tinjauan hukum islam terhadap praktik transaksi valuta asing

advertisement
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PRAKTIK TRANSAKSI VALUTA ASING:
ANALISA PERBANDINGAN
ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA
LAPORAN PENELITIAN
Peneliti:
Drs. Agus Triyanta, MA.,MH,PhD. (Ketua)
(NIK 934100105)
Ahmad Syaifudin Anwar (Anggota)
(NIM 08410522)
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2012
i ii KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah swt yang
telah memberikan kenikmatan dan kemurahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik
Transaksi Valuta
Asing: Analisa Perbandingan Antara Indonesia Dan Malaysia”.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap
keuangan.
Di
samping
itu,
juga
akan
bagaimana konsep gharar dalam fiqh
diungkap
bagaimana
konsep
tersebut
diimplementasikan dalam insutri keuangan syariah di Indonesia dan dlam industry
keuangan Islam di Malaysia.
Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1.
Dekan Fakultas Hukum Universitas islam Indonesia
2.
Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia
3.
Kepada para teman di Fakultas Hukum UII.
4.
Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan secara khusus.
Berbagai pihak tersebut telah banyak memberikan bantuan baik berupa pendanaan bagi
terselenggaranya penelitian ini maupun berbagai bantuan dalam bentuk lain yang baik
moril maupun spiritual. Kepada mereka penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan di sisiNya. Amin.
Yogyakarta, 10 Agustus 2012 iii DAFTAR ISI
Halaman
…….………...………………………………............. i
HALAMAN JUDUL
PENGESAHAN
DAFTAR ISI
ABSTRAK
………………………....………………………………............ ii
……………………….....………………………………................
iii
……………………………………...………………………………..... v
BAB I P E N D A H U L U A N
……………………………………
1
...……………………………….....
1
1.2. Rumusan Masalah
……......……………………………….......
8
1.3. Tujuan Penelitian
……….....………………………………......
8
1.4. Kegunaan Penelitian
………....…………………………….…......
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
………….....……………………………….....
9
BAB III METODE PENELITIAN
...……………………………………………...
22
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...…………………………...
25
4.1.
25
1.1. Latar Belakang Masalah
Tinjauan Umum Mengenai Transaksi Valuta Asing...……………………..
1.1.1. Pengertian
…………......……………………………….....
25
1.1.2. Sekilas Sejarah Keberadaan Pasar Valuta Asing...…………………………….
26
1.1.3. Peserta Dalam Pasar Valuta Asing ...………………………………..................
27
1.1.4. Tujuan Transaksi Valuta Asing ...……………………………….....................
30
1.1.5. Bentuk Transaksi Valuta Asing
....……………………………….............. 31
1.1.6. Karakteristik Mata Uang Yang Diperdagangkan ...……………………………
1.1.7. Sistem Nilai Tukar Mata Uang
35
...………………………………............... 37
4.1.8. Teori Penentuan Nilai Tukar Valuta Asing ...……………………………….....
38
4.1.9. Faktor-Faktor Yang Menentukan Penawaran Uang...………………………….
41
4.1.10. Resiko Dalam Perdagangan Valuta Asing ...………………………………..... 42
4.1.11. Praktek Transaksi Valuta Asing di Indonesia...………………………………..
43
4.2.
46
Tinjauan Umum Tentang Hukum Mu’amalah……………………………..
iv 4.2.1. Pengertian
………………………….....…………………………...
4.2.2. Pembagian Mu’amalah
46
……………...………………………………........
50
4.2.3. Ruang Lingkup Fiqih Mu’amalah …....………………………………............
52
4.2.4. Sumber Hukum Mu’amalah
……....………………………………............
53
4.2.5. Prinsip Hukum Mu’amalah
…………….....………………………………...
56
4.2.6. Obyek Hukum Mu’amalah
……....………………………………................
57
4.2.7. Aspek Mu’amalah Dalam Transaksi Valuta Asing...………………………….
58
4.3.
Pembahasan Transaksi Valuta Asing;Prespektif Hukum Islam di
Indonesia
...………………………………...................................... 85
4.3.1. Pembahasan Ditinjau Dari Segi Transaksinya. ...……………………………… 85
4.3.2. Pembahasan Transaksi Valuta Asing Ditinjau Dari Segi Kontraknya ………...
88
4.3.3. Kesimpulan Transaksi Valuta Asing Ditinjau dari Hukum Islam di Indonesia..
96
4.4.
Pembahasan Transaksi Valuta Asing; Prespektif Hukum Islam di
Malaysia
...………………………………............................................... 98
4.4.2. Pembahasan dari Segi Landasan Hukum Islam/ Syariah ...…………………..
99
4.4.3. Pembahasan Praktek Transaksi Valuta Asing di Malaysia...…………………..
101
4.4.4. Kesimpulan Transaksi Valuta Asing Ditinjau dari Hukum Islam di Malaysia...
109
4.4.
Analisa Perbandingan Transaksi Valuta Asing Ditinjau Dari Hukum
Islam Di Indonesia Dan Malaysia
...………………………………............
110
4.5.1. Persamaan
…………………………...………………………….
110
4.5.2. Perbedaan
…………...………………………………............................. 113
4.5.3. Kesimpulan Umum ………………………………….....…………………….
114
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...………………………………... 124
5.1.
Kesimpulan
……………………...……………………………….......... 124
5.2.
Rekomendasi
……………...……………………………….....................
DAFTAR PUSTAKA
125
...……………………………….......................................... 127
v ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Transaksi Valuta Asing:
Analisa Perbandingan Antara Indonesia Dan Malaysia”. Fokus penelitian dari penulisan ini
adalah mengetahui bagimana jual beli valuta asing sebagai bagian dari perkembangan
zaman ditinjau dari prespektif hukum Islam, dengan perbandingan antara praktek yang
berjalan di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang ada
maka dirumuskan bahwa permasalahan dalam penelitian ini, yakni: Bagaimanakah
transaksi valuta asing ditinjau dari prespektif hukum Islam di Indonesia dan Malaysia?.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, ialah penelitian hukum yang akan
mlihat bagaimana pengaturan transaksi valuta asing di Malaysia dan Indonesia dalam
tinjauan hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan konseptual yaitu
dengan cara mempelajari pandangan-pandangan dengan doktrin-doktrin di dalam ilmu
hukum untuk menelaah latar belakang lahirnya dan perkembangan pengaturan mengenai
masalah yang diteliti. Bahan hukum yang diteliti terdiri dari bahan hukum primer : bahanbahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti Al-qur’an, al-hadts,
kitab-kitab klasik, fatwa dewan syari’ah, kitab undang-undang, Bahan hukum sekunder
berupa literatur, jurnal dan data elektronik, serta bahan hukum tersier berupa kamus dan
ensiklopedi. Cara pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi pustaka, serta
dengan studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan
permasalahan yang akan diteliti. Analisis hasil penelitian menggunakan metode kualitatif,
yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokan dan dipilih, kemudian
dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menjawab perumusan
masalah yang ada. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, meliputi analisis
dokumen dan catatan-catatan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Transaksi Valutas Asing telah ada konsepnya
sejak masa Nabi, yakni apa yang dikenal dengan sharf, yakni transaksi penukaran antar
mata uang dengan cara on the spot, dalam arti tidak ada penundaan waktu serah terima
antar valuta yang dipertukarkan. Di Indonesia, transaksi valuta asing yang dinilai tidak
bertentangan dengan prinsip hukum Islam atau prinsip syariah adalah sharf, sementara
transaksi forward, swap dan options dinilai bertentangan dengan hukum Islam. Sedangkan
di Malaysia, keseluruhan jenis transaksi valuta asing tersebut di atas dinilai tidak bertentang
dengan prinsip hukum Islam, hal itu ditunjukkan bahwa secara legal-formal transaksi
valuta asing yang diterapkan memiliki landasan hukum pada ilmu fiqh. Di antara
rekomendasi yang diberikaan berdasar hasil penelitian ini adalah terkait dengan fatwa
hukum atau dasar diperbolehkannya atau mungkin dilarangnya transaksi valuta asing yang
berbeda antara Indonesia dan Malaysia, perlu dikembangkan forum-forum untukmelakukan
harmonisasi hukum sehingga ke depan akan tercapai kesepakatan terkait status dalam
hukum Islam terkait masalah ini khususnya dan masalah keuangan Islam pada umumnya.
Kata Kunci: transaksi, valuta asing, hukum Islam, Indonesia, Malaysia
vi BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman senantiasa memiliki implikasi bagi kehidupan manusia.
Seiring dengan perkembangan zaman maka kebutuhan manusia pun semakin
meningkat. Perkembangan tersebut terjadi dalam segala bidang yaitu ilmu
pengetahuan, ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta
bidang-bidang lainnya.
Bidang ekonomi adalah salah satu wilayah yang mengalami perkembangan yang
sangat cepat. Tidak dapat dipungkiri, dalam suatu masyarakat yang dinamis,
perkembangan yang terjadi tidak hanya menuju ke arah yang berdampak positif
tetapi sebaliknya dimungkinkan pula perkembangan ke arah yang memunculkan
dampak negatif.1 Karenanya aspek-aspek tertentu dari perkembangan ekonomi
sering menjadi perdebatan tentang boleh dan tidaknya hal tersebut dilakukan. Hal
yang layak dicontohkan di sini adalah tentang bagaimana transaksi antar mata
uang, atau yang lebih sederhana disebut dengan transaksi valuta asing. Hal ini
dikarenakan bukan saja aktivitas ini menjadi suatu kebutuhan yang semakin tidak
1
Berbagai krisis ekonomi menjadi masalah karena justeru berbagaia inovasi dalam bisnis muncul
dengan sangat drastic, yang acapkali tidak dibarengi dengan kesiapan system yang ada Mark
Jickling, “Causes of the Financial Crisis, Congressional Research Service”
7-5700, 2009, hlm. 5-10. Diakses dari situs resmi Federation American Scientist, www.fas.org
pada 10 Mei 2012. Bahkan kasus krisis ekonomi di Asia pada tahun sekitar 1997 juga karena
karena melibatkan spekulasi valuta asing, di mana speculator ingin meraih keuntungan yang
massif dari transaksi forward di Thailand dengan cara menarik dollar secara besar-besaran dan
menjatuhkan nilai mata uang local. Dick K. Nanto The 1997-98 Asian Financial Crisis, CRS
Report for Congress, 1998, dalam www.fas.org diakses pada 10 Mei 2012.
1 bisa dihindari dengan adanya kecenderungan perdagangan lintas negara, namun
juga persepsi manusia tentang uang juga mengalami pergeseran. Uang, dalam
perkembangannya bukan hanya memiliki fungsi sebagai medium of exchange (alat
tukar menukar) sebagaimana fungsi awal dicipatakannya uang, tapi juga sebagai
unit of account (unit hitungan) tetapi sekarang sangat jelas bahwa uang telah
dianngap sebagai store of value (atau simapanan atas nilai). Konsep yang ketiga
inilah yang menjadikan orang menggunakan uang sebagai komodity.2
Atas dasar itulah, maka dalam hukum Islam, khususnya bidang Mu’amalah,
berbagai persoalan, dan utamanya adalah transaksi valuta asing perlu mendapat
perhatian. Dalam Mu’amalah khususnya jual beli menurut Islam ada berbagai
masalah atau persoalan modern yang masih banyak harus dicarikan dasar
hukumnya, diantaranya adalah yang berkaitan dengan ekonomi yaitu masalah
transaksi jual beli valuta asing yang belakangan banyak dilakukan oleh kalangan
umat Islam.
Mengapa didalam transaksi valuta asing perlu untuk dicarikan dasar hukumnya,
tidak lain agar terdapat kejelasan sebagai pedoman bagi umat Islam dan juga bagi
pengembangan ekonomi umat Islam. Pada gilirannya, umat Islam juga
memerlukan media bagi investasi, dan hari ini, sangat jamak investasi dilakukan
dalam bidang transaksi valuta asing dengan segala produk turunannya.
2
Pergerseran persepsi manusia terhadap uang telah menjadikan fungsi uang berkembang secara
liar dan sulit dikendalikan. Dalam konsep uang dikenal adanya “triangular trap” atau segitiga
jebakan, dimana, hasrat untuk menjadikan uang sebagai “store of value” telah membawa serta
tiga bentuk pemanfaatan uang; yaitu; kecenderungan memperoleh likuiditas, penumpukan dan
monopoli, serta kebutuhan yang sspekulatif terhadap uang. Iraj Toutounchian, Islamic Money
and Banking; Integrating Money in Capital Theory. Singapore: John Wiley & Sons, 2009. H. 66
dan 72. Market in Islam.
2 Di sisi lain, umat juga harus siap mengikuti perkembangan zaman dengan segala
kompleksitas permasalahannya.
Banyak permasalahan modern yang belum
tercakup sepenuhnya didalam aturan Islam, seperti halnya transaksi elektronik,
serta jual beli valuta asing yang sekarang banyak dilakukan oleh kaum muslim,
masih banyak lagi permasalahan yang harus dicarikan pijakan hukumnya menurut
agama islam di era modern. Hal ini diperlukan
agar tidak tertinggal oleh
modernitas serta terisolasi dari peradaban.
Mengenai jual beli valuta asing yang berkembang di era modern seperti sekarang
ini, bukan menjadi hal yang baru lagi didalam masyarakat modern dan merupakan
bagian dari gaya hidup, dari melakukan transaksi jual beli guna mendapatkan
untung (laba), dan bagaimana Islam memandang persoalan modern tersebut yang
di era islam klasik belum ada, yang menjadi perbincangan diberbagai kalangan
karna tidak ada dalil yang secara tegas membahas mengenai jual beli valuta asing
Ketika uang menjadi komoditi dagang, syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
menjelaskan:“ (mata uang) dinar atau dirham asal bukan dimanfaatkan dzatnya,
tujuannya adalah sebagai alat ukur (untuk mengetahui nilai suatu barang). Dinar
dan dirham bukanlah untuk dimanfaatkan dzatnya, keduanya adalah sebagai
media untuk melakukan transaksi. Oleh karena itu fungsi mata uang hanyalah
sebagai alat tukar, berbeda halnya dengan komoditi lainya yang dimanfaatkan
dzatnya”3
3
Ibnu Taimiyah ,majmu’ al fatawa , dar al wafa’,mesir, 2001,19,251-252
3 Imam Al-Ghozali menjelaskan, orang yang melakukan transaksi riba dengan
(mata uang) dinar atau dirham, sungguh ia telah kufur nikmat dan berbuat
kedzoliman. Karena (mata uang) dinar dan dirham diciptakan sebagai media
bukan sebagai tujuan. Maka bila mata uang tersebut diperdagangkan, maka
akhirnya akan menjadi komoditi dan tujuan, hal ini bertentangan dengan tujuan
semula uang diciptakan.4 oleh karena itu, tidak boleh menjual mata uang dirham
dengan dirham yang berbeda nominalnya dan tidak diperbolehkan menjualnya
secara berjangka, maksud dari hal ini adalah mencegah agar orang-orang yang
ingin menjadikan mata uang tersebut sebagai komoditi. Syarat ini sangat
mendesak para pedagang untuk tidak meraup keuntungan,5 sebagaimana dalam
hadith tentang jual beli valuta asing sbb:
‫ت قَا َل قَا َل َرسُو ُل ﱠ‬
‫ضةُ بِ ْالفِ ﱠ‬
‫ب َو ْالفِ ﱠ‬
‫ض ِة َو ْالبُرﱡ بِ ْالبُ ﱢر‬
ِ َ‫صلى ﷲ عليه وسلم ال ﱠذھَبُ بِال ﱠذھ‬- ِ‫ﷲ‬
ِ ‫ع َْن ُعبَا َدةَ ْب ِن الصﱠا ِم‬
ْ َ‫اختَلَف‬
ْ ‫ح ِم ْثالً بِ ِم ْث ٍل َس َوا ًء بِ َس َوا ٍء يَدًا بِيَ ٍد فَإِ َذا‬
ُ ‫ت ھَ ِذ ِه األَصْ ن‬
‫َاف فَبِيعُوا‬
ِ ‫َوال ﱠش ِعي ُر ِبال ﱠش ِع‬
ِ ‫ير َوالتﱠ ْم ُر بِالتﱠ ْم ِر َو ْال ِم ْل ُح بِ ْال ِم ْل‬
‫َك ْيفَ ِش ْئتُ ْم إِ َذا َكانَيَدًا بِيَ ٍد‬
Artinya” emas dengan emas perak dengan perak gandum dengan gandum
juwawut dengan juwawut kurma dengan kurma dan garam dengan
garam tidak mengapa jika dengan takaran yang sama dan sama
berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda maka jualah sesuka hatimu
asalkan dengan cara tunai dan langsung serah terimanya ( Hr
Muslim No 1587 Dari Ubaidilah Bin Shomith). 6
4
Ismail, Keuangan Dan Investasi Syari’ah Sebuah Analisa Ekonomi, sketsa , cetakan pertama
2010 , hlm 124
5
Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, dar al wafa’, mesir, 4/88.
6
Dikutip dari Erwandi Tirmidzi, Fiqh Jual Beli Kontemporer (Jual Beli Uang dan Saham), 17
Desember 2010 (11 Muharrom 1432 H), Riyadh, KSA,
4 Dalam praktek jual beli valuta asing, dikenal berbagai jenis transaksi. Menurut
jenis-jenis nya transaksi valuta asing dibagi menjadi :
1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing
(valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau
penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari.
2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang
akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun
3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas
dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara
penjualan valas yang sama dengan harga forward
4. Transaksi Options, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu7
Valuta yang diperdagangkan dalam transaksi valas juga dibedakan atas dua
golongan yaitu hard currencies dan soft currencies. Penggolongan ini biasanya
didasarkan atas volume perdagangan suatu negara baik secara kualitas maupun
secara kuantitas. Hard currencies merupakan jenis mata uang yang sering
diperdagangkan, seperti dollar Amerika, yen Jepang, atau Deutch Mark Jerman.
Sedangkan
soft
currencies
merupakan
jenis
mata
uang
yang
jarang
7
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, cetakan ketiga, edisi revisi, cv Gaung Persada,
Cipayung Ciputat, 2006, hlm 168,169,170.
5 diperdagangkan seperti Ringgit Malaysia, Rupiah Indonesia dan mata uang dari
negara-negara berkembang lainnya
Permasalahan transaksi valuta asing juga kian menarik untuk dilihat dikarenakan
adanya pandangan yang saling berbeda di antara berbagai wilayah umat Islam.
Hal ini dikarenakan bahwa hari ini, transaksi keuangan Islam sudah bersifat lintas
Negara, tidak lagi mengenal batas-batas wilayah.8 Isu madzhab hukum dan pihan
hukum menjadi mengemuka. Bukan hanya dalam level internasional perbedaan
terjadi, namun dalam lingkup intern Negara-negara Muslim, dalam arti Negaranegara sebagai anggota dari Organisasi Konferensi Islam sendiri, terjadi
ketidaksepahaman dalam aspek-aspek tertentu. Karena itulah, perbedaan semacam
ini perlu diteliti lebih lanjut.
Dalam kawasan regional Asia Tenggara terdapat beberapa Negara yang sudah
mengembangkan bisnis keuangan Islam (syariah). Di antara Negara muslim di
kawasan ini adalah Indonesia, Malaysia dan Brunei. Untuk mengungkap lebih
lanjut bagaimana perbedaan madzhab dan pilihan hukum Islam dalam bisnis
keuangan Islam, utamanya tentang transaksi valuta asing, penelitian terhadap
Negara-negara Muslim di kawasan ini menjadi penting.
8
Dengan tren bisnis keuangan Islam yang kian mengglobal, maka alur transaksi keuangan sudah
tidak lagi mengenal batas territorial, melibatkan tidak kurang dari 75 negara, terbentang sejak dari
Asia, Eropa, Amerika maupun Timur Jauh. ‘Global Perspective on Islamic Banking and Insurance’
in New Horizon, April-June, 2007, 24.
6 Dalam hal ini, Malaysia dan Indonesia sangat tepat untuk dibandingkan, antara
lain karena kesamaan dalam beberapa hal, komposisi penduduknya yang relative
plural dan mayoritas umat Islam di dalamnya berafiliasi kepada madzhab Syafii.
Sehingga, menarik untuk dibandingkan, bagaimanakah hukum Islam di Indonesia
memandang tentang transaksi valuta asing dengan dibandingkan hal yang sama di
Malaysia.
Sebagai sebuah Negara yang menjadi pusat bisnis (hub of Islamic financian
business), Malaysia menjadi menarik untuk dilihat, seberapa jauh transaksi
valutas asing dilegalisasi. Sebagaimana diketahui, bahwa Malaysia memakai
pendekatan yang relative liberal dalam hal ini, dalam arti bahwa Malaysia
mengadopsi pendekatan yang bersifat pro-pasar dalam kaitannya dengan produk
keuangan Islam.9 Sedangkan Indonesia, dikenal dengan kehati-hatiannya dalam
mengembangan produk, meskipun terkesan menjadi kurang responsive terhadap
perkembangan pasar. Karenanya, menarik untuk dibandingkan bagaimana
transaksi valuta asing menurut Hukum Islam di Indonesia dengan Hukum Islam di
Malaysia.
9
Contoh yang banyak diangkat adalah tentang digunakannya bai’ al-inah dan bai’ al-dayn,
kemudian dalam bidang pasar modal dobolehkannya short selling. Adalah salah satu indikasi
bahwa Malaysia lebih condong pada pendekatan yang liberal. Saiful Azhar Rosly and Azizi Che
Seman, “Juristic Viewpoint on Bai’ al-‘inah, In Malaysia: A Survey” in IIUM Journal of
Economics and Management 11, no.1 (2003): 87-111. Juga, Engku Rabiah Adawiah, “Islamic
Law Compliance Issues in Sale-Based Financing Structures and as Practiced in Malaysia”,
Malayan law Journal (MLJ), 3, 2003, lxix-lxx.
7 1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini, yakni: Bagaimanakah transaksi valuta asing ditinjau dari
prespektif hukum Islam di Indonesia dan Malaysia?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk memahami bagimana jual beli valuta asing
sebagai bagian dari perkembangan zaman ditinjau dari prespektif hukum
Islam, dengan perbandingan antara Indonesia dan Malaysia
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan akademis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu
pengetahuan hukum umumnya dan khususnya kajian mengenai hukum
Islam serta menambah wacana yang ada dimasyarakat mengenai transaksi
jual beli valuta asing ditinjau dari prespektif hukum Islam serta hukum
positif.
2. Kegunaan Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat berguna untuk menambah
pengetahuan para pihak terhadap transaksi jual beli valuta asing, serta
untuk manambah wawasan pengalaman, pengetahuan peneliti dibidang
penelitian pada umumnya dan bidang hukum pada khususnya.
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jual beli atau al-bai’u dalam istilah syari’ah10 yaitu : pertukaran harta dengan
harta secara suka rela, atau memindahkan milik dengan gantinya, menurut yang
diijinkan Islam. Sedangkan dalam KUHPdt suatu persetujuan yang mana yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang
lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.11
Istilah jual beli menyatakan bahwa terdapat dua belah pihak yamg saling
membutuhkan melalui proses tawar menawar (offer and acceptance). Pihak
pertama disebut sebagai penjual dan pihak kedua sebagai pembeli. Dalam bahasa
inggris jual beli tersebut hanya dicakup dalam satu kata, yaitu sale lebih praktis
lagi. Jual beli dapat diartikan sebagai perbuatan sehari hari yang terjadi antara
pihak yang menjual benda tertentu untuk sekedar memperoleh sejumlah uang dari
pihak yang membeli untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari hari.12
10
Syariah menurut bahasa mempunyai beberapa arti. Di antaranya adalah mawrid al-maa` alladzi
yustaqaa minhu bi-laa risyaa` (sumber air yang menjadi tempat pengambilan air tanpa tali timba),
ath- thariqah (jalan), dan ‘atabah (tangga/pintu). Ibrahim Anis et al., Al Mu’jamul Wasith, (Kairo
: Darul Maarif,1972), hlm. 479. Secara terminologis syariah mempunyai dua makna, makna
umum dan makna khusus. Makna umum syariah adalah sama dengan diinul Islam itu sendiri, yaitu
keseluruhan agama Islam secara holistik yang meliputi aqidah dan hukum. Ibrahim Anis (1972)
mendefinisikan syariah sebagai maa syara’a-llaahu li ibaadihi min ‘aqaaid wa ahkaam, yakni
apa-apa yang ditetapkan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya, yang berupa aqidah (aqa`id) dan
hukum-hukum (ahkam). Jadi syariah mencakup aqidah dan hukum. Ibrahim Anis et al., Al
Mu’jamul Wasith, (Kairo : Darul Maarif,1972), hlm. 479. Bandingkan dengan definisi syariah
menurut Al Jurjani dalam kitabnya At Ta’rifat, (Jeddah : Al Haramayn, tanpa tahun), hlm. 167.
11
Lihat pasal 1457, KUHPdt, Subekti dan Tjitrosudibyo, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm
366
12
Abdul Kadir Muhammad .Hukum Perdata Indonesia, cetakan revisi, PT Citra Aditya
Bakti ,Bandung, 2010 hlm 317
9 Akan tetapi, ketika jual beli menjadi suatu bentuk profesi yang berorientasi profit,
maka hubungannya menjadi lebih khusus. Dalam hubungan ini, penjual dapat
berstatus sebagai pedagang, agen pengusaha yang menjalankan perusahaan.
Dalam lalu lintas jual beli khusus, pihak penjual disebut perusahaan perdagangan,
sedangkan pihak pembeli disebut konsumen.
Perbuatan jual beli mencakup tiga istilah, yaitu persetujuan, penyerahan dan
pembayaran. Persetujuan adalah perbuatan yang menyertakan tercapainya kata
sepakat antara penjual dan pembeli mengenai obyek dan persyaratan jual beli.
Penyerahan adalah perbuatan mengalihkan hak milik atas obyek jual beli dari
penjual kepada pembeli. Sedangkan pembayaran adalah perbuatan menyerahkan
sejumlah uang dari pembeli kepada penjual sebagai imbalan atas benda yang
diterima.
Benda yang menjadi obyek jual beli harus benda tertentu atau dapat ditentukan,
baik bentuk (wujud), jenis, jumlah, maupun harganya, dan benda itu memang
benda
yang
boleh
diperdagangkan.13
Dengan
demikian,
benda
yang
diperjualbelikan itu setatusnya jelas dan sah menurut hukum, diketahui jelas oleh
calon pembeli, dijual ditempat terbuka (umum), dan tidak mencurigakan calon
pembeli yang jujur.
13
Mohammad Hashim Kamali, Islamic Commercial law, Kuala Lumpur: Ilmiah Publishers, 2002,
h.99. Juga lihat pada, Kharofa, Ala’ Eddin, Transcations in Islamic law, Kuala Lumpur, AS
Noordeen, 1997. H. 19-22. Lihat juga, AT Hamid, Ketentuan Fiqh dan Ketentuan Hukum yang
Kini Berlaku di Lapangan Perikatan, Surabaya: Bina Ilmu, 1983,h. 33-34
10 Hubungan kewajiban dan hak adalah keterikatan penjual untuk menyerahkan
benda dan memperoleh pembayaran, keterikatan pembeli untuk membayar harga
dan memperoleh benda. Dengan demikian, jelas bahwa jual beli adalah bagian
dari suatu bagian dari sistem hukum yang memiliki unsur-unsur sistem berikut ini;
a. Subyek hukum, yaitu penjual dan pembeli.
b. Status hukum, yaitu untuk kepentingan sendiri maupun pihak lain.
c. Peristiwa
hukum,
yaitu
persetujuan
penyerahan
hak
milik
dan
pembayaran.
d. Obyek hukum, yaitu benda dan harga.
e. Hubungan hukum, yaitu keterikatan kewajiban dan hak pihak-pihak.
Kapan jual beli itu dianggap sudah terjadi dan mengikat, sesuai dengan asas
konsensual yang menjadi dasar perjanjian, jual beli itu sudah terjadi dan mengikat
pada saat tercapainya kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai benda
dan harga sebagai unsur esensial perjanjian jual beli. Ketika pihak penjual dan
pembeli menyatakan setuju tentang benda dan harga, ketika itu pula jual beli
terjadi dan mengikat secara sah kedua belah pihak.
Dalam perspektif hukum perdata di Indonesia, jual beli dianggap sudah terjadi
ketika penjual dan pembeli mencapai kata sepakat tentang benda dan harga
meskipun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar.14 Kata sepakat yang
dimaksud adalah apa yang dikehendaki oleh penjual sama dengan apa yang
14
Lihat pasal 1458, KUHPdt, Subekti dan Tjitrosudibyo, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm
366
11 dikehendaki oleh pembeli. Tercapainya kata sepakat itu biasanya diucapkan setuju
atau dengan kata lain yang maksudnya sama dengan itu tentang benda dan
harga.15
Jika persetujuan itu dinyatakan secara tertulis biasanya tulisan beserta paraf atau
tanda tangan dicantumkan pada tulisan itu sebagai bukti bahwa penjual setuju
menyerahkan hak milik atas benda kepada pembeli. Sebaliknya, juga pembeli
setuju membayar sejumlah uang kepada penjual sebagai harga benda, yang
diserahkannya itu sebagai tanda lunas pembayaran.
Bagaimana halnya jika benda yang diperjual belikan tersebut ternyata adalah
milik orang lain, apakah persetujuan kehendak atau kata sepakat itu sah dan
mengikat, jika jual beli benda milik orang lain adalah batal dan menjadi dasar
untuk mengganti kerugian, jika pembeli tidak mengetahui bahwa benda tersebut
milik orang lain.16
Dalam praktik perdagangan, penjual menyatakan dengan tegas bahwa benda yang
dijual itu adalah miliknya yang sah dan dapat diketahui oleh pembeli yang
beritikad baik. Jika ternyata bahwa benda yang dijual itu bukan milik penjual, jual
beli itu batal. Jika benda itu diambil oleh pemiliknya yang sah, pembeli berhak
untuk mendapat ganti kerugian atas harga yang telah dibayarnya itu. Namun, jika
15
Abdul Kadir Muhammad, ibid, hlm 319.
Lihat pasal 1471, KUHPdt, Subekti dan Tjitrosudibyo, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm
369.
16
12 pembeli mengetahui bahwa benda yang dibelinya itu bukan milik penjual (itikad
jahat), pembeli tidak berhak memperoleh ganti kerugian.17.
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat hidup dalam
masyarakat. Sebagai makhluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan
adanya manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat.
Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu lain, disadari atau
tidak, untuk mencakup kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Memang dalam
kenyataanya hukum selalu berkembang sesuai dengan kemajuan jaman, dan islam
secara mendetail mengakomodir perkembangan tersebut salah satunya adalah
adanya aturan hukum yang rigid dan sistematis diluar tataran hukum positif.
Didalam hukum Islam juga mengatur banyak hal mengenai masalah terkait
dengan sosial masyarakat, dalm hal perdagangan dan jual beli banyak asas-asas
atau dasar hukum yang dijadikan landasan didalamnya yang bertujuan untuk
melindungi kepentingan seseorang tersebut, diantara asas-asas tersebut adalah;18
asas kebolehan atau mubah, Asas kemaslahatan hidup, asas kebebasan dan
kesukarelaan (radha’iyyah), asas menolak madharat dan mengambil manfaat, dan
berbagai asas lain yang relevan dengan kontrak dalam Islam.
17
Abdul Kadir Muhammad , op.cit hlm 320
Mohammad Daud Ali,.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di
Indonesia,cetakan pertama, rajawali pers,jakarta,2009, hlm 132-138. The Majelle (English
translation of Majallah el-Ahkam- I- adliya, terjemah Bahasa Inggris, CR Tyser, Kuala Lumpur:
The Other Press, 2003. H. 3-15
18
13 Begitu kompleks dan mendetail nya asas-asas didalam hukum perdata Islam atau
yang biasa disebut Mu’amalah. Guna melindungi kepentingan pihak-pihak yang
ada didalam nya agar terdapat maslahat didalam hal keperdataan yang dilakukan
oleh kedua belah pihak. yang mempunyai tujuan Agar tidak terjadi masalah
diantara kedua belah pihak yang sangat mungkin terjadi dalam hubungan antar
sesama manusia.
Mu’amalah dengan pengertian pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan
perbuatan dalam melakukan hubungan dengan orang lain yang menimbulkan
hubungan hak dan kewajiban itu merupakan bagian terbesar dalam kehidupan
manusia. oleh karenanya, agama islam menepatkan bidang Mu’amalah ini
sedemikian penting hingga hadits nabi mengajarkan bahwa agama adalah
Mu’amalah.
Dengan perkembangan globalisasi saat ini dapat dikatakan bahwa hampir semua
aspek perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pengaruh transaksi ekonomi
internasional dan transaksi keuangan internasional.
Begitu pula dalam kegiatan hubungan internasional baik dalam kepentingan
individu maupun kelompok atau organisasi (perusahaan atau negara) didalam
transaksi pembayaran diperlukan adanya suatu instrumen yang sesuai dengan
negara lain. Hal ini yang mendorong kelancaran sebuah kegiatan.
14 Valuta asing atau foreign exchange adalah mata uang luar negeri atau alat
pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi
ekonomi keuangan internasional dan mempunyai catatan resmi pada bank sentral.
Perdagangan valas (forex trading) mulai berkembang di era 1970-an dan dianggap
sebagai bisnis alternatif karena dapat mendatangkan keuntungan bagi pelakunya.
Perkembangan pesat transaksi valuta asing ini dimulai dengan peralihan sebagian
besar nilai tukar negara-negara besar didunia menjadi sistem free floating
(mengambang bebas), setelah sebelumnya menganut sistem fixed rate (nilai tukar
tetap).
Perekonomian dunia tidak akan dapat dipisahkan dari perdagangan valuta asing.
Setiap transaksi perdagangan internasional antar negara pasti melibatkan
pertukaran nilai mata uang (valuta asing) dan dengan adanya pertukaran ini, akan
menimbulkan permintaan serta penawaran terhadap mata uang tertentu.
Sebagai mana uang valas mempunyai fungsi yang sama yaitu alat pembayaran,
tukar menukar, kesatuan hitung, penyimpanan dan pengukur kekayaan.19dalam
perkembangannya, transaksi valuta asing tidak hanya digunakan dalam hal
kegiatan perdagangan antar negara atau ekspor-impor. Tetapi juga dijadikan
instrumen atau sarana investasi untuk mendapatkan keuntungan.
Di era globalisasi seperti ini, perkembangan bisnis valuta asing atau yang biasa
kita sebut sebagai transaksi valas semakin meningkat. Dalam kegiatan bisnis ini,
19
Hamdy hady, valas untuk menejer, penerbit ghalia indah, jakarta 2001 hlm 11 15 tidak sedikit kaum muslim yang ikut serta didalamnya. Ada yang mengatakan
bahwa transaksi valas menurut Islam adalah haram, tapi ada sebagian yang lain
mengatakan perdagangan tersebut bersifat halal.
Valuta asing (valas) ialah mata uang luar negeri, seperti dollar Amerika,
poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Misalnya saja ketika ada
dua negara yang sedang mengadakan perdagangan international, maka tiap
negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia
perdagangan disebut devisa. Sehingga, akan timbul penawaran dan permintaan
devisa di bursa valuta asing. Tetapi, bisa jadi dalam menyelesaikan transaksi
tersebut tidak menggunakan kedua mata uang negara tersebut, tetapi
menggunakan mata uang negara ketiga, misalnya dollar. Hal ini bisa terjadi bila
eksportir maupun importir tidak memiliki mata uang lokal negara masing-masing
atau mata uang kedua negara itu sangat jarang diperdagangkan karena mata
uangnya sangat lemah. Ini berarti mata uang yang dipergunakan itu adalah mata
uang yang populer di kedua negara itu, misalnya dollar.
Kurs mata uang tersebut bisa berubah-ubah, tergantung pada situasi ekonomi
negara masing-masing. Islam mengakui perubahan nilai mata uang asing dari
waktu ke waktu secara sunnatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu
tinggi, maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga stabilitas mata
uang, karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.20
20
“Transaksi-Valuta-Asing-Menurut-Islam”
dalam http://bprsyariah.com/artikel/121 Di
16 Transaksi jua beli valuta asing sebagaimana yang digambarkan di atas, umumnya
diselenggarakan di pasar valuta asing, money changer, bank devisa dan
perusahaan bisnis valas. Transaksi valas di bank konvensional sendiri, selain
menyediakan layanan transaksi tunai berdasar nilai kurs pada saat itu, juga
menyediakan layanan transaksi spot, forward, swap dan option.
Mengenai transaksi jual beli valuta asing dewan syariah mengeluarkan fatwa agar
tidak terjadi kebingungan didalam pijakan hukum bagi kalangan muslim, serta
mejadi acuan hukum bagi para pelaku transaksi valuta asing. Fatwa dewan
syari’ah nasional NO: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang.
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan:
a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya
harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs)
yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai21
Mengenai transaksi jual beli valuta asing tidak akan lepas dari pengaruh pasar
modal sebagai sarana untuk melakukan taransaksi bisnis yang belakangan ini
banyak orang berkecimpung didalamnya, pasar modal secara umum adalah suatu
sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya bank-bank komersial
akses 23 oktober 2011, jam 17.00
21
Fatwa Dewan Syariah Nasional no: 28/DSN-MUI/lll/2002 op cit, hal 168,169,170.
17 dan semua perantara dibidang keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga
yang beredar.
Pasar modal dirancang untuk investasi jangka panjang. Pengguna pasar modal ini
adalah individu-indinvidu, pemerintah, organisasi, dan perusahaan. Nilai nominal
investasi bisa sama dengan pasar uang atau lebih rendah atau lebih tinggi. Yang
membedakan bukanlah nilai nominal investasi tetapi jangka waktu penanaman
investasi.22
Pandangan islam mengenai hal tersebut boleh jadi telah termuat dalam sumber
ajaran agama islam, kitab suci al-quran dan sunah nabi. Atau dalam khazanah
klasik ulama terdahulu dan tidak tertutup kemungkinan, bahwa hal tersebut tidak
termuat secara tegas (eksplisit) dalam sumber ajaran Islam atau khazanah klasik
itu, atau bahkan belum pernah tersentuh sama sekali.
Mengenai pasar modal tersebut dewan syariah nasional juga memberikan fatwa,
agar pelaku usaha dalam pasar modal yang menganut agama islam dapat
mengetahui dasar hukum atau putusan hukum. Terhadap transaksi dipasar modal,
yang diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor: 40/DSN-MUI/X/2003.
Yang didalam pasal (5) fatwa DSN tentang transaksi yang dilarang, pelaksanaan
transaksi harus dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian serta tidak
22
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, edisi keenam, UPP STIM
YKPN,yogyakarta,2011, hlm 11.
18 diperbolehkan
melakukan
spekulasi
dan
manipulasi
yang
didalamnya
mengandung unsur dharar, gharar, riswah, maksiat dan kezhaliman.23
Kemajuan dibidang iptek dan keberhasilan pembangunan telah merambah seluruh
aspek bidang kehidupan kemajuan tersebut tidak hanya membawa berbagai
kemudahan dan kenyamanan, melainkan juga perilaku dan persoalan baru. Cukup
banyak persoalan yang sebelumnya tidak dikenal atau bahkan mungkin belum
pernah terbayangkan disisi lain kesadaran keberagaman umat Islam dewasa ini
semakin tumbuh subur dibumi nusantara. Oleh karena itu, munculnya persoalan
bersamaan dengan kehadiran produk baru dianggap sebagai kewajaran hal inilah
yang banyak disoroti banyak orang dan bagaimana islam menyikapinya.24
Mu’amalah dengan pengertian terbatas seperti dikemukakan para fuqaha
merupakan bagian terbesar dalam hidup manusia. Meskipun demikian, hukum
Islam dapat memberikan aturan-aturan dalam bidang Mu’amalah bersifat amat
longgar guna perkembangan-perkembangan kehidupan manusia dalam bidang ini
dikemudian hari. Hukum islam memberi ketentuan bahwa pintu perkembangan
Mu’amalah senantiasa terbuka, tetapi perlu diperhatikan agar perkembangan itu
jangan sampai menimbulkan kesempitan-kesempitan hidup pada suatu pihak
karna adanya tekanan.25
23
op cit hlm 276,277.
Moh Ghofur,”Dinamika Fatwa-Fatwa MUI Dibidang Ekonomi Keuangan Dan Implikasinya
Terhadap Kehidupan Umat Islam” artikel pada pada jurnal syari’ah,“asy syir’ah” vol 41 no 1
tahun 2007 hlm 26.
25
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),cetakan pertama,
UII press,yogyakarta,2004.,hlm 12-13.
24
19 Mengenai transaksi valuta asing para ahli fiqih juga mempunyai pandangan yang
berbeda beda , salah satunya adalah pendapat syaikh Muhammad Al Utsaimin
yang berpendapat : Melakukan transaksi jual beli valuta asing di namakan sharf
(penukaran mata uang), dan sharf ini harus dilakukan secara taqabuth (serah
terima secara langsung) di tempat aqad. Maka apabila telah terjadi taqabuth di
tempat aqad maka hal itu tidak apa-apa. Artinya bahwa jika seseorang
menukarkan mata uang Saudi dengan dolar Amerika maka tidak mengapa dengan
hal ini, sekalipun ia ingin mendapatkan keuntungan di masa akan datang, akan
tetapi dengan syarat bahwa ia mengambil dolar yang dibeli dan memberikan
dirham Saudi yang dijual secara langsung. Adapun jual beli tanpa qabadh (serah
terima) maka hal itu tidak sah, dan ia termasuk riba nasi`ah (bertempo).26
Serta pendapat syaikh abdullah bin jibrin : Tidak mengapa memperdagangkan
valuta asing, yaitu menjual mata uang dengan mata uang yang lain, akan tetapi
dengan syarat taqabuth (serah terima secara langsung) sebelum berpisah – sama
saja ia menerima benda (uang kontan) dan menerima sesuatu yang menempati
tempatnya berupa cek yang disahkan. Sama saja yang melakukan penukaran uang
pemilik sendiri atau wakil. Jika penukaran mata uang itu tidak berdasarkan sifat
ini maka hukumnya tidak boleh dan pelakunya berdosa lagi kurang imannya, dan
hal itu tidak mengeluarkannya kepada kufur.27 Lain dari itu, transaksi valuta sing
26
Muhammad Al-Utsaimin, Abdullah Bin jibrin, Hukum Jual Beli Valuta Asing,diterjemahkan
oleh muhammad Iqbal Al-ghazali, islam house, 2010.
27
Muhammad Al-Utsaimin, Abdullah Bin jibrin,
Hukum Jual Beli Valuta
Asing,diterjemahkan oleh Muhammad Iqbal Al-ghazali, islam house, 2010.
20 berbeda dengan jual beli benda pada umumnya, bahwa di dalamnya tidak dikenal
khiyar, selain harus terjadi on the spot, atau “yad bi yad wa ‘ain bi ‘ain”28.
Sampai sekarang belum ada pembahasan yang mendetail mengenai transaksi jual
beli valuta asing dari sudut pandang hukum Islam, lebih khususnya lagi sebagai
sebuah studi perbandingan antara Indonesia dan Malaysia.
Oleh karena itu
penulis tertarik untuk membahasnya.
28
Tarek El-Diwany, Islamic banking and Finance; What It is and What it could be. Bolton- UK:
1st Ethical Charitable Trust,2010, h.152.
21 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Fokus penelitian
Fokus penelitian dari penulisan ini adalah mengetahui bagimana jual beli
valuta asing sebagai bagian dari
perkembangan zaman ditinjau dari
prespektif hukum Islam. dengan perbandingan antara Indonesia dan
Malaysia
3.2. Sumber bahan hukum
1) Sumber hukum primer : bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat seperti Al-qur’an, al-hadts, kitab-kitab
klasik, fatwa dewan syari’ah, kitab undang-undang .
2) Bahan hukum sekunder berupa literatur, jurnal dan data elektronik :
a) literatur berupa buku-buku yang memberikan penjelasan
mengenai pembahasan transaksi valuta asing di indonesia dan
malaysia.
b) Jurnal, makalah dan hasil seminar yang berhibungan dengan
pembahasan transaksi valuta asing di indonesia dan malaysia.
c) Wawancara dengan nara sumber yang berkompeten.
d) Data-data yang berasal dari internet.
3) Bahan-bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi.
22 3.3. Cara pengumpulan bahan hukum
1) Studi pustaka, yakni dengan mengkaji berbagai peraturan (fatwa
dewan syariah) atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan
yang akan diteliti.
2) Studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen yang
terkait dengan permasalahan yang akan diteliti.
3.4. Metode pendekatan
Adapun data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode pendekatan konseptual yaitu dengan cara
mempelajari pandangan-pandangan dengan doktrin-doktrin di dalam ilmu
hukum, serta menggunakan pendekatan historis yaitu menelaah latar
belakang lahirnya dan perkembangan pengaturan mengenai masalah yang
diteliti.
3.5. Analisis hasil penelitian
Data yang terkumpul dari studi kepustakawanan, dianalisis dengan
metode kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian
dikelompokan dan dipilih, kemudian dihubungkan dengan masalah yang
akan diteliti, sehingga dapat menjawab perumusan masalah yang ada.
Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, meliputi analisis
dokumen
dan
catatan-catatan. Penelitian
kualitatif
ini
dengan
mempergunakan cara berpikir secara induktif, yaitu pola pikir dan cara
pengambilan kesimpulan yang dimulai dari suatu gejala dan fakta satu
23 persatu, yang kemudian dapat diambil suatu generalisasi ( ketentuan
umum ) sebagai suatu kesimpulan.
24 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.
Tinjauan Umum Mengenai Transaksi Valuta Asing
4.1.1. Pengertian
Valuta asing atau yang disingkat dengan kata “valas” secara bebas dapat diartikan
sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran
yang sah dinegara lain.29 Valuta saing (valas) atau foreign exchange (forex) dapat
diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan
untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan
mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral.30
Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperti dolar
Amerika, Poundsterling Inggris, Euro, dollar Australia, Ringgit Malaysia dan
sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap
negara membutuhkan valuta asing sebagai alat pembayaran luar negeri yang
dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan
memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia
memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri.31
29 Heli charisma berlianta, Mengenal Valuta Asing, gadjah mada university press,
yogyakarta, 2005, hlm, 1
30
Hamdy hady, Valas Untuk Manajer, galia indonesia, jakarta, 2001 , hlm 15
31
Ali Arifin, Membaca Saham,: ANDI, Yogyakarta, 2004, hlm 43.
25 4.1.2. Sekilas Sejarah Keberadaan Pasar Valuta Asing
4.1.2.1. Pasar valuta asing
Pasar valuta asing adalah suatu bentuk pasar komoditas tempat bertemunya
penjual dan pembeli valuta asing, meskipun tidak benar-benar berwujud seperti
“pasar” yang biasa kita kenal. Seseorang yang melakukan aktivitas trading atau
biasa bertransaksi dipasar valuta asing biasa disebut trader atau dealer.32
Pasar valuta asing (foreign exchange) secara sederhana dapat diartikan sebagai
perdagangan mata uang (valuta) suatu negara dengan mata uang negara lainnya.
Dalam praktiknya tidak selamanya uang kertas yang diperjualbelikan, tetapi
sebagian besar berupa sekuralitas. Oleh karena itu, secara lebih luas, dapat
diartikan bahwa foreign exchange adalah semua tagihan dalam valuta asing yang
diuangkan diluar negeri, termasuk saldo rekening dalam valuta asing pada bankbank diluar negeri, wesel atau cek dalam valuta asing yang dapat diuangkan diluar
negeri.33
4.1.2.2. Latar belakang keberadaan pasar valuta asing
Setelah perang dunia 1 dan setelah depresi ekonomi dunia pada tahun 1930-an,
dunia menginginkan terciptanya suatu stabilitas ekonomi yang lebih baik. Pada
tahun 1944, lahirlah suatu sistem moneter internasional yang dikenal dengan nilai
tukar tetap (fixed exchange rate) hasil persetujuan di bretton woods. Setiap negara
memberlakukan kurs yang tetap dari mata uangnya terhadap US dollar.
32 M daud darmawan, Menenal Bisnis Valuta Asing, pinus , yogyakarta, 2007 hlm 28.
33
Herman Darmawi, Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, cetakan
pertama,bumi angkasa,jakarta, 2006. Hlm 122 26 Ekonomi negara-negara eropa serta amerika serikat mulai tumbuh dengan pesat.
Lebih dari itu lahirnya pasar uero dollar dan asian currency unit adalah bentuk
mengimbangi peredaran US Dollar yang semakin banyak jumlahnya. Beretton
woods system mampu bertahan hampir mencapai 30 tahun, dimana pada tahun
1971 diganti dengan smithsonian agreement yang merupakan cikal bakal lahirnya
floating exchange rate. Dewasa ini kita hidup dalam situasi dimana banyak uang
negara didunia yang membiarkan nilainya mengambang sesuai mekanisme pasar,
yaitu kekuatan permintan dan penawaran.34
Transakasi valuta asing mengalami perkembangan sangat pesat setelah
diberlakukannya sistem free floating, karena meningkatnya ketertarikan para
pelaku pasar serta investor individu yang mengincar keuntungan dari pergerakan
nilai tukar, sehingga kini banyak investor pribadi yang terjun ke dunia
perdagangan valuta asing semata-mata untuk mencari keuntungan (profit
making).35
4.1.3. Peserta Dalam Pasar Valuta Asing
Pada umumnya peserta utama dalam pasar valuta asing adalah bank umum devisa.
Dapat dikatakan bahwa bank umum devisa yang menciptakan pasar valuta asing.
Peserta lainya, adalah perusahaan besar, termasuk lembaga keuangan bukan bank
34
35
ibid hlm, 123
M. Daud Darmawan, loc cit .hlm 10.
27 (LKBB), individu dengan aktivitas diluar negeri. Bank sentral otomatis selalu ikut
terlibat dalam pasar valuta asing.36
Adapun partisipan/peserta yang aktif melakukan transaksi pada pasar valuta asing
terdiri dari beberapa kategori partisipan, yaitu :37
1) Dealer valuta asing bank dan non bank
Dealer bank-bank dan non bank beroperasi dikedua pasar antar bank dan
nasabah. Mereka ini memperoleh keuntungan dengan membeli valuta
asing pada harga permintaan (bid) dan menjualnya kembali pada harga
yang sedikit lebih tinggi daripada harga penawaran (offer).
2) Perusahaan
Perusahaan menggunakan pasar valuta asing untuk mempermudah
pelaksanaan transfer investasi atau komersil. Kelompok ini terdiri dari
para
importir,
investor
internasional,
perusahaan-perusahaan
multinasional. Mereka menggunakan pasar valuta asing untuk tujuan
investasi.
3) Individu-individu
Setiap orang yang mempunyai rekening giro (checking account) adalah
peserta dalam pasar uang. Mereka dapat menjual dan membeli instrumeninstrumen pasar uang tersebut. Motif yang sederhana dari pemenang kas
36
Herman Darmawi, op cit ,hlm 124.
37
Sri handaru yulianti, dan handoyo prasetyo, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan
Internasional , edisi revisi, ANDI, yogyakarta,2002. Hlm 82
28 dan surat-surat berharga untuk ikut berpartisipasi dalam pasar uang adalah
sebagai berikut:38
a) Motif transaksi (transaction motive)
b) Motif berjaga-jaga (precautionary motive)
c) Motif spekulasi (speculative motive)
d) Bank sentral
Umumnya, kebijakan atau peraturan-peraturan moneter di negara-negara didunia
diatur dan dikeluarkan oleh bank sentralnya. Kebijakan moneter biasanya
ditekankan pada jumlah uang beredar ditingkat bunga. Guna mencapai maksud
tersebut bank sentral bank sentral bertindak sebagai penggerak alat moneter. Alat
moneter dapat digolongkan sebagai berikut:
1) Membeli dan menjual instrumen pasar uang dalam aktivitas yang dikenal
dengan pasar terbuka.
2) Bertindak secara sukarela dalam melakukan pembelian dan penjualan
valuta asing terhadap mata uang sendiri atau sistem setempat.
3) Melakukan perubahan tingkat suku bunga dengan harapan bahwa bankbank umum (komersial) meminjamkan uang kepada bank sentral.
4) Melakukan perubahan presentase kewajiban menahan cash ratio minimum
bagi bank-bank umum (komersial).
5) Melakukan peraturan-peraturan khusus lainnya yang menyangkut devisa
atau moneter lainnya.39
38
Herman Darmawi, op cit, hlm. 125
29 4.1.4. Tujuan Transaksi Valuta Asing
Para peserta pasar yang terlibat dalam pasar valuta asing mempunyai
berbagai tujuan. pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi tiga motif yaitu;
1) Trading
2) Hedging dan
3) Speculating
Ada kalanya kita sulit membedakan dapat membedakan dengan jelas antara satu
motif dengan yang lainya. Dibawah ini adalah jenis-jenis motif transaksi yang
dapat dikelompokan menjadi lebih rinci:
1) Untuk komersial: ekspor-impor, lalu lintas modal, lalu lintas jasa dan lainlain.
2) Untuk funding: peminjaman valuta asing, kebutuhan cash flow.
3) Untuk hedging: untuk keperluan hedging atas resiko perubahan kurs valuta
asing.
4) Untuk investasi:comercial investment, property investment, dan portofolio
onvestment.
5) Untuk individu: turis dan kebutuhan individu lainnya.
6) Untuk marketing: seperti diuraikan di atas, banyak bank-bank yang
berdagang valuta asing menawarkan harga dua arah sebagai market maker.
7) Untuk positioning taking: adakalanya peserta pasar mengambil posisi
dalam usaha mencari keuntungan dan mengantisipasi pergerakan kurs
mata uang dan tingkat bunga. Seni dari para dealer dalam mengambil
39 Ibid ,hlm, 126.
30 posisi sangat tergantung pada kemapuannya menganalisis dan mengambil
keputusan secara cepat. Masing-masing dealer akan menepatkan dirinya
sebagai intrady dealer, short term dan long term dan masing-masing mata
uang yang ia tekuni. Dalam menjalankan perannya, tindakan mereka diatur
oleh serangkaian ketentuan pasar dan batasan-batasan yang ditentukan
oleh bank sendiri.
Positioning taking yang paling lazim adalah untuk tujuan memperoleh
keuntungan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan long position jika suatu mata
uang diperkirakan cenderung menguat: short position jika mata uang diperkrakan
cenderung melemah: mismatch antara dua mata uang yang dimiliki perbedaan
tingkat bunga cukup besar.40
4.1.5. Bentuk Transaksi Valuta Asing
Ada beberapa jenis tipe – tipe transaksi valuta asing yang terjadi di pasar valas,
yaitu spot, forward, opsi (options) dan swap.41
1) Transaksi spot
Transaksi spot merupakan transaksi valuta asing dengan penyerahan dan
pembayaran saat itu juga, meskipun dalam praktek transaksi spot akan
diselesaikan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya kontrak jual beli
suatu mata uang spot dilakukan atau ditutup pada tanggal 10 agustus
2007, penyerahan dan penyelesaian kontrak tersebut dilakukan pada
40
Ibid ,hlm. 127
41
Mahmudh Hanafi, Menejemen Keuangan Internasional, cetakan pertama, yogyakarta,
BPFE, 2004, hlm, 78
31 tanggal 12 agustus 2007, apabila tanggal 12 agustus 2007 tersebut
kebetulan hari libur atau hari sabtu maka penyelesaiannya adalah pada
hari kerja berikutnya dan penyelesaian transaksi seperti ini disebut value
date.
Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan
dalam beberapa cara berikut ini:42
a) Cash, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang sama
dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak).
b) Tom (kependekan dari tomorrow), yaitu penyerahan dana dilakukan
pada hari kerja berikutnya atau hari kerja setelah diadakannya kontrak.
c) Spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal
transaksi
2)
Forward market
Transaksi forward terjadi antara dua pihak yang meliputi mata uang dua
negara yang berbeda, berdasarkan suatu nilai tukar tertentu, dengan
waktu transaksi yang melebihi dua hari kerja atau mempunyai waktu
jatuh tempo lebih panjang dibandingkan transaksi yang dilakukan di
pasar spot. Waktu jatuh tempo dari forward contract ini bervariasi, pada
umumnya berkisar antara 30,90,180,360 hari.43
42
Mudrajat Kuncoro, Menejemen Keuangan Internasional, edisi ke dua, yogyakarta,
BPFE, 2001, hlm, 56
43
The Fei Ming,Day Trading Valuta Asing ,cetakan pertama,elek media komputindo,
jakarta, 2001,hlm, 23
32 3) Swap Transaction (Transaksi Swap)
Yaitu transaksi pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu
mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda.
Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain
yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spot terhadap
forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan
secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain
yang sama dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan sebagai suatu
transaksi tunggal dengan bank lain yang sama, dealer tidak akan
menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan.44
Seperti dijelaskan diatas bahwa pada prinsipnya transaksi swap
merupakan transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu
tertetu. Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward.
Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu
yang bersamaan yaitu menjual dan membeli. Penggunaan transaksi swap
sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya
kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap
dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan
bank Indonesia (disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut
44
Dikutip Dari Makalah, Muhamad Sulhan, Transaksi Valuta Asing (al-sharf) Dalam
Prespektif Islam, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, hlm , 5 33 dilakukan
atas
dasar
swap
point
yang ditetapkan
oleh
bank
Indonesia.Transaksi swap antara bank dengan BI antara lain:45
a) Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI untuk
dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Posisi likuiditas ini
untuk setiap bank maksimum 20 % dari modal bank tersebut.
b) Swap investasi, yaitu
swap yang dilakukan atas inisiatif bank
berdasarkan swap dengan nasabah yang adanya berasal dari
pinjaman luar negeri untuk keperluan investasi di Indonesia.
c) Perbedaan dari ketiga jenis transaksi di atas adalah bahwa swap
terjadi dua transaksi pada saat yang sama (double transaction),
yaitu jual beli atau beli dan jual. Sedangkan pada spot dan forward
hanya terjadi satu kali transaksi saja (one single transaction), yaitu
jual beli saja.
4) Option Transaction (Transaksi Opsi)
Transaksi Opsi merupakan kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu.46
45
http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2260833-jenis-jenis-transaksi-valutaasing/ di akses tanggal 13 maret 2012. Jam 10.00 wib
46
http://bprsyariah.com/artikel/121-transaksi-valuta-asing-menurut-islam, di akses tanggal
12 maret 2012 , jam 13.00 wib.
34 4.1.6. Karakteristik Mata Uang Yang Diperdagangkan
Karakteristik beberapa mata uang utama yang diperdagangkan, yaitu:
1). Dollar AS
Dollar as merupakan mata uang utama di dunia. sebagian besar mata uang
yang ada di dunia menggunakan dollar as sebagai acuan dalam menentukan
nilai tukarnya. Nilai tukar dollar as tidak lagi ditentukan berdasarkan
cadangan emas yang dimiliki amerika serikat, tetapi lebih ditentukan oleh
kekuatan ekonomi amerika serikat, yang tercermin dari neraca pembayaran
internasionalnya, transaksi ekspor dan impor dalam neraca perdagangan,
dan indikator ekonomi lainnya.47
2). Euro
Mata uang UERO resmi diluncurkan pada tanggal 1 januari 1999. Terdapat
11 negara anggota uni eropa yang menganut pemberlakuan mata uang
tunggal ini sebagai bagian dari sistem pembayaran. Kesebelas negara
tersebut adalah; Prancis, Belanda, Jerman, Spanyol, Belgia, Italia, Austria,
Luksemburg, Finlandia, Irlandia dan Portugal. Dengan di adopsinya mata
uang tunggal oleh ke-11 negara uni eropa tersebut, diperkirakan UERO akan
menjadi pesaing utama bagi Dollar AS di masa-masa mendatang.48
3). Mark Jerman
Mark jerman merupakan mata uang terbesar ke dua setelah dollar AS, yang
di gunakan sebagai cadangan devisa negara-negara di dunia sebelum UERO
diluncurkan pada tahun 1999. Perdagangan DEM/USD termasuk paling
47
48
The Fei Ming,op cit hlm,14.
Ibid, hlm, 15.
35 likuid dan termasuk paling banyak ditransaksikan di pasar valuta asing.
Nilai mark jerman sangat sensitif terhadap perubahan politik dan negara
ekonomi negara-negara yang berada pada kawasan yang berada didekatnya,
seperti rusia. Hal ini terjadi karena secara geografis jerman berdekatan
dengan rusia sehingga perubahan politik dan ekonomi yang terjadi di rusia
tentunya sedikit banyak berpengaruh pada perekonomian jerman.
4). Yen Jepang
Perkembangan yen jepang sebagai salah satu mata uang yang paling
diperhitungkan dalam kancah perdagangan valuta asing dunia tidaklah
terlepas dari dukungan kekuatan ekonomi jepang sebagai salah satu industri
negara maju setelah amerika serikat. Permintaan terhadap yen jepang
terutama berpusat pada konglomerasi di jepang yang terkenal dengan nama
keiretsu.49
5). Franc Swiss
Meskipun perekonomian swiss relatif kecil, franc swiss terkenal dengan
kesetabilannya. Hal ini karena nilai franc swiss mencerminkan kekuatan dan
kualitas
perekonomian
dan
keuangan
swiss.
Perekonomian
swiss
mempunyai hubungan sangat erat dengan perekonomian jerman.
6). Poundsterling Inggris
Poundsterling lebih aktif di transaksikan dalam pasar valuta asing di london.
Pound banyak diperdagangkan baik terhadap dollar AS maupun terhadap
mark, maupun volume perdagangannya terhadap mata uang negara-negara
49
Ibid, hlm, 16.
36 lain relatif kecil. Transaksi pound hanya likuid pada pasar valuta asing di
london, sedangkan likuiditasnya rendah.50
4.1.7. Sistem Nilai Tukar Mata Uang
Terdapat tiga kelompok besar sistem nilai tukar mata uang yang diterapkan oleh
berbagai negara di dunia, yaitu:
1). Freely flexible (freely floating) exchange rate syistem
Pada sistem freely floating, nilai mata uang dibiarkan mengambang bebas dan
nilai tukarnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang
terdapat di pasar. Nilai tukar beberapa mata uang utama (major
currencies),seperti dollar AS, UERO, mark jerman, yen jepang, franc swiss,
dan poundsterling inggris, ditentukan oleh kekuatan pasar (market forces) dan
dibiarkan mengambang bebas terhadap mata uang negara lain. Dalam sistem
ini tidak terdapat intervensi yang dilakukan pemerintah (bank sentral) untuk
mempengaruhi nilai tukarnya.
2). Fixed (pegged) exchange rate system
Pada sistem fixed exchange rate, pemerintah berperan aktif melakukan
intervensi dalam pasar valuta asing untuk mempertahankan pergerakan nilai
tukar suatu mata uang agar berada pada suatu acuan nilai tukar tertentu
3). Managed/controlled (semi pagged) exchange rate system
Pada sistem mengambang terkendali ini, fluktuasi nilai tukar diambangkan
pada suatu rentang (band) intervensi tertentu. Bank sentral tetap berperan
50
Ibid, hlm, 17
37 dalam melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar mata uang
tersebut ke dalam nilai tukar rentangnya semula apabila fluktuasi melebihi
batas/ rentang intervensi yang diperkenankan. Namun, bank sentral tidak
menerapkan suatu acuan tingkat/level nilai tukar tertentu, seperti yang
diterapkan pada sistem fixed exchange rate.51
4.1.8. Teori Penentuan Nilai Tukar Valuta Asing
Setelah melalui era bretton woods accord, akhirnya sebagian besar mata uang
negara-negara di dunia pada tahun 1973 diberi kesempatan mengambang
secara bebas satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk mencari tingkat
keseimbangan/ekuilibrium tingkat keseimbangan/ekuilibrium ditentukan oleh
kekuatan oleh kekuatan pasar, yaitu demand dan supply terhadap mata uang
itu sendiri untuk melepaskan diri dari pengaruh bank sentral yang sebelumnya
selalu melakukan tindakan intervensi untuk mempengaruhi nilai tukar agar
senantiasa berada pada suatu batas (range) yang telah ditentukan. Ada
beberapa model penentuan nilai tukar:
1). Traditional theories
Traditional theoris terdiri dari purcashing power parity dan theory elastisitas.
a) Teory purchasing power parity
Teori ini merupakan teory tertua dan merupakan teori terpopuler. Teori ini
pertama kali diperkenalkan pertama kali pada tahun 1556 oleh martin de
azpilcueta navarro. Teori ini berbunyi sebagai berikut:
51
Ibid, hlm 8-9.
38 “the price of a good in one caountry should equal the price of the
same good in another country, exchanged at the current rate “
Teori ini menyatakan bahwa harga barang di suatu negara harus sama
dengan harga barang serupa di negara lain sesuai dengan tingkat nilai tukar
yang berlaku antara kedua negara tersebut, teori ini disebut the law of one
price.52
b) Teori elastisitas
“exchange rate is simply the price of foreign exchange which
maintains the balance payments in equilibrium”
Teori elastisitas mengatakan bahwa nilai tukar adalah harga dari valuta
asing untuk mempertahankan neraca pembayaran internasional suatu
negara agar tetap berada pada tingkat equilibrium. Dengan kata lain,
respons nilai tukar terhadap perubahan dalam neraca perdangan sangat
dipengaruhi oleh elastisitas permintaan terhadap perubahan harga. Jika
elastisitas permintaan bersifat inelastis, pengaruh penurunan impor dan
kenaikan ekspor dalam neraca pembayaran internasional akan sangat kecil.
Akibatnya, nilai tukar harus melakukan penyesuaian secara tajam untuk
menghilangkan devisit neraca pembayaran internasional. Jika elastisitas
permintaan bersifat elastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan
ekspor akan sangat berpengaruh bagi keseimbangan neraca pembayaran
internasional sehingga hanya diperlukan sedikit penyesuaian dalam nilai
tukar.53
52
Ibid, hlm 10
Ibid hlm 13
53
39 2. Modern monetary theories on short term exchange rate volatility
“modern monetary theories on the short term exchange rate
volatility take into consideration the short term capital markets
roles and the long term impact of commodity markets on the
foreign exchange”
Teori ini memperlihatkan adanya peran pasar modal dalam jangka pendek
dan peran bursa comoditi dalam jangka panjang terhadap fluktuasi nilai
tukar. Teori ini mengatakan adanya perbedaan nilai tukar dan perbedaan
dalam purchasing power parity adalah karna adanya suatu perubahan
dalam permintaan dan penawaran terhadap aset-aset keuangan. Dalam
pandangan modern, teori purchasing power parity juga diperluas dengan
menyatakan variabel, seperti jumlah uang yang beredar, tingkat suku
bunga, dan pendapatan riil, dalam menentukan nilai tukar antara dua
negara.
2. Synthesis of traditional and modern monetary views
‘since the financial markets adjust faster than the commodities
markets, the exchange rate tends to be affected in the short term by
the capital market changes, and by the commodities changes in the
long term”
Menurut teori ini, dinamika perubahan yang terjadi di pasar kuangan
(pasar modal dan pasar uang ) lebih cepat jika dibandingkan perubahan di
pasar barang/komoditi. Oleh karena itu, dalam jangka pendek fluktuasi
nilai tukar lebih dipengaruhi oleh perubahan dalam pasar modal dan dalam
jangka panjang fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perubahan yang
terjadi di pasar barang.54
54
Ibid hlm 14
40 4.1.9. Faktor-Faktor Yang Menentukan Penawaran Uang
Ada beberapa alat yang digunakan sebagai instrumen kebijakan moneter. Para
pejabat negara negara dapat mempergunakan sebagai instrumen keungan tersebut,
dalam merumuskan kebijakan keuangan negara. pada umumnya, faktor-faktor
yang mempengaruhi penawaran uang pada suatu perekonomian adalah sebagai
berikut:55
1) Dalam perekonomian di jaman modern ini, bank komersial memerankan
peranan penting dalam penentuan penawaran uang pada suatu sistem
perekonomian. Biasanya bank komersial memberi fasilitas potongan
pinjaman kepada institusi atau individu. Kebijakan tersebut akan menarik
minat istitusi atau individu-individu yang dapat meningkatkan permintaan
pinjaman pada suatu perekonomian.
2) Selain hal tersebut di atas, bank sentral juga mempunyai instrumen lain
yang dapat digunakan untuk mengatur jumlah uang yang ditawarkan dan
peredarannya.
3) Oprasi surat berharga pemerintah, peredaran dan penawaran uang juga
dapat dipengaruhi oleh surat berharga pemerintah (treasury bills). Pada
dasarnya pembelian surat berharga pemerintah tersebut merupakan proses
menarik uang dari sirkulasi di masyarakat.
4) Perdagangan valuta asing sebagai komoditas, peredaran uang dapat
meningkat karena kunjungan/kedatangan turis asing, ekspor barang dan
jasa ke negara lain, dan investasi asing
55
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal,cetakan ke enam, upp stim
ykpn,yogyakarta,2001, hlm 74-75 41 4.1.10. Resiko Dalam Perdagangan Valuta Asing
Perdagangan valuta asing tidak hanya industri yang menjanjikan harapan
keuntungan, namun juga sangat beresiko tinggi. Sangatlah penting untuk
mengetahui resiko-resiko yang terdapat dalam perdagangan valuta asing sehingga
dapat dikembangkan suatu kebijakan untuk mengatasi resiko tersebut.
Terdapat tiga kategori utama resiko perdagangan valuta asing, yaitu:56
1) Exchange rate risk
Resiko ini terjadi akibat adanya fluktuasi/pergerakan secara terus-menerus
permintaan dan penawaran di dalam pasar valuta asing sehingga
mempengaruhi posisi nilai tukar valuta asing tersebut. Dalam perdagangan
valuta asing, pada umum nya seorang trader akan membuka posisi dengan
membeli (buy) atau menjual (sell) valuta asing. Selama posisi itu belum
ditutup (close position), nilai tukar valuta asing tersebut akan mengalami
perubahan karena adanya tarik-menarik antara kekuatan permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar.
Fluktuasi harga dalam transaksi perdagangan valuta asing merupakan
“musuh utama” bagi seorang trader karena dapat mengakibatkan kerugian
(potensial loss). Namun, disisi lain fluktuasi harga di dalam pasar valuta
asing juga merupakan faktor yang sangat penting karena tanpa adanya
fluktuasi harga, tidak mungkin terjadi perdagangan di dalam pasar valuta
56
The Fei Ming op cit, hal 19,20
42 asing dan pasar menjadi tidak likuid. Jadi, fluktuasi harga merupakan
suatu faktor yang menguntungkan apabila digunakan secara tepat dan
bijaksana
2) Credit risk
Credit risk adalah resiko kemungkinan pihak lain (counter party) tidak
melaksanakan kewajiban dalam persetujuan yang telah disepakati.
3) Country risk
Country risk adalah resiko yang timbul akibat adanya campur tangan
pemerintah dalam perdagangan valuta asing. Resiko ini berbeda dengan
aktivitas intervensi yang dilakukan bank sentral untuk mempertahankan
nilai tukar. Country risk di antaranya adalah resiko pembekuan terhadap
aset, simpanan luar negeri, dan deposito warga negara asing oleh
pemerintah lokal/domestik.57
4.1.11. Praktek Transaksi Valuta Asing di Indonesia
Di indonesia menggunakan berbagai macam sistem nilai tukar, diantaranya
adalah:58
Ibid. Hlm 21
http://strugglemoment.wordpress.com/2010/05/10/kurs-di-indonesia-mekanisme-dandampaknya, diakses tanggal 15 maret 2012 jam 08,15 wib
57
58
43 1) Sistem Nilai Tukar Tetap (1971 – Maret 1983)
2) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali secara ketat (April 1983 –
Sep 1986)
3) Sistem Nilai Tukar Mengambang Fleksible (Sep. 1986 – Agt. 1997)
4) Sistem Nilai Tukar Mengambang bebas (14 Agustus 1997)
Berikut ini adalah tabel mengenai kurs Rupiah terhadap Dollar pada Bank
indonesia kurun waktu 4 januari 2010 sampai dengan 6 mei 2010 :
Berikut ini adalah tabel mengenai nilai tukar pada 16 maret 2012:
44 Valuta Asing
USD (US Dollar)
Kurs Tengah
+/- (%)
Kurs Jual Kurs Beli
9175.00
0.00 0.00%
9300.00
9050.00
7261.70
0.00 0.00%
7375.20
7148.20
1182.15
0.00 0.00%
1199.20
1165.10
110.04
0.00 0.00%
112.07
108.00
11991.15
0.00 0.00%
1617.25
0.00 0.00%
1648.25
1586.25
SEK (Krona Swedia)
1356.75
0.00 0.00%
1381.55
1331.95
CHF (Swiss Franc)
9918.05
0.00 0.00%
10069.05
9767.05
14442.60
0.00 0.00%
14658.10 14227.10
9637.55
0.00 0.00%
9787.55
9487.55
7491.60
0.00 0.00%
7621.10
7362.10
SGD (Singapore
Dollar)
HKD (Hongkong
Dollar)
JPY (Japan Yen)
EUR (Eropa Euro)
12173.15 11809.15
DKK (Krona
Denmark)
GBP (Inggris
Poundsterling)
AUD (Australian
Dollar)
NZD (New Zealand
Dollar)
Berdasarkan uraian di depan, dapat disimpulkan bahwa transaksi jual beli valuta
asing timbul karena adanya kebutuhan konversi mata uang, antara mata uang yang
satu dengan mata uang yang lain dalam lalu lintas perdagangan internasional. Ini
45 disebabkan karna setiap negara yang melakukan aktivitas perdagangan
internasional (ekspor-impor) tentu akan memerlukan alat bayar yaitu mata uang
dari negara yang menjadi mitra dagangnya, dan masing-masing negara
mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya dalam menentukan
jenis dan nilai mata uangnya.
Nilai mata uang satu negara dengan negara lainnya akan berubah (berfluktuasi)
setiap saat sesuai volume permintaan dan penawaran dari mata uang tersebut di
bursa atau pasar yang bersifat internasional. Adanya permintaan dan penawaran
akan valuta asing inilah yang akhirnya menimbulkan transaksi jual beli valuta
asing.
4.2.
Tinjauan Umum Tentang Hukum Mu’amalah
4.2.1. Pengertian
Pengertian muamlah dapat dilihat dari dua segi yang pertama dari segi bahasa dan
yang ke dua dari segi istilah. Menurut bahasa, Mu’amalah berasal dari kata amala,
yuamilu, Mu’amalahan sama dengan wazan faala, yufailu, mufaalatan artinya
saling bertindak, saling berbuat dan saling mengamalkan.59
Mu’amalah ialah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama
manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya, tanpa memandang agama atau
asal usul kehidupannya. Aturan agama yang mengatur hubungan antar sesama
manusia, dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang perkawinan, perwalian,
59
Rachmat Syafei, FIQIH Muamalah,Pustaka Setia, Bandung, 2001, hlm 14
46 warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan, perkoperasian dll. Aturan agama
yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita temukan
antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata pencaharian,
dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan.
Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya
dapat kita jumpai seperti larangan mengganggu, merusak dan membinasakan
hewan, tumbuhan atau yang lainnya tanpa adanya suatu alasan yang dibenarkan
oleh agama, perintah kepada manusia agar mengadakan penelitian dan pemikiran
tentang keadaan alam semesta.
Dari uraian diatas telah kita ketahui bahwa Mu’amalah mempunyai ruang lingkup
yang luas, yang meliputi segala aspek, baik dari bidang agama, politik, ekonomi,
pendidikan serta sosial-budaya.60
Menurut istilah, pengertian Mu’amalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu
pengertian Mu’amalah dalam arti luas dan pengertian Mu’amalah dalam arti
sempit. Definisi Mu’amalah dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai
berikut.
a) Al-Dimyati berpendapat bahwa Mu’amalah adalah:
“attuhasilu addunyawi liyakuna sababan lil akhiri”
“menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab sukseslah masalah
ukhrawi”61
60
61
Masjfuk Zuhdi, Studi Islam jilid III: Muamalah, : Rajawali press, Jakarta 1988, hlm 2-3
Al Dimyati, dalam I’anah Al Thalibin , Toha Putra , Semarang ,tt. Hlm 2
47 b) Muhammad Yusuf Musa
Mu’amalah adalah peraturan-peraturan allah yang harus diikuti dan ditaati
dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.62
c) Mahmud Syaltout
ketentuan-ketentuan hukum mengenai hubungan perekonomian yang
dilakukan anggota masyarakat, dan bertendensikan kepentingan material
yang saling menguntungkan satu sama lain.63
d) Dr mustafa Ahmad Zarqa’
Hukum-hukum tentang perbuatan manusia yang berkaitan dengan
hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak-hak dan
penyelesaian sengketa.64
Dari pengertian dalam arti luas di atas, kiranya dapat diketahui bahwa Mu’amalah
adalah aturan-aturan atau hukum allah yang mengatur manusia dalam kaitannya
dalam urusan duniawi dalam pergaulan sosial (hablum minannas).
Sedangkan pengertian Mu’amalah dalam arti sempit (khas), didefinisikan oleh
para ulama sebagai berikut:
1) Menurut Hudlari Byk
“ al Mu’amalahu jamiul ukudillati biha yatabadalu manafiuhum”
Mu’amalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling
menukar manfaatnya.65
62 Abdul Majid, dalam : Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dalam Hukum Kebendaan
Dalam Islam , IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung 1986, hlm .1.
63
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial,RajaGrafindo Persada, Jakarta:
1993, hlm 70-71
64
Mustafa Ahmad Zarqa’, Al-Madkhal Al- Fiqh Al-Am, Al-Adib, Damaskus, 1966-1967.
Hlm 55 65
Hendi Suhendi,. Fiqh Muamalah, raja grafindo persada, jakarta, 2007, hlm 2
48 2) Menurut Idris Ahmad66
Mu’amalah adalah aturan aturan allah yang mengatur hubungan manusia
dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan
jasmaninya dengan cara yang paling baik.
3) Menurut Rasyid Ridha
Mu’amalah adalah tukar-menukar barang dengan sesuatu yang bermanfaat
dan dengan cara yang telah ditentukan.
4) Dr Abdul Sattar Fathullah Sa’id
Fiqih Mu’amalah ialah hukum syariat yang berkaitan dengan transaksi
manusia mengenai jual beli, gadai, perdagangan, pertanian, sewa
menyewa, pengkongsian, perkawinan, penyusunan thalak, iddah, hibah &
hadiah, wasiat, warisan, perang dan damai.67
Dari pandangan di atas, dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan fiqih
Mu’amalah dalam arti yang sempit adalah seperangkat aturan-aturan allah yang
wajib untuk ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia (hablum
minannas) dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta
benda.
Perbedaan pengertian Mu’amalah dalam arti yang sempit dengan pengertian
dalam arti luas adalah dalam cakupannya. Mumalah dalam arti luas mencakup
persoalan waris, misalnya, padahal mengenai persoalan waris telah diatur dalam
66
hlm 12 67
lihat Fiqh Al-Syafi’iyyah , karya indah , jakarta , hlm 1
Abdul Sattar Fathullah Sa’id, Muamalah Fil Islam , rabitah alam al-islami , makkah,
49 lingkup pembahasan tersendiri. Yaitu dalam fiqih mawaris (tirkah atau faroidh),
karena masalah waris telah diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, maka dalam
Mu’amalah pengertian sempit tidak termasuk di dalamnya.
Persamaan pengertian Mu’amalah dalam arti sempit dan arti yang luas sebenarnya
sama yaitu sama-sama mengatur urusan atau hubungan antar sesama manusia
untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya meliputi : cara memperoleh harta
mengatur, menglola dan mengembngkannya dengan cara yang benar.
4.2.2. Pembagian Mu’amalah
Penetapan pembagian fiqih Mu’amalah yang dikemukakan oleh ulama fiqih
sangat berkaitan dengan definisi fiqih Mu’amalah yang mereka buat, yatu dalam
arti luas atau dalam arti yang sempit. Ibn abidin, salah seorang yang
mendifinisikan fiqih dalam arti luas, dan kemudian membaginya menjadi lima
bagian:68
1) Mu’awadlah maliyah (hukum kebendaan)
2) Munakahat (hukum perkawinan)
3) Muhasanat (hukum acara)
4) Amanat dan ‘Aryah (pinjaman)
5) Tirkah (harta peninggalan )
68 Nana Masduki, Fiqih Muamalah Madiyah (diktat), IAIN Sunan Gunung Djati,
bandung, 1987, hlm .4
50 Ibn ‘Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan Mu’amalah secara luas
sehingga munakahat termasuk salah satu bagian fiqih Mu’amalah, padahal
munakahat diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqih munakahat. Demikan
pula tirkah, harta peninggalan atau warisan, juga termasuk dalam bagian fiqih
Mu’amalah, padahal tirkah sudah diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqih
mawaris. 69
Sedangkan Al-fikri, dalam kitabnya Mu’amalah Al-madiyah wa Al-adabiyah,
membagi fiqih Mu’amalah kedalam dua bagian :70
1) Al-Mu’amalah Al-madiyah
Adalah Mu’amalah yang mengkaji obyeknya sehingga sebagian ulama
berpendapat bahwa Mu’amalah al-madiyah adalah Mu’amalah bersifat
kebendaan karna obyek fiqih Mu’amalah adalah benda yang halal, haram
syubhat untuk diperjual belikan, benda-benda yang memadharatkan dan
benda-benda yang mendatangkan kemashlahatan bagi manusia serta segisegi yang lainnya.
2) Al-mu’amalah al-adabiyah
Adalah Mu’amalah yang ditinjau dari segi cara tukar menukar benda yang
bersumber dari panca indra manusia, yang unsur penegaknya adalah hakhak dan kewajiban-kewajiban, misalnya jujur, hasud, dengki, dan dendam.
69
70
Hendi Suhendi , op cit hlm 3
Nana Masduki, op cit hlm 4 51 Mu’amalah madiyah yang dimaksud oleh Al-Fikri ialah aturan-aturan yang
ditinjau dari segi obyeknya. Oleh karena itu jual beli benda bagi muslim tidak
hanya untuk mendapatkan atau mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi
secara vertikal juga bertujuan untuk mendapatka ridla allah.
Secara horizontal adalah untuk memeroleh keuntungan sehingga benda-benda
yang diperjual belikan senantiasa dirujukkan atau disandarkan kepada aturanaturan allah. Benda-benda yang haram atau dilarang oleh syara’ (minuman keras,
khamer, daging babi, darah, dll) untuk tidak diperjual belikan karena bukan
bertujuan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan semata tetapi juga mencari
ridla allah.
Mu’amalah al-adabiyah ialah aturan-aturan allah yang wajib diikuti dilihat dari
segi subyeknya. Mu’amalah adabiyah ini berkisar pada keridhaan kedua belah
pihak, ijab qabul, dusta, menipu maupun perbuatan yang lainnya.
Pembagian Mu’amalah di atas dilakukan atas dasar kepentingan teoritis sematamata bukan sebab dalam praktiknya, kedua bagian Mu’amalah tersebut tidak
dapat dipisahkan.
4.2.3. Ruang Lingkup Fiqih Mu’amalah
Ruang lingkup fiqih Mu’amalah terbagi menjadi dua. Ruang lingkup Mu’amalah
yang bersifat adabiyah ialah ijab dan qabul, saling meridhloi, tidak ada
keterpaksaan salah satu pihak, hak dan kewajiban kejujuran pedagang, penipuan,
52 pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang berasal dari indra manusia yang
ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.71
Mengenai ruang lingkup permasalahan madiyah ialah masalah jual beli (al-bai’
al-tijarah), gadai (al-rahm), jaminan dan tanggungan (kafalah dan dlaman),
pemindahan hutang (hiwalah), jatuh bangkrut (taflis), batasan bertindak (alhajru), perseroan atau pengkongsian (al-syirkah), perseroan harta dan tenaga (almudharabah), sewa menyewa (al-ijarah), pemberian hak guna pakai (al-ariyah),
barang titipan (al-wadhlit’ah), barang temuan (al-luqathah), garapan tanah (almujaroah), sewa menyewa tanah (al-muqabarah), upah (ujrat al-amal), gugatan
(al-syuf’ah), syaembara (al-ji’alah), pembagian kekayaan bersama (al-qismah),
pemberian (al-hibbah), pembebasan (al-ibra), damai (al-shulqu), dan ditambah
dengan beberapa masalah mu’ashiroh (muhaditsah), seperti masalah bunga Bank,
asuransi, kredit dan masalah-masalah baru lainnya.72
4.2.4. Sumber Hukum Mu’amalah
Sumber hukum Mu’amalah adalah al-quran, sunah rasul ( as-sunnah), ijtihad
(ra’yu).
1) Al-Qur’an
Secara harfiah kata al-qur’an berasal dari bahasa arab Al-Qur’an yang
berarti pembacaan atau bacaan.73 Sedang menurut istilah, Al-Qur’an
71
Rachmat Syafei, op cit, hlm 14 72
Hendi Suhendi, loc cit hlm 5 73
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia, PP al-munawwir,
krapyak ,yogyakarta, 1984, hal 1185
53 adalah kalam allah yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW.
Melalui malaikat jibril dengan bahasa arab sebagai hujjah (bukti)
kerasulan nabi muhammad dan sebagai pedoman hidup bagi manusia serta
sebagai
media
dalam
mendekatkan
diri
kepada
allah
dengan
membacanya.74
Al-Qur’an memberikan ketentuan-ketentuan hukum Mu’amalah yang
sebagian besar berbentuk kaidah-kaidah umum : kecuali itu, jumlahnya
pun amat sedikit. Misalnya, dalam Q.S. Al-Baqarah :188 terdapat larangan
makan harta dengan cara yang tidak sah, antara lain melalui suap. Dalam
Q.S. An-Nisa’:29 terdapat ketentuan bahwa perdagangan atas dasar suka
rela merupakan salah satu bentuk Mu’amalah yang halal.75
Al-qur’an menyajikan hukum-hukum atau dasar-dasar islam secara global
yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah disegala
tempat dan zaman.76 Walaupun pada umumnya ayat-ayat al-qur’an yang
menyangkut hukum yang bersifat pasti, tetapi selalu terbuka bagi
penafsiran, dan aturan-aturan yang berbeda dapat diturunkan dari suatu
yang sama atas dasar ijtihad.
74
Abd Al-Wahhab Khallaf, Ilm Al-Ushul Fiqh, cetakan VII, Dar Al-Qolam lial-tibaah wa
Al-Annasyr wa al-tauzi’, kairo, 1978, hal 11, Muhammad Abu Zahrah , Ushul FIqh, Dar Fikri AlArabi, 1958, hal 23
75Ahmad Azhar Basyir Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),cetakan
pertama, UII press,yogyakarta,2004.,hlm 14 76 Bila dipahami secara mendalam, ternyata allah tidak menurunkan al-qur’an dalam suatu
kehampaan, tetapi sebagai suatu tuntunan bagi rasul yang hidup dan terlibat dalam suatu
perjuangan yang nyata. Al-qur’an lebih banyak memberikan prinsip-prinsip dasar yang membawa
seorang muslim pada arah tertentu dapat menemukan jawabannya usahanya sendiri. 54 2) As-sunnah
Secara etimologis sunnah berasal dari dari kata bahasa arab al-sunnah
yang berarti cara, adat istadat (kebiasaan), dan perjalanan hidup (sirah),
yang tidak dibedakan antara yang baik dan yang buruk.77 Ini bisa dipahami
dari sabda nabi yang diriwayatkan oleh HR muslim:
“ barang siapa yang membuat cara (kebiasaan) yang baik dalam
islam, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang
yang mengikutinya, dan barang siapa yang membuat cara yang
buruk dalam islam, maka ia akan memperoleh dosannya dan dosa
orang yang mengikutinya” 78
Sunah rasul memberikan ketentuan-ketentuan hukum Mu’amalah lebih
terperinci dari pada al-qur’an. Apabila al-qur’an menentukan bahwa
berdagang merupakan cara untuk memperoleh rizki yang halal, maka
hadits nabi memberikan perinciannya, seperti larangan untuk penjual yang
menjual barang dagangan akan tetapi bukan miliknya sendiri, dilarang
menjual ikan didalam air karna itu gharar, dan sebagainya.
3) Ijtihad
Secara etimologis kata ijtihad berasal dari kata al-ijtihad yang berarti
segala penumpuhan segala upaya dan kemampuan dan berusaha dengan
sungguh-sungguh.79 Secara terminologis, ijtihad berarti mencurahkan
kesanggupan dalam mengluarkan hukum syara’ yang bersifat amaliyyah
dari dalil-dalil terperinci baik dalam alqur’an maupun sunnah.80
77 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir, kamus Arab Indonesia, op cit hlm 784
78 Muhammad Murtadlo Al-zabidy, Taj’ Al-’Arus,juz9 (t.t), T,tp.:tp. Muhammad ‘Ajjaz
Al-khathib, Ulum Al-Hadits Ulumuhu Wa Mustholahuhu, Dar Al-Fikr, Beirut, 1989, hlm 17
79
Ahmad Warson Munawwir, loc cit hlm 234
80
Abd Al-wahhab Khallaf ,op cit hlm 216, Muhammad Abu Zahrah , op cit hlm 379
55 Untuk memahami ketentuan-ketentuan hukum Mu’amalah yang terdapat dalam
al-qur’an dan sunah rasul, demikian pula untuk memperoleh ketentuan-ketentuan
hukum Mu’amalah yang baru timbul sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat,
diperlukan pemikiran-pemikiran baru yang disebut ijtihad.81 Sumber ijtihad inilah
yang telah berperan mengembangkan fiqih islam, terutama dalam bidang
Mu’amalah.
4.2.5. Prinsip Hukum Mu’amalah
Hukum Mu’amalah islam mempunyai prinsip yang dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1) Pada dasarnya semua bentuk Mu’amalah adalah mubah,82 kecuali yang
ditentukan lain oleh sunah rasul.
2) Mu’amalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur
paksaan.
3) Mu’amalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat
dan menghindari madharat dalam hidup masyarakat.
4) Mu’amalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari
unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam
kesempitan.83
81
Ahmad Azhar Basyir, op cit hlm 15
82 Al ashlu fil muamalati wal’uquud ash shihhah, hattaa yaquuma daliilun ‘alaa tahrim
wal buthlan.” Artinya hukum asal dari muamalah dan perjanjian adalah sah (boleh) sampai
datangnya argumen yang mengharamkan atau membatalkan (Mabadi’u-Awwaliyyah).
83
Ibid, hlm 16
56 Secara ringkas keempat prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Prinsip pertama mengandung arti bahwa hukum islam memberikan
kesempatan luas terhadap perkembangan bentuk dan macam Mu’amalah
baru yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.84
2) Prinsip kedua memperingatkan mengenai kebebasan kehendak para pihak
yang bersangkutan untuk selalu diperhatikan. Pelanggaran terhadap
kebebasan kehendak itu berakibat tidak dapat dibenarkannya suatu bentuk
Mu’amalah.
3) Prinsip ketiga memperingatkan bahwa suatu bentuk Mu’amalah dilakukan
atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari
madharat85 dalam hidup masyarakat, dengan akibat bahwa segala bentuk
Mu’amalah yang merusak kehidupan masyarakat tidak dibenarkan.
4) Prinsip keempat menentukan bahwa segala bentuk Mu’amalah yang
mengandung unsur penindasan tidak dibenarkan.86
4.2.6. Obyek Hukum Mu’amalah
Obyek hukum Mu’amalah, dalam pengertiannya yang terbatas, hanya menyangkut
urusan-urusan mengenai keperdataan dalam hubungan kebendaan, dan meliputi
84
Taghayurul ahkam bi taghayuril azminati wal amkinati wal ahwali (hukum itu bisa
berubah sesuai dg perubahan zaman,tempat dan keadaan) dan al-muhafadzah ala al-qadim assholih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah (memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang
baru yang lebih baik)
85
jalb al-mashaalih wa daf al-mafasid (mengambil mashlahah sekaligus mencegah
kerusakan) 86
Ibid, hlm 17 57 masalah-masalah yang bersifat pokok. Diantara masalah-masalah yang bersifat
pokok tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hak dan pendukungnya
b. Benda dan milik atasnya
c. Perikatan yang bersifat umum (akad)87
4.2.7.
Aspek Mu’amalah Dalam Transaksi Valuta Asing
4.2.7.1. Jual beli
Menurut etimologi jual beli88 diartikan : “mukobalatus sai bis sai”89 yang
artinya penukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari al-bai
adalah asy-syira’, al-mubadalah dan at-tijarah, dalam Al-qur’an surat
fathir ayat 29 dinyatakan: “Wa ala niyata innaliadzina yatluna kitaba
allahi wa akomus sholata wa anfaku mimma roza’naahum sirran yarjuuna
tijarotan lan taburo.”90
87 Ibid, hlm 18 88
jual beli adalah dua kata yang berlawanan artinya, namun masing-masing sering digunakan
untuk arti kata yang lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi
disebut sebagai pembeli dan penjual. Rosulullah SAW bersabda “ dua orang yang berjaul-beli
memiliki hak untuk menentukan pilihan, sebelum mereka berpindah dari lokasi jual-beli” akan
tetapi bisa disebutkan secara umum, yang terbetik dalam hak adalah kata penjual diperuntukan
kepada orang yang mengluarkan barang dagangan. Sementara pembeli adalah orang yang
mengluarkan pembayaran. Penjual adalah orang yang mengluarkan barang miliknya. Sementara
pembeli adalah orang yang menjadikan barang itu miliknya dengan kompensasi pembayaran. 89
Wahbah zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adilatuh, juz 4, Dar Al Fikr, Damaskus, 1989, hlm 344,
pengertian yang sama dikemukakan oleh Ali Fikri, Syamsudin Muhammad Ar-ramli, dan ulama’
ulama’ lain. Lihat Ali Fikri, Al-Muamalat Al-Madiyah wa Al-Adabiyyah, Musthafa Al-Babiy AlHalabiy, Mesir 1357, hlm 8, Lihat juga Syamsudin Muhammad Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, juz
3, Dar Al-fikr, Beirut, 2004, hlm 372. 90
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan
menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam
dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (QS fathir ayat 29) 58 Adapun jual beli menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya, antara lain:
1) Menurut ulama Hanafiyah:91
Mubadalatu maalin bi malin ala wajhin mahsusin. Yaitu pertukaran
harta (benda) dengan harta berdasarkan cara yang khusus (yang
dibolehkan).
2) Menurut imam Nawawi92 dalam Al-Majmu’ :
Muqabalatu maalin bi maalin tamlikan
Yaitu pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.
3) Menurut Ibnu Qudamah93 dalam kitab Al-Mugni :
Mubadalatu malin bi maalin tamlikan wa tamalukan
Yaitu pertukaran harta, dengan harta untuk saling menjadikan milik.
Sedangkan dasar hukumnya, jual beli disyariatkan dalam Al-Qur’an, assunnah dan ijma’. Yakni:
1) Al-Qur’an
“Wa ahala allahu al bai’a wa harroma ar riba.” 94 2) As-sunnah
“Nabi SAW, ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik
beliau menjawab, seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap
jual beli yang mabrur” (HR. Bajjar, Hakim menyahihkan dari Rifa’ah
ibn Rafi’)
Alaudin Al-Kasyani , Badai’ Ash-shanai’ Fi Tartib Asy-Syarai’. Juz v . hlm .133 Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II, hlm 2
93
Ibnu Qudamah , Al-Mugni, jus III, hlm 559 94
Padahal allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba ( Qs, Al-Baqarah , ayat
275 )
91
92
59 Maksud mabrur dalam hadits diatas adalah jual-beli yang terhindar
dari usaha tipu-menipu yang merugikan orang lain.
3) Ijma’95
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya,
tanpa bantuan orang lain namun demikian, bantuan atau barang milik
orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai.96
Dalam menetapkan rukun jual-beli, di antara para ulama terjadi
perbedaan pendapat. Menurut ulama hanafiyah, rukun jual beli adalah
ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridla, baik
dengan ucapan maupun dengan perbuatan.97
Adapun rukun jual-beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu :
1) Bai’ (penjual)
2) Mustari (pembeli)
3) Shighat (ijab qabul)
4) Ma’qud ‘alaih (benda atau barang)
95
Persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu
tempat disuatu masa, persetujuan itu diperoleh dengan suatu cara ditempat yang sama.
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
rajawali pers, jakarta 2009, hlm120
96
Rachmat Syafei. Loc cit, hlm 75 97
Ibn Abidin , Radd Al-Mukhtar Ala Dar Al-Mukhtar, juz IV, hlm 5
60 Mengenai
rukun
dan
pelaksanaan
jual-beli
ulama
syafiiyah
menguraikan syarat sighat dan ma’qud ‘alaih ke dalam beberapa
bagian :
1). Syarat sighat98
a) Berhadap-hadapan.
Pembeli atau penjual harus menunjukkan sighatakad nya kepada
pembeli yang sedang bertransaksi dengannya,yakni harus sesuai
orang yang dituju.
b) Ditunjukkan kepada seluruh badan yang akad.
Tidak sah mengatakan “saya menjual barang ini kepada kepala atau
tangan kamu”.
c) Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab.
Orang yang mengucapkan qabul haruslah orang yang diajak
berteransaksi oleh orang yang mengucapkan ijab, kecuali jika
diwakilkan.
d) Harus menyebutkan barang atau harga.
e) Ketika mengucapkan sighat harus disertai niat (maksud).
f) Pengucapan ijab dan qabul harus sempurna.
Jika orang yang bertransaksi tersebut gila sebelum mengucapkan
ijab qabul, jual beli tersebut dinyatakan batal.
g) Ijab qabul tidak terpisah
98
Rachmat Syafei, ibid, hlm 82 61 Antara ijab dan qabul tidak boleh diselinggi oleh waktu yang
terlalu lama, yang menggambarkan adanya penolakan dari salah
satu pihak.
h) Antara ijab dan qabul tidak terpisah dengan pernyataan lain.
i) Tidak berubah lafadz.
Lafadz ijab tidak boleh berubah, seperti perkataan “ saya jual
dengan lima ribu, kemudian berkata lagi, “saya menjualnya dengan
sepuluh ribu, padahal barang yang dijual masih sama dengan
barang yang pertama dan belum ada qabul.
j) Bersesuaian antara ijab dan qabul secara sempurna.
k) Tidak dikaitkan dengan sesuatu.
Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada
hubungannya dengan akad.
l) Tidak dikaitkan dengan waktu.
2). Syarat ma’qud ‘alaih (barang).99
a) Suci.
b) Bermanfaat.
c) Dapat diserahkan.
d) Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang lain.
e) Jelas dan diketahui oleh orang yang melakukan akad.
99
Ibid, hlm 83
62 Adapun Hukum (ketetapan) bai’ beserta pembahasan barang dan
harga adalah sebagai berikut:
1) Hukum (ketetapan) akad
Hukum akad adalah tujuan dari akad. Dalam jual-beli, ketetapan akad
adalah menjadikan barang sebagai milik pembeli dan menjadikan
harga atau uang sebagai milik penjual.100
Secara mutlak hukum akad dibagi menjadi 3 bagian ;101
a) Dimaksudkan sebagai taklif, yang berkaitan dengan wajib, haram,
sunah, makruh, dan mubah.
b) Dimaksudkan sesuai dengan sifat-sifat syara’ dan perbuatan, yaitu,
sah, luzum, dan tidak luzum, seperti pernyataan akad, “akad yang
sesuai dengan rukun dan syaratnya disebut shahih lazim.”
c) Dimaksudkan sebagai dampak tasharuf syara’, seperti wasiat yang
memenuhi kebutuhan syara’ berdampak pada beberapa ketentuan,
baik bagi orang yang diberi wasiat maupun bagi orang atau benda
yang diwasiatkan.
Hukum atau ketetapan yang dimaksud pada pembahasan akad jualbeli ini, yakni menetapkan barang milik pembeli dan menetapkan
uang milik penjual.102
Muhammad Yusuf Musa., Al-Amwal Wa Nazariyah Al-Aqd, hlm .372 Rachmat Syafei., loc cit. Hlm. 85 102
Alaudin Al-Kasani., juz v. Hlm .233 100
101
63 Hak-hak akad (huquq al-aqd) adalah aktivitas yang harus dikerjakan
sehingga menghasilkan hukum akad, seperti menyerahkan barang
yang dijual, memegang harga (uang), mengembalikan barang yang
cacat, khiyar, dan lain-lain.
Adapun jual beli yang mengikuti hukum adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan barang yang dibeli, yang meliputi berbagai hak yang
harus ada dari benda tersebut yang disebut penggiring (marafiq),
kaidah umum dari masalah ini misalnya segala sesuatu yang berkaitan
dengan rumah adalah termasuk pintu, jendela, WC, dapur, dan lainlain
walaupun
tidak
disebutkan
dalam
akad,
kecuali
ada
pengecualian.103
2) Tsaman (harga) dan Mabi’ (barang jualan)
a). Pengertian harga dan mabi’
Secara umum, mabi’ adalah ma yatayyanu bi ta’yiini (perkara yang
menjadi tentu dan ditentukan). Sedangkan pengertian harga secara
umum adalah ma la yatayyanu bi ta’yiini (perkara yang tidak tentu
dengan ditentukan).
Definisi diatas sebenarnya sangat umum sebab sangat bergantung
pada bentuk dan barang yang diperjual belikan adakalanya mabi’ tidak
Rachmat Syafei., op cit, hlm 86 103
64 memerlukan penentuan. Sebaliknya harga memerlukan penentuan,
seperti penetapan uang muka.
Imam Syafi’i dan Ja’far berpendapat bahwa harga dan mabi’ termasuk
dua nama yang berbeda bentuknya, tetapi artinya satu, perbedaan
keduanya didalam hukum adalah penggunaan huruf ba (dengan).104
b). Penentuan mabi’ (barang jaulan)
Penentuan mabi’ adalah penentuan barang yang akan dijual dari
barang-barang lainnya yang tidak akan dijual, jika penentuan tersebut
menolong untuk menentukan akad, baik pada jual-beli yang
barangnya ada ditempat akad atau tidak. Apabila mabi’ tidak
ditentukan dalam akad, penentuannya dengan cara penyerahan mabi’
tersebut.
c). Perbedaan harga, nilai dan utang
i. Harga
Harga hanya terjadi pada akad, yakni sesuatu yang direlakan
dalam akad, baik lebih sedikit, lebih besar ataupun sama
dengan nilai barang. Biasanya, harga dijadikan nilai penukar
pada suatu barang.
ii. Nilai sesuatu
Sesuatu yang dinilai sama menurut pandangan manusia.
iii. Utang
Ibnu Abidin., op cit, juz IV, hlm 26. 104
65 Utang adalah sesuatu yang menjadi tanggungan seseorang
dalam urusan harta, yang keberadaanya disebabkan oleh
beberapa iltijam.105
d) Perbedaan mabi’ dan harga
Kaidah umum tentang mabi’ dan harga adalah segala sesuatu yang
dijadikan mabi’ adalah sah dijadikan harga, tetapi tidak semua harga
dapat dijadikan mabi’.
Diantara perbedaan mabi’ dan tsaman adalah :
i. Secara umum uang adalah harga, sedangkan barang yang dijual
adalah mabi’.
ii. Jika tidak menggunakan uang, barang yang akan ditukarkan adalah
mabi’ dan penukarannya adalah harga.
e) Ketetapan mabi’ dan harga
Hukum-hukum yang berkaitan dengan mabi’ dan harga antara lain :106
i. Mabi’ disyaratkan haruslah harta yang bermanfaat, sedangkan
harga tidak disyaratkan demikian.
ii. Mabi’ disyaratkan harus ada dalam kepemilikan penjual,
sedangkan harga tidak disyaratkan demikian.
iii. Tidak boleh mendahulukan harta pada jual-beli pesanan,
sebaliknya mabi’ harus didahulukan.
Keharusan untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu untuk orang lain, seperti
merusak harta ghasab, berutang dan lain-lain.
106
Wahbah al-zuhaili., op cit., hlm 405-406
105
66 iv. Orang yang bertanggung jawab atas harga adalah pembeli,
sedangkan yang bertanggung jawab atas mabi’ adalah penjual.
v. Menurut ulama’ hanafiyyah, akad tanpa menyebutkan harga
adalah fasid dan akad tanpa menyebutkan mabi’ adalah batal.
vi. Mabi’ rusak sebelum penyerahan adalah batal, sedangkan
apabila harga rusak sebelum penyerahan, tidak batal.
vii. Tidak boleh tasharruf atas barang yang belum diterimanya,
tetapi dibolehkan bagi penjual untuk tasharruf sebelum
menerima.
Disamping hal-hal yang dipaparkan diatas, mengenai hukum-hukum
yang berkaitan dengan mabi’ dengan hrga, juga ada hal pokok yang
harus diketahui. mengenai syarat harga dan yang dihargakan antara
lain :
a) Bukan barang yang dialarang syara’.
b) Harus suci, maka tidak boleh menjual khamr, dan lain-lain.
c) Bermanfaat menurut pandangan syara’.
d) Dapat diketahui oleh kedua orang yang akad.
e) Dapat diserahkan.
4.2.7.2. Konsep Uang dalam Islam
Dalam islam uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas
atau barang dagangan. Oleh karena itu, motif permintaan akan uang adalah untuk
67 memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk
spekulasi atau trading.
Dalam konsep islam tidak dikenal money demand for speculation. Hal ini
dikarenakan spekulasi tidak diperbolehkan. Uang pada hakekatnya adalah milik
Allah SWT yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya
bagi kepentingan kita dan masyarakat. Oleh karena itu menimbun uang (dibiarkan
tidak produktif) tidak dikehendaki karena hanya akan mengurangi jumlah uang
yang yang beredar. Dalam islam uang adalah flow concept karenanya harus selalu
berputar didalam perekonomian.
Islam tidak menenal konsep time value of money. Islam hanya mengenal konsep
economic value of time artinya yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam
memperbolehkan penetapan harga tangguh-bayar lebih tinggi dari pada harga
tunai.107 Didalam islam uang yang beredar dimasyarakat mempunyai fungsi yakni
diantaranya :108
1). Uang sebagai standart ukuran harga dan unit hitungan. Uang adalah
standart ukuran harga yakni sebagai pengukur nilai harga komoditas
dan jasa, dalam perbandingan harga setiap komoditas dengan komoditas
lainnya.
107
Syafii Antonio., Bank Syariah Dari Theory Ke Praktek ,gema insani, jakarta,2001, hlm, 185186
108
Ahamd Hasan.,penerjemah Saifurrahman Barito, Mata Uang Islami Telaah Komprehensif
Sistem keuangan Islam, PT Raja Grafindo Persada, jakarta, 2004, hlm12
68 2). Uang sebagai media pertukaran.Uang adalah alat ukur yang digunakan
setiap individu untuk pertukaran komoditas dan jasa.
3). Uang sebagai media penyimpan nilai.Bahwa orang yang mendapatkan
uang kadang tidak mengluarkan sepenuhnya dalam satu waktu, tetapi
disisihkan sebagian untuk membeli kebutuhan hidupnya baik berupa
barang maupun jasa pada waktu yang diinginkan.
4). Uang sebagai standart pembayaran tunda.Transaksi terjadi pada waktu
sekarang dan harga tertentu, tetapi diserahkan pada waktu yang akan
datang. Karena itu dibutuhkan standart ukuran yang digunakan untuk
menentukan harga.
Menurut Karim109 didalam ekonomi islam, mengenai fungsi uang hanya dikenal
sebagai Alat pertukaran (medium of exchange for transaction).Fungsi ini menjadi
sangat penting didalam ekonomi maju, dimana pertukaran terjadi oleh banyak
pihak. Seseorang tidak memproduksi setiap apa yang dibutuhkan, tetapi hanya
terbatas pada barang tertentu saja, yang dijual kepada orang-orang untuk
selanjutnya digunakan untuk mendapatkan barang atau jasa yang ia butuhkan.
Orang memproduksi barang dan menjualnya dengan bayaran uang, selanjutnya
dengan uang itu ia gunakan untuk membayar pembelian apa yang ia butuhkan.
Dengan demikian uang membagi proses pertukaran ke dalam dua macam :
(i) Proses penjualan barang atau jasa dengan bayaran uang
Muhammad Karim., Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, salemba empat,
jakarta, 2002, hlm 22
109
69 (ii) Proses pembelian barang atau jasa dengan menggunakan uang.
a) Satuan nilai (unit of account)
Yang dimaksud dengan satuan nilai adalah nilai uang dalam daya tukar terhadap
seluruh komoditi dan jasa. Sesungguhnya dalam islam uang hanya berfungsi
sebagai alat pertukaran (medium of exchange) yaitu media untuk mengubah
barang dari satu bentuk kedalam bentuk yang lain. Dan fungsi yang kedua adalah
sebagai satuan nilai (unit of account).
Hukum Islam melalui salah satu cabangnya yaitu fiqh Mu’amalah yang mengatur
hubungan antar sesama manusia (hablum minannas) juga mempunyai landasan
tersendiri mengenai transaksi atau jual beli, yang didasarkan kepada sumbersumber hukum islam guna mendapatkan mashlahat.
Mu’amalah
semakin
berkembang
seiring
perkembangan
zaman
guna
mengakomodir kepentingan atau kebutuhan manusia didalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, sehingga didalam Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam
tidak mengatur secara mendetail masalah Mu’amalah ini agar terbuka pintu-pintu
ijtihad, untuk menjawab serta memberikan dasar hukum terhadap persoalan
manusia yang semakin berkembang.
Islam juga mulai melihat perkembangan mengenai jual beli valuta asing yang
semula pada zaman dahulu belum ada, dan merupakan kebutuhan atau kebiasaan
70 yang ada di zaman modern. Transaksi valuta asing tersebut dibutuhkan oleh
manusia di zaman modern sebagai alat pembayaran perdagangan antar negara.
Hukum Islam dengan segala perkembangannya menyikapai persoalan modern
yang telah berkembang dimasyarakat, meberikan aturan-aturan agar segala
sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat khususnya kalangan pemeluk agama
Islam agar tidak terjerumus kepada arah yang salah. Salah satunya mengenai
transaksi valuta asing, hukum Islam memberikan batasan-batasan agar mekanisme
perdagangan tersebut terhindar dari unsur-unsur gharar110, riba, penipuan,
spekulasi, dll. Mengenai mekanisme dalam jual beli valuta asing yang sesuai
dengan syariat Islam akan dibahas pada bagian selanjutnya.
4.3. Pembahasan Mengenai Transaksi Valuta Asing Dalam Prespektif
Hukum Islam di Indonesia
4.3.1. Pembahasan Ditinjau Dari Segi Transaksinya.
1) Transaksi spot
Transaksi spot merupakan transaksi valuta asing dengan penyerahan dan
pembayaran saat itu juga, meskipun dalam praktek transaksi spot akan
diselesaikan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya kontrak jual beli suatu mata
uang spot dilakukan atau ditutup pada tanggal 10 agustus 2007, penyerahan dan
penyelesaian kontrak tersebut dilakukan pada tanggal 12 agustus 2007, apabila
Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad Bin Hambal Dan Baihaqi dari Ibnu
Mas’ud (la tastari as samaku fii al ma’i fainnahu gahrar) artinya janganlah engkau membeli ikan
didalam air sesungguhnya itu gharar (penipuan ketidak jelasan).
110
71 tanggal 12 agustus 2007 tersebut kebetulan hari libur atau
hari sabtu maka
penyelesaiannya adalah pada hari kerja berikutnya dan penyelesaian transaksi
seperti ini disebut value date.
Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam
beberapa cara berikut ini:111
a) Cash, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang
sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak).
b) Tom (kependekan dari tomorrow), yaitu penyerahan dana
dilakukan pada hari kerja berikutnya atau hari kerja setelah
diadakannya kontrak.
c) Spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal
transaksi
2) Forward market
Transaksi forward terjadi antara dua pihak yang meliputi mata uang dua negara
yang berbeda, berdasarkan suatu nilai tukar tertentu, dengan waktu transaksi yang
melebihi dua hari kerja atau mempunyai waktu jatuh tempo lebih panjang
dibandingkan transaksi yang dilakukan di pasar spot. Waktu jatuh tempo dari
forward contract ini bervariasi, pada umumnya berkisar antara 30,90,180,360
hari.112
111
Mudrajat Kuncoro, Menejemen Keuangan Internasional, edisi ke dua, yogyakarta,
BPFE, 2001, hlm, 56
112
The Fei Ming,Day Trading Valuta Asing ,cetakan pertama,elek media komputindo,
jakarta, 2001,hlm, 23
72 3)
Swap Transaction (Transaksi Swap)
Yaitu transaksi pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang
dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan
mata uang tersebut dilakukan pada bank lain yang sama. Jenis transaksi swap
yang umum adalah spot terhadap forward. Dealer membeli suatu mata uang
dengan transaksi spot dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama
kepada bank lain yang sama dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan
sebagai suatu transaksi tunggal dengan bank lain yang sama, dealer tidak akan
menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan.113
Seperti dijelaskan diatas bahwa pada prinsipnya transaksi swap merupakan
transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertetu. Transaksi swap
berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua
transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli.
Penggunaan
transaksi
swap
sebenarnya
dimaksudkan
untuk
menjaga
kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu
mata uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank
dengan bank Indonesia (disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut
dilakukan atas dasar swap point yang ditetapkan oleh bank Indonesia.Transaksi
swap antara bank dengan BI antara lain:114
113
Dikutip Dari Makalah, Muhamad Sulhan, Transaksi Valuta Asing (al-sharf) Dalam
Prespektif Islam, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, hlm , 5
114
http:// id.shvoong.com/social-sciences/economics/2260833-jenis-jenis-transaksi-valutaasing/ di akses tanggal 13 maret 2012. Jam 10.00 wib
73 a) Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI untuk
dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Posisi likuiditas ini
untuk setiap bank maksimum 20 % dari modal bank tersebut.
b) Swap investasi, yaitu
swap yang dilakukan atas inisiatif bank
berdasarkan swap dengan nasabah yang adanya berasal dari
pinjaman luar negeri untuk keperluan investasi di Indonesia.
c) Perbedaan dari ketga jenis transaksi di atas adalah bahwa swap
terjadi dua transaksi pada saat yang sama (double transaction),
yaitu jual beli atau beli dan jual. Sedangkan pada spot dan forward
hanya terjadi satu kali transaksi saja (one single transaction), yaitu
jual beli saja.
4) Option Transaction (Transaksi Opsi)
Transaksi Opsi merupakan
kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit
valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu.115
http://bprsyariah.com/artikel/121-transaksi-valuta-asing-menurut-islam, di akses tanggal 12
maret 2012 , jam 13.00
115
74 4.3.2. Pembahasan Mengenai Transaksi Valuta Asing Ditinjau Dari Segi
Kontraknya
1) Transaksi Spot
Mekanisme yang dilakukan dalam transaksi spot yaitu transaksi pembelian dan
penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahannya pada hari itu (over the
counter) atau penyelesaiinya paling lambat dalam waktu dua hari. Hukumnya
adalah boleh116, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap
sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa untuk dihindari (mimma la budda
minhu) dan merupakan transaksi internasional.
Mengenai transaksi spot sebenarnya sudah memenuhi mahal akad117 (Al-Ma’qud
Alaih). dalam islam tidak semua benda dapat untuk dijadikan obyek akad
misalnya minuman keras. Oleh karena itu fuqoha’118 menetapkan empat syarat
dalam obyek akad:
a) Ma’qud alaih (barang) harus ada ketika akad
Menurut syarat ini barang yang tidak ada sewaktu akad tidak sah dijadikan
obyek akad, seperti halnya jual beli sesuatu yang masih didalam tanah
seperti halnya menjual anak kambing yang dalam perut induknya. Namun
diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat mengenai akad atas barang
116
Himpuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Nomor :28/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli
Mata Uang (AL-SHARF).
117
Obyek akad atau benda-benda yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas.
Barang tersebut dapat berbentuk harta benda seperti barang dagangan dan dapat pula yang
berbentuk suatu kemanfaatan.
118
Ahli dalam bidang ilmu fiqih.
75 yang tak
tampak
ini.
Sebenarnya,
dalam beberapa
hal
syara’
memperbolehkan atas jual beli barang yang tidak ada, seperti menjual
buah-buahan yang masih dipohon setelah tampak buahnya atau mengenai
biji-bijian yang masih didalam tanah.
b) Ma’qud alaih harus masyru’ (sesuai dengan ketentuan syara’)
Ulama’ fiqih sepakat bahwa barang yang dijadikan obyek akad harus
sesuai dengan ketentuan syara’. Oleh karena itu dipandang tidak sah akad
atas barang yang diharamkan syara’, seperti bangkai, minuman keras,dan
lain-lain.
c) Dapat diberikan waktu akad
Disepakati oleh ulama’ fiqih bahwa barang yang dijadikan akad harus
dapat diserahkan ketika akad. Dengan demikian ma’qud alaih yang tidak
diserahkan ketika akad seperti jual beli burung yang ada di udara, harta
yang sudah diwakafkan, dan lain-lain dipandang seperti halnya tidak
terjadi akad.
d) Ma’qud alaih harus diketahui oleh kedua belah pihak
Ulama fiqih menetapkan bahwa ma’qud alaih harus jelas diketahui oleh
kedua belah pihak yang akad. Larangan As-Sunnah sudah sangat jelas
dalam jual-beli gharar (barang yang samar yang mengandung penipuan)
dan barang tidak diketahui oleh pihak yang akad.
Seperti dalam hadits, yang artinya “dari Abu Hurairah R.A.bahwa
Rasulullah SAWmelarang jual beli khushat (membeli sejauh lemparan
kerikil ditanah) dan gharar”(H.R., Al-Jama’ah kecuali Bukhori).
76 e) Ma’qud alaih harus suci
Ulama selain Hanafiyyah menerangkan bahwa ma’qud alaih harus suci,
tidak najis dan mutanajis (terkena najis), dengan kata lain ma’qud alaih
yang dapat dijadikan akad segala sesuatu yang suci yakni yang dapat
dimanfaatkan menurut syara’. Oleh karena itu anjing, bangkai, darah dan
lain-lain tidak dapat diperjual belikan.
2)
Transaksi Forward
Transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat
sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam
sampai dengan waktu 1 tahun. Hukum nya adalah haram119, karena harga yang
digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya
dilakukan kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum
tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward
agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
Mengenai dilarangnya transaksi forward dikarenakan pembayarannya tidak
dilakukan secara tunai, tetapi dalam tempo yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak. Seperti dalam hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi
SAW. Bersabda :
“La tatabiu ad dhaba bi addahabi illa mislan bi mislin wala tusifuu
ba’daha ala ba’din, wa la tabiu al warika bi al wariki illa mislan bimislin
wala tasifuu ba’daha ala ba’din, wala tatabiu minha ghaiban binazijin”
Himpuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Nomor :28/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli
Mata Uang (AL-SHARF). 119
77 Artinya :”janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama
(nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian
yang lain: jangan lah menjual perak dengan perak kecuali sama
(nilainya) dan jangnlah menambahkan sebagian atas sebagian
yang lain; dan jangan menjual emas dan perak tersebut yang tidak
tunai dengan yang tunai”.
Hadits tersebut diatas adalah dasar atau sumber dibolehkannya transaksi valuta
asing, akan tetapi mengenai pembayarannya haruslah tunai ditempat terjadinya
akad dan dilakukan secara langsung tidak jatuh tempo atau terhutang. Dan jual
beli secara forward dianggap tidak sah karna rukun didalam akad ada yang tidak
terpenuhi, yaitu mengenai maqud alaih yang kurang lengkap yang terdiri dari :
a) Dapat diberikan waktu akad
Disepakati oleh ulama’ fiqih bahwa barang yang dijadikan akad harus
dapat diserahkan ketika akad. Dengan demikian ma’qud alaih yang tidak
diserahkan ketika akad seperti jual beli burung yang ada di udara, harta
yang sudah diwakafkan, dan lain-lain dipandang seperti halnya tidak
terjadi akad.
b) Ma’qud alaih harus diketahui oleh kedua belah pihak
Ulama fiqih menetapkan bahwa ma’qud alaih harus jelas diketahui oleh
kedua belah pihak yang akad. Larangan As-Sunnah sudah sangat jelas
dalam jual-beli gharar (barang yang samar yang mengandung penipuan)
dan barang tidak diketahui oleh pihak yang akad.
Seperti dalam hadits, yang artinya “dari Abu Hurairah R.A.bahwa
Rasulullah SAW melarang jual beli khushat (membeli sejauh lemparan
kerikil ditanah) dan gharar”(H.R., Al-Jama’ah kecuali Bukhori).
78 3)
Transaksi Swap
Kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan
dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward.
Hukumnya haram120 karena mengandung unsur gharar (ketidak jelasan,
spekulas).
4)
Transaksi Option
Kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual
yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka
waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukunya haram121 karena mengandung unsur
gharar (spekulasi).
Landasan tidak dibolehkanya model transaksi swap dan option dikarenakan
mengandung unsur gharar (spekulasi). Dikarenakan unsur gharar dapat
membawa dampak yang kurang baik pada kedua belah pihak yang melakukan
transaksi tersebut. Tujuan semula dilaksanakan jual beli adalah untuk
mendapatkan mashlahat (kebaikan yang tidak terputus) bagi kedua belah pihak
bukan malah membawa mafsadah (kerusakan) bagi keduanya. Larangan untuk
diharamkannya transaksi swap dan option juga bisa dilihat dari segi maudu’
(tujuan) akad;
Himpuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Nomor :28/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli
Mata Uang (AL-SHARF).
121
Himpuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Nomor :28/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli
Mata Uang (AL-SHARF). 120
79 Maudu’ akad adalah maksud utama disyariatkannya akad. Dalam syariat islam,
maudu’ akad ini haruslah benar dan sesuai dengan ketentuan syara’. Sebenarnya
maudu’ akad adalah sama meskipun berbeda-beda barang dan jenisnya. Pada jual
beli misalnya, maudu’ akad adalah pemindahan kepemilikan barang dari penjual
kepada pembeli.
Maudu’ akad pada hakikatnya satu arti dengan maksud asli akad dan hukum akad.
Hanya saja, maksud asli dipandang sebelum terwujudnya akad; hukum dipandang
dari segi setelah terjadinya akad; sedangkan maudu’ akad berada diantara
keduanya.
Pembahasan ini sangat erat kaitannya antara antara zahir akad dan batinnya.
Diantara para ulama’ ada yang memandang bahwa akad yang shahih harus
bersesuaian antara zahir dan batin akad. Akan tetapi, sebagian ulama’ lainnya
tidak mempermasalahkan masalah batin atau tujuan akad.
Menurut golongan kedua jika akad sudah memenuhi persyaratannya, yaitu
dianggap sah, tanpa mempermasalahkan apakah mengandung unsur kemaksiatan.
Dengan demikian akad yang mengandung unsur kemaksiatan sah secara zahir,
tetapi makruh tahrim122 karena mengandung kemaksiatan atau niatnya tidak
sesuai dengan. ketetapan syara’.
Sesuatu yang dilarang berdasarkan suatu dalil yang masih bisa ditakwili dengan pengertian
yang lain.(suatu perkara tersebut bila dilakukan akan mendapat siksa sedangkan makruh tanjih
tidak mendapatkan siksa) 122
80 Ulama Hanafiyyah dan Syafiiyyah menetapkan beberapa hukum akad yang dinilai
secara zahir sah akan tetapi makruh tahrim, yaitu;123
i.
Jual-beli yang menjadi perantara munculnya riba.
ii.
Menjual anggur untuk dijadikan khamer.
iii.
Menjual senjata untuk menunjang pemberontakan atau fitnah, dan
lain-lain.
Adapun ulama’ Malikiyyah, Hanabillah, dan Syi’ah yang mempermasalahkan
masalah batin akad, berpendapat bahwa suatu akad tidak hanya dipandang dari
segi zahirnya saja akan tetapi juga harus dipandang juga dari segi batinnya.
Dengan demikian, tujuan memandang akad dengan sesuatu yang tidak bersesuaian
dengan ketetapan syara’ dianggap batal.124
Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibn Majah,
dangan teks muslim dari ‘Ubadah Bin Shamit, Nabi SAW, bersabda ;
“Addzahabu bi addzabi wa alfidhotu bi al fidhoti wa alburru bi alburri wa
assyairu bi assyairi wa attamru bi tamri wa almilhu bi almilhi mislan bi
misslin, sawaaun bi sawaainyadan bi yadin faidzha ihtalafat hadzihi
asnafu fabiiu kaifa si’tum ida kana yadan bi yadin”
Artinya ; “(juallah)emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam
dengan garam (dengan syarat) harus sama dan sejenis serta tunai. Jika
jenisnya berbeda maka juallah sekehendakmu jika dilakukan secara
tunai”
Tukar menukar uang boleh terjadi antara lain:
a) Jenis logam yang sama, misalnya; emas dengan emas dan perak dengan
perak.
Rahmad Syafei, Fiqih Muamalah, Pustaka setia Bandung, 2001, hlm 62
Ibid hlm 62 123
124
81 b) Jenis logam yang berlainan, emas dengan perak maupun perak dengan
nikel.
c) Logam dengan uang kertas, misalnya emas dengan uang kertas.
d) Uang kertas dengan uang kertas misalnya; uang kertas selembar Rp 20.000
ditukar dengan uang sepuluh lembar dengan nominal Rp 2.000.
Bahwa jual beli valas atau pertukaran mata uang untuk kebutuhan sektor sektor
riil, baik meliputi transaksi barang maupun jasa, hukumnya adalah jaiz (boleh)
menurut hukum islam. namun apabila motifnya untuk spekulasi seperti yang
terjadi belakangan ini hukumnya adalah haram.
Argumentasi dilarangnya spekulasi valas dirumuskan dalam beberapa poin
dibawah ini ;
a) Karena tidak adanya transaksi riel, pelaku hanya mengandalkan
selisih harga valuta pada saat penutupan.
b) Berdagang valuta asing tidak ubahnya seperti judi, karena dalam
transaksinya penuh spekulasi.
c) Uang bukan komoditas. Dalam ekonomi islam, uang tidak boleh
dijadikan sebagai komoditas, namun dalam perdagangan valuta
asing secara jelas telah dijadikan sebagai komoditas. Yang semula
fungsi uang sebagai standart nilai pada uang dan jasa serta uang
sebagai medium of change.
82 Menurut ekonomi islam transaksi valas hanya dibenarkan pada sektor riel saja,
seperti membeli barang untuk kebutuhan ekspor maupun impor, berbelanja atau
untuk pembayaran disebuah negara tertentu misalnya pada wisatawan atau
jema’ah haji. Perdagangan valas dalam kegiatan yang bertujuan untuk spekulasi
adalah transaksi maya (semu), karna didalamnya tidak terdapat jual beli dalam
sektor riel.
Dalam transaksi maya tidak ada sektor riel (barang maupun jasa) yang diperjual
belikan, mereka hanya memperjual belikan kertas berharga (saham) dengan uang
untuk tujuan spekulasi. Selisih dan tambahan (ghain) yang diperoleh dan itu
termasuk riba, karena ghain itu sendiri diperoleh dengan bighairi ‘iwadin yaitu
tidak ada sesuatu sektor riel yang dipertukarkan didalamnya dan yang ditukarkan
adalah hanya uang itu sendiri.
4.3.3. Kesimpulan Transaksi Valuta Asing Ditinjau dari Hukum Islam di
Indonesia.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan dimuka sebagai berikut :
1) Pada dasarnya transaksi jual beli valuta asing (valas) hukumnya adalah
jaiz (boleh), akan tetapi dengan ketentuan ;
a) Tidak ada spekulasi (untung-untungan).
b) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
83 c) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang yang sejenis maka
nilainya haruslah sama dan cara pembayarannya dilakukan secara
tunai (al-taqabudh).
d) Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar
(kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.
2) Pada dasarnya transaksi jual beli valuta asing (valas) hukumnya adalah
jaiz (boleh), dengan ketentuan sebagai berikut ;
a) Ada Ijab disertai Qabul (ada perjanjian memberi maupun
menerima).
i.
Penjual menyerahkan barang jualannya dan pembeli
melakukan pembayaranya secara tunai.
ii.
Pembeli dan penjual memiliki wewenang penuh untuk
melaksanakan
maupun
melakukan
tindakan-tindakan
hukum (dewasa dan berfikiran sehat, rosyid).
b) Memenuhi syarat menjadi obyek jual-beli ;
i.
Suci barangnya (tidak najis).
ii.
Dapat diserahterimakan.
iii.
Dapat dimanfaatkan.
iv.
Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri, transaksi jual beli
tersebut dilakukan oleh pemiliknya sendiri, atau atas kuasa
seizin pemiliknya.
v.
Barang
sudah
berada
ditangannya
apabila
sudah
memperoleh imbalan.
84 4.4. Pembahasan Mengenai Transaksi Valuta Asing Dalam Prespektif
Hukum Islam di Malaysia
Pada bulan Juli tahun 2006 Standard Chartered Bank Malaysia Berhad telah
melakukan transaksi bisnis senilai 10 juta USD, dengan model transaksi yang
disebut sebagai Islamic Cross-Currency Swap dengan Bank Mu’amalah Malaysia
Berhad. Dan ini merupakan Islamic cross currency swap di Malaysia
dan
mungkin pertama di dunia. Tahun sebelumnya CIMB Islamic mengembangkan
apa yang disebut Islamic Profit Rate Swap, juga ini merupakan produk Islamic
derivatif yang pertama di dunia. Bahkan, Kuwait Finance House (Malaysia) Bhd
juga memperkenalkan apa yang disebut Ijarah rental Swap.125
Hal itu menunjukkan bahwa transaksi valuta asing jenis forward, options, dan
swap
diperbolehkan bagi perbankan Islam di Malasia oleh otoritas yang
berwenang. Sebagaimana pemberitaan yang dikutip di awal bab ini, bahwa
transaksi semacam itu memang telah dilakukan, dan justeru menjadi landmark
dari bisnis perbankan Islam di Malaysia.
Atas dasar itu, maka menarik untuk selanjutnya membahas bagaimanakah
landasan hukum bagi diperbolehkannya transaksi valuta asing semacam itu.
Karena, dalam setiap peluncuran produk baru, tentu harus ada landasan hukum
Islam yang menjadi pijakannya. Termasuk di dalamnya adalah pendapat-pendapat
125
Developments of Islamic Swaps in Malaysia, Azmi & Associates, Advocates & Solicitor, 2008.
h. 1. juga Andreas Jobst, ‘Risk Management of Islamic Finance Instruments,’ dalam QFinance,
h.4 diakses dari www.qfinance.com pada 19 Juli 2012
85 berbagai ahli hukum Islam di bidang keuangan, bukan hanya di Malaysia tetapi
juga dari berbagai tempat di dunia ini. Atau jika tidak, tentu harus ada produkproduk ijtihad dalam bentuk fatwa atau pendapat hukum, atau apapun juga
namanya, baik itu oleh lembaga pemerintahan yang berkompeten ataupun
lembaga non pemerintah. Maka menarik untuk dilihat dan dianalisis dalam bab
ini, bagaimanakah dasar hukum yang dipergunakan bagi legalisasi transaksi
derivatif ini.
4.4.1. Pembahasan dari Segi Landasan Hukum Islam/ Syariah
Selain dengan memahami berbagai aspek hukum mu’amalah sebagaimana telah
secara panjang lebar didiskusikan di muka, untuk dapat memahami praktik
transaksi valuta asing di Malaysia diperlukan pemahaman berbagai aspek hukum
Islam yang lain. Hal ini dikarenakan, ada beberapa aspek hukum Islam atau
mu’amalah yang jarang didiskusikan dalam pembahasan terkait hukum Islam atas
transaksi valuta asing di Indonesia. Namun, aspek-aspek yang jarang dibahas
tersebut ternyata menjadi wacana yang menarik bagi penentuan status hukum
transaksi valuta asing ditinjau dari hukum Islam di Malaysia.
Dari berbagai pelacakan literatur didapati bahwa jika diklasifikasikan, berbagai
jenis transaksi valuta asing tersebut menggunakan landasan hukumnya sebagai
berikut:126
No
Jenis transasksi
Landasan Hukum
1
Transaksi spot
atas dasar urf
126
Shariah Resolutions in Islamic Finance. Central Bank of Malaysia, Kuala Lumpur, 2007, h. 4345, dan 98-108. juga, Resolutions of the Securitities Comission SharÊÑah Advisory Council,
Securities Commission, Kuala Lumpur: 2006. h,35-36. juga, Commercial Banking, Ibid.
86 2
3
4
Transaksi Forward
Transaksi swap
Transaksi Options
atas dasar akad wa’ad.
atas dasar murabahah.
atas dasar ‘arbun
Bai' al-Sarf,
Wa’ad &
Commodity Murabahah/
Bai' al-Innah
Menurut resolusi dari Shariah Advosory Council (SAC) Malaysia, kebolehan
transaksi forward didasarkan pada akad wa’ad. SAC adalah lembaga yang
bertugas memberikan nasehat hukum syariah kepada perbankan Islam di
Malaysia. Lembaga ini secara struktural berada dan merupakan bagian dari Bank
Sentral Malaysia, atau yang bernama resmi Bank Negara Malaysia (BNM).
Lembaga ini berperan untuk memberikan solusi hukum atas berbagai proposal
pengembangan produk yang akan di launcing oleh lembaga perbankan di
Malaysia.
Dalam pertemuan Shariah Advisory Council (SAC) yang ke 49, bertepatan
dengan 28 April 2005,
disepakati resolusi bahwa lembaga perbankan Islam
diperbolehkan untuk melakukan transaksi forward (forward foreign currency
transaction)
berdasarkan janji (wa’ad) yang mengikat salah satu pihak
(unilateral), yakni hanya mengikat pada pihak yang memberikan janji (promisor).
Dalam hal ini, kompensasi
diberlakukan.
bagi pelanggaran terhadap janji ini dapat
Kebolehan transaksi ini hanyalah terbatas
hedging (pengamanan)
untuk kpentingan
mata uang, dan transaksi ini boleh dilakukan antara
87 lembaga perbankan dengan para nasabah, antar sesama lembaga perbankan Islam,
atau antara lembaga perbankan Islam dengan perbankan konvensional.127
Dikarenakan landasan hukum yang digunakan dalam berbagai transaksi valuta
asing saling berbeda antara satu dengan lainnya, maka penting untuk dibahas
selanjutnya dengan berbagai bentuk akad yang menjadi dasar dari landasan ijtihad
kebolehan berbagai bentuk produk transaksi valuta asing tersebut.
1). Wa’ad
Wa’ad berarti janji (promise).128 Konsep ini dapat digunakan di berbagai jenis
transaksi, termasuk kontrak jual beli. Tanggung jawab wa’id (promisor), menurut
Muhammad Othman Syabir, adalah dapat dilihat dalam beberapa perspektif.129
Menurut penganut sebagian madzhab,
wa’id memiliki tanggung jawab, baik
secara agama maupun secara hukum (dinayatan wa qadh’an) untuk menunaikan
janjinya. Sedangkan
menurut madhhab yang lain keajiban bagi wa’id hanya
kewajiban keagamaan saja. Mayoritas ulama,130 termasuk di kalangan empat
madhab uatama, berpendapat bahwa janji yang dibuat oleh seseorang kepada
orang lain dinilai sebagai kewajiban keagamaan, yang harus ditunaikan oleh
pembuat janji, tetpai hal itu tidak menjadikan kewajiban hukum (mulzim
qadha’an) yang memiliki keharusan untuk ditunaikan sesuai dengan aturan
127
128
Shariah Resolutions in Islamic Finance, Op cit, h. 45.
Niazi, Liaquat Ali Khan, Islamic Law of Contract, Lahore, Dyal Sing Trust Library, 1990, h.
11
129
130
Resolutions. Op-cit, h. 98.
Ibid
88 hukum. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa janji (promise) dinilai sebagai
kontrak sukarela (tabarruat).
Di antara pandangan pengikut madzhab Maliki, janji memiliki kewajiban hukum
untuk ditunaikan jika terkait dengan adanya suatu sebab. Ketika sebab itu terjadi,
maka menjadi keharusan bagi wa’id untuk memnunaikan apa yangtelah
dijanjikan. Misalnya seseorang berkata:”saya akan membeli budak jika ada yang
meminjamkan uang kepada saya sebanyak seribu dirham” kemudian ada
seseorang yang meminjami, maka kemudian dia berkewajiban untuk membeli
biudak tersebut. 131
Komite syariah Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI)132 memutuskan bahwa janji yang dibuat agar mengikat
bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, adalah sama dengan sebuah kontrak
(akad), dan ini tidak diperbolehkan oleh mayoritas ulama. Lain halnya jika janji
tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga kemengikatannya bersifat unilateral,
maka statusnya menjadi diperbolehkan.133
131
Muhammad Othman Syabir, dalam Ibid.
AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) adalah
sebuah lembaga yang bertujuan mengembangan system accounting dan audit bagi lembaga
keuangan Islam di dunia. Dalam, Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic
Financial Institutions Bahrain, AAOIFI, 2002, h.2.
133
‘Fatawa Nadawat al-Barakah,’ sebagaimana dikutip dalam Resolutions. Op cit. h.101
132
89 Majma’ Fiqh Islam134 dalam pertemuannya yang ke 17 membuat keputusan baru
(yang ini juga merevisi pendapat sebelumnya dalam hal terkait), sebagai berikut:
a) Janji (promise) yang dibuat secara bilateral dinilai mengikat secara agama,
tetapi tidak mengikat secara hukum (legal)
b) Janji yang dibuat secara bilateral oleh kedua belah pihak dapat dinilai
sebagai sebuah hilah untuk mempraktekkan riba sebagaimana terjadi
dalam bai’ al-inah dan janji dalam bai’ salaf. Ini jelas dilarang oleh
syariah.
c) Dalam kasus di mana sebuah jual beli tidak dapat dilaksanakan karena
pejual tidak (belum, pen) memiliki barang sebagai obyeknya, tetapi ada
sebuah kepentingan umum (bersama) untuk memastikan (menjamin)
bahwa kedua pihak menjalankan kewajiban masing-nasing berdasarkan
sebuah aturan hukum atau praktek perdagangan yang umum dalam sebuah
Negara, semisal penerbitan dokumen kredit untuk keperluan import, maka
janji yang mengikat secara bilateral diperbolehkan, baik atas dasar aturan
hukum atau dengan kesepakatan antar para pihak dalam kontrak.135
Dengan dasar waad ini memang ada kelemahan, karena biasanya pihak
corporate sebagai nasabah kurang terlindungi dikarenaka ketidakmengikatan
hal ini bagi bank.Maka dalam aplikasinya perlu dikembangkan adanya
134
Majma’ Fiqh Islam atau International Islamic Fiqh Academy adalah yang menangani
permasalahan syariah dan fiqh dalam tubuh organisasi Organization of Islamic Cooperation (OIC/
OKI). Dalam www.fiqhacademy.org akses 19 Juli 2012.
135
Decision of Majlis Majma’ Fiqh Isami al-Duwali, dalam Resolutions, Op Cit. h.102
90 mekanisme yang dapat memberikan proteksi bagi corporate yang menjadi
nasabahnya.136
Adapun perbedaan antara wa’ad dan kontrak adalah sbb:137
Aspek
Wa’ad
Kontrak
Pernyataan/deklarasi
Melibatkan juga peristiwa mendatang
Kinerja kontrak
Kontrak
belum
dijalankan,
hanya
pemahaman
atas
kesepakatan
yang
mengikat. Kontrak yang sebenarnya akan
terjadi kemudian pada saat yang disepakai
dengan keharusan adanya ijab dan qabul
Tidak ada serah terima barang karena
kontrak belum dijalankan, dan baru akan
dijalankan pada saat yang disepakati dengan
ijab dan qabul
Tidak ada tanggung jawab bagi pembeli
untuk membayar harga barang
Harus sesuatu yang terjadi
sekarang
Kontrak yang sebenarnya telah
terjadi pada saat kontrak
tersebut dengan pernyataan
ijab dan qabul
Penyerahan barang
Tanggungjawab
Implikasi
Tidak muncul hutang karena kontrak belum
terjadi, hal ini dikarenakan kepemilikan
belum beralih.
Perpindahan
kepemilikan
Barang yang menjadi obyek belum ditransfer
kepemilikannya ke pihak lain
Barang diserahkan pada saat
kontrak terjadi
Pembeli bertanggung jawab
untuk membayar harga barang
jika barang tersebut belum
dibayar.
Apabila
pembeli
belum
membayar
harga
yang
disepakai,
maka
hukum
hutang-piutang
akan
diberlakukan.
Jika kontrak sudah terjadi,
barang
akan
mengalami
perpindahan kepemilikan.
Dengan tabel tersebut, Nampak dengan jelas bahwa wa’ad jelas berbeda dengan
kontrak atau akad. Dan dengan karakter tersebut, maka wa’ad menjadi suatu yang
fleksibel untuk diterapkan pada berbagai produk hasil inovasi.
136
137
Ibid, h. 54
Ibid, h. 53
91 Di samping itu semua, Shariah Board AAOIFI berpendapat bahwa tarnsaksi
valuta asing (currency exchange) diizinkan karena dinilai sebagai salah satu
bentuk jual beli yang secara umum diperbolehkan menurut syariah. Ini dapat
menjadi salah satu sumber income selama cara-cara yang ditempuh tidak
bertentangan dengan syariah. Komitee ini juga berpendapat sebaliknya, sejalan
dengan pendapat mayoritas ulama, melarang penggunaan janji yang mengikat
dalam transaksi valuta karena ini berarti memiliki efek yang sama dengan akad.
Namun jika salah satu pihak
membuat janji yang mengikat secara secara
unilateral, maka hal ini diperbolehkan, dan bahkan juga mengikat.138
2). ‘Arbun
‘Arbun adalah simpanan yang diberikan oleh pembeli dalam kontrak pembelian
atau penjualan. Jika penjualan berlangsung, simpanan ini akan menjadi bagain
dari harga barang yang menjadi obyeknya. Namun, jika jual beli tidak berlanjut,
maka akan dinilai sebagai sebuah bentuk pemberian (hibah) dari pembeli kepada
penjual.139 Dalam istilah lain dapat disebut dengan jual beli panjar.140 Terkait
dengan status hukum ‘arbun ini, ada pendapat yang berbeda. Mayoritas ulama
klasik berpegang pada pendapat bahwa
bai’ ‘urbun
tidak diperbolehkan
dikarenakan di dalamnya mengandung unsur-unsur gharar, judi dan perpindahan
138
Al-Ma’ayir al-Syar’iyyah, dalam Resolutions, Ibid, h, 104.
Mu’jam Musthalahat, sebagaimana dikutip dalam Resolutions. Ibid. h. 35.
140
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, translation, Syaf, Mahyudin, Volume 12, Bandung, PT Al Maarif,
1996. h. 93
139
92 hak milik yang terlarang. Mereka juga menyandarkan pada larangan bai’ ‘urbun
oleh Nabi Muhammad saw.
Namun, beberapa tabi’in, antara lain Mujahid, Ibnu Sirin, Nafi’ bin Haris, Zaid
bin Aslam dan madhhab Hambali memandang hal ini diperbolehkan dengan
mendasarkan pada praktek yang dilakukan oleh Umar bin Khattab. Umar pernah
menunjuk Nafi’ untuk mewakilinya membeli sebuah rumah milik Safwan bin
Umayyah di Makkah untuk dikonversi menjadi penjara. Sofwan kemudian
meminta Umar untuk memberikan deposit (sejumlah uang) dengan persyaratan
bahwa deposit tersebut akan menjadi miliknya jika Umar tidak melanjutkan
transaksi. Umar menyetujui hal ini. Pendapat ini dikuatkan oleh Qadhi Suraih
yang menyatakan bahwa barangsiapa telah mengakibatkan ta’athul (penundaan)
dan intizar (menunggu), maka dia harus membayar kompensasi bagi pihak yang
mendapat imbas dari kegagalan kontrak yang mestinya dilakukan.141
Dari dua pandangan ini, SAC Securities Comission Malaysia berpendapat bahwa
konsep bai’ ‘urbun diperbolehkan menurut syariah, dan dapat dikembangkan
sebagai instrument transaksi ekonomi di Malaysia. Ini merupakan sebuah ‘urf
shahih untuk menjaga agar Mu’amalah dapat berjalan dengan mulus, di samping,
hadith yang menunjukkan pelarangannya juga hadith yang lemah.142
141
142
Az-Zarqa, sebagaimana dikutip dalam Resolutions, Ibid, h. 36
Ibid.
93 3). Tawaruq
Tawaruq adalah sebuah kontrak jual-beli di mana ada tiga pihak yang terlibat;
seorang penjual, pembeli I, dan pembeli ke II. Dalamkonteks ini, bank adalah
penjual, dan nasabah adalah pembeli.143 Kemudian di luar itu ada pembeli yang
kedua, yang biasanya adalah agen yang memang pekerjaannya menampung
penjualan. Transaksi yang terjadi adalah, orang yang membeli sesuatu namun
sebenarnya yang diperlukan adalah uang cash, maka tujuan dia tidak untuk
mendapatkan barang, namun untuk mendapatkan uang. Dikarenakan semua
bentuk peminjaman uang dilarang untuk menerapkan atau menarik kelebihan
dalam pengembalian dikarenakan faktor riba, maka kemudian orang akan mecarai
berbagai cara yang sedemikian rupa sehingga seseorang yang tidak punya uang
dapat menerima uang cash, tetapi tetap dalam pengembaliannya melebihi dari
jumlah yang diambil/ dipinjam dari pihak yang memiliki uang.
Sehingga muncullah tawaruq ini, ialah bahwa seseorang yang memerlukan uang
akan bertansaksi dengan pihak yang memiliki uang (dana), transaksi dalam bentuk
jual beli suatu asset. Pembeli I sebagai pihak yang memerlukan uang akan datang
kepada pemilik uang yang menjual (atau dalam hal ini adalah bank). Pembeli I
membeli
sebuah asset dari Penjual atau pemilik dana (bank) denga model
pembayaran dicicil sampai batas tenggang waktu tertentu. Barang yang ada pada
Pembeli I tersebut kemudian dijual ke pembeli II dengan cara cash. Sehingga,
143
Mohammad Nejatullah Siddiqi, Economics Of Tawarruq, How its Mafasid overwhelm the
Masalih,
A position paper to be presented at the Workshop on Tawarruq: A Methodological issue in ShariaCompliant Finance, February 1, 2007. h.1. dalam http://kantakji.com/fiqh/ Diakses 3 Agustus
2012.
94 pada akhirnya pihak yang memerlukan uang tetap akan mendapatkan cash.144 Dan
karena ini transaksi jual beli, maka hal ini menjadi syah dalam pandangan yang
mentetujui cara ini.
4). Bai’ al-’Inah
Bai’ al-’inah adalah bentuk jual beli juga. Dan konteks permasalahan yang
mendorong terjadinya transaksi ini sebenarnya sama dengan transaksi yang terjadi
pada kasus atau model tawaruq. Yakni di mana seseorang yang memerlukan dana
(uang) akan meminjam dari salah satu pihak yang memiliki dana. Dikarenakan
semua bentuk peminjaman dalam Islam dilarang untuk dikenakan kelebihan
dalam pengembalian (riba) maka kemudian terjadilah apa yang disebut denga sell
in buy back.145
Dalam prakteknya hal ini sangat mirip dengan tawaruq hanya bai’ al-’inah ini
lebih sederhana. Jika dalam tawaruq di atas terdapat 3 pihak, dimana barang atau
asset yang dibeli tidak akan kembali ke pihak yang memiliki dana awal, namun
dalam bai’ al-’inah ini barang langsung dijual kembali kepada pihak yang
memiliki dana. Jadi asset dibeli oleh pihak yang memerlukan dana dengan cara
cicilan dan barang atau asset dijual kembali kepada pihak yang memeiliki dana
dengan cara cash. Sehingga pada posisi akhirnya, pihak yang memerlukan dana
akan mendapatkan uang cash sedangkan barang kembali lagi ke tangan pihak
144
Ibid. Juga, Shariah, Op cit. h. 22
Wahbah Al-Zuhayli, Financial Transaction in Islamic Jurisprudence. Translation of Al-Fiqh
al-Islamiy wa Adillatuh. (Vol .1). Translated by Mahmoud A. El-Gamal. Beirut: Dar al-Fikr,
2003.h. 115.
145
95 yang memiliki dana. Di sini pihak yang memiliki dana pun mendapatkan kelebih
uang sebagi keuntungan dikarenakan ini adalah sebuah bentuk transaksi jual beli
yang memungkinlan terjadinya keuntungan.
Jika tawaruq di atas saja tidak dapat diterima oleh semua kalangan di antara umat
Islam, maka terlebih bai’ al-’inah ini. Bahwa praktek ini, meskipun bentuk
transaksinya secara formal adalah jual beli, namun hal ini dinilai sebagai alasan
(justifikasi) untuk peinjam meminjam yang memberikan kelebih dalam
pengemablian, karenanya ini sering dianggap sebaga ‘the back door of riba’, atau
pintu belang dari riba. Artinya bahwa praktek ini sebenarnya sangat dekat kepada
riba dan dapat menggelincirkan orang kepada riba.
Namun, di sementara kalangan yang menerimanya, hal ini bukannya dinialai
sebagai hilah (legal device atau merakayasa hukum agar dapat menjustifikasi
keabsyahan sesuatu yang secara substansial tidak syah) hukum, namun dianggap
sebagai makhraj (jalan keluar). Mengapa menjadi jalan keluar, karena untuk
menghindarkan seseorang dari pada orang melakukan transaksi yang yang secara
terang-terangan berdasarkan bunga atau riba. Adalah suatu kenyataan bahwa
memang banyak pihak memerlukan dana cash, dan kecenderungannya,
dikarenakan tidak ada kesempatan untuk mendapatkannya pada bank syariah,
maka akan mengambil pada lembaga keuangan konvensional.
96 5). Khiyar
Dalam hukum Islam, dikenal juga adanya khiyar, ialah hak untuk memilih dalam
suatu transaksi, khususnya adalah transaksi perdagangan atau jual beli. Secara
teknis, khiyar dapat didefinisikan sebagai; hak dari pembeli untuk meneruskan
atau menggagalkan suatu akad jual beli. Khiyar ini terdiri dari berbagai macam.
Di bawah ini,beberapa macam khiyar yang banyak dikenal di kalangan ahli
hukum Islam:146
a) Khiyar majlis
b) Khiyar ra’yi
c) Khiyar ‘aib
d) Khiyar syarath
Di antara ahli hukum islam ada yang menambahkan dengan berbagai jenis khiyar
lainnya. Berbagai bentuk khiyar ini dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:147
146
Ala’ Eddin Kharofa, Transcations in Islamic law, Kuala Lumpur, AS Noordeen, 1997. H. 92139
147
Younes Elahi dan Mohd Ismail Abd Aziz, Islamic options (al-Khiyarat); Challenges and
opportunities, International Conference on Information and Finance IPEDR vol.21 (2011) ©
(2011) IACSIT Press, Singapore. h. 102. Diakases dari www.ipedr.com 19 Juli 2012.
97 Namun, secara umum khiyar di atas itulah yang paling banyak dikenal dan
sekaligus telah dapat men-cover berbagai aspek yang ada pada khiyar yang
lainnya. Adapun pengertian dari masing masing khiyar tersebut dapat diberikan
sebagaimana berikut:148
a) Khiyar Majlis. Khiyar ini adalah hak untuk melangsungkan atau
membatalkan suatu transaksi jual beli selama kedua pihak masih berada
pada satu majlis (forum). Forum ini memang tidak dapat dipahami
sebagaimana aslinya, bahwa yang namanya
satu majlis adalah ketika
keduanya masing berhadap-hadapan. Namun dapat saja diinterpetasi
sedemikian rupa selama masih dapat dipahami bahwa itu berada pada
lingkungan tertentu yang disepakati.
148
Sabiq, Op cit. h. 100-103
98 b) Khiyar Ra’y. Khiyar ini adalah hak untuk melangsungkan atau
membatalkan suatu transaksi jual beli pada saat pertama kali pembeli
melihat atau menyaksikan barang atau obyek yang ditransaksikan. Hal ini
terjadi dalam konteks di mana obyek jual beli belum dapat dilihat secara
riil karena beberapa sebab. Dapat disebabkan karena letak antara penjual
dan pembeli yang berjauhan sedangkan barang atau obyek masih ada pada
penjual. Atau karena barang tersebut belum nyata bentuknya tetapi
replikanya sudah ada. Maka ketika pertama kali menyaksikan secara nyata,
pembeli memiliki hak khiyar jenis ini. Jadi, meskipun sebelumnya sudah
ada kesepakatan jual beli, namun karena penjual belum melihat obyek
yang ditransaksikan, penjual masih memiliki hak untuk menggagalkan
transaksi pada saat secara kenyataan menyaksikan obyek tersebut. Tentu
saja hal ini dapat diimplementasikan bukan tanpa alasan.
Alasannya adalah bahwa biasanya terdapat hal-hal detail dari obyek atau
barang yang ditransaksikan yang tidak dapat dikemukakan spesifikasinya
secara jelas sebeumnya, ini karena keterbatasan
sarana yang ada.
Sehingga sering dijumpai bahwa kenyataan obyek yang ditransaksikan
sedikit berbeda dengan karakter atau spesifikasi yang telah disebutkan
sebelumnya.
c) Khiyar ‘aib. Khiyar ini adalah hak untuk melagsungkan sebuah trasaksi
atau membatalkannya dengan dasar terdapatnya ‘aib atau cacat pada obyek
yang ditransaksikan. Adalah suatu hal yang jamak terjadi bahwa dalam
99 sebuah barang yang ditransaksikan ada suatu cacat yang itu tidak dijumpai
oleh pembeli sebelum atau bahkan ketika terjadinya suatu transaksi dan
sebaliknya cacat tersebut baru dijumpai setelah dalam jangka waktu
tertentu setelah transaksi dilakukan. Sehingga akan sangat rugi bagi
pembeli jika adanya cacat tersebut tidak diperhitungkan dalam transaksi,
baik untuk mendapatkan kompensasi tertentu atau bahkan untuk
menganulir kontrak yang telah dilakukan tersebut.
Jadi, jika dalam
kenyataannya sementara pihak menerapkan adanya klausula tertentu dalam
transaksi jual beli bahwa jika suatu barang telah dibeli maka tidak dapat
lagi dikembalikan, atau apa yang sering disebut dengan klausula
eksonorasi, maka klausula tersebut bertentangan dengan hak khiyar ‘aib
ini. Karena itulah, menurut prinsip-prinsip mu’amalah jual beli yang
menyertakanklaususla eksonorasi semacam itu tidak dapat dibenarkan.
d) Khiyar syarath. Khiyar jenis ini adalah hak untuk melangsungkan atau
membatalkan sebuah transaksi atas dasar persyaratan-persyaratan yang
telah disepakai oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini yang penting untuk
diketahui adalah apakah yang menjadi
batasan-batasan yang harus
dipenuhi bagi syarat-syarat tersebut. Karena, tidak semua syarat juga
diperbolehkan dalam mu’amalah. Sebagaimana telah banyak dimaklumi
bahwa asas kebebasan berkontrak dalam Islam tidaklah sebebas-bebasnya.
Syarat yang diperbolehkan untuk diperjanjikan oleh kedua belah pihak
adalah syarat yang tidak dimaksudkan untuk “menghalalkan sesuatu yang
haram dan mengharamkan
sesuatu yang halal.” Khiyar syarath ini
100 merupakan bentuk khiyar yang paling fleksibel untuk diterapkan dalam
berbagai transaksi dibandingkan dengan berbagai khiyar
lainnya.
Sehingga, dalam berbagai inovasi produk transaksi berbasis mu’amalah,
khiyar syarath ini nampaknya sangat memungkinkan untuk diadopsi.
Berbagai aspek huku mu’amalah terkait kontrak di atas adalah beberapa hal yang
banyak digunakan sebagai asumsi dasar dasar hukum bagi inovasi produk
perbankan Islam di Malaysia terkait dengan transaksi valuta asing. Karena itulah
hal tersebut penting untuk dipahami terlebih dahulu sebelum mendiskusikan
praktek dari transakssi valuta asing dalam perbankan Islam di Malaysia. Dan
setelah mendiskusikan hal tersebut, maka dalam pembahasan berikutnya akan
dianalisis tentang praktek transaksi valuta asing yang terjadi.
4.4.2. Pembahasan Praktik Transaksi Valuta Asing di Malaysia
Transaksi valuta asing yang terjadi di Malaysia adalah transaksi jual beli valuta
asing yang tidak berbeda dengan apa yang terjadi di Indoneisa. Tetapi untuk
praktek transaksi valuta asing yang dilakukan oleh lembaga keuangan Islam di
Malaysia berbeda dengan apa yang terjadi dengan trasaksi valuta asing pada
lembaga perbankan Islam (syariah) di Indonesia. Hal itu dikarenakan ada beberap
jenis transaksi valuta asing yang terjadi di Indonesia yang tidak boleh dilakukan
oleh lembaga keuangan syariah dikarenakan masuk dalam klasifikasi haram.
Sedangkan hal tersebut, di Malaysia dipraktekkan pada berbagai lembaga
101 keuangan Islam, terutama adalah perbankan Islam yang menjadi topik utama pada
pembahasan ini. Hal ini merupakan suatu hal yang mengejutkan, bukan hanya
bagi kalangan para ahli dan praktisi di bidang perbankan syariah di Indonesia,
namun juga bagi para ahli dan praktisi di berbagai Negara lain. Apa yang
dilakukan di Malaysia ini dipandang sebgai suatu hal yang aneh, untuk tidak
disebut sebagai terlalu bebas.
Sebagai contoh Secara lengkap, transaksi valuta asing yang dilakukan oleh
lembaga keuangan Islam di Malaysia adalah:149
Spot
Islamic FX Forward
Over-the-Counter Transactions
Remittance in more than 100 currencies including Egypt, Jordan, Taiwan,
Korea etc
5) First local Islamic bank to remit in Chinese Renminbi”
1)
2)
3)
4)
Adapun, Islamic FX Forward dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:
Approved by Shariah Advisory Council (SAC) of Bank Negara Malaysia
Promise on trade date followed by Aqad on value date
Unilateral (client promise to enter into the contract)
Pricing is the same as conventional FX Forward
Bank has the right to claim for losses in case of Mark-To-Mark (MTM)
losses on termination date
6) Competitive price
7) All foreign currency transactions are subjected to Exchange Control
Notice (ECM)”
1)
2)
3)
4)
5)
Selain, itu, juga transaksi perbankan Islam memperbolehkan berbagai derivatif
produk Nampak juga pada situs resmi CIMB Islamic, sebagai mana di bawah
ini:150
149
Business Banking, pada http://www.bankislam.com.my/ diakses pada 19 Juli 2012
102 1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Value Today
Value Tomorrow & Spot
Fixed Forward
Long Term FX
Long Term Foreign Exchange (“LTFX”)
Limited Options
Currency Options
Praktek transaksi valuta asing yang dilakukan dalam perbankan Islam di Malaysia
cukup variatif.
Dan transaksi yang dipraktekkan tersebut menunjukkan
bagaimana hukum Islam yang dianut di Malaysia, atau setidaknya pendapat resmi
dari pihak yang berwenang terkait pengaturan aspek syariah dari produk-produk
perbankan Islam, utamanya terkait transaksi valuta asing telah mengalami banyak
perkembangan pada saat ini.
Dengan kata lain, dapat juga dinyatakan bahwa apa yang dipraktekkan itu
merupakan ‘madzhab’ hukum Islam di Malaysia terkait tyransaksi valuta asing.
Sehingga, jika di bagian awal dari penelitian ini menyatakan bahwa ada hal-hal
yang menarik dari praktek transaksi valuta asing di Malaysia, maka pada bagian
ini hal-hal yang dimaksud akan dianalisis secara cermat. Berikut adalah berbagai
transaksi valuta asing yang selama ini dipraktekkan di Malaysia.
150
Commercial Banking, pada, http://cb.cimbislamic.com. Akses pada 21 Juli 2012
103 1). Transaksi Spot
Dalam transaksi spot ini pada prinsipnya merupakan bentuk transaksi valuta
asing yang paling sederhana. Menggunakan aqad sharf, di mana tukar menukar
valuta asing dilaksanakan dengan secara on the spot, di waktu yang bersamaan
sehingaa tidak ada penundaan sama sekali.151 Cara ini merupakan satu-satunya
cara yang tidak ada perselisihan di kalangan para ahli dan ulama yang
membidangi masalah mu’amalah atau masalah ekonomi. Dikarenakan hal ini juga
berlaku di Indonesia, maka tidak perlu dikemukakan di sini deskripsi dan analisis
panjang lebar tentang transaksi spot ini.
2). Transaksi Forward
Transaksi valuta asing dengan cara forward, dilakukan dengan cara penukaran
valuta asing yang perjanjiannya telah dilaksanakan saat ini, tetapi pelaksanaannya
di waktu tertentu yang akan datang.
dilaksanakan dengan cara
‘arbun.
Dalam praktek di Malaysia, hal ini
Cara ini diimplementasikan dengan cara
sebuah perusahaan yang memerlukan uang dalam denominasi USD, sedangkan
yang dimilikinya adalah Riyal. Maka kemudian perusahaan terebut dapat
membuat janji (promise) dengan bank untuk menukarakan mata uang di suatu
waktu yang akan datang dengan rate yag disepakati. Sebagai konsekuensi dari
penerapan
‘arbun, maka bank tidak terikat dengan janji tersebut, namun
sebaliknya, janji tersebut mengikat bagi perusahaan tersebut. Jadi jika pada saat
yang direncakakan tersebut terjadi fluktuasi mata uang, yang karenanya bank
151
Saadiah Mohamad, et al, Innovative Islamic Hedging Products:Application Of Wa’d In
Malaysian Banks, dalam www.scribd.com Akses 3 Agustus 2012. h.1.
104 menderita kerugian, maka bank dapat saja mundur untuk tidak melaksanak
penukaran valuta tersebut. Namun, dalam prakteknya, bank tidak perbah mundur
dengan alasan mempertahankan reputasi dan nama baiknya.152
3). Transaksi Swap.
Transaksi swap ini merupakan gabungan dari transaksi spot dan forward. Dalam
ptrakteknya, transaksi swap ini menggunakan bai’ al-‘inah, tawaruq, atau ‘arbun.
Dalam tawaruq, transaksi harus berupa jual beli barang. Sehingga diperlukan
adanya obyek jual-beli. Berbeda dengan bai’ inah yang terdiri dari dua pihak,
maka tawaruq dalam praktek swap ini memerlukan 4 (empat) pihak; ialah dua
pihak yang menginginkan mata uang berbeda, kemudian 2 broker, masing-masing
akan membeli barang dari
dua pihak utama. Dengan kata lain, broker ini
semacam pelengkap. Sehingga ilustrasi dari transaksi ini bisa diuraikan
sebagaimana uraian berikut:153
Seseorang dari Timur Tengah menginginkan untuk mendapatkan mata uang
misalnya saja Euro dalam jumlah besar, untuk sebuah keperluan bisnis, misalnya
saja investasi di Negara Eropa. Yang dia miliki adalah Riyal. Dia tidak ingin
terjadi terjadi fluktuasi yang merugikan di masa depan jika dia menginginkan
152
Azlin Alisa Ahmad, et al, ‘Islamic Forward Exchange Contracts as a Hedging Mechanism: An
Analysis of Wa’ad Principle,’ dalam Jurnal International Business Management 6 (1): 47-54,
2012. h. 50
153
Diekstrak dari, Asyraf Wajdi Dusuki, Shariah Parameters on Islamic Foreign Exchange Swap
as HedgingMechanism in Islamic Finance, paper presented at International Conference on Islamic
Perspectives on Management and Finance, University of Leicester; 2nd – 3rd July 2009. h. 8-13
105 menukar kembali Euro tersebut ke dalam bentuk Riyal. Maka dilakukanlah
transaksi dengan cara tawaruq. Ada dua lngkah dalam tawaruq ini:
Pertama: Investor akan membeli sebuah barang dari Broker A dalam bentuk
Riyal, kemudian barang ini dijual ke Bank X, dalam riyal dengan harga cicilan
(misalnya selama 1 tahun). Kemudian barang yang telah berada pada Bank X ini
dijual kepada broker B secara cash dalam mata uang Riyal juga. Uang Riyal yang
didapat oleh Bank X ini kemudian ditukarkan secara spot dengan mata uang Euro.
Kedua, Barang yang sudah ada pada Broker B ini dibeli oleh Bank X secara cash
dengan mata uang Euro secara cash. Barang yang sudah ada di tangan Bank X
kemudian dijual dalam mata uang Euro kepada investor dengan cara cicilan
(dengan jangka 1 tahun). Investor kemudian menjual secara cash kepada Broker A
secara cash uang dalam bentuk Euro.
Kesimpulannya, investor akan mendapatkan uang dalam bentuk Euro dalam
jumalah 1 juta, dan dia tidak akan terkena resiko fluktuasi mata uang yang tidak
terkendali ketika ingin mendapatkan lagi uang dalam bentuk Riyal.
Dalam transaksi menggunakan ‘arbun, maka prosesnya akan berbeda. Secara jelas
dapat dilihat dalam paparan berikut ini:
106 Investor dengan kekayaan dalam bentuk Riyal yang menginginkan investasi
dalam bentu Euro akan bertransaksi secara spot dengan Bank X untuk
mendapatkan Euro. Dalam majelis akad yang sama, investor berjanji untuk
menukarkembali Euro ke dalam Riyal pada masa mendatang. Sehingga, ketika
masanya tiba, investor tadi dapat menukar kembali Riyal yang dimiliknya dengan
Euro sebagaimana janji yang telah diberikannya padamasa lalu.
Transaksi Islamic swap, sama dengan transaksi yang berlandaskan ajaran Islam
lainnya, haruslah bebas dari elemen riba, maysir, gharar, serta jahl. Letak
perbedaannya dengan swap konvensional adalah bahwa Islamic swap ini disertai
dengan transaksi asset yang memberikan back up seperi bai’ bi thaman ajil,
murabahah, dan sejenisnya.154 Swap juga bisa dilakukan dengan komoditi
murabahah, ialah transaksi likuiditas tetapi menggunakan asset sebagai sarana
untuk transaksinya, dengan cara salah satu pihak membeli asset dan kemudian
menjual kembali kepada pemilik awal, hanya saja pembelian awal secara cicilan
dan penjualan dengan cara cash.
4). Transaksi Options.
Transaksi options dalam valuta asing ini mendasarkan pada pada bay’ ‘arbun.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa bay’ ‘arbun ini merupakan salah satu
bentuk transaksi di mana di awal transaksi ada deposit yang diberikan oleh calon
154
Development, Ibid, h. 2.
107 pembeli, yang jika transaksi itu gagal, maka deposit ini menjadi milik pihak yang
diajak untuk bertransaksi, dalam hal ini adalah penjual. Sehingga, dalam options
ini ‘arbun dapat diterapkan.
Adapun bentuk implementasinya adalah bahwa salah satu investor akan
membayar dalam bentuk Euro untuk satu bulan mendatang, padahal dia hanya
memiliki Riyal, maka kemudian dia dapat melakukan perjanjian dengan sebuah
bank untuk menukarkan Riyal menjadi USD untuk 1 bulan mendatang dengan
rate yang ditentukan hari ini, dengan syarat harus membayar premium/premi
sejumlah uang tertentu. Investor mempunyai hak, dan bukan kewajiban untuk
melakukan transaksi yang telah disepakati, dan jika karena rate yang ada pada
saat sebulan berikutnya lebih rendah dari yang diperjanjikan, maka dia boleh
melepaskan
haknya
tersebut
tetapikehilangan
uang
premi
yang
telah
dibayarkan.155
Meski demikian, landasan hukum yang dipakai sebagian ahli menyatakan bahwa
konsep khiyar dalam hukum Islam lebih tepat untuk digunakan dalam options ini
daripada ‘arbun.156 Hal ini dikearenakan, options memang berbicara lebih pada
penekanan bahwa para pihak dalam transaksi jual beli itu memiliki hak untuk
meneruskan ataumenggagalkan transaksi dengan alasan-alasan yang dapat
diterima oleh hukum.
155
Muhammad Hashim Kamali, Muhammad Hashim. Islamic Commercial Law; an Analysis of
Futures and Options. Kuala Lumpur: Ilmiah Publisher. 2002. 184.
156
Ibid, h. 203.
108 Sedangkan ‘arbun, lebih menitikberatkan pada aspek security, bahwa seseorang
yang telah berniat untuk melakukan transasksi janganlah menilai mudah dan
bebas untuk membatalkan atau menggagalkannya. Dalam hal ini, khiyar, karena
merupakan konsep tentang adanya kebebasan dalam memberikan syarat atas
sebuah transaksi jual beli, maka khiyar dipandang lebih proporsional. Di antara
berbagai bentuk khiyar sebagaimana yang sudah didiskusikan dalam pembahasan
sebelumnya, khiyar syarath adalah yang paling tepat untuk diimplementasikan
dalam kasus options ini. Karena dengan khiyar syarath, salah satu atau kedua
belah pihak dapat menginisiasi persyaratan tertentu terkait dengan transaksi yang
dilakukan.
4.4.4. Kesimpulan Transaksi Valuta Asing Ditinjau dari Hukum Islam di
Malaysia.
Dari diskusi di atas dpat disimpulkan bahwa Hukum Islam (hukum mu’amalah)
yang dikembangan di Malaysia melihat bahwa transaksi valuta asing, dalam
semua bentuknya, yakni, spot, forward, swap, dan options tidak bertentangan
dengan prinsip hukum Islam. Dengan kata lain, bahwa setelah dipertimbangkan
dari berbagai aspek akad yang dilakukan didapati dan disimpulkan bahwa keseua
jenis tersebut memiliki hujjah dan alasan yang kuat dari segi syaria’h. Hal itu
dibuktikan bahwa penerapan konsep wa’ad, bai’ al-‘inah, tawaruq, ‘arbun, dan
juga khiyar, dapat memberikan jawaban bahwa transaksi valuta asing dengan
109 berbagai macamnya dapat diberlakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum
Islam.
4.4. Analisa Perbandingan Transaksi Valuta Asing Ditinjau Dari Hukum
Islam Di Indonesia Dan Malaysia
Melihat berbagai bentuk transaksi valuta asing yang terjadi di kalangan lembaga
keuangan Islam, atau utamanya perbankan Islam di Malaysia, ada perbedaan yang
sangat mencolok jika dibandingkan dengan transaksi valuta asing yang terjadi
pada lembaga keuangan Islam, dan utamanya perbankan syariah d Indonesia.
Untuk itulah dalam bahasan berikut, akan disajikan analisa perbandingan antara
implementasi transaksi valuta asing ditinjau dari pandangan hukum Islam; antara
Indonesia dan Malaysia.
4.5.1. Persamaan
Pada kedua negara (Indonesia dan Malaysia), disadari sepenuhnya bahwa aspek
likuiditas dari perbankan syariah (Islam) itu sangat penting, bahkan merupakan
salah satu elemen dasar bagi berjalannya lembaga keuangan, termasuk di
dalamnya lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar prinsip-prinsip syariah.
Di antara banyak unsur untuk mempertahankan likuiditas tersbut adalah transaksi
valuta asing.
110 Transaksi valuta asing, sebagaimana yang nampak dari berbagai pembahasan di
atas,
merupakan salah satu bentuk transaksi yang dilakukan oleh perbankan
syariah (Islam) baik di Indonesia maupun Malaysia. Karenanya, di kedua tempat
juga dikenal adanya transaksi syariah (Islami) valuta asing. Meski demikian,
berdasarkan implementasi yang terjadi pada perbankan syariah di Indonesia dan
perbankan Islam di Malaysa, ternyata kesamaan dalam transaksi valuta asing
hanya terdapat pada bentuk transaksi sharf. Artinya bahwa di kedua Negara,
transaksi sharf dinilai sebagai bentuk transaksi valuta asing yang disepakai secara
bulat. Dan ini dinilai sebagai satu-satunya transaksi yang peling memenuhi
criteria dari syariah Islamiyah.
Sharf, adalah transaksi syariah (Islami) dengan obyek nya adalah valuta asing,
dengan proses yang bersifat on the spot, ialah “yadan bi yadin wa ‘ainan bi
‘ainin” yaitu barang harus ada dan diserahterimakan pada saat yang sama.
Penundaan adalah hal yang dilarang dalam transaksi sharf ini. Maka istilah yang
lebih tepat juga dalam hal ini adalah tukar-menukar valuta asing dan bukan jualbei valuta asing. Hal ini juga karena berkaitan dengan konsep dasar dalam
mu’amalah, di mana fungsi uang sangat jelas, adalah sebagai ‘medium of
exchange’ atau sarana tukar menukar, dan sebaliknya, uang bukannya sebuah
komoditi atau barang dagangan sebagaimana umumnya barang yang dijualbelikan.
111 2. Perbedaan
Berdasarkan uraian dan diskusi pada bagaian-bagian sebelumnya, perbedaan
dalam praktek transaksi valuta asing antara perbankan syariah di Indonesia dan
perbankan Islam di Malaysia adalah bahwa di Indonesia, transaksi yang
diperbolehkan hanyalah transaksi yang berdasar pada akad sharf, sedangkan di
Malaysia, berbagai bentuk transaksi diperbolehkan. Berntuk-bentuk transaksi
yang dimaksud adalah:
1). Islamic Forward, ialah transaksi valuta asing dengan model forward
tetapi menggunakan berbagai akad yang tedapat dalam mu’amalah.
2). Islamic Swap, ialah transaksi valuta asing dengan model swap tetapi
menggunakan berbagai akad yang tedapat dalam mu’amalah.
3). Islamic Options, ialah transaksi valuta asing dengan model options
tetapi menggunakan berbagai akad yang tedapat dalam mu’amalah.
Sedangkan di Indonesia, ketiga jenis transaski valuta asing tersebut dilarang, atau
dinyatakan sebagai haram.
Jika
dicermati
lebih
lanjut
dari
implementasi
yang
terjadi,
dengan
memperbolehkan terjadinya tiga (3) jenis transaksi valuta asing tersebut di atas,
maka berarti ada juga perbedaan antara praktek transaksi syariah (Islami) di
Malaysia jika dibandingkan apa yang terjadi di Indonesia. Perbedaan itu adalah
pada landasan atau dasar-dasar pijakan yang melatarbelakanginya, di samping
112 jelas, akibat yang ditinbulkannya juga akan menjadi berbeda. Secara runtut, hal
tersebut akan diurai dalam analisis di bawah ini:
1) Orientasi Transaksi
Yang dimaksudkan dengan orientasi transaksi di sini adalah arah yang
akan dicapai dengan transaksi yang dilakukan. Hal ini penting karena
dalam konteks inilah dapat dipahami latar belakang dan kecenderungan
transaksi yang berlaku, atau yang diperbolehkan untuk diterapkan. Dengan
memahami kecenderungan itu maka proses pengembangan hukum,
melalui berbagai ijtihad, akan dapat dipahami dengan baik. Bukan berarti
kebenaran ijtihad ada dalam konteks yang menyertaianya, namun minimal
ijtihad akan dapat dipahami keberadaannya.
Secara induktif dapat disimpulkan bahwa orientasi dari implementasi
transaksi valuta asing di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di
Malaysia.
Di
Indonesia,
transaksi
syariah
tidak
harus
dapat
mengakomodasi kebutuhan pasar atau pelaku ekonomi. Prinsip syariah
yang akan ditegakkan dalam bidang transaksi valuta asing adalah bahwa
semua transaksi yang mengandung spekulasi, gharar, al-jahl, maisir serta
unsur haram adalah terlarang dan karenanya dinilai sebagai bentuk
transaksi yang haram untuk diterapkan.
113 Hal ini nampak jelas dari fatwa yang dikeluarkan oleh oleh Dewan Syariah
Nasional yang melarang transaksi valuta asing selain yang berupa sharf,
baik itu yang berbentuk forward, swap maupun options. Alasannya jelas
bahwa dalam keiga jenis transaksi tersebut terdapat untur-unsur yang
menjadi pelarangannya sebagai mana disebut di atas. Sehingga, kebutuhan
pasar tidaklah menjadi prioritas yang dijadikan pertimbangan dalam
penentuan dilarang atau diperbolehkannya sebuah transaksi.
Dengan kata lain, kehadiran ekonomi syariah di sini dimaksudkan untuk
menghadirkan sebuah sistem yang berbeda dengan sistem konvensional.
Ini mempertegas pendapat bahwa kehadiran transaksi keuangan syariah
adalah untuk menciptakan suatu model baru yang berbeda dengan model
yang selama ini berlaku. Sehingga, kekhasan transaksi keuangan syariah
akan nampak karena perbedaannya dan ‘penentangannya’ dengan system
konvensional. Adalah suatu hal yang logis jika dinyatakan bahwa transaksi
keuangan syariah ini diperlukan karena memang ada keunikan dan
kebaruan –secara sistemik– dengan berbagai bentuk transaksi yang selama
ini ada.
Ketika kritik terhadap transaksi keuangan konvensional mencuat,
utamanya dikarenakan terjadinya krisis keuangan yang selalu berulang,
tentu saja orang mempertimbangkan berbagai aspek yang menjadi
aransemen dari transaksi keuangan konvensional. Di antara yang nampak
114 adalah karena transaksi tersebut melibatkan unsur spekulasi yang sangat
membahayakan bagi sustainabilitas pasar. Karena itulah, maka transaksi
keuangan syariah memiliki misi untuk menyediakan suatu amosfir dan
lebih dari itu, sebuah sistem transaksi keuangan yang lebih baik. Hal ini
nampak dari berbagai pertimbangan dan produk hukum (berupa fatwa atau
regulasi) terkait prinsip syariah dalam transaksi keuangan di Indonesia.
Berbeda dengan orientasi dari pengembangan transaksi keuangan Islam
yang terjadi atau ditempuh di Malaysia. Nampak dari berbagai produk
hukum (resolusi atau regulasi) terkait transaksi keuang Islam, bahwa di
Malaysia, orientasi yang lebih dikedepankan adah untuk memenuhi
kebutuhan pasar. Artinya, keperlukan akan likuiditas yang sangat
dibutuhkan oleh pasar dan pelaku ekonomi haruslah diakomodasi dalam
pengembangan ijtihad dan inovasi transaksi berdasarkan prinsi-prinsip
Islam. Karena dengan tidak diakomodasinya keperluan itu, maka akan
terjadi kesulitan dalam berbagai transaksi keuangan. Hal ini pada
gilirannya akan mempengaruhi kondisi ekonomi secara makro.
Dalam skala mikro, dengan tidak diakomodasi nya berbagai bentuk
transaksi konvensional yang ada, untuk dibuat sedemikian rupa sehingga
secara legal dapat diterima, akan mengakibatkan kekurangan dalam varian
produk (product scarcity) lembaga keuangan syariah. Hal ini menjadi
perkembangan keuangan syariah terhambat. Belum lagi jika berbicara
115 keperluan konsumen yang sangat mendesak, maka sebagaimana telah
disinggung dalam pembahasan di depan, lebih baik mendorong konsumen
untuk tetap melakukan transaksi pada lembaga keuangan Islam, meski
dengan kontrak yang terkesan sekedar formalitas daripada membiarkan
orang Islam untuk bertransaksi dalam lembaga keuangan yang memang
secara terang-terangan bersifat konvensional dengan riba sebagai
instrument pokok dalam men-generate pendapatannya.
Maka, dalam orientasi yang seperti ini, berbagai produk transaksi
keuangan konvensional yang ada akan menjadi suatu yang sedapat
mungkin diakomodasi dalam transaksi keuangan syariah. Di antara cara
yang dilakukan adalah dengan cara meniru (imitasi), atau membentuk
sesuatu yang mirip (replikasi), atau dengan cara lain yang pada intinya
transaksi yang ada dapat diakomodasi. Tentu saja cara mengakomodasi ini
dengan cara melakukan inovasi produk yang deterima oleh ketentuan
syariah.
Imitasi, replikasi atau bentuk lain yang dilakukan dalam mengakomodasi
keperluan pasar atau pelaku ekonomi ini juga tidak dilakukan tanpa
dengan pertimbangan hukum yang cermat. Namun dilakukan dengan
mempertimbangkan berbagai kaidah hukum dan dalil-dalil serta berbagai
pendapat para ahli hukum Islam. Dengan itu maka kemudian mnculah
116 produk-produk baru dengan kontrak yang memang cera formal-legistik
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
Dengan itu, jelaslah kemudian perbedaan orientasi dalam pengembangan
hukum transaksi keuangan syariah (Islam) antara Indonesi dan Malaysia.
2) Implementasi maqashid al-syar’iyyah (atau tujuan syariat Islam).
Maqashid al-syar’iyyah adalah tujuan yang akan dicapai oleh hukum
Islam. Artinya, bahwa semua penetapan hukum Islam tidak boleh terlepas
dari tujuan yang akan dicapai oleh hukum Islam. Di antara bentuk
maqashid yang disepakati adalah terciptanya kemaslahatan. Semua aspek
dalam hukum Islam, termasuk ketentuan apapun juga, harus selalu dan
senantiasa mengarah pada tercapainya kemashlahatan. Meski demikian,
dilarang
dan
diperbolehkannya
sesuatu
tidak
dapat
senantiasa
berlandaskan kemaslahatan, namun lebih pada apakah ada dalil yang
memperbolehkan atau merang hal tertentu dilakukan. Konsekuensinya,
bahwa suatu tindakan yang tidak mengarah kepada kemashlahatan belum
tentu melanggar hukum. Artinya hukum tidak terlanggar meskipun
kemaslahatan sengaja tidak dicapai dengan tindakan tersebut.
Sebagai sebuah perangkat dalam hukum Islam, hukum kontrak dalam
mu’amalah
juga
harus
berupaya
untuk
mencapai
kemaslahatan.
Kemashlahatan yang akan dicapai adalah terhindarnya manusia dari riba,
117 gharar,maysir, dan haram. Pelarangan itu tentu saja dimaksudkan agar
semua dampak baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai unsur
tersebut tidak akan terjadi. Sehingga, berbagai upaya hukum yang dalam
tujuannya tidak untuk menghindari itu berarti tidak mempertimbangkan
tujuan kemashlahatan. Karenanya berbagai transaksi yang hanya legal
secara
proses
dan
prosedur
belum
tentu
memenuhi
tuntutan
kemashlahatan.
Dalam konteks kemaslahatan ini, dapat dibedakan, bahwa implementasi
transaksi valuta asing di Malaysia lebih berorientasi kepada kebolehan
secara hukum (legal formalistik), dan sebaliknya, Indonesia lebih
mengarah kepada pencapaian aspek kemashlahatan, yang bukan sekedar
hanya legal formalistik.
3) Nilai etika ekonomi: keberpihakan pada sektor riil.
Transaksi keuangan syariah adalah sebuah sisi dari sistem ekonomi Islam
yang sangat luas cakupannya. Sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam,
tentu harus menjunjung tinggi nilai-nilai ekonomi Islam. Sebagaimana
sudah banyak diungkap, bahwa ekonomi Islam lebih menekankan pada
sektor aktivitas ekonomi yang riil yang humanis dan berkeadilan, dan
bukan pada aktivitas ekonomi yang spekulatif atau derivatif.157 Bahkan,
157
Nilai-nilai ekonomi yang menjadi tujuan dari sistem ekonomi dan sistem keuangan Islam
dejelaskan dengan sangat rinci oleh M.Umer Chapra dalam: M. Umer Chapra, Towards a Just
Monetary System, a Discussion of Money, Banking and Monetary Policy in The Light of Islamic
Teachings. Leicester: The Islamic Foundation. 1995.h. 19-44, juga oleh pemikir lain dalam, Fuad
118 salah satu tujuan yang diinginkan dari ekonomi Islam adalah bagaimana
produktivitas dapat tercipta dengan adanya berbagai transaksi ekonomi.
Maka, transaksi keuangan syariah pun akan ditolerir dalam batasan di
mana transaksi tersebut mendukung nilai-nilai ekonomi semacam itu.
Sedangkan, berbagai transaksi valuta asing selain sharf, sangat berpotensi
untuk menjadi aktovotas pasar uang yang rawan bagi terjadinya spekulasi.
Dengan kata lain, pemberian legalitas dari aspek hukum Islam terhadap
produk transaksi valuta asing derivatif tersebut seakan membuka
kemungkinan untuk terjadinya transaksi pasar uang yang sifatnya
menjurus pada spekulasi dan terlepas dari sektor riil. Dan hal itu
sebenarnya yang menurut banyak pendapat menjadi salah satu penyebab
berbagai krisis keuangan.
Dengan Memperhatikan implementasi transaksi valuta asing di Indonesia
dan Malaysia, Nampak dengan jelas bahwa perbankan syariah di Indonesia
masih dalam posisi dan tujuan untuk menjaga agar transaksi valuta asing
tidak menjurus pada transaksi yang spekulatif dan derivatif. Sedangkan di
Malaysa, dapat dikatakan diktakan melakukan inovasi dengan apa yang
disebut Islamic derivatif, ialah transaksi valuta asing derivatif yang
dirancang sedemikian rupa sehingga tidak melanggar prinsip-prinsip
syariah.
Al-Omar dan Muhammed Abdel-Haq. Islamic Banking; Theory, Practice & Challenges. Karachi:
Oxford University Press. 1996. h. 26-28.
119 Sehingga, jika dilihat secara dengan tinjauan hukum Islam, di Indonesia
hanya transaksi sharf yang dinilai sesuai dengan prinsip hukum Islam,
sementara transaksi forward, swap dan options dinilai bertentang dengan
hukum Islam. Sedangkan di Malaysia, keseluruhan jenis transaksi valuta
asing tersebut dinilai tidak bertentang dengan prinsip hukum Islam, hal itu
ditunjukkan bahwa
secara legal-formal transaksi valuta asing yang
diterapkan memiliki landasan hukum pada ilmu fiqh.
4). Dampak yang ditimbulkan
Dampak Positif dari implementasi di kedua Negara tersebut masingmasing berbeda. Indonesia yang bersikukuh untuk hanya memperbolehkan
penerapan transaksi valuta asing berupa sharf, memang retaif tidak
bermasalah dalam hal pro dan kontra tentang putusan hukum. Namun, sisi
negatifnya adalah bahwa industry keuangan syariah di Indonesia tidak
dapat bersifat responsive terhadap berbagai kebutuhan pasar dan pelaku
ekonomi. Selanjutnya, memang akan berdampak pada total asset dari
transaksi perbankan syariah.
Sedangkan di Malaysia, dikaenakan produk transaksi valuta asing yang
derivatif tersebut dapat diberlakukan semua, sehingga kebutuhan pasar dan
pelaku ekonomi dapat terakomodasi dengan mudah, serta
keperluan
120 likuiditas dapat terselesaikan dengan tanpa masalah, baik bank maupun
personal. Denganitu, berarti pula bahwa produk perbankan lebih variatif
dan tentunya juga lebih fleksibel. Selanjutnya, sudah jelas hal ini mampu
mendorong percepatanpertumbuhan asset perbankan Islam di Malaysia.
Meski demikian, dengan implementasi transaksi valuta asing yang
semacam ini, berbagai isu hukum selalu mencul karena ini menjadi
kontroversi, bukan hanya intern di Malaysia, namun dalam level
internasionaldpat berdampak pada imej Malaysia yang dinilai terlalu
liberal dalam transaksi keuangan Islam.
121 BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Dari diskusi hasil penelitian di depan dapat ditarik kesimpulan sbb:
1. Transaksi Valutas Asing telah ada konsepnya sejak masa Nabi, yakni apa
yang dikenal dengan sharf, yakni transaksi penukaran antar mata uang
dengan cara on the spot, atau dalam istilah lain, “yadan bi yad wa ‘ainan
bi ‘ain” (tangan dengan tangan dan obyek dengan obyek), dalam arti tidak
ada penundaan waktu serah terima antar valuta yang dipertukarkan.
2. Di Indonesia, transaksi valuta asing yang dinilai tidak bertentangan dengan
prinsip hukum Islam atau prinsip syariah adalah sharf, sementara transaksi
forward, swap dan options dinilai bertentangan dengan hukum Islam.
3. Sedangkan di Malaysia, keseluruhan jenis transaksi valuta asing tersebut
di atas dinilai tidak bertentang dengan prinsip hukum Islam, hal itu
ditunjukkan bahwa
secara legal-formal transaksi valuta asing yang
diterapkan memiliki landasan hukum pada ilmu fiqh.
4. Sehingga Nampak dari analisa perbandingan di depan, transaksi valuta
asing dalam bentuk dalam implementasinya di Indonesia dan Malaysia
terdapat persamaan, bahwa akad sharf diterapkan di kedua Negara.
Sedangkan perbedaannya, Malaysia memperbolehkan trasaksi valuta asing
122 derivatif, dan mempopulerkan apa yang dikenal dengan Islamic derivative
melalui currency exchange ini.
5.2.
Rekomendasi
Dari hasil penulisan hukum ini, maka penulis dapat memberikan
rekomendasi sebagai berikut ;
1. Terkait dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dan komplek,
haruslah disikapi dengan arif dan bijaksana, agama serta ajaran islam yang
terkait dengan persoalan Mu’amalah (hablum minannas) selalu terbuka
pintu ijtihad karena didalam Al-Qur’an tidak diatur secara rinci dan
jelimet, Al-Qur’an hanya mengatur permasalahan yang global atau garis
besarnya saja. ijtihad guna menopang kebutuhan masyarakat yang semakin
meningkat dizaman yang serba modern. Janganlah kita salah langkah
didalam mengikutinya yang bisa mengakibatkan mafsadat, karena tujuan
dari dibukanya pintu-pintu ijtihad itu sendiri adalah guna kemaslahatan
bagi umat islam.
2. Mengenai jual-beli uang janganlah dijadikan ladang pekerjaan untuk
berspekulasi (untung-untungan) seperti halnya dalam perjudian, karena
tidak
diperbolehkan
didalam
ajaran
hukum
islam,
fungsi
dari
diciptakannya uang adalah alat untuk pembayaran terhadap barang
maupun jasa. Agar jual beli uang itu tidak menjadi dilarang atau
diharamkan maka harus dilihat secara seksama mengenai maksud dan
tujuan dari jual beli uang itu sendiri.
123 3. Mengenai fatwa hukum atau dasar diperbolehkannya atau mungkin
dilarangnya transaksi valuta asing yang berbeda antara Indonesia dan
Malaysia, perlu dikembangkan forum-forum untukmelakukan harmonisasi
hukum sehingga ke depan akan tercapai kesepakatan terkait status dalam
hukum Islam terkait masalah ini khususnya dan masalah keuangan Islam
pada umumnya.
124 DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kadir Muhammad .Hukum Perdata Indonesia, cetakan revisi, PT Citra
Aditya Bakti ,Bandung, 2010
Abdul Majid, dalam : Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dalam Hukum Kebendaan
Dalam Islam , IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung 1986
Abdul Sattar Fathullah Sa’id, Muamalah Fil Islam , rabitah alam al-islami ,
makkah
Abd Al-Wahhab Khallaf, Ilm Al-Ushul Fiqh, cetakan VII, Dar Al-Qolam lialtibaah wa Al-Annasyr wa al-tauzi’, kairo, 1978
Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial
Institutions Bahrain, AAOIFI, 2002
Ahmad
Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat
Islam),cetakan pertama, UII press,yogyakarta,2004.
(Hukum
Perdata
Ahamd Hasan.,penerjemah Saifurrahman Barito, Mata Uang Islami Telaah
Komprehensif Sistem keuangan Islam, PT Raja Grafindo Persada, jakarta,
2004
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia, PP almunawwir, krapyak ,yogyakarta, 1984
Al-Qur’an al kariem
Ala’ Eddin Kharofa, Transcations in Islamic law, Kuala Lumpur, AS Noordeen,
1997
Alaudin Al-Kasyani , Badai’ Ash-shanai’ Fi Tartib Asy-Syarai’. Juz v
Al Dimyati, dalam I’anah Al Thalibin , Toha Putra , Semarang ,tt
Al Jurjani, At Ta’rifat, (Jeddah : Al Haramayn, tanpa tahun).
Ali Fikri, Al-Muamalat Al-Madiyah wa Al-Adabiyyah, Musthafa Al-Babiy AlHalabiy, Mesir 1357
Ali Arifin, Membaca Saham,: ANDI, Yogyakarta, 2004
125 Andreas Jobst, ‘Risk Management of Islamic Finance Instruments,’
QFinance, diakses dari www.qfinance.com pada 19 Juli 2012
dalam
Asyraf Wajdi Dusuki, Shariah Parameters on Islamic Foreign Exchange Swap as
HedgingMechanism in Islamic Finance, paper presented at International
Conference on Islamic Perspectives on Management and Finance,
University of Leicester; 2nd – 3rd July 2009.
AT Hamid, Ketentuan Fiqh dan Ketentuan Hukum yang Kini Berlaku di
Lapangan Perikatan, Surabaya: Bina Ilmu, 1983.
Azlin Alisa Ahmad, et al, ‘Islamic Forward Exchange Contracts as a Hedging
Mechanism:
An Analysis of Wa’ad Principle,’ dalam Jurnal International Business
Management 6 (1): 47-54, 2012.
Business Banking, pada http://www.bankislam.com.my/
2012
diakses pada 19 Juli
Commercial Banking, pada, http://cb.cimbislamic.com. Akses pada 21 Juli 2012
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial,RajaGrafindo Persada, Jakarta:
1993
Developments of Islamic Swaps in Malaysia, Azmi & Associates, Advocates &
Solicitor, 2008
Dick K. Nanto The 1997-98 Asian Financial Crisis, CRS Report for Congress,
1998, dalam www.fas.org diakses pada 10 Mei 2012.
‘Global Perspective on Islamic Banking and Insurance’ in New Horizon, AprilJune, 2007.
“Transaksi-Valuta-Asing-Menurut-Islam” dalam http://bprsyariah.com/artikel/
121 Di akses 23 oktober 2011, jam 17.00
Engku Rabiah Adawiah, “Islamic Law Compliance Issues in Sale-Based
Financing Structures and as Practiced in Malaysia”, Malayan law
Journal (MLJ), 3, 2003, lxix-lxx.
Erwandi Tirmidzi, Fiqh Jual Beli Kontemporer (Jual Beli Uang dan Saham), 17
Desember 2010 (11 Muharrom 1432 H), Riyadh, KSA
Fatwa Dewan Syariah Nasional no: 28/DSN-MUI/lll/2002
Fiqh Al-Syafi’iyyah , karya indah , jakarta
126 Fuad Al-Omar dan Muhammed Abdel-Haq. Islamic Banking; Theory, Practice &
Challenges. Karachi: Oxford University Press. 1996
Global Perspective on Islamic Banking and Insurance’ in New Horizon, AprilJune, 2007,
Hamdy hady, valas untuk menejer, penerbit ghalia indah, jakarta 2001
Heli charisma berlianta, Mengenal Valuta Asing, gadjah mada university press,
yogyakarta, 2005
Hendi Suhendi,. Fiqh Muamalah, raja grafindo persada, jakarta, 2007
Herman Darmawi, Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, cetakan
pertama,bumi angkasa,jakarta, 2006.
Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, cetakan ketiga, edisi revisi, cv Gaung
Persada, Cipayung Ciputat, 2006.
Ibn Abidin , Radd Al-Mukhtar Ala Dar Al-Mukhtar, juz IV
Ibnu Qudamah , Al-Mugni, jus III
Ibnu Taimiyah ,majmu’ al fatawa ,dar al wafa’ (2001) 19,251-252
Ibrahim Anis et al., Al Mu’jamul Wasith, (Kairo : Darul Maarif,1972)
Imam Al Ghazali ,Ihya’ Ulumuddin, dar al wafa’, mesir 4/88.
Iraj Toutounchian, Islamic Money and Banking; Integrating Money in Capital
Theory. Singapore: John Wiley & Sons, 2009. H. 66 dan 72. Market in
Islam.
Ismail, Keuangan Dan Investasi Syari’ah Sebuah Analisa Ekonomi, sketsa ,
cetakan pertama .
Kharofa, Ala’ Eddin, Transcations in Islamic law, Kuala Lumpur, AS Noordeen,
1997.
M daud darmawan, Menenal Bisnis Valuta Asing, pinus , yogyakarta, 2007
M. Umer Chapra, Towards a Just Monetary System, a Discussion of Money,
Banking and Monetary Policy in The Light of Islamic Teachings.
Leicester: The Islamic Foundation. 1995.
Mahmudh Hanafi, Menejemen Keuangan Internasional, cetakan pertama,
yogyakarta, BPFE, 2004
127 Mark Jickling, “Causes of the Financial Crisis, Congressional Research
Service”7-5700, 2009, hlm. 5-10. Diakses dari situs resmi Federation
American Scientist, www.fas.org pada 10 Mei 2012.
Masjfuk Zuhdi, Studi Islam jilid III: Muamalah, : Rajawali press, Jakarta 1988
Moh Ghofur,”Dinamika Fatwa-Fatwa MUI Dibidang Ekonomi Keuangan Dan
Implikasinya Terhadap Kehidupan Umat Islam” artikel pada pada jurnal
syari’ah,“asy syir’ah” vol 41 no 1 tahun 2007.
Mohammad Daud Ali,.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum
Islam Di Indonesia,cetakan pertama, rajawali pers,jakarta,2009.
Mohammad Hashim Kamali, Islamic Commercial law, Kuala Lumpur: Ilmiah
Publishers, 2002.
Mohammad Nejatullah Siddiqi, Economics Of Tawarruq, How its Mafasid
overwhelm theMasalih, A position paper to be presented at the Workshop
on Tawarruq: A Methodological issue in Sharī`a-Compliant Finance,
February 1, 2007. h.1. dalam http://kantakji.com/fiqh/ Diakses 3 Agustus
2012.
Mudrajat Kuncoro, Menejemen Keuangan Internasional, edisi ke dua, yogyakarta,
BPFE, 2001.
Muhammad Abu Zahrah , Ushul FIqh, Dar Fikri Al-Arabi, 1958
Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II,
Muhammad ‘Ajjaz Al-khathib, Ulum Al-Hadits Ulumuhu Wa Mustholahuhu, Dar
Al-Fikr, Beirut, 1989
Muhammad Al-Utsaimin, Abdullah Bin jibrin, Hukum Jual Beli Valuta
Asing,diterjemahkan oleh muhammad Iqbal Al-ghazali, islam house,
2010
Muhammad Karim., Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam,
salemba empat, jakarta, 2002
Muhammad Murtadlo Al-zabidy, Taj’ Al-’Arus,juz9 (t.t), T,tp.:tp
Muhammad Yusuf Musa., Al-Amwal Wa Nazariyah Al-Aqd
Muhamad Sulhan, Transaksi Valuta Asing (al-sharf) Dalam Prespektif Islam
(makalah ), Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
128 Mustafa Ahmad Zarqa’, Al-Madkhal Al- Fiqh Al-Am, Al-Adib, Damaskus, 19661967
Nana Masduki, Fiqih Muamalah Madiyah (diktat), IAIN Sunan Gunung Djati,
bandung, 1987
Niazi, Liaquat Ali Khan, Islamic Law of Contract, Lahore, Dyal Sing Trust
Library, 1990
Rachmat Syafei, FIQIH Muamalah,Pustaka Setia, Bandung, 2001
Resolutions of the Securitities Comission Shariah Advisory Council, Securities
Commission, Kuala Lumpur: 2006
Saadiah Mohamad, et al, Innovative Islamic Hedging Products:Application Of
Wa’d In Malaysian Banks, dalam www.scribd.com Akses 3 Agustus 2012
Saiful Azhar Rosly and Azizi Che Seman, “Juristic Viewpoint on Bai’ al-‘inah,
In Malaysia: A Survey” in IIUM Journal of Economics and
Management 11, no.1 (2003): 87-111.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, translation, Syaf, Mahyudin, Volume 12, Bandung,
PT Al Maarif, 1996.
Shariah Resolutions in Islamic Finance. Central Bank of Malaysia, Kuala
Lumpur, 2007
Sri handaru yulianti, dan handoyo prasetyo, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan
Internasional , edisi revisi, ANDI, yogyakarta,2002
Subekti dan Tjitrosudibyo, kitab undang-undang hukum perdata,Pradnya
Paramita, Jakarta, 2009.
Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, edisi keenam, UPP STIM
YKPN,yogyakarta,2011.
Syafii Antonio., Bank Syariah Dari Theory Ke Praktek ,gema insani, jakarta,2001
Syamsudin Muhammad Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, juz 3, Dar Al-fikr, Beirut,
2004, hlm 372.
Tarek El-Diwany, Islamic banking and Finance; What It is and What it could be.
Bolton- UK: 1st Ethical Charitable Trust,2010.
129 The Fei Ming, Day Trading Valuta Asing, cetakan pertama, elek media
komputindo, jakarta, 2001.
The Majelle (English translation of Majallah el-Ahkam- I- adliya, terjemah
Bahasa Inggris, CR Tyser, Kuala Lumpur: The Other Press, 2003.
Wahbah Al-Zuhayli, Financial Transaction in Islamic Jurisprudence.
Translation of Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh. (Vol .1). Translated by
Mahmoud A. El-Gamal. Beirut: Dar al-Fikr, 2003.
-----------------, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adilatuh, juz 4, Dar Al Fikr, Damaskus,
1989
Younes Elahi dan Mohd Ismail Abd Aziz, Islamic options (al-Khiyarat);
Challenges and opportunities,International Conference on Information and
Finance IPEDR vol.21 (2011) © (2011) IACSIT Press, Singapore.
Diakases dari www.ipedr.com 19 Juli 2012.
Data elektronik
http://bprsyariah.com/artikel/121-transaksi-valuta-asing-menurut-islam Di
akses 23 oktober 2011, jam 17.00
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/pasar-modal-definisi-pelaku-jenisdan.html,
http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2260833-jenis-jenistransaksi-valuta-asing/ di akses tanggal 13 maret 2012. Jam 10.00 wib.
http://bprsyariah.com/artikel/121-transaksi-valuta-asing-menurut-islam, di
akses tanggal 12 maret 2012 , jam 13.00
http://strugglemoment.wordpress.com/2010/05/10/kurs-di-indonesiamekanisme-dan-dampaknya, diakses tanggal 15 maret 2012 jam 08,15 wib
http://kantakji.com/fiqh/ Diakses 3 Agustus 2012.
www.fas.org diakses pada 10 Mei 2012.
www.ipedr.com diakses pada 19 juli 2012
www.qfinance.com diakses pada 19 Juli 2012
http://www.bankislam.com.my/ diakses pada 19 Juli 2012
http://cb.cimbislamic.com. Akses pada 21 Juli 2012
www.scribd.com diakses pada 3 agustus 2012
130 
Download