BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Onggok Aren terhadap Pertumbuhan Cacing Eisenia foetida Salah satu indikator untuk mengetahui pertumbuhan cacing E.foetida adalah dengan mengukur biomassa tubuhnya. Berikut ini adalah grafik ratarata hasil pengukuran biomassa cacing untuk dua kali panen selama dua Bobot (gram) bulan: 40 35 30 25 20 15 10 5 0 34.61 30.562 Onggok aren 0% 36.82 34.876 35.32 37.84 36.06 33.716 28.54229.71 Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa 25% : onggok 50% : onggok 75% : onggok 100% aren 75% aren 50% aren 25% Perlakuan Bobot Cacing Bulan ke 1 Bobot Cacing Bulan ke 2 Gambar 7. Histogram Rata-Rata Pengukuran Biomassa Cacing Eisenia foetida (gram) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua. Histogram di atas menunjukkan bahwa rerata pertambahan bobot cacing tertinggi terdapat pada media dengan komposisi serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% + onggok aren 50% dengan berat 35,32gr pada bulan pertama dan 37,84gr pada bulan kedua. Sedangkan rerata bobot cacing 41 terendah terdapat pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% pada panen bulan pertama dan kedua yaitu 28,54 gr dan 29,71 gram. Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan media paling cocok digunakan sebagai budidaya cacing Eisenia foetida adalah media dengan komposisi perbandingan serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% dan onggok aren 50%. Sedangkan media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% memiliki rerata bobot cacing paling rendah pada dua kali panen dalam percobaan dua bulan ini merupakan media yang kurang cocok sebagai media budidaya cacing Eisenia foetida. Perbedaan hasil percobaan ini diduga dikarenakan oleh beberapa faktor salah satunya ketersediaan nutrisi. Nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan cacing dapat berasal dari pakan yang diberikan dan dari media itu sendiri. Selain itu adalah faktor kondisi media yang digunakan. Onggok merupakan limbah industri dari proses ekstraksi tapioka. Namun tidak semua kandungan pati ikut tersaring bersama filtrat sehingga onggok masih memiliki pati dan serat kasar yang merupakan komponen karbohidrat yang masih potensial untuk dimanfaatkan (Rasyid,. et al, 1995). Serbuk gergaji batang pohon kelapa merupakan salah satu bahan media yang cocok untuk tumbuh cacing tanah karena sifatnya "porous" sehingga dapat menyerap air yang berlebih agar memudahkan cacing tanah berkopulasi dan meletakkan telurnya. Serat kasar yang terkandung dalam serbuk gergaji kelapa mempengaruhi aerasi media hidup cacing tanah. Serbuk gergaji kelapa juga mengandung holoselulosa yang tinggi, cacing tanah dapat 42 mencerna dan memecah kandungan selulosa yang tinggi ini dengan enzim selulase di pencernaannya menjadi sumber karbohidrat (Ratna Agustina, 2002:1). Menurut Hand (1988), pada lambung dan usus cacing tanah mesekret enzim-enzim seperti protease, lipase, amilase, sellulase dan kitinase. Selain itu fungi, algae, aktinomicetes dan mikroba hidup pada usus cacing tanah. Enzim-enzim dan mikrooranisme yang ada dalam tubuh cacing tanah melakukan proses pemecahan karbohidrat kompleks seberti selulosa & protein menjadi karbohidrat yang lebih sederhana seperti glukosa dan asam amino. Komponen organik yang berguna seperti karbohidrat akan diserap oleh tubuh cacing dan digunakan sebagai sumber energi pada saat bergerak dan bereproduksi. Selanjutnya, jika komponen organik yang diserap tubuh sudah mencukupi untuk sumber energi, sisanya akan disimpan dalam tubuh sebagai cadangan makanan dan energi. Sisa dari komponen organik yang disimpan di tubuh inilah yang menyebabkan pertambahan biomassa cacing tanah. Perbandingan kedua media yang berbeda tersebut menunjukkan hasil yang paling baik digunakan sebagai media budidaya cacing Eisenia foetida. Namun dapat dilihat juga dalam Gambar 6, histogram pertambahan bobot cacing tanah Eisenia foetida dari berat awal 28 gr kemudian panen bulan pertama dan panen bulan kedua tidak menunjukan selisih yang banyak hanya 1-4 gr dalam semua perlakuan. 43 Hal tersebut diduga karena kondisi media yang tidak terlalu baik, sehingga nutrisi cepat menghilang. Terkstur media onggok yang digunakan sebagai media agak menggumpal dan sedikit sulit diatur kelembabannya, karena jika disiram air terlalu banyak onggok aren akan terlalu basah sehingga menyebabkan kelembaban tinggi dan menimbulkan jamur tumbuh di media. Namun jika tidak sering disiram air, media onggok bagian permukaan akan cepat kering sehingga cacing biasanya akan berpindah ke tempat yang lebih lembab. Hal ini dapat diatasi dengan lebih sering membolak-balik media sehingga kelembaban dapat homogen. Jamur yang sering tumbuh pada media yang terlalu lembab juga dicabut dan dibuang dari bak media. Selain dari kondisi media, pertambahan biomasa cacing tanah yang hanya sedikit diduga disebabkan oleh cacing jenis Eisenia foetida ini menggungakan sebagain besar energi yang didapat dari makanannya untuk menghasilkan kokon dibanding untuk pertumbuhan. Seperti yang dinyatakan oleh Gaddie & Douglas (1997), walaupun cacing tanah masih mengalami pertumbuhan, namun tingkat pertumbuhan akan lambat setelah cacing tanah mengalami dewasa kelamin. Ini disebabkan pada saat itu cacing sudah mulai memproduksi kokon (Christina M.F. S., 2000: 23). Menurut Edwards (1988), cacing tanah E.foetida merupakan spesies yang teridentifikasi mampu untuk mendegradasi sisa bahan-bahan organik, akan tetapi tidak semua bahan-bahan oranik itu mampu didegradasi dan 44 dikonsumsi serta meningkatkan laju pertumbuhan cacing tanah (Budi Afriansyah, 2010: 64). Hasil uji Anova Tabel 2 (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pengaruh kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap pertambahan berat cacing Eisenia foetida memiliki nilai signifikasi sebesar 0.000 Nilai signifikasi yang diperoleh ini lebih kecil atau kurang dari 0.05 (P< 0.05) yang berarti terdapat pengaruh nyata dari kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap pertambahan biomassa cacing Eisenia foetida. Dari hasil uji anova tersebut terlihat baha walaupun hanya terdapat selisisih yang sedikit antar pada hasil pengukuran biomassa namun meninjukkan hasil signifikan yang rendah yang berarti terdapat pengaruh yang nyata, hal tersebut dikarenakan memiliki tingkat homogen yang tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Lampiran 1) pada uji homogenitas menunjukkan nilai 0,463. Nilai ini lebih besar dari 0,05 yang berarti data penelitian adalah homogen. Guna mengetahui perbedaan rata-rata antar perlakuan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 3 (Lampiran 1). Hasil uji lanjut Duncan dengan taraf 5% menunjukkan bahwa rata-rata pertambahan biomasa cacing Eisenia foetida dengan perlakuan media onggok aren 100% tidak berbeda nyata dengan rata-rata biomassa cacing pada media onggok aren 75%+serbuk gergaji batang pohon kelapa 25%, dan onggok aren 25%+serbuk gergaji batang pohon kelapa 75%. Namun berbeda nyata 45 terhadap media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% dan media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok aren 50%. Perbedaan yang nyata antar perlakuan ini dapat disebabkan oleh nurisi dalam media yang berbeda-beda. Dari Tabel 3 (Lampiran 1) juga terlihat bahwa perlakuan paling baik terhadap pertambahan biomassa cacing tanah adalah kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok aren 50% yang berada di kolom ketiga. Sedangkan kombinasi media paling tidak baik adalah serbuk gergaji kelapa 100% yang berada di kolom pertama. B. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan Onggok Aren terhadap Produksi Kokon Cacing Eisenia foetida Produksi kokon cacing Eisenia foetida diketahui melalui data jumlah kokon, berat kokon, dan ukuran kokon. Data rata-rata jumlah kokon cacing Eisenia foetida selama pengamatan ditampilkan sebagai berikut: 250 211.2 200 150 100 50 170.4 143.8 90 109.8 150.8 109 104.2 71 48.6 0 Onggok aren Gergaji Gergaji Gergaji Gergaji 0% kelapa 25% : kelapa 50% : kelapa 75% : kelapa 100% onggok aren onggok aren onggok aren 75% 50% 25% 100% Perlakuan Jumlah Kokon Bulan ke 1 Jumlah Kokon Bulan ke 2 Gambar 8. Histogram Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Eisenia foetida (butir) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua. 46 Histogram Gambar 8 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kokon tertinggi terdapat pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 25%+onggok aren 75% sebanyak 211 butir pada panen bulan kedua dan pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok aren 50% pada bulan pertama. Sedangkan rata-rata jumah kokon terendah pada bulan pertama adalah media onggok aren 100% yaitu 49 butir dan pada bulan kedua pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% yaitu 104 butir. Data produksi kokon berupa rata-rata jumlah kokon cacing Eisenia foetida menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa 25%: onggok aren 75% menghasilkan jumlah kokon terbanyak dibandingkan media lainnya. Hal ini dapat dikarenakan kombinasi nutrisi dari kedua media dan faktor klimatik yang sesuai untuk mendukung kelangsungan proses reproduksinya. Hal ini seperti yang dikemukakan Dian Permata (2006:24), perbedaan produksi kokon tiap jenis media disebabkan oleh perbedaan nutrisi zat-zat makanan. Menurut Edwards & Lofty (1977), produksi kokon dipengaruhi oleh kepadatan populasi, biomassa, temperatur, kelembaban, kandungan energi dan ketersediaan makanan (Christina M.F. S., 2000: 7). Histogram gambar 8 juga menunjukkan rata-rata pertambahan kokon pada tiap perlakuan cukup banyak yang berbanding terbalik dengan pertumbuhan cacing yang lambat ditandai dengan pertambahan berat cacing pada tiap perlakuan dengan selisih yang hanya sedikit. Hal ini diduga dikarenakan cacing Eisenia foetida lebih banyak menggunakan energinya 47 yang diperoleh dari makanannya untuk memproduksi kokon. Seperti yang dikemukakan oleh Edward & Lofty dalam Budi Ardiansyah (2010), bahwa walaupun terjadi pertambahan bobot badan, tetapi peningkatannya lambat karena produktifitas cacing tanah bekerja aktif dan energi yang diperoleh dari pakan lebih banyak digunakan untuk menghasilkan kokon dan juvenil. Terdapat perbedaan kombinasi media yang paling baik untuk pertambahan biomassa dan jumlah kokon. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya keseimbangan jumlah nutrisi yang didapatkan dari tiap kombinasi berbeda. Pada jumlah kokon kombinasi media paling baik yang mengandung onggok 75% hal ini karena nutrisi dari kandungan pati (amilum) dalam onggok yang dipecah menjadi asam amino. Hal tersebut juga ditunjang oleh hasil penelitian Catalan (1981) yang melaporkan bahwa bahan pakan untuk reproduksi harus mengandung cukup protein karena asam-asam amino dari protein bahan tersebut diperlukan untuk pembentukan gamet baik gamet jantan maupun betina dari cacing tanah (Eko Susetyarini, 2007). Guna mengetahui pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida dilakukan uji Kruskal-Wallis Tabel 4 (Lampiran 1). Diperoleh hasil nilai segnifikasi sebesar 0.004 Nilai signifikasi ini lebih kecil dari 0.005 (P<0.005) yang berarti kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren berpegaruh nyata terhadap jumlah kokon Eisenia foetida. Indikator selanjutnya untuk produksi kokon adalah rata-rata berat/bobot kokon. Penghitungan bobot kokon ini tidak dilakukan pada 48 seluruh kokon yang ada, namun mengambil 5 sampel kokon dari tiap perlakuan dan ulangan. Rata-rata berat kokon pada masing-masing media Berat kokon (gr) sebagai berikut: 0.016 0.0155 0.015 0.0145 0.014 0.0135 0.013 0.015 0.0148 0.015 0.0148 0.0155 0.015 0.0156 0.0144 0.0143 0.014 Onggok aren Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa 0% 25% : onggok 50% : onggok 75% : onggok 100% aren 75% aren 50% aren 25% Perlakuan Bobot Kokon Bulan ke 1 Bobot Kokon Bulan ke 2 Gambar 9. Histogram Rata-Rata Berat Kokon Cacing Eisenia foetida (butir) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua. Histogram di atas menunjukkan berat kokon tertinggi pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% dan terendah pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% : onggok aren 50%. Berat kokon dari cacing tanah diasumsikan dapat mempengaruhi jumlah individu yang ada di dalam kokon. Apabila berat kokon tinggi maka kemungkinan juvenil didalam kokon juga lebih banyak yang akan menetas. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang membuktikan adanya pengaruh bobot kokon terhadap jumlah anak cacing/ juvenil yang menetas. Kokon berbentuk lonjong berukuran 1/3 kepala korek api. Setiap kokon biasanya berisi 2-20 anak cacing, namun umumnya adalah 1-2 ekor anak 49 cacing. Anak cacing tanah akan menetas dari kokon setelah 2-3 minggu masa inkubasi (Amri dan Khairuman, 2009: 7). Hasil signifikasi pada uji homogenitas Tabel 5 (lampiran 1) pada bobot kokon adalah 0.352 yang berarti nilai signifikan >0.05, maka dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah sama (homogen) sehingga analisis data dapat dilanjukan dengan uji Anova. Hasil uji anova Tabel 6 (Lampiran 1) pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida memiliki nilai signifikansi 0.559. Nilai signifikasi tersebut lebih besar dari 0.05 (P > 0.05) maka dapat diartikan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren tidak berpengaruh nyata terhadap berat kokon cacing Eisenia foetida. Data produksi kokon selanjutnya adalah indeks kokon. Perhitungan indeks kokon dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar kokon menggunakan jangka sorong. Penghitungan indeks kokon ini tidak dilakukan pada seluruh kokon yang ada, namun mengambil 5 sampel kokon dari tiap perlakuan dan ulangan. Setelah didapatkan data ukuran panjang dan lebar kokon cacing maka indeks kokon dapat dihitung menggunakan rumus menurut Setiadi (2000: 25) berikut: Indeks kokon x 100% Dari perhitungan indeks kokon tersebut didapatkan histogram rata-rata indeks kokon sebagai berikut: 50 70 60 55.145 50.608 50 58.484 52.034 56.812 46.81646.336 61.15 58.34 51.9 40 30 20 10 0 Onggok aren Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa 0% 25% : onggok 50% : onggok 75% : onggok 100% aren 75% aren 50% aren 25% Perlakuan Indeks Kokon Bulan ke 1 Indeks Kokon Bulan ke 2 Gambar 10. Histogram Rata-Rata Indeks Kokon Cacing Eisenia foetida (butir) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua. Gambar 10 menunjukkan rata-rata indeks kokon tertinggi terdapat pada perlakuan media serbuk gergaji batang pohon kelapa 75% : onggok aren 25% yaitu 56,8% pada panen bulan pertama dan indeks kokon terendah terdapat pada serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% : onggok aren 50% yaitu 46.34% pada panen bulan kedua, namun dari semua perlakuan tidak terdapat perbedaan yang terlalu banyak pada rata-rata indeks kokon yang diperoleh. Menurut Stephenson (1930), indeks kokon menunjukkan tingkat kelonjongan dari bentuk kokon. Bentuk kokon bervariasi antarspesies cacing tanah, bentuknya bermacam-macam, bulat, lemon, lonjong dan melancip pada ujungnya. Warna kokon juga berbeda tergantung jenis cacingnya. Terjadi perubahan warna pada saat kokon mendekati waktu menetas yaitu berubah menjadi kecoklatan atau kemerahan. Dari perhitungan indeks kokon 51 diharapkan semakin besar indeks kokon yang berarti semakin besar juga ukuran kokon dan hal ini dapat diasumsikan bahwa telur yang ada di dalam kokon juga semakin banyak. Menurut hasil uji homogenitas Tabel 7 (Lampiran 1) indeks kokon diperoleh nilai signifikan 0.783. Nilai ini >0.05 yang berarti varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah sama (homogen) sehingga analisis data dapat dilanjukan dengan uji Anova. Indeks kokon diuji menggunakan uji Anova satu arah Tabel 8 (Lampiran 1) untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa pengaruh dari kombinasi pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida memiliki nilai signifikansi 0.787. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05 (P>0,05) yang berarti kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren tidak berpengaruh nyata terhadap indeks kokon cacing Eisenia foetida. C. Kondisi Media Kondisi media yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu media, kelembaban media dan pH media cacing Eisenia foetida. 1. Suhu Media Data pengukuran suhu media selama penelitian dua bulan atau 8 minggu dapat dilihat pada histogram berikut ini: 52 29.5 29 28.5 28 27.5 27 26.5 26 25.5 25 Perlakuan Onggok aren 100% Perlakuan Gergaji kelapa 25% : onggok aren 75% Perlakuan Gergaji kelapa 50% : onggok aren 50% Perlakuan Gergaji kelapa 75% : onggok aren 25% Perlakuan Gergaji kelapa 100% Gambar 11. Histogram Suhu Media Cacing Eisenia foetida. Suhu rata-rata media pemeliharaan dalam penelitian ini berkisar pada 26.50C-290C. Suhu media dalam penelitian ini masih sesuai dengan suhu ideal cacing tanah. Menurut Gates (1972) cacing tanah E. foetida dewasa dapat berkembang biak pada temperatur 28-32 0C dan temperatur optimalnya adalah 280C (Dian Permata, 2006: 18). Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu selama penelitian masih ideal untuk pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah Eisenia foetida Aktivitas, pertumbuhan, metabolisme, respirasi dan reproduksi cacing tanah dipengaruhi perbedaan temperatur. Periode dewasa akan lebih cepat pada suhu tinggi dibanding suhu rendah. Pada E .foetida periode dewasa 6,5 minggu pada 280C dan 9,5 minggu pada suhu 180C. Suhu yang tinggi juga akan menurunkan masa inkubsi kokon 53 sehingga kokon akan lebih cepat menetas (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 99). 2. Kelembaban Media Data pengukuran kelembaban media dapat dilihat pada histogram berikut ini: 60 50 Perlakuan Onggok aren 100% 40 Perlakuan Gergaji kelapa 25% : onggok aren 75% 30 Perlakuan Gergaji kelapa 50% : onggok aren 50% 20 10 Perlakuan Gergaji kelapa 75% : onggok aren 25% 0 Perlakuan Gergaji kelapa 100% Gambar 12. Histogram Kelembaban Media Cacing Eisenia foetida. Pada penelitian ini rata-rata kelembaban media 32%-45%. Kelembaban media tersebut sudah sesuai dengan persyaratan kelembaban media untuk budidaya cacing tanah. Sekitar 75-90% bobot cacing tanah adalah air sehingga dehidrasi (pengeringan) merupakan hal yang sangat menentukan bagi cacing tanah (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 96). Secara alamiah cacing akan bergerak ketempat yang lebih basah atau diam jika terjadi kekeringan tanah. Apabila tidak terhindar dari tanah kering, ia akan tetap dapat bertahan hidup meskipun banyak 54 kehilangan air tubuhnya. Sebagian besar famili Lumbricidae dapat hidup meski tubuhnya telah kehilangan hingga 50% air. Meskipun dapat bertahan hidup pada kondisi kering, kesuburan cacing tanah terpengaruh. Pada kondisi yang kering, Eisenia foetida merupakan contoh cacing tanah yang bermigrasi ke lapisan yang lebih dalam (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 96). Perbedaan kelembaban juga dapat mempengaruhi laju konsumsinya. Menurut Gunadi (2003) dalam Budi Ardiansyah (2010: 62) perbedaan kelembaban menyebabkan metabolisme cacing tanah untuk menghasilkan energi berbeda sehingga mempengaruhi laju konsumsinya. Kelembaban yang rendah dapat menurunkan laju konsumsi E. foetida. 3. Derajat Keasaman (pH) Media 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Perlakuan Onggok aren 100% Perlakuan Gergaji kelapa 25% : onggok aren 75% Perlakuan Gergaji kelapa 50% : onggok aren 50% Gambar 13. Histogram pH Media Cacing Eisenia foetida. Rata-rata pada hasil pengukuran derajat keasaman (pH) dalam penelitian ini yang dilakukan pada bulan pertama hingga kedua adalah 55 6.8. Kemasaman media mempengaruhi populasi dan aktivitas cacing sehingga menjadi faktor pembatas penyebaran dan spesiesnya. Umumnya cacing tanah tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7,0. Untuk spesies Eisenia foetida lebih menyukai pH 6,8-8,0 (Kemas Ali Hanafiah, 2014: 94). Hal ini membuktikan bahwa media dalam penelitian ini memiliki tingkat derajat keasaman yang sudah sesuai dengan tempat hidup cacing Eisenia foetida. 56