STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP STATUS GIZI

advertisement
STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP STATUS GIZI
BALITA DI PUSKESMAS SRI KUNCORO BENGKULU TENGAH
Rusiandy
STIKes Bhakti Husada Bengkulu
Jl.Kinibalu 8 Kebun Tebeng Bengkulu Telp (0736) 23422
email : [email protected]
ABSTRAK
Indonesia, one of the public health problems that we are facing today is the
double burden of nutritional problems. Based on data from the Ministry of Health
of Indonesia in 2010, as many as 13.0% of children under five are malnourished
status in Indonesia, and 4.9% severe malnutrition. Socio-economic situation of a
family strongly influence whether or not fulfilled the needs of primary, secondary,
as well as the attention and affection that the child will be obtained. This study
aims to determine the socioeconomic level of the family of an association with
nutritional status of children in Sri Kuncoro Puskesmas Bengkulu Central.
This research is quantitative, analytical surveys are cross-sectional approach
where the sampling technique using "Accindental sampling" technique of
sampling is done by taking respondents who happens to be or provided as many
as 78 people. The data used is primary data with the instrument using a
questionnaire to determine the socioeconomic level of the family. And to find out
about the nutritional status by measuring weight in infants. Statistical analyzes
were performed univariate and bivariate analysis with the Chi-Square formula.
The results showed most of the respondents (62.8%) socio-economic status of lowincome and nutritional status of infants less as much as 56.4%. From the
bivariate analysis 69.4% of respondents have a low income socioeconomic status
causes most of the nutritional status of children under five suffered less value and
the value ρ = 0.006 (p <0.05)
This study is expected to be a reference or source of data in the development of
future research. And with this study, can be input for health workers in improving
public health education programs, especially the importance of nutritional intake
for toddlers
Keywords: Family Socio economic Status, Nutritional Status
PENDAHULUAN
222,19
juta
jiwa
penduduk
Indonesia, sedangkan pada tahun
2010 terjadi penurunan menjadi
17,9% dari 234,2 juta jumlah
penduduk di Indonesia. Berdasarkan
data Riskesdas 2010, prevalensi gizi
lebih pada balita sebesar 14,0 %,
meningkat dari keadaan tahun 2007
Di Indonesia, salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang
sedang kita hadapi saat ini adalah
beban ganda masalah gizi. Pada
tahun 2006, prevalensi gizi kurang
dan gizi buruk sebanyak 31% dari
27
yaitu sebesar 12,2 % dari seluruh
balita di Indonesia. Berdasarkan data
dari Kemenkes RI tahun 2010,
sebanyak 13,0% balita di Indonesia
berstatus kurang gizi, dan sebanyak
4,9% berstatus gizi buruk. Dan masih
bersumber pada data yang sama
menunjukkan bahwa 13,3% balita di
Indonesia tergolong balita kurus,
diantaranya 6,0% balita sangat kurus
dan 17,1% balita memiliki kategori
sangat pendek. Dari data ini
menunjukan bahwa masalah gizi
buruk dan kurang masih sangat
banyak jika dikalikan jumlah total
seluruh balita yang ada di Indonesia.
Menurut Departemen Kesehatan RI,
suatu masyarakat disebut tidak
mempunyai masalah kesehatan bila
hanya ada 2,0% balita mempunyai
status gizi kurang dan 0,5% balita
mempunyai status gizi buruk
(Depkes 2007).
Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal
17 menyebutkan bahwa Pemerintah
bertanggung bertanggung jawab atas
ketersediaan
akses
terhadap
informasi, edukasi, dan fasilitas
pelayanan
kesehatan
untuk
meningkatkan
dan
memelihara
derajat kesehatan yang setinggitingginya. Pembangunan kesehatan
bertujuan
untuk
meningkatkan
kesadaran,
kemauan,
dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang
agar
terwujud
derajat
kesehatan masyarakat yang setinggitingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan
ekonomis (Almatsier, 2005).
Sehat adalah bagian penting
dalam hidup manusia yang sangat
didambakan. “Setiap orang berhak
atas kesehatan” sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan Pasal 4.
Sehatsebagai bagian dari hak hidup
yang merupakan inderogable right
yaituhak yang tidak bisa diganggu
gugat dalam keadaan apapun. “Setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak
memperoleh kesehatan”, ketentuan
ini tertuang jelas dalam hukum
tertingi di Indonesia Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 28H
ayat (1) (Supariasa, 2008).
Masa balita merupakan masa
yang tergolong rawan dalam
pertumbuhan dan perkembangan
anak karena pada masa ini anak
mudah sakit dan mudah terjadi
kurang gizi (Soetjiningsih, 2005).
Pada masa ini anak mulai
melakukan
aktivitas
dengan
intensitas tinggi dan biasanya anak
mulai susah makan akan tetapi hanya
suka pada makanan jajanan yang
gizinya tidak baik. Asupan makanan
anak sangat penting diperhatikan
Karena hingga anak berumur dua
tahun, anak masih mengalami
perkembangan otak (Hardinsyah,
2007).
Pada
masa
balita
ini
perkembangan
kemampuan
berbahasa, kreativitas, kesadaran
sosial, emosional, dan intelegensia
berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya.
Perkembangan moral serta dasardasar kepribadian juga dibentuk pada
masa ini (Soetjiningsih, 2005). Oleh
karena itu, asupan makanan yang
baik akan membantu pertumbuhan
dan perkembangan otak dan tubuh
secara umum (Hardinsyah, 2007).
28
Menurut
pengkajian
di
berbagai negara menunjukkan bahwa
anak-anak yang pernah menderita
gizi kurang, kurang berkemampuan
dalam tes mental di kemudian hari
dibandingkan dengan anak yang
bergizi baik (Berg, 2006). Oleh
karena itu gizi yang diperoleh
seorang anak melalui konsumsi
makanan setiap hari berperan besar
untuk kehidupan anak tersebut
(Santoso, 2009).
Masalah gizi adalah gangguan
pada beberapa segi kesejahteraan
perorangan dan atau masyarakat
yang
disebabkan
oleh
tidak
terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi
yang diperoleh dari makanan.
Masalah gizi berkaitan erat dengan
masalah
pangan,
kemiskinan,
rendahnya pendidikan,dapat dan
kepercayaan merupakan faktorfaktor penyebab rawan pangan.
Kurang energi protein merupakan
masalah gizi kurang akibat konsumsi
pangan tidak cukup mengandung
energi dan protein serta karena
gangguan
kesehatan
(Baliwati,
2004).
Malnutrisi merupakan masalah
ekologi sebagai hasil yang saling
mempengaruhi
dan
interaksi
beberapa faktor fisik, biologi, dan
lingkungan
budaya
(Supariasa,
2008). Ada enam faktor ekologi yang
harus
dipertimbangkan
sebagai
penyebab malnutrisi, yaitu keadaan
infeksi, produksi pangan, konsumsi
makanan,
pengaruh
budaya,
pelayanan kesehatan dan pendidikan
serta
faktor
sosial
ekonomi
(Supariasa, 2008).
Keadaan sosial ekonomi suatu
keluarga
sangat
mempengaruhi
tercukupi atau tidaknya kebutuhan
primer, sekunder, serta perhatian dan
kasih sayang yang akan diperoleh
anak. Hal tersebut tentu berkaitan
erat dengan pendapatan keluarga,
jumlah saudara dan pendidikan orang
tua (Supariasa, 2008). Di negaranegara berkembang, orang dengan
status ekonomi rendah akan lebih
banyak
membelanjakan
pendapatanya untuk makan. Dan bila
pendapatanya bertambah biasanya
mereka akan menghabiskan sebagian
besar
pendapatannya
untuk
menambah
makanan.
Dengan
demikian, pendapatan merupakan
faktor yang paling menentukan
kuantitas dan kualitas makanan
(Berg, 2006).
Salah satu faktor sosial
ekonomi
keluarga
yang
mempengaruhi status gizi balita
adalah
pendapatan.
Dengan
pendapatan keluarga yang rendah,
mereka akan mengalami kesulitan
memberikan makanan sehat dan
bergizi kepada anak-anak mereka.
Mereka hanya mampu membeli
bahan makan pokok, itu pun tidak
setiap hari. Mereka sering kali harus
berpuasa Daud (sehari puasa, sehari
tidak) guna mempertahankan hidup
di tengah impitan dan tekanan hidup.
Berdasarkan data profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Bengkulu
Tengah tahun 2013 jumlah balita
pada tahun 2011 sebanyak 2.696
orang dengan kategori status gizi
baik 2.645 orang, gizi cukup 40
orang dan gizi kurang sebanyak 11
orang, pada tahun 2012 jumlah balita
sebanyak 2.196 orang dengan
kategori status gizi baik 1.554 orang,
gizi cukup 553 orang dan gizi kurang
sebanyak 82 orang, dan gizi buruk 7
orang. Sedangkan pada tahun 2013
jumlah balita sebanyak 2.987 orang
dengan kategori status gizi baik
29
2.158 orang, gizi cukup 665 orang
dan gizi kurang sebanyak 152 orang
dan gizi buruk 12 orang.
METODELOGI PENELITIAN
Desain
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini
secara survey analitik dengan
pendekatan cross sectional yaitu
variabel independen dan dependen di
observasi atau di ukur dalam waktu
yang bersamaan. Dimana pada
penelitian ini veariabel independen
adalah status sosial ekonomi dan
variabel
dependennya
adalah
kejadian
status
gizi
balita
(Notoatmodjo,2005)
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Tabel 3
Hubungan Status Sosial Ekonomi Dengan Status Gizi Pada Balita
Di Puskesmas Sri Kuncoro Bengkulu Tengah
Pendapatan
Status Gizi
Total
Ρ value
Gizi
Gizi Baik
Kurang
nnn %
Nn
%
N
%
Rendah
34 69,4 15 30,6
49
100
0,006
Tinggi
10 34,5 19 65,5
29
100
Total
44 56,4 34 43,6
78
100
Hasil perhitungan statistik uji
Chi-square didapatkan nilai ρ value
= 0,006 (ρ value < 0,05) dapat
diartikan bahwa ada hubungan antara
status
sosial
ekonomikeluarga
dengan kejadian status gizi pada
balita.
bergairah untuk bekerja menjadi
salah satu faktor rendahnya status
sosial ekonomi. Wilayah kerja
puskesmas Sri Kuncoro merupakan
suatu
wilayah
yang
dapat
dikategorikan
terpencil
atau
terisolasi. Keadaan ini menyebabkan
kemampuan akses masyarakat disana
dalam perbaikan ekonomi menjadi
terbatas.
Status
sosial
ekonomi
merupakan suatu keadaan atau
kedudukan yang diatur secara sosial
dalam posisi tertentu dalam struktur
masyarakat, pemberian posisi ini
disertai pula seperangkat hak dan
kewajiban yang hanya dipenuhi
sipembawa statusnya, sedangkan
pengertian sosial sangat berhubungan
dengan kehidupan bermasyarakat di
lingkungan sekitar. Di dalam
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa dari 78 responden
terdapat sebanyak 49 responden atau
sebagian besar (62,8%) memiliki
pendapatan
rendah.
karena
masyarakat
sebagian
besar
berpendidikan rendah dan tidak
memiliki keterampilan. Sikap malas
bekerja juga menyebabkan seseorang
bersikap acuh tak acuh dan tidak
30
kehidupan bermasyarakat terdapat
pembeda posisi atau kedudukan
seseorang maupun kelompok di
dalam struktur sosial tertentu.
Perbedaan
kedudukan
dalam
masyarakat dalam sosiologi dikenal
dengan istilah lapisan sosial.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari 78 responden terdapat
sebanyak 44 orang balita atau
sebagian besar (56,4%) mengalami
status gizi kurang. Gizi kurang
disebabkan beberapa faktor, dari
hasil penelitian, gizi kurang pada
balita yang terjadi di wilayah
Puskesmas Sri Kuncoro Bengkulu
Tengah
disebabkan
tingkat
pendidikan ibu yang rendah sehingga
pengetahuan ibu kurang dalam
memahami pentingnya asupan gizi
untuk balita. Kesibukan ibu yang
ikut membantu para suaminya
bekerja di kebun guna mencukupi
kebutuhan rumah tangga juga
menjadi faktor penyebab gizi kurang
dimana balita kurang mendapat
perhatian dan kasih sayang orang
tua.
Asupan gizi kurang dan
disertai
adanya
penyakit
menyebabkan balita mengalami gizi
kurang, hal ini terjadi pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Sri
Kuncoro.
Hasil penelitian ini senada
dengan UNICEF dimana menyatakan
salah satu penyebab langsung
terjadinya gizi misalnya: pendapatan,
pekerjaan,
dan
pendidikan
(Soekanto, 2007).
Sosial ekonomi dapat juga
diartikan sebagai suatu keadaan atau
kedudukan yang diatur secara sosial
dan menetapkan seseorang dalam
posisi tertentu dalam struktur
masyarakat. Pemberian posisi ini
disertai pula seperangkat hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi
sipembawa
status
misalnya,
pendapatan, dan pekerjaan. Status
sosial ekonomi orangtua sangat
berdampak
bagi
pemenuhan
kebutuhan keluarga dalam mencapai
standar hidup yang sejahtera dan
mencapai kesehatan yang maksimal.
Status
adalah
keadaan
atau
kedudukan
seseorangburuk,
yaitukurangnya asupan gizi dari
makanan. Hal ini disebabkan
terbatasnya jumlah makanan yang
dikonsumsi atau makanannya tidak
memenuhi
unsurgizi
yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan
ekonomi yaitu kemiskinan. Dengan
pendapatan keluarga yang rendah,
mereka akan mengalami kesulitan
memberikan makanan sehat dan
bergizi kepada anak-anak mereka.
Mereka hanya mampu membeli
bahan makan pokok, itu pun tidak
setiap hari. Mereka sering kali harus
berpuasa Daud (sehari puasa, sehari
tidak) guna mempertahankan hidup
di tengah impitan dan tekanan
ekonomi
Hasil penelitian ini sesuai
dengan pendapat Supariasa (2008),
dimana keadaan sosial ekonomi
suatu keluarga sangat mempengaruhi
tercukupi atau tidaknya kebutuhan
primer, sekunder, serta perhatian dan
kasih sayang yang akan diperoleh
anak. Hal tersebut tentu berkaitan
erat dengan pendapatan keluarga,
jumlah saudara dan pendidikan orang
tua. Di negara-negara berkembang,
orang dengan status ekonomi rendah
akan lebih banyak membelanjakan
pendapatanya untuk makan. Dan bila
pendapatanya bertambah biasanya
mereka akan menghabiskan sebagian
besar
pendapatannya
untuk
31
menambah
makanan.
Dengan
demikian, pendapatan merupakan
faktor yang paling menentukan
kuantitas dan kualitas makanan
(Berg, 2006)
Berdasarkan tabel 3 di atas,
dapat kita lihat status sosial ekonomi
yang ditandai oleh pendapatan
rendah sebagian besar (69,4%)
balitanya mengalami status gizi
kurang. Hal ini menggambarkan
pendapatan rendah menyebabkan
keluarga tidak atau kurang mampu
memberikan asupan gizi yang baik
untuk
balitanya
dikarenakan
pendapatan yang diterima tidak
mencukupi atau digunakan untuk
keperluan keluarga bersama tanpa
memprioritaskan kebutuhan gizi
balita. Pendapatan rendah sangat
mempengaruhi status gizi balita.
Hasil penelitian ini diketahui
status sosial ekonomi keluarga yang
rendah akan sangat mempengaruhi
asupan gizi yang diberikan pada
balita karena dengan status sosial
ekonomi
pendapatan
rendah
mempengaruhi ketahanan pangan
keluarga. Ketahanan pangan yang
tidak memadai pada keluarga dapat
mengakibatkan gizi kurang.
Pendapatan
keluarga
mempengaruhi ketahanan pangan
keluarga. Ketahanan pangan yang
tidak memadai pada keluarga dapat
mengakibatkan gizi kurang. Dari
beberapa kasus mengenai gizi buruk,
dapat diketahui bahwa kasus gizi
buruk terjadi hampir diseluruh
wilayah Indonesia, bahkan 4 juta
anak Indonesia terancam terkena gizi
buruk. Faktor utama penyebab
maraknya kasus gizi buruk di
Indonesia yaitu pendapatan keluarga
yang rendah. Dalam artikel “Gizi
Buruk Ancam 4 Juta Anak
Indonesia”, menurut ahli gizi
anak dari Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan MS, akar
dari masalah yang menyebabkan
tingginya anak yang menderita
kurang gizi, yang mencapai 4 juta
adalah kemiskinan.
Martianto
Drajat
dari
Departemen Gizi Masyarakat Institut
Pertanian Bogor sebagai faktor
utama yang mempengaruhi status
gizi masyarakat adalah kurangnya
konsumsi pangan yang menimbulkan
turunnya tingkat kesehatan, secara
tidak langsung kurangnya konsumsi
pangan merupakan akibat dari
kemiskinan. Dengan demikian, data
tersebut menegaskan masih sulitnya
pemerintah mengatasi masalah gizi
buruk, selama pendapatan keluarga
indonesia masih rendah (Baliwati,
2004).
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
dan analisis data tentang hubungan
status sosial ekonomi keluarga
dengan status gizi balita di wilayah
kerja Puskesmas Sri Kuncoro
Kabupaten Bengkulu Tengah, maka
dapat ditarik simpulan ada hubungan
antara status sosial ekonomi dengan
status gizi balita di wilayah kerja
Puskesmas Sri Kuncoro Kabupaten
Bengkulu Tengah
SARAN
Hasil penelitian ini dapat
menjadi
bahan
bacaan
di
perpustakaan atau menjadi sumber
data bagi peneliti lain dalam
pengembangan penelitian mengenai
32
status gizi. Selain itu bagi petugas
kesehatan diharapkan untuk lebih
meningkatkan program penyuluhan
kesehatan masyarakat khususnya
tentang pentingnya asupan gizi untuk
balita. Bagi responden, agar dapat
mengetahui tentang pentingnya
konsumsi asupan gizi untuk diri
sendiri dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Supariasa, 2008. Epidemiologi Gizi,
AKZI Malang
Soetjiningsih,
2005.
Tumbuh
Kembang Anak. Penerbit Buku
Buku
Kedokteran
ECG,
Jakarta.
Almatsier, S, 2005. Prinsip Dasar
Ilmu Gizi. Jakarta; PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Baliwati. Farida., 2004. Pengantar
Pangan dan Gizi; Jakarta;
Swadaya
Berg, 2006. Peranan Gizi dalam
Pembangunan
Nasional;
Jakarta; CV. Rajawali.
Depkes RI, 2007, Direktorat Jenderal
Bina
Kesehatan
Masyarakat,Buku
Panduan
Pengelolaan
Program
Perbaikan Gizi;Jakarta.
Hardinsyah, 2007. Gizi Terapan.
Bogor.
Pusat
Antara
Universitas Pangan Dan Gizi.
Masdiarti, E., 2007. Gambaran
Status Gizi Anak Balita
Ditinjau Dari Pola Pengasuh
Pada Ibu Pekerja Dan Bukan
Pekerja. Skripsi, Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi
Penelitian kesehatan. Rineka
Cipta. Jakarta
Santoso, S., 2009. Kesehatan Dan
Gizi. P.T. Rineka Cipta.
Jakarta. Universitas Sumatera
Utara
Soekanto.
2007.
Gizi
Buruk
Ancaman
Anak-anak
di
Medan.http://www.suarapemba
haruan.com
33
Download