BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh

advertisement
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan
Onggok Aren terhadap Pertumbuhan Cacing Eisenia foetida
Salah satu indikator untuk mengetahui pertumbuhan cacing E.foetida
adalah dengan mengukur biomassa tubuhnya. Berikut ini adalah grafik ratarata hasil pengukuran biomassa cacing untuk dua kali panen selama dua
Bobot (gram)
bulan:
40
35
30
25
20
15
10
5
0
34.61
30.562
Onggok aren
0%
36.82
34.876
35.32 37.84
36.06
33.716
28.54229.71
Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa
25% : onggok 50% : onggok 75% : onggok
100%
aren 75%
aren 50%
aren 25%
Perlakuan
Bobot Cacing Bulan ke 1
Bobot Cacing Bulan ke 2
Gambar 7. Histogram Rata-Rata Pengukuran Biomassa Cacing Eisenia
foetida (gram) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan
Kedua.
Histogram di atas menunjukkan bahwa rerata pertambahan bobot
cacing tertinggi terdapat pada media dengan komposisi serbuk gergaji batang
pohon kelapa 50% + onggok aren 50% dengan berat 35,32gr pada bulan
pertama dan 37,84gr pada bulan kedua. Sedangkan rerata bobot cacing
41
terendah terdapat pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% pada
panen bulan pertama dan kedua yaitu 28,54 gr dan 29,71 gram.
Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan media paling cocok
digunakan sebagai budidaya cacing Eisenia foetida adalah media dengan
komposisi perbandingan serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% dan onggok
aren 50%. Sedangkan media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100%
memiliki rerata bobot cacing paling rendah pada dua kali panen dalam
percobaan dua bulan ini merupakan media yang kurang cocok sebagai media
budidaya cacing Eisenia foetida.
Perbedaan hasil percobaan ini diduga dikarenakan oleh beberapa
faktor salah satunya ketersediaan nutrisi. Nutrisi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan cacing dapat berasal dari pakan yang diberikan dan dari media
itu sendiri. Selain itu adalah faktor kondisi media yang digunakan.
Onggok merupakan limbah industri dari proses ekstraksi tapioka.
Namun tidak semua kandungan pati ikut tersaring bersama filtrat sehingga
onggok masih memiliki pati dan serat kasar yang merupakan komponen
karbohidrat yang masih potensial untuk dimanfaatkan (Rasyid,. et al, 1995).
Serbuk gergaji batang pohon kelapa merupakan salah satu bahan
media yang cocok untuk tumbuh cacing tanah karena sifatnya "porous"
sehingga dapat menyerap air yang berlebih agar memudahkan cacing tanah
berkopulasi dan meletakkan telurnya. Serat kasar yang terkandung dalam
serbuk gergaji kelapa mempengaruhi aerasi media hidup cacing tanah. Serbuk
gergaji kelapa juga mengandung holoselulosa yang tinggi, cacing tanah dapat
42
mencerna dan memecah kandungan selulosa yang tinggi ini dengan enzim
selulase di pencernaannya menjadi sumber karbohidrat (Ratna Agustina,
2002:1).
Menurut Hand (1988), pada lambung dan usus cacing tanah mesekret
enzim-enzim seperti protease, lipase, amilase, sellulase dan kitinase. Selain
itu fungi, algae, aktinomicetes dan mikroba hidup pada usus cacing tanah.
Enzim-enzim dan mikrooranisme yang ada dalam tubuh cacing tanah
melakukan proses pemecahan karbohidrat kompleks seberti selulosa &
protein menjadi karbohidrat yang lebih sederhana seperti glukosa dan asam
amino. Komponen organik yang berguna seperti karbohidrat akan diserap
oleh tubuh cacing dan digunakan sebagai sumber energi pada saat bergerak
dan bereproduksi. Selanjutnya, jika komponen organik yang diserap tubuh
sudah mencukupi untuk sumber energi, sisanya akan disimpan dalam tubuh
sebagai cadangan makanan dan energi. Sisa dari komponen organik yang
disimpan di tubuh inilah yang menyebabkan pertambahan biomassa cacing
tanah.
Perbandingan kedua media yang berbeda tersebut menunjukkan hasil
yang paling baik digunakan sebagai media budidaya cacing Eisenia foetida.
Namun dapat dilihat juga dalam Gambar 6, histogram pertambahan bobot
cacing tanah Eisenia foetida dari berat awal 28 gr kemudian panen bulan
pertama dan panen bulan kedua tidak menunjukan selisih yang banyak hanya
1-4 gr dalam semua perlakuan.
43
Hal tersebut diduga karena kondisi media yang tidak terlalu baik,
sehingga nutrisi cepat menghilang. Terkstur media onggok yang digunakan
sebagai media agak menggumpal dan sedikit sulit diatur kelembabannya,
karena jika disiram air terlalu banyak onggok aren akan terlalu basah
sehingga menyebabkan kelembaban tinggi dan menimbulkan jamur tumbuh
di media. Namun jika tidak sering disiram air, media onggok bagian
permukaan akan cepat kering sehingga cacing biasanya akan berpindah ke
tempat yang lebih lembab. Hal ini dapat diatasi dengan lebih sering
membolak-balik media sehingga kelembaban dapat homogen. Jamur yang
sering tumbuh pada media yang terlalu lembab juga dicabut dan dibuang dari
bak media.
Selain dari kondisi media, pertambahan biomasa cacing tanah yang
hanya sedikit diduga disebabkan oleh cacing jenis Eisenia foetida ini
menggungakan sebagain besar energi yang didapat dari makanannya untuk
menghasilkan kokon dibanding untuk pertumbuhan. Seperti yang dinyatakan
oleh Gaddie & Douglas (1997), walaupun cacing tanah masih mengalami
pertumbuhan, namun tingkat pertumbuhan akan lambat setelah cacing tanah
mengalami dewasa kelamin. Ini disebabkan pada saat itu cacing sudah mulai
memproduksi kokon (Christina M.F. S., 2000: 23).
Menurut Edwards (1988), cacing tanah E.foetida merupakan spesies
yang teridentifikasi mampu untuk mendegradasi sisa bahan-bahan organik,
akan tetapi tidak semua bahan-bahan oranik itu mampu didegradasi dan
44
dikonsumsi serta meningkatkan laju pertumbuhan cacing tanah (Budi
Afriansyah, 2010: 64).
Hasil uji Anova Tabel 2 (Lampiran 1) menunjukkan bahwa pengaruh
kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren
terhadap pertambahan berat cacing Eisenia foetida memiliki nilai signifikasi
sebesar 0.000 Nilai signifikasi yang diperoleh ini lebih kecil atau kurang dari
0.05 (P< 0.05) yang berarti terdapat pengaruh nyata dari kombinasi media
serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap pertambahan
biomassa cacing Eisenia foetida. Dari hasil uji anova tersebut terlihat baha
walaupun hanya terdapat selisisih yang sedikit antar pada hasil pengukuran
biomassa namun meninjukkan hasil signifikan yang rendah yang berarti
terdapat pengaruh yang nyata, hal tersebut dikarenakan memiliki tingkat
homogen yang tinggi seperti yang terlihat pada Tabel 1 (Lampiran 1) pada uji
homogenitas menunjukkan nilai 0,463. Nilai ini lebih besar dari 0,05 yang
berarti data penelitian adalah homogen.
Guna mengetahui perbedaan rata-rata antar perlakuan dilakukan uji
lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test) Tabel 3 (Lampiran 1).
Hasil uji lanjut Duncan dengan taraf 5% menunjukkan bahwa rata-rata
pertambahan biomasa cacing Eisenia foetida dengan perlakuan media onggok
aren 100% tidak berbeda nyata dengan rata-rata biomassa cacing pada media
onggok aren 75%+serbuk gergaji batang pohon kelapa 25%, dan onggok aren
25%+serbuk gergaji batang pohon kelapa 75%. Namun berbeda nyata
45
terhadap media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% dan media serbuk
gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok aren 50%.
Perbedaan yang nyata antar perlakuan ini dapat disebabkan oleh nurisi
dalam media yang berbeda-beda. Dari Tabel 3 (Lampiran 1) juga terlihat
bahwa perlakuan paling baik terhadap pertambahan biomassa cacing tanah
adalah kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok
aren 50% yang berada di kolom ketiga. Sedangkan kombinasi media paling
tidak baik adalah serbuk gergaji kelapa 100% yang berada di kolom pertama.
B. Pengaruh Kombinasi Media Serbuk Gergaji Batang Pohon Kelapa dan
Onggok Aren terhadap Produksi Kokon Cacing Eisenia foetida
Produksi kokon cacing Eisenia foetida diketahui melalui data jumlah
kokon, berat kokon, dan ukuran kokon.
Data rata-rata jumlah kokon cacing Eisenia foetida selama
pengamatan ditampilkan sebagai berikut:
250
211.2
200
150
100
50
170.4
143.8
90
109.8
150.8
109
104.2
71
48.6
0
Onggok aren
Gergaji
Gergaji
Gergaji
Gergaji
0%
kelapa 25% : kelapa 50% : kelapa 75% : kelapa 100%
onggok aren onggok aren onggok aren
75%
50%
25%
100%
Perlakuan
Jumlah Kokon Bulan ke 1
Jumlah Kokon Bulan ke 2
Gambar 8. Histogram Rata-Rata Jumlah Kokon Cacing Eisenia foetida (butir)
pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua.
46
Histogram Gambar 8 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kokon
tertinggi terdapat pada media serbuk gergaji batang pohon kelapa
25%+onggok aren 75% sebanyak 211 butir pada panen bulan kedua dan pada
media serbuk gergaji batang pohon kelapa 50%+onggok aren 50% pada bulan
pertama. Sedangkan rata-rata jumah kokon terendah pada bulan pertama
adalah media onggok aren 100% yaitu 49 butir dan pada bulan kedua pada
media serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% yaitu 104 butir.
Data produksi kokon berupa rata-rata jumlah kokon cacing Eisenia
foetida menunjukkan bahwa kombinasi media serbuk gergaji batang pohon
kelapa 25%: onggok aren 75% menghasilkan jumlah kokon terbanyak
dibandingkan media lainnya. Hal ini dapat dikarenakan kombinasi nutrisi dari
kedua media dan faktor klimatik yang sesuai untuk mendukung kelangsungan
proses reproduksinya. Hal ini seperti yang dikemukakan Dian Permata
(2006:24), perbedaan produksi kokon tiap jenis media disebabkan oleh
perbedaan nutrisi zat-zat makanan. Menurut Edwards & Lofty (1977),
produksi kokon dipengaruhi oleh kepadatan populasi, biomassa, temperatur,
kelembaban, kandungan energi dan ketersediaan makanan (Christina M.F. S.,
2000: 7).
Histogram gambar 8 juga menunjukkan rata-rata pertambahan kokon
pada tiap perlakuan cukup banyak yang berbanding terbalik dengan
pertumbuhan cacing yang lambat ditandai dengan pertambahan berat cacing
pada tiap perlakuan dengan selisih yang hanya sedikit. Hal ini diduga
dikarenakan cacing Eisenia foetida lebih banyak menggunakan energinya
47
yang diperoleh dari makanannya untuk memproduksi kokon. Seperti yang
dikemukakan oleh Edward & Lofty dalam Budi Ardiansyah (2010), bahwa
walaupun terjadi pertambahan bobot badan, tetapi peningkatannya lambat
karena produktifitas cacing tanah bekerja aktif dan energi yang diperoleh dari
pakan lebih banyak digunakan untuk menghasilkan kokon dan juvenil.
Terdapat perbedaan kombinasi media yang paling baik untuk
pertambahan biomassa dan jumlah kokon. Hal tersebut dimungkinkan karena
adanya keseimbangan jumlah nutrisi yang didapatkan dari tiap kombinasi
berbeda. Pada jumlah kokon kombinasi media paling baik yang mengandung
onggok 75% hal ini karena nutrisi dari kandungan pati (amilum) dalam
onggok yang dipecah menjadi asam amino. Hal tersebut juga ditunjang oleh
hasil penelitian Catalan (1981) yang melaporkan bahwa bahan pakan untuk
reproduksi harus mengandung cukup protein karena asam-asam amino dari
protein bahan tersebut diperlukan untuk pembentukan gamet baik gamet
jantan maupun betina dari cacing tanah (Eko Susetyarini, 2007).
Guna mengetahui pengaruh media serbuk gergaji batang pohon
kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida
dilakukan uji Kruskal-Wallis Tabel 4 (Lampiran 1). Diperoleh hasil nilai
segnifikasi sebesar 0.004 Nilai signifikasi ini lebih kecil dari 0.005 (P<0.005)
yang berarti kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan
onggok aren berpegaruh nyata terhadap jumlah kokon Eisenia foetida.
Indikator selanjutnya untuk produksi kokon adalah rata-rata
berat/bobot kokon. Penghitungan bobot kokon ini tidak dilakukan pada
48
seluruh kokon yang ada, namun mengambil 5 sampel kokon dari tiap
perlakuan dan ulangan. Rata-rata berat kokon pada masing-masing media
Berat kokon (gr)
sebagai berikut:
0.016
0.0155
0.015
0.0145
0.014
0.0135
0.013
0.015
0.0148
0.015
0.0148
0.0155
0.015
0.0156
0.0144
0.0143
0.014
Onggok aren Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa
0%
25% : onggok 50% : onggok 75% : onggok
100%
aren 75%
aren 50%
aren 25%
Perlakuan
Bobot Kokon Bulan ke 1
Bobot Kokon Bulan ke 2
Gambar 9. Histogram Rata-Rata Berat Kokon Cacing Eisenia foetida (butir)
pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua.
Histogram di atas menunjukkan berat kokon tertinggi pada media
serbuk gergaji batang pohon kelapa 100% dan terendah pada media serbuk
gergaji batang pohon kelapa 50% : onggok aren 50%.
Berat kokon dari cacing tanah diasumsikan dapat mempengaruhi
jumlah individu yang ada di dalam kokon. Apabila berat kokon tinggi maka
kemungkinan juvenil didalam kokon juga lebih banyak yang akan menetas.
Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang membuktikan adanya
pengaruh bobot kokon terhadap jumlah anak cacing/ juvenil yang menetas.
Kokon berbentuk lonjong berukuran 1/3 kepala korek api. Setiap kokon
biasanya berisi 2-20 anak cacing, namun umumnya adalah 1-2 ekor anak
49
cacing. Anak cacing tanah akan menetas dari kokon setelah 2-3 minggu masa
inkubasi (Amri dan Khairuman, 2009: 7).
Hasil signifikasi pada uji homogenitas Tabel 5 (lampiran 1) pada
bobot kokon adalah 0.352 yang berarti nilai signifikan >0.05, maka dikatakan
bahwa varian dari dua atau lebih kelompok populasi data adalah sama
(homogen) sehingga analisis data dapat dilanjukan dengan uji Anova.
Hasil uji anova Tabel 6 (Lampiran 1) pengaruh media serbuk gergaji
batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia
foetida memiliki nilai signifikansi 0.559. Nilai signifikasi tersebut lebih besar
dari 0.05 (P > 0.05) maka dapat diartikan bahwa kombinasi media serbuk
gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren tidak berpengaruh nyata
terhadap berat kokon cacing Eisenia foetida.
Data produksi kokon selanjutnya adalah indeks kokon. Perhitungan
indeks kokon dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar kokon
menggunakan jangka sorong. Penghitungan indeks kokon ini tidak dilakukan
pada seluruh kokon yang ada, namun mengambil 5 sampel kokon dari tiap
perlakuan dan ulangan. Setelah didapatkan data ukuran panjang dan lebar
kokon cacing maka indeks kokon dapat dihitung menggunakan rumus
menurut Setiadi (2000: 25) berikut:
Indeks kokon
x 100%
Dari perhitungan indeks kokon tersebut didapatkan histogram rata-rata
indeks kokon sebagai berikut:
50
70
60
55.145
50.608
50
58.484
52.034
56.812
46.81646.336
61.15 58.34
51.9
40
30
20
10
0
Onggok aren Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa Gergaji kelapa
0%
25% : onggok 50% : onggok 75% : onggok
100%
aren 75%
aren 50%
aren 25%
Perlakuan
Indeks Kokon Bulan ke 1
Indeks Kokon Bulan ke 2
Gambar 10. Histogram Rata-Rata Indeks Kokon Cacing Eisenia foetida
(butir) pada Panen Bulan Pertama dan Panen Bulan Kedua.
Gambar 10 menunjukkan rata-rata indeks kokon tertinggi terdapat
pada perlakuan media serbuk gergaji batang pohon kelapa 75% : onggok aren
25% yaitu 56,8% pada panen bulan pertama dan indeks kokon terendah
terdapat pada serbuk gergaji batang pohon kelapa 50% : onggok aren 50%
yaitu 46.34% pada panen bulan kedua, namun dari semua perlakuan tidak
terdapat perbedaan yang terlalu banyak pada rata-rata indeks kokon yang
diperoleh.
Menurut Stephenson (1930), indeks kokon menunjukkan tingkat
kelonjongan dari bentuk kokon. Bentuk kokon bervariasi antarspesies cacing
tanah, bentuknya bermacam-macam, bulat, lemon, lonjong dan melancip pada
ujungnya. Warna kokon juga berbeda tergantung jenis cacingnya. Terjadi
perubahan warna pada saat kokon mendekati waktu menetas yaitu berubah
menjadi kecoklatan atau kemerahan. Dari perhitungan indeks kokon
51
diharapkan semakin besar indeks kokon yang berarti semakin besar juga
ukuran kokon dan hal ini dapat diasumsikan bahwa telur yang ada di dalam
kokon juga semakin banyak.
Menurut hasil uji homogenitas Tabel 7 (Lampiran 1) indeks kokon
diperoleh nilai signifikan 0.783. Nilai ini >0.05 yang berarti varian dari dua
atau lebih kelompok populasi data adalah sama (homogen) sehingga analisis
data dapat dilanjukan dengan uji Anova.
Indeks kokon diuji menggunakan uji Anova satu arah Tabel 8
(Lampiran 1) untuk mengetahui pengaruh dari kombinasi media serbuk
gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren terhadap jumlah kokon cacing
Eisenia foetida. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa pengaruh dari
kombinasi pengaruh media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok
aren terhadap jumlah kokon cacing Eisenia foetida memiliki nilai signifikansi
0.787. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0.05 (P>0,05) yang berarti
kombinasi media serbuk gergaji batang pohon kelapa dan onggok aren tidak
berpengaruh nyata terhadap indeks kokon cacing Eisenia foetida.
C. Kondisi Media
Kondisi media yang diukur dalam penelitian ini meliputi suhu
media, kelembaban media dan pH media cacing Eisenia foetida.
1. Suhu Media
Data pengukuran suhu media selama penelitian dua bulan atau 8
minggu dapat dilihat pada histogram berikut ini:
52
29.5
29
28.5
28
27.5
27
26.5
26
25.5
25
Perlakuan Onggok aren
100%
Perlakuan Gergaji kelapa
25% : onggok aren 75%
Perlakuan Gergaji kelapa
50% : onggok aren 50%
Perlakuan Gergaji kelapa
75% : onggok aren 25%
Perlakuan Gergaji kelapa
100%
Gambar 11. Histogram Suhu Media Cacing Eisenia foetida.
Suhu rata-rata media pemeliharaan dalam penelitian ini berkisar
pada 26.50C-290C. Suhu media dalam penelitian ini masih sesuai
dengan suhu ideal cacing tanah. Menurut Gates (1972) cacing tanah E.
foetida dewasa dapat berkembang biak pada temperatur 28-32 0C dan
temperatur optimalnya adalah 280C (Dian Permata, 2006: 18).
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu selama
penelitian masih ideal untuk pertumbuhan dan reproduksi cacing tanah
Eisenia foetida
Aktivitas, pertumbuhan, metabolisme, respirasi dan reproduksi
cacing tanah dipengaruhi perbedaan temperatur. Periode dewasa akan
lebih cepat pada suhu tinggi dibanding suhu rendah. Pada E .foetida
periode dewasa 6,5 minggu pada 280C dan 9,5 minggu pada suhu
180C. Suhu yang tinggi juga akan menurunkan masa inkubsi kokon
53
sehingga kokon akan lebih cepat menetas (Kemas Ali Hanafiah, 2014:
99).
2. Kelembaban Media
Data pengukuran kelembaban media dapat dilihat pada
histogram berikut ini:
60
50
Perlakuan Onggok aren
100%
40
Perlakuan Gergaji kelapa
25% : onggok aren 75%
30
Perlakuan Gergaji kelapa
50% : onggok aren 50%
20
10
Perlakuan Gergaji kelapa
75% : onggok aren 25%
0
Perlakuan Gergaji kelapa
100%
Gambar 12. Histogram Kelembaban Media Cacing Eisenia foetida.
Pada penelitian ini rata-rata kelembaban media 32%-45%.
Kelembaban media tersebut sudah sesuai dengan persyaratan
kelembaban media untuk budidaya cacing tanah. Sekitar 75-90%
bobot cacing tanah adalah air sehingga dehidrasi (pengeringan)
merupakan hal yang sangat menentukan bagi cacing tanah (Kemas Ali
Hanafiah, 2014: 96).
Secara alamiah cacing akan bergerak ketempat yang lebih basah
atau diam jika terjadi kekeringan tanah. Apabila tidak terhindar dari
tanah kering, ia akan tetap dapat bertahan hidup meskipun banyak
54
kehilangan air tubuhnya. Sebagian besar famili Lumbricidae dapat
hidup meski tubuhnya telah kehilangan hingga 50% air. Meskipun
dapat bertahan hidup pada kondisi kering, kesuburan cacing tanah
terpengaruh. Pada kondisi yang kering, Eisenia foetida merupakan
contoh cacing tanah yang bermigrasi ke lapisan yang lebih dalam
(Kemas Ali Hanafiah, 2014: 96).
Perbedaan
kelembaban
juga
dapat
mempengaruhi
laju
konsumsinya. Menurut Gunadi (2003) dalam Budi Ardiansyah (2010:
62) perbedaan kelembaban menyebabkan metabolisme cacing tanah
untuk menghasilkan energi berbeda sehingga mempengaruhi laju
konsumsinya. Kelembaban yang rendah dapat menurunkan laju
konsumsi E. foetida.
3. Derajat Keasaman (pH) Media
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Perlakuan
Onggok aren
100%
Perlakuan Gergaji
kelapa 25% :
onggok aren 75%
Perlakuan Gergaji
kelapa 50% :
onggok aren 50%
Gambar 13. Histogram pH Media Cacing Eisenia foetida.
Rata-rata pada hasil pengukuran derajat keasaman (pH) dalam
penelitian ini yang dilakukan pada bulan pertama hingga kedua adalah
55
6.8. Kemasaman media mempengaruhi populasi dan aktivitas cacing
sehingga menjadi faktor pembatas penyebaran dan spesiesnya.
Umumnya cacing tanah tumbuh dengan baik pada pH sekitar 7,0.
Untuk spesies Eisenia foetida lebih menyukai pH 6,8-8,0 (Kemas Ali
Hanafiah, 2014: 94). Hal ini membuktikan bahwa media dalam
penelitian ini memiliki tingkat derajat keasaman yang sudah sesuai
dengan tempat hidup cacing Eisenia foetida.
56
Download