud Yunus Wa Durriyyah Zubaidi, H Achmad, 2002. Pendidikan Kewarga Negaraan. Yogjakarta: Paradigma 105 106 107