rencana operasional penelitian - BPPP – Badan Pengkajian dan

advertisement
LAPORAN AKHIR
Kajian Potensi Kerugian Indonesia dalam Praktek
Circumvention oleh Negara Mitra Dagang
Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri
Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia
Tahun 2016
Pengarah:
Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri
Penanggung Jawab:
Drs. Hari Widodo, MA
Kapala Bidang Pengamanan Perdagangan
Tim Penyusun:
Aditya P. Alhayat, SE, MSc
Dr. Azis Muslim, ST, MSE
Niki Bareda Sari, SE
Ayu Wulandari, SPd
Yosua H. Simanjuntak, SE
MS Endang SR, S.Sos
Sukisno, SH
Narasumber Pendamping Kajian:
Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi
Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, MSi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
seluruh rangkaian kegiatan kajian “Potensi Kerugian Indonesia dalam
Praktek Circumvention oleh Negara Mitra Dagang” dapat dilaksanakan
dengan baik hingga disusunnya laporan akhir kajian.
Kajian ini mereprentasikan tugas dan fungsi Pusat Pengkajian
Perdagangan Luar Negeri, BPPP dalam pengembangan kebijakan
perdagangan luar negeri Indonesia, khususnya di bidang pengamanan
perdagangan. Beberapa tindakan anti-dumping yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia ternyata masih belum efektif menekan impor
barang dumping karena eksportir disinyalir menggunakan beragam modus
untuk menghindari pengenaan anti-dumping. Praktek penghindaran atas
pengenaan tindakan anti-dumping (circumvention) tersebut belum bisa
dicegah dengan menggunakan instrumen yang tepat karena Indoensia
belum memiliki landasan hukum anti-circumvention. Oleh karena itu,
kajian ini berusaha memotret praktek circumvention dan potensi kerugian
yang
ditimbulkannya
dalam
rangka
mengugah
kesadaran
para
stakeholder bahwa tindakan anti-circumvention merupakan instrumen
kebijakan yang penting dalam upaya meningkatkan pengamanan
perdagangan (trade remedies) di Indonesia dari parktek unfair trade yang
dilakukan oleh negara mitra dagang
Akhirnya, kami berharap semoga hasil akhir kajian ini bermanfaat
bagi berbagai pihak yang membutuhkan, meskipun kami menyadari masih
banyak kekurangan. Demi kesempurnaan laporan kajian ini, kami sangat
terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun. Selanjutnya kami
sampaikan apresiasi dan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam kegiatan kajian ini.
Jakarta, September 2016
PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
i
ABSTRAK
POTENSI KERUGIAN INDONESIA DALAM PRAKTEK
CIRCUMVENTION OLEH NEGARA MITRA DAGANG
Kajian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi indikasi praktek
circumvention berupa pengalihan ekspor melalui negara ketiga (third-country
circumvention) dan modifikasi secara minor (slightly modification
circumvention); (2) menganalisis potensi kerugian Indonesia akibat indikasi
praktek circumvention; dan (3) mempelajari kebijakan anti-circumvention di
negara lain yang dapat diadopsi oleh Indonesia. Berdasarkan analisis pola
perdagangan dapat diketahui bahwa indikasi penghindaran terhadap
pengenaan anti-dumping lebih banyak terlihat pada kasus produk besi baja,
terutama peralihan impor dari baja karbon ke baja paduan. Indikasi slightly
modification circumvention terjadi produk H & I Section asal RRT (20112014); produk Hot Rolled Plate asal RRT (2013); serta pada produk Cold
Rolled Coil/Sheet (CRC) asal RRT (2013-2015), Korea Selatan (2013-2015),
Taiwan (2013-2015), dan Jepang (2013-2015). Sementara itu, praktek thirdcountry circumvention terindikasi dilakukan oleh RRT untuk kasus antidumping produk H & I Section dengan melakukan ekspor melalui Singapura.
Indikasi praktek third-country circumvention juga terlihat pada kasus antidumping CRC oleh RRT, Taiwan, dan Jepang dengan melibatkan Malaysia
sebagai negara ketiga. Sementara itu, estimasi kerugian akibat circumvention
hanya dapat dilakukan pada pengenaan anti-dumping CRC karena
keterbatasan data. Nilai kerugian akibat praktek slightly modification
circumvention pada kasus CRC ditaksir mencapai USD 130,4 juta hingga
USD 151,3 juta dengan volume impor yang diduga circumvention sebesar
173,9 ribu ton. Dengan mempelajari ketentuan anti-circumvention di Amerika
Serikat, Uni Eropa, Australia, dan India disimpulkan bahwa elemen penting
yang harus diatur antara lain: definisi circumvention, bentuk praktek
circumvention, dan prosedur tindakan anti-circumvention. Mengingat
banyaknya indikasi circumvention atas pengenaan tindakan anti-dumping di
Indonesia dan potensi kerugiannya, maka penting untuk segera dilakukan
penyempurnaan terhadap PP No. 34/2011 tentang Tindakan Antidumping,
Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan dengan
memasukkan klausul tindakan anti-circumvention yang setidaknya mencakup
bentuk-bentuk circumvention dan prosedur tindakan.
Kata kunci: Circumvention, modifikasi produk, negara ketiga, dan pola
perdagangan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
ii
ABSTRACT
INDONESIA’S POTENTIAL LOSSES ON CIRCUMVENTION
PRACTICES BY ITS TRADING PARTNER
This study aims to: (1) identify indications of circumvention
practices, namely: third-country circumvention and slightly modification
circumvention; (2) analyze the potential loss of Indonesia due to
indications of circumvention practices; and (3) study the anti-circumvention
policy in other countries that can be adopted by Indonesia.Based on the
trade pattern analysis, it can be concluded that the indication of
circumvention of the anti-dumping imposition is more visible in the case of
steel products, especially import alterantion from carbon steel into alloy
steel. Indications of slightly modification circumvention occur in H & I
Section from China (2011-2014); Hot Rolled Plate from China (2013); as
well as the Cold Rolled Coil/Sheet (CRC) from China (2013-2015), South
Korea (2013-2015), Taiwan (2013-2015), and Japan (2013-2015).
Meanwhile, third-country circumvention practice by China is indicated for
anti-dumping case of H & I Section through exporting via Singapore.
Indication of third-country circumvention also appears in anti-dumping
case of CRC by China, Taiwan, and Japan which is involving Malaysia as
the third country. Meanwile, the estimated loss due to circumvention can
only be calculated on the anti-dumping imposition of CRC because of the
data limitations. The estimated value of losses from the slightly
modification circumvention practices of CRC were USD 130.4 million to
USD 151.3 million with imports volume of alleged circumvention of 173.9
thousand tons. In addition, by studying the anti-circumvention provisions in
the United States, European Union, Australia, and India, we conclude that
the essential elements that must be regulated, among others: definition of
circumvention, forms of circumvention practices, and procedures of anticircumvention measures Given many indications of circumvention on the
imposition of anti-dumping measures in Indonesia and the potential
losses, it is important to take immediate revision on Regulation No.
34/2011 concerning Antidumping Measure, Countervailing Measure, and
Safeguard Measure by inserting anti-circumvention clauses which at least
cover the forms of circumvention and procedures of the measure.
Keywords: circumvention, product modification, third country, and trade
pattern
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
ABSTRAK ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................vii
BAB I.
PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah. ..................................................................... 5
1.3 Tujuan ......................................................................................... 5
1.4 Output ......................................................................................... 5
1.5 Dampak/Manfaat ......................................................................... 6
1.6 Ruang Lingkup ............................................................................ 6
1.7 Sistematika Laporan ................................................................... 7
BAB II. TINJAUN PUSTAKA .................................................................11
2.1 Dumping, Anti-Dumping, Circumvention, dan AntiCircumvention dalam Perdagangan Internasional .....................11
2.2 Anti-Circumvention dalam Perspektif WTO ................................13
2.3 Pro dan Kontra Anti-Circumvention ............................................14
2.4 Penelitian Terdahulu ..................................................................15
BAB III. METODOLOGI PENGKAJIAN ..................................................19
3.1 Landasan Teori ..........................................................................19
3.2 Pendekatan dan Tahapan Pengkajian .......................................20
3.3 Metode Analisis ..........................................................................21
3.4 Data ...........................................................................................27
BAB IV. REVIEW KEBIJAKAN ANTI-DUMPING DI INDONESIA ..........29
4.1 Ketentuan Umum Anti-Dumping ................................................29
4.2 Tindakan Anti-Dumping di Indonesia 2010-2015 .......................31
4.3 Persepsi Stakeholder terhadap Tindakan Anti-Dumping dan
Potensi Praktek Circumvention di Indonesia ..............................35
4.4 Pandangan Akedemisi terkait Praktek Circumvention dalam
Perdagangan Internasional ........................................................44
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
iv
BAB V. ANALISIS INDIKASI CIRCUMVENTION DAN POTENSI
KERUGIAN ................................................................................47
5.1 Analisis Indikasi Circumvention Melibatkan Negara Ketiga........47
5.2 Analisis Indikasi Circumvention Modifikasi Produk ....................71
5.3 Klarifikasi dan Informasi Relevan dari Pelaku Usaha mengenai
Indikasi Circumvention di Indonesia ...........................................88
5.4 Analisis Ekonometri Indikasi Circumvention: Studi Kasus Cold
Rolled Coil..................................................................................91
5.5 Potensi Kerugian Akibat Indikasi Praktek Circumvention di
Indonesia ...................................................................................93
BAB VI. PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ANTICIRCUMVENTION DI NEGARA LAIN ......................................99
6.1 Amerika Serikat ..........................................................................99
6.2 Uni Eropa .................................................................................104
6.3 Australia ...................................................................................108
6.4 India .........................................................................................117
6.5 Turki .........................................................................................120
BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ..............126
7.1 Kesimpulan ..............................................................................126
7.2 Rekomendasi Kebijakan ..........................................................128
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................129
LAMPIRAN
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Contoh Kasus Tindakan Anti-Circumvention di EU ................. 3
Tabel 3.1
Penilain Persepsi Industri Domestik terhadap Kinerja
Perusahaan Setelah Tindakan Anti-Dumping ........................26
Tabel 4.1
Deskripsi Produk Impor yang Sedang Dikenakan BMAD ......32
Tabel 4.2
Nilai Impor Produk yang Dikenakan BMAD ...........................34
Tabel 4.3
Penilaian Industri Pemohon (IDN) terhadap Kinerja
Perusahaan setelah Pengenaan Anti-Dumping .....................39
Tabel 4.4
Penilaian Importir/Pengguna (IM) terhadap Kinerja
Perusahaan setelah Pengenaan Anti-Dumping .....................40
Tabel 5.1
Volume Ekspor India Produk PSF .........................................61
Tabel 5.2
Volume Ekspor RRT Produk PSF ..........................................61
Tabel 5.3
Volume Ekspor RRT Produk HRP .........................................64
Tabel 5.4
Volume Impor Malaysia Produk CRC ....................................66
Tabel 5.5
Volume Ekspor HRC Malaysia ...............................................68
Tabel 5.6
Unsur dalam Baja Paduan .....................................................72
Tabel 5.7
Kode HS Baja Karbon dan Baja Paduan yang Bersesuaian ..73
Tabel 5.8
Hasil Olahan Panel Data........................................................92
Tabel 5.9
Jumlah Importir dan Nilai Impor pada Produk CRC berupa
Baja Karbon maupun Baja Paduan ........................................95
Tabel 5.10 Perkiraan Volume dan Asal Produk yang Diduga
Circumvention oleh Importir Lama .........................................97
Tabel 5.11 Perkiraan Volume dan Asal Produk yang Diduga
Circumvention oleh Importir Baru ..........................................98
Tabel 6.1
Kasus Anti-Circumvention di AS ..........................................101
Tabel 6.2
Kasus Anti-Circumvention di EU ..........................................108
Tabel 6.3
Kasus Anti-Circumvention di Australia .................................116
Tabel 6.4
Kasus Anti-Circumvention di India .......................................119
Tabel 6.5
Kasus Anti-Circumvention di Turki .......................................122
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Perkembangan Kuantitas Impor Produk Indonesia yang
Dikenakan BMAD ............................................................. 4
Gambar 3.1
Dampak Circumvention terhadap Produsen Domestik ....19
Gambar 3.2
Tahapan Pengkajian........................................................21
Gambar 4.1
Persepsi Responden terhadap Instrumen Kebijakan AntiDumping ..........................................................................38
Gambar 4.2
Persepsi Responden terhadap Penyebab Instrumen AntiDumping Tidak Efektif .....................................................42
Gambar 4.3
Persepsi Responden terhadap Strategi Importir dalam
Mengurangi Dampak Anti-Dumping.................................44
Gambar 5.1
Perkembangan Volume Impor Pisang Cavendish
Indonesia .........................................................................48
Gambar 5.2
Pangsa Volume Impor Pisang Cavendish Indonesia .......49
Gambar 5.3
Perkembangan Volume Impor Tableware Ceramic
Indonesia .........................................................................50
Gambar 5.4
Pangsa Volume Impor Tableware Ceramic Indonesia .....51
Gambar 5.5
Perkembangan Volume Impor Alumunium Mealdish
Indonesia .........................................................................52
Gambar 5.6
Pangsa Volume Impor Alumunium Mealdish Indonesia ..53
Gambar 5.7
Perkembangan Volume Impor Tin Plate Indonesia .........54
Gambar 5.8
Pangsa Volume Impor Tin Plate Indonesia .....................55
Gambar 5.9
Perkembangan Volume Impor Partially Oriented Yarn
Indonesia .........................................................................56
Gambar 5.10
Pangsa Volume Impor Partially Oriented Yarn Indonesia
........................................................................................57
Gambar 5.11
Perkembangan Volume Impor Spin Draw Yarn Indonesia
........................................................................................58
Gambar 5.12
Perkembangan Volume Impor Polyster Staple Fiber
Indonesia .........................................................................59
Gambar 5.13
Perkembangan Volume Impor Polyster Staple Fiber
Indonesia dari Negara yang Tidak Dikenakan BMAD......60
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
vii
Gambar 5.14
Perkembangan Volume Impor HRP Indonesia ................63
Gambar 5.15
Perkembangan Volume Impor HRP Indonesia dari Negara
yang Tidak Dikenakan BMAD ..........................................63
Gambar 5.16
Perkembangan Volume Impor CRC Indonesia ................65
Gambar 5.17
Perkembangan Volume Impor CRC Indonesia dari Negara
yang Tidak Dikenakan BMAD ..........................................66
Gambar 5.18
Perkembangan Volume Impor HRC Indonesia ................67
Gambar 5.19
Perkembangan Volume Impor H & I Section Indonesia...69
Gambar 5.20
Perkembangan Volume Impor H & I Section Indonesia dari
Negara yang Tidak Dikenakan BMAD .............................70
Gambar 5.21
Volume Ekspor H&I Section RRT ke Singapura ..............71
Gambar 5.22
Perkembangan Impor Indonesia pada Produk CRC dan
Baja Paduan asal RRT ....................................................75
Gambar 5.23
Perkembangan Impor Indonesia pada Produk HRP dan
Baja Paduan asal RRT ....................................................76
Gambar 5.24
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk H &
I Section dan Baja Paduan asal RRT ..............................77
Gambar 5.25
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
CRC dan Baja Paduan asal Korea Selatan .....................78
Gambar 5.26
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
HRP dan Baja Paduan asal Korea Selatan .....................79
Gambar 5.27
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
CRC dan Baja Paduan asal Jepang ................................80
Gambar 5.28
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
HRC dan Baja Paduan asal Jepang ................................81
Gambar 5.29
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
HRC dan Baja Paduan asal Malaysia..............................82
Gambar 5.30
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
HRP dan Baja Paduan asal Singapura............................83
Gambar 5.31
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
CRC dan Baja Paduan asal Taiwan ................................84
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
viii
Gambar 5.32
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
HRC dan Baja Paduan asal Taiwan ................................85
Gambar 5.33
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
HRP dan Baja Paduan asal Ukraina................................86
Gambar 5.34
Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk
CRC dan Baja Paduan asal Vietnam...............................87
Gambar 5.35
Pola Impor Baja Paduan Indonesia dari Dunia ................88
Gambar 6.1
Proses Penyelidikan Anti-Circumvention di EU .............107
Gambar 6.2
Proses Penyelidikan Anti-Circumvention di Australia ....113
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selain memiliki dampak positif, keterbukaan perekonomian
yang ditandai oleh semakin besarnya interaksi perdagangan
internasional suatu negara dapat pula mengakibatkan dampak
negatif terhadap perekonomian domestik, terutama pada sektorsektor yang kalah bersaing secara langsung dengan produk luar
negeri. Bahkan secara agregat, bisa menimbulkan defisit neraca
perdagangan dimana nilai impor barang melebihi nilai ekspornya.
Terkait dengan hal tersebut, peraturan perdagangan internasional
dalam WTO memperkenankan setiap negara untuk mengenakan
tindakan pengamanan perdagangan dalam rangka melindungi
produsen domestik dari barang impor pada kondisi tertentu.
Tindakan pengamanan tersebut diantaranya berupa tindakan antidamping dan anti-subsidi (tindakan imbalan). Kedua tindakan
tersebut ditujukan untuk mengatasi impor yang tidak sehat (unfair
trade) dari negara tertentu yang masuk ke dalam pasar domestik.
Meskipun
perdagangan
telah
dari
disediakan
praktek
unfair
instrumen
trade,
pengamanan
namun
dalam
implementasinya seringkali belum efektif. Barang yang dikenakan
tindakan anti-dumping atau anti-subsidi dapat tetap masuk ke pasar
domestik melalui negara lain yang tidak dikenakan tindakan antidumping atau dengan importasi bagian-bagian produknya. Dalam
perdagangan internasional, fenomena ini lazim disebut sebagai
circumvention. Menurut Yu (2008), circumvention merupakan upaya
penghindaran terhadap pengenaan bea masuk anti-dumping atau
bea masuk imbalan dengan memodifikasi atau merubah secara
marginal bentuk fisik, produksi, atau jalur pengiriman produk yang
terkena tindakan anti-dumping dan anti-subsidi dalam rangka
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
1
memperlemah tujuan maupun efektifikas kompensasi (remedies)
dalam kerangka WTO Anti-dumping Agreement dan Agreement on
Subsides and Countervailing Measures (SCM Agremeent), dimana
peraturan tersebut telah diundangkan (diratifikasi) dalam hukum
nasionalnya.
Secara umum, Vermulst (2012) mendefinisikan empat bentuk
praktek circumvention, yaitu: (1) Product alternation: ekspor produk
dengan sedikit modifikasi; (2) Importing country circumvention: impor
bagian-bagian untuk dirakit; (3) Third country circumvention:
transshipment, ekspor produk dengan sedikit modifikasi melalui
negara ketiga atau dirakit di negara ketiga; dan (4) Lower duty rate
company circumvention: memanfaatkan perusahaan yang dikenai
bea masuk anti-dumping/anti-subsidi terendah sebagai sarana
ekspor.
Meskipun tidak ada ketentuan khusus terkait anti-circumvention
yang disepakati di WTO (Bael dan Bellis, 2011), namun beberapa
negara anggota WTO seperti AS, Uni Eropa (EU), Australia, dan
Brasil telah memiliki peraturan anti-circumvention. Bahkan, Indonesia
beberapa kali terkena tuduhan circumvention di negara tujuan
ekspor. Sebagai contoh, pada tahun 2012, EU menginisiasi
penyelidikan praktek circumvention terhadap produk sepeda impor
dari Indonesia. EU menduga
RRT mengalihkan ekspor produk
sepeda ke EU melalui Indonesia setelah RRT dikenakan bea masuk
anti-dumping pada produk tersebut sejak tahun 2011. Hasil akhir
penyelidikan EU tahun 2013 menyatakan bahwa tiga produsen atau
eksportir Indonesia yaitu PT Insera Sena (Polygon), PT Terang
Dunia Internusa (United) dan PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle
Industry (WIM Cycle) dibebaskan dari tuduhan circumvention.
Contoh lain tindakan anti-circumvention yang pernah dilakukan
EU dapat dilihat pada Tabel 1.1. Praktek circumvention yang
diselidiki relatif beragam mencakup proses perakitan di negara
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
2
ketiga, transhipment, ataupun memanfaatkan perusahaan yang
dikenakan BMAD terendah. Apabila mampu dibuktikan terjadinya
circumvention maka negara tertuduh dikenakan tindakan anticircumvention yang umumnya berupa pengenaan tambahan bea
masuk. Sebaliknya, apabila tidak terbukti maka perusahaan yang
diselidiki
dapat
dibebaskan
dari
pengenaan
tindakan
anti-
circumvention.
Tabel 1.1. Contoh Kasus Tindakan Anti-Circumvention di EU
Produk
Bentuk Circumvention yang
Diinvestigasi
Tahun
Penyelesaian
Investigasi
Hasil
Pengecualian
Hand pallet trucks and
their essential parts dari
China (AD)
Steel ropes and cables
dari China (AD)
Proses perakitan di Thailand
2009
Tindakan (measures)
diperluas terhadap Thailand
Pengecualian tidak
diberikan
Transhipment melalui Korea
dan Malaysia
2010
Biodiesel dari US (AD)
Transhipment melalui Kanada
dan Singapura; importasi
campuran produk di luar
cakupan AD
2011
Pengecualian diberikan
terhadap 11 perusahaan
Korea
Pengecualian diberikan
terhadap 2 perusahaan
Kanada yang kooperatif
Biodiesel dari
US (AS)
Transhipment melalui Kanada
dan Singapura; importasi
campuran produk di luar
cakupan AS
2011
Iron or steel fasteners
dari China (AD)
Transhipment melalui Malaysia
2011
Tindakan diperluas terhadap
Korea dan investigasi
terhadap Malaysia diakhiri
Tidak ada tindakan
tambahan untuk Singapura;
Tindakan diperluas terhadap
impor produk campuran
biodiesel dari Kanada
Tidak ada tindakan
tambahan untuk Singapura;
Tindakan diperluas terhadap
impor produk campuran
biodiesel dari Kanada
Tindakan diperluas terhadap
Malaysia
Plastic sacks and
Bags dari China (AD)
Ekspor melalui perusahaan
yang dikenakan BMAD rendah
2011
n.a.
Molybdenum wires dari
China (AD)
Transhipment melalui Malaysia
dan Swiss
2012
Residual duty diberikan
kepada perusahaan yang
pada mulanya dikenakan
BMAD rendah
Tidak ada tindakan
tambahan untuk Swis;
tindakan tambahan kepada
Malaysia
Pengecualian diberikan
terhadap 2 perusahaan
Kanada yang kooperatif
Pengecualian diberikan
terhadap 8 perusahaan
Pengecualian tidak
diberikan
Keterangan: AD merupakan kasus anti-dumping, sedangkan AS merupakan kasus anti subsidi.
Sumber: Vermulst (2012)
Di sisi lain, Indonesia belum pernah melakukan tuduhan
circumvention terhadap negara mitra dagang karena pengaturuan
tindakan
anti-circumvention
masih
dalam
tahap
penyusunan.
Berdasarkan data WTO (2015), Indonesia selama periode 1996-2014
telah melakukan 122 tuduhan dumping dengan 54 kasus diantaranya
dapat dibuktikan dumping dan dikenakan Bea Masuk Anti-Dumping
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
3
(BMAD). Namun demikian, hingga saat ini Indonesia belum pernah
sekalipun melakukan inisiasi tuduhan anti-subsidi.
Berdasarkan penelitian empiris Alhayat (2014) disimpulkan
bahwa tindakan anti-dumping Indonesia 1996-2010 secara agregat
berpengaruh negatif terhadap kinerja keseluruhan impor produk pada
saat investigasi, namun tidak mampu membendung peningkatan
impor pada periode proteksi. Hal ini mengindikasikan bahwa tindakan
anti-dumping yang dilakukan Indonesia belum sepenuhnya efektif.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1 bahwa kuantitas impor dari
negara yang tidak dikenakan anti-dumping (non-named country)
mengalami peningkatan setelah dikenakan BMAD. Hal ini setidaknya
mengindikasikan adanya permintaan impor yang tinggi serta adanya
efek pengalihan asal impor dari negara yang dikenakan anti-dumping
(named country) ke negara yang tidak dikenakan anti-dumping.
Dengan kata lain, tindakan anti-dumping Indonesia yang belum
sepenuhnya efektif diantaranya disinyalir disebabkan oleh adanya
praktek circumvention.
Gambar 1.1. Perkembangan Kuantitas Impor Produk Indonesia
yang Dikenakan BMAD
Sumber: Alhayat (2014)
Terlebih lagi, Pemerintah Indonesia selama periode 2010-2013
telah mengenakan tindakan anti-dumping terhadap empat jenis
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
4
produk baja karbon, yaitu: H & I Section, Hot Rolled Coil (HRC), Hot
Rolled Plate (HRP), dan Cold Rolled Coil/Sheet (CRC). Namun
demikian, masih banyak keluhan dari produsen baja di dalam negeri
terkait dengan membanjirnya baja impor, terutama baja paduan (alloy)
yang mengandung boron. Salah satu kemungkinan penyebabnya
adalah pengalihan kode Harmonized System (HS) dari baja karbon
yang dikenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) menjadi HS baja
paduan yang tarif bea masuknya lebih rendah. Dalam perdagangan
internasional,
praktek
tersebut
lazim
disebut
dengan
istilah
circumvention. Selain modifikasi secara tidak substansial suatu
produk, circumvention juga mungkin dilakukan dengan melibatkan
negara ketiga yang tidak dikenakan tindakan anti-dumping.
1.2 Rumusan Masalah
Tindakan anti-dumping belum sepenuhnya mampu menekan
impor barang dumping yang kemungkinan disebabkan adanya
praktek circumvention. Namun demikian, tindakan anti-circumvention
belum dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia karena landasan
hukum tindakan tersebut masih dalam proses perumusan.
1.3 Tujuan
Tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi
indikasi
praktek
circumvention
yang
mengakibatkan kurang efektifnya tindakan anti-dumping di
Indonesia;
b. Menganalisis potensi kerugian Indonesia akibat indikasi praktek
circumvention;
c. Merumuskan best practice kebijakan anti-circumvention yang
dapat diadopsi oleh Indonesia.
1.4 Output
Adapun output dari kajian ini berupa laporan tentang bahan
rekomendasi kebijakan anti-circumvention Indonesia dalam rangka
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
5
mengefektifkan tindakan anti-dumping Indonesia. Secara spesifik,
output terdiri dari:
a. Kasus-kasus tindakan anti-dumping Indonesia yang terindikasi
menyebabkan circumvention;
b. Ada atau tidaknya potensi kerugian serta seberapa besar potensi
(estimasi) kerugian akibat indikasi praktek circumvention pada
tindakan anti-dumping;
c. Rumusan rekomendasi mengenai best practice kebijakan anticircumvention Indonesia
1.5 Dampak / Manfaat
Kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk meningkatkan upaya-upaya pengamanan perdagangan (trade
remedies) Indonesia dari parkatik unfair trade, khususnya dumping
yang dilakukan oleh eksportir. Tindakan anti-circumvention merupakan
instrumen pelengkap untuk menanggulangi adanya penghindaran dari
pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Penerima manfaat dari kajian ini adalah Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Komite Anti
Dumping Indonesia (KADI), Kementerian Perindustrian, Kementerian
Keuangan, dunia usaha dan masyarakat.
1.6 Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup kajian yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Circumvention
dimaknai
pada
upaya
untuk
menghindari
pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) oleh Pemerintah
Indonesia dan bukan terhadap penghindaran pengenaan Bea
Masuk Imbalan (BMI) karena tindakan anti-subsidi belum pernah
dilakukan oleh Indonesia.
b. Kasus pengenaan BMAD di Indonesia periode 2010 hingga awal
2015. Pemilihan periode penilitian dibatasi hingga awal Januari
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
6
2015 karena setidaknya dibutuhkan data pertadangan setahun
terakhir untuk analisis data. Adapun produk yang menjadi
cakupan pengkajian meliputi Alumunium Mealdish, Polyester
Staple Fiber, H & I Section, Hot Rolled Coil (HRC), Pisang
Cavendish, Tableware Ceramic, Hot Rolled Plate (HRP), Cold
Rolled Coil/Sheet (CRC), Tin Plate, Spin Draw Yarn, dan Partially
Oeriented Yarn.
c. Bentuk circumvention terbatas pada:

Ekspor melalui negara ketiga, atau

Melakukan sedikit modifikasi produk
d. Potensi
kerugian
atas
circumvention
didefinisikan
sebagai
kerugian yang dialami produsen domestik akibat tidak efektifnya
pengenaan BMAD. Kerugian dapat berupa penurunan kinerja
perusahaan maupun berkurangnya surplus produsen.
e. Negara
yang
dijadikan
objek
perbandingan
hukum
dan
implementasi anti-circumvention diutamakan dilakukan terhadap
AS, EU, dan Australia. Namun demikian, tidak menutup
kemungkinan
negara-negara
mengimplementasikan
lain
yang
anti-circumvention
juga
dalam
telah
peraturan
domestiknya.
1.7 Sistematika Penelitian
Laporan penelitian terdiri dari tujuh Bab dengan isi masingmasing Bab sebagai berikut:
a. BAB I Pendahuluan
Pada bagian ini diuraikan mengenai pentingnya tindakan anticircumvention sebagai instrumen pengamanan perdagangan dari
praktek unfair trade. Berkaca pada pengalaman negara anggota
WTO lainnya serta studi empiris yang menyimpulkan kurang
efektifnya tindakan anti-dumping karena kemungkinan praktek
circumvention oleh negara mitra dangang, Indonesia dipandang
perlu untuk memiliki instrumen anti-circumvention yang memadai.
Dalam pendahuluan juga diuraikan rumusan masalah, tujuan,
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
7
output, dampak/manfaat, ruang lingkup kajian, dan sistematika
penulisan.
b. BAB II Tinjauan Pustaka
Pada bab ini terlebih dahulu mengulas mengenai hubungan
antara
dumping,
anti-dumping,
circumvention,
dan
anti-
circumvention dalam perdagangan internasional. Selanjutnya,
anti-circumvention
dalam
perpektif
WTO
dan
beberapa
pandangan yang mendukung maupun berseberangan terkait
tindakan
anti-circumvention
dibahas
pada
sub
bab
yang
bersangkutan. Untuk melengkapi studi pustaka, dipaparkan juga
mengenai suti-studi empiris terdahulu yang relevan.
c. BAB III Metode Pengkajian
Bab ini diawali dengan landasan teori terkait dampak praktek
circumvention melalui pendekatan welfare effect serta bagaimana
menghitung kerugian akibat praktek tersebut secara konseptual.
Pendekatan dan tahapan pengkajian perlu dijabarkan dalam bab
ini untuk memudahkan pembaca dalam memahami alur kajian.
Terlebih, kajian ini mengkombinasikan antara pendekatan ilmu
ekonomi dengan ilmu hukum. Selanjutnya dibahas tiga metode
analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan penelitian,
yaitu: identifikasi praktek circumvention oleh negara mitra dagang,
analisis potensi kerugian praktek circumvention, dan analisis
perbandingan hukum sebagai dasar perumuskan substansi
pengaturan
anti-circumvention
yang
dapat
diadopsi
oleh
Indonesia. Selain itu, diuraikan pula mengenai data yang
dibutuhkan serta sumber data.
d. BAB IV Review Kebijakan Anti-Dumping Indonesia
Bab ini merupakan overview dari ketentuan umum anti-dumping
dan
implementasi
kebijakan
anti-dumping
di
Indonesia.
Sebagimana telah diketahui bahwa circumvention yang mungkin
terjadi di Indonesia merupakan tindakan penghindaran terhadap
pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) karena pengenaan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
8
Bea Masuk Imbalan (anti-subsidi) belum pernah dilakukan sampai
saat ini. Review kebijakan dan kasus-kasus anti-dumping
setidaknya akan memberikan dasar pengetahuan dan informasi
dalam memahami ketentuan anti-circumvention serta menjadi
dasar
dalam
mengidentifikasi
kemungkinan
terjadinya
circumvention dan potensi kerugian akibat tindakan tersebut
e. BAB V Analisis Indikasi Praktek Circumvention di Indonesia
Bab ini menganalisis ada atau tidaknya indikasi praktek
circumvention atas pengenaan BMAD di Indonesia. Sesuai
dengan ruang lingkup kajian, analisis indikasi circumvention
difokuskan pada dua bentuk circumvention, yaitu ekspor melalui
negara ketiga (third country circumvention/transsipment) dan
perubahan produk secara tidak substansial (slightly modified
product). Analisis indikasi circumvention ekspor melalui negara
ketiga dilakukan pada masing-masing produk yang menjadi
cakupan BMAD. Sementara itu, analisis indikasi circumvention
melalui modifikasi produk dilakukan untuk produk-produk yang
yang menjadi cakupan BMAD dan memiliki informasi yang baik
mengenai kode HS (klasifikasi tarif) sebagai modus pengalihan
impor akibat pengenaan BMAD.
f. BAB
VI Pengaturan dan Implementasi Kebijakan Anti-
Circumvention di Negara Lain
Bab ini fokus pada pengalaman negara-negara anggota WTO
yang telah memiliki regulasi tindakan anti-circumvention dalam
peraturan
domestiknya
serta
bagaimana
negara
tersebut
mengimplementasikannya. Negara yang menjadi bahan studi
(benchmark) antara lain Amerika Serikat, Uni Eropa, dan
Australia. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi negaranegara lain yang juga telah mengimplementasikan tindakan anticircumvention asalkan regulasi maupun dokumen terkait dapat
diakses secara terbuka. Bab ini akan ditutup dengan ringkasan
yang merupakan hal-hal pokok dan umum mengenai kebijakan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
9
anti-circumvention yang diimplementasikan oleh negara-negara
lain di dunia.
g. BAB VII Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan
Bagian awal bab ini akan menyimpulkan hasil kajian atas
beragam hal yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya,
khususnya yang terkait dengan tujuan penelitian. Selanjutnya
akan dibahas mengenai rekomendasi kebijakan berkaitan dengan
tindakan anti-circumvention.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian mengenai circumvention maupun anti-circumvention yang
berdasarkan pada analisis ilmu ekonomi sedikit sekali disinggung dalam
literatur. Kebanyakan literatur membahas anti-circumvention dalam aspek
ilmu hukum. Oleh karena itu, sesuai dengan ruang lingkup penelitian
dimana circumvention didefinisikan sebagai suatu upaya penghindaran
terhadap tindakan anti-dumping yang dilakukan Indonesia, maka dalam
tinjauan pustaka ini terlebih dahulu meriviu mengenai dumping dan
dampak tindakan anti-dumping. Selanjutnya akan dibahas mengenai
circumvention dan anti-circumvention serta studi-studi terdahulu yang
relevan.
2.1 Dumping,
Anti-Dumping,
Circumvention,
dan
Anti-
Circumvention dalam Perdagangan Internasional
Konsep dumping pertama kali diperkenalkan oleh Jacob Viner
pada tahun 1923 yang didefinisikan sebagai diskriminasi harga
antara pasar di negara satu dengan pasar di negara yang lain
(Andersson dan Turesson, 2008). Dumping adalah ketika produk
yang sama dijual dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri
daripada di pasar dalam negeri. Definisi ini juga mencakup situasi
yang tidak lazim di mana produk yang sama dijual dengan harga
yang lebih tinggi di pasar luar negeri daripada di pasar dalam negeri
(dikenal sebagai reverse dumping) dan situasi di mana harga produk
yang berbeda di berbagai pasar luar negeri. Aspek utama pada
konsep yang dikemukakan Viner
adalah bahwa perusahaan
menetapkan harga yang berbeda di pasar yang berbeda untuk
produk yang sama. Perbedaan antara diskriminasi harga umum dan
dumping adalah bahwa dumping terjadi di pasar internasional antar
negara. Namun saat ini, analisis dumping berfokus pada situasi di
mana produk tersebut dijual dengan harga yang lebih rendah di
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
11
pasar luar negeri dibandingkan di pasar domestik, karena peraturan
anti-dumping hanya berurusan dengan situasi ini. Konsep dumping
juga telah diperluas untuk mencakup penjualan di bawah biaya
produksi, tidak memperhitungkan apakah terdapat diskriminasi harga
atau tidak di pasar nasional yang berbeda.
Dumping menimbulkan permasalahan dalam perdagangan
internasional karena dumping merupakan praktek unfair trade.
Dengan menerapkan strategi harga jual yang mural, produsen luar
negeri dapat mengendalikan pasar negara importir. Dampaknya,
domestik industri di negara importir dapat tersisih dari kompetisi
terhadap barang impor dumping. Apabila tujuan tersebut telah
terpenuhi, produsen yang melakukan dumping akan meningkatkan
harga dan memonopoli pasar. Konsumen yang diuntungkan atas
harga barang yang dahulunya murah, kini turut dirugikan. Dari hal
tersebut sangat jelas bahwa dumping merugikan negara importir.
Oleh karena itu, dalam Peraturan Anti-Dumping WTO diatur
mengenai tahapan melakukan penyelidikan anti-dumping, yang
meliputi: (1) penyelidikan dumping untuk membuktikan adanya
barang dumping khususnya ketika harga ekspor produk yang diduga
dumping di bawah harga normalnya; (2) penyelidikan kerugian
material yang dialami industri domestik; dan (3) hubungan sebabakibat antara barang dumping dan kerugian industri domestik.
Circumvention terhadap pengenaan bea-masuk anti-dumping
merupakan
permasalahan
kontemporer
dari
peraturan
dan
implementasi anti-dumping. Adanya tindakan penghindaran tersebut
mengakibatkan tindakan anti-dumping yang telah diputuskan menjadi
kurang ataupun tidak efektif. Barang dumping yang seharusnya
dapat ditekan impornya, justru tetap masuk ke negara importir
melalui cara-cara yang lain sehingga industri domestik terus
mengalami kerugian material.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
12
2.2 Anti-Circumvention dalam Perspektif WTO
Sejak Putaran Uruguay hingga sekarang belum ada konsensus
yang dicapai oleh anggota WTO atas pengaturan khusus mengenai
anti-circumvention. Salah satu penyebabnya adalah adanya dua
kelompok
yang
berbeda
pandangan.
Kelompok
pertama
direpresentasikan oleh Jepang dan Hong Kong yang menganggap
tidak perlu pembahasan spesifik anti-circumvention
karena hal
tersebut merupakan praktek perdagangan internasional yang lazim.
Kelompok kedua diwakili oleh AS dan EU yang berpendapat bahwa
isu anti-circumvention harus dibahas dan disepakati bersama di
WTO. Meskipun demikian, beberapa negara seprti AS, EU, Meksiko,
dan Venezuela telah memeiliki regulasi domestik yang mengatur
anti-circumvention. Pengaturan tersebut menyebabkan timbulnya
kekhawatiran
Jepang
karena
berpotensi
membatasi
kegiatan
perdagangan dan investasi.
Dalam peraturan WTO yang ada saat ini, baik dalam Artikel VI
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) maupun AntiDumping Agreement (ADA) tidak mengatur secara jelas mengenai
isu circumvention maupun tindakan anti-circumvention. Satu-satunya
keputusan terkait circumvention atas hasil negosiasi Puratan
Uruguay adalah sebagai berikut:
Ministers,
Noting that while the problem of circumvention of anti-dumping duty
measures formed part of the negotiations which preceded the Agreement on
Implementation of Article VI of GATT 1994, negotiators were unable to agree
on specific text,
Mindful of the desirability of the applicability of uniform rules in this
area as soon as possible,
Decide to refer this matter to the Committee on Anti-Dumping
Practices established under that Agreement for resolution.
Penggunaan
istilah
circumvention
of
anti-dumping
duty
measures secara eksplisit dalam teks tersebut menimbulkan
ketidaksaman penafsiran (ambigu). Hal ini dikarenakan tidak jelasnya
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
13
definisi umum circumvention maupun cakupan penerapan tindakan
anti-circumvention. Implikasinya, ada sebagian negara anggota WTO
yang menganggap circumvention merupakan praktek perdagangan
serta investasi yang normal, sedangkan negara lainnya menganggap
sebagai bentuk ketidakpatuhan/penghindaran terhadap instrumen
trade remedies.
2.3 Pro dan Kontra Anti-Circumvention
Menurut Yu (2008), isu circumvention dan anti-circumvention
mengakibatkan beberapa pro dan kontra (konflik) pada level yang
berbeda yang melibatkan beragam pihak. Konflik-konflik tersebut
berdampak
pada
implementasi
tindakan
anti-dumping
serta
perdagangan internasional secara luas.
Konflik pertama yaitu konflik antara eksportir asing dengan
otoritas anti-dumping domestik. Perekonomin global pada beberapa
dekade terakhir dicirikan oleh kemampuan adaptasi produsen dan
internasionalisasi distribusi. Jaringan supply dan fasilitas produksi
saling berkaitan di seluruh dunia. Globalisasi tersebut telah
memfasilitasi perubahan strategi bisnis yang lebih mengedepankan
pada realitas komersial. Di sisi lain, hukum dan kebijakan
perdagangan juga terus berkembang, salah satunya dengan
pengaturan tindakan anti-dumping. Untuk menghindari pengenaan
tindakan anti-dumping, eksportir harus mengembangkan strategi
pemasaran untuk meningkatkan daya saingnya melalui efisiensi
aktivitas perdagangan maupun produksi (circumvention). Strategi
eksportir tersebut tentu saja bertentangan dengan otoritas antidumping di negara importir yang berupaya agar instrumen tindakan
anti-dumping dapat berjalan dengan efektif.
Konflik kedua merupakan konflik antar beragam produsen
domestik. Dalam beberapa kasus, otoritas anti-dumping yang akan
menerapkan tindakan anti-circumvention merasa ragu karena
tindakan
tersebut
akan
berpengaruh
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
terhadap
peningkatan
14
keuntungan
pada
industri
domestik
namun
mengorbankan
kesejahteraan elemen masyarakat yang lain. Hal ini umumnya terjadi
pada importasi komponen. Apabila tindakan anti-circumvention
digunakan untuk menanggulangi tindakan dumping pada komponen,
produsen domestik yang memproduksi komponen yang sama akan
mendapatkan proteksi dari persaingan langsung dengan komponen
impor. Namun demikian, tindakan anti-dumping yang diperluaas
terhadap komponen impor akan berakibat pada kenaikan harga
komponen sehingga merugikan produsen yang masih bergantung
pada komponen impor tersebut. Pada akhirnya, konsumen akhir juga
akan menderita dengan kenaikan harga produk akhir.
Konflik ketiga merupakan konflik antar anggota WTO. Sejak EU
memperkenalkan regulasi anti-circumvention tahun 1987 untuk
mengatasui
praktek
“screwdriver
assembly”,
perdebatan
internasional mengenai circumvention dan anti-circumvention belum
sepenuhnya terselesaikan. Meskipun terdapat kontroversi mengenai
isu
anti-circumvention
di
forum
GATT/WTO,
beberapa
blok
perdagangan regional dan negara (EU dan AS) telah mengadopsi
tindakan anti-circumvention dalam peraturan domestiknya. Bahkan,
mereka mendorong agar Peraturan Anti-Dumping WTO yang ada
saat ini untuk mengakomodasi ketentuan anti-circumvention yang
lebih komprehensif. Keinginan tersebut tentu berseberangan dengan
negara-negara yang berorientasi ekspor seperti Korea, Singapura,
China, Hong Kong dan Jepang yang menolak amandeman anticircumvention dalam Peraturan Anti-Dumping WTO. Selain itu,
perdebatan mengenai anti-circumvention beralih dari area hukum ke
area politik, yaitu pihak yang cenderung proteksionis dengan pihak
yang pro perdagangan bebas.
2.4 Penelitian Terdahulu
Devault (1996) melakukan analisis empiris efek kesejahteraan
(welfare effect) atas pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD) di
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
15
Amerika Serikat (AS). Sampel penelitian adalah 30 kasus pengenaan
BMAD yang dikenakan pertama kali selama periode 1987 hingga
1992. Dampak kesejahteraan tersebut dihitung menggunakan model
Dixit-Stiglitz
yang
secara
eksplisit
memodelkan
permintaan
konsumen dan perubahan dalam kesejakteraan konsumen. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
manfaat
BMAD
relatif
kecil
dibandingkan dengan kerugian yang dibebankan kepada konsumen.
BMAD merupakan langkah yang tidak murah untuk mendukung
industri domestik. Secara keseluruhan, kesejahteraan AS berkurang
sekitar USD 275 juta per tahun akibat pengenaan BMAD. Kerugian
yang ditanggung konsumen ditaksir berkisar USD 500 juta hingga
USD 800 juta, sementara keuntungan yang diperoleh produsen
diestimasi antara USD 90 juta hingga USD 375 juta.
Seperti yang diakui sendiri oleh Devault (1996), perhitungan
dampak pengenaan BMAD yang dilakukannya memiliki beberapa
kelemahan. Pertama, BMAD tidak konstan setiap waktu sehingga
dampak kesejahteraan yang sebenarnya terjadi juga akan berubah
seiring dengan perubahan besaran BMAD yang dikenakan. Kedua,
estimasi kesejahteraan yang dilakukan tidak memperhitungkan
perubahan dinamika industri yang bersangkutan. Ketiga, pendekatan
yang dilakukan tidak bisa diterapkan untuk kasus industri yang
bersaing secara tidak sempuna (imperfecty competitive industries).
Moore
dan
Suranovic
(1994)
menganalisis
dampak
kesejahteraan liberalisasi perdagangan yang dikombinasikan dengan
proses anti-dumping. Melalui model teoritis yang mereka susun,
kombinasi
kedua
kebijakan
tersebut
dapat
menghasilkan
kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan dengan sebelum
kebijakan tersebut diterapkan. Dalam model tersebut diasumsikan
bahwa perusahaan harus memperbanyak sumber daya untuk
mendapatkan proteksi, namun probabilitas mendapatkan proteksi
tersebut
tidaklah
pasti.
Hasil
simulasi
menunjukkan
bahwa
kesejahteraan dapat turun dengan dimulainya proses anti-dumping
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
16
dengan beragam skenario, baik dengan tingkat liberalisasi yang
tinggi maupun probabilitas kesuksesan anti-dumping yang rendah.
Dampak kesejahteraan akhir atas liberalisasi tergantung dari
parameter-parameter yang ditentukan pada proses anti-dumping,
terutama besarnya bea masuk anti-dumping, probalilitas petisi antidumping dikabulkan, dan biaya yang harus ditanggung industri dalam
mencari proteksi anti-dumping.
Jain, Jain, dan Upadhyay (2008) menganalisis dampak
tindakan anti-dumping terhadap industri domestik dan importir di
India dari perspektif makroekonomi dan organisasional. Sampel yang
digunakan adalah 203 tanggapan dari direksi/pimpinan perusahaan
terkait investigasi anti-dumping. Industri domestik berpendapat
bahwa
tindakan
anti-dumping
bermanfaat
positif
terhadap
makroekonomi nasional, sedangkan importir cenderung berpendapat
netral atau negatif mengenai dampak tindakan anti-dumping. Studi
tersebut juga menemukan indikasi adanya circumvention sebagai
suatu strategi importir untuk menanggulangi dampak negatif
pengenaan tindakan anti-dumping. Circumvention yang dilakukan
berupa importasi melalui negara ketiga serta impor dalam jumlah
yang besar sebelum pengenaan BMAD berlaku efektif. Berdasarkan
hasil analisis, Jain, Jain, dan Upadhyay (2008) merekomendasikan
agar India memperkuat mekanisme tindakan anti-circumvention dan
memastikan
bahwa
penggunaan
tindakan
anti-dumping
tidak
memicu inefisiensi atau menyediakan suatu proteksi yang tidak perlu
bagi industri domestik.
Hampir semua studi dampak anti-dumping untuk Amerika
Serikat, seperti Staiger dan Wolak (1994), USITC (1995), Krupp dan
Pollard (1996), dan Prusa (2001) menyatakan bahwa harassment
effect dari inisiasi tindakan anti-dumping adalah signifikan. Volume
impor dari negara-negara yang dikenakan anti-dumping (named
country) mengalami penurunan. Namun di sisi lain, negara yang tidak
dikenakan anti-dumping (non-named country) diuntungkan dengan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
17
adanya peningkatan volume perdagangan. Secara umum, peraturan
maupun tindakan anti-dumping masih menyediakan manfaat yang
penting bagi industri domestik karena menyebabkan kenaikan harga
impor yang cukup besar, baik untuk negara asal impor yang
dikenakan anti-dumping maupun negara asal impor lainnya.
Dengan menggunakan data pengenaan anti-dumping di India
periode 1994-2001, Aggarwal (2011) menganalisis efek perdagangan
terhadap kebijakan tersebut. Dengan menggunakan regresi panel,
efek dari tindakan anti-dumping diukur dengan menggunakan
volume, nilai, dan harga impor. Hasil analisis penunjukkan bahwa
efek
penyelidikan
tindakan
anti-dumping
tidak
substansial.
Pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD) berhasil menekan
perdagangan (baik volume dan nilai) dan meningkatkan harga impor.
Namun demikian, efek perdagangan tersebut berangsur menghilang
untuk tahun-tahun berikutnya serta terjadi peningkatan harga impor
yang relatif substansial baik dari negara yang dikenakan maupun
tidak dikenakan BMAD. Dengan demikian, industri dalam negeri
diuntungkan karena adanya kenaikan harga tersebut. Posisi
keuangan industri domestik meningkat dengan mengorbankan
manfaat yang diterma konsumen dan industri hilir. Dikarenkan antidumping merupakan bentuk perlindungan yang mahal, maka hanya
produsen besar dan dominan dalam suatu industri yang muncul
sebagai penerima manfaat utama dari perlindungan ini.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
18
BAB III
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Landasan Teori
Dampak praktek circumvention secara teoritis dapat dianalisis
melalui pendekatan welfare effect. Dalam teori ekonomi mikro,
pengukuran kebijakan tarif dilakukan dengan melihat perubahan
pada surplus konsumen, surplus produsen, dan penerimaan
pemerintah (Mankiw, 1998). Circumvention mengakibatkan tindakan
anti-dumping berupa pengenaan BMAD menjadi tidak efektif
sehingga potensi tambahan surplus produsen akibat kebijakan antidumping tidak dapat diperoleh. Dengan mengacu pada ilustrasi
dampak bea
anti-dumping
oleh
Kim
(2012), ketidakefektifan
pengenaan anti-dumping dapat diilustrasikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Dampak Circumvention
Domestik
terhadap
Produsen
Sumber: Diadopsi dari Mankiw (1998) dan Kim (2012)
Keterangan:
P” : Harga rata-rata penjualan sebelum circumvention
P : Harga rata-rata penjualan setelah circumvention
Q1 : Volume rata-rata penjualan sebelum circumvention
Q2 : Volume rata-rata penjualan setelah circumvention
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
19
ΔQ = Q2 – Q*
Kurva penawaran produk impor diasumsikan memiliki elastisitas
sempurna sehingga harga tetap. Hal ini dilatarbelakangi oleh suatu
asumsi bahwa Indonesia sebagai negara kecil sehingga tidak bisa
mempengaruhi harga dunia (impor). BMAD seharusnya mampu
menaikkan harga produk impor di pasar domestik dari P ke P”.
Meskipun pengenaan BMAD mengakibatkan harga produk dumping
paling tidak sama dengan harga di pasar negara asal impor, namun
harga produk impor tersebut masih dibawah harga domestik di
negara tujuan ekspor. Dengan demikian, masih ada sejumlah impor
sebesar Q1”-Q2”, mengalami penurunan dibandingkan sebelum
dikenakan BMAD dengan jumlah impor sebesar Q1-Q2.
Dikarenakan telah terjadi praktek circumvention maka tujuan
instrumen kebijakan BMAD tersebut tidak tercapai, sehingga harga
produk impor masih jauh di bawah harga produk di pasar domestik
atau bahkan tidak mengalami perubahan. Kondisi tersebut tentu saja
merugikan industri domestik karena berkurangnya potensi surplus
produsen dari seluas area A dan D (Gambar 3.1.A) menjadi area D
saja (Gambar 3.1.B). Dengan kata lain, potensi kerugian dihitung dari
perubahan surplus produsen setelah pengenaan BMAD dikurangi
jika terjadi circumvention (luas area A).
3.2 Pendekatan dan Tahapan Pengkajian
Penelitian ini bukan hanya sebatas pada disiplin ilmu atau
aspek ekonomi, tetapi juga aspek hukum/legal. Aspek ekonomi
digunakan untuk menganalisis dan mengukur seberapa besar
kerugian yang dialami oleh Indonesia atas praktek circumvension
yang dilakukan oleh negara mitra dagang. Sementara itu, aspek
hukum
digunakan
ketentuan-ketentuan
sebagai
serta
dasar
dalam
praktek-praktek
memperbandingkan
kebijakan
anti-
circumvention global dalam rangka memperoleh best practices.
Kombinasi kedua pendekatan ini dimaksudkan agar analisis
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
20
penelitian dapat lebih komprehensif. Adapun tahapan pengkajian
dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Tahapan Pengkajian
3.3 Metode Analisis
Secara umum terdapat tiga metode analisis yang akan
digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. Pertama, identifikasi
praktek circumvention oleh negara mitra datang untuk menghindari
tindakan anti-dumping/anti-subsidi Indonesia dilakukan dengan
melihat perubahan pola perdagangan (impor) yang melalui negara
ketiga atau pada kategori barang sejenis. Kedua, analisis potensi
kerugian didasarkan pada tanggapan/persepsi industri domestik
mengenai kinerja perusahaan sebelum dan setelah pengenaan
BMAD. Apabila data yang diperoleh mencukupi akan dilanjutkan
dengan perhitungan potensi kerugian akibat indikasi praktek
circumvention melalui analisis welfare effect. Dalam hal ini, kerugian
yang dialami industri domestik sebagai akibat dari tidak efektifnya
pengenaan BMAD diindikasikan dengan berkurangnya surplus
produsen.
Ketiga,
perumuskan
substansi
pengaturan
anti-
circumvention yang dapat diadopsi oleh Indonesia dilakukan melalui
perbandingan hukum (comparatif approach) atas pengaturan-
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
21
pengaturan
anti-circumvention
yang
telah
dimiliki
dan
diimplementasikan oleh beberapa negara anggota WTO.
3.3.1 Analisis Perubahan Pola Perdagangan
Indikasi praktek circumvention ditandai dengan adanya
perubahan pola perdagangan yang terdiri dari:
a. Third country circumvention (country hopping)
Pada analisis ini, pertama kali akan dilihat apakah ada
perubahan negara asal impor yang signifikan masuk ke
Indonesia untuk produk yang dikenakan BMAD. Apabila
terdeteksi perubahan pola impor tersebut kemudian dilihat
apakah negara asal impor tersebut (negara ketiga) juga
terjadi
lonjakan
impor
signifikan
dari
negara
yang
dikenakan BMAD untuk produk yang sama. Apabila kedua
unsur perubahan pola perdagangan tersebut terpenuhi
maka
dikategorikan
sebagai
praktek
circumvention
(incidence). Lonjakan impor signifikan terjadi apabila
peningkatan volume impor setelah pengenaan BMAD lebih
tinggi dibandingkan rata-rata volume impor produk tersebut
selama tiga tahun sebelum pengenaan BMAD. Hal
tersebut untuk mengindikasikan bahwa negara ketiga yang
menjadi tempat singgah (transhipment) melakukan ekspor
melebihi kapasitas produksi nasionalnya.
b. Slightly modified product
Analsis ini menekankan pada perubahan aliran impor yang
signifikan untuk produk sejenis antara periode sebelum
dan setelah pengenaan BMAD. Informasi dari pelaku
usaha maupun otoritas penyelidikan anti-dumping (KADI)
sangat bermanfaat sebagai input awal dugaan produk yang
mengalami modifikasi dalam rangka menghindarai BMAD.
Selain itu, digunakan pula analisis data perdagangan
dengan melihat perubahan komposisi dan jenis produk
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
22
yang diimpor. Identifikasi circumvention dengan sedikit
modifikasi produk dapat ditunjukkan oleh perubahan
signifikan pada komposisi dan jenis produk yang diimpor
tersebut.
3.3.2 Analisis Ekomometrika
Analisis ekonometrika digunakan sebagai pelengkap dan
digunakan untuk menguatkan indikasi circumvention dari sisi
statistik atas hasil analisis sebelumnya. Analisis ini digunakan
apabila memungkinkan, mengingat analisis ini memerlukan
persyaratan tertentu seperti jumlah sampel dan kelengkapan
data.
Model yang digunakan dalam kajian circumvention ini
mengacu pada model gravitasi seperti yang dipaparkan dalam
Krugman (2012) dengan sedikit modifikasi. Dalam model
gravitasi, perdagangan antar kedua negara dipengaruhi oleh
besarnya
perekonomian
masing-masing
negara
dan
berbanding terbalik dengan panjangnya jarak antar kedua
negara tersebut sebagaimana tercermin pada Persamaan 3.1.
(3.1)
Keterangan:
Tij adalah nilai perdagangan (ekspor dan impor) antara negara
i dan negara j
A adalah konstanta
Yi adalah GDP negara i
Yj adalah GDP negara j
Dij adalah jarak antara negara i dan negara j
Kemudian untuk memudahkan dalam estimasi pada data
agar data berbentuk linier maka bentuk Persamaan 3.1 diubah
dalam bentuk logaritma (log) dengan menambahkan beberapa
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
23
variabel yang relevan. Dengan demikian, model permintaan
impor dalam kajian ini menjadi sebagai berikut:
(3.2)
Keterangan:
VOL_IMPOR:
volume impor
PRICE:
harga impor
JARAK:
jarak ekonomi, dihitung dengan rumus
XRATE_IDN:
nilai tukar nominal Rupiah terhadap Dollar
AS
GDP_IDN:
nilai Gross Domestic Product riil Indonesia
DUMMY_BMAD: dummy sebelum BMAD (bernilai 0) dan
sesudah pengenaan BMAD (bernilai 1)
Variabel dummy digunakan untuk memperkuat dugaan
indikasi circumvention yang dihasilkan dari analisis perubahan
pola perdagangan. Dalam hal ini, model Persamaan 3.2
berbentuk data
panel sehingga bisa digunakan untuk
mengetahui dampak pengenaan BMAD terhadap impor dari
masing-masing negara yang dikenakan BMAD serta negara
tertentu yang diindikasikan menjadi negara ketiga. Indikasi
kuat circumvention melalui negara ketiga terjadi apabila impor
dari negera yang dikenakan BMAD mengalami penurunan,
sedangkan impor dari negara ketiga mengalami kenaikan
yang secara statistik signifikan.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
24
3.3.3 Analisis Potensi Kerugian Circumvention
Analisis welfare effect digunakan untuk menghitung
potensi
kerugian
akibat
praktek
circumvention
yang
diindikasikan degnan berkurangnya surplus produsen (industri
domestik dirugikan). Pengenaan BMAD seharusnya mampu
menaikkan harga produk impor sehingga minimal sama
dengan harga produk di pasar domestik. Namun demikian,
adanya
circumvention
mengakibatkan
tujuan
instrumen
kebijkan tersebut tidak tercapai sehingga harga produk impor
masih di bawah harga produk di pasar domestik. Hal ini tentu
berakibat pada berkurangnya penerimaan produsen domestik.
Dengan mengadopsi perhitungan produsen surplus pada
kasus anti-dumping yang dilakukan oleh Devault (1996),
perhitungan kerugian produsen dapat dikalkulasikan secara
sederhana sebagai berikut:
..............(1)
Keterangan:
: perubahan surplus produsen
: harga
produsen
domestik pada
saat terjadinya
importasi barang dumping
: harga produsen domestik yang diharapkan dengan
pengenaan
BMAD
(atau
harga
semula/normal
sebelum praktek dumping terjadi)
: jumlah/volume penjualan produsen domestik pada
saat terjadinya importasi barang dumping
: jumlah/volume penjualan produsen domestik yang
diharapkan dengan pengenaan BMAD (atau volume
penjualan semula/normal sebelum praktek dumping
terjadi)
Analisis potensi kerugian yang dialami oleh produsen
domestik juga dilakukan secara kualitatif yang mengukur
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
25
seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh pengenaan
BMAD. Dengan asumsi bahwa circumvention merupakan
faktor utama yang mengakibatkan pengenaan BMAD tidak
efektif pada kasus tertentu, maka industri domestik diharapkan
meresponnya dengan memberi penilain kinerja perusahaan
yang semakin memburuk setelah dikenakan BMAD. Hal ini
mengindikasikan bahwa industri domestik merugi karena
praktek circumvention. Tinggi atau rendahnya penilain kinerja
ditentukan dengan menggunakan skala Linkert. Sementara
itu, indikator kinerja perusahaan yang akan dinilai mencakup
produksi, kapasitas terpasang, penjualan, pangsa pasar,
harga, inventori, keuntungan, dan tenaga kerja.
Tabel 3.1.
Penilain Persepsi Industri Domestik terhadap
Kinerja Perusahaan Setelah Tindakan AntiDumping
Skala Penilaian
Indikator Kinerja
1
2
3
4
5
a. Produksi
b. Kapasitas terpasang
c. Penjualan
d. Pangsa pasar
e. Harga
f. Inventori
g. Keuntungan
h. Tenaga Kerja
Keterangan:
(1) Turun signifikan; (2) Sedikit turun; (3) Stagnan; (4) Sedikit meningkat;
dan (5) Meningkat signifikan
3.3.3 Perbandingan Hukum
Menurut Marzuki (2011), satal satu metodologi penelitian
bidang
hukum
adalah
melalui
pendekatan
komparatif
(comparatice law). Pendekatan komparatif dilakukan dengan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
26
membandingkan
undang-undang
suatu
negara,
dengan
undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal
yang
sama.
Terkait
dengan
hal
ini,
peraturan
anti-
circumvention yang diperbandingkan adalah peraturan yang
telah diterapkan di AS, EU, dan Australia. Sementara itu,
elemen
yang
diperbandingkan
definisi/cakupan
circumvention,
diantaranya
mencakup:
prosedur
operasional
(tahapan proses & waktu), bentuk dan jangka waktu tindakan
anti-circumvention.
3.4 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data sekunder terkait perdagangan utamanya
berasal dari Global Trade Atlas (GTA) dan Badan Pusat Statistik
(BPS) karena menyediakan detil data hingga level HS 10 digit. Untuk
mengatasi keterbatasan akses data perdagangan untuk negara
tertentu pada GTA maka digunakan pula data perdagangan UNComtrade sebagai pelengkap yang diakses melalui World Integrated
Trade Solution (WITS). Data sekunder lain adalah Peraturan Menteri
Keuangan terkait penetapan tindakan anti-dumping (besaran dan
jangka waktu pengenaan) serta laporan hasil penyelidikan dumping
yang dilakukan oleh KADI yang didalamnya diantaranya berisi
penilaian faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan industri domestik
mengalami kerugian akibat dumping.
Data primer merupakan adalah data dan informasi yang
langsung dikumpulkan oleh Tim Kajian, baik melalui: (1) Focus Group
Discussion
(FGD)
yang
melibatkan
stakeholder
terkait
baik
akademisi, praktisi, pelaku bisnis, maupun institusi pemerintah, dan
(2) survei melalui teknik wawancara maupun penyebaran kuesioner
kepada pelaku usaha (industri domestik), khususnya petisioner
tindakan dumping ataupun importer dan industri pengguna. Kedua
teknik pengumpulan data primer tersebut diantaranya digunakan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
27
untuk mempertajam
metode
analisis,
mengklarifikasi
temuan,
maupun menambah data dan informasi yang relevan. Rincian
kuesioner dapat dilihat pada lampiran.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
28
BAB IV
REVIEW KEBIJAKAN ANTI-DUMPING DI INDONESIA
4.1 Ketentuan Umum Anti-Dumping
Ketentuan dalam World Trade Organization (WTO) pada
dasarnya tidak menghakimi tindakan dumping, namun lebih kepada
memberikan pedoman bagaimana negara-negara anggota WTO
merespon (dapat atau tidak dapat bereaksi) terhadap tindakan
dumping. Secara khusus, ketentuan mengenai
tindakan anti-
dumping diatur dalam Artikel VI General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) 1994 yang sering disebut juga sebagai "Perjanjian
Anti-Dumping". Perjanjian Anti-Dumping memungkinkan pemerintah
untuk bertindak melawan dumping apabila setelah dilakukan
penyelidikan terbukti bahwa dumping benar-benar terjadi, terdapat
kerugian material pada industri dalam negeri yang bersaing
(menghasilkan produk sejenis), dan terdapat hubungan sebab-akibat
bahwa dumping menyebabkan kerugian (injury) atau mengancam
industri domestik (WTO, 2014a).
Untuk
menentukan
tingkat
dumping,
perlu
dilakukan
perhitungan harga normal di negara asal eksportir dan harga ekspor.
Dalam hal ini, Perjanjian Anti-Dumping memberikan ketentuan
bagimana menentukan harga normal maupun harga ekspor tersebut.
Sebagai contoh, harga normal terlebih dahulu harus dihitung
berdasarkan pada harga penjualan di pasar domestik eksportir.
Apabila informasi tersebut tidak tersedia, perhitungan harga normal
dapat menggunakan harga yang dikenakan oleh eksportir di negara
lain atau perhitungan berdasarkan “constructed normal value” yang
merupakan kombinasi dari biaya produksi, biaya penjualan, biaya
administrasi, dan margin keuntungan normal. Perjanjian tersebut
juga menentukan bagaimana melakukan perbandingan yang adil
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
29
antara harga ekspor dan apa yang akan menjadi harga normal,
misalnya dalam menentukan nilai tukar (WTO, 2014b).
Perhitungan tingkat dumping pada suatu produk tidaklah cukup.
Tindakan anti-dumping hanya dapat diterapkan apabila barang
dumping menyebabkan kerugian material bagi industri di negara
pengimpor dan bukan karena faktor yang lainnya. Oleh karena itu,
dalam proses penyelidikan kerugian industri dalam negeri harus
mengevaluasi semua faktor ekonomi yang relevan terkait keadaan
industri bersangkutan, diantaranya volume dan harga impor yang
tidak dijual dengan harga dumping, kontraksi dalam permintaan atau
perubahan dalam pola konsumsi, perkembangan teknologi, dan
kinerja ekspor.
Tindakan anti-dumping umumnya berupa pengenaan bea
masuk tambahan pada produk tertentu dari negara pengekspor
dalam rangka mendekatkan harga ekspor dengan nilai normal atau
untuk menghapus kerugian industri dalam negeri di negara
pengimpor. Selain itu, perusahaan eksportir dapat secara sukarela
menaikkan harga jual ke tingkat yang disepakati untuk menghindari
bea masuk anti-dumping apabila hasil penyelidikan menunjukkan
bahwa dumping telah berlangsung dan industri dalam negeri
mengalami kerugian
Prosedur rinci kententuan anti-dumping mengatur bagaimana
kasus anti-dumping harus dimulai, bagaimana investigasi yang akan
dilakukan, dan kondisi untuk memastikan bahwa semua pihak yang
berkepentingan
diberi
kesempatan
untuk
mengajukan
bukti.
Tindakan anti-dumping harus berakhir lima tahun setelah tanggal
pengenaan, kecuali penyelidikan menunjukkan bahwa mengakhiri
tindakan anti-dumping akan menyebabkan kerugian.
Perjanjian Anti-Dumping juga mengatur bahwa negara-negara
anggota WTO harus menginformasikan kepada Komite Praktek AntiDumping tentang semua tindakan anti-dumping dari awal hingga
akhir proses, segera dan secara rinci. Negara-negara anggota WTO
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
30
juga harus melaporkan semua penyelidikan dua kali setahun. Ketika
perbedaan pendapat muncul terkait pengenaan tindakan antidumping, anggota didorong untuk saling berkonsultasi terlebih
dahulu. Apabila masih belum puas dengan hasil konsultasi, mereka
juga dapat menggunakan prosedur penyelesaian sengketa WTO.
Sejalan dengan peraturan yang telah disepakai di WTO,
ketentuan anti-dumping di Indonesia diatur melalui Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti
Dumping dan Bea Masuk Imbalan, dan telah diperbaharui dengan
PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan
Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Berdasarkan PP
tersebut, pemerintah membentuk Komite Anti Dumping Indonesia
(KADI)
sebagai
otoritas
penyelidikan
dumping
dan
subsidi.
Sementara itu, tata cara penyelidikan dalam rangka pengenaan
tindakan anti-dumping diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 76/M-DAG/PER/12/2012.
4.2 Tindakan Anti-Dumping di Indonesia 2010-2015
Selama periode 2010 hingga awal 2015, terdapat sebelas
tindakan anti dumping yang dikenakan Indonesia terhadap berbagai
produk impor dari negara mitra (Tabel 4.1). Pengenaan BMAD
tersebut meliputi produk Alumunium Mealdish, Polyester Staple Fiber
(PSF), H & I Section, Hot Rolled Coil (HRC), Pisang Cavendish,
Tableware Ceramic, Hot Rolled Plate (HRP), Cold Rolled Coil/Sheet
(CRC), Tin Plate, Spin Draw Yarn (SDY), dan Partially Oeriented
Yarn (POY). Sebagian besar produk yang dikenakan BMAD tersebut
berasal dari RRT (6 produk) dan Malaysia (4 produk), dan selebihnya
berasal dari negara Asia lainnya seperti India, Taiwan, Korea,
Jepang, Filipina, dan Thailand. Sementara itu, negara lainnya di luar
negara Asia yang dikenakan BMAD adalah Ukraina untuk produk
HRC.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
31
Tabel 4.1. Deskripsi Produk Impor yang Sedang Dikenakan
BMAD
No.
1
Produk
Pengenaan AntiDumping/PMK
Alumunium Mealdish (wadah
makanan dari alumunium)
Polyester Staple Fiber (serat
staple sintetik dari polyester)
27-08-2010
145/PMK.011/2010
23-11-2010
196/PMK.011/2010
5
H & I Section (besi baja bentuk H
dan I)
Hot Rolled Coil (canai panas tidak
dibalut/ disepuh/dilapisi)
Pisang Cavendish
6
Tableware Ceramic
7
Hot Rolled Plate (produk canai
lantaian dari besi atau baja)
23-11-2010
195/PMK.011/2010
07-02-2011
23/PMK.011/2011
17-11-2011
175/PMK.011/2011
24-4-2012
58/PMK.011/2012
10-01-2012
150/PMK.011/2012
8
Cold Rolled Coil/Sheet (Baja
Lembaran Canai Dingin)
19-03-2013
65/PMK.011/2013
9
Tin Plate (Baja Lembaran Lapis
Timah )
15-01-2014
10/PMK.011/2014
10
Spin Draw Yarn
11
Partially Oeriented Yarn
21-01-2015
13/PMK.010/2015
21-01-2015
14/PMK.010/2015
2
3
4
Negara yang Dikenakan
dan Besaran BMAD
Malaysia: 27%
RRT : 0-11,94 %
India : 5,82-16,67%
Taiwan : 28,47%
RRT : 6,63-11,93%
Korea
: 3,8%
Malaysia : 48,4%
Filipina: 35%
RRT
: 87%
RRT
: 10,47%
Singapura : 12,33%
Ukraina
: 12,50%
RRT
: 13,6-43,5%
Taiwan
: 5,9-20,6%
Korea
: 10,1-11,0%
Jepang
: 18,6-55,6%
Vietnam : 12,3-27,8%
Korea : 4,4 – 7,92%
RRT
: 6,1 – 7,4%
Taiwan : 4,42%
Malaysia : 7,5%
Malaysia : 9,3%
Thailand :13,3 %
Sumber: KADI (2015)
Dalam perkembangannya hingga saat ini, beberapa tindakan
anti
dumping
di
atas
ada
yang
telah
dan
akan
berakhir
pengenaannya, serta ada yang sedang dalam proses review.
Beberapa tindakan anti dumping bahkan
telah
diperpanjang
pengenaannya setelah melalui proses review. Produk yang telah
diperpanjang pengenaan BMAD-nya antara lain produk HRP, H&I
Section,
dan
PSF.
Pengenaan
BMAD
untuk
produk
HRP
diperpanjang selama 4 tahun sejak April 2016 melalui PMK
No.50/PMK.010/2016. Negara dan besaran BMAD yang dikenakan
tidak mengalami perubahan dari pengenaan sebelumnya. Selain itu,
pengenaan BMAD untuk produk PSF juga telah diperpanjang selama
3 tahun sejak April 2016 melalui PMK No.73/PMK.010/2016. Dalam
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
32
perpanjangan
ini,
terdapat
perubahan
besaran
BMAD
yang
dikenakan untuk perusahaan asal RRT dari yang sebelumnya
sebesar 0-11,94% menjadi 0-16,10%.
Sementara itu, pengenaan BMAD untuk produk H&I Section
juga diperpanjang selama 3 tahun sejak Desember 2015 melalui
PMK
No.242/PMK.010/2015.
Perpanjangan
pengenaan
BMAD
produk asal RRT ini mengalami perubahan besaran BMAD dari yang
sebelumnya sebesar 6,63-11,93% menjadi 11,93% untuk seluruh
perusahaan. Selain BMAD, impor produk H&I Section juga dikenakan
BMTP selama 3 tahun sejak Januari 2015. Besaran BMTP yang
dikenakan menurun secara bertahap setiap tahunnya, yakni 26%
untuk tahun pertama, 22% untuk tahun kedua, dan 18% untuk tahun
ketiga. Meskipun berada dalam produk H&I Section yang sama, jenis
produk yang dikenakan BMTP berbeda dengan jenis produk yang
dikenakan BMAD berdasarkan kode HS-nya.
Disamping itu, saat ini tindakan anti dumping yang sedang
dalam proses review antara lain tindakan anti dumping atas impor
produk HRC dan CRC. Untuk produk CRC, pada tahun 2014
terdapat perubahan cakupan produk yang dikenakan setelah
dilakukan interim review. Pengenaan BMAD untuk produk CRC
berakhir pada 19 Maret 2016, namun proses review masih dilakukan
untuk memutuskan perpanjangan pengenaannya. Sementara itu,
pengenaan BMAD untuk produk HRC akan berakhir pada tanggal 11
November 2016.
Secara umum, nilai impor produk yang dikenakan BMAD
selama periode 2010-2014 mencapai rata-rata USD 2,4 miliar per
tahunnya, dimana nilai terbesarnya mencapai USD 3,1 miliar di
tahun 2012. Sementara di tahun-tahun berikutnya, nilai impor
mengalami penurunan hingga mencapai USD 2,6 miliar di tahun
2013 dan USD 2,0 miliar di tahun 2014. Meskipun demikian, nilai
impor produk yang dikenakan BMAD ini relatif besar karena
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
33
pangsanya mencapai rata-rata 1,8% terhadap total impor non migas
Indonesia selama periode yang sama.
Tabel 4.2. Nilai Impor Produk yang Dikenakan BMAD
No.
Produk Impor
Nilai: USD Juta
1
Partially Oriented Yarn
10.9
21.6
36.1
38.3
39.1
23.5
Pangsa
2015
(%)
1.6
2
Spin Draw Yarn
16.9
30.7
57.4
47.2
51.1
30.7
2.1
3
Polyster Staple Fiber
105.5
219.5
170.4
211.6
180.9
125.6
8.7
4
Tableware Ceramic
12.5
13.1
13.9
4.4
4.2
2.6
0.2
5
HRC
551.5
953.9
1,229.8
1,152.9
944.9
698.6
48.6
6
Hot Rolled Plate
216.4
480.5
629.7
438.2
261.9
113.3
7.9
7
Cold Rolled Coil/Sheet
530.0
711.3
783.5
536.6
295.8
229.4
15.9
8
Tin Plate
124.9
147.7
119.2
111.2
123.5
91.8
6.4
9
H & I Section
55.3
67.0
55.7
53.1
34.7
84.2
5.9
10
Aluminium Mealdish
20.8
30.4
42.8
41.1
41.9
38.4
2.7
11
Pisang Cavendish
0.7
0.3
0.3
-
-
-
0.0
1,645.4
2,676.0
3,138.8
2,634.6
1,978.0
1,438.1
100.0
108,248.2
136,734.0
149,125.3
141,362.3
134,718.9
107,803.2
1.5
2.0
2.1
1.9
1.5
1.3
2010
Sub-total (a)
Impor Non Migas (b)
Rasio a/b (%)
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Dari kesebelas produk yang dikenakan BMAD, lima diantaranya
merupakan produk baja yang meliputi HRC, HRP, CRC, Tin Plate,
dan H&I Section. Nilai impor kelima produk tersebut mendominasi
87,8% dari keseluruhan nilai impor produk yang dikenakan BMAD.
Secara rata-rata, nilai impor kelima produk baja tersebut mencapai
USD 2,1 miliar selama tahun 2010-2014 yang didominasi oleh nilai
impor produk HRC sebesar USD 966,6 juta setiap tahunnya atau
mencapai 45,6% terhadap nilai impor produk baja yang terkena
BMAD.
Selain produk baja, produk yang nilai impornya memiliki
kontribusi yang cukup besar adalah produk tekstil dan produk tekstil
(TPT). Dari kesebelas produk yang dikenakan BMAD, tiga
diantaranya merupakan produk TPT yaitu Partially Oriented Yarn
(POY), Spin Draw Yarn (SDY), dan Polyster Staple Fiber (PSF). Nilai
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
34
impor ketiga produk TPT ini mencapai USD 247,4 juta per tahun atau
10,3% dari keseluruhan nilai impor produk yang dikenakan BMAD.
Nilai impor produk TPT tersebut didominasi oleh nilai impor produk
PSF yang mencapai USD 177,6 juta per tahun atau 71,8% terhadap
nilai impor produk TPT yang dikenakan BMAD selama periode 20102014.
4.3 Persepsi Stakeholder terhadap Tindakan Anti-Dumping dan
Potensi Praktek Circumvention di Indonesia
Implementasi suatu kebijakan Pemerintah tentu akan dirasakan
dampak positif maupun negatif oleh para stakeholder. Dalam hal ini,
kebijakan anti-dumping diharapkan memberikan dampak positif
terhadap industri pemohon dan pendukung petisi anti-dumpin karena
terlindungi dari persaingan langsung dengan impor barang dumping
yang merupakan bentuk persaingan tidak sehat. Di sisi lain,
kebijakan anti-dumping kemungkinan berdampak negatif terhadap
industri pengguna produk dumping karena harga produk yang
meningkat. Oleh karena stakeholder yang terlibat (pelaku bisnis)
memiliki kepentingan yang berbeda, maka terlebih dahulu akan
dibahas mengenai persepsi stakeholder terhadap tindakan antidumping. Selain mengetahui dampak riil yang dirasakan terhadap
implementasi kebijakan anti-dumping, persepsi tersebut bermanfaat
dalam memperkuat dugaan terhadap ada atau tidaknya praktek
circumvention di Indonesia.
Kendala utama dalam pengumpulan data primer ini adalah
minimnya
responden
yang
bersedia
berpartisipasi
untuk
disurvei/wawancara atau tidak mengembalikan kuesioner yang telah
dikirim oleh Tim Pengkajian. Data primer diperoleh dari kunjungan
lapangan
ke
Surabaya,
Bandung,
dan
Yogyakarta,
maupun
korespondensi melalui email/fax dengan responden. Responden
yang memberikan tanggapan atau mengisi lengkap kuesioner terdiri
dari tiga perusahaan pemohon dan pendukung petisi anti-dumping
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
35
(IDN), enam perusahaan pengguna maupun importir produk yang
dikenakan kebijkan anti-dumping (IM), dan delapan akademisi yang
ahli di bidang hukum maupun ekonomi internasional. Oleh karena itu,
hasil yang diperoleh bisa jadi kurang (objektif) merepresentasikan
opini dan posisi masing-masing stakeholder terhadap kebijakan
tindakan anti-dumping definitif yang berujung pada pengenaan tarif
tambahan berupa Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Meskipun
demikian, hasil data primer tetap diklarifikasi dengan literatur terkait.
Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat pandangan yang
kontradiktif antara industri domestik dengan importir di Indoensia
sesuai dengan hipotesa awal dan sesuai dengan temuan studi Jain,
Jain, dan Upadhyay (2008) dengan menggunakan data industri India.
Industri dalam negeri yang menjadi pemohon dan pendukung petisi
anti-dumping (IDN) menyatakan bahwa instrumen kebijakan anti
dumping bermanfaat bagi masyarakat, berhasil memproteksi industri
domestik dan memulihkan kerugian industri domestik. Sementara itu,
akademisi (AK) yang ahli di bidang hukum maupun ekonomi
internasional memiliki persepsi yang relatif sama dengan IDN. Hal ini
mengindikasikan bahwa implementasi instrumen anti-dumping, yaitu
melindungi industri domestik dari praktek unfair trade produk impor,
telah sesuai dengan tujuan dari dibentuknya instrument tersebut.
Sebaliknya,
importir
maupun
industri
pengguna
produk
dumping (IM) menyatakan bahwa instumen kebijakan anti-dumping
menghambat perkembangan industri hilir dan mendistorsi persaingan
pasar (Gambar 4.1). Terdapat responden yang menyatakan bahwa
industri hulu untuk besi baja Indonesia belum sanggup memenuhi
seluruh permintaan nasional dan ditambah dengan inefisiensi
produksi yang berakibat pada tingginya harga jual, sehingga impor
tetap tidak dapat dibendung. Selain itu, diungkapkan pula bahwa
saat ini terdapat suatu kecenderungan dimana prosuden pada
industri hilir akhirnya lelah dengan aktivitas produksi dikarenakan
hasil produksinya kalah bersaing dengan barang produk jadi yang
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
36
diimpor dengan biaya produksi yang jeuh lebih rendah. Sebagai
contoh,
ada
beberapa
pabrikan
pipa
lokal
yang
akhirnya
memutuskan berhenti produksi dan sekarang mengimpor pipa
produk jadi dari negara lain dengan harga yang jauh lebih murah.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) berpendapat bahwa
instrumen anti-dumping memang diperlukan untuk melindungi pasar
domestik. Namun demikian, idealnya produk yang dikenakan antidumping (diproteksi) merupakan produk hilir, dalam hal ini adalah
pakaian jadi. Namun demikian, implementasi instrumen tersebut di
Indonesia sulit diterapkan untuk produk pakaian jadi karena data
yang
tidak
perusahaan
lengkap
serta
sehubungan
mayoritas
dengan
perusahaan
banyaknya
pada
jumlah
kelompok
ini
merupakan perusahaan berskala kecil dan menegah. Pemerintah
diharapkan memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada
industri domestik mengingat mata rantai industri tekstil domestik
yang panjang mulai pembuatan serat, benang, hingga pakaian jadi.
Semua industri tekstil sekarang harus bersaing dengan produkproduk impor yang relatif murah karena diproduksi dalam skala
besar. Bahkan, bahan baku tekstil untuk tujuan ekspor juga berasal
dari impor.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
37
Gambar 4.1.
Persepsi
Responden
terhadap
Instrumen
Kebijakan Anti-Dumping
Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah)
Keterangan: (1) Sangat tidak setuju, (2) Tidak setuju, (3) Netral, (4) Setuju dan (5)
Sangat setuju
Bila dilihat indikator kinerja perusahaan, pengenaan BMAD bagi
industri domestik (pemohon dan pendukung petisi anti-dumping)
utamanya berdampak pada peningkatan produksi, penjualan, dan
pangsa pasar (Tabel 4.3). Berkurangnya pasokan/peredaran impor
barang dumping sebagai akibat dari pengenaan BMAD tentu menjadi
peluang dan insentif bagi IDN untuk menambah jumlah produksi
karena penjualannya yang meningkat sehingga pangsa pasar IDN
juga naik.
Namun demikian, keuntungan yang diperoleh sedikit
mengalami penurunan dengan skor 2,7 (sedikit di bawah skor
stagnan dengan skala 3). Salah satu penyebabnya adalah harga jual
yang mengalami penurunan. Berdasarkan informasi responden, IDN
tidak bisa serta merta menaikkan harga jual dalam negeri bahkan
harus menurunkan harga karena harga internasional juga mengalami
trend menurun. Harga jual disesuiakan dengan pergerakan harga
internasional agar tetap bersaing dengan barang impor. Selain itu,
IDN tetap memperhatikan industri hilir agar tetap bersaing dengan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
38
impor produk jadi. Apabila industri hilir mati tentu akan merugikan
IDN pada jangka panjang. IDN berpendapat bahwa apabila tanpa
instumen anti-dumping ini, keuntungan yang diperoleh akan semakin
kecil bahkan merugi. Pengenaan BMAD bermanfaat bagi IDN
sehingga menahan dari kerugian finansial yang lebih besar.
Tabel 4.3.
Penilaian Industri Pemohon (IDN) terhadap Kinerja
Perusahaan setelah Pengenaan Anti-Dumping
No
Indikator
Skor
a
Produksi
4.3
b
Kapasitas terpasang
3.3
c
Penjualan
4.3
d
Pangsa pasar
4.3
e
Harga
3.0
f
Inventori
2.7
g
Keuntungan
2.7
h
Tenaga Kerja
4.0
Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah)
Keterangan: (1) Turun signifikan, (2) sedikit turun, (3) stagnan, (4) sedikit
meningkat dan (5) meningkat signifikan
Sementara itu, tenaga kerja IDN mengalami kenaikan pada
periode
setelah
kebutuhan
pengenaan
sumber
daya
BMAD lebih
yang
meningkat
disebabkan
setiap
karena
tahunnya.
Permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh kapasitas terpadang dan
bukan pada produksi. Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan
menambah jam kerja tanpa harus menambah tenga kerja baru.
Berbeda dengan kinerja IDN, pengenaan BMAD dianggap oleh
impotir serta industri pengguna/hilir telah menyebabkan adanya
penurunkan nilai dan volume penjualan secara signifikan (Tabel 4.4).
Dikarenakan adanya tambahan tarif (BMAD), produk impor dari
negara yang terkena tindakan anti-dumping menjadi mahal. Industri
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
39
hilir tidak bisa mengalihkan impor barang dumping dengan produk
domestik karena spesifikasi kualitas produk yang berbeda meskipun
dalam klasifikasi tarif yang sama. Karena produk tersebut merupakan
bahan baku manufaktur maka biaya untuk memproduksi menjadi
produk yang lebih hilir menjadi mahal sehingga menggerus
keuntungan perusahaan, mengingat harga jual yang stagnan.
Peningkatan harga jual dianggap merugikan perusahaan karena
mereka harus bersaing dengan produk yang sama di pasar.
Kelemahan dalam studi ini adalah bahwa kinerja perusahaan
hanya dinilai berdasarkan persepsi responden dan buka data riil
perusahaan. Dengan demikian, tidak bisa diklarifikasi apakah
penurunan kinerja benar-benar dialami perusahaan ataukah hanya
suatu bentuk ketidaksetujuan responden terhadap kebijakan antidumping yang dianggap merugikan mereka. Penilaian IM yang
cenderung negatif terhadap kinerja perusahaan setelah tindakan
dumping setidaknya konsisten dengan pendapat mereka bahwa
instrumen anti-dumping menghambat perkembangan industri hilir
dan mendistorsi persaingan di pasar.
Tabel 4.4.
Penilaian Importir/Pengguna (IM) terhadap Kinerja
Perusahaan setelah Pengenaan Anti-Dumping
No
Indikator
Skor
a
Nilai Penjualan
1.0
b
Volume Penjualan
1.0
c
Harga jual
3.0
d
Keuntungan
1.7
Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah)
Keterangan: (1) Turun signifikan, (2) sedikit turun, (3) stagnan, (4) sedikit
meningkat dan (5) meningkat signifikan
Terkait dengan kemungkinan tidak efektifnya tindakan antidumping Indonesia, responden memberikan jawaban yang relatif
beragam. Informasi utama tentu berasal dari pelaku usaha yang
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
40
secara keseharian mengetahui kondisi perusahaan dan kondisi
pasar. Industri dalam negeri selaku pemohon dan pendukung petisi
anti-dumping (IDN) berpendapat bahwa masih terdapat tindakan antidumping yang belum efektif dikarenakan importasi dapat dilakukan
dengan sedikit modifikasi produk sehingga terhindar dari pengenaan
BMAD dan importasi masih dapat dilakukan dari negara yang tidak
menjadi target pengenaan BMAD. Selanjutnya, IDN berpendapat
bahwa BMAD yang dikenakan relatif rendah, terlebih apabila
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Sementara itu, importir
dan industri pengguna (IM) berpendapat bahwa modifikasi produk
dan importasi dari negara lain menjadikan pengenaan BMAD
menjadi tidak efektif. Dengan demikian dapat ditarik suatu inferensi
bahwa indikasi circumvention memang ada dan dapat menjadi salah
satu penyebab tidak efektifnya tindakan anti-dumping, terutama
dengan sedikit modifikasi produk dan perubahan negara asal impor.
Meskipun bukan sebagai sumber utama terkait efektif atau
tidaknya tindakan dumping Indonesia, namun pendapat para
akademisi juga dapat menjadi referensi karena penilainnya yang
lebih objektif. Importasi dengan pengalihan kode HS atau modifikasi
produk secara tidak substansial menjadi perhatian utama para
akademisi yang disinyalir kuat mengakibatkan tindakan anti-dumping
kurang efektif. Responden menyadari bahwa importasi yang
dikenakan tindakan anti-dumping tetap akan berlanjut karena
permintaan domestik yang tinggi dan produsen dalam negeri belum
mampu memenuhinya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Sementara itu, jawaban lainnya sebagai penyebab tindakan antidumping tidak efektif adalah lemahnya penegakan hukum di
lapangan.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
41
Gambar 4.2.
Persepsi
Responden
terhadap
Penyebab
Instrumen Anti-Dumping Tidak Efektif
Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah)
Untuk
mengetahui
indikasi
circumvention
disusunlah
pertanyaan tidak langsung mengenai seberapa besar tingkat
kesetujuan atau ketidak-setujuan responden terhadap strategi bisnis
yang mungkin dapat digunakan untuk menghindari pengenaan
BMAD atau meminimalisir dampak BMAD. Berdasarkan jawaban
yang
diberikan
oleh
perusahaan
pemohon
(IDN)
dan
importir/pengguna (IM) terlihat bahwa importasi masih tetap dapat
dilakukan yaitu dengan mengalihkan asal impor dari negara yang
tidak dikenakan BMAD (Gambar 4.3). Jawaban ini dapat ditafsirkan
dua hal. Pertama, importir memang melakukan impor dari negara
ketiga dengan benar sesuai aturan dan negara ketiga tersebut tidak
memiliki keterkaitan dengan barang dumping pada negara yang
terkena tindakan anti-dumping di Indonesia. Perusahaan importir
menjunjung praktik bisnis dan budaya jujur. Kedua, importir bisa juga
melakukan suatu praktik “tipu-tipu” untuk menghindari pengenaan
BMAD. Poduk impor dibeli dari trader dari negara yang tidak terkena
tuduhan dumping, namun sebenarnya barang yang dibeli berasal
dari produsen dari negara yang dikenakan BMAD. Hal ini didukung
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
42
oleh
jawaban
IDN
yang
mengindikasikan
bahwa
importir
mengunakan Rule of Origin dari negara ketiga (transshipment).
Terkait dengan strategi sedikit modifikasi produk untuk
mengurangi dampak negatif BMAD, importir cenderung berpendapat
netral (Gambar 4.3). Namun pada strategi importasi komponen,
importir relatif menjawab setuju. Artinya bahwa memang ada indikasi
ke arah circumvention kategori product alteration. Hal ini ditegaskan
oleh pendapat IDN yang menyatakan kesetujuannya terhadap
perubahan strategi impor dengan melakukan importasi komponen
maupun sedikit modifikasi produk.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa jenis circumvention
yang kemungkinan besar banyak dilakukan oleh pelaku usaha
adalah
pengalihan
impor
dari
negara
ketiga
(third
country
circumvention) dan perubahan produk yang tidak substansial
(product alteration). Selain itu, industri domestik selaku pemohon dan
pendukung petisi anti-dumping (IDN) dapat menjadi sumber
informasi terkait indikasi awal praktek circumvention karena mereka
berkepentingan dengan keefektifan instrumen anti-dumping yang
dimohonkan. IDN yang disurvei bahkan mengaku memiliki divisi riset
pasar yang menganalisis hal tersebut. Sementara itu, dikarenakan
importir/industri hilir merasa dirugikan dengan keberadaan instrumen
anti-dumping yang memproteksi industri hulu sehingga memiliki
kecenderungan
untuk
menyembunyikan
informasi
atau
tidak
memberikan pengakuan atas praktik circumvention.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
43
Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah)
Keterangan: (1) Sangat tidak setuju, (2) Tidak setuju, (3) Netral, (4) Setuju dan (5)
Sangat setuju
Gambar 4.3.
Persepsi Responden terhadap Strategi Importir
dalam Mengurangi Dampak Anti-Dumping
4.4 Pandangan Akedemisi terkait Praktek Circumvention dalam
Perdagangan Internasional
Berdasarkan hasil FGD dengan para akademisi/praktisi di bidang
ekonomi dan hukum yang diselenggarakan di Yogyakarta, terdapat
informasi penting yang dapat dijadikan rujukan bahwa ketentuan
anti-circumvention penting dimiliki oleh Indonesia. Informasi tersebut
meliputi filosofi kebijakan, kondisi/perkembangan ekonomi terkini,
pengalaman negara lain, dan tantangan implementasi kebijakan.
Secara filosofi, anti-circumvention ditujukan untuk menciptakan
hubungan internasional yang bersifat fair dan diiringi dengan itikad
baik. Hal ini dikarenakan pada praktiknya, orang-orang sering
mencari celah dari sebuah hukum agar dapat terhindar dari sanksi
yang diatur dalam hukum tersebut. Tujuan kebijakan anti-dumping
adalah mengembalikan perdagangan dalam taraf fair trade sehingga
kebijakan anti-circumvention sangat diperlukan untuk mendukung
pencapaian tujuan tersebut.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
44
Kebijakan anti-circumvention yang diterapkan negara maju bisa
jadi sebagai dalih untuk melindungi pasar domestiknya sendiri.
Sebagai
contoh,
Indonesia
beberapa
kali
terkena
tuduhan
circumvention dari negara lain seperti kasus sepatu dan sepeda
yang kebanyakan berasal dari negara maju.
Bentuk
circumvention
perlu
dikaitkan
dalam
kerangka
regionalisme dan multinational corporation (strategi bisnis). Jika
dilihat di ASEAN, proses perdagangan bebas regional tidak sesuai
dengan tahapan teori karena dari tahap pertama FTA langsung
menjadi Common Market, tanpa melalui tahap Custom Union.
ASEAN tidak mau menjadi Custom Union karena masing-masing
negara anggota berkeinginan untuk tetap dapat melakukan FTA
dengan negara mitra lainnya. Mengingat bentuk regionalisme
ASEAN yang tidak sesuai teori tersebut, menyebabkan isu
circumvention menjadi relevan dan penting bagi Indonesia.
Belum diaturnya anti-circumvention di WTO menjadi celah dan
peluang bagi Indonesia untuk menegosiasikannya dalam peraturan
hukum di ASEAN. Selain dari pengaturan anti-circumvention, dapat
juga dimaksimalkan melalui pengaturan keaslian asal barang.
Diperlukan pandangan yang sama dari seluruh stakeholder
dalam melihat circumvention, sehingga jika kita dituduh kita bisa
lolos dari tuduhan tersebut. Circumvention bisa terlihat sebagai
tindakan “balasan” atas pengenaan BMAD Indonesia ke negaranegara mitra. Oleh karena itu, aturan anti-circumvention menjadi
sesuatu yang sangat penting dan mendesak bagi Indonasia.
Dalam WTO, instrumen tarif dapat digunakan untuk melindungi
kepentingan domestik. Sedangkan instrumen non-tarif bukan untuk
melindungi kepentingan domestik melainkan untuk isu kesehatan,
keamanan, serta lingkungan. Dengan demikian, jangan sampai
pengaturan anti-circumvention mengarah pada hambatan non-tarif.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
45
Dari sisi legal, di WTO memang belum ada yang benar-benar
mengatur secara eksplisit. Namun, secara implisit bisa termasuk
dalam ketentuan anti-dumping dan anti-subsidi. Oleh karena itu,
kebijakan anti-circumvention sebaiknya disatukan dalam satu
kerangka peraturan kebijakan anti-dumping maupun anti-subsidi.
Tidak adanya perselisihan di WTO (Dispute Settlement Body)
terkait tindakan anti-circuimvention yang dilakukan oleh negara lain
mengindikasikan
bahwa
pengaturan
anti-circumvention
tidak
melanggar ketentuan WTO. Hal-hal yang perlu dimasukkan dalam
peraturan
anti-circumvention
antara
lain
bentuk-bentuk
circumvention, kapan digunakan, dan jenis/instrumen tindakan.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
46
BAB V
ANALISIS INDIKASI CIRCUMVENTION DAN POTENSI KERUGIAN
Sesuai dengan ruang lingkup kajian, analisis indikasi circumvention
difokuskan pada dua bentuk circumvention: Pertama, pengalihan ekspor
melalui negara ketiga (third country circumvention) namun sebenarnya
merupakan produk ekspor dari negara yang dikenakan BMAD. Kedua,
perubahan produk yang tidak substansial (slightly modified product)
namun mengakibatkan perubahan klasifikasi tarif sehingga keluar dari
cakupan pengenaan BMAD. Kedua bentuk circumvention tersebut secara
metodologi relatif mudah untuk dideteksi, khususnya dengan melihat
perubahan pola perdagangan antara sebelum pengenaan BMAD dengan
setelah BMAD diimplementasikan.
5.1
Analisis Indikasi Circumvention Melibatkan Negara Ketiga
Analisis indikasi circumvention berupa pengalihan negara
ekspor ataupun transshipment dilakukan pada setiap produk impor
Indonesia yang dikenakan BMAD.
5.1.1 Pisang Cavendish
Tindakan anti-dumping Indonesia atas import pisang
cavendish hanya dikenakan kepada produsen/eksportir asal
Filipina. Pengenaan tindakan anti-dumping terhadap importasi
produk pisang cavendish telah efektif menekan volume impor
dari Filipina selaku negara tertuduh dumping. Dengan
menggunakan analis grafik sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 5.1, pengenaan BMAD terhadap impor produk pisang
cavendish tidak memperlihatkan adanya indikasi praktek
circumvention. Pada saat penyelididkan anti-dumping, yaitu
kurang lebih setahun sebelum keputusan pengenaan BMAD,
volume impor Indonesia untuk pisang cavendish dari Filipina
mengalami penurunan yang signifikan, sedangkan impor dari
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
47
Negara lainnya cenderung tetap. Kemudian, volume impor
pisang cavendish dari Filipina di tahun 2012 mengalami
lonjakan yang signifikan setelah pengenaan BMAD pada
November 2011, sementara pada periode yang sama volume
impor dari negara yang tidak dikenakan BMAD justru
mengalami penurunan. Bahkan,
sejak tahun 2013 hingga
2015 tidak ada impor pisang cavendish dari Filipina maupun
dari negara lainnya. Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan
bahwa
tidak
ada
perubahan
pola
perdagangan
yang
mengindikasikan terjadinya praktek circumvention dari negara
ketiga.
Gambar 5.1.
Perkembangan
Volume
Impor
Pisang
Cavendish Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Sebagai tambahan informasi bahwa selain dari Filipina,
Indonesia juga banyak melakukan impor dari Malaysia
(Gambar 5.2). Pada tahun 2010, pangsa volume impor pisang
cavendish dari Filipina mencapai 65,1% dan dari Malaysia
sebesar 31,9%. Setahun setelah pengenaan BMAD yaitu
pada tahun 2012, pangsa volume impor pisang cavendish
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
48
dari Filipina meningkat menjadi 92,9%, sedangkan impor dari
Malaysia turun menjadi 5,9%.
Gambar 5.2.
Pangsa Volume Impor Pisang Cavendish
Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.1.2 Tableware Ceramic
RRT
merupakan
satu-satunya
negara
asal
impor
tableware ceramic yang dikenakan tindakan anti-dumping
Indonesia sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Menteri
Keuangan No. 58/PMK.011/2012. Sebagaimana diperlihatkan
pada Gambar 4.3, pengenaan BMAD terhadap impor produk
tableware
ceramic
yang
berlaku
sejak
April
2012
mengakibatkan penurunan volume impor tableware ceramic
asal RRT. Pada tahun 2013, terjadi penurunan impor
tableware ceramic (HS 69111 dan 69120) dari RRT sebesar
11.974 ton dibandingkan dengan tahun 2012. Namun
demikian, penurunan dari RRT tersebut tidak diiringi oleh
adanya peningkatan volume impor dari negara lainnya yang
jumlahnya sebanding. Peningkatan volume impor terbesar
dari negara lainnya pada tahun 2013 terjadi pada impor asal
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
49
Malaysia dengan volume sebesar 125 ton saja. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak indikasi praktek
circumvention dari negara ketiga untuk produk tableware
ceramic.
Gambar 5.3. Perkembangan Volume Impor Tableware
Ceramic Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Setidaknya
selama
tujuh
tahun
terakhir,
RRT
mendominasi sebagai pemasok produk tableware ceramic ke
Indonesia. Pada periode 2009-2015, pangsa rata-rata volume
impor Indonesia atas produk tableware ceramic asal RRT
mencapai 95,9% (Gambar 5.4). Malaysia sebagai negara asal
impor tableware ceramic terbesar kedua di tahun 2015 hanya
memiliki pangsa 9,8% dengan volume impor sebesar 0,8 ribu
ton. Jika dibandingkan dengan tahun 2011,
volume impor
tableware ceramic asal Malaysia meningkat fantastis 2261,1%
namun jumlah absolutnya hanya sebesar 0,76 ribu ton. Angka
tersebut tentu tidak sebanding dengan penurunan volume
impor tableware ceramic asal RRT pada tahun 2015 sebesar
14,7 ribu ton dibandingkan tahun 2011.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
50
Gambar 5.4.
Pangsa Volume Impor Tableware Ceramic
Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.1.3 Alumunium Mealdish
Tindakan anti-dumping Indonesia atas impor produk
alumunium mealdish hanya dikenakan kepada Malaysia,
sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 145/PMK.011/2010.
Sebelum dikenakan BMAD, impor alumunium mealdish asal
Malaysia mengalami peningkatan terutama di tahun 2009.
Selama periode pengenaan BMAD, terlihat penurunan volume
impor asal Malaysia yang signifikan. Namun demikian,
Malaysia bukan negara asal impor alumunium mealdish yang
dominan. Pada saat terjadi peningkatan di tahun 2009,
pangsa impor asal Malaysia mencapai 15,7% terhadap impor
alumunium mealdish. Sebelumnya, pangsa impor tersebut
hanya berkisar antara 1,7 - 3,8% dan setelah pengenaan
BMAD dimula pada tahun 2010 pangsa impor alumunium
mealdish asal Malaysia kembali turun dan berada di bawah
1%.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
51
Sementara impor asal Malaysia mengalami penurunan,
impor alumunium mealdish asal Negara lainnya justru
mengalami peningkatan signifikan selama periode pengenaan
BMAD (Gambar 5.5). Dibandingkan 2010, volume impor dari
Malaysia turun 21 ton di tahun 2011. Pada periode yang
sama, kenaikan volume impor dari negara lainnya mencapai
1,7 ribu ton (Taiwan naik 1,1 ribu ton dan Thailand naik 0,6
ribu ton).
Gambar 5.5.
Perkembangan Volume Impor Alumunium
Mealdish Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Namun demikian, kemungkinan terjadinya circumvention
pada kasus ini kecil karena tidak ada indikasi third country
circumvention secara spesifik dari negara tertentu. Pangsa
impor asal Thailand selama tahun 2008-2015 terlihat cukup
besar, begitu pun dengan pangsa impor asal Taiwan selama
2011-2015, namun kinerja impornya tidak menunjukkan pola
peningkatan yang konstan, bahkan cenderung berfluktuatif.
Dengan demikian tidak dapat dikatakan adanya indikasi
circumvention dalam kasus ini.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
52
Gambar 5.6.
Pangsa
Volume
Impor
Alumunium
Mealdish Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.1.4 Tin Plate
Impor produk tin plate asal Korea, RRT, dan Taiwan
sejak tahun 2014 dikenakan BMAD selama lima tahun
kedepan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 10/PMK.011/2014. Meskipun terlalu dini untuk
menilai adanya indikasi circumvention pada kasus ini karena
pengenaan BMADnya baru berjalan satu tahun, namun
secara singkat dapat dikatakan bahwa tidak ditemukan
adanya indikasi circumvention pada impor produk tin plate.
Sejak sebelum pengenaan BMAD, volume impor tin plate
dari Korea, RRT, dan Taiwan, serta impor dari Negara lainnya
tidak menunjukkan suatu pola yang konsisten dan sangat
berfluktuatif. Namun, impor dari Korea relatif lebih stabil dan
menunjukkan tren pertumbuhan yang postif sebesar 11,2%
setiap tahun sejak tahun 2007 hingga tahun 2015. Sementara
itu, impor dari RRT mengalami peningkatan signifikan selama
tahun 2007-2011 lalu mengalami penurunan yang cukup
tajam di tahun-tahun berikutnya sehingga secara rata-rata
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
53
volume impor asal RRT tumbuh negatif sebesar -5,6% selama
tahun 2007-2015.
Hal serupa juga terjadi pada kinerja volume impor asal
Taiwan. Selain volume impornya yang lebih kecil, peningkatan
volume impor asal Taiwan juga tidak sebesar peningkatan
volume impor asal RRT selama tahun 2007-2012. Kemudian
volume impor asal Taiwan mengalami penurunan di tahun
2013 dan 2014 dan kembali meningkat di tahun 2015,
sehingga secara keseluruhan tren pertumbuhan volume impor
asal Taiwan tumbuh negative sebesar -3,8% selama 20072015.
Gambar 5.7.
Perkembangan Volume Impor Tin Plate
Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Setelah tahun 2014 mulai diberlakukan pengenaan
BMAD untuk impor tin plate asal Korea sebesar 4,4-7,92%,
RRT sebesar 6,1-7,4%, dan Taiwan sebesar 4,42%, terjadi
kenaikan volume impor tin plate dari negara lainnya di 2014,
namun volume impor dari negara tertuduh relatif stagnan.
Bahkan di tahun berikutnya justru terjadi kenaikan volume
impor tin plate asal Korea dan Taiwan, dan sebaliknya terjadi
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
54
penurunan impor asal RRT dan Negara lainnya. Hal ini
mengindikasikan tidak adanya circumvention pada impor tin
plate.
Gambar 5.8.
Pangsa Volume Impor Tin Plate Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.1.5 Partially Oriented Yarn
Indonesia mengenakan BMAD atas impor produk POY
asal Malaysia dan Thailand sejak Januari 2015 sesuai
Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.010/2015. Sejak
pengenaan BMAD tersebut, volume impor POY asal Malaysia
dan Thailand menunjukkan penurunan yang signifikan.
Volume impor dari Malaysia pada tahun 2015 turun 52,7%
dibandingkan tahun sebelumnya, sementara pada waktu yang
sama volume impor dari Thailand turun 20,8%. Selain itu,
volume impor POY secara total mengalami penurunan 22,9%.
Namun demikian, tidak ada kenaikan volume impor POY yang
signifikan dari negara yang tidak dikenakan BMAD.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
55
Gambar 5.9.
Perkembangan
Volume
Impor
Partially
Oriented Yarn Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Volume impor POY dari Negara lain yang tidak
dikenakan BMAD naik 6,8% di tahun 2015 dibanding tahun
sebelumnya.
Namun
kenaikan
ini
jauh
lebih
kecil
dibandingkan penurunan volume impor dari Negara yang
dikenakan BMAD.
Jika dilihat dari pangsa impornya, impor POY asal
Malaysia mencapai 41,7% terhadap total impor POY tahun
2014. Lalu pangsa ini mengalami penurunan signifikan hingga
mencapai 25,6% di tahun 2015, sejalan dengan penurunan
volume impornya. Penurunan impor POY asal Malaysia dapat
dikatakan menjadi penyebab utama penurunan impor POY di
tahun 2015. Dengan demikian, dapat dikatakan tidak ada
indikasi terjadinya circumvention pada impor POY.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
56
Gambar 5.10. Pangsa Volume Impor Partially Oriented
Yarn Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.1.6 Spin Draw Yarn
Produk SDY dikenakan BMAD bersamaan dengan
pengenaan POY. Melalui Peraturan Menteri Keuangan
No.13/PMK.010/2015, impor SDY asal Malaysia dikenakan
BMAD sebesar 7,5% sejak Januari 2015. Selama satu tahun
pertama pengenaan BMAD tersebut, terjadi penurunan
volume impor SDY sebesar 35,3%, dimana volume impor
SDY asal Malaysia turun signifikan sebesar 59,3%. Hal yang
sama juga terjadi pada impor asal Negara lainnya yang tidak
dikenakan BMAD yang turun sebesar 27,7%. Dengan
turunnya volume impor baik secara total maupun dari Negara
lainnya, maka tidak ditemukan adanya indikasi circumvention
pada impor SDY.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
57
Gambar 5.11. Perkembangan Volume Impor Spin Draw
Yarn Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.1.7 Polyster Staple Fiber
Pada tahun 2010, Indonesia mengenakan BMAD atas
impor PSF asal RRT, India, dan Taiwan selama lima tahun
melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.011/2010
yang mulai diterapkan pada November 2010. Pada tahun
2011 terdapat revisi nama perusahaan eksportir asal RRT
sehingga PMK diubah melalui PMK No.171/PMK.011/2011
tanpa mengubah besaran dan jangka waktu pengenaan
BMAD. Setelah lima tahun berlalu, pengenaan BMAD ini
berakhir pada November 2015, dan kini telah diperpanjang
selama tiga tahun kedepan sejak April 2016 melalui PMK
No.73/PMK.010/2016.
Selama periode pengenaan BMAD tahun 2010-2015,
secara
umum
volume
impor
PSF
menunjukkan
tren
pertumbuhan 1% setiap tahun. Hal yang sama juga terjadi
pada volume impor asal India, RRT, dan Taiwan yang masingmasing tumbuh 4,2%, 5,2%, dan 2,3% setiap tahun. Volume
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
58
impor dari Negara lain yang tidak dikenakan BMAD justru
mengalami penurunan 3,4% setiap tahun selama periode
yang sama.
Gambar 5.12. Perkembangan
Volume
Impor
Polyster
Staple Fiber Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Namun demikian, jika dilihat dari perkembangan volume
impor PSF dari beberapa Negara yang tidak dikenakan
BMAD, terlihat adanya peningkatan terutama di tiga tahun
pertama pengenaan BMAD. Pada tahun 2011 terjadi kenaikan
volume impor PSF asal Korea, Malaysia, dan Vietnam. Selain
itu, volume impor asal Thailand terlihat meningkat signifikan di
tahun 2013, dan volume impor PSF asal Vietnam kembali
meningkat di tahun 2014. Hal ini bisa mengindikasikan adanya
pengalihan ekspor PSF melalui negara-negara tersebut untuk
menghindari penganaan BMAD.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
59
Gambar 5.13. Perkembangan
Volume
Impor
Polyster
Staple Fiber Indonesia dari Negara yang
Tidak Dikenakan BMAD
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Meskipun demikian, setelah ditelusuri kinerja ekspor PSF
India, Indonesia masih merupakan pasar utama ekspor PSF
selama tahun 2010-2015 (Tabel 5.1). Meskipun volume
ekspor PSF ke Indonesia mengalami penurunan yang cukup
signifikan, tidak terjadi peningkatan ekspor ke Negara lainnya
terutama Negara yang dicurigai menjadi peralihan ekspor
seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Korea. Volume
Ekspor PSF India ke Negara tersebut justru mengalami
penurunan dan pangsa pasar ekspornya sangat kecil
dibandingkan pangsa ke Indonesia. Sehingga hal ini menepis
indikasi pengalihan ekspor PSF dari India melalui Thailand,
Malaysia, Vietnam, maupun Korea Selatan.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
60
Tabel 5.1. Volume Ekspor India Produk PSF
Tujuan Ekspor
Indonesia
Thailand
Malaysia
Vietnam
Korea Selatan
2010
19,160
1,260
76
254
48
Volume Ekspor (Ton)
2011 2012 2013 2014
2015
8,076 8,034 8,994 7,776 8,675
1,872
720 1,007 1,130
451
493
12
21
50
4
46
25
47
9
1
12
-
Sumber: GTA, 2016 (diolah)
Hal serupa juga ditunjukkan oleh kinerja ekspor PSF
RRT. Meskipun volume ekspor PSF RRT ke Indonesia
berfluktuasi selama tahun 2010-2015, Indonesia masih
mendominasi pangsa ekspor PSF di RRT. Vietnam yang
merupakan pasar utama kedua setelah Indonesia bagi ekspor
PSF RRT, volume ekspor ke Vietnam tidak mengalami
peningkatan yang signifikan. Begitupun dengan ekspor PSF
ke Malaysia, Thailand dan Korea. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa tidak ada indikasi pengalihan ekspor oleh
RRT.
Tabel 5.2. Volume Ekspor RRT Produk PSF
Tujuan Ekspor
Indonesia
Vietnam
Malaysia
Thailand
Korea South
2010
19.7
31.6
11.6
3.6
1.6
Volume Ekspor (Ribu Ton)
2011 2012 2013 2014 2015
51.7 39.2 45.3 60.6 52.4
35.3 30.7 40.0 36.3 39.8
13.2
8.5
9.7
9.5 8.7
6.6
7.7
8.0 11.1 8.6
3.2
2.7
2.7
3.8 3.5
Sumber: GTA, 2016 (diolah)
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
61
5.1.8 Hot Rolled Plate (HRP)
Melalui
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.150/PMK.011/2012, impor HRP asal RRT, Singapura,
Ukraina
dikenakan BMAD sejak Januari 2012 selama tiga
tahun enam bulan. Pengenaan BMAD ini telah berakhir dan
diperpanjang selama 4 tahun sejak April 2016 melalui PMK
No.50/PMK.010/2016. Negara dan besaran BMAD yang
dikenakan tidak mengalami perubahan dari pengenaan
sebelumnya.
Selama pengenaan BMAD tahun 2012-2015, volume
impor HRP mengalami penurunan rata-rata 37,8% setiap
tahun, dimana penurunan volume impor terbesar terjadi pada
impor HRP asal Ukraina yang turun rata-rata 45% setiap
tahun, sementara impor HRP asal RRT dan Singapura turun
rata-rata 20,4% dan 39,1% setiap tahun. Namun demikian,
impor asal Negara lain yang tidak dikenakan BMAD juga
menunjukkan penurunan yang signifikan sebesar 39,6%
setiap tahun selama periode yang sama.
Meskipun selama periode pengenaan BMAD, volume
impor HRP asal Negara lain secara umum menunjukkan
penurunan,
pada
tahun
2012
justru
terlihat
adanya
peningkatan yang cukup signifikan. Di tahun 2012, impor HRP
asal Negara lain naik 44,0% dibanding tahun sebelumnya.
Negara yang tidak dikenakan BMAD yang mengalami
peningkatan volume impornya di tahun 2012 antara lain India,
Jepang, Korea, dan Taiwan yang masing-masing naik 15,6%,
44,0%,65,0%, dan 51,8%. Namun peningkatan ini tidak
berlanjut di tahun-tahun berikutnya karena impor asal India,
Jepang, Korea, dan Taiwan kembali mengalami penurunan
hingga tahun 2015.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
62
Gambar 5.14. Perkembangan
Volume
Impor
HRP
Volume
Impor
HRP
yang
Tidak
Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Gambar 5.15. Perkembangan
Indonesia
dari
Negara
Dikenakan BMAD
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Selain mempertimbangkan kinerja impor asal negara lain
yang tidak dikenakan BMAD, indikasi circumvention juga bisa
dilihat dari kinerja impor asal negara tertuduh. Pada Gambar
5.14 di atas, kinerja impor asal Ukraina memiliki pola yang
berlawanan dengan pola impor asal RRT. Terutama di tahun
2013,
volume
impor
HRP
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
asal
Ukraina
mengalami
63
peningkatan di saat volume impor asal RRT menurun.
Sebaliknya, volume impor asal RRT meningkat pada tahun
2014 di saat volume impor asal Ukraina menurun. Hal ini
dapat mengindikasikan adanya peralihan impor HRP dari RRT
melalui Ukraina sehingga perlu ditelusuri lebih dalam. Namun
demikian, kemungkinan RRT memanfaatkan Ukraina untuk
ekspor ke Indonesia sangatlah kecil karena tarif BMAD
Ukraina (12,5%) lebih besar dari BMAD RRT (10,47%).
Selain itu, ketika volume impor HRP asal RRT
mengalami penurunan di tahun 2013, di saat yang bersamaan
volume impor asal Jepang dan Korea Selatan justru
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun
setelah ditelusuri lebih lanjut, peningkatan impor asal Jepang
dan Korea Selatan bukanlah karena peralihan impor asal RRT
karena RRT tidak mengekspor HRP dalam jumlah yang
signifikan ke Jepang dan Korea.
Table 5.3.
Volume Ekspor RRT Produk HRP
Tujuan Ekspor
2010
Volume Ekspor (Ribu Ton)
2011 2012 2013 2014
2015
Dunia
2,673.4 596.2 229.2 172.7 148.4 334.9
Korea Selatan 1,235.7 246.8 21.4
4.4
4.0
0.8
Jepang
48.9 14.2
6.2
0.1
0.2
0.5
Sumber: GTA, 2016 (diolah)
5.1.9 Cold Rolled Coil/Sheet (CRC)
Indonesia mengenakan tindakan anti-dumping atas
impor CRC asal Korea, Taiwan, Vietnam, Jepang, dan RRT
sejak tahun 2013 selama tiga tahun, sebagaimana ditetapkan
melalui Peraturan Menteri Keuangan No.65/PMK.011/2013.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
64
Pada maret 2016, pengenaan BMAD tersebut berakhir dan
kini sedang dalam proses review.
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.16, sebelum
pengenaan BMAD di tahun 2013, kinerja impor CRC asal
negara tertuduh maupun negara lainnya sangat berfluktuatif
dan tidak menunjukkan sebuah pola tertentu. Namun pada
saat BMAD mulai diterapkan di tahun 2013, terjadi penurunan
impor CRC asal negara tertuduh, diiringi dengan peningkatan
impor asal negara lainnya yang tidak dikenakan BMAD.
Gambar 5.16. Perkembangan
Volume
Impor
CRC
Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Volume impor asal negara yang tidak dikenakan BMAD
yang mengalami peningkatan signifikan diantaranya adalah
impor asal Malaysia, India, Uni Emirat Arab, Australia, dan
Bangladesh. Sebelum pengenaan BMAD, impor asal Malaysia
turun siginifikan di saat impor asal Korea, Taiwan, Vietnam,
Jepang, dan RRT meningkat. Kemudian setelah dikenakan
BMAD, pola impor berbalik. Volume impor asal Korea,
Taiwan, Vietnam, Jepang, dan RRT namun impor asal
Malaysia meningkat pesat.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
65
Gambar 4.17. Perkembangan
Indonesia
dari
Volume
Negara
Impor
CRC
yang
Tidak
Dikenakan BMAD
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Malaysia terindikasi berperan dalam
third country
circumvention karena sebagaimana terlihat pada Tabel 5.4
bahwa Malaysia sendiri mengimpor CRC dari Jepang, Taiwan,
dan RRT dimana tren impornnya menunjukkan peningkatan
signifikan.
Tabel 5.4. Volume Impor Malaysia Produk CRC
Asal Impor
Dunia
Korea Selatan
Jepang
Vietnam
Taiwan
RRT
Volume Impor (Ribu Ton)
2012
771.9
286.3
161.6
108.6
98.3
82.3
2013
859.3
236.9
191.7
142.8
78.7
142.4
2014
818.7
225.5
202.4
142.3
117.1
100.2
Trend (%)
2015
849.0
140.4
252.6
115.6
129.2
182.8
2011-15
2.40
-19.65
14.96
1.88
12.96
22.67
Keterangan: Diproksi dengan menggunakan HS 7209 dan 7211
Sumber: GTA, 2016 (diolah)
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
66
5.1.10 Hot Rolled Coil (HRC)
Sebagaimana
ditetapkan
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan No. 23/PMK.011/2011, impor HRC asal Korea dan
Malaysia dikenakan BMAD sejak Februari 2011 selama lima
tahun hingga Februari 2016. Setelah berakhirnya pengenaan
BMAD, saat ini tengah berlangsung proses review atas
pengenaan BMAD tersebut.
Dalam lima tahun pengenaan BMAD atas impor HRC,
terlihat bahwa volume impor HRC asal Korea tetap mengalami
peningkatan bahkan dalam jumlah yang signifikan selama tiga
tahun pertama. Di sisi lain, volume impor asal Malaysia turun
drastis hingga nyaris tidak ada impor. Sementara itu, impor
dari negara lainnya yang tidak dikenakan BMAD tidak
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan.
Gambar 5.18. Perkembangan
Volume
Impor
HRC
Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Ket.: Jepang dan Taiwan tidak termasuk negara yang terkena BMAD
Jepang dan Taiwan merupakan negara yang tidak
dikenakan BMAD namun volume impor asal kedua negara ini
menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Kemungkinan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
67
Jepang dan Taiwan menjadi negara peralihan bagi Malaysia
yang volume impornya turun dirasa cukup kecil. Ekspor HRC
(HS 7208) Malaysia selama pengenaan BMAD menunjukkan
penurunan yang signifikan, bahkan ekspornya ke Taiwan
maupun ke Jepang tidak menunjukkan perkembangan yang
berarti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada
indikasi circumvention dalam impor HRC. Sementara Jepang
dan Taiwan menjadi negara yang diuntungkan karena impor
HRC asal kedua negara tersebut meningkat untuk memenuhi
kebutuhan HRC di Indonesia.
Tabel 5.5. Volume Ekspor HRC Malaysia
Tujuan
Dunia
Volume Ekspor (Ton)
2008
2009
2010
448,631 276,001 212,585
Taiwan
1,837
3,622
2011
95,534
2012
35,125
2013
10,244
2014
13,876
2015
12,630
31
56
0
108
0
5,679
Sumber: GTA, 2016 (diolah)
5.1.11 H & I Section
Indonesia mengenakan BMAD atas impor H&I Section
asal RRT selama lima tahun sejak tahun 2010 sebagaimana
ditetapkan
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.195/PMK.011/2010. Pengenaan BMAD untuk produk H&I
Section telah diperpanjang selama 3 tahun sejak Desember
2015 melalui PMK No.242/PMK.010/2015.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa
selain BMAD, impor produk H&I Section juga dikenakan
BMTP selama 3 tahun sejak Januari 2015. Besaran BMTP
yang dikenakan menurun secara bertahap setiap tahunnya,
yakni 26% untuk tahun pertama, 22% untuk tahun kedua, dan
18% untuk tahun ketiga. Meskipun berada dalam produk H&I
Section yang sama, jenis produk yang dikenakan BMTP
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
68
berbeda
dengan
jenis produk yang dikenakan
BMAD
berdasarkan kode HSnya.
Di tahun awal pengenaan BMAD, terlihat bahwa impor
asal RRT menunjukan penurunan namun impor asal negara
lainnya mengalami peningkatan. Sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 4.20, diantara negara lainnya, impor asal
Singapura
telihat
mengalami
peningkatan
yang
cukup
signifikan. Selama periode 2010-2013, impor dari RRT turun
33,5 ribu ton; sedangkan impor dari Singapura naik 15,5 ribu
ton. Hal ini dapat menjadi indikasi awal terjadi peralihan impor
H&I Section melalui Singapura.
Gambar 5.19. Perkembangan Volume Impor H & I Section
Indonesia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
69
Gambar 5.20. Perkembangan Volume Impor H & I Section
Indonesia
dari
Negara
yang
Tidak
Dikenakan BMAD
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Berdasarkan data impor Singapura, selama periode yang
sama terjadi peningkatan impor H&I Section asal RRT
sebesar 11,4 ribu ton. Namun demikian, terjadi perbedaan
pada data ekspor RRT yang mencatat bahwa ekspor H&I
Section dari RRT ke Singapura mengalami penurunan 31,3
ribu ton. Selain terlihat adanya indikasi circumvention, dengan
adanya perbedaan data seperti tersebut di atas juga dapat
dismpulkan bahwa adanya indikasi customs fraud antara RRT
dan Singapura dalam ekspor H&I Section.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
70
Ribu Ton
160.0
Data RRT (Ekspor ke
Singapura)
140.0
120.0
Data Singapura (Impor
dari RRT)
100.0
80.0
60.0
40.0
20.0
Gambar 5.21. Volume
Ekspor
H&I
Section
2015
2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
-
RRT
ke
Singapura
Sumber: GTA, 2016 (diolah)
5.2
Analisis Indikasi Circumvention Modifikasi Produk
Kajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (Puska
Daglu), Kementerian Perdagangan (2013) mengindikasikan adanya
importasi baja paduan lainnya dari negara tertentu yang dilakukan
dengan merubah spesifikasi teknis baja sehingga terjadi pengalihan
dari kategori besi dan baja bukan paduan (baja karbon) ke kategori
baja paduan dengan tujuan untuk mendapatkan keringanan tarif bea
masuk, terhindar dari BMAD dan ketentuan-ketentuan lainnya yang
berlaku.
Berdasarkan Buku Tarif Kepabenan Indonesia (BTKI) 2012,
Baja Paduan Lainnya didefinisikan sebagai baja yang tidak
memenuhi
definisi
Baja
Stainless
dan
menurut
beratnya
mengandung satu atau lebih unsur dalam perbandingan 16 unsur
material kimia atau elemen paduan (alloying elements) dalam Tabel
5.6 yang dapat ditambahkan dalam Baja Karbon (Carbon Steel)
untuk merubahnya menjadi Baja Paduan (Alloy Steel). Kasus dugaan
circumvention yang marak terjadi di Indonesia adalah penambahan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
71
unsur Boron sebesar 0,0008% dalam baja karbon
(carbon steel)
sehingga berubah menjadi baja paduan (alloy steel).
demikian, penambahan elemen
Namun
paduan berupa Boron sebesar
0,0008% atau lebih boron saja pada Baja Karbon tidak memberikan
efek perubahan yang signifikan pada sifat mekanik dan performanya
jika tanpa diikuti penambahan elemen-elemen paduan lainnya yang
secara teknis diperlukan.
Tabel 5.6. Unsur dalam Baja Paduan
UNSUR
Al
UNSUR
Ni
0,3% atau lebih nikel
Nb
0,06% atau lebih niobium
Cr
0,3% atau lebih
aluminium
0,0008% atau lebih
boron
0,3% atau lebih kromium
Si
0,6% atau lebih silikon
Co
0,3% atau lebih kobalt
Ti
0,05% atau lebih titanium
Cu
0,4% atau lebih tembaga
W
Pb
0,4% atau lebih timbal
V
0,3% atau lebih tungsten
(wolfram)
0,1% atau lebih vanadium
Mn
1,65% atau lebih
mangan
0,08% atau lebih
molibdenum
Zr
0,05% atau lebih zirkonium
B
Mo
Lain- 0,1% atau lebih unsur lainnya
nya (kecuali belerang, fosfor,
karbon dan nitrogen), diambil
terpisah.
Sumber: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara dalam Puska Daglu (2013)
Analisis indikasi circumvention dengan melakukan sedikit
modifikasi produk hanya dilakukan pada produk baja. Hal ini
dikarenakan informasi yang didapat dari literatur maupun langsung
dari pelaku usaha, terutama industri dalam negeri (pemohon)
terbatas pada industri baja. Informasi tersebut berupa kode HS baja
paduan yang kemungkinan disinyalir sebagai pengalihan impor
produk baja karbon yang dikenakan BMAD. Adapun kode HS baja
karbon yang menjadi objek pengenaan BMAD dan kode HS
peralihannya menjadi baja paduan dapat dilihat pada Tabel 5.7.
Sebagai tambahan informasi, hasil produksi, bentuk atau wujud fisik
atau kenampakan bentuk dari kategori baja karbon dan baja paduan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
72
pada umumnya secara teknis tidak berbeda atau bisa dikatakan
sama. Oleh sebab itu, secara visual atau kasat mata sulit
membedakan antara kedua kategori baja tersebut, kecuali dengan
pengujian terhadap kandungan unsur-unsur atau elemen-elemen
atau komposisi kimianya di laboratorium
Tabel 5.7. Kode HS Baja Karbon dan Baja Paduan yang
Bersesuaian
Produk
HRC
HS Baja Karbon
HS Baja Paduan
7208.10; 7208.25;
7225.30
7208.26; 7208.27;
7208.36; 7208.37;
7208.38; 7208.39;
7208.90
HRP
7208.51
7225.40
7208.52
CRC
7209.16; 7209.17;
7225.50
7209.18; 7209.26;
7209.27; 7209.28;
7209.90; 7211.23;
7211.29; 7211.90
Baja Profil
7216.32; 7216.33
7228.70
(H&I Section)
Sumber: Hasil wawancara dengan pelaku usaha, 2016
Analisis indikasi circumvention dengan modifikasi produk untuk
kasus baja bukan hanya melihat dampak pengenaan BMAD tetapi
juga dampak kebijakan impor baja paduan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 28/MDAG/PER/6/2014 tentang Ketentuan Impor Baja Paduan yang
ditetapkan pada tanggal 2 Juni 2014 dan akan berakhir pada tanggal
31 Desember 2016. Kebijakan tersebut merupakan respon atas
usulan dari Kementerian Perindustrian dan industri baja nasional
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
73
terkait banyaknya impor baja paduan (alloy) yang masuk dengan
menggunakan boron dengan kadar yang rendah hanya untuk
mengalihkan tarif bea masuk serta menghindari pengenaan Bea
Masuk Anti-Dumping (BMAD) ataupun safeguard.
Beberapa pokok pengaturan dalam Permendag No. 28/MDAG/PER/6/2014 antara lain (Kemendag, 2014):
1. Baja paduan hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah
mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen (IP) baja
paduan atau penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) baja
paduan dari Menteri Perdagangan.
2. Persyaratan untuk memperoleh IP-baja paduan antara lain surat
pernyataan bahwa baja yang diimpor adalah jenis baja paduan
yang dibuktikan melalui mill certificate pada saat dilakukan
verifikasi oleh surveyor serta pertimbangan teknis dari Direktorat
Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian
yang memuat informasi mengenai jenis barang, klasifikasi
barang/pos tarif/HS 10 digit, dan jumlah per pelabuhan tujuan.
3. IT-baja paduan yang akan melakukan impor baja paduan harus
mendapatkan
persetujuan
impor
dari
Kemendag
dengan
memperhatikan kontrak penjualan baja paduan antara pemilik ITbaja paduan dengan perusahaan produsen dengan menunjukan
asli kontrak kerja sama penjualan baja paduan.
4. Setiap impor baja paduan oleh IP-baja paduan dan IT-baja
paduan
harus
terlebih
dahulu
dilakukan
verifikasi
atau
penelusuran teknis impor di negara muat barang.
5. Pengakuan sebagai IP-baja paduan dan penetapan sebagai ITbaja paduan dibekukan apabila perusahaan tidak menyampaikan
laporan realisasi impor sebanyak tiga kali, dan/atau terdapat
dugaan melakukan tindak pidana yang berkaitan dangan
penyalahgunaan pengakuan sebagai IP-baja paduan, penetapan
sebagai IT-baja paduan, dan/atau persetujuan impor.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
74
6. Pengecualian verifikasi atau penelusuran teknis impor diberikan
kepada industri otomotif, industri elektronika, industri galangan
kapal,
dan
industri
alat
besar,
serta
masing-masing
komponennya. Pengecualian tersebut juga diberikan kepada IPbaja paduan sebagai industri pengguna yang memiliki Surat
Keterangan Verifikasi Industri (SKVI) melalui fasilitas User
Specific Duty Free Scheme (USDFS) atau fasilitas skema
lainnya
5.2.1 Impor Indonesia dari RRT
Terdapat tiga jenis produk baja yang diimpor Indonesia
dari RRT dan menjadi cakupan dalam pengenaan BMAD,
yaitu CRC, HRP, dan H&I section. Pada Gambar 5.22 dapat
dilihat bahwa pengenaan BMAD efektif menekan volume
impor CRC dari RRT. Namun demikian, volume impor baja
paduan yang serupa dengan CRC (HS 7225.50) justru
mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan terjadinya
circumvention atas impor produk baja CRC pada periode
2013-2015. Diterbitkannya kebijakan impor baja paduan pada
pertengahan tahun 2014 tidak berdampak pada pola impor
baja karbon CRC maupun baja paduannya dari RRT.
Gambar 5.22. Perkembangan
Impor
Indonesia
pada
Produk CRC dan Baja Paduan asal RRT
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
75
Indikasi circumvention modifikasi produk untuk kasus
HRP hanya terlihat pada tahun 2013. Setelah pengenaan
BMAD, volume impor HRP dari RRT mengalami penurunan
yang signifikan, sementara volume impor baja paduannya (HS
7225.40)
mengalami
lonjakan
yang
tidak
sedikit.
Dibandingkan tahun 2012, impor HRP dari RRT tahun 2013
turun 76,1 ribu ton, sedangkan impor baja paduan pada
periode yang sama naik 29,0 ribu ton. Sementara itu,
kebijakan impor baja paduan tahun 2014 berdampak pada
turunnya volume impor HRP maupun baja paduan dari RRT.
Gambar 5.23. Perkembangan
Impor
Indonesia
pada
Produk HRP dan Baja Paduan asal RRT
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Indikasi circumvention modifikasi produk untuk produk H
& I section terlihat jelas pada periode 2012-2013. Pengenaan
BMAD di akhir tahun 2010 mengakibatkan penurunan volume
impor H & I section secara gradual sejak tahun 2011 hingga
2014. Sementara itu, terjadi lonjakan impor baja paduan dari
H & I section (HS 7228.70) pada tahun 2011-2013. Dengan
adanya kebijakan impor baja paduan, impor H & I section
berupa baja paduan mengalami penuruan, ditambah lagi
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
76
dengan tindakan safeguard produk H&I section dari baja
paduan
yang
berlaku
21
Januari
2015
(PMK
No.
12/PMK.010/2015). Pada tahun 2015, impor H & I section
karbon boron kembali meningkat. Hal ini logis mengingat
pengenaan BMAD tertinggi untuk H & I berupa baja karbon
asal RRT sebesar 11,9%, lebih rendah dibandingkan Bea
Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) produk H & I section
baja paduan sebesar 26%. Adanya
trade-off tersebut
mengindikasikan importir/eksportir produsen berupaya untuk
meminimalisir dampak pengenaan tindakan pengamanan
yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Gambar 5.24. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk H & I Section dan Baja
Paduan asal RRT
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.2.2 Impor Indonesia dari Korea Selatan
Produk baja karbon impor asal Korea Selatan yang
dikenakan BMAD oleh Indonesia terdiri dari CRC dan HRC.
Indikasi praktek circumvention atas pengenaan BMAD baja
karbon CRC terlihat jelas di tahun 2014 dimana terjadi
penurunan baja karbon CRC sebesar 107,0 ribu ton dan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
77
peningkatan impor baja paduan CRC (HS 7225.50) sebesar
39,4 ribu ton. Meskipun impor baja karbon CRC naik di tahun
2015, namun volume impor di tahun tersebut masih di bawah
volume impornya di tahun 2012, periode sebelum pengenaan
BMAD. Hal ini juga mengindikasikan masih adanya praktek
circumvention yang berlangsung.
Gambar 5.25. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk CRC dan Baja Paduan asal
Korea Selatan
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Berdasarkan analisa grafik sebagaimana Gambar X tidak
terlihat indikasi kuat adanya praktek circumvention dengan
mengalihkan impor produk baja karbon HRC menjadi baja
paduan HRC (HS 7225.30). Pengenaan BMAD di awal 2011
tetap mengakibatkan lonjakan impor baja karbon HRC di
tahun 2012. Meskipun impor baja karbon HRC cenderung
turun sejak 2013, namun volumenya masih jauh lebih tinggi
dibandingkan di saat sebelum pengenaan BMAD. Selain itu,
tidak terjadi peningkatan pada baja paduan HRC selama
2011-2015.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
78
Gambar 5.26. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk HRC dan Baja Paduan asal
Korea Selatan
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.2.3 Impor Indonesia dari Jepang
Terdapat dua kategori produk baja yang diimpor
Indonesia
dari
Jepang
dan
menjadi
cakupan
dalam
pengenaan BMAD, yaitu CRC, dan HRC. Pada Gambar X
dapat dilihat bahwa pengenaan BMAD pada Maret 2013
efektif menekan volume impor baja karbon CRC asal Jepang.
Volume impor baja karbon CRC pada tahun 2014 turun 107,4
ribu ton apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya,
sedangkan baja paduan CRC (HS 7225.50) mengalami
lonjakan sebesar 37,0 ribu ton. Sementara itu, kebijakan
impor baja paduan relatif tidak merubah pola perdagangan
baja karbon maupun baja paduan CRC.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
79
Gambar 5.27. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk CRC dan Baja Paduan asal
Jepang
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Sejak tahun 2010, volume impor baja karbon HRC asal
Jepang mengalami peningkatan yang tajam (Gambar X).
Pengenaan BMAD tahun 2011 tidak berpengaruh terhadap
penurunan volume impor baja karbon HRC. Ketentuan baja
impor tahun 2014 sedikit meredam impor baja karbon HRC,
namun kembali meningkat di tahun 2015. Di sisi lain, volume
impor baja paduan HRC cenderung stagnan selama periode
2010-2015 yaitu sebesar 20,2 ribu ton per tahun. Dengan
membandingkan
kedua
pola
impor
produk
tersebut
disimpulkan bahwa tidak ada indikasi praktek circumvention
modifikasi produk untuk impor HRC dari Jepang.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
80
Gambar 5.28. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk HRC dan Baja Paduan asal
Jepang
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.2.4 Impor Indonesia dari Malaysia
Terkait dengan impor baja dari Malaysia yang dikenakan
BMAD, hanya terdapat satu kasus saja yaitu impor produk
HRC. Pada Gambar 5.29 terlihat bahwa kebijakan antidumping berdampak negatif terhadap volume impor baja
karbon HRC, dari 95,8 ribu ton pada tahun 2010 menjadi
hanya 41,6 ton. Sementara itu, volume impor produk baja
paduan HRC relatif sangat kecil sekali. Apabila keduanya
disandingkan sebagaimana Gambar 5.29.A maka penurunan
impor baja karbon HRC tidak diikuti dengan peningkatan
impor baja paduannya dalam jumlah sebanding yang berarti
tidak ada indikasi circumvention. Pola impor kedua produk
setelah pengenaan BMAD (Gambar 5.29.B) cenderung
memiliki arah yang sejalan.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
81
Gambar 5.29. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk HRC dan Baja Paduan asal
Malaysia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.2.5 Impor Indonesia dari Singapura
Volume
impor baja karbon
HRP
asal Singapura
mengalami puncaknya di tahun 2012 yaitu sebesar 175,8 ribu
ton. Adanya kontrak pembelian menjadi salah satu alasan
mengapa pengenaan BMAD di awal tahun tidak serta merta
menurunkan volume impor di keseluruhan tahun tersebut.
Dampak pengenaan BMAD baru terlihat setahun setelahnya
hingga tahun 2015. Penurunan volume impor baja karbon
HRP tidak direspon dengan kenaikan volume impor baja
paduan HRP (HS 7225.40) sehingga tidak cukup bukti untuk
menyimpulkan terjadinya praktek circumvention.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
82
Gambar 5.30. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk HRP dan Baja Paduan asal
Singapura
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.2.6 Impor Indonesia dari Taiwan
Penetapan BMAD atas impor CRC efektif menurunkan
volume impor produk tersebut. Pada tahun 2013, volume
impor baja karbon CRC turun 58,3 ribu ton. Sementara itu,
impor baja paduan CRC (HS 7225.50) pada tahun 2013
mengalami peningkatan sebesar 7,1 ribu ton setelah adanya
pengenaan BMAD. Meskipun peningkatan volume impor baja
paduan relatif kecil dibandingkan penurunan impor baja
karbon CRC, namun pola tersebut sudah menunjukkan
indikasi praktek circumvention meskipun dalam skala yang
kecil.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
83
Gambar 5.31. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk CRC dan Baja Paduan asal
Taiwan
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Berdasarkan
analiasa
pada
Gambar
5.32,
tidak
ditemukan adanya indikasi yang jelas mengenai praktek
circumvention dari baja karbon HRC yang dialihkan menjadi
baja paduan. Pengenaan BMAD tidak dapat membendung
peningkatan impor baja karbon HRC asal Taiwan. Volume
impor turun ketika ketentuan impor baja paduan diterapkan.
Sementara itu, volume impor baja paduan HRC (HS 7225.30)
asal Taiwan sangat kecil sekali dengan besaran rata-rata
seribu ton per tahun.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
84
Gambar 5.32. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk HRC dan Baja Paduan asal
Taiwan
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.2.7 Impor Indonesia dari Ukraina
Volume impor HRP asal Ukraina terus meningkat
meskipun telah dikenakan BMAD. Penurunan volume impor
terjadi di tahun 2014 sebagai respon dari diterbitkannya
ketentuan impor baja paduan pada tahun tersebut. Sementara
itu, impor baja paduan HRP (HS 7225.40) asal Ukraina pada
tahun 2012 justru terhenti. Pada periode 2013-2015, rata-rata
volume impor baja paduan sebanyak 45 ton per tahun, masih
jauh lebih rendah dibandingkan colume impor baja karbon
HRP yang mencapai 115,9 ribu ton per tahun. Berdasarkan
hal
tersebut,
disimpulkan
bahwa
tidak
ada
indikasi
circumvention untuk impor produk baja dari Ukraina.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
85
Gambar 5.33. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk HRP dan Baja Paduan asal
Ukraina
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.2.8 Impor Indonesia dari Vietnam
Berdasarkan analiasa pada Gambar 5.34, terlihat suatu
pola yang mengindikasikan bahwa telah terjadi praktek
circumvention atas impor CRC asal Vietnam di tahun 2015,
meskipun indikasinya relatif lemah. Sebelum pengenaan
BMAD, tidak tercatat adanya impor yang dilakukan Indonesia
untuk produk baja paduan CRC (HS 7225.50). Impor baja
paduan CRC baru dilakukan pada tahun ketika BMAD
diimplementasikan, yaitu di tahun 2013 dengan volume
sebesar 1,2 ribu ton. Volume impor baja paduan CRC
mengalami peningkatan yang pesat di tahun 2015 menjadi
14,2 ribu ton. Apabila tahun 2012 dijadikan tahun dasar
(periode sebelum pengenaan BMAD) maka volume impor baja
paduan CRC tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar
14,2 ribu ton. Peningkatan tersebut tentu masih jauh dengan
penurunan volume impor baja karbon CRC sebesar 130,2 ribu
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
86
ton. Namun pola dan waktu (timing) pergerakan volume impor
baja karbon dan baja paduan CRC memenuhi syarat untuk
mengindikasikan
telah
terjadinya
circumvention
berupa
modifikasi produk.
Gambar 5.34. Perkembangan Volume Impor Indonesia
pada Produk CRC dan Baja Paduan asal
Vietnam
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.2.9 Dampak Permendag No. 28/2014 terhadap Impor Baja
Paduan secara Agregat
Ketentuan impor baja paduan dalam Permendag No.
28/2014
yang
diterbitkan
Juni
2014
berdampak
pada
penurunan impor H & I Section dari baja paduan (HS 7228.70)
dan HRP dari baja paduan (HS 7225.40) dari dunia.
Sementara itu, impor HRC dari baja paduan (HS 7225.30) dan
CRC dari baja paduan (HS 7225.50) tetap mengalami
kenaikan meskipun ketentuan impor baja paduan telah
diimplementasikan
(Gambar
5.36).
Hal
tersebut
mengindikasikan bahwa ketentuan impor baja paduan mampu
menekan adanya praktek pengalihan impor baja karbon ke
baja
paduan
(slightly
modification
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
circumvention)
yang
87
ditandai dengan turunnya volume impor baja paduan,
terutama kategori H & I Section dan HRP.
Gambar 5.35. Pola Impor Baja Paduan Indonesia dari
Dunia
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
5.4 Klarifikasi dan Informasi Relevan dari Pelaku Usaha mengenai
Indikasi Circumvention di Indonesia
Informasi mengenai ada atau tidaknya indikasi circumvention
yang terjadi di Indonesia selama ini lebih banyak diberikan oleh
industri domestik yang menjadi pemohon maupun pendukung petisi
kebijakan anti-dumping. Hal ini sangat wajar mengingat mereka
berkepentingan
terhadap
efektifnya
intrumen
pengamanan
perdagangan dari praktik importasi produk dumping sehingga
memperoleh perlindungan yang maksimal. Sementara itu, importir
maupun industri hilir cenderung enggan untuk mengungkapkannya
karena merupakan pihak yang merasa dirugikan akibat pengenaan
BMAD sehingga mereka harus mencari strategi untuk meminimalisir
dampak pengenaan tersebut, termasuk dengan melakukan atau
terlibat dalam praktek circumvention. Informasi dari importir yang
sangat minim bisa jadi memang dikarenakan mereka tidak
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
88
memahami konsep circumvention yang dimaksud dalam kajian,
mereka tidak mengetahui adanya praktek circumvention, ataupun
memang benar-benar tahu bahwa tidak ada praktek circumvention
untuk produk yang diklarifikasi kepada responden.
Terkait dengan produk baja, industri hulu besi dan baja
mengungkapkan bahwa kecil kemungkinan terjadinya transshipment
(third country circumvention) karena harga transportasi yang mahal.
Produk baja yang diimpor umumnya dilakukan dalam jumlah yang
besar, selain volume produk baja yang relatif berat dibandingkan
dengan produk perdagnagan lainnya sehingga menjadikan biaya
logistik yang tidak sedikit. Selain itu, sulit untuk memalsukan
keterangan asal barang karena adanya mill certificate dari produsen.
Mill certificate suatu produk baja pada umumnya memuat komponen
kiwiawi, spesifikasi teknis (misalnya kekuatan tarik, elongasi, dan
tingkat kekerasan), maupun tanggal pembuatan produk. Dengan
demikian, mill certificate yang diterbitkan produsen dapat diuji oleh
pembeli
maupun
pihak
yang
kompeten
sehingga
diketahui
kesesuaian spesifikasi produknya, proses pembuatannya maupun
diketahui produsen mana yang memiliki teknologi untuk pembuatan
produk tersebut.
Responden pada industri baja mengungkapkan adanya indikasi
yang kuat (besar kemungkinan) terjadinya slightly modified product
circumvention untuk produk baja, yaitu pengalihan dari baja karbon
menjadi
baja
boron
untuk
menghindari
pengenaan
BMAD.
Penambahan unsur boron yang sangat kecil yaitu 0,0008% pada
baja karbon sudah mengakibatkan perubahan klasifikasi tarif impor
(kode HS) ke dalam kategori baja paduan lainnya. Namun demikian,
secara ilmu metalurgi penambahan unsur peduan yang sangat kecil
tersebut tidak merubah karakteristik (sifat fisik maupun mekanik)
produk baju secara substansial. Artinya bahwa produk baja paduan
tersebut bukan sebenar-benarnya baja paduan dan hanya digunakan
untuk memanipulasi nomor HS sehingga memperoleh bea masuk
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
89
yang lebih rendah. Baja karbon yang menjadi cakupan tindakan antidumping dikenakan bea masuk impor berkisar antara 5% hingga
15%, sedangkan bea masuk impor baja paduan untuk kategori
serupa dikenakan tarif yang lebih rendah dan bahkan masih banyak
yang 0%.
Selain karena adanya BMAD di Indonesia, peralihan produk
ekspor RRT dari baja karbon menjadi baja paduan juga didorong
oleh adanya kebijakan RRT terkait pemberian tax rebate untuk
ekspor baja paduan. Untuk mendorong ekspor baja dengan nilai
tambah yang lebih tinggi, Pemerintah RRT pada tahun 2010
menerapkan tax rebate sebesar 9-13% untuk ekspor baja yang
ditambahkan unsur boron. Dikarenakan produk baja biasa (karbon)
tidak memenuhi syarat untuk tax rebate, produsen baja Cina dalam
banyak kasus menambahkan jumlah minimum elemen baru (unsur
paduan) untuk produk baja mereka dan kemudian mengklaim
sebagai baja paduan untuk menerima fasilitas tersebut (Nikkei,
2016).
Untuk industri baja, utilitas (kapasitas terpasang) harus tinggi
untuk memenuhi skala keekonomian. Dengan demikian, produsen
baja dunia (Jepang, Korea, dan RRT) memiliki jumlah produksi yang
tinggi dengan harga murah. Kebijakan yang menghambat ekspor,
seperti
tindakan
anti-dumping
di
Indonesia
berakibat
pada
penurunan volume penjualan sehingga menjadikan stok di gudang
meningkat. Untuk mengurangi kerugian akibat stok yang menumpuk,
produsen bagaimananpun caranya harus menjual barang baik
dengan mengalihkan pasar ekspor ataupun dengan menjual dengan
harga dumping.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
90
5.4 Analisis Ekonometri Indikasi Circumvention: Studi Kasus Cold
Rolled Coil
Berdasarkan hasil analisis pola perdagangan dan informasi dari
pelaku usaha, dugaan circumvention diuji lebih lanjut melalui model
ekonometrika
terutama
untuk
indikasi
slightly
modification
circumvention atas pengenaan BMAD produk Cold Rolled Coil
(CRC). Pada produk baja, modus slightly modification circumvention
lebih mungkin dilakukan dibandingkan dengan circumvention melalui
negara ketiga yang membutuhkan biaya transportasi yang mahal
untuk melakukannya. Selain
itu, dalam analisis grafis pola
perdagangan, pola slightly modification circumvention lebih banyak
terlihat indikasinya pada pengenaan BMAD atas produk CRC
dengan melibatkan negara-negara yang menjadi sasaran BMAD,
seperti RRT, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan.
Spesifikasi dasar model ekonometrika merupakan model
permintaan impor dengan data panel yang mengacu pada model
gravitasi Krugman (2012). Dalam hal ini, digunakan dua persamaan
(CRC baja karbon sebagaimana cakupan BMAD dan CRC dari baja
paduan) untuk mengetahui negara-negara mana yang terindikasi
melakukan pengalihan HS terkait importasi CRC. Secara umum,
variabel bebas yang digunakan untuk kedua persamaan tersebut
adalah sama, yaitu: unit harga impor produk, jarak ekonomi, PDB
Indonesia, nilai tukar nominal Rupiah terhadap USD, dan dummy
negara target BMAD (RRT, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan
Vietnam). Variabel dummy bernilai 0 untuk periode sebelum
pengenaan BMAD dan bernilai 1 untuk periode setelah pengenaan
BMAD. Untuk persamaan impor CRC dari baja paduan ditambahkan
variabel dummy ketentuan impor baja paduan (Permendag No.
28/M-DAG/PER/6/2014).
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
91
Tabel 5.8.
Hasil Olahan Panel Data
Variabel
CRC (Baja Karbon)
Koefisien
Konstanta (C)
Prob.
CRC dari Baja Paduan
Koefisien
Prob.
-75,974
0,003***
-323,530
0,002***
Harga
-0,523
0,548
0,123
0,863
Nilai Tukar
-4,723
0,012**
-1,686
0,587
Jarak Ekonomi
0,675
0,229
-6,333
0,172
PDB Indonesia
4,869
0,000***
14.333
0,001***
-4,116
0,000***
1,971
0,022**
0,161
0,761
2,796
0,043**
Dummy BMAD Jepang
-2,069
0,066*
-1,026
0,444
Dummy BMAD Taiwan
-0,142
0,741
2,408
0,005***
Dummy BMAD Vietnam
1,555
0,101
n.a
n.a
n.a.
n.a
-2,256
0,678
Dummy BMAD RRT
Dummy BMAD Korea
Dummy Permendag
Impor Baja Paduan
Koefisien Determinasi
0,801
0,911
(R2)
Keterangan: - Masing-masing persamaan diolah dengan Eviews menggunakan
cross-section fixed (dummy variables) panel model. Dengan
spesifikasi tersebut, Dummy BMAD Vietnam tidak dimasukkan
dalam persamaam CRC dari Baja Paduan karena akan
menghasilkan singular matrix. Dengan spesifikasi model panel
lainnya, Dummy BMAD Vietnam tidak signifikan mempengaruhi
impor Baja Paduan.
-
Signifikan pada level ***(1%); **(5%); dan *(10%)
Sumber: Hasil Eviews (2016)
Dari Tabel 5.8 terlihat bahwa model panel data untuk
persamaan
CRC
maupuan
Baja
Paduannya
menghasilkan
pemodelan yang baik dengan koefisien determinasi (R2) masingmasing sebesar 80,1% dan 91,1%. Artinya bahwa variabel-variabel
bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi
yang terjadi pada variabel tidak bebas. Hal utama yang perlu
dicermati terhadap hasil uji ekonometri terkait indikasi circumvention
adalah variabel dummy BMAD.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
92
Pada persamaan CRC baja karbon, koefisien dummy BMAD
RRT
dan
Jepang
bernilai
negatif
dan
signifikan.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa pengenaan BMAD efektif menurunkan impor
CRC asal RRT dan Jepang. Meskipun dummy BMAD Taiwan tidak
signifikan secara statistik, namun koefisien yang bernilai negatif
dapat menindikasikan bahwa impor CRC asal Taiwan mengalami
penurunan. Sementara itu, dummy BMAD RRT, Korea Selatan, dan
Taiwan pada persamaam Baja Paduan memiliki koefisien positif dan
signifikan. Hal ini berarti bahwa setelah pengenann BMAD CRC,
volume
impor
baja
paduannya
dari
negara-negara
tersebut
mengalami lonjakan yang signifikan. Selain itu, ketentuan impor baja
paduan memiliki koefisien negatif yang berarti bahwa ketentuan
tersebut bermanfaat dalam meredam impor baja paduan.
Dengan memperhatikan dummy variabel pada persamaam
CRC (baja karbon) dan
Baja Paduan dapat disimpulkan bahwa
secara statistik, indikasi paling kuat praktek slightly modification
circumvention dilakukan oleh RRT. Setelah adanya pengenaan
BMAD, impor CRC dari RRT mengalami penurunan, namun justru
diiringi dengan kenaikan impor baja paduannya dari RRT. Selain itu,
Taiwan dan Korea Selatan juga diduga kuat melakukan slightly
modification circumvention karena importasi baja paduan asal kedua
negara tersebut melonjak signifikan setelah implementasi BMAD
CRC.
5.5 Potensi Kerugian Akibat Indikasi Praktek Circumvention di
Indonesia
Analisis kerugian akibat indikasi praktek circumvention yang
semula akan menggunakan metode welfare analysis belum bisa
dilakukan
karena
keterbatasan
data
yang
diperoleh
dari
pengumpulan data primer. Oleh sebab itu, digunakan alternatif
metode lain yang setidaknya bisa mengindikasikan berapa jumlah
impor yang diperkirakan dilakukan dengan praktek circumvention.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
93
Alternatif metode yang digunakan adalah melalui eksplorasi data
perdagangan BPS pada level perusahaan. Mengingat keterbatasan
akses untuk mendapatkan data tersebut, maka analisis dilakukan
melalui studi kasus pada produk tertentu dan waktu/periode tertentu.
Namun demikian, pemilihan produk dan periode data tetap
disesuaikan dengan temuan hasil analisis sekunder sebelumnya
maupun dari informasi pelaku usaha.
Berdasarkan analisis indikasi circumvention dan klarifikasi
pelaku usaha terlihat bahwa produk baja merupakan produk yang
paling sering terindikasi circumvention dengan cara mengubah
sedikit spesifikasi produk (slightly modified product circumvention).
Diantara berbagai jenis produk baja yang dianalisis juga telihat
bahwa CRC merupakan produk baja yang memiliki kemungkinan
besar diimpor dengan cara mengalihkan klasifikasi HS ke dalam baja
paduan. Oleh karena itu, eksplorasi data level perusahaan
digunakan untuk melihat ataupun menghitung perubahan pola impor
pada masing-masing perusahaan yang mengimpor baja CRC di
tahun 2011 (periode sebelum pengenaan BMAD) yang kemudian di
tahun 2015 melakukan impor baja paduan setelah
adanya
pengenaan BMAD. Perhitungan kerugian circumvention juga dilihat
dari perusahaan yang tahun 2015 melakukan importasi baja paduan,
namun di tahun 2011 perusahaan tersebut tidak tercatat melakukan
impor baja CRC.
Berdasarkan data BPS, jumlah importir di Indonesia yang
teridentifikasi melakukan impor baja karbon CRC sebagaimana
cakupan pengenaan BMAD atas produk CRC adalah sebanyak 131
perusahaan di tahun 2011 dan menjadi 70 perusahaan di tahun 2015
(Tabel 5.9). Dengan demikian telah terjadi penurunan jumlah importir
yang melakukan impor pada produk karbon CRC. Dari 70
perusahaan yang melakukan impor baja karbon CRC tahun 2015
terdapat 47 perusahaan yang juga melakukan impor produk yang
sama di tahun 2011. Dengan kata lain, terdapat 47 perusahaan yang
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
94
diasumsikan konsisten mengimpor baja karbon CRC pada periode
sebelum maupun setelah pengenaan BMAD. Untuk impor baja
paduan CRC terjadi peningkatan jumlah importir dari 10 perusahaan
di tahun 2011 menjadi 29 perusahaan di tahun 2015. Dari 29
perusahaan importir yang melakukan impor baja paduan CRC di
tahun 2015, 18 perusahaan diantaranya juga melakukan impor baja
karbon CRC di tahun 2011.
Dengan mengasumsikan bahwa rata-rata impor baja paduan
CRC sebelum pengenaan anti-dumping hanya sebesar 16,9 ribu ton
dan kemudian meningkat tajam menjadi 190,2 ribu ton setelah
pengenaan BMAD produk baja karbon CRC maka ditaksir sekitar
173,9
ribu
ton
produk
baja
yang
diimpor
dengan
praktek
circumvention. Apabila jumlah tersebut dikalikan dengan harga CRC
yang dijual oleh industri domestik setelah pengenaan BMAD (USD
750/ton) maka diperoleh loss (kerugian) sebesar USD 130,4 juta.
Nilai tersebut akan jauh lebih besar apabila harga jual yang
seharusnya diterima produsen domestik adalah harga sebelum
masuknya barang impor dumping (USD 870/ton) sehingga menjadi
USD 151,3 juta. Dengan demikian, kerugian yang dialami industri
dalam negeri produsen baja CRC akibat praktek circumvention
ditaksir mencapai USD 130,4 juta hingga USD 151,3 juta.
Tabel 5.9.
Jumlah Importir dan Nilai Impor pada Produk CRC
berupa Baja Karbon maupun Baja Paduan
CRC
2011
131
(686,9 ribu Ton)
2015
70
(160,7 ribu Ton)
Baja Paduan CRC
2011
10
(16,9 ribu Ton)
2015
29
(190,2 ribu Ton)
2011 & 2015*
47
2011 & 2015*
6
CRC (2011) &
Baja Paduan (2015)
18
Keterangan: * perusahaan yang sama mengimpor jenis baja yang sama pada
tahun 2011 maupun 2015
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
95
Analisis lebih lanjut difokuskan pada 18 perusahaan yang
melakukan impor baja karbon CRC di tahun 2011 dan impor baja
paduan CRC di tahun 2015. Perusahan-perusahaan ini diduga
melakukan praktek circumvention dengan mengalihkan importasi dari
baja karbon menjadi baja paduan. Karena masih dalam tahap studi
dan dugaan awal maka nama-nama perusahaan dirahasiakan dalam
kajian ini. Sebagaimana terlihat pada Tabel 5.10, jumlah impor baja
karbon CRC oleh 18 perusahaan di tahun 2015 mengalami
penurunan 165,1 ribu ton dibandingkan dengan tahun dasar (2011),
sementara pada periode yang sama impor baja paduannya
mengalami peningkatan 157,4 ribu ton. Jumlah importasi baja yang
dialihkan relative sebanding. Apabila dilihat lebih dalam, indikasi
slightly modified product circumvention banyak dijumpai pada
perusahaan Indonesia yang melakukan importasi dari Jepang dan
Korea Selatan. Kecilnya insiden indikasi slightly modified product
circumvention atas baja asal RRT kemungkinan karena telah
berakhirnya pemberian tax rebate untuk ekspor baja paduan yang
mengandung boron oleh Pemerintah RRT sejak awal 2015 (Nikkei,
2016).
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
96
Tabel 5.10. Perkiraan Volume dan Asal Produk yang Diduga
Circumvention oleh Importir Lama
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Indikasi praktek circumvention bukan hanya dilakukan oleh
importir lama, tetapi juga importir baru yang memanfaatkan
kesempatan. Dalam hal ini, terdapat 11 perusahaan yang mengimpor
baja paduan CRC di tahun 2015 namun pada tahun 2011 tidak
pernah mengimpor baja karbon CRC maupun paja paduannya
(Tabel 5.11). Importasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
tersebut bisa jadi
merupakan praktek circumvention mengingat
negara/produsen asal produk merupakan target pengenaan BMAD.
Dengan membandingkan jumlah impor baja paduan CRC di tahun
2015
dengan
tahun
dasar,
maka
11
perusahaan
tersebut
diperkirakan melakukan slightly modified product circumvention
sebanyak 16,5 ribu ton.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
97
Tabel 5.11. Perkiraan Volume dan Asal Produk yang Diduga
Circumvention oleh Importir Baru
Sumber: BPS, 2016 (diolah)
Analisis yang dilakukan melalui eksplorasi data perdagangan
level perusahaan tentu memiliki keterbatasan terkait asumsi-asumsi
yang digunakan. Kenaikan impor baja paduan dari suatu perusahaan
bisa jadi bukan merupakan praktek circumvention apabila spesifikasi
yang dibutuhkan industri pengguna memang berbeda dengan
barang dumping dan secara metalurgi memiliki karakteristik yang
berbeda. Oleh karena itu, perlu adanya pengecekan/klarifikasi
dokumen dari Otoritas Bea dan Cukai atau pihak yang kompeten
dimana hal ini tidak bisa dilakukan dalam kajian. Selain itu,
keterbatasan (akses) data tidak memungkinkan bagi Tim Kajian
untuk menganalisis indikasi circumvention pada level perusahaan
untuk setiap tahunnya sehingga diperoleh angka taksiran yang lebih
baik.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
98
BAB VI
PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ANTICIRCUMVENTION DI NEGARA LAIN
6.1 Amerika Serikat
Ketentuan anti-circumvention pertama kali diberlakukan oleh
Amerika Serikat (AS) pada tahun 1988 sebagai bagian dari
Omnibus
Trade
diamandemenpada
and
tahun
Competitiveness
1994.
Act
Ketentuan
dan
telah
umum
anti-
circumvention diatur dalam 19 U.S. Code § 1677j - Prevention of
circumvention of antidumping and countervailing duty orders,
sedangkan
ketentuan pelaksanaannya tertuang dalam 19 CFR
351.225 - Scope rulings. Adapun bentuk-bentuk circumvention
yang diatur di AS adalah:
A.
Barang diproduksi secara lengkap atau dirakit di AS
B.
Barang diproduksi secara lengkap atau dirakit di negara ketiga
sebelum diimpor ke AS
C.
Barang yang telah dirubah secara minor (sedikit modifikasi)
D.
Barang
yang
dikembangkan
kemudian
(later-developed
merchandise)
Berdasarkan ketentuan anti-circumvention AS, produk jadi yang
diekspor dari negara ketiga atau bagian/komponen yang dikirim ke
AS untuk perakitan juga dapat dikenakan ketentuan antidumping/countervailing jika memenuhi kondisi tertentu, yaitu: (1)
bagian atau komponen harus diproduksi oleh negara yang
dikenakan anti-dumping/countervailing; (2) proses perakitan atau
penyelesaian di AS (atau negara ketiga) harus kecil atau tidak
signifikan; dan (3) nilai dari bagian-bagian yang diimpor ke AS (atau
negara
ketiga)
dari
negara
yang
dikenakan
anti-
dumping/countervailing merupakan proporsi yang signifikan dari
total nilai produk jadi.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
99
Dalam
menentukan
apakah
proses
perakitan
atau
penyelesaian merupakan proporsi yang kecil atau tidak signifikan,
otoritas akan mempertimbangkan:
a. tingkat investasi di AS (atau negara ketiga);
b. tingkat riset dan pengembangan (R&D) di AS (atau negara
ketiga);
c. sifat dari proses produksi di AS (atau negara ketiga);
d. sejauh mana proses produksi dilakukan di AS (atau negara
ketiga); dan
e. apakah nilai pengolahan di AS (atau negara ketiga) merupakan
sebagian kecil dari total nilai barang yang dijual di AS.
Sementara itu, dalam menentukan apakah akan menyertakan
bagian atau komponen dalam lingkup/cakupan pengenaan anti
dumping, otoritas akan mempertimbangkan:
a. pola perdagangan, termasuk pola-pola sumber/asal barang;
b. apakah produsen atau eksportir dari bagian-bagian atau
komponen berafiliasi dengan orang/pihak yang merakit atau
melengkapi barang dagangan (produk akhir) yang dijual di AS
(atau negara ketiga); dan
c. apakah impor bagian-bagian atau komponen telah mengalami
peningkatan sejak dimulainya penyelidikan pada tindakan antidumping yang relevan
Modifikasi produk secara minor yang termasuk dalam kategori
circumvention adalah mengubah bentuk atau penampilan secara
tidak
signifikan
(termasuk
komoditas
pertanian
yang
telah
mengalami pengolahan minor), meskipun produk tersebut tidak
termasuk dalam klasifikasi tarif yang sama. Sementara itu, laterdeveloped merchandise yang diatur ataupun terkena ketentuan
anti-circumvention apabila barang tersebut memiliki kesamaan
dengan barang yang pada awalnya dikenakan tindakan antidumping/countervailing (disebut sebagai "produk sebelumnya"),
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
100
dalam hal: karakteristik fisik umum produk, harapan/ekspektasi dari
pembeli akhir atas produk tersbut, kegunaan utama produk, saluran
(channel) perdagangan, serta pengiklanan dan cara penempatan
(display) produk.
AS
merupakan
negara
yang
pertama
kali
mengadopsi
ketentuan anti-circumvention dalam regulasi domestiknya. Oleh
karena itu, tidak mengherankan apabila telah banyak kasus-kasus
circumvention yang ditangani. Tabel X memuat ringkasan kasuskasus anti-circumvention di AS dari awal 2011 sampai dengan Juli
2016.
Tabel 6.1.
No
1
Kasus Anti-Circumvention di AS
Produk
Asal
(HTSUS)
Impor
Ferrovanadium and Rusia
Nitrided Vanadium
2
Small Diameter
Graphite
Electrodes
RRT
3
Laminated Woven
Sacks
RRT
Jenis Circumvention
 Merchandise
Completed or
Assembled in the US
(781a), AD
 Vanadium pentoxide
from Russia imported
by the Evraz Group
and converted into
ferrovanadium in the
United States by BMC
 Merchandise
Completed or
Assembled in Other
Foreign Countries
(781b), AD
 Manufactured by
UKCG from PRCoriginated artificial
graphite rod/ unfinished
SDGE component
 Minor Alterations of
Merchandise (781c),
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
Inisiasi
Penyelidikan
02/05/2011
18/03/2011
28/04/2011
Keputusan (Tanggal)
Tidak terjadi
circumvention
(NFD: 06/08/2012)
for all merchandise
exported by UKCG
where the supplier
was a PRC-entity, the
Department will direct
CBP to require cash
deposits at the rate
established for the
PRC supplier if that
supplier has its own
rate or, alternatively,
at the PRC-wide rate
of 159.64 percent if
the PRC supplier
does not have its own
rate or if the importer
cannot identify the
supplier
(AFD: 09/08/2012)
Tidak terjadi
circumvention
101
Later-Developed
Merchandise (781d),
AD
(NFD: 08/02/2012)
4
Carbon and
Certain Alloy Steel
Wire Rod
Mexico
 Minor Alterations of
Merchandise (781c),
AD
 Wire rod with an actual
diameter of 4.75 mm to
5.00 mm
08/06/2011
5
Drill Pipe
RRT
 Merchandise
Completed or
Assembled in Other
Foreign Countries
(781b), AD
12/08/2011
6
Steel Threaded
Rod
RRT
 Minor Alterations of
Merchandise (781c),
AD
 A variety of finishes or
coatings
05/01/2012
7
Tissue Paper
Products
RRT
 Merchandise
Completed or
Assembled in Other
Foreign Countries
(781b), AD
 PRC-origin products
that are processed in
India by ARPP and
exported to the US
10/05/2012
8
Uncovered
Innerspring Units
RRT
 Merchandise
Completed or
Assembled in Other
Foreign Countries
(781b), AD
 Manufactured in
Malaysia by Reztec
with PRC-origin
components and other
direct materials that are
subsequently exported
from Malaysia to the
United States.
23/05/2012
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
wire rod with an actual
diameter of 4.75 mm
to 5.00 mm produced
in Mexico and
exported to the United
States by Deacero
should be included
within the scope of the
order (AFD:
01/10/2012)
Dihentikan karena
petisioner mencabut
permintaan
penyelidikan
(23/02/2013)
continue to determine
that imports from the
PRC of steel threaded
rod produced by
Gem-Year, are
subject to the
antidumping duty
order
(AFD: 25/02/2013)
to include this
merchandise within
the scope of the PRC
Tissue Paper Order
and to continue to
instruct CBP to
suspend entries of
tissue paper products
produced by ARPP
(AFD: 03/07/2013)
to include this
merchandise within
the scope of the PRC
Innerspring Units
Order and to continue
to instruct CBP to
suspend all entries of
innerspring units from
Malaysia produced by
Reztec
(AFD: 21/01/2014)
102
9
Polyethylene Retail
Carrier Bags
(PRCB)
10
Polyethylene
terephthalate film,
sheet, and strip
(PET film)
11
Uncovered
Innerspring Units
12
Cut-to-Length
Carbon Steel Plate
13
Aluminum
Extrusions
Sumber:
 Merchandise
Completed or
Assembled in the US
(781a), AD
 imports of unfinished
PRCB
Brasil,
 Merchandise
RRT,
Completed or
Thailand,
Assembled in Other
dan UAE
Foreign Countries
(781b), AD
 PET film produced in
Bahrain by JBF from
inputs (PET chips and
silica chips)
manufactured in the
UAE, and that is
subsequently exported
from Bahrain to the
United States
RRT
 Merchandise
Completed or
Assembled in Other
Foreign Countries
(781b), AD
 manufactured in
Malaysia by Goldon
with PRC-origin
components and other
direct materials)
RRT
 Minor Alterations of
Merchandise (781c),
AD
 penambahan unsur
paduan boron,
kromium, dan/atau
titanium
RRT
 Minor Alterations of
Merchandise (781c),
AD
 5050-grade aluminum
alloy
Taiwan
31/07/2013
Masih dalam
penyelidikan
29/07/2014
Tidak terbukti
circumvention
(AFD: 07/05/2015)
31/12/2014
to instruct CBP to
suspend liquidation of
all entries of
innerspring units
produced in and/or
exported from
Malaysia by Goldon
(AFD: 30/11/2015)
18/02/2016
Masih dalam
penyelidikan
21/03/2016
Masih dalam
penyelidikan
Disarikan dari www.federalregister.gov (23 Juli 2016)
Keterangan: AD: Anti-Dupmping; CBP: U.S. Customs and Border Protection; AFD:
Affirmative Final Determination; NFD: Negative Final Determination
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
103
6.2 Uni Eropa
Tindakan circumvention merupakan penghindaran terhadap
kebijakan
anti-dumping
atau
anti-subsidi.
Oleh
karena
itu,
circumvention di Uni Eropa (EU) diatur dalam peraturan tersendiri.
Berdasarkan regulasi yang berlaku saat ini, circumvention dalam
kaitannya dengan anti-dumping diatur dalam Pasal 13 Council
Regulation (EC) No. 1225/2009 tentang Protection Against Dumped
Imports from Countries Not Members of the European Community,
tanggal 30 November 2009 (OJ [2009] L343/51). Sedangkan
circumvention terkait dengan anti-subsidi diatur pada Pasal 23 EC
No. 597/2009 tentang Protection Against Subsidised Imports from
Countries Not Members of the European Community, tanggal 11
Juni 2009 (OJ [2009] L188/93). Sesuai dengan ruang lingku kajian,
maka
pembahasan
hanya
difokuskan
pada
pengaturan
circumvention pada anti-dumping.
Berdasarkan
Pasal
13
EC
No.
1225/2009,
tindakan
circumvention merupakan suatu bentuk perluasan dari pengenaan
bea masuk anti-dumping (BMAD) atas impor dari negara ketiga
(negara di luar EU yang tidak menjadi cakupan pengenaan BMAD)
pada produk sejenis baik telah dilakukan sedikit modifikasi atau
tidak, atau atas impor produk yang telah sedikit dimodifikasi dari
negara
yang
telah
dikenakan
BMAD, pada
saat
terjadinya
penghindaran terhadap BMAD. Circumvention dapat didefinisikan
sebagai perubahan pola perdagangan antara negara ketiga dengan
EU atau antar perusahaan secara individual di negara yang menjadi
target pengenaan BMAD oleh EU. Perubahan pola perdagangan
dapat disebabkan oleh perubahan praktek, proses, atau pekerjaan
yang tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi selain karena
pengenaan BMAD, sehingga dampak pemulihan (remedial effect)
atas pengenaan BMAD menjadi tidak berarti (efektif) terhadap harga
dan/atau kuantitas barang sejenis.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
104
Praktek, proses, atau pekerjaan yang dikategorikan sebagai
circumvention adalah sedikit modifikasi atas suatu produk sehingga
mengakibatkan terjadinya perubahan customs codes (tarif) yang
bukan merupakan cakupan pengenaan BMAD. Modifikasi tersebut
tidak mengakibatkan perubahan karakteristik produk secara esensial.
Selain itu, circumvention dapat berupa pengapalan produk yang
menjadi
subjek
pengenaan
BMAD
melalui
negara
ketiga,
reorganisasi oleh eksportir atau produsen terkait pola dan jaringan
penjualan di negara yang menjadi subjek BMAD dalam rangka
memperoleh bea masuk individual yang lebih rendah, serta kegiatan
perakitan bagian-bagian yang dilakukan (assembly operation ) di EU
atau di negara ketiga.
Secara lebih lanjut, kegiatan perakitan di EU dan negara ketiga
dianggap sebagai praktek circumvention apabila:
1. Kegiatan operasi dimulai atau secara substansial meningkat
sejak atau sesaat sebelum inisiasi penyelidikan anti-dumping
serta bagian-bagian (bahan baku) yang bersangkutan dari
negara yang menjadi subjek BMAD;
2. Bagian-bagian yang dirakit memiliki porsi 60% atau lebih dari
total nilai dari seluruh bagian-bagian dari produk yang dirakit,
kecuali nilai tambah pada saat perakitan atau setelah selesai
perakitan lebih besar dari 25% dari biaya produksi; dan
3. Efek
pelulihan
(remedial
effect)
atas
pengenaan
BMAD
dilemahkan dalam hal harga dan/atau kuantitas dari produk
sejenis yang dirakit serta ada bukti dumping dalam kaitannya
dengan nilai normal ditetapkan sebelumnya untuk produk sejenis
tersebut.
Investigasi dugaan cicumvention dapat diinisiasi atas prakarsa
Komisi Eropa (European Commission) atau atas permintaan dari
negara Anggota atau pihak yang berkepentingan berdasarkan bukti
yang cukup. Inisiasi harus dilakukan setelah berkonsultasi dengan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
105
Komite Penasehat (Advisory Committee) dan dapat berkoordinasi
dengan (menginstruksikan) pihak pabean agar importasi produk
yang akan diselidiki diwajibkan untuk didaftarkan atau untuk
dimemintai jaminan. Investigasi dilakukan oleh Komisi Eropa yang
dapat dibantu oleh pihak pabean dan akan disimpulkan dalam waktu
sembilan
bulan.
Ketika
fakta-fakta
yang
akhirnya
dipastikan
membenarkan perpanjangan tindakan (BMAD), maka penetapannya
harus dilakukan oleh Dewan (European Council) berdasarkan
proposal yang diajukan oleh Komisi Eropa, setelah berkonsultasi
Komite Penasehat. Proposal harus diadopsi oleh Dewan dalam
jangka waktu satu bulan setelah penyerahan oleh Komisi Eropa,
kecuali anggota Dewan secara mayoritas (simple majority) menolak
proposal tersebut. Ekstensi/perluasan tindakan mulai berlaku dari
tanggal kewajiban pendaftaran importasi atau permintaan jaminan
diberlakukan.
Praktek circumvention yang terjadi di luar EU dapat memperoleh
pengecualian apabila produsen atas barang yang menjadi subjek
pengenaan BMAD dapat menunjukkan bahwa produk yang mereka
produksi tidak terkait dengan produsen manapun yang menjadi
subjek pengenaan BMAD serta ditemukan tidak terlibat dalam
praktek circumvention. Apabila praktek circumvention dilakukan di
dalam wilayah EU, pengecualian diberikan bagi importir yang dapat
menunjukkan/membuktikan bahwa mereka tidak terkait dengan
produsen yang menjadi subjek pengenaan BMAD.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
106
Dimulainaya
Penyelidikan
 Penyampaian Kuesioner
Registrasi impor
 Tanggapan pihak
berkepentingan
Verifikasi lapangan (on-the-spot)

Penyampaian Temuan Awal

Tanggapan pihak
berkepentingan

Keputusan Akhir (dalam 9 bulan)
Ekstensi pengenaan AntiDumping & Anti-Subsidi
Mendapatkan pengecualian
Gambar 6.1. Proses Penyelidikan Anti-Circumvention di EU
Sumber: Lo (2015)
Berdasarkan dokumentasi yang dilakukan Vermulst (2015), EU
telah melakukan investigasi kasus circumvention sejak tahun 1995
yaitu penyelidikan terhadap importasi magnetic disks dari Jepang,
Taiwan, dan RRT yang diduga dikapalkan (transhipment) melalui
Kanada, Hong Kong, India, Indonesia, Macao, Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand. Melin dan Bao (2014) menyebutkan bahwa
setidaknya terdapat 49 kasus circumvention yang ditangani oleh EU
selama periode 1995-2013. Kasus-kasus circumvention terbaru yang
ditangai oleh EU dapat dilihat pada Tabel X. Selama periode 20142016, terdapat enam kasus circumvention dengan beragam produk,
namun semuanya merupakan impor dari RRT. Dalam hal ini,
tuduhan praktek circumvention berupa pengapalan dari negara
ketiga dan modifikasi produk secara sederhana.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
107
Tabel 6.2.
No
Kasus Anti-Circumvention di EU
Produk
(CN)
Asal
Impor
Jenis
Circumvention
(Kasus Awal)
Third country;
consigned from
Cambodia,
Pakistan and the
Philippines (AD)
Slightly modified
(AD)
Inisiasi
Penyelidikan
Keputusan
(Tanggal)
1
Bicycles and other cycles
(ex 8712.00.30 dan ex
8712.00.70)
RRT
2
Molybdenum wire
(ex 8102 96 00)
RRT
3
Citric acid
(2918.14.00 dan
ex2918.15.00)
RRT
Third country;
consigned from
Malaysia (AD)
30/04/2015
4
Solar panels: crystalline
silicon photovoltaic modules
and key components
(ex8501.31.00,
ex8501.32.00, ex8501.33.00,
ex8501.34.00, ex8501.61.20,
ex8501.61.80, ex8501.62.00,
ex8501.63.00, ex8501.64.00
dan ex8541.40.90)
Hand pallet trucks and their
essential parts
(ex8427.90.00
dan ex8431.20.00)
Aluminium foil
(ex7607.11.19)
RRT
Third country;
consigned from
Malaysia and
Taiwan (AD, AS)
05/05/2015
RRT
Slightly modified
(AD)
15/12/2015
Masih dalam
penyelidikan
RRT
Slightly modified
(AD)
31/05/2016
Masih dalam
penyelidikan untuk
produk
ex7607.11.90
5
6
Sumber:
02/09/2014
10/03/2015
Mengenakan
BMAD kepada
Kamboja, Pakistan
dan Filipina
(18/05/2015)
Memperluas
cakupan produk
(29/10/2015)
Mengenakan
BMAD kepada
Malaysia
(14/01/2016)
Mengenakan n
BMAD dan BMI
kepada Malaysia
dan Taiwan
(11/02/2016)
Disarikan dari http://trade.ec.europa.eu/tdi/notices.cfm (30 Juli 2016)
Keterangan: CN: Combined Nomenclature; AD: Anti-Dumping; AS: Anti-Subsidi; BMAD:
Bea Masuk Anti-Dumping; BMI: Bea Masuk Imbalan (Countervailing)
6.3 Australia
Kerangka
kaitannya
regulasi
dengan
anti-circumvention
tindakan
anti-dumping
di
Australia
dan
dalam
countervailing
diperkenalkan pada bulan Juni 2013 dan kemudian diubah pada
bulan Januari 2014 dan April 2015 (Department of Industry,
Innovation and Science, 2015). Kerangka ini memungkinkan AntiDumping Commission untuk melakukan penyelidikan terhadap
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
108
praktek-praktek perdagangan oleh importir dan eksportir yang
berusaha untuk menghindari pembayaran atau efek atas pengenaan
bea masuk anti-dumping. Dampak dari penghindaran ini adalah
tindakan pemulihan perdagangan (trade remedies) tidak efektif untuk
melindungi industri domestik Australia.
Praktek
circumvention
bermacam-macak
bentuknya
dan
mengeksploitasi aspek yang berbeda dari sistem anti-dumping dan
countervailing. Tujuannya adalah agar barang yang menjadi subjek
pengenaan anti-dumping dan countervailing tidak terkena tindakan
tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Anti-Dumping Commission
(ADC), circumvention (pengelakan) adalah strategi perdagangan
yang dapat digunakan oleh eksportir dan/atau importir produk baik
untuk: (a) menghindari pembayaran penuh bea masuk anti-dumping
dan/atau countervailing; ataupun (b) menghindari efek harga atas
pengenaan bea masuk anti-dumping dan/atau countervailing di
pasar Australia.Hasil akhir dari praktek circumvention adalah bahwa
(a) barang yang menjadi subjek tindakan tidak terkena bea masuk
anti-dumping dan/atau countervailing sebagaimana diharapkan
sebelumnya; atau (b) barang yang menjadi subjek tindakan
membayar bea masuk anti-dumping dan/atau countervailing tetapi
pembayarannya tidak memiliki efek harga di pasar sesuai yang
diinginkan
sehingga
tidak
memiliki
efek
terhadap
penghilangan/pengurangan kerugian yang disebabkan oleh harga
dumping dan/atau subsidi.
Sebagaimana tercantum amandemen Customs Act 1901 section
269ZDBB, yang menjadi cakupan praktek circumvention di Australia
meliputi:
1. Perakitan bagian-bagian (parts) di Australia;
2. Perakitan bagian-bagian (parts) di negara ketiga;
3. Ekspor barang melalui satu atau lebih negara ketiga;
4. Pengaturan antar eksportir;
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
109
5. Menghindari efek yang diharapkan atas pengenaan bea masuk
(intended effect of duty);
6. Sedikit modifikasi produk ekspor ke Australia1 dan
7. Keadaan tambahan yang ditentukan oleh peraturan.
Lebih lanjut, subbagian 269ZDBB (5A) Customs Act 1901
mengatur mengenai parktek circumvention untuk menghindari efek
yang diinginkan atas pengenaan bea masuk dalam kaitannya
dengan pemberitahuan diterbitkan di bawah subbagian 269TG (2)
atau 269TJ (2) Customs Act 1901. Dalam ketentuan tersebut, suatu
praktek pengelakan (circumvention) terjadi apabila:
a) barang (circumvention goods) diekspor ke Australia;
b) barang-barang
diproduksi
di
luar
negeri
terkait
dengan
pemberitahuan (notice) yang berlaku;
c) eksportir adalah eksportir yang terkait dengan pemberitahuan
yang berlaku;
d) importir barang pengelakan, baik secara langsung atau melalui
asosiasi, menjual barang-barang di Australia tanpa menaikkann
harga yang sepadan dengan total jumlah yang harus dibayar
atas circumvention goods di bawah Dumping Duty Act;
e) salah satu atau kedua aturan dalam bagian 8 atau 10 pada
Dumping Duty Act, berlaku untuk ekspor barang pengelakan ke
Australia; dan
f)
keadaan di atas terjadi selama jangka waktu yang wajar.
Dalam mekanisme normal suatu perdagangan, harga barang
dumping meningkat di pasar Australia ketika bea masuk antidumping dipungut di perbatasan. Tambahan bea masuk dumping
atau countervailing dibayar oleh importir untuk barang tersebut yang
kemudian umumnya diteruskan ke klien atau konsumen dalam
bentuk kenaikan harga di pasar Australia. Praktek pengelakan
mungkin saja terjadi apabila bea masuk dumping dan/atau
1
Bentuk cirvumvention ini paling terakhir (baru) dimasukkan dalam amandemen UU
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
110
countervailing yang dikenakan (dan dibayar oleh importir atas
masuknya barang) mengakibatkan sedikit dampak atau tidak
berdampak sama sekali pada harga barang yang dijual di pasar
Australia (selama jangka waktu yang wajar). Eksportir barang
dumping bisa saja memberikan kompensasi atas barang yang dijual
oleh importir sehingga importir tetap dapat menjual barang tersebut
di pasar domestik dengan harga yang murah dan tidak mengalami
kerugian atas penambahan bea masuk anti-dumping.
Penghindaran terhadap efek yang diinginkan dari bea masuk
tertentu yang ditentukan oleh Customs Act hanya menyangkut
praktek pengelakan (circumvention) dan tidak menunjukkan perilaku
ilegal. Tidak disebut sebagai praktek pengelakan jika faktor eksternal
(seperti fluktuasi mata uang atau pengurangan biaya penjualan dan
biaya umum lainnya) telah menyebabkan situasi di mana harga jual
barang oleh importir tidak bertambah sesuai dengan pengenaan bea
masuk tambahan.
Selanjutnya,
mempertimbangkan
bahwa
pengurangan
keuntungan dapat menjadi praktek bisnis yang sah, maka bukan
merupakan aktivitas circumvention jika importir (yang benar-benar
independen dari eksportir asal membeli barang) mengurangi dampak
pengenaanbea masuk anti-dumping dan/atau countervailing melalui
pengurangan laba secara parsial.
Sejak tanggal 1 April 2015, tipe baru praktek circumvention
mencakup situasi dimana eksportir sedikit memodifikasi produk
mereka untuk menghindari pengenaan bea masuk yang berlaku
untuk asli (atau tidak dimodifikasi) yang baik. Beberapa faktor yang
mungkin menunjukkan bahwa produk telah mengalami sedikit
dimodifikasi antara lain:
a. karakteristik fisik umum masing-masing produk;
b. kegunaan akhir masing-masing produk;
c.
substitusi penggunaan masing-masing produk;
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
111
d. perbedaan dalam proses produksi setiap produk;
e. perbedaan dalam biaya produksi setiap produk;
f.
biaya modifikasi;
g. preferensi dan harapan konsumen terkait masing-masing produk;
h. cara pemasaran masing-masing produk;
i.
saluran perdagangan dan distribusi untuk setiap produk;
j.
pola perdagangan untuk setiap produk;
k.
perubahan harga dari masing-masing produk;
l.
perubahan volume ekspor untuk masing-masing produk; dan
m. klasifikasi tarif dan kode statistik untuk masing-masing produk.
Ayat 269ZDBH (2) Customs Act menguraikan bentuk-bentuk
tindakan
anti-circumvention
yang
diimplementasikan
melalui
perubahan pada pemberitahuan awal (original notice) terkait
tindakan anti-dumping dan/atau countervailing oleh Menteri, yaitu:
1. Spesifikasi barang yang berbeda yang menjadi subyek dari
pemberitahuan awal;
2. Spesifikasi negara asal impor yang berbeda yang menjadi
subyek dari pemberitahuan awal;
3. Spesifikasi eksportir yang berbeda yang menjadi subyek dari
pemberitahuan awal;
4. Spesifikasi faktor-faktor (variabel) yang berbeda pada eksportir
yang ada (sama) yang menjadi subjek pemberitahuan awal; atau
5. Spesifikasi faktor-faktor (variabel) pada eksportir yang berbeda
yang menjadi subjek pemberitahuan awal
Proses penyelidikan anti-circumvention diatur dalam Customs
Act 1901 pada Bagian XVB (5A) yang terdiri dari proses
pertimbangan aplikasi dan permintaan, submisi, verifikasi informasi,
laporan penyelidikan anti-circumvention, keputusan Menteri, dan
review atas keputusan Menteri sebagaimana dilihat pada Gambar X.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
112
* Minister may extend SEF reporting time and final report time
** Except where extended.
Gambar 6.2.
Proses
Kebijakan
Anti-Circumvention
di
Australia
Sumber: http://www.adcommission.gov.au/
Permintaan/aplikasi penyelidikan anti-circumvention atas dugaan
penghindaran terhadap bea masuk tambahan tertentu (terkait
dumping atau coutervailing) dapat dilakukan oleh orang yang
mewakili, atau mewakili sebagian dari, industri Australia yang
memproduksi barang sejenis. Menteri yang bertanggung jawab
terhadap anti-dumping juga dapat meminta Commissioner of the
Anti-Dumping
Commission
(Komisioner)
untuk
melakukan
penyelidikan.
Komisioner harus memutuskan apakah menerima atau menolak
aplikasi dalam waktu 20 hari dari pengajuan aplikasi. Komisioner
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
113
harus menolak aplikasi jika tidak puas dari salah satu atau kedua hal
berikuti, yaitu: (i) bahwa persyaratan formulir aplikasi telah terpenuhi;
dan (ii) bahwa terdapat alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa
aktivitas pengelakan (circumvention) dalam kaitannya dengan
pemberitahuan asli (original notice) telah terjadi.
Sesuai dengan bagian 269ZDBD, sebuah aplikasi harus meliputi:
a) deskripsi dari jenis barang yang merupakan subjek dari
pemberitahuan asli; dan
b) deskripsi pemberitahuan asli subjek aplikasi; dan
c) deskripsi
aktivitas
pengelakan
dalam
kaitannya
dengan
pemberitahuan asli yang oleh pemohon dianggap telah terjadi;
dan
d) deskripsi
perubahan
atas
pemberitahuan
asli
yang
oleh
pemohon dianggap harus dilakukan.
Apabila Komisioner tidak menolak aplikasi, atau jika Menteri
meminta penyelidikan, maka pemberitahuan yang menunjukkan
bahwa penyelidikan harus dilakukan harus dipublikasikan di sebuah
surat kabar nasional yang beredar. Pemohon juga akan diberitahu
tentang keputusan Komisioner tersebut. Dalam prakteknya, AntiDumping Commission juga mempublikasikan (dalam website)
pemberitahuan Anti-Dumping yang merinci proses penyelidikan,
termasuk tenggat waktu pengajuan serta jangka waktu legislatif
untuk pelaporan kepada Menteri.
Komisi akan menghubungi pihak-pihak berkepentingan yang
diketahui (teridentifikasi) untuk berpartisipasi, dan untuk mengajukan
pengajuan penyelidikan. Batas waktu pengiriman (submisi) adalah
40
hari
setelah
penerbitan
pemberitahuan.
Pihak
yang
berkepentingan dapat membuat pengajuan melampaui tanggal ini,
misalnya
dalam
kaitannya
dengan
laporan
verifikasi
yang
ditempatkan pada catatan publik, namun pihak yang berkepentingan
harus menyadari bahwa Komisioner tidak berkewajiban untuk
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
114
memperhatikan pengajuan yang diterima setelah 40 apabila hal
tersebut akan menghambat persiapan penyusunan laporan akhir
kepada Menteri secara tepat waktu.
Pihak yang berkepentingan harus mempersiapkan versi tidak
rahasia dari pengajuan untuk ditempatkan pada catatan publik.
Berbeda dengan proses penyelidikan yang berkaitan dengan bentukbentuk praktek circumvention, penyelidikan mengenai dugaan
penghindaran terhadap efek yang diharapkan atas pengenaan bea
masuk (intended effect of duty) tidak mewajibkan Komisioner untuk
menerbitkan sebuah pernyataan dari fakta-fakta penting selama
proses penyelidikan.
Kunjungan lapangan dapat dilakukan untuk memverifikasi
informasi yang disampaikan oleh pihak yang berkepentingan. Dalam
hal kunjungan lapangan tidak memungkinkan, maka dapat dilakukan
dengan "desk audits", yaitu pemeriksaan catatan dan dokumen tidak
di tempat pihak yang berkepentingan. Laporan verifikasi kunjungan
dan desk audits akan disiapkan oleh Komisi dan versi tidak rahasia
dari laporan tersebut akan ditempatkan pada catatan publik.
Komisioner harus memberikan laporan kepada Menteri dalam
waktu 100 hari untuk merekomendasikan apakah pemberitahuan asli
harus diubah. Menteri dapat memperpanjang batas waktu laporan
atas permintaan tertulis dari Komisioner. Laporan ini harus
menyertakan
pernyataan
alasan-alasan
Komisaris
dalam
menetapkan rekomendasi berdasarkan serta menyediakan buktibukti yang mendukung.
Dalam mengusulkan suatu rekomendasi yang nantinya dibuat
oleh Menteri, Komisioner harus memperhatikan aplikasi atau
permintaan untuk penyelidikan dan setiap pengajuan mengenai
penyelidikan yang diterima dalam waktu 40 hari setelah publikasi
pemberitahuan
inisiasi
penyelidikan.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
Komisaris
juga
dapat
115
mempertimbangkan hal lain yang Komisioner anggap relevan
dengan penyelidikan.
Dalam waktu 30 hari setelah menerima laporan, Menteri harus
menyampaikan keputusan dengan pemberitahuan dalam suatu
Keputusan/Peraturan (gazette) dan dimuat dalam koran nasional,
apakah pemberitahuan asli harus diubah, dan jika memang harus
dirubah maka perubahannya harus dibuat. Jika Menteri menganggap
suatu kondisi tertentu telah terjadi, maka waktu yang lebih lama
dapat diambil untuk membuat deklarasi keputusan. Dalam hal ini,
Menteri harus memberikan pemberitahuan publik terkait tambahan
periode yang diperlukan. Selain itu, apabila deklarasi Menteri
mempengaruhi eksportir, maka eksportir tersebut harus diberitahu
tentang deklarasi dan perubahan. Jika relevan, deklarasi Menteri
dapat mencakup lebih dari satu eksportir.
Pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengajukan review
terhadap keputusan Menteri untuk mengubah atau tidak mengubah
pemberitahuan asli melalui Anti-Dumping Review Panel. Dalam hal
ini, pengajuan permohonan untuk tinjauan ulang harus dilakukan
dalam waktu 30 hari dari penerbitan keputusan Menteri.
Tabel 6.3.
No
Kasus Anti-Circumvention di Australia
Produk
(HS)
Aluminium Extrusion
(7604.10.00;
7604.21.00;
7604.29.00;
7608.10.00;
7608.20.00;
7610.10.00;
7610.90.00)
Asal
Impor
RRT
Jenis
Circumvention
Avoidance of the
intended effect of
duty (sales at a
loss)
Inisiasi
Keputusan
Penyelidikan
(Tanggal)
14/04/2014
Menaikkan
dumping margin,
subsidi margin,
dan effective rate
of combined
interim duty
(19/02/2015)
2
Zinc Coated
Galvanised Steel
(7210.49.00 dan
7212.30.00)
Korea dan
Taiwan
Slightly modified
of goods
5/05/2015
3
Hollow Structural
Sections
RRT,
Korea dan
Slightly modified
of goods
11/05/2015
1
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
Menambah
cakupan produk
HS 7225.92.00
dan 7226.99.00
(18/03/2016)
Menambah
cakupan produk
116
4
5
(7306.30.00;
7306.61.00; dan
7306.69.00)
Quenched and
Tempered Steel
(7225.40.00 dan
7225.99.00)
Malaysia
Swedia
Avoidance of the
intended effect of
duty
19/08/2015
Zinc Coated
Galvanised Steel
(7210.49.00 dan
7212.30.00)
RRT
Slightly modified
of goods
01/06/2015
HS 7306.50.00
dan 7306.61.00
(18/03/2016)
Penyelidikan
dibatalkan, void ab
initio (tidak
mengikat secara
hukum)
(27/11/2015)
Menambah
cakupan produk
HS 7225.92.00
dan 7226.99.00
(18/03/2016)
Sumber: Disarikan dari http://www.adcommission.gov.au/
6.4 India
Aturan mengenai kebijakan anti-circumvention di India mulai
diperkenalkan sejak tahun 2012 melalui amandemen the Customs
Tariff Act 1975 yang secara khusus peraturan ini disebut dengan
"The Custom Tariff (Identification Assessment and Collection of AntiDumping Duty on Dumped Articles and for Determination of Injury)
Amendment Rules, 2012”. Amandemen tersebut menyisipkan ayat
(1A) Bagian 9A yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah
Pusat untuk melakukan ekstensi pengenaan anti-dumping apabila
telah terjadi penghindaran terhadap kewajiban pembayaran BMAD
(circumvention), baik dengan merubah cakupan negara asal ekspor
maupun merubah deskripsi produk impor yang dikenakan bea masuk
anti-dumping. Selain itu, ditambahkan emapt aturan baru untuk
mengatasi circumvention yang dituangkan dalam Rules 25, 26, 27,
dan 28.
Rule
25
mendefinisikan
apa
yang
dimaksud
dengan
circumvention. Berdasarkan aturan ini, secara umum terdapat tiga
bentuk praktek circumvention. Pertama, importasi bagian atau
produk setengah jadi dari negara yang dikenakan anti-dumping
kemudian dirakit kembali/ diproses lebih lanjut di India. Praktek
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
117
circumvention ini ditandai dengan peningkatan operasi/usaha setelah
adanya investigasi anti-dumping serta nilai perakitan dan proses
akhir kurang 35% dari total biaya perakitan tersebut. Kedua,
melakukan sedikit modifikasi atas produk yang menjadi subjek bea
masuk
anti-dumping
meskipun
menjadikan
perubahan
atas
klasifikasi tarif produk tersebut. Ketiga, produk impor yang dikenakan
bea masuk anti-dumping diimpor melalui eksportir/produsen/negara
yang bukan menjadi target pengenaan anti-dumping diklasifikasikan
sebagai
circumvention
jika
eksportir/produsen
yang
dikenakan/dinotifikasikan untuk membayar kewajiban bea masuk
anti-dumping merubah perilaku perdagangan, pola perdagangan,
atau jaringan penjualan atas produk yang menjadi objek tindakan
anti-dumping melalui eksportir/produsen/negara yang bukan menjadi
target pengenaan anti-dumping. Sarat lain yang mesti dipenuhi
adalah bahwa perubahan pola tersebut tidak berdasarkan alasan
ekonomi yang kuat (hanya terkait pengenaan anti-dumping), serta
bukti dampak perbaikan (remedial efect) atas bea masuk antidumping sangat minim, terutama dalam harga dan kualitas produk.
Rule 26 berisi ketentuan mengenai penyelidikan circumvention.
Otoritas yang berwenang dapat memulai investigasi kemungkinan
terjadinya circumvention atas pengenaan anti-dumping setelah
menerima permintaan tertulis dari industri domestik. Permintaan
tersebut harus berisi bukti yang cukup untuk dapat menjustifikasi
dimulainya penyelidikan. Otoritas yang berwenang juga dapat
menginisiasi penyelidikan berdasarkan informasi/bukti yang cukup
dari Commissioner of Customs atau sumber lain. Sebelum memulai
penyelidikan, Otoritas harus memberikan notifikasi kepada negara
eksportir yang bersangkutan.
Rule 27 mengatur mengenai tata cara penetapan terjadinya
praktik circumvention. Otoritas yang berwenang setelah membuktikan
terjadinya circumvention terhadap pengenaan bea masuk antidumping, dapat merekomendasikan pengenaan bea masuk-anti
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
118
dumping kepada impor produk yang mengalami circumvention dan
dapat berlaku surut (retrospective) sejak tanggal inisiasi investigasi
dilakukan. Dalam hal ini, otoritas harus menerbitkan pemberitahuan
publik atas temuan-temuan (hasil investigasi).
Rule 28 merupakan dasar dilakukannya peninjauan (review).
Otoritas dapat meninjau atas keberlanjutan pengenaan bea masuk
anti-dumping berdasarkan inisiatif sendiri maupaun berdasarkan
permintaan pihak berkepentingan yang memberikan informasi
substansial bahwa review perlu dilakukan. Riview harus diselesaikan
tidak lebih dari 12 bulan sejak tanggal inisiasi review dilakukan.
Dalam implementasinya, penyelidikan praktek circumvention di
India dilakukan oleh Directorate General of Anti-Dumping & Allied
Duties, Ministry of Commerce & Industry. Meskipun ketentuan anticircumvention telah ada sejak 2012, namun hingga saat ini India baru
melakukan dua tuduhan/penyelidikan circumvention, yaitu untuk
produk diclofenac sodium dan cold-rolled flat products of stainless
steel, dimana keduanya diinisiasi pada Februari 2016 (Tabel 6.4).
Bahkan untuk kasus diclofenac sodium telah di-endorse oleh
asosiasi obat-batan India (Indian Drug Manufacturers’ Association)
sejak Juli 20142.
Tabel 6.4.
No
1
Produk
(HS)
Diclofenac
Sodium
Kasus Anti-Circumvention di India
Asal Impor
RRT
Jenis
Circumvention
(Kasus Awal)
Slightly modified
(AD)
Inisiasi
Penyelidikan
17/02/2016
Keputusan
(Tanggal)
Masih dalam
penyelidikan
produk Indolinone
(tahap akhir
produk Diclofenac
Sodium)
2
Indian Drug Manufacturers’ Association mengirimkan surat kepada Pemerintah India
yang menginginkan dilakukan penyelidikan terhadap importasi disclofenac sodium dalam
kerangka regulasi circumvention karena pengenaan bea-masuk anti-dumpingnya
dianggap
tidak
efektif
(http://www.idma-assn.org/pdf/08-072014_to_sec_Comm__Sec_Revenue__DGFT__DGAD_on_antidumping_duties_being_bypassed.pdf)
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
119
2
Cold-rolled flat products
of stainless steel, width
of 600 mm upto1250 mm
(7219.31, 7219.32,
7219.33, 7219.34,
7219.35 and 7219.90)
Sumber:
RRT, Korea,
EU, Afrika
Selatan,
Taiwan,
Thailand, dan
AS
Slightly modified
(AD)
19/02/2016
Masih dalam
penyelidikan
produk (HS) yang
sama dengan
lebar lebih dari
1250 mm
Disarikan dari http://commerce.nic.in/DOC/remedies_ad_cases_india.aspx
(Juni 2016)
Keterangan: AD: Anti-Dumping; AS: Anti-Subsidi; BMAD: Bea Masuk Anti-Dumping; BMI:
Bea Masuk Imbalan (Countervailing)
6.5 Turki
Pengaturan mengenai tindakan anti-circumvention di Turki diatur
dalam Decree on the Prevention of Unfair Competition in Imports
(No. 23861) dan Regulation on the Prevention of Unfair Competition
in Imports yang keduanya berlaku efektif sejak 25 Oktober 1999.
Kedua peraturan tersebut merupakan turunan dari Law on
Prevention of Unfair Competition in Importation (Law No. 3577) tahun
1989 yang mengatur mengenai tindakan pemulihan perdagangan
(trade remedies) secara umum. Beberapa bagian dari dalam Decree
on the Prevention of Unfair Competition in Imports dan Regulation on
the Prevention of Unfair Competition in Imports diamandemen
masing-masing
pada
Desember
2005
dan
Januari
2006.
Amandemen tersebut khusus diperuntukkan untuk memudahkan
implementasi
mengungkapkan
tindakan
bahwa
anti-circumvention.
investigasi
FTC
anti-circumvention
(2016)
susah
dilakukan sebelum adanya amandemen tersebut karena kurangnya
dukungan regulasi yang sesuai. Sementara itu, pihak yang
bertanggung jawab atas penindakan terhadap persaingan tidak adil
dalam perdagangan internasional di Turki, termasuk tindakan anticircumvention, adalah General Directorate of Imports, Ministry of the
Economy.
Dalam regulasi, tindakan circumvention tidak didefinisikan secara
rinci sebagaimana diatur di EU maupun AS. Dalam Article 2 paragraf
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
120
(i) sub-paragraf (1) Decree on the Prevention of Unfair Competition
in Imports maupaun dalam Article 4 paragraf (i) sub-paragraf (1)
Regulation on the Prevention of Unfair Competition in Imports
dinyatakan definisi circumvention sebagai berikut:
"Cases where there is evidence that, a change exists in the
pattern of trade between a third country and Turkey or the
country subject to measures and Turkey or individual companies
in the country subject to measures and Turkey, stemming from a
practice, process or work for which there is insufficient due cause
or economic justification other than the avoidance of the antidumping duty or countervailing duty in force, and that the
remedial effects of the duty are being undermined or nullified."
Dalam
definisi
tersebut
setidaknya
terdapat
tiga
bentuk
circumvention yang diatur dalam regulasi di Turki yaitu: importasi dari
negara ketiga, sedikit modifikasi produk, dan kombinasi keduanya
(importasi produk yang telah sedikit dimodifikasi dari negara ketiga
atau
negara
yang
menjadi
subjek
tindakan)
dalam
rangka
menghindari pengenaan bea masuk anti-dumping maupun bea
masuk countervailing (anti-subsidi). Melalui praktek tersebut, dampak
tindakan trade remedies tidak sesuai yang diharapkan atau tidak
berdampak sama sekali.
Apabila hasil investigasi telah membuktikan adanya praktek
circumvention, maka bea masuk anti-dumping dan countervailing
dapat diperluas untuk produk sejenis atau bagianya dari negara yang
menjadi subjek kebijakan atau produk sejenis atau bagianya dari
negara ketiga. Dalam kasus dimana bea masuk anti-dumping
maupun countervailing dikenakan secara individu terhadap eksportir
atau produsen di negara yang menjadi subjek kebijakan, maka bea
individual terhadap perusahaan tersebut dapat dinaikkan namun
tidak melampaui bea tertinggi yang dikenakan pada negara tersebut.
Selama proses investigasi, produk impor yang menjadi subjek
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
121
investigasi dapat dikenakan uang jaminan (security deposit) dengan
jumlah
yang
tidak
melebihi
tingkat
pengelakan
sementara
(provisionally determined level of circumvention).
Apabila hasil dari penyelidikan menyimpulkan bahwa efek bea
masuk definitif dihilangkan melalui penurunan harga ekspor, maka
bea masuk anti-dumping harus ditaksir ulang sesuai dengan
perhitungan margin dumping yang baru. Dalam hal investigasi
dilakukan dengan memeriksa ulang harga normal maka impor
produk yang menjadi subjek investigasi dapat dikenakan uang
jaminan dengan jumlah yang tidak melebihi tingkat pengelakan
sementara.
Apabila impor produk yang bersangkutan telah dikenakan uang
jaminan selama penyelidikan dan hasil investigasi telah menetapkan
tindakan tambahan, maka kekurangan antara bea tindakan anticircumvention
dengan
bea
masuk
definitif
(anti-dumping/
countervailing) harus dibayarkan ke bendahara negara, sedangkan
kelebihan uang jaminan akan dikembalikan. Apabila pihak yang
berwenang
memutuskan
bahwa
investigasi
dihentikan
tanpa
menetapkan suatu tindakan, maka uang jaminan akan dikembalikan.
Tabel 6.5.
No
1
2
3
Produk
(HS)
Kasus Anti-Circumvention di Turki
Asal Impor
wall type split air
conditioners
(8415.1090 and
8415.9000)
all type split air
conditioners
(8415.1090, 8415.81
and 8415.82)
RRT
Jenis
Circumvention
(Kasus Awal)
Third country
RRT
Third country
25/07/2009
Fittings
(7307.1900)
Brazil,
Bulgaria,
China, India,
Third country
14/12/2012
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
Inisiasi
Penyelidikan
12/01/2008
Keputusan
(Tanggal)
Mengenakan
BMAD kepada
Malaysia
(28/02/2009)
Mengenakan
BMAD kepada
Indonesia,
Pakistan, Filipina,
dan Vietnam.
Mesir tidak
dikenakan BMAD
(04/01/2011)
Mengenakan
BMAD kepada
Taiwan
122
Indonesia
and Thailand
RRT
(26/09/2013)
Third country
4/12/2012
4
aluminium offset
printing plates
(3701.3000)
5
Articulated link chain
and parts thereof
(7315.1190, 7315.1200
dan 7315.1900)
RRT
Third country
14/12/2012
6
Woven fabrics of
synthetic and artificial
stable fibers
(513, 5514, 5515 dan
5516)
RRT
Third country
11/08/2014
7
Woven fabrics of
synthetic filament yarn
(5407)
RRT
Third country
11/08/2014
Mengenakan
BMAD kepada
Bulgaria
(22/08/2015)
8
Welded stainless steel
tubes, pipes and
profiles (7306.4020,
7306.4080 dan
7306.6110)
RRT dan
Taiwan
Third country
12/12/2014
Mengenakan
BMAD kepada
Malaysia dan
Vietnam;
Perusahaan yang
kooperatif
dikecualikan
(18/03/2016)
9
Granites
(6802.23 dan 6802.93)
RRT
Third country
12/12/2014
10
Plywood
(4412.10, 4412.31,
4412.32 dan 4412.39)
RRT
27/05/2015
11
Yarn of man-made or
synthetic or artificial
staple fibers
(5508, 5509 (kecuali
5509.52, 5509.61 dan
5509.91), 5510 (kecuali
5510.20) dan 5511)
RRT
Third country;
consinged
through Bulgaria
and Vietnam
Third country;
consinged
through Chinese
Taipe
Mengenakan
BMAD kepada
Vietnam
(17/02/2016)
Masih dalam
penyelidikan
22/08/2015
Mengenakan
BMAD kepada
Malaysia
(28/09/2013)
Mengenakan
BMAD kepada
Taiwan, Malaysia,
dan Korea
(12/12/2013)
Mengenakan
BMAD kepada
Bulgaria dan
Polandia
(22/08/2015)
Masih dalam
penyelidikan
Sumber: Disarikan dari www.antidumpingpublishing.com dan www.globaltradealert.org
(Juni 2016)
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
123
6.6 Lessons Learned
Urgensi diatur atau tidaknya praktek circumvention tergantung
dari perkembangan ekonomi dan bisnis masing-masing negara.
Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (EU) yang merupakan negara
maju dengan perkembangan ekonomi yang pesat dan tantangan
yang kompleks tentu logis apabila memiliki ketentuan
anti-
circumvention yang lebih dulu dibandingkan dengan negara-negara
anggota WTO lainnya. Upaya melindungi industri domestik dari
praktek unfair trade tersebut menginspirasi negara-negera lainnya
untuk mengadopsi ketentuan anti-circumvention yang serupa.
Meskipun masing-masing negara yang distudi dalam kajian ini
memiliki variasi pengaturan, namun setidaknya terdapat tiga bentuk
praktek circumvention yang dilarang, yaitu: ekspor melalui negara
ketiga atau produsen/eksportir yang tidak dikenakan tindakan
pengamanan, modifikasi sedikit produk, dan perakitan komponen
(ekspor dalam bentuk bagian-bagian). Adapun ringkasan (pokokpokok) pengaturan anti-circumvention di negara-negara lain dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Berdasarkan hasil inventarisasi kasus-kasus anti-circumvention
di negara AS, EU, Australia, India, dan Turki, diperoleh informasi
bahwa RRT merupakan negara yang paling sering dituduh
melakukan circumvention (penghindaran) atas pengenaan antidumping. Sementara itu, bentuk circumvention yang paling banyak
digunakan sebagai modus penghindaran adalah eksportasi melalui
negara ketiga dan modifikasi sedikit produk.
Perlu diketahui bahwa saat ini Indonesia belum memiliki
landasan hukum tindakan anti-circumvention. Dalam
PP No.
34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan
Tindakan Pengamanan Perdagangan tidak terdapat ketentuan yang
memungkinkan Pemerintah Indonesia untuk menindak praktek
penghindaran (circumvention) atas pengenaan anti-dumping maupun
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
124
anti-subsidi yang dilakukan oleh eksportir luar negeri maupun
importir. Padahal dalam perdagangan dunia, Indonesia dipandang
sebagai salah satu pasar yang potensial karena perekonomian yang
tubuh dan penduduk yang besar. Untuk melindungi industri domestik
dari praktek unfair trade mitra dagang, sudah seharusnya Indonesia
menyempurnakan instrumen pengaman perdagangnnya dengan
mencontoh kebijkan negara lain. Terlebih lagi, RRT merupakan
negara asal impor terbesar bagi Indonesia dan RRT menjadi negara
yang seringkali dituduh melakukan praktek unfair trade sehingga
perlu dilakukan upaya pencegahan atas potensi praktek-praktek
unfair trade yang dilakukan oleh RRT.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
125
BAB VII
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
7.1 Kesimpulan
Secara umum dapat disimpulkan bahwa jenis circumvention
yang kemungkinan besar banyak dilakukan oleh pelaku usaha
adalah
pengalihan
impor
dari
negara
ketiga
(third-country
circumvention) dan perubahan produk yang tidak substansial (slightly
modification). Industri domestik selaku pemohon dan pendukung
petisi anti-dumping (IDN) dapat menjadi sumber informasi terkait
indikasi awal praktek circumvention karena mereka berkepentingan
dengan keefektifan instrumen anti-dumping yang dimohonkan. Di sisi
lain, dikarenakan importir/industri hilir merasa dirugikan dengan
keberadaan instrumen anti-dumping yang dianggap memproteksi
industri
hulu
sehingga
memiliki
kecenderungan
untuk
menyembunyikan informasi atau tidak memberikan pengakuan atas
praktik circumvention.
Berdasarkan analisis data sekunder dapat diketahui bahwa
indikasi penghindaran terhadap pengenaan BMAD lebih banyak
terlihat pada kasus produk besi baja, terutama peralihan dari baja
karbon ke baja paduan (slightly modification circumvention). Praktek
slightly
modification
circumvention
kemungkinan
(terindikasi)
dilakukan oleh RRT pada produk CRC pada periode 2013-2015,
produk HRP (2013), dan produk H & I Section (2011-2014). Slightly
modification circumvention untuk produk CRC disinyalir juga
dilakukan oleh Korea Selatan pada tahun 2013-2015, Taiwan (20132015), dan Jepang (2013-2015).
Sementara itu, praktek third-country circumvention terindikasi
dilakukan oleh RRT untuk kasus BMAD H & I Section dengan
melakukan ekspor melalui Singapura. Indikasi praktek third-country
circumvention juga terlihat pada kasus BMAD CRC oleh RRT,
Taiwan, dan Jepang dengan melibatkan Malaysia sebagai negara
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
126
ketiga. Meskipun praktek third-country circumvention pada produk
baja secara riil dianggap kurang relevan oleh pelaku usaha karena
alasan biaya transportasi/logistik, namun negara-negara terdekat
seperti Singapura dan Malaysia yang umumnya berperan sebagai
trade hub perlu diwaspadai sebagai jalur pengalihan impor dari
negara yang dikenakan BMAD.
Karena keterbatasan data dan informasi, estimasi kerugian
akibat circumvention hanya dilakukan pada pengenaan BMAD CRC.
Nilai kerugian akibat praktek slightly modification circumvention pada
kasus CRC ditaksir mencapai USD 130,4 juta hingga USD 151,3 juta
dengan volume impor yang diduga circumvention sebesar 173,9 ribu
ton. Perlu menjadi catatan bahwa kerugian tersebut sebatas pada
nilai dan volume impor yang seharusnya dapat ditekan/hilang
dengan penerapan BMAD.
Tindakan anti-circumvention merupakan instrumen perdagangan
untuk
mengatasi
praktek
circumvention
(penghindaran)
atas
pengenaan kebijakan anti-dumping maupun anti-subsidi. Instrumen
tersebut tidak dilarang oleh WTO dan telah diimplementasikan oleh
negara-negara anggota WTO, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa,
dan Australia. Namun demikian, Indonesia belum memiliki landasan
hukum tindakan anti-circumvention. Dalam PP No. 34/2011 tentang
Tindakan
Antidumping,
Pengamanan
Tindakan
Perdagangan
tidak
Imbalan,
terdapat
dan
Tindakan
ketentuan
yang
memungkinkan Pemerintah Indonesia untuk menindak praktek
penghindaran atas pengenaan anti-dumping maupun anti-subsidi
yang dilakukan oleh eksportir luar negeri maupun importir. Dengan
mempelajari ketentuan anti-circumvention di Amerika Serikat, Uni
Eropa, Australia, dan India disimpulkan bahwa elemen penting yang
harus diatur antara lain: definisi circumvention, bentuk praktek
circumvention, dan prosedur tindakan anti-circumvention (proses dan
periode penyelidikan).
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
127
7.2 Rekomendasi Kebijakan
Mengingat relatif banyak indikasi circumvention atas pengenaan
tindakan anti-dumping di Indonesia serta estimasi kerugian yang
ditimbulkannya,
maka
penting
untuk
segera
dilakukan
penyempurnaan terhadap PP No. 34/2011 tentang Tindakan
Antidumping,
Tindakan
Perdagangan
dengan
circumvention
yang
Imbalan,
dan
memasukkan
setidaknya
Tindakan
klausul
mencakup
Pengamanan
tindakan
anti-
bentuk-bentuk
circumvention dan prosedur tindakan sebagaimana yang telah
dilakukan beberapa negara seperti: AS, EU, Australia, dan India.
Untuk mencegah dan mengurangi pengalihan impor baja yang
dikenakan BMAD dan sebagai alternatif kebijakan selama belum
diberlakukannya ketentuan anti-circumvention, Pemerintah Indonesia
diharapkan dapat memperpanjang pemberlakuan Permendag No.
28/M-DAG/PER/6/2014 tentang Ketentuan Impor Baja Paduan yang
akan berakhir pada 31 Desember 2016. Ketentuan impor baja
paduan terbukti mampu menekan impor baja paduan, terutama baja
paduan berupa H & I Section dan HRP.
Apabila
ketentuan
anti-circumvention
sudah
diberlakukan,
otoritas yang berwenang dapat menggunakan hak inisiatifnya untuk
memulai
penyelidikan
terhadap
upaya
penghindaran
atas
pengenaan tindakan anti-dumping, khususnya pada importasi produk
baja. Perlu diperhatikan bahwa hasil pengkajian merupakan indikasi
awal circumvention, sehingga perlu diselidiki dan dibuktikan lebih
lanjut oleh otoritas yang berwenang.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
128
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, A. (2011). Trade Effects of Anti-dumping in India: Who
Benefits? The International Trade Journal, Vol. 25 (1). DOI:
10.1080/08853908.2011.532047
Alhayat, A. P. (2012). Efektivitas Tindakan Anti Dumping Indonesia 19962010. Buletin Ilmiah Perdagangan, Vol. 8 (2), pp. 247-268
Andersson, K. dan Thuresson, C. (2008). Thee Impact of an Anti-dumping
Measure on EU imports of Chinese Footwear. Bachelor Thesis
within Economics: Jönköping International Business School.
Bael, I. V. dan Bellis, J. F. (2011). EU Anti-dumping and Other Trade
Defence Instruments. The Netherlands: Kluwer Law International
Department of Industry, Innovation and Science (2015). Department of
Industry and Science 2014-2015 Annual Report. Canberra. ISSN:
2205-2100
Devault, J. M. (1996). The Welfare Effects of U.S. Antidumping Duties.
Open Economic Review, Vol. 7, pp. 19-33
Henrik Olsson (1999) Circumvention of EC Anti-Dumping Measures.
Master thesis: Faculty of Law, Lund University
Jain, S., Jain, S. K. dan Upadhyay, N. (2008). Impact of Anti-dumping
Measures on Indian Industry. Decision, Vol. 35 (1)
Kemendag (2014). Kemendag Terbitkan Permendag Nomor 28/MDAG/PER/6/2014 tentang Regulasi Impor Baja Paduan. Diunduh
tanggal
20
Mei
2016
dari
http://www.kemendag.go.id/id/news/2014/06/05/kemendagterbitkan-permendag-nomor-28m-dagper62014-tentang-regulasiimpor-baja-paduan
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
129
Kim, H.J. (2012). Court backs EU anti-dumping duties on Chinese shoes.
Diunduh
tanggal
12
Januari
2016
dari
https://kimsstudyblog.wordpress.com/2012/09/24/court-backs-euanti-dumping-duties-on-chinese-shoes/
Krupp, C. dan Pollard, P. S. (1996). Market Responses Antidumping
Laws: Some Evidence From the US Chemical Industry. Canadian
Journal of Economics, Vol. 29 (1), pp. 199–227
Lo, Pei-Fang (2015). Anti-Circumvention Investigations- Elements and
Process.
http://www.cnfi.org.tw/wto/admin/upload/activity/book/327/2-Session%201(1).pdf 13 September 2016
Marzuki, P. M. (2011). Penelitian Hukum, cetakan ke-11. Jakarta: Kencan
Melin, Y. dan Bao, Y (2014). What to do when duties have been imposed?
How to Avoid Circumvention and Fraud to Customs Origin.
https://www.mcguirewoods.com/newsresources/publications/EIAS-Circumvention-and-customsfraud.pdf 13 September 2016
Moore, M. O. dan Suranovic, S. N. (1994). Welfare Effects of Introducing
Antidumping Procedures in a Trade-Liberalizing Country. Journal
of Economic Integration, Vol. 9 (2), pp. 241-259
Nikkei (2016, Februari 25). China's Exports of Alloy Products Spur Price
Declines.
Diunduh
tanggal
25
Meni
2016
dari
http://asia.nikkei.com/Markets/Commodities/China-s-exports-ofalloy-products-spur-price-declines
Official Journal of the European Union (2009). COUNCIL REGULATION
(EC) No 1225/2009 of 30 November 2009 on protection against
dumped imports from countries not members of the European
Community
(codified
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
version).
130
http://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2010/april/tradoc_146035.pdf
30 Juli 2016
Ostoni, L. (2005). Anti-Dumping Circumvention in the EU and the US: Is
There a Future For Multilateral Provisions Under the WTO?
Fordham Journal of Corporate & Financial Law Volume 10, Issue
2.
http://ir.lawnet.fordham.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1192&cont
ext=jcfl 13 September 2016
Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.010/2015 Tentang Pengenaan
Bea Masuk tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk I dan
H Section dari Baja Paduan Lainnya.
Prusa, T. (2001). On the Spread and Impact of Anti-dumping. Canadian
Journal of Economics, Vol. 34 (3),pp. 591–611
Pusat Kebijakan Perdagangn Luar Negeri (2013). Analisis Masalah Boron
Pada Baja Paduan Lainnya. Tidak dipublikasikan
Staiger, R. W. dan Wolak, F. A. (1994). Measuring Industry- Specific
Protection: Anti-dumping in the United States. Brookings Papers
on Economic Activity, Microeconomics 1, pp. 51–103.
US International Trade Commission (USITC). 1995. The Economic Effects
of Anti-dumping and Countervailing Duty Orders and Suspension
Agreements. Washington, DC. Diunduh tanggal 5 Februari 2016
dati https://www.usitc.gov/publications/332/pub2900.pdf
Vermulst,
E.
(2012).
EU
Anti-Circumvention
Rules
&
Practice.
Disampaikan dalam Seminar on Trade Defense Measures pada
25 April 2012 di Bangkok.
Vermulst, E. (2015). EU Anti-Circumvention Rules: Do They Beat the
Alternative? European University InstituteWorking Papers RSCAS
2015/57.
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
131
http://cadmus.eui.eu/bitstream/handle/1814/36657/RSCAS_2015_
57.pdf?sequence=1 13 September 2016
WTO (2015). Statistics on Anti-dumping. Diunduh tanggal 5 Januari 2016
dari https://www.wto.org/english/tratop_e/adp_e/adp_e.htm
Yu, Y. (2008). Circumvention and Anti-Circumvention Measures: The
Impact on Anti-Dumping Practice in International Trade. The
Netherlands: Kluwer Law International
Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan
132
LAMPIRAN 1. Kuesioner untuk Produsen Domestik (Petisioner/Pendukung AD)
KAJIAN POTENSI KERUGIAN INDONESIA DALAM PRAKTEK
CIRCUMVENTION OLEH NEGARA MITRA DAGANG
Gambaran Ringkas
Kajian ini digunakan sebagai masukan dalam meningkatan upaya-upaya pengamanan
perdagangan (trade remedies) Indonesia dari praktek unfair trade. Hal ini dikarenakan
tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya mampu
menekan impor barang dumping yang salah satu kemungkinan disebabkan adanya praktek
circumvention yang berupa memodifikasi secara marginal bentuk fisik produk, proses
produksi, ataupun merubah jalur pengiriman produk (transhipment). Untuk mendukung kajian
tersebut, maka disusun kuesioner ini dengan tujuan: (1) menggali informasi mengenai
dampak pengenaan tindakan anti-dumping Indonesia; dan (2) mengklarifikasi apakah
terdapat praktek circumvention atas pengenaan anti-dumping di Indonesia.
Informasi yang didapatkan dari kuesioner ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan
untuk keperluan analisis penelitian. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Responden:
Jabatan Responden:
Nama Perusahaan:
Alamat Perusahaan:
Telp/HP
PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2016
Kuesioner Industri Domestik
A. Dampak Tindakan Anti-Dumping
1. Produk yang menjadi subjek pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
Produk yang Dikenakan BMAD
Tanggal Pengenaan
BMAD dan PMK
Produk X*
Tanggal*
No. PMK*
Keterangan: * Diisi oleh Tim Pengkajian
(Mohon dikoreksi apabila produk yang menjadi subjek BMAD tidak sesuai dengan
yang dialami oleh Perusahaan Anda)
2. Menurut pendapat Anda, bagaimana kinerja perusahaan secara keseluruhan setelah
adanya pengenaan BMAD terhadap produk sebagimana disebut pada No.1 di atas?
(Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian)
Indikator Kinerja
a.
Skala Penilaian
1
2
3
4
5
Produksi
b. Kapasitas terpasang
c. Penjualan
d. Pangsa pasar
e. Harga
f.
Inventori
g. Keuntungan
h. Tenaga Kerja
Keterangan:
(2) Turun signifikan; (2) Sedikit turun; (3) Stagnan; (4) Sedikit meningkat; dan (5)
Meningkat signifikan
3. Bagaimana kinerja produksi, penjualan, dan harga jual produk yang menjadi subjek
pengenaan BMAD? (diisi sesuai dengan ketersediaan data)
Indikator Kinerja
Periode
2010
2011
2012
2013
2014
2015
a. Jumlah Produksi
(Ton atau Indeks)
b. Jumlah Penjualan
(Ton atau Indeks)
c. Nilai Penjualan
(Rp atau Indeks)
d. Harga rata-rata
(Rp/kg)
Catatan: Apabila data jumlah produksi, jumlah penjualan, dan nilai penjualan
merupakan data RAHASIA perusahaan. Mohon data tersebut diisi dengan angka
INDEKS dengan rumus berikut:
Kuesioner Industri Domestik
Keterangan:
Indeks pada tahun t
Nilai variabel (produksi/penjualan) pada saat di tahun t
Nilai variabel (produksi/penjualan) pada saat di tahun dasar (2010)
4. Bagaimana penilaian Anda terhadap instrumen tindakan anti-dumping di Indonesia?
Setujukah Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang
bersesuaian)
Pernyataan
Skala Penilaian
1
2
3
4
5
a. Instrumen kebijkan anti-dumping bermaanfaat
bagi masyarakat secara keseluruhan
b. Instrumen kebijkan anti-dumping efektif dan
berhasil dalam memproteksi industri domestik
c. Instrumen kebijkan anti-dumping mampu
memulihkan kerugian material yang dialami
oleh industri domestik
d. Instrumen kebijkan anti-dumping semata-mata
merupakan kebijakan proteksi perdagangan
dan mendistorsi persaingan pasar
e. Instrumen kebijkan anti-dumping menghambat
perkembangan industri hilir
Keterangan:
Skala Penilaian: (1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan
(5) Sangat setuju
5. Apabila instrumen tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
dianggap belum efektif, apakah penyebabnya? (bisa pilih lebih dari satu jawaban)
Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) rendah
Importasi masih dapat dilakukan dari negara lain yang tidak terkena BMAD
Importasi masih dapat dilakukan dengan memodifikasi produk (perubahan
kode HS/ klasifikasi tariff)
Importasi masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan perusahaan
(supplier) yang dikenakan BMAD terendah
Permintaan/konsumsi domestik tinggi
Spesifikasi produk yang dikenakan BMAD tidak sesuai
Banyak produk yang memiliki spesifikasi dekat dengan produk yang
dikenakan BMAD
Lainnya, (sebutkan) ..................................................
Kuesioner Industri Domestik
6. Untuk mengurangi dampak negatif pengenaan BMAD, importir terkadang menempuh
beragam strategi. Setujukah Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V”
untuk kolom yang bersesuaian)
Skala Penilaian
1
2
3
4
Pernyataan
5
a. Importir merubah strategi dengan melakukan
importasi komponen (spare parts)
b. Importir meminta supplier untuk sedikit
modifikasi produk (slightly modified) sehingga
tidak terkena BMAD karena klasifikasi tarif
berubah
c. Importir melakukan impor produk dari negara
yang tidak dikenakan BMAD
d. Importir menggunakan Rule of Origin dari
negara ketiga (transhipment)
e. Importir melakukan impor dalam jumlah yang
besar sebelum BMAD efektif diberlakukan
Keterangan:
Skala Penilaian: (1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan
(5) Sangat setuju
B. Indikasi Praktek Circumvention
7. Berdasarkan pengetahun Anda, apakah terdapat indikasi praktek circumvention
(penghindaran terhadap pengenaan BMAD) atas subjek produk (Nomor A.1) yang
terjadi selama ini? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian)
Kemungkinan Kemungkinan
Besar
Kecil
Tidak
Ada
Tidak
Tahu
a. Indikasi circumvention berupa
slightly
modified
untuk
Produk X*
b. Indikasi circumvention berupa
third country circumvention
(transshipment, mengubah jalur
pengiriman) untuk Produk X*
Keterangan: * Diisi oleh Tim Pengkajian
Nomer 8 s.d. 12 dijawab apabila Responden mengetahui mengenai indikasi
circumvention yang telah terjadi selama ini untuk produk yang bersangkutan.
8. Apabila memungkinkan, mohon dapat diidentifikasi Nomor HS produk sejenis yang
berpotensi untuk digunakan dalam circumvention berupa slightly modified product
terkait pengenaan BMAD atas subjek produk (Nomor A.1).
Produk
No. HS Cakupan BMAD
No. HS Peralihan
X*
Keterangan: * Diisi oleh Tim Pengkajian
(Lebih informatif jika dapat diidentifikasi pada level HS 6 digit atau yang lebih detil)
Kuesioner Industri Domestik
9. Dari mana perusahaan Anda mengetahui (informasi) bahwa produk impor yang
dikenakan BMAD mengalami circumvention atau tidak ? (bisa pilih lebih dari satu
jawaban)
Internal perusahaan
Perusahaan lain domestik
Perusahaan lain internasional
Berita di media masa (TV, koran, internet, dsb.)
Pemerintah (Kementerian/Lembaga terkait, termasuk Bea Cukai)
Asosiasi Pengusaha
Lainnya, (sebutkan) ..................................................
10. Apa bentuk praktek circumvention terhadap produk impor yang dikenakan BMAD
yang dilakukan oleh importir atau eksportir produk yang terkena BMAD?
Sedikit modifikasi produk (penambahan unsur tertentu)
Transhipment (pengiriman melalui negara ketiga)
Importasi komponen (spare part) untuk dirakit di dalam negeri
Pemalsuan dokumen Surat Keterangan Asal (SKA) barang impor
Lainnya, (sebutkan) ..................................................
11. Bagaimana cara perusahaan Anda mengindikasikan bahwa praktek circumvention
telah terjadi?
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................
12. Langkah/strategi yang perusahaan Anda lakukan jika menemukan indikasi praktek
circumvention yang dilakukan oleh importir ataupun eksportir produk yang terkena
BMAD?
Melaporkan ke Polisi
Melaporkan ke Kementerian/Lembaga terkait
Melaporkan pada asosiasi
Diam saja
Tidak tahu
Lainnya, (sebutkan) ..................................................
Kuesioner Industri Domestik
13. Apa harapan Anda terhadap Pemerintah apabila mengetahui terjadinya praktek
circumvention? (bisa pilih lebih dari satu jawaban)
Mengenakan bea masuk tambahan
Membatasi jumlah impor (kuota)
Menghentikan impor
Memberikan sanksi pada perusahaan pengimpor (kejadian berulang)
Menambah persyaratan impor pada produk yang dikenakan BMAD
(misalnya rekomendasi asosiasi)
Tidak tahu
Lainnya, (sebutkan) ..................................................
C. Lain-lain
14. Adakah hal-hal lain yang perlu diperbaiki terkait peraturan dan implementasi
kebijakan Anti-Dumping di Indonesia maupun kebijakan Pemerintah di sektor
perdagangan secara umum?
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………..
*** TERIMA KASIH ***
Kuesioner Industri Domestik
LAMPIRAN 2. Kuesioner untuk Importir/Industri Pengguna
KAJIAN POTENSI KERUGIAN INDONESIA DALAM PRAKTEK
CIRCUMVENTION OLEH NEGARA MITRA DAGANG
Gambaran Ringkas
Kuesioner ini ditujuan untuk menggali informasi mengenai dampak pengenaan tindakan antidumping Indonesia. Tindakan anti-dumping utamanya ditujukan untuk melindungi industri
domestik dari tindakan unfair trade oleh negara eksportir. Namun demikian, tindakan tersebut
juga dapat berdampak terhadap pihak-pihak terkait, seperti pedagang (importir) maupun
konsumen akhir. Oleh karena itu, diperlukan masukan dari stakeholder terkait agar kebijakan
anti-dumping menghasilkan win-win solution.
Informasi yang didapatkan dari kuesioner ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan
untuk keperluan analisis penelitian. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama Responden:
Jabatan Responden:
Nama Perusahaan:
Alamat Perusahaan:
Telp/HP
PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2016
Kuesioner Importir
1. Produk yang menjadi subjek pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping(BMAD).
Nama Produk: ……………………….. ; Tahun Pengenaan BMAD: ……………..………
(Mohon dikoreksi apabila produk yang menjadi subjek BMAD tidak sesuai dengan
yang dialami oleh Perusahaan Anda)
2. Apakah jenis produk yang terkena BMAD sebagaimana disebutkan pada No. 1
merupakan produk utama yang diimpor oleh perusahaan Anda?
Tidak;
Produk impor lainnya berupa
……………………………………………
Ya
3. Digunakan untuk apa produk impor yang menjadi subjek pengenaan BMAD tersebut?
(Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian;dan dapat memilih lebih dari satu
jawaban)
Langsung dijual kembali ke pasar dalam negeri
Pangsa :
…… %
Langsung dijual kembali ke pasar luar negeri
Pangsa
…… %
Diolah lebih lanjut menjadi produk lain
Pangsa
…… %
(sebutkan): ……………………………….
Catatan: Apabila produk impor seluruhnya langsung dijual kembali ke pasar dalam
negeri, maka “Pangsa” pada baris pertama diisi 100% dan lainnya dikosongkan.
4. Menurut pendapat Anda, bagaimana kinerja perusahaan setelah adanya pengenaan
BMAD terhadap produk sebagimana disebut pada No.1 di atas? (Berilah tanda “V”
untuk kolom yang bersesuaian)
Indikator Kinerja
Skala Penilaian
1
2
3
4
5
a. Nilai Penjualan
b. Volume Penjualan
c. Harga Jual Produk
d. Keuntungan
Keterangan:
Skala penilaian: (1) Turun signifikan; (2) Sedikit turun; (3) Stagnan; (4) Sedikit
meningkat; dan (5) Meningkat signifikan
5. Bagaimana penilaian Anda terhadap instrumen tindakan anti-dumping di Indonesia?
Setujukan Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang
bersesuaian)
Pernyataan
a. Instrumen kebijkan anti-dumping bermanfaat
bagi masyarakat secara keseluruhan
b. Instrumen kebijkan anti-dumping efektif dan
berhasil dalam memproteksi industri domestik
Kuesioner Importir
1
Skala Penilaian
2
3
4
5
c. Instrumen kebijkan anti-dumping mampu
memulihkan kerugian material yang dialami
oleh industri domestik
d. Instrumen kebijkan anti-dumping semata-mata
merupakan kebijakan proteksi perdagangan
dan mendistorsi persaingan pasar
e. Instrumen kebijkan anti-dumping menghambat
perkembangan industri hilir
Keterangan:
Skala penilaian: Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5)
Sangat setuju
6. Apabila instrumen tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
dianggap belum efektif, apakah penyebabnya? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang
bersesuaian;dan dapat memilih lebih dari satu jawaban)
Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) rendah
Importasi masih dapat dilakukan dari negara lain yang tidak terkena
BMAD
Importasi masih dapat dilakukan dengan memodifikasi produk (perubahan
kode HS/ klasifikasi tariff)
Importasi masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan perusahaan
(supplier) yang dikenakan BMAD terendah
Permintaan/konsumsi domestik tinggi
Spesifikasi produk yang dikenakan BMAD tidak sesuai
Banyak produk yang memiliki spesifikasi dekat dengan produk yang
dikenakan BMAD
Lainnya, (sebutkan) ..................................................
7. Untuk mengurangi dampak negatif pengenaan BMAD, importir terkadang menempuh
beragam strategi. Setujukan Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V”
untuk kolom yang bersesuaian)
Pernyataan
a. Importir merubah strategi dengan melakukan
importasi komponen (spare parts)
b. Importir meminta supplier untuk sedikit
modifikasi produk sehingga tidak terkena
BMAD (klasifikasi tarif berubah)
c. Importir melakukan impor produk dari negara
yang tidak dikenakan BMAD
d. Importir menggunakan Rule of Origin dari
negara ketiga (transhipment)
e. Importir melakukan impor dalam jumlah yang
besar sebelum BMAD efektif diberlakukan
Kuesioner Importir
1
Skala Penilaian
2
3
4
5
Keterangan:
Skala penilaian: (1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5)
Sangat setuju
8. Adakah perusahaan eksportir dari negara asal impor yang turut/bersedia
membantu/mempermudah dalam rangka menghindari pengenaan BMAD di Indonesia?
Ada
Tidak ada
Tidak tahu
9. Apabila No. 8 menjawab “Ada”, dari negara mana perusahaan tersebut pada
umumnya berasal? (bisa pilih lebih dari satu jawaban)
Republik Rakyat Tiongkok
Taiwan
Hongkong
Singapura
Malaysia
Lainnya, (sebutkan) ..................................................
*** TERIMA KASIH ***
Kuesioner Importir
LAMPIRAN 3. Kuesioner Ringkas
KAJIAN POTENSI KERUGIAN INDONESIA DALAM PRAKTEK
CIRCUMVENTION OLEH NEGARA MITRA DAGANG
Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan
Tipe Responden*:
Instansi Pemerintah;
Akademisi/Praktisi;
Pelaku Usaha
1. Bagaimana penilaian atau pendapat Bapak/Ibu terhadap instrumen tindakan antidumping di Indonesia? Setujukah Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V”
untuk kolom yang bersesuaian)
Pernyataan
Skala Penilaian
1
2
3
4
5
a. Instrumen kebijkan anti-dumping bermaanfaat
bagi masyarakat secara keseluruhan
b. Instrumen kebijkan anti-dumping efektif dan
berhasil dalam memproteksi industri domestik
c. Instrumen kebijkan anti-dumping mampu
memulihkan kerugian material yang dialami
oleh industri domestik
d. Instrumen kebijkan anti-dumping semata-mata
merupakan kebijakan proteksi perdagangan
dan mendistorsi persaingan pasar
e. Instrumen kebijkan anti-dumping menghambat
perkembangan industri hilir
Keterangan:
(1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5) Sangat setuju
2. Untuk mengurangi dampak negatif pengenaan BMAD, importir terkadang menempuh
beragam strategi. Setujukah Bapak/Ibu dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V”
untuk kolom yang bersesuaian)
Pernyataan
Skala Penilaian
1
2
3
4
5
a. Importir merubah strategi dengan melakukan
importasi komponen (spare parts)
b. Importir meminta supplier untuk sedikit
modifikasi produk sehingga tidak terkena
BMAD (klasifikasi tarif berubah)
c. Importir melakukan impor produk dari negara
yang tidak dikenakan BMAD
d. Importir menggunakan Rule of Origin dari
negara ketiga (transhipment)
e. Importir melakukan impor dalam jumlah yang
besar sebelum BMAD efektif diberlakukan
Keterangan:
(1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5) Sangat setuju
Kuesioner Ringkas
3. Apabila instrumen tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
dianggap belum efektif, apakah kemungkinan penyebabnya? (bisa pilih lebih dari satu
jawaban)
Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) rendah
Importasi masih dapat dilakukan dari negara lain yang tidak terkena BMAD
Importasi masih dapat dilakukan dengan memodifikasi produk (perubahan
kode HS/ klasifikasi tariff)
Importasi masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan perusahaan (supplier)
yang dikenakan BMAD terendah
Permintaan/konsumsi domestik tinggi
Spesifikasi produk yang dikenakan BMAD tidak sesuai
Banyak produk yang memiliki spesifikasi dekat dengan produk yang dikenakan
BMAD
Lainnya, (sebutkan) ..................................................
*** TERIMA KASIH ***
Kuesioner Ringkas
LAMPIRAN 5. Ringkasan Pengaturan Anti-Circumvention di Negara Lain
Komponen
AS
Landasan Hukum  19 U.S. Code §
1677j Prevention of
Circumvention of
Antidumping and
Countervailing
Duty Orders
 19 CFR 351.225
- Scope rulings
Definisi
Circumvention
 Tidak
didefinisikan
secara khusus,
persyaratan &
determinan
circumvention
dijelaskan di
masing-masing
bentuk
circumvention
EU
Australia
Council Regulation (EC)
No. 1225/2009 - Protection
Against Dumped Imports
from Countries Not
Members of the European
Community: Article 13
Customs Act 1901,
Amandemen Juni
2013:
Part XVB, Division 5A
 Perubahan pola
 Aktivitas yang
perdagangan antara
berkaitan dengan
negara ketiga dengan EU
(menghindari atau
atau antar individu
mengurangi) bea
perusahaan di negara
masuk dumping
yang menjadi subjek
atau countervailing
tindakan dan EU
 Tidak terdapat alasan
yang kuat atas perubahan
pola perdagangan, selain
pengenaan tindakan antidumping
 Terdapat bukti kerugian
atau bahwa efek
pemulihan dari dalam
tindakan anti-dumping
sedang dirusak dalam hal
harga dan / atau kuantitas
produk sejenis
 Terdapat bukti dumping
India
Turki
 Law on Prevention of
Unfair Competition in
Importation (No.
3577)
 Decree on the
Prevention of Unfair
Competition in
Imports, amandemen
Desember 2005
 Regulation on the
Prevention of Unfair
Competition in
Imports , amandemen
Januari 2006
Tidak didefinisikan
Kasus di mana
secara khusus di dalam ditemukan bukti:
aturan
 perubahan pola
perdagangan antara
negara ketiga dan
Turki atau individu
perusahaan dalam
subjek negara
 berasal dari praktek,
proses atau
pekerjaan tanpa
cukup alasan atau
pembenaran ekonomi
selain menghindari
anti-dumping atau
countervailing
 efek pemulihan dari
tindakan antidumping atau
countervailing sedang
The Custom Tariff
(Identification
Assessment and
Collection of AntiDumping Duty on
Dumped Articles and
for Determination of
Injury) Amendment
Rules 2012: Rules 25,
26, 27, 28
dalam kaitannya dengan
nilai normal yang
ditetapkan sebelumnya
untuk produk sejenis
dilemahkan atau
ditiadakan
Bentuk
Circumvention
 Barang
diproduksi secara
lengkap atau
dirakit di AS
 Barang
diproduksi secara
lengkap atau
dirakit di negara
ketiga sebelum
diimpor ke AS
 Barang yang
telah dirubah
secara minor
(sedikit
modifikasi)
 Barang yang
dikembangkan
kemudian (laterdeveloped
merchandise)
 Modifikasi sedikit produk
tanpa merubah
karakteristik utama produk
sehingga berada pada
kode kepabeanan yang
tidak terkena tindakan
 Pengiriman produk
melalui negara ketiga
 Reorganisasi oleh
eksportir atau produsen
terkait pola dan saluran
penjualan dengan
memanfaatkan produsen
yang dikenakan kewajiban
bea masuk individual
yang lebih rendah rendah
 Perakitan
bagian/komponen di EU
atau negara ketiga
Tidak dijelaskan bentuk
 Perakitan bagian Ekspor barang dari
circumvention secara
bagian di Australia
negara asal dalam
terperinci
bentuk yang belum
 Perakitan bagianselesai atau tidak
bagian di negara
lengkap dan dirakit
ketiga
atau diselesaikan di
 Ekspor melalui satu
India atau di negara
atau lebih negara
lain
ketiga
 Ekspor dari negara
 Pengaturan antar
asal yang melibatkan
eksportir
perubahan deskripsi
 Penghindaran
produk
dampak yang
 Ekspor barang
diharapkan atas
melalui eksportir atau
pengenaan tindakan
produsen atau negara
(intended effect of
yang tidak dikenakan
duty)
tindakan anti Eksportir sedikit
dumping
memodifikasi
produk
 Keadaan tambahan
yang ditentukan
oleh peraturan
Insiasi
Penyelidikan
 Secretary of
Commerce
 Pihak-pihak
yang
berkepentingan
 Insisasi Komisi
 Permintaan negara
anggota
 Pihak-pihak yang
berkepentingan
 Industri Australia
 Permintaan
Menteri
 Industri domestik
 Inisiasi otoritas
 Inisiasi ex officio
berdasarkan
proposal dari
Directorate General
 Produsen domestik
Periode
Penyelidikan
300 hari
9 bulan
100-155 hari
12-18 bulan
12-18 bulan
Download