ALIENASI TUBUH PEREMPUAN DALAM FILM “DIE TÖDLICHE MARIA” Muhammad Irfan Wahyudi, Maria Regina Widhiasti Program Studi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok 16424 Indonesia Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini membahas mengenai keterasingan atau alienasi tubuh perempuan dalam film “DIE TÖDLICHE MARIA”. Dalam penelitian ini dibahas juga mengenai simbol dan aturan-aturan yang ditampilkan dalam film ini sebagai konstruksi budaya patriarki yang dapat dilihat melalui pembagian peran sosial (gender) antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah menjabarkan simbol dan aturan patriarki yang diterapkan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan keterasingan seorang perempuan terhadap dirinya sendiri. Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka dengan pendekatan praktis dan teoretis. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kuatnya budaya patriarki yang diterapkan dalam sebuah keluarga dapat mengakibatkan keterasingan pada perempuan baik terhadap tubuhnya sendiri maupun lingkungan yang ada di sekitarnya. The Alienation on Women’s Body in the Film “DIE TÖDLICHE MARIA“ ABSTRACT This research discusses the alienation on women’s body in the film “DIE TÖDLICHE MARIA”. This research also discusses the symbols and rules which are shown in this film as a patriarchy construction, which unwittingly can be seen through the division of the social role (gender) between men and women in society. The aim of this research is to describe the influence of the applied patriarchy symbols and rules could be influence the alienation on women’s body. This research used literature study with theoretical and practical method. The results of this study stated that the applied strong patriarchal culture in life could cause the alienation on women either on her body or her surroundings milieu. Keyword: Alienation; Gender; Patriarchy Culture; Women’s Body Pendahuluan Film adalah serangkaian rekaman gambar bergerak yang menceritakan tentang suatu hal yang terdiri dari komponen-komponen yang saling bersinergi dan mendukung hingga terciptanya sebuah film. Komponen-komponen tersebut antara lain: visualisasi gambar, pencahayaan, tata suara, latar, karakterisasi atau penokohan (ekspresi dan gestur), serta naskah cerita. Melalui perpaduan komponen tersebut, penonton dapat mengembangkan imajinasinya dan menafsirkan sendiri apa yang disajikan oleh film tanpa harus terpengaruh oleh “mindset”atau Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 keinginan sang sutradara (Monaco, 2000: 72). Seperti halnya media representasi, film mengkonstruksi dan merepresentasikan gambaran realitas yang ada melalui kode-kode, konvensi, mitos, dan ideologi budaya tersebut (Turner, 1999: 152). Dengan demikian, terdapat hubungan mengenai apa yang ditampilkan dalam film dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, baik yang terlihat jelas maupun terselubung. Film sebagai salah satu produk budaya tidak terlepas dari kehadiran ideologi di dalamnya, misalnya budaya patriarki yang hadir dalam sebuah film. Film yang sarat dengan budaya patriarki selalu berusaha memosisikan perempuan sebagai objek dan bukan sebagai subjek dalam kehidupan di masyarakat. Menurut Simone de Beauvoir, perempuan adalah bentuk yang lain atau objek “the Other” dari laki-laki yang dianggap sebagi makhluk normal atau subjek “the Self”. Dalam bukunya yang berjudul The Second Sex, Beauvoir mengatakan bahwa meskipun seseorang terlahir sebagai perempuan, tetapi peran dan kedudukan sosialnya sebagai “seorang perempuan” dibentuk oleh serangkaian aturan-aturan yang terbalut oleh nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat dan ditentukan oleh laki-laki (Parshley, 1953:16). Dalam kajian budaya, peran dan kedudukan sosial seseorang di lingkungan masyarakat dikenal dengan istilah gender. Gender merupakan identitas yang dibentuk secara sosial dan budaya, serta sifatnya dapat berubah atau dengan kata lain, sesuatu yang dibuat, dilabelkan, atau dikonstruksikan terhadap inidividu (Nelson, 1997:15). Melalui sebuah film yang berjudul yang berjudul “Die tödliche Maria”, permasalahan gender terutama mengenai hubungan antara konstruksi budaya patriarki dan alienasi tubuh perempuan akan diteliti lebih lanjut. Film “Die tödliche Maria” merupakan karya Tom Tykwer yang dirilis pada tahun 1993 dan bercerita tentang seorang perempuan bernama Maria Schmitt yang tinggal di sebuah apartemen bersama suami dan ayahnya. Rutinitas harian Maria adalah mengerjakan segala sesuatu yang sifatnya domestik termasuk melayani suaminya, dan merawat ayahnya yang lumpuh. Di sela-sela kegiatan rutinitasnya di rumah, Maria sering memperhatikan tetangganya dan pertemuan dengan tetangganya tersebut secara tidak langsung mengingatkan Maria mengenai segala kekeliruan yang menimpa hidupnya selama ini, hingga akhirnya menyebabkan kematian dua sosok laki-laki yang paling berkuasa di rumah tersebut. Film ini mengangkat tema tentang permasalahan gender yang terlihat pada konstruksi budaya patriarki yang berpengaruh terhadap proses pembentukan kepribadian seorang perempuan. Konstruksi tersebut ditunjukkan melalui adegan-adegan yang menampilkan gambar-gambar yang dianggap sebagai representasi budaya patriarki serta keterkaitannya dengan alienasi tubuh perempuan. Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 Tinjauan Teoretis 1. Semiotika Film Semiotika adalah suatu bidang ilmu mengenai signifikasi atau bagaimana suatu tanda digunakan untuk mengartikan suatu peristiwa (Sunardi, 2004:19). Oleh sebab itu, kajian semiotika adalah suatu alat penting dalam menganalisis isi dari pesan yang disampaikan oleh media. Film merupakan bidang atau kajian yang relevan bagi analisis semiotika, karena seperti yang dikemukakan oleh Van Zoest (Sobur, 2004: 28), film dibangun dengan tanda. Tanda-tanda tersebut termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dan bersinergi dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Analisis film dengan teori semiotika film dilakukan dengan cara membaca, memperhatikan, memahami, dan menginterpretasikan unsur-unsur atau komponen yang membangun sebuah film, di antaranya visualisasi gambar, pencahayaan, tata suara, latar, properti, kostum dan tata rias, karakterisasi atau penokohan (ekspresi dan gestur), serta adegan dan dialog dalam film. Keseluruhan unsur atau komponen tersebut merupakan tanda yang memiliki makna dan berfungsi untuk menjelaskan perihal yang ingin ditampilkan dan disampaikan dalam sebuah film. Dalam sebuah film terdapat makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif ini merujuk pada makna sebenarnya atau dengan kata lain, apa yang ditampilkan oleh gambar dalam sebuah film adalah demikian adanya. Sedangkan makna konotatif dalam film merujuk pada pemahaman individu dengan latar belakang budaya yang dimilikinya untuk mendeskripsikan apa yang ditampilkan oleh gambar dalam sebuah film. Untuk mengungkapkan makna yang terdapat dalam sebuah adegan maka diperlukan analisis miśe-en-adegan. Miśe-en-adegan merupakan segala sesuatu yang dapat kita lihat dalam adegan sebuah film dan terdiri atas visualisasi gambar, latar tempat, kostum, tata rias, pencahayaan, suara, ekspresi dan gestur tokoh, properti, dialog dan adegan. Teori semiotika film tersebut akan digunakan sebagai alat untuk membongkar ideologi patriarki yang terdapat dalam film ini, terutama dengan menganalisis miśe-en-adegan dengan tujuan untuk mengungkapkan makna denotatif pada sebuah potongan gambar. Sementara itu, untuk mengungkapkan makna konotatif yang terkait dengan permasalahan gender dan kritik terhadap alienasi tubuh perempuan akan digunakan teori feminisme eksistensialisme. 2. Feminisme Eksistensialisme Selain menggunakan teori semiotika film, pembahasan dalam penelitian ini juga menggunakan teori feminisme eksitensialisme untuk mengungkapkan domestifikasi Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 perempuan dan alienasi tubuh perempuan. Simone de Beauvoir adalah tokoh yang memopulerkan teori feminisme eksistensialisme, sekaligus juga penulis buku The Second Sex. Dalam buku tersebut ia mempertanyakan dan mengkritik posisi perempuan yang ada di dalam masyarakat. Menurut Beauvoir, dalam relasi yang terjalin antara laki-laki dan perempuan, laki-laki selalu menjadi “Sang Diri” (The Self) atau subjek utama, sementara perempuan hanya sebagai objek atau menjadi “Sang Liyan” (The Other). Beauvoir menjelaskan pula bahwa perempuan didefinisikan dan dibedakan dengan menggunakan referensi yang merujuk pada sudut pandang laki-laki dan bukan sebaliknya atau dengan kata lain, kode atau aturan hukum yang diciptakan oleh laki-laki adalah untuk menentang perempuan (Beauvoir, 1953: 171). Oleh sebab itu, perempuan terjebak untuk mengukur dunia dan kebebasannya sehingga berdampak pada perempuan sulit untuk berkembang dan bertanggung jawab dalam menentukan pilihan hidupnya sendiri. Gagasan perempuan sebagai “sang Liyan” ini muncul karena laki-laki menganggap bahwa perempuan bukanlah laki-laki dan merupakan suatu kekuatan asing yang mengancam dan lebih baik dikontrol sebab bila tidak, maka perempuan akan menjadi “sang Diri” dan laki-laki menjadi “sang Liyan”. Oleh sebab itu, laki-laki selalu berusaha mensubordinasi kedudukan perempuan dalam kehidupan agar dapat terus berkuasa. Segala bentuk subordinasi yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan tersebut, disosialisasikan dan diimplementasikan ke dalam masyarakat melalui mitos dan sifat-sifat yang ideal, misalnya laki-laki barat menyukai perempuan yang tunduk dan patuh serta dapat menerima dominasi laki-laki tersebut (Beauvoir, 1953: 216). Mitos-mitos yang hadir di masyarakat merupakan hasil rekayasa budaya patriarki yang kemudian dilestarikan dengan tujuan agar perempuan menjadi bergantung dan tidak mandiri, sekaligus juga mempunyai peranan penting dalam membentuk karakter perempuan di dalam masyarakat. Dalam budaya patriarki, perempuan adalah milik laki-laki dan wajib mengerjakan urusan domestik (Beauvoir, 1953: 186). Pandangan mengenai perempuan yang “ditakdirkan” sebagai makhluk reproduksi dan domestik diterima oleh perempuan itu sendiri. Anggapan tersebut berawal dari fakta biologis terhadap tubuh perempuan yang kemudian dianggap sebagai sebuah fakta atau kebenaran. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kajian pustaka dengan pendekatan praktis dan teoretis. Dalam penelitian ini, film dibahas sebagai suatu teks, sehingga untuk membantu memahaminya akan digunakan teori semiotika film dari James Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 Monaco. Teori semiotika film tersebut akan digunakan sebagai alat untuk membongkar atau menganalisis apa yang ditampilkan dalam film tersebut, yaitu dengan cara menentukan adegan, dialog, atau potongan gambar yang mengandung dan menampilkan aturan patriarki serta bentuk alienasi tubuh perempuan dalam film “die tödliche Maria”. Hasil dugaan tersebut kemudian akan dianalisis lagi dengan menggunakan teori feminisme eksistensialisme dari Simone de Beauvoir untuk mengungkapkan permasalahan gender dan alineasi yang terjadi pada tubuh perempuan. Hasil Penelitian Dalam penelitian ini ditemukan beberapa simbol dan aturan budaya patriarki yang ditampilkan oleh benda-benda yang digunakan sebagai properti dalam beberapa adegan di film ini. Kemunculan benda-benda tersebut dalam film ini cukup sering dan memiliki makna tersendiri, baik secara denotatif maupun konotatif. Benda-benda tersebut diinterpretasikan ke dalam beberapa simbol, kemudian dianalisis dengan menggunakan teori semiotika film. Di bawah ini adalah tabel yang memuat simbol-simbol beserta maknanya. Tabel 1. Simbol-Simbol yang terdapat dalam Film “die tödliche Maria” No. Gambar Makna Denotatif Makna Konotatif Simbol Bentuk falus atau penis Hasrat Maria terhadap sosok lakilaki yang sempurna Simbol Patriarki Jadwal kegiatan Maria Maria tidak memiliki spontanitas dan keberanian untuk berimprovisasi dalam hidupnya Simbol pendisiplinan diri Maria 1. Boneka Fomimo 2. rutinitas harian a. Jam Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 Maria dekat dengan dunia domestik Suara perintah ayah dan suami Maria yang sering disampaikan kepada Maria Simbol pendisiplian diri Maria Maria: domestik & inferior Kedudukan suami Maria sebagai pencari nafkah = kepala rumah tangga Simbol pembagian kerja Ketidaktahuan Maria tentang menstruasi Mesntruasi = tanda perempuan telah dewasa dan tubuhnya siap mengandung Simbol keterasingan diri Maria Tulisan Maria kepada fomimo kronologis peristiwa penindasan dalam hidup Maria Simbol memori yang menyakitkan b. Bunyi ceret air 3. Suami: publik & superior Pakaian 4. Menstruasi 5. Surat-surat Selain simbol dan aturan patriarki, dalam penelitian ini ditemukan juga hubungan antara budaya patriarki dengan keterasingan atau alienasi tubuh perempuan yang ditampilkan dalam beberapa adegan. Adegan-adegan tersebut memperlihatkan proses sekaligus juga menunjukkan beberapa faktor penyebab alienasi terhadap tubuh perempuan. Untuk memaknai adegan-adegan tersebut, digunakan teori feminisme eksistensialisme untuk mengungkapkan permasalahan gender dan alienasi tubuh yang dialami oleh tokoh Maria. Di bawah ini adalah tabel yang memuat adegan tentang permasalahan Maria. Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 Tabel. 2 Bentuk-Bentuk Fetisme, Pelecehan Seksual, dan Trauma yang dialami oleh Maria No. 1. Gambar Makna Denotatif Makna Konotatif Maria dekat dengan dunia domestik dan melayani kebutuhan anggota keluarga Tangan, anggota tubuh yang dapat memberikan rangsangan seksual ( fetis tangan) Maria, sosok yang selalu mendengarkan dan patuh terhadap perintah ayah dan suaminya Telinga, pun bagian tubuh yang dapat memberikan rangsangan seksual (fetis telinga) Maria tersedak sesuatu dan sulit bernapas Hasrat Maria yang terpendam terhadap hubungan seksual (oral seks) Maria, perempuan yang lemah, patuh, dan tunduk terhadap perintah serta keinginan ayah &suaminya. Bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh ayah Maria dan memperjelas hubungan sedarah antara Maria dengan ayahnya (incest) Maria memalingkan wajahnya serta terlihat risih, ketakutan, dan tidak menikmati hubungan seks tersebut Ekspresi Maria untuk menekan atau melupakan trauma pelecehan seksual yang pernah dialaminya Tangan menuangkan kopi ke cangkir 2. Telingayang ditampilkan dari dekat 3. Mulut yang tersedak 4. Maria dipangku ayahnya 5. Hubungan seks Maria dengan suaminya Tabel 1 dan 2 di atas memperlihatkan bahwa benda-benda dan adegan yang ditampilkan dalam film ini memiliki makna denotatif dan konotatif. Di samping itu, masalah alienasi tubuh yang dialami oleh Maria ditampilkan secara tersirat, yaitu melalui hubungannya Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 dengan benda-benda di sekitarnya serta interaksinya dengan laki-laki yang ada di lingkungan tempat tinggalnya. Pembahasan Dalam penelitian ini dibahas beberapa benda dan adegan dalam film ini menunjukkan keterkaitan antara budaya patriarki dengan aliensi tubuh perempuan. Korelasi tersebut dapat terlihat pada proses pembentukan kepribadian seorang perempuan, hingga menyebabkan keterasingan pada tubuhnya sendiri dan lingkungan di sekitarnya. Benda-benda dan adegan yang dianalisis dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa hal, di antaranya: intensitas kemunculan benda atau adegan tersebut cukup sering, memuat unsur patriarki dan alienasi tubuh perempuan, berkaitan dengan permasalahan Maria, memuat kedudukan Maria dalam berinteraksi dengan laki-laki di sekitarnya. 1. Simbol-Simbol sebagai Implementasi Aturan Budaya Patriarki 1.1 Boneka Fomimo sebagai Simbol Falus atau Patriarki Boneka Fomimo adalah sebuah boneka yang terbuat dari kayu yang memiliki sepasang mata dan alis, mulut dan kumis, serta lengan yang kecil, namun yang paling penting ialah bentuknya menyerupai falus atau penis. Penis yang berwujud boneka fomimo dalam film ini secara tersirat merupakan representasi dari kehadiran laki-laki dalam kehidupan Maria. Di samping itu, keberadaan boneka fomimo bagi hidup Maria merupakan representasi dari keinginan atau hasratnya terhadap laki-laki yang sempurna. Gambaran laki-laki sempurna dalam hal ini ialah sosok yang dapat menerima keberadaan Maria dan mendengarkan pendapatnya. Di sisi lain, keinginan atau hasrat Maria terhadap sosok laki-laki sempurna tersebut tidak dapat terealisasikan karena terbentur oleh peraturan nilai dan norma yang seolah-olah mengharuskan perempuan untuk memendam hasratnya, terutama yang terkait dengan masalah seksualitas, sebab pengungkapan hasrat seksual seringkali dianggap sebagai hal yang tabu. 1.2 Jam dan Suara Ceret Air sebagai Simbol Pendisiplinan Diri Maria Kemunculan gambar jam dan bunyi ceret air dalam film ini cukup sering, sehingga disinyalir memiliki makna tersendiri. Tampilan gambar jam tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Maria seolah-olah sudah terprogram atau terjadwalkan secara otomatis dalam hidupnya. Sedangkan bunyi suara ceret air menandakan bahwa Maria dekat dengan dunia domestik sebab selalu berhubungan dengan alat tersebut yang merupakan bagian dari dapur. Kedua benda tersebut dalam film ini berasosiasi sebagai panopticon yang merupakan Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 sebuah bentuk praktik pendisiplinan yang diterapkan oleh ayah dan suaminya. Kehadiran jam dan bunyi tersebut secara tidak sadar telah diinternalisasi oleh Maria sebagai sebuah bentuk aturan yang tidak nyata yang harus dipatuhi dan dijalaninya. Dengan kata lain, meskipun kedua sosok laki-laki di rumah Maria sedang tidak berada dalam rumah, tetapi segala tindakan yang dilakukan oleh Maria seolah-olah selalu diawasi. 1.3 Pakaian sebagai Simbol Pembagian Kerja Dalam film ini, Maria sering ditampilkan mengenakan pakaian rumah dan apron untuk memasak. Sementara itu, suami dan ayah Maria ditampilkan mengenakan jas dan kemeja. Perbedaan pakaian tersebut menandakan bahwa ayah dan suami Maria selalu diidentikkan dengan pekerjaan yang sifatnya di luar rumah (publik), sedangkan pekerjaan Maria hanyalah di dalam rumah (domestik). Pakaian tersebut mengindikasikan pula bahwa laki-laki dianggap sebagai sosok yang lebih sukses dan superior karena telah bekerja mencari nafkah sehingga dirasa pantas menempati posisi sebagai kepala keluarga. Hal tersebut berbeda dengan perempuan yang keberlangsungan hidupnya seolah-olah harus ditopang oleh laki-laki sehingga terkesan sebagai makhluk inferior. 1.4 Menstruasi sebagai Simbol Keterasingan Diri Maria Ketika mengalami menstruasi pertama kali, Maria terlihat panik dan tidak mengetahui jika peristiwa menstruasi adalah hal yang lazim terjadi pada perempuan setiap bulannya. Pada saat mengalami hal tersebut Maria berpikir bahwa ia tengah sakit parah, sekarat dan sebentar lagi akan meninggal. Ketidaktahuan dan respon Maria terhadap peristiwa menstruasi tersebut menandakan bahwa ia tidak mengenali dan merasa terasing dengan tubuhnya sendiri. Di samping itu, peristiwa menstruasi merupakan sebuah tanda bagi seorang perempuan bahwa ia telah menjadi dewasa. Hal ini menandakan pula bahwa tubuh Maria tersebut telah siap untuk mengandung dan menjalankan fungsi reproduksinya, sebab tubuhnya telah siap mengakomodasi hal tersebut. Selain itu, hal yang ingin ditekankan ialah bahwa fungsi tubuh perempuan sudah tidak lagi menjadi miliknya sendiri, sebab hanya dijadikan sebagai alat atau tempat reproduksi saja. 1.5 Surat-Surat sebagai Simbol Memori yang Menyakitkan Dalam film ini Maria digambarkan sering menulis surat kepada boneka fomimo mengenai segala peristiwa atau permasalahan yang terjadi dalam hidupnya. Tulisan surat Maria kepada boneka fomimo merupakan cara Maria dalam menyampaikan pendapat atau suaranya, yang tidak dapat ia ungkapkan dalam rumah tersebut karena besarnya pengaruh dan kuasa budaya patriarki. Dalam film ini, surat-surat tersebut diasosiasikan sebagai kronologis atau jalinan peristiwa yang terjadi dalam hidup Maria hingga menyebabkan keterasingan terhadap Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 tubuhnya sendiri. Isi surat tersebut seolah-olah menjelaskan kepada Maria tentang proses penindasan dan kekeliruan yang selama ini terjadi, sekaligus juga mengingatkan kembali perlakuan atau sikap ayah dan suami Maria pada dirinya. 2. Proses Alienasi yang terjadi pada Maria Dalam film ini ditampilkan beberapa adegan yang secara tidak langsung memiliki hubungan kausalitas satu dengan lainnya dan sekaligus juga menjelaskan bahwa rangkaian adegan tersebut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya alienasi tubuh yang terjadi pada Maria, yaitu berupa pelecehan seksual. Dalam film ini, pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh ayah Maria dan tidak diperlihatkan secara langsung, melainkan dapat diketahui melalui gambar potongan anggota tubuh dan respon Maria terhadap laki-laki di sekitarnya. 2.1 Fetisme Seksual dalam Film “die tödliche Maria” a. Tangan Potongan gambar pada tabel 2.1 memperlihatkan tangan yang sedang menuangkan kopi ke dalam cangkir. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kedekatan Maria dengan pekerjaan domestik dan juga keberadaan Maria ialah untuk melayani serta memenuhi kebutuhan para penghuni di rumahnya. Akan tetapi, potongan gambar tangan tersebut memiliki makna lain, yaitu tangan sebagai salah satu anggota tubuh yang dapat memberikan rangsangan seksual berupa handjob pada laki-laki dan fingering pada perempuan, sehingga dapat dikatakan bahwa tangan yang ditampilkan oleh gambar tersebut merupakan sebuah bentuk fetisme seksual yang dialami oleh Maria. b. Telinga Telinga yang ditampilkan dalam film ini merupakan representasi dari kesediaan Maria untuk mendengarkan dan mematuhi perintah ayah dan suami tersebut. Akan tetapi seperti halnya gambar tangan, telinga yang ditampilkan oleh gambar tersebut pun memiliki makna sebagai salah satu anggota tubuh yang dapat memberikan rangsangan seksual sehingga dapat dikatakan bahwa telinga adalah salah satu objek fetis Maria. Bentuk-bentuk fetis yang ditampilkan melaui gambar ini menandakan pula bahwa dalam film ini Maria pernah mengalami kekerasan seksual yang mungkin dilakukan oleh ayahnya sewaktu ia masih kecil. Indikasi tersebut terkait dengan pernyataan beberapa ahli yang menyebutkan bahwa kondisi fetis seseorang dapat disebabkan oleh trauma atau pengalaman fisik secara seksual yang terjadi di masa kecil. Sebagai contoh, seseorang yang pernah mengalami kekerasan seksual Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 atau hubungan seksual di masa kecil, ketika dewasa hasrat atau perasaan dirinya ingin disentuh atau menyentuh orang lain kembali muncul1. c. Tenggorokan Pada gambar dalam tabel 2.3 terlihat Maria seperti tersedak sesuatu di tenggorokannya sehingga membuatnya sulit bernapas. Bentuk mulut dan ekspresi yang ditampilkan oleh Maria tersebut terkesan seperti orang yang sedang melakukan oral seks hingga mengenai tenggorokannya, yang dikenal dengan istilah deepthroating. Berdasarkan hal tersebut, maka mulut yang ditampilkan oleh gambar terebut pun temasuk salah satu bagian tubuh yang dapat menjadi objek seksual sekaligus memberikan rangsangan seksual. Selain menujukkan bentuk fetisme seksual, gambar tersebut pun memilki makna lain, yaitu ingin menunjukkan bahwa perempuan pun memiliki hasrat atau keinginan terhadap hubungan seksual yang ada di dalam dirinya. Akan tetapi, perempuan tidak memperlihatkan hasrat atau keinginan seksual tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara jelas seperti halnya yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Perempuan selalu berusaha untuk menekan atau memendam keinginan atau hasrat seksual dalam dirinya. Hal tersebut kembali terkait dengan aturan nilai dan norma yang tidak membolehkan perempuan untuk mengungkapkan atau mengekspresikan hasrat atau keinginan seksual dalam dirinya. 2.2 Interaksi dan Represi Seksual Maria a. Adegan Maria dipangku oleh Ayahnya Pada gambar dalam tabel 2.4 memperlihatkan bahwa Maria sebagai sebagai sosok perempuan yang lemah, pasif, dan patuh akan perintah dan keinginan ayah dan suaminya. Maria digambarkan tidak mempunyai pilihan dan hak untuk menolak atas segala tindakan serta selalu menerima apa yang telah ditakdirkan kepadanya. Berkaitan dengan permasalahan fetisme Maria, maka gambar tersebut menjadi bukti bahwa fetisme yang terjadi pada Maria disebabkan oleh pelecahan seksual yang dilakukan oleh ayahnya. Pelecehan seksual tersebut dapat dilihat dalam gambar berdasarkan posisi Maria yang duduk di atas pangkuan ayahnya. Tindakan yang dilakukan oleh ayah Maria tersebut merupakan sebuah ketidakwajaran, sebab Maria yang telah beranjak remaja, namun secara sengaja ayah Maria masih memperlakukan Maria seperti seorang anak kecil dan meminta Maria untuk duduk dipangkuannya. Di samping itu, gambar tersebut memperlihatkan pula bentuk hubungan lain yang terjadi antara Maria dan ayahnya tidak seperti lazimnya hubungan antara ayah dan anak. Hubungan yang 1 https://en.wikipedia.org/wiki/Sexual_fetishism diakses pada tanggal 16-06-2013 pukul 21.34 WIB Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 terjadi antara Maria dan ayahnya dapat dikatakan sebagai sebuah bentuk incest2 atau hubungan sedarah. Oleh karena itu, bentuk hubungan yang tidak wajar ini kemudian membuat Maria merasa trauma dan tidak nyaman. b. Hubungan Seks Maria dengan Suaminya Pada gambar dalam tabel 2.5 terlihat Maria memalingkan wajahnya ketika berhubungan seks, ia terlihat risih dan ketakutan terhadap kehadiran suaminya serta terkesan tidak menikmati hubungan seks tersebut. Respon atau tindakan Maria ketika berhubungan seks tersebut merupakan upaya Maria untuk menekan trauma pelecehan seksual yang pernah terjadi pada dirinya sewaktu kecil. Trauma tersebut dalam film ini ditampilkan melalui ekspresi Maria yang tidak bereaksi atau apatis ketika melakukan hubungan seksual. Tindakan untuk menekan trauma tersebut merupakan sebuah hal yang biasa terjadi pada seseorang yang pernah mengalami peristiwa paling tidak menyenangkan dan menyakitkan dalam hidupnya sebagai upaya untuk menghilangkan atau melupakan kenangan yang menyakitkan tersebut. Kesimpulan Analisis yang dilakukan terhadap film die tödliche Maria memperlihatkan bahwa alienasi atau keterasingan tubuh yang dialami oleh tokoh Maria disebabkan oleh empat faktor, yaitu adanya pelecehan seksual, represi atas hasrat atau keinginan dalam diri perempuan, hubungan atau relasi antara laki-laki dan perempuan (heteroseksual), dan keterputusan kontak informasi. Dalam film ini, keterasingan atau alienasi tubuh perempuan ditampilkan melalui potongan-potongan gambar yang menampilkan anggota bagian tubuh tertentu pada perempuan. Potongan gambar anggota tubuh tersebut menandakan pula bahwa dalam film ini terdapat bentuk-bentuk fetisme yang dialami oleh Maria karena adanya pelecehan seksual yang menimpa dirinya. Salah satu faktor penyebab fetisme pada diri seseorang ialah kekerasan dan pelecehan seksual yang pernah dialaminya sewaktu masih kecil. Film ini juga menampilkan ketidakmampuan perempuan untuk mengungkapkan hasrat seksualnya sebagai akibat dari internalisasi ideologi patriarki. Tokoh Maria dalam film ini hanya mampu menyalurkan hasratnya melalui hubungannya dengan boneka fomimo yang berbentuk seperti falus atau penis. Represi atas hasrat dan keinginan dalam diri turut pula menjadi penyebab keterasingan tubuh pada perempuan. Hal tersebut terkait dengan kuatnya aturan patriarki yang melekat dan besarnya pengaruh praktik pendisiplinan yang ditanamkan. Tujuan penerapan praktik 2 http://oxforddictionaries.com/definition/english/incest pada tanggal 18-06-2013 pukul 23.54 WIB Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 pendisiplinan yang dilakukan oleh ayah dan suami Maria adalah agar Maria selalu tunduk dan patuh pada kedua sosok laki-laki tersebut. Praktik pendisiplinan tersebut membuat Maria tertindas dan terikat olehnya, sebab ia tidak dapat menyalurkan atau menyampaikan hasrat, pendapat, keinginan, dan pilihannya ke ruang publik sebab segala sesuatunya harus mendapat izin dari otoritas yang berwenang yaitu, ayah dan suaminya. Faktor penyebab keterasingan berikutnya adalah hubungan atau relasi antara laki-laki dan perempuan. Dalam film ini, bentuk relasi yang ditampilkan oleh tokoh Maria dengan ayah dan suaminya terlihat seperti sebuah bentuk penindasan. Hadirnya penindasan tersebut memperlihatkan bahwa ayah dan suami Maria menempatkan diri sebagai subjek utama “sang Diri”, sedangkan Maria sebagai “sang Liyan”. Di samping itu, penindasan tersebut merupakan sebuah bentuk penguasaan atas diri Maria sekaligus juga sebagai sebuah bentuk pertahanan diri bagi ayah dan suami Maria untuk tetap berkuasa dan dominan dalam rumah tersebut. Faktor penyebab keterasingan seseorang yang terakhir adalah pembatasan akses informasi dan pendidikan. Sebagai pihak yang paling berkuasa dan dominan, ayahnya selalu berusaha membatasi akses Maria dalam memperoleh pendidikan dan mengkondisikan ia agar sulit untuk mendapatkan informasi. Perlakuan tersebut memperlihatkan bahwa ayah Maria tidak melihat kecerdasan dan akses terhadap informasi sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi, karena kecerdasan dapat membuat Maria memilki kuasa atas dirinya sendiri dan dengan demikian sang ayah dapat kehilangan kendali atas Maria. Keseluruhan faktor penyebab tersebut mengakibatkan Maria merasa terasing terhadap tubuhnya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Bentuk keterasingan yang utama dalam film ini ialah Maria merasa asing dan kehilangan kuasa terhadap tubuhnya sendiri. Tubuh Maria seolah-olah bukan miliknya lagi secara utuh, melainkan milik suami dan ayahnya. Daftar referensi I. Korpus Data Tom Tykwer (dir.) 1993. Die Tödliche Maria. Liebesfilm Gmbh II. Buku Monaco, james. (2000). How to Read A Film: The world of Movie, Media and Multimedia, Language, History, and Theory. New York: Oxford University Press Nelson, Sarah Millidge. (1997) “Interprating Gender in the Past,” dalam Gender in archeology. California: Alta Milla Press Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013 Parshley, H. M. (1953). Simon de Beauvoir: The Second Seksedited and translated by H.M. Parshley. London: Jonathan Cape Thirty Bedford London Sunardi, ST.( 2004). Semiotika Negativa. Yogyakarta: Buku Baik Sobur, Alex. (2004) Analisis Teks Media: Suatu pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya Turner, Graeme. 1999. Film as Social Practise. London: Routledge III Publikasi Elektronik https://en.wikipedia.org/wiki/Sexual_fetishism diakses pada tanggal 16-06-2013 pukul 21.34 WIB http://oxforddictionaries.com/definition/english/incest diakses pada tanggal 18-062013 pukul 23.54 WIB Alienasi tubuh…, Muhammad Irfan Wahyudi, FIB UI, 2013