Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Definisi Asap Cair Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas. Asap dari kayu berisi beberapa komponen seperti partikel gas, cairan dan padatan. Paling banyak kandungan dalam asap adalah udara dengan campuran partikel-partikel kecil yang ukurannya berbeda (Maga, 1988). Asap cair merupakan cairan hasil kondensasi dari proses pirolisis kayu, tempurung kelapa, atau bahan sejenis. Pirolisis adalah proses pemanasan suatu bahan pada suhu tertentu, yang tidak melibatkan udara luar, sehingga menghasilkan asap yang jika dikondensasi akan menghasilkan cairan yang memiliki sifat spesifik asap. Menurut Darmadji dkk (1997) asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu pada suhu air. II.2 Komposisi Asap Cair Menurut Maga yang dikutip dalam Ramakrishnan (2002) menyatakan komposisi asap cair diperoleh dari pirolisis kayu keras. Konstituen asap cair diperoleh dari reaksi penguraian komponen-komponen utama penyusun kayu seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa pada suhu tinggi. Lebih dari 400 senyawa telah berhasil diidentifikasi dalam asap cair. Lignin merupakan senyawa polimer yang mempunyai berat molekul yang besar dan terdiri dari molekul-molekul senyawa polifenol, dan mulai mengalami dekomposisi pada suhu 300 - 450oC. Lignin primer membentuk rantai-rantai yang acak dengan jumlah rantai yang sedikit (Freundenberg, 1932). Komponen- komponen yang diperoleh dari degradasi struktur dasar lignin antara lain senyawa fenol serta derivatnya, seperti guaiakol dan siringol. Sedangkan degradasi dari selulosa dan hemiselulosa menghasilkan asam karboksilat, seperti asam asetat, propanoat, valerat dan senyawa-senyawa yang mengandung gugus karbonil seperti vanilin dan siringaldehid (Girard, 1992). 4 Senyawa-senyawa asam dapat berperan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa pada produk asapan dan senyawa fenol berperan sebagai antioksidan yang dapat memperpanjang waktu simpan produk asapan dan pembentuk aroma yang khas. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg. Senyawa-senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena yang mengikat sejumlah gugus hidroksil. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987). Senyawa hidrokarbon polisiklik aromatis (HPA) dapat terbentuk selama proses pirolisis kayu berlangsung. Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen. Pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, kelembaban udara, lamanya proses pembuatan asap dan kandungan udara dalam kayu. Semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan (Girard,1992). Proses penyaringan menggunakan bermacam-macam cara diantaranya menggunakan kertas saring whatmann, zeolit dan karbon aktif (Setiadji, 2009). II.3 Pembuatan Asap Cair Cara memproduksi asap cair dari tempurung kelapa, yaitu tempurung kelapa dikeringkan terlebih dahulu, kemudian ukurannya diperkecil untuk memudahkan proses pirolisis. Selanjutnya tempurung kelapa tersebut dimasukkan ke dalam reaktor pirolisis yang digunakan. Tahap selanjutnya adalah tahap pirolisis. Pirolisis merupakan penguraian senyawa-senyawa organik yang disebabkan oleh pemanasan tanpa melibatkan udara luar pada suhu tinggi. Proses tersebut menghasilkan tiga bentuk zat yaitu padatan, gas dan cairan. Komponen cairan dari proses pirolisis tersebut adalah asap cair. Destilat yang keluar dari reaktor ditampung dalam dua wadah. Wadah pertama untuk menampung fraksi berat, 5 sedangkan wadah kedua untuk menampung fraksi ringan. Fraksi ringan ini diperoleh setelah dilewatkan pada pendingin yang dilengkapi pipa berbentuk spiral (Maga, 1987). Hasil pirolisis berupa asap cair, komponen gas seperti metan dan arang tempurung kelapa yang bisa dijadikan briket, bila diproses lebih lanjut bisa dibuat arang aktif. Adapun peralatan pirolisis yang digunakan untuk pembuatan asap cair, ditunjukkan pada Gambar II.1 berikut, Gambar II.1 Alat pembuat asap cair Asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis ini belum bisa digunakan untuk pengawetan ikan, karena kemungkinan masih mengandung senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) seperti benzo(a) pirena yang bersifat karsinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan asap cair yang aman dari senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik (Girard, 1992). Temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk (1997) mengatakan bahwa kandungan maksimum senyawa fenol dan derivatnya, karbonil dan senyawa lainnya dicapai pada temperatur pirolisis 600oC. Akan tetapi, asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400oC memiliki kualitas organoleptik yang terbaik, dibandingkan dengan asap cair pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. Untuk menghasilkan asap cair yang baik, sebaiknya menggunakan jenis bahan kayu keras, seperti kayu bakau dan tempurung kelapa, sehingga dihasilkan ikan 6 asap yang berkualitas baik. Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Girard, 1992). Menurut Ramakrishnan (2002) dikemukakan bahwa variabel-variabel utama yang mengendalikan produk asap cair yang dihasilkan dan karakteristik asap cair adalah temperatur, laju pemanasan, ukuran partikel, atmosfir pirolisis, penguapan dan waktu tinggal partikel di dalam sistem pirolisis tersebut. II.4 Pemurnian Asap Cair Asap cair dan golongan senyawa HPA adalah komponen yang dihasilkan dari proses kondensasi asap. Pemisahan kedua komponen tersebut dapat dilakukan dengan pendiaman dan pengendapan. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan sentrifugasi, destilasi atau filtrasi, dengan menggunakan kertas whatman, zeolit aktif dan karbon aktif. II.4.1 Dekantasi Dekantasi merupakan salah satu proses pemisahan dua cairan yang tidak saling bercampur yang didasarkan pada perbedaan berat jenis kedua cairan tersebut. II.4.2 Destilasi Destilasi merupakan proses pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan titik didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan atas komponennya dengan proses penguapan dan pengembunan sehingga diperoleh destilat dengan komponen-komponen yang hampir murni. Destilasi juga diartikan sebagai suatu proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran dengan asumsi bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat daripada komponen yang lainnya. Destilasi sederhana dilakukan secara bertahap. Sejumlah campuran dimasukkan ke dalam labu destilasi kemudian dipanaskan, sehingga terbentuk uap yang akan terkondensasi bila dilewatkan pada kondensor. Kondensat yang dihasilkan dari proses tersebut, ditampung dalam labu Erlenmeyer. Produk destilat yang pertama 7 kali tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain (Tahir, 1992). Oramahi (2009) menyatakan bahwa proses destilasi pada suhu rendah paling efektif memisahkan kadar benzo(a)piren dari asap cair dikarenakan senyawa ini memiliki titik didih yang cukup tinggi, sehingga proses destilasi di bawah suhu 175oC dapat meminimalkan kandungan senyawa benzo(a)piren. II.4.3 Adsorpsi dengan Zeolit Aktif dan Arang Aktif Menurut Raymond yang dikutip dalam Budi (2008), proses adsorpsi adalah penyerapan adsorbat di atas permukaan adsorben. Materi atau partikel yang diadsorpsi disebut adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorpsi disebut adsorben. Adsorben banyak digunakan dalam berbagai bidang industri, antara lain zeolit dan arang aktif. Sifat zeolit sebagai adsorben dan penyaring molekul, dimungkinkan karena struktur zeolit yang berongga, sehingga zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Selain itu zeolit yang telah terdehidrasi merupakan adsorben yang selektif dan mempunyai efektivitas adsorpsi yang tinggi (Saputra, 2006). Arang aktif merupakan senyawa karbon amorph, yang dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas. Luas permukaan arang aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan adanya struktur pori internal menyebabkan arang aktif mempunyai sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan (Meilita, 2003). Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, semakin kecil pori-pori arang aktif, mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan 8 demikian kecepatan adsorpsi bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi, sebaiknya menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Sifat arang aktif yang paling penting adalah kemampuan daya serapnya. Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, akan tetapi kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa. Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul penyerap. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh adanya gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap dan struktur rantai dari senyawa yang diserap (Meilita, 2003). Proses adsorpsi asap cair oleh zeolit aktif dan arang aktif bertujuan untuk mendapatkan asap cair yang tidak mengandung senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik seperti benzo(a) piren dan bau asap yang tidak terlalu menyengat. Caranya asap cair dialirkan ke dalam kolom yang berisi zeolit aktif atau arang aktif, sehingga diperoleh asap cair yang bebas benzo(a) piren dengan bau asap yang tidak terlalu menyengat. III.5 Manfaat Asap Cair Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah diaplikasikan pada berbagai bidang industri, antara lain : 1. Industri pangan Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar, sebagai pemberi citarasa dan aroma yang spesifik, juga sebagai bahan pengawet makanan karena sifat antimikroba dan antioksidannya. Selain itu, asap cair juga digunakan untuk menambah citarasa pada saus, sup, sayuran dalam kaleng, bumbu dan rempah-rempah. 2. Industri perkebunan Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan pada lateks, karena sifat fungsional asap cair, seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan, yang dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan. 3. Asap cair dapat menghambat laju perkembangbiakan E. Coli penyebab diare, S. Aures, B. Substilis dan P. Flourecense penyebab tifus dan muntaber. 9 4. Asap cair juga dapat digunakan sebagai pupuk. Asap cair disemprotkan di atas permukaan daun. Konsentrasi asap cair cukup 1 : 1000 untuk tanaman muda. 5. Asap cair digunakan untuk mengawetkan buah tomat dengan perbandingan konsentrasi 1 : 10 . Buah tomat yang diberi asap cair tahan selama seminggu dibandingkan tomat yang tidak diberi asap cair. Selain itu. asap cair digunakan juga sebagai obat ternak yang mengalami gatal dan kulit kemerahan. Asap cair cukup sekali sehari dioleskan pada bagian ternak yang sakit dan ternak tersebut dapat sembuh dalam waktu 1-2 minggu (Ikhwan, 2008). II.6 Kualitas Asap Cair Setiadji (2009) menyatakan bahwa standarisasi unsur penyusun asap cair masih dalam proses penelitian BPOM. Asap cair dapat digolongkan manjadi 3 tingkatan yaitu, 1. Tingkat I, spesifikasi berwarna bening agak kekuningan, aroma tidak kuat, digunakan untuk pengawet mie, ikan, daging ayam, daging sapi dan tahu. 2. Tingkat II, spesifikasi berwarna bening lebih kekuningan, aroma tidak kuat, digunakan untuk pengawet mie, ikan, daging ayam, daging sapi dan tahu. 3. Tingkat III, spesifikasi berwarna kuning kecoklatan, aroma kuat, digunakan untuk pengawet ikan asin, ikan pindang, anti septik, latek dan obat kulit. II.7 Pemanfaatan Asap Cair dalam Pengawetan Ikan Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan makanan, karena adanya senyawa asam, fenolik, dan senyawa lain yang mengandung gugus karbonil, yang berperan sebagai zat antioksidan dan antibakteri. Oleh karena itu, asap cair ini 10 telah diaplikasikan pada pengawetan daging, ikan, dan bahan pangan lainnya yang cepat membusuk. Menurut Pelczar dan Reid yang dikutip dalam Rahayu (2002) mengatakan bahwa senyawa fenolik dapat menghambat pertumbuhan sel mikroba, karena kemampuan senyawa ini mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel. Hugo dan Russel dalam Rahayu (2002) mengemukakan bahwa aktivitas senyawa fenolik mencapai tingkat maksimum pada pH rendah atau pH asam. Dewasa ini, masyarakat lebih cenderung menggunakan asap cair dalam mengawetkan ikan, yang selanjutnya dikenal dengan ikan asap. Pada proses pengawetan, asap cair ditambahkan air dengan perbandingan tertentu. Untuk pengawetan ikan bandeng dan sejenisnya, 1 L asap cair ditambahkan dengan 3 L air digunakan untuk mengawetkan 1000 ekor ikan, dengan waktu perendaman selama 15 menit dan bisa bertahan selama 25 hari (Tranggono dkk, 1997). II.8 Ikan Tongkol (Axuis thazard) Ikan Tongkol (Axuis thazard) merupakan golongan famili scombroidae yang hidup di daerah lepas pantai perairan Indonesia dan berkelompok besar. Panjangnya mencapai 50 cm, ukuran umumnya berkisar 25 – 40 cm. Jenis ikan tongkol ini tersebar di seluruh perairan Indo Pasifik (Joseph, 1987). Jenis ikan tongkol ini dapat dilihat pada Gambar II.2 di bawah ini, Gambar II.2 Ikan tongkol Ikan tongkol mati yang belum diolah jika dibiarkan pada suhu kamar, cepat mengalami proses pembusukan yang menngakibatkan terjadinya penurunan mutu atau ikan cepat rusak. Hal ini disebabkan adanya pertumbuhan mikroorganisme, 11 seperti bakteri pembusuk dan jamur. Tanda-tanda kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk pada ikan tongkol yang belum diolah adalah: Pembentukan lendir pada permukaan ikan. Bau busuk karena terbentuknya senyawa-senyawa berbau busuk seperti amoniak dan H2S. Perubahan tekstur, yaitu daging ikan akan berkurang kekenyalannya. Ketengikan karena terjadi proses penguraian dan oksidasi lemak ikan. Adapun ciri-ciri ikan tongkol segar yang dapat dikonsumsi adalah sebagai berikut: Rupa dan warna ikan secara keseluruhan masih cerah, mengkilap spesifik sesuai jenis ikan. Mata cemerlang, cembung, bening, pupil hitam dan tidak banyak berdarah. Daging kenyal, jika dipijat, bekas pijatan tidak nampak. Insang berwarna merah cerah khas menurut jenis ikan, tertutup lendir yang tipis, bening dan berbau segar. Bagian perut masih kuat dan tidak pecah (Margono, 2000) II.9 Ikan Asap Ikan merupakan salah satu bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Untuk mengkonsumsi ikan perlu pengetahuan masyarakat bahwa ikan merupakan suatu bahan pangan yang cepat mengalami proses pembusukan (perishable food). Hal ini disebabkan karena kondisi lingkungan yang sangat sesuai untuk pertumbuhan mikrobia pembusuk. Adapun kondisi lingkungan tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu simpan, dan kondisi kebersihan sarana prasarana. Oleh karena itu, diperlukan suatu metode pengolahan ikan segar yang memungkinkan untuk dikonsumsi masyarakat dalam waktu yang relatif lama. Salah satu metode yang mutakhir dan lebih efektif adalah proses pengawetan menggunakan asap cair, dimana ikan dikemas dalam bentuk ikan asap. Ikan asap adalah ikan yang diawetkan dengan asap yang dihasilkan dari proses pembakaran atau pirolisis kayu keras. Proses pengawetan merupakan gabungan dari penggaraman dan pengasapan sehingga memberikan rasa khas. Ikan asap 12 dapat dibuat dengan dengan cara tradisional atau pengasapan langsung dan modern (Adawiyah, 2007). Pengasapan tradisional dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengasapan dingin dan pengasapan panas. Pengasapan dingin adalah proses pengasapan dengan cara ikan diasap agak jauh dari sumber asap, dengan suhu pemanasan sekitar 40 – 500oC dan lama proses pengasapan sekitar seminggu. Sedangkan pengasapan panas adalah proses pengasapan dimana ikan yang akan diasap diletakkan dekat dengan sumber asap, dengan suhu sekitar 70 – 1000oC, dan lamanya pengasapan 2 – 4 jam (Wibowo, 2002). Pengasapan modern menggunakan metode pengasapan asap cair dengan mencelupkan bahan pada larutan asap atau menyemprotkan larutan asap pada bahan kemudian produk ikan asap dikeringkan (Girard, 1992). Ciri-ciri ikan asap yang baik adalah teksturnya licin, mengkilap dan berwarna coklat muda keemasan, serta memberikan bau dan aroma yang khas (Margono, 2000), seperti yang ditunjukkan pada Gambar II.3 di bawah ini. Gambar II.3 Ikan asap Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan Taiwan. Ikan merupakan makanan utama sebagai lauk sehari-hari yang memberikan efek awet muda dan harapan hidup yang lebih tinggi. Pengolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan dalam jumlah yang banyak. 13 II.10 Karakterisasi Asap Cair II.10.1 Spektroskopi Inframerah Spektroskopi inframerah merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi senyawa organik melalui penentuan gugus fungsi. Daerah yang paling banyak digunakan untuk penentuan struktur adalah daerah inframerah sedang, yang serapannya berkisar antara 4000 - 200 cm-1. Spektrum absorpsi inframerah dibuat dengan bilangan gelombang sebagai aksis terhadap persentase transmitan sebagai ordinat. Jika dibandingkan dengan daerah UV-tampak dimana energi dalam daerah ini dibutuhkan untuk transisi elektronik, maka radiasi inframerah hanya terbatas pada perubahan energi setingkat molekul. Perbedaan dalam keadaan vibrasi dan rotasi digunakan untuk mengabsorpsi sinar inframerah. Jadi untuk dapat mengabsorpsi, molekul harus memiliki perubahan momen dipol sebagai akibat dari vibrasi. Bila molekul menyerap sinar inframerah, energi yang diserap akan menyebabkan kenaikan amplitudo getaran atom-atom yang terikat membentuk molekul. Molekul ini berada dalam keadaaan vibrasi tereksitasi. Energi yang terserap akan dikeluarkan dalam bentuk panas bila molekul kembali ke keadaan dasar (ground state). Panjang gelombang untuk suatu ikatan tergantung pada jenis getarannya, otomatis tipe ikatan yang berlainan seperti C-H, C-C, C-O, C=O dan sebagainya menyerap radiasi pada panjang gelombang yang berbeda. Daerah terpenting dalam spektrum inframerah adalah daerah vibrasi ulur hidrogen (3700-2700 cm-1). Puncak absorpsi timbul pada daerah 3700-3100 cm-1 karena vibrasi ulur dari O-H atau NH. Ikatan hidrogen menyebabkan puncak melebar dan terjadi pergeseran ke arah bilangan gelombang gelombang yang lebih pendek. Sedangkan vibrasi C-H alifatik timbul pada 3000-2850 cm-1 dan hidrogen pada gugus karbonil aldehid memberikan serapan pada 2745-2710 cm-1. Pada daerah ikatan rangkap tiga (2700-1850 cm-1), gugus-gugus yang mengabsorpsi terbatas, seperti untuk vibrasi ulur ikatan rangkap terjadi pada daerah 2250-2225 cm-1. Vibrasi ulur dari Pada daerah ikatan rangkap dua (1950-1550 cm-1). gugus karbonil seperti keton, aldehid, asam dan amida 14 mempunyai puncak pada 1700 cm-1. Ester, halida-halida asam mengabsorpsi pada 1770-1725 cm-1. Daerah sidik jari berada pada 1500-700 cm-1 (Khopkar, 2007). II.10.2 Kromatografi Gas (GC) Dalam kromatografi gas-cair, fase gerak adalah gas seperti helium atau nitrogen dan fase diam adalah cairan yang mempunyai titik didih yang tinggi diserap pada padatan. Kecepatan suatu senyawa tertentu bergerak melalui mesin, akan tergantung pada seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas dan sebaliknya melekat pada cairan dengan jalan yang sama. Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin menggunakan siring. Siring menembus lempengan karet tebal disebut septum yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika siring ditarik keluar dari lempengan karet tersebut. Injektor berada dalam oven yang cukup panas, temperaturnya dapat dikontrol, sehingga sampel dapat mendidih dan diangkut ke kolom oleh gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya. Temperatur kolom dapat bervariasi antara 50 oC sampai 250 oC. Temperatur kolom lebih rendah daripada gerbang injeksi pada oven, sehingga beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada awal kolom. Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari temperatur kolom cenderung akan berkondensasi pada bagian awal kolom. Waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak melalui kolom menuju ke detektor disebut waktu retensi. Waktu ini diukur dari saat sampel diinjeksikan sampai keluar dari kolom. Setiap senyawa memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk senyawa tertentu, waktu retensi sangat bervariasi dan bergantung pada titik didih senyawa, kelarutan dalam fase cair dan temperature kolom. Semakin rendah temperatur kolom semakin baik pemisahan yang didapatkan, akan tetapi memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan senyawa yang diinginkan. Jika menggunakan temperatur tinggi, senyawa akan melalui kolom lebih cepat, tetapi pemisahannya kurang baik. Waktu yang sangat 15 singkat, menyebabkan tidak akan terdapat jarak antara puncak-puncak dalam kromatogram. Senyawa dalam fase gas akan melalui kolom secara cepat dan dideteksi oleh detektor yang selanjutnya akan muncul sebagai puncak-puncak kromatogram. II.10.3 Spektroskopi Massa Dalam spektroskopi massa, molekul-molekul organik ditembak dengan berkas elektron dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif yang bertenaga tinggi, yang dapat terurai menjadi ion-ion yang lebih kecil. Lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini dapat dinyatakan sebagai M M+. Ion molekul M+ biasanya terurai menjadi fragmen yang berupa radikal dan ion, atau radikal kation. Ion-ion molekul dipisahkan oleh pembelokan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dengan massa dan muatan, serta menimbulkan arus pada kolektor yang sebanding dengan limpahan relatif masingmasing. Kebanyakan molekul-molekul organik membentuk ion molekul (M+), bila tenaga berkas elektron mencapai 10-15 eV. Fragmentasi ion molekul hanya terjadi bila tenaga yang digunakan untuk menumbuk lebih besar dan biasanya energi yang diperlukan sebesar 70 eV (Sastrohamidjojo, 2001). Spektrum massa merupakan rangkaian puncak-puncak yang tingginya berbedabeda dan memberikan gambaran antara limpahan relatif terhadap perbandingan massa/muatan (m/e). Bentuk spektrumnya tergantung dari sifat molekul, potensial ionisasi, mudah tidaknya sampel menguap dan konstruksi alat. Massa ion dalam spektrum massa, dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi senyawa. Intensitas dari puncak ion molekul tergantung pada kestabilan ion yang terbentuk dan kestabilan ini dipengaruhi oleh struktur yang ada. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk analisis campuran, baik senyawa organik maupun anorganik yang bertekanan uap rendah. Spektroskopi massa akan memberikan hasil yang lebih baik jika dikombinasikan dengan GC (Khopkar, 2007). 16 17