studi alternatif simulasi pola operasi plta dan

advertisement
STUDI ALTERNATIF SIMULASI POLA OPERASI PLTA DAN PLTMH
BENDUNGAN WONOREJO KABUPATEN TULUNGAGUNG
JURNAL ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh:
GUMILANG ZEN AZIZAH ROSITAMEGA
NIM. 115060400111062-64
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2016
STUDI ALTERNATIF SIMULASI POLA OPERASI PLTA DAN PLTMH
BENDUNGAN WONOREJO KABUPATEN TULUNGAGUNG
Gumilang Zen Azizah Rositamega, Donny Harisuseno, Ussy Andawayanti.
Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 – Telp (0341)567886
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pada dasarnya setiap usaha yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi sumber
daya air yang ada demi kepentingan kehidupan manusia itu sendiri. Potensi air tersebut
dimanfaatkan untuk kebutuhan air untuk irigasi, air baku, industri, pembangkit listrik dan
masih banyak lagi dengan memanfaatkan sumber daya air waduk sebagai sumber energi. Saat
ini di Bendungan Wonorejo terdapat dua pembangkit tenaga listrik yaitu PLTA dan PLTMH.
Akan tetapi hingga saat ini PLTMH tersebut belum dioperasikan, sehingga pihak pengelola
Bendungan Wonorejo bermaksud untuk mengoperasikan kembali PLTMH guna untuk
memenuhi kebutuhan internal Bendungan Wonorejo dan bisa dijual ke PLN. Beroperasinya
kembali PLTMH tentunya akan mempengaruhi produksi energi yang dihasilkan dari PLTA.
Dari hasil simulasi operasi yang sudah dilakukan, produksi energi PLTA pada alternatif
pertama menurun sebesar 8% bila dibandingkan dengan PLTA beroperasi tunggal, sedangkan
produksi energi yang dihasilkan pada alternatif kedua menurun sebesar 7%. Sedangkan bila
dilihat dari pendapatan yang didapatkan, dengan beroperasinya PLTMH ini akan
meningkatkan pendapatan yang diterima. Karena, jika awalnya hanya menerima pemasukan
dari BJPSDA PLTA dengan beroperasinya PLTMH ini pendapatan juga didapatkan dari hasil
penjualan energi yang dihailkan oleh PLTMH tersebut. Pendapatan yang didapatkan dari
alternatif pertama meningkat 20% jika dibandingkan jika PLTA beroperasi tunggal, sedangkan
dengan menggunakan alternatif kedua pendapatn yang didapatkan meningkat 17%.
Kata kunci: PLTA, PLTMH, simulasi pola operasi waduk, produksi energi listrik dan
pendapatan
ABSTRACT
Basically, every human effort made to develop the potential of the existing water resources for
the benefit of human life itself. The potential of the water used for irrigation, clean water,
industry, hydroelectric and many more by utilizing water resources reservoirs as a source of
energy. Lately, there are two types of power stations in Wonorejo dam, they are hydroelectric
and micro hydro power. Unfortunately, the micro hydro power has not been operated, so that
the superintendent of the micro hydro power, it is aimed to fulfill the internal need of Wonorejo
dam, while the excess amount of the energy will be sold to Perusahaan Listrik Negara (PLN)
or State-Owned Electricity Company. However, the operating process of micro hydro power
will affect the amount of energy production generated by the hydroelectric power.
The result of the analysis shows that by operating the micro hydro power, the amount of energy
produced by hydroelectric power in the first alternative decreased by 8%, compared to the
amount of energy produced if the hydroelectric power is operated independently. Meanwhile,
the amount of the energy produced, if the second alternative applied, will also decrease by 7%.
However, apart from BJPSDA, the researcher can state that the operation of the micro hydro
power will also help to increase the income obtained regarding to the excess amount of energy
sold to State-Owned Electricity Company. Thus, it can be concluded that the income obtained
will increase up to 20% if the first alternative applied while the second one will only give 17%.
Keywords: Hydroelectric power, Micro hydro power, operating pattern simulation of dam,
electrical energy production and income
PENDAHULUAN
Penyimpanan air waduk memberikan
beberapa manfaat untuk pembangkit listrik
tenaga air, pasokan air (perkotaan, industri,
dan pertanian), pengendali banjir, dan
peluang tempat rekreasi. Hingga saat ini,
pembangkit listrik dengan tenaga air
merupakan sumber energi listrik yang
murah dengan emisi karbon yang sedikit
(Jager, et. al; 2007).
Seiring dengan pertumbuhan penduduk
dan industri, kebutuhan akan energi listrik
dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Apalagi akhir-akhir ini juga
terjadi pemadaman bergilir yang sering
diberlakukan oleh Perusahaan Listrik
Negara (PLN). Oleh karena itu,
pemanfaatan fungsi waduk sebagai
pembangkit listrik tenaga air perlu
ditingkatkan. Tetapi, mengingat akan
keterbatasan tersedianya air tersebut untuk
berbagai kebutuhan, maka perlu dilakukan
pemanfaatan air waduk dengan sebaikbaiknya (Pangestuti; 2010).
Debit aliran air dapat diatur sesuai
dengan kebutuhan energi listrik yang
diperlukan, namun kendalanya volume air
yang dapat ditampung oleh waduk
terkadang
tidak
mencukupi
untuk
mengasilkan energi listrik yang dibutuhkan.
Hal ini dapat disebabkan karena debit air
yang masuk ke waduk berkurang, umumnya
terjadi pada musim kemarau atau dapat pula
disebabkan oleh pendangkalan yang terjadi
pada waduk akibat sedimentasi sehingga
tidak dapat menampung aliran air secara
maksimal pada musim penghujan (Said;
2013).
Bendungan Wonorejo memiliki fungsi
penting antara lain menyediakan air baku,
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA),
mengendalikan
banjir
bagi
daerah
Tulungagung mendukung irigasi pertanian
untuk sawah penduduk. Selain itu, di
Bendungan Wonorejo saat ini juga terdapat
PLTMH yang sudah dibangun, akan tetapi
hingga saat ini PLTMH tersebut belum
dioperasikan.
Pengelola
Bendungan
Wonorejo Perum Jasa Tirta I (PJT I)
bermaksud untuk mengoperasikan kembali
PLTMH yang sudah ada tersebut untuk
memenuhi kebutuhan listrik internal di
Bendungan Wonorejo. Selain digunakan
untuk memenuhi kebutuhan internal
Wonorejo, kelebihan dari energi yang
dihasilkan juga bisa dijual ke PLN.
PLTMH di Bendungan Wonorejo
termasuk kategori PLTMH reservoir,
memanfaatkan air yang keluar lewat Hollow
Jet Valve. Dalam proses pengoperasian
PLTMH
kembali
tentunya
akan
mempengaruhi dari produksi energi PLTA
yang sudah ada. PLTA sebagai sumber
energi utama tentunya tetap menjadi
prioritas utama dalam pengoperasian di
Bendungan Wonorejo, sehingga apabila
debit air tidak mencukupi untuk
pengoperasian keduanya maka PLTMH
akan berhenti beroperasi. Oleh karena itu,
diperlukan penentuan masing-masing debit
untuk tiap kebutuhan sehingga bisa
memperoleh hasil yang maksimal.
Tujuan dari studi ini adalah untuk
mengetahui energi yang bisa dibangkitkan
oleh PLTA dan PLTMH Wonorejo,
mengetahui produksi listrik yang bisa
dihasilkan oleh PLTA dan PLTMH
Wonorejo serta mengetahui berapa
keuntungan maksimal yang diperoleh dari
pemanfaatan kembali PLTMH Bendungan
Wonorejo tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Studi
Lokasi daerah studi terletak di Desa
Wonorejo,
Kecamatan
Pagerwojo,
Kabupaten Tulungagung, terletak 15 km
sebelah barat dari pusat Kota Tulungagung.
Secara astronomis Kabupaten Tulungagung
terletak pada koordinat 111°43' BT 112°07' BT dan 7°51' LS – 8°18' LS.
Gambar 1. Peta Lokasi Studi Bendungan Wonorejo - Tulungagung
Tahapan Studi
Tahapan perhitungan dan analisa yang
dilakukan dalam studi ini adalah sebagai
berikut :
1. Pengumpulan data dari berbagai sumber
Data yang digunakan dalam analisa studi
ini adalah :
 Data debit inflow
 Data kapasitas tampungan waduk
 Data teknis waduk
2. Pengolahan data
 Melakukan perhitungan analisa
debit
andalan
dengan
menggunakan data inflow tahun
2004-2014
 Dari data inflow tersebut
digunakan untuk menentukan
lepasan outflow untuk masingmasing kebutuhan PLTA dan
PLTMH. Setelah itu didapatkan
nilai outflow total setelah
ditambah dengan evaporasi.
3. Simulasi operasi waduk
Dari data kapasitas tampungan waduk
yang didapat dan lepasan outflow total
dari perhitungan sebelumnya, maka
didapatkan tampungan akhir periode dan
elevasi muka air waduk. Elevasi muka air
waduk minimal PLTA beroperasi adalah
+153, sehingga untuk tetap menjaga
elevasi muka air waduk di angka +153,
maka dilakukan coba-coba debit untuk
masing-masing kebutuhan PLTA dan
PLTMH dengan mengubah nilai draft
operasi turbin sehingga elevasi muka air
waduk tetap diatas +153.
Persamaan
matematis
kontinuitas
tampungan dinyatakan sebagai berikut:
St+1=St + It – Ot – Lt
(1)
C ≥ St ≥ 0
(2)
dimana,
St+1 = Tampungan waduk pada akhir
interval waktu t
St = Tampungan waduk pada waktu t
It = Inflow ke waduk pada waktu t
Ot = Outflow dari waduk pada waktu t
Lt = Kehilangan air di waduk pada
waktu t
C = Kapasitas tampungan efektif waduk
4. Perhitungan produksi listrik dan total
energi pengoperasian PLTA dan
PLTMH.
5. Perhitungan
pendapatan
dari
pengoperasian PLTA dan PLTMH.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan Debit Andalan
Dalam studi ini perhitungan debit
andalan dilakukan dengan metode basic
month. Peluang kejadiannya dihitung
dengan rumus probabalitas dari persamaan
weibull. Tahun dasar yang digunakan dalam
studi ini adalah tahun yang data debitnya
mempunyai keandalan 97% (debit air
musim kering), 75% (debit air rendah), 50%
(debit air normal) dan 26% (debit air cukup)
(Sosrodarsono; 1990).
Prosedur perhitungan debit andalan
sebagai berikut :
1. Menghitung total debit andalan
dalam satu tahap untuk tiap tahun
data yang diketahui.
2. Merangking data mulai dari kecil
hingga besar.
3. Menghitung probabilitas untuk
masing-masing,
data
dengan
menggunakan persamaan weibull.
Dari hasil perhitungan yang sudah
dilakukan didapatkan masing-masing debit
berdasarkan
masing-masing
tahun
keandalan seperti yang ditabelkan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Inflow Berdasarkan
Masing-masing Keandalan
Bulan
Juni
Juli
Agts
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Maret
April
Mei
Simulasi Operasi Waduk
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
simulasi ini adalah :
a. Periode dalam 10 harian.
b. Debit
yang
digunakan
untuk
pembangkit listrik sesuai dengan
kapasitas yang terpasang di PLTA dan
PLTMH Wonorejo.
c. Simulasi operasi waduk dilakukan dua
kali
yaitu
simulasi
operasi
menggunakan
debit
andalan
berdasarkan peluang ketersediaan debit
yang ada dan simulasi operasi yang
dilakukan selama 10 tahun terakhir
(2004/2005 – 2013/2014).
d. Simulasi ini dilakukan dengan
menggunakan dua alternatif jam operasi
PLTA dan PLTMH, yaitu
 Simulasi alternatif I yaitu waktu
operasi PLTA 10 jam dan waktu
operasi PLTMH 24 jam. Jam
operasi PLTA dimulai pukul 12.0022.00 sedangkan jam operasi
PLTMH penuh selama 24 jam
 Simulasi alternatif I waktu operasi
PLTA 10 jam dan waktu operasi
PLTMH 14 jam. Jam operasi PLTA
dimulai
pukul
12.00-22.00
sedangkan jam operasi PLTMH
dimulai pukul 22.00-12.00.
e. Terdapat beberapa ketentuan lain dalam
Pola (P%)
Pe riode De bit air ke ring De bit air re ndah De bit air normal De bit air cukup
97,3% (m3/de t) 75,3% (m3/de t) 50,7% (m3/de t) 26% (m3/de t)
1
0,00
0,47
2,04
4,28
2
0,00
0,10
0,82
3,32
3
0,00
0,17
0,60
2,31
1
0,00
0,00
0,13
3,07
2
0,00
0,00
0,13
1,38
3
0,00
0,00
0,00
0,69
1
0,00
0,00
0,00
0,17
2
0,00
0,00
0,00
0,11
3
0,00
0,00
0,00
0,11
1
0,00
0,00
0,00
0,10
2
0,00
0,00
0,00
0,05
3
0,00
0,00
0,00
0,00
1
0,00
0,00
0,00
0,05
2
0,00
0,00
0,00
0,89
3
0,00
0,22
0,54
1,80
1
0,00
0,00
1,23
10,98
2
0,00
0,49
2,99
7,28
3
0,00
1,30
6,34
8,79
1
0,29
2,92
7,22
16,23
2
0,43
3,65
8,29
15,86
3
3,40
4,08
10,30
11,76
1
1,24
4,14
8,69
13,01
2
1,65
3,79
5,39
10,04
3
3,10
4,65
9,06
10,30
1
2,21
3,39
8,42
11,78
2
3,83
5,19
9,34
14,31
3
3,23
7,76
11,56
14,62
1
2,48
5,69
9,30
14,91
2
2,45
4,21
6,19
9,56
3
3,21
4,17
6,85
13,51
1
5,64
7,92
8,67
12,21
2
4,05
6,33
11,57
16,24
3
3,76
4,32
6,01
9,29
1
1,35
3,13
4,78
9,44
2
0,00
3,01
4,17
6,23
3
0,00
1,79
2,71
7,37
menentukan debit tersebut yaitu debit
yang digunakan tidak boleh melebihi
dari kapasitas daya yang terpasang,
tidak menyebabkan operasi waduk
gagal, dan elevasi muka air waduk tidak
boleh dibawah elevasi +153 m yang
merupakan elevasi terendah untuk
operasi PLTA.
Dari hasil simulasi yang sudah
dilakukan dengan menggunakan alternatif
pengoperasian I dan alternatif II. Energi
total yang dihasilkan pada alternatif I
sebesar 13.638,49 MWh untuk debit andalan
kondisi debit air kering, 16.116,78 untuk
kondisi debit air rendah, 20.492,55 MWh
untuk debit air normal, dan 23.356,21 MWh
untuk debit air cukup. Sedangkan, energi
total yang dihasilkan pada alternatif II
sebesar 13.637,39 MWh untuk debit andalan
kondisi debit air kering, 16.068,64 untuk
kondisi debit air rendah, 21.048,96 MWh
untuk debit air normal, dan 23.215,65 MWh
untuk debit air cukup. Grafik ditunjukkan
pada Gambar.2.
Pada simulasi operasi yang dilakukan
menggunakan alternatif I, produksi energi
yang dihasilkan oleh PLTA menurun
sebesar 8% jika dibandingkan dengan
produksi energi yang dihasilkan jika PLTA
beroperasi tunggal. Sedangkan pada
simulasi
pengoperasian
dengan
menggunakan alternatif II, produksi energi
yang dihasilkan oleh PLTA
menurun
sebesar 7%.
Hasil
simulasi
yang dilakukan
menggunakan alternatif I menunjukkan
bahwa PLTMH hanya bisa beroperasi
dengan debit minimum kecuali pada kondisi
debit air cukup. Pada kondisi debit air kering
dan debit air rendah pada musim kemarau
PLTMH tidak bisa beroperasi karena
kondisi debit yang minim sehingga
dialokasikan untuk pengoperasian PLTA
saja. Sedangkan, alternatif II pengoperasian
PLTA dilakukan selama 10 jam dan
PLTMH 14 jam. Hasil simulasi yang
dilakukan menggunakan alternatif
II
menunjukkan bahwa PLTA dan PLTMH
bisa sama-sama beroperasi sepanjang tahun
pada semua kondisi, karena pengoperasian
PLTA dan PLTMH bergantian sehingga
debit memungkinkan untuk keduanya
beroperasi.
Melihat hasil produksi energi yang
dihasilkan, maka dapat diketahui bahwa
PLTMH lebih baik dioperasikan pada saat
kondisi debit air normal dan kondisi debit
cukup, karena pada kondisi tersebut
ketersediaan air yang ada bisa mencukupi
untuk kebutuhan pengoperasian PLTA dan
PLTMH. Oleh karena itu, produksi energi
yang dihasilkan PLTA masih tetap bisa
terpenuhi dan PLTMH juga bisa menyuplai
untuk kebutuhan internal Wonorejo.
Gambar 2. Grafik Perbandingan Produksi
Energi Pengoperasian PLTA Tunggal,
PLTA-PLTMH Alternatif I dan PLTAPLTMH Alternatif II Berdasarkan Masingmasing Keandalan
Gambar 3. Grafik Perbandingan Produksi
Energi Pengoperasian PLTA Tunggal,
PLTA-PLTMH Alternatif I dan PLTAPLTMH Alternatif II Menggunakan Debit
Riil
Grafik gambar 3 adalah hasil simulasi
menggunakan debit riil, dari gambar grafik
tersebut didapatkan produksi energi
tertinggi terdapat pada periode 2010-2011
sebesar 22.684,34 MWh untuk alternatif I
dan 22.857,11 untuk alternatif II. Dimana
pada saat periode tersebut merupakan
kondisi debit air cukup. Sehingga kedua
pembangkit tersebut bisa beroperasi
maksimal.
Perhitungan Biaya Jasa Pengelolaan
Sumber Daya Air (BJPSDA) Untuk
Pengelolaan PLTA
Pembiayaan pengelolaan sumber daya
air yang berasal dari penerimaan hasil
BJPSDA prinsipnya wajib ditanggung oleh
pengguna sumber daya air sesuai dengan
manfaat yang diperolehnya. BJPSDA bukan
merupakan pembayaran atas harga air,
melainkan merupakan penggantian sebagian
biaya yang diperlukan untuk pengelolaan
sumber daya air.
Berdasarkan perhitungan yang sudah
dilakukan oleh instansi terkait yang
dilakukan menurut tata cara penetapan
BJPSDA (Biaya Jasa Pengelolaan Sumber
Daya Air) untuk kegiatan usaha PLTA yang
tercantum di Peraturan Menteri PU No
08/PRT/M/2014, maka penetapan harga
BJPSDA untuk pengoperasian PLTA di
Bendungan
Wonorejo
sebesar
Rp
167,00/kWh. Maka, nilai manfaat yang
didapatkan dari BJPSDA untuk pengelolaan
PLTA tunggal : 167 x 20.609,82 mWh = Rp
3.441.839.314,00.
Tabel
rekapitulasi
perhitungan
pendapatan BJPSDA ditunjukkan pada tabel
2.
Harga Pembelian Listrik PLTMH
Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) menerbitkan peraturan
baru yaitu Permen ESDM No 19 Tahun
2015, terkait harga pembelian tenaga listrik
oleh PT PLN dari pembangkit listrik tenaga
terbarukan skala kecil dan menengah.
Peraturan ini merupakan revisi Permen
ESDM No 22 Tahun 2014. Peraturan baru
ini memuat harga beli listrik dari
Pembangkit Listrik Tenaga Air dari
bendungan maupun waduk dengan kapasitas
sampai dengan 10MW.
Perhitungan Biaya Operasional PLTMH
dan Pendapatan dari Pengoperasian
PLTA dan PLTMH
Kebutuhan
listrik
internal
di
Bendungan Wonorejo dibagi menjadi dua,
yaitu kebutuhan listrik untuk control
building (41.500 VA) dan power house
(10.600VA). Berdasarkan Permen ESDM
No 31 Tahun 2014 tentang tarif dasar listrik
yang disediakan oleh PT PLN untuk
keperluan kantor pemerintahan golongan
tarif P-1/TR dengan batas daya 6.600 VA –
200 KVA sebesar Rp 1.352/kWh.
Jika rata-rata tiap bulan anggaran yang
dikeluarkan untuk kebutuhan listrik internal
sebesar Rp 8.500.000,00 (control building)
dan Rp 3.750.000,00 (power house), maka
energi rata-rata yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan listrik internal adalah
sebagai berikut :
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛
a. Control building = 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘
=
b. Power house
𝑅𝑝 8.500.000,00
𝑅𝑝 1.352,00/𝑘𝑤ℎ
= 6.286,98 kWh
= 6,29 mWh
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐿𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘 𝑃𝑒𝑟 𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛
= 𝑇𝑎𝑟𝑖𝑓 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟 𝑙𝑖𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘
=
𝑅𝑝 3.750.000,00
𝑅𝑝 1.352,00/𝑘𝑤ℎ
= 2.773,67 kWh
= 2,77 mWh
Kebutuhan listrik internal rata-rata per tahun
= (energi control building+power house) x
12
= (6,29 mWh + 2,77 mWh) x 12
= 108,73 mWh
Setelah diketahui berapa kebutuhan
listrik internal yang digunakan per tahun,
maka sisa dari produksi energi yang
dihasilkan oleh PLTMH setelah digunakan
untuk kebutuhan internal bisa dijual ke PLN.
Berdasarkan Permen ESDM No 19 Tahun
2015,
perhitungan harga pembelian
dilakukan dalam satuan cent USD/ kWh (1
USD dan nilai 1 USD = 100 cent USD).
Berikut
adalah
contoh
perhitungan
penjualan tenaga listrik PLTMH pada
periode 2004/2005 pada alternatif pertama.
Total penjualan
= 13,00 x F x 0,01 USD/ kWh x produksi
energi per tahun
= 13,00 x 1,00 x 0,01 USD/ kWh x 844,23
kWh
= 109.750,16 USD
Jika nilai tukar USD terhadap IDR
diambil nilai tukar sebesar Rp 13.500,00 per
1 USD, maka 1 cent USD = Rp 135.
Sehingga, nilai manfaat yang diterima bila
dihitung dalam nilai IDR = 109.750,16 x Rp
135 = Rp 1.481.627.283,00. Nilai manfaat
dari penjualan hasil listrik tersebut
ditambahkan dengan nilai manfaat yang
didapatkan pendapatan BJPSDA dari
pengelolaan
PLTA.
Rekapitulasi
perhitungan nilai manfaat yang didapatkan
dari pengoperasian PLTA dan PLTMH
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 2. Rekapitulasi Pendapatan dari
BJPSDA Untuk Pengoperasian Tunggal
Tahun
Produksi Listrik
Periode
PLTA (mWh)
2004/2005
20609,82
2005/2006
18918,65
2006/2007
18791,65
2007/2008
19619,91
2008/2009
19722,52
2009/2010
20193,53
2010/2011
22930,49
2011/2012
19909,04
2012/2013
20647,76
2013/2014
21586,59
Sumber: Hasil Perhitungan
Pendapatan
BJPSDA PLTA
Rp 3.441.839.314
Rp 3.159.415.270
Rp 3.138.204.943
Rp 3.276.524.897
Rp 3.293.661.669
Rp 3.372.318.902
Rp 3.829.391.804
Rp 3.324.809.485
Rp 3.448.176.387
Rp 3.604.960.763
Tabel 3. Rekapitulasi Perbandingan Total
Pendapatan
Tahun
Periode
2004/2005
2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
2009/2010
2010/2011
2011/2012
2012/2013
2013/2014
Pendapatan (Rp)
PLTA
Rp 3.441.839.314
Rp 3.159.415.270
Rp 3.138.204.943
Rp 3.276.524.897
Rp 3.293.661.669
Rp 3.372.318.902
Rp 3.829.391.804
Rp 3.324.809.485
Rp 3.448.176.387
Rp 3.604.960.763
Pendapatan (Rp)
Alternatif I
Rp 4.514.069.905
Rp 3.802.898.237
Rp 3.820.846.340
Rp 3.556.555.879
Rp 4.032.030.832
Rp 4.181.122.837
Rp 6.407.150.585
Rp 4.190.925.714
Rp 3.469.023.772
Rp 4.444.957.300
Pendapatan (Rp)
Alternatif II
Rp 4.324.023.283
Rp 3.858.450.979
Rp 3.571.559.566
Rp 3.761.181.264
Rp 4.174.535.804
Rp 4.203.630.671
Rp 5.146.517.992
Rp 4.001.789.271
Rp 3.497.179.242
Rp 4.276.193.827
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil analisa yang sudah dilakukan
mengenai studi alternatif pola operasi PLTA
dan PLTMH di Bendungan Wonorejo dapat
ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Produksi energi yang bisa dihasilkan dari
PLTA dan PLTMH adalah sebagai
berikut.
a. Simulasi menggunakan perhitungan
debit andalan pola operasi alternatif
I (PLTA 10jam-PLTMH 24jam) :
 Kondisi debit air kering 97,30%
energi listrik yang bisa dihasilkan
oleh PLTA sebesar 12.797,86 MWh
dan PLTMH sebesar 840,63 MWh.
 Kondisi debit air normal 50,70%
energi listrik yang bisa dihasilkan
oleh PLTA sebesar 19.170 MWh
PLTMH sebesar 1.322,55 MWh
 Kondisi debit air cukup 26,00%
energi listrik yang bisa dihasilkan
oleh PLTA sebesar 21.592,81 MWh
dan PLTMH sebesar 1.763,40 MWh.
b. Simulasi menggunakan perhitungan
debit andalan pola operasi alternatif
II (PLTA 10jam-PLTMH 14jam) :
 Kondisi debit air kering 97,30%
energi listrik yang bisa dihasilkan
oleh PLTA sebesar 12.595,90 MWh
dan PLTMH sebesar 771,49 MWh.
 Kondisi debit air normal 50,70%
energi listrik yang bisa dihasilkan
oleh PLTA sebesar 20.020,31 MWh
dan PLTMH sebesar 1.028,65 MWh.
 Kondisi debit air cukup 26,00%
energi listrik yang bisa dihasilkan
oleh PLTA sebesar 22.187 MWh
PLTMH sebesar 1.028,65 MWh.
c. Simulasi menggunakan debit riil
pola operasi alternatif I (PLTA
10jam-PLTMH 24jam) :
 Produksi listrik terbesar terdapat
pada periode 2010/2011 dengan
produksi listrik PLTA sebesar
22.684,34 MWh dan produksi listrik
PLTMH sebesar 1.763,40 MWh
 Produksi listrik terkecil terdapat
pada periode 2007/2008 dengan
produksi listrik PLTA sebesar
16.514,02 MWh dan produksi listrik
PLTMH sebesar 771,79 MWh
d. Simulasi menggunakan debit riil
pola operasi alternatif II (PLTA
10jam-PLTMH 14jam) :
 Produksi listrik terbesar terdapat
pada periode 2010/2011 dengan
produksi listrik PLTA sebesar
22.857,11 MWh dan produksi listrik
PLTMH sebesar 1.028,65 MWh
 Produksi listrik terkecil terdapat
pada periode 2006/2007 dengan
produksi listrik PLTA sebesar
16.128,74 MWh dan produksi listrik
PLTMH sebesar 771,49 MWh
2. Berdasarkan perhitungan simulasi yang
sudah dilakukan, diketahui bahwa
produksi energi terbesar yang dihasilkan
oleh PLTA dan PLTMH terdapat pada
periode 2010-2011 dimana pada periode
tersebut PLTA dan PLTMH sama-sama
beroperasi
maksimal.
Sehingga
pendapatan maksimal yang diperoleh
dari BJPSDA untuk pengelolaan PLTA
pada periode 2010-2011 untuk alternatif
I sebesar Rp 3.774.775.514 dan
pendapatan yang didapatkan dari
penjualan listrik PLTMH untuk alternatif
I sebesar Rp 2.618.865.312. Sedangkan
pendapatan BJPSDA untuk pengelolaan
PLTA
untuk
pengoperasian
menggunakan alternatif II sebesar Rp
3.817.137.842 dan pendapatan yang
didapatkan dari penjualan listrik PLTMH
untuk alternatif II sebesar Rp
1.329.380.150. Total pendapatan yang
didapatkan
menunjukkan
bahwa
pendapatan total pada alternatif I lebih
besar 19,5% dari pendapatan total yang
didapatkan pada alternatif II.
Saran yang bisa penulis berikan untuk
menindaklanjuti studi ini adalah walaupun
secara perhitungan ekonomi pengoperasian
PLTA dan PLTMH tersebut memberikan
nilai manfaat yang lebih besar daripada bila
PLTA beroperasi tunggal, tetap diperlukan
komunikasi lebih lanjut antara pihak
pengelola PLTA dan pengelola PLTMH
terkait dengan pengaruh produksi energi
PLTA yang menurun karena adanya
pengeporasian PLTMH tersebut. Selain itu,
diperlukan
pertimbangan
mengenai
pemenuhan kebutuhan listrik di daerah hilir
dengan berkurangnya produksi energi
PLTA karena beroperasinya kembali
PLTMH. Sehingga, baik pihak pengelola
PLTA dan pengelola PLTMH bisa
mendapatkan keputusan yang terbaik terkait
pengoperasian PLTA dan PLTMH di
Bendungan Wonorejo
DAFTAR PUSTAKA
Jager, Henriette I et. al. 2007. Sustainable
Reservoir Operation: Can We Generate
Hydropower And Preserve Ecosystem
Values. Publish online in Wiley Inter
Science, USA.
Manual Prosedur Bendungan Wonorejo.
2006. Malang: Perum Jasa Tirta I
Pangestuti, Dwi. 2010. Pemodelan Optimasi
Operasional Waduk-Waduk Besar Di
Kali Brantas Untuk Produksi Energi
Menggunakan Data Debit Real Time.
Jurnal Jurusan Teknik Sipil dan
Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2015 Tentang Pembelian
Tenaga Listrik Dari Pembangkit Listrik
Tenaga Air Dengan Kapasitas Sampai
Dengan 10MW (Sepuluh Megawatt)
oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero). 29 Juni 2015. Jakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
08/PRT/M/2014 Tentang Pembiayaan
Pengelolaan Sumber Daya Air. 8
Agustus 2014. Jakarta.
Said, Sri Mawar. 2013. Model Optimasi
Sumber Daya Air PLTA Bakaru Dalam
Mengantisipasi Perkembangan Beban
Pada Sistem Kelistrikan Sulawesi
Selatan Barat. Proposal Disertasi
Universitas Hasanuddin Makassar.
Sosrodarsono, Suyono. 1987. Hidrologi
Untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya
Paramita
Download