pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe two - e

advertisement
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP PEMAHAMAN
KONSEP MATEMATIS SISWA
Mimi Handayani1), Mukhni2), Mirna3)
1)
FMIPA UNP, email : [email protected]
2,3)
Dosen Jurusan Matematika, FMIPA UNP, UNP
Abstract
The ability of understanding mathematical concepts SMP 13 eighth grade students in Padang is still relatively low .
This is due to the learning process that is centered on the teacher . One model of learning that can be used to
improve the understanding of the concept are Two Stay Two Stray ( TSTS ). This study aims to determine the
development of understanding of mathematical concepts Junior High School eighth grade students in the Academic
Year 13 Padang 2013/2014 for cooperative learning model applied TSTS . This type of research is experimental
research using samples of two classes , namely the experimental class and the control class. Experimental class is
the class treated TSTS cooperative learning model class while the untreated control. The study design used was
Randomized Only Control Group Design. The instrument of this study are : ( 1 ) Quiz to see the development of
students' understanding of mathematical concepts. ( 2 ) The final test is test students' understanding of mathematical
concepts. Based on research data, the average value of students learning using cooperative learning model TSTS
better than the average score of students who are not learning to use cooperative learning model TSTS. Thus, it can
be concluded that there are significant TSTS cooperative learning model to understanding mathematical concepts
students.
Keywords - Cooperative Learning Type two stay two stray, Understanding of Mathematical Concepts Students
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu universal yang
memegang peranan penting dalam perkembangan
teknologi, sains dan pengembangan daya fikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Pentingnya peranan
matematika menjadikan pelajaran matematika diajarkan di
setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga
sekolah
menengah.
Karena
itu,
siswa
dapat
mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur,
dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun demikian, matematika termasuk salah satu
bidang studi yang sulit dipahami oleh sebagian siswa,
sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
belajar matematika.
Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, setiap
mata pelajaran memiliki tujuan tertentu, begitu juga
dengan pelajaran matematika. Tujuan pembelajaran
matematika menurut [1], siswa diharapkan dapat memiliki
kemampuan sebagai berikut: (a) Memahami konsep
matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (b)
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, (c) Memecahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model
matematika,
menyelesaikan
model
dan
menafsirkan
solusi
yang
diperoleh,
(d)
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah, dan (e) Memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru
matematika mempunyai peranan penting dalam
tercapainya kelima tujuan pembelajaran matematika di
atas. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika
tersebut untuk dapat menguasai matematika dengan baik
perlu diketahui dan dipahami konsep yang ada dalam
pembelajaran matematika.
Belajar matematika pada dasarnya adalah belajar
konsep. Menurut [2] , Konsep adalah ide (abstrak) yang
dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk
mengelompokkan/ menggolongkan sesuatu objek.
Sedangkan menurut [3] Konsep adalah ide abstrak yang
memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke
dalam contoh dan non contoh.
Pemahaman berasal dari kata dasar paham, yang
berati mengerti benar. Seseorang dapat dikatakan paham
terhadap suatu hal, apabila orang tersebut mengerti benar
dan mampu menjelaskan suatu hal yang dipahaminya.
Sehingga pemahaman konsep matematika adalah mengerti
56
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60
benar tentang konsep matematika. Dengan menguasai
konsep matematika, siswa dapat mengaplikasikannya
dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 14-19
Oktober 2013 di kelas VIII SMP Negeri 13 Padang,
proses pembelajaran matematika masih didominasi oleh
guru. Guru secara aktif mengajarkan matematika,
kemudian memberi contoh dan latihan. Pada saat
pembelajaran, siswa menampakkan sikap kurang
bergairah, kurang bersemangat, kurang siap mengikuti
pembelajaran, suasana kurang aktif, interaksi antara guru
dengan siswa sangat kurang apalagi antara siswa dengan
siswa, siswa cenderung pasif dan hanya menerima apa
saja yang diberikan guru. Motivasi belajar siswa yang
masih rendah dalam mengikuti pelajaran selama ini
diduga sebagai penyebab sehingga tingkat penguasaan
siswa pada konsep/materi “operasi hitung bentuk aljabar”
diajarkan masih rendah.
Rendahnya pemahaman konsep matematis siswa
juga dapat dilihat pada Gambar 1. Jawaban salah seorang
siswa pada ulangan harian 1 mengenai operasi hitung
bentuk aljabar.
Gambar 1. Contoh jawaban salah seorang siswa pada ulangan
harian 1 tentang operasi hitung bentuk aljabar
Berdasarkan Gambar 1. di atas dapat dilihat
bahwa siswa masih belum mampu melakukan operasi
hitung bentuk aljabar. Pada soal di atas, siswa keliru
dalam melakukan perkalian aljabar. Siswa melakukan
perkalian seperti perkalian ke bawah biasa. Padahal
seharusnya siswa harus mengalikan setiap suku yang ada
dalam setiap tanda kurung. Hal ini membuktikan bahwa
pemahaman konsep matematis siswa masih rendah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pemahaman konsep matematis dan mutu pendidikan
sekolah diantaranya adalah dengan menerapkan model
pembelajaran yang baru. Model pembelajaran adalah cara
yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar
dengan berbagai variasi sehingga siswa terhindar dari rasa
bosan dan tercipta suasana yang nyaman dan
menyenangkan. Dalam interaksi belajar mengajar terdapat
berbagai macam model pembelajaran yang bertujuan agar
proses belajar mengajar dapat berjalan baik. Hal ini juga
bertujuan untuk menciptakan proses belajar mengajar
yang aktif serta memungkinkan timbulnya rasa tanggung
jawab siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar
secara menyeluruh.
Model penyampaian masalah sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan siswa dalam mempelajari pokok
bahasan tertentu. Bisa dikatakan bahwa ini merupakan
kemasan yang dibuat untuk membungkus materi agar
lebih mudah dipahami, menarik, tidak menjenuhkan
sehingga tujuan dari pengajaran yang dilakukan dapat
tercapai. Model pembelajaran biasanya dijadikan sebagai
parameter untuk melihat sejauh mana siswa dapat
menerima dan menerapkan materi yang disampaikan guru
dengan mudah dan menyenangkan dengan model yang
diterapkan.
Proses pengajaran yang baik adalah yang dapat
menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dengan
adanya komunikasi dua arah antara guru dengan peserta
didik yang tidak hanya menekan pada apa yang dipelajari
tetapi menekan bagaimana ia harus belajar. Salah satu
model pembelajaran yang potensial untuk diterapkan
adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling
berinteraksi [4]. Penerapan model pembelajaran yang
bervariasi akan mengatasi kejenuhan siswa sehingga dapat
dikatakan bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh
terhadap tingkat pemahaman siswa.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang
dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep
adalah adalah Two Stay Two Stray (TSTS). Struktur TSTS
memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi
hasil dan informasi dengan kelompok lain. Roger dan
David Johnson dalam [5] mengatakan bahwa tidak semua
belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam
model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima
unsur tersebut adalah: (1) saling ketergantungan positif,
(2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4)
komunikasi antar kelompok, (5) evaluasi proses
kelompok. Pada saat anggota kelompok bertamu ke
kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran
informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat
kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap
muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik
dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa
tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan
Adapun langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS menurut [6] adalah (1) Siswa bekerja
sama dalam kelompok berempat seperti biasa. (2) Setelah
selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu
ke kelompok yang lain. (3) Dua siswa yang tinggal dalam
kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.(4) Tamu mohon diri dan kembali
ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan
mereka dari kelompok lain. (5) Kelompok mencocokkan
dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Berdasarkan permasalahan di atas maka
dilakukan suatu penelitian yang dapat membantu siswa
dalam memahami konsep matematis. Agar sampai pada
sasaran yang dimaksud, maka dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini, yaitu Apakah terdapat pengaruh
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap
pemahaman konsep matematis siswa.
Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep
menurut [7] antara lain: (a) Menyatakan ulang sebuah
57
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60
konsep, (b) Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat
tertentu (sesuai dengan konsepnya), (c) Memberi contoh
dan bukan contoh dari konsep, (d) Menyajikan konsep
dalam berbagai bentuk repsentasi matematis, (e)
Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu
konsep, (f) Menggunakan dan memanfaatkan serta
memilih
prosedur
atau
operasi
tertentu,
(g)
Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan
masalah.
Indikator pemahaman konsep yang digunakan
dalam penelitian ini yakni menyatakan ulang sebuah
konsep, kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan
objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan
konsepnya) dan menggunakan, memanfaatkan, serta
memilih prosedur ataupun operasi tertentu. Hipotesis
dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep siswa
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS lebih baik dari pemahaman konsep matematis siswa
dengan pembelajaran konvensional.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen.
Sesuai dengan jenis penelitian tersebut, maka peneliti
menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas
kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang sengaja
diberi seperangkat perlakuan yaitu penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS, sedangkan kelas
kontrol tidak diberikan perlakuan tersebut.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah
Randomized Control Group Only Design. Populasi
penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 13
Padang. Pemilihan sampel dilakukan secara acak karena
semua kelas memiliki kesamaan rata-rata. Pengambilan
kelas sampel menggunakan undian gulungan kertas.
Pengambilan pertama untuk kelas eksperimen dan
pengambilan kedua untuk kelas kontrol. Berdasarkan
pengundian, kelas yang terambil sebagai sampel adalah
VIII6 sebagai kelas eksperimen dan VIII8 sebagai kelas
kontrol.
Variabel penelitian ini adalah variabel bebas yaitu
pembelajaran
menggunakan
model
pembelajaran
kooperatif tipe TSTS untuk kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Variabel
terikat yaitu pemahaman konsep matematis siswa selama
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dan pemahaman konsep siswa selama menggunakan
pembelajaran konvensional.
Data primer adalah berupa hasil tes akhir yang
menunjukkan pemahaman konsep matematis siswa, dan
data sekunder yaitu nilai ulangan harian 1 matematika
siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Padang yang terdaftar
Tahun Pelajaran 2013/2014.
Prosedur penelitian dibagi atas tiga tahap, yaitu
tahap persiapan yang terdiri dari : (a) melaksanakan
observasi, (b) mempersiapkan surat izin penelitian, (c)
menentukan populasi dan sampel, (d) mempertsiapkan
perangkat, (e)menyusun kisi–kisi soal, (f) mempersiapkan
instrumen penelitian, (g) menetapkan jadwal penelitian,
(g) membagi siswa dalam kelompok heterogen, tahap
pelaksanaan dan tahap akhir yang terdiri dari (a)
memberikan tes akhir, (b) mengolah data, (c) menarik
kesimpulan.
Untuk mengukur pemahaman konsep matematis
siswa, penelitian ini menggunakan rubrik analitik skala 4.
Menurut [8], Rubrik analitik adalah pedoman untuk
menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan.
Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa
kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada
kriteria yang mana
Instrumen penelitian berupa kuis dan tes akhir.
Perkembangan pemahan konsep matematis siswa dilihat
dari kuis yang dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan.
Sedangkan untuk memperoleh data tentang pemahaman
konsep siswa, maka dalam penelitian ini diberikan soal tes
akhir yang berbentuk essay dan diberikan di akhir
penelitian.
Teknik analisis data kuis dengan melihat rata–rata
nilai kuis dan ketuntasan siswa, sedangkan tes akhir dalam
pengujian hipotesis menggunakan uji-t. Uji-t dilakukan
dengan bantuan software Minitab. Pengujian dilakukan
untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian yang
diajukan diterima atau ditolak. Hipotesis penelitian ini
adalah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa
kelas VIII SMPN 13 Padang yang belajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
lebih baik dari siswa yang menggunakan pembelajaran
konvesional.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII6 dan VIII8
SMPN 13 Padang pada tanggal 15 - 29 November 2013.
Materi yang diujikan berupa materi yang diberikan selama
penelitian berlangsung yaitu SPLDV.
Berdasarkan rata-rata nilai kuis siswa pada setiap
pertemuan dapat dilihat perkembangan pemahaman
konsep matematis pada Tabel I berikut :
Tabel I.
RATA-RATA NILAI KUIS SISWA
Kuis
I
II
III
IV
V
VI
Ratarata
87,4
86,65
93,33
85,83
92,5
94,17
Pada Tabel I dapat dilihat terjadi peningkatan dan
penurunan rata-rata nilai kuis. Nilai kuis tertinggi terdapat
pada pertemuan ke VI. Sedangkan nilai kuis terendah
terdapat pada pertemuan IV, hal ini disebabkan karena
materi yang dipelajari lebih sulit dari pada materi yang
lain. Materi pada pertemuan VI adalah menyelesaikan
masalah sehari-hari dengan menggunakan SPLDV,
sedangkan materi pada pertemuan IV adalah metode
eliminasi. Hal ini dapat dilihat dari contoh jawaban salah
seorang siswa pada Gambar 2 berikut ini:
58
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60
Data pemahaman konsep siswa pada tes akhir
yang dilakukan, dianálisis terhadap masing-masing item
soal tes akhir. Berdasarkan hasil tes akhir yang dikerjakan
siswa, dapat dilihat pemahaman konsep yang dimiliki
setiap siswa. Tes akhir dianálisis dengan menggunakan
skor dan rubrik pemahaman konsep dengan skala 1
sampai 4. Hasil pemahaman konsep matematis siswa pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada
Tabel IV dan Tabel V
TABEL IV
PERSENTASE PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS
EKSPERIMEN
Gambar 2. Contoh jawaban kuis salah seorang siswa
Berdasarkan Gambar 2 di atas, dapat dilihat
kesalahan yang banyak dibuat siswa pada pertemuan IV
terletak pada proses mengeliminasi. Sebagian besar siswa
keliru dalam menggunakan tanda operasi hitung sehingga
nilai rata-rata kuis siswa menjadi rendah.
Selain pada nilai rata-rata kuis siswa,
perkembangan pemahaman konsep matematis siswa juga
dapat dilihat dari persentase jumlah siswa yang tuntas
untuk setiap kuis yang diberikan pada Tabel II berikut :
Indikator
No.
Soal
1
2
3
4
A
1
3,33
13,33
13,33
70,00
B
2
6,67
0
23,33
70,00
3
3,33
10,00
16,67
46,67
4
6,67
23,.33
10,00
60,00
5
3,33
20,00
6,67
70,00
6
0
23,33
10,00
66,67
C
Tabel II
No. Soal
7
6,67
0
13,33
80,00
8
10,00
16,67
23,33
50,00
PERSENTASE JUMLAH SISWA YANG TUNTAS PADA KUIS
Kuis
I
Siswa yang
73,33
tuntas (%)
II
III
IV
V
VI
83,33
86,67
76,67
90
TABEL V
PERSENTASE PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS
KONTROL
90
Berdasarkan Tabel II di atas dapat dilihat bahwa
terjadi peningkatan dan penurunan ketuntasan berdasarkan
KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Presentase
terbesar terdapat pada pertemuan V dan VI. Hal ini
menandakan bahwa terjadi peningkatan pemahaman
konsep matematis siswa.
Data pemahaman konsep siswa diperoleh setelah
diberikan tes akhir kepada kedua kelas sampel, yaitu kelas
VIII6 dan VIII8. Pelaksanaan tes akhir diikuti oleh semua
siswa dari kelas eksperimen yaitu 30 orang siswa dan 28
orang siswa dari kelas kontrol. Data hasil tes akhir pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada
Tabel III.
Tabel III
HASIL TES AKHIR KELAS SAMPEL
Kelas Sampel
N
x
maks
x
min
x
Presentase
Ketuntasan
Eksperimen
30
100
58
83,16
73,33
Kontrol
28
87,75
31,5
59.17
25
Berdasarkan Tabel III terlihat bahwa rata-rata
nilai tes akhir kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan
rata-rata nilai tes akhir kelas control. Jumlah siswa yang
tuntas pada kelas eksperimen juga lebih banyak
dibandingkan jumlah siswa kelas kontrol.
Indikator
No.
Soal
Presentase Jumlah Siswa Sesuai Skala
1
2
3
4
A
1
14,28
17,85
35,71
32,14
B
2
25,00
42,87
21,428
10,71
3
25,00
35,71
14,285
25,00
4
14,28
5
35,71
4
21,42
8
25,00
60,71
3,571
21,42
39,28
3,571
21,42
46,42
3,571
28,57
14,28
25,00
35,71
21,42
8
32,14
32,142
14,28
C
5
6
7
8
Keterangan :
Indikator A : Menyatakan ulang sebuah konsep.
Indikator B : Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat
tertentu (sesuai dengan konsepnya).
Indikator C : Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih
prosedur atau operasi tertentu.
Dari Tabel IV dan Tabel V dapat dilihat bahwa
pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada kelas
eksperimen lebih baik dibandingkan pemahaman konsep
yang dimiliki siswa pada kelas kontrol. Interpretasi
pemahaman konsep matematis siswa dapat dilihat sebagai
berikut: Pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada
59
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60
kelas eksperimen untuk skala 1 (tidak memuaskan)
berkisar pada 0% - 10%, untuk skala 2 (kurang
memuaskan) berkisar pada 0% - 23,33%, untuk skala 3
(memuaskan) berkisar pada 6,67% - 23,33%, dan untuk
skala 4 (superior) berkisar pada 46,67% - 80%.
Pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada kelas
kontrol untuk skala 1 (tidak memuaskan) berkisar pada
14,285% - 35,714%, untuk skala 2 (kurang memuaskan)
berkisar pada 14,285% - 60,714%, untuk skala 3
(memuaskan) berkisar pada 3,571% - 35,714%, dan untuk
skala 4 (superior) berkisar pada 10,714% - 39,285%.
Bila Tabel IV dan Tabel V dikelompokkan
berdasarkan tingkat kepuasan dimana skala 1 (tidak
memuaskan dan skala 2 ( kurang memuaskan) digabung
menjadi kurang memuaskan dan skala 3 (memuaskan) dan
skala 4 (superior) menjadi memuaskan maka dapat
diperoleh data pada Tabel VI Tabel VII berikut :
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
peneliti menyarankan beberapa hal antara lain: (1) Guru
matematika di SMP Negeri 13 Padang diharapkan dapat
menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dalam pembelajaran untuk
meningkatkan pemahaman konsep siswa, (2) Sebaiknya
alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksanaan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS tidak singkat. Sebab
teknik ini membutuhkan banyak waktu untuk
mengembangkan pemahaman konsep matematis siswa
Berdasarkan tabel VI dan Tabel VII dapat dilihat
bahwa hasil tes akhir siswa secara menyeluruh untuk
kelas eksperimen lebih memuaskan dari pada kelas
kontro. Hal ini membuktikan bahwa hasil belajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik
daripada pembelajaran konvensional.
[7] Wardhani, Sri. 2010. Teknik Pengembangan
Instrumen Penilaian Hasil Belajar
Matematika Di SMP/MTs. Yogyakarta:
Depdiknas.
[8] Iryanti, Puji. (2004). Penilaian Unjuk Kerja.
Yogyakarta: Depdiknas.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Tim Depdiknas. 2006. KTSP. Standar Isi dan
Standar Kompetensi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama
Tabel VI
TINGKAT KEPUASAN HASIL TES AKHIR SISWA KELAS EKSPERIMEN
[2] Wardani, Sri. (2008). Analisis SI dan SKL Mata
No. soal
Indikator
Kurang
Memuaskan
Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk
memuaskan
Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran
1
A
16,66
73,33
Matematika. Yogyakarta: Depdiknas
2
B
6,67
93,33
[3] Suherman, Erman, dkk.2003. Strategi
3
C
24,55
75,54
Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Tabel VII
[4] Rusman. 2011. Model- Model Pembelajaran.
TINGKAT KEPUASAN HASIL TES AKHIR SISWA KELAS KONTROL
Jakarta: Raja Gravindo Persada.
No. soal
Indikator
Kurang
Memuaskan
[5]
Lie,
Anita.
2008. Cooperative Learning. Jakarta:
memuaskan
1
A
32,13
67,87
Grasindo Muliyardi. 2003. Strategi
Pembelajaran Matematika, Padang: UNP
2
B
67,87
32,13
[6] Miftahul, Huda. 2011. Cooperative Learning.
3
C
61,89
38,11
Yokyakarta : Pustaka Pelajar.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
diperoleh data bahwa hasil tes akhir matematika siswa
yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
pada siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Padang menjadi
lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Hal ini
disebabkan dalam pembelajaran yang menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS siswa dituntut
untuk aktif dan saling bekerjasama dengan kelompoknya.
Dengan bantuan yang diberikan maka siswa dapat dengan
mudah memahami konsep sehingga dapat membangun
sendiri pengetahuannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS terhadap pemahaman konsep matematis siswa.
60
Download