2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Penyakit Diare
Pengertian Diare
Diare atau penyakit diare berasal dari bahasa Yunani yaitu “diarroia” yang
berarti mengalir terus (to flow trough), merupakan keadaan abnormal pengeluaran
tinja yang terlalu sering. Menurut WHO secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali
sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan tau tanpa
darah. Hal ini disebabkan adanya perubahan-perubahan dalam transport air dan
elektrolit dalam usus, terutama pada keadaan-keadaan dengan gangguan intestinal
pada fungsi digesti, absorpsi dan sekresi. Diare adalah suatu penyakit dengan tandatanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 kali atau lebih
dalam 1 hari) (Depkes RI, 2005). Sedangkan, menurut Widjaja (2002), diare
diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan
darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anakanak) peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare,
baik balita, anak-anak dan orang dewasa. Diare yang terus menerus merupakan
gejala penyakit berat seperti tipus, kolera dan kanker usus. Diare berat dapat
menyebabkan dehidrasi dan dapat pula membahayakan jiwa (Depkes RI, 2001).
7
8
2.1.2
Jenis Diare
Secara umum diare diklasifikasikan menjadi 4 kelompok (Depkes RI, 2009)
1. Diare akut, yaitu buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dan bertambah banyaknya cairan yang
dikeluarkan dari biasanya dan berlangsung kurang dari 14 hari.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah dalam tinjanya. Disentri
dapat berakibat menurunnya berat badan dengan cepat, anoreksia dan
kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa usus.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terusmenerus yang berakibat pada penurunan berat badan dan ganggguan
metabolism sehingga menyebabkan berkurangnya penyerapan gizi.
4. Diare dengan penyakit penyerta; anak yang menderita diare (diare akut dan
persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam,
gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Diare dapat juga diklasifikasikan berdasarkan derajat dehidrasinya yaitu
(Syarbaini, 2002)
1) Diare dengan dehidrasi ringan yaitu kehilangan cairan sampai 5% dari berat
badan.
2) Diare dengan dehidrasi sedang yaitu kehilangan cairan 6-10% dari berat
badan.
3) Diare dengan dehidrasi berat yaitu kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat
badan.
9
2.1.3
Etiologi
Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi 5 yaitu (Hamdani, 2001) :
1. Faktor Infeksi
Infeksi enternal, infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada balita meliputi:
a.
Infeksi bakteri seperti Vibrio Cholera, E.coli, Salmonella, Shigella,
Clostridium perfringens dan Staphilococcus aereus.
b.
Infeksi virus seperti Entovirus, Adenovirus, Rotavirus
c.
Infeksi parasit seperti cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyris, strongyloides),
protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Trichomonas hominis),
jamur (Candida albicans)
d.
Infeksi parenteral adalah infeksi diluar alat percenaan makanan seperti otitis
madia akut (OMA), tonsillitis, bronkopneumonia dan sebagainya. Keadaan
ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorpsi
Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan
lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam
susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila
dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi
usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul
karena lemak tidak terserap dengan baik.
10
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan, makanan
mentah dan kurang matang. Makanan yang terkontaminsi jauh lebih mudah
mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare kronis. Tetapi
jarang apan anak balkita umumnya terjadi pada anak yang lebih besar.
5. Faktor-faktor lain seperti kurangnya penyediaan air brsih, kurangnya fasilitas
sanitasi dan hygiene perorangan, pemberian makanan pendamping ASI.
2.1.4
Gejala Diare
Gejala diare adalah tinja yang encer dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam
sehari, yang kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu
makan darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah dapat mendahului
diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan
diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan. Selain
itu, dapat mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-gejala lain seperti flu,
demam, nyeri otot atau kejang dan sakit kepala. Gangguan bakteri dan parasit
kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi.
(Amirudin, 2007).
Dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan
tinja berulang-ulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang
melebihi pemasukannya ( Hamdani, 2001).
11
2.1.5
Cara Penularan
Kuman yang menyebabkan penyakit diare biasanya ditularkan melalui jalan
mulut karena ( Sinthamurniwaty, 2006):
1. Makanan yang terkontaminasi dengan tinja atau muntahan penderita diare
melalui serangga seperti lalat dan kecoa.
2. Tangan yang terkontaminasi kuman penyebab diare.
3. Air yang telah tercemar dengan tinja.
2.1.6
Pencegahan Diare
Pencegahan terhadap penyakit diare antara lain ( Sinthamuniwaty, 2006)
1.
Terhadap faktor penjamu. Mempertinggi daya tahan tubuh manusia dan
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam prinsip-prinsip hygiene
perorangan. Pencegahan diare pada anak balita antara lain:
1) Imunisasi
Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan angka
kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri adalah
imunisasi. Hal ini berlaku pula untuk penyakit diare dan penyakit
gastrointestinal lainya. Untuk dapat membuat vaksin secara baik, efisien. dan
efektif diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada
umumnya terutama, kekebalan saluran pencernakan makanan.
2) Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. Pada bayi yang baru lahir,
pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
12
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada
bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan,
risiko mendapat diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian
3) Perilaku hidup bersih dan sehat
Untuk melakukan pola perilaku
hidup bersih dan sehat dilakukan
beberapa penilaian antara lain adalah :
a) Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur, perpipaan)
untuk keperluan sehari-hari.
b) Jamban keluarga, keluarga buang air besar di jamban atau WC yang
memenuhi syarat kesehatan.
c) Air yang di minum dimasak terlebih dulu.
d) Mandi menggunakan sabun mandi.
e) Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun
f)
Pencucian peralatan menggunakan sabun.
g) Limbah, apakah SPAL sering di bersihkan.
2.
Terhadap faktor bibit penyakit.
1) Memberantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati
penderita maupun carrier atau dengan meniadakan reservoir penyakit.
2) Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik di tempat umum maupun
di lingkungan rumah.
3) Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan
memelihara kesehatan.
13
3.
Terhadap faktor lingkungan
Mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup, sehingga faktorfaktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak
membahayakan kesehatan manusia.
2.2
Faktor Risiko Kejadian Diare pada Balita
2.2.1
Faktor Host
1. Pemberian ASI Eksklusif
ASI eksklusif yaitu pemberian ASI saja pada bayi tanpa tambahan makanan
dan minuman lain kecuali sirup obat dan vitamin dalam bentuk tetes, untuk
jangka waktu bayi sampai umur 6 bulan (Depkes RI, 2005). Kandungan protein
ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan protein yang terdapat dalam
susu sapi. Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan
yang diartikan bahwa bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau
minuman lain termasuk air putih (Matondang, dkk, 2008).
Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan (Roesli, 2005). Idealnya bayi
yang diberi ASI eksklusif tidak terkena diare karena ASI merupakan makanan
alami yang ideal bagi bayi dan sesuai dengan kondisi sistem pencernaan bayi
yang belum matur (pada bayi 0-6 bulan) sehingga tidak menyebabkan alergi
pada bayi. Namun ada juga bayi yang diberi ASI eksklusif terkena diare baik
jarang maupun sering. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor baik dari bayi
maupun perilaku ibu. Penyebab diare dari faktor bayi adalah adanya infeksi baik
di dalam ataupun di luar saluran pencernaan baik itu infeksi bakteri, virus,
14
maupun infeksi parasit. Penelitian yang diperoleh di Kecematan Duren Sawit
yaitu ASI eksklusif berpengaruh terhadap kejadian diare pada balita dengan nilai
OR sebesar 4,11 (Giyantini, 2000). Pemberian ASI eksklusif
merupakan
variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian diare balita di
Kabupaten Aceh Tamiang dengan nilai OR 2,09 (Syarbaini, 2002)
2.
Status gizi.
Status gizi merupakan indicator ketiga dalam menentukan derajat kesehatan
anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan
perkembangan anak mencapai kematangan yang optimal. Pada penderita kurang
gizi serangan diare terjadi lebih sering terjadi. Semakin buruk keadaan gizi anak,
semakin sering dan berat diare yang diderita. Pada anak malnutrisi terdapat
kontaminasi bakteri pada usus halus bagian atas yang dapat mengakibatkan diare
dan kehilangan cairan serta gangguan absorpsi bahan makanan yang berakibat
pada kematian (Giyantini, 2000). Status gizi ini sangat dipengaruhi oleh
kemiskinan, ketidak tahuan dan penyakit. Beberapa penelitian menunjukkan
variabel yang paling berisiko terhadap diare pada balita di Kecamatan Duren
Sawit Jakarta Timur yaitu variabel status gizi dimana status gizi buruk
mempunyai risiko untuk terjadinya diare pada balita 5,69 kali lebih besar dari
balita dengan status gizi (Giyantini, 2000). Penelitian lain yang memperoleh
hasil yang signifikan yaitu penelitian di Semarang dimana status gizi yang
rendah berisiko 4,213 kali lebih besar menderita diare pada balita dibandingkan
dengan status gizi yang baik (Sinthamurniwaty, 2006). Faktor risiko yang
bermakna dengan kejadian diare balita di Lombok yaitu status gizi balita dengan
OR sebesar 3,069 (Krismarini, 2009)
15
3. Pengetahuan Ibu
Tingginya angka kesakitan dan kematian sangat dipengaruhi oleh tingkat
pengetahuan ibu. Pengetahuan yang merupakan parameter keadaan sosial sangat
menentukan derajat kesehatan masyarakat. Pengetahuan ibu sangat berperan
dalam hal pemeliharaan kesehatan anak-anaknya. Ibu yang memiliki pendidikan
yang cukup akan mempunyai wawasan yang luas dalam memelihara kesehatan
anaknya (Giyantini, 2000). Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan
pengetahuan tentang kesehatan dapat terus ditingkatkan, sehingga perilaku dan
keadaan lingkungan sosialnya menjadi sehat (Krismarini, 2009)
4. Sosial Ekonomi
Proses sehat dan sakit dalam suatu masyarakat pada dasarnya ditentukan oleh
ciri sosial dimana anak dilahirkan dan bertumbuh kembang. Faktor sosial
ekonomi merupakan faktor penentu morbiditas dan mortalitas bayi dan anak.
(Syarbaini, 2002). Sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap
faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal
dari keluarga besar dengan daya beli rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak
mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan,
pendidikan orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak
menguntungkan. Karena itu faktor edukasi dan perbaikan ekonomi sangat
berperan dalam pencegahan dan penanggulangn diare.
5. Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan, status
sosial, pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah kesehatan
dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu determinan
16
risiko dan determinan terpapar yang khusus dalam bidang pekerjaan tertentu
serta merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi tempat suatu populasi
bekerja (Widyastuti, 2005). Ayah dan ibu yang bekerja sebagai pegawai negeri
atau swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan
ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umunya
berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja
harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko
lebih besar untuk terkena penyakit diare (Giyantini, 2000).
6. Pendidikan
Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan mereka sulit diberi tahu
mengenai pentingnya higyene perorangan dan sanitasi lingkungan untuk
mencegah terjangkitnya penyakit menular diantaranya diare. Dengan sulitnya
mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap
upaya pencegahan penyakit menular (Sander, 2005).
Tingginya angka kesakitan dan kematian karena diare di Indonesia
disebabkan oleh faktor kesehatan lingkungan yang belum memadai, keadaan
gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan
masyarakat yang secara langsung
perilaku
maupun tidak langsung mempengaruhi
keadaan penyakit diare. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih
tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak
tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Pada
perempuan, semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah angka kematian
bayi dan kematian ibu (Widyastuti, 2005). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Erial dkk (1994), ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan
17
SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,6 kali memberikan cairan rehidrasi
oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status
pendidikan SD kebawah. Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting
dalam kesehatan masyarakat.
7. Kebiasaan mencuci tangan
Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan
penerapan prilaku hidup sehat. Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur fecal oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan
perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung mikroorganisme
pathogen dengan melalui air minum. Pada penularan ini seperti ini, tangan
memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau
minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia. Kebiasaan
mencuci tangan menggunakan sabun adalah sebagai perilaku amat penting bagi
upaya mencegah diare. Kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air
besar, setelah menangani tinja anak, sebelum makan atau member makana anak
dan sebelum menyiapkan makanan. Hubungan kebiasaan mencuci tangan
dengan kejadian diare dikemukakan oleh Bozkurt et al (2003) di Turki, orang tua
yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum merawat anak, anak
mempunyai risiko lebih besar terkena diare.
2.2.2
Faktor Lingkungan
1. Sanitasi makanan dan minuman
Sanitasi makanan meliputi kegiatan atau usaha yang ditujukan kepada
keberishan dan keamanan agar tidak menimbulkan suatu penyakit. Usaha-usaha
18
sanitasi tersebut meliputi tindakan-tindakan saniter yang ditujukan pada semua
tingkatan, saat bahan makanan dibeli, disimpin, diolah dan disajikan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam sanitasi makan dan minuman untuk
mencegah diare antara lain (Suarsana, 2008)
1) Mengonsumsi makanan yang sudah dimasak dengan baik dan benar.
2) Memakai dan memelihara peralatan dalam keadaan bersih.
3) Selalu menjaga agar kondisi kita dalam keadaan bersih dan sehat.
4) Menggunakan air bersih dan sehat, baik untuk memasak minum dan
mencuci peralatan makanan
5) Menjaga lingkungan agar tetap dalam kondisi yang bersih.
6) Menjaga binatang peliharaan dan menbersihkan kotoran secara teratur.
Air minum yang juga merupakan media penyebaran penyakit diare
hendaknya
diusahakan
memenuhi
persyaratan
kesehatan
agar
tidak
menyebabkan penyakit. Adapun persyaratan kesehatan air inum antara lain:
1) Syarat fisik: persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening
(tidak berawrna), tidak berasa, suhu dibawah suhu udara diluarnya, sehingga
dalam kehidupansehari-hari tidak susah untuk mengenal air yang memenuhi
persyaratn fisik.
2) Syarat bakteriologi: air untuk keperluan minum yang tidak sehat harus bebas
dari segala bakteri, terutama bakteri pathogen.
3) Syarat kimia: air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu
didalam jumlah tetrtentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat
kimia dalam air akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
19
Sanitasi makanan dan minuman yang kurang merupakan salah satu faktor
yang dapat meningkatkan kejadian diare pada balita. Penelitian membuktikan
ada hubungan dengan penyediaan bahan makanan (OR 8,105), penyimpanan
makanan (OR 4,929) terhadap kejadian diare pada balita di kabupaten Kebumen
(Rachmanti, 2006)
2. Sarana Pembuangan Tinja
Kejadian diare lebih besar dari pada keluarga yang tidak memupunyai
fasilitas jamban keluarga berkaitan dengan personal hygiene dari masyarakat
yang ditunjang dengan situasi kebiasaan yang menimbulkan pencemaran
lingkungan sekitarnya terutama di daerah-daerah dimana air merupakan
masalah dan kebiasaan buang air besar yang tidak sehat.
Ketentuan sistem pembuangan tinja (jamban) yang memenuhi syarat
kesehatan harus memenuhi kriteria berikut :
1)
Tidak mencemari sumber air tanah dan sumber air permukaan
2)
Tidak terjangkau oleh serangga dan binatang penular penyakit
3)
Tidak mengganggu estetik.
Menurut penelitian Wagner (1958) yang dikutip Sugiharto, jarak penyebaran
pencemaran bakteri dari tempat penampungan tinja sesuai dengan arah aliran air
tanah dapat mencapai 11 meter, sedangkan penyebaran bahan kimia dapat
mencapai 95 meter dari sumbernya. Penyebaran vertikal pada lapisan tanah yang
jauh dari muka air tanah adalah 3 meter dengan lebar sekitar 1 meter.
Berdasarkan hal ini maka syarat jarak lokasi jamban dari sumber air bersih
minimal adalah 10 meter. Pada daerah miring, maka lokasi jamban sebaiknya
diletakkan di bawah sumber air bersih. Tinja sebagai hasil buangan metabolisme
20
tubuh manusia yang sarat dengan kuman penyebab penyakit, apabila tidak
dikelola dengan baik dapat menjadi sumber kuman
penyakit diare yang
ditularkan kepada manusia lain melalui sumber air bersih yang terkontaminasi
maupun melalui vektor pembawa penyakit seperti serangga dan binatang
pengganggu. Berdasarkan hasil penelitian ada perbedaan kualitas jamban dengan
kejadian diare pada anak balita (OR = 3,059). Penelitian lain menunjukkan
kepemilikan dan pemanfaatan jamban keluarga yang kurang baik atau tidak
memiliki jamban dapat meningkatkan kejadian diare pada balita dengan nilai OR
4,85 (Suarsana, 2008).
3. Sarana Air Bersih
Air merupakan kebutuhan pokok untuk kehidupan manusia. Penyediaan air
yang sangat penting dalam pencegahan penyakit, untuk fasilitas perorangan,
rumah tangga dan hygiene makanan. Penyediaan air untuk kepentingan rumah
tangga yang memenuhi
akan
mempunyai kontribusi dalam menurunkan
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui tinja ke mulut dan penyakit yang
dapat ditularkan melalui lainnya. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan
air bersih yang benar-benar bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yatu menggunakan
air bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya
sampai penyimpanan dirumah (Meiyati, 2003). Menurut WHO sekitar 60%
penduduk dinegara-negara yang sedang berkembang hidup dalam lingkungan
yang tidak sehat, terutama kurangnya penyediaan air bersih dan menyebabkan
100-2500 anak balita meninggal tiap jam karena diare, fakta menunjukkan
21
bahwa upaya peningkatan kebersihan/sanitasi, dirumah dan lingkungan hidup
kita akan dapat menghilngkan 80%-90% penyakit dan penyebabnya yang
melanda masyarakat tersebut. Salah satu faktor risiko kejadian diare pada balita
di Indonesia yaitu sarana air bersih dengan nilai OR 1,37 (Harianto, 2004).
Penelitian menunjukkan di Kecamatan Duren Sawit memperoleh hasil sarana air
bersih yang tidak memenuhi syarat berisiko 5,41 kali lebih besar untuk
menyebabkan diare pada balita (Giyantini, 2000). Penelitian lain menunjukkan
bahwa kejadian diare pada balita terkait dengan sarana air bersih yang tidak
memenuhi syarat kesehatan dengan nilai PR 2,000 responden yang tidak
memiliki sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan memiliki
risiko 2 kali lebih besar (Pramesti, 2011).
Download