pengaruh musik terhadap produktivitas perusahaan furniture nova

advertisement
PENGARUH MUSIK TERHADAP PRODUKTIVITAS
PERUSAHAAN FURNITURE
(Studi Kasus: UD. Wanamulya, Desa Dagen, Karanganyar)
Skripsi
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
NOVA APRIYANA
I 1304025
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
DAFTAR ISI
IV-1
hal
ABSTRAK................................................................................................................. vi
ABSTRACT.............................................................................................................. . vii
KATA PENGANTAR............................................................................................... viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL...................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………….........
I-1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………………
I-2
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………. I-2
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………….. I-3
1.5 Batasan Masalah……………………………………………….........
I-3
1.6 Asumsi penelitian..………………………………………………….
I-3
1.7 Sistematika Penulisan………………………………………………. I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Data Umum Perusahaan...............................................……………. II-1
2.1.1
Visi dan Misi UD WANAMULYA .……………………
2.1.2
Sejarah dan Perkembangan UD WANAMULYA …..….
II-1
II-1
2.1.3
Jenis Produk……………………………………………..
II-2
2.2. Landasan Teori............................................................…………….
II-2
2.2.1
Pengertian Ergonomi...............………………………….
2.2.2
Ergonomi dan Pengaruhnya dalam Pekerjaan…………..
II-2
II-3
2.2.3
Kelelahan………….………………………………..…..
II-4
2.2.4
Bunyi............................................................…….………
II-6
2.2.5
Telinga Manusia dan Pendengaran ……………………..
II-7
2.2.6
Kebisingan.....................................................…………...
II-9
2.2.7
Sumber-sumber Bising………………………………….
II-10
2.2.8
Pengukuran Tingkat Kebisingan ………………………
II-11
IV-2
2.2.9
Pengaruh Kebisingan ………...................................….
2.2.10
Rencana dan Langkah Pengendalian
II-13
Kebisingan di Tempat Kerja ….................................…..
II-14
2.2.11
Musik...................................................................………..
II-16
2.2.12
Pengertian Musik.................…………………………….
II-16
2.2.13
Musik Pada Manusia.......................................................
II-17
2.2.14
Musik dan Pengaruhnya Dalam Pekerjaan …..................
II-19
2.2.15
Penyajian Musik…………………………………………
II-20
2.2.16
Semangat Kerja …………………..……………………..
II-20
2.3. Peta Proses Operasi atau Operation Process Chart (OPC)..................
II-23
2.3.1
Definisi Peta Proses Operasi ….………….…………….. II-23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tahap Studi Pendahuluan………………………………………….
III-2
3.1.1
Perumusan masalah……………………………………
III-2
3.1.2
Tujuan Penelitian..……………………………………..
III-2
3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data……………………..
III-2
3.2.1
Pengumpulan Data Produktivitas................................. III-2
3.2.2
Membandingkan produktivitas tanpa musik dan
produktivitas dengan musik............…………..………… III-3
3.3 Tahap Analisis ...................................………………………….
III-3
3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran…………………………………….
III-3
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data………………………………………………….. IV-1
IV-3
4.1.1
Alur Proses Produksi………………………………………
4.1.2
Data Karyawan……………………………………………
IV-
4.2 Pengolahan Data…..………………………………………………..
IV-3
IV-1
3
4.2.1
Perhitungan Waktu Produksi.............................................. IV-3
4.2.2
Perbandingan Produktivitas Tanpa Musik dan
Dengan Musik....................................................................
IV-5
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1 Analisis Perbandingan Produksi Awal dan Produksi akhir....................
V-1
5.1.1.
Analisis Waktu Proses dan Jumlah Kursi……………………
V-1
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan………………………………………………………….
VI-1
6.2 Saran………………………………………………………………...
VI-1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran A : Produk Kursi Kobra UD.Wanamulya
ABSTRAK
Nova Apriyana, NIM : I 1304025, PENGARUH MUSIK TERHADAP
PRODUKTIVITAS PERUSAHAAN FURNITURE (Studi Kasus: UD.
IV-4
Wanamulya, Desa Dagen, Karanganyar), Skripsi, Surakarta : Jurusan
Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, April 2010.
Pekerjaan pembuatan furniture di UD.Wanamulya merupakan
pekerjaan yang monoton. Pekerjaan monoton adalah pekerjaan yang
berulang dan terpusat pada beberapa kegiatan yang tidak luas
jangkauannya. Pekerjaan monoton seperti ini dapat menyebabkan
timbulnya
kelelahan
yang
berakibat
menurunnya
produktivitas
perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah ada
pengaruh dari musik terhadap tingkat produktivitas perusahaan saat
melaksanakan pekerjaan pembuatan furniture. Adapun jenis musik yang
diteliti terdiri dari dua jenis musik yaitu musik pop musik dangdut dan
yang dibandingkan juga dengan produktivitas tanpa musik. Pekerjaan
yang menjadi obyek penelitian ini adalah pekerjaan pembuatan kursi
kobra di UD.Wanamulya.
Hasil penelitian tingkat produktivitas sebelum mendengarkan
musik di UD.Wanamulya diketahui bahwa waktu baku dalam pembuatan
kursi 13 jam 41 kursi dan jumlah kursi yang dapat terselesaikan selama
empat hari sebanyak satu buah, setelah mendengarkan musik pop di
UD.Wanamulya diketahui bahwa waktu baku dalam pembuatan kursi 14
jam 30 menit dan jumlah kursi yang dapat terselesaikan selama empat
hari sebanyak satu kursi, dan setelah mendengarkan musik dangdut di
UD.Wanamulya diketahui bahwa waktu baku dalam pembuatan kursi 12
jam 04 menit dan jumlah kursi yang dapat terselesaikan selama empat
hari sebanyak dua kursi.
Kata kunci : waktu baku, produktivitas, pekerjaan monoton, jenis musik
xiv+43 halaman; 6 gambar; 6 tabel; 1 lampiran
Daftar pustaka: 17(1979 – 2009)
IV-5
ABSTRACT
Nova Apriyana, NIM: I 1304025, INFLUENCE OF MUSIC ON
THE COMPANY FURNITURE PRODUCTIVITY (Case Study: UD.
Wanamulya, Dagen Village, Karanganyar), Thesis, Surakarta: Industrial
Engineering Department, Sebelas Maret University, April 2010.
Furniture making taks in UD.Wanamulya is a monotone taks.
Monotony task is monotonous and concern on several activities that are
not wider scope. Monotony of a taks like this can cause the fatigue that
result in decreasing productivity of the company. The purpose of this
study was to determine whether there was an effect of music on the level
of productivity of the company when carrying out the furniture making
taks. The music that investigated consists of two types music that is
dangdut music, and pop music are compared also with productivity
without music. The taks to be the object of this research is making kobra
seats jobs in UD.Wanamulya.
Results of research productivity level before listening music in
UD.Wanamulya known that the time to making the seats 13 hours 41
minutes and the number of seats that can be resolved during the four days
of a one seats, after listening pop music in UD.Wanamulya known that the
time to making seats 14 hours 30 minutes and the number of seats that can
be resolved during the four-day total of one seats, and after listening
dangdut music in UD.Wanamulya known that the time to making the
seats 12 hours 04 minutes and the number of seats that can be resolved
over four days by the two seats.
Keywords: standard time, productivity, monotonous work, kind of music
IV-6
xiv+43 pages; 6 figures; 6 tables; 1 appendix
Bibliography: 17(1979 – 2009)
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan latar
belakang, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat bekerja tanpa
mendengarkan
selengkapnya
musik
mengenai
dengan
mendengarkan
hal–hal
yang mendasari
musik.
Uraian
penelitian akan
dijelaskan secara rinci dalam sub bab berikut ini.
1.1
LATAR BELAKANG
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan
mencapai hasil yang optimal apabila lingkungan kerjanya mendukung.
Kondisi kualitas lingkungan yang baik akan memberikan rasa nyaman
dan sehat yang mendukung kinerja dan produktivitas manusia (A. Hedge
dan M. Navai, 2003 ).
Pekerjaan manusia dalam suatu perusahaan akan sangat berpengaruh
terhadap produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Dalam pekerjaan yang
dilakukan secara manual, manusia memegang peran utama yang akan menentukan
output pekerjaan tersebut. Pada umumnya pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan
manusia bersifat monoton, dimana pekerjaan tersebut dilakukan secara berulang
dan terus menerus tanpa adanya variasi. Pekerjaan yang dilakukan secara monoton
akan mengakibatkan kelelahan secara psikologis. Kelelahan akan mengakibatkan
pekerja mengalami perlemahan aktivitas, perlemahan motivasi dan kelelahan fisik
akibat psikologis (Sutalaksana, 1979).
Kondisi tersebut dapat menyebabkan turunnya semangat kerja manusia yang
dapat berakibat pada menurunnya produktivitas perusahaan secara keseluruhan.
Pada pekerjaan yang melibatkan proses fisik, kondisi ini bisa menyebabkan stres
kerja dan berkuranganya semangat kerja dalam melakukan pekerjaan. Hal ini akan
IV-7
mengakibatkan masalah dalam perusahaan jika pekerjaan itu membutuhkan
semangat kerja dan konsentrasi tinggi misalnya pekerjaan pembuatan furniture.
UD.WANAMULYA termasuk perusahaan yang bergerak dibidang
industri pembuatan furniture. Produk yang dihasilkan antara lain: meja, kursi, dan
lemari. Pembuatan produk tersebut saat ini masih dilakukan secara manual,
sehingga perusahaan memerlukan banyak tenaga kerja. Untuk itu perusahaan
perlu memikirkan kualitas lingkungan kerja yang mendukung produktivitas kerja.
Persaingan antar perusahaan yg semakin ketat, khususnya pada industri
furniture menuntut pekerjaan di UD. Wanamulya membutuhkan semangat kerja
dan konsentrasi tinggi agar dapat menghasilkan produk dengan kualitas baik. UD.
Wanamulya memiliki 18 karyawan pada bagian produksi, jam kerja di UD.
Wanamulya selama 7 jam dengan waktu istirahat 30 menit dalam satu hari.
Berdasarkan jumlah karyawan dan jam kerja tersebut,
UD.Wanamulya
memiliki standar dalam menyelesaikan satu buah kursi selama 13 jam sehingga
dapat memenuhi permintaan pasar sebanyak 13-15 kursi setiap bulannya. Tingkat
produktivitas di UD.Wanamulya saat ini masih rendah, hal ini ditandai dengan
memproduksi satu buah kursi selama 13 jam 26 menit sehingga tidak dapat
memenuhi standar yang telah ditetapkan perusahaan.
Salah satu usaha untuk meningkatkan produksinya adalah dengan
penggunaan musik selama bekerja. Penelitian mengenai pengaruh musik
terhadap produktivitas telah diteliti oleh Budi Purnomo (2003) yang
menghasilkan bahwa penggunaan musik di lingkungan kerja dapat
mengurangi pengaruh suara yang mengganggu dengan tujuan agar
pekerja merasa lebih rileks dalam melakukan pekerjaan yang berdampak
pada meningkatnya produktivitas kerjanya.
Untuk itu dalam penilitian ini akan dilakukan penggunaan musik
terhadap produktivitas pembuatan kursi di UD.Wanamulya.
1.2
PERUMUSAN MASALAH
IV-8
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan pada
sub bab sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini mengetahui jenis
musik
apakah
yang
menghasilkan
produktivitas
terbesar
di
UD.WANAMULYA ?
1.3
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah menentukan jenis musik yang
diperdengarkan untuk meningkatkan produktivitas pembuatan kursi di
UD.WANAMULYA.
1.4
MANFAAT PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat yang
diharapkan adalah perusahaan mengetahui dalam menentukan jenis
musik
apakah
yang
menghasilkan
produktivitas
terbesar
di
UD.Wanamulya.
1.5
BATASAN PENELITIAN
Agar tujuan dalam studi lapangan ini tercapai, maka diperlukan batasan-
batasan :
1. Jenis musik yang diteliti pengaruhnya adalah musik pop dan dangdut.
2. Waktu penelitian untuk satu jenis musik adalah empat hari.
1.6
ASUMSI PENELITIAN
Asumsi
penelitian
diperlukan
untuk
menyederhanakan
kompleksitas permasalahan yang diteliti. Asumsi-asumsi yang digunakan
adalah:
1. Karyawan bekerja secara normal dan wajar seperti biasanya.
2. Pembacaan alat ukur selama pengambilan data valid.
3. Semua peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan mendukung
pelaksanaan penelitian.
IV-9
1.7
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan
penyelesaian masalah dalam penelitian dan isi pokok dari laporan Tugas
Akhir ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan adalah sebagai
berikut:
Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan gambaran singkat mengenai penelitian yang
dilakukan yang diuraikan dalam bentuk latar belakang penelitian, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi-asumsi
yang digunakan dalam penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi studi literatur yang mendukung penelitian. Studi literatur
tersebut antara lain berupa buku, jurnal, hasil-hasil penelitian terdahulu maupun
artikel-artikel yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab ini berisi langkah-langkah pemecahan masalah dalam penelitian yang
dilakukan. Tahap-tahap penelitian dimulai dari tahap studi literatur, tahap
pengumpulan dan pengolahan data, tahap analisis hingga tahap penarikan
kesimpulan dan saran. Uraian secara terperinci mengenai masing-masing tahap
terdapat pada bab ini. Dalam bab ini juga diuraikan langkah-langkah dalam
melakukan penelitian.
Bab IV : Pengumpulan dan Pengolahan Data
Bab ini membahas mengenai proses pengumpulan dan pengolahan
data hasil perbandingan produktivitas kursi sebelum mendengarkan
IV-10
musik dengan setelah mendengarkan musik. Proses pengambilan data
penelitian dan waktu penelitian akan dibahas secara rinci dalam bab ini.
Bab V : Analisis dan Interpretasi Hasil
Bab ini membahas mengenai analisis hasil pengolahan data dan
interpretasi hasil penelitian.
Bab VI : Kesimpulan dan Saran
Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan
kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya. Bab ini juga
menguraikan saran dan masukan bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi konsep-konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan. Dengan demikian analisis tidak akan meluas ke
arah yang tidak sesuai dengan topik. Hal ini untuk menghindari
subyektivitas peneliti dan hanya didasarkan cara berpikir yang obyektif.
2.1. DATA UMUM PERUSAHAAN
2.1.1. Visi dan Misi UD WANAMULYA
1. Visi
Menjadi home industri pembuatan kerangka dan perakitan furniture
yang maju didaerah jawa tengah dan karanganyar khususnya
2. Misi
a. Membuat furniture bermutu dengan citra merek yang kuat dan harga
yang lebih bersaing dibanding produk kompetitor lainnya.
b. Dengan senantiasa berlandaskan falsafah dan nilai-nilai perusahaan
mengabdi untuk membangun sebuah organisasi kelas satu yang secara
IV-11
konsisten memberikan nilai tambah kepada konsumen pelanggan dan
karyawan.
2.1.2. Sejarah dan Perkembangan UD WANAMULYA
UD WANAMULYA berawal dari usaha keluarga yang dirintis oleh
bapak Wana pada tahun 1983. Perusahaan itu berlokasi di Desa Dagen Rt
01 Rw 10, kelurahan Dagen, kecamatan Jaten, Karanganyar untuk
memeproduksi kerangka meja atau kursi saja.
Perkembangan perusahaan setelah dipegang oleh generasi kedua
dalam melakukan pengembangan baik dalam wilayah pasar, produk
maupun kualitas membuat perusahaan dalam waktu singkat mampu
menambah
jumlah
produksi
sehingga
meningkatkan
pendapatan
perusahaan tersebut. Setelah dipegang oleh bapak Sunarto kemudian
perusahaan itu berganti nama menjadi UD WANAMULYA dengan
jumlah karyawan saat ini sebanyak 21 orang
2.1.3. Jenis Produk
UD
WANAMULYA
memproduksi
produk
furniture
berupa
pembuatan kerangka meja, lemari atau kursi pada khususnya, UD
WANAMULYA juga sanggup melayani pembuatan furniture hingga
menjadi produk jadi kerena pada perusahaan tersebut juga tersedia
stasiun finishing dan perakitan yang didukung tenaga kerja ahli dalam
bidang tersebut.
2.1. LANDASAN TEORI
2.2.1. Pengertian Ergonomi
Ergonomi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu ergos yang
berarti kerja dan nomos yang berarti hukum alam. Definisi dari kata ergonomi
sangat bermacam-macam. Menurut Sutalaksana (1979), ergonomi adalah suatu
cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai
IV-12
sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja
sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu
mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif aman dan
nyaman.
Manfaat dan tujuan penerapan ilmu ini untuk mengurangi
ketidaknyamanan pada saat bekerja. Dengan demikian ergonomi berguna
sebagai media pencegah terhadap kelelahan kerja sedini mungkin
sebelum nantinya berakibat kronis yang fatal. Di Amerika istilah ini lebih
dikenal sebagai Human Factors Engineering atau Human Engineering.
Demikian pula ada banyak istilah lainnya yang secara praktis mempunyai
maksud yang sama seperti Biomechanis, Bio-technology, Engineering
Psychology atau Arbekswissensscbaft (Jerman) (Nurmianto 1996).
Dengan demikian terlihat jelas bahwa ergonomi adalah suatu
keilmuan
yang
multidisiplin,
karena
disini
akan
mempelajari
pengetahuan dan ilmu kehayatan (kedokteran, biologi), ilmu kejiwaan
(psichologi) dan kemasyarakatan (sosiologi). Pada prinsipnya disiplin
ergonomi akan mempelajari apa akibat-akibat jasmani, kejiwaan dan
sosial, teknologi dan produk terhadap manusia melalui interaksi manusia
dengan teknologi dan produknya, sehingga dimungkinkan rancangan
sistem manusia-mesin yang optimal.
Ergonomi adalah ilmu yang memanfaatkan informasi mengenai sifat,
kemampuan dan keterbatsan manusia untuk merancang sistem kerja. Aplikasi
ergonomi dapat dilaksanakan dengan prinsip pemecahan masalah, dimana tahap
awal adalah identifikasi masalah yang sedang dihadapi. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengumpulkan sebanyak mungkin informasi. Langkah selanjutnya adalah
menentukan prioritas masalah; masalah yang paling mencolok harus ditangani
lebih dahulu. Ergonomi sendiri mencakup :

Anthropometri

Ruang iklim
IV-13

Display

Biomekanik

Fisiologi
2.2.2. Ergonomi dan Pengaruhnya dalam Pekerjaan
Memasuki era perdagangan bebas, setiap perusahaan dituntut untuk dapat
selalu meningkatkan daya saingnya agar bisa tangguh menghadapi persaingan.
Oleh karena itu diperlukan kemampuan pengelolaan sumber daya perusahaan
secara efisien dan efektif agar dapat memberikan hasil maksimal bagi perusahan.
Usaha untuk mengelola perusahaan dengan baik, terutama untuk perusahaan skala
kecil dan menengah antara lain dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Sedangkan produktivitas tenaga kerja perusahaan dapat meningkat apabila kondisi
dan suasana kerja mendukung. Untuk itulah diperlukan penerapan ergonomidalam
merancang sistem kerja dan lingkungan kerja.
Penerapan prinsip-prinsip ergonomi secara tepat pada perusahaan akan
menghasilkan manfaat-manfaat antara lain:
a. Meningkatkan unjuk kerja, seperti: menambah kecepatan kerja, ketepatan,
keselamatan, mengurangi energi serta kelelahan yang berlebihan.
b. Mengurangi waktu, biaya pelatihan dan pendidikan.
c. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan
keterampilan yang diperlukan.
d. Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan
peralatan yang disebabkan kesalahan manusia.
e. Meningkatkan kenyamanan karyawan dalam bekerja.
Bila kelima kondisi tersebut dapat tercapai, maka efisiensi dan
produktivitas kerja perusahaan akan meningkat.
2.2.3. Kelelahan
Kelelahan menurut Sutalaksana (1979) merupakan suatu pola yang timbul
pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu yang telah
tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Pada dasarnya pola ini
IV-14
ditimbulkan oleh dua hal, yaitu akibat kelelahan fisiologis (fisik dan kimia) dan
akibat kelelahan psikologi (mental atau fungsional). Hal ini bisa bersifat subyektif
(akibat perubahan performansi) dan bisa bersifat subyektif (akibat perubahan
dalam perasaan dan kesadaran).
Kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya
perubahan-perubahan fisiologis dalam tubuh. Dalam tubuh manusia terdapat lima
macam mekanisme yaitu sistem peredaran, sistem pencernaan, sistem otot, sistem
syaraf dan sistem pernapasan. Kerja fisik yang kontinu akan berpengaruh pada
mekanisme di atas baik secara sendiri-sendiri maupun sekaligus. Kelelahan terjadi
karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah. Produkproduk sisa ini mempengaruhi aktivitas otot dan sistem syaraf pusat yang
menyebabkan manusia bekerja dengan lambat saat lelah.
Gambar 2.1. Kecepatan konsumsi oksigen sebelum, selama dan sesudah bekerja
Kelelahan psikologis dapat dikatakan sebagai kelelahan palsu. Kelelahan
ini timbul dalam perasaan orang yang bersangkutan dan terlihat dengan tingkah
lakunya atau pendapat-pendapatnya yang tidak konsekwen lagi serta jiwanya yang
labil dengan adanya perubahan, walaupun sedikit, dalam kondisi lingkungan atau
kondisi tubuhnya. Sebab-sebab kelelahan ini bisa diakibatkan oleh beberapa hal,
diantaranya kurang minat dalam pekerjaan, pekerjaan yang monoton, keadaan
lingkungan, hukum moral yang mengikat, sebab-sebab mental seperti tanggung
jawab, kekuatiran, dan konflik-konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan
terkumpul dalam tubuh (benak) dan menimbulkan rasa lelah.
Keadaan dan perasaan kelelahan ini timbul karena adanya reaksi
fungsionil dari pusat kesadaran, yaitu cortex cerebri yang bekerja atas pengaruh
IV-15
dua sistem antgonistik, yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak
(aktivasi). Sistem penghambat ini terdapat dalam thalamus dan bersifat
menurunkan kemampuan manusia untuk bereaksi. Sistem penggerak terdapat
dalam formatio retikolaris, yang bersifat dapat merangsang pusat-pusat vegetatif
untuk konversi ergotropis dari peralatan-peralatan tubuh ke arah bereaksi. Kedua
sistem ini sangat mempengaruhi keadaan seseorang pada suatu saat tertentu.
Demikian juga kerja yang monoton bisa menimbulkan kelelahan walaupun
mungkin beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini disebabkan karena sistem
penghambat lebih kuat dibandingkan sistem penggerak.
Gambar 2.2. Sistem penghambat dan penggerak kelelahan
Gejala-gejala atau perasaan kelelahan ditandai dengan:
1. Adanya perlemahan kegiatan, antara lain: perasaan berat di kepala, menjadi
lelah seluruh badan, kaki terasa berat, menguap, pikiran merasa kacau,
mengantuk, mata terasa berat, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak
seimbang dalam berdiri dan merasa ingin berbaring.
2. Adanya perlemahan motivasi, antara lain: merasa sulit berpikir, lelah
berbicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai
perhatian terhada sesuatu, cenderung untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas
terhadap sesuatu, tidak mengontrol sikap dan tidak dapat tekun dalam
pekerjaan.
3. Kelelahan fisik akibat psikologis, antara lain: sakit kepala, kekakuan bahu,
merasa nyeri di punggung, pernapasan merasa tertekan, haus, suara serak,
IV-16
merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan dan
merasa kurang sehat.
Kelelahan dalam bekerja baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikologis
dapat dikurangi dengan beberapa cara dibawah ini, antara lain:
1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input bagi tubuh.
2. Bekerja dengan menggunakan metode kerja yang baik.
3. Memperhatikan kemampuan tubuh.
4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur antara lain dengan melakukan
pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya, masa
libur, rekreasi dan lain-lain.
5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperature, kelembaban,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau atau wangi-wangian
dan lain-lain.
6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat
kerja, misalnya dengan menggunakan warna dan dekorasi ruangan kerja,
menyediakan musik, menyediakan waktu-waktu olah raga dan sebagainya.
2.2.4. Bunyi
Bunyi adalah fenomena fisis berbentuk gelombang longitudinal
yang merambat melalui medium sehingga sampai ke telinga mengikuti
garis lurus kecuali ada peredam atau dialihkan arahnya (Halliday dan
Resnick, 1978). Mediumnya dapat berupa zat padat, cair dan gas. . Kualitas
bunyi akan sangat ditentukan oleh intensitas dan frekuensi bunyi.
Frekuensi mengacu pada tinggi nada, tinggi atau rendahnya kualitas
suara dan diukur dalam satuan Hz, yang menyatakan jumlah daur per
detik dimana gelombang bergetar. Semakin tinggi suatu nada semakin
cepat
getarannya,
semakin
rendah
suatu
nada
semakin
lambat
getarannya. Telinga normal dapat menangkap bunyi yang memiliki
frekuensi 16 – 20000 Hz. Ambang pendengaran manusia bervariasi,
bergantung pada kebudayaan dan lingkungan. Amplitudo bunyi
diperoleh dengan mengukur sound pressure level (SPL). Range SPL untuk
IV-17
manusia adalah 0.00002 N/m2 hingga 20 N/m2. Skala linear ini akan
menimbulkan masalah.
Oleh karena
itu diperlukan suatu skala
logarithmic (skala desibel) digunakan untuk menunjukkan intensits
bunyi. Desibel ini merupakan ukuran dari intensitas atau kerasnya bunyi.
Decibel (dB) merupakan skala unit tanpa dimensional berhubungan
dengan logaritma dari rasio dari level tekanan bunyi yang terukur ke level
yang direkomendasikan (biasanya diambil sebagai ambang batas
pendengaran). Perbedaan nyata yang terkecil dalam intensitas antara dua
bunyi adalah sekitar 1 dB. Rasa nyeri pada kepala terjadi pada intensitas
suara mulai 120 dB.
Ciri lain dari bunyi adalah warna nada (timbre), yaitu cirri suara
atau instrumen yang membedakannya dari yang lain-lain tanpa
membedakan tinggi atau intensitasnya. Tidak ada skala ilmiah untuk
mengukur warna nada, meskipun warna nada terutama merupakan
fungsi bentuk gelombang. Istilah-istilah subyektif yang mirip dengan
istilah rasa (“kaya”, “hidup”, “hambar”, “pengap”, “cerah”) sering
digunakan untuk melukiskan warna nada. Rupa dan bentuk yang dapat
diciptakan oleh bunyi tidak terbatas dan dapat divariasi cukup dengan
mengubah tinggi nada, harmonic tone, dan bahan yang bergetar. Apabila
ditambahkan kord, hasilnya dapat menghasilkan sesuatu yang indah
2.2.5. Telinga Manusia dan Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau
tulang ke koklea. Telinga manusia merupakan saluran terbuka di bagian
luar, dan bersatu dengan tulang tengkorak. Di bagian dalam terdapat
gendang telinga atau membran timpani. Membran ini memisahkan
saluran telinga luar dengan bagian tengah. Telinga bagian tengah
dihubungkan dengan tenggorokan melalui corong eustachius, sehingga
IV-18
akan terjadi keseimbangan tekanan udara antara telinga bagian tengah
dengan udara luar.
Telinga bagian tengah mempunyai tiga tulang, yaitu tulang martil,
landasan, dan sanggurdi. Ketiga tulang ini membentuk rangkaian yang
melintang dalam telinga tengah tersebut. Rangkaian ini bersatu dengan
membran timpani. Pada bagian akhir telinga tengah, tulang sanggurdi
bersatu dengan membran, yang disebut dengan tingkap bundar. Tingkap
bundar ini menutupi telinga bagian dalam.
Telinga bagian dalam tersusun atas dua bagian penting, yaitu
rumah siput dan saluran gelung. Rumah siput merupakan saluran spiral
yang menyerupai rumah siput. Saluran ini berisi cairan dan permukaan
dalamnya merupakan tempat bermuara saraf. Ujung-ujung saraf sangat
peka oleh getaran yang ditimbulkan oleh cairan tersebut. Semua ujung
saraf ini menyatu membentuk saraf pendengar. Saraf ini menghubungkan
rumah siput dengan otak. Salu:an gelung terdiri dari tiga saluran yang
saling terkait, mempunyai peranan dalam menjaga keseimbangan.
Semua kegaduhan atau suara berisik pada dasarnya merupakan
getaran. Apabila suatu obyek bergetar di udara, maka secara mekanik
akan menggerakkan molekul-molekul udara. Sebagai akibat getaran oleh
obyek tertentu di udara atau oleh medium tertentu, maka timbullah
gelombang suara. Apabila gelombang suara sampai pada telinga kita,
maka gelombang suara ini akan masuk ke telinga bagian luar timpani.
Gelombang suara ini menggetarkan membran, dan kemudian tulang martil, dan
selanjutnya landasan dan sanggurdi ikut bergetar. Akhirnya tingkap
bundar ikut bergetar juga. Getaran ini akan menggetarkan cairan di dalam
rumah siput. Cairan yang bergetar menstimulasi ujung-ujung saraf.
Impuls dari ujung saraf ini diteruskan ke saraf pendengar di otak besar.
Kekhususan pola impuls ditentukan oleh pola gelombang suara yang
diterima. Otak besar menerima impuls ini kemudian menerjemahkannya
dan kita mempersepsikannya sebagai suara.
IV-19
Keseluruham proses mendengar tersebut merupakan proses yang
amat kompleks. Apabila ada gangguan dari salah satu rangkaian, maka
seseorang tidak akan dapat mendengar dengan baik. Bahkan apabila
gangguan sangat banyak, orang tidak dapat mendengar sama sekali atau
bahkan dapat menjadi tuli.
Kelainan/gangguan telinga dapat menyebabkan tuli konduktif dan
tuli sensorineural (perseptif). Tuli akibat bising (noise induced hearing loss)
ialah tuli yang disebabkan oleh bising yang cukup keras dalam jangka
awaktu yang cukup lama dan biasanya disebabkan oleh bising
lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan umumnya
terjadi pada kedua telinga.
Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Secara
khusus, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai
frekuensi.
Bising
yang
intensitasnya
85
dB
atau
lebih,
dapat
mengakibatkan kerusakan pada receptor pendengaran corti di telinga
bagian dalam.
2.2.6. Kebisingan
Polusi suara atau kebisingan dapat didefinisikan sebagai suara
yang tidak dikehendaki dan mengganggu manusia. (Lord, Gatley dan
Evensen, 1980; Magrad, 1982). Dikatakan tidak dikehendaki karena dalam
jangka panjang, bunyi-bunyian akan dapat mengganggu ketenangan
kerja, kesehatan dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan
kebisingan yang serius dapat mengakibatkan kematian. Semakin lama
telinga mendengar kebisingan, makin buruk pula dampak yang
diakibatkan. (Sutalaksana, 1979), secara psikologis, “ Bising adalah suara
yang tidak dikehendaki “. Bising dapat dibedakan menjadi beberap jenis
yaitu : Bising “steady”, “fluctuating”, “intermitted”, serta “implusive” .
Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah kerusakan
pada indera-indera pendengaran, yang menyebabkan ketulian atau
IV-20
kehilangan
pendengaran.
Kebisingan
berdampak
terhadap
fungsi
pendengaran, yaitu dapat menyebabkan kerusakan fisik permanen untuk
mendengar dan mungkin dapat menyebabkan hilangnya pendengaran.
Pemulihan pendengaran menjadi normal memerlukan waktu tergantung
dari intensitas dan tekanan kebisingan yang diterima karyawan.
Gangguan pendengaran dan keseimbangan juga dipengaruhi faktor usia
lebih dan 40 tahun, masa kerja lebih dan sembilan tahun, jam kerja lebih
dan delapan jam perhari, bekas perokok berat, serta kegemukan
2.2.7. Sumber-sumber Bising
Sumber bising dalam pengendalian kebisingan lingkungan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yakni:
1. Bising Interior
Adalah bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga atau
mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi,
alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin
yang ada digedung tersebut seperti kipas angin, motor kompresor
pendingin, pencuci piring dan lain-lain.
2. Bising Eksterior
Adalah bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut,
maupun udara, dan alat-alat konstruksi. Dalam dunia industri jenis
jenis bising yang sering dijumpai antara lain meliputi:
a. Bising kontinyu dengan jangkauan frekuensi yang luas. Misalkan
suara yang ditimbulkan oleh mesin bubut, mesin frais, kipas angin,
dan lain-lain.
b. Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang sempit. Misalkan
bising yang dihasilkan oleh suara mesin gergaji, katup gas, dan
lain-lain.
IV-21
c. Bising terputus-putus (intermittent). Misal suara lalu lintas, suara
kapal terbang.
d. Bising impulsive seperti pukulan palu, tembakan pistol, dan lainlain.
Sifat suatu kebisingan ditentukan oleh intensitas suara, frekuensi
suara, dan waktu terjadinya kebisingan. Ketiga faktor diatas juga dapat
menentukan tingkat gangguan terhadap pendengaran manusia. Apabila
pada suatu kebisingan, intensitas suaranya semakin tinggi maka
kebisingan tersebut semakin keras. Kebisingan yang mempunyai
frekuensi tinggi lebih berbahaya daripada kebisingan dengan frekuensi
lebih rendah.
Dan semakin lama terjadinya kebisingan disuatu tempat, semakin
besar akibat yang ditimbulkannya. Disamping itu juga terdapat faktor lain
yang perlu diperhatikan dalam melakukan studi tentang kebisingan,
faktor tersebut berupa bentuk kebisingan yang dihasilkan, berbentuk
tetap/terus-menerus (steady) atau tidak tetap (intermittent).
Kerusakan
pendengaran
manusia
terjadi
karena
pengaruh
kumulative exposure dari suara diatas intensitas maksimal dalam jangka
waktu lebih lama dari waktu yang diijinkan untuk tingkat kebisingan
yang hersangkutan.
2.2.8. Pengukuran Tingkat Kebisingan
Sumber kebisingan di perusahaan biasanya berasal dan mesin-mesin untuk
proses produksi dan alat-alat lain yang dipakai untuk melakukan pekerjaan.
Sumber sumber tersebut harus diidentifikasi agar dapat dipantau sedini mungkin
dalam upaya mencegah dan mengendalikan pengaruh paparan kebisingan
terhadap pekerja yang terpapar. Dengan demikian penilaian tingkat intensitas
kebisingan di perusahaan secara umum dimaksudkan untuk beberapa tujuan yaitu:

Memperoleh data intensitas kebisingan pada sumber suara.
IV-22

Memperoleh data intensitas kebisingan pada penerima suara.

Menilai efektivitas sarana pengendalian kebisingan yang telah ada dan
merencanakan langkah pengendalian lain yang lebih efektif.

Mengurangi tingkat intensitas kebisingan baik pada sumber suara maupun
pada penerima suara sampai batas diperkenankan.

Membantu memilih alat pelindung dan kebisingan yang tepat sesuai dengan
jenis kebisingannya.
Tingkat tekanan suara dapat diukur dengan bantuan Sound Level Meter.
Untuk mengukur bunyi atau bising secara fisik dan untuk menghubungkan
pengukuran dengan reaksi subjektif manusia, sound level meter menyediakan
karakteristik tanggapan frekuensi yang berbeda-beda dengan memasukkan jalajala pembobot yang ditandai dengan A, B, dan C. Masing-masing jala pembobot
mewakili tingkat bunyi dan beberapa frekuensi tertentu. Gambar 2.3.
rnenunjukkan kurva respon relatif dan skala A, B, dan C serta respon karakteristik
ambang dengar telinga manusia. Dapat dilihat pada gambar bahwa skala C
memberi bobot yang hampir sama untuk semua frekuensi. Skala B dimaksudkan
untuk mewakili respon pendengaran manusia dalam intensitas sedang. Skala B
jarang digunakan. Skala yang paling sering digunakan adalah skala A. Standar
OSHA (Occupational Safety and Health Administration) menetapkan skala ini
untuk pengukuran batas tingkat kebisingan dalam kegiatan sehari-h1ani dan
Environmental Protection Agency (1974) memilih skala A sebagai skala yang
sesuai untuk mengukur tingkat kebisingan lingkungan. Ketiga skala A, B, dan C,
skala A paling mendekati untuk memperkirakan respon karakteristik pendengaran
manusia.
IV-23
Sumber: Jenson, 1978
Gambar 2.3. Karakteristik Respon Relatif Sound Level
Meter Skala A, B, C
Setelah intensitas dinilai dan dianalisis, selanjutnya hasil yang diperoleh
harus dibandingkan dengan standar yang ditetapkan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja sudah
melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan atau belum. Dengan
demikian akan dapat segera dilakukan upaya pengendalian untuk mengurangi
dampak pemaparan terhadap kebisingan tersebut. Nilai Ambang Batas kebisingan
di tempat kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.
51/MEN/1999 yang merupakan pembaharuan dan Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja No. O1IMEN/1978, besarnya rata-rata 85 db untuk batas waktu kerja terusmenerus tidak lebih dari 8 jam atau 40 jam seminggu. Besarnya NAB yang
ditetapkan tersebut sama dengan NAB untuk negara-negara lain seperti Australia
dan Amerika. Selanjutnya apabila tenaga kerja menerima pemaparan kebisingan
lebih dan ketetapan tersebut, maka harus dilakukan pengurangan waktu
pemaparan seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Batas Waktu Pemaparan Kebisingan Per Hari Kerja
Berdasarkan Intensitas Kebisingan yang Diterima Pekerja
IV-24
Catatan: Tidak boleh terpapar Iebih dari140 dB(A) walaupun
sesaat
Sumber: Kepmennaker No. 51 Tahun 1999
2.2.9. Pengaruh Kebisingan
Pengaruh
pemaparan
kebisingan
secara
umum
dapat
dikategorikan menjadi dua berdasarkan tinggi rendahnya intensitas
kebisingan
dan
lamanya
waktu
pemaparan.
Pertama,
pengaruh
pemaparan kebisingan intensias tinggi (diatas NAB) dan kedua, adalah
pengaruh pemaparan kebisingan intensitas rendah (di bawah NAB).
a. Pengaruh kebisingan intensitas tinggi
• Pengaruh pemaparan kebisingan intensitas tinggi adalah terjadinya
kerusakan pada indera pendengaran yang dapat menyebabkan
penurunan daya dengar baik yang bersifat sementara maupun bersifat
permanen atau ketulian. Sebelum terjadi kerusakan pendengaran yang
permanen, biasanya didahului dengan gangguan pendengaran yang
bersifat sementara.
IV-25
• Pengaruh kebisingan akan sangat terasa apabila jenis kebisingannya
terputusputus dan sumber kebisingannya tidak diketahui.
• Secara
fisiologis,
kebisingan
dengan
intensitas
tinggi
dapat
menyebabkan gangguan kesehatan seperti: meningkatnya tekanan
darah dan tekanan jantung, resiko serangan jantung meningkat, dan
gangguan pencernaan.
• Reaksi masyarakat, apabila kebisingan dari suatu proses produksi
demikian hebatnya sehingga masyarakat sekitarnya menuntut agar
kegiatan tersebut dihentikan.
b. Pengaruh kebisingan intensitas tingkat rendah
Tingkat intensitas kebisingan rendah banyak ditemukan di
lingkungan kerja seperti perkantoran, ruang administrasi perusahaan, dan
lain-lain. Intensitas kebisingan yang masih dibawah NAB tersebut secara
fisiologis tidak menyebabkan kerusakan pendengaran. Namun demikian,
kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja,
sebagai salah satu penyebab stres dan gangguan kesehatan lainnya. Stres
yang disebabkan karena pemaparan kebisingan dapat menyebabkari
terjadinya kelelahan dini, kegelisahan dan depresi. Secara spesifik stres
karena kebisingan tersebut dapat menyebabkan antara lain:
 Stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan
gangguan tidur.
 Gangguan reaksi psikomotor
 Kehilangan konsentrasi.
 Penurunan performansi kerja yang dapat menimbulkan kehilangan
efisiensi dan produktivitas kerja.
2.2.10. Rencana dan Langkah Pengendalian Kebisingan di Tempat
Kerja
Sebelum dilakukan langkah pengendalian kebisingan, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana pengendalian
IV-26
yang didasarkan pada hasil penilaian kebisingan dan dampak yang
ditimbulkan.
pendekatan
Rencana
melalui
pengendalian
perspektif
dapat
manajemen
diiakukan
resiko
dengan
kebisingan.
Manajemen resiko yang dimaksud adalah suatu pendekatan yang logik
dan sistemik untuk mengendalikan resiko yang mungkin timbul.
Langkah manajemen resiko kebisingan tersebut adalah:
• Mengidentifikasi surnber-sumber kebisingan yang berada di tempat
kerja.
• Menilai resiko kebisingan yang berakibat serius terhadap penyakit dan
cedera akibat kerja.
• Mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk mengendalikan atau
merninimasi resiko kebisingan.
Setelah rencana dibuat seksama, langkah selanjutnya adalah
melaksanakan rencana pengendalian kebisingan degan dua arah
pendekatan, yaitu pendekatan jangka pendek (short-term gain) dan
pendekatan jangka panjang (long-term gain) dari hirarki pengendalian.
Pada pengendalian kebisingan dengan orientasi jangka panjang, teknik
pengendaliannya secara berurutan adalah mengeliminasi sumber
kebisingan secara teknik, secara administratif, dan penggunaan alat
pelindung diri. Sedangkan untuk orientasi jangka pendek adalah
sebaliknya secara berurutan.
a. Eliminasi sumber kebisingan

Pada teknik eliminasi ini dapat dilakukan dengan penggunaan
tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat
diminimalkan.

Pada
tahap
tender
mesin-mesin
yang
akan
dipakai,
harus
mensyaratkan maksimum intensitas kebisingan yang dikeluarkan
dari mesin baru.
IV-27

Pada tahap pembuatan pabrik dan pemasangan mesin, konstruksi
bangunan harus dapat meredam kebisingan serendah mungkin.
b. Pengendalian kebisingan secara teknik

Pengendalian kebisingan pada sumber suara. Penurunan kebisingan
pada sumber suara dapat dilakukan dengan menutup mesin atau
mengisolasi mesin sehingga terpisah dengan pekerja. Teknik ini
dapat dilakukan dengan mendesain mesin memakai remote control.
Selain itu dapat dilakukan redesain landasan mesin dengan bahan anti
getaran. Namun demikian teknik ini memerlukan biaya yang sangat
besar sehingga dalam prakteknya sulit diimplementasikan.
 Pengendalian kebisingan pada bagian transmisi kebisingan. apabila
teknik pengendalian pada sumber suara sulit dilakukan, maka teknik
berikutnya adalah dengan memberi pembatas atau sekat antara mesin
dan pekerja. Cara lain adalah dengan menambah atau melapisi
dinding, plafon, dan lantai dengan bahan penyerap suara.
c. Pengendalian kebisingan secara administrative
Apabila teknik pengendalian secara teknik belum memungkinkan
untuk dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah merencanakan teknik
pengendalian , secara administratif. Teknik pengendalian ini lebih
difokuskan. pada manajemen
pemaparan. Langkah yang ditempuh
adalah dengan mengatur rotasi kerja antara tempat yang bising dengan
tempat yang lebih nyaman yang didasarkan pada intensitas kebisingan
yang diterima.
d. Pengendalian pada penerima atau pekerja.
Teknik
ini
merupakan
langkah
terakhir
apabila
teknik
pengendalian seperti yang telah dijelaskan diatas belum dimungkinkan
untuk dilakukan. Jenis pengendalian ini dapat dilakukan dengan
pemakaian alat pelindung telinga (tutup atau sumbat telinga). Menurut
Pulat (1992) pemakaian sumbat telinga dapat mengurangi kebisingan
sebesar 30 dB. Sedangkan tutup telinga dapat mengnrangi kebisingan
IV-28
sedikit lebih besar 40-50 dB. Pengendalian kebisingan pada penerima ini
telah banyak ditemukan di perusahaan-perusahaan, karena secara sekilas
biayanya relatif lebih murah. Namun demikian, banyak ditemukan
kendala dalam pemakaian tutup atau sumbat telinga seperti, tingkat
kedisplinan pekerja, mengurangi kenyamanan kerja, dan mengganggu
pembicaraan.
2.2.11. Musik
Kehidupan seseorang tidak akan pernah terlepas dari dunia musik.
Tentunya musik yang didengar tidak lewat begitu saja dari diri individu
karena musik mempunyai efek pada manusia yang dapat dihubungkan
dengan segala sesuatu seperti fisik, emotional, tingkah laku seseorang
pendidikan, imajinasi, kualitatif dan integratif
2.2.12. Pengertian musik
Musik adalah rangkaian nada dan ucapan serta dalam cita-cita.
Musik terjadi juga karena suara manusia atau alat musik. Sedangkan
Parasita, memberi pengertian musik adalah salah satu budaya dari
manusia yang lahir dari perasaan dan hasil ungkapan yang berbentuk
ucapan. Musik dapat menimbulkan suasana yang menyenangkan
sehingga seseorang akan hanyut oleh alunan suara musik. Menurut Kurth
(1995) merupakan kekuatan alam yang berada dalam manusia namun
kekuatan alam tersebut tidak mencerminkan alam luar. Maka musik tidak
merupakan semacam gambaran alam luar yang ditonjolkan dengan
bunyi-bunyi hasil ciptaan dari manusia.
2.2.13. Musik pada Manusia
Kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari irama, denyut
nadi dan detak jantung manusia pun memiliki irama khusus. Pada
manusia otak kanan memiliki peran yaitu mendengarkan musik,
IV-29
memanfaatkan paduan warna menarik, menciptakan aneka simbol baru,
belajar kelompok, teka-teki, humor, lelucon, dan kreativitas. Otak kanan
ini menunjukkan aktivitas kerja jika diperdengarkan musik. Otak kiri
berperan dalam aktivitas membaca, berhitung, membuat rangkuman,
mengerjakan PR, menganalisa, bernalar, dan menghafal. Otak akan
bekerja optimal bila kedua belahan otak digunakan secara bersama- sama,
otak kanan memiliki spesifikasi berfikir dan mengolah data seputar
perasaan mosi, seni, dan musik sementara otak kiri berfungsi mengolah
data seputar sains, bisnis, dan pendidikan. Penggunaan otak kiri
spesifikasi cara berpikir yang logis, sekuensial, linear dan rasional. Cirinya
yaitu sangat teratur, sangat tepat untuk memikirkan keteraturan dalam
berekspresi secara verbal, tulisan, membaca, penempatan data dan fakta.
Orang yang menggunakan otak kanannya bersifat acak, tidak teratur,
intuitif dan holistik. Ia mewakili cara berfikir non verbal seperti perasaan,
emosi, kesadaran spatial, penggunaan bentuk dan pola, musik, seni,
kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi. Jika kita hanya menggunakan
otak kiri sedangkan otak kanan tidak aktif maka mudah timbul perasaan
jenuh, bosan dan mengantuk.
Sebagian besar di antara kita menikmati mendengarkan musik tanpa
sepenuhnya
menyadari
pengaruhnya.
Apa
pun
tanggapan
kita,
musik
menghasilkan efek mental dan fisik. Musik memiliki beberapa manfaat yaitu :
1. Musik menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan.
Penggunaan musik di ruang tunggu dan ruang praktek dokter gigi dapat
menutupi suara bor dokter gigi dan mengurangi ketegangan pasien yang sedang
menjalani perawatan.
2. Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang otak
Memainkan musik di rumah, di kantor atau di sekolah dapat membantu
menciptakan keseimbangan dinamis antara belahan otak kiri yang lebih logis
dengan belahan otak kanan yang lebih intuitif. Kerja sama di antara kedua belahan
otak ini dianggap merupakan landasan suatu kreativitas.
3. Musik mempengaruhi pernapasan.
IV-30
Pernapasan bersifat ritmis. Dalam keadaan normal manusia bernapas
sebanyak dua puluh lima hingga tiga puluh lima kali dalam satu menit. Laju
pernapasan yang lebih dalam atau lebih lambat menimbulkan ketenangan, kendali
emosi, pemikiran yang lebih dalam, metabolisme yang lebih baik. Pernapasan
yang dangkal dan cepat dapat membawa ke pemikiran yang superfisial dan
terpecah-pecah, perilaku impulsif, dan kecenderungan untuk melakukan
kesalahan. Tempo musik yang lambat atau musik yang bunyinya lebih panjang
dan lebih lambat akan memperdalam dan memperlambat pernapasan sehingga
memungkinkan pikiran menjadi tenang.
4. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi dan tekanan darah.
Denyut jantung manusia menyesuaikan dengan bunyi dan musik yang
didengar. Denyut jantung menanggapi variabel-variabel musik seperti frekuensi,
tempo dan volume. Denyut jantung cenderung menjadi lebih cepat atau lebih
lambat menyamai ritme musik.
5. Musik mempengaruhi ketegangan otot dan memperbaiki gerak dan koordinasi
tubuh
Saraf pendengaran menghubungkan telinga dalam dengan semua otot
dalam tubuh melalui sistem syaraf otonom. Oleh karena itu kekuatan, kelenturan
dan ketegangan otot dipengaruhi oleh bunyi dan getaran. Pada tempat-tempat
pemulihan dan terapi musik digunakan secara luas untuk merestrukturisasi dan
mempola ulang gerakan-gerakan repetitif.
6. Musik mempengaruhi suhu badan.
Semua bunyi dan musik mempunyai pengaruh yang subtil terhadap suhu
tubuh dan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan panas
dan dingin. Musik dapat melakukan hal ini dengan mempengaruhi peredaran
darah, denyut nadi, pernapasan dan pengeluaran keringat.
7. Musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan stress.
8. Musik dapat meningkatkan produktivitas.
2.2.14. Musik dan Pengaruhnya Dalam Pekerjaan
Penyebab kelelahan akibat tidak ergonomisnya kondisi sarana,
prasarana dan lingkungan kerja merupakan faktor dominan bagi
IV-31
menurunnya atau rendahnya produktivitas kerja seseorang tenaga kerja.
Suasana kerja yang tidak ditunjang oleh kondisi lingkungan kerja yang
sehat antara lain adalah sebagai penyebab timbulnya kelelahan kerja.
Banyak dijumpai kasus kelelahan kerja sebagai akibat pembebanan kerja
yang berlebihan, antara lain irama kerja yang tidak serasi, pekerjaan yang
monoton dan kondisi tempat kerja yang tidak menggairahkan.
Musik perlu disediakan di tempat kerja bagi jenis pekerjaan yang
monoton dan pekerjaan tangan (manual work) yang berulang serta
pekerjaan lain yang memerlukan aktivitas mental. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi atau menghindari kebosanan, kelelahan dan kejenuhan
dalam bekerja.
Musik lembut dan sesuai dengan tempat, suasana dan waktu akan
membuat karyawan merasa senang bekerja dalam kantor. Mendengarkan
Musik sambil bekerja perlu memperhatikan pertimbangan berikut.
1. Musik yang dimainkan harus dapat menciptakan suasana nyaman
dalam bekerja.
2. Musik yang dimainkan mempunyai nilai bagi karyawan yang
bekerja secara fisik dan memberikan semangat kerja bagi karyawan
yang bekerja dengan sedikit kegiatan mental.
3. Musik yang terlalu bising akan merusak semangat kerja.
4. Musik yang bernada keras sebaiknya tidak diperdengarkan pada
pekerjaan yang menuntut banyak kegiatan mental dan tidak
diperdengarkan secara kontinyu.
5. Irama musik sebaiknya sedang saja, karena musik yang terlalu
lambat dapat menyebabkan kantuk, sedangkan irama yang terlalu
cepat dapat mengganggu dan menciptakan ketergesaan.
Musik dapat meningkatkan semangat kerja karena musik dapat
mempengaruhi perhatian dan kesiagaan seseorang, membangkitkan
perasaan bahagia dan dapat menambah perasaan puas terhadap
IV-32
pekerjaannya. Jadi dengan musik, semangat kerja yang meningkat maka
produktivitas kerja juga akan meningkat.
2.2.15. Penyajian Musik
Diambil
kesimpulan
bahwa
musik
manusia
yang
dapat
mengeluarkan Ada beberapa bentuk penyajian musik. Dalam hal ini
Kurth (1995), mengatakan bahwa penyajian musik dalam waktu yang
tepat dapat menimbulkan daya tarik terhadap musik sehingga dapat
menimbulkan kepuasan batin yang luar biasa dan timbul perasaan senang
dan gembira. Menyajikan musik sebagai pengiring kerja pada beberapa
penelitian menunjukan adanya peningkatan produksi. Jenis musik yang
diperdengarkan juga dapat mempengaruhi produktivitas karena secara
psikologis musik akan membuat karyawan berada pada kondisi yang
segar.
2.2.16. Semangat Kerja
Semangat kerja dalam organisasi sering dianggap oleh para
manajer sebagai suatu yang sudah lazim atau wajar, sehingga seringkali
kurang diperhatikan. Sering para manajer tidak mengetahui betapa buruk
keadaan semangat kerja karyawannya sampai para manajer akhirnya
menghadapi kasus yang serius seperti meningkatnya permohonan unfuk
pindah, absenteisme dan slowdown, bahkan sering terjadi pemogokan.
Faktor semangat kerja ini perlu diketahui oleh para pimpinan perusahaan
atau manajer karena penting artinya bagi keberhasilan suatu usaha.
Dikatakan penting bagi keberhasilan dalam suatu perusahaan karena
semangat
kerja
mempengaruhi
produktivitas
dan
prestasi
kerja
dikalangan karyawan.
Menurut Nitisemito (1992), semangat kerja adalah suatu kegiatan
melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga dengan demikian
pengerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan baik.
IV-33
Menurut Djui (1996), mengatakan bahwa ada 4 aspek yang
menunjukan bahwa seseorang tersebut mempunyai semangat kerja yang
tinggi. Keempat aspek tersebut adalah :

Kegairahan dan antusias
Secara tidak langsung kegairahan atau antusias menyatakan
sesuatu yang
berhubungan dengan motivasi yang tinggi. Jika
karyawan memiliki
kegairahan dalam bekerja maka itu berarti
bahwa karyawan tersebut
memiliki motivasi atau dorongan untuk
melakukan pekerjaan sebaik- baiknya

Kualitas untuk bertahan
Aspek ini secara tidak langsung menyatakan bahwa seseorang
yang
mempunyai semangat kerja yang tinggi maka orang tersebut
tidak mudah
putus asa dalam menghadapi kesukaran - kesukaran
yang timbul dalam
pekerjaannya. Ini berarti bahwa orang tersebut
mempunyai kekerasan hati
atau keyakinan dalam dirinya. Kekuatan
untuk melawan frustasi
(resistance to frustatiotr) Aspek ini
menunjukkan adanya kekuatan
seseorang
untuk
konstruktif walaupun sedang mengalami kegagalan
selalu
yang
ditemuinya dalam bekerja.

Semangat kelompok
Semangat
kelompok
karyawan.Dengan
berpikir sebagai "kami"
menggambarkan
hubungan
antar
adanya semangat kerja, karyawan akan lebih
daripada sebagai "saya". Mereka akan
saling tolong menolong dan tidak
saling
bersaing
untuk
menjatuhkan.
 Gejala - gejala Turunnya Semangat Kerja
Dengan adanya semangat kerja yang tinggi, maka perusahaan
banyak mendapatkan keuntungan, sebaliknya bila semangat kerja
karyawan turun berarti perusahaan tersebut banyak mendapatkan
IV-34
kerugian. Sebenarnya kerugian yang mungkin timbul dapat dikatakan
sebagai gejala – gejala turunnya semangat kerja.
Gejala - gejala turunnya semangat kerja penting diketahui oleh
setiap perusahaan karena dengan mengetahui tentang gejala - gejala
tersebut dapat diketahui sebab - sebab turunnya semangat kerja. Dengan
demikian perusahaan dapat mengambil tindakan tindakan pencegahan
seawal mungkin.
Menurut Nitisemito (1992.), gejala - gejala turunnya semangat kerja
antara lain adalah :

Turunnya produktivitas kerja
Seseorang karyawan yang semangat dan kegairahan kerjanya turun
cenderung malas dalam melaksanakan tugas - tugas, sengaja
menunda-nunda pekerjaan, mungkin juga memperlambat pekerjaan
dsb. Tingkat absensi yang tinggi Pada umumnya bila semangat malas
datang bekerja.

Labour turn over ( keluar masuknya karyawan ) yang tinggi
Bila dalam perusahaan tersebut terjadi tingkat labour turn over yang
tinggi, maka sebetulnya hal ini merupakan indikasi dari turunnya
semangat kerja. Keluar masuknya karyawan yang meningkat tersebut
terutama adalah disebabkan karena ketidaksenangan karyawan
bekerja pada perusahaan tersebut, sehingga untuk itu karyawan
mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih sesuai. Tingkat keluar
masuknya karyawan yang tinggi tersebut selain dapat menurunkan
produktivitas
juga
dapat
mengurangi
kelangsungan
jalannya
perusahaan.

Tingkat kerusakan yang tinggi
Indikasi lain yang menunjukkan turunnya semangat kerja adalah
bilamana ternyata tingkat kerusakan baik terhadap bahan baku,
barang jadi maupun peralatan yang dipergunakan meningkat.
Naiknya tingkat kerusakan tersebut sebetulnya menunjukkan bahwa
IV-35
perhatian dalam pekerjaan berkurang, terjadinya kecerobohan dalam
pekerjaan dsb. Dan ini semua manunjukkan bahwa semangat kerja
menurun.

Pemogokan
Faktor- faktor untuk meningkatkan Semangat Kerja Menurut.
Nitisemito (1992), untuk mengurangi gejala dan meningkatkan semangat
kerja dibutuhkan :
1. Gaji yang cukup
2. Memperhatikan kebutuhan rohani
3. Sesekali mendapatkan perhatian
4. Harga diri perlu mendapat perhatian
5. Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat
6. Berikan kesempatan pada mereka untuk maju
7. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu di perhatikan
8. Usahakan karyawan mempunyai loyalitas
9. Sesekali karyawan perlu diajak berunding
10. Pemberian intensif yang terarah
11. Fasilitas yang menyenangkan, mencakup musik
2.3. Peta Proses Operasi atau Operation Process Chart (OPC)
2.3.1. Definisi Peta Proses Operasi
Peta proses operasi adalah peta kerja yang menggambarkan urutan
kerja dengan jalan membagi pekerjaan tersebut ke dalam elemen-elemen
operasi secara detail. Di sini tahapan proses operasi kerja harus diuraikan
secara logis dan sistematis. Dengan demikian seluruh operasi kerja dapat
digambarkan dari awal sampai menjadi produk akhir, sehingga analisa
perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual maupun
urut-urutannya secara keseluruhan akan dapat dilakukan (Sritomo, 2006).
Menurut Sutalaksana (2006), peta proses operasi merupakan suatu
diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan
IV-36
dialami
bahan-bahan
baku
mengenai
urutan-urutan operasi
dan
pemeriksaan dari tahap awal sampai menjadi produk jadi atau komponen,
dan memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisis
lebih lanjut seperti waktu, material, tempat, alat, dan mesin yang
digunakan. Informasi-informasi yang diperoleh dari peta proses operasi
memiliki beberapa manfaat antara lain:
1. Mengetahui kebutuhan terhadap mesin dan anggarannya.
2. Memperkirakan
kebutuhan
terhadap
bahan
baku
dengan
memperhitungkan efisiensi tiap operasi dan pemeriksaan.
3. Menentukan tata letak pabrik.
4. Melakukan perbaikan cara kerja yang sedang digunakan.
5. Melatih cara kerja.
Standar pengerjaan Peta Proses Operasi adalah:
1. Pilih komponen pertama yang akan digambarkan, jika peta akan
digunakan sebagai dasar bagi sebuah jalur rakitan bagian yang
mempunyai komponen paling banyak sebaiknya dipilih pertama
kali, mulai dari sudut kanan kertas, catat operasi rakitan.
Komponen-komponen
yang
dibeli
dalam
keadaan
jadi
digambarkan dengan garis pendek ke kiri.
2. Jika semua operasi rakitan dan pemeriksaan pada bagian utama
sudah masuk, lanjutkan ke operasi fabrikasi, dalam urutan terbalik,
gambarkan garis mendatar pada bagian kanan atas peta ke kanan,
untuk menuliskan bahan baku, uraian tentang bahan langsung
dicatat pada garis tersebut yang dapat dibuat selengkaplengkapnya.
IV-37
3. Ke sebelah kanan dari lambang operasi, buat uraian operasi, waktu
penyelesain pekerjaan, dll.
4. Cirikan komponen terakhir pada operasi tersebut. Gambar garis
mendatar jauh ke kiri, tunjukkan dengan lingkaran 12 mm untuk
operasi dan segi empat untuk pemeriksaan dalam urutan terbalik
kearah atas. Masukkan nomor operasi dari lintasan produksi
tersebut.
5. Lanjutkan sampai semua komponen terselesaikan dipetakan, baik
komponen yang dibuat dan yang dibeli harus tercantum di dalam
peta.
6. Rakitan bagian digambarkan sedemikian rupa seperti cara pada
peta rakitan.
7. Periksa peta dengan dokumen barang dan lintasan produksi untuk
menjamin agar tidak ada bagian atau operasi yang luput.
Gambar 2.4. Operation Process Chart
IV-38
Peta proses operasi yang telah dipetakan dapat dianalisis untuk mengetahui
informasi-informasi yang diperlukan dari kegiatan kerja yang dilakukan. Analisis
yang perlu dilakukan terdiri dari hal-hal seperti di bawah ini:
1. Bahan-bahan
Semua alternatif dari bahan yang dipergunakan harus dipertimbangkan
supaya proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sesuai dengan fungsi,
realibilitas, pelayanan, dan waktunya.
2. Operasi
Semua pilihan yang mungkin terjadi dalam proses pengolahan,
pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya, serta
alat-alat dan perlengkapan yang digunakan perlu dipertimbangkan.
Perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan menghilangkan,
menggabungkan, merubah, atau menyederhanakan operasi-operasi yang
terjadi.
3. Pemeriksaan
Pemeriksaan perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas maupun kuantitas
suatu obyek untuk memenuhi standar atau ketentuan yang sudah ditetapkan
supaya produk tersebut dapat dikatakan baik atau memenuhi syarat. Pemeriksaan
dilakukan dengan melakukan teknik pengambilan sampel untuk mengetahui
kondisi suatu obyek atau produk.
4. Waktu
Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus mempertimbangkan
semua alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya penggunaan
perlengkapan-perlengkapan khusus.
Dari Peta Proses Operasi yang telah selesai terlihat bahwa pola aliran yang
tetap mulai terbentuk dan dengan sedikit imajinasi, tata letak akan mulai
IV-39
terbayang
oleh
perancang
fasilitas.
Peta
Proses
Operasi
juga
dapat
memperlihatkan komponen-komponen yang menimbulkan masalah terbesar
dalam perencanaan dan komponen yang tidak terlalu penting.
Selain itu Peta Proses Operasi juga akan menunjukkan bagian mana
yang erat kaitannya dengan yang lain dan dengan demikian harus dibuat
dalam wilayah yang berdekatan. Dilain pihak, Peta Proses Operasi akan
menjadi kurang berarti jika dibuat untuk produk yang mengandung
jumlah komponen yang besar.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Berikut adalah metodologi penelitian yang digunakan dalam
penyusunan penelitian ini :
IV-40
Mulai
Perumusan
Tahap
Studi
Tujuan Penelitian
Tanpa
Musik
Dengan
Musik
Pengumpulan Data
Produktivitas Awal
Pemutaran Musik (Pop
dan Dangdut)
Analisa Produktivitas
Awal
Pengumpulan Data
Produktivitas Akhir
Tahap
pengumpul
an dan
pengolahan
data
Perbandingan Produktivitaas
Tanpa Musik dan Dengan Musik
Tahap Analisa
Analisa
Kesimpulan dan
Tahap Kesimpulan dan
Selesai
Gambar 3.1.Metodologi penelitian pengaruh musik
Adapun urutan pemecahan masalah dalam penelitian ini secara
detail dijelaskan pada masing-masing tahap sebagai berikut :
3.1 Tahap Studi Pendahuluan
3.1.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan pada
sub bab sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini mengetahui jenis
musik
apakah
yang
menghasilkan
UD.WANAMULYA ?
3.1.2 Tujuan Penelitian
IV-41
produktivitas
terbesar
di
Tujuan penelitian ini adalah menentukan jenis musik yang
diperdengarkan untuk meningkatkan produktivitas pembuatan kursi di
UD.WANAMULYA.
3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pada tahap pengumpulan dan pengolahan data ini terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu :
3.2.1. Pengumpulan Data Produktivitas
 Tanpa musik
Pengumpulan data produktivitas awal dilakukan dengan menghitung
tingkat produktivitas kursi selama empat hari di UD.Wanamulya.
Sebelum mendengarkan musik dengan data alur proses produksi yang
diperlukan berupa peta proses operasi (OPC) maka dapat diketahui
waktu proses satu buah kursi. Selanjutnya adalah menganalisa apakah
waktu dan jumlah kursi tersebut sudah sesuai dengan standar yang
ditetapkan perusahaan.
 Dengan musik
Pada tahap ini, pertama dilakukan pemutaran musik pop dan musik
dangdut selama empat hari untuk setiap jenis musik di line produksi,
pemutaran musik ini bertujuan untuk mengetahui waktu proses
produksi dan jumlah kursi yang dapat dihasilkan selama empat hari
berdasarkan setiap jenis musik.
3.2.2. Membandingkan produktivitas tanpa musik dan produktivitas
dengan musik
Pada tahap ini dilakukan perbandingan tingkat produktivitas,
produktivitas yang dibandingkan yaitu antara produktivitas sebelum
mendengarkan musik, setelah mendengarkan musik pop, dan setelah
mendengarkan musik dangdut. Setelah tingkat produktivitas masingmasing diketahui, kemudian dilakukan pemilihan berdasarkan alasanIV-42
alasan yang dapat meningkatkan produktivitas perusahaan antara tanpa
musik, mendengarkan musik pop dan dengan mendengarkan musik
dangdut yang memiliki produktivitas sama atau lebih baik dari yang telah
ditetapkan perusahaan.
Alasan pemilihan produktivitas :

Waktu proses produksi yang tercepat dalam menyelesaikan
satu buah kursi.

Jumlah kursi terbanyak yang dapat dihasilkan selama empat
hari.
Peningkatan produktivitas terpilih ini yang selanjutnya akan
digunakan di UD.Wanamulya.
3.3 Tahap Analisa
Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap sub bab pada tahap
sebelumnya. Analisa tersebut antara lain adalah hal apa saja yang
mempengaruhi produktivitas karyawan di UD.Wanamulya setelah
mendengarkan musik.
3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran
Bagian ini menguraikan target pencapaian tujuan penelitian dan kesimpulan
yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya. Bab ini juga menguraikan
saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian yang telah dilakukan dan masukan
bagi penanggung jawab jenis pekerjaan yang sama.
Cara penarikan kesimpulan yang dilakukan pada penelitian di UD.Wanamulya
ini adalah:
 jika ada peningkatan produktivitas setelah penambahan fasilitas musik,
maka upaya peningkatan produktivitas dapat dikatakan berhasil.
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
IV-43
Bab ini membahas tentang proses pengambilan data dan dilanjutkan
dengan proses pengolahan data sesuai arahan metodologi pada bab sebelumnya.
4.1 Pengumpulan Data
4.1.1 Alur Proses Produksi
Proses produksi dari pembuatan kursi di UD.Wanamulya adalah sebagai
berikut :
1 Bahan baku yang digunakan berupa kayu jati yang telah dipersiapkan, kayu
jati tersebut dilakukan pengovenan terlebih dahulu sebelum digunakan.
2 Setelah kayu siap selanjutnya kayu jati dipotong sesuai dengan bentuk yang
dibutuhkan, kemudian diukur sesuai dengan bagian-bagian kursi yang akan
dikerjakan seperti sandaran kursi, kaki kursi, dan lain-lain.
3 Pembubutan merupakan tahap selanjutnya agar bentuk kayu sesuai seperti
yang diingankan. Pengukiran dilakukan jika bagian-bagian kursi telah
selesai dibubut, kemudian dilakukan tahap pengeleman dan pemakuan
sesuai dengan bagian-bagian kursi tersebut.
4 Perakitan sudah bisa dilakukan jika seluruh bagian-bagian kursi telah siap,
perakitan disini dilakukan dengan pemasangan baut, dan pemasangan besi
sambungan. Sebelum dilakukan pengecatan keseluruhan terlebih dahulu
dilakukan pendempulan dengan maksud agar tidak ada bagian kursi yang
bolong atau tidak rata.
5 Selanjutnya dilakukan proses pengecatan keseluruhan bagian kursi dengan
cat kayu, setelah pengecatan kursi maka pemasangan busa pada bagian
tangan kursi dan dudukan kursi dapat dilakukan.
6 Setelah busa kursi selesai dipasang, kemudian kursi dipernis agar cat pada
kayu lebih cerah dan lebih tahan lama. Tahap yang terakhir adalah inspeksi
untuk melihat apakah kursi tersebut layak dipasarkan atau tidak.
7 Setelah produk lolos inpeksi, maka untuk sementara ditaruh di tempat
penyimpanan sementara produk jadi (storage) sebelum dipasarkan.
IV-44
Alur proses pembuatan kursi di UD.Wanamulya digambarkan secara jelas
dengan Peta Proses Operasi (OPC) seperti dibawah ini :
PETA (satuan
PROSES
OPERASI
waktu dalam menit)
NAMA PROYEK
DIPETAKAN OLEH
TANGGAL DIPETAKAN
KAKI KURSI
:
:
:
KURSI KOBRA
NOVA APRIYANA
20 JANUARI 2010
TANGAN KURSI
kayu jati
DUDUKAN KURSI
SANDARAN KURSI
kayu jati
kayu jati
kayu jati
7,53
0-28 Pemotongan
kaki
6,33
0-19
Pemotongan
tangan
8,48
0-10
Pemotongan
dudukan
9,57
5,57
0-29
Pengukuran
kaki
5,13
0-20
Pengukuran
tangan
6
0-11
Pengukuran
dudukan
12,59
0-12
pembentukan
lebar,pjg&tebal
dudukan
pembentukan
lebar,pjg&tebal
tangan
12,32
0-30 pembentukan
lebar,pjg&tebal kaki
11,49
0-21
26,48
0-31
21,33
0-22 Pembubutan
tangan
Pembubutan kaki
19,57
0-32
Pengukiran
motif kaki
17,44
Pengeleman
10,27 0-33 kaki
Paku kayu
2,54
0-34
1,45
I-4
13,12
0-23
Pengeleman
tangan
9,10
0-2
Pengukuran
sandaran
14
0-3
Pembubutan
dudukan
22,36
0-4
0-14
Pengeleman
dudukan
52,38
0-5
0-24
pemakuan
tangan
0-15
pemakuan
dudukan
Paku kayu
Lem kayu
10
pembentukan
lebar,pjg&tebal
sandaran
Pembubutan
sandaran
Pengukiran
motif
sandaran
0-6
Pengeleman
sandaran
10,18
0-7
pemakuan
sandaran
1,45
I-1
12,24
0-8
16,12
Paku kayu
pemakuan
kaki
Diperiksa paku
&pengelemanya
0-35 Pembuatan
lubang baut
5,57
0-13
15,23
Paku kayu
Lem kayu
Pemotongan
sandaran
Lem kayu
Lem kayu
18,15
0-1
1,45
I-3
10,37
0-25
23,44
Besi
sambungan
Lem besi
5,15
0-26
0-27
Diperiksa paku
&pengelemanya
Pembuatan
lubang baut
13,12
Pembentukan
tempat besi
sambungan
Pemasangan
besi
sambungan
I-2
1,45
21,33
0-16
Besi
sambungan
Lem besi
5,47
Diperiksa paku
&pengelemanya
Pembuatan
lubang baut
Pembentukan
0-17 tempat besi
sambungan
0-18
Pemasangan
besi
sambungan
36,38
125,57
2
0-9
0-36
I-5
Diperiksa paku
&pengelemanya
Pembuatan
lubang besi
sambungan
Mengukur tmp
kayu sambungan
Dirakit
Dempul
12,45
0-37
68,39
0-38
Didempul
Dicat
Busa
ringkasan
KEGIATAN
OPERASI
PEMERIKSAAN
TOTAL
JUMLAH
WAKTU(JAM)
40
13,26
6
0,15
46
13,41
86,55
1.30
0-39
I-6
Pemasangan
busa
0-40
Dipernis
pernis
7,24
Gambar 4.1. OPC Proses Produksi Kursi Kobra di UD.Wanamulya
IV-45
4.1.2 Data Karyawan
UD.Wanamulya secara keseluruhan memiliki 21 karyawan, pada bagian line
produksi terdiri dari 18 karyawan. Perincian karyawan bagian prduksi dijelaskan
table berikut di bawah ini :
Tabel 4.1. Jumlah dan Tugas Karyawan Tiap Stasiun
Stasiun Karyawan
Tugas
pemotongan
4 Pemotongan bahan baku dan pembentukan bagian-bagian kursi
pengukuran
3 pengukuran bagian-bagian kursi, pembuatan lubang besi sambungan, dan mengukur tempat sambungan
pembubutan
4 pembubutan bagian-bagian kursi, pembuatan lubang baut, pembentukan tmp besi sambungan , dan pengukiran
perakitan
4 pengeleman dan pemakuan, pemasangan besi sambungan, dan pemasangan busa
finishing
3 pendempulan, pengecatan, dan pernis
4.2 Pengolahan Data
4.2.1 Perhitungan Waktu Produksi
Perhitungan waktu produksi dilakukan dengan cara membandingkan
waktu proses berdasarkan hasil Peta Proses Operasi (OPC) tanpa musik diatas
dengan waktu produksi kursi setelah mendengarkan musik pop dan musik
dangdut.
Tabel 4.2. Data Waktu Proses Kursi Kobra Tanpa musik (satuan waktu dalam
menit)
Nomor
operasi
O-1
O-2
O-3
O-4
O-5
O-6
O-7
O-8
O-9
Waktu proses
produksi
9.57
5.57
14.00
22.36
52.38
16.12
10.18
12.24
36.38
IV-46
O-10
O-11
O-12
O-13
O-14
O-15
O-16
O-17
O-18
O-19
O-20
O-21
O-22
O-23
O-24
O-25
O-26
O-27
O-28
O-29
O-30
O-31
O-32
O-33
O-34
O-35
O-36
O-37
O-38
O-39
O-40
I-1
I-2
I-3
I-4
I-5
I-6
jumlah(menit)
jam
IV-47
8.48
6.00
12.59
19.57
15.23
10.00
13.12
21.33
5.47
6.33
5.13
11.49
21.44
17.44
9.10
10.37
23.44
4.15
7.53
5.57
12.32
26.48
18.15
10.27
2.54
13.12
125.57
12.45
68.39
86.55
7.24
1.45
1.45
1.45
1.45
2.00
1.30
804.76
13.41
Berdasarkan
waktu
proses
tanpa
musik
diatas
diketahui
dapat
memproduksi satu buah kursi kobra dengan waktu selama 13 jam 41 menit,
jumlah kursi yang dapat diproduksi selama empat hari hanya satu buah kursi
kobra.
Waktu proses pembuatan kursi kobra dan jumlah kursi yang terselesaikan
selama empat hari setelah mendengarkan musik pop dan musik dangdut
seperti dijelaskan tabel di bawah ini :
Tabel 4.3. Data Waktu Proses dan Jumlah Kursi dengan Musik
Musik
Waktu(menit)/
kursi
858.13
Pop
722.15
Dangdut
Waktu(jam)/
kursi
14.30
12.04
Jumlah
Kursi/
4 hari
1
2
Berdasarkan hasil tabel 4.3 diatas diketahui waktu proses dalam
pembuatan kursi tercepat dan jumlah kursi terbanyak yang dapat terselesaikan
selama 4 hari yaitu setelah mendengarkan musik dangdut.
4.2.2
Perbandingan produktivitas Tanpa Musik dan Dengan Musik
Tahap selanjutnya membandingkan waktu proses pembuatan kursi kobra
sebelum mendengarkan musik dengan waktu proses dan jumlah produksi
akhir setelah mendengarkan musik pop dan musik dangdut. Perbandingan
waktu proses dijelaskan berdasarkan Tabel dibawah ini :
Tabel 4.4. Perbandingan Waktu Proses dan Jumlah Kursi
Waktu(menit)/ Waktu(jam)/
kursi
kursi
Tanpa
musik
Pop
Dangdut
804.76
858.13
722.15
IV-48
13.41
14.30
12.04
Jumlah
Kursi/
4 hari
1
1
2
Berdasarkan hasil tabel di atas, diketahui produktivitas UD.Wanamulya
tanpa musik masih jauh dari produktivitas yang telah ditetapkan perusahaan
karena waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu buah kursi selama 13
jam 41 menit, sehingga hanya dapat menyelesaikan satu buah kursi selama
empat hari. Setelah mendengarkan musik dangdut produktivitas kursi menjadi
lebih tinggi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu buah kursi
hanya membutuhkan waktu 12 jam 04 menit, jumlah kursi yang terselesaikan
menjadi 2 buah kursi selama empat hari.
Setelah mendengarkan musik pop, tingkat produktivitas kursi menjadi
sangat jauh dari standar yang telah ditetapkan perusahaan karena waktu yang
dibutuhkan untuk memproduksi satu buah kursi selama 14 jam 30 menit,
sehingga jumlah kursi yang terselesaikan juga tidak jauh berbeda dengan
sebelum mendengarkan musik yaitu sebanyak satu buah kursi selama 4 hari.
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
5.1
Analisis Perbandingan Produksi Awal dan Produksi akhir
5.1.1 Analisis Waktu Proses dan Jumlah Kursi
Dari bab sebelumnya diperoleh data bahwa tingkat produktivitas
awal kursi kobra tanpa musik membutuhkan waktu selama 13 jam 41
menit untuk memproduksi satu buah kursi. Setelah mendengarkan
musik pop, tingkat produktivitas akhir menjadi sangat lama karena
membutuhkan waktu 14 jam 30 menit untuk menyelesaikan satu buah
kursi. Setelah mendengarkan musik dangdut, produktivitas akhir
mengalami penaikan sehingga dapat memproduksi satu buah kursi
hanya membutuhkan waktu selama 12 jam 04 menit.
IV-49
Hasil perbandingan produktivitas
sebelum mendengarkan
musik dengan setelah musik ditunjukan pada tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1. Data Perbandingan produktivitas Kursi Kobra
Standar perusahaan
Waktu(menit)/ Waktu(jam)/
kursi
kursi
780
13
Tanpa musik
Pop
Dangdut
Berdasarkan
804.76
858.13
722.15
hasil
tabel
13.41
14.30
12.04
diatas,
Jumlah Kursi/
4 hari
2
1
1
2
produktivitas
setelah
mendengarkan musik pop menjadi sangat berkurang dari standar
UD.Wanamulya, sedangkan produktivitas mengalami peningkatan
setelah mendengarkan musik dangdut, bahkan dapat melebihi standar
produktivitas yang telah ditetapkan perusahaan.
Setelah penelitian yang dilakukan terhadap produktivitas di
UD.Wanamulya seperti ditunjukan diatas, maka dapat diketahui
tingkat produktivitas UD.Wanamulya tanpa musik belum dapat
mencapai target atau standar yang telah ditetapkan, karena tanpa
fasilitas pendukung seperti musik maka banyak karyawan yang
bekerja kurang semangat dan sering melakukan kesalahan sehingga
produktivitas yang dihasilkan belum dapat memenuhi standar
perusahaan. Setelah dilakukan penambahan fasilitas musik pop,
tingkat produktivitas di UD.Wanamulya menjadi sangat jauh
berkurang karena karyawan tidak menyukai ritme yang terlalu
lembut, selain itu umur dari karyawan di UD.Wanamulya berkisar 30-
IV-50
35 tahun sehingga tidak begitu mengerti lirik dari musik pop. Hal
tersebut menyebabkan tingkat produktivitas dengan musik pop
menjadi tidak dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan
UD.Wanamulya.
Peningkatan produktivitas yang terpilih oleh perusahaan yaitu
menambahkan fasilitas musik dangdut, pemilihan musik dangdut
terlihat
dari
hasil
penelitian
yang
dapat
memenuhi
standar
produktivitas yang telah ditetapkan perusahaan.
Peningkatan produktivitas setelah mendengarkan musik
dangdut di UD.Wanamulya disebabkan karyawan-karyawan dalam
perusahaan di UD.Wanamulya ini berumur sekitar 30 – 35 tahun yang
rata-rata berasal dari kalangan masyarakat kelas bawah dengan segala
kesederhanaan dan kelugasannya sehingga kecenderungan untuk
menyukai musik yang tercermin dari lirik serta bangunan lagunya
menjadi salah satu penyebab terpilihnya musik dangdut sebagai jenis
musik yang memiliki pengaruh paling baik pada peningkatan
produktivitas di UD.Wanamulya.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian yang sudah ditetapkan pada bab sebelumnya yaitu jenis musik
yang
diperdengarkan
untuk
meningkatkan
produktivitas
kursi
di
UD.WANAMULYA, maka kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian yang
telah dilakukan adalah sebagai berikut:
IV-51
1. Jenis musik yang diperdengarkan di UD.Wanamulya berdasarkan
produktivitas akhir adalah musik dangdut, karena dapat memproduksi
satu buah kursi hanya dengan waktu 12 jam 04 menit dan dapat
menyelasikan 2 buah kursi dalam 4 hari.
2. Musik dangdut berpengaruh sangat besar dalam mencapai target
perusahaan, hal tersebut terlihat dari waktu produksi satu kursi lebih
cepat dari standar yang telah ditetapkan perusahaan.
6.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian sebagai
berikut:
1. UD.Wanamulya dapat meningkatkan produktivitas dengan cara
menambahkan fasilitas berupa musik saat bekerja, Sebaiknya pihak
perusahaan memperdengarkan musik dangdut yang sesuai dengan
selera karyawan.
2. Pemilihan jenis musik yang digunakan selama bekerja sebaiknya
disesuaikan
dengan
batasan
usia
karyawan
yang
ada
di
UD.Wanamulya
3. Penelitian selanjutnya perlu juga dipertimbangkan menambah
penggunaan jenis-jenis musik yang lain dan menambah waktu
pemutaran sebagai penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
A. Hedge, and M, Navai, Handbook of human factors and ergonomics methods
(pp. 33-1–33-7). Boca Raton, FL: CRC Press, 2003.
Arikunto, Suharsimi., Prof. Dr, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Edisi Revisi IV, Rineka Cipta: Jakarta, 1998.
IV-52
Austical
Solutions,
OSHA
Hearing
Regulation,
Web
Page
:
www.austicalsolutions.com,2005
http://en.wikipedia.org/wiki/dangdut, 6 April 2009
http://id.mediawikiorg/wiki/pop, 6 April 2009
http://www.gravatar.com/blavatar, 15 juni 2009
Kurth, Ernest. Sejarah Musik IV, Dalam Buku Dieter Mack, PenerbitMusik
Liturgi,1995.
Lord, H. W., Gatley, W. S., Evensen, H. A., 1980, Noise Control for Engineers,
Magrad, 1982. Co., New York.
McCormick,E.J and M.S. Sanders. Human Factor in Engineering and Design.
New York: McGraw Hill Book Company, 1994
Nitisemito, Alex S. Manajemen Personalia, Penerbit Ghalia, 1992.
Pulat, MustafaB.,1992, Fundamentals of Industrial Erginomics, Prentice-Hall,
Inc, New Jersey, USA.
Purnomo, Budi., Pengaruh musik pengiring kerja terhadap semangat dan
produktivitas karyawan pelintingan rokok pada PT Urip Sugiharto di
Pekalongan, http://dewey.petra.ac.id/jiunkpe_dg_826.html
Wignjosoebroto, Sritomo. Ergonomi, 2006, Studi Gerak dan Waktu Teknik
Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja. Guna Widya,:Surabaya
Santoso, Dedik S., Pengaruh Musik terhadap Performance Fisik, http://puslit.
Petra.ac.id/journals/industrial
Sutalaksana dkk. Teknik Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri, Bandung:
ITB, 1979.
Tan Djui. Pengaruh Musik Pengiring Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan
Bagian Administrasi di PT. Saka Farma Semarang, Skripsi Sarjana Fakultas
Psikologi Universitas Surabaya 1996,Tidak diterbitkan.
Young, Gregory, Effects of Music on Task Performance, July 26, 2003.
IV-53
IV-54
Download