MODUL PERKULIAHAN Integrated Marketing Communication (IMC) 1 Pokok Bahasan: SIKAP KONSUMEN Fakultas Program Studi KOMUNIKASI MARCOMM Tatap Muka 11 Kode MK Disusun Oleh MK10230 MORISSAN, M.A Abstrak Kompetensi Orang memiliki sikap terhadap hampir semua hal termasuk produk yang akan dikonsumsinya. Sikap merupakan hal penting bagi pemasar karena sikap menyimpulkan evaluasi konsumen terhadap suatu produk. Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan Dapat memahami dan mampu menjelaskan tentang pengertian sikap. Dapat memahami dan mampu menjelaskan beberapa model (teori) tentang sikap. Sikap Konsumen S ikap adalah salah satu konsep yang paling sering menjadi fokus perhatian dalam penelitian mengenai perilaku konsumen. Orang memiliki sikap terhadap hampir semua hal: agama, politik, pakaian, musik, makanan, dan lain-lain. Sikap menempatkan semua hal itu dalam pemikiran konsumen untuk menyukai atau tidak menyukai suatu objek dan apakah konsumen bergerak mendekati atau menjauhi objek tersebut. Sikap menyebabkan orang-orang berperilaku secara cukup konsisten terhadap obyek yang serupa. Orang tidak harus menginterpretasikan atau bereaksi terhadap setiap objek dengan cara yang sama sekali baru. Sikap dapat menghemat tenaga dan pikiran. Oleh karena itu, sikap relatif sulit berubah. Sikap seseorang membentuk pola yang konsisten, dan untuk mengubah suatu sikap mungkin mengharuskan penyesuaian sikap-sikap lain secara besar-besaran. Menurut definisi klasik mengenai sikap oleh Gordon Allport disebutkan bahwa sikap adalah learned predisposition to respond to an object 1(kecenderungan yang dipelajari untuk merespon suatu objek). Pandangan yang lebih baru menyatakan sikap sebagai gabungan ide yang menunjukkan keseluruhan perasaan atau evaluasi individu terhadap suatu objek.2 Definisi lain menyatakan sikap adalah evaluasi, perasaan emosional dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu obyek atau gagasan.3 Sikap merupakan hal penting bagi pemasar karena sikap menyimpulkan evaluasi konsumen terhadap suatu objek (merek, perusahaan dll) dan menunjukkan perasaan positif dan negatif serta kecenderungan perilaku. Ketertarikan pemasar pada sikap didasarkan atas asumsi bahwa sikap memiliki hubungan dengan perilaku pembelian konsumen. Berbagai penelitian mendukung asumsi dasar mengenai adanya hubungan antara sikap dan perilaku4. Namun demikian sikap bukanlah satu-satunya faktor yang mendorong terjadinya perilaku, banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku5. Namun demikian pemasar memandang sikap sebagai hal penting. Pemasar menggunakan iklan dan promosi untuk menciptakan sikap positif terhadap suatu merek atau mengubah sikap negatif menjadi positif. Jadi, sebuah perusahaan Gordon W Alport, Attitude dalam Handbook of Social Psychology, ed. C.M.Murchison, Clark University Press, 1935 dalam George E. Belch & Michael A. Belch, Advertising and Promotion hal 118. 2 Robert B. Zajonc dan Hezel Markus, Affective and Cognitive Factors in Preferences, Journal of Consumer Research 9, 1982 dalam George E. Belch & Michael A. Belch, Ibid. 3 David Krech, Richard S.Crutchfield dan Egerton L. Ballachey, Individual in Society, McGraw Hill, New York, 1962 dalam Philip Kotler, Marketing Management,OpCit, Hal 200. 4 Alvin Achenbaum, Advertising Doesn’t Manipulate Consumers, Journal of Advertising Research9, 1982, dalam George E. Belch & Michael A. Belch OpCit hal 119. 5 William D Wells, Attitude and Behavior: Lesson From the Nedham Lifestyle Study, Journal of Advertising Research, 1985. 1 ‘13 2 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sebaiknya menyesuaikan produknya dengan sikap yang telah ada daripada berusaha untuk mengubah sikap orang. Tentu saja terdapat beberapa pengecualian, di mana biaya besar untuk mengubah sikap orang-orang akan memberikan hasil. Suatu pendekatan yang digunakan dalam mempelajari dan mengukur sikap yang relevan dengan periklanan adalah apa yang disebut dengan ‘model sikap beratribut banyak’ dan selanjutnya kita perlu memahami bagaimana sikap dapat diubah atau strategi perubahan sikap. Model Sikap Beratribut Banyak. Para peneliti perilaku konsumen dan praktisi pemasaran telah menggunakan model sikap beratribut banyak (multiattribute attitude model) untuk mempelajari sikap konsumen selama lebih dari dua dekade terakhir.6 Model sikap beratribut banyak memandang suatu objek sikap (produk atau merek) sebagai memiliki sejumlah atribut yang menjadi dasar bagaimana konsumen membentuk sikap mereka. Menurut model ini, konsumen memiliki kepercayaan mengenai atribut merek yang spesifik dan memberikan tingkat kepentingan yang berbeda-beda terhadap berbagai atribut. Dengan menggunakan pendekatan ini, suatu sikap terhadap suatu merek tertentu dapat disajikan dalam persamaan berikut: Misalnya, seorang konsumen percaya (Bi) bahwa setiap merek pasta gigi memiliki sejumlah atribut. Satu merek pasta gigi, misalnya pasta gigi merek A, dipercaya mengandung fluoride sehingga dapat mencegah gigi berlubang dengan rasa yang enak di mulut serta membantu mencegah pembentukan karang gigi. Pasta gigi merek B tidak dipercaya memiliki atribut seperti yang dimiliki A, namun konsumen percaya pasta gigi merek B memiliki kemampuan pada atribut lainnya seperti kemampuan untuk menyegarkan nafas dan memutihkan gigi. Untuk memperkirakan sikap konsumen, kita harus mengetahui seberapa penting masingmasing atribut (Ei) bagi konsumen. Misalnya, orang tua yang membeli pasta gigi untuk anak-anak lebih menyukai merek yang dapat mencegah gigi berlobang. Pilihan ini mendorong orang tua untuk memiliki sikap yang positif terhadap merek A. Remaja dan William L Wilkie dan Edgar A Pessemier, Issues in Marketing ‘s Use of Multiattribute Models, Journal of Marketing Rese 10, 1983 dalam Belch & Belch hal 119. 6 ‘13 3 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id orang muda dewasa lebih menyukai merek pasta gigi yang dapat menyegarkan nafas dan membuat gigi lebih putih sehingga mereka lebih menyukai merek B. Konsumen dapat memiliki sejumlah kepercayaan yang berbeda-beda mengenai berbagai merek, namun demikian tidak semua kepercayaan berfungsi menghasilkan sikap. Kepercayaan mengenai atribut spesifik atau konsekwensi yang menjadi dasar terbentuknya sikap disebut sebagai kepercayaan yang menonjol/penting (salient beliefs). Pemasar harus dapat mengenal dan memahami salient beliefs ini. Mereka juga harus mengetahui bahwa kepercayaan yang menonjol ini bervariasi diantara berbagai segmen konsumen yang berbeda, sepanjang waktu dan situasi konsumsi yang berbeda-beda. Strategi Perubahan Sikap. Model sikap beratribut banyak membantu pemasar memahami dan mendiagnosa dasar dari sikap konsumen. Dengan memahami kepercayaan yang mendasari evaluasi konsumen terhadap suatu merek serta tingkat kepentingan berbagai atribut atau konsekwensi, pemasar akan lebih mampu mengembangkan strategi komunikasi untuk menciptakan, mengubah atau menanamkan sikap terhadap merek. Model sikap beratribut banyak memberikan pemahaman terhadap berbagai cara yang dapat digunakan pemasar dalam mempengaruhi sikap antara lain: Meningkatkan atau mengubah kekuatan atau peringkat kepercayaan suatu merek berkenaan dengan atribut penting yang dimilikinya. Strategi ini sering digunakan pemasang iklan. Mereka mengidentifikasi suatu atribut atau suatu konsekwensi penting dan mengingatkan konsumen betapa bagusnya merek yang mereka miliki dalam atribut tertentu. Dalam situasi dimana konsumen tidak menyadari suatu merek memiliki atribut penting atau dalam hal suatu merek memiliki kepercayaan yang rendah, pemasang iklan dapat mengarahkan strateginya pada perubahan tingkat kepercayaan. Walaupun kekuatan kepercayaan tinggi, iklan juga tetap digunakan untuk meningkatkan peringkat suatu merek atas suatu atribut tertentu. Mengubah persepsi konsumen mengenai tingkat kepentingan atau nilai suatu atribut. Pemasar sering berusaha mempengaruhi sikap konsumen dengan mengubah tingkat kepentingan suatu atribut. Pada strategi kedua ini pemasar berupaya agar konsumen memberikan nilai kepentingan yang semakin tinggi atas suatu atribut dalam upaya membentuk sikap mereka terhadap suatu merek. Pemasar yang menggunakan strategi ini ingin memperbesar tingkat kepentingan suatu atribut dari merek yang mereka miliki. Menambahkan suatu atribut baru ke dalam proses pembentukan atribut. Strategi ketiga untuk mempengaruhi sikap konsumen adalah menambahkan atau menekankan suatu atribut baru yang dapat digunakan konsumen ketika mengevaluasi suatu merek. Pemasar sering melakukan hal ini dengan cara memperbaiki produk mereka atau fokus pada manfaat tambahan atau konsekwensi yang diasosiasikan dengan merek bersangkutan. ‘13 4 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Mengubah persepsi peringkat kepercayaan bagi merek pesaing. Strategi keempat yang digunakan pemasar adalah mengubah kepercayaan konsumen terhadap atribut merek pesaing. Strategi ini semakin kerap digunakan dengan semakin meningkatnya iklan perbandingan (comparative advertising) dimana pemasar memperbandingkan merek yang mereka miliki dengan merek pesaing dalam hal keunggulan atribut produk tertentu. Proses Integrasi Aspek penting lainnya pada tahap evaluasi adalah bagaimana cara konsumen mengombinasikan informasi mengenai karakteristik merek sehingga mendorong terjadinya keputusan pembelian. Proses integrasi adalah cara bagaimana pengetahuan, makna dan kepercayaan terhadap produk dikombinasikan untuk melakukan evaluasi atas satu atau beberapa alternatif.7 Analisis proses integrasi memfokuskan diri pada tipe aturan pengambilan keputusan (decision rules) yang berbeda-beda atau strategi yang digunakan konsumen untuk memutuskan berbagai alternatif pembelian. Konsumen seringkali membuat seleksi pembelian dengan menggunakan ‘strategi integrasi formal’ atau aturan pengambilan keputusan yang memerlukan pengujian dan perbandingan berbagai alternatif atribut tertentu. Dalam hal ini konsumen menunjukkan perilaku pembelian yang rumit. Proses ini melibatkan suatu evaluasi yang sangat cermat dengan meneliti setiap atribut yang terdapat pada suatu produk. Pemasar produk dengan keterlibatan tinggi harus memahami perilaku konsumen dalam pengumpulan dan evaluasi informasi. Pemasar perlu mengetahui atribut apa yang sedang dipertimbangkan konsumen agar dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan konsumen Ada kalanya konsumen membuat keputusan pembelian dengan menggunakan aturan yang lebih disederhanakan berdasarkan pengalaman atau disebut dengan heuristic.8 Peter dan Olson menyatakan heuristic mudah digunakan dan dapat menyesuaikan diri dengan berbagai situasi lingkungan.9 Misalnya, untuk jenis-jenis produk yang sudah sangat dikenal dan sering dikonsumsi, konsumen cenderung menggunakan patokan dalam memilih suatu produk. Misalnya patokan harga yaitu membeli produk, yang berdasarkan pengalaman, adalah paling murah (price-based heuristics) atau patokan promosi penjualan yaitu produk, yang berdasarkan pengalaman, adalah produk paling banyak menawarkan promosi penjualan seperti diskon, hadiah, voucher dll (promotion-based heuristics). Joel B Cohen, Paul W Minniard dan Peter R Dickson, Information Integration: An Information Processing Perspective, dalam Advances in Consumer Research dalam George E. Belch & Michael A. Belch, LocCit hal 121. 8 Menurut kamus Longman heuristic memiliki arti: the study of how people use their experience to find answers to questions or to improve performance (studi mengenai bagaimana orang menggunakan pengalaman untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan atau untuk memperbaiki kinerja) 9 Peter dan Olson, Consumer Behavior, hal 182. 7 ‘13 5 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Salah satu tipe heuristic adalah apa yang dinamakan affect referral decision rule (ARDR) yaitu konsumen membuat pilihan atas dasar suatu kesan atau evaluasi dari berbagai alternatif yang dipertimbangkan.10 Aturan pengambilan keputusan ini menyatakan bahwa konsumen memiliki kesan berpengaruh atau kesan afektif (affective impression) terhadap berbagai merek yang tersimpan di memori ingatan yang akan kembali dikeluarkan ketika akan melakukan pembelian. Misalnya, berapa kali anda pergi ke pusat perbelanjaan dan melakukan pembelian suatu merek produk berdasarkan kesan keseluruhan atas berbagai merek dan bukan berdasarkan hasil dari kegiatan membanding-bandingkan secara rinci berbagai atribut setiap merek. Pemasar yang menjual merek yang sudah dikenal sebaiknya menggunakan strategi ARDR ini dengan menekankan kesan yang mempengaruhi secara keseluruhan atas produk mereka. Produk yang memimpin pasar, yaitu produk yang memiliki citra merek yang kuat secara keseluruhan, kerap menggunakan iklan yang mempromosikan merek mereka sebagai yang terbaik secara keseluruhan.11 Keputusan Pembelian Pada satu titik dalam proses pembelian, konsumen harus berhenti mencari dan berhenti melakukan evaluasi untuk membuat keputusan pembelian. Sebagai hasil dari kegiatan evaluasi alternatif, konsumen mulai mengarah pada niat atau keinginan untuk membeli (purchase intention) dengan kecenderungan untuk membeli merek tertentu. Keinginan membeli secara umum didasarkan pada upaya mencocokkan motif pembelian dengan atribut atau karakteristik merek yang tengah dipertimbangkan dengan melibatkan aspek psikologis seperti motivasi, persepsi, sikap dan integrasi. Keputusan pembelian (purchase decision) adalah tahap selanjutnya setelah adanya niat atau keinginan membeli; namun keputusan pembelian adalah tidak sama dengan pembelian yang sebenarnya (actual purchase). Ketika konsumen memilih untuk membeli suatu merek, ia masih harus melaksanakan keputusan dan melakukan pembelian yang sebenarnya. Keputusan tambahan diperlukan dalam hal: kapan membeli, dimana membeli serta berapa banyak uang yang harus dikeluarkan. Sering kali, terdapat penundaan antara keputusan membeli dengan pembelian yang sebenarnya, khususnya terhadap pembelian yang kompleks dan memerlukan keterlibatan tinggi seperti pembelian mobil, komputer serta produk konsumsi jangka panjang (consumer durable). Faktor berikut ini dapat berada diantara keputusan pembelian dan pembelian yang sebenarnya. Peter L Wright dan Frederic Barbour, The Relevance of Decision Process Models in Structuring Persuasive Messages, Communication Research, 1975 dalam George E. Belch & Michael A. Belch hal 121. 11 Iklan minuman ringan “Enjoy Coke”, iklan kendaraan jip “There’s only one” dan iklan bir Budweiser’s “The King of beers” adalah contoh iklan yang menggunakan strategi ini, dalam Belch hal 121 10 ‘13 6 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Sikap Orang Lain. Faktor pertama adalah sikap orang lain. Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang akan bergantung pada dua hal: (1) intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negatif orang lain dan semakin dekat orang tersebut dengan konsumen, semakin besar konsumen akan mengubah niat pembeliannya. Keadaan sebaliknya juga berlaku: pilihan seorang pembeli terhadap suatu merek akan meningkat jika seseorang yang ia sukai juga sangat menyukai merek yang sama. Pengaruh orang lain menjadi rumit saat beberapa orang yang dekat dengan pembeli memiliki pendapat yang berlawanan dan pembeli ingin menyenangkan mereka semua. Situasi Tidak Terantisipasi. Faktor kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat pembelian. Seseorang mungkin kehilangan pekerjaannya yang menyebabkan ia harus membeli produk lain yang dirasa lebih mendesak, atau seorang pelayan toko yang dimintakan pendapatnya ternyata mematahkan semangat konsumen untuk membeli produk yang diinginkan dan menyarankan produk merek lain. Resiko dirasakan. Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan (perceived risk). Besar-kecilnya resiko yang dirasakan berbeda-beda menurut besarnya uang yang dikeluarkan, besarnya ketidakpastian atribut dan besarnya kepercayaan diri konsumen. Konsumen mengembangkan tindakan tertentu untuk mengurangi resiko seperti mengumpulkan informasi dari teman atau memastikan garansi terhadap suatu produk. Dalam hal ini, pemasar harus memahami faktor-faktor yang dapat menimbulkan resiko dengan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi resiko yang dirasakan. Bagi produk konsumsi jangka pendek (nondurable products) yaitu produk dengan keterlibatan rendah maka waktu antara keputusan pembelian dengan pembelian sebenarnya adalah lebih singkat. Sebelum meninggalkan rumah, seorang konsumen mungkin membuat daftar belanjaan. Ia memasukkan nama merek produk tertentu karena telah memiliki loyalitas yaitu suatu pilihan pada merek tertentu yang menghasilkan pembelian suatu merek berkali-kali. Dalam hal ini pemasar harus berupaya untuk mengembangkan dan mempertahankan loyalitas merek konsumen, antara lain dengan menggunakan iklan pengingat untuk mempertahankan mereknya di memori konsumen; mendapatkan dan mempertahankan posisi produk dan pajangan (display) pada lokasi yang ‘13 7 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id strategis di tempat penjualan; serta melakukan promosi secara periodik untuk mencegah konsumen tidak beralih ke merek lain. Mempertahankan loyalitas konsumen bukanlah pekerjaan mudah. Pesaing menggunakan berbagai teknik dalam mendorong konsumen agar bersedia mencoba merek lain diantaranya melalui pengenalan produk baru serta pemberian contoh (sampel) produk gratis. Pemasar harus terus berupaya untuk mempertahankan pelanggan yang loyal dan berupaya untuk mendapatkan pelanggan pengganti dalam hal pelanggan lama pindah ke merek lain. Keputusan pembelian produk konsumsi sering kali terjadi di lokasi penjualan. Keputusan itu bahkan hampir bersamaan dengan tindakan pembelian yang sebenarnya. Harus dipastikan agar konsumen memiliki kesadaran tertinggi terhadap merek yang kita pasarkan sehingga konsumen cepat mengenal dan mempertimbangkan merek bersangkutan untuk dibeli. Keputusan pembelian di lokasi penjualan sangat dipengaruhi oleh kemasan, pajangan, hadiah langsung, potongan harga yang langsung diketahui konsumen di lokasi penjualan yang akan mendorong pembelian yang sebenarnya. Perilaku Pembelian Pengambilan keputusan oleh konsumen pada dasarnya berbeda-beda yang bergantung pada jenis produk yang akan dibeli. Keputusan untuk membeli pasta gigi atau sabun mandi, misalnya, akan berbeda dengan keputusan untuk membeli komputer pribadi atau mobil baru. Pembelian yang rumit dan mahal mungkin melibatkan lebih banyak pertimbangan pembeli dan lebih banyak peserta. Assael (1987)12 membedakan empat jenis perilaku pembelian konsumen berdasarkan tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan merek. Keterlibatan Tinggi Perbedaan merek Perilaku pembelian rumit besar Keterlibatan Rendah Perilaku pembelian yang mencari variasi Perbedaan merek Perilaku pembelian Perilaku pembelian yang kecil mengurangi rutin/biasa Ketidaknyamanan 12 Henry Assael, Consumer Behavior and Marketing Action, Ken Publishing Co, Boston, 1987. ‘13 8 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Pembelian Rumit. Konsumen terlibat dalam perilaku pembelian yang rumit bila mereka sangat terlibat dalam pembelian dan sadar akan adanya perbedaan-perbedaan besar di antara merek. Perilaku pembelian yang rumit itu lazim terjadi bila produknya mahal, jarang dibeli, berisiko dan berfungsi untuk mengekspresikan diri konsumen. Pemasar produk dengan keterlibatan tinggi harus memahami perilaku konsumen dalam pengumpulan dan evaluasi informasi. Pemasar perlu mengembangkan strategi yang dapat membantu pembeli mempelajari atribut-atribut produk mereka dan tingkat kepentingan atribut-atribut tersebut. Pemasar juga harus dapat menarik perhatian konsumen terhadap reputasi merek yang dimiliki perusahaan dalam menyediakan atribut yang lebih penting bagi konsumen. Proses pengambilan keputusan yang lebih rumit dapat terjadi jika konsumen memiliki pengalaman terbatas untuk membeli suatu produk dan tidak mengetahui atau memiliki informasi terbatas mengenai merek yang tersedia dan/atau tidak memahami kriteria yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan pembelian. Mereka harus mempelajari atribut atau kriteria apa saja yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan pembelian dan mempelajari bagaimana berbagai merek dapat memenuhi kebutuhan atribut yang diinginkan. Dalam hal ini, pemasar harus menyediakan informasi yang dapat membantu konsumen mengambil keputusan. Iklan yang memberikan informasi terinci mengenai suatu merek dan bagaimana suatu merek dapat memuaskan tujuan atau motif pembelian konsumen adalah penting. Pemasar dapat juga memberikan informasi kepada konsumen di lokasi penjualan melalui alat peraga (display) atau brosur. Mereka yang menangani distribusi harus memiliki tenaga penjual yang memahami produk yang dijualnya agar mereka dapat menjelaskan berbagai manfaat dari barang dan jasa yang ditawarkan dan menjelaskan mengapa merek bersangkutan lebih baik dari merek pesaing lainnya. Pembelian Karena Kebiasaan. Kita telah mengenal model keputusan konsumen yang terdiri atas lima langkah yang dimulai dari pengenalan masalah hingga evaluasi pasca pembelian. Namun konsumen tidak selalu mengikuti model lima langkah tersebut. Mereka mungkin mengurangi atau melompati satu atau lebih tahapan tersebut jika mereka telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam membeli produk atau jika keputusan pembelian yang dilakukan memiliki arti ekonomi, sosial dan personal yang rendah. Banyak keputusan pembelian yang kita buat sebagai konsumen lebih berdasarkan pada proses rutin berdasarkan kebiasaan. Bagi kebanyakan produk berharga rendah yang sering kita beli (misalnya barang kebutuhan sehari-hari), proses keputusan terdiri atas tidak lebih dari pengenalan masalah, melakukan pencarian internal secara cepat dan melakukan pembelian. Konsumen hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak melakukan pencarian eksternal atau melakukan evaluasi merek alternatif. ‘13 9 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Banyak produk dibeli dengan kondisi rendahnya keterlibatan konsumen dan tidak adanya perbedaan merek yang signifikan, misalnya garam. Konsumen memiliki sedikit keterlibatan dalam jenis produk ini. Mereka pergi ke toko dan mengambil merek tertentu. Jika mereka tetap mengambil merek yang sama, hal itu karena kebiasaan, bukan karena kesetiaan terhadap merek yang kuat. Pada umumnya konsumen memiliki keterlibatan yang rendah dalam pembelian sebagian besar produk yang murah dan sering dibeli. Konsumen tidak secara luas mencari informasi tentang merek, mengevaluasi karakteristik merek, dan memutuskan merek apa yang akan dibeli. Sebaliknya, konsumen menjadi penerima informasi pasif melalui tayangan iklan di televisi atau media cetak. Pengulangan iklan menciptakan ‘keakraban merek’ daripada ‘keyakinan merek’. Setelah pembelian, konsumen bahkan mungkin tidak mengevaluasi pilihan tersebut karena mereka tidak banyak terlibat dengan produk tersebut. Jadi, bagi produk dengan keterlibatan rendah, proses pembelian dimulai dengan keyakinan merek yang dibentuk oleh pemahaman pasif, dilanjutkan oleh perilaku pembelian, dan kemudian mungkin diikuti oleh evaluasi. Pemasar yang memiliki produk dengan karakter yang sering atau rutin dibeli orang harus berupaya untuk menjadikan merek mereka untuk tetap berada dalam daftar pilihan konsumen dan menghindari kemungkinan konsumen mengeluarkannya dari daftar. Merek yang sudah mapan dengan pangsa pasar kuat kemungkinan besar akan selalu berada dalam daftar pilihan konsumen. Pemasar yang memiliki merek mapan menginginkan konsumen untuk tetap melakukan pilihan rutinnya dan terus membeli produk mereka. Ini berarti pemasar perlu mempertahankan kesadaran merek melalui iklan pengingatan, melakukan promosi tertentu secara berkala serta berupaya mendapatkan tempat strategis di lokasi penjualan. Para pemasar produk yang memiliki keterlibatan rendah dengan sedikit perbedaan merek akan lebih efektif untuk menggunakan harga dan promosi penjualan guna mendorong uji coba produk, karena pembeli tidak terlalu terikat pada merek tertentu. Iklan televisi lebih efektif daripada media cetak karena ia merupakan medium dengan keterlibatan rendah yang cocok bagi pembelajaran pasif. Para pemasar menggunakan empat teknik untuk mencoba mengubah produk dengan keterlibatan rendah menjadi keterlibatan tinggi yaitu: Pertama, pemasar dapat mengaitkan produk dengan beberapa isu yang dapat menarik keterlibatan konsumen ke taraf yang lebih tinggi. Contoh pasta gigi merupakan produk sehari-hari dengan keterlibatan rendah namun merek pasta gigi tertentu dapat mencegah gigi berlubang atau menghindarkan bau mulut, dua atribut penting bagi konsumen. Kedua, pemasar dapat mengaitkan produk dengan beberapa situasi pribadi yang mendorong keterlibatan tinggi, contohnya: dengan mengiklankan sebuah merek kopi setiap pagi saat konsumen ingin mengusir rasa kantuk. ‘13 10 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Ketiga, merancang iklan yang dapat memicu emosi yang berhubungan dengan nilai-nilai pribadi atau ego konsumen. Keempat, menambah ciri-ciri khusus yang penting ke produk dengan keterlibatan rendah (contohnya, melengkapi minuman biasa dengan vitamin). Hasil terbaik dari penerapan strategi-strategi tersebut adalah mendorong keterlibatan konsumen dari tingkat rendah menjadi tingkat sedang; namun strategi tersebut tidak mendorong konsumen ke perilaku pembelian dengan keterlibatan tinggi. Pemasar merek produk baru atau merek dengan pangsa pasar terbatas menghadapi tantangan berbeda. Mereka harus menemukan cara untuk mengalihkan pembelian rutin konsumen dan membujuk mereka untuk mencoba merek atau produk alternatif. Promosi melalui iklan secara intensif yang diiringi dengan promosi penjualan seperti pemberian sampel gratis, penawaran harga khusus (diskon) serta pemberian voucher atau kupon dapat digunakan mendorong konsumen untuk mencoba merek baru atau melakukan peralihan merek. Pembelian Yang Mencari Variasi. Beberapa situasi pembelian ditandai oleh keterlibatan konsumen yang rendah pada suatu produk namun berbagai merek yang ada memiliki perbedaan yang signifikan satu sama lainnya. Dalam situasi itu, konsumen sering melakukan peralihan merek. Misalnya konsumen memiliki keyakinan dengan merek makanan tertentu, dan ia memilih merek makanan tertentu dan mengevaluasi makanan itu selama konsumsi. Namun, pada kesempatan berikutnya, konsumen mungkin mengambil merek lain karena bosan atau ingin mencari rasa yang berbeda. Perpindahan merek terjadi karena konsumen mencari variasi dan bukan karena ketidakpuasan. Suatu merek yang sudah memimpin pasar sudah barang tentu memiliki strategi pemasaran yang berbeda dengan merek yang masih baru walaupun kedua merek itu berada dalam jenis kategori produk yang sama. Pemimpin pasar akan berusaha mendorong perilaku pembelian karena kebiasaan dengan cara mendominasi rak-rak penjualan, menghindari kekurangan persediaan dan sering memasang iklan untuk mengingatkan konsumen. Perusahaan pesaing dengan merek baru akan mendorong konsumen untuk mencari variasi konsumsi dengan menawarkan harga yang lebih rendah, penawaran khusus, kupon, sampel gratis dan iklan yang menyajikan alasan untuk mencoba sesuatu yang baru. ‘13 11 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Achenbaum, Alvin., Advertising Doesn’t Manipulate Consumers, Journal of Advertising Research9, 1982, dalam George E. Belch & Michael A. Belch OpCit hal 119. Alport, W Gordon., Attitude dalam Handbook of Social Psychology, ed. C.M.Murchison, Clark University Press, 1935 dalam George E. Belch & Michael A. Belch, Advertising and Promotion hal 118. Assael, Henry ., Consumer Behavior and Marketing Action, Ken Publishing Co, Boston, 1987. Bauer A Raymond., Stephen A Greyser, Advertising in America: The Consumer View, Harvard Business Scholl, Boston, 1968 Belch E George & Michael A. Belch, Advertising and Promotion: An Integrated Marketing Communications Perspectives, Fifth Edition, Irwin/Graw Hill, New York 2001. Hal 107 Berkowitz N Eric, Roger A Kerin, Steven W Hartley dan William Rudelius, Marketing, 6th Edition, Irwin McGraw-Hill, 2000. Hal 14 Callebaut, Jan et al, The Naked Consumer: The Secret of Motivational Research In Global Marketing, Censudiam Institute, Antwerp, Belgium, 1994. Cohen B Joel., Paul W Minniard, Peter R Dickson, Information Integration: An Information Processing Perspective, dalam Advances in Consumer Research dalam George E. Belch & Michael A. Belch, hal 121. Harrel, Gilbert, Consumer Behavior, Harcourt Brace Jovanovich, San Diego, 1986. Kotler, Philip., Principles of Marketing, New Jersey-Prentice Hall, 1980. Krech, David., Richard S.Crutchfield dan Egerton L. Ballachey, Individual in Society, McGraw Hill, New York, 1962 dalam Philip Kotler, Marketing Management,OpCit, Hal 200. Peter J. Paul., Jerry C Olson, Consumer Behavior, 2nd Edition, Irwin/McGraw-Hill, 1990. Hal 73. Wells D William.,, Attitude and Behavior: Lesson From the Nedham Lifestyle Study, Journal of Advertising Research, 1985. Wikie L William., Edgar A Pessemier, Issues in Marketing ‘s Use of Multiattribute Models, Journal of Marketing Rese 10, 1983 dalam Belch & Belch hal 119. Wright L Peter., Frederic Barbour, The Relevance of Decision Process Models in Structuring Persuasive Messages, Communication Research, 1975. Zaconc, B Robert., Hezel Markus, Affective and Cognitive Factors in Preferences, Journal of Consumer Research 9, 1982 dalam George E. Belch & Michael A. Belch, Ibid. ‘13 12 Integrated Marketing Communication Morissan, M.A. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id