BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan adalah dinamika yang terjadi sebagai sebuah tuntutan sesuai perkembangan teknologi, ilmu pengetahuan dan kebutuhan. Perubahan diharapkan dapat berdampak positif untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan bagi masyarakat, salah satunya pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit adalah organisasi yang bertujuan menyediakan jasa pelayanan kepada masyarakat dengan mengharapkan imbalan melalui transaksi pelayanan kesehatan, salah satunya adalah pelayanan asuhan keperawatan. Dalam bidang keperawatan perubahan adalah hal yang mutlak harus terjadi bila kita menginginkan perkembangan, kemajuan, profesionalisme pemberian pelayanan asuhan keperawatan menjadi lebih baik (Suyanto, 2009). Sebagai salah satu contoh manajemen perawatan luka saat ini telah berkembang dan berbeda dengan manajemen perawatan luka sebelumnya. Empat dekade yang lalu trend manajemen perawatan luka telah berubah, dari metode konvensional/tradisional menjadi modern. Konsep manajemen perawatan luka modern dengan basis lembab (moisture balance) pertama sekali diperkenalkan oleh Winter (1962) dalam Gitarja (2008), dan telah diadopsi oleh banyak negara. Keuntungan konsep lembab ini adalah membuat lingkungan yang mempercepat re-epitalisasi, menjaga kelembaban akan menurunkan infeksi, dasar luka yang lembab dapat merangsang pengeluaran growth factor yang mempercepat proses penyembuhan luka (Halim, Khoo & Saad, 2012). Perawatan 1 Universitas Sumatera Utara luka lembab telah popular dilakukan karena telah terbukti dapat meningkatkan penyembuhan, mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan dan mengurangi tingkat infeksi (Dowset, 2011). Keunggulan lain dari perawatan luka modern adalah mengurangi infeksi dan infeksi silang, mengurangi jaringan parut, mengurangi waktu perawatan dan mengganti balutan, serta mengurangi biaya, (Slater, 2008). Perawatan luka dengan konsep lembab dapat diaplikasikan pada luka akut, dan luka kronik, karena kelembaban mampu mempercepat pengeluaran growt factor, dan mempercepat pembentukan fibrin sebagai pencetus proses penyembuhan luka (Poerwantoro, 2013). Sedangakan konsep perawatan luka konvensional/tradisional sudah ditinggalkan oleh banyak rumah sakit atau tempat-tempat perawatan luka, karena akan mengurangi keefektivan pelayanan keperawatan dan lamanya proses penyembuhan luka, yang berdampak terhadap peningkatkan biaya perawatan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Slater (2008) bahwa perawatan luka dengan konsep moist akan mengurangi resiko infeksi sehingga akan mempercepat proses penyembuhan luka, dan mengurangi hari pergantian balutan sehingga akan mengurangi beban biaya yang diperlukan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang besar antara perawatan luka konvensional dengan perawatan luka modern. Penelitian yang dilakukan Nurachmah, Kristianto, dan Gayatri (2011) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara perawatan luka tekhnik modern dan konvensional, proses pelepasan growt faktor lebih cepat terjadi pada Universitas Sumatera Utara kondisi perawatan luka lembab dibandingkan perawatan luka secara konvensional. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi proses penyembuhan luka terutama pada tahapan proliferasi atau granulasi. Muharania (2012) telah melakukan penelitian dengan judul tingkat kepuasan pasien Diabetic Ulcer tentang perawatan luka modern di Klinik Edwcare Langsa terhadap 30 responden. Hasil yang didapatkan adalah sebagian besar responden yaitu 73,3 % menyatakan puas terhadap perawatan luka yang dilakukan. Peneliti lain yaitu Yunir (2008) dalam Gitarja (2008) menjelaskan setiap 30 detik terjadi amputasi pada luka diabetic diseluruh dunia, 60-80% amputasi kaki non traumatik disebabkan oleh diabetes, dan 80% amputasi kaki diabetes didahului oleh ulkus. Melalui perawatan luka dengan konsep moist resiko amputasi akan dapat diturunkan. Tindakan amputasi yang dilakukan berdampak besar bagi psikologis pasien, Penyimpangan prilaku dapat berupa harga diri rendah, pasien akan mengkritik diri sendiri dan orang lain, penurunan produktivitas, destruktif, gangguan dalam berhubungan, keluhan fisik, dan menarik diri dari realitas (Stuart & Sundeen, 1998). Untuk menghindari amputasi yang harus dilakukan pada pasien akibat dari perawatan luka yang tidak baik adalah dengan cara perawatan luka dengan konsep moist. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Gitarja (2008), perawatan luka modern akan mengurangi resiko kecacatan dan amputasi. Universitas Sumatera Utara Manajemen perawatan luka modern di Indonesia masih sangat sedikit diaplikasikan di rumah sakit maupun di klinik. Berdasarkan hasil survey yang peneliti lakukan melalui wawancara, dan kunjungan pada beberapa rumah sakit, umumnya masih menggunakan metode konvensional dalam melakukan perawatan luka. Salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien (RSUCND) Langsa yang masih menggunakan campuran Iodine dengan NaCl 0.9% untuk merawat luka. Dari hasil survey awal yang peneliti dapatkan dari medical record RSUCND dari Bulan Januari sampai dengan Desember 2012 jumlah pasien yang telah dilakukan perawatan luka adalah 392 orang. Jenis luka yang dialami pasien sangat bervariasi, diantaranya luka akut seperti luka operasi dan luka trauma. Selain itu juga luka diabetes, luka bakar, luka kronik dan kanker merupakan luka yang juga ditemukan di RSUCND. Sampai saat ini RSUCND masih menggunakan perawatan luka dengan cara konvensional dan tidak memiliki Prosedur Operasional Standar (POS) untuk perawatan luka. Padahal Angka Bed Occupancy Rate (BOR) mencapai 60-70% setiap bulan. Sedangkan Loss Day RSUCND adalah 7,4. Sedangkan angka infeksi dan amputasi yang dilakukan tidak tercatat di bagian medical record RSUCND sebagai akibat dari perawatan luka. Survey awal yang telah peneliti lakukan terhadap lima perawat yang bertugas di RSUCND melalui wawancara tentang kebiasaan melakukan perawatan luka, hasilnya adalah kelima perawat RSUCND mengatakan mencuci luka menggunakan larutan NaCl 0,9% dengan Iodine, dua dari lima perawat RSUCND tidak melakukan pengangkatan jaringan mati setelah mencuci luka, Universitas Sumatera Utara dan kelima perawat RSUCND hanya menggunakan kain kassa dengan larutan NaCl 0,9% dan Iodine sebagai balutan. Pengembangan protokol POS manajemen perawatan luka modern (MPLM) sangatlah penting direncanakan untuk digunakan pada rumah sakit. Keuntungan yang didapat bagi pasien dari segi biaya yang lebih murah karena proses penyembuhan luka yang cepat, sedangkan dampak bagi perawat adalah meningkatnya profesionalisme dalam memberikan asuhan keperawatan, terutama dalam hal perawatan luka, sehingga berdampak juga pada peningkatan mutu pelayanan di rumah sakit. Perawat akan menjadi tenaga kesehatan yang professional dengan pemahaman yang baik tentang fisiologi penyembuhan luka dan mengetahui tentang prosedur pergantian balutan dengan keuntungan konsep lembab yang telah didemonstrasikan lebih dari 30 tahun yang lalu oleh Winter (Gitarja, 2008). POS MPLM di rumah sakit akan memberikan panduan untuk perawatan luka yang baik dengan menggunakan kosep luka berbasis lembab, yang diikuti oleh pendokumentasian. Gartlan et al (2010) menjelaskan penilaian luka secara formal adalah bagian penting dan efektif dalam manajemen luka. Hal ini penting untuk menilai secara akurat, memastikan kemajuan luka atau kurangnya kemajuan, dalam penyembuhan luka yang dapat diidentifikasi dengan cepat. The Australian Wound Management Association [AWMA] (2010) telah menerbitkan standar tertulis yang menetapkan pedoman yang jelas dalam manajemen luka baik akut dan kronis berdasarkan penyebab. Standar menjadi penting untuk penilaian Universitas Sumatera Utara luka yang akurat dan dokumentasi yang komprehensif untuk mencapai manajemen praktik perawatan luka yang baik. Penjelasan sebelumnya telah memberikan gambaran kepada peneliti untuk melakukan pengembangan protokol masih digunakan oleh RSUCND POS perawatan luka konvensional yang menjadi POS MPLM. Pada penelitian “Pengembangan Protokol Manajemen perawatan luka modern di Rumah Sakit Umum Cut Nyak Dhien Langsa”, peneliti memilih jenis penelitian aksi partisipatif sebagai metodeloginya. Sesuai namanya, partisipatif ada nilai kolaborasi antara peneliti dan partisipan. Penelitian ini melibatkan siklus tindakan yang berdasarkan planning, action, observation dan reflection (Robertson, 2006). Tujuan penelitian ini adalah tidak hanya menghasilkan pengetahuan tetapi juga ada tindakan dan peningkatan kesadaran (Polit & Beck, 2008). 1.2. Permasalahan Bagaimanakah pengembangan protokol POS MPLM sebagai panduan klinis bagi perawat dalam melakukan perawatan luka di RSUCND. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk menyusun langkah POS MPLM sebagai pedoman dalam melakukan perawatan luka di RSUCND. Universitas Sumatera Utara 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan POS MPLM, untuk menjadi podoman bagi rumah sakit dalam melakukan perawatan luka, dan akan berdampak terhadap meningkatnya kepuasan pasien terutama saat dilakukan perawatan luka. 1.4.2. Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman dan acuan bagi perawat dalam melakukan perawatan luka dan berdampak kepada peningkatan profesionalisme perawat dalam mendorong berkembangnya praktek mandiri perawat. 1.4.3. Pendidikan Keperawatan POS MPLM di rumah sakit dapat menjadi pedoman tetap sehingga peserta didik saat belajar tentang perawatan luka di akademik dan saat melaksanakan praktek di rumah sakit akan mendapatkan panduan yang sama dalam melakukan perawatan luka. 1.4.4. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian manajemen perawatan luka modern di rumah sakit dapat menjadi evidence based metode perawatan luka, dan menginspirasi peneliti lain untuk melakukan penelitian lain tentang perawatan luka modern. Universitas Sumatera Utara