simfoni 20 tahun avip priatna

advertisement
S OSOK
JUMAT, 2 DESEMBER 2011
CHRISTINE FRANCISKA
D
I depan deretan
pemain biola, sang
konduktor itu berdiri. Dengan sedikit
gerakan tangan, mulailah
orkestra yang terdiri dari puluhan orang itu melantun.
Sekilas gubahan lagu klasik
itu tampak bagus-bagus saja di
telinga awam.
Namun, sang konduktor yang
punya telinga lebih awas rasanya tak kunjung puas dengan
hasil paduan nada.
Beberapa kali, ia mengernyitkan dahi, kadang tak sungkan menghentikan permainan
musik untuk mengingatkan hal
penting. “Bagian verse-nya kita
harus sama-sama,” katanya. Ia
pun mengarahkan pandangan
ke belakang, pada barisan trompet dan alat tabuh yang baru
saja terdengar tak seirama dengan pemain biola di depan.
Tak berapa lama, latihan itu
disela kembali. “Pergantian
mood harus terasa, ya,” lanjutnya. Disusul berapa anggukan
oleh pemain, tempo lantunan musik pelan-pelan naik,
jadi tinggi kemudian tiba-tiba
menjadi lirih. Itu menciptakan
gelombang emosi yang naik
turun.
SIMFONI 20 TAHUN
AVIP PRIATNA
menjadi konduktor sampai
sekarang ini,” ujarnya di selasela latihan, Rabu (30/11).
Untuk nomor perdana, Avip
akan membawakan Simfoni Nr
7 karya LV Beethoven. Karya
tersebut merupakan karya simfoni pertama yang dibawakannya saat menempuh diploma
di University of Music and Performing Art di Vienna, Austria.
Lewat musik itulah ia berhasil
memperoleh peringkat distinction dengan pujian semua profesor kala itu.
“Itu jadi momen yang meyakinkan saya bahwa saya bisa
menjadi konduktor orkestra.
Karena sebelumnya saya hanya
menjadi konduktor untuk paduan suara saja,” lanjutnya.
Di nomor terakhir, ada karya
berjudul Gloria karya Francis
Poulenc yang akan dibawakan
bersama solois ternama Jerman,
Bettina Jensen. Komposisi itu
pertama kali didengarnya saat
Menerjemahkan musik klasik agar mudah
diterima masyarakat awam.
pilihan lagu berjudul Titah
ini merupakan perlambang
obsesi Avip sebagai seorang
konduktor.
Titah yang khusus diciptakan Fero Aldiansyah untuk
konser ini diangkat dari surah
Al-Hujuraat ayat 13. Isinya
menyatakan bahwa manusia
memang diciptakan berbeda-
BIODATA
Nama : Avip Priatna Mag Art
Tempat, tanggal lahir :
Bogor, 29 Desember 1964
Alamat : Jl Daksa 5 nomor
4, Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan
Telepon : 7201918
Pendidikan : S-2, magister
Artium University of Music and
Performing Art, Vienna, Austria,
dan sarjana arsitektur Unika
Parahyangan, Bandung
Pekerjaan :
Direktur Musik Jakarta Concert
Orchestra dan Batavia Madrigal
Singers dan Direktur Studio
Musik Resonanz
Diundang sebagai pembicara
dan juri kompetisi paduan
suara baik nasional maupun
internasional
Prestasi : Memenangi beberapa
kompetisi paduan suara
internasional
• 1995 Di Arnheim,
Belanda, juara dan meraih
penghargaan interpretasi lagu
wajib terbaik karya Juriaan
Andersen, Belanda
• 1997 Di Arezzo, Italia, juara
dan peringkat 3
• 2000 Di Linz, Austria,
peringkat 2 dan peringkat 3
• 2001 Di Tours, Prancis, juara
dan meraih penghargaan
interpretasi lagu Prancis
terbaik
• 2003 Di Marktoberdorf,
Jerman, juara dan meraih
penghargaan interpretasi lagu
sakral terbaik
• 2008 Di Spittal, Austria,
peringkat 2 dan peringkat 3
• 2009 Di Maribor, Slovenia,
peringkat 3
• 2010 Di Arezzo, Italia,
peringkat 2 dan meraih
penghargaan lagu wajib
terbaik karya GL Palestrina
• 2011 Di Torrevieja, juara
umum, juara Habanera,
interpretasi karya Habanera
terbaik, juara favorit penonton,
dan konduktor terbaik
MI/GRANDYOS ZAFN
LATIHAN MENJELANG KONSER: Konduktor Avip Priatna bersama
musisi pendukungnya menggelar latihan menjelang konser The
Symphony of My Life, di Apartemen Palm Court, Jakarta, beberapa
waktu lalu.
Sore itu, Avip Priatna dan
para pemain orkestra sibuk
berlatih tiga buah karya untuk
konser The Symphony of My
Life yang akan diadakan Sabtu
(3/12) mendatang di Aula Simfonia Jakarta, Kemayoran.
Menurut profesor yang mengajarnya dulu di Austria, gaya
Avip saat menjadi konduktor
mirip dengan Leonard Bernstein, seorang konduktor legendaris Amerika yang namanya
mendunia. Tanpa bermaksud
melebih-lebihkan, Bernstein
terkenal akan gayanya yang
tegas dan dinamis. Itu agaknya
memang mirip dengan tampilan
Avip kala latihan sore itu.
Tiga persembahan
Di antara sekian banyak konser, The Symphony of My Life
memang terasa sangat spesial
karena konser ini menandai 20
tahun kariernya sebagai seorang
konduktor. Maka, pemilihan
karya pun tidak main-main.
“Tiga babak yang kita bawakan
merupakan karya yang memengaruhi hidup saya sehingga
duduk di bangku kuliah. Karena
Gloria, hatinya tergerak untuk
mendalami musik klasik.
“Saya sudah dekat dengan
dunia paduan suara sejak sekolah. Tapi biasanya dulu kita tahunya paduan suara bernyanyi
lagu-lagu Indonesia saja. Tapi
saat mendengar karya ini, saya
tergerak untuk mendalami paduan suara. Saya jatuh cinta dan
memutuskan untuk menggeluti
musik klasik secara serius.”
Bila dipandang dari kacamata
seni, Gloria memiliki muatan
yang unik jika dibandingkan
dengan kebanyakan musik
klasik. Penciptanya, Poulenc,
membawakan lagu yang bernuansa gereja itu dengan unsur humor di dalamnya. “Ada
bagian-bagian yang seperti berdoa, tapi ada juga yang seperti
menari. Dia membawa unsur
humor pada lagu-lagu sakral.
Menarik karena musik pada
dasarnya adalah hal yang tak
mengenal batas.”
Di tengah dua babak, terselip
karya musik singkat berdurasi
10 menit saja. Walau pendek,
Pengalaman pentas :
• Konser di Indonesia, Belanda,
Italia, Austria, Prancis, Jerman,
Hongaria, Jepang, Singapura,
Taiwan, Makau, Spanyol,
Slovenia, Ceko, Slovakia,
• Pernah direkam Warner
Classic Jepang, bersama
Orchestra Ensemble
Kanazawa Jepang
membawakan karya Carl
Maria von Weber
21
beda, tapi pada hakikatnya satu
keturunan. Perbedaan itu justru
ada supaya manusia dapat lebih
mengenal dan belajar satu dengan yang lainnya.
“Ini obsesi saya untuk membawa nuansa berbeda dalam
orkestra klasik yang umumnya didominasi musik-musik
gereja,” kata Avip.
Meski mendalami teknik arsitektur saat kuliah, Avip malah
menjadi pianis setelah lulus.
Selepas studi musiknya di Austria, ia membangun kelompok
paduan suara Batavia Madrigal
Singer dan Jakarta Chamber
Orchestra yang kini disebut
Jakarta Concert Orchestra.
Kala itu tantangannya memang besar. Untuk mengikuti
kompetisi internasional, Avip
dan kawan-kawan rela mengeluarkan biaya sendiri. Semua
dilakukan swadaya saja, walau
ada beberapa donasi kecil yang
diterima.
Bagi Avip, kompetisi internasional dinilai penting untuk
meningkatkan standar kualitas
dan menambah jejaring, sekaligus menjadi kesempatan untuk
membawa dan mengharumkan nama Indonesia di pentas
dunia.
Komunikasi
Menjadi konduktor bukanlah
pekerjaan mudah. Tak hanya
memahami musik klasik, konduktor juga harus mengenal
sejarah, membedakan mana
yang gaya klasik, romantis,
renaisans, dan sebagainya.
“Karena garis melodi selalu
berbeda tiap zaman,” jelas
konduktor yang baru meraih
predikat dirigen terbaik di
Spanyol itu.
Konduktor, lanjutnya, juga
mirip dengan koki di dapur. Itu
seperti memasak spageti saja,
Avip mengibaratkan. Harus
ada bumbu yang tepat dan cara
masak tertentu. Jika kurang
bumbu sedikit saja, orang akan
tahu bahwa itu bukan spageti
betulan.
Intinya, konduktor itu seorang komunikator. Lewat
konduktor, masyarakat bisa
menikmati musik yang dibawakan. “Tugas beratnya adalah
bagaimana membawa musik
untuk dapat berkomunikasi
dengan penonton. Membuat
yang menonton merasa enjoy
dengan musik klasik.”
Walau sudah banyak dilirik,
menurut Avip, perkembangan musik klasik di Indonesia masih terkendala banyak
halangan, terutama masalah
persepsi tentang musik klasik
yang dinilai sulit dimengerti
dan hanya bisa dinikmati kalangan atas saja. Padahal di
Eropa, musik klasik dimainkan
di mana saja, mulai di pinggir
jalan hingga di gedung-gedung
mewah.
Memang diakui Avip, tak semua orang bisa menikmatinya.
Ada segmen khusus yang tak
seluas musik pop, tapi segmen
ini bukan disekat oleh kasta,
tapi oleh kemampuan penonton
untuk memahami karya. (M-6)
Keluarga : Lajang
[email protected]
MI/GRANDYOS ZAFNA
Download