Masih Ada Dana Milik WNI Rp 600 Triliun

advertisement
8
Ekonomi & Keuangan
Sua­ra Pem­ba­ru­an
Rabu, 12 Juli 2017
Pemerintah Kejar Pajak di Singapura
Masih Ada Dana Milik WNI Rp 600 Triliun
[JAKARTA] Pemerintah akan mengejar kewajiban pajak warga negara Indonesia (WNI) yang diperkirakan masih menyimpan dana Rp 600
triliun di Singapura. Dana itu belum
dilaporkan ke Direktorat Jenderal
Pajak. Untuk itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan ke
Singapura bulan ini.
Direktur Pajak Internasional
John Hutagaol menyatakan, tim
Ditjen Pajak dan Menteri Keuangan akan ke Singapura bulan ini.
Ditargetkan kunjungan tersebut
langsung membuahkan hasil.
“Juli ini sudah bisa kami tandatangani BCAA (Bilateral Com­
petent Authority Agreement) dengan
Singapura,” kata dia di Jakarta,
Selasa (11/7).
Menurut dia, saat ini, Pemerintah
Indonesia dengan Singapura sudah
tidak memiliki hambatan terkait
syarat pertukaran informasi yang
diminta Singapura. Persyaratan itu
antara lain, Indonesia juga harus
menandatangani BCAA dengan
Hong Kong.
John menjelaskan, kerahasiaan
dan keamanan data yang dipertukarkan (confidentiality and data safe­
guards) juga menjadi perhatian
Singapura. “Tetapi itu masalah yang
sifatnya umum, jadi mestinya tidak
ada masalah lagi dari Singapura untuk segera menandatangani BCAA,”
kata John.
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati
mengungkapkan, Pemerintah Si­
ngapura, Hong Kong, dan Swiss telah menyatakan kesiapannya untuk
mematuhi standar internasional terkait masalah tax evasion (penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah peraturan) dan tax avoi­
dance (penghindaran pajak ilegal)
yang menjadi salah satu rekomenda-
si pada KTT G20, di Hamburg,
Jerman, pekan lalu. Ketiga negara
ini merupakan negara yang banyak
menampung rekening milik WNI.
“Dalam pertemuan G20, tiga
negara yaitu Hong Kong, Switzer­
land, serta Singapura khusus meminta bertemu dan menjelaskan,
bahwa mereka mengikuti standar
internasional itu, bahkan siap untuk
menerima Kementerian Keuangan,”
kata Sri Mulyani dalam konferensi
pers bersama Menteri Luar Negeri
(Menlu), Retno Marsudi, di Hotel
Steigenberger, Hamburg, Jerman,
akhir pekan lalu.
Menkeu memperkirakan, saat
ini masih ada dana milik WNI di luar negeri sebanyak Rp 1.000 triliun.
Dari jumlah itu, hampir 60% berada
di Singapura. Menkeu bersyukur
karena Singapura sudah menyampaikan sikap mengikuti ketentuan
internasional terkait penghindaran
pajak itu. Negara ini juga menyampaikan kesiapannya untuk melakukan pembicaraan bilateral, dari sebelumnya hanya multilateral.
Menkeu mengapresiasi kesepakatan yang dihasilkan negara-negara peserta KTT G20, yang memiliki
inisiatif untuk menghadapi tax eva­
sion dan tax avoidance secara sistematis dan global.
Harus Hati-hati
Dihubungi terpisah, pengamat
pajak Yustinus Prastowo memperkirakan dana yang berada di luar negeri masih lebih dari Rp 1.000 triliun. Bahkan, angka tersebut masih
sebagian kecil saja. Menurut dia,
para pengusaha menaruh dana atau
asetnya di luar negeri karena masih
belum jelasnya pemahaman status
aset mereka. Ditjen Pajak bahkan
menyebut aset milik WNI yang berada di luar negeri setara dengan
"Pertamina Fuel Lucky Swipe"
PDB Indonesia, sekitar Rp 11.000an triliun.
“Misalnya saja, apabila Warga
Negara Indonesia (WNI) sudah
mendapatkan status permanent residence di negara tersebut sehingga
merasa asetnya sudah bukan lagi
masuk wajib pajak di Indonesia.
Atau mereka merasa tidak perlu melaporkannya ke Indonesia dan
menganggap aset mereka tidak bisa
dikejar,” kata Yustinus, Selasa
(11/7).
Dengan adanya kerja sama bilateral dengan Singapura, lanjut dia,
hal itu menjadi pintu masuk In­
donesia untuk membuka akses data-data mengenai aset tersebut.
Namun, hal itu masih merupakan
langkah awal saja.
Selanjutnya, pemerintah harus
mempersiapkan strategi pengejaran
aset sesuai dengan aturan berlaku.
[ID/M-6]
Survei BI: Keyakinan Konsumen
pada Ekonomi Turun
SP/Ruht Semiono
Vice President Retail Fuel Marketing PT Pertamina (Persero) Jumali (tengah) bersama Coomercial Retail Fuel Marketing (CRFM)
Manager PT Pertamina (Persero) Deny Djukardi (kedua kiri) berbincang dengan Perwakilan Bank BNI, Bank Mandiri dan Bank BRI
saat pengumuman pemenang Periode I Program “Pertamina Fuel Lucky Swipe” di Jakarta, Selasa (11/7). Sebanyak tiga unit Mobil
Toyota Sienta (plus gratis BBM setahun), sembilan Unit Sepeda Motor Yamaha N-Max (gratis BBM setahun), 21 pemenang gratis
BBM, 15 unit ponsel iPhone tujuh dibagikan dalam pengundian periode pertama ini.
[JAKARTA] Bank Indo­
nesia (BI) menyebutkan,
tingkat keyakinan konsumen
terhadap perekonomian domestik pada Juni 2017 menurun dibanding Mei 2017. Ini
di antaranya dipicu oleh persepsi konsumen terhadap ketersedian lapangan kerja yang
terbatas, baik pada saat ini
maupun enam bulan mendatang.
Kendati demikian, Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK)
yang sebesar 122,4 poin pada
Juni 2017 atau turun 3,5 poin
dari bulan sebelumnya itu
masih berada dalam level
yang optimistis.
“IKK menurun 3,5 poin
menjadi 122,4 poin karena
tingkat persepsi masyarakat
terhadap ketersediaan lapangan kerja menurun 8,3
poin menjadi 96,6 poin,” ujar
Direktur Eksekutif Depar­
temen Komunikasi BI Tirta
Segara dalam laporan Survei
Konsumen yang dipublikasi-
kan, Selasa (11/7) malam.
Dengan IKK pada Juni
2017 sebesar 122,4 poin, maka rata-rata IKK pada trwulan II 2017 (April-Juni) sebesar 124 poin, atau meningkat dibandingkan triwulan
I-2017 (Januari-Maret) yang
sebesar 118 poin.
Tirta memerinci, keyakinan konsumen yang menurun terjadi di tujuh kota dengan penurunan terbesar di
Makassar, Sulawesi Selatan,
yakni melorot 18,8 poin dan
Banten yang turun sebesar
14,3 poin. Terkait kondisi
ekonomi saat ini, BI mencatat, mayoritas konsumen hanya meragukan terhadap ketersediaan lapangan kerja.
Indikator lain seperti indeks penghasilan menunjukkan peningkatan sebesar tiga
poin menjadi 127 poin karena diterimanya tunjangan
hari raya (THR) dan meningkatnya pendapatan usaha.
[ID/M-6]
Solusi Terbaik Restrukturisasi Utang Melalui PKPU
[JAKARTA] Perusahaan
yang tengah mengalami kesulitan dalam pembayaran
utang sebaiknya diselesaikan
melalui proses restrukturisasi
atau Penyelesaian Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU)
ketimbang harus diputuskan
pailit.
“Biasanya perusahaan
mengalami kesulitan karena
kondisi ekonomi yang belum
mendukung, sehingga langkah restrukturisasi utang
atau melalui PKPU merupakan solusi terbaik,” kata Ahli hukum, James Purba saat
dihubungi Antara, Selasa
(11/7).
Menurut James, kalau diputus pailit maka perusahaan
itu akan berhenti sampai disitu saja tidak akan ada kontribusinya bagi ekonomi, serta
bagi negara tidak akan ada
lagi penerimaan pajak.
Banyak dari kasus-kasus
utang di pengadilan niaga lebih diselesaikan melalui jalur
restrukturisasi karena mempertimbangkan berbagai aspek yakni kelangsungan usaha mitra, kelangsung pekerja,
serta kontribusi ekonomi apalagi kalau kasus tersebut melibatkan perusahaan besar,
ujar James.
James mengatakan, mela-
lui PKPU, debitur meminta
waktu untuk menjadwal
kembali pembayaran utang
yang jatuh tempo sampai beberapa waktu sesuai kesepakatan, namun untuk memenuhi hal tersebut harus disepakati mayoritas kreditur.
Sesuai Peraturan
Menurut James sesuai
peraturan dan perundangan
maksimal 270 hari sudah harus mencapai kesepakatan
PKPU, kalau sampai batas
waktu tersebut belum tercapai kesepakatan maka debitur/ perusahan dapat dipailitkan.
Salah satu perusahaan besar yang saat ini tengah menempuh langkah PKPU adalah Sujaya Group.
Perusahaan peternakan
terintegrasi berbasis di Ka­
limantan Barat itu akan
menghadapi pemungutan suara (voting) dari pihak kreditur yang akan dilaksanakan
Rabu (12/7).
Kuasa hukum Sujaya
Group, Aji Wijaya menyatakan optimistis rencana perdamaian yang ditawarkan kliennya akan disepakati.
“Memang terdapat beberapa perubahan minor yang
dilakukan tapi kami percaya
setiap bank mendukung karena mereka (bank) pada
umumnya kan tahu perusahaan masih jalan. Kalau perusahaan sudah mati dari beberapa tahun lalu ya bank tidak
akan mau, kami percaya bank
akan mendukung,” kata Aji.
Dalam proposal perdamaian, dijelaskan bahwa skema restrukturisasi utang yang
ditawarkan kepada para kreditur adalah dengan menjual
saham perusahaan.
Menurut Aji, sebelum dijual nilai perusahaan akan ditingkatkan terlebih dahulu
untuk kemudian diberikan
kepada para kreditur. Skema
seperti ini dikenal dengan
mandatory convirtible bond
(MCB).
Berdasarkan hasil verifikasi utang yang sudah dilakukan, total utang yang harus
direstrukturisasi oleh Sujaya
Group sebesar Rp 3 triliun
dengan total kurang lebih 100
kreditur.
Selain memberikan kontribusi yang besar bagi APBD
daerah, perusahaan yang terletak di Kalimantan Barat tersebut juga berperan penting
bagi para stakeholder seperti
pedagang telur, pedagang
ayam, supplier bahan baku,
dan sebagainya. [M-6]
Download