home based exercise training dalam mengatasi masalah

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
HOME BASED EXERCISE TRAINING
DALAM MENGATASI MASALAH KEPERAWATAN
INTOLERANSI AKTIVITAS PADA PASIEN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM
MELATI ATAS RSUP PERSAHABATAN
KARYA ILMIAH AKHIR
LINA BUDIYARTI
0806316190
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI
DEPOK
JULI 2013
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
HOME BASED EXERCISE TRAINING
DALAM MENGATASI MASALAH KEPERAWATAN
INTOLERANSI AKTIVITAS PADA PASIEN
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
DI RUANG RAWAT PENYAKIT DALAM
MELATI ATAS RSUP PERSAHABATAN
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Keperawatan
LINA BUDIYARTI
0806316190
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI
DEPOK
JULI 2013
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
NPM
Tanda Tangan
: Lina Budiyarti, S.Kep
: 0806316190
:
Tanggal
: 4 Juli 2013
ii
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
KIA-N ini diajukan oleh
Nama
NPM
Program Studi
Judul KIA
:
: Lina Budiyarti, S.Kep
: 0806316190
: Ilmu Keperawatan
: Home Based Exercise Training Dalam Mengatasi
Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Ruang Rawat
Penyakit Dalam Melati Atas RSUP Persahabatan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan pada
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas
Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Efy Afifah, S.Kp., M.Kes
NIP
: 196805111993032002
Penguji
: Ns. O. Rohana, S.Kep
NIP
: 196303111983032002
(
)
(
)
Ditetapkan di : Depok
Tanggal
: 4 Juli 2013
iii
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini. Penulisan karya ilmiah akhir
ners ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi tugas
akhir dalam mencapai gelar Ners Ilmu Keperawatan. Saya menyadari bahwa tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai
penyusunan karya ilmiah akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan
karya ilmiah akhir ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Fakultas
Ilmu Keperawatan;
2. Ibu Efi Afifah, S.Kp., M.Kes selaku dosen pembimbing karya ilmiah akhir ners
yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan arahan serta masukan dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ners ini
3. Bpk. I Made Kariasa S.Kp, M.Kep, Sp KMB selaku dosen pembimbing
pemintana keperawatan medikal bedah yang telah menyediakan waktu, tenaga,
pikiran dan arahan serta masukan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini;
4. Ibu Dessie Wanda S.Kp., M.N selaku Pembimbing Akademik yang selalu
memberikan motivasi dalam penyusunan karya ilmiah akhir ners ini;
5. Ibu Riri Maria M.Kep, Sp KMB selaku koordinator mata ajar KIA yang telah
memberikan arahan, masukan dan saran dalam penyusunan karya ilmiah akhir
ners ini;
6. Ibu Henny Permatasari, S.Kp., M.Kep., Sp. Komunitas selaku koordinator mata
ajar KKMP yang telah memberikan arahan, masukan dan saran dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ners ini;
7. Bapak Ibu dosen serta seluruh staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia yang telah berkontribusi memberikan materi selama perkuliahan
berlangsung;
8. Ayah, Ibu dan Kakak tercinta yang tanpa lelah memberi doa dan motivasi lahir
dan batin sepanjang waktu;
iv
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
9. Ibu Desiwarni Laila Makmur sekeluarga selaku Ibu kost terbaik yang selalu
memberikan motivasi dan tempat tinggal selama perkuliahan;
10. Teman sepembimbing dan seperjuangan dan kelompok kkmp peminatan KMB
yaitu desyanti, syifa fauziah, ananda, diyanti, rina mardiana, bapak yudi elyas,
herli, dan esty yang senantiasa bersama selama proses bimbingan karya ilmiah
akhir ners, saling memberikan dukungan dan bertukar informasi selama
penyusunan karya ilmiah akhir ners ini;
11. Sahabat tercinta #16’ers (Asih, Arum, Ollyvia, Ika, Nike, Wilda, Risa, Reni,
Diantika, Dinar, Alfa, Anggi, Memey, Mirda, Ananda) yang selalu memberikan
dukungan
sehingga saya selalu bersemangat dan tidak menyerah dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ners ini;
12. Seluruh mahasiswa angkatan 2008 FIK UI yang selalu memberikan dukungan
dan bantuan selama perkuliahan hinggga penyelesaian karya ilmiah akhir ners ini,
satu kata untuk kita semua “PEDULI” ; dan
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ners ini dapat membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 4 Juli 2013
Penulis
v
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah
ini:
Nama
: Lina Budiyarti
NPM
: 0806316190
Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Jenis Karya
: Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-exclusive Royalty Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Home Based Exercise Training Dalam Mengatasi Masalah Keperawatan
Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Ruang Rawat
Penyakit Dalam Melati Atas RSUP Persahabatan”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal
: 4 Juli 2013
Yang menyatakan,
(Lina Budiyarti)
vi
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Lina Budiyarti
Program Studi : Profesi Ilmu Keperawatan
Judul
: Home Based Exercise Training Dalam Mengatasi Masalah
Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif Di Ruang Rawat Penyakit Dalam Melati Atas RSUP
Persahabatan
Gagal jantung kongestif merupakan suatu kondisi ketidakedukuatan jantung dalam
memompa darah keseluruh tubuh. Faktor penyebab berasal dari faktor intrinsik dan
ektrinsik dimana salah satu faktor ektrinsik adalah gaya hidup tidak sehat yang
banyak ditemukan pada masyarakat perkotaan. Manifestasi klinis gagal jantung salah
satunya adalah sesak nafas dan kelelahan ketika beraktivitas. Karya ilmiah akhir ners
ini bertujuan untuk menganalisis implementasi latihan aktivitas pada pasien dengan
gagal jantung yang dikemas dalam home based exercise training dalam mengatasi
masalah keperawatan intoleransi aktivitas. Implementasi ini dilakukan pada Tn. Mu
(77 th) yang dirawat selama tujuh hari di ruang rawat penyakit dalam Melati Atas
RSUP Persahabatan. Evaluasi tindakan keperawatan home based exercise training
menunjukkan bahwa level toleransi pasien meningkat setiap harinya dan keluhan
pusing, sesak nafas, serta kelelahan selama beraktivitas berkurang.
Kata kunci: latihan aktivitas, home based execise training, intoleransi aktivitas
vii
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
Study Program
Title
: Lina Budiyarti
: Nursing
: Home Based Exercise Training as Alternative Intervention to
Resolve Activity Intolerance in Patient With Congestive Heart
Failure at Disesase Treatment Room, Melati Atas RSUP
Persahabatan
Congestive heart failure is a condition when heart can not pump the blood adequately
throughout the body. The etiology of congestive heart failure comes from intrinsic
and extrinsic factors where one of extrinsic factors is the unhealthy lifestyle which is
found in many urban communities. One of clinical manifestations of CHF is
shortness of breath and fatigue while doing activity. The aim of this paper was to
analyze the implementation of home based exercise training as alternative training to
resolve activity intolerance in patient with heart failure. The exercise were
implemented during a week in internal disease treatment room, Melati Atas RSUP
Persahabatan. The nursing evaluation of home based exercise training showed that
the patient's tolerance level increasing every day and no symptom of dizziness,
shortness of breath, and reduced fatigue during exercise.
Keyword: activity exercise, home based exercise training, intolerancy activity
viii
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI .................................................. vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
ABSTRACT .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xii
1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 9
2.1 Konsep Umum Gagal Jantung Kongestif .......................................... 9
2.1.1 Definisi dan Etiologi Gagal Jantung Kongestif ...................... 9
2.1.2 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif .................................. 13
2.1.3 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif ......................... 15
2.1.4 Komplikasi Gagal Jantung Kongestif .................................... 18
2.2 Manajemen Keperawatan Gagal Jantung Kongestif ........................ 19
2.2.1 Terapi Non-pembedahan ........................................................ 19
2.2.2 Terapi Pembedahan ................................................................ 23
2.3 Peran Perawat pada Gagal Jantung Kongestif ................................. 23
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................ 23
2.3.2 Diagnosa Keperawatan .......................................................... 29
2.3.3 Rencana Asuhan Keperawatan .............................................. 32
2.4 Latihan Fisik Pada Gagal Jantung Kongestif .................................. 32
2.4.1 Pengertian Latihan Fisik ........................................................ 33
2.4.2 Tujuan Latihan Fisik .............................................................. 34
2.4.3 Kontraindikasi Latihan Fisik .................................................. 34
2.4.4 Adaptasi Tubuh terhadap Latihan Fisik ................................. 35
2.4.5 Prinsip Latihan Fisik .............................................................. 37
2.5 Konsep Kesehatan Masyarakat Perkotaan ....................................... 38
2.5.1 Definisi Urban/ Kota .............................................................. 38
2.5.2 Ilmu dan Seni Kesehatan Masyarakat Perkotaan ................... 39
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ..................................... 42
3.1 Pengkajian Keperawatan .................................................................. 42
3.1.1 Data Umum Klien .................................................................. 42
ix
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
3.1.2 Anamnesa dan Pengkajian Riwayat Keperawatan ................. 42
3.1.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................. 45
3.1.4 Pengkajian Sistem .................................................................. 47
3.2 Pemeriksaan Penunjang ................................................................... 59
3.3 Daftar Terapi Medis ......................................................................... 61
3.4 Analisis Data .................................................................................... 62
3.5 Diagnosa Keperawatan .................................................................... 65
3.6 Rencana Intervensi Keperawatan ..................................................... 65
3.7 Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan ........................... 68
4. ANALISIS SITUASI.............................................................................73
4.1 Profil Lahan Praktek ........................................................................73
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP
dan Konsep Gagal Jantung Kongestif...............................................74
4.2.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep KKMP ....74
4.2.2 Analisis Intoleransi Aktivitas pada Gagal Jantung ............77
4.3 Analisis Tindakan Keperawatan Mengatasi Intoleransi Aktivitas ...79
4.4 Alternatif Pemecahan .......................................................................82
5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................85
5.1 Kesimpulan .......................................................................................85
5.2 Saran .................................................................................................86
5.2.1 Bidang Pelayanan Ruang Rawat ...............................................86
5.2.2 Bidang Keperawatan Medikal Bedah........................................86
5.2.3 Bidang Keperawatan KKMP.....................................................86
5.2.4 Penelitian Selanjutnya ...............................................................86
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 87
LAMPIRAN
x
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Diagnosa Keperawatan Gagal Jantung Kongestif ......... 30
Tabel 2.2 Mekanisme Kompetensi dan Respon Akut Latihan Aktivitas
pada Gagal Jantung Kongestif ........................................................ 36
Tabel 2.3 Komponen Latihan Fisik pada Gagal Jantung Kongestif ............... 38
xi
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Asuhan Keperawatan
Lampiran 2 Implementasi Asuhan Keperawatan
Lampiran 3 Catatan Perkembangan Keperawatan
Lampiran 4 WOC Gagal Jantung Kongestif
Lampiran 5 Panduan Latihan Home Based Exercise Training
Lampiran 6 Leaflet home based exercise training
Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup
xii
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
dan manfaat penulisan karya tulis akhir ini.
1.1 Latar Belakang
Gagal jantung kongestif (CHF) merupakan suatu keadaan ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh yang mengedarkan nutrisi dan oksigen (Black and Hawks,
2009). Gagal jantung bukan merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri
mlainkan sebuah sindrom klinis yang dikarakteristikan dengan kelebihan volume
darah, tidak adekuatnya perfusi jaringan, dan penurunan toleransi aktivitas seharihari. Gagal jantung dapat disebabkan oleh berbagai etiologi diantaranya adalah
faktor dari kelainan pada struktur dan fungsi jantung itu sendiri (faktor intrinsik),
maupun faktor yang disebabkan dari luar (faktor ekstrinsik).
Faktor intrinsik yang merupakan kelainan pada struktur dan fungsi jantung
memberikan pengaruh sebagian kecil dibanding faktor ektrinsik pada terjadinya
penyakit jantung kongestif yang banyak ditemukan di masyarakat sekarang ini.
Faktor ekstrinsik dalam hal ini berhubungan dengan perubahan pola hidup,
terutama pola hidup tidak sehat yang banyak ditemui di lingkungan masyarakat
perkotaan. Beberapa contoh pola hidup tidak sehat tersebut antara lain adalah
kurang olahraga, stress pekerjaan maupun psikologis, kebiasaan mengkonsumsi
junk food, polusi (udara, suara, air) dan sanitasi yang jauh dari syarat kesehatan.
Kumpulan faktor tersebut yang menyebabkan insiden penyakit jantung meningkat
setiap tahunnya terutama di lingkungan masyarakat perkotaan.
Insiden gagal jantung mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Prevalen gagal
jantung di Amerika Serikat diperkirakan 670.000 kasus baru didiagnosa setiap
tahun. Saat ini 5,7 juta masyarakat Amerika Serikat menderita penyakit gagal
jantung. Meskipun kmajuan teknologi pengobatan dapat meningkatkan angka
1
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
2
kelangsungan hidup penderita, akan tetapi angka kematian gagal jantung masih
tinggi. Pasien yang didiagnosa gagal jantung, 50% mengalami kematian dalam
lima tahun dan 25% mengalami kematian pada satu tahun pertama setelah di
diagnosa (AHA dalam Suharsono, 2011). Data di Eropa menunjukkan bahwa
kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang ebih
lanjut, dengan rata-rata usia penderita adalah 74 tahun. Ramalan pada penderita
dengan gagal jantung akan buruk apabila dasar atau penyebabnya tidak dapat
diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam
empat tahun terhitung sejak diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantng
berat, lebih dari 50% akan meninggal dalam tahun pertama (Sudoyo dkk, 2009).
Data epidemiologi untuk gagal jantung sendiri belum ada. Data secara umum
diperoleh dari hasil Survei Kesehatan Nasional (Sukermas) tahun 2003 diperoleh
gambaran bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama
di Indonesia (26.4%). Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil Profil Kesehatan
Indonesia tahun 2003 yang menyebutkan bahwa penyakit jantung berada pada
urutan ke-delapan (2.8%) pada 10 jenis penyakit penyebab kematian terbanyak di
rumah sakit di Indonesia (Kumala, 2009).
Distribusi jenis penyakit yang terdapat di ruang melati atas RSP Persahabatan
berdasarkan data dari IRIN C (2013) untuk triwulan pertama (januari-maret)
diperoleh data bahwa jumlah pasien dengan penyakit dalam (DM, gastritis,
dispepsi, dll) yaitu 85.3%, neurologi yaitu 5.4%, penyakit jantung yaitu 4.5%,
penyakit yaitu bedah 2.5%, dan penyakit paru yaitu 2.3%. Berdasarkan data
tersebut dapat diketahui bahwa tiga besar jenis penyakit yang cukup banyak
ditemui di ruang melati atas yaitu penyakit dalam, neurologi, dan jantung
(termasuk dalam hal ini adalah gagal jantung kongestif). Beberapa pasien
umumnya tidak hanya dirawat dengan diagnosa medis tunggal, tetapi sebagian
besar memiliki beberapa jenis penyakit komplikasi akibat dari penyakit utamanya,
contohnya yaitu pasien gagal jantung kongestif yang disertai dengan penyakit
gagal ginjal atau DM.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
3
Data lebih spesifik terkait kasus gagal jantung yang ditemukan mahasiswa selama
praktek tujuh minggu di Ruang Melati Atas RSU Persahabatan ada sebanyak 10
pasien. Dari 10 pasien tersebut, 3 diantaranya datang dengan penyakit penyerta
adalah DM, hipertensi, 5 dengan penyakit penyerta DM, hipertensi dan gagal
ginjal, dan 2 pasien dengan penyakit penyerta gagal ginjal. Dilihat dari tanda dan
gejala yang ditemui pada 10 pasien tersebut, empat diantaranya menunjukkan
gejala sesak napas ketika istirahat dengan overload dan akhirnya tidak tertolong.
Sedangkan enam pasien laiinya datang dengan tanda dan gejala yang tidak terlalu
berat dan mengeluhkan sesak dan lelah pada tingkat aktivitas sedang sampai berat.
Manifestasi klinis atau yang dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung
dapat berbeda-beda tergantung pada bagian jantung yang mengalami kerusakan
dan level kerusakan yang dialami atau yang sudah terjadi. Pada penderita dengan
gagal jantung sebelah kiri mengalamai kongesti paru yang menonjol karena
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kedalam jaringan
paru. Gejala yang umum dirasakan pada penderita gagal jantung kiri antara lain
dipsenea, ortopnea, mudah lelah, batuk, kegelisahan dan cemas. Berbeda dengan
penderita gagal jantung kanan dimana yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Keadaan tersebut terjadi karena jantung tidak mampu
mengosongkan
volume
darah
dengan
adekuat
sehingga
tidak
dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Gejala yang umum dirasakan oleh penderita gagal jantung kanan adalah edema
ekstrimitas, hepatomegali, anoreksia dan mual, nokturia dan mudah lelah
(Smeltzer & Bare, 2002).
Merujuk dari berbagai manifestasi klinis yang muncul pada penderita gagal
jantung, baik gagal jantung kanan maupun gagal jantung kiri terdapat salah satu
gejala yang khas yaitu kelalah dalam beraktivitas. Tingkat kelelahan ketika
menjalankan aktivitas dijadikan pedoman dalam pengklasifikasian tingkatan gagal
jantung menurut NYHA yang dikelompokkan menjadi empat tingkatan (Black
and Hawks, 2009). Kelelahan terjadi karena pengaruh dari sirkulasi ke jaringan
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
4
yang tidak adekuat sehingga konsumsi O2 ke jaringan juga mengalami penurunan.
Tubuh merespon dengan melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan zat
sisa berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat pada otot yang berlebih akan
menyebabkan kelelahan sehingga muncul gelaja penurunan toleransi aktivitas
pada sebagian besar pasien dengan gagal jantung.
Hendrika et al ( 2001) dalam penelitiannya mengenai level of activities associated
with mobility during everyday life in patients with CHF as measured with an
“activity monitor”. Penelitian dilakukan pada lima pasien dengan CHF dengan
rata-rata usia 64 tahun. Penelitian dilakukan selama tiga hari dengan meneliti
aktivitas harian pasien yang dimonitor dengan signal dari accelerometer. Hasil
penelitian diperoleh bahwa durasi rata-rata aktivitas harian pada pasien CHF
cenderung menurun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien gagal
jantung cenderung mengalami penurunan terhadap toleransi aktivitasnya.
Intoleransi aktivitas pada penderita gagal jantung satu dengan yang lain dapat
berbeda tergantung dari kapasitas fungsional. Kapasitas fungsional merupakan
kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas yang biasa dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari (Wenger, 1989 dalam Suharsono, 2011). Pasien gagal
jantung yang mengalami kelainan struktur dan fungsi jantung menyebabkan
kerusakan fungsi ventrikel untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan oksigen ke
jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan pasien dengan gagal jantung umumnya
mengalami penurunan kapasitas fungsional dan sesak napas (dipsnea) ketika
beraktivitas maupun ketika istirahat. Kondisi inilah yang menyebabkan pasien
gagal jantung mengalami penurunan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
Pasien gagal jantung perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap
dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas dilakukan
dengan melihat respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas dan kelelahan.
Aktivitas akan melatih kekuatan otot jantungs ehingga gejala gagal jantung
semakin minimal. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara informal dan lebih
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
5
efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson,
2007).
Latihan aktivitas yang disesuaikan dengan toleransi atau kapasitas fungsional
pasien gagal jantung menjadi salah satu intervensi yang dapat dilakukan. Latihan
aktivitas yang disesuaikan dengan toleransi bertujuan untuk meminimalkan
demand oksigen tubuh sehingga metabolisme anaerob dapat dikurangi. Selain itu,
latihan aktivitas bermanfaat untuk melatih jantung beradaptasi dengan kapasitas
maksimal dalam menjalankan fungsinya.
Penelitian terkait dilakukan oleh Suharsono (2011) yang meneliti mengenai
dampak HBET terhadap kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien gagal
jantung di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Penelitian tersebut menggunakan teknik
sampling quasi experiment, pre-post with control group yang melibatkan 23
responden terbagi menjadi 11 responden kelompok kontrol dan 12 responden
kelompok intervensi. Hasil penelitian diperoleh tidak terdapat perbedaan yang
signifikan terkait kapasitas fungsional dan kualitas hidup setelah perlakukan
antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi, meskipun demikian kelompok
intervensi mempuanyai mean kapasitas fungsional dan kualitas hidup yang lebih
baik.
Perawat merupakan salah satu profesi keperawatan yang berpengaruh terhadap
status kesehatan pasien dengan masalah gagal jantung kongestif selain profesi
kesehatan lain seperti dokter, farmasi dan ahli gizi. Menurut NACNS (2008,
dalam Perry & Potter, 2009) disebutkan bahwa peran perawat selain sebagai
pemberi asuhan keperawatan (care provider), adalah juga sebagai pendidik
(educator), konselor (conselor), manajer (manager), advokasi (adocator), dan
sebagai peneliti (researcher).
Berdasarkan uraian di atas, laporan akhir praktek profesi program ners ini akan
memaparkan hasil implementasi dari asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien dengan masalah kardiovaskuler, spesifik pada asuhan keperawatan
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
6
pasien dengan gagal jantung kongestif di ruang melati atas RSUP Persahabatan,
Jakarta Timur. Selain itu, laporan ini juga akan membahas keterkaitan antara
insiden penyakit gagal jantung kongestif dengan konsep keperawatan kesehatan
masayarakat perkotaan, dengan menitikberatkan pada perubahan pola hidup yang
tidak sehat.
1.2 Rumusan Masalah
Gagal jantung merupakan suatu keadaan ketidakmampuan jantung dalam
memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
yang mengedarkan nutrisi dan oksigen (Black and Hawks, 2009). Dampak
ketidakadekuatan suplai nutrisi dan oksigen ke organ tubuh dapat menyebabkan
terjadinya metabolisme anaerob yang menghasilkan asam laktat berlebih sehingga
menyebabkan kelelahan yang berlebih pula. Keadaan tersebut menjadikan pasien
dengan gagal jantung cenderung mengalami penurunan toleransi terhadap
aktivitas sehari-hari. Intervensi yang umum disarakan untuk pasien gagal jantung
dengan masalah intoleransi aktivitas adalah bed rest. Anjuran untuk istirahat lebih
pada pasien dengan gagal jantung bukan tanpa alasan karena istirahat akan
membantu memperbaiki aliran balik vena dan mampu meningkatkan diuresis.
Namun, bed rest lebih disarankan untuk dilakukan pada fase akut. Setelah
melewati fase akut, pasien berada pada fase fecovery. Pada fase ini, bed rest
menjadi suatu saran yang kontroversial karena dapat memicu menurunnya level
toleransi aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai
batuk. Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk
dalam hal ini adalah otot jantung (Suharsono, 2011).
Pasien perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan
toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas ini akan dapat dilakukan secara
informal dan lebih efektif apabila dirancang dalam program latihan fisik yang
terstruktur (Nicholson, 2007).
Fenomena peningkatan jumlah pasien gagal
jantung setiap tahunnya yang mengalami penurunan toleransi aktivitas ditemukan
pula di ruang rawat Melati Atas RSUP Persahabatan. Sebagian besar pasien yang
datang datang dengan keluhan sesak ketika beraktivitas sedang sampai berat.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
7
Intervensi latihan fisik terpusat di rumah sakit tidak memungkinkan untuk
dilakukan karena melihat jumlah pasien dan efisiensi perawatan. Oleh karena itu,
mahasiswa tertarik untuk menerapkan intervesi dan menganalisis kefektifan
latihan aktivitas dengan sistem home based exercise training pada pasien gagal
jantung di Ruang Melati Atas RSUP Persahabatan. Home based exercise training
merupakan
salah
satu
alternatif
latihan
fisik
yang
bertujuan
untuk
mempertahankan dan meningkatkan tleransi latihan pasien gagal jantung. HBET
merupakan jawaban dari fenomena (Hwang, Redfern, & Aison, 2008).
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan pemaparan terhadap kegiatan praktik profesi ners peminatan
keperawatan medikal bedah spesifik kasus gagal jantung kongestif di ruang melati
atas RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.
1.3.2 Tujuan Khusus
Melakukan pemaparan hasil praktik profesi ners yang meliputi:
1.5.2.1 Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan pada pasien dengan
gagal jantung kongestif,
1.5.2.2 Peran sebagai pendidik dalam memberikan edukasi pada pasien dan
keluarga dengan gagal jantung kongestif.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Sebagai bahan pengembangan pengetahuan dalam keilmuan keperawatan medikal
bedah dalam materi keperawatan kardiovaskuler khususnya tentang manajemen
keperawatan pada pasien dengan gagal jantung kongestif.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Praktik Pelayanan Keperawatan
Hasil pemaparan ini diharapkan bermanfaat bagi pelayanan keperawatan
sebagai dasar pertimbangan dalam pemberian asuhan keperawatan yang
holistik pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Selain itu, diharapkan
juga dengan pemaparan ini dapat meningkatkan motivasi bagi perawat,
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
8
khususnya perawat pelaksanan untuk memberikan pendidikan kesehatan
bagi penderita dengan gagal jantung kongestif.
1.2.2.3 Peneliti
Melalui hasil pemaparan ini penulis dapat mengembangkan pengetahuan
dan pengalaman dalam bidang penelitian keperawatan khususnya terkait
penelitian dengan masalah keperawatan sistem kardiovaskuler dengan topik
manajemen keperawatan pada pasien gagal jantung kongestif dikaitkan
dengan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini membahas mengenai tinjauan teori yang berkaitan dengan judul
karya tulis akhir yaitu gagal jantung dan latihan fisik. Bab ini juga membahas
mengenai peran perawat secara umum dalam manajemen perawatan pasien
dengan gagal jantung. Selain itu dibahas juga terkait dengan konsep kesehatan
masyarakat perkotaan.
2.1 Konsep Umum Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif merupaka salah satu diagnosis di rumah sakit yang utama
pada usia lanjut dan dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
Prevalensinya meningkat di banyak negara maju seiring dengan meningkatnya
populasi usia lanjut dan perubahan pola hidup kurang sehat dari masyarakat.
Penelitian pada populasi umum berdasarkan kriteria klinis menunjukkan
prevalensinya berkisar antara 0.3-2%, meningkat lebih dari 10% pada usia > 65
tahun. Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sebanding dengan penyakit
keganasan, dimana sekitar 60% pasien akan meninggal dalam 5 tahun sejak
diagnosis ditetapkan. Pasien dengan kelas NYHA IV mempunyai tingkat
mortalitas tahunan sekitar 50%. Pasien yang dirawat karena gagal jantung kronik
mempunyai laju mortalitas 1-20% dalam 1 bulan setelah perawatan pertama, dan
30-45% dalam 1 tahun setelah perawatan pertama (Alwi, 2012).
2.1.1 Definisi dan Etiologi Gagal Jantung Kongestif
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan
akan oksigen dan nutrisi. Gagal jantung kongestif paling sering digunakan apabila
terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Smeltzer & Bare, 2002). Definisi lain
menyebutkan bahwa gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme
jaringan (Hudack, 2000). Ciri-ciri yang penting dari defenisi ini adalah pertama
defenisi gagal adalah relatif terhadap kebtuhan metabolik tubuh, kedua penekanan
9
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
10
arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal
miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium. Gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal
jantung dalam fungsi pompanya.
Berdasarkan letak/ sisi jantung yang mengalami kerusakan, gagal jantung dapat
dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Sedangkan
berdasarkan progresi penyakitnya, gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal
jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis
(Black and Hawks, 2009). Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk
mempermudah dalam pengenalan dan penanganan gagal jantung. Sistem
klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip yang digunakan pada
Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi
Forrester, Stevenson dan NYHA. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada
penderita infark miokard akut yang dibuat berdasarkan gejala klinis dan
penemuan foto rontgen toraks (Santoso dkk, 2007), dengan pembagian:
a. Derajat I : tanpa gagal jantung
b. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop
dan peningkatan tekanan vena pulmonalis
c. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.
d. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik - 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)
Klasifikasi Forrester dibuat berdasarkan gejala klinis dan karakteristik
hemodinamik seperti tanda-tanda kongesti dan kecukupan perfusi (Santoso dkk,
2007). Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronkhi basah,
refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke
kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status perfusi
ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans,
hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang
mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
11
dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas
(warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
a. Kelas I (A)
: kering dan hangat (dry – warm)
b. Kelas II (B)
: basah dan hangat (wet – warm)
c. Kelas III (L)
: kering dan dingin (dry – cold)
d. Kelas IV (C)
: basah dan dingin (wet – cold)
Sedangkan klasifikasi gagal jantung yang dikenal adalah klasifikasi menurut New
York Heart Association (NYHA) dengan melihat pada tanda dan gejala sehari-hari
yang dialami pasien dengan gagal jantung terutama keluhan sesak napas ketika
beraktivitas dalam beberapa tingkatan (Mansjoer, 2001), yaitu:
a. NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit jantung seperti
cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan
biasa.
b. NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti
kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.
c. NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejalagejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
d. NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal (multi faktor). Secara
epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di
Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab
terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak
adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
12
beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung.
Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Beberapa faktor
yang diyakini menjadi penyebab terjadinya gagal jantung kongestif antara lain
adalah (Smeltzer & Bare, 2002):
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, sebagai
akibatnya adalah terjadi penurunan kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi atrial,
dan penyakit otot degenerative atau inflamasi.
b. Aterosklerosisi Koroner
Aterosklerosisi
koroner
mengakibatkan
disfungsi
miokardium
karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban
kerja jantung yang manifestasi akhirnya dapat menyebabkan hipertrofi serabut
otot jantung. Efek serabut, (hipertrofi miokard) dapat di anggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Akan
tetapi, pada kondisi tertentu hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi
secara nirmal, dan akhirnya memicu terjadinya gagal jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, sehingga
pengaruhnya menyebabkan kontraktilitas jantung menurun.
e. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya tidak
secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya terlihat
mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (missal: stenosis katup
seminular), ketidakmampuan jantung untuk mengsisi darah (misal: temponade
pericardium), perikarditis konstruktif, atau stenosis katup AV, atau dapat juga
karena pengosongan jantung abnormal (misal: insufisiensi katup AV).
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
13
Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik
(hipertensi maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada
hipertrofi miokardial.
f. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: hipertermia, tirotoksikosis),
hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritma jantung yang
dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung
menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
2.1.2 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung dapat dijelaskan dengan persamaan
dibawah ini (Corwin, 2000):
CO = HR x SV
Keterangan:
CO
: cardiac output
HR
: heart rate
SV
: stroke volume
Frekuensi jantung adalah fungsi sistem saraf otonom. Apabila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Ketika mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Tetapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut
otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
14
dipertahankan. Insufisensi suplai jantung ditentukan oleh cardiac output. Faktor
yang mempengaruhi atau membentuk cardiac output adalah heart rate dan stroke
volueme. Stroke volume jantung dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu preload,
contractility, dan afterload. Apabila ketiga variabel pembentuk stroke volume
mengalami gangguan atau kerusakan maka akan berpengaruh terhadap cardiac
output yang menyebabkan gagal jantung (Black and Hawks, 2009).
Suharsono (2011) dalam penelitiannya menjelaskan pengaruh ketiga variabel
pembentuk stroke volume.Variabel pertama yaitu preload merupakan volume
yang masuk menuju ventrikel kiri jantung, menggambarkan end diastolik pressure
pada kondisi klinik sering diukur dengan right arterial pressure. Preload selain
dipengaruhi oleh volume dalam ventrikel juga dipengaruhi oleh hambatan
pengisian ventrikel. Peningkatan tekanan positif intrapleural seperti pada kasus
pasien dengan asma dan COPD dapat menurunkan pengisian ventrikel. Apabila
volume meingkat maka jantung akan bekerja lebih keras untuk memompa darah
dari kondisi fisiologis/ normal.
Fungsi diastolik jantung ditentukan oleh dua faktor yaitu elastisitas dan relaksasi
miokardial. Relaksasi terjadi pada awal diastolik, pada ventrikel kiri yang
merupakan tempat terjadiny pross aktif yang menyebabkan pengisian ventrikel
kiri. Kehilangan elastisitas dan relaksasi pada ventrikel kiri akan menyebabkan
kerusakan struktur dan fungsi dari jantung itu sendiri yang berpengaruh terhadap
terganggunya pengisian jantung
Variabel kedua yang berpengaruh terhadap stroke volume adalah kontaktilitas otot
jantung. Kontraktilitas menggambarkan kekuatan pompa otot jantung yang dapat
diukur dengan menilai fraksi ejeksi (EF). Pada kondisi normal fungsi sistolik akan
mempertahankan EF > 50-55%.
Variabel ketiga adalah afterload merupakan tahanan yang harus dilawan jantung
ketika berkontraksi. Afterload dapat diukur dengan mean arterial pressure (MAP).
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
15
Pada kondisi fisiologis, jantung mampu melawan tahanan afterload sampai 140
mmHg. Tekanan intratorak juga berpengaruh terhadap afterload.
Gagal jantung khususnya gagal fungsi ventrikel kiri biasanya diawali dengan
penurunan cardiac output. Ketika jantung mulai mengalami kegagalan, aktivasi
neuro-hormonal menghasilkan vasokontriksi sistemik, retensi cairan, dan natrium
untuk meningkatkan cardiac output dan mempertahankan tekanan darah.
Mekanisme kompensasi tersebut akan berlangsung dalan jangka pendek, akan
tetapi proses kerusakan otot jantung terus terjadi dan dapat semakin memburuk
(Black and Hawks, 2009).
Tubuh secara fisiologis akan melakukan kompensasi terhadap respon yang tidak
sesuai. Sebagai bentuk kompensasi, jantung terutama bagian ventrikel akan
meningkatkan tekanan secara persisten yang dapat menyebabkan penebalan dan
kekakuan dinding ventrikel. Proses tersebut disebut sebagai cardiac remodelling.
Hasil dari remodelling ini adalah pembesaran/ hipertrofi dan pompa jantung yang
tidak efektif. Keadaan tersebut memicu aktivasi berlebihan sistem neuro-hormonal
yang menyebabkan frekuensi nadi meningkat (tachicardi). Pengaruh dari
perubahan tersebut mnyebabkan penurunan perfusi kororner dan pningkatan
konsumsi oksigen untuk organ jantung (Suharsono, 2011).
Kondisi patologi ini menghasilkan gejala seperti sesak nafas akibat kongesti
pembuluh darah paru, intoleransi aktivitas akibat kerusakan aliran darah ke otot,
dan edema akibat retensi cairan (Black and Hawks, 2009).
2.1.3 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif
Manifestasi klinis yang dominan atau sering muncul pada klien dengan penyakit
gagal jantung kongestif adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti
jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat menurunnya
curah jantung pada kegagalan jantung kongestif. Peningkatan tekanan vena
pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru menuju alveoli,
sebagai akibatnya dapat terjadi edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
16
dan napas pendek. Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan
edema perifer umum dan penambahan berat badan (Smeltzer & Bare, 2002).
Penurunan curah jantung pada penyakit gagal jantung kongestif dimanifestasikan
secara luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi
jaringan dan organ menurun/rendah) untuk menyampaikan oksigen yang
dibutuhkan untuk metabolisme sel atau jaringan. Efek yang dapat terjadi sebagai
akibat dari perfusi jaringan yang rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak
toleran terhadap latihan dan panas, ektrimitas dingin, dan haluaran urin berkurang
(oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun , mengakibatkan pelepasan rennin dari
ginjal yang pada gilirannya dapat menyebabkan sekresi hormone aldosteron,
retensi natrium dan cairan serta peningkatan volume intravaskuler.
Manifestasi klinis gagal jantung kongestif dapat diklasifikasikan lebih spesifik
lagi pada sisi area jantung yang mengalami kelainan atau kerusakan, berikut
adalah penjelasannya:
a. Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagagl ventrikel
kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan
atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan. Tetapi manifestasi klinis kongestif dapat berbedabeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
b. Gagal jantung sisi kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkanan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis
yang dapat terjadi meliputi dipsnue, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat
(takikardia) dengan bunyi denyut S1, kecemasan dan kegelisahan.
Dipsnea terjadi sebagai akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dipsnea bahkan dapat terjadi ketika istirahat atau
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
17
dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi ortopnu,
kesulitan bernapas ketika berbaring. Beberapa pasien hanya mengalami ortopnu
pada malam hari, suatu kondisi yang dinamakan proximal noktural dispnea
(PND). Hal ini terjadi bagi pasien yang sebelumnya duduk lama dengan posisi
kaki dan tangan dibawah, pergi berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa jam
cairan yang tertimbun di ekstrimitas yang sebelumnya berada dibawah mulai di
absorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah terganggu tidak mampu mengosongkan
peningkatan volume dengan adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru
meningkat dan dampak lebih lanjut adalah cairan berpindah ke alveoli.
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan tidak
produktif tetapi yang tersaring adalah batuk basah, yaitu batuk yang menghasilkan
sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang disertai darah.
Mudah Lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan
dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme. Kelelahan juga dapat terjadi sebagai akibat meningkatnya energy
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress
pernapasan dan batuk.
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stress
akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan
bak. Seringkali ketika terjadi kecemasan, terjadi juga dipsnu yang pada gilirannya
memperberat kecemasan.
c. Gagal jantung sisi kanan
Apabila kerusakan atau kegagalan terjadi pada ventrikel kanan jantung maka
manifestasi klinis yang menonjol adalah kongesti visera dijaringan perifer. Hal ini
terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah
dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi atau memenuhi semua
darah yang secara normal kembali ke sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang
tampak meliputi edema ektrimitas bawah (edema dependen) yang biasanya
merupakan pitting edema, pertambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher,
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
18
asites (penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual,
nokturia dan lemah.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap
bertambah ke atas tungkai dan pada, akhirnya dapat mencapai bagian genital
eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sacral sering terjadi pada pasien dengan
kondisi berbaring lama (bed-rest), karena daerah sacral menjadi daerah yang
dependen. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah
penekanan ringan dengan ujung jari, akan terlihat jelas setelah terjadi retensi
cairan paling tidak sebanyak 4,5kg.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Apabila proses ini berkembang , maka tekanan dalam
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen,
suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan di rongga abdomen
dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan distress pernapasan.
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual akibat pembesaran vena dan statis
vena di dalam rongga abdomen. Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari
terjadi karena perfusi renal di dukung oleh posisi klien pada saat berbaring.
Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung akan
membaik dengan istirahat.
Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena menurunnya
curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme
yang tidak adekuat dari jaringan.
2.1.4 Komplikasi Gagal Jantung Kongestif
Menurut Smeltzer & Bare (2002) potensial komplikasi meliputi syok kardiogenik,
episode tromboemboli, edema paru, efusi perikardium, dan tamponade
perikardium, serta komplikasi tambahan yang mungkin yaitu toksisitas digitalis
akibat pemakaian obat-obatan digitalis
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
19
a. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai
oleh
gangguan
fungsi
ventrikel
kiri
yang
mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu mengakibatkan gangguan
berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada
syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah hilangnya
40 % atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh
ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen
miokardium.
b. Episode tromboemboli
c. Edema Paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat dari
batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling umum
adalah gagal jantung kiri dan kerusakan pada membran paru akibat infeksi. Gagal
jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan tekanan kapiler
paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli. Sedangkan, kerusakan pada
membran kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi seperti pneumonia atau
terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya seperti gas klorin atau gas sulfur
dioksida. Masing-masing menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan
secara cepat keluar dari kapiler.
d. Efusi perikardium
e. Temponade perikardium
f. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis
2.2 Manajemen Keperawatan pada Klien dengan Gagal Jantung Kongestif
2.2.1 Terapi non-pembedahan
a. Mengurangi beban kerja miokardial
Diuretik merupakan terapi yang penting karena organ ginjal merupakan organ
target utama dalam perubahan neurohormonal sebagai respon dari gagal jantung.
Pilihan terapi pertama adalah loop diuretik, seperti furosemide yang menghambat
reabsorpsi garam didalam lengkung henle ascending. Diuretik akan mengurangi
sirkulasi volume darah, mengurangi preload, dan mengurangi kongesti sistemik
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
20
maupun pulmonal. Loop diuretik dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit dari ringan sampai berat. Hipokalemia merupakan efek samping dari
loop diuretik yang dapat menyebabkan kelemahan pada miokardial dan kardiak
distritmia. Hipokalemia juga berpotensi menyebabkan toksikasi digitalis.
Vasodilator dapat mengurangi preload dan afterload. Nitrogliserin mengurangi
kebutuhan oksigen di miokardial dengan menurunkan preload dan afterload.
Morphine IV digunakan pada pasien dengan gagal jantung pada fase akut.
Morphine selain berguna sebagai anxiolytic dan analgesik, efek terpentingnya
adalah dilatasi pembuluh darah vena yang akan menurunkan preload. Morphine
juga akan mendilatasi pembuluh darah arteri yang akan mengurangi resistensi
vaskular sistemik (SVR) dan meningkatkan cardiac output. Netriside merupakan
terapi terbaru yang dapat mendilatasi pembuluh darah vena dan arteri secara
bersamaan.
Beta adrenergik antagonis (beta blokers) digunakan untuk menghambat efek dari
sistem saraf simpatis dan mengurangi kebutuhan oksigen di miokardium. Beta
blockers akan memperbaiki aktivitas reseptor beta-1 atau menghambat aktivitas
katekolamin, yang berguna untuk melindungi jantung dengan gangguan pada
fungsi ventrikel kiri.
b. Elevasi kepala
Klien diberikan posisi fowler untuk mencegah terjadinya kongesti vena pada
pulmonal dan mengurangi terjadinya dispnea. Apabila terjadi edema pada
ekstremitas
bawah,
maka
ekstremitas
bawah
dapat
ditinggikan
untuk
mempercepat aliran balik vena.
c. Mengurangi retensi cairan
Mengontrol retensi sodium dan cairan dapat meningkatkan kerja jantung. Retriksi
sodium dalam diet dapat mencegah, mengontrol, dan menangani edema.
Penggunaan loop diuretik dapat menyebabkan kehilangan potassium, yang dapat
mengakibatkan disritmia dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Retriksi
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
21
cairan tidak terlalu dianjurkan untuk pasien gagal jantung dengan tingkatan
rendah-sedang karena
retriksi
cairan akan
menyebabkan
hiponatrermia.
Hiponatremia terjadi karena retriksi sodium, peningkatan sodium melalui diuresis,
dan pembatasan cairan. Hiponatremia ditandai dengan letargi dan kelemahan.
d. Meningkatkan kerja pompa jantung
Cara untuk meningkatkan pompa jantung adalah dengan menggunakan agonis
adrenergik atau terapi inotropik. Agen inotropik utama adalah dobutamine,
milrinone, dopexamine, dan digoxin. Pada klien hipotensi dengan gagal jantung
maka dopamin dan dobutamin yang akan digunakan. Obat tersebut akan
memfasilitasi kontraktilitas miokardium dan meningkatkan volume sekuncup.
Selain itu, obat ini juga dapat memicu terjadinya disritmia.
Dobutamin adalah terapi yang sering digunakan untuk mengatasi gagal jantung
karena memproduksi
stimulator beta didalam
miokardium,
yang akan
meningkatkan denyut jantung, konduksi atrioventrikular, dan kontraktilitas
miokardium. Dobutamin berguna untuk meningkatkan cardiac output tanpa
meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokardium atau mengurangi aliran darah
koroner.
Milrinone dapat mendilatasi pembuluh darah. Amrinone jarang digunakan untuk
mengatasi gagal jantung karena dapat menyebabkan trombositopenia. Digoxin
lebih sedikit digunakan pada penanganan gagal jantung pada keadaan emergensi.
Digoxin memberikan efek yang sedikit atau bahkan tidak ada efek untuk
mendekompensasi gagal jantung.
e. Memberikan terapi oksigen
Pemberian konsentrasi oksigen yang tinggi dengan menggunakan masker atau
nasal kanul dapat membantu menangani hipoksia dan dispnea, serta membantu
mempercepat pertukaran O2 dan CO2. Jika hal ini tidak menaikkan PaO2 sampai
60 mmHg, maka dapat dilakukan intubasi dan dilakukan pemasangan ventilator.
Intubasi juga merupakan cara untuk menghilangkan sekret di bronki. Jika terjadi
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
22
bronkospasme atau bronkokonstriksi
yang berat, dapat
bronkodilator.
selalu
Irama
jantung
harus
dipantau
diberikan
selama
obat
pemberian
bronkodilator karena dapat menyebabkan disritmia.
f. Mengontrol disritmia
Fibrilasi atrial yaitu disritmia sering terjadi pada klien dengan gagal jantung
kronik sebagai respon cepat ventrikel. Fibrilasi atrial dapat menyebabkan stroke
emboli sehingga klien akan diberikan antikoagulan. Irama jantung dikontrol
dengan terapi obat, seperti amiodarone.
g. Mengurangi remodelling miokardial
Angiotensin converting enzim inhibitor merupakan pilihan terapi pertama untuk
menangani gagal jantung kronik. ACE inhibitor akan menghambat remodelling
pada miokardial jantung. Selain itu, juga akan mengurangi afterload dengan
menghambat produksi angiotensin, yang merupakan vasokonstriktor. ACE
inhibitor juga akan meningkatkan aliran darah ke ginjal dan menurunkan
resistensi vaskular ginjal yang memperkuat kerja diuretik. Efek samping dapat
menyebabkan hipotensi ortostatik, hacky cough, masalah ginjal, kemerahan pada
kulit, gangguan pada pengecapan, dan hiperkalemia. Level potasium harus
dimonitoring, terutama jika diuretik atau potasium suplemen digunakan.
h. Mengurangi stres dan risiko cedera
Untuk mengurangi kerja jantung dan mengurangi beban kerja miokardial, maka
klien harus mengurangi stres fisik maupun emosional. Istirahat dapat
meningkatkan diuresis, menurunkan denyut jantung, dan mengurangi dispnea.
Klien mungkin dapat diberikan mild sedatif atau dosis kecil barbiturat dan
transquilizers untuk meningkatkan istirahat, dan menghindari masalah akibat
kurang istirahat, insomnia, dan cemas.
i. Melakukan aktivitas sesuai toleransi
Pasien dengan gagal jantung memili manifestasi klinis salah satunya yaitu mudah
merasa lelah ketika beraktivitas. Tingkat kelelahan dirasakan berbeda setiap
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
23
individu sesuai dengan derajat dari gagal jantung yang dialami. Kelelahan terjadi
karena pengaruh dari sirkulasi ke jaringan yang tidak adekuat sehingga konsumsi
O2 ke jaringan juga mengalami penurunan. Tubuh merespon dengan melakukan
metabolisme anaerob yang menghasilkan zat sisa berupa asam laktat.
Penumpukan asam laktat pada otot yang berlebih akan menyebabkan kelelahan
sehingga muncul gelaja penurunan toleransi aktivitas pada sebagian besar pasien
dengan gagal jantung (Black and Hawks, 2009). Oleh karena itu, pasien dengan
gagal jantung lebih disarankan untuk mengurangi aktivitas yang berat. Pasien
dengan gagal jantung masih dapat melakukan aktivitas namun disesuaikan
dengan toleransi tubuh. Karena aktivitas diperlukan tubuh untuk melatih
kapasitas fungsional jantung tetapi juga ditujukan supaya aktivitas tersebut tidak
juga menjadi faktor pemberat terjadinya serangan jantung.
2.2.2 Terapi pembedahan
a. Alat pompa jantung
Tujuan dari pemasangan alat ini adalah sebagai ventrikel hipokinetik, menurunkan
kerja miokardial, menurunkan kebutuhan oksigen, dan mempertahankan perfusi
yang adekuat.
b. Transplantasi jantung
Saat jantung mengalami kerusakan irreversibel
dan fungsinya sudah tidak
adekuat untuk menunjang kehidupan, transplantasi jantung dapat digunakan untuk
membantu ataupun mengganti fungsi jantung.
c. Cardiomyoplasty
Pada klien yang kardiak outputnya rendah, yang tidak diindikasikan menjalani
transplantasi jantung maka dapat dilakukan cardiomyoplasty. Prosedur ini akan
membungkus otot latissimus dorsi disekeliling jantung dan di stimulasi secara
elektrik untuk menselaraskan dengan irama sistol pada ventrikel.
2.3 Peran Perawat pada Pasien dengan Gagal Jantung Kongestif
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan aspek awal dalam asuhan keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data baik data objektif maupun data subjektif yang
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
24
berkaitan baik dari sumber primer (pasien) maupun dari sumber sekunder
(keluarga, data rekam medis sebelumnya, dan pemeriksaan penunjang) (Potter &
Perry, 2009). Pengkajian harus dilakukan secara holistik meliputi bio, psiko,
sosial, dan spiritual. Pengkajian terkait pada pasien gagal jantung lebih spesifik
terhadap masalah kardiovaskuler.
2.3.1.1 Pengkajian Sistem Tubuh
Berikut akan dijelaskan mengenai pengkajian kardiovaskuler pada pasien dengan
gagal jantung (Doenges et al, 2000).
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala
Keletihan/ kelelahan terus menerus yang dapat dirasakan sepanjang hari; insomnia;
nyeri dada dengan aktivitas; dipsnea pada istirahat atau pada pengarahan tenaga.
Tanda
Gelisah; perubahan status mental (misal: letargi); tanda-tanda vital berubah pada
saat beraktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala
Riwayat hipertensi; IM baru/ akut; episode GJK sebelumnya; penyakit katup
jantung; bedah jantung; endokarditis; anemia; syok septik. Bengkak pada kaki;
telapak kaki; abdomen/ asites.
Tanda
Tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan), normal (GJK ringan atau
kronis), atau tinggi (kelebihan beban cairan). Tekanan nadi mungkin sempit yang
menunjukkan penurunan volume sekuncup. Frekuensi jatung bisa takikardi (gagal
jantung kiri). Irama jantung umumnya disritmia (misal: fibrilasi atrium, blok
jantung). Bunyi jantung dapat S3 (gallops) adalah diagnostik, S4 dapat terjadi, S1
dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan diastolik dapat menandakan
adanya stenosis katup atau insufisiensi. Nadi perifer berkurang berupa perubahan
dalam kekuatan denyutan. Nadi sentral mungkin kuat (misal: nadi jugularis,
karotis, abdominal). Warna sianosis. Punggung kuku pucat atau sianotik dengan
CRT yang lambat. Hepar terkadang mengalami pembesaran. Bunyi napas krekles,
ronkhi. Edema mungkin dependen, umum atau itiing khususnya pada ekstrimitas.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
25
c. Integritas ego
Gejala
Ansietas, khawatir, ketakutan. Stress yang berhubngan dengan penyakit/
kerihatinan finansial (pekerjaan, biaya perawatan medis).
Tanda
Berbagai manifestasi perilaku (misal: ansietas, marah, ketakutan, atau mudah
tersinggung).
d. Eliminasi
Gejala
Penurunan berkemih, urin berwarna gelap. Berkemih pada malam hari (nokturia).
Diare/ konstipasi.
e. Makanan/ cairan
Gejala
Kehilangan nafsu makan; mual/ muntah. Penambahan berat badan signifikan.
Pembengkakan pada ektrimitas bawah. Pakaian dan atau sepatu terasa sesak. Diet
tinggi garam/ makanan yang telah diproses, lemak, gula, dan kafein. Penggunaan
diuretik.
Tanda
Penambahan berat badan yang cepat. Distensi abdomen (asites); edema (umum,
dependen, tekanan, pitting).
f. Higiene
Gejala
Keletihan/ kelemahan; kelelahan selama aktivitas perawatan diri.
Tanda
Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
g. Neurosensori
Gejala
Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda
Letargi, kusut ikir, disorientasi. Perubahan perilaku, mudah tersinggung.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
26
h. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Gejala
Nyeri dada/ angina akut atau kronis. Nyeri abdomen kanan atas. Sakit pada otot.
Tanda
Tidak tenang, gelisah. Fokus menyempit (menarik diri). Perilaku melindungi diri.
i. Pernapasan
Gejala
Dipsnea ketika beraktivias, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal.
Batuk dengan/ tanpa pembentukan sputum. Riwayt penyakit paru kronis.
Penggunaan alat bantu pernapasan (misal: oksigen atau medikasi).
Tanda
Pernapasan takipnea, napas dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan. Batuk
kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/ tanpa
pembentukan sputum . Sputum mungkin brsemu darah, merah muda/ berbuih
(edema pulmonal). Bunyi napas mungkin tidak terdengar, dengan krakles basilar
dan mengi. Fungsi mental mugkin menurun, letargi atau dengan kegelisahan.
Warna kulit pucat atau sianosis.
j. Keamanaan
Gejala
Perubahan dalam fungsi mental. Kehilangan kekuatan/ tonus otot. Kulit lecet
k. Interaksi sosial
Gejala
Penurunan keikutsertaan dlam aktivitas sosial yang biasa dilakukan/ diikuti.
l. Pembelajaran/ pengajaran
Gejala
Menggunakan/ lupa menggunakan obat-obat jantung.
Tanda
Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai
program terapi.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
27
2.3.1.2 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dongoes et al (2000) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
untuk menegakkan diagnosa CHF:
a. Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,
takikardi, fibrilasi atrial. Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran
abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun
gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering
didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel
kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada
keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung
sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
b. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
c. Sonogram (ekocardiogram, ekokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur
katup, atau area penurunan kontraktili tas ventrikular. Ekokardiografi merupakan
pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi
dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung.
Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah semua pasien dengan tanda
gagal jantung,susah bernafas yang berhubungan dengan murmur,sesak yang
berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi
ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol,atau aritmia).
Ekokardiografi
dapat
mengidentifikasi
gangguan
fungsi
sistolik,
fungsi
diastolik,mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
d. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
e. Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal. Pada
pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
28
thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas
pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul
gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut
kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing
pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula
tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak
terkena adalah bagian kanan.
f. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
g. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretik.
h. Oksimetri nadi
Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut
menjadi kronis.
i. Analisa gas darah (AGD).
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkaliosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
j. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin.
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN
dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k. Pemeriksaan tiroid.
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus
gagal jantung kongestif.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu
adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan
serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,
juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
29
kreatinin setelah pemberian angiotensin convertingenzyme inhibitor dan diuretik
dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria.Hipokalemia dapat
terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium
sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi
ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal
jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin,AST dan LDH) gambarannya abnormal
karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid
dianjurkan sesuai kebutuhan.Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda
biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NTproBNP adalah 300 pg/ml.
Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui
ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik,dan
abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada
berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui
gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan
diastolik,sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah
kanan (atrium kanan,ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary
artery capillary wedge pressure.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Penegakan diagnosa keperawatan dilakukan berdasarkan data pengkajian yang
sudah terkumpul dan dikelompokkan sehingga mengarah kepada masalah
keperawatan yang ada (Potter & Perry, 2009). Diagnosa pasien dengan gagal
jantung berhubungan dengan sirkulasi dan pngaturan cairan dalam tubuh. Berikut
merupakan beberapa diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal
jantung (NANDA, 2012). Klasifkasi diagnosa keperawatan dan batasan
karakteristik pada pasien dengan gagal jantung dapat dilihat pada tabel 2.1.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
30
Tabel 2.1 Klasifikasi Diagnosa Keperawatan Gagal Jantung Kongestif
Masalah Keperawatan
Nyeri akut
Batasan Karakteristik

Perubahan selera makan

Perubahan tekanan darah

Perubahan frekuensi jantung, napas

Diaforesis

Ekspresi
perilaku
(gelisah,
merengek,
menangis, mendesah)
Penurunan curah jantung

Sikap tubuh melindungi bagian yang sakit

Indikasi nyeri yang dapat diamati

Fokus menyempit

Gagguan tidur

Fokus pada diri sendiri

Melaporkan nyeri secara verbal
Perubahan frekuensi/ irama jantung

Aritmia

Bradikardi

Perubahan EKG

Palpitasi

Takikardi
Perubahan preload

Edema

Penurunan tekanan vena sentral (CVP)

Keletihan

Peningkatan CVP

Distensi vena jugular

Murmur

Kenaikan berat badan
Perubahan afterload

Kulit lembab
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
31

Penurunan nadi perifer

dipsnea

CRT memanjang

Oliguri

Perubahan warna kulit
Perubahan kontraktilitas

Crakles

Batuk

Perubahan fraksi ejeksi

Penurunan stroke volume

Ortopnea
Ketidakefektifan bersihan jalan

Dipsnea
napas

Peggunaan otot bantu pernapasan

Batuk, dahak sulit dikeluarkan

Pernapsan cuping hidung

Takikardi

Pernapasan abnormal (misal: kecepatan,
irama, kedalaman)
Gangguan pertukaran gas

Sianosis

AGD abnormal

Pernapasan abnormal (misal: kecepatan,
irama, kedalaman)

Warna kulit abnormal (misal: sianosis)

Konfusi, gelisah

Dipsnea

Diaforesis

Hiperkapnia

Hipoksemia

Pernapasan cuping hidung

Takikardi
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
32
Kelebihan volume cairan
Intoleransi aktivitas

Edema ektrimitas, asites, edema pulmonal

Auskultasi bunyi pernapasan: crakles, ronkhi

Penggunaan terapi diuretik

Dipsnea

Keletihan

Peningkatan CVP

Distensi vena jugular

Murmur

Kenaikan berat badan

Respon tekanan darah dan frekuensi jantung
abnormal terhadap aktivitas

Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia,
iskemia

Ketidaknyamanan setelah beraktivitas

Dipsnea setelah beraktivitas

Menyatakan merasa letih, lemah
Sumber: NANDA (2012).
2.3.3 Rencana Intervensi Keperawatan
(terlampir)
2.4
Latihan Fisik Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
Pasien dengan gagal jantung umumnya memiliki keterbatasan dalam toleransi
aktivitasya sehingga menyebabkan beberapa aktivitas harus dibatasi atau
dikurangi termasuk dalam hal ini adalah melakukan latihan fisik latar belakang
inilah yang menyebabkan tenaga kesehatan menyarankan sebagian besar pasien
jantung untuk mengurangi aktivitasnya. Mereka berpikiran bahwa melakukan
aktivitas termasuk latihan fisik akan menyebabkan pasien dengan gagal jantung
sesak dan timbul kelelahan. Anjuran untuk istirahat lebih pada pasien dengan
gagal jantung bukan tanpa alasan karena istirahat akan membantu memperbaiki
aliran balik vena dan mampu meningkatkan diuresis.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
33
Selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan untuk bed rest yang
bertujuan untuk memperbaiki status hemodinamik. Setelah fase akut terlewati,
pasien berada pada fase rocovery. Pada fase ini, bed rest menjadi suatu saran yang
kontroversial karena dapat memicu menurunnya level toleransi aktivitas dan
memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai batuk. Semua otot perlu
dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk dalam hal ini adalah otot
jantung (Suharsono, 2011).
Pasien perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap dengan tujuan
toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas dilakukan dengan melihat
respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas dan kelelahan. Aktivitas akan melatih
kekuatan otot jantung sehingga gejala gagal jantung semakin minimal. Aktivitas
ini akan dapat dilakukan secara informal dan lebih efektif apabila dirancang dalam
program latihan fisik yang terstruktur (Nicholson, 2007).
2.4.1 Pengertian Latihan Fisik
Latiha fisik merupakan aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur dengan
tujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan kebugaran fisik. Latihan ini
melitupi tipe, intensitas, durasi dan frekuensi tertentu yang disesuaikan dengan
kondisi pasien (Levine, 2010).
Home based exercise training merupakan salah satu alternatif latihan fisik yang
bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan tleransi latihan pasien gagal
jantung. HBET merupakan jawaban dari fenomena peningkatan jumlah pasien
gagal jantung yang mengalami penurunan toleransi aktivitas, latihan fisik terpusat
di rumah sakit tidak memungkinkan untuk dilakukan. HBET terbukti dapat
meningkatkan kapasitas latihan, meningkatkan self efficacy dan menurunkan
angka dirawat ulang pada pasien gagal jantung (Hwang, Redfern, & Aison, 2008).
Beberapa penelitian mengenai home based exercise training menunjukkan
manfaat yan bermakna bagi pasien dengan gagal jantung. Salah satu penelitian
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
34
yang dilakukan oleh Suharsono (2011) mengenai dampak HBET terhadap
kapasitas fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung di RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi. Penelitian tersebut menggunakan teknik sampling quasi
experiment, pre-post with control group yang melibatkan 23 responden terbagi
menjadi 11 responden kelompok kontrol dan 12 responden kelompok intervensi.
Hasil penelitian diperoleh tidak terdapat perbedaan yang signifikan terkait
kapasitas fungsional dan kualitas hidup setelah perlakukan antara kelompok
kontrol dan kelompok intervensi, meskipun demikian kelompok intervensi
mempuanyai mean kapasitas fungsional dan kualitas hidup yang lebih baik.
2.4.2 Tujuan Latihan Fisik
Latihan fisik pada pasien dengan gagal jantung bertujuan untuk mengoptimalkan
kapasitas fisik tubuh, memberi penyuluhan kepada pasien dan keluarga dalam
mencegah perburukan dan membantu pasien untuk dapat kembali beraktivitas
fisik seperti sebelum mengalami gangguan jantung (Arovah, 2009).
Lavie et al
Menurut
(1993) menyebutkan bahwa latihan fisik dapat mengurangi efek
samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah sakit, dapat dimanfaatkan
untuk memonitor kondisi fisiologis pasien, dan mempercepat proses pemulihan
dan kemampuan untuk kembali pada level aktivitas sebelum serangan jantung.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa dengan adanya latihan fisik
diharapkan dengan dilakukannya latihan fisik yang terpogram, pasien dengan
gagal jantug mampu meningkatkan toleransi aktivitas dan mampu kembali
produktif.
2.4.3 Kontraindikasi Latihan Fisik
Latihan fisik selain memberi manfaat terhadap vital tubuh, aktivitas tersebut juga
dapat menjadi pencetus serangan ulang. Untuk meminimalkan resiko tersebut,
latihan fisik memiliki beberapa kontraindikasi untuk pasien gagal jantung dengan
kriteria angina tidak stabil, TD sistolik istirahat > 200 mmHg atau distolik
istirahat > 100 mmHg, hipotensi orthostatik sebesar > 20 mmHg, stenosis aorta
sedang sampai berat, disritme ventrikel atau atrium tidak terkontrol, perubahan
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
35
gelombang ST > 3mm, problem ortopedis yang mengganggu istirahat (Oldridge,
1988 dalam Arofah, 2009).
2.4.4 Adaptasi Tubuh terhadap Latihan Fisik
Latihan fisik berhubungan lurus dengan aktivitas metabolik tubuh. Ketika
melakukan latihan fisik, kebutuhan metabolik jaringan tubuh akan meningkat.
Pada saat yang sama kebutuhan oksigen dan nutrisi untuk jaringan juga
mengalami peningkatan yang diperukan selama metabolisme dilaksanakan.
Sedangkan disisi yang lain produksi karbondioksida, toksin, dan produk lain
sebagai hasil atau zat sisa metabolisme yang sudah tidak diperlukan akan dibuang.
Pada kondisi fisiologis atau keadaan normal, kondisi ini dikompensasi dengan
peningkatan cardiac output, bisa sampai 6 kali lipat dari kondisi istirahat. Latihan
fisik mencapai puncaknya pada kondisi maximal oxigen uptake, yang dikenal
dengan VO2-max. Ketika 80-90% dari VO2-max dibentuk karbondioksida secara
berlebihan, metabolisme otot anaerob, dan produksi asam laktat yang
menghasilkan kelelahan berlebih (Suharsono, 2011).
Pada pasien dengan gagal jantung, cardiac output ketika istirahat mungkin normal
tetapi kemampuan untuk meningkatkannya terbatas. VO2-max akan lebih rendah
dan respon fisiologis terhadap latihan fisik maksimal akan terjadi lebih cepat dari
individu yang tidak mengalami gangguan jantung. Pasien gagal jantung stabil
dapat mengikuti latihan fisik dengan baik apabila aliran darah ke oot adekuat.
Pasien tersebut dapat melakukan aktivitas sehari-hari tetapi mengalami penurunan
30% dari kapasitas latihannya (Nicholson, 2007).
Kompensasi akut dan adaptasi sistem tubuh terhadap latihan fisik pada penderita
gagal jantung terlihat pada tabel 2.2.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
36
Table 2.2 Mekanisme Kompensasi dan Respon Akut Latihan Pada Gagal Jantung
Organ
Mekanisme
Respon akut terhadap
Adaptasi terhadap
kompensasi pada
Exercise Training
Exercise Training
gagal jantung
Jantung
-
Dilatasi ventrilkel
Secara progresif terjadi
-
-
Cardiac
penurunan cardiac
stroke volume
remodelling
output, stroke volume,
dan heart rate
Tujuan:
dan heart rate reserve
reserve
Mempertahankan
sesuai dengan derajad
cardiac output
gagal jantung
-
Peningkatan
Terdapat sedikit
bukti
peningkatan
kontraktilitas
Pembuluh
-
darah
Kehilangan
-
Penurunan
-
Meningkatkan
vascular reactivity
kemampuan
fungsi vaskular
-
Kekuatan arteri
mendistribusikan
(reactivity and
-
Penurunan
nutrisi ke otot di
stiffness)
densitas kapiler
perifer
-
Insufisiensi vena
-
-
Meningkatkan
Penurunan
densitas
Tujuan:
kemampuan
pembuluh
Mempertahankan
membuang sisa
kapiler
arterial blood
metabolisme
-
pressure adekuat
Meningkatkan
venous return
Tulang
-
Atrofi otot
dan otot
-
Penurunan
kekuatan dan daya
fungsi dan
konsentrasi dan
tahan
masa otot
aktivitas enzim
-
-
-
Penurunan
Tanda awal
-
-
Meningkatkan
Meningkatkan
mitokondria
asidosis otot untuk
fungsi dan
Penurunan volume
mengurangi
densitas
dan densitas
akivitas
mitokondria
mitokondria
Tujuan:
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
37
Menurunkan kapasitas
latihan pada fungsi
jantung yang menurun
Sistem
-
otonom
-
Kondisi
Meningkatnya denyut
Mengurangi kondisi
hyperandrenergic
jantung dibawah
hyperadrenergic
Perubahan respon
denyut maksimal
kardiovaskuler
Tujuan:
Mempertahankan
arterial blood
pressure yang adekuat
Humoral
-
-
Meningkatkan
Menurunnya
Mengurangi
vasokontriksi dan
kemampuan
hiperaktivitas
regulasi cairan
mendistribusikan
humoral
Mengurangi
nutrisi ke otot perifer
vasodilator
Tujuan:
Mempertahankan
tekanan adekuat
dengan regulasi cairan
Sumber:Parish, Kosma, and Welsech (2007).
2.4.5 Prinsip Latihan Fisik
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan latihan fisik pada
pasien gagal jantung meiputi frekuensi, intensitas, durasi, mode, dan progresivitas
latihan. Latihan fisik pada pasien gagal jantung memerlukan beberapa
penyesuaian dengan kondisi pasien dan bersifat individual (Suharsono, 2011).
Berikut merupakan komponen latihan fisik yang telah terukti aman dan efektif
untuk dilakukan pada pasien gagal jantung yang meliputi tipe, frekuensi, durasi,
dan intensitas. Komponen latihan fisik pada pasien gagal jantung terdapat dalam
tabel 2.3.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
38
Tabel 2.3 Komponen Latihan Fisik pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
Aspek Prinsip
Tipe
Komponen Latihan Fisik
Latihan aerobik yang dinamis dengan pembebabnan minimal.
Hindari latihan isotonik dan aktivitas pembentukan otot.
Intensitas
Dibawah ventilatory treshold, 50-70% dari VO2-max atau setara
dengan 40-60% heart rate reserve. Level kelelahan dan sesak
nafas ketika latihan rata-rata 12-14 (Borg Scale).
Durasi
Dimulai dari 20-30 menit setiap sesi dan dapat ditingkatkan
sesuai kemampuan pasien.
Frekuensi
Tiga sampai dengan lima kali permnggu.
Sumber: Myers (2008).
2.5 Konsep Kesehatan Masyarakat Perkotaan
2.5.1 Definisi Urban/ Kota
Definisi urban/kota merupakan wilayah dengan jumlah penduduk lebih dari 2500
penduduk dan terdapat lebih dari 99 orang per-mil persegi (Stanhope dan
Lancaster, 1996). Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa urban/ kota
merupakan suatu wilayah yang luas yang dihuni oleh banyak penduduk
didalamnya dalam menjalankan aktivitas kehidupan. Urban atau kota memiliki
karakteristik yang membedakannya dengan wilayah rural atau desa. Beberapa
karakteristik dari urban atau kota antara lain dapat dilihat dari beberapa aspek
diantaranya adalah aspek demografi, aspek fisik, aspek sosial atau hubungan
antara warga, aspek perekonomian dan matapencaharian.
Karakteristik urban/ kota dilihat dari aspek demografi meliputi komunitas urban
terbentuk dari berbagai etnik atau suku dan adanya pemisahan secara ekonomi
serta sosial, pendudk asli yang bertempattinggal menjadi minoritas (artinya lebih
banyak penduduk pendatang) (Allender, Rector, dan Warner, 2010). Berdasarkan
aspek fisik, urban/ kota pada umumnya dikarakteristikkan terdapat banyak
bangunan gedung seperti sekolah tinggi terkenal dan pusat perbelanjaan, kondisi
ini sangat berbeda dengan desa yang jarang ditemukan gedung-gedung. Selain itu,
pembangunan tempat tinggal (rumah) di kota memiliki jarak yang berdekatan
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
39
yang disebabkan oleh peningkatan kepadatan penduduk sedangkan di desa rumah
warga memiliki jarak yang cukup jauh dengan rumah warga lainnya. Karakteristik
lain dapat dilihat dari aspek perekonomian atau mata pencaharian, aktivitas
perekonomian penduduk kota umumnya pekerja kantoran, buruh pabrik dan
pedagang. Sedangkan penduduk desa umumnya mata pencahariaannya adalah
petani. Aspek lainnya yang mengkarakterisikkan urban atau kota adalah dari
aspek sosial atau hubungan antar warga, umumnya warga urban/ kota memiliki
sifat unsosial artinya jarang berintraksi dengan tetangga atau warga sekitar seperti
yang banyak ditemukan di lingkungan pedesaan (Stanhope dan Lancaster, 1996).
2.5.2 Ilmu dan Seni Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Perpindahan penduduk ke kota dipengaruhi oleh adanya fasilitas yang memadai
seperti adanya sekolah dan pusat perbelanjaan. Hal ini menjadi daya tarik orang
untuk tinggal berdekatan dengan fasilitas yang lengkap sehingga mudah
menjangkau tempat tersebut. Perpindahan masyarakat pedesaan ke wilayah
perkotaan secara terus menerus menyebabkan jumlah penduduk di wilayah
perkotaan meningkat.
Jumlah penduduk yang meningkat ini dapat menimbulkan berbagai faktor risiko
masalah kesehatan seperti peningkatan polusi, peningkatan jumlah pemukiman,
dan peningkatan jumlah limbah atau sampah. Masalah kesehatan yang terjadi pada
daerah kota dapat menyebar dengan cepat karena dipengaruhi oleh kesehatan
lingkungan yang kurang diperhatikan dan juga jarak pemukiman yang berdekatan.
Masalah kesehatan utama di lingkungan urban/ kota adalah polusi (air, udara,
suara)
Air merupakan salah satu sumber kehidupan yang selalu dibutuhkan makhluk
hidup terutama manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Kebersihan air
sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti tidak membuang sampah dan
limbah pada sumber mata air sehingga diharapkan agar tidak terjadi penyebaran
penyakit melalui air. Air yang layak digunakan untuk mengolah makanan, minum,
mencuci pakaian, dan kebersihan adalah air bersih yang bebas dari kontaminasi
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
40
mikroorganisme dan zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Masalah
kesehatan yang mungkin muncul akibat dari kontaminasi air adalah masalah
pencernaan (contoh: demam typhoid) dan masalah integumen (contoh: dermatitis).
Tumbuhan berperan penting dalam menghasilkan udara yang bersih (oksigen)
untuk pernapasan bagi manusia dan hewan. Udara terutama oksigen berfungsi
untuk mengoksidasi makanan menjadi energi agar dapat melakukan aktivitas.
Semakin banyak tumbuhan yang ada maka akan semakin banyak udara yang
dihasilkan. Penduduk kota saat ini cenderung kurang memperhatikan keberadaan
hutan atau rawa sehingga tingkat polusi sangat tinggi dan mencemari udara di
sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam masalah
kesehatan terkait pernapasan seperti ISPA dan TBC.
Hutan dan rawa selain berfungsi sebagai penghasil udara bersih juga merupakan
tempat tinggal hewan-hewan. Jika hutan atau rawa yang ada diubah fungsinya
seperti dilakukan pembangunan rumah dan gedung maka hewan-hewan tersebut
akan musnah atau akan menyerang manusai sehingga berdampak terhadap
kesehatan contohnya pada nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit DBD.
Matahari merupakan sumber energi kehidupan di permukaan bumi karena sinar
matahari mampu menghasilkan panas bumi dan dibutuhkan untuk proses
fotosintesi. Sinar matahari juga berfungsi untuk mematikan bakteri pada TBC
sehingga sangat dianjurkan rumah penderita TBC mendapat penyinaran yang baik
atau dapat juga dengan berjemur. Pada manusia pembentukan vitamin D sangat
membutuhkan bantuan dari sinar matahari di waktu pagi hari sehingga mampu
mencegah terjadinya kerapuhan pada tulang.
Penduduk kota memiliki tingkat mobilisasi yang tinggi terutama dalam
penggunaan alat transportasi seperti mobil dan motor. Asap dari alat transportasi
ini dapat menyebabkan kerusakan berupa lubang pada lapisan ozon dan
menimbulkan efek gas rumah kaca. Kondisi ini menyebabkan sinar matahari yang
masuk ke dalam bumi tidak disaring oleh lapisan ozon sehingga berpotensi
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
41
menyebabkan kanker kulit jika terpajan dalam waktu yang lama dengan sinar
matahari tanpa menggunakan pelindung diri. Penumpukan polutan di udara akan
membentuk lapisan gas di bawah lapisan ozon dan ketika sinar matahari masuk ke
dalam bumi maka panas dari sinar matahari akan dipantulkan kembali ke dalam
bumi yang seharusnya dikeluarkan dari bumi. Kondisi ini sering disebut efek gas
rumah kaca yang menyebabkan suhu bumi meningkat dan perubahan suhu yang
ekstrim.
Selain perubahan-perubahan yang terjadi secara alam atau dilihat dari aspek
lingkungan, beberapa masalah kesehatan yang berkaitan dengan lingkungan
perkotaan adalah terkait dengan perubahan gaya hidup (pola hidup tidak sehat)
seperti kurang olahraga, mengkonsumsi makanan yang berkolestrol tinggi,
kesibukan pekerjaan dan pengaruh lingkungan yang menyebabkan stress, dan lain
sebagainya (Stanhope dan Lancaster, 1996).
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
Bab ini membahas mengenai kasus kelolaan utama mulai dari pengkajian, analisis
data,
penetapan
diagnosa
keperawatan,
rencana
asuhan
keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi terhadap implementasi keperawatan
pasien dengan gagal jantung selama praktek profesi pemintaan keperawatan
medikal bedah di ruang melati atas, RSUP Persahabatan.
3.1 Pengkajian Keperawatan
3.1.1 Data Umum Klien
1. Nama
: Tn. Mu
2. Usia
: 77 th
3. Tanggal Lahir : 05 Maret 1935
4. No RM
: 001400647
5. Alamat
:Kav. Bum Kahuripan blok B3 No.1, kecamatan Bebelan
6. Tgl masuk
: 19 Mei 2013
7. Dx medis
: PPOK Eksaserbasi akut, CHF fc II-III ec CAD HHD, DM
tipe II GD on regulasi, CAD aterosepal, Hipertensi grade I, AKI dengan
akut on CKD, trombositopenia ec CAD, VES jarang
3.1.2 Anamnesa
1. Keluhan utama ketika klien datang
Klien masuk di ruang rawat melati atas RS Persahabatan pada tanggal 19 Mei
2013 dengan keluhan sesak nafas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit.
Paroxymal nocturnal dipsnea (PND) ditemukan pada pasien, selain juga ortopnea.
Klien juga mengeluhkan batuk dengan produksi dahak berwarna putih sedikit
kekuning kuningan. Tidak ditemukan demam pada klien ketika masuk RS. Klien
mengatakan bahwa sesak yang dirasakan saat ini sudah berkurang apabila
dibandingkan sebelum dibawa ke RS.
42
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
43
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh sesak dada, batuk berdahak berwarna putih sedikit kekuningkuningan. Klien mengatakan cepat merasa lelah terutama setelah berjalan > 100
meter. Pada saat pengkajian, klien terlihat tirah baring dengan tingkat partial care
artinya beberapa aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat seperti BAB/ BAK
da kebersihan diri (mandi dan berhias). Klien mengatakan nafsu makan baik,
aktivitas mandiri sebelu sakit. Klien terlihat terpasang sirympump dengan humulin
R 50 unit, folley chateter tidak terpasang, nasal kanul dengan O2 4lpm.
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien memiliki riwayat peyakit gula (DM)
sejak 10 tahun yang lalu dengan pengobatan yang tidak teraturdan gula darah
yang tidak terkontrol. Klien juga memiliki riwayat penyakit darah tinggi
(hipertensi) sejak 6 tahun yang lalu dengan TD yang tidak terkontrol. Klien
mengatakan tekanan darah tertinggi yang pernah dicapai yaitu 170/ 100 mmHg.
Menurut keluarga, klien juga memiliki riwayat gejala stroke namun dapat pulih
kembali. Beberapa kali geja muncul seperti bibir sedikit menyong, ekstrimitas
susah digerakkan. Keluarga mengatakan bahwa gejala stroke tersebut berkurang
karena dibantu dengan pengobatan alternatif dan perawatan keluarga yang selalu
mengajarkan klien untuk menggerakkan anggota badan (olahraga ringan) dan
latihan mengangkat beban. Riwayat gejala stroke yang dapat pulih tersebut
dirasakan kurang lebih pada tahun 2010. Sejak satu tahun terakhir ini, klien
dikatakan jantung bengkak dan diberikan empat jenis obat (keluarga lupa
namanya dan pada waktu itu tidak dibawa). Klien tidak memiliki riwayat asma.
Penglihatan sedikit kabur karena faktor usia. Keluarga mengatakan bahwa klien
pernah menjalani operasi dua kali terkait dengan pembesaran prostat. Keluarga
mengatakan lupa tahun operasinya tetapi kurang lebih sudah lebih dari lima tahun
yang lalu.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
44
4. Genogram Keluarga
Tn. R
Tn. B
Ny. M
Ny. Si
Ny. S
67 th
Tn. S
52 th
Ny. A
Tn. Mu
77 th
Ny. Y
47 th
Tn. D
39 th
Keterangan:
Tn. Mu (77 th) merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua orang tua Tn.
Mu sudah meninggal, Ayah Tn. Mu meninggal ketika Tn. Mu masih kecil. Tn.
Mu tidak mengetahui secara jelas penyebab kematian dari ayahnya, yang
diketahui ayahnya meninggal karena sakit dan tidak memiliki biaya untuk
memeriksakan ke pelayanan kesehatan sampai akhirnya meninggal. Sedangkan Iu
dari Tn. Mu meninggal karena sakit darah tinggi/ Ibu Mu meninggal ketika Tn.
Mu berusia belasan tahun.
Tn. Mu menikah dengan Ny. S pada tahun 1956 dan dikarunia lima orang anak
namun dua anak meninggal ketika masih kecil. Tn. Mu dan Ny. S tinggal di
daerah lampung kota tepatnya di perumahan agkatan laut. Ketiga anaknya
dibesarkan dilampung sampai akhirnya sempat di mutasi bekerja di wilayah
jakarta dan menetap di daerah dure kalibata bersama keluarganya. Dari ketiga
anaknya, hanya satu yang perempuan. Ketiganya sekarang sudah berkeluarga dan
dikaruniani masing-masing anak.
Tn. Mu dan Ny. S sekarang ini tinggal bersama anak laki-lakinya yang terakhir
karena kondisi Tn. Mu yang sudah mengalami penurunan kesehatan sehingga
anak-anaknya tidak tega untuk membiarkan Ny. S mengurus Tn. Mu sendirian di
rumahnya. Mereka tinggal bersama kurag lebih sudah sekitar lima tahun.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
45
Tn. Mu memiliki masalah kesehatan dengan riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu,
gula darah tidak terkontrol. Riwayat hipertensi sejak 6 tahun yang lalu dengan
tekanann darah yang tidak terkontrol. Riwayat stroke yang berulang tanpa
meninggalkan gejala sisa. Tn. Mu mengatakan memiliki riwayat merokok sejak
kecil dan sempat berhenti ketika bekerja sebagai angkatan laut namun sesekali
terkadang masih sempat merokok terutama ketika sedang banyak pikiran. Klien
mengatakan baru didiagnosis mengalami pembesaran jantung kurang lebih satu
tahun ini. Klien mengatakan sekitar seminggu sebelum masuk RS, sempat
mengalami bengkak terutama di bagian kaki. Klien mengatakan bengkak
berkurang setelah diberi obat pelancar BAK. Gejala lain yang ditunjukkan klien
adalah sesak napas dan merasa mudah lelah ketika beraktivitas ringan-sedang
seperti berjalan kaki kurang lebih jarak 100 meter, menaiki anak tangga atau
setelah mengangkat bebabn yang cukup berat.
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. KU/ tingkat kesadaran
: KU sedang/ kesadaran CM
2. BB/ TB
: 65 Kg/ 158 cm
3. IMT
: 26,034
4. TTV
:
a. TD
: 130/80 mmHg
b. Nadi
: 78 x/menit
c. RR
: 28 x/menit
d. Suhu
: 36,50 C
5. Mata
:
Konjungtiva sedikit anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada gangguan
penglihatan, hanya penglihatan sedikit kabur karena faktor usia. Respon pupil
kanan dan kiri baik. Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
(kacamata).
6. Hidung
:
Tidak ada keluhan flu, tidak ada sumbatan, tidak ada gangguan penciuman,
napas cuping hidung ada tetapi minima. Klien tidak memiliki riwayat sinusitis.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
46
7. Telinga
:
Tidak ada cairan abnormal yang keluar dari lubang telinga (discharge),
terdapat gangguan pendengaran (terutama ada telinga bagian kiri) karena
faktor usia, tidak ada nyeri pada daerah telinga. Klien tidak menggunakan alat
bantu dengar.
8. Mulut
:
Sebagian banyak gigi sudah tanggal, klien tidak menggunakan gigi palsu,
tidak ada bau mulut, tidak ada sariawan, kebiasaan membersihkan gigi dan
mulut 2x/hari, namun sejak dirawat d RS klien hanya membersihkan gigi
dengan cara berkumur.
9. Leher
:
Tidk terlihat peningkatan JVP, tidak ada keluhan sakit menelan, tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid. Klien mengeluhkan bagian lehet belakang
(tengkuk) terkadang terasa nyeri/sakit.
10. Dada
a. Paru-paru
-
Inspeksi
: dada terlihat simetris, terlihat penggunaan otot
bantu pernapasan ketika klien bernapas biasa
-
Palpasi
: lapng kanan dan kiri dada klien sama
-
Perkusi
: sonor
-
Auskultasi
: bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+),
Rh +/+, Whezing -/-, mengi -/-, ekspirasi memanjang
b. Jantung
-
BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-)
11. Abdomen
-
Inspeksi
: terlihat sedikit buncit, acites (-)
-
Palpasi
: dinding perut supel, teraba sedikit keras, hati dan
lien tidak teraba
-
Perkusi
: dullnes terutama pada kuadran kiri
-
Auskultasi
: BU normal, 6X/ menit
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
47
12. Ektrimitas
: akral hangat, bengkat/ edema ekstrimitas (saat
pengkahia) tidak ada, namun klien dan keluarga mengatakan memiliki
riwayat bengkak kurang lebih 1 bulan yang lalu dan lama berkurang edema.
3.1.3 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh
1. Aktivitas/ Istirahat
Gejala (Subjektif)
Klien mengatakan saat ini sudah tidak bekerja, klien merupakan pensiunan
angkatan laut (pensiun sejak tahun 1980). Setelah pensiun dari angkatan laut,
klien bekerja di kantor pertanian selama kurang lebih lima tahun. Aktivitas atau
hobi yang dilakukan klien sekarang ini seperti membaca koran, merawat tanaman
kebun kecil yang berada di pekarangan rumahnya. Aktivitas yang dilakukan klien
sekarang ini adalah aktivitas yang tergolong ringan seperti olahraga ditempat,
jalan kaki kurang lebih > 100 meter, angkat beban ringan dengan duduk atau
berdiri ditempat. Klien mengatakan pernah dianjurkan oleh dokter tempat klen
sering kontrol untuk tidak boleh terlalu lelah dan tetap olahraga ringan untuk
meminimalkan stroke supaya tidak kambuh kembali. Klien mengatakan tidak
pernah mengatakan bosan selama menjalai aktivitas atau hobi tersebut, karena
klien menjalaninya dengan senang hati. Keterbatasan kondisi yang dirasakan
klien adalah sering mudah lelah, riwayat edema ektrimitas bawah (tungkai kaki)
yang dirasa hilang timbul itulah yang terkadang menyebabkan aktivitas klien
terbatas.
Klien mengatakan kebiasaan tidur pada malam hari sekitar pukul 00.00 WIB dan
bangun pada pukul 04.00 WIB untuk sholat subuh dan kemudian tidur kembali
sampai pukul 07.00 WIB. Pada saat tidur, klien biasanya menggunakan dua
bantal apabila sedang sesak dada. Klien juga mengatakan, terkadang ketika
bangun tidur, kepala terasa pusing dan nyeri tengkuk. Klien mengeluhkan tidur
malam dirasa kurang akhir-akhir sebelum masuk ke RS. Kegiatan tidur siang
terkadang dilakukan klien yaitu sekitar 1-2 jam. Klien mengatakan dengan waktu
istirahat yang dimiliki, klien merasa bahwa waktu untuk istirahat atau tidur sudah
cukup baginya.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
48
Tanda
Respon terhadap aktivitas yang teramati pada saat pengkajian (20/05/2013)
terlihat bahwa klien berada pada tingkat kesadaran CM, KU sedang, saat ini tirah
baring di atas tempat tidur, kegiatan hanya dilakukan di tempat tidur termasuk
makan, minum, berhias, BAK dan BAB. Pemeriksaan pulsasi atau nadi terjadi
peningkatan frekuensi apabila klien berpindah posisi, seperti dari posisi baring ke
posisi duduk. Pernapasan klien terlihat lebih cepat dan dangkal, serta terlihat
penggunaan otot-otot bantu pernapasan ketika klien bernapas. Usaha napas klien
berkurang ketika klien berada pada posisi highfowler atau mencapai posisi duduk.
Klien terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm. Pengkajian terkait muskuloskeletal
diperoleh data kekuatan otot:
5555 5545
5555 5555
Massa dan tonus otot masih mampu menahan tahanan, postur terlihat sedikit
bungkuk, terdapat tremor tetapi minimal, rentang gerak sendi masik baik dan tidk
ada deformitas tulang.
2. Sirkulasi
Gejala
Keluarga klien mengatakan bahwa klien memiliki riwayat hiperteni sejak enam
tahun yang lalu. Kelaurga juga mengatakan bahwa dokter tempat klien sering
kontrol di daerah tempat tinggalnya menyatakan bahwa klien dikatakan
jantungnya mengalami pembengkakan sejak satu tahun terakhir ini dan
dianjurkan untuk mium obat jantung namun keluarga lupa nama obat yang telah
diresepkan. Klien saat ini tidak mengalami demam. Saat ini kedua ekstrimitas
bawah klien tidak mengalami pembengkakakan. Klien dan keluarga mengatakan
bahwa sebelum dirawat, kedua kaki klien sempat bengkak lama dan beberapa
kali berobat kepada dokter yang berbeda hingga bengkak lama-kelamaan mulai
berkurang. Klie terkadang mengeluhkan kebas pada kaki dan tangan, batuk yang
disertai dengan sesak dan dahak berwarna putih. Klien mengatakan dalam sehari
klien dapat BAK 6-7 kali dalam sehari. Klien mengatakan bahwa pola berkemih
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
49
tersebut sudah biasa dan dianggap normal, bahkan terkadang frekunesi dapat
lebih dari itu. Keluarga dan klien mengatakan bahwa klien dalam kesehariannya
minum kurang lebih 2-3 botol aqua besar (ukuran 1,5 liter) sebelum sakit.
Menurut keluarga karena klien sering minum obat maka perlu untuk minum
yang banyak supaya ginjal cepat membuang zat sisa obat yang diminumnya.
Tanda (hasil pemeriksaan fisik 20/05/2013)
a. TTV
TD
= 130/80 mmHg
RR
= 28 x/menit
Nadi
= 78 x/menit
Suhu = 36,5 0C
b. Dada
Paru-paru
-
Inspeksi : dada terlihat simetris, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan
ketika klien bernapas biasa
-
Palpasi : lapang dada kiri dan kanan sama
-
Perkusi : sonor
-
Auskultasi
: bronkhial (+), bronkovesikuler (+), vesikuler (+), Rh +/+,
Whezing -/-, mengi -/-, ekspirasi memanjang.
Jantung
-
BJ1 dan BJ 2 normal , murmur (-) gallops (-)
c. CRT < 3”
d. Warna
-
Lidah
: pink pucat
-
Konjungtiva
: anemis
-
Sklera
: tidak ikterik
-
Bibir
: sedikit anemis
e. Turgor kulit
: normal, membran mukosa lembab
f. Edema ekstrimitas tidak ada
g. Asites tidak ada
h. Distensi vena jugularis tidak ada (JVP 5-2 cmH2O)
i. Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
50
3. Integritas Ego
Gejala
Klien mengatakan saat ini yang menjadi pikiran adalah kondisi kesehatannya
saja yang mulai menurun. Klien mengatakan untuk mengatasi beban pikiran
yang dirasakan adalah dengan kembali pasrah kepada Allah SWT karena yang
memberi sehat dan sakit adalah Allah, menurutnya manusia hanya dapat
merencanakan dan berusahan namun Allah yang akan menentukan. Terkait
dengan masalah finansial, klien mengatakan saat ini beliau statusnya adalah
pensiunan angkatan laut dan biaya pensiunan menurutnya sudah cukup untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari, untuk biaya kesehatan klien menggunakan
jaminan Askes dan sebagian dibantu oleh anak-anaknya. Klien beragama islam
dan masih rajin menjalankan sholat lima waktu. Ketika dirawat di rumah sakit,
klien melakukan sholat sambil berbaring atau duduk. Klien memiliki istri dan
anak-anak yang setia menemani ketika sehat maupun sakit.
Terkait denga gaya hidup, klien mengatakan memiliki riwayat merokok
(perokok aktif) sejak lulus SD (sekitar usia 11-12 tahun). Menurut klien awal
merokok karena sekedar ikut-ikutan teman yang juga mengajaknya untuk
merokok. Klien mampu menghabiskan 6-8 batang rokok dalam satu hari. Klien
mengatakan mulai berhenti merokok pada usia 30 tahun ketika bekerja sebagai
angkatan laut. Selain memiliki riwayat merokok, klien juga memiliki kebiasaan
minum kopi. Kebiasaan tersebut masih berlangsung sesaat sebelum klien sakit.
Klien biasanya dalam sehari mampu mengkonsumsi kopi 2-3kali.
Tanda
Status emosional klien saat pengkajian dilaksanakan (20/05/2013) adalah tenang.
Klien tidak terlihat cemas ketika diajak berkomunikasi maupun ketika dilakukan
pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
51
4. Eliminasi
Gejala
Klien mngatakn memiliki pola BAB dengan frekuensi 2-3 hari satu kali. Klien
mengatakan konsistensi BAB terkadang keras dan terkadang sulit untuk
dikeluarkan. Klien saat ini diberikan obat laxadine untuk membantu melunakkan
dan melancarkan pola BAB klien. Klien memiliki riwayat konstipasi terutama
setelah makan makanan jenis seafood (udang). Pola BAK klien adalah 6-7 kali
dalam satu hari. Saat ini BAK klin dilakukan ditempat tidur dengan
menggunakan pispot dibantu oleh istri klien. Klien mengatakan tidak ada
keluhan nyeri ketika sedang BAK.
Tanda
Pengkajian fisik abdomen dilakukan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Pada inspeksi terlihat bahwa perut klien sedikit buncit (mencembung).
Klien mengatakan keadaan tersebut sudah lama dialami, kurang lebih lima tahun,
klien mengatakan kemungkinan terjadi karena kebiasaan sehabis makan tidur
dan kurang olahraga. Pada palpasi ditemukan bahwa perut klien teraba keras
terutama pada bagian kuadran kiri atas dan bawah. Klien mengatakan belum
BAB selama dua hari ini. Auskultasi dilakukan pada semua kuadran, terdengan
bising usus 6 kali/ menit. Perkusi juga dilakukan pada semua kuadran dan
diperoleh bunyi dullnes terutama pada kuadran kiri abdomen. Klien mendapat
terapi laksatif 3 kali sehari karena klien mengeluh sudah 2-3 hari tidak dapat
BAB. Kondisi konstipasi dapat terjadi pada pasien CHF karena kondisi
intoleransi aktivitas yang menyebabkan klien kurang gerak sehingga peristaltik
usus menurun. Klien dibantu dengan terapi medis laxadine untuk membantu
melunakkan konsistensi feses sehingga mudah dikeluarkan. Selain itu, klien juga
dilatih melakukan masase abdomen dan menganjurkan mengkonsumsi jenis
buah-buahan yang merangsang periltaltik usus seperti pepaya atau pisang.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
52
5. Makanan dan Cairan
Tanda
Keluarga mengatakan klien memiliki kebiasaa banyak makan dan tidak tahan
lapar (artinya klien tidak bisa bertahan lama dalam keadaan perut kosong).
Keluarga menceritakan kejadian sebelum klien dirawat, sebelumnya klien dan
keluarga hendak pergi ke kampung halaman (lampung) untuk mengunjungi
keluarga lain, karena jarak tempuh cukup jauh dan klien merasa mudah lapar,
selama perjalanan klien makan cukup banyak makanan. Karena kurang
terkontrol, klien menunjukkan gejala hiperglikemi seperti lemas dan bayak BAK.
Ketika dilakukan cek gula darah diperoleh hasil bahwa gula darah klien sekitar
400 mg/dl. Klien kemudian segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapat
penanganan terkait gula darah yang tinggi tersebut.
Diet klien saat ini adalah diet DM 1700 kkal, rendah karbohidrat. Pola makan
sebelum sakit 3 kali/hari dengan satu porsi makanan yang mampu dihabiskan
ditambah dengan 2-3 kali makanan selingan seperti biskuit, buah-buahan,
gorengan, agar atau kue. Ketika sakit, klien mampu menghabiskan makanan ¾ 1 porsi makan, dengan frekuensi 3 kali makanan pokok dan dua kali makanan
selingan (snack). Jenis makanan yang disukai klien adalah jenis makanan
seafood terutama jenis udang, makanan yang bersantan dan pedas, daging dan
olahannya. Klien menyukai makanan tersebut namun tidak terlalu sering dalam
mengkonsumsinya. Menurut klien dan keluarga, berdasarkan penjelasan dari
dokter tidak ada jenis makanan yang harus dipantang hanya perlu mengurangi
frekuensi dan porsi ketika makan. Klien mengatakan tidak ada keluhan mual/
muntah, tidak ada penurunan nafsu makan sebelum maupun selama dirawat.
Keluarga mengatakan dahulu klien terlihat gemuk namun sejak sakit gula, berat
badan klien mulai menurun dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun ini.
Penurunan berat badan kurang lebih 7-8 Kg dalam waktu lima tahun. Klien
mengatakan pernah mencapai BB tertinggi yaitu sekitar 73 Kg. Klien saat ini
terlihat sudah banyak giginya yang tanggal, hanya sisa kurang lebih 4 gigi atas,
dan 3 gigi bawah. Klien tidak menggunakan gigi palsu dalam kesehariannya.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
53
Klien mengalami penurunan dalam mengunyah makanan sehingga klien lebih
menyukai jenis makanan yang lunak atau lembut.
Gejala
a. BB/ TB : 65 Kg/ 158 cm, klien terlihat gemuk dengan postur tubuh pendek
b. IMT
: 26,037
c. BU 6 kali/ menit (normal), perut teraba keras
6. Higiene
Tanda
Keluarga mengatakan sebelum sakit, aktivitas klien dilakukan secara mandiri
termasuk melakukan perawatan diri seperti mandi dan berhias. Selama dirawat,
kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar dan perawatan diri serta berhias dibantu
pemenuhannya oleh keluarga (istri dan anak) dengan tingkat ketergantungan
sedang (partial care). Klien melakukan kegiatan kebersihan diri (mandi,
menggosok gigi, dan berhias) diatas tempat tidur dengan teknik lap dibantu oleh
istri klien.
Gejala
Penampilan umum klien terlihat bersih dan rapi. Klien terlihat lebih sering
menggunakan kaos dan celana pendek (sampai batas lutut) selama dirawat di
rumah sakit. Ketika berintraksi, tidak tercium bau badan maupun bau mulut atau
bau pesing. Kondisi kulit klien bersih dan lembab. Klien belum sempat
melakukan cukur jenggot karena sebelumnya sering berpergian jadi tidak sempat
mencukur. Klien mengatakan terkadang melakukan cukur jenggot setiap dua
minggu sekali, dan cukur rambut kurang lebih satu bulan sekali. Kuku klien
terlihat pendek dan bersih dengan lapisan kuku sedikit tebal.
7. Neurosensori
Gejala
Klien mengatakan terkadang merasakan pusing dan nyeri tengkuk. Karakteristik
pusing/ sakit kepala yang dirasakan adalah seperti berputar. Klien juga
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
54
mengeluhkan terkadang merasakan kebas pada kaki dan tangan. Keluhan
tersebut diatas dirasakan tidak tentu, terkadang ketika sedang banyak pikiran
atau kondisi tubuh terlalu lelah. Langkah yang dilakukan klien dan keluarga
apabila keluhan muncul adalah dengan minum obat darah tinggi seperti captopril
atau amlodipin yang diresepkan oleh dokter tempat klien melakukan kontrol
rutin.
Keluarga mengatakan bahwa klien memiliki riwayat stroke dengan gejala sisa
tidak ada. Klien mengatakan penglihatan sudah mulai berkurang dan sedikit
kabur karena pengaruh usia, jarak pandang yang masih bisa dilihat kurang dari
100 meter. Klien juga mengatakan bahwa pendengaran juga sudah mulai
berkurang terutama telinga bagian kiri.
Tanda
Status mental/ tingkat kesadaran klien adalah compos mentis. Klien masih
terorientasi waktu, tempat dan orang. Klien kooperatif ketika diajak
berkomuniksi maupun ketika pemeriksaan fisik dilakukan. Memori jangka
pendek klien masih baik, terbukti ketika klien ditanya sudah sarapan pagi atau
belum, klien mampu menjawab dengan benar dan jelas. Memori jangka panjang
sudah menurun, terbukti ketika ditanya mengenai kapan klien mulai berhenti
merokok, klien menjawab lupa tetapi kira-kira sekitar usia 30 tahun. Selain itu
juga ketika klien ditanya mengenai tahun klien pensiun, klien menjawab lupa
dan menjawab perkiraan tahun pensiun yaitu tahun 1980. Klien mampu
mengenali orang/ barang dengan jarak < 100 meter, tidak ada katarak. Fungsi
pendengaran menurun terutama telinga bagian kiri, ketika berbincang dengan
klien menggunakan suara yang lebih keras dan diarahkan ke telinga sebelah
kanan.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
55
8. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Gejala
Klien mengatakan nyeri yang dirasakan saat ini adaah nyeri tengkuk. Nyeri
dirasakan tidak setiap hari, hanya waktu tertentu saja. Nyeri biasanya dirasakan
bersamaan dengan pusing kepala yang dialami seperti berputar.
Tanda
Tanda umum yang terlihat ketika klien merasakan nyeri tengkuk adalah
menyentuh dan melindungi bagian yang sakit yaitu di daerah tengkuk/ leher
belakang. Klien melakukan kompres hangat untuk mengurangi nyeri yang
dirasakan, selain istirahat sebagai salah satu alternatif yang dilakukan klien.
9. Pernapasan
Gejala
Klien mengeluhkan sering batuk disertai dengan sesak dada dan produksi dahak
yang berwarna putih sedikit kekuning-kuningan. Klien memiliki tidak memiliki
riwayat asma maupun TB. Klien memiliki riayat merokok sejak lulus SD (usia
11-12 tahun) karena pengaruh teman-temannya dan mulai berhenti pada usia 30
tahun. Klien mampu menghabiskan 6-8 batang rokok dalam sehari.
Tanda
Pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien (20/05/2013) terutama untuk frekuensi
pernapasan (respiration rate) diperoleh hasil bahwa RR klien adalah 28
kali/menit, napas dangkl dan cepat dengan ekspirasi yang memanjang. Ketika
klien bernapas, terlihat kien menggunakan otot-otot bantu pernapasan dan napas
cuping hidung yang minimal. Pemeriksaan dada juga dilakukan dengan teknik
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi terlihat bahwa dada klien
simetris, tidak terlihat slah satu sisi dada lebih besar dari sisi yang lainnya.
Palpasi dilakukan dengan meminta klien mengucapkan kata”tujuh-tujuh”
bersamaan dengan pemeriksa meletakkan kedua telapaktangannya pada kedua
lapang paru klien depan maupun belakang. Hasil palpasi diperoleh bahwa
getaran yang diterima telapak tangan pada dada kiri dan kanan sadalah sama.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
56
Perkusi dilakukan pada lapang dada depan dan belakang diperoleh hasil suara
sonor. Auskultasi dilakukan dengan mendengarkan suara pernapasan dengan
menggnakan Stetoscope an diperoleh hasil bahwa bungi bronkhial (+),
bronkovesikuler (+), vesikuler (+), Rh +/+, Whezing -/-, mengi-/-, dan terdengan
ekspirasi lebih memanjang dari normal. Tanda sianosis terlihat pada konjungtiva
mata klien dan disekitar bibir. Ketik berinteraksi klien terlihat batuk-batuk
dengan dahak berwarna putih sedikit kekuning-kuningan. Klien terpasang nasal
kanul dengan O2 4lpm.
10. Keamanaan
Gejala
Klien mengatakan bengkak pada kaki sudah berkurang dan saat ini sudah tidak
bengkak lagi. Klien mengatakan bahwa tidak memiliki riwayat alergi baik
makanan, debu/ asap, maupun jenis obat-obatan. Klien terlihat lemas dan
melakukan sebagian besar aktivitasnya ditempat tidur seperti makan, minum,
kebersihan diri dan berhias, BAB, dan BAK. Klien mengatakan lebih suka tidur
di pinggir tempat tidur dan meminta supaya salah satu siderile tempat tidur
jangan dipasang. Klien terpasang bendera dan peneng warna kuning yang artinya
klien bereiko untuk jatuh.
Tanda
Pemeriksaan TTV khususnya suhu adalah 36,50 (subfebris), tidak ada diaforesis.
Klien terlihat masih lemas dan belum dapat beraktivitas sedang-berat termasuk
berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi. Klien memiliki riwayat stroke yang
berulang tanpa gejala sisa, tidak ada paralisis pada sisi tubuh klien. Siderile
tempat tidur klien terpasang satu sisi (atas permintaan klien), klien terpasang
bendera dan peneng kuning sebagai penanda bahwa klien beresiko jatuh. Klien
dan keluarga diedukasi mengenai pencegahan resiko jatuh seperti memasang
siderile tempat tidur ktika pasien tidur, mengurangi aktivitas berpindah tempat
apabila tubuh masih lemas dan pusing, menganjurkan untuk istirahat,
menganjurkan klien untuk melakukan aktivitas di tempat tidur dan memotivasi
keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar klien di tempat tidur.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
57
11. Seksualitas
Gejala
Keluarga mengatakan bahwa klien memiliki riwayat pembesaran prostat dan
sudah dioperasi dua kali yaitu tahun 2000 dan tahun 2010. Keluarga (istri)
mengatakan kurang mengetahui jenis operasi pembesaran prostat yang dilakukan
apakah TURP atau open resection.
Tanda
Klien tidak terpasanga chateter folley karena masih mampu menahan BAK.
12. Interaksi Sosial
Gejala
Keluarga mengatakan bahwa klien merupakan termasuk orang yang supel dan
mudah bergaul. Klien mengatakan bahwa klien dan keluarga tinggal di blok
angkatan laut. Klie masih sering berkumpul dengan tetangga dekat rumah untuk
sekedar berbincang maupun olahraga bersama seperti bermain badminton atau
jalan kaki. Klien juga masih sering mengikuti kegiatan yang ada dimasayarakat
seperti rapat RT/RW, namun ketika kondisi kesehatannya menurun klien lebih
banyak mneghabiskan waktu untuk istirahat dirumah. Klien selalu mengajarkan
kepada anak-anaknya untuk selalu menjadi orang yang mandiri dalam hal
apapun dan mampu bergaul yang baik dan aman.
Tanda
Ketika pemeriksa melakukan kegiatan BHSP dan pengkajian, klien terlihat
mampu berinteraksi dan kooperatif dengan baik meskipun dengan orang yang
baru dikenalnya. Klien juga terlihat akrab dengan beberapa pasien yang berada
dalam satu ruangan. Klien mampu mengawali perbincangan dengan orang lain
seperti pasien yang ada dalam satu ruang perawatan dengan klien.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
58
13. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala
Bahasa dominan klien adalah bahasa indonesia. Klien mampu membaca dan
menulis, tingkat pendidikan terakhir klien adalah SMA. Klien mengetahui
beberapa jenis penyakit yang pernah dan masih dialaminya sekarang yaitu
penyakit gula, peyakit jantung, penyakit pembesaran prostat. Klien mengatakan
bahwa penyakit pembesaran prostat yang pernah dialaminya disebabkan karena
kurang minum, penyakit gula karena banyak makan yang manis-manis, dan
penyakit jantung karena riwayat darah tinggi yang dimilikinya sejak lama. Klien
mengatakan memilki riwayat darah tinggi kurang lebih > 10 tahun. Klien tidak
hafal nama-nama obat yang pernah diminumnya, klien hanya menyebutkan dua
jenis obat yang terakhir pernah diminunya adalah acptopril dan amlodipin untuk
menormalkan tekanan darah. Klien juga mengatakan pernah minum obat yang
membuat BAK menjadi sering dan mengurangi bengkak pada kaki dan tangan.
Faktor penyebab yang diketahui keluarga dan klien terkait penyait jantung dalah
riwayat darah tinggi, dan kebiasaan klien yang minum banyak 2-3 botol aqua
ukuran besar (setiap 1 botol berukuran 1,5 L) setelah dinyatakan klien
mengalami masalah pembesaran prostat. Faktor resiko dari penyakit gula yang
dialaminya menurut klien dan keluarga adalah karena kebiasaan makan makanan
yang manis-manis. Klien dan keluarga mampu menyebutkan keluhan yang
sering dialami seperti jantung berdebar-debar, batuk-batuk, sesak napas dan
menggunakan dua bantal atau lebih ketika tidur malam, banyak makan tetapi
mudah lapar, banyak minum, badan lemas, penurunan BB, nyeri tengkuk, pusing,
bengkak pada kaki dan tangan, kebas pada kaki dan tangan.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
59
3.2 Pemeriksaan Penunjang
1. Data Laboratorium
Tanggal
19/05/2013
20/05/2013
Jenis Test
Hasil
Nilai normal
KIMIA KLINIK
GDS sewaktu
480 mg/dl
< 180 mg/dl
Protein total
6.8 g/dl
6-8 g/dl
Albumin
4.5 g/dl
3.4-5 g/dl
Globulin
2.3 g/dl
1.3-2.7 g/dl
Bilirubin total
0.63 mg/dl
0.1-1.1 g/dl
Bilirubin direk
0.20 mg/dl
0.1-0.4 g/d
Bilirubin indirek
0.43 mg/dl
0.1-0.7 g/dl
AST (SGOT)
31 UL
0-37 UL
ALT (SGPT)
42 UL
0-40 UL
Leukosit
6.73 ribu/mm3
5-10 ribu/mm3
Eritrosit
4.25 juta/UL
4.5-6.5 juta/UL
Hb
14.5 g/dl
13-16 g/dl
Ht
39%
40-52%
MCV
90.8 fL
90-100 fL
MCH
34.1 pg
26-34 pg
MCHC
37.6%
32-36%
RDW-CV
14%
DARAH RUTIN
Trombosit
112 ribu/mm
11.5-14.5%
3
150-440 ribu/mm3
AGD
pH
7.401
7.34-7.44
pCO2
32.8 mmHg
35-45 mmHg
pO2
84.5 mmHg
85-95 mmHg
HCO3
19.9 mmol/L
22-26 mmol/L
BE
-3.8
-2.5 – 2.5
Sat O2
96.5%
96-97%
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
60
ELEKTROLIT
Natrium (Na)
133.0 mmol/L
135-145 mmol/L
Kalium (K)
3.30 mmol/L
3.5-5.5 mmol/L
Klorida (Cl)
104 mmol/L
98-109 mmol/L
Trigliserida
114 mg/dl
<150 mg/dl
Kolestrol total
162 mg/dl
< 100 normal
KIMIA KLINIK
200-239 batas tinggi
>240 tinggi
Kolestrol HDL
33 mg/dl
< 40 rendah
>60 tinggi
Kolestrol LDL
100.2 mg/dl
<100 optimal
100-129 mdkt optmal
130-159 batas tinggi
160-189 tinggi
2. Pemeriksaan Diagnostik: Ro. Thorax
Tanggal pemeriksaan: 19/05/2013
Hasil pemeriksaan: CTR>50%, infiltrat pada paru.
Keterangan:
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa klien mengalami pembesaran jantung
dan atau kongesti pulmonal. Ditemukannya infiltrat ada paru menunjukkan
bahwa paru-paru klien mengalami abnormalitas baik karena terdapat
penumpukan sekret maupun pembentukan jaringan parut di bagian paru-paru.
3. Pemeriksaan Diagnostik: EKG
Tanggal pemeriksaan: 19/05/2013
Hasil pemeriksaan:
a. Irama
: reguler, sinus aritmia
b. HR
: 100X/menit
c. Gelombang P
: lebar 0.04 dtk dan tinggi 0.1 mV
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
61
d. Interval P-R
: 0.16 dtk
e. Gelombang QRS
:0.08 dtk
f. Gelombang Q
: normal
g. Segmen ST
: isoelestris (V4-V6)
h. Gelombang T
: inverted (iskemik)
Keterangan:
Hasil pemeriksaan gambaran listrik jantung (EKG) diperoleh hasil sinus
aritmia, dan gelombang T inverted yang menunjukkan adanya iskemia pada
arteri koroner jantung yang menjadi etiologi dari CHF yang diderita.
3.3. Daftar Terapi Medis
Jenis Obat
Oral
Nama Obat
Acitomycin
Dosis
1 x 500 mg
Cara Kerja Obat
Indikasi: untuk mengobati infeksi saluran
pernapasan, infeksi kulit dan infeksi/penyakit
hubungan seksual
Ambroxol
3 x CI
Indikasi:
mengobati
penyakit
saluran
pernapasan akut dan kronis yang disertai
sekresi bronkus yang abnormal, khususnya
pada eksaserbasi dan bronkhitis
Ascardia
1 x 80 mg
Indikasi: mengurangi resiko kematian dan atau
serangan infark miokard pada penderita dengan
riwayat infark atai TIA berulang
Valsartan
1 x 80 mg
Indikasi: mengobati tekanan darah tinggi
(hipertensi), gagal jantung dan pasca infark
miokard
Laxadine
3 x 15 cc
Indikasi: mengurangi gejala konstipasi dan
untuk perbaikan peristaltik
Invebal
1 x 150 gr
Indikasi: mengobati tekanan darah tinggi
(hipertensi) dengan menjaga pembulih darah
dari penyempitan yang mana membuat tekanna
darah menurun dan meningkatkan aliran darah
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
62
Injeksi
Lasix
1 x 40 mg
Indikasi: terapi tambahan pada pasien dengan
edema pulmonari akut, digunakan apabila igin
terjadi diuresis lebih cepat dan tidak mungkin
diberikan secara oral
Ceftriaxone
1 x 2 gr
Indikasi: untuk mengobati infeksi saluran
pernapasan, infeksi THT, infeksi saluran
kemih, sepsis meningitis, infeksi tulang dan
sendi serta jaringan lunak
Levoflaxacin
1 x 500 gr
Indikasi: mengobati infeksi sinusitis, bronkhitis
akut
dengan
eksaserbasi
bakteri
akut,
pneumonia, infeksi kulit, infeksi saluran kemih
dan atau komplikasinya
Novorapid
3 x 10 unit
Indikasi: terapi diabetes mellitus (DM) tie 1
dan 2
Lain-lain
Combivent
/6 jam
Indikasi:
mengatasi
bronkospasme
yang
berhubungan dengan PPOK pada pasien yang
diterapi dengan ipatropium Br dan salbutamol
Pulmicort
/8jama
Indikasi: mengatasi bronkospasme, supresi axis
HPA dan insufesiensi adrenal, infeksi dan TB
3.4 Analisis Data
Data Pengkajian
Masalah Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Data Objektif
-
Auskultasi bunyi pernapasan: terdengar
bunyi napas adventisius Rh +/+ basah
kasar dengan ekspirasi memanjang
-
Terlihat
penggunaan
otot-otot
bantu
pernapasan
-
Terlihat
pernapasan
cuping
hidung
minimal
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
63
-
Dipsnea (+)
-
TTV (20/05/2013)
RR = 28x/menit cepat dan dangkal
-
Klien terlihat lebih sering duduk bersandar
ditempat tidur
-
Klien terpasang alat bantu napas nasal
kanul dengan O2 4lpm
-
Klien
terlihat
sekret/sputum
sering
batuk
berwarna
putih
dengan
sedikit
kekuning-kuningan
Data Subjektif
-
Klien mengeluh sesak napas
-
Klien mengatakan ketika tidur dirumah
biasanya menggunakan dua bantal
-
Klien mengatakan sering terbangun pada
malam hari karena batuk dan sesak
-
Klien mengatakan masih sering batukbatuk, dn mampu mengeluarkan dahak,
dahak berwarna putih kekuningan
-
Klien mengatakan lebih nyaman dengan
posisi duduk
Penurunan curah jantung
Data Objektif
-
TTV (TD 130/80 mmHg, Nadi 78x/mnt)
-
CRT < 3”
-
Konjungtiva
sedikit
anemis,
sianosis
disekitar mulut minimal
-
Akral hangat
-
Edema ekstrimitas (-), asites (-)
-
Interprestasi EKG (19/05/2013) = sinus
takikardi, HR 100x/menit, irama reguler,
Gel. P lebar 0,04 detik dan tinggi 0,1 mV,
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
64
interval PR 0,16 detik, Gel. QRS 0,08
detik,
Gel.
Q
normal,
segmen
ST
isoelestris, Gel.T inverted
Data Subjektif
-
Klien mengeluh lemas dan pusing seperti
berputar
-
Klien
mengatakan
terkadang
jantung
berdebar-debar
Resiko kelebihan volume cairan tubuh
Data Objektif
-
Diagnosa medis: CHF fc. II-III, AKI ec
akut on CKD
-
Dipsnea (+)
-
TTV (20/05/2013)
TD = 130/80 mmHg RR = 28x/mnt
Nadi = 78 x/mnt
Suhu = 36.50 C
-
Penggunaan otot bantu pernapasan
-
Bunyi adventisius pernapasan: Rh +/+
-
Batuk (+), produksi sputum (+) warna
putih sedikit kekuningan
Data Subjektif
-
Klien mengatakan sesak napas
-
Klien
mengatakan
terkadang
jantung
berdebar-debar
-
Klien mengatakan dahak sudah dapat
dikeluarkan sedikit
Intoleransi aktivitas
Data Objektif
-
Klien terlihat lemas
-
Konjungtiva
terlihat
sedikit
anemis,
sianosis disekitar bibir minimal
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
65
-
Kegiatan klien dilakukan di tempat tidur
-
Klien lebih sering terlihat duduk bersandar
di atas tempat tidur
-
Mobilisasi klien di atas tempat tidur
Data Subjektif
-
Klien
mengatakan
mudah
lelah
jika
berjalan dengan jarak 50-100 meter
-
Klien mengatakan pusing seperti berputar
-
Klien mengatakan badan terasa lemas
-
Klien bosan tiduran di tempat tidur
3.5 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengelompokan data pengkajian dan analisi data, diperoleh diagnosa
keperawatan pada Tn. Mu, yaitu ketidakefektifan bersihan jalan napas, penurunan
curah jantung, kelebihan volume cairan, dan intoleransi aktivitas.
3.6 Rencana Intervensi Keperawatan
Rencana intrvensi disusun setelah mahasiswa memperoleh diagnosa keperawatan
yang ditegakkan berdasarkan data-data pengkajian yang telah dikelompokkan.
Mahasiswa merencanakan beberapa tindakan keperawatan yang brtujuan untuk
menyelesaikan empat dignosa keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan
napas, penurunan curah jantung, kelebihan volume cairan, dan intoleransi
aktivitas. Rencana tindakan keperawatan tersebut dilakukan dalam bentuk
tindakan mandiri maupun tindakan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
seperti dokter, ahli gizi, dan apoteker.
Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa ketidakefektifan
bersihan jalan napas bertujuan supaya jalan napas klien kembali bersih. Kriteria
hasil yang akan dicapai dari rencana tindakan keperawatan tersebut yaitu bunyi
napas bersih/ jlas (Rh berkurang), TTV dalam batas normal (terutama RR dengan
frekunsi 16-20x/ menit), frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal,
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
66
penggunaan otot bantu pernapasan minimal, penggunaan pernapasan cuping
hidung minimal/ tidak ada, dan klien mampu menunukkan perilaku untuk
memperbaiki jalan napas seperti melakukan teknik batuk efektif denga benar.
Rencana tindakan mandiri keperawatan yang disusun mahasiswa dalam mengatasi
masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas meliputi kaji sistem pernapasan
(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi), kaji tanda-tanda kesulitan bernafas
(dipsnea, penggunaan otot bantu pernapasan, napas cuping hidung, sianosis),
observasi karakteristik batuk dan produksi sekret, memberikan klien posisi
nyaman baring (semifowler/ high semifowler), ajarkan teknik batuk efektif, dan
anjurkan klien untuk minum air hangat yang disesuaikan dengan program retriksi
cairan guna membantu mengencerkan sekret sehingga dapat lebih mudah untuk
dikeluarkan. Sedangkan tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi
kolaborasi dengan dokter terkait dengan terapi medis sesuai indikasi yang muncul
untuk mengurangi kesulitan pernapasan (bronkodilator), kolaborasi pemasangan
nasal kanul dengan oksigen sesuai indikasi, kolaborasi monitor data laboratorium
khususnya terkait hasil analisa gas darah (AGD).
Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa penurunan curah
jantung supaya tanda-tanda penurunan curah jantung dapat teratasi. Kriteria hasil
yang akan dicapai dari rencana tindakan keperawatan tersebut yaitu akral hangat,
sianosis berkurang/ tidak ada, CRT < 3”, TTV dalam batas normal terutama TD
dan nadi (TD sistole 110-130 mmHg, TD distole 70-90 mmHg, nadi 60100x/menit), produksi urin + 0,5-1 cc/KgBB/Jam, edema atau asites berkurang/
tidak ada.
Rencana tindakan mandiri keperawatan yang disusun mahasiswa dalam mengatasi
masalah penurunan curah jantung meliputi monitoring TTV terutama tekanan
darah dan nadi, kaji akral dan CRT, auskultasi nadi apikal, palpasi nadi perifer,
pantau haluaran urin, kaji perubahan tingkat kesadaran, anjurkan untuk istirahat,
anjurkan keluarga untuk bantu penuhi kebutuhan dasar klien (menyediakan pispot
dekat tempat tidur, bantu kebersihan diri, makan dan minum), anjurkan tinggikan
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
67
kaki untuk membantu mempercepat aliran balik vena. Sedangkan rencana
tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait
dengan pemberian obat sesuai indikasi, pemberian tambahan oksigen melalui
nasal kanul untuk meminimalkan demand oksigen, pemberian cairan infus sesuai
idikasi, pantau hasil laboratorium (terutama hasil elektrolit darah, PT/APTT,
SGOT,SGPT, BUN), pantau EKG dan foto thoraks.
Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa kelebihan volume
cairan adalah tanda-tanda kelebihan volume cairan berkurang atau teratasi.
Kriteria hasil yang akan dicapai dari rencana tindakan keperawatan tersebut yaitu
dipsnea/ sesak berkurang, CRT < 3”, TTV dalam batas normal terutama TD dan
nadi (TD sistole 110-130 mmHg, TD distole 70-90 mmHg, nadi 60-100x/menit,
RR 16-20x/menit), produksi urin + 0,5-1 cc/KgBB/Jam, edema atau asites
berkurang/ tidak ada., tidak ditemukan peningkatan vena juguaris (JVP).
Rencana tindakan mandiri keperawatan yang disusun mahasiswa dalam mengatasi
masalah kelebihan volume cairan meliputi kaji tanda-tanda kelebihan volume
cairan, monitor tanda-tanda vital (terutama tekanan darah, nadi dan frekuensi
pernapasan), auskultasi bunyi pernapasan dan catat bunyi adventisius, pantau
intake dan output serta hitung balance cairan, anjurkan klien untuk posisi yang
nyaman berbering, timbang berat badan setiap hari, palpasi hepar dan lien
kemunkinan adanya hepatomegali atau spleenomegai, auskultas BU, ukur lingkar
abdomen, anjurkan keluarga untuk membantu mencatat jumlah cairan yang amsuk
dan keluar setiap hari. Sedangkan tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi
kolaborasi dengan dokter terkait pemberian terapi medis sesuai dengan indikasi
(diuretik), program retriksi cairan, konsul dengan ahli diet, dan pantau foto
thoraks untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi terhadap penurunan
kongesti pulmonal.
Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi diagnosa intoleransi aktivitas
adalah klien mampu melakukan akvitias sesuai dengan toleransi tubuh. Kriteria
hasil yang akan dicapai dari rencana tindakan keperawatan tersebut yaitu klien
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
68
mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri, kelamahan/ lemas dan sesak napas berkurang ketika
beraktivitas, TTV dalam batas normal (TD sistole 110-130 mmHg, TD distole 7090 mmHg, nadi 60-100x/menit, RR 16-20x/menit).
Rencana tindakan mandiri keperawatan yang disusun mahasiswa dalam mengatasi
masalah intoleransi aktivitas meliputi kaji tingkat toleransi klin terhadap akvitas
yang dilakukan, catat respon klien sebelum, selama atau setelah beraktivitas, kaji
atau monitor tanda-tanda vital, anjurkan klien untuk isirahat, anjurkan keluarga
untuk membantu memenuhi kebutuhan klien yang belum dapat dilakukan mandiri,
evaluasi tingkat atau level toleransi toleransi aktivitas klien, dan ajarkan klien
secara bertahap latihan aktivitas sesuai dengan kondisi klien.
3.7 Impementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang telah direncanakan untuk mengatasi empat diagnosa
keperawatan pada Tn. Mu dilakukan mulai tanggal 20/05/2013 sampai dengan
26/06/2013. Tindakan keperawatan pertama yang dilakukan yaitu pengkajian
fokus dan mengumpulkan data menunjang untuk dapat merumuskan masalah
keperawatan klien dan implementasi tindakan lagsung sederhana seperti
memberikan posisi semifowler, menganjurkan istirahat, menjelaskan kegunaan
dan efek pemberian terapi lasix, dan menyediakan pispot dekat dengan tempat
tidur klien.
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa pertama yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan napas meliputi mengkaji sistem pernapasan
(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi), mengkaji tanda-tanda kesulitan
bernafas (dipsnea, penggunaan otot bantu pernapasan, napas cuping hidung,
sianosis), mengobservasi karakteristik batuk dan produksi sekret, memberikan
klien posisi nyaman baring (semifowler/ high semifowler), mengajarkan teknik
batuk efektif, dan anjurkan klien untuk minum air hangat yang disesuaikan
dengan program retriksi cairan guna membantu mengencerkan sekret sehingga
dapat lebih mudah untuk dikeluarkan. Sedangkan tindakan kolaborasi yang
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
69
direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait dengan terapi medis sesuai
indikasi yang muncul untuk mengurangi kesulitan pernapasan (bronkodilator)
yaitu ambroxol, acitromicyn, dan program inhalasi combivent dan pulmocort.
Selain itu, kolaborasi pemasangan nasal kanul dengan oksigen dengan O2 4lpm,
kolaborasi monitor data laboratorium khususnya terkait hasil analisa gas darah
(AGD) diproleh hasil pemeriksaan AGD 20/05/2013 dengan hasil klien berada
pada kondisi alkaliosis metabolik.
Hasil
pemeriksaan
terkait
dengan
AGD
diperoleh
hasil
pemeriksaan
kecenderungan klien berada pada alkaliosis metabolik. Kondisi tersebut terjadi
karena tubuh mengkompensasi dari kondisi AGD sebelumnya yaitu asidosis
metabolik yang umum terjadi pada pasien DM, PPOK, dan CHF. Ketika tubuh
berada
pada
kondisi
asidosis
metabolik,
maka
tubuh
akan
berusaha
mengkopensasi dalam hal ini adalah kompensasi sistem pernapasan (paru-paru)
dengan melakukan hiperkapnea utuk mengeluarkan CO2 yang tertahan di saluran
pernapasan sehingga dapat mengurangi tingkat keasaman gas darah. Selain itu,
bentuk kompensasi dapar kimia tubuh dengan meningkatkan HCO3 untuk
sehingga kondisi lenjadi basa, dan setelah kondisi basa tercapai maka nilai HCO 3
akan kembali normal atau menurun.
Evaluasi terkait tindakan keperawatan yang dilakukan adalah klien mampu
menerapkan teknik batuk efektif dengan benar dan mampu mengeluarkan dahak,
klien mengatakan sesak berkurang, frekuensi batuk sudah mulai berkurang dan
produksi dahak yang sudah tidak terlalu banyak, tidur malam mulai nyenyak tanpa
disertai dengan sesak napas, kliem menerapkan minum air hangat untuk
membantu mengencerkan dahak supaya mudah dikeluarkan, suara napas bersih
(Rh berkurang) dengan auskultasi pernapasan, frekuensi dan kedalaman
pernapasan normal (terakhir dirawat RR 22x/menit), penggunaan otot bantu
pernapasan tidak ada, pernapasan cuing hidung tidak ada.
Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan
penurunan curah jantung dilakukan selama klien dirawat, namun pemantauan
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
70
ketat dilakukan 2-3 hari awal klien perawatan. Tindakan keperawatan yang
dilakukan meiputi mengkaji TTV terutama tekanan darah dan nadi, mengkaji
akral dan CRT, mengauskultasi nadi apikal, mepalpasi nadi perifer, memantau
haluaran urin, mengkaji perubahan tingkat kesadaran, menganjurkan untuk
istirahat, menganjurkan keluarga untuk bantu penuhi kebutuhan dasar klien
(menyediakan pispot dekat tempat tidur, membantu kebersihan diri, makan dan
minum). Sedangkan rencana tindakan kolaborasi yang direncanakan meliputi
kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat sesuai indikasi,
pemberian tambahan oksigen melalui nasal kanul dengan O2 4lpm untuk
meminimalkan demand oksigen, pemberian cairan infus sesuai idikasi, pantau
hasil laboratorium (terutama hasil elektrolit darah, PT/APTT, SGOT,SGPT, BUN),
pantau EKG dan foto thoraks.
Evaluasi tindakan keperawatan dalam mengatsi masalah penurunan curah jantung
diperoleh TTV dalam batas normal, CRT <3” dengan akral hangat, nadi perifer
teraba kuat, sianosis berkurang terlihat dari perbaikan konjungtiva tidak terlihat
anemis pada akhir perawatan, edema pulmonal berkurang terlihat dari hasil
auskultasi pernapasan (Rh berkurang).
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa kelebihan volume cairan
meliputi meliputi mengkaji tanda-tanda kelebihan volume cairan, mengkaji tandatanda vital (terutama tekanan darah, nadi dan frekuensi pernapasan),
mengauskultasi bunyi pernapasan dan catat bunyi adventisius, memantau intake
dan output serta hitung balance cairan, menganjurkan klien untuk posisi yang
nyaman berbaring, menganjurkan keluarga untuk membantu mencatat jumlah
cairan yang amsuk dan keluar setiap hari. Sedangkan tindakan kolaborasi yang
direncanakan meliputi kolaborasi dengan dokter terkait pemberian terapi medis
sesuai dengan indikasi (diuretik) yaitu lasix, program retriksi cairan 600cc/24 jam,
dan memantau foto thoraks untuk mengetahui efektivitas pemberian terapi
terhadap penurunan kongesti pulmonal.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
71
Evaluasi terhadap tindakan keperawatan dalam mengatasi kelebihan volume
cairan adalah tidak ditemukan tanda-tanda kelebihan volume cairan seperti edema
ekstrimitas, edema pulmonal berkurang dengan auskultasi bunti pernapasan (Rh
berkurang), sesak berkurang, klien memantuhi program retriksi cairan 600 cc/24
jam, balance cairan ketika pada hari pertama dan ketiga perawatan adalah balance
negatif, dan setelah hari ke empat sampai akhir perawatan balance cairan normal.
Selain itu, tanda-tanda vital klien masih dalam batas normal, CRT < 3”, hasil
penimbangan badan terakhir turun 1Kg dari berat badan ketika masuk (65Kg).
Implemntasi untuk mengatasi diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas
dilakukan sejak awal klien datang sampai akhir masa perawatan yaitu enam hari.
Pada hari pertama dan ketiga perawatan klien masih dalam kondisi sesak napas
berat dan lemas. Selama tiga hari awal perawatan, tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas adalah menganjurkan
klien untuk istrirahat yaitu tirah baring (bed rest). Istirahat dapat membantu
memperbaiki status hemodinamik klien yaitu dengan membantu mempercepat
aliran balik vena dan meminimalkan demnd oksigen tubuh. Selama tirah baring,
klien diajarkan untuk melakukan gerakan ektrimitas ringan di atas tempat tidur
seperti membuka dan menutup telapak tangan, menggerak-gerakkan pergelangan
tangan dan kaki, menekuk lengan tangan. Tindakan tersebut bertujuan untuk
melatih otot secara bertahap sehingga menimalkan atrofi otot dan meancarkan
sirkulasi darah. Mahasiswa tetap memonitor respon klien selama beraktivitas
dengan membandingkan denyut nadi perifer sebelum, selama, dan sesudah latihan
otot tersebut. Peningkatan denyut nadi lebih dari 20% dari denyut nadi sebelum
latihan merupakan indikator latihan harus segera dihentikan.
Pada hari keemat dan kelima perawatan, mahasiswa mengeveluasi tingkat
toleransi aktivitas klien. Klien diminta untuk latihan duduk di atas tempat tidur
kemudian berdiri kemudian kembali duduk. Mahasiswa mengevaluasi keluhan
pusing, dan tingkat kelelahan. Secara bertahap, klien diminta dari kondisi berdiri
perlahan berjalan kekamar mandi dan kembali ke tempat tidur. Mahasiswa
mengevaluasi respon pusing, denyut nadi, sesak napas atau jantung berdebar.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
72
Klien mengatakan lemas berkurang dan masih pusing namun sedikit berkurang,
sesak napas berkurang. Setelah itu, klien diajarkan latihan senam ringan di aats
tempat tidur. Gerakan yang diajarkan seperti gerakan ROM namun lebih ringkas
dan fokus pada gerakan otot-otot ektrimitas seperti menekuk lengan didada
kemudian luruskan kedepan, tekuk kemudian luruskan ke atas, tekuk kemudian
rentangkan ke samping. Selain itu, juga gerakan melatih otot lutut dengan
menekuk dan meluruskan kemabli. Latihan dilakukan sesuai dengan toleransi
aktivitas klien dengan menanyakan keluhan dan target denyut nadi yang akan
dicapai.
Perawatan hari keima dan keenam, klien sudah dapat melakukan latihan senam
ringan mandiri disamping tempat tidur dan latihan jalan dilantai yang datar
dengan jarak kurang lebih 100 meter. Sebelum aktivitas, klien diperiksa nadi dan
ditetapkan target nadai yang akan dicapai. Latihan aktivitas yang diajarkan adalah
rangkaian home based exercise training yang dimulai dari pemanasan, inti dan
pendinginan. Pemanasan berupa latihan erobik ringan yang dikemas seperti
latihan ROM, kegiatan inti adalah latihan berjalan dengan jarak yag ditambah
secara bertahap disesuaikan dengan respon klien, dan pendinginan dilakukan
mirip seperti gerakan pemanasan. Selama latihan, klien dievaluasi respon dengan
menanyakan keluahan pusing, sesak napas, dan kelelahan. Selama kegiatan
latihan aktivitas, mahasiswa juga menyertakan keluarga (istri) dan menjelasakan
manfaat dan prinsip latihan. Diharapkan keluarga dapat manjadi pendamping
klien dalam melaksanakan latihan dirumah setelah perawatan di rumah sakit
selesai.
Evaluasi secara keseluruhan terkait tindakan keperawata dalam mengatasi
ntoleransi aktivitas diperoleh hasil bahwa level toleransi aktivitas klien dari hari
kehari mengalami peningkatan. Keluhan sesak napas, pusing, dan kelelahan
berkurang
selama
mauun
sesudah
melakukan
aktivitas,
klien
mampu
berpartisipasi dalam kegiatan kebutuhan dasar mandiri, klien mampu melakukan
latihan home based exercise training secara bertahap sesudai dengan kondisi.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
BAB 4
ANALISIS SITUASI
Bab ini membahas analisis situasi lingkungan lahan praktek profesi peminatan
keperawatan medikal bedah di Rumah Sakit Persahabatan. Analisis situasi kasus
kelolaan dengan pasien gagal jantung yang dihubungkan dengan intervensi
keperawatan terkait intoleransi aktivitas, analisis kasus dengan konsep kesehatan
masyarakat perkotaan. Selain itu, pembahasan mengenai alternatif pemecahan dari
masalah yang dapat dilakukan.
4.1 Profil Lahan praktek
Rumah Sakit Persahabatan merupakan salah satu rumah sakit rujukan untuk
pasien dengan permasalahan pernapasan. RS Persahabatan mempunyai Visi
Menjadi RS terdepan dalam menyehatkan masyarakat dengan unggulan kesehatan
respirasi kelas dunia dengan misi menyelenggarakan kegiatan pelayanan
pendidikan dan penelitian dalam bidang kesehatan secara profesional &
berorientasi pada pasien.
Ruangan Melati Atas merupakan salah satu ruang perawatan di RS Persahabatan
yang memiliki 10 ruangan yang berisi 30 tempat tidur. Ruang melati Atas
mempunyai Visi Menjadi Instalasi Rawat inap C terdepan dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang menyenangkan pelanggan dan mempunyai misi: 1)
Menyelenggarakan pelayanan prima yang bersifat care & cure dan rehabilitatif
dirawat inap yang menyenangkan dalam rangka mewujudkan kepuasan pelanggan;
2) Memberikan dan mengupayakan terlaksananya pelayanan kesehatan berbagai
macam kasus bagi pelanggan rawat inap; 3) Memfasilitasi terlaksananya
pendidikan, pelatihan bagi tenaga kesehatan medik, keperawatan dan non medis
yang bermutu; 4) Menciptakan suasana kerja yang mendukung kebersamaan, rasa
memiliki, rasa bertanggung jawab dan peningkatan disiplin seluruh karyawan
IRIN C; 5) Memfasilitasi RS dalam menyelenggarakan fungsi RS dengan
pembiayaan terjangkau dan kesejahteraan semua pihak.
73
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
74
Ruang Melati Atas merupakan ruang perawatan dewasa kelas II yang melakukan
perawatan untuk pasien dewasa laki-laki dan perempuan dengan kasus penyakit
dalam dengan tingkat ketergantungan pasien yang bervariasi yaitu minimal-partial
dan total care. Rentang usia pasien di ruangan ini adalah dewasa muda sampai
dengan dewasa akhir, dan terdapat juga beberapa pasien lanjut usia. Pelayanan
yang diberikan pada pasien di Ruang Melati Atas didasarkan pada pengkatagorian
pasien infeksius dan non infeksius. Ruang Melati atas memiliki kebijakan,
peraturan dan standar operasional prosedur yang diturunkan dari direktur rumah
sakit melalui bidang keperawatan.
Ruang melati atas memiliki jumlah tenaga sebanyak 20 orang perawat, yang
terdiri dari 1 orang kepala ruangan, 3 orang ketua tim, dan 16 orang perawat
pelaksana. Latar belakang pendidikan perawat di melati atas mayoritas adalah
lulusan D3 dengan jumlah 16 orang, kemudian S1 keperawatan sebanyak 2 orang
dan lulusan SPK sebanyak 2 orang. Pengorganisasian ruangan dibentuk oleh
kepala ruang dengan menggunakan metode tim. Jumlah tim di melati atas ada
sebanyak 3 tim yang terdiri dari seorang ketua tim dan 4 sampai 5 orang perawat
pelaksana.
4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait KKMP dan
Konsep Gagal Jantung Kongestif
4.2.1 Analisis Masalah Keperawatan dengan konsep terkait KKMP
Kasus kelolaan utama yang dibahas dalam karya tulis akhir ini adalah klien
dengan masalah kardiovaskuler yaitu gagal jantung kongestif. Klien berusia 77
tahun dirawat di ruang melati atas RS Persahabatan dengan keluhan awal datang
keluhan sesak nafas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan cepat
merasa lelah terutama setelah berjalan jarak kurang lebih 50 meter. Ketika
pengkajian paroxymal nocturnal dipsnea (PND) ditemukan pada pasien, selain
juga ortopnea. Klien juga mengeluhkan batuk dengan produksi dahak berwarna
putih sedikit kekuning kuningan. Klien memiliki riwayat penyakit DM sejak 10
tahun yang lalu dan hipertensi kurang lebih sejak 6 tahun yang lalu. Selain itu,
klien juga memiliki riwayat stroke berulang dan dapat pulih kembali dibantu
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
75
dengan pengobatan alternatif. Klien juga memiliki riwayat operasi pembesaran
prostat sebanyak dua kali. Keluarga mengatakan lupa tahun operasinya tetapi
kurang lebih sudah lebih dari lima tahun yang lalu.
Klien dan keluarga tinggal di komplek angkatan laut daerah lampung kota.
Keluarga menggambarkan wilayah sekitar komplek yang padat dan tidak memiliki
halaman di sekitar rumah. Bagian depan rumah klien langsung berhadapan dengan
lapangan badminton yang sering dipakai untuk kegiatan olahraga warga komplek.
Menurut keluarga, keadaan selokan di sekitar komplek tempat tinggal klien
terlihat kurang bersih dan sering macet/ tidak mengalir lancar sehingga
menyebabkan sering air tergenang dan dihuni jentik nyamuk. Klien mengatakan
cuaca cukup panas ketika musim kemarau karena jarang pepohonan disekitar
komplek. Tidak jauh dari komplek tempat klien tinggal adalah jalan raya dan
beberapa pabrik seperti pabrik kayu dan industri rumah tangga yang mengolah
makanan kecil. Selain itu, komplek pertokoan dan pasar induk daerah setempat.
Terkait dengan konsep kesehatan masyarakat perkotaan dimana salah satu
karakteristik dari perkotaan dilihat dari aspek demografi meliputi komunitas urban
terbentuk dari berbagai etnik atau suku dan adanya pemisahan secara ekonomi
serta sosial, penduduk asli yang bertempat tinggal menjadi minoritas (artinya lebih
banyak penduduk pendatang) (Allender, Rector, dan Warner, 2010). Klien dan
keluarga dapat dikatakan tinggal diwilayah perkotaan tepatnya di komplek
angkatan laut dengan karakteristik pemukiman padat, warga sekitar berasal dari
berbagai suku dimana penduduk asli tempat tinggal minoritas. Dilihat dari aspek
fisik juga wilayah
Lingkungan tempat tinggal klien tidak jauh dari komplek tempat klien tinggal
adalah jalan raya dan beberapa pabrik seperti pabrik kayu dan industri rumah
tangga yang mengolah makanan kecil. Selain itu, komplek pertokoan dan pasar
induk daerah setempat. Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Stanhope
dan Lancaster (1996) mengenai karakterisik kota berdasarkan aspek fisik
umumnya dikarakteristikkan terdapat banyak bangunan gedung seperti sekolah
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
76
tinggi terkenal dan pusat perbelanjaan, kondisi ini sangat berbeda dengan desa
yang jarang ditemukan gedung-gedung.
Masyarakat yang tinggal disekitar tempat tinggal klien sebagian besar bekerja
sebagai pegawai kantor atau pabrik. Selain itu, tidak jauh dari tempat tinggal
terdapat beberapa rumah yang mendirikan kost untuk para pegawai yang bekerja
di kantor atau pabrik sekitar. Pekerjaan lain adalah pedagang karena dekat dengan
pasar, baik pedagang asongan maupun pedagang ruko toko. Hubungan sosial antar
warga disekitar tempat tinggal klien umumnya hanya sekedarnya atau sesuai
kebutuhan, artinya tidak terlalu mengenal baik karakteristik warga disekitarnya.
Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan Stanhope dan Lancaster (1996)
mengenai karakteristik perkotaan dilihat dari aspek perekonomian dan hubungan
sosial. Karakteristik perkotaan dilihat dari aspek perekonomian atau mata
pencaharian, sebagian besar masyarakat kota memiliki aktivitas perekonomian
sebagai pekerja kantoran, buruh pabrik dan pedagang. Sedangkan dilihat dari
aspek sosial atau hubungan antar warga, umumnya warga urban/ kota memiliki
sifat unsosial artinya jarang berintraksi dengan tetangga atau warga sekitar seperti
yang banyak ditemukan di lingkungan pedesaan.
Klien mengatakan dahulu bekerja sebagai angkatan laut dan pensiun sekitar tahun
1980, menurutnya sekitar 10 tahun bekerja dilingkungan laut yang penuh
tantangan. Klien mengatakan setelah pensiun, klien merasa ada hal yang hilang
dalam hidupya oleh karena itu klien berusaha mencari pekerjaan baru. Klien
bekerja di kantor pertanian selama kurang lebih lima tahun. Klien berhenti dari
pekerjaannya karena usianya yang sudah semakin bertambah dan mulai uncul
masalah kesehatan. Klien mengatakan jarang berolahraga terutama setelah
pensiun dari angkatan laut. Klien memiliki riwayat merokok dari kecil dan sempat
berhenti merokok ketika bekerja sebagai angkatan laut. Setelah itu, klien mulai
kembali merokok dan berhenti ketika uncul keluhan batuk dan sesak napas. Klien
memiliki makanan kesukaan adalah jenis makanan seafood seperti udang. Selain
itu, klien juga menyukai masakan bersantan dan pedas. Klien mengatakan hampir
tidak ada jenis makanan yang menjadi pantangan kecuali beberapa jenis makanan
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
77
seperti melinjo, tempe, sayuran hijau cenderung dibatasi karena klien memiliki
riwayat penyait asam urat.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa klien memiliki kebiasaan
atau pola hidup yang tidak sehat. Seperti kurang berolahraga, mengkonsumsi jenis
makanan yang berlemak/ berkolestrol tinggi, dan merokok. Selain itu, klien
mungkin juga mengalami stress ringan-sedang karena berada pada masa pensiun,
dimana terjadi perubahan perekonomian dan aktivitas sosial bersama rekan kerja.
Koping klien juga terlihat kurang efektih karena klien cenderung mengalihkan
perhatian dari kondisi stress tersebut dengan merokok. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Stanhope dan Lancaster (1996) yang mengatakan bahwa salah satu
karakteristik masyarakat perkotaan adalah perubahan pada gaya hidup yang tidak
sehat seperti kurang olahraga, mengkonsumsi makanan yang berkolestrol tinggi,
kesibukan pekerjaan dan pengaruh lingkungan yang menyebabkan stress dan lain
sebagainya.
4.2.2 Analisis Intoleransi Aktivitas pada Klien dengan Gagal Jantung
Gagal jantung kongestif yang dialami klien memberikan dampak fisik, yaitu salah
satunya sesak napas dan mudah merasa lelah ketika beraktivitas. Kondisi tersebut
menyebabkan penurunan toleransi tubuh terhadap aktivitas sehari-hari klien.
Pernyataan tersebut sejalan dengan Smeltzer & Bare (2002) yang menyatakan
bahwa pasien gagal jantung yang mengalami kelainan struktur dan fungsi jantung
menyebabkan kerusakan fungsi ventrikel untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan
oksigen ke jaringan tubuh. Kondisi ini menyebabkan pasien dengan gagal jantung
umumnya mengalami penurunan kapasitas fungsional dan sesak napas (dipsnea)
ketika beraktivitas maupun ketika istirahat. Kondisi inilah yang menyebabkan
pasien gagal jantung mengalami penurunan dalam menjalankan aktivitas seharihari.
Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data bahwa klien mengeluh sesak napas
dan mengatakan mudah lelah ketika beraktivitas seperti berjalan dengan jarak >
100 meter atau setelah mengangkakt beban yang cukup berat dan ketika menaiki
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
78
anak tangga di lingkungan rumah. Strategi yang biasa klien lakukan ketika merasa
lelah adalah istirahat sejenak sampai hilang rasa lelah. Klien jarang mengeluh
nyeri dada ketika beraktivitas ringan. Pernyataan data hasil pengkajian tersebut
dikaitkan dengan konsep klasifikasi gagal jantung menurut NYHA berada pada
kategori NYHA II. New York Heart Association (NYHA) mengkalsifikasikan
gagal jantung dengan melihat pada tanda dan gejala sehari-hari yang dialami
pasien dengan gagal jantung terutama keluhan sesak napas ketika beraktivitas
Mansjoer, 2001. Kategori NYHA II dikarakteristikkan penderita dengan sedikit
pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat,
akan tetapi kegiatan fisik yang biasa/ ringan dapat menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri
dada.
Klien mengatakan sesak dirasakan memberat sejak satu minggu sebelum masuk
rumahsakit. Keluhan sesak klien disertai dengan batuk yang cenderung menetap
disertai dengan produksi sputum berwarna putih sedikit kekuningan dan terlihat
sedikit busa. Sesak dirasakan memberat terutama pada malam hari sehingga klien
juga mengeluhkan gangguan tidur karena batuk dan sesak yang dirasakan, klien
terkadang mengeluarkan suara seperti mendekur ketika tidur malam. Ketika
beraktivitas seperti berjalan dengan jarak > 100 meter klien merasakan lelah dan
sesak napas dan harus segera mencapai tempat duduk untuk istirahat. Klien juga
mengatakan lelah ketika harus menaiki anak tangga dan harus diselingi dengan
istirahat ketika menaikinya. Hal tersebut sejalan dengan peneitian yang dilakukan
oleh Hendrika et al ( 2001) dalam penelitiannya mengenai level of activities
associated with mobility during everyday life in patients with CHF as measured
with an “activity monitor”. Penelitian tersebut dilakukan dilakukan selama tiga
hari dengan meneliti aktivitas harian pasien yang dimonitor dengan signal dari
accelerometer pada lima pasien dengan CHF dengan rata-rata usia 64 tahun. Hasil
penelitian diperoleh bahwa durasi rata-rata aktivitas harian pada pasien CHF
cenderung menurun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien gagal
jantung cenderung mengalami penurunan terhadap toleransi aktivitasnya.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
79
Berdasarkan hasil observasi pengkajian hari pertama klien dirawat di ruang melati
atas, terlihat bahwa klien lebih nyaman dengan posisi duduk, terpasang oksigen
dengan nasal kanul dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum,
BAK dan BAB menggunakan alat bantu pispot, serta aktivitas kebersihan diri di
atas tempat tidur dibantu oleh keluarga (istri). Klien mengatakan tidak kuat untuk
berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
klien mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari dan
memerlukan alat bantu serta bantuan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhan
dasar klien tersebut. Pernyataan tersebut sesuai dengan penjelasan Black & Hwaks
(2009) yang menyebutkan mengenai manifestasi yang dapat ditemukan pada
pasien dengan gagal jantung diantaranya adalah sesak napas dan kelelahan/
penurunan toleransi aktivitas. Kelelahan terjadi karena pengaruh dari sirkulasi ke
jaringan yang tidak adekuat sehingga konsumsi O2 ke jaringan juga mengalami
penurunan. Tubuh merespon dengan melakukan metabolisme anaerob yang
menghasilkan zat sisa berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat pada otot
yang berlebih akan menyebabkan kelelahan sehingga muncul gelaja penurunan
toleransi aktivitas pada sebagian besar pasien dengan gagal jantung.
4.3 Analisis Tindakan Keperawatan dalam Mengatasi Intoleransi Aktivitas
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah intoleransi
aktivitas yang dialami klien yaitu dengan melakukan pengkajian terhadap
kekuatan otot klien, mengkaji tingkat toleransi terhadap aktivitas, memonitor
tanda-tanda vital klien sebelum dan sesudah aktivitas, mencatat respon klien
terhadap aktivitas, kolaborasi dengan keluarga klien untuk membantu memenuhi
kebutuhan dasar kien diatas tempat tidur (misal: memfasilitasi pisot untuk BAK
dan BAB, memfasilitasi keperluan kebersihan diri di atas tempat tidur), kolaborasi
dengan dokter pemberian tambahan oksigen mlalui nasal kanul 4lpm,
menganjurkan klien untuk istirahat cukup, serta mengajarkan klien untuk latihan
aktivitas secara bertahap mulai dari latihan aerobik ringan ditempat tidur sampai
dengan latihan berjalan di lantai mendatar dengan jarak yang ditambah secara
bertahap. Latihan aktivitas dikemas dalam rangkaian latihan home based exercise
training yag diperuntukkan untuk pasien dengan gagal jantung.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
80
Tindakan keperawatan pertama yang dilakukan penulis adalah memperkenalkan
diri dan menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan dan pemberian
impelemntasi keperawatan selama klien dirawat. Penulis selanjutnya melakukan
pengkajian yang meliputi pengkajian fisik, riwayat kesehatan, observasi, dan hasil
pemeriksaan diagnostik klien. Pengkajian merupakan aspek awal dalam asuhan
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data objektif maupun
data subjektif yang berkaitan baik dari sumber primer (pasien) maupun dari
sumber sekunder (keluarga, data rekam medis sebelumnya, dan pemeriksaan
penunjang) (Potter & Perry, 2009). Pengkajian harus dilakukan secara holistik
meliputi bio, psiko, sosial, dan spiritual.
Tindakan keperawatan kedua yang dilakukan penulis adalah disesuaikan dengan
tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu, klien memperoleh data terkait dengan
pengkajian khusus terkait tingkat atau level toleransi aktivitas klien. Penulis
melakukan pengkajian terkait dengan kekuatan otot klien dan menilai respon klien
terhadap aktivitas sehari-hari. Hasil pemeriksaan kekuatan otot diperoleh bahwa
kekuatan otot klien masih baik pada keempat ekstrimitas. Sedangkan terkait
dengan pengkajian level/ tingkat terhadap toleransi aktivitas diperoleh data bahwa
klien belum mampu bergerak dari tempat tidur ke kamar mandi ruang rawat
sehingga untuk pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAK dan BAB) dibatu oleh
keluarga dengan menggunakan pispot. Begitu pula aktivitas kebersihan diri
(mandi dan berhias), makan dan minum klien lakukan di atas tempat tidur
(Smeltzer & Bare, 2002).
Tindakan keperawatan ketiga yang dilakukan penulis adalah menganjurkan klien
untuk istirahat dan menganjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan
dasar. Tindakan tersebut disesuaikan dengan prinsip implementasi pada pasien
dengan gagal jantung yaitu menganjurkan klien untuk istirahat yang berguna
untuk menurunkan demand oksigen sehingga metabolisme anaerob dapat
diminimalkan (Black and Hawks, 2009). Selain itu, anjuran istirahat lebih pada
pasien dengan gagal jantung bukan tanpa alasan karena istirahat akan membantu
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
81
memperbaiki aliran balik vena dan mampu meningkatkan diuresis (Doenges et al,
2000).
Tindakan keperawatan keempat, penulis berkolaborasi dengan dokter untuk
memberikan tambahan oksigen melalui nasal kanul dengan O2 yang diberikan
4lpm. Pemberian tambahan O2 kepada klien bertujuan untuk meminimalkan
demand oksigen pada tubuh sehingga metabolisme anaerob dapat dicegah dan
dampak penumpukan asam laktat penyebab kelelahan berlebih pada pasien gagal
jantung juga dapat dikurangi. Hasil yang diharapkan klien dapat meningkat
toleransi terhadap aktivitas sehari-hari. Implementasi tersebut sejalan dengan
pernyataan Black & Hwaks (2009) yang menyebutkan kelelahan pada pasien
gagal jantung terjadi karena pengaruh dari sirkulasi ke jaringan yang tidak adekuat
sehingga konsumsi O2 ke jaringan juga mengalami penurunan. Tubuh merespon
dengan melakukan metabolisme anaerob yang menghasilkan zat sisa berupa asam
laktat. Penumpukan asam laktat pada otot yang berlebih akan menyebabkan
kelelahan sehingga muncul gelaja penurunan toleransi aktivitas pada sebagian
besar pasien dengan gagal jantung.
Tindakan keperawatan kelima yang penulis lakukan adalah mengajarkan latihan
aktivitas secara bertahap. Latihan aktivitas yang diajarkan berupa latihan aerobic
ringan yang dapat dilakukan ditempat tidur dan latihan berjalan di lanti yang datar
dengan jarak tertentu yang ditambah secara bertahap. Sebelum dan sesudah
latihan aktivitas, klien diperikas tanda-tanda vital terlebih dahulu terutama nadi.
Selama pelaksanaan latihan aktivitas, penulis memantau respon klien terhadap
aktivitas yang dilakukan seperti sesak, kelelahan, pusing, atau jantung berdebar.
Implementasi tersebut sejalan dengan Nicholson (2007) yang mengatakan bahwa
pasien gagal jantung perlu untuk diajarkan melakukan aktivitas secara bertahap
dengan tujuan toleransi aktivitas dapat meningkat pula. Aktivitas dilakukan
dengan melihat respon sepeti peningkatan nadi, sesak napas dan kelelahan.
Aktivitas akan melatih kekuatan otot jantung sehingga gejala gagal jantung
semakin minimal.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
82
Latihan aktivitas yang dikemas dalam bentuk home based exercise training
diimplementasikan kepada klien kelolaan utama mulai diterapkan pada hari empat
perawatan dengan melihat respon klien terhadap peningkatan level terhadap
aktivitas. Penulis berkeyakinan bahwa hari pertama sampai hari ketiga perawatan
klien masih berada pada fase akut dengan melihat respon pasien terhadap aktivitas
yang dilakukan. Pada fase tersebut implementasi yang dilakukan adalah lebih
kepada menganjurkan klien untuk bed rest dalam mengatasi masalah keperawatan
intoleransi aktivitasnya. Sedangkan, pada hari keempat perawatan, klien sudah
mulai mampu berpindah dari tempat tidur ke kamar mandi dengan dibantu oleh
keluarga. Penulis berkeyakinan bahwa pasien telah melewati masa akut dan
sekarang sudah berada pada fase recovery dimana level terhadap toleransi
aktivitas sudah mulai meningkat. Oleh karena itu penulis melakukan implementasi
berupalatihan aktivitas. Latihan tahap awal yang diajarkan adalah latihan aerobic
di tempat tidur. Prinsip tindakannya adalah latihan ringan dengan menggerakkan
otot tubuh dengan durasi yang disesuaikan dengan kondisi tubuh pasien. Durasi
awal untuk latihan aerobic pertama ditetapkan oleh penulis adalah 10 menit.
Gerakan berupa menggerakkan otot kepala, otot ektrimitas, dan otot pernapasan.
Implementasi tersebut sejalan dengan
pernyataan Suharsono (2011) yang
mengatakan bahwa selama periode akut pasien dengan gagal jantung disarankan
untuk bed rest yang bertujuan untuk memperbaiki status hemodinamik. Setelah
fase akut terlewati, pasien berada pada fase rocovery. Pada fase ini, bed rest
menjadi suatu saran yang kontroversial karena dapat memicu menurunnya level
toleransi aktivitas dan memperberat gejala gagal jantung seperti sesak disertai
batuk. Semua otot perlu dilatih untuk mempertahankan kekuatannya termasuk
dalam hal ini adalah otot jantung.
4.4 Alternatif Pemecahan
Berdasarkan hasil evaluasi terhadap implementasi keperawatan dalam mengatasi
intoleransi aktiitas yang dikaitkan dengan teori dan konsep terkait, maka diperoleh
alternatif pemecahan. Menganjurkan klien untuk istirahat (bed rest) selama klien
masih berada pada fase akut. Istirahat (bed rest) disarankan pada fase akut pasien
dengan gagal jantung karena diyakini dapat memperbaiki status hemodinamik.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
83
Selain itu, selama fase akut juga disarankan untuk membantu memenuhi
kebutuhan dasar klien seperti makan dan minum di tempat tidur, menyediakan
pispot untuk memenuhi kebutuhan eliminasi (BAK dan BAB), membantu
memenuhi kebutuhan kebersihan diri (mandi dan berias) ditempat tidur. Klien
juga dianturkan untuk melakukan aktivitas ditempat tidur sesuai dengan toleransi
tubuh, memantau respon klien terhadap aktivitas yang dilakukan serta monitor
tanda-tanda vital untuk mengetahui kemungkinan perubahan status hemodinamik
yang dapat terjadi secara tiba-tiba. Kerjasama atau kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain juga diperlukan seperti dokter dan ahli gizi. Berkolaborasi dengan
tim medis (dokter) dalam memberikan terapi medikasi untuk memperbaiki fungsi
jantung (kontraktilitas) dan pemberian tambahan oksigen melalui nasal kanul
untuk meminimalkan demand oksigen klien. Sedangkan bentuk kolaborasi dengan
ahli gizi adalah menganjurkan pemberian diet jantung sesuai kebutuhan kalori
tubuh klien dengan tekstur yang lembut sehingga mudah dicerna dan diserap oleh
tubuh klien.
Alternatif pemecahan masalah yang penulis temukan yaitu latihan aktivitas yang
dikemas dalam bentuk home based exercise training mampu diterapkan sebagai
bagian dari bentuk implementasi untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas
pada klien gagal jantung yang telah melewati fase akut (sudah berada pada fase
recovery) dan pada klien yang tidak masuk dalam daftar kontraindikasi kondisikondisi khusus yang tidak diperkenankan mengikuti latihan aktivitas. Alternatif
dalam masalah ini adalah dengan menganjurkan klien untuk melakukan latihan
aktivitas secara bertahap disesuaikan dengan toleransi tubuh dengan melihat
respon klien terhadap aktivitas yang dilakukan. Selain itu, memberikan informasi
kesehatan klien meliputi mengenai tanda dan gejala bahaya, cara mempertahankan
kesehatan setelah masa perawatan, jadwal dan manfaat medikasi yang diresepkan
untuk dikonsumsi dirumah, dan jadwal kontrol terkait dengan masalah kesehatan
klien.
Tindakan alternatif yang telah disebutkan di atas perlu dikomunikasikan kepada
keluarga klien. Keluarga dimotivasi oleh perawat untuk berperan aktif dalam
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
84
pelaksanaan kegiatan dan memberikan dukungan kepada klien dalam latihan
aktivitas home based exercise training terutama setelah masa perawatan di rumah
sakit selesai. Selain itu, keluarga dapat terlibat dalam menilai perkembangan
kemampuan klien terhadap level toleransi aktivitas selama latihan home based
exercise training dilakukan.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
BAB 5
PENUTUP
Pada bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran terkait berdasarkan
hasil analisis situasi hasil pengkajian dengan konsep terkait. Selain itu, analisis
terkait dengan intervensi yang dipilih penulis dalam pemecahan alternatif masalah
keperawatan klien dengan gagal jantung yaitu latihan aktivitas home based
exercise training. Saran ditujukan untuk bidang keperawatan medikal bedah,
bidang keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, pelayanan keperawatan di
ruang rawat, dan untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis situasi terkait dengan implementasi home based
exercise training pada pasien dengan gagal jantung di ruang rawat melati atas
RSUP Persahabatan, maka diperoleh kesimpulan:
1. Masalah
keperawatan
kasus
kelolaan
utama
(Tn.
Mu)
adalah
ketidakefektifan bersihan jalan napas, penurunan curah jantung, kelebihan
volume cairan, dan intoleransi aktivitas
2. Fokus pembahasan analisis kasus adalah pada masalah keperawatan
intoleransi aktivitas dengan impelementasi latihan aktivitas yang dikemas
dalam home based exercise training
3. Latihan aktivitas home based exercise training dapat diterapkan sebagai
salah satu bentuk intervensi keperawatan pada pasien dengan gagal jantung
dengan masalah keperawatan intoleransi aktivitas
4. Latihan aktivitas home based exercise training dilakukan disesuaikan
dengan kondisi pasien dan level toleransi aktivitas
5. Sebelum dan sesudah dilaksanakan latihan aktivitas home based exercise
training perlu dimonitor tanda-tanda vital dan melihat respon pasien
terhadap aktivitas yang dilakukan
6. Durasi dan frekuensi latihan aktivitas home based exercise training
disesuaikan dengan konidisi dan level toleransi aktivitas
85
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
86
7. Evaluasi implementasi latihan aktivitas cukup efektif pada Tn. Mu dilihat
dari perkembangan level toleransi aktivitas setiap hari
5.2 Saran
5.2.1 Bidang Pelayanan Ruang Rawat
1. Diharapkan hasil analisis kasus dapat menjadi masukan dan sumber
informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan latihan
aktivitas home based exercise training pada pasien gagal jantung kongestif
dan masalah keperawatan intoleransi aktivitas
5.2.2 Bidang Keperawatan Medikal Bedah
1. Dapat menjadi evidence base untuk menyusun rencana program latihan
aktivitas home based exercise training yang ditujukan pada pasien dengan
gagal jantung kongestif
5.2.3 Bidang Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
1. Dapat menjadi evidence base untuk menyusun rencana program kesehatan
masyarakat perkotaan terkait dengan upaya pencegahan/ preventif penyakit
degeneratif termasuk dalam hal ini adalah penyakit gagal jantung kongestif
5.2.3 Penelitian Selanjutnya
1. Diharapkan hasil analisis kasus dapat digunakan sebagai bahan informasi
penelitian selanjutnya yang berkaitan, jenis latihan aktivitas lain yang
dapat diterapkan pada pasien dengan gagal jantung dengan masalah
keperawatan intoleransi aktivitas.
2. Diharapkan penelitian selanjutnya mampu memperdalam analisis kasus
dan menetapkan beberapa kriteria khusus pada pasien kelolaan utama yang
akan dikelola
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Elizabeth T. Dan McFarlane, Judith. (2001). Buku ajar keperawatan
komunitas: teori dan praktik. Edisi ketiga. Jakarta: EGC.
Allender, Judith A., Rector, Cherie, dan Warner, Kristine D. (2010). Community
health nursing: promoting and protecting the public’s health. Edisi ketujuh.
China: Lippincott Williams & Wilkins
Alwi, I. (2012). Tatalaksana holistik penyakit kardiovaskular.
Jakarta: Interna publishing.
Arofah, N.I. (2009). Program latihan fisik rehabilitatif pada penderita penyakit
jantung.http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132300162/3.%20Progra
%20Latihan%20Fisik%20Rehabilitatif%20Pada%20Penderita%20Penyaki
t%20%20Jantung.pdf di unduh pada 25 Juni 2013 Pukul 12.30 WIB.
Black, J. and Hawks, J. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management
for Positive Outcomes 8th edition. Singapore: Elsevier.
Corwin, E.J. (2000). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Hendrika van, d. B., Bussmann, J., Balk, A., Keijzer-Oster, D., & Stam, H. (2001).
Level of activities associated with mobility during everyday life in patients
with chronic congestive heart failure as measured with an "activity
monitor". Physical Therapy, 81(9), 1502-11. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/223115463?accountid=17242
Hwang, R., Redfern, J., Alison, J. (2008). A narrative review on home based
exercise training for patient with chronic heart failure. Phisical therapy
review. 3:227-234.
Hudack., Gallo. (2000). Keperawtan kritis pendektan holistik. Jakarta: EGC.
Kusmana, D. (2006). Olah raga untuk orang sehat dan penderita penyakit jantung.
Edisi kedua. BP FKUI. Jakarta.
Lavie, C.J., Milani, R.V., Littman, A.V. (1993). Benefit of cardiac rehabilitation
and exercise training in secondary coronary prevention in the elderely.
Journal of the American college of cardiology. 22(3): 678.
87
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
88
Levine, GN. (2010). Cardiology secrets, 3rt Ed. Mosby Elsevier. Philadelphia.
Mansjoer, A., dkk. (2001). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Penerbit Media
Ausculapius FKUI.
Myers, J. (2008). Principle of exercise prescription for patient with chronic heart
failure. Heart fall rev. 13;61-68.
NANDA International. (2012). Nursing diagnoses: definitions & classification
2012-2014. United kingdom: Blackwell Publishing.
Nicholson, C. (2007). Heart failure, A clinical nursing handbook. John Wiley &
Sons. Ltd.
Parish, TR., Kosma, M., Welsch, MA. (2007). Exercise training for the patient
with heart failure: is your patient ready?. Cardiopulmonary physical
therapi journal. 18 (3): 12-20.
Perry, A.G., & Potter, P.A. (2009). Buku ajar fundamental keperawatan:
konsep, proses dan praktik (Ed. ke-4) (Renata, K., dkk, Penerjemah).
Jakarta: EGC.
Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. (2007).
Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. dan Bare, G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarrth Volume 3 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Stanhope, Marcia dan Lancaster, Jeanette. (1996). Edisi keempat. Community
health nursing: promoting health of aggregates, families, and individuals.
St. Louis: Mosby.
Sudoyo, AW., Setiyohadi, B., Alwi, I., dkk. (2009). Buku ajar penyakit dalam.
Jakarta: Interna Publishing.
Suharsono, T. (2011). Dampak home based exercise training terhadap kapasitas
fungsional dan kualitas hidup pasien gagal jantung di RSUD Ngudi
Waluyo Wlingi. Tesis FIKUI.
Universitas Indonesia
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Rencana Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kongestif
Diagnosa
Keperawatan
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Data Objektif
- Auskultasi bunyi
napas: bunyi napas
adventisius Rh +/+
- Dipsnea (+)
- Posisi klien sering
duduk bersandar
diatas tempat tidur
- Batuk-batuk menetap
(+), produksi dahak
(+) warna putih
sedikit kekuningan
- Pernapasan cuping
hidung (+) minimal
- Penggunaan otot
bantu pernapasan
- TTV (20/05/2013)
RR 28x/menit,
pernapasan cepat dan
dangkal
Rencana Tindakan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Jalan
napas
kembali bersih
o Bunyi napas bersih/
jelas (Rh berkurang)
o TTV (terutama RR)
dalam batas normal
(16 – 20x/menit)
o Frekuensi dan
kedalaman
pernapasan dalam
batas normal
o Penggunaan oto
bantu pernapasan
minimal
o Penggunaan
pernapasan cuping
hidung minumal/
tidak ada
o Klien menunjukkan
perilaku untuk
memperbaiki jalan
napas (contoh:
mampu batuk
efektif dan
mengeluarkan
sputum)
Keperawatan
Rasional
Intervensi
Mandiri
o Auskultasi bunyi napas, catat
bunyi napas adventisius (Rh,
Whz, Crk)
o Kaji/pantau frekunsi dan
kedalaman pernapasan. Catat
rasio inspirasi/ekspirasi
o Catat adanya derajat dipsnea
(misal: mengeluh sesak napas,
cemas/gelisah, distress
pernapasan, penggunaan otot
bantu pernapasan)
o Kaji klien untuk posisi nyaman
(misal: peninggian kepala
tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur)
o Mengobservasi karateristik
batuk (misal: menetap, batuk
pendek, batuk basah)
o Bantu/ dorong klien untuk
latihan batuk efektif
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
oBeberapa derajat spasme bronkus
terjadi dengan obstruksi jalan napas dan
dapat/tk dimanifestasikan adanya bunyi
napas adventisus (misal: Rh, Crk, Whz)
oTekipnea biasanya ada ada beberapa
derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya
proses infeksi akut
oDisfungsi pernapasan adalah variabel
yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di RS
oPeninggian kepala tempat tidur
mempermudah fungsi pernapasan
dengan mneggunakan gravitasi untuk
memperluas ekspansi dada
oBatuk dapat menetap tetapi tidak
efektif, khususnya bia klien lansia, sakit
akut, atau adanya kelemahan.
oBatuk efektif digunakan untuk
membantu klien mengeluarkan sekret
yang tertahan. Batuk paling efektif pada
posisi duduk tinggi atau kepala dibawah
Lampiran 1
Data Subjektif
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan
lebih nyaman duduk
dari pada berbaring
- Klien mengatakan
sering batuk dan
mampu mengeluarkan
dahak, warna putih
sedikit kekuningan
o Menganjurkan klien untuk
minum air hangat untuk
membant mengencerkan sekret
Kolaborasi
o Berikan obat sesuai indikasi:
- Bronkodilator: albuterol
(proventil, ventolin),
epinefrin (adrenain,
vaponefrin), terbutalin
(brethine, brethaire), isoetarin
(brokosol, bronkometer)
o Tambahan O2 melalui nasal
kanul
o Awasi/ buat grafik GDA, nadi
oksimetri, foto dada
Penurunan curah
jantung
Data Objektif
- TTV (20/05/2013)
TD = 130/80 mmHg
Nadi = 78 x/menit
- CRT < 3”
- Konjungtiva sedikit
anemis, sianosis
disekitar bibir
- Akral hangat
setelah perkusi dada
oHidrasi membantu menurunkan
kekentalan sekret dan mempermudah
pengeluaran dngan batuk efektif
Penurunan curah o Akral hangat
Mandiri:
o Sianosis berkurang/
jantung teratasi
o Kaji TTV dan tingkat
tidak ada
kesadaran klien
o CRT < 3”
o TTV dalam batas
normal, terutama TD
dan nadi (TD sistol
110 – 130 mmHg,
TD diastol 70-90
o Kaji akral, CRT dan tanda
mmHg, nadi 60sianosis
100x/menit)
o Produksi urin + 0,5-1
cc/KgBB/Jam
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
- Merilekskan otot halus dan
menurunkan kongesti okal,
menurunkan spasme jalan napas,
mengi, dan produksi mukosa
- Menurunkan kemampuan sistem
pernapasan dalam konsumsi O2
- Membuat dasar pengawasan kemajuan
atau kemunduran proses penyakit dan
atau komplikasi
o Mengetahui perubahan status
hemodinamik klien. Pada GJK dini,
sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat sehubungan dengan SVR.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu
lagi mengkompensasi dan hipotensi tak
dapat normal lagi.
o Sirkulasi perifer yang tidak adekuat
akan dimanifestasikan dengan
perubahan akral dingin, sianosis dan
CRT > 3”. Pucat menunjukkan
Lampiran 1
- Edema ektrimitas (-),
asites (-)
- Interpretasi EKG:
sinus takikardi, Gel. T
inverted (iskemik)
Data Subjektif
- Klien mengeluh lemas
- Klien mengatakan
terkadang jantung
berdebar-debar
o Edema dan atau
asites berkurang
o Auskultasi nadi apical; kaji
frekuensi, irama jantung
o
o Catat bunyi jantung
o
o Palpasi nadi perifer.
o
o Pantau haluaran urine, catat
penurunan haluaran dan
kepekatan/konsentrasi urine.
o Kaji perubahan pada sensori,
contoh letargi, bingung,
disorientasi, cemas, dan
depresi
o Berikan istirahat semi
rekumben pada tempat tidur
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
o
o
menurunnya perfusi perifer sekunder
tehadap tidak adekuatnya curah
jantung, vasokonstriksi dan anemia.
Sinosis dapat terjadi sebagai refraktori
GIK. Area yang sakit sering berwarna
biru atau belang karena peningkatan
kongesti vena
Biasanya terjadi takikardi (meskipun
pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikuler.
S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai
aliran darah ke dalam sermabi yang
distensi. Murmur dapat menunjukkan
inkompetensi/stenosis katup.
Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.
Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi, dan pulsus
alternan (denyut kuat lain dengan
denyut lemah) mungkin ada.
Ginjal berespon untuk menurunkan
curah jantung dengan menahan cairan
dan natrium. Haluaran urin biasanya
menurun selam sehari karena
perpindahan cairan ke jaringan tetapi
dapat meningkat pada malam hari
sehingga cairan berpindah kembali ke
sirkulasi bila pasien tidur.
Dapat menunjukkan tidak adekuatnya
perusi serebral sekunder tehadap
Lampiran 1
atau kursi. Kaji dengan
pemeriksaan fisik sesuai
indikasi.
o Berikan istirahat psikologi
dengan lingkungan tenang;
menjelaskan manajemen
medik/keperawatan;
membantu pasien menghindari
situasi stress,
mendengar/berespon terhadap
ekspresi perasaan/takut.
o Berikan pispot di samping
tempat tidur. Hindari aktivitas
respons Valsava, contoh
mengejan selama defekasi,
menahan nafas selama
perubahan posisi.
o Tinggikan kaki, hindari
tekanan pada bawah lutut.
Dorong olahraga aktif/pasif.
Tingkatkan ambulasi/aktivitas
sesuai toleransi.
o Periksa nyeri tekan betis,
menurunnya nadi pedal,
pembengkakan, kemerahan
local atau pucat pada
ektremitas.
o Jangan beri preparat digitalis
dan laporkan dokter bila
perubahan nyata terjadi pada
frekuensi jantung atau irama
atau tanda toksisitas digitalis.
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
penurunan curah jantung.
o Istirahat fisik harus dipertahankan
selama GIK akut atau refraktori untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan
kebutuhan/konsumsi oksigen miokard
dan kerja berlebihan.
o Stres emosi menghasilkan
vasokonstriksi, yang meningkatkan
tekanan darah dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung.
o Pispot digunakan untuk menurunkan
kerja ke kamar mandi atau kerja keras
menggunakan bedpan. Manuver
valsava menyebabkan rangsang vagal
diikuti dengan takikardi, yang
selanjutnya berpengaruh pada fungsi
jantung/curah jantung.
o Menurunkan stasis vena dan dapat
menurunkan insiden
thrombus/pembentukan embolus
o Menurunnya curah jantung,
bendungan/stasis vena dan tirah baring
lama meningkatkan resiko
tromboflebitis.
o Insiden toksisitas tinggi (20%) karena
menyempitnya batas antara rentang
terapeutik dan toksik. Digoksin harus
dihentikan pada adanya kadar obat
Lampiran 1
Kolaborasi :
o Berikan oksigen tambahan
dengan kanula nasal/masker
sesuai indikasi.
o Berikan obat sesuai indikasi.
 Diuretic, contoh furosemid
(Lasix); asam etakrinik
(decrin); bumetanid
(Bumex); spironolakton
(Aldakton)
 Vasodilator, contoh nitrat
(nitro-dur, isodril);
arteriodilator, contoh
hidralazin (Apresoline);
kombinasi obat, contoh
prazosin (Minippres).
 Digoksin (Lanoxin).
 Captopril (Capoten);
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
toksik, frekuensi jantung lambat, atau
kadar kalium rendah.
o Meningkatkan sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia.
o Banyaknya obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
 Tipe dan dosis diuretic tergantung
pada derajat gagal jantung dan status
fungsi ginjal. Penurunan preload
paling banyak digunakan dalam
mengobati pasien dengan curah
jantung relative normal ditambah
dengan gejala kongesti. Diuretik blok
reabsorpsi diuretic, sehingga
mempengaruhi reabsorpsi natrium
dan air.
 Vasodilator digunakan untuk
meningkatkan curah jantung,
menurunkan volume sirkulasi
(vasodilator) dan tahanan vaskuler
sistemik (arteeiodilator), juga kerja
ventrikel.
 Meningkatkan kekuatan kontraksi
miokard dan memperlambat
frekuensi jantung dengan
menurunkan konduksi dan
Lampiran 1
lisinopril (Prinivil);
enalapril (Vasotec).
 Morfin sulfat.
 Tranquilizer/sedatif.
 Antikoagulan, contoh
heparin dosis rendah,
warfarin (Coumadin).
o Pemberian cairan IV,
pembatasan jumlah total sesuai
indikasi. Hindari cairan garam.
o Pantau/ganti elektrolit.
o Pantau seri EKG dan
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
memperlama periode refraktori pada
hubungan AV untuk meningkatkan
efesiensi/curah jantung.
 Inhibitor ACE dapat digunakan untuk
mengontrol gagal jantung dengan
menghambat konversi angiotensin
dalam paru dan menurunkan
vasokonstriksi, SVR, dan TD.
 Penurunan tahanan vaskuler dan
aliran balik vena menurunkan kerja
miokard. Menghilangkan cemas dan
mengistirahatkan siklus umpan balik
cemas/pengeluaran
katekolamin/cemas.
 Meningkatkan istirahat/relaksasi dan
menurunkan kebutuhan oksigen dan
kerja miokard.
 Dapat digunakan secara profilaksis
untuk mencegah pembentukan
thrombus/emboli pada adanya factor
resiko seperti statis vena, tirah baring,
disritmia jantung, dan riwayat
episode trombolik sebelumnya.
o Karena adanya peningkatan tekanan
ventrikel kiri, pasien tidak dapat
mentolerir peningkatakn volume cairan
(preload). Pasien GJK juga
mengeluarkan sedikit natrium yang
menyebabkan retensi cairan dan
meningkatkan kerja miokard.
o Perpindahan cairan dan pengguanaan
diuretic dapat mempengaruhi elektrolit
Lampiran 1
perubahan foto dada.
o
o Pantau pemeriksaan
laboratorium, contoh BUN dan
kreatinin.
o Pemeriksaan fungsi hati (AST,
LDH).
o PT/APTT/pemeriksaan
koagulasi.
o Siapkan untuk
insersi/mempertahankan alat
pacu jantung, bila
diindikasikan.
o
o
o
o
Kelebihan volume
cairan
Data Objektif
- Dipsnea (+)
- Diagnosa medis: CHF
fc II-III, AKI ec akut
on CKD
- Edema ektrimitas (-),
Tanda-tanda
o
kelebihan volume
cairan dapat
o
teratasi
o
Dipsnea/ sesak
Mandiri:
berkurang atau
o Kaji adanya tanda-tanda
minimal
kelebihan volume cairan tubuh
CRT < 3”
(misal: edema, asites, dipsnea,
TTV dalam batas
bunyi adventisius pernapasan)
normal (TD sistol
o
Monitor TTV dan CVP (bila
110 – 130 mmHg,
ada)
TD diastol 70-90
mmHg, RR 16-20x/
menit, nadi 60-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
(khususnya kalium dan klorida) yang
mempengaruhi irama jantung dan
kontraktilitas.
Deprsi segmen ST dan datarnya
gelombang T dapat terjadi karena
peningkatan kebutuhan oksigen
miokard, meskipun tak ada penyakit
arteri koroner. Foto dada dapat
menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.
Peningkatan BUN/kreatinin
menunjukkan hipoperfusi/gagal ginjal.
AST/LDH dapat meningkat sehubungan
dengan kongesti hati dan menunjukkan
kebutuhan untuk obat dengan dosis lebih
kecil yang didetoksikasi oleh hati.
Mengukur perubahan pada proses
koagulasi atau keefektifan terapi
antikoagulan.
Mungkin perlu untuk memperbaiki
bradisritmia tak responsive terhadap
intervensi obat yang dapat berlanjut
menjadi gagal kongesti/menimbulkan
edema paru
o Memberikan data dasar untuk
menyusun rencana intervensi sesuai
dengan keluhan pasien
o Mengetahui perubahan status
hemodinamik. Hipertensi dan
peningkatan CVP menunjukkan
kelebihan volume cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya/peningkatan
Lampiran 1
asites (-)
- TTV (20/05/2013)
TD = 130/80 mmHg
Nadi = 78x/mnit
RR = 28x/menit
Suhu = 36.50 C
- Penggunaan otot
bantu pernapasan
- Bunyi adventisius
pernapasan Rh +/+
- Batuk (+), produksi
sputum (+) warna
putih sedikit
kekuningan
Data Subjektif
- Klien mengeluh sesak
napas
- Klien mengatakan
terkadang jantung
berdebar-debar
- Klien mengatakan
dahak dapat
dikeluarkan sedikit
demi sedikit
o
o
o
100x/menit, suhu
36 – 37.20 C)
Edema (ektrimitas
dan atau ulmonal)
berkurang, asites
tidak ada
Produksi urin + 0.5
– 1 cc/KgBB/Jam
Peningkatan vena
jugularis (-)
o Auskultasi bunyi nafas, catat
penurunan dan/atau bunyi
tambahan, contoh krekels,
mengi. Catat adanya
peningkatan dispnes, takipnea,
ortopnea, dispnea noktyurnal
paroksismal, batuk persisiten
o Pantau haluaran urine, catat
jumlah dan warna saat hari
dimana diuresis terjadi.
o
o
o
o
o
kongesti paru, gagal jantung
o Kelebihan volume cairan sering
menimbulkan kongesti paru. Gejala
edema paru dapat menunjukkan gagal
jantung kiri akut. Gejala pernafasan
pada gagal jantung kanan (dispnea,
batuk, otopnea) dapat timbul lambat
tetapi lebih sulit membaik
o Haluaran urine mungkin sedikit dan
pekat (khususnya selama sehari)
karena penururnan perfusi ginjal.
Posisi telentang memebantu diuresis,
sehingga haluaran urine dapat
ditingkatkan pada malam/selama tirah
Pantau/hitung keseimbangan
baring.
pemasukan dan pengeluaran
o Terapi diuretic dapat disebabkan oleh
selama 24 jam.
kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites
masih ada.
Pertahankan duduk atau tirah
o
Posisi
telentang meningkatkan filtrasi
baring dengan posisi
ginjal
dan
menurunkan produksi ADH
semifowler selama fase akut.
sehingga meningkatkan diuresis.
Buat jadwal pemasukan cairan,
digabung dengan keinginan
minum bila mungkin. Berikan o Melibatkan pasien dalam program
terapi dapat meningkatkan perasaan
perawatan mulut/es batu
mengontrol dan kerjasama dalam
sebagai bagian dari kebutuhan
pembatasan
cairan
Timbang berat badan tiap hari.
o Peningkatan 2.5 kg menunjukkan
kurang lebih 2L cairan. Sebaliknya,
diuretic dapat mengakibatkan cepatnya
kehilangan/perpindahan cairan dan
kehilangan berat badan.
Catat perubahan ada/hilangnya
edema sebagai respons
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 1
terhadap terapi.
o Ubah posisi dengan sering.
Tinggikan kaki bila duduk.
Lihat permukaan kulit,
pertahanakan tetap kering dan
berikan bantalan sesuai
indikasi.
o Selidiki keluhan dispnea
ekstrem tiba-tiba, kebutuhan
untuk bangun dari duduk,
sensasi sulit bernafas, rasa
panic atau ruangan sempit
o Kaji bising usus. Catat
keluhan anoreksia, mual,
distensi abdomen, konstipasi.
o Berian makanan yang mudah
dicerna, porsi kecil dan sering.
o Ukur lingkar abdomen sesuai
indikasi.
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
o Retensi cairan berlebihan dapat
dimanifestasikan oleh pembendungan
vena dan pembentukan edema. Edema
perifer mulai pada kaki/mata kaki (atau
area dependen) dan meningkat sebagai
kegagalan paling buruk. Edema pitting
adalah gambaran secara umum hanya
setelah retensi sedikitnya 5 kg cairan.
Peningkatan kongesti vaskuler
(sehubungan dengan gagal jantung
kanan) secara nyata mengakibatkan
edema jaringan sistemik.
o Pembentukan edema, sirkulasi
melambat, gangguan pemasukan
nutrisi dan imobilisasi/tirah baring
lama merupakan kumpulan stressor
yang mempengaruhi integritas kulit
dan memerlukan intervensi
pengawasan ketat/pencegahan.
o Dapat menunjukkan terjadinya
komplikasi (edema paru/emboli) dan
berbeda dari ortopnea dan dispnea
nocturnal paroksismal yang terjadi
lebih cepat dan memerlukan intervensi
segera.
o Kongesti visceral (terjadi pada GJK
lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
o Penurunana motilitas gaster dapat
berefek merugikan pada digestif dan
absorpsi. Makan sedikit dan sering
meningkatkan digesti/mencegah
ketidaknyamanan abdomen.
Lampiran 1
o Dorong untuk menyatakan
perasaan sehubungan dengan
pembatasan
o Palpasi hepatomegali. Catat
keluhan nyeri abdomen
kuadran kanan atas/nyeri
tekan.
o Catat peningkatan letargi,
hipotensi, kram otot.
Kolaborasi :
o Pemberian obat sesuai indikasi
 Diuretik, contoh furosemid
(Lasix); bumetadine
(Bumex).
 Tiazid dengan agen
pelawan kalium, contoh
spironolakton (Aldakton)
 Tambahan kalium
o Mempertahankan
cairan/pembatasan natrium
sesuai indikasi
o Konsul dengan ahli diet.
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
o Pada gagal ajntung lanan lanjut, cairan
dapat berpindah ke dalam area
peritoneal, menyebabkan
meningkatnya lingkar abdomen
(asites).
o Ekpresi perasaan/masalah dapat
menurunkan stress/cemas, yang
mengeluarkan energi dan dapat
menimbulkan perasaan lemah
o Perluasan gagal jantung menimbulkan
kongesti vena, menyebabkan distensi
abdomen, pembesaran hati, dan nyeri.
Ini akan mengganggu fungsi hati dan
mengganggu /memperpanjang
metabolisme obat
o Tanda defesit kalium dan natrium yang
dapat terjadi sehubungan denga
perpindahan cairan dan terapi diuretic.
 Meningkatkan laju aliran urine dan
dapat menghambat reabsorpsi
natrium/klorida pada tubulus ginjal.
 Meningkatkan diuresis tanpa
kehilangan kalium berlebihan.
 Mengganti kehilangan kalium sebagai
efek samping terapi diuretik, yang
dapat mempengaruhi fungsi jantung.
o Menurunkan air total tubuh/mencegah
reakumulasi cairan.
o Perlu memberikan diet yang dapat
diterima pasien yang memenuhi
Lampiran 1
o Pantau foto toraks.
o Kaji dengan torniket
rotasi/flebotomi, dialysis, atau
ultrafiltrasi sesuai indikasi
Intoleransi aktivitas
Data Objektif
- Klien terlihat lemas
- Knjungtiva sedikit
anemis, sianosis
disekitar bibir
- KDM klien dilakukan
di tempat tidur
- Klien terlihat lebih
sering duduk
bersandar di tempat
tidur
Data Subjektif
- Klien mengatakan
mudah lelah jika
berjalan dengan jarak
50-100 meter
- Klien mengatakan
pusing seperti
berputar
- Klien mengatakan
merasa bosan tiduran
di atas tempat tidur
Klien mampu
beraktivitas
sesuai dengan
toleransinya
o
o
o
o
Klien mampu
berpartisipasi pada
aktivitas yang
diinginkan dalam
memenuhi
kebutuhan
perawatan diri
Kelemahan/ lemas
berkurang
Kelelahan
berkurang
TTV dalam batas
normal selama
beraktivitas (TD
sistol 110 – 130
mmHg, TD diastol
70-90 mmHg, RR
16-20x/ menit, nadi
60-100x/menit,
suhu 36 – 37.20 C)
kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.
o Menunjukkan perubahan indikasif
peningkatan/perbaikan kongesti paru.
o Meskipun tidak sering digunakan,
penggantian cairan mekanis dilakukan
untuk mempercepat penurunana
volume sirkulasi, khususnya pada
edema paru refraktori pada terapi lain.
Mandiri
o Monitor TTV sebelum dan
sesudah beraktivitas
(khususnya apabila klien
menggunakan terapi
vasodilator, diuretik,
penyekat beta)
o Catat respon kardipulmonal
terhadap aktivitas (contoh:
takikardi, disritmia, dipsnea,
diaforesis, sianosis)
o Kaji presipitator/ penyebab
terjadinya kelelahan (contoh:
efek obat, nyeri)
o Evaluasi tingkat toleransi
aktivitas
o Berikan bantuan terhadap
aktivitas yang dilakukan
o Selingi periode aktivitas
dengan istirahat
o Hipotensi ortostatik dapat terjadi
ketika beraktivitas karena pengaruh
obat vasodilatasi, perpindahan cairan
(diuretik), pengaruh fungsi jantung
o Merupakan tanda-tanda yang perlu
menjadi perhatian akibat toleransi
aktivitas yang menurun
o Klemahan dapat disebabkan fek
samping dari beberapa jenis obat
(contoh: beta blocker)
o Menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung terhadap
aktivitas
o Pemenuhan kebutuhan perawatan diri
o Memberikan kesempatan miokard
untuk mendapatkan oksigen
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 1
Kolaborasi
o Implementasikan program
rehabilitasi jantung/ aktivitas
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
o Peningkatan bertahap pada aktivitas,
menghindari kerja jantung/ konsumsi
oksigen yang berlebihan. Penguatan
dan perbaikan fungsi jntung dibawah
stress apabila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali
Lampiran 2
Implementasi Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kongestif Tn. Mu
Masalah Keperawatan
Tujuan
Ketidakefektifan
Jalan napas
bersihan jalan napas
kembali bersih
o
o
o
o
o
o
Penurunan curah
jantung
Penurunan curah
jantung teratasi
o
o
o
o
Kriteria Hasil
Bunyi napas bersih/ jelas (Rh berkurang)
TTV (terutama RR) dalam batas normal (16
– 20x/menit)
Frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam
batas normal
Penggunaan oto bantu pernapasan minimal
Penggunaan pernapasan cuping hidung
minumal/ tidak ada
Klien menunjukkan perilaku untuk
memperbaiki jalan napas (contoh: mampu
batuk efektif dan mengeluarkan sputum)
Akral hangat
Sianosis berkurang/ tidak ada
CRT < 3”
TTV dalam batas normal, terutama TD dan
nadi (TD sistol 110 – 130 mmHg, TD diastol
70-90 mmHg, nadi 60-100x/menit)
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Implementasi
Mandiri
o Melakukan monitor TTV (terutama RR, frekuensi
dan kedalaman)
o Melakukan auskultasi bunyi napas, catat bunyi
napas adventisius (Rh, Whz, Crk)
o Mencatat adanya derajat dipsnea (misal:
mengeluh sesak napas, cemas/gelisah, distress
pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan)
o Memberikan posisi semifowler
o Mengobservasi karateristik batuk (misal:
menetap, batuk pendek, batuk basah)
o Melatih dan memotivasi klien untuk latihan batuk
efektif
o Menganjurkan klien untuk minum air hangat
untuk membant mengencerkan sekret
Kolaborasi
o Memberikan obat sesuai indikasi: ambroxol
3xCI, acitromycin 1x500mg, inhlasi combivent/
6jam dan pulmicort/ 8 jam
o Memberikan tambahan O2 melalui nasal kanul
dengan O2 4lpm
o Memonitor data laboratorium terkait AGD dan
foto dada: CRT > 50%
Mandiri:
o Melakukan monitor TTV dan tingkat kesadaran
klien
o Mengkaji akral, CRT dan tanda sianosis
o Mengauskultasi nadi apikal, frekuensi, irama
jantung
Lampiran 2
o Produksi urin + 0,5-1 cc/KgBB/Jam
o Edema dan atau asites berkurang
Resiko kelebihan
volume cairan
Tanda-tanda
kelebihan volume
cairan dapat
teratasi
o
o
o
o
o
o
Dipsnea/ sesak berkurang atau minimal
CRT < 3”
TTV dalam batas normal (TD sistol 110 –
130 mmHg, TD diastol 70-90 mmHg, RR
16-20x/ menit, nadi 60-100x/menit, suhu 36
– 37.20 C)
Edema (ektrimitas dan atau ulmonal)
berkurang, asites tidak ada
Produksi urin + 0.5 – 1 cc/KgBB/Jam
Peningkatan vena jugularis (-)
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
o Mencatat bunyi jantung
o Memantau haluaran urine, catat penurunan
haluaran dan kepekatan/konsentrasi urine.
o Menganjurkan klien untuk istirahat
o Memberikan pispot di samping tempat tidur.
Hindari aktivitas respons Valsava, contoh
mengejan selama defekasi, menahan nafas
selama perubahan posisi.
Kolaborasi :
o Memberikan oksigen tambahan dengan nasal
kanul O2 4lpm
o Memberikan obat sesuai indikasi.
 Diuretik (lasix) 1x 40 mg
 Valsartan 1x80 mg, invebal 1x150 mg
 Ascardia 1x80 mg
o Memberian cairan IV RL 12 tpm, pembatasan
jumlah total sesuai indikasi. Hindari cairan
garam.
o Memantau data laboratorium: elektrolit, profil
lipid, kimia darah, Ur/ Cr, PT/ APTT/
pemeriksaan koagulasi darah
o Memantau seri EKG dan perubahan foto dada:
CRT > 50%, infiltrat pada paru (+)
Mandiri:
o Mengkaji adanya tanda-tanda kelebihan volume
cairan tubuh (misal: edema, asites, dipsnea,
bunyi adventisius pernapasan)
o Memonitor TTV dan CVP (bila ada)
o Melakukan auskultasi bunyi nafas, catat
penurunan dan/atau bunyi tambahan, contoh
krekels, mengi. Catat adanya peningkatan
dispnes, takipnea, ortopnea, dispnea noktyurnal
paroksismal, batuk persisiten
o Memantau haluaran urine, catat jumlah dan
Lampiran 2
Intoleransi aktivitas
Klien mampu
beraktivitas sesuai
dengan toleransi
tubuh
o
o
o
o
warna saat hari dimana diuresis terjadi
o Memantau/hitung keseimbangan pemasukan dan
pengeluaran selama 24 jam.
o Mempertahankan duduk atau tirah baring dengan
posisi semifowler selama fase akut.
o Mencatat perubahan ada/hilangnya edema
sebagai respons terhadap terapi.
o Mengkaji bising usus. Catat keluhan anoreksia,
mual, distensi abdomen, konstipasi.
o Menganjurkan mengkonsumsi makanan yang
mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
o Melakukan palpasi hepatomegali. Catat keluhan
nyeri abdomen kuadran kanan atas/nyeri tekan.
Kolaborasi :
o Memberikan obat sesuai indikasi
 Diuretik (lasix) 1x 40 mg
o Mempertahankan cairan/pembatasan natrium
sesuai indikas
o Memantau foto toraks: CRT > 50%
Klien mampu berpartisipasi pada aktivitas
Mandiri
yang diinginkan dalam memenuhi kebutuhan o Memonitor TTV sebelum dan sesudah
perawatan diri
beraktivitas (khususnya bila klien menggunakan
Kelemahan/ lemas berkurang
terapi vasodilator, diuretik, penyekat beta)
Kelelahan berkurang
o Mencatat respon kardipulmonal terhadap
TTV dalam batas normal selama beraktivitas
aktivitas (contoh: takikardi, disritmia, dipsnea,
(TD sistol 110 – 130 mmHg, TD diastol 70diaforesis, sianosis)
90 mmHg, RR 16-20x/ menit, nadi 60o Mengkaji presipitator/ penyebab terjadinya
100x/menit, suhu 36 – 37.20 C)
kelelahan (contoh: efek obat, nyeri)
o Mengevaluasi tingkat toleransi aktivitas
o Menganjurkan keluarga untuk membatu KDM
o Menganjurkan klien untuk istirahat
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN TN. Mu
Tanggal/ jam
20/05/013
Masalah Keperawatan
Belum teridentidikasi
Implementasi
BHSP
Memonitor TTV
Melakukan pengkajian PF
Melakukan pengkajian keluhan kesehatan
saat ini dan riwayat kesehatan sebelumnya
5. Memberikan posisi semifowler
6. Menganjurkan untuk istirahat
7. Menganjurkan klien untuk melakukan
aktivitas di tempat tidur (contoh: makan,
minum, BAK, BAB, dan perawatan
kebersihan diri)
1.
2.
3.
4.
Evaluasi
S:
-
-
-
Klien mengatakan sesak dan lemas
Klien mengatakan tidak kuat untuk berjalan
Klien mengatakan memiliki riwayat sakit gula
dan darah tinggi sudah sejak lama sekitar 10
tahun yang lalu, dan riwayat sakit jantung yang
diketahui kurang lebih sudah satu tahun ini
Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien
pernah menjalani operasi pembesaran prostat
dua kali, terakhir dilaksanakan sekitar tahun
2010
Klien mengatakan sesak sedikit berkurang dan
merasa lebih nyaman setelah dirubah posisi
barig menjadi semifowler
O:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
TTV (TD 130/80 mmHg, Nadi 78x/mnt, RR
28x/mnt, suhu 36.50 C)
Klien terlihat melakukan aktivitas ditempat
tidur seperti makan, mium, BAK, BAB, dan
perawatan kebersihan diri/ berhias
IVFD: RI 50 unit dengan 2cc/ jam, dan RL 12
tpm
Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi
semifowler
Terlihat penggunaan otot bantu pernapasan
Terlihat pernapasan cuping hidung, tetapi
minimal
Klien terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm
Auskultasi bunyi pernapasan: Rh +/+
Lampiran 3
-
Klien terlihat sesak ketika bernapas
Tidak terlihat edema ektrimitas saat ini, tidak
ada asites
- Klien terlihat sering batuk dan mengeluarkan
sputum sedikit warna putih sedikit kekuningan
- GDS (Jam 12.00 WIB = 456 g/dl)
- Terapi medis: ambroxol, laxadine, invebal,
inhalasi combivent, pulmicort, novorapid
kelipatan 3
- Data laboratorium:
DPL (Leukosit 6.73 ribu/mm3 , Hb 14.5 g/dl, Ht
39%, Trombosit : 112 ribu/mm3 )
AGD (pH 7.401, pCO2 32.8 mmHg, pO2 84.5
mmHg, HCO3 19.9 mmol/L, BE -3.8, Sat O2
96.5%)
Elektrolit (Na 133.0 mmol/L, K 3.30 mmol/L,
Cl 104 mmol/L)
Kimia klinik (Trigliserida 114 mg/dl,
Kolestrol total 162 mg/dl, HDL 33 mg/dl, LDL
100.2 mg/dl)
A:
-
Masalah keperawatan: bersihan jalan napas,
penurunan curah jantung, resiko kelebihan
volume cairan, dan intoleransi aktivitas
-
Latih batuk efektif
Anjurkan untuk istirahat
Pertahankan posisi semifowler
Anjurkan untuk makan sedikit tapi sering
Anjurkan untuk membatasi aktivitas, lakukan
aktivitas sesuai toleransi tubuh
Pantau data laboratorium
P:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 3
21/05/2013
Penurunan curah jantung
1. BHSP
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji akral, CRT dan warna kulit
(tanda-tanda sianosis)
4. Mengauskultasi bunyi jantung dan bunyi
pernapasan
5. Menganjurkan klien untuk membatasi
cairan + 600cc/hari
6. Menganjurkan klien untuk istirahat
7. Mempertahankan posisi baring semifowler
8. Menganjurkan klien untuk mengurangi
stress dengan teknik relaksasi napas dalam
9. Memberikan lingkungan yang tenang
10. Memberikan terapi medis: digitalis,
diuretik, vasodilator
S:
-
-
-
-
Klien mengatakan masih merasa sesak, namun
sudah sedikit berkurang dibanding awal masuk
rumah sakit
Klien mengatakan jantung terkadang berdebardebar
Klien mengatakan minum air putih sudah mulai
dibatasi + 1 botol aqua ukuran sedang habis
dalam satu hari, namun terkadang lebih sedikit
Klien mengatakan malam masih susah tidur
karena sesak dan batuk sehingga terkadang
menyebabkan bangun dimalam hari
Klien mengatakan tidak ada masalah yang
sedang dipikirkan
Klien mengatakan nyaman dengan posisi
semifowler
Klien mengatakan nyaman setelah melakukan
teknik relaksasi napas dalam
O:
-
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
TTV (130/90 mmHg, nadi 82/mnt, RR 24x/mnt,
suhu 36,20 C)
Klien mendapat program retriksi cairan
600cc/24 jam
Posisi baring klien semifowler
Klien mampu melakukan teknik relatksasi
dengan napas dalam dan mencobanya sebanyak
tiga kali
Auskultasi paru (Rh +/+), auskultasi jantung
BJ1 dan BJ2 normal, murmur (-), gallops (-)
Klien terlihat istirahat siang kurang lebih
setengah jam
Terapi medis: lasix, valsartan, invebal
IVFD: RI 50 unit 2cc/jam, RL 12tpm
Akral hangat
Lampiran 3
-
Konjungtiva sedikit anemis
CRT < 3”
Sianosis orbital (-), sekitar bibir minimal
-
Penurunan curah jantung teratasi sebagian
-
Monitor TTV
Kaji akral, CRT dan tanda sianosis
Anjurkan klien untuk istirahat
Motivasi klien untuk minum sesuai dengan
program retriksi cairan + 600cc/24 jam
Pertahankan posisi baring semifowler
Berikan lingkungan tenang dan kurangi stress
pada klien
A:
P:
Resiko kelebihan volume
cairan
1. BHSP
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan
(contoh: edema ektrimitas, edema
pulmonal, asites)
4. Mengauskultasi bunyi pernapasan
5. Menganjurkan klien untuk membatasi
cairan + 600cc/hari
6. Menganjurkan klien untuk menghitung
input (minum) dan output (BAK) cairan/
hari
S:
-
-
Klien mengatakan BAK 6-7 x/hari
Klien mengatakan minum air putih sekitar 1
botol aqua sedang dalam sehari, terkadang lebih
sedikit
Klien mengatakan jarang berkeringat
Klien mengatakan masih merasaka sesak
terutama pada malam hari ketika tidur
Klien mengatakan mmiliki riwayat bengkak
pada kaki sebelum dirawat dan berkurang
sedikit demi sedikit (+ 2 minggu) dibantu
dengan obat pelancarBAK dari dokter tempat
klien kontrol kesehatan
O:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
TTV: (130/90 mmHg, nadi 82/mnt, RR
24x/mnt, suhu 36,20 C)
Auskultasi bunyi pernapasan Rh +/+
Intake (air minum 600 cc, sayur dimakanan 100
cc)
Output (BAK 6-7X/hari, BAB + 50 cc, IWL +
Lampiran 3
-
20 cc)
Perhitungan balance cairan: intake (700 cc),
output (770 cc) = balance (-70 cc)
Edema esktrimitas (-), asites (-)
Terapi medis: lasix
Data laboratorium (20/05/2013):
Elektrolit (Na 133.0 mmol/L, K 3.30 mmol/L,
Cl 104 mmol/L)
A:
-
Resiko kelebihan volume cairan teratasi
sebagian
-
Monior TTV
Anjurkan klien untuk membatasi minum sesuai
dengan rogram retriksi cairan( 600 cc/ 24 jam)
Pantau tanda-tanda kelebihan cairan
Pantau hasil laboratorium
P:
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
1.
2.
3.
4.
BHSP
Memonitor TTV (terutama RR)
Mengauskultasi bunyi pernapasan
Mengkaji pernapasan (penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung, frekuensi dan karakteristik napas
klien, alat bantu pernapasan yang
terpasang)
5. Mempertahankan posisi semifowler
6. Memberikan terapi medis: ambroxol dan
inhalasi combivent, pulmicort
7. Menganjurkan klien untuk minum air
hangat (disesuaikan dengan intruksi
pembatasan cairan)
S:
-
O:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Klien mengatakan masih merasaka sesak
terutama pada malam hari ketika tidur
Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi
setengah duduk atau duduk ditempat tidur
Klien mengatakan sesak berkurang setelah
dilakukan inhalasi
Klien mengatakan selalu minum air hangat
setelah dilakukan inhalasi
Klien mengatakan paham mengenai manfaat
minum air hangat untuk membantu
mengencerkan dahak
Klien terlihat masih sesak
Penggunaan otot bantu masih terlihat,
pernapasan cuping hidung minimal
Lampiran 3
-
TTV: (130/90 mmHg, nadi 82/mnt, RR
24x/mnt, suhu 36,20 C)
Frekuensi pernapasan cepat dan dangkal
Klien terlihat minum air hangat setelah
dilakukan inhalasi
Terapi medis: ambroxol dan inhalasi
combivent, pulmicort
Klien terpasang nasal kanul dengan O2 4lpm
Posisi baring semifowler
Data laboratorium (20/05/2013):
AGD (pH 7.401, pCO2 32.8 mmHg, pO2 84.5
mmHg, HCO3 19.9 mmol/L, BE -3.8, Sat O2
96.5%)
A:
-
Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi
sebagian
-
Monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan
kedalaman)
Pertahankan posisi semifowler
Anjurkan klien untuk minum air hangat
Pantau data laboratorium
Kolaborasi pemberian inhalasi
P:
22/05/2013
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
1.
2.
3.
4.
BHSP
Memonitor TTV (terutama RR)
Mengauskultasi bunyi pernapasan
Mengkaji pernapasan (penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung, frekuensi dan karakteristik napas
klien, alat bantu pernapasan yang
terpasang)
5. Mengkaji adanya tanda-tanda sianosis
(konjungtiva, CRT)
6. Mempertahankan posisi semifowler
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
S:
-
Klien mengatakan tidak kesulitan melakukan
cara batuk efektif yang diajarkan
Klien mengatakan masih batuk dan mampu
mengeluarkan dahak dengan batuk efektif
Klien mengatakan sesak napas berkurang
setelah diberikan inhalasi
Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi
baring setengah duduk
Klien mengatakan sudah mengerti manfaat
minum air putih hangat untuk membantu
Lampiran 3
7. Mengajarkan teknik batuk efektif
8. Memberikan terapi medis: ambroxol dan
inhalasi combivent, pulmicort
9. Menganjurkan klien untuk minum air
hangat (disesuaikan dengan intruksi
pembatasan cairan)
-
mengencerkan dahak supaya lebih mudah
dikeluarkan
Klien mengatakan akan minum air putih hangat,
jumlahnya disesuikan dengan anjuran dokter
untuk pembatasan minum
O:
-
-
TTV (TD 140/90 mmHg, Nadi 80x/mnt, RR
26x/mnt, suhu 36,80 C)
Pernapasan cepat dan dangkal
Klien masih terpasang nasal kanul dengan O2
4lpm
Konjungtiva sedikit anemis
CRT < 3”
Klien masih terlihat penggunaan otot bantu
pernapasan, pernapasan cuping hidung tidak
ada
Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi
semifowler
IVFD: pemflon
Terapi medis yang diberikan: ambroxol dan
inhalasi combivent, pulmicort
Klien terlihat minum air hangat setelah
dilakukan inhalasi
A:
-
Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi
sebagian
-
Anjurkan klien untuk latihan batuk efektif
Pertahankan posisi semifowler
Pantau data laboratorium
Monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan
kedalaman)
Kolaborasi pemberian inhalasi
P:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 3
Intoleransi aktivitas
1. BHSP
S:
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji toleransi aktivitas yang dapat
dilakukan
4. Menganjurkan klien untuk istirahat di
antara waktu aktivitas
5. Menganjurkan klien untuk melakukan
aktivitas di tempat tidur (contoh: makan,
minum, BAK, BAB, perawatan kebersihan
diri/ berhias)
O:
-
Klien mengatakan masih lemas
Klien mengatakan makan, minum, BAK, BAB,
dan mandi dengan kain dilakukan ditempat
tidur
Klien mengatakan tidur malam kurang nyenyak
karena sesak, tidur siang kurang lebih 1 jam
Klien mengatakan belum mampu berpindah/
bangun dari tempat tidur, karena masih sedikit
pusing dan lemas
-
Klien terlihat makan dan munim ditempat tidur
Klien terlihat terbaring masih lemas
Klien terlihat tertidur pada siang hari
TTV (TD 130/80 mmHg, Nadi 78x/menit, RR
24x/menit, suhu 36,20 C)
IVFD: pemflon
-
Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
-
Anjurkan klien untuk istirahat, lakukan aktivitas
sesuai dengan toleransi klien
Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi
KDM klien yang tidak bisa dilakukan sendiri
Monitor TTV
Kaji perkembangan toleransi klien terhadap
aktivitas
A:
P:
23/05/2013
Penurunan curah jantung
1. BHSP
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji akral, CRT dan warna kulit
(tanda-tanda sianosis)
4. Mengauskultasi bunyi jantung dan bunyi
pernapasan
5. Menganjurkan klien untuk membatasi
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
S:
-
Klien mengatakan masih sesak sudah berkurang
Klien mengatakan jantung terkadang berdebardebar
Klien mengatakan minum air putih sudah mulai
dibatasi + 1 botol aqua ukuran sedang habis
dalam satu hari
Lampiran 3
6.
7.
8.
9.
cairan + 600cc/hari
Menganjurkan klien untuk istirahat
Mempertahankan posisi baring semifowler
Memberikan lingkungan yang tenang
Memberikan terapi medis: digitalis,
diuretik, vasodilator
-
Klien mengatakan tidur malam nyenyak, sesak
berkurang pada saat tidur malam
Klien mengatakan nyaman dengan posisi
semifowler
O:
-
-
TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt,
suhu 36,70 C)
Klien mendapat program retriksi cairan
600cc/24 jam
Posisi baring klien semifowler
Auskultasi paru (Rh +/+), auskultasi jantung
BJ1 dan BJ2 normal, murmur (-), gallops (-)
Klien terlihat istirahat siang kurang lebih
setengah jam
Terapi medis: lasix, valsartan, invebal
IVFD: pemflon
Akral hangat
Konjungtiva sedikit anemis
CRT < 3”
Sianosis orbital (-), sekitar bibir minimal
-
Penurunan curah jantung teratasi sebagian
-
Monitor TTV
Kaji akral, CRT dan tanda sianosis
Anjurkan klien untuk istirahat
Motivasi klien untuk minum sesuai dengan
program retriksi cairan + 600cc/24 jam
Pertahankan posisi baring semifowler
Berikan lingkungan tenang dan kurangi stress
pada klien
Pertahankan posisi barig semifowler
-
A:
P:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 3
Intoleransi aktivitas
1. BHSP
S:
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji toleransi aktivitas yang dapat
dilakukan
4. Menganjurkan klien untuk istirahat di
antara waktu aktivitas
5. Menganjurkan klien untuk melakukan
aktivitas di tempat tidur (contoh: makan,
minum, BAK, BAB, perawatan kebersihan
diri/ berhias)
6. Melatih senam ringan untuk jantung sehat O:
-
Klien mengatakan lemas berkurang
Klien mengatakan sudah mandiri melakukan
aktivitas KDM seperti makan, minum
Klien mengatakan sudah mampu berpindah dari
tempat tidur ke kamar mandi dengan di
dampingi/ dipapah oleh keluarga
Klien mengatakan sudah mampu BAK dan
BAB di kamar mandi
Klien mengatakan tidur malam nyenyak
-
Klien terlihat sudah mampu makan dan minum
secara mandiri
Klien terihat sudah mampu berjalan ke kamar
mandi untuk BAK atau BAB
Klien terlihat tertidur pada siang hari
TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt,
suhu 36,70 C)
IVFD: pemflon
Klien mampu melakukan senam ringan di
tempat tidur selama 10 menit
Klien terlihat antusias melakukan senam ringan
Terlihat keluarga (istri) terlibat kegiatan senam
-
Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
-
Anjurkan klien latihan berpindah secara
bertahap
Monitor TTV sebelum dan sesudah melakukan
senam ringan
Kaji perkembangan toleransi klien terhadap
aktivitas
Motivasi untuk latihan senam ringan mandiri
setiap pagi dengan durasi sesuai toleransi tubuh
-
A:
P:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 3
24/05/2013
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
1.
2.
3.
4.
BHSP
Memonitor TTV (terutama RR)
Mengauskultasi bunyi pernapasan
Mengkaji pernapasan (penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung, frekuensi dan karakteristik napas
klien, alat bantu pernapasan yang
terpasang)
5. Mempertahankan posisi semifowler
6. Memberikan terapi medis: ambroxol dan
inhalasi combivent, pulmicort
7. Menganjurkan klien untuk minum air
hangat (disesuaikan dengan intruksi
pembatasan cairan)
S:
-
Klien mengatakan masih batuk dan mampu
mengeluarkan dahak dengan batuk efektif
Klien mengatakan sesak napas berkurang
setelah diberikan inhalasi
Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi
baring setengah duduk
Klien mengatakan sudah mempraktekkan
minum air putih hangat, jumlahnya disesuikan
dengan anjuran dokter untuk pembatasan
minum
O:
-
TTV (TD 140/80 mmHg, Nadi 88x/mnt, RR
22x/mnt, suhu 36,80 C)
Auskultasi pernapasan Rh - / Pernapasan normal tetapi masih dangkal
Klien masih terpasang nasal kanul dengan O2
4lpm jika sesak saja
Konjungtiva sedikit anemis
CRT < 3”
Penggunaan otot bantu napas minimal
Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi
semifowler
IVFD: pemflon
Terapi medis yang diberikan: ambroxol dan
inhalasi combivent, pulmicort
Klien terlihat minum air hangat setelah
dilakukan inhalasi
A:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi
sebagian
Lampiran 3
P:
Resiko kelebihan volume
cairan
1. BHSP
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji tanda-tanda kelebihan cairan
(contoh: edema ektrimitas, edema
pulmonal, asites)
4. Mengauskultasi bunyi pernapasan
5. Menganjurkan klien untuk membatasi
cairan + 600cc/hari
6. Menganjurkan klien untuk menghitung
input (minum) dan output (BAK) cairan/
hari
Anjurkan klien untuk latihan batuk efektif
Pertahankan posisi semifowler
Monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan
kedalaman)
Kolaborasi pemberian inhalasi
Anjurkan klien untuk minum air hangat
(sesuaikan dengan program retriksi cairan)
S:
-
Klien mengatakan BAK 5-6 x/hari
Klien mengatakan minum air putih sekitar 1
botol aqua sedang dalam sehari
Klien mengatakan jarang berkeringat
Klien mengatakan sesak sudah berkurang
Klien mengatakan batuk sudah mulai berkurang
dan dahak sudah tidak terlalu banyak yang
dikeluarkan
O:
-
TTV: (TD 140/80 mmHg, Nadi 88x/mnt, RR
22x/mnt, suhu 36,80 C)
Auskultasi bunyi pernapasan Rh - / Intake (air minum 600 cc, sayur dimakanan 50
cc)
Output (BAK 5-6X/hari, BAB + 50 cc, IWL +
20 cc)
Perhitungan balance cairan: intake (650 cc),
output (670 cc) = balance (-20 cc)
Edema esktrimitas (-), asites (-)
A:
-
Resiko kelebihan volume cairan teratasi
sebagian
-
Monior TTV
Anjurkan klien untuk membatasi minum sesuai
P:
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 3
25/05/2013
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
1.
2.
3.
4.
BHSP
Memonitor TTV (terutama RR)
Mengauskultasi bunyi pernapasan
Mengkaji pernapasan (penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung, frekuensi dan karakteristik napas
klien, alat bantu pernapasan yang
terpasang)
5. Mempertahankan posisi semifowler
6. Memberikan terapi medis: ambroxol dan
inhalasi combivent, pulmicort
7. Menganjurkan klien untuk minum air
hangat (disesuaikan dengan intruksi
pembatasan cairan)
S:
-
Klien mengatakan batuk masih tetapi sudah
mulai jarang
Klien mengatakan dahak yang dikeluarkan
sudah mulai berkurang
Klien mengatakan sesak napas berkurang
setelah diberikan inhalasi
Klien mengatakan lebih nyaman dengan posisi
baring setengah duduk
Klien mengatakan sudah mempraktekkan
minum air putih hangat, jumlahnya disesuikan
dengan anjuran dokter untuk pembatasan
minum
O:
A:
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
dengan rogram retriksi cairan( 600 cc/ 24 jam)
Pantau tanda-tanda kelebihan cairan
Pantau hasil laboratorium
TTV (TD 130/80 mmHg, Nadi 86x/mnt, RR
22x/mnt, suhu 36,50 C)
Auskultasi pernapasan Rh - / Pernapasan normal tetapi masih dangkal
Klien masih terpasang nasal kanul dengan O2
4lpm jika sesak saja
Konjungtiva sedikit anemis
CRT < 3”
Penggunaan otot bantu napas minimal
Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi
semifowler
IVFD: pemflon
Terapi medis yang diberikan: ambroxol dan
inhalasi combivent
Klien terlihat minum air hangat setelah
dilakukan inhalasi
Lampiran 3
-
Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi
sebagian
-
Anjurkan klien untuk latihan batuk efektif
Pertahankan posisi semifowler
Monitor TTV (terutama RR, frekuensi dan
kedalaman)
Kolaborasi pemberian inhalasi
Anjurkan klien untuk minum air hangat
(sesuaikan dengan program retriksi cairan)
P:
Intoleransi aktivitas
1. BHSP
S:
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji toleransi aktivitas yang dapat
dilakukan
4. Menganjurkan klien untuk istirahat di
antara waktu aktivitas
5. Menganjurkan klien untuk melakukan
aktivitas di tempat tidur (contoh: makan,
minum, BAK, BAB, perawatan kebersihan
diri/ berhias)
6. Motivasi klien melakukan senam ringan
untuk jantung sehat
Klien mengatakan lemas berkurang
Klien mengatakan sudah mandiri melakukan
aktivitas KDM seperti makan, minum
Klien mengatakan sudah mampu berpindah dari
tempat tidur ke kamar mandi dengan di
dampingi/ dipapah oleh keluarga
Klien mengatakan sudah mampu BAK dan
BAB di kamar mandi
Klien mengatakan tidur malam nyenyak
Klien mengatakan sudah mempraktekkan
senam ringan setiap pagi setelah bangun tidur
sesuai toleransi tubuh
O:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Klien terlihat sudah mampu makan dan minum
secara mandiri
Klien terihat sudah mampu berjalan ke kamar
mandi untuk BAK atau BAB
TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt,
suhu 36,70 C)
IVFD: pemflon
Klien mampu melakukan senam ringan di
tempat tidur selama 10 menit
Klien terlihat sudah mampu berjalan-jalan dari
Lampiran 3
tempat tidur ke halaman ruang rawat/ nurse
station
A:
-
Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
-
Anjurkan klien latihan berpindah secara
bertahap
Monitor TTV sebelum dan sesudah melakukan
senam ringan
Kaji perkembangan toleransi klien terhadap
aktivitas
Motivasi untuk latihan senam ringan mandiri
setiap pagi dengan durasi sesuai toleransi tubuh
P:
26/05/2013
Penurunan curah jantung
1. BHSP
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji akral, CRT dan warna kulit
(tanda-tanda sianosis)
4. Mengauskultasi bunyi jantung dan bunyi
pernapasan
5. Menganjurkan klien untuk membatasi
cairan + 600cc/hari
6. Menganjurkan klien untuk istirahat
7. Mempertahankan posisi baring semifowler
8. Menganjurkan klien untuk mengurangi
stress dengan teknik relaksasi napas dalam
9. Memberikan lingkungan yang tenang
10. Melakukan pendkes (bagian dari dischare
planning) mengenai pola hidup sehat
dirumah: mengurangi makanan yang
berlemak, diet rendah garam, berhenti
merokok
S:
-
-
-
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Klien mengatakan masih sesak sudah berkurang
Klien mengatakan minum air putih sudah mulai
dibatasi + 1 botol aqua ukuran sedang habis
dalam satu hari
Klien mengatakan tidur malam nyenyak
Klien mengatakan nyaman dengan posisi
semifowler
Klien mengatakan paham mengenai batasan
aktivitas yang perlu dikurangi ketika di rumah
Klien mengatakan paham mengenai tanda-tanda
yang perlu diperhatikan dan harus segera
mengunjungi pelayanan kesehatan (seperti:
keluhan nyeri dada yang semakin sering, sesak
ketika istirahat, lelah yang tidak hilang dengan
istirahat, jantung berdebar-debar)
Klien megatakan paham pentingnya kontrol
kesehatan di pelayanan kesehatan setelah selesi
masa perawatan
Klien mengatakan paham pentingnya olahraga,
mengurangi stress dan istirahat cukup untuk
Lampiran 3
kesehatan jantungnya
O:
-
TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt,
suhu 36,00 C)
Klien mendapat program retriksi cairan
600cc/24 jam
Posisi baring klien semifowler
Auskultasi paru (Rh -/-), auskultasi jantung BJ1
dan BJ2 normal, murmur (-), gallops (-)
IVFD: pemflon
Akral hangat
Konjungtiva sedikit anemis
CRT < 3”
Sianosis orbital (-), sekitar bibir minimal
Klien terlihat antusias dalam pendkes
Keluarga (istri) terlibat dalam pendkes
Klien dan keluarga aktif bertanya terkait dengan
beberapa jenis aktivitas yang perlu untuk
dibatasi
A:
-
Penurunan curah jantung teratasi sebagian
-
Anjurkan klien untuk membagi waktu istirahat
dan aktivitas dirumah
Motivasi klien untuk minum sesuai dengan
program retriksi cairan + 600cc/24 jam
Berikan lingkungan tenang dan kurangi stress
pada klien
Motivasi klien untuk menerapkan pendkes
dalam kehidupan sehari-hari setelah selesai
masa perawatan di RS
P:
-
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
1. BHSP
2. Memonitor TTV (terutama RR)
3. Mengauskultasi bunyi pernapasan
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
S:
-
Klien mengatakan batuk masih tetapi sudah
jarang
Lampiran 3
4. Mengkaji pernapasan (penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung, frekuensi dan karakteristik napas
klien, alat bantu pernapasan yang
terpasang)
5. Mempertahankan posisi semifowler
6. Memberikan terapi medis: ambroxol dan
inhalasi combivent, pulmicort
7. Menganjurkan klien untuk minum air
hangat (disesuaikan dengan intruksi
pembatasan cairan)
8. Melakukan pendkes (bagian dari dischare
planning) mengenai pembuatan inhalasi
sederhana dengan menggunakan minyak
kayu putih yang dicampur dengan air putih
panas/ mendidih
-
-
-
-
-
Klien mengatakan dahak yang dikeluarkan
sudah mulai berkurang
Klien mengatakan sesak napas
Klien mengatakan sudah mampu berjalan dari
tempat tidur ke halaman kamar rawat/ nurse
station (jarak + 50-80 meter)
Klien mengatakan sudah mempraktekkan
minum air putih hangat, jumlahnya disesuaikan
dengan anjuran dokter untuk pembatasan
minum
Klien mengatakan paham mengenai cara
pembuatan inhalasi sederhana dirumah dengan
minyak kayu putih dan air mendidih
Klien mengatakan paham mengenai etika batuk
yang benar
Klien mengatakan paham mengenai jenis obat
dan dosis yang perlu diminum dirumah untuk
mengurangi batuk dan sesak
Klien mengatakan paham mengenai tanda-tanda
pernapasan yang buruk yang harus segera
mengunjungi pelayanan kesehatan seperti:
batuk meneta, dahak sulit dikeluarkan, sesak
memberat dan mengganggu istirahat malam
O:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt,
suhu 36,00 C)
Auskultasi pernapasan Rh - / Pernapasan normal
Klien tidak terpasang alat bantu oksigen
Konjungtiva sedikit anemis
CRT < 3”
Penggunaan otot bantu napas minimal
Klien terlihat lebih nyaman dengan posisi
semifowler
Lampiran 3
-
IVFD: pemflon
Terapi medis yang diberikan: ambroxol dan
inhalasi combivent
Klien terlihat minum air hangat setelah
dilakukan inhalasi
klien terlihat tidak sesak setelah berjalan dari
tempat tidur ke halaman ruang rawat
A:
-
Ketidakefektifan bersihan jalan napas teratasi
sebagian
-
Anjurkan klien untuk latihan batuk efektif
Anjurkan untuk mencoba cara inhalasi
sederhana dirumah
Anjurkan klien untuk minum air hangat
(sesuaikan dengan program retriksi cairan)
Motivasi klien untuk kontrol setelah selesai
perawatan
P:
Intoleransi aktivitas
1. BHSP
S:
2. Memonitor TTV
3. Mengkaji toleransi aktivitas yang dapat
dilakukan
4. Menganjurkan klien untuk istirahat di
antara waktu aktivitas
5. Menganjurkan klien untuk melakukan
aktivitas di tempat tidur (contoh: makan,
minum, BAK, BAB, perawatan kebersihan
diri/ berhias)
6. Melatih senam ringan untuk jantung sehat
7. Melakukan pendkes (bagian dari
discharge planning) mengenai pembatasan
aktivitas (jenis-jenis aktivitas yang perlu
dikurangi frekuensi dan durasinya),
memotivasi melakukan aktivitas/ olahraga
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Klien mengatakan lemas berkurang
Klien mengatakan sudah mandiri melakukan
aktivitas KDM seperti makan, minum
Klien mengatakan sudah mampu berpindah dari
tempat tidur ke kamar mandi sendiri
Klien mengatakan sudah mempraktekkan
senam ringan setiap pagi setelah bangun tidur
sesuai toleransi tubuh
Klien mengatakan paham mengenai beberapa
aktivitas yang perlu dibatasi dirumah
Klien mengatakan paham mengenai perlunya
olahraga sesuai dengan toleransi (kekuatan)
tubuh klien untuk mempertahankan kesehatan
jantung (contoh: olahraga ringan)
Klien mengatakan paham mengenai pentingnya
Lampiran 3
ringan sesuai toleransi tubuh
-
membagi waktu untuk istirahat dan aktivitas
Klien mengatakan paham mengenai tanda-tanda
yang perlu diperhatikan ketika terjadi keluhan
sesak napas saat beraktivitas
O:
-
-
-
Klien terlihat sudah mampu makan dan minum
secara mandiri
Klien terihat sudah mampu berjalan ke kamar
mandi untuk BAK atau BAB
TTV (130/80 mmHg, nadi 86/mnt, RR 22x/mnt,
suhu 36,00 C)
IVFD: pemflon
Klien mampu melakukan senam ringan di
tempat tidur selama 15 menit
Klien terlihat sudah mampu berjalan-jalan dari
tempat tidur ke halaman ruang rawat/ nurse
station
Klien tidak terihat sesak setelah berjalan dari
tempat tidur ke ruang perawat (+ 50-80 meter)
Klien dan keluarga terlihat antusias
mendengarkan beberapa jenis aktivitas yang
perlu dibatasi dirumah
Keluarga (istri) terlibat dalam kegiatan pendkes
aktivitas klien dirumah
A:
-
Intoleransi aktivitas teratasi sebagian
-
Anjurkan klien latihan berpindah secara
bertahap
Kaji perkembangan toleransi klien terhadap
aktivitas
Motivasi untuk latihan senam ringan mandiri
setiap pagi dengan durasi sesuai toleransi tubuh
P:
-
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 4
WOC GAGAL JANTUNG Tn. Mu
Pola hidup tidak sehat
(merokok)
Riwayat Hipertensi
Afterload
Diabetes Mellitus
LDL,
Karbon monoksida (CO)
Mengikat Hb
AKI acute on CKD
Viskositas darah
HDL
Positif intrapleural
Plak pemb. darah koroner
Suplai O2 ke jantung
PPOK
Aliran vena balik
Plak pemb. darah
Pengisian ventrikel
Fungsi renin terganggu
SV dan proload
Overload cairan
Atherosklerosis art. koroner
Fungsi sel otot jantung
Fungsi ekresi ginjal
Beban kerja jantung
Cardiac output
Kontraktilitas
Gagal jantung/ CHF
Gagal Jantung vent. kiri
Gagal Jantung vent. kanan
Tek. Diastole
Foward failure
Suplai O2 ke jantung
Suplai O2 ke otak
Hipoksia jaringan
Hipoksia jaringan
Metabolisme anaerob
Kontraktilitas
dx: penurunan
curah jantung
Sinkop
Suplai O2 ke ginjal
RAA
Hipoksia jaringan
Tek. Vena pulmonalis
Aldosteron
Metabolisme anaerob
Tek. Kapiler paru
Asam laktat
dx: resiko gang.
Perfusi jar. cerebral
Bendungan atr. kanan
LVED
Suplai O2 ke perifer
ADH
Asam laktat
dx: nyeri akut/
kronik
Backward failure
Edema paru
Retensi Na dan H2O
fatigue
Iritasi mukosa paru
dx: kelebihan
vol. cairan
dx: intoleransi
aktivitas
Sekresi mukus
dx: ketidakefektifan
bersihan jln napas
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Bendungan vena sistemik
Penyempitan lumenvent. kanan
Hipertrofi vent. kanan
Beban vent. kanan
Gang. Pertukaran
gas di alveoli
dx: gang.
Pertukaran gas
Hepar
Hepatomegali
Ektrimitas
Lien
Splenomegali
Edema
Menekan diafragma
dx: pola napas
tdk efektif
dx: kelebihan
vol. cairan
Lampiran 5
Panduan Home Based Exercise Training
1. Lakukan pengukuran denyut nadi sebelum latihan.
2. Lakukan pemanasan terlebih dahulu, setelah selesai pemanasan hidung nadi
anda.
3. Jalan kaki dengan kecepatan saat test di rumah sakit.
4. Jika tidak terdapat keluhan apa-apa setelah berjalan 5 menit, cobalah
menghitung denyut nadi anda. Jika denyut nadi anda belum mencapai target
yang diinginkan cobalah percepat langkah anda.
5. Teruskanlah berjalan, kemudian pada menit ke 15 hitung kembali denyut nadi
anda, apakah sudah mencapai target yang diinginkan tetapi jangan melampaui
target yang diharapkan. Jika sudah sesuai target, pertahankan kecepatan jalan
anda.
6. Teruskanlah latihan sampai menyelesaikan program jalan 30 menit, hitung
kembali denyut nadi anda. Jika target denyut nadi sudah tercapai lakukan
latihan yang sama pada latihan berikutnya.
7. Untuk pertimbangan keamanan selama latihan di rumah, jika anda merasakan
gejala ketidaknyamanan selama melakukan latihan, latihan harus dihentikan
walaupun denyut nadi target belum tercapai.
8. Lakukan pendinginan dan hitung kembali denyut nadi pada saat istirahat.
9. Lakukan latihan yang sama pada hari lainnya dan hitung pula denyut nadi
latihan.
10. Berdassarkan denyut nadi dan tidak adanya keluhan saat latihan, lama latihan
dan jarak latihan dapat ditingkatkan. Lakukan 3 kali latihan dengan jarak dan
waktu yang sama (1 minggu), jika denyut nadi saat latihan masih dibawah
target peningkatan latihan dapat dilakukan. Sebaliknya jika denyut nadi saat
latihan lebih tinggi dari denyut nagi target, maka latihan jalan harus dikurangi
dengan cara berjalan lebih pelan.
11. Lakukan latihan ini dengan teratur minimal 3 kali dalam seminggu.
12. Catat denyut nadi sebelum latihan, setelah pemanasan, 5 menit latihan, 15
menit latihan segera setelah latihan selesai, dan setelah pendinginan. Selain
itu, catat pula keluhan saat latihan jalan, misalnya sesak nafas, nyeri dada,
letih. Jika tidak ada keluhan, catat pupa di raport latihan jalan.
Sumber: Modifikasi dari Kusmana (2006), Suharsono (2011).
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 5
Cara Melakukan Pemanasan
1. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, siku lengan menekuk dan dikatupkan
pada dada. Kemudian luruskan siku ke arah depan, tekuk kembali siku dan
ulangi sampai hitungan ke-8.
2. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, siku lengan menekuk di dada.
Kemudian luruskan siku dan lengan ke arah atas. Tekuk kembali ke posisi
semula dan ulangi sampai hitungan ke-8.
3. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, siku lengan menekuk ke arah dada.
Kemudian lengan direntangkan ke arah samping pinggang. Katupkan lagi
lengan pada dada dan ulangi sampai hitungan ke-8.
4. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu dan lengan disamping badan. Dengan
tetap meluruskan siku angkat lengan ke atas kepala. Turunkan lengan kembali
ke samping badan dan ulangi sampai hitungan ke-8.
5. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu dan lengan disamping badan.
Rentangkan tangan setinggi bahu. Gerakkan secara melingkar tangan dan
lengan dengan arah depan dengan tetap meluruskan siku, ulangi sampai
hitungan ke-8.
6. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu dengan lengan ditekuk di depan.
Angkat satu kaki dengan menekuk lutut seperti saat berbaaris. Ayunkan
lengan untuk membantu menjaga keseimbangan, ulangi sampai sampai 8 kali.
7. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu. Tekuk lengan sehingga tangan
menyentuh pinggang kanan, pertahankan kaki dan punggung tetap lurus,
ulangi sampai 8 kali.
8. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, tekuk lengan dan tempatkan tangan
di pinggang. Putar bahu ke kanan kemudian kembali. Putar bahu kekiri
kemudian kembali. Ulangi sampai hitungan ke-8.
9. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, lengan diangkat diatas kepala. Tekuk
punggung sampai tangan menyentuh lutut. Angkat kembali lengan ke atas
kepala. Putar tubh ke kiri dan kemudian kembali, ulangi sampai 8 kali.
10. Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu, tangan menyentuh pinggang. Tekuk
punggung ke depan dan lutut juga menekuk. Kembali luruskan punggung.
Ulangi sampai hitungan ke-8.
11. Gerakan latihan pernapasan sederhana setiap akan memulai latihan dan
setelah selesai latihan sebegai gerakan pendinginaan.
Sumber: Modifikasi Ades (2001 dalam Arofah, 2009).
Catatan: Gerakan dapat dipilih dan tidak harus semua dilakukan, dipilih gerakan
yang sesuai dengan kondisi pasien. Gerakan juga tidak harus dilakukan dengan
berdiri. Apabila pasien belum kuat untuk berdiri, gerakan dapat dimodifikasi
dengan duduk di kursi atau di atas tempat tidur.
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 5
Cara Menghitung Nadi
1. Posisikan tangan kiri anda dalam posisi menadahkan tangan.
2. Letakkan tiga jari (telunjuk, tengan dan manis) tangan kanan anda di
pergelangan tangan kiri, geser 2 cm ke arah siku (jika anda melakukan di
tangan kanan lakukan sebaliknya).
3. Rasakan adanya denyutan.
4. Hitung denyutan yang muncul dalam 15 detik. Kemudian kalikan 4 jumlah
denyutan yang muncul dalam 15 detik. Itulah denyut nadi dalam satu menit.
5. Lakukan sampai anda terampil melakukannya.
Sumber: Suharsono (2011)
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 5
Kapan Latihan Jalan Anda Harus Dihentikan?
1. Timbul nyeri dada. Bila timbul nyeri dada saat latihan, perlambat jaan dan
istirahatlah. Jika nyeri tidak berkurang, minum obat pengurang nyeri dada
(ISDN) dibawah lidah. Jangan lupa membawa obat saat latihan.
2. Timbul sesak nafas. Sesak nafas yang berat dapat menjadi tanda beban latihan
anda terlalu berat atau jantung anda terlampau kemampuannya. Segera akhiri
latihan. Biasanya keluhan akan segera membaik.
3. Timbul kepala pusing. Pusing terjadi akibat peningkatan atau penurunan
tekanan darah drastis karena beban latihan melampaui kekuatan jantung.
Latihan harus segera dihentikan.
4. Apabila denyut nadi latihan telah tercapai. Bila denyut nadi latihan telah
tercapai dan waktu latihan telah habis, maka latihan harus dihentikan. Apabila
waktu latihan belum habis, maka latihan boleh diteruskan asal beban latihan
tidak ditambah.
5. Merasakan gejala ketidaknyamanan selama melakukan latihan. Latihan harus
dihentikan meskipun denyut nadi latihan belum tercapai.
Sumber: Modifikasi Suharsono (2011).
Catatan: Peningakatn denyut nadi yang dapat ditoleransi oleh tubuh setelah
latihan adalah 20% dari denyut nadi sebelum latihan. Apabila peningkatan denyut
nadi > 20% denyut nadi awal, sebaiknya latihan dihentikan dan segera istirahat.
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Lampiran 5
Kapan Anda Tidak Boleh Latihan Jalan?
1. Pada saat anda menderita sakit. Sakit apa saja, termasuk demam makan anda
tidak diperkenankan untuk melakukan latihan aktivitas.
2. Apabila anda sedang nyeri dada. Jika nyeri dada timbul, sikap anda yang
benar adalah menghentikan semua aktivitas. Minum obat (ISDN) dibawah
lidah dan segera pergi ke rumah sakit apabila nyeri tidak juga hilang setelah
minum obat.
3. Apabila baru sembuh dari sakit. Jika anda baru sembuh dari sakit, latihan
harus dimulai lagi dari awal, karena kemampuan jantung menurun jika anda
tidak melakukan latihan selama 2 minggu.
4. Apabila semalam kurang tidur. Jika anda kurang tidur, kemampuan
melakukan aktivitas akan menurun, sebaiknya latihan di tunda pada hari
berikutnya.
Sumber: Kusmana (2006), Suharsono (2011).
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Gerakan Latihan
Aktivitas HBET
Lengan disamping badan
dan rentangkan setinggi
bahu, gerakan melingkar
tangan & lengan ke depan
Pemanasan
Siku ditekuk dan
dikatupkan pada dada.
Luruskan ke depan &
tekuk kembali
Siku ditekuk dan
dikatupkan pada dada.
Luruskan ke atas & tekuk
kembali
Siku ditekuk dan
dikatupkan pada dada.
Rentangkan lengan ke
samping & tekuk kembali
Siku lurus ke atas dan turunkan
kembali kesamping badan
Latihan Aktivitas
Home Based Exercise Training
Pada Pasien
Gagal Jantung Kongestif
Angkat satu kaki dg
menekuk lutut spt berbaris.
Ayunkan lengan untuk
menjaga keseimbangan
Tangan menyentuh pinggang,
Kaki & punggung tetap lurus
Tangan di pinggang, putar
bahu kekanan & kekiri
Angkat lengan ke atas.
Tekuk punggung samapi
menyentuh lutut, angkat
kembali ke atas kepala
Tangan ke pinggang.
Tekuk punggung dan lutut
ke depan. Kembali
luruskan
punggung
Home based ...,
Lina Budiyarti,
FIK UI, 2013
Mahasiswa Profesi 2012
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
Apa itu Home Based
Exercise Training ?
Home Based Exercise Training
(HBET) adalah salah satu bentuk
latihan aktivitas yang bertujuan
untuk mempertahankan dan
meningkatkan tleransi latihan
pasien gagal jantung
Tujuan Latihan
Aktivitas HBET
Mengoptimalkan kapasitas fisik tubuh
Meningkatkan level tolerasi aktivitas
Mempercepat proses pemulihan
Prinsip– Prinsip
Latihan Aktivitas
Latihan Aktivitas HBET
Segera Dihentikan Jika...
Latihan yang dilakukan adalah
kategori latihan ringan
Timbul Nyeri Dada
Latihan dilakukan secara
bertahap sesuai kondisi pasien
Sebelum latihan, tentukan target
denyut nadi yg akan dicapai
Tipe, intensitas, durasi dan
frekuensi latihan disesuakikan
dengan kondisi pasien
Timbul Sesak Nafas
Timbul Kepala Pusing
Latihan dilakukan dengan urutan
pemanasan, inti dan pendinginan
Monitor denyut nadi dan respon klien
selama latihan, segera berhenti jika
timbul keluhan/ denyut nadi
meningkat melebihi target
Timbul Gejala Ketidaknyamanan
Selama Latihan
Mengurangi efek samping fisiologis
dan psikologis dari tirah baring
Memberi penyuluhan klien dan
keluarga dalam mencegah perburukan
Target Denyut Nadi Tercapai
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Lina Budiyarti, S.Kep.
Tempat Tanggal lahir :Wonosobo, 18 Mei 1990
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Alamat Asal
: Ds. Jlegong RT 02 RW 01Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah
Alamat Tinggal
: Jl. Yahya nuih No. 9, RT 02 RW 01, Pondok Cina, Beji.
Depok, 16424
Email
: [email protected] / [email protected]
Telepon
: 085729782071
Riwayat Pendidikan :
Tahun 1996
: TK Pamekar Budi 3 Sukoharjo, Wonosobo
Tahun 2002
: SD 3 Sukoharjo, Wonosobo
Tahun 2005
: SMP 1 Sukoharjo, Wonosobo
Tahun 2008
: SMA 1 Wonosobo
Tahun 2012
: S1 Ilmu Keperawatan FIK UI
Home based ..., Lina Budiyarti, FIK UI, 2013
Download