PENDAHULUAN Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang banyak digemari masyarakat Indonesia maupun mancanegara karena keindahan bunganya. Variasi bunganya yang unik, telah menarik perhatian dan minat para botanis yang gemar tanaman hias sejak dua abad yang lalu. Phalaenopsis merupakan salah satu jenis anggrek yang paling digemari oleh pasar (Puspitaningtyas 2003). Menurut Dinas Tanaman Hias Departemen Pertanian (2009), komoditas ekspor bunga potong anggrek menunjukkan penurunan, baik dari segi volume maupun nilai ekspor setiap tahunnya. Tahun 2007 ekspor bunga potong anggrek mencapai sekitar 10.398 kg senilai 231.416 US $, dan pada tahun 2008 ekspornya menurun hingga 3.140 kg senilai 8.796 US $. Impor bunga potong anggrek juga mengalami penurunan. Tahun 2006, Indonesia mengimpor 231.993 kg senilai 171.798 US $ dan tahun 2007 impor bunga potong anggrek menurun menjadi 1.617 kg senilai 8.394 US $. Menurut Hendaryono (2007), Indonesia baru mampu mengekspor 25% dari anggrek yang tersedia di seluruh pelosok nusantara. Kondisi ini menunjukkan bahwa produksi anggrek dalam negeri masih belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. Rendahnya produksi anggrek di Indonesia disebabkan antara lain oleh lahan produksi yang terbatas dan mutu bibit yang buruk. Dibandingkan dengan produktivitas anggrek dari negara tetangga seperti Thailand dengan rata-rata 1012 tangkai per tanaman, maka produktivitas anggrek Indonesia secara nasional rata-rata sangat kecil, yaitu hanya dapat mencapai 3-4 tangkai per tanaman. Umumnya bibit anggrek yang digunakan hanya mengutamakan keindahan bunganya saja akan tetapi ketahanan terhadap hama dan penyakit masih rendah. Penggunaan kultivar baru yang tahan terhadap penyakit ini merupakan salah satu solusi yang tepat untuk mengatasi kendala tersebut. Pemuliaan tanaman untuk karakter ketahanan terhadap penyakit merupakan salah satu cara efektif untuk melindungi tanaman dari kerusakan akibat faktor biotik, khususnya oleh mikroorganisme patogen. Penggunaan klon yang tahan penyakit dapat menghemat biaya dalam pengendalian hama dan penyakit, disamping itu secara ekologi lebih ramah lingkungan dibandingkan menggunakan pengendalian dengan pestisida sintetis (Yusnita 2005, Dirjen PPHP 2005). Salah satu penyakit penting yang menjadi masalah pada budidaya anggrek adalah penyakit busuk lunak (soft rot) yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora. Erwinia carotovora dapat menyerang seluruh bagian tanaman dan apabila lingkungan mendukung serangan bakteri ini dapat meluas dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian pada tanaman anggrek. Penyakit ini juga dapat menyebabkan kerusakan hingga 80%-100%, terutama pada saat di pembibitan anggrek (Agrios 1996, Mcmillan 2007). Bakteri Erwinia carotovora adalah satu-satunya bakteri patogenik tumbuhan yang bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini mempunyai aktivitas pektolitik yang kuat dan menyebabkan busuk lunak pada tanaman kentang. Bakteri ini menyerang jaringan tanaman pada umumnya melalui pelukaan dan juga dapat melalui lubang alami (Agrios 1996). Menurut Janse (2005) pada tanaman kentang bakteri Erwinia carotovora dapat menimbulkan penyakit pada konsentrasi 107 cfu/ml (cfu = colony farming unit) dengan periode inkubasi sekitar empat hari. Pemuliaan tanaman merupakan salah satu solusi untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman anggrek. Melalui pemulian tanaman dapat dirakit tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit. Pemuliaan tanaman dapat dilakukan dalam berbagai cara, antara lain persilangan, seleksi, mutasi, fusi protoplas, transfomasi dan seleksi terhadap ragam somaklonal. Pemuliaan tanaman untuk sifat resistensi terhadap penyakit dapat menggunakan seleksi in vitro dengan menggunakan agensiasia penyeleksi (Mangoendidjojo 2003,Yusnita 2005). Penelitian untuk mendapatkan tanaman yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit telah banyak dilakukan melalui seleksi in vitro baik pada tanaman hortikultura maupun pada tanaman perkebunan, antara lain pada tanaman abaka yang tahan terhadap layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cubeuse (Purwati 2007), kacang tanah resisten penyakit busuk batang yang disebabkan oleh infeksi Sclerotium rolfsii (Hemon 2006), tebu toleran terhadap fitotoksin yang dihasilkan oleh Dreehslera sacchari (toksin DS) (Purwati 2007), dan kentang tahan layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanaccarum (Palupi 2001). Tujuan Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan bibit anggrek Phalaenopsis hasil persilangan terhadap busuk lunak yang disebabkan bakteri Erwinia carotovora secara in vitro. Hipotesis 1. Terdapat tanaman anggrek Phalaenopsis yang tahan terhadap busuk lunak yang disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora pada tingkat serangan tertentu. 2. Inokulasi Erwinia carotovora melalui pelukaan lebih efektif dibandinkan dengan tanpa pelukaan untuk seleksi in vitro pada bibit angrek Phalaenopsis. 3. Konsentrasi bakteri Erwinia carotovora lebih tinggi akan menyebabkan intensitas serangan yang lebih tinggi pada anggrek Phalaenopsis.