Pedoman Umum Tangkap Kawasan Konservasi Perairan - KKJI

advertisement
i
ii
iii
Pedoman Umum Pemanfaatan
Kawasan KONSERVASI PERAIRAN
UNTUK PENANGKAPAN IKAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16
Gedung Mina Bahari III Lt. 10, Jakarta 10110
Telp/Fax : (021) 3522045
© 2010
iv
1
Kata Pengantar
Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan
KONSERVASI PERAIRAN UNTUK PENANGKAPAN IKAN
Dengan mengucapkan Puji syukur kehadirat Allah SWT, tim penyusun
pedoman umum pemanfaatan kawasan konservasi perairan untuk
kegiatan penangkapan ikan dapat menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya. Penyusunan buku ini sesuai dengan sasaran yang akan dicapai
yakni tersedianya pedoman penangkapan ikan di Kawasan Konservasi
Perairan dan tata cara memperoleh izinnya serta alat tangkap yang
diperbolehkan untuk digunakan di Kawasan Konservasi Perairan.
PENGARAH :
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
PENANGGUNG JAWAB :
Drs. Riyanto Basuki, M.Si
PENYUSUN :
Ir. Pingkan Roeroe, M.Si
Ir. Ikram Sangaji, M.Si
Tjahyo Tri Hartono, S,Hut.,M.Si
Drs. Kusnadi, MA
Dr. Ir. Etty Riani, MS
Suraji, SP, M.Si
Sri Rahayu, S.Pi, M.Si
Yusra, S.Si, M.Si
Leny Dwihastuty, S.Pi
Tulisan ini disusun sesederhana mungkin, agar mudah dipahami dan
diterapkan di lapangan, sehingga dapat membantu tugas-tugas tenaga
teknis bidang perikanan, pengawas bidang penangkapan ikan serta praktisi yang terkait
hubungan dengan perikanan dan khususnya Unit Pelaksana Teknis (UPT) selaku pemangku
kawasan konservasi perairan.
Kepada para pembaca, diharapkan adanya saran dan masukan untuk perbaikan dimasa
mendatang sangat diharapkan dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
khususnya dalam mendukung program Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan.
A. Darwis, S.Sos
Muschan Ashari, S.Hut
Ahmad Sofiullah, S.Pi
Diterbitkan Oleh :
Jakarta, 2010
Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan,
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
ISBN 978-602-98450-1-3
Jl. Medan Merdeka Timur No. 16
Ir. Agus Dermawan, M.Si
Gedung Mina Bahari III Lt. 10, Jakarta Pusat 10110
Telp/fax. (021) 3522045
www.kkp.go.id
© 2010
2
3
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................................................. 3
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................................... 5
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................................... 7
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................................... 7
1.2. Tujuan................................................................................................................................................. 9 1.3. Sasaran ............................................................................................................................................. 9
Pe
Kaw
BAB II LANDASAN HUKUM DAN KONSEPSI PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK
PENANGKAPAN IKAN .............................................................................................................................. 11
2.1 Landasan Hukum................................................................................................................................... 11
BAB III KONSEPSI PENANGKAPAN IKAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN . .............................. 13
3.1 Konservasi Sumber Daya Ikan................................................................................................................ 13
3.2 Penangkapan Ikan secara Umum........................................................................................................... 14
3.3 Penangkapan Ikan dalam Kawasan Konservasi Perairan ....................................................................... 15
3.4 Karakter Alat Tangkap Ikan di Dalam Kawasan Konservasi Perairan....................................................... 17
3.5. Metode dan Jenis Alat Tangkap ............................................................................................................ 18
A. Alat Tangkap Ikan Kategori Jaring ..................................................................................................... 18
B. Alat Tangkap Ikan Kategori Pancing (Hook and Line).......................................................................... 20
C. Alat Tangkap Ikan Kategori Perangkap (Trap)................................................................................... 21
3.6 Penguatan dan Pengembangan Kearifan Lokal...................................................................................... 22
BAB IV PROSEDUR DAN TATA CARA PERIZINAN PENANGKAPAN IKAN DI DALAM KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN .............................................................................................................. 25
4.1Kewenangan Perizinan ........................................................................................................................... 25
4.2Tata Cara Memperoleh Izin...................................................................................................................... 25
PENUTUP ................................................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................................... 32
LAMPIRAN
4
................................................................................................................................................... 33
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
6
Konservasi ekosistem adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan
fungsi ekosistem sebagai habitat penyangga kehidupan sumber daya ikan pada
waktu sekarang dan yang akan datang. Konservasi ekosistem dilakukan melalui
perlindungan habitat dan populasi ikan, rehabilitasi habitat dan populasi ikan,
penelitian dan pengembangan, pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan,
pengembangan sosial ekonomi masyarakat, pengawasan dan pengendalian, dan/
atau monitoring dan evaluasi. Kegiatan konservasi ekosistem dilakukan berdasarkan
data dan informasi sumber daya ikan dan lingkungan sumber daya ikan.
Konservasi ekosistem dilakukan pada semua tipe ekosistem yang terkait dengan
sumber daya ikan, yang terdiri atas: laut, padang lamun, terumbu karang, mangrove,
estuaria, pantai, rawa, sungai, danau, waduk, embung, dan ekosistem perairan buatan.
Satu atau beberapa tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan tersebut
dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan. Konservasi sebagai salah satu
instrumen yang didesain untuk mengendalikan sakaligus memulihkan sumberdaya
ikan dan lingkungannya dan instrumen ini sangat praktis diterapkan pada perikanan
tangkap dan budidaya laut di kawasan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil. Desain ini
menentukan suatu kawasan perairan dapat dijadikan sebagai kawasan konservasi
(marine reserve atau marine protected area), tempat masukan (in put) dan keluaran
(out put) produksi perikanan diatur dengan membatasi sebagian kawasan untuk
daerah perlindungan terhadap aktivitas perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
Daerah yang dilindungi berfungsi bioekologis dalam jangka panjang dan menjaga
keseimbangan ekonomis dan sosial terhadap kawasan pemanfaatan karena setiap
kawasan konservasi akan meningkatkan kelimpahan sebesar dua kali lipat dan
biomass ikan sebesar tiga kali lipat. Kenyataan demikian jika dihubungkan dengan
perikanan tangkap dan budi daya, maka kawasan konservasi perairan dalam setiap
tahun akan memberikan manfaat ekonomi yang diukur berdasarkan peningkatan
rasio tangkap per unit upaya, sebesar 30 % - 600 % dibandingkan dengan kawasan
nonkonservasi. Keuntungan sosial dapat diukur berdasarkan tingkat pemahaman
7
dan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan konservasi tentang manfaat dan fungsi
sumberdaya dan lingkungan serta manfaat perlindungan dan konservasi.
Dalam konteks pengelolaan bersama, suatu kawasan konservasi perairan yang di
dalamnya terdapat sumberdaya ikan dan lingkungan fisiknya tidak dapat diproteksi untuk
kepentingan orang per orang atau kelompok tertentu, bersifat terbuka, dan lebih banyak
menerima tekanan dibandingkan dengan kawasan perairan laut lainnya. Karena itu, untuk
menjaga kelestarian sumber daya alam dan keseimbangan ekologis, perlindungan biota dari
kepunahan dan pemanfaatan sumber daya perikanan secara lestari, telah dilakukan berbagai
upaya penyelamatan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah mengembangkan
kawasan konservasi perairan karena konservasi memberikan asas manfaat dan keadilan
bagi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya ikan melalui kegiatan penangkapan di
zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan. Hal ini tertuang dalam
Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan sehingga
regulasi ini akan menjadi acuan bersama untuk mengatur seluruh kegiatan pengelolaan
dan pemanfaatannya. Konservasi kawasan perairan memiliki makna yang kompleks dan
kontribusi positif bagi kelestarian sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat yang
berkelanjutan (Supriharyono, 2007:246-247).
Demikian juga, Undang-Undang RI No. 32, Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengatur
kewenangan daerah atas wilayah pesisir dan laut, serta Undang-Undang RI No. 45 Tahun
2009 tentang Perikanan juga menjadi landasan hukum untuk mengelola, memanfaatkan,
dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan ekosistemnya untuk kesejahteraan
masyarakat. Asas manfaat bagi masyarakat menjadi dasar konsepsi kawasan konservasi
perairan sehingga dalam pemanfaataannya tidak menimbulkan konflik sosial, yang dapat
merusak ekosistem dan sumberdaya yang ada dalam kawasan konservasi. Dengan adanya
ketentuan-ketentuan dalam buku pedoman ini diharapkan akan meningkatkan pemahaman
bersama di antara para pemangku kepentingan (stakeholders) yang akan melakukan
kegiatan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi
perairan.
1.2. Tujuan
Tujuan disusunnya buku “Pedoman Umum Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan
untuk Kegiatan Penangkapan Ikan” adalah sebagai acuan bagi pemerintah, pemerintah
daerah, pengelola dan penyelenggara, serta masyarakat dalam memanfaatkan kawasan
konservasi perairan untuk kegiatan penangkapan ikan.
1.3. Sasaran
8
Sasaran yang menjadi capaian dari penyusunan buku “Pedoman Umum Pemanfaatan
Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penangkapan Ikan” sebagai berikut :
1. tersedianya acuan tentang kriteria dan jenis alat tangkap yang dapat dioperasikan di
zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan; dan
2. tersedianya tata cara memperoleh izin penangkapan ikan di zona perikanan
berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan.
9
BAB II
LANDASAN HUKUM DAN KONSEPSI PEMANFAATAN
KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN UNTUK PENANGKAPAN IKAN
2.1. Landasan Hukum
• Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
• Undang-Undang No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil;
• Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
• Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
• Undang-Undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah terakhir
menjadi Undang-Undang No.45 Tahun 2009;
• Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya;
• Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan;
• Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 tahun 2006 tentang Usaha
Perikanan Tangkap.
BAB III
10
11
KONSEPSI PENANGKAPAN IKAN
DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
3.1 Konservasi Sumber Daya Ikan
12
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber
Daya Ikan , kawasan konservasi perairan didefinisikan sebagai kawasan perairan yang
dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya
ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Sebagaimana dipertegas dalam Peraturan
Pemerintah RI No. 60, Tahun 2007 bahwa konservasi sumber daya ikan mengatur lebih rinci
tentang upaya pengelolaan konservasi ekosistem atau habitat ikan termasuk di dalamnya
pengembangan kawasan konservasi perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem.
Kegiatan konservasi perairan mencakup lebih dari satu ekosistem atau semua tipe
ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan, seperti:: laut, padang lamun, terumbu
karang, mangrove, estuaria, pantai, rawa, sungai, danau, waduk, embung, dan ekosistem
perairan buatan. Karena keterkaitan ekologis, biologis, dan fisik dengan sumber daya ikan,
suatu kawasan dapat ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan. Kegiatan konservasi
perairan sebagai bagian dari konservasi ekosistem mencakup kegiatan perlindungan habitat
dan populasi ikan, rehabilitasi habitat dan populasi ikan, penelitian dan pengembangan,
pemanfaatan sumber daya ikan dan jasa lingkungan, pengembangan sosial ekonomi
masyarakat, pengawasan dan pengendalian, dan/atau monitoring dan evaluasi.
Kegiatan konservasi tersebut dilaksanakan berdasarkan data dan informasi sumber daya ikan
dan lingkungan sumber daya ikan. Konservasi sebagai salah satu instrumen yang didesain
untuk mengendalikan dan memulihkan sumberdaya ikan dan lingkungannya sangat praktis
diterapkan pada perikanan tangkap dan budidaya laut di kawasan laut, pesisir, dan pulaupulau kecil. Instrumen ini menentukan suatu kawasan perairan dijadikan sebagai kawasan
konservasi laut (marine reserve atau marine protected area), tempat masukan (in put) dan
keluaran (out put) pada produksi perikanan diatur dengan membatasi sebagian kawasan
untuk daerah perlindungan dan sebagian kawasan yang lain sebagai tempat aktivitas
perikanan budidaya dan perikanan tangkap.
Kawasan untuk daerah perlindungan memiliki fungsi bioekologis dalam jangka panjang
dan menjaga keseimbangan sosial ekonomis terhadap kawasan pemanfaatan karena setiap
13
faktor terkait, seperti penangkapan berlebihan (over fishing), pencemaran limbah industri
dan limbah domestik, kerusakan habitat mangrove, padang lamun dan terumbu karang,
serta penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem, sehingga terjadi perebutan
sumber daya perikanan dan berpotensi menimbulkan konflik nelayan. Masalah demikian
harus diatasi agar sektor penangkapan tetap memberikan kontribusi terhadap dinamika
perekonomian masyarakat pesisir. Langkah strategis lain yang dapat dilakukan adalah
mengubah perilaku nelayan, dari yang semula berorientasi pada kuantitas hasil tangkapan
ikan, ke orientasi kualitas (mutu), sehingga hasil tangkapan mereka mempunyai daya saing
di pasar dalam negeri dan mancanegara.
kawasan konservasi akan meningkatkan kelimpahan sebesar 2 kali lipat dan biomass ikan
sebesar tiga kali lipat. Dalam kaitannya dengan perikanan tangkap dan budidaya, setiap
kawasan konservasi dalam setahun akan memberikan manfaat ekonomi yang dapat diukur
berdasarkan peningkatan rasio tangkap per unit upaya sebesar 30 % - 600 % dibandingkan
dengan kawasan nonkonservasi. Keuntungan sosial dapat diukur berdasarkan tingkat
pemahaman dan partisipasi masyarakat di sekitar kawasan konservasi tentang manfaat
dan fungsi sumberdaya dan lingkungan serta manfaat perlindungan dan konservasi.
3.2 Penangkapan Ikan secara Umum
14
Menurut penjelasan Undang-Undang RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, penangkapan
ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan, yang tidak dalam keadaan
dibudidayakan, dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan menggunakan kapal
untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau
mengawetkannya. Dalam FAO-Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), etika dan
pedoman pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab dinyatakan bahwa “States should
apply theprecautionary approach widely to conservation, management, and exploitation
ofaquatic resources in order to protect them and preserve the aquatic environment”. Sudah
saatnya mengedepankan konservasi dan menjaga stabilitas lingkungan demi kelestarian
sumberdaya ikan, sehingga usaha perikanan tangkap dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Usaha penangkapan sebagai penggerak utama kegiatan ekonomi nelayan diarahkan untuk
mengatasi kemiskinan, sehingga diperlukan cara pendekatan kehati-hatian (precautionary
approach) dalam pengelolaannya. Charles A.T. (1993) dalam tulisannya berjudul Towards
Sustainability : The Fishery Experience Ecological Economic menyatakan bahwa kegiatan
penangkapan ikan mengalami evolusi, dari paradigma konservasi (biologi), ke paradigma
rasionalisasi (ekonomi), kemudian ke paradigma sosial/komunitas. Pemikiran ini masih
relevan diterapkan untuk mengangkat harkat hidup dan kesejahteraan nelayan. Dalam
hal ini, ada aspek-aspek yang perlu diperhatikan antara lain : (1) ecological sustainability,
mengandung makna memelihara keberlanjutan stok/biomas sehingga tidak melampaui
daya dukung, serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem; (2) sosioeconomic
sustainability yang artinya harus tetap memperhatikan peningkatan pendapatan dan
keberlanjutan sosial ekonomi pelaku perikanan; dan (3) community sustainability, yaitu
keberlanjutan kesejahteraan sosial komunitas atau masyarakat pada umumnya (lihat juga,
Damanik, 2006: 72-73). Ketiga hal tersebut merupakan aspek-aspek yang integralistik
dalam manajemen sumber daya perikanan, sehingga potensi sumberdaya perikanan dapat
dimanfaatkan secara lestari dan berkesinambunan dalam jangka panjang (Nuitja, 2010: 6-7).
Kegiatan penangkapan ikan tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan kelembagaan
yang sinergis menyangkut pemeliharan aspek finansial dan administrasi (institutional
sustainability). Karena sumberdaya ikan mempunyai keterbatasan memperbaiki dirinya
sebagai reneable resources, dibutuhkan keseimbangan antara eksploitasi dan konservasirehabilitasi. Rasionalisasi armada perikanan sesuai daya dukung sumberdaya ikan
dapat dilakukan dengan pembatasan perizinan guna mengurangi tekanan eksploitasi
sumberdaya ikan. Pengaturan pola penangkapan demikian diperlukan karena ratusan ribu
nelayan tradisional menggantungkan hidup keluarganya di perairan yang mulai menurun
kualitasnya.
Sumber daya perikanan menghadapi situasi kelangkaan yang disebabkan oleh berbagai
Kegiatan penangkapan memerlukan penyesuaian dengan kapasitas dan keadaan
sumberdaya ikan dan lingkungan, baik fisik maupun sosial. Pemanfatan sumberdaya ikan
harus mengacu keterpaduan dan penyesuaian peranan pemerintah, masyarakat, dan swasta.
Dalam pengelolaan sumberdaya ikan, posisi pemerintah sebagai pengambil kebijakan
bergeser sebagai fasilitator, penyedia infrastruktur publik, serta merancang kebijakan
dan struktur insentif ke arah peningkatan produktivitas usaha perikanan. Masyarakat
dan swasta menjadi pelaku usaha dan penerima transfer informasi untuk menghindari
intervensi pemerintah yang berakibat terhadap kegagalan kebijakan pemerintah (failure
policy government) dan kegagalan usaha perikanan (fisheries effort failure). Kegagalan ini
akan berakibat langsung terhadap kelestarian sumberdaya perikanan (fisheries resources)
dan daya dukung lingkungan (carrying capacity), seperti peningkatan upaya tangkapan
yang tidak lestari, tangkapan nontarget (by catch), dan penggunaan alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan (enviromental ill disposed).
3.3. Penangkapan Ikan dalam Kawasan Konservasi Perairan
Pemanfaatan sumberdaya ikan tidak lagi cukup dilandasi oleh adanya potensi serta
keunggulan komparatif dan kompetitif, melainkan memerlukan suatu keseimbangan
(balance) antara tingkat pemanfaatan dan dampak yang ditimbulkannya, sehingga dapat
dihindari terjadinya eksternalitas negatif. Untuk memperoleh keseimbangan ini diperlukan
pengendalian (forces) enviromental rent dan social rent, serta kesesuaian (suitability)
berbagai aktivitas usaha penangkapan ikan. Beberapa prinsip umum yang harus
diperhatikan dalam kegiatan penangkapan ikan mencakup:
a) kesamaan hak
b) efisiensi dan alokasi upaya pemanfaatan sumberdaya ikan
c) resolusi konflik dan aksi kolektif untuk menghindari terjadinya ekstraksi berlebihan dan
kerusakan lingkungan.
Implementasi prinsip-prinsip ini memberi arah pada upaya pemanfaatan sumberdaya
ikan, konservasi, dan pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan yang berpotensi
merusak lingkungan, karena efek kerusakan tersebut bisa berdampak global.
Kawasan konservasi perairan memiliki batasan dan zona yang dapat diakses melalui
kegiatan penangkapan ikan terutama di zona perikanan berkelanjutan. Namun demikian,
semua kegiatan penangkapan ikan di zona ini harus memiliki batasan upaya tangkap,
kapasitasnya, dan bersifat ramah lingkungan. Dalam memberikan akses penangkapan ikan
di kawasan konservasi perairan, pengelola harus mempertimbangkan daya dukung yang
dimiliki kawasan konservasi perairan. Pengukuran daya dukung lingkungan didasarkan
pada pemikiran bahwa lingkungan sumberdaya ikan memiliki kapasitas maksimum untuk
15
daya dukung lingkungan dan ketersediaan sumberdaya ikan di suatu kawasan perairan.
Meningkatnya upaya penangkapan akan semakin memperbesar tekanan terhadap
ketersediaan sumberdaya ikan dan daya dukung lingkungan. Untuk penangkapan ikan
dalam kawasan konservasi perairan, khususnya di zona perikanan berkelanjutan haruslah
disesuaikan dengan prinsip konservasi, yaitu :
a) pendekatan kehati-hatian;
b) pertimbangan bukti ilmiah;
c) pertimbangan kearifan lokal;
d) pengelolaan berbasis masyarakat;
e) keterpaduan pengembangan wilayah pesisir;
f) pencegahan tangkap lebih;
g) pengembangan alat penangkapan ikan, cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan;
h) pertimbangan kondisi sosial ekonomi masyarakat;
i) pemanfaatan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan;
mendukung proses pertumbuhan ikan. Ikan sebagai organisme hidup yang memiliki dimensi
ukuran yang hidup dan berkembangbiak di suatu kawasan akan tumbuh dan berkembang
secara positif jika daya dukung lingkungan masih lebih besar dan tumbuh terus-menerus
dan akan mengakibatkan timbulnya kompetisi terhadap ruang dan lahan sampai daya
dukung lingkungan tidak lagi mendukung pertumbuhan. Jika daya dukung lingkungan
akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan sumberdaya ikan, semakin berkurang
daya dukung lingkungan maka semakin terbatas ruang dan waktu untuk pertumbuhan
ikan sehingga pertumbuhan dan perkembangbiakannya menjadi negatif dan menurunnya
populasi ikan di suatu kawasan perairan.
Kegiatan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam suatu kawasan
konservasi perairan dapat dibagi menjadi dua kategori berikut ini.
a. Penangkapan ikan untuk tujuan komersial
Penangkapan ikan untuk tujuan komersial adalah kegiatan penangkapan ikan untuk
pemenuhan kebutuhan ekonomi, baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual.
Penangkapan ikan dalam kawasan konservasi yang bukan untuk tujuan komersial
adalah kegiatan penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan dalam rangka
pendidikan, penyuluhan, penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya, kesenangan (hobi),
dan/atau wisata. Kegiatan tersebut tidak didasarkan pada nilai tukar ekonomis dan/
atau nilai tambah ekonomis dan mengutamakan tujuan serta pencapaian kegiatan
pendidikan, penyuluhan, penelitian, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya.
j) perlindungan struktur dan fungsi alami ekosistem perairan;
k) perlindungan jenis dan kualitas genetik ikan; dan
16
Karena itulah kawasan konservasi perairan memegang peran penting dalam meningkatkan
Dari 12 (kedua belas) prinsip konservasi di atas memperlihatkan dengan jelas bahwa
kegiatan penangkapan ikan di kawasan konservasi perairan untuk tujuan komersial hanya
dapat dilakukan oleh nelayan kecil dan artisanal serta kelompok nelayan yang secara
ekonomis memiliki struktur dan unit usaha kecil yang tidak diwajibkan memiliki izin usaha
penangkapan. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh usaha menengah ke atas
tidak diizinkan untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan di dalam kawasan konservasi
perairan.
3.4. Karakter Alat Tangkap Ikan di Dalam Kawasan Konservasi Perairan
b. Penangkapan ikan bukan untuk tujuan komersial
l) pengelolaan adaptif.
Meskipun suatu alat tangkap telah mengalami modifikasi, perkembangan, dan penambahan
berbagai peralatan bantu, klasifikasi suatu alat tangkap tetap disesuaikan dengan
karakteristik dasar dari alat tangkap tersebut. Berdasarkan Statistika Perikanan Indonesia
dan FAO, alat tangkap yang dioperasikan di Indonesia sebanyak 11 kelompok. Alat tangkap
yang ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan. Artinya, alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan,
kemungkinan mengakibatkan hilangnya alat tangkap yang lain, dan tidak berkontribusi
terhadap timbulnya polusi.
Dalam kaitannya dengan penggunaan di lingkungan perairan, alat tangkap dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu alat tangkap yang destruktif atau tidak ramah lingkungan,
dan alat tangkap yang konservatif atau ramah lingkungan. Alat tangkap yang destruktif atau
tidak ramah lingkungan adalah alat tangkap yang dapat merusak kelestarian sumberdaya
ikan dan lingkungan perairan, serta membahayakan bagi yang mengoperasikannya. Alat
17
Alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dapat berubah menjadi yang ramah
lingkungan apabila dilakukan pengaturan yang tepat. Sepuluh klasifikasi alat tangkap yang
terdapat di Indonesia pada umumnya termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan,
karena telah dibuatkan aturan-aturan dalam pengoperasiannya. Namun demikian, aturanaturan tersebut sering dilanggar, sehingga penggunaan alat tangkap tersebut merusak
kelestarian sumberdaya ikan, ekosistem, dan keanekaragaman hayati, serta berbahaya bagi
yang mengoperasikannya. Akibat lainnya adalah konflik nelayan, adanya by catch (hasil
tangkapan sampingan), dan tertangkapnya ikan-ikan muda atau belum matang telur. Faktafakta demikian berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup sumber daya perikanan.
Alat tangkap ramah lingkungan secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. selektivitas tinggi;
2. hasil tangkapan sampingan rendah;
3. hasil tangkapan berkualitas tinggi;
4. tidak merusak lingkungan/habitat;
5. mempertahankan keanekaragaman hayati;
6. tidak menangkap spesies yang dilindungi; dan
7. pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan nelayan.
3.5. Metode dan Jenis Alat Tangkap
Pada umumnya alat penangkapan ikan yang dalam pengoperasiannya bersifat pasif dengan
ukuran mesh size yang disesuaikan dengan target spesies di masing-masing wilayah
perairan adalah alat tangkap yang sangat ramah lingkungan dan selektif sehingga dapat
dimanfaatkan untuk menangkap ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan
konservasi perarain (lihat, Sudirman dan Mallawa, 2004).
A. Alat Tangkap Ikan Kategori Jaring
• Jaring angkat (lift net) adalah alat
penangkapan ikan
berbentuk
lembaran jaring persegi panjang
atau
bujur
sangkar
yang
direntangkan atau dibentangkan
dengan
menggunakan
kerangka dari batang kayu atau
bambu(bingkai kantong jaring)
sehingga jaring angkat membentuk
kantong.
18
ikan ini memiliki ukuran mesh size yang sangat
kecil. Dengan bantuan alat pemikat ikan dan
cahaya lampu, alat penangkapan ikan ini efektif
untuk menangkap jenis ikan pelagis kecil. Agar
tidak membahayakan kelestarian sumberdaya
ikan dan lingkungan karena tergolong
tidak selektif, diperlukan pengaturan dan
pengawasan yang ketat. Hasil tangkapannya
adalah ikan dalam kondisi hidup sehingga
mudah untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan, yaitu dengan melepaskan
kembali juvenil dan jenis ikan yang dilindungi.
Khusus untuk bagan tancap, bekas bambu/
kayu yang dipergunakan yang masih tertinggal
di perairan dapat merusak alat penangkapan
ikan lainnya yang dioperasikan di perairan
tersebut, sehingga posisi dari bagan tancap
tersebut harus diatur agar tidak mengganggu
alur pelayaran atau aktivitas lainnya.
tangkap yang konservatif atau ramah lingkungan adalah alat tankap yang tidak merusak
kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan perairan serta tidak membahayakan orang
yang mengoperasikannya.
Pada umumnya alat penangkapan
• Jaring insang adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi
panjang, yang mempunyai ukuran mata jaring
merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan
sejumlah pelampung pada taliris atas dan
sejumlah pemberat pada aliris bawah.
Ada beberapa gill net yang mempunyai penguat
bawah(srampat/selvedge) terbuat dari saran
sebagai pengganti pemberat. Tinggi jaring
insang permukaan 5-15 meter&bentuk gill net
empat persegi panjang atau trapesium terbalik,
tinggi jaring insang pertengahan 5-10 meter
dan bentuk gill net empat persegi panjang
serta tinggi jaring insang dasar 1-3 meter dan
bentuk gill net empat persegi panjang atau
trapesium. Bentuk gill net tergantung pada
panjang taliris atas dan bawah.
• Bagan perahu/rakit (boat/raft lift net) adalah alat tangkap pasif berupa sebuah
gubuk untuk menangkap ikan yang berdiri di atas perahu. Dalam penggunaannya,
alat tangkap ini bila dipergunakan secara benar, tidak merusak sumber daya ikan.
Pada wilayah tertentu dilakukan modifikasi dalam penggunaan alat di atas, dengan
memodifikasi pada perahu atau lampu penerang.
• Bagan tancap (bamboo platform lift net) adalah jenis alat tangkap jaring angkat (lift
net) yang mengunakan alat bantu cahaya. Bentuknya persegi yang disusun dari
bambu yang di tancapkan ke dasar perairan.
• Jaring serok (scoop net) adalah alat tangkap yang dibuat dari bingkai kawat berbentuk
melingkar yang kedua ujungnya dipilin dan disambungkan pada tongkat kayu (besi)
sebagai pegangan serta dipadukan dengan jaring kantong sehingga membentuk
perangkap (crap). Ukuran jaring serok bervariasi bergantung pada jenis ikan yang
19
akan ditangkap.
•
Jaring angkat lainnya (other lift net) adalah
alat penangkap ikan lainnya dan/atau jaring yang
belum termasuk dalam klasifikasi alat penangkap
ikan jaring di atas.
B. Alat Tangkap Ikan Kategori Pancing (Hook
and Line)
Pancing adalah alat penangkapan ikan yang terdiri atas sejumlah tali dan pancing.
Setiap pancing menggunakan umpan atau tanpa umpan, baik umpan alami ataupun
umpan buatan. Alat pancing terdiri atas dua komponen utama, yaitu tali dan mata
pancing. Jumlah mata kail bisa tunggal hingga mencapai ratusan, tergantung pada jenis
pancingnya. Selain dua komponen utama tali dan mata pancing, alat pancing dapat
dilengkapi dengan komponen lainnya, misalnya tangkai (pole), pemberat, pelampung
dan kili-kili (swivel).
• Rawai Hanyut (drift long line), adalah alat tangkap yang bersifat pasif, menanti umpan
dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal
dimatikan, kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering
disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam. Selanjutnya,
mata pancing diangkat kembali ke atas kapal.
• Rawai tetap (set long line), Rawai (long line) terdiri atas rangkaian tali utama dan
tali pelampung; tali utama pada jarak tertentu terdapat beberapa tali cabang yang
pendek dan berdiameter lebih kecil dan di ujung tali cabang ini diikatkan pancing
yang berumpan. Rawai yang dipasang di dasar perairan secara tetap dalam jangka
waktu tertentu disebut rawai tetap atau bottom long line atau set long line digunakan
untuk menangkap ikan-ikan demersal.
20
• Pancing tonda (troll line) adalah pancing yang dalam operasinya ditarik dengan
perahu. Tipe pancing ini dapat diterapkan pada zona perikanan berkelanjutan,
termasuk dalam alat tangkap yang semi aktif awalnya bersifat pasif karena ada
gerakan disentak atau ditarik sehingga ikan tertangkap.
Pada umumnya, mata pancing diberikan umpan, baik dalam bentuk mati maupun hidup,
atau umpan tiruan. Banyak macam alat pancing digunakan oleh para nelayan, mulai dari
bentuk yang sederhana sampai dalam bentuk ukuran skala besar yang digunakan untuk
perikanan industri. Alat penangkapan ikan yang termasuk dalam klasifikasi pancing,
yaitu rawai (longline) dan pancing, diantaranya adalah :
• Rawai tuna (tuna long line) adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai
tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna
longliner biasanya mengoperasikan 1.000 – 2.000 mata pancing untuk sekali turun.
Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera.
• Huhate (pole and line), adalah alat pancing yang dipakai khusus untuk menangkap
cakalang, sehingga alat ini sering disebut “pancing cakalang”. Huhate dioperasikan
sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar kapal. Alat
tangkap ini bersifat aktif. Kapal akan mengejar gerombolan ikan. Setelah gerombolan
ikan berada di sekitar kapal, lalu diadakan pemancingan. Beberapa keunikan dari alat
tangkap huhate adalah bentuk mata pancing huhate tidak berkait seperti lazimnya
mata pancing. Mata pancing huhate ditutupi bulu-bulu ayam atau potongan rafia
yang halus agar tidak tampak oleh ikan. Bagian haluan kapal huhate mempunyai
konstruksi khusus, dimodifikasi menjadi lebih panjang, sehingga dapat dijadikan
tempat duduk oleh pemancing.
Kapal huhate umumnya berukuran kecil. Di dinding bagian lambung kapal, beberapa
cm di bawah dek, terdapat sprayer dan di dek terdapat beberapa tempat ikan umpan
hidup. Sprayer adalah alat penyemprot air. Umpan yang digunakan adalah umpan ikan
hidup, dimaksudkan agar setelah ikan umpan dilempar ke perairan akan berusaha
kembali naik ke permukaan air. Hal ini akan mengundang cakalang untuk mengikuti
naik ke dekat permukaan. Selanjutnya, dilakukan penyemprotan air melalui sprayer.
Penyemprotan air dimaksudkan untuk mengaburkan pandangan ikan, sehingga
ikan tidak dapat membedakan antara ikan umpan sebagai makanan atau mata
pancing yang sedang dioperasikan. Umpan hidup yang digunakan biasanya adalah
teri (stolephorus spp.). Pemancingan dilakukan serempak oleh seluruh pemancing.
Pemancing duduk di sekeliling kapal dengan pembagian kelompok berdasarkan
keterampilan memancing.
• Pancing ulur (hand line) adalah alat pancing yang dioperasikan pada siang hari.
Konstruksi pancing ulur sangat sederhana. Pada satu tali pancing utama dirangkaikan
2-10 mata pancing secara vertikal. Pengoperasian alat ini dibantu menggunakan
rumpon sebagai alat pengumpul ikan. Pada saat pemancingan, satu rumpon
dikelilingi oleh lima unit kapal, masing-masing kapal berisi 3-5 orang pemancing.
Umpan yang digunakan adalah ikan segar yang dipotong-potong. Hasil tangkapan
utama pancing ulur adalah tuna (thunnus spp.).
Kecenderungan alat penangkapan ikan di atas sangat selektif sehingga merupakan alat
penangkapan ikan yang sangat ramah lingkungan. Jenis alat penangkapan ikan ini dapat
menangkap jenis biota yang dilindungi oleh undang-undang perikanan, seperti penyu,
lumba-lumba, dan lain-lain.
C. Alat Tangkap Ikan Kategori Perangkap (Trap)
Perangkap adalah salah satu alat tangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk
kurungan, berupa jebakan sehingga ikan akan mudah masuk tanpa adanya paksaan
dan sulit keluar karena dihalangi dengan berbagai cara. Bahan yang digunakan untuk
membuat perangkap : bambu, rotan, kawat, jaring, plastik, besi, dan sebagainya.
Pengoperasiannya di dasar perairan, di
permukaan perairan, di daerah sungai yang
berarus kuat, dan di daerah pasang surut
selama jangka waktu tertentu. Umumnya untuk
ikan demersal terperangkap atau tertangkap
secara alami tanpa cara penangkapan khusus.
Contoh perangkap adalah sero (guiding
barrier), jermal (stow net), bubu (portable
trap) dan perangkap lain (other trap).
Alat penangkapan di atas memiliki
kecenderungan selektif karena ikan yang
tertangkap adalah yang terperangkap di
dalamnya. Meskipun cenderungan ramah
lingkungan, namun untuk jermal perlu diatur ukuran mesh size jaringnya dan juga lokasi
21
pemasangannya. Selain itu, untuk mengatasi permasalahan ghost fishing yang sering
ditimbulkan oleh jenis alat tangkap bubu, maka perlu diatur lebih lanjut.
3.6. Penguatan dan Pengembangan Kearifan Lokal
22
Istilah kearifan lokal (local wisdom) sering disebut juga sebagai kearifan budaya (cultural
wisdom), kearifan tradisional (traditional wisdom), kecerdasan lokal (local genius), atau
pengetahuan lokal (local knowledge) (Geertz, 1983; Rahyono, 2009). Kearifan lokal
merupakan bagian dari kebudayaan suku bangsa dan komunitas-komunitas lokal yang
hidup dan berkembang di berbagai ranah kehidupan, seperti nelayan di kawasan pesisir,
petani di dataran rendah, peladang di daerah pegunungan, serta peramu dan pemburu di
daerah pedalaman. Sebagai sistem pengetahuan budaya, kearifan lokal mengatur hubunganhubungan fungsional antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, serta
manusia dengan sumber daya alam dan lingkungan.
budaya tentang pengelolaan dan penangkapan yang bersifat lestari dan berkelanjutan.
Penguatan nilai-nilai budaya yang sudah berakar dan pengembangan nilai-nilai baru dalam
membangun kearifan lokal merupakan kebutuhan strategis untuk menjaga kelangsungan
hidup keseluruhan sumber daya lingkungan dan ekosistemnya di kawasan konservasi
perairan.
BAB IV
Dalam konteks hubungan manusia dengan sumber daya alam dan lingkungan, kearifan
lokal merupakan pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat
atau komunitas tertentu, yang di dalamnya mencakup model-model pengelolaan sumber
daya alam secara lestari, termasuk bagaimana menjaga hubungan dengan alam melalui
pemanfaatan yang bijaksana dan bertanggung jawab. Dengan demikian, kearifan lokal
adalah sebuah sistem yang mengintegrasikan pengetahuan, budaya, institusi, dan praktik
mengelola sumber daya alam (Kartodiharjo dan Jhamtani, 2006: 174-175).
Kearifan lokal merupakan refleksi dari hubungan yang selaras antara manusia dengan
lingkungannya. Manusia merupakan bagian integral dari keseluruhan alam semesta,
sehingga dalam menjalani kehidupan harus menyesuaikan diri dengan hukum-hukum
alam. Karena itu, komunitas-komunitas yang memiliki kearifan lokal akan selalu
mengembangkan prinsip-prinsip keadilan, kesederhanaan, dan kebertanggungjawaban
terhadap pemanfaatan sumber daya alam. Pengabaian terhadap prinsip-prinsip hidup
tersebut, yang kemudian berakibat pada kerusakan ekologi dipandang sebagai ancaman
terhadap kelangsungan hidup manusia. Sikap-sikap tamak dan rakus terhadap alam, yang
semata-mata untuk memenuhi pemupukan kebutuhan material, konsumtif, dan hanya
memuaskan kebutuhan duniawi, merupakan perilaku yang bertentangan dengan kearifan
lokal (Keraf, 2002:151-152).
Masyarakat pesisir di berbagai wilayah tanah air mengembangkan kearifan lokal dalam
kaitannya dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir, kelautan, dan
perikanan. Kearifan lokal yang demikian merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya yang
dihasilkan melalui proses sosial yang panjang antara masyarakat pesisir dan lingkungannya.
Mereka menjaga dengan baik pranata-pranata pengelolaan sumber daya laut yang
dimilikinya, seperti sasi di Maluku, ondoafi di Papua Barat, bati di Ternate, rompong di
Sulawesi Selatan, tonass di Sulawesi Utara, awig-awig di Nusa Tenggara Barat, patenekan
di Banten, atau gogolan di Tegal. Klaim pemilikan atas sumber daya komunal dan model
pengelolaannya sering dilegitimasi oleh sejarah sosial dan unsur-unsur identitas etnisitas
yang mereka miliki (Kusnadi, 2009: 127).
Dalam kaitannya dengan kegiatan pengelolaan dan penangkapan ikan di zona perikanan
berkelanjutan kawasan konservasi perairan, para pengguna sumber daya perikanan,
khususnya nelayan, berpotensi mengembangkan nilai-nilai baru dan pengetahuan
23
PROSEDUR DAN TATA CARA PERIZINAN PENANGKAPAN IKAN
DI DALAM KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN
4.1 Kewenangan Perizinan
1. Kewenangan pengelolaan kawasan konservasi perairan dibagi menjadi tiga, yaitu
kewenangan pengelolaan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
Izin penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi
perairan yang dikelola oleh pemerintah pusat dalam penerapan perizinannya
dikeluarkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan yang mendelegasikan kepada
pejabat yang ditunjuk sesuai kewenangannya.
2. Izin penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi
perairan yang dikelola oleh pemerintah provinsi dalam penerapan perizinannnya
dikeluarkan oleh Gubernur yang mendelegasikan kepada pejabat yang ditunjuk
sesuai kewenangannya.
3. Izin penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi
perairan yang dikelola oleh kabupaten/kota dalam penerapan perizinannnya
dikeluarkan oleh Bupati/Walikota yang mendelegasikan kepada pejabat yang
ditunjuk sesuai kewenangannya.
4.2Tata Cara Memperoleh Izin
A. Prosedur Permohonan
1. Penangkapan ikan di dalam kawasan konservasi perairan untuk tujuan
komersial.
a. Permohonan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan
dalam kawasan konservasi perairan diajukan oleh pemohon kepada
Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau
pejabat berwewenang dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Individu/Perseorangan
a) Surat permohonan tertulis
24
25
2. Penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan bukan untuk tujuan
komersial.
b) Kartu Tanda Penduduk (KTP) setempat
c) Jenis dan jumlah unit penangkapan yang digunakan
a. Permohonan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan
dalam kawasan konservasi perairan diajukan oleh pemohon kepada
Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau
pejabat berwewenang yang ditunjuk berdasarkan kewenangannya.
d) Surat pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan
2. Kelompok Masyarakat
a) Surat permohonan tertulis
b. Surat izin harus menjelaskan metode penangkapan, jenis dan unit
penangkapan ikan yang digunakan.
b) Nama kelompok usaha (pengesahan dari pemerintah)
c. Permohonan izin harus melampirkan surat penyataan kesanggupan tidak
melanggar ketentuan yang berlaku, sebagai berikut :
c) Jumlah anggota kelompok (dilengkapi KTP)
1. alat tangkap yang digunakan sangat tinggi selektivitasnya;
d) Jenis dan jumlah unit alat tangkap yang digunakan
2. tidak menghasilkan hasil tangkapan sampingan;
e) Kapasitas dan unit armada yang digunakan
3. hasil tangkapan harus berkualitas tinggi;
f) Surat pernyataan kesanggupan memenuhi ketentuan
4. alat tangkap digunakan tidak secara langsung merusak lingkungan/
habitat;
b. Permohonan izin harus menjelaskan metode penangkapan, jenis dan
jumlah unit alat tangkap yang digunakan, serta jumlah nelayan (orang)
yang terlibat dalam operasi penangkapan ikan.
c. Pemberian izin penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan
didasarkan pada beberapa pertimbangan:
• izin hanya untuk kegiatan penangkapan di zona perikanan
berkelanjutan;
• izin penangkapan ikan untuk tujuan komersial hanya diberikan kepada
nelayan kecil;
• masa berlaku izin penangkapan untuk tujuan komersial diberikan
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat ditinjau kembali; dan
• tidak diperkenankan menangkap ikan yang dalam status dilindungi.
d. Permohonan izin harus melampirkan surat penyataan kesanggupan tidak
melanggar peraturan yang berlaku, sebagai berikut :
• menggunakan alat tangkap yang seletif sesuai ciri-ciri selektivitas alat
tangkap ikan;
• tidak menambah jumlah dan kapasitas unit penangkapan ikan yang
telah diizinkan;
• tidak menambah jumlah nelayan (orang) dalam kegiatan operasi
penangkapan sesuai dengan yang telah diizinkan;
• tidak melakukan operasi penangkapan ikan per hari lebih dari 3 (tiga)
kali operasi; dan
• harus melaporkan perkembangan kegiatan
menyampaikan jumlah produksi penangkapan.
26
usaha
dengan
5. menjaga keanekaragaman hayati dan spesies endemik;
6. tidak menangkap spesies yang dilindungi; dan
7. pengoperasian alat tangkap tidak membahayakan diri sendiri/orang
lain.
B. Prosedur Penerbitan Izin
Untuk memperoleh izin kegiatan penangkapan di zona perikanan berkelanjutan dalam
kawasan konservasi perairan, baik untuk kepentingan komersial, maupun nonkomersial,
dilakukan oleh individu/perseorangan atau kelompok usaha, tata cara penerbitan izin
adalah sebagai berikut.
1. Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk sesuai kewenangannya melakukan kajian atau penelaahaan terhadap
permohonan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan
konservasi perairan selambat-lambatnya 3 hari kerja sejak permohonan tersebut
dinyatakan lengkap.
2. Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk sesuai kewenangannya berdasarkan data-data yang disampaikan oleh
pemohon, selanjutnya menunjuk petugas yang berkompetensi untuk melakukan
verifikasi di lapangan, sesuai permohonan yang telah disampaikan.
3. Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat
yang ditunjuk sesuai kewenangannya dengan mempertimbangkan hasil verifikasi,
selanjutnya menyatakan menerima/menolak permohonan izin penangkapan ikan
di zona perikanan berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan, selambatlambatnya tiga (3) hari kerja.
4. Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk sesuai kewenangannya, dalam hal penerbitan izin penangkapan ikan di zona
perikanan berkelanjutan, yang telah disetujui akan diterbitkan selambat-lambatnya
dua (2) hari kerja setelah permohonan disetujui.
27
5. Berkaitan dengan penerbitan izin penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan
dalam kawasan konservasi perairan, maka dapat ditetapkan pungutan jasa
konservasi untuk biaya pengelolaan kawasan konservasi perairan.
6. Nilai (besaran) pungutan jasa konservasi ditentukan oleh pejabat berwewenang
yang ditunjuk sesuai kewenangannya, dengan mempertimbangkan kondisi sosial
ekonomi dan budaya masing-masing lokasi.
pemerintah pusat, maupun pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, menjadi sangat
penting untuk melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pemanfataan
sumberdaya ikan di zona perikanan berkelanjutan. Implikasi dari kegiatan pengawasan
dan pengendalian adalah pemberian sanksi kepada setiap pemegang izin yang
melanggar ketentuan atau peraturan yang berlaku. Sanksi yang dimaksudkan adalah
sanksi administrasi mulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin dengan tata
cara sebagai berikut.
1. Peringatan tertulis
Diagram Alur Prosedur Perizinan Penangkapan Ikan
di Kawasan Konservasi Perairan
C. Pengendalian Izin Diagram Alur Prosedur Perizinan Penangkapan Ikan
di Kawasan Konservasi Perairan
Dalam rangka pengelolaan kawasan konservasi perairan, baik yang menjadi kewenangan
Pemohon
Badan
Hukum
Perorangan
PROSES
IZIN
PROSEDUR
PENERBITAN
PROSEDUR
PENGAJUAN
PERIZINAN
2. Pembekuan Izin
KKP/KKPD
Menteri KP
Gubernur/Bupati/
Walikota
Pejabat Berwenang
1. Penelaahan
Permohonan
Peringatan tertulis disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur,
dan Bupati/Walikota atau pejabat berwewenang yang ditunjuk, kepada pemegang
izin yang tidak memenuhi kewajibannya paling banyak tiga (3) kali secara berurutan
dalam jangka waktu paling lama empat belas (14) hari kalender untuk setiap
peringatan.
Pembekuan izin dapat dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Gubernur,
dan Bupati/Walikota atau pejabat berwewenang yang ditunjuk kepada pemegang
izin yang tidak memenuhi kewajibannya sampai dengan berakhirnya jangka waktu
peringatan tertulis ketiga tidak melaksanakan kewajibannya dan dikenakan masa
berlakunya selama enam (6) bulan sejak sanksi dijatuhkan.
3. Pencabutan Izin
Sanksi administrasi pencabutan izin dapat dilakukan oleh Menteri Kelautan dan
Perikanan, Gubernur, dan Bupati/Walikota atau pejabat berwewenang yang ditunjuk
kepada pemegang izin apabila dalam kurun waktu pembekuan izin telah berakhir,
pemegang izin belum juga melaksanakan kewajibannya.
2. Verifikasi Data
3. Hasil Verifikasi
Komersial
Non
Komersial
a. Diajukan ke Menteri KP,
Gubernur,
Walikota/Bupati dan/atau
pejabat berwenang
b. Menjelaskan metode,
jumlah, dan jenis alat
tangkap yang digunakan
c. Melampirkan surat
pernyataan kesanggupan
tidak melanggar
peraturan yang berlaku
BAB V
Diterima
Penerbitan
Izin
Ditolak
28
29
PENUTUP
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di berbagai wilayah dan rencana pencapaian
luasan kawasan sekitar 20 juta hektar pada tahun 2020 merupakan upaya serius Kementerian
Kelautan dan Perikanan untuk mewujudkan penyediaan kawasan perikanan yang produktif,
dengan didukung sistem zonasi pengelolaannya yang berkelanjutan. Pemerintah juga
memberi kewenangan dan memfasilitasi pemerintah daerah dan masyarakat untuk
berpartisipasi mewujudkan KKP di daerahnya, dalam wujud Kawasan Konservasi Laut
Daerah (KKLD). Tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya
dan ekosistem di dalam KKP merupakan tanggung jawab semua pihak.
Aktivitas yang berpeluang dilakukan di dalam KKP tidak hanya terfokus pada kegiatan
perikanan budi daya dan perikanan tangkap, tetapi juga kegiatan pariwisata, penelitian,
dan pendidikan, dengan melibatkan para pemangku kepentingan yang lebih luas. Ini berarti
KKP bukan merupakan wilayah ”eksklusif” yang hanya bisa dimanfaatkan oleh pihakpihak tertentu. Perspektif ini untuk menegaskan kepada kita semua bahwa KKP dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk berbagai keperluan kehidupan manusia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, diharapkan berbagai
pihak yang berkepentingan terhadap pemanfaatan KKP memiliki kesadaran kolektif untuk
bertanggung jawab secara penuh terhadap kelangsungan hidup sumber daya perikanan dan
kelautan, serta kelestarian ekosistem di dalam KKP.
Buku ”Pedoman Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan untuk Kegiatan Penangkapan”
berisi uraian mengenai pengertian konservasi perairan, kriteria alat penangkapan ikan yang
dioperasikan, prosedur dan tatacara izin penangkapan di zona perikanan berkelanjutan
dalam kawasan konservasi perairan, serta sanksi atas pelanggaran peraturan yang dilakukan
oleh pemegang izin penangkapan. Pedoman ini akan dijabarkan lebih lanjut ke dalam
pedoman teknis, dengan memperhatikan karakteristik lokalitas setiap kawasan konservasi
perairan.
DAFTAR PUSTAKA
30
31
Lampiran
Damanik, Riza; Budiarti Prasetiamartati; Arif Satria. 2006. Menuju Konservasi yang Pro Rakyat
dan Pro Lingkungan. Jakarta: WALHI.
Geertz, Clifford. 1983. Local Knowledge: Further Essays in Interpretive Anthropology. New Yor:
Basic Books.
Kartodiharjo, Hariadi dan Hira Jhamtani. 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan di Indonesia.
Jakarta: Equinox Publishing.












Keraf, Sonny A. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nuitja, I Nyoman Sumerta. 2010. Manajemen Sumber Daya Perikanan. Bogor: IPB Press.
Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Penerbit Wedatama Widya Sastra.


Supriharyono. 2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut
Tropis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 


Sudirman dan Achmar Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta: Rineka Cipta.



 




 




 
 













32
33

























































































34









35






 
 
 
 




















































 
 






 

 


 








36


 











37


































































38
39
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2002
TENTANG
USAHA PERIKANAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sumber daya ikan sebagai bagian kekayaan bangsa Indonesia perlu
dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, dengan mengusahakannya secara berdaya
guna dan berhasil guna serta selalu memperhatikan kepentingan dan kelestariannya;
b. bahwa mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha
Perikanan sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 141 Tahun 2000 belum mampu menampung perkembangan dan kebutuhan di
bidang usaha Perikanan, sehingga dipandang perlu mengatur kembali Usaha
Perikanan dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan
Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun
1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2943) ;
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12
Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2944);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3260);
5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);
6. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3647);
7. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3687);
8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3839);
40
9. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG USAHA PERIKANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk
menangkap atau membudidayakan ikan, termasuk kegiatan menyimpan,
mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersial.
2. Perusahaan perikanan Indonesia adalah perusahaan yang melakukan usaha perikanan
dan dilakukan oleh Warga Negara Republik Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.
3. Perusahaan perikanan Asing adalah perusahaan yang melakukan usaha penangkapan
ikan dan dilakukan oleh warga negara asing atau badan hukum asing.
4. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
5. Petani ikan, yang selanjutnya disebut Pembudidayaan Ikan, adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan.
6. Izin Usaha Perikanan (IUP) adalah izin tertulis yang harus dimiliki perusahaan
perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi
yang tercantum dalam izin tersebut.
7. Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan
untuk melakukan penangkapan ikan, termasuk untuk melakukan survey atau
eksplorasi perikanan.
8. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan
untuk
menangkap
ikan
termasuk
menampung,
menyimpan,
mendinginkan
atau
mengawetkan.
9. Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk
mengangkut ikan termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan atau
mengawetkan.
10. Perluasan usaha penangkapan ikan adalah penambahan jumlah kapal perikanan
dan/atau penambahan jenis kegiatan usaha yang berkaitan, yang belum tercantum
dalam IUP.
11. Perluasan usaha pembudidayaan ikan adalah penambahan areal lahan dan/atau
penambahan jenis usaha kegiatan usaha kegiatan usaha yang belum tercantum dalam
IUP.
41
12. Surat Penangkapan Ikan (SPI) adalah surat yang harus dimiliki setiap kapal perikanan
untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari IUP.
13. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) adalah surat izin yang harus dimiliki setiap
kapal perikanan untuk melakukan kegiatan pengangkutan ikan.
14. Alokasi Penangkapan Ikan Penanaman Modal (APIPM) adalah rekomendasi tertulis
untuk menangkap ikan yang diberikan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk
melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kepada perusahaan perikanan
dengan fasilitas penanaman modal.
15. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang perikanan.
BAB II
PERIZINAN USAHA PERIKANAN
Pasal 2
(1) Usaha perikanan terdiri dari:
a. usaha penangkapan ikan; dan/atau
b. usaha pembudidayaan ikan.
(2) Usaha pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi
jenis kegiatan:
a. pembudidayaan ikan di air tawar;
b. pembudidayaan ikan di air payau; dan/atau
c. pembudidayaan ikan di laut.
Pasal 3
(1) Usaha perikanan di wilayah perikanan Republik Indonesia hanya boleh dilakukan
oleh perorangan Warga Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia termasuk
koperasi.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
diberikan di bidang penangkapan ikan, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban
Negara Republik Indonesia berdasarkan ketentuan persetujuan internasional atau
hukum internasional yang berlaku.
(3) Wilayah perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi:
a. perairan Indonesia;
b. sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya di dalam wilayah Republik
Indonesia;
c. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Pasal 4
Perusahaan perikanan Indonesia bekerjasama dengan nelayan dan/atau pembudidaya ikan
dalam suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 5
(1) Perusahaan yang melakukan usaha perikanan, wajib memiliki Izin Usaha Perikanan
(IUP).
42
(2) IUP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan untuk masing-masing usaha
perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dan berlaku selama
perusahaan melakukan kegiatan usaha perikanan.
(3) Izin usaha bagi perusahaan perikanan dengan fasilitas penanaman modal yang akan
melakukan usaha penangkapan ikan, diterbitkan berdasarkan Alokasi Penangkapan
Ikan Penanaman Modal (APIPM) dan persyaratan lain di bidang penanaman modal.
(4) Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan dicantumkan koordinat daerah
penangkapan ikan, jumlah dan ukuran kapal perikanan, jenis alat penangkap ikan
yang digunakan, dan pelabuhan pangkalan.
(5) Dalam IUP untuk usaha penangkapan ikan yang berkaitan dengan kegiatan
pengangkutan ikan, dicantumkan daerah pengumpulan/pelabuhan muat, pelabuhan
pangkalan, serta jumlah dan ukuran kapal perikanan.
(6) Dalam IUP untuk usaha pembudidayaan ikan dicantumkan luas lahan atau perairan
dan letak lokasinya.
Pasal 6
(1) Kewajiban memiliki IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dikecualikan
bagi kegiatan:
a. penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan sebuah
kapal perikanan tidak bermotor atau menggunakan motor luar atau motor dalam
berukuran tertentu;
b. pembudidayaan ikan di air tawar yang dilakukan oleh pembudidaya ikan di kolam
air tenang dengan areal lahan tertentu;
c. pembudidayaan ikan di air payau yang dilakukan oleh pembudidaya ikan dengan
areal lahan tertentu;
d. pembudidayaan ikan di laut yang dilakukan oleh pembudidaya ikan dengan areal
lahan atau perairan tertentu.
(2) Ukuran kapal perikanan dan luas areal lahan atau perairan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur oleh Menteri.
(3) Nelayan dan
pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
mencatatkan kegiatan perikanannya kepada dinas perikanan daerah atau instansi yang
berwenang di bidang perikanan daerah.
Pasal 7
(1) Perusahaan perikanan asing yang akan melakukan kegiatan penangkapan ikan di
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia wajib memiliki IUP.
(2) IUP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku sesuai dengan jangka waktu
berlakunya persetujuan internasional antara pemerintah negara Republik Indonesia
dengan pemerintah negara asing yang bersangkutan.
Pasal 8
(1) Kapal perikanan berbendera Indonesia yang melakukan penangkapan ikan atau kapal
perikanan berbendera asing yang melakukan penangkapan ikan di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia wajib dilengkapi dengan Surat Penangkapan Ikan (SPI).
(2) SPI untuk kapal perikanan berbendera Indonesia berlaku selama:
43
a. 3 (tiga) tahun, untuk penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap pukat cincin,
rawai tuna, jaring insang hanyut, atau huhate;
b. 2 (dua) tahun, untuk penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap selain
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
dan dapat diberikan perpanjangan oleh pemberi izin.
(3) Dalam SPI dicantumkan ketetapan mengenai daerah penangkapan ikan, jenis alat
penangkap ikan, dan spesifikasi kapal yang digunakan.
(4) SPI untuk kapal perikanan berbendera asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diberikan perpanjangan oleh pemberi izin.
Pasal 9
(1) Kapal perikanan yang berfungsi sebagai kapal pendukung penangkapan ikan dalam
satu kesatuan armada penangkapan ikan (kelompok) wajib dilengkapi dengan SPI.
(2) Kapal perikanan yang berfungsi sebagai kapal pengangkut ikan dalam satu kesatuan
armada penangkapan ikan wajib dilengkapi dengan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan
(SIKPI).
(3) SPI dan SIKPI untuk kapal perikanan berbendera Indonesia yang dioperasikan dalam
satu kesatuan armada penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) berlaku selama:
a. 3 (tiga) tahun, untuk kesatuan armada penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap
pukat cincin, rawai tuna, jaring insang hanyut, atau huhate;
b. 2 (dua) tahun, untuk kesatuan armada penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap
selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
(4) SPI dan SIKPI untuk kapal perikanan berbendera asing yang dioperasikan dalam satu
kesatuan armada penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) berlaku selama 1 (satu) tahun.
(5) Kapal pengangkut ikan berbendera Indonesia dalam satu kesatuan armada
penangkapan ikan dapat melakukan pengangkutan dari daerah penangkapan ikan ke
pelabuhan dan/atau dari pelabuhan ke pelabuhan.
(6) Kapal pengangkut ikan berbendera asing dalam satu kesatuan armada penangkapan
ikan dapat melakukan pengangkutan dari daerah penangkapan ikan ke pelabuhan di
Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di negara tujuan.
Pasal 10
(1) Kapal perikanan berbendera asing hanya dapat digunakan untuk melakukan
penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
(2) Kapal perikanan berbendera asing dapat digunakan oleh perusahaan perikanan atau
perusahaan bukan perusahaan perikanan untuk mengangkut ikan.
(3) Pengaturan lebih lanjut penggunaan kapal perikanan berbendera asing sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
(1) Kapal perikanan yang digunakan oleh perusahaan perikanan Indonesia untuk
melakukan pengangkutan ikan yang tidak dalam satu kesatuan armada penangkapan
ikan wajib dilengkapi dengan SIKPI.
(2) SIKPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1):
44
(3)
(4)
(5)
(6)
a. untuk kapal perikanan yang berbendera Indonesia berlaku selama 3 (tiga) tahun;
b. untuk kapal perikanan berbendera asing berlaku selama 1 (satu) tahun.
Kapal perikanan yang digunakan oleh perusahaan bukan perusahaan perikanan untuk
melakukan pengangkutan ikan wajib dilengkapi dengan SIKPI dengan masa berlaku
selama 1 (satu) tahun.
Kapal pengangkut ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan ayat (3)
digunakan mengangkut ikan dari pelabuhan ke pelabuhan di wilayah Republik
Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di negara tujuan.
Kapal perikanan berbendera asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b
yang digunakan oleh perusahaan perikanan Indonesia hanya untuk melakukan
pengangkutan ikan dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di negara tujuan.
Dalam SIKPI kapal berbendera Indonesia maupun berbendera asing paling kurang
memuat:
a. lokasi pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan;
b. perusahaan dan armada penangkap ikan yang didukung pengangkutannya;
c. nakhoda dan Anak Buah Kapal;
d. identitas kapal.
Pasal 12
Untuk kepentingan kelestarian sumber daya ikan, pemberi izin:
a. mempertimbangkan daya dukung sumber daya ikan sebelum memberikan IUP, SPI,
dan APIPM;
b. mengevaluasi setiap tahun ketetapan mengenai jumlah kapal perikanan, daerah
pengangkapan ikan, dan/atau jenis alat pengangkap ikan sebagaimana tercantum
dalam IUP, SPI, SIKPI dan APIPM.
Pasal 13
(1) Gubernur atau pejabat yang ditunjuk memberikan:
a. IUP, SPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan
penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah
administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal
perikanan bermotor luar, dan kapal perikanan bermotor dalam yang berukuran di
atas 10 Gross Tonnage (GT.10) dan tidak lebih dari 30 Gross Tonnage (GT.30)
dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 90 Daya Kuda (DK), dan
berpangkalan di wilayah administrasinya serta tidak menggunakan modal asing
dan/atau tenaga kerja asing;
b. IUP kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan pembudidayaan
ikan di air tawar, air payau, atau laut di wilayah administrasinya yang tidak
menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing.
(2) Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan:
a. IUP, SPI, dan SIKPI kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan
penangkapan dan/atau pengangkutan ikan yang berdomisili di wilayah
administrasinya, yang menggunakan kapal perikanan tidak bermotor, kapal
perikanan bermotor luar, dan kapal perikanan bermotor dalam yang berukuran
tidak lebih 10 Gross Tonnage (GT.10) dan/atau yang mesinnya berkekuatan tidak
45
lebih dari 30 Daya Kuda (DK), dan berpangkalan di wilayah administrasinya serta
tidak menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing;
b. IUP kepada perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan pembudidayaan
ikan di air tawar, air payau, atau laut di wilayah administrasinya yang tidak
menggunakan modal asing dan/atau tenaga kerja asing.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemberian IUP, SPI, dan SIKPI sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya dengan berpedoman kepada tata cara pemberian perizinan usaha
perikanan yang diatur oleh Menteri.
Pasal 14
(1) Kecuali terhadap kegiatan-kegiatan yang menjadi kewenangan Gubernur,
Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Menteri atau pejabat yang
ditunjuk memberikan IUP, SPI, SIKPI dan APIPM.
(2) Kewenangan menerbitkan IUP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk
perusahaan perikanan dengan fasilitas penanaman modal dilimpahkan oleh Menteri
kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Ketentuan mengenai pemberian IUP, SPI, SIKPI, dan APIPM sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) maupun pelimpahan kewenangan kepada Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur oleh Menteri.
Pasal 15
(1) Pemegang IUP berkewajiban:
a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP;
b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian IUP kepada pemberi izin
dalam hal akan dilakukan perubahan data dalam IUP;
c. menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali kepada
pemberi izin;
(2) Pemegang SPI berkewajiban:
a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SPI;
b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian SPI kepada pemberi izin
dalam hal SPI hilang atau rusak, atau akan dilakukan perubahan data yang
tercantum dalam SPI;
c. menyampaikan laporan kegiatan penangkapan setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada
pemberi izin;
d. mematuhi ketentuan-ketentuan di bidang pengawasan dan pengendalian sumber
daya ikan.
(3) Pemegang SIKPI berkewajiban:
a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIKPI;
b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian SIKPI kepada pemberi izin
dalam hal SIKPI hilang atau rusak, atau akan dilakukan perubahan data yang
tercantum dalam SIKPI;
c. menyampaikan laporan kegiatan pengangkutan ikan setiap 3 (tiga) bulan sekali
kepada pemberi izin;
d. mematuhi ketentuan-ketentuan di bidang pengawasan dan pengendalian sumber
daya ikan.
46
(4) Pemegang APIPM berkewajiban:
a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam APIPM;
b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian kepada pemberi APIPM
melalui BKPM dalam hal akan dilakukan perubahan data dalam APIPM;
c. menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali.
BAB III
PENCABUTAN IUP, SPI, DAN SIKPI
Pasal 16
(1) IUP dapat dicabut oleh pemberi izin dalam hal perusahaan perikanan:
a. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP;
b. melakukan perluasan usaha tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin;
c. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut-turut atau
dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar;
d. menggunakan dokumen palsu;
e. selama 1 (satu) tahun sejak IUP dikeluarkan tidak melaksanakan kegiatan
usahanya; atau
f. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(2) SPI dapat dicabut oleh pemberi izin dalam hal perusahaan perikanan:
a. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP dan/atau SPI;
b. menggunakan kapal perikanan di luar kegiatan penangkapan ikan;
c. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut-turut atau
dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar;
d. menggunakan dokumen palsu;
e. IUP yang dimiliki perusahaan perikanan tersebut dicabut oleh pemberi izin; atau
f. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(3) SIKPI dapat dicabut oleh pemberi izin dalam hal perusahaan perikanan:
a. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUP dan/atau SIKPI;
b. menggunakan kapal pengangkut ikan di luar kegiatan pengumpulan dan/atau
pengangkutan ikan, atau melakukan kegiatan pengangkutan ikan di luar satuan
armada penangkapan ikan (untuk kapal dalam satuan armada/kelompok);
c. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut-turut atau
dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar;
d. selama 1 (satu) tahun sejak SIKPI dikeluarkan tidak melakukan kegiatan
pengangkutan ikan;
e. IUP yang dimiliki perusahaan perikanan tersebut dicabut oleh pemberi izin; atau
f. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(4) APIPM dapat dicabut dalam hal perusahaan perikanan:
a. tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam APIPM;
b. melakukan perubahan data tanpa persetujuan tertulis dari pemberi APIPM
c. tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut-turut atau
dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar;
47
d. menggunakan dokumen palsu;
e. tidak merealisasikan rencana usahanya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun
terhitung sejak diterbitkannya APIPM;atau
f. dinyatakan bersalah berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Pasal 17
Ketentuan mengenai tata cara pencabutan IUP, SPI, SIKPI, dan APIPM ditetapkan lebih
lanjut oleh Menteri.
BAB IV
PUNGUTAN PERIKANAN
Pasal 18
(1) Perusahaan perikanan Indonesia yang melakukan usaha penangkapan ikan atau usaha
pembudidayaan ikan di laut atau perairan lainnya di wilayah perikanan Republik
Indonesia, serta perusahaan perikanan asing yang melakukan usaha penangkapan ikan
di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dikenakan pungutan perikanan.
(2) Pungutan perikanan tidak dikenakan bagi:
a. Usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak atau di kolam di atas tanah
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan telah menjadi hak
tertentu dari yang bersangkutan;
b. Nelayan dan pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).
Pasal 19
(1) Pungutan perikanan dikenakan kepada perusahaan perikanan Indonesia atas
kesempatan yang diberikan untuk melakukan usaha perikanan dan atas ikan hasil
penangkapan atau pembudidayaan.
(2) Pungutan perikanan dikenakan kepada perusahaan perikanan asing atas manfaat yang
dapat diperoleh dari penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Pasal 20
(1) Pungutan perikanan di bidang penangkapan ikan yang dikenakan kepada perusahaan
perikanan Indonesia terdiri dari:
a. Pungutan Pengusahaan Perikanan;
b. Pungutan Hasil Perikanan.
(2) Pungutan perikanan di bidang penangkapan ikan yang dikenakan kepada perusahaan
perikanan asing adalah Pungutan Perikanan Asing.
Pasal 21
Pungutan Pengusahaan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a
ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GT) dikalikan ukuran GT
kapal menurut jenis kapal perikanan yang digunakan.
48
Pasal 22
(1) Pungutan Hasil Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b
ditetapkan:
a. Untuk kegiatan penangkapan ikan:
1) Bagi perusahaan perikanan skala kecil berdasarkan rumusan 1 % (satu
perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan Ikan;
2) Bagi perusahaan perikanan skala besar berdasarkan rumusan 2,5 % (dua
setengah perseratus) dikalikan produktivitas kapal dikalikan Harga Patokan
Ikan.
b. Untuk kegiatan pembudidayaan ikan sebesar 1 % (satu perseratus) dikalikan harga
jual seluruh ikan hasil pembudidayaan.
(2) Kriteria perusahaan perikanan skala kecil dan skala besar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 23
(1) Pungutan Perikanan Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2),
ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GT) dikalikan ukuran GT
kapal menurut jenis kapal yang dipergunakan.
(2) Pungutan Perikanan Asing bagi kapal dalam satu kesatuan armada penangkapan ikan,
ditetapkan berdasarkan rumusan tarif per Gross Tonnage (GT) dikalikan total GT
kapal penangkap ikan dan kapal pendukung yang dipergunakan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 24
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha perikanan, nelayan dan
pembudidaya ikan dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota secara teratur
dan berkesinambungan sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pembinaan iklim usaha,
sarana usaha, teknik produksi, pemasaran dan mutu hasil perikanan.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap dipenuhinya
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan perundang-undangan lain yang
berkaitan dengan kegiatan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan serta
penanganan hasil perikanan.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 25
Setiap perusahaan perikanan yang melanggar ketentuan Pasal 5 dipidana menurut
ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 29 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang
Perikanan.
49
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 26
Seluruh perizinan yang telah diberikan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan,
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu perizinan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3408) sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 141 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 256, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4058), dinyatakan tidak
berlaku.
b. Segala peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990
tentang Usaha Perikanan sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 141 Tahun 2000, dinyatakan tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan atau belum diubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 28
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Oktober 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Oktober 2002
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 100
50
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2002
TENTANG
USAHA PERIKANAN
UMUM
Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan agar pemanfaatan sumber daya
ikan diarahkan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Dengan demikian pemanfaatan sumber daya ikan tersebut pada dasarnya hanya dapat
dilaksanakan oleh Warga Negara Republik Indonesia, baik secara perorangan maupun
dalam bentuk badan hukum, dan harus dapat dinikmati secara merata, baik oleh produsen
maupun konsumen. Pemerataan pemanfaatan sumber daya ikan hendaknya juga terwujud
dalam perlindungan terhadap kegiatan usaha yang masih lemah seperti nelayan dan
petani ikan kecil agar tidak terdesak oleh kegiatan usaha yang lebih kuat. Oleh karena itu
dalam rangka pengembangan usahanya perlu didorong ke arah kerja sama dalam wadah
koperasi. Di samping itu diharapkan pula adanya kerja sama antara perusahaan perikanan
yang kuat dengan nelayan/pembudidaya ikan kecil dengan dasar saling menguntungkan,
misalnya dalam bentuk kemitraan atau kelompok usaha bersama.
Walapun sumber daya ikan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat, namun demikian dalam memanfaatkan sumber daya ikan tersebut
harus senantiasa menjaga kelestariannya. Ini berarti bahwa pengusahaan sumber daya
ikan harus seimbang dengan daya dukungnya sehingga diharapkan dapat memberikan
manfaat secara terus menerus dan lestari. Dengan kata lain pemanfaatan sumber daya
ikan harus dilakukan secara rasional. Salah satu cara untuk menjaga kelestarian sumber
daya ikan dilakukan dengan pengendalian usaha perikanan melalui perizinan. Penerapan
perizinan tersebut tidak hanya ditujukan bagi perusahaan perikanan yang didirikan oleh
orang atau badan hukum Indonesia, akan tetapi juga ditujukan bagi perusahaan perikanan
asing yang melakukan usaha penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Sedangkan bagi nelayan dan pembudidaya ikan kecil, dibebaskan dari kewajiban untuk
memiliki izin. Meskipun demikian, untuk keperluan pembinaan dan pengendalian
pemanfaatan sumber daya ikan tetap diperlukan pencatatan terhadap usahanya.
Perizinan selain berfungsi untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan juga berfungsi
untuk membina usaha perikanan dan memberikan kepastian usaha perikanan. Untuk
mendorong pengembangan usaha perikanan, kepada para pengusaha baik perorangan
maupun badan hukum, diberikan kemudahan berupa berlakunya izin usaha perikanan
selama perusahaan masih beroperasi. Hal ini tidak berarti memberi keleluasaan bagi
pengusaha, terutama penangkapan ikan, untuk memanfaatkan sumber daya ikan tanpa
kendali. Pengendalian tetap dilakukan dengan penentuan jangka waktu tertentu
beroperasinya kapal yang dikaitkan dengan tersedianya sumber daya ikan. Di samping itu
masih ada kemudahan lain yaitu untuk semua kegiatan dalam satu bidang usaha
perikanan hanya diperlukan sebuah izin.
Sebagian besar usaha penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang dalam memasarkan
hasil tangkapannya berada dalam posisi yang lemah, sehingga sering mendapatkan harga
yang tidak wajar. Di lain pihak, harga ikan pada tingkat konsumen relatif tinggi karena
51
panjangnya mata rantai pemasaran. Oleh karena itu untuk mewujudkan harga yang wajar
bagi konsumen dan menguntungkan bagi nelayan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan usahanya sekaligus memperpendek mata rantai pemasaran, Pemerintah
memberi bimbingan dan dorongan agar hasil tangkapannya dijual melalui pelelangan.
Untuk itu pemerintah menyediakan tempat pelelangan ikan.
Sumber daya ikan pada hakekatnya merupakan kekayaan negara. Oleh karena itu
perusahaan perikanan Indonesia yang telah memperoleh manfaat dari pemanenan sumber
daya ikan maupun usaha pembudidayaan di laut dan di perairan lainnya di wilayah
Republik Indonesia, dikenakan pungutan perikanan atas hasil kegiatan perikanannya.
Pungutan Perikanan juga dikenakan kepada perusahaan perikanan asing yang melakukan
usaha penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, atas manfaat yang dapat
diperoleh dari penangkapan ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Namun bagi para
nelayan dan pembudidaya ikan yang hasil usahanya hanya sekedar untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari serta usaha pembudidayaan ikan yang dilakukan di tambak
atau di kolam di atas tanah yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan telah
menjadi hak tertentu dari yang bersangkutan dibebaskan dari pungutan perikanan.
Pembinaan dan pengawasan merupakan salah satu hal yang penting dalam upaya
mengembangkan usaha perikanan. Melalui upaya pembinaan dan pengawasan,
Pemerintah menciptakan iklim usaha secara sehat dan mantap, serta melakukan upayaupaya pencegahan penggunaan sarana usaha (produksi) yang tidak sesuai dengan
ketentuan, penerapan teknik berproduksi yang efektif dan efisien, serta penerapan
pembinaan mutu hasil perikanan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing di
pasaran internasional dan melindungi konsumen dari hal-hal yang dapat merugikan serta
membahayakan kesehatan. Dari pembinaan dan pengawasan seperti itu diharapkan dapat
merangsang perkembangan perusahaan perikanan yang pada akhirnya akan dapat
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan penerimaan devisa negara dan meningkatkan
kesejahteraan para nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil.
Beberapa perkembangan kebutuhan di bidang usaha perikanan tersebut di atas, dalam
kenyataannya belum seluruhnya ditampung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 141 Tahun 2000. Sehubungan dengan hal tersebut di atas,
dipandang perlu mengatur kembali ketentuan tentang usaha perikanan dengan Peraturan
Pemerintah ini.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Usaha pembudidayaan ikan terdiri dari pembudidayaan ikan di air tawar, di air payau dan
di laut, yang mencakup seluruh kegiatan pembudidayaan jenis ikan yang dapat
dibudidayakan menurut masing-masing kegiatan tersebut, termasuk kegiatan
pembenihannya. Apabila dalam permohonan Izin Usaha Perikanan (IUP) rencana
usahanya telah mencakup kegiatan pembudidayaan ikan di air tawar, di air payau dan di
52
laut, maka IUP yang diberikan meliputi ketiga kegiatan tersebut. Namun apabila hanya
salah satu kegiatan saja, maka IUP hanya diberikan untuk kegiatan tersebut.
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengecualian yang dimaksud adalah pemanfaatan yang dilakukan oleh orang atau badan
hukum asing hanya dapat diizinkan di bidang penangkapan ikan sepanjang Negara
Republik Indonesia terikat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan persetujuan
internasional atau ketentuan–ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 4
Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan/atau efisiensi usaha, perusahaan
perikanan Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan nelayan dan/atau pembudidaya
ikan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pencatatan diperlukan dalam rangka pengumpulan data produksi untuk menentukan
pengelolaan sumber daya ikan yang bertanggung jawab.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Perpanjangan izin dapat diberikan dengan mempertimbangkan daya dukung sumber daya
ikan yang tersedia.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
SPI dapat diperpanjang selama kebijakan pemerintah terbuka untuk hal tersebut dan
sesuai dengan daya dukung sumber daya ikan yang tersedia.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
53
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Wilayah administrasi yang dimaksud adalah wilayah administrasi sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pemerintahan
Daerah.
Ayat (2)
Wilayah administrasi yang dimaksud adalah wilayah administrasi sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pemerintahan
Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
APIPM diberikan dalam bentuk surat persetujuan oleh Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk kepada perusahaan dengan fasilitas penanaman modal melalui BKPM selaku
instansi yang mengajukan permohonan alokasi penangkapan ikan.
Ayat (2)
Penanaman modal dimaksud dilakukan dalam rangka Penanaman Modal Asing atau
Penanaman Modal Dalam Negeri yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Laporan kegiatan usaha tersebut disampaikan kepada pemberi APIPM.
Laporan kegiatan usaha dimaksud antara lain memuat hasil tangkapan, produktivitas,
pengoperasian kapal, dan penggunaan tenaga kerja.
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
54
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4230
55
-24.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
6.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan
Agreement for the Implementation of the Provisions of the
United Nations Convention on the Law of the Sea of 10
December 1982 Relating to the Conservation and
Management of Straddling Fish Stocks and Highly Migratory
Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan Ketentuan-Ketentuan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut
Tanggal 10 Desember 1982 yang Berkaitan dengan
Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya
Terbatas dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh);
7.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2007
tentang Pengesahan Agreement for Establishment of the
Indian Ocean Tuna Commission (Persetujuan tentang
Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia);
8.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun
2007 tentang Pengesahan Convention for the Conservation of
Southern Bluefin Tuna (Konvensi tentang Konservasi Tuna
Sirip Biru Selatan);
9.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
PERATURAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.18/MEN/2010
TENTANG
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
Mengingat
:
a.
bahwa dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan
sumber daya ikan yang optimal dan berkelanjutan serta
terjaminnya kelestarian sumber daya ikan, diperlukan data dan
informasi perikanan yang akurat terkait dengan kegiatan
penangkapan ikan dalam log book penangkapan ikan;
b.
bahwa dalam rangka meningkatkan kegiatan pelaporan harian
nakhoda dan kelancaran tugas syahbandar di pelabuhan
perikanan dalam pelaksanaan log book penangkapan ikan,
perlu meninjau kembali Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor KEP.03/MEN/2002 tentang Log Book
Penangkapan dan Pengangkutan Ikan;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu mengatur Log Book
Penangkapan Ikan dengan Peraturan Menteri;
1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3260);
2.
3.
56
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3647);
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5073);
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara;
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun
2009 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
56/P Tahun 2010;
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/
MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan;
13. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2009;
57
-4-
-314. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.03/MEN/2009
tentang
Penangkapan
Ikan
dan
Pengangkutan Ikan di Laut Lepas;
15. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER.15/MEN/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan;
Memperhatikan: 1.
2.
Agreement to Promote Compliance with International
Conservation and Management Measures by Fishing Vessel
on the High Seas 1993;
Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and
Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing 2009;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN
TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN.
PERIKANAN
9.
Sistem Informasi adalah salah satu bentuk sistem pengolahan data perikanan
yang dipergunakan dalam proses verifikasi, pengisian data (entry data), validasi
data, analisis data, dan pengambilan kesimpulan log book penangkapan ikan
dengan menggunakan peralatan yang telah ditentukan.
10. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.
Pasal 2
(1)
Setiap kapal perikanan yang memiliki SIPI wajib mengisi
penangkapan ikan.
(2)
Pengisian log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada setiap operasi penangkapan ikan.
(3)
Pengisian log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan tanggung jawab Nakhoda.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam
suatu sistem bisnis perikanan.
2.
Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus
hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
3.
Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang
tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk
kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
4.
58
Kapal Perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lain yang digunakan
untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan
perikanan, dan penelitian eksplorasi perikanan.
5.
Surat Izin Penangkapan Ikan, yang selanjutnya disebut SIPI, adalah izin tertulis
yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.
6.
Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan
dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal
perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
7.
Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pimpinan
tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
8.
Log Book Penangkapan Ikan adalah laporan harian tertulis nakhoda mengenai
kegiatan penangkapan ikan.
log book
Pasal 3
(1)
Log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan serta standar internasional
yang diterima secara umum yang disusun berdasarkan jenis alat penangkapan
ikan.
(2)
Log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a.
Log book rawai tuna dan pancing ulur (long line and hand line);
b.
Log book pukat cincin, huhate, dan pancing tonda (purse seine, pole and
line, and trolling line); dan
c.
Log book alat penangkapan ikan lainnya.
Pasal 4
(1)
Log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 berisi
informasi mengenai:
a.
b.
c.
d.
data kapal perikanan;
data alat penangkapan ikan;
data operasi penangkapan ikan; dan
data ikan hasil tangkapan.
(2)
Pengisian log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilakukan sesuai dengan data yang sebenarnya (objective) dan tepat
waktu (up to date).
(3)
Bentuk, format, dan tata cara pengisian log book penangkapan ikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I, Lampiran II, dan Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
59
-5-
-6-
Pasal 5
Pasal 9
(1)
Log book penangkapan ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib
diserahkan oleh Nakhoda kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Pelabuhan
Perikanan sebagaimana tercantum dalam SIPI sebelum dilakukan pendaratan
ikan hasil tangkapan.
(2)
Dalam hal pelabuhan yang tercantum dalam SIPI bukan merupakan Pelabuhan
Perikanan maka Nakhoda wajib menyerahkan log book penangkapan ikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal melalui pejabat
yang ditunjuk yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(1)
Pasal 6
Kepala Pelabuhan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 melakukan verifikasi dan/atau pengisian data (entry
data) log book penangkapan ikan yang diserahkan oleh Nakhoda.
(2)
Verifikasi dan/atau pengisian data (entry data) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan di Pelabuhan Perikanan atau pelabuhan lain yang tercantum
dalam SIPI.
(3)
Pengisian data (entry data) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikecualikan
bagi Pelabuhan Perikanan atau pelabuhan lain yang tercantum dalam SIPI
yang belum mempunyai sistem informasi.
(1)
(2)
(3)
Pasal 7
Hasil verifikasi dan pengisian data (entry data) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 dilaporkan kepada Direktur Jenderal secara periodik setiap 1 (satu)
bulan.
Direktur Jenderal melakukan validasi data, analisis data, dan pengambilan
kesimpulan terhadap hasil verifikasi dan pengisian data (entry data)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Direktur Jenderal menyampaikan laporan hasil validasi data, analisis data, dan
pengambilan kesimpulan terhadap hasil verifikasi dan pengisian data (entry
data) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri sebagai bahan
pertimbangan terhadap kebijakan pengendalian sumber daya ikan.
Dalam rangka pelaksanaan log book penangkapan ikan Direktur Jenderal
melakukan pembinaan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan, Nakhoda kapal
perikanan dan pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan log book penangkapan
ikan.
Pasal 10
Bagi kapal perikanan yang memiliki SIPI yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah,
ketentuan mengenai log book penangkapan ikan diatur oleh pemerintah daerah
masing-masing dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini.
Pasal 11
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, ketentuan yang mengatur mengenai
log book penangkapan ikan dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor KEP.03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Oktober 2010
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
FADEL MUHAMMAD
Pasal 8
60
(1)
Direktur Jenderal bertanggung jawab atas pelaksanaan dan kerahasiaan data
log book penangkapan ikan untuk masing-masing kapal perikanan.
(2)
Dalam rangka pelaksanaan dan kerahasiaan data log book penangkapan ikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal wajib menyiapkan
sarana yang aman untuk penyimpanan log book penangkapan ikan.
61
Log Book Penangkapan Ikan Alat Tangkap Rawai Tuna dan
Pancing Ulur di Indonesia
II
Log Book Penangkapan Ikan Alat Tangkap Pukat Cincin, Huhate,
dan Pancing Tonda di Indonesia
III
Log Book Penangkapan Ikan di Indonesia
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
FADEL MUHAMMAD
62
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
I
INDONESIAN LONG LINE AND HAND LINE FISHING LOG BOOK
ISI LAMPIRAN
DI INDONESIA
NOMOR
LAMPIRAN
ALAT TANGKAP RAWAI TUNA DAN PANCING ULUR
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
TENTANG
Lampiran I : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI
Nomor PER. 18/MEN/2010
tentang Log Book Penangkapan Ikan
DAFTAR LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.18/MEN/2010
63
64
65
2
(14) TANGGAL KEBERANGKATAN/DATE OF DEPARTURE
Tanggal, bulan dan tahun keberangkatan dari pelabuhan menuju lokasi penangkapan (The day, month and year (ddmmyyyy) of the
departure from a port at the start of the fishing trip)
(13) PELABUHAN KEBERANGKATAN/PORT OF DEPARTURE
Pelabuhan tempat kapal berangkat menangkap ikan (The full name of the port of departure where the fishing trip begins)
(12) RADIO PANGGIL/CALL SIGN
Tanda panggil radio kapal (International radio call sign of the vessel)
(11) DK (DAYA KUDA)/HP (HORSE POWER)
Kekuatan / daya motor penggerak utama, diukur dalam daya kuda (horse power) dari mesin utama yang digunakan oleh kapal untuk
melakukan penangkapan (The engine power, measured in horse power, of the propultion engine used on the fishing trip)
(10) PANJANG KAPAL/LOA (LENGTH OVER ALL)
Panjang total kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan, diukur dalam meter (Length overall in meters according to ship
registration certificate)
(9) GT (GROSS TONNAGE)
Gross tonnage kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan sesuai yang tercantum pada gross akte kapal (The gross tonnage of
the vessel used on the fishing trip according to Ship Registration certificate)
(8) ALAT TANGKAP/FISHING GEAR (LL or HL)
LL untuk long line dan HL untuk hand line /pancing ulur (LL or HL: Print the name of the gear used by this vessel – it must be either long
line or hand line)
(7) TRIP KE TAHUN INI/TRIP NUMBER THIS YEAR
Menyatakan jumlah trip dalam tahun ini (Amount this vessel departed from port at the start of the trip and the number of trips the vessel
has been taken this year)
(6) TAHUN/YEAR
Tahun saat melakukan trip penangkapan (Print the year in which the vessel departed from port at the start of the trip)
1
(5) NOMOR ID SISTEM PEMANTAUAN KAPAL/VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) ID
Cantumkan nomor ID transmitter/VMS (VMS Number ID)
(4) NOMOR SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI)/FISHING LICENSE NUMBER
Nomor surat izin penangkapan ikan yang digunakan dalam melakukan penangkapan (The license number of the fishing used on the
fishing trip)
(3) NAMA PERUSAHAAN/NAME OF FISHING COMPANY
Nama perusahaan yang mengoperasionalkan kapal penangkap ikan (The company’s name of the owner /operator of the vessel)
(2) NAMA KAPAL/NAME OF VESSEL
Nama kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan (Print the name of the vessel where the unloaded catch came from)
(1) HAL__ DARI__/PAGE__OF__
Halaman dari lembar log book yang diisi dari jumlah keseluruhan lembar log book yang diisi dalam satu trip penangkapan (If the trip report
consists of several pages fill in the number of this page and the number of all pages).
Lembar log book harus diisi dengan lengkap sesuai alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur (long line dan hand line) yang mempunyai target
hasil tangkapan ikan tuna untuk di ekspor. Baik saat trip dimulai, penangkapan, pembongkaran atau pun transit menuju daerah penangkapan
sampai trip berakhir. (Logsheets must be completed for each trip. This logsheet must be used by all tuna long line vessels and hand line
vessels that target large tunas for export and/or for loining. The start of a trip is defined to occur when a vessel leaves port to transit to a fishing
area or to transit to another port to complete unloading. The end of a trip is defined to occur when a vessel unloads part or all of the catch,
regardless of whether the unloading took place in port or at sea).
INSTRUCTION OF RECORDING THE INDONESIAN LONG LINE OR HAND LINE LOG BOOK
DENGAN ALAT TANGKAP RAWAI TUNA DAN PANCING ULUR
TATA CARA PENGISIAN FORMULIR LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
66
67
(27) JUMLAH PANCING/NUMBER OF HOOKS
4
(26) WAKTU MULAI SETTING/START FISHING TIME
Waktu (jam) setempat ketika long line mulai diturunkan ke laut atau saat hand line mulai beroperasi (for long line, print the local time
(hours:minutes) when the crew started placing the long line gear in the water. for hand line, print the time when fishing commenced on
that day).
(25) POSISI SETTING/SETTING POSITION
Posisi kapal ikan pada saat rembang atas sesuai aktivitas dengan mencantumkan posisi lintang dan bujur (For long line, if a set was
made, print the position when the gear was first put in the water (i.e. the start of the set). Otherwise for long line and hand line, print the
noon position on that day. The position should be recorded to the nearest minute of latitude and longitude (e.g. “06–22 S” and “125–45 E”).
(24) KODE AKTIVITAS/ACTIVITY CODE
Kode aktivitas ditulis nomor kodenya:
1 Setting hanya untuk alat long line/setting (long line only)
2 Penangkapan hanya untuk hand line /Fishing long line only
3 Singgah (tidak melalukan penangkapan)/Transit (no fishing)
4 Penitipan di laut/Transhipping catch at sea
5 Di pelabuhan/In port
(23) BULAN/MONTH
Bulan dimulainya setting/menebar alat (Specify the month when the activity started)
(22) TANGGAL/DAY
Tanggal dimulainya setting/menebar alat (Specify the day the activity started. The day should correspond to the day on which the crew
started the set; record the day number and not the day of the week)
(21) TANGGAL KEDATANGAN/DATE OF ARRIVAL IN PORT
Tanggal kedatangan ( hari, bulan dan tahun) di pelabuhan setelah selesai penangkapan. (The day, month and year (ddmmyyyy) of the
arrival to a port where the fishing trip ended)
(20) PELABUHAN PENDARATAN/LANDING PORT
Pelabuhan tempat kapal membongkar hasil tangkapan (Specify the name of the port where the catch was unloaded)
3
(19) DAERAH/WILAYAH PENANGKAPAN/FISHING GROUND
Nama laut tempat operasi penangkapan ikan termasuk apabila menangkap di laut lepas (Name of fishing ground, or high sea area, Not
mandatory)
571 Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman
572 Perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda
573 Perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa sampai dengan sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, Laut Timor bagian
barat
711 Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan
712 Perairan Laut Jawa
713 Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
714 Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda
715 Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau
716 Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera
717 Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik
718 Perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur
(18) WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP)/FISHERIES MANAGEMENT ZONE
Indonesia memiliki sebelas wilayah pengelolaan. Harus diisi sesuai daerah penangkapan secara geografis sama dengan daerah
pendaratan. Tulis nomor kodenya seperti pada peta. (Fishery Management Zone. Write the code for one of these zones)
(17) ABK ASING/FOREIGN CREW NUMBER
Jumlah awak kapal warga negara asing (The number of foreign crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(16) ABK LOKAL/LOCAL CREW NUMBER
Jumlah awak kapal warga negara Indonesia (The number of local crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(15) TANDA SELAR/SHIP REGISTRATION NUMBER
Nomor dari tanda daftar kapal yang tertera di gross akte kapal (registration number issued by the country in which the vessel is registered)
68
69
6
(35) TANGGAL/DATE
Tanggal saat penyerahan log book ke petugas pelabuhan / Date when the log book was finish.
(34) NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS / NAME AND SIGNATURE OF THE INSPECTOR
Tanda tangan petugas pada log book untuk menyakinkan bahwa informasi pada log book adalah benar dan lengkap (The inspector signs
the log book and ensures that everything in the log book is correct. This field should be filled in when the log book is completed)
(33) NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA/NAME AND SIGNATURE OF THE MASTER
Tanda tangan dan nama Kapten Kapal yang mengisi log book (The signature is a validation of given information on fishery)
5
(32) CATATAN/REMARKS
Merupakan tempat catatan hal-hal penting yang akan disampaikan ke pihak-pihak yang berwenang dan dapat digunakan sebagai tindak
lanjut (Here may important notes to the authorities be registered and it can also be used for notes from inspection)
(31) JUMLAH TOTAL TANGKAPAN/TOTAL CATCH LANDED
Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis dalam seluruh masa penangkapan, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a
summery of all catches by species for the whole fishing period, observe that all species shall be recorded in kilograms)
(30) JUMLAH TANGKAPAN HALAMAN INI/TOTAL CATCH THIS PAGE
Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis pada halaman ini, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a summary of all
catches by speciesin this page, observe that all species shall be recorded in kilograms)
(29) KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN/CATCH COMPOSITION
Semua jenis ikan hasil tangkapan Albakor, Mata besar, Madidihang, Tuna, Setuhuk, dan Ikan Pedang harus dicatat sesuai kolom jenis
ikan dalam jumlah ekor dan berat (Kg), kelompok jenis ikan lainnya diisi nama atau kode nomor ikan, ekor dan berat (kg). Jika kolom
yang tersedia kurang maka diisi pada lembar log book berikutnya (Albacore, Bigeye, Southern Bluefin, Yellowfin, Striped Marlin, Blue
Marlin, Black Marlin, and Swordfish: Print the total number of fish by species caught under “NO.”. Print the total estimated whole weight
for all fish by species, in kilograms, under “KG”. Other species: For catch of other species not specifically listed, print the full name of the
species under “NAME”, or print the FAO species code (refer to table provided). Print the number of fish by species or species group that
were caught under “NO”. Print the total estimated whole weight of all fish by species or species group that were caught, in kilograms,
under “KG”. When more than one ‘other’ species occurs in a set/day, use additional lines on the logsheet. If a species of special interest
(such as a marine turtle, marine mammal or sea bird) is caught, then record the capture on a separate line).
(28) JARAK ANTAR PANCING/HOOKS BETWEEN FLOATS
Hanya diisi oleh kapal long line, jarak antara pancing pertama ke pancing berikutnya yang digunakan (for long line only – print the number
of hooks used between successive floats for that set)
Jumlah pancing yang dipakai dalam operasi penangkapan ikan (The total number of hooks used in average per set)
70
71
S (DDDº MM') B
BUJUR
U
LINTANG
(DDº MM')
ACTIVITY CODES (23)
1 SETTING (LONGLINE ONLY)
2 FISHING (HANDLINE ONLY)
3 TRANSIT (NO FISHING ON THIS DAY)
4 TRANSHIPPING CATCH AT SEA
5 IN PORT - PLEASE SPECIFY PORT
HOOKS
BETWEEN
FLOATS (27)
KG
m.
FMA (17)
HP (10)
NO
KG
ALBACORE
NAME AND SIGNATURE OF MASTER (32)
NOTE (31)
EKOR
FOREIGN CREW (16)
TOTAL LANDED (30)
PAGE TOTAL (29)
POSITION AT NOON (24)
NUMBER
MONT ACTIVIT
START
OF
H
Y CODE
TIME (25) HOOKS
(22)
(23)
LATITUDE N LONGITUDE E
(26)
(DDº MM') S (DDDº MM') W
IND CREW (15)
LLYOD'S REGISTRATION NUMBER (14)
LOA (9)
NAME OF FISHING COMPANY (3)
GT (8)
WPP (17)
ALBAKOR
m.
DK (10)
EKOR
KG
MATABESAR
KG
MADIDIHANG
EKOR
PELABUHAN PENDARATAN (19)
PELABUHAN KEBERANGKATAN (12)
EKOR
KG
EKOR
NO
KG
BIGEYE
NO
KG
YELLOWFIN
FISHING GROUND (18)
CALL SIGN (11)
LANDING PORT (19)
PORT OF DEPARTURE (12)
EKOR
KG
HITAM
SETUHUK
STRIPED
MARLIN
NO
KG
BLUE
MARLIN
NO
KG
NAME AND SIGNATURE OF INSPECTOR (33)
SOUTHERN
BLUEFIN
NO
KG
BLACK
MARLIN
NO
KG
KG
THIS YEAR (6)
NO
OTHER SPECIES
NAME/NO
DATE (34)
_____
KG
KG
TRIP NO …………..
DATE OF ARRIVAL IN PORT (20)
SWORDFISH
NO
EKOR
(1) PAGE _____ OF
TANGGAL (34)
NAMA / N0
DATE OF DEPARTURE (13)
YEAR (5)
KG
JENIS LAIN
TANGGAL KEDATANGAN (20)
TANGGAL KEBERANGKATAN (13)
TAHUN INI (6)
TRIP KE …….
(1) HAL AL _____ DARI _____
TAHUN (5)
IKAN PEDANG
(MEKA)
EKOR
CATCH COMPOSITION (KILOGRAMS) (28)
FSIHING LICENSE NO (SIPI) (4)
KG
BIRU
SETUHUK
NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS (33)
KG
LORENG
EKOR
SETUHUK
TUNA
SIRIP BIRU
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN (KILOGRAM) (28)
DAERAH PENANGKAPAN (18)
RADIO PANGGIL (11)
INDONESIAN LONGLINE / HANDLINE - FISHING LOG BOOK
NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA (32)
CATATAN (31)
JUMLAH TOTAL TANGKAPAN (30)
FISHING GEAR (LL or HL) (7)
DAY
(21)
JARAK ANTAR
PANCING (27)
ABK ASING (16)
PANJANG KAPAL (9)
JUMLAH TANGKAPAN (HALAMAN INI) (29)
JUMLAH
WAKTU
PANCING
MULAI
(26)
SETTING
(25)
T
POSISI PADA REMBANG ATAS
JAM 12.00 (24)
SETTING PANCING(HANYA LONGLINE)
PENANGKAPAN (HANYA HANDLINE)
SINGGAH (TIDAK ADA PENANGKAPAN HARI INI)
PENITIPAN HASIL TANGKAPAN DI LAUT
DI PELABUHAN - NAMA PELABUHAN
NAME OF VESSEL (2)
1
2
3
4
5
KODE AKTIVITAS (23)
KODE
BULAN
AKTIVIT
(22)
AS (23)
ABK LOKAL (15)
TANDA SELAR (14)
TGL
(21)
GT (8)
NO. SIPI (4)
LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN - ALAT TANGKAP RAWAI TUNA DAN PANCING ULUR DI INDONESIA
NAMA PERUSAHAAN (3)
ALAT TANGKAP (7)
NAMA KAPAL (2)
72
73
1
(5) NOMOR ID SISTEM PEMANTAUAN KAPAL/VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) ID
Cantumkan nomor ID transmitter/VMS (VMS Number ID)
(4) NOMOR SURAT IZIN PENANGKAPAN IKAN (SIPI)/FISHING LICENSE NUMBER
Nomor surat izin penangkapan ikan yang digunakan dalam melakukan penangkapan (The license number of the fishing used on the
fishing trip.)
(3) NAMA PERUSAHAAN/NAME OF FISHING COMPANY
Nama perusahaan yang mengoperasionalkan kapal penangkap ikan (The company’s name of theowner /operator of the vessel)
(2) NAMA KAPAL/NAME OF VESSEL
Nama kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan (Print the name of the Vessel where the unloaded catch came from)
(1) HAL___ DARI___/PAGE___OF___
Halaman dari lembar log book yang diisi dari jumlah keseluruhan lembar log book yang diisi dalam satu trip penangkapam (If the trip
report consists of several pages fill in the number of this page and the number of all pages).
Lembar log book harus diisi dengan lengkap sesuai alat tangkap pukat cincin, huhate dan pancing tonda (purse seine, pole & line and trolling
line) yang mempunyai target hasil tangkapan ikan tuna untuk diekspor . Baik saat trip mulai, penangkapan, pembongkaran atau transit
menuju daerah penangkapan sampai trip berakhir. ( Logsheets must be completed for each trip. This logsheet must be used by all purse seine,
pole & line and trolling line vessels that target PELAGIC TUNAS (e.g. Skipjack and Yellowfin) and not small pelagic fish which typically use nets
with smaller mesh sizes. The start of a trip is defined to occur when a vessel leaves port to transit to a fishing area or to transit to another port
to complete unloading. The end of a trip is defined to occur when a vessel enters port to unload part or all of the catch. Note that the end of a
trip can be defined as the point when a carrier vessel in a group purse seine operation returns to port to offload the catch from a catcher vessel
in that group seine operation).
INSTRUCTION OF RECORDING THE INDONESIAN PURSE SEINE, POLE & LINE AND TROLLING LINE LOG BOOK
DENGAN ALAT TANGKAP PUKAT CINCIN, HUHATE DAN PANCING TONDA
TATA CARA PENGISIAN FORMULIR LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
INDONESIAN PURSE SEINE, POLE AND LINE AND TROLLING LINE
DI INDONESIA
PUKAT CINCIN, HUHATE DAN PANCING TONDA
ALAT TANGKAP
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN
Lampiran II : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI
Nomor PER.18/MEN/2010
tentang Log Book Penangkapan Ikan
74
75
3
(19) DAERAH/WILAYAH PENANGKAPAN/FISHING GROUND
Nama laut tempat operasi penangkapan ikan termasuk apabila menangkap di laut lepas (Name of fishing ground, or high sea area, Not
mandatory)
571 Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman
572 Perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda
573 Perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa sampai dengan sebelah selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, Laut Timor bagian
barat
711 Perairan Selat Karimata, Laut Natuna dan Laut Cina Selatan
712 Perairan Laut Jawa
713 Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan Laut Bali
714 Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda
715 Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau
716 Perairan Laut Sulawesi dan sebelah utara Pulau Halmahera
717 Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik
718 Perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian timur
(18) WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN (WPP)/FISHERIES MANAGEMENT ZONE
Indonesia memiliki sebelas wilayah pengelolaan. Harus diisi sesuai daerah penangkapan secara geografis sama dengan daerah
pendaratan. Tulis nomor kodenya seperti pada peta. (Fishery Management Zone. Write the code for one of these zones)
(17) ABK ASING/FOREIGN CREW NUMBER
Jumlah awak kapal warga negara asing (The number of foreign crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(16) ABK LOKAL/LOCAL CREW NUMBER
Jumlah awak kapal warga negara Indonesia (The number of local crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(15) TANDA SELAR/SHIP REGISTRATION NUMBER
Nomor dari tanda daftar kapal yang tertera di gross akte kapal (registration number issued by the country in which the vessel is registered)
(14) TANGGAL KEBERANGKATAN/DATE OF DEPARTURE
Tanggal, bulan dan tahun keberangkatan dari pelabuhan menuju lokasi penangkapan (The day, month and year (ddmmyyyy) of the
departure from a port at the start of the fishing trip)
2
(13) PELABUHAN KEBERANGKATAN/PORT OF DEPARTURE
Pelabuhan tempat kapal berangkat menangkap ikan (The full name of the port of departure where the fishing trip begins)
(12) RADIO PANGGIL/CALL SIGN
Tanda panggil radio kapal (International radio call sign of the vessel)
(11) DK (DAYA KUDA)/HP (HORSE POWER)
Kekuatan/daya motor penggerak utama, diukur dalam daya kuda (horse power) dari mesin utama yang digunakan oleh kapal untuk
melakukan penangkapan (The engine power, measured in horse power, of the propultion engine used on the fishing trip)
(10) PANJANG KAPAL/LOA (LENGTH OVER ALL)
Panjang total kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan, diukur dalam meter (Length overall in meters according to ship
registration certificate)
(9) GT (GROSS TONNAGE)
Gross tonnage kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan sesuai yang tercantum pada gross akte kapal (The gross tonnage of
the vessel used on the fishing trip according to Ship Registration certificate)
(8) ALAT TANGKAP / FISHING GEAR (PS, PL or TL)
PS untuk purse seine (pukat cincin) dan PL untuk pole & line (huhate) serta TL untuk trolling line ( Pancing tonda) (PS, PL or TL): Print
the name of the gear used by this vessel – it must be either purse seine, pole-and-line or trolling line)
(7) TRIP KE TAHUN INI/TRIP NUMBER THIS YEAR
Menyatakan jumlah trip dalam tahun ini (Print the number of trips the vessel has taken this year, including this trip (See the definitions of
the start and end of a trip)
(6) TAHUN/YEAR
Tahun saat melakukan trip penangkapan (Print the year in which the vessel departed from port at the start of the trip)
76
77
4
Tanpa gerombolan/ Unassociated
Sedang makan umpan /Feeding on bathfish
Diantara sampah atau binatang yang mati/Drifting log
Di rumpon yang bebas/Drifting fad or payao
Di rumpon yang tetap berlabuh/Anchored fad or payao
Diantara ikan paus / Live whale
Diantara hiu-paus/Live whale shark
Lainnya/Other
5
(29) KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN /CATCH COMPOSITION
Semua jenis ikan hasil tangkapan,Cakalang, Madidihang, Tuna mata besar, Lisong, Sunglir dan Lemadang harus dicatat sesuai kolom
jenis ikan dalam jumlah ekor dan berat (kg). Kelompok jenis ikan lainnya diisi nama atau kode nomer ikan, ekor dan berat (kg). Jika
kolom yang tersedia kurang maka diisi pada lembar log book berikutnya (Catch: Skipjack, Yellowfin, Bigeye, Frigate, Bullet, Rainbow
Runner, Mahi-mahi and Other: Print the estimated weights of fish (by species) caught in the set, kilograms. If a species other than
skipjack, yellowfin, bigeye, frigate, bullet, rainbow runner, mahi-mahi was caught, print the name of the species in the column under Other
Species, Name, (or print the FAO species code–refer to table provided) and the estimated amount caught under Other Species, KGS. If a
(28) WAKTU SELESAI MENANGKAP/END TIME FISHING
Waktu /jam dan menit saat selesai operasi penangkapan pada hari itu (end time [set or fishing]: For purse seine, print the local time when
the set operation ended (e.g. when the net was completely onboard). For pole & line and trolling line, print the time when ended started on
that day)
(27) WAKTU MULAI SETTING/ START FISHING TIME
Waktu (jam) setempat ketika purse seine mulai diturunkan ke laut atau saat pole & line serta trolling line mulai beroperasi (start time [set or
Fishing]: for purse seine, print the local time when the set operation started (e.g. when the skiff was put in the water). For pole & line, print
the time when fishing started on that day)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kode gerombolan ikan pada saat ditangkap oleh pukat cincin, ditulis nomor kodenya ( For purse seine vessels only. Schools of tuna are
often associated with a floating object or an animal. If the school was not associated with anything, then use School Association)
(26) KODE GEROMBOLAN IKAN/SCHOOL ASS CODE
(25) POSISI SETTING/SETTING POSITION
Posisi kapal ikan pada saat rembang atas sesuai aktivitas dengan mencantumkan posisi lintang dan bujur pada jam 12.00 (For purse
seine, if a set was made, print the position of the set, otherwise if no sets were made during the day, print the the noon position on that
day. For pole & line, in all cases, print the position at noon. The position should be recorded to the nearest minute of latitude and longitude
(e.g. “06–22 S” and “125–45 E”), usually referring to GPS units).
(24) KODE AKTIVITAS/ACTIVITY CODE
Kode aktivitas ditulis nomor kodenya:
1 Setting hanya untuk alat purse seine ( pukat cincin) /setting ( purse seine only)
2 Penangkapan hanya untuk pole & line (huhate) / Fishing (pole and line only)
3 Singgah (tidak melalukan penangkapan)/Transit No Fishing
4 Penitipan di laut/Transhipping catch at sea
5 Di pelabuhan (nama pelabuhan)/In port, please specify port
6 Mencari / Searching
7 Tidak menangkap/No Fishing but not in transit
(23) BULAN/MONTH
Bulan dimulainya setting/menebar alat (Specify the month when the activity started)
(22) TANGGAL/DAY
Tanggal dimulainya setting/menebar alat (Specify the day the activity started. The day should correspond to the day on which the crew
started the set; record the day number and not the day of the week)
(21) TANGGAL KEDATANGAN/DATE OF ARRIVAL IN PORT
Tanggal kedatangan (hari, bulan dan tahun) di pelabuhan setelah selesai penangkapan. (The day, month and year (ddmmyyyy) of the
arrival to a port where the fishing trip ended)
(20) PELABUHAN PENDARATAN/LANDING PORT
Pelabuhan tempat kapal membongkar hasil tangkapan (Specify the name of the port where the catch was unloaded)
78
79
KODE
AKTIVIT
AS (23)
1. TANPA GEROMBOLAN
2. MAKAN PADA UMPAN
3. PUING, SAMPAH ATAU
BINATANG YANG MATI
4. RUMPON YANG BEBAS
5. RUMPON YANG TETAP (BERLABUH)
6. IKAN PAUS YANG HIDUP
7. HIU PAUS YANG HIDUP
8. LAINNYA
KODE GEROMBOLAN IKAN (25)
POSISI REMBANG ATAS PADA
KODE
JAM 12.00 (24)
GEROMBOLAN
LINTANG U
BUJUR
T
IKAN (25)
(DDº MM') S (DDDº MM') B
1. SETTING JARING (PURSE SEINE)
2. PENANGKAPAN (POLE & LINE)
3. SINGGAH (TIDAK ADA PENANGKAPAN
HARI INI)
4. PENITIPAN HASIL TANGKAPAN DI LAUT
5. DI PELABUHAN - NAMA PELABUHAN
6. MENCARI
7. TIDAK PENANGKAP (TIDAK SINGGAH)
KODE AKTIVITAS (23)
BULAN
(22)
ABK LOKAL (15)
TANDA SELAR (14)
TGL
(21)
GT (8)
JUMLAH TOTAL
TANGKAPAN (30)
NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA (32)
CATATAN (31)
WPP (17)
DK (10)
PELABUHAN PENDARATAN (19)
PELABUHAN KEBERANGKATAN (12)
NAMA/NO
KG
NAMA/NO
NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS (33)
LEMADANG
KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN (KILOGRAM) (28)
DAERAH PENANGKAPAN (18)
RADIO PANGGIL (11)
NO. SIPI (4)
WAKTU
TONGKOL
LISONG SUNGLIR
CAKALANG MADIDIHANG MATABESAR
SELESAI (27)
KRAI
m.
JUMLAH TANGKAPAN
(HALAMAN INI) (29)
WAKTU
MULAI (26)
SETTING/MENANGKAP
ABK ASING (16)
PANJANG KAPAL (9)
NAMA PERUSAHAAN (3)
LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN - ALAT TANGKAP PUKAT CINCIN, HUHATE DAN PANCING TONDA DI INDONESIA
ALAT TANGKAP (7)
NAMA KAPAL (2)
6
(35) TANGGAL/DATE
Tanggal saat penyerahan log book ke petugas pelabuhan / Date when the log book was finish.
TRIP KE ………
TAHUN INI (6)
(1) HAL_____ DARI _____
KG
NAMA/NO
JENIS LAIN
NAMA/NO KG
TANGGAL (34)
KG
TANGGAL KEDATANGAN (20)
TANGGAL KEBERANGKATAN (13)
TAHUN (5)
(34) NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS / NAME AND SIGNATURE OF THE INSPECTOR
Tanda tangan petugas pada log book untuk menyakinkan bahwa informasi pada log book adalah benar dan lengkap (The inspector signs
the log book and ensures that everything in the log book is correct. This field should be filled in when the log book is completed)
(33) NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA/NAME AND SIGNATURE OF THE MASTER
Tanda tangan dan nama Kapten Kapal yang mengisi log book (The signature is a validation of given information on fishery)
(32) CATATAN/REMARKS
Merupakan tempat catatan hal-hal penting yang akan disampaikan ke pihak-pihak yang berwenang dan dapat digunakan sebagai tindak
lanjut (Here may important notes to the authorities be registered and it can also be used for notes from inspection)
(31) JUMLAH TOTAL TANGKAPAN/TOTAL CATCH LANDED
Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis dalam seluruh masa penangkapan, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a
summery of all catches by species for the whole fishing period, observe that all species shall be recorded in kilograms)
(30) JUMLAH TANGKAPAN HALAMAN INI/TOTAL CATCH THIS PAGE
Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis pada halaman ini, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a summary of all
catches by speciesin this page, observe that all species shall be recorded in kilograms)
species of special interest (such as a marine turtle, marine mammal or sea bird) is caught, then record the capture Other Species, Name.
When more than three ‘other’ species occurs in a set, use additional lines on the logsheet)
80
81
(DDº MM')
LATITUDE
FOREIGN CREW (16)
LOA (9)
SCHOOL ASSOCIATION CODES
SKIPJACK
FMA (17)
HP (10)
NAME/NO
KG
NAME/NO
NAME AND SIGNATURE OF INSPECTOR (33)
MAHI-MAHI
THIS YEAR (6)
KG
NAME/NO
OTHER SPECIES
NAME/NO
DATE (34)
KG
DATE OF ARRIVAL IN PORT (20)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2010
(INDONESIAN FISHING LOG BOOK)
KG
(1) PAGE_____ OF _____
TRIP NO ……………
DATE OF DEPARTURE (13)
YEAR (5)
Lampiran III : Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI
Nomor PER.18/MEN/2010
tentang Log Book Penangkapan Ikan
RAINBOW
RUNNER
CATCH COMPOSITION (KILOGRAMS) (28)
FRIGATE BULLET
TUNA
TUNA
LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN DI INDONESIA
BIGEYE
LANDING PORT (19)
PORT OF DEPARTURE (12)
FISHING LICENSE NO (SIPI) (4)
FISHING GROUND (18)
CALL SIGN (11)
YELLOWFIN
NAME AND SIGNATURE OF MASTER (32)
NOTE (31)
TOTAL LANDED (30)
PAGE TOTAL (29)
SET or FISHING
SCHOOL
N LONGITUDE E ASSOCIATIO START
END
S (DDDº MM') W N CODE (25) TIME (26) TIME (27)
1. SETTING (PURSE SEINE ONLY))
(25)
2. FISHING (POLE AND LINE ONLY)
1. UNASSOCIATED
3. TRANSIT (NO FISHING ON THIS
2. FEEDING ON BAITFISH
DAY)
3. DRIFTING LOG
4. TRANSHIPPING CATCH AT SEA
4. DRIFTING FAD OR PAYAO
5. IN PORT - PLEASE SPECIFY PORT
5. ANCHORED FAD OR PAYAO
6. SEARCHING
6. LIVE WHALE
7. NO FISHING (BUT NOT IN TRANSIT) 7. LIVE WHALE SHARK
8. OTHER
ACTIVITY CODES (23)
(23)
TY
DAY MONTH
(21)
(22)
CODE
POSITION AT NOON (24)
IND CREW (15)
LLOYD'S REGISTRATION NUMBER (14)
ACTIVI
GT (8)
NAME OF FISHING COMPANY (3)
INDONESIAN PURSE SEINE, POLE & LINE AND TROLLING LINE - FISHING LOG BOOK
FISHING GEAR (PS, PL or TL ) (7)
NAME OF VESSEL (2)
82
83
Hal ini mengakibatkan tidak tertutupinya biaya operasi penangkapan atau dengan kata lain
Jika pelaku penangkapan merugi, Pemerintahpun ikut rugi karena selain pendapatan bukan pajak dari
Bisa dibayangkan bahwa bila data hasil tangkapan yang
2
Nomor surat izin penangkapan ikan yang digunakan dalam melakukan penangkapan (The licence number of the vessel used on the
fishing trip.)
(4) NOMOR SIPI / FISHING LICENSE NUMBER (SIPI)
(3) NAMA PERUSAHAAN / NAME OF FISHING COMPANY
Nama perusahaan yang mengoperasionalkan kapal penangkap ikan (The company’s name of the owner /operator of the
vessel)
(2) NAMA KAPAL / VESSEL NAME
Nama kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan. (Print the name of the Vessel where the unloaded catch came
from).
(1) HAL___ DARI/PAGE__OF
Halaman dari lembar log book yang diisi dari jumlah keseluruhan lembar logbook yang diisi dalam satu trip penangkapam (If
the trip report consists of several pages fill in the number of this page and the number of all pages).
ISTILAH DALAM PENGISIAN FORM LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN
INSTRUCTION OF RECORDING THE INDONESIAN LOGBOOK
E. Kolom pada setiap nomor diisi sesuai dengan petunjuk istilah di Form Log book Penangkapan Ikan secara lengkap
D. Pengisian Logbook penangkapan ikan sesuai dengan kolom yang telah disediakan
C. Form isian logbook merupakan dokumen yang terdiri dari 2 (dua) rangkap, Form berwarna putih diserahkan kepada petugas
pelabuhan perikanan tempat kapal mendarat, sedangkan yang berwarna merah disimpan di kapal / perusahaan.
B. Pengisian dilakukan secara hati-hati dan dihindari adanya coretan kesalahan.
A. Lembar Logbook diisi dengan menggunakan pensil atau ballpoint bertinta hitam.
TATACARA PENGISIAN LOGBOOK PENANGKAPAN IKAN
PROSEDUR TO FILL IN INDONESIAN LOG BOOK
1
Pelabuhan Perikanan tempat Pelaku penangkapan membongkar hasil tangkapan kepada petugas di Pelabuhan Perikanan.
diwajibkan mengisi logbook penangkapan secara rutin pada setiap operasi penangkapan dan menyampaikan isian logbook penangkapan di
No. 5 tahun 2008 sebagaimana diubah dalam Permen 12 tahun 2009. Dalam rangka mendukung kebijakan di atas para pelaku penangkapan
Kewajiban memberikan data hasil tangkapan kepada Pemerintah telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Permnen
dan pelaku perikanan merugi.
kapal menjadi terlalu banyak, yang berakibat langsung pada hasil tangkapan menjadi menurun, tidak tertutupnya biaya operasi penangkapan
satu kebijakan dimaksud berkaitan dengan alokasi jumlah kapal yang diijinkan, maka menjadi tidak benar dan dapat mengakibatkan jumlah
diberikan oleh pelaku penangkapan tidak benar dan atau tidak tersedia, maka kebijakan pengelolaan akan menjadi tidak tepat atau jika salah
data yang disampaikan salah maka hasil analisa yang dihasilkan akan tidak benar.
sumberdaya ikan, hasil analisa yang dilakukan pemerintah sangat tergantung oleh data yang masuk dari para pelaku, hal ini disebabkan jika
hasil tangkapan oleh pelaku penangkapan kepada Pemerintah, data hasil tangkapan yang terkumpul dipakai sebagai dasar dalam menganalisa
antara pemerintah dengan pelaku usaha perikanan dalam mengelola sumberdaya ikan. Kerjasama ini ditandai dengan disampaikannya data
Agar Usaha penangkapan dapat berkesinambungan dikarenakan adanya pengelolaan perikanan yang tepat, diperlukan kerjasama
pelaku penangkapan akan menurun juga mencerminkan ketidak mampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya perikanan.
merugikan pelaku penangkapan.
akan rendah.
hasil tangkapan per kapal
dengan
Namun bila jumlah pelaku penangkapan lebih banyak dari sumberdaya ikan yang tersedia, maka
disertai
meningkatnya hasil tangkapan per operasi.
Pelaku penangkapan senang bila hasil tangkapannya senantiasa menghasilkan tangkapan yang kontinyu dan
PENDAHULUAN
84
85
Pukat hela pertengahan lainnya
Pukat dorong berkapal satu jaring
Pukat dorong berkapal dua jaring
Pukat dorong lainnya
Penggaruk berkapal
Penggaruk tanpa kapal
Muro ami
04.2.2
04.9.0
05.1.0
05.2.0
20.1.0
Pukat hela dasar berpalang
Pukat hela dasar berpapan
Pukat hela dasar dua kapal
Pukat hela dasar lainnya
Pukat dorong tanpa kapal
Pukat cincin dua kapal
Jaring lingkar tanpa tali kerut/Lampara
Pukat Tarik Pantai
Payang
Dogol
Cantrang
Lampara dasar
Pukat tarik lainnya
Pukat Hela Pertengahan Berpapan
Pukat hela pertengahan dua kapal
Nama Alat Tangkap
Pukat cincin satu kapal
04.2.1
01.1.2
01.2.0
02.1.0
02.2.1
02.2.2
02.2.3
02.2.4
02.9.0
03.1.1
03.1.2
03.1.9
03.2.1
03.2.2
03.2.3
03.2.9
04.1.0
No kode
01.1.1
3
Alat penjepit
dan melukai
(grapping and
wouding gears)
Perangkap
(traps)
09.3.0
09.9 1
11.1.0
11.2.0
11.3.0
11.9.0
09.2.2
08.3.0
08.4.0
08.9.0
09.1.0
09.2.1
Kelompok No kode
Jaring angkat
06.1.1
(lift net)
06.1.2
06.2.1
06.2.2
06.2.3
06.9.0
Alat yang
07.1.0
dijatuhkan dan
07.2.1
di tebarkan
07.2.2
(falling gears)
07.9.0
Jaring insang (
08.1.0
Gill net)
08.2.0
gombong,apong)
Perangkap tanpa sayap (ambal, togo,
jermal, pengerih)
Bubu
Perangkap ikan peloncat
Ladung
Tombak
Panah
Alat penjepit dan melukai lainnya
Jaring insang berlapis
Jaring insang berlapis
Jaring insang lainnya
Perangkap berpenaju
Perangkap bersayap (pukat labuh,
Bagan tancap
Bagan rakit
Bagan perahu
Anco berkapal/bouke ami
Jaring angkat lainnya
Jala tebar
Jala jatuh tanpa kapal
Jala jatuh berkapal
Alat jatuh lainnyat
Jaring insang hanyut
Jaring insang tetap
Nama Alat Tangkap
Anco tanpa kapal
4
(16) ABK LOKAL / LOCAL CREW NUMBER
Jumlah awak kapal warga negara Indonesia (The number of local crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
(15) TANDA SELAR /SHIP REGISTRATION NUMBER
Nomor dari tanda daftar kapal yang tertera di Gross akte kapal (registration number issued by the country in which the vessel is registered )
(14) TANGGAL KEBERANGKATAN / DEPARTURE DATE
Tanggal keberangkatan dari pelabuhan menuju lokasi penangkapan (The day, month and year (ddmmyyyy) of the departure from a port at the
start of the fishing trip)
(13) PELABUHAN KEBERANGKATAN / PORT OF DEPARTURE
Pelabuhan tempat kapal berangkat menangkap ikan (The port where the fishing trip begins)
(12) RADIO PANGGIL/CALL SIGN
Tanda panggilan radio kapal (The call sign of the vessel)
(11) DK- DAYA KUDA / HP- HORSE POWER
Kekuatan / daya motor penggerk utama, diukur dalam daya kuda (horse power) dari mesin utama yang digunakan oleh kapal untuk melakukan
penangkapan (The engine power, measured in Horsepower, of the propultion engine used on the fishing trip)
(10) PANJANG KAPAL /LOA (LENGTH OVER ALL)
Panjang total kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan, diukur dalam meter (Length overall in meters according to ship regristation
certificate)
(9) GT (GROSS TONNAGE)
Grosstonase kapal yang digunakan untuk melakukan penangkapan (The Gross tonnage of the vessel used on the fishing trip)
Penggaruk(dred
ged)
Muro ami
push net)
Pukat dorong (
Pukat hela
(trawl)
Pukat tarik (
seine net)
Jarring Lingkar
( Sourrond net)
Kelompok
(8) KODE JENIS ALAT TANGKAP/TYPE OF FISHING GEAR
Ditulis no kode alat tangkapnya.
Menyatakan jumlah trip dalam tahun ini (Amount this vessel departed from port at the start of the trp and the number of trips the
vessel has been taken this year)
(7) TRIP KE TAHUN INI/TRIP NUMBER THIS YEAR
Tahun saat melakukan trip penangkapan (Print the year in which the vessel departed from port at the start of the trip)
(6) TAHUN/YEAR
(5) NOMOR ID SYSTEM PEMANTAUAN KAPAL /VESSEL MONITORING SYSTEM ( VMS) ID
Cantumkan nomor ID transmiter / VMS (Number ID VMS)
86
87
6
(32) TANGGAL/DATE
Tanggal saat penyerahan log book ke petugas pelabuhan ( Date when the log book was finished)
(31) NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS/NAME AND SIGNATURE OF THE INSPECTOR
Tanda tangan pada log book untuk menyakinkan bahwa informasi pada log book adalah benar dan lengkap (The master signs the logbook and
ensures that everything in the log book is correct. This field should be filled in when the logbook is completed)
(30) NAMA DAN TANDATANGAN NAKHODA/ NAME AND SIGNATURE OF THE MASTER
Tanda tangan nahkoda pada logbook untuk menyakinkan bahwa informasi pada logbook adalah benar dan lengkap (The master signs the
logbook and ensures that everything in the logbook is correct. This field should be filled in when the logbook is completed)
(29) CATATAN / REMARKS
Merupakan tempat catatan hal hal penting yang akan disampaikan kepihak – pihak yang berwenang dan dapat digunakan sebagai tindaklanjut
(Here may important notes to the authorities be registered and it can also be used for notes from inspection)
(28) TOTAL JENIS IKAN YANG DIJUAL / TOTAL CATCH SOLD
Merupakan jumlah keseluruhan ikan tertangkap yang dijual setiap jenis dalam seluruh masa operasi (This is a summery of all catches sold by
species for the whole fishing period. Observe that all species shall be recorded in kilograms)
(27) TOTAL JENIS IKAN YANG DIDARATKAN / TOTAL CATCH LANDED
Merupakan jumlah keseluruhan hasil tangkapan setiap jenis dalam seluruh masa penangkapan, dicatat dalam kilogram (kg) (This is a summery
of all catches by species for the whole fishing period. Observe that all species shall be recorded in kilograms)
(26) JENIS IKAN LAINNYA / OTHER SPECIES
Kelompok jenis ikan yang tidak termasuk target, diisi dalam kg (Group of other non species targeted)
(25) JENIS IKAN / CATCH
Semua jenis ikan hasil tangkapan harus dicatat , jika kolum yang tersedia tidak cukup menampung jumlah jenis ikan yang tertangkap
dilanjutkan diisi pada lembaran log book baru, dicatat dalam kilogram (Kg). (All quantity caught during the fishing trip shall be recorded here. If
the columns are outnumbered by the species caught, continue on a new logbook. Observe that all quantities shall be recorded in kilograms
Nama jenis ikan yang tertangkap diisi dengan urutan hasil tangkapan utama saja ,ditulis nomor ikannya dibagian paling atas diikuti kg hasil
tangkapan (Name all catches by species)
(24) LAMA OPERASI ALAT TANGKAP/ FISHING TIME
Lama operasi penangkapan dicatat seluruhnya dalam (Duration of the fishing operations. Given in number of whole hours)
5
(23) POSISI/POSITION
Posisi kapal ikan pada saat menebar alat tangkap (setting) dengan mencantumkan posisi lintang dan bujur (Optional information about the
positions for setting the gear, given in longitude and latitude )
(22) TANGGAL PENANGKAPAN / FISHING DATE
Tanggal penangkapan ( hari dan bulan) (Every day of fishing shall be recorded here (Day and month). If the rows are out numbered by the
activities, continue on a new logbook)
(21) TANGGAL KEDATANGAN / ARRIVAL DATE
Tanggal kedatangan ( hari, bulan dan tahun ) di pelabuhan setelah selesai penangkapan. Kapal yang menangkap kurang dari 24 jam tidak perlu
mengisi (The day, month and year (ddmmyyyy) of the arrival to a port where the fishing trip ends. However, those vessels that are out fishing
for less than 24 hours do not need to record anything here)
(20) PELABUHAN PENDARATAN / LANDING PORT
Pelabuhan tempat kapal membongkar hasil tangkapan (The port where the catch is landed)
(19) DAERAH/ WILAYAH PENANGKAPAN / FISHING GROUND
Nama laut tempat operasi penangkapan ikan termasuk apabila menangkap dilaut lepas (Name of fishing ground, or high sea area Not
mandatory)
(18) WPP / FISHERIES MANAGEMENT ZONE (WPP)
Indonesia memiliki sebelas wilayah pengelolaan. Harus diisi sesuai daerah penangkapan secara geografis sama dengan daerah pendaratan
Tulis nomor kodenya. (Fishery Management Zone WPP. Write the code for one of these zones
571 Perairan Selat malaka & laut Andaman
572 Perairan S. Hindia sebelah barat sumatera & sel. Sunda
573 Perairan S. Hindia sebelah selatan Jawa s/d Selatan Nusa Tenggara, L Sawu, L. Timor Bag. Barat
711 Perairan S.Karimata, L Natuna dan L Cina Sekatan
712 Perairan Laut Jawa
713 Perairan S. Makasar, Tl.Bone, L Flores dan D. Bali
714 Perairan TelukTolo dan Laut Banda
715 Perairan Teluk Tomini, L. Maluku, L. Halmahera, L. Seram, & Tl. Berau
716 Perairan L. Sulawesi & Sebelah Utara P. Halmahera
717 Perairan Tl. Cendrawasi & Samudera Pasifik
718 Perairan L Aru L Arafuru & L Timor Bag Timur
(17) ABK ASING / FOREIGN CREW NUMBER
Jumlah awak kapal warga negara Asing (The number of foreign crew onboard the vessel on the fishing trip in average)
88
89
POSISI (22)
NAME & SIGNATURE OF THE MASTER (29)
NOTE (28)
TOTAL LANDED (27)
PAGE TOTAL (26)
LATITUDE
FISHING TIME (23)
IND CREW (15)
LLYOD'S REGISTRATION NUMBER (14)
LONGITUDE
GT (8)
FISHING DATE (21) (DD,MM)
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
DK (10)
RADIO PANGGIL (11)
No Ikan / Kg
No Ikan / Kg
No Ikan / Kg
DAERAH PENANGKAPAN (18)
m.
PELABUHAN KEBERANGKATAN (12)
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
Fish No / Kg
Fish No / Kg
FISHING GROUND (18)
CALL SIGN (11)
NAME & SIGNATURE OF THE INSPECTOR (30)
Fish No / Kg
FMA (17)
HP (10)
FISHING LICENSE NO (SIPI) (4)
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
Fish No / Kg
CATCH (KG) (24)
LANDING PORT(19)
PORT OF DEPARTURE (12)
No Ikan / Kg
JENIS IKAN (KILOGRAM) (24)
PELABUHAN PENDARATAN (19)
INDONESIAN FISHING LOG BOOK
NAMA DAN TANDA TANGAN PETUGAS (30)
No Ikan / Kg
WPP (17)
Fish No / Kg
FOREIGN CREW (16)
LOA (9)
No Ikan / Kg
m.
NO. SIPI (4)
LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN INDONESIA
PANJANG KAPAL (9)
ABK ASING (16)
NAME OF FISHING COMPANY (3)
LAMANYA OPERASI
ALAT TANGKAP (23)
TYPE OF FISHING GEAR (7)
NAME OF VESSEL (2)
POSITION (22)
JUMLAH TOTAL TANGKAPAN (27)
NAMA DAN TANDA TANGAN NAKHODA (29)
CATATAN (28)
BUJUR
(DDDº MM')
LINTANG
(DDº MM')
JUMLAH TANGKAPAN (HALAMAN INI) (26)
TANGGAL PENANGKAPAN (21)
(TGL, BLN)
GT (8)
ABK LOKAL (15)
TANDA SELAR (14)
NAMA PERUSAHAAN (3)
KODE JENIS ALAT TANGKAP (7)
NAMA KAPAL (2)
Fish No / Kg
DEPARTURE DATE (13)
YEAR (5)
No Ikan / Kg
Fish No / Kg
Fish No / Kg
DATE (31)
Fish No / Kg
KG
KG
OTHERS SPECIES (25)
NO/NAME
………….
(1) PAGE________ OF _________
NAMA / NO
JENIS IKAN LAINNYA (25)
(1) HAL__________ DARI __________
THIS YEAR (6)
TRIP NO.
TANGGAL (31)
No Ikan / Kg
TAHUN INI (6)
TRIP KE ………
DATE OF ARRIVAL IN PORT (20)
No Ikan / Kg
TANGGAL KEDATANGAN (20)
TANGGAL KEBERANGKATAN (13)
TAHUN (5)
sebagaimana telah diubah, terakhir dengan UU Nomor 12 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
PERATURAN
5.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
6.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pengesahan
Agreement For The Implementation of The Provisions of The United
Nation Convention on The Law of The Sea of 10 December 1982
Relating To The Conservation and Management of Straddling Fish
Stock and Highly Migratory Fish Stocks (Persetujuan Pelaksanaan
Ketentuan-Ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut Tanggal 10 Desember 1982 yang berkaitan dengan
Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan yang Beruaya Terbatas
dan Sediaan Ikan yang Beruaya Jauh) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5024);
7.
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah, terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
8.
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi
dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia,
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
9.
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Agreement for the Establishment of the Indian Ocean Tuna
Commission (Persetujuan tentang Pembentukan Komisi Tuna
Samudera Hindia);
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER. 27 /MEN/2009
TENTANG
PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
Mengingat:
a.
bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan pendaftaran dan penandaan
kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal
37 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009, perlu mengatur mengenai pendaftaran dan penandaan kapal
perikanan;
b.
bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;
1.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3260);
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United
Nations Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3319);
10. Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (Konvensi
tentang Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan);
3.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);
12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan
Perikanan sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.04/MEN/2009;
4.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
13. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008
tentang Usaha Perikanan Tangkap sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
PER.12/MEN/2009;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
1
14. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2009
tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia;
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
90
2
91
15. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.03/MEN/2009
tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut
Lepas;
Memperhatikan:1. Food and Agriculture Organization Agreement to Promote Compliance
with International Conservation and Management Measures by
Fishing Vessels on the High Seas, 1993;
2.
Code of Conduct for Responsible Fisheries, Food and Agriculture
Organization of the United Nations, 1995;
3.
Convention for the Conservation and Management of Highly Migratory
Fish Stock for Western and Central Pacific Ocean;
Buku kapal perikanan adalah buku yang memuat informasi hasil pendaftaran kapal
perikanan yang berisi data kapal perikanan dan identitas pemilik serta perubahan–
perubahan yang terjadi terhadap fisik dan dokumen kapal perikanan.
9.
Buku induk kapal perikanan adalah buku yang memuat informasi kapal perikanan
yang telah didaftarkan.
10. Surat izin usaha perikanan, yang selanjutnya disebut SIUP adalah izin tertulis yang
harus dimiliki perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan
menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut.
11. Surat izin penangkapan ikan, yang selanjutnya disebut SIPI adalah izin tertulis yang
harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan penangkapan ikan yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SIUP.
12. Surat izin kapal pengangkut ikan, yang selanjutnya disebut SIKPI adalah izin tertulis
yang harus dimiliki setiap kapal perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
8.
13. Wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia adalah wilayah perairan
yang meliputi perairan Indonesia, sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air
lainnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI).
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG
PENDAFTARAN DAN PENANDAAN KAPAL PERIKANAN.
14. Laut lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam Zona Ekonomi Ekslkusif
Indonesia, laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan
pedalaman Indonesia.
BAB I
15. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.
KETENTUAN UMUM
16. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Tangkap.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Pendaftaran kapal perikanan adalah kegiatan pencatatan kapal perikanan yang
dimuat dalam buku kapal perikanan.
2.
Penandaan kapal perikanan adalah kegiatan untuk memberi tanda atau notasi kapal
perikanan.
3.
Usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan
penangkapan ikan.
4.
Orang atau badan hukum adalah orang atau badan hukum yang melakukan usaha
perikanan tangkap.
5.
Kapal perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk
melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan
penelitian/eksplorasi perikanan.
6.
Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk
menangkap ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan dan/atau
mengawetkan.
KEWENANGAN PENDAFTARAN KAPAL PERIKANAN
7.
Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk
mengangkut ikan termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan,
dan/atau mengawetkan.
Dalam rangka kegiatan pendaftaran kapal perikanan, Menteri memberikan kewenangan
kepada:
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
92
BAB II
1.
KEWAJIBAN PENDAFTARAN KAPAL PERIKANAN
Pasal 2
(1)
Kapal perikanan milik orang atau badan hukum Indonesia yang dioperasikan untuk
kegiatan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib didaftarkan sebagai kapal perikanan
Indonesia.
(2)
Pendaftaran kapal perikanan selain yang berfungsi untuk kegiatan usaha perikanan
tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundangundangan tersendiri.
BAB III
Pasal 3
3
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
4
93
a. Direktur Jenderal untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan berbendera Indonesia
milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas, dengan ukuran di atas 30
(tiga puluh) GT.
(2)
b. Gubernur atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran kapal perikanan
berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang digunakan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dengan ukuran di atas 10
(sepuluh) GT sampai dengan 30 (tiga puluh) GT yang berdomisili di wilayah
administrasinya dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi
kewenangannya.
c. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran kapal
perikanan berbendera Indonesia milik orang atau badan hukum Indonesia yang
digunakan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dengan
ukuran sampai dengan 10 (sepuluh) GT yang berdomisili di wilayah administrasinya
dan beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan yang menjadi kewenangannya.
Pasal 4
Pendaftaran kapal perikanan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf b dan huruf c berpedoman pada ketentuan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri ini.
BAB IV
(1)
PERSYARATAN PENDAFTARAN KAPAL PERIKANAN
Pasal 5
(1)
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang akan mengoperasikan kapal
perikanan berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia dan/atau laut lepas wajib melakukan pendaftaran kapal perikanan dengan
mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan:
(2)
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan kapal perikanan
berbendera Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia
dan/atau laut lepas yang telah memiliki SIPI dan/atau SIKPI wajib mengajukan
permohonan pendaftaran kapal perikanan kepada Direktur Jenderal, dengan
melampirkan:
a. fotokopi SIUP, SIPI, dan/atau SIKPI;
b. fotokopi bukti kepemilikan kapal (grosse akte) dan/atau perubahannya yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang, dengan menunjukkan aslinya;
c. fotokopi KTP pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan grosse akte, dengan menunjukkan
aslinya;
d. fotokopi hasil pemeriksaan fisik kapal, alat penangkapan ikan dan/atau kapal
pengangkut ikan terakhir dalam hal tidak terdapat perubahan terhadap fungsi,
spesifikasi teknis kapal dan/atau alat penangkapan ikan;
e. fotokopi sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal untuk kapal penangkap ikan
atau fotokopi sertifikat keselamatan untuk kapal pengangkut ikan;
f. Surat pernyataan tertulis dari pemohon yang menyatakan bertanggung jawab
atas kebenaran data dan informasi yang disampaikan.
Pasal 6
Khusus kapal perikanan yang dibeli atau diperoleh dari luar negeri dan sudah
terdaftar di negara asal, selain dilengkapi persyaratan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, harus pula dilengkapi dengan surat keterangan
penghapusan dari daftar kapal yang diterbitkan oleh negara asal.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perolehan surat keterangan penghapusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan perundang-undangan.
a. fotokopi SIUP;
BAB V
b. fotokopi bukti kepemilikan kapal (grosse akte) dan/atau perubahannya yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang, dengan menunjukkan aslinya;
c. fotokopi KTP pemilik kapal/penanggung jawab perusahaan yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang, sesuai dengan grosse akte, dengan menunjukkan
aslinya;
d. fotokopi surat ukur kapal;
e. fotokopi surat laut atau pas tahunan yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
f. fotokopi sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal untuk kapal penangkap ikan
atau fotokopi sertifikat keselamatan untuk kapal pengangkut ikan;
g. permohonan pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan,
dan/atau kapal pengangkut ikan;
h. surat pernyataan tertulis dari pemohon yang menyatakan bertanggung jawab atas
kebenaran data dan informasi yang disampaikan.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
PENERBITAN BUKU KAPAL PERIKANAN
Pasal 7
Direktur Jenderal selambat-lambatnya 60 (enampuluh) hari kerja terhitung sejak menerima
permohonan pendaftaran kapal secara lengkap, telah menerbitkan buku kapal perikanan.
Pasal 8
5
(1)
Direktur Jenderal selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak menerima
permohonan pendaftaran kapal perikanan secara lengkap sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, menerbitkan surat pemberitahuan kepada pemohon apabila
permohonannya ditolak.
(2)
Dalam hal permohonan pendaftaran kapal perikanan ditolak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), pemohon dapat mengajukan keberatan kepada Menteri selambatlambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat penolakan
yang dibuktikan dengan tanda terima.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
94
95
6
(3)
(4)
Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permohonan
keberatan, Menteri memberi jawaban secara tertulis mengenai dikabulkan atau
ditolaknya permohonan keberatan dimaksud dengan disertai alasan.
Pasal 11
Dalam hal permohonan keberatan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Direktur Jenderal menerbitkan buku kapal perikanan selambat-lambatnya 60 (enam
puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan dikabulkan.
(1)
Dalam rangka pendaftaran kapal perikanan dilakukan pemeriksaan fisik kapal
penangkap ikan, alat penangkapan ikan dan/atau kapal pengangkut ikan.
(2)
Pemeriksaan fisik kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
kapal perikanan yang belum mempunyai SIPI dan/atau SIKPI.
(3)
Ketentuan lebih lanjut tentang petunjuk teknis pemeriksaan fisik kapal penangkap
ikan, alat penangkapan ikan dan/atau kapal pengangkut ikan ditetapkan oleh
Direktur Jenderal.
Pasal 9
(1)
Buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sekurang-kurangnya
memuat informasi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
(2)
nama kapal;
nomor register;
tempat pembangunan kapal;
tipe kapal;
jenis alat tangkap;
tonnage;
panjang kapal;
lebar kapal;
kekuatan mesin;
foto kapal;
nama dan alamat pemilik;
nama pemilik sebelumnya; dan
perubahan – perubahan yang terjadi dalam buku kapal perikanan.
(1)
(2)
BAB VI
PERUBAHAN, PENGGANTIAN, DAN/ATAU PENGHAPUSAN
BUKU KAPAL PERIKANAN
Pasal 13
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang telah memiliki buku kapal perikanan
dapat mengajukan permohonan perubahan, penggantian, dan/atau penghapusan buku
kapal perikanan.
Buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap 2
(dua), asli diberikan kepada pemilik kapal dan salinannya disimpan oleh Direktur
Jenderal.
(3)
Buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama kapal
dipergunakan sebagai kapal perikanan.
(4)
Bentuk dan format buku kapal perikanan sebagaimana tersebut dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 14
(1)
(2)
Pasal 10
(1)
(2)
Buku kapal perikanan diterbitkan dengan sampul warna:
a.
merah, untuk buku kapal perikanan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal;
b.
kuning, untuk buku kapal perikanan yang diterbitkan oleh Gubernur;
c.
hijau, untuk buku kapal perikanan yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota.
96
Permohonan perubahan buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 dilakukan apabila terdapat perubahan, yang meliputi:
a.
perubahan identitas pemilik kapal;
b.
perubahan identitas kapal perikanan;
c.
perubahan tanda pengenal kapal perikanan.
Perubahan buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan memuat alasan
perubahan serta melampirkan buku kapal perikanan yang akan diubah.
Pasal 15
(1)
Pemberian warna sampul buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dimaksudkan untuk kepentingan pengadministrasian kapal perikanan.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
Pasal 12
Kapal perikanan yang telah terdaftar diberi nomor urut pendaftaran dan dicatat dalam
Buku Induk Pusat yang diselenggarakan oleh Direktur Jenderal.
Direktur Jenderal mengadministrasikan/membukukan pendaftaran kapal perikanan
yang dicatat dalam Buku Induk Pusat, Buku Induk Propinsi dan Buku Induk
Kabupaten/Kota yang dikeluarkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya di dalam Buku Induk Kapal Perikanan.
7
Dalam hal kapal perikanan yang telah terdaftar dalam buku kapal perikanan yang
dikeluarkan oleh provinsi dan/atau kabupaten/kota dan akan melakukan perpindahan
ke provinsi dan/atau kabupaten/kota lain wajib melakukan pendaftaran ke provinsi
dan/atau kabupaten/kota yang dituju dengan melampirkan surat keterangan dari
tempat pendaftaran/registrasi kapal perikanan yang lama.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
8
97
(2)
Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa penggantian
buku kapal perikanan dan diberi tanda berupa keterangan dengan stempel.
b.
c.
d.
Pasal 16
(1)
Penggantian buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat
dilakukan apabila buku kapal perikanan hilang atau rusak.
(2)
Penggantian buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal, dengan melampirkan:
a.
surat keterangan hilang dari kepolisian dalam hal buku kapal perikanan hilang;
atau
b.
buku kapal perikanan yang rusak.
Pasal 17
Apabila kapal perikanan berganti bendera, tenggelam, hilang, rusak, dan/atau tidak
dioperasikan lagi sebagai kapal perikanan, maka pemilik kapal/penanggung jawab
perusahaan wajib melaporkan dan mengembalikan Buku Kapal Perikanan kepada
Direktur Jenderal guna dihapuskan dari Buku Induk Kapal Perikanan.
(3)
Pemberian tanda selar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditetapkan
berdasarkan GT, angka yang menunjukkan besarnya tonnage kotor, nomor surat
ukur, dan kode pengukuran dari pelabuhan yang menerbitkan surat ukur.
(4)
Pemberian tanda daerah penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b ditetapkan berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia.
(5)
Pemberian tanda jalur penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c ditetapkan berdasarkan kewenangan pengelolaan perikanan tingkat Pusat, Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
(6)
Pemberian tanda alat penangkapan ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
d ditetapkan berdasarkan kodefikasi jenis alat penangkapan ikan.
Pasal 20
(1)
BAB VII
KEWAJIBAN PEMEGANG BUKU KAPAL PERIKANAN
Pasal 18
Pemegang buku kapal perikanan berkewajiban:
a.
melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam buku kapal perikanan;
b.
mengajukan permohonan perubahan buku kapal perikanan kepada pemberi izin
dalam hal akan melakukan perubahan identitas pemilik kapal perikanan dan kapal
perikanan;
c.
mengajukan permohonan penggantian buku kapal perikanan dalam hal buku kapal
perikanan hilang atau rusak; dan
d.
mengajukan permohonan penghapusan buku kapal perikanan dalam hal kapal
perikanan berganti bendera, tenggelam, hilang, rusak, dan/atau tidak dioperasikan
lagi sebagai kapal perikanan.
(2)
Tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a.
b.
dicat warna dasar hitam dengan ukuran panjang sekurang-kurangnya 150
(seratus lima puluh) centimeter dan lebar 40 (empat puluh) centimeter;
c.
penulisan notasi huruf kapital/angka dengan warna putih dengan sekurangkurangnya ukuran tinggi huruf/angka 25 (dua puluh lima) centimeter jika kurang
dari dua puluh karakter, dan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) centimeter jika
lebih dari dua puluh karakter.
Pembuatan dan pemasangan tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemilik kapal sesuai ketentuan yang berlaku
selambat-lambatnya sebelum kapal melakukan kegiatan penangkapan ikan dan/atau
pengangkutan ikan.
Kapal perikanan Indonesia yang beroperasi di wilayah Organisasi Pengelolaan Perikanan
Regional selain diberi tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dapat diberikan tanda khusus sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional.
tanda selar;
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
98
dibuat dan dipasang pada bagian atas sisi kiri dan kanan lambung haluan kapal
di bawah nama kapal;
Pasal 22
Pasal 19
(2)
a.
Spesifikasi, kodefikasi, dan tata cara penulisan tanda pengenal kapal perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
PENANDAAN KAPAL PERIKANAN
Kapal perikanan yang telah dilengkapi dengan buku kapal perikanan dan SIPI/SIKPI
diberi tanda pengenal kapal perikanan.
Tanda pengenal kapal perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1):
Pasal 21
BAB VIII
(1)
tanda daerah penangkapan ikan;
tanda jalur penangkapan ikan; dan/atau
tanda alat penangkapan ikan.
9
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
10
99
BAB IX
SANKSI
Bagian Kedua
Sanksi Pidana
Bagian Pertama
Pasal 24
Sanksi Administratif
(1)
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan kapal perikanan di
wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia yang tidak mendaftarkan
kapal perikanannya dikenakan sanksi pidana.
(2)
Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1)
Setiap orang atau badan hukum Indonesia yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan pendaftaran dan penandaan kapal perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi administratif.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa peringatan
tertulis, pembekuan, atau pencabutan Buku Kapal Perikanan.
(3)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
tahapan:
a. diberikan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, masing-masing dalam tenggang
waktu 1 (satu) bulan oleh Direktur Jenderal kepada yang melakukan
pelanggaran;
b. dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak dipatuhi,
selanjutnya dilakukan pembekuan buku kapal perikanan tersebut selama 1 (satu)
bulan;
BAB X
PEMBINAAN
Pasal 25
(1)
Pembinaan terhadap kegiatan pendaftaran dan penandaan kapal perikanan
dilakukan oleh Direktur Jenderal.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain pelaksanaan kegiatan
pendaftaran dan penandaan kapal perikanan di provinsi dan kabupaten/kota.
c. apabila pembekuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak diindahkan,
selanjutnya dilakukan pencabutan buku kapal perikanan.
(4)
BAB XI
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pencabutan buku kapal perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c
dilakukan apabila:
a. kapal perikanan berganti bendera, tenggelam, hilang, rusak, dan/atau tidak
dioperasikan lagi sebagai kapal perikanan;
Pasal 26
(1)
Pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan pendaftaran dan penandaan kapal
perikanan dilakukan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundangundangan di bidang pendaftaran dan penandaan kapal perikanan.
(2)
Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan sistem pemantauan, pengendalian, dan pemeriksaan lapangan terhadap
operasional dan dokumen kapal perikanan oleh pengawas perikanan.
b. kapal perikanan terbukti digunakan dalam tindakan kriminal/pelanggaran;
c. orang atau badan hukum yang bersangkutan menggunakan dokumen palsu;
d. orang atau badan hukum yang bersangkutan melakukan perubahan data tanpa
persetujuan tertulis Direktur Jenderal;
e. orang atau badan hukum yang bersangkutan menyampaikan data yang berbeda
dengan fakta di lapangan;
f. orang atau badan hukum yang bersangkutan tidak melaksanakan penandaan
kapal perikanan dan ketentuan lain yang tercantum dalam buku kapal perikanan;
dan/atau
g. orang atau badan hukum yang bersangkutan terbukti memindahtangankan buku
kapal perikanan tanpa seizin Direktur Jenderal.
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
(1)
Pendaftaran dan penandaan kapal perikanan terhadap kapal perikanan yang telah
memiliki SIPI/SIKPI dilaksanakan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 3 (tiga)
tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.
(2)
Pendaftaran dan penandaan kapal perikanan terhadap kapal perikanan yang belum
memiliki SIPI/SIKPI dilaksanakan selambat-lambatnya 9 (sembilan) bulan sejak
Peraturan Menteri ini ditetapkan.
11
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
100
12
101
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 28
Pendaftaran kapal perikanan digunakan untuk memenuhi persyaratan penerbitan
SIPI/SIKPI, kecuali kapal perikanan yang berukuran di bawah 5 (lima) GT.
Pasal 29
Pelaksanaan pendaftaran kapal tanpa dikenai biaya.
Pasal 30
(1)
Pencetakan buku kapal perikanan dilaksanakan oleh Direktur Jenderal, Gubernur,
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dengan mengacu pada ketentuan Peraturan
Menteri ini.
(2)
Direktur Jenderal, Gubernur, Bupati/Walikota, atau pejabat yang ditunjuk sesuai
kewenangannya wajib melaporkan realisasi pendaftaran kapal perikanan kepada
Menteri setiap 1 (satu) tahun.
BAB XIV
PENUTUP
Pasal 31
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 17 November 2009
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN R.I,
ttd.
FADEL MUHAMMAD
Disalin sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
ttd.
Supranawa Yusuf
SJDI/Biro Hukum dan Organisasi-DKP
102
13
Download