BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan dan kemajuan begitu pesat. Berkembangnya ilmu pengetahuan mendorong manusia berusaha menciptakan peralatan-peralatan canggih untuk teknologi mutakhir, baik itu di bidang bisnis dan perdagangan, kesehatan, militer, pendidikan, komunikasi dan budaya maupun bidangbidang lainnya. Salah satu diantaranya adalah teknologi serat optik. Teknologi ini yang merupakan pemanfaat cahaya sebagai media pembawa informasi saat ini berkembang pesat. Pada awalnya teknologi ini hanya untuk komunikasi dan informasi pengiriman data. Namun dewasa ini teknologi serat optik ini dapat digunakan dalam banyak keperluan. Salah satu diantaranya adalah dalam bidang sensor. Ada banyak sensor yang merupakan aplikasi teknologi serat optik, diantaranya Fiber Optic Bio and Chemical Sensors, Fiber Optic Gyroscope Sensors, Fiber Optic Bend Sensors (Yin. 2002). Penggunaan serat optik sebagai sensor, ada tiga metode yang dapat diaplikasikan yaitu : 1. Sensor berbasis teknik modulasi fase adalah membandingkan fase cahaya yang diindera oleh serat optik (probe) terhadap serat optik acuan (reference) dalam piranti interferometer laser. 2. Sensor berbasis teknik modulasi panjang gelombang adalah menggunakan FBG (Fiber Bragg Grating) sebagai pengindera (sensing) untuk melakukan transformasi langsung besaran fisis yang diindera ke dalam pergeseran panjang gelombang. 3. Sensor berbasis teknik modulasi intensitas adalah metode paling sederhana untuk mendapatkan ketelitian pengukuran yang tinggi (Huimin dkk, 2007; Yasin, 2010) Ketiga metode penggunaan serat optik sebagai sensor di atas memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sesuai Tabel 1.1 1 2 Tabel 1.1 : Kelebihan dan kekurangan metode penggunaan serat optik sebagai sensor (Yasin, 2010) No 1. 2. 3. Metode Kelebihan Kekurangan Sensor - Beda fase dapat diukur sangat - Pirantinya kompleks dan mahal berbasis peka - Ketelitian dan stabiltasnya modulasi fase - Stabilitas dan resolusi bergantung panjang gelombang interferometrinya tinggi yang digunakan Sensor Ketelitian tinggi sampai sub- - Memerlukan peralatan khusus berbasis nanometer dan mahal, seperti OSA modulasi (optical spectrum analizer) panjang - Kecepatan pengukuan dibatasi gelombang kecepatan penalaan laser - Masih memerlukan manipulasi dan pengukuran lanjutan Sensor - Metode sederhana Terdapat fluktuasi intensitas berbasis - Ketelitian pengukuran tinggi sehingga sulit digunakan pada modulasi - Pengukuran non kontak, kabel orde sangat kecil sub-nanometer intensitas interferensi elektromagnetik. - Tangapan frekuensi lebar - Biaya murah dan ukuran kecil Fiber optik merupakan serat yang dibuat dari sebuah kaca murni yang panjang seperti rambut manusia. Fiber optik mampu mentransmisikan data melalui cahaya yang melewatinya. Seberkas cahaya akan digunakan untuk membawa informasi yang ingin dikirim. Cahaya pembawa informasi tersebut akan ditembakan kedalam media fiber optik dari tempat asalnya. Kemudian cahaya akan merambat sepanjang fiber optik hingga akhirnya cahaya akan sampai tujuan. Ketika cahaya sampai ditujuan maka pengiriman data dan informasi telah berhasil dikirim. Banyak besaran fisis yang dapat dideteksi menggunakan serat optik secara optis seperti intensitas cahaya, pergeseran (posisi), tekanan, suhu, perputaran suara, regangan (strain), medan listrik, medan magnetik, radiasi, ketinggian cairan dan aliran. Secara umum aplikasi serat optik banyak dimanfaatkan berbagai bidang industri, militer, geofisika dan medis. Sensor pergeseran serat optik memiliki banyak keuntungan dalam pemanfaatannya dibanding dengan sensor konvesional yang lain (Korn, 2014; Buchade and Shaligram, 2006; Yasin, 2010) seperti : non-elektrik, non-kontak, tahan lama, dapat dikendalikan pada jarak jauh, ukuran kecil, ringan, mudah diakses, mudah diinstal, tahan terhadap interferensi gelombang radio dan elektromagnetik, ketelitian tinggi, transmisi datanya aman dan tahan terhadap radiasi ionisasi. Dalam eksperimen berbagai bidang ilmu pengetahuan sering dibutuhkan sebuah neraca yang sangat sensitif. Pada bidang kimia misalnya, untuk mengukur 3 massa sebuah serbuk zat kimia dibutuhkan sebuah neraca yang bisa mengukur massa berskala miligram. Bidang ilmu farmasi juga demikian, untuk membuat sebuah ramuan obat yang membutuhkan bahan bermacam-macam dengan massa yang relatif kecil membutuhkan neraca sebagai pengukur massa yang sangat sensitif, dan masih banyak lagi ilmu lain yang juga memerlukan neraca pengukuran massa kecil dalam pengembangan eksperimennya. Serat optik banyak digunakan sebagai sensor ataupun tranduser dalam bidang pengukuran dan pengendalian, hal ini dikarenakan adanya beberapa keunggulan yang dimiliki serat optik untuk situasi atau kondisi tertentu, dimana sensor atau tranduser lain tidak memungkinkan untuk digunakan. Misalnya pada lingkungan yang korosif dimana sensor berbahan logam sangat rentan terjadi ledakan akibat loncatan elektron seperti pada kawasan pertambangan gas alam, serat optik akan sangat aman digunakan karena melewatkan sinyal berupa cahaya yang tidak memicu ledakan yang seperti terjadi pada sinyal listrik (Miclos dan Zisu, 2001). Selain itu serat optik juga memiliki kelebihan antara lain : 1. berukuran kecil, ringan, pasif, dan aman terhadap gangguan gelombang elektromagnetik, 2. mempunyai sensitivitas yang tinggi, 3.bandwidth yang besar, dan 4. aman terhadap lingkungan dan tidak memerlukan biaya yang tinggi untuk perawatan (Spillman dan Udd, 2014). Perkembangan teknologi sekarang sebuah laser pointer biasanya dipakai untuk presentasi bisa menjadi neraca dengan menghubungkan fiber optik dan foto detektor sebagai sensor pergerserannya. Sinar laser pointer ditembakkan pada fiber optik kemudian dirambatkan hingga mengenai objek dan dipantulkan kembali ke fiber optik penerima, dari pantulan sinar ini diterima oleh foto-detektor untuk dikonversi ke sinyal listrik, sehingga keluarannya berupa tegangan luaran dari foto-detektor. Prinsip sensor pergeseran fiber optik dapat dimanfaatkan untuk membuat sebuah neraca pengukur massa kecil. Kemajuan teknologi ini sejalan dengan perkembangan peralatan-peralatan yang dulunya bekerja secara analog mulai dikembangkan dengan teknik digital, dan bahkan yang bekerja secara manual mulai banyak dikembangkan secara otomatis, seperti halnya komputer digital, kamera digital, handycam dan sebagainya. Demikian halnya untuk pembacaan pengukuran juga sudah dikembangkan teknik digital, dengan adanya jam digital, multimeter digital, termometer digital, dan lain-lainnya. Hal ini memudahkan adanya pembacaan data dan meminimalkan kesalahan pembacaan data yang disebabkan adanya human error. Berkembangnya sistem otomatisasi ini tak jauh dari bermunculannya chip kontroler yang banyak beredar di pasaran. 4 Dari beberapa penjelasan di atas bahwa fungsi serat optik sebagai transmisi cahaya yang merupakan fungsi intensitas dan sangat ditentukan pergeseran objek. Salah satu kompenen elektronik yang bekerja berdasarkan intensitas adalah LDR (light dependent resistor) biasa disebut juga sensor cahaya. Karena baik serat optik maupun LDR sama-sama berkaitan langsung dengan intensitas cahaya karena itu sangat penting untuk mengkaji keterkaitannya secara mendalam. Selain itu pula LDR ini dalam kehidupan sehari-hari mudah didapat dengan harga yang terjangkau. Berdasarkan uraian diatas peneliti merasa perlu dilakukannya kajian “Rancang bangun sensor pergeseran berbasis LDR”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang permasalahan yang diuraikan diatas, maka permasalahan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh pergeseran cermin terhadap intensitas berkas cahaya luaran serat optik penerima yang dideteksi oleh LDR dengan menggunakan laser pointer hijau sebagai sumber cahaya? 2. Bagaimanakah desain sensor pergeseran berbasis LDR menggunakan Mikrokontroler Atmega16? 3. Bagaimana kinerja sensor pergeseran keluaran berupa data digital? 1.3. Batasan Masalah Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada: 1. Penelitian ini mencakupi pada desain sensor pergeseran berbasis LDR dengan keluaran pergeseran dalam bentuk data digital. 2. Mengukur tegangan luaran LDR untuk menentukan kinerja sensor, yaitu sensitivitas, linearitas, daerah linear dan jangkauan dinamis. 5 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh pergeseran cermin terhadap intensitas berkas cahaya luaran serat optik penerima yang dideteksi oleh LDR dengan menggunakan laser pointer warna hijau sebagai sumber cahaya. 2. Membuat desain sensor pergeseran berbasis LDR menggunakan Mikrokontroler Atmega16. 3. Mengetahui kinerja sensor pergeseran berbasis LDR. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu: 1. Diperolehnya sensor pergeseran berbasis LDR. 2. Diketahui kinerja sensor pergeseran berbasis LDR menggunakan laser warna pointer hijau dan Atmega16. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pembuatan alat pengukuran massa menggunakan sensor pergeseran telah dilakukan oleh Golnabi, (2001). Rancangan dan operasi ini menggunakan sepasang serat optik dan lensa yang dilapisi cermin. Intensitas cahaya modulasi didasarkan pada gerak relatif lensa karena menambahkan massa yang direspon oleh serat optik. Intensitas yang dimodulasi akibat pemberian massa telah diukur menggunakan voltmeter digital. Hasil pengukuran massa diperoleh sensitivitas sekitar 11,5 mV/g untuk rentang dinamis 80 g. Kurva hasil percobaan antara perubahan massa yang mengakibatkan perubahan tegangan ini terdiri dua bagian yaitu slope depan yang peka terhadap massa yang kecil dan slope belakang yang peka terhadap penambahan massa yang lebih besar. Kepekaan dan hasil keseluruhan kinerja dapat ditingkatkan dengan mempertimbangkan sumber radiasi LED merah. Penggunaan daya yang tinggi pada LED dengan panjang gelombang yang sesuai dengan responsivitas tertinggi dari detektor akan sangat meningkat kepekaan sensor. Yasin et al. (2007) telah melakukan penelitian tentang sensor pergeseran fiber optik dengan sumber cahaya laser tanpa choper dan probe serat bundel jenis konsentris yang memiliki serat penerima berjumlah 16, menghasilkan tegangan keluaran fotodetektor terhadap gerakan aksial cermin datar yang diukur menggunakan voltmeter digital dan pergeseran objek dilakukan dilakukan dengan mikrometer translation stage dengan step pergeseran 50 m/step. Probe serat optik yang digunakan terdiri serat pemancar dan 16 buah serat penerima dalam susunan kosentris dengan serat pemancar di tengah yang dikelilingi 16 buah serat penerima. Dalam eksperimen ini daerah linier slope depan memiliki kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan slope belakang dan daerah slope depan sangat cocok untuk mengukur pergeseran obyek jarak dekat (close distance) sedangkan slope belakang cocok untuk pergeseran obyek jarak yang jauh (long distance). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Yasin et al. (2009) adalah sensor pergeseran serat optik dengan sumber cahaya laser He-Ne merah (633 nm) tanpa choper dan probe serat bundel jenis pasangan, konsentris dengan jumlah serat penerima 9 dan konsentris dengan jumlah serat penerima 16 diperoleh tegangan keluaran foto-detektor maksimum berturutturut 64,3mV pada jarak 1750 m dan 101,1mV pada jarak 750 m dan 134,7mV pada jarak 850 m. Sensor pergeseran optik dengan sumber cahaya laser warna hijau (543nm) tanpa 6 7 choper dan probe serat bundel jenis pasanagan, jenis konsentris dengan serat penerima berjumlah 9 dan jenis konsentris dengan serat penerima 16 menghasilkan tegangan luaran maksimum 61,8mV pada jarak 1800 m, 92,4mV pada jarak 750 m, dan 128,3mV pada jarak 750 m. Perbandingan kinerja antara sensor pergeseran serat optik antara sumber cahaya laser merah dan hijau dengan probe fiber optik jenis konsentris dengan serat penerima 16 menunjukan bahwa sensor lebih peka menggunakan laser He-Ne merah dibandingkan dengan laser hijau, hal ini disebabkan karena respon panjang gelombang detektor silikon lebih peka terhadap warna merah dibanding warna hijau serta kualitas berkas cahaya laser merah yang lebih baik. Simamora, (2009) telah merancang sebuah neraca sederhana dengan sensor pergeseran berbasis serat optik yang didasarkan pada pengamatan perubahan daya intensitas cahaya yang diakibatkan oleh pergeseran obyek terhadap probe serat optik. Hasil eksperimen tersebut menghasilkan tegangan luaran yang bersifat linier terhadap perubahan massa, dan juga memiliki kepekaan yang sangat tinggi. Purwantiningsih, (2010) telah melakukan penelitian neraca berbasisi sensor pergeseran fiber optik menggunakan laser warna hijau. Hasilnya neraca dengan sistem sensor pergeseran fiber optik kosentris dengan menggunakan sumber cahaya laser pointer memiliki kepekaan maksimum 0,0327 mV/mg dan jangkauan dinamis 300mg. Utomo, (2014) telah melakukan penelitian perancangan instrumentasi pengukuran panjang dan berat badan bayi berbasis atmega16. Alat yang dihasilkan memiliki tingkat ketelitian baik jika dibandingkan dengan pengukuran analog, terutama bila dibandingkan dengan meteran badan dan timbangan badan analog. BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Laser Laser merupakan singkata dari Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation yang berarti penguatan cahaya dengan emisi radiasi terstimulasi. Cahaya yang dihasilkan memiliki sifat yaitu kesearahan, intensitas yang tinggi, tingkat koherensinya yang tinggi, dan monokromatis, hal ini berbeda dengan sumber cahaya lain (Laud, 1988).Teori dasar stimulasi secara teoritis dikemukakan oleh Albert Einitein pada tahun 1917 dan baru dapat dibuktikan secara eksperimental oleh Theodore Maiman pada tahun 1960 dengan terwujudnya laser dalam kristal Ruby. Ia mempostulatkan pancar imbas pada peristiwa radiasi agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas yang sedang menyerap dan memancarkan radiasi. Menurut dia ada 3 proses yang terlibat dalam kesetimbangan itu, yaitu : serapan, emisi spontan (disebut flourensensi) dan emisi terstimulasi (lasing atau memancarkan laser). Proses yang terakhir biasanya diabaikan terhadap yang lain karena pada keadaan normal serapan dan pancaran spontan sangat dominan (Yudoyono dan Endarko, 2007). Suatu sistem tingkat energi yang terkait dengan sistem atom ditinjau dua tingkat misalnya 1 dan 2, jika atom diketahui berada status 2 pada t = 0, maka terdapat kemungkinan tertentu per satuan waktu melakukan transisi ke status 1, sambil memancarkan foton dengan energi hv = E2 – E1, dengan h adalah konstanta Plank dengan besar 6,626 x 10-34 Js. Proses ini terjadi tanpa pengaruh medan luar sehingga disebut emisi spontan. Sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan tingkat energi yang lebih tinggi dengan cara menembakan elektron atau foton. Setelah beberapa saat berada pada tingkat tereksitasi ia secara acak akan segera kembali ke tingkat energi yang lebih rendah, dan tidak harus ke keadaan dasar semula. Proses acak ini dikenal flouresensi terjadi dalam selang waktu rerata yang disebut umur rerata, lamanya tergantung pada keadaan dan jenis atom tersebut. Kebalikan dari umur ini dapat dipakai sebagai ukuran kebolehjadian atom tersebut tereksitasi sambil memancarkan foton yang energinya sama dengan selisih tingkat energi asal dan tujuan. Foton ini dapat saja diserap kembali oleh atom yang lain sehingga mengalami eksitasi, tetapi dapat pula lolos keluar sistem sebagai cahaya. Sebetulnya atom-atom tereksitasi tidak menunggu terlalu lama untuk memancarkan secara spontan, asalkan terdapat foton yang menstimulasinya. Syaratnya foton ini harus memiliki energi yang sama dengan selisih tingkat energi asal dan tujuan (Gambar 3.1). Tinjauan dua tingkat energi dalam sebuah 8 9 atom E1 dan E2, dengan E1< E2. Cacah atom yang berada di masing-masing tingkat energi adalah N1 dan N2. Untuk menggambarkan distribusi energi pada atom-atom itu dalam kesetimbangan termal berlaku statistik Maxwell– Boltzman: ( ) (3.1) Gambar 3.1 Tiga proses dasar yang terjadi antara dua keadaan energi dari sebuah atom : (a) serapan, (b) radiasi spontan dan (c) radiasi terangsang (Agrawal, 2002) Laser bisa lasing hanya jika N2 > N1 yang tentu saja tidak alamiah, keadaan terbalik seperti ini disebut inversi populasi. Cara-cara untuk mencapai keadaan inversi populasi antara lain adalah pemompaan optis dan pemompaan elektris. Pemompaan optis adalah penembakan foton, sedangkan pemompaan elektris adalah penembakan elektron melalui pelucutan listrik. Untuk menuju keadaan inversi populasi pemompaan ini harus melakukan pemindahan atom ke tingkat eksitasi dengan laju yang lebih cepat dibandingkan dengan laju pancaran spontannya. Hal ini dapat dilakukan jika dipergunakan medium laser yang atom-atomnya memiliki tingkat energi metastabil. Sebuah metastabil membutuhkan waktu yang relatif lama sebelum tereksitasi dibandingkan umurnya di tingkat eksitasinya yang lain. Dengan demikian pada saat pemompaan terus berlangsung, terjadilah kemacetan lalulintas di tingkat metastabil ini, populasinya akan lebih padat dibandingkan dengan populasi tingkat energi dibawanya. Populasi tingkat energi dasar kini sudah terlampaui populasi tingkat metastabilnya. Bila suatu saat secara spontan dipancarkan satu foton saja yang berenergi sama dengan selisih energi antara tingkat metastabil dengan tingkat dasar, ia akan memicu dan mengajak atomatom lain di tingkat metastabil untuk kembali ke tingkat dasar. Akibatnya atom-atom itu melepaskan foton-foton yang energi fasenya persis sama dengan foton yang mengajaknya tadi, hal inilah menyebabkan terjadinya laser. 10 3.2. Konsep Dasar Serat Optik 3.4.1 Serat Optik Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Cahaya yang ada dalam serat optik sulit keluar karena indeks bias kaca lebih besar dari pada indeks bias udara. Sumber cahaya yang digunakan adalah laser, karena laser mempunyai spektrum yang sangat sempit. Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan sebagai saluran komunikasi. Serat optik umumnya digunakan dalam sistem telekomunikasi serta dalam pencahayaan, sensor, dan optik pencitraan. Serat optik terdiri dari dua bagian yaitu, bagian cladding dan core (Gambar 3.2). Cladding adalah selubung dari core, sehingga akan memantulkan kembali cahaya yang mengarah keluar dari core kembali kedalam core lagi. Efesiensi dari serat optik ditentukan oleh kemurnian dari bahan penyusun gelas. Semakin murni bahan gelas, semakin sedikit cahaya yang diserap oleh serat optik. Gambar 3.2 Bentuk penampang dan lintasan cahaya dalam serat optik (The’venaz, 2011) Berdasarkan mode yang dirambat, fiber optik dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Single mode: serat optik dengan core yang sangat kecil, diameter mendekati panjang gelombang sehingga cahaya yang masuk ke dalamnya tidak terpantul-pantul ke dinding cladding (Gambar 3.3). core Gambar 3.3 Serat optik single mode cladding 11 b. Multi mode: serat optik dengan diameter core yang agak besar yang membuat laser di dalamnya terpantul-pantul di dinding cladding yang dapat menyebabkan berkurangnya bandwith dari serat optik jenis ini (Gambar 3.4). Gambar 3.4 Serat optik multi mode Berdasarkan index bias core, fiber optik dikelompokkan menjadi dua yaitu: a. Step index: pada serat optik step index, core memiliki indeks bias homogen. b. Graded index: indeks bias core semakin mendekati ke arah cladding semakin kecil. Jadi pada graded index, pusat core memiliki indeks bias yang paling besar. Serat graded index memungkinkan untuk membawa bandwith yang lebih besar, karena pelebaran pulsa yang terjadi dapat diminimalkan. Reliabilitas serat optik dapat ditentukan dengan satuan BER (Bit Error Rate). Salah satu ujung serat optik dapat diberi masukan data tertentu dan ujung yang lain mengolah data itu. Dengan intensitas laser yang rendah dan dengan panjang serat mencapai beberapa kilometer, maka akan menghasilkan kesalahan. Jumlah kesalahan persatuan waktu tersebut dinamakan BER. Dengan diketahuinya BER maka jumlah kesalahan pada serat optik yang sama dengan jarak berbeda dapat diperkirakan besar. 3.4.2 Gelombang Cahaya Transmisi data atau informasi melalui cahaya akan merambat melalui kabel fiber optik sejauh kekuatan cahaya tersebut ditembakan dari asalnya. Prinsip pemantulan dan pembiasan inilah yang dipakai dalam menghantarkan cahaya ke tujuan dengan menggunakan fiber optik. Cahaya dalam vakum memiliki kecepatan sebesar 299.792.458 m/s atau sebesar 3.108m/s. Ketika cahaya merambat melewati dua medium dengan kerapatan atau indeks bias berbeda akan terjadi pembiasan. Pembiasan cahaya adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. 12 Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam yaitu pertama, cahaya dibiaskan mendekat garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat, contohnya cahaya merambat dari udara ke dalam air. Kedua, menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium lebih rapat ke medium yang kurang rapat, contohnya cahaya merambat dari dalam air ke udara. Syarat-syarat terjadinya pembiasan yaitu pertama, cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Kedua, cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas (sudut datang lebih kecil dari 900). Pembiasan cahaya dapat terjadi dikarenakan perbedaan laju cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium lebih rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat. Menurut Christian Huygens pada tahun 1629 – 1695: “Perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat disebut indeks bias”. Secara matematis dirumuskan: (3.2) dengan = indeks bias, c = laju cahaya dalam ruang hampa (3 x 108m/s) dan dalam zat. Indeks bias tidak pernah lebih kecil dari 1 (artinya = laju cahaya 1). Menurut hukum Snellius yaitu: “Bila berkas cahaya dari medium yang lebih rapat ke medium kurang rapat maka cahaya tersebut akan dibiaskan menjauhi garis normal”. Secara matematis dirumuskan : = = (3.3) = = arcsin( ) n1 n2 n1 n2 (3.4) n1 n2 2 n2 n1 1 C 1 r Gambar 3.5 Tiga bentuk perambatan cahaya (Purwatiningsih, 2010) 13 dengan bias, = indeks bias medium 1, = sudut kritis, = indeks bias medium 2, = sudat datang, = sudut = sudut pantul. Sudut datang yang menyebabkan sinar bias berimpit dengan dengan bidang batas kedua medium disebut sudut kritis. Jika sudut kritis lebih kecil dari sudut datang maka akan terjadi pemantulan internal total Gambar 3.5. Persyaratanya agar cahaya dapat merambat di dalam serat optik adalah indeks bias inti harus lebih besar dari pada indeks bias cladding dan sudut datang sinar harus lebih besar dari pada sudut kritis. Dalam perambatan cahaya di dalam serat optik semua cahaya yang datang mengalami pemantulan total. Prinsip perambatan cahaya dalam serat optik, terdapat tiga kemungkinan yaitu: sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami gangguan, sinar mengalami refleksi karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis sehingga akan merambat sepanjang serat melalui pantulan-pantulan dan terakhir sinar akan mengalami refraksi dan tidak akan dirambatkan sepanjang serat karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis Gambar 3.6. Numerical Apperature (NA) adalah suatu ukuran atau besaran sudut yang dibentuk dari berkas cahaya yang dipancarkan oleh sumber optik ke serat optik sehingga cahaya tersebut merambat tanpa mengalami gangguan yaitu: √ dengan : = indeks bias core dan (3.5) = indeks bias cladding. nCladd nCore Cladding Core light Gambar 3.6 Lintasan cahaya dalam serat optik Cahaya dapat merambat dalam serat optik melalui sejumlah lintasan yang berbeda-beda yang disebut mode dari suatu serat optik. Jumlah mode yang ada dalam suatu serat optik ditentukan oleh ukuran diameter core, besarnya sudut datang dan indeks bias. Serat optik yang memiliki lebih dari satu mode disebut serat optik multimode, sedangkan serat optik yang memiliki satu mode disebut serat single mode yang memiliki core lebih kecil Gambar 3.7. 14 Gambar 3.7 Lintasan cahaya dalam serat optik :(a) step index multimode,(b) graded index multimode, (c) step index single mode (Thyagarajan dan Ghatak, 2007) 3.3. Prinsip Kerja Sensor Pergeseran Serat Optik Pembuatan sensor ini merupakan salah satu aplikasi dari serat optik yaitu sebagai komponen sensor pergeseran suatu obyek. Obyek yang dipakai adalah obyek yang berupa bidang datar (cermin datar) dan dapat memantulkan berkas cahaya, sedangkan serat optik yang dipakai adalah serat optik jenis step-index multimode. Cara kerja sensor serat bundel pasangan adalah berkas sumber cahaya akan ditransmisikan di sepanjang teras serat pemancar ke permukaan sasaran. Cahaya ini kemudian dipantulkan oleh sasaran dan masuk ke teras serat penerima, yang kemudian dideteksi oleh LDR (light dependent resistor). Dengan membandingkan intensitas cahaya terpantul yang diukur oleh LDR dengan sumber cahaya yang telah diketahui intensitasnya, pergeseran permukaan sasaran dari ujung probe serat optik pasangan akan dapat ditentukan. Analisis karateristik pergeseran serat optik bundel dengan susunan berbentuk pasangan (pair) secara teoritis, susunan ujung bundel serat di depan cermin dimodelkan sebagai susunan 2 serat optik sejajar yang saling bebas dan diasumsikan tidak ada ruang kosong diantara serat optik tersebut. Kedua serat optik pemancar dan penerima diangap mempunyai bentuk panampang lingkaran sempurna dengan jari-jari , Gambar 3.8. 15 wa Transmitting bundle 2wa wa Receiving bundle Front view Side view Gambar 3.8 Tampak depan dan samping ujung serat optik bundel pemancar dan penerima (Yasin, 2010) Pantulan berkas cahaya dari permukaan sasaran dapat dijelaskan atas konsep geometri perambatan cahaya, Gambar 3.9 . Berkas cahaya meninggalkan serat pemancar diwakili oleh kerucut simetris dengan setengah sudut sebaran dan pusat di titik O pada jarak Za di dalam serat bundel. z Serat penerima bayangan h Q’ M y a h Q Za O Serat pemancar Serat penerima Gambar 3.9 Berkas kerucut cahaya yang keluar dari serat optik pemancar fiber optik pasangan. (Yasin, 2010) 16 Untuk menganalisa banyak cahaya yang terkumpulkan di serat penerima maka kerucut di depan cermin diperluas. Sumbu kerucut yang mulai dipancarkan dari titik O dan diperluas di depan cermin M adalah sumbu z. Koordinat titik pusat pada serat penerima ditandai dengan Q’, yang dapat ditulis: { (3.6) Pendekatan berkas Gaussian dalam model ini digunakan untuk menentukan profil tegangan luaran sensor yang bergantung pada daya optis pada teras serat penerima. Pendekatan ini menggambarkan bahwa berkas cahaya yang meninggalkan serat bundel diangap sebagai berkas sejajar sumbu (paraxial) dengan profil Gaussian. Berkas cahaya yang dipancarkan akan berkurang secara eksponensial diseluruh tampang lintang berkas radial menurut persamaan 3.7 (Saleh dan Teich, 1991; Yasin, 2007): ( ) ( ( ) ( ) ) (3.7) Dengan PE adalah daya luaran serat pemancar, r dan z berturut-turut adalah koordinat radial dan longitudinal, ( ) √ koordinat z. Hubungan konstanta ( ) adalah jari-jari berkas cahaya di sepanjang (waist radius) dan ZR jarak Rayleigh: = (3.8) Di daerah medan jauh (Z >> ZR) kerucut di karateristikan oleh sebuah sudut yang dinyatakan: ( ) (3.9) Intensitas cahaya dapat disederhanakan menjadi: ( ) ( ) (3.10) Daya optis yang diterima oleh serat penerima dapat dihitung dengan mengintegralkan I(r,z) di seluruh luas penampang ujung serat penerima yaitu: ( ) ∫ ( ) (3.11) Berkas I(r,z) saat melewati permukaan penerima diangap konstan dengan luas dan besarnya sebanding dengan pusat serat penerima di titik Q’ dan r = 2wa 2 aza. 17 Sehingga daya optis ternormalisasi di serat penerima dapat dinyatakan oleh persamaan matematis sebagai berikut: ( Dimana diperoleh ) (3.12) . Daya mencapai makmsimum jika √ (hN = 0,9142) maka Pmaks = . Bentuk normalisasinya adalah PN = P/Pmaks dan dapat dituliskan bentuk normalisasinya sebagai berikut: ( ) (3.13) Kepekaan sensor pergeseran ini dapat dihitung dengan mendiferensialkan PN terhadap hN. (3.14) ( ) ( ) (3.15) Daya keluaran pada probe serat optik berbentuk kosentris dapat diturunkan dengan cara yang sama seperti pada probe serat optik berbentuk pasangan diatas. Serat optik kosentris terdiri dari satu buah serat pemancar yang berada dipusat dan dikelilingi 16 serat penerima, Gambar 3.10. Diameter untuk serat optik pemancar adalah 1mm, sedangkan serat optik penerima 0,25mm. 18 z wb wa Receiving fiber (bayangan) w Bidang 3 Q’ Q’ h M y a Q h Bidang 2 Q za Bidang 1 Transmiting fiber O Gambar 3.10 Kerucut cahaya yang keluar dari serat pemancar. Kerucut diperpanjang melewati cermin dan posisi bayangan serat penerima di titik Q dan Q’. (Yasin, 2009) z = za + 2h (3.16) dengan wa = 4wb dan h adalah jarak pergeseran objek pada mikro meter. dapat dimasukan pada persamaan daya adalah : , Nilai-nilai yang , diperoleh : ( Dengan ) (3.17) 1 + 2hN , selanjutnya kepekaan (sensitivity) sensor dapat diperoleh dengan mendefenisikan PN terhadap hN yaitu : ( ) ( ) (3.18) 19 3.4. Mikrokontroler ATmega16 Mikrokontroler adalah sebuah chip yang berfungsi sebagai pengontrol rangkaian elektronik dan umumnya dapat menyimpan program di dalamnya dan sebuah sistem komputer lengkap dalam satu serpih (chip). Mikrokontroler lebih dari sekedar sebuah mikroprosesor karena sudah terdapat atau berisikan ROM (Read-Only Memory), RAM (Read-Write Memory), beberapa port masukan maupun keluaran, dan beberapa peripheral seperti pencacah/pewaktu, ADC (Analog to Digital converter), DAC (Digital to Analog converter) dan serial komunikasi. Salah satu mikrokontroler yang banyak digunakan saat ini yaitu mikrokontroler AVR. AVR adalah mikrokontroler RISC (Reduce Instuction Set Compute) 8 bit berdasarkan arsitektur Harvard. Secara umum mikrokontroler AVR dapat dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keluarga AT90Sxx, ATmega dan ATtiny. Pada dasarnya yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan fiturnya seperti mikroprosesor pada umumnya, secara internal mikrokontroler ATMega16 terdiri atas unit-unit fungsionalnya Arithmetic and Logical Unit (ALU), himpunan register kerja, register dan dekoder instruksi, dan pewaktu beserta komponen kendali lainnya. Berbeda dengan mikroprosesor, mikrokontroler menyediakan memori dalam serpih yang sama dengen prosesornya (in chip). 3.6.1 Arsitektur ATmega16 Mikrokontroler ini menggunakan arsitektur Harvard yang memisahkan memori program dari memori data, baik bus alamat maupun bus data, sehingga pengaksesan program dan data dapat dilakukan secara bersamaan (concurrent). Secara garis besar mikrokontroler ATmega16 terdiri dari: 1. Arsitektur RISC dengan throughput mencapai 16 MIPS pada frekuensi 16Mhz. 2. Memiliki kapasitas Flash memori 16Kbyte, EEPROM 512 Byte, dan SRAM 1Kbyte 3. Saluran I/O 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D. 4. CPU yang terdiri dari 32 buah register. 5. User interupsi internal dan eksternal. 6. Port antarmuka SPI dan Port USART sebagai komunikasi serial. 7. Fitur Peripheral Dua buah 8-bit timer/counter dengan prescaler terpisah dan mode compare 20 Satu buah 16-bit timer/counter dengan prescaler terpisah, mode compare, dan mode capture Real time counter dengan osilator tersendiri Empat kanal PWM dan Antarmuka komparator analog 8 kanal, 10 bit ADC Byte-oriented Two-wire Serial Interface Watchdog timer dengan osilator internal 3.6.2 Konfigurasi Pena (Pin) ATmega16 Konfigurasi pena (pin) mikrokontroler ATmega16 dengan kemasan 40-pena (pin) dapat dilihat pada Gambar 3.11. Dari gambar tersebut dapat terlihat ATMega16 memiliki 8 pena untuk masing-masing Port A, Port B, Port C, dan Port D. Gambar 3.11 Pin – pin ATmega16 (Anonim, 2010) 21 3.6.3 Port Sebagai Input/Output Digital ATmega16 mempunyai empat buah port yang bernama PortA, PortB, PortC, dan PortD. Keempat port tersebut merupakan jalur bidirectional dengan pilihan internal pull-up. Tiap port mempunyai tiga buah register bit, yaitu DDxn, PORTxn, dan PINxn. Huruf ‘x’mewakili nama huruf dari port sedangkan huruf ‘n’ mewakili nomor bit. Bit DDxn terdapat pada I/O address DDRx, bit PORTxn terdapat pada I/O address PORTx, dan bit PINxn terdapat pada I/O address PINx. Bit DDxn dalam register DDRx (Data Direction Register) menentukan arah pin. Bila DDxn diset 1 maka Px berfungsi sebagai pin output. Bila DDxn diset 0 maka Px berfungsi sebagai pin input.Bila PORTxn diset 1 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin input, maka resistor pull-up akan diaktifkan. Untuk mematikan resistor pull-up, PORTxn harus diset 0 atau pin dikonfigurasi sebagai pin output. Pin port adalah tri-state setelah kondisi reset. Bila PORTxn diset 1 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin output maka pin port akan berlogika 1. Dan bila PORTxn diset 0 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin output maka pin port akan berlogika 0. Saat mengubah kondisi port dari kondisi tri-state (DDxn=0, PORTxn=0) ke kondisi output high (DDxn=1, PORTxn=1) maka harus ada kondisi peralihan apakah itu kondisi pull-up enabled (DDxn=0, PORTxn=1) atau kondisi output low (DDxn=1, PORTxn=0). Biasanya, kondisi pull-up enabled dapat diterima sepenuhnya, selama lingkungan impedansi tinggi tidak memperhatikan perbedaan antara sebuah strong high driver dengan sebuah pull-up. Jika ini bukan suatu masalah, maka bit PUD pada register SFIOR dapat diset 1 untuk mematikan semua pull-up dalam semua port. Peralihan dari kondisi input dengan pull-up ke kondisi output low juga menimbulkan masalah yang sama. Kita harus menggunakan kondisi tri-state (DDxn=0, PORTxn=0) atau kondisi output high (DDxn=1, PORTxn=0) sebagai kondisi transisi. Tabel 3.1 Konfigurasi pin port 22 Timer Timer/counter adalah fasilitas dari ATmega16 yang digunakan untuk perhitungan pewaktuan. beberapa fasilitas chanel dari timer counter antara lain: counter channel tunggal, pengosongan data timersesuai dengan data pembanding, bebas -glitch, tahap yang tepat Pulse Width Modulation (PWM), pembangkit frekuensi, event counter external. 3.6.4 ADC (Analog To Digital Converter) AVR ATMega16 merupakan tipe AVR yang telah dilengkapi dengan 8 saluran ADC internal dengan resolusi 10 bit. Dalam mode operasinya, ADC dapat dikonfigurasi, baik single ended input maupun differential input. Selain itu, ADC ATMega16 memiliki konfigurasi pewaktuan, tegangan referensi, mode operasi, dan kemampuan filter derau (noise) yang amat fleksibel sehingga dapat dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan dari ADC itu sendiri. ADC pada ATMega16 memiliki fitur-fitur antara lain: Resolusi mencapai 10-bit Akurasi mencapai ± 2 LSB Waktu konversi 13-260µs 8 saluran ADC dapat digunakan secara bergantian Jangkauan tegangan input ADC bernilai dari 0 hingga VCC Disediakan 2,56V tegangan referensi internal ADC Mode konversi kontinyu atau mode konversi tunggal Interupsi ADC complete Sleep Mode Noise canceler Proses inisialisasi ADC meliputi proses penentuan clock, tegangan referensi, formal data keluaran, dan modus pembacaan. Register-register yang perlu diatur adalah sebagai berikut: 23 ADC Control and Status Register A – ADCSRA Gambar 3.12 ADC control and status register A - SFIOR (Anonim, 2010) ADEN : 1 = adc enable, 0 = adc disable ADCS : 1 = mulai konversi, 0 = konversi belum terjadi ADATE : 1 = auto trigger diaktifkan, trigger berasal dari sinyal yang dipilih (set pada trigger SFIOR bit ADTS). ADC akan start konversi pada edge positif sinyal trigger. ADIF : diset ke 1, jika konversi ADC selesai dan data register ter-update. Namun ADC Conversion Complete Interrupt dieksekusi jika bit ADIE dan bit-I dalam register SREG diset. ADIE : diset 1, jika bit-I dalam register SREG di-set. ADPS[0..2] : Bit pengatur clock ADC, faktor pembagi 0 … 7 = 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128. Tabel 3.2 Konfigurasi Clock ADC ADC Multiplexer-ADMUX 24 Gambar 3.13 ADC Multiplexer-ADMUX (Anonim, 2010) REFS 0, 1 : Pemilihan tegangan referensi ADC 00 : Vref = Aref 01 : vref = AVCC dengan eksternal capasitor pada AREF 10 : vref = internal 2.56 volt dengan eksternal kapasitor pada AREF ADLAR : Untuk setting format data hasil konversi ADC, default = 0. Special Function IO Register-SFIOR SFIOR merupakan register 8 bit pengatur sumber picu konversi ADC, apakah dari picu eksternal atau dari picu internal, susunannya seperti yang terlihat pada gambar berikut: Gambar 3.14 Special function IO register SFIOR (Anonim, 2010) ADTS[0...2] : Pemilihan trigger (pengatur picu) untuk konversi ADC, akan berfungsi jika bit ADATE pada register ADCSRA bernilai 1. Konfi ADTS[0...2] dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 3.3 Pemilihan sumber picu ADC (www.atmel.com/literature) ADHSM : 1. ADC high speed mode enable. ACME, PUD, PSR2 dan PSR10 tidak diaktifkan. 3.5. LDR 25 LDR(Light Dependent Resistor) adalah jenis resistor yang nilai hambatan atau nilai resistansinya tergantung pada intensitas cahaya yang diterimanya. Nilai hambatan LDR akan menurun pada saat cahaya terang dan nilai hambatannya akan menjadi tinggi jika dalam kondisi gelap. Dengan kata lain, fungsi LDR adalah untuk menghantarkan arus listrik jika menerima sejumlah intensitas cahaya (kondisi terang) dan menghambat arus listrik dalam kondisi gelap. Biasanya komponen LDR dibuat berdasarkan kenyataan bahwa film kadmium sulfida mempunyai tahanan/hambatan yang besar kalau tidak terkena sinar dan tahanannya menurun kalau permukaan film itu terkena sinar, Gambar 3.15. (Woollard, 2006) Naik turunnya nilai hambatan akan sebanding dengan jumlah cahaya yang diterimanya. Pada umumnya, nilai hambatan LDR akan mencapai 200 kilo Ohm (kΩ) pada kondisi gelap dan menurun menjadi 500 Ohm (Ω) pada Kondisi Cahaya Terang. LDR yang merupakan komponen elektronika yang peka cahaya ini sering digunakan atau diaplikasikan dalam rangkaian elektronika sebagai sensor pada lampu penerang jalan, lampu kamar tidur, rangkaian anti maling, shutter kamera, alarm dan lain sebagainya. hv i Gambar 3.15 Bentuk dan simbol LDR Alat ukur yang digunakan untuk mengukur nilai hambatan LDR adalah multimeter dengan fungsi pengukuran Ohm (Ω). Agar pengukuran LDR akurat, kita perlu membuat 2 kondisi pencahayaan yaitu pengukuran pada saat kondisi gelap dan kondisi terang. Dengan demikian kita dapat mengetahui apakah komponen LDR tersebut masih dapat berfungsi dengan baik atau tidak. Hasil pengukuran akan berubah tergantung pada tingkat intesitas cahaya yang diterima oleh LDR itu sendiri. Satuan terang cahaya atau Iluminasi (Illumination) adalah lux. Sebutan lain untuk LDR adalah photo resistor, photo conduction ataupun photocell. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Rancangan sistem Pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu setup dan perancangan alat kemudian dilakukan karakterisasi sensor cahaya (LDR) yang akan digunakan. Tahap berikutnya adalah perancangan dan pembuatan rangkaian sistem sensor pergeseran yang akan dihubungkan dengan rangkaian mikrokontroler atmega16. Setelah rangkaian sistem pengambilan data siap digunakan, maka tahap selanjutnya adalah pembuatan program yaitu pemograman pada mikrokontroler untuk digitalisasi data yang ditampilkan pada LCD, terakhir pengolahan data. 4.2. Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut : a. Sumber cahaya laser Sumber cahaya laser yang digunakan green pointer laser ( nm). Foto sumber cahaya green pointer laser Gambar 4.1. Spesifikasi sumber cahaya green pointer laser memiliki beam divergence 1,7 mrad, beam diameter 1,1 mm dan output voltage 1,6mV. Gambar 4.1 Foto sumber cahaya green pointer laser 26 27 b. Serat optik/Fiber optik Jenis probe serat optik bundel plastik multimode step-index yang digunakan adalah probe serat optik dengan ujung bundel yang tersusun pasangan. Susunan pasangan serat pemancar dan penerima tersusun bersebelahan dan sejajar. Semua jenis probe serat optik plastik bundel yang digunakan adalah buatan Autonics. Corp. Seoul-Korea. Spesifikasi pada Tabel 4.1 dan gambar probe serat optik bundel Gambar 4.2. Tabel 4.1 Jenis probe serat optik bundel plastik multimode step-index yang digunakan dalam eksperimen Jenis probe Pasangan Jumlah serat Diameter serat Diameter serat Susunan serat dalam penerima pemancar penerima bundel 1 1.00mm 1.00mm Pasangan/pair Gambar 4.2 Foto serat optik bundel 28 c. Cermin Datar Objek yang digunakan dalam eksperimen ini adalah cermin datar yang bekerja pada daerah cahaya tampak (visible mirror). d. Mikrometer Sekrup Mikrometer sekrup digunakan untuk mengerak objek (cermin datar). Ketelitian mikrometer 0,1mm. Foto mikrometer yang dipakai dalam eksperimen ini Gambar 4.3 Penjepit serat optik Serat optik Mikrometer sekrup Cermin datar Gambar 4.3 Foto mikrometer sekrup, serat optik, cermin datar, penjepit serat optik e. LDR LDR sensor cahaya yang perubahan resistansinya tergantung intensitas cahaya. Dalam eksperimen ini perubahan resitansi LDR akibat perubahan intensitas menjadi masukan dan luaran dalam bentuk tegangan Gambar 4.4 Gambar 4.4 foto LDR 29 f. Multimeter Multi meter yang digunakan adalah Heles multimeter digital UX 35 TR dengan spesifikasi seperti tabel 4.2. dan gambar 4.5. Multimeter digunakan untuk mengukur tegangan luaran LDR. Tabel 4.2 Spesifikasi Heles multimeter digital UX 35 TR Accuracy (1YR) 18 to 280C No Range 1 DC Voltage Maximum allowable input 1000V DC Normal mode rejection ratio greater than 46dB at 50Hz 60Hz (1k unbalance) 200mV 2000mV 20V 200V 1000V 2 ±0,25% of rdg ± 2D ±0,5% of rdg ± 2D ±0,5% of rdg ± 2D ±0,5% of rdg ± 2D ±0,5% of rdg ± 2D 100 µA 1 µA 10 µA 100 µA 10mA ±1% of rdg ± 2D ±1% of rdg ± 2D ±1% of rdg ± 2D ±1% of rdg ± 2D ±1% of rdg ± 2D AC Voltage Frequency range 45Hz – 450Hz Maximum allowable input : 750 V rms 200V 750V 4 100µV 1V 10mV 100mV 10V DC Current Maximum Full scale voltage drop 0,25V Overload protection : mA input, 2A 250V Fuse 200µA 2000µA 20mA 200mA 10A 3 Resolution 100mV 1V ±1,2% of rdg ± 10D ±1,2% of rdg ± 10D Resistance Maximu open circuit voltage : 2,8V 200Ω 2000 Ω 20K 200K 2000K 100m ohm 1 ohm 10 ohm 100 ohm 1 K ohm ±0,8% of rdg ± 2D ±0,8% of rdg ± 2D ±0,8% of rdg ± 2D ±0,8% of rdg ± 2D ±1% of rdg ± 2D 30 Gambar 4.5 Foto Heles multimeter digital UX 35 TR g. Atmega16 Atmega16 adalah suatu mikrokontroler digunakan untuk mengubah sinyal analog menjadi digital. Sistem minimum atmega16 berfungsi sebagai pengendali utama untuk mengendalikan system secara keseluruhan. Ketika perubahan resistansi berdasarkan posisinya, maka masukan input dari ADC internal yang di miliki atmega16 juga berubah yang menyebabkan perubahan nilai pergeseran yang ditampilkan LCD. Tampak fisik atmega16 yang digunakan dalam penelitian ini Gambar 4.6 Atmega16 LCD Gambar 4.6 Foto LCD dan Atmega16 31 h. LCD (Liquid Crystal Display) LCD merupakan salah satu perangkat penampilan yang sekarang banyak digunakan. LCD memanfaatkan silikon atau gelium dalam bentuk kristal cair sebagai pemendar cahaya. Pada layar LCD, setiap matriknya adalah susunan dua dimensi piksel yang dibagi dalam baris dan kolom. Keunggulan LCD adalah hanya menarik arus kecil (beberapa mikro ampere), sehingga alat atau sistem menjadi portable karena dapat menggunakan catu daya yang kecil (Setiawan, 2011). LCD yang digunakan adalah LCD dengan contents : 1 x 16x2 alphanumeric display dan 1 x data booklet Gambar 4.6. i. Komponen pendukung lainnya Komponen pendukung lain agar penelitian berjalan dengan lancar adalah kabel listrik, resistor dan laptop toshiba untuk menganalisa data dan menyimpan data yang diperoleh. 4.3. Proses Pelaksanaan Penelitian Proses penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan seperti pada Gambar 4.7 yaitu : 1. Membuat rancangan alat seperti Gambar 4.8 dengan beberapa kompenen pokok yaitu : laser pointer warna hijau sebagai sumber cahaya. Serat optik sebagai media perambatan cahaya dari laser dan dipancarkan pada cermin datar dan oleh cermin datar dipantulkan ke serat optik penerima yang diteruskan ke LDR. Mikrometer sekrup untuk mengerakan sekaligus mengukur jarak setiap pergeseran cermin. Cermin datar berfungsi untuk menghalang sinar yang dipancarkan oleh serat optik pemancar lalu dipantulkan ke serat optik penerima. LDR berfungsi untuk mendeteksi perubahan intensitas cahaya dari serat optik penerima. Mikrokontroler Atmega16 berfungsi mengkonversi sinyal – sinyal analog dari LDR menjadi sinyal digital sehingga tampilannya berupa data – data digital. 2. Membuat sensor pergeseran dengan merangkai komponen – komponen sesuai dengan Gambar 4.8. Pada tahap ini setiap kompenen dirangkai berdasarkan fungsinya masing – masing sehingga bisa menghasilkan sensor pergeseran yang sesuai dengan tujuan penelitian. 3. Karakterisasi sensor cahaya (LDR) yaitu dengan melakukan pengukuran resistansi LDR dengan multimeter digital pada saat cahaya terang dan saat gelap. Selanjutnya menentukan kinerja LDR berdasarkan perubahan tegangan luarannya akibat perubahan intensitas dari serat penerima. 32 4. Pemograman mikrontroler yang bertujuan untuk mengubah sinyal – sinyal analog luaran LDR dikonversi menjadi sinyal – sinyal digital sehingga menghasilkan tampilan pada LCD berupa nilai pergeseran. 5. Setelah sensor pergeseran berbasis LDR selesai dibuat dan pemograman mikrokontroler bisa diaktifkan dengan baik maka tahap selanjutnya adalah pengambilan data. Data – data berupa tegangan luaran LDR, nilai pergeseran yang terukur pada mikrometer sekrup dan pergeseran teramati yang tampil pada LCD. 6. Data – data yang diperoleh dan diolah dengan menggunakan microsoft office excel 2007 lalu dianalisa dengan menginterpretasi grafik yang ditampilkan pada microsoft office excel 2007. Mulai Membuat rancangan sensor pergeseran berbasis LDR Pembuatan sensor pergeseran sesuai dengan rancangan yang telah dibuat Karakterisasi sensor cahaya (LDR) Pemograman mikrokontroler untuk mengubah sinyal analog menjadi sinyal digital Pengambilan data Analisa data Selesai Gambar 4.7 Bagan proses pelaksanaan penelitian 33 4.4. Cara Kerja Rangkaian Cara kerja rancangan sensor pergeseran Gambar 4.8 yaitu cahaya laser yang merambat melalui serat optik pemancar ditransmisikan ke cermin datar sehingga cahayanya dipantulkan dan diterima oleh serat penerima. Posisi cermin datar selalu berubah atau digeser menjauhi serat pemancar. Cermin digeser mulai dengan jarak nol dengan serat pemancar. Pergeseran cermin ini menyebabkan intensitas cahaya yang diterima oleh serat penerima dan dipancarkan pada LDR selalu berubah yang mengakibatkan resistansi LDR berubah pula sehingga tegangan luaran LDR pun ikut berubah. Semakin kecil intensitas cahaya yang dipancarkan, resistansi LDR-nya semakin besar. Perubahan tegangan ini menjadi sinyal – sinyal listrik analog dan merupakan data – data masukan (input) bagi mikrokontroler yang sudah terprogram dan mengubahnya menjadi data-data digital berupa nilai pergeseran dalam satuan milimeter yang ditampilkan pada LCD. Laser LDR Mikrokontroler Serat optik penerima Serat optik pemancar mikro meter Cermin Gambar 4.8 Rancangan sensor pergeseran berbasis LDR Proses pemograman pada mikrokontroler dilakukan beberapa tahap, secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 4.9 yaitu dimulai dengan menjalankan alat lalu dilakukan pengkondisian input (intensitas cahaya) yang akan diproses (inialisasi sistem) oleh sensor cahaya (LDR). Sesaat terjadi pembacaan pada sensor cahaya makakan diproses minimum oleh mikrokontroler, apakah ada perubahan intensitas cahaya. Jika terjadi perubahan intensitas cahaya maka akan terjadi perubahan sinyal luaran LDR. Selanjutnya sinyal – sinyal ini diterima dan diproses oleh mikrokontroler lalu ditampilkan pada layar LCD yang berupa nilai pergeseran (pergeseran teramati). Jika tidak ada perubahan intensitas cahaya (tidak ada perubahan sinyal) sistem dikondisikan pada posisi awal. 34 Mulai Inialisasi Sistem Tidak Perubahan Intensitas Cahaya Ya Tampilan Data Pergeseran (mm) selesai Gambar 4.9 Diagram alir pemograman