BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja Menurut WHO, remaja dimulai pada usia 10-24 tahun. Remaja merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang mencangkup fisik dan psikologis (Sarwono, 2006). Remaja secara biologis dapat menjadi ayah atau ibu tetapi belum siap untuk menyandang tanggung jawab sebagai orang tua. Masa ini juga merupakan masa pencarian jati diri dengan mencoba hal-hal baru, termasuk perilaku berisiko (Jafar, 2005). Menurut Sarwono (2003), terdapat tiga tahap perkembangan remaja, yaitu: 1) Remaja Awal (Early Adolescent) Pada umumnya dimulai pada usia 10-14 tahun. Pada tahap ini remaja mulai berpikir abstrak, lebih dekat dengan teman sebaya, ingin bebas, tertarik pada lawan jenis, mudah terangsang secara erotis dan berkurangnya kendali terhadap ego. 2) Remaja Madya (Middle Adolescent) Pada umumnya dimulai dari usia sekitar 15-19 tahun. Pada tahap ini remaja sedang mencari identitas diri, timbulnya keinginan untuk kencan, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, berkhayal 7 tentang aktifitas seks. 8 3) Remaja Akhir (Late Adolescent) Pada umumnya dimulai pada usia 20-24 tahun. Pada tahap ini remaja mengalami terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi, egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik dalam perkembangan seksual remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu : a. Ciri-ciri seks primer Ciri-ciri seks primer pada remaja laki-laki adalah sudah bisa melakukan fungsi reproduksi jika telah mengalami mimpi basah yang terjadi antara usia 10-15 tahun. Sedangkan ciri-ciri perkembangan seks primer pada remaja perempuan adalah sudah terjadi menarche (menstruasi) yang biasanya terjadi pada umur 10-12 tahun. b. Ciri-ciri seks sekunder Ciri-ciri seks sekunder remaja laki-laki ditandai dengan berubahnya otot-otot tubuh, lengan, dada, paha, dan kaki tumbuh menjadi kuat. Sedangkan pada remaja putri ditandai dengan membesarnya pinggul, buah dada dan puting susu tampak menonjol (Sarwono, 2003). Menurut Hurlock (2004), terdapat empat perubahan yang terjadi dalam perkembangan remaja yaitu: 1. Perubahan Emosi Perubahan yang terjadi pada remaja diantaranya meliputi ketegangan emosi meninggi, sering kali mudah ramah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung meledak tidak berusaha mengendalikan perasaannya. 9 2. Perubahan sosial Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam berhubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang yang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Remaja juga harus membuat penyesuaian dengan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, dukungan dan penolakan sosial serta dalam seleksi pemimpin. 3. Perubahan moral Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus di masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya. 4. Perubahan kepribadian Remaja sadar akan peran kepribadian dalam hubungan sosial dan terdorong untuk memperbaiki kepribadiannya dengan cara membaca buku-buku atau tulisantulisan mengenai masalahnya dengan harapan meningkatkan dukungan sosial. 2.2. Perilaku Seksual Remaja Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama (Sarwono, 2003). Perubahan dari perilaku seksual remaja akan mengakibatkan peningkatan masalah-masalah seksual diantaranya seperti meningkatnya kasus perilaku hubungan seksual sebelum menikah, penyebaran penyakit menular seksual, kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi. 10 Remaja melakukan berbagai macam perilaku seksual beresiko yang terdiri dari beberapa tahapan tertentu diantaranya yaitu dimulai dari berpegangan tangan, cium kering, cium basah, memegang atau meraba bagian sensitif, petting, oral sex, dan bersenggama (Irawati, 2005). Perilaku seksual pranikah pada remaja pada akhirnya dapat memberikan berbagai dampak yang merugikan bagi remaja itu sendiri. Dari keseluruhan remaja di Indonesia sebanyak sekitar 62 juta orang, terdapat sekitar 15% dari remaja tersebut telah melakukan aktivitas seksual yang melampaui batas bahkan melakukan berhubungan seks tanpa menikah terlebih dulu. Aktifitas seksual yang diungkap dalam penelitian tersebut dimulai dari berciuman bibir, meraba-raba dada, hingga "petting" (menempelkan alat kelamin), bahkan sampai melakukan hubungan seks seperti layaknya suami istri (Malik, 2006). Penelitian yang di lakukan pada remaja SMA di Denpasar menyebutkan bahwa dari 766 responden terdapat 526 responden yang menyatakan mereka telah melakukan aktivitas seksual seperti pelukan, 458 responden sudah berciuman bibir, 202 responden sudah pernah mencium leher (necking), disusul 138 responden sudah menggesek-gesekkan alat kelamin tanpa berhubungan seks (petting), 103 responden sudah pernah hubungan seksual, dan 159 menyatakan aktivitas seksual lain selain yang disebutkan tadi (PKBI Bali, 2007). 2.2.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di Jawa Tengah yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu terdiri dari pengetahuan, aspek-aspek 11 kesehatan reproduksi, sikap terhadap layanan kesehatan seksusal dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama dan status perkawinan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu (Suryoputro, dkk, 2006). Menurut teori H.L.Blum menyebutkan bahwa ada empat faktor utama yang mempengaruhi status kesehatan yaitu faktor genetik, pelayanan kesehatan, faktor lingkungan dan faktor perilaku. Faktor genetik didapatkan oleh orang tua contohnya penyakit kanker pada anak yang didapatkan oleh orang tua dengan riwayat kanker serupa. Pelayanan kesehatan mencangkup ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan contohnya tenaga kesehatan, aksesibilitas individu terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, dan sarana prasarana kesehatan yang memadai. Faktor lingkungan mencangkup kimia, sosial, dan biologi. Faktor perilaku paling berpengaruh karena faktor lainnya dipengaruhi perilaku individu dan sebaliknya (Kandera, 2004). Menurut teori Lawrence Green perubahan perilaku manusia dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong. Faktor presdiposisi mencangkup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, kepercayaan, sistem nilai, tingkat pendidikan, dan sosial ekonomi. Faktor pendukung mencangkup ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan bagi masyarakat serta faktor-faktor lain yang memungkinkan. Faktor pendorong mencangkup sikap dan nilai yang dimiliki oleh masyarakat, tokoh agama, serta sikap dan perilaku para petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2010). 12 Menurut teori Health Belief Model (HBM), beberapa pertimbangan yang mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan yaitu : seseorang berubah ketika menyadari ada ancaman terhadap suatu penyakit tertentu; seseorang berubah jika dirinya menganggap bahwa ancaman tersebut adalah ancaman yang serius; perubahan yang dilakukan dianggap memberikan keuntungan sehingga orang tersebut akan mempertimbangkan untuk membuat perubahan; seseorang mempertimbangkan berbagai hambatan yang akan ditemui bila suatu perubahan akan dilaksanakan; perubahan akan tergantung pada kemampuan diri seseorang untuk mau bertindak dan berubah; faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perubahan seperti faktor usia, pendidikan, psikologi, dan faktor sosial lainnya (Kandera, 2004). 2.3. Hak-Hak Seksual dan Reproduksi Remaja Hak reproduksi perorangan dapat diartikan bahwa “Setiap orang baik laki-laki maupun perempuan tanpa memandang kelas sosial, umur, agama, dll, mempunyai hak yang sama untuk memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri, keluarga dan masyarakat), mengenai jumlah anak, jarak antara anak, serta menentukan waktu kelahiran anak dana dimana akan melahirkan.” Para remaja, laki-laki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan benar tentang reproduksi remaja, sehingga dapat berperilaku sehat dan menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab. Remaja memiliki hak untuk mendapatkan hidup sehat yang memerlukan akses terhadap alat yang dapat melindungi kesehatannya termasuk alat kontrasepsi dan layanan kesehatan. Tertuang pada UU no. 36 tahun 2009 pasal 4 dan 5 menyatakan bahwa setiap orang 13 mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses kesehatan dan peraturan ini tidak melihat status pernikahan. 2.4. Infeksi Menular Seksual 2.4.1. Definisi Infeksi Menular Seksual IMS adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual. Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi beberapa ada yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan alat alat seperti jarum suntik atau jarum tindik, transfusi darah, dll (Djuanda, 2008). 2.4.2. Jenis – jenis Infeksi Menular Seksual Menurut WHO (2013), terdapat kurang lebih 30 jenis mikroba (bakteri, virus dan parasit) yang dapat ditularkan melalui kontak seksual dan non-seksual. Kondisi yang paling sering di temukan adalah gonorrhea, chlamydia, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan trikomoniasis. Jenis-jenis IMS diantaranya disebabkan oleh bakteri (gonorrhea, sifilis), disebabkan oleh virus (HIV/AIDS) dan parasit (trikomoniasis). 2.4.3. Gejala Infeksi Menular Seksual Gonorrhea atau sering disebut kencing nanah gejala umumnya pada pria adalah rasa gatal dan panas di ujung kemaluan, rasa sakit saat kencing dan banyak kencing, diikuti pengeluaran nanah di ujung kemaluan dan dapat bercampur darah sedangkan pada wanita gejalanya adalah rasa nyeri sekitar perut bagian bawah, terdapat keputihan, perasaan tidak enak di bagian bawah perut, sakit hubungan seksual, keluhan tidak mendapatkan keturunan (Ayu, 2009). Penyakit sifilis gejala 14 umumnya adalah demam, myalgia, limfadenopati, sakit flu, dan sakit kepala (Heffner, 2005). HIV/AIDS gejala pada umumnya adalah berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare (Sudoyo, 2006). Penyakit trikomoniasis gejala pada wanita adalah keputihan banyak dan berbusa bercampur nanah sampai berubah menjadi warna hijau serta berbau khas, terasa gatal dan nyeri saat berhubungan seksual sedangkan pada pria gejalanya adalah infeksi saluran kemih, infeksi kelenjar prostat dan saluran spermatozoa (epididymis) (Ayu, 2009). 2.4.4. Faktor resiko Infeksi Menular Seksual Sebagian besar remaja yang aktif secara seksual memiliki resiko mengalami masalah-masalah seksual seperti mengalami kehamilan dan terkena infeksi yang ditularkan secara seksual (Santrock, 2007). Faktor resiko IMS menurut Booskey (2008) yaitu, hubungan seksual tanpa pelindung (kondom), berganti-ganti pasangan, aktif secara seksual pada usia dini, homoseksual, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (Booskey, 2008). 2.4.5. Pencegahan Infeksi Menular Seksual Menurut WHO (2006), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari 2 bagian, yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer terdiri dari penerapan perilaku seksual yang aman dan penggunaan kondom. Sedangkan pencegahan sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan perawatan pada pasien yang sudah terinfeksi oleh infeksi menular seksual. Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi perilaku pencarian pengobatan untuk infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan tepat pada pasien serta pemberian dukungan dan konseling tentang infeksi menular seksual dan HIV. 15 Menurut Depkes RI (2006), langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual pada remaja adalah menghindari kontak langsung dengan cara berikut: a. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia), termasuk seks oral. b. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual (be faithful). c. Memakai kondom dengan benar dan konsisten. Pengertian kondom Kondom adalah selubung yang terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis sebagai tempat penampungan air mani yang dikeluarkan pria saat senggama sehingga tidak tercurah pada vagina dan sebagai proteksi terhadap IMS (Wulansari, 2007; Suratun, 2009; Saifuddin, 2010). Keuntungan dan kerugian kondom Keuntungan kondom yaitu murah, dapat dibeli secara umum dan pemakaiannya mudah (Suratun, 2009). Kerugian kondom yaitu perlu dipakai secara konsisten, hati-hati, dan terus-menerus pada setiap senggama serta beberapa wanita dapat alergi terhadap bahan karet kondom sehingga menimbulkan keputihan dan iritasi (Wulansari, 2007). Informasi cara penggunaan kondom (Wulansari, 2007) o Gunakan kondom setiap akan melakukan hubungan seksual o Agar efek kontrasepsinya lebih baik, tambahkan spermisida ke dalam kondom. o Jangan menggunakan gigi, pisau atau benda tajam lainnya pada saat membuka kemasan. o Pasangkan kondom saat penis sedang ereksi 16 o Bila kondom tidak mempunyai tempat penampungan sperma pada bagian ujungnya, maka saat memakai, longgarkan sedikit bagian ujungnya agar tidak terjadi robekan pada saat ejakulasi. o Kondom di lepas sebelum penis melembek o Pegang bagian pangkal kondom sebelum mencabut penis sehingga kondom tidak terlepas pada saat penis dicabut dan lepaskan kondom di luar vagina agar tidak terjadi tumpahan cairan sperma di sekitar vagina. o Gunakan kondom hanya untuk satu kali pakai o Buang kondom bekas pakai pada saat yang aman o Sediakan kondom dalam jumlah cukup di rumah dan jangan disimpan di tempat yang panas karena hal ini dapat menyebabkan kondom menjadi rusak atau robek saat digunakan. o Jangan gunakan kondom apabila kemasannya robek atau kondom tampak rapuh / kusut. o Jangan gunakan minyak goreng, minyak mineral atau pelumas dari bahan petrolatum karena akan segera merusak kondom. Selain pencegahan diatas, pencegahan infeksi menular seksual juga dapat dilakukan dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa kebersihannya dari mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, berhati-hati dalam menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan darah segar, mencegah pemakaian alat-alat yang tembus kulit (jarum suntik, alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga kebersihan alat reproduksi sehingga meminimalisir penularan (Dinkes Surabaya, 2009). 17 2.5. Pengetahuan 2.5.1. Pengertian Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) dan Arianto (2010), pengetahuan adalah berasal dari proses pengindraan melalui pendengaran, penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Seseorang melakukan penginderaan menggunakan alat indra atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. 2.5.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2007) adalah sebagai berikut : a) Pendidikan Menurut Himawary (2007), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku remaja. Penelitian dari Ridha Bhakti (2011) mengemukakan bahwa semakin tinggi pendidikan seorang remaja maka akan sejalan dengan semakin tingginya pengetahuan remaja. b) Umur Hucklock dalam Nursalam (2008) mengemukakan bahwa semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kecakapan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. c) Jenis Kelamin Menurut Wahyuni (2012), setiap remaja yang mempunyai jenis kelamin berbeda akan memiliki pengetahuan dan keperdulian yang berbeda terhadap sesuatu. 18 d) Informasi Menurut Notoatmojo (2007), informasi yang diperoleh dari berbagai sumber mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, makin banyak informasi yang didapat maka akan cenderung mendapatkan pengetahuan yang lebih luas. 2.5.3. Pengukuran pengetahuan Menurut Nursalam (2003) untuk mengetahui tingkat pengetahuan seseorang berdasarkan kualitas yang dimilikinya dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu : a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai mencapai 76-100% b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai mencapai 56-75% c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai mencapai <56% Berdasarkan penelitian oleh Risyana (2012) pada pelajar SMA di Padang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dalam upaya pencegahan IMS lebih banyak terjadi pada remaja dengan tingkat pengetahuan rendah (51,7%) dibandingkan remaja dengan tingkat pengetahuan tinggi (27,9%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,048 (< p= 0,05) ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan upaya pencegahan IMS. 2.6. Sikap 2.6.1. Pengertian Sikap Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan respon atau reaksi yang masih tertutup pada seseorang terhadap suatu objek yang disertai kecenderungan untuk bertindak. Sikap dikembangkan dalam tiga model, diantaranya : 19 1. Respon afektif, respon fisiologis yang mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu. 2. Kecenderungan perilaku, indikasi verbal dari maksud seorang individu. 3. Respon kognitif, pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek sikap. 2.6.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap antara lain : 1. Faktor intern, faktor yang terdapat dari dalam diri seseorang yang bersangkutan 2. Faktor ekstern, faktor yang berasal dari luar diri individu misalnya sifat objek yang menjadi sasaran sikap, kewibawaan orang yang dijadikan sasaran sikap, sifat orang lain terhadap sikap tersebut, media komunikasi yang dgunakan dalam menyampaikan sikap. 2.7.3. Pengukuran sikap Pengukuran sikap dibedakan menjadi dua cara, yaitu : 1. Pengukuran secara langsung Pengukuran secara langsung merupakan pengukuran sikap, dimana subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah. Adapun jenis-jenis pengukuran secara langsung diantaranya : a. Pengukuran langsung berstuktur Pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan dan langsung diberikan kepada subjek yang di teliti dengan memberikan jawaban sebagai berikut: sangat setuju dengan skor 4, setuju dengan skor 3, tidak setuju dengan skor 2, sangat tidak setuju dengan skor 1. Skor 4 adalah hal 20 yang menyenangkan atau positif dan skor 1 adalah tidak menyenangkan atau negatif. b. Pengukuran langsung tak berstruktur Pengukuran isikap yang sederhana dan tidak diperlukan persiapan yang cukup mendalam. Misalnya mengukur sikap dengan wawancara bebas, pengamatan langsung atau survei. 2. Pengukuran secara tidak langsung Menurut Arikunto (2010), pengukuran sikap secara tidak langsung merupakan cara pengukuran sikap dengan menggunakan tes. Umumnya digunakan skala sematik-diferensial yang berstandar. Cara pengukuran sikap yang banyak digunakan adalah skala yang dikembangkan oleh Charles E. Osgood. Kemudian sikap dapat dibedakan menjadi kategori, yaitu : Baik bila nilai akumulasi >75%, Cukup bila nilai akumulasi 50-75%, Kurang bila nilai akumulasi <50%. Berdasarkan penelitian oleh Risyana (2012) menunjukkan bahwa sikap pelajar SMA di Padang dalam upaya pencegahan IMS lebih tinggi pada remaja dengan sikap negatif (60,7%) dibandingkan remaja dengan sikap positif (24,2%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,048 (< p= 0,05) ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan upaya pencegahan IMS.