BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sampah Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.7 Para ahli Kesehatan Masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya.8 Jika diurai lebih rinci, sampah dibagi sebagai berikut 1: a. Human excreta, merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (faeces) dan air kencing (urine) b. Sewage, merupakan air limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga, contohnya adalah air bekas cucian pakaian yang masih mengandung larutan detergen. c. Refuse, merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga, refuse inilah yang dalam pengertian sehari-hari kerapkali disebut sampah. Contohnya adalah panci bekas, botol bekas, kertas bekas pembungkus bumbu dapur, sendok kayu yang sudah tidak dipakai lagi dan dibuang, sisa sayuran ,nasi basi, daun - daun tanaman, dan masih banyak lagi. Jadi barang - barang buangan yang kerap kali dilihat di tempat sampah di kampung - kampung itulah refuse atau sampah dalam pengertian sehari - hari. d. Industrial waste, merupakan bahan - bahan buangan sisa-sisa industri. 1. Sumber-Sumber Sampah Berdasarkan sumbernya sampah dapat digolongkan sampah domestik misalnya sampah rumah, pasar, sekolah, dan sebagainya. Lainnya adalah sampah nondomestik, misalnya sampah pabrik, pertanian, perikanan, peternakan, industri, kehutanan, dan sebagainya. Berdasarkan komposisinya sampah karton, atau karbon dan sampah yang tidak seragam atau campuran seperti sampah pasar atau sampah 6 tempat umum lainnya. Berdasarkan proses terjadinya sampah dibedakan menjadi sampah alami misalnya daun - daunan dan sampah nonalami saperti sampah karena kegiatan manusia. Berdasarkan asal lokasinya dapat dibedakan sampah kota (urban) dan sampah daerah misalnya sampah di pedesaan, pemukiman, atau pantai. Berdasarkan jenisnya sampah dibedakan sampah organik dan sampah anorganik. Berdasarkan sifatnya sampah dapat dibedakan dalam sampah yang dapat dicernakan (diuraikan, degradable) misalnya sampah anorganik. Atau sampah yang mudah terbakar dan sampah yang tidak mudah terbakar.9 Sumber atau tempat penghasil sampah pada umumnya berkaitan dengan tata guna lahan. Jumlah sumber sampah dapat dikembangkan sesuai dengan katagori penggunaannya 10 . Sumber sampah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a) Daerah pemukiman Sampah pemukiman berasal dari aktivitas rumah tangga berupa persiapan memasak di dapur, sisa makanan, pembersihan lantai rumah dan halaman. Jenis sampah biasanya berupa sampah basah dan kering. b) Daerah komersial Sumber sampah komersial yaitu pasar, pertokoan, restoran, perusahaan, tempat hiburan, bioskop, supermarket, hotel, percetakan, bengkel dan sebagainya. Di negara berkembang sebagian besar katagori sampah ini berasal dari pasar dan kebanyakan berupa sampah organik. c) Daerah institusi Sumber sampah ini adalah perkantoran, sekolah, tempat ibadah dan lembaga non komersial lainnya. Jenis samapah yang dihasilkan sebagian besar sampah kering (rubbish). 7 d) Sampah jalan dan tempat terbuka Sampah katagori ini berasal dari kegiatan penyapuan jalan dan trotoar, taman, lapangan , tempat rekreasi. Jenis sampah biasanya berupa daun, ranting pohon, kertas pembungkus, puntung rokok. e) Daerah industri Sumber sampah industri berasal dari perusahaan yang bergerak dibidang industri berat, industri ringan, pabrik. Jenis sampah yang dihasilkan tergantung dari bahan baku yang digunakan oleh industri tersebut. Sampah industri ada yang dikatagorikan sebagai sampah domestik dan ada juga sampah khusus f) Tempat pembangunan, pemugaran, pembongkaran Sampah yang dijumpai adalah sampah material atau bahan bangunan, jenisnya tergantung bahan bangunan yang dipakai g) Rumah sakit dan tempat pengobatan Sampah rumah sakit pengelolaannya ditangani terpisah dengan sampah lainnya karena bersifat khusus kemungkinan mengandung kuman penyakit menular. Sampah yang dihasilkan berupa bekas operasi, pembalut luka, potongan anatomi, sampah dapur dan kantor. 2. Jenis dan Macam Sampah a). Berdasarkan jenis sampah Jenis sampah dapat berupa sampah rumah tangga, sampah industri, sampah pasar, sampah rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah peternakan, sampah institusi/kantor/sekolah, dan sebagainya. Berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut : 1. Sampah Organik Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan – bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar 8 merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa – sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung , sayuran, kulit buah, daun dan ranting. 2. Sampah Anorganik Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi : sampah logam dan produk – produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng, b). Berdasarkan karakteristik sampah, dibagi menjadi11: 1) Garbage adalah sampah hasil pengolahan atau pembuatan makanan, yang umumnya mudah membusuk dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel, dan sebagainya. 2) Rubbish adalah sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan, baik yang mudah terbakar seperti kertas, karton, plastik, dan sebagainya, maupun yang tidak mudah terbakar seperti kaleng bekas, klip, pecahan kaca, gelas, dan sebagainya. 3) Ashes (abu) yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar termasuk abu rokok. 4) Street Sweeping (sampah jalanan) yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran berbagai macam sampah, daun-daun, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu, dan sebagainya. 9 5) Industrial Waste yaitu sampah yang berasal dari industi dan pabrik. 6) Dead Animal (bangkai binatang) yaitu bangkai binatang yang sudah mati karena alam, ditabrak kendaraan, atau dibuang oleh orang. 7) Abondonned Vehicle (bangkai kendaraan) adalah bangkai mobil, sepeda, sepeda motor, dan sebagainya. 8) Construction Waste (sampah pembangunan) yaitu sampah dari proses pembangunan gedung, rumah dan sebagainya, yang berupa puing-puing, potongan-potongan kayu, besi beton, batu, dan sebagainya. B. Pengomposan atau Composting Prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur bahan organik kering yang kaya karbohidrat dengan bahan yang banyak mengandung nitrogen. Pengomposan sering didefinisikan sebagai suatu proses biologis yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mengubah material organik seperti kotoran ternak, sampah daun, kertas, dan sisa makanan menjadi kompos. Selain itu, pengomposan juga bisa diartikan dengan proses penguraian senyawa yang terkandung dalam sisa bahan organik dengan suatu perlakuan khusus. Tujuannya adalah agar lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Kompos bisa diartikan sebagai pupuk alami yang terbuat dari bahan– bahan hijauan dan bahan organik lain yang sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pembusukan12. Pengolahan sampah menjadi kompos merupakan proses mikrobologi dan berjalan secara aerobik dan anaerobik yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu sesuai hasil rekayasa. 1 Prinsip Pengomposan Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organik menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil 10 perbandingan antara karbon dan nitrogen yang terkandung didalam suatu bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman.13 Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbon, selulosa, hemiselulosa, lemak, dan lilin menjadi CO2 dan air 2) zat putih telur menjadi amoniak, CO2 dan air 3) peruraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut kadar karbon akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat. Dengan demikian C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah.14 Ada dua mekanisme proses pengomposan berdasarkan ketersediaan oksigen bebas, yakni pengomposan secara aerobik dan anaerobik. a) Pengomposan secara aerobik Pada pengomposan secara aeorobik, oksigen mutlak dibutuhkan. Mikroorganisme yang terlibat dalam proses pengomposan membutuhkan oksigen dan air untuk merombak bahan organik dan mengasimilasikan sejumlah karbon, nitrogen, fosfor, belerang dan unsur lainnya untuk sintesis protoplasma sel tubuhnya. Dalam sistem ini kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi CO2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama proses pengomposan aerobik tidak timbul bau busuk. Selama proses pengomposan berlangsung akan terjadi reaksi eksotermik sehingga timbul panas akibat pelepasan energi.15 Hasil dari dekomposisi bahan organik secara aerobik adalah CO2, H2O (air), humus dan energi.13 b) Pengomposan secara Anaerobik Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis secara struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi temperatur seperti yang terjadi pada proses 11 pengomposan secara aerobik.Namun,pada proses anaerobik perlu tambahan panas dari luar sebesar 30oC.13 Pengomposan anaerobik akan menghasilkan gas mentah (CH4), karbondioksida (CO2), dan asam organik yang memiliki bobot molekul rendah seperti asam asetat, asam propionate, asam butirat, asam laktat, dan asam suksinat. Gas metan bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternative (biogas). Sisanya berupa lumpur yang mengandung bagian padatan dan cairan. Bagian padatan ini yang disebut kompos. Namun, kadar airnya masih tinggi sehingga sebelum digunakan harus dikeringkan. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan a. Ukuran Bahan Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi kerena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen ke dalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.13 Bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran kecil. Bahan yang keras sebaliknya dicacah hingga berukuran 0.5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar sekitar 5 cm. Pencacahan bahan yang tidak keras sebaliknya tidak terlalu kecil karena bahan yang terlalu hancur (banyak air) (kelembabannya menjadi tinggi).14 b. Nisbah C/N Kondisi kelengasan dan bahan dasar kompos menentukan nisbah C/N dan nilai pupuk kompos. Hasil akhir kompos hara mengandung antara 30-60% bahan organik. Pengujian kimiawi termasuk pengukuran C, N dan nisbah C/N merupakan indikator kematangan kompos. Apabila nisbah C/N kompos 20 atau lebih kecil berarti kompos siap 12 digunakan. Akan tetapi, nisbah C/N bahan kompos yang baik dapat berkisar antara 5 dan 20.15 Jika C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memilki mutu rendah. Jika nisbah C/N terlalu rendah atau kurang dari 30, kelebihan nitrogen N yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau terdenitrifikasi. Pada proses dekomposisi bahan organik, sebagian C akan diassimilasikan dalam mikroorganisme dan sebagian lagi hilang dalam bentuk CO2 oleh proses respirasi. Rasio C dan N dari mikroorganisme berkisar 10. Oleh karena itu jika bahan memiliki ratio C dan N tinggi maka perlu penambahan N, dan jika ratio C/N bahan organik rendah maka N yang terlalu banyak akan hilang. Tingkat kelembaban dan aerasi tidak mempengaruhi jumlah C dan N yang hilang, tetapi rasio C/N dari residu mempengaruhi jumlah N yang tervolatilisasi pada proses pengomposan. Sedangkan jumlah C yang hilang dalam bentuk gas berkorelasi dengan BOD (ketersediaan C) dari bahan. Jumlah N yang hilang juga berhubungan dengan panjang berlangsungnya proses pengomposan. Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses pengomposan menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos tersedia bagi mikrobia untuk tumbuh dan 70% dari C tersedia hilang sebagai CO2 selama proses immobilisasi. Mikroorganisme akan mengikat nitrogen tetapi tergantung pada ketersediaaan karbon. Apabila ketersediaan karbon terbatas (nisbah C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat seluruh nitrogen bebas. Dalam hal ini jumlah nitrogen bebas dilepaskan dalam bentuk gas NH3dan kompos yang dihasilkan mempunyai kualitas rendah. Apabila 13 ketersediaan karbon berlebihan (C/N>40) jumlah nitrogen sangat terbatas sehingga merupakan faktor pembatas pertumbuhan mikroorganisme. Proses dekomposisi menjadi terhambat karena kelebihan karbon pertama kali harus dibakar/dibuang oleh mikroorganisme dalam bentuk CO2.15 Dari hubungan antara C dan N yang hilang dalam proses pengmposan menunjukkan bahwa 85% dari total awal N kompos tersedia bagi mikroba untuk tumbuh dan 70% dari C tersedia hilang sebagai CO2 selama proses immobilisasi. c. Komposisi Bahan Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar.14 Laju dekomposisi bahan organik juga tergantung dari sifat bahan yang akan dikomposkan. Sifat bahan tanaman tersebut diantaranya jenis tanaman, umur, dan komposisi kimia tanaman. Semakin muda umur tanaman maka proses dekomposisi akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan kadar airnya masih tinggi, kadar nitrogennya tinggi , imbangan C/N yang sempit serta kandungan leacheat yang rendah. d. Kelembaban dan Aerasi Bahan mentah yang baik untuk penguraian atau perombakan berkadar air 50-70%. Bahan dari hijauan biasanya tidak memerlukan tambahan air, sedangkan cabang tanaman yang kering atau rumputrumputan harus diberi air saat dilakukan penimbunan. Kelembaban timbunan secara menyeluruh diusahakan sekitar 40-60%. Aaerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan timbunan berada dalam keadaan anaerob dan akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang. 14 Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah 40-60% dengan nilai yang paling baik adalah 50%. Kelembaban yang optimum harus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena terbatasnya habitat yang ada. e. Temperatur Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55-70 o C. Kisaran temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi pertumbuhan mikrooranisme. Pada kisaran temperatur ini, mikroorganisme dapat tumbuh 3 kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 55 oC. Selain itu, pada temperatur tersebut enzim yang dihasilkan juga paling efektif menguraikan bahan organik. Penurunan nisbah C/N juga dapat berjalan dengan sempurna. Kegagalan untuk mencapai temperatur termofilik dalam waktu 3 sampai 6 hari disebabkan timbunan terlalu tipis untuk mempertahankan panas atau kelembaban yang berlebihan atau nisbah C/N bahan organik terlalu rendah atau hara yang dikandung kompos terlalu rendah. Pendinginan merupakan indikator selesainya proses pengomposan, meskipun bahan kompos telah dibalik dan disiram tidak timbul panas.15 Berdasarkan kemampuan bertahan hidup, mikroba terbagi atas 3 kelompok, yaitu psycrofilik (5–10 0C), mesofilik (10/15 oC–40/45 oC) dan termofilik (45/50 oC–70 oC). Suhu yang berkisar antara 60 oC dan 70 oC merupakan kondisi optimum kehidupan mikroorganisme tertentu 15 dan membunuh bakteri patogen yang tidak kita kehendaki.15 Ukuran reaktor kompos terutama tingginya mempengaruhi suhu kompos. Semakin tinggi volume timbunan dibanding permukaan maka semakin mudah timbunan menjadi panas. Timbunan bahan yang paling ideal adalah 1,2–2 m.16 f. Keasaman (pH) Keasaman atau pH dalam tumpukan kompos juga mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur atau abu dapur untuk menaikkan pH. PH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,57,5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi ammonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. g. Pengadukan atau Pembalikan Tumpukan Pengadukan sangat diperlukan agar cepat tercipta kelembaban yang dibutuhkan saat proses pengomposan berlangsung. Pengadukan pun dapat menyebabkan terciptanya udara dibagian dalam timbunan, terjadinya penguraian bahan organik yang mampat, dan proses penguraian berlangsung merata. Hal ini terjadi karena lapisan pada bagian tengah tumpukan akan terjadi pengomposan cepat. Pembalikan sebaliknya dilakukan dengan cara pemindahan lapisan atas ke lapisan tengah., lapisan tengah ke lapisan bawah, dan lapisan bawah ke lapisan atas.17 Pencampuran yang kurang baik dari komposan yang mempunyai tingkat kematangan berbeda harus dihindarkan karena menyebabkan terjadinya genangan di tempat-tempat tertentu, kehilangan struktur yang 16 tidak seragam dan nisbah hara yang tidak seimbang dari timbunan kompos. Pada kondisi yang menguntungkan , awal homogenesis limbah dapat dilaksanakan pada saat pengumpulan limbah dan kemungkinan melalui proses penghalusan. Homogenisasi dan pencampuran bahan dasar kompos dan bahan aditif sekaligus mengatur kandungan lengas dari bahan yang sudah matang.15 h. Organisme Perombak Jasad hidup dalam tanah atau mikroorganisme tanah terdiri dari dua golongan besar, yaitu golongan fauna dan golongan flora. Golongan fauna terdiri dari mikro fauna (protozoa), mesofauna (Collembola dan akarina), dan makro fauna (cacing tanah, semut, rayap). Golongan flora terdiri dari mikro flora (Bakteri, fungi, ganggang dan aktinomicetes). Dilihat dari fungsinya, mikroorganisme mesofilik yang hidup pada temperatur rendah (10-45 o C) berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses pengomposan. Sementara itu, bakteri termofilik yang hidup pada temperature tinggi (45-65oC) yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegredasidengan cepat. Mikrorganisme kelompok mesophilik dan termophilik melakukan proses pencernaan secara kimiawi, dimana bahan organik dilarutkan dan kemudian diuraikan. Cara kerjanya yaitu dengan mengeluarkan enzim yang dilarutkan enzim yang dilarutkan kadalam selaput air (water film) yang melapisi bahan organik, enzim tersebut berfungsi menguraikan bahan organik menjadi unsur-unsur yang mereka serap, karena terjadi di permukaan bahan, maka proses proses penguraian ini akan mengakibatkan mikroorganisme. Demikian seterusnya, semakin besar populasi mikroorganisme, semakin cepat pula proses pembusukan. 17 3. Kegunaan Kompos a. Penggembur tanah b. Memperbaiki struktur tanah c. Memperkaya mikroba tanah d. Menaikkan daya serap tanah terhadap tumbuhan e. Menyehatkan tanah dan tanaman f. Menyimpan air tanah lebih lama g. Mencegah lapisan kering pada tanah h. Mencegah lapisan kering pada tanah i. Mencegah beberapa penyakit akar j. Meningkatkan unsur hara dalam tanah k. Bisa menjadi pupuk masa depan karena pemakaiannya lebih hemat l. Bersifat multi lahan, karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf dan lain – lain m. Pengurangan bahan – bahan yang sebelumnya dibuang ke landfill n. Penghematan uang (bagi pengelola sampah) 4. Kelemahan Kompos a. Bau Bau sering kali timbul selama proses pengomposan, terutama jika menggunakan bahan baku yang berpotensi menghasilkan bau dan pengomposannya secara anaerobik. b. Cuaca Elemen iklim yang patut diperhatikan adalah angin, temperatur, dan kelembaban. Ketiga faktor tersebut dapat menyebabkan timbunan bahan kompos menjadi kering sehingga mematikan mikroba pengompos. Air hujan juga tidak boleh masuk ke dalam campuran kompos karena akan menghilangkan oksigen yang terdapat di dalamnya. c. Potensi kehilangan N Proses pengomposan mengakibatkan sebagian N terurai dan lepas ke udara. 18 d. Lambat melepaskan unsur hara Kompos umumnya berbentuk senyawa organik kompleks yang lambat melepaskan unsur haranya. 5. Persyaratan Pembuatan Kompos : 1. Tergantung pada sifat dan komposisi sampah 2. Kompos mampu diserap oleh pasar 3. Perlu dukungan dari dinas pertanian dan perkebunan 4. Harga kompos terjangkau oleh petani 6. Karakteristik dan Kualitas Kompos : Kompos yang memiliki kualitas yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut18: a. Berwarna coklat b. Berstruktur gembur c. Berkonsistensi gembur d. Berbau daun dan lapuk. Kompos yang berkualitas adalah kompos yang telah terdekomposisi dengan sempurna serta tidak menimbulkan efek-efek yang merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Ciri-ciri kompos yang baik adalah sebagai berikut19 : a. Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah. b. Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi. c. Nisbah C / N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya. d. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah e. Suhu kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan f. Tidak berbau. 7. Operasi Pembuatan Kompos : a. Pengumpulan sampah Sampah yang berasal dari sektor rumah tangga dikumpulkan dalam sebuah tempat penampungan sampah. 19 b. Pemisahan jenis sampah Sampah yang sudah dikumpulkan kemudian dipisahkan jenisnya, antara sampah organik dengan sampah anorganik. c. Penghancuran Setelah dipisahkan, sampah organik yang akan digunakan dihancurkan dengan cara pencacahan / perajangan menggunakan pisau atau golok dengan ukuran 5 cm. Sedangkan sampah anorganik yang tidak digunakan dibuang ke tempat pembuangan sampah yang tersedia. d. Pencampuran dengan bahan lain Sampah yang sudah dicacah kemudian dicampur dengan bahan lain seperti larutan EM 4, dan cacing tanah secara merata sesuai variasi penambahan berbagai bahan. e. Penimbunan Setelah semua bahan tercampur merata maka selanjutnya sampah ditimbun. C. Efektif Mikroorganisme (EM) Efektif mikroorganisme atau yang lebih dikenal dengan EM adalah suatu kultur campuran berbagai mikroorganisme yang bermanfaat (terutama bakteri fotosintetik dan bakteri asam laktat, ragi, Actinomycetes dan jamur peragian) yang dapat dipergunakan sebagai inokulan untuk mengikat keragaman mikroba tanah.20 EM yang pertama kali ditemukan dinamai EM 1 pada tahun 1980 oleh Teruo Higa dengan kandungan 8 jenis species dan 10 genus mikroorganisme. EM adalah konsep mikroorganisme efektif yang aplikasi praktisnya dikembangkan oleh Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, di Okinawa Jepang. Teruo Higa menemukan mikroorganisme yang dapat hidup bersama dalam kultur campuran dan secara fisiologis dapat bergabung menjadi satu dengan yang lain, bila kultur ini dimasukkan ke dalam lingkungan alami maka pengaruh baik masing – masing akan lebih dilipatgandakan secara 20 sinergis. Seiring dengan perkembangannya ditemukan pula turunannya yaitu EM 2, EM 3, EM 4 dan EM 5. Konsep dan teknologi pemakaian EM ini masuk ke Indonesia pada tahun 1995 yang pertama kali diaplikasikan di lahan pertanian Muhammad Djuhiya (Cisanea, Bandung) pada tanaman horti dan di lahan pertanian Sari Asih (Desa Malaka Sari, Bandung) pada lahan padi. Penerapannya sudah bagus tetapi teknologi dan informasi pemakaian EM ini masih sangat kurang, maka pada tahun 1996 Dinas Pertanian Propinsi Bandung mengirimkan tim untuk belajar tentang EM tersebut di Thailand, selanjutnya kegiatan sosialisasinya pertama kali melalui TVRI Manado. Effective Microorganisms 4 (EM4) merupakan kultur campuran dalam medium cair berwarna coklat kekuningan, berbau asam dan terdiri dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi kesuburan tanah. Adapun jenis mikroorganisme yang berada dalam EM 4 antara lain : Lactobacillus sp., Khamir, Actinomycetes, Streptomyces.12 EM 4 dalam keadaan dormant / istirahat / belum aktif mengandung 90 % Lactobacillus sp dan sisanya / genus yang lain dan pada keadaan asam maka bakteri streptomyces sp akan berperan lebih aktif dan jika sudah diaktifkan dengan pemberian air / mollase / bahan organik maka total kandungan mikroorganismenya adalah 80 genus atau 109/gram dari kesemuanya ada lima kelompok mikroorganisme yang sama, yaitu : Lactobacillus sp, Actinomycetes sp, ragi / yeast, bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp) dan bakteri fermentasi (Pennicillium dan Aspergillus niger). Kadar pH EM 4 yang masih dormant jika belum rusak sekitar < 3,5 jika sudah melebihi 4 dan tidak berbau sedap lagi berarti EM 4 tersebut sudah rusak. EM 4 dapat bekerja optimal jika prosesnya dalam keadaan anaerob, pH rendah (3 - 4), kadar garam dan kadar gula tinggi, kandungan air sedang antara 30 – 40 %, suhu fermentasi sekitar 40 – 50o C dan untuk pengomposan secara umum pHnya sebesar 6,5 – 7,5 %. 21 Mikroorganisme dalam EM4 Bakteri dalam EM 4 adalah20 : a. Bakteri Fotosintetik (Rhodopseudomonas sp) Bakteri fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri dan swasembada. Bakteri ini membentuk zat – zat yang bermanfaat dari sekresi akar tumbuhan, menguraikan bahan organik dan atau gas – gas berbahaya (misalnya hidrogen sulfida), menggunakan sinar matahari atau panas bumi sebagai sumber energi. Zat tersebut meliputi asam amino, asam nukleat, zat bioaktif dan gula yang semuanya dapat mempercepat pertumbuha dan perkembangan tanaman. b. Bakteri Asam Laktat (Lactobacillus sp) Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula, sedangkan bakteri fotosintetik dan ragi menghasilkan karbohidrat lainnya. Berbagai jenis makanan dan minuman seperti yoghurt dan asinan sudah sejak lama dibuat menggunakan bakteri asam laktat, namun bakteri asam laktat itu sendiri adalah zat yang dapat mengakibatkan kemandulan (sterillizer). Asam laktat ini dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme merugikan dan meningkatkan percepatan perombakan bahan organik, lagipula bakteri asam laktat dapat menghancurkan bahan organik seperti lignin dan sellulosa, serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh merugikan yang diakibatkan oleh bahan organik yang tudak terurai. c. Ragi / Yeast Ragi merupakan zat anti bakteri dan bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik, bahan organik dan akar tanaman. Zat bioaktif seperti hormon dan enzim yang dihasilkan oleh ragi akan meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. d. Actinomycetes sp Actinomycetes sp strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur akan menghasilkan zat anti mikroba dari asam amino yang 22 dihasilkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik yang dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri. e. Jamur Fermentasi Jamur fermentasi (peragian) seperti Aspergillus niger dan Pennicillium menguraikan bahan organi secara tepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat anti mikroba yang akan menghilangkan bau dan mencegah serbuan serangga dan ulat merugikan. Lactobacillus dan jamur fermentasi inilah yang mampu meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik. Beberapa pengaruh EM yang menguntungkan adalah sebagai berikut : a. Memperbaiki perkecambahan, bunga, buah dan kematangan hasil tanaman b. Memperbaiki lingkungan fisik, kimia dan biologi tanah serta menekan pertumbuhan hama dan penyakit dalam tanah c. Meningkatkan kapasitas fotosintesis tanaman d. Meningkatkan manfaat bahan organik sebagai pupuk e. Memfermentasikan bahan organik tanah dan mempercepat proses dekomposisi f. Menghilangkan bau busuk di WC dan kandang ternak g. Membuat EM 5 untuk mencegah serangga h. Mengubah tanah dasar tambak i. Menstabilkan dan menjernihkan air limbah j. Meningkatkan pertumbuhan plankton k. Melindungi lingkungan alam l. Menurunkan kadar BOD dan COD air limbah m. Dapat digunakan sebagai pupuk organik cair atau sebagai sumber nutrisi untuk kesuburan tanah dan tanaman D. Cacing Lumbricus Rubellus Cacing tanah termasuk ordo Oligochaeta, kelas Chaetopoda, filum Annelida. Cacing tanah tergolong hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (Avertebrata). Ada lebih dari 1800 jenis cacing 23 tanah yang dikenal para ilmuwan. Jenis yang paling banyak dikembangkan berasal dari famili Megascolecidae dan Lumbricidae, dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus. Umumnya species-species di atas dimanfaatkan oleh ahli pertanian, pembudidaya cacing tanah dan para peminat lainnya, terutama untuk menghasilkan pupuk.6 Ciri-ciri fisik cacing tanah antara lain di tubuhnya terdapat segmen luar dan dalam, berambut, tidak mempunyai kerangka luar, tubuhnya dilindungi oleh kutikula (kulit bagian luar), tidak memiliki alat gerak seperti kebanyakan binatang, dan tidak memiliki mata. Untuk dapat bergerak, cacing tanah harus menggunakan otot-otot tubuhnya yang panjang dan tebal yang melingkari tubuhnya. Adanya lendir pada tubuhnya yang dihasilkan oleh kelenjar epidermis dapat mempermudah pergerakannya di tempat-tempat yang padat dan kasar. Lendir itu pun dapat memperlicin tubuhnya dalam membuat lubang di tanah sehingga cacing dapat dengan mudah keluar masuk lubang. Cacing tanah tidak memiliki mata, tetapi di tubuhnya terdapat prostomium. Prostomium ini merupakan organ syaraf perasa dan berbentuk seperti bibir. Organ ini terbentuk dari tonjolan daging yang dapat menutupi lubang mulut. Prostomium terdapat pada bagian depan tubuhnya. Adanya prostomium ini membuat cacing tanah peka terhadap benda-benda di sekelilingnya. Itulah sebabnya cacing tanah dapat menemukan bahan organik yang menjadi makanannya walaupun tidak memiliki mata. Di bagian akhir tubuhnya terdapat anus. Anus digunakan untuk mengeluarkan sisa-sisa makanan dan tanah yang dimakannya. Kotoran yang keluar dari anus tersebut sangat berguna bagi tanaman karena sangat kaya dengan unsur hara. Kotoran tersebut dikenal dengan istilah kascing. Cacing tanah dewasa memiliki klitelium yang merupakan alat yang membantu perkembangbiakan. Organ ini merupakan bagian dari tubuh yang menebal dan warnanya lebih terang dari warna tubuhnya. Pada cacing yang masih muda, organ ini belum tampak karena hanya terbentuk saat cacing mencapai dewasa kelamin, sekitar 2 – 3 bulan. 24 Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh agak pipih. Jumlah segmen tubuhnya sekitar 90-195. Klitelumnya terletak antara segmen 27-32. Cacing ini hidup di tempat yang lembab dan tidak terkena matahari langsung. Kelembaban ini penting untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuhnya. Kelembaban yang dikehendaki sekitar 60-90%. Selain tempat yang lembab, kondisi tanah juga mempengaruhi kehidupan cacing seperti pH tanah, temperatur, aerasi, CO2, bahan organik, jenis tanah, dan suplai makanan. Diantara ke tujuh faktor tersebut, pH dan bahan organik merupakan dua faktor yang sangat penting. Kisaran pH yang optimal sekitar 6,5 - 8,5. Adapun suhu ideal menurut beberapa hasil penelitian berkisar antara 21-30 derajat celcius. 1. Perkembangbiakan Cacing tanah berkembang mulai dari telur yang tersimpan dalam kokon. Kokon yang dihasilkan dari perkawinan sepasang cacing tanah diletakkan di permukaan tanah bila keadaan tanahnya lembab. Namun, kalau tanahnya kering, kokon akan diletakkan dalam tanah. Kokon yang baru keluar dari tubuhnya berwarna kuning kehijauan dan akan berubah kemerahan saat akan menetas. Kokon akan menetas sekitar 14 – 21 hari setelah terlepas dari tubuh cacing tanah. Kalau keadaan tanah lembab. Cadangan makanan mencukupi, dan faktor lingkungan lain sangat mendukung maka cacing tanah akan menghasilkan kokon sepanjang tahun. Namun, jumlah kokon yang dihasilkan tergantung pada perubahan suhu. Bila suhu rendah atau sekitar 30 C, kokon yang dihasilkan sangat sedikit. Sebaliknya kalu suhunya dinaikkan maka cacing tanah akan menghasilkan kokon lebih banyak. Suhu ideal untuk keperluan ini adalah 60 – 160 C. 2. Siklus hidup Siklus hidup cacing tanah dimulai dari kokon, cacing muda, (juvenil), cacing produktif, dan cacing tua. Lama siklus hidup ini tergantung pada kesesuaian kondisi lingkungan, cadangan makanan, dan jenis cacing tanah. 25 Dari berbagai penelitian diperoleh lama siklus hidup cacing tanah L.rubellus hingga mati mencapai 1 – 5 tahun. Kokon yang dihasilkan dari cacing tanah akan menetas setelah berumur 14 – 21 hari. Setelah menetas, cacing tanah muda ini akan hidup dan dapat mencapai dewasa kelamin dalam waktu 2,5 – 3 bulan. Saat dewasa kelamin cacing tanah akan menghasilkan kokon dari perkawinannya yang berlangsung 6 – 10 hari. Masa produktif aktif cacing tanah akan berlangsung selama 4 – 10 bulan dan akan menurun hingga cacing mengalami kematian. Cacing yang sudah tidak produktif atau cacing tua biasanya bagian ekornya agak pipih dan warna kuning pada ekornya sudah mencapai punggung. Bila cacing masih produktif, warna kuning tersebut masih berada di ujung ekor. E. Tanah Tanah di Indonesia memiliki beberapa jenis, antara lain : 1. Tanah Humus Tanah humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat. 2. Tanah Pasir Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil. 3. Tanah Alluvial / Tanah Endapan Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian. 4. Tanah Podzolit Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah / dingin. 26 5. Tanah Vulkanik / Tanah Gunung Berapi Tanah vulkanis adalah tanah yang terbentuk dari lapukan materi letusan gunung berapi yang subur mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi. 6. Tanah Laterit Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh : Kalimantan Barat dan Lampung. 7. Tanah Mediteran / Tanah Kapur Tanah mediteran adalah tanah sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang kapur. Contoh : Nusa Tenggara, Maluku, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 8. Tanah Gambut / Tanah Organosol Tanah organosol adalah jenis tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh: rawa Kalimantan, Papua dan Sumatera. Tanah sebagai tempat hidup cacing dibutuhkan tanah yang subur dan dan mengandung bahan organik dalam jumlah besar. Bahan-bahan organik tanah dapat berasal dari serasah (daun-daun yang gugur), kotoran ternak, atau tanaman dan hewan yang mati. Dalam hal ini, tanah yang cocok untuk digunakan adalah tanah humus karena mengandung banyak bahan organik dari daun-daun yang berguguran. Tanah Humus adalah tanah yang sangat subur terbentuk dari lapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat. Humus dikenal sebagai sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengalami perombakan oleh organisme dalam tanah, berada dalam keadaan stabil, berwarna coklat kehitaman. Tebal bunga tanah (humus) di setiap tempat tidaklah sama. Pada tanah pertanian umumnya bunga tanah (humus) sangat tipis, dikarenakan selalu dirubah-rubah oleh Petani sedangkan di hutan-hutan yang belum pernah digarap oleh manusia bunga tanahnya sangat tebal. Maka tidak 27 mengherankan bila tanah-tanah pada hutan yang baru dibuka umumnya sangat subur. Terjadinya Bunga Tanah (Humus) berasal dari Daun-daun, rantingranting dan cabang-cabang yang besar tidak akan membusuk kalau tidak ada bakteri. Jadi pembusukan itu dilakukan oleh bakteri. Bakteri adalah jasat hidup di dalam tanah yang sangat kecil dan sangat banyak jumlahnya. Untuk hidupnya dia makan bahan organis yang membutuhkan air dan udara secukupnya. Cepat dan tidaknya pembusukan itu tergantung daripada bakteri itu. Tanah humus memiliki ciri-ciri sebagai berikut. • Tanahnya gembur. • Warnanya kehitaman. • Merupakan hasil pelapukan fosil tumbuhan dan hewan yang membusuk. • Baik untuk lahan pertanian karena daya serap airnya yang tinggi Tanah Humus memiliki kontribusi terbesar terhadap kebertahanan dan kesuburan tanah. Humus merupakan sumber makanan bagi tanaman dan akan berperan baik bagi pembentukan dan menjaga struktur tanah. Senyawa humus juga berperan dengan sangat memuaskan terutama dalam pengikatan bahan kimia toksik dalam tanah dan air. Selain itu humus dapat meningkatkan kapasitas kandungan air tanah, membantu dalam menahan pupuk anorganik larut-air, mencegah penggerusan tanah, menaikan aerasi tanah, dan juga dapat menaikkan fotokimia dekomposisi pestisida atau senyawa-senyawa organik toksik. Dengan demikian sudah selayaknya pupuk-pupuk organik yang kaya akan humus ini menggantikan peran dari pupuk-pupuk sintesis dalam menjaga kualitas tanah. F. Vermikompos Pupuk organik asal cacing tanah disebut vermikompos, yaitu kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik oleh cacing tanah selama proses makannya.6 Kerjasama antara cacing tanah dengan mikroorganisme memberi dampak proses penguraian yang berjalan dengan 28 baik. Walaupun sebagian besar proses penguraian dilakukan mikroorganisme, tetapi kehadiran cacing tanah dapat membantu proses tersebut karena bahanbahan yang akan diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing. Dengan demikian, kerja mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat. Hasil dari proses vermikomposting ini berupa casting. Ada juga orang mengatakan bahwa casting merupakan kotoran cacing yang dapat berguna untuk pupuk. Casting ini mengandung partikel-partikel kecil dari bahan organik yang dimakan cacing dan kemudian dikeluarkan lagi. Kandungan casting tergantung pada bahan organik dan jenis cacingnya. Namun umumnya casting mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen, fosfor, mineral, vitamin. Karena mengandung unsur hara yang lengkap, apalagi nilai C/N nya kurang dari 20 maka casting dapat digunakan sebagai pupuk. Cacing tanah dapat mengkonsumsi semua jenis bahan organik seberat tubuh cacing. Sebagai contoh 1 kg cacing tanah setiap hari mampu mengkonsumsi bahan organik seberat 1 kg.15 Vermikompos adalah kompos yang diperoleh dari hasil perombakan bahan-bahan organik yang dilakukan oleh cacing tanah. Vemikompos merupakan campuran kotoran cacing tanah (casting) dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing tanah. Oleh karena itu vermikompos merupakan pupuk organik yang ramah lingkungan dan memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan kompos lain yang kita kenal selama ini. Adapun keunggulan vermikompos antara lain : a) Vermikompos mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan tanaman seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, AI, Na, Cu, Zn, Bo dan Mo tergantung pada bahan yang digunakan. Vermikompos merupakan sumber nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya nutrisi tersebut mikroba pengurai bahan organik akan terus berkembang dan menguraikan bahan organik dengan lebih cepat. Oleh karena itu selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, vermikompos juga dapat membantu proses penghancuran limbah organik 29 b) Vermikompos berperan memperbaiki kemampuan menahan air, membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, memperbaiki struktur tanah dan menetralkan pH tanah. c) Vermikompos mempunyai kemampuan menahan air sebesar 40-60%. Hal ini karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-ruang yang mampu menyerap dan menyimpan air, sehingga mampu mempertahankan kelembaban d) Tanaman hanya dapat mengkonsumsi nutrisi dalam bentuk terlarut. Cacing tanah berperan mengubah nutrisi yang tidak larut menjadi bentuk terlarut. yaitu dengan bantuan enzim-enzim yang terdapat dalam alat pencernaannya. Nutrisi tersebut terdapat di dalam vermikompos, sehingga dapat diserap oleh akar tanaman untuk dibawa ke seluruh bagian tanaman Vermikompos banyak mengandung humus yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah. Humus merupakan suatu campuran yang kompleks, terdiri atas bahan-bahan yang berwarna gelap yang tidak larut dengan air (asam humik, asam fulfik dan humin) dan zat organik yang larut (asam-asam dan gula). Kesuburan tanah ditemukan oleh kadar humus pada lapisan olah tanah. Makin tinggi kadar humus (humic acid) makin subur tanah tersebut. Kesuburan seperti ini dapat diwujudkan dengan menggunakan pupuk organik berupa vermikompos, karena vermikompos mengandung humus sebesar 13,88%. Vermikompos mengandung hormon tumbuh tanaman. Hormon tersebut tidak hanya memacu perakaran pada cangkokan. tetapi juga memacu pertumbuhan akar tanaman di dalam tanah, memacu pertunasan rantingranting baru pada batang dan cabang pohon, serta memacu pertumbuhan daun. Vermikompos mengandung banyak mikroba tanah yang berguna, seperti aktinomisetes 2,8x106 sel/gr BK, bakteri 1,8 x 108 sel/gr BK dan fungi 2,6 x 105 sel/gr BK. Dengan adanya mikroorganisme tersebut berarti vermikompos mengandung senyawa yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kesuburan tanah atau untuk pertumbuhan tanaman antara lain 30 bakteri Azotobacter sp. yang merupakan bakteri penambat N2 non simbiotik yang akan membantu memperkaya N di dalam vermikompos. Di samping itu Azotobacter sp juga mengandung vitamin dan asam pantotenat. Kandungan N vermikompos berasal dari perombakan bahan organik yang kaya N dan ekskresi mikroba yang bercampur dengan tanah dalam sistem pencernaan cacing tanah. Peningkatan kandungan N dalam bentuk vermikompos selain disebabkan adanya proses mineralisasi bahan organik dari cacing tanah yang telah mati, juga oleh urin yang dihasilkan dan ekskresi mukus dari tubuhnya yang kaya N. Vermikompos mempunyai struktur remah, sehingga dapat mempertahankan kestabilan dan aerasi tanah. Vermikompos mengandung enzim protease, amilase, lipase dan selulase yang berfungsi dalam perombakan bahan organik. Vermikompos juga dapat mencegah kehilangan tanah akibat aliran permukaan. Pada saat tanah masuk ke dalam saluran pencernaan cacing. maka cacing akan mensekresikan suatu senyawa yaitu Ca-humat. Dengan adanya senyawa tersebut partikel-partikel tanah diikat menjadi suatu kesatuan (agregat) yang akan dieksresikan dalam bentuk casting. Agregat-agregat itulah yang mempunyai kemampuan untuk mengikat air dan unsur hara tanah. Vermikompos yang baik dapat dilihat dari ciri-ciri fisiknya antara lain berwarna hitam, mempunyai struktur remah, tidak berbau, sudah matang atau tidak lagi dalam proses fermentasi, dan C/N rasionya kurang dari 20.6 Vermikompos asal cacing species Lumbricus rubellus mengandung unsur-unsur sebagai berikut6 : N total 1,5 %, Fosfor 70,30 mg/100 g, Kalium 21,80%, Kalsium 34.99, Magnesium 21.34, Sulfur 153.70, Besi 13.50 mg/kg, Mangan 661.50, Aluminium 5, Natrium 15.40, Cuprum 1.7, Zink 33.55, Boron 34.37, pH : 6.6-7.5 dan C/N rasio 13 31 G. Kerangka Teori Suhu pengadukan pH Ukuran sampah jenis sampah kelem baban EM4 Lama waktu Organik Sampah pengomposan Lumbricus rubellus Anorganik Gambar 2.1 Kerangka Teori H. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variasi I (V1) : sampah 6 kg + EM4 2% 600 ml Variasi II (V2) : sampah 6 kg + Variabel Terikat : EM4 2% 300 ml+ cacing 216 gr + Lama waktu pengomposan tanah biasa 10% dari berat sampah Variasi III (V3) : sampah 6 kg + cacing 432 gr + tanah biasa 20% dari berat sampah Kontrol (K) sampah 6 kg Keterangan : (*) = Diukur ( **) = Disamakan - Variabel pengganggu: Suhu * pH * kelembaban * ukuran sampah** pengadukan** jenis bahan sampah** Gambar 2.2 Kerangka konsep 32 I. Hipotesis Ada perbedaan lama waktu pengomposan sampah rumah tangga berdasarkan dosis EM4, cacing Lumbricus Rubellus dan campuran keduanya. 33