PENGARUH PESAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP KESADARAN PEROKOK (Studi Korelasional Pengaruh Pesan Peringatan Kesehatan Pada Bungkus Rokok Terhadap Kesadaran Perokok di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area Kota Medan) ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari pesan peringatan kesehatan yang terdapat pada bungkus rokok terhadap kesadaran perokok di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area Kota Medan. Teori yang digunakan adalah teori Disonansi Kognitif. Penelitian ini bersifat kuantitatif, dan menggunakan metode korelasional. Populasi dalam penelitian ini masyarakat berjumlah 7.519 orang, sehingga dengan rumus Taro Yamane didapati sampel sebanyak 99 orang. Teknik penarikan sampelnya yaitu Stratified Random Sampling, Purposive Sampling, dan Accidental Sampling dengan kriteria yaitu masyarakat berusia 21 sampai 61 tahun ke atas yang menetap di Kelurahan Sei Rengas II dan merupakan perokok aktif. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis tabel tunggal, analisis tabel silang dan uji hipotesis melalui rumus koefisien tata genjang (Rank Order Correlation Coefficient) oleh Spearman dengan piranti lunak SPSS versi 13.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh pesan peringatan kesehatan pada bungkus rokok terhadap kesadaran perokok di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area Kota Medan. Kata kunci: Pesan peringatan kesehatan, Kesadaran perokok, Pengaruh, PENDAHULUAN Rokok adalah suatu hal yang tidak asing lagi di telinga kita. Merokok tidak mengenal situasi sosial ekonomi seseorang, digemari mulai dari yang kaya sampai yang miskin sekalipun. Meski semua orang tahu bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Jika seseorang telah mengetahui bahaya dan akibat yang ditimbulkan dari merokok lantas mengapa mereka masih ingin merokok? Apakah pesan peringatan kesehatan yang tercantum pada bungkus rokok belum mampu menyadarkan perokok akan bahaya yang ditimbulkan? Dalam kepulan asap rokok terkandung lebih dari 4000 jenis zat kimia dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Asap rokok merupakan kumpulan berbagai bahan bersifat gas yang terbentuk pada saat rokok dibakar secara tidak sempurna, terdiri atas gas dan bahan yang diendapkan waktu dihisap. Temperatur rokok pada bibir adalah 300C, sedangkan temperatur pada ujung rokok yang terbakar adalah 9000C (Sitepoe, 1997: 17). Cornwarth dan Miller membedakan kebiasaan merokok sebagai (1) dorongan psikologis: rasanya sebagai rangsangan seksual melalui mulut waktu merokok, sebagai ritual, menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan kecemasan, menunjukkan kedewasaan, serta rangsangan mulut melalui jari-jari pada saat merokok; (2) dorongan fisiologis: adiksi (ketagihan) tubuh terhadap kandungan rokok berupa nikotin atau disebut kecanduan terhadap nikotin (Sitepoe, 1997: 13). Menurut Sitepoe (1997: 14) perokok dibagi menjadi tiga yaitu: perokok ringan yang merokok 1-10 batang sehari, perokok sedang yang merokok 11-20 batang sehari dan perokok berat yang merokok lebih dari 20 batang sehari. Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi konsumsi rokok masyarakat Indonesia, diantaranya dengan menaikkan pajak cukai rokok setiap tahun dan menetapkan pasal 115 tentang UU Kesehatan yang menyebutkan kawasan tanpa rokok (KTR) yakni fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum lainnya. Pada bulan Desember 2013 yang lalu DPRD beserta Pemko Medan sudah mengesahkan peraturan daerah (Perda) kawasan tanpa rokok (KTR) dimana bagi pelanggar Perda KTR yakni denda perorangan maksimal Rp 50 ribu, denda bagi pengelola tempat kerja atau umum maksimal Rp 5 juta dan denda bagi yang sengaja membiarkan maksimal Rp 10 juta (www.medanbagus.com). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003, tiap bungkus rokok harus mencantumkan pesan peringatan kesehatan tunggal dan tidak berganti-ganti yang bunyinya ialah “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin.” Sebagai tindak lanjut dari peraturan pemerintah (PP) 109 tahun 2012 yang mengatur tentang pemasangan gambar menyeramkan yang merupakan efek yang ditimbulkan oleh rokok, mulai bulan Juni 2014 nanti, pesan peringatan kesehatan pada bungkus rokok akan berganti menjadi "Peringatan: Merokok Membunuhmu" (www.detikhealth.com). Secara global, jumlah perokok telah naik dari 721 juta orang pada 1980 menjadi 967 juta orang pada 2012 dan jumlah rokok yang dihisap setiap tahunnya juga mengalami kenaikan sebesar 26 persen dalam kurun waktu tiga dekade terakhir (Harian Analisa, 9 Januari 2014). Mengutip Lembaga Demografi FE UI, dikatakan bahwasanya hampir 80 persen perokok mulai merokok sebelum umur 19 tahun dan menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) setiap hari sekitar 3.600 anak-anak usia 12-17 tahun mulai merokok. Kecenderungan merokok di kalangan remaja umur 15-19 tahun di Indonesia semakin meningkat sebanyak 3 kali lipat dari 7,1% (Susenas, 1995) menjadi 43,3% (Susenas, 2010). Senada dengan data tersebut, data hasil Riskesdas (2010) menunjukkan persentase anak yang memulai perilaku merokok pada umur 10-14 tahun adalah sebesar 17,5%. Sebagai objek penelitian peneliti adalah masyarakat di Kelurahan Sei Rengas II, Kecamatan Medan Area. Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di kelurahan serta di daerah ini juga banyak sekali terdapat orang yang merokok dan toko serta warung yang menjual rokok. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh pesan peringatan kesehatan pada bungkus rokok terhadap kesadaran perokok di Kelurahan Sei Rengas II, Kecamatan Medan Area. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: “Adakah pengaruh pesan peringatan kesehatan pada bungkus rokok terhadap kesadaran perokok di Kelurahan Sei Rengas II, Kecamatan Medan Area?” Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Bertujuan untuk mengetahui kesadaran perokok terhadap kesehatannya. 2. Bertujuan untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan perokok untuk berhenti merokok setelah membaca pesan peringatan kesehatan tersebut. 3. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pesan peringatan kesehatan pada bungkus rokok terhadap kesadaran perokok. URAIAN TEORITIS Komunikasi Komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu „communicatio‟ dan perkataan ini bersumber pada kata „communis‟. Arti communis di sini adalah sama, dalam arti kata sama makna, yaitu sama makna mengenai suatu hal. Jadi, komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai suatu hal yang dikomunikasikan. Proses komunikasi dapat diartikan sebagai “transfer informasi” atau pesan-pesan (message) dari pengirim pesan sebagai komunikator kepada penerima pesan sebagai komunikan yang bertujuan (feedback) untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) antar kedua belah pihak. Sebelum komunikator mengirimkan pesan-pesan/informasi kepada pihak komunikan, terlebih dahulu memberikan makna dalam pesan-pesan tersebut (decode). Pesan tersebut ditangkap oleh komunikan dan diberikan makna sesuai dengan konsep yang dimilikinya (encode) (Ruslan, 2003: 69-70). Harold Laswell menyatakan cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaanpertanyaan berikut: Who says what, in which channel, to whom, with what effect. Berdasarkan paradigma Laswell dapat diturunkan menjadi lima unsur, yaitu: sumber (source), pesan (message), media (channel), penerima (receiver), efek (effect). Pertama, sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Kedua, pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Ketiga, saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Keempat, penerima (receiver), yakni orang yang menerima pesan dari sumber. Kelima, efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku dan sebagainya (Mulyana, 2007: 69-71). Teori Disonansi Kognitif Teori disonansi kognitif pertama kali dikemukakan oleh psikolog Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, perilaku seseorang dapat dijelaskan dari keinginan mendasar pada diri seseorang untuk selalu konsisten antara sikap yang telah ada dengan perilaku aktualnya. Kognisi terkait dengan sikap atau perilaku yang dipegang seseorang yang terekam dalam pikirannya. Ketika kognisi seseorang mengalami konflik, misalnya saya seorang yang jujur, sementara kognisi lain mengatakan saya seorang pembohong, maka keadaan ini menimbulkan ketidaknyamanan yang diakibatkan karena adanya ketidakkonsistenan. Kondisi ini dikatakan sebagai kondisi yang tidak sesuai (dissonant conditions). Istilah disonansi kognitif menurut Festinger berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang (Effendy, 2003). Setiap orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya, karena pada umumnya setiap manusia berperilaku konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sering pula seseorang berperilaku tidak konsisten dengan yang diyakininya. Sedangkan dalam kamus komunikasi dissonance artinya “situasi psikologi yang tidak menyenangkan sebagai akibat dari ketidakserasian antara dua unsur atau hal dalam suatu proses komunikasi (Effendy, 1989). Dalam teori ini beranggapan bahwa ada dua elemen pengetahuan yang merupakan hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila dengan mempertimbangkan dua elemen itu sendiri, pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen satunya (Severin & Tankard, 2005). Teori ini berpendapat bahwa disonansi akan terjadi karena secara psikologis tidak nyaman, maka akan memotivasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan mencapai harmoni/keselarasan dan selain upaya itu semua, akan secara aktif menolak situasisituasi dan informasi yang sekiranya akan meningkatkan disonansi (Surip, 2011: 6365). Menurut Venus (2004) metode untuk mengurangi disonansi adalah mengubah kognisi, menambah kognisi, mengubah atau mengganti kepentingan, membuat misinterpretasi informasi dan mencari informasi pembenaran. (Surip, 2011: 72). Teori S-O-R S-O-R sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response ini semula berasal dari psikologi. Asumsi dasar dari model ini adalah: media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Teori SO-R ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respons dengan cara tertentu. Prof. Dr. Mar‟at dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya, mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu perhatian, pengertian dan penerimaan. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap (Effendy, 1993: 256). Proses komunikasi dalam model S-O-R dapat dirumuskan sebagai berikut: Model S-O-R Stimulus Organisme (Perhatian, Pengertian, Penerimaan) Respon (Perubahan Sikap) Sumber: Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, 1993 hal. 255 Kesadaran Dalam Cambridge International Dictionary of English (1995) ada sejumlah definisi tentang kesadaran. Pertama, kesadaran diartikan sebagai kondisi terjaga atau mampu mengerti apa yang sedang terjadi. Kedua, kesadaran diartikan sebagai semua ide, perasaan, pendapat dan sebagainya yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang. Definisi lain tentang kesadaran antara lain: (1) tahu dan mampu mengekspresikan dampak dari suatu perilaku, (2) tahu dan mampu mengekspresikan tentang berbagai penyelesaian, (3) memahami perlunya langkah penelitian sebagai bekal pengambilan keputusan, (4) memahami pentingnya kerja sama dalam menyelesaikan masalah. Dalam psikologi, kesadaran sama artinya dengan mawas diri (awareness). Menurut Soekamto (1982) terdapat empat indikator kesadaran yang masing-masing merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya dan menunjuk pada tingkat kesadaran tertentu, mulai dari terendah sampai dengan yang tertinggi, antara lain: pengetahuan, pemahaman, sikap, pola perilaku (tindakan). Berdasarkan indikator-indikator tersebut di atas, dapat dikembangkan dengan menggunakan teori Benyamin Bloom (1908) yang membagi perilaku manusia dalam tiga domain yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi menjadi pengetahuan, sikap, dan praktik (tindakan).‟ 1. Pengetahuan Menurut Notoadmodjo (2003), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan yaitu: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), evaluasi (evaluation). 2. Sikap (attitude) Sikap terdiri atas berbagai tingkatan yaitu: menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible) 3. Tindakan Tindakan terdiri atas beberapa tingkatan yaitu: persepsi (perception), respon terpimpin (guided response), mekanisme (mechanism), adopsi (adoption) Sumber: (http://lontar.ui.ac.id) Menurut Hurlock (1998: 73) dalam bukunya Psikologi Perkembangan ada tiga tahap kesadaran, yaitu: 1. Tahap Kesadaran Potensial Keadaan di mana seseorang belum mempunyai kesadaran atau kesadarannya masih sangat minim. 2. Tahap Kesadaran Semu Kesadaran di mana seseorang mengetahui persis dan memahami suatu masalah berdasarkan penemuan indera dan akalnya. Tetapi pengetahuan yang dimilikinya itu belum membentuk suatu niat atau keinginan untuk melaksanakan apa yang diketahuinya (sudah ada kesadaran dalam diri, tetapi belum diwujudkan). 3. Tahap Kesadaran Kritis Di mana pemahaman dan pengetahuan seseorang tentang suatu masalah disertai adanya keinginan yang kuat untuk melaksanakan pemahaman tersebut. Jelasnya sudah ada tindakan atas kesadaran yang dimilikinya. Dengan demikian yang dimaksud dengan kesadaran dalam penelitian ini adalah memahami bahaya merokok yang dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin yang dapat dicegah dengan mulai mengurangi jumlah rokok yang dihisap secara perlahan sampai akhirnya berhenti merokok. Rokok Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Manusia di dunia yang merokok untuk pertama kalinya adalah suku bangsa Indian di Amerika, untuk keperluan ritual seperti memuja dewa atau roh. Pada abad 16, ketika bangsa Eropa menemukan benua Amerika, sebagian dari para penjelajah Eropa itu ikut mencoba-coba menghisap rokok dan kemudian membawa tembakau ke Eropa. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa. Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata. Abad 17 para pedagang Spanyol masuk ke Turki dan saat itu kebiasaan merokok mulai masuk negara-negara Islam. Rokok dibedakan menjadi beberapa jenis. Pembedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok. Rokok berdasarkan bahan pembungkus, yakni: klobot, kawung, sigaret dan cerutu. Rokok berdasarkan bahan baku atau isi, yakni: rokok putih, rokok kretek dan rokok klembak. Rokok berdasarkan proses pembuatannya, yakni: sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret kretek mesin (SKM). Rokok berdasarkan penggunaan filter, yakni: rokok filter (RF) dan rokok non filter (RNF) Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Rokok. Model Teoritis Pesan Peringatan Kesehatan Pada Bungkus Rokok Kesadaran Perokok Karakteristik Responden Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini masyarakat perokok aktif berusia 21 sampai 61 tahun ke atas di Kelurahan Sei Rengas II, Kecamatan Medan Area. Berdasarkan data yang diperoleh saat pra penelitian, jumlah penduduk di Kelurahan Sei Rengas II adalah 7.519 jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh, maka peneliti menggunakan rumus Taro Yamane dengan presisi 10% dan tingkat kepercayaan 90% sehingga diperoleh sampel berjumlah 99 orang. Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Stratified Random Sampling, Purposive Sampling dan Accidental Sampling. Pada bulan Februari 2014, peneliti menyebarkan kuesioner kepada masyarakat di Kelurahan Sei Rengas II Kecamatan Medan Area yang memenuhi kriteria sampel yang telah ditetapkan peneliti. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Yaitu merupakan pengumpulan data di lapangan yang meliputi kegiatan survei di lokasi penelitian. Penelitian ini menggunakan kuesioner yaitu alat pengumpul data dalam bentuk sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis oleh responden. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini dilakukan dengan cara mempelajari dan mengumpulkan data melalui literatur dan sumber bacaan yang dianggap relevan dan mendukung kegiatan penelitian. Dalam hal ini, penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku, literatur, jurnal dan internet sebagai media online yang sangat membantu untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode korelasional sehingga menggunakan analisis tabel tunggal, tabel silang dan uji hipotesis. 1. Analisis Tabel Tunggal Analisis tabel tunggal merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisis data yang terdiri atas dua kolom yaitu sejumlah frekuensi dan kolom persentase untuk setiap kategori (Singarimbun, 1995: 273). 2. Analisis Tabel Silang Analisis dengan menggunakan teknik yang digunakan untuk menganalisis dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel yang lainnya, sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut positif atau negatif (Singarimbun, 1995: 273). 3. Uji Hipotesis Uji Hipotesis adalah pengujian data statistik untuk mengetahui data hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk mengukur tingkat hubungan di antara dua variabel, maka peneliti menggunakan rumus koefisien tata genjang (Rank Order Correlation Coefficient) oleh Spearman atau Spearman Rho Koefisien dengan piranti lunak SPSS (Statistical Product and System Solution). Spearman Rho menunjukkan hubungan antara variabel X dan variabel Y yang tidak diketahui sebaran datanya. Teknik ini digunakan untuk melihat hubungan antara dua variabel yang berupa data ordinal. Pembahasan Hasil uji hipotesis yang didapatkan ternyata tidak ada pengaruh pesan peringatan kesehatan pada bungkus rokok terhadap kesadaran perokok di Kelurahan Sei Rengas II, Kecamatan Medan Area. Hasil penelitian juga menunjukkan hal yang menarik di mana sebanyak 88 dari 99 responden (88.8%) yaitu mayoritas responden ternyata mengetahui dan sangat mengetahui bahwasanya merokok tidak bagi bagi kesehatan mereka. Ternyata meskipun mereka secara pengetahuan mengetahui bahaya merokok mereka tetap merokok dengan berbagai alasan seperti merokok sudah merupakan bagian dari gaya hidup mereka, tanpa menghisap rokok mereka tidak bisa menjalankan aktivitas kegiatan mereka, dengan merokok dapat membuat pikiran mereka menjadi lebih enak dan lain-lain. Meskipun harga rokok terus naik, tidak menyurutkan mereka untuk tetap menghisap rokok. Efektivitas sebuah pesan menjadi tidak berarti lagi apabila sudah berhubungan dengan yang namanya kecanduan. Seperti halnya dengan pesan peringatan kesehatan yang tertera pada bungkus rokok. Terbukti dengan adanya 77 dari total 99 responden (77.7%) yang berarti juga mayoritas responden adalah mereka yang memiliki jenjang pendidikan yang tinggi seperti tamat SMA, D3 dan para sarjana. Meskipun mereka berpendidikan tinggi, dan secara pengetahuan mereka adalah orang-orang akademis yang terdidik, tetap tidak menghalangi mereka dalam merokok. Responden yang tetap merokok meskipun mereka menyadari bahaya merokok berada pada posisi tahap kesadaran semu dimana menurut Hurlock dalam bukunya Psikologi Perkembangan, kesadaran semu adalah keadaan dimana seseorang mengetahui persis dan memahami suatu masalah berdasarkan penemuan indera dan akalnya. Tetapi pengetahuan yang dimilikinya itu belum membentuk suatu niat atau keinginan untuk melaksanakan apa yang diketahuinya (sudah ada kesadaran dalam diri mereka bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatan, tetapi masih hanya berada pada tingkat kognisi/pengetahuan mereka saja, dan belum diwujudkan dalam aksi/tindakan nyata). Hal ini juga memperkuat teori disonansi kognitif yang menekankan kepada ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Responden dalam penelitian ini memilih untuk tetap merokok padahal mereka mengetahui bahwa merokok itu tidak baik bagi kesehatan mereka. Hal ini tentu sangat ironis terbukti dengan tingkat pendidikan yang tinggi belum tentu menjamin seseorang untuk melakukan hal yang sesuai dengan tingkat pengetahuan mereka. Istilah disonansi kognitif sendiri berarti ketidaksesuaian antara kognisi sebagai aspek sikap dengan perilaku yang terjadi pada diri seseorang. Setiap orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya, karena pada umumnya setiap manusia berperilaku konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sering pula seseorang berperilaku tidak konsisten dengan apa yang diyakininya. Penelitian ini juga mendukung penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mahardika Putra S (NPM. 0543010307) tentang Sikap Perokok Terhadap Pesan Peringatan Bahaya Merokok di Surabaya (Studi deskriptif sikap perokok Surabaya terhadap pesan peringatan bahaya merokok pada iklan, reklame dan label bungkus rokok), di mana kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan bahwa responden sebenarnya secara pengetahuan memahami isi pesan peringatan bahaya merokok, tetapi mereka mengambil sikap untuk mengabaikan pesan larangan tersebut untuk tetap merokok. Kesimpulan 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran perokok terhadap kesehatannya sangat tinggi. Mayoritas responden sebanyak 88 orang (88.8%) mengatakan mereka mengetahui bahwa merokok tidak baik bagi kesehatan mereka. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran perokok sangat tinggi terhadap kesehatan mereka. Walaupun demikian, mereka tetap merokok. Hal ini memperkuat teori disonasi kognitif yang mengatakan seseorang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pengetahuan mereka. 2. Upaya yang dilakukan perokok untuk berhenti merokok yaitu dengan cara mengurangi jumlah batang rokok yang dihisap tergolong masih rendah. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden yaitu 63.6% dari total responden mengatakan mereka kurang bersedia dan tidak bersedia mengambil komitmen untuk mengurangi jumlah batang rokok yang mereka hisap. Alasannya karena selain sudah kecanduan, dengan merokok dapat menenangkan pikiran dan membuat mereka lebih bisa mendapat inspirasi dalam bekerja. 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh pesan peringatan kesehatan pada bungkus rokok terhadap kesadaran perokok di Kelurahan Sei Rengas II, Kecamatan Medan Area. Beberapa alasan yang biasa diungkapkan oleh perokok untuk mempertahankan kebiasaan buruknya adalah ingin dianggap jantan, mengikuti gaya hidup, mengurangi stress, sudah kecanduan dan sebagai sarana refreshing. Saran 1. Pemerintah perlu mengikuti langkah negara luar di mana kemasan rokok di sana sudah dicantumkan peringatan kesehatan berbentuk gambar. Gambar mengerikan tersebut dengan proporsi luas 50 persen dari sisi lebar bungkus rokok disertai tulisan peringatan yang besar. Langkah ini akan efektif diterapkan di Indonesia, apalagi terhadap orang-orang yang berpendidikan rendah karena mereka biasanya akan lebih terpengaruh oleh gambar-gambar. 2. Pemerintah perlu meletakkan baliho, billboard, reklame, spanduk dan lain-lain yang memperlihatkan gambar-gambar mengerikan sebagai akibat merokok seperti gambar mulut disertai kanker mulut, gambar paru-paru yang bolong akibat merokok dan sebagainya di tempat-tempat strategis di mana orangorang bisa melihatnya. Dengan cara demikian akan sangat efektif untuk mempengaruhi minat masyarakat dalam merokok. 3. Pemerintah hendaknya lebih aktif dalam membangun sarana-sarana khusus merokok seperti Smoking Room agar perokok merokok di tempat yang telah disediakan dan pemberian sanksi kepada masyarakat yang merokok tidak pada tempatnya. Dengan demikian diharapkan akan meminimalisir angka kematian akibat merokok. Daftar Referensi Hurlock, Elisabeth. 1998. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ruslan, Rosady. 2003. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendy. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Sitepoe, Mangku. 1997. Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Surip, Muhammad. 2011. Perspektif Teoritis Teori Komunikasi. Medan: Unimed. Harian Analisa (9 Januari 2014) Jumlah Perokok di Seluruh Dunia Kini Meningkat. hal 16. http://id.wikipedia.org/wiki/Rokok diakses pada tanggal 10 November 2013 pukul 13.32 WIB www.medanbagus.com diakses pada tanggal 20 Desember 2013 pukul 18.00 WIB www.detikhealth.com diakses pada tanggal 27 Desember 2013 pukul 18.30 WIB (http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122795-S-5345-Studi%20tentang-Literatur.pdf) diakses pada tanggal 30 Januari 2014 pukul 13.35 WIB