SUBKELAS OLIGOCHAETA Berasal dari bahasa Yunani Oligos = sedikit dan chaete = duri. Oligochaeta yang terkenal adalah cacing tanah dan tubifex. Berbeda dengan Polychaeta, bentuk tubuh oligochaeta tidak banyak variasinya. Berdasarkan fungsi dan lingkungannya, oligochaeta dibagi menjadi dua tipe : Microdrile Microdrile merupakan spesies akuatik, berukuran 1-30 mm, dinding tubuh agak transparan. Megadrile merupakan spesies darat, dinding tubuh tebal, umumnya panjang antara 5-30 cm, bahkan Megascolides di Australia dapat mencapai 3 m. Anatomi Cacing Tanah (Oligochaeta) Secara Umum Morfologi, Anatomi, Fisiologi Ruas-ruas tubuh cacing dewasa dapat dikatakan sama bentuk dan ukurannya, kecuali bagian anterior dan posterior. Pada tiap ruas terdapat 4 rumpun setae; 2 rumpun pada dorso-lateral dan 2 rumpun pada ventro-lateral. Tergantung jenisnya, jumlah setae dalam satu rumpun antara 1-25 buah. Bentuk dan ukuran setae ada beberapa macam, dan dipakai untuk identifikasi. Hampir semua oligochaeta bernafas dengan cara difusi melalui seluruh permukaan tubuh. Hanya beberapa jenis akuatik mempunyai insang, misalnya Dero dan Branchiura. Banyak jenis akuatik yang dapat hidup pada perairan dengan kadar oksigen rendah, bahkan beberapa jenis dapat bertahan tanpa oksigen untuk jangka pendek. Tubifex biasa mengeluarkan bagian posteriornya dari tabung, guna mendapatkan oksigen lebih banyak dari udara, apabila kandungan oksigen dalam air sangat rendah. Jaringan chloragogen terdapat di sekeliling usus dan pembuluh dorsal, merupakan lapisan sel berwarna kekuningan, mempunyai peranan penting dalam “intermediary metabolism”, seperti hati pada vertebrata. Jaringan chloragogen merupakan pusat sintesa dan cadangan glycogen dan lemak. Dalam sel pada jaringan chloragogen juga terjadi deaminasi protein, pembentukan ammonia dan sintesa urea. Sistem saraf oligochaeta seperti pada polychaeta, tetapi otak oligochaeta terletak pada ruas ketiga di bagian dorsal pharynk. Kebanyakan oligochaeta akuatik mempunyai 4 pasang saraf lateral pada tiap ruas, sedangkan jenis darat mempunyai 3 pasang. Oligochaeta tidak mempunyai mata, kecuali beberapa jenis akuatik yang mempunyai bintik mata sederhana. Di seluruh permukaan tubuh, kecuali bagian ventral, terdapat sel indera sebagai photoreceptor. Oligochaeta adalah phototropik negatif terhadap cahaya kuat dan positif terhadap cahaya lemah. Di samping itu, dinding tubuh kaya akan ujung-ujung syaraf sebagai alat peraba. Sistem peredaran darah oligochaeta pada dasarnya sama dengan polychaeta. Pada oligochaeta biasanya pembuluh dorsal dan pembuluh ventral dihubungkan oleh pembuluh lateral pada tiap-tiap ruas. Beberapa pasang pembuluh penghubung didaerah oesophagus sangat kontraktil, dan berfungsi sebagai jantung. Beberapa jenis oligochaeta mempunyai hemoglobin dalam plasma darahnya, dan darah mengandung amebocyte. • Alat ekresi adalah metanephridia, terdapat sepasang pada tiap ruas, kecuali pada ujung anterior dan posterior. • Eksresi oligochaeta berupa amonia. Keseimbangan air dan garam juga diatur sebagian oleh nephridia. Semua oligochaeta hermaprodit, dengan gonad yang jelas. Ruas reproduktif sangat terbatas, terletak di bagian anterior. Pada jenis akuatik biasanya hanya terdapat sebuah ruas berisi ovari dan sebuah ruas berisi testes, dan ruas betina selalu terletak di belakang ruas jantan. Kantung telur dan kantung sperma sangat besar dan mendesak rongga tubuh. • Semua oligochaeta mempunyai clitellum, yaitu epidermis yang menebal dan menutupi ruas-ruas reproduktif, terutama bagian dorsal, sehingga bentuknya seperti pelana kuda. • Pada clitellum terdapat banyak sel kelenjar yang menghasilkan lendir untuk perkawinan, bahan untuk dinding kokon, dan albumin untuk melekatkan telur dalam kokon. • Clitellum pada cacing tanah tebal dan tampak jelas, pada jenis akuatik tipis, setebal satu sel dan tidak jelas, kecuali pada musim kawin. • Reproduksi seksual melibatkan dua ekor cacing. • Pada waktu perkawinan terjadi pertukaran sperma, yang disimpan dalam spermatheca. • Beberapa hari setelah perkawinan, clitellum menghasilkan lendir yang menyelubungi ruas-ruas anterior dan clitellum, kemudian menghasilkan dinding kokon. • Telur dikeluarkan dari gonopore betina dan diluncurkan ke arah clitellum, di mana terdapat dinding kokon. • Dinding kokon berisi beberapa butir telur kemudian meluncur ke anterior, dan pada waktu melalui muara spermatheca mendapat sperma, sebagai hasil pertukaran sperma yang lalu. • Pembuahan terjadi pada lapisan albumin di dalam dinding kokon, sementara itu dinding kokon terus meluncur ke anterior dan lepas dari kepala cacing, kemudian lendir hancur dan ujung-ujung dinding kokon berkerut, hingga berbentuk seperti kapsul. Perkawinan dan pembentukan kokon pada cacing tanah, Lumbricus terrestris. A, Perkawinan dua ekor cacing diselubungi lendir; B, Telur dikeluarkan dari gonopore betina; C, Dinding kokon meluncur ke anterior dan menerima sperma dari spermatheca; D, Kokon berisi embrio diletakkan di tanah. • Pada jenis akuatik, kokon diletakkan pada sampah, lumpur atau tumbuhan di bawah permukaan air. Kokon tubifex berukuran sekitar 1.60x0.85 mm. • Parthenogenesis terjadi pada beberapa spesies. Pada semua oligochaeta perkembangan embrio berlangsung di dalam kokon, tidak ada stadium larva. Tergantung spesies dan keadaan lingkungan, anak cacing menetas dari kokon setelah 8 hari sampai 10 minggu. • Reproduksi aseksual biasa terjadi pada jenis akuatik, terutama Naididade, dengan cara pembelahan tranversal menjadi dua bagian atau lebih. • Apabila regenerasi menjadi cacing baru terjadi setelah pemisahan, disebut fission, dan hal ini lebih sering terjadi daripada fragmentasi. Adakalanya pada satu individu terdapat beberapa daerah fission, sehingga terdapat rangkaian zooid seperti pada turbelaria. Cacing tanah Cacing tanah tidak memiliki mata, telinga, atau paru-paru. Mereka bernafas manakala udara yang berada di antara partikel tanah berdifusi melalui kulit mereka yang tipis, dan mereka terpaksa ke permukaan jika kantong udara ini terisi dengan air hujan. Manakala seekor gerak cacing, mereka menggunakan ototnya yang membujur untuk memperpanjang bagian depan tubuhnya ke tanah yang ada di depannya, menarik ekor yang ada di belakangnya. Setae, tonjolan kecil dari masing-masing segmen pada cacing, menancap pada tanah di sekitarnya agar cacing tidak tergelincir.