1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha
peningkatan
kesehatan
masyarakat.
Definisi
swamedikasi
menurut
Departemen Kesehatan (Depkes) (1993) adalah upaya seseorang dalam
mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.
Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan
keterjangkauan pengobatan, dan biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhankeluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam,
nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan
lain-lain (Muchid dkk., 2006).
Swamedikasi yang baik dan bertanggungjawab dapat memberikan
banyak manfaat bagi pasien. Selain dari efek produk obat yang digunakan
pasien, pasien akan mendapatkan ketersediaan obat dan perawatan kesehatan
yang lebih luas. Peran aktif pasien dalam perawatan kesehatannya sendiri juga
akan meningkat. Secara ekonomi, petunjuk atau guideline dari World Health
Organization (WHO) tahun 2000 menyatakan bahwa swamedikasi juga
memberikan manfaat, karena dapat mengurangi biaya konsultasi medis pasien.
Maka dari itu, biaya medis pasien dapat lebih difokuskan kepada produk
farmasi yang digunakan untuk merawat kesehatannya.
Pasar produk farmasi secara keseluruhan merupakan salah satu pasar
yang cukup besar. Total pasar farmasi di Indonesia mencapai 7,6 miliar dolar
1
2
AS (Pharma Boardroom, 2013). Tingginya angka ini merupakan indikator
bahwa bisnis farmasi merupakan salah satu bidang yang cukup tinggi
aktivitasnya. Tiga puluh delapan persen dari pasar tersebut merupakan produk
obat bebas atau Over-The-Counter (OTC) (World Bank, 2009). Banyak sekali
variasi produk obat bebas yang dapat ditemukan di Indonesia, mulai dari
suplemen makanan hingga obat untuk gejala-gejala penyakit ringan.
Salah satu praktek swamedikasi yang biasa dilakukan masyarakat
Indonesia adalah swamedikasi untuk pengobatan gejala flu atau pilek. Flu
adalah suatu infeksi saluran pernafasan atas oleh virus seperti virus influenza
atau rhinovirus (Muchid dkk., 2006). Influenza dan pilek biasa atau common
cold disebabkan oleh virus yang berbeda, namun gejala yang ditimbulkan oleh
kedua penyakit ini kurang lebih sama, contohnya demam, batuk, hidung berair
atau tersumbat, atau sakit kepala, karena sebenarnya gejala-gejala ini sebagian
besar diakibatkan oleh respon imun tubuh terhadap infeksi virus tadi (Eccles,
2005). Orang dengan daya tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri
tanpa obat, tetapi jika keluhan dari penyakit tersebut berlangsung lama atau
mengganggu aktivitas sehari-hari, maka masyarakat dapat mengonsumsi obatobat flu untuk mengurangi gejala/keluhan tersebut (Muchid dkk., 2006).
Terdapat banyak sekali pilihan obat flu yang dijual secara bebas di toko
dan apotek di Indonesia. Menurut data dari MIMS (2013), terdapat 316 merek
obat yang diklasifikasikan sebagai Cough and Cold Preparations atau obat
untuk batuk dan pilek yang tersedia di pasaran Indonesia. Market size dari obat
flu dan batuk mencapai 700 miliar rupiah per tahunnya (Surabaya Pagi, 2012),
3
sehingga obat flu merupakan salah satu pasar produk farmasi yang besar. Obatobat tersebut tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, seperti tablet, kapsul,
atau sirup. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor industri farmasi, karena
kompetisi yang dihadapi sangat banyak hanya untuk pasar obat flu ini. Semua
kompetitor dalam industri farmasi dapat memproduksi obat dengan kandungan
dan efek yang sama, dimana perbedaannya hanya terletak pada merek yang
digunakan saja (Kartajaya dkk., 2011). Untuk menghadapi kompetisi ini,
diperlukan terobosan dalam hal pengembangan jenis obat-obatan baru atau
dalam hal pemasaran obat-obat yang sudah ada.
Terobosan yang dilakukan produsen produk obat flu antara lain adalah
dengan
meningkatkan
kualitas
pemasaran
produk
mereka.
Untuk
meningkatkan kualitas pemasaran tersebut, produsen produk obat akan
mengembangkan suatu rumusan strategi pemasaran yang disebut dengan
marketing mix atau bauran pemasaran. Bauran pemasaran ini tentunya
dirumuskan oleh masing-masing produsen sesuai dengan kemampuannya
untuk mencapai target penjualan produk. Perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui korelasi antara bauran pemasaran obat flu dengan pemilihan
produk yang dilakukan oleh konsumen.
Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok merupakan kecamatan yang
berada di Kabupaten Sleman. Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di
kecamatan tersebut berjumlah 242.056 jiwa yang merupakan 28 % dari total
penduduk Kabupaten Sleman, dengan pembagian di Kecamatan Mlati
sebanyak 67.037 jiwa, Kecamatan Ngaglik 65.927 jiwa, dan Kecamatan Depok
4
109.092 jiwa (Pemkab Sleman, 2013). Selain itu, menurut data dari situs resmi
Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman yang diakses tanggal 4 Januari 2014,
terdapat lebih dari 80 apotek yang beroperasi di kecamatan tersebut, yang
merupakan 34 % dari total semua apotek yang beroperasi di Kabupaten
Sleman. Adanya penelitian di ketiga kecamatan ini diharapkan dapat
memberikan gambaran awal mengenai pemasaran obat flu OTC di Kabupaten
Sleman.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar
belakang
tersebut,
penulis
merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah merek produk obat flu OTC yang paling banyak dikonsumsi
oleh masyarakat di Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ?
2. Bagaimana bauran pemasaran produk obat flu OTC yang menjadi
pilihan masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ?
3. Apakah ada keterkaitan antara bauran pemasaran dengan pemilihan
merek produk obat flu OTC ?
C. Batasan Masalah
Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan data yang akan
dibahas dan dikumpulkan, maka penulis mengkhususkan penelitian dalam halhal sebagai berikut :
1. Pemilihan merek produk obat flu OTC oleh masyarakat.
5
2. Bauran pemasaran obat flu OTC tersebut, yang terdiri dari 4 P :
Product, Place, Promotion, dan Price.
3. Keterkaitan bauran pemasaran dengan pemilihan merek produk obat
OTC oleh masyarakat.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui merek produk obat flu OTC yang paling banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui bauran pemasaran produk obat flu OTC yang
menjadi pilihan masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui keterkaitan bauran pemasaran dengan pemilihan
merek produk obat flu OTC.
E. Manfaat Penelitian
Saat ini banyak sekali merek obat yang tersedia di pasaran dengan
komposisi bahan aktif yang sama. Untuk memastikan bahwa produk obat dapat
didistribusikan kepada pasien / konsumen produk obat, produsen farmasi harus
memiliki faktor pembeda yang membuatnya unggul dibandingkan dengan
produk lain yang sejenis. Perbedaan-perbedaan yang dapat diimplementasikan
pada produk-produk tersebut terletak pada berbagai hal, mulai dari kadar zat
aktif, kemasan, promosi dan iklan, nama merek produk, atau harga dari produk
tersebut. Adanya penelitian ini diharapkan akan menemukan suatu faktor yang
paling diperhatikan para konsumen dalam memilih produk obat yang akan
6
mereka gunakan, sehingga para pengusaha farmasi dapat memberi perhatian
khusus kepada faktor tersebut untuk dimaksimalkan dalam pemasaran.
Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan yang baik untuk
mengetahui berbagai macam pendapat mengenai obat-obat bebas yang
digunakan oleh masyarakat. Latar belakang masyarakat yang berbeda-beda
akan menambah wawasan dari penulis untuk lebih mendalami peran produk
obat di kehidupan masyarakat.
Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi pembaca dan dapat memberikan informasi bagi penelitian lain
yang berkaitan dengan bidang pemasaran obat OTC.
F. Tinjauan Pustaka
1. Swamedikasi
Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala
penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Depkes, 1993),
sehingga seseorang tersebut, dalam hal ini adalah pasien penyakit,
menggunakan obat yang dibeli tanpa menggunakan resep dokter.
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan
penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri,
pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan
lainnya (Muchid dkk., 2006).
Swamedikasi memiliki posisi penting dalam usaha peningkatan
kesehatan masyarakat. Diperlukan adanya peningkatan penyediaan obat
yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri, sehingga nantinya kemampuan
7
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya dapat ditingkatkan.
Swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan atau
medication error karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat
dan penggunaannya, maka dari itu apoteker dituntut untuk dapat memberi
informasi yang tepat kepada masyarakat guna menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan seperti penyalahgunaan obat (Muchid dkk., 2006).
Menurut Permenkes Nomor 919 Tahun 1993, kriteria obat yang
dapat dibeli tanpa resep dokter adalah sebagai berikut :
a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun,
b. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko
pada kelanjutan penyakit,
c. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan,
d. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
di Indonesia, dan
e. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Melihat kriteria tersebut, golongan obat yang dapat digunakan dalam
proses swamedikasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib
apotek, obat tradisional, dan suplemen makanan.
8
2. Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran, atau marketing mix, adalah variabel-variabel
yang dapat dikendalikan oleh suatu perusahaan untuk memuaskan
kelompok konsumen yang menjadi pasar target (Perreault dan McCarthy,
2002). Istilah bauran pemasaran itu sendiri pada awalnya disinggung oleh
Profesor James Culliton pada tahun 1948 yang menggambarkan seorang
eksekutif bisnis sebagai pengambil keputusan, seniman, serta ‘peracik
bumbu’ yang secara kontinyu terlibat dalam usaha pengembangan prosedur
dan kebijakan pemasaran (Borden, 1964). Istilah marketing mix ini
selanjutnya diberikan untuk mendefinisikan elemen-elemen dari program
pemasaran (perencanaan produk, pengaturan harga, merek/branding, kanal
distribusi, personal selling, periklanan, promosi, pengemasan, jasa,
perawatan fisik dari barang, dan pencarian fakta/fact-finding) dan hal-hal
yang mempengaruhi program tersebut, seperti sikap konsumen, persaingan,
dan peraturan pemerintah (Borden, 1953). Konsep ini dikembangkan lebih
jauh oleh McCarthy pada tahun 1960 dengan mempresentasikan konsep 4
P, yaitu Product, Place, Promotion, dan Price (Silverman, 1995). Empat
elemen tersebut merupakan faktor terkendali yang harus diatur dan
dikendalikan dalam lingkungan yang diisi oleh faktor-faktor yang tidak
terkendali (McCarthy, 1960).
Konsep bauran pemasaran sudah banyak dikembangkan dan saat ini
memiliki banyak sekali versi menurut jenis usaha serta produk yang
dipasarkan (Goi, 2009). Beberapa kritik yang ditujukan kepada konsep 4P
9
dari McCarthy antara lain menunjukkan bahwa konsep tersebut terlalu
berorientasi pada produsen dan tidak berorientasi pada konsumen (Popovic,
2006). Konsep 4P tetap dianggap relevan untuk pemasaran pada tingkat
awal (introductory marketing) serta consumer marketing meskipun konsep
tersebut memiliki kelemahan dalam orientasinya (Rafiq dan Ahmed, 1995).
Gambar 1. Konsep 4P dari McCarthy (1960)
Product merupakan variabel yang menyangkut tentang barang atau
jasa yang tepat untuk pasar target (Perreault dan McCarthy, 2008). Selain
barang fisik dari produk itu sendiri, banyak elemen dari produk yang
mungkin akan menarik perhatian dari konsumen, seperti kemasan, fitur,
variasi pilihan produk, garansi, serta nama merek (Ehmke dkk., 2005).
Place merupakan variabel yang menyangkut tentang hal-hal yang
menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat distribusi produk (Perreault
dan McCarthy, 2008). Produk dapat didistribusikan secara intensif, selektif,
atau
eksklusif,
tergantung
dari
karakteristik
produk
yang akan
didistribusikan (Ehmke dkk., 2005). Sebuah produk tidak dapat dikatakan
baik apabila produk tersebut tidak tersedia pada waktu atau lokasi yang tepat
(Perreault dan McCarthy, 2008). Bahasan Place akan banyak membahas
mengenai kanal distribusi, yaitu individu atau perusahaan yang
10
berpartisipasi dalam penyaluran produk dari produsen hingga sampai pada
konsumen.
P yang ketiga, Promotion, merupakan variabel yang menyangkut
usaha untuk menyebarkan informasi pada pasar target mengenai produk
yang ditawarkan (Perreault dan McCarthy, 2008). Tujuan dari aktivitas
promosi adalah untuk memberitahu konsumen apa produk yang dipasarkan,
apa yang bisa dilakukan dengan produk tersebut, dan mengapa konsumen
harus menggunakannya (Ehmke dkk., 2005). Komponen Promotion
meliputi hal-hal seperti periklanan, hubungan masyarakat (public relations),
personal selling, dan mass selling.
Variabel terakhir dalam konsep 4 P pada bauran pemasaran adalah
Price atau harga. Selain mengembangkan produk, lokasi dan waktu, dan
promosi yang tepat, diperlukan pertimbangan tersendiri untuk menentukan
harga yang tepat. Pengaturan harga harus mempertimbangkan kompetisi
pada pasar target dan juga biaya dari semua bauran pemasaran yang sudah
dilakukan (Perreault dan McCarthy, 2008). Harga suatu produk seharusnya
menggambarkan posisi yang tepat produk tersebut di pasar dan juga dapat
menutupi biaya tiap unit barang serta keuntungan yang diharapkan (Ehmke
dkk., 2005).
11
Berikut beberapa contoh dari pertimbangan bauran pemasaran :
Tabel I : Komponen Bauran Pemasaran 4 P dan Contoh Bahasannya
Product
Barang fisik
Jasa
Fitur
Keuntungan/ Benefit
Tingkat kualitas
Aksesoris
Instalasi
Garansi
Kemasan
Branding
Place
Promotion
Jenis penyaluran Salespeople
Market exposure
- Jenis
Jenis distributor
- Jumlah
Jenis/lokasi toko
- Pemilihan
Transportasi
- Pelatihan
Tingkat jasa
Periklanan
Penyimpanan
- Sasaran
- Jenis
- Media
Price
Fleksibilitas
Siklus produk
Faktor geografis
Diskon
Bonus
Nilai produk
Sumber : Perreault dan McCarthy, 2008
Masing-masing komponen bauran pemasaran adalah variabel yang
dapat dikendalikan oleh produsen untuk mendapatkan pelanggan untuk
bisnis produsen tersebut. Bauran pemasaran yang berbeda dengan yang lain
(distinctive) merupakan indikator nilai produk tersebut di pasar (Boulding
dan Lee, 1992), sehingga tentunya semua produsen harus mencoba untuk
melakukan bauran pemasaran yang berbeda untuk memperoleh keunggulan
dari produsen produk lain.
3. Obat Over-The-Counter (OTC)
Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah
bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat dapat dibagi
menjadi 4 golongan (IAI, 2010) :
1. Obat Bebas
2. Obat Bebas Terbatas
12
3. Obat Keras dan Psikotropika
4. Obat Narkotika
Pembahasan kali ini difokuskan pada golongan pertama dan kedua.
Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter, yang ditandai khusus dengan lingkaran hijau bergaris tepi
hitam pada kemasan dan etiket obatnya. Obat Bebas Terbatas adalah obat
yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli
bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan dan ditandai
lingkaran biru bergaris tepi hitam (Muchid dkk., 2006).
Obat Over-The-Counter atau OTC adalah obat selain obat keras
yang dapat diperoleh di apotek-apotek atau toko obat tanpa resep dokter,
sehingga menurut definisi ini, yang dapat digolongkan sebagai obat OTC
adalah golongan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Obat-obat seperti ini
dapat diserahkan kepada masyarakat tanpa resep dalam rangka
meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut dalam menolong dirinya
sendiri guna mengatasi masalah kesehatan (Depkes, 1993).
Obat OTC pada umumnya ditujukan untuk mengatasi gejala penyakit
yang ringan, contohnya untuk menurunkan panas karena demam,
meredakan batuk, atau meredakan hidung tersumbat. Peringatan tetap ada
pada golongan obat bebas terbatas walaupun obat tersebut aman digunakan
untuk pengobatan sendiri, karena keamanan obat tersebut tergantung dari
takaran spesifik yang sudah ditentukan.
13
4. Flu
Flu adalah suatu infeksi saluran pernafasan atas. Flu ditandai dengan
demam, sakit kepala, nyeri otot, mata atau hidung berair, batuk, bersin, dan
sakit tenggorokan (Muchid dkk., 2006). Pengertian flu sering digunakan
untuk 2 jenis penyakit : selesma atau common cold, dan influenza, karena
gejala yang disebabkan keduanya hampir sama. Flu disebabkan oleh infeksi
virus Rhinovirus, Coronavirus, dan virus Influenza (Eccles, 2005). Flu yang
disebabkan oleh virus Influenza menyebabkan kombinasi gejala batukbatuk dan demam, yang membedakannya dengan penyakit flu lainnya.
Gambar 2. Virus Influenza
Flu disebabkan oleh virus, sehingga tidak bisa disembuhkan dengan
obat-obat antibiotik (Simasek dan Blandino, 2007). Penyebab dari penyakit
itu sendiri tidak bisa diobati secara langsung, maka dari itu fokus
pengobatan flu adalah untuk meredakan gejalanya, seperti batuk dan hidung
tersumbat (Simasek dan Blandino, 2007).
Gejala yang dialami oleh penderita flu pada awalnya disebabkan
oleh virus yang menyerang jaringan di saluran pernafasan seperti hidung
dan tenggorokan. Adanya organisme asing dalam jaringan tubuh manusia
akan direspon oleh tubuh dengan mengaktifkan berbagai sistem imun yang
14
ada, salah satunya adalah dengan inflamasi atau peradangan. Inflamasi pada
saluran pernafasan ini akan menyebabkan peningkatan aliran darah ke lokasi
serangan organisme, yang menghasilkan pembengkakan dan produksi
mukus. Gejala-gejala flu seperti hidung tersumbat dan batuk terjadi karena
mukus ini menghalangi aliran udara di saluran pernafasan. Selain
pembengkakan, inflamasi juga akan meningkatkan suhu tubuh sehingga
menyebabkan demam (Derrer, 2013).
Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi gejala tersebut
antara
lain
obat
antihistamin,
tetes
hidung,
dekongestan
oral,
antitusif/ekspektoran, dan antipiretik/analgesik (Muchid dkk., 2006). Obat
dekongestan bekerja dengan mengurangi pembengkakan yang terjadi di
saluran pernafasan, yang nantinya akan membantu melancarkan pernafasan
(Ratini, 2012). Obat batuk antitusif bekerja dengan mengurangi frekuensi
batuk, sedangkan obat batuk ekspektoran bekerja dengan membantu
mengeluarkan mukus penyebab batuk (Muchid dkk., 2006). Obat
antipiretik/analgesik digunakan untuk meredakan sakit kepala serta demam
yang mungkin juga terjadi pada penderita flu (Muchid dkk., 2006). Obat
antihistamin tidak diketahui mekanisme pastinya dalam mengobati gejala
flu (Ratini, 2012), tetapi efek sedatif yang dimiliki beberapa obat
antihistamin dapat membantu penderita flu untuk beristirahat.
Selain dengan mengonsumsi obat flu, hal-hal yang dapat dilakukan
pasien untuk mempercepat penyembuhan adalah dengan istirahat yang
cukup, meningkatkan gizi makanan, minum air yang banyak, dan makan
15
buah segar yang mengandung vitamin (Muchid dkk., 2006), karena infeksi
flu bersifat self-limiting disease, yang berarti penyakit tersebut dapat
sembuh dengan sendirinya (Arroll, 2011).
G. Landasan Teori dan Hipotesis
1.
Landasan Teori
Bauran pemasaran merupakan alat utama pihak produsen untuk
mendapatkan posisi yang kuat dalam pasar sasaran (Kotler dan Armstrong,
2008), sehingga hal ini akan menjadi fokus produsen dalam memasarkan
produknya. Penelitian Prasad dan Ring (1976) mengenai pengaruh variabel
promosi dan harga pada bauran pemasaran produk TV membuktikan bahwa
penetapan harga mempengaruhi penjualan. Bauran pemasaran yang berbeda
dengan produk lain yang sejenis (distinctive) juga dapat digunakan sebagai
indikator nilai produk di pasar (Boulding dan Lee, 1992). Produk obat flu OTC
yang banyak dipilih masyarakat tentu akan memiliki bauran pemasaran yang
berbeda dibandingkan dengan produk lain, baik dalam hal produk itu sendiri,
tempat distribusi, promosi yang dilakukan, atau harga yang ditetapkan.
2.
Kerangka Pemikiran
Bauran Pemasaran
Produk
Tempat
Promosi
Pemilihan
Produk
Harga
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
16
3.
Hipotesis
Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah bahwa bauran
pemasaran yang dimiliki oleh obat flu OTC pilihan masyarakat Kec. Mlati,
Ngaglik, dan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
memiliki keterkaitan atau korelasi dengan pemilihan merek produk obat flu
tersebut. Keterangan empirik yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah
gambaran mengenai apa saja merek produk obat flu OTC yang menjadi pilihan
masyarakat serta bauran pemasaran yang dilakukan dalam pemasaran produk
obat flu OTC tersebut.
.
Download