Paper Title (use style: paper title)

advertisement
LEGALITAS EUTHANASIA DARI SEGI MEDIS DAN HUKUM POSITIF
DI INDONESIA
Gendrayani Poerbowati
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya) [email protected]
Dr. Pudji Astuti. S.H., M.H.
(S1 Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya) [email protected]
Abstrak
Perkembangan ilmu kedokteran pengetahuan telah mengalami kemajuan yang sangat pesat, rumah sakit
pemerintah maupun swasta yang ada di Surabaya wajib mengutamakan layanan kesehatan pada pasien, terutama
penggunaan peralatan medis yang menunjang layanan perawatan terhadap pasien, tetapi tidak semua pasien yang
menderita penyakit degeneratif dapat disembuhkan seperti cancer stadium lanjut. Praktek Euthanasia di Indonesia
menuai pro dan kontra karena dianggap melanggar pasal 344 KUHP, dimana Euthanasia tidak memenuhi unsurunsur tindak pidana, sehingga kurang relevan jika menggunakan pasal 344 KUHP sebagai penyelesaian
Euthanasia. Penelitian ini membahas praktek Euthanasia yang dinilai termasuk dalam kejahatan pasal 344 KUHP
dan melanggar Hak Asasi Manusia yang hidup di masyarakat serta untuk mengetahui konsep pengaturan
Euthanasia dalam sistem hukum nasional yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Indonesia. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian normatif yuridis dan empiris. Analisis yang digunakan dalam penelitian
menggunakan analisis preskriptif dan kualitatif, data diperoleh melalui wawancara dan pengamatan pada informan
dan narasumber dengan pendekatan undang-undang, konseptual dan komparatif. Hasil penelitian ini adalah norma
hukum tentang Euthanasia tidak diatur dalam hukum positif yang ada di Indonesia. Euthanasia tidak termasuk
kejahatan dalam pasal 344 KUHP karena Euthanasia tidak memenuhi unsur-unsur kejahatan yang diatur dalam
hukum positif di Indonesia. Sebab Euthanasia memiliki beberapa alasan pembenar, alasan pemaaf dan
alasan/dasar penghapusan pidana. Euthanasia seharusnya bisa dilakukan demi kebutuhan pasien dalam keadaan
terminal karena terkait dengan pemenuhan hak untuk menentukan nasib sendiri yang telah mendapat penjelasan
rekam medis dan persetujuan dari dokter untuk dilakukan penghentian pengobatan. Euthanasia seharusnya dapat
diatur secara khusus dan disesuaikan dengan kebutuhan medis sehingga saran untuk pemerintah legislator
diharapkan adanya regulasi tentang Euthanasia yang mengedepankan hak asasi manusia dan kebutuhan di
masyarakat, saran bagi hakim dan jaksa agar dapat memberikan pertimbangan hukum yang berdasar pada
kebutuhan masyarakat, saran bagi ikatan dokter Indonesia memberikan alternatif demi melindungi hak pasien,
saran bagi masyarakat agar dapat memberi pertimbangan sesuai dengan kebutuhan di masyarakat.
Kata Kunci : Euthanasia, Pasien dan Dokter, Hak Asasi Manusia.
Abstract
The development of medical science knowledge has progressed very rapidly, both government and
private hospitals in Surabaya obliged to prioritize health care to patients, particularly the use of medical devices
that support care services to the patients. However, not all patients suffer from incurable degenerative diseases
such as cancer advanced stage. The practice Euthanasia in Indonesia reap the pros and cons for violating Article
344 of Criminal Code, where Euthanasia does not meet the elements of a crime, so it is less relevant if use Article
344 of Criminal Code as the completion of Euthanasia. This study would discuss the practice of Euthanasia which
violating the values included in the crime of article 344 Criminal Code and violate the Human Rights, which live
in the society as well as to know the concept of Euthanasia settings in the national legal system in accordance with
the needs of society in Indonesia. This research used normative juridical and empirical research. The analysis used
in this study were prescriptive and qualitative analysis, the data were obtained through interviews and
observations to the informants with legislation approach, conceptual and comparative. The results of this study
found that the legal norm concerning Euthanasia is not regulated in the positive law in Indonesia. Euthanasia does
not include crimes in Article 344 Criminal Code for Euthanasia does not meet the elements of the crimes set forth
in positive law in Indonesia. Moreover, Euthanasia has several justifications, excuses and reasons / basis of
criminal deletion. Euthanasia should be done for the sake of the needs of patients in a terminal situation as it
related to the fulfillment of the right to self-determination that has been briefed and approved by medical records
from doctors for treatment discontinuation. Euthanasia should be specifically regulated and adapted to the medical
needs so that there is an advice to government legislators expected that the regulation of Euthanasia that promote
human rights and needs in the community, suggestions for judges and prosecutors in order to provide legal
reasoning based on community needs, advice for Indonesian doctors association to provide alternatives to protect
the rights of patients, and suggestions for society to be able to give appropriate consideration to the needs in the
society.
Key Words : Euthanasia, Patient and Doctor, Human Right.
1
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran,
telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Rumah
sakit baik pemerintah maupun swasta wajib untuk selalu
mengutamakan peralatan rumah sakit bermutu dan
berteknologi tinggi dan efisien guna keperluan rumah
sakit agar dapat mendukung terciptanya layanan
kesehatan yang kondusif sesuai dengan peraturan rumah
sakit “Hospitaly Bylaws” sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit (yang
selanjutnya disebut UU tentang rumah sakit).
Banyak kasus penyakit yang diderita oleh
seorang pasien yang dulu sudah tidak dapat
disembuhkan, namun seiring perkembangan zaman dan
teknologi berkembang pesat pasien dengan kondisi yang
sama dapat diselamatkan. 1 Hal ini sangat bermanfaat
demi kesembuhan pasien yang menderita penyakit kronis.
Menurut Pasal 30 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang kesehatan (yang selanjutnya disebut UU
tentang kesehatan) fasilitas pelayanan kesehatan
dilaksanakan oleh pihak pemerintah sebagai tanggung
jawab kesehatan masyarakat sesuai dengan Pasal 14 UU
tentang kesehatan, hal ini juga diatur dalam Pasal 28H
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUDNRI Tahun
1945 ).
Kematian itu sendiri merupakan suatu misteri
yang sulit untuk ditebak, karena pada umumnya tidak
seorangpun dapat mengetahui dengan pasti kapan
datangnya kematian itu. 2 Hakekatnya kematian adalah
jalan kedua selain dari kesembuhan atas suatu penyakit
yang diderita pasien.
Berbicara masalah kematian, menurut cara
terjadinya ilmu pengetahuan kedokteran membedakannya
ke dalam tiga jenis, yaitu: Orthothanasia, kematian
terjadi karena suatu proses alamiah; Dysthanasia,
kematian terjadi secara tidak wajar; Euthanasia, kematian
terjadi dengan sengaja dengan pertolongan ahli medis.
Jenis kematian ketiga yaitu Euthanasia telah ada
sejak dahulu di dunia kesehatan dalam menangani
penyakit yang sulit disembuhkan, sementara pasien sudah
dalam keadaan tidak berdaya menderita dan putus asa.
Pada keadaan seperti ini tidak jarang pasien maupun
keluarga, memohon agar dapat melepaskan diri dari
penderitaan dan satu-satunya jalan yang tersisa adalah
kematian.
Euthanasia menuai banyak pendapat baik secara
pro dan kontra setiap kehidupan manusia memiliki arti
penting tersendiri, dimana mengambil hidup seseorang
dalam kondisi normal adalah suatu kesalahan. Bagaimana
jika keadaan kehidupan seseorang berada pada keadaan
tidak berdaya, tentu saja hal ini akan menjadi
pertimbangan bagi keluarga pasien dan juga dokter.
Dokter dalam melaksanakan profesinya sebagai tenaga
medis sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2014 tentang tenaga medis (yang selanjutnya disebut
sebagai UU Tenaga medis), tidak dapat melepaskan diri
dari standart profesi dokter yang berlaku baik dalam
KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) maupun
standart pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kaidah hukum diperlukan dalam mengatur
kehidupan manusia di segala aspek kehidupan, sehingga
tidak mengherankan jika masalah hukum sering terjadi
perdebatan di dunia kesehatan. Euthanasia adalah
tindakan medis dengan persetujuan meskipun tidak
banyak yang mengetahui tindakan medis yang seperti apa
itu, meskipun begitu Euthanasia pernah dilakukan di
setiap rumah sakit salah satunya di rumah sakit katolik
Surabaya. Setelah dilakukan pengamatan dalam kurun
waktu 5 tahun terakhir (2011-2015) beberapa alasan
keluarga dan dokter dalam tindakan Euthanasia
diantaranya 41 orang pasien tidak mempunyai harapan
hidup (faktor kualitas hidup rendah), 65 orang pasien
tidak mampu membayar biaya rumah sakit (faktor
ekonomi) karena keadaan pasien yang tidak
memungkinkan untuk dirawat dengan peralatan medis
dengan waktu yang singkat, 22 orang pasien oleh
keluarga dan dokter rumah sakit merasa kasihan dengan
penderitaan pasien (faktor kemanusiaan) karena
pertimbangan sakit yang sulit disembuhkan. 3
Kasus Euthanasia yang dialami Rudi Hartono
suami Siti Julaeha yang mengajukan permohonan
euthanasia terhadap istrinya, menyatakan keputusan
tersebut merupakan jalan terbaik. Rudi Hartono bersama
keluarga besar istrinya, Siti Julaeha, telah meminta pihak
Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK) dalam
pengajuan permohonan Euthanasia ini. Menurut
pengakuannya, pengambilan keputusan euthanasia ini
merupakan keputusan seluruh keluarga besarnya. “Ini
sudah merupakan keputusan sekeluarga. Dari pada istri
saya tersiksa terus”, ujarnya kepada salah satu media
cetak. 4 Keputusan itu makin kuat setelah dia mendengar
pernyataan seorang dokter RSCM yang menyatakan
istrinya telah mengalami keadaan Vegetative State.
“Menurut dokter itu, sudah tipis kemungkinan sembuh
bagi istri saya”, kata Rudi. Rudi menyatakan saat ini
kondisi Siti Julaeha yang menjalani perawatan di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo sejak sebulan lampau, tidak
juga membaik. “Badannya sudah habis, tinggal tulang
1
Hanafiah Jusuf, Amri Amir, 2007, Etika Kedokteran &
Hukum Kesehatan, edisi 4, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, hal.117.
2
Muslich Ahmad Wardi, op., cit., hal. 2.
3
Berdasarkan dokumen pasien rumah sakit katolik, di
Surabaya, data tahun 2015
4
TEMPO interaktif, Jakarta, Sabtu, 19/02/2005.
berbalut kulit. Ia tidak pernah sadar, saya tidak tega
melihatnya”, ujarnya lagi.
Rudi Hartono ia juga menyatakan, sempat
dilakukan pelubangan dengan bor pada sekitar dada dan
iga sebelah kanan tubuh istrinya untuk membantu
pernapasan akibat paru-paru mengkerut. “Rencananya
akan dilakukan operasi lagi di tenggorokan untuk
membantu pernapasannya juga” ujarnya pula. Siti Julaeha
dinikahi Rudi pada 4 September 2004 lalu. Tidak
sadarnya Siti Julaeha, menurut Rudi, sejak usai menjalani
operasi kandungan di rumah sakit di Jakarta Timur, Pada
6 November 2005 lalu. Sejak itu menurut Rudi, Siti terus
menjalani perawatan di Rumah Sakit tersebut dalam
keadaan tidak sadar sebelum akhirnya dipindahkan ke
RSCM dengan bantuan Lembaga Bantuan Hukum
Kesehatan pada akhir Januari 2005 lalu.
Di Indonesia Euthanasia sering dikaitkan
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang
selanjutnya disebut KUHP), Pasal 344 KUHP yang
menyebutkan : “ Barang siapa menghilangkan nyawa
orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh,
dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Secara
umum Euthanasia baik dalam KUHP maupun hukum
positif dilarang, padahal tidak ada penjelasan secara
eksplisit mengenai euthanasia. Bagaimana suatu pasal
dengan perbedaan substansi digunakan dalam mengambil
keputusan, hal ini jelas tidak sesuai terhadap kasus yang
akan diselesaikan. Sehingga apabila terjadi kasus
euthanasia, penerapan hukum positif ini masih perlu
banyak pertimbangan, sebenarnya dimana tempat
Euthanasia ini dalam hukum positif di Indonesia sampai
sekarang masih menjadi pertimbangan.
Penggunaan
pasal-pasal
dalam
KUHP
dikhawatirkan digunakan untuk menyelesaikan kasus
Euthanasia, karena pasal-pasal yang selama ini dianggap
dapat
mengakomodasi
permasalahan
Euthanasi,
merupakan pasal-pasal Kejahatan Tehadap Tubuh dan
Nyawa terdiri dari Kejahatan terhadap Tubuh atau
Penganiayaan yaitu Pasal 351 KUHP sampai dengan
Pasal 361 KUHP, tentang Kejahatan terhadap Nyawa
atau Pembunuhan Pasal 338 KUHP sampai dengan Pasal
350 KUHP. Permasalahan Euthanasia, dapat terjadi
pelakunya diancam dengan Pasal 338 KUHP tentang
pembunuhan, Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan
berencana, Pasal 344 KUHP tentang Pembunuhan
dilakukan karena permintaan si korban dan Pasal 345
KUHP tentang bantuan bunuh diri.
Mengkaji ulang Pasal 344 KUHP jika dilihat
dari perbuatan Euthanasia apakah sudah memenuhi
unsur-unsur tindak pidana, sehingga dapat dijatuhi
hukuman karena yang terjadi saat ini Euthanasia
dianggap sebagai resiko medis terhadap pasien. Hal ini
menjelaskan bahwa tidak sedikit orang yang telah
mendapat pelayanan dan pengobatan dari rumah sakit itu
tidak secara menyeluruh dapat menyelesaikan masalahmasalah yang timbul di rumah sakit, sehingga banyak
yang menjadi alasan keluarga untuk mengambil
keputusan medis dengan dokter bagi si pasien.
Hal ini menjadi menarik untuk dikaji dalam
pemahaman tentang tindakan medis Euthanasia terhadap
pasien dalam kondisi terminal.5 Pelayanan medis secara
cepat dan tepat kepada pasien akan sangat menolong
pasien dalam menjalani serangkaian perawatan medis
demi kesembuhan atas sakit yang dialami oleh pasien.
Tindakan medis oleh dokter terhadap pasien dalam
keadaan terminal sangat penting untuk dilakukan, karena
pasien telah mengalami penderitaan yang berat atas
penyakit yang sulit disembuhkan sehingga dapat
meringankan beban yang dialami oleh pasien maupun
keluarga. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas,
mendorong keingintahuan penulis untuk mengkaji lebih
jauh mengenai Euthanasia, sehingga penulis memilih
judul “Legalitas Euthanasia Dari Segi Medis dan Hukum
Positif Di Indonesia”.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah
dijelaskan oleh penulis, penulis merumuskan masalah
pertama praktek Euthanasia yang dinilai termasuk
kejahatan dalam pasal 344 KUHP. Kedua adalah praktek
Euthanasia yang dinilai melanggar perkembangan nilainilai Hak Asasi Manusia yang hidup di masyarakat
Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk
mengetahui, memahami, mengkaji dan menganalisis
sedalam-dalamnya tentang praktek Euthanasia terkait
dengan anggapan melanggar salah satu jenis kejahatan
dalam hukum pidana yaitu pasal 344 KUHP dan untuk
mengetahui praktek Euthanasia dalam perkembangan
nilai-nilai Hak Asasi Manusai yang hidup di masyarakat
Indonesia
METODE
Metode penelitian yang digunakan untuk skripsi
ini yaitu menggunakan penelitian hukum normatif yuridis
untuk menganalisa pembahasan pertama dan penelitian
empiris untuk menganalisa pembahasan kedua, dalam
penulisan permasalahan ini penulis menggunakan dua
metode jenis penelitian gabungan antara penelitian
hukum normatif yuridis dan empiris.6
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan oleh
penulis di wilayah kota Surabaya, karena kota surabaya
5
Pasien dalam Kondisi terminal adalah keadaan dimana
pasien tidak berdaya dan menderita akibat penyakit yang diderita atau
sering disebut dengan keadaan gawat darurat.
6
Marzuki Peter Mahmud, 2010, Penelitian Hukum. (Jakarta
: Kencana, 2011), hal. 35.
3
memiliki fasilitas layanan kesehatan dan tenaga medis
yang lebih banyak dari kota lain di provinsi jawa timur.
Melalui observasi di rumah sakit katolik di Surabaya
diperoleh hasil dari wawancara bersama dengan pasien
paliatif yang menderita penyakit degeneratif mengenai
Euthanasia demi kebutuhan medis.
No
Keterangan
1.
Pasien
Diabetes
Melitus
Pasien Jantung
Pasien Cancer
Pasien Gagal
Ginjal
Jumlah
2.
3.
4.
Pendapat tentang
Euthanasia
Setuju
Tidak
setuju
12
7
Jumlah
pasien
16
2
5
3
1
1
2
3
6
5
22
12
30
Jenis bahan penelitian hukum empiris ini
menggunakan data primer yaitu adalah sumber data yang
diperoleh langsung di lapangan melalui wawancara dan
dokumentasi di rumah sakit katolik di Surabaya.
Jenis bahan penelitian hukum normatif yuridis
ini bersumber dari data sekunder. Data sekunder adalah
dokumen dan literatur sebagai pelengkap atau pendukung
data primer. Data sekunder ini terdiri dari tiga bahan
hukum yaitu : Bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan non hukum.
Bahan hukum primer terdiri dari peraturan
perundang-undangan, antara lain : Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Kitab UndangUndang Hukum Pidana; Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia; UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran; Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan; Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit; Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan; Permenkes
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam
Medis; Permenkes Nomor 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran; KODEKI
Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Bahan hukum sekunder, yaitu berupa semua
publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi 7 yang terdiri dari buku-buku
teks (Text Books) tentang Euthanasia yang ditulis oleh
para ahli hukum yang berpengaruh, jurnal-jurnal hukum,
pendapat para sarjana dan kasus-kasus hukum yang
terkait dengan judul penulisan ini.
7
ibid .hal. 155.
Bahan non hukum yaitu bahan referensi yang
memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder 8 seperti kamus
hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan
Ensiklopedi Kedokteran.
Teknik pengumpulan Data dan Bahan Hukum
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum
normatif yuridis dilakukan dengan pengumpulan bahan
hukum menggunakan prosedur sebagai berikut :
Mencatat dan menyusun bahan secara akurat; Memahami
dan memberi kritik; Menggunakan teknik snowball
(extending exiting knowledge); Mengklasifikasi.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum
empiris yang digunakan oleh penulis, yaitu : Wawancara
dalam kegiatan ilmiah dilakukan tidak sekedar bertanya
pada seseorang, melainkan dilakukan dengan pertanyaanpertanyaan yang dirancang untuk memperoleh informasi
yang relevan dengan permasalahan Euthanasia kepada
narasumber maupun informan. Dokumentasi yaitu
mengabadikan fakta-fakta yang terkait dengan
permasalahan Euthanasia. Dokumentasi berupa data
pasien permintaan pasien.
Teknik analisis yang digunakan oleh penulis
pada penelitian ini adalah :
Teknik analisis dalam Penelitian Hukum
Normatif Yuridis ini menggunakan analisis preskriptif,
sedangkan Teknik analisis dalam Penelitian Hukum
Empiris ini menggunakan teknik analisis data kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktek Euthanasia tidak termasuk kejahatan dalam
pasal 344 KUHP
Euthanasia merupakan sebuah tindakan medis
sebagai alternatif terakhir yang memuat hak pasien
selama menjalani perawatan medis.
Euthanasia bukan tindakan pembunuhan
semata-mata menghilangkan nyawa seorang pasien tetapi
Euthanasia adalah sebuah bantuan kepada pasien untuk
bersiap menghadapi
kematiannya dengan baik.
Euthanasia tidak termasuk kejahatan dalam pasal 344
KUHP karena Euthanasia tidak memenuhi unsur-unsur
kejahatan yang diatur dalam hukum positif di Indonesia.
Sebab Euthanasia memiliki beberapa alasan pembenar,
alasan pemaaf dan alasan/dasar penghapusan pidana
yaitu : Asas legalitas; Keadaan darurat (Overmacht);
Alasan tidak dapat dipertaggungjawabkan seseorang
terletak di luar orang itu (Uitwendig) : melaksanakan
perintah jabatan sebagai dokter yang bertanggung jawab
terhadap pasien; Actus Reus Mens Rea; Actus Non Facit
Nisi Mens Sit Rea.
8
ibid.,hal. 164.
Menjatuhkan pidana pada seorang dokter yang
melakukan Euthanasia tidak akan menjamin berkurang
atau hilangnnya tindakan Euthanasia.
Euthanasia merupakan wujud dari hak asasi
manusia untuk menentukan pilihan mereka sebagai
kemerdekaan pikiran dan hati nurani sesuai pasal 28I
UUDNRI tahun 1945.
Euthanasia merupakan wujud dari hak asasi
masnusia untuk tidak disiksa sesuai pasal 28 G UUDNRI
tahun 1945
Asas legalitas, dimana dalam hukum positif
belum ditemukan peraturan perundang-undangan yang
mengatur Euthanasia.
Pasal 344 KUHP merupakan pasal
yang
mewakili tentang kejahatan terhadap tubuh bukan
Euthanasia.
Euthanasia dilihat dari Actus Reus Mens Rea
dan Actus Non Facit Reum Nisi Mens Sit Rea bukanlah
sebuah tindak pidana.
Euthanasia seharusnya telah compatible untuk
dilaksanakan di Indonesia berkaca dari Belanda dengan
dibuat syarat-syarat khusus yang mewakili hak serta
keadaan pasien dalam keadaan terminal.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang legalitas
Euthanasia dari segi medis dan hukum positif di
Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa norma hukum
tentang Euthanasia tidak diatur dalam hukum positif
yang ada di Indonesia. Euthanasia tidak termasuk
kejahatan dalam pasal 344 KUHP karena Euthanasia
tidak memenuhi unsur-unsur kejahatan yang diatur dalam
hukum positif di Indonesia. Sebab Euthanasia memiliki
beberapa alasan pembenar, alasan pemaaf dan
alasan/dasar penghapusan pidana yaitu : Asas legalitas;
Keadaan darurat (Overmacht); Alasan tidak dapat
dipertaggungjawabkan seseorang terletak di luar orang
itu (Uitwendig) : melaksanakan perintah jabatan sebagai
dokter yang bertanggung jawab terhadap pasien; Actus
Reus Mens Rea dan Actus Non Facit Nisi Mens Sit Rea.
Setiap orang berhak memperoleh layanan kesehatan
sebagai wujud perlindungan terhadap kesehatan
masyarakat. Secara implisit maksud dari Euthanasia telah
terakomodir dalam UU tentang Hak Asasi Manusia yang
mengatur tentang setiap orang memiliki hak untuk
memilih jalan hidupnya asalkan tidak mengganggu
keutuhan negara dan tidak merugikan orang lain. Hak
memilih jalan hidupnya sendiri juga dapat diartikan
sebagai kebebasan terhadap dirinya sendiri termasuk juga
dalam hak untuk mengakhiri hidup sendiri.
Seorang pasien dan keluarga pasien berhak
memperoleh penjelasan rekam tentang kondisi pasien
serta telah mendapat persetujuan dari dokter untuk
dilakukan penghentian pengobatan. Pasien yang telah
memenuhi persyaratan penuh untuk dilakukan
penghentian pengobatan akan menanggung segala resiko
yang terjadi dengan menyetujui terapeutik yang akan
digunakan dokter untuk mengabulkan permintaan pasien
untuk mengurangi penderitaan pasien. Pasien dan
keluarga pasien menghentikan perawatan medis sebagai
wujud pemenuhan hak kebebasan berpikir dan hati
nurani. Berdasarkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang
hidup di masyarakat yang ada, Euthanasia tidak
melanggar nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang hidup di
masyarakat karena telah mengakomodasi sebagian dari
kebutuhan masyarakat. Peraturan khusus yang lebih rinci
dan lebih tegas tentang Euthanasia sangat dibutuhkan
untuk penyelesaian kasus Euthanasia agar tidak lagi
menjadi sebuah masalah yang terus menerus mengalami
dilema. Peraturan khusus Euthanasia ini menjadi sangat
penting dimana keberadaannya nanti dapat menjadi
Praktek Euthanasia dalam perkembangan tidak
melanggar nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang hidup
di masyarakat Indonesia
Euthanasia memiliki tujuan tersendiri dan
berbanding terbalik dengan yang disuguhkan dalam pasal
344 KUHP tentang pembunuhan, sedangkan dalam
perkembangannya Euthanasia memuat nilai-nilai hak
asasi manusia yang hidup di masyarakat yaitu : Hak
memperoleh layanan medis; Hak unuk memperoleh
perawatan paliatif; Hak pasien untuk menerima dan
menolak seluruh perawatan medis; Hak pasien untuk
menghentikan perawatan medis; Hak untuk memilih
alternatif pengobatan; Hak untuk memilih pendapat dari
dokter ahli lain tentang keadaan diri pasien (second
opinion); Hak untuk memperoleh informasi (tentang
keadaan diri pasien); Hak untuk tidak disiksa; Hak untuk
menentukan nasib; Hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum; Hak untuk kemerdekaan berpikir dan
hati nurani.
Berdasarkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang
hidup di masyarakat yang telah disebutkan di atas,
Euthanasia tidak melanggar nilai-nilai Hak Asasi
Manusia yang hidup di masyarakat karena telah
mengakomodasi sebagian dari kebutuhan masyarakat.
Euthanasia dinilai sebagai kebutuhan pasien
dibuktikan dengan rekam medis pasien, karena perawatan
medis terhadap pasien yang telah resisten terhadap
pengobatan dianggap sebagai hal yang tidak berguna dan
dianggap sebagai kelalaian pengobatan.
Negara Belanda telah mengatur Euthanasia
dalam peraturan perundang-undangan negara dengan
prosedur dan persyaratan khusus yang harus dipenuhi.
5
sebuah pedoman, kepastian dan perlindungan hukum bagi
pasien serta dokter yang bertanggung jawab.
Saran
Berdasarkan penelitian ini penulis memberikan
saran sebagai berikut :
Bagi pemerintah (legislatif) Diharapkan adanya
sebuah regulasi tentang Euthanasia yang mengedepankan
hak asasi manusia sesegera mungkin serta menentukan
Euthanasia ke dalam peraturan khusus yang kemudian
dapat menjadi pedoman sebagai kepastian hukum yang
adil.
Bagi hakim dan jaksa diharapkan adanya sebuah
pertimbangan penuh mengenai Euthanasia dengan
penyelesaian alternatif lain yang dapat mewakili
kebutuhan dan perkembangan tentang Euthanasia di
masyarakat.
Bagi Ikatan dokter Indonesia diharapkan dapat
turut serta memberikan sumbangan pertimbangan untuk
menjadi alternatif lain dalam menyelesaikan kasus
Euthanasia yang tetap menjunjung tinggi hak pasien dan
kehormatan profesi dokter.
Bagi masyarakat diharapkan dapat turut
memberikan pertimbangan agar setiap alternatif
penyelesaian Euthanasia seuai dengan kebutuhan
perkembangan masyarakat yang berpedoman pada hak
asasi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdoel Djamali, Lenawati Tedjapermana, Tanggung
Jawab Hukum Seorang Dokter Dalam Menangani
Pasien, Jakarta, CV Abardin, 1988.
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam
Perspektif Hukum Progresif, Jakarta, Sinar Grafika,
2011.
Ahmad Zaelani. 2008. Euthanasia Dalam Pandangan
Hak Asasi Manusia dan hukum Islam. Skripsi.
Konsentrasi Kepidanaan Islam Program Studi
jinayah siyasah. Fakultas Syariah Dan Hukum.
Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah
Jakarta.
Arief Shidarta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum
Nasional Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2000.
Ari Yunanto dan Helmi, Hukum Pidana Malpraktik
Medik, Yogyakarta, CV ANDI Offset, 2010.
As-syaukani, Lutfi, Politik Ham dan Isu-Isu Teknologi
Dalam Fiqih Kontemporer, Bandung, Pustaka
Hidayah , 1998.
Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan
Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta, PT Rineka
Cipta, 2005.
Crisdiono,M Achdiat, Dinamika Etika dan Hukum
Kedokteran Dalam Tantangan Zaman, Jakarta EGC,
2007.
Dalmy Iskandar, Rumah Sakit Tenaga Kesehatan dan
Pasien, Jakarta, Sinar Grafika, 1998.
Djoko Prakoso, Djaman Andi nirwanto, Euthanasia Hak
Asasi Manusia dan Hukum Pidana cet. ke-1,
Jakarta, Ghalia Indonesiaa, 1984
Fajar Nugroho. 2008. Euthanasia Dalam Tinjauan
Hukum Pidana Islam. Skripsi. Fakultas Hukum.
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
F. Tegker, Mengapa Euthanasia, Bandung, Nova, 1990.
Gunawan,
Memahami
Euthanasia
Kedokteran,
Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 1992.
Guwandi, Hospital Law (Emerging Doctrines &
Jurisprudence, Jakarta, Balai Penerbit FK UI, 2005.
Hanafiah Jusuf, Amri Amir, Etika Kedokteran dan
Hukum Kesehatan, edisi 4, Jakarta, Buku
Kedokteran EGC, 2007.
Hermien Hadiati Koeswadji, Black’s Law Dictionary,
dalam Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan
Masalah Medis, Surabaya, Airlangga University
Press, 1984.
Imron Halimy, Euthanasia Cara Mati Terhormat Orang
Modern, Solo, CV Ramadhan, 1990.
I Made Fandi Dwi Permana. 2015. Euthanasia Dikaji
Dari Perspektif Hukum Kesehatan dan Hak Asasi
Manusia. Skripsi. Fakultas Hukum. Universitas
Mataram.
Johnson, Alvin, Sosiologi Hukum, Jakarta, PT Rineka
Cipta, 1994.
Mahendra Surya Perdana. 2011. Analisis Penggunaan
Hak Euthanasia (Hak Mengakhiri hidup) Oleh
Pasien Menurut Undang-Undang Noor 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia Dan Penerapan
Hukum Di Indonesia Dengan Negara Lain
(Belanda,Belgia,Amerika). Skripsi. Fakultas Hukum.
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi
Indonesia, Jakarta, Kencana, 2005.
Marzuki Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cetakan ke
7. Jakarta :Kencana, 2011.
Muslich Ahmad Wardi, Euthanasia Menurut Pandangan
Hukum Positif dan Hukum Islam, Jakarta, Rajawali,
2014.
N.E Akgra & K. Van Duyvendik, Mula Hukum
(Rechtsaanvang), terjemahan J.C.T Simorangkir,
Bandung, Binacipta, 1983.
Notoatmodjo Soekidjo, Etika & hukum kesehatan,
perbekalan kesehatan pengembangan teknologi dan
produk teknologi, Jakarta, Rineka Cipta, 2010.
Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia Dalam Perspektif Hak
Asasi Manusia, Yogyakarta, Media Pressindo, 2001.
Roeslan Saleh, Beberapa Catatan perbuatan dan
Kesalahan Dalam Hukum Pidana, Jakarta, Aksara
Baru, 1979.
Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks
Keindonesiaan, Disertasi, Universitas Katolik
Parahyangan, 2004.
Sofwan Dahlan, Hukum Kesehatan Rambu-Rambu Bagi
Profesi Dokter, Semarang, Edisi 3, Universitas
Diponegoro, 2005.
Sudikno Mertokusumo & A. Pitlo, Bab-bab tentang
Penemuan Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti,
1993.
Sudikno Mertokusumo, Panduan Bantuan Hukum di
Indonesia Pedoman Anda Memahami dan
Menyelesaikan Masalah Hukum, Jakarta, YLBHI,
2014.
Sutarno, Hukum Kesehatan, pengalaman pribadi, bagian
THT RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 2014.
Thomas A Shanon. Terjemahan. K Bertens, Pegantar
Bioetika, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995.
Wila Chandrawila Supriadi, Hukum kedokteran,
Bandung, Mandar Maju, 2001.
Peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886)
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5607)
Permenkes Nomor 269//MENKES/PER/III/2008 Tentang
Rekam Medis
Permenkes Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
KODEKI Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Media cetak
Irma Hidayana, Kontekstualitas Naskah Klasik di Jaman
Modern. JENTERA, edisi 3-tahun II, November
2004.
Kartono Muhamad, 1989, Euthanasia, dalam KOMPAS,
Edisi 6 Mei.
TEMPO interaktif, Jakarta, Sabtu, 19/02/2005.
Web
http://www.Hukor.depkes.go.id, Hukum Kesehatan,
diakses 28 Januari 2015.
www.hukumonline.com Euthanasia menjadi topik utama
kedokteran didunia, Diakses pada 1 februari 2015.
www.elsam.or.id, studi advokasi masyarakat, konvensi
hak-hak sipil dan politik.Diakses pada 10 september
2015.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lex_specialis_derogat_le
gi_generalis. International Principle of Law TransLex.org. Diakses 28 desember 2015
7
Download