LAPORAN AKHIR Kajian Potensi Kerugian Indonesia dalam Praktek Circumvention oleh Negara Mitra Dagang Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Tahun 2016 Pengarah: Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri Penanggung Jawab: Drs. Hari Widodo, MA Kapala Bidang Pengamanan Perdagangan Tim Penyusun: Aditya P. Alhayat, SE, MSc Dr. Azis Muslim, ST, MSE Niki Bareda Sari, SE Ayu Wulandari, SPd Yosua H. Simanjuntak, SE MS Endang SR, S.Sos Sukisno, SH Narasumber Pendamping Kajian: Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, MSi KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga seluruh rangkaian kegiatan kajian “Potensi Kerugian Indonesia dalam Praktek Circumvention oleh Negara Mitra Dagang” dapat dilaksanakan dengan baik hingga disusunnya laporan akhir kajian. Kajian ini mereprentasikan tugas dan fungsi Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, BPPP dalam pengembangan kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia, khususnya di bidang pengamanan perdagangan. Beberapa tindakan anti-dumping yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia ternyata masih belum efektif menekan impor barang dumping karena eksportir disinyalir menggunakan beragam modus untuk menghindari pengenaan anti-dumping. Praktek penghindaran atas pengenaan tindakan anti-dumping (circumvention) tersebut belum bisa dicegah dengan menggunakan instrumen yang tepat karena Indoensia belum memiliki landasan hukum anti-circumvention. Oleh karena itu, kajian ini berusaha memotret praktek circumvention dan potensi kerugian yang ditimbulkannya dalam rangka mengugah kesadaran para stakeholder bahwa tindakan anti-circumvention merupakan instrumen kebijakan yang penting dalam upaya meningkatkan pengamanan perdagangan (trade remedies) di Indonesia dari parktek unfair trade yang dilakukan oleh negara mitra dagang Akhirnya, kami berharap semoga hasil akhir kajian ini bermanfaat bagi berbagai pihak yang membutuhkan, meskipun kami menyadari masih banyak kekurangan. Demi kesempurnaan laporan kajian ini, kami sangat terbuka terhadap saran dan kritik yang membangun. Selanjutnya kami sampaikan apresiasi dan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam kegiatan kajian ini. Jakarta, September 2016 PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan i ABSTRAK POTENSI KERUGIAN INDONESIA DALAM PRAKTEK CIRCUMVENTION OLEH NEGARA MITRA DAGANG Kajian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi indikasi praktek circumvention berupa pengalihan ekspor melalui negara ketiga (third-country circumvention) dan modifikasi secara minor (slightly modification circumvention); (2) menganalisis potensi kerugian Indonesia akibat indikasi praktek circumvention; dan (3) mempelajari kebijakan anti-circumvention di negara lain yang dapat diadopsi oleh Indonesia. Berdasarkan analisis pola perdagangan dapat diketahui bahwa indikasi penghindaran terhadap pengenaan anti-dumping lebih banyak terlihat pada kasus produk besi baja, terutama peralihan impor dari baja karbon ke baja paduan. Indikasi slightly modification circumvention terjadi produk H & I Section asal RRT (20112014); produk Hot Rolled Plate asal RRT (2013); serta pada produk Cold Rolled Coil/Sheet (CRC) asal RRT (2013-2015), Korea Selatan (2013-2015), Taiwan (2013-2015), dan Jepang (2013-2015). Sementara itu, praktek thirdcountry circumvention terindikasi dilakukan oleh RRT untuk kasus antidumping produk H & I Section dengan melakukan ekspor melalui Singapura. Indikasi praktek third-country circumvention juga terlihat pada kasus antidumping CRC oleh RRT, Taiwan, dan Jepang dengan melibatkan Malaysia sebagai negara ketiga. Sementara itu, estimasi kerugian akibat circumvention hanya dapat dilakukan pada pengenaan anti-dumping CRC karena keterbatasan data. Nilai kerugian akibat praktek slightly modification circumvention pada kasus CRC ditaksir mencapai USD 130,4 juta hingga USD 151,3 juta dengan volume impor yang diduga circumvention sebesar 173,9 ribu ton. Dengan mempelajari ketentuan anti-circumvention di Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan India disimpulkan bahwa elemen penting yang harus diatur antara lain: definisi circumvention, bentuk praktek circumvention, dan prosedur tindakan anti-circumvention. Mengingat banyaknya indikasi circumvention atas pengenaan tindakan anti-dumping di Indonesia dan potensi kerugiannya, maka penting untuk segera dilakukan penyempurnaan terhadap PP No. 34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan dengan memasukkan klausul tindakan anti-circumvention yang setidaknya mencakup bentuk-bentuk circumvention dan prosedur tindakan. Kata kunci: Circumvention, modifikasi produk, negara ketiga, dan pola perdagangan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan ii ABSTRACT INDONESIA’S POTENTIAL LOSSES ON CIRCUMVENTION PRACTICES BY ITS TRADING PARTNER This study aims to: (1) identify indications of circumvention practices, namely: third-country circumvention and slightly modification circumvention; (2) analyze the potential loss of Indonesia due to indications of circumvention practices; and (3) study the anti-circumvention policy in other countries that can be adopted by Indonesia.Based on the trade pattern analysis, it can be concluded that the indication of circumvention of the anti-dumping imposition is more visible in the case of steel products, especially import alterantion from carbon steel into alloy steel. Indications of slightly modification circumvention occur in H & I Section from China (2011-2014); Hot Rolled Plate from China (2013); as well as the Cold Rolled Coil/Sheet (CRC) from China (2013-2015), South Korea (2013-2015), Taiwan (2013-2015), and Japan (2013-2015). Meanwhile, third-country circumvention practice by China is indicated for anti-dumping case of H & I Section through exporting via Singapore. Indication of third-country circumvention also appears in anti-dumping case of CRC by China, Taiwan, and Japan which is involving Malaysia as the third country. Meanwile, the estimated loss due to circumvention can only be calculated on the anti-dumping imposition of CRC because of the data limitations. The estimated value of losses from the slightly modification circumvention practices of CRC were USD 130.4 million to USD 151.3 million with imports volume of alleged circumvention of 173.9 thousand tons. In addition, by studying the anti-circumvention provisions in the United States, European Union, Australia, and India, we conclude that the essential elements that must be regulated, among others: definition of circumvention, forms of circumvention practices, and procedures of anticircumvention measures Given many indications of circumvention on the imposition of anti-dumping measures in Indonesia and the potential losses, it is important to take immediate revision on Regulation No. 34/2011 concerning Antidumping Measure, Countervailing Measure, and Safeguard Measure by inserting anti-circumvention clauses which at least cover the forms of circumvention and procedures of the measure. Keywords: circumvention, product modification, third country, and trade pattern Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................. i ABSTRAK ................................................................................................. ii DAFTAR ISI ...............................................................................................iv DAFTAR TABEL .......................................................................................vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................vii BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah. ..................................................................... 5 1.3 Tujuan ......................................................................................... 5 1.4 Output ......................................................................................... 5 1.5 Dampak/Manfaat ......................................................................... 6 1.6 Ruang Lingkup ............................................................................ 6 1.7 Sistematika Laporan ................................................................... 7 BAB II. TINJAUN PUSTAKA .................................................................11 2.1 Dumping, Anti-Dumping, Circumvention, dan AntiCircumvention dalam Perdagangan Internasional .....................11 2.2 Anti-Circumvention dalam Perspektif WTO ................................13 2.3 Pro dan Kontra Anti-Circumvention ............................................14 2.4 Penelitian Terdahulu ..................................................................15 BAB III. METODOLOGI PENGKAJIAN ..................................................19 3.1 Landasan Teori ..........................................................................19 3.2 Pendekatan dan Tahapan Pengkajian .......................................20 3.3 Metode Analisis ..........................................................................21 3.4 Data ...........................................................................................27 BAB IV. REVIEW KEBIJAKAN ANTI-DUMPING DI INDONESIA ..........29 4.1 Ketentuan Umum Anti-Dumping ................................................29 4.2 Tindakan Anti-Dumping di Indonesia 2010-2015 .......................31 4.3 Persepsi Stakeholder terhadap Tindakan Anti-Dumping dan Potensi Praktek Circumvention di Indonesia ..............................35 4.4 Pandangan Akedemisi terkait Praktek Circumvention dalam Perdagangan Internasional ........................................................44 Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan iv BAB V. ANALISIS INDIKASI CIRCUMVENTION DAN POTENSI KERUGIAN ................................................................................47 5.1 Analisis Indikasi Circumvention Melibatkan Negara Ketiga........47 5.2 Analisis Indikasi Circumvention Modifikasi Produk ....................71 5.3 Klarifikasi dan Informasi Relevan dari Pelaku Usaha mengenai Indikasi Circumvention di Indonesia ...........................................88 5.4 Analisis Ekonometri Indikasi Circumvention: Studi Kasus Cold Rolled Coil..................................................................................91 5.5 Potensi Kerugian Akibat Indikasi Praktek Circumvention di Indonesia ...................................................................................93 BAB VI. PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ANTICIRCUMVENTION DI NEGARA LAIN ......................................99 6.1 Amerika Serikat ..........................................................................99 6.2 Uni Eropa .................................................................................104 6.3 Australia ...................................................................................108 6.4 India .........................................................................................117 6.5 Turki .........................................................................................120 BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ..............126 7.1 Kesimpulan ..............................................................................126 7.2 Rekomendasi Kebijakan ..........................................................128 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................129 LAMPIRAN Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan v DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Contoh Kasus Tindakan Anti-Circumvention di EU ................. 3 Tabel 3.1 Penilain Persepsi Industri Domestik terhadap Kinerja Perusahaan Setelah Tindakan Anti-Dumping ........................26 Tabel 4.1 Deskripsi Produk Impor yang Sedang Dikenakan BMAD ......32 Tabel 4.2 Nilai Impor Produk yang Dikenakan BMAD ...........................34 Tabel 4.3 Penilaian Industri Pemohon (IDN) terhadap Kinerja Perusahaan setelah Pengenaan Anti-Dumping .....................39 Tabel 4.4 Penilaian Importir/Pengguna (IM) terhadap Kinerja Perusahaan setelah Pengenaan Anti-Dumping .....................40 Tabel 5.1 Volume Ekspor India Produk PSF .........................................61 Tabel 5.2 Volume Ekspor RRT Produk PSF ..........................................61 Tabel 5.3 Volume Ekspor RRT Produk HRP .........................................64 Tabel 5.4 Volume Impor Malaysia Produk CRC ....................................66 Tabel 5.5 Volume Ekspor HRC Malaysia ...............................................68 Tabel 5.6 Unsur dalam Baja Paduan .....................................................72 Tabel 5.7 Kode HS Baja Karbon dan Baja Paduan yang Bersesuaian ..73 Tabel 5.8 Hasil Olahan Panel Data........................................................92 Tabel 5.9 Jumlah Importir dan Nilai Impor pada Produk CRC berupa Baja Karbon maupun Baja Paduan ........................................95 Tabel 5.10 Perkiraan Volume dan Asal Produk yang Diduga Circumvention oleh Importir Lama .........................................97 Tabel 5.11 Perkiraan Volume dan Asal Produk yang Diduga Circumvention oleh Importir Baru ..........................................98 Tabel 6.1 Kasus Anti-Circumvention di AS ..........................................101 Tabel 6.2 Kasus Anti-Circumvention di EU ..........................................108 Tabel 6.3 Kasus Anti-Circumvention di Australia .................................116 Tabel 6.4 Kasus Anti-Circumvention di India .......................................119 Tabel 6.5 Kasus Anti-Circumvention di Turki .......................................122 Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan vi DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Perkembangan Kuantitas Impor Produk Indonesia yang Dikenakan BMAD ............................................................. 4 Gambar 3.1 Dampak Circumvention terhadap Produsen Domestik ....19 Gambar 3.2 Tahapan Pengkajian........................................................21 Gambar 4.1 Persepsi Responden terhadap Instrumen Kebijakan AntiDumping ..........................................................................38 Gambar 4.2 Persepsi Responden terhadap Penyebab Instrumen AntiDumping Tidak Efektif .....................................................42 Gambar 4.3 Persepsi Responden terhadap Strategi Importir dalam Mengurangi Dampak Anti-Dumping.................................44 Gambar 5.1 Perkembangan Volume Impor Pisang Cavendish Indonesia .........................................................................48 Gambar 5.2 Pangsa Volume Impor Pisang Cavendish Indonesia .......49 Gambar 5.3 Perkembangan Volume Impor Tableware Ceramic Indonesia .........................................................................50 Gambar 5.4 Pangsa Volume Impor Tableware Ceramic Indonesia .....51 Gambar 5.5 Perkembangan Volume Impor Alumunium Mealdish Indonesia .........................................................................52 Gambar 5.6 Pangsa Volume Impor Alumunium Mealdish Indonesia ..53 Gambar 5.7 Perkembangan Volume Impor Tin Plate Indonesia .........54 Gambar 5.8 Pangsa Volume Impor Tin Plate Indonesia .....................55 Gambar 5.9 Perkembangan Volume Impor Partially Oriented Yarn Indonesia .........................................................................56 Gambar 5.10 Pangsa Volume Impor Partially Oriented Yarn Indonesia ........................................................................................57 Gambar 5.11 Perkembangan Volume Impor Spin Draw Yarn Indonesia ........................................................................................58 Gambar 5.12 Perkembangan Volume Impor Polyster Staple Fiber Indonesia .........................................................................59 Gambar 5.13 Perkembangan Volume Impor Polyster Staple Fiber Indonesia dari Negara yang Tidak Dikenakan BMAD......60 Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan vii Gambar 5.14 Perkembangan Volume Impor HRP Indonesia ................63 Gambar 5.15 Perkembangan Volume Impor HRP Indonesia dari Negara yang Tidak Dikenakan BMAD ..........................................63 Gambar 5.16 Perkembangan Volume Impor CRC Indonesia ................65 Gambar 5.17 Perkembangan Volume Impor CRC Indonesia dari Negara yang Tidak Dikenakan BMAD ..........................................66 Gambar 5.18 Perkembangan Volume Impor HRC Indonesia ................67 Gambar 5.19 Perkembangan Volume Impor H & I Section Indonesia...69 Gambar 5.20 Perkembangan Volume Impor H & I Section Indonesia dari Negara yang Tidak Dikenakan BMAD .............................70 Gambar 5.21 Volume Ekspor H&I Section RRT ke Singapura ..............71 Gambar 5.22 Perkembangan Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal RRT ....................................................75 Gambar 5.23 Perkembangan Impor Indonesia pada Produk HRP dan Baja Paduan asal RRT ....................................................76 Gambar 5.24 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk H & I Section dan Baja Paduan asal RRT ..............................77 Gambar 5.25 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal Korea Selatan .....................78 Gambar 5.26 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRP dan Baja Paduan asal Korea Selatan .....................79 Gambar 5.27 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal Jepang ................................80 Gambar 5.28 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRC dan Baja Paduan asal Jepang ................................81 Gambar 5.29 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRC dan Baja Paduan asal Malaysia..............................82 Gambar 5.30 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRP dan Baja Paduan asal Singapura............................83 Gambar 5.31 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal Taiwan ................................84 Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan viii Gambar 5.32 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRC dan Baja Paduan asal Taiwan ................................85 Gambar 5.33 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRP dan Baja Paduan asal Ukraina................................86 Gambar 5.34 Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal Vietnam...............................87 Gambar 5.35 Pola Impor Baja Paduan Indonesia dari Dunia ................88 Gambar 6.1 Proses Penyelidikan Anti-Circumvention di EU .............107 Gambar 6.2 Proses Penyelidikan Anti-Circumvention di Australia ....113 Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan ix BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain memiliki dampak positif, keterbukaan perekonomian yang ditandai oleh semakin besarnya interaksi perdagangan internasional suatu negara dapat pula mengakibatkan dampak negatif terhadap perekonomian domestik, terutama pada sektorsektor yang kalah bersaing secara langsung dengan produk luar negeri. Bahkan secara agregat, bisa menimbulkan defisit neraca perdagangan dimana nilai impor barang melebihi nilai ekspornya. Terkait dengan hal tersebut, peraturan perdagangan internasional dalam WTO memperkenankan setiap negara untuk mengenakan tindakan pengamanan perdagangan dalam rangka melindungi produsen domestik dari barang impor pada kondisi tertentu. Tindakan pengamanan tersebut diantaranya berupa tindakan antidamping dan anti-subsidi (tindakan imbalan). Kedua tindakan tersebut ditujukan untuk mengatasi impor yang tidak sehat (unfair trade) dari negara tertentu yang masuk ke dalam pasar domestik. Meskipun perdagangan telah dari disediakan praktek unfair instrumen trade, pengamanan namun dalam implementasinya seringkali belum efektif. Barang yang dikenakan tindakan anti-dumping atau anti-subsidi dapat tetap masuk ke pasar domestik melalui negara lain yang tidak dikenakan tindakan antidumping atau dengan importasi bagian-bagian produknya. Dalam perdagangan internasional, fenomena ini lazim disebut sebagai circumvention. Menurut Yu (2008), circumvention merupakan upaya penghindaran terhadap pengenaan bea masuk anti-dumping atau bea masuk imbalan dengan memodifikasi atau merubah secara marginal bentuk fisik, produksi, atau jalur pengiriman produk yang terkena tindakan anti-dumping dan anti-subsidi dalam rangka Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 1 memperlemah tujuan maupun efektifikas kompensasi (remedies) dalam kerangka WTO Anti-dumping Agreement dan Agreement on Subsides and Countervailing Measures (SCM Agremeent), dimana peraturan tersebut telah diundangkan (diratifikasi) dalam hukum nasionalnya. Secara umum, Vermulst (2012) mendefinisikan empat bentuk praktek circumvention, yaitu: (1) Product alternation: ekspor produk dengan sedikit modifikasi; (2) Importing country circumvention: impor bagian-bagian untuk dirakit; (3) Third country circumvention: transshipment, ekspor produk dengan sedikit modifikasi melalui negara ketiga atau dirakit di negara ketiga; dan (4) Lower duty rate company circumvention: memanfaatkan perusahaan yang dikenai bea masuk anti-dumping/anti-subsidi terendah sebagai sarana ekspor. Meskipun tidak ada ketentuan khusus terkait anti-circumvention yang disepakati di WTO (Bael dan Bellis, 2011), namun beberapa negara anggota WTO seperti AS, Uni Eropa (EU), Australia, dan Brasil telah memiliki peraturan anti-circumvention. Bahkan, Indonesia beberapa kali terkena tuduhan circumvention di negara tujuan ekspor. Sebagai contoh, pada tahun 2012, EU menginisiasi penyelidikan praktek circumvention terhadap produk sepeda impor dari Indonesia. EU menduga RRT mengalihkan ekspor produk sepeda ke EU melalui Indonesia setelah RRT dikenakan bea masuk anti-dumping pada produk tersebut sejak tahun 2011. Hasil akhir penyelidikan EU tahun 2013 menyatakan bahwa tiga produsen atau eksportir Indonesia yaitu PT Insera Sena (Polygon), PT Terang Dunia Internusa (United) dan PT Wijaya Indonesia Makmur Bicycle Industry (WIM Cycle) dibebaskan dari tuduhan circumvention. Contoh lain tindakan anti-circumvention yang pernah dilakukan EU dapat dilihat pada Tabel 1.1. Praktek circumvention yang diselidiki relatif beragam mencakup proses perakitan di negara Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 2 ketiga, transhipment, ataupun memanfaatkan perusahaan yang dikenakan BMAD terendah. Apabila mampu dibuktikan terjadinya circumvention maka negara tertuduh dikenakan tindakan anticircumvention yang umumnya berupa pengenaan tambahan bea masuk. Sebaliknya, apabila tidak terbukti maka perusahaan yang diselidiki dapat dibebaskan dari pengenaan tindakan anti- circumvention. Tabel 1.1. Contoh Kasus Tindakan Anti-Circumvention di EU Produk Bentuk Circumvention yang Diinvestigasi Tahun Penyelesaian Investigasi Hasil Pengecualian Hand pallet trucks and their essential parts dari China (AD) Steel ropes and cables dari China (AD) Proses perakitan di Thailand 2009 Tindakan (measures) diperluas terhadap Thailand Pengecualian tidak diberikan Transhipment melalui Korea dan Malaysia 2010 Biodiesel dari US (AD) Transhipment melalui Kanada dan Singapura; importasi campuran produk di luar cakupan AD 2011 Pengecualian diberikan terhadap 11 perusahaan Korea Pengecualian diberikan terhadap 2 perusahaan Kanada yang kooperatif Biodiesel dari US (AS) Transhipment melalui Kanada dan Singapura; importasi campuran produk di luar cakupan AS 2011 Iron or steel fasteners dari China (AD) Transhipment melalui Malaysia 2011 Tindakan diperluas terhadap Korea dan investigasi terhadap Malaysia diakhiri Tidak ada tindakan tambahan untuk Singapura; Tindakan diperluas terhadap impor produk campuran biodiesel dari Kanada Tidak ada tindakan tambahan untuk Singapura; Tindakan diperluas terhadap impor produk campuran biodiesel dari Kanada Tindakan diperluas terhadap Malaysia Plastic sacks and Bags dari China (AD) Ekspor melalui perusahaan yang dikenakan BMAD rendah 2011 n.a. Molybdenum wires dari China (AD) Transhipment melalui Malaysia dan Swiss 2012 Residual duty diberikan kepada perusahaan yang pada mulanya dikenakan BMAD rendah Tidak ada tindakan tambahan untuk Swis; tindakan tambahan kepada Malaysia Pengecualian diberikan terhadap 2 perusahaan Kanada yang kooperatif Pengecualian diberikan terhadap 8 perusahaan Pengecualian tidak diberikan Keterangan: AD merupakan kasus anti-dumping, sedangkan AS merupakan kasus anti subsidi. Sumber: Vermulst (2012) Di sisi lain, Indonesia belum pernah melakukan tuduhan circumvention terhadap negara mitra dagang karena pengaturuan tindakan anti-circumvention masih dalam tahap penyusunan. Berdasarkan data WTO (2015), Indonesia selama periode 1996-2014 telah melakukan 122 tuduhan dumping dengan 54 kasus diantaranya dapat dibuktikan dumping dan dikenakan Bea Masuk Anti-Dumping Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 3 (BMAD). Namun demikian, hingga saat ini Indonesia belum pernah sekalipun melakukan inisiasi tuduhan anti-subsidi. Berdasarkan penelitian empiris Alhayat (2014) disimpulkan bahwa tindakan anti-dumping Indonesia 1996-2010 secara agregat berpengaruh negatif terhadap kinerja keseluruhan impor produk pada saat investigasi, namun tidak mampu membendung peningkatan impor pada periode proteksi. Hal ini mengindikasikan bahwa tindakan anti-dumping yang dilakukan Indonesia belum sepenuhnya efektif. Sebagaimana terlihat pada Gambar 1.1 bahwa kuantitas impor dari negara yang tidak dikenakan anti-dumping (non-named country) mengalami peningkatan setelah dikenakan BMAD. Hal ini setidaknya mengindikasikan adanya permintaan impor yang tinggi serta adanya efek pengalihan asal impor dari negara yang dikenakan anti-dumping (named country) ke negara yang tidak dikenakan anti-dumping. Dengan kata lain, tindakan anti-dumping Indonesia yang belum sepenuhnya efektif diantaranya disinyalir disebabkan oleh adanya praktek circumvention. Gambar 1.1. Perkembangan Kuantitas Impor Produk Indonesia yang Dikenakan BMAD Sumber: Alhayat (2014) Terlebih lagi, Pemerintah Indonesia selama periode 2010-2013 telah mengenakan tindakan anti-dumping terhadap empat jenis Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 4 produk baja karbon, yaitu: H & I Section, Hot Rolled Coil (HRC), Hot Rolled Plate (HRP), dan Cold Rolled Coil/Sheet (CRC). Namun demikian, masih banyak keluhan dari produsen baja di dalam negeri terkait dengan membanjirnya baja impor, terutama baja paduan (alloy) yang mengandung boron. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah pengalihan kode Harmonized System (HS) dari baja karbon yang dikenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) menjadi HS baja paduan yang tarif bea masuknya lebih rendah. Dalam perdagangan internasional, praktek tersebut lazim disebut dengan istilah circumvention. Selain modifikasi secara tidak substansial suatu produk, circumvention juga mungkin dilakukan dengan melibatkan negara ketiga yang tidak dikenakan tindakan anti-dumping. 1.2 Rumusan Masalah Tindakan anti-dumping belum sepenuhnya mampu menekan impor barang dumping yang kemungkinan disebabkan adanya praktek circumvention. Namun demikian, tindakan anti-circumvention belum dapat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia karena landasan hukum tindakan tersebut masih dalam proses perumusan. 1.3 Tujuan Tujuan kajian ini adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi indikasi praktek circumvention yang mengakibatkan kurang efektifnya tindakan anti-dumping di Indonesia; b. Menganalisis potensi kerugian Indonesia akibat indikasi praktek circumvention; c. Merumuskan best practice kebijakan anti-circumvention yang dapat diadopsi oleh Indonesia. 1.4 Output Adapun output dari kajian ini berupa laporan tentang bahan rekomendasi kebijakan anti-circumvention Indonesia dalam rangka Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 5 mengefektifkan tindakan anti-dumping Indonesia. Secara spesifik, output terdiri dari: a. Kasus-kasus tindakan anti-dumping Indonesia yang terindikasi menyebabkan circumvention; b. Ada atau tidaknya potensi kerugian serta seberapa besar potensi (estimasi) kerugian akibat indikasi praktek circumvention pada tindakan anti-dumping; c. Rumusan rekomendasi mengenai best practice kebijakan anticircumvention Indonesia 1.5 Dampak / Manfaat Kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan upaya-upaya pengamanan perdagangan (trade remedies) Indonesia dari parkatik unfair trade, khususnya dumping yang dilakukan oleh eksportir. Tindakan anti-circumvention merupakan instrumen pelengkap untuk menanggulangi adanya penghindaran dari pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Penerima manfaat dari kajian ini adalah Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dunia usaha dan masyarakat. 1.6 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup kajian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Circumvention dimaknai pada upaya untuk menghindari pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) oleh Pemerintah Indonesia dan bukan terhadap penghindaran pengenaan Bea Masuk Imbalan (BMI) karena tindakan anti-subsidi belum pernah dilakukan oleh Indonesia. b. Kasus pengenaan BMAD di Indonesia periode 2010 hingga awal 2015. Pemilihan periode penilitian dibatasi hingga awal Januari Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 6 2015 karena setidaknya dibutuhkan data pertadangan setahun terakhir untuk analisis data. Adapun produk yang menjadi cakupan pengkajian meliputi Alumunium Mealdish, Polyester Staple Fiber, H & I Section, Hot Rolled Coil (HRC), Pisang Cavendish, Tableware Ceramic, Hot Rolled Plate (HRP), Cold Rolled Coil/Sheet (CRC), Tin Plate, Spin Draw Yarn, dan Partially Oeriented Yarn. c. Bentuk circumvention terbatas pada: Ekspor melalui negara ketiga, atau Melakukan sedikit modifikasi produk d. Potensi kerugian atas circumvention didefinisikan sebagai kerugian yang dialami produsen domestik akibat tidak efektifnya pengenaan BMAD. Kerugian dapat berupa penurunan kinerja perusahaan maupun berkurangnya surplus produsen. e. Negara yang dijadikan objek perbandingan hukum dan implementasi anti-circumvention diutamakan dilakukan terhadap AS, EU, dan Australia. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan negara-negara mengimplementasikan lain yang anti-circumvention juga dalam telah peraturan domestiknya. 1.7 Sistematika Penelitian Laporan penelitian terdiri dari tujuh Bab dengan isi masingmasing Bab sebagai berikut: a. BAB I Pendahuluan Pada bagian ini diuraikan mengenai pentingnya tindakan anticircumvention sebagai instrumen pengamanan perdagangan dari praktek unfair trade. Berkaca pada pengalaman negara anggota WTO lainnya serta studi empiris yang menyimpulkan kurang efektifnya tindakan anti-dumping karena kemungkinan praktek circumvention oleh negara mitra dangang, Indonesia dipandang perlu untuk memiliki instrumen anti-circumvention yang memadai. Dalam pendahuluan juga diuraikan rumusan masalah, tujuan, Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 7 output, dampak/manfaat, ruang lingkup kajian, dan sistematika penulisan. b. BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini terlebih dahulu mengulas mengenai hubungan antara dumping, anti-dumping, circumvention, dan anti- circumvention dalam perdagangan internasional. Selanjutnya, anti-circumvention dalam perpektif WTO dan beberapa pandangan yang mendukung maupun berseberangan terkait tindakan anti-circumvention dibahas pada sub bab yang bersangkutan. Untuk melengkapi studi pustaka, dipaparkan juga mengenai suti-studi empiris terdahulu yang relevan. c. BAB III Metode Pengkajian Bab ini diawali dengan landasan teori terkait dampak praktek circumvention melalui pendekatan welfare effect serta bagaimana menghitung kerugian akibat praktek tersebut secara konseptual. Pendekatan dan tahapan pengkajian perlu dijabarkan dalam bab ini untuk memudahkan pembaca dalam memahami alur kajian. Terlebih, kajian ini mengkombinasikan antara pendekatan ilmu ekonomi dengan ilmu hukum. Selanjutnya dibahas tiga metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: identifikasi praktek circumvention oleh negara mitra dagang, analisis potensi kerugian praktek circumvention, dan analisis perbandingan hukum sebagai dasar perumuskan substansi pengaturan anti-circumvention yang dapat diadopsi oleh Indonesia. Selain itu, diuraikan pula mengenai data yang dibutuhkan serta sumber data. d. BAB IV Review Kebijakan Anti-Dumping Indonesia Bab ini merupakan overview dari ketentuan umum anti-dumping dan implementasi kebijakan anti-dumping di Indonesia. Sebagimana telah diketahui bahwa circumvention yang mungkin terjadi di Indonesia merupakan tindakan penghindaran terhadap pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) karena pengenaan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 8 Bea Masuk Imbalan (anti-subsidi) belum pernah dilakukan sampai saat ini. Review kebijakan dan kasus-kasus anti-dumping setidaknya akan memberikan dasar pengetahuan dan informasi dalam memahami ketentuan anti-circumvention serta menjadi dasar dalam mengidentifikasi kemungkinan terjadinya circumvention dan potensi kerugian akibat tindakan tersebut e. BAB V Analisis Indikasi Praktek Circumvention di Indonesia Bab ini menganalisis ada atau tidaknya indikasi praktek circumvention atas pengenaan BMAD di Indonesia. Sesuai dengan ruang lingkup kajian, analisis indikasi circumvention difokuskan pada dua bentuk circumvention, yaitu ekspor melalui negara ketiga (third country circumvention/transsipment) dan perubahan produk secara tidak substansial (slightly modified product). Analisis indikasi circumvention ekspor melalui negara ketiga dilakukan pada masing-masing produk yang menjadi cakupan BMAD. Sementara itu, analisis indikasi circumvention melalui modifikasi produk dilakukan untuk produk-produk yang yang menjadi cakupan BMAD dan memiliki informasi yang baik mengenai kode HS (klasifikasi tarif) sebagai modus pengalihan impor akibat pengenaan BMAD. f. BAB VI Pengaturan dan Implementasi Kebijakan Anti- Circumvention di Negara Lain Bab ini fokus pada pengalaman negara-negara anggota WTO yang telah memiliki regulasi tindakan anti-circumvention dalam peraturan domestiknya serta bagaimana negara tersebut mengimplementasikannya. Negara yang menjadi bahan studi (benchmark) antara lain Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Australia. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi negaranegara lain yang juga telah mengimplementasikan tindakan anticircumvention asalkan regulasi maupun dokumen terkait dapat diakses secara terbuka. Bab ini akan ditutup dengan ringkasan yang merupakan hal-hal pokok dan umum mengenai kebijakan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 9 anti-circumvention yang diimplementasikan oleh negara-negara lain di dunia. g. BAB VII Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Bagian awal bab ini akan menyimpulkan hasil kajian atas beragam hal yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, khususnya yang terkait dengan tujuan penelitian. Selanjutnya akan dibahas mengenai rekomendasi kebijakan berkaitan dengan tindakan anti-circumvention. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai circumvention maupun anti-circumvention yang berdasarkan pada analisis ilmu ekonomi sedikit sekali disinggung dalam literatur. Kebanyakan literatur membahas anti-circumvention dalam aspek ilmu hukum. Oleh karena itu, sesuai dengan ruang lingkup penelitian dimana circumvention didefinisikan sebagai suatu upaya penghindaran terhadap tindakan anti-dumping yang dilakukan Indonesia, maka dalam tinjauan pustaka ini terlebih dahulu meriviu mengenai dumping dan dampak tindakan anti-dumping. Selanjutnya akan dibahas mengenai circumvention dan anti-circumvention serta studi-studi terdahulu yang relevan. 2.1 Dumping, Anti-Dumping, Circumvention, dan Anti- Circumvention dalam Perdagangan Internasional Konsep dumping pertama kali diperkenalkan oleh Jacob Viner pada tahun 1923 yang didefinisikan sebagai diskriminasi harga antara pasar di negara satu dengan pasar di negara yang lain (Andersson dan Turesson, 2008). Dumping adalah ketika produk yang sama dijual dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri daripada di pasar dalam negeri. Definisi ini juga mencakup situasi yang tidak lazim di mana produk yang sama dijual dengan harga yang lebih tinggi di pasar luar negeri daripada di pasar dalam negeri (dikenal sebagai reverse dumping) dan situasi di mana harga produk yang berbeda di berbagai pasar luar negeri. Aspek utama pada konsep yang dikemukakan Viner adalah bahwa perusahaan menetapkan harga yang berbeda di pasar yang berbeda untuk produk yang sama. Perbedaan antara diskriminasi harga umum dan dumping adalah bahwa dumping terjadi di pasar internasional antar negara. Namun saat ini, analisis dumping berfokus pada situasi di mana produk tersebut dijual dengan harga yang lebih rendah di Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 11 pasar luar negeri dibandingkan di pasar domestik, karena peraturan anti-dumping hanya berurusan dengan situasi ini. Konsep dumping juga telah diperluas untuk mencakup penjualan di bawah biaya produksi, tidak memperhitungkan apakah terdapat diskriminasi harga atau tidak di pasar nasional yang berbeda. Dumping menimbulkan permasalahan dalam perdagangan internasional karena dumping merupakan praktek unfair trade. Dengan menerapkan strategi harga jual yang mural, produsen luar negeri dapat mengendalikan pasar negara importir. Dampaknya, domestik industri di negara importir dapat tersisih dari kompetisi terhadap barang impor dumping. Apabila tujuan tersebut telah terpenuhi, produsen yang melakukan dumping akan meningkatkan harga dan memonopoli pasar. Konsumen yang diuntungkan atas harga barang yang dahulunya murah, kini turut dirugikan. Dari hal tersebut sangat jelas bahwa dumping merugikan negara importir. Oleh karena itu, dalam Peraturan Anti-Dumping WTO diatur mengenai tahapan melakukan penyelidikan anti-dumping, yang meliputi: (1) penyelidikan dumping untuk membuktikan adanya barang dumping khususnya ketika harga ekspor produk yang diduga dumping di bawah harga normalnya; (2) penyelidikan kerugian material yang dialami industri domestik; dan (3) hubungan sebabakibat antara barang dumping dan kerugian industri domestik. Circumvention terhadap pengenaan bea-masuk anti-dumping merupakan permasalahan kontemporer dari peraturan dan implementasi anti-dumping. Adanya tindakan penghindaran tersebut mengakibatkan tindakan anti-dumping yang telah diputuskan menjadi kurang ataupun tidak efektif. Barang dumping yang seharusnya dapat ditekan impornya, justru tetap masuk ke negara importir melalui cara-cara yang lain sehingga industri domestik terus mengalami kerugian material. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 12 2.2 Anti-Circumvention dalam Perspektif WTO Sejak Putaran Uruguay hingga sekarang belum ada konsensus yang dicapai oleh anggota WTO atas pengaturan khusus mengenai anti-circumvention. Salah satu penyebabnya adalah adanya dua kelompok yang berbeda pandangan. Kelompok pertama direpresentasikan oleh Jepang dan Hong Kong yang menganggap tidak perlu pembahasan spesifik anti-circumvention karena hal tersebut merupakan praktek perdagangan internasional yang lazim. Kelompok kedua diwakili oleh AS dan EU yang berpendapat bahwa isu anti-circumvention harus dibahas dan disepakati bersama di WTO. Meskipun demikian, beberapa negara seprti AS, EU, Meksiko, dan Venezuela telah memeiliki regulasi domestik yang mengatur anti-circumvention. Pengaturan tersebut menyebabkan timbulnya kekhawatiran Jepang karena berpotensi membatasi kegiatan perdagangan dan investasi. Dalam peraturan WTO yang ada saat ini, baik dalam Artikel VI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) maupun AntiDumping Agreement (ADA) tidak mengatur secara jelas mengenai isu circumvention maupun tindakan anti-circumvention. Satu-satunya keputusan terkait circumvention atas hasil negosiasi Puratan Uruguay adalah sebagai berikut: Ministers, Noting that while the problem of circumvention of anti-dumping duty measures formed part of the negotiations which preceded the Agreement on Implementation of Article VI of GATT 1994, negotiators were unable to agree on specific text, Mindful of the desirability of the applicability of uniform rules in this area as soon as possible, Decide to refer this matter to the Committee on Anti-Dumping Practices established under that Agreement for resolution. Penggunaan istilah circumvention of anti-dumping duty measures secara eksplisit dalam teks tersebut menimbulkan ketidaksaman penafsiran (ambigu). Hal ini dikarenakan tidak jelasnya Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 13 definisi umum circumvention maupun cakupan penerapan tindakan anti-circumvention. Implikasinya, ada sebagian negara anggota WTO yang menganggap circumvention merupakan praktek perdagangan serta investasi yang normal, sedangkan negara lainnya menganggap sebagai bentuk ketidakpatuhan/penghindaran terhadap instrumen trade remedies. 2.3 Pro dan Kontra Anti-Circumvention Menurut Yu (2008), isu circumvention dan anti-circumvention mengakibatkan beberapa pro dan kontra (konflik) pada level yang berbeda yang melibatkan beragam pihak. Konflik-konflik tersebut berdampak pada implementasi tindakan anti-dumping serta perdagangan internasional secara luas. Konflik pertama yaitu konflik antara eksportir asing dengan otoritas anti-dumping domestik. Perekonomin global pada beberapa dekade terakhir dicirikan oleh kemampuan adaptasi produsen dan internasionalisasi distribusi. Jaringan supply dan fasilitas produksi saling berkaitan di seluruh dunia. Globalisasi tersebut telah memfasilitasi perubahan strategi bisnis yang lebih mengedepankan pada realitas komersial. Di sisi lain, hukum dan kebijakan perdagangan juga terus berkembang, salah satunya dengan pengaturan tindakan anti-dumping. Untuk menghindari pengenaan tindakan anti-dumping, eksportir harus mengembangkan strategi pemasaran untuk meningkatkan daya saingnya melalui efisiensi aktivitas perdagangan maupun produksi (circumvention). Strategi eksportir tersebut tentu saja bertentangan dengan otoritas antidumping di negara importir yang berupaya agar instrumen tindakan anti-dumping dapat berjalan dengan efektif. Konflik kedua merupakan konflik antar beragam produsen domestik. Dalam beberapa kasus, otoritas anti-dumping yang akan menerapkan tindakan anti-circumvention merasa ragu karena tindakan tersebut akan berpengaruh Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan terhadap peningkatan 14 keuntungan pada industri domestik namun mengorbankan kesejahteraan elemen masyarakat yang lain. Hal ini umumnya terjadi pada importasi komponen. Apabila tindakan anti-circumvention digunakan untuk menanggulangi tindakan dumping pada komponen, produsen domestik yang memproduksi komponen yang sama akan mendapatkan proteksi dari persaingan langsung dengan komponen impor. Namun demikian, tindakan anti-dumping yang diperluaas terhadap komponen impor akan berakibat pada kenaikan harga komponen sehingga merugikan produsen yang masih bergantung pada komponen impor tersebut. Pada akhirnya, konsumen akhir juga akan menderita dengan kenaikan harga produk akhir. Konflik ketiga merupakan konflik antar anggota WTO. Sejak EU memperkenalkan regulasi anti-circumvention tahun 1987 untuk mengatasui praktek “screwdriver assembly”, perdebatan internasional mengenai circumvention dan anti-circumvention belum sepenuhnya terselesaikan. Meskipun terdapat kontroversi mengenai isu anti-circumvention di forum GATT/WTO, beberapa blok perdagangan regional dan negara (EU dan AS) telah mengadopsi tindakan anti-circumvention dalam peraturan domestiknya. Bahkan, mereka mendorong agar Peraturan Anti-Dumping WTO yang ada saat ini untuk mengakomodasi ketentuan anti-circumvention yang lebih komprehensif. Keinginan tersebut tentu berseberangan dengan negara-negara yang berorientasi ekspor seperti Korea, Singapura, China, Hong Kong dan Jepang yang menolak amandeman anticircumvention dalam Peraturan Anti-Dumping WTO. Selain itu, perdebatan mengenai anti-circumvention beralih dari area hukum ke area politik, yaitu pihak yang cenderung proteksionis dengan pihak yang pro perdagangan bebas. 2.4 Penelitian Terdahulu Devault (1996) melakukan analisis empiris efek kesejahteraan (welfare effect) atas pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD) di Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 15 Amerika Serikat (AS). Sampel penelitian adalah 30 kasus pengenaan BMAD yang dikenakan pertama kali selama periode 1987 hingga 1992. Dampak kesejahteraan tersebut dihitung menggunakan model Dixit-Stiglitz yang secara eksplisit memodelkan permintaan konsumen dan perubahan dalam kesejakteraan konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat BMAD relatif kecil dibandingkan dengan kerugian yang dibebankan kepada konsumen. BMAD merupakan langkah yang tidak murah untuk mendukung industri domestik. Secara keseluruhan, kesejahteraan AS berkurang sekitar USD 275 juta per tahun akibat pengenaan BMAD. Kerugian yang ditanggung konsumen ditaksir berkisar USD 500 juta hingga USD 800 juta, sementara keuntungan yang diperoleh produsen diestimasi antara USD 90 juta hingga USD 375 juta. Seperti yang diakui sendiri oleh Devault (1996), perhitungan dampak pengenaan BMAD yang dilakukannya memiliki beberapa kelemahan. Pertama, BMAD tidak konstan setiap waktu sehingga dampak kesejahteraan yang sebenarnya terjadi juga akan berubah seiring dengan perubahan besaran BMAD yang dikenakan. Kedua, estimasi kesejahteraan yang dilakukan tidak memperhitungkan perubahan dinamika industri yang bersangkutan. Ketiga, pendekatan yang dilakukan tidak bisa diterapkan untuk kasus industri yang bersaing secara tidak sempuna (imperfecty competitive industries). Moore dan Suranovic (1994) menganalisis dampak kesejahteraan liberalisasi perdagangan yang dikombinasikan dengan proses anti-dumping. Melalui model teoritis yang mereka susun, kombinasi kedua kebijakan tersebut dapat menghasilkan kesejahteraan yang lebih rendah dibandingkan dengan sebelum kebijakan tersebut diterapkan. Dalam model tersebut diasumsikan bahwa perusahaan harus memperbanyak sumber daya untuk mendapatkan proteksi, namun probabilitas mendapatkan proteksi tersebut tidaklah pasti. Hasil simulasi menunjukkan bahwa kesejahteraan dapat turun dengan dimulainya proses anti-dumping Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 16 dengan beragam skenario, baik dengan tingkat liberalisasi yang tinggi maupun probabilitas kesuksesan anti-dumping yang rendah. Dampak kesejahteraan akhir atas liberalisasi tergantung dari parameter-parameter yang ditentukan pada proses anti-dumping, terutama besarnya bea masuk anti-dumping, probalilitas petisi antidumping dikabulkan, dan biaya yang harus ditanggung industri dalam mencari proteksi anti-dumping. Jain, Jain, dan Upadhyay (2008) menganalisis dampak tindakan anti-dumping terhadap industri domestik dan importir di India dari perspektif makroekonomi dan organisasional. Sampel yang digunakan adalah 203 tanggapan dari direksi/pimpinan perusahaan terkait investigasi anti-dumping. Industri domestik berpendapat bahwa tindakan anti-dumping bermanfaat positif terhadap makroekonomi nasional, sedangkan importir cenderung berpendapat netral atau negatif mengenai dampak tindakan anti-dumping. Studi tersebut juga menemukan indikasi adanya circumvention sebagai suatu strategi importir untuk menanggulangi dampak negatif pengenaan tindakan anti-dumping. Circumvention yang dilakukan berupa importasi melalui negara ketiga serta impor dalam jumlah yang besar sebelum pengenaan BMAD berlaku efektif. Berdasarkan hasil analisis, Jain, Jain, dan Upadhyay (2008) merekomendasikan agar India memperkuat mekanisme tindakan anti-circumvention dan memastikan bahwa penggunaan tindakan anti-dumping tidak memicu inefisiensi atau menyediakan suatu proteksi yang tidak perlu bagi industri domestik. Hampir semua studi dampak anti-dumping untuk Amerika Serikat, seperti Staiger dan Wolak (1994), USITC (1995), Krupp dan Pollard (1996), dan Prusa (2001) menyatakan bahwa harassment effect dari inisiasi tindakan anti-dumping adalah signifikan. Volume impor dari negara-negara yang dikenakan anti-dumping (named country) mengalami penurunan. Namun di sisi lain, negara yang tidak dikenakan anti-dumping (non-named country) diuntungkan dengan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 17 adanya peningkatan volume perdagangan. Secara umum, peraturan maupun tindakan anti-dumping masih menyediakan manfaat yang penting bagi industri domestik karena menyebabkan kenaikan harga impor yang cukup besar, baik untuk negara asal impor yang dikenakan anti-dumping maupun negara asal impor lainnya. Dengan menggunakan data pengenaan anti-dumping di India periode 1994-2001, Aggarwal (2011) menganalisis efek perdagangan terhadap kebijakan tersebut. Dengan menggunakan regresi panel, efek dari tindakan anti-dumping diukur dengan menggunakan volume, nilai, dan harga impor. Hasil analisis penunjukkan bahwa efek penyelidikan tindakan anti-dumping tidak substansial. Pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD) berhasil menekan perdagangan (baik volume dan nilai) dan meningkatkan harga impor. Namun demikian, efek perdagangan tersebut berangsur menghilang untuk tahun-tahun berikutnya serta terjadi peningkatan harga impor yang relatif substansial baik dari negara yang dikenakan maupun tidak dikenakan BMAD. Dengan demikian, industri dalam negeri diuntungkan karena adanya kenaikan harga tersebut. Posisi keuangan industri domestik meningkat dengan mengorbankan manfaat yang diterma konsumen dan industri hilir. Dikarenkan antidumping merupakan bentuk perlindungan yang mahal, maka hanya produsen besar dan dominan dalam suatu industri yang muncul sebagai penerima manfaat utama dari perlindungan ini. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 18 BAB III METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Landasan Teori Dampak praktek circumvention secara teoritis dapat dianalisis melalui pendekatan welfare effect. Dalam teori ekonomi mikro, pengukuran kebijakan tarif dilakukan dengan melihat perubahan pada surplus konsumen, surplus produsen, dan penerimaan pemerintah (Mankiw, 1998). Circumvention mengakibatkan tindakan anti-dumping berupa pengenaan BMAD menjadi tidak efektif sehingga potensi tambahan surplus produsen akibat kebijakan antidumping tidak dapat diperoleh. Dengan mengacu pada ilustrasi dampak bea anti-dumping oleh Kim (2012), ketidakefektifan pengenaan anti-dumping dapat diilustrasikan pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Dampak Circumvention Domestik terhadap Produsen Sumber: Diadopsi dari Mankiw (1998) dan Kim (2012) Keterangan: P” : Harga rata-rata penjualan sebelum circumvention P : Harga rata-rata penjualan setelah circumvention Q1 : Volume rata-rata penjualan sebelum circumvention Q2 : Volume rata-rata penjualan setelah circumvention Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 19 ΔQ = Q2 – Q* Kurva penawaran produk impor diasumsikan memiliki elastisitas sempurna sehingga harga tetap. Hal ini dilatarbelakangi oleh suatu asumsi bahwa Indonesia sebagai negara kecil sehingga tidak bisa mempengaruhi harga dunia (impor). BMAD seharusnya mampu menaikkan harga produk impor di pasar domestik dari P ke P”. Meskipun pengenaan BMAD mengakibatkan harga produk dumping paling tidak sama dengan harga di pasar negara asal impor, namun harga produk impor tersebut masih dibawah harga domestik di negara tujuan ekspor. Dengan demikian, masih ada sejumlah impor sebesar Q1”-Q2”, mengalami penurunan dibandingkan sebelum dikenakan BMAD dengan jumlah impor sebesar Q1-Q2. Dikarenakan telah terjadi praktek circumvention maka tujuan instrumen kebijakan BMAD tersebut tidak tercapai, sehingga harga produk impor masih jauh di bawah harga produk di pasar domestik atau bahkan tidak mengalami perubahan. Kondisi tersebut tentu saja merugikan industri domestik karena berkurangnya potensi surplus produsen dari seluas area A dan D (Gambar 3.1.A) menjadi area D saja (Gambar 3.1.B). Dengan kata lain, potensi kerugian dihitung dari perubahan surplus produsen setelah pengenaan BMAD dikurangi jika terjadi circumvention (luas area A). 3.2 Pendekatan dan Tahapan Pengkajian Penelitian ini bukan hanya sebatas pada disiplin ilmu atau aspek ekonomi, tetapi juga aspek hukum/legal. Aspek ekonomi digunakan untuk menganalisis dan mengukur seberapa besar kerugian yang dialami oleh Indonesia atas praktek circumvension yang dilakukan oleh negara mitra dagang. Sementara itu, aspek hukum digunakan ketentuan-ketentuan sebagai serta dasar dalam praktek-praktek memperbandingkan kebijakan anti- circumvention global dalam rangka memperoleh best practices. Kombinasi kedua pendekatan ini dimaksudkan agar analisis Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 20 penelitian dapat lebih komprehensif. Adapun tahapan pengkajian dapat dilihat pada Gambar 3.2. Gambar 3.2. Tahapan Pengkajian 3.3 Metode Analisis Secara umum terdapat tiga metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan penelitian. Pertama, identifikasi praktek circumvention oleh negara mitra datang untuk menghindari tindakan anti-dumping/anti-subsidi Indonesia dilakukan dengan melihat perubahan pola perdagangan (impor) yang melalui negara ketiga atau pada kategori barang sejenis. Kedua, analisis potensi kerugian didasarkan pada tanggapan/persepsi industri domestik mengenai kinerja perusahaan sebelum dan setelah pengenaan BMAD. Apabila data yang diperoleh mencukupi akan dilanjutkan dengan perhitungan potensi kerugian akibat indikasi praktek circumvention melalui analisis welfare effect. Dalam hal ini, kerugian yang dialami industri domestik sebagai akibat dari tidak efektifnya pengenaan BMAD diindikasikan dengan berkurangnya surplus produsen. Ketiga, perumuskan substansi pengaturan anti- circumvention yang dapat diadopsi oleh Indonesia dilakukan melalui perbandingan hukum (comparatif approach) atas pengaturan- Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 21 pengaturan anti-circumvention yang telah dimiliki dan diimplementasikan oleh beberapa negara anggota WTO. 3.3.1 Analisis Perubahan Pola Perdagangan Indikasi praktek circumvention ditandai dengan adanya perubahan pola perdagangan yang terdiri dari: a. Third country circumvention (country hopping) Pada analisis ini, pertama kali akan dilihat apakah ada perubahan negara asal impor yang signifikan masuk ke Indonesia untuk produk yang dikenakan BMAD. Apabila terdeteksi perubahan pola impor tersebut kemudian dilihat apakah negara asal impor tersebut (negara ketiga) juga terjadi lonjakan impor signifikan dari negara yang dikenakan BMAD untuk produk yang sama. Apabila kedua unsur perubahan pola perdagangan tersebut terpenuhi maka dikategorikan sebagai praktek circumvention (incidence). Lonjakan impor signifikan terjadi apabila peningkatan volume impor setelah pengenaan BMAD lebih tinggi dibandingkan rata-rata volume impor produk tersebut selama tiga tahun sebelum pengenaan BMAD. Hal tersebut untuk mengindikasikan bahwa negara ketiga yang menjadi tempat singgah (transhipment) melakukan ekspor melebihi kapasitas produksi nasionalnya. b. Slightly modified product Analsis ini menekankan pada perubahan aliran impor yang signifikan untuk produk sejenis antara periode sebelum dan setelah pengenaan BMAD. Informasi dari pelaku usaha maupun otoritas penyelidikan anti-dumping (KADI) sangat bermanfaat sebagai input awal dugaan produk yang mengalami modifikasi dalam rangka menghindarai BMAD. Selain itu, digunakan pula analisis data perdagangan dengan melihat perubahan komposisi dan jenis produk Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 22 yang diimpor. Identifikasi circumvention dengan sedikit modifikasi produk dapat ditunjukkan oleh perubahan signifikan pada komposisi dan jenis produk yang diimpor tersebut. 3.3.2 Analisis Ekomometrika Analisis ekonometrika digunakan sebagai pelengkap dan digunakan untuk menguatkan indikasi circumvention dari sisi statistik atas hasil analisis sebelumnya. Analisis ini digunakan apabila memungkinkan, mengingat analisis ini memerlukan persyaratan tertentu seperti jumlah sampel dan kelengkapan data. Model yang digunakan dalam kajian circumvention ini mengacu pada model gravitasi seperti yang dipaparkan dalam Krugman (2012) dengan sedikit modifikasi. Dalam model gravitasi, perdagangan antar kedua negara dipengaruhi oleh besarnya perekonomian masing-masing negara dan berbanding terbalik dengan panjangnya jarak antar kedua negara tersebut sebagaimana tercermin pada Persamaan 3.1. (3.1) Keterangan: Tij adalah nilai perdagangan (ekspor dan impor) antara negara i dan negara j A adalah konstanta Yi adalah GDP negara i Yj adalah GDP negara j Dij adalah jarak antara negara i dan negara j Kemudian untuk memudahkan dalam estimasi pada data agar data berbentuk linier maka bentuk Persamaan 3.1 diubah dalam bentuk logaritma (log) dengan menambahkan beberapa Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 23 variabel yang relevan. Dengan demikian, model permintaan impor dalam kajian ini menjadi sebagai berikut: (3.2) Keterangan: VOL_IMPOR: volume impor PRICE: harga impor JARAK: jarak ekonomi, dihitung dengan rumus XRATE_IDN: nilai tukar nominal Rupiah terhadap Dollar AS GDP_IDN: nilai Gross Domestic Product riil Indonesia DUMMY_BMAD: dummy sebelum BMAD (bernilai 0) dan sesudah pengenaan BMAD (bernilai 1) Variabel dummy digunakan untuk memperkuat dugaan indikasi circumvention yang dihasilkan dari analisis perubahan pola perdagangan. Dalam hal ini, model Persamaan 3.2 berbentuk data panel sehingga bisa digunakan untuk mengetahui dampak pengenaan BMAD terhadap impor dari masing-masing negara yang dikenakan BMAD serta negara tertentu yang diindikasikan menjadi negara ketiga. Indikasi kuat circumvention melalui negara ketiga terjadi apabila impor dari negera yang dikenakan BMAD mengalami penurunan, sedangkan impor dari negara ketiga mengalami kenaikan yang secara statistik signifikan. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 24 3.3.3 Analisis Potensi Kerugian Circumvention Analisis welfare effect digunakan untuk menghitung potensi kerugian akibat praktek circumvention yang diindikasikan degnan berkurangnya surplus produsen (industri domestik dirugikan). Pengenaan BMAD seharusnya mampu menaikkan harga produk impor sehingga minimal sama dengan harga produk di pasar domestik. Namun demikian, adanya circumvention mengakibatkan tujuan instrumen kebijkan tersebut tidak tercapai sehingga harga produk impor masih di bawah harga produk di pasar domestik. Hal ini tentu berakibat pada berkurangnya penerimaan produsen domestik. Dengan mengadopsi perhitungan produsen surplus pada kasus anti-dumping yang dilakukan oleh Devault (1996), perhitungan kerugian produsen dapat dikalkulasikan secara sederhana sebagai berikut: ..............(1) Keterangan: : perubahan surplus produsen : harga produsen domestik pada saat terjadinya importasi barang dumping : harga produsen domestik yang diharapkan dengan pengenaan BMAD (atau harga semula/normal sebelum praktek dumping terjadi) : jumlah/volume penjualan produsen domestik pada saat terjadinya importasi barang dumping : jumlah/volume penjualan produsen domestik yang diharapkan dengan pengenaan BMAD (atau volume penjualan semula/normal sebelum praktek dumping terjadi) Analisis potensi kerugian yang dialami oleh produsen domestik juga dilakukan secara kualitatif yang mengukur Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 25 seberapa besar dampak yang ditimbulkan oleh pengenaan BMAD. Dengan asumsi bahwa circumvention merupakan faktor utama yang mengakibatkan pengenaan BMAD tidak efektif pada kasus tertentu, maka industri domestik diharapkan meresponnya dengan memberi penilain kinerja perusahaan yang semakin memburuk setelah dikenakan BMAD. Hal ini mengindikasikan bahwa industri domestik merugi karena praktek circumvention. Tinggi atau rendahnya penilain kinerja ditentukan dengan menggunakan skala Linkert. Sementara itu, indikator kinerja perusahaan yang akan dinilai mencakup produksi, kapasitas terpasang, penjualan, pangsa pasar, harga, inventori, keuntungan, dan tenaga kerja. Tabel 3.1. Penilain Persepsi Industri Domestik terhadap Kinerja Perusahaan Setelah Tindakan AntiDumping Skala Penilaian Indikator Kinerja 1 2 3 4 5 a. Produksi b. Kapasitas terpasang c. Penjualan d. Pangsa pasar e. Harga f. Inventori g. Keuntungan h. Tenaga Kerja Keterangan: (1) Turun signifikan; (2) Sedikit turun; (3) Stagnan; (4) Sedikit meningkat; dan (5) Meningkat signifikan 3.3.3 Perbandingan Hukum Menurut Marzuki (2011), satal satu metodologi penelitian bidang hukum adalah melalui pendekatan komparatif (comparatice law). Pendekatan komparatif dilakukan dengan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 26 membandingkan undang-undang suatu negara, dengan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. Terkait dengan hal ini, peraturan anti- circumvention yang diperbandingkan adalah peraturan yang telah diterapkan di AS, EU, dan Australia. Sementara itu, elemen yang diperbandingkan definisi/cakupan circumvention, diantaranya mencakup: prosedur operasional (tahapan proses & waktu), bentuk dan jangka waktu tindakan anti-circumvention. 3.4 Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data sekunder terkait perdagangan utamanya berasal dari Global Trade Atlas (GTA) dan Badan Pusat Statistik (BPS) karena menyediakan detil data hingga level HS 10 digit. Untuk mengatasi keterbatasan akses data perdagangan untuk negara tertentu pada GTA maka digunakan pula data perdagangan UNComtrade sebagai pelengkap yang diakses melalui World Integrated Trade Solution (WITS). Data sekunder lain adalah Peraturan Menteri Keuangan terkait penetapan tindakan anti-dumping (besaran dan jangka waktu pengenaan) serta laporan hasil penyelidikan dumping yang dilakukan oleh KADI yang didalamnya diantaranya berisi penilaian faktor-faktor ekonomi yang menyebabkan industri domestik mengalami kerugian akibat dumping. Data primer merupakan adalah data dan informasi yang langsung dikumpulkan oleh Tim Kajian, baik melalui: (1) Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan stakeholder terkait baik akademisi, praktisi, pelaku bisnis, maupun institusi pemerintah, dan (2) survei melalui teknik wawancara maupun penyebaran kuesioner kepada pelaku usaha (industri domestik), khususnya petisioner tindakan dumping ataupun importer dan industri pengguna. Kedua teknik pengumpulan data primer tersebut diantaranya digunakan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 27 untuk mempertajam metode analisis, mengklarifikasi temuan, maupun menambah data dan informasi yang relevan. Rincian kuesioner dapat dilihat pada lampiran. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 28 BAB IV REVIEW KEBIJAKAN ANTI-DUMPING DI INDONESIA 4.1 Ketentuan Umum Anti-Dumping Ketentuan dalam World Trade Organization (WTO) pada dasarnya tidak menghakimi tindakan dumping, namun lebih kepada memberikan pedoman bagaimana negara-negara anggota WTO merespon (dapat atau tidak dapat bereaksi) terhadap tindakan dumping. Secara khusus, ketentuan mengenai tindakan anti- dumping diatur dalam Artikel VI General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 yang sering disebut juga sebagai "Perjanjian Anti-Dumping". Perjanjian Anti-Dumping memungkinkan pemerintah untuk bertindak melawan dumping apabila setelah dilakukan penyelidikan terbukti bahwa dumping benar-benar terjadi, terdapat kerugian material pada industri dalam negeri yang bersaing (menghasilkan produk sejenis), dan terdapat hubungan sebab-akibat bahwa dumping menyebabkan kerugian (injury) atau mengancam industri domestik (WTO, 2014a). Untuk menentukan tingkat dumping, perlu dilakukan perhitungan harga normal di negara asal eksportir dan harga ekspor. Dalam hal ini, Perjanjian Anti-Dumping memberikan ketentuan bagimana menentukan harga normal maupun harga ekspor tersebut. Sebagai contoh, harga normal terlebih dahulu harus dihitung berdasarkan pada harga penjualan di pasar domestik eksportir. Apabila informasi tersebut tidak tersedia, perhitungan harga normal dapat menggunakan harga yang dikenakan oleh eksportir di negara lain atau perhitungan berdasarkan “constructed normal value” yang merupakan kombinasi dari biaya produksi, biaya penjualan, biaya administrasi, dan margin keuntungan normal. Perjanjian tersebut juga menentukan bagaimana melakukan perbandingan yang adil Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 29 antara harga ekspor dan apa yang akan menjadi harga normal, misalnya dalam menentukan nilai tukar (WTO, 2014b). Perhitungan tingkat dumping pada suatu produk tidaklah cukup. Tindakan anti-dumping hanya dapat diterapkan apabila barang dumping menyebabkan kerugian material bagi industri di negara pengimpor dan bukan karena faktor yang lainnya. Oleh karena itu, dalam proses penyelidikan kerugian industri dalam negeri harus mengevaluasi semua faktor ekonomi yang relevan terkait keadaan industri bersangkutan, diantaranya volume dan harga impor yang tidak dijual dengan harga dumping, kontraksi dalam permintaan atau perubahan dalam pola konsumsi, perkembangan teknologi, dan kinerja ekspor. Tindakan anti-dumping umumnya berupa pengenaan bea masuk tambahan pada produk tertentu dari negara pengekspor dalam rangka mendekatkan harga ekspor dengan nilai normal atau untuk menghapus kerugian industri dalam negeri di negara pengimpor. Selain itu, perusahaan eksportir dapat secara sukarela menaikkan harga jual ke tingkat yang disepakati untuk menghindari bea masuk anti-dumping apabila hasil penyelidikan menunjukkan bahwa dumping telah berlangsung dan industri dalam negeri mengalami kerugian Prosedur rinci kententuan anti-dumping mengatur bagaimana kasus anti-dumping harus dimulai, bagaimana investigasi yang akan dilakukan, dan kondisi untuk memastikan bahwa semua pihak yang berkepentingan diberi kesempatan untuk mengajukan bukti. Tindakan anti-dumping harus berakhir lima tahun setelah tanggal pengenaan, kecuali penyelidikan menunjukkan bahwa mengakhiri tindakan anti-dumping akan menyebabkan kerugian. Perjanjian Anti-Dumping juga mengatur bahwa negara-negara anggota WTO harus menginformasikan kepada Komite Praktek AntiDumping tentang semua tindakan anti-dumping dari awal hingga akhir proses, segera dan secara rinci. Negara-negara anggota WTO Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 30 juga harus melaporkan semua penyelidikan dua kali setahun. Ketika perbedaan pendapat muncul terkait pengenaan tindakan antidumping, anggota didorong untuk saling berkonsultasi terlebih dahulu. Apabila masih belum puas dengan hasil konsultasi, mereka juga dapat menggunakan prosedur penyelesaian sengketa WTO. Sejalan dengan peraturan yang telah disepakai di WTO, ketentuan anti-dumping di Indonesia diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan, dan telah diperbaharui dengan PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Berdasarkan PP tersebut, pemerintah membentuk Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sebagai otoritas penyelidikan dumping dan subsidi. Sementara itu, tata cara penyelidikan dalam rangka pengenaan tindakan anti-dumping diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 76/M-DAG/PER/12/2012. 4.2 Tindakan Anti-Dumping di Indonesia 2010-2015 Selama periode 2010 hingga awal 2015, terdapat sebelas tindakan anti dumping yang dikenakan Indonesia terhadap berbagai produk impor dari negara mitra (Tabel 4.1). Pengenaan BMAD tersebut meliputi produk Alumunium Mealdish, Polyester Staple Fiber (PSF), H & I Section, Hot Rolled Coil (HRC), Pisang Cavendish, Tableware Ceramic, Hot Rolled Plate (HRP), Cold Rolled Coil/Sheet (CRC), Tin Plate, Spin Draw Yarn (SDY), dan Partially Oeriented Yarn (POY). Sebagian besar produk yang dikenakan BMAD tersebut berasal dari RRT (6 produk) dan Malaysia (4 produk), dan selebihnya berasal dari negara Asia lainnya seperti India, Taiwan, Korea, Jepang, Filipina, dan Thailand. Sementara itu, negara lainnya di luar negara Asia yang dikenakan BMAD adalah Ukraina untuk produk HRC. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 31 Tabel 4.1. Deskripsi Produk Impor yang Sedang Dikenakan BMAD No. 1 Produk Pengenaan AntiDumping/PMK Alumunium Mealdish (wadah makanan dari alumunium) Polyester Staple Fiber (serat staple sintetik dari polyester) 27-08-2010 145/PMK.011/2010 23-11-2010 196/PMK.011/2010 5 H & I Section (besi baja bentuk H dan I) Hot Rolled Coil (canai panas tidak dibalut/ disepuh/dilapisi) Pisang Cavendish 6 Tableware Ceramic 7 Hot Rolled Plate (produk canai lantaian dari besi atau baja) 23-11-2010 195/PMK.011/2010 07-02-2011 23/PMK.011/2011 17-11-2011 175/PMK.011/2011 24-4-2012 58/PMK.011/2012 10-01-2012 150/PMK.011/2012 8 Cold Rolled Coil/Sheet (Baja Lembaran Canai Dingin) 19-03-2013 65/PMK.011/2013 9 Tin Plate (Baja Lembaran Lapis Timah ) 15-01-2014 10/PMK.011/2014 10 Spin Draw Yarn 11 Partially Oeriented Yarn 21-01-2015 13/PMK.010/2015 21-01-2015 14/PMK.010/2015 2 3 4 Negara yang Dikenakan dan Besaran BMAD Malaysia: 27% RRT : 0-11,94 % India : 5,82-16,67% Taiwan : 28,47% RRT : 6,63-11,93% Korea : 3,8% Malaysia : 48,4% Filipina: 35% RRT : 87% RRT : 10,47% Singapura : 12,33% Ukraina : 12,50% RRT : 13,6-43,5% Taiwan : 5,9-20,6% Korea : 10,1-11,0% Jepang : 18,6-55,6% Vietnam : 12,3-27,8% Korea : 4,4 – 7,92% RRT : 6,1 – 7,4% Taiwan : 4,42% Malaysia : 7,5% Malaysia : 9,3% Thailand :13,3 % Sumber: KADI (2015) Dalam perkembangannya hingga saat ini, beberapa tindakan anti dumping di atas ada yang telah dan akan berakhir pengenaannya, serta ada yang sedang dalam proses review. Beberapa tindakan anti dumping bahkan telah diperpanjang pengenaannya setelah melalui proses review. Produk yang telah diperpanjang pengenaan BMAD-nya antara lain produk HRP, H&I Section, dan PSF. Pengenaan BMAD untuk produk HRP diperpanjang selama 4 tahun sejak April 2016 melalui PMK No.50/PMK.010/2016. Negara dan besaran BMAD yang dikenakan tidak mengalami perubahan dari pengenaan sebelumnya. Selain itu, pengenaan BMAD untuk produk PSF juga telah diperpanjang selama 3 tahun sejak April 2016 melalui PMK No.73/PMK.010/2016. Dalam Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 32 perpanjangan ini, terdapat perubahan besaran BMAD yang dikenakan untuk perusahaan asal RRT dari yang sebelumnya sebesar 0-11,94% menjadi 0-16,10%. Sementara itu, pengenaan BMAD untuk produk H&I Section juga diperpanjang selama 3 tahun sejak Desember 2015 melalui PMK No.242/PMK.010/2015. Perpanjangan pengenaan BMAD produk asal RRT ini mengalami perubahan besaran BMAD dari yang sebelumnya sebesar 6,63-11,93% menjadi 11,93% untuk seluruh perusahaan. Selain BMAD, impor produk H&I Section juga dikenakan BMTP selama 3 tahun sejak Januari 2015. Besaran BMTP yang dikenakan menurun secara bertahap setiap tahunnya, yakni 26% untuk tahun pertama, 22% untuk tahun kedua, dan 18% untuk tahun ketiga. Meskipun berada dalam produk H&I Section yang sama, jenis produk yang dikenakan BMTP berbeda dengan jenis produk yang dikenakan BMAD berdasarkan kode HS-nya. Disamping itu, saat ini tindakan anti dumping yang sedang dalam proses review antara lain tindakan anti dumping atas impor produk HRC dan CRC. Untuk produk CRC, pada tahun 2014 terdapat perubahan cakupan produk yang dikenakan setelah dilakukan interim review. Pengenaan BMAD untuk produk CRC berakhir pada 19 Maret 2016, namun proses review masih dilakukan untuk memutuskan perpanjangan pengenaannya. Sementara itu, pengenaan BMAD untuk produk HRC akan berakhir pada tanggal 11 November 2016. Secara umum, nilai impor produk yang dikenakan BMAD selama periode 2010-2014 mencapai rata-rata USD 2,4 miliar per tahunnya, dimana nilai terbesarnya mencapai USD 3,1 miliar di tahun 2012. Sementara di tahun-tahun berikutnya, nilai impor mengalami penurunan hingga mencapai USD 2,6 miliar di tahun 2013 dan USD 2,0 miliar di tahun 2014. Meskipun demikian, nilai impor produk yang dikenakan BMAD ini relatif besar karena Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 33 pangsanya mencapai rata-rata 1,8% terhadap total impor non migas Indonesia selama periode yang sama. Tabel 4.2. Nilai Impor Produk yang Dikenakan BMAD No. Produk Impor Nilai: USD Juta 1 Partially Oriented Yarn 10.9 21.6 36.1 38.3 39.1 23.5 Pangsa 2015 (%) 1.6 2 Spin Draw Yarn 16.9 30.7 57.4 47.2 51.1 30.7 2.1 3 Polyster Staple Fiber 105.5 219.5 170.4 211.6 180.9 125.6 8.7 4 Tableware Ceramic 12.5 13.1 13.9 4.4 4.2 2.6 0.2 5 HRC 551.5 953.9 1,229.8 1,152.9 944.9 698.6 48.6 6 Hot Rolled Plate 216.4 480.5 629.7 438.2 261.9 113.3 7.9 7 Cold Rolled Coil/Sheet 530.0 711.3 783.5 536.6 295.8 229.4 15.9 8 Tin Plate 124.9 147.7 119.2 111.2 123.5 91.8 6.4 9 H & I Section 55.3 67.0 55.7 53.1 34.7 84.2 5.9 10 Aluminium Mealdish 20.8 30.4 42.8 41.1 41.9 38.4 2.7 11 Pisang Cavendish 0.7 0.3 0.3 - - - 0.0 1,645.4 2,676.0 3,138.8 2,634.6 1,978.0 1,438.1 100.0 108,248.2 136,734.0 149,125.3 141,362.3 134,718.9 107,803.2 1.5 2.0 2.1 1.9 1.5 1.3 2010 Sub-total (a) Impor Non Migas (b) Rasio a/b (%) 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: BPS, 2016 (diolah) Dari kesebelas produk yang dikenakan BMAD, lima diantaranya merupakan produk baja yang meliputi HRC, HRP, CRC, Tin Plate, dan H&I Section. Nilai impor kelima produk tersebut mendominasi 87,8% dari keseluruhan nilai impor produk yang dikenakan BMAD. Secara rata-rata, nilai impor kelima produk baja tersebut mencapai USD 2,1 miliar selama tahun 2010-2014 yang didominasi oleh nilai impor produk HRC sebesar USD 966,6 juta setiap tahunnya atau mencapai 45,6% terhadap nilai impor produk baja yang terkena BMAD. Selain produk baja, produk yang nilai impornya memiliki kontribusi yang cukup besar adalah produk tekstil dan produk tekstil (TPT). Dari kesebelas produk yang dikenakan BMAD, tiga diantaranya merupakan produk TPT yaitu Partially Oriented Yarn (POY), Spin Draw Yarn (SDY), dan Polyster Staple Fiber (PSF). Nilai Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 34 impor ketiga produk TPT ini mencapai USD 247,4 juta per tahun atau 10,3% dari keseluruhan nilai impor produk yang dikenakan BMAD. Nilai impor produk TPT tersebut didominasi oleh nilai impor produk PSF yang mencapai USD 177,6 juta per tahun atau 71,8% terhadap nilai impor produk TPT yang dikenakan BMAD selama periode 20102014. 4.3 Persepsi Stakeholder terhadap Tindakan Anti-Dumping dan Potensi Praktek Circumvention di Indonesia Implementasi suatu kebijakan Pemerintah tentu akan dirasakan dampak positif maupun negatif oleh para stakeholder. Dalam hal ini, kebijakan anti-dumping diharapkan memberikan dampak positif terhadap industri pemohon dan pendukung petisi anti-dumpin karena terlindungi dari persaingan langsung dengan impor barang dumping yang merupakan bentuk persaingan tidak sehat. Di sisi lain, kebijakan anti-dumping kemungkinan berdampak negatif terhadap industri pengguna produk dumping karena harga produk yang meningkat. Oleh karena stakeholder yang terlibat (pelaku bisnis) memiliki kepentingan yang berbeda, maka terlebih dahulu akan dibahas mengenai persepsi stakeholder terhadap tindakan antidumping. Selain mengetahui dampak riil yang dirasakan terhadap implementasi kebijakan anti-dumping, persepsi tersebut bermanfaat dalam memperkuat dugaan terhadap ada atau tidaknya praktek circumvention di Indonesia. Kendala utama dalam pengumpulan data primer ini adalah minimnya responden yang bersedia berpartisipasi untuk disurvei/wawancara atau tidak mengembalikan kuesioner yang telah dikirim oleh Tim Pengkajian. Data primer diperoleh dari kunjungan lapangan ke Surabaya, Bandung, dan Yogyakarta, maupun korespondensi melalui email/fax dengan responden. Responden yang memberikan tanggapan atau mengisi lengkap kuesioner terdiri dari tiga perusahaan pemohon dan pendukung petisi anti-dumping Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 35 (IDN), enam perusahaan pengguna maupun importir produk yang dikenakan kebijkan anti-dumping (IM), dan delapan akademisi yang ahli di bidang hukum maupun ekonomi internasional. Oleh karena itu, hasil yang diperoleh bisa jadi kurang (objektif) merepresentasikan opini dan posisi masing-masing stakeholder terhadap kebijakan tindakan anti-dumping definitif yang berujung pada pengenaan tarif tambahan berupa Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Meskipun demikian, hasil data primer tetap diklarifikasi dengan literatur terkait. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa terdapat pandangan yang kontradiktif antara industri domestik dengan importir di Indoensia sesuai dengan hipotesa awal dan sesuai dengan temuan studi Jain, Jain, dan Upadhyay (2008) dengan menggunakan data industri India. Industri dalam negeri yang menjadi pemohon dan pendukung petisi anti-dumping (IDN) menyatakan bahwa instrumen kebijakan anti dumping bermanfaat bagi masyarakat, berhasil memproteksi industri domestik dan memulihkan kerugian industri domestik. Sementara itu, akademisi (AK) yang ahli di bidang hukum maupun ekonomi internasional memiliki persepsi yang relatif sama dengan IDN. Hal ini mengindikasikan bahwa implementasi instrumen anti-dumping, yaitu melindungi industri domestik dari praktek unfair trade produk impor, telah sesuai dengan tujuan dari dibentuknya instrument tersebut. Sebaliknya, importir maupun industri pengguna produk dumping (IM) menyatakan bahwa instumen kebijakan anti-dumping menghambat perkembangan industri hilir dan mendistorsi persaingan pasar (Gambar 4.1). Terdapat responden yang menyatakan bahwa industri hulu untuk besi baja Indonesia belum sanggup memenuhi seluruh permintaan nasional dan ditambah dengan inefisiensi produksi yang berakibat pada tingginya harga jual, sehingga impor tetap tidak dapat dibendung. Selain itu, diungkapkan pula bahwa saat ini terdapat suatu kecenderungan dimana prosuden pada industri hilir akhirnya lelah dengan aktivitas produksi dikarenakan hasil produksinya kalah bersaing dengan barang produk jadi yang Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 36 diimpor dengan biaya produksi yang jeuh lebih rendah. Sebagai contoh, ada beberapa pabrikan pipa lokal yang akhirnya memutuskan berhenti produksi dan sekarang mengimpor pipa produk jadi dari negara lain dengan harga yang jauh lebih murah. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) berpendapat bahwa instrumen anti-dumping memang diperlukan untuk melindungi pasar domestik. Namun demikian, idealnya produk yang dikenakan antidumping (diproteksi) merupakan produk hilir, dalam hal ini adalah pakaian jadi. Namun demikian, implementasi instrumen tersebut di Indonesia sulit diterapkan untuk produk pakaian jadi karena data yang tidak perusahaan lengkap serta sehubungan mayoritas dengan perusahaan banyaknya pada jumlah kelompok ini merupakan perusahaan berskala kecil dan menegah. Pemerintah diharapkan memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada industri domestik mengingat mata rantai industri tekstil domestik yang panjang mulai pembuatan serat, benang, hingga pakaian jadi. Semua industri tekstil sekarang harus bersaing dengan produkproduk impor yang relatif murah karena diproduksi dalam skala besar. Bahkan, bahan baku tekstil untuk tujuan ekspor juga berasal dari impor. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 37 Gambar 4.1. Persepsi Responden terhadap Instrumen Kebijakan Anti-Dumping Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah) Keterangan: (1) Sangat tidak setuju, (2) Tidak setuju, (3) Netral, (4) Setuju dan (5) Sangat setuju Bila dilihat indikator kinerja perusahaan, pengenaan BMAD bagi industri domestik (pemohon dan pendukung petisi anti-dumping) utamanya berdampak pada peningkatan produksi, penjualan, dan pangsa pasar (Tabel 4.3). Berkurangnya pasokan/peredaran impor barang dumping sebagai akibat dari pengenaan BMAD tentu menjadi peluang dan insentif bagi IDN untuk menambah jumlah produksi karena penjualannya yang meningkat sehingga pangsa pasar IDN juga naik. Namun demikian, keuntungan yang diperoleh sedikit mengalami penurunan dengan skor 2,7 (sedikit di bawah skor stagnan dengan skala 3). Salah satu penyebabnya adalah harga jual yang mengalami penurunan. Berdasarkan informasi responden, IDN tidak bisa serta merta menaikkan harga jual dalam negeri bahkan harus menurunkan harga karena harga internasional juga mengalami trend menurun. Harga jual disesuiakan dengan pergerakan harga internasional agar tetap bersaing dengan barang impor. Selain itu, IDN tetap memperhatikan industri hilir agar tetap bersaing dengan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 38 impor produk jadi. Apabila industri hilir mati tentu akan merugikan IDN pada jangka panjang. IDN berpendapat bahwa apabila tanpa instumen anti-dumping ini, keuntungan yang diperoleh akan semakin kecil bahkan merugi. Pengenaan BMAD bermanfaat bagi IDN sehingga menahan dari kerugian finansial yang lebih besar. Tabel 4.3. Penilaian Industri Pemohon (IDN) terhadap Kinerja Perusahaan setelah Pengenaan Anti-Dumping No Indikator Skor a Produksi 4.3 b Kapasitas terpasang 3.3 c Penjualan 4.3 d Pangsa pasar 4.3 e Harga 3.0 f Inventori 2.7 g Keuntungan 2.7 h Tenaga Kerja 4.0 Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah) Keterangan: (1) Turun signifikan, (2) sedikit turun, (3) stagnan, (4) sedikit meningkat dan (5) meningkat signifikan Sementara itu, tenaga kerja IDN mengalami kenaikan pada periode setelah kebutuhan pengenaan sumber daya BMAD lebih yang meningkat disebabkan setiap karena tahunnya. Permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh kapasitas terpadang dan bukan pada produksi. Peningkatan produksi bisa dilakukan dengan menambah jam kerja tanpa harus menambah tenga kerja baru. Berbeda dengan kinerja IDN, pengenaan BMAD dianggap oleh impotir serta industri pengguna/hilir telah menyebabkan adanya penurunkan nilai dan volume penjualan secara signifikan (Tabel 4.4). Dikarenakan adanya tambahan tarif (BMAD), produk impor dari negara yang terkena tindakan anti-dumping menjadi mahal. Industri Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 39 hilir tidak bisa mengalihkan impor barang dumping dengan produk domestik karena spesifikasi kualitas produk yang berbeda meskipun dalam klasifikasi tarif yang sama. Karena produk tersebut merupakan bahan baku manufaktur maka biaya untuk memproduksi menjadi produk yang lebih hilir menjadi mahal sehingga menggerus keuntungan perusahaan, mengingat harga jual yang stagnan. Peningkatan harga jual dianggap merugikan perusahaan karena mereka harus bersaing dengan produk yang sama di pasar. Kelemahan dalam studi ini adalah bahwa kinerja perusahaan hanya dinilai berdasarkan persepsi responden dan buka data riil perusahaan. Dengan demikian, tidak bisa diklarifikasi apakah penurunan kinerja benar-benar dialami perusahaan ataukah hanya suatu bentuk ketidaksetujuan responden terhadap kebijakan antidumping yang dianggap merugikan mereka. Penilaian IM yang cenderung negatif terhadap kinerja perusahaan setelah tindakan dumping setidaknya konsisten dengan pendapat mereka bahwa instrumen anti-dumping menghambat perkembangan industri hilir dan mendistorsi persaingan di pasar. Tabel 4.4. Penilaian Importir/Pengguna (IM) terhadap Kinerja Perusahaan setelah Pengenaan Anti-Dumping No Indikator Skor a Nilai Penjualan 1.0 b Volume Penjualan 1.0 c Harga jual 3.0 d Keuntungan 1.7 Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah) Keterangan: (1) Turun signifikan, (2) sedikit turun, (3) stagnan, (4) sedikit meningkat dan (5) meningkat signifikan Terkait dengan kemungkinan tidak efektifnya tindakan antidumping Indonesia, responden memberikan jawaban yang relatif beragam. Informasi utama tentu berasal dari pelaku usaha yang Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 40 secara keseharian mengetahui kondisi perusahaan dan kondisi pasar. Industri dalam negeri selaku pemohon dan pendukung petisi anti-dumping (IDN) berpendapat bahwa masih terdapat tindakan antidumping yang belum efektif dikarenakan importasi dapat dilakukan dengan sedikit modifikasi produk sehingga terhindar dari pengenaan BMAD dan importasi masih dapat dilakukan dari negara yang tidak menjadi target pengenaan BMAD. Selanjutnya, IDN berpendapat bahwa BMAD yang dikenakan relatif rendah, terlebih apabila dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Sementara itu, importir dan industri pengguna (IM) berpendapat bahwa modifikasi produk dan importasi dari negara lain menjadikan pengenaan BMAD menjadi tidak efektif. Dengan demikian dapat ditarik suatu inferensi bahwa indikasi circumvention memang ada dan dapat menjadi salah satu penyebab tidak efektifnya tindakan anti-dumping, terutama dengan sedikit modifikasi produk dan perubahan negara asal impor. Meskipun bukan sebagai sumber utama terkait efektif atau tidaknya tindakan dumping Indonesia, namun pendapat para akademisi juga dapat menjadi referensi karena penilainnya yang lebih objektif. Importasi dengan pengalihan kode HS atau modifikasi produk secara tidak substansial menjadi perhatian utama para akademisi yang disinyalir kuat mengakibatkan tindakan anti-dumping kurang efektif. Responden menyadari bahwa importasi yang dikenakan tindakan anti-dumping tetap akan berlanjut karena permintaan domestik yang tinggi dan produsen dalam negeri belum mampu memenuhinya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sementara itu, jawaban lainnya sebagai penyebab tindakan antidumping tidak efektif adalah lemahnya penegakan hukum di lapangan. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 41 Gambar 4.2. Persepsi Responden terhadap Penyebab Instrumen Anti-Dumping Tidak Efektif Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah) Untuk mengetahui indikasi circumvention disusunlah pertanyaan tidak langsung mengenai seberapa besar tingkat kesetujuan atau ketidak-setujuan responden terhadap strategi bisnis yang mungkin dapat digunakan untuk menghindari pengenaan BMAD atau meminimalisir dampak BMAD. Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh perusahaan pemohon (IDN) dan importir/pengguna (IM) terlihat bahwa importasi masih tetap dapat dilakukan yaitu dengan mengalihkan asal impor dari negara yang tidak dikenakan BMAD (Gambar 4.3). Jawaban ini dapat ditafsirkan dua hal. Pertama, importir memang melakukan impor dari negara ketiga dengan benar sesuai aturan dan negara ketiga tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan barang dumping pada negara yang terkena tindakan anti-dumping di Indonesia. Perusahaan importir menjunjung praktik bisnis dan budaya jujur. Kedua, importir bisa juga melakukan suatu praktik “tipu-tipu” untuk menghindari pengenaan BMAD. Poduk impor dibeli dari trader dari negara yang tidak terkena tuduhan dumping, namun sebenarnya barang yang dibeli berasal dari produsen dari negara yang dikenakan BMAD. Hal ini didukung Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 42 oleh jawaban IDN yang mengindikasikan bahwa importir mengunakan Rule of Origin dari negara ketiga (transshipment). Terkait dengan strategi sedikit modifikasi produk untuk mengurangi dampak negatif BMAD, importir cenderung berpendapat netral (Gambar 4.3). Namun pada strategi importasi komponen, importir relatif menjawab setuju. Artinya bahwa memang ada indikasi ke arah circumvention kategori product alteration. Hal ini ditegaskan oleh pendapat IDN yang menyatakan kesetujuannya terhadap perubahan strategi impor dengan melakukan importasi komponen maupun sedikit modifikasi produk. Secara umum dapat disimpulkan bahwa jenis circumvention yang kemungkinan besar banyak dilakukan oleh pelaku usaha adalah pengalihan impor dari negara ketiga (third country circumvention) dan perubahan produk yang tidak substansial (product alteration). Selain itu, industri domestik selaku pemohon dan pendukung petisi anti-dumping (IDN) dapat menjadi sumber informasi terkait indikasi awal praktek circumvention karena mereka berkepentingan dengan keefektifan instrumen anti-dumping yang dimohonkan. IDN yang disurvei bahkan mengaku memiliki divisi riset pasar yang menganalisis hal tersebut. Sementara itu, dikarenakan importir/industri hilir merasa dirugikan dengan keberadaan instrumen anti-dumping yang memproteksi industri hulu sehingga memiliki kecenderungan untuk menyembunyikan informasi atau tidak memberikan pengakuan atas praktik circumvention. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 43 Sumber: Hasil survei Puska Daglu, 2016 (diolah) Keterangan: (1) Sangat tidak setuju, (2) Tidak setuju, (3) Netral, (4) Setuju dan (5) Sangat setuju Gambar 4.3. Persepsi Responden terhadap Strategi Importir dalam Mengurangi Dampak Anti-Dumping 4.4 Pandangan Akedemisi terkait Praktek Circumvention dalam Perdagangan Internasional Berdasarkan hasil FGD dengan para akademisi/praktisi di bidang ekonomi dan hukum yang diselenggarakan di Yogyakarta, terdapat informasi penting yang dapat dijadikan rujukan bahwa ketentuan anti-circumvention penting dimiliki oleh Indonesia. Informasi tersebut meliputi filosofi kebijakan, kondisi/perkembangan ekonomi terkini, pengalaman negara lain, dan tantangan implementasi kebijakan. Secara filosofi, anti-circumvention ditujukan untuk menciptakan hubungan internasional yang bersifat fair dan diiringi dengan itikad baik. Hal ini dikarenakan pada praktiknya, orang-orang sering mencari celah dari sebuah hukum agar dapat terhindar dari sanksi yang diatur dalam hukum tersebut. Tujuan kebijakan anti-dumping adalah mengembalikan perdagangan dalam taraf fair trade sehingga kebijakan anti-circumvention sangat diperlukan untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 44 Kebijakan anti-circumvention yang diterapkan negara maju bisa jadi sebagai dalih untuk melindungi pasar domestiknya sendiri. Sebagai contoh, Indonesia beberapa kali terkena tuduhan circumvention dari negara lain seperti kasus sepatu dan sepeda yang kebanyakan berasal dari negara maju. Bentuk circumvention perlu dikaitkan dalam kerangka regionalisme dan multinational corporation (strategi bisnis). Jika dilihat di ASEAN, proses perdagangan bebas regional tidak sesuai dengan tahapan teori karena dari tahap pertama FTA langsung menjadi Common Market, tanpa melalui tahap Custom Union. ASEAN tidak mau menjadi Custom Union karena masing-masing negara anggota berkeinginan untuk tetap dapat melakukan FTA dengan negara mitra lainnya. Mengingat bentuk regionalisme ASEAN yang tidak sesuai teori tersebut, menyebabkan isu circumvention menjadi relevan dan penting bagi Indonesia. Belum diaturnya anti-circumvention di WTO menjadi celah dan peluang bagi Indonesia untuk menegosiasikannya dalam peraturan hukum di ASEAN. Selain dari pengaturan anti-circumvention, dapat juga dimaksimalkan melalui pengaturan keaslian asal barang. Diperlukan pandangan yang sama dari seluruh stakeholder dalam melihat circumvention, sehingga jika kita dituduh kita bisa lolos dari tuduhan tersebut. Circumvention bisa terlihat sebagai tindakan “balasan” atas pengenaan BMAD Indonesia ke negaranegara mitra. Oleh karena itu, aturan anti-circumvention menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak bagi Indonasia. Dalam WTO, instrumen tarif dapat digunakan untuk melindungi kepentingan domestik. Sedangkan instrumen non-tarif bukan untuk melindungi kepentingan domestik melainkan untuk isu kesehatan, keamanan, serta lingkungan. Dengan demikian, jangan sampai pengaturan anti-circumvention mengarah pada hambatan non-tarif. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 45 Dari sisi legal, di WTO memang belum ada yang benar-benar mengatur secara eksplisit. Namun, secara implisit bisa termasuk dalam ketentuan anti-dumping dan anti-subsidi. Oleh karena itu, kebijakan anti-circumvention sebaiknya disatukan dalam satu kerangka peraturan kebijakan anti-dumping maupun anti-subsidi. Tidak adanya perselisihan di WTO (Dispute Settlement Body) terkait tindakan anti-circuimvention yang dilakukan oleh negara lain mengindikasikan bahwa pengaturan anti-circumvention tidak melanggar ketentuan WTO. Hal-hal yang perlu dimasukkan dalam peraturan anti-circumvention antara lain bentuk-bentuk circumvention, kapan digunakan, dan jenis/instrumen tindakan. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 46 BAB V ANALISIS INDIKASI CIRCUMVENTION DAN POTENSI KERUGIAN Sesuai dengan ruang lingkup kajian, analisis indikasi circumvention difokuskan pada dua bentuk circumvention: Pertama, pengalihan ekspor melalui negara ketiga (third country circumvention) namun sebenarnya merupakan produk ekspor dari negara yang dikenakan BMAD. Kedua, perubahan produk yang tidak substansial (slightly modified product) namun mengakibatkan perubahan klasifikasi tarif sehingga keluar dari cakupan pengenaan BMAD. Kedua bentuk circumvention tersebut secara metodologi relatif mudah untuk dideteksi, khususnya dengan melihat perubahan pola perdagangan antara sebelum pengenaan BMAD dengan setelah BMAD diimplementasikan. 5.1 Analisis Indikasi Circumvention Melibatkan Negara Ketiga Analisis indikasi circumvention berupa pengalihan negara ekspor ataupun transshipment dilakukan pada setiap produk impor Indonesia yang dikenakan BMAD. 5.1.1 Pisang Cavendish Tindakan anti-dumping Indonesia atas import pisang cavendish hanya dikenakan kepada produsen/eksportir asal Filipina. Pengenaan tindakan anti-dumping terhadap importasi produk pisang cavendish telah efektif menekan volume impor dari Filipina selaku negara tertuduh dumping. Dengan menggunakan analis grafik sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5.1, pengenaan BMAD terhadap impor produk pisang cavendish tidak memperlihatkan adanya indikasi praktek circumvention. Pada saat penyelididkan anti-dumping, yaitu kurang lebih setahun sebelum keputusan pengenaan BMAD, volume impor Indonesia untuk pisang cavendish dari Filipina mengalami penurunan yang signifikan, sedangkan impor dari Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 47 Negara lainnya cenderung tetap. Kemudian, volume impor pisang cavendish dari Filipina di tahun 2012 mengalami lonjakan yang signifikan setelah pengenaan BMAD pada November 2011, sementara pada periode yang sama volume impor dari negara yang tidak dikenakan BMAD justru mengalami penurunan. Bahkan, sejak tahun 2013 hingga 2015 tidak ada impor pisang cavendish dari Filipina maupun dari negara lainnya. Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan bahwa tidak ada perubahan pola perdagangan yang mengindikasikan terjadinya praktek circumvention dari negara ketiga. Gambar 5.1. Perkembangan Volume Impor Pisang Cavendish Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Sebagai tambahan informasi bahwa selain dari Filipina, Indonesia juga banyak melakukan impor dari Malaysia (Gambar 5.2). Pada tahun 2010, pangsa volume impor pisang cavendish dari Filipina mencapai 65,1% dan dari Malaysia sebesar 31,9%. Setahun setelah pengenaan BMAD yaitu pada tahun 2012, pangsa volume impor pisang cavendish Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 48 dari Filipina meningkat menjadi 92,9%, sedangkan impor dari Malaysia turun menjadi 5,9%. Gambar 5.2. Pangsa Volume Impor Pisang Cavendish Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.1.2 Tableware Ceramic RRT merupakan satu-satunya negara asal impor tableware ceramic yang dikenakan tindakan anti-dumping Indonesia sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 58/PMK.011/2012. Sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 4.3, pengenaan BMAD terhadap impor produk tableware ceramic yang berlaku sejak April 2012 mengakibatkan penurunan volume impor tableware ceramic asal RRT. Pada tahun 2013, terjadi penurunan impor tableware ceramic (HS 69111 dan 69120) dari RRT sebesar 11.974 ton dibandingkan dengan tahun 2012. Namun demikian, penurunan dari RRT tersebut tidak diiringi oleh adanya peningkatan volume impor dari negara lainnya yang jumlahnya sebanding. Peningkatan volume impor terbesar dari negara lainnya pada tahun 2013 terjadi pada impor asal Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 49 Malaysia dengan volume sebesar 125 ton saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak indikasi praktek circumvention dari negara ketiga untuk produk tableware ceramic. Gambar 5.3. Perkembangan Volume Impor Tableware Ceramic Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Setidaknya selama tujuh tahun terakhir, RRT mendominasi sebagai pemasok produk tableware ceramic ke Indonesia. Pada periode 2009-2015, pangsa rata-rata volume impor Indonesia atas produk tableware ceramic asal RRT mencapai 95,9% (Gambar 5.4). Malaysia sebagai negara asal impor tableware ceramic terbesar kedua di tahun 2015 hanya memiliki pangsa 9,8% dengan volume impor sebesar 0,8 ribu ton. Jika dibandingkan dengan tahun 2011, volume impor tableware ceramic asal Malaysia meningkat fantastis 2261,1% namun jumlah absolutnya hanya sebesar 0,76 ribu ton. Angka tersebut tentu tidak sebanding dengan penurunan volume impor tableware ceramic asal RRT pada tahun 2015 sebesar 14,7 ribu ton dibandingkan tahun 2011. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 50 Gambar 5.4. Pangsa Volume Impor Tableware Ceramic Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.1.3 Alumunium Mealdish Tindakan anti-dumping Indonesia atas impor produk alumunium mealdish hanya dikenakan kepada Malaysia, sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 145/PMK.011/2010. Sebelum dikenakan BMAD, impor alumunium mealdish asal Malaysia mengalami peningkatan terutama di tahun 2009. Selama periode pengenaan BMAD, terlihat penurunan volume impor asal Malaysia yang signifikan. Namun demikian, Malaysia bukan negara asal impor alumunium mealdish yang dominan. Pada saat terjadi peningkatan di tahun 2009, pangsa impor asal Malaysia mencapai 15,7% terhadap impor alumunium mealdish. Sebelumnya, pangsa impor tersebut hanya berkisar antara 1,7 - 3,8% dan setelah pengenaan BMAD dimula pada tahun 2010 pangsa impor alumunium mealdish asal Malaysia kembali turun dan berada di bawah 1%. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 51 Sementara impor asal Malaysia mengalami penurunan, impor alumunium mealdish asal Negara lainnya justru mengalami peningkatan signifikan selama periode pengenaan BMAD (Gambar 5.5). Dibandingkan 2010, volume impor dari Malaysia turun 21 ton di tahun 2011. Pada periode yang sama, kenaikan volume impor dari negara lainnya mencapai 1,7 ribu ton (Taiwan naik 1,1 ribu ton dan Thailand naik 0,6 ribu ton). Gambar 5.5. Perkembangan Volume Impor Alumunium Mealdish Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Namun demikian, kemungkinan terjadinya circumvention pada kasus ini kecil karena tidak ada indikasi third country circumvention secara spesifik dari negara tertentu. Pangsa impor asal Thailand selama tahun 2008-2015 terlihat cukup besar, begitu pun dengan pangsa impor asal Taiwan selama 2011-2015, namun kinerja impornya tidak menunjukkan pola peningkatan yang konstan, bahkan cenderung berfluktuatif. Dengan demikian tidak dapat dikatakan adanya indikasi circumvention dalam kasus ini. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 52 Gambar 5.6. Pangsa Volume Impor Alumunium Mealdish Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.1.4 Tin Plate Impor produk tin plate asal Korea, RRT, dan Taiwan sejak tahun 2014 dikenakan BMAD selama lima tahun kedepan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.011/2014. Meskipun terlalu dini untuk menilai adanya indikasi circumvention pada kasus ini karena pengenaan BMADnya baru berjalan satu tahun, namun secara singkat dapat dikatakan bahwa tidak ditemukan adanya indikasi circumvention pada impor produk tin plate. Sejak sebelum pengenaan BMAD, volume impor tin plate dari Korea, RRT, dan Taiwan, serta impor dari Negara lainnya tidak menunjukkan suatu pola yang konsisten dan sangat berfluktuatif. Namun, impor dari Korea relatif lebih stabil dan menunjukkan tren pertumbuhan yang postif sebesar 11,2% setiap tahun sejak tahun 2007 hingga tahun 2015. Sementara itu, impor dari RRT mengalami peningkatan signifikan selama tahun 2007-2011 lalu mengalami penurunan yang cukup tajam di tahun-tahun berikutnya sehingga secara rata-rata Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 53 volume impor asal RRT tumbuh negatif sebesar -5,6% selama tahun 2007-2015. Hal serupa juga terjadi pada kinerja volume impor asal Taiwan. Selain volume impornya yang lebih kecil, peningkatan volume impor asal Taiwan juga tidak sebesar peningkatan volume impor asal RRT selama tahun 2007-2012. Kemudian volume impor asal Taiwan mengalami penurunan di tahun 2013 dan 2014 dan kembali meningkat di tahun 2015, sehingga secara keseluruhan tren pertumbuhan volume impor asal Taiwan tumbuh negative sebesar -3,8% selama 20072015. Gambar 5.7. Perkembangan Volume Impor Tin Plate Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Setelah tahun 2014 mulai diberlakukan pengenaan BMAD untuk impor tin plate asal Korea sebesar 4,4-7,92%, RRT sebesar 6,1-7,4%, dan Taiwan sebesar 4,42%, terjadi kenaikan volume impor tin plate dari negara lainnya di 2014, namun volume impor dari negara tertuduh relatif stagnan. Bahkan di tahun berikutnya justru terjadi kenaikan volume impor tin plate asal Korea dan Taiwan, dan sebaliknya terjadi Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 54 penurunan impor asal RRT dan Negara lainnya. Hal ini mengindikasikan tidak adanya circumvention pada impor tin plate. Gambar 5.8. Pangsa Volume Impor Tin Plate Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.1.5 Partially Oriented Yarn Indonesia mengenakan BMAD atas impor produk POY asal Malaysia dan Thailand sejak Januari 2015 sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 14/PMK.010/2015. Sejak pengenaan BMAD tersebut, volume impor POY asal Malaysia dan Thailand menunjukkan penurunan yang signifikan. Volume impor dari Malaysia pada tahun 2015 turun 52,7% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara pada waktu yang sama volume impor dari Thailand turun 20,8%. Selain itu, volume impor POY secara total mengalami penurunan 22,9%. Namun demikian, tidak ada kenaikan volume impor POY yang signifikan dari negara yang tidak dikenakan BMAD. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 55 Gambar 5.9. Perkembangan Volume Impor Partially Oriented Yarn Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Volume impor POY dari Negara lain yang tidak dikenakan BMAD naik 6,8% di tahun 2015 dibanding tahun sebelumnya. Namun kenaikan ini jauh lebih kecil dibandingkan penurunan volume impor dari Negara yang dikenakan BMAD. Jika dilihat dari pangsa impornya, impor POY asal Malaysia mencapai 41,7% terhadap total impor POY tahun 2014. Lalu pangsa ini mengalami penurunan signifikan hingga mencapai 25,6% di tahun 2015, sejalan dengan penurunan volume impornya. Penurunan impor POY asal Malaysia dapat dikatakan menjadi penyebab utama penurunan impor POY di tahun 2015. Dengan demikian, dapat dikatakan tidak ada indikasi terjadinya circumvention pada impor POY. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 56 Gambar 5.10. Pangsa Volume Impor Partially Oriented Yarn Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.1.6 Spin Draw Yarn Produk SDY dikenakan BMAD bersamaan dengan pengenaan POY. Melalui Peraturan Menteri Keuangan No.13/PMK.010/2015, impor SDY asal Malaysia dikenakan BMAD sebesar 7,5% sejak Januari 2015. Selama satu tahun pertama pengenaan BMAD tersebut, terjadi penurunan volume impor SDY sebesar 35,3%, dimana volume impor SDY asal Malaysia turun signifikan sebesar 59,3%. Hal yang sama juga terjadi pada impor asal Negara lainnya yang tidak dikenakan BMAD yang turun sebesar 27,7%. Dengan turunnya volume impor baik secara total maupun dari Negara lainnya, maka tidak ditemukan adanya indikasi circumvention pada impor SDY. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 57 Gambar 5.11. Perkembangan Volume Impor Spin Draw Yarn Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.1.7 Polyster Staple Fiber Pada tahun 2010, Indonesia mengenakan BMAD atas impor PSF asal RRT, India, dan Taiwan selama lima tahun melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.011/2010 yang mulai diterapkan pada November 2010. Pada tahun 2011 terdapat revisi nama perusahaan eksportir asal RRT sehingga PMK diubah melalui PMK No.171/PMK.011/2011 tanpa mengubah besaran dan jangka waktu pengenaan BMAD. Setelah lima tahun berlalu, pengenaan BMAD ini berakhir pada November 2015, dan kini telah diperpanjang selama tiga tahun kedepan sejak April 2016 melalui PMK No.73/PMK.010/2016. Selama periode pengenaan BMAD tahun 2010-2015, secara umum volume impor PSF menunjukkan tren pertumbuhan 1% setiap tahun. Hal yang sama juga terjadi pada volume impor asal India, RRT, dan Taiwan yang masingmasing tumbuh 4,2%, 5,2%, dan 2,3% setiap tahun. Volume Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 58 impor dari Negara lain yang tidak dikenakan BMAD justru mengalami penurunan 3,4% setiap tahun selama periode yang sama. Gambar 5.12. Perkembangan Volume Impor Polyster Staple Fiber Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Namun demikian, jika dilihat dari perkembangan volume impor PSF dari beberapa Negara yang tidak dikenakan BMAD, terlihat adanya peningkatan terutama di tiga tahun pertama pengenaan BMAD. Pada tahun 2011 terjadi kenaikan volume impor PSF asal Korea, Malaysia, dan Vietnam. Selain itu, volume impor asal Thailand terlihat meningkat signifikan di tahun 2013, dan volume impor PSF asal Vietnam kembali meningkat di tahun 2014. Hal ini bisa mengindikasikan adanya pengalihan ekspor PSF melalui negara-negara tersebut untuk menghindari penganaan BMAD. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 59 Gambar 5.13. Perkembangan Volume Impor Polyster Staple Fiber Indonesia dari Negara yang Tidak Dikenakan BMAD Sumber: BPS, 2016 (diolah) Meskipun demikian, setelah ditelusuri kinerja ekspor PSF India, Indonesia masih merupakan pasar utama ekspor PSF selama tahun 2010-2015 (Tabel 5.1). Meskipun volume ekspor PSF ke Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan, tidak terjadi peningkatan ekspor ke Negara lainnya terutama Negara yang dicurigai menjadi peralihan ekspor seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Korea. Volume Ekspor PSF India ke Negara tersebut justru mengalami penurunan dan pangsa pasar ekspornya sangat kecil dibandingkan pangsa ke Indonesia. Sehingga hal ini menepis indikasi pengalihan ekspor PSF dari India melalui Thailand, Malaysia, Vietnam, maupun Korea Selatan. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 60 Tabel 5.1. Volume Ekspor India Produk PSF Tujuan Ekspor Indonesia Thailand Malaysia Vietnam Korea Selatan 2010 19,160 1,260 76 254 48 Volume Ekspor (Ton) 2011 2012 2013 2014 2015 8,076 8,034 8,994 7,776 8,675 1,872 720 1,007 1,130 451 493 12 21 50 4 46 25 47 9 1 12 - Sumber: GTA, 2016 (diolah) Hal serupa juga ditunjukkan oleh kinerja ekspor PSF RRT. Meskipun volume ekspor PSF RRT ke Indonesia berfluktuasi selama tahun 2010-2015, Indonesia masih mendominasi pangsa ekspor PSF di RRT. Vietnam yang merupakan pasar utama kedua setelah Indonesia bagi ekspor PSF RRT, volume ekspor ke Vietnam tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Begitupun dengan ekspor PSF ke Malaysia, Thailand dan Korea. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak ada indikasi pengalihan ekspor oleh RRT. Tabel 5.2. Volume Ekspor RRT Produk PSF Tujuan Ekspor Indonesia Vietnam Malaysia Thailand Korea South 2010 19.7 31.6 11.6 3.6 1.6 Volume Ekspor (Ribu Ton) 2011 2012 2013 2014 2015 51.7 39.2 45.3 60.6 52.4 35.3 30.7 40.0 36.3 39.8 13.2 8.5 9.7 9.5 8.7 6.6 7.7 8.0 11.1 8.6 3.2 2.7 2.7 3.8 3.5 Sumber: GTA, 2016 (diolah) Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 61 5.1.8 Hot Rolled Plate (HRP) Melalui Peraturan Menteri Keuangan No.150/PMK.011/2012, impor HRP asal RRT, Singapura, Ukraina dikenakan BMAD sejak Januari 2012 selama tiga tahun enam bulan. Pengenaan BMAD ini telah berakhir dan diperpanjang selama 4 tahun sejak April 2016 melalui PMK No.50/PMK.010/2016. Negara dan besaran BMAD yang dikenakan tidak mengalami perubahan dari pengenaan sebelumnya. Selama pengenaan BMAD tahun 2012-2015, volume impor HRP mengalami penurunan rata-rata 37,8% setiap tahun, dimana penurunan volume impor terbesar terjadi pada impor HRP asal Ukraina yang turun rata-rata 45% setiap tahun, sementara impor HRP asal RRT dan Singapura turun rata-rata 20,4% dan 39,1% setiap tahun. Namun demikian, impor asal Negara lain yang tidak dikenakan BMAD juga menunjukkan penurunan yang signifikan sebesar 39,6% setiap tahun selama periode yang sama. Meskipun selama periode pengenaan BMAD, volume impor HRP asal Negara lain secara umum menunjukkan penurunan, pada tahun 2012 justru terlihat adanya peningkatan yang cukup signifikan. Di tahun 2012, impor HRP asal Negara lain naik 44,0% dibanding tahun sebelumnya. Negara yang tidak dikenakan BMAD yang mengalami peningkatan volume impornya di tahun 2012 antara lain India, Jepang, Korea, dan Taiwan yang masing-masing naik 15,6%, 44,0%,65,0%, dan 51,8%. Namun peningkatan ini tidak berlanjut di tahun-tahun berikutnya karena impor asal India, Jepang, Korea, dan Taiwan kembali mengalami penurunan hingga tahun 2015. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 62 Gambar 5.14. Perkembangan Volume Impor HRP Volume Impor HRP yang Tidak Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Gambar 5.15. Perkembangan Indonesia dari Negara Dikenakan BMAD Sumber: BPS, 2016 (diolah) Selain mempertimbangkan kinerja impor asal negara lain yang tidak dikenakan BMAD, indikasi circumvention juga bisa dilihat dari kinerja impor asal negara tertuduh. Pada Gambar 5.14 di atas, kinerja impor asal Ukraina memiliki pola yang berlawanan dengan pola impor asal RRT. Terutama di tahun 2013, volume impor HRP Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan asal Ukraina mengalami 63 peningkatan di saat volume impor asal RRT menurun. Sebaliknya, volume impor asal RRT meningkat pada tahun 2014 di saat volume impor asal Ukraina menurun. Hal ini dapat mengindikasikan adanya peralihan impor HRP dari RRT melalui Ukraina sehingga perlu ditelusuri lebih dalam. Namun demikian, kemungkinan RRT memanfaatkan Ukraina untuk ekspor ke Indonesia sangatlah kecil karena tarif BMAD Ukraina (12,5%) lebih besar dari BMAD RRT (10,47%). Selain itu, ketika volume impor HRP asal RRT mengalami penurunan di tahun 2013, di saat yang bersamaan volume impor asal Jepang dan Korea Selatan justru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Namun setelah ditelusuri lebih lanjut, peningkatan impor asal Jepang dan Korea Selatan bukanlah karena peralihan impor asal RRT karena RRT tidak mengekspor HRP dalam jumlah yang signifikan ke Jepang dan Korea. Table 5.3. Volume Ekspor RRT Produk HRP Tujuan Ekspor 2010 Volume Ekspor (Ribu Ton) 2011 2012 2013 2014 2015 Dunia 2,673.4 596.2 229.2 172.7 148.4 334.9 Korea Selatan 1,235.7 246.8 21.4 4.4 4.0 0.8 Jepang 48.9 14.2 6.2 0.1 0.2 0.5 Sumber: GTA, 2016 (diolah) 5.1.9 Cold Rolled Coil/Sheet (CRC) Indonesia mengenakan tindakan anti-dumping atas impor CRC asal Korea, Taiwan, Vietnam, Jepang, dan RRT sejak tahun 2013 selama tiga tahun, sebagaimana ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan No.65/PMK.011/2013. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 64 Pada maret 2016, pengenaan BMAD tersebut berakhir dan kini sedang dalam proses review. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.16, sebelum pengenaan BMAD di tahun 2013, kinerja impor CRC asal negara tertuduh maupun negara lainnya sangat berfluktuatif dan tidak menunjukkan sebuah pola tertentu. Namun pada saat BMAD mulai diterapkan di tahun 2013, terjadi penurunan impor CRC asal negara tertuduh, diiringi dengan peningkatan impor asal negara lainnya yang tidak dikenakan BMAD. Gambar 5.16. Perkembangan Volume Impor CRC Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Volume impor asal negara yang tidak dikenakan BMAD yang mengalami peningkatan signifikan diantaranya adalah impor asal Malaysia, India, Uni Emirat Arab, Australia, dan Bangladesh. Sebelum pengenaan BMAD, impor asal Malaysia turun siginifikan di saat impor asal Korea, Taiwan, Vietnam, Jepang, dan RRT meningkat. Kemudian setelah dikenakan BMAD, pola impor berbalik. Volume impor asal Korea, Taiwan, Vietnam, Jepang, dan RRT namun impor asal Malaysia meningkat pesat. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 65 Gambar 4.17. Perkembangan Indonesia dari Volume Negara Impor CRC yang Tidak Dikenakan BMAD Sumber: BPS, 2016 (diolah) Malaysia terindikasi berperan dalam third country circumvention karena sebagaimana terlihat pada Tabel 5.4 bahwa Malaysia sendiri mengimpor CRC dari Jepang, Taiwan, dan RRT dimana tren impornnya menunjukkan peningkatan signifikan. Tabel 5.4. Volume Impor Malaysia Produk CRC Asal Impor Dunia Korea Selatan Jepang Vietnam Taiwan RRT Volume Impor (Ribu Ton) 2012 771.9 286.3 161.6 108.6 98.3 82.3 2013 859.3 236.9 191.7 142.8 78.7 142.4 2014 818.7 225.5 202.4 142.3 117.1 100.2 Trend (%) 2015 849.0 140.4 252.6 115.6 129.2 182.8 2011-15 2.40 -19.65 14.96 1.88 12.96 22.67 Keterangan: Diproksi dengan menggunakan HS 7209 dan 7211 Sumber: GTA, 2016 (diolah) Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 66 5.1.10 Hot Rolled Coil (HRC) Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 23/PMK.011/2011, impor HRC asal Korea dan Malaysia dikenakan BMAD sejak Februari 2011 selama lima tahun hingga Februari 2016. Setelah berakhirnya pengenaan BMAD, saat ini tengah berlangsung proses review atas pengenaan BMAD tersebut. Dalam lima tahun pengenaan BMAD atas impor HRC, terlihat bahwa volume impor HRC asal Korea tetap mengalami peningkatan bahkan dalam jumlah yang signifikan selama tiga tahun pertama. Di sisi lain, volume impor asal Malaysia turun drastis hingga nyaris tidak ada impor. Sementara itu, impor dari negara lainnya yang tidak dikenakan BMAD tidak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan. Gambar 5.18. Perkembangan Volume Impor HRC Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Ket.: Jepang dan Taiwan tidak termasuk negara yang terkena BMAD Jepang dan Taiwan merupakan negara yang tidak dikenakan BMAD namun volume impor asal kedua negara ini menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Kemungkinan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 67 Jepang dan Taiwan menjadi negara peralihan bagi Malaysia yang volume impornya turun dirasa cukup kecil. Ekspor HRC (HS 7208) Malaysia selama pengenaan BMAD menunjukkan penurunan yang signifikan, bahkan ekspornya ke Taiwan maupun ke Jepang tidak menunjukkan perkembangan yang berarti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada indikasi circumvention dalam impor HRC. Sementara Jepang dan Taiwan menjadi negara yang diuntungkan karena impor HRC asal kedua negara tersebut meningkat untuk memenuhi kebutuhan HRC di Indonesia. Tabel 5.5. Volume Ekspor HRC Malaysia Tujuan Dunia Volume Ekspor (Ton) 2008 2009 2010 448,631 276,001 212,585 Taiwan 1,837 3,622 2011 95,534 2012 35,125 2013 10,244 2014 13,876 2015 12,630 31 56 0 108 0 5,679 Sumber: GTA, 2016 (diolah) 5.1.11 H & I Section Indonesia mengenakan BMAD atas impor H&I Section asal RRT selama lima tahun sejak tahun 2010 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.195/PMK.011/2010. Pengenaan BMAD untuk produk H&I Section telah diperpanjang selama 3 tahun sejak Desember 2015 melalui PMK No.242/PMK.010/2015. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa selain BMAD, impor produk H&I Section juga dikenakan BMTP selama 3 tahun sejak Januari 2015. Besaran BMTP yang dikenakan menurun secara bertahap setiap tahunnya, yakni 26% untuk tahun pertama, 22% untuk tahun kedua, dan 18% untuk tahun ketiga. Meskipun berada dalam produk H&I Section yang sama, jenis produk yang dikenakan BMTP Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 68 berbeda dengan jenis produk yang dikenakan BMAD berdasarkan kode HSnya. Di tahun awal pengenaan BMAD, terlihat bahwa impor asal RRT menunjukan penurunan namun impor asal negara lainnya mengalami peningkatan. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.20, diantara negara lainnya, impor asal Singapura telihat mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Selama periode 2010-2013, impor dari RRT turun 33,5 ribu ton; sedangkan impor dari Singapura naik 15,5 ribu ton. Hal ini dapat menjadi indikasi awal terjadi peralihan impor H&I Section melalui Singapura. Gambar 5.19. Perkembangan Volume Impor H & I Section Indonesia Sumber: BPS, 2016 (diolah) Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 69 Gambar 5.20. Perkembangan Volume Impor H & I Section Indonesia dari Negara yang Tidak Dikenakan BMAD Sumber: BPS, 2016 (diolah) Berdasarkan data impor Singapura, selama periode yang sama terjadi peningkatan impor H&I Section asal RRT sebesar 11,4 ribu ton. Namun demikian, terjadi perbedaan pada data ekspor RRT yang mencatat bahwa ekspor H&I Section dari RRT ke Singapura mengalami penurunan 31,3 ribu ton. Selain terlihat adanya indikasi circumvention, dengan adanya perbedaan data seperti tersebut di atas juga dapat dismpulkan bahwa adanya indikasi customs fraud antara RRT dan Singapura dalam ekspor H&I Section. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 70 Ribu Ton 160.0 Data RRT (Ekspor ke Singapura) 140.0 120.0 Data Singapura (Impor dari RRT) 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 Gambar 5.21. Volume Ekspor H&I Section 2015 2014 2013 2012 2011 2010 2009 2008 2007 2006 2005 - RRT ke Singapura Sumber: GTA, 2016 (diolah) 5.2 Analisis Indikasi Circumvention Modifikasi Produk Kajian Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (Puska Daglu), Kementerian Perdagangan (2013) mengindikasikan adanya importasi baja paduan lainnya dari negara tertentu yang dilakukan dengan merubah spesifikasi teknis baja sehingga terjadi pengalihan dari kategori besi dan baja bukan paduan (baja karbon) ke kategori baja paduan dengan tujuan untuk mendapatkan keringanan tarif bea masuk, terhindar dari BMAD dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku. Berdasarkan Buku Tarif Kepabenan Indonesia (BTKI) 2012, Baja Paduan Lainnya didefinisikan sebagai baja yang tidak memenuhi definisi Baja Stainless dan menurut beratnya mengandung satu atau lebih unsur dalam perbandingan 16 unsur material kimia atau elemen paduan (alloying elements) dalam Tabel 5.6 yang dapat ditambahkan dalam Baja Karbon (Carbon Steel) untuk merubahnya menjadi Baja Paduan (Alloy Steel). Kasus dugaan circumvention yang marak terjadi di Indonesia adalah penambahan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 71 unsur Boron sebesar 0,0008% dalam baja karbon (carbon steel) sehingga berubah menjadi baja paduan (alloy steel). demikian, penambahan elemen Namun paduan berupa Boron sebesar 0,0008% atau lebih boron saja pada Baja Karbon tidak memberikan efek perubahan yang signifikan pada sifat mekanik dan performanya jika tanpa diikuti penambahan elemen-elemen paduan lainnya yang secara teknis diperlukan. Tabel 5.6. Unsur dalam Baja Paduan UNSUR Al UNSUR Ni 0,3% atau lebih nikel Nb 0,06% atau lebih niobium Cr 0,3% atau lebih aluminium 0,0008% atau lebih boron 0,3% atau lebih kromium Si 0,6% atau lebih silikon Co 0,3% atau lebih kobalt Ti 0,05% atau lebih titanium Cu 0,4% atau lebih tembaga W Pb 0,4% atau lebih timbal V 0,3% atau lebih tungsten (wolfram) 0,1% atau lebih vanadium Mn 1,65% atau lebih mangan 0,08% atau lebih molibdenum Zr 0,05% atau lebih zirkonium B Mo Lain- 0,1% atau lebih unsur lainnya nya (kecuali belerang, fosfor, karbon dan nitrogen), diambil terpisah. Sumber: Pusat Kebijakan Pendapatan Negara dalam Puska Daglu (2013) Analisis indikasi circumvention dengan melakukan sedikit modifikasi produk hanya dilakukan pada produk baja. Hal ini dikarenakan informasi yang didapat dari literatur maupun langsung dari pelaku usaha, terutama industri dalam negeri (pemohon) terbatas pada industri baja. Informasi tersebut berupa kode HS baja paduan yang kemungkinan disinyalir sebagai pengalihan impor produk baja karbon yang dikenakan BMAD. Adapun kode HS baja karbon yang menjadi objek pengenaan BMAD dan kode HS peralihannya menjadi baja paduan dapat dilihat pada Tabel 5.7. Sebagai tambahan informasi, hasil produksi, bentuk atau wujud fisik atau kenampakan bentuk dari kategori baja karbon dan baja paduan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 72 pada umumnya secara teknis tidak berbeda atau bisa dikatakan sama. Oleh sebab itu, secara visual atau kasat mata sulit membedakan antara kedua kategori baja tersebut, kecuali dengan pengujian terhadap kandungan unsur-unsur atau elemen-elemen atau komposisi kimianya di laboratorium Tabel 5.7. Kode HS Baja Karbon dan Baja Paduan yang Bersesuaian Produk HRC HS Baja Karbon HS Baja Paduan 7208.10; 7208.25; 7225.30 7208.26; 7208.27; 7208.36; 7208.37; 7208.38; 7208.39; 7208.90 HRP 7208.51 7225.40 7208.52 CRC 7209.16; 7209.17; 7225.50 7209.18; 7209.26; 7209.27; 7209.28; 7209.90; 7211.23; 7211.29; 7211.90 Baja Profil 7216.32; 7216.33 7228.70 (H&I Section) Sumber: Hasil wawancara dengan pelaku usaha, 2016 Analisis indikasi circumvention dengan modifikasi produk untuk kasus baja bukan hanya melihat dampak pengenaan BMAD tetapi juga dampak kebijakan impor baja paduan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 28/MDAG/PER/6/2014 tentang Ketentuan Impor Baja Paduan yang ditetapkan pada tanggal 2 Juni 2014 dan akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2016. Kebijakan tersebut merupakan respon atas usulan dari Kementerian Perindustrian dan industri baja nasional Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 73 terkait banyaknya impor baja paduan (alloy) yang masuk dengan menggunakan boron dengan kadar yang rendah hanya untuk mengalihkan tarif bea masuk serta menghindari pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) ataupun safeguard. Beberapa pokok pengaturan dalam Permendag No. 28/MDAG/PER/6/2014 antara lain (Kemendag, 2014): 1. Baja paduan hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai Importir Produsen (IP) baja paduan atau penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) baja paduan dari Menteri Perdagangan. 2. Persyaratan untuk memperoleh IP-baja paduan antara lain surat pernyataan bahwa baja yang diimpor adalah jenis baja paduan yang dibuktikan melalui mill certificate pada saat dilakukan verifikasi oleh surveyor serta pertimbangan teknis dari Direktorat Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian yang memuat informasi mengenai jenis barang, klasifikasi barang/pos tarif/HS 10 digit, dan jumlah per pelabuhan tujuan. 3. IT-baja paduan yang akan melakukan impor baja paduan harus mendapatkan persetujuan impor dari Kemendag dengan memperhatikan kontrak penjualan baja paduan antara pemilik ITbaja paduan dengan perusahaan produsen dengan menunjukan asli kontrak kerja sama penjualan baja paduan. 4. Setiap impor baja paduan oleh IP-baja paduan dan IT-baja paduan harus terlebih dahulu dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor di negara muat barang. 5. Pengakuan sebagai IP-baja paduan dan penetapan sebagai ITbaja paduan dibekukan apabila perusahaan tidak menyampaikan laporan realisasi impor sebanyak tiga kali, dan/atau terdapat dugaan melakukan tindak pidana yang berkaitan dangan penyalahgunaan pengakuan sebagai IP-baja paduan, penetapan sebagai IT-baja paduan, dan/atau persetujuan impor. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 74 6. Pengecualian verifikasi atau penelusuran teknis impor diberikan kepada industri otomotif, industri elektronika, industri galangan kapal, dan industri alat besar, serta masing-masing komponennya. Pengecualian tersebut juga diberikan kepada IPbaja paduan sebagai industri pengguna yang memiliki Surat Keterangan Verifikasi Industri (SKVI) melalui fasilitas User Specific Duty Free Scheme (USDFS) atau fasilitas skema lainnya 5.2.1 Impor Indonesia dari RRT Terdapat tiga jenis produk baja yang diimpor Indonesia dari RRT dan menjadi cakupan dalam pengenaan BMAD, yaitu CRC, HRP, dan H&I section. Pada Gambar 5.22 dapat dilihat bahwa pengenaan BMAD efektif menekan volume impor CRC dari RRT. Namun demikian, volume impor baja paduan yang serupa dengan CRC (HS 7225.50) justru mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan terjadinya circumvention atas impor produk baja CRC pada periode 2013-2015. Diterbitkannya kebijakan impor baja paduan pada pertengahan tahun 2014 tidak berdampak pada pola impor baja karbon CRC maupun baja paduannya dari RRT. Gambar 5.22. Perkembangan Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal RRT Sumber: BPS, 2016 (diolah) Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 75 Indikasi circumvention modifikasi produk untuk kasus HRP hanya terlihat pada tahun 2013. Setelah pengenaan BMAD, volume impor HRP dari RRT mengalami penurunan yang signifikan, sementara volume impor baja paduannya (HS 7225.40) mengalami lonjakan yang tidak sedikit. Dibandingkan tahun 2012, impor HRP dari RRT tahun 2013 turun 76,1 ribu ton, sedangkan impor baja paduan pada periode yang sama naik 29,0 ribu ton. Sementara itu, kebijakan impor baja paduan tahun 2014 berdampak pada turunnya volume impor HRP maupun baja paduan dari RRT. Gambar 5.23. Perkembangan Impor Indonesia pada Produk HRP dan Baja Paduan asal RRT Sumber: BPS, 2016 (diolah) Indikasi circumvention modifikasi produk untuk produk H & I section terlihat jelas pada periode 2012-2013. Pengenaan BMAD di akhir tahun 2010 mengakibatkan penurunan volume impor H & I section secara gradual sejak tahun 2011 hingga 2014. Sementara itu, terjadi lonjakan impor baja paduan dari H & I section (HS 7228.70) pada tahun 2011-2013. Dengan adanya kebijakan impor baja paduan, impor H & I section berupa baja paduan mengalami penuruan, ditambah lagi Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 76 dengan tindakan safeguard produk H&I section dari baja paduan yang berlaku 21 Januari 2015 (PMK No. 12/PMK.010/2015). Pada tahun 2015, impor H & I section karbon boron kembali meningkat. Hal ini logis mengingat pengenaan BMAD tertinggi untuk H & I berupa baja karbon asal RRT sebesar 11,9%, lebih rendah dibandingkan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) produk H & I section baja paduan sebesar 26%. Adanya trade-off tersebut mengindikasikan importir/eksportir produsen berupaya untuk meminimalisir dampak pengenaan tindakan pengamanan yang dilakukan pemerintah Indonesia. Gambar 5.24. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk H & I Section dan Baja Paduan asal RRT Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.2.2 Impor Indonesia dari Korea Selatan Produk baja karbon impor asal Korea Selatan yang dikenakan BMAD oleh Indonesia terdiri dari CRC dan HRC. Indikasi praktek circumvention atas pengenaan BMAD baja karbon CRC terlihat jelas di tahun 2014 dimana terjadi penurunan baja karbon CRC sebesar 107,0 ribu ton dan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 77 peningkatan impor baja paduan CRC (HS 7225.50) sebesar 39,4 ribu ton. Meskipun impor baja karbon CRC naik di tahun 2015, namun volume impor di tahun tersebut masih di bawah volume impornya di tahun 2012, periode sebelum pengenaan BMAD. Hal ini juga mengindikasikan masih adanya praktek circumvention yang berlangsung. Gambar 5.25. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal Korea Selatan Sumber: BPS, 2016 (diolah) Berdasarkan analisa grafik sebagaimana Gambar X tidak terlihat indikasi kuat adanya praktek circumvention dengan mengalihkan impor produk baja karbon HRC menjadi baja paduan HRC (HS 7225.30). Pengenaan BMAD di awal 2011 tetap mengakibatkan lonjakan impor baja karbon HRC di tahun 2012. Meskipun impor baja karbon HRC cenderung turun sejak 2013, namun volumenya masih jauh lebih tinggi dibandingkan di saat sebelum pengenaan BMAD. Selain itu, tidak terjadi peningkatan pada baja paduan HRC selama 2011-2015. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 78 Gambar 5.26. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRC dan Baja Paduan asal Korea Selatan Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.2.3 Impor Indonesia dari Jepang Terdapat dua kategori produk baja yang diimpor Indonesia dari Jepang dan menjadi cakupan dalam pengenaan BMAD, yaitu CRC, dan HRC. Pada Gambar X dapat dilihat bahwa pengenaan BMAD pada Maret 2013 efektif menekan volume impor baja karbon CRC asal Jepang. Volume impor baja karbon CRC pada tahun 2014 turun 107,4 ribu ton apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sedangkan baja paduan CRC (HS 7225.50) mengalami lonjakan sebesar 37,0 ribu ton. Sementara itu, kebijakan impor baja paduan relatif tidak merubah pola perdagangan baja karbon maupun baja paduan CRC. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 79 Gambar 5.27. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal Jepang Sumber: BPS, 2016 (diolah) Sejak tahun 2010, volume impor baja karbon HRC asal Jepang mengalami peningkatan yang tajam (Gambar X). Pengenaan BMAD tahun 2011 tidak berpengaruh terhadap penurunan volume impor baja karbon HRC. Ketentuan baja impor tahun 2014 sedikit meredam impor baja karbon HRC, namun kembali meningkat di tahun 2015. Di sisi lain, volume impor baja paduan HRC cenderung stagnan selama periode 2010-2015 yaitu sebesar 20,2 ribu ton per tahun. Dengan membandingkan kedua pola impor produk tersebut disimpulkan bahwa tidak ada indikasi praktek circumvention modifikasi produk untuk impor HRC dari Jepang. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 80 Gambar 5.28. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRC dan Baja Paduan asal Jepang Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.2.4 Impor Indonesia dari Malaysia Terkait dengan impor baja dari Malaysia yang dikenakan BMAD, hanya terdapat satu kasus saja yaitu impor produk HRC. Pada Gambar 5.29 terlihat bahwa kebijakan antidumping berdampak negatif terhadap volume impor baja karbon HRC, dari 95,8 ribu ton pada tahun 2010 menjadi hanya 41,6 ton. Sementara itu, volume impor produk baja paduan HRC relatif sangat kecil sekali. Apabila keduanya disandingkan sebagaimana Gambar 5.29.A maka penurunan impor baja karbon HRC tidak diikuti dengan peningkatan impor baja paduannya dalam jumlah sebanding yang berarti tidak ada indikasi circumvention. Pola impor kedua produk setelah pengenaan BMAD (Gambar 5.29.B) cenderung memiliki arah yang sejalan. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 81 Gambar 5.29. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRC dan Baja Paduan asal Malaysia Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.2.5 Impor Indonesia dari Singapura Volume impor baja karbon HRP asal Singapura mengalami puncaknya di tahun 2012 yaitu sebesar 175,8 ribu ton. Adanya kontrak pembelian menjadi salah satu alasan mengapa pengenaan BMAD di awal tahun tidak serta merta menurunkan volume impor di keseluruhan tahun tersebut. Dampak pengenaan BMAD baru terlihat setahun setelahnya hingga tahun 2015. Penurunan volume impor baja karbon HRP tidak direspon dengan kenaikan volume impor baja paduan HRP (HS 7225.40) sehingga tidak cukup bukti untuk menyimpulkan terjadinya praktek circumvention. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 82 Gambar 5.30. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRP dan Baja Paduan asal Singapura Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.2.6 Impor Indonesia dari Taiwan Penetapan BMAD atas impor CRC efektif menurunkan volume impor produk tersebut. Pada tahun 2013, volume impor baja karbon CRC turun 58,3 ribu ton. Sementara itu, impor baja paduan CRC (HS 7225.50) pada tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar 7,1 ribu ton setelah adanya pengenaan BMAD. Meskipun peningkatan volume impor baja paduan relatif kecil dibandingkan penurunan impor baja karbon CRC, namun pola tersebut sudah menunjukkan indikasi praktek circumvention meskipun dalam skala yang kecil. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 83 Gambar 5.31. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal Taiwan Sumber: BPS, 2016 (diolah) Berdasarkan analiasa pada Gambar 5.32, tidak ditemukan adanya indikasi yang jelas mengenai praktek circumvention dari baja karbon HRC yang dialihkan menjadi baja paduan. Pengenaan BMAD tidak dapat membendung peningkatan impor baja karbon HRC asal Taiwan. Volume impor turun ketika ketentuan impor baja paduan diterapkan. Sementara itu, volume impor baja paduan HRC (HS 7225.30) asal Taiwan sangat kecil sekali dengan besaran rata-rata seribu ton per tahun. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 84 Gambar 5.32. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRC dan Baja Paduan asal Taiwan Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.2.7 Impor Indonesia dari Ukraina Volume impor HRP asal Ukraina terus meningkat meskipun telah dikenakan BMAD. Penurunan volume impor terjadi di tahun 2014 sebagai respon dari diterbitkannya ketentuan impor baja paduan pada tahun tersebut. Sementara itu, impor baja paduan HRP (HS 7225.40) asal Ukraina pada tahun 2012 justru terhenti. Pada periode 2013-2015, rata-rata volume impor baja paduan sebanyak 45 ton per tahun, masih jauh lebih rendah dibandingkan colume impor baja karbon HRP yang mencapai 115,9 ribu ton per tahun. Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan bahwa tidak ada indikasi circumvention untuk impor produk baja dari Ukraina. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 85 Gambar 5.33. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk HRP dan Baja Paduan asal Ukraina Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.2.8 Impor Indonesia dari Vietnam Berdasarkan analiasa pada Gambar 5.34, terlihat suatu pola yang mengindikasikan bahwa telah terjadi praktek circumvention atas impor CRC asal Vietnam di tahun 2015, meskipun indikasinya relatif lemah. Sebelum pengenaan BMAD, tidak tercatat adanya impor yang dilakukan Indonesia untuk produk baja paduan CRC (HS 7225.50). Impor baja paduan CRC baru dilakukan pada tahun ketika BMAD diimplementasikan, yaitu di tahun 2013 dengan volume sebesar 1,2 ribu ton. Volume impor baja paduan CRC mengalami peningkatan yang pesat di tahun 2015 menjadi 14,2 ribu ton. Apabila tahun 2012 dijadikan tahun dasar (periode sebelum pengenaan BMAD) maka volume impor baja paduan CRC tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 14,2 ribu ton. Peningkatan tersebut tentu masih jauh dengan penurunan volume impor baja karbon CRC sebesar 130,2 ribu Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 86 ton. Namun pola dan waktu (timing) pergerakan volume impor baja karbon dan baja paduan CRC memenuhi syarat untuk mengindikasikan telah terjadinya circumvention berupa modifikasi produk. Gambar 5.34. Perkembangan Volume Impor Indonesia pada Produk CRC dan Baja Paduan asal Vietnam Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.2.9 Dampak Permendag No. 28/2014 terhadap Impor Baja Paduan secara Agregat Ketentuan impor baja paduan dalam Permendag No. 28/2014 yang diterbitkan Juni 2014 berdampak pada penurunan impor H & I Section dari baja paduan (HS 7228.70) dan HRP dari baja paduan (HS 7225.40) dari dunia. Sementara itu, impor HRC dari baja paduan (HS 7225.30) dan CRC dari baja paduan (HS 7225.50) tetap mengalami kenaikan meskipun ketentuan impor baja paduan telah diimplementasikan (Gambar 5.36). Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketentuan impor baja paduan mampu menekan adanya praktek pengalihan impor baja karbon ke baja paduan (slightly modification Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan circumvention) yang 87 ditandai dengan turunnya volume impor baja paduan, terutama kategori H & I Section dan HRP. Gambar 5.35. Pola Impor Baja Paduan Indonesia dari Dunia Sumber: BPS, 2016 (diolah) 5.4 Klarifikasi dan Informasi Relevan dari Pelaku Usaha mengenai Indikasi Circumvention di Indonesia Informasi mengenai ada atau tidaknya indikasi circumvention yang terjadi di Indonesia selama ini lebih banyak diberikan oleh industri domestik yang menjadi pemohon maupun pendukung petisi kebijakan anti-dumping. Hal ini sangat wajar mengingat mereka berkepentingan terhadap efektifnya intrumen pengamanan perdagangan dari praktik importasi produk dumping sehingga memperoleh perlindungan yang maksimal. Sementara itu, importir maupun industri hilir cenderung enggan untuk mengungkapkannya karena merupakan pihak yang merasa dirugikan akibat pengenaan BMAD sehingga mereka harus mencari strategi untuk meminimalisir dampak pengenaan tersebut, termasuk dengan melakukan atau terlibat dalam praktek circumvention. Informasi dari importir yang sangat minim bisa jadi memang dikarenakan mereka tidak Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 88 memahami konsep circumvention yang dimaksud dalam kajian, mereka tidak mengetahui adanya praktek circumvention, ataupun memang benar-benar tahu bahwa tidak ada praktek circumvention untuk produk yang diklarifikasi kepada responden. Terkait dengan produk baja, industri hulu besi dan baja mengungkapkan bahwa kecil kemungkinan terjadinya transshipment (third country circumvention) karena harga transportasi yang mahal. Produk baja yang diimpor umumnya dilakukan dalam jumlah yang besar, selain volume produk baja yang relatif berat dibandingkan dengan produk perdagnagan lainnya sehingga menjadikan biaya logistik yang tidak sedikit. Selain itu, sulit untuk memalsukan keterangan asal barang karena adanya mill certificate dari produsen. Mill certificate suatu produk baja pada umumnya memuat komponen kiwiawi, spesifikasi teknis (misalnya kekuatan tarik, elongasi, dan tingkat kekerasan), maupun tanggal pembuatan produk. Dengan demikian, mill certificate yang diterbitkan produsen dapat diuji oleh pembeli maupun pihak yang kompeten sehingga diketahui kesesuaian spesifikasi produknya, proses pembuatannya maupun diketahui produsen mana yang memiliki teknologi untuk pembuatan produk tersebut. Responden pada industri baja mengungkapkan adanya indikasi yang kuat (besar kemungkinan) terjadinya slightly modified product circumvention untuk produk baja, yaitu pengalihan dari baja karbon menjadi baja boron untuk menghindari pengenaan BMAD. Penambahan unsur boron yang sangat kecil yaitu 0,0008% pada baja karbon sudah mengakibatkan perubahan klasifikasi tarif impor (kode HS) ke dalam kategori baja paduan lainnya. Namun demikian, secara ilmu metalurgi penambahan unsur peduan yang sangat kecil tersebut tidak merubah karakteristik (sifat fisik maupun mekanik) produk baju secara substansial. Artinya bahwa produk baja paduan tersebut bukan sebenar-benarnya baja paduan dan hanya digunakan untuk memanipulasi nomor HS sehingga memperoleh bea masuk Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 89 yang lebih rendah. Baja karbon yang menjadi cakupan tindakan antidumping dikenakan bea masuk impor berkisar antara 5% hingga 15%, sedangkan bea masuk impor baja paduan untuk kategori serupa dikenakan tarif yang lebih rendah dan bahkan masih banyak yang 0%. Selain karena adanya BMAD di Indonesia, peralihan produk ekspor RRT dari baja karbon menjadi baja paduan juga didorong oleh adanya kebijakan RRT terkait pemberian tax rebate untuk ekspor baja paduan. Untuk mendorong ekspor baja dengan nilai tambah yang lebih tinggi, Pemerintah RRT pada tahun 2010 menerapkan tax rebate sebesar 9-13% untuk ekspor baja yang ditambahkan unsur boron. Dikarenakan produk baja biasa (karbon) tidak memenuhi syarat untuk tax rebate, produsen baja Cina dalam banyak kasus menambahkan jumlah minimum elemen baru (unsur paduan) untuk produk baja mereka dan kemudian mengklaim sebagai baja paduan untuk menerima fasilitas tersebut (Nikkei, 2016). Untuk industri baja, utilitas (kapasitas terpasang) harus tinggi untuk memenuhi skala keekonomian. Dengan demikian, produsen baja dunia (Jepang, Korea, dan RRT) memiliki jumlah produksi yang tinggi dengan harga murah. Kebijakan yang menghambat ekspor, seperti tindakan anti-dumping di Indonesia berakibat pada penurunan volume penjualan sehingga menjadikan stok di gudang meningkat. Untuk mengurangi kerugian akibat stok yang menumpuk, produsen bagaimananpun caranya harus menjual barang baik dengan mengalihkan pasar ekspor ataupun dengan menjual dengan harga dumping. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 90 5.4 Analisis Ekonometri Indikasi Circumvention: Studi Kasus Cold Rolled Coil Berdasarkan hasil analisis pola perdagangan dan informasi dari pelaku usaha, dugaan circumvention diuji lebih lanjut melalui model ekonometrika terutama untuk indikasi slightly modification circumvention atas pengenaan BMAD produk Cold Rolled Coil (CRC). Pada produk baja, modus slightly modification circumvention lebih mungkin dilakukan dibandingkan dengan circumvention melalui negara ketiga yang membutuhkan biaya transportasi yang mahal untuk melakukannya. Selain itu, dalam analisis grafis pola perdagangan, pola slightly modification circumvention lebih banyak terlihat indikasinya pada pengenaan BMAD atas produk CRC dengan melibatkan negara-negara yang menjadi sasaran BMAD, seperti RRT, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Spesifikasi dasar model ekonometrika merupakan model permintaan impor dengan data panel yang mengacu pada model gravitasi Krugman (2012). Dalam hal ini, digunakan dua persamaan (CRC baja karbon sebagaimana cakupan BMAD dan CRC dari baja paduan) untuk mengetahui negara-negara mana yang terindikasi melakukan pengalihan HS terkait importasi CRC. Secara umum, variabel bebas yang digunakan untuk kedua persamaan tersebut adalah sama, yaitu: unit harga impor produk, jarak ekonomi, PDB Indonesia, nilai tukar nominal Rupiah terhadap USD, dan dummy negara target BMAD (RRT, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam). Variabel dummy bernilai 0 untuk periode sebelum pengenaan BMAD dan bernilai 1 untuk periode setelah pengenaan BMAD. Untuk persamaan impor CRC dari baja paduan ditambahkan variabel dummy ketentuan impor baja paduan (Permendag No. 28/M-DAG/PER/6/2014). Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 91 Tabel 5.8. Hasil Olahan Panel Data Variabel CRC (Baja Karbon) Koefisien Konstanta (C) Prob. CRC dari Baja Paduan Koefisien Prob. -75,974 0,003*** -323,530 0,002*** Harga -0,523 0,548 0,123 0,863 Nilai Tukar -4,723 0,012** -1,686 0,587 Jarak Ekonomi 0,675 0,229 -6,333 0,172 PDB Indonesia 4,869 0,000*** 14.333 0,001*** -4,116 0,000*** 1,971 0,022** 0,161 0,761 2,796 0,043** Dummy BMAD Jepang -2,069 0,066* -1,026 0,444 Dummy BMAD Taiwan -0,142 0,741 2,408 0,005*** Dummy BMAD Vietnam 1,555 0,101 n.a n.a n.a. n.a -2,256 0,678 Dummy BMAD RRT Dummy BMAD Korea Dummy Permendag Impor Baja Paduan Koefisien Determinasi 0,801 0,911 (R2) Keterangan: - Masing-masing persamaan diolah dengan Eviews menggunakan cross-section fixed (dummy variables) panel model. Dengan spesifikasi tersebut, Dummy BMAD Vietnam tidak dimasukkan dalam persamaam CRC dari Baja Paduan karena akan menghasilkan singular matrix. Dengan spesifikasi model panel lainnya, Dummy BMAD Vietnam tidak signifikan mempengaruhi impor Baja Paduan. - Signifikan pada level ***(1%); **(5%); dan *(10%) Sumber: Hasil Eviews (2016) Dari Tabel 5.8 terlihat bahwa model panel data untuk persamaan CRC maupuan Baja Paduannya menghasilkan pemodelan yang baik dengan koefisien determinasi (R2) masingmasing sebesar 80,1% dan 91,1%. Artinya bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model mampu menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel tidak bebas. Hal utama yang perlu dicermati terhadap hasil uji ekonometri terkait indikasi circumvention adalah variabel dummy BMAD. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 92 Pada persamaan CRC baja karbon, koefisien dummy BMAD RRT dan Jepang bernilai negatif dan signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa pengenaan BMAD efektif menurunkan impor CRC asal RRT dan Jepang. Meskipun dummy BMAD Taiwan tidak signifikan secara statistik, namun koefisien yang bernilai negatif dapat menindikasikan bahwa impor CRC asal Taiwan mengalami penurunan. Sementara itu, dummy BMAD RRT, Korea Selatan, dan Taiwan pada persamaam Baja Paduan memiliki koefisien positif dan signifikan. Hal ini berarti bahwa setelah pengenann BMAD CRC, volume impor baja paduannya dari negara-negara tersebut mengalami lonjakan yang signifikan. Selain itu, ketentuan impor baja paduan memiliki koefisien negatif yang berarti bahwa ketentuan tersebut bermanfaat dalam meredam impor baja paduan. Dengan memperhatikan dummy variabel pada persamaam CRC (baja karbon) dan Baja Paduan dapat disimpulkan bahwa secara statistik, indikasi paling kuat praktek slightly modification circumvention dilakukan oleh RRT. Setelah adanya pengenaan BMAD, impor CRC dari RRT mengalami penurunan, namun justru diiringi dengan kenaikan impor baja paduannya dari RRT. Selain itu, Taiwan dan Korea Selatan juga diduga kuat melakukan slightly modification circumvention karena importasi baja paduan asal kedua negara tersebut melonjak signifikan setelah implementasi BMAD CRC. 5.5 Potensi Kerugian Akibat Indikasi Praktek Circumvention di Indonesia Analisis kerugian akibat indikasi praktek circumvention yang semula akan menggunakan metode welfare analysis belum bisa dilakukan karena keterbatasan data yang diperoleh dari pengumpulan data primer. Oleh sebab itu, digunakan alternatif metode lain yang setidaknya bisa mengindikasikan berapa jumlah impor yang diperkirakan dilakukan dengan praktek circumvention. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 93 Alternatif metode yang digunakan adalah melalui eksplorasi data perdagangan BPS pada level perusahaan. Mengingat keterbatasan akses untuk mendapatkan data tersebut, maka analisis dilakukan melalui studi kasus pada produk tertentu dan waktu/periode tertentu. Namun demikian, pemilihan produk dan periode data tetap disesuaikan dengan temuan hasil analisis sekunder sebelumnya maupun dari informasi pelaku usaha. Berdasarkan analisis indikasi circumvention dan klarifikasi pelaku usaha terlihat bahwa produk baja merupakan produk yang paling sering terindikasi circumvention dengan cara mengubah sedikit spesifikasi produk (slightly modified product circumvention). Diantara berbagai jenis produk baja yang dianalisis juga telihat bahwa CRC merupakan produk baja yang memiliki kemungkinan besar diimpor dengan cara mengalihkan klasifikasi HS ke dalam baja paduan. Oleh karena itu, eksplorasi data level perusahaan digunakan untuk melihat ataupun menghitung perubahan pola impor pada masing-masing perusahaan yang mengimpor baja CRC di tahun 2011 (periode sebelum pengenaan BMAD) yang kemudian di tahun 2015 melakukan impor baja paduan setelah adanya pengenaan BMAD. Perhitungan kerugian circumvention juga dilihat dari perusahaan yang tahun 2015 melakukan importasi baja paduan, namun di tahun 2011 perusahaan tersebut tidak tercatat melakukan impor baja CRC. Berdasarkan data BPS, jumlah importir di Indonesia yang teridentifikasi melakukan impor baja karbon CRC sebagaimana cakupan pengenaan BMAD atas produk CRC adalah sebanyak 131 perusahaan di tahun 2011 dan menjadi 70 perusahaan di tahun 2015 (Tabel 5.9). Dengan demikian telah terjadi penurunan jumlah importir yang melakukan impor pada produk karbon CRC. Dari 70 perusahaan yang melakukan impor baja karbon CRC tahun 2015 terdapat 47 perusahaan yang juga melakukan impor produk yang sama di tahun 2011. Dengan kata lain, terdapat 47 perusahaan yang Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 94 diasumsikan konsisten mengimpor baja karbon CRC pada periode sebelum maupun setelah pengenaan BMAD. Untuk impor baja paduan CRC terjadi peningkatan jumlah importir dari 10 perusahaan di tahun 2011 menjadi 29 perusahaan di tahun 2015. Dari 29 perusahaan importir yang melakukan impor baja paduan CRC di tahun 2015, 18 perusahaan diantaranya juga melakukan impor baja karbon CRC di tahun 2011. Dengan mengasumsikan bahwa rata-rata impor baja paduan CRC sebelum pengenaan anti-dumping hanya sebesar 16,9 ribu ton dan kemudian meningkat tajam menjadi 190,2 ribu ton setelah pengenaan BMAD produk baja karbon CRC maka ditaksir sekitar 173,9 ribu ton produk baja yang diimpor dengan praktek circumvention. Apabila jumlah tersebut dikalikan dengan harga CRC yang dijual oleh industri domestik setelah pengenaan BMAD (USD 750/ton) maka diperoleh loss (kerugian) sebesar USD 130,4 juta. Nilai tersebut akan jauh lebih besar apabila harga jual yang seharusnya diterima produsen domestik adalah harga sebelum masuknya barang impor dumping (USD 870/ton) sehingga menjadi USD 151,3 juta. Dengan demikian, kerugian yang dialami industri dalam negeri produsen baja CRC akibat praktek circumvention ditaksir mencapai USD 130,4 juta hingga USD 151,3 juta. Tabel 5.9. Jumlah Importir dan Nilai Impor pada Produk CRC berupa Baja Karbon maupun Baja Paduan CRC 2011 131 (686,9 ribu Ton) 2015 70 (160,7 ribu Ton) Baja Paduan CRC 2011 10 (16,9 ribu Ton) 2015 29 (190,2 ribu Ton) 2011 & 2015* 47 2011 & 2015* 6 CRC (2011) & Baja Paduan (2015) 18 Keterangan: * perusahaan yang sama mengimpor jenis baja yang sama pada tahun 2011 maupun 2015 Sumber: BPS, 2016 (diolah) Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 95 Analisis lebih lanjut difokuskan pada 18 perusahaan yang melakukan impor baja karbon CRC di tahun 2011 dan impor baja paduan CRC di tahun 2015. Perusahan-perusahaan ini diduga melakukan praktek circumvention dengan mengalihkan importasi dari baja karbon menjadi baja paduan. Karena masih dalam tahap studi dan dugaan awal maka nama-nama perusahaan dirahasiakan dalam kajian ini. Sebagaimana terlihat pada Tabel 5.10, jumlah impor baja karbon CRC oleh 18 perusahaan di tahun 2015 mengalami penurunan 165,1 ribu ton dibandingkan dengan tahun dasar (2011), sementara pada periode yang sama impor baja paduannya mengalami peningkatan 157,4 ribu ton. Jumlah importasi baja yang dialihkan relative sebanding. Apabila dilihat lebih dalam, indikasi slightly modified product circumvention banyak dijumpai pada perusahaan Indonesia yang melakukan importasi dari Jepang dan Korea Selatan. Kecilnya insiden indikasi slightly modified product circumvention atas baja asal RRT kemungkinan karena telah berakhirnya pemberian tax rebate untuk ekspor baja paduan yang mengandung boron oleh Pemerintah RRT sejak awal 2015 (Nikkei, 2016). Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 96 Tabel 5.10. Perkiraan Volume dan Asal Produk yang Diduga Circumvention oleh Importir Lama Sumber: BPS, 2016 (diolah) Indikasi praktek circumvention bukan hanya dilakukan oleh importir lama, tetapi juga importir baru yang memanfaatkan kesempatan. Dalam hal ini, terdapat 11 perusahaan yang mengimpor baja paduan CRC di tahun 2015 namun pada tahun 2011 tidak pernah mengimpor baja karbon CRC maupun paja paduannya (Tabel 5.11). Importasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut bisa jadi merupakan praktek circumvention mengingat negara/produsen asal produk merupakan target pengenaan BMAD. Dengan membandingkan jumlah impor baja paduan CRC di tahun 2015 dengan tahun dasar, maka 11 perusahaan tersebut diperkirakan melakukan slightly modified product circumvention sebanyak 16,5 ribu ton. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 97 Tabel 5.11. Perkiraan Volume dan Asal Produk yang Diduga Circumvention oleh Importir Baru Sumber: BPS, 2016 (diolah) Analisis yang dilakukan melalui eksplorasi data perdagangan level perusahaan tentu memiliki keterbatasan terkait asumsi-asumsi yang digunakan. Kenaikan impor baja paduan dari suatu perusahaan bisa jadi bukan merupakan praktek circumvention apabila spesifikasi yang dibutuhkan industri pengguna memang berbeda dengan barang dumping dan secara metalurgi memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, perlu adanya pengecekan/klarifikasi dokumen dari Otoritas Bea dan Cukai atau pihak yang kompeten dimana hal ini tidak bisa dilakukan dalam kajian. Selain itu, keterbatasan (akses) data tidak memungkinkan bagi Tim Kajian untuk menganalisis indikasi circumvention pada level perusahaan untuk setiap tahunnya sehingga diperoleh angka taksiran yang lebih baik. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 98 BAB VI PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ANTICIRCUMVENTION DI NEGARA LAIN 6.1 Amerika Serikat Ketentuan anti-circumvention pertama kali diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) pada tahun 1988 sebagai bagian dari Omnibus Trade diamandemenpada and tahun Competitiveness 1994. Act Ketentuan dan telah umum anti- circumvention diatur dalam 19 U.S. Code § 1677j - Prevention of circumvention of antidumping and countervailing duty orders, sedangkan ketentuan pelaksanaannya tertuang dalam 19 CFR 351.225 - Scope rulings. Adapun bentuk-bentuk circumvention yang diatur di AS adalah: A. Barang diproduksi secara lengkap atau dirakit di AS B. Barang diproduksi secara lengkap atau dirakit di negara ketiga sebelum diimpor ke AS C. Barang yang telah dirubah secara minor (sedikit modifikasi) D. Barang yang dikembangkan kemudian (later-developed merchandise) Berdasarkan ketentuan anti-circumvention AS, produk jadi yang diekspor dari negara ketiga atau bagian/komponen yang dikirim ke AS untuk perakitan juga dapat dikenakan ketentuan antidumping/countervailing jika memenuhi kondisi tertentu, yaitu: (1) bagian atau komponen harus diproduksi oleh negara yang dikenakan anti-dumping/countervailing; (2) proses perakitan atau penyelesaian di AS (atau negara ketiga) harus kecil atau tidak signifikan; dan (3) nilai dari bagian-bagian yang diimpor ke AS (atau negara ketiga) dari negara yang dikenakan anti- dumping/countervailing merupakan proporsi yang signifikan dari total nilai produk jadi. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 99 Dalam menentukan apakah proses perakitan atau penyelesaian merupakan proporsi yang kecil atau tidak signifikan, otoritas akan mempertimbangkan: a. tingkat investasi di AS (atau negara ketiga); b. tingkat riset dan pengembangan (R&D) di AS (atau negara ketiga); c. sifat dari proses produksi di AS (atau negara ketiga); d. sejauh mana proses produksi dilakukan di AS (atau negara ketiga); dan e. apakah nilai pengolahan di AS (atau negara ketiga) merupakan sebagian kecil dari total nilai barang yang dijual di AS. Sementara itu, dalam menentukan apakah akan menyertakan bagian atau komponen dalam lingkup/cakupan pengenaan anti dumping, otoritas akan mempertimbangkan: a. pola perdagangan, termasuk pola-pola sumber/asal barang; b. apakah produsen atau eksportir dari bagian-bagian atau komponen berafiliasi dengan orang/pihak yang merakit atau melengkapi barang dagangan (produk akhir) yang dijual di AS (atau negara ketiga); dan c. apakah impor bagian-bagian atau komponen telah mengalami peningkatan sejak dimulainya penyelidikan pada tindakan antidumping yang relevan Modifikasi produk secara minor yang termasuk dalam kategori circumvention adalah mengubah bentuk atau penampilan secara tidak signifikan (termasuk komoditas pertanian yang telah mengalami pengolahan minor), meskipun produk tersebut tidak termasuk dalam klasifikasi tarif yang sama. Sementara itu, laterdeveloped merchandise yang diatur ataupun terkena ketentuan anti-circumvention apabila barang tersebut memiliki kesamaan dengan barang yang pada awalnya dikenakan tindakan antidumping/countervailing (disebut sebagai "produk sebelumnya"), Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 100 dalam hal: karakteristik fisik umum produk, harapan/ekspektasi dari pembeli akhir atas produk tersbut, kegunaan utama produk, saluran (channel) perdagangan, serta pengiklanan dan cara penempatan (display) produk. AS merupakan negara yang pertama kali mengadopsi ketentuan anti-circumvention dalam regulasi domestiknya. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila telah banyak kasus-kasus circumvention yang ditangani. Tabel X memuat ringkasan kasuskasus anti-circumvention di AS dari awal 2011 sampai dengan Juli 2016. Tabel 6.1. No 1 Kasus Anti-Circumvention di AS Produk Asal (HTSUS) Impor Ferrovanadium and Rusia Nitrided Vanadium 2 Small Diameter Graphite Electrodes RRT 3 Laminated Woven Sacks RRT Jenis Circumvention Merchandise Completed or Assembled in the US (781a), AD Vanadium pentoxide from Russia imported by the Evraz Group and converted into ferrovanadium in the United States by BMC Merchandise Completed or Assembled in Other Foreign Countries (781b), AD Manufactured by UKCG from PRCoriginated artificial graphite rod/ unfinished SDGE component Minor Alterations of Merchandise (781c), Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan Inisiasi Penyelidikan 02/05/2011 18/03/2011 28/04/2011 Keputusan (Tanggal) Tidak terjadi circumvention (NFD: 06/08/2012) for all merchandise exported by UKCG where the supplier was a PRC-entity, the Department will direct CBP to require cash deposits at the rate established for the PRC supplier if that supplier has its own rate or, alternatively, at the PRC-wide rate of 159.64 percent if the PRC supplier does not have its own rate or if the importer cannot identify the supplier (AFD: 09/08/2012) Tidak terjadi circumvention 101 Later-Developed Merchandise (781d), AD (NFD: 08/02/2012) 4 Carbon and Certain Alloy Steel Wire Rod Mexico Minor Alterations of Merchandise (781c), AD Wire rod with an actual diameter of 4.75 mm to 5.00 mm 08/06/2011 5 Drill Pipe RRT Merchandise Completed or Assembled in Other Foreign Countries (781b), AD 12/08/2011 6 Steel Threaded Rod RRT Minor Alterations of Merchandise (781c), AD A variety of finishes or coatings 05/01/2012 7 Tissue Paper Products RRT Merchandise Completed or Assembled in Other Foreign Countries (781b), AD PRC-origin products that are processed in India by ARPP and exported to the US 10/05/2012 8 Uncovered Innerspring Units RRT Merchandise Completed or Assembled in Other Foreign Countries (781b), AD Manufactured in Malaysia by Reztec with PRC-origin components and other direct materials that are subsequently exported from Malaysia to the United States. 23/05/2012 Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan wire rod with an actual diameter of 4.75 mm to 5.00 mm produced in Mexico and exported to the United States by Deacero should be included within the scope of the order (AFD: 01/10/2012) Dihentikan karena petisioner mencabut permintaan penyelidikan (23/02/2013) continue to determine that imports from the PRC of steel threaded rod produced by Gem-Year, are subject to the antidumping duty order (AFD: 25/02/2013) to include this merchandise within the scope of the PRC Tissue Paper Order and to continue to instruct CBP to suspend entries of tissue paper products produced by ARPP (AFD: 03/07/2013) to include this merchandise within the scope of the PRC Innerspring Units Order and to continue to instruct CBP to suspend all entries of innerspring units from Malaysia produced by Reztec (AFD: 21/01/2014) 102 9 Polyethylene Retail Carrier Bags (PRCB) 10 Polyethylene terephthalate film, sheet, and strip (PET film) 11 Uncovered Innerspring Units 12 Cut-to-Length Carbon Steel Plate 13 Aluminum Extrusions Sumber: Merchandise Completed or Assembled in the US (781a), AD imports of unfinished PRCB Brasil, Merchandise RRT, Completed or Thailand, Assembled in Other dan UAE Foreign Countries (781b), AD PET film produced in Bahrain by JBF from inputs (PET chips and silica chips) manufactured in the UAE, and that is subsequently exported from Bahrain to the United States RRT Merchandise Completed or Assembled in Other Foreign Countries (781b), AD manufactured in Malaysia by Goldon with PRC-origin components and other direct materials) RRT Minor Alterations of Merchandise (781c), AD penambahan unsur paduan boron, kromium, dan/atau titanium RRT Minor Alterations of Merchandise (781c), AD 5050-grade aluminum alloy Taiwan 31/07/2013 Masih dalam penyelidikan 29/07/2014 Tidak terbukti circumvention (AFD: 07/05/2015) 31/12/2014 to instruct CBP to suspend liquidation of all entries of innerspring units produced in and/or exported from Malaysia by Goldon (AFD: 30/11/2015) 18/02/2016 Masih dalam penyelidikan 21/03/2016 Masih dalam penyelidikan Disarikan dari www.federalregister.gov (23 Juli 2016) Keterangan: AD: Anti-Dupmping; CBP: U.S. Customs and Border Protection; AFD: Affirmative Final Determination; NFD: Negative Final Determination Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 103 6.2 Uni Eropa Tindakan circumvention merupakan penghindaran terhadap kebijakan anti-dumping atau anti-subsidi. Oleh karena itu, circumvention di Uni Eropa (EU) diatur dalam peraturan tersendiri. Berdasarkan regulasi yang berlaku saat ini, circumvention dalam kaitannya dengan anti-dumping diatur dalam Pasal 13 Council Regulation (EC) No. 1225/2009 tentang Protection Against Dumped Imports from Countries Not Members of the European Community, tanggal 30 November 2009 (OJ [2009] L343/51). Sedangkan circumvention terkait dengan anti-subsidi diatur pada Pasal 23 EC No. 597/2009 tentang Protection Against Subsidised Imports from Countries Not Members of the European Community, tanggal 11 Juni 2009 (OJ [2009] L188/93). Sesuai dengan ruang lingku kajian, maka pembahasan hanya difokuskan pada pengaturan circumvention pada anti-dumping. Berdasarkan Pasal 13 EC No. 1225/2009, tindakan circumvention merupakan suatu bentuk perluasan dari pengenaan bea masuk anti-dumping (BMAD) atas impor dari negara ketiga (negara di luar EU yang tidak menjadi cakupan pengenaan BMAD) pada produk sejenis baik telah dilakukan sedikit modifikasi atau tidak, atau atas impor produk yang telah sedikit dimodifikasi dari negara yang telah dikenakan BMAD, pada saat terjadinya penghindaran terhadap BMAD. Circumvention dapat didefinisikan sebagai perubahan pola perdagangan antara negara ketiga dengan EU atau antar perusahaan secara individual di negara yang menjadi target pengenaan BMAD oleh EU. Perubahan pola perdagangan dapat disebabkan oleh perubahan praktek, proses, atau pekerjaan yang tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi selain karena pengenaan BMAD, sehingga dampak pemulihan (remedial effect) atas pengenaan BMAD menjadi tidak berarti (efektif) terhadap harga dan/atau kuantitas barang sejenis. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 104 Praktek, proses, atau pekerjaan yang dikategorikan sebagai circumvention adalah sedikit modifikasi atas suatu produk sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan customs codes (tarif) yang bukan merupakan cakupan pengenaan BMAD. Modifikasi tersebut tidak mengakibatkan perubahan karakteristik produk secara esensial. Selain itu, circumvention dapat berupa pengapalan produk yang menjadi subjek pengenaan BMAD melalui negara ketiga, reorganisasi oleh eksportir atau produsen terkait pola dan jaringan penjualan di negara yang menjadi subjek BMAD dalam rangka memperoleh bea masuk individual yang lebih rendah, serta kegiatan perakitan bagian-bagian yang dilakukan (assembly operation ) di EU atau di negara ketiga. Secara lebih lanjut, kegiatan perakitan di EU dan negara ketiga dianggap sebagai praktek circumvention apabila: 1. Kegiatan operasi dimulai atau secara substansial meningkat sejak atau sesaat sebelum inisiasi penyelidikan anti-dumping serta bagian-bagian (bahan baku) yang bersangkutan dari negara yang menjadi subjek BMAD; 2. Bagian-bagian yang dirakit memiliki porsi 60% atau lebih dari total nilai dari seluruh bagian-bagian dari produk yang dirakit, kecuali nilai tambah pada saat perakitan atau setelah selesai perakitan lebih besar dari 25% dari biaya produksi; dan 3. Efek pelulihan (remedial effect) atas pengenaan BMAD dilemahkan dalam hal harga dan/atau kuantitas dari produk sejenis yang dirakit serta ada bukti dumping dalam kaitannya dengan nilai normal ditetapkan sebelumnya untuk produk sejenis tersebut. Investigasi dugaan cicumvention dapat diinisiasi atas prakarsa Komisi Eropa (European Commission) atau atas permintaan dari negara Anggota atau pihak yang berkepentingan berdasarkan bukti yang cukup. Inisiasi harus dilakukan setelah berkonsultasi dengan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 105 Komite Penasehat (Advisory Committee) dan dapat berkoordinasi dengan (menginstruksikan) pihak pabean agar importasi produk yang akan diselidiki diwajibkan untuk didaftarkan atau untuk dimemintai jaminan. Investigasi dilakukan oleh Komisi Eropa yang dapat dibantu oleh pihak pabean dan akan disimpulkan dalam waktu sembilan bulan. Ketika fakta-fakta yang akhirnya dipastikan membenarkan perpanjangan tindakan (BMAD), maka penetapannya harus dilakukan oleh Dewan (European Council) berdasarkan proposal yang diajukan oleh Komisi Eropa, setelah berkonsultasi Komite Penasehat. Proposal harus diadopsi oleh Dewan dalam jangka waktu satu bulan setelah penyerahan oleh Komisi Eropa, kecuali anggota Dewan secara mayoritas (simple majority) menolak proposal tersebut. Ekstensi/perluasan tindakan mulai berlaku dari tanggal kewajiban pendaftaran importasi atau permintaan jaminan diberlakukan. Praktek circumvention yang terjadi di luar EU dapat memperoleh pengecualian apabila produsen atas barang yang menjadi subjek pengenaan BMAD dapat menunjukkan bahwa produk yang mereka produksi tidak terkait dengan produsen manapun yang menjadi subjek pengenaan BMAD serta ditemukan tidak terlibat dalam praktek circumvention. Apabila praktek circumvention dilakukan di dalam wilayah EU, pengecualian diberikan bagi importir yang dapat menunjukkan/membuktikan bahwa mereka tidak terkait dengan produsen yang menjadi subjek pengenaan BMAD. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 106 Dimulainaya Penyelidikan Penyampaian Kuesioner Registrasi impor Tanggapan pihak berkepentingan Verifikasi lapangan (on-the-spot) Penyampaian Temuan Awal Tanggapan pihak berkepentingan Keputusan Akhir (dalam 9 bulan) Ekstensi pengenaan AntiDumping & Anti-Subsidi Mendapatkan pengecualian Gambar 6.1. Proses Penyelidikan Anti-Circumvention di EU Sumber: Lo (2015) Berdasarkan dokumentasi yang dilakukan Vermulst (2015), EU telah melakukan investigasi kasus circumvention sejak tahun 1995 yaitu penyelidikan terhadap importasi magnetic disks dari Jepang, Taiwan, dan RRT yang diduga dikapalkan (transhipment) melalui Kanada, Hong Kong, India, Indonesia, Macao, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Melin dan Bao (2014) menyebutkan bahwa setidaknya terdapat 49 kasus circumvention yang ditangani oleh EU selama periode 1995-2013. Kasus-kasus circumvention terbaru yang ditangai oleh EU dapat dilihat pada Tabel X. Selama periode 20142016, terdapat enam kasus circumvention dengan beragam produk, namun semuanya merupakan impor dari RRT. Dalam hal ini, tuduhan praktek circumvention berupa pengapalan dari negara ketiga dan modifikasi produk secara sederhana. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 107 Tabel 6.2. No Kasus Anti-Circumvention di EU Produk (CN) Asal Impor Jenis Circumvention (Kasus Awal) Third country; consigned from Cambodia, Pakistan and the Philippines (AD) Slightly modified (AD) Inisiasi Penyelidikan Keputusan (Tanggal) 1 Bicycles and other cycles (ex 8712.00.30 dan ex 8712.00.70) RRT 2 Molybdenum wire (ex 8102 96 00) RRT 3 Citric acid (2918.14.00 dan ex2918.15.00) RRT Third country; consigned from Malaysia (AD) 30/04/2015 4 Solar panels: crystalline silicon photovoltaic modules and key components (ex8501.31.00, ex8501.32.00, ex8501.33.00, ex8501.34.00, ex8501.61.20, ex8501.61.80, ex8501.62.00, ex8501.63.00, ex8501.64.00 dan ex8541.40.90) Hand pallet trucks and their essential parts (ex8427.90.00 dan ex8431.20.00) Aluminium foil (ex7607.11.19) RRT Third country; consigned from Malaysia and Taiwan (AD, AS) 05/05/2015 RRT Slightly modified (AD) 15/12/2015 Masih dalam penyelidikan RRT Slightly modified (AD) 31/05/2016 Masih dalam penyelidikan untuk produk ex7607.11.90 5 6 Sumber: 02/09/2014 10/03/2015 Mengenakan BMAD kepada Kamboja, Pakistan dan Filipina (18/05/2015) Memperluas cakupan produk (29/10/2015) Mengenakan BMAD kepada Malaysia (14/01/2016) Mengenakan n BMAD dan BMI kepada Malaysia dan Taiwan (11/02/2016) Disarikan dari http://trade.ec.europa.eu/tdi/notices.cfm (30 Juli 2016) Keterangan: CN: Combined Nomenclature; AD: Anti-Dumping; AS: Anti-Subsidi; BMAD: Bea Masuk Anti-Dumping; BMI: Bea Masuk Imbalan (Countervailing) 6.3 Australia Kerangka kaitannya regulasi dengan anti-circumvention tindakan anti-dumping di Australia dan dalam countervailing diperkenalkan pada bulan Juni 2013 dan kemudian diubah pada bulan Januari 2014 dan April 2015 (Department of Industry, Innovation and Science, 2015). Kerangka ini memungkinkan AntiDumping Commission untuk melakukan penyelidikan terhadap Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 108 praktek-praktek perdagangan oleh importir dan eksportir yang berusaha untuk menghindari pembayaran atau efek atas pengenaan bea masuk anti-dumping. Dampak dari penghindaran ini adalah tindakan pemulihan perdagangan (trade remedies) tidak efektif untuk melindungi industri domestik Australia. Praktek circumvention bermacam-macak bentuknya dan mengeksploitasi aspek yang berbeda dari sistem anti-dumping dan countervailing. Tujuannya adalah agar barang yang menjadi subjek pengenaan anti-dumping dan countervailing tidak terkena tindakan tersebut. Sebagaimana diungkapkan oleh Anti-Dumping Commission (ADC), circumvention (pengelakan) adalah strategi perdagangan yang dapat digunakan oleh eksportir dan/atau importir produk baik untuk: (a) menghindari pembayaran penuh bea masuk anti-dumping dan/atau countervailing; ataupun (b) menghindari efek harga atas pengenaan bea masuk anti-dumping dan/atau countervailing di pasar Australia.Hasil akhir dari praktek circumvention adalah bahwa (a) barang yang menjadi subjek tindakan tidak terkena bea masuk anti-dumping dan/atau countervailing sebagaimana diharapkan sebelumnya; atau (b) barang yang menjadi subjek tindakan membayar bea masuk anti-dumping dan/atau countervailing tetapi pembayarannya tidak memiliki efek harga di pasar sesuai yang diinginkan sehingga tidak memiliki efek terhadap penghilangan/pengurangan kerugian yang disebabkan oleh harga dumping dan/atau subsidi. Sebagaimana tercantum amandemen Customs Act 1901 section 269ZDBB, yang menjadi cakupan praktek circumvention di Australia meliputi: 1. Perakitan bagian-bagian (parts) di Australia; 2. Perakitan bagian-bagian (parts) di negara ketiga; 3. Ekspor barang melalui satu atau lebih negara ketiga; 4. Pengaturan antar eksportir; Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 109 5. Menghindari efek yang diharapkan atas pengenaan bea masuk (intended effect of duty); 6. Sedikit modifikasi produk ekspor ke Australia1 dan 7. Keadaan tambahan yang ditentukan oleh peraturan. Lebih lanjut, subbagian 269ZDBB (5A) Customs Act 1901 mengatur mengenai parktek circumvention untuk menghindari efek yang diinginkan atas pengenaan bea masuk dalam kaitannya dengan pemberitahuan diterbitkan di bawah subbagian 269TG (2) atau 269TJ (2) Customs Act 1901. Dalam ketentuan tersebut, suatu praktek pengelakan (circumvention) terjadi apabila: a) barang (circumvention goods) diekspor ke Australia; b) barang-barang diproduksi di luar negeri terkait dengan pemberitahuan (notice) yang berlaku; c) eksportir adalah eksportir yang terkait dengan pemberitahuan yang berlaku; d) importir barang pengelakan, baik secara langsung atau melalui asosiasi, menjual barang-barang di Australia tanpa menaikkann harga yang sepadan dengan total jumlah yang harus dibayar atas circumvention goods di bawah Dumping Duty Act; e) salah satu atau kedua aturan dalam bagian 8 atau 10 pada Dumping Duty Act, berlaku untuk ekspor barang pengelakan ke Australia; dan f) keadaan di atas terjadi selama jangka waktu yang wajar. Dalam mekanisme normal suatu perdagangan, harga barang dumping meningkat di pasar Australia ketika bea masuk antidumping dipungut di perbatasan. Tambahan bea masuk dumping atau countervailing dibayar oleh importir untuk barang tersebut yang kemudian umumnya diteruskan ke klien atau konsumen dalam bentuk kenaikan harga di pasar Australia. Praktek pengelakan mungkin saja terjadi apabila bea masuk dumping dan/atau 1 Bentuk cirvumvention ini paling terakhir (baru) dimasukkan dalam amandemen UU Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 110 countervailing yang dikenakan (dan dibayar oleh importir atas masuknya barang) mengakibatkan sedikit dampak atau tidak berdampak sama sekali pada harga barang yang dijual di pasar Australia (selama jangka waktu yang wajar). Eksportir barang dumping bisa saja memberikan kompensasi atas barang yang dijual oleh importir sehingga importir tetap dapat menjual barang tersebut di pasar domestik dengan harga yang murah dan tidak mengalami kerugian atas penambahan bea masuk anti-dumping. Penghindaran terhadap efek yang diinginkan dari bea masuk tertentu yang ditentukan oleh Customs Act hanya menyangkut praktek pengelakan (circumvention) dan tidak menunjukkan perilaku ilegal. Tidak disebut sebagai praktek pengelakan jika faktor eksternal (seperti fluktuasi mata uang atau pengurangan biaya penjualan dan biaya umum lainnya) telah menyebabkan situasi di mana harga jual barang oleh importir tidak bertambah sesuai dengan pengenaan bea masuk tambahan. Selanjutnya, mempertimbangkan bahwa pengurangan keuntungan dapat menjadi praktek bisnis yang sah, maka bukan merupakan aktivitas circumvention jika importir (yang benar-benar independen dari eksportir asal membeli barang) mengurangi dampak pengenaanbea masuk anti-dumping dan/atau countervailing melalui pengurangan laba secara parsial. Sejak tanggal 1 April 2015, tipe baru praktek circumvention mencakup situasi dimana eksportir sedikit memodifikasi produk mereka untuk menghindari pengenaan bea masuk yang berlaku untuk asli (atau tidak dimodifikasi) yang baik. Beberapa faktor yang mungkin menunjukkan bahwa produk telah mengalami sedikit dimodifikasi antara lain: a. karakteristik fisik umum masing-masing produk; b. kegunaan akhir masing-masing produk; c. substitusi penggunaan masing-masing produk; Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 111 d. perbedaan dalam proses produksi setiap produk; e. perbedaan dalam biaya produksi setiap produk; f. biaya modifikasi; g. preferensi dan harapan konsumen terkait masing-masing produk; h. cara pemasaran masing-masing produk; i. saluran perdagangan dan distribusi untuk setiap produk; j. pola perdagangan untuk setiap produk; k. perubahan harga dari masing-masing produk; l. perubahan volume ekspor untuk masing-masing produk; dan m. klasifikasi tarif dan kode statistik untuk masing-masing produk. Ayat 269ZDBH (2) Customs Act menguraikan bentuk-bentuk tindakan anti-circumvention yang diimplementasikan melalui perubahan pada pemberitahuan awal (original notice) terkait tindakan anti-dumping dan/atau countervailing oleh Menteri, yaitu: 1. Spesifikasi barang yang berbeda yang menjadi subyek dari pemberitahuan awal; 2. Spesifikasi negara asal impor yang berbeda yang menjadi subyek dari pemberitahuan awal; 3. Spesifikasi eksportir yang berbeda yang menjadi subyek dari pemberitahuan awal; 4. Spesifikasi faktor-faktor (variabel) yang berbeda pada eksportir yang ada (sama) yang menjadi subjek pemberitahuan awal; atau 5. Spesifikasi faktor-faktor (variabel) pada eksportir yang berbeda yang menjadi subjek pemberitahuan awal Proses penyelidikan anti-circumvention diatur dalam Customs Act 1901 pada Bagian XVB (5A) yang terdiri dari proses pertimbangan aplikasi dan permintaan, submisi, verifikasi informasi, laporan penyelidikan anti-circumvention, keputusan Menteri, dan review atas keputusan Menteri sebagaimana dilihat pada Gambar X. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 112 * Minister may extend SEF reporting time and final report time ** Except where extended. Gambar 6.2. Proses Kebijakan Anti-Circumvention di Australia Sumber: http://www.adcommission.gov.au/ Permintaan/aplikasi penyelidikan anti-circumvention atas dugaan penghindaran terhadap bea masuk tambahan tertentu (terkait dumping atau coutervailing) dapat dilakukan oleh orang yang mewakili, atau mewakili sebagian dari, industri Australia yang memproduksi barang sejenis. Menteri yang bertanggung jawab terhadap anti-dumping juga dapat meminta Commissioner of the Anti-Dumping Commission (Komisioner) untuk melakukan penyelidikan. Komisioner harus memutuskan apakah menerima atau menolak aplikasi dalam waktu 20 hari dari pengajuan aplikasi. Komisioner Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 113 harus menolak aplikasi jika tidak puas dari salah satu atau kedua hal berikuti, yaitu: (i) bahwa persyaratan formulir aplikasi telah terpenuhi; dan (ii) bahwa terdapat alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa aktivitas pengelakan (circumvention) dalam kaitannya dengan pemberitahuan asli (original notice) telah terjadi. Sesuai dengan bagian 269ZDBD, sebuah aplikasi harus meliputi: a) deskripsi dari jenis barang yang merupakan subjek dari pemberitahuan asli; dan b) deskripsi pemberitahuan asli subjek aplikasi; dan c) deskripsi aktivitas pengelakan dalam kaitannya dengan pemberitahuan asli yang oleh pemohon dianggap telah terjadi; dan d) deskripsi perubahan atas pemberitahuan asli yang oleh pemohon dianggap harus dilakukan. Apabila Komisioner tidak menolak aplikasi, atau jika Menteri meminta penyelidikan, maka pemberitahuan yang menunjukkan bahwa penyelidikan harus dilakukan harus dipublikasikan di sebuah surat kabar nasional yang beredar. Pemohon juga akan diberitahu tentang keputusan Komisioner tersebut. Dalam prakteknya, AntiDumping Commission juga mempublikasikan (dalam website) pemberitahuan Anti-Dumping yang merinci proses penyelidikan, termasuk tenggat waktu pengajuan serta jangka waktu legislatif untuk pelaporan kepada Menteri. Komisi akan menghubungi pihak-pihak berkepentingan yang diketahui (teridentifikasi) untuk berpartisipasi, dan untuk mengajukan pengajuan penyelidikan. Batas waktu pengiriman (submisi) adalah 40 hari setelah penerbitan pemberitahuan. Pihak yang berkepentingan dapat membuat pengajuan melampaui tanggal ini, misalnya dalam kaitannya dengan laporan verifikasi yang ditempatkan pada catatan publik, namun pihak yang berkepentingan harus menyadari bahwa Komisioner tidak berkewajiban untuk Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 114 memperhatikan pengajuan yang diterima setelah 40 apabila hal tersebut akan menghambat persiapan penyusunan laporan akhir kepada Menteri secara tepat waktu. Pihak yang berkepentingan harus mempersiapkan versi tidak rahasia dari pengajuan untuk ditempatkan pada catatan publik. Berbeda dengan proses penyelidikan yang berkaitan dengan bentukbentuk praktek circumvention, penyelidikan mengenai dugaan penghindaran terhadap efek yang diharapkan atas pengenaan bea masuk (intended effect of duty) tidak mewajibkan Komisioner untuk menerbitkan sebuah pernyataan dari fakta-fakta penting selama proses penyelidikan. Kunjungan lapangan dapat dilakukan untuk memverifikasi informasi yang disampaikan oleh pihak yang berkepentingan. Dalam hal kunjungan lapangan tidak memungkinkan, maka dapat dilakukan dengan "desk audits", yaitu pemeriksaan catatan dan dokumen tidak di tempat pihak yang berkepentingan. Laporan verifikasi kunjungan dan desk audits akan disiapkan oleh Komisi dan versi tidak rahasia dari laporan tersebut akan ditempatkan pada catatan publik. Komisioner harus memberikan laporan kepada Menteri dalam waktu 100 hari untuk merekomendasikan apakah pemberitahuan asli harus diubah. Menteri dapat memperpanjang batas waktu laporan atas permintaan tertulis dari Komisioner. Laporan ini harus menyertakan pernyataan alasan-alasan Komisaris dalam menetapkan rekomendasi berdasarkan serta menyediakan buktibukti yang mendukung. Dalam mengusulkan suatu rekomendasi yang nantinya dibuat oleh Menteri, Komisioner harus memperhatikan aplikasi atau permintaan untuk penyelidikan dan setiap pengajuan mengenai penyelidikan yang diterima dalam waktu 40 hari setelah publikasi pemberitahuan inisiasi penyelidikan. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan Komisaris juga dapat 115 mempertimbangkan hal lain yang Komisioner anggap relevan dengan penyelidikan. Dalam waktu 30 hari setelah menerima laporan, Menteri harus menyampaikan keputusan dengan pemberitahuan dalam suatu Keputusan/Peraturan (gazette) dan dimuat dalam koran nasional, apakah pemberitahuan asli harus diubah, dan jika memang harus dirubah maka perubahannya harus dibuat. Jika Menteri menganggap suatu kondisi tertentu telah terjadi, maka waktu yang lebih lama dapat diambil untuk membuat deklarasi keputusan. Dalam hal ini, Menteri harus memberikan pemberitahuan publik terkait tambahan periode yang diperlukan. Selain itu, apabila deklarasi Menteri mempengaruhi eksportir, maka eksportir tersebut harus diberitahu tentang deklarasi dan perubahan. Jika relevan, deklarasi Menteri dapat mencakup lebih dari satu eksportir. Pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengajukan review terhadap keputusan Menteri untuk mengubah atau tidak mengubah pemberitahuan asli melalui Anti-Dumping Review Panel. Dalam hal ini, pengajuan permohonan untuk tinjauan ulang harus dilakukan dalam waktu 30 hari dari penerbitan keputusan Menteri. Tabel 6.3. No Kasus Anti-Circumvention di Australia Produk (HS) Aluminium Extrusion (7604.10.00; 7604.21.00; 7604.29.00; 7608.10.00; 7608.20.00; 7610.10.00; 7610.90.00) Asal Impor RRT Jenis Circumvention Avoidance of the intended effect of duty (sales at a loss) Inisiasi Keputusan Penyelidikan (Tanggal) 14/04/2014 Menaikkan dumping margin, subsidi margin, dan effective rate of combined interim duty (19/02/2015) 2 Zinc Coated Galvanised Steel (7210.49.00 dan 7212.30.00) Korea dan Taiwan Slightly modified of goods 5/05/2015 3 Hollow Structural Sections RRT, Korea dan Slightly modified of goods 11/05/2015 1 Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan Menambah cakupan produk HS 7225.92.00 dan 7226.99.00 (18/03/2016) Menambah cakupan produk 116 4 5 (7306.30.00; 7306.61.00; dan 7306.69.00) Quenched and Tempered Steel (7225.40.00 dan 7225.99.00) Malaysia Swedia Avoidance of the intended effect of duty 19/08/2015 Zinc Coated Galvanised Steel (7210.49.00 dan 7212.30.00) RRT Slightly modified of goods 01/06/2015 HS 7306.50.00 dan 7306.61.00 (18/03/2016) Penyelidikan dibatalkan, void ab initio (tidak mengikat secara hukum) (27/11/2015) Menambah cakupan produk HS 7225.92.00 dan 7226.99.00 (18/03/2016) Sumber: Disarikan dari http://www.adcommission.gov.au/ 6.4 India Aturan mengenai kebijakan anti-circumvention di India mulai diperkenalkan sejak tahun 2012 melalui amandemen the Customs Tariff Act 1975 yang secara khusus peraturan ini disebut dengan "The Custom Tariff (Identification Assessment and Collection of AntiDumping Duty on Dumped Articles and for Determination of Injury) Amendment Rules, 2012”. Amandemen tersebut menyisipkan ayat (1A) Bagian 9A yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Pusat untuk melakukan ekstensi pengenaan anti-dumping apabila telah terjadi penghindaran terhadap kewajiban pembayaran BMAD (circumvention), baik dengan merubah cakupan negara asal ekspor maupun merubah deskripsi produk impor yang dikenakan bea masuk anti-dumping. Selain itu, ditambahkan emapt aturan baru untuk mengatasi circumvention yang dituangkan dalam Rules 25, 26, 27, dan 28. Rule 25 mendefinisikan apa yang dimaksud dengan circumvention. Berdasarkan aturan ini, secara umum terdapat tiga bentuk praktek circumvention. Pertama, importasi bagian atau produk setengah jadi dari negara yang dikenakan anti-dumping kemudian dirakit kembali/ diproses lebih lanjut di India. Praktek Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 117 circumvention ini ditandai dengan peningkatan operasi/usaha setelah adanya investigasi anti-dumping serta nilai perakitan dan proses akhir kurang 35% dari total biaya perakitan tersebut. Kedua, melakukan sedikit modifikasi atas produk yang menjadi subjek bea masuk anti-dumping meskipun menjadikan perubahan atas klasifikasi tarif produk tersebut. Ketiga, produk impor yang dikenakan bea masuk anti-dumping diimpor melalui eksportir/produsen/negara yang bukan menjadi target pengenaan anti-dumping diklasifikasikan sebagai circumvention jika eksportir/produsen yang dikenakan/dinotifikasikan untuk membayar kewajiban bea masuk anti-dumping merubah perilaku perdagangan, pola perdagangan, atau jaringan penjualan atas produk yang menjadi objek tindakan anti-dumping melalui eksportir/produsen/negara yang bukan menjadi target pengenaan anti-dumping. Sarat lain yang mesti dipenuhi adalah bahwa perubahan pola tersebut tidak berdasarkan alasan ekonomi yang kuat (hanya terkait pengenaan anti-dumping), serta bukti dampak perbaikan (remedial efect) atas bea masuk antidumping sangat minim, terutama dalam harga dan kualitas produk. Rule 26 berisi ketentuan mengenai penyelidikan circumvention. Otoritas yang berwenang dapat memulai investigasi kemungkinan terjadinya circumvention atas pengenaan anti-dumping setelah menerima permintaan tertulis dari industri domestik. Permintaan tersebut harus berisi bukti yang cukup untuk dapat menjustifikasi dimulainya penyelidikan. Otoritas yang berwenang juga dapat menginisiasi penyelidikan berdasarkan informasi/bukti yang cukup dari Commissioner of Customs atau sumber lain. Sebelum memulai penyelidikan, Otoritas harus memberikan notifikasi kepada negara eksportir yang bersangkutan. Rule 27 mengatur mengenai tata cara penetapan terjadinya praktik circumvention. Otoritas yang berwenang setelah membuktikan terjadinya circumvention terhadap pengenaan bea masuk antidumping, dapat merekomendasikan pengenaan bea masuk-anti Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 118 dumping kepada impor produk yang mengalami circumvention dan dapat berlaku surut (retrospective) sejak tanggal inisiasi investigasi dilakukan. Dalam hal ini, otoritas harus menerbitkan pemberitahuan publik atas temuan-temuan (hasil investigasi). Rule 28 merupakan dasar dilakukannya peninjauan (review). Otoritas dapat meninjau atas keberlanjutan pengenaan bea masuk anti-dumping berdasarkan inisiatif sendiri maupaun berdasarkan permintaan pihak berkepentingan yang memberikan informasi substansial bahwa review perlu dilakukan. Riview harus diselesaikan tidak lebih dari 12 bulan sejak tanggal inisiasi review dilakukan. Dalam implementasinya, penyelidikan praktek circumvention di India dilakukan oleh Directorate General of Anti-Dumping & Allied Duties, Ministry of Commerce & Industry. Meskipun ketentuan anticircumvention telah ada sejak 2012, namun hingga saat ini India baru melakukan dua tuduhan/penyelidikan circumvention, yaitu untuk produk diclofenac sodium dan cold-rolled flat products of stainless steel, dimana keduanya diinisiasi pada Februari 2016 (Tabel 6.4). Bahkan untuk kasus diclofenac sodium telah di-endorse oleh asosiasi obat-batan India (Indian Drug Manufacturers’ Association) sejak Juli 20142. Tabel 6.4. No 1 Produk (HS) Diclofenac Sodium Kasus Anti-Circumvention di India Asal Impor RRT Jenis Circumvention (Kasus Awal) Slightly modified (AD) Inisiasi Penyelidikan 17/02/2016 Keputusan (Tanggal) Masih dalam penyelidikan produk Indolinone (tahap akhir produk Diclofenac Sodium) 2 Indian Drug Manufacturers’ Association mengirimkan surat kepada Pemerintah India yang menginginkan dilakukan penyelidikan terhadap importasi disclofenac sodium dalam kerangka regulasi circumvention karena pengenaan bea-masuk anti-dumpingnya dianggap tidak efektif (http://www.idma-assn.org/pdf/08-072014_to_sec_Comm__Sec_Revenue__DGFT__DGAD_on_antidumping_duties_being_bypassed.pdf) Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 119 2 Cold-rolled flat products of stainless steel, width of 600 mm upto1250 mm (7219.31, 7219.32, 7219.33, 7219.34, 7219.35 and 7219.90) Sumber: RRT, Korea, EU, Afrika Selatan, Taiwan, Thailand, dan AS Slightly modified (AD) 19/02/2016 Masih dalam penyelidikan produk (HS) yang sama dengan lebar lebih dari 1250 mm Disarikan dari http://commerce.nic.in/DOC/remedies_ad_cases_india.aspx (Juni 2016) Keterangan: AD: Anti-Dumping; AS: Anti-Subsidi; BMAD: Bea Masuk Anti-Dumping; BMI: Bea Masuk Imbalan (Countervailing) 6.5 Turki Pengaturan mengenai tindakan anti-circumvention di Turki diatur dalam Decree on the Prevention of Unfair Competition in Imports (No. 23861) dan Regulation on the Prevention of Unfair Competition in Imports yang keduanya berlaku efektif sejak 25 Oktober 1999. Kedua peraturan tersebut merupakan turunan dari Law on Prevention of Unfair Competition in Importation (Law No. 3577) tahun 1989 yang mengatur mengenai tindakan pemulihan perdagangan (trade remedies) secara umum. Beberapa bagian dari dalam Decree on the Prevention of Unfair Competition in Imports dan Regulation on the Prevention of Unfair Competition in Imports diamandemen masing-masing pada Desember 2005 dan Januari 2006. Amandemen tersebut khusus diperuntukkan untuk memudahkan implementasi mengungkapkan tindakan bahwa anti-circumvention. investigasi FTC anti-circumvention (2016) susah dilakukan sebelum adanya amandemen tersebut karena kurangnya dukungan regulasi yang sesuai. Sementara itu, pihak yang bertanggung jawab atas penindakan terhadap persaingan tidak adil dalam perdagangan internasional di Turki, termasuk tindakan anticircumvention, adalah General Directorate of Imports, Ministry of the Economy. Dalam regulasi, tindakan circumvention tidak didefinisikan secara rinci sebagaimana diatur di EU maupun AS. Dalam Article 2 paragraf Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 120 (i) sub-paragraf (1) Decree on the Prevention of Unfair Competition in Imports maupaun dalam Article 4 paragraf (i) sub-paragraf (1) Regulation on the Prevention of Unfair Competition in Imports dinyatakan definisi circumvention sebagai berikut: "Cases where there is evidence that, a change exists in the pattern of trade between a third country and Turkey or the country subject to measures and Turkey or individual companies in the country subject to measures and Turkey, stemming from a practice, process or work for which there is insufficient due cause or economic justification other than the avoidance of the antidumping duty or countervailing duty in force, and that the remedial effects of the duty are being undermined or nullified." Dalam definisi tersebut setidaknya terdapat tiga bentuk circumvention yang diatur dalam regulasi di Turki yaitu: importasi dari negara ketiga, sedikit modifikasi produk, dan kombinasi keduanya (importasi produk yang telah sedikit dimodifikasi dari negara ketiga atau negara yang menjadi subjek tindakan) dalam rangka menghindari pengenaan bea masuk anti-dumping maupun bea masuk countervailing (anti-subsidi). Melalui praktek tersebut, dampak tindakan trade remedies tidak sesuai yang diharapkan atau tidak berdampak sama sekali. Apabila hasil investigasi telah membuktikan adanya praktek circumvention, maka bea masuk anti-dumping dan countervailing dapat diperluas untuk produk sejenis atau bagianya dari negara yang menjadi subjek kebijakan atau produk sejenis atau bagianya dari negara ketiga. Dalam kasus dimana bea masuk anti-dumping maupun countervailing dikenakan secara individu terhadap eksportir atau produsen di negara yang menjadi subjek kebijakan, maka bea individual terhadap perusahaan tersebut dapat dinaikkan namun tidak melampaui bea tertinggi yang dikenakan pada negara tersebut. Selama proses investigasi, produk impor yang menjadi subjek Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 121 investigasi dapat dikenakan uang jaminan (security deposit) dengan jumlah yang tidak melebihi tingkat pengelakan sementara (provisionally determined level of circumvention). Apabila hasil dari penyelidikan menyimpulkan bahwa efek bea masuk definitif dihilangkan melalui penurunan harga ekspor, maka bea masuk anti-dumping harus ditaksir ulang sesuai dengan perhitungan margin dumping yang baru. Dalam hal investigasi dilakukan dengan memeriksa ulang harga normal maka impor produk yang menjadi subjek investigasi dapat dikenakan uang jaminan dengan jumlah yang tidak melebihi tingkat pengelakan sementara. Apabila impor produk yang bersangkutan telah dikenakan uang jaminan selama penyelidikan dan hasil investigasi telah menetapkan tindakan tambahan, maka kekurangan antara bea tindakan anticircumvention dengan bea masuk definitif (anti-dumping/ countervailing) harus dibayarkan ke bendahara negara, sedangkan kelebihan uang jaminan akan dikembalikan. Apabila pihak yang berwenang memutuskan bahwa investigasi dihentikan tanpa menetapkan suatu tindakan, maka uang jaminan akan dikembalikan. Tabel 6.5. No 1 2 3 Produk (HS) Kasus Anti-Circumvention di Turki Asal Impor wall type split air conditioners (8415.1090 and 8415.9000) all type split air conditioners (8415.1090, 8415.81 and 8415.82) RRT Jenis Circumvention (Kasus Awal) Third country RRT Third country 25/07/2009 Fittings (7307.1900) Brazil, Bulgaria, China, India, Third country 14/12/2012 Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan Inisiasi Penyelidikan 12/01/2008 Keputusan (Tanggal) Mengenakan BMAD kepada Malaysia (28/02/2009) Mengenakan BMAD kepada Indonesia, Pakistan, Filipina, dan Vietnam. Mesir tidak dikenakan BMAD (04/01/2011) Mengenakan BMAD kepada Taiwan 122 Indonesia and Thailand RRT (26/09/2013) Third country 4/12/2012 4 aluminium offset printing plates (3701.3000) 5 Articulated link chain and parts thereof (7315.1190, 7315.1200 dan 7315.1900) RRT Third country 14/12/2012 6 Woven fabrics of synthetic and artificial stable fibers (513, 5514, 5515 dan 5516) RRT Third country 11/08/2014 7 Woven fabrics of synthetic filament yarn (5407) RRT Third country 11/08/2014 Mengenakan BMAD kepada Bulgaria (22/08/2015) 8 Welded stainless steel tubes, pipes and profiles (7306.4020, 7306.4080 dan 7306.6110) RRT dan Taiwan Third country 12/12/2014 Mengenakan BMAD kepada Malaysia dan Vietnam; Perusahaan yang kooperatif dikecualikan (18/03/2016) 9 Granites (6802.23 dan 6802.93) RRT Third country 12/12/2014 10 Plywood (4412.10, 4412.31, 4412.32 dan 4412.39) RRT 27/05/2015 11 Yarn of man-made or synthetic or artificial staple fibers (5508, 5509 (kecuali 5509.52, 5509.61 dan 5509.91), 5510 (kecuali 5510.20) dan 5511) RRT Third country; consinged through Bulgaria and Vietnam Third country; consinged through Chinese Taipe Mengenakan BMAD kepada Vietnam (17/02/2016) Masih dalam penyelidikan 22/08/2015 Mengenakan BMAD kepada Malaysia (28/09/2013) Mengenakan BMAD kepada Taiwan, Malaysia, dan Korea (12/12/2013) Mengenakan BMAD kepada Bulgaria dan Polandia (22/08/2015) Masih dalam penyelidikan Sumber: Disarikan dari www.antidumpingpublishing.com dan www.globaltradealert.org (Juni 2016) Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 123 6.6 Lessons Learned Urgensi diatur atau tidaknya praktek circumvention tergantung dari perkembangan ekonomi dan bisnis masing-masing negara. Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (EU) yang merupakan negara maju dengan perkembangan ekonomi yang pesat dan tantangan yang kompleks tentu logis apabila memiliki ketentuan anti- circumvention yang lebih dulu dibandingkan dengan negara-negara anggota WTO lainnya. Upaya melindungi industri domestik dari praktek unfair trade tersebut menginspirasi negara-negera lainnya untuk mengadopsi ketentuan anti-circumvention yang serupa. Meskipun masing-masing negara yang distudi dalam kajian ini memiliki variasi pengaturan, namun setidaknya terdapat tiga bentuk praktek circumvention yang dilarang, yaitu: ekspor melalui negara ketiga atau produsen/eksportir yang tidak dikenakan tindakan pengamanan, modifikasi sedikit produk, dan perakitan komponen (ekspor dalam bentuk bagian-bagian). Adapun ringkasan (pokokpokok) pengaturan anti-circumvention di negara-negara lain dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil inventarisasi kasus-kasus anti-circumvention di negara AS, EU, Australia, India, dan Turki, diperoleh informasi bahwa RRT merupakan negara yang paling sering dituduh melakukan circumvention (penghindaran) atas pengenaan antidumping. Sementara itu, bentuk circumvention yang paling banyak digunakan sebagai modus penghindaran adalah eksportasi melalui negara ketiga dan modifikasi sedikit produk. Perlu diketahui bahwa saat ini Indonesia belum memiliki landasan hukum tindakan anti-circumvention. Dalam PP No. 34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan tidak terdapat ketentuan yang memungkinkan Pemerintah Indonesia untuk menindak praktek penghindaran (circumvention) atas pengenaan anti-dumping maupun Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 124 anti-subsidi yang dilakukan oleh eksportir luar negeri maupun importir. Padahal dalam perdagangan dunia, Indonesia dipandang sebagai salah satu pasar yang potensial karena perekonomian yang tubuh dan penduduk yang besar. Untuk melindungi industri domestik dari praktek unfair trade mitra dagang, sudah seharusnya Indonesia menyempurnakan instrumen pengaman perdagangnnya dengan mencontoh kebijkan negara lain. Terlebih lagi, RRT merupakan negara asal impor terbesar bagi Indonesia dan RRT menjadi negara yang seringkali dituduh melakukan praktek unfair trade sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan atas potensi praktek-praktek unfair trade yang dilakukan oleh RRT. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 125 BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 7.1 Kesimpulan Secara umum dapat disimpulkan bahwa jenis circumvention yang kemungkinan besar banyak dilakukan oleh pelaku usaha adalah pengalihan impor dari negara ketiga (third-country circumvention) dan perubahan produk yang tidak substansial (slightly modification). Industri domestik selaku pemohon dan pendukung petisi anti-dumping (IDN) dapat menjadi sumber informasi terkait indikasi awal praktek circumvention karena mereka berkepentingan dengan keefektifan instrumen anti-dumping yang dimohonkan. Di sisi lain, dikarenakan importir/industri hilir merasa dirugikan dengan keberadaan instrumen anti-dumping yang dianggap memproteksi industri hulu sehingga memiliki kecenderungan untuk menyembunyikan informasi atau tidak memberikan pengakuan atas praktik circumvention. Berdasarkan analisis data sekunder dapat diketahui bahwa indikasi penghindaran terhadap pengenaan BMAD lebih banyak terlihat pada kasus produk besi baja, terutama peralihan dari baja karbon ke baja paduan (slightly modification circumvention). Praktek slightly modification circumvention kemungkinan (terindikasi) dilakukan oleh RRT pada produk CRC pada periode 2013-2015, produk HRP (2013), dan produk H & I Section (2011-2014). Slightly modification circumvention untuk produk CRC disinyalir juga dilakukan oleh Korea Selatan pada tahun 2013-2015, Taiwan (20132015), dan Jepang (2013-2015). Sementara itu, praktek third-country circumvention terindikasi dilakukan oleh RRT untuk kasus BMAD H & I Section dengan melakukan ekspor melalui Singapura. Indikasi praktek third-country circumvention juga terlihat pada kasus BMAD CRC oleh RRT, Taiwan, dan Jepang dengan melibatkan Malaysia sebagai negara Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 126 ketiga. Meskipun praktek third-country circumvention pada produk baja secara riil dianggap kurang relevan oleh pelaku usaha karena alasan biaya transportasi/logistik, namun negara-negara terdekat seperti Singapura dan Malaysia yang umumnya berperan sebagai trade hub perlu diwaspadai sebagai jalur pengalihan impor dari negara yang dikenakan BMAD. Karena keterbatasan data dan informasi, estimasi kerugian akibat circumvention hanya dilakukan pada pengenaan BMAD CRC. Nilai kerugian akibat praktek slightly modification circumvention pada kasus CRC ditaksir mencapai USD 130,4 juta hingga USD 151,3 juta dengan volume impor yang diduga circumvention sebesar 173,9 ribu ton. Perlu menjadi catatan bahwa kerugian tersebut sebatas pada nilai dan volume impor yang seharusnya dapat ditekan/hilang dengan penerapan BMAD. Tindakan anti-circumvention merupakan instrumen perdagangan untuk mengatasi praktek circumvention (penghindaran) atas pengenaan kebijakan anti-dumping maupun anti-subsidi. Instrumen tersebut tidak dilarang oleh WTO dan telah diimplementasikan oleh negara-negara anggota WTO, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Australia. Namun demikian, Indonesia belum memiliki landasan hukum tindakan anti-circumvention. Dalam PP No. 34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Pengamanan Tindakan Perdagangan tidak Imbalan, terdapat dan Tindakan ketentuan yang memungkinkan Pemerintah Indonesia untuk menindak praktek penghindaran atas pengenaan anti-dumping maupun anti-subsidi yang dilakukan oleh eksportir luar negeri maupun importir. Dengan mempelajari ketentuan anti-circumvention di Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan India disimpulkan bahwa elemen penting yang harus diatur antara lain: definisi circumvention, bentuk praktek circumvention, dan prosedur tindakan anti-circumvention (proses dan periode penyelidikan). Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 127 7.2 Rekomendasi Kebijakan Mengingat relatif banyak indikasi circumvention atas pengenaan tindakan anti-dumping di Indonesia serta estimasi kerugian yang ditimbulkannya, maka penting untuk segera dilakukan penyempurnaan terhadap PP No. 34/2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Perdagangan dengan circumvention yang Imbalan, dan memasukkan setidaknya Tindakan klausul mencakup Pengamanan tindakan anti- bentuk-bentuk circumvention dan prosedur tindakan sebagaimana yang telah dilakukan beberapa negara seperti: AS, EU, Australia, dan India. Untuk mencegah dan mengurangi pengalihan impor baja yang dikenakan BMAD dan sebagai alternatif kebijakan selama belum diberlakukannya ketentuan anti-circumvention, Pemerintah Indonesia diharapkan dapat memperpanjang pemberlakuan Permendag No. 28/M-DAG/PER/6/2014 tentang Ketentuan Impor Baja Paduan yang akan berakhir pada 31 Desember 2016. Ketentuan impor baja paduan terbukti mampu menekan impor baja paduan, terutama baja paduan berupa H & I Section dan HRP. Apabila ketentuan anti-circumvention sudah diberlakukan, otoritas yang berwenang dapat menggunakan hak inisiatifnya untuk memulai penyelidikan terhadap upaya penghindaran atas pengenaan tindakan anti-dumping, khususnya pada importasi produk baja. Perlu diperhatikan bahwa hasil pengkajian merupakan indikasi awal circumvention, sehingga perlu diselidiki dan dibuktikan lebih lanjut oleh otoritas yang berwenang. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 128 DAFTAR PUSTAKA Aggarwal, A. (2011). Trade Effects of Anti-dumping in India: Who Benefits? The International Trade Journal, Vol. 25 (1). DOI: 10.1080/08853908.2011.532047 Alhayat, A. P. (2012). Efektivitas Tindakan Anti Dumping Indonesia 19962010. Buletin Ilmiah Perdagangan, Vol. 8 (2), pp. 247-268 Andersson, K. dan Thuresson, C. (2008). Thee Impact of an Anti-dumping Measure on EU imports of Chinese Footwear. Bachelor Thesis within Economics: Jönköping International Business School. Bael, I. V. dan Bellis, J. F. (2011). EU Anti-dumping and Other Trade Defence Instruments. The Netherlands: Kluwer Law International Department of Industry, Innovation and Science (2015). Department of Industry and Science 2014-2015 Annual Report. Canberra. ISSN: 2205-2100 Devault, J. M. (1996). The Welfare Effects of U.S. Antidumping Duties. Open Economic Review, Vol. 7, pp. 19-33 Henrik Olsson (1999) Circumvention of EC Anti-Dumping Measures. Master thesis: Faculty of Law, Lund University Jain, S., Jain, S. K. dan Upadhyay, N. (2008). Impact of Anti-dumping Measures on Indian Industry. Decision, Vol. 35 (1) Kemendag (2014). Kemendag Terbitkan Permendag Nomor 28/MDAG/PER/6/2014 tentang Regulasi Impor Baja Paduan. Diunduh tanggal 20 Mei 2016 dari http://www.kemendag.go.id/id/news/2014/06/05/kemendagterbitkan-permendag-nomor-28m-dagper62014-tentang-regulasiimpor-baja-paduan Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 129 Kim, H.J. (2012). Court backs EU anti-dumping duties on Chinese shoes. Diunduh tanggal 12 Januari 2016 dari https://kimsstudyblog.wordpress.com/2012/09/24/court-backs-euanti-dumping-duties-on-chinese-shoes/ Krupp, C. dan Pollard, P. S. (1996). Market Responses Antidumping Laws: Some Evidence From the US Chemical Industry. Canadian Journal of Economics, Vol. 29 (1), pp. 199–227 Lo, Pei-Fang (2015). Anti-Circumvention Investigations- Elements and Process. http://www.cnfi.org.tw/wto/admin/upload/activity/book/327/2-Session%201(1).pdf 13 September 2016 Marzuki, P. M. (2011). Penelitian Hukum, cetakan ke-11. Jakarta: Kencan Melin, Y. dan Bao, Y (2014). What to do when duties have been imposed? How to Avoid Circumvention and Fraud to Customs Origin. https://www.mcguirewoods.com/newsresources/publications/EIAS-Circumvention-and-customsfraud.pdf 13 September 2016 Moore, M. O. dan Suranovic, S. N. (1994). Welfare Effects of Introducing Antidumping Procedures in a Trade-Liberalizing Country. Journal of Economic Integration, Vol. 9 (2), pp. 241-259 Nikkei (2016, Februari 25). China's Exports of Alloy Products Spur Price Declines. Diunduh tanggal 25 Meni 2016 dari http://asia.nikkei.com/Markets/Commodities/China-s-exports-ofalloy-products-spur-price-declines Official Journal of the European Union (2009). COUNCIL REGULATION (EC) No 1225/2009 of 30 November 2009 on protection against dumped imports from countries not members of the European Community (codified Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan version). 130 http://trade.ec.europa.eu/doclib/docs/2010/april/tradoc_146035.pdf 30 Juli 2016 Ostoni, L. (2005). Anti-Dumping Circumvention in the EU and the US: Is There a Future For Multilateral Provisions Under the WTO? Fordham Journal of Corporate & Financial Law Volume 10, Issue 2. http://ir.lawnet.fordham.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1192&cont ext=jcfl 13 September 2016 Peraturan Menteri Keuangan No. 12/PMK.010/2015 Tentang Pengenaan Bea Masuk tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk I dan H Section dari Baja Paduan Lainnya. Prusa, T. (2001). On the Spread and Impact of Anti-dumping. Canadian Journal of Economics, Vol. 34 (3),pp. 591–611 Pusat Kebijakan Perdagangn Luar Negeri (2013). Analisis Masalah Boron Pada Baja Paduan Lainnya. Tidak dipublikasikan Staiger, R. W. dan Wolak, F. A. (1994). Measuring Industry- Specific Protection: Anti-dumping in the United States. Brookings Papers on Economic Activity, Microeconomics 1, pp. 51–103. US International Trade Commission (USITC). 1995. The Economic Effects of Anti-dumping and Countervailing Duty Orders and Suspension Agreements. Washington, DC. Diunduh tanggal 5 Februari 2016 dati https://www.usitc.gov/publications/332/pub2900.pdf Vermulst, E. (2012). EU Anti-Circumvention Rules & Practice. Disampaikan dalam Seminar on Trade Defense Measures pada 25 April 2012 di Bangkok. Vermulst, E. (2015). EU Anti-Circumvention Rules: Do They Beat the Alternative? European University InstituteWorking Papers RSCAS 2015/57. Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 131 http://cadmus.eui.eu/bitstream/handle/1814/36657/RSCAS_2015_ 57.pdf?sequence=1 13 September 2016 WTO (2015). Statistics on Anti-dumping. Diunduh tanggal 5 Januari 2016 dari https://www.wto.org/english/tratop_e/adp_e/adp_e.htm Yu, Y. (2008). Circumvention and Anti-Circumvention Measures: The Impact on Anti-Dumping Practice in International Trade. The Netherlands: Kluwer Law International Puska Daglu, BPPP, Kementerian Perdagangan 132 LAMPIRAN 1. Kuesioner untuk Produsen Domestik (Petisioner/Pendukung AD) KAJIAN POTENSI KERUGIAN INDONESIA DALAM PRAKTEK CIRCUMVENTION OLEH NEGARA MITRA DAGANG Gambaran Ringkas Kajian ini digunakan sebagai masukan dalam meningkatan upaya-upaya pengamanan perdagangan (trade remedies) Indonesia dari praktek unfair trade. Hal ini dikarenakan tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya mampu menekan impor barang dumping yang salah satu kemungkinan disebabkan adanya praktek circumvention yang berupa memodifikasi secara marginal bentuk fisik produk, proses produksi, ataupun merubah jalur pengiriman produk (transhipment). Untuk mendukung kajian tersebut, maka disusun kuesioner ini dengan tujuan: (1) menggali informasi mengenai dampak pengenaan tindakan anti-dumping Indonesia; dan (2) mengklarifikasi apakah terdapat praktek circumvention atas pengenaan anti-dumping di Indonesia. Informasi yang didapatkan dari kuesioner ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan analisis penelitian. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden: Jabatan Responden: Nama Perusahaan: Alamat Perusahaan: Telp/HP PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2016 Kuesioner Industri Domestik A. Dampak Tindakan Anti-Dumping 1. Produk yang menjadi subjek pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Produk yang Dikenakan BMAD Tanggal Pengenaan BMAD dan PMK Produk X* Tanggal* No. PMK* Keterangan: * Diisi oleh Tim Pengkajian (Mohon dikoreksi apabila produk yang menjadi subjek BMAD tidak sesuai dengan yang dialami oleh Perusahaan Anda) 2. Menurut pendapat Anda, bagaimana kinerja perusahaan secara keseluruhan setelah adanya pengenaan BMAD terhadap produk sebagimana disebut pada No.1 di atas? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Indikator Kinerja a. Skala Penilaian 1 2 3 4 5 Produksi b. Kapasitas terpasang c. Penjualan d. Pangsa pasar e. Harga f. Inventori g. Keuntungan h. Tenaga Kerja Keterangan: (2) Turun signifikan; (2) Sedikit turun; (3) Stagnan; (4) Sedikit meningkat; dan (5) Meningkat signifikan 3. Bagaimana kinerja produksi, penjualan, dan harga jual produk yang menjadi subjek pengenaan BMAD? (diisi sesuai dengan ketersediaan data) Indikator Kinerja Periode 2010 2011 2012 2013 2014 2015 a. Jumlah Produksi (Ton atau Indeks) b. Jumlah Penjualan (Ton atau Indeks) c. Nilai Penjualan (Rp atau Indeks) d. Harga rata-rata (Rp/kg) Catatan: Apabila data jumlah produksi, jumlah penjualan, dan nilai penjualan merupakan data RAHASIA perusahaan. Mohon data tersebut diisi dengan angka INDEKS dengan rumus berikut: Kuesioner Industri Domestik Keterangan: Indeks pada tahun t Nilai variabel (produksi/penjualan) pada saat di tahun t Nilai variabel (produksi/penjualan) pada saat di tahun dasar (2010) 4. Bagaimana penilaian Anda terhadap instrumen tindakan anti-dumping di Indonesia? Setujukah Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Pernyataan Skala Penilaian 1 2 3 4 5 a. Instrumen kebijkan anti-dumping bermaanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan b. Instrumen kebijkan anti-dumping efektif dan berhasil dalam memproteksi industri domestik c. Instrumen kebijkan anti-dumping mampu memulihkan kerugian material yang dialami oleh industri domestik d. Instrumen kebijkan anti-dumping semata-mata merupakan kebijakan proteksi perdagangan dan mendistorsi persaingan pasar e. Instrumen kebijkan anti-dumping menghambat perkembangan industri hilir Keterangan: Skala Penilaian: (1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5) Sangat setuju 5. Apabila instrumen tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dianggap belum efektif, apakah penyebabnya? (bisa pilih lebih dari satu jawaban) Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) rendah Importasi masih dapat dilakukan dari negara lain yang tidak terkena BMAD Importasi masih dapat dilakukan dengan memodifikasi produk (perubahan kode HS/ klasifikasi tariff) Importasi masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan perusahaan (supplier) yang dikenakan BMAD terendah Permintaan/konsumsi domestik tinggi Spesifikasi produk yang dikenakan BMAD tidak sesuai Banyak produk yang memiliki spesifikasi dekat dengan produk yang dikenakan BMAD Lainnya, (sebutkan) .................................................. Kuesioner Industri Domestik 6. Untuk mengurangi dampak negatif pengenaan BMAD, importir terkadang menempuh beragam strategi. Setujukah Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Skala Penilaian 1 2 3 4 Pernyataan 5 a. Importir merubah strategi dengan melakukan importasi komponen (spare parts) b. Importir meminta supplier untuk sedikit modifikasi produk (slightly modified) sehingga tidak terkena BMAD karena klasifikasi tarif berubah c. Importir melakukan impor produk dari negara yang tidak dikenakan BMAD d. Importir menggunakan Rule of Origin dari negara ketiga (transhipment) e. Importir melakukan impor dalam jumlah yang besar sebelum BMAD efektif diberlakukan Keterangan: Skala Penilaian: (1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5) Sangat setuju B. Indikasi Praktek Circumvention 7. Berdasarkan pengetahun Anda, apakah terdapat indikasi praktek circumvention (penghindaran terhadap pengenaan BMAD) atas subjek produk (Nomor A.1) yang terjadi selama ini? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Kemungkinan Kemungkinan Besar Kecil Tidak Ada Tidak Tahu a. Indikasi circumvention berupa slightly modified untuk Produk X* b. Indikasi circumvention berupa third country circumvention (transshipment, mengubah jalur pengiriman) untuk Produk X* Keterangan: * Diisi oleh Tim Pengkajian Nomer 8 s.d. 12 dijawab apabila Responden mengetahui mengenai indikasi circumvention yang telah terjadi selama ini untuk produk yang bersangkutan. 8. Apabila memungkinkan, mohon dapat diidentifikasi Nomor HS produk sejenis yang berpotensi untuk digunakan dalam circumvention berupa slightly modified product terkait pengenaan BMAD atas subjek produk (Nomor A.1). Produk No. HS Cakupan BMAD No. HS Peralihan X* Keterangan: * Diisi oleh Tim Pengkajian (Lebih informatif jika dapat diidentifikasi pada level HS 6 digit atau yang lebih detil) Kuesioner Industri Domestik 9. Dari mana perusahaan Anda mengetahui (informasi) bahwa produk impor yang dikenakan BMAD mengalami circumvention atau tidak ? (bisa pilih lebih dari satu jawaban) Internal perusahaan Perusahaan lain domestik Perusahaan lain internasional Berita di media masa (TV, koran, internet, dsb.) Pemerintah (Kementerian/Lembaga terkait, termasuk Bea Cukai) Asosiasi Pengusaha Lainnya, (sebutkan) .................................................. 10. Apa bentuk praktek circumvention terhadap produk impor yang dikenakan BMAD yang dilakukan oleh importir atau eksportir produk yang terkena BMAD? Sedikit modifikasi produk (penambahan unsur tertentu) Transhipment (pengiriman melalui negara ketiga) Importasi komponen (spare part) untuk dirakit di dalam negeri Pemalsuan dokumen Surat Keterangan Asal (SKA) barang impor Lainnya, (sebutkan) .................................................. 11. Bagaimana cara perusahaan Anda mengindikasikan bahwa praktek circumvention telah terjadi? ......................................................................................................................................... ......................................................................................................................................... 12. Langkah/strategi yang perusahaan Anda lakukan jika menemukan indikasi praktek circumvention yang dilakukan oleh importir ataupun eksportir produk yang terkena BMAD? Melaporkan ke Polisi Melaporkan ke Kementerian/Lembaga terkait Melaporkan pada asosiasi Diam saja Tidak tahu Lainnya, (sebutkan) .................................................. Kuesioner Industri Domestik 13. Apa harapan Anda terhadap Pemerintah apabila mengetahui terjadinya praktek circumvention? (bisa pilih lebih dari satu jawaban) Mengenakan bea masuk tambahan Membatasi jumlah impor (kuota) Menghentikan impor Memberikan sanksi pada perusahaan pengimpor (kejadian berulang) Menambah persyaratan impor pada produk yang dikenakan BMAD (misalnya rekomendasi asosiasi) Tidak tahu Lainnya, (sebutkan) .................................................. C. Lain-lain 14. Adakah hal-hal lain yang perlu diperbaiki terkait peraturan dan implementasi kebijakan Anti-Dumping di Indonesia maupun kebijakan Pemerintah di sektor perdagangan secara umum? …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………….. *** TERIMA KASIH *** Kuesioner Industri Domestik LAMPIRAN 2. Kuesioner untuk Importir/Industri Pengguna KAJIAN POTENSI KERUGIAN INDONESIA DALAM PRAKTEK CIRCUMVENTION OLEH NEGARA MITRA DAGANG Gambaran Ringkas Kuesioner ini ditujuan untuk menggali informasi mengenai dampak pengenaan tindakan antidumping Indonesia. Tindakan anti-dumping utamanya ditujukan untuk melindungi industri domestik dari tindakan unfair trade oleh negara eksportir. Namun demikian, tindakan tersebut juga dapat berdampak terhadap pihak-pihak terkait, seperti pedagang (importir) maupun konsumen akhir. Oleh karena itu, diperlukan masukan dari stakeholder terkait agar kebijakan anti-dumping menghasilkan win-win solution. Informasi yang didapatkan dari kuesioner ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk keperluan analisis penelitian. Atas kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden: Jabatan Responden: Nama Perusahaan: Alamat Perusahaan: Telp/HP PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2016 Kuesioner Importir 1. Produk yang menjadi subjek pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping(BMAD). Nama Produk: ……………………….. ; Tahun Pengenaan BMAD: ……………..……… (Mohon dikoreksi apabila produk yang menjadi subjek BMAD tidak sesuai dengan yang dialami oleh Perusahaan Anda) 2. Apakah jenis produk yang terkena BMAD sebagaimana disebutkan pada No. 1 merupakan produk utama yang diimpor oleh perusahaan Anda? Tidak; Produk impor lainnya berupa …………………………………………… Ya 3. Digunakan untuk apa produk impor yang menjadi subjek pengenaan BMAD tersebut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian;dan dapat memilih lebih dari satu jawaban) Langsung dijual kembali ke pasar dalam negeri Pangsa : …… % Langsung dijual kembali ke pasar luar negeri Pangsa …… % Diolah lebih lanjut menjadi produk lain Pangsa …… % (sebutkan): ………………………………. Catatan: Apabila produk impor seluruhnya langsung dijual kembali ke pasar dalam negeri, maka “Pangsa” pada baris pertama diisi 100% dan lainnya dikosongkan. 4. Menurut pendapat Anda, bagaimana kinerja perusahaan setelah adanya pengenaan BMAD terhadap produk sebagimana disebut pada No.1 di atas? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Indikator Kinerja Skala Penilaian 1 2 3 4 5 a. Nilai Penjualan b. Volume Penjualan c. Harga Jual Produk d. Keuntungan Keterangan: Skala penilaian: (1) Turun signifikan; (2) Sedikit turun; (3) Stagnan; (4) Sedikit meningkat; dan (5) Meningkat signifikan 5. Bagaimana penilaian Anda terhadap instrumen tindakan anti-dumping di Indonesia? Setujukan Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Pernyataan a. Instrumen kebijkan anti-dumping bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan b. Instrumen kebijkan anti-dumping efektif dan berhasil dalam memproteksi industri domestik Kuesioner Importir 1 Skala Penilaian 2 3 4 5 c. Instrumen kebijkan anti-dumping mampu memulihkan kerugian material yang dialami oleh industri domestik d. Instrumen kebijkan anti-dumping semata-mata merupakan kebijakan proteksi perdagangan dan mendistorsi persaingan pasar e. Instrumen kebijkan anti-dumping menghambat perkembangan industri hilir Keterangan: Skala penilaian: Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5) Sangat setuju 6. Apabila instrumen tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dianggap belum efektif, apakah penyebabnya? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian;dan dapat memilih lebih dari satu jawaban) Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) rendah Importasi masih dapat dilakukan dari negara lain yang tidak terkena BMAD Importasi masih dapat dilakukan dengan memodifikasi produk (perubahan kode HS/ klasifikasi tariff) Importasi masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan perusahaan (supplier) yang dikenakan BMAD terendah Permintaan/konsumsi domestik tinggi Spesifikasi produk yang dikenakan BMAD tidak sesuai Banyak produk yang memiliki spesifikasi dekat dengan produk yang dikenakan BMAD Lainnya, (sebutkan) .................................................. 7. Untuk mengurangi dampak negatif pengenaan BMAD, importir terkadang menempuh beragam strategi. Setujukan Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Pernyataan a. Importir merubah strategi dengan melakukan importasi komponen (spare parts) b. Importir meminta supplier untuk sedikit modifikasi produk sehingga tidak terkena BMAD (klasifikasi tarif berubah) c. Importir melakukan impor produk dari negara yang tidak dikenakan BMAD d. Importir menggunakan Rule of Origin dari negara ketiga (transhipment) e. Importir melakukan impor dalam jumlah yang besar sebelum BMAD efektif diberlakukan Kuesioner Importir 1 Skala Penilaian 2 3 4 5 Keterangan: Skala penilaian: (1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5) Sangat setuju 8. Adakah perusahaan eksportir dari negara asal impor yang turut/bersedia membantu/mempermudah dalam rangka menghindari pengenaan BMAD di Indonesia? Ada Tidak ada Tidak tahu 9. Apabila No. 8 menjawab “Ada”, dari negara mana perusahaan tersebut pada umumnya berasal? (bisa pilih lebih dari satu jawaban) Republik Rakyat Tiongkok Taiwan Hongkong Singapura Malaysia Lainnya, (sebutkan) .................................................. *** TERIMA KASIH *** Kuesioner Importir LAMPIRAN 3. Kuesioner Ringkas KAJIAN POTENSI KERUGIAN INDONESIA DALAM PRAKTEK CIRCUMVENTION OLEH NEGARA MITRA DAGANG Pusat Pengkajian Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan Tipe Responden*: Instansi Pemerintah; Akademisi/Praktisi; Pelaku Usaha 1. Bagaimana penilaian atau pendapat Bapak/Ibu terhadap instrumen tindakan antidumping di Indonesia? Setujukah Anda dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Pernyataan Skala Penilaian 1 2 3 4 5 a. Instrumen kebijkan anti-dumping bermaanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan b. Instrumen kebijkan anti-dumping efektif dan berhasil dalam memproteksi industri domestik c. Instrumen kebijkan anti-dumping mampu memulihkan kerugian material yang dialami oleh industri domestik d. Instrumen kebijkan anti-dumping semata-mata merupakan kebijakan proteksi perdagangan dan mendistorsi persaingan pasar e. Instrumen kebijkan anti-dumping menghambat perkembangan industri hilir Keterangan: (1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5) Sangat setuju 2. Untuk mengurangi dampak negatif pengenaan BMAD, importir terkadang menempuh beragam strategi. Setujukah Bapak/Ibu dengan pernyataan berikut? (Berilah tanda “V” untuk kolom yang bersesuaian) Pernyataan Skala Penilaian 1 2 3 4 5 a. Importir merubah strategi dengan melakukan importasi komponen (spare parts) b. Importir meminta supplier untuk sedikit modifikasi produk sehingga tidak terkena BMAD (klasifikasi tarif berubah) c. Importir melakukan impor produk dari negara yang tidak dikenakan BMAD d. Importir menggunakan Rule of Origin dari negara ketiga (transhipment) e. Importir melakukan impor dalam jumlah yang besar sebelum BMAD efektif diberlakukan Keterangan: (1) Sangat tidak setuju; (2) Tidak setuju; (3) Netral; (4) Setuju; dan (5) Sangat setuju Kuesioner Ringkas 3. Apabila instrumen tindakan anti-dumping yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dianggap belum efektif, apakah kemungkinan penyebabnya? (bisa pilih lebih dari satu jawaban) Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) rendah Importasi masih dapat dilakukan dari negara lain yang tidak terkena BMAD Importasi masih dapat dilakukan dengan memodifikasi produk (perubahan kode HS/ klasifikasi tariff) Importasi masih dapat dilakukan dengan memanfaatkan perusahaan (supplier) yang dikenakan BMAD terendah Permintaan/konsumsi domestik tinggi Spesifikasi produk yang dikenakan BMAD tidak sesuai Banyak produk yang memiliki spesifikasi dekat dengan produk yang dikenakan BMAD Lainnya, (sebutkan) .................................................. *** TERIMA KASIH *** Kuesioner Ringkas LAMPIRAN 5. Ringkasan Pengaturan Anti-Circumvention di Negara Lain Komponen AS Landasan Hukum 19 U.S. Code § 1677j Prevention of Circumvention of Antidumping and Countervailing Duty Orders 19 CFR 351.225 - Scope rulings Definisi Circumvention Tidak didefinisikan secara khusus, persyaratan & determinan circumvention dijelaskan di masing-masing bentuk circumvention EU Australia Council Regulation (EC) No. 1225/2009 - Protection Against Dumped Imports from Countries Not Members of the European Community: Article 13 Customs Act 1901, Amandemen Juni 2013: Part XVB, Division 5A Perubahan pola Aktivitas yang perdagangan antara berkaitan dengan negara ketiga dengan EU (menghindari atau atau antar individu mengurangi) bea perusahaan di negara masuk dumping yang menjadi subjek atau countervailing tindakan dan EU Tidak terdapat alasan yang kuat atas perubahan pola perdagangan, selain pengenaan tindakan antidumping Terdapat bukti kerugian atau bahwa efek pemulihan dari dalam tindakan anti-dumping sedang dirusak dalam hal harga dan / atau kuantitas produk sejenis Terdapat bukti dumping India Turki Law on Prevention of Unfair Competition in Importation (No. 3577) Decree on the Prevention of Unfair Competition in Imports, amandemen Desember 2005 Regulation on the Prevention of Unfair Competition in Imports , amandemen Januari 2006 Tidak didefinisikan Kasus di mana secara khusus di dalam ditemukan bukti: aturan perubahan pola perdagangan antara negara ketiga dan Turki atau individu perusahaan dalam subjek negara berasal dari praktek, proses atau pekerjaan tanpa cukup alasan atau pembenaran ekonomi selain menghindari anti-dumping atau countervailing efek pemulihan dari tindakan antidumping atau countervailing sedang The Custom Tariff (Identification Assessment and Collection of AntiDumping Duty on Dumped Articles and for Determination of Injury) Amendment Rules 2012: Rules 25, 26, 27, 28 dalam kaitannya dengan nilai normal yang ditetapkan sebelumnya untuk produk sejenis dilemahkan atau ditiadakan Bentuk Circumvention Barang diproduksi secara lengkap atau dirakit di AS Barang diproduksi secara lengkap atau dirakit di negara ketiga sebelum diimpor ke AS Barang yang telah dirubah secara minor (sedikit modifikasi) Barang yang dikembangkan kemudian (laterdeveloped merchandise) Modifikasi sedikit produk tanpa merubah karakteristik utama produk sehingga berada pada kode kepabeanan yang tidak terkena tindakan Pengiriman produk melalui negara ketiga Reorganisasi oleh eksportir atau produsen terkait pola dan saluran penjualan dengan memanfaatkan produsen yang dikenakan kewajiban bea masuk individual yang lebih rendah rendah Perakitan bagian/komponen di EU atau negara ketiga Tidak dijelaskan bentuk Perakitan bagian Ekspor barang dari circumvention secara bagian di Australia negara asal dalam terperinci bentuk yang belum Perakitan bagianselesai atau tidak bagian di negara lengkap dan dirakit ketiga atau diselesaikan di Ekspor melalui satu India atau di negara atau lebih negara lain ketiga Ekspor dari negara Pengaturan antar asal yang melibatkan eksportir perubahan deskripsi Penghindaran produk dampak yang Ekspor barang diharapkan atas melalui eksportir atau pengenaan tindakan produsen atau negara (intended effect of yang tidak dikenakan duty) tindakan anti Eksportir sedikit dumping memodifikasi produk Keadaan tambahan yang ditentukan oleh peraturan Insiasi Penyelidikan Secretary of Commerce Pihak-pihak yang berkepentingan Insisasi Komisi Permintaan negara anggota Pihak-pihak yang berkepentingan Industri Australia Permintaan Menteri Industri domestik Inisiasi otoritas Inisiasi ex officio berdasarkan proposal dari Directorate General Produsen domestik Periode Penyelidikan 300 hari 9 bulan 100-155 hari 12-18 bulan 12-18 bulan