e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF DALAM MENGENAL KONSEP BILANGAN ANAK KELOMPOK B Luh Wina Andriyani1, Luh Putu Putrini Mahadewi2, Luh Ayu Tirtayani3 1,3 Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, 2 JurusanTeknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha E-mail: [email protected], [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini didasari atas permasalahan yang ditemukan dari hasil observasi yaitu kurangnya pemahaman anak terhadap konsep bilangan. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran yang kurang bervariasi dan tidak menggunakan benda konkrit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan kognitif anak dalam mengenal konsep bilangan Jenis penelitian merupakan penelitian eksperimen semu. Desain penelitian yang digunakan Post Test Only Control Group Design. Populasi penelitian merupakan anak kelompok B semester II TK Kartika VII-3 Singaraja tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 50 anak. Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial yaitu uji-t. Hasil análisis data dengan menggunakan uji-t, diketahui thitung = 15.37 dan ttabel dengan taraf signifikasi 5% = 0.2021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung > ttabel, sehingga hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan anak antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Rata-rata M% pada kelompok eksperimen 88%, berada pada kategori tinggi dan pada kelompok kontrol sebesar 66% berada pada kategori rendah. Hasil ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajarn kontekstual terhadap kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan. Kata-kata Kunci: Model Pembelajaran Kontekstual, Kognitif, Konsep Bilangan Abstract The research based on the problems identified from the observation that a lack of children's understanding of the concept of numbers. This is because the learning model that is less varied and do not use concrete objects. This study aims to determine the influence of contextual learning model to the child's cognitive ability to recognize the concept of numbers. This type of research is a quasi-experimental research. The design study Post Test Only Control Group Design. The study population is children in group B the second semester VII-3 TK Kartika Singaraja 2015/2016 school year totaling 50 children. Data were collected using observation sheet. Data were analyzed using descriptive statistical analysis techniques and inferential statistics ie t-test. The results of the data analysis by using t-test, t = 15:37 and is known ttable with significance level of 5% = 0.2021. The results of these calculations show that thitung> t table, so that the results showed differences in cognitive abilities in recognizing the concept of numbers of children between the control group and the experimental group. The average M% in the experimental group 88%, at the high category and in the control group by 66% in the low category. These results prove that there is significant influence pembelajarn contextual models of the cognitive ability to recognize the concept of numbers Keywords: Contextual Learning Model, Kognitive, Numerial Concept. e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) PENDAHULUAN Menurut UU No. 20 tahun 2003 pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Masyarakat, bangsa dan negara adalah aspek universal yang selalu dan harus ada dalam kehidupan manusia, sehingga pendidikan untuk membentuk karakter tidak hanya dapat dilakukan di sekolah formal, namun akan memperoleh hasil maksimal jika diberikan sejak usia dini. Pendidikan anak usia dini atau PAUD adalah pendidikan yang ditujukan bagi anakanak usia dini pada rentang usia 0-6 tahun di bawah lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi anak usia dini, sehingga anak berkembang sesuai dengan capaian perkembangan. Oleh karena itu, pendidik dituntut mampu dan mau memberikan berbagai stimulasi sesuai dengan potensi kecerdasan anak. Stimulasi didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anak memiliki berbagai kecerdasan yang perlu dikembangkan. Pendidikan yang diberikan anak sejak usia dini akan berpengaruh pada kehidupan anak selanjutnya. Perlunya stimulasi yang tepat sehingga dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan kelima aspek yang harus dikembangkan. Kelima aspek tersebut terdiri dari perkembangan moral dan agama, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosional dan perkembangan fisik motorik anak. Anak adalah generasi penerus bangsa, untuk itu harus disiapkan sejak dini agar mempunyai kemampuan, karakter dan kepedulian terhadap perkembangan bangsa dan negaranya. Kemampuan, karakter dan kepedulian terhadap lingkungan dapat ditanamkan sejak usia pra sekolah. Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, yang artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, jika terjadi masalah pada perkembanagan terdahulu maka perkembangan selanjutnya cendrung akan mengalami hambatan. Anak usia dini berada pada masa keemasan dalam sepanjang perkembangan manusia. Masa usia dini merupakan periode kritis, periode kritis merupakan saat dimana individu memperoleh rangsangan, perlakuan atau pengaruh lingkungan pada saat yang tepat, jika baik stimulasi yang diproleh anak maka akan berdampak baik bagi perkembangan anak begitu pula sebaliknya (Reber dalam Mutiah, 2010). Pada masa peka ini terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilaku sehari-hari. Salah satu aspek terpenting yang perlu dikembangkan anak yaitu aspek perkembangan kognitif. Kelima aspek perkembangan pada anak usia dini akan berkembang didasari oleh kemampuan kognitif anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Osborn dan Bloon (dalam Mutiah, 2010) mengemukakan bahwa sejak lahir hingga usia 8 tahun anak mengalami perkembangan otak hingga 80%. Apabila masa ini tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh orang dewasa yang ada disekitar anak, maka perkembangan sel otak akan sia-sia karena sel-sel otak yang tidak terpakai akan mati dengan sendirinya. Namun jika sel-sel otak pada anak semakin berkembang dengan stimulasi yang diberikan oleh orang dewasa disekitar anak maka anak akan semakin cerdas. Hal ini membuktikan bahwa perkembangan kognitif pada anak sangat penting untuk dikembangkan sejak usia dini. Perkembangan kognitif merupakan suatu proses berpikir yaitu suatu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Selain itu Gardner (dalam Susanto, 2011:47) menyatakan bahwa kognitif sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah. Jadi perkembangan kognitif merupakan kemampuan anak dalam memecahkan masalah yang dialaminya melalui bernalar menggunakan kognitifnya. Untuk melatih kemampuan kognitif anak perlunya stimulasi melalui benda konkrit. e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) Piaget (dalam Santrock, 2007:252) menyatakan bahwa pemikiran anak secara simbolik, egosentris dan animisme. Anak belajar melalui benda-benda konkrit yang ada disekitarnya, meliputi gerakan meraih, menggenggam, melambai, dan menulis. Dengan pola pikir anak yang bersifat konkrit maka dalam proses pembelajaran perlunya media nyata sehingga pembelajaran jadi bermakna. Dari hasil observasi terdapat beberapa masalah yang dialami terkait dengan perkembangan kognitif anak diantaranya yaitu: (1) anak belum mampu memahami konsep angka dan lambang bilangan, anak kurang memahami konsep warna, bentuk, ukuran serta anak belum mampu mengenal bentuk geometri. (2) Kurangnya media pembelajaran berbentuk nyata yang dapat dilihat, diraba dan dirasakan oleh anak. (3) Penggunaan model pembelajaran yang kurang efektif dengan menerapkan metode ceramah, sehingga anak mudah bosan dan sulit untuk fokus dalam kegiatan pembelajaran. (4) Sistem pembelajaran lebih sering menggunakan lembar kerja LKA dan diberikan sesui dengan tema pembelajaran. Hal ini menyebabkan anak-anak kurang memahami tentang konsep dasar dari materi yang disampaikan dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya yaitu tentang konsep matematika dasar terkait dengan pengenalan konsep bilangan untuk anak usia dini. Kegiatan pembelajaran harus dikemas ke dalam contoh-contoh atau benda nyata agar anak lebih mudah memahami, mengingat perkembangan anak pada saat ini berada pada masa konkrit. Hal ini membuat anak memahami benar konsep bilangan yang diajarkan melalui bereksplorasi, mengamati dan praktik langsung saat kegiatan belajar berlangsung. Penggunaan media yang tepat dan bervariasi akan dapat dijadikan sebagai alat motivasi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Suatu proses pembelajaran tidak akan dapat berjalan sesuai dengan tujuan pembelajaran tanpa adanya model pembelajaran tepat yang digunakan oleh guru. Suatu tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai secara maksimal tanpa adanya perencanaan strategi pembelajaran dan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Rusman (2010:133) menyatakan “Model merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”. Dalam kegiatan proses pembelajaran pentingnya peranan model untuk memberikan pemahanan anak terkait materi yang diberikan. Selain itu, Joyce dan Weil (2010:133) menyatakan bahwa “Model pembelajaran adalah suatu rencana yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas”. Model memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Model disini memegang peranan sebagai sarana yang sangat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan pola pilihan yang artinya guru dapat memilih model pembelajaran yang efisien dengan tujuan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat mempengaruhi keberhasilan tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran yang sangat dekat dengan dunia anak, hal ini dilihat dari pola pikir anak bahwa anak belajar dari hal konkrit menuju hal yang bersifat abstrak. Jhonson (dalam Rusman, 2010:187) mengatakan bahwa “Pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna”. Lebih lanjut, Elaine (dalam Rusman, 2010:187) menyatakan “Pembelajaran kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari”. Model pembelajaran kontekstual merupakan model pembelajaran yang menekankan proses keterlibatan anak dalam menemukan sendiri materi pelajaran, mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata, sehingga materi tersebut e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) tertanam dalam pemaham anak, dan materi yang didapat melalui pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) dapat diterapkan dalam kehidupan. Selaras dengan itu, Keneth (dalam Rusman, 2010:189) juga menyebutkan bahwa: Model pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif atau nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Pembelajaran kontekstual merupakan usaha untuk membuat anak-anak aktif dalam mengikuti pembelajaran dan meningkatkan kemampuan dirinya. Sebab anak belajar mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan kehidupan nyata. Model pembelajaran kontekstual ini tidak hanya didasari oleh pemberian pembelajaran secara teori, namun bagaimana pembelajaran yang diberikan dapat berkaitan dengan kehidupan nyata anak dan terkait dengan masalah-masalah nyata yang dialami oleh anak. Dalam mengaitkan materi pembelajaran dengan keadaan nyata di lapangan guru dapat menggunakan ilustrasi seperti media, sumber belajar terkait yang memiliki hubungan dalam kenyataan sehingga proses pembelajaran akan lebih menarik dan bermakna bagi anak (Rusman, 2010:187). Lebih tegas Blanchard (Trianto, 2008:10), menyatakan: Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru menghubungkan konten materi ajar dengan situasi-situasi dunia nyata dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja. Dengan kata lain, CTL adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan erat dengan pengalaman sebenarnya.. Model pembelajaran kontekstual memiliki komponen-komponen dalam penerapannya pada proses pembelajaran, prinsip-prinsip ini merupakan ciri khas yang membedakan model pembelajaran kontekstual dengan model pembelajaran lain. Terdapat tujuh prinsip model pembelajaran kontekstual menurut Jhonson dan Elaine (dalam Rusman, 2010:193-199) yaitu, (a) Kontruktivisme) merupakan kemampuan menyusun atau membangun pengetahuan anak dengan struktur kognitif melalui pengalaman yang terbentuk dari dua faktor yaitu objek yang diamati dan subjek yang mengamatinya. Pada dasarnya model ini mendorong agar anak bisa mengkontruksi pengetahuan melalui proses pengamatan dan pengalaman. Menurut Trianto (2008:29), dalam pandangan kontruktivisme strategi memperoleh pengetahuan oleh siswa lebih diutamakan. Hal ini mendorong guru harus menjadikan pengetahuan lebih relevan, memberi kesempatan anak untuk mencari dan menemukan idenya. (b) Menemukan (Inquiry), merupakan proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir sistematis berdasarkan pengalamanan anak. Sehingga hasil pembelajaran akan lebih tahan lama karena anak memperoleh kepuasan dengan mencari dan menemukan sendiri pengetahuannya. Trianto (2008:29), menyebutkan siklus inkuiri terdiri dari observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan menyimpulkan. (c) Questioning, pertanyaan merupakan strategi utama dalam model pembelajaran kontekstual. Melalui bertanya maka, guru dapat menggali informasi, mengecek pemahaman anak, membangkitkan respon anak, mengetahui sejauh mana rasa ingin tahu anak, mengetahui pengetahuan anak, memfokuskan perhatian anak, dan menyegarkan kembali pengetahuan yang dimiliki anak. (d) Masyarakat Belajar (Learning Community) Melatih anak untuk belajar bekerja sama dengan orang lain. Suatu masalah akan lebih mudah dipecahkan dengan bekerja sama. Pengetahuan akan banyak diperoleh dari orang disekitar anak. Sehingga adanya interaksi sosial dan usaha untuk saling membantu dalam kelompok tertentu. (e) Pemodelan (Modelling) Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) yang dapat ditiru oleh anak. Pemodelan dapat dilakukan oleh guru sebagai model atau anak sendiri yang dianggap mampu atas bimbingan dari guru. Pemodelan juga dapat dilakukan dengan menggunakan model nyata sesuai dengan fungsinya. (f) Refleksi (Reflection), adalah bepikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dalam model pembelajaran kontekstual setiap akhir pertemuan guru memberikan kesempatan pada anak-anak untuk mengingat kembali pembelajaran yang diberikan kemudian menyimpulkannya. Hal ini dilakukan untuk memperkuat materi yang diberikan. Trianto (2008:29) menyatakan refleksi dapat dilakukan dengan memberikan pertanyaan tentang aktivitas selama belajar, meminta kesan dan saran mengenai aktivitas hari itu, diskusi dan menunjukkan hasil karya anak. (g) Penilaian nyata (Authentic Assessment) proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan anak. Penilaian menekankan pada proses belajar bukan hasil belajar saja. Beberapa kelebihan model pembelajaran kontekstual berdasarkan Depdiknas (dalam Trianto, 2008:23-24), yaitu, Pembelajaran menyandarkan pada memori spesial (pemahaman makna. Pemilihan informasi dalam proses pmbelajaran. Anak didik lebih aktif dalam proses pembelajaran Pebelajaran dikaitkan dengan dunia nyata anak. Selalu mengaitkan informasi dengan pengetahuan yang anak miliki. Mengaitkan pembelajaran dengan banyak bidang dan tidak hanya terfokus pada satu bidang saja. Anak menggunakan waktu belajarnya dengan menemukan, menggali, berdiskusi, berfikir kritis, atau memecahkan masalah secara berkelompok. Perilaku anak dibangun berdasarkan kesadaran sendiri. Ketrampilan dikembangkan berdasarkan pemahaman. Hadiah dan perilaku baik adalah kepuasan diri. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting. Anak akan memiliki kesadaran dalam berperilaku, sehingga kecil kemungkinan berperilaku buruk karena anak paham hal tersebut merugikan. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik. METODE Jenis Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) sebab tidak semua variabel dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat (full randomize). Hal ini karena sampel penelitian terdistribusi dalam kelas-kelas yang utuh dan tidak mungkin mengkontrol variabel-variabel yang lain secara utuh selain variabel yang diteliti. Dalam penelitian ini yang diuji keefektifannya adalah pengaruh model pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan. Penelitian ini dilaksanakan di TK Kartika VII-3 Singaraja, pada rentang waktu semester II Tahun Pelajaran 2015/2016. Penelitian ini menggunakan rancangan Post Test Only Control Group Design. Desain ini dipilih karena eksperimen tidak memungkinkan mengubah kelas yang ada. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen, sedangkan kelompok yang tidak mendapat perlakuan disebut kelompok kontrol (Sugiyono, 2012). Tabel 01. Design Post-Test Only Control Group Design Kelas Treatment Post-Test E K X1 - O1 O2 Agung (2014: 69), menyatakan “Populasi adalah keseluruhan objek dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini, populasi didefinisikan sebagai jumlah atau kesatuan individu yang memiliki beberapa kesamaan ciri atau sifat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelompok B TK Kartika Singaraja. Jumlah kelas keseluruhan ialah 2 kelompok kelas. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2012). Setelah diadakan uji keserataan maka keseluruhan populasi setara sehingga Untuk menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol kedua kelompok itu di undi. Hasil undian menemukan kelompok eksperimen adalah e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) kelompok B1 dan kelompok kontrol adalah B2. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi. Observasi/pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian dengan cara pengamatan. Observasi ini dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung dengan menggunakan pedoman observasi. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut apabila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Instrumen penelitian dibuat dalam bentuk cheklist. Sebelum lembar ovservasi dapat digunakan maka diadakan uji coba instrument yang terdiri dari 1) uji validitas isi menggunakan formula Gregory (dalam Candiasa, 2011, 2) Uji Validitas Butir Instrumenbutir instrumen digunakan teknik korelasi product moment dan Uji Reliabilitas Instrumen dihitung dengan rumus AlphaCronbach. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari kegiatan pengolahan data dan analisis statistik. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu analisis data deskripsi yang dilakukan dengan mencari mean, median modus dan skala PAP 5, uji prasyarat analisis yang terdiri dari uji normalitas dengan analisis uji Liliefor, uji homogenitas varians dengan ujiF, dan uji hipotesis menggunakan analisis uji-t. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil análisis data membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan antara anak yang mengikuti pembelajaran melalui model pembelajaran kontekstual dengan anak yang tidak mengikuti pembelajaran model pembelajaran kontekstual (pembelajaran konvensional). Hal ini ditunjukkan dari hasil análisis data dengan menggunakan uji-t, diketahui thitung = 15.37 dan ttabel dengan taraf signifikasi 5% = 0.2021, hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar daripada ttabel (thitung >ttabel), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini berarti, terdapat perbedaan signifikan kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan antara kelompok anak yang belajar melalui model pembelajaran kontekstual dan kelompok anak yang belajar tidak menggunakan model pembelajaran kontekstual (model pembelajaran konvensional) pada anak kelompok B Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 di TK Kartika VII-3 Singaraja. Perbedaan dilihat dari rata-rata skor hasil kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan pada anak kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, kelompok anak yang belajar dengan model pembelajaran kontekstual memiliki hasil kemampuan kognitif mengenal konsep bilangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok anak yang belajar tanpa model pembelajaran kontekstual. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor hasil kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan pada anak. Rata-rata skor hasil perkembangan anak yang belajar melalui model pembelajaran kontekstual adalah 88% yang berada pada kategori tinggi dan rata-rata skor hasil kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan anak yang belajar tanpa model pembelajaran kontekstual adalah 66% yang berada pada kategori rendah. Jika skor pada kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik polygon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor anak cenderung tinggi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan kelompok kontrol, jika digambarkan dalam grafik polygon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor anak kelompok kontrol cenderung rendah. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran pada anak kelompok B di TK Kartika VII-3 Singaraja dengan model pembelajaran kontekstual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan pada anak. Melalui model pembelajaran kontekstual pemerolehan skor pada anak memiliki kecendrungan tinggi, hal ini e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) disebabkan oleh beberapa faktor kelebihan model pembelajaran kontekstual dibandingkan dengan model pembelajaran pada kelompok kontrol (model pembelajaran konvensional). Terdapat tiga hal penting dalam pembelajaran kontekstual. Pertama, pembelajaran kontesktual menekankan kepada proses keterlibatan anak untuk menemukan materi. Artinya, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontesktual tidak mengharapkan agar anak hanya menerima pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, pembelajaran kontesktual mendorong agar anak dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, anak dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, materi yang dipelajarinya itu akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam memori anak sehingga tidak akan mudah terlupakan. Ketiga, pembelajaran kontesktual mendorong anak untuk dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan. Artinya, Pembelajaran kontesktual tidak hanya mengharapkan anak dapat memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks pembelajaran kontesktual tidak untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi mereka dalam kehidupan nyata. Model pembelajaran kontekstual memberikan pengalama belajar secara nyata kepada anak sehingga anak mampu menggali pengetahuannya sendiri, dapat medidik anak menjadi lebih percaya diri terhadap kemampuannya untuk menemukan jawaban dari setiap petanyaan yang muncul dari dirinya. Penerapan model pembelajaran kontekstual memperoleh respon positif dari anak-anak ketika proses pembelajaran berlangsung. Ketika pembelajaran model pembelajaran kontekstual berlangsung, anak tidak lagi menjadi penerima informasi yang bersifat pasif sebagai pendengar saja. Namun, anak menjadi lebih aktif, kreatif, mampu berinteraksi dengan teman, mampu bekerja sama, anak dapat mencari tahu pengetahuannya sendiri dengan bereksporasi. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Elaine (Rusmawan, 2010:193-199) dimana model pembelajaran kontektual memiliki prinsip dalam penerapannya diantaranya yaitu (1) kontruktivisme, anak mampu menggali, membangun dan memperoleh pengetahuannya sendiri melalui pengamatan dan pengalaman langsung, (2) inquiry, anak belajar menemukan sendiri pengetahuannya sehingga anak memiliki rasa percaya diri yang lebih tinggi, (3) questioning, anak selalu ingin bertanya dan memiliki rasa ingin tahu yang lebih tinggi, (4) learning community, anak belajar bekerjasama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan belajar bersosialisasi sesama teman, (5) modeling, dimana dalam proses pembelajaran adanya suatu model sebagai bahan atau topik pembelajaran, (6) reflection dimana adanya refleksi disetiap akhir pertemuan sehingga memperkuat ingatan anak tentang hal yang telah dipelajari dan (7) penilaian autentik, penilaian yang dilakukan berdasarkan proses pembelajaran yang terjadi bukanlah hasil. Perkembangan kemampuan kognitif anak berdasarkan pendapat dari Piaget (dalam Santrock,2007:245-259) menyatakan bahwa anak usia dini berada pada tahap perkembangan kognitif pra-oprasional konkret dimana anak belajar dari hal konkret menuju hal yang bersifat abstrak, memiliki egosentris yang tinggi dan berpikir secara simbolik. Berdasarkan pendapat tersebut peneliti menyusun kegiatan pembelajaran yang tidak lepas dari karakteristik tahapan perkembangan anak usia 5-6 tahun. Pemilihan media dan kegiatan yang diberikan disesuaikan dengan prinsip penerapan model pembelajaran kontekstual. Untuk meningkatkan kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan melalui model pembelajaran kontekstual diberikan beberapa kegiatan yang disambut antusis oleh anak. Pemilihan kegiatan tersebut disesuaikan berdasarkan pendapat yang e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) disampaikan oleh Muchtar (dalam Purnamasari, 2013), terkait cara mengenalkan konsep bilangan yaitu melalui menghitung benda, permainan, tanya jawab, dan penugasan sederhana melalui LKA. Berdasarkan paparan pembahasan di atas dapat diinterpretasikan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran kontekstual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan pada anak kelompok B semester II tahun pelajaran 2015/2016 di TK Kartika VII-3 Singaraja. SIMPULAN DAN SARAN Adapun simpulan yang dapat disampaikan setelah melaksanakan penelitian yaitu perbedaan skor hasil kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan dilihat dari rata-rata skor hasil analisis data. Diperolehkan hasil dimana rata-rata skor hasil kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan pada kelompok eksperimen anak yang mengikuti model pembelajaran kontekstual dengan M% = 88%. Jika skor pada kelompok eksperimen digambarkan dalam grafik polygon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling negatif yang artinya sebagian besar skor anak cenderung tinggi. Rata-rata pemerolehan skor kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan pada kelompok kontrol anak yang belajar tanpa menggunakan model pembelajaran kontekstual (pembelajaran konvensional) dengan M% = 66%. jika digambarkan dalam grafik polygon tampak bahwa kurve sebaran data merupakan juling positif yang artinya sebagian besar skor anak kelompok kontrol cenderung rendah. Dilihat dari perhitungan hipótesis ditemukan hasil análisis data dengan menggunakan uji-t, diketahui thitung = 15.37 dan ttabel dengan taraf signifikasi 5% = 0.2021. hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar daripada ttabel (thitung > ttabel), sehingga hasil penelitian adalah signifikan. Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil perkembangan kognitif dalam mengenal konsep bilangan antara kelompok anak yang belajar mengikuti model pembelajaran kontekstual dengan kelompok anak yang belajar tanpa model pembelajaran kontekstual (pembelajaran konvensional) pada anak kelompok B Semester II di TK Kartika VII-3 Singaraja. Berdasarkan hasil simpulan dari penelitian maka dapat diberikan saran yaitu kepada Kepala TK agar memotivasi guruguru untuk mengambil kebijakan dalam penerapan model pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajaran di TK seperti model pembelajaran kontekstual dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam mengenal konsep bilangan. Bagi guru agar dapat mengoptimalkan kegiatan pembelajaran di kelas dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual sehingga pembelajaran yang dilakukan lebih berkualitas baik dari segi proses sehingga berpengaruh positif terhadap setiap aspek perkembangan anak usia dini. Pada peniliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lanjut tentang model pembelajaran kontekstual untuk perkembangan kemampuan kognitif dalam mengenal konsep bilangan maupun aspek prkembangan lain agar menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan perbandingan atau pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan di TK atau institut lainnya. DAFTAR PUSTAKA Agung, A.A. Gede. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan. Malang: Aditya Media Publishing. Candiasa, I.M. 2011. Pengujian Instrument Penelitian Disertai Aplikasi ITMAN dan BIGSTEPS. Singaraja: Unit Penerbit Universitas Pendidikan Ganesha. Bintang, IGA Putu Sri. 2014. Penerapan Pembelajaran Kontekstual Bernuansa Bermain Berbantuan Media Geometri Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak. (Online). Terdapat pada :http://www.google. com /search?q=jurnal+ penelitian +model+pembelajaran+kontekstal+u ntuk+paud.+pdf&ie=utf-8&oe=utf 8&aq =t&rls =org.mozilla:en-US e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) :official&clien firefox-a. (Diakses tanggal 25 April 2016). Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kurikulum 2014 Standar Kompetensi. Jakarta: Direktorat Jederal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Eliyawati, Cucu. 2005. Pemilihan Dan Pengembangan Sumber Belajar Untuk Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Siswanto. Fudyartanta. 2012. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Rasana, I Dw Putu Raka. 2009. Laporan Sabbatical Leave Model-model Pembelajaran. Singaraja: Undiksha. Kurniati, dkk. 2015. Meningkatkan Kemampuan Mengenal Konsep Bilangan Melalui Kartu Angka Bergambar di TK Idhata 1 Ketapang. (Online). Terdapat pada: https:// www .google. co. id/url?sa=t&rct=j&q=& esrc=s &source= web&cd=19&cad=rja & uact=8& ved=0ahUKEwi ogZSQ0sPJAhWBBY4KHdVpCeE4 ChAWCEgwCA&url=http%3A%2F% 2Fjurnal.untan.ac.id%2Findex.php% 2Fjpdpb%2Farticle%2Fdownload%2 F862%2Fpdf&usg=AFQjCNErAPCg knhLR-za3ryY2-G6Y ekHIQ &sig2 =Ng 8WCFCOBbOU7jZtz54TQ&bvm=bv.108538919,d.c2E . (diakses tanggal 3 April 2016). Article/View/11677. (diakses tanggal 1 April 2016). Martani, Wisnu. 2012. Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia Dini. Online. Terletak pada: http: //jurnal.psikologi.ugm .ac.id/index.php/fpsi/article/view/183. (diakses tanggal 6 November 2015). Malikhah. 2013. Korelasi Pengaruh Tayangan Televisi Terhapad Perkembangan Perilaku Negatif Anak Usia Dini. Online. Terletak pada: http://lib.unnes.ac.id/17237/1.hasprev iewThumbnailVersion/1601908022.p df. (diakses tanggal 3 November 2015). Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Predana Media Group. Musfiqon. 2012. Pengembangan Media Dan Sumber Pembelajaran, Jakarta: Prestasi Pustaka. Nalole, Martianty. 2011. Meningkatkan Kemampuan Mengenal Lambang Bilangan dengan Menggunakan Kartu Pasangan pada Anak Kelompok B TK Damhil Kota Gorontalo. Online . Terdapat pada: i d.portalgaruda. org/?ref=browse&mod=viewarticle& article=40719. (Diakses Tanggal 1 April 2016). Koyan, 2012. Statistik Pendidikan (Teknik Analisis Data Kuantitatif). Singaraja: Undiksha Press. Purnamasari, Nisa. 2013. Peningkatan Kemampuan Membilang Menggunakan Balok Cuisenaire Pada Anak Kelompok A Tk Sunan Kalijogo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Online. Terletak pada: http://eprints.uny.ac.id/15154/1.haspr eviewThumbnailVersion/SKRIPSI. pdf. (diakses tanggal 1 April 2016). Mahardini, Nuzulla Fiqqi. 2015. Pengaruh Pembelajaran Kontekstual Terhadap Kemampuan Sains Anak Kelompok B. (Online). Terletak pada : Ejournal .Unesa.Ac.Id/Index.Php/PaudTeratai/ Purwanti, Vitri. 2013. Peningkatkan Kemampuan Berhitung Melalui Permainan Balok Angka Pada Anak Kelompok B Di Tk Universal Ananda Kecamatan Patebon Kendal. Online. e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016) Terletak pada: Lib.Unnes.Ac.Id/17240/1/160140805 1. Pdf. (diakses tanggal 20 Februari 2016). Rakhmawati, Niken Pratiwi. 2013. Pengembangan Kemampuan Kognitif Melalui Media Kartu Bilangan Pada Anak Kelompok B Tk Pertiwi Jelobo Ii Wonosari Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014. Online. Terletak pada: http://eprints.ums.ac.id/26557/11.has previewThumbnailVersion/02_File_Ju rnal_Publikasi_Ilmiah.pdf. (diakses tanggal 5 April 2016). Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga. Seefeldt, Carol dan Barbara A. Wasik. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks Semiawan. 2009. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Erlangga. Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta. Sujiono, Yuliani. N. dan Bambang Sujiono. 2010. Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: PTIndeks. Sujiono, Yuliani Nurani. 2005. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka. Sumiyati. 2011. PAUD Inklusi PAUD masadepan. Jogjakarta: Cakrawala Institute. Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini (Pengantar dalam Berbagai Aspeknya). Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Yogyakarta: Pedagogiya. PAUD. Tentama, Fatwa. 2012. Perilaku Anak Agresif, Asesmen Dan Intervensinya. Online. Terletak pada: http: //jogjapress.com/index.php /KesMas/article/viewFile/ 121 /634. (diakses tanggal 28 November 2016)