Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA Mimi Handayani1), Mukhni2), Mirna3) 1) FMIPA UNP, email : [email protected] 2,3) Dosen Jurusan Matematika, FMIPA UNP, UNP Abstract The ability of understanding mathematical concepts SMP 13 eighth grade students in Padang is still relatively low . This is due to the learning process that is centered on the teacher . One model of learning that can be used to improve the understanding of the concept are Two Stay Two Stray ( TSTS ). This study aims to determine the development of understanding of mathematical concepts Junior High School eighth grade students in the Academic Year 13 Padang 2013/2014 for cooperative learning model applied TSTS . This type of research is experimental research using samples of two classes , namely the experimental class and the control class. Experimental class is the class treated TSTS cooperative learning model class while the untreated control. The study design used was Randomized Only Control Group Design. The instrument of this study are : ( 1 ) Quiz to see the development of students' understanding of mathematical concepts. ( 2 ) The final test is test students' understanding of mathematical concepts. Based on research data, the average value of students learning using cooperative learning model TSTS better than the average score of students who are not learning to use cooperative learning model TSTS. Thus, it can be concluded that there are significant TSTS cooperative learning model to understanding mathematical concepts students. Keywords - Cooperative Learning Type two stay two stray, Understanding of Mathematical Concepts Students PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu universal yang memegang peranan penting dalam perkembangan teknologi, sains dan pengembangan daya fikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif. Pentingnya peranan matematika menjadikan pelajaran matematika diajarkan di setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Karena itu, siswa dapat mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, matematika termasuk salah satu bidang studi yang sulit dipahami oleh sebagian siswa, sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional, setiap mata pelajaran memiliki tujuan tertentu, begitu juga dengan pelajaran matematika. Tujuan pembelajaran matematika menurut [1], siswa diharapkan dapat memiliki kemampuan sebagai berikut: (a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam proses pembelajaran di kelas, guru matematika mempunyai peranan penting dalam tercapainya kelima tujuan pembelajaran matematika di atas. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut untuk dapat menguasai matematika dengan baik perlu diketahui dan dipahami konsep yang ada dalam pembelajaran matematika. Belajar matematika pada dasarnya adalah belajar konsep. Menurut [2] , Konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan/ menggolongkan sesuatu objek. Sedangkan menurut [3] Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Pemahaman berasal dari kata dasar paham, yang berati mengerti benar. Seseorang dapat dikatakan paham terhadap suatu hal, apabila orang tersebut mengerti benar dan mampu menjelaskan suatu hal yang dipahaminya. Sehingga pemahaman konsep matematika adalah mengerti 56 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60 benar tentang konsep matematika. Dengan menguasai konsep matematika, siswa dapat mengaplikasikannya dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 14-19 Oktober 2013 di kelas VIII SMP Negeri 13 Padang, proses pembelajaran matematika masih didominasi oleh guru. Guru secara aktif mengajarkan matematika, kemudian memberi contoh dan latihan. Pada saat pembelajaran, siswa menampakkan sikap kurang bergairah, kurang bersemangat, kurang siap mengikuti pembelajaran, suasana kurang aktif, interaksi antara guru dengan siswa sangat kurang apalagi antara siswa dengan siswa, siswa cenderung pasif dan hanya menerima apa saja yang diberikan guru. Motivasi belajar siswa yang masih rendah dalam mengikuti pelajaran selama ini diduga sebagai penyebab sehingga tingkat penguasaan siswa pada konsep/materi “operasi hitung bentuk aljabar” diajarkan masih rendah. Rendahnya pemahaman konsep matematis siswa juga dapat dilihat pada Gambar 1. Jawaban salah seorang siswa pada ulangan harian 1 mengenai operasi hitung bentuk aljabar. Gambar 1. Contoh jawaban salah seorang siswa pada ulangan harian 1 tentang operasi hitung bentuk aljabar Berdasarkan Gambar 1. di atas dapat dilihat bahwa siswa masih belum mampu melakukan operasi hitung bentuk aljabar. Pada soal di atas, siswa keliru dalam melakukan perkalian aljabar. Siswa melakukan perkalian seperti perkalian ke bawah biasa. Padahal seharusnya siswa harus mengalikan setiap suku yang ada dalam setiap tanda kurung. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman konsep matematis siswa masih rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman konsep matematis dan mutu pendidikan sekolah diantaranya adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang baru. Model pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar dengan berbagai variasi sehingga siswa terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana yang nyaman dan menyenangkan. Dalam interaksi belajar mengajar terdapat berbagai macam model pembelajaran yang bertujuan agar proses belajar mengajar dapat berjalan baik. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan proses belajar mengajar yang aktif serta memungkinkan timbulnya rasa tanggung jawab siswa untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar secara menyeluruh. Model penyampaian masalah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam mempelajari pokok bahasan tertentu. Bisa dikatakan bahwa ini merupakan kemasan yang dibuat untuk membungkus materi agar lebih mudah dipahami, menarik, tidak menjenuhkan sehingga tujuan dari pengajaran yang dilakukan dapat tercapai. Model pembelajaran biasanya dijadikan sebagai parameter untuk melihat sejauh mana siswa dapat menerima dan menerapkan materi yang disampaikan guru dengan mudah dan menyenangkan dengan model yang diterapkan. Proses pengajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dengan adanya komunikasi dua arah antara guru dengan peserta didik yang tidak hanya menekan pada apa yang dipelajari tetapi menekan bagaimana ia harus belajar. Salah satu model pembelajaran yang potensial untuk diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi [4]. Penerapan model pembelajaran yang bervariasi akan mengatasi kejenuhan siswa sehingga dapat dikatakan bahwa model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman konsep adalah adalah Two Stay Two Stray (TSTS). Struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Roger dan David Johnson dalam [5] mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (1) saling ketergantungan positif, (2) tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar kelompok, (5) evaluasi proses kelompok. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa dimana akan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun antar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS menurut [6] adalah (1) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa. (2) Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain. (3) Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.(4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. (5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Berdasarkan permasalahan di atas maka dilakukan suatu penelitian yang dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematis. Agar sampai pada sasaran yang dimaksud, maka dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap pemahaman konsep matematis siswa. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep menurut [7] antara lain: (a) Menyatakan ulang sebuah 57 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60 konsep, (b) Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), (c) Memberi contoh dan bukan contoh dari konsep, (d) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk repsentasi matematis, (e) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, (f) Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi tertentu, (g) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini yakni menyatakan ulang sebuah konsep, kemampuan siswa dalam mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya) dan menggunakan, memanfaatkan, serta memilih prosedur ataupun operasi tertentu. Hipotesis dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dari pemahaman konsep matematis siswa dengan pembelajaran konvensional. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Sesuai dengan jenis penelitian tersebut, maka peneliti menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang sengaja diberi seperangkat perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, sedangkan kelas kontrol tidak diberikan perlakuan tersebut. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Padang. Pemilihan sampel dilakukan secara acak karena semua kelas memiliki kesamaan rata-rata. Pengambilan kelas sampel menggunakan undian gulungan kertas. Pengambilan pertama untuk kelas eksperimen dan pengambilan kedua untuk kelas kontrol. Berdasarkan pengundian, kelas yang terambil sebagai sampel adalah VIII6 sebagai kelas eksperimen dan VIII8 sebagai kelas kontrol. Variabel penelitian ini adalah variabel bebas yaitu pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS untuk kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. Variabel terikat yaitu pemahaman konsep matematis siswa selama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pemahaman konsep siswa selama menggunakan pembelajaran konvensional. Data primer adalah berupa hasil tes akhir yang menunjukkan pemahaman konsep matematis siswa, dan data sekunder yaitu nilai ulangan harian 1 matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Padang yang terdaftar Tahun Pelajaran 2013/2014. Prosedur penelitian dibagi atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan yang terdiri dari : (a) melaksanakan observasi, (b) mempersiapkan surat izin penelitian, (c) menentukan populasi dan sampel, (d) mempertsiapkan perangkat, (e)menyusun kisi–kisi soal, (f) mempersiapkan instrumen penelitian, (g) menetapkan jadwal penelitian, (g) membagi siswa dalam kelompok heterogen, tahap pelaksanaan dan tahap akhir yang terdiri dari (a) memberikan tes akhir, (b) mengolah data, (c) menarik kesimpulan. Untuk mengukur pemahaman konsep matematis siswa, penelitian ini menggunakan rubrik analitik skala 4. Menurut [8], Rubrik analitik adalah pedoman untuk menilai berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan. Dengan menggunakan rubrik ini dapat dianalisa kelemahan dan kelebihan seorang siswa terletak pada kriteria yang mana Instrumen penelitian berupa kuis dan tes akhir. Perkembangan pemahan konsep matematis siswa dilihat dari kuis yang dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan. Sedangkan untuk memperoleh data tentang pemahaman konsep siswa, maka dalam penelitian ini diberikan soal tes akhir yang berbentuk essay dan diberikan di akhir penelitian. Teknik analisis data kuis dengan melihat rata–rata nilai kuis dan ketuntasan siswa, sedangkan tes akhir dalam pengujian hipotesis menggunakan uji-t. Uji-t dilakukan dengan bantuan software Minitab. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian yang diajukan diterima atau ditolak. Hipotesis penelitian ini adalah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMPN 13 Padang yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik dari siswa yang menggunakan pembelajaran konvesional. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII6 dan VIII8 SMPN 13 Padang pada tanggal 15 - 29 November 2013. Materi yang diujikan berupa materi yang diberikan selama penelitian berlangsung yaitu SPLDV. Berdasarkan rata-rata nilai kuis siswa pada setiap pertemuan dapat dilihat perkembangan pemahaman konsep matematis pada Tabel I berikut : Tabel I. RATA-RATA NILAI KUIS SISWA Kuis I II III IV V VI Ratarata 87,4 86,65 93,33 85,83 92,5 94,17 Pada Tabel I dapat dilihat terjadi peningkatan dan penurunan rata-rata nilai kuis. Nilai kuis tertinggi terdapat pada pertemuan ke VI. Sedangkan nilai kuis terendah terdapat pada pertemuan IV, hal ini disebabkan karena materi yang dipelajari lebih sulit dari pada materi yang lain. Materi pada pertemuan VI adalah menyelesaikan masalah sehari-hari dengan menggunakan SPLDV, sedangkan materi pada pertemuan IV adalah metode eliminasi. Hal ini dapat dilihat dari contoh jawaban salah seorang siswa pada Gambar 2 berikut ini: 58 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60 Data pemahaman konsep siswa pada tes akhir yang dilakukan, dianálisis terhadap masing-masing item soal tes akhir. Berdasarkan hasil tes akhir yang dikerjakan siswa, dapat dilihat pemahaman konsep yang dimiliki setiap siswa. Tes akhir dianálisis dengan menggunakan skor dan rubrik pemahaman konsep dengan skala 1 sampai 4. Hasil pemahaman konsep matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel IV dan Tabel V TABEL IV PERSENTASE PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS EKSPERIMEN Gambar 2. Contoh jawaban kuis salah seorang siswa Berdasarkan Gambar 2 di atas, dapat dilihat kesalahan yang banyak dibuat siswa pada pertemuan IV terletak pada proses mengeliminasi. Sebagian besar siswa keliru dalam menggunakan tanda operasi hitung sehingga nilai rata-rata kuis siswa menjadi rendah. Selain pada nilai rata-rata kuis siswa, perkembangan pemahaman konsep matematis siswa juga dapat dilihat dari persentase jumlah siswa yang tuntas untuk setiap kuis yang diberikan pada Tabel II berikut : Indikator No. Soal 1 2 3 4 A 1 3,33 13,33 13,33 70,00 B 2 6,67 0 23,33 70,00 3 3,33 10,00 16,67 46,67 4 6,67 23,.33 10,00 60,00 5 3,33 20,00 6,67 70,00 6 0 23,33 10,00 66,67 C Tabel II No. Soal 7 6,67 0 13,33 80,00 8 10,00 16,67 23,33 50,00 PERSENTASE JUMLAH SISWA YANG TUNTAS PADA KUIS Kuis I Siswa yang 73,33 tuntas (%) II III IV V VI 83,33 86,67 76,67 90 TABEL V PERSENTASE PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA KELAS KONTROL 90 Berdasarkan Tabel II di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan dan penurunan ketuntasan berdasarkan KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 75. Presentase terbesar terdapat pada pertemuan V dan VI. Hal ini menandakan bahwa terjadi peningkatan pemahaman konsep matematis siswa. Data pemahaman konsep siswa diperoleh setelah diberikan tes akhir kepada kedua kelas sampel, yaitu kelas VIII6 dan VIII8. Pelaksanaan tes akhir diikuti oleh semua siswa dari kelas eksperimen yaitu 30 orang siswa dan 28 orang siswa dari kelas kontrol. Data hasil tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel III. Tabel III HASIL TES AKHIR KELAS SAMPEL Kelas Sampel N x maks x min x Presentase Ketuntasan Eksperimen 30 100 58 83,16 73,33 Kontrol 28 87,75 31,5 59.17 25 Berdasarkan Tabel III terlihat bahwa rata-rata nilai tes akhir kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan rata-rata nilai tes akhir kelas control. Jumlah siswa yang tuntas pada kelas eksperimen juga lebih banyak dibandingkan jumlah siswa kelas kontrol. Indikator No. Soal Presentase Jumlah Siswa Sesuai Skala 1 2 3 4 A 1 14,28 17,85 35,71 32,14 B 2 25,00 42,87 21,428 10,71 3 25,00 35,71 14,285 25,00 4 14,28 5 35,71 4 21,42 8 25,00 60,71 3,571 21,42 39,28 3,571 21,42 46,42 3,571 28,57 14,28 25,00 35,71 21,42 8 32,14 32,142 14,28 C 5 6 7 8 Keterangan : Indikator A : Menyatakan ulang sebuah konsep. Indikator B : Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya). Indikator C : Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu. Dari Tabel IV dan Tabel V dapat dilihat bahwa pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada kelas kontrol. Interpretasi pemahaman konsep matematis siswa dapat dilihat sebagai berikut: Pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada 59 Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 56-60 kelas eksperimen untuk skala 1 (tidak memuaskan) berkisar pada 0% - 10%, untuk skala 2 (kurang memuaskan) berkisar pada 0% - 23,33%, untuk skala 3 (memuaskan) berkisar pada 6,67% - 23,33%, dan untuk skala 4 (superior) berkisar pada 46,67% - 80%. Pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada kelas kontrol untuk skala 1 (tidak memuaskan) berkisar pada 14,285% - 35,714%, untuk skala 2 (kurang memuaskan) berkisar pada 14,285% - 60,714%, untuk skala 3 (memuaskan) berkisar pada 3,571% - 35,714%, dan untuk skala 4 (superior) berkisar pada 10,714% - 39,285%. Bila Tabel IV dan Tabel V dikelompokkan berdasarkan tingkat kepuasan dimana skala 1 (tidak memuaskan dan skala 2 ( kurang memuaskan) digabung menjadi kurang memuaskan dan skala 3 (memuaskan) dan skala 4 (superior) menjadi memuaskan maka dapat diperoleh data pada Tabel VI Tabel VII berikut : Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan beberapa hal antara lain: (1) Guru matematika di SMP Negeri 13 Padang diharapkan dapat menerapkan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dalam pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, (2) Sebaiknya alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS tidak singkat. Sebab teknik ini membutuhkan banyak waktu untuk mengembangkan pemahaman konsep matematis siswa Berdasarkan tabel VI dan Tabel VII dapat dilihat bahwa hasil tes akhir siswa secara menyeluruh untuk kelas eksperimen lebih memuaskan dari pada kelas kontro. Hal ini membuktikan bahwa hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih baik daripada pembelajaran konvensional. [7] Wardhani, Sri. 2010. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika Di SMP/MTs. Yogyakarta: Depdiknas. [8] Iryanti, Puji. (2004). Penilaian Unjuk Kerja. Yogyakarta: Depdiknas. DAFTAR PUSTAKA [1] Tim Depdiknas. 2006. KTSP. Standar Isi dan Standar Kompetensi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Tabel VI TINGKAT KEPUASAN HASIL TES AKHIR SISWA KELAS EKSPERIMEN [2] Wardani, Sri. (2008). Analisis SI dan SKL Mata No. soal Indikator Kurang Memuaskan Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk memuaskan Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran 1 A 16,66 73,33 Matematika. Yogyakarta: Depdiknas 2 B 6,67 93,33 [3] Suherman, Erman, dkk.2003. Strategi 3 C 24,55 75,54 Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Tabel VII [4] Rusman. 2011. Model- Model Pembelajaran. TINGKAT KEPUASAN HASIL TES AKHIR SISWA KELAS KONTROL Jakarta: Raja Gravindo Persada. No. soal Indikator Kurang Memuaskan [5] Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: memuaskan 1 A 32,13 67,87 Grasindo Muliyardi. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika, Padang: UNP 2 B 67,87 32,13 [6] Miftahul, Huda. 2011. Cooperative Learning. 3 C 61,89 38,11 Yokyakarta : Pustaka Pelajar. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data bahwa hasil tes akhir matematika siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Padang menjadi lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS siswa dituntut untuk aktif dan saling bekerjasama dengan kelompoknya. Dengan bantuan yang diberikan maka siswa dapat dengan mudah memahami konsep sehingga dapat membangun sendiri pengetahuannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap pemahaman konsep matematis siswa. 60