TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK TRANSAKSI VALUTA ASING: ANALISA PERBANDINGAN ANTARA INDONESIA DAN MALAYSIA LAPORAN PENELITIAN Peneliti: Drs. Agus Triyanta, MA.,MH,PhD. (Ketua) (NIK 934100105) Ahmad Syaifudin Anwar (Anggota) (NIM 08410522) PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2012 i ii KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin. Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah swt yang telah memberikan kenikmatan dan kemurahan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Transaksi Valuta Asing: Analisa Perbandingan Antara Indonesia Dan Malaysia”. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap keuangan. Di samping itu, juga akan bagaimana konsep gharar dalam fiqh diungkap bagaimana konsep tersebut diimplementasikan dalam insutri keuangan syariah di Indonesia dan dlam industry keuangan Islam di Malaysia. Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Hukum Universitas islam Indonesia 2. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia 3. Kepada para teman di Fakultas Hukum UII. 4. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan secara khusus. Berbagai pihak tersebut telah banyak memberikan bantuan baik berupa pendanaan bagi terselenggaranya penelitian ini maupun berbagai bantuan dalam bentuk lain yang baik moril maupun spiritual. Kepada mereka penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan di sisiNya. Amin. Yogyakarta, 10 Agustus 2012 iii DAFTAR ISI Halaman …….………...………………………………............. i HALAMAN JUDUL PENGESAHAN DAFTAR ISI ABSTRAK ………………………....………………………………............ ii ……………………….....………………………………................ iii ……………………………………...………………………………..... v BAB I P E N D A H U L U A N …………………………………… 1 ...………………………………..... 1 1.2. Rumusan Masalah ……......………………………………....... 8 1.3. Tujuan Penelitian ……….....………………………………...... 8 1.4. Kegunaan Penelitian ………....…………………………….…...... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………….....………………………………..... 9 BAB III METODE PENELITIAN ...……………………………………………... 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...…………………………... 25 4.1. 25 1.1. Latar Belakang Masalah Tinjauan Umum Mengenai Transaksi Valuta Asing...…………………….. 1.1.1. Pengertian …………......………………………………..... 25 1.1.2. Sekilas Sejarah Keberadaan Pasar Valuta Asing...……………………………. 26 1.1.3. Peserta Dalam Pasar Valuta Asing ...……………………………….................. 27 1.1.4. Tujuan Transaksi Valuta Asing ...………………………………..................... 30 1.1.5. Bentuk Transaksi Valuta Asing ....……………………………….............. 31 1.1.6. Karakteristik Mata Uang Yang Diperdagangkan ...…………………………… 1.1.7. Sistem Nilai Tukar Mata Uang 35 ...………………………………............... 37 4.1.8. Teori Penentuan Nilai Tukar Valuta Asing ...………………………………..... 38 4.1.9. Faktor-Faktor Yang Menentukan Penawaran Uang...…………………………. 41 4.1.10. Resiko Dalam Perdagangan Valuta Asing ...………………………………..... 42 4.1.11. Praktek Transaksi Valuta Asing di Indonesia...……………………………….. 43 4.2. 46 Tinjauan Umum Tentang Hukum Mu’amalah…………………………….. iv 4.2.1. Pengertian ………………………….....…………………………... 4.2.2. Pembagian Mu’amalah 46 ……………...………………………………........ 50 4.2.3. Ruang Lingkup Fiqih Mu’amalah …....………………………………............ 52 4.2.4. Sumber Hukum Mu’amalah ……....………………………………............ 53 4.2.5. Prinsip Hukum Mu’amalah …………….....………………………………... 56 4.2.6. Obyek Hukum Mu’amalah ……....………………………………................ 57 4.2.7. Aspek Mu’amalah Dalam Transaksi Valuta Asing...…………………………. 58 4.3. Pembahasan Transaksi Valuta Asing;Prespektif Hukum Islam di Indonesia ...………………………………...................................... 85 4.3.1. Pembahasan Ditinjau Dari Segi Transaksinya. ...……………………………… 85 4.3.2. Pembahasan Transaksi Valuta Asing Ditinjau Dari Segi Kontraknya ………... 88 4.3.3. Kesimpulan Transaksi Valuta Asing Ditinjau dari Hukum Islam di Indonesia.. 96 4.4. Pembahasan Transaksi Valuta Asing; Prespektif Hukum Islam di Malaysia ...………………………………............................................... 98 4.4.2. Pembahasan dari Segi Landasan Hukum Islam/ Syariah ...………………….. 99 4.4.3. Pembahasan Praktek Transaksi Valuta Asing di Malaysia...………………….. 101 4.4.4. Kesimpulan Transaksi Valuta Asing Ditinjau dari Hukum Islam di Malaysia... 109 4.4. Analisa Perbandingan Transaksi Valuta Asing Ditinjau Dari Hukum Islam Di Indonesia Dan Malaysia ...………………………………............ 110 4.5.1. Persamaan …………………………...…………………………. 110 4.5.2. Perbedaan …………...………………………………............................. 113 4.5.3. Kesimpulan Umum ………………………………….....……………………. 114 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...………………………………... 124 5.1. Kesimpulan ……………………...……………………………….......... 124 5.2. Rekomendasi ……………...………………………………..................... DAFTAR PUSTAKA 125 ...……………………………….......................................... 127 v ABSTRAK Penelitian ini berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Transaksi Valuta Asing: Analisa Perbandingan Antara Indonesia Dan Malaysia”. Fokus penelitian dari penulisan ini adalah mengetahui bagimana jual beli valuta asing sebagai bagian dari perkembangan zaman ditinjau dari prespektif hukum Islam, dengan perbandingan antara praktek yang berjalan di Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang ada maka dirumuskan bahwa permasalahan dalam penelitian ini, yakni: Bagaimanakah transaksi valuta asing ditinjau dari prespektif hukum Islam di Indonesia dan Malaysia?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, ialah penelitian hukum yang akan mlihat bagaimana pengaturan transaksi valuta asing di Malaysia dan Indonesia dalam tinjauan hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan konseptual yaitu dengan cara mempelajari pandangan-pandangan dengan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum untuk menelaah latar belakang lahirnya dan perkembangan pengaturan mengenai masalah yang diteliti. Bahan hukum yang diteliti terdiri dari bahan hukum primer : bahanbahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti Al-qur’an, al-hadts, kitab-kitab klasik, fatwa dewan syari’ah, kitab undang-undang, Bahan hukum sekunder berupa literatur, jurnal dan data elektronik, serta bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi. Cara pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi pustaka, serta dengan studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Analisis hasil penelitian menggunakan metode kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokan dan dipilih, kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menjawab perumusan masalah yang ada. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, meliputi analisis dokumen dan catatan-catatan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa Transaksi Valutas Asing telah ada konsepnya sejak masa Nabi, yakni apa yang dikenal dengan sharf, yakni transaksi penukaran antar mata uang dengan cara on the spot, dalam arti tidak ada penundaan waktu serah terima antar valuta yang dipertukarkan. Di Indonesia, transaksi valuta asing yang dinilai tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam atau prinsip syariah adalah sharf, sementara transaksi forward, swap dan options dinilai bertentangan dengan hukum Islam. Sedangkan di Malaysia, keseluruhan jenis transaksi valuta asing tersebut di atas dinilai tidak bertentang dengan prinsip hukum Islam, hal itu ditunjukkan bahwa secara legal-formal transaksi valuta asing yang diterapkan memiliki landasan hukum pada ilmu fiqh. Di antara rekomendasi yang diberikaan berdasar hasil penelitian ini adalah terkait dengan fatwa hukum atau dasar diperbolehkannya atau mungkin dilarangnya transaksi valuta asing yang berbeda antara Indonesia dan Malaysia, perlu dikembangkan forum-forum untukmelakukan harmonisasi hukum sehingga ke depan akan tercapai kesepakatan terkait status dalam hukum Islam terkait masalah ini khususnya dan masalah keuangan Islam pada umumnya. Kata Kunci: transaksi, valuta asing, hukum Islam, Indonesia, Malaysia vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman senantiasa memiliki implikasi bagi kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman maka kebutuhan manusia pun semakin meningkat. Perkembangan tersebut terjadi dalam segala bidang yaitu ilmu pengetahuan, ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta bidang-bidang lainnya. Bidang ekonomi adalah salah satu wilayah yang mengalami perkembangan yang sangat cepat. Tidak dapat dipungkiri, dalam suatu masyarakat yang dinamis, perkembangan yang terjadi tidak hanya menuju ke arah yang berdampak positif tetapi sebaliknya dimungkinkan pula perkembangan ke arah yang memunculkan dampak negatif.1 Karenanya aspek-aspek tertentu dari perkembangan ekonomi sering menjadi perdebatan tentang boleh dan tidaknya hal tersebut dilakukan. Hal yang layak dicontohkan di sini adalah tentang bagaimana transaksi antar mata uang, atau yang lebih sederhana disebut dengan transaksi valuta asing. Hal ini dikarenakan bukan saja aktivitas ini menjadi suatu kebutuhan yang semakin tidak 1 Berbagai krisis ekonomi menjadi masalah karena justeru berbagaia inovasi dalam bisnis muncul dengan sangat drastic, yang acapkali tidak dibarengi dengan kesiapan system yang ada Mark Jickling, “Causes of the Financial Crisis, Congressional Research Service” 7-5700, 2009, hlm. 5-10. Diakses dari situs resmi Federation American Scientist, www.fas.org pada 10 Mei 2012. Bahkan kasus krisis ekonomi di Asia pada tahun sekitar 1997 juga karena karena melibatkan spekulasi valuta asing, di mana speculator ingin meraih keuntungan yang massif dari transaksi forward di Thailand dengan cara menarik dollar secara besar-besaran dan menjatuhkan nilai mata uang local. Dick K. Nanto The 1997-98 Asian Financial Crisis, CRS Report for Congress, 1998, dalam www.fas.org diakses pada 10 Mei 2012. 1 bisa dihindari dengan adanya kecenderungan perdagangan lintas negara, namun juga persepsi manusia tentang uang juga mengalami pergeseran. Uang, dalam perkembangannya bukan hanya memiliki fungsi sebagai medium of exchange (alat tukar menukar) sebagaimana fungsi awal dicipatakannya uang, tapi juga sebagai unit of account (unit hitungan) tetapi sekarang sangat jelas bahwa uang telah dianngap sebagai store of value (atau simapanan atas nilai). Konsep yang ketiga inilah yang menjadikan orang menggunakan uang sebagai komodity.2 Atas dasar itulah, maka dalam hukum Islam, khususnya bidang Mu’amalah, berbagai persoalan, dan utamanya adalah transaksi valuta asing perlu mendapat perhatian. Dalam Mu’amalah khususnya jual beli menurut Islam ada berbagai masalah atau persoalan modern yang masih banyak harus dicarikan dasar hukumnya, diantaranya adalah yang berkaitan dengan ekonomi yaitu masalah transaksi jual beli valuta asing yang belakangan banyak dilakukan oleh kalangan umat Islam. Mengapa didalam transaksi valuta asing perlu untuk dicarikan dasar hukumnya, tidak lain agar terdapat kejelasan sebagai pedoman bagi umat Islam dan juga bagi pengembangan ekonomi umat Islam. Pada gilirannya, umat Islam juga memerlukan media bagi investasi, dan hari ini, sangat jamak investasi dilakukan dalam bidang transaksi valuta asing dengan segala produk turunannya. 2 Pergerseran persepsi manusia terhadap uang telah menjadikan fungsi uang berkembang secara liar dan sulit dikendalikan. Dalam konsep uang dikenal adanya “triangular trap” atau segitiga jebakan, dimana, hasrat untuk menjadikan uang sebagai “store of value” telah membawa serta tiga bentuk pemanfaatan uang; yaitu; kecenderungan memperoleh likuiditas, penumpukan dan monopoli, serta kebutuhan yang sspekulatif terhadap uang. Iraj Toutounchian, Islamic Money and Banking; Integrating Money in Capital Theory. Singapore: John Wiley & Sons, 2009. H. 66 dan 72. Market in Islam. 2 Di sisi lain, umat juga harus siap mengikuti perkembangan zaman dengan segala kompleksitas permasalahannya. Banyak permasalahan modern yang belum tercakup sepenuhnya didalam aturan Islam, seperti halnya transaksi elektronik, serta jual beli valuta asing yang sekarang banyak dilakukan oleh kaum muslim, masih banyak lagi permasalahan yang harus dicarikan pijakan hukumnya menurut agama islam di era modern. Hal ini diperlukan agar tidak tertinggal oleh modernitas serta terisolasi dari peradaban. Mengenai jual beli valuta asing yang berkembang di era modern seperti sekarang ini, bukan menjadi hal yang baru lagi didalam masyarakat modern dan merupakan bagian dari gaya hidup, dari melakukan transaksi jual beli guna mendapatkan untung (laba), dan bagaimana Islam memandang persoalan modern tersebut yang di era islam klasik belum ada, yang menjadi perbincangan diberbagai kalangan karna tidak ada dalil yang secara tegas membahas mengenai jual beli valuta asing Ketika uang menjadi komoditi dagang, syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan:“ (mata uang) dinar atau dirham asal bukan dimanfaatkan dzatnya, tujuannya adalah sebagai alat ukur (untuk mengetahui nilai suatu barang). Dinar dan dirham bukanlah untuk dimanfaatkan dzatnya, keduanya adalah sebagai media untuk melakukan transaksi. Oleh karena itu fungsi mata uang hanyalah sebagai alat tukar, berbeda halnya dengan komoditi lainya yang dimanfaatkan dzatnya”3 3 Ibnu Taimiyah ,majmu’ al fatawa , dar al wafa’,mesir, 2001,19,251-252 3 Imam Al-Ghozali menjelaskan, orang yang melakukan transaksi riba dengan (mata uang) dinar atau dirham, sungguh ia telah kufur nikmat dan berbuat kedzoliman. Karena (mata uang) dinar dan dirham diciptakan sebagai media bukan sebagai tujuan. Maka bila mata uang tersebut diperdagangkan, maka akhirnya akan menjadi komoditi dan tujuan, hal ini bertentangan dengan tujuan semula uang diciptakan.4 oleh karena itu, tidak boleh menjual mata uang dirham dengan dirham yang berbeda nominalnya dan tidak diperbolehkan menjualnya secara berjangka, maksud dari hal ini adalah mencegah agar orang-orang yang ingin menjadikan mata uang tersebut sebagai komoditi. Syarat ini sangat mendesak para pedagang untuk tidak meraup keuntungan,5 sebagaimana dalam hadith tentang jual beli valuta asing sbb: ت قَا َل قَا َل َرسُو ُل ﱠ ضةُ بِ ْالفِ ﱠ ب َو ْالفِ ﱠ ض ِة َو ْالبُرﱡ بِ ْالبُ ﱢر ِ َصلى ﷲ عليه وسلم ال ﱠذھَبُ بِال ﱠذھ- ِﷲ ِ ع َْن ُعبَا َدةَ ْب ِن الصﱠا ِم ْ َاختَلَف ْ ح ِم ْثالً بِ ِم ْث ٍل َس َوا ًء بِ َس َوا ٍء يَدًا بِيَ ٍد فَإِ َذا ُ ت ھَ ِذ ِه األَصْ ن َاف فَبِيعُوا ِ َوال ﱠش ِعي ُر ِبال ﱠش ِع ِ ير َوالتﱠ ْم ُر بِالتﱠ ْم ِر َو ْال ِم ْل ُح بِ ْال ِم ْل َك ْيفَ ِش ْئتُ ْم إِ َذا َكانَيَدًا بِيَ ٍد Artinya” emas dengan emas perak dengan perak gandum dengan gandum juwawut dengan juwawut kurma dengan kurma dan garam dengan garam tidak mengapa jika dengan takaran yang sama dan sama berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda maka jualah sesuka hatimu asalkan dengan cara tunai dan langsung serah terimanya ( Hr Muslim No 1587 Dari Ubaidilah Bin Shomith). 6 4 Ismail, Keuangan Dan Investasi Syari’ah Sebuah Analisa Ekonomi, sketsa , cetakan pertama 2010 , hlm 124 5 Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, dar al wafa’, mesir, 4/88. 6 Dikutip dari Erwandi Tirmidzi, Fiqh Jual Beli Kontemporer (Jual Beli Uang dan Saham), 17 Desember 2010 (11 Muharrom 1432 H), Riyadh, KSA, 4 Dalam praktek jual beli valuta asing, dikenal berbagai jenis transaksi. Menurut jenis-jenis nya transaksi valuta asing dibagi menjadi : 1. Transaksi Spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. 2. Transaksi Forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun 3. Transaksi Swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward 4. Transaksi Options, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu7 Valuta yang diperdagangkan dalam transaksi valas juga dibedakan atas dua golongan yaitu hard currencies dan soft currencies. Penggolongan ini biasanya didasarkan atas volume perdagangan suatu negara baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Hard currencies merupakan jenis mata uang yang sering diperdagangkan, seperti dollar Amerika, yen Jepang, atau Deutch Mark Jerman. Sedangkan soft currencies merupakan jenis mata uang yang jarang 7 Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, cetakan ketiga, edisi revisi, cv Gaung Persada, Cipayung Ciputat, 2006, hlm 168,169,170. 5 diperdagangkan seperti Ringgit Malaysia, Rupiah Indonesia dan mata uang dari negara-negara berkembang lainnya Permasalahan transaksi valuta asing juga kian menarik untuk dilihat dikarenakan adanya pandangan yang saling berbeda di antara berbagai wilayah umat Islam. Hal ini dikarenakan bahwa hari ini, transaksi keuangan Islam sudah bersifat lintas Negara, tidak lagi mengenal batas-batas wilayah.8 Isu madzhab hukum dan pihan hukum menjadi mengemuka. Bukan hanya dalam level internasional perbedaan terjadi, namun dalam lingkup intern Negara-negara Muslim, dalam arti Negaranegara sebagai anggota dari Organisasi Konferensi Islam sendiri, terjadi ketidaksepahaman dalam aspek-aspek tertentu. Karena itulah, perbedaan semacam ini perlu diteliti lebih lanjut. Dalam kawasan regional Asia Tenggara terdapat beberapa Negara yang sudah mengembangkan bisnis keuangan Islam (syariah). Di antara Negara muslim di kawasan ini adalah Indonesia, Malaysia dan Brunei. Untuk mengungkap lebih lanjut bagaimana perbedaan madzhab dan pilihan hukum Islam dalam bisnis keuangan Islam, utamanya tentang transaksi valuta asing, penelitian terhadap Negara-negara Muslim di kawasan ini menjadi penting. 8 Dengan tren bisnis keuangan Islam yang kian mengglobal, maka alur transaksi keuangan sudah tidak lagi mengenal batas territorial, melibatkan tidak kurang dari 75 negara, terbentang sejak dari Asia, Eropa, Amerika maupun Timur Jauh. ‘Global Perspective on Islamic Banking and Insurance’ in New Horizon, April-June, 2007, 24. 6 Dalam hal ini, Malaysia dan Indonesia sangat tepat untuk dibandingkan, antara lain karena kesamaan dalam beberapa hal, komposisi penduduknya yang relative plural dan mayoritas umat Islam di dalamnya berafiliasi kepada madzhab Syafii. Sehingga, menarik untuk dibandingkan, bagaimanakah hukum Islam di Indonesia memandang tentang transaksi valuta asing dengan dibandingkan hal yang sama di Malaysia. Sebagai sebuah Negara yang menjadi pusat bisnis (hub of Islamic financian business), Malaysia menjadi menarik untuk dilihat, seberapa jauh transaksi valutas asing dilegalisasi. Sebagaimana diketahui, bahwa Malaysia memakai pendekatan yang relative liberal dalam hal ini, dalam arti bahwa Malaysia mengadopsi pendekatan yang bersifat pro-pasar dalam kaitannya dengan produk keuangan Islam.9 Sedangkan Indonesia, dikenal dengan kehati-hatiannya dalam mengembangan produk, meskipun terkesan menjadi kurang responsive terhadap perkembangan pasar. Karenanya, menarik untuk dibandingkan bagaimana transaksi valuta asing menurut Hukum Islam di Indonesia dengan Hukum Islam di Malaysia. 9 Contoh yang banyak diangkat adalah tentang digunakannya bai’ al-inah dan bai’ al-dayn, kemudian dalam bidang pasar modal dobolehkannya short selling. Adalah salah satu indikasi bahwa Malaysia lebih condong pada pendekatan yang liberal. Saiful Azhar Rosly and Azizi Che Seman, “Juristic Viewpoint on Bai’ al-‘inah, In Malaysia: A Survey” in IIUM Journal of Economics and Management 11, no.1 (2003): 87-111. Juga, Engku Rabiah Adawiah, “Islamic Law Compliance Issues in Sale-Based Financing Structures and as Practiced in Malaysia”, Malayan law Journal (MLJ), 3, 2003, lxix-lxx. 7 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yakni: Bagaimanakah transaksi valuta asing ditinjau dari prespektif hukum Islam di Indonesia dan Malaysia? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk memahami bagimana jual beli valuta asing sebagai bagian dari perkembangan zaman ditinjau dari prespektif hukum Islam, dengan perbandingan antara Indonesia dan Malaysia 1.4. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan akademis Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum umumnya dan khususnya kajian mengenai hukum Islam serta menambah wacana yang ada dimasyarakat mengenai transaksi jual beli valuta asing ditinjau dari prespektif hukum Islam serta hukum positif. 2. Kegunaan Praktis Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan para pihak terhadap transaksi jual beli valuta asing, serta untuk manambah wawasan pengalaman, pengetahuan peneliti dibidang penelitian pada umumnya dan bidang hukum pada khususnya. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Jual beli atau al-bai’u dalam istilah syari’ah10 yaitu : pertukaran harta dengan harta secara suka rela, atau memindahkan milik dengan gantinya, menurut yang diijinkan Islam. Sedangkan dalam KUHPdt suatu persetujuan yang mana yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah diperjanjikan.11 Istilah jual beli menyatakan bahwa terdapat dua belah pihak yamg saling membutuhkan melalui proses tawar menawar (offer and acceptance). Pihak pertama disebut sebagai penjual dan pihak kedua sebagai pembeli. Dalam bahasa inggris jual beli tersebut hanya dicakup dalam satu kata, yaitu sale lebih praktis lagi. Jual beli dapat diartikan sebagai perbuatan sehari hari yang terjadi antara pihak yang menjual benda tertentu untuk sekedar memperoleh sejumlah uang dari pihak yang membeli untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari hari.12 10 Syariah menurut bahasa mempunyai beberapa arti. Di antaranya adalah mawrid al-maa` alladzi yustaqaa minhu bi-laa risyaa` (sumber air yang menjadi tempat pengambilan air tanpa tali timba), ath- thariqah (jalan), dan ‘atabah (tangga/pintu). Ibrahim Anis et al., Al Mu’jamul Wasith, (Kairo : Darul Maarif,1972), hlm. 479. Secara terminologis syariah mempunyai dua makna, makna umum dan makna khusus. Makna umum syariah adalah sama dengan diinul Islam itu sendiri, yaitu keseluruhan agama Islam secara holistik yang meliputi aqidah dan hukum. Ibrahim Anis (1972) mendefinisikan syariah sebagai maa syara’a-llaahu li ibaadihi min ‘aqaaid wa ahkaam, yakni apa-apa yang ditetapkan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya, yang berupa aqidah (aqa`id) dan hukum-hukum (ahkam). Jadi syariah mencakup aqidah dan hukum. Ibrahim Anis et al., Al Mu’jamul Wasith, (Kairo : Darul Maarif,1972), hlm. 479. Bandingkan dengan definisi syariah menurut Al Jurjani dalam kitabnya At Ta’rifat, (Jeddah : Al Haramayn, tanpa tahun), hlm. 167. 11 Lihat pasal 1457, KUHPdt, Subekti dan Tjitrosudibyo, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm 366 12 Abdul Kadir Muhammad .Hukum Perdata Indonesia, cetakan revisi, PT Citra Aditya Bakti ,Bandung, 2010 hlm 317 9 Akan tetapi, ketika jual beli menjadi suatu bentuk profesi yang berorientasi profit, maka hubungannya menjadi lebih khusus. Dalam hubungan ini, penjual dapat berstatus sebagai pedagang, agen pengusaha yang menjalankan perusahaan. Dalam lalu lintas jual beli khusus, pihak penjual disebut perusahaan perdagangan, sedangkan pihak pembeli disebut konsumen. Perbuatan jual beli mencakup tiga istilah, yaitu persetujuan, penyerahan dan pembayaran. Persetujuan adalah perbuatan yang menyertakan tercapainya kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai obyek dan persyaratan jual beli. Penyerahan adalah perbuatan mengalihkan hak milik atas obyek jual beli dari penjual kepada pembeli. Sedangkan pembayaran adalah perbuatan menyerahkan sejumlah uang dari pembeli kepada penjual sebagai imbalan atas benda yang diterima. Benda yang menjadi obyek jual beli harus benda tertentu atau dapat ditentukan, baik bentuk (wujud), jenis, jumlah, maupun harganya, dan benda itu memang benda yang boleh diperdagangkan.13 Dengan demikian, benda yang diperjualbelikan itu setatusnya jelas dan sah menurut hukum, diketahui jelas oleh calon pembeli, dijual ditempat terbuka (umum), dan tidak mencurigakan calon pembeli yang jujur. 13 Mohammad Hashim Kamali, Islamic Commercial law, Kuala Lumpur: Ilmiah Publishers, 2002, h.99. Juga lihat pada, Kharofa, Ala’ Eddin, Transcations in Islamic law, Kuala Lumpur, AS Noordeen, 1997. H. 19-22. Lihat juga, AT Hamid, Ketentuan Fiqh dan Ketentuan Hukum yang Kini Berlaku di Lapangan Perikatan, Surabaya: Bina Ilmu, 1983,h. 33-34 10 Hubungan kewajiban dan hak adalah keterikatan penjual untuk menyerahkan benda dan memperoleh pembayaran, keterikatan pembeli untuk membayar harga dan memperoleh benda. Dengan demikian, jelas bahwa jual beli adalah bagian dari suatu bagian dari sistem hukum yang memiliki unsur-unsur sistem berikut ini; a. Subyek hukum, yaitu penjual dan pembeli. b. Status hukum, yaitu untuk kepentingan sendiri maupun pihak lain. c. Peristiwa hukum, yaitu persetujuan penyerahan hak milik dan pembayaran. d. Obyek hukum, yaitu benda dan harga. e. Hubungan hukum, yaitu keterikatan kewajiban dan hak pihak-pihak. Kapan jual beli itu dianggap sudah terjadi dan mengikat, sesuai dengan asas konsensual yang menjadi dasar perjanjian, jual beli itu sudah terjadi dan mengikat pada saat tercapainya kata sepakat antara penjual dan pembeli mengenai benda dan harga sebagai unsur esensial perjanjian jual beli. Ketika pihak penjual dan pembeli menyatakan setuju tentang benda dan harga, ketika itu pula jual beli terjadi dan mengikat secara sah kedua belah pihak. Dalam perspektif hukum perdata di Indonesia, jual beli dianggap sudah terjadi ketika penjual dan pembeli mencapai kata sepakat tentang benda dan harga meskipun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar.14 Kata sepakat yang dimaksud adalah apa yang dikehendaki oleh penjual sama dengan apa yang 14 Lihat pasal 1458, KUHPdt, Subekti dan Tjitrosudibyo, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm 366 11 dikehendaki oleh pembeli. Tercapainya kata sepakat itu biasanya diucapkan setuju atau dengan kata lain yang maksudnya sama dengan itu tentang benda dan harga.15 Jika persetujuan itu dinyatakan secara tertulis biasanya tulisan beserta paraf atau tanda tangan dicantumkan pada tulisan itu sebagai bukti bahwa penjual setuju menyerahkan hak milik atas benda kepada pembeli. Sebaliknya, juga pembeli setuju membayar sejumlah uang kepada penjual sebagai harga benda, yang diserahkannya itu sebagai tanda lunas pembayaran. Bagaimana halnya jika benda yang diperjual belikan tersebut ternyata adalah milik orang lain, apakah persetujuan kehendak atau kata sepakat itu sah dan mengikat, jika jual beli benda milik orang lain adalah batal dan menjadi dasar untuk mengganti kerugian, jika pembeli tidak mengetahui bahwa benda tersebut milik orang lain.16 Dalam praktik perdagangan, penjual menyatakan dengan tegas bahwa benda yang dijual itu adalah miliknya yang sah dan dapat diketahui oleh pembeli yang beritikad baik. Jika ternyata bahwa benda yang dijual itu bukan milik penjual, jual beli itu batal. Jika benda itu diambil oleh pemiliknya yang sah, pembeli berhak untuk mendapat ganti kerugian atas harga yang telah dibayarnya itu. Namun, jika 15 Abdul Kadir Muhammad, ibid, hlm 319. Lihat pasal 1471, KUHPdt, Subekti dan Tjitrosudibyo, Pradnya Paramita, Jakarta, 2009, hlm 369. 16 12 pembeli mengetahui bahwa benda yang dibelinya itu bukan milik penjual (itikad jahat), pembeli tidak berhak memperoleh ganti kerugian.17. Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat hidup dalam masyarakat. Sebagai makhluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu lain, disadari atau tidak, untuk mencakup kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Memang dalam kenyataanya hukum selalu berkembang sesuai dengan kemajuan jaman, dan islam secara mendetail mengakomodir perkembangan tersebut salah satunya adalah adanya aturan hukum yang rigid dan sistematis diluar tataran hukum positif. Didalam hukum Islam juga mengatur banyak hal mengenai masalah terkait dengan sosial masyarakat, dalm hal perdagangan dan jual beli banyak asas-asas atau dasar hukum yang dijadikan landasan didalamnya yang bertujuan untuk melindungi kepentingan seseorang tersebut, diantara asas-asas tersebut adalah;18 asas kebolehan atau mubah, Asas kemaslahatan hidup, asas kebebasan dan kesukarelaan (radha’iyyah), asas menolak madharat dan mengambil manfaat, dan berbagai asas lain yang relevan dengan kontrak dalam Islam. 17 Abdul Kadir Muhammad , op.cit hlm 320 Mohammad Daud Ali,.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia,cetakan pertama, rajawali pers,jakarta,2009, hlm 132-138. The Majelle (English translation of Majallah el-Ahkam- I- adliya, terjemah Bahasa Inggris, CR Tyser, Kuala Lumpur: The Other Press, 2003. H. 3-15 18 13 Begitu kompleks dan mendetail nya asas-asas didalam hukum perdata Islam atau yang biasa disebut Mu’amalah. Guna melindungi kepentingan pihak-pihak yang ada didalam nya agar terdapat maslahat didalam hal keperdataan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. yang mempunyai tujuan Agar tidak terjadi masalah diantara kedua belah pihak yang sangat mungkin terjadi dalam hubungan antar sesama manusia. Mu’amalah dengan pengertian pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam melakukan hubungan dengan orang lain yang menimbulkan hubungan hak dan kewajiban itu merupakan bagian terbesar dalam kehidupan manusia. oleh karenanya, agama islam menepatkan bidang Mu’amalah ini sedemikian penting hingga hadits nabi mengajarkan bahwa agama adalah Mu’amalah. Dengan perkembangan globalisasi saat ini dapat dikatakan bahwa hampir semua aspek perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pengaruh transaksi ekonomi internasional dan transaksi keuangan internasional. Begitu pula dalam kegiatan hubungan internasional baik dalam kepentingan individu maupun kelompok atau organisasi (perusahaan atau negara) didalam transaksi pembayaran diperlukan adanya suatu instrumen yang sesuai dengan negara lain. Hal ini yang mendorong kelancaran sebuah kegiatan. 14 Valuta asing atau foreign exchange adalah mata uang luar negeri atau alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan mempunyai catatan resmi pada bank sentral. Perdagangan valas (forex trading) mulai berkembang di era 1970-an dan dianggap sebagai bisnis alternatif karena dapat mendatangkan keuntungan bagi pelakunya. Perkembangan pesat transaksi valuta asing ini dimulai dengan peralihan sebagian besar nilai tukar negara-negara besar didunia menjadi sistem free floating (mengambang bebas), setelah sebelumnya menganut sistem fixed rate (nilai tukar tetap). Perekonomian dunia tidak akan dapat dipisahkan dari perdagangan valuta asing. Setiap transaksi perdagangan internasional antar negara pasti melibatkan pertukaran nilai mata uang (valuta asing) dan dengan adanya pertukaran ini, akan menimbulkan permintaan serta penawaran terhadap mata uang tertentu. Sebagai mana uang valas mempunyai fungsi yang sama yaitu alat pembayaran, tukar menukar, kesatuan hitung, penyimpanan dan pengukur kekayaan.19dalam perkembangannya, transaksi valuta asing tidak hanya digunakan dalam hal kegiatan perdagangan antar negara atau ekspor-impor. Tetapi juga dijadikan instrumen atau sarana investasi untuk mendapatkan keuntungan. Di era globalisasi seperti ini, perkembangan bisnis valuta asing atau yang biasa kita sebut sebagai transaksi valas semakin meningkat. Dalam kegiatan bisnis ini, 19 Hamdy hady, valas untuk menejer, penerbit ghalia indah, jakarta 2001 hlm 11 15 tidak sedikit kaum muslim yang ikut serta didalamnya. Ada yang mengatakan bahwa transaksi valas menurut Islam adalah haram, tapi ada sebagian yang lain mengatakan perdagangan tersebut bersifat halal. Valuta asing (valas) ialah mata uang luar negeri, seperti dollar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Misalnya saja ketika ada dua negara yang sedang mengadakan perdagangan international, maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri, yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Sehingga, akan timbul penawaran dan permintaan devisa di bursa valuta asing. Tetapi, bisa jadi dalam menyelesaikan transaksi tersebut tidak menggunakan kedua mata uang negara tersebut, tetapi menggunakan mata uang negara ketiga, misalnya dollar. Hal ini bisa terjadi bila eksportir maupun importir tidak memiliki mata uang lokal negara masing-masing atau mata uang kedua negara itu sangat jarang diperdagangkan karena mata uangnya sangat lemah. Ini berarti mata uang yang dipergunakan itu adalah mata uang yang populer di kedua negara itu, misalnya dollar. Kurs mata uang tersebut bisa berubah-ubah, tergantung pada situasi ekonomi negara masing-masing. Islam mengakui perubahan nilai mata uang asing dari waktu ke waktu secara sunnatullah (mekanisme pasar). Bila perubahan itu terlalu tinggi, maka campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga stabilitas mata uang, karena Islam menginginkan terciptanya stabilitas kurs mata uang.20 20 “Transaksi-Valuta-Asing-Menurut-Islam” dalam http://bprsyariah.com/artikel/121 Di 16 Transaksi jua beli valuta asing sebagaimana yang digambarkan di atas, umumnya diselenggarakan di pasar valuta asing, money changer, bank devisa dan perusahaan bisnis valas. Transaksi valas di bank konvensional sendiri, selain menyediakan layanan transaksi tunai berdasar nilai kurs pada saat itu, juga menyediakan layanan transaksi spot, forward, swap dan option. Mengenai transaksi jual beli valuta asing dewan syariah mengeluarkan fatwa agar tidak terjadi kebingungan didalam pijakan hukum bagi kalangan muslim, serta mejadi acuan hukum bagi para pelaku transaksi valuta asing. Fatwa dewan syari’ah nasional NO: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang. Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan: a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan) b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan) c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai21 Mengenai transaksi jual beli valuta asing tidak akan lepas dari pengaruh pasar modal sebagai sarana untuk melakukan taransaksi bisnis yang belakangan ini banyak orang berkecimpung didalamnya, pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya bank-bank komersial akses 23 oktober 2011, jam 17.00 21 Fatwa Dewan Syariah Nasional no: 28/DSN-MUI/lll/2002 op cit, hal 168,169,170. 17 dan semua perantara dibidang keuangan serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Pasar modal dirancang untuk investasi jangka panjang. Pengguna pasar modal ini adalah individu-indinvidu, pemerintah, organisasi, dan perusahaan. Nilai nominal investasi bisa sama dengan pasar uang atau lebih rendah atau lebih tinggi. Yang membedakan bukanlah nilai nominal investasi tetapi jangka waktu penanaman investasi.22 Pandangan islam mengenai hal tersebut boleh jadi telah termuat dalam sumber ajaran agama islam, kitab suci al-quran dan sunah nabi. Atau dalam khazanah klasik ulama terdahulu dan tidak tertutup kemungkinan, bahwa hal tersebut tidak termuat secara tegas (eksplisit) dalam sumber ajaran Islam atau khazanah klasik itu, atau bahkan belum pernah tersentuh sama sekali. Mengenai pasar modal tersebut dewan syariah nasional juga memberikan fatwa, agar pelaku usaha dalam pasar modal yang menganut agama islam dapat mengetahui dasar hukum atau putusan hukum. Terhadap transaksi dipasar modal, yang diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor: 40/DSN-MUI/X/2003. Yang didalam pasal (5) fatwa DSN tentang transaksi yang dilarang, pelaksanaan transaksi harus dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian serta tidak 22 Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, edisi keenam, UPP STIM YKPN,yogyakarta,2011, hlm 11. 18 diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riswah, maksiat dan kezhaliman.23 Kemajuan dibidang iptek dan keberhasilan pembangunan telah merambah seluruh aspek bidang kehidupan kemajuan tersebut tidak hanya membawa berbagai kemudahan dan kenyamanan, melainkan juga perilaku dan persoalan baru. Cukup banyak persoalan yang sebelumnya tidak dikenal atau bahkan mungkin belum pernah terbayangkan disisi lain kesadaran keberagaman umat Islam dewasa ini semakin tumbuh subur dibumi nusantara. Oleh karena itu, munculnya persoalan bersamaan dengan kehadiran produk baru dianggap sebagai kewajaran hal inilah yang banyak disoroti banyak orang dan bagaimana islam menyikapinya.24 Mu’amalah dengan pengertian terbatas seperti dikemukakan para fuqaha merupakan bagian terbesar dalam hidup manusia. Meskipun demikian, hukum Islam dapat memberikan aturan-aturan dalam bidang Mu’amalah bersifat amat longgar guna perkembangan-perkembangan kehidupan manusia dalam bidang ini dikemudian hari. Hukum islam memberi ketentuan bahwa pintu perkembangan Mu’amalah senantiasa terbuka, tetapi perlu diperhatikan agar perkembangan itu jangan sampai menimbulkan kesempitan-kesempitan hidup pada suatu pihak karna adanya tekanan.25 23 op cit hlm 276,277. Moh Ghofur,”Dinamika Fatwa-Fatwa MUI Dibidang Ekonomi Keuangan Dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Umat Islam” artikel pada pada jurnal syari’ah,“asy syir’ah” vol 41 no 1 tahun 2007 hlm 26. 25 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),cetakan pertama, UII press,yogyakarta,2004.,hlm 12-13. 24 19 Mengenai transaksi valuta asing para ahli fiqih juga mempunyai pandangan yang berbeda beda , salah satunya adalah pendapat syaikh Muhammad Al Utsaimin yang berpendapat : Melakukan transaksi jual beli valuta asing di namakan sharf (penukaran mata uang), dan sharf ini harus dilakukan secara taqabuth (serah terima secara langsung) di tempat aqad. Maka apabila telah terjadi taqabuth di tempat aqad maka hal itu tidak apa-apa. Artinya bahwa jika seseorang menukarkan mata uang Saudi dengan dolar Amerika maka tidak mengapa dengan hal ini, sekalipun ia ingin mendapatkan keuntungan di masa akan datang, akan tetapi dengan syarat bahwa ia mengambil dolar yang dibeli dan memberikan dirham Saudi yang dijual secara langsung. Adapun jual beli tanpa qabadh (serah terima) maka hal itu tidak sah, dan ia termasuk riba nasi`ah (bertempo).26 Serta pendapat syaikh abdullah bin jibrin : Tidak mengapa memperdagangkan valuta asing, yaitu menjual mata uang dengan mata uang yang lain, akan tetapi dengan syarat taqabuth (serah terima secara langsung) sebelum berpisah – sama saja ia menerima benda (uang kontan) dan menerima sesuatu yang menempati tempatnya berupa cek yang disahkan. Sama saja yang melakukan penukaran uang pemilik sendiri atau wakil. Jika penukaran mata uang itu tidak berdasarkan sifat ini maka hukumnya tidak boleh dan pelakunya berdosa lagi kurang imannya, dan hal itu tidak mengeluarkannya kepada kufur.27 Lain dari itu, transaksi valuta sing 26 Muhammad Al-Utsaimin, Abdullah Bin jibrin, Hukum Jual Beli Valuta Asing,diterjemahkan oleh muhammad Iqbal Al-ghazali, islam house, 2010. 27 Muhammad Al-Utsaimin, Abdullah Bin jibrin, Hukum Jual Beli Valuta Asing,diterjemahkan oleh Muhammad Iqbal Al-ghazali, islam house, 2010. 20 berbeda dengan jual beli benda pada umumnya, bahwa di dalamnya tidak dikenal khiyar, selain harus terjadi on the spot, atau “yad bi yad wa ‘ain bi ‘ain”28. Sampai sekarang belum ada pembahasan yang mendetail mengenai transaksi jual beli valuta asing dari sudut pandang hukum Islam, lebih khususnya lagi sebagai sebuah studi perbandingan antara Indonesia dan Malaysia. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahasnya. 28 Tarek El-Diwany, Islamic banking and Finance; What It is and What it could be. Bolton- UK: 1st Ethical Charitable Trust,2010, h.152. 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Fokus penelitian Fokus penelitian dari penulisan ini adalah mengetahui bagimana jual beli valuta asing sebagai bagian dari perkembangan zaman ditinjau dari prespektif hukum Islam. dengan perbandingan antara Indonesia dan Malaysia 3.2. Sumber bahan hukum 1) Sumber hukum primer : bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti Al-qur’an, al-hadts, kitab-kitab klasik, fatwa dewan syari’ah, kitab undang-undang . 2) Bahan hukum sekunder berupa literatur, jurnal dan data elektronik : a) literatur berupa buku-buku yang memberikan penjelasan mengenai pembahasan transaksi valuta asing di indonesia dan malaysia. b) Jurnal, makalah dan hasil seminar yang berhibungan dengan pembahasan transaksi valuta asing di indonesia dan malaysia. c) Wawancara dengan nara sumber yang berkompeten. d) Data-data yang berasal dari internet. 3) Bahan-bahan hukum tersier berupa kamus dan ensiklopedi. 22 3.3. Cara pengumpulan bahan hukum 1) Studi pustaka, yakni dengan mengkaji berbagai peraturan (fatwa dewan syariah) atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. 2) Studi dokumen, yakni dengan mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. 3.4. Metode pendekatan Adapun data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pendekatan konseptual yaitu dengan cara mempelajari pandangan-pandangan dengan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, serta menggunakan pendekatan historis yaitu menelaah latar belakang lahirnya dan perkembangan pengaturan mengenai masalah yang diteliti. 3.5. Analisis hasil penelitian Data yang terkumpul dari studi kepustakawanan, dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokan dan dipilih, kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menjawab perumusan masalah yang ada. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, meliputi analisis dokumen dan catatan-catatan. Penelitian kualitatif ini dengan mempergunakan cara berpikir secara induktif, yaitu pola pikir dan cara pengambilan kesimpulan yang dimulai dari suatu gejala dan fakta satu 23 persatu, yang kemudian dapat diambil suatu generalisasi ( ketentuan umum ) sebagai suatu kesimpulan. 24 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinjauan Umum Mengenai Transaksi Valuta Asing 4.1.1. Pengertian Valuta asing atau yang disingkat dengan kata “valas” secara bebas dapat diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dinegara lain.29 Valuta saing (valas) atau foreign exchange (forex) dapat diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral.30 Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperti dolar Amerika, Poundsterling Inggris, Euro, dollar Australia, Ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing sebagai alat pembayaran luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri.31 29 Heli charisma berlianta, Mengenal Valuta Asing, gadjah mada university press, yogyakarta, 2005, hlm, 1 30 Hamdy hady, Valas Untuk Manajer, galia indonesia, jakarta, 2001 , hlm 15 31 Ali Arifin, Membaca Saham,: ANDI, Yogyakarta, 2004, hlm 43. 25 4.1.2. Sekilas Sejarah Keberadaan Pasar Valuta Asing 4.1.2.1. Pasar valuta asing Pasar valuta asing adalah suatu bentuk pasar komoditas tempat bertemunya penjual dan pembeli valuta asing, meskipun tidak benar-benar berwujud seperti “pasar” yang biasa kita kenal. Seseorang yang melakukan aktivitas trading atau biasa bertransaksi dipasar valuta asing biasa disebut trader atau dealer.32 Pasar valuta asing (foreign exchange) secara sederhana dapat diartikan sebagai perdagangan mata uang (valuta) suatu negara dengan mata uang negara lainnya. Dalam praktiknya tidak selamanya uang kertas yang diperjualbelikan, tetapi sebagian besar berupa sekuralitas. Oleh karena itu, secara lebih luas, dapat diartikan bahwa foreign exchange adalah semua tagihan dalam valuta asing yang diuangkan diluar negeri, termasuk saldo rekening dalam valuta asing pada bankbank diluar negeri, wesel atau cek dalam valuta asing yang dapat diuangkan diluar negeri.33 4.1.2.2. Latar belakang keberadaan pasar valuta asing Setelah perang dunia 1 dan setelah depresi ekonomi dunia pada tahun 1930-an, dunia menginginkan terciptanya suatu stabilitas ekonomi yang lebih baik. Pada tahun 1944, lahirlah suatu sistem moneter internasional yang dikenal dengan nilai tukar tetap (fixed exchange rate) hasil persetujuan di bretton woods. Setiap negara memberlakukan kurs yang tetap dari mata uangnya terhadap US dollar. 32 M daud darmawan, Menenal Bisnis Valuta Asing, pinus , yogyakarta, 2007 hlm 28. 33 Herman Darmawi, Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, cetakan pertama,bumi angkasa,jakarta, 2006. Hlm 122 26 Ekonomi negara-negara eropa serta amerika serikat mulai tumbuh dengan pesat. Lebih dari itu lahirnya pasar uero dollar dan asian currency unit adalah bentuk mengimbangi peredaran US Dollar yang semakin banyak jumlahnya. Beretton woods system mampu bertahan hampir mencapai 30 tahun, dimana pada tahun 1971 diganti dengan smithsonian agreement yang merupakan cikal bakal lahirnya floating exchange rate. Dewasa ini kita hidup dalam situasi dimana banyak uang negara didunia yang membiarkan nilainya mengambang sesuai mekanisme pasar, yaitu kekuatan permintan dan penawaran.34 Transakasi valuta asing mengalami perkembangan sangat pesat setelah diberlakukannya sistem free floating, karena meningkatnya ketertarikan para pelaku pasar serta investor individu yang mengincar keuntungan dari pergerakan nilai tukar, sehingga kini banyak investor pribadi yang terjun ke dunia perdagangan valuta asing semata-mata untuk mencari keuntungan (profit making).35 4.1.3. Peserta Dalam Pasar Valuta Asing Pada umumnya peserta utama dalam pasar valuta asing adalah bank umum devisa. Dapat dikatakan bahwa bank umum devisa yang menciptakan pasar valuta asing. Peserta lainya, adalah perusahaan besar, termasuk lembaga keuangan bukan bank 34 35 ibid hlm, 123 M. Daud Darmawan, loc cit .hlm 10. 27 (LKBB), individu dengan aktivitas diluar negeri. Bank sentral otomatis selalu ikut terlibat dalam pasar valuta asing.36 Adapun partisipan/peserta yang aktif melakukan transaksi pada pasar valuta asing terdiri dari beberapa kategori partisipan, yaitu :37 1) Dealer valuta asing bank dan non bank Dealer bank-bank dan non bank beroperasi dikedua pasar antar bank dan nasabah. Mereka ini memperoleh keuntungan dengan membeli valuta asing pada harga permintaan (bid) dan menjualnya kembali pada harga yang sedikit lebih tinggi daripada harga penawaran (offer). 2) Perusahaan Perusahaan menggunakan pasar valuta asing untuk mempermudah pelaksanaan transfer investasi atau komersil. Kelompok ini terdiri dari para importir, investor internasional, perusahaan-perusahaan multinasional. Mereka menggunakan pasar valuta asing untuk tujuan investasi. 3) Individu-individu Setiap orang yang mempunyai rekening giro (checking account) adalah peserta dalam pasar uang. Mereka dapat menjual dan membeli instrumeninstrumen pasar uang tersebut. Motif yang sederhana dari pemenang kas 36 Herman Darmawi, op cit ,hlm 124. 37 Sri handaru yulianti, dan handoyo prasetyo, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Internasional , edisi revisi, ANDI, yogyakarta,2002. Hlm 82 28 dan surat-surat berharga untuk ikut berpartisipasi dalam pasar uang adalah sebagai berikut:38 a) Motif transaksi (transaction motive) b) Motif berjaga-jaga (precautionary motive) c) Motif spekulasi (speculative motive) d) Bank sentral Umumnya, kebijakan atau peraturan-peraturan moneter di negara-negara didunia diatur dan dikeluarkan oleh bank sentralnya. Kebijakan moneter biasanya ditekankan pada jumlah uang beredar ditingkat bunga. Guna mencapai maksud tersebut bank sentral bank sentral bertindak sebagai penggerak alat moneter. Alat moneter dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Membeli dan menjual instrumen pasar uang dalam aktivitas yang dikenal dengan pasar terbuka. 2) Bertindak secara sukarela dalam melakukan pembelian dan penjualan valuta asing terhadap mata uang sendiri atau sistem setempat. 3) Melakukan perubahan tingkat suku bunga dengan harapan bahwa bankbank umum (komersial) meminjamkan uang kepada bank sentral. 4) Melakukan perubahan presentase kewajiban menahan cash ratio minimum bagi bank-bank umum (komersial). 5) Melakukan peraturan-peraturan khusus lainnya yang menyangkut devisa atau moneter lainnya.39 38 Herman Darmawi, op cit, hlm. 125 29 4.1.4. Tujuan Transaksi Valuta Asing Para peserta pasar yang terlibat dalam pasar valuta asing mempunyai berbagai tujuan. pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi tiga motif yaitu; 1) Trading 2) Hedging dan 3) Speculating Ada kalanya kita sulit membedakan dapat membedakan dengan jelas antara satu motif dengan yang lainya. Dibawah ini adalah jenis-jenis motif transaksi yang dapat dikelompokan menjadi lebih rinci: 1) Untuk komersial: ekspor-impor, lalu lintas modal, lalu lintas jasa dan lainlain. 2) Untuk funding: peminjaman valuta asing, kebutuhan cash flow. 3) Untuk hedging: untuk keperluan hedging atas resiko perubahan kurs valuta asing. 4) Untuk investasi:comercial investment, property investment, dan portofolio onvestment. 5) Untuk individu: turis dan kebutuhan individu lainnya. 6) Untuk marketing: seperti diuraikan di atas, banyak bank-bank yang berdagang valuta asing menawarkan harga dua arah sebagai market maker. 7) Untuk positioning taking: adakalanya peserta pasar mengambil posisi dalam usaha mencari keuntungan dan mengantisipasi pergerakan kurs mata uang dan tingkat bunga. Seni dari para dealer dalam mengambil 39 Ibid ,hlm, 126. 30 posisi sangat tergantung pada kemapuannya menganalisis dan mengambil keputusan secara cepat. Masing-masing dealer akan menepatkan dirinya sebagai intrady dealer, short term dan long term dan masing-masing mata uang yang ia tekuni. Dalam menjalankan perannya, tindakan mereka diatur oleh serangkaian ketentuan pasar dan batasan-batasan yang ditentukan oleh bank sendiri. Positioning taking yang paling lazim adalah untuk tujuan memperoleh keuntungan. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan long position jika suatu mata uang diperkirakan cenderung menguat: short position jika mata uang diperkrakan cenderung melemah: mismatch antara dua mata uang yang dimiliki perbedaan tingkat bunga cukup besar.40 4.1.5. Bentuk Transaksi Valuta Asing Ada beberapa jenis tipe – tipe transaksi valuta asing yang terjadi di pasar valas, yaitu spot, forward, opsi (options) dan swap.41 1) Transaksi spot Transaksi spot merupakan transaksi valuta asing dengan penyerahan dan pembayaran saat itu juga, meskipun dalam praktek transaksi spot akan diselesaikan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya kontrak jual beli suatu mata uang spot dilakukan atau ditutup pada tanggal 10 agustus 2007, penyerahan dan penyelesaian kontrak tersebut dilakukan pada 40 Ibid ,hlm. 127 41 Mahmudh Hanafi, Menejemen Keuangan Internasional, cetakan pertama, yogyakarta, BPFE, 2004, hlm, 78 31 tanggal 12 agustus 2007, apabila tanggal 12 agustus 2007 tersebut kebetulan hari libur atau hari sabtu maka penyelesaiannya adalah pada hari kerja berikutnya dan penyelesaian transaksi seperti ini disebut value date. Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara berikut ini:42 a) Cash, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak). b) Tom (kependekan dari tomorrow), yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau hari kerja setelah diadakannya kontrak. c) Spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi 2) Forward market Transaksi forward terjadi antara dua pihak yang meliputi mata uang dua negara yang berbeda, berdasarkan suatu nilai tukar tertentu, dengan waktu transaksi yang melebihi dua hari kerja atau mempunyai waktu jatuh tempo lebih panjang dibandingkan transaksi yang dilakukan di pasar spot. Waktu jatuh tempo dari forward contract ini bervariasi, pada umumnya berkisar antara 30,90,180,360 hari.43 42 Mudrajat Kuncoro, Menejemen Keuangan Internasional, edisi ke dua, yogyakarta, BPFE, 2001, hlm, 56 43 The Fei Ming,Day Trading Valuta Asing ,cetakan pertama,elek media komputindo, jakarta, 2001,hlm, 23 32 3) Swap Transaction (Transaksi Swap) Yaitu transaksi pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spot terhadap forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain yang sama dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan sebagai suatu transaksi tunggal dengan bank lain yang sama, dealer tidak akan menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan.44 Seperti dijelaskan diatas bahwa pada prinsipnya transaksi swap merupakan transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertetu. Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli. Penggunaan transaksi swap sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan bank Indonesia (disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut 44 Dikutip Dari Makalah, Muhamad Sulhan, Transaksi Valuta Asing (al-sharf) Dalam Prespektif Islam, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, hlm , 5 33 dilakukan atas dasar swap point yang ditetapkan oleh bank Indonesia.Transaksi swap antara bank dengan BI antara lain:45 a) Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI untuk dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Posisi likuiditas ini untuk setiap bank maksimum 20 % dari modal bank tersebut. b) Swap investasi, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif bank berdasarkan swap dengan nasabah yang adanya berasal dari pinjaman luar negeri untuk keperluan investasi di Indonesia. c) Perbedaan dari ketiga jenis transaksi di atas adalah bahwa swap terjadi dua transaksi pada saat yang sama (double transaction), yaitu jual beli atau beli dan jual. Sedangkan pada spot dan forward hanya terjadi satu kali transaksi saja (one single transaction), yaitu jual beli saja. 4) Option Transaction (Transaksi Opsi) Transaksi Opsi merupakan kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu.46 45 http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2260833-jenis-jenis-transaksi-valutaasing/ di akses tanggal 13 maret 2012. Jam 10.00 wib 46 http://bprsyariah.com/artikel/121-transaksi-valuta-asing-menurut-islam, di akses tanggal 12 maret 2012 , jam 13.00 wib. 34 4.1.6. Karakteristik Mata Uang Yang Diperdagangkan Karakteristik beberapa mata uang utama yang diperdagangkan, yaitu: 1). Dollar AS Dollar as merupakan mata uang utama di dunia. sebagian besar mata uang yang ada di dunia menggunakan dollar as sebagai acuan dalam menentukan nilai tukarnya. Nilai tukar dollar as tidak lagi ditentukan berdasarkan cadangan emas yang dimiliki amerika serikat, tetapi lebih ditentukan oleh kekuatan ekonomi amerika serikat, yang tercermin dari neraca pembayaran internasionalnya, transaksi ekspor dan impor dalam neraca perdagangan, dan indikator ekonomi lainnya.47 2). Euro Mata uang UERO resmi diluncurkan pada tanggal 1 januari 1999. Terdapat 11 negara anggota uni eropa yang menganut pemberlakuan mata uang tunggal ini sebagai bagian dari sistem pembayaran. Kesebelas negara tersebut adalah; Prancis, Belanda, Jerman, Spanyol, Belgia, Italia, Austria, Luksemburg, Finlandia, Irlandia dan Portugal. Dengan di adopsinya mata uang tunggal oleh ke-11 negara uni eropa tersebut, diperkirakan UERO akan menjadi pesaing utama bagi Dollar AS di masa-masa mendatang.48 3). Mark Jerman Mark jerman merupakan mata uang terbesar ke dua setelah dollar AS, yang di gunakan sebagai cadangan devisa negara-negara di dunia sebelum UERO diluncurkan pada tahun 1999. Perdagangan DEM/USD termasuk paling 47 48 The Fei Ming,op cit hlm,14. Ibid, hlm, 15. 35 likuid dan termasuk paling banyak ditransaksikan di pasar valuta asing. Nilai mark jerman sangat sensitif terhadap perubahan politik dan negara ekonomi negara-negara yang berada pada kawasan yang berada didekatnya, seperti rusia. Hal ini terjadi karena secara geografis jerman berdekatan dengan rusia sehingga perubahan politik dan ekonomi yang terjadi di rusia tentunya sedikit banyak berpengaruh pada perekonomian jerman. 4). Yen Jepang Perkembangan yen jepang sebagai salah satu mata uang yang paling diperhitungkan dalam kancah perdagangan valuta asing dunia tidaklah terlepas dari dukungan kekuatan ekonomi jepang sebagai salah satu industri negara maju setelah amerika serikat. Permintaan terhadap yen jepang terutama berpusat pada konglomerasi di jepang yang terkenal dengan nama keiretsu.49 5). Franc Swiss Meskipun perekonomian swiss relatif kecil, franc swiss terkenal dengan kesetabilannya. Hal ini karena nilai franc swiss mencerminkan kekuatan dan kualitas perekonomian dan keuangan swiss. Perekonomian swiss mempunyai hubungan sangat erat dengan perekonomian jerman. 6). Poundsterling Inggris Poundsterling lebih aktif di transaksikan dalam pasar valuta asing di london. Pound banyak diperdagangkan baik terhadap dollar AS maupun terhadap mark, maupun volume perdagangannya terhadap mata uang negara-negara 49 Ibid, hlm, 16. 36 lain relatif kecil. Transaksi pound hanya likuid pada pasar valuta asing di london, sedangkan likuiditasnya rendah.50 4.1.7. Sistem Nilai Tukar Mata Uang Terdapat tiga kelompok besar sistem nilai tukar mata uang yang diterapkan oleh berbagai negara di dunia, yaitu: 1). Freely flexible (freely floating) exchange rate syistem Pada sistem freely floating, nilai mata uang dibiarkan mengambang bebas dan nilai tukarnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terdapat di pasar. Nilai tukar beberapa mata uang utama (major currencies),seperti dollar AS, UERO, mark jerman, yen jepang, franc swiss, dan poundsterling inggris, ditentukan oleh kekuatan pasar (market forces) dan dibiarkan mengambang bebas terhadap mata uang negara lain. Dalam sistem ini tidak terdapat intervensi yang dilakukan pemerintah (bank sentral) untuk mempengaruhi nilai tukarnya. 2). Fixed (pegged) exchange rate system Pada sistem fixed exchange rate, pemerintah berperan aktif melakukan intervensi dalam pasar valuta asing untuk mempertahankan pergerakan nilai tukar suatu mata uang agar berada pada suatu acuan nilai tukar tertentu 3). Managed/controlled (semi pagged) exchange rate system Pada sistem mengambang terkendali ini, fluktuasi nilai tukar diambangkan pada suatu rentang (band) intervensi tertentu. Bank sentral tetap berperan 50 Ibid, hlm, 17 37 dalam melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar mata uang tersebut ke dalam nilai tukar rentangnya semula apabila fluktuasi melebihi batas/ rentang intervensi yang diperkenankan. Namun, bank sentral tidak menerapkan suatu acuan tingkat/level nilai tukar tertentu, seperti yang diterapkan pada sistem fixed exchange rate.51 4.1.8. Teori Penentuan Nilai Tukar Valuta Asing Setelah melalui era bretton woods accord, akhirnya sebagian besar mata uang negara-negara di dunia pada tahun 1973 diberi kesempatan mengambang secara bebas satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk mencari tingkat keseimbangan/ekuilibrium tingkat keseimbangan/ekuilibrium ditentukan oleh kekuatan oleh kekuatan pasar, yaitu demand dan supply terhadap mata uang itu sendiri untuk melepaskan diri dari pengaruh bank sentral yang sebelumnya selalu melakukan tindakan intervensi untuk mempengaruhi nilai tukar agar senantiasa berada pada suatu batas (range) yang telah ditentukan. Ada beberapa model penentuan nilai tukar: 1). Traditional theories Traditional theoris terdiri dari purcashing power parity dan theory elastisitas. a) Teory purchasing power parity Teori ini merupakan teory tertua dan merupakan teori terpopuler. Teori ini pertama kali diperkenalkan pertama kali pada tahun 1556 oleh martin de azpilcueta navarro. Teori ini berbunyi sebagai berikut: 51 Ibid, hlm 8-9. 38 “the price of a good in one caountry should equal the price of the same good in another country, exchanged at the current rate “ Teori ini menyatakan bahwa harga barang di suatu negara harus sama dengan harga barang serupa di negara lain sesuai dengan tingkat nilai tukar yang berlaku antara kedua negara tersebut, teori ini disebut the law of one price.52 b) Teori elastisitas “exchange rate is simply the price of foreign exchange which maintains the balance payments in equilibrium” Teori elastisitas mengatakan bahwa nilai tukar adalah harga dari valuta asing untuk mempertahankan neraca pembayaran internasional suatu negara agar tetap berada pada tingkat equilibrium. Dengan kata lain, respons nilai tukar terhadap perubahan dalam neraca perdangan sangat dipengaruhi oleh elastisitas permintaan terhadap perubahan harga. Jika elastisitas permintaan bersifat inelastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan ekspor dalam neraca pembayaran internasional akan sangat kecil. Akibatnya, nilai tukar harus melakukan penyesuaian secara tajam untuk menghilangkan devisit neraca pembayaran internasional. Jika elastisitas permintaan bersifat elastis, pengaruh penurunan impor dan kenaikan ekspor akan sangat berpengaruh bagi keseimbangan neraca pembayaran internasional sehingga hanya diperlukan sedikit penyesuaian dalam nilai tukar.53 52 Ibid, hlm 10 Ibid hlm 13 53 39 2. Modern monetary theories on short term exchange rate volatility “modern monetary theories on the short term exchange rate volatility take into consideration the short term capital markets roles and the long term impact of commodity markets on the foreign exchange” Teori ini memperlihatkan adanya peran pasar modal dalam jangka pendek dan peran bursa comoditi dalam jangka panjang terhadap fluktuasi nilai tukar. Teori ini mengatakan adanya perbedaan nilai tukar dan perbedaan dalam purchasing power parity adalah karna adanya suatu perubahan dalam permintaan dan penawaran terhadap aset-aset keuangan. Dalam pandangan modern, teori purchasing power parity juga diperluas dengan menyatakan variabel, seperti jumlah uang yang beredar, tingkat suku bunga, dan pendapatan riil, dalam menentukan nilai tukar antara dua negara. 2. Synthesis of traditional and modern monetary views ‘since the financial markets adjust faster than the commodities markets, the exchange rate tends to be affected in the short term by the capital market changes, and by the commodities changes in the long term” Menurut teori ini, dinamika perubahan yang terjadi di pasar kuangan (pasar modal dan pasar uang ) lebih cepat jika dibandingkan perubahan di pasar barang/komoditi. Oleh karena itu, dalam jangka pendek fluktuasi nilai tukar lebih dipengaruhi oleh perubahan dalam pasar modal dan dalam jangka panjang fluktuasi nilai tukar dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di pasar barang.54 54 Ibid hlm 14 40 4.1.9. Faktor-Faktor Yang Menentukan Penawaran Uang Ada beberapa alat yang digunakan sebagai instrumen kebijakan moneter. Para pejabat negara negara dapat mempergunakan sebagai instrumen keungan tersebut, dalam merumuskan kebijakan keuangan negara. pada umumnya, faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang pada suatu perekonomian adalah sebagai berikut:55 1) Dalam perekonomian di jaman modern ini, bank komersial memerankan peranan penting dalam penentuan penawaran uang pada suatu sistem perekonomian. Biasanya bank komersial memberi fasilitas potongan pinjaman kepada institusi atau individu. Kebijakan tersebut akan menarik minat istitusi atau individu-individu yang dapat meningkatkan permintaan pinjaman pada suatu perekonomian. 2) Selain hal tersebut di atas, bank sentral juga mempunyai instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengatur jumlah uang yang ditawarkan dan peredarannya. 3) Oprasi surat berharga pemerintah, peredaran dan penawaran uang juga dapat dipengaruhi oleh surat berharga pemerintah (treasury bills). Pada dasarnya pembelian surat berharga pemerintah tersebut merupakan proses menarik uang dari sirkulasi di masyarakat. 4) Perdagangan valuta asing sebagai komoditas, peredaran uang dapat meningkat karena kunjungan/kedatangan turis asing, ekspor barang dan jasa ke negara lain, dan investasi asing 55 Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal,cetakan ke enam, upp stim ykpn,yogyakarta,2001, hlm 74-75 41 4.1.10. Resiko Dalam Perdagangan Valuta Asing Perdagangan valuta asing tidak hanya industri yang menjanjikan harapan keuntungan, namun juga sangat beresiko tinggi. Sangatlah penting untuk mengetahui resiko-resiko yang terdapat dalam perdagangan valuta asing sehingga dapat dikembangkan suatu kebijakan untuk mengatasi resiko tersebut. Terdapat tiga kategori utama resiko perdagangan valuta asing, yaitu:56 1) Exchange rate risk Resiko ini terjadi akibat adanya fluktuasi/pergerakan secara terus-menerus permintaan dan penawaran di dalam pasar valuta asing sehingga mempengaruhi posisi nilai tukar valuta asing tersebut. Dalam perdagangan valuta asing, pada umum nya seorang trader akan membuka posisi dengan membeli (buy) atau menjual (sell) valuta asing. Selama posisi itu belum ditutup (close position), nilai tukar valuta asing tersebut akan mengalami perubahan karena adanya tarik-menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Fluktuasi harga dalam transaksi perdagangan valuta asing merupakan “musuh utama” bagi seorang trader karena dapat mengakibatkan kerugian (potensial loss). Namun, disisi lain fluktuasi harga di dalam pasar valuta asing juga merupakan faktor yang sangat penting karena tanpa adanya fluktuasi harga, tidak mungkin terjadi perdagangan di dalam pasar valuta 56 The Fei Ming op cit, hal 19,20 42 asing dan pasar menjadi tidak likuid. Jadi, fluktuasi harga merupakan suatu faktor yang menguntungkan apabila digunakan secara tepat dan bijaksana 2) Credit risk Credit risk adalah resiko kemungkinan pihak lain (counter party) tidak melaksanakan kewajiban dalam persetujuan yang telah disepakati. 3) Country risk Country risk adalah resiko yang timbul akibat adanya campur tangan pemerintah dalam perdagangan valuta asing. Resiko ini berbeda dengan aktivitas intervensi yang dilakukan bank sentral untuk mempertahankan nilai tukar. Country risk di antaranya adalah resiko pembekuan terhadap aset, simpanan luar negeri, dan deposito warga negara asing oleh pemerintah lokal/domestik.57 4.1.11. Praktek Transaksi Valuta Asing di Indonesia Di indonesia menggunakan berbagai macam sistem nilai tukar, diantaranya adalah:58 Ibid. Hlm 21 http://strugglemoment.wordpress.com/2010/05/10/kurs-di-indonesia-mekanisme-dandampaknya, diakses tanggal 15 maret 2012 jam 08,15 wib 57 58 43 1) Sistem Nilai Tukar Tetap (1971 – Maret 1983) 2) Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali secara ketat (April 1983 – Sep 1986) 3) Sistem Nilai Tukar Mengambang Fleksible (Sep. 1986 – Agt. 1997) 4) Sistem Nilai Tukar Mengambang bebas (14 Agustus 1997) Berikut ini adalah tabel mengenai kurs Rupiah terhadap Dollar pada Bank indonesia kurun waktu 4 januari 2010 sampai dengan 6 mei 2010 : Berikut ini adalah tabel mengenai nilai tukar pada 16 maret 2012: 44 Valuta Asing USD (US Dollar) Kurs Tengah +/- (%) Kurs Jual Kurs Beli 9175.00 0.00 0.00% 9300.00 9050.00 7261.70 0.00 0.00% 7375.20 7148.20 1182.15 0.00 0.00% 1199.20 1165.10 110.04 0.00 0.00% 112.07 108.00 11991.15 0.00 0.00% 1617.25 0.00 0.00% 1648.25 1586.25 SEK (Krona Swedia) 1356.75 0.00 0.00% 1381.55 1331.95 CHF (Swiss Franc) 9918.05 0.00 0.00% 10069.05 9767.05 14442.60 0.00 0.00% 14658.10 14227.10 9637.55 0.00 0.00% 9787.55 9487.55 7491.60 0.00 0.00% 7621.10 7362.10 SGD (Singapore Dollar) HKD (Hongkong Dollar) JPY (Japan Yen) EUR (Eropa Euro) 12173.15 11809.15 DKK (Krona Denmark) GBP (Inggris Poundsterling) AUD (Australian Dollar) NZD (New Zealand Dollar) Berdasarkan uraian di depan, dapat disimpulkan bahwa transaksi jual beli valuta asing timbul karena adanya kebutuhan konversi mata uang, antara mata uang yang satu dengan mata uang yang lain dalam lalu lintas perdagangan internasional. Ini 45 disebabkan karna setiap negara yang melakukan aktivitas perdagangan internasional (ekspor-impor) tentu akan memerlukan alat bayar yaitu mata uang dari negara yang menjadi mitra dagangnya, dan masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya dalam menentukan jenis dan nilai mata uangnya. Nilai mata uang satu negara dengan negara lainnya akan berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawaran dari mata uang tersebut di bursa atau pasar yang bersifat internasional. Adanya permintaan dan penawaran akan valuta asing inilah yang akhirnya menimbulkan transaksi jual beli valuta asing. 4.2. Tinjauan Umum Tentang Hukum Mu’amalah 4.2.1. Pengertian Pengertian muamlah dapat dilihat dari dua segi yang pertama dari segi bahasa dan yang ke dua dari segi istilah. Menurut bahasa, Mu’amalah berasal dari kata amala, yuamilu, Mu’amalahan sama dengan wazan faala, yufailu, mufaalatan artinya saling bertindak, saling berbuat dan saling mengamalkan.59 Mu’amalah ialah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya, tanpa memandang agama atau asal usul kehidupannya. Aturan agama yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang perkawinan, perwalian, 59 Rachmat Syafei, FIQIH Muamalah,Pustaka Setia, Bandung, 2001, hlm 14 46 warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan, perkoperasian dll. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya dapat kita jumpai seperti larangan mengganggu, merusak dan membinasakan hewan, tumbuhan atau yang lainnya tanpa adanya suatu alasan yang dibenarkan oleh agama, perintah kepada manusia agar mengadakan penelitian dan pemikiran tentang keadaan alam semesta. Dari uraian diatas telah kita ketahui bahwa Mu’amalah mempunyai ruang lingkup yang luas, yang meliputi segala aspek, baik dari bidang agama, politik, ekonomi, pendidikan serta sosial-budaya.60 Menurut istilah, pengertian Mu’amalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian Mu’amalah dalam arti luas dan pengertian Mu’amalah dalam arti sempit. Definisi Mu’amalah dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut. a) Al-Dimyati berpendapat bahwa Mu’amalah adalah: “attuhasilu addunyawi liyakuna sababan lil akhiri” “menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab sukseslah masalah ukhrawi”61 60 61 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam jilid III: Muamalah, : Rajawali press, Jakarta 1988, hlm 2-3 Al Dimyati, dalam I’anah Al Thalibin , Toha Putra , Semarang ,tt. Hlm 2 47 b) Muhammad Yusuf Musa Mu’amalah adalah peraturan-peraturan allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.62 c) Mahmud Syaltout ketentuan-ketentuan hukum mengenai hubungan perekonomian yang dilakukan anggota masyarakat, dan bertendensikan kepentingan material yang saling menguntungkan satu sama lain.63 d) Dr mustafa Ahmad Zarqa’ Hukum-hukum tentang perbuatan manusia yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak-hak dan penyelesaian sengketa.64 Dari pengertian dalam arti luas di atas, kiranya dapat diketahui bahwa Mu’amalah adalah aturan-aturan atau hukum allah yang mengatur manusia dalam kaitannya dalam urusan duniawi dalam pergaulan sosial (hablum minannas). Sedangkan pengertian Mu’amalah dalam arti sempit (khas), didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut: 1) Menurut Hudlari Byk “ al Mu’amalahu jamiul ukudillati biha yatabadalu manafiuhum” Mu’amalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya.65 62 Abdul Majid, dalam : Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dalam Hukum Kebendaan Dalam Islam , IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung 1986, hlm .1. 63 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial,RajaGrafindo Persada, Jakarta: 1993, hlm 70-71 64 Mustafa Ahmad Zarqa’, Al-Madkhal Al- Fiqh Al-Am, Al-Adib, Damaskus, 1966-1967. Hlm 55 65 Hendi Suhendi,. Fiqh Muamalah, raja grafindo persada, jakarta, 2007, hlm 2 48 2) Menurut Idris Ahmad66 Mu’amalah adalah aturan aturan allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik. 3) Menurut Rasyid Ridha Mu’amalah adalah tukar-menukar barang dengan sesuatu yang bermanfaat dan dengan cara yang telah ditentukan. 4) Dr Abdul Sattar Fathullah Sa’id Fiqih Mu’amalah ialah hukum syariat yang berkaitan dengan transaksi manusia mengenai jual beli, gadai, perdagangan, pertanian, sewa menyewa, pengkongsian, perkawinan, penyusunan thalak, iddah, hibah & hadiah, wasiat, warisan, perang dan damai.67 Dari pandangan di atas, dapat difahami bahwa yang dimaksud dengan fiqih Mu’amalah dalam arti yang sempit adalah seperangkat aturan-aturan allah yang wajib untuk ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas) dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda. Perbedaan pengertian Mu’amalah dalam arti yang sempit dengan pengertian dalam arti luas adalah dalam cakupannya. Mumalah dalam arti luas mencakup persoalan waris, misalnya, padahal mengenai persoalan waris telah diatur dalam 66 hlm 12 67 lihat Fiqh Al-Syafi’iyyah , karya indah , jakarta , hlm 1 Abdul Sattar Fathullah Sa’id, Muamalah Fil Islam , rabitah alam al-islami , makkah, 49 lingkup pembahasan tersendiri. Yaitu dalam fiqih mawaris (tirkah atau faroidh), karena masalah waris telah diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, maka dalam Mu’amalah pengertian sempit tidak termasuk di dalamnya. Persamaan pengertian Mu’amalah dalam arti sempit dan arti yang luas sebenarnya sama yaitu sama-sama mengatur urusan atau hubungan antar sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya meliputi : cara memperoleh harta mengatur, menglola dan mengembngkannya dengan cara yang benar. 4.2.2. Pembagian Mu’amalah Penetapan pembagian fiqih Mu’amalah yang dikemukakan oleh ulama fiqih sangat berkaitan dengan definisi fiqih Mu’amalah yang mereka buat, yatu dalam arti luas atau dalam arti yang sempit. Ibn abidin, salah seorang yang mendifinisikan fiqih dalam arti luas, dan kemudian membaginya menjadi lima bagian:68 1) Mu’awadlah maliyah (hukum kebendaan) 2) Munakahat (hukum perkawinan) 3) Muhasanat (hukum acara) 4) Amanat dan ‘Aryah (pinjaman) 5) Tirkah (harta peninggalan ) 68 Nana Masduki, Fiqih Muamalah Madiyah (diktat), IAIN Sunan Gunung Djati, bandung, 1987, hlm .4 50 Ibn ‘Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan Mu’amalah secara luas sehingga munakahat termasuk salah satu bagian fiqih Mu’amalah, padahal munakahat diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqih munakahat. Demikan pula tirkah, harta peninggalan atau warisan, juga termasuk dalam bagian fiqih Mu’amalah, padahal tirkah sudah diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqih mawaris. 69 Sedangkan Al-fikri, dalam kitabnya Mu’amalah Al-madiyah wa Al-adabiyah, membagi fiqih Mu’amalah kedalam dua bagian :70 1) Al-Mu’amalah Al-madiyah Adalah Mu’amalah yang mengkaji obyeknya sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa Mu’amalah al-madiyah adalah Mu’amalah bersifat kebendaan karna obyek fiqih Mu’amalah adalah benda yang halal, haram syubhat untuk diperjual belikan, benda-benda yang memadharatkan dan benda-benda yang mendatangkan kemashlahatan bagi manusia serta segisegi yang lainnya. 2) Al-mu’amalah al-adabiyah Adalah Mu’amalah yang ditinjau dari segi cara tukar menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia, yang unsur penegaknya adalah hakhak dan kewajiban-kewajiban, misalnya jujur, hasud, dengki, dan dendam. 69 70 Hendi Suhendi , op cit hlm 3 Nana Masduki, op cit hlm 4 51 Mu’amalah madiyah yang dimaksud oleh Al-Fikri ialah aturan-aturan yang ditinjau dari segi obyeknya. Oleh karena itu jual beli benda bagi muslim tidak hanya untuk mendapatkan atau mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi secara vertikal juga bertujuan untuk mendapatka ridla allah. Secara horizontal adalah untuk memeroleh keuntungan sehingga benda-benda yang diperjual belikan senantiasa dirujukkan atau disandarkan kepada aturanaturan allah. Benda-benda yang haram atau dilarang oleh syara’ (minuman keras, khamer, daging babi, darah, dll) untuk tidak diperjual belikan karena bukan bertujuan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan semata tetapi juga mencari ridla allah. Mu’amalah al-adabiyah ialah aturan-aturan allah yang wajib diikuti dilihat dari segi subyeknya. Mu’amalah adabiyah ini berkisar pada keridhaan kedua belah pihak, ijab qabul, dusta, menipu maupun perbuatan yang lainnya. Pembagian Mu’amalah di atas dilakukan atas dasar kepentingan teoritis sematamata bukan sebab dalam praktiknya, kedua bagian Mu’amalah tersebut tidak dapat dipisahkan. 4.2.3. Ruang Lingkup Fiqih Mu’amalah Ruang lingkup fiqih Mu’amalah terbagi menjadi dua. Ruang lingkup Mu’amalah yang bersifat adabiyah ialah ijab dan qabul, saling meridhloi, tidak ada keterpaksaan salah satu pihak, hak dan kewajiban kejujuran pedagang, penipuan, 52 pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang berasal dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.71 Mengenai ruang lingkup permasalahan madiyah ialah masalah jual beli (al-bai’ al-tijarah), gadai (al-rahm), jaminan dan tanggungan (kafalah dan dlaman), pemindahan hutang (hiwalah), jatuh bangkrut (taflis), batasan bertindak (alhajru), perseroan atau pengkongsian (al-syirkah), perseroan harta dan tenaga (almudharabah), sewa menyewa (al-ijarah), pemberian hak guna pakai (al-ariyah), barang titipan (al-wadhlit’ah), barang temuan (al-luqathah), garapan tanah (almujaroah), sewa menyewa tanah (al-muqabarah), upah (ujrat al-amal), gugatan (al-syuf’ah), syaembara (al-ji’alah), pembagian kekayaan bersama (al-qismah), pemberian (al-hibbah), pembebasan (al-ibra), damai (al-shulqu), dan ditambah dengan beberapa masalah mu’ashiroh (muhaditsah), seperti masalah bunga Bank, asuransi, kredit dan masalah-masalah baru lainnya.72 4.2.4. Sumber Hukum Mu’amalah Sumber hukum Mu’amalah adalah al-quran, sunah rasul ( as-sunnah), ijtihad (ra’yu). 1) Al-Qur’an Secara harfiah kata al-qur’an berasal dari bahasa arab Al-Qur’an yang berarti pembacaan atau bacaan.73 Sedang menurut istilah, Al-Qur’an 71 Rachmat Syafei, op cit, hlm 14 72 Hendi Suhendi, loc cit hlm 5 73 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia, PP al-munawwir, krapyak ,yogyakarta, 1984, hal 1185 53 adalah kalam allah yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW. Melalui malaikat jibril dengan bahasa arab sebagai hujjah (bukti) kerasulan nabi muhammad dan sebagai pedoman hidup bagi manusia serta sebagai media dalam mendekatkan diri kepada allah dengan membacanya.74 Al-Qur’an memberikan ketentuan-ketentuan hukum Mu’amalah yang sebagian besar berbentuk kaidah-kaidah umum : kecuali itu, jumlahnya pun amat sedikit. Misalnya, dalam Q.S. Al-Baqarah :188 terdapat larangan makan harta dengan cara yang tidak sah, antara lain melalui suap. Dalam Q.S. An-Nisa’:29 terdapat ketentuan bahwa perdagangan atas dasar suka rela merupakan salah satu bentuk Mu’amalah yang halal.75 Al-qur’an menyajikan hukum-hukum atau dasar-dasar islam secara global yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang selalu berubah disegala tempat dan zaman.76 Walaupun pada umumnya ayat-ayat al-qur’an yang menyangkut hukum yang bersifat pasti, tetapi selalu terbuka bagi penafsiran, dan aturan-aturan yang berbeda dapat diturunkan dari suatu yang sama atas dasar ijtihad. 74 Abd Al-Wahhab Khallaf, Ilm Al-Ushul Fiqh, cetakan VII, Dar Al-Qolam lial-tibaah wa Al-Annasyr wa al-tauzi’, kairo, 1978, hal 11, Muhammad Abu Zahrah , Ushul FIqh, Dar Fikri AlArabi, 1958, hal 23 75Ahmad Azhar Basyir Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),cetakan pertama, UII press,yogyakarta,2004.,hlm 14 76 Bila dipahami secara mendalam, ternyata allah tidak menurunkan al-qur’an dalam suatu kehampaan, tetapi sebagai suatu tuntunan bagi rasul yang hidup dan terlibat dalam suatu perjuangan yang nyata. Al-qur’an lebih banyak memberikan prinsip-prinsip dasar yang membawa seorang muslim pada arah tertentu dapat menemukan jawabannya usahanya sendiri. 54 2) As-sunnah Secara etimologis sunnah berasal dari dari kata bahasa arab al-sunnah yang berarti cara, adat istadat (kebiasaan), dan perjalanan hidup (sirah), yang tidak dibedakan antara yang baik dan yang buruk.77 Ini bisa dipahami dari sabda nabi yang diriwayatkan oleh HR muslim: “ barang siapa yang membuat cara (kebiasaan) yang baik dalam islam, maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya, dan barang siapa yang membuat cara yang buruk dalam islam, maka ia akan memperoleh dosannya dan dosa orang yang mengikutinya” 78 Sunah rasul memberikan ketentuan-ketentuan hukum Mu’amalah lebih terperinci dari pada al-qur’an. Apabila al-qur’an menentukan bahwa berdagang merupakan cara untuk memperoleh rizki yang halal, maka hadits nabi memberikan perinciannya, seperti larangan untuk penjual yang menjual barang dagangan akan tetapi bukan miliknya sendiri, dilarang menjual ikan didalam air karna itu gharar, dan sebagainya. 3) Ijtihad Secara etimologis kata ijtihad berasal dari kata al-ijtihad yang berarti segala penumpuhan segala upaya dan kemampuan dan berusaha dengan sungguh-sungguh.79 Secara terminologis, ijtihad berarti mencurahkan kesanggupan dalam mengluarkan hukum syara’ yang bersifat amaliyyah dari dalil-dalil terperinci baik dalam alqur’an maupun sunnah.80 77 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir, kamus Arab Indonesia, op cit hlm 784 78 Muhammad Murtadlo Al-zabidy, Taj’ Al-’Arus,juz9 (t.t), T,tp.:tp. Muhammad ‘Ajjaz Al-khathib, Ulum Al-Hadits Ulumuhu Wa Mustholahuhu, Dar Al-Fikr, Beirut, 1989, hlm 17 79 Ahmad Warson Munawwir, loc cit hlm 234 80 Abd Al-wahhab Khallaf ,op cit hlm 216, Muhammad Abu Zahrah , op cit hlm 379 55 Untuk memahami ketentuan-ketentuan hukum Mu’amalah yang terdapat dalam al-qur’an dan sunah rasul, demikian pula untuk memperoleh ketentuan-ketentuan hukum Mu’amalah yang baru timbul sesuai perkembangan kebutuhan masyarakat, diperlukan pemikiran-pemikiran baru yang disebut ijtihad.81 Sumber ijtihad inilah yang telah berperan mengembangkan fiqih islam, terutama dalam bidang Mu’amalah. 4.2.5. Prinsip Hukum Mu’amalah Hukum Mu’amalah islam mempunyai prinsip yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1) Pada dasarnya semua bentuk Mu’amalah adalah mubah,82 kecuali yang ditentukan lain oleh sunah rasul. 2) Mu’amalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur paksaan. 3) Mu’amalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari madharat dalam hidup masyarakat. 4) Mu’amalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.83 81 Ahmad Azhar Basyir, op cit hlm 15 82 Al ashlu fil muamalati wal’uquud ash shihhah, hattaa yaquuma daliilun ‘alaa tahrim wal buthlan.” Artinya hukum asal dari muamalah dan perjanjian adalah sah (boleh) sampai datangnya argumen yang mengharamkan atau membatalkan (Mabadi’u-Awwaliyyah). 83 Ibid, hlm 16 56 Secara ringkas keempat prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Prinsip pertama mengandung arti bahwa hukum islam memberikan kesempatan luas terhadap perkembangan bentuk dan macam Mu’amalah baru yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.84 2) Prinsip kedua memperingatkan mengenai kebebasan kehendak para pihak yang bersangkutan untuk selalu diperhatikan. Pelanggaran terhadap kebebasan kehendak itu berakibat tidak dapat dibenarkannya suatu bentuk Mu’amalah. 3) Prinsip ketiga memperingatkan bahwa suatu bentuk Mu’amalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari madharat85 dalam hidup masyarakat, dengan akibat bahwa segala bentuk Mu’amalah yang merusak kehidupan masyarakat tidak dibenarkan. 4) Prinsip keempat menentukan bahwa segala bentuk Mu’amalah yang mengandung unsur penindasan tidak dibenarkan.86 4.2.6. Obyek Hukum Mu’amalah Obyek hukum Mu’amalah, dalam pengertiannya yang terbatas, hanya menyangkut urusan-urusan mengenai keperdataan dalam hubungan kebendaan, dan meliputi 84 Taghayurul ahkam bi taghayuril azminati wal amkinati wal ahwali (hukum itu bisa berubah sesuai dg perubahan zaman,tempat dan keadaan) dan al-muhafadzah ala al-qadim assholih wa al-akhzu bi al-jadid al-ashlah (memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik) 85 jalb al-mashaalih wa daf al-mafasid (mengambil mashlahah sekaligus mencegah kerusakan) 86 Ibid, hlm 17 57 masalah-masalah yang bersifat pokok. Diantara masalah-masalah yang bersifat pokok tersebut adalah sebagai berikut : a. Hak dan pendukungnya b. Benda dan milik atasnya c. Perikatan yang bersifat umum (akad)87 4.2.7. Aspek Mu’amalah Dalam Transaksi Valuta Asing 4.2.7.1. Jual beli Menurut etimologi jual beli88 diartikan : “mukobalatus sai bis sai”89 yang artinya penukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari al-bai adalah asy-syira’, al-mubadalah dan at-tijarah, dalam Al-qur’an surat fathir ayat 29 dinyatakan: “Wa ala niyata innaliadzina yatluna kitaba allahi wa akomus sholata wa anfaku mimma roza’naahum sirran yarjuuna tijarotan lan taburo.”90 87 Ibid, hlm 18 88 jual beli adalah dua kata yang berlawanan artinya, namun masing-masing sering digunakan untuk arti kata yang lain secara bergantian. Oleh sebab itu, masing-masing dalam akad transaksi disebut sebagai pembeli dan penjual. Rosulullah SAW bersabda “ dua orang yang berjaul-beli memiliki hak untuk menentukan pilihan, sebelum mereka berpindah dari lokasi jual-beli” akan tetapi bisa disebutkan secara umum, yang terbetik dalam hak adalah kata penjual diperuntukan kepada orang yang mengluarkan barang dagangan. Sementara pembeli adalah orang yang mengluarkan pembayaran. Penjual adalah orang yang mengluarkan barang miliknya. Sementara pembeli adalah orang yang menjadikan barang itu miliknya dengan kompensasi pembayaran. 89 Wahbah zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adilatuh, juz 4, Dar Al Fikr, Damaskus, 1989, hlm 344, pengertian yang sama dikemukakan oleh Ali Fikri, Syamsudin Muhammad Ar-ramli, dan ulama’ ulama’ lain. Lihat Ali Fikri, Al-Muamalat Al-Madiyah wa Al-Adabiyyah, Musthafa Al-Babiy AlHalabiy, Mesir 1357, hlm 8, Lihat juga Syamsudin Muhammad Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, juz 3, Dar Al-fikr, Beirut, 2004, hlm 372. 90 Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi, (QS fathir ayat 29) 58 Adapun jual beli menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain: 1) Menurut ulama Hanafiyah:91 Mubadalatu maalin bi malin ala wajhin mahsusin. Yaitu pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara yang khusus (yang dibolehkan). 2) Menurut imam Nawawi92 dalam Al-Majmu’ : Muqabalatu maalin bi maalin tamlikan Yaitu pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan. 3) Menurut Ibnu Qudamah93 dalam kitab Al-Mugni : Mubadalatu malin bi maalin tamlikan wa tamalukan Yaitu pertukaran harta, dengan harta untuk saling menjadikan milik. Sedangkan dasar hukumnya, jual beli disyariatkan dalam Al-Qur’an, assunnah dan ijma’. Yakni: 1) Al-Qur’an “Wa ahala allahu al bai’a wa harroma ar riba.” 94 2) As-sunnah “Nabi SAW, ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik beliau menjawab, seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur” (HR. Bajjar, Hakim menyahihkan dari Rifa’ah ibn Rafi’) Alaudin Al-Kasyani , Badai’ Ash-shanai’ Fi Tartib Asy-Syarai’. Juz v . hlm .133 Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II, hlm 2 93 Ibnu Qudamah , Al-Mugni, jus III, hlm 559 94 Padahal allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba ( Qs, Al-Baqarah , ayat 275 ) 91 92 59 Maksud mabrur dalam hadits diatas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha tipu-menipu yang merugikan orang lain. 3) Ijma’95 Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.96 Dalam menetapkan rukun jual-beli, di antara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridla, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan.97 Adapun rukun jual-beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu : 1) Bai’ (penjual) 2) Mustari (pembeli) 3) Shighat (ijab qabul) 4) Ma’qud ‘alaih (benda atau barang) 95 Persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat disuatu masa, persetujuan itu diperoleh dengan suatu cara ditempat yang sama. Muhammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam di Indonesia, rajawali pers, jakarta 2009, hlm120 96 Rachmat Syafei. Loc cit, hlm 75 97 Ibn Abidin , Radd Al-Mukhtar Ala Dar Al-Mukhtar, juz IV, hlm 5 60 Mengenai rukun dan pelaksanaan jual-beli ulama syafiiyah menguraikan syarat sighat dan ma’qud ‘alaih ke dalam beberapa bagian : 1). Syarat sighat98 a) Berhadap-hadapan. Pembeli atau penjual harus menunjukkan sighatakad nya kepada pembeli yang sedang bertransaksi dengannya,yakni harus sesuai orang yang dituju. b) Ditunjukkan kepada seluruh badan yang akad. Tidak sah mengatakan “saya menjual barang ini kepada kepala atau tangan kamu”. c) Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab. Orang yang mengucapkan qabul haruslah orang yang diajak berteransaksi oleh orang yang mengucapkan ijab, kecuali jika diwakilkan. d) Harus menyebutkan barang atau harga. e) Ketika mengucapkan sighat harus disertai niat (maksud). f) Pengucapan ijab dan qabul harus sempurna. Jika orang yang bertransaksi tersebut gila sebelum mengucapkan ijab qabul, jual beli tersebut dinyatakan batal. g) Ijab qabul tidak terpisah 98 Rachmat Syafei, ibid, hlm 82 61 Antara ijab dan qabul tidak boleh diselinggi oleh waktu yang terlalu lama, yang menggambarkan adanya penolakan dari salah satu pihak. h) Antara ijab dan qabul tidak terpisah dengan pernyataan lain. i) Tidak berubah lafadz. Lafadz ijab tidak boleh berubah, seperti perkataan “ saya jual dengan lima ribu, kemudian berkata lagi, “saya menjualnya dengan sepuluh ribu, padahal barang yang dijual masih sama dengan barang yang pertama dan belum ada qabul. j) Bersesuaian antara ijab dan qabul secara sempurna. k) Tidak dikaitkan dengan sesuatu. Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan akad. l) Tidak dikaitkan dengan waktu. 2). Syarat ma’qud ‘alaih (barang).99 a) Suci. b) Bermanfaat. c) Dapat diserahkan. d) Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang lain. e) Jelas dan diketahui oleh orang yang melakukan akad. 99 Ibid, hlm 83 62 Adapun Hukum (ketetapan) bai’ beserta pembahasan barang dan harga adalah sebagai berikut: 1) Hukum (ketetapan) akad Hukum akad adalah tujuan dari akad. Dalam jual-beli, ketetapan akad adalah menjadikan barang sebagai milik pembeli dan menjadikan harga atau uang sebagai milik penjual.100 Secara mutlak hukum akad dibagi menjadi 3 bagian ;101 a) Dimaksudkan sebagai taklif, yang berkaitan dengan wajib, haram, sunah, makruh, dan mubah. b) Dimaksudkan sesuai dengan sifat-sifat syara’ dan perbuatan, yaitu, sah, luzum, dan tidak luzum, seperti pernyataan akad, “akad yang sesuai dengan rukun dan syaratnya disebut shahih lazim.” c) Dimaksudkan sebagai dampak tasharuf syara’, seperti wasiat yang memenuhi kebutuhan syara’ berdampak pada beberapa ketentuan, baik bagi orang yang diberi wasiat maupun bagi orang atau benda yang diwasiatkan. Hukum atau ketetapan yang dimaksud pada pembahasan akad jualbeli ini, yakni menetapkan barang milik pembeli dan menetapkan uang milik penjual.102 Muhammad Yusuf Musa., Al-Amwal Wa Nazariyah Al-Aqd, hlm .372 Rachmat Syafei., loc cit. Hlm. 85 102 Alaudin Al-Kasani., juz v. Hlm .233 100 101 63 Hak-hak akad (huquq al-aqd) adalah aktivitas yang harus dikerjakan sehingga menghasilkan hukum akad, seperti menyerahkan barang yang dijual, memegang harga (uang), mengembalikan barang yang cacat, khiyar, dan lain-lain. Adapun jual beli yang mengikuti hukum adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan barang yang dibeli, yang meliputi berbagai hak yang harus ada dari benda tersebut yang disebut penggiring (marafiq), kaidah umum dari masalah ini misalnya segala sesuatu yang berkaitan dengan rumah adalah termasuk pintu, jendela, WC, dapur, dan lainlain walaupun tidak disebutkan dalam akad, kecuali ada pengecualian.103 2) Tsaman (harga) dan Mabi’ (barang jualan) a). Pengertian harga dan mabi’ Secara umum, mabi’ adalah ma yatayyanu bi ta’yiini (perkara yang menjadi tentu dan ditentukan). Sedangkan pengertian harga secara umum adalah ma la yatayyanu bi ta’yiini (perkara yang tidak tentu dengan ditentukan). Definisi diatas sebenarnya sangat umum sebab sangat bergantung pada bentuk dan barang yang diperjual belikan adakalanya mabi’ tidak Rachmat Syafei., op cit, hlm 86 103 64 memerlukan penentuan. Sebaliknya harga memerlukan penentuan, seperti penetapan uang muka. Imam Syafi’i dan Ja’far berpendapat bahwa harga dan mabi’ termasuk dua nama yang berbeda bentuknya, tetapi artinya satu, perbedaan keduanya didalam hukum adalah penggunaan huruf ba (dengan).104 b). Penentuan mabi’ (barang jaulan) Penentuan mabi’ adalah penentuan barang yang akan dijual dari barang-barang lainnya yang tidak akan dijual, jika penentuan tersebut menolong untuk menentukan akad, baik pada jual-beli yang barangnya ada ditempat akad atau tidak. Apabila mabi’ tidak ditentukan dalam akad, penentuannya dengan cara penyerahan mabi’ tersebut. c). Perbedaan harga, nilai dan utang i. Harga Harga hanya terjadi pada akad, yakni sesuatu yang direlakan dalam akad, baik lebih sedikit, lebih besar ataupun sama dengan nilai barang. Biasanya, harga dijadikan nilai penukar pada suatu barang. ii. Nilai sesuatu Sesuatu yang dinilai sama menurut pandangan manusia. iii. Utang Ibnu Abidin., op cit, juz IV, hlm 26. 104 65 Utang adalah sesuatu yang menjadi tanggungan seseorang dalam urusan harta, yang keberadaanya disebabkan oleh beberapa iltijam.105 d) Perbedaan mabi’ dan harga Kaidah umum tentang mabi’ dan harga adalah segala sesuatu yang dijadikan mabi’ adalah sah dijadikan harga, tetapi tidak semua harga dapat dijadikan mabi’. Diantara perbedaan mabi’ dan tsaman adalah : i. Secara umum uang adalah harga, sedangkan barang yang dijual adalah mabi’. ii. Jika tidak menggunakan uang, barang yang akan ditukarkan adalah mabi’ dan penukarannya adalah harga. e) Ketetapan mabi’ dan harga Hukum-hukum yang berkaitan dengan mabi’ dan harga antara lain :106 i. Mabi’ disyaratkan haruslah harta yang bermanfaat, sedangkan harga tidak disyaratkan demikian. ii. Mabi’ disyaratkan harus ada dalam kepemilikan penjual, sedangkan harga tidak disyaratkan demikian. iii. Tidak boleh mendahulukan harta pada jual-beli pesanan, sebaliknya mabi’ harus didahulukan. Keharusan untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu untuk orang lain, seperti merusak harta ghasab, berutang dan lain-lain. 106 Wahbah al-zuhaili., op cit., hlm 405-406 105 66 iv. Orang yang bertanggung jawab atas harga adalah pembeli, sedangkan yang bertanggung jawab atas mabi’ adalah penjual. v. Menurut ulama’ hanafiyyah, akad tanpa menyebutkan harga adalah fasid dan akad tanpa menyebutkan mabi’ adalah batal. vi. Mabi’ rusak sebelum penyerahan adalah batal, sedangkan apabila harga rusak sebelum penyerahan, tidak batal. vii. Tidak boleh tasharruf atas barang yang belum diterimanya, tetapi dibolehkan bagi penjual untuk tasharruf sebelum menerima. Disamping hal-hal yang dipaparkan diatas, mengenai hukum-hukum yang berkaitan dengan mabi’ dengan hrga, juga ada hal pokok yang harus diketahui. mengenai syarat harga dan yang dihargakan antara lain : a) Bukan barang yang dialarang syara’. b) Harus suci, maka tidak boleh menjual khamr, dan lain-lain. c) Bermanfaat menurut pandangan syara’. d) Dapat diketahui oleh kedua orang yang akad. e) Dapat diserahkan. 4.2.7.2. Konsep Uang dalam Islam Dalam islam uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditas atau barang dagangan. Oleh karena itu, motif permintaan akan uang adalah untuk 67 memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi atau trading. Dalam konsep islam tidak dikenal money demand for speculation. Hal ini dikarenakan spekulasi tidak diperbolehkan. Uang pada hakekatnya adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada kita untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan kita dan masyarakat. Oleh karena itu menimbun uang (dibiarkan tidak produktif) tidak dikehendaki karena hanya akan mengurangi jumlah uang yang yang beredar. Dalam islam uang adalah flow concept karenanya harus selalu berputar didalam perekonomian. Islam tidak menenal konsep time value of money. Islam hanya mengenal konsep economic value of time artinya yang bernilai adalah waktu itu sendiri. Islam memperbolehkan penetapan harga tangguh-bayar lebih tinggi dari pada harga tunai.107 Didalam islam uang yang beredar dimasyarakat mempunyai fungsi yakni diantaranya :108 1). Uang sebagai standart ukuran harga dan unit hitungan. Uang adalah standart ukuran harga yakni sebagai pengukur nilai harga komoditas dan jasa, dalam perbandingan harga setiap komoditas dengan komoditas lainnya. 107 Syafii Antonio., Bank Syariah Dari Theory Ke Praktek ,gema insani, jakarta,2001, hlm, 185186 108 Ahamd Hasan.,penerjemah Saifurrahman Barito, Mata Uang Islami Telaah Komprehensif Sistem keuangan Islam, PT Raja Grafindo Persada, jakarta, 2004, hlm12 68 2). Uang sebagai media pertukaran.Uang adalah alat ukur yang digunakan setiap individu untuk pertukaran komoditas dan jasa. 3). Uang sebagai media penyimpan nilai.Bahwa orang yang mendapatkan uang kadang tidak mengluarkan sepenuhnya dalam satu waktu, tetapi disisihkan sebagian untuk membeli kebutuhan hidupnya baik berupa barang maupun jasa pada waktu yang diinginkan. 4). Uang sebagai standart pembayaran tunda.Transaksi terjadi pada waktu sekarang dan harga tertentu, tetapi diserahkan pada waktu yang akan datang. Karena itu dibutuhkan standart ukuran yang digunakan untuk menentukan harga. Menurut Karim109 didalam ekonomi islam, mengenai fungsi uang hanya dikenal sebagai Alat pertukaran (medium of exchange for transaction).Fungsi ini menjadi sangat penting didalam ekonomi maju, dimana pertukaran terjadi oleh banyak pihak. Seseorang tidak memproduksi setiap apa yang dibutuhkan, tetapi hanya terbatas pada barang tertentu saja, yang dijual kepada orang-orang untuk selanjutnya digunakan untuk mendapatkan barang atau jasa yang ia butuhkan. Orang memproduksi barang dan menjualnya dengan bayaran uang, selanjutnya dengan uang itu ia gunakan untuk membayar pembelian apa yang ia butuhkan. Dengan demikian uang membagi proses pertukaran ke dalam dua macam : (i) Proses penjualan barang atau jasa dengan bayaran uang Muhammad Karim., Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, salemba empat, jakarta, 2002, hlm 22 109 69 (ii) Proses pembelian barang atau jasa dengan menggunakan uang. a) Satuan nilai (unit of account) Yang dimaksud dengan satuan nilai adalah nilai uang dalam daya tukar terhadap seluruh komoditi dan jasa. Sesungguhnya dalam islam uang hanya berfungsi sebagai alat pertukaran (medium of exchange) yaitu media untuk mengubah barang dari satu bentuk kedalam bentuk yang lain. Dan fungsi yang kedua adalah sebagai satuan nilai (unit of account). Hukum Islam melalui salah satu cabangnya yaitu fiqh Mu’amalah yang mengatur hubungan antar sesama manusia (hablum minannas) juga mempunyai landasan tersendiri mengenai transaksi atau jual beli, yang didasarkan kepada sumbersumber hukum islam guna mendapatkan mashlahat. Mu’amalah semakin berkembang seiring perkembangan zaman guna mengakomodir kepentingan atau kebutuhan manusia didalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga didalam Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam tidak mengatur secara mendetail masalah Mu’amalah ini agar terbuka pintu-pintu ijtihad, untuk menjawab serta memberikan dasar hukum terhadap persoalan manusia yang semakin berkembang. Islam juga mulai melihat perkembangan mengenai jual beli valuta asing yang semula pada zaman dahulu belum ada, dan merupakan kebutuhan atau kebiasaan 70 yang ada di zaman modern. Transaksi valuta asing tersebut dibutuhkan oleh manusia di zaman modern sebagai alat pembayaran perdagangan antar negara. Hukum Islam dengan segala perkembangannya menyikapai persoalan modern yang telah berkembang dimasyarakat, meberikan aturan-aturan agar segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat khususnya kalangan pemeluk agama Islam agar tidak terjerumus kepada arah yang salah. Salah satunya mengenai transaksi valuta asing, hukum Islam memberikan batasan-batasan agar mekanisme perdagangan tersebut terhindar dari unsur-unsur gharar110, riba, penipuan, spekulasi, dll. Mengenai mekanisme dalam jual beli valuta asing yang sesuai dengan syariat Islam akan dibahas pada bagian selanjutnya. 4.3. Pembahasan Mengenai Transaksi Valuta Asing Dalam Prespektif Hukum Islam di Indonesia 4.3.1. Pembahasan Ditinjau Dari Segi Transaksinya. 1) Transaksi spot Transaksi spot merupakan transaksi valuta asing dengan penyerahan dan pembayaran saat itu juga, meskipun dalam praktek transaksi spot akan diselesaikan pada dua hari kerja berikutnya. Misalnya kontrak jual beli suatu mata uang spot dilakukan atau ditutup pada tanggal 10 agustus 2007, penyerahan dan penyelesaian kontrak tersebut dilakukan pada tanggal 12 agustus 2007, apabila Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad Bin Hambal Dan Baihaqi dari Ibnu Mas’ud (la tastari as samaku fii al ma’i fainnahu gahrar) artinya janganlah engkau membeli ikan didalam air sesungguhnya itu gharar (penipuan ketidak jelasan). 110 71 tanggal 12 agustus 2007 tersebut kebetulan hari libur atau hari sabtu maka penyelesaiannya adalah pada hari kerja berikutnya dan penyelesaian transaksi seperti ini disebut value date. Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara berikut ini:111 a) Cash, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak). b) Tom (kependekan dari tomorrow), yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau hari kerja setelah diadakannya kontrak. c) Spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi 2) Forward market Transaksi forward terjadi antara dua pihak yang meliputi mata uang dua negara yang berbeda, berdasarkan suatu nilai tukar tertentu, dengan waktu transaksi yang melebihi dua hari kerja atau mempunyai waktu jatuh tempo lebih panjang dibandingkan transaksi yang dilakukan di pasar spot. Waktu jatuh tempo dari forward contract ini bervariasi, pada umumnya berkisar antara 30,90,180,360 hari.112 111 Mudrajat Kuncoro, Menejemen Keuangan Internasional, edisi ke dua, yogyakarta, BPFE, 2001, hlm, 56 112 The Fei Ming,Day Trading Valuta Asing ,cetakan pertama,elek media komputindo, jakarta, 2001,hlm, 23 72 3) Swap Transaction (Transaksi Swap) Yaitu transaksi pembelian dan penjualan bersamaan sejumlah tertentu mata uang dengan 2 tanggal valuta (penyerahan) yang berbeda. Pembelian dan penjualan mata uang tersebut dilakukan pada bank lain yang sama. Jenis transaksi swap yang umum adalah spot terhadap forward. Dealer membeli suatu mata uang dengan transaksi spot dan secara simultan menjual kembali jumlah yang sama kepada bank lain yang sama dengan kontrak forward. Karena itu dilakukan sebagai suatu transaksi tunggal dengan bank lain yang sama, dealer tidak akan menghadapi resiko valas yang tidak diperkirakan.113 Seperti dijelaskan diatas bahwa pada prinsipnya transaksi swap merupakan transaksi tukar pakai suatu mata uang untuk jangka waktu tertetu. Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli. Penggunaan transaksi swap sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan bank Indonesia (disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut dilakukan atas dasar swap point yang ditetapkan oleh bank Indonesia.Transaksi swap antara bank dengan BI antara lain:114 113 Dikutip Dari Makalah, Muhamad Sulhan, Transaksi Valuta Asing (al-sharf) Dalam Prespektif Islam, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, hlm , 5 114 http:// id.shvoong.com/social-sciences/economics/2260833-jenis-jenis-transaksi-valutaasing/ di akses tanggal 13 maret 2012. Jam 10.00 wib 73 a) Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI untuk dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Posisi likuiditas ini untuk setiap bank maksimum 20 % dari modal bank tersebut. b) Swap investasi, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif bank berdasarkan swap dengan nasabah yang adanya berasal dari pinjaman luar negeri untuk keperluan investasi di Indonesia. c) Perbedaan dari ketga jenis transaksi di atas adalah bahwa swap terjadi dua transaksi pada saat yang sama (double transaction), yaitu jual beli atau beli dan jual. Sedangkan pada spot dan forward hanya terjadi satu kali transaksi saja (one single transaction), yaitu jual beli saja. 4) Option Transaction (Transaksi Opsi) Transaksi Opsi merupakan kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu tertentu.115 http://bprsyariah.com/artikel/121-transaksi-valuta-asing-menurut-islam, di akses tanggal 12 maret 2012 , jam 13.00 115 74 4.3.2. Pembahasan Mengenai Transaksi Valuta Asing Ditinjau Dari Segi Kontraknya 1) Transaksi Spot Mekanisme yang dilakukan dalam transaksi spot yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahannya pada hari itu (over the counter) atau penyelesaiinya paling lambat dalam waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh116, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa untuk dihindari (mimma la budda minhu) dan merupakan transaksi internasional. Mengenai transaksi spot sebenarnya sudah memenuhi mahal akad117 (Al-Ma’qud Alaih). dalam islam tidak semua benda dapat untuk dijadikan obyek akad misalnya minuman keras. Oleh karena itu fuqoha’118 menetapkan empat syarat dalam obyek akad: a) Ma’qud alaih (barang) harus ada ketika akad Menurut syarat ini barang yang tidak ada sewaktu akad tidak sah dijadikan obyek akad, seperti halnya jual beli sesuatu yang masih didalam tanah seperti halnya menjual anak kambing yang dalam perut induknya. Namun diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat mengenai akad atas barang 116 Himpuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Nomor :28/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF). 117 Obyek akad atau benda-benda yang dijadikan akad yang bentuknya tampak dan membekas. Barang tersebut dapat berbentuk harta benda seperti barang dagangan dan dapat pula yang berbentuk suatu kemanfaatan. 118 Ahli dalam bidang ilmu fiqih. 75 yang tak tampak ini. Sebenarnya, dalam beberapa hal syara’ memperbolehkan atas jual beli barang yang tidak ada, seperti menjual buah-buahan yang masih dipohon setelah tampak buahnya atau mengenai biji-bijian yang masih didalam tanah. b) Ma’qud alaih harus masyru’ (sesuai dengan ketentuan syara’) Ulama’ fiqih sepakat bahwa barang yang dijadikan obyek akad harus sesuai dengan ketentuan syara’. Oleh karena itu dipandang tidak sah akad atas barang yang diharamkan syara’, seperti bangkai, minuman keras,dan lain-lain. c) Dapat diberikan waktu akad Disepakati oleh ulama’ fiqih bahwa barang yang dijadikan akad harus dapat diserahkan ketika akad. Dengan demikian ma’qud alaih yang tidak diserahkan ketika akad seperti jual beli burung yang ada di udara, harta yang sudah diwakafkan, dan lain-lain dipandang seperti halnya tidak terjadi akad. d) Ma’qud alaih harus diketahui oleh kedua belah pihak Ulama fiqih menetapkan bahwa ma’qud alaih harus jelas diketahui oleh kedua belah pihak yang akad. Larangan As-Sunnah sudah sangat jelas dalam jual-beli gharar (barang yang samar yang mengandung penipuan) dan barang tidak diketahui oleh pihak yang akad. Seperti dalam hadits, yang artinya “dari Abu Hurairah R.A.bahwa Rasulullah SAWmelarang jual beli khushat (membeli sejauh lemparan kerikil ditanah) dan gharar”(H.R., Al-Jama’ah kecuali Bukhori). 76 e) Ma’qud alaih harus suci Ulama selain Hanafiyyah menerangkan bahwa ma’qud alaih harus suci, tidak najis dan mutanajis (terkena najis), dengan kata lain ma’qud alaih yang dapat dijadikan akad segala sesuatu yang suci yakni yang dapat dimanfaatkan menurut syara’. Oleh karena itu anjing, bangkai, darah dan lain-lain tidak dapat diperjual belikan. 2) Transaksi Forward Transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan waktu 1 tahun. Hukum nya adalah haram119, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). Mengenai dilarangnya transaksi forward dikarenakan pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, tetapi dalam tempo yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Seperti dalam hadits Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi SAW. Bersabda : “La tatabiu ad dhaba bi addahabi illa mislan bi mislin wala tusifuu ba’daha ala ba’din, wa la tabiu al warika bi al wariki illa mislan bimislin wala tasifuu ba’daha ala ba’din, wala tatabiu minha ghaiban binazijin” Himpuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Nomor :28/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF). 119 77 Artinya :”janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain: jangan lah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan jangnlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; dan jangan menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai”. Hadits tersebut diatas adalah dasar atau sumber dibolehkannya transaksi valuta asing, akan tetapi mengenai pembayarannya haruslah tunai ditempat terjadinya akad dan dilakukan secara langsung tidak jatuh tempo atau terhutang. Dan jual beli secara forward dianggap tidak sah karna rukun didalam akad ada yang tidak terpenuhi, yaitu mengenai maqud alaih yang kurang lengkap yang terdiri dari : a) Dapat diberikan waktu akad Disepakati oleh ulama’ fiqih bahwa barang yang dijadikan akad harus dapat diserahkan ketika akad. Dengan demikian ma’qud alaih yang tidak diserahkan ketika akad seperti jual beli burung yang ada di udara, harta yang sudah diwakafkan, dan lain-lain dipandang seperti halnya tidak terjadi akad. b) Ma’qud alaih harus diketahui oleh kedua belah pihak Ulama fiqih menetapkan bahwa ma’qud alaih harus jelas diketahui oleh kedua belah pihak yang akad. Larangan As-Sunnah sudah sangat jelas dalam jual-beli gharar (barang yang samar yang mengandung penipuan) dan barang tidak diketahui oleh pihak yang akad. Seperti dalam hadits, yang artinya “dari Abu Hurairah R.A.bahwa Rasulullah SAW melarang jual beli khushat (membeli sejauh lemparan kerikil ditanah) dan gharar”(H.R., Al-Jama’ah kecuali Bukhori). 78 3) Transaksi Swap Kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram120 karena mengandung unsur gharar (ketidak jelasan, spekulas). 4) Transaksi Option Kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukunya haram121 karena mengandung unsur gharar (spekulasi). Landasan tidak dibolehkanya model transaksi swap dan option dikarenakan mengandung unsur gharar (spekulasi). Dikarenakan unsur gharar dapat membawa dampak yang kurang baik pada kedua belah pihak yang melakukan transaksi tersebut. Tujuan semula dilaksanakan jual beli adalah untuk mendapatkan mashlahat (kebaikan yang tidak terputus) bagi kedua belah pihak bukan malah membawa mafsadah (kerusakan) bagi keduanya. Larangan untuk diharamkannya transaksi swap dan option juga bisa dilihat dari segi maudu’ (tujuan) akad; Himpuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Nomor :28/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF). 121 Himpuan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional, Nomor :28/DSN-MUI/III/2002. Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF). 120 79 Maudu’ akad adalah maksud utama disyariatkannya akad. Dalam syariat islam, maudu’ akad ini haruslah benar dan sesuai dengan ketentuan syara’. Sebenarnya maudu’ akad adalah sama meskipun berbeda-beda barang dan jenisnya. Pada jual beli misalnya, maudu’ akad adalah pemindahan kepemilikan barang dari penjual kepada pembeli. Maudu’ akad pada hakikatnya satu arti dengan maksud asli akad dan hukum akad. Hanya saja, maksud asli dipandang sebelum terwujudnya akad; hukum dipandang dari segi setelah terjadinya akad; sedangkan maudu’ akad berada diantara keduanya. Pembahasan ini sangat erat kaitannya antara antara zahir akad dan batinnya. Diantara para ulama’ ada yang memandang bahwa akad yang shahih harus bersesuaian antara zahir dan batin akad. Akan tetapi, sebagian ulama’ lainnya tidak mempermasalahkan masalah batin atau tujuan akad. Menurut golongan kedua jika akad sudah memenuhi persyaratannya, yaitu dianggap sah, tanpa mempermasalahkan apakah mengandung unsur kemaksiatan. Dengan demikian akad yang mengandung unsur kemaksiatan sah secara zahir, tetapi makruh tahrim122 karena mengandung kemaksiatan atau niatnya tidak sesuai dengan. ketetapan syara’. Sesuatu yang dilarang berdasarkan suatu dalil yang masih bisa ditakwili dengan pengertian yang lain.(suatu perkara tersebut bila dilakukan akan mendapat siksa sedangkan makruh tanjih tidak mendapatkan siksa) 122 80 Ulama Hanafiyyah dan Syafiiyyah menetapkan beberapa hukum akad yang dinilai secara zahir sah akan tetapi makruh tahrim, yaitu;123 i. Jual-beli yang menjadi perantara munculnya riba. ii. Menjual anggur untuk dijadikan khamer. iii. Menjual senjata untuk menunjang pemberontakan atau fitnah, dan lain-lain. Adapun ulama’ Malikiyyah, Hanabillah, dan Syi’ah yang mempermasalahkan masalah batin akad, berpendapat bahwa suatu akad tidak hanya dipandang dari segi zahirnya saja akan tetapi juga harus dipandang juga dari segi batinnya. Dengan demikian, tujuan memandang akad dengan sesuatu yang tidak bersesuaian dengan ketetapan syara’ dianggap batal.124 Hadits Nabi riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibn Majah, dangan teks muslim dari ‘Ubadah Bin Shamit, Nabi SAW, bersabda ; “Addzahabu bi addzabi wa alfidhotu bi al fidhoti wa alburru bi alburri wa assyairu bi assyairi wa attamru bi tamri wa almilhu bi almilhi mislan bi misslin, sawaaun bi sawaainyadan bi yadin faidzha ihtalafat hadzihi asnafu fabiiu kaifa si’tum ida kana yadan bi yadin” Artinya ; “(juallah)emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat) harus sama dan sejenis serta tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai” Tukar menukar uang boleh terjadi antara lain: a) Jenis logam yang sama, misalnya; emas dengan emas dan perak dengan perak. Rahmad Syafei, Fiqih Muamalah, Pustaka setia Bandung, 2001, hlm 62 Ibid hlm 62 123 124 81 b) Jenis logam yang berlainan, emas dengan perak maupun perak dengan nikel. c) Logam dengan uang kertas, misalnya emas dengan uang kertas. d) Uang kertas dengan uang kertas misalnya; uang kertas selembar Rp 20.000 ditukar dengan uang sepuluh lembar dengan nominal Rp 2.000. Bahwa jual beli valas atau pertukaran mata uang untuk kebutuhan sektor sektor riil, baik meliputi transaksi barang maupun jasa, hukumnya adalah jaiz (boleh) menurut hukum islam. namun apabila motifnya untuk spekulasi seperti yang terjadi belakangan ini hukumnya adalah haram. Argumentasi dilarangnya spekulasi valas dirumuskan dalam beberapa poin dibawah ini ; a) Karena tidak adanya transaksi riel, pelaku hanya mengandalkan selisih harga valuta pada saat penutupan. b) Berdagang valuta asing tidak ubahnya seperti judi, karena dalam transaksinya penuh spekulasi. c) Uang bukan komoditas. Dalam ekonomi islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai komoditas, namun dalam perdagangan valuta asing secara jelas telah dijadikan sebagai komoditas. Yang semula fungsi uang sebagai standart nilai pada uang dan jasa serta uang sebagai medium of change. 82 Menurut ekonomi islam transaksi valas hanya dibenarkan pada sektor riel saja, seperti membeli barang untuk kebutuhan ekspor maupun impor, berbelanja atau untuk pembayaran disebuah negara tertentu misalnya pada wisatawan atau jema’ah haji. Perdagangan valas dalam kegiatan yang bertujuan untuk spekulasi adalah transaksi maya (semu), karna didalamnya tidak terdapat jual beli dalam sektor riel. Dalam transaksi maya tidak ada sektor riel (barang maupun jasa) yang diperjual belikan, mereka hanya memperjual belikan kertas berharga (saham) dengan uang untuk tujuan spekulasi. Selisih dan tambahan (ghain) yang diperoleh dan itu termasuk riba, karena ghain itu sendiri diperoleh dengan bighairi ‘iwadin yaitu tidak ada sesuatu sektor riel yang dipertukarkan didalamnya dan yang ditukarkan adalah hanya uang itu sendiri. 4.3.3. Kesimpulan Transaksi Valuta Asing Ditinjau dari Hukum Islam di Indonesia. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan dimuka sebagai berikut : 1) Pada dasarnya transaksi jual beli valuta asing (valas) hukumnya adalah jaiz (boleh), akan tetapi dengan ketentuan ; a) Tidak ada spekulasi (untung-untungan). b) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan). 83 c) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang yang sejenis maka nilainya haruslah sama dan cara pembayarannya dilakukan secara tunai (al-taqabudh). d) Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai. 2) Pada dasarnya transaksi jual beli valuta asing (valas) hukumnya adalah jaiz (boleh), dengan ketentuan sebagai berikut ; a) Ada Ijab disertai Qabul (ada perjanjian memberi maupun menerima). i. Penjual menyerahkan barang jualannya dan pembeli melakukan pembayaranya secara tunai. ii. Pembeli dan penjual memiliki wewenang penuh untuk melaksanakan maupun melakukan tindakan-tindakan hukum (dewasa dan berfikiran sehat, rosyid). b) Memenuhi syarat menjadi obyek jual-beli ; i. Suci barangnya (tidak najis). ii. Dapat diserahterimakan. iii. Dapat dimanfaatkan. iv. Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri, transaksi jual beli tersebut dilakukan oleh pemiliknya sendiri, atau atas kuasa seizin pemiliknya. v. Barang sudah berada ditangannya apabila sudah memperoleh imbalan. 84 4.4. Pembahasan Mengenai Transaksi Valuta Asing Dalam Prespektif Hukum Islam di Malaysia Pada bulan Juli tahun 2006 Standard Chartered Bank Malaysia Berhad telah melakukan transaksi bisnis senilai 10 juta USD, dengan model transaksi yang disebut sebagai Islamic Cross-Currency Swap dengan Bank Mu’amalah Malaysia Berhad. Dan ini merupakan Islamic cross currency swap di Malaysia dan mungkin pertama di dunia. Tahun sebelumnya CIMB Islamic mengembangkan apa yang disebut Islamic Profit Rate Swap, juga ini merupakan produk Islamic derivatif yang pertama di dunia. Bahkan, Kuwait Finance House (Malaysia) Bhd juga memperkenalkan apa yang disebut Ijarah rental Swap.125 Hal itu menunjukkan bahwa transaksi valuta asing jenis forward, options, dan swap diperbolehkan bagi perbankan Islam di Malasia oleh otoritas yang berwenang. Sebagaimana pemberitaan yang dikutip di awal bab ini, bahwa transaksi semacam itu memang telah dilakukan, dan justeru menjadi landmark dari bisnis perbankan Islam di Malaysia. Atas dasar itu, maka menarik untuk selanjutnya membahas bagaimanakah landasan hukum bagi diperbolehkannya transaksi valuta asing semacam itu. Karena, dalam setiap peluncuran produk baru, tentu harus ada landasan hukum Islam yang menjadi pijakannya. Termasuk di dalamnya adalah pendapat-pendapat 125 Developments of Islamic Swaps in Malaysia, Azmi & Associates, Advocates & Solicitor, 2008. h. 1. juga Andreas Jobst, ‘Risk Management of Islamic Finance Instruments,’ dalam QFinance, h.4 diakses dari www.qfinance.com pada 19 Juli 2012 85 berbagai ahli hukum Islam di bidang keuangan, bukan hanya di Malaysia tetapi juga dari berbagai tempat di dunia ini. Atau jika tidak, tentu harus ada produkproduk ijtihad dalam bentuk fatwa atau pendapat hukum, atau apapun juga namanya, baik itu oleh lembaga pemerintahan yang berkompeten ataupun lembaga non pemerintah. Maka menarik untuk dilihat dan dianalisis dalam bab ini, bagaimanakah dasar hukum yang dipergunakan bagi legalisasi transaksi derivatif ini. 4.4.1. Pembahasan dari Segi Landasan Hukum Islam/ Syariah Selain dengan memahami berbagai aspek hukum mu’amalah sebagaimana telah secara panjang lebar didiskusikan di muka, untuk dapat memahami praktik transaksi valuta asing di Malaysia diperlukan pemahaman berbagai aspek hukum Islam yang lain. Hal ini dikarenakan, ada beberapa aspek hukum Islam atau mu’amalah yang jarang didiskusikan dalam pembahasan terkait hukum Islam atas transaksi valuta asing di Indonesia. Namun, aspek-aspek yang jarang dibahas tersebut ternyata menjadi wacana yang menarik bagi penentuan status hukum transaksi valuta asing ditinjau dari hukum Islam di Malaysia. Dari berbagai pelacakan literatur didapati bahwa jika diklasifikasikan, berbagai jenis transaksi valuta asing tersebut menggunakan landasan hukumnya sebagai berikut:126 No Jenis transasksi Landasan Hukum 1 Transaksi spot atas dasar urf 126 Shariah Resolutions in Islamic Finance. Central Bank of Malaysia, Kuala Lumpur, 2007, h. 4345, dan 98-108. juga, Resolutions of the Securitities Comission SharÊÑah Advisory Council, Securities Commission, Kuala Lumpur: 2006. h,35-36. juga, Commercial Banking, Ibid. 86 2 3 4 Transaksi Forward Transaksi swap Transaksi Options atas dasar akad wa’ad. atas dasar murabahah. atas dasar ‘arbun Bai' al-Sarf, Wa’ad & Commodity Murabahah/ Bai' al-Innah Menurut resolusi dari Shariah Advosory Council (SAC) Malaysia, kebolehan transaksi forward didasarkan pada akad wa’ad. SAC adalah lembaga yang bertugas memberikan nasehat hukum syariah kepada perbankan Islam di Malaysia. Lembaga ini secara struktural berada dan merupakan bagian dari Bank Sentral Malaysia, atau yang bernama resmi Bank Negara Malaysia (BNM). Lembaga ini berperan untuk memberikan solusi hukum atas berbagai proposal pengembangan produk yang akan di launcing oleh lembaga perbankan di Malaysia. Dalam pertemuan Shariah Advisory Council (SAC) yang ke 49, bertepatan dengan 28 April 2005, disepakati resolusi bahwa lembaga perbankan Islam diperbolehkan untuk melakukan transaksi forward (forward foreign currency transaction) berdasarkan janji (wa’ad) yang mengikat salah satu pihak (unilateral), yakni hanya mengikat pada pihak yang memberikan janji (promisor). Dalam hal ini, kompensasi diberlakukan. bagi pelanggaran terhadap janji ini dapat Kebolehan transaksi ini hanyalah terbatas hedging (pengamanan) untuk kpentingan mata uang, dan transaksi ini boleh dilakukan antara 87 lembaga perbankan dengan para nasabah, antar sesama lembaga perbankan Islam, atau antara lembaga perbankan Islam dengan perbankan konvensional.127 Dikarenakan landasan hukum yang digunakan dalam berbagai transaksi valuta asing saling berbeda antara satu dengan lainnya, maka penting untuk dibahas selanjutnya dengan berbagai bentuk akad yang menjadi dasar dari landasan ijtihad kebolehan berbagai bentuk produk transaksi valuta asing tersebut. 1). Wa’ad Wa’ad berarti janji (promise).128 Konsep ini dapat digunakan di berbagai jenis transaksi, termasuk kontrak jual beli. Tanggung jawab wa’id (promisor), menurut Muhammad Othman Syabir, adalah dapat dilihat dalam beberapa perspektif.129 Menurut penganut sebagian madzhab, wa’id memiliki tanggung jawab, baik secara agama maupun secara hukum (dinayatan wa qadh’an) untuk menunaikan janjinya. Sedangkan menurut madhhab yang lain keajiban bagi wa’id hanya kewajiban keagamaan saja. Mayoritas ulama,130 termasuk di kalangan empat madhab uatama, berpendapat bahwa janji yang dibuat oleh seseorang kepada orang lain dinilai sebagai kewajiban keagamaan, yang harus ditunaikan oleh pembuat janji, tetpai hal itu tidak menjadikan kewajiban hukum (mulzim qadha’an) yang memiliki keharusan untuk ditunaikan sesuai dengan aturan 127 128 Shariah Resolutions in Islamic Finance, Op cit, h. 45. Niazi, Liaquat Ali Khan, Islamic Law of Contract, Lahore, Dyal Sing Trust Library, 1990, h. 11 129 130 Resolutions. Op-cit, h. 98. Ibid 88 hukum. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa janji (promise) dinilai sebagai kontrak sukarela (tabarruat). Di antara pandangan pengikut madzhab Maliki, janji memiliki kewajiban hukum untuk ditunaikan jika terkait dengan adanya suatu sebab. Ketika sebab itu terjadi, maka menjadi keharusan bagi wa’id untuk memnunaikan apa yangtelah dijanjikan. Misalnya seseorang berkata:”saya akan membeli budak jika ada yang meminjamkan uang kepada saya sebanyak seribu dirham” kemudian ada seseorang yang meminjami, maka kemudian dia berkewajiban untuk membeli biudak tersebut. 131 Komite syariah Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI)132 memutuskan bahwa janji yang dibuat agar mengikat bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, adalah sama dengan sebuah kontrak (akad), dan ini tidak diperbolehkan oleh mayoritas ulama. Lain halnya jika janji tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga kemengikatannya bersifat unilateral, maka statusnya menjadi diperbolehkan.133 131 Muhammad Othman Syabir, dalam Ibid. AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) adalah sebuah lembaga yang bertujuan mengembangan system accounting dan audit bagi lembaga keuangan Islam di dunia. Dalam, Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions Bahrain, AAOIFI, 2002, h.2. 133 ‘Fatawa Nadawat al-Barakah,’ sebagaimana dikutip dalam Resolutions. Op cit. h.101 132 89 Majma’ Fiqh Islam134 dalam pertemuannya yang ke 17 membuat keputusan baru (yang ini juga merevisi pendapat sebelumnya dalam hal terkait), sebagai berikut: a) Janji (promise) yang dibuat secara bilateral dinilai mengikat secara agama, tetapi tidak mengikat secara hukum (legal) b) Janji yang dibuat secara bilateral oleh kedua belah pihak dapat dinilai sebagai sebuah hilah untuk mempraktekkan riba sebagaimana terjadi dalam bai’ al-inah dan janji dalam bai’ salaf. Ini jelas dilarang oleh syariah. c) Dalam kasus di mana sebuah jual beli tidak dapat dilaksanakan karena pejual tidak (belum, pen) memiliki barang sebagai obyeknya, tetapi ada sebuah kepentingan umum (bersama) untuk memastikan (menjamin) bahwa kedua pihak menjalankan kewajiban masing-nasing berdasarkan sebuah aturan hukum atau praktek perdagangan yang umum dalam sebuah Negara, semisal penerbitan dokumen kredit untuk keperluan import, maka janji yang mengikat secara bilateral diperbolehkan, baik atas dasar aturan hukum atau dengan kesepakatan antar para pihak dalam kontrak.135 Dengan dasar waad ini memang ada kelemahan, karena biasanya pihak corporate sebagai nasabah kurang terlindungi dikarenaka ketidakmengikatan hal ini bagi bank.Maka dalam aplikasinya perlu dikembangkan adanya 134 Majma’ Fiqh Islam atau International Islamic Fiqh Academy adalah yang menangani permasalahan syariah dan fiqh dalam tubuh organisasi Organization of Islamic Cooperation (OIC/ OKI). Dalam www.fiqhacademy.org akses 19 Juli 2012. 135 Decision of Majlis Majma’ Fiqh Isami al-Duwali, dalam Resolutions, Op Cit. h.102 90 mekanisme yang dapat memberikan proteksi bagi corporate yang menjadi nasabahnya.136 Adapun perbedaan antara wa’ad dan kontrak adalah sbb:137 Aspek Wa’ad Kontrak Pernyataan/deklarasi Melibatkan juga peristiwa mendatang Kinerja kontrak Kontrak belum dijalankan, hanya pemahaman atas kesepakatan yang mengikat. Kontrak yang sebenarnya akan terjadi kemudian pada saat yang disepakai dengan keharusan adanya ijab dan qabul Tidak ada serah terima barang karena kontrak belum dijalankan, dan baru akan dijalankan pada saat yang disepakati dengan ijab dan qabul Tidak ada tanggung jawab bagi pembeli untuk membayar harga barang Harus sesuatu yang terjadi sekarang Kontrak yang sebenarnya telah terjadi pada saat kontrak tersebut dengan pernyataan ijab dan qabul Penyerahan barang Tanggungjawab Implikasi Tidak muncul hutang karena kontrak belum terjadi, hal ini dikarenakan kepemilikan belum beralih. Perpindahan kepemilikan Barang yang menjadi obyek belum ditransfer kepemilikannya ke pihak lain Barang diserahkan pada saat kontrak terjadi Pembeli bertanggung jawab untuk membayar harga barang jika barang tersebut belum dibayar. Apabila pembeli belum membayar harga yang disepakai, maka hukum hutang-piutang akan diberlakukan. Jika kontrak sudah terjadi, barang akan mengalami perpindahan kepemilikan. Dengan tabel tersebut, Nampak dengan jelas bahwa wa’ad jelas berbeda dengan kontrak atau akad. Dan dengan karakter tersebut, maka wa’ad menjadi suatu yang fleksibel untuk diterapkan pada berbagai produk hasil inovasi. 136 137 Ibid, h. 54 Ibid, h. 53 91 Di samping itu semua, Shariah Board AAOIFI berpendapat bahwa tarnsaksi valuta asing (currency exchange) diizinkan karena dinilai sebagai salah satu bentuk jual beli yang secara umum diperbolehkan menurut syariah. Ini dapat menjadi salah satu sumber income selama cara-cara yang ditempuh tidak bertentangan dengan syariah. Komitee ini juga berpendapat sebaliknya, sejalan dengan pendapat mayoritas ulama, melarang penggunaan janji yang mengikat dalam transaksi valuta karena ini berarti memiliki efek yang sama dengan akad. Namun jika salah satu pihak membuat janji yang mengikat secara secara unilateral, maka hal ini diperbolehkan, dan bahkan juga mengikat.138 2). ‘Arbun ‘Arbun adalah simpanan yang diberikan oleh pembeli dalam kontrak pembelian atau penjualan. Jika penjualan berlangsung, simpanan ini akan menjadi bagain dari harga barang yang menjadi obyeknya. Namun, jika jual beli tidak berlanjut, maka akan dinilai sebagai sebuah bentuk pemberian (hibah) dari pembeli kepada penjual.139 Dalam istilah lain dapat disebut dengan jual beli panjar.140 Terkait dengan status hukum ‘arbun ini, ada pendapat yang berbeda. Mayoritas ulama klasik berpegang pada pendapat bahwa bai’ ‘urbun tidak diperbolehkan dikarenakan di dalamnya mengandung unsur-unsur gharar, judi dan perpindahan 138 Al-Ma’ayir al-Syar’iyyah, dalam Resolutions, Ibid, h, 104. Mu’jam Musthalahat, sebagaimana dikutip dalam Resolutions. Ibid. h. 35. 140 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, translation, Syaf, Mahyudin, Volume 12, Bandung, PT Al Maarif, 1996. h. 93 139 92 hak milik yang terlarang. Mereka juga menyandarkan pada larangan bai’ ‘urbun oleh Nabi Muhammad saw. Namun, beberapa tabi’in, antara lain Mujahid, Ibnu Sirin, Nafi’ bin Haris, Zaid bin Aslam dan madhhab Hambali memandang hal ini diperbolehkan dengan mendasarkan pada praktek yang dilakukan oleh Umar bin Khattab. Umar pernah menunjuk Nafi’ untuk mewakilinya membeli sebuah rumah milik Safwan bin Umayyah di Makkah untuk dikonversi menjadi penjara. Sofwan kemudian meminta Umar untuk memberikan deposit (sejumlah uang) dengan persyaratan bahwa deposit tersebut akan menjadi miliknya jika Umar tidak melanjutkan transaksi. Umar menyetujui hal ini. Pendapat ini dikuatkan oleh Qadhi Suraih yang menyatakan bahwa barangsiapa telah mengakibatkan ta’athul (penundaan) dan intizar (menunggu), maka dia harus membayar kompensasi bagi pihak yang mendapat imbas dari kegagalan kontrak yang mestinya dilakukan.141 Dari dua pandangan ini, SAC Securities Comission Malaysia berpendapat bahwa konsep bai’ ‘urbun diperbolehkan menurut syariah, dan dapat dikembangkan sebagai instrument transaksi ekonomi di Malaysia. Ini merupakan sebuah ‘urf shahih untuk menjaga agar Mu’amalah dapat berjalan dengan mulus, di samping, hadith yang menunjukkan pelarangannya juga hadith yang lemah.142 141 142 Az-Zarqa, sebagaimana dikutip dalam Resolutions, Ibid, h. 36 Ibid. 93 3). Tawaruq Tawaruq adalah sebuah kontrak jual-beli di mana ada tiga pihak yang terlibat; seorang penjual, pembeli I, dan pembeli ke II. Dalamkonteks ini, bank adalah penjual, dan nasabah adalah pembeli.143 Kemudian di luar itu ada pembeli yang kedua, yang biasanya adalah agen yang memang pekerjaannya menampung penjualan. Transaksi yang terjadi adalah, orang yang membeli sesuatu namun sebenarnya yang diperlukan adalah uang cash, maka tujuan dia tidak untuk mendapatkan barang, namun untuk mendapatkan uang. Dikarenakan semua bentuk peminjaman uang dilarang untuk menerapkan atau menarik kelebihan dalam pengembalian dikarenakan faktor riba, maka kemudian orang akan mecarai berbagai cara yang sedemikian rupa sehingga seseorang yang tidak punya uang dapat menerima uang cash, tetapi tetap dalam pengembaliannya melebihi dari jumlah yang diambil/ dipinjam dari pihak yang memiliki uang. Sehingga muncullah tawaruq ini, ialah bahwa seseorang yang memerlukan uang akan bertansaksi dengan pihak yang memiliki uang (dana), transaksi dalam bentuk jual beli suatu asset. Pembeli I sebagai pihak yang memerlukan uang akan datang kepada pemilik uang yang menjual (atau dalam hal ini adalah bank). Pembeli I membeli sebuah asset dari Penjual atau pemilik dana (bank) denga model pembayaran dicicil sampai batas tenggang waktu tertentu. Barang yang ada pada Pembeli I tersebut kemudian dijual ke pembeli II dengan cara cash. Sehingga, 143 Mohammad Nejatullah Siddiqi, Economics Of Tawarruq, How its Mafasid overwhelm the Masalih, A position paper to be presented at the Workshop on Tawarruq: A Methodological issue in ShariaCompliant Finance, February 1, 2007. h.1. dalam http://kantakji.com/fiqh/ Diakses 3 Agustus 2012. 94 pada akhirnya pihak yang memerlukan uang tetap akan mendapatkan cash.144 Dan karena ini transaksi jual beli, maka hal ini menjadi syah dalam pandangan yang mentetujui cara ini. 4). Bai’ al-’Inah Bai’ al-’inah adalah bentuk jual beli juga. Dan konteks permasalahan yang mendorong terjadinya transaksi ini sebenarnya sama dengan transaksi yang terjadi pada kasus atau model tawaruq. Yakni di mana seseorang yang memerlukan dana (uang) akan meminjam dari salah satu pihak yang memiliki dana. Dikarenakan semua bentuk peminjaman dalam Islam dilarang untuk dikenakan kelebihan dalam pengembalian (riba) maka kemudian terjadilah apa yang disebut denga sell in buy back.145 Dalam prakteknya hal ini sangat mirip dengan tawaruq hanya bai’ al-’inah ini lebih sederhana. Jika dalam tawaruq di atas terdapat 3 pihak, dimana barang atau asset yang dibeli tidak akan kembali ke pihak yang memiliki dana awal, namun dalam bai’ al-’inah ini barang langsung dijual kembali kepada pihak yang memiliki dana. Jadi asset dibeli oleh pihak yang memerlukan dana dengan cara cicilan dan barang atau asset dijual kembali kepada pihak yang memeiliki dana dengan cara cash. Sehingga pada posisi akhirnya, pihak yang memerlukan dana akan mendapatkan uang cash sedangkan barang kembali lagi ke tangan pihak 144 Ibid. Juga, Shariah, Op cit. h. 22 Wahbah Al-Zuhayli, Financial Transaction in Islamic Jurisprudence. Translation of Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh. (Vol .1). Translated by Mahmoud A. El-Gamal. Beirut: Dar al-Fikr, 2003.h. 115. 145 95 yang memiliki dana. Di sini pihak yang memiliki dana pun mendapatkan kelebih uang sebagi keuntungan dikarenakan ini adalah sebuah bentuk transaksi jual beli yang memungkinlan terjadinya keuntungan. Jika tawaruq di atas saja tidak dapat diterima oleh semua kalangan di antara umat Islam, maka terlebih bai’ al-’inah ini. Bahwa praktek ini, meskipun bentuk transaksinya secara formal adalah jual beli, namun hal ini dinilai sebagai alasan (justifikasi) untuk peinjam meminjam yang memberikan kelebih dalam pengemablian, karenanya ini sering dianggap sebaga ‘the back door of riba’, atau pintu belang dari riba. Artinya bahwa praktek ini sebenarnya sangat dekat kepada riba dan dapat menggelincirkan orang kepada riba. Namun, di sementara kalangan yang menerimanya, hal ini bukannya dinialai sebagai hilah (legal device atau merakayasa hukum agar dapat menjustifikasi keabsyahan sesuatu yang secara substansial tidak syah) hukum, namun dianggap sebagai makhraj (jalan keluar). Mengapa menjadi jalan keluar, karena untuk menghindarkan seseorang dari pada orang melakukan transaksi yang yang secara terang-terangan berdasarkan bunga atau riba. Adalah suatu kenyataan bahwa memang banyak pihak memerlukan dana cash, dan kecenderungannya, dikarenakan tidak ada kesempatan untuk mendapatkannya pada bank syariah, maka akan mengambil pada lembaga keuangan konvensional. 96 5). Khiyar Dalam hukum Islam, dikenal juga adanya khiyar, ialah hak untuk memilih dalam suatu transaksi, khususnya adalah transaksi perdagangan atau jual beli. Secara teknis, khiyar dapat didefinisikan sebagai; hak dari pembeli untuk meneruskan atau menggagalkan suatu akad jual beli. Khiyar ini terdiri dari berbagai macam. Di bawah ini,beberapa macam khiyar yang banyak dikenal di kalangan ahli hukum Islam:146 a) Khiyar majlis b) Khiyar ra’yi c) Khiyar ‘aib d) Khiyar syarath Di antara ahli hukum islam ada yang menambahkan dengan berbagai jenis khiyar lainnya. Berbagai bentuk khiyar ini dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:147 146 Ala’ Eddin Kharofa, Transcations in Islamic law, Kuala Lumpur, AS Noordeen, 1997. H. 92139 147 Younes Elahi dan Mohd Ismail Abd Aziz, Islamic options (al-Khiyarat); Challenges and opportunities, International Conference on Information and Finance IPEDR vol.21 (2011) © (2011) IACSIT Press, Singapore. h. 102. Diakases dari www.ipedr.com 19 Juli 2012. 97 Namun, secara umum khiyar di atas itulah yang paling banyak dikenal dan sekaligus telah dapat men-cover berbagai aspek yang ada pada khiyar yang lainnya. Adapun pengertian dari masing masing khiyar tersebut dapat diberikan sebagaimana berikut:148 a) Khiyar Majlis. Khiyar ini adalah hak untuk melangsungkan atau membatalkan suatu transaksi jual beli selama kedua pihak masih berada pada satu majlis (forum). Forum ini memang tidak dapat dipahami sebagaimana aslinya, bahwa yang namanya satu majlis adalah ketika keduanya masing berhadap-hadapan. Namun dapat saja diinterpetasi sedemikian rupa selama masih dapat dipahami bahwa itu berada pada lingkungan tertentu yang disepakati. 148 Sabiq, Op cit. h. 100-103 98 b) Khiyar Ra’y. Khiyar ini adalah hak untuk melangsungkan atau membatalkan suatu transaksi jual beli pada saat pertama kali pembeli melihat atau menyaksikan barang atau obyek yang ditransaksikan. Hal ini terjadi dalam konteks di mana obyek jual beli belum dapat dilihat secara riil karena beberapa sebab. Dapat disebabkan karena letak antara penjual dan pembeli yang berjauhan sedangkan barang atau obyek masih ada pada penjual. Atau karena barang tersebut belum nyata bentuknya tetapi replikanya sudah ada. Maka ketika pertama kali menyaksikan secara nyata, pembeli memiliki hak khiyar jenis ini. Jadi, meskipun sebelumnya sudah ada kesepakatan jual beli, namun karena penjual belum melihat obyek yang ditransaksikan, penjual masih memiliki hak untuk menggagalkan transaksi pada saat secara kenyataan menyaksikan obyek tersebut. Tentu saja hal ini dapat diimplementasikan bukan tanpa alasan. Alasannya adalah bahwa biasanya terdapat hal-hal detail dari obyek atau barang yang ditransaksikan yang tidak dapat dikemukakan spesifikasinya secara jelas sebeumnya, ini karena keterbatasan sarana yang ada. Sehingga sering dijumpai bahwa kenyataan obyek yang ditransaksikan sedikit berbeda dengan karakter atau spesifikasi yang telah disebutkan sebelumnya. c) Khiyar ‘aib. Khiyar ini adalah hak untuk melagsungkan sebuah trasaksi atau membatalkannya dengan dasar terdapatnya ‘aib atau cacat pada obyek yang ditransaksikan. Adalah suatu hal yang jamak terjadi bahwa dalam 99 sebuah barang yang ditransaksikan ada suatu cacat yang itu tidak dijumpai oleh pembeli sebelum atau bahkan ketika terjadinya suatu transaksi dan sebaliknya cacat tersebut baru dijumpai setelah dalam jangka waktu tertentu setelah transaksi dilakukan. Sehingga akan sangat rugi bagi pembeli jika adanya cacat tersebut tidak diperhitungkan dalam transaksi, baik untuk mendapatkan kompensasi tertentu atau bahkan untuk menganulir kontrak yang telah dilakukan tersebut. Jadi, jika dalam kenyataannya sementara pihak menerapkan adanya klausula tertentu dalam transaksi jual beli bahwa jika suatu barang telah dibeli maka tidak dapat lagi dikembalikan, atau apa yang sering disebut dengan klausula eksonorasi, maka klausula tersebut bertentangan dengan hak khiyar ‘aib ini. Karena itulah, menurut prinsip-prinsip mu’amalah jual beli yang menyertakanklaususla eksonorasi semacam itu tidak dapat dibenarkan. d) Khiyar syarath. Khiyar jenis ini adalah hak untuk melangsungkan atau membatalkan sebuah transaksi atas dasar persyaratan-persyaratan yang telah disepakai oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini yang penting untuk diketahui adalah apakah yang menjadi batasan-batasan yang harus dipenuhi bagi syarat-syarat tersebut. Karena, tidak semua syarat juga diperbolehkan dalam mu’amalah. Sebagaimana telah banyak dimaklumi bahwa asas kebebasan berkontrak dalam Islam tidaklah sebebas-bebasnya. Syarat yang diperbolehkan untuk diperjanjikan oleh kedua belah pihak adalah syarat yang tidak dimaksudkan untuk “menghalalkan sesuatu yang haram dan mengharamkan sesuatu yang halal.” Khiyar syarath ini 100 merupakan bentuk khiyar yang paling fleksibel untuk diterapkan dalam berbagai transaksi dibandingkan dengan berbagai khiyar lainnya. Sehingga, dalam berbagai inovasi produk transaksi berbasis mu’amalah, khiyar syarath ini nampaknya sangat memungkinkan untuk diadopsi. Berbagai aspek huku mu’amalah terkait kontrak di atas adalah beberapa hal yang banyak digunakan sebagai asumsi dasar dasar hukum bagi inovasi produk perbankan Islam di Malaysia terkait dengan transaksi valuta asing. Karena itulah hal tersebut penting untuk dipahami terlebih dahulu sebelum mendiskusikan praktek dari transakssi valuta asing dalam perbankan Islam di Malaysia. Dan setelah mendiskusikan hal tersebut, maka dalam pembahasan berikutnya akan dianalisis tentang praktek transaksi valuta asing yang terjadi. 4.4.2. Pembahasan Praktik Transaksi Valuta Asing di Malaysia Transaksi valuta asing yang terjadi di Malaysia adalah transaksi jual beli valuta asing yang tidak berbeda dengan apa yang terjadi di Indoneisa. Tetapi untuk praktek transaksi valuta asing yang dilakukan oleh lembaga keuangan Islam di Malaysia berbeda dengan apa yang terjadi dengan trasaksi valuta asing pada lembaga perbankan Islam (syariah) di Indonesia. Hal itu dikarenakan ada beberap jenis transaksi valuta asing yang terjadi di Indonesia yang tidak boleh dilakukan oleh lembaga keuangan syariah dikarenakan masuk dalam klasifikasi haram. Sedangkan hal tersebut, di Malaysia dipraktekkan pada berbagai lembaga 101 keuangan Islam, terutama adalah perbankan Islam yang menjadi topik utama pada pembahasan ini. Hal ini merupakan suatu hal yang mengejutkan, bukan hanya bagi kalangan para ahli dan praktisi di bidang perbankan syariah di Indonesia, namun juga bagi para ahli dan praktisi di berbagai Negara lain. Apa yang dilakukan di Malaysia ini dipandang sebgai suatu hal yang aneh, untuk tidak disebut sebagai terlalu bebas. Sebagai contoh Secara lengkap, transaksi valuta asing yang dilakukan oleh lembaga keuangan Islam di Malaysia adalah:149 Spot Islamic FX Forward Over-the-Counter Transactions Remittance in more than 100 currencies including Egypt, Jordan, Taiwan, Korea etc 5) First local Islamic bank to remit in Chinese Renminbi” 1) 2) 3) 4) Adapun, Islamic FX Forward dilakukan dengan kriteria sebagai berikut: Approved by Shariah Advisory Council (SAC) of Bank Negara Malaysia Promise on trade date followed by Aqad on value date Unilateral (client promise to enter into the contract) Pricing is the same as conventional FX Forward Bank has the right to claim for losses in case of Mark-To-Mark (MTM) losses on termination date 6) Competitive price 7) All foreign currency transactions are subjected to Exchange Control Notice (ECM)” 1) 2) 3) 4) 5) Selain, itu, juga transaksi perbankan Islam memperbolehkan berbagai derivatif produk Nampak juga pada situs resmi CIMB Islamic, sebagai mana di bawah ini:150 149 Business Banking, pada http://www.bankislam.com.my/ diakses pada 19 Juli 2012 102 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Value Today Value Tomorrow & Spot Fixed Forward Long Term FX Long Term Foreign Exchange (“LTFX”) Limited Options Currency Options Praktek transaksi valuta asing yang dilakukan dalam perbankan Islam di Malaysia cukup variatif. Dan transaksi yang dipraktekkan tersebut menunjukkan bagaimana hukum Islam yang dianut di Malaysia, atau setidaknya pendapat resmi dari pihak yang berwenang terkait pengaturan aspek syariah dari produk-produk perbankan Islam, utamanya terkait transaksi valuta asing telah mengalami banyak perkembangan pada saat ini. Dengan kata lain, dapat juga dinyatakan bahwa apa yang dipraktekkan itu merupakan ‘madzhab’ hukum Islam di Malaysia terkait tyransaksi valuta asing. Sehingga, jika di bagian awal dari penelitian ini menyatakan bahwa ada hal-hal yang menarik dari praktek transaksi valuta asing di Malaysia, maka pada bagian ini hal-hal yang dimaksud akan dianalisis secara cermat. Berikut adalah berbagai transaksi valuta asing yang selama ini dipraktekkan di Malaysia. 150 Commercial Banking, pada, http://cb.cimbislamic.com. Akses pada 21 Juli 2012 103 1). Transaksi Spot Dalam transaksi spot ini pada prinsipnya merupakan bentuk transaksi valuta asing yang paling sederhana. Menggunakan aqad sharf, di mana tukar menukar valuta asing dilaksanakan dengan secara on the spot, di waktu yang bersamaan sehingaa tidak ada penundaan sama sekali.151 Cara ini merupakan satu-satunya cara yang tidak ada perselisihan di kalangan para ahli dan ulama yang membidangi masalah mu’amalah atau masalah ekonomi. Dikarenakan hal ini juga berlaku di Indonesia, maka tidak perlu dikemukakan di sini deskripsi dan analisis panjang lebar tentang transaksi spot ini. 2). Transaksi Forward Transaksi valuta asing dengan cara forward, dilakukan dengan cara penukaran valuta asing yang perjanjiannya telah dilaksanakan saat ini, tetapi pelaksanaannya di waktu tertentu yang akan datang. dilaksanakan dengan cara ‘arbun. Dalam praktek di Malaysia, hal ini Cara ini diimplementasikan dengan cara sebuah perusahaan yang memerlukan uang dalam denominasi USD, sedangkan yang dimilikinya adalah Riyal. Maka kemudian perusahaan terebut dapat membuat janji (promise) dengan bank untuk menukarakan mata uang di suatu waktu yang akan datang dengan rate yag disepakati. Sebagai konsekuensi dari penerapan ‘arbun, maka bank tidak terikat dengan janji tersebut, namun sebaliknya, janji tersebut mengikat bagi perusahaan tersebut. Jadi jika pada saat yang direncakakan tersebut terjadi fluktuasi mata uang, yang karenanya bank 151 Saadiah Mohamad, et al, Innovative Islamic Hedging Products:Application Of Wa’d In Malaysian Banks, dalam www.scribd.com Akses 3 Agustus 2012. h.1. 104 menderita kerugian, maka bank dapat saja mundur untuk tidak melaksanak penukaran valuta tersebut. Namun, dalam prakteknya, bank tidak perbah mundur dengan alasan mempertahankan reputasi dan nama baiknya.152 3). Transaksi Swap. Transaksi swap ini merupakan gabungan dari transaksi spot dan forward. Dalam ptrakteknya, transaksi swap ini menggunakan bai’ al-‘inah, tawaruq, atau ‘arbun. Dalam tawaruq, transaksi harus berupa jual beli barang. Sehingga diperlukan adanya obyek jual-beli. Berbeda dengan bai’ inah yang terdiri dari dua pihak, maka tawaruq dalam praktek swap ini memerlukan 4 (empat) pihak; ialah dua pihak yang menginginkan mata uang berbeda, kemudian 2 broker, masing-masing akan membeli barang dari dua pihak utama. Dengan kata lain, broker ini semacam pelengkap. Sehingga ilustrasi dari transaksi ini bisa diuraikan sebagaimana uraian berikut:153 Seseorang dari Timur Tengah menginginkan untuk mendapatkan mata uang misalnya saja Euro dalam jumlah besar, untuk sebuah keperluan bisnis, misalnya saja investasi di Negara Eropa. Yang dia miliki adalah Riyal. Dia tidak ingin terjadi terjadi fluktuasi yang merugikan di masa depan jika dia menginginkan 152 Azlin Alisa Ahmad, et al, ‘Islamic Forward Exchange Contracts as a Hedging Mechanism: An Analysis of Wa’ad Principle,’ dalam Jurnal International Business Management 6 (1): 47-54, 2012. h. 50 153 Diekstrak dari, Asyraf Wajdi Dusuki, Shariah Parameters on Islamic Foreign Exchange Swap as HedgingMechanism in Islamic Finance, paper presented at International Conference on Islamic Perspectives on Management and Finance, University of Leicester; 2nd – 3rd July 2009. h. 8-13 105 menukar kembali Euro tersebut ke dalam bentuk Riyal. Maka dilakukanlah transaksi dengan cara tawaruq. Ada dua lngkah dalam tawaruq ini: Pertama: Investor akan membeli sebuah barang dari Broker A dalam bentuk Riyal, kemudian barang ini dijual ke Bank X, dalam riyal dengan harga cicilan (misalnya selama 1 tahun). Kemudian barang yang telah berada pada Bank X ini dijual kepada broker B secara cash dalam mata uang Riyal juga. Uang Riyal yang didapat oleh Bank X ini kemudian ditukarkan secara spot dengan mata uang Euro. Kedua, Barang yang sudah ada pada Broker B ini dibeli oleh Bank X secara cash dengan mata uang Euro secara cash. Barang yang sudah ada di tangan Bank X kemudian dijual dalam mata uang Euro kepada investor dengan cara cicilan (dengan jangka 1 tahun). Investor kemudian menjual secara cash kepada Broker A secara cash uang dalam bentuk Euro. Kesimpulannya, investor akan mendapatkan uang dalam bentuk Euro dalam jumalah 1 juta, dan dia tidak akan terkena resiko fluktuasi mata uang yang tidak terkendali ketika ingin mendapatkan lagi uang dalam bentuk Riyal. Dalam transaksi menggunakan ‘arbun, maka prosesnya akan berbeda. Secara jelas dapat dilihat dalam paparan berikut ini: 106 Investor dengan kekayaan dalam bentuk Riyal yang menginginkan investasi dalam bentu Euro akan bertransaksi secara spot dengan Bank X untuk mendapatkan Euro. Dalam majelis akad yang sama, investor berjanji untuk menukarkembali Euro ke dalam Riyal pada masa mendatang. Sehingga, ketika masanya tiba, investor tadi dapat menukar kembali Riyal yang dimiliknya dengan Euro sebagaimana janji yang telah diberikannya padamasa lalu. Transaksi Islamic swap, sama dengan transaksi yang berlandaskan ajaran Islam lainnya, haruslah bebas dari elemen riba, maysir, gharar, serta jahl. Letak perbedaannya dengan swap konvensional adalah bahwa Islamic swap ini disertai dengan transaksi asset yang memberikan back up seperi bai’ bi thaman ajil, murabahah, dan sejenisnya.154 Swap juga bisa dilakukan dengan komoditi murabahah, ialah transaksi likuiditas tetapi menggunakan asset sebagai sarana untuk transaksinya, dengan cara salah satu pihak membeli asset dan kemudian menjual kembali kepada pemilik awal, hanya saja pembelian awal secara cicilan dan penjualan dengan cara cash. 4). Transaksi Options. Transaksi options dalam valuta asing ini mendasarkan pada pada bay’ ‘arbun. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa bay’ ‘arbun ini merupakan salah satu bentuk transaksi di mana di awal transaksi ada deposit yang diberikan oleh calon 154 Development, Ibid, h. 2. 107 pembeli, yang jika transaksi itu gagal, maka deposit ini menjadi milik pihak yang diajak untuk bertransaksi, dalam hal ini adalah penjual. Sehingga, dalam options ini ‘arbun dapat diterapkan. Adapun bentuk implementasinya adalah bahwa salah satu investor akan membayar dalam bentuk Euro untuk satu bulan mendatang, padahal dia hanya memiliki Riyal, maka kemudian dia dapat melakukan perjanjian dengan sebuah bank untuk menukarkan Riyal menjadi USD untuk 1 bulan mendatang dengan rate yang ditentukan hari ini, dengan syarat harus membayar premium/premi sejumlah uang tertentu. Investor mempunyai hak, dan bukan kewajiban untuk melakukan transaksi yang telah disepakati, dan jika karena rate yang ada pada saat sebulan berikutnya lebih rendah dari yang diperjanjikan, maka dia boleh melepaskan haknya tersebut tetapikehilangan uang premi yang telah dibayarkan.155 Meski demikian, landasan hukum yang dipakai sebagian ahli menyatakan bahwa konsep khiyar dalam hukum Islam lebih tepat untuk digunakan dalam options ini daripada ‘arbun.156 Hal ini dikearenakan, options memang berbicara lebih pada penekanan bahwa para pihak dalam transaksi jual beli itu memiliki hak untuk meneruskan ataumenggagalkan transaksi dengan alasan-alasan yang dapat diterima oleh hukum. 155 Muhammad Hashim Kamali, Muhammad Hashim. Islamic Commercial Law; an Analysis of Futures and Options. Kuala Lumpur: Ilmiah Publisher. 2002. 184. 156 Ibid, h. 203. 108 Sedangkan ‘arbun, lebih menitikberatkan pada aspek security, bahwa seseorang yang telah berniat untuk melakukan transasksi janganlah menilai mudah dan bebas untuk membatalkan atau menggagalkannya. Dalam hal ini, khiyar, karena merupakan konsep tentang adanya kebebasan dalam memberikan syarat atas sebuah transaksi jual beli, maka khiyar dipandang lebih proporsional. Di antara berbagai bentuk khiyar sebagaimana yang sudah didiskusikan dalam pembahasan sebelumnya, khiyar syarath adalah yang paling tepat untuk diimplementasikan dalam kasus options ini. Karena dengan khiyar syarath, salah satu atau kedua belah pihak dapat menginisiasi persyaratan tertentu terkait dengan transaksi yang dilakukan. 4.4.4. Kesimpulan Transaksi Valuta Asing Ditinjau dari Hukum Islam di Malaysia. Dari diskusi di atas dpat disimpulkan bahwa Hukum Islam (hukum mu’amalah) yang dikembangan di Malaysia melihat bahwa transaksi valuta asing, dalam semua bentuknya, yakni, spot, forward, swap, dan options tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam. Dengan kata lain, bahwa setelah dipertimbangkan dari berbagai aspek akad yang dilakukan didapati dan disimpulkan bahwa keseua jenis tersebut memiliki hujjah dan alasan yang kuat dari segi syaria’h. Hal itu dibuktikan bahwa penerapan konsep wa’ad, bai’ al-‘inah, tawaruq, ‘arbun, dan juga khiyar, dapat memberikan jawaban bahwa transaksi valuta asing dengan 109 berbagai macamnya dapat diberlakukan dengan cara yang tidak melanggar hukum Islam. 4.4. Analisa Perbandingan Transaksi Valuta Asing Ditinjau Dari Hukum Islam Di Indonesia Dan Malaysia Melihat berbagai bentuk transaksi valuta asing yang terjadi di kalangan lembaga keuangan Islam, atau utamanya perbankan Islam di Malaysia, ada perbedaan yang sangat mencolok jika dibandingkan dengan transaksi valuta asing yang terjadi pada lembaga keuangan Islam, dan utamanya perbankan syariah d Indonesia. Untuk itulah dalam bahasan berikut, akan disajikan analisa perbandingan antara implementasi transaksi valuta asing ditinjau dari pandangan hukum Islam; antara Indonesia dan Malaysia. 4.5.1. Persamaan Pada kedua negara (Indonesia dan Malaysia), disadari sepenuhnya bahwa aspek likuiditas dari perbankan syariah (Islam) itu sangat penting, bahkan merupakan salah satu elemen dasar bagi berjalannya lembaga keuangan, termasuk di dalamnya lembaga keuangan yang beroperasi atas dasar prinsip-prinsip syariah. Di antara banyak unsur untuk mempertahankan likuiditas tersbut adalah transaksi valuta asing. 110 Transaksi valuta asing, sebagaimana yang nampak dari berbagai pembahasan di atas, merupakan salah satu bentuk transaksi yang dilakukan oleh perbankan syariah (Islam) baik di Indonesia maupun Malaysia. Karenanya, di kedua tempat juga dikenal adanya transaksi syariah (Islami) valuta asing. Meski demikian, berdasarkan implementasi yang terjadi pada perbankan syariah di Indonesia dan perbankan Islam di Malaysa, ternyata kesamaan dalam transaksi valuta asing hanya terdapat pada bentuk transaksi sharf. Artinya bahwa di kedua Negara, transaksi sharf dinilai sebagai bentuk transaksi valuta asing yang disepakai secara bulat. Dan ini dinilai sebagai satu-satunya transaksi yang peling memenuhi criteria dari syariah Islamiyah. Sharf, adalah transaksi syariah (Islami) dengan obyek nya adalah valuta asing, dengan proses yang bersifat on the spot, ialah “yadan bi yadin wa ‘ainan bi ‘ainin” yaitu barang harus ada dan diserahterimakan pada saat yang sama. Penundaan adalah hal yang dilarang dalam transaksi sharf ini. Maka istilah yang lebih tepat juga dalam hal ini adalah tukar-menukar valuta asing dan bukan jualbei valuta asing. Hal ini juga karena berkaitan dengan konsep dasar dalam mu’amalah, di mana fungsi uang sangat jelas, adalah sebagai ‘medium of exchange’ atau sarana tukar menukar, dan sebaliknya, uang bukannya sebuah komoditi atau barang dagangan sebagaimana umumnya barang yang dijualbelikan. 111 2. Perbedaan Berdasarkan uraian dan diskusi pada bagaian-bagian sebelumnya, perbedaan dalam praktek transaksi valuta asing antara perbankan syariah di Indonesia dan perbankan Islam di Malaysia adalah bahwa di Indonesia, transaksi yang diperbolehkan hanyalah transaksi yang berdasar pada akad sharf, sedangkan di Malaysia, berbagai bentuk transaksi diperbolehkan. Berntuk-bentuk transaksi yang dimaksud adalah: 1). Islamic Forward, ialah transaksi valuta asing dengan model forward tetapi menggunakan berbagai akad yang tedapat dalam mu’amalah. 2). Islamic Swap, ialah transaksi valuta asing dengan model swap tetapi menggunakan berbagai akad yang tedapat dalam mu’amalah. 3). Islamic Options, ialah transaksi valuta asing dengan model options tetapi menggunakan berbagai akad yang tedapat dalam mu’amalah. Sedangkan di Indonesia, ketiga jenis transaski valuta asing tersebut dilarang, atau dinyatakan sebagai haram. Jika dicermati lebih lanjut dari implementasi yang terjadi, dengan memperbolehkan terjadinya tiga (3) jenis transaksi valuta asing tersebut di atas, maka berarti ada juga perbedaan antara praktek transaksi syariah (Islami) di Malaysia jika dibandingkan apa yang terjadi di Indonesia. Perbedaan itu adalah pada landasan atau dasar-dasar pijakan yang melatarbelakanginya, di samping 112 jelas, akibat yang ditinbulkannya juga akan menjadi berbeda. Secara runtut, hal tersebut akan diurai dalam analisis di bawah ini: 1) Orientasi Transaksi Yang dimaksudkan dengan orientasi transaksi di sini adalah arah yang akan dicapai dengan transaksi yang dilakukan. Hal ini penting karena dalam konteks inilah dapat dipahami latar belakang dan kecenderungan transaksi yang berlaku, atau yang diperbolehkan untuk diterapkan. Dengan memahami kecenderungan itu maka proses pengembangan hukum, melalui berbagai ijtihad, akan dapat dipahami dengan baik. Bukan berarti kebenaran ijtihad ada dalam konteks yang menyertaianya, namun minimal ijtihad akan dapat dipahami keberadaannya. Secara induktif dapat disimpulkan bahwa orientasi dari implementasi transaksi valuta asing di Indonesia berbeda dengan yang terjadi di Malaysia. Di Indonesia, transaksi syariah tidak harus dapat mengakomodasi kebutuhan pasar atau pelaku ekonomi. Prinsip syariah yang akan ditegakkan dalam bidang transaksi valuta asing adalah bahwa semua transaksi yang mengandung spekulasi, gharar, al-jahl, maisir serta unsur haram adalah terlarang dan karenanya dinilai sebagai bentuk transaksi yang haram untuk diterapkan. 113 Hal ini nampak jelas dari fatwa yang dikeluarkan oleh oleh Dewan Syariah Nasional yang melarang transaksi valuta asing selain yang berupa sharf, baik itu yang berbentuk forward, swap maupun options. Alasannya jelas bahwa dalam keiga jenis transaksi tersebut terdapat untur-unsur yang menjadi pelarangannya sebagai mana disebut di atas. Sehingga, kebutuhan pasar tidaklah menjadi prioritas yang dijadikan pertimbangan dalam penentuan dilarang atau diperbolehkannya sebuah transaksi. Dengan kata lain, kehadiran ekonomi syariah di sini dimaksudkan untuk menghadirkan sebuah sistem yang berbeda dengan sistem konvensional. Ini mempertegas pendapat bahwa kehadiran transaksi keuangan syariah adalah untuk menciptakan suatu model baru yang berbeda dengan model yang selama ini berlaku. Sehingga, kekhasan transaksi keuangan syariah akan nampak karena perbedaannya dan ‘penentangannya’ dengan system konvensional. Adalah suatu hal yang logis jika dinyatakan bahwa transaksi keuangan syariah ini diperlukan karena memang ada keunikan dan kebaruan –secara sistemik– dengan berbagai bentuk transaksi yang selama ini ada. Ketika kritik terhadap transaksi keuangan konvensional mencuat, utamanya dikarenakan terjadinya krisis keuangan yang selalu berulang, tentu saja orang mempertimbangkan berbagai aspek yang menjadi aransemen dari transaksi keuangan konvensional. Di antara yang nampak 114 adalah karena transaksi tersebut melibatkan unsur spekulasi yang sangat membahayakan bagi sustainabilitas pasar. Karena itulah, maka transaksi keuangan syariah memiliki misi untuk menyediakan suatu amosfir dan lebih dari itu, sebuah sistem transaksi keuangan yang lebih baik. Hal ini nampak dari berbagai pertimbangan dan produk hukum (berupa fatwa atau regulasi) terkait prinsip syariah dalam transaksi keuangan di Indonesia. Berbeda dengan orientasi dari pengembangan transaksi keuangan Islam yang terjadi atau ditempuh di Malaysia. Nampak dari berbagai produk hukum (resolusi atau regulasi) terkait transaksi keuang Islam, bahwa di Malaysia, orientasi yang lebih dikedepankan adah untuk memenuhi kebutuhan pasar. Artinya, keperlukan akan likuiditas yang sangat dibutuhkan oleh pasar dan pelaku ekonomi haruslah diakomodasi dalam pengembangan ijtihad dan inovasi transaksi berdasarkan prinsi-prinsip Islam. Karena dengan tidak diakomodasinya keperluan itu, maka akan terjadi kesulitan dalam berbagai transaksi keuangan. Hal ini pada gilirannya akan mempengaruhi kondisi ekonomi secara makro. Dalam skala mikro, dengan tidak diakomodasi nya berbagai bentuk transaksi konvensional yang ada, untuk dibuat sedemikian rupa sehingga secara legal dapat diterima, akan mengakibatkan kekurangan dalam varian produk (product scarcity) lembaga keuangan syariah. Hal ini menjadi perkembangan keuangan syariah terhambat. Belum lagi jika berbicara 115 keperluan konsumen yang sangat mendesak, maka sebagaimana telah disinggung dalam pembahasan di depan, lebih baik mendorong konsumen untuk tetap melakukan transaksi pada lembaga keuangan Islam, meski dengan kontrak yang terkesan sekedar formalitas daripada membiarkan orang Islam untuk bertransaksi dalam lembaga keuangan yang memang secara terang-terangan bersifat konvensional dengan riba sebagai instrument pokok dalam men-generate pendapatannya. Maka, dalam orientasi yang seperti ini, berbagai produk transaksi keuangan konvensional yang ada akan menjadi suatu yang sedapat mungkin diakomodasi dalam transaksi keuangan syariah. Di antara cara yang dilakukan adalah dengan cara meniru (imitasi), atau membentuk sesuatu yang mirip (replikasi), atau dengan cara lain yang pada intinya transaksi yang ada dapat diakomodasi. Tentu saja cara mengakomodasi ini dengan cara melakukan inovasi produk yang deterima oleh ketentuan syariah. Imitasi, replikasi atau bentuk lain yang dilakukan dalam mengakomodasi keperluan pasar atau pelaku ekonomi ini juga tidak dilakukan tanpa dengan pertimbangan hukum yang cermat. Namun dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kaidah hukum dan dalil-dalil serta berbagai pendapat para ahli hukum Islam. Dengan itu maka kemudian mnculah 116 produk-produk baru dengan kontrak yang memang cera formal-legistik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan itu, jelaslah kemudian perbedaan orientasi dalam pengembangan hukum transaksi keuangan syariah (Islam) antara Indonesi dan Malaysia. 2) Implementasi maqashid al-syar’iyyah (atau tujuan syariat Islam). Maqashid al-syar’iyyah adalah tujuan yang akan dicapai oleh hukum Islam. Artinya, bahwa semua penetapan hukum Islam tidak boleh terlepas dari tujuan yang akan dicapai oleh hukum Islam. Di antara bentuk maqashid yang disepakati adalah terciptanya kemaslahatan. Semua aspek dalam hukum Islam, termasuk ketentuan apapun juga, harus selalu dan senantiasa mengarah pada tercapainya kemashlahatan. Meski demikian, dilarang dan diperbolehkannya sesuatu tidak dapat senantiasa berlandaskan kemaslahatan, namun lebih pada apakah ada dalil yang memperbolehkan atau merang hal tertentu dilakukan. Konsekuensinya, bahwa suatu tindakan yang tidak mengarah kepada kemashlahatan belum tentu melanggar hukum. Artinya hukum tidak terlanggar meskipun kemaslahatan sengaja tidak dicapai dengan tindakan tersebut. Sebagai sebuah perangkat dalam hukum Islam, hukum kontrak dalam mu’amalah juga harus berupaya untuk mencapai kemaslahatan. Kemashlahatan yang akan dicapai adalah terhindarnya manusia dari riba, 117 gharar,maysir, dan haram. Pelarangan itu tentu saja dimaksudkan agar semua dampak baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai unsur tersebut tidak akan terjadi. Sehingga, berbagai upaya hukum yang dalam tujuannya tidak untuk menghindari itu berarti tidak mempertimbangkan tujuan kemashlahatan. Karenanya berbagai transaksi yang hanya legal secara proses dan prosedur belum tentu memenuhi tuntutan kemashlahatan. Dalam konteks kemaslahatan ini, dapat dibedakan, bahwa implementasi transaksi valuta asing di Malaysia lebih berorientasi kepada kebolehan secara hukum (legal formalistik), dan sebaliknya, Indonesia lebih mengarah kepada pencapaian aspek kemashlahatan, yang bukan sekedar hanya legal formalistik. 3) Nilai etika ekonomi: keberpihakan pada sektor riil. Transaksi keuangan syariah adalah sebuah sisi dari sistem ekonomi Islam yang sangat luas cakupannya. Sebagai bagian dari sistem ekonomi Islam, tentu harus menjunjung tinggi nilai-nilai ekonomi Islam. Sebagaimana sudah banyak diungkap, bahwa ekonomi Islam lebih menekankan pada sektor aktivitas ekonomi yang riil yang humanis dan berkeadilan, dan bukan pada aktivitas ekonomi yang spekulatif atau derivatif.157 Bahkan, 157 Nilai-nilai ekonomi yang menjadi tujuan dari sistem ekonomi dan sistem keuangan Islam dejelaskan dengan sangat rinci oleh M.Umer Chapra dalam: M. Umer Chapra, Towards a Just Monetary System, a Discussion of Money, Banking and Monetary Policy in The Light of Islamic Teachings. Leicester: The Islamic Foundation. 1995.h. 19-44, juga oleh pemikir lain dalam, Fuad 118 salah satu tujuan yang diinginkan dari ekonomi Islam adalah bagaimana produktivitas dapat tercipta dengan adanya berbagai transaksi ekonomi. Maka, transaksi keuangan syariah pun akan ditolerir dalam batasan di mana transaksi tersebut mendukung nilai-nilai ekonomi semacam itu. Sedangkan, berbagai transaksi valuta asing selain sharf, sangat berpotensi untuk menjadi aktovotas pasar uang yang rawan bagi terjadinya spekulasi. Dengan kata lain, pemberian legalitas dari aspek hukum Islam terhadap produk transaksi valuta asing derivatif tersebut seakan membuka kemungkinan untuk terjadinya transaksi pasar uang yang sifatnya menjurus pada spekulasi dan terlepas dari sektor riil. Dan hal itu sebenarnya yang menurut banyak pendapat menjadi salah satu penyebab berbagai krisis keuangan. Dengan Memperhatikan implementasi transaksi valuta asing di Indonesia dan Malaysia, Nampak dengan jelas bahwa perbankan syariah di Indonesia masih dalam posisi dan tujuan untuk menjaga agar transaksi valuta asing tidak menjurus pada transaksi yang spekulatif dan derivatif. Sedangkan di Malaysa, dapat dikatakan diktakan melakukan inovasi dengan apa yang disebut Islamic derivatif, ialah transaksi valuta asing derivatif yang dirancang sedemikian rupa sehingga tidak melanggar prinsip-prinsip syariah. Al-Omar dan Muhammed Abdel-Haq. Islamic Banking; Theory, Practice & Challenges. Karachi: Oxford University Press. 1996. h. 26-28. 119 Sehingga, jika dilihat secara dengan tinjauan hukum Islam, di Indonesia hanya transaksi sharf yang dinilai sesuai dengan prinsip hukum Islam, sementara transaksi forward, swap dan options dinilai bertentang dengan hukum Islam. Sedangkan di Malaysia, keseluruhan jenis transaksi valuta asing tersebut dinilai tidak bertentang dengan prinsip hukum Islam, hal itu ditunjukkan bahwa secara legal-formal transaksi valuta asing yang diterapkan memiliki landasan hukum pada ilmu fiqh. 4). Dampak yang ditimbulkan Dampak Positif dari implementasi di kedua Negara tersebut masingmasing berbeda. Indonesia yang bersikukuh untuk hanya memperbolehkan penerapan transaksi valuta asing berupa sharf, memang retaif tidak bermasalah dalam hal pro dan kontra tentang putusan hukum. Namun, sisi negatifnya adalah bahwa industry keuangan syariah di Indonesia tidak dapat bersifat responsive terhadap berbagai kebutuhan pasar dan pelaku ekonomi. Selanjutnya, memang akan berdampak pada total asset dari transaksi perbankan syariah. Sedangkan di Malaysia, dikaenakan produk transaksi valuta asing yang derivatif tersebut dapat diberlakukan semua, sehingga kebutuhan pasar dan pelaku ekonomi dapat terakomodasi dengan mudah, serta keperluan 120 likuiditas dapat terselesaikan dengan tanpa masalah, baik bank maupun personal. Denganitu, berarti pula bahwa produk perbankan lebih variatif dan tentunya juga lebih fleksibel. Selanjutnya, sudah jelas hal ini mampu mendorong percepatanpertumbuhan asset perbankan Islam di Malaysia. Meski demikian, dengan implementasi transaksi valuta asing yang semacam ini, berbagai isu hukum selalu mencul karena ini menjadi kontroversi, bukan hanya intern di Malaysia, namun dalam level internasionaldpat berdampak pada imej Malaysia yang dinilai terlalu liberal dalam transaksi keuangan Islam. 121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari diskusi hasil penelitian di depan dapat ditarik kesimpulan sbb: 1. Transaksi Valutas Asing telah ada konsepnya sejak masa Nabi, yakni apa yang dikenal dengan sharf, yakni transaksi penukaran antar mata uang dengan cara on the spot, atau dalam istilah lain, “yadan bi yad wa ‘ainan bi ‘ain” (tangan dengan tangan dan obyek dengan obyek), dalam arti tidak ada penundaan waktu serah terima antar valuta yang dipertukarkan. 2. Di Indonesia, transaksi valuta asing yang dinilai tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam atau prinsip syariah adalah sharf, sementara transaksi forward, swap dan options dinilai bertentangan dengan hukum Islam. 3. Sedangkan di Malaysia, keseluruhan jenis transaksi valuta asing tersebut di atas dinilai tidak bertentang dengan prinsip hukum Islam, hal itu ditunjukkan bahwa secara legal-formal transaksi valuta asing yang diterapkan memiliki landasan hukum pada ilmu fiqh. 4. Sehingga Nampak dari analisa perbandingan di depan, transaksi valuta asing dalam bentuk dalam implementasinya di Indonesia dan Malaysia terdapat persamaan, bahwa akad sharf diterapkan di kedua Negara. Sedangkan perbedaannya, Malaysia memperbolehkan trasaksi valuta asing 122 derivatif, dan mempopulerkan apa yang dikenal dengan Islamic derivative melalui currency exchange ini. 5.2. Rekomendasi Dari hasil penulisan hukum ini, maka penulis dapat memberikan rekomendasi sebagai berikut ; 1. Terkait dengan perkembangan zaman yang semakin pesat dan komplek, haruslah disikapi dengan arif dan bijaksana, agama serta ajaran islam yang terkait dengan persoalan Mu’amalah (hablum minannas) selalu terbuka pintu ijtihad karena didalam Al-Qur’an tidak diatur secara rinci dan jelimet, Al-Qur’an hanya mengatur permasalahan yang global atau garis besarnya saja. ijtihad guna menopang kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat dizaman yang serba modern. Janganlah kita salah langkah didalam mengikutinya yang bisa mengakibatkan mafsadat, karena tujuan dari dibukanya pintu-pintu ijtihad itu sendiri adalah guna kemaslahatan bagi umat islam. 2. Mengenai jual-beli uang janganlah dijadikan ladang pekerjaan untuk berspekulasi (untung-untungan) seperti halnya dalam perjudian, karena tidak diperbolehkan didalam ajaran hukum islam, fungsi dari diciptakannya uang adalah alat untuk pembayaran terhadap barang maupun jasa. Agar jual beli uang itu tidak menjadi dilarang atau diharamkan maka harus dilihat secara seksama mengenai maksud dan tujuan dari jual beli uang itu sendiri. 123 3. Mengenai fatwa hukum atau dasar diperbolehkannya atau mungkin dilarangnya transaksi valuta asing yang berbeda antara Indonesia dan Malaysia, perlu dikembangkan forum-forum untukmelakukan harmonisasi hukum sehingga ke depan akan tercapai kesepakatan terkait status dalam hukum Islam terkait masalah ini khususnya dan masalah keuangan Islam pada umumnya. 124 DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir Muhammad .Hukum Perdata Indonesia, cetakan revisi, PT Citra Aditya Bakti ,Bandung, 2010 Abdul Majid, dalam : Pokok-Pokok Fiqih Muamalah Dalam Hukum Kebendaan Dalam Islam , IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung 1986 Abdul Sattar Fathullah Sa’id, Muamalah Fil Islam , rabitah alam al-islami , makkah Abd Al-Wahhab Khallaf, Ilm Al-Ushul Fiqh, cetakan VII, Dar Al-Qolam lialtibaah wa Al-Annasyr wa al-tauzi’, kairo, 1978 Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions Bahrain, AAOIFI, 2002 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat Islam),cetakan pertama, UII press,yogyakarta,2004. (Hukum Perdata Ahamd Hasan.,penerjemah Saifurrahman Barito, Mata Uang Islami Telaah Komprehensif Sistem keuangan Islam, PT Raja Grafindo Persada, jakarta, 2004 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir : Kamus Arab Indonesia, PP almunawwir, krapyak ,yogyakarta, 1984 Al-Qur’an al kariem Ala’ Eddin Kharofa, Transcations in Islamic law, Kuala Lumpur, AS Noordeen, 1997 Alaudin Al-Kasyani , Badai’ Ash-shanai’ Fi Tartib Asy-Syarai’. Juz v Al Dimyati, dalam I’anah Al Thalibin , Toha Putra , Semarang ,tt Al Jurjani, At Ta’rifat, (Jeddah : Al Haramayn, tanpa tahun). Ali Fikri, Al-Muamalat Al-Madiyah wa Al-Adabiyyah, Musthafa Al-Babiy AlHalabiy, Mesir 1357 Ali Arifin, Membaca Saham,: ANDI, Yogyakarta, 2004 125 Andreas Jobst, ‘Risk Management of Islamic Finance Instruments,’ QFinance, diakses dari www.qfinance.com pada 19 Juli 2012 dalam Asyraf Wajdi Dusuki, Shariah Parameters on Islamic Foreign Exchange Swap as HedgingMechanism in Islamic Finance, paper presented at International Conference on Islamic Perspectives on Management and Finance, University of Leicester; 2nd – 3rd July 2009. AT Hamid, Ketentuan Fiqh dan Ketentuan Hukum yang Kini Berlaku di Lapangan Perikatan, Surabaya: Bina Ilmu, 1983. Azlin Alisa Ahmad, et al, ‘Islamic Forward Exchange Contracts as a Hedging Mechanism: An Analysis of Wa’ad Principle,’ dalam Jurnal International Business Management 6 (1): 47-54, 2012. Business Banking, pada http://www.bankislam.com.my/ 2012 diakses pada 19 Juli Commercial Banking, pada, http://cb.cimbislamic.com. Akses pada 21 Juli 2012 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial,RajaGrafindo Persada, Jakarta: 1993 Developments of Islamic Swaps in Malaysia, Azmi & Associates, Advocates & Solicitor, 2008 Dick K. Nanto The 1997-98 Asian Financial Crisis, CRS Report for Congress, 1998, dalam www.fas.org diakses pada 10 Mei 2012. ‘Global Perspective on Islamic Banking and Insurance’ in New Horizon, AprilJune, 2007. “Transaksi-Valuta-Asing-Menurut-Islam” dalam http://bprsyariah.com/artikel/ 121 Di akses 23 oktober 2011, jam 17.00 Engku Rabiah Adawiah, “Islamic Law Compliance Issues in Sale-Based Financing Structures and as Practiced in Malaysia”, Malayan law Journal (MLJ), 3, 2003, lxix-lxx. Erwandi Tirmidzi, Fiqh Jual Beli Kontemporer (Jual Beli Uang dan Saham), 17 Desember 2010 (11 Muharrom 1432 H), Riyadh, KSA Fatwa Dewan Syariah Nasional no: 28/DSN-MUI/lll/2002 Fiqh Al-Syafi’iyyah , karya indah , jakarta 126 Fuad Al-Omar dan Muhammed Abdel-Haq. Islamic Banking; Theory, Practice & Challenges. Karachi: Oxford University Press. 1996 Global Perspective on Islamic Banking and Insurance’ in New Horizon, AprilJune, 2007, Hamdy hady, valas untuk menejer, penerbit ghalia indah, jakarta 2001 Heli charisma berlianta, Mengenal Valuta Asing, gadjah mada university press, yogyakarta, 2005 Hendi Suhendi,. Fiqh Muamalah, raja grafindo persada, jakarta, 2007 Herman Darmawi, Pasar Finansial Dan Lembaga-Lembaga Finansial, cetakan pertama,bumi angkasa,jakarta, 2006. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, cetakan ketiga, edisi revisi, cv Gaung Persada, Cipayung Ciputat, 2006. Ibn Abidin , Radd Al-Mukhtar Ala Dar Al-Mukhtar, juz IV Ibnu Qudamah , Al-Mugni, jus III Ibnu Taimiyah ,majmu’ al fatawa ,dar al wafa’ (2001) 19,251-252 Ibrahim Anis et al., Al Mu’jamul Wasith, (Kairo : Darul Maarif,1972) Imam Al Ghazali ,Ihya’ Ulumuddin, dar al wafa’, mesir 4/88. Iraj Toutounchian, Islamic Money and Banking; Integrating Money in Capital Theory. Singapore: John Wiley & Sons, 2009. H. 66 dan 72. Market in Islam. Ismail, Keuangan Dan Investasi Syari’ah Sebuah Analisa Ekonomi, sketsa , cetakan pertama . Kharofa, Ala’ Eddin, Transcations in Islamic law, Kuala Lumpur, AS Noordeen, 1997. M daud darmawan, Menenal Bisnis Valuta Asing, pinus , yogyakarta, 2007 M. Umer Chapra, Towards a Just Monetary System, a Discussion of Money, Banking and Monetary Policy in The Light of Islamic Teachings. Leicester: The Islamic Foundation. 1995. Mahmudh Hanafi, Menejemen Keuangan Internasional, cetakan pertama, yogyakarta, BPFE, 2004 127 Mark Jickling, “Causes of the Financial Crisis, Congressional Research Service”7-5700, 2009, hlm. 5-10. Diakses dari situs resmi Federation American Scientist, www.fas.org pada 10 Mei 2012. Masjfuk Zuhdi, Studi Islam jilid III: Muamalah, : Rajawali press, Jakarta 1988 Moh Ghofur,”Dinamika Fatwa-Fatwa MUI Dibidang Ekonomi Keuangan Dan Implikasinya Terhadap Kehidupan Umat Islam” artikel pada pada jurnal syari’ah,“asy syir’ah” vol 41 no 1 tahun 2007. Mohammad Daud Ali,.Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia,cetakan pertama, rajawali pers,jakarta,2009. Mohammad Hashim Kamali, Islamic Commercial law, Kuala Lumpur: Ilmiah Publishers, 2002. Mohammad Nejatullah Siddiqi, Economics Of Tawarruq, How its Mafasid overwhelm theMasalih, A position paper to be presented at the Workshop on Tawarruq: A Methodological issue in Sharī`a-Compliant Finance, February 1, 2007. h.1. dalam http://kantakji.com/fiqh/ Diakses 3 Agustus 2012. Mudrajat Kuncoro, Menejemen Keuangan Internasional, edisi ke dua, yogyakarta, BPFE, 2001. Muhammad Abu Zahrah , Ushul FIqh, Dar Fikri Al-Arabi, 1958 Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj, juz II, Muhammad ‘Ajjaz Al-khathib, Ulum Al-Hadits Ulumuhu Wa Mustholahuhu, Dar Al-Fikr, Beirut, 1989 Muhammad Al-Utsaimin, Abdullah Bin jibrin, Hukum Jual Beli Valuta Asing,diterjemahkan oleh muhammad Iqbal Al-ghazali, islam house, 2010 Muhammad Karim., Kebijakan Fiskal Dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, salemba empat, jakarta, 2002 Muhammad Murtadlo Al-zabidy, Taj’ Al-’Arus,juz9 (t.t), T,tp.:tp Muhammad Yusuf Musa., Al-Amwal Wa Nazariyah Al-Aqd Muhamad Sulhan, Transaksi Valuta Asing (al-sharf) Dalam Prespektif Islam (makalah ), Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. 128 Mustafa Ahmad Zarqa’, Al-Madkhal Al- Fiqh Al-Am, Al-Adib, Damaskus, 19661967 Nana Masduki, Fiqih Muamalah Madiyah (diktat), IAIN Sunan Gunung Djati, bandung, 1987 Niazi, Liaquat Ali Khan, Islamic Law of Contract, Lahore, Dyal Sing Trust Library, 1990 Rachmat Syafei, FIQIH Muamalah,Pustaka Setia, Bandung, 2001 Resolutions of the Securitities Comission Shariah Advisory Council, Securities Commission, Kuala Lumpur: 2006 Saadiah Mohamad, et al, Innovative Islamic Hedging Products:Application Of Wa’d In Malaysian Banks, dalam www.scribd.com Akses 3 Agustus 2012 Saiful Azhar Rosly and Azizi Che Seman, “Juristic Viewpoint on Bai’ al-‘inah, In Malaysia: A Survey” in IIUM Journal of Economics and Management 11, no.1 (2003): 87-111. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, translation, Syaf, Mahyudin, Volume 12, Bandung, PT Al Maarif, 1996. Shariah Resolutions in Islamic Finance. Central Bank of Malaysia, Kuala Lumpur, 2007 Sri handaru yulianti, dan handoyo prasetyo, Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Internasional , edisi revisi, ANDI, yogyakarta,2002 Subekti dan Tjitrosudibyo, kitab undang-undang hukum perdata,Pradnya Paramita, Jakarta, 2009. Sunariyah, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, edisi keenam, UPP STIM YKPN,yogyakarta,2011. Syafii Antonio., Bank Syariah Dari Theory Ke Praktek ,gema insani, jakarta,2001 Syamsudin Muhammad Ar-Ramli, Nihayah Al-Muhtaj, juz 3, Dar Al-fikr, Beirut, 2004, hlm 372. Tarek El-Diwany, Islamic banking and Finance; What It is and What it could be. Bolton- UK: 1st Ethical Charitable Trust,2010. 129 The Fei Ming, Day Trading Valuta Asing, cetakan pertama, elek media komputindo, jakarta, 2001. The Majelle (English translation of Majallah el-Ahkam- I- adliya, terjemah Bahasa Inggris, CR Tyser, Kuala Lumpur: The Other Press, 2003. Wahbah Al-Zuhayli, Financial Transaction in Islamic Jurisprudence. Translation of Al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuh. (Vol .1). Translated by Mahmoud A. El-Gamal. Beirut: Dar al-Fikr, 2003. -----------------, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adilatuh, juz 4, Dar Al Fikr, Damaskus, 1989 Younes Elahi dan Mohd Ismail Abd Aziz, Islamic options (al-Khiyarat); Challenges and opportunities,International Conference on Information and Finance IPEDR vol.21 (2011) © (2011) IACSIT Press, Singapore. Diakases dari www.ipedr.com 19 Juli 2012. Data elektronik http://bprsyariah.com/artikel/121-transaksi-valuta-asing-menurut-islam Di akses 23 oktober 2011, jam 17.00 http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/pasar-modal-definisi-pelaku-jenisdan.html, http://id.shvoong.com/social-sciences/economics/2260833-jenis-jenistransaksi-valuta-asing/ di akses tanggal 13 maret 2012. Jam 10.00 wib. http://bprsyariah.com/artikel/121-transaksi-valuta-asing-menurut-islam, di akses tanggal 12 maret 2012 , jam 13.00 http://strugglemoment.wordpress.com/2010/05/10/kurs-di-indonesiamekanisme-dan-dampaknya, diakses tanggal 15 maret 2012 jam 08,15 wib http://kantakji.com/fiqh/ Diakses 3 Agustus 2012. www.fas.org diakses pada 10 Mei 2012. www.ipedr.com diakses pada 19 juli 2012 www.qfinance.com diakses pada 19 Juli 2012 http://www.bankislam.com.my/ diakses pada 19 Juli 2012 http://cb.cimbislamic.com. Akses pada 21 Juli 2012 www.scribd.com diakses pada 3 agustus 2012 130