UNIVERSITAS INDONESIA HOME BASED EXERCISE TRAINING DALAM MENGATASI MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM MELATI ATAS RSUP PERSAHABATAN KARYA ILMIAH AKHIR LINA BUDIYARTI 0806316190 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI DEPOK JULI 2013 Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 UNIVERSITAS INDONESIA HOME BASED EXERCISE TRAINING DALAM MENGATASI MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM MELATI ATAS RSUP PERSAHABATAN KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan LINA BUDIYARTI 0806316190 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PROFESI DEPOK JULI 2013 Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama NPM Tanda Tangan : Lina Budiyarti, S.Kep : 0806316190 : Tanggal : 4 Juli 2013 ii Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia HALAMAN PENGESAHAN KIA-N ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul KIA : : Lina Budiyarti, S.Kep : 0806316190 : Ilmu Keperawatan : Home Based Exercise Training Dalam Mengatasi Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Ruang Rawat Penyakit Dalam Melati Atas RSUP Persahabatan Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing : Efy Afifah, S.Kp., M.Kes NIP : 196805111993032002 Penguji : Ns. O. Rohana, S.Kep NIP : 196303111983032002 ( ) ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 4 Juli 2013 iii Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. Penulisan karya ilmiah akhir ners ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi tugas akhir dalam mencapai gelar Ners Ilmu Keperawatan. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai penyusunan karya ilmiah akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan; 2. Ibu Efi Afifah, S.Kp., M.Kes selaku dosen pembimbing karya ilmiah akhir ners yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan arahan serta masukan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini 3. Bpk. I Made Kariasa S.Kp, M.Kep, Sp KMB selaku dosen pembimbing pemintana keperawatan medikal bedah yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan arahan serta masukan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini; 4. Ibu Dessie Wanda S.Kp., M.N selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini; 5. Ibu Riri Maria M.Kep, Sp KMB selaku koordinator mata ajar KIA yang telah memberikan arahan, masukan dan saran dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini; 6. Ibu Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp. Komunitas selaku koordinator mata ajar KKMP yang telah memberikan arahan, masukan dan saran dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini; 7. Bapak Ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah berkontribusi memberikan materi selama perkuliahan berlangsung; 8. Ayah, Ibu dan Kakak tercinta yang tanpa lelah memberi doa dan motivasi lahir dan batin sepanjang waktu; iv Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 9. Ibu Desiwarni Laila Makmur sekeluarga selaku Ibu kost terbaik yang selalu memberikan motivasi dan tempat tinggal selama perkuliahan; 10. Teman sepembimbing dan seperjuangan dan kelompok kkmp peminatan KMB yaitu desyanti, syifa fauziah, ananda, diyanti, rina mardiana, bapak yudi elyas, herli, dan esty yang senantiasa bersama selama proses bimbingan karya ilmiah akhir ners, saling memberikan dukungan dan bertukar informasi selama penyusunan karya ilmiah akhir ners ini; 11. Sahabat tercinta #16’ers (Asih, Arum, Ollyvia, Ika, Nike, Wilda, Risa, Reni, Diantika, Dinar, Alfa, Anggi, Memey, Mirda, Ananda) yang selalu memberikan dukungan sehingga saya selalu bersemangat dan tidak menyerah dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini; 12. Seluruh mahasiswa angkatan 2008 FIK UI yang selalu memberikan dukungan dan bantuan selama perkuliahan hinggga penyelesaian karya ilmiah akhir ners ini, satu kata untuk kita semua “PEDULI” ; dan 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ners ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu. Depok, 4 Juli 2013 Penulis v Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Lina Budiyarti NPM : 0806316190 Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Home Based Exercise Training Dalam Mengatasi Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Ruang Rawat Penyakit Dalam Melati Atas RSUP Persahabatan” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 4 Juli 2013 Yang menyatakan, (Lina Budiyarti) vi Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia ABSTRAK Nama : Lina Budiyarti Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan Judul : Home Based Exercise Training Dalam Mengatasi Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Ruang Rawat Penyakit Dalam Melati Atas RSUP Persahabatan Gagal jantung kongestif merupakan suatu kondisi ketidakedukuatan jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh. Faktor penyebab berasal dari faktor intrinsik dan ektrinsik dimana salah satu faktor ektrinsik adalah gaya hidup tidak sehat yang banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan. Manifestasi klinis gagal jantung salah satunya adalah sesak nafas dan kelelahan ketika beraktivitas. Karya ilmiah akhir ners ini bertujuan untuk menganalisis implementasi latihan aktivitas pada pasien dengan gagal jantung yang dikemas dalam home based exercise training dalam mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitas. Implementasi ini dilakukan pada Tn. Mu (77 th) yang dirawat selama tujuh hari di ruang rawat penyakit dalam Melati Atas RSUP Persahabatan. Evaluasi tindakan keperawatan home based exercise training menunjukkan bahwa level toleransi pasien meningkat setiap harinya dan keluhan pusing, sesak nafas, serta kelelahan selama beraktivitas berkurang. Kata kunci: latihan aktivitas, home based execise training, intoleransi aktivitas vii Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia ABSTRACT Name Study Program Title : Lina Budiyarti : Nursing : Home Based Exercise Training as Alternative Intervention to Resolve Activity Intolerance in Patient With Congestive Heart Failure at Disesase Treatment Room, Melati Atas RSUP Persahabatan Congestive heart failure is a condition when heart can not pump the blood adequately throughout the body. The etiology of congestive heart failure comes from intrinsic and extrinsic factors where one of extrinsic factors is the unhealthy lifestyle which is found in many urban communities. One of clinical manifestations of CHF is shortness of breath and fatigue while doing activity. The aim of this paper was to analyze the implementation of home based exercise training as alternative training to resolve activity intolerance in patient with heart failure. The exercise were implemented during a week in internal disease treatment room, Melati Atas RSUP Persahabatan. The nursing evaluation of home based exercise training showed that the patient's tolerance level increasing every day and no symptom of dizziness, shortness of breath, and reduced fatigue during exercise. Keyword: activity exercise, home based exercise training, intolerancy activity viii Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI .................................................. vi ABSTRAK ...................................................................................................... vii ABSTRACT .................................................................................................... viii DAFTAR ISI.................................................................................................... ix DAFTAR TABEL............................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 6 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 7 1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 7 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9 2.1 Konsep Umum Gagal Jantung Kongestif .......................................... 9 2.1.1 Definisi dan Etiologi Gagal Jantung Kongestif ...................... 9 2.1.2 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif .................................. 13 2.1.3 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif ......................... 15 2.1.4 Komplikasi Gagal Jantung Kongestif .................................... 18 2.2 Manajemen Keperawatan Gagal Jantung Kongestif ........................ 19 2.2.1 Terapi Non-pembedahan ........................................................ 19 2.2.2 Terapi Pembedahan ................................................................ 23 2.3 Peran Perawat pada Gagal Jantung Kongestif ................................. 23 2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................ 23 2.3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 29 2.3.3 Rencana Asuhan Keperawatan .............................................. 32 2.4 Latihan Fisik Pada Gagal Jantung Kongestif .................................. 32 2.4.1 Pengertian Latihan Fisik ........................................................ 33 2.4.2 Tujuan Latihan Fisik .............................................................. 34 2.4.3 Kontraindikasi Latihan Fisik .................................................. 34 2.4.4 Adaptasi Tubuh terhadap Latihan Fisik ................................. 35 2.4.5 Prinsip Latihan Fisik .............................................................. 37 2.5 Konsep Kesehatan Masyarakat Perkotaan ....................................... 38 2.5.1 Definisi Urban/ Kota .............................................................. 38 2.5.2 Ilmu dan Seni Kesehatan Masyarakat Perkotaan ................... 39 3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ..................................... 42 3.1 Pengkajian Keperawatan .................................................................. 42 3.1.1 Data Umum Klien .................................................................. 42 ix Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 3.1.2 Anamnesa dan Pengkajian Riwayat Keperawatan ................. 42 3.1.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................. 45 3.1.4 Pengkajian Sistem .................................................................. 47 3.2 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 59 3.3 Daftar Terapi Medis ......................................................................... 61 3.4 Analisis Data .................................................................................... 62 3.5 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 65 3.6 Rencana Intervensi Keperawatan ..................................................... 65 3.7 Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan ........................... 68 4. ANALISIS SITUASI.............................................................................73 4.1 Profil Lahan Praktek ........................................................................73 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP dan Konsep Gagal Jantung Kongestif...............................................74 4.2.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP ....74 4.2.2 Analisis Intoleransi Aktivitas pada Gagal Jantung ............77 4.3 Analisis Tindakan Keperawatan Mengatasi Intoleransi Aktivitas ...79 4.4 Alternatif Pemecahan .......................................................................82 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................85 5.1 Kesimpulan .......................................................................................85 5.2 Saran .................................................................................................86 5.2.1 Bidang Pelayanan Ruang Rawat ...............................................86 5.2.2 Bidang Keperawatan Medikal Bedah........................................86 5.2.3 Bidang Keperawatan KKMP.....................................................86 5.2.4 Penelitian Selanjutnya ...............................................................86 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 87 LAMPIRAN x Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Diagnosa Keperawatan Gagal Jantung Kongestif ......... 30 Tabel 2.2 Mekanisme Kompetensi dan Respon Akut Latihan Aktivitas pada Gagal Jantung Kongestif ........................................................ 36 Tabel 2.3 Komponen Latihan Fisik pada Gagal Jantung Kongestif ............... 38 xi Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Rencana Asuhan Keperawatan Lampiran 2 Implementasi Asuhan Keperawatan Lampiran 3 Catatan Perkembangan Keperawatan Lampiran 4 WOC Gagal Jantung Kongestif Lampiran 5 Panduan Latihan Home Based Exercise Training Lampiran 6 Leaflet home based exercise training Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup xii Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, dan manfaat penulisan karya tulis akhir ini. 1.1 Latar Belakang Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan suatu keadaan ketidakmampuan jantung dalam memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang mengedarkan nutrisi dan oksigen (Black and Hawks, 2009). Gagal jantung bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri mlainkan sebuah sindrom klinis yang dikarakteristikan dengan kelebihan volume darah, tidak adekuatnya perfusi jaringan, dan penurunan toleransi aktivitas seharihari. Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai etiologi diantaranya adalah faktor dari kelainan pada struktur dan fungsi jantung itu sendiri (faktor intrinsik), maupun faktor yang disebabkan dari luar (faktor ekstrinsik). Faktor intrinsik yang merupakan kelainan pada struktur dan fungsi jantung memberikan pengaruh sebagian kecil dibanding faktor ektrinsik pada terjadinya penyakit jantung kongestif yang banyak ditemukan di masyarakat sekarang ini. Faktor ekstrinsik dalam hal ini berhubungan dengan perubahan pola hidup, terutama pola hidup tidak sehat yang banyak ditemui di lingkungan masyarakat perkotaan. Beberapa contoh pola hidup tidak sehat tersebut antara lain adalah kurang olahraga, stress pekerjaan maupun psikologis, kebiasaan mengkonsumsi junk food, polusi (udara, suara, air) dan sanitasi yang jauh dari syarat kesehatan. Kumpulan faktor tersebut yang menyebabkan insiden penyakit jantung meningkat setiap tahunnya terutama di lingkungan masyarakat perkotaan. Insiden gagal jantung mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Prevalen gagal jantung di Amerika Serikat diperkirakan 670.000 kasus baru didiagnosa setiap tahun. Saat ini 5,7 juta masyarakat Amerika Serikat menderita penyakit gagal jantung. Meskipun kmajuan teknologi pengobatan dapat meningkatkan angka 1 Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 2 kelangsungan hidup penderita, akan tetapi angka kematian gagal jantung masih tinggi. Pasien yang didiagnosa gagal jantung, 50% mengalami kematian dalam lima tahun dan 25% mengalami kematian pada satu tahun pertama setelah di diagnosa (AHA dalam Suharsono, 2011). Data di Eropa menunjukkan bahwa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang ebih lanjut, dengan rata-rata usia penderita adalah 74 tahun. Ramalan pada penderita dengan gagal jantung akan buruk apabila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam empat tahun terhitung sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantng berat, lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama (Sudoyo dkk, 2009). Data epidemiologi untuk gagal jantung sendiri belum ada. Data secara umum diperoleh dari hasil Survei Kesehatan Nasional (Sukermas) tahun 2003 diperoleh gambaran bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama di Indonesia (26.4%). Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil Profil Kesehatan Indonesia tahun 2003 yang menyebutkan bahwa penyakit jantung berada pada urutan ke-delapan (2.8%) pada 10 jenis penyakit penyebab kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia (Kumala, 2009). Distribusi jenis penyakit yang terdapat di ruang melati atas RSP Persahabatan berdasarkan data dari IRIN C (2013) untuk triwulan pertama (januari-maret) diperoleh data bahwa jumlah pasien dengan penyakit dalam (DM, gastritis, dispepsi, dll) yaitu 85.3%, neurologi yaitu 5.4%, penyakit jantung yaitu 4.5%, penyakit yaitu bedah 2.5%, dan penyakit paru yaitu 2.3%. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa tiga besar jenis penyakit yang cukup banyak ditemui di ruang melati atas yaitu penyakit dalam, neurologi, dan jantung (termasuk dalam hal ini adalah gagal jantung kongestif). Beberapa pasien umumnya tidak hanya dirawat dengan diagnosa medis tunggal, tetapi sebagian besar memiliki beberapa jenis penyakit komplikasi akibat dari penyakit utamanya, contohnya yaitu pasien gagal jantung kongestif yang disertai dengan penyakit gagal ginjal atau DM. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 3 Data lebih spesifik terkait kasus gagal jantung yang ditemukan mahasiswa selama praktek tujuh minggu di Ruang Melati Atas RSU Persahabatan ada sebanyak 10 pasien. Dari 10 pasien tersebut, 3 diantaranya datang dengan penyakit penyerta adalah DM, hipertensi, 5 dengan penyakit penyerta DM, hipertensi dan gagal ginjal, dan 2 pasien dengan penyakit penyerta gagal ginjal. Dilihat dari tanda dan gejala yang ditemui pada 10 pasien tersebut, empat diantaranya menunjukkan gejala sesak napas ketika istirahat dengan overload dan akhirnya tidak tertolong. Sedangkan enam pasien laiinya datang dengan tanda dan gejala yang tidak terlalu berat dan mengeluhkan sesak dan lelah pada tingkat aktivitas sedang sampai berat. Manifestasi klinis atau yang dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dapat berbeda-beda tergantung pada bagian jantung yang mengalami kerusakan dan level kerusakan yang dialami atau yang sudah terjadi. Pada penderita dengan gagal jantung sebelah kiri mengalamai kongesti paru yang menonjol karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kedalam jaringan paru. Gejala yang umum dirasakan pada penderita gagal jantung kiri antara lain dipsenea, ortopnea, mudah lelah, batuk, kegelisahan dan cemas. Berbeda dengan penderita gagal jantung kanan dimana yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan perifer. Keadaan tersebut terjadi karena jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Gejala yang umum dirasakan oleh penderita gagal jantung kanan adalah edema ekstrimitas, hepatomegali, anoreksia dan mual, nokturia dan mudah lelah (Smeltzer & Bare, 2002). Merujuk dari berbagai manifestasi klinis yang muncul pada penderita gagal jantung, baik gagal jantung kanan maupun gagal jantung kiri terdapat salah satu gejala yang khas yaitu kelalah dalam beraktivitas. Tingkat kelelahan ketika menjalankan aktivitas dijadikan pedoman dalam pengklasifikasian tingkatan gagal jantung menurut NYHA yang dikelompokkan menjadi empat tingkatan (Black and Hawks, 2009). Kelelahan terjadi karena pengaruh dari sirkulasi ke jaringan Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 4 yang tidak adekuat sehingga konsumsi O2 ke jaringan juga mengalami penurunan. Tubuh merespon dengan melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan zat sisa berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat pada otot yang berlebih akan menyebabkan kelelahan sehingga muncul gelaja penurunan toleransi aktivitas pada sebagian besar pasien dengan gagal jantung. Hendrika et al ( 2001) dalam penelitiannya mengenai level of activities associated with mobility during everyday life in patients with CHF as measured with an “activity monitor”. Penelitian dilakukan pada lima pasien dengan CHF dengan rata-rata usia 64 tahun. Penelitian dilakukan selama tiga hari dengan meneliti aktivitas harian pasien yang dimonitor dengan signal dari accelerometer. Hasil penelitian diperoleh bahwa durasi rata-rata aktivitas harian pada pasien CHF cenderung menurun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien gagal jantung cenderung mengalami penurunan terhadap toleransi aktivitasnya. Intoleransi aktivitas pada penderita gagal jantung satu dengan yang lain dapat berbeda tergantung dari kapasitas fungsional. Kapasitas fungsional merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (Wenger, 1989 dalam Suharsono, 2011). Pasien gagal jantung yang mengalami kelainan struktur dan fungsi jantung menyebabkan kerusakan fungsi ventrikel untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen ke jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan pasien dengan gagal jantung umumnya mengalami penurunan kapasitas fungsional dan sesak napas (dipsnea) ketika beraktivitas maupun ketika istirahat. Kondisi inilah yang menyebabkan pasien gagal jantung mengalami penurunan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Pasien gagal jantung perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas dilakukan dengan melihat respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas dan kelelahan. Aktivitas akan melatih kekuatan otot jantungs ehingga gejala gagal jantung semakin minimal. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara informal dan lebih Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 5 efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson, 2007). Latihan aktivitas yang disesuaikan dengan toleransi atau kapasitas fungsional pasien gagal jantung menjadi salah satu intervensi yang dapat dilakukan. Latihan aktivitas yang disesuaikan dengan toleransi bertujuan untuk meminimalkan demand oksigen tubuh sehingga metabolisme anaerob dapat dikurangi. Selain itu, latihan aktivitas bermanfaat untuk melatih jantung beradaptasi dengan kapasitas maksimal dalam menjalankan fungsinya. Penelitian terkait dilakukan oleh Suharsono (2011) yang meneliti mengenai dampak HBET terhadap kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Penelitian tersebut menggunakan teknik sampling quasi experiment, pre-post with control group yang melibatkan 23 responden terbagi menjadi 11 responden kelompok kontrol dan 12 responden kelompok intervensi. Hasil penelitian diperoleh tidak terdapat perbedaan yang signifikan terkait kapasitas fungsional dan kualitas hidup setelah perlakukan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi, meskipun demikian kelompok intervensi mempuanyai mean kapasitas fungsional dan kualitas hidup yang lebih baik. Perawat merupakan salah satu profesi keperawatan yang berpengaruh terhadap status kesehatan pasien dengan masalah gagal jantung kongestif selain profesi kesehatan lain seperti dokter, farmasi dan ahli gizi. Menurut NACNS (2008, dalam Perry & Potter, 2009) disebutkan bahwa peran perawat selain sebagai pemberi asuhan keperawatan (care provider), adalah juga sebagai pendidik (educator), konselor (conselor), manajer (manager), advokasi (adocator), dan sebagai peneliti (researcher). Berdasarkan uraian di atas, laporan akhir praktek profesi program ners ini akan memaparkan hasil implementasi dari asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien dengan masalah kardiovaskuler, spesifik pada asuhan keperawatan Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 6 pasien dengan gagal jantung kongestif di ruang melati atas RSUP Persahabatan, Jakarta Timur. Selain itu, laporan ini juga akan membahas keterkaitan antara insiden penyakit gagal jantung kongestif dengan konsep keperawatan kesehatan masayarakat perkotaan, dengan menitikberatkan pada perubahan pola hidup yang tidak sehat. 1.2 Rumusan Masalah Gagal jantung merupakan suatu keadaan ketidakmampuan jantung dalam memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang mengedarkan nutrisi dan oksigen (Black and Hawks, 2009). Dampak ketidakadekuatan suplai nutrisi dan oksigen ke organ tubuh dapat menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat berlebih sehingga menyebabkan kelelahan yang berlebih pula. Keadaan tersebut menjadikan pasien dengan gagal jantung cenderung mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari. Intervensi yang umum disarakan untuk pasien gagal jantung dengan masalah intoleransi aktivitas adalah bed rest. Anjuran untuk istirahat lebih pada pasien dengan gagal jantung bukan tanpa alasan karena istirahat akan membantu memperbaiki aliran balik vena dan mampu meningkatkan diuresis. Namun, bed rest lebih disarankan untuk dilakukan pada fase akut. Setelah melewati fase akut, pasien berada pada fase fecovery. Pada fase ini, bed rest menjadi suatu saran yang kontroversial karena dapat memicu menurunnya level toleransi aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai batuk. Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk dalam hal ini adalah otot jantung (Suharsono, 2011). Pasien perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara informal dan lebih efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson, 2007). Fenomena peningkatan jumlah pasien gagal jantung setiap tahunnya yang mengalami penurunan toleransi aktivitas ditemukan pula di ruang rawat Melati Atas RSUP Persahabatan. Sebagian besar pasien yang datang datang dengan keluhan sesak ketika beraktivitas sedang sampai berat. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 7 Intervensi latihan fisik terpusat di rumah sakit tidak memungkinkan untuk dilakukan karena melihat jumlah pasien dan efisiensi perawatan. Oleh karena itu, mahasiswa tertarik untuk menerapkan intervesi dan menganalisis kefektifan latihan aktivitas dengan sistem home based exercise training pada pasien gagal jantung di Ruang Melati Atas RSUP Persahabatan. Home based exercise training merupakan salah satu alternatif latihan fisik yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan tleransi latihan pasien gagal jantung. HBET merupakan jawaban dari fenomena (Hwang, Redfern, & Aison, 2008). 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Melakukan pemaparan terhadap kegiatan praktik profesi ners peminatan keperawatan medikal bedah spesifik kasus gagal jantung kongestif di ruang melati atas RSUP Persahabatan, Jakarta Timur. 1.3.2 Tujuan Khusus Melakukan pemaparan hasil praktik profesi ners yang meliputi: 1.5.2.1 Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung kongestif, 1.5.2.2 Peran sebagai pendidik dalam memberikan edukasi pada pasien dan keluarga dengan gagal jantung kongestif. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan medikal bedah dalam materi keperawatan kardiovaskuler khususnya tentang manajemen keperawatan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. 1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Praktik Pelayanan Keperawatan Hasil pemaparan ini diharapkan bermanfaat bagi pelayanan keperawatan sebagai dasar pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan yang holistik pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Selain itu, diharapkan juga dengan pemaparan ini dapat meningkatkan motivasi bagi perawat, Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 8 khususnya perawat pelaksanan untuk memberikan pendidikan kesehatan bagi penderita dengan gagal jantung kongestif. 1.2.2.3 Peneliti Melalui hasil pemaparan ini penulis dapat mengembangkan pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian keperawatan khususnya terkait penelitian dengan masalah keperawatan sistem kardiovaskuler dengan topik manajemen keperawatan pada pasien gagal jantung kongestif dikaitkan dengan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini membahas mengenai tinjauan teori yang berkaitan dengan judul karya tulis akhir yaitu gagal jantung dan latihan fisik. Bab ini juga membahas mengenai peran perawat secara umum dalam manajemen perawatan pasien dengan gagal jantung. Selain itu dibahas juga terkait dengan konsep kesehatan masyarakat perkotaan. 2.1 Konsep Umum Gagal Jantung Kongestif Gagal jantung kongestif merupaka salah satu diagnosis di rumah sakit yang utama pada usia lanjut dan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Prevalensinya meningkat di banyak negara maju seiring dengan meningkatnya populasi usia lanjut dan perubahan pola hidup kurang sehat dari masyarakat. Penelitian pada populasi umum berdasarkan kriteria klinis menunjukkan prevalensinya berkisar antara 0.3-2%, meningkat lebih dari 10% pada usia > 65 tahun. Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sebanding dengan penyakit keganasan, dimana sekitar 60% pasien akan meninggal dalam 5 tahun sejak diagnosis ditetapkan. Pasien dengan kelas NYHA IV mempunyai tingkat mortalitas tahunan sekitar 50%. Pasien yang dirawat karena gagal jantung kronik mempunyai laju mortalitas 1-20% dalam 1 bulan setelah perawatan pertama, dan 30-45% dalam 1 tahun setelah perawatan pertama (Alwi, 2012). 2.1.1 Definisi dan Etiologi Gagal Jantung Kongestif Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Gagal jantung kongestif paling sering digunakan apabila terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Smeltzer & Bare, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Hudack, 2000). Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolik tubuh, kedua penekanan 9 Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 10 arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium. Gagal miokardium umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal jantung dalam fungsi pompanya. Berdasarkan letak/ sisi jantung yang mengalami kerusakan, gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Sedangkan berdasarkan progresi penyakitnya, gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis (Black and Hawks, 2009). Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut yang dibuat berdasarkan gejala klinis dan penemuan foto rontgen toraks (Santoso dkk, 2007), dengan pembagian: a. Derajat I : tanpa gagal jantung b. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis c. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru. d. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik - 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis) Klasifikasi Forrester dibuat berdasarkan gejala klinis dan karakteristik hemodinamik seperti tanda-tanda kongesti dan kecukupan perfusi (Santoso dkk, 2007). Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronkhi basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 11 dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu: a. Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm) b. Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm) c. Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold) d. Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet – cold) Sedangkan klasifikasi gagal jantung yang dikenal adalah klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA) dengan melihat pada tanda dan gejala sehari-hari yang dialami pasien dengan gagal jantung terutama keluhan sesak napas ketika beraktivitas dalam beberapa tingkatan (Mansjoer, 2001), yaitu: a. NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa. b. NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada. c. NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejalagejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas. d. NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan. Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal (multi faktor). Secara epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 12 beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Beberapa faktor yang diyakini menjadi penyebab terjadinya gagal jantung kongestif antara lain adalah (Smeltzer & Bare, 2002): a. Kelainan otot jantung Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, sebagai akibatnya adalah terjadi penurunan kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, dan penyakit otot degenerative atau inflamasi. b. Aterosklerosisi Koroner Aterosklerosisi koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. c. Hipertensi sistemik atau pulmonal Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung yang manifestasi akhirnya dapat menyebabkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek serabut, (hipertrofi miokard) dapat di anggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Akan tetapi, pada kondisi tertentu hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara nirmal, dan akhirnya memicu terjadinya gagal jantung. d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, sehingga pengaruhnya menyebabkan kontraktilitas jantung menurun. e. Penyakit jantung lain Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlihat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (missal: stenosis katup seminular), ketidakmampuan jantung untuk mengsisi darah (misal: temponade pericardium), perikarditis konstruktif, atau stenosis katup AV, atau dapat juga karena pengosongan jantung abnormal (misal: insufisiensi katup AV). Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 13 Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial. f. Faktor sistemik Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: hipertermia, tirotoksikosis), hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritma jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung. 2.1.2 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung dapat dijelaskan dengan persamaan dibawah ini (Corwin, 2000): CO = HR x SV Keterangan: CO : cardiac output HR : heart rate SV : stroke volume Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Apabila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Ketika mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 14 dipertahankan. Insufisensi suplai jantung ditentukan oleh cardiac output. Faktor yang mempengaruhi atau membentuk cardiac output adalah heart rate dan stroke volueme. Stroke volume jantung dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu preload, contractility, dan afterload. Apabila ketiga variabel pembentuk stroke volume mengalami gangguan atau kerusakan maka akan berpengaruh terhadap cardiac output yang menyebabkan gagal jantung (Black and Hawks, 2009). Suharsono (2011) dalam penelitiannya menjelaskan pengaruh ketiga variabel pembentuk stroke volume.Variabel pertama yaitu preload merupakan volume yang masuk menuju ventrikel kiri jantung, menggambarkan end diastolik pressure pada kondisi klinik sering diukur dengan right arterial pressure. Preload selain dipengaruhi oleh volume dalam ventrikel juga dipengaruhi oleh hambatan pengisian ventrikel. Peningkatan tekanan positif intrapleural seperti pada kasus pasien dengan asma dan COPD dapat menurunkan pengisian ventrikel. Apabila volume meingkat maka jantung akan bekerja lebih keras untuk memompa darah dari kondisi fisiologis/ normal. Fungsi diastolik jantung ditentukan oleh dua faktor yaitu elastisitas dan relaksasi miokardial. Relaksasi terjadi pada awal diastolik, pada ventrikel kiri yang merupakan tempat terjadiny pross aktif yang menyebabkan pengisian ventrikel kiri. Kehilangan elastisitas dan relaksasi pada ventrikel kiri akan menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi dari jantung itu sendiri yang berpengaruh terhadap terganggunya pengisian jantung Variabel kedua yang berpengaruh terhadap stroke volume adalah kontaktilitas otot jantung. Kontraktilitas menggambarkan kekuatan pompa otot jantung yang dapat diukur dengan menilai fraksi ejeksi (EF). Pada kondisi normal fungsi sistolik akan mempertahankan EF > 50-55%. Variabel ketiga adalah afterload merupakan tahanan yang harus dilawan jantung ketika berkontraksi. Afterload dapat diukur dengan mean arterial pressure (MAP). Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 15 Pada kondisi fisiologis, jantung mampu melawan tahanan afterload sampai 140 mmHg. Tekanan intratorak juga berpengaruh terhadap afterload. Gagal jantung khususnya gagal fungsi ventrikel kiri biasanya diawali dengan penurunan cardiac output. Ketika jantung mulai mengalami kegagalan, aktivasi neuro-hormonal menghasilkan vasokontriksi sistemik, retensi cairan, dan natrium untuk meningkatkan cardiac output dan mempertahankan tekanan darah. Mekanisme kompensasi tersebut akan berlangsung dalan jangka pendek, akan tetapi proses kerusakan otot jantung terus terjadi dan dapat semakin memburuk (Black and Hawks, 2009). Tubuh secara fisiologis akan melakukan kompensasi terhadap respon yang tidak sesuai. Sebagai bentuk kompensasi, jantung terutama bagian ventrikel akan meningkatkan tekanan secara persisten yang dapat menyebabkan penebalan dan kekakuan dinding ventrikel. Proses tersebut disebut sebagai cardiac remodelling. Hasil dari remodelling ini adalah pembesaran/ hipertrofi dan pompa jantung yang tidak efektif. Keadaan tersebut memicu aktivasi berlebihan sistem neuro-hormonal yang menyebabkan frekuensi nadi meningkat (tachicardi). Pengaruh dari perubahan tersebut mnyebabkan penurunan perfusi kororner dan pningkatan konsumsi oksigen untuk organ jantung (Suharsono, 2011). Kondisi patologi ini menghasilkan gejala seperti sesak nafas akibat kongesti pembuluh darah paru, intoleransi aktivitas akibat kerusakan aliran darah ke otot, dan edema akibat retensi cairan (Black and Hawks, 2009). 2.1.3 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif Manifestasi klinis yang dominan atau sering muncul pada klien dengan penyakit gagal jantung kongestif adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat menurunnya curah jantung pada kegagalan jantung kongestif. Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru menuju alveoli, sebagai akibatnya dapat terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 16 dan napas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan berat badan (Smeltzer & Bare, 2002). Penurunan curah jantung pada penyakit gagal jantung kongestif dimanifestasikan secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi jaringan dan organ menurun/rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme sel atau jaringan. Efek yang dapat terjadi sebagai akibat dari perfusi jaringan yang rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ektrimitas dingin, dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun , mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal yang pada gilirannya dapat menyebabkan sekresi hormone aldosteron, retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler. Manifestasi klinis gagal jantung kongestif dapat diklasifikasikan lebih spesifik lagi pada sisi area jantung yang mengalami kelainan atau kerusakan, berikut adalah penjelasannya: a. Gagal jantung sisi kiri dan kanan Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagagl ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Tetapi manifestasi klinis kongestif dapat berbedabeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi. b. Gagal jantung sisi kiri Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkanan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis yang dapat terjadi meliputi dipsnue, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardia) dengan bunyi denyut S1, kecemasan dan kegelisahan. Dipsnea terjadi sebagai akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dipsnea bahkan dapat terjadi ketika istirahat atau Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 17 dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas ketika berbaring. Beberapa pasien hanya mengalami ortopnu pada malam hari, suatu kondisi yang dinamakan proximal noktural dispnea (PND). Hal ini terjadi bagi pasien yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam cairan yang tertimbun di ekstrimitas yang sebelumnya berada dibawah mulai di absorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah terganggu tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan dampak lebih lanjut adalah cairan berpindah ke alveoli. Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak produktif tetapi yang tersaring adalah batuk basah, yaitu batuk yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai darah. Mudah Lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Kelelahan juga dapat terjadi sebagai akibat meningkatnya energy yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan bak. Seringkali ketika terjadi kecemasan, terjadi juga dipsnu yang pada gilirannya memperberat kecemasan. c. Gagal jantung sisi kanan Apabila kerusakan atau kegagalan terjadi pada ventrikel kanan jantung maka manifestasi klinis yang menonjol adalah kongesti visera dijaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi atau memenuhi semua darah yang secara normal kembali ke sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ektrimitas bawah (edema dependen) yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 18 asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah. Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan pada, akhirnya dapat mencapai bagian genital eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sacral sering terjadi pada pasien dengan kondisi berbaring lama (bed-rest), karena daerah sacral menjadi daerah yang dependen. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, akan terlihat jelas setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5kg. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Apabila proses ini berkembang , maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan di rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan. Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen. Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari terjadi karena perfusi renal di dukung oleh posisi klien pada saat berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung akan membaik dengan istirahat. Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan. 2.1.4 Komplikasi Gagal Jantung Kongestif Menurut Smeltzer & Bare (2002) potensial komplikasi meliputi syok kardiogenik, episode tromboemboli, edema paru, efusi perikardium, dan tamponade perikardium, serta komplikasi tambahan yang mungkin yaitu toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 19 a. Syok Kardiogenik Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen miokardium. b. Episode tromboemboli c. Edema Paru Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum adalah gagal jantung kiri dan kerusakan pada membran paru akibat infeksi. Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli. Sedangkan, kerusakan pada membran kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat keluar dari kapiler. d. Efusi perikardium e. Temponade perikardium f. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis 2.2 Manajemen Keperawatan pada Klien dengan Gagal Jantung Kongestif 2.2.1 Terapi non-pembedahan a. Mengurangi beban kerja miokardial Diuretik merupakan terapi yang penting karena organ ginjal merupakan organ target utama dalam perubahan neurohormonal sebagai respon dari gagal jantung. Pilihan terapi pertama adalah loop diuretik, seperti furosemide yang menghambat reabsorpsi garam didalam lengkung henle ascending. Diuretik akan mengurangi sirkulasi volume darah, mengurangi preload, dan mengurangi kongesti sistemik Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 20 maupun pulmonal. Loop diuretik dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dari ringan sampai berat. Hipokalemia merupakan efek samping dari loop diuretik yang dapat menyebabkan kelemahan pada miokardial dan kardiak distritmia. Hipokalemia juga berpotensi menyebabkan toksikasi digitalis. Vasodilator dapat mengurangi preload dan afterload. Nitrogliserin mengurangi kebutuhan oksigen di miokardial dengan menurunkan preload dan afterload. Morphine IV digunakan pada pasien dengan gagal jantung pada fase akut. Morphine selain berguna sebagai anxiolytic dan analgesik, efek terpentingnya adalah dilatasi pembuluh darah vena yang akan menurunkan preload. Morphine juga akan mendilatasi pembuluh darah arteri yang akan mengurangi resistensi vaskular sistemik (SVR) dan meningkatkan cardiac output. Netriside merupakan terapi terbaru yang dapat mendilatasi pembuluh darah vena dan arteri secara bersamaan. Beta adrenergik antagonis (beta blokers) digunakan untuk menghambat efek dari sistem saraf simpatis dan mengurangi kebutuhan oksigen di miokardium. Beta blockers akan memperbaiki aktivitas reseptor beta-1 atau menghambat aktivitas katekolamin, yang berguna untuk melindungi jantung dengan gangguan pada fungsi ventrikel kiri. b. Elevasi kepala Klien diberikan posisi fowler untuk mencegah terjadinya kongesti vena pada pulmonal dan mengurangi terjadinya dispnea. Apabila terjadi edema pada ekstremitas bawah, maka ekstremitas bawah dapat ditinggikan untuk mempercepat aliran balik vena. c. Mengurangi retensi cairan Mengontrol retensi sodium dan cairan dapat meningkatkan kerja jantung. Retriksi sodium dalam diet dapat mencegah, mengontrol, dan menangani edema. Penggunaan loop diuretik dapat menyebabkan kehilangan potassium, yang dapat mengakibatkan disritmia dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Retriksi Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 21 cairan tidak terlalu dianjurkan untuk pasien gagal jantung dengan tingkatan rendah-sedang karena retriksi cairan akan menyebabkan hiponatrermia. Hiponatremia terjadi karena retriksi sodium, peningkatan sodium melalui diuresis, dan pembatasan cairan. Hiponatremia ditandai dengan letargi dan kelemahan. d. Meningkatkan kerja pompa jantung Cara untuk meningkatkan pompa jantung adalah dengan menggunakan agonis adrenergik atau terapi inotropik. Agen inotropik utama adalah dobutamine, milrinone, dopexamine, dan digoxin. Pada klien hipotensi dengan gagal jantung maka dopamin dan dobutamin yang akan digunakan. Obat tersebut akan memfasilitasi kontraktilitas miokardium dan meningkatkan volume sekuncup. Selain itu, obat ini juga dapat memicu terjadinya disritmia. Dobutamin adalah terapi yang sering digunakan untuk mengatasi gagal jantung karena memproduksi stimulator beta didalam miokardium, yang akan meningkatkan denyut jantung, konduksi atrioventrikular, dan kontraktilitas miokardium. Dobutamin berguna untuk meningkatkan cardiac output tanpa meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokardium atau mengurangi aliran darah koroner. Milrinone dapat mendilatasi pembuluh darah. Amrinone jarang digunakan untuk mengatasi gagal jantung karena dapat menyebabkan trombositopenia. Digoxin lebih sedikit digunakan pada penanganan gagal jantung pada keadaan emergensi. Digoxin memberikan efek yang sedikit atau bahkan tidak ada efek untuk mendekompensasi gagal jantung. e. Memberikan terapi oksigen Pemberian konsentrasi oksigen yang tinggi dengan menggunakan masker atau nasal kanul dapat membantu menangani hipoksia dan dispnea, serta membantu mempercepat pertukaran O2 dan CO2. Jika hal ini tidak menaikkan PaO2 sampai 60 mmHg, maka dapat dilakukan intubasi dan dilakukan pemasangan ventilator. Intubasi juga merupakan cara untuk menghilangkan sekret di bronki. Jika terjadi Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 22 bronkospasme atau bronkokonstriksi yang berat, dapat bronkodilator. selalu Irama jantung harus dipantau diberikan selama obat pemberian bronkodilator karena dapat menyebabkan disritmia. f. Mengontrol disritmia Fibrilasi atrial yaitu disritmia sering terjadi pada klien dengan gagal jantung kronik sebagai respon cepat ventrikel. Fibrilasi atrial dapat menyebabkan stroke emboli sehingga klien akan diberikan antikoagulan. Irama jantung dikontrol dengan terapi obat, seperti amiodarone. g. Mengurangi remodelling miokardial Angiotensin converting enzim inhibitor merupakan pilihan terapi pertama untuk menangani gagal jantung kronik. ACE inhibitor akan menghambat remodelling pada miokardial jantung. Selain itu, juga akan mengurangi afterload dengan menghambat produksi angiotensin, yang merupakan vasokonstriktor. ACE inhibitor juga akan meningkatkan aliran darah ke ginjal dan menurunkan resistensi vaskular ginjal yang memperkuat kerja diuretik. Efek samping dapat menyebabkan hipotensi ortostatik, hacky cough, masalah ginjal, kemerahan pada kulit, gangguan pada pengecapan, dan hiperkalemia. Level potasium harus dimonitoring, terutama jika diuretik atau potasium suplemen digunakan. h. Mengurangi stres dan risiko cedera Untuk mengurangi kerja jantung dan mengurangi beban kerja miokardial, maka klien harus mengurangi stres fisik maupun emosional. Istirahat dapat meningkatkan diuresis, menurunkan denyut jantung, dan mengurangi dispnea. Klien mungkin dapat diberikan mild sedatif atau dosis kecil barbiturat dan transquilizers untuk meningkatkan istirahat, dan menghindari masalah akibat kurang istirahat, insomnia, dan cemas. i. Melakukan aktivitas sesuai toleransi Pasien dengan gagal jantung memili manifestasi klinis salah satunya yaitu mudah merasa lelah ketika beraktivitas. Tingkat kelelahan dirasakan berbeda setiap Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 23 individu sesuai dengan derajat dari gagal jantung yang dialami. Kelelahan terjadi karena pengaruh dari sirkulasi ke jaringan yang tidak adekuat sehingga konsumsi O2 ke jaringan juga mengalami penurunan. Tubuh merespon dengan melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan zat sisa berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat pada otot yang berlebih akan menyebabkan kelelahan sehingga muncul gelaja penurunan toleransi aktivitas pada sebagian besar pasien dengan gagal jantung (Black and Hawks, 2009). Oleh karena itu, pasien dengan gagal jantung lebih disarankan untuk mengurangi aktivitas yang berat. Pasien dengan gagal jantung masih dapat melakukan aktivitas namun disesuaikan dengan toleransi tubuh. Karena aktivitas diperlukan tubuh untuk melatih kapasitas fungsional jantung tetapi juga ditujukan supaya aktivitas tersebut tidak juga menjadi faktor pemberat terjadinya serangan jantung. 2.2.2 Terapi pembedahan a. Alat pompa jantung Tujuan dari pemasangan alat ini adalah sebagai ventrikel hipokinetik, menurunkan kerja miokardial, menurunkan kebutuhan oksigen, dan mempertahankan perfusi yang adekuat. b. Transplantasi jantung Saat jantung mengalami kerusakan irreversibel dan fungsinya sudah tidak adekuat untuk menunjang kehidupan, transplantasi jantung dapat digunakan untuk membantu ataupun mengganti fungsi jantung. c. Cardiomyoplasty Pada klien yang kardiak outputnya rendah, yang tidak diindikasikan menjalani transplantasi jantung maka dapat dilakukan cardiomyoplasty. Prosedur ini akan membungkus otot latissimus dorsi disekeliling jantung dan di stimulasi secara elektrik untuk menselaraskan dengan irama sistol pada ventrikel. 2.3 Peran Perawat pada Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif 2.3.1 Pengkajian Keperawatan Pengkajian merupakan aspek awal dalam asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data objektif maupun data subjektif yang Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 24 berkaitan baik dari sumber primer (pasien) maupun dari sumber sekunder (keluarga, data rekam medis sebelumnya, dan pemeriksaan penunjang) (Potter & Perry, 2009). Pengkajian harus dilakukan secara holistik meliputi bio, psiko, sosial, dan spiritual. Pengkajian terkait pada pasien gagal jantung lebih spesifik terhadap masalah kardiovaskuler. 2.3.1.1 Pengkajian Sistem Tubuh Berikut akan dijelaskan mengenai pengkajian kardiovaskuler pada pasien dengan gagal jantung (Doenges et al, 2000). a. Aktivitas/ istirahat Gejala Keletihan/ kelelahan terus menerus yang dapat dirasakan sepanjang hari; insomnia; nyeri dada dengan aktivitas; dipsnea pada istirahat atau pada pengarahan tenaga. Tanda Gelisah; perubahan status mental (misal: letargi); tanda-tanda vital berubah pada saat beraktivitas. b. Sirkulasi Gejala Riwayat hipertensi; IM baru/ akut; episode GJK sebelumnya; penyakit katup jantung; bedah jantung; endokarditis; anemia; syok septik. Bengkak pada kaki; telapak kaki; abdomen/ asites. Tanda Tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan), normal (GJK ringan atau kronis), atau tinggi (kelebihan beban cairan). Tekanan nadi mungkin sempit yang menunjukkan penurunan volume sekuncup. Frekuensi jatung bisa takikardi (gagal jantung kiri). Irama jantung umumnya disritmia (misal: fibrilasi atrium, blok jantung). Bunyi jantung dapat S3 (gallops) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau insufisiensi. Nadi perifer berkurang berupa perubahan dalam kekuatan denyutan. Nadi sentral mungkin kuat (misal: nadi jugularis, karotis, abdominal). Warna sianosis. Punggung kuku pucat atau sianotik dengan CRT yang lambat. Hepar terkadang mengalami pembesaran. Bunyi napas krekles, ronkhi. Edema mungkin dependen, umum atau itiing khususnya pada ekstrimitas. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 25 c. Integritas ego Gejala Ansietas, khawatir, ketakutan. Stress yang berhubngan dengan penyakit/ kerihatinan finansial (pekerjaan, biaya perawatan medis). Tanda Berbagai manifestasi perilaku (misal: ansietas, marah, ketakutan, atau mudah tersinggung). d. Eliminasi Gejala Penurunan berkemih, urin berwarna gelap. Berkemih pada malam hari (nokturia). Diare/ konstipasi. e. Makanan/ cairan Gejala Kehilangan nafsu makan; mual/ muntah. Penambahan berat badan signifikan. Pembengkakan pada ektrimitas bawah. Pakaian dan atau sepatu terasa sesak. Diet tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak, gula, dan kafein. Penggunaan diuretik. Tanda Penambahan berat badan yang cepat. Distensi abdomen (asites); edema (umum, dependen, tekanan, pitting). f. Higiene Gejala Keletihan/ kelemahan; kelelahan selama aktivitas perawatan diri. Tanda Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal. g. Neurosensori Gejala Kelemahan, pening, episode pingsan. Tanda Letargi, kusut ikir, disorientasi. Perubahan perilaku, mudah tersinggung. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 26 h. Nyeri/ Ketidaknyamanan Gejala Nyeri dada/ angina akut atau kronis. Nyeri abdomen kanan atas. Sakit pada otot. Tanda Tidak tenang, gelisah. Fokus menyempit (menarik diri). Perilaku melindungi diri. i. Pernapasan Gejala Dipsnea ketika beraktivias, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal. Batuk dengan/ tanpa pembentukan sputum. Riwayt penyakit paru kronis. Penggunaan alat bantu pernapasan (misal: oksigen atau medikasi). Tanda Pernapasan takipnea, napas dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan. Batuk kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/ tanpa pembentukan sputum . Sputum mungkin brsemu darah, merah muda/ berbuih (edema pulmonal). Bunyi napas mungkin tidak terdengar, dengan krakles basilar dan mengi. Fungsi mental mugkin menurun, letargi atau dengan kegelisahan. Warna kulit pucat atau sianosis. j. Keamanaan Gejala Perubahan dalam fungsi mental. Kehilangan kekuatan/ tonus otot. Kulit lecet k. Interaksi sosial Gejala Penurunan keikutsertaan dlam aktivitas sosial yang biasa dilakukan/ diikuti. l. Pembelajaran/ pengajaran Gejala Menggunakan/ lupa menggunakan obat-obat jantung. Tanda Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai program terapi. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 27 2.3.1.2 Pemeriksaan Penunjang Menurut Dongoes et al (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF: a. Elektrokardiogram (EKG) Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial. Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya. b. Scan jantung Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding. c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler) Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah semua pasien dengan tanda gagal jantung,susah bernafas yang berhubungan dengan murmur,sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol,atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli. d. Kateterisasi jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi. e. Rongent dada Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 28 thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan. f. Enzim hepar Meningkat dalam gagal/kongesti hepar. g. Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik. h. Oksimetri nadi Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis. i. Analisa gas darah (AGD). Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir). j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin. Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal. k. Pemeriksaan tiroid. Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kongestif. Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 29 kreatinin setelah pemberian angiotensin convertingenzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria.Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin,AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NTproBNP adalah 300 pg/ml. Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik,dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik,sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan,ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure. 2.3.2 Diagnosa Keperawatan Penegakan diagnosa keperawatan dilakukan berdasarkan data pengkajian yang sudah terkumpul dan dikelompokkan sehingga mengarah kepada masalah keperawatan yang ada (Potter & Perry, 2009). Diagnosa pasien dengan gagal jantung berhubungan dengan sirkulasi dan pngaturan cairan dalam tubuh. Berikut merupakan beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal jantung (NANDA, 2012). Klasifkasi diagnosa keperawatan dan batasan karakteristik pada pasien dengan gagal jantung dapat dilihat pada tabel 2.1. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 30 Tabel 2.1 Klasifikasi Diagnosa Keperawatan Gagal Jantung Kongestif Masalah Keperawatan Nyeri akut Batasan Karakteristik Perubahan selera makan Perubahan tekanan darah Perubahan frekuensi jantung, napas Diaforesis Ekspresi perilaku (gelisah, merengek, menangis, mendesah) Penurunan curah jantung Sikap tubuh melindungi bagian yang sakit Indikasi nyeri yang dapat diamati Fokus menyempit Gagguan tidur Fokus pada diri sendiri Melaporkan nyeri secara verbal Perubahan frekuensi/ irama jantung Aritmia Bradikardi Perubahan EKG Palpitasi Takikardi Perubahan preload Edema Penurunan tekanan vena sentral (CVP) Keletihan Peningkatan CVP Distensi vena jugular Murmur Kenaikan berat badan Perubahan afterload Kulit lembab Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 31 Penurunan nadi perifer dipsnea CRT memanjang Oliguri Perubahan warna kulit Perubahan kontraktilitas Crakles Batuk Perubahan fraksi ejeksi Penurunan stroke volume Ortopnea Ketidakefektifan bersihan jalan Dipsnea napas Peggunaan otot bantu pernapasan Batuk, dahak sulit dikeluarkan Pernapsan cuping hidung Takikardi Pernapasan abnormal (misal: kecepatan, irama, kedalaman) Gangguan pertukaran gas Sianosis AGD abnormal Pernapasan abnormal (misal: kecepatan, irama, kedalaman) Warna kulit abnormal (misal: sianosis) Konfusi, gelisah Dipsnea Diaforesis Hiperkapnia Hipoksemia Pernapasan cuping hidung Takikardi Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 32 Kelebihan volume cairan Intoleransi aktivitas Edema ektrimitas, asites, edema pulmonal Auskultasi bunyi pernapasan: crakles, ronkhi Penggunaan terapi diuretik Dipsnea Keletihan Peningkatan CVP Distensi vena jugular Murmur Kenaikan berat badan Respon tekanan darah dan frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia, iskemia Ketidaknyamanan setelah beraktivitas Dipsnea setelah beraktivitas Menyatakan merasa letih, lemah Sumber: NANDA (2012). 2.3.3 Rencana Intervensi Keperawatan (terlampir) 2.4 Latihan Fisik Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Pasien dengan gagal jantung umumnya memiliki keterbatasan dalam toleransi aktivitasya sehingga menyebabkan beberapa aktivitas harus dibatasi atau dikurangi termasuk dalam hal ini adalah melakukan latihan fisik latar belakang inilah yang menyebabkan tenaga kesehatan menyarankan sebagian besar pasien jantung untuk mengurangi aktivitasnya. Mereka berpikiran bahwa melakukan aktivitas termasuk latihan fisik akan menyebabkan pasien dengan gagal jantung sesak dan timbul kelelahan. Anjuran untuk istirahat lebih pada pasien dengan gagal jantung bukan tanpa alasan karena istirahat akan membantu memperbaiki aliran balik vena dan mampu meningkatkan diuresis. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 33 Selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan untuk bed rest yang bertujuan untuk memperbaiki status hemodinamik. Setelah fase akut terlewati, pasien berada pada fase rocovery. Pada fase ini, bed rest menjadi suatu saran yang kontroversial karena dapat memicu menurunnya level toleransi aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai batuk. Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk dalam hal ini adalah otot jantung (Suharsono, 2011). Pasien perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas dilakukan dengan melihat respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas dan kelelahan. Aktivitas akan melatih kekuatan otot jantung sehingga gejala gagal jantung semakin minimal. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara informal dan lebih efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson, 2007). 2.4.1 Pengertian Latihan Fisik Latiha fisik merupakan aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur dengan tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kebugaran fisik. Latihan ini melitupi tipe, intensitas, durasi dan frekuensi tertentu yang disesuaikan dengan kondisi pasien (Levine, 2010). Home based exercise training merupakan salah satu alternatif latihan fisik yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan tleransi latihan pasien gagal jantung. HBET merupakan jawaban dari fenomena peningkatan jumlah pasien gagal jantung yang mengalami penurunan toleransi aktivitas, latihan fisik terpusat di rumah sakit tidak memungkinkan untuk dilakukan. HBET terbukti dapat meningkatkan kapasitas latihan, meningkatkan self efficacy dan menurunkan angka dirawat ulang pada pasien gagal jantung (Hwang, Redfern, & Aison, 2008). Beberapa penelitian mengenai home based exercise training menunjukkan manfaat yan bermakna bagi pasien dengan gagal jantung. Salah satu penelitian Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 34 yang dilakukan oleh Suharsono (2011) mengenai dampak HBET terhadap kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Penelitian tersebut menggunakan teknik sampling quasi experiment, pre-post with control group yang melibatkan 23 responden terbagi menjadi 11 responden kelompok kontrol dan 12 responden kelompok intervensi. Hasil penelitian diperoleh tidak terdapat perbedaan yang signifikan terkait kapasitas fungsional dan kualitas hidup setelah perlakukan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi, meskipun demikian kelompok intervensi mempuanyai mean kapasitas fungsional dan kualitas hidup yang lebih baik. 2.4.2 Tujuan Latihan Fisik Latihan fisik pada pasien dengan gagal jantung bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga dalam mencegah perburukan dan membantu pasien untuk dapat kembali beraktivitas fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung (Arovah, 2009). Lavie et al Menurut (1993) menyebutkan bahwa latihan fisik dapat mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah sakit, dapat dimanfaatkan untuk memonitor kondisi fisiologis pasien, dan mempercepat proses pemulihan dan kemampuan untuk kembali pada level aktivitas sebelum serangan jantung. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa dengan adanya latihan fisik diharapkan dengan dilakukannya latihan fisik yang terpogram, pasien dengan gagal jantug mampu meningkatkan toleransi aktivitas dan mampu kembali produktif. 2.4.3 Kontraindikasi Latihan Fisik Latihan fisik selain memberi manfaat terhadap vital tubuh, aktivitas tersebut juga dapat menjadi pencetus serangan ulang. Untuk meminimalkan resiko tersebut, latihan fisik memiliki beberapa kontraindikasi untuk pasien gagal jantung dengan kriteria angina tidak stabil, TD sistolik istirahat > 200 mmHg atau distolik istirahat > 100 mmHg, hipotensi orthostatik sebesar > 20 mmHg, stenosis aorta sedang sampai berat, disritme ventrikel atau atrium tidak terkontrol, perubahan Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 35 gelombang ST > 3mm, problem ortopedis yang mengganggu istirahat (Oldridge, 1988 dalam Arofah, 2009). 2.4.4 Adaptasi Tubuh terhadap Latihan Fisik Latihan fisik berhubungan lurus dengan aktivitas metabolik tubuh. Ketika melakukan latihan fisik, kebutuhan metabolik jaringan tubuh akan meningkat. Pada saat yang sama kebutuhan oksigen dan nutrisi untuk jaringan juga mengalami peningkatan yang diperukan selama metabolisme dilaksanakan. Sedangkan disisi yang lain produksi karbondioksida, toksin, dan produk lain sebagai hasil atau zat sisa metabolisme yang sudah tidak diperlukan akan dibuang. Pada kondisi fisiologis atau keadaan normal, kondisi ini dikompensasi dengan peningkatan cardiac output, bisa sampai 6 kali lipat dari kondisi istirahat. Latihan fisik mencapai puncaknya pada kondisi maximal oxigen uptake, yang dikenal dengan VO2-max. Ketika 80-90% dari VO2-max dibentuk karbondioksida secara berlebihan, metabolisme otot anaerob, dan produksi asam laktat yang menghasilkan kelelahan berlebih (Suharsono, 2011). Pada pasien dengan gagal jantung, cardiac output ketika istirahat mungkin normal tetapi kemampuan untuk meningkatkannya terbatas. VO2-max akan lebih rendah dan respon fisiologis terhadap latihan fisik maksimal akan terjadi lebih cepat dari individu yang tidak mengalami gangguan jantung. Pasien gagal jantung stabil dapat mengikuti latihan fisik dengan baik apabila aliran darah ke oot adekuat. Pasien tersebut dapat melakukan aktivitas sehari-hari tetapi mengalami penurunan 30% dari kapasitas latihannya (Nicholson, 2007). Kompensasi akut dan adaptasi sistem tubuh terhadap latihan fisik pada penderita gagal jantung terlihat pada tabel 2.2. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 36 Table 2.2 Mekanisme Kompensasi dan Respon Akut Latihan Pada Gagal Jantung Organ Mekanisme Respon akut terhadap Adaptasi terhadap kompensasi pada Exercise Training Exercise Training gagal jantung Jantung - Dilatasi ventrilkel Secara progresif terjadi - - Cardiac penurunan cardiac stroke volume remodelling output, stroke volume, dan heart rate Tujuan: dan heart rate reserve reserve Mempertahankan sesuai dengan derajad cardiac output gagal jantung - Peningkatan Terdapat sedikit bukti peningkatan kontraktilitas Pembuluh - darah Kehilangan - Penurunan - Meningkatkan vascular reactivity kemampuan fungsi vaskular - Kekuatan arteri mendistribusikan (reactivity and - Penurunan nutrisi ke otot di stiffness) densitas kapiler perifer - Insufisiensi vena - - Meningkatkan Penurunan densitas Tujuan: kemampuan pembuluh Mempertahankan membuang sisa kapiler arterial blood metabolisme - pressure adekuat Meningkatkan venous return Tulang - Atrofi otot dan otot - Penurunan kekuatan dan daya fungsi dan konsentrasi dan tahan masa otot aktivitas enzim - - - Penurunan Tanda awal - - Meningkatkan Meningkatkan mitokondria asidosis otot untuk fungsi dan Penurunan volume mengurangi densitas dan densitas akivitas mitokondria mitokondria Tujuan: Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 37 Menurunkan kapasitas latihan pada fungsi jantung yang menurun Sistem - otonom - Kondisi Meningkatnya denyut Mengurangi kondisi hyperandrenergic jantung dibawah hyperadrenergic Perubahan respon denyut maksimal kardiovaskuler Tujuan: Mempertahankan arterial blood pressure yang adekuat Humoral - - Meningkatkan Menurunnya Mengurangi vasokontriksi dan kemampuan hiperaktivitas regulasi cairan mendistribusikan humoral Mengurangi nutrisi ke otot perifer vasodilator Tujuan: Mempertahankan tekanan adekuat dengan regulasi cairan Sumber:Parish, Kosma, and Welsech (2007). 2.4.5 Prinsip Latihan Fisik Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan latihan fisik pada pasien gagal jantung meiputi frekuensi, intensitas, durasi, mode, dan progresivitas latihan. Latihan fisik pada pasien gagal jantung memerlukan beberapa penyesuaian dengan kondisi pasien dan bersifat individual (Suharsono, 2011). Berikut merupakan komponen latihan fisik yang telah terukti aman dan efektif untuk dilakukan pada pasien gagal jantung yang meliputi tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas. Komponen latihan fisik pada pasien gagal jantung terdapat dalam tabel 2.3. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 38 Tabel 2.3 Komponen Latihan Fisik pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Aspek Prinsip Tipe Komponen Latihan Fisik Latihan aerobik yang dinamis dengan pembebabnan minimal. Hindari latihan isotonik dan aktivitas pembentukan otot. Intensitas Dibawah ventilatory treshold, 50-70% dari VO2-max atau setara dengan 40-60% heart rate reserve. Level kelelahan dan sesak nafas ketika latihan rata-rata 12-14 (Borg Scale). Durasi Dimulai dari 20-30 menit setiap sesi dan dapat ditingkatkan sesuai kemampuan pasien. Frekuensi Tiga sampai dengan lima kali permnggu. Sumber: Myers (2008). 2.5 Konsep Kesehatan Masyarakat Perkotaan 2.5.1 Definisi Urban/ Kota Definisi urban/kota merupakan wilayah dengan jumlah penduduk lebih dari 2500 penduduk dan terdapat lebih dari 99 orang per-mil persegi (Stanhope dan Lancaster, 1996). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa urban/ kota merupakan suatu wilayah yang luas yang dihuni oleh banyak penduduk didalamnya dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Urban atau kota memiliki karakteristik yang membedakannya dengan wilayah rural atau desa. Beberapa karakteristik dari urban atau kota antara lain dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya adalah aspek demografi, aspek fisik, aspek sosial atau hubungan antara warga, aspek perekonomian dan matapencaharian. Karakteristik urban/ kota dilihat dari aspek demografi meliputi komunitas urban terbentuk dari berbagai etnik atau suku dan adanya pemisahan secara ekonomi serta sosial, pendudk asli yang bertempattinggal menjadi minoritas (artinya lebih banyak penduduk pendatang) (Allender, Rector, dan Warner, 2010). Berdasarkan aspek fisik, urban/ kota pada umumnya dikarakteristikkan terdapat banyak bangunan gedung seperti sekolah tinggi terkenal dan pusat perbelanjaan, kondisi ini sangat berbeda dengan desa yang jarang ditemukan gedung-gedung. Selain itu, pembangunan tempat tinggal (rumah) di kota memiliki jarak yang berdekatan Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 39 yang disebabkan oleh peningkatan kepadatan penduduk sedangkan di desa rumah warga memiliki jarak yang cukup jauh dengan rumah warga lainnya. Karakteristik lain dapat dilihat dari aspek perekonomian atau mata pencaharian, aktivitas perekonomian penduduk kota umumnya pekerja kantoran, buruh pabrik dan pedagang. Sedangkan penduduk desa umumnya mata pencahariaannya adalah petani. Aspek lainnya yang mengkarakterisikkan urban atau kota adalah dari aspek sosial atau hubungan antar warga, umumnya warga urban/ kota memiliki sifat unsosial artinya jarang berintraksi dengan tetangga atau warga sekitar seperti yang banyak ditemukan di lingkungan pedesaan (Stanhope dan Lancaster, 1996). 2.5.2 Ilmu dan Seni Kesehatan Masyarakat Perkotaan Perpindahan penduduk ke kota dipengaruhi oleh adanya fasilitas yang memadai seperti adanya sekolah dan pusat perbelanjaan. Hal ini menjadi daya tarik orang untuk tinggal berdekatan dengan fasilitas yang lengkap sehingga mudah menjangkau tempat tersebut. Perpindahan masyarakat pedesaan ke wilayah perkotaan secara terus menerus menyebabkan jumlah penduduk di wilayah perkotaan meningkat. Jumlah penduduk yang meningkat ini dapat menimbulkan berbagai faktor risiko masalah kesehatan seperti peningkatan polusi, peningkatan jumlah pemukiman, dan peningkatan jumlah limbah atau sampah. Masalah kesehatan yang terjadi pada daerah kota dapat menyebar dengan cepat karena dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan yang kurang diperhatikan dan juga jarak pemukiman yang berdekatan. Masalah kesehatan utama di lingkungan urban/ kota adalah polusi (air, udara, suara) Air merupakan salah satu sumber kehidupan yang selalu dibutuhkan makhluk hidup terutama manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Kebersihan air sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti tidak membuang sampah dan limbah pada sumber mata air sehingga diharapkan agar tidak terjadi penyebaran penyakit melalui air. Air yang layak digunakan untuk mengolah makanan, minum, mencuci pakaian, dan kebersihan adalah air bersih yang bebas dari kontaminasi Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 40 mikroorganisme dan zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Masalah kesehatan yang mungkin muncul akibat dari kontaminasi air adalah masalah pencernaan (contoh: demam typhoid) dan masalah integumen (contoh: dermatitis). Tumbuhan berperan penting dalam menghasilkan udara yang bersih (oksigen) untuk pernapasan bagi manusia dan hewan. Udara terutama oksigen berfungsi untuk mengoksidasi makanan menjadi energi agar dapat melakukan aktivitas. Semakin banyak tumbuhan yang ada maka akan semakin banyak udara yang dihasilkan. Penduduk kota saat ini cenderung kurang memperhatikan keberadaan hutan atau rawa sehingga tingkat polusi sangat tinggi dan mencemari udara di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam masalah kesehatan terkait pernapasan seperti ISPA dan TBC. Hutan dan rawa selain berfungsi sebagai penghasil udara bersih juga merupakan tempat tinggal hewan-hewan. Jika hutan atau rawa yang ada diubah fungsinya seperti dilakukan pembangunan rumah dan gedung maka hewan-hewan tersebut akan musnah atau akan menyerang manusai sehingga berdampak terhadap kesehatan contohnya pada nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit DBD. Matahari merupakan sumber energi kehidupan di permukaan bumi karena sinar matahari mampu menghasilkan panas bumi dan dibutuhkan untuk proses fotosintesi. Sinar matahari juga berfungsi untuk mematikan bakteri pada TBC sehingga sangat dianjurkan rumah penderita TBC mendapat penyinaran yang baik atau dapat juga dengan berjemur. Pada manusia pembentukan vitamin D sangat membutuhkan bantuan dari sinar matahari di waktu pagi hari sehingga mampu mencegah terjadinya kerapuhan pada tulang. Penduduk kota memiliki tingkat mobilisasi yang tinggi terutama dalam penggunaan alat transportasi seperti mobil dan motor. Asap dari alat transportasi ini dapat menyebabkan kerusakan berupa lubang pada lapisan ozon dan menimbulkan efek gas rumah kaca. Kondisi ini menyebabkan sinar matahari yang masuk ke dalam bumi tidak disaring oleh lapisan ozon sehingga berpotensi Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 41 menyebabkan kanker kulit jika terpajan dalam waktu yang lama dengan sinar matahari tanpa menggunakan pelindung diri. Penumpukan polutan di udara akan membentuk lapisan gas di bawah lapisan ozon dan ketika sinar matahari masuk ke dalam bumi maka panas dari sinar matahari akan dipantulkan kembali ke dalam bumi yang seharusnya dikeluarkan dari bumi. Kondisi ini sering disebut efek gas rumah kaca yang menyebabkan suhu bumi meningkat dan perubahan suhu yang ekstrim. Selain perubahan-perubahan yang terjadi secara alam atau dilihat dari aspek lingkungan, beberapa masalah kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan perkotaan adalah terkait dengan perubahan gaya hidup (pola hidup tidak sehat) seperti kurang olahraga, mengkonsumsi makanan yang berkolestrol tinggi, kesibukan pekerjaan dan pengaruh lingkungan yang menyebabkan stress, dan lain sebagainya (Stanhope dan Lancaster, 1996). Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA Bab ini membahas mengenai kasus kelolaan utama mulai dari pengkajian, analisis data, penetapan diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi terhadap implementasi keperawatan pasien dengan gagal jantung selama praktek profesi pemintaan keperawatan medikal bedah di ruang melati atas, RSUP Persahabatan. 3.1 Pengkajian Keperawatan 3.1.1 Data Umum Klien 1. Nama : Tn. Mu 2. Usia : 77 th 3. Tanggal Lahir : 05 Maret 1935 4. No RM : 001400647 5. Alamat :Kav. Bum Kahuripan blok B3 No.1, kecamatan Bebelan 6. Tgl masuk : 19 Mei 2013 7. Dx medis : PPOK Eksaserbasi akut, CHF fc II-III ec CAD HHD, DM tipe II GD on regulasi, CAD aterosepal, Hipertensi grade I, AKI dengan akut on CKD, trombositopenia ec CAD, VES jarang 3.1.2 Anamnesa 1. Keluhan utama ketika klien datang Klien masuk di ruang rawat melati atas RS Persahabatan pada tanggal 19 Mei 2013 dengan keluhan sesak nafas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Paroxymal nocturnal dipsnea (PND) ditemukan pada pasien, selain juga ortopnea. Klien juga mengeluhkan batuk dengan produksi dahak berwarna putih sedikit kekuning kuningan. Tidak ditemukan demam pada klien ketika masuk RS. Klien mengatakan bahwa sesak yang dirasakan saat ini sudah berkurang apabila dibandingkan sebelum dibawa ke RS. 42 Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 43 2. Riwayat penyakit sekarang Klien mengeluh sesak dada, batuk berdahak berwarna putih sedikit kekuningkuningan. Klien mengatakan cepat merasa lelah terutama setelah berjalan > 100 meter. Pada saat pengkajian, klien terlihat tirah baring dengan tingkat partial care artinya beberapa aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat seperti BAB/ BAK da kebersihan diri (mandi dan berhias). Klien mengatakan nafsu makan baik, aktivitas mandiri sebelu sakit. Klien terlihat terpasang sirympump dengan humulin R 50 unit, folley chateter tidak terpasang, nasal kanul dengan O2 4lpm. 3. Riwayat penyakit sebelumnya Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien memiliki riwayat peyakit gula (DM) sejak 10 tahun yang lalu dengan pengobatan yang tidak teraturdan gula darah yang tidak terkontrol. Klien juga memiliki riwayat penyakit darah tinggi (hipertensi) sejak 6 tahun yang lalu dengan TD yang tidak terkontrol. Klien mengatakan tekanan darah tertinggi yang pernah dicapai yaitu 170/ 100 mmHg. Menurut keluarga, klien juga memiliki riwayat gejala stroke namun dapat pulih kembali. Beberapa kali geja muncul seperti bibir sedikit menyong, ekstrimitas susah digerakkan. Keluarga mengatakan bahwa gejala stroke tersebut berkurang karena dibantu dengan pengobatan alternatif dan perawatan keluarga yang selalu mengajarkan klien untuk menggerakkan anggota badan (olahraga ringan) dan latihan mengangkat beban. Riwayat gejala stroke yang dapat pulih tersebut dirasakan kurang lebih pada tahun 2010. Sejak satu tahun terakhir ini, klien dikatakan jantung bengkak dan diberikan empat jenis obat (keluarga lupa namanya dan pada waktu itu tidak dibawa). Klien tidak memiliki riwayat asma. Penglihatan sedikit kabur karena faktor usia. Keluarga mengatakan bahwa klien pernah menjalani operasi dua kali terkait dengan pembesaran prostat. Keluarga mengatakan lupa tahun operasinya tetapi kurang lebih sudah lebih dari lima tahun yang lalu. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 44 4. Genogram Keluarga Tn. R Tn. B Ny. M Ny. Si Ny. S 67 th Tn. S 52 th Ny. A Tn. Mu 77 th Ny. Y 47 th Tn. D 39 th Keterangan: Tn. Mu (77 th) merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua orang tua Tn. Mu sudah meninggal, Ayah Tn. Mu meninggal ketika Tn. Mu masih kecil. Tn. Mu tidak mengetahui secara jelas penyebab kematian dari ayahnya, yang diketahui ayahnya meninggal karena sakit dan tidak memiliki biaya untuk memeriksakan ke pelayanan kesehatan sampai akhirnya meninggal. Sedangkan Iu dari Tn. Mu meninggal karena sakit darah tinggi/ Ibu Mu meninggal ketika Tn. Mu berusia belasan tahun. Tn. Mu menikah dengan Ny. S pada tahun 1956 dan dikarunia lima orang anak namun dua anak meninggal ketika masih kecil. Tn. Mu dan Ny. S tinggal di daerah lampung kota tepatnya di perumahan agkatan laut. Ketiga anaknya dibesarkan dilampung sampai akhirnya sempat di mutasi bekerja di wilayah jakarta dan menetap di daerah dure kalibata bersama keluarganya. Dari ketiga anaknya, hanya satu yang perempuan. Ketiganya sekarang sudah berkeluarga dan dikaruniani masing-masing anak. Tn. Mu dan Ny. S sekarang ini tinggal bersama anak laki-lakinya yang terakhir karena kondisi Tn. Mu yang sudah mengalami penurunan kesehatan sehingga anak-anaknya tidak tega untuk membiarkan Ny. S mengurus Tn. Mu sendirian di rumahnya. Mereka tinggal bersama kurag lebih sudah sekitar lima tahun. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 45 Tn. Mu memiliki masalah kesehatan dengan riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu, gula darah tidak terkontrol. Riwayat hipertensi sejak 6 tahun yang lalu dengan tekanann darah yang tidak terkontrol. Riwayat stroke yang berulang tanpa meninggalkan gejala sisa. Tn. Mu mengatakan memiliki riwayat merokok sejak kecil dan sempat berhenti ketika bekerja sebagai angkatan laut namun sesekali terkadang masih sempat merokok terutama ketika sedang banyak pikiran. Klien mengatakan baru didiagnosis mengalami pembesaran jantung kurang lebih satu tahun ini. Klien mengatakan sekitar seminggu sebelum masuk RS, sempat mengalami bengkak terutama di bagian kaki. Klien mengatakan bengkak berkurang setelah diberi obat pelancar BAK. Gejala lain yang ditunjukkan klien adalah sesak napas dan merasa mudah lelah ketika beraktivitas ringan-sedang seperti berjalan kaki kurang lebih jarak 100 meter, menaiki anak tangga atau setelah mengangkat bebabn yang cukup berat. 3.1.3 Pemeriksaan Fisik 1. KU/ tingkat kesadaran : KU sedang/ kesadaran CM 2. BB/ TB : 65 Kg/ 158 cm 3. IMT : 26,034 4. TTV : a. TD : 130/80 mmHg b. Nadi : 78 x/menit c. RR : 28 x/menit d. Suhu : 36,50 C 5. Mata : Konjungtiva sedikit anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada gangguan penglihatan, hanya penglihatan sedikit kabur karena faktor usia. Respon pupil kanan dan kiri baik. Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata). 6. Hidung : Tidak ada keluhan flu, tidak ada sumbatan, tidak ada gangguan penciuman, napas cuping hidung ada tetapi minima. Klien tidak memiliki riwayat sinusitis. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 46 7. Telinga : Tidak ada cairan abnormal yang keluar dari lubang telinga (discharge), terdapat gangguan pendengaran (terutama ada telinga bagian kiri) karena faktor usia, tidak ada nyeri pada daerah telinga. Klien tidak menggunakan alat bantu dengar. 8. Mulut : Sebagian banyak gigi sudah tanggal, klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada bau mulut, tidak ada sariawan, kebiasaan membersihkan gigi dan mulut 2x/hari, namun sejak dirawat d RS klien hanya membersihkan gigi dengan cara berkumur. 9. Leher : Tidk terlihat peningkatan JVP, tidak ada keluhan sakit menelan, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid. Klien mengeluhkan bagian lehet belakang (tengkuk) terkadang terasa nyeri/sakit. 10. Dada a. Paru-paru - Inspeksi : dada terlihat simetris, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan ketika klien bernapas biasa - Palpasi : lapng kanan dan kiri dada klien sama - Perkusi : sonor - Auskultasi : bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+), Rh +/+, Whezing -/-, mengi -/-, ekspirasi memanjang b. Jantung - BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-) 11. Abdomen - Inspeksi : terlihat sedikit buncit, acites (-) - Palpasi : dinding perut supel, teraba sedikit keras, hati dan lien tidak teraba - Perkusi : dullnes terutama pada kuadran kiri - Auskultasi : BU normal, 6X/ menit Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 47 12. Ektrimitas : akral hangat, bengkat/ edema ekstrimitas (saat pengkahia) tidak ada, namun klien dan keluarga mengatakan memiliki riwayat bengkak kurang lebih 1 bulan yang lalu dan lama berkurang edema. 3.1.3 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh 1. Aktivitas/ Istirahat Gejala (Subjektif) Klien mengatakan saat ini sudah tidak bekerja, klien merupakan pensiunan angkatan laut (pensiun sejak tahun 1980). Setelah pensiun dari angkatan laut, klien bekerja di kantor pertanian selama kurang lebih lima tahun. Aktivitas atau hobi yang dilakukan klien sekarang ini seperti membaca koran, merawat tanaman kebun kecil yang berada di pekarangan rumahnya. Aktivitas yang dilakukan klien sekarang ini adalah aktivitas yang tergolong ringan seperti olahraga ditempat, jalan kaki kurang lebih > 100 meter, angkat beban ringan dengan duduk atau berdiri ditempat. Klien mengatakan pernah dianjurkan oleh dokter tempat klen sering kontrol untuk tidak boleh terlalu lelah dan tetap olahraga ringan untuk meminimalkan stroke supaya tidak kambuh kembali. Klien mengatakan tidak pernah mengatakan bosan selama menjalai aktivitas atau hobi tersebut, karena klien menjalaninya dengan senang hati. Keterbatasan kondisi yang dirasakan klien adalah sering mudah lelah, riwayat edema ektrimitas bawah (tungkai kaki) yang dirasa hilang timbul itulah yang terkadang menyebabkan aktivitas klien terbatas. Klien mengatakan kebiasaan tidur pada malam hari sekitar pukul 00.00 WIB dan bangun pada pukul 04.00 WIB untuk sholat subuh dan kemudian tidur kembali sampai pukul 07.00 WIB. Pada saat tidur, klien biasanya menggunakan dua bantal apabila sedang sesak dada. Klien juga mengatakan, terkadang ketika bangun tidur, kepala terasa pusing dan nyeri tengkuk. Klien mengeluhkan tidur malam dirasa kurang akhir-akhir sebelum masuk ke RS. Kegiatan tidur siang terkadang dilakukan klien yaitu sekitar 1-2 jam. Klien mengatakan dengan waktu istirahat yang dimiliki, klien merasa bahwa waktu untuk istirahat atau tidur sudah cukup baginya. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 48 Tanda Respon terhadap aktivitas yang teramati pada saat pengkajian (20/05/2013) terlihat bahwa klien berada pada tingkat kesadaran CM, KU sedang, saat ini tirah baring di atas tempat tidur, kegiatan hanya dilakukan di tempat tidur termasuk makan, minum, berhias, BAK dan BAB. Pemeriksaan pulsasi atau nadi terjadi peningkatan frekuensi apabila klien berpindah posisi, seperti dari posisi baring ke posisi duduk. Pernapasan klien terlihat lebih cepat dan dangkal, serta terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan ketika klien bernapas. Usaha napas klien berkurang ketika klien berada pada posisi highfowler atau mencapai posisi duduk. Klien terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm. Pengkajian terkait muskuloskeletal diperoleh data kekuatan otot: 5555 5545 5555 5555 Massa dan tonus otot masih mampu menahan tahanan, postur terlihat sedikit bungkuk, terdapat tremor tetapi minimal, rentang gerak sendi masik baik dan tidk ada deformitas tulang. 2. Sirkulasi Gejala Keluarga klien mengatakan bahwa klien memiliki riwayat hiperteni sejak enam tahun yang lalu. Kelaurga juga mengatakan bahwa dokter tempat klien sering kontrol di daerah tempat tinggalnya menyatakan bahwa klien dikatakan jantungnya mengalami pembengkakan sejak satu tahun terakhir ini dan dianjurkan untuk mium obat jantung namun keluarga lupa nama obat yang telah diresepkan. Klien saat ini tidak mengalami demam. Saat ini kedua ekstrimitas bawah klien tidak mengalami pembengkakakan. Klien dan keluarga mengatakan bahwa sebelum dirawat, kedua kaki klien sempat bengkak lama dan beberapa kali berobat kepada dokter yang berbeda hingga bengkak lama-kelamaan mulai berkurang. Klie terkadang mengeluhkan kebas pada kaki dan tangan, batuk yang disertai dengan sesak dan dahak berwarna putih. Klien mengatakan dalam sehari klien dapat BAK 6-7 kali dalam sehari. Klien mengatakan bahwa pola berkemih Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 49 tersebut sudah biasa dan dianggap normal, bahkan terkadang frekunesi dapat lebih dari itu. Keluarga dan klien mengatakan bahwa klien dalam kesehariannya minum kurang lebih 2-3 botol aqua besar (ukuran 1,5 liter) sebelum sakit. Menurut keluarga karena klien sering minum obat maka perlu untuk minum yang banyak supaya ginjal cepat membuang zat sisa obat yang diminumnya. Tanda (hasil pemeriksaan fisik 20/05/2013) a. TTV TD = 130/80 mmHg RR = 28 x/menit Nadi = 78 x/menit Suhu = 36,5 0C b. Dada Paru-paru - Inspeksi : dada terlihat simetris, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan ketika klien bernapas biasa - Palpasi : lapang dada kiri dan kanan sama - Perkusi : sonor - Auskultasi : bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+), Rh +/+, Whezing -/-, mengi -/-, ekspirasi memanjang. Jantung - BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-) c. CRT < 3” d. Warna - Lidah : pink pucat - Konjungtiva : anemis - Sklera : tidak ikterik - Bibir : sedikit anemis e. Turgor kulit : normal, membran mukosa lembab f. Edema ekstrimitas tidak ada g. Asites tidak ada h. Distensi vena jugularis tidak ada (JVP 5-2 cmH2O) i. Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 50 3. Integritas Ego Gejala Klien mengatakan saat ini yang menjadi pikiran adalah kondisi kesehatannya saja yang mulai menurun. Klien mengatakan untuk mengatasi beban pikiran yang dirasakan adalah dengan kembali pasrah kepada Allah SWT karena yang memberi sehat dan sakit adalah Allah, menurutnya manusia hanya dapat merencanakan dan berusahan namun Allah yang akan menentukan. Terkait dengan masalah finansial, klien mengatakan saat ini beliau statusnya adalah pensiunan angkatan laut dan biaya pensiunan menurutnya sudah cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, untuk biaya kesehatan klien menggunakan jaminan Askes dan sebagian dibantu oleh anak-anaknya. Klien beragama islam dan masih rajin menjalankan sholat lima waktu. Ketika dirawat di rumah sakit, klien melakukan sholat sambil berbaring atau duduk. Klien memiliki istri dan anak-anak yang setia menemani ketika sehat maupun sakit. Terkait denga gaya hidup, klien mengatakan memiliki riwayat merokok (perokok aktif) sejak lulus SD (sekitar usia 11-12 tahun). Menurut klien awal merokok karena sekedar ikut-ikutan teman yang juga mengajaknya untuk merokok. Klien mampu menghabiskan 6-8 batang rokok dalam satu hari. Klien mengatakan mulai berhenti merokok pada usia 30 tahun ketika bekerja sebagai angkatan laut. Selain memiliki riwayat merokok, klien juga memiliki kebiasaan minum kopi. Kebiasaan tersebut masih berlangsung sesaat sebelum klien sakit. Klien biasanya dalam sehari mampu mengkonsumsi kopi 2-3kali. Tanda Status emosional klien saat pengkajian dilaksanakan (20/05/2013) adalah tenang. Klien tidak terlihat cemas ketika diajak berkomunikasi maupun ketika dilakukan pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 51 4. Eliminasi Gejala Klien mngatakn memiliki pola BAB dengan frekuensi 2-3 hari satu kali. Klien mengatakan konsistensi BAB terkadang keras dan terkadang sulit untuk dikeluarkan. Klien saat ini diberikan obat laxadine untuk membantu melunakkan dan melancarkan pola BAB klien. Klien memiliki riwayat konstipasi terutama setelah makan makanan jenis seafood (udang). Pola BAK klien adalah 6-7 kali dalam satu hari. Saat ini BAK klin dilakukan ditempat tidur dengan menggunakan pispot dibantu oleh istri klien. Klien mengatakan tidak ada keluhan nyeri ketika sedang BAK. Tanda Pengkajian fisik abdomen dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi terlihat bahwa perut klien sedikit buncit (mencembung). Klien mengatakan keadaan tersebut sudah lama dialami, kurang lebih lima tahun, klien mengatakan kemungkinan terjadi karena kebiasaan sehabis makan tidur dan kurang olahraga. Pada palpasi ditemukan bahwa perut klien teraba keras terutama pada bagian kuadran kiri atas dan bawah. Klien mengatakan belum BAB selama dua hari ini. Auskultasi dilakukan pada semua kuadran, terdengan bising usus 6 kali/ menit. Perkusi juga dilakukan pada semua kuadran dan diperoleh bunyi dullnes terutama pada kuadran kiri abdomen. Klien mendapat terapi laksatif 3 kali sehari karena klien mengeluh sudah 2-3 hari tidak dapat BAB. Kondisi konstipasi dapat terjadi pada pasien CHF karena kondisi intoleransi aktivitas yang menyebabkan klien kurang gerak sehingga peristaltik usus menurun. Klien dibantu dengan terapi medis laxadine untuk membantu melunakkan konsistensi feses sehingga mudah dikeluarkan. Selain itu, klien juga dilatih melakukan masase abdomen dan menganjurkan mengkonsumsi jenis buah-buahan yang merangsang periltaltik usus seperti pepaya atau pisang. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 52 5. Makanan dan Cairan Tanda Keluarga mengatakan klien memiliki kebiasaa banyak makan dan tidak tahan lapar (artinya klien tidak bisa bertahan lama dalam keadaan perut kosong). Keluarga menceritakan kejadian sebelum klien dirawat, sebelumnya klien dan keluarga hendak pergi ke kampung halaman (lampung) untuk mengunjungi keluarga lain, karena jarak tempuh cukup jauh dan klien merasa mudah lapar, selama perjalanan klien makan cukup banyak makanan. Karena kurang terkontrol, klien menunjukkan gejala hiperglikemi seperti lemas dan bayak BAK. Ketika dilakukan cek gula darah diperoleh hasil bahwa gula darah klien sekitar 400 mg/dl. Klien kemudian segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan terkait gula darah yang tinggi tersebut. Diet klien saat ini adalah diet DM 1700 kkal, rendah karbohidrat. Pola makan sebelum sakit 3 kali/hari dengan satu porsi makanan yang mampu dihabiskan ditambah dengan 2-3 kali makanan selingan seperti biskuit, buah-buahan, gorengan, agar atau kue. Ketika sakit, klien mampu menghabiskan makanan ¾ 1 porsi makan, dengan frekuensi 3 kali makanan pokok dan dua kali makanan selingan (snack). Jenis makanan yang disukai klien adalah jenis makanan seafood terutama jenis udang, makanan yang bersantan dan pedas, daging dan olahannya. Klien menyukai makanan tersebut namun tidak terlalu sering dalam mengkonsumsinya. Menurut klien dan keluarga, berdasarkan penjelasan dari dokter tidak ada jenis makanan yang harus dipantang hanya perlu mengurangi frekuensi dan porsi ketika makan. Klien mengatakan tidak ada keluhan mual/ muntah, tidak ada penurunan nafsu makan sebelum maupun selama dirawat. Keluarga mengatakan dahulu klien terlihat gemuk namun sejak sakit gula, berat badan klien mulai menurun dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun ini. Penurunan berat badan kurang lebih 7-8 Kg dalam waktu lima tahun. Klien mengatakan pernah mencapai BB tertinggi yaitu sekitar 73 Kg. Klien saat ini terlihat sudah banyak giginya yang tanggal, hanya sisa kurang lebih 4 gigi atas, dan 3 gigi bawah. Klien tidak menggunakan gigi palsu dalam kesehariannya. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 53 Klien mengalami penurunan dalam mengunyah makanan sehingga klien lebih menyukai jenis makanan yang lunak atau lembut. Gejala a. BB/ TB : 65 Kg/ 158 cm, klien terlihat gemuk dengan postur tubuh pendek b. IMT : 26,037 c. BU 6 kali/ menit (normal), perut teraba keras 6. Higiene Tanda Keluarga mengatakan sebelum sakit, aktivitas klien dilakukan secara mandiri termasuk melakukan perawatan diri seperti mandi dan berhias. Selama dirawat, kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar dan perawatan diri serta berhias dibantu pemenuhannya oleh keluarga (istri dan anak) dengan tingkat ketergantungan sedang (partial care). Klien melakukan kegiatan kebersihan diri (mandi, menggosok gigi, dan berhias) diatas tempat tidur dengan teknik lap dibantu oleh istri klien. Gejala Penampilan umum klien terlihat bersih dan rapi. Klien terlihat lebih sering menggunakan kaos dan celana pendek (sampai batas lutut) selama dirawat di rumah sakit. Ketika berintraksi, tidak tercium bau badan maupun bau mulut atau bau pesing. Kondisi kulit klien bersih dan lembab. Klien belum sempat melakukan cukur jenggot karena sebelumnya sering berpergian jadi tidak sempat mencukur. Klien mengatakan terkadang melakukan cukur jenggot setiap dua minggu sekali, dan cukur rambut kurang lebih satu bulan sekali. Kuku klien terlihat pendek dan bersih dengan lapisan kuku sedikit tebal. 7. Neurosensori Gejala Klien mengatakan terkadang merasakan pusing dan nyeri tengkuk. Karakteristik pusing/ sakit kepala yang dirasakan adalah seperti berputar. Klien juga Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 54 mengeluhkan terkadang merasakan kebas pada kaki dan tangan. Keluhan tersebut diatas dirasakan tidak tentu, terkadang ketika sedang banyak pikiran atau kondisi tubuh terlalu lelah. Langkah yang dilakukan klien dan keluarga apabila keluhan muncul adalah dengan minum obat darah tinggi seperti captopril atau amlodipin yang diresepkan oleh dokter tempat klien melakukan kontrol rutin. Keluarga mengatakan bahwa klien memiliki riwayat stroke dengan gejala sisa tidak ada. Klien mengatakan penglihatan sudah mulai berkurang dan sedikit kabur karena pengaruh usia, jarak pandang yang masih bisa dilihat kurang dari 100 meter. Klien juga mengatakan bahwa pendengaran juga sudah mulai berkurang terutama telinga bagian kiri. Tanda Status mental/ tingkat kesadaran klien adalah compos mentis. Klien masih terorientasi waktu, tempat dan orang. Klien kooperatif ketika diajak berkomuniksi maupun ketika pemeriksaan fisik dilakukan. Memori jangka pendek klien masih baik, terbukti ketika klien ditanya sudah sarapan pagi atau belum, klien mampu menjawab dengan benar dan jelas. Memori jangka panjang sudah menurun, terbukti ketika ditanya mengenai kapan klien mulai berhenti merokok, klien menjawab lupa tetapi kira-kira sekitar usia 30 tahun. Selain itu juga ketika klien ditanya mengenai tahun klien pensiun, klien menjawab lupa dan menjawab perkiraan tahun pensiun yaitu tahun 1980. Klien mampu mengenali orang/ barang dengan jarak < 100 meter, tidak ada katarak. Fungsi pendengaran menurun terutama telinga bagian kiri, ketika berbincang dengan klien menggunakan suara yang lebih keras dan diarahkan ke telinga sebelah kanan. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 55 8. Nyeri/ Ketidaknyamanan Gejala Klien mengatakan nyeri yang dirasakan saat ini adaah nyeri tengkuk. Nyeri dirasakan tidak setiap hari, hanya waktu tertentu saja. Nyeri biasanya dirasakan bersamaan dengan pusing kepala yang dialami seperti berputar. Tanda Tanda umum yang terlihat ketika klien merasakan nyeri tengkuk adalah menyentuh dan melindungi bagian yang sakit yaitu di daerah tengkuk/ leher belakang. Klien melakukan kompres hangat untuk mengurangi nyeri yang dirasakan, selain istirahat sebagai salah satu alternatif yang dilakukan klien. 9. Pernapasan Gejala Klien mengeluhkan sering batuk disertai dengan sesak dada dan produksi dahak yang berwarna putih sedikit kekuning-kuningan. Klien memiliki tidak memiliki riwayat asma maupun TB. Klien memiliki riayat merokok sejak lulus SD (usia 11-12 tahun) karena pengaruh teman-temannya dan mulai berhenti pada usia 30 tahun. Klien mampu menghabiskan 6-8 batang rokok dalam sehari. Tanda Pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien (20/05/2013) terutama untuk frekuensi pernapasan (respiration rate) diperoleh hasil bahwa RR klien adalah 28 kali/menit, napas dangkl dan cepat dengan ekspirasi yang memanjang. Ketika klien bernapas, terlihat kien menggunakan otot-otot bantu pernapasan dan napas cuping hidung yang minimal. Pemeriksaan dada juga dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi terlihat bahwa dada klien simetris, tidak terlihat slah satu sisi dada lebih besar dari sisi yang lainnya. Palpasi dilakukan dengan meminta klien mengucapkan kata”tujuh-tujuh” bersamaan dengan pemeriksa meletakkan kedua telapaktangannya pada kedua lapang paru klien depan maupun belakang. Hasil palpasi diperoleh bahwa getaran yang diterima telapak tangan pada dada kiri dan kanan sadalah sama. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 56 Perkusi dilakukan pada lapang dada depan dan belakang diperoleh hasil suara sonor. Auskultasi dilakukan dengan mendengarkan suara pernapasan dengan menggnakan Stetoscope an diperoleh hasil bahwa bungi bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+), Rh +/+, Whezing -/-, mengi-/-, dan terdengan ekspirasi lebih memanjang dari normal. Tanda sianosis terlihat pada konjungtiva mata klien dan disekitar bibir. Ketik berinteraksi klien terlihat batuk-batuk dengan dahak berwarna putih sedikit kekuning-kuningan. Klien terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm. 10. Keamanaan Gejala Klien mengatakan bengkak pada kaki sudah berkurang dan saat ini sudah tidak bengkak lagi. Klien mengatakan bahwa tidak memiliki riwayat alergi baik makanan, debu/ asap, maupun jenis obat-obatan. Klien terlihat lemas dan melakukan sebagian besar aktivitasnya ditempat tidur seperti makan, minum, kebersihan diri dan berhias, BAB, dan BAK. Klien mengatakan lebih suka tidur di pinggir tempat tidur dan meminta supaya salah satu siderile tempat tidur jangan dipasang. Klien terpasang bendera dan peneng warna kuning yang artinya klien bereiko untuk jatuh. Tanda Pemeriksaan TTV khususnya suhu adalah 36,50 (subfebris), tidak ada diaforesis. Klien terlihat masih lemas dan belum dapat beraktivitas sedang-berat termasuk berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi. Klien memiliki riwayat stroke yang berulang tanpa gejala sisa, tidak ada paralisis pada sisi tubuh klien. Siderile tempat tidur klien terpasang satu sisi (atas permintaan klien), klien terpasang bendera dan peneng kuning sebagai penanda bahwa klien beresiko jatuh. Klien dan keluarga diedukasi mengenai pencegahan resiko jatuh seperti memasang siderile tempat tidur ktika pasien tidur, mengurangi aktivitas berpindah tempat apabila tubuh masih lemas dan pusing, menganjurkan untuk istirahat, menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas di tempat tidur dan memotivasi keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar klien di tempat tidur. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 57 11. Seksualitas Gejala Keluarga mengatakan bahwa klien memiliki riwayat pembesaran prostat dan sudah dioperasi dua kali yaitu tahun 2000 dan tahun 2010. Keluarga (istri) mengatakan kurang mengetahui jenis operasi pembesaran prostat yang dilakukan apakah TURP atau open resection. Tanda Klien tidak terpasanga chateter folley karena masih mampu menahan BAK. 12. Interaksi Sosial Gejala Keluarga mengatakan bahwa klien merupakan termasuk orang yang supel dan mudah bergaul. Klien mengatakan bahwa klien dan keluarga tinggal di blok angkatan laut. Klie masih sering berkumpul dengan tetangga dekat rumah untuk sekedar berbincang maupun olahraga bersama seperti bermain badminton atau jalan kaki. Klien juga masih sering mengikuti kegiatan yang ada dimasayarakat seperti rapat RT/RW, namun ketika kondisi kesehatannya menurun klien lebih banyak mneghabiskan waktu untuk istirahat dirumah. Klien selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk selalu menjadi orang yang mandiri dalam hal apapun dan mampu bergaul yang baik dan aman. Tanda Ketika pemeriksa melakukan kegiatan BHSP dan pengkajian, klien terlihat mampu berinteraksi dan kooperatif dengan baik meskipun dengan orang yang baru dikenalnya. Klien juga terlihat akrab dengan beberapa pasien yang berada dalam satu ruangan. Klien mampu mengawali perbincangan dengan orang lain seperti pasien yang ada dalam satu ruang perawatan dengan klien. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 58 13. Penyuluhan dan pembelajaran Gejala Bahasa dominan klien adalah bahasa indonesia. Klien mampu membaca dan menulis, tingkat pendidikan terakhir klien adalah SMA. Klien mengetahui beberapa jenis penyakit yang pernah dan masih dialaminya sekarang yaitu penyakit gula, peyakit jantung, penyakit pembesaran prostat. Klien mengatakan bahwa penyakit pembesaran prostat yang pernah dialaminya disebabkan karena kurang minum, penyakit gula karena banyak makan yang manis-manis, dan penyakit jantung karena riwayat darah tinggi yang dimilikinya sejak lama. Klien mengatakan memilki riwayat darah tinggi kurang lebih > 10 tahun. Klien tidak hafal nama-nama obat yang pernah diminumnya, klien hanya menyebutkan dua jenis obat yang terakhir pernah diminunya adalah acptopril dan amlodipin untuk menormalkan tekanan darah. Klien juga mengatakan pernah minum obat yang membuat BAK menjadi sering dan mengurangi bengkak pada kaki dan tangan. Faktor penyebab yang diketahui keluarga dan klien terkait penyait jantung dalah riwayat darah tinggi, dan kebiasaan klien yang minum banyak 2-3 botol aqua ukuran besar (setiap 1 botol berukuran 1,5 L) setelah dinyatakan klien mengalami masalah pembesaran prostat. Faktor resiko dari penyakit gula yang dialaminya menurut klien dan keluarga adalah karena kebiasaan makan makanan yang manis-manis. Klien dan keluarga mampu menyebutkan keluhan yang sering dialami seperti jantung berdebar-debar, batuk-batuk, sesak napas dan menggunakan dua bantal atau lebih ketika tidur malam, banyak makan tetapi mudah lapar, banyak minum, badan lemas, penurunan BB, nyeri tengkuk, pusing, bengkak pada kaki dan tangan, kebas pada kaki dan tangan. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 59 3.2 Pemeriksaan Penunjang 1. Data Laboratorium Tanggal 19/05/2013 20/05/2013 Jenis Test Hasil Nilai normal KIMIA KLINIK GDS sewaktu 480 mg/dl < 180 mg/dl Protein total 6.8 g/dl 6-8 g/dl Albumin 4.5 g/dl 3.4-5 g/dl Globulin 2.3 g/dl 1.3-2.7 g/dl Bilirubin total 0.63 mg/dl 0.1-1.1 g/dl Bilirubin direk 0.20 mg/dl 0.1-0.4 g/d Bilirubin indirek 0.43 mg/dl 0.1-0.7 g/dl AST (SGOT) 31 UL 0-37 UL ALT (SGPT) 42 UL 0-40 UL Leukosit 6.73 ribu/mm3 5-10 ribu/mm3 Eritrosit 4.25 juta/UL 4.5-6.5 juta/UL Hb 14.5 g/dl 13-16 g/dl Ht 39% 40-52% MCV 90.8 fL 90-100 fL MCH 34.1 pg 26-34 pg MCHC 37.6% 32-36% RDW-CV 14% DARAH RUTIN Trombosit 112 ribu/mm 11.5-14.5% 3 150-440 ribu/mm3 AGD pH 7.401 7.34-7.44 pCO2 32.8 mmHg 35-45 mmHg pO2 84.5 mmHg 85-95 mmHg HCO3 19.9 mmol/L 22-26 mmol/L BE -3.8 -2.5 – 2.5 Sat O2 96.5% 96-97% Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 60 ELEKTROLIT Natrium (Na) 133.0 mmol/L 135-145 mmol/L Kalium (K) 3.30 mmol/L 3.5-5.5 mmol/L Klorida (Cl) 104 mmol/L 98-109 mmol/L Trigliserida 114 mg/dl <150 mg/dl Kolestrol total 162 mg/dl < 100 normal KIMIA KLINIK 200-239 batas tinggi >240 tinggi Kolestrol HDL 33 mg/dl < 40 rendah >60 tinggi Kolestrol LDL 100.2 mg/dl <100 optimal 100-129 mdkt optmal 130-159 batas tinggi 160-189 tinggi 2. Pemeriksaan Diagnostik: Ro. Thorax Tanggal pemeriksaan: 19/05/2013 Hasil pemeriksaan: CTR>50%, infiltrat pada paru. Keterangan: Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa klien mengalami pembesaran jantung dan atau kongesti pulmonal. Ditemukannya infiltrat ada paru menunjukkan bahwa paru-paru klien mengalami abnormalitas baik karena terdapat penumpukan sekret maupun pembentukan jaringan parut di bagian paru-paru. 3. Pemeriksaan Diagnostik: EKG Tanggal pemeriksaan: 19/05/2013 Hasil pemeriksaan: a. Irama : reguler, sinus aritmia b. HR : 100X/menit c. Gelombang P : lebar 0.04 dtk dan tinggi 0.1 mV Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 61 d. Interval P-R : 0.16 dtk e. Gelombang QRS :0.08 dtk f. Gelombang Q : normal g. Segmen ST : isoelestris (V4-V6) h. Gelombang T : inverted (iskemik) Keterangan: Hasil pemeriksaan gambaran listrik jantung (EKG) diperoleh hasil sinus aritmia, dan gelombang T inverted yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner jantung yang menjadi etiologi dari CHF yang diderita. 3.3. Daftar Terapi Medis Jenis Obat Oral Nama Obat Acitomycin Dosis 1 x 500 mg Cara Kerja Obat Indikasi: untuk mengobati infeksi saluran pernapasan, infeksi kulit dan infeksi/penyakit hubungan seksual Ambroxol 3 x CI Indikasi: mengobati penyakit saluran pernapasan akut dan kronis yang disertai sekresi bronkus yang abnormal, khususnya pada eksaserbasi dan bronkhitis Ascardia 1 x 80 mg Indikasi: mengurangi resiko kematian dan atau serangan infark miokard pada penderita dengan riwayat infark atai TIA berulang Valsartan 1 x 80 mg Indikasi: mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi), gagal jantung dan pasca infark miokard Laxadine 3 x 15 cc Indikasi: mengurangi gejala konstipasi dan untuk perbaikan peristaltik Invebal 1 x 150 gr Indikasi: mengobati tekanan darah tinggi (hipertensi) dengan menjaga pembulih darah dari penyempitan yang mana membuat tekanna darah menurun dan meningkatkan aliran darah Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 62 Injeksi Lasix 1 x 40 mg Indikasi: terapi tambahan pada pasien dengan edema pulmonari akut, digunakan apabila igin terjadi diuresis lebih cepat dan tidak mungkin diberikan secara oral Ceftriaxone 1 x 2 gr Indikasi: untuk mengobati infeksi saluran pernapasan, infeksi THT, infeksi saluran kemih, sepsis meningitis, infeksi tulang dan sendi serta jaringan lunak Levoflaxacin 1 x 500 gr Indikasi: mengobati infeksi sinusitis, bronkhitis akut dengan eksaserbasi bakteri akut, pneumonia, infeksi kulit, infeksi saluran kemih dan atau komplikasinya Novorapid 3 x 10 unit Indikasi: terapi diabetes mellitus (DM) tie 1 dan 2 Lain-lain Combivent /6 jam Indikasi: mengatasi bronkospasme yang berhubungan dengan PPOK pada pasien yang diterapi dengan ipatropium Br dan salbutamol Pulmicort /8jama Indikasi: mengatasi bronkospasme, supresi axis HPA dan insufesiensi adrenal, infeksi dan TB 3.4 Analisis Data Data Pengkajian Masalah Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan napas Data Objektif - Auskultasi bunyi pernapasan: terdengar bunyi napas adventisius Rh +/+ basah kasar dengan ekspirasi memanjang - Terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan - Terlihat pernapasan cuping hidung minimal Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 63 - Dipsnea (+) - TTV (20/05/2013) RR = 28x/menit cepat dan dangkal - Klien terlihat lebih sering duduk bersandar ditempat tidur - Klien terpasang alat bantu napas nasal kanul dengan O2 4lpm - Klien terlihat sekret/sputum sering batuk berwarna putih dengan sedikit kekuning-kuningan Data Subjektif - Klien mengeluh sesak napas - Klien mengatakan ketika tidur dirumah biasanya menggunakan dua bantal - Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari karena batuk dan sesak - Klien mengatakan masih sering batukbatuk, dn mampu mengeluarkan dahak, dahak berwarna putih kekuningan - Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi duduk Penurunan curah jantung Data Objektif - TTV (TD 130/80 mmHg, Nadi 78x/mnt) - CRT < 3” - Konjungtiva sedikit anemis, sianosis disekitar mulut minimal - Akral hangat - Edema ekstrimitas (-), asites (-) - Interprestasi EKG (19/05/2013) = sinus takikardi, HR 100x/menit, irama reguler, Gel. P lebar 0,04 detik dan tinggi 0,1 mV, Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 64 interval PR 0,16 detik, Gel. QRS 0,08 detik, Gel. Q normal, segmen ST isoelestris, Gel.T inverted Data Subjektif - Klien mengeluh lemas dan pusing seperti berputar - Klien mengatakan terkadang jantung berdebar-debar Resiko kelebihan volume cairan tubuh Data Objektif - Diagnosa medis: CHF fc. II-III, AKI ec akut on CKD - Dipsnea (+) - TTV (20/05/2013) TD = 130/80 mmHg RR = 28x/mnt Nadi = 78 x/mnt Suhu = 36.50 C - Penggunaan otot bantu pernapasan - Bunyi adventisius pernapasan: Rh +/+ - Batuk (+), produksi sputum (+) warna putih sedikit kekuningan Data Subjektif - Klien mengatakan sesak napas - Klien mengatakan terkadang jantung berdebar-debar - Klien mengatakan dahak sudah dapat dikeluarkan sedikit Intoleransi aktivitas Data Objektif - Klien terlihat lemas - Konjungtiva terlihat sedikit anemis, sianosis disekitar bibir minimal Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 65 - Kegiatan klien dilakukan di tempat tidur - Klien lebih sering terlihat duduk bersandar di atas tempat tidur - Mobilisasi klien di atas tempat tidur Data Subjektif - Klien mengatakan mudah lelah jika berjalan dengan jarak 50-100 meter - Klien mengatakan pusing seperti berputar - Klien mengatakan badan terasa lemas - Klien bosan tiduran di tempat tidur 3.5 Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengelompokan data pengkajian dan analisi data, diperoleh diagnosa keperawatan pada Tn. Mu, yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas, penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, dan intoleransi aktivitas. 3.6 Rencana Intervensi Keperawatan Rencana intrvensi disusun setelah mahasiswa memperoleh diagnosa keperawatan yang ditegakkan berdasarkan data-data pengkajian yang telah dikelompokkan. Mahasiswa merencanakan beberapa tindakan keperawatan yang brtujuan untuk menyelesaikan empat dignosa keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas, penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, dan intoleransi aktivitas. Rencana tindakan keperawatan tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, dan apoteker. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas bertujuan supaya jalan napas klien kembali bersih. Kriteria hasil yang akan dicapai dari rencana tindakan keperawatan tersebut yaitu bunyi napas bersih/ jlas (Rh berkurang), TTV dalam batas normal (terutama RR dengan frekunsi 16-20x/ menit), frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 66 penggunaan otot bantu pernapasan minimal, penggunaan pernapasan cuping hidung minimal/ tidak ada, dan klien mampu menunukkan perilaku untuk memperbaiki jalan napas seperti melakukan teknik batuk efektif denga benar. Rencana tindakan mandiri keperawatan yang disusun mahasiswa dalam mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas meliputi kaji sistem pernapasan (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi), kaji tanda-tanda kesulitan bernafas (dipsnea, penggunaan otot bantu pernapasan, napas cuping hidung, sianosis), observasi karakteristik batuk dan produksi sekret, memberikan klien posisi nyaman baring (semifowler/ high semifowler), ajarkan teknik batuk efektif, dan anjurkan klien untuk minum air hangat yang disesuaikan dengan program retriksi cairan guna membantu mengencerkan sekret sehingga dapat lebih mudah untuk dikeluarkan. Sedangkan tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait dengan terapi medis sesuai indikasi yang muncul untuk mengurangi kesulitan pernapasan (bronkodilator), kolaborasi pemasangan nasal kanul dengan oksigen sesuai indikasi, kolaborasi monitor data laboratorium khususnya terkait hasil analisa gas darah (AGD). Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa penurunan curah jantung supaya tanda-tanda penurunan curah jantung dapat teratasi. Kriteria hasil yang akan dicapai dari rencana tindakan keperawatan tersebut yaitu akral hangat, sianosis berkurang/ tidak ada, CRT < 3”, TTV dalam batas normal terutama TD dan nadi (TD sistole 110-130 mmHg, TD distole 70-90 mmHg, nadi 60100x/menit), produksi urin + 0,5-1 cc/KgBB/Jam, edema atau asites berkurang/ tidak ada. Rencana tindakan mandiri keperawatan yang disusun mahasiswa dalam mengatasi masalah penurunan curah jantung meliputi monitoring TTV terutama tekanan darah dan nadi, kaji akral dan CRT, auskultasi nadi apikal, palpasi nadi perifer, pantau haluaran urin, kaji perubahan tingkat kesadaran, anjurkan untuk istirahat, anjurkan keluarga untuk bantu penuhi kebutuhan dasar klien (menyediakan pispot dekat tempat tidur, bantu kebersihan diri, makan dan minum), anjurkan tinggikan Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 67 kaki untuk membantu mempercepat aliran balik vena. Sedangkan rencana tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat sesuai indikasi, pemberian tambahan oksigen melalui nasal kanul untuk meminimalkan demand oksigen, pemberian cairan infus sesuai idikasi, pantau hasil laboratorium (terutama hasil elektrolit darah, PT/APTT, SGOT,SGPT, BUN), pantau EKG dan foto thoraks. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa kelebihan volume cairan adalah tanda-tanda kelebihan volume cairan berkurang atau teratasi. Kriteria hasil yang akan dicapai dari rencana tindakan keperawatan tersebut yaitu dipsnea/ sesak berkurang, CRT < 3”, TTV dalam batas normal terutama TD dan nadi (TD sistole 110-130 mmHg, TD distole 70-90 mmHg, nadi 60-100x/menit, RR 16-20x/menit), produksi urin + 0,5-1 cc/KgBB/Jam, edema atau asites berkurang/ tidak ada., tidak ditemukan peningkatan vena juguaris (JVP). Rencana tindakan mandiri keperawatan yang disusun mahasiswa dalam mengatasi masalah kelebihan volume cairan meliputi kaji tanda-tanda kelebihan volume cairan, monitor tanda-tanda vital (terutama tekanan darah, nadi dan frekuensi pernapasan), auskultasi bunyi pernapasan dan catat bunyi adventisius, pantau intake dan output serta hitung balance cairan, anjurkan klien untuk posisi yang nyaman berbering, timbang berat badan setiap hari, palpasi hepar dan lien kemunkinan adanya hepatomegali atau spleenomegai, auskultas BU, ukur lingkar abdomen, anjurkan keluarga untuk membantu mencatat jumlah cairan yang amsuk dan keluar setiap hari. Sedangkan tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait pemberian terapi medis sesuai dengan indikasi (diuretik), program retriksi cairan, konsul dengan ahli diet, dan pantau foto thoraks untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi terhadap penurunan kongesti pulmonal. Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa intoleransi aktivitas adalah klien mampu melakukan akvitias sesuai dengan toleransi tubuh. Kriteria hasil yang akan dicapai dari rencana tindakan keperawatan tersebut yaitu klien Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 68 mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri, kelamahan/ lemas dan sesak napas berkurang ketika beraktivitas, TTV dalam batas normal (TD sistole 110-130 mmHg, TD distole 7090 mmHg, nadi 60-100x/menit, RR 16-20x/menit). Rencana tindakan mandiri keperawatan yang disusun mahasiswa dalam mengatasi masalah intoleransi aktivitas meliputi kaji tingkat toleransi klin terhadap akvitas yang dilakukan, catat respon klien sebelum, selama atau setelah beraktivitas, kaji atau monitor tanda-tanda vital, anjurkan klien untuk isirahat, anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan klien yang belum dapat dilakukan mandiri, evaluasi tingkat atau level toleransi toleransi aktivitas klien, dan ajarkan klien secara bertahap latihan aktivitas sesuai dengan kondisi klien. 3.7 Impementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan Tindakan keperawatan yang telah direncanakan untuk mengatasi empat diagnosa keperawatan pada Tn. Mu dilakukan mulai tanggal 20/05/2013 sampai dengan 26/06/2013. Tindakan keperawatan pertama yang dilakukan yaitu pengkajian fokus dan mengumpulkan data menunjang untuk dapat merumuskan masalah keperawatan klien dan implementasi tindakan lagsung sederhana seperti memberikan posisi semifowler, menganjurkan istirahat, menjelaskan kegunaan dan efek pemberian terapi lasix, dan menyediakan pispot dekat dengan tempat tidur klien. Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa pertama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas meliputi mengkaji sistem pernapasan (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi), mengkaji tanda-tanda kesulitan bernafas (dipsnea, penggunaan otot bantu pernapasan, napas cuping hidung, sianosis), mengobservasi karakteristik batuk dan produksi sekret, memberikan klien posisi nyaman baring (semifowler/ high semifowler), mengajarkan teknik batuk efektif, dan anjurkan klien untuk minum air hangat yang disesuaikan dengan program retriksi cairan guna membantu mengencerkan sekret sehingga dapat lebih mudah untuk dikeluarkan. Sedangkan tindakan kolaborasi yang Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 69 direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait dengan terapi medis sesuai indikasi yang muncul untuk mengurangi kesulitan pernapasan (bronkodilator) yaitu ambroxol, acitromicyn, dan program inhalasi combivent dan pulmocort. Selain itu, kolaborasi pemasangan nasal kanul dengan oksigen dengan O2 4lpm, kolaborasi monitor data laboratorium khususnya terkait hasil analisa gas darah (AGD) diproleh hasil pemeriksaan AGD 20/05/2013 dengan hasil klien berada pada kondisi alkaliosis metabolik. Hasil pemeriksaan terkait dengan AGD diperoleh hasil pemeriksaan kecenderungan klien berada pada alkaliosis metabolik. Kondisi tersebut terjadi karena tubuh mengkompensasi dari kondisi AGD sebelumnya yaitu asidosis metabolik yang umum terjadi pada pasien DM, PPOK, dan CHF. Ketika tubuh berada pada kondisi asidosis metabolik, maka tubuh akan berusaha mengkopensasi dalam hal ini adalah kompensasi sistem pernapasan (paru-paru) dengan melakukan hiperkapnea utuk mengeluarkan CO2 yang tertahan di saluran pernapasan sehingga dapat mengurangi tingkat keasaman gas darah. Selain itu, bentuk kompensasi dapar kimia tubuh dengan meningkatkan HCO3 untuk sehingga kondisi lenjadi basa, dan setelah kondisi basa tercapai maka nilai HCO 3 akan kembali normal atau menurun. Evaluasi terkait tindakan keperawatan yang dilakukan adalah klien mampu menerapkan teknik batuk efektif dengan benar dan mampu mengeluarkan dahak, klien mengatakan sesak berkurang, frekuensi batuk sudah mulai berkurang dan produksi dahak yang sudah tidak terlalu banyak, tidur malam mulai nyenyak tanpa disertai dengan sesak napas, kliem menerapkan minum air hangat untuk membantu mengencerkan dahak supaya mudah dikeluarkan, suara napas bersih (Rh berkurang) dengan auskultasi pernapasan, frekuensi dan kedalaman pernapasan normal (terakhir dirawat RR 22x/menit), penggunaan otot bantu pernapasan tidak ada, pernapasan cuing hidung tidak ada. Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan penurunan curah jantung dilakukan selama klien dirawat, namun pemantauan Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 70 ketat dilakukan 2-3 hari awal klien perawatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan meiputi mengkaji TTV terutama tekanan darah dan nadi, mengkaji akral dan CRT, mengauskultasi nadi apikal, mepalpasi nadi perifer, memantau haluaran urin, mengkaji perubahan tingkat kesadaran, menganjurkan untuk istirahat, menganjurkan keluarga untuk bantu penuhi kebutuhan dasar klien (menyediakan pispot dekat tempat tidur, membantu kebersihan diri, makan dan minum). Sedangkan rencana tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat sesuai indikasi, pemberian tambahan oksigen melalui nasal kanul dengan O2 4lpm untuk meminimalkan demand oksigen, pemberian cairan infus sesuai idikasi, pantau hasil laboratorium (terutama hasil elektrolit darah, PT/APTT, SGOT,SGPT, BUN), pantau EKG dan foto thoraks. Evaluasi tindakan keperawatan dalam mengatsi masalah penurunan curah jantung diperoleh TTV dalam batas normal, CRT <3” dengan akral hangat, nadi perifer teraba kuat, sianosis berkurang terlihat dari perbaikan konjungtiva tidak terlihat anemis pada akhir perawatan, edema pulmonal berkurang terlihat dari hasil auskultasi pernapasan (Rh berkurang). Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa kelebihan volume cairan meliputi meliputi mengkaji tanda-tanda kelebihan volume cairan, mengkaji tandatanda vital (terutama tekanan darah, nadi dan frekuensi pernapasan), mengauskultasi bunyi pernapasan dan catat bunyi adventisius, memantau intake dan output serta hitung balance cairan, menganjurkan klien untuk posisi yang nyaman berbaring, menganjurkan keluarga untuk membantu mencatat jumlah cairan yang amsuk dan keluar setiap hari. Sedangkan tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait pemberian terapi medis sesuai dengan indikasi (diuretik) yaitu lasix, program retriksi cairan 600cc/24 jam, dan memantau foto thoraks untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi terhadap penurunan kongesti pulmonal. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 71 Evaluasi terhadap tindakan keperawatan dalam mengatasi kelebihan volume cairan adalah tidak ditemukan tanda-tanda kelebihan volume cairan seperti edema ekstrimitas, edema pulmonal berkurang dengan auskultasi bunti pernapasan (Rh berkurang), sesak berkurang, klien memantuhi program retriksi cairan 600 cc/24 jam, balance cairan ketika pada hari pertama dan ketiga perawatan adalah balance negatif, dan setelah hari ke empat sampai akhir perawatan balance cairan normal. Selain itu, tanda-tanda vital klien masih dalam batas normal, CRT < 3”, hasil penimbangan badan terakhir turun 1Kg dari berat badan ketika masuk (65Kg). Implemntasi untuk mengatasi diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas dilakukan sejak awal klien datang sampai akhir masa perawatan yaitu enam hari. Pada hari pertama dan ketiga perawatan klien masih dalam kondisi sesak napas berat dan lemas. Selama tiga hari awal perawatan, tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas adalah menganjurkan klien untuk istrirahat yaitu tirah baring (bed rest). Istirahat dapat membantu memperbaiki status hemodinamik klien yaitu dengan membantu mempercepat aliran balik vena dan meminimalkan demnd oksigen tubuh. Selama tirah baring, klien diajarkan untuk melakukan gerakan ektrimitas ringan di atas tempat tidur seperti membuka dan menutup telapak tangan, menggerak-gerakkan pergelangan tangan dan kaki, menekuk lengan tangan. Tindakan tersebut bertujuan untuk melatih otot secara bertahap sehingga menimalkan atrofi otot dan meancarkan sirkulasi darah. Mahasiswa tetap memonitor respon klien selama beraktivitas dengan membandingkan denyut nadi perifer sebelum, selama, dan sesudah latihan otot tersebut. Peningkatan denyut nadi lebih dari 20% dari denyut nadi sebelum latihan merupakan indikator latihan harus segera dihentikan. Pada hari keemat dan kelima perawatan, mahasiswa mengeveluasi tingkat toleransi aktivitas klien. Klien diminta untuk latihan duduk di atas tempat tidur kemudian berdiri kemudian kembali duduk. Mahasiswa mengevaluasi keluhan pusing, dan tingkat kelelahan. Secara bertahap, klien diminta dari kondisi berdiri perlahan berjalan kekamar mandi dan kembali ke tempat tidur. Mahasiswa mengevaluasi respon pusing, denyut nadi, sesak napas atau jantung berdebar. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 72 Klien mengatakan lemas berkurang dan masih pusing namun sedikit berkurang, sesak napas berkurang. Setelah itu, klien diajarkan latihan senam ringan di aats tempat tidur. Gerakan yang diajarkan seperti gerakan ROM namun lebih ringkas dan fokus pada gerakan otot-otot ektrimitas seperti menekuk lengan didada kemudian luruskan kedepan, tekuk kemudian luruskan ke atas, tekuk kemudian rentangkan ke samping. Selain itu, juga gerakan melatih otot lutut dengan menekuk dan meluruskan kemabli. Latihan dilakukan sesuai dengan toleransi aktivitas klien dengan menanyakan keluhan dan target denyut nadi yang akan dicapai. Perawatan hari keima dan keenam, klien sudah dapat melakukan latihan senam ringan mandiri disamping tempat tidur dan latihan jalan dilantai yang datar dengan jarak kurang lebih 100 meter. Sebelum aktivitas, klien diperiksa nadi dan ditetapkan target nadai yang akan dicapai. Latihan aktivitas yang diajarkan adalah rangkaian home based exercise training yang dimulai dari pemanasan, inti dan pendinginan. Pemanasan berupa latihan erobik ringan yang dikemas seperti latihan ROM, kegiatan inti adalah latihan berjalan dengan jarak yag ditambah secara bertahap disesuaikan dengan respon klien, dan pendinginan dilakukan mirip seperti gerakan pemanasan. Selama latihan, klien dievaluasi respon dengan menanyakan keluahan pusing, sesak napas, dan kelelahan. Selama kegiatan latihan aktivitas, mahasiswa juga menyertakan keluarga (istri) dan menjelasakan manfaat dan prinsip latihan. Diharapkan keluarga dapat manjadi pendamping klien dalam melaksanakan latihan dirumah setelah perawatan di rumah sakit selesai. Evaluasi secara keseluruhan terkait tindakan keperawata dalam mengatasi ntoleransi aktivitas diperoleh hasil bahwa level toleransi aktivitas klien dari hari kehari mengalami peningkatan. Keluhan sesak napas, pusing, dan kelelahan berkurang selama mauun sesudah melakukan aktivitas, klien mampu berpartisipasi dalam kegiatan kebutuhan dasar mandiri, klien mampu melakukan latihan home based exercise training secara bertahap sesudai dengan kondisi. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 BAB 4 ANALISIS SITUASI Bab ini membahas analisis situasi lingkungan lahan praktek profesi peminatan keperawatan medikal bedah di Rumah Sakit Persahabatan. Analisis situasi kasus kelolaan dengan pasien gagal jantung yang dihubungkan dengan intervensi keperawatan terkait intoleransi aktivitas, analisis kasus dengan konsep kesehatan masyarakat perkotaan. Selain itu, pembahasan mengenai alternatif pemecahan dari masalah yang dapat dilakukan. 4.1 Profil Lahan praktek Rumah Sakit Persahabatan merupakan salah satu rumah sakit rujukan untuk pasien dengan permasalahan pernapasan. RS Persahabatan mempunyai Visi Menjadi RS terdepan dalam menyehatkan masyarakat dengan unggulan kesehatan respirasi kelas dunia dengan misi menyelenggarakan kegiatan pelayanan pendidikan dan penelitian dalam bidang kesehatan secara profesional & berorientasi pada pasien. Ruangan Melati Atas merupakan salah satu ruang perawatan di RS Persahabatan yang memiliki 10 ruangan yang berisi 30 tempat tidur. Ruang melati Atas mempunyai Visi Menjadi Instalasi Rawat inap C terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang menyenangkan pelanggan dan mempunyai misi: 1) Menyelenggarakan pelayanan prima yang bersifat care & cure dan rehabilitatif dirawat inap yang menyenangkan dalam rangka mewujudkan kepuasan pelanggan; 2) Memberikan dan mengupayakan terlaksananya pelayanan kesehatan berbagai macam kasus bagi pelanggan rawat inap; 3) Memfasilitasi terlaksananya pendidikan, pelatihan bagi tenaga kesehatan medik, keperawatan dan non medis yang bermutu; 4) Menciptakan suasana kerja yang mendukung kebersamaan, rasa memiliki, rasa bertanggung jawab dan peningkatan disiplin seluruh karyawan IRIN C; 5) Memfasilitasi RS dalam menyelenggarakan fungsi RS dengan pembiayaan terjangkau dan kesejahteraan semua pihak. 73 Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 74 Ruang Melati Atas merupakan ruang perawatan dewasa kelas II yang melakukan perawatan untuk pasien dewasa laki-laki dan perempuan dengan kasus penyakit dalam dengan tingkat ketergantungan pasien yang bervariasi yaitu minimal-partial dan total care. Rentang usia pasien di ruangan ini adalah dewasa muda sampai dengan dewasa akhir, dan terdapat juga beberapa pasien lanjut usia. Pelayanan yang diberikan pada pasien di Ruang Melati Atas didasarkan pada pengkatagorian pasien infeksius dan non infeksius. Ruang Melati atas memiliki kebijakan, peraturan dan standar operasional prosedur yang diturunkan dari direktur rumah sakit melalui bidang keperawatan. Ruang melati atas memiliki jumlah tenaga sebanyak 20 orang perawat, yang terdiri dari 1 orang kepala ruangan, 3 orang ketua tim, dan 16 orang perawat pelaksana. Latar belakang pendidikan perawat di melati atas mayoritas adalah lulusan D3 dengan jumlah 16 orang, kemudian S1 keperawatan sebanyak 2 orang dan lulusan SPK sebanyak 2 orang. Pengorganisasian ruangan dibentuk oleh kepala ruang dengan menggunakan metode tim. Jumlah tim di melati atas ada sebanyak 3 tim yang terdiri dari seorang ketua tim dan 4 sampai 5 orang perawat pelaksana. 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan Konsep Gagal Jantung Kongestif 4.2.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan konsep terkait KKMP Kasus kelolaan utama yang dibahas dalam karya tulis akhir ini adalah klien dengan masalah kardiovaskuler yaitu gagal jantung kongestif. Klien berusia 77 tahun dirawat di ruang melati atas RS Persahabatan dengan keluhan awal datang keluhan sesak nafas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan cepat merasa lelah terutama setelah berjalan jarak kurang lebih 50 meter. Ketika pengkajian paroxymal nocturnal dipsnea (PND) ditemukan pada pasien, selain juga ortopnea. Klien juga mengeluhkan batuk dengan produksi dahak berwarna putih sedikit kekuning kuningan. Klien memiliki riwayat penyakit DM sejak 10 tahun yang lalu dan hipertensi kurang lebih sejak 6 tahun yang lalu. Selain itu, klien juga memiliki riwayat stroke berulang dan dapat pulih kembali dibantu Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 75 dengan pengobatan alternatif. Klien juga memiliki riwayat operasi pembesaran prostat sebanyak dua kali. Keluarga mengatakan lupa tahun operasinya tetapi kurang lebih sudah lebih dari lima tahun yang lalu. Klien dan keluarga tinggal di komplek angkatan laut daerah lampung kota. Keluarga menggambarkan wilayah sekitar komplek yang padat dan tidak memiliki halaman di sekitar rumah. Bagian depan rumah klien langsung berhadapan dengan lapangan badminton yang sering dipakai untuk kegiatan olahraga warga komplek. Menurut keluarga, keadaan selokan di sekitar komplek tempat tinggal klien terlihat kurang bersih dan sering macet/ tidak mengalir lancar sehingga menyebabkan sering air tergenang dan dihuni jentik nyamuk. Klien mengatakan cuaca cukup panas ketika musim kemarau karena jarang pepohonan disekitar komplek. Tidak jauh dari komplek tempat klien tinggal adalah jalan raya dan beberapa pabrik seperti pabrik kayu dan industri rumah tangga yang mengolah makanan kecil. Selain itu, komplek pertokoan dan pasar induk daerah setempat. Terkait dengan konsep kesehatan masyarakat perkotaan dimana salah satu karakteristik dari perkotaan dilihat dari aspek demografi meliputi komunitas urban terbentuk dari berbagai etnik atau suku dan adanya pemisahan secara ekonomi serta sosial, penduduk asli yang bertempat tinggal menjadi minoritas (artinya lebih banyak penduduk pendatang) (Allender, Rector, dan Warner, 2010). Klien dan keluarga dapat dikatakan tinggal diwilayah perkotaan tepatnya di komplek angkatan laut dengan karakteristik pemukiman padat, warga sekitar berasal dari berbagai suku dimana penduduk asli tempat tinggal minoritas. Dilihat dari aspek fisik juga wilayah Lingkungan tempat tinggal klien tidak jauh dari komplek tempat klien tinggal adalah jalan raya dan beberapa pabrik seperti pabrik kayu dan industri rumah tangga yang mengolah makanan kecil. Selain itu, komplek pertokoan dan pasar induk daerah setempat. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Stanhope dan Lancaster (1996) mengenai karakterisik kota berdasarkan aspek fisik umumnya dikarakteristikkan terdapat banyak bangunan gedung seperti sekolah Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 76 tinggi terkenal dan pusat perbelanjaan, kondisi ini sangat berbeda dengan desa yang jarang ditemukan gedung-gedung. Masyarakat yang tinggal disekitar tempat tinggal klien sebagian besar bekerja sebagai pegawai kantor atau pabrik. Selain itu, tidak jauh dari tempat tinggal terdapat beberapa rumah yang mendirikan kost untuk para pegawai yang bekerja di kantor atau pabrik sekitar. Pekerjaan lain adalah pedagang karena dekat dengan pasar, baik pedagang asongan maupun pedagang ruko toko. Hubungan sosial antar warga disekitar tempat tinggal klien umumnya hanya sekedarnya atau sesuai kebutuhan, artinya tidak terlalu mengenal baik karakteristik warga disekitarnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Stanhope dan Lancaster (1996) mengenai karakteristik perkotaan dilihat dari aspek perekonomian dan hubungan sosial. Karakteristik perkotaan dilihat dari aspek perekonomian atau mata pencaharian, sebagian besar masyarakat kota memiliki aktivitas perekonomian sebagai pekerja kantoran, buruh pabrik dan pedagang. Sedangkan dilihat dari aspek sosial atau hubungan antar warga, umumnya warga urban/ kota memiliki sifat unsosial artinya jarang berintraksi dengan tetangga atau warga sekitar seperti yang banyak ditemukan di lingkungan pedesaan. Klien mengatakan dahulu bekerja sebagai angkatan laut dan pensiun sekitar tahun 1980, menurutnya sekitar 10 tahun bekerja dilingkungan laut yang penuh tantangan. Klien mengatakan setelah pensiun, klien merasa ada hal yang hilang dalam hidupya oleh karena itu klien berusaha mencari pekerjaan baru. Klien bekerja di kantor pertanian selama kurang lebih lima tahun. Klien berhenti dari pekerjaannya karena usianya yang sudah semakin bertambah dan mulai uncul masalah kesehatan. Klien mengatakan jarang berolahraga terutama setelah pensiun dari angkatan laut. Klien memiliki riwayat merokok dari kecil dan sempat berhenti merokok ketika bekerja sebagai angkatan laut. Setelah itu, klien mulai kembali merokok dan berhenti ketika uncul keluhan batuk dan sesak napas. Klien memiliki makanan kesukaan adalah jenis makanan seafood seperti udang. Selain itu, klien juga menyukai masakan bersantan dan pedas. Klien mengatakan hampir tidak ada jenis makanan yang menjadi pantangan kecuali beberapa jenis makanan Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 77 seperti melinjo, tempe, sayuran hijau cenderung dibatasi karena klien memiliki riwayat penyait asam urat. Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa klien memiliki kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat. Seperti kurang berolahraga, mengkonsumsi jenis makanan yang berlemak/ berkolestrol tinggi, dan merokok. Selain itu, klien mungkin juga mengalami stress ringan-sedang karena berada pada masa pensiun, dimana terjadi perubahan perekonomian dan aktivitas sosial bersama rekan kerja. Koping klien juga terlihat kurang efektih karena klien cenderung mengalihkan perhatian dari kondisi stress tersebut dengan merokok. Hal ini sesuai dengan pernyataan Stanhope dan Lancaster (1996) yang mengatakan bahwa salah satu karakteristik masyarakat perkotaan adalah perubahan pada gaya hidup yang tidak sehat seperti kurang olahraga, mengkonsumsi makanan yang berkolestrol tinggi, kesibukan pekerjaan dan pengaruh lingkungan yang menyebabkan stress dan lain sebagainya. 4.2.2 Analisis Intoleransi Aktivitas pada Klien dengan Gagal Jantung Gagal jantung kongestif yang dialami klien memberikan dampak fisik, yaitu salah satunya sesak napas dan mudah merasa lelah ketika beraktivitas. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan toleransi tubuh terhadap aktivitas sehari-hari klien. Pernyataan tersebut sejalan dengan Smeltzer & Bare (2002) yang menyatakan bahwa pasien gagal jantung yang mengalami kelainan struktur dan fungsi jantung menyebabkan kerusakan fungsi ventrikel untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen ke jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan pasien dengan gagal jantung umumnya mengalami penurunan kapasitas fungsional dan sesak napas (dipsnea) ketika beraktivitas maupun ketika istirahat. Kondisi inilah yang menyebabkan pasien gagal jantung mengalami penurunan dalam menjalankan aktivitas seharihari. Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data bahwa klien mengeluh sesak napas dan mengatakan mudah lelah ketika beraktivitas seperti berjalan dengan jarak > 100 meter atau setelah mengangkakt beban yang cukup berat dan ketika menaiki Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 78 anak tangga di lingkungan rumah. Strategi yang biasa klien lakukan ketika merasa lelah adalah istirahat sejenak sampai hilang rasa lelah. Klien jarang mengeluh nyeri dada ketika beraktivitas ringan. Pernyataan data hasil pengkajian tersebut dikaitkan dengan konsep klasifikasi gagal jantung menurut NYHA berada pada kategori NYHA II. New York Heart Association (NYHA) mengkalsifikasikan gagal jantung dengan melihat pada tanda dan gejala sehari-hari yang dialami pasien dengan gagal jantung terutama keluhan sesak napas ketika beraktivitas Mansjoer, 2001. Kategori NYHA II dikarakteristikkan penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa/ ringan dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada. Klien mengatakan sesak dirasakan memberat sejak satu minggu sebelum masuk rumahsakit. Keluhan sesak klien disertai dengan batuk yang cenderung menetap disertai dengan produksi sputum berwarna putih sedikit kekuningan dan terlihat sedikit busa. Sesak dirasakan memberat terutama pada malam hari sehingga klien juga mengeluhkan gangguan tidur karena batuk dan sesak yang dirasakan, klien terkadang mengeluarkan suara seperti mendekur ketika tidur malam. Ketika beraktivitas seperti berjalan dengan jarak > 100 meter klien merasakan lelah dan sesak napas dan harus segera mencapai tempat duduk untuk istirahat. Klien juga mengatakan lelah ketika harus menaiki anak tangga dan harus diselingi dengan istirahat ketika menaikinya. Hal tersebut sejalan dengan peneitian yang dilakukan oleh Hendrika et al ( 2001) dalam penelitiannya mengenai level of activities associated with mobility during everyday life in patients with CHF as measured with an “activity monitor”. Penelitian tersebut dilakukan dilakukan selama tiga hari dengan meneliti aktivitas harian pasien yang dimonitor dengan signal dari accelerometer pada lima pasien dengan CHF dengan rata-rata usia 64 tahun. Hasil penelitian diperoleh bahwa durasi rata-rata aktivitas harian pada pasien CHF cenderung menurun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien gagal jantung cenderung mengalami penurunan terhadap toleransi aktivitasnya. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 79 Berdasarkan hasil observasi pengkajian hari pertama klien dirawat di ruang melati atas, terlihat bahwa klien lebih nyaman dengan posisi duduk, terpasang oksigen dengan nasal kanul dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, BAK dan BAB menggunakan alat bantu pispot, serta aktivitas kebersihan diri di atas tempat tidur dibantu oleh keluarga (istri). Klien mengatakan tidak kuat untuk berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa klien mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari dan memerlukan alat bantu serta bantuan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan dasar klien tersebut. Pernyataan tersebut sesuai dengan penjelasan Black & Hwaks (2009) yang menyebutkan mengenai manifestasi yang dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung diantaranya adalah sesak napas dan kelelahan/ penurunan toleransi aktivitas. Kelelahan terjadi karena pengaruh dari sirkulasi ke jaringan yang tidak adekuat sehingga konsumsi O2 ke jaringan juga mengalami penurunan. Tubuh merespon dengan melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan zat sisa berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat pada otot yang berlebih akan menyebabkan kelelahan sehingga muncul gelaja penurunan toleransi aktivitas pada sebagian besar pasien dengan gagal jantung. 4.3 Analisis Tindakan Keperawatan dalam Mengatasi Intoleransi Aktivitas Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas yang dialami klien yaitu dengan melakukan pengkajian terhadap kekuatan otot klien, mengkaji tingkat toleransi terhadap aktivitas, memonitor tanda-tanda vital klien sebelum dan sesudah aktivitas, mencatat respon klien terhadap aktivitas, kolaborasi dengan keluarga klien untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar kien diatas tempat tidur (misal: memfasilitasi pisot untuk BAK dan BAB, memfasilitasi keperluan kebersihan diri di atas tempat tidur), kolaborasi dengan dokter pemberian tambahan oksigen mlalui nasal kanul 4lpm, menganjurkan klien untuk istirahat cukup, serta mengajarkan klien untuk latihan aktivitas secara bertahap mulai dari latihan aerobik ringan ditempat tidur sampai dengan latihan berjalan di lantai mendatar dengan jarak yang ditambah secara bertahap. Latihan aktivitas dikemas dalam rangkaian latihan home based exercise training yag diperuntukkan untuk pasien dengan gagal jantung. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 80 Tindakan keperawatan pertama yang dilakukan penulis adalah memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan dan pemberian impelemntasi keperawatan selama klien dirawat. Penulis selanjutnya melakukan pengkajian yang meliputi pengkajian fisik, riwayat kesehatan, observasi, dan hasil pemeriksaan diagnostik klien. Pengkajian merupakan aspek awal dalam asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data objektif maupun data subjektif yang berkaitan baik dari sumber primer (pasien) maupun dari sumber sekunder (keluarga, data rekam medis sebelumnya, dan pemeriksaan penunjang) (Potter & Perry, 2009). Pengkajian harus dilakukan secara holistik meliputi bio, psiko, sosial, dan spiritual. Tindakan keperawatan kedua yang dilakukan penulis adalah disesuaikan dengan tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu, klien memperoleh data terkait dengan pengkajian khusus terkait tingkat atau level toleransi aktivitas klien. Penulis melakukan pengkajian terkait dengan kekuatan otot klien dan menilai respon klien terhadap aktivitas sehari-hari. Hasil pemeriksaan kekuatan otot diperoleh bahwa kekuatan otot klien masih baik pada keempat ekstrimitas. Sedangkan terkait dengan pengkajian level/ tingkat terhadap toleransi aktivitas diperoleh data bahwa klien belum mampu bergerak dari tempat tidur ke kamar mandi ruang rawat sehingga untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAK dan BAB) dibatu oleh keluarga dengan menggunakan pispot. Begitu pula aktivitas kebersihan diri (mandi dan berhias), makan dan minum klien lakukan di atas tempat tidur (Smeltzer & Bare, 2002). Tindakan keperawatan ketiga yang dilakukan penulis adalah menganjurkan klien untuk istirahat dan menganjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar. Tindakan tersebut disesuaikan dengan prinsip implementasi pada pasien dengan gagal jantung yaitu menganjurkan klien untuk istirahat yang berguna untuk menurunkan demand oksigen sehingga metabolisme anaerob dapat diminimalkan (Black and Hawks, 2009). Selain itu, anjuran istirahat lebih pada pasien dengan gagal jantung bukan tanpa alasan karena istirahat akan membantu Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 81 memperbaiki aliran balik vena dan mampu meningkatkan diuresis (Doenges et al, 2000). Tindakan keperawatan keempat, penulis berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan tambahan oksigen melalui nasal kanul dengan O2 yang diberikan 4lpm. Pemberian tambahan O2 kepada klien bertujuan untuk meminimalkan demand oksigen pada tubuh sehingga metabolisme anaerob dapat dicegah dan dampak penumpukan asam laktat penyebab kelelahan berlebih pada pasien gagal jantung juga dapat dikurangi. Hasil yang diharapkan klien dapat meningkat toleransi terhadap aktivitas sehari-hari. Implementasi tersebut sejalan dengan pernyataan Black & Hwaks (2009) yang menyebutkan kelelahan pada pasien gagal jantung terjadi karena pengaruh dari sirkulasi ke jaringan yang tidak adekuat sehingga konsumsi O2 ke jaringan juga mengalami penurunan. Tubuh merespon dengan melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan zat sisa berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat pada otot yang berlebih akan menyebabkan kelelahan sehingga muncul gelaja penurunan toleransi aktivitas pada sebagian besar pasien dengan gagal jantung. Tindakan keperawatan kelima yang penulis lakukan adalah mengajarkan latihan aktivitas secara bertahap. Latihan aktivitas yang diajarkan berupa latihan aerobic ringan yang dapat dilakukan ditempat tidur dan latihan berjalan di lanti yang datar dengan jarak tertentu yang ditambah secara bertahap. Sebelum dan sesudah latihan aktivitas, klien diperikas tanda-tanda vital terlebih dahulu terutama nadi. Selama pelaksanaan latihan aktivitas, penulis memantau respon klien terhadap aktivitas yang dilakukan seperti sesak, kelelahan, pusing, atau jantung berdebar. Implementasi tersebut sejalan dengan Nicholson (2007) yang mengatakan bahwa pasien gagal jantung perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas dilakukan dengan melihat respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas dan kelelahan. Aktivitas akan melatih kekuatan otot jantung sehingga gejala gagal jantung semakin minimal. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 82 Latihan aktivitas yang dikemas dalam bentuk home based exercise training diimplementasikan kepada klien kelolaan utama mulai diterapkan pada hari empat perawatan dengan melihat respon klien terhadap peningkatan level terhadap aktivitas. Penulis berkeyakinan bahwa hari pertama sampai hari ketiga perawatan klien masih berada pada fase akut dengan melihat respon pasien terhadap aktivitas yang dilakukan. Pada fase tersebut implementasi yang dilakukan adalah lebih kepada menganjurkan klien untuk bed rest dalam mengatasi masalah keperawatan intoleransi aktivitasnya. Sedangkan, pada hari keempat perawatan, klien sudah mulai mampu berpindah dari tempat tidur ke kamar mandi dengan dibantu oleh keluarga. Penulis berkeyakinan bahwa pasien telah melewati masa akut dan sekarang sudah berada pada fase recovery dimana level terhadap toleransi aktivitas sudah mulai meningkat. Oleh karena itu penulis melakukan implementasi berupalatihan aktivitas. Latihan tahap awal yang diajarkan adalah latihan aerobic di tempat tidur. Prinsip tindakannya adalah latihan ringan dengan menggerakkan otot tubuh dengan durasi yang disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien. Durasi awal untuk latihan aerobic pertama ditetapkan oleh penulis adalah 10 menit. Gerakan berupa menggerakkan otot kepala, otot ektrimitas, dan otot pernapasan. Implementasi tersebut sejalan dengan pernyataan Suharsono (2011) yang mengatakan bahwa selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan untuk bed rest yang bertujuan untuk memperbaiki status hemodinamik. Setelah fase akut terlewati, pasien berada pada fase rocovery. Pada fase ini, bed rest menjadi suatu saran yang kontroversial karena dapat memicu menurunnya level toleransi aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai batuk. Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk dalam hal ini adalah otot jantung. 4.4 Alternatif Pemecahan Berdasarkan hasil evaluasi terhadap implementasi keperawatan dalam mengatasi intoleransi aktiitas yang dikaitkan dengan teori dan konsep terkait, maka diperoleh alternatif pemecahan. Menganjurkan klien untuk istirahat (bed rest) selama klien masih berada pada fase akut. Istirahat (bed rest) disarankan pada fase akut pasien dengan gagal jantung karena diyakini dapat memperbaiki status hemodinamik. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 83 Selain itu, selama fase akut juga disarankan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar klien seperti makan dan minum di tempat tidur, menyediakan pispot untuk memenuhi kebutuhan eliminasi (BAK dan BAB), membantu memenuhi kebutuhan kebersihan diri (mandi dan berias) ditempat tidur. Klien juga dianturkan untuk melakukan aktivitas ditempat tidur sesuai dengan toleransi tubuh, memantau respon klien terhadap aktivitas yang dilakukan serta monitor tanda-tanda vital untuk mengetahui kemungkinan perubahan status hemodinamik yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Kerjasama atau kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain juga diperlukan seperti dokter dan ahli gizi. Berkolaborasi dengan tim medis (dokter) dalam memberikan terapi medikasi untuk memperbaiki fungsi jantung (kontraktilitas) dan pemberian tambahan oksigen melalui nasal kanul untuk meminimalkan demand oksigen klien. Sedangkan bentuk kolaborasi dengan ahli gizi adalah menganjurkan pemberian diet jantung sesuai kebutuhan kalori tubuh klien dengan tekstur yang lembut sehingga mudah dicerna dan diserap oleh tubuh klien. Alternatif pemecahan masalah yang penulis temukan yaitu latihan aktivitas yang dikemas dalam bentuk home based exercise training mampu diterapkan sebagai bagian dari bentuk implementasi untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas pada klien gagal jantung yang telah melewati fase akut (sudah berada pada fase recovery) dan pada klien yang tidak masuk dalam daftar kontraindikasi kondisikondisi khusus yang tidak diperkenankan mengikuti latihan aktivitas. Alternatif dalam masalah ini adalah dengan menganjurkan klien untuk melakukan latihan aktivitas secara bertahap disesuaikan dengan toleransi tubuh dengan melihat respon klien terhadap aktivitas yang dilakukan. Selain itu, memberikan informasi kesehatan klien meliputi mengenai tanda dan gejala bahaya, cara mempertahankan kesehatan setelah masa perawatan, jadwal dan manfaat medikasi yang diresepkan untuk dikonsumsi dirumah, dan jadwal kontrol terkait dengan masalah kesehatan klien. Tindakan alternatif yang telah disebutkan di atas perlu dikomunikasikan kepada keluarga klien. Keluarga dimotivasi oleh perawat untuk berperan aktif dalam Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 84 pelaksanaan kegiatan dan memberikan dukungan kepada klien dalam latihan aktivitas home based exercise training terutama setelah masa perawatan di rumah sakit selesai. Selain itu, keluarga dapat terlibat dalam menilai perkembangan kemampuan klien terhadap level toleransi aktivitas selama latihan home based exercise training dilakukan. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 BAB 5 PENUTUP Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran terkait berdasarkan hasil analisis situasi hasil pengkajian dengan konsep terkait. Selain itu, analisis terkait dengan intervensi yang dipilih penulis dalam pemecahan alternatif masalah keperawatan klien dengan gagal jantung yaitu latihan aktivitas home based exercise training. Saran ditujukan untuk bidang keperawatan medikal bedah, bidang keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, pelayanan keperawatan di ruang rawat, dan untuk penelitian selanjutnya. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis situasi terkait dengan implementasi home based exercise training pada pasien dengan gagal jantung di ruang rawat melati atas RSUP Persahabatan, maka diperoleh kesimpulan: 1. Masalah keperawatan kasus kelolaan utama (Tn. Mu) adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas, penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, dan intoleransi aktivitas 2. Fokus pembahasan analisis kasus adalah pada masalah keperawatan intoleransi aktivitas dengan impelementasi latihan aktivitas yang dikemas dalam home based exercise training 3. Latihan aktivitas home based exercise training dapat diterapkan sebagai salah satu bentuk intervensi keperawatan pada pasien dengan gagal jantung dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas 4. Latihan aktivitas home based exercise training dilakukan disesuaikan dengan kondisi pasien dan level toleransi aktivitas 5. Sebelum dan sesudah dilaksanakan latihan aktivitas home based exercise training perlu dimonitor tanda-tanda vital dan melihat respon pasien terhadap aktivitas yang dilakukan 6. Durasi dan frekuensi latihan aktivitas home based exercise training disesuaikan dengan konidisi dan level toleransi aktivitas 85 Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 86 7. Evaluasi implementasi latihan aktivitas cukup efektif pada Tn. Mu dilihat dari perkembangan level toleransi aktivitas setiap hari 5.2 Saran 5.2.1 Bidang Pelayanan Ruang Rawat 1. Diharapkan hasil analisis kasus dapat menjadi masukan dan sumber informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan latihan aktivitas home based exercise training pada pasien gagal jantung kongestif dan masalah keperawatan intoleransi aktivitas 5.2.2 Bidang Keperawatan Medikal Bedah 1. Dapat menjadi evidence base untuk menyusun rencana program latihan aktivitas home based exercise training yang ditujukan pada pasien dengan gagal jantung kongestif 5.2.3 Bidang Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan 1. Dapat menjadi evidence base untuk menyusun rencana program kesehatan masyarakat perkotaan terkait dengan upaya pencegahan/ preventif penyakit degeneratif termasuk dalam hal ini adalah penyakit gagal jantung kongestif 5.2.3 Penelitian Selanjutnya 1. Diharapkan hasil analisis kasus dapat digunakan sebagai bahan informasi penelitian selanjutnya yang berkaitan, jenis latihan aktivitas lain yang dapat diterapkan pada pasien dengan gagal jantung dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas. 2. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu memperdalam analisis kasus dan menetapkan beberapa kriteria khusus pada pasien kelolaan utama yang akan dikelola Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 DAFTAR PUSTAKA Anderson, Elizabeth T. Dan McFarlane, Judith. (2001). Buku ajar keperawatan komunitas: teori dan praktik. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. Allender, Judith A., Rector, Cherie, dan Warner, Kristine D. (2010). Community health nursing: promoting and protecting the public’s health. Edisi ketujuh. China: Lippincott Williams & Wilkins Alwi, I. (2012). Tatalaksana holistik penyakit kardiovaskular. Jakarta: Interna publishing. Arofah, N.I. (2009). Program latihan fisik rehabilitatif pada penderita penyakit jantung.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132300162/3.%20Progra %20Latihan%20Fisik%20Rehabilitatif%20Pada%20Penderita%20Penyaki t%20%20Jantung.pdf di unduh pada 25 Juni 2013 Pukul 12.30 WIB. Black, J. and Hawks, J. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes 8th edition. Singapore: Elsevier. Corwin, E.J. (2000). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC. Doenges M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC. Hendrika van, d. B., Bussmann, J., Balk, A., Keijzer-Oster, D., & Stam, H. (2001). Level of activities associated with mobility during everyday life in patients with chronic congestive heart failure as measured with an "activity monitor". Physical Therapy, 81(9), 1502-11. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/223115463?accountid=17242 Hwang, R., Redfern, J., Alison, J. (2008). A narrative review on home based exercise training for patient with chronic heart failure. Phisical therapy review. 3:227-234. Hudack., Gallo. (2000). Keperawtan kritis pendektan holistik. Jakarta: EGC. Kusmana, D. (2006). Olah raga untuk orang sehat dan penderita penyakit jantung. Edisi kedua. BP FKUI. Jakarta. Lavie, C.J., Milani, R.V., Littman, A.V. (1993). Benefit of cardiac rehabilitation and exercise training in secondary coronary prevention in the elderely. Journal of the American college of cardiology. 22(3): 678. 87 Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Universitas Indonesia 88 Levine, GN. (2010). Cardiology secrets, 3rt Ed. Mosby Elsevier. Philadelphia. Mansjoer, A., dkk. (2001). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Penerbit Media Ausculapius FKUI. Myers, J. (2008). Principle of exercise prescription for patient with chronic heart failure. Heart fall rev. 13;61-68. NANDA International. (2012). Nursing diagnoses: definitions & classification 2012-2014. United kingdom: Blackwell Publishing. Nicholson, C. (2007). Heart failure, A clinical nursing handbook. John Wiley & Sons. Ltd. Parish, TR., Kosma, M., Welsch, MA. (2007). Exercise training for the patient with heart failure: is your patient ready?. Cardiopulmonary physical therapi journal. 18 (3): 12-20. Perry, A.G., & Potter, P.A. (2009). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses dan praktik (Ed. ke-4) (Renata, K., dkk, Penerjemah). Jakarta: EGC. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. (2007). Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. dan Bare, G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarrth Volume 3 Edisi 8. Jakarta: EGC. Stanhope, Marcia dan Lancaster, Jeanette. (1996). Edisi keempat. Community health nursing: promoting health of aggregates, families, and individuals. St. Louis: Mosby. Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi, I., dkk. (2009). Buku ajar penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing. Suharsono, T. (2011). Dampak home based exercise training terhadap kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Tesis FIKUI. Universitas Indonesia Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 1 Rencana Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kongestif Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan napas Data Objektif - Auskultasi bunyi napas: bunyi napas adventisius Rh +/+ - Dipsnea (+) - Posisi klien sering duduk bersandar diatas tempat tidur - Batuk-batuk menetap (+), produksi dahak (+) warna putih sedikit kekuningan - Pernapasan cuping hidung (+) minimal - Penggunaan otot bantu pernapasan - TTV (20/05/2013) RR 28x/menit, pernapasan cepat dan dangkal Rencana Tindakan Tujuan Kriteria Evaluasi Jalan napas kembali bersih o Bunyi napas bersih/ jelas (Rh berkurang) o TTV (terutama RR) dalam batas normal (16 – 20x/menit) o Frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal o Penggunaan oto bantu pernapasan minimal o Penggunaan pernapasan cuping hidung minumal/ tidak ada o Klien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki jalan napas (contoh: mampu batuk efektif dan mengeluarkan sputum) Keperawatan Rasional Intervensi Mandiri o Auskultasi bunyi napas, catat bunyi napas adventisius (Rh, Whz, Crk) o Kaji/pantau frekunsi dan kedalaman pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi o Catat adanya derajat dipsnea (misal: mengeluh sesak napas, cemas/gelisah, distress pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan) o Kaji klien untuk posisi nyaman (misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur) o Mengobservasi karateristik batuk (misal: menetap, batuk pendek, batuk basah) o Bantu/ dorong klien untuk latihan batuk efektif Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 oBeberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tk dimanifestasikan adanya bunyi napas adventisus (misal: Rh, Crk, Whz) oTekipnea biasanya ada ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut oDisfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di RS oPeninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan mneggunakan gravitasi untuk memperluas ekspansi dada oBatuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bia klien lansia, sakit akut, atau adanya kelemahan. oBatuk efektif digunakan untuk membantu klien mengeluarkan sekret yang tertahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala dibawah Lampiran 1 Data Subjektif - Klien mengeluh sesak - Klien mengatakan lebih nyaman duduk dari pada berbaring - Klien mengatakan sering batuk dan mampu mengeluarkan dahak, warna putih sedikit kekuningan o Menganjurkan klien untuk minum air hangat untuk membant mengencerkan sekret Kolaborasi o Berikan obat sesuai indikasi: - Bronkodilator: albuterol (proventil, ventolin), epinefrin (adrenain, vaponefrin), terbutalin (brethine, brethaire), isoetarin (brokosol, bronkometer) o Tambahan O2 melalui nasal kanul o Awasi/ buat grafik GDA, nadi oksimetri, foto dada Penurunan curah jantung Data Objektif - TTV (20/05/2013) TD = 130/80 mmHg Nadi = 78 x/menit - CRT < 3” - Konjungtiva sedikit anemis, sianosis disekitar bibir - Akral hangat setelah perkusi dada oHidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran dngan batuk efektif Penurunan curah o Akral hangat Mandiri: o Sianosis berkurang/ jantung teratasi o Kaji TTV dan tingkat tidak ada kesadaran klien o CRT < 3” o TTV dalam batas normal, terutama TD dan nadi (TD sistol 110 – 130 mmHg, TD diastol 70-90 o Kaji akral, CRT dan tanda mmHg, nadi 60sianosis 100x/menit) o Produksi urin + 0,5-1 cc/KgBB/Jam Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 - Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti okal, menurunkan spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa - Menurunkan kemampuan sistem pernapasan dalam konsumsi O2 - Membuat dasar pengawasan kemajuan atau kemunduran proses penyakit dan atau komplikasi o Mengetahui perubahan status hemodinamik klien. Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat sehubungan dengan SVR. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi. o Sirkulasi perifer yang tidak adekuat akan dimanifestasikan dengan perubahan akral dingin, sianosis dan CRT > 3”. Pucat menunjukkan Lampiran 1 - Edema ektrimitas (-), asites (-) - Interpretasi EKG: sinus takikardi, Gel. T inverted (iskemik) Data Subjektif - Klien mengeluh lemas - Klien mengatakan terkadang jantung berdebar-debar o Edema dan atau asites berkurang o Auskultasi nadi apical; kaji frekuensi, irama jantung o o Catat bunyi jantung o o Palpasi nadi perifer. o o Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan/konsentrasi urine. o Kaji perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi, cemas, dan depresi o Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 o o menurunnya perfusi perifer sekunder tehadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi dan anemia. Sinosis dapat terjadi sebagai refraktori GIK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkatan kongesti vena Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler. S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam sermabi yang distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi, dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada. Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urin biasanya menurun selam sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perusi serebral sekunder tehadap Lampiran 1 atau kursi. Kaji dengan pemeriksaan fisik sesuai indikasi. o Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang; menjelaskan manajemen medik/keperawatan; membantu pasien menghindari situasi stress, mendengar/berespon terhadap ekspresi perasaan/takut. o Berikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respons Valsava, contoh mengejan selama defekasi, menahan nafas selama perubahan posisi. o Tinggikan kaki, hindari tekanan pada bawah lutut. Dorong olahraga aktif/pasif. Tingkatkan ambulasi/aktivitas sesuai toleransi. o Periksa nyeri tekan betis, menurunnya nadi pedal, pembengkakan, kemerahan local atau pucat pada ektremitas. o Jangan beri preparat digitalis dan laporkan dokter bila perubahan nyata terjadi pada frekuensi jantung atau irama atau tanda toksisitas digitalis. Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 penurunan curah jantung. o Istirahat fisik harus dipertahankan selama GIK akut atau refraktori untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen miokard dan kerja berlebihan. o Stres emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung. o Pispot digunakan untuk menurunkan kerja ke kamar mandi atau kerja keras menggunakan bedpan. Manuver valsava menyebabkan rangsang vagal diikuti dengan takikardi, yang selanjutnya berpengaruh pada fungsi jantung/curah jantung. o Menurunkan stasis vena dan dapat menurunkan insiden thrombus/pembentukan embolus o Menurunnya curah jantung, bendungan/stasis vena dan tirah baring lama meningkatkan resiko tromboflebitis. o Insiden toksisitas tinggi (20%) karena menyempitnya batas antara rentang terapeutik dan toksik. Digoksin harus dihentikan pada adanya kadar obat Lampiran 1 Kolaborasi : o Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai indikasi. o Berikan obat sesuai indikasi. Diuretic, contoh furosemid (Lasix); asam etakrinik (decrin); bumetanid (Bumex); spironolakton (Aldakton) Vasodilator, contoh nitrat (nitro-dur, isodril); arteriodilator, contoh hidralazin (Apresoline); kombinasi obat, contoh prazosin (Minippres). Digoksin (Lanoxin). Captopril (Capoten); Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 toksik, frekuensi jantung lambat, atau kadar kalium rendah. o Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. o Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan menurunkan kongesti. Tipe dan dosis diuretic tergantung pada derajat gagal jantung dan status fungsi ginjal. Penurunan preload paling banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative normal ditambah dengan gejala kongesti. Diuretik blok reabsorpsi diuretic, sehingga mempengaruhi reabsorpsi natrium dan air. Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler sistemik (arteeiodilator), juga kerja ventrikel. Meningkatkan kekuatan kontraksi miokard dan memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan konduksi dan Lampiran 1 lisinopril (Prinivil); enalapril (Vasotec). Morfin sulfat. Tranquilizer/sedatif. Antikoagulan, contoh heparin dosis rendah, warfarin (Coumadin). o Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan garam. o Pantau/ganti elektrolit. o Pantau seri EKG dan Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 memperlama periode refraktori pada hubungan AV untuk meningkatkan efesiensi/curah jantung. Inhibitor ACE dapat digunakan untuk mengontrol gagal jantung dengan menghambat konversi angiotensin dalam paru dan menurunkan vasokonstriksi, SVR, dan TD. Penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja miokard. Menghilangkan cemas dan mengistirahatkan siklus umpan balik cemas/pengeluaran katekolamin/cemas. Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan kebutuhan oksigen dan kerja miokard. Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah pembentukan thrombus/emboli pada adanya factor resiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia jantung, dan riwayat episode trombolik sebelumnya. o Karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak dapat mentolerir peningkatakn volume cairan (preload). Pasien GJK juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard. o Perpindahan cairan dan pengguanaan diuretic dapat mempengaruhi elektrolit Lampiran 1 perubahan foto dada. o o Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh BUN dan kreatinin. o Pemeriksaan fungsi hati (AST, LDH). o PT/APTT/pemeriksaan koagulasi. o Siapkan untuk insersi/mempertahankan alat pacu jantung, bila diindikasikan. o o o o Kelebihan volume cairan Data Objektif - Dipsnea (+) - Diagnosa medis: CHF fc II-III, AKI ec akut on CKD - Edema ektrimitas (-), Tanda-tanda o kelebihan volume cairan dapat o teratasi o Dipsnea/ sesak Mandiri: berkurang atau o Kaji adanya tanda-tanda minimal kelebihan volume cairan tubuh CRT < 3” (misal: edema, asites, dipsnea, TTV dalam batas bunyi adventisius pernapasan) normal (TD sistol o Monitor TTV dan CVP (bila 110 – 130 mmHg, ada) TD diastol 70-90 mmHg, RR 16-20x/ menit, nadi 60- Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 (khususnya kalium dan klorida) yang mempengaruhi irama jantung dan kontraktilitas. Deprsi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen miokard, meskipun tak ada penyakit arteri koroner. Foto dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal. Peningkatan BUN/kreatinin menunjukkan hipoperfusi/gagal ginjal. AST/LDH dapat meningkat sehubungan dengan kongesti hati dan menunjukkan kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih kecil yang didetoksikasi oleh hati. Mengukur perubahan pada proses koagulasi atau keefektifan terapi antikoagulan. Mungkin perlu untuk memperbaiki bradisritmia tak responsive terhadap intervensi obat yang dapat berlanjut menjadi gagal kongesti/menimbulkan edema paru o Memberikan data dasar untuk menyusun rencana intervensi sesuai dengan keluhan pasien o Mengetahui perubahan status hemodinamik. Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya/peningkatan Lampiran 1 asites (-) - TTV (20/05/2013) TD = 130/80 mmHg Nadi = 78x/mnit RR = 28x/menit Suhu = 36.50 C - Penggunaan otot bantu pernapasan - Bunyi adventisius pernapasan Rh +/+ - Batuk (+), produksi sputum (+) warna putih sedikit kekuningan Data Subjektif - Klien mengeluh sesak napas - Klien mengatakan terkadang jantung berdebar-debar - Klien mengatakan dahak dapat dikeluarkan sedikit demi sedikit o o o 100x/menit, suhu 36 – 37.20 C) Edema (ektrimitas dan atau ulmonal) berkurang, asites tidak ada Produksi urin + 0.5 – 1 cc/KgBB/Jam Peningkatan vena jugularis (-) o Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan, contoh krekels, mengi. Catat adanya peningkatan dispnes, takipnea, ortopnea, dispnea noktyurnal paroksismal, batuk persisiten o Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi. o o o o o kongesti paru, gagal jantung o Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru. Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri akut. Gejala pernafasan pada gagal jantung kanan (dispnea, batuk, otopnea) dapat timbul lambat tetapi lebih sulit membaik o Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama sehari) karena penururnan perfusi ginjal. Posisi telentang memebantu diuresis, sehingga haluaran urine dapat ditingkatkan pada malam/selama tirah Pantau/hitung keseimbangan baring. pemasukan dan pengeluaran o Terapi diuretic dapat disebabkan oleh selama 24 jam. kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada. Pertahankan duduk atau tirah o Posisi telentang meningkatkan filtrasi baring dengan posisi ginjal dan menurunkan produksi ADH semifowler selama fase akut. sehingga meningkatkan diuresis. Buat jadwal pemasukan cairan, digabung dengan keinginan minum bila mungkin. Berikan o Melibatkan pasien dalam program terapi dapat meningkatkan perasaan perawatan mulut/es batu mengontrol dan kerjasama dalam sebagai bagian dari kebutuhan pembatasan cairan Timbang berat badan tiap hari. o Peningkatan 2.5 kg menunjukkan kurang lebih 2L cairan. Sebaliknya, diuretic dapat mengakibatkan cepatnya kehilangan/perpindahan cairan dan kehilangan berat badan. Catat perubahan ada/hilangnya edema sebagai respons Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 1 terhadap terapi. o Ubah posisi dengan sering. Tinggikan kaki bila duduk. Lihat permukaan kulit, pertahanakan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi. o Selidiki keluhan dispnea ekstrem tiba-tiba, kebutuhan untuk bangun dari duduk, sensasi sulit bernafas, rasa panic atau ruangan sempit o Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen, konstipasi. o Berian makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering. o Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi. Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 o Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki/mata kaki (atau area dependen) dan meningkat sebagai kegagalan paling buruk. Edema pitting adalah gambaran secara umum hanya setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan. Peningkatan kongesti vaskuler (sehubungan dengan gagal jantung kanan) secara nyata mengakibatkan edema jaringan sistemik. o Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan nutrisi dan imobilisasi/tirah baring lama merupakan kumpulan stressor yang mempengaruhi integritas kulit dan memerlukan intervensi pengawasan ketat/pencegahan. o Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi (edema paru/emboli) dan berbeda dari ortopnea dan dispnea nocturnal paroksismal yang terjadi lebih cepat dan memerlukan intervensi segera. o Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal. o Penurunana motilitas gaster dapat berefek merugikan pada digestif dan absorpsi. Makan sedikit dan sering meningkatkan digesti/mencegah ketidaknyamanan abdomen. Lampiran 1 o Dorong untuk menyatakan perasaan sehubungan dengan pembatasan o Palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan. o Catat peningkatan letargi, hipotensi, kram otot. Kolaborasi : o Pemberian obat sesuai indikasi Diuretik, contoh furosemid (Lasix); bumetadine (Bumex). Tiazid dengan agen pelawan kalium, contoh spironolakton (Aldakton) Tambahan kalium o Mempertahankan cairan/pembatasan natrium sesuai indikasi o Konsul dengan ahli diet. Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 o Pada gagal ajntung lanan lanjut, cairan dapat berpindah ke dalam area peritoneal, menyebabkan meningkatnya lingkar abdomen (asites). o Ekpresi perasaan/masalah dapat menurunkan stress/cemas, yang mengeluarkan energi dan dapat menimbulkan perasaan lemah o Perluasan gagal jantung menimbulkan kongesti vena, menyebabkan distensi abdomen, pembesaran hati, dan nyeri. Ini akan mengganggu fungsi hati dan mengganggu /memperpanjang metabolisme obat o Tanda defesit kalium dan natrium yang dapat terjadi sehubungan denga perpindahan cairan dan terapi diuretic. Meningkatkan laju aliran urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium/klorida pada tubulus ginjal. Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan. Mengganti kehilangan kalium sebagai efek samping terapi diuretik, yang dapat mempengaruhi fungsi jantung. o Menurunkan air total tubuh/mencegah reakumulasi cairan. o Perlu memberikan diet yang dapat diterima pasien yang memenuhi Lampiran 1 o Pantau foto toraks. o Kaji dengan torniket rotasi/flebotomi, dialysis, atau ultrafiltrasi sesuai indikasi Intoleransi aktivitas Data Objektif - Klien terlihat lemas - Knjungtiva sedikit anemis, sianosis disekitar bibir - KDM klien dilakukan di tempat tidur - Klien terlihat lebih sering duduk bersandar di tempat tidur Data Subjektif - Klien mengatakan mudah lelah jika berjalan dengan jarak 50-100 meter - Klien mengatakan pusing seperti berputar - Klien mengatakan merasa bosan tiduran di atas tempat tidur Klien mampu beraktivitas sesuai dengan toleransinya o o o o Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri Kelemahan/ lemas berkurang Kelelahan berkurang TTV dalam batas normal selama beraktivitas (TD sistol 110 – 130 mmHg, TD diastol 70-90 mmHg, RR 16-20x/ menit, nadi 60-100x/menit, suhu 36 – 37.20 C) kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium. o Menunjukkan perubahan indikasif peningkatan/perbaikan kongesti paru. o Meskipun tidak sering digunakan, penggantian cairan mekanis dilakukan untuk mempercepat penurunana volume sirkulasi, khususnya pada edema paru refraktori pada terapi lain. Mandiri o Monitor TTV sebelum dan sesudah beraktivitas (khususnya apabila klien menggunakan terapi vasodilator, diuretik, penyekat beta) o Catat respon kardipulmonal terhadap aktivitas (contoh: takikardi, disritmia, dipsnea, diaforesis, sianosis) o Kaji presipitator/ penyebab terjadinya kelelahan (contoh: efek obat, nyeri) o Evaluasi tingkat toleransi aktivitas o Berikan bantuan terhadap aktivitas yang dilakukan o Selingi periode aktivitas dengan istirahat o Hipotensi ortostatik dapat terjadi ketika beraktivitas karena pengaruh obat vasodilatasi, perpindahan cairan (diuretik), pengaruh fungsi jantung o Merupakan tanda-tanda yang perlu menjadi perhatian akibat toleransi aktivitas yang menurun o Klemahan dapat disebabkan fek samping dari beberapa jenis obat (contoh: beta blocker) o Menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung terhadap aktivitas o Pemenuhan kebutuhan perawatan diri o Memberikan kesempatan miokard untuk mendapatkan oksigen Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 1 Kolaborasi o Implementasikan program rehabilitasi jantung/ aktivitas Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 o Peningkatan bertahap pada aktivitas, menghindari kerja jantung/ konsumsi oksigen yang berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jntung dibawah stress apabila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali Lampiran 2 Implementasi Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kongestif Tn. Mu Masalah Keperawatan Tujuan Ketidakefektifan Jalan napas bersihan jalan napas kembali bersih o o o o o o Penurunan curah jantung Penurunan curah jantung teratasi o o o o Kriteria Hasil Bunyi napas bersih/ jelas (Rh berkurang) TTV (terutama RR) dalam batas normal (16 – 20x/menit) Frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal Penggunaan oto bantu pernapasan minimal Penggunaan pernapasan cuping hidung minumal/ tidak ada Klien menunjukkan perilaku untuk memperbaiki jalan napas (contoh: mampu batuk efektif dan mengeluarkan sputum) Akral hangat Sianosis berkurang/ tidak ada CRT < 3” TTV dalam batas normal, terutama TD dan nadi (TD sistol 110 – 130 mmHg, TD diastol 70-90 mmHg, nadi 60-100x/menit) Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Implementasi Mandiri o Melakukan monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan kedalaman) o Melakukan auskultasi bunyi napas, catat bunyi napas adventisius (Rh, Whz, Crk) o Mencatat adanya derajat dipsnea (misal: mengeluh sesak napas, cemas/gelisah, distress pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan) o Memberikan posisi semifowler o Mengobservasi karateristik batuk (misal: menetap, batuk pendek, batuk basah) o Melatih dan memotivasi klien untuk latihan batuk efektif o Menganjurkan klien untuk minum air hangat untuk membant mengencerkan sekret Kolaborasi o Memberikan obat sesuai indikasi: ambroxol 3xCI, acitromycin 1x500mg, inhlasi combivent/ 6jam dan pulmicort/ 8 jam o Memberikan tambahan O2 melalui nasal kanul dengan O2 4lpm o Memonitor data laboratorium terkait AGD dan foto dada: CRT > 50% Mandiri: o Melakukan monitor TTV dan tingkat kesadaran klien o Mengkaji akral, CRT dan tanda sianosis o Mengauskultasi nadi apikal, frekuensi, irama jantung Lampiran 2 o Produksi urin + 0,5-1 cc/KgBB/Jam o Edema dan atau asites berkurang Resiko kelebihan volume cairan Tanda-tanda kelebihan volume cairan dapat teratasi o o o o o o Dipsnea/ sesak berkurang atau minimal CRT < 3” TTV dalam batas normal (TD sistol 110 – 130 mmHg, TD diastol 70-90 mmHg, RR 16-20x/ menit, nadi 60-100x/menit, suhu 36 – 37.20 C) Edema (ektrimitas dan atau ulmonal) berkurang, asites tidak ada Produksi urin + 0.5 – 1 cc/KgBB/Jam Peningkatan vena jugularis (-) Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 o Mencatat bunyi jantung o Memantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan kepekatan/konsentrasi urine. o Menganjurkan klien untuk istirahat o Memberikan pispot di samping tempat tidur. Hindari aktivitas respons Valsava, contoh mengejan selama defekasi, menahan nafas selama perubahan posisi. Kolaborasi : o Memberikan oksigen tambahan dengan nasal kanul O2 4lpm o Memberikan obat sesuai indikasi. Diuretik (lasix) 1x 40 mg Valsartan 1x80 mg, invebal 1x150 mg Ascardia 1x80 mg o Memberian cairan IV RL 12 tpm, pembatasan jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan garam. o Memantau data laboratorium: elektrolit, profil lipid, kimia darah, Ur/ Cr, PT/ APTT/ pemeriksaan koagulasi darah o Memantau seri EKG dan perubahan foto dada: CRT > 50%, infiltrat pada paru (+) Mandiri: o Mengkaji adanya tanda-tanda kelebihan volume cairan tubuh (misal: edema, asites, dipsnea, bunyi adventisius pernapasan) o Memonitor TTV dan CVP (bila ada) o Melakukan auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan, contoh krekels, mengi. Catat adanya peningkatan dispnes, takipnea, ortopnea, dispnea noktyurnal paroksismal, batuk persisiten o Memantau haluaran urine, catat jumlah dan Lampiran 2 Intoleransi aktivitas Klien mampu beraktivitas sesuai dengan toleransi tubuh o o o o warna saat hari dimana diuresis terjadi o Memantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam. o Mempertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut. o Mencatat perubahan ada/hilangnya edema sebagai respons terhadap terapi. o Mengkaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen, konstipasi. o Menganjurkan mengkonsumsi makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering. o Melakukan palpasi hepatomegali. Catat keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan. Kolaborasi : o Memberikan obat sesuai indikasi Diuretik (lasix) 1x 40 mg o Mempertahankan cairan/pembatasan natrium sesuai indikas o Memantau foto toraks: CRT > 50% Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas Mandiri yang diinginkan dalam memenuhi kebutuhan o Memonitor TTV sebelum dan sesudah perawatan diri beraktivitas (khususnya bila klien menggunakan Kelemahan/ lemas berkurang terapi vasodilator, diuretik, penyekat beta) Kelelahan berkurang o Mencatat respon kardipulmonal terhadap TTV dalam batas normal selama beraktivitas aktivitas (contoh: takikardi, disritmia, dipsnea, (TD sistol 110 – 130 mmHg, TD diastol 70diaforesis, sianosis) 90 mmHg, RR 16-20x/ menit, nadi 60o Mengkaji presipitator/ penyebab terjadinya 100x/menit, suhu 36 – 37.20 C) kelelahan (contoh: efek obat, nyeri) o Mengevaluasi tingkat toleransi aktivitas o Menganjurkan keluarga untuk membatu KDM o Menganjurkan klien untuk istirahat Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 3 CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN TN. Mu Tanggal/ jam 20/05/013 Masalah Keperawatan Belum teridentidikasi Implementasi BHSP Memonitor TTV Melakukan pengkajian PF Melakukan pengkajian keluhan kesehatan saat ini dan riwayat kesehatan sebelumnya 5. Memberikan posisi semifowler 6. Menganjurkan untuk istirahat 7. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas di tempat tidur (contoh: makan, minum, BAK, BAB, dan perawatan kebersihan diri) 1. 2. 3. 4. Evaluasi S: - - - Klien mengatakan sesak dan lemas Klien mengatakan tidak kuat untuk berjalan Klien mengatakan memiliki riwayat sakit gula dan darah tinggi sudah sejak lama sekitar 10 tahun yang lalu, dan riwayat sakit jantung yang diketahui kurang lebih sudah satu tahun ini Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien pernah menjalani operasi pembesaran prostat dua kali, terakhir dilaksanakan sekitar tahun 2010 Klien mengatakan sesak sedikit berkurang dan merasa lebih nyaman setelah dirubah posisi barig menjadi semifowler O: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 TTV (TD 130/80 mmHg, Nadi 78x/mnt, RR 28x/mnt, suhu 36.50 C) Klien terlihat melakukan aktivitas ditempat tidur seperti makan, mium, BAK, BAB, dan perawatan kebersihan diri/ berhias IVFD: RI 50 unit dengan 2cc/ jam, dan RL 12 tpm Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi semifowler Terlihat penggunaan otot bantu pernapasan Terlihat pernapasan cuping hidung, tetapi minimal Klien terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm Auskultasi bunyi pernapasan: Rh +/+ Lampiran 3 - Klien terlihat sesak ketika bernapas Tidak terlihat edema ektrimitas saat ini, tidak ada asites - Klien terlihat sering batuk dan mengeluarkan sputum sedikit warna putih sedikit kekuningan - GDS (Jam 12.00 WIB = 456 g/dl) - Terapi medis: ambroxol, laxadine, invebal, inhalasi combivent, pulmicort, novorapid kelipatan 3 - Data laboratorium: DPL (Leukosit 6.73 ribu/mm3 , Hb 14.5 g/dl, Ht 39%, Trombosit : 112 ribu/mm3 ) AGD (pH 7.401, pCO2 32.8 mmHg, pO2 84.5 mmHg, HCO3 19.9 mmol/L, BE -3.8, Sat O2 96.5%) Elektrolit (Na 133.0 mmol/L, K 3.30 mmol/L, Cl 104 mmol/L) Kimia klinik (Trigliserida 114 mg/dl, Kolestrol total 162 mg/dl, HDL 33 mg/dl, LDL 100.2 mg/dl) A: - Masalah keperawatan: bersihan jalan napas, penurunan curah jantung, resiko kelebihan volume cairan, dan intoleransi aktivitas - Latih batuk efektif Anjurkan untuk istirahat Pertahankan posisi semifowler Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering Anjurkan untuk membatasi aktivitas, lakukan aktivitas sesuai toleransi tubuh Pantau data laboratorium P: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 3 21/05/2013 Penurunan curah jantung 1. BHSP 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji akral, CRT dan warna kulit (tanda-tanda sianosis) 4. Mengauskultasi bunyi jantung dan bunyi pernapasan 5. Menganjurkan klien untuk membatasi cairan + 600cc/hari 6. Menganjurkan klien untuk istirahat 7. Mempertahankan posisi baring semifowler 8. Menganjurkan klien untuk mengurangi stress dengan teknik relaksasi napas dalam 9. Memberikan lingkungan yang tenang 10. Memberikan terapi medis: digitalis, diuretik, vasodilator S: - - - - Klien mengatakan masih merasa sesak, namun sudah sedikit berkurang dibanding awal masuk rumah sakit Klien mengatakan jantung terkadang berdebardebar Klien mengatakan minum air putih sudah mulai dibatasi + 1 botol aqua ukuran sedang habis dalam satu hari, namun terkadang lebih sedikit Klien mengatakan malam masih susah tidur karena sesak dan batuk sehingga terkadang menyebabkan bangun dimalam hari Klien mengatakan tidak ada masalah yang sedang dipikirkan Klien mengatakan nyaman dengan posisi semifowler Klien mengatakan nyaman setelah melakukan teknik relaksasi napas dalam O: - - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 TTV (130/90 mmHg, nadi 82/mnt, RR 24x/mnt, suhu 36,20 C) Klien mendapat program retriksi cairan 600cc/24 jam Posisi baring klien semifowler Klien mampu melakukan teknik relatksasi dengan napas dalam dan mencobanya sebanyak tiga kali Auskultasi paru (Rh +/+), auskultasi jantung BJ1 dan BJ2 normal, murmur (-), gallops (-) Klien terlihat istirahat siang kurang lebih setengah jam Terapi medis: lasix, valsartan, invebal IVFD: RI 50 unit 2cc/jam, RL 12tpm Akral hangat Lampiran 3 - Konjungtiva sedikit anemis CRT < 3” Sianosis orbital (-), sekitar bibir minimal - Penurunan curah jantung teratasi sebagian - Monitor TTV Kaji akral, CRT dan tanda sianosis Anjurkan klien untuk istirahat Motivasi klien untuk minum sesuai dengan program retriksi cairan + 600cc/24 jam Pertahankan posisi baring semifowler Berikan lingkungan tenang dan kurangi stress pada klien A: P: Resiko kelebihan volume cairan 1. BHSP 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan (contoh: edema ektrimitas, edema pulmonal, asites) 4. Mengauskultasi bunyi pernapasan 5. Menganjurkan klien untuk membatasi cairan + 600cc/hari 6. Menganjurkan klien untuk menghitung input (minum) dan output (BAK) cairan/ hari S: - - Klien mengatakan BAK 6-7 x/hari Klien mengatakan minum air putih sekitar 1 botol aqua sedang dalam sehari, terkadang lebih sedikit Klien mengatakan jarang berkeringat Klien mengatakan masih merasaka sesak terutama pada malam hari ketika tidur Klien mengatakan mmiliki riwayat bengkak pada kaki sebelum dirawat dan berkurang sedikit demi sedikit (+ 2 minggu) dibantu dengan obat pelancarBAK dari dokter tempat klien kontrol kesehatan O: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 TTV: (130/90 mmHg, nadi 82/mnt, RR 24x/mnt, suhu 36,20 C) Auskultasi bunyi pernapasan Rh +/+ Intake (air minum 600 cc, sayur dimakanan 100 cc) Output (BAK 6-7X/hari, BAB + 50 cc, IWL + Lampiran 3 - 20 cc) Perhitungan balance cairan: intake (700 cc), output (770 cc) = balance (-70 cc) Edema esktrimitas (-), asites (-) Terapi medis: lasix Data laboratorium (20/05/2013): Elektrolit (Na 133.0 mmol/L, K 3.30 mmol/L, Cl 104 mmol/L) A: - Resiko kelebihan volume cairan teratasi sebagian - Monior TTV Anjurkan klien untuk membatasi minum sesuai dengan rogram retriksi cairan( 600 cc/ 24 jam) Pantau tanda-tanda kelebihan cairan Pantau hasil laboratorium P: Ketidakefektifan bersihan jalan napas 1. 2. 3. 4. BHSP Memonitor TTV (terutama RR) Mengauskultasi bunyi pernapasan Mengkaji pernapasan (penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, frekuensi dan karakteristik napas klien, alat bantu pernapasan yang terpasang) 5. Mempertahankan posisi semifowler 6. Memberikan terapi medis: ambroxol dan inhalasi combivent, pulmicort 7. Menganjurkan klien untuk minum air hangat (disesuaikan dengan intruksi pembatasan cairan) S: - O: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Klien mengatakan masih merasaka sesak terutama pada malam hari ketika tidur Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi setengah duduk atau duduk ditempat tidur Klien mengatakan sesak berkurang setelah dilakukan inhalasi Klien mengatakan selalu minum air hangat setelah dilakukan inhalasi Klien mengatakan paham mengenai manfaat minum air hangat untuk membantu mengencerkan dahak Klien terlihat masih sesak Penggunaan otot bantu masih terlihat, pernapasan cuping hidung minimal Lampiran 3 - TTV: (130/90 mmHg, nadi 82/mnt, RR 24x/mnt, suhu 36,20 C) Frekuensi pernapasan cepat dan dangkal Klien terlihat minum air hangat setelah dilakukan inhalasi Terapi medis: ambroxol dan inhalasi combivent, pulmicort Klien terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm Posisi baring semifowler Data laboratorium (20/05/2013): AGD (pH 7.401, pCO2 32.8 mmHg, pO2 84.5 mmHg, HCO3 19.9 mmol/L, BE -3.8, Sat O2 96.5%) A: - Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian - Monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan kedalaman) Pertahankan posisi semifowler Anjurkan klien untuk minum air hangat Pantau data laboratorium Kolaborasi pemberian inhalasi P: 22/05/2013 Ketidakefektifan bersihan jalan napas 1. 2. 3. 4. BHSP Memonitor TTV (terutama RR) Mengauskultasi bunyi pernapasan Mengkaji pernapasan (penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, frekuensi dan karakteristik napas klien, alat bantu pernapasan yang terpasang) 5. Mengkaji adanya tanda-tanda sianosis (konjungtiva, CRT) 6. Mempertahankan posisi semifowler Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 S: - Klien mengatakan tidak kesulitan melakukan cara batuk efektif yang diajarkan Klien mengatakan masih batuk dan mampu mengeluarkan dahak dengan batuk efektif Klien mengatakan sesak napas berkurang setelah diberikan inhalasi Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi baring setengah duduk Klien mengatakan sudah mengerti manfaat minum air putih hangat untuk membantu Lampiran 3 7. Mengajarkan teknik batuk efektif 8. Memberikan terapi medis: ambroxol dan inhalasi combivent, pulmicort 9. Menganjurkan klien untuk minum air hangat (disesuaikan dengan intruksi pembatasan cairan) - mengencerkan dahak supaya lebih mudah dikeluarkan Klien mengatakan akan minum air putih hangat, jumlahnya disesuikan dengan anjuran dokter untuk pembatasan minum O: - - TTV (TD 140/90 mmHg, Nadi 80x/mnt, RR 26x/mnt, suhu 36,80 C) Pernapasan cepat dan dangkal Klien masih terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm Konjungtiva sedikit anemis CRT < 3” Klien masih terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung tidak ada Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi semifowler IVFD: pemflon Terapi medis yang diberikan: ambroxol dan inhalasi combivent, pulmicort Klien terlihat minum air hangat setelah dilakukan inhalasi A: - Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian - Anjurkan klien untuk latihan batuk efektif Pertahankan posisi semifowler Pantau data laboratorium Monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan kedalaman) Kolaborasi pemberian inhalasi P: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 3 Intoleransi aktivitas 1. BHSP S: 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji toleransi aktivitas yang dapat dilakukan 4. Menganjurkan klien untuk istirahat di antara waktu aktivitas 5. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas di tempat tidur (contoh: makan, minum, BAK, BAB, perawatan kebersihan diri/ berhias) O: - Klien mengatakan masih lemas Klien mengatakan makan, minum, BAK, BAB, dan mandi dengan kain dilakukan ditempat tidur Klien mengatakan tidur malam kurang nyenyak karena sesak, tidur siang kurang lebih 1 jam Klien mengatakan belum mampu berpindah/ bangun dari tempat tidur, karena masih sedikit pusing dan lemas - Klien terlihat makan dan munim ditempat tidur Klien terlihat terbaring masih lemas Klien terlihat tertidur pada siang hari TTV (TD 130/80 mmHg, Nadi 78x/menit, RR 24x/menit, suhu 36,20 C) IVFD: pemflon - Intoleransi aktivitas teratasi sebagian - Anjurkan klien untuk istirahat, lakukan aktivitas sesuai dengan toleransi klien Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi KDM klien yang tidak bisa dilakukan sendiri Monitor TTV Kaji perkembangan toleransi klien terhadap aktivitas A: P: 23/05/2013 Penurunan curah jantung 1. BHSP 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji akral, CRT dan warna kulit (tanda-tanda sianosis) 4. Mengauskultasi bunyi jantung dan bunyi pernapasan 5. Menganjurkan klien untuk membatasi Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 S: - Klien mengatakan masih sesak sudah berkurang Klien mengatakan jantung terkadang berdebardebar Klien mengatakan minum air putih sudah mulai dibatasi + 1 botol aqua ukuran sedang habis dalam satu hari Lampiran 3 6. 7. 8. 9. cairan + 600cc/hari Menganjurkan klien untuk istirahat Mempertahankan posisi baring semifowler Memberikan lingkungan yang tenang Memberikan terapi medis: digitalis, diuretik, vasodilator - Klien mengatakan tidur malam nyenyak, sesak berkurang pada saat tidur malam Klien mengatakan nyaman dengan posisi semifowler O: - - TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,70 C) Klien mendapat program retriksi cairan 600cc/24 jam Posisi baring klien semifowler Auskultasi paru (Rh +/+), auskultasi jantung BJ1 dan BJ2 normal, murmur (-), gallops (-) Klien terlihat istirahat siang kurang lebih setengah jam Terapi medis: lasix, valsartan, invebal IVFD: pemflon Akral hangat Konjungtiva sedikit anemis CRT < 3” Sianosis orbital (-), sekitar bibir minimal - Penurunan curah jantung teratasi sebagian - Monitor TTV Kaji akral, CRT dan tanda sianosis Anjurkan klien untuk istirahat Motivasi klien untuk minum sesuai dengan program retriksi cairan + 600cc/24 jam Pertahankan posisi baring semifowler Berikan lingkungan tenang dan kurangi stress pada klien Pertahankan posisi barig semifowler - A: P: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 3 Intoleransi aktivitas 1. BHSP S: 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji toleransi aktivitas yang dapat dilakukan 4. Menganjurkan klien untuk istirahat di antara waktu aktivitas 5. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas di tempat tidur (contoh: makan, minum, BAK, BAB, perawatan kebersihan diri/ berhias) 6. Melatih senam ringan untuk jantung sehat O: - Klien mengatakan lemas berkurang Klien mengatakan sudah mandiri melakukan aktivitas KDM seperti makan, minum Klien mengatakan sudah mampu berpindah dari tempat tidur ke kamar mandi dengan di dampingi/ dipapah oleh keluarga Klien mengatakan sudah mampu BAK dan BAB di kamar mandi Klien mengatakan tidur malam nyenyak - Klien terlihat sudah mampu makan dan minum secara mandiri Klien terihat sudah mampu berjalan ke kamar mandi untuk BAK atau BAB Klien terlihat tertidur pada siang hari TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,70 C) IVFD: pemflon Klien mampu melakukan senam ringan di tempat tidur selama 10 menit Klien terlihat antusias melakukan senam ringan Terlihat keluarga (istri) terlibat kegiatan senam - Intoleransi aktivitas teratasi sebagian - Anjurkan klien latihan berpindah secara bertahap Monitor TTV sebelum dan sesudah melakukan senam ringan Kaji perkembangan toleransi klien terhadap aktivitas Motivasi untuk latihan senam ringan mandiri setiap pagi dengan durasi sesuai toleransi tubuh - A: P: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 3 24/05/2013 Ketidakefektifan bersihan jalan napas 1. 2. 3. 4. BHSP Memonitor TTV (terutama RR) Mengauskultasi bunyi pernapasan Mengkaji pernapasan (penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, frekuensi dan karakteristik napas klien, alat bantu pernapasan yang terpasang) 5. Mempertahankan posisi semifowler 6. Memberikan terapi medis: ambroxol dan inhalasi combivent, pulmicort 7. Menganjurkan klien untuk minum air hangat (disesuaikan dengan intruksi pembatasan cairan) S: - Klien mengatakan masih batuk dan mampu mengeluarkan dahak dengan batuk efektif Klien mengatakan sesak napas berkurang setelah diberikan inhalasi Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi baring setengah duduk Klien mengatakan sudah mempraktekkan minum air putih hangat, jumlahnya disesuikan dengan anjuran dokter untuk pembatasan minum O: - TTV (TD 140/80 mmHg, Nadi 88x/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,80 C) Auskultasi pernapasan Rh - / Pernapasan normal tetapi masih dangkal Klien masih terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm jika sesak saja Konjungtiva sedikit anemis CRT < 3” Penggunaan otot bantu napas minimal Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi semifowler IVFD: pemflon Terapi medis yang diberikan: ambroxol dan inhalasi combivent, pulmicort Klien terlihat minum air hangat setelah dilakukan inhalasi A: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian Lampiran 3 P: Resiko kelebihan volume cairan 1. BHSP 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan (contoh: edema ektrimitas, edema pulmonal, asites) 4. Mengauskultasi bunyi pernapasan 5. Menganjurkan klien untuk membatasi cairan + 600cc/hari 6. Menganjurkan klien untuk menghitung input (minum) dan output (BAK) cairan/ hari Anjurkan klien untuk latihan batuk efektif Pertahankan posisi semifowler Monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan kedalaman) Kolaborasi pemberian inhalasi Anjurkan klien untuk minum air hangat (sesuaikan dengan program retriksi cairan) S: - Klien mengatakan BAK 5-6 x/hari Klien mengatakan minum air putih sekitar 1 botol aqua sedang dalam sehari Klien mengatakan jarang berkeringat Klien mengatakan sesak sudah berkurang Klien mengatakan batuk sudah mulai berkurang dan dahak sudah tidak terlalu banyak yang dikeluarkan O: - TTV: (TD 140/80 mmHg, Nadi 88x/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,80 C) Auskultasi bunyi pernapasan Rh - / Intake (air minum 600 cc, sayur dimakanan 50 cc) Output (BAK 5-6X/hari, BAB + 50 cc, IWL + 20 cc) Perhitungan balance cairan: intake (650 cc), output (670 cc) = balance (-20 cc) Edema esktrimitas (-), asites (-) A: - Resiko kelebihan volume cairan teratasi sebagian - Monior TTV Anjurkan klien untuk membatasi minum sesuai P: Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 3 25/05/2013 Ketidakefektifan bersihan jalan napas 1. 2. 3. 4. BHSP Memonitor TTV (terutama RR) Mengauskultasi bunyi pernapasan Mengkaji pernapasan (penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, frekuensi dan karakteristik napas klien, alat bantu pernapasan yang terpasang) 5. Mempertahankan posisi semifowler 6. Memberikan terapi medis: ambroxol dan inhalasi combivent, pulmicort 7. Menganjurkan klien untuk minum air hangat (disesuaikan dengan intruksi pembatasan cairan) S: - Klien mengatakan batuk masih tetapi sudah mulai jarang Klien mengatakan dahak yang dikeluarkan sudah mulai berkurang Klien mengatakan sesak napas berkurang setelah diberikan inhalasi Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi baring setengah duduk Klien mengatakan sudah mempraktekkan minum air putih hangat, jumlahnya disesuikan dengan anjuran dokter untuk pembatasan minum O: A: Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 dengan rogram retriksi cairan( 600 cc/ 24 jam) Pantau tanda-tanda kelebihan cairan Pantau hasil laboratorium TTV (TD 130/80 mmHg, Nadi 86x/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,50 C) Auskultasi pernapasan Rh - / Pernapasan normal tetapi masih dangkal Klien masih terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm jika sesak saja Konjungtiva sedikit anemis CRT < 3” Penggunaan otot bantu napas minimal Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi semifowler IVFD: pemflon Terapi medis yang diberikan: ambroxol dan inhalasi combivent Klien terlihat minum air hangat setelah dilakukan inhalasi Lampiran 3 - Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian - Anjurkan klien untuk latihan batuk efektif Pertahankan posisi semifowler Monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan kedalaman) Kolaborasi pemberian inhalasi Anjurkan klien untuk minum air hangat (sesuaikan dengan program retriksi cairan) P: Intoleransi aktivitas 1. BHSP S: 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji toleransi aktivitas yang dapat dilakukan 4. Menganjurkan klien untuk istirahat di antara waktu aktivitas 5. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas di tempat tidur (contoh: makan, minum, BAK, BAB, perawatan kebersihan diri/ berhias) 6. Motivasi klien melakukan senam ringan untuk jantung sehat Klien mengatakan lemas berkurang Klien mengatakan sudah mandiri melakukan aktivitas KDM seperti makan, minum Klien mengatakan sudah mampu berpindah dari tempat tidur ke kamar mandi dengan di dampingi/ dipapah oleh keluarga Klien mengatakan sudah mampu BAK dan BAB di kamar mandi Klien mengatakan tidur malam nyenyak Klien mengatakan sudah mempraktekkan senam ringan setiap pagi setelah bangun tidur sesuai toleransi tubuh O: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Klien terlihat sudah mampu makan dan minum secara mandiri Klien terihat sudah mampu berjalan ke kamar mandi untuk BAK atau BAB TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,70 C) IVFD: pemflon Klien mampu melakukan senam ringan di tempat tidur selama 10 menit Klien terlihat sudah mampu berjalan-jalan dari Lampiran 3 tempat tidur ke halaman ruang rawat/ nurse station A: - Intoleransi aktivitas teratasi sebagian - Anjurkan klien latihan berpindah secara bertahap Monitor TTV sebelum dan sesudah melakukan senam ringan Kaji perkembangan toleransi klien terhadap aktivitas Motivasi untuk latihan senam ringan mandiri setiap pagi dengan durasi sesuai toleransi tubuh P: 26/05/2013 Penurunan curah jantung 1. BHSP 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji akral, CRT dan warna kulit (tanda-tanda sianosis) 4. Mengauskultasi bunyi jantung dan bunyi pernapasan 5. Menganjurkan klien untuk membatasi cairan + 600cc/hari 6. Menganjurkan klien untuk istirahat 7. Mempertahankan posisi baring semifowler 8. Menganjurkan klien untuk mengurangi stress dengan teknik relaksasi napas dalam 9. Memberikan lingkungan yang tenang 10. Melakukan pendkes (bagian dari dischare planning) mengenai pola hidup sehat dirumah: mengurangi makanan yang berlemak, diet rendah garam, berhenti merokok S: - - - - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Klien mengatakan masih sesak sudah berkurang Klien mengatakan minum air putih sudah mulai dibatasi + 1 botol aqua ukuran sedang habis dalam satu hari Klien mengatakan tidur malam nyenyak Klien mengatakan nyaman dengan posisi semifowler Klien mengatakan paham mengenai batasan aktivitas yang perlu dikurangi ketika di rumah Klien mengatakan paham mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan dan harus segera mengunjungi pelayanan kesehatan (seperti: keluhan nyeri dada yang semakin sering, sesak ketika istirahat, lelah yang tidak hilang dengan istirahat, jantung berdebar-debar) Klien megatakan paham pentingnya kontrol kesehatan di pelayanan kesehatan setelah selesi masa perawatan Klien mengatakan paham pentingnya olahraga, mengurangi stress dan istirahat cukup untuk Lampiran 3 kesehatan jantungnya O: - TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,00 C) Klien mendapat program retriksi cairan 600cc/24 jam Posisi baring klien semifowler Auskultasi paru (Rh -/-), auskultasi jantung BJ1 dan BJ2 normal, murmur (-), gallops (-) IVFD: pemflon Akral hangat Konjungtiva sedikit anemis CRT < 3” Sianosis orbital (-), sekitar bibir minimal Klien terlihat antusias dalam pendkes Keluarga (istri) terlibat dalam pendkes Klien dan keluarga aktif bertanya terkait dengan beberapa jenis aktivitas yang perlu untuk dibatasi A: - Penurunan curah jantung teratasi sebagian - Anjurkan klien untuk membagi waktu istirahat dan aktivitas dirumah Motivasi klien untuk minum sesuai dengan program retriksi cairan + 600cc/24 jam Berikan lingkungan tenang dan kurangi stress pada klien Motivasi klien untuk menerapkan pendkes dalam kehidupan sehari-hari setelah selesai masa perawatan di RS P: - Ketidakefektifan bersihan jalan napas 1. BHSP 2. Memonitor TTV (terutama RR) 3. Mengauskultasi bunyi pernapasan Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 S: - Klien mengatakan batuk masih tetapi sudah jarang Lampiran 3 4. Mengkaji pernapasan (penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung, frekuensi dan karakteristik napas klien, alat bantu pernapasan yang terpasang) 5. Mempertahankan posisi semifowler 6. Memberikan terapi medis: ambroxol dan inhalasi combivent, pulmicort 7. Menganjurkan klien untuk minum air hangat (disesuaikan dengan intruksi pembatasan cairan) 8. Melakukan pendkes (bagian dari dischare planning) mengenai pembuatan inhalasi sederhana dengan menggunakan minyak kayu putih yang dicampur dengan air putih panas/ mendidih - - - - - Klien mengatakan dahak yang dikeluarkan sudah mulai berkurang Klien mengatakan sesak napas Klien mengatakan sudah mampu berjalan dari tempat tidur ke halaman kamar rawat/ nurse station (jarak + 50-80 meter) Klien mengatakan sudah mempraktekkan minum air putih hangat, jumlahnya disesuaikan dengan anjuran dokter untuk pembatasan minum Klien mengatakan paham mengenai cara pembuatan inhalasi sederhana dirumah dengan minyak kayu putih dan air mendidih Klien mengatakan paham mengenai etika batuk yang benar Klien mengatakan paham mengenai jenis obat dan dosis yang perlu diminum dirumah untuk mengurangi batuk dan sesak Klien mengatakan paham mengenai tanda-tanda pernapasan yang buruk yang harus segera mengunjungi pelayanan kesehatan seperti: batuk meneta, dahak sulit dikeluarkan, sesak memberat dan mengganggu istirahat malam O: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,00 C) Auskultasi pernapasan Rh - / Pernapasan normal Klien tidak terpasang alat bantu oksigen Konjungtiva sedikit anemis CRT < 3” Penggunaan otot bantu napas minimal Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi semifowler Lampiran 3 - IVFD: pemflon Terapi medis yang diberikan: ambroxol dan inhalasi combivent Klien terlihat minum air hangat setelah dilakukan inhalasi klien terlihat tidak sesak setelah berjalan dari tempat tidur ke halaman ruang rawat A: - Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi sebagian - Anjurkan klien untuk latihan batuk efektif Anjurkan untuk mencoba cara inhalasi sederhana dirumah Anjurkan klien untuk minum air hangat (sesuaikan dengan program retriksi cairan) Motivasi klien untuk kontrol setelah selesai perawatan P: Intoleransi aktivitas 1. BHSP S: 2. Memonitor TTV 3. Mengkaji toleransi aktivitas yang dapat dilakukan 4. Menganjurkan klien untuk istirahat di antara waktu aktivitas 5. Menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas di tempat tidur (contoh: makan, minum, BAK, BAB, perawatan kebersihan diri/ berhias) 6. Melatih senam ringan untuk jantung sehat 7. Melakukan pendkes (bagian dari discharge planning) mengenai pembatasan aktivitas (jenis-jenis aktivitas yang perlu dikurangi frekuensi dan durasinya), memotivasi melakukan aktivitas/ olahraga - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Klien mengatakan lemas berkurang Klien mengatakan sudah mandiri melakukan aktivitas KDM seperti makan, minum Klien mengatakan sudah mampu berpindah dari tempat tidur ke kamar mandi sendiri Klien mengatakan sudah mempraktekkan senam ringan setiap pagi setelah bangun tidur sesuai toleransi tubuh Klien mengatakan paham mengenai beberapa aktivitas yang perlu dibatasi dirumah Klien mengatakan paham mengenai perlunya olahraga sesuai dengan toleransi (kekuatan) tubuh klien untuk mempertahankan kesehatan jantung (contoh: olahraga ringan) Klien mengatakan paham mengenai pentingnya Lampiran 3 ringan sesuai toleransi tubuh - membagi waktu untuk istirahat dan aktivitas Klien mengatakan paham mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan ketika terjadi keluhan sesak napas saat beraktivitas O: - - - Klien terlihat sudah mampu makan dan minum secara mandiri Klien terihat sudah mampu berjalan ke kamar mandi untuk BAK atau BAB TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36,00 C) IVFD: pemflon Klien mampu melakukan senam ringan di tempat tidur selama 15 menit Klien terlihat sudah mampu berjalan-jalan dari tempat tidur ke halaman ruang rawat/ nurse station Klien tidak terihat sesak setelah berjalan dari tempat tidur ke ruang perawat (+ 50-80 meter) Klien dan keluarga terlihat antusias mendengarkan beberapa jenis aktivitas yang perlu dibatasi dirumah Keluarga (istri) terlibat dalam kegiatan pendkes aktivitas klien dirumah A: - Intoleransi aktivitas teratasi sebagian - Anjurkan klien latihan berpindah secara bertahap Kaji perkembangan toleransi klien terhadap aktivitas Motivasi untuk latihan senam ringan mandiri setiap pagi dengan durasi sesuai toleransi tubuh P: - Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 4 WOC GAGAL JANTUNG Tn. Mu Pola hidup tidak sehat (merokok) Riwayat Hipertensi Afterload Diabetes Mellitus LDL, Karbon monoksida (CO) Mengikat Hb AKI acute on CKD Viskositas darah HDL Positif intrapleural Plak pemb. darah koroner Suplai O2 ke jantung PPOK Aliran vena balik Plak pemb. darah Pengisian ventrikel Fungsi renin terganggu SV dan proload Overload cairan Atherosklerosis art. koroner Fungsi sel otot jantung Fungsi ekresi ginjal Beban kerja jantung Cardiac output Kontraktilitas Gagal jantung/ CHF Gagal Jantung vent. kiri Gagal Jantung vent. kanan Tek. Diastole Foward failure Suplai O2 ke jantung Suplai O2 ke otak Hipoksia jaringan Hipoksia jaringan Metabolisme anaerob Kontraktilitas dx: penurunan curah jantung Sinkop Suplai O2 ke ginjal RAA Hipoksia jaringan Tek. Vena pulmonalis Aldosteron Metabolisme anaerob Tek. Kapiler paru Asam laktat dx: resiko gang. Perfusi jar. cerebral Bendungan atr. kanan LVED Suplai O2 ke perifer ADH Asam laktat dx: nyeri akut/ kronik Backward failure Edema paru Retensi Na dan H2O fatigue Iritasi mukosa paru dx: kelebihan vol. cairan dx: intoleransi aktivitas Sekresi mukus dx: ketidakefektifan bersihan jln napas Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Bendungan vena sistemik Penyempitan lumenvent. kanan Hipertrofi vent. kanan Beban vent. kanan Gang. Pertukaran gas di alveoli dx: gang. Pertukaran gas Hepar Hepatomegali Ektrimitas Lien Splenomegali Edema Menekan diafragma dx: pola napas tdk efektif dx: kelebihan vol. cairan Lampiran 5 Panduan Home Based Exercise Training 1. Lakukan pengukuran denyut nadi sebelum latihan. 2. Lakukan pemanasan terlebih dahulu, setelah selesai pemanasan hidung nadi anda. 3. Jalan kaki dengan kecepatan saat test di rumah sakit. 4. Jika tidak terdapat keluhan apa-apa setelah berjalan 5 menit, cobalah menghitung denyut nadi anda. Jika denyut nadi anda belum mencapai target yang diinginkan cobalah percepat langkah anda. 5. Teruskanlah berjalan, kemudian pada menit ke 15 hitung kembali denyut nadi anda, apakah sudah mencapai target yang diinginkan tetapi jangan melampaui target yang diharapkan. Jika sudah sesuai target, pertahankan kecepatan jalan anda. 6. Teruskanlah latihan sampai menyelesaikan program jalan 30 menit, hitung kembali denyut nadi anda. Jika target denyut nadi sudah tercapai lakukan latihan yang sama pada latihan berikutnya. 7. Untuk pertimbangan keamanan selama latihan di rumah, jika anda merasakan gejala ketidaknyamanan selama melakukan latihan, latihan harus dihentikan walaupun denyut nadi target belum tercapai. 8. Lakukan pendinginan dan hitung kembali denyut nadi pada saat istirahat. 9. Lakukan latihan yang sama pada hari lainnya dan hitung pula denyut nadi latihan. 10. Berdassarkan denyut nadi dan tidak adanya keluhan saat latihan, lama latihan dan jarak latihan dapat ditingkatkan. Lakukan 3 kali latihan dengan jarak dan waktu yang sama (1 minggu), jika denyut nadi saat latihan masih dibawah target peningkatan latihan dapat dilakukan. Sebaliknya jika denyut nadi saat latihan lebih tinggi dari denyut nagi target, maka latihan jalan harus dikurangi dengan cara berjalan lebih pelan. 11. Lakukan latihan ini dengan teratur minimal 3 kali dalam seminggu. 12. Catat denyut nadi sebelum latihan, setelah pemanasan, 5 menit latihan, 15 menit latihan segera setelah latihan selesai, dan setelah pendinginan. Selain itu, catat pula keluhan saat latihan jalan, misalnya sesak nafas, nyeri dada, letih. Jika tidak ada keluhan, catat pupa di raport latihan jalan. Sumber: Modifikasi dari Kusmana (2006), Suharsono (2011). Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 5 Cara Melakukan Pemanasan 1. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, siku lengan menekuk dan dikatupkan pada dada. Kemudian luruskan siku ke arah depan, tekuk kembali siku dan ulangi sampai hitungan ke-8. 2. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, siku lengan menekuk di dada. Kemudian luruskan siku dan lengan ke arah atas. Tekuk kembali ke posisi semula dan ulangi sampai hitungan ke-8. 3. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, siku lengan menekuk ke arah dada. Kemudian lengan direntangkan ke arah samping pinggang. Katupkan lagi lengan pada dada dan ulangi sampai hitungan ke-8. 4. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu dan lengan disamping badan. Dengan tetap meluruskan siku angkat lengan ke atas kepala. Turunkan lengan kembali ke samping badan dan ulangi sampai hitungan ke-8. 5. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu dan lengan disamping badan. Rentangkan tangan setinggi bahu. Gerakkan secara melingkar tangan dan lengan dengan arah depan dengan tetap meluruskan siku, ulangi sampai hitungan ke-8. 6. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu dengan lengan ditekuk di depan. Angkat satu kaki dengan menekuk lutut seperti saat berbaaris. Ayunkan lengan untuk membantu menjaga keseimbangan, ulangi sampai sampai 8 kali. 7. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu. Tekuk lengan sehingga tangan menyentuh pinggang kanan, pertahankan kaki dan punggung tetap lurus, ulangi sampai 8 kali. 8. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, tekuk lengan dan tempatkan tangan di pinggang. Putar bahu ke kanan kemudian kembali. Putar bahu kekiri kemudian kembali. Ulangi sampai hitungan ke-8. 9. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, lengan diangkat diatas kepala. Tekuk punggung sampai tangan menyentuh lutut. Angkat kembali lengan ke atas kepala. Putar tubh ke kiri dan kemudian kembali, ulangi sampai 8 kali. 10. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, tangan menyentuh pinggang. Tekuk punggung ke depan dan lutut juga menekuk. Kembali luruskan punggung. Ulangi sampai hitungan ke-8. 11. Gerakan latihan pernapasan sederhana setiap akan memulai latihan dan setelah selesai latihan sebegai gerakan pendinginaan. Sumber: Modifikasi Ades (2001 dalam Arofah, 2009). Catatan: Gerakan dapat dipilih dan tidak harus semua dilakukan, dipilih gerakan yang sesuai dengan kondisi pasien. Gerakan juga tidak harus dilakukan dengan berdiri. Apabila pasien belum kuat untuk berdiri, gerakan dapat dimodifikasi dengan duduk di kursi atau di atas tempat tidur. Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 5 Cara Menghitung Nadi 1. Posisikan tangan kiri anda dalam posisi menadahkan tangan. 2. Letakkan tiga jari (telunjuk, tengan dan manis) tangan kanan anda di pergelangan tangan kiri, geser 2 cm ke arah siku (jika anda melakukan di tangan kanan lakukan sebaliknya). 3. Rasakan adanya denyutan. 4. Hitung denyutan yang muncul dalam 15 detik. Kemudian kalikan 4 jumlah denyutan yang muncul dalam 15 detik. Itulah denyut nadi dalam satu menit. 5. Lakukan sampai anda terampil melakukannya. Sumber: Suharsono (2011) Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 5 Kapan Latihan Jalan Anda Harus Dihentikan? 1. Timbul nyeri dada. Bila timbul nyeri dada saat latihan, perlambat jaan dan istirahatlah. Jika nyeri tidak berkurang, minum obat pengurang nyeri dada (ISDN) dibawah lidah. Jangan lupa membawa obat saat latihan. 2. Timbul sesak nafas. Sesak nafas yang berat dapat menjadi tanda beban latihan anda terlalu berat atau jantung anda terlampau kemampuannya. Segera akhiri latihan. Biasanya keluhan akan segera membaik. 3. Timbul kepala pusing. Pusing terjadi akibat peningkatan atau penurunan tekanan darah drastis karena beban latihan melampaui kekuatan jantung. Latihan harus segera dihentikan. 4. Apabila denyut nadi latihan telah tercapai. Bila denyut nadi latihan telah tercapai dan waktu latihan telah habis, maka latihan harus dihentikan. Apabila waktu latihan belum habis, maka latihan boleh diteruskan asal beban latihan tidak ditambah. 5. Merasakan gejala ketidaknyamanan selama melakukan latihan. Latihan harus dihentikan meskipun denyut nadi latihan belum tercapai. Sumber: Modifikasi Suharsono (2011). Catatan: Peningakatn denyut nadi yang dapat ditoleransi oleh tubuh setelah latihan adalah 20% dari denyut nadi sebelum latihan. Apabila peningkatan denyut nadi > 20% denyut nadi awal, sebaiknya latihan dihentikan dan segera istirahat. Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Lampiran 5 Kapan Anda Tidak Boleh Latihan Jalan? 1. Pada saat anda menderita sakit. Sakit apa saja, termasuk demam makan anda tidak diperkenankan untuk melakukan latihan aktivitas. 2. Apabila anda sedang nyeri dada. Jika nyeri dada timbul, sikap anda yang benar adalah menghentikan semua aktivitas. Minum obat (ISDN) dibawah lidah dan segera pergi ke rumah sakit apabila nyeri tidak juga hilang setelah minum obat. 3. Apabila baru sembuh dari sakit. Jika anda baru sembuh dari sakit, latihan harus dimulai lagi dari awal, karena kemampuan jantung menurun jika anda tidak melakukan latihan selama 2 minggu. 4. Apabila semalam kurang tidur. Jika anda kurang tidur, kemampuan melakukan aktivitas akan menurun, sebaiknya latihan di tunda pada hari berikutnya. Sumber: Kusmana (2006), Suharsono (2011). Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Gerakan Latihan Aktivitas HBET Lengan disamping badan dan rentangkan setinggi bahu, gerakan melingkar tangan & lengan ke depan Pemanasan Siku ditekuk dan dikatupkan pada dada. Luruskan ke depan & tekuk kembali Siku ditekuk dan dikatupkan pada dada. Luruskan ke atas & tekuk kembali Siku ditekuk dan dikatupkan pada dada. Rentangkan lengan ke samping & tekuk kembali Siku lurus ke atas dan turunkan kembali kesamping badan Latihan Aktivitas Home Based Exercise Training Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Angkat satu kaki dg menekuk lutut spt berbaris. Ayunkan lengan untuk menjaga keseimbangan Tangan menyentuh pinggang, Kaki & punggung tetap lurus Tangan di pinggang, putar bahu kekanan & kekiri Angkat lengan ke atas. Tekuk punggung samapi menyentuh lutut, angkat kembali ke atas kepala Tangan ke pinggang. Tekuk punggung dan lutut ke depan. Kembali luruskan punggung Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 Mahasiswa Profesi 2012 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Apa itu Home Based Exercise Training ? Home Based Exercise Training (HBET) adalah salah satu bentuk latihan aktivitas yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan tleransi latihan pasien gagal jantung Tujuan Latihan Aktivitas HBET Mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh Meningkatkan level tolerasi aktivitas Mempercepat proses pemulihan Prinsip– Prinsip Latihan Aktivitas Latihan Aktivitas HBET Segera Dihentikan Jika... Latihan yang dilakukan adalah kategori latihan ringan Timbul Nyeri Dada Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kondisi pasien Sebelum latihan, tentukan target denyut nadi yg akan dicapai Tipe, intensitas, durasi dan frekuensi latihan disesuakikan dengan kondisi pasien Timbul Sesak Nafas Timbul Kepala Pusing Latihan dilakukan dengan urutan pemanasan, inti dan pendinginan Monitor denyut nadi dan respon klien selama latihan, segera berhenti jika timbul keluhan/ denyut nadi meningkat melebihi target Timbul Gejala Ketidaknyamanan Selama Latihan Mengurangi efek samping fisiologis dan psikologis dari tirah baring Memberi penyuluhan klien dan keluarga dalam mencegah perburukan Target Denyut Nadi Tercapai Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Lina Budiyarti, S.Kep. Tempat Tanggal lahir :Wonosobo, 18 Mei 1990 Jenis Kelamin : Perempuan Status : Belum Menikah Agama : Islam Alamat Asal : Ds. Jlegong RT 02 RW 01Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah Alamat Tinggal : Jl. Yahya nuih No. 9, RT 02 RW 01, Pondok Cina, Beji. Depok, 16424 Email : [email protected] / [email protected] Telepon : 085729782071 Riwayat Pendidikan : Tahun 1996 : TK Pamekar Budi 3 Sukoharjo, Wonosobo Tahun 2002 : SD 3 Sukoharjo, Wonosobo Tahun 2005 : SMP 1 Sukoharjo, Wonosobo Tahun 2008 : SMA 1 Wonosobo Tahun 2012 : S1 Ilmu Keperawatan FIK UI Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013