Analisis Histamin Tuna (Thunnus sp.) dan Bakteri

advertisement
21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar histamin merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan
kualitas tuna. Amerika Serikat mempunyai standar kadar histamin pada tuna, yaitu
20 mg per 100 g yang menunjukkan indikasi penanganan yang tidak higiene pada
tahap penanganan pasca tangkap dan 50 mg per 100 g menunjukkan bakwa ikan
tuna telah membahayakan kesehatan konsumen bila dikonsumsi. Oleh karena itu,
jika ditemukan ikan dengan kandungan 5 mg histamin/100 gram daging ikan pada
satu bagian, maka terdapat kemungkinan pada bagian yang lain, kadar histamin
dapat mencapai lebih dari 50 mg/100 gram (FDA 2001). Indikator kualitas tuna
yang juga penting adalah kadar TVB. Analisis TVB masuk dalam indeks
kesegaran ikan bertujuan untuk menentukan jumlah kandungan senyawa-senyawa
basa volatil yang terbentuk akibat degradasi protein dan zat-zat lainnya.
Analisis total mikroba atau TPC dilakukan untuk mengetahui angka
pertumbuhan mikroorganisme setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada
suhu 35 °C selama 48 jam sehingga membentuk koloni yang dapat langsung
dihitung. Total bakteri yang dihitung dapat menjadi indikator mikrobologi
kesegaran ikan tuna.
Standar nilai total bakteri (TPC) yang sudah ditetapkan untuk ikan tuna
segar yaitu 5x105 CFU/g (BSN 2006b). Analisis jumlah bakteri pembentuk
histamin dilakukan untuk mengetahui persentase bakteri spesifik pembentuk
histamin. Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Data hasil penelitian
Suhu Penyimpanan
(°C)
Bagian
Tubuh
Kadar Histamin
(ppm)
Kadar TVB
(mg N/100g)
Log
TPC
Log
BPH
(0-1)
Depan
Perut
Ekor
2,40
3,02
2,16
9,90
11,23
8,39
4,42
4,47
4,38
3,61
3,68
3,58
4
Depan
Perut
Ekor
2,75
3,91
2,61
11,81
13,52
11,07
4,59
4,64
4,57
3,84
3,91
3,83
30
Depan
Perut
Ekor
1140,10
1137,94
1136,94
45,31 TBUD TBUD
48,40 TBUD TBUD
43,01 TBUD TBUD
22
Penelitian dibagi berdasarkan suhu penyimpanan dan kelompok bagian
tubuh ikan tuna. Bagian ikan tuna yang dianalisis diambil dari tiga lokasi bagian
tubuh, yakni bagian depan dekat insang, bagian perut, dan bagian ekor tuna yang
akan disimpan ke dalam suhu perlakuan (0-1) °C, 4 °C, dan 30 °C, sedangkan
untuk kontrol perlakuan dianalisis tanpa penyimpanan 24 jam.
4.1 Kadar Histamin Ikan Tuna
Histamin merupakan komponen amin biogenik, yaitu bahan aktif yang
diproduksi secara biologis melalui proses dekarboksilasi dari asam amino bebas
(Keer et al. 2002). Ikan tuna segar sebenarnya tidak mengandung histamin, tetapi
memiliki histidin dalam jumlah besar pada jaringan daging. Histamin terbentuk
dari histidin selama pembusukan oleh bakteri yang memiliki enzim histidin
dekarboksilase (Taylor & Speckhard 1983). Hasil analisis kadar histamin dengan
perlakuan perbedaan suhu dan kelompok bagian tubuh sampel dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Kadar histamin ikan tuna
Suhu penyimpanan (°C)
Kadar histamin (ppm)
Depan
Perut
Ekor
Kontrol
1,84
2,35
1,64
(0-1)
2,4
3,02
2,16
4
2,75
3,91
2,61
30
1140,1
1137,94
1136,94
Hasil rataan analisis kadar histamin pada perlakuan suhu penyimpanan
0-1° C dan 4 °C selama 24 jam dengan kelompok tiap sampel bagian tubuh masih
berada dibawah batas maksimal kadar histamin 100 ppm, sehingga masih aman
dan layak untuk dikonsumsi (BSN 2006a). Kadar histamin dengan perlakuan suhu
penyimpanan 30 °C selama 24 jam dan kelompok tiap sampel bagian tubuh berada
di atas 1000 ppm. Histogram rataan hasil analisis kadar histamin dapat dilihat
pada Gambar 4.
23
Kadar
Histamin (ppm)
(ppm)
KADAR HISTAMIN
b
a
a
a
4,50
a
4,00
a
3,00
perut
a
3,02
a
2,40
depan
3,91
a
3,50
2,50
a
a
5,00
a
2,75
ekor
2,61
2,16
2,00
0‐1
4
SUHU°C(°C)
Suhu
Gambar 4 Histogram rataan kadar histamin ikan tuna (
30
depan
perut
ekor).
Berdasarkan histogram pada Gambar 4 dapat diketahui bahwa kadar
histamin ikan tuna semakin tinggi seiring dengan kenaikan suhu perlakuan
penyimpanan. Analisis ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan hasil
bahwa perbedaan suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap kadar
histamin ikan tuna yang terbentuk. Hal ini disebabkan karena suhu merupakan
faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan histamin. Taylor dan Alasalvar
(2002) menyatakan bahwa histamin umumnya dibentuk pada temperatur tinggi
(>20 °C). Tuna merupakan ikan yang mengandung asam amino histidin. Asam
amino ini merupakan substrat bagi enzim histidine decarboxylase (hdc), baik yang
dihasilkan oleh bakteri dalam daging maupun oleh ikan itu sendiri, untuk
kemudian diubah menjadi histamin (Hungerford 2010). Skema dekarboksilasi
asam amino menjadi biogenik amin dapat dilihat pada Gambar 5.
Biogenik amin
Asam amino
Dekarboksilasi
Gambar 5 Skema dekarboksilasi asam amino (Sachs et al. 2005).
Hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95% pada kelompok
sampel bagian tubuh ikan tuna menunjukkan bahwa perbedaan bagian tubuh tidak
24
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar histamin yang terbentuk. Hal ini
dikarenakan oleh pembentukan histamin pada setiap bagian tubuh tidak
berlangsung secara optimal akibat oleh perlakuan suhu penyimpanan (0-1) °C dan
4 °C dan lama penyimpanan selama 24 jam. Pertumbuhan bakteri pembentuk
histamin berlangsung lebih cepat pada temperatur yang tinggi (21,1 ºC) daripada
temperatur rendah (7,2 ºC) (FDA 2001).
Hasil uji lanjut Tukey terhadap perlakuan suhu penyimpanan menunjukkan
bahwa kadar histamin pada suhu penyimpanan 0-1 °C dan 4 °C berbeda nyata
dengan kadar histamin pada perlakuan suhu penyimpanan 30 °C (> 1000 ppm).
Fletcher et al. (1995) menyatakan bahwa kadar histamin ikan kahawai
(Arripis sp.) yang disimpan pada suhu 35 °C, 30 °C, 25 °C, 20 °C, 15 °C, dan 10 °C
naik dan berada di atas 20 mg/100g selama 8 hari penyimpanan, sedangkan kadar
histamin kahawai pada penyimpanan 5 °C tidak menunjukkan kenaikan selama 8
hari penyimpanan, sehingga pembentukan histamin pada suhu 0-5 °C sangat kecil
bahkan dapat diabaikan. Kerr et al. (2002) juga menyatakan bahwa kadar histamin
ikan tuna yang disimpan pada suhu 0 °C dan 4 °C selama 0-1 tidak mengalami
kenaikan dan berada pada kisaran 1-2 ppm.
Perlakuan suhu penyimpanan 30 °C (1140,1, 1137,94, 1136,94 ppm)
memiliki kadar histamin sangat tinggi melebihi 1000 ppm. Hal ini menunjukkan
bahwa pembentukan histamin pada suhu 30 °C sangat cepat. Suhu merupakan
salah satu faktor kunci yang menentukan pada pembentukan kadar histamin. Suhu
30 °C termasuk suhu optimum perkembangan bakteri mesofilik (20 °C-40 °C)
(Tiwari et al. 2009) dan BPH umumnya merupakan golongan bakteri Gram
negatif jenis mesofilik (Butler et al. 2010). Hal ini dibuktikan dengan jumlah log
TPC dan log BPH pada penyimpanan suhu 30 °C yang sangat tinggi dan termasuk
TBUD. Jumlah BPH yang tinggi akan meningkatkan jumlah enzim histidine
decarboxylase (Hdc) yang akan mengubah histidin bebas menjadi histamin. Hasil
penelitian Visciano et al. (2006) terhadap ikan jenis Sardina pilchardus yang
disimpan pada suhu 25 °C selama 24 jam menghasilkan kadar histamin hingga
110,6 mg/100g. Shakila et al. (2003) juga menemukan kandungan histamin di atas
50 ppm pada ikan sardin (Sardinella fimbriata) dan mackerel (Rastrelliger
25
kanagurta) setelah penyimpanan selama 12-15 jam pada suhu penyimpanan
32 °C.
Bakteri pembentuk histamin berkembang biak seiring dengan laju
kemunduran mutu ikan yang terjadi dan mengubah histidin bebas dan asam amino
lain pada daging ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain seperti putresin
(dari ornitin), kadaverin (dari lisin), serta spermidin dan spermin (dari arginin)
(Lehane dan Olley 2000).
Berdasarkan parameter kadar histamin ikan tuna yang terbentuk dapat
dilihat bahwa perlakuan suhu penyimpanan 0-1 °C dan 4 °C tidak memiliki
perbedaan nyata dalam perlindungan kualitas ikan tuna yang dihasilkan. Suhu
4 °C mampu mempertahankan kadar histamin ikan tuna sama baiknya dengan
suhu 0-1 °C.
4.2 Kadar TVB Ikan Tuna
Total Volatile Base (TVB) atau Total Volatile Basic Nitrogen (TVB-N)
atau Total Volatile Nitrogen (TVN) merupakan jumlah dari amonia, dimetilamin
(DMA), trimetilamin (TMA), dan komponen basa lainnya berbasis nitrogen yang
bersifat volatil (Etienne et al. 2005). Hasil analisis kadar total volatil base (TVB)
ikan tuna dengan perlakuan perbedaan suhu penyimpanan dan perbedaan
kelompok sampel berdasarkan bagian tubuh dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 kadar TVB ikan tuna
Suhu penyimpanan (°C)
Kadar TVB (mg N/100g)
Depan
Perut
Ekor
Kontrol
7,82
9,53
7,07
(0-1)
9,90
11,23
8,39
4
11,81
13,52
11,07
30
45,31
48,40
43,01
Tingkat kesegaran hasil perikanan berdasarkan nilai TVB dikelompokkan
menjadi empat, yaitu ikan sangat segar dengan kadar TVB ≤ 10 mg N/100 g, ikan
segar dengan kadar TVB 10-20 mg N/100 g, ikan yang berada pada garis batas
kesegaran yang masih dapat dikonsumsi dengan kadar TVB 20-30 mg N/100 g
26
dan ikan busuk yang tidak dapat dikonsumsi dengan kadar TVB > 30 mg N/100 g
(Farber 1965). Histogram rataan hasil analisis kadar TVB ikan tuna dapat dilihat
pada Gambar 6.
c
Kadar
TVB (Mg
KADAR TVB
(MgN/100
N/100 g)
g)
KADAR TVB
60,00
a
50,00
45,31
b
48,40
a
43,01
b
40,00
a
depan
30,00
20,00
10,00
a
b
a
9,90 11,23 8,39
a
11,81
b
13,52
perut
a
11,07
ekor
0,00
0‐1
4
30
°
Suhu
SUHU°C ( C)
Gambar 6 Histogram rataan kadar TVB ikan tuna (
depan
perut
ekor).
Gambar 6 menujukkan kadar TVB pada ikan tuna naik seiring suhu
perlakuan penyimpanan yang meningkat. Hasil analisis sidik ragam dengan selang
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan suhu penyimpanan memberikan
pengaruh nyata terhadap kadar TVB ikan tuna yang terbentuk. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu penyimpanan yang semakin rendah akan menghambat
terbentuknya TVB pada ikan tuna. Hasil analisis sidik ragam dengan selang
kepercayaan 95% pada perbedaan kelompok sampel berdasarkan bagian tubuh
ikan tuna menunjukkan bahwa perbedaan bagian tubuh ikan tuna memberikan
pengaruh nyata terhadap kadar TVB yang terbentuk.
Hasil analisis sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95% terhadap
interaksi antara perlakuan suhu penyimpanan dan perbedaan kelompok sampel
bagian tubuh ikan menunjukkan tidak ada interaksi yang berpengaruh terhadap
kadar TVB yang terbentuk, sehingga suhu penyimpanan tidak memiliki
keterkaitan dengan perbedaan kelompok bagian tubuh ikan tuna terhadap
pembentukan TVB ikan tuna.
27
Hasil uji lanjut Tukey kadar TVB terhadap perbedaan perlakuan
suhu penyimpanan ikan tuna selama 24 jam menunjukkan bahwa ikan tuna
dengan perlakuan suhu penyimpanan 0-1 °C (8,39-11,23 mg N/100g), 4 °C
(11,07-13,52 mg N/100g) dan 30 °C (43,01-48,40 mg N/100g) saling berbeda
nyata satu sama lain. Hal ini menunjukkan bahwa suhu penyimpanan yang rendah
dapat menghambat pembentukan TVB pada ikan tuna, sebaliknya pada suhu
tinggi, kadar TVB ikan tuna yang terbentuk sangat tinggi. Pembentukan TVB oleh
mikroba erat kaitannya dengan enzim dehidrogenase yang akan mengurai asam
amino menjadi bigoenik amin dan TMAO-ase yang mereduksi TMAO menjadi
DMA dan FA.
Suhu 0 °C dapat menghambat perkembangan bakteri dan memperpanjang
fase lag bakteri (FAO 1995). Suhu penyimpanan (0-1) °C memiliki kadar TVB
yang paling rendah (8,39-11,23 mg N/100g). Hal ini diperkuat dengan nilai log
TPC tuna yang sangat rendah, berkisar antara 4,38 hingga 4,47. Jumlah total
mikroba yang rendah akan berdampak kepada daya degradasi mikroba pada saat
pembusukan akan rendah dan akan mengakibatkan pembentukan TVB akan
terhambat.
Suhu penyimpanan 4 °C selama 24 jam memiliki kadar TVB ikan tuna
lebih tinggi dibandingkan ikan tuna dengan penyimpanan pada suhu 0 °C, yakni
11,07-13,52 mg N/100g. Pembentukan TVB dimungkinkan terjadi oleh mikroba
psikrofilik yang sudah dapat berkembang walaupun dengan sangat lambat
(FAO 1995). Jumlah log TPC ikan tuna pada penyimpanan 4 °C juga terbukti
lebih tinggi dibandingkan dengan suhu penyimpanan 0 °C, yakni 4,57-4,64. Koral
et al. (2010) menemukan kadar TVB sebesar 14 mg N/100g pada ikan bonito
(Sarda sarda) yang disimpan pada suhu 4 °C selama 1 hari.
Suhu penyimpanan 0 °C lebih baik dalam melindungi tuna dari kenaikan
kadar TVB dibandingkan suhu 4 °C, namun keduanya masih tergolong ke dalam
kategori ikan sangat segar dan segar sehingga aman untuk dikonsumsi manusia.
Kadar TVB ikan tuna pada perlakuan suhu penyimpanan 30 °C selama 24
jam (43,01-48,40 mg N/100g) yang sangat tinggi diakibatkan oleh fase
pembusukan lanjut pada tuna mengakibatkan perkembangan mikroba pengurai
terjadi
secara
optimal
dan
akan
meningkatkan
pembentukan
TVB
28
(Etienne et al. 2005). Hal ini dibuktikan dengan nilai log TPC ikan tuna pada suhu
penyimpanan 30 °C yang sangat tinggi dan masuk dalam kategori TBUD.
Afilal et al. (2006) menemukan kadar TVB ikan sardin yang disimpan pada
suhu 30 °C sebesar 23,52 mg N/100g selama 7 jam dan meningkat hingga
80 mg N/100g pada penyimpanan selama 24 jam. Shakila et al. (2003) juga
menemukan kadar TVB sudah berada di atas 35 mg N/100 pada ikan barracuda
(Sphyraena barracuda) pada suhu penyimpanan 32 °C selama 15 jam.
Hasil uji lanjut Tukey kadar TVB ikan tuna terhadap perbedaan kelompok
sampel berdasarkan bagian tubuh menunjukkan bahwa kadar TVB pada tubuh
ikan tuna bagian depan dan ekor berbeda nyata dengan kadar TVB bagian
perut. Bagian perut ikan tuna sangat rentan dengan pembentukan TVB. Tingginya
kadar TVB berkaitan dengan jumlah mikroba pembusuk yang menguraikan
asam amino dan TMAO selama proses pembusukan. Hal ini disebabkan perut
merupakan isi perut merupakan sumber terbesar keberadaan mikroba.
Bakteri secara alami terdapat pada otot, insang dan isi perut ikan dan
kemungkinan
besar
insang
dan
isi
perut
merupakan
sumber
bakteri
(Sumner et al. 2004). Hal ini sejalan dengan nilai log TPC pada bagian perut ikan
tuna yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian depan dan ekor, yakni sebesar
4,47 pada suhu penyimpanan 0 °C dan 4,64 pada suhu penyimpanan 4 °C.
Ozogul dan Ozogul (1999) menemukan kadar TVB ikan jenis Rainbow Trout
(Onchorhynchus mykiss) pada bagian ventral sebesar 30 mg N/100g, lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian lateral (24 mg N/100g) dan dorsal (18 mg N/100g)
pada penyimpanan dengan suhu 4 °C selama 7 hari.
4.3 Nilai TPC Ikan Tuna
Nilai Total Plate Count (TPC) merupakan salah satu parameter tingkat
kesegaran ikan. Pengujian TPC dilakukan berdasarkan SNI 01-2332.3-2006
dengan prinsip menghitung jumlah mikroba yang ditumbuhkan pada suatu media
nutrien yang telah melewati proses inkubasi. Nilai rataan log TPC dapat dilihat
pada Tabel 8.
29
Tabel 8 Nilai rataan log TPC ikan tuna
Nilai Log TPC
Depan
Perut
Suhu penyimpanan (°C)
Ekor
Kontrol
3,86
3,89
3,82
(0-1)
4,42
4,47
4,38
4
4,59
4,64
4,57
30
TBUD
TBUD
TBUD
Hasil pengujian TPC pada ikan tuna dengan suhu penyimpanan 0-1 °C dan
4 °C selama 24 jam pada semua bagian tubuh ikan tuna masih berada dibawah
batas
maksimal
penerimaan
yang
sesuai
dengan
SNI
01-2332.3-2006
(BSN 2006b) yakni log TPC 5,7 (5 x105 CFU/ml) dan aman konsumsi. Pada
perlakuan suhu penyimpanan 30 °C selama 24 jam, nilai rataan TPC pada semua
bagian tubuh tuna tidak dapat dihitung atau TBUD yang menandakan bahwa
jumlah bakteri sudah terlalu banyak. Histogram rataan log TPC ikan tuna dapat
dilihat pada Gambar 7.
5,00
b
a
Log
TPC
LOG TPC
4,75
4,59
4,50
4,42
4,64
depan
4,57
4,47
4,38
perut
4,25
ekor
4,00
0‐1
4
30
°
Suhu
SUHU°C( C)
Gambar 7 Histogram nilai log TPC ikan tuna (
depan
perut
ekor).
Gambar 7 menunjukkan jumlah bakteri yang terkandung pada ikan tuna
naik seiring dengan kenaikan suhu penyimpanannya. Hasil analisis sidik ragam
dengan selang kepercayaan 95% menyatakan bahwa perbedaan perlakuan suhu
30
penyimpanan ikan tuna memberikan pengaruh nyata terhadap nilai TPC yang
dihasilkan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan bakteri dapat dihambat dengan
perlakuan suhu rendah. Semakin rendah suhu ikan, maka tingkat autolisis dan
pertumbuhan jumlah bakteri pembusuk akan semakin terhambat.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dengan selang kepercayaan 95%,
kelompok sampel bagian tubuh ikan tuna memberikan pengaruh nyata terhadap
nilai TPC yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan oleh akumulasi bakteri pembusuk
yang dominan berada di perut dan insang ikan. Perut dan insang ikan merupakan
bagian tubuh yang sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba karena terdapat
banyak organ tubuh ikan yang dengan sangat cepat terdegradasi hingga
membusuk saat ikan mati. Hal ini disebabkan perut merupakan isi perut
merupakan sumber terbesar keberadaan mikroba. Bakteri secara alami terdapat
pada otot, insang dan isi perut ikan dan kemungkinan besar insang dan isi perut
merupakan sumber bakteri (Sumner et al. 2004).
Perlakuan suhu penyimpanan 30 °C tidak tercantum di dalam histogram
nilai log TPC pada Gambar 6 dikarenakan oleh pada suhu 30 °C, jumlah koloni
bakteri setelah inkubasi melebihi rentang jumlah koloni bakteri yang diizinkan
untuk dihitung, yakni 25-250 koloni bakteri sehingga masuk ke dalam TBUD atau
tidak bisa untuk dihitung. Parameter kadar histamin dan TVB tuna pada
penyimpanan 30 °C yang tinggi sejalan dengan nilai log TPC dan sudah tidak
layak untuk dikonsumsi. Afilal et al. (2006) melaporkan pada ikan jenis sardin
(Sardina pilchardus) yang disimpan pada suhu 30 °C selama 24 jam memiliki
jumlah total mikroba sebesar 300 x 105 CFU/g.
Suhu penyimpanan 0 °C (Log TPC 4,38-4,47) memiliki jumlah total bakeri
lebih rendah dibandingkan pada 4 °C (Log TPC 4,57-4,64). Kadar histamin dan
TVB tuna pada penyimpanan suhu 0 °C menunjukkan hal yang sama saat
dibandingkan dengan penyimpanan suhu 4 °C. Yassoralipour et al. (2010)
menemukan nilai log TPC ikan baramundi (Lates calclifer) yang bekisar 3-3,2
pada penyimpanan dengan suhu 0 °C selama 1-3 hari, sementara Zapata et al.
(2011) menemukan nilai log total mikroba sebesar 4,11 pada daging ikan tuna
(Thunnus albacares) yang disimpan pada suhu 4 °C selama 24 jam. Hal ini
31
membuktikan bahwa suhu yang lebih rendah dapat menghambat kenaikan jumlah
mikroba.
Ikan yang berasal dari perairan hangat, mengandung mikroba yang
didominasi oleh mikroba mesofilik. Oleh karena perlakuan suhu yang diberikan
adalah suhu rendah, diduga mengakibatkan pertumbuhan bakteri tersebut
terhambat atau bahkan tidak tumbuh. Penggunaan suhu penyimpanan (0-1) °C dan
4 °C dapat menghambat pertumbuhan mikroba baik golongan mesofilik maupun
psikrofilik (Guizani et al. 2005). Suhu optimal perkembangan bakteri mesofilik
adalah 20 °C sampai 45 °C, sedangkan bakteri psikrofilik pada suhu 10 °C sampai
20 °C (Tiwari et al. 2009).
Bagian perut (log TPC 4,47 – 4,64) merupakan bagian yang paling rentan
terhadap kenaikan jumlah total mikroba dibandingkan dengan bagian depan
(4,42 - 4,59) dan bagian ekor (4,38 – 4,57). Adedeji et al. (2011) melaporkan nilai
log total mikroba pada bagian dalam perut ikan jenis cat fish (Clarias sp.) sebesar
13,11.
Hasil analisis kadar histamin dan TVB pada ikan tuna juga lebih tinggi
pada bagian perut. Lebih Ozogul dan Ozogull (1999) menemukan kadar TVB ikan
jenis Rainbow Trout (Onchorhynchus mykiss) pada bagian ventral sebesar 30 mg
N/100g, lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lateral (24 mg N/100g) dan
dorsal (18 mg N/100g) pada penyimpanan dengan suhu 4 °C selama 7 hari. Hal ini
membuktikan bahwa bakteri pembusuk lebih banyak dan cepat bekerja pada
bagian perut.
Suhu 0 °C dan 4 °C mampu melindungi ikan tuna dari kenaikan nilai
TPC selama 24 jam dan masih berada di bawah standar SNI 01-2332.3-2006
(BSN 2006b) yakni log TPC 5,7 (5 x105 CFU/ml) sehingga aman untuk
dikonsumsi
Jumlah awal mikroba yang terdapat dalam tubuh ikan ada hubungannya
dengan kondisi perairan tempat ikan tersebut hidup. Perbedaan jenis dan jumlah
bakteri yang dijumpai pada ikan disebabkan oleh makanan, cara penangkapan,
penanganan, dan perbedaan suhu yang dipengaruhi oleh musim dan letak
geografis (Junianto 2003).
32
4.4 Jumlah Bakteri Pembentuk Histamin Ikan Tuna
Proses pembentukan histamin pada ikan sangat dipengaruhi oleh aktivitas
enzim L-Histidine Decarboxylase (HDC) (Mangunwardoyo et al. 2007). Bakteri
pembentuk histamin (BPH) biasanya terdapat dalam lingkungan perairan,
menetap di insang dan usus ikan laut yang hidup serta tidak berbahaya bagi ikan
itu sendiri (Ko 2006). Berbagai jenis bakteri yang mampu menghasilkan enzim
HDC,
termasuk
kelompok
Enterobacteriaceae,
misalnya:
Enterobacter
agglomerans, Enterobacter cloacae, Enterobacter intermedium, Hafnia alvei,
Klebsiella pneumoniae, dan Morganella morganii (Allen 2004).
Jumlah bakteri pembentuk histamin pada ikan tuna ditentukan dengan
inkubasi bakteri dengan media spesifik yang mengandung trypton, yeast extract,
L-histidin monohydrochlorid monohydrat, CaCO3, NaCl, agar, phenol red.
Bakteri penghasil histamin yang terbentuk ditandai dengan koloni bakteri yang
berwarna merah muda dengan halo pink pada latar belakang berwarna kuning atau
orange. Nilai log jumlah bakteri penghasil histamin dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Nilai log jumlah bakteri penghasil histamin ikan tuna
°
Suhu penyimpanan ( C)
Nilai log bakteri pembentuk
histamin
Depan
Perut
Ekor
Kontrol
3,25
3,35
3,17
(0-1)
3,61
3,68
3,58
4
3,84
3,91
3,83
30
TBUD
TBUD
TBUD
Perlakuan suhu penyimpanan 30 °C melebihi ketentuan perhitungan koloni
bakteri sehingga TBUD atau tidak bisa untuk dihitung. Histogram nilai log bakteri
penghasil histamin ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 8.
33
4,50
b
Log BPH
LOG NIVEN
4,25
a
4,00
3,75
3,84
3,61
3,68
3,91
depan
3,83
perut
3,58
3,50
ekor
3,25
3,00
0‐1
4
30
°
Suhu
°C ( C)
SUHU
Gambar 8 Histogram nilai log BPH ikan tuna (
depan
perut
ekor).
Berdasarkan histogram nilai log bakteri penghasil histamin ikan tuna pada
Gambar 8, dapat diketahui bahwa jumlah bakteri penghasil histamin naik seiring
dengan kenaikan suhu perlakuan penyimpanan. Hasil analisis sidik ragam pada
selang kepercayaan 95% menyatakan bahwa perbedaan perlakuan suhu
penyimpanan ikan tuna memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bakteri
penghasil histamin yang dihasilkan. Pertumbuhan jumlah bakteri pembusuk dapat
dihambat dengan perlakuan suhu rendah. Hal ini dikarenakan bakteri tidak berada
pada suhu optimum untuk pertumbuhannya.
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa perbedaan perlakuan kelompok bagian tubuh depan, perut, dan ekor tuna
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah bakteri penghasil histamin
yang dihasilkan. .
Penyimpanan dengan suhu (0-1) ºC (log BPH 3,58-3,68) memiliki jumlah
BPH yang lebih rendah dibandingkan pada suhu 4 ºC (log BPH 3,83-3,91). Hal ini
sejalan dengan hasil analisis kadar histamin dan nilai TPC pada ikan tuna. Kadar
histamin dan TPC tuna pada suhu penyimpanan (0-1) ºC
lebih rendah
dibandingkan pada suhu 4 ºC. Bakteri pembentuk histamin (BPH) umumnya
merupakan
golongan
bakteri
Gram
negatif
jenis
enterik
mesofilik
(Butler et al. 2010). Bakteri mesofilik memiliki rentang suhu hidup 20-45 ºC
34
(Tiwari et al. 2009), namun dimungkinkan masih dapat berkembang pada
suhu rendah. Jenis BPH yang sering kali ditemui pada suhu ruang (mesofilik)
adalah Proteus spp. dan Morganella morganii (Kim et al. 2003), sedangkan
jenis BPH yang dapat tumbuh pada suhu dingin (psikrofilik) diantaranya
adalah
Photobacterium
phosphoreum
dan
Photobacterium
histaminum
(Ishimoto et al. 1995). Mangunwardoyo et al. (2007) menyimpulkan bahwa
Enterobacter spp. merupakan BPH terbesar dengan nilai aktivitas spesifik (U)
sebesar 305,49.
Ariyani et al. (2004) menemukan kenaikan log BPH ikan tongkol
(Euthynnus sp.) yang disimpan pada suhu 4 ºC berjalan setengah kali lipat dari
suhu 30 ºC. Hal ini berarti bahwa meskipun jumlahnya tidak sebanyak bakteri
pembentuk histamin yang aktif pada suhu kamar, bakteri pembentuk histamin
yang aktif pada suhu dingin tetap dapat tumbuh dengan kecepatan yang lebih
rendah dibanding dengan kecepatan pertumbuhan bakteri yang aktif pada
suhu kamar. sehingga suhu penyimpanan (0-1) ºC dan 4 ºC yang tergolong
rendah menyebabkan proses metabolisme bakteri terhambat dan aktivitas
pertumbuhannya juga terhambat.
Bakteri penghasil histamin tidak selalu menjadi bagian dari bakteri normal
yang terdapat pada bagian luar (kulit) atau bagian dalam (insang dan daging) ikan
yang ditangkap. Ikan menjadi terkontaminasi akibat adanya kontak dengan
permukaan yang tidak bersih. Pada suhu pertumbuhan yang cocok selama
beberapa
jam,
mikroorganisme
akan
tumbuh
sangat
cepat
sehingga
mengakibatkan peningkatan jumlah histamin dalam jaringan. Keracunan
scombroid lebih umum terjadi pada konsumsi scombroid dan ikan sejenis dari
daerah tropis, dimana fasilitas refrigerasi tidak tersedia untuk pendinginan atau
pembekuan yang cukup untuk ikan yang baru ditangkap (Niven et al. 1981).
Kehadiran bakteri pembentuk histamin dalam jumlah tinggi tidak selalu
berhubungan langsung dengan kadar histamin yang tinggi dalam sampel. Hal ini
disebabkan bahwa respon dan isolat bakteri dalam sampel bervariasi dalam
kecepatan dan kemampuan memproduksi histamin. Beberapa kondisi lain yang
mempengaruhi kecepatan produksi histamin dan biogenik amin lainnya meliputi
ketersediaan asama amino histidin bebas (Allen 2004).
35
Keberadaan BPH juga dapat disebabkan oleh kontaminasi silang. Fasilitas
yang digunakan di tempat penanganan dan pengolahan ikan mahi-mahi, tuna dan
mackerel (meja pemotongan, pisau, bahan pengemas, lantai, pintu dsb),
ditemukan bakteri pembentuk histamin antara lain Klebsiella sp., Vibrio
alginolyticus dan Aeromonas sp (Gingerich et al. 2001). Hal yang sama juga
dipaparkan oleh Lehane dan Olley (1999) yang menemukan beberapa bakteri
pembentuk histamin antara lain Morganella spp. pada peralatan dan lingkungan di
pasar ikan (wadah untuk membawa ikan, es, lantai dan air untuk membasahi ikan)
di Mangalor, India.
4.5 Perbandingan jumlah bakteri pembentuk histamin (BPH) dengan jumlah
total bakteri (TPC) ikan tuna
Jumlah bakteri pembentuk histamin dapat dibandingkan dengan jumlah
total bakteri (TPC) untuk mendapatkan persentase bakteri pembentuk histamin
dari total bakteri (TPC) pada ikan tuna. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besar
potensi pembentukan histamin yang mungkin terjadi akibat aktivitas bakteri
pembentuk histamin. Histogram perbandingan nilai log jumlah bakteri pembentuk
histamin (BPH) dan jumlah total bakteri (TPC) ikan tuna pada perlakuan suhu
penyimpanan 0-1 °C dapat dilihat pada Gambar 9.
5,00
4,42 4,47 4,38
LOG TPC dan BPH
4,00
3,61 3,68 3,58
3,00
depan
perut
2,00
ekor
1,00
0,00
TPC
BPH
Gambar 9 Histogram perbandingan nilai log BPH dengan TPC
ikan tuna pada perlakuan suhu penyimpanan 0-1 °C
( depan
perut
ekor).
36
Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa jumlah bakteri pembentuk
histamin lebih sedikit dibanding jumlah total bakteri (TPC) pada ikan tuna. Pada
perlakuan suhu penyimpanan 0-1 °C, rataan persentase jumlah bakteri pembentuk
histamin sebesar 16,33 % dari jumlah rataan total bakteri (TPC) setiap bagian
tubuh tuna pada suhu penyimpanan (0-1) °C. Perbandingan nilai log jumlah
bakteri pembentuk histamin (BPH) dengan jumlah total bakteri (TPC) ikan tuna
pada perlakuan suhu penyimpanan 4 °C dapat dilihat pada Gambar 10.
6,00
LOG TPC dan BPH
5,00
4,59 4,64 4,57
3,84 3,91 3,83
4,00
depan
3,00
perut
2,00
ekor
1,00
0,00
TPC
BPH
Gambar 10 Histogram Perbandingan nilai log BPH dengan TPC
ikan tuna pada perlakuan suhu penyimpanan 4 °C
( depan
perut
ekor).
Berdasarkan Gambar 10 diatas, dapat diketahui bahwa pada perlakuan
suhu penyimpanan 4
°
C, jumlah bakteri pembentuk histamin lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah total bakteri (TPC). Rataan persentase jumlah
bakteri pembentuk histamin sebesar 18,33 % dari jumlah rataan total bakteri
(TPC) dari setiap bagian tubuh ikan tuna pada perlakuan suhu penyimpanan 4 °C.
Jumlah BPH lebih rendah dari jumlah total bakteri (TPC). Hal ini
dikarenakan oleh tidak semua bakteri mampu menghasilkan enzim Hdc yang
merupakan syarat sebagai BPH. Penentuan jumlah BPH dilakukan dengan media
Niven yang mengandung histidin yang akan menentukan efektivitas pembentukan
histamin yang akan dimanfaatkan oleh bakteri tersebut.
Mangunwardoyo et al. (2007) menemukan ciri-ciri bakteri yang dapat
menghasilkan histamin pada media niven adalah perubahan warna medium Niven
37
yang dimodifikasi dari warna kuning menjadi merah jambu atau pink. Perubahan
warna diakibatkan bakteri pembentuk histamin pada medium Niven termodifikasi
dapat dijadikan acuan identifikasi awal bakteri pembentuk histamin. Histamin
yang terbentuk pada medium Niven termodifikasi dapat meningkatkan pH
medium, sehingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah jambu/pink
dengan adanya indikator fenol merah. Komposisi medium Niven yang
dimodifikasi telah diubah secara signifikan dengan mengurangi jumlah tripton
dari 0,5% menjadi 0,1% dan Yeast extract dari 0,5% menjadi 0,3%, untuk
mengurangi jumlah asam amino (yang bukan histidin) dalam medium, yang dapat
diubah oleh bakteri menjadi produk alkalin. Dengan demikian perubahan warna
hanya terjadi karena asam amino histidin yang diubah oleh bakteri.
Bakteri
pembentuk
histamin
dapat
tumbuh
pada
kisaran
suhu
yang luas. Pertumbuhan bakteri pembentuk histamin berlangsung lebih
cepat pada temperatur yang tinggi (21,1 °C) dari pada temperatur rendah
(7,2 °C) (FDA 2001). Hasil penelitian Price et al. (1991) juga menunjukkan bahwa
pembentukan histamin akan terhambat pada suhu 0 °C atau lebih rendah. Menurut
Fletcher et al. (1996) pembentukan histamin pada suhu 0-5 °C sangat kecil bahkan
dapat diabaikan. Oleh karena itu, Food And Drug Administration (FDA)
menetapkan batas kritis suhu untuk pertumbuhan histamin pada tubuh ikan yaitu
4,4 °C (FDA 2001). Suhu penyimpanan (0-1) °C dan 4 °C dapat melindungi tuna
dari kenaikan histamin dan perkembangan bakteri penghasil histamin. Bakteri
penghasil histamin yang umumnya tergolong ke dalam bakteri mesofilik tidak
dapat tumbuh optimal pada rentang suhu (0-1) °C dan 4 °C.
Download