150 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dari hasil penelitian: 1. Secara keseluruhan, tingkat serapan karbondioksida dari beberapa jenis mikroalga tidak signifikan, dengan nilai F=2.14. Jenis Chlorella sp mempunyai tingkat serapan yang paling tinggi, yaitu sebesar 0.809 gr/liter/hari, kemudian jenis Nannochloropsis sp dengan tingkat serapan 0.793 gr/liter/hari, jenis Scenedesmus sp 0.710 gr/liter/hari dan mikroalga yang berasal dari Waduk Cirata sebesar 0.609 gr/liter/hari dan tanpa mikroalga sebagai kontrol sebesar 0.1 gr/liter/hari. Faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan tingkat serapan tersebut adalah perbedaan kultur murni mikroalga dan mikroalga alam. 2. Tingkat pertumbuhan biomassa yang paling besar adalah jenis Chlorella sp hingga mendekati 32.1 juta sel/ml dan yang paling kecil berasal dari mikroalga alam yaitu 12.2 juta sel/ml. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara berbagai jenis mikroalga terhadap tingkat serapan CO2 sesuai dengan hasil statistik dengan nilai F sebesar 3.37. Rerata berat kering (BK) dari beberapa jenis mikroalga berkisar 0.3 – 0.5 gram/liter. Tingkat keberhasilan pertumbuhan mikroalga di dalam fotobioreaktor dalam menyerap karbondioksida sangat dipengaruhi dari keberadaan nutrien, sistem pengaliran biomassa dalam fotobioreaktor dan injeksi CO2 dari cerobong. 3. Perhitungan nilai ekonomis secara makro penggunaan fotobioreaktor (profitabilitas) menggunakan model dinamis power sim. Input yang dipergunakan adalah laju pertumbuhan dan kematian untuk masing masing jenis mikroalga, perbedaan kandungan lipid dan nilai jual dari mikroalga. Nilai laba yang dapat dihasilkan dari mikroalga antara lain untuk biodiesel, gliserol, ampas dari mikroalga dapat digunakan sebagai bahan bakar, pakan bibit ikan dan tingkat serapan CO2 dapat dinilai dalam rupiah (carbon trading) serta kebutuhan energi yang diperlukan untuk memproduksi 1 liter biodiesel. 4. Simulasi dilakukan dengan lima skenario yaitu: (1) laba perbandingan 80% biofuel dan 20% pakan ikan; (2) laba perbandingan 50% biofuel dan 50% pakan ikan; (3) 151 laba perbandingan 80% biofuel dan 20% pakan ikan; (4) laba perbandingan 100% biofuel dan yang ke lima skenario peningkatan nilai jual terhadap serapan karbondioksida melalui fotobioreaktor mikroalga. 5. Salah satu komposisi yang menguntungkan adalah simulasi dengan perbandingan biofuel 50% (biodiesel 90%, gliserol 10%) dan pakan ikan 50 %, menghasilkan nilai laba untuk biodiesel Rp. 2.429; gliserol Rp. 10.297; bahan bakar Rp. 1.220; pakan ikan Rp. 7.935.144; karbondioksida Rp. 10.779 rupiah, sehingga laba fotobioreaktor yang dihasilkan sebesar Rp. 4.893.883 setiap 7 hari sekali. 6. Simulasi laba dengan skenario 100% biofuel setiap tujuh hari panen selama 100 hari dengan peruntukan untuk biodiesel, gliserol, bahan bakar dan serapan CO2 tanpa memperhitungkan pupuk dan reaktor. Jenis Botryococcus braunii mempunyai laba yang paling tinggi sebesar Rp. 749.601, kemudian Chlorella sp dengan laba Rp. 654.779, Nannochloropsis sp Rp. 613.662, Scenedesmus sp sebesar Rp. 522.870 dan mikroalga alam sebesar Rp. 453.652. 7. Nilai biodiesel dari mikroalga relatif kecil dibandingkan dengan nilai laba yang lain, dan masih belum seimbang dengan cara mendapatkannya. Dengan semakin menipisnya bahan bakar fosil, keberadaan mikroalga sebagai pengganti biofuel harus mulai diperhitungkan sebagai energi masa depan, disamping itu juga mikroalga efektif di dalam menyerap CO2 sehingga dapat mengurangi pemanasan global. 8. Pemasangan fotobioreaktor system airlift di industri susu cukup efektif di dalam menyerap dan mengurangi karbondioksida yang berasal dari cerobong industri hingga 40% serta memanfaatkan hasil samping dari fotobioreaktor mikroalga sebagai pakan ikan atau biodiesel. Secara langsung teknologi fotobioreaktor ini mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer sehingga dapat mengurangi tingkat pemanasan global. 9. Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan jumlah berat kering mikroalga per liter, sehingga dapat meminimalisasi jumlah media mikroalga dengan simulasi penggunaan dan komposisi pupuk yang tepat dan tekanan parsial di dalam fotobioreaktor. Peran pemerintah di dalam mengurangi karbondioksida dari keluaran 152 industri sangat penting, diperlukan upaya upaya yang menjadi daya tarik supaya industri dapat memakai teknologi biological carbon capture and storage (CCS). Saran 1. Jenis Chlorella sp dan Nannochloropsis sp disarankan dapat dipakai sebagai media di dalam fotobioreaktor mikroalda di industri, disamping serapan karbondioksida dan nilai laba yang cukup tinggi, operasionalnya relatif lebih mudah karena tingkat pertumbuhan dan tahan terhadap fluktuasi suhu yang cukup tinggi. 2. Strategi yang harus dilaksanakan, agar pengembangan teknologi alternatif di dalam mengurangi tingkat karbondioksida melalui fotobioreaktor mikroalga dan alternatif biofuel dari mikroalga dapat mencapai sasaran adalah (a) penerapan peraturan pengurangan emisi (reduce emission) di industri, terutama karbondioksida; (b) ujicoba dengan skala yang lebih luas (skala industri) dengan bekerja sama dengan institusi penelitian dan kementerian yang terkait dengan energi dan sumberdaya alam, dan (c) pengembangan lanjutan fotobioreaktor mikroalga dengan input dari industri lain, dan penggunaan pupuk yang lebih murah dan tepat serta penggunaan jenis mikroalga yang lebih potensial di dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat meningkatkan serapan karbondioksida dan meningkatkan berat kering (BK) mikroalga per liter media. 3. Peran pemerintah di dalam mengurangi karbondioksida yang keluar dari cerobong industri sangat penting, diperlukan upaya upaya yang menjadi daya tarik supaya industri dapat memakai teknologi biological carbon capture and storage (CCS) bisa melalui insentif pajak maupun penilaian PROPER.