Abstrak - Jurnal Online STAHN

advertisement
PENDIDIKAN AGAMA HINDU IN-FORMAL DAN PERKEMBANGAN
PSIKOLOGI KEAGAMAAN PESERTA DIDIK
Oleh
I Wayan Karya1
Abstrak
Pada umumnya orang beranggapan bahwa bila mambicarakan masalah
pendidikan maka orientasinya ke dunia sekolah dan menghubungkan guru dengan
murid. Mereka kurang menyadari bahwa sebelum seorang anak memasuki
lembaga sekolah menjadi murid, anak telah memperoleh pendidikan yang
diberikan oleh keluarganya di rumah. Anak didik banyak belajar di rumah dari
orang tuanya di mana dan kapan saja serta menyangkut berbagai hal yang mereka
perlukan di dalam pertumbuhannya ke arah kedewasaan.
Pendidikan agama Hindu merupakan subsistem dari pendidikan agama
dalam sistem pendidikan nasional. Oleh sebab itu, pemahaman pendidikan agama
Hindu akan diawali dengan pemahaman pendidikan agama secara umun. tujuan
agama Hindu itu dapat mengantarkan manusia mencapai kebahagian lahir dan
bathin. Di samping itu tujuan pendidikan agama Hindu membina moral,
keterampilan, dan intelektual manusia. Bila tujuan pendidikan agama Hindu
tersebut dijabarkan, sehingga menjadi landasan di dalam segenap aktivitas,
maupun kegiatan umat dalam seluruh prikehidupannya, maka pendidikan agama
itu dapat mengarahkan pertumbuhan masyarakat umat Hindu menjadi serasi
dengan dasar negara Pancasila.
Kata Kuci : Pendidikan, Agama Hindu, in-formal, Psikologi
1
Penulis Dosen Pada Jurusan Dharma Acarya STAHN-TP Palangka Raya
I. PENAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia sekaligus
tindakan sosial yang dimungkinkan berlaku melalui suatu jaringan
hubungan-hubungan
kemanusiaan
yang
mampu
menentukan
watak
pendidikan dalam suatu masyarakat melalui peranan-peranan individu di
dalamnya yang diterapkan melalui proses pembelajaran.
Pendidikan
merupakan wahana penting untuk membangun peserta didik. Pada gilirannya
manusia hasil pendidikan itu menjadi sumber daya pembangunan. Karena itu,
pendidik dalam melaksanakan tugasnya diharapakan tidak membuat kesalahankesalahan mendidik. Sebab kesalahan mendidik bisa berakibat fatal karena
sasaran pendidikan adalah manusia.
Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional BAB I Pasal 1, dirumuskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Dengan demikian pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah
tingkah laku peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu
meningkatkan disiplin dalam suatu proses pembelajaran agar di dalam proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan peserta didik yang
memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai apa yang menjadi tujuan
dan harapan pendidikan nasional di Indonesia.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak
untuk mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan sehingga kualitas
pendidikan harus senantiasa ditingkatkan. Sebagai faktor penentu keberhasilan
pembangunan, pada tempatnyalah kualitas sumber daya manusia ditingkatkan
melalui berbagai program pendidikan yang dilakukan secara sistematis dan
terarah berdasarkan kepentingan
yang mengacu pada kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan
(Imtak) yang berlandaskan pendidikan agama Hindu.
Tresna (2007:3), Pada dasarnya pendidikan memberikan kontribusi yang
sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam
menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak
bangsa (Nation Character Building). Namun institusi atau pemerintah belum
mampu berbuat sesuai dengan harapan.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan sebagai
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan kata lain, pendidikan dapat diartikan
sebagai hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup
bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat), yang berfungsi sebagai filsafat
pendidikan atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya
(Djamransjah, 2006:22).
Pada umumnya orang beranggapan bahwa bila mambicarakan masalah
pendidikan maka orientasinya ke dunia sekolah dan menghubungkan guru
dengan murid. Mereka kurang menyadari bahwa sebelum seorang anak
memasuki lembaga sekolah menjadi murid, anak telah memperoleh pendidikan
yang diberikan oleh keluarganya di rumah. Anak didik banyak belajar di rumah
dari orang tuanya di mana dan kapan saja serta menyangkut berbagai hal yang
mereka perlukan di dalam pertumbuhannya ke arah kedewasaan.
Hal ini seperti diungkapkan oleh Suwarno (dalam Joesoef, 2008 : 51)
bahwa : “Di dalam keluargalah anak pertama-tama menerima pendidikan, dan
pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini merupakan pendidikan yang
terpenting atau utama terhadap perkembangan pribadi anak”. Dari ungkapan di
atas dapat dipahami bahwa pendidikan pertama bagi seorang anak diterima dari
keluarganya sehingga peran keluarga dalam membentuk karakter moral anak
menjadi sangat penting. Jadi, dalam keluarga pun sebenarnya telah terjadi proses
pendidikan, dan tentu saja sistem yang digunakan berbeda dengan sistem yang
diterapkan pada pendidikan formal (sekolah) dengan peraturan-peraturan yang
ketat dan tegas.
Orang tua adalah pendidik kodrati, yang berarti orang tua mempunyai
tugas dan kewajiban untuk tidak sekedar merawat serta memberikan
perlindungan kepada anak-anaknya, tetapi bersamaan dengan itu juga
membesarkan serta mendidiknya agar mereka kelak menjadi orang-orang yang
tidak tercela.
II. PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan dan Tujuan pendidikan Agama
Sebelum dijelaskan tentang konsep pendidikan agama Hindu maka terlebih
dahulu akan dijelaskan tentang pengertian pendidikan itu sendiri. Istilah
pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu pedagogie yang berarti bimbingan
yang diberikan kepada anak. Istilah pedagogie kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Inqris dengan kata education yang berarti pengembangan atau bimbingan
(Saleh, 2005:2).
Undang-Undang RI Nomor. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasioanal BAB I Pasal 1, dirumuskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara. Dengan demikian pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah
tingkah laku peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup
mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana
individu itu berada.
Dalam pengertian yang sederhana dan umum, makna pendidikan sebagai
usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan, baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan kata lain, pendidikan dapat diartikan
sebagai hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup
bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat), yang berfungsi sebagai filsafat
pendidikannya atau sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya
(Djamransjah, 2006:22).
Dengan demikian, jelas bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan dalam
upaya memajukan bangsa, terjadi suatu proses pendidikan atau proses belajar.
Artinya dalam proses perkembangan individu dan apa yang akan diharapkan
darinya sebagai warga masyarakat dan bangsa. Melalui pendidkan itu akan
menimbulkan pengaruh dinamis dalam perkembangan seseorang, baik jasmani
maupun rohani (perasaan-perasaan sosial dan lain sebagainya) sebagai suatu
proses pengalaman yang sedang dialami.
Dapat dipahami bahwa pendidikan menentukan cara hidup seseorang,
disebabkan modifikasi dalam pandangan seseorang sebagai akibat interaksi antar
kecerdasan, perhatian, dan pengalaman, yang dinyatakan dalam perilaku,
kebiasaan, paham kesusilaan. John A. Laska dalam George (2007:15), Ia
merumuskan pendidikan sebagai “upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau
(yang disertai-ed) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan,
mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang
diinginkan.
Dewantara dalam Pidarta (2007:10), mengatakan bahwa pendidikan adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat mendapat keselamatan dan kebahagiaan
yang
setinggi-tingginya.
Sementara
Freire
dalam
Mu’arif
(2008:64),
menyampaikan pendidikan diartikan sebagai proses penyadaran agar manusia
memahami akan diri dan realitas sosial yang dihadapinya. Senada dengan itu
Phenix dalam Latif (2007:7) mendefinisikan pendidikan sebagai proses
pemunculan makna-makna yang esensial. Senada dengan pendapat di atas Tilaar
(2000:28) mendefinisikan pendidikan sebagai “proses menumbuhkembangkan
eksistensi peserta didik yang memasyarakat, dan membudaya, dalam tata
kehidupan yang berdemensi lokal, nasional dan global”.
Dari beberapa pengertian pendidikan tersebut di atas, bahwa dalam
pendidikan memerlukan sebuah wadah agar peserta didik bisa secara aktif
mempertajam dan memunculkan ke permukaan potensi yang dimiliki, sebagai
kemampuan yang berkembang secara alamiah. Manusia secara alamiah memiliki
demensi jasad, kejiwaan, dan spiritualitas, di samping memiliki ruang untuk
berasumsi bahwa manusia mempunyai peluang untuk mandiri, aktif, rasioanl,
sosial, dan spiritual. Dengan demikian potensi-potensi itu jika diberdayakan akan
dapat membekali seseorang untuk hidup lebih mengerti tentang diri dan hal-hal
yang ada di sekitarnya. Untuk selanjutnya akan dijelaskan tentang pengertian
Pendidikan Agama Hindu.
Pendidikan agama Hindu merupakan subsistem dari pendidikan agama
dalam sistem pendidikan nasional. Oleh sebab itu, pemahaman pendidikan agama
Hindu akan diawali dengan pemahaman pendidikan agama secara umun. UndangUndang RI Nomer. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal pasal 30
ayat 2 menyebutkan bahwa Pendidikan Agama adalah pendidikan yang berfungsi
untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami
dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama dan atau menjadi ahli agama.
Saleh (2005:5) mendefenisikan pendidikan agama dari bentuk isi adalah
pendidikan yang materi bimbingan dan arahannya adalah ajaran agama yang
ditujukan agar manusia mempercayai dengan sepenuh hati akan adanya Tuhan,
patuh dan tunduk melaksanakan perintah-Nya dalam bentuk beribadah, dan
berakhlak mulia; sedangkan dari bentuk sasaran pendidikan agama dirumuskan
sebagai “pendidikan yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan rasa dan
intuisi keagamaan yang ada dalam diri seseorang kemudian melaksanakan ajaranajarannya dengan penuh ketundukan.
Berdasarkan pemahaman konsep di atas maka, dapat disimpulkan bahwa
pengertian pendidikan agama dilihat dari dua aspek, yaitu aspek isi atau materi
yang harus diberikan dan aspek tujuan yang ingin dicapai. Selaras dengan itu
dalam buku kesatuan tafsir tentang Aspek-Aspek Agama Hindu I-XV di jelaskan
dua pengertian pendidikan agama Hindu berdasarkan jalur pendidikan. dalam
jalur non formal dan informal (pendidikan luar sekolah) “pendidikan agama di
luar sekolah suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa masyarakat dengan
ajaran agama Hindu itu sendiri sebagai pokok materi”, sedangkan pada jalur
formal dirumuskan sebagai “pendidikan agama di sekolah adalah suatu upaya
untuk membina pertumbuhan jiwa anak didik sesuai dengan ajaran agama Hindu”
(PHDI Pusat, 2000 : 23-24).
Pendidikan agama Hindu sangat penting dalam kehidupan umat Hindu.
Karena dengan agamanya umat Hindu dapat menyadari hakekat keberadaannya di
dunia ini. Selain itu juga agama menawarkan jalan menuju kebahagiaan dan
menghindari penderitaan. Oleh karena itu, pendidikan agama sangat penting
karena pendidikan agama senantiasa mendorong manusia untuk berbuat kebajikan
dan diharapkan mampu mebentuk sikap, prilaku yang mulia.
Dalam Undang-Undang RI Nomor. 20 Tahun 2003 BAB V Pasal 12 ayat 1
dinyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama. Karda, dkk (2007:4) mengartikan usaha
menanamkan rasa percaya kepada Tuhan Yang Maha Easa, membangkitkan
kesadaran bahwa agama merupakan kebutuhan hidup mencapai kebahagiaan dan
kepuasan di dunia dan di akhirat, membantu dan memberi motivasi berbuat baik,
dan menunjang profesi ilmunya.
Dalam kaitannya dengan pengertian pendidikan dalam Undang-Undang RI
Nomor. 20 Tahun 2003 adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mendewasakan
umat manusia khususnya umat Hindu menuju kepada kondisi kebaikan sesuai
dengan tujuan hidup agama Hindu itu sendiri yaitu untuk mencapai kebahagian di
dunia dan di akhirat dengan dasar ajaran pokok agama Hindu yang bersumber
pada kitab suci. Melalui pendidikan agama, penyempurnaan manusia dalam
meningkatkan hidup yang baik secara meterial dan spiritual bisa dilakukan.
Punyatmaja (1984:12) menjelaskan bahwa pendidikan agama Hindu
memberikan tuntunan dalam menempuh kehidupan dan mendidik masyarakat,
bagaimana hendaknya berpendirian, berbuat atau bertingkah laku supaya tidak
bertentangan dengan dharma. Berkaitan dengan penelitian ini, pendidikan agama
Hindu sebagai suatu proses penyesuaian diri secara timbal balik (memberi dan
menerima pengetahuan agama Hindu), dan dengan penyesuian diri ini akan terjadi
perubahan-perubahan pada diri manusia Hindu. Potensi-potensi bawaannya
(kekuatan, bakat, kesanggupan, dan minat), akan tumbuh dan berkembang
sehingga terbentuklah berbagai macam abilitas dan kapabilitas. Pendidikan
Agama Hindu diharapkan mampu merubah sikap dan tarap hidup setiap
masyarakat yang menjadi peserta didik melalui proses pendidikan secara formal,
Informal dan non formal. Pendidikan agama Hindu yang dimaksud dalam konsep
ini adalah Pendidikan Agama Hindu yang dilakukan secara sadar oleh pemerintah
bersama masyarakat Hindu dalam rangka pembentukan pribadi dan perilaku
peserta didik.
2.2. Tujuan Pendidikan Agama Hindu
Adapun tujuan pendidikan Agama Hindu yaitu :
a. Membentuk manusia Pancasilais yang astiti bhakti (bertaqwa) kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.
b. Membentuk moral, etika, dan spiritual anak didik yang sesuai dengan ajaran
agama Hindu.
Dengan demikian tujuan agama Hindu itu dapat mengantarkan manusia
mencapai kebahagian lahir dan bathin. Di samping itu tujuan pendidikan
agama Hindu membina moral, keterampilan, dan intelektual manusia. Bila
tujuan pendidikan agama Hindu tersebut dijabarkan, sehingga menjadi
landasan di dalam segenap aktivitas, maupun kegiatan umat dalam seluruh
prikehidupannya,
maka
pendidikan
agama
itu
dapat
mengarahkan
pertumbuhan masyarakat umat Hindu menjadi serasi dengan dasar negara
Pancasila.
Beranjak dari uraian di atas, menurut PHDI, (2005:23-24)
pendidikan agama Hindu tersebut berlangsung atau dilakukan di dua (2)
tempat yaitu di luar sekolah dan di sekolah, adapun pengertian
pendidikan agama Hindu tersebut adalah :
a) Pendidikan agama Hindu diluar sekolah (non formal) merupakan upaya
untuk membina pertumbuhan jiwa masyarakat dengan ajaran agama
Hindu itu sendiri sebagai pokok materi.
b) Pendidikan agama Hindu disekolah (formal) adalah suatu upaya untuk
membina pertumbuhan jiwa raga anak didik sesuai dengan ajaran
agama Hindu.
2.3 Peran keluarga dalam pendidikan Agama
Keluarga didefinisikan sebagai unit masyarakat terkecil yang terdiri atas
ayah, ibu dan anak. Setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting.
Dalam ajaran agama Hindu, anak adalah amanat Tuhan. Amanat wajib
dipertanggungjawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah
kecil. Secara umum inti tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan pendidikan
bagi anak-anak dalam rumah tangga, melatih serta membimbing anak-anak
menuju arah pertumbuhan dan berkembangan yang lebih baik.
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan
utama. Keluarga dikatakan sebagai lingkungan pendidikan pertama karena setiap
anak dilahirkan ditengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan yang pertama
di dalam keluarga. Dikatakan utama karena pendidikan yang terjadi dan
berlangsung dalam keluarga ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan
pendidikan anak selanjutnya.
Para ahli sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini.
Mereka mengatakan bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga,
membawa pengaruh terhadap lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam
lingkungan sekolah maupun masyarakat. Tujuan dalam pendidikan keluarga atau
rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi
seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, akal dan rohani. Yang bertindak
sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak.
Dalam Kitab Suci Sarasamuscaya 242 dijelaskan tentang tiga kewajiban
ayah/orang tua yaitu sebagai berikut :
1. Sarirakrta, yaitu kewajiban orang tua untuk menumbuhkan jasmani anak
dengan baik.
2. Pranadatta, artinya orang tua wajib membangun atau memberikan
pendidikan kerohanian kepada anak.
3. Anna Datta, yaitu kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan
kepada anaknya untuk mendapatkan makanan (Anna) salah satu kebutuhan
hidupnya yang paling essensial (Kajeng; 2003).
Selain ayah, ibu rumah tangga juga memgang peranan penting terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak menuju kedewasaan. Merawat dan
mendidik anak adalah kewajiban yang paling penting bagi seorang ibu.
Sebaliknya, anak akan menjadi cerminan dari proses pendidikan yang dihasilkan
seorang ibu. Baik pendidikan itu, akan baik pula sang anak. Jika saja di dunia ini
penuh dengan manusia yang baik dari proses pendidikan ibu yang baik, maka
kehidupan akan damai, tidak akan ada kejahatan seperti pembunuhan,
perampokan, huru-hara dan lain sebagainya. Dalam proses pendidikan pada anak
yang benar, sepatutnyalah seorang ibu melakukan pola pendidikan yang
mempertumbuhkan bidang jasmani, rohani dan mental. Ketiga unsur ini harus
dikembangkan secara seimbang.
Pendidikan rohani yang pertama untuk anak memang harus didapatkan
dalam keluarga khususnya dari ibu. Sebab, ikatan lahir batin yang paling kuat
yang dimiliki oleh anak adalah dengan ibunya. Selama sembilan bulan sepuluh
hari dalam kandungan, maka interaksi sosial anak lebih banyak dengan ibunya.
Bahkan setelah lahir interaksi itu makin keras. Maka, sepatutnyalah seorang ibu
menjadi panutan yang baik bagi anak-anaknya. Ibarat kertas putih, anak yang baru
lahir mau dijadikan apapun adalah hak dari ibu. Di tangan ibulah proses
pendidikan anak akan berjalan.
Peran orang tua sebagai pendidik merupakan peran yang penting. Sebab
peran ini menyangkut perkembangan peran dan pertumbuhan pribadi anak. Orang
tua sebagai pendidik terutama menyangkut pendidikan yang bersifat rasional.
Pendidikan mulai diperlukan sejak anak umur tiga tahun ke atas, yaitu saat anak
mulai mengembangkan ego dan super egonya. Kekuatan ego (aku) ini sangat
diperlukan untuk mengembangkan kemampuan realitas hidup yang terdiri dari
segala jenis persoalan yang harus dipecahkan. Dalam keluarga terjadi
transformasi nilai-nilai. Seluruh nilai-nilai tersebut telah ditransformasikan ke
dalam diri anak oleh orang tua. Oleh karena itu segala jenis pendidikan telah
dilaksanakan dalam keluarga.
2.4 Perkembangan Piskologi keagamaan anak
Perkembangan anak-anak juga membahas tentang kecerdasan emosi, pada
umumnya emosi pada awalnya pada masa anak-anak ditandai engan marah,takut,
cemburu,iri hati,gembira sedih, ingin selalu tau dan kasih saying.Rumuni (2004 :
48). Sedangkan emosi pada umumnya pada akhir masa anak-anak di tandai
dengan menggerutu,murung dan ungkapan kasar karna manusia lahir dalam
keadaan lemah pisik maupun pisikis, sesuai dengan prinsif tersebut maka seorang
anak mempunyai sifat menjai dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan
prinsif yang di miliki. Prinsif tersebut seperti bayi dilahirkan dalam keadaan
lemas sehingga memerlukan bantuan orang tua.
Pertumbuhan agama pada anak antara lain yaitu rasa ketergantungan karna
manusia memiliki empat keinginan seperti keinginan perlinungan, mendapatkan
tanggapan pengalaman baru dan keinginan untuk dikenal. Titib
(2004:32).
Perkembangan agama pada anak melalui tiga tingkatan
yaitu tingkatan dongeng seperti pada konsep ini untuk mengenal tuhan lebih
mudah dipengaruhi oleh pantasi dan emosi. Tingkan seperti ini dimulai sejak SD
dan konsef ini mencerminkan berdasarkan kenyataan,konsef ini timbul dari
lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang lebih dewasa.
Tingkatan individu seperti pada tingkatan ini anak telah memiliki
kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka
sifat agama pada anak adalah mereka melihat dan mengikuti apa-apa yang
dikerjakan dan itu di ajarkan oleh orang dewasa dan orang tua tentang suatu yang
berhubungan dengan masalah agama. Dengan demikian ketaatan dengan ajaran
agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik anak-anak yang dipelajari dari
orang tua atau guru.
2.4.1 Metode pengajaran Agama pada anak
Pendidikan Agama merupakan salah satu pelajaran yang dimasukkan
kedalam kurikulum setiap lembaga dalam pendidikan formal di Indonesia
Tim (2004:1). Pendidikan agama diharapkan mampu mewujudkan
kepribadian individu yang utuh sejalan dengan pandangan hidup bangsa.
Fungsi pendidikan Agama Hindu di sekolah adalah pendidikan agama
diharapkan mampu meningkatkan komitmen dan prilaku keberagaman
peserta didik
meningkatkan rasa toleransi beragama dikalangan umat
beragama dan mempelajarai ajaran agama sesuai agama yang diyakininya.
Metode dalam pengajaran agama pada anak-anak dengan metode
cerita dengan cara mendongegkan sebuah cerita tentang nilai-nilai agama
atau pun cerita tentang Dewa- Dewi . Metode perumpamaan yaitu metode
mengupamakan beberapa makna yang terdapat dalam Kitab Suci, ataupun
memberikan contoh nyata penerapannya sesuai dengan materi yang sedang
di bahas. Anak-anak lebih cendrung menyuaki pengajaran disertai contoh
penerapan, karna anak-anak lebih cendrung aktif mendiskrifsikan yang lebih
nyata. Tim (2004 : 125).
Mengajarkan anak tentang pendidikan agama dapat membantu
perkembangan jiwa anak yang awalnya emuoian menjadi lebih tenang yang
awalnya senang memukul menjadi lebih mengerti arti sakit yang ia berikan
kepada orang lain melalui ajaran Tat twam Asi yang awalnya semena-mena
terhadap orang dan dengan orang tua menjadi patuh dan hormat dengan
mendapat ajaran tentang catur guru dan sebagainya.
3.1 Simpulan
3.1.Pendidikan adalah salah satu bentuk interaksi manusia sekaligus tindakan
sosia yang dimungkinkan berlaku melalui suatu jaringan hubunganhubungan kemanusiaan yang mampu menentukan watak pendidikan
dalam suatu masyarakat melalui peranan-peranan individu di dalamnya
yang diterapkan melalui proses pembelajaran.
3.2.Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk
mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan sehingga kualitas
pendidikan harus senantiasa ditingkatkan..
3.3.Pendidikan agama Hindu sangat penting dalam kehidupan umat Hindu.
disebabkan dengan agamanya umat Hindu dapat menyadari hakekat
keberadaannya di dunia ini. Selain itu juga agama menawarkan jalan menuju
kebahagiaan dan menghindari penderitaan.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Joesoef, Soelaiman. 2008. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Karda, dkk. 2007. Sisitem Pendidikan Agama Hindu (Berdasarkan SK Dikti No.
38/DIKTI/Kep/2002). Surabaya : Paramita.
Kajeng, I Nyoman, dkk. 2003. Sarasamuscaya. Surabaya : Paramita.
Mu’arif. 2008. Liberalisasi Pendidikan (Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan
Bangsa). Yogyakarta : Pinus Book Publisher.
Punyatmadja, I.B Oka. 1994. Panca Sradha. Denpasar : PHDI Pusat.
PHDI Pusat. 2000. Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap AspekAspek Agama Hindu I-XV. Denpasar: Pemerintah Propensi Bali, Proyek
Peningkatan Sarana dan Prasarana Kehidupan Beragama.
Rumini,Sri dan Sundari,siti. 2004. Perkembangan anak dan remaja. Jakarta Rineka
Cipta.
Tim Penyusun.2004.Metodelogi pengajaran Agama.Semarang :Pustaka Pelajar.
Titib,I Made dan Mardika,I Ketut. 2004. Buku Ajaran Piskologi Agama.Jakarta
:lestari Karya Megah.
Saleh, abdul Rachman. 2005. Pendidikan Agama dan Pembangunan Watak Bangsa.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Download