univer analisis praktik reside pada pasien kanker pay peaceful end

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DENGAN PENDEKATAN TEORI
PEACEFUL END OF LIFE DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
TRIANA ARISDIANI
1306346380
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JUNI, 2016
i
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DENGAN PENDEKATAN TEORI
PEACEFUL END OF LIFE DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
TRIANA ARISDIANI
1306346380
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DEPOK
JUNI, 2016
ii
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
karya ilmiah akhir ini saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan
peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarism, saya akan
bertanggungjawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, .......... 2016
Triana Arisidiani
iii
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Triana Arisdiani
NPM
: 1306346380
Tanda tangan
:
Tanggal
: Juni 2016
iv
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh
:
Nama
: Triana Arisdiani
NPM
: 1306346380
Program Studi
: Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Judul Karya Ilmiah
: Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal
Bedah pada Pasien Kanker Payudara dengan Pendekatan Teori Peaceful End Of
Life di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Sidang
Karya Ilmiah Akhir dan diterima sebagai bagian persyaratan yang
diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Medikal bedah
pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I : Dewi Irawaty, M.A., Ph.D
(.............)
Pembimbing II : Riri Maria, S.Kp., MANP
(.............)
Penguji I
: Dr.Kemala Rita Wahidi, SKp., Sp.Onk, MARS, ETN (.............)
Penguji II
: Retno Purwanti, S.Kp., Sp.Onk., M.Biomed
Ditetapkan di : Depok
Tanggal
:
v
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
(.............)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul
“Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien Kanker
Payudara dengan Pendekatan Teori Peaceful End Of Life di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta”.
Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai laporan pelaksanaan Program Praktek
Residensi Ners Spesialis Kekhususan Keperawatan Medical Bedah Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Pada karya tulis ilmiah ini penulis
melaporkan pelaksanaan mengelola kasus pasien dengan kanker mammae,
pelaksanaan EBN, dan proyek inovasi.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak sulit
rasanya untuk menyelesaikan karya tulis ini. Oleh kerena itu, saya menyampaikan
terima kasih tak terhingga kepada:
1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia; Direktur Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta beserta staf, yang telah memberikan persetujuan atas pelaksanaan
praktik residensi keperawatan onkologi;
2. Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D. selaku supervisor utama yang telah
menyediakan
waktu,
tenaga,
dan
pikiran
untuk
mengarahkan
dan
membimbing saya dalam penyusunan proposal tesis ini.
3. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP selaku supervisor yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyelesaian proposal tesis ini.
4. Ibu Nani Sutarni, S.Kp., Sp.Onk., M.Kep, selaku kepala Bidang Keperawatan
RS Kanker Dharmais Jakarta;
5. Ibu Retno Purwanti, S.Kp., Sp.Onk., M.Biomed, dan Ibu Retno Setiowati, Ns.,
S.Kep., Sp.Onk., MKM selaku supervisor klinik dan Ibu Ns. Dewi Handayani
S.Kep serta rekan sejawat keperawatan khususnya ruang Teratai di RS Kanker
Dharmais yang telah sudi berbagi ilmu dan pengalamannya dengan penulis
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien kanker
vi
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
6. Civitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal yang telah
mengijinkan dan memberi dukungan moril maupun materiil selama
pelaksanaan studi;
7. Suamiku tersayang, Iwan Hermawan yang telah memberikan dukungan, doa,
cinta dan semangatnya dalam mengiringi langkahku selama menempuh studi
di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
8. Alm. Ayahku M. Arisman dan ibunda tercinta Sri Sustiyarni yang selalu
melantunkan doa dan memberikan semangat untuk kesuksesan putra putrinya.
9. Sahabat KMB 2013 super yang banyak membantu dalam menyelesaikan
program residensi dan karya tulis ilmiah ini.
10. Serta Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis
ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritikan dan saran dari teman sejawat semua sehingga bisa disempurnakan penulis
harapkan. Semoga karya ilmiah akhir ini dapat memberi kemanfaatan kepada kita
semua. Aamiin
Depok, Juni 2016
Penulis
vii
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di
bawah ini :
Nama
NPM
Program Studi
Departemen
Fakultas
JenisKarya
: Triana Arisdiani
: 1306346380
: Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
: Keperawatan Medikal Bedah
: Ilmu Keperawatan
: Karya Ilmiah Akhir
Demi membangun ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien Kanker
Payudara dengan Pendekatan Teori Peaceful End Of Life di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
ekslusif ini Universitas Indonesia menyimpan, mengalih mediakan/formatkan,
mengelola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database),
merawat
dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : Juni 2016
Yang menyatakan,
Triana Arisdiani
viii
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
ABSTRAK
Nama
: Triana Arisdiani
Program Studi : Pendidikan Ners Spesialis Keperawatan
Judul : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien
Kanker Payudara dengan Pendekatan Teori Peaceful End Of Life di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta
Kanker payudara merupakan salah satu tumor ganas pada jaringan payudara yang
paling sering menyerang wanita dan menjadi salah satu penyakit serius di dunia
yang mengancam jiwa. Insiden kanker payudara dilaporkan meningkat dari tahun
ke tahun. Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini adalah sebagai laporan praktik residensi
keperawatan medikal bedah peminatan onkologi di RS Kanker Dharmais Jakarta
yang berisi tentang: (1) penerapan teori Peaceful End of Life (PEOL) pada pasien
kanker payudara, (2) intervensi menghirup aromaterapi jahe sebagai evidence
based nursing untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pasien kanker
payudara (3) proyek inovasi penggunaan Modified Early Warning Score (MEWS)
sebagai alat deteksi awal terhadap perburukan kondisi pasien. Kesimpulan: bahwa
teori Peaceful End Of Life tepat digunakan dalam perawatan paliatif pasien
kanker. Intervensi menghirup aromaterapi jahe dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif pilihan manajemen mual muntah nonfarmakologi. Instrumen MEWS
dapat diterapkan pada unit emergensi dan dapat membantu mengidentifikasi
pasien dengan risiko perburukan kondisi yang membutuhkan peningkatan level
perawatan seperti rawat inap atau masuk ICU.
Kata kunci: Teori Peaceful End of Life, intervensi menghirup aromaterapi,
menurunkan mual muntah, Modified Early Warning Score (MEWS)
ix
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
ABSTRACT
Name
: Triana Arisdiani
Study program : Medical Surgical Nurse Specialist
Title
: Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency on
Breast Cancer Patients with Theory Approach Peaceful End Of Life at Cancer
Hospital Dharmais Jakarta
Breast cancer is a malignant tumor of the breast tissue that most often affects
women and become one of serious diseases in the world and life-threatening. The
incidence of breast cancer was reported increase year to year. This final paper
clinical practice is a clinical report Medical Surgical nursing specialization in
oncology at the Cancer Hospital Dharmais Jakarta which consist of : (1) the
application of the theory of Peaceful End of Life (PEOL) in breast cancer
patients, (2) intervention inhaling aromatherapy ginger as evidence based nursing
to reduce nausea and vomiting due to chemotherapy in breast cancer patients (3)
innovation projects implement the Modified Early Warning Score (MEWS) as a
tools for early detection of the deterioration of the patient's condition.
Conclusion: The theory of Peaceful End of Life is appropriate to use in the
palliative care of cancer patients. Ginger aromatherapy can be used as an
alternative nonpharmacological management of nausea and vomiting. MEWS
instruments can be applied to the emergency unit and may help identify patients at
risk to worsening condition require increased levels of care such as
hospitalization or ICU.
Keywords: Theory of Peaceful End of Life, inhaling aromatherapy intervention,
decrease nausea, vomiting, Modified Early Warning Score (MEWS)
x
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME........................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................v
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................................. viii
ABSTRAK ........................................................................................................................... ix
ABSTRACT.............................................................................................................................x
DAFTAR ISI........................................................................................................................ xi
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................xv
DAFTAR ALGORITMA................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................1
1.1
Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2
Tujuan Penulisan ...................................................................................................7
1.2.1 Tujuan Umum .................................................................................................7
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................7
1.3
Manfaat Penulisan .................................................................................................8
1.3.1 Pelayanan Keperawatan ..................................................................................8
1.3.2 Pengembangan Ilmu Keperawatan .................................................................8
1.3.3 Pendidikan Keperawatan ................................................................................8
1.4
Sistematika Penulisan ............................................................................................8
BAB 2 STUDI PUSTAKA .................................................................................................10
2.1
Konsep Kanker Payudara ....................................................................................10
2.1.1 Definisi Kanker Payudara .............................................................................10
2.1.2 Etiologi Kanker Payudara .............................................................................11
2.1.3 Manifestasi Klinis Kanker Payudara ..........................................................13
2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik Kanker Payudara .................................................14
2.1.5 Patofisiologi Kanker Payudara ...................................................................15
2.1.6 Distribusi dan Klasifikasi Kanker Payudara ...............................................15
2.1.7 Penatalaksanaan Kanker Payudara .............................................................21
2.2
Konsep Dasar dan Definisi Teori Peacefull End of Life (PEOL)........................22
2.2.1 Konsep Utama Teori PEOL ..........................................................................23
2.2.2 Penerapan Teori PEOL .................................................................................24
2.2.3 Hubungan Lima Konsep Utama Teori PEOL...............................................29
2.3
Konsep Kemoterapi .............................................................................................31
2.3.1 Definisi Kemoterapi......................................................................................31
2.3.2 Prinsip Kerja Pengobatan Kemoterapi..........................................................31
2.3.3 Agen Kemoterapi ..........................................................................................32
2.3.4 Tujuan Kemoterapi .......................................................................................33
2.3.5 Efek Samping Kemoterapi............................................................................34
xi
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
2.4
2.5
2.6
Konsep Mual Muntah Akibat Kemoterapi ..........................................................36
2.4.1 Definisi Mual Muntah...................................................................................36
2.4.2 Etiologi Mual Muntah akibat Kemoterapi ....................................................36
2.4.3 Faktor Risiko Mual Muntah akibat Kemoterapi ...........................................38
2.4.4 Mekanisme Mual Muntah akibat Kemoterapi ..............................................39
2.4.5 Tipe Mual Muntah akibat Kemoterapi..........................................................41
2.4.6 Dampak Mual Muntah akibat Kemoterapi ...................................................42
2.4.7 Terapi Mual Muntah akibat Kemoterapi.......................................................42
2.4.8 Alat Ukur Mual Muntah ...............................................................................44
Aromaterapi...............................................................................................................45
2.5.1 Pengertian Aromaterapi ................................................................................45
2.5.2 Manfaat Aromaterapi ....................................................................................45
2.5.3 Klasifikasi Aromaterapi ................................................................................46
2.5.4 Aromaterapi Jahe ..........................................................................................49
Modified Early Warning Score (MEWS) .............................................................54
2.6.1 Sejarah Modified Early Warning Score (MEWS) .........................................54
2.6.2 Definisi dan Fungsi Modified Early Warning Score (MEWS)......................56
2.6.3 Keuntungan penerapan Modified Early Warning Score (MEWS)................57
2.6.4 Syarat Penerapan Modified Early Warning Score (MEWS) ........................57
2.6.5 Komponen dan Alogaritma MEWS ...............................................................58
2.6.6 Keterbatasan Modified Early Warning Score (MEWS)................................61
BAB 3 PROSES RESIDENSI ...........................................................................................62
3.1
Laporan Kasus Utama .........................................................................................62
3.1.1 Diskripsi Kasus Kelolaan Utama ..................................................................62
3.1.2 Penerapan Teori PEOL Pada Kasus Kelolaan ..............................................65
3.1.2.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................................65
3.1.2.2 Diagnosa Keperawatan .....................................................................68
3.1.2.3 Kriteria Hasil ....................................................................................70
3.1.2.4 Intervensi Keperawatan ....................................................................73
3.1.2.5 Evaluasi Keperawatan ......................................................................75
3.2
Laporan 30 Kasus Kelolaan.................................................................................78
3.3
Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Intervensi menghirup
aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien
kanker payudara ...................................................................................................................80
3.3.1 Latar Belakang Penerapan EBN ...................................................................80
3.3.2 Masalah Klinis dan Metologi Pencarian .......................................................82
3.3.3 Metodologi Penelusuran ...............................................................................83
3.3.4 Ringkasan Jurnal...........................................................................................83
3.3.4.1 Penjelasan Artikel Pilihan ................................................................83
3.3.4.2 Penjelasan Alasan Pemilihan Artikel ...............................................86
3.3.4.3 Kredibilitas Jurnal.............................................................................87
3.2.5 Telaah Kritis..................................................................................................88
3.2.5.1 Telaah Validitas................................................................................88
3.2.5.2 Kemaknaan Hasil..............................................................................89
3.2.5.3 Aplikabilitas .....................................................................................90
3.3.6 Penerapan intervensi menghirup aromaterapi jahe di Ruang Teratai
dan Anyelir 1 dan 2 RS Kanker Dharmais.............................................................91
xii
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
3.3.6.1 Tahap Persiapan................................................................................91
3.3.6.2 Tahap Pelaksanaan ...........................................................................92
3.3.6.3 Tahap Evaluasi .................................................................................96
3.4
Proyek Inovasi modified early warning score (MEWS) dalam
Pengkajian IGD....................................................................................................................97
3.4.1 Latar Belakang ..............................................................................................97
3.4.2 Validitas dan Reliabilitas MEWS .................................................................98
3.4.3 Analisis Situasi..............................................................................................99
3.4.3.1 Strength (Kekuatan)..........................................................................99
3.4.3.2 Weakness (Kelemahan)...................................................................100
3.4.3.3 Opportunities (Kesempatan) ..........................................................101
3.4.3.4 Threats (Ancaman) .........................................................................101
3.4.4 Tahapan Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS)........................102
3.4.4.1 Tahap Persiapan..............................................................................102
3.4.4.2 Tahap Pelaksanaan .........................................................................103
3.4.4.3 Tahap Evaluasi ...............................................................................103
3.4.5 Penerapan Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS) .....................104
3.4.6 Hasil Evaluasi Perawat terhadap Penggunaan MEWS ...............................107
3.4.6.1 Evaluasi Tingkat Kepuasan Perawat ..............................................108
3.4.6.2 Evaluasi Tingkat Kemudahan Perawat...........................................108
3.4.7 Kendala dalam Penerapan MEWS..............................................................110
3.4.8 Rekomendasi untuk Pengembangan Lebih Lanjut .....................................110
BAB 4 PEMBAHASAN............................................................... ....................................111
4.1
Analisa Kasus Kelolaan Utama .........................................................................111
4.1.1 Pengkajian Kasus Kelolaan Utama.............................................................111
4.1.2 Aplikasi Teori PEOL ..................................................................................117
4.1.2.1 Ketidakefektifan Pola Nafas...........................................................119
4.1.2.2 Nyeri Kronis ...................................................................................126
4.1.2.3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan......................132
4.1.2.4 Ansietas ..........................................................................................135
4.1.2.5 Intoleransi Aktivitas .......................................................................140
4.1.2.6 Risiko Infeksi..................................................................................143
4.2
Analisa Penerapan Teori PEOL pada 30 Kasus Kelolaan.................................147
4.3
Analisa Penerapan EBN ....................................................................................153
4.3
Analisa Penerapan Proyek Inovasi ....................................................................159
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... ............161
5.1
Kesimpulan........................................................................................................161
5.2
Saran ..................................................................................................................162
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................164
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................................189
xiii
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Risiko Emetogenik dari Beberapa Agen Kemoterapi..........................................37
Tabel 2.2 Sistem skoring MEWS .........................................................................................59
Tabel 3.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Asal, Riwayat keluarga dengan
kankerdan Agen Kemoterapi................................................................................................92
Tabel 3.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Umur, Tahun terdiagnosa, Grade Kanker
dan Siklus Kemoterapi ........................................................................................................93
Tabel 3.3 Distribusi Pasien Grup A dan Grup B .................................................................93
Tabel 3.4 Uji Normalitas Data EBN...................................................................................95
Tabel 3.5 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin, Diagnosa Medis dan skor
awal MEWS .......................................................................................................................104
Tabel 3.6 Distribusi Pasien Berdasarkan Umur MEWS....................................................105
Tabel 3.7 Distribusi Pasien Berdasarkan Nilai Kritis Laboratorium .................................105
Tabel 3.8 Distribusi Perawat Berdasarkan Jenis kelamin, Pendidikan, Jabatan ................107
Tabel 3.9 Distribusi Perawat Berdasarkan Umur ..............................................................107
Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Kepuasan Perawat ..........................................................108
xiv
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme Mual Muntah ................................................................................41
xv
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
DAFTAR ALGORITMA
Algoritma 1 : Hubungan Lima Konsep Teori PEOL ...........................................................30
Algoritma 2 : Skema MEWS ...............................................................................................60
xvi
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skema Siklus Sel Normal
Lampiran 2 : Peta Konsep Kanker Payudara
Lampiran 3 : Hasil penerapan menghirup aromaterapi jahe pada pasien kanker
payudara dengan kemoterapi
Lampiran 4 : Resume 30 Kasus Kelolaan
Lampiran 5 : Surat Permohonan Menjadi Partisipan EBN
Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan EBN
Lampiran 7 : Instrumen Pengkajian Mual Muntah
Lampiran 8 : Lembar Observasi Partisipan EBN
Lampiran 9 : Prosedur Pelaksanaan Menghirup Aromaterapi Jahe
Lampiran 10 : Lembar Observasi Modified Early Warning Score (MEWS)
Lampiran 11 : Petunjuk Pengisian MEWS
Lampiran 12 : Algoritma MEWS
Lampiran 13 : Alur Tata Laksana MEWS
Lampiran 14 : Kuesioner dan Lembar Observasi terhadap Perawat IGD dalam
Penerapan MEWS
Lampiran 15 : Rencana Tindak Lanjut Pengembangan MEWS Onkologi
Lampiran 16 : Evaluasi Hasil Kuesioner (Pertanyaan Terbuka)
Lampiran 17 : Daftar Riwayat Hidup
xvii
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
xviii
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang penulisan ilmiah yang menjelaskan
tentang alasan pemilihan topik, tujuan umum dan tujuan khusus penulisan,
manfaat penulisan, serta sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang
Kanker payudara merupakan salah satu tumor ganas pada jaringan
payudara yang paling sering menyerang wanita dan menjadi salah satu penyakit
serius di dunia yang mengancam jiwa (Davey, 2006; Desen, 2011; Williams &
Wilkins, 2012). Kanker payudara terjadi karena gangguan sistem pertumbuhan sel
di dalam jaringan payudara. Jaringan payudara tersusun atas kelenjar areolar,
tubuli laktiferi, kelenjar getah bening dan 85%nya jaringan lemak. Sel abnormal
bisa tumbuh di empat bagian tersebut, dan mengakibatkan kerusakan jaringan
payudara (Nurcahyo, 2010). Sel kanker pada payudara tumbuh sebesar 1 cm
dalam waktu 8-12 tahun, sel tersebut berada dalam kelenjar payudara dan dapat
menyebar keseluruh tubuh melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening
(Price & Wilson, 2005; Suryaningsih & Sukaca, 2009).
Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti (Desen, 2011;
Black & Hawks, 2014). Namun beberapa sumber menyebutkan terdapat faktorfaktor risiko yang dapat memicu terjadinya kanker payudara yaitu riwayat
keluarga dengan kanker payudara dan gen terkait timbulnya kanker payudara
BRCA1 dan BRCA2, paparan radiasi pengion atau karsinogen kimia, nulliparity
atau paritas rendah, kurang intensitas atau tidak menyusui, penggunaan terapi
pengganti estrogen untuk mengatasi gejala menopause, diet tinggi lemak yang
menyebabkan obesitas, kehamilan pertama setelah usia 30 tahun, mulainya haid
pertama sebelum usia 12 tahun dan menopause setelah usia 55 tahun (Desen,
2011; Williams & Wilkins, 2012; Black & Hawks, 2014).
Kanker payudara dialami wanita di 140 negara dari 184 negara di seluruh
dunia. Kejadian kanker payudara diperkirakan meningkat lebih dari 20% sejak
tahun 2008, sementara angka kematiannya meningkat sebesar 14%. Pada tahun
2012 sekitar 1,7 juta perempuan menderita kanker payudara dan 522 000 jiwa
1
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
2
mengalami kematian. Pada tahun ini pula sekitar 6,3 juta perempuan telah
terdiagnosis hidup dengan kanker payudara dalam kurun waktu lima tahun
sebelumnya. Menurut World Health Organization (WHO) dan Union for
International Cancer Control (UICC), kanker payudara pada wanita di dunia akan
mengalami peningkatan kasus yang drastis di tahun 2030 yaitu mencapai 300%
(WHO, 2013).
Penderita kanker payudara dan kanker serviks di Indonesia pada tahun
2013 memiliki estimasi jumlah terbesar dibanding jenis kanker lainnya. Insiden
kasus kanker payudara yaitu sebesar 40 per 100.000 total perempuan. Angka
tersebut meningkat dari tahun 2002, dengan insidens kanker payudara yaitu
sebesar 26 per 100.000 total perempuan (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal serupa dilaporkan melalui data
statistik rumah sakit di Indonesia dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2013, rata-rata kasus kanker payudara menempati urutan pertama pada
pasien rawat inap (16,85%), kemudian diikuti kanker leher rahim (11,78%),
kanker hati, kanker saluran empedu intrahepatik (9,69%), Leukemia (7,42%), dan
Limfoma non Hodgkin (LNH) (6,69%) (Depkes RI, 2013).
Menurut data bidang Rekam Medis tahun 2014, kanker payudara memiliki
total kasus tertinggi diantara 10 kasus kanker tersering yang ditemukan di unit
rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit Kanker Dharmais. Total kasus tersebut
yaitu 1290 (42,89%) kasus kanker payudara, diikuti 352 (11,71%) kasus kanker
serviks, 219 (7,28%) kanker kolon, 205 (6,82%) kanker paru, 201 (6,68%) kanker
nasofaring, 192 (6,39%) kanker rekti, 175 (5,89%) kanker thyroid, 140 (4,66%)
kanker ovarium, hepatoma dan Limfoma Maligna non Hodkin/LMNH masingmasing sebanyak 114 (3,79%) kasus.
Pengobatan kanker payudara meliputi pembedahan, radiasi dan kemoterapi
(Buckman & Whittaker, 2010). Tindakan pembedahan dilakukan apabila
tumornya terlokalisasi dalam keadaan anatomis yang baik. Prosedur yang paling
sering digunakan adalah operasi mastektomi radikal yang memiliki hasil terapi
cukup baik. Terapi bedah terkadang harus dikombinasi dengan radioterapi dan
atau kemoterapi. Radioterapi paling bermanfaat untuk tumor terlokalisasi yang
tidak dapat direseksi. Radioterapi merupakan terapi lokal dan tidak dapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
3
mengatasi masalah metastasis jauh, untuk itu manajemen kemoterapi diharapkan
dapat dikombinasikan untuk mengatasi masalah tersebut. Kombinasi antara
radioterapi dan kemoterapi yang tepat dapat meningkatkan pengendalian lokal
tumor, mengurangi metastasis jauh dan meningkatkan angka harapan hidup
(Desen, 2011).
Salah satu efek samping yang paling umum dan tidak menyenangkan bagi
pasien kemoterapi adalah mual muntah karena hal tersebut dapat menurunkan
aktivitas sehari-hari dan menyebabkan pasien hanya dapat terbaring ditempat
tidur. Insiden mual muntah karena efek samping kemoterapi ini mencapai 70-80%
kejadian (Lee, Dodd, Dibble & Abrams, 2008). Sumber lain melaporkan bahwa
mual muntah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi seperti
dehidrasi, gangguan keseimbangan metabolik, kurang gizi, penurunan imunitas,
dan penurunan kemampuan aktivitas diri (Black & Hawks, 2014). Beberapa
pasien dilaporkan memilih untuk tidak melanjutkan kemoterapi karena mual
muntah yang tidak terkontrol (Hawkins & Grunberg, 2009).
Mual muntah karena kemoterapi terjadi karena dua faktor yaitu dari pasien
dan jenis terapi. Beberapa faktor risiko dari pasien yang berhubungan dengan
mual muntah akibat kemoterapi antara lain usia muda, jenis kelamin wanita,
riwayat mual muntah sebelumnya, kecemasan, riwayat motion sickness, riwayat
hiperemesis gravidarum dan riwayat konsumsi alkohol (Feyer & Jordan, 2011).
Sedangkan faktor yang terkait terapi antara lain jenis kemoterapi (potensi
emetogenitas), dosis obat kemoterapi, jadwal dan rute pemberian (Hawkins &
Grunberg 2009).
Penanganan terhadap mual muntah adalah faktor penting dalam
meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalani pengobatan. Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang
mempunyai peran penting dalam menangani mual muntah pasien akibat
kemoterapi. Dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilannya, seorang
perawat professional akan mampu melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lainnya untuk merawat pasien kanker serta memberikan dukungan fisik maupun
psikologis dalam upaya membantu meningkatkan kenyamanan pasien kanker
yang mengalami masalah mual muntah. Kenyamanan adalah sebuah tujuan yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
4
sangat diharapkan oleh pasien kanker (Miaskowski, Cleary & Burney, 2005).
Sebagai perawat tindakan yang dilakukan meliputi mencegah, memonitoring,
membebaskan ketidaknyamanan fisik, memfasilitasi untuk beristirahat dan
relaksasi serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi yang akan
menyebabkan ketidaknyamanan pasien, termasuk ketidaknyamanan akibat mual
dan muntah.
Penatalaksanaan mual dan muntah pada pasien kemoterapi dapat
dilakukan dengan cara farmakologi maupun nonfarmakologi. Terapi farmakologi
dilakukan dengan pemberian antiemetik, antikolinergik, antihistamin, dan
kortikosteroid. Sedangkan intervensi nonfarmakologis mual muntah terkait
kemoterapi dapat dilakukan dengan penyesuaian asupan makanan dan cairan,
relaksasi, olahraga, hipnosis, biofeedback, pencitraan terarah, dan desensitasi
sistemis. Terapi nonfarmakologi tersebut dapat membantu meredakan mual
muntah, terutama ketika digunakan bersamaan dengan obat-obatan farmakologi
(Black & Hawks, 2014). Intervensi lain yang dapat dilakukan secara mandiri oleh
seorang perawat untuk mengurangi mual muntah adalah dengan menghirup
aromaterapi. Aromaterapi sebagai bagian dari terapi komplementer non
farmakologis terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup pasien kanker yang
mengalami masalah mual muntah (Boehm, Büssing & Ostermann., 2012). Terapi
komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersamaan dengan pengobatan
konvensional. Pengobatan konvensional didefinisikan oleh National Center for
Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) sebagai pengobatan yang
dipraktikan oleh pemegang gelar MD (Medical Doctor/Dokter medis) dan DO
(Doctor of Osteopathy/Dokter penyakit tulang), serta tenaga profesional kesehatan
yang bekerjasama seperti perawat, ahli fisioterapi dan psikolog (Black & Hawks,
2014).
Aromaterapi adalah tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak
essensial yang diekstrak dari akar, bunga, daun dan batang tanaman, serta dari
pohon tertentu yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi
seseorang. Ketika minyak essensial dihirup, molekul masuk ke rongga hidung dan
merangsang sistem limbik. Sistem limbik adalah bagian otak yang mempengaruhi
emosi dan memori serta secara langsung terkait dengan adrenal, hipotalamus,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
5
kelenjar hipofisis, dan bagian-bagian tubuh yang mengatur keseimbangan
hormon, memori, stess, pernafasan, denyut jantung serta tekanan darah. Jenis
minyak essensial yang sering digunakan adalah peppermint, lemon dan jahe
(Jaelani, 2009). Menghirup aromaterapi jahe juga dianjurkan sebagai teknik yang
efektif dan mudah yang dapat diterapkan secara mandiri oleh para perawat kepada
para pasien dalam masa kemoterapi guna mengurangi intensitas mual muntah
(Luaa, Salihah & Mazlan, 2015).
Dengan adanya masalah mual muntah yang dialami pasien kemoterapi,
sebagai bentuk penanganan penulis menerapkan intervensi menghirup aroma jahe
sebagai Evidence Based Nursing di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Selain
melakukan penerapan bukti mutakhir (Evidence Based Nursing) dalam
penatalaksanaan pasien kanker, dalam menjalankan program residensi ini, penulis
juga menerapkan kompetensi lain terkait peran perawat spesialis yang meliputi
pemberian asuhan keperawatan lanjut pada pasien kanker dan keluarganya,
mengoptimalkan pembelajaran klinik bagi sejawat, serta berperan aktif melalui
program inovasi yang berfokus pada pasien kanker.
Teori
Peacefull
End
of
Life
(PEOL)
bertujuan
menyelesaikan
permasalahan kesehatan pasien. PEOL berarti hidup damai diakhir kehidupan.
Konsep tersebut meliputi : bebas dari rasa nyeri, merasa nyaman, merasa dihargai
dan dihormati, merasa damai, dan merasakan kedekatan dengan keluarga atau
orang lain yang bermakna serta peduli dalam kehidupan pasien (Tomey &
Alligood, 2010). Tujuan teori Peacefull End of Life bukan hanya memberikan
perawatan yang baik dengan menggunakan alat-alat yang canggih, tetapi lebih
berfokus kepada perawatan yang mengutamakan kenyamanan pasien serta
memaksimalkan keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien. Sehingga diakhir
kehidupannya, pasien dapat meningkatkan kualitas hidup dan menghadapi
kematian dengan perasaan damai. Kualitas hidup pada konsep ini didefinisikan
sebagai suatu kepuasan yang dapat dilihat melalui sembuhnya gejala dan
kepuasan hubungan interpersonal (Ruland & Moore, 2001 di dalam Tomey &
Aligood, 2010). Penulis memilih menggunakan teori peaceful end of life dalam
asuhan keperawatan pasien kanker karena teori tersebut sesuai dengan kondisi
yang dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit kanker Dharmais.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
6
Peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanakan
dengan menerapkan teori Peacefull End of Life (PEOL) sebagai pendekatan
proses keperawatan dalam memanajemen pasien dengan masalah kanker, baik
pasien yang sedang menjalani terapi, pasien dengan kedaruratan onkologi maupun
pasien yang berada dalam tahapan palliative care. Pendekatan proses keperawatan
tersebut dilaksanakan secara dinamis dan berkesinambungan. Proses keperawatan
tersebut meliputi pengkajian, penyusunan intervensi, implementasi dan evaluasi
pada klien dengan berbagai kondisi, baik sehat maupun sakit sepanjang rentang
kehidupan. Penulis melakukan penerapan teori PEOL kepada 30 pasien kelolaan
dengan masalah kanker sebagai target kompetensi di dalam praktik residensi.
Selain melakukan asuhan keperawatan lanjut pada pasien kanker dan
keluarganya, penulis bersama kelompok residensi juga melakukan kegiatan
inovasi dan berperan aktif sebagai inovator. Program inovasi ini bertujuan untuk
mengimplementasikan ilmu baru yang harapannya dapat bermanfaat bagi tenaga
kesehatan khususnya perawat dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan di
rumah sakit. Adapun pelaksanaan kegiatan inovasi yang dilakukan berupa uji
coba penerapan format pengkajian MEWS (modified early warning score) di
ruang IGD RSK Dharmais. Penerapan inovasi tersebut dilatarbelakangi oleh
kebutuhan rumah sakit atas keberadaan suatu sistem informasi yang dapat
memudahkan kerja tenaga kesehatan terutama perawat dalam melayani pasien
serta untuk mengidentifikasi penurunan kondisi pasien secara dini di ruang IGD
RSKD.
Banyak pasien yang memiliki risiko mengalami penurunan kondisi klinis
secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan pernapasan atau henti jantung
hingga terjadi kematian meskipun peralatan dan obat-obatan yang tersedia di
rumah sakit sangat memadai, dan biasanya untuk menangani masalah tersebut
rumah sakit telah memiliki rapid respon team (RRT) tersendiri (Jones, DeVita, &
Bellomo, 2011). Angka kejadian pasien yang mengalami cardiac arrest selama
masa perawatannya di rumah sakit sekitar 0,7% - 3%. Ketika hal ini terjadi
kondisi pasien akan semakin memburuk dan diperkirakan hanya 15 - 36% pasien
yang dapat diselamatkan (Nadkarni, Gregory & Marry 2006). Henti jantung
(cardiac arrest) biasanya didahului oleh tanda-tanda yang dapat diamati.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
7
Beberapa studi menunjukkan banyak pasien yang memperlihatkan tanda-tanda
dan gejala kerusakan medis yang tidak ditangani secara optimal sebelum serangan
jantung terjadi Tanda-tanda ini muncul 6 sampai dengan 8 jam sebelum henti
jantung terjadi (Duncan & McMullan, 2012). Henti jantung ini dapat dicegah
melalui deteksi perburukan kondisi pasien dan penanganan perburukan sebelum
henti jantung terjadi, dan dalam hal ini aktivitas pemantauan rutin yang dilakukan
perawat merupakan hal yang penting untuk mendeteksi perburukan kondisi pasien
tersebut. MEWS adalah sistem skoring terhadap beberapa parameter fisiologis
untuk “bedside assessment” pada pasien yang berguna dalam mendeteksi secara
dini perburukan kondisi pasien sehingga penatalaksanaan pasien secara awal dapat
segera dilakukan. Adapun parameter yang dikaji dalam MEWS yaitu frekuensi
pernapasan, denyut jantung, tekanan darah sistolik, suhu, saturasi oksigen, tingkat
kesadaran dan output urin (Kyriacos, Jelsma, James & Jordan, 2014).
Berdasarkan uraian diatas, penulis membuat karya ilmiah akhir tentang
Analisis Praktik Residensi terhadap Penerapan Teori Peaceful End Of Life pada
Pasien Kanker Mammae dan Pengaruh Intervensi Menghirup Aromaterapi Jahe
untuk Mengurangi Mual Muntah akibat Kemoterapi Pasien Kanker Mammae
sebagai Evidence Based Nursing Practice serta mengembangkan proyek inovasi
berupa penerapan MEWS di unit gawat darurat RSK Dharmais untuk
mengidentifikasi pasien dengan risiko kondisi perburukan.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan analisis deskriptif tetang pelaksanaan peran dan fungsi perawat
onkologi dalam asuhan keperawatan pasien kanker payudara di RSK Dharmais
Jakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Analisis penerapan teori peaceful end of life pada pasien kanker
payudara di RS Kanker Dharmais Jakarta
1.2.2.2 Analisis efektivitas intervensi menghirup aromaterapi jahe untuk
mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker
payudara sebuah evidence based nursing practice (EBNP)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
8
1.2.2.3 Analisis proyek inovasi: integrasi penerapan modified early warning
score (MEWS) di unit gawat darurat.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil analisis praktek residensi Keperawatan Medikal Bedah ini
diharapkan dapat menjadi sumber pemikiran dalam memberikan asuhan
keperawatan dengan menggunakan pendekatan teori keperawatan yang sesuai
untuk pasien kanker.
1.3.2 Bagi Pengembangan Keilmuan Keperawatan
Hasil analisis praktek residensi Keperawatan Medikal Bedah ini
diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam pengembangan keilmuan
Keperawatan Medikal bedah.
1.3.3 Pendidikan Keperawatan
Hasil praktik keperawatan residensi keperawatan ini diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada pendidikan keperawatan sebagai pengembangan
kurikulum dengan menjadikan salah satu rujukan bahan ajar tentang asuhan
keperawatan pasien onkologi dengan pendekatan teori peaceful end of life.
Manfaat lainnya diharapkan mahasiswa mampu menggali informasi tentang
tindakan-tindakan keperawatan terkini berbasis pembuktian ilmiah.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika pemenulisan karya ilmiah akhir terbagi menjadi bagian awal
yang berisi halaman sampul sampai dengan daftar lampiran, bagian inti terdiri atas
5 bab, dan bagian akhir yang berisi lampiran-lampiran. Adapun susunan bagian
inti sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan membahas tentang latar belakang
membuat penulisan ilmiah dan alasan pemilihan topik, tujuan penulisan, manfaat
penulisan dan sistematika penulisan; Bab 2 Studi Pustaka membahas konsep dan
atau teori dari berbagai sumber pustaka yang berhubungan dengan konsep kanker
payudara, konsep teori Peacefull End of Life (PEOL), konsep kemoterapi, konsep
mual muntah akibat kemoterapi, aromaterapi dan modified early warning score
(MEWS); Bab 3 praktek residensi berisi laporan mengelola kasus kanker mammae
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
9
dengan pendekatan PEOL, laporan 30 kasus kelolaan, pemberian intervensi
menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi
pada pasien kanker mammae, dan penerapan modified early warning score
(MEWS) di unit gawat darurat RSK Dharmais; Bab 4 pembahasan tentang analisis
kasus kelolaan utama, analisis 30 kasus kelolaan, analisis hasil pelaksanaan EBN
dan inovasi penerapan MEWS di unit gawat darurat RSK Dharmais Jakarta; Bab 5
kesimpulan dan saran yang berisi tentang kesimpulan implementasi terhadap
peran perawat onkologi dan saran untuk perbaikan kegiatan selanjutnya.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
10
BAB 2
STUDI PUSTAKA
Bab ini membahas tentang berbagai literatur yang terdiri atas tinjauan teoritis dan
tinjauan empiris yang disajikan secara simultan. Tinjauan teoritis membahas
berbagai konsep yang berlandaskan pada berbagai teori tentang kanker payudara,
peaceful end of life, kemoterapi, konsep mual muntah akibat kemoterapi,
aromaterapi jahe dan Modified Early Warning Score (MEWS). Tinjauan empiris
akan menyajikan hasil-hasil penelitian sebelumnya baik kualitatif maupun
kuantitatif yang memperkuat teori yang telah dikemukakan.
2.1 Kanker Payudara
2.1.1 Definisi
Kanker, neoplasma, neoplasma ganas, dan tumor adalah istilah-istilah
yang sering digunakan silih berganti oleh tenaga profesional maupun masyarakat
umum. Padahal masing-masing istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Kata
tumor merujuk pada sebuah benjolan, massa, ataupun pembengkakan.
Pembengkakan tersebut dapat berupa keganasan maupun sekedar penumpukan
cairan. Kata neoplasma (berasal dari Bahasa Yunani neos, “baru”, dan plasis
“bentuk”) diartikan sebagai suatu massa jaringan abnormal yang tidak memiliki
fungsi dan mungkin berbahaya bagi penderitanya. Neoplasma terbagi menjadi dua
: benigna (jinak) dan maligna (ganas). Neoplasma benigna biasanya tidaklah
berbahaya dan tidak menyebar atau menginvasi jaringan lain. Tumor benigna
tidak mengisi suatu ruang. Namun apabila terdapat pada saluran vital atau organ
dapat berakibat fatal. Contohnya adalah tumor benigna otak. Neoplasma maligna
adalah suatu massa yang berbahaya, dapat menginvasi jaringan l sama lain dan
bermetastasis (menyebar) ke organ lain yang letaknya berjauhan (Black & Hawks,
2014).
Kanker payudara adalah salah satu tumor ganas yang paling sering
ditemukan pada wanita. Perubahan patologi yang terjadi di dalam sel dan jaringan
tubuh sebagai akibat kanker yang menyebar, penyebarannya melalui darah dan
pembuluh limfe ke daerah lain dari tubuh (Port & Matfin, 2005; American Cancer
Society, 2015). Sedangkan menurut Price dan Wilson (2005), kanker payudara
10
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
11
adalah kanker yang sering terjadi pada kaum wanita (diluar kanker kulit). Kanker
payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus
atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat hiperplasi yang kemudian
berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma.
2.1.2 Etiologi
Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui (Conzen,
Tatyana & Olopade, 2008; Desen, 2011; Black & Hawks, 2014). Beberapa faktor
risiko secara umum dijabarkan sebagai berikut :
2.1.2.1 Usia : Angka kejadian kanker payudara meningkat seiring bertambahnya
usia. Data melaporkan insiden kanker payudara meningkat pada usia di
atas 50 tahun (American Cancer Society, 2002). Hal serupa dilaporkan
oleh Lewis (2007), angka kejadian kanker payudara di bawah 25 tahun
sangat sedikit dan meningkat secara bertahap hingga usia 60 tahun.
2.1.2.2 Riwayat keluarga dan gen terkait kanker payudara BRCA-1 dan BRCA-2 :
Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat
penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara.
Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya
menderita kanker payudara. Faktor genetik yang dimaksud adalah adanya
mutasi pada beberapa gen yang berperan penting dalam pembentukan
kanker payudara. Gen yang dimaksud adalah beberapa gen yang bersifat
onkogen dan gen yang bersifat mensupresi tumor (American Cancer
Society, 2007). Penelitian menemukan pada wanita dengan saudara primer
seperti ayah/ibu, saudara perempuan ayah/ibu, kakak/ adik yang menderita
kanker payudara, probabilitas terkena kanker payudara lebih tinggi 2-3
kali dibanding wanita tanpa riwayat keluarga dengan kanker payudara
(Webb, 2002 & Dennis 2009). Pada wanita dengan mutasi gen BRCA-1
atau BRCA-2 akan membawa mutasi 50-90% pada keluarganya sehingga
akan meningkatkan angka kejadian kanker payudara dan kemungkinan
perkembangan kanker payudara sebelum usia 50 tahun (Lewis, 2011).
2.1.2.3 Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya
kanker payudara adalah menarche pada umur muda. Usia relatif muda
(kurang dari 12 tahun) saat pertama kali mendapatkan menstruasi dapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
12
meningkatan resiko kanker payudara. Saat ini di negara berkembang
terjadi pergeseran usia menarche menjadi usia 12-13 tahun. Selain itu
nuliparitas menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada
umur tua, setelah partus belum pernah menyusui juga berisiko terkena
kanker payudara (Rasjidi, 2010). Perempuan yang mengalami menopause
alami menopause lebih dari 55 tahun memiliki risiko kanker dua kali lipat
dari perempuan yang mengalami menopause sebelum usia 45 tahun
(Abeloff, 2006).
2.1.2.4 Kelainan kelenjar payudara misalnya pada penderita kistadenoma mamae
hiperplastik berat berinsiden lebih tinggi terkena kanker payudara. Selain
itu jika salah satu payudara pernah terkena kanker maka resiko terkena
kanker payudara kontralateral akan meningkat (Desen, 2011; Black &
Hawks, 2014).
2.1.2.5 Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara :
Penelitian yang dilaksanakan oleh National Heart, Lung, and Blood
(NHLBI) tahun 2002 yang mengikutsertakan perempuan secara acak untuk
menerima hormon ataupun plasebo, kelompok pengguna estrogen dan
progesteron yang diamati setelah 4 tahun penggunaan, tidak didapatkan
peningkatan risiko kanker payudara, sama halnya pada kelompok yang
hanya menerima progesteron saja. Penggunaan terapi hormon yang kurang
dari 5 tahun cenderung tidak meningkatkan risiko terkena kanker payudara
namun wanita yang menggunakan terapi ini dalam waktu lama (lebih dari
10 tahun) mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara
sebelum menopause (National Institutes of Health, 2002; Willett, Rockhill
& Hankinson, 2004).
2.1.2.6 Radiasi pengion : Kelenjar payudara relatif peka terhadap paparan radiasi.
Paparan radiasi yang berlebih berisiko tinggi menyebabkan kanker
payudara (Desen, 2011). Sinar gamma dan sinar-X merupakan contoh
radiasi pengion dengan energi tinggi tetapi panjang gelombangnya sangat
pendek. Selain itu radiasi pengion yang termasuk sumber partikulat adalah
neutron, elektron (partikel beta) dan partikel alpha. Gelombang nonpengion dan pengion serta neutron dapat menembus tubuh dari sumber
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
13
eksternal, partikel bermuatan partikel alpha dan beta memiliki kemampuan
terbatas untuk menembus jaringan tubuh, dan umumnya risiko timbul
karena masuknya kedua partikel tersebut dalam tubuh melalui hidung
dengan cara dihirup ataupun melalui mulut dengan cara tertelan. Radiasi
pengion dan radiasi ultraviolet (UVR) diketahui sebagai penyebab kanker
(IARC, 2012).
2.1.2.7 Diet dan gizi : Sebuah penelitian menunjukkan orang yang gemuk setelah
usia 50 tahun berpeluang lebih besar terkena kanker payudara (Eliases,
Colditz & Rosner, 2006). Jing-Hui Wu et. al, (2013) melakukan penelitian
case control untuk membandingkan pola diet dengan risiko kanker
payudara terhadap 98 pasien dan 103 pasien kontrol seusianya. Hasilnya
menunjukkan bahwa daging dikaitkan dengan risiko kanker payudara yang
lebih tinggi, dan tingginya asupan lemak mungkin berperan penting dalam
hubungan ini. Penelitian lain menyebutkan wanita yang setiap hari minum
2-3 gelas alkohol meningkatkan risiko terkena kanker payudara 21%.
Risikonya tergantung jenis dan dosis alkohol yang diminum (Fentiman,
2001; Terry, Zhang & Kabat, 2006). Alkohol dianggap komponen dalam
jalur metabolisme produksi estrogen. Jadi, dengan meningkatkan tingkat
sirkulasi estrogen, alkohol dapat meningkatkan risiko kanker (Zhang, Lee
& Manson, 2007).
2.1.3 Manifestasi Klinik
Tanda awal dari kanker payudara adalah ditemukannya benjolan yang
terasa berbeda pada payudara, jika ditekan, benjolan ini tidak terasa nyeri maupun
perih, awalnya benjolan ini berukuran kecil semakin lama semakin membesar dan
akhirnya melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara
(peau d’orange) atau puting susu, puting susu masuk ke dalam (retraksi), bila
tumor sudah membesar, muncul rasa sakit yang hilang timbul, kulit payudara
terasa seperti terbakar, payudara mengeluarkan darah atau cairan lain tanpa
menyusui, adanya ulkus, payudara sering berbau dan mudah berdarah (Hasdianah
& Suprapto, 2014). Adanya rasa terbakar dan eritema pada kulit payudara dapat
berkaitan dengan inflamasi namun dapat juga mengindikasikan karsinoma
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
14
inflamatori. Jika tumor dicurigai berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang lainnya sangat disarankan (Black & Hawks, 2014).
2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik dan Diagnostik Banding
2.1.4.1 Anamnesis
Mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, riwayat kelainan
payudara sebelumnya, riwayat keluarga dengan kanker, fungsi kelenjar tiroid,
penyakit ginekologik. Untuk riwayat penyakit sekarang perhatikan waktu
timbunya massa, kecepatan pertumbuhan, dan hubungan dengan haid.
2.1.4.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi : (1) Inspeksi : amati ukuran dan kesimetrisan
payudara, perhatikan apakah ada benjolan tumor atau perubahan patologik kulit
(misalnya kemerahan, cekungan, edema, nodul, erosi, dll), perhatikan kedua
papila payudara apakah simetri, ada retraksi, distorsi, erosi, dll; (2) Palpasi :
Umumnya dalam posisi berbaring atau kombinasi duduk dan berbaring. Cara
pemeriksaan rapatkan ke empat jari, gunakan ujung jari putar palpasi lembut pada
payudara, pijat areola payudara, papila payudara perhatikan apakah keluar sekret
dan bila ada buat sediaan apus untuk pemeriksaan sitologi, jika ada benjolan catat
dengan rinci lokasi, ukuran, konsistensi, kondisi batas, permukaan, mobilitas, dan
nyeri tekan dari benjelon tersebut. Palpasi aksila dan supraklavikular amati bila
ada kelainan.
2.1.4.3 Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan yaitu mamografi,
USG, MRI payudara dan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan sitologi
(aspirasi jarum halus), pemeriksaan histologik (pungsi jarum mandrin) dan
pemeriksaan biopsi (Desen, 2011).
2.1.4.4 Mamografi : Kelebihan mamografi adalah dapat menampilkan nodul yang
sulit dipalpasi atau terpalpasi atipikal menjadi gambar, dapat menemukan
lesi payudara yang tanpa nodul namun terdapat bercak mikrokalsifikasi,
dapat digunakan untuk analisis diagnostik dan rujukan tindak lanjut.
Ketepatan diagnosis sekitar 80%.
2.1.4.5 USG : Transduser frekuensi tinggi dan pemeriksaan dopler tidak
hanya
dapat membedakan dengan sangat baik tumor kistik atau padat,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
15
tapi juga dapat mengetahui perdarahannya serta kondisi jaringan
sekitarnya, menjadi dasar yang diagnosis yang sangat baik.
2.1.4.6 MRI payudara : Karena tumor payudara mengandung densitas
mikrovaskular (MVD = microvascular
payudara
dengan
density)
abnormal,
MRI
kontras memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi
dalam diagnosis kanker payudara stadium dini. Tapi pemeriksaan ini
cukup mahal, sulit digunakan meluas, hanya menjadi suatu pilihan dalam
diagnosis banding terhadap mikrotumor.
2.1.4.7 Pemeriksaan laboratorium : Dewasa ini belum ada petanda tumor spesifik
untuk kanker payudara. CEA memiliki nilai positif bervariasi 2070%, antibodi monoklonal CA 15-3 angka positifnya 33-60%, semuanya
dapat digunakan untuk referensi diagnosis dan tindak lanjut klinis.
2.1.4.8 Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus : Metode ini sederhana, aman,
akurasi mencapai 90% lebih. Data menunjukkan pungsi aspirasi jarum
tidak mempengaruhi hasil terapi.
2.1.5 Patofisiologi
Kanker payudara berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada
sistem duktal, mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel
atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma.
Carsinoma membutuhkan waktu tujuh tahun untuk tumbuh dari sel tunggal sampai
menjadi massa yang cukup besar sehingga dapat diraba (kira-kira berdiameter 1
cm). Pada ukuran itu kira-kira seperempat dari kanker payudara telah
bermetastasis melalui sistem limfatik ke nodus limfatik aksila. Kanker dapat
bermetastase ke bagian lain yang jauh termasuk paru-paru, liver, tulang dan otak.
Sel kanker akan tumbuh terus-menerus dan sulit untuk dikendalikan. Kanker
payudara bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya
melalui saluran limfe dan aliran darah (Price & Wilson, 2005; Suryaningsih &
Sukaca, 2009; Black & Hawks, 2014).
2.1.6 Distribusi dan Klasifikasi
Dari seluruh kanker payudara sekitar 50% tumbuh pada kuadran lateral
atas, 10% pada ketiga kuadran lain dan 20% sub areolar (Black & Hawks, 2014).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
16
2.1.6.1 Klasifikasi Patologik Kanker Payudara menurut WHO (2003) :
a. Karsinoma non invasif (Noninfiltratif)
1. Karsinoma in situ duktal : Prakanker noninvasif di mana sel-sel abnormal
ditemukan di dalam lapisan saluran payudara.
2. Karsinoma in situ lobular : Jenis kanker yang menyerang jaringan sekitar
payudara dan belum menembus dinding lobulus atau masih berada di
dalam kelenjar air susu. Karsinoma ini ditandai dengan pelebaran satu
atau lebih duktus terminal dan atau tubulus, tanpa disertai infiltrasi ke
dalam stroma. Sel-sel berukuran lebih besar dari normal, inti bulat kecil
dan jarang disertai mitosis.
3. Karsinoma papiliform intraduktal : Suatu kondisi medis yang ditandai
dengan pertumbuhan sel-sel yang menyerupai kutil dalam saluran air
susu ibu yang kecil di belakang areola (area gelap di sekeliling puting
payudara), menyebabkan timbulnya benjolan kecil di bawah areola dan
sekret puting payudara yang abnormal. Pada beberapa kasus, orang-orang
dengan papiloma intraduktal dapat merasa nyeri pada daerah yang benjol
tersebut.
4. Karsinoma papiliform intrakistik : Pada karsinoma ini dijumpai daerah
yang berbentuk kista dengan dindingnya terdiri dari jaringan ikat fibrous.
b. Karsinoma mikroinvasif : Pada karsinoma mikroinvasif, disamping
perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat, juga sel tumor menembus
membrane basalis dan invasive pada stroma sejauh tidak lebih 5 mm dari
membrane basalis
c. Karsinoma Invasif
1. Karsinoma duktal invasif : Karsinoma duktus infiltrative merupakan
karsinoma payudara yang paling umum terjadi. Secara histologist,
jaringan ikat padat tersebar berbentuk sarang. Sel berbentuk bulat sampai
polygonal, bentuk inti kecil dengan sedikit gambaran mitosis. Pada tepi
tumor, tampak sel
kanker mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar
seperti sarang, kawat atau seperti kelenjar.
2. Karsinoma lobuler invasif : Jenis ini merupakan karsinoma infiltrative
yang tersusun atas sel-sel berukuran kecil dan seragam dengan sedikit
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
17
pleimorfisme. Karsinoma lobular invasive biasanya memiliki tingkat
mitosis rendah. Sel infiltrative biasanya tersusun konentris disekitar
duktus berbentuk seperti target. Sel tumor dapat berbentuk signet-ring,
tubuloalveolar, atau solid.
d. Karisnoma tubular : Bentuk sel kanker ketika dilihat dibawah microskop
tampilannya lebih baik dari Invasive Ductal Carcinoma dan Invasive Lobular
Carcinoma.
e. Karsinoma kribriform invasif : Insiden karsinoma kribriformis invasif hanya
sekitar 0,8-3,5% dari seluruh kanker payudara dengan rata-rata umur
penderita 55 tahun (Ellis, 2003). Secara klinis tumor dapat muncul sebagai
massa, tetapi sering kali berupa occult. Gambaran mamografi yang diduga
massa biasanya mengandung mikrokalsifikasi. Multifokal dapat dijumpai
hampir 20% kasus. Tumor tersusun atas kelompokan sel berbentuk pulaupulau, sering berbentuk angulated, yang berbatas tegas dengan stroma. Inti
sel kecil-kecil yang menunjukkan tingkat pleomorfisme yang rendah atau
moderate. Mitosis jarang dijumpai. Sering dijumpai reaksi desmoplastik
yang menonjol pada banyak kasus karsinoma kribiformis invasif.
f. Karsinoma meduler : Tipe spesifik pada invasive breast cancer. Dimana batas
tumor jelas terlihat. Sel kanker lebar dan sel sistem imun terlihat disekitar
batas tumor. Sel berukuran besar berbentuk polygonal/lonjong dengan batas
sitoplasma tidak jelas. Diferensiasi dari jenis ini buruk, tetapi memiliki
prognosis lebih baik daripada karsinoma duktus infiltrative. Biasanya
terdapat infiltrasi limfosit yang nyata dalam jumlah sedang diantara sel
kanker, terutama dibagian tepi jaringan kanker.
g. Karsinoma musinosa dan karsinoma kaya mukus lainnya
1. Karsinoma musinosa : Pada karsinoma musinosum ini di dapat sejumlah
besar mucus intra dan ekstraseluler yang dapat dilihat secara
makroskopis maupun mikroskopis. Secara histologist, terdapat 3 bentuk
sel kanker. Bentuk pertama, sel tampak seperti pulau-pulau kecil yang
mengambang dalam cairan musin basofilik. Bentuk kedua, sel tumbuh
dalam susunan kelenjar berbatas jelas dan lumennya mengandung
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
18
musin. Bentuk ketiga terdiri dari susunan jaringan yang tidak teratur
berisi sel tumor tanpa diferensiasi, sebagian besar berbentuk signet-ring.
2. Karsinoma adenoid kistik dan mukokarsinoma sel torak : Kanker berasal
dari jaringan adenoid berbentuk kista dan bermukus.
3. Karsinoma sel niget : Karsinoma yang berasal dari sel basal.
h. Karsinoma neuroendokrin
1. Karsinoma neuroendokrin padat : Makroskopis karsinoid tumor dapat
tumbuh infiltratif atau meluas ke daerah sekitarnya. Konsistensi tumor
yang menghasilkan musin adalah lunak dan gelatinous. Membentuk
struktur alveolar atau solid yang cenderung berisi sel-sel yang tepinya
tersusun palisade.
2. Atipikal : Kondisi jinak (bukan kanker) di mana terdapat sel-sel normal
berlebihan dalam lapisan saluran payudara (duktus mammae) dan sel-sel
abnormal yang terlihat di bawah mikroskop.
3. Karsinoma neuroendokrin sel kecil : Makroskopis karsinoid tumor dapat
tumbuh infiltratif atau meluas ke daerah sekitarnya dengan sel tumor
berbentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin
granular.
4. Karsinoma neuroendokrin sel besar : Makroskopis karsinoid tumor dapat
tumbuh infiltratif atau meluas ke daerah sekitarnya dengan tipe sel besar.
i. Karsinoma papilar invasif : Komponen invasive dari jenis karsinoma ini
berbentuk papiler.
j. Karsinoma apokrin : Karsinoma ini didominasi dengan sel yang memiliki
sitoplasma eosinofilik, sehingga menyerupai sel apokrin yang mengalami
metaplasia. Bentuk karsinoma apokrin dapat ditemukan juga pada jenis
karsinoma payudara yang lain
k. Karsinoma dengan metaplasia : Perubahan bentuk jaringan biasanya
terlokalisir/terbatas dan berisi beberapa sel yang berbeda, yang secara tipikal
tidak ditemui pada kanker payudara yang lain. Tumor yang tumbuh pada
sambungan antara jaringan di payudara.
1. Karsinoma metaplasia epitel : Neoplasma ganas yang berasal dari epitel.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
19
2. Karsinoma metaplasia sel skuamosa : Satu jenis kanker yang berasal dari
lapisan epidermis.
3. Karsinoma adenoskuamosa : Jenis kanker yang mengandung dua jenis
sel, sel skuamosa (sel tipis datar yang melapisi organ-organ tertentu) dan
sel seperti kelenjar.
4. Karsinoma mukoepidermoid : Tumor ganas epitel yang terdiri dari
berbagai proporsi mukosa, epidermoid (misalnya squamous), menengah,
kolumnar, dan sel-sel yang jelas dan sering menunjukkan pertumbuhan
kistik menonjol.
5. Karsinoma mesenkimal epitelial campuran : Kanker yang berasal dari
campuran jaringan epitel dan mesenkim.
6. Adenokarsinoma dengan metaplasia sel spindel : Karsinoma sarkomatoid
yang menyerupai gambaran soft tissue sarcoma.
l. Karsinoma lipoid : Karsinoma yang berasal dari jaringan lemak.
m. Karsinoma sekretorik : Gambaran makroskopis biasanya tampak berupa
nodul yang berbatas tegas, berwarna abu-abu keputihan atau kuning
kecoklatan. Ukuran tumor antara 0,5-12 cm, biasanya ukuran tumor lebih
besar pada pasien yang berusia lebih tua. Pada umumnya sel-sel tumor
berkelompok dengan batas yang tegas, tetapi sering dapat dijumpai
menginvasi ke jaringan lemak sekitarnya. Jaringan sklerotik mungkin dapat
dijumpai pada tengah lesi yang mengandung tiga gambaran dalam bermacam
kombinasi.
Pertama
gambaran
mikrositik (honeycombed
pattern)
mengandung kista kecil-kecil dalam ruang yang besar yang mirip dengan
folikel tiroid. Kedua, adanya gambaran solid dan yang ketiga adanya
gambaran tubuler yang mengandung massa sekresi.
n. Karsinoma onkositik : Kanker yang ditemukan pada sel-sel onkositik.
o. Karsinoma kistik adenoid : Jenis kanker ini penggolongannya dilihat dari
ukurannya, tumor lokal. Termasuk jenis invasive dengan karakteristik sel
yang berbentuk kribriformis, tetapi lambat dalam pertumbuhan dan
penyebaran. Secara makroskopis, tampak tumor dengan batas yang tegas,
berwarna abu-abu, merah muda atau kuning kecoklatan dengan rata-rata
diameter 7-12 cm. Kadang-kadang dijumpai mikrokistik.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
20
p. Karsinoma asinar : Kanker berbentuk seperti dilatasi kecil/seperti kantung.
q. Karsinoma sel jernih kaya glikogen : Kanker yang memiliki sel besar dengan
batas jelas, sitoplasma jernih (kaya glikogen).
r. Karsinoma seborea : Tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada
orang yang sudah tua, terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit,
berbatas tegas, berwarna kecoklatan atau hiperpigmentasi, dan sedikit
meninggi dibanding permukaan kulit.
s. Karsinoma mammae inflamatorik : Tipe kanker payudara yang agresive.
Kulit pada payudara menjadi merah dan bengkak. Atau menjadi tebal/besar.
Berbintik-bintik menyerupai jeruk yang terkelupas. Ini dikarenakan oleh sel
kanker yang memblock pembuluh getah bening yang letaknya dekat
permukaan payudara.
t. Penyakit paget papila mammae : Penyakit paget ditandai dengan gambaran
eksim unilateral, berbatas tegas pada papilla mammae yang merupakan
metastasis epidermal dari adenokarsinoma saluran kelenjar mammae.
Mulanya berupa krusta ertematosa atau keratolitik berbatas tegas, dan terasa
gatal. Setelah beberapa bulan atau tahun menjadi infitratif dan ulseratif.
2.1.6.2 Klasifikasi Tumor Nodul Metastase (TNM) menurut Smeltzer dan Bare
(2002) :
a. Tumor primer (T) :
1. T0 Tidak ada bukti tumor primer
2. Tis Karsinoma in situ
3. T1 Tumor kurang dari 2 cm
4. T2 Tumor lebih dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm
5. T3 Tumor lebih dari 5 cm
6. T4 Perluasan kedinding dada, inflamasi
b. Kelenjar getah bening regional (N) :
1. N0 Tidak ada tumor dalam kelenjar getah bening regional.
2. N1 Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang dapat berpindah-pindah.
3. N2 Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang menetap.
4. N3 Metastasis ke kelenjar mamaria interna ipsilateral.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
21
c. Metastasis jauh (M) :
1. M0 Tidak ada metastasis jauh.
2. M1 Metastasis jauh (termasuk menyebar ke kelenjar supraklavikular
ipsilateral).
2.1.6.3 Pertahapan Kanker Payudara menurut Price dan Wilson (2005):
a. Stadium 0 Tis N0 M0, bertahan hidup 5 tahun 99% pasien
b. Stadium 1 T1 N0 M0, bertahan hidup 5 tahun 92% pasien
c. Stadium IIA T0 N1 M0, bertahan hidup 5 tahun 82% pasien
T1 N1 M0
T2 N0 M0
d. Stadium IIB T2 N1 M0, bertahan hidup 5 tahun 65% pasien
T3 N0 M0
e. Stadium IIIA T0 N2 M0, bertahan hidup 5 tahun 47% pasien
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1, N2 M0
f. Stadium IIIB T4 N apa saja M0, bertahan hidup 5 tahun 44% pasien
T apa saja N3 M0
g. Stadium IV T apa saja N apa saja M1, bertahan hidup 5 tahun 14% pasien
2.1.7 Penatalaksanaan Kanker Payudara
Ada beberapa penanganan kanker payudara yang tergantung pada stadium
klinik penyakitnya, yaitu pembedahan (operasi), radiasi, dan kemoterapi
(Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010; Desen, 2011; Black & Hawks, 2014;
Hasdianah & Suprapto, 2014). Operasi sering dilakukan pada pasien kanker
payudara stadium I, II dan III. Pada stadium ini kanker payudara dianggap
operabel dan sifat pengobatannya adalah kuratif. Pengobatan pada stadium I, II
dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvan. Untuk stadium I, II
pengobatannya yaitu mastektomi radikal, mastektomi radikal modifikasi, dengan
atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvan. Jika kelenjar getah bening aksila
mengandung metastase maka diberikan terapi radiasi adjuvan dan sitostatika
adjuvan dengan tindakan operasi mastektomi total, mastektomi segmental dengan
diseksi kelenjar limfe aksilar dan mastektomi segmental dengan diseksi kelenjar
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
22
limfe sentinel. Jika kelenjar getah bening aksila tidak mengandung metastase,
maka terapi radiasi dan sitostatika adjuvan tidak diberikan. Stadium IIIa adalah
simpel mastektomi dengan radiasi dengan sitostatika adjuvant. Untuk stadiun
lanjut, yaitu stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu
terutama untuk mengurangi penderitaan penderita dan memperbaiki kualitas
hidup. Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan
utama adalah radiasi dan dapat diikuti modalitas lain yaitu hormonal terapi dan
sitostatika. Stadium IV pengobatan yang primer adalah yang bersifat sistemik
yaitu hormonal dan kemoterapi. Radiasi terkadang diperlukan untuk paliatif.
Ada beberapa macam tujuan radiasi yaitu (1) murni kuratif atau pada
pasien yang menolak operasi, (2) radiasi adjuvan yang dilakukan sebelum atau
sesudah operasi dan (3) radiasi paliatif yang digunakan untuk mengatasi masalah
pasien dengan stadium lanjut, misalnya untuk mengurangi nyeri (Desen, 2011).
Radiasi dapat diberikan secara bersamaan atau berselang-seling dengan
kemoterapi, atau diberikan berurutan setelah kemoterapi diselesaikan. Macam
kemoterapi yang dapat diberikan yaitu kemoterapi pra-operasi, kemoterapi
adjuvan pasca operasi dan kemoterapi terhadap kanker mammae stadium lanjut
dan metastatik (Black & Hawks, 2014).
2.2 Konsep Dasar dan Definisi dari Teori Peaceful End Of Life
Peaceful end of life theory merupakan salah satu teori keperawatan yang
dikembangkan oleh Cornelia M. Ruland dan Shirley M. Moore pada tahun 1998
dan termasuk kedalam kategori middle range theory (Fitzpatrick & McCarthy,
2014). Peaceful end of life theory sering digunakan dalam lingkup perawatan
paliatif dan masalah lain yang mengutamakan kedekatan keluarga serta
melibatkan orang yang bermakna dalam perawatan pasien sehingga dapat
mengurangi gejala dan meningkatkan kepuasan pasien dalam berinteraksi dengan
orang lain. Proses keperawatan paliatif bukan bertujuan meningkatkan
kesembuhan tetapi lebih ditekankan untuk tujuan membebaskan pasien dari rasa
nyeri, memberikan perasaan nyaman, dihargai dan dihormati, damai, dan merasa
dekat dengan sesorang yang bermakna dalam kehidupannya (Tomey & Alligood
2010). Teori ini juga dapat diterapkan pada pasien kuratif yang masih berada pada
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
23
stadium awal sampai pada pasien yang penyakitnya sudah tidak responsif
terhadap pengobatan. Pasien diberikan perawatan secara komprehensif dengan
tujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan
penderitaannya, memberikan dukungan bio-psiko-sosio dan spiritual mulai dari
menetapkan diagnosa sampai mengantarkan pasien pada kematian yang damai
serta memberi dukungan terhadap keluarga yang sedang dalam keadaan berduka
(Tomey & Alligood 2010).
2.2.1 Konsep Utama Teori PEOL
Enam konsep utama teori PEOL yang dirumuskan oleh Ruland & Moore
(1998), yaitu : (1) memantau dan mengelola nyeri pasien dengan memberikan
intervensi farmakologi dan nonfarmakologi sebagai upaya dalam mengurangi
nyeri,
(2)
mencegah,
memantau,
menghilangkan
dan
mengurangi
ketidaknyamanan fisik dengan memfasilitasi istirahat, mengajarkan teknik
relaksasi, memberikan kepuasan dan mencegah komplikasi untuk membantu
menciptakan kenyamanan bagi pasien, (3) melibatkan pasien dan orang yang
bermakna dalam kehidupan pasien dalam pengambilan keputusan terkait
perawatan pasien, memperlakukan pasien dengan bermatabat, bersikap empati dan
simpati, serta penuh perhatian terhadap kebutuhan, keinginan dan hal-hal yang
disukai pasien, (4) memberikan dukungan emosional, memantau pernyataan
pasien atas perasaan cemas terhadap tindakan pengobatan yang dijalani,
memonitor dan memenuhi kebutuhan pasien akan obat anti cemas, membina
hubungan saling percaya, menghadirkan pasien lain yang dengan kondisi sama
serta orang terdekat yang bermakna dalam memberikan bimbingan terhadap
masalah-masalah yang dihadapi pasien yang berkaitan dengan rasa damai, (5)
menfasilitasi dan melibatkan partisipasi orang lain yang bermakna atau keluarga
dalam perawatan pasien, rasa empati terhadap reaksi berduka, khawatir dan
menanggapi pertanyaan pasien serta memfasilitasi pasien untuk lebih dekat
dengan keluarga dan orang yang merawat pasien (6) Pengalaman pasien terbebas
dari rasa nyeri, merasa nyaman, dihargai, dihormati, damai dan tenang serta dekat
dengan orang yang bermakna dapat membantu pasien menghadapi akhir
kehidupan yang penuh kedamaian (Tomey & Alligood 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
24
2.2.2 Penerapan Teori Peaceful End of Life
Sebagian besar keluarga dan pasien merasa terbebani dengan penyakit
kronis dan kondisi terminal. Kualitas dukungan dalam hidup yang terbaik adalah
suatu pertimbangan penting dalam perawatan (Lorenz, Lynn, Dy, Shugarman,
Wilkinson, Mularski & Shekelle, 2008). Menurut Ruland dan Moore (2001, dalam
Tomey & Alligood 2010), tahapan proses keperawatan lebih ditekankan pada
proses pengkajian dan intervensi yang bertujuan untuk menggali respons klien
berdasarkan masalah utama dan pencapaian kualitas hidup. Tahapan tersebut
bersifat dinamis dan berkelanjutan. Aplikasi teori peaceful end of life pada asuhan
keperawatan klien kanker mengacu pada lima konsep utama yang merupakan
indikator pencapaian tujuan dari teori tersebut, yaitu:
2.2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama proses keperawatan
dimulai dengan wawancara riwayat kesehatan (anamnesis) serta mengamati klien
selama berinteraksi. Pengamatan ini akan mengarahkan perawat pada aspek yang
perlu difokuskan saat pemeriksaan fisik selanjutnya (Black & Hawks, 2014).
Pengkajian keperawatan dapat menggunakan berbagai macam instrumen misalnya
Verbal Rating Scale (VRS), Visual Analogue Scale (VAS), Numerical Rating Scale
(NRS) dan ESAS (Edmonton Symptom Assessment System)
VRS adalah alat ukur yang digunakan untuk menggambarkan intensitas
nyeri dengan menggunakan kata sifat, dari “tidak nyeri/no pain” sampai “nyeri
hebat/extreme pain”. Kata sifat dalam VRS diskore dengan menggunakan angka
menurut intensitas nyerinya meliputi 5 skala 0 sampai 4 yaitu skore “0” tidak
nyeri, skore “1” kurang nyeri, skore “2” nyeri yang sedang, skor “3” nyeri keras,
skore “4” nyeri yang sangat keras (Welchek, Mastrangelo, Sinatra & Martinez,
2009; American Medical Association, 2010).). NRS adalah suatu alat ukur yang
menggunakan skala numeral untuk menilai intensitas rasa nyeri pada pasien
dengan level skala numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti tidak nyeri, 5
atau 50 nyeri sedang, dan 10 atau 100 berarti nyeri hebat (American Medical
Association, 2010; Breivik, Borchgrevink, Allen, Rosseland, Romundstand &
Hals, 2008). VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa
intensitas nyeri dan secara khusus meliputi garis 10-15 cm, dengan setiap
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
25
ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “tidak
nyeri” dan ujung kanan diberi tanda “nyeri hebat”. VAS dianggap lebih sensitif
terhadap perubahan nyeri kronik daripada nyeri akut (American Medical
Association, 2010).
ESAS merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai sejumlah
gejala yang sering muncul pada pasien terminal meliputi nyeri, mual, kurang
nafsu makan, sesak nafas, kelelahan, mengantuk, kecemasan, depresi, dan
perasaan damai (Alberta Health Service & Convenan Health, 2010).
a. Pengkajian Nyeri
Nyeri adalah persepsi dalam kondisi sadar yang dihasilkan dari stres
lingkungan. International Association for the study of Pain (IASP) mendefinisikan
nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan, aktual ataupun potensial (IASP, 1996 dalam
Black & Hawks, 2014). Pengkajian nyeri dilakukan untuk mengevaluasi adanya
keluhan nyeri yang dirasakan oleh pasien meliputi keluhan utama, riwayat
penyakit yang diderita, sumber nyeri, karakteristik nyeri, lokasi nyeri, durasi
nyeri, perilaku non verbal yang mengindikasikasikan masalah nyeri, faktor yang
mengurangi atau memperberat nyeri, riwayat penggunaan analgetik (Kemp, 2010;
Black & Hawks, 2014). Ada dua jenis pola nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronis.
Nyeri kronis dibagi dalam tiga macam yaitu nyeri kronis persisten, nyeri kronis
intemiten dan nyeri kronis malignan (terkait kanker) (Black & Hawks, 2014).
Karena nyeri bersifat subjektif, dibutuhkan alat bantu untuk menilai
tingkat nyeri pasien. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk menilai
tingkatan nyeri pada orang dewasa yaitu VAS (Visual Analoge Scale). Dengan
menggunakan alat bantu tersebut nyeri kanker dapat dibagi dalam tiga kelompok,
yaitu nyeri ringan ( nilai VAS 1-3), nyeri sedang ( nilai VAS 4-6),dan nyeri berat
(nilai VAS 7-10), sedangkan pada anak-anak dapat digunakan Face Pain Rating
Scale (Scale Wong-Baker FACES) (Campbell, 2009).
b. Pengkajian Rasa Nyaman
Perasaan nyaman diartikan sebagai perasaan terbebas dari rasa
ketidaknyamanan, merasa senang dan puas terhadap sesuatu serta merasa hidup
lebih mudah, damai dan menyenangkan (Ruland & Moore (1998) di dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
26
Tomey & Alligood , 2010). Pengkajian rasa nyaman meliputi monitoring sumber
atau penyebab ketidaknyamanan pasien, yang membuat pasien tidak merasa puas
dan semua yang membuat hidup pasien sulit dan tidak nyaman misalnya keadaan
depresi terkait penyakit yang dideritanya yang dinyatakan tidak akan sembuh,
sesak napas, perasaan mengantuk yang disebabkan oleh proses penyakit, merasa
lelah, mual muntah karena proses penyakit maupun terapi, kurang nafsu makan,
dan kurang dukungan finansial, dalam hal ini teori Kolcaba menjadi landasan
dalam pengkajian rasa nyaman. VAS juga dapat digunakan sebagai alat bantu
dalam menilai rasa nyaman pada klien kanker. Misalnya dalam memonitor mual
pasien akibat kemoterapi. Skala VAS mual terbagi menjadi tiga kelompok yaitu
mual ringan (nilai VAS 1-3), mual sedang (nilai VAS 4-6),dan mual berat (nilai
VAS 7-10) (Borjeson, Hursti, Peterson, Fredikson, Fürst & Lundqvist, 1997
dalam Lua, Salihah, Mazlan, 2015).
c. Pengkajian Dihargai dan Dihormati
Setiap klien dengan masalah penyakit terminal ingin dihormati dan
dihargai sebagai manusia seutuhnya. Konsep ini menggunakan prinsip etikautonomi dan menghomati orang lain, dimana setiap individu memiliki hak untuk
membuat keputusan sendiri. Dalam menjalani perawatan seringkali pasien merasa
lemah, tidak berguna yang membuat pasien mengisolasi diri. Rasa kecewa, mudah
tersinggung biasanya mengawali perasaan tidak dihargai dan tidak dihormati pada
diri pasien. Pengkajian merasa dihargai dan dihormati dilakukan dengan
mengevaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan sendiri, mengkaji
kebutuhan pasien terhadap keinginan dan pilihannya dalam proses perawatan.
d. Pengkajian Perasaan Damai
Damai diartikan sebagai perasaan tenang, harmonis dan puas, bebas dari
kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran dan takut. Arti damai dalam aspek ini
meliputi fisik, psikologis dan dimensi spiritual. Pengkajian damai dilakukan
dengan cara mamantau kondisi emosional pasien, mengevaluasi kebutuhan pasien
akan obat anti kecemasan, memantau kebutuhan pasien dan keluarga akan
bimbingan praktis terhadap timbulnya masalah perawatan pasien.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
27
e. Pengkajian Dekat dengan Orang yang Bermakna
Perasaan dekat merupakan perasaan tentang berhubungan dengan individu
lain yang bermakna dalam kehidupan pasien yang terlibat dalam proses perawatan
pasien. Kedekatan ini melibatkan fisik atau kedekatan emosional yang
diekspresikan dalam bentuk kehangatan, hubungan yang baik dengan keluarga,
sahabat, rekan kerja maupun masyarakat sekitar. Pasien selama dirawat
membutuhkan dukungan dan kunjungan orang-orang terdekat sehingga tidak
menimbulkan
perasaan
diasingkan
atau
diisolasi.
Hal
tersebut
sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Tindakan yang dapat dilakukan perawat
dalam pengkajian adalah dengan mengkaji kebutuhan orang yang bermakna dan
peduli terhadap pasien, baik dalam kesedihan, kekhawatiran dan ketika
memerlukan jawaban dalam pertanyaan terkait perawatan pasien, mengkaji
kebutuhan pasien untuk dekat dengan keluarga, teman atau masyarakat.
2.2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Hasil dari pengkajian akan teridentifikasi masalah yang terjadi pada pasien
baik itu masalah aktual maupun masalah potensial. Dengan pendekatan teori
peaceful end of life kemungkinan diagnosa keperawatan yang teridentifikasi
adalah nyeri, ansietas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, gangguan pemenuhan
nutrisi, intoleransi aktivitas, kerusakan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit,
ansietas, gangguan konsep diri, resiko infeksi, koping keluarga in efektif, isolasi
sosial, menarik diri, penampilan peran tidak efektif, kerusakan interaksi sosial dan
lain-lain.
2.2.2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi
keperawatan
merupakan
tindakan
keperawatan
yang
diaplikasikan terhadap pasien sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
dirumuskan. Intervensi keperawatan berdasakan pada NIC (nursing intervention
classification). Berikut tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam
penerapan “Peaceful End of Life Theory” :
a. Bebas dari Nyeri :
Sebagai seorang perawat berperan dalam memonitor dan mengkaji nyeri
secara komprehensif serta dapat berkolaborasi dalam pemberian analgetik maupun
memberikan intervensi keperawatan secara mandiri dalam bentuk pemberian
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
28
terapi nonfarmakologi yang dapat menurunkan nyeri pada pasien misalnya berupa
intervensi fisik untuk memberikan kenyamanan dan meningkatkan mobilitas
dengan cara stimulasi kutaneus, pijat, kompres hangat/dingin, akupunktur,
Transkutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS), dan akupresur, serta
intervensi kognitif-perilaku untuk mengubah persepsi nyeri, menurunkan
ketakutan dan meningkatkan perilaku kontrol terhadap nyeri dengan cara nafas
dalam, relaksasi progresif, musik, guided imagery, distraksi, terapi sentuhan,
meditasi dan humor (Black & Hawks, 2014).
b. Perasaan Nyaman
Sebagai
perawat
tindakan
yang
dilakukan
meliputi
mencegah,
memonitoring dan membebaskan ketidaknyamanan fisik, memfasilitasi untuk
beristirahat dan relaksasi serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi yang
akan menyebabkan ketidaknyamanan pasien.
c. Perasaan Dihargai dan Dihormati
Perasaan dihargai dan dihormati pada pasien dapat dilakukan dengan
melibatkan pasien dan orang lain yang bermakna dalam kehidupannya dalam
setiap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perawatan pasien,
merawat pasien dengan menjunjung harga dirinya, berempati, dan memberikan
rasa hormat serta memberikan perhatian terhadap ekspresi, kebutuhan pasien,
keinginan dan pilihannya.
d. Perasaan Damai
Tindakan perawat dalam aspek ini yaitu memberikan dukungan emosional,
memantau dan memenuhi kebutuhan pasien akan obat anti kecemasan,
membangun kepercayaan dan menyediakan pasien dan orang lain yang bermakna
bagi pasien bimbingan praktis dalam penyelesaian masalah pasien.
e. Perasaan Dekat dengan Orang yang Bermakna.
Perasaan dekat merupakan perasaan tentang kedekatan dengan individu
lain yang peduli. Perasaan dekat ini tidak hanya dari segi fisik saja akan tetapi
mencakup fisik, kedekatan emosional yang diekspresikan dalam bentuk
kehangatan, hubungan yang intim. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan
menfasilitasi partisipasi orang lain yang bermakna dan peduli terhadap perawatan
pasien, mendampingi orang lain yang bermakna ketika dalam kesedihan,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
29
kekhawatiran dan memerlukan jawaban atas pertanyaan terkait perawatan pasien,
serta memberikan kesempatan pasien untuk lebih dekat dengan keluarganya.
2.2.2.4 Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk melihat sejauhmana tercapainya tujuan yang
ditetapkan berdasarkan NOC (Nursing Outcome Classification). Evaluasi
dilakukan dengan cara membandingkan perubahan kondisi baik secara fisik,
psikologis, sosial dan spiritual pada waktu sebelum dilakukan intervensi dengan
setelah dilakukan intervensi.
2.2.3 Hubungan Lima Konsep Utama Teori Peaceful End of Life
Teori PEOL yang terdiri dari lima konsep yang saling berkaitan, yaitu
bebas dari rasa nyeri, merasa nyaman, dihargai, damai dan dekat dengan orang
yang bermakna dalam kehidupan pasien. Kriteria proses dari setiap konsep
tersebut dapat digabungkan misalnya nyeri, kenyamanan dan damai dapat
dijadikan satu konsep yang sederhana dalam manajemen gejala fisik maupun
psikologisnya. Konsep nyeri dengan dua kriteria proses yaitu memantau dan
menghilangkan rasa sakit serta memberikan tindakan farmakologi dan non
farmakologi memiliki kedekatan hubungan dengan kriteria proses dari
kenyamanan yang meliputi pencegahan, pemantauan dan pengurangan rasa
ketidaknyamanan fisik dan kriteria proses dari kedamaian yaitu memonitor,
memenuhi kebutuhan klien selama perawatan anti cemas. Intervensi non
farmakologis yang bisa dilakukan misalnya terapi musik, humor, relaksasi,
menghirup aromaterapi diberikan sebagai distraksi pasien terminal dan sangat
bermanfaat untuk mengurangi rasa nyeri, kecemasan dan rasa ketidaknyamanan
fisik secara umum. Penggabungan kriteria proses tersebut memudahkan dan
menyederhanakan jumlah intervensi yang diberikan pada pasien. Gambaran
hubungan teori PEOL dapat dilihat pada skema di bawah ini :
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
30
Skema 2.1 Hubungan Teori Peaceful End of Life
Peaceful End of Life
Tidak
nyeri
Pengalaman
Nyaman
Pengalaman
bermartabat/dihormati
Monitoring
dan
pemberian
penghilang
nyeri
Mencegah,
memantau dan
menghilangkan
ketidaknyamanan
fisik
Menerapkan
intervensi
farmakologis
dan non
farmakologisi
Memfasilitasi
istirahat,
relaksasi dan
kepuasan hati
Pencegahan
komplikasi
Perasaan
damai
Kedekatan dengan
orang yang peduli
Melibatkan pasien
dan orang lain yang
bermakana dalam
pengambilan
keputusan
Memberikan
dukungan
emosional
Memfasilitasi
partisipasi orang
lain yang berarti
dalam perawatan
pasien
Merawat
pasien dengan
bermartabat,
empati dan
rasa hormat
Memantau
kebutuhan
pasien akan
obat anti
kecemasan
Hadir pada orang
lain yang
bermakna ketika
dalam kesedihan,
kekhawatiran dan
pertanyaan
Memberikan
perhatian
kepada ekspresi
kebutuhan
pasien,
keinginan dan
pilihannya
Memberikan
inspirasi
kepercayaan
Menyediakan
pasien atau
orang lain
yang
bermakna
bimbingan
praktis dalam
masalah
Memfasilitasi
kesempatan
bagi
kedekatan
keluarga
Sumber: Ruland, C. M., & Moore, S. M. (1998) dalam Alligood & Tomey 2010
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
31
2.3 Konsep Kemoterapi
2.3.1 Definisi
Kemoterapi adalah terapi sistemik terhadap kanker sistemik (misal
leukemia, mieloma, limfoma, dll), dan kanker dengan metastase klinis maupun
subklinis (Desen, 2011). Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti
kanker (sitostatika) berbentuk pil, cair, kapsul atau melalui infus yang bertujuan
membunuh sel kanker diseluruh tubuh melalui mekanisme kemotaksis (Hasdianah
& Suprapto, 2014).
2.3.2 Prinsip Kerja Pengobatan Kemoterapi
Prinsip kerja pengobatan kemoterapi adalah dengan meracuni sel-sel
kanker yang bertujuan untuk membunuh, mengontrol pertumbuhan dan
menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker agar tidak bermetastasis, atau untuk
mengurangi gejala-gejala seperti nyeri yang disebabkan oleh kanker (Desen,
2011). Kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan radiasi atau pembedahan
yang bersifat setempat, karenanya kemoterapi dapat menjangkau sel-sel kanker
yang mungkin sudah menjalar dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (Yarbro,
Wujcik, Gobel & Holmes, 2010).
Penggunaan kemoterapi berbeda-beda untuk setiap pasien, kadang-kadang
sebagai pengobatan utama, pada kasus lain dilakukan sebelum atau setelah operasi
atau radiasi. Tingkat keberhasilan kemoterapi juga berbeda-beda tergantung jenis
kankernya (Iskandar, 2007; Desen, 2011). Sumber lain menjelaskan kemoterapi
bekerja secara langsung ataupun tidak langsung mengganggu reproduksi sel
dengan mengubah proses-proses biokimia yang penting. Obat kemoterapi tertentu
seperti golongan antimetabolit terhadap sel dalam siklus proliferasi fase G1, S, G2
dan M lebih peka dibandingkan sel dalam fase statis G0. Menurut perbedaan efek
atas berbagai fase multiplikasi sel obat kemoterapi dapat dibagi menjadi dua
golongan yaitu (1) obat non spesifik terhadap siklus sel (Cell Cycle Non Specific
Agent/CCNSA) dapat membunuh sel fase istirahat maupun sel multiplikasi, (2)
obat spesifikasi siklus sel (Cell Cycle Specific Agent/CCSA) membunuh sel
multiplikasi lebih banyak dibanding sel statis (Desen, 2011). Hasil yang
diharapkan adalah terkontrolnya semua sel ganas. Beberapa eksperimen dan
pengalaman klinis menyatakan bahwa kebanyakan agen kemoterapi tidak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
32
membunuh sel-sel kanker dalam sekali paparan. Oleh karena itu dosis atau siklus
kemoterapi berulang harus dilangsungkan (Black & Hawks, 2014).
2.3.3 Agen Kemoterapi pada Kanker
Kombinasi dua atau lebih obat sering digunakan sebagai agen kemoterapi.
Alasan dilakukannya terapi kombinasi adalah untuk menggunakan obat yang
bekerja pada bagian yang berbeda dari proses metabolisme sel, sehingga akan
meningkatkan kemungkinan dihancurkannya jumlah sel-sel kanker. Setiap obatobatan yang dipilih untuk kombinasi harus efektif melawan jenis kanker yang
akan diobati. Ketika dikombinasi, agen-agen kemoterapi merusak lebih banyak sel
ganas dan menimbulkan efek samping yang sedikit karena setiap obat mengenai
sel kanker pada tahap-tahap yang berbeda pada siklus sel (Black & Hawks, 2014).
Selain itu, efek samping yang berbahaya dari kemoterapi dapat dikurangi jika obat
dengan efek beracun yang berbeda digabungkan, masing-masing dalam dosis
yang lebih rendah dari pada dosis yang diperlukan jika obat itu digunakan
tersendiri (Iskandar, 2007).
Pada kanker payudara yang sifatnya lokal, kemoterapi adjuvan untuk
kanker stadium awal I dan II umumnya mengikuti intervensi bedah lokal dan
meliputi kombinasi cyclophospamide (Cytoxan), doxorubicin (Adriamycin),
methotrexate (Mexate), 5-Fluorouracil (5-FU), paxlitaxel (Taxol), dan docetaxel
(Taxotere). Terapi adjuvan (kuratif) standar untuk kanker payudara adalah enam
siklus cyclophospamide, methotrexate dan 5-Fluorouracil (CMF) serta empat
siklus doxorubicin dan cyclophospamide dengan methotrexate, 5-Fluorouracil
atau leucovorin (Wellcovorin). Terapi sistemik adjuvan umumnya tidak diberikan
pada klien dengan tumor terbesar berdiameter 0,5 cm atau kurang dan tanpa
keterlibatan nodus limfatik. Kemoterapi sitotoksik menggunakan CMF atau
regimen cyclophospamide, doxorubicin, 5-Fluorouracil (CAF), atau hanya
cyclophospamide, doxorubicin (AC) tepat untuk klien dengan nodus negatif. Bagi
klien yang dengan nodus positif regimen kemoterapi yang mengandung
anthracycline (doxorubicin) lebih disarankan. Tambahan paclitaxel dapat
diberikan pada klien dengan nodus positif yang status reseptor estrogennya
negatif. Bagi klien yang memiliki tumor dengan repseptor estrogen positif, terapi
hormon selama 5 tahun juga direkomendasikan. Terapi hormon yang dapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
33
diberikan dapat berupa tamoxifen saja, inhibitor aromatase saja, atau kombinasi
antara keduanya (Black &Hawks, 2014). Penelitian menunjukkan adanya manfaat
tambahan jika inhibitor aromatase digunakan segera, atau setelah 2 hingga 3
tahun pemberian tamoxifen, atau setelah menyelesaikan pemberian tamoxifen
selama 5 tahun (Buzdar & Cuzick, 2006).
Jika klien memiliki penyakit yang lebih luas (stadium IIIA dan IIIB) yang
prognosisnya kurang baik umumnya membutuhkan pendekatan yang lebih agresif.
Klien secara khas memiliki ukuran tumor >5cm, invasi langsung pada kulit
payudara atau dinding dada dan limfadenopati aksila yang terfiksasi. Umumnya
klien ini mejalani kemoterapi pra operasi dengan atau tanpa terapi hormon yang
diikuti dengan pembedahan dan radioterapi. Pendekatan alternatif meliputi
penggunaan kemoterapi kombinasi dosis tinggi, diikuti agen kombinasi tambahan
yang juga aktif pada kanker payudara. Tambahan paclitaxel setiap tiga minggu
untuk empat siklus yang dilakukan setelah rejimen standar doxorubicin
(Adriamycin) dan cyclophospamide setiap tiga minggu untuk empat siklus pada
perempuan dengan kanker payudara bernodus positif. Terapi adjuvan lain meliputi
paclitaxel dan antibodi monoklonal transtuzumab (Herceptin) (Black &Hawks,
2014). Beberapa uji randomisasi terkontrol besar menunjukkan efektifitas
transtuzumab dan paclitaxel sebagai agen tunggal dan kombinasi untuk adjuvan
kanker payudara dengan HER-2 positif (Piccart & Gebhart, 2005).
2.3.4 Tujuan Kemoterapi
2.3.4.1 Kemoterapi Kuratif
Kemoterapi kuratif harus menggunakan formula kemoterapi kombinasi
yang terdiri atas obat dengan mekanisme yang berbeda, efek toksik berbeda, dan
masing-msing efektif bila digunakan tersendiri, diberikan dalam banyak siklus,
untuk setiap obat dalam formula tersebut memakai dosis maksimum yang dapat
ditoleransi oleh tubuh.
2.3.4.2 Kemoterapi Adjuvan
Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang dikerjakan setelah operasi
radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian dari terapi kuratif. Karena banyak tumor
pada waktu pra operasi memiliki mikro metastase di luar lingkup operasi, maka
setelah lesi primer dieksisi, tumor tersisa akan tumbuh semakin pesat, kepekaan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
34
terhadap obat bertambah. Pada umumnya bila ukuran tumor semakin kecil, ratio
pertumbuhan semakin tinggi dan terhadap kemoterapi semakin peka. Bila tumor
mulai diterapi sejak dini, semakin sedikit muncul sel tahan obat. Oleh karena itu
terapi sejak dini terhadap mikro mestatase akan menyebabkan efektifitas
kemoterapi meningkat dan kemungkinan resistensi terhadap obat berkurang,
peluang kesembuhan bertambah.
2.3.4.3 Kemoterapi Neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang dilakukan sebelum
operasi atau radioterapi.
2.3.4.4 Kemoterapi Paliatif
Kemoterapi paliatif hanya dapat digunakan untuk mengurangi gejala
seperti nyeri dan memperpanjang angka harapan hidup.
2.3.4.5 Kemoterapi Investigatif
Kemoterapi investigatif merupakan uji klinis dengan regimen kemoterapi
baru atau obat baru yang sedang diteliti. Untuk menemukan obat atau regimen
baru dengan efektivitas yang tinggi namun toksisitas rendah memang diperlukan
adanya penelitian terkait regimen kemoterapi.
2.3.5 Efek Samping Kemoterapi
Efek samping kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi tidak hanya
menghancurkan sel-sel kanker tetapi juga menyerang sel-sel sehat, terutama selsel yang membelah dengan cepat. Obat kemoterapi secara umum disebut
sitostatika, berefek menghambat atau membunuh semua sel yang sedang aktif
membelah diri. Jadi, sel normal yang aktif membelah atau berkembang biak juga
terkena dampaknya, seperti sel akar rambut yang menyebabkan kebotakan, sel
darah menyebabkan anemia dan sel selaput lendir mulut menyebabkan sariawan.
Oleh karena itu, pemberian obat sitostatik harus dibawah pengawasan dokter yang
berpengalaman untuk mencegah timbulnya efek samping yang serius, dan bila
terjadi efek samping dapat segera diatasi. Agar sel tubuh normal mempunyai
kesempatan untuk memulihkan dirinya, maka pemberian kemoterapi biasanya
harus diberikan dalam selang waktu 2-3 minggu sebelum dimulai lagi pemberian
kemoterapi berikutnya (Hendry, 2007).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
35
Sumber lain menyebutkan terapi dengan sitostatika dapat menyebabkan
mielosupresi sehingga dapat menimbulkan risiko infeksi (neutropenia) dan
perdarahan (trombositopenia). Kerusakan pada membran mukosa menyebabkan
nyeri pada mulut, diare dan stimulasi zona pemicu kemotaksis yang menimbulkan
mual dan muntah (Davey, 2006). Semua kemoterapi bersifat teratogenik.
Beberapa obat menyebabkan toksisitas yang spesifik terhadap organ, seperti ginjal
(cisplatin) dan saraf (vinkristin). Perawatan suportif dengan antagonis 5-HT3, 5
Hidroksitriptamin (serotonin) dan steroid lebih mengatasi rasa mual (Davey,
2006). Berikut contoh beberapa agen kemoterapi, cara kerja dan efek samping
yang ditimbulkan menurut (Hesketh, 2008) :
2.3.5.1 Dactinomycin : Cara kerja utamanya adalah mengikat DNA mencegah
transkripsi dan menghambat sintesis DNA. Efek samping mielosupresi,
sensitizer radiaso, stomatitis.
2.3.5.2 Cysplatine: Cara kerja yang utama yaitu menghambat sintesis DNA, efek
samping yaitu toksisitas renal, tuli, mielosupresi, mual, muntah.
2.3.5.3 Cycloposphamide : Cara kerja yaitu menghambat sintesis DNA. Efek
samping yaitu sistitis hemoragik, mielosupresi, mual, muntah, sekresi
ADH tidak sesuai, alopesia, karsinogenik.
2.3.5.4 Cytarabine : Cara kerja utama yaitu menghambat sintesis DNA, Efek
samping
yaitu
mielosupresi,
mual,
muntah,
diare,
demam,
hepatotoksisitas, alopesia.
2.3.5.5 Daunorubicin dan doxorubicin : Cara kerja utama yaitu menghambat
sintesis DNA, Ribonucleic Acid (RNA) dan protein melalui interkalasi
DNA. toksisitas jantung, mielosupresi, alopesia, stomatitis, selulitis lokal
akibat ekstravasasi, mual, muntah.
2.3.5.6 Etoposide : Cara kerja yaitu merusak DNA, menghambat sintesis mitosis.
Efek samping mielosupresi, hipersensitivitas, mual muntah.
2.3.5.7 Fluorouracil : Cara kerjanya yaitu menghambat sintesis DNA. Efek
samping mielosupresi, stomatitis, esofagitis, alopesia, dermatitis.
2.3.5.8 Mercaptopurine : Cara kerja utama adalah menghambat biosintesis purin
de novo. Efek samping yaitu mielosupresi, stomatitis, hapatotoksisitas.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
36
2.3.5.9 Methotrexate : Cara kerjanya yaitu menghambat dihidrofolat reduktase,
membatasi sintesis pirimidin dan purin de novo. Efek samping yaitu
mielosupresi, hepatotoksisitas, toksisitas ginjal, osteoporosis, ulkus
saluran cerna dan mulut, mua, muntah.
2.3.5.10 Vincristin : Cara kerja yaitu menghambat pembentukan gelondong
mitosis. Efek samping yaitu neurotoksisitas, alopesia, selulitis lokal
akibat ekstravasasi, sekresi ADH tidak sesuai.
2.4 Konsep Mual Muntah Akibat Kemoterapi
2.4.1 Definisi Mual Muntah
Mual adalah akibat dari kondisi yang meningkatkan tekanan dinding
lambung, duodenum, atau esofagus bagian bawah akhir. Rangsangan yang tidak
nyaman, distensi, gastritis dan karsinoma lambung dapat mengakibatkan mual.
Mual dapat diikuti dengan muntah maupun tidak. Mual diakibatkan oleh
rangsangan emetik pusat (Black, 2014; Olver , Eliott & Koczwara, 2014).
Menurut Kelly, (2013), mual ditandai perasaan tidak menyenangkan yang
mengawali keinginan untuk muntah, disertai dengan gejala otonom (pucat,
berkeringat, peningkatan produk saliva, takikardia). Sedangkan muntah atau
emesis, ditandai dengan kontraksi otot abdomen, penurunan diafragma, dan
pembukaan kardia lambung yang menghasilkan pengeluaran yang kuat dari isi
lambung melalui mulut (Garret, 2003; Dipiro & Taylor, 2005; Kelly, 2013). Mual
muntah akibat kemoterapi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
presentasi mual, muntah, atau kombinasi dari keduanya sebagai gejala terkait
pemberian
sitotoksik
kemoterapi
(Marx,
Kiss,
Alexandra,
McCarthy,
McKavanagh & Isenring, 2016). Mual dan muntah terjadi dalam tiga stadium
yaitu mual, retching (gerakan dan suara sebelum muntah) dan muntah (Prince &
Wilson, 2008).
2.4.2 Etiologi Mual Muntah akibat Kemoterapi
Etiologi mual muntah dipengaruhi oleh masalah yang berbeda, oleh karena
itu cara mengatasinya juga berbeda, bisa sederhana atau bisa juga kompleks
(Dipiro & Thomas, 2005). Selain disebabkan oleh kemoterapi, mual muntah dapat
disebabkan oleh obstruksi usus, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, uremia,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
37
obat (digitalis, opium) dan metastase otak (Anonim, 2014). Selain adanya potensi
emetik dari agen kemoterapi, adapula beberapa faktor risiko yang menyebabkan
mual muntah akibat kemoterapi. Faktor-faktor ini dapat dikategorikan ke dalam
dua kelompok utama yaitu faktor risiko terkait pengobatan dan faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan pasien (Rangwala et al., 2012). Umumnya,
dibandingkan dengan semua faktor prediktif lain, pemberian agen emetogenicity
intrinsik dari kemoterapi dianggap sebagai faktor dominan untuk terjadinya mual
dan muntah setelah kemoterapi (Hesketh, 2008). Faktor yang berkaitan dengan
pengobatan meliputi jenis kemoterapi (potensi emetogenitas), dosis obat
kemoterapi, jadwal dan rute pemberian (Hawkins & Grunberg 2009). Beberapa
agen kemoterapi dan risiko emetogenik dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Risiko Emetogenik dari Beberapa Agen Kemoterapi
Tingkat emetogenik
Intravena
Oral
High (emesis risk: >90%
Carmustine (BiCNU®), cisplatin,
Hexamethylmelamine
without antiemetics)
dacarbazine (DTIC-Dome®), melphalan (Hexalen®),
(Alkeran®) (high dose), nitrogen
procarbazine
mustard/mechlorethamine (Mustargen®), (Matulane®)
dactinomycin (Cosmegen®),
cyclophosphamide (Cytoxan®, Neosar®)
plus ananthracycline, cyclophosphamide
(>1500 mg/m2), streptozotocin
(Zanosar®)
Moderate (emesis risk:
Anthracyclines, carboplatin
Cyclophosphamide,
30-90% without
(Paraplatin®), carmustine (high dose),
temozolomide
antiemetics)
cyclophosphamide (< 1500 mg/m2),
(Temodar®), Etoposide
ifosfamide (Ifex®), irinotecan
(Toposar®,VePesid®,
(Camptosar®), methotrexate
Etopophos®),
(Rheumatrex®,Trexall®) (high dose),
vinorelbine
oxaliplatin (Eloxatin®), topotecan
(Navelbine®), imatinib
(Hycamtin®)
(Gleevec®, Glivec®)
Low (emesis risk: 10-30% Etoposide, 5-fluorouracil
Capecitabine
without antiemetics)
(Adrucil®),gemcitabine (Gemzar®),
(Xeloda®),fludarabine
mitoxantrone (Novantrone®) (< 12
(Fludara®),tegafurmg/m2), taxanes, vinblastine (Alkabanuracil (Uftoral®)
AQ®,Velban®)
, etoposide, sunitinib
vinorelbine (Navelbine®), methotrexate
(Sutent®), everolimus
(Rheumatrex®,Trexall®) (> 100 mg/m2) (Afinitor®), lapatinib
(Tykerb®),
lenalidomide
(Revlimid®),
thalidomide
(Thalomid®)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
38
Minimal (emesis risk: <
10% without antiemetics)
Bortezomib (Velcade®), hormones, vinca
alkaloids, bleomycin (Blenoxane®)
(Oncovin®,Vincasar PFS®)
busulfan (Busulfex®, Myleran®),
vinblastine (AII<aban-AQ®,Velban®),
vincristine
, Chlorambucil
(Leukeran®),
melphalan (Alkeran®),
erlotinib
(Tarceva®),
methotrexate,gefitinib
(Iressa®), sorafenib
(Nexavar®),
hydroxyurea (Hydrea®,
DroxiaTM®,
Mylocel®), sunitinib,
L-phenylalanine
mustard, 6-thioguanine
(Tabloid®)
Sumber : Jordan et al., 2007; Herrstedt & Roila, 2009; Roila et al., 2010
2.4.3 Faktor Risiko Mual Muntah
Sedangkan faktor risiko mual muntah yang berhubungan dengan pasien
meliputi usia muda, jenis kelamin perempuan, riwayat mual muntah, morning
sickness dan riwayat konsumsi alkohol (Booth, Clemons, Dranitsaris, Joy, Young
& Callaghan, 2007; Hesketh, Aapro, Street & Carides, 2010). Selain faktor risiko
di atas Feyer dan Jordan, (2011), menambahkan bahwa kecemasan, riwayat
motion sickness, riwayat hiperemesis gravidarum juga menjadi faktor risiko mual
muntah akibat kemoterapi. Berikut penjabaran faktor risiko dari mual muntah
menurut beberapa sumber :
2.4.3.1 Usia : Beberapa penelitian mengemukakan lebih mudah untuk mengontrol
emesis pada pasien dalam usia lanjut. Pada pasien yang lebih muda
biasanya ada kecendrungan untuk perkembangkan kearah reaksi distonik
akut. Pasien yang berusia kurang dari 50 tahun yang mendapat kemoterapi
dengan potensi emetik dan mengalami gangguan mual muntah setelah
pengobatan sebelumnya, berisiko mengalami mual muntah antisipator
(Morrow & Dobkin, 2002). Pada penelitian lain didapatkan bahwa pasien
anak dan orangtua melaporkan kejadian mual muntah lebih berat pada
penggunaan cyclophosphamide dibandingkan dengan Antrasiklin. Dalam
penelitian tersebut juga dilaporkan remaja lebih berat mengalami mual
muntah daripada anak-anak dan perempuan dilaporkan lebih berat
mengalami mual muntah dibandingkan laki-laki (Lebanon, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
39
2.4.3.2 Jenis kelamin : Lebih sulit untuk mengontrol emesis pada wanita dari pada
laki–laki yang diberikan kemoterapi yang sama termasuk dalam dosis dan
frekuensi pemberiannya. Kemungkinan karena pengaruh hormon, wanita
lebih berisiko mengalami mual muntah dari pada laki-laki (Thompson,
1999 dalam Garret et al., 2003).
2.4.3.3 Riwayat emesis tidak terkontrol : Emesis yang sulit dikontrol sebelum
penggunaan kemoterapi akan menyebabkan pasien lebih sulit untuk
mengontrol emesisnya saat dilakukan kemoterapi walaupun sudah
diberikan antiemesis, terutama untuk emesis yang bersifat akut.
2.4.3.4 Riwayat hiperemesis gravidarum : Pasien yang mempunyai riwayat HG
biasanya lebih mudah mengalami mual muntah akibat kemoterapi.
2.4.3.5 Motion sickness : Pasien yang mengalami motion sickness biasanya lebih
mudah mengalami mual muntah akibat kemoterapi (Solimando, 2003).
2.4.3.6 Pernah mengonsumsi alkohol : Emesis akan lebih mudah muncul pada
pasien yang biasa menggunakan alkohol dalam dosis tinggi (>100 g/ hari).
Semakin banyak alkohol yang dikonsumsi risiko kejadian emesis akan
semakin tinggi.
Penelitian yang dikemukakan oleh Casey (2012), mual muntah akibat
kemoterapi dapat terjadi pada pasien yang berusia kurang dari 50 tahun, jenis
kelamin perempuan, riwayat penggunaan alkohol, riwayat mual muntah
sebelumnya (misalnya selama kehamilan, mabuk perjalanan, riwayat mual muntah
dengan kemoterapi sebelumnya, kecemasan, agen kemoterapi
2.4.4 Mekanisme Mual Muntah akibat Kemoterapi
Mekanisme mual muntah akibat kemoterapi belum sepenuhnya dipahami.
Hal ini disebabkan mekanisme yang berbeda bertanggung jawab untuk mual dan
muntah di fase yang berbeda. Selanjutnya, mekanisme satu agen kemoterapi
mungkin berbeda dengan agen lain. Mual muntah setelah pemberian kemoterapi
dirangsang melalui efek pada sejumlah situs. Mekanisme yang terbaik
melibatkan efek pada usus kecil bagian atas (Hesketh, 2008). Setelah pemberian
kemoterapi, sel enterochromaffin (dalam usus) distimulasi, yang mengarah ke
lokal rilis exocytotic serotonin (5-HT), yang kemudian berinteraksi dengan
kemoreseptor 5-HT3, yang terletak di saraf vagus di dinding usus (Bakeret et al.,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
40
2005). Selanjutnya, impuls akan ditransmisikan terutama untuk solitarius inti
tractus/nucleus
tractus
solitarius
(NTS),
dan
kemudian
memicu
zona
kemoreseptor/Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di otak. Reseptor (NK1, 5-HT3
dan dopamin-2) hadir di dorsal kompleks vagal, dan mengikat neurotransmiter
(masing-masing Substansi P, 5-HT dan dopamin). Proyek serat eferen dari
punggung kompleks vagal ke efektor akhir dari refleks muntah di batang otak
(Baker et al., 2005; Hesketh, 2008). Agen Antineoplasik juga dapat menyebabkan
mual dan muntah melalui interaksi dengan daerah postrema (AP) dalam kompleks
dorsal vagal. Sumber potensial lainnya jalur eferen termasuk struktur di lobus
temporal, seperti amigdala (Hesketh, 2008).
Sumber lain menjelaskan muntah diinduksi oleh berbagai zat kimia, obat
sitostatik dan diperantai melalui CTZ (Schein, 1997). CTZ terletak di pembuluh
area postrema pada permukaan otak. CTZ dapat bereaksi secara langsung terhadap
substansi dalam darah. CTZ dapat diaktifkan oleh sinyal dari lambung dan usus
kecil sepanjang saraf vagal aferen atau oleh aksi langsung dari komponen
emetogenik yang dibawa dalam darah (obat anti kanker, opioid) (Garret et al.,
2003). Obat-obat kemoterapi menstimulasi enterochromaffin dalam sistem
pencernaan menyebabkan sel-sel di usus melepaskan serotonin yang mengaktivasi
reseptor serotonin. Aktivasi reseptor mengaktifkan jalur aferen vagal yang
kemudian sensasi ini diteruskan dan mengaktivasi pusat muntah di otak yaitu di
medulla oblongata, akhir dari proses yang komplek ini ditandai dengan filorus
yang mengalami relaksasi, yang memungkinkan isi duodenum dan proksimal
yeyunum bergerak menuju lambung, akibat gerakan peristaltik yang kuat untuk
kemudian terjadi regurgitasi isi lambung melalui esophagus dan faring (Baker,
2005; Hesket, 2008; Kelly, 2013).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
41
Gambar 2.1 Mekanisme Mual Muntah
Sumber : Moradian & Howell (2015)
2.4.5 Tipe Mual Muntah akibat Kemoterapi
2.4.5.1 Mual muntah akut, biasanya terjadi saat pemberian sitostatika tanpa
pengobatan antiemetik. Mual muntah akut adalah mual dan/atau muntah
dalam 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi (Jordan, Sippel &
Schmoll, 2007; Schwartzberg, 2007). Muntah, dengan tidak adanya
profilaksis antiemetik yang efektif, paling sering dimulai dalam waktu 1-2
jam kemoterapi, dan biasanya memuncak dalam 4-6 jam pertama (Dewan
et al., 2010).
2.4.5.2 Mual muntah tertunda menggambarkan keterlambatan mual muntah akibat
penggunaan terapi sitostatika cisplatin. Terjadi setelah 24 jam setelah
pemberian terapi (Hesketh, 2005). Terlepas dari rejimen yang digunakan,
frekuensi dan jumlah episode mual dan muntah mungkin lebih sedikit
dalam fase tertunda, dibandingkan dengan mual muntah akut. Namun,
mual muntah tertunda, lebih sulit dikelola daripada mual muntah akut
(Grunberg, 2004; Dewan et al., 2010).
2.4.5.3 Antisipator mual muntah, terjadi pada pasien yang merasa mual atau rasa
tidak enak diperut dan cemas sebelum obat sitostatika diberikan. Mual
muntah antisipator sering terjadi pada pasien yang memiliki pengalaman
mual muntah yang tidak terkontrol selama program kemoterapi
sebelumnya (Schwartzberg, 2007).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
42
2.4.6 Dampak Mual Muntah akibat Kemoterapi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 90% dari semua pasien
dengan mual dan/atau muntah akut atau tertunda atau keduanya melaporkan
bahwa hal itu berdampak pada kehidupan sehari-hari mereka. Mual muntah akibat
kemoterapi memiliki dampak negatif pada fisik, kognitif, sosial, emosional dan
fungsi peran (Martin et al., 2003; Bergkvist & Wengstrom, 2006). Penelitian lain
melaporkan bahwa mual memiliki dampak negatif lebih kuat daripada muntah
pada kualitas hidup (Foubert & Vaessen, 2005). Selain itu mual muntah juga
berdampak pada status gizi, kualitas hidup pasien dan tingkat kepatuhan pasien
dalam menjalani pengobatan (Ballatori, Roila & Ruggeri, 2007; Ferna´ndez,
Caloto & Chirveches, 2012; Davidson, Teleni & Muller, 2012).
2.4.7 Terapi Mual dan Muntah
Secara garis besar terapi yang digunakan meliputi 2 macam, yaitu :
2.4.7.1 Terapi farmakologi dengan antiemetik. Antiemetik yang biasa digunakan
dalam terapi CINV menurut Roila, Herrstedt & Aapro, 2010 yaitu :
a. Fenotiazin :
Obat ini merupakan lini pertama yang digunakan dalam penanganan mual
muntah akibat kemoterapi. Mekanisme kerjanya adalah dengan memblokade
reseptor dopamin di area postrema (CTZ dan pusat muntah) digunakan untuk
mengobati mual muntah karena kemoterapi dengan emetogenisitas ringan.
Fenotiazin yang diberikan secara IV memiliki efikasi yang lebih baik
dibandingkan pemberian secara peroral. Contoh obat golonganini misalnya :
proklorperazin, klorpromazin, perphenazine, thiethylpirazine dan promethazine.
Efek samping yang sering timbul adalah sedasi, akathisia, hipotensi, dan reaksi
diastonik.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid khususnya dexamethasone digunakan untuk mencegah
mual muntah karena kemoterapi dengan emetogenisitas sedang hingga berat.
Mekanisme kerjanya belum diketahui pasti, namun diduga karena mampu
menyebabkan
perubahan
permeabilitas
sel
dan
mampu
menghambat
prostaglandin. Efek samping yang sering muncul adalah insomnia dan perut terasa
terbakar. Kortikosteroid seperti dexamethasone digunakan untuk atribut
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
43
antiemetik insidental mereka dan umumnya diresepkan dalam kombinasi dengan
agent antiemetik lainnya. Mekanisme kerja untuk kelas ini obat kurang dipahami
tetapi mekanisme yang disarankan meliputi modulasi permeabilitas kapiler dari
CTZ, efek antiinflamasi dalam saluran pencernaan, dan pelepasan endorphin.
c. Metoklopramid
Metoklopramid merupakan antiemetik pilihan kedua dalam penanganan
mual muntah akibat kemoterapi. Mekanisme kerjanya adalah dengan memblokade
reseptor dopaminergik di CTZ dan dapat digunakan untuk segala macam
klasifikasi dari mual muntah akibat kemoterapi. Efek samping yang sering muncul
adalah diare, reaksi ekstrapiramidal, sedasi, dan hipotensi.
d. Antagonis Reseptor Neurokinin
Obat golongan ini biasanya digunakan secara kombinasi dengan SSRI dan
kortikosteroid untuk mencegah mual muntah akut dan tunda, misalnya aprepitant
dan fosaprepitant. Obat-obat ini diyakini bertindak terpusat dalam CTZ dengan
menghambat tindakan neuropeptida yang dikenal sebagai zat P60.
e. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)
Mekanisme kerjanya adalah dengan memblokade fase CINV akut,
sehingga digunakan sebagai terapi standar CINV, PONV, RINV, dengan efek
samping yang ringan, misalnya ondansentron, granisentron, palonosentron,
dolasentron.
Untuk
terapi
pencegahan
karena
pemakaian
obat
dengan
emetogenisitas yang tinggi maka pemakaian obat ini dapat dikombinasikan
dengan kortikosteroid. Efikasi penggunaan obat ini dapat mencapai 30–50% pada
pasien yang menggunakan cysplatine, sedangkan untuk obat-obatan kemoterapi
lainnya efektivitas obat ini dapat mencapai 70%. Efek samping yang paling sering
muncul dalam penggunaan obat golongan ini adalah pusing, konstipasi,
meningkatkan enzim di hati, dan meningkatkan interval konduksi jantung. Obatobatan golongan ini lebih dikenal dengan sebutan Antagonis 5-HT3 (5hydroxytriptamine/serotonin) yang bekerja dengan mengikat 5- HT3 reseptor
dalam saluran pencernaan, yang konsekwensinya blok muntah aferen sinyal ke
CTZ dalam otak. Antagonis 5-HT3 merupakan komponen penting dari terapi
entiemetik yang modern.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
44
f. Antikolinergik
Alkaloid seperti skopolamin dan atropin memiliki efektivitas sebagai
antiemetik dengan cara menghambat reseptor kolinergik pusat. Efek samping
yang sering muncul adalah pandangan kabur, mulut kering, sedasi, dan lain-lain.
Contoh obat golongan ini adalah buclizin, meklizin.
g. Antihistamine
Obat ini bekerja dengan memblok reseptor H di otak dan telinga tengah.
Efek samping yang paling sering timbul adalah kantuk, mulut kering, dan sedasi.
Contoh obat golongan ini adalah difenhidramin, dan hidroksizin.
h. Benzodiazepin.
Mekanisme antiemetik dari obat golongan ini belum dapat diketahui
secara pasti. Efek samping yang paling sering dari obat ini adalah sedasi,
pandangan kabur, dan amnesia. Lorazepam merupakan yang paling sering
digunakan dari golongan ini, walaupun midazolam dan diazepam juga dapat
digunakan. Benzodiazepin biasanya digunakan untuk aktivitas emetogenik yang
ringan atau dipilih sebagai terapi profilaksis dalam penanganan mual dan muntah
akut dan antisipatif (Dipiro, 2009).
2.4.7.2 Penanganan Mual muntah secara non Farmakologis
Selain teknik farmakologis yang telah diuraikan di atas, ada beberapa
teknik nonfarmakologis yang termasuk dalam terapi komplementer yang dapat
digunakan untuk mencegah atau mengatasi mual muntah akibat kemoterapi
meliputi penyesuaian asupan makanan dan cairan, relaksasi, olahraga, hipnosis,
biofeedback, pencitraan terarah, desensitasi sistemis, dan inhalasi aromaterapi
(Black & Hawks, 2014). Hal serupa disampaikan oleh Marx et al., (2016) bahwa
terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi
diantaranya pengaturan gaya hidup dan diet, sumplementasi jahe dan terapi
komplementer lainnya meliputi yoga, relaksasi otot progresif, pijat, aromaterapi,
hipnotis, latihan, program pendidikan, dan stimulation titik akupunktu.
2.4.8 Alat Ukur Mual Muntah
Untuk mengkaji mual dan muntah digunakan alat ukur dari Morrow
(Morrow Assessment of Nausea and Emesis/MANE ) yang meliputi frekuensi,
durasi dalam menit, dan intensitas mual dan muntah setelah kemoterapi. Untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
45
mengkaji intensitas mual digunakan Visual Analog Scale (VAS) dan skala Likert
(Stern, Koch & Andrews, 2011). VAS adalah skala dari 0 sampai 10 atau skala 10
sampai 100 dengan nol mewakili tidak ada mual dan 10 atau 100 yang mewakili
mual maksimal. Skala Likert meminta pasien untuk menilai mual sebagai tidak
mual, mual ringan, sedang atau berat. Sedangkan jumlah muntah dengan
menggunakan gelas ukur dalam skala cc atau ml.
2.5 Aromaterapi
2.5.1 Pengertian Aromaterapi
Aromaterapi klinis digunakan oleh dokter, terapis pijat, praktisi perawat,
terapis okupasi, dan petugas kesehatan lainnya (Cordell & Buckle, 2013).
Aromaterapi berasal namanya dari kata aroma, yang berarti aroma atau bau dan
terapi yang berarti pengobatan. Terapi ini merupakan cara alami penyembuhan
pikiran, tubuh dan jiwa seseorang (Worwood, 2000). Menurut Hines, Steels,
Chang & Gibbons (2012), aromaterapi adalah praktik menghirup uap minyak
atsiri/esensial atau zat lain untuk mengobati atau meringankan gejala fisik
dan/atau emosional. Hal serupa disampaikan oleh Buckle (2014), aromaterapi
merupakan penggunaan minyak esensial yang diperoleh dari tanaman aromatik,
untuk sifat terapeutik yaitu penanganan yang meliputi masalah psikologis, tubuh,
dan motivasi.
2.5.2 Manfaat Aromaterapi
Minyak esensial sering digunakan dengan tujuan terapi, campuran
kosmetik, aromatik, pengharum dan kegunaan spiritual (Evans, 2000). Terapi
minyak ini diyakini dapat meringankan stres, meremajakan dan menumbuhkan
semangat individu untuk bekerja di hari berikutnya. Saraf penciuman dari hidung
ke otak adalah lokasi penting untuk aksi minyak ini. Minyak ini telah terbukti baik
sebagai antibakteri, antibiotik, dan antivirus dan beberapa praktisi telah
menyarankan penggunaan minyak esensial dalam berbagai penyakit seperti
alzheimer, jantung, kanker dan nyeri persalinan pada kehamilan Perry N & Perry
E, 2006; Shiina, Funabash, Lee, Toyoda, Sekine & Honjo, 2008; Jimbo, Kimura,
Taniguchi, Inoue & Urakami, 2009; Smith, Collins & Crowther, 2011; Lai,
Cheung, Lo, Fung & Tong, 2011). Pada saat ini terdapat peningkatan dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
46
pemanfaatan aromaterapi dalam pengobatan kanker dan gangguan tidur
(Marchand, 2014; Lee, Kim, Yeo & Lim , 2015; Hwang & Shin, 2015)
Aromaterapi telah dianjurkan dalam pengobatan kecemasan, hipertensi,
mual dan muntah, dan rasa sakit. Sebuah tinjauan sistematis, 16 percobaan
terkontrol acak (RCT), ditemukan bahwa sebagian besar orang yang
menggunakan aromaterapi dengan gejala kecemasan menunjukkan bahwa
aromaterapi memiliki efek positif dalam mengurangi gejala kecemasan (Lee, Wu,
Tsang, Leung & Cheung, 2011). Studi lain tentang penggunaan aromaterapi pada
pasien kanker, dari 160 pasien kanker yang ikut serta dalam penelitian
melaporkan bahwa aromaterapi berpengaruh dalam penurunan kecemasan di 65%
pasien, sedangkan 47% pasien menyatakan bahwa aromaterapi menurunkan efek
mual muntah (Stringer & Donald, 2011). Penelitian RCT lain melaporkan bahwa
aromaterapi telah terbukti memiliki pengaruh positif terhadap hipertensi dan
secara signifikan mengurangi tekanan darah sistolik dan diastolik (Hur, Lee, Kim
& Ernst, 2012).
2.5.3 Klasifikasi Aromaterapi
Aromaterapi dapat digunakan melalui beberapa cara menurut Ali, Naser,
Saiba, Aftab, Shah dan Anwar, (2015) yaitu melalui:
2.5.3.1 Aromaterapi Kosmetik
Terapi ini menggunakan minyak esensial tertentu untuk produk kosmetik
kulit, tubuh, wajah dan rambut. Produk ini digunakan berfungsi sebagai
pembersih, pelembab, pengeringan dan toning. Kulit yang sehat dapat diperoleh
dengan penggunaan produk minyak esensial pada wajah, kaki dan tangan serta
badan, atau dapat digunakan untuk mandi yang menjadi cara efektif dan
sederhana. Demikian pula, beberapa tetes minyak dapat memberikan peremajaan
dan perevitalisasian (Ziosi, Manfredini, Vertuani, Ruscetta, Radice & Sacchetti,
2010).
2.5.3.2 Aromaterapi Pijat
Terapi aroma dengan cara dipijat, merupakan cara yang sangat digemari
untuk menghilangkan rasa lelah pada tubuh, memperbaiki sirkulasi darah dan
merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun serta meningkatkan kesehatan
pikiran. Aromaterapi apabila digunakan melalui pijat dapat dioleskan langsung
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
47
diatas kulit. Sebelum menggunakan minyak tersebut perlu diperhatikan adanya
kontraindikasi maupun adanya riwayat alergi (Basch et al., 2004). Beberapa
minyak aromaterapi yang bisa digunakan untuk pijat yaitu anggur, almond dan
lidah buaya (Soden, Vincent, Craske, Lucas & Ashley, 2004; Chang, 2008)
2.5.3.3 Aromaterapi Medis
Pendiri
aromaterapi
yang
modern
Rene-Maurice
Gattefosse
telah menggunakan minyak esensial untuk memijat pasien selama operasi,
sehingga memanfaatkan pengetahuan efek minyak esensial aromaterapi medis
untuk mempromosikan dan mengobati penyakit medis yang didiagnosis secara
klinis (Maeda, Ito & Shioda, 2012).
2.5.3.4 Aromaterapi Olfaktori
Olfaktori aromaterapi yaitu aromaterapi yang digunakan dengan cara
dihirup/inhalasi. Inhalasi melalui sistem penciuman merupakan salah satu cara
yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi aroma yang paling
sederhana dan cepat memberikan reaksi (Halcon dan Buckle, 2006). Menurut
Kohatsu, (2008), pemakaian minyak esensial secara inhalasi merupakan metode
yang dinilai paling efektif, dan dalam penggunaannya sangat praktis serta
khasiatnya dapat dirasakan secara langsung dibanding dengan tehnik yang lain.
Tehnik menghirup aromaterapi ini lebih mudah untuk masuk ke dalam tubuh
tanpa melalui proses absorbsi membran sel, molekul-molekul uap akan langsung
mengenai reseptor penghidu yang berada pada rongga hidung dan langsung
terhubung dengan saraf olfaktorius.
Dengan inhalasi sederhana telah terbukti meningkatkan status kesehatan
terkait emosional berupa ketenangan, relaksasi dan peremajaan tubuh manusia
(Maxwell-Hudson, 1995 & Price 1991). Ada beberapa cara dalam penggunaan
aromaterapi : (1) minyak aromaterapi ditempatkan diatas peralatan listrik, dimana
peralatan tersebut sebagai alat penguap. Peralatan listrik harus dicek oleh petugas
sebelum digunakan demi keamanan pasien, kemudian dilakukan penambahan dua
sampai lima tetes minyak aromaterapi dalam vapoiser dengan 20 ml air untuk
menghasilkan uap air. Minyak yang umum digunakan adalah peppermint atau
jahe untuk mual, lavender untuk relaksasi, rose baik digunakan dalam suasana
sedih, floral citrus dapat memberikan kesegaran (Western Australia Departement
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
48
of Health, 2007), (2) aromaterapi dapat dicampur dengan menggunakan air
dengan komposisi 4 tetes aromaterapi ditambah dengan 20 ml air, sehingga dapat
menghasilkan aroma yang segar dan wangi (Kohatsu, 2008), (3) aromaterapi
dapat digunakan secara langsung yaitu dengan mengunakan 1-5 tetes minyak
esensial, diteteskan pada tisu atau kapas, kemudian dihirup 5-10 menit (Halcon &
Buckle, 2006) atau minyak dimasukkan dalam liontin botol kaca dan dikalungkan,
penggunaannya dapat dihirup secara langsung melalui hidung dengan jarak 10-15
cm antara liontin dan lubang hidung (Luaa, Salihah & Mazlan, 2015), (4)
aromaterapi melalui penyemprotan atau minyak sprai dari minyak yang telah
dipilih sebanyak 100 ml dengan menggunakan botol yang memiliki alat
penyemprot kemudian semprotkan pada tubuh sebagai penyegar (Mackinnon,
2004).
Cara kerja aromaterapi inhalasi dimulai dari organ hidung sebagai organ
penghidu yang mendeteksi aroma. Proses menghidu dimulai dengan proses
penerimaan molekul bau oleh olfactory epithelium yang merupakan reseptor
terdiri dari puluhan juta saraf pembau. Pada saat minyak aromaterapi dilepaskan
ke udara, minyak akan masuk melalui hidung dan akan mencapai nostril pada
dasar hidung, sebelum molekul aromaterapi menempel pada silia sel olfactorius,
odoran tersebut dapat larut dalam mucus yang melapisi silia tersebut. Untuk dapat
larut dalam mucus maka minyak aromaterapi harus bersifat hidrofilik. Struktur
dari minyak esensial ini memiliki sifat yang hidrofilik sehingga dapat larut dalam
mucus. Di bawah mucus pada epitel olfactory, reseptor khusus yang disebut
sebagai neuron reseptor olfactory mendeteksi adanya bau. Setiap sel olfactory
hanya memiliki satu jenis reseptor bau (odorant reseptor/ OD), dan satu reseptor
hanya mampu mendeteksi jumlah terbatas bahan-bahan bau, seperti sel-sel
pembau kita sangat terspesialisasi sejumlah kecil bau. Untuk selanjutnya molekul
bau akan berikatan dengan OD, sehingga dapat menyebabkan aktivasi dari protein
G yang kemudian mengaktivasi enzim adenilsiklase dan mengaktifkan cAMP.
Pengaktifan cAMP membuka kanal Na sehingga terjadi influks natrium dan
menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius. Depolarisasi ini kemudian
menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan di transmisikan ke
hipotalamus (Guyton, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
49
Sinyal pada sel mitral yang berada di bulbus olfaktorius menjalar menuju
traktus olfaktorius media dan area olfaktorius lateral. Area olfaktorius lateralis
membawa akson-akson ke area olfaktorius pada korteks serebri, yang disebut
sebagai area periamygdaloidea dan area peripirformis dan area ini dikenal sebagai
area olfaktorius primer (pusat penghidu pada korteks serebri) pada lobus
temporalis bagian inferior medialis. Aktivasi daerah ini menyebabkan adanya
kesadaran terhadap bau tertentu yang dihirup. Selain itu area olfaktorius lateralis
ini akan membawa informasi ke sistem limbik dan hipokampus. Sedangkan area
olfaktorius medial terdiri atas sekumpulan nukleus yang terletak pada anterior dari
hipotalamus. Nukleus pada area ini merupakan nukleus septal yang kemudian
berproyeksi ke hipotalamus dan sistem limbik (Guyton, 2006). Sinyal yang
dihasilkan dari inhalasi aromaterapi akan diterima oleh sistem limbik dan
hipotalamus. Sistem ini akan mengirim pesan kepada otak untuk melepaskan
serotonin dan endorpin untuk dihubungkan dengan sistem saraf tubuh lainnya
sehingga menimbulkan perasaan nyaman sesuai yang diharapkan pikiran dan
tubuh manusia (Krishna, Tiwari & Kumar, 2000)
2.5.3.5 Psiko Aromaterapi
Di negara-negara tertentu suasana hati dan emosi dapat diperoleh dengan
menggunakan minyak ini. Minyak aromaterapi memberikan efek relaksasi, segar,
kesenangan atau pikiran menyenangkan. Inhalasi minyak terapi ini dapat
digunakan langsung meskipun pasien sedang diinfus di dalam ruang rawat. Psikoaromaterapi dan aromacology, sesuai dengan studi aromaterapi alami maupun
sintetis memiliki efek yang baik untuk tubuh dan psikologis (Perry N & Perry E.,
2006).
2.5.4 Aromaterapi Jahe
Banyak tanaman telah dilaporkan untuk digunakan dalam aromaterapi
karena mengandung minyak atsiri/esensial dalam bahan tanaman yang berbeda
seperti bunga, kulit, batang, daun, akar dan buah-buahan. Beberapa dari tanaman
yang digunakan dalam aromaterapi diantaranya lemon, jeruk nipis, jeruk
mandarin, jeruk keprok yang diambil minyak atsirinya melalui kulit buah-buahan;
kayu manis, serai, nilam yang diambil dari daunnya; lavender, rosemary yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
50
diambil dari seluruh bagian tanaman; jahe, jasmine, bunga jeruk, mawar, ylangylang diambil dari akar dan bunga (Battaglia, 2004).
2.5.4.1 Diskripsi Tanaman Jahe
Zingiber officinale atau lebih dikenal sebagai rimpang jahe merupakan
salah satu herbal yang terkenal karena perannya sebagai agen penyedap makanan
di Asia dan India. Sejak abad ke-16, jahe telah digunakan untuk mengobati
berbagai penyakit medis dan kondisi, termasuk migrain, radang sendi,
gingivitis, stroke, maag, sembelit, diabetes, influenza dan mual. Pada tahun 1807,
William Roscoe, seorang ahli botani Inggris, menamai tanaman jahe "Zingiber"
yang berasal dari kata Sansekerta dan berarti "berbentuk tanduk". Zingiber
officinale merupakan tumbuhan dari suku Zingiberaceae yang terdiri lebih dari
1200 spesies tanaman dalam 53 genera yang berbeda (Shukla & Singh, 2007; Ali,
Blunden, Tanira, 2008). Zingiber officinale merupakan tanaman dengan beberapa
kandungan gizi di dalamnya. Jahe mempunyai kegunaan yang bervariasi antara
lain sebagai rempah-rempah, aroma dan obat herbal (Kumar, 2011).
2.5.4.2 Kandungan Kimia jahe
Jahe terdiri dari minyak atsiri (1-3%) dan senyawa tajam nonvolatile.
Penyusun utama dari jahe segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang
dikenal sebagai gingerol. Gingerol sangat tidak stabil dengan adanya panas dan
pada suhu tinggi akan berubah menjadi shogaol. Shogaol lebih pedas dan tajam
dibandingkan gingerol. Shogaol merupakan penyusun utama pada jahe kering
(Mishra et al., 2009). Jahe kering mengandung minyak esensial atau atsiri 1%3%, oleoresin 5%-10%, pati 50%-55%, kadar air 7%-12% dan jumlah kecil
protein, serat, lemak dan abu (Eze dan Gabo, 2011). Kandungan minyak
atsiri/esensial 1%-3% merupakan faktor yang mempengaruhi aroma jahe. Jahe
segar kadar airnya 94%, 17% nya mengandung gingerol 21,15 mg/g (Ali et al.,
2008). Zingiber officinalis mengandung karbohidrat, lemak, serat dan energi
dengan persentase yang tinggi (Hussain, 2010).
2.5.4.3 Manfaat Jahe
Jahe mengandung senyawa kimia seperti oleoresin, geranial, neral, bfellandren, sineol, borneol, bisabolen, zingiberene, gingerol, shogaol, diterpenes,
lypids, protein, pati dan vitamin yang mempunyai sifat dapat mengobati. Karena
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
51
hal tersebut tanaman jahe memperoleh perhatian besar digunakan sebagai
suplemen makanan di Inggris, Amerika dan Eropa. Tanaman ini dilaporkan
memiliki efek anti inflamasi, antimikroba, anti kanker, anti diabetes, anti
lipidemik dan antiemetik (Bhagavathula, Warner & DaSilva, 2009). Selama lebih
dari 2.500 tahun, rimpang jahe (Zingiber officinale) telah digunakan untuk
mengobati gangguan pencernaan, serta nyeri sendi dan otot (Alparslan &
Ozkarman, 2012).
Berdasarkan review artikel dari beberapa peneliti yang dilakukan oleh
Banerjee (2011) manfaat jahe berpengaruh terhadap sistem kardiovaskular yaitu
membantu untuk mengurangi tekanan darah dan beban kerja jantung,
memberikan bantuan terhadap serangan sakit kepala, mengurangi mual muntah,
antiinflamasi, menghambat pertumbuhan bakteri, menekan pertumbuhan sel-sel
kanker pada usus besar dan masih banyak manfaat lain dari jahe. Kandungan air
dan minyak tidak menguap pada jahe berfungsi sebagai enhancer yang dapat
meningkatkan permeabilitas oleoresin menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi
atau kerusakan hingga ke sirkulasi perifer (Swarbrick & Boylan, 2002).
Kandungan didalam jahe yang berupa zingirol, zingiberol, zingiberena
(zingirona), bisabilena, flandrena, vitamin A, dan kurkumen dapat memblok
serotonin yaitu suatu neurotransmitter yang disintesiskan pada neuro-neuro
serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel enterokromafin yang dapat
memberikan perasaan nyaman sehingga dapat mengatasi mual muntah (Ahmad,
2013). Ryan, Heckler, Rosco, Dakhil, Kirshner, Flynn, Hickok dan Morrow,
(2009) dari University of Program Clinical Oncology Pusat Kanker Rochester
Community (URCC CCOP) di Amerika meneliti tentang manfaat jahe pada
pasien kanker yang menerima kemoterapi dengan metode random double blind
pada 644 pasien. Penelitian ini menyimpulkan bahwa suplementasi jahe secara
signifikan mengurangi mual akut yang disebabkan kemoterapi. Beberapa bukti
ilmiah lain yang tersedia terkait dengan inhalasi aromaterapi juga menyarankan
bahwa inhalasi uap peppermint atau minyak esensial jahe tidak hanya
mengurangi kejadian dan tingkat keparahan mual muntah tetapi juga digunakan
sebagai persyaratan antiemetik yang memuaskan serta perlu ditingkatkan dalam
pemanfaatannya (Lua & Zakaria, 2012). Temuan lain tentang rimpang jahe,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
52
Zingiber, secara resmi dalam sejarah telah digunakan di negara-negara Asia,
khususnya di Cina dan India selama ratusan tahun sebagai bahan penyembuhan
untuk berbagai kondisi seperti sakit kepala, mual, rematik dan pilek. Dalam
penelitian ini juga dilaporkan efektivitas jahe terhadap berbagai kondisi nausea
termasuk mual muntah akibat kehamilan dan pasca operasi (White, 2007).
Menghirup aromaterapi jahe juga dianjurkan sebagai teknik yang efektif
dan mudah yang dapat diterapkan secara mandiri oleh para perawat kepada para
pasien dalam masa kemoterapi guna mengurangi intensitas mual muntah (Luaa,
Salihah & Mazlan, 2015). Petugas medis juga telah menyarankan jahe digunakan
untuk mengatasi mual yang berhubungan dengan morning sickness, pasca operasi
dan kemoterapi pada pasien kanker (Julie & Gary, 2010).
2.5.4.4 Hasil Olahan Jahe
Jahe dapat dibuat berbagai produk yang bermanfaat dalam menunjang
industri obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan atau minuman. Jahe
biasanya diolah dalam bentuk segar, bubuk kering, bubuk dikemas atau ekstrak
cair, irisan diawetkan dalam sirup, dikeringkan dan diawetkan dengan lapisan
gula (jahe kristal/permen jahe) atau sebagai aroma/penyedap rasa (Ali et al.,
2008). Hasil olahan jahe yang lain berupa minyak atsiri atau essential oil
(Mucklas dan Slameto, 2008). Minyak atsiri banyak digunakan di berbagai
industri, seperti industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent.
Bahkan saat ini dikembangkan penyembuhan penyakit dengan aromaterapi, yaitu
dengan menggunakan minyak atsiri/esensial yang berasal dari tanaman. Minyak
atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai kuning tua bila bahan yang
digunakan cukup kering. Lama penyulingan dapat berlangsung sekitar 10–15
jam, agar minyak dapat tersuling semua. Kadar minyak atsiri dari jahe sekitar
1,5%–3% (Ahmad, 2013).
2.5.4.5 Penggunaan Aromaterapi Jahe pada Praktik Klinik
Berdasarkan sejarah, dasar aromaterapi dan aromatologi tak terpisahkan
dengan pengembangan tanaman obat dan obat-obatan modern. Aromaterapi
adalah istilah yang diciptakan pada tahun 1920 oleh seorang ahli kimia Perancis
bernama Gattefosse, namun kemudian terapi minyak esensial dipisahkan dari
fitoterapi. Saat itu tidak ada masalah dalam menggunakan minyak esensial
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
53
sehari-hari secara eksternal, internal, atau diencerkan. Bahkan sejak saat itu, di
Perancis, praktek dari semua metode menggunakan minyak esensial berefek
positif. Di Perancis, minyak esensial dikelola secara internal oleh dokter medis
dan fitoterapis sebagai metode yang sangat efektif untuk mengobati gangguan
pencernaan dan dari sistem ekskretoris. Aplikasi topikal (bukan pijat), inhalasi
dan kompres adalah metode yang paling umum digunakan dipraktekkan di
Perancis. Aromaterapis menggunakan minyak esensial (sari tumbuhan alami)
untuk meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraan emosional klien.
Aromaterapi didasarkan pada prinsip bahwa minyak esensial memiliki sifat
terapetik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah
penyakit (Lee, 2013).
2.5.4.6 Bukti Terkait Jahe dan Kanker
Selama dekade terakhir, jahe terbukti sebagai anti kanker yaitu bekerja
dalam mencegah inisiasi, promosi, dan perkembangan berbagai jenis kanker
(Shukla & Singh, 2007; Kundu, Na, Surh, 2009). Jahe telah menghambat aktivasi
NF-kB dan menekan ekspresi gen NF-kB- yang diinduksi oleh karsinogen
(Shukla & Singh, 2007). Efek kemopreventif jahe telah diamati pada binatang
untuk kanker kulit, payudara, dan usus besar. (Nagasawa, Watanabe & Inatomi,
2002; Surh, 2003; Murakami, Tanaka & Lee, 2004; Shukla & Singh, 2007;
Kundu, Na & Surh, 2009). Dalam sebuah studi, ekstrak jahe diberikan dalam
bentuk cair hasilnya signifikan mengurangi perkembangan tumor payudara
(Nagasawa, Watanabe & Inatomi, 2002) dan jahe juga menghambat pertumbuhan
tumor kolorektal. (Manju, Nalini, 2005; Shukla & Singh, 2007; Ali et al., 2008).
Untuk efektivitas pengobatan penyakit kulit, jahe telah digunakan secara oral dan
topikal (Chung, Jung & Surh, 2001; Murakami, Tanaka & Lee, 2004).
Pada bulan Juni 2009, ada publisitas besar tentang jahe sebagai
pengobatan anti mual untuk pasien kanker yang menerima kemoterapi. Sebuah
studi multisite, nasional, acak, doubleblind, terkontrol plasebo dari 644 pasien,
dengan peneliti dari University of Cancer Rochester Community Center Clinical
Oncology Program (URCC CCOP), menyimpulkan bahwa suplementasi jahe
signifikan mengurangi mual akut yang dipicu oleh kemoterapi. Hasil awal dari
penelitian ini dipresentasikan pada pertemuan tahun 2009 dari American Society
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
54
of Clinical Oncology (ASCO), dan menunjukkan bahwa semua dosis jahe
signifikan mengurangi mual (P = 0,003). Penurunan terbesar mual terjadi dengan
0,5-g dan 1,0-g dosis jahe. Juga, waktu hari memiliki efek signifikan pada mual
(P <0,001), dengan penurunan mual linear selama 24 jam pada hari 1 kemoterapi
untuk pasien yang menggunakan jahe (Ryan, Heckler & Dakhil, 2009). Jahe
belum terbukti dapat menghambat efektivitas obat kemoterapi (Engdal, Klepp &
Nilsen, 2009).
2.6 Modified Early Warning Score (MEWS)
2.6.1 Sejarah EWS dan MEWS
Early Warning System (EWS) telah menjadi andalan praktik keperawatan
selama lebih dari satu dekade di negara-negara barat. Pada tahun 1997, Morgan,
Williams dan Wright dari Inggris pertama kali mengembangkan dan
mempublikasikan EWS dalam lima parameter yaitu denyut jantung, tekanan darah
sistolik, laju pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran. Setiap parameter memiliki
warna dan skor pemicu mulai dari 0 sampai 3 yang digunakan bukan untuk
memprediksi hasil tetapi untuk melayani sistem track and trigger dalam
mengidentifikasi tanda-tanda awal perburukan pasien. EWS merupakan alat
monitoring rutin yang terdiri dari lima parameter fisiologis yang masing-masing
diberi skor tertinggi 3 dan terrendah 0 kemudian skor yang didapatkan dari
masing-masing parameter tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan total skor dan
digunakan sebagai dasar untuk menggunakan sistem “calling” atau rujukan yang
akan diaktifkan. Penggunaan sistem rujukan ini juga dapat dilakukan ketika satu
atau lebih parameter mencapai nilai ekstrem dari kisaran normal. Penggunaan
sistem fisiologis “track and trigger” ini berupaya untuk meningkatkan modalitas
dengan melakukan identifikasi tepat waktu terhadap semua pasien yang berisiko
mengalami perburukan kondisi klinis (Kyriacos, Jelsma, James, & Jorda, 2014).
EWS adalah alat evaluasi samping tempat tidur/bedside observation
berdasarkan lima parameter fisiologis yaitu tekanan darah sistolik, denyut nadi,
laju pernapasan, suhu dan skor AVPU (A untuk ‘peringatan’, V untuk 'responsif
terhadap rangsangan verbal’, P untuk 'responsif terhadap stimulasi yang
menyakitkan', U untuk 'tidak responsif') (American College of Surgeons
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
55
Committee on Trauma, 1993 dalam Lam, Mak, Siu, Lam, Cheung & Rainer,
2006). Kehadiran atau respon tepat waktu untuk pasien tersebut telah
diidentifikasi oleh orang-orang (tenaga medis) yang memiliki keterampilan,
pengetahuan dan pengalaman yang sesuai (Parissopoulos & Kotzabassaki, 2005).
EWS dikembangkan sebagai respon terhadap hasil penelitian yang
menunjukkan terjadinya perburukan kondisi fisiologis pasien beberapa jam (48
jam) sebelum kejadian cardiopulmonary arrest terjadi. EWS dapat digunakan
untuk memprediksi kejadian cardiac arrest dan kematian. Sebuah penelitian oleh
Kellett dan Kim (2012) melaporkan 0,02% dari 49.077 pasien dengan skor 3 (dari
21 poin yang mungkin) meninggal dalam waktu 48 jam. Meskipun nilai yang
tinggi dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk 14% dari 519 pasien dengan
skor 1 juga meninggal dalam waktu 48 jam, sebagian besar pasien (86%) dengan
nilai yang tinggi selamat. Studi lain menemukan penurunan signifikan secara
statistik pada kematian setelah pelaksanaan EWS. Studi ini dilakukan di dua
rumah sakit dan ditemukan bahwa kematian pasien dewasa yang masuk rumah
sakit berkurang dari 1,4 menjadi 1,2% (P, 0,0001) di satu rumah sakit dan 1,5
menjadi 1,3% (P, 0,0001) yang lain. Mereka juga menemukan bahwa pasien yang
telah menjalani resusitasi cardiopulmonary memiliki penurunan yang signifikan
dalam kejadian mortalitas di dua rumah sakit tersebut, masing-masing dari 52%
menjadi 42% (P, 0,05) dan 70% menjadi 40% (P, 0,0001) (Moon, Cosgrove, Lea,
Fairs & Cressey, 2011). Paterson, MacLeod, Thetford, Beattie, Graham dan Lam
(2006), mengamati pengurangan mortalitas di suatu rumah sakit dari 5,8%
menjadi 3% setelah pengenalan sistem peringatan dini/EWS. Terkait cardiac
arrest Green dan Williams, (2006) menemukan penurunan yang signifikan dalam
proporsi pasien yang memiliki serangan jantung (kurangnya denyut nadi atau
respirasi) pada saat panggilan "code blue" dari 52,1% menjadi 35% (P = 0,0024).
EWS
hanya
menyediakan
“track
and
trigger
system”
untuk
mengidentifikasi tanda-tanda awal perburukan kondisi pasien. Oleh karena itu
beberapa instansi dan negara kemudian melakukan modifikasi terhadap EWS asli
dengan menambahan beberapa parameter yang diharapkan dapat meningkatkan
patient safety dan memperkirakan hasil akhir dari kondisi klinis pasien.
Modifikasi dari EWS ini disebut dengan Modified Early Warning Score (MEWS)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
56
(Kyriacos et al., 2014). Modified Early Warning Score (MEWS) ini telah disahkan
dalam medical admissions pada tahun 2001 (Lam, Mak, Siu, Lam, Cheung &
Rainer, 2006).
2.6.2 Definisi dan Fungsi MEWS
MEWS merupakan pengembangan dari sistem Early Warning Score (EWS)
yang dianggap masih kurang konsisten dalam mengenal dan berespon terhadap
perburukan kondisi klinis pasien (Smith, Prytherch, Schmidt, & Featherstone,
2008). MEWS adalah bedside monitoring dan sistem track and trigger yang dapat
digunakan perawat dalam mengobservasi tanda-tanda vital pasien dan
menjumlahkan skor yang didapatkan untuk memfasilitasi penilaian awal dari
kondisi perburukan pasien. MEWS terdiri dari tujuh parameter yaitu frekuensi
pernapasan, frekuensi jantung/nadi, tekanan darah sistolik, suhu dan tingkat
kesadaran, saturasi oksigen dan urine output (Kyriacos, Jelsma, James & Jordan,
2014). MEWS merupakan sistem penilaian fisiologis yang sederhana, mudah
diterapkan sebagai bedside observation dan dianggap sebagai alat perekam data
fisiologis yang handal dengan menggunakan skoring sesuai dengan kriteria
fisiologis yang muncul (Lam, Mak, Siu, Lam, Cheung & Rainer, 2006). Menurut
Kyriacos, Jelsma, dan Jordan, (2011), MEWS dapat menegaskan keputusan
terhadap observasi rutin data-data fisiologis dan merupakan algoritma sederhana
yang didasarkan pada bedside observation.Serupa dengan yang disampaikan
Bradman dan Maconochie (2011), bahwa MEWS adalah alat bantu monitoring
yang bersifat sederhana dan sangat cepat dalam penggunaannya serta memiliki
nilai sensitivitas yang tinggi.
Penelitian oleh Race (2015), menunjukkan bahwa MEWS dapat
meningkatkan patient safety dan hasil akhir perawatan, serta memudahkan dalam
mengkomunikasikan kondisi pasien, dalam penelitian ini pula disampaikan bahwa
MEWS dapat juga digunakan pada pasien bedah sebagai bedside assessment.
Menurut Keane, (2012), analisis terhadap hasil pengkajian tanda-tanda fisiologis
dalam MEWS dapat menentukan resiko perburukan kondisi pada pasien. Lam,
Mak, Siu, Cheung, dan Rainer (2006) menyebutkan MEWS mampu
mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami perburukan kondisi dan layak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
57
diterapkan pada unit emergensi sebagai alat screening pasien yang membutuhkan
peningkatan level perawatan seperti rawat inap atau masuk ICU.
2.6.3 Keuntungan Penerapan MEWS
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan MEWS menurut Avard
et al., 2011: (1) membantu mengidentifikasi dan membuat dokumentasi secara
awal terhadap kondisi perburukan pasien, (2) memberikan arahan perawat tentang
pemantauan frekuensi parameter fisiologis pasien sesuai dengan trigger score
yang didapatkan, (3) memberikan arahan pada perawat untuk menentukan
tingkatan dokter yang harus diberi pelaporan, (4) memberikan titik waktu kapan
harus mengobservasi pasien, mengkomunikasikan perubahan fisiologis kondisi
pasien, dan dapat memberdayakan perawat maupun dokter junior untuk
mengambil tindakan yang tepat sesuai kondisi pasien, (5) membantu dokter dalam
memprioritaskan pengelolaan pasien, (6) memberikan review medis dan
pengelolaan pasien yang tepat waktu karena telah memiliki kebijakan/algoritma
jika seandainya pasien tidak direview dalam waktu yang ditentukan, (7) tidak
menggantikan emergency response system/ERS di rumah sakit
2.6.4 Syarat Penerapan MEWS
MEWS bukanlah obat mujarab terhadap hasil penilaian akurat pasien
tetapi harus digunakan secara bijaksana dalam hubungannya dengan penilaian
klinis (Roberts, 2008). Kehati-hatian dianggap sebagai elemen kunci untuk
layanan kesehatan pada pasien dimasa depan karena dapat memberikan cara yang
sangat efektif untuk mengumpulkan, memonitor dan mengelola parameter
fisiologis pasien seperti tingkat glukosa, tekanan darah dan denyut jantung.
Sejumlah perangkat canggih telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir
untuk memantau tanda-tanda vital pasien tersebut (Lorincz et al 2004; Thiemjarus
et al, 2005; O'Flynn et al 2006).
MEWS agar berfungsi dengan benar, pengukuran tanda-tanda vital pasien
harus pada frekuensi yang tepat dan pencatatan harus akurat serta konsisten, selain
itu dalam melakukan pengukuran tanda-tanda vital harus menggunakan set yang
lengkap dan terkalibrasi (O‘Donoghue, O‘Kane, Gallagher, Courtney, Aftab,
Casey, Torres, & Angove, 2011). Untuk membantu memastikan bahwa skor
MEWS yang disajikan berkualitas tinggi perlu diperhatikan : (1) ketepatan waktu,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
58
frekuensi pengumpulan tanda-tanda vital pasien, (2) akurasi, interpretasi tandatanda vital pasien yang dikumpulkan dan perhitungan skor MEWS, (3)
konsistensi, tanda-tanda vital yang dikumpulkan dari seluruh pasien yang tinggal
di rumah sakit, (4) kelengkapan, semua parameter tanda vital yang dikumpulkan
(Kim, Shin, Lee, Huh, Koh & Lim, 2015).
Ketepatan waktu adalah sejauh mana data cukup up to date untuk
dilakukan penanganan. Konsistensi adalah sejauh mana data disajikan dalam
format yang sama. Lengkap adalah sejauh mana data tidak hilang dan dari luas
dan kedalaman cukup untuk dapat ditangani (Leo, Yang, & Richard, 2002).
Sedangkan akurasi menurut Ballou dan Pazer, 1985 dalam O‘Donoghue et al.
(2011) adalah nilai yang tercatat sudah sesuai dengan nilai aktual. Keempat hal
tersebut menjadi dasar penentuan skor MEWS yang memiliki kualitas tinggi.
2.6.5 Komponen dan Algoritma MEWS
Berdasarkan hasil penelitian Kyaricos et al. (2014) di negara berkembang
MEWS sedikitnya harus mendokumentasikan tujuh parameter fisiologis pasien.
MEWS merupakan alat skrening dan monitoring yang memiliki skala numerik
dan didasarkan pada pengkajian fisiologis pasien. MEWS memiliki algoritma
sebagai jalur aksi/tindakan terhadap skor MEWS yang diperoleh dan memberikan
aturan pelaporaan keputusan untuk menentukan tingkat urgensi (Moll, 2010).
Sistem aturan pelaporan dari MEWS didasarkan pada total skor diluar
batas normal dan skor pada salah satu parameter yang mengalami kelainan
ekstrem dari nilai normal. Hal ini membantu untuk menentukan tingkat urgensi
dari fisiologis pasien. Menurut Kyriacos et al. (2014) aturan pelaporan pada
parameter tunggal yaitu 0 = tidak ada tindakan (normal), 1 = cek ulang setelah 30
menit untuk memastikan pengukuran yang akurat dan laporkan jika tidak ada
perbaikan, 2 = cek setelah 5 menit/laporkan segera jika tidak ada perbaikan, 3 =
kritis, laporkan segera. Berikut prototype MEWS yang disusun dari beberapa
literatur.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
59
Tabel 2.3 Sistem Skoring Midofied Early Warning Score (MEWS)
Skor
3
2
1
0
1
2
3
Tekanan darah
≤70 71-80 81-100
101-199
≥200
sistolik
Frekuensi
≤40
41-50
51-100
101-110 111-129
≥130
jantung
Frekuensi
<9
9-14
15-20
21-29
≥30
pernapasan
Suhu 0C
≤35
35-38,4
≥38,5
Tingkat
15
14,
13-9
≤8 atau tidak
kesadaran
perubahan
ada respon
(GCS)
mental
atau
Alert
Reacting Reacting Unresponsive
AVPU
to Voice
to Pain
Saturasi oksigen <85 85-89
90-92
≥93
Urine
≤0,5
≤1
Jika biasanya
≥3
ml/kg/jam
anuria skor 0
Sumber: Kyriacos et al. (2014)
Protokol eskalasi terhadap skor MEWS menurut Avard, McKay, Slater,
Lamberth, Daveson dan Mitchell, (2011) dijelaskan sebagai berikut :
(1)
Frekuensi observasi dilakukan setiap 12 jam jika total skor = 1, (2) Frekuensi
observasi dilakukan setiap 6 jam dan perawat yang bertanggung jawab (seperti
penanggung jawab shif, primary nurse, atau clinical case manager) diminta untuk
melakukan pengkajian ulang jika total skor = 2, (3) Observasi dilakukan setiap 4
jam, perawat yang bertanggung jawab diminta untuk melakukan pengkajian ulang
dalam 1 jam jika total skor = 3, (4) Jika total skor 4-6 frekuensi rutin observasi
dilakukan tiap 1 jam, perawat yang bertanggung jawab/dokter jaga diminta untuk
melakukan pengkajian ulang dalam 30 menit. Jika setelah diberikan penatalaksaan
dan tidak ada respon dalam 1 jam, pertimbangkan untuk melaporkan pada dokter
yang bertanggung jawab, juga dapat dipertimbangkan untuk dipindahkan pada
tingkat perawatan yang lebih tinggi/intensif, (5) Jika total skor ≥ 7 frekuensi
monitoring dilakukan secara kontinyu setiap 30 menit, perawat yang bertanggung
jawab melaporkan pada dokter residen/konsultan. Dokter residen segera
melakukan pengkajian ulang, rencanakan pasien untuk dipindahkan ke unit yang
lebih tinggi/intensif dan aktifkan Emergensi Respon Sistem/ERS (sesuai
kebijakan rumah sakit). Berikut menurut skema MEWS menurut Avard et al.
(2011) :
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
60
Skema 2.2 Algoritma Modified Early Warning Score
NORMAL
LOW
MEDIUM
HIGH
MEWS 0
MEWS 1 – 3
MEWS 4 – 5
MEWS ≥ 6
atau : score 3 pada
satu parameter
Tindakan :
Tindakan :
Monitoring tiap
shift oleh perawat
pelaksana
1) Pengkajian
ulang oleh PN/
PJ Shift/ CCM
2) Pengkajian
ulang tiap 4-6
jam oleh
perawat
pelaksana
Tindakan :
Tindakan :
1) Pengkajian ulang
oleh PN/ PJ Shift/
CCM
2) Lapor dokter
jaga/ residen
3) Dokter jaga
melaporkan pada
DPJP
4) Treatmen Inisiasi
5) Monitoring tiap 1
jam hingga MEWS
<4
1) Lapor PJ Shift
2) Lapor Supervisor/
konsultan senior
3) Hubungi Tim Code
Blue
4) Aktifkan code
blue
5) Treatment Inisiasi
6) Continue
monitoring tiap
15-30 menit
hingga MEWS <4
7) Pertimbangkan
untuk transfer ke
ruang intensif
Sumber : Avard et al. (2011)
Sementara itu untuk parameter tunggal, jika skor frekuensi jantung = 2
(<40) dilakukan pemantauan setiap 30 menit dan dokter jaga diminta untuk
melakukan pengkajian ulang dengan segera, atau jika salah satu parameter
mendapatkan skor 3 observasi rutin dilakukan tiap 30 menit atau sesuai kondisi
pasien, dokter jaga diminta untuk melakukan pengkajian ulang dengan segera, jika
tidak ada respon terhadap penatalaksanaan hubungi dokter residen/konsultan dan
pertimbangkan untuk mengaktifkan ERS (Avard et al., 2011). Penelitian lain
menyebutkan protokol eskalasi sebagai berikut : (1) jika nilai MEWS 0-3 (risiko
rendah) perawat melanjutkan pemantauan rutin setiap 4 jam, (2) jika MEWS 4
(risiko sedang) perawat melaporkan pada perawat senior/perawat yang
bertanggung jawab selanjutnya perawat senior akan mengkaji ulang kondisi
pasien dan memutuskan apakah perlu dilakukan pelaporan pada dokter yang
bertangung jawab atau tidak, jika diputuskan tidak perlu dilakukan pelaporan,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
61
maka perawat melakukan pemantauan kondisi pasien lebih sering setiap satu jam,
(3) jika MEWS lebih dari 4 (skor kritis) segera lakukan pelaporan dan aktifkan
sistem emergensi yang berlaku di rumah sakit (So, Ong, Wong, Chung, &
Graham, 2014). Dalam grafik MEWS dicantumkan pula indikator klinis sebagai
kontribusi pengakuan hasil permasalahan pada irama jantung, inspirasi oksigen
dan tekanan diastol seperti perfusi (capillary refill), warna kulit (pucat, sianosis),
ungkapan nyeri (skala 0-10), penggunaan obat nyeri, berkeringat, luka berdarah
(jumlah perdarahan), turgor kulit, ukuran pupil, dan nilai laboratorium serta terapi
intravena (Kyriacos et al., 2014). Nilai laboratorium yang dicantumkan mengacu
pada nilai ambang kritis pasien dengan masalah kanker meliputi glukosa darah,
ANC, Trombosit, Leukosit, D-dimer, Hemoglobin, Natrium dan Kalium (Chen,
Miser, Kuan, Fanf, Lam, & Li, 2013; Piva, Pellosso, Panello, & Plebani,2014).
2.6.6 Keterbatasan MEWS
2.6.6.1 Tidak ada alat scoring tunggal yang tervalidasi untuk seluruh diagnosis
(Barlow et al., 2006 & Bell et al., 2006), menggabungkan diagnosis dalam
sistem penilaian mungkin membuatnya terlalu kompleks dan kurang
efektif (Subbe et al., 2001).
2.6.6.2 Variabel fisiologis tertentu yang dipilih dan skor yang dialokasikan untuk
menilai EWS sebagian belum prospektif divalidasi (Goldhill, 2005 &
Cuthbertson et al., 2007); pelaksanaannya belum berdasarkan bukti
penelitian yang kuat (McGaughey et al., 2007).
2.6.6.3 Jika parameter tunggal diabaikan, pasien sakit berat dapat terjawab.
2.6.6.4 Sistem skoring memiliki potensi meningkatkan beban kerja (Cuthbertson
& Smith, 2007) : jika skoring atau ambang batas tidak akurat atau tidak
benar, peristiwa yang tidak perlu akan dipicu.
2.6.6.5 Inkonsistensi dalam penilaian neurologis (Smith et al., 2008).
2.6.6.6 Sistem skoring membantu dalam mengidentifikasi parameter yang
memprediksi kematian, tapi pertanyaan penting adalah bagaimana dokter
menetapkan siapa yang akan bertahan dan siapa yang harus dirawat di
ICU, karena beberapa pasien mungkin merasa dirugikan oleh intervensi
perawatan intensif (Fletcher & Cuthbertson, 2010).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
62
BAB 3
PROSES RESIDENSI
Bab 3 ini menyajikan tentang pelaksanaan praktek residensi yang terdiri atas
laporan analisis kasus pasien dengan kanker payudara, laporan 30 kasus kelolaan,
pelaksanaan Evidence Based Nursing Practice dalam pemberian intervensi
menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi
pada pasien kanker payudara dan proyek inovasi dengan tema penerapan modified
early warning score (MEWS).
3.1 Laporan Kasus Utama
3.1.1 Diskripsi Kasus Kelolaan Utama
Ny. S, usia 40 tahun, nomer rekam medis 317406300-10-99-86, jenis
kelamin perempuan, pendidikan tamat PT, pekerjaan karyawan swasta, status
menikah, agama Kristen, masuk rumah sakit tanggal 10 Maret 2016, dirawat di
kamar 604 ruang Teratai Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, dengan diagnosa
kanker Mamae bilateral dan Efusi Pleura metastase paru hepar, brain dan tulang.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2016 jam 09.00 WIB.
Riwayat penyakit sekarang, menurut keterangan pasien dan keluarga,
pasien mempunyai keluhan sesak sudah 2 bulan sebelum masuk rumah sakit dan
bertambah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan selain
sesak nafas, dada nyeri skala 5 dan meningkat menjadi 8 bila batuk. Nyeri
berlangsung ± 3 menit. Pasien mengatakan tahun 2009 terdapat benjolan sebesar
biji asam di payudara kiri namun tidak dilakukan pemeriksaan maupun
pengobatan apapun. Tahun 2012 pasien menikah dan mempunyai anak melalui
operasi sesar. Ketika menyusui bayi satu bulan pasien menderita usus buntu
kemudian dilakukan operasi usus buntu dan berhenti menyusui bayinya karena
ASI tidak keluar setelah operasi. Tahun 2013 benjolan yang ada di payudara kiri
membesar dengan sangat cepat. Tahun 2014 dilakukan operasi payudara kiri di
RS Bekasi. Setelah operasi pasien dianjurkan untuk mengikuti program
kemoterapi dan sudah berjalan 2x. Dua bulan sebelum masuk rumah sakit pasien
mengatakan sering sesak nafas dan aktivitas harus dibantu karena cepat merasa
62
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
Universitas Indonesia
63
lelah. Selain itu pasien juga mengatakan tidak bisa tidur terlentang dan harus
dalam posisi duduk karena sesak bertambah bila tidur terlentang.
Keadaan umum pasien nampak sakit sedang dengan kesadaran
komposmentis, status ECOG performance (eatern cooperative oncology group) 3.
Pasien mengeluh sesak nafas hingga sulit tidur, pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya pernafasan cuping hidung kadang bernafas melalui mulut, ada retraksi
dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah, pasien batuk berdahak, irama
nafas tidak teratur. bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-).
Capillary Refill < 3 detik, akral hangat, vokal fremitus simetris paru kanan-kiri,
gerakan paru simetris. Pemeriksaan TTV didapatkan RR 28x/menit menggunakan
O2 nasal kanul 5 liter/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 370C, Nadi 110
x/menit. Balance cairan tanggal 13/3/2016 adalah -100 cc.
Hasil riwayat penyakit dahulu pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, asma ataupun alergi. Hasil riwayat kesehatan keluarga pasien
mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien
ataupun penyakit kanker yang lain, demikian juga keluarga dari ibu pasien juga
tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien. Hasil anamnesa
keluarga nenek dan kakek pasien tidak diketahui karena sudah meninggal.
Hasil pengkajian faktor risiko pasien mengatakan tidak mempunyai
riwayat merokok tetapi sebagai perokok pasif karena suaminya dan orang-orang
di tempat kerjanya mayoritas perokok. Pasien menstruasi pertama kali usia 11
tahun (<12 tahun), jumlah anak saat dikaji satu orang, pasien menikah dan
mempunyai anak di usia 36 tahun (>35 tahun). Pasien menyusui anaknya hanya
selama satu bulan karena pada saat menyusui anaknya, pasien menjalani operasi
usus buntu, dan setelah operasi pasien mengatakan ASI tidak keluar. Pasien belum
pernah KB. Pasien tidak mempunyai riwayat minum alkohol. Pasien mengatakan
tidak suka daging tapi suka makanan instan. Karena kerja di kantor pasien sering
makan makanan cepat saji. Pasien mengatakan terkadang harus kerja lapangan
sehingga sering terapapar radiasi matahari dan polusi.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 9/3/201 Hematologi rutin : Hb
10,7g/dL (12-16), leukosit 4,94 103/l (5-10), trombosit 300 103/l (150-440),
eritrosit 5,06 106/l (4-5), hematokrit 43,9% (37-43); Fungsi hati : Protein total
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
64
5,7 g/dl (6,6-8,7), Albumin 3,4 g/dl (3,2-5,2), Globulin 2,3 g/dl (1,5-3.0);
Karbohidrat : Glukosa sewaktu 160 mg/dl (<180); Fungsi Ginjal : Ureum 6
mg/dL (15-40), Kreatinin 0,36 mg/dL (<0,95), eGFR 212,19 ml/min/1,73m2
(>60); Elektrolit dan Gas darah : Natrium 139 mmol/L (137-150), Kalium 3,5
mmol/L (3,5-5,3), Klorida 101 mmol/L (99-111), Kalsium 9,2 mg/dL (8,1-10,4);
Analisa gas darah : pH 7,368 (7,35-7,44), PaO2 130,2 mmHg (85-95), PaCO2
44,9 mmHg (35-45), HCO3 25,8 mmol/L(21-25), BE 0,8 mmol/L ((-2,4)-2,3,
Total CO2 27,2 mmol/L (22-34), SaO2 98,4% (95-99) dengan nasal kanul 5l/mnt.
Pemeriksaan penunjang lainnya EKG tanggal 25/8/2015, interpretasi :
synus rhytm; toraks foto tanggal 22/2/2016, interpretasi : residu efusi pleura kiri,
efusi pleura kanan, stga., bronkophneumonia; Foto thorak tanggal 29/1/2016
interpretasi : segmental atelektasis lobus superior kanan, stqa. bronkophneumonia
stqa, efusi pleura bilateral stqa; USG toraks: tanggal 18/2/2016 interpretasi : efusi
pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml); Echo tanggal15/1/2016
interpretasi : normal echo; MRI brain tanggal 11/2/2016 kesan : perbaikan lesi
metastase pada serebri dan serebelum. Pertambahan gliosis iradiasi pada lobus
parietal kanan kiri serta lobus frontalis kiri. Hasil biopsi tgl 7/12/2013 : invasive
carcinoma, no special type (NST) grade IIIB; hasil biopsi post mastektomi tanggal
9/7/2014 : sediaan mastektomi tidak mengandung sisa massa tumor. Metastase
karsinoma payudara pada 12 dan 14 kelenjar getah bening.
Terapi medis pasien mendapatkan infus NaCl 0,9% 500 cc/12 jam melalui
intravena, bronkodilator melalui nebulazer : Combivent 3x/hari (06.00, 14.00, dan
22.00 WIB) dan Pulmicort 2x/hari (06.00 dan 18.00 WIB), O2 nasal kanul 35ltr/mnt, terapi peroral : OBH sirup 3x1 cth (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), capsul
racik Theofilin dan Salbutamol 3x1 (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), Cefixim
2x100mg (08.00 dan 20.00 WIB), Ondansentron 3x8 mg (04.00, 12.00, dan 20.00
WIB), HP Pro 3x1 (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB); terapi intravena : Ketorolac 30
mg + Ns 100cc IV tiap 8 jam (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), Ranitidin 50 mg IV
tiap 12 jam (08.00 dan 20.00 WIB), Methilprednisolon 125 mg IV tiap 8 jam
(04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), serta diet lunak TKTP. Pasien direncanakan akan
mendapat kemoterapi yang ke 3 yaitu Paxlitaxel tanggal 15/3/2016. Sebelum
pemberian
kemoterapi
pasien
akan
diberikan
pre
medikasi
berupa
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
65
Methilprednisolon 62,5 mg, Ranitidin 50 mg, Diphenhidramin 10 mg dan
Ondansentron 8 mg. Dosis Paxlitaxel yang akan diberikan yaitu 115 g dalam Ns
Ecosol 300 ml selama 3 jam pemberian.
Status antropometri Ny. S : BB: 44 kg, TB: 155 cm, IMT: 18,33 kg/m2
(kategori: underweight). Pasien mengatakan BB sebelumnya 50 kg (kehilangan
BB 10% dalam 6 bulan terakhir). Terpasang dower kateter produksi 2200 cc/24
jam dan hasil perhitungan balance cairan -100 cc. Pasien telah dipasang WSD
pigtail kiri tanggal 10/3/2016 dan dilakukan pleurodesis kanan tanggal 14/3/2016.
WSD kanan buka tutup per 3 jam (02.00, 05.00, 08.00, 11.00, 14.00, 17.00, 20.00
dan 23.00 WIB) dialirkan ± 200cc, WSD kiri diloss ganti botol tiap pagi.
3.1.2 Penerapan Peaceful End Life Thoery
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny. S menggunakan teori
peaceful end of life. Teori ini diaplikasikan dengan menguraikan lima konsep
mulai dari nyeri, rasa nyaman, bermartabat, damai, dan kedekatan dengan orang
yang bermakna. Pendekatan lima konsep ini dimulai dari pengkajian dengan
menempatkan dan mengelompokkan data-data pasien ke dalam lima konsep
peaceful end of life.
3.1.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang dilakukan pada Ny.S dengan pendekatan teori peaceful
end of life. Pendekatan ini dilakukan dengan mengelompokkan data pasien
berdasarkan lima konsep dari teori peaceful end of life.
a. Nyeri
Pasien mengeluh nyeri pada dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai
skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti
ditusuk-tusuk dan hilang timbul lebih dari 5 menit, nyeri berkurang jika tidur dan
beberapa saat setelah pemberian obat anti nyeri. Nyeri akan timbul kembali ketika
batuk. Pasien tampak gelisah, kadang pasien menarik nafas panjang sambil
memeluk bantal, namun jika batuk timbul, nampak ekspresi menahan nyeri
(menyeringai) yang menunjukkan timbulnya nyeri pada saat batuk berlangsung.
Pasien kadang meringis sambil memegangi dadanya. Nilai skor ESAS 7.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
66
b. Rasa Nyaman
Berdasarkan pengkajian rasa nyaman, selain adanya nyeri dada, pasien
juga mengeluhkan sesak nafas, dada berdebar-debar, mual, nafsu makan menurun,
dan cepat merasa lelah bila beraktivitas. Pasien mengatakan sesak nafas dan
karena sesak pasien menjadi sulit tidur. Pasien nampak bernafas lewat mulut
dalam kondisi duduk memeluk bantal, terkadang batuk disertai dahak. Pasien
tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang
untuk melanjutkan proses pengkajian. Skor ESAS kelelahan 7. Dalam
pemeriksaan fisik nampak pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding dada,
suara nafas tambahan ronkhi basah. Pemeriksaan TTV RR 28x/menit
menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 370C,
Nadi 110 x/menit, SaO2 97%, tampak pucat. Pasien mengatakan nafsu makan
menurun karena mual dan sesak nafas, pasien mengatakan mengalami penurunan
BB yang tadinya 50 kg menjadi 44 kg, pasien makan 3x/hari ¼ porsi, makan tidak
pernah habis dalam 6 bulan terakhir. BB: 44 kg, TB: 155 cm, IMT: 18,33 kg/m2
(kategori: underweight), kehilangan BB > 10%, Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun.
Skor ESAS mual 6, skor ESAS tidak nafsu makan 6. Pasien dalam beraktivitas
dibantu perawat dan suami, nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan
diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu
terjaga). Aktifitas sehari-hari sebagian dibantu seperti berpakaian, toileting, dan
mandi. Pasien kadang merasa bosan dengan kondisi sakit yang tidak sembuhsembuh. Perasaan tidak nyaman kadang muncul karena harus melakukan segala
bentuk aktivitas di atas tempat tidur diantaranya mandi, BAK dan BAB yang
biasanya pasien lakukan di kamar mandi. Pasien menyatakan cukup nyaman
berada di ruangan karena petugas yang ramah dan lingkungan yang tenang.
c. Dihargai dan Dihormati
Pasien merasa senang karena selalu dihargai dan dihormati oleh keluarga,
teman, perawat dan saudara. Hal tersebut terlihat selama dirawat suami pasien
selalu menunggui pasien dan teman serta masyarakat (tetangga) banyak yang
menjenguk ke rumah sakit. Saudara pasien juga banyak yang menjenguk dan
memberikan dukungan baik materiil maupun non materiil selama pasien dirawat.
Pasien mengatakan perawat dan dokter selalu menjelaskan dan memberikan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
67
kesempatan pasien untuk bertanya atas segala tindakan yang akan dilakukan
padanya. Pasien selalu diberikan pilihan untuk menerima atau menolak tindakan
namun sebelumnya pasien selalu dijelaskan terlebih dahulu keuntungan dan
kerugian atas tindakan tersebut apabila dilakukan maupun tidak dilakukan. Pasien
mengatakan pelayanan sudah cukup baik. Pasien merupakan pasien JKN non PBI,
pasien merasa bersyukur karena biaya pengobatannya ditanggung oleh
pemerintah. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai karyawan, namun karena sakit
kemungkinan pasien tidak dapat melanjutkan pekerjaan diperusahaannya karena
kondisi kesehatannya, namun pasien tetap mempunyai nilai-nilai integritas. Pasien
berharap keluarga dan perawat akan terus memberikan dukungan pada pasien
dalam menjalani pengobatan dan memberikan perawatan yang terbaik bagi
dirinya.
d. Perasaan Damai
Pasien mengatakan pasrah atas kondisinya. Pasien tidak pernah menduga
sebelumnya akan menderita sakit seperti ini karena sebelumnya pasien sehat dan
tidak ada keluhan sakit yang parah. Kadang pasien muncul rasa cemas dan
pesimis dengan kondisi kesehatannya dan terapi yang dijalani. Hal ini terlihat
ketika pasien sering bertanya mengenai penyakitnya, apakah ada harapan sembuh.
Namun suami, keluarga, teman-teman dan saudara selalu memberikan dukungan
pada pasien yang membuat pasien memiliki harapan untuk lebih baik dari kondisi
sekarang ataupun sembuh. Pasien merasa tenang ketika sedang berdoa kepada
Tuhan. Pasien mengatakan semua ini adalah ketentuan Tuhan. Saat ini pasien
sering mendekatkan diri dan berdoa untuk kebaikan dirinya. Skor ESAS cemas 5.
e. Dekat dengan Orang yang Bermakna
Pasien merasa dekat dengan suaminya. Suaminya selalu memberi
dukungan dan mendampingi pasien dalam segala bentuk aktivitas pasien selama
dirawat di rumah sakit. Suami pasien membantu mengurusi adiministrasi RS,
mengantar dan mendampingi pasien pada saat tindakan diagnosis maupun terapi.
Suami pasien juga membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien diantaranya yaitu
membantu memenuhi makan dan minum, membantu kebutuhan eliminasi,
kebersihan diri, dan mengkomunikasikan kebutuhan pasien dengan tim kesehatan
yang merawatnya. Pasien merasa senang berada dalam pendampingan orang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
68
terdekatnya selama dirawat di rumah sakit. Pasien juga menyatakan rindu dengan
anaknya. Anak pasien masih berusia 3 tahun tidak diijinkan masuk ke ruang
rawat.
3.1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada kasus ini mengacu pada NANDA dalam
melakukan proses asuhan keperawatan. Berdasarkan data hasil pengkajian maka
diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut;
a. Ketidakefektifan pola nafas (kode 00032) berhubungan dengan penurunan
energi/keletihan, nyeri, kelelahan otot-otot pernafasan. Pasien mengeluh
sesak nafas dan karena sesak pasien menjadi sulit tidur. Pasien mengatakan
hanya bisa tidur dalam posisi duduk sambil memeluk bantal. Pasien nampak
bernafas lewat mulut dalam kondisi duduk memeluk bantal, terkadang batuk
disertai dahak, pasien nampak gelisah. Pasien tampak bertambah sesak saat
diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses
pengkajian. Skor ESAS kelelahan 7. Dalam pemeriksaan fisik nampak
pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan
ronkhi basah, pola pernafasan tidak teratur. Pemeriksaan TTV RR 28x/menit
menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu
370C, Nadi 110 x/menit., pasien tampak pucat, SaO2 97%, pasien nampak
sianosis, dan gambaran foto thorak efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml
kiri 608 ml). Pasien terpasang WSD kanan dan kiri.
b. Nyeri kronis (kode 00133) berhubungan dengan proses perkembangan
penyakit akibat infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar ditandai oleh keluhan
nyeri pada dada sebelah kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8
menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuktusuk dan hilang timbul lebih dari 5 menit, nyeri berkurang jika tidur dan
beberapa saat setelah pemberian obat anti nyeri. Nyeri akan timbul kembali
ketika batuk. Pasien tampak gelisah, kadang pasien menarik nafas panjang
sambil memeluk bantal, namun jika batuk timbul, nampak ekspresi menahan
nyeri (menyeringai) yang menunjukkan timbulnya nyeri pada saat batuk
berlangsung. Nilai skor ESAS 7, RR 28x/menit, N 110x/menit.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
69
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (kode 00002)
berhubungan dengan kurang asupan makanan ditandai dengan pasien
mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, pasien
mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 50 kg menjadi 44 kg,
pasien makan 3x/hari ¼ porsi, makan tidak pernah habis dalam 6 bulan
terakhir. BB: 44 kg, TB: 155 cm, IMT: 18,33 kg/m2 (kategori: underweight),
kehilangan BB > 10%, Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun. Skor ESAS mual 6,
skor ESAS tidak nafsu makan 6.
d. Ansietas (kode 00146) berhubungan dengan adanya ancaman dan perubahan
status kesehatannya ditandai dengan skor ESAS cemas 5. Kecemasan pasien
ditandai dengan ungkapan pasien tentang munculnya rasa cemas dan khawatir
karena takut akan kondisi kesehatannya. Pasien mengatakan mual dan
mengalami penurunan nafsu makan. Pasien juga mengeluhkan jantungnya
terasa berdebar-debar, pemeriksaan TTV didapatkan pernafasan 28x/menit
meski sudah menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 110/70
mmHg, nadi cepat 110 x/menit. Pasien mengatakan tidak pernah menduga
sebelumnya akan menderita sakit seperti ini karena sebelumnya pasien sehat
dan tidak ada keluhan sakit yang parah sehingga bisa menjalakan aktivitas
sebagai ibu rumah tangga juga karyawan di sebuah perusahaan. Kadang
pasien muncul rasa pesimis dengan kondisi kesehatannya dan terapi yang
dijalani, terlihat pasien sering bertanya mengenai penyakitnya, tentang
keberhasilan atas terapi yang dijalaninya dan bertanya tentang apakah ada
harapan untuk sembuh.
e. Intoleransi aktivitas (kode 00092) berhubungan dengan sesak nafas
(ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen) ditandai dengan keluhan
cepat merasa lelah dan sesak bertambah bila beraktivitas. Pasien tampak
sesak nafas dalam kondisi duduk memeluk bantal, kadang bernafas dengan
mulut. Pasien juga tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus
menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian. Aktivitas
pasien dibantu oleh perawat dan suami seperti berpakaian, toileting, dan
mandi. Nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan diri yang
terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
70
terjaga). Frekuensi nadi pasien meningkat dan cepat tanpa adanya aktivitas
yaitu 110x/menit. Skor ESAS kelelahan 8.
f. Risiko infeksi (kode 00004) berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan sekunder. Ditandai dengan pernyataan pasien meskipun belum
pernah panas tetapi mengalami penururnan nafsu makan. Dalam pemeriksaan
laboratorium didapatkan nampak adanya penurunan kadar hemoglobin yaitu
10,7 gr/dl (13-18), penurunan kadar leukosit menjadi 4,94 103/l (5-10), suhu
37oC (36,5-37,5), terdapat bekas luka pos operasi mastektomi, terpasang
infus, terpasang WSD dan terpasang dower kateter.
3.1.2.3 Kriteria Hasil
Kriteria hasil yang ingin dicapai merujuk pada standar Nursing Outcome
Classification (NOC).
a. Diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas (kode 00032) berhubungan
dengan penurunan energi/keletihan, nyeri, kelelahan otot-otot pernafasan.
Setelah dilakukan tindakan respiratory monitoring (3350) pasien akan
mampu mempertahankan respiratory status (0415) dengan skala rating
outcome pada level 5 (tidak menyimpang dari ukuran normal) dengan kriteria
hasil
kecepatan
pernafasan,
irama
pernafasan,
kedalaman
inspirasi
pernafasan, suara nafas, potensi jalan nafas dan saturasi oksigen dalam
rentang normal, dan skala rating outcome pada level 5 (tidak) dengan kriteria
hasil tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada retraksi dinding
dada, tidak ada pernafasan bibir, tidak ada keluhan sesak nafas saat istirahat
maupun aktivitas ringan, tidak sianosis, gelisah, batuk dan keringat berlebih,
tidak ada keluhan kesulitan istirahat. Selain itu pasien juga diberikan tindakan
oxygen therapy (3320) dengan harapan pasien akan mampu mempertahankan
respiratory status : ventilation (0403) dengan skala rating outcome pada level
5 (tidak menyimpang dari ukuran normal) dengan kriteria hasil kecepatan
pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspiasi, suara perkusi, tidal
volume, kapasitas volum, penemuan gambar foto toraks, dan tes fungsi paru
tidak menyimpang dari ukuran normal, dan skala rating outcome pada level 5
(tidak) tidak menggunakan otot asesori, tidak ada suara nafas abnormal, tidak
ada retraksi dinding dada, tidak ada pernafasan bibir, tidak ada sesak nafas
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
71
dalam istirahat maupun dalam aktivitas, taktil fremitus normal, tidak ada
ketidaksimetrisan pengembangan dada, suara tidak lemah, tidak ada
akumulasi sputum.
b. Diagnosa keperawatan nyeri kronis (00133) berhubungan dengan proses
perkembangan penyakit akibat infiltrasi sel kanker ke jaringan. Setelah
dilakukan tindakan pain management (1400), pasien akan mampu mengontrol
nyeri (1605) dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan
konsistensi)
dengan kriteria hasil
mampu
mengenali
gejala nyeri,
mendiskripsikan faktor penyebab, menggunakan catatan untuk memonitor
gejala setiap waktu, menggunakan tindakan pencegahan, menggunakan
tindakan non farmakologi untuk mengurangi nyeri, menggunakan analgetik
yang direkomendasikan, melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas
kesehatan, melaporkan tak terkendalinya gejala nyeri kepada petugas
kesehatan, menggunakan sumber yang tersedia, mengenali hubungan gejala
dengan nyeri, melaporkan nyeri yang dapat dikontrol.
c. Diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh (00002) berhubungan dengan kurang asupan makanan. Setelah
dilakukan tindakan nutrition management (1100) pasien akan mampu
meningkatkan nutritional status food and fluid intake (1008) dan nutritional
status nutrien intake (1009) dengan skala rating outcome pada level 5
(adekuat total) dengan kriteria hasil mampu memasukkan makanan dan cairan
melalui oral, masukan cairan melalui intravena, masukan makanan melalui
parenteral, masukan kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin,
mineral, besi, kalsium, dan sodium.
d. Diagnosa keperawatan ansietas (00146) berhubungan dengan adanya
ancaman dan perubahan status kesehatannya. Setelah dilakukan tindakan
anxiety reduction (5820) pasien akan mampu mengontrol kecemasannya
(anxiety self control) (1402) dengan skala rating outcome pada level 5
(menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu memonitor tingkat
kecemasan,
menghapus/menghilangkan
tanda
kecemasan,
mengurangi
stimulus yang berasal dari lingkungan ketika khawatir, merencanakan strategi
koping saat dalam situasi stres, menggunakan strategi koping yang efektif,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
72
menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan, memelihara
fungsi peran, memelihara hubungan sosial, memelihara konsentrasi,
memelihara keadekuatan istirahat tidur, memonitor tanda gejala fisik bila
muncul kecemasan, mengontrol respon kecemasan.
e. Diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan
sesak nafas (ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen). Setelah
dilakukan tindakan energy management (0180) pasien akan mampu
menyimpan energi untuk beraktivitas (energy conservation) (0002) dengan
skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria
hasil ada keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, mampu menggunakan
waktu istirahat untuk menyimpan energi, menggunakan teknik penghematan
energi, mengatur aktivitas untuk menghemat energi, membiasakan aktivitas
untuk meningkatkan energi, memelihara keadekuatan intake nutrisi,
melaporkan daya tahan keadekuatan dalam beraktivitas.
f. Diagnosa
keperawatan
ketidakadekuatan
risiko
pertahanan
infeksi
sekunder.
(00004)
Setelah
berhubungan
dilakukan
dengan
intervensi
keperawatan infection control (6540) pasien akan mampu mengontrol risiko
(risk control) (1902), dengan skala rating outcome pada level 5
(menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu mencari informasi
mutakhir tentang kontrol infeksi, mengidentifikasi faktor resiko infeksi,
mengakui
manusia sebagai
faktor
risiko infeksi, mengakui
akibat
berhubungan dengan faktor infeksi, mengidentifikasi faktor risiko dalam
aktivitas sehari-hari, mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi, identifikasi
strategi untuk melindungi diri dari infeksi yang dibawa oleh orang lain,
monitor perilaku diri sebagai faktor yang berkaitan dengan risiko infeksi,
monitor lingkungan sebagai faktor yang berhubungan dengan risiko infeksi,
memelihara kebersihan lingkungan, meningkatkan strategi yang efektif dalam
mengontrol
infeksi,
menggunakan
tindakan
pencegahan
prekausal,
mempraktikkan cuci tangan, mempraktikkan strategi kontrol infeksi,
mengatur strategi kontrol infeksi, memonitor status kesehatan secara umum,
menggunakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
73
3.1.2.4 Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pasien kanker
payudara ini mengacu pada Nursing Intervention Classification (NIC).
a. Respiratory Monitoring (3350) dan Oxygen Therapy (3320)
Tindakan utama Respiratory Monitoring yang dilakukan adalah (1)
memonitor frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, (2) melakukan auskultasi
suara nafas, catat adanya suara tambahan, (3) memberikan bronkodilator melalui
nebulazer: combivent 3x/hari (06.00, 14.00, dan 22.00 WIB) dan pulmicort
2x/hari (06.00 dan 18.00 WIB) dan terapi peroral : OBH sirup 3x1 cth (04.00,
12.00, dan 20.00 WIB), capsul racik Theofilin dan Salbutamol 3x1 (04.00, 12.00,
dan 20.00 WIB) sesuai advise, (4) memposisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi (5) memonitor respirasi dan saturasi O2, (6) mempertahankan jalan nafas
yang paten, (7) mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi, (8) memonitor
vital sign, (9) menginformasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik
relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
Tindakan
Oxygen
Therapy
utama
yang
dilakukan
adalah
(1)
membersihkan sekret oral, nasal dan trakhea dengan tepat, (2) melarang merokok,
(3) memelihara kepatenan jalan nafas, (4) mengatur perlengkapan pemberian
oksigen termasuk kehangatan humidifier, (5) memonitor ukuran aliran oksigen O2
nasal kanul 3-5ltr/mnt, (6) memonitor posisi alat pemberian oksigen, (7)
memonitor efektivitas ketepatan pemberian terapi oksigen (saturasi oksigen, pulse
oximetri), (8) memantau status mental, (9) memantau pengeluaran cairan pleura
melalui selang WSD. WSD kanan buka tutup per 3 jam (02.00, 05.00, 08.00,
11.00, 14.00, 17.00, 20.00 dan 23.00 WIB) dialirkan ± 200cc, WSD kiri diloss
ganti botol tiap pagi.
b. Pain Management (1400)
Tindakan utama yang dilakukan adalah (1) melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset, dan durasi secara
berkala, (2) mengajarkan teknik nonfarmakologi berupa relaksasi nafas dalam dan
distraksi saat merasakan nyeri, (3) meningkatkan istirahat dan tidur yang adekuat
dengan menganjurkan pasien untuk beristirahat yang cukup, (4) memberikan obat
analgetik ketorolac 30 mg + Ns 100cc IV tiap 8 jam (04.00, 12.00, dan 20.00
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
74
WIB), serta (5) mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
c. Nutrition Management (1100)
Tindakan yang dilakukan adalah (1) mengkaji apakah ada alergi terhadap
makanan, (2) mengkaji makanan kesukaan, (3) berkolaborasi dengan ahli gizi
tentang jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan, (4) memotivasi untuk
intake protein, zat besi dan vit C yang cukup (5) meyakinkan diit yang diberikan
mengandung serat tinggi untuk mencegah konstipasi, (6) menganjurkan pasien
untuk mengkonsumsi snack seperti buah segar dan jus buah, (7) memberikan
makanan yang lunak dan lembut, (8) memonitor intake dan kalori, (9)
memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya,
(10) menentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, (11)
mengontrol faktor lingkungan yang memicu terjadinya nausea, (12) memonitor
nilai lab yang berkaitan dengan status nutrisi, (13) Memberikan terapi per oral
Ondansentron 3x8 mg, HP Pro 3x1, Ranitidin 50 mg IV tiap 12 jam (08.00 dan
20.00 WIB) sesuai advise
d. Anxiety Reduction (5820)
Tindakan yang dilakukan adalah (1) mengkaji tingkat kecemasan klien, (2)
memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaannya, (3) melakukan pendekatan yang menentramkan pasien, (4)
menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan, (5) memberikan informasi
yang nyata tentang diagnosis dan pengobatannya, (6) membantu pasien dalam
mengambil keputusan, (7) membantu pasien mengidentifikasi situasi dan faktor
pencetus cemas, (8) mendukung aktifitas yang dapat menurunkan kecemasan
misalnya dengan menonton tv, membaca buku, atau berinteraksi dengan keluarga
dan pasien lain (9) menganjurkan pasien untuk melakukan relaksasi, (10)
mendorong kunjungan keluarga atau orang terdekat, (11) menciptakan lingkungan
yang tenang.
e. Energy Management (0180)
Tindakan yang dilakukan adalah (1) mengkaji faktor yang menyebabkan
kelelahan, (2) mengkaji aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan, (3) membantu
pasien dalam aktivitas perawatan diri, (4) mengevaluasi motivasi dan keinginan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
75
pasien untuk meningkatkan aktivitas, (5) memotivasi klien untuk menghabiskan
porsi makanan yang diberikan.
f. Infection Control (6540)
Tindakan yang dilakukan adalah (1) membersihkan lingkungan sekitar
setelah digunakan pasien, (2) mengganti peralatan pengobatan pasien setiap
protokol/pemeriksaan, (3) mengisolasi orang yang mempunyai penyakit menular,
(4) membatasi jumlah pengunjung/pembezuk, (5) mengajarkan teknik mencuci
tangan yang benar untuk memperbaiki kesehatan pribadi, (6) mengajarkan
pengunjung untuk mencuci tangan saat masuk dan meninggalkan kamar pasien,
(7) menggunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan dengan benar, (8)
mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan pada pasien, (9)
menggunakan sarung tangan sebagai pengaman umum, (10) menggunakan sarung
tangan yang bersih, (11) menjaga lingkungan agar tetap steril selama insersi di
tempat tidur, (12) mengganti balutan IV berdasarkan petunjuk dan memastikan
keadaan steril saat menangani IV, (13) menggunakan kateter untuk mengurangi
kejadian infeksi kandung kemih, (14) mendorong/mengajarkan cara nafas dalam
dan batuk yang benar, (15) meningkatkan pemasukkan nutrisi dan cairan yang
tepat, (16) menganjurkan banyak istirahat, (17) melakukan terapi antibiotik yang
tepat Cefixim 2x100 gr (08.00 dan 20.00 WIB) peroral dan Methilprednisolon 125
mg IV tiap 8 jam (04.00, 12.00, 20.00 WIB), (18) mengajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda-tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
pada tim kesehatan.
3.1.2.5 Evaluasi
Tindakan evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan
keperawatan yang dilakukan. Evaluasi perkembangan pasien dilakukan dengan
menilai efektifitas dari implementasi keperawatan.
a. Ketidakefektifan pola nafas
Setelah dilakukan tindakan respiratory monitoring dan Oxygen Therapy
selama 3 hari perawatan respiratory status dalam skala rating outcome level 3
(cukup menyimpang dari ukuran normal) dan 3 (sedang), hal tersebut dapat dilihat
pasien masih mengeluh sesak nafas dan masih sulit tidur. Pasien mengatakan
hanya bisa tidur dalam posisi duduk sambil memeluk bantal. Pasien masih
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
76
nampak bernafas lewat mulut dan dalam kondisi duduk memeluk bantal,
terkadang batuk disertai dahak. Klien masih tampak bertambah sesak saat
diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses
pengkajian. Skor ESAS kelelahan 7. Dalam pemeriksaan fisik masih nampak
pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi
basah. Pemeriksaan TTV RR 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt,
tekanan darah 100/70 mmHg, Suhu 36,80C, Nadi 100 x/menit, SaO2 98%, dan
gambaran foto thorak efusi pleura bilateral. Produksi WSD kanan/3 jam ±200
cc,500cc/hr, kiri ±400 cc/hr. Respiratory monitoring tetap dilakukan selama
pasien mengeluh sesak nafas. Selain itu pasien juga diberikan tindakan oxygen
therapy (3320) dengan harapan pasien akan mampu mempertahankan respiratory
status : ventilation (0403) rating outcome level 3 (cukup menyimpang dari ukuran
normal) dan 3 (sedang), hal tersebut dapat dilihat pasien masih mengeluh sesak
nafas, pasien masih tampak gelisah, adanya pernafasan cuping hidung, pola
pernafasan abnormal, nafas cepat 24x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5
ltr/menit, pasien masih tampak pucat, SaO2 meningkat jadi 98%, denyut nadi
cepat 100x/menit dan gambaran foto thorak efusi pleura bilateral. Produksi WSD
kanan/3 jam 200 cc, perhari paru kanan rata-rata produksi 500 cc, kiri di loss
produksi ±400 cc/hr. Intervensi oxygen therapy dilanjutkan.
b. Nyeri Kronis
Setelah dilakukan tindakan pain management baik secara farmakologi dan
non farmakologi selama 3 hari perawatan target rating oucome pasien mampu
mengontrol nyeri berada pada level 4 (sering) hal ini dapat dilihat dari keluhan
nyeri pasien yang berkurang menjadi skala nyeri 3 dan masih meningkat bila
batuk (skala 6). Pasien mampu menggunakan teknik relaksasi dan distraksi serta
mampu mencatat mengidentifikasi nyeri yang dirasakannya. Pain management
tetap dilakukan selama pasien mengeluh nyeri.
c. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Setelah dilakukan nutrition management selama 3 hari perawatan,
nutritional status fluid and intake dan nutritional status nutrien intake berada
pada skala rating outcome pada level 3 (adekuat sedang), ditandai dengan keluhan
mual pasien berkurang. Pasien menerima suplemen HP Pro 3xsehari 1 capsul.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
77
Pasien saat ini menerima tambahan terapi parenteral amiparen 500cc tiap 12 jam,
masukan kalori, karbohidrat, protein dan lemak. Masukan nutrisi melalui oral
semakin meningkat setiap hari mulai dari ¼ porsi habis sampai dengan sisa hanya
¼ porsi dan tidak ada keluhan muntah. Target rating outcome pada level 3 yaitu
cukup adekuat. Intervensi nutrition management dilanjutkan.
d. Ansietas
Setelah dilakukan tindakan anxiety reduction selama 3 hari perawatan,
pasien dapat mengontrol kecemasannya (anxiety self control) dengan skala rating
outcome level 4 (sering). Hal ini ditunjukkan dengan wajah yang lebih rileks dan
tenang. Pasien mengatakan lebih tenang ketika berdoa. skor ESAS 2. Tindakan
anxiety reduction dipertahankan.
e. Intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan tindakan energy management selama 3 hari perawatan,
pasien belum mampu menyimpan energi untuk aktivitas (energy conservation)
dengan skala rating outcome pada level 3 (menunjukkan kadang-kadang) ditandai
dengan pasien masih mengeluhkan lelah dan sesak bila beraktivitas. Aktivitas
pasien masih dibantu oleh perawat dan suami seperti berpakaian, toileting, dan
mandi. Nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas,
hanya diantara tempat tidur dan
kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga.
Frekuensi nadi pasien meningkat tanpa adanya aktivitas yaitu 100x/menit. Target
rating outcome level 4 (sering). Tindakan energy management dilanjutkan.
f. Risiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan intervensi infection control selama 3 hari
pasien kadang-kadang menunjukkan mampu mengontrol infeksi dengan skala
rating outcome level 3 (kadang mendemonstrasikan) dengan dibuktikan oleh
pasien mampu menyampaikan tidak terjadi keluhan demam atau luka operasi
timbul nyeri, nanah, bau, pemeriksaan fisik pasien tidak demam suhu 36,8oC.
Nilai leukosit dan hemoglobin masih di bawah normal, tanda-tanda infeksi tidak
muncul, intake makanan dan minum cukup adekuat. Pasien dan keluarga kadangkadang melakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktivitas. Masih
tampak orang yang membezuk pasien dan kontak dengan pasien tidak melakukan
cuci tangan sebelum dan sesudahnya. Intervensi Infection Control dilanjutkan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
78
3.2 Laporan 30 Kasus Kelolaan
Pada praktek residensi keperawatan medikal bedah dilakukan selama dua
semester dengan jumlah 20 SKS untuk menyelesaikan program spesialis
keperawatan. Praktek residensi dilaksanakan di rumah sakit kanker Dharmais
Jakarta. Selama praktek residensi ini penulis membuat laporan asuhan
keperawatan dan logbook setiap minggu. Ada 22 macam kasus yang pernah
ditemui oleh penulis selama menyusun asuhan keperawatan dan logbook yaitu
kanker paru, kanker payudara, KNF, kanker serviks, kanker kolon, kanker penis,
ALL, kanker tiroid, kanker rekti, kanker maxilla, AML, LNH, Multiple Mieloma,
kanker orbita, Miastemia gravis, Liposarcoma, tumor otak, Rhabdomiosarcoma,
kanker ovarium, kanker bully, kanker lidah dan kanker ginjal.
Sesuai target kasus asuhan keperawatan lanjut kasus onkologi di rumah
sakit kanker Dharmais Jakarta, penulis menyusun laporan asuhan keperawatan
sebanyak 30 kasus kelolaan dengan menggunakan pendekatan teori peaceful end
of life theory terhadap pasien kanker. Dalam target ini, terdapat 18 macam kasus
kanker yang menjadi kelolaan. Jumlah pasien kelolaan dalam masing-masing
kasus yaitu 7 (23,33%) pasien dengan kanker payudara, 3 (10%) pasien dengan
kanker serviks, KNF, AML, tumor otak dan rhabdomiosarcoma masing masing 2
(6,66%) pasien, kanker paru, kanker kolon, kanker tiroid, kanker rekti, kanker
maxilla, kanker orbita, kanker abdomen, ALL, Kanker ovarium, kanker bulli,
kanker lidah, dan kanker ginjal masing-masing 1 (3,33%) pasien. Berdasarkan
data pasien baru atau insiden pasien kanker rumah sakit kanker Dharmais tahun
2014, kasus kanker payudara menempati kasus pertama diantara 10 kasus
tersering lainnya yaitu sebanyak 1290 kasus (bidang rekam medik rumah sakit
kanker Dharmais, 2014). Hal tersebut menjadi pertimbangan penulis untuk
memfokuskan
pemberian
asuhan
keperawatan
dengan
pendekatan
teori
Keperawatan Peaceful End of Life Theory pada kasus klien dengan kanker
payudara.
Jika dikelompokkan sesuai dengan target kompetensi, pengelolan kasus
asuhan keperawatan terdiri dari kanker sistem saraf pusat 2 (6,66%) pasien,
kanker payudara 7 (23,33%) pasien, kanker gastrointestinal 5 (16,66%) pasien,
kanker genitourinarius dan genital 6 (20%) pasien, kanker kepala dan leher 4
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
79
(13,33%) pasien, kanker darah 3 (10%) pasien, kanker paru 1 (3,33%) pasien,
kanker tulang, otot dan jaringan lunak 2 (6,66%) pasien.
Rumusan diagnosa keperawatan yang muncul pada 30 pasien kasus
resume yaitu diagnosa risiko infeksi 93,33%, ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh 63,33%, nyeri kronis 56,67%, nyeri akut 10%, kerusakan
integritas kulit 33,33%, intoleransi aktivitas 30%, ketidakefektifan pola nafas
20%, risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dan mual muntah masingmasing 16,67%, gangguan pertukaran gas dan gangguan ventilasi spontan masingmasing 13,33%, defisit pengetahuan, ansietas, risiko ketidakseimbangan volume
cairan, nyeri akut, risiko perdarahan masing-masing 10%, gangguan pola tidur
dan konstipasi masing-masing 6,67%, bersihan jalan nafas tidak efektif, diare,
risiko jatuh, retensi urin, dan hambatan mobilitas fisik masing-masing 3,33%.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa lima diagnosa yang paling banyak
muncul pada pasien kanker yaitu risiko infeksi, ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, nyeri kronis, kerusakan integritas kulit dan intoleransi
aktivitas.
Setelah masalah keperawatan dirumuskan dalam bentuk diagnosa
keperawatan, untuk mencapai hasil maka dirumuskan NOC (Nursing Outcome
Classification). Berdasarkan diagnosa yang paling banyak muncul, yaitu NOC
untuk masalah risiko infeksi yang dirumuskan adalah imune status dan risk
control masing-masing sebanyak 50%, untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, NOC yang dirumuskan nutritional status : food and
fluid intake sebanyak 100%, diagnosa nyeri kronis NOC yang dirumuskan pain
control sebanyak 100%, untuk diagnosa kerusakan integritas kulit NOC yang
dirumuskan surgical recovery : convalescence dan tissue integrity : skin masingmasing 50% dan untuk diagnosa intoleransi aktivitas NOC yang dirumuskan
energy conservation sebanyak 66,67% dan activity tolerance sebanyak 33,33%.
Setelah dirumuskan pencapaian (NOC), kemudian dilakukan penyusunan
intervensi keperawatan yang disebut dengan Nursing Intervention Classification
(NIC). Adapun NIC yang banyak diterapkan pada pasien kanker dengan diagnosa
risiko infeksi yaitu infection control sebanyak 60% dan infection protection
sebanyak 40%, untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
80
tubuh sebanyak 89, 47% dengan intervensi nutrition management dan 10,53%
nutrition therapy, diagnosa nyeri kronis intervensi yang dilakukan pain
management sebanyak 100%, kerusakan integritas kulit wound care sebanyak
60% dan pressure management sebanyak 40%, dan untuk masalah intoleransi
aktivitas intervensi yang diterapkan yaitu dengan energy management sebanyak
66,67% dan activity therapy sebanyak 33,33%.
Hasil pelaksanaan intervensi pada seluruh pasien kelolaan bervariasi.
Untuk diagnosa risiko infeksi dengan intervensi infection control, keberhasilan
mencapai 90% dari target yang ditentukan sedangkan intervensi infection
protection keberhasilan mencapai 100% dari target yang ditentukan. Untuk
diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 90% dengan
intervensi nutrition management dan 50% dengan intervensi nutrition therapy
mencapai keberhasilan dari target yang ditentukan, diagnosa nyeri kronis
intervensi yang dilakukan pain management mencapai 90% keberhasilan dari
target yang ditentukan, untuk kerusakan integritas kulit dengan intervensi wound
care 60% mencapai tingkat keberhasilan dan intervensi pressure management
sebanyak 40%, dan untuk masalah intoleransi aktivitas intervensi yang diterapkan
yaitu dengan energy management sebanyak 90% mencapai keberhasilan dan
activity therapy sebanyak 100 % mencapai keberhasilan dari target yang
ditentukan. Lama waktu rawat pada kasus kelolaan tergantung pada tingkat
kompleksitas penyakit kanker yang diderita, termasuk jenis kanker dan
penyebarannya, serta program terapi modalitas yang diterima.
3.3 Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Intervensi menghirup
Aromaterapi Jahe untuk Mengurangi Mual Muntah akibat Kemoterapi
pada Pasien Kanker Payudara
3.3.1 Latar Belakang penerapan EBN
Mekanisme mual muntah akibat kemoterapi dibagi menjadi dua yaitu
mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung kemoterapi
berkaitan langsung dengan pemberian agen kemoterapi. Agen kemoterapi ini
menstimulasi sel enterochromafin dalam saluran pencernaan untuk melepaskan
serotonin (5 hydroxytriptamine (5HT3)) yang mengaktivasi reseptor serotonin.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
81
Aktivasi reseptor ini mengaktifkan jalur aferen vagal, yang mengaktivasi pusat
mual muntah dan menyebabkan mual muntah. Kedua, agen kemoterapi
merupakan salah satu jenis stimulus yang dapat mengaktifkan Chemoreseptor
Trigger Zone (CTZ) di medulla, peran CTZ sebagai chemosensor, area ini kaya
akan berbagai reseptor neurotransmiter seperti histamine, serotonin, dopamine,
neurokinin, benzodiazepine dan opiate. Melalui salah satu dari reseptor tersebut,
agen kemoterapi tersebut menyebabkan proses mual muntah. Mekanisme tidak
langsung dapat terjadi karena faktor pasien diantaranya karena faktor kecemasan.
Mual muntah yang disebabkan oleh faktor kecemasan memberikan pengaruh
terhadap sistem saraf pusat termasuk pusat muntah (Wood, Shega, Lynch &
Roenn, 2007). Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien yang mengalami
muntah pada kemoterapi sebelumnya dapat timbul anticipatory nausea vomiting
(ANV) pada kemoterapi berikutnya (Hesketh, 2008; Mustian , Devine , Ryan,
Janelsins, Sprod & Peppone, 2011). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya oleh Rhodes dan Mc Daniel, (2004), yang melaporkan bahwa
persepsi dan kecemasan pasien terhadap kejadian mual muntah sebelum
pemberian kemoterapi menjadi prediktor kuat terjadinya mual muntah setelah
kemoterapi. Selain status gizi, dampak mual muntah juga mempengaruhi kualitas
hidup pasien dan tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan (Ballatori,
Roila & Ruggeri, 2007; Ferna´ndez, Caloto & Chirveches, 2012; Davidson, Teleni
& Muller, 2012).
Penatalaksanaan mual dan muntah pada pasien post kemoterapi tergantung
pada beratnya gejala. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara farmakologi
maupun nonfarmakologi. Terapi farmakologi dilakukan dengan pemberian
antiemetik, antihistamin, antikolinergik, dan kortikosteroid, namun semua obat
tersebut memiliki efek samping dan biaya yang tidak sedikit. Selain obat-obatan
farmakologi, terdapat banyak intervensi nonfarmakologi yang dapat membantu
meredakan mual muntah, terutama ketika digunakan bersamaan dengan obatobatan farmakologi. Beberapa intervensi nonfarmakologis mual muntah terkait
kemoterapi meliputi penyesuaian asupan makanan dan cairan, relaksasi, olahraga,
hipnosis, biofeedback, pencitraan terarah, dan desensitasi sistemis (Black, 2014).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
82
Intervensi lain yang dapat dilakukan secara mandiri oleh seorang perawat
untuk mengurangi mual muntah adalah dengan menghirup aromaterapi.
Aromaterapi sebagai bagian dari terapi komplementer dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien (Boelm et al., 2012). Aromaterapi merupakan tindakan
terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang diekstrak dari akar,
bunga, daun dan batang tanaman, serta dari pohon tertentu yang bermanfaat untuk
meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik. Setiap
minyak esensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti antibakteri,
antivirus, diuretik, vasodilator, penenang, dan merangsang adrenal. Ketika minyak
esensial dihirup, molekul masuk ke rongga hidung dan merangsang sistem limbik
di otak. Sistem limbik adalah daerah yang mempengaruhi emosi dan memori serta
secara langsung terkait dengan adrenal, kelenjar hipofisis, hipotalamus, bagianbagian tubuh yang mengatur denyut jantung, tekanan darah, stess, memori,
keseimbangan hormon, dan pernafasan. Begitu banyak jenis minyak esensial yang
ada. Jenis minyak esensial yang biasa digunakan adalah peppermint, spearmint,
lemon dan jahe (Jaelani, 2009). Pemakaian minyak esensial secara inhalasi
merupakan metode yang dinilai paling efektif, sangat praktis dan memiliki khasiat
yang langsung dapat dirasakan efeknya dibanding dengan tehnik yang lain, tehnik
inhalasi ini lebih mudah untuk masuk ke dalam tubuh tanpa melalui proses
absorbsi membran sel, molekul-molekul uap akan langsung mengenai reseptor
penghidu yang berada pada rongga hidung dan langsung terhubung dengan saraf
olfaktorius (Kohatsu, 2008).
Dengan pertimbangan tersebut diatas maka penulis mencoba menerapkan
intervensi menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah pada
pasien kanker payudara.
3.3.2 Masalah Klinis dan Metodologi Pencarian
Masalah klinis dirumuskan dengan menggunakan pendekatan PICO
(Population, Intervention, Comparation dan Outcome). PICO digunakan untuk
merumuskan pertanyaan klinis dalam pelaksanaan evidence based nursing.
Pertanyaan klinis yang telah dirumuskan yaitu “apakah menghirup aromaterapi
jahe mampu mengurangi mual muntah pada pasien kanker payudara setelah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
83
menjalani kemoterapi?”. Adapun pendekatan PICO yang digunakan untuk
merumuskan masalah klinis sebagai berikut :
3.3.2.1 Population : Pasien dengan penyakit kanker payudara yang mengalami
mual muntah akibat kemoterapi
3.3.2.2 Intervention : Intervensi keperawatan dalam mengurangi mual muntah
akibat kemoterapi diberikan dalam bentuk menghirup aromaterapi jahe
3.3.2.3 Comparation : 3.3.2.4 Outcome : Setelah pemberian aromaterapi jahe bersamaan dengan terapi
standar rumah sakit pasien dengan kanker payudara yang menjalani
kemoterapi yang mengalami mual muntah berkurang/hilang skala mualnya
dan berkurang/hilang frekuensi dan intensitas muntahnya.
3.3.3 Metodologi Penelusuran
Metodologi penelusuran menggunakan 4 kata kunci dan beberapa
sinonimnya dari analisa PICO, peneliti memasukkannya ke dalam search engine
jurnal sebagai berikut : proquest, ebscohost, sciendirect, scopus, guidline,
evidence, MEDLINE, dan pubmed. Kata kunci yang digunakan yaitu kata tunggal
atau gabungan dari “aromatherapy”, “ginger”, “nausea and vomiting post
chemotherapy” and “breast cancer patient”, “randomize clinical trial” and
“randomize control trial”. Artikel yang ditelusuri berbahasa Inggris, bukan
merupakan case study, tidak ada batasan waktu, dan full text.
Didapatkan 10 judul artikel dari kata kunci di atas berupa artikel kuasi
eksperimental, meta analisis, literature riview dan pilot study kemudian dipilih
sebanyak 2 yang relevan. Kesesuaian dengan keadaan yang sebenarnya di rumah
sakit membuat peneliti memilih 1 artikel pilihan untuk kemudian memilih 1
artikel sebagai rujukan berjudul Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on
Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life
in Women with Breast Cancer dan sisanya sebagai artikel pendukung.
3.3.4 Ringkasan Jurnal
3.3.4.1 Penjelasan Artikel Pilihan
Temuan artikel pilihan dari kata kunci PICO yang digunakan untuk
digunakan sebagai rujukan berjudul Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on
Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
84
in Women with Breast Cancer. Penelitian ini dilakukan oleh Pei Lin Luaa, Noor
Salihahb, Nik Mazlan (2015) dan dilakukan di dua klinik onkologi dimana
partisipan direkrut dari Rumah Sakit Sultanah Nur Zahirah (HSNZ), Kuala
Terengganu dan Rumah Sakit Raja Perempuan Zainab II (HRPZ II), Kota Bharu,
Kelantan, Malaysia. Pada setiap pusat, standar prosedur untuk pencegahan dan
manajemen mual muntah dilakukan sesuai dengan protokol standar kemoterapi
dan kondisi klinis pasien. Adapun kriteria subjek yang digunakan dalam
penelitian ini : Kriteria inklusi : (1) Pasien berusia ≥ 18 tahun, (2) Memiliki
penciuman yang normal, (3) Terdiagnosi kanker payudara, (4) Menerima
kemoterapi dan mempunyai pengalaman mual dan atau muntah dengan tingkat
keparahan apapun, (5) Memiliki setidaknya sisa penggunaan dua program agen
kemoterapi yang sama, (6) Menyetujui untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini;
Kriteria eksklusi : (1) Memiliki jenis kanker lainnya, (2) Alergi terhadap jahe,
parfum ataupun kosmetik, (3) Pasien yang menjalani kemoterapi bersamaan
dengan radioterapi, (4) Yang teridentifikasi sebagai pasien yang mengalami
masalah pada penglihatan dan pendengaran, atau kesulitan pada komunikasi
verbal; orang-orang dengan disabilitas mental. Pasien diacak menggunakan
pengacakan permutasi blok empat dengan rasio alokasi 1:1. Izin untuk melakukan
studi ini diperoleh dari Departemen Kesehatan (Depkes) Penelitian Malaysia dan
Komite Etik (MREC) (Ref.no: (2) dlm.KKM / NIHSEC / 08/0804 / P11-42).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas menghirup
aromaterapi jahe pada kejadian mual, muntah dan kualitas kesehatan yang
berhubungan dengan kehidupan (HRQOL) pada pasien kanker payudara setelah
kemoterapi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini Single-blind, controlled,
randomized cross-over study. Pasien dibagi dalam kedua kelompok yaitu
kelompok 1 dan kelompok 2. Prosedurnya kalung aromaterapi adalah liontin yang
terbuat dari kaca digantungkan pada leher pasien dan ditempatkan sekitar 20 cm
dari hidung pasien. Setiap hari pasien diminta untuk menghirup dengan menarik
nafas dalam-dalam setidaknya 3 kali sehari dalam 3 periode dan dalam durasi 2
menit. Pasien diminta menghirup ketika ada gejala mual muntah maupun tidak
ada gejala. Kalung aromaterapi ini diisi sekitar 1-2 tetes minyak esensial dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
85
minyak wangi jahe. Grup 1 menerima minyak wangi jahe (plasebo) pada
kemoterapi pertama, kemoterapi selanjutnya menerima minyak esensial jahe.
Sebaliknya untuk grup 2 menerima minyak esensial jahe terlebih dahulu
dilanjutkan minyak wangi jahe (plasebo). Pasien diinstruksikan untuk
menghentikan penggunaan aromaterapi setelah treatment berakhir. Kedua
aromaterapi yang digunakan didapatkan dari Global Sdn. Bhd. Butterwort, Penang
Malaysia distributor minyak esensial resmi Ungerer Australia. Minyak esensial
jahe dibuat secara alamiah dari rimpang jahe, sedangkan minyak wangi jahe
dibuat dari bahan sintetis (ester, aldehid dan keton) yang biasanya terdapat pada
berbagai produk aromatik. Pada dasarnya kedua minyak yang digunakan dalam
penampilan dan tekstur identik sama tetapi dalam nilai-nilai terapeutik dari
minyak wangi (plasebo) mungkin menurun secara subtansial karena perubahan
dalam struktur kimia yang berasal dari campuran ekstrak jahe dan bahan sintetis.
Dalam hal bau minyak wangi hampir selalu meniru minyak esensial namun
sedikit lebih rendah dari produk murni esensial.
Hasil utama yang didapatkan skor VAS nausea (mual), tingkat frekuensi
muntah dan profil HRQol (skor EORTC QLQ-C-30). Keparahan kejadian mual
dan muntah dinilai dengan sebuah skala analog visual (VAS) 100 mm digunakan
untuk mengukur tingkat keparahan mual dengan ujung kiri 'tidak ada mual dan
kanan untuk 'mual berat’. Tidak mual didefinisikan sebagai VAS <5 mm-10 mm
umumnya dianggap penting secara klinis. Total tiga tanda perhari yang diperlukan
dalam instrumen ini diselesaikan pada pemberian aromaterapi pada jam 09.00,
15.00 and terakhir 21.00. VAS ini dicatat pada buku harian pasien, beserta dengan
laporan diri tentang frekuensi muntah dalam waktu 24 jam. Muntah didefinisikan
sebagai satu atau lebih episode muntah. Episode dianggap berbeda jika mereka
dipisahkan oleh setidaknya satu menit. Para pasien melaporkan peristiwa mual
dan muntah di buku harian ini sampai hari ke-5 pasca kemoterapi. Sedangkan
dampak kemoterapi yang menyebabkan mual muntah yang berdampak pada
kualitas hidup pasien (Health-related quality of life/HRQOL) dinilai pada awal
(sebelum pemberian kemoterapi) dan hari 8 pasca kemoterapi menggunakan
Kuesioner Kualitas Hidup Organisasi Eropa untuk Penelitian dan Pengobatan
Kanker (European Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
86
Life Questionnaire/EORTC QLQ-C30 ). Dalam penelitian ini versi EORTC QLQ
C-30 diterjemahkan dan divalidasi dalam bahasa Melayu. Kuesioner ini berisi 30
item termasuk lima skala fungsional (fisik, emosi, kognitif, sosial dan fungsi
peran), tiga skala gejala (kelelahan, nyeri, mual dan muntah), kesehatan secara
menyeluruh/skala HRQOL dan enam item tunggal untuk menilai gejala (dyspnea,
gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, sembelit, diare) dan dampak keuangan
dari penyakit. Skoring EORTC QLQ-C30 dilakukan secara manual. Skor EORTC
mentah diubah linear untuk mendapatkan skor standard dikisaran 0-100 untuk
masing-masing skala dan item tunggal. Skor skala tinggi ditandai dengan tingkat
respons yang lebih tinggi.
Dalam penelitian tersebut didapatkan ada sebanyak 60 pasien wanita yang
menyelesaikan studi (usia = 47,3 ± 9.26 tahun; Melayu = 98,3%; kemoterapi yang
sangat emetogenik = 86,7 %). VAS skor mual secara signifikan lebih rendah
setelah inhalasi minyak esensial jahe dibandingkan dengan plasebo selama fase
akut (P = 0.040) tetapi tidak signifikan untuk efek pengobatan secara keseluruhan
(efek pengobatan: F = 1.82, P = 0,183; waktu berlaku: F = 43,98, P <0.001;
pengobatan × waktu berlaku: F = 2.04; P = 0,102). Demikian pula, aromaterapi
tidak ada effect yang signifikan terhadap muntah [F (1, 58) = 0,29, P = 0,594].
Namun, perubahan yang signifikan secara statistik dapat dilihat pada status
kesehatan secara global (P <0,001) terdeteksi setelah inhalasi minyak esensial
jahe. Perbaikan klinis yang relevan 10 poin dari fungsi peran (P = 0,002) dan
kehilangan nafsu makan (P <0,001) juga didokumentasikan selagi pasien
menggunakan minyak esensial jahe.
3.3.4.2 Penjelasan alasan pemilihan artikel
Artikel yang berjudul “Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on
Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life
in Women with Breast Cancer” ini ditulis oleh Pei Lin Luaa, Noor Salihahb, Nik
Mazlan pada bulan April tanggal 21 tahun 2015, yaitu sebuah jurnal yang secara
khusus membahas tentang hasil studi yang berhubungan dengan penggunaan
aromaterapi jahe. Artikel ini dipilih karena merupakan evidence tingkat I menurut
National Institute of Clinical Excellence (NICE), dengan jenis intervensi yang
murah, sederhana, bermanfaat dan memiliki waktu evaluasi yang singkat. Artikel
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
87
ini juga merupakan artikel jurnal yang memiliki tahun publikasi yang tergolong
baru karena tahun terbitnya satu tahun terakhir (tahun 2015). Level atau tingkatan
evidence menurut NICE dalam Bausewein et al. (2008) terdiri dari tingkat I (RCT
atau riview RCT), tingkat II yaitu studi prospektif dengan kelompok pembanding
(non-RCT, good observational study) atau studi retrospektif dengan kontrol
efektif untuk variabel perancu, dan tingkat III yaitu studi retrospektif atau
observasi atau cross-sectional. Sedangkan menurut RTI International University
of North Carolina (RTI-UNC) tingkat kualitas suatu penelitian dari tertinggi
sampai terendah yaitu systematic riviews, randomized controlled trial (RCT),
observational studies dan diagnostic tes studies (Lohr, 2004).
Selain itu, artikel ini juga menjawab pertanyaan klinis yang ditemukan
peneliti selama praktik di ruang rawat inap RS Kanker Dharmais dengan beberapa
pasiennya adalah pasien yang membutuhkan penanganan mual muntah akibat
kemoterapi di antaranya adalah pasien kanker payudara.
3.3.4.3 Kredibilitas Jurnal
Jurnal Complementary Therapies in Medicine merupakan salah satu jurnal
yang telah terindex di Scopus dengan SJR (SCIMago Journal Rank) yaitu 0,512.
Indikator SJR mengukur rata-rata pengaruh ilmiah artikel dalam suatu jurnal atau
mengukur dampak ilmiah rata-rata dari sebuah artikel yang dipublikasikan dalam
suatu jurnal. Nilai IPP (Impact per Publication) jurnal yaitu 1809. IPP adalah nilai
faktor dampak (jumlah sitasi/jumlah artikel publikasi) dalam kurun waktu tertentu
(3 tahun) dan SNIP (Source Normalized Impact per Paper) 1078. SNIP adalah
nilai
faktor
dampak
(jumlah
sitasi/jumlah
artikel
publikasi)
dengan
mempertimbangkan normalisasi jumlah sitasi maksimum dan minimum tiap
bidang ilmunya.
H-index 42; total dokumen pada tahun 2015 sebesar 80 dokumen, total
citation 422 dan citation per document 1,76. Hal ini menunjukkan Journal
Complementary Therapies in Medicine termasuk jurnal yang memiliki kualitas
baik. Suatu jurnal akan dapat terindex pada scopus setelah melewati peer review
dan sudah terakreditasi sesuai dengan standar publikasi ilmiah internasional.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
88
3.3.5 Telaah Kritis
3.3.5.1 Telaah Validitas
Desain penelitian ini adalah single-blind, randomized, controlled, crossover study. Peneliti menyebutkan metode dalam pemilihan subjek penelitian dari
populasi yaitu secara acak. Pemilihan subjek dilakukan dari bulan Desember 2011
sampai Januari 2014, total 145 pasien kanker payudara yang menjalani
pengobatan kemoterapi disaring, di antaranya 99 sudah memenuhi kriteria
kelayakan. Dari 99 pasien tersebut, 24 menolak untuk berpartisipasi dan 75 pasien
yang terdaftar diacak : 37 orang masuk ke Grup 1 dan 38 orang ke Grup 2. Pasien
diacak menggunakan permutasi blok empat randomisasi dengan rasio alokasi 1 :
1. Secara keseluruhan, 30 pasien dari masing-masing kelompok menyelesaikan
semua kunjungan. Dalam penelitian ini total 60 pasien yang dievaluasi untuk
dilakukan analisis data. Jumlah subjek penelitian 60 pasien dihitung dengan
alasan untuk mendapatkan kekuatan sebesar 90% dan tingkat kemaknaan 0,05%
dan kemampuan mendeteksi perubahan VAS sebesar 1 cm. Penggunaan VAS
telah terbukti efektif sebagai alat ukur skala mual dan telah digunakan pada
banyak penelitian. Pembagian responden baik kelompok kontrol dan kelompok
intervensi yang dilakukan oleh peneliti merupakan gold standar dalam
pembuktian penelitian eksperimental. Metode concealment yang digunakan
adalah sequentially. Metode ini merupakan yang paling sederhana. Teknik
pencarian data dilakukan secara urut dari depan ke belakang atau dari awal sampai
akhir. Informasi yang disimpan dalam berkas diproses berdasarkan urutan.
Peneliti juga telah melakukan pengontrolan variabel perancu dengan cara retriksi
yaitu membatasi sampel dengan kriteria tertentu misalnya responden harus berusia
≥18 tahun, terdiagnosa kanker payudara dan mempunyai riwayat mual muntah
akibat kemoterapi.
Hasil pengukuran dasar demografi, karakteristik penyakit dan informasi
pengobatan dikumpulkan dari catatan medis pasien dan tidak terdapat perbedaan
demografi dan data dasar klinis antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Penilaian terhadap treatment yang dilakukan blinding dengan tiga tanggapan
pasien yaitu kategoris ‘percaya minyak esensial jahe, 'percaya minyak wangi jahe'
atau 'tidak tahu baik minyak esensial jahe atau minyak wangi jahe’. Pasien tidak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
89
mengetahui terapi yang diberikan berupa aromaterapi jahe esensial atau plasebo
terlebih dahulu dan tidak mengetahui dirinya masuk dalam kelompok kontrol
ataupun intervensi. Dalam penelitian ini meskipun tidak disebutkan siapa yang
melakukan analisis namun dijelaskan jenis uji analisis statistik apa yang
digunakan. Jenis uji analisis statistik dalam penelitian ini dilakukan secara
blinding menggunakan paired t-test.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
valid yang dibuktikan oleh adanya randomisasi dalam pengelompokan subjek
penelitian diikuti concealment sequentially, single blinded dimana subjek
penelitian tidak mengetahui ke dalam kelompok mana subjek dialokasikan.
Penelitian ini juga menggunakan instrumen penilaian mual muntah dan kualitas
hidup yang valid, selain itu penelitian ini mempunyai karakteristik subjek yang
setara antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
3.3.5.2 Realibility (Kemaknaan Hasil)
Analisis data menggunakan uji Anova memperlihatkan tidak ada
perbedaan signifikan skor VAS mual antara penggunaan minyak esensial jahe
(ginger essential oil) dan minyak wangi aroma jahe (ginger fragrance oil) [F(1,
58) = 1.82, P = 0.183]. Namun ada penurunan yang signifikan skor VAS mual
dengan menghirup minyak esensial jahe [F(1, 58) = 43.98, P < 0.001]. Hal yang
sama dilaporkan tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan minyak
esensial jahe (ginger essential oil) dan minyak wangi aroma jahe (ginger
fragrance oil) dalam menurunkan kejadian muntah [F(1,58) = 0.29, P = 0.594].
Ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian muntah selama periode lima hari
pengobatan [F (4, 55) = 9,58, P <0,001]. Tidak ada perbedaan yang signifikan
antar waktu dan kelompok perlakuan serta antara waktu dengan urutan
pengobatan.
Dalam jurnal juga didapatkan hasil bahwa menghirup aromaterapi jahe
signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien meliputi status kesehatan
secara menyeluruh (P < 0.001), fungsi peran (P = 0.001), fatigue (P = 0.002),
mual dan muntah (P < 0.001), nyeri (P = 0.017), kehilangan nafsu makan (P <
0.001) dan konstipasi (P = 0.046). Post hoc tes menggunakan koreksi Bonferroni
menunjukkan bahwa ada perubahan yang signifikan secara statistik dari baseline
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
90
untuk status kesehatan global (95% CI berarti perbedaan; 4.12, 9.77, P <0,001)
terdeteksi setelah inhalasi minyak esensial jahe. Perbaikan yang signifikan dari
baseline untuk fungsi peran yang dicatat pada kedua kelompok;. minyak esensial
jahe (95% CI berarti perbedaan; 3,08, 16,92, P = 0,002) dan minyak wangi jahe
(95% CI berarti perbedaan ;. 1.96, 14.15, P = 0,006). Meski begitu, selisih skor
yang lebih baik dicatat dengan aplikasi minyak esensial jahe. Untuk skor skala
gejala kelelahan (95% CI berarti perbedaan; -10,98, -2,35, P = 0,001), mual dan
muntah (95% CI berarti perbedaan; -9,07, -2,59, P <0,001), nyeri (95% CI berarti
perbedaan; -10,16, -0,95, P = 0,013) dan kehilangan nafsu makan (95% CI berarti
perbedaan; -16,87, -5,36, P <0,001) secara signifikan dilaporkan telah berkurang
sementara pada pasien dengan minyak esensial jahe. Terakhir skor gejala sembelit
dilaporkan lebih tinggi dari nilai dasar untuk kedua kelompok tetapi perbedaan
skor itu signifikan antara awal dan setelah penggunaan minyak jahe wangi (95%
CI berarti perbedaan; 0,12, 6,55, P = 0.040 ).
Data hasil penelitian yang disajikan peneliti hanya menyajikan nilai p dan
confidence interval sehingga perhitungan secara manual terhadap nilai
kepentingan klinis seperti NNT (number need to treat) tidak bisa dilakukan. NNT
berguna untuk melihat keefektifan treatment dari penelitian ini. Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memberikan hasil yang
baik dan bermakna, efektif dan juga dapat diterima oleh pasien untuk mengelola
keluhan mual muntah akibat kemoterapi meskipun tidak menyajikan nilai
kepentingan klinis (NNT).
3.3.5.3 Aplikabilitas
Meskipun aromaterapi tidak memberikan efek pengobatan secara
keseluruhan, namun peneliti menjelaskan bahwa menghirup aromaterapi jahe
signifikan dalam mengurangi intensitas mual muntah serta berpengaruh dalam
peningkatan kualitas hidup pasien. Menurut peneliti menghirup aromaterapi jahe
merupakan metode yang aman, tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien,
serta mudah untuk melakukannya, dan secara klinis bermanfaat dalam
mengurangi intensitas mual dan muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker
payudara. Menurut penulis karena intervensi menghirup aromaterapi ini begitu
murah, efektif, ditoleransi dengan baik dan bebas efek samping serta tidak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
91
menentang norma-norma budaya yang dianut oleh pasien dan keluarga, maka
hasil dari penelitian ini dapat disarankan untuk diterapkan pada pasien khususnya
pasien dengan kanker payudara yang sedang menjalani kemoterapi. Penerapan
EBN ini tidak diperlukan waktu khusus karena aplikasi EBN ini dilakukan pada
saat praktik sesuai jadwal pasien post-kemoterapi yang diberlakukan di ruangan.
Pasien diperkirakan tidak akan kesulitan karena intervensi ini dilakukam dengan
tidak mengganggu kenyamanan dan istirahat pasien.
3.3.6 Penerapan intervensi menghirup aromaterapi jahe di Ruang Teratai dan
Anyelir 1 dan 2 RS Kanker Dharmais
Penerapan evidence based nursing dilakukan di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta khususnya di ruang Teratai dan Anyelir. Tahapan penerapan
EBN ini meliputi :
3.3.6.1 Tahap persiapan
Pada tahap ini penulis memulai dengan mencari fenomena yang ada
selama praktik residensi, selanjutnya merumuskan masalah dengan pendekatan
PICO (Problem, Intervention, Comparation and Outcome). Kemudian melakukan
penelusuran jurnal dengan kata kunci “aromatherapy”, “ginger”, “nausea and
vomiting post chemotherapy” and “ breast cancer patient”, “randomize clinical
trial” and “randomize control trial”. Kemudian memilih 1 artikel pilihan
berjudul Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on Chemotherapy-Induced
Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life in Women with Breast
Cancer. Setelah itu penulis melakukan konsultasi proposal EBN kepada
pembimbing klinik dan pembimbing akademik untuk mendapatkan masukan dan
saran, kemudian setelah disetujui oleh pembimbing, penulis mengajukan dan
mempresentasikan proposal EBN kepada bagian diklat, bidang keperawatan dan
medik, komite etik dan unit tempat pelaksanaan EBN pada tanggal 6 April 2016.
Setelah itu berkoordinasi dengan unit tempat pelaksanaan EBN terkait penetapan
pasien, penetapan waktu pelaksanaan EBN dan pembagian peran serta tanggung
jawab dalam sosialisasi EBN pada perawat dan pasien. Kemudian mempersiapkan
protap pelaksanaan EBN menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual
muntah
akibat
kemoterapi
pada
pasien
kanker
payudara.
Selanjutnya
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
92
mensosialisasikan dan memberikan penjelasan kepada perawat yang terlibat
dalam perawatan pasien tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan EBN
3.3.6.2 Tahap pelaksanaan
Pelaksanaan EBN ini diawali dengan mengidentifikasi pasien yang cocok
sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian menjelaskan kepada pasien tentang
tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan EBN. Pasien yang setuju terlibat dalam
pelaksanaan EBN menandatangani lembar persetujuan. Prosedur pelaksanaan ini
yaitu dengan memberikan pasien aromaterapi dengan cara mengkalungkan botol
kecil berisi aromaterapi jahe di leher pasien dan ditempatkan sekitar 20 cm dari
hidung pasien selama lima hari pada siang hari dan malam hari. Pasien diminta
menarik nafas dalam setidaknya tiga kali sehari dalam durasi 2 menit bahkan
disaat tidak muncul gejala. Penggunaan aromaterapi jahe dilakukan diantara
penerimaan kemoterapi yang pertama diikuti kemoterapi selanjutnya.
EBN menghirup minyak aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah
akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara ini dimulai sejak tanggal 28
Maret sampai 22 April 2016, sebanyak 14 pasien terlibat dalam penerapan EBN
ini. Pasien dalam penerapan EBN ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu 7 pasien
dalam grup A dan 7 pasien dalam grup B. Namun dalam pelaksanaannya hanya
12 orang yang dapat melanjutkan sampai akhir karena satu orang dari grup A
mengalami kemunduran jadwal kemoterapi karena penurunan keadaan umum
(sesak nafas) dan satu orang dari grup B jadwal kemoterapi diundur karena akan
dilakukan operasi terlebih dahulu. Penerapan EBN ini dilakukan terutama di
ruang rawat singkat Anyelir 1 dan 2 serta ruang Teratai. Gambaran karakteristik
pasien yang ikut serta dalam penerapan ebn menghirup aromaterapi jahe dapat
dilihat pada tabel 3.1, 3.2 dan 3.3 di bawah ini :
Tabel 3.1 Distribusi Pasien berdasarkan Asal, Riwayat Keluarga dengan Kanker,
Agen Kemoterapi (n=12)
No.
Karakteristik
Frekuensi (%)
1.
Asal
Jakarta
4 (33,3)
Luar Jakarta
8 (66,7)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
93
Total
2.
3.
12 (100)
Riwayat keluarga dengan kanker
Ya
3 (25,0)
Tidak
9 (75,0)
Total
12 (100)
Agen kemoterapi
FAC
11 (91,7)
FEC
1 (8,3)
Total
12 (100)
Dari tabel 3.1 terlihat bahwa lebih dari 50% pasien kanker payudara yang
mengikuti penerapan EBN ini berasal dari luar Jakarta. Sebesar 75% pasien tidak
mempunyai riwayat keluarga dengan kanker. Hanya satu pasien yang menerima
agen kemoterapi FEC (5-FluoroUracil, epyrubicine dan cyclophosphamide) dan
lainnya menerima agen kemoterapi FAC (5-FluoroUracil , Doxorubicin, dan
cyclophosphamide).
Tabel 3.2 Distribusi Pasien berdasarkan Umur, Tahun setelah Terdiagnosa, Grade
Kanker Payudara, Siklus Kemoterapi (n=12)
No.
Karakteristik
Mean±SD
Median (min-maks)
1.
Umur
46,67 ± 7,785
48,00 (31-57)
2.
Tahun setelah terdiagnosa
1,25 ± ,452
1,00 (1-2)
3.
Grade kanker payudara
2,75 ± 0,452
3,00 (2-3)
4
Siklus kemoterapi
2,75 ± 0,866
2,50 (2-4)
Dari tabel 3.2 terlihat bahwa rata-rata pasien yang terlibat dalam
penerapan EBN ini berusia 46,67 tahun dengan standar deviasi 7,785 tahun. Usia
pasien yang paling rendah 31 tahun dan yang paling tinggi 57 tahun. Rata-rata
tahun terdiagnosa kanker yaitu 1,25 tahun. Rata-rata grade kanker payudara pada
pasien adalah 2,75. Dimana grade paling rendah adalah 2 dan yang paling tinggi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
94
adalah 3. Pasien rata-rata berada pada siklus kemoterapi 2,75. Siklus yang paling
rendah siklus ke dua dan siklus yang paling tinggi siklus ke empat.
Tabel 3.3 Distribusi Pasien berdasarkan Umur, Asal, Tahun setelah Terdiagnosa,
Riwayat Keluarga dengan Kanker, Grade Kanker Payudara, Siklus Kemoterapi
dan Agen Kemoterapi Grup A (n=6), Grup B (n=6) dan Seluruh Peserta (n=12)
Karakteristik
Minyak Wangi Jahe/
Minyak Esential Jahe/
Seluruh
Minyak Esential Jahe
Minyak Wangi Jahe
peserta
(n=6)
(n=6)
(n=12)
Grup A
Grup B
50,83 ± 5,231
42,5 ± 8,019
46,67 ± 7,785
3 (50,0)
3 (25,0)
6 (100,0)
3 (50,0)
9 (75,0)
Jakarta
3 (50,0)
1 (16,7)
4 (33,3)
Luar Jakarta
3 (50,0)
5 (83,3)
8 (66,7)
1,33 ± 0,516
1,17 ± 0,408
1,25 ± ,452
≤ 1 tahun
4 (66,7)
5 (83,3)
9 (75,0)
≥ 1 tahun
2 (33,3)
1 (16,7)
3 (25,0)
Ya
1 (16,7)
2 (33,3)
3 (25,0)
Tidak
5 (83,3)
4 (66,7)
9 (75,0)
2,67 ± 0,516
2,83 ± 0,408
2,75 ± 0,452
Grade II
2 (33,3)
1 (16,7)
3 (25,0)
Grade III
4 (66,7)
5 (83,3)
9 (75,0)
2,83 ± 0,983
2,67 ± 0,816
2,75 ± 0,866
Umur
20-39
40-59
60-79
Asal
Tahun setelah terdiagnosa
Riwayat keluarga dengan Kanker
Grade Kanker Payudara
Grade I
Grade IV
Siklus Kemoterapi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
95
2
3 (50,0)
3 (50,0)
6 (50,0)
3
1 (16,7)
2 (33,3)
3 (25,0)
4
2 (33,3)
1 (16,7)
3 (25,0)
6 (100,0)
5 (83,3)
11 (91,7)
1 (16,7)
1 (8,3)
5
Agent Kemoterapi
Risiko Emetik Tinggi
(>90%) :
FAC
FEC
TAC
Risiko Emetik Rendah (10-30%) :
Docetaxel
Dari tabel 3.3 terlihat karakteristik untuk masing-masing grup. Grup A
seluruh pasien berusia antara 40-59 tahun, rata-rata usia pasien dalam grup A
50,83 tahun dengan standar deviasi 5,231 tahun. Sedangkan grup B 50% usia
pasien berada dalam rentang 20-39 tahun dan sisanya berusia antara 40-59 tahun.
Usia rata-rata pasien dalam grup B 42,5 tahun dengan standar deviasi 8,019
tahun.
Lima puluh persen dari grup A berasal dari Jakarta dan sisanya luar
Jakarta. Sedangkan grup B sebagian besar pasien berasal dari luar Jakarta (83,3
%) dan hanya satu pasien yang berasal dari Jakarta (16,7%). Empat orang
(66,7%) dari grup A terdiagnosa kanker ≤ 1 tahun sisanya lebih dari satu tahun
terdiagnosa kanker. Sedangkan pasien dalam grup B sebagian besar (83,3%)
terdiagnosa kanker ≤ 1 tahun, dan hanya satu orang yang terdiagnosa k anker
lebih dari satu tahun.
Hanya satu orang (16,7%) dari grup A memiliki riwayat keluarga dengan
kanker sedangkan digrup B terdapat 2 orang (33,3%) pasien yang mempunyai
riwayat keluarga dengan kanker. Dalam grup A sebanyak 66,7 % pasien berada
dalam grade III kanker payudara sisanya berada pada grade II kanker payudara.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
96
Sedangkan pada grup B sebagian besar pasien berada dalam grade III kanker
payudara (83,3%) dan hanya satu (16,7%) yang berada dalam grade II kanker
payudara.
Siklus kemoterapi rata-rata dalam grup A yaitu 2,83 dengan standar
deviasi 0,983, dimana 3 orang sedang dalam penerimaan kemoterapi siklus ke-2,
1 orang siklus ke-3 dan 2 orang siklus ke-4. Sedangkan pada grup B rata-rata
siklus kemoterapi yaitu 2,67 dengan standar deviasi 0,816, dimana 3 orang
sedang dalam penerimaan kemoterapi siklus ke-2, 2 orang siklus ke-3 dan 1
orang siklus ke-4. Agen kemoterapi yang diterima pasien dalam grup A
seluruhnya (100%) menerima FAC dan dalam grup B hanya satu orang penerima
agen FEC dan sisanya FAC.
Uji normalitas data dilakukan pada variabel dengan skala numerik untuk
mengetahui sebaran data apakah normal atau tidak. Pemilihan uji disesuaikan
dengan besar sampel. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 12 subjek
sehingga dilakukan uji Saphiro-wilk. Hasil uji normalitas data diketahui bahwa
semua data adalah normal (p>0,05). Hasil uji normalitas data dapat dilihat
melalui tabel 3.4 sebagai berikut :
Tabel 3.4 Uji Normalitas Data Skala Mual dan Frekuensi Muntah di RSK
Dharmais April 2016 (N=12)
Variabel
Sig.
Aromaterapi Minyak Esensial Jahe (ginger essential oil)
Skala Mual Hari 1
,078
Skala Mual Hari 2
,195
Skala Mual Hari 3
,080
Skala Mual Hari 4
,596
Skala Mual Hari 5
,099
Frekuensi Muntah Hari 1
,087
Frekuensi Muntah Hari 2
,033
Frekuensi Muntah Hari 3
,372
Frekuensi Muntah Hari 4
,370
Frekuensi Muntah Hari 5
,133
Aromaterapi Minyak Wangi Jahe (ginger fragrance oil)
Skala Mual Hari 1
,131
Skala Mual Hari 2
,157
Skala Mual Hari 3
,640
Skala Mual Hari 4
,370
Skala Mual Hari 5
,258
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
97
Frekuensi Muntah Hari 1
Frekuensi Muntah Hari 2
Frekuensi Muntah Hari 3
Frekuensi Muntah Hari 4
Frekuensi Muntah Hari 5
,083
,064
,304
,243
,785
Selama proses penerapan EBN, penulis tidak menemukan kendala atau
hambatan yang berarti. Kendala yang ada hanya berupa ketidakpahaman pasien
tentang manfaat pemberian aromaterapi jahe. Pada awal kegiatan ini, beberapa
klien tampak ragu-ragu untuk mengikuti penerapan EBN. Hal ini dikarenakan
perasaan takut akan dampak yang ditimbulkan oleh tindakan pemberian
aromaterapi jahe. Untuk lebih meyakinkan klien dan keluarganya, maka penulis
memberikan pemahaman berulang kali tentang manfaat dari pemberian
aromaterapi jahe. Disamping itu penulis juga berkoordinasi dengan kepala ruang
perawatan dan beberapa staf perawat yang sedang bertugas pada saat pelaksanaan
EBN, untuk memberikan informasi tentang manfaat dari pemberian aromaterapi
jahe. Setelah memberikan pemahaman kepada responden dan keluarganya, maka
seluruh klien kooperatif terhadap pemberian aromaterapi jahe.
Hasil penerapan menghirup aromaterapi jahe pada pasien kanker payudara
dengan kemoterapi terlihat adanya perbedaan yang signifikan tampak pada skor
mual di hari pertama dan kedua (fase akut) penggunaan aromaterapi (p<0,05).
Skor berkurangnya skala mual pada hari pertama dan kedua pada penggunaan
aromaterapi esensial lebih besar daripada plasebo. Sedangkan pada kejadian
muntah terdapat perbedaan di hari ke-2, ke-3 dan ke-5. Hal ini dapat dilihat pada
tabel 3.5 yang terdapat pada lampiran.
3.3.6.3 Tahap evaluasi
Untuk mengevaluasi hasil penerapan menghirup aromaterapi pada pasien
kanker payudara yang menjalani kemoterapi digunakan Visual Analogue Scale
(VAS). Pasien diminta menuliskan skala mual selama lima hari treatment di
dalam sebuah kartu pencatatan. Untuk muntah pasien diminta mencatat
frekuensi, durasi dan banyaknya muntah (cc) dalam lima hari penerapan.
Pencatatan dilakukan pada jam 9 pagi, jam 3 sore dan jam 9 malam tiap 24 jam
sekali selama lima hari berturut-turut.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
98
Selanjutnya mengevaluasi keseluruhan proses pelaksanaan kegiatan,
pencapaian tujuan, dan kelebihan serta kekurangan pelaksanaan EBN, kemudian
mengevaluasi kepuasan perawat dan pasien setelah pelaksanaan terapi
menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi
pada pasien kanker payudara.
3.4 Proyek Inovasi Penerapan Modified Early Warning Score (MEWS) di
IGD
3.4.1 Latar Belakang
Penggunaan MEWS sebagai alat deteksi awal terhadap perburukan kondisi
pasien masih jarang di Indonesia termasuk di Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Sementara itu berbagai penelitian menunjukkan MEWS dapat meningkatkan
patient
safety
dan
hasil
akhir
perawatan
serta
memudahkan
dalam
mengkomunikasikan kondisi pasien (Race, 2015). Analisis terhadap hasil
pengkajian tanda-tanda fisiologis yang dilakukan dalam MEWS dapat
menentukan resiko perburukan kondisi pada pasien (Keane, 2012). Hal ini sejalan
dengan poin penilaian akreditasi rumah sakit dari Joint Commision International
Accreditation (JCIA) edisi 5 (New Standard) Cop.3.1 tentang deteksi dini
perburukan kondisi pasien. Pada point tersebut dijelaskan tentang perlunya
pelatihan perawat untuk dapat mengenali dan berespon terhadap perubahan
kondisi pasien, serta harus dapat mencari bantuan awal terhadap perburukan
kondisi pasien.
Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga medis terutama
perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais yang memberikan pelayanan dengan
budaya Pro Care CS (Profesional, Care, Continuitas Improvement and Synergy).
Melalui budaya ini perawat dituntut untuk dapat bekerja secara profesional, peduli
terhadap semua pihak, selalu meningkatkan kompetensi diri (keterampilan dan
pengetahuan) serta mampu melakukan komunikasi yang jelas dan efektif. Oleh
karena itu diperlukan adanya suatu mekanisme yang dapat membantu perawat
dalam meningkatkan profesionalisme kerja sesuai dengan budaya Pro Care CS
terutama dalam melakukan aktivitas rutin pemantauan tanda-tanda vital fisiologis
sehingga memberikan makna yang besar untuk kondisi pasien, dan MEWS
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
99
merupakan alat bantu monitoring yang dapat digunakan perawat yang bersifat
sederhana namun sangat cepat dalam penggunaannya dan memiliki nilai
sensitivitas yang tinggi (Bradman & Maconochie, 2011). Berdasarkan hal tersebut
maka kelompok tertarik untuk mengadakan inovasi dengan menerapkan MEWS
dalam melakukan pemantauan rutin terhadap tanda-tanda fisiologis pasien
sehingga dapat mendeteksi secara awal perburukan kondisi klinis yang terjadi.
Penerapan MEWS ini diharapkan dapat memberikan makna penting terhadap
hasil pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan melakukan analisis terhadap
tanda-tanda fisiologis yang didapatkan dan melakukan tindak lanjut sesuai dengan
hasil pengkajian/monitoring yang ditemukan sehingga kejadian yang tidak
diinginkan (kondisi kegawatan, cardiac arrest) dapat dihindari.
3.4.2 Validitas dan Reliabilitas MEWS
Sebuah penelitian kohort prospektif oleh Lam, et al. (2006), menerapkan
MEWS untuk pasien yang dirawat di bangsal observasi gawat darurat rumah sakit
pendidikan. Sebanyak 427 data penerimaan pasien gawat darurat berturut-turut
dikumpulkan dari 7 Juni-4 Juli 2004. Hasil pengukuran yang didapatkan meliputi
jumlah kematian, jumlah pasien yang masuk unit perawatan intensif (ICU) dan
masuk rawat inap rumah sakit. Skor > 4 dikaitkan dengan peningkatan risiko
kematian (OR 54,4, 95% CI = 4,7-633,7), masuk ICU (OR 12,7, 95% CI = 1,1147,3) dan perawatan di rumah sakit (OR 9,5, 95% CI = 3,3-27,9). Dari penelitian
ini disimpulakan bahwa MEWS cocok digunakan sebagai bedside application di
unit gawat darurat dan dapat membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko
perburukan kondisi yang membutuhkan peningkatan level perawatan meliputi
masuk rawat inap atau masuk ICU. Penelitian sebelumnya pada tahun 2001 oleh
Kruger, Rutherford dan Gemmel juga telah meneliti tentang validitas MEWS
menunjukkan skor ≥ 5 pada MEWS berhubungan dengan peningkatan risiko
kematian (OR 5,4, 95% CI 2,8-10,7), masuk intensive care unit/ICU (OR 10,9,
95% CI 2,2-55,6), dan masuk high dependency unit (OR 3,3, 95% CI 1,2-9,2).
Penelitian ini menyimpulkan MEWS dapat diterapkan pada medical admission
unit dan dapat mengidentifikasi risiko perburukan kondisi pasien yang mana
membutuhkan peningkatan perawatan pada level yang lebih tinggi. MEWS
mungkin juga dapat digunakan sebagai triase, untuk mengindentifikasi pasien
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
100
dengan risiko perburukan kondisi klinis. Penelitian lain yang dilakukan So et al.
(2014) menunjukkan bahwa observasi terhadap pasien di ruang emergensi
menggunakan MEWS memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,3% dalam
mendeteksi perburukan kondisi pasien.
MEWS dapat diterapkan pada ruang rawat inap biasa dan cocok dijadikan
sebagai alat untuk manajemen risiko dalam mendeteksi perburukan kondisi pasien
dan mencegah keterlambatan penanganan atau kebutuhan untuk dipindah ke unit
lebih intensif (Gardner-Thorpe et al., 2006). Hal tersebut serupa dengan penelitian
Rita et al., (2008) yang melaporkan bahwa MEWS signifikan dapat digunakan
untuk mengidentifikasi perburukan pasien yang dirawat di ICU. Hal tersebut
menunjukkan bahwa MEWS dapat menjadi sistem skoring yang terpercaya dan
berguna dalam situasi ICU. Sebaliknya, terdapat satu penelitian yang dilakukan
oleh Kim et al. (2015) yang hasilnya bertolak belakang dengan penelitianpenelitian terdahulu. Penelitian ini menemukan peningkatan skor MEWS tidak
berhubungan dengan kematian pada pasien rawat inap, sehingga monitoring
menggunakan MEWS sendiri tidak cukup untuk memprediksi terjadinya cardiac
arrest.
3.4.3 Analisis Situasi
Penulis
menyusun
pendekatan
dengan
analisis
SWOT
dalam
mengembangkan inovasi MEWS (Modified Early Warning Score) untuk
meningkatkan profesionalisme dalam melakukan deteksi dini perburukan kondisi
pasien sebagai berikut :
3.4.3.1 Strength (Kekuatan)
Merupakan atribut internal yang membantu organisasi (dalam hal ini
rumah sakit) mencapai tujuannya, antara lain : (1) RSKD merupakan RS rujukan
kanker nasional dengan sarana prasarana dan SDM (sumber daya manusia) yang
paling memadai se-Indonesia, sehingga menjadi tujuan bagi pasien untuk
mendapatkan
penanganan
kanker
yang
dideritanya;
(2)
RSKD
selalu
mengutamakan pelayanan prima dengan dilengkapi fasilitas kesehatan yang
memadai dan canggih serta layanan yang unggul seperti poli luka, poli paliatif dan
unit deteksi dini yang dapat menunjang pelayanan kesehatan, (3) RSKD berfungsi
sebagai RS pendidikan dan penelitian, mempunyai tenaga ahli dan klinikal
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
101
instruktur yang kompeten dibidangnya serta sarana prasarana yang memadai
untuk pelaksanaan proses pendidikan dan penelitian, (4) RSKD memberikan
dukungan pada staf keperawatan untuk melanjutkan pendidikan ke level S1 dan
S2, (5) RSKD menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan-pelatihan internal
training dan eksternal training secara berkesinambungan untuk staf pelaksana
keperawatan untuk pengembangan SDM, (6) RSKD telah membuka pendidikan
program spesialis perawat onkologi klinik dan rata-rata telah memiliki kepala
ruangan seorang spesialis onkologi klinik, (7) RSKD memiliki FGD ( Focus
Group Discussion) dalam bentuk FIG (Focus Interest Group) yang setiap
bulannya mengadakan pertemuan untuk memberikan informasi perkembangan
keperawatan onkologi, (8) RSKD juga bekerjasama dengan berbagai institusi
yang ada di dalam negeri maupun luar negeri yang mengutamakan aspek kontrol
kualitas dan asuransi sehingga keselamatan pasien terjamin, (9) RSKD
memberikan kesempatan pada mahasiswa residensi untuk sharing ilmu kepada
staf perawat di ruangan dalam bentuk siang klinik, (10) Perawat ruangan rata-rata
berusia muda, produktif, dan bersemangat terhadap ilmu baru, (11) RSKD
bekerjasama dengan UI untuk pelaksanaan program residensi mahasiswa S2 FIK
UI untuk peminatan onkologi, (12) Pemantauan tanda-tanda vital fisiologis telah
dilakukan oleh semua perawat ruangan, (13) Telah terdapat tim emergensi pada
setiap lantai di ruang rawat inap
3.4.3.2 Weakness (Kelemahan)
Merupakan atribut internal yang membahayakan bagi organisasi dalam
mencapai tujuannya, antara lain: (1) Beban kerja perawat ruangan cukup tinggi
dengan tingkat ketergantungan pasien parsial total, permasalahan kompleks pada
pasien yang hampir sebagian besar masuk stadium lanjut, (2) Ketidakjelasan
standar tatalaksana pemantauan penurunan kondisi pasien, (3) MEWS merupakan
konsep baru yang belum dikenal dan dapat mengganggu zona nyaman perawat
dengan keharusan menganalisis hasil pemantauan TTV dengan tindak lanjutnya.
3.4.3.3 Opportunities (Kesempatan)
Merupakan faktor eksternal yang membantu organisasi untuk mencapai
tujuannya antara lain: (1) Mahasiswa residensi keperawatan yang praktik di
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
102
RSKD memiliki program inovasi keperawatan dalam kurikulum pendidikannya,
memberikan kesempatan bagi RS untuk meningkatkan profesional staf
perawatnya melalui deteksi dini perburukan kondisi pasien dan pencegahan
terhadap cedera dan kesalahan atau kelalaian, (2) Adanya program akreditasi RS,
KARS maupun JCIA dimana diperlukan ketrampilan staf perawat dalam
memberikan pelayanan emergency melalui skrining pasien baru di IGD dan
memberikan prioritas pengkajian dan pengobatan, (3) Dukungan manajemen
terhadap pengembangan pelayanan keperawatan.
3.4.3.4 Threats (Ancaman)
Merupakan faktor eksternal yang membahayakan organisasi mencapai
tujuannya, antara lain : (1) Banyak RS lain baik pemerintah dan swasta yang
memberikan pelayanan kanker, (2) Undang-undang perlindungan konsumen untuk
memberikan pelayanan yang bermutu termasuk pelayanan yang berkualitas pada
pasien dan keluarga.
Hasil analisa SWOT ini digunakan untuk merumuskan strategi sehingga
dapat diperoleh keunggulan dalam persaingan dan memiliki kualitas pelayanan
yang sesuai dengan keinginan pasien serta mendapatkan dukungan yang optimal
dari sumber daya yang ada. Proses pengambilan keputusan strategi selalu
berkaitan dengan pengambilan misi, tujuan dan kebijakan rumah sakit. Dengan
demikian perencanaan strategi harus menganalis faktor-faktor yang ada di rumah
sakit. Tujuan perlunya identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi serta
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki rumah sakit yaitu untuk menelaah
lingkungan rumah sakit dan potensi sumber daya rumah sakit untuk menetapkan
sasaran dan merumuskan strategi rumah sakit yang realistis dalam mewujudkan
misi dan visinya. Analisis SWOT pada rumah sakit juga digunakan untuk
membenarkan
faktor-faktor internal dan eksternal rumah sakit yang telah
dianalisis. Apabila terdapat kesalahan, agar rumah sakit itu berjalan dengan baik
maka rumah sakit tersebut harus mengolah untuk mempertahankan serta
memanfaatkan peluang yang ada secara baik begitu juga pihak rumah sakit harus
mengetahui kelemahan yang dihadapi agar menjadi kekuatan serta mengatasi
ancaman menjadi peluang. Faktor eksternal adalah faktor lingkungan luar rumah
sakit baik langsung maupun tidak langsung. Faktor eksternal ini dapat berdampak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
103
positif ataupun negatif bagi rumah sakit, artinya ada yang memberikan peluang
dan sebaliknya ada yang memberikan ancaman. Faktor internal adalah lingkungan
yang berada dari dalam rumah sakit itu sendiri. Faktor inilah yang menunjukkan
adanya kekuatan atau kelemahan rumah sakit itu sendiri, baik yang sudah lampau,
kini maupun yang akan datang.
3.4.4 Tahapan Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS)
Kegiatan inovasi ini dilakukan pada bulan April 2016, kegiatan dalam
tahapan inovasi ini meliputi tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Rangkaian
kegiatan secara umum dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada
diruangan perawatan, menentukan kegiatan inovasi yang akan dilakukan,
menyusun proyek inovasi, melakukan konsultasi dengan pembimbing akademik
dan pembimbing klinik, melakukan presentasi dan sosialisasi di bidang
keperawatan, mengimplementasikan dan mengevaluasi proyek inovasi. Proyek ini
dilakukan dalam tiga tahapan yaitu :
3.4.4.1 Tahap Persiapan
Pelaksanaan program inovasi diawali dengan pengidentifikasian masalah,
dikaitkan dengan kebutuhan dan keinginan perawat pada khususnya dan RS pada
umumnya, dengan melihat sarana prasarana serta SDM yang tersedia di lahan.
Berdasarkan hasil observasi, RS Kanker Dharmais merupakan RS rujukan kanker
nasional sehingga pasien rata-rata adalah pasien rujukan dari daerah dengan kasus
yang kompleks, kondisi yang beragam dan ekspektasi yang tinggi terhadap hasil
akhir pengobatan ataupun pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan
perawat dengan kemampuan yang profesional dalam melakukan pengkajian dan
deteksi dini terhadap penurunan kondisi pasien sehingga dapat memenuhi harapan
pasien/keluarga terhadap pelayanan. Untuk itu kelompok mempunyai gagasan
untuk melakukan inovasi berupa Modified Modified early warning score.
Selanjutnya kelompok melakukan konsultasi
dengan pembimbing
akademik maupun klinik tentang gagasan tersebut untuk mendapatkan
persetujuan. Setelah mendapat persetujuan baik dari pembimbing klinik maupun
akademik,
selanjutnya
kelompok
menyusun
proposal
inovasi
tersebut.
Penyusunan proposal inovasi memuat Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Tinjauan
Teoritis, Bab 3 Telaah Inovasi dan Bab 4 Penutup. Dalam penyusunan proposal
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
104
kelompok melakukan studi literatur melalui proquest, ebscohost, sciendirect,
scopus, guidline, evidence, MEDLINE, dan pubmed. Selanjutnya proposal yang
telah disusun dan disetujui disosialisasikan pada hari Rabu tanggal 6 April 2016
untuk mendapatkan kritik dan saran terkait rencana inovasi. Sosialisasi dengan
mengundang bidang keperawatan, pembimbing klinik, supervisor, dan perwakilan
setiap ruangan rawat inap. Kelompok mempresentasikan rencana kegiatan inovasi
dengan materi latar belakang proyek inovasi, fungsi dan keuntungan
menggunakan sistem skoring MEWS, sitem skoring dan algoritma MEWS,
rencana implementasi dan rencana evaluasi. Dalam penyajian kelompok
mendapatkan kritik dan saran yang selanjutnya dilakukan revisi proposal inovasi
dan konsultasi ulang terkait revisi yang dilakukan kemudian melaksanakan proyek
inovasi sesuai dengan proposal di ruang IGD RSK Dharmais.
3.4.4.2 Tahap Pelaksanaan
Adapun rencana pelaksanaan proyek inovasi ini adalah: (1) Menentukan
tempat pelaksanaan inovasi yaitu ruang IGD sebagai pilot project, (2)
Mensosialisaikan
proyek
rencana
inovasi
kepada
bidang
keperawatan,
Memberikan pelatihan awal tentang MEWS pada perawat IGD dan dilaksanakan
selama 1 hari dengan metode pemberian materi dan role play pada tanggal 11
April 2016. Pelatihan dilakukan diruang IGD RSKD. Selanjutnya melakukan
ujicoba penerapan MEWS pada semua pasien yang masuk IGD. Uji coba
dilaksanakan selama 2 minggu yaitu hari Senin-Jumat (minggu kedua sampai
minggu ketiga bulan April 2016) pukul 08.00-16.00 WIB.
3.4.4.3 Tahap Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada minggu ke empat bulan April. Point evaluasi
berupa tingkat kepuasan perawat terhadap MEWS, tingkat kemudahan
penggunaan chart MEWS dan kemampuan analisis hasil pengukuran TTV.
Evaluasi dilakukan oleh mahasiswa residensi dengan menggunakan kuesioner dan
lembar observasi terhadap perawat IGD. Kuesioner terlampir
3.4.5 Penerapan Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS) di IGD
Uji coba penggunaan Modified Early Warning System (MEWS) di IGD
RSKD dilaksanakan pada tanggal 11-22 April 2016, hari Senin-Jumat. Sedangkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
105
evaluasi sebagai respon perawat terhadap penggunaan MEWS selama 2 minggu
tersebut dilakukan pada minggu ketiga April 2016 dengan menggunakan
kuesioner yang dimulai sejak tanggal 21-22 April 2016. Total pasien yang
diikutsertakan dalam pilot project ini berjumlah 49 orang. Berikut dipaparkan
karekteristik pasien yang diikutsertakan dalam pilot project sesuai dengan pointpoint penilaian yang terdapat dalam grafik MEWS. Gambaran karakteristik pasien
yang ikut serta dalam pilot project dapat dilihat pada tabel 3.5, sebagai berikut :
Tabel 3.5 Distribusi Pasien berdasarkan Jenis Kelamin, Diagnosis Medis dan
Skor Awal MEWS (N=49)
No Karakteristik
Frekuensi (%)
1
Jenis kelamin
Laki-laki
10 (20,4)
Perempuan
39 (79,6)
Total
49 (100)
2
Diagnosis medis
Ca mamae
17 (34,7)
Ca servik
7 (14,3)
AML
4 (8,2)
Ca paru
4 (8,2)
Ca regio colli
2 (4,1)
SIDA+TB
2 (4,1)
SIDA
1 (2,0)
ALL
1 (2,0)
Ca lidah
1 (2,0)
Ca ovarium
1 (2,0)
Ca tiroid
1 (2,0)
Ca caput pankreas
1 (2,0)
Ca mastoid
1 (2,0)
Ca proksimal humerus
1 (2,0)
KNF
1 (2,0)
Limfoma maligna hodgkin
1 (2,0)
Multiple mieloma
1 (2,0)
Sarcoma
1 (2,0)
Tumor otak
1 (2,0)
Total
49 (100)
3
Skor awal MEWS
Low
27 (55,1)
Medium
11 (22,4)
High
11 (22,4)
Total
49 (100)
Dalam tabel 3.5 terlihat sebagian besar pasien yang ikut dalam proyek
inovasi berjenis kelamin perempuan yakni 39 orang (79,6%). Ada 19 macam
diagnosa medis yang mengikuti penerapan proyek inovasi dan diagnosa medis
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
106
yang paling banyak berkontribusi diantara 19 macam dignosa medis tersebut
adalah kanker payudara dengan jumlah 17 orang (34,7%). Skor awal pasien yang
mengikuti proyek MEWS ini terbanyak muncul pada tingkat low level yaitu 27
orang (55,1%).
Untuk distribusi pasien berdasarkan usia dan skor awal MEWS dapat
dilihat pada tabel 3.6 berikut ini :
Tabel 3.6 Distribusi Pasien berdasarkan Usia (n=49)
Karakteristik
Mean±SD
Median (min-mak)
95% CI
Usia
46,14 ± 11,04
49 (25-75)
42,97-49,31
Skor awal MEWS
4,04 ± 2,79
3 (1-14)
3,24 – 4,84
Dari tabel 3.6 terlihat rata-rata pasien berusia 46,14 tahun dengan standar
deviasi 11,04 tahun. Pasien paling muda berusia 25 tahun dan paling tua berusia
75 tahun. Untuk rata-rata skor MEWS awal yang teridentifikasi yaitu 4,04 dengan
standar deviasi 2,79 dimana skor yang paling rendah diperoleh yaitu 1 dan skor
yang paling tinggi diperoleh yaitu 14.
Distribusi pasien berdasarkan nilai kritis hasil laboratorium dapat dilihat
pada tabel 3.7 berikut ini :
Tabel 3.7 Distribusi Pasien berdasarkan Critical Value Hasil Laboratorium
No
Karakteristik
Frekuensi (%)
1
Nilai laboratorium
Hemoglobin
Nilai kritis
6 (12,2)
Nilai aman
28 (57,1)
Tidak dilakukan pemeriksaan
15 (30,6)
Total
49 (100)
2
Leukosit
Nilai kritis
6 (12,2)
Nilai aman
28 (57,1)
Tidak dilakukan pemeriksaan
15 (30,6)
Total
49 (100)
3
Trombosit
Nilai kritis
3 (6,1)
Nilai aman
31 (63,3)
Tidak dilakukan pemeriksaan
15 (30,6)
Total
49 (100)
4
ANC
Nilai kritis
5 (10,2)
Nilai aman
11 (22,4)
Tidak dilakukan pemeriksaan
33 (67,3)
Total
49 (100)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
107
5
6
7
8
D-dimer
Nilai kritis
Nilai aman
Tidak dilakukan pemeriksaan
Total
Natrium
Nilai kritis
Nilai aman
Tidak dilakukan pemeriksaan
Total
Kalium
Nilai kritis
Nilai aman
Tidak dilakukan pemeriksaan
Total
Glukosa darah sewaktu
Nilai kritis
Nilai aman
Tidak dilakukan pemeriksaan
Total
5 (10,2)
0 (0)
44 (89,8
49 (100)
2 (4,1)
27 (55,1)
20 (42,8)
49 (100)
1 (2)
28 (57,1)
20 (40,8)
49 (100)
0 (0)
22 (44,9)
27 (55,1)
49 (100)
Tabel 3.7 memperlihatkan jenis pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
pada pasien. Pemeriksaan hematologi rutin dilakukan pada 34 orang pasien dan
ditemukan 6 orang memiliki nilai kiritis untuk hemoglobin (≤ 6 g%; diagnosa
medis: 1 carsinoma servik, 1 ALL, 1 carsinoma mamae, 1 multiple mieloma, dan
3 AML) dan 6 orang dengan nilai kritis leukosit (< 2.103μL atau > 50.103μL;
diagnosa medis: 1 carsinoma servik, 3 carsinoma mamae, dan 2 AML ) serta 3
orang memiliki nilai kritis untuk trombosit (≤ 20.103μL; diagnosa medis: 1
multiple mieloma, dan 2 AML). Pemeriksaan ANC dilakukan pada 16 orang
pasien dan ditemukan 5 orang (diagnosa medis: 3 carsinoma mamae dan 2 AML)
memiliki nilai kritis (< 1,5.103μL), sedangkan pemeriksaan D-dimer dilakukan
terhadap 5 orang pasien (diagnosa medis: 3 carsinoma mamae, tumor otak dan
ALL) dan semuanya memiliki nilai kiritis (> 500 ng/ml). Pemeriksaan elektrolit
dilakukan pada 29 orang pasien dan ditemukan 2 orang memiliki nilai kritis untuk
kadar elektrolit natrium (< 120 mmol/L; diagnosa medis sarcoma dan carsinoma
mamae) dan 1 orang untuk elektrolit kalium (< 2,8 mmol/L; diagnosa medis
sarcoma). Sedangkan untuk pemeriksaan glukosa darah sewaktu dilakukan pada
22 orang pasien dan semuanya tidak memiliki nilai kritis (masih berada dalam
rentang 40-400 mg/dL).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
108
3.4.6 Hasil Evaluasi Perawat terhadap Penggunaan MEWS
Dalam penerapan MEWS ini ada sekitar 10 perawat yang mencoba
pengisian grafik MEWS namun pada saat evaluasi hanya ada 5 perawat yang
berkontribusi di dalamnya. Berikut data distribusi perawat yang ikut dalam
pengisian form evaluasi penggunaan MEWS :
Tabel 3.8 Distribusi Perawat berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan
Jabatan
No.
Karakteristik
Frekuensi (%)
1.
2.
3.
Jenis Kelamin
Laki-laki
3 (60,0)
Perempuan
2 (40,0)
Total
5 (100)
Tingkat Pendidikan
Diploma III
4 (80,0)
Strata II
1 (20,0)
Total
5 (100)
Jabatan
Perawat Pelaksana
4 (80,0)
Kepala Ruangan
1 (20,0)
Total
5 (100)
Tabel 3.9 Distribusi Perawat berdasarkan Umur
Karakteristik
Mean±SD
Median (min-maks)
No.
1.
Umur
33,8 ± 4,2
33,0 (26-42)
Dari tabel 3.8 terlihat 60% perawat berjenis kelamin laki-laki, 80%
pendidikan Diploma III dan 80% perawat pelaksana. Sisanya berjenis kelamin
perempuan 40%, tingkat pendidikan Strata II 20% dan 20% sebagai kepala ruang.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
109
Sedangkan pada tabel 3.9 rata-rata perawat berusia 33,8 tahun dengan usia
terendah 26 tahun dan tertua 42 tahun.
Untuk evaluasi tingkat kepuasan perawat terhadap penggunaan MEWS di
IGD selama masa uji coba 2 minggu dapat dilihat pada tabel 3.10 sebagai berikut :
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Kepuasan Perawat dalam Penggunaan MEWS
STS
TS
S
SS
Pernyataan
(%)
(%) (%) (%)
Prosedur MEWS lebih mudah digunakan dalam
0
0
60
40
monitoring kegawatan kondisi pasien
Prosedur MEWS membuat kerja saya lebih
0
0
60
40
sistematisdan terstandar
Penerapan MEWS memudahkan sayadalam
0
0
60
40
mengidentifikasi kondisi kegawatan pada pasien
MEWS memudahkan keteraturan pemantauan
0
20
40
40
kondisi pasien dari waktu ke waktu
Penerapan MEWS membantu dan memudahkan
0
0
80
20
clinical judgement dan penanganan tindak lanjut
Grafik MEWS mudah dalam pengisian dan tepat
0
0
80
20
guna
Sistem MEWS telah mewakili kebutuhan
0
0
60
40
pengkajian dan pemantauan kondisi kegawatan
Penerapan MEWS memudahkan kolaborasi dalam
melakukan penatalaksanaan terhadap kondisi
0
0
60
40
pasien
Sistem MEWS membantu komunikasi yang
0
0
60
40
efektif sesame kolega tentang kondisi pasien
Sistem MEWS dapat mencegah perburukan
0
20
40
40
kondisi pasien
Secara umum evaluasi tingkat kepuasan perawat dijabarkan sebagai
berikut:
3.4.6.1 Evaluasi Tingkat Kepuasan Perawat
Sebagian besar perawat menyatakan setuju atau sangat setuju bahwa
prosedur MEWS membuat kerja perawat lebih sistematis dan terstandar, selain itu
perawat juga setuju dengan sistem MEWS yang telah mewakili kebutuhan
pengkajian dan pemantauan kondisi kegawatan. Melalui pelaksanaan MEWS,
sebagian besar perawat menyatakan bahwa sistem ini membantu mengenal dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
110
mencegah kondisi perburukan pasien serta mencegah blue code serta algoritma
MEWS dirasakan cukup sistematis.
3.4.6.2 Evaluasi Tingkat Kemudahan Penggunaan MEWS
Sebagian besar perawat menyatakan setuju atau sangat setuju bahwa : (1)
Prosedur MEWS lebih mudah digunakan dalam monitoring kegawatan kondisi
pasien, (2) Prosedur MEWS memudahkan perawat dalam mengidentifikasi
kondisi kegawatan pada pasien, (3) Penerapan MEWS membantu dan
memudahkan clinical judgement dan penanganan tindak lanjut, (4) Grafik MEWS
mudah dalam pengisian, (5) Penerapan MEWS memudahkan kolaborasi dalam
melakukan penatalaksanaan terhadap kondisi pasien, (6) Sistem MEWS
membantu komunikasi yang efektif tim mutidisiplin yang lain tentang kondisi
pasien.
Beberapa perawat sebelumnya telah mengenal Early Warning Score dari
seminar dan workshop Blue Code di Rumah Sakit lain. Namun karena sistem ini
merupakan hal baru yang diujicobakan di RS Kanker Dharmais, terdapat perawat
yang menyatakan belum terbiasa menerapkan MEWS. Melalui hasil evaluasi
kuesioner ini juga didapatkan opini perawat IGD bahwa:
a. Sebagian besar perawat menyatakan sistem MEWS cocok digunakan di IGD
jika: (1) Tenaga kesehatan yang tersedia memadai (perawat menyatakan
bahwa pada situasi tertentu perbandingan antara jumlah perawat dengan
pasien adalah 3:25, (2) Sarana dan prasarana mendukung (bed side monitor
jumlahnya memadai serta kecepatan waktu dari laboratorium dalam
mengeluarkan critical value. Ketersediaan bed side monitor ada 3 buah, tetapi
hanya 1 buah bed side monitor saja yang dirasa cukup akurat bila dilakukan
double check pengukuran manual meskipun telah melalui kalibrasi berkala.
b. Algoritme MEWS jelas dan dapat dimengerti tetapi belum realistis untuk
dilaksanakan terutama algoritma monitoring tiap 15-30 menit pada kategori
high risk. Hal ini terkait situasi dan kondisi IGD meliputi tenaga, sarana dan
prasarana yang dirasa belum memadai bila bed occupied terisi penuh atau
bahkan ekstra bed. Perawat IGD menyarankan untuk meninjau ulang
algoritma MEWS bila perlu dimodifikasi ulang dan disesuaikan dengan
realita di IGD RS Kanker Dharmais agar mampu laksana.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
111
c. MEWS pada pasien kanker berbeda dengan pasien yang non kanker, sehingga
harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan parameter MEWS
yang tepat untuk kasus kanker.
d. Inovasi MEWS sangat bagus dan berguna bagi seluruh perawat.
e. Chart MEWS disarankan dimodifikasi ulang formatnya menjadi lebih simpel
satu flowsheet saja mencakup seluruh aktivitas perawat.
3.4.7 Kendala dalam Pelaksanaan Pilot Project MEWS
Secara umum pelaksanaan pilot project MEWS berjalan dengan cukup
baik. Namun terdapat beberapa hal yang dirasa cukup mengganggu, diantaranya
terkait dengan waktu hasil print out pemeriksaan laboratorium pada pasien yang
lama dan terbatasnya fasilitas seperti bedside monitor. Lamanya waktu untuk
mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium menghambat proses identifikasi
kegawatdaruratan onkologi yang mungkin terjadi pada pasien. Sedangkan fasilitas
yang terbatas seperti sedikitnya jumlah bedside monitor menyebabkan durasi
pemantauan dalam jangka waktu singkat pada kategori high risk dilakukan secara
manual sehingga dirasa cukup memberatkan kerja perawat. Selain itu beberapa
point pengukuran seperti urine output dan jumlah perdarahan sedikit,
menimbulkan kesulitan dalam hal cara pengukuran yang tepat sehingga sulit
diperoleh hasil yang akurat.
3.4.8 Rekomendasi untuk Pengembangan Lebih Lanjut
Dalam penggunaan MEWS ini perlu : (1) Dilakukan peninjauan ulang
terhadap kategori-kategori yang di-skor pada MEWS termasuk dengan rentang
nilainya sehingga cocok untuk pasien kanker di Indonesia. Begitu juga dengan
algoritme penatalaksanaan dan frekuensi monitoring sehingga sesuai dengan
kemampuan tata laksana perawat di lapangan. Peninjauan ulang ini membutuhkan
penelitian berkelanjutan untuk memperoleh data yang akurat sesuai dengan
kondisi pasien kanker di RSKD, sehingga outcome akhirnya diharapkan terbentuk
suatu sistem early warning khusus untuk pasien kanker (draf alur rencana
pengembangan MEWS khusus onkologi terlampir), (2) Dukungan penambahan
tenaga atau sarana dan prasarana yang menunjang (seperti bedside monitor atau
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
112
alat penimbang) sehingga dalam pelaksanaan monitoring kondisi pasien
mengunakan MEWS tidak menambah beban kerja bagi perawat.
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis melakukan analisis terhadap laporan kasus kelolaan utama,
30 kasus kelolan, penerapan EBN, dan proyek inovasi yang telah dilaporkan pada
bab 3. Pembahasan ditulis dengan menggunakan teori dan konsep serta buktibukti ilmiah terkini dalam menjelaskan aplikasi teori dan konsep keperawatan
sebagai pendekatan pada pemberian asuhan keperawatan kasus kelolaan,
penerapan EBN, dan proyek inovasi.
4.1 Analisa Kasus Kelolaan Utama
4.1.1 Pengkajian Kasus Kelolaan Utama
Ny. S berusia 40 tahun, selain sebagai ibu rumah tangga, pasien juga
bekerja sebagai karyawan swasta di suatu perusaahan. Ny. S dalam bekerja selain
didalam perusahaan juga bekerja di lapangan atau sebagai pekerja lepas. Pasien
didiagnosa kanker payudara sejak tahun 2013. Menurut hasil biopsi tanggal
7/12/2013 : invasive carcinoma, no special type (NST) grade IIIB. Karsinoma
invasif tipe khusus (NST) juga dikenal sebagai karsinoma duktal invasif.
Karsinoma duktal invasif merupakan tipe paling umum dari karsinoma payudara.
Secara histologist, jaringan ikat padat tersebar berbentuk sarang. Sel berbentuk
bulat sampai polygonal, bentuk inti kecil dengan sedikit gambaran mitosis. Pada
tepi tumor, tampak sel kanker mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti
sarang, kawat atau seperti kelenjar. Grade IIIB berarti benjolan dengan berbagai
ukuran, dan kemungkinan kanker telah menyerang dinding dada atau kulit
payudara dengan bukti pembengkakan, peradangan, atau borok (seperti kasus
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
113
kanker payudara inflamasi). Kanker payudara juga mungkin telah menginvasi
hingga 9 kelenjar getah bening di dekatnya (Burstein, Polyak & Wong, 2004).
Grade IIIB juga dapat diklasifikasikan melalui TNM klinis yaitu T4 N apa saja
M0 atau T apa saja N3 M0. T4 adalah berapapun ukuran tumor, menyebar
langsung ke dinding thoraks atau kulit (dinding toraks termasuk tulang iga, m.
interkostalis, m. seratus anterior tidak termasuk m. pektorales). N3 adalah
metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan
terdapat metastase kelenjar limfe mamaria interna dan metastasis kelenjar limfe
aksilar. MO adalah tidak ada metastase jauh, T apa saja adalah ukuruan tumor
dapat berada di ukuran berapa saja dan N apa saja adalah metastasis dapat terjadi
di kelenjar limfe mana saja (Desen, 2011). Hasil biopsi tanggal 9/7/2014 : sediaan
mastektomi tidak mengandung sisa massa tumor. Metastase karsinoma payudara
pada 12 dan 14 kelenjar getah bening. Saat ini pasien didiagnosa kanker Mamae
bilateral
dan
Efusi
Pleura
metastase
paru
hepar,
brain
dan
tulang
(TXN3bM1/Tumor primer telah direseksi, metastase kelenjar limfe mamaria
interna, dan aksilar, serta ada metastasis jauh). Hasil pemeriksaan penunjang Ny.
S, foto thorak tanggal 29/1/2016 segmental atelektasis lobus superior kanan, stqa;
bronkophneumonia stqa, dan efusi pleura bilateral stqa; sedangkan hasil USG
toraks tanggal 18/2/2016 efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml).
Menurut keterangan klien dan keluarga pasien mempunyai keluhan sesak sudah 2
bulan sebelum masuk rumah sakit bertambah sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengatakan selain sesak nafas, dada nyeri skala 5 dan meningkat
menjadi 8 bila batuk. Nyeri berlangsung ± 3 menit.
Berdasarkan hasil pengkajian pasien terdiagnosa kanker payudara disertai
efusi pleura dan berdampak pada keluhan sesak nafas pasien. Efusi pleura secara
konvensional didefinisikan sebagai akumulasi cairan abnormal di dalam rongga
pleura (Giuseppe Lombardi, Maria, Milena, Pasquale, Maurizia, Andrea, Davide,
Martin & Vittorina, 2012). Kehadiran dari sel-sel ganas pada cairan pleura
menetapkan diagnosis efusi pleura karena keganasan. Efusi pleura keganasan
merupakan komplikasi yang umum pada kanker metastatik. Banyak hipotesis
mengenai patogenesis efusi pleura karena keganasan pada kanker. Efusi pleura
keganasan bisa terjadi ketika sel-sel kanker menyusup ke dalam pleura,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
114
menghalangi pembuluh limfatik, dan faktor pertumbuhan cepat, seperti faktor
pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), yang meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah dan menyebabkan kapiler bocor (Cheng, Rodriguez, Perkett,
Rogers, Bienvenu, Lappalainen & Light, 1999). Menurut penelitian epidemiologi,
insiden efusi pleura karena keganasan diperkirakan lebih dari 150.000 kasus baru
per tahun di Amerika Serikat dan 40.000 kasus baru di Inggris (Bennett &
Maskell, 2005). Efusi pleura karena keganasan paling sering disebabkan oleh
karsinoma paru-paru (37%), kanker payudara (25%), dan ovarium (10%).
Penyebab lainnya karena keganasan dari urogenital (7%) atau saluran pencernaan
(9%) dan limfoma (10%) (Lombardi, Zustovich, Nicoletto, Donach, Artioli &
Pastorelli, 2010). Gejala yang paling umum timbul dari efusi pleura karena
keganasan yaitu dyspnea, diikuti dengan batuk, nyeri dada, kelelahan, dan
penurunan berat badan (Heffner & Klein, 2008). Adanya efusi pleura mengurangi
pergerakan dinding dada dan diafragma serta mempengaruhi volume paru-paru.
Sesak napas karena efusi pleura keganasan jika tidak diobati dapat menyebabkan
memburuknya gejala dan biasanya membaik dengan terapi thoracocentesis (Jack,
2013). Hal ini sesuai dengan hasil pengkajian pada Ny. S yang mengeluhkan
sesak nafas, batuk, nyeri dada, kelelahan dan juga penurunan berat badan yang
semula 50 kg menjadi 44 kg selama didiagnosis kanker payudara dan efusi pleura.
Keluhan sesak nafas pada Ny. S menyebabkaan Ny. S sulit tidur, pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya pernafasan cuping hidung kadang bernafas
melalui mulut, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah,
klien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur, pemeriksaan TTV didapatkan RR
28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5L/menit, tekanan darah 110/70 mmHg,
Suhu 370C, Nadi 110 x/menit, status ECOG performance (eatern cooperative
oncology group) 3 yaitu hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas,
hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga. Pasien
mengatakan sesak berkurang setelah pengeluaran cairan di paru-parunya.
Hasil pemeriksaan USG toraks Ny. S tanggal 18/2/2016 adalah efusi
pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml). USG toraks dapat
mengkonfirmasi adanya efusi, karakteristik, dan jumlah efusi pleura (Mayo &
Doelken P, 2006; Roberts, Neville, Berrisford, Antunes & Ali, 2010; Koenig,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
115
Narasimhan & Mayo, 2011). USG toraks adalah cara khusus untuk menyelidiki
ukuran kecil efusi pleura atau untuk mengidentifikasi proses patologis yang
mungkin muncul dari gambaran efusi pleura, seperti konsolidasi, kolaps, hernia
diafragma, atau timbulnya hemidiafragma (Kastelik, Alhajji, Faruqi, Teoh &
Arnold, 2009). Lebih penting bila dilakukan oleh operator yang berpengalaman,
USG toraks dapat mendeteksi kelainan tertentu yang mungkin mendasari proses
keganasan, seperti penebalan pleura lebih dari 1 cm, nodularitas pleura, atau
penebalan diafragma lebih atau sama dengan 7 mm (Qureshi, Rahman & Gleeson,
2009). Hasil pemeriksaan sitologi cairan pleura Ny. S belum ada selama 3 hari
perawatan.
Selain itu Ny. S mengatakan tahun 2009 terdapat benjolan sebesar biji
asam di payudara kiri namun tidak dilakukan pemeriksaan maupun pengobatan
apapun karena tidak terasa nyeri. Tahun 2012 pasien menikah dan mempunyai
anak melalui operasi sesar. Ketika menyusui bayi satu bulan pasien menderita
usus buntu dan dilakukan operasi usus buntu dan berhenti menyusui bayinya
karena ASI tidak keluar setelah operasi. Tahun 2013 benjolan yang ada di
payudara kiri membesar dengan sangat cepat. Tahun 2014 dilakukan operasi
payudara kiri di RS Bekasi. Setelah operasi pasien dianjurkan untuk mengikuti
program kemoterapi dan sudah berjalan 2x. Dua bulan sebelum masuk rumah
sakit pasien mengatakan sering sesak nafas dan aktivitas harus dibantu karena
cepat merasa lelah. Pasien juga mengatakan tidak bisa tidur terlentang dan harus
dalam posisi duduk karena sesak bertambah bila tidur terlentang.
Tanda awal dari kanker payudara adalah ditemukannya benjolan yang
terasa berbeda pada payudara, jika ditekan, benjolan ini tidak terasa nyeri maupun
perih, awalnya benjolan ini berukuran kecil semakin lama semakin membesar dan
akhirnya melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara
(peau d’orange) atau puting susu, puting susu masuk ke dalam (retraksi), bila
tumor sudah membesar, muncul rasa sakit yang hilang timbul, kulit payudara
terasa seperti terbakar, payudara mengeluarkan darah atau cairan lain tanpa
menyusui, adanya ulkus, payudara sering berbau dan mudah berdarah (Hasdianah
& Suprapto, 2014). Hal ini sesuai dengan keterangan Ny. S yang mengatakan
awalnya muncul benjolan kecil yang tidak terasa nyeri namun benjolan ini
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
116
membesar dengan sangat cepat setelah Ny. S berhenti menyusui dan harus
dioperasi.
Dalam pengkajian tersebut juga didapat terkait usia pasien pada saat
menikah dan mempunyai anak, serta riwayat menyusui pasien. Berdasarkan
beberapa sumber kanker payudara sering dialami oleh wanita (Davey, 2006;
Desen, 2011; Williams & Wilkins, 2012). Beberapa faktor risiko yang dapat
menyebabkan kanker payudara diantaranya usia, riwayat keluarga, karakteristik
reproduksi, kelainan kelenjar payudara, hormon estrogen, radiasi pengion diet dan
gizi. Pasien menikah dan mempunyai anak di usia 36 tahun (>35 tahun).
Berdasarkan usia, kehamilan pasien termasuk dalam usia tua yang menjadi faktor
risiko kejadian kanker payudara (Rasjidi, 2010). Pasien juga menyampaikan
hanya menyusui anaknya selama 1 bulan. Hal tersebut juga merupakan faktor
risiko kejadian kanker payudara dimana seseorang yang intesitas menyusuinya
kurang atau tidak menyusui berisiko terkena kanker payudara (Desen, 2011;
Williams & Wilkins, 2012; Black & Hawks, 2014).
Hasil pengkajian faktor risiko yang lain didapatkan bahwa pasien tidak
mempunyai riwayat merokok tetapi sebagai perokok pasif karena suaminya dan
orang-orang di tempat kerjanya mayoritas perokok. Merokok telah ditetapkan
sebagai faktor risiko utama untuk sejumlah kanker pada manusia, seperti kanker
paru-paru, rongga mulut, esofagus, laring, dan kandung kemih (Jha, 2009).
Namun, hubungan antara merokok dan kanker payudara masih diperdebatkan
(Johnson et al., 2011; IARC, 2012; U.S, Department of Health and Human
Services, 2014). Ada juga bukti bahwa merokok berkontribusi terhadap risiko
kanker payudara pada wanita (Johnson et al., 2011). Namun, bukti hubungan
antara merokok pasif dan kanker payudara tetap tidak meyakinkan (Johnson,
2005; Johnson et al., 2011). Hubungan antara merokok pasif dan risiko kanker
payudara telah ditemukan berbeda antara wanita pra dan pasca menopause
(Johnson, 2005; Roddam et al., 2007; Reynolds et al., 2009; Johnson et al., 2011).
Hubungan sementara ditemukan pada wanita pra-menopause dan tidak konsisten
pada wanita pasca-menopause (Kropp, 2002; Hanaoka et al., 2005, Johnson et al.,
2011). Sebuah penjelasan untuk perbedaan ini adalah bahwa merokok memiliki
dua efek karsinogenik dan anti-estrogenik (IARC, 1986; Slattery et al., 2008.),
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
117
Dan kerentanan genetik mungkin terlibat dalam kedua karsinogenik atau jalur
yang terkait estrogen, akibatnya mempengaruhi kinerja efek karsinogenik dan
efek anti-estrogenik (Johnson, 2005). Karsinogen seperti hidrokarbon polisiklik
aromatik (polycyclic aromatic hydrocarbons/PAH), amina aromatik, Nnitrosamin, dan spesies oksigen reaktif yang ada dalam asap tembakau mengarah
pada pembentukan adduct DNA, dan menyebabkan kerusakan satu atau dua
rangkaian DNA (Friedberg, 2006). Kerusakan DNA yang disebabkan oleh bahan
kimia beracun dalam asap mengaktifkan satu set kompleks jalur perbaikan DNA
(Hoeijmakers, 2001; Hao et al., 2004; Stern et al., 2007). Asap tembakau yang
berasal dari lingkungan juga lebih cepat diserap ke dalam darah dan sistem limfe
(IARC 1986 on Slattery et al., 2008). Sejumlah besar studi epidemiologi lain telah
meneliti hubungan antara rs2234693 dan risiko kanker payudara, dan beberapa
dari mereka telah melaporkan bahwa hal itu adalah terkait dengan kerentanan
kanker payudara (Li et al., 2010). Mengingat efek anti-estrogenik dari merokok,
ESR1 rs2234693 dipertimbangkan menjadi pengubah genetik lain. Temuan
penelitian ini menunjukkan bahwa merokok pasif dikaitkan dengan peningkatan
risiko kanker payudara di kalangan baik pra dan pasca menopause perempuan,
sedangkan hubungan tampak bervariasi antara wanita pra dan pasca menopause
dalam arah yang berlawanan, tergantung pada genotipe rs1136410 PARP1 atau
rs2234693 ESR1 (Lu-Ying Tang et al., 2013).
Pasien menstruasi pertama kali usia 11 tahun (<12 tahun). Hal ini juga
menjadi faktor risiko kanker payudara kaitanya dengan karakteristik reproduksi
(Rasjidi, 2010). Pasien belum pernah KB. Penelitian yang dilaksanakan oleh
National Heart, Lung, and Blood (NHLBI) tahun 2002 melaporkan penggunaan
terapi hormon yang kurang dari 5 tahun cenderung tidak meningkatkan risiko
terkena kanker payudara namun wanita yang menggunakan terapi ini dalam waktu
lama (lebih dari 10 tahun) mempunyai resiko tinggi untuk mengalami kanker
payudara sebelum manopause (National Institutes of Health, 2002; Willett,
Rockhill & Hankinson, 2004). Pasien tidak mempunyai riwayat minum alkohol.
Sebuah penelitian menyebutkan wanita yang setiap hari minum 2-3 gelas alkohol
meningkatkan risiko terkena kanker mamae 21%. Risikonya tergantung jenis dan
dosis alkohol yang diminum (Fentiman, 2001; Terry, Zhang & Kabat, 2006).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
118
Alkohol dianggap komponen dalam jalur metabolisme produksi estrogen. Jadi,
dengan meningkatkan tingkat sirkulasi estrogen, alkohol dapat meningkatkan
risiko kanker (Zhang, Lee & Manson, 2007). Terkait hal ini sangat dimungkinkan
kanker payudara pasien tidak disebabkan oleh faktor penggunaan KB maupun
konsumsi alkohol.
Salah satu faktor risiko lain yang dapat menyebabkan kanker payudara
adalah diet atau gizi (Desen, 2011). Pasien mengatakan tidak suka daging tetapi
sangat menyukai makanan instan. Karsinogen kimia seperti benzo [a] pyrene
(BAP) dan 2-amino-1-metil-6- phenylimidazo [4,5-b] piridin (PhIP) dapat
berkontribusi pada penyebab kanker yang terdapat pada makanan yang sering
dikonsumsi manusia (David, Ebbels & Gooderham, 2016). Dimungkinkan
beberapa jenis makanan yang dikonsumsi Ny. S mengandung zat-zat tambahan
yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Ny. S juga mengatakan terkadang
harus kerja lapangan sehingga sering terpapar radiasi matahari dan polusi.
Kelenjar payudara relatif peka terhadap paparan radiasi. Paparan radiasi yang
berlebih berisiko tinggi menyebabkan kanker payudara (Desen, 2011)
Hasil riwayat penyakit dahulu pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, asma ataupun alergi. Hasil riwayat kesehatan keluarga pasien
mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien
ataupun penyakit kanker yang lain, demikian juga keluarga dari ibu pasien juga
tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien. Hasil anamnesa
keluarga nenek dan kakek pasien tidak diketahui karena sudah meninggal. Salah
satu faktor predisposisi dari penyakit kanker adalah faktor genetik. Faktor genetik
yang dimaksud adalah adanya mutasi pada beberapa gen yang berperan penting
dalam pembentukan kanker payudara gen yang dimaksud adalah beberapa gen
yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi tumor (American Cancer
Society, 2007). Penelitian menemukan pada wanita dengan saudara primer seperti
ayah/ibu, saudara perempuan ayah/ibu, kakak/adik yang menderita karsinoma
mamae, probabilitas terkena karsinoma mamae lebih tinggi 2-3 kali dibanding
wanita tanpa riwayat keluarga dengan karsinoma mamae (Webb, 2002 & Dennis
2009). Pada wanita dengan mutasi gen BRCA-1 atau BRCA-2 akan membawa
mutasi 50-90% pada keluarganya sehingga akan meningkatkan angka kejadian
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
119
kanker payudara dan kemungkinan perkembangan kanker payudara sebelum usia
50 tahun (Lewis, 2011). Kemungkinan faktor genetik bukan merupakan faktor
risiko kanker payudara pada Ny. S.
4.1.2 Aplikasi Teori Peaceful End of Life
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada Ny. S menggunakan
pendekatan teori peaceful end of life. Pendekatan teori ini sangat tepat diterapkan
pada Ny. S yang didiagnosis kanker dengan stadium lanjut. Didiagnosa dan hidup
dengan penyakit mengancam jiwa seperti kanker adalah peristiwa yang sangat
mempengaruhi beberapa aspek kehidupan individu dan bahkan membuat pasien
mengalami masalah psikologis seperti takut mati dan takut tidak mendapatkan
kesembuhan atau takut mengalami kekambuhan penyakit, serta mengalami
perubahan kualitas hidup (Kang, 1999; Schreier & Williams, 2004), selain itu juga
dapat berdampak pada gejala fisik seperti nyeri dan kelelahan (Miaskowski et al.,
2006). Masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada pasien kanker merupakan
peristiwa yang saling terkait (Yang, Jeon, Han, Han, & Eom, 2000),
Pengobatan dan terapi yang diberikan kepada Ny. S bersifat paliatif.
Tujuan
dari
perawatan
paliatif
adalah
memberikan
kenyamanan
dan
meningkatkan kualitas hidup pasien di akhir kehidupan (Tomey & Alligod, 2010).
Kenyamanan adalah hasil yang sangat diinginkan oleh pasien dan keluarga pasien
dengan kanker, dan karenanya merupakan tujuan penting dari proses keperawatan
(Miaskowski et al., 2006).
Pengkajian menggunakan pendekatan teori peaceful end of life dimulai
dengan wawancara riwayat kesehatan (anamnesis) serta mengamati Ny. S selama
berinteraksi. Hal tersebut sesuai dengan Black dan Hawks, (2014) yang
menyatakan bahwa pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama proses
keperawatan yang dimulai dengan wawancara riwayat kesehatan (anamnesis)
serta mengamati klien selama berinteraksi. Pengamatan ini akan mengarahkan
perawat pada aspek yang perlu difokuskan saat pemeriksaan fisik selanjutnya.
Selain itu menurut Ciplaskey (2014) rasa kepercayaan dan kedekatan antara
perawat dan pasien juga menjadi bagian yang penting saat melakukan pengkajian.
Dengan adanya kedekatan dan rasa saling percaya tersebut diharapkan masalah
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
120
pasien yang sifatnya pribadi dapat digali secara lebih mendalam. Pengkajian yang
dilakukan sesuai dengan teori peaceful end of life meliputi pengkajian nyeri,
kenyamanan, dihargai dan dihormati, kedamaian dan kedekatan dengan keluarga
atau orang yang bermakna bagi pasien (Ruland, C. M., & Moore, S. M. (1998)
dalam Alligood & Tomey 2010). Berdasarkan hasil pengkajian secara umum dan
pengkajian dengan pendekatan teori peaceful end of life, didapatkan beberapa
masalah keperawatan yang muncul pada Ny. S yaitu ketidakefektifan pola nafas,
nyeri kronis, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas,
intoleransi aktivitas dan resiko infeksi. Dalam hal ini keluhan yang paling sering
dinyatakan Ny. S adalah sesak nafas dan nyeri.
4.1.2.1 Ketidakefektifan Pola Nafas
Ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi/atau ekspirasi yang tidak
memberi ventilasi adekuat (Herdman & Kamitsuru, 2015). Hasil pengkajian yang
menjadi keluhan yang paling dirasakan oleh Ny. S adalah sesak nafas. Sesak nafas
merupakan pengalaman subjektif yang digambarkan sebagai kesulitan bernafas
atau suatu kesadaran yang tidak menyenangkan saat bernafas yang dapat
menyebabkan ketidakmampuan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
(LeGrand, 2003). Sesak nafas dialami oleh 50-70% pasien terminal (Abernethy,
Currow, & Frith, 2003). Pasien biasanya mengeluhkan pernafasan yang berat,
nafas yang dangkal dan perasaan sesak nafas (Kuebler, 2002). Kelelahan dari efek
sesak nafas dapat mengganggu aktivitas sehari-hari klien. Kondisi ini bila tidak
segera ditangani akan menyebabkan klien mengalami depresi, panik, ansietas dan
insomnia (Abernethy, Currow, & Frith, 2003). Hal tersebut sesuai dengan kondisi
yang dialami Ny. S, karena sesak nafas Ny. S mengalami gangguan tidur/kesulitan
tidur (insomnia) dan hanya bisa tidur dalam posisi duduk memeluk bantal yang
mengurangi kenyamanan Ny. S dalam memenuhi kebutuhan tidurnya. Ny S juga
mengeluhkan cepat merasa lelah bila beraktivitas bahkan pada saat dilakukan
wawancara sehingga harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses
pengkajian. Skor ESAS kelelahan 7.
Gambaran foto toraks Ny. S ditemukan efusi pleura bilateral (pleura kanan
292 ml kiri 608 ml). Efusi pleura yang dialami Ny. S merupakan suatu pertanda
kondisi yang berat dengan harapan hidup kurang dari 1 tahun (Zarogoulidis,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
121
Zarogoulidis & Darwiche, 2013). Efusi pleura sering dikaitkan dengan keganasan
seperti karsinoma paru-paru atau payudara. Namun, banyak keganasan lain yang
juga dapat mengakibatkan efusi pleura, seperti mesothelioma, ginjal, ovarium,
dan sarkoma (Porcel & Vives, 2003). Lebih dari 150.000 kasus baru efusi pleura
karena keganasan didiagnosa setiap tahun (Neragi-Miandoab, 2006). Efusi pleura
merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura baik dalam bentuk
eksudat maupun transudat (Smeltzer, 2001; Brunner & Suddarth, 2001).
Normalnya rongga pleura berisi cairan dalam jumlah relatif sedikit yaitu 0,1 – 0,2
mL/kgbb pada tiap sisinya. Fungsi cairan pleura adalah untuk memfasilitasi
pergerakan kembang kempis paru selama proses pernafasan (Broaddus, 2009).
Ny. S memiliki berat badan 44 kg sehingga cairan efusi yang seharusnya ada pada
Ny. S adalah sekitar 4,4-8,8 cc. Adanya cairan pleura yang melebihi normal pada
Ny. S menyebabkan keluhan sesak nafas dan nyeri dada pada Ny. S. Efusi pleura
dipertimbangkan sebagai penyebab sesak napas pada pasien dengan riwayat
kanker. Kehadiran tanda-tanda fisik, seperti ekspansi paru-paru menurun, perkusi
redup, dan penurunan udara yang masuk ke dalam paru-paru, mungkin mengarah
ke diagnosis efusi pleura (McGrath & Anderson, 2011). Dalam pemeriksaan fisik
Ny. S nampak pernafasan cuping hidung, kadang bernafas melalui mulut, ada
retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah, pasien nampak gelisah,
pola pernafasan abnormal, nafas cepat 28x/menit meski telah menggunakan O2
nasal kanul 5ltr/menit, pasien tampak pucat sianosis, SaO2 97%, denyut nadi
cepat 110x/menit dan perkusi paru yang redup.
Rontgen dada akan menjadi pilihan pemeriksaan karena dapat mendeteksi
200 ml atau lebih dari cairan pleura (Hooper, Lee & Maskell, 2010). Selain
rontgen dada, USG toraks, Computed Tomography (CT) dan 18F-fluorodeoxyglucosa (FDG), Positron-Emission Tomography (PET) CT dapat digunakan untuk
penilaian pasien dengan efusi pleura (Heffner, 2010). Pada Ny. S telah dilakukan
rontgen dada dan USG toraks yang menggambarkan adanya efusi pleura bilateral.
Sampling cairan pleura melalui thoracocentesis memungkinkan untuk analisis
lebih lanjut yang dapat membantu untuk mendiagnosa asal efusi pleura
keganasan. Sampel cairan pleura secara rutin dianalisis meliputi protein, LDH,
glukosa, dan pH disamping menjalani pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
122
(Hooper, Lee & Maskell, 2010). Kadar glukosa cairan pleura yang rendah < 60
mg/dl dan pH < 7.35 menunjukkan kondisi yang buruk akibat efusi pleura karena
keganasan (Rodriguez & Lopez, 1999). Limfosit adalah sel yang paling sering
ditemukan, meskipun dominasi eosinofil dapat dilihat dalam sepertiga kasus efusi
pleura keganasan (Oba & Abu, 2012). Diagnostik hasil analisis sitologi dapat
setinggi 60%, terutama bila digunakan untuk mengidentifikasi adenokarsinoma
metastatik tetapi rendah pada kasus mesothelioma ganas sekitar 20%, karena pada
kasus ini sangat sulit dibedakan antara normal, reaktif, dan sel mesothelial ganas
(Husain, Colby, Ordonez, Krausz, Borczuk & Cagle, 2009). Biopsi pleura
thoracoscopic dapat dilakukan disamping melakukan pemeriksaan sitologi cairan
pleura. Hal tersebut dapat meningkatkan hasil sitologi diagnostik untuk kasus
keganasan sekitar 27% (Swiderek, Morcos, Donthireddy, Surapaneni , Jackson &
Schultz, 2010). Selama pengelolaan Ny. S, hasil pemeriksaan sitologi cairan
pleura belum ada.
Pasien telah dipasang WSD pigtail kiri tanggal 10/3/2016 dan dilakukan
pleurodesis kanan tanggal 14/3/2016. WSD kanan buka tutup per 3 jam (02.00,
05.00, 08.00, 11.00, 14.00, 17.00, 20.00 dan 23.00 WIB) dialirkan ± 200cc, WSD
kiri diloss ganti botol tiap pagi. Kateter pigtail dapat ditempatkan di samping
tempat tidur. Kateter ini jauh lebih kecil dalam ukuran (8-12 French), dan terbuat
dari silikon, sehingga jauh lebih fleksibel dan nyaman bagi pasien. Setelah
ditentukan penempatan yang tepat dalam rongga pleura, kateter ditempatkan
secara tepat, ujung kateter melingkar untuk menguncinya dan mencegah cedera
tembus (Tsai, Chen, Lee, Cheng, Chen, Hsu & Shih, 2006). Pasien yang
mengalami efusi masif dan mengalami pendesakan pada jaringan paru, tindakan
pemasangan kateter yang menetap merupakan pilihan tindakan utama. Namun jika
tidak ada pendesakan terhadap paru, maka pilihan lain yang dapat digunakan
adalah pleurodesis (pleural sklerosis). Pada beberapa pasien, drainase cairan efusi
pleura dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi gejala yang disebabkan oleh
distorsi diafragma dan dinding toraks oleh cairan efusi. Jenis efusi ini biasanya
sering berulang sehingga perlu dilakukan torakosentesis berulang, pleurodesis
atau pemasangan kateter yang menetap sehingga pasien dapat mengeluarkan
cairan efusi sesuai kebutuhan di luar rumah sakit. Sebuah penelitian non-
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
123
randomized didapati bahwa 34 pasien yang memilih menggunakan kateter
menetap, secara signifikan lebih cepat pulang dari rumah sakit, lebih jarang
mengalami rekurensi efusi, dan lebih cepat memperoleh perbaikan kualitas hidup
dibanding 31 pasien lainnya yang memilih tindakan pleurodesis (Fysh et al.,
2012). Reddy, Ernst, Lamb dan Feller (2011) melaporkan bahwa pasien yang
memilih menggunakan kateter menetap menggambarkan tingkat keberhasilan
92% dibanding dengan pleurodesis dan untuk lama tinggal rumah sakit relatif
singkat berkisar 1,79 hari.
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah
ketidakefektifan pola nafas (kode 00032) berhubungan dengan penurunan
energi/keletihan, nyeri, kelelahan otot-otot pernafasan pada Ny. S adalah dengan
Respiratory Monitoring (3350) dan Oxygen Therapy (3320). Respiratory
Monitoring adalah mengumpulkan dan menganalisa data pasien untuk
meningkatkan kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pertukaran gas. Sedangkan
Oxygen Therapy adalah pemberian oksigen dan monitoring keefektifannya
(Nursing Interventions Classification/NIC, 2013).
Tindakan utama Respiratory Monitoring yang dilakukan pada Ny. S
adalah memonitor frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, melakukan auskultasi
suara nafas, mencatat adanya suara tambahan, dan memonitor saturasi O2, serta
mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi. Hal tersebut dilakukan untuk
memantau abnormalitas kondisi klinis pasien sehingga dapat dilakukan
penatalaksanaan secara cepat dan tepat sesuai dengan data yang ditemukan pada
pasien. Intervensi selanjutnya pemberian bronkodilator melalui nebulazer:
combivent 3x/hari (06.00, 14.00, dan 22.00 WIB) dan pulmicort 2x/hari (06.00
dan 18.00 WIB) dan terapi peroral : OBH sirup 3x1 cth (04.00, 12.00, dan 20.00
WIB), capsul racik Theofilin dan Salbutamol 3x1 (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB)
sesuai advise. Pemberian bronkodilator dapat membantu menurunkan usaha nafas
pada pasien yang mengalami kesulitan bernafas (Wickam, 2002). Terapi inhalasi
membutuhkan waktu 10 sampai 15 menit dan setelah itu nebulizer harus
dibersihkan, dikeringkan dan dipasang kembali. Menghirup beberapa obat
nebulizer bisa memakan waktu hingga 45 menit atau lebih. Hal ini sangat jelas
bahwa pasien harus disiplin dan ketat dalam mematuhi waktu penggunaan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
124
prosedur harian ini. Zat obat yang biasa digunakan untuk terapi inhalasi terdiri
albuterol, ipratropium, kromolin, budesonide, tobramycin, colistin dan rhDNAse
dornase alfa (Wolfgang, Astrid & Irene, 2006). Combivent adalah kombinasi obat
yang terdiri atas Salbutamol sulphate (Albuterol) 2.5 mg dan Ipratropium Br 0.5
mg dengan kemasan vial 2,5 ml. Dosis pemberiannya adalah 0,5-1 vial unit dosis
setiap 1 sampai 2 jam dan dilanjutkan setiap 4 sampai 6 jam melalui rute inhalasi
(nebulisasi). Kombinasi antara inhalasi β2–agonis (Salbutamol) dan antikolinergik
(ipatropium) dipercaya dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik
(GINA, 2011). Salbutamol (Albuterol) dan ipratropium adalah bronkodilator yang
mengendurkan otot-otot di saluran nafas dan meningkatkan aliran udara ke paruparu. Garrett, Town dan Rodwell P (1997), melaporkan peningkatan signifikan
penggunaan kombinasi albuterol dan ipratropium dibandingkan dengan albuterol
saja dalam perubahan respon volume ekspirasi maksimal pada orang dewasa
dengan asma yang dirawat di unit gawat darurat. Dalam sebuah penelitian serupa,
Rodrigo GJ dan Rodrigo C. (2000) melaporkan peningkatan signifikan spirometri
dengan penambahan dosis tinggi ipratropium untuk albuterol. Sepuluh penelitian
meta-analisis yang membandingkan penggunaan antara albuterol saja dan
albuterol ditambah ipratropium, ada 7,3% (100 ml) perbaikan volume ekspirasi
maksimal dengan albuterol ditambah ipratropium, terutama di penderita asma
sedang sampai berat (Stoodley, Aaron, Dales, 1999). Manfaat menggabungkan
albuterol dan ipratropium adalah untuk mencapai bronkodilatasi maksimal (Arthur
et al., 2008).
Pulmicort berisi budesonide yang merupakan kortikosteroid. Budesonide
mencegah pelepasan zat dalam tubuh yang menyebabkan peradangan. Informasi
resep untuk Pulmicort inhalasi suspensi (merek budesonide) menyatakan bahwa
inhalasi suspensi dapat dicampur dengan solusi inhalasi lainnya misalnya
terbutalin, albuterol, kromolin, ipratropium. Dengan pencampuran ini akan
memaksimalkan efektifitas hasil pada pasien dengan permasalahan pernafasan
terutama pasien yang menderita penyakit saluran napas kronis, misalnya cystic
fibrosis (CF) atau asma (Wolfgang, Astrid & Irene, 2006). Selain itu Ny. S juga
mendapatkan terapi peroral OBH sirup dan capsul racik Theofilin dan Salbutamol.
OBH adalah obat batuk ekspektoran yang berfungsi mengencerkan dahak.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
125
Salbutamol merupakan suatu senyawa golongan β2-Agonis yang selektif
merangsang reseptor β-2 adrenergik pada otot bronkus dan digunakan sebagai
bronkodilator pada penderita asma bronkial. Salbutamol diberikan secara peroral
kerjanya lebih selektif dan lebih panjang dibandingkan isoprenalin, sehingga
relatif kurang mempengaruhi kecepatan detak jantung. Sedangkan Teofilin adalah
golongan obat metilxantin. Efek bronkodilatasi golongan metil-xantin setara
dengan β2-Agonis yaitu menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, lebih-lebih
bila otot bronkus tersebut dalam keadaan konstriksi, misalnya pada keadaan asma.
karena efek samping yang lebih banyak dan batas keamanan yang sempit maka
golongan metilxantin hanya dianjurkan jika pemberian kombinasi inhalasi β2 Agonis dan ipatropium bromida tidak memberikan respons (GINA, 2011).
Intervensi selanjutnya yang diberikan untuk Ny. S adalah memposisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mempertahankan jalan nafas yang
paten.
Ny.
S
lebih
sering
dalam
kondisi
duduk.
Penelitian
Tomomi, Tetsuo, Takeshi, Toru dan Fumio (2011), melaporkan bahwa posisi
Semi-fowler
menjadi posisi yang paling efektif untuk mengurangi masalah
pernapasan dan dyspnea khususnya pada pasien dengan penyakit paru obstruktif
kronik (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD). Selanjutnya kegiatan
yang dilakukan yaitu memonitor tanda vital secara rutin. Monitoring vital sign
telah terbukti menjadi prediktor paling akurat untuk menilai penurunan kondisi
pasien (Matthew, Richa & Dana, 2016).
Selain itu pemberian informasi tentang pentingnya penerapan teknik
relaksasi nafas dalam untuk memperbaiki pola nafas, mengajarkan batuk efektif
dan
menerapkan fisioterapi dada juga dapat membantu mengurangi masalah
sesak nafas yang terjadi pada pasien (Carpenito, 2009). Pada Ny. S selain
diberikan bronkodilator juga diajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan batuk
efektif.
Sedangkan tindakan Oxygen Therapy utama yang dilakukan adalah selain
menjaga kebersihan mulut, hidung dan trakhea dari sekret, yaitu mengatur
perlengkapan pemberian oksigen termasuk kehangatan humidifier, memonitor
ukuran aliran oksigen O2 nasal kanul 5ltr/mnt, memonitor posisi alat pemberian
oksigen, memonitor efektivitas ketepatan pemberian terapi oksigen (saturasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
126
oksigen, pulse oximetri), memantau status mental, memantau pengeluaran cairan
pleura melalui selang WSD. WSD kanan buka tutup per 3 jam (02.00, 05.00,
08.00, 11.00, 14.00, 17.00, 20.00 dan 23.00 WIB) dialirkan ± 200cc, WSD kiri
diloss ganti botol tiap pagi.
Setelah dilakukan tindakan respiratory monitoring dan oxygen therapy
selama 3 hari perawatan respiratory status dalam skala rating outcome level 3
(cukup menyimpang dari ukuran normal) dan 3 (sedang), hal tersebut dapat dilihat
pasien masih mengeluh sesak nafas dan masih sulit tidur. Pasien mengatakan
hanya bisa tidur dalam posisi duduk
sambil memeluk bantal. Pasien masih
nampak bernafas lewat mulut dan dalam kondisi duduk memeluk bantal,
terkadang batuk disertai dahak. Klien masih tampak bertambah sesak saat
diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses
wawancara. Hal ini dimungkinkan karena ketidakcukupan oksigen yang diterima
Ny. S. disamping karena adanya efusi pleura yang membuat pergerakan kembang
kempis paru tidak optimal. Adanya cairan pleura yang melebihi normal pada Ny.
S menyebabkan ekspansi paru-paru menurun sehingga kebutuhan oksigen Ny. S
tidak tercukupi, selain itu selama pengelolaan, Ny. S hanya mendapat oksigen
5ltr/menit menggunakan nasal kanul sementara perhitungan kebutuhan oksigen
yang dibutuhkan pada Ny. S adalah 7-9 liter/menit yang dapat diberikan
menggunakan masker sederhana yang memberikan aliran oksigen sebanyak 5-8
liter/menit atau menggunakan masker rebreathing 8-12 liter/menit. Rumus
menghitung kebutuhan oksigen MV=VTxRR dimana MV adalah Minute
Ventilation, udara yang masuk ke sistem pernapasan setiap menit, VT adalah
Volume Tidal (6-8 ml/kg bb), RR adalah Respiration Rate (Rogayah, 2009).
Karena BB Ny. S saat ini 44 Kg dan pernafasan Ny. S 28x/menit. Maka
MV=(44kgx(6-8ml))x28=7-9 ltr/menit. Skor ESAS kelelahan Ny. S 7. Dalam
pemeriksaan fisik masih nampak pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding
dada, suara nafas tambahan ronkhi basah. Pemeriksaan TTV RR 28x/menit
menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 100/70 mmHg, Suhu
36,80C, Nadi 100 x/menit, SaO2 98%, dan gambaran foto toraks efusi pleura
bilateral. Produksi WSD kanan/3 jam maksimal dikeluarkan 200 cc, perhari ratarata 500 cc, kiri di loss produksi ±400 cc/hr. Respiratory monitoring tetap
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
127
dilakukan selama pasien mengeluh sesak nafas. Selain itu pasien juga diberikan
tindakan oxygen therapy (3320) dengan harapan pasien akan mampu
mempertahankan respiratory status : ventilation (0403). Setelah pemberian
intervensi rating outcome berada pada level 3 (cukup menyimpang dari ukuran
normal) dan 3 (sedang), hal tersebut dapat dilihat pasien masih mengeluh sesak
nafas, pasien masih tampak gelisah, adanya pernafasan cuping hidung, pola
pernafasan abnormal, nafas cepat 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5
ltr/menit, pasien masih tampak pucat, SaO2 meningkat jadi 98%, denyut nadi
cepat 100x/menit dan gambaran foto toraks efusi pleura bilateral. Produksi WSD
kanan ±500 cc/hari, kiri ±400 cc/hr. Intervensi oxygen therapy dilanjutkan.
Bila dilihat dari konsep teori PEOL, sesak nafas dapat dihubungan dengan
masalah kenyamanan. Perasaan nyaman diartikan sebagai perasaan terbebas dari
rasa ketidaknyamanan, merasa senang dan puas terhadap sesuatu serta merasa
hidup lebih mudah, damai dan menyenangkan (Ruland & Moore (1998) di dalam
Tomey & Alligood, 2010). Dengan pemberian tindakan meliputi mencegah,
memonitoring
dan
membebaskan
ketidaknyamanan
fisik
termasuk
ketidaknyamanan karena sesak nafas, memfasilitasi untuk beristirahat dan
relaksasi serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi diharapkan kebutuhan
kenyamanan Ny. S dapat dipenuhi.
4.1.2.2 Nyeri Kronis
Nyeri
kronis adalah
pengalaman sensorik
dan emosional
tidak
menyenangkan dengan kerusakan aktual atau potensial, atau digambarkan sebagai
suatu kerusakan (International Association for the Study of Pain), awitan yang
tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan sampai berat, terjadi konstan
atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung
lebih dari tiga (>3) bulan (Herdman & Kamitsuru, 2015). Pasien mengeluh nyeri
pada dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada
kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul
lebih dari 5 menit, nyeri berkurang jika tidur dan beberapa saat setelah pemberian
obat anti nyeri. Nyeri akan timbul kembali ketika batuk. Nyeri dialami oleh 3075% dari orang dengan kanker dan 40-50% mengalami nyeri sedang sampai parah
dan 25-30% mengalami nyeri berat (van den Beuken-van Everdingen MHJ & de
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
128
Rijke JM, et al., 2007). Rasa nyeri yang dialami Ny.S berada pada skala sedang
dan apabila batuk menjadi skala berat. Nyeri yang dialami Ny. S merupakan
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan, aktual ataupun potensial (Rasjidi, 2010; IASP, 1996
dalam Black & Hawks, 2014). Selain kelelahan dan gangguan tidur, nyeri
merupakan gejala yang paling umum yang dialami orang dengan kanker
khususnya pasien dengan stadium lanjut. Gejala tersebut terjadi pada lebih dari
50% pasien yang menerima pengobatan kanker (Beck, Dudley & Barsevick,
2005). Nyeri, kelelahan, dan gangguan tidur memiliki dampak negatif pada pasien
seperti status fungsional dan kualitas hidup (Dodd, Miaskowski & Paul, 2001).
Hal yang sama disampaikan oleh Paice (2011), nyeri kanker merupakan suatu
ancaman besar bagi kualitas hidup pasien. Serupa dengan yang diungkapkan Ny.
S, selain keluhan nyeri Ny. S juga mengeluhkan adanya gangguan tidur dan
kelelahan saat beraktivitas. Dalam pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak
gelisah, kadang pasien menarik nafas panjang sambil memeluk bantal, namun jika
batuk timbul, nampak ekspresi menahan nyeri (menyeringai) yang menunjukkan
timbulnya nyeri pada saat batuk berlangsung. Pasien kadang meringis sambil
memegangi dadanya. Untuk itu nyeri yang terjadi pada Ny. S memerlukan
penanganan yang optimal agar kualitas hidup pasien dan status fungsional pasien
dapat ditingkatkan.
Mekanisme nyeri diawali dengan aktivasi nosiseptor. Nosiseptor adalah
ujung saraf bebas yang tersebar di seluruh tubuh (di perifer kulit, fasia, tulang
periosteum, otot rangka, ligamen, dan membran mukosa). Aktivasi nosiseptor ini
dimediasi secara kimiawi oleh bradikinin, prostaglandin, subtansi P, histamin,
serotonin, leukotrien, dan faktor pertumbuhan saraf. Zat-zat kimia tersebut
muncul sebagai tanda adanya (1) penghancuran dinding sel sebagai akibat
peristiwa kerusakan jaringan, perlukaan, invasi tumor, dan nekrosis sel; (2)
inflamasi; (3) infeksi; (4) kerusakan saraf; dan (5) ekstravasasi plasma dari sistem
sirkulasi berhubungan dengan edema, iskemia atau oklusi pembuluh darah.
Dengan adanya zat kimia tersebut sensitivitas reseptor dan membran serat saraf
meningkat sehingga menghasilkan sinyal sensasi nyeri. Sensasi nyeri tersebut
dibagi menjadi dua cepat dan lambat. Nyeri cepat dihasilkan oleh saraf kecil
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
129
bermielin. Saraf ini membuat koneksi sinaps di medulla spinalis. Satu koneksi
mengaktivasi neuron motorik yang memicu refleks pergerakan organ yang terkena
trauma (misal menarik tangan karena adanya sensai panas). Koneksi sinaps yang
lain mengaktivasi urutan neuron yang melewati talamus dan berakhir di korteks
sensori, sistem limbik, dan hipotalamus sehingga memberikan sensasi nyeri
(tajam dan terlokalisasi). Sedangkan nyeri lambat dihasilkan oleh saraf kecil tidak
bermielin. Saraf ini juga banyak membuat koneksi pada medulla spinalis dan
meneruskan informasi ke otak tengah dan formasi retikular serta berkontribusi
terhadap emosional, kognitif, dan komponan situasional oleh nyeri yang bersifat
tumpul dan terbakar (Petel, 2010, Black & Hawks, 2014).
Dalam teori peaceful end of life, nyeri merupakan hal yang sangat
mengganggu kenyamanan pasien dan memerlukan penanganan yang tepat.
Keluhan nyeri yang diungkapkan Ny. S dengan skala nyeri 5 dan meningkat
menjadi 8 sangat mengganggu kenyamanan Ny. S. Perasaan nyaman diartikan
sebagai perasaan terbebas dari rasa ketidaknyamanan, merasa senang dan puas
terhadap sesuatu serta merasa hidup lebih mudah, damai dan menyenangkan
(Ruland & Moore (1998) di dalam Tomey & Alligood , 2010). Teori PEOL yang
terdiri dari lima konsep yang saling berkaitan, yaitu bebas dari rasa nyeri, merasa
nyaman, dihargai, damai dan dekat dengan orang yang bermakna dalam
kehidupan pasien. Kriteria proses dari setiap konsep tersebut dapat digabungkan
misalnya nyeri, kenyamanan dan damai dapat dijadikan satu konsep yang
sederhana dalam manajemen gejala fisik maupun psikologisnya. Konsep nyeri
dengan dua kriteria proses yaitu memantau dan menghilangkan rasa sakit serta
memberikan tindakan farmakologi dan non farmakologi memiliki kedekatan
hubungan dengan kriteria proses dari kenyamanan yang meliputi pencegahan,
pemantauan dan pengurangan rasa ketidaknyamanan fisik dan kriteria proses dari
kedamaian yaitu memonitor, memenuhi kebutuhan klien selama perawatan anti
cemas. Intervensi non farmakologis yang bisa dilakukan misalnya terapi musik,
humor, relaksasi, menghirup aromaterapi diberikan sebagai distraksi pasien
terminal dan sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa nyeri, kecemasan dan rasa
ketidaknyamanan fisik secara umum (Ruland & Moore (1998) di dalam Tomey &
Alligood , 2010). Terapi nonfarmakologi lain yang dapat menurunkan nyeri pada
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
130
pasien berupa intervensi fisik untuk memberikan kenyamanan dan meningkatkan
mobilitas dengan cara stimulasi kutaneus, pijat, kompres hangat/dingin,
akupunktur, Transkutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS), dan akupresur,
serta intervensi kognitif-perilaku untuk mengubah persepsi nyeri, menurunkan
ketakutan dan meningkatkan perilaku kontrol terhadap nyeri dengan cara nafas
dalam, relaksasi progresif, musik, guided imagery, distraksi, terapi sentuhan,
meditasi dan humor (Black & Hawks, 2014).
Ny. S juga mengungkapkan karena nyeri menjadikan Ny. S sulit tidur. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Dodd, Miaskowski
menyatakan bahwa
dan Paul, (2001) yang
nyeri memiliki dampak negatif berupa gangguan tidur
sehingga dapat mengganggu status fungsional dan kualitas hidup pasien.
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri
kronis (kode 00133) berhubungan dengan proses perkembangan penyakit akibat
infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar menurut NIC pada Ny. S adalah dengan
pain management (1400). Pain management adalah mengurangi, meringankan
atau menurunkan level nyeri sampai pada level kenyamanan sehingga hal tersebut
dapat diterima oleh pasien (Nursing Interventions Classification/NIC, 2013).
Dengan dilakukan tindakan pain management (1400) diharapkan Ny. S akan
mampu mengontrol nyeri (1605) dengan skala rating outcome pada level 5
(menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu mengenali gejala nyeri,
mendiskripsikan faktor penyebab, menggunakan catatan untuk memonitor gejala
setiap waktu, menggunakan tindakan pencegahan, menggunakan tindakan non
farmakologi
untuk
mengurangi
nyeri,
menggunakan
analgetik
yang
direkomendasikan, melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan,
melaporkan
tak
terkendalinya
gejala
nyeri
kepada
petugas
kesehatan,
menggunakan sumber yang tersedia, mengenali hubungan gejala dengan nyeri,
melaporkan nyeri yang dapat dikontrol.
Tindakan utama yang dilakukan adalah melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset, dan durasi secara berkala.
Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi aspek bio, psiko, sosio
dan spiritual dapat menghindari penilaian yang salah mengenai nyeri yang
dipersepsikan oleh Ny. S. Dengan pengkajian yang komprehensif perawat dapat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
131
memberikan penatalaksanaan nyeri yang tepat terhadap Ny. S. Margo McCaffery
salah seorang penggagas dalam keperawatan nyeri mendefinisikan nyeri sebagai
sesuatu yang dikatakan oleh individu yang merasakan nyeri dan ada ketika nyeri
tersebut dikatakan ada. Nyeri merupakan hal subjektif dan hanya individu yang
mengalami nyeri yang dapat mengungkapkan secara akurat terkait kejadian nyeri
yang dialaminya (McCaffery & Pasero, 1999 dalam Black & Hawks, 2014).
Untuk itu perawat memiliki tanggungjawab untuk mengkaji secara akurat dan
membantu menolong meredakan nyeri yang dialami oleh pasien (Black & Hawks,
2014). Tujuan utama dari pengkajian nyeri adalah untuk mengidentifikasi
penyebab nyeri, untuk memahami persepsi klien terhadap nyeri, untuk mengukur
karakteristik nyeri, untuk memutuskan tingkatan nyeri sehingga klien dapat
meneruskan partisipasi terhadap aktivitas sehari-hari (activity daily living/ADL)
dan untuk mengimplementasikan teknik manajemen nyeri. Dalam proses
pengkajian perawat mengumpulkan riwayat nyeri termasuk faktor yang dapat
memperparah maupun memperingan nyeri, serta pengumpulan data subjektif dan
objektif dengan menggunakan alat ukur (American Pain Foundation, 2007).
National comprehensive cancer network (NCCN) di Amerika Serikat menekankan
pentingnya pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi intensitas,
kualitas, onset, dan durasi nyeri, tindakan yang dapat meningkatkan maupun
mengurangi nyeri, riwayat penggunaan obat nyeri, hasil laboratorium dan foto
terkait organ yang mengalami nyeri.
Pengelolaan pemberian terapi farmakologi dan non farmakologis
dilakukan secara berkesinambungan sehingga efektifitas dari penerapan keduanya
dapat segera dirasakan oleh pasien. Terapi farmakologi yang digunakan untuk
nyeri kronis harus bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan
dengan menyeimbangkan manfaat diperoleh dari analgesik dengan efek samping
yang tidak diinginkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Bashir
& Colvin, 2013). Ny. S diberikan terapi farmakologi berupa ketorolac. Pemberian
ketorolac 30 mg + Ns 100cc tiap 8 jam melalui intravena pada Ny. S diharapkan
akan meningkatkan kenyamanan Ny. S disamping dengan melakukan tindakan
distraksi dan relaksasi sebagai terapi non farmakologi. Ketorolac merupakan
golongan obat non steroidal anti inflamatory drugs (NSAID) atau obat
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
132
antiinflamasi non steroid (AINS) yang bekerja menurunkan inflamasi dan
menghambat prostalglandin yang mempunyai efek meredakan nyeri. NSAID
sangat berguna bagi klien yang mengalami nyeri akibat kanker atau pasca operasi
karena faktor utama penyebab nyeri pada klien ini adalah kerusakan sel. Agen ini
juga menghambat agregasi platelet, meningkatkan risiko hemoragi sehingga
dalam pemakaiannya harus dimonitor secara ketat (Brune & Zeilhoffer, 1999
dalam Black & Hawks, 2014).
Sebelum masuk rumah sakit Ny. S mempunyai riwayat mengkonsumsi
obat Aspirin 3x1 dalam sehari. Aspirin merupakan golongan obat analgesik non
opioid yang memiliki dosis maksimal namun tidak menyebabkan ketergantungan.
Lokasi kerja aspirin terutama di bagian perifer dari lokasi reseptor dan
menjalankan fungsi sebagai antiinflamasi dan mencegah produksi prostalglandin
sehingga mencegah pelepasan serotonin dengan efek menurunkan atau meredakan
nyeri pada neurotransmiter. Aspirin memiliki efek antiplatelet dan iritan terhadap
lambung untuk itu aspirin tidak dianjurkan diberikan pada anak-anak usia di
bawah 12 tahun (Acute Pain Management Guidline Panel, 1992 dalam Black &
Hawks, 2014). Nyeri skala 5 yang meningkat disaat batuk menjadi 8 pada Ny. S
secara fisiologi terjadi karena adanya kerusakan jaringan akibat adanya desakan
sel kanker dan inflamasi, sehingga pemberian analgetik aspirin dan ketorolac
diharapkan akan mengurangi nyeri yang dialami oleh Ny. S. Seperti yang
disampaikan Ny. S bahwa nyeri akan berkurang sesaat setelah pemberian obat anti
nyeri.
Manajemen prosedural nyeri merupakan masalah penting bagi perawat
dalam praktek keperawatan (Turner et. al, 2008). Tindakan nonfarmakologi yang
diberikan pada Ny. S adalah berupa relaksasi nafas dalam yang berkontribusi
dalam meredakan atau menurunkan nyeri dengan mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan serta pemberian teknik distraksi untuk mengalihkan perhatian dari
sensasi nyeri (Kim SD & Kim HS, 2005) dengan menyarankan Ny. S melakukan
aktivitas yang dapat menyenangkan fikiran berupa menonton film atau video
favorit, mendengarkan musik favorit, membaca buku favorit atau berinteraksi
dengan pasien lain. Menurut Dunfort (2010), relaksasi nafas dalam dan distraksi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
133
mampu mengurangi intensitas nyeri kronis maupun nyeri akut karena dapat
memperbaiki kondisi baik dari segi fisik maupun psikologis.
Meningkatkan istirahat dan tidur yang adekuat dengan menganjurkan
pasien untuk beristirahat yang cukup serta mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan menjadi bagian intervensi lain
yang dilakukan oleh perawat. Dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
diharapkan kenyamanan pasien akan tercapai. Penelitian Lisa, Gillian, Margot,
Peter dan Rosemary, (2015) menjelaskan bahwa tidur memainkan peran mendasar
dalam kesehatan psikologis, kemampuan neurokognitif dan kualitas hidup dari
anak-anak dan orang dewasa yang sehat maupun yang menderita sakit, nyeri,
kecemasan dan tekanan emosional. Pola tidur yang buruk berdampak pada
kualitas hidup dan persepsi serta kemampuan untuk mengatasi tantangan
emosional dan fisik yang terkait dengan kanker dan pengobatannya.
Meningkatkan kebutuhan tidur terkait dengan kanker merupakan tugas kesehatan
profesional, pedoman praktek telah diterbitkan untuk pencegahan, skrining,
penilaian dan pengobatan gangguan tidur pada orang dewasa dengan kanker di
Kanada.
4.1.2.3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan adalah asupan nutrisi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik (Herdman & Kamitsuru,
2015). Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh (00002) berhubungan dengan kurang asupan makanan pada Ny S, diberikan
penatalaksanaan berupa tindakan nutrition management (1100). Nutrition
management adalah menyediakan dan menaikkan keseimbangan masukan nutrisi
(Nursing Interventions Classification/NIC, 2013). Dengan tindakan tersebut
diharapkan Ny. S akan mampu meningkatkan nutritional status food and fluid
intake (1008) dan nutritional status nutrien intake (1009) dengan skala rating
outcome pada level 5 (adekuat total) dengan kriteria hasil mampu memasukkan
makanan dan cairan melalui oral, masukan cairan melalui intravena, masukan
makanan melalui parenteral, masukan kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat,
vitamin, mineral, besi, kalsium, dan sodium.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
134
Tindakan utama yang dilakukan perawat terhadap Ny. S adalah mengkaji
faktor pemicu nausea dan apakah ada alergi terhadap makanan dan mengkaji
makanan kesukaan. Pengkajian nutrisi pada pasien kanker merupakan hal penting
pada pasien kanker. Ny. S menyampaikan karena mual dan sesak nafas nafsu
makan menurun. Ny. S juga mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap
makanan dan sekarang menyukai jus buah. Ny. S juga menyampaikan mengalami
penurunan BB yang tadinya 50 kg menjadi 44 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi,
makan tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir. BB: 44 kg , TB: 155 cm, IMT:
18,33 kg/m2 (kategori: underweight), kehilangan BB > 10%, Hb : 10,7 g/dL,
turgor menurun. Skor ESAS mual 6, skor ESAS tidak nafsu makan 6. Index Masa
Tubuh/IMT adalah penilaian gizi melalui tinggi badan dan berat badan yang
diambil pada kunjungan klinik dengan menggunakan rumus BB/TB (meter)2. IMT
selain digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh (BMI; dihitung sebagai
kg/m2) juga untuk mengklasifikasikan peserta dalam berat badan normal,
kelebihan berat badan atau obesitas dan underweight (Ogden, Carroll, Kit &
Flegal, 2014).
Tidak nafsu makan dan penurunan berat badan pada Ny. S muncul sebagai
hasil dari proses penyakit dan pengobatan. Mekanisma kaheksia dan anoreksia
pada pasien kanker dapat dijelaskan melalui peran sitokin tubuh. Beberapa
penelitian telah mengidentifikasi bahwa sejumlah sitokinase termasuk faktor alfa
nekrosis tumor, interleukin-1, interleukin-6, dan interferon menyebabkan masalah
nutrisi termasuk kaheksia. Substansi-substansi ini diperkirakan merupakan
penyebab anoreksia, peningkatan laju metabolisme yang dapat mengganggu
penyimpanan lemak dan mengakibatkan hilangnya protein dalam otot (McCarthy,
2003). Sumber lain menyebutkan hal serupa bahwa klien dengan kanker memiliki
risiko malnutrisi protein dan kalori. Hal ini dapat berakibat buruk seperti (1)
berkurangnya
toleransi
terhadap
aktivitas,
(2)
menurunnya
kecepatan
penyembuhan dan (3) berkurangnya kualitas hidup (Rasjidi, 2010; Black &
Hawks, 2014). Manajemen keperawatan untuk mencegah status nutrisi yang
menurun bergantung pada pengkajian kondisi pasien. Jika diindikasikan, pasien
dapat dirujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan pemeriksaan secara menyeluruh.
Pasien dapat diberikan kebebasan memilih diet yang disukai dan dianjurkan untuk
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
135
mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan tinggi protein yang berasal dari sumber
makanan alami maupun suplemen (National Cancer Institute, 2004).
Penurunan nafsu makan Ny. S dimungkinkan pula karena dampak dari
nyeri kronis, yang dialami Ny. S. Beberapa penelitian menyebutkan nyeri kronis,
mempengaruhi asupan makanan diantaranya perubahan nafsu makan, makanan
tidak tercerna, mual, dan muntah (Pell, Presnell, Edwards, Wood, Harrison &
DeCastro, 2005; Gold, Mahrer, Yee, & Palermo, 2010). Gangguan makan karena
nyeri kronis akan memiliki pengaruh lebih besar terhadap penurunan indeks
massa tubuh (BMI) dibanding tanpa keluhan nyeri kronis (Leslie, Jocelyn, Karen,
Tracy & Barbara, 2016). Selain nyeri kronis, penurunan nafsu makan Ny. S
kemungkinan disebabkan pula karena faktor psikologis (cemas akan kondisi
kesehatannya). Hal ini sesuai dengan penelitian Gupta, Vashi, Lammersfeld dan
Braun, (2011) yang menyatakan bahwa penyebab penurunan nafsu makan pada
pasien kanker bermacam-macam diantaranya karena perubahan rasa dalam
pengecapan, efek samping dari terapi yang dijalani, faktor psikologis (ansietas),
dan karena peran sitokin dalam regulasi makanan.
Pengkajian kebutuhan nutrisi yang cermat dan tepat diperlukan dalam
penatalaksanaan pasien dengan kanker yang sedang menjalani terapi maupun
dalam tahap pemulihan. Menurut kebutuhan metabolit basal kebutuhan nutrisi
pada pasien kanker untuk perempuan dapat diperhitungkan melalui rumus
655,0955 + (9,5634 x BB kg) + (1,8496 x TB cm) – (4,6756 x usia). BMR (basal
metabolic requerement) adalah kebutuhan energi atau kalori yang dibutuhkan
tubuh dalam sehari dalam kondisi istirahat (Harris & Benedict, dalam Rasjidi,
2010). Dari rumus tersebut dapat dihitung BMR pada Ny. S yaitu 655,0955 +
(9,5634 x 44 kg) + (1,8496 x 155 cm) – (4,6756 x 40) = 1175, 5491. Jadi
kebutuhan kalori Ny. S dalam keadaan istirahat adalah 1175 kalori/hari.
Kebutuhan kalori ini hanya digunakan oleh aktivitas organ vital tubuh. Namun
jika dilihat dari level aktivitas kebutuhan kalori Ny. S adalah tidak aktiv yang
mana Ny. S tidak melakukan aktivitas olahraga sama sekali dalam seminggu.
Maka melihat dari level aktivitas Ny. S, kebutuhan kalori Ny. S menjadi
1175x1,2=1410 kalori/hari.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
136
Dalam pengkajian Ny. S menyatakan tidak ada alergi makanan. Saat ini
Ny. S menyukai jus buah. Ny. S menerima tambahan terapi nutrisi berupa
amiparen 1000cc per 24 jam dan NaCl 0,9% 1000cc tiap 24 jam. Amiparen adalah
larutan infus steril yang mengandung asam Amino, digunakan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien melalui parenteral. Perhitungan kebutuhan energi pada
pasien kanker bergantung pada kondisi pasien dengan nilai berkisar 28-42 kkal/
kg berat badan/hari. Jadi menurut berat badan, Ny. S memerlukan ± 1232-1842
kkal/hari. Hasil perhitungan BMR Ny. S berada pada rentang kebutuhan kalori
pasien kanker yaitu 1410 kalori/hari. Komposisi zat gizi makro yang dibutuhkan
pasien kanker yaitu protein 10-20% dari kalori total, lemak 20-30% dari kalori
total dan karbohidrat 50-60% dari kalori total (Eldrige, 2005). Menurut rumus
tersebut didapatkan kebutuhan protein Ny. S 141-282 kalori, lemak 282-423
kalori dan karbohidrat 705-846 kalori. Total kebutuhan Ny. S 1128-1551 kalori.
Perawat juga melakukan kolaborasi dengan ahli gizi dalam memenuhi
kebutuhan kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan Ny. S. Nutrisi oral merupakan
pilihan yang utama untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Namun karena sebagian
besar pasien kanker mengalami penurunan nafsu makan dan tidak dapat
mencukupi kebutuhan nutrisinya, pemberian nutrisi melalui enteral maupun
parenteral mungkin disarankan. Dalam hal ini Ny. S diberikan tambahan nutrisi
melalui parenteral. Pemberian nutrisi parenteral dapat mendukung sebagian
kebutuhan kalori pada Ny. S karena nutrisi parenteral langsung masuk kedalam
sirkulasi pembuluh darah pasien, sedangkan nutrisi per oral pada Ny. S tetap
dilanjutkan dengan pemberian dukungan dan pendidikan kesehatan terkait
pentingnya nutrisi pada orang sakit. Ny. S diberikan motivasi untuk
mengkonsumsi makanan tinggi protein dan tinggi kalori, zat besi dan vit C, dan
diberikan keyakinan diit yang diberikan mengandung serat tinggi untuk mencegah
konstipasi. Perawat juga menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi snack seperti
buah segar dan jus buah yang disediakan. Asupan nutrisi oral ini diharapkan
mampu memenuhi kekurangan nutrisi yang terjadi pada Ny. S. Penelitian telah
menunjukkan bahwa konseling gizi dikombinasikan dengan pasokan makanan
yang tepat dan pengobatan efek samping dapat meningkatkan asupan energi dan
protein, mengurangi jumlah dan durasi efek samping dan meningkatkan kualitas
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
137
hidup pasien (Ravasco, Monteiro, Vidal & Camilo, 2005; Iversen, Ukrainchenko,
Afanasyev, Hulbekkmo, Choukah & Gulbrandsen, 2008).
4.1.2.4 Ansietas
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respon otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini
merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya
bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman
(Herdman & Kamitsuru, 2015). Masalah keperawatan ansietas (00146)
berhubungan dengan adanya ancaman dan perubahan status kesehatannya
diberikan tindakan berupa anxiety reduction (5820). Anxiety reduction adalah
meminimalkan kekhawatiran, ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, firasat
atau kegelisahan yang berhubungan dengan antisipasi sumber tak dikenal
(Nursing Interventions Classification/NIC,2013). Dengan tindakan ini harapannya
pasien akan mampu mengontrol kecemasannya (anxiety self control) (1402)
dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan
kriteria hasil mampu memonitor tingkat kecemasan, menghapus/menghilangkan
tanda kecemasan, mengurangi stimulus yang berasal dari lingkungan ketika
khawatir, merencanakan strategi koping saat dalam situasi stres, menggunakan
strategi koping yang efektif, menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi
kecemasan, memelihara fungsi peran, memelihara hubungan sosial, memelihara
konsentrasi, memelihara keadekuatan istirahat tidur, memonitor tanda gejala fisik
bila muncul kecemasan, mengontrol respon kecemasan.
Tindakan utama yang dilakukan perawat yaitu mengkaji tingkat
kecemasan klien dan memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaannya. Pada tahap pengkajian didapatkan Skor ESAS
kecemasan 5 hal ini berarti pasien berada pada tingkat kekawatiran menengah.
Kecemasan pasien ini ditandai dengan ungkapan pasien tentang munculnya rasa
cemas dan khawatir karena takut akan kondisi kesehatannya. Pasien mengatakan
mual dan mengalami penurunan nafsu makan karena cemas. Pasien juga
mengeluhkan jantungnya terasa berdebar-debar, pemeriksaan TTV didapatkan
pernafasan 28x/menit meski sudah menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
138
tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 110 x/menit. Pasien mengatakan tidak pernah
menduga sebelumnya akan menderita sakit seperti ini karena sebelumnya pasien
sehat dan tidak ada keluhan sakit yang parah sehingga bisa menjalakan aktivitas
sebagai ibu rumah tangga juga karyawan di sebuah perusahaan. Kadang pasien
muncul rasa pesimis dengan kondisi kesehatannya dan terapi yang dijalani, hal ini
ditunjukkan dengan seringnya pasien bertanya mengenai penyakitnya, tentang
keberhasilan atas terapi yang dijalaninya dan bertanya tentang apakah ada harapan
untuk sembuh.
Kecemasan adalah suatu emosi yang ditandai dengan perasaan tegang,
pikiran khawatir pada sesuatu hal yang belum tentu terjadi dan biasanya
berpengaruh pada perubahan tanda-tanda vital seperti peningkatan frekuensi
pernafasan, tekanan darah dan denyut nadi yang biasanya disebabkan oleh
masalah psikologis, stres, keprihatinan spiritual, koping yang tidak memadai
terhadap munculnya gejala, masalah metabolisme, efek samping obat, serta
eksistensial (Videbeck, 2008 & Carpenito-Moyet, 2010). Prevalensi kecemasan
berdasarkan Skala Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit pada pasien rawat inap
dengan kanker lanjut adalah 34% (Hospital Anxiety and Depression Scale /HADS)
(Teunissen, de Graeff, Voest & de Haes, 2007) dan umumnya meningkat sebagai
manifestasi kesadaran pasien terhadap ketidakefektifan perawatan medis yang
mereka jalani, perkembangan penyakit dan harapan hidup yang terbatas (Roth &
Massie, 2007; Vos & Seerden, 2010). Teunissen et al., (2007), menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara faktor-faktor kecemasan, depresi dan gejala fisik dalam
perawatan paliatif. Namun untuk masalah kecemasan dan depresi dimungkinkan
karena pengaruh informasi tentang prognosis penyakit. Hal ini sesuai dengan
keluhan yang disampaikan Ny. S. Ny. S mengungkapkan tentang munculnya rasa
cemas dan khawatir karena takut akan kondisi kesehatannya dan prognosis
terhadap penyakit yang dideritanya.
Kecemasan adalah hal umum yang terjadi pada pasien kanker (Danielle,
Everlien & Saskia, 2016). Kecemasan dan depresi biasanya dialami oleh pasien
dengan masalah nyeri atau gejala memberatkan lainnya, karena mereka berada di
tahap terminal (Smith, Gomm, & Dickens, 2003). Ny. S merupakan pasien kanker
dalam tahap terminal yang juga memiliki keluhan nyeri. Perawat adalah anggota
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
139
tim kesehatan yang paling dekat dengan pasien dan memiliki peran penting dalam
mendiagnosis kecemasan serta depresi pasien karena perawat adalah orang yang
pertama kali melihat perubahan emosional/perilaku pasien dan bertanggungjawab
melaporkannya kepada dokter (Hughes, 2006). Dukungan psiko-sosial juga harus
dilakukan oleh perawat onkologi karena kecemasan dan depresi pada pasien
kanker 'dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien (Smith et al., 2003;
Mystakidou, Parpa, Katsouda, Galanos & Vlahos, 2004.; Little, Dionne & Eaton,
2005; Saevarsdottir, Fridriksdottir & Gunnarsdottir, 2006; Castelli, Binaschi,
Caldera, Mussa & Torta, 2011) dan mempengaruhi pasien dalam pengambilan
keputusan (Latini et al., 2007) serta meningkatkan risiko bunuh diri (Castelli et
al., 2011). Sumber lain menyebutkan hal serupa bahwa gejala depresi dan
kecemasan dapat bertahan selama beberapa tahun (den Oudsten et al., 2009), yang
mengarah ke efek buruk pada kualitas hidup pasien, kepatuhan terhadap
pengobatan medis, kekambuhan, kelangsungan hidup serta pemulihan dari operasi
selama tinggal di rumah sakit (So et al., 2010, Ho et al., 2013 dan Wang et al.,
2013). Lloyd-Williams dan Hughes (2008) menunjukkan fakta bahwa kecemasan
sering dikaitkan dengan rasa takut akan penyakit dan kematian, sehingga
berpengaruh pada gejala fisik dan proses berpikir yang secara signifikan dapat
mengganggu kualitas hidup pasien. Gejala fisik yang timbul menurut Traeger et
al., (2012) misalnya nyeri dan dyspnea. Karena banyak penyebab dan dampak
yang berbeda dari kecemasan serta sulitnya membedakan psikologis dan gejala
somatik yang muncul pada pasien, pengobatan kecemasan merupakan tantangan
dalam perawatan paliatif (Roth & Massie, 2007). Dalam hal ini perawat selalu
memfasilitasi pasien dengan memberikan informasi terkait tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien. Perawat juga selalu memberikan kesempatan pasien
untuk mengeksplorasi perasaannya serta memberikan kesempatan bertanya atas
apa yang belum dipahaminya. Sesuai dengan penelitian Lorenzo, (2004) bahwa
dengan menyediakan sumber informasi yang dibutuhkan pasien akan memberikan
efek positif yakni dapat mengurangi tingkat kecemasan dan depresi yang dialami
oleh pasien sehingga dapat meningkatkan ketenangan bagi pasien. Selain itu
lingkungan yang tenang juga dapat menurunkan tingkat kecemasan yang terjadi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
140
pada pasien (Campbell, 2009), sehingga perawat memberikan intervensi berupa
membatasi pengunjung yang masuk untuk membezuk pasien.
Dalam teori PEOL lima hal dalam komponennya saling berhubungan satu
sama lain. Termasuk dalam permasalahan pasien yang menyangkut psikologis
pasien. Dalam teori tersebut kecemasan dapat dihubungkan dengan masalah
kenyamanan, perasaan damai dan kebutuhan akan dihargai dan dihormati.
Pemberian hak autonomi pada pasien dapat meningkatkan kenyamanan pasien
sehingga diharapkan kecemasan pasien dapat teratasi. Bila kecemasan teratasi
perasaan damai akan tercapai. Damai diartikan sebagai perasaan tenang, harmonis
dan puas, bebas dari kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran dan takut. Arti damai
dalam aspek ini meliputi fisik, psikologis dan dimensi spiritual (Ruland&Moore,
1998). Perawat juga melibatkan keluarga atau orang yang bermakna bagi pasien
dalam proses perawatan pasien. Teori peaceful end of life berfokus pada intervensi
yang ditujukan untuk memberikan suasana tenang, selaras dan harmoni seperti
harapan pasien untuk mencapai kepuasan yang realistis (Ruland & Moore, 1998).
Menurut beberapa penelitian, banyak intervensi yang dapat dilakukan
untuk mengatasi kecemasan dan depresi pada pasien wanita dengan kanker
payudara, seperti terapi musik (Kenyon, 2007; Bulfone et al. 2009; Lin et al.,
2011, Zhou et al., 2011, Li et al., 2012), latihan relaksasi (Yoo et al., 2005;
Kovacic, 2011; Kasyani et al., 2012; Kovacic et al., 2013), olahraga (Segar et al.,
1998; Eyigor et al., 2010; Mehnert et al., 2011; Ergun et al., 2013,), intervensi
keperawatan kognitif-perilaku (Yoo et al., 2009), intervensi dukungan (Liao et al.,
2010; Björneklett et al., 2012), terapi tawa (Cho & Oh, 2011), dan lain-lain
(misalnya, melatonin, akupresur, atau meditasi) (Kim et al., 2013; Hansen et al.,
2014, Genc & Tan, 2014). Dalam hal ini perawat memberikan intervensi yang
dapat menurunkan kecemasan Ny. S dengan menganjurkan Ny. S untuk menonton
acara tv favorit, membaca buku favorit, mendengar lagu favorit, relaksasi atau
berinteraksi dengan keluarga dan pasien lain. Menurut Chlan (2009), musik dapat
meningkatkan keadaan psikologis yang positif dengan menduduki saluran
perhatian di otak dengan bermakna, distraksi dan menenangkan melalui
rangsangan pendengaran. Sedangkan
relaksasi adalah intervensi untuk
meningkatkan relaksasi otot seluruh tubuh secara sistematis dan progresif
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
141
(misalnya, relaksasi fisik), yang memiliki dampak mengurangi tingkat depresi dan
kecemasan (Yoo et al., 2005). Terapi relaksasi sangat efektif dalam mengatasi
peningkatan depresi, kecemasan, dan stres. Tindakan ini direkomendasikan
sebagai salah satu intervensi keperawatan pada pasien dengan kanker (Khasani,
2012).Tindakan nafas dalam dilakukan pasien ketika ketika timbul perasaan
kurang nyaman sehingga pasien dapat beradaptasi dengan kecemasannya dengan
skor ESAS 2. Hal ini ditunjukkan dengan wajah yang lebih rilek dan tenang.
Pernafasan dan relaksasi yang dilakukan sendiri dapat memainkan peranan
penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien kanker (Dhillon, 2009).
Penerapan teknik relaksasi ini menjadi tindakan yang padat dilakukan pasien
ketika merasa tidak nyaman, sehingga adanya peningkatan kecemasan tidak
berlanjut kedalam tingkatan yang lebih berat.
4.1.2.5 Intoleransi Aktivitas
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan seharihari yang harus atau yang ingin dilakukan (Herdman & Kamitsuru, 2015).
Intoleransi
aktivitas
(kode
00092)
berhubungan
dengan
sesak
nafas
(ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen) pada Ny. S ditandai dengan
keluhan cepat merasa lelah dan sesak bertambah bila beraktivitas. Pasien tampak
sesak nafas dalam kondisi duduk memeluk bantal, kadang bernafas dengan mulut.
Pasien juga tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus menunggu sesak
berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian. Aktivitas pasien dibantu oleh
perawat dan suami seperti berpakaian, toileting, dan mandi. Nilai ECOG 3 (hanya
mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan
kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga). Frekuensi nadi pasien meningkat tanpa
adanya aktivitas yaitu 110x/menit. Skor ESAS kelelahan 8.
Pasien dengan kanker payudara sering mengalami dyspnea dan intoleransi
aktivitas, tetapi mekanisme yang mendasari kedua hal tersebut tetap tidak
diketahui secara pasti (Denis, O’Donnell, Katherine, Daniel , Amany, Alberto &
Deborah, 2016). Dyspnea atau sesak nafas dan intoleransi aktivitas yang
merupakan dampak dari masalah kanker payudara diantaranya karena efek buruk
kemoterapi dan/atau radioterapi, dan efek kondisi karena ketidakaktifan tubuh
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
142
berpotensi untuk diberikan intervensi pengobatan (Yee, Davis & Beith, 2014).
Beberapa kemungkinan mekanisme multifaktorial yang menyebabkan masalah
sesak dan intoleransi aktivitas yakni : (1) peningkatan ventilasi sekunder kelainan
ventilasi-perfusi (Jaen, azquez & Alonso, 2012), (2) penurunan kapasitas ventilasi
sekunder kelemahan otot inspirasi (Dudgeon, Lertzman & Askew, 2001; Travers,
Dudgeon & Amjadi, 2008), (3) gangguan mekanik dinamis pernapasan sekunder
disfungsi jalan napas perifer atau pembatasan paru-paru (Travers et. al, 2008;
Jaen, 2012; Verbanck, Hanon & Schuermans, 2012), (4) penurunan dari kapasitas
difusi paru sekunder cedera mikrovaskuler (Travers et. al, 2008; Krengli, Sacco &
Loi, 2008), (5) penurunan kardiosirkulasi (Jones, Haykowsky, Swartz, Douglas &
Mackey, 2007); atau (6) kombinasi di atas.
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas (00092) yang berhubungan
dengan sesak nafas (ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen) pada Ny.
S diberikan tindakan energy management (0180). Energy management adalah
mengatur penggunaan energi untuk mengobati/merawat atau mencegah kelelahan
dan meningkatkan aktivitas (Nursing Interventions Classification/NIC, 2013).
Dengan tindakan tersebut diharapkan Ny. S akan mampu menyimpan energi
untuk beraktivitas (energy conservation) (0002) dengan skala rating outcome
pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil ada keseimbangan
antara aktivitas dan istirahat, mampu menggunakan waktu istirahat untuk
menyimpan energi, menggunakan teknik penghematan energi, mengatur aktivitas
untuk menghemat energi, membiasakan aktivitas untuk meningkatkan energi,
memelihara keadekuatan intake nutrisi, melaporkan daya tahan keadekuatan
dalam beraktivitas.
Tindakan yang diberikan pada Ny. S dimulai dengan melakukan
pengkajian yang menyebabkan Ny. S mudah merasa lelah dan mengkaji
kemampuan aktifitas pasien yang dapat dilakukan secara mandiri. Hasil
pengkajian kelelahan ESAS pada Ny. S adalah 8 dan ECOG 3 yaitu hanya mampu
melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi
lebih dari 50% dari waktu terjaga. Hal tersebut menunjukkan Ny. S memiliki
tingkat kelelahan yang berat sehingga membuat Ny. S tidak mampu beraktivitas
secara mandiri. Masalah intoleransi aktivitas pada Ny. S selain disebabkan oleh
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
143
adanya sesak nafas, juga disebabkan masalah nutrisi yang dialami Ny. S. Hal ini
sesuai dengan yang disampaikan Lee, Neil, Mark, Stephen dan John (2009),
patofisiologi kanker tertentu mungkin langsung mempengaruhi integritas
fungsional atau struktural dari komponen pertukaran oksigen. Tumor di paru-paru,
baik dari kanker paru primer atau metastasis dari kanker lain misalnya kanker
payudara, dianggap dapat mengganggu pertukaran gas pada paru-paru dan
biasanya disertai dengan penurunan berat badan, anoreksia, anemia, katabolisme
protein, dan kekurangan tenaga otot didefinisikan sebagai peningkatan degradasi
protein myofibrillar dan proteolisis. Hasil laboratorium hemoglobin Ny. S
menunjukkan penurunan dari nilai normal yakni 10,7 g/dl dengan nilai normal 1216 g/dl. Hemoglobin adalah zat yang berfungsi mengikat dan mengangkut oksigen
ke seluruh tubuh (Alan, 2008) sehingga dimungkinkan karena kadar hemoglobin
yang rendah ini menyebabkan transport oksigen ke seluruh tubuh terganggu
sehingga menyebabkan Ny. S cepat merasa lelah dalam beraktivitas.
Aktivitas yang mampu dilakukan mandiri oleh Ny. S diantaranya makan,
minum dan menyisir rambut. Namun terkadang Ny. S meminta bantuan suami
untuk melakukannya. Ny. S melakukan semua aktivitasnya di atas tempat tidur
dengan dibantu suami dan perawat. Dalam hal ini perawat selalu memberikan
motivasi pada Ny. S untuk melakukan aktivitas yang masih mampu dilakukan
sendiri dengan mendorong untuk meningkatkan kemampuan aktivitasnya.
Manajemen energi diperlukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan Ny. S
terhadap aktivitas yang dapat dilakukannya. Manajemen energi ini terdiri dari
mengevaluasi pemenuhan kebutuhan oksigen, kebutuhan nutrisi, cairan dan
elektrolit serta kebutuhan istirahat tidur Ny. S. Perawat melakukan monitoring
terhadap pemberian oksigen nasal kanul Ny. S, memantau pemenuhan cairan dan
elektrolit Ny. S dan rmemotivasi Ny. S untuk menghabiskan porsi makanan yang
diberikan. Sesuai dengan penelitian, nutisi sangat penting bagi pasien kanker.
Asupan protein yang cukup, sangat penting selama menjalani pengobatan dan
pemulihan kanker, serta untuk menjaga kelangsungan hidup pasien kanker dalam
waktu lama (Victor, Lyuba, Juliet, Christina, Sungmi & Moshe Frenkel, 2015).
Hal serupa disampaikan oleh Vergenaud, (2013) bahwa nutrisi, latihan aktifitas
dan manajemen berat badan yang komprehensif dilaporkan dapat meningkatkan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
144
usia harapan hidup pada pasien kanker (Vergenaud, 2013). Pilihan terbaik untuk
kebutuhan protein adalah makanan yang rendah lemak jenuh seperti daging tanpa
lemak, unggas tanpa kulit, telur, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, dan
biji-bijian (Schattner & Shike, 2006).
Selain itu latihan aktivitas juga dapat dilakukan pada Ny. S. Latihan ini
dilakukan secara bertahap dan dilakukan monitoring pada setiap respon yang
dialami Ny. S. Sesuai dengan penelitian Jonna, Petra, Miranda, Elsken dan Anne,
(2016) latihan aktivitas selama pengobatan kanker payudara memiliki efek
menguntungkan diantaranya mengurangi kelelahan fisik, meningkatkan aktivitas
dan motivasi.
Dengan pendekatan teori peaceful end of life diharapkan Ny. S dapat
meningkatkan kenyamanannya dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen,
aktivitas, dan nutrisi. Dengan terpenuhinya kebutuhan oksigen dan nutrisi
diharapkan aktivitas Ny. S dapat ditingkatkan sehingga kenyamanan Ny. S dapat
tercapai. Perasaan nyaman diartikan sebagai perasaan terbebas dari rasa
ketidaknyamanan, merasa senang dan puas terhadap sesuatu serta merasa hidup
lebih mudah, damai dan menyenangkan (Ruland & Moore (1998) di dalam
Tomey & Alligood , 2010).
Setelah dilakukan tindakan energy management selama 3 hari perawatan,
pasien belum mampu menyimpan energi untuk aktivitas (energy conservation)
dengan skala rating outcome pada level 3 (menunjukkan kadang-kadang) ditandai
dengan pasien masih mengeluhkan lelah dan sesak bila beraktivitas. Aktivitas
pasien dibantu oleh perawat dan suami seperti berpakaian, toileting, dan mandi.
Nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya
diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga. Frekuensi nadi
pasien meningkat tanpa adanya aktivitas yaitu 100x/menit. Target rating outcome
level 4 (sering). Tindakan energy management dilanjutkan.
4.1.2.6 Risiko Infeksi
Risiko infeksi adalah rentan mengalami invasi atau multifikasi organisme
patogenik yang dapat menggangu kesehatan (Herdman & Kamitsuru, 2015).
Ditandai dengan pernyataan pasien meskipun belum pernah panas tetapi
mengalami
penururnan
nafsu
makan.
Dalam
pemeriksaan
laboratorium
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
145
didapatkan nampak adanya penurunan kadar hemoglobin 10,7 gr/dl (13-18),
penurunan kadar leukosit 4,94 103/l (5-10), suhu 37oC (36,5-37,5) terdapat bekas
luka pos operasi mastektomi, terpasang infus, terpasang WSD dan terpasang
dower kateter.
Infeksi adalah komplikasi umum yang terjadi pada pasien kanker payudara
dan hasil dari imunosupresi karena pengobatan dan keganasan itu sendiri (Kamboj
& Sepkowitz, 2009; Zembower 2014). Kebanyakan infeksi bersifat sementara,
tetapi konsekuensinya mungkin bertahan lebih lama. Misalnya infeksi berat, telah
dikaitkan dengan rawat inap dan pengobatan jangka panjang (Cooksley,
Avritscher, Rolston & Elting, 2009) dan merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas di masa depan (Girmenia & Menichetti, 2011).
Perawat melakukan pemantauan suhu tubuh pada Ny. S untuk mengetahui
kenaikan suhu pada Ny. S sebagai salah satu tanda klinis terjadinya infeksi
sehingga dapat dilakukan pencegahan ataupun penatalaksanaan secara tepat dan
cermat apabila infeksi memang terjadi pada Ny. S. Menurut sebuah penelitian
demam yang tidak diketahui (Fever of unknown origin /FUO) seringkali dialami
oleh pasien dengan kanker dan saat ini menjadi masalah klinis yang menantang.
Pada pasien kanker, hal tersebut mungkin terjadi karena kanker itu sendiri atau
karena adanya infeksi. Demam yang tidak diketahui adalah kenaikan suhu lebih
dari 38,3oC (101oF) dan telah berlangsung selama lebih dari 3 minggu, yang tidak
terdiagnosis meskipun telah menjalani satu minggu perawatan rawat inap
(Petersdorf & Beeson, 1961 dalam Loizidou, Aoun & Klastersky, 2016). Menurut
Petersdorf dan Beeson, demam yang tidak diketahui ini terjadi karena infeksi
dimana angka kejadiannya mencapai 36% pasien, 19% pada kasus keganasan dan
19% penyakit vaskular. Pada
tahun 1973, Klastersky et al. mengeksplorasi
penyebab demam yang tidak diketahui ini pada pasien dengan kanker dan
menunjukkan bahwa infeksi bertanggung jawab terhadap terjadinya demam lebih
besar 57% karena pasien itu sendiri dan neoplasia bertanggung jawab sekitar 38%
(Klastersky et al., 1973 dalam Loizidou, Aoun & Klastersky, 2016).
Intervensi Infection control adalah intervensi yang diberikan pada pasien
untuk meminimalkan penerimaan dan penularan agen infeksi
(Nursing
Interventions Classification/NIC, 2013). Intervensi keperawatan infection control
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
146
(6540) yang diberikan pada Ny. S diharapkan akan mampu mengontrol risiko
(risk control) (1902) pada Ny. S, dengan skala rating outcome pada level 5
(menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu mencari informasi
mutakhir tentang kontrol infeksi, mengidentifikasi faktor resiko infeksi, mengakui
manusia sebagai faktor risiko infeksi, mengakui akibat berhubungan dengan
faktor infeksi, mengidentifikasi faktor risiko dalam aktivitas sehari-hari,
mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi, identifikasi strategi untuk melindungi
diri dari infeksi yang dibawa oleh orang lain, monitor perilaku diri sebagai faktor
yang berkaitan dengan risiko infeksi, monitor lingkungan sebagai faktor yang
berhubungan dengan risiko infeksi, memelihara kebersihan lingkungan,
menggunakan strategi dalam memenuhi pembasmi kuman, meningkatkan strategi
yang efektif dalam mengontrol infeksi, menggunakan tindakan pencegahan
prekausal, mempraktikkan cuci tangan, mempraktikkan strategi kontrol infeksi,
mengatur strategi kontrol infeksi, monitor status kesehatan secara umum,
menggunakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
Praktik higiene sama dengan upaya peningkatan kesehatan pasien. Kulit
merupakan garis tubuh utama dari pertahanan melawan infeksi. Dengan
implementasi tindakan higiene pada klien atau membantu keluarga dalam
melakukan tindakan higiene akan meningkatkan kondisi kesehatan pasien atau
akan meningkatkan angka kesembuhan pasien (Potter & Perry, 2006). Tindakan
higiene ini meliputi memandikan pasien, mendorong pasien untuk melakukan
gosok gigi, melakukan perawatan kuku, rambut dan cuci tangan. Melakukan
praktik cuci tangan selama merawat pasien dan mengajarkan pasien serta
pengunjung untuk melakukan cuci tangan sangat efektif dalam pengendalian
infeksi. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Shah dan Singhal, (2013)
bahwa dengan melakukan cuci tangan selama perawatan pasien akan menurunkan
lama tinggal pasien di rumah sakit hal ini berkaitan dengan menurunnya angka
kejadian infeksi yang akan berpengaruh pada penurunan biaya perawatan pasien
termasuk dalam penggunaan antibiotik. Selain cuci tangan, penerapan prinsip
aseptik dan penggunaan sarung tangan yang sesuai menjadi metode terbaik untuk
mencegah infeksi pada pasien. Transmisi oleh petugas kesehatan yang kurang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
147
memperhatikan ketiga hal tersebut dapat berisiko meningkatkan angka infeksi
nosokomial (Black & Hawks, 2014).
Lokasi yang paling sering terjadi infeksi nosokomial pada pasien adalah
saluran kemih, saluran pernafasan bawah, luka operasi dan aliran darah. Infeksi
saluran kemih adalah infeksi nosokomial yang paling umum ditemukan, baik pada
fasilitas pelayanan akut maupun jangka panjang, serta lebih dari 80% terjadi
akibat kateterisasi uretra (Centers for Disease Control and Prevention, 2005).
Sebagian besar infeksi akibat keteter pada wanita disebabkan karena masuknya
bakteri ke dalam kandung kemih melalui rute periuretra (Wenzel, 2003). Sebagian
infeksi nosokomial saluran kemih dapat ditangani namun dapat juga mengarah ke
bakterimia yang menyebabkan kematian (Mayhall, 2004). Infeksi nosokomial
kedua yang sering diasosiasikan dengan kematian adalah pneumonia (Centers for
Disease Control and Prevention, 2005). Kurangnya pergerakan dari sekresi
saluran nafas yang disebabkan oleh imobilitas dan menurunnya frekuensi batuk
berkontribusi dalam terjadinya pneumonia nosokomial. Aspirasi dari bakteri
orofaringeal atau perut merupakan mekanisme predominan dimana infeksi
nosokomial berkembang. Biasanya hal tersebut terjadi pada pasien post operasi
toraks atau abdomen bagian atas, pasien yang mengalami penurunan kesadaran,
kerusakan
menelan,
intubasi,
usia
lanjut,
penyakit
kronis
paru-paru,
kardiovaskular dan malignansi (Mayhall, 2004). Infeksi tempat pembedahan juga
merupakan sumber utama tingkat morbiditas dan mortalitas rumah sakit yang
dialami oleh pasien pos operasi. Infeksi semacam ini biasanya berasal dari
mikroorganisme yang berasal dari pasien itu sendiri atau dari luar yang memasuki
area pembedahan (Wenzel, 2003). Peningkatan infeksi aliran darah disebabkan
karena penggunaan peralatan intravaskular di tatanan rumah sakit. Peralatan
intravaskular tersebut diantaranya infus, intra arterial infus, peralatan yang
digunakan untuk prosedur diagnostik, terapi dan memonitor hemodinamik. Risiko
infeksi dipengaruhi oleh faktor yang berkaitan dengan alat itu sendiri, lokasi
tindakan invasif, teknik yang digunakan untuk memasukkan alat, dan jangka
waktu penggunaan kateterisasi. Kateter jangka panjang dikaitkan dengan 90%
kejadian infeksi nosokomial (Wenzel, 2003). Dalam hal ini perawat memberikan
intervensi berupa perawatan kateter urin, mengajarkan batuk efektif, perawatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
148
WSD dan perawatan selang intravena serta mengevaluasi bekas luka operasi
mastektomi yang dilakukan sesuai jadwal dan sesuai prosedur untuk menghindari
terjadinya infeksi pada Ny. S.
Setelah dilakukan tindakan intervensi infection control selama 3 hari
pasien menunjukkan mampu mengontrol infeksi dengan skala rating outcome
level 3 (kadang mendemonstrasikan) dengan dibuktikan oleh pasien mampu
menyampaikan tidak terjadi keluhan demam atau luka operasi timbul nyeri,
nanah, bau, pemeriksaan fisik pasien tidak demam suhu 36,8oC. Nilai leukosit dan
hemoglobin masih di bawah normal, tanda-tanda infeksi tidak muncul, intake
makanan dan minum cukup adekuat. Pasien dan keluarga kadang-kadang
melakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktivitas. Masih tampak
orang yang membesuk pasien dan kontak dengan pasien tidak melakukan cuci
tangan sebelum dan sesudahnya. Intervensi Infection Control dilanjutkan.
Bila diterapkan pada teori PEOL, pengendalian infeksi merupakan usaha
untuk meningkatkan kenyamanan pasien. Sebagai perawat tindakan yang
dilakukan meliputi mencegah, memonitoring dan membebaskan ketidaknyamanan
fisik, memfasilitasi untuk beristirahat dan relaksasi serta mencegah komplikasi
yang mungkin terjadi yang akan menyebabkan ketidaknyamanan pasien.
4.2 Analisa Teori Peaceful End of Life Pada 30 Kasus Kelolaan
Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah di RS Kanker Dharmais
Jakarta dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan bulan Mei 2016.
Praktik ini merupakan praktik ners spesialis keperawatan medikal bedah
peminatan onkologi yakni praktik yang dilaksanakan dengan tujuan memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien kanker. Praktek residensi ini dilakukan selama
dua semester dengan jumlah 20 SKS untuk menyelesaikan program spesialis
keperawatan. Penulis menggunakan pendekatan teori Peaceful End of Life
terhadap pasien kanker dalam pemberian asuhan keperawatan. Sesuai target kasus
asuhan keperawatan lanjut onkologi, penulis menyusun sebanyak 30 kasus
laporan kelolaan yang semuanya menggunakan pendekatan teori peaceful end of
life. Penulis menerapkan teori peaceful end of life karena rata-rata pasien yang
menjadi kelolaan adalah pasien paliatif atau stadium lanjut. Teori ini sering
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
149
digunakan
dalam
lingkup
perawatan
paliatif
dan
masalah
lain
yang
mengutamakan kedekatan keluarga serta melibatkan orang yang bermakna dalam
perawatan pasien sehingga dapat mengurangi gejala dan meningkatkan kepuasan
pasien dalam berinteraksi dengan orang lain. Proses keperawatan paliatif bukan
bertujuan meningkatkan kesembuhan tetapi lebih ditekankan untuk tujuan
membebaskan pasien dari rasa nyeri, memberikan perasaan nyaman, dihargai dan
dihormati, damai dan merasa dekat dengan sesorang yang bermakna dalam
kehidupannya (Tomey & Alligood 2010). Menurut Rasjidi (2010), perawatan
paliatif merupakan proses keperawatan yang diberikan pada pasien terminal dan
menghadapi
penyakit
yang
mengancam
nyawa
serta
bertujuan
untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien melalui pencegahan dan mengurangi
penderitaan. Perawatan paliatif tidak hanya berfokus pada pasien namun juga
keluarga yang ikut berperan dalam perawatan pasien. Tindakan pencegahan
diantaranya dengan cara mengidentifikasi dini, pemeriksaan yang baik, terapi
nyeri, dan menyelesaikan masalah psikososial, serta spiritual.
Pendekatan teori peaceful end of life mampu memberikan kontribusi
dalam peningkatan pengetahuan perawat terutama dalam hal pemberian tindakan
keperawatan yang dapat membantu pasien dalam mencapai kedamaian di akhir
hidupnya. Kedamaian di akhir hidup merupakan harapan pasien paliatif/terminal.
Damai diartikan sebagai perasaan tenang, harmonis dan puas, bebas dari
kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran dan takut. Arti damai dalam aspek ini
meliputi fisik, psikologis dan dimensi spiritual (Ruland & Moore, 1998). Menurut
Ruland dan Moore (2001, dalam Tomey & Alligood
2010), tahapan proses
keperawatan lebih ditekankan pada proses pengkajian dan intervensi yang
bertujuan untuk menggali respons klien berdasarkan masalah utama dan
pencapaian kualitas hidup. Tahapan tersebut bersifat dinamis dan berkelanjutan.
Aplikasi teori peaceful end of life pada asuhan keperawatan klien kanker mengacu
pada lima konsep utama yang merupakan indikator pencapaian tujuan dari teori
tersebut, yaitu pengkajian nyeri, rasa nyaman, dihormati dan dihargai, damai,
kedekatan dengan orang yang bermakna. Pasien diberikan perawatan secara
komprehensif dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara
meringankan nyeri dan penderitaannya, memberikan dukungan bio-psiko-sosio
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
150
dan spiritual mulai dari menetapkan diagnosa sampai mengantarkan pasien pada
kematian yang damai serta memberi dukungan terhadap keluarga yang sedang
dalam keadaan berduka (Tomey & Alligood 2010).
Pemberian intervensi keperawatan pada kasus klien kanker, disesuaikan
dengan masalah keperawatan yang dihadapi oleh klien. Teori ini mampu memberi
kontribusi dalam peningkatan pengetahuan terutama tentang intervensi yang
diberikan oleh perawat dalam membantu pasien mencapai akhir kehidupan yang
damai dan tenang. Keterbukaan untuk melihat kenyataan yang sebenarnya utuk
bertindak secara rasional (Ruland & Moore, 1998).
Analisis 30 kasus kelolaan dalam pengkajian faktor risiko pada pasien
kanker, sebagian besar adalah disebabkan gaya hidup yang salah. Faktor-faktor
risiko lain yang menyebabkan insiden kejadian kanker adalah karsinogen (radiasi,
zat kimia, virus dan agen fisik lainnya), hormon dan genetik (Black & Hawks,
2014). Lebih dari 80% pajanan radiasi berasal dari sumber alam. Termasuk radiasi
ion dari sinar kosmik dan radioaktif mineral, seperti gas radon, radium dan
uranium. Sinar matahari dan alat penyamakan (tanning) adalah dua sumber radiasi
ultraviolet (Ullrich, 2005). Sekitar 15% dari pajanan berasal dari alat diagnostik
atau terapi, termasuk radiografi, terapi radiasi, dan radioisotop yang digunakan
dalam pencitraan diagnostik (Yuspa & Shields, 2005). Zat kimia karsinogen yang
paling utama dikenal penyebab kanker adalah tembakau yang didalamnya terdapat
zat nitrosamin. Cole dan Ralu, (2001) menyatakan merokok menyebabkan lebih
banyak kanker terjadi di Amerika Serikat dibanding penyebab lain yang
ditemukan. Selain pajanan zat kimia dari produk tembakau, manusia dapat
terapajan zat kimia dari tempat bekerja. Pajanan di tempat kerja menyebabkan 28% kanker pada manusia (OSHA, 2006). Virus yang diduga dapat memicu
pertumbuhan sel kanker yaitu hepatitis B, C, Human Papilooma Viruses (HPV)
dan Helicobacter pylori. Ketika virus menginfeksi sel, ia menyebabkan kerusakan
genetik pada Deoxyribonucleid acid (DNA) sel, dan menyebabkan pertumbuhan
kanker (Black & Hawks, 2014). Karakteristik yang mempengaruhi kerentanan
terhadap kejadian kanker adalah usia, jenis kelamin, genetik, etnik atau ras. Usia
berkaitan dengan lamanya pajanan terhadap karsinogen. Wanita memiliki risiko
lebih rendah terkena kanker. Status hormonal berhubungan dengan meningkatnya
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
151
risiko neoplasma di jaringan yang bereaksi dengan hormon seperti payudara,
endometrium, prostat, ovarium, tiroid, tulang dan testis. Sebagai tambahan dari
perbedaan biologis dan genetik, faktor budaya dan sosioekonomi seseorang dapat
menempatkan etnik atau ras tertentu dalam risiko kanker tertentu (Black &
Hawks, 2014).
Sesuai dengan target kompetensi, pengelolan kasus asuhan keperawatan
terdiri dari kanker sistem saraf pusat 2 (6,66%) pasien, kanker payudara 7
(23,33%)
pasien,
kanker
gastrointestinal
5
(16,66%)
pasien,
kanker
genitourinarius dan genital 6 (20%) pasien, kanker kepala dan leher 4 (13,33%)
pasien, kanker darah 3 (10%) pasien, kanker paru 1 (3,33%) pasien, kanker
tulang, otot dan jaringan lunak 2 (6,66%) pasien.
Dalam pengelempokkan tersebut pengelolaan kasus pasien dengan kanker
payudara paling banyak diantara yang lainnya. Hal ini didasarkan pada data
pasien baru atau insiden pasien kanker rumah sakit kanker Dharmais tahun 2014.
Kasus kanker payudara di RSK Dharmais menempati urutan tertinggi diantara 10
kasus tersering lainnya yaitu sebanyak 1290 kasus (bidang rekam medik rumah
sakit kanker Dharmais, 2014). Hal tersebut menjadi pertimbangan penulis untuk
memfokuskan
pemberian
asuhan
keperawatan
dengan
pendekatan
teori
Keperawatan Peaceful End of Life Theory pada klien dengan kasus kanker
payudara.
Rumusan diagnosa keperawatan yang muncul pada 30 pasien kasus
resume yaitu diagnosa risiko infeksi 93,33%, ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh 63,33%, nyeri kronis 56,67%, nyeri akut 10%, kerusakan
integritas kulit 33,33%, intoleransi aktivitas 30%, ketidakefektifan pola nafas
20%, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dan mual muntah masingmasing 16,67%, gangguan pertukaran gas dan gangguan ventilasi spontan masingmasing 13,33%, defisit pengetahuan, ansietas, risiko ketidakseimbangan volume
cairan, nyeri akut, risiko perdarahan masing-masing 10%, gangguan pola tidur
dan konstipasi masing-masing 6,67%, bersihan jalan nafas tidak efektif, diare,
risiko jatuh, konstipasi, retensi urin, dan hambatan mobilitas fisik masing-masing
3,33%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa lima diagnosa yang paling
banyak muncul pada pasien kanker yaitu risiko infeksi, ketidakseimbangan nutrisi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
152
kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri kronis, kerusakan integritas kulit dan
intoleransi aktivitas. Lima permasalahan tersebut dapat dihubungkan dengan
aspek nyeri dan kenyamanan dalam teori PEOL. Untuk itu dapat disimpulkan
bahwa sebagian besar pasien yang dikelola mengalami permasalahan kenyamanan
termasuk ketidaknyamanan karena masalah nyeri. Perasaan nyaman diartikan
sebagai perasaan terbebas dari rasa ketidaknyamanan, merasa senang dan puas
terhadap sesuatu serta merasa hidup lebih mudah, damai dan menyenangkan
(Ruland & Moore (1998) di dalam Tomey & Alligood , 2010).
Setelah masalah keperawatan dirumuskan dalam bentuk diagnosa
keperawatan, untuk mencapai hasil maka dirumuskan NOC (Nursing Outcome
Classification). Berdasarkan diagnosa yang paling banyak muncul, yaitu NOC
untuk masalah risiko infeksi yang dirumuskan adalah imune status dan risk
control masing-masing sebanyak 50%, untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, NOC yang dirumuskan nutritional status : food and
fluid intake sebanyak 100%, diagnosa nyeri kronis NOC yang dirumuskan pain
control sebanyak 100%, untuk diagnosa kerusakan integritas kulit NOC yang
dirumuskan surgical recovery : convalescence dan tissue integrity : skin masingmasing 50% dan untuk diagnosa intoleransi aktivitas NOC yang dirumuskan
energy conservation sebanyak 66,67% dan activity tolerance sebanyak 33,33%.
Setelah dirumuskan pencapaian (NOC), kemudian dilakukan penyusunan
intervensi keperawatan yang disebut dengan Nursing Intervention Classification
(NIC). Adapun NIC yang banyak diterapkan pada pasien kanker dengan diagnosa
risiko infeksi yaitu infection control sebanyak 60% dan infection protection
sebanyak 40%, untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh sebanyak 89, 47% dengan intervensi nutrition management dan 10,53%
nutrition therapy, diagnosa nyeri kronis intervensi yang dilakukan pain
management sebanyak 100%, kerusakan integritas kulit wound care sebanyak
60% dan pressure management sebanyak 40%, dan untuk masalah intoleransi
aktivitas intervensi yang diterapkan yaitu dengan energy management sebanyak
66,67% dan activity therapy sebanyak 33,33%.
Tiga masalah yang sering muncul pada 30 kasus kelolan yaitu risiko
infeksi, ketidakseimbangan nutrisi dan nyeri kronis. Masalah risiko infeksi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
153
menjadi masalah tersering diantara 30 kasus kelolaan. Menurut Petersdorf &
Beeson, 1961 dalam Loizidou, Aoun & Klastersky, (2016) infeksi yang dapat
menimbulkan demam yang tidak diketahui ini terjadi pada 36% pasien, masingmasing pada kasus keganasan dan penyakit vaskular adalah sebesar 19%. Oleh
karena klien berisiko mengalami infeksi ketika di rumah sakit, salah satu poin dari
National Patient Safety Goal dari The Joint Commision (TJC) mengharuskan
institusi kesehatan untuk menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Untuk mencapai tujuan ini termasuk di dalamnya mematuhi petunjuk cuci tangan
higienis dari CDC, melaporkan kejadian infeksi yang fatal, memberikan vaksin flu
dan pneumokokus kepada klien yang belum mendapatkan vaksin ini sebelum
mereka dirawat di rumah sakit (Black & Hawks, 2014). NOC untuk masalah
risiko infeksi yang dirumuskan adalah imune status dan risk control. NIC yang
banyak diterapkan pada pasien kanker dengan diagnosa risiko infeksi yaitu
infection control sebanyak 60% dan infection protection sebanyak 40%.
Masalah kedua yang sering muncul adalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Sebagian besar disebabkan karena mual, muntah,
dan anoreksia. Klien dengan berbagai jenis kanker akan memperlihatkan respon
mual, muntah, dan anoreksia. Penyebab yang mendasari ketiga respon tersebut
adalah produk metabolit kanker dan stres psikologis. Baik produk metabolit
kanker maupun stres psikologis dapat menyebabkan anoreksia melalui perubahan
pengecapan dan penciuman. Perubahan ini akan menyebabkan klien tidak nafsu
makan atau merasa kenyang sehingga menolak untuk makan (Sutandyo, 2006).
Selain itu terapi modalitas kanker seperti kemoterapi dan radiasi juga dapat
menimbulkan respon mual muntah, kesulitan mengunyah dan menelan makanan,
bahkan anoreksia. Perawat diharapkan dapat menjadi fasilitator klien dan keluarga
untuk menyusun rencana bersama tentang strategi perubahan terapi nutrisi yang
adekuat. Dengan terapi nutrisi, diharapkan dapat memperbaiki malnutrisi yang
terjadi. Terapi nutrisi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan klien, baik
jumlah, komposisi maupun cara pemberian dan harus dilakukan sejak klien
didiagnosis menderita kanker. Nutrisi merupakan bagian yang penting pada
penatalaksanaan modalitas terapi kanker. Kurang lebih 20-50% pasien kanker
mengalami penurunan status sebelum menjalani modalitas terapi. Gangguan status
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
154
nutrisi dapat mempengaruhi kemajuan penyakit, penurunan kekebalan tubuh,
insiden infeksi yang meningkat, perlambatan perbaikan jaringan, kehilangan
fungsi, dan penurunan kemampuan untuk melanjutkan pengobatan antikanker.
Dampak perubahan status nutrisi dapat berupa terjadinya penurunan berat badan
yang berakibat pada penurunan kondisi tubuh. Status nutrisi pada pasien kanker
diketahui berhubungan dengan prognosis dan kualitas hidup (Campbell, 2009).
Untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, NOC
yang dirumuskan nutritional status : food and fluid intake sebanyak 100%,
dengan intervensi nutrition management sebanyak 89, 47% dan nutrition therapy
sebanyak10,53%.
Masalah ketiga yaitu nyeri kronis. Mekanisme nyeri pada kanker dapat
disebabkan oleh aktivasi nosiseptor perifer sebagai akibat adanya penekanan atau
infiltrasi langsung oleh tumor primer atau metastasis ke jaringan yang sehat.
Mekanisme lain adalah akibat kerusakan langsung pada struktur-struktur saraf
perifer atau saraf pusat, yang disebabkan oleh agen modalitas terapi dan oklusi
pembuluh darah oleh tumor (Kemp, 2010). Intervensi yang diberikan pada klien
kelolaan dalam mengatasi nyeri adalah terapi farmakologi dengan pemberian
analgesik ringan sampai opioid, sebagaimana pedoman WHO analgesic ladder
dan manajemen nyeri nonfarmakologis. Pada beberapa pasien, pemberian
analgetik berespon dengan baik. Begitu pula dengan pemberian manajemen nyeri
nonfarmakologi seperti teknik relaksasi, dan imajinasi terbimbing, intervensi
edukasi. Kedua intervensi baik pemberian analgetik maupun manajemen nyeri
nonfarmakologi merupakan standar emas pada terapi nyeri akibat kanker. Terkait
dengan hal tersebut diatas, maka implikasi keparawatannya adalah manajemen
nyeri yang aman digunakan dan dapat mengatasi nyeri yang akhirnya
meningkatkan kualitas hidup klien kanker (Scottish Intercollegiate Guidelines
Network/SIGN, 2008). Diagnosa nyeri kronis NOC yang dirumuskan yaitu pain
control sebanyak 100%, intervensi yang dilakukan yaitu pain management
sebanyak 100%.
Hasil pelaksanaan intervensi pada seluruh pasien kelolaan bervariasi.
Lama waktu rawat pada kasus kelolaan tergantung pada tingkat kompleksitas
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
155
penyakit kanker yang diderita, termasuk jenis kanker dan penyebarannya, serta
program terapi modalitas
4.3 Analisa Penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Menghirup
Aromaterapi Jahe untuk mengurangi Mual Muntah akibat kemoterapi pada
Pasien Kanker payudara
Penerapan EBN menghirup aromaterapi jahe mengacu pada artikel yang
berjudul “Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on Chemotherapy Induced
Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life in Women With Breast
Cancer” yang ditulis oleh Pei Lin Luaa, Noor Salihahb, Nik Mazlan pada tahun
2015. Alasan pemilihan artikel ini adalah karena merupakan evidence tingkat I
menurut National Institute of Clinical Excellence (NICE), dengan jenis intervensi
yang murah, sederhana, bermanfaat dan memiliki waktu evaluasi yang cukup
singkat. Selain itu, artikel ini juga menjawab pertanyaan klinis yang ditemukan
peneliti selama praktik di ruang rawat inap RS Kanker Dharmais dengan beberapa
pasiennya adalah pasien yang membutuhkan penanganan mual muntah akibat
kemoterapi di antaranya adalah pasien kanker payudara. Dengan menghirup
aromaterapi jahe, intesitas mual dan frekuensi muntah pasien kanker payudara
yang menjalani kemoterapi berkurang secara signifikan sehingga berdampak pada
tujuan akhir dari penerapan EBN ini yakni peningkatan kualitas pelayanan
keperawatan.
Minyak esensial sering digunakan dengan tujuan terapi, campuran
kosmetik, aromatik, pengharum dan kegunaan spiritual (Evans, 2000). Terapi
minyak ini diyakini dapat meringankan stres, meremajakan dan menumbuhkan
semangat individu untuk bekerja di hari berikutnya. Saraf penciuman dari hidung
ke otak adalah lokasi penting untuk aksi minyak ini. Minyak ini telah terbukti baik
sebagai antibakteri, antibiotik, dan antivirus dan beberapa praktisi telah
menyarankan penggunaan minyak esensial dalam berbagai penyakit seperti
alzheimer, jantung, kanker dan nyeri persalinan pada kehamilan (Perry N & Perry
E, 2006; Shiina, Funabash, Lee, Toyoda, Sekine & Honjo, 2008; Jimbo, Kimura,
Taniguchi, Inoue & Urakami, 2009; Smith, Collins & Crowther, 2011; Lai,
Cheung, Lo, Fung & Tong, 2011). Pada saat ini terdapat peningkatan dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
156
pemanfaatan aromaterapi dalam pengobatan kanker dan gangguan tidur
(Marchand, 2014; Lee, Kim, Yeo & Lim , 2015; Hwang & Shin, 2015)
Aromaterapi telah dianjurkan dalam pengobatan kecemasan, hipertensi,
mual dan muntah, dan rasa sakit. Sebuah tinjauan sistematis, 16 percobaan
terkontrol acak (RCT), ditemukan bahwa sebagian besar orang yang
menggunakan aromaterapi dengan gejala kecemasan menunjukkan bahwa
aromaterapi memiliki efek positif dalam mengurangi gejala kecemasan (Lee, Wu,
Tsang, Leung & Cheung, 2011). Studi lain tentang penggunaan aromaterapi pada
pasien kanker, dari 160 pasien kanker yang ikut serta dalam penelitian
melaporkan bahwa aromaterapi berpengaruh dalam penurunan kecemasan di 65%
pasien, sedangkan 47% pasien menyatakan bahwa aromaterapi menurunkan efek
mual muntah (Stringer & Donald, 2011). Penelitian RCT lain melaporkan bahwa
aromaterapi telah terbukti memiliki pengaruh positif terhadap hipertensi dan
secara signifikan mengurangi tekanan darah sistolik dan diastolik (Hur, Lee, Kim
& Ernst, 2012).
Aromaterapi melalui sistem penciuman merupakan salah satu cara yang
diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi aroma yang paling sederhana dan
cepat memberikan reaksi (Halcon & Buckle, 2006). Menurut Kohatsu, (2008),
pemakaian minyak esensial secara inhalasi merupakan metode yang dinilai paling
efektif, dan dalam penggunaannya sangat praktis serta khasiatnya dapat dirasakan
secara langsung dibanding dengan teknik yang lain. Tehnik menghirup
aromaterapi ini lebih mudah untuk masuk ke dalam tubuh tanpa melalui proses
absorbsi membran sel, molekul-molekul uap akan langsung mengenai reseptor
penghidu yang berada pada rongga hidung dan langsung terhubung dengan saraf
olfaktorius. Dengan inhalasi sederhana telah terbukti meningkatkan status
kesehatan terkait emosional berupa ketenangan, relaksasi dan peremajaan tubuh
(Price 1991 & Maxwell-Hudson, 1995).
Cara kerja aromaterapi inhalasi dimulai dari organ hidung sebagai organ
penghidu yang mendeteksi aroma. Proses menghidu dimulai dengan proses
penerimaan molekul bau oleh olfactory epithelium yang merupakan reseptor
terdiri dari puluhan juta saraf pembau. Pada saat minyak aromaterapi dilepaskan
ke udara, minyak akan masuk melalui hidung dan akan mencapai nostril pada
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
157
dasar hidung, sebelum molekul aromaterapi menempel dengan silia sel
olfaktorius, odoran tersebut dapat larut dalam mucus yang melapisi silia tersebut.
Untuk dapat larut dalam mucus maka minyak aromaterapi harus bersifat
hidrofilik. Struktur dari minyak esensial ini memiliki sifat yang hidrofilik
sehingga dapat larut dalam mucus. Di bawah mucus pada epitel olfactory, reseptor
khusus yang disebut sebagai neuron reseptor olfactory mendeteksi adanya bau.
Setiap sel olfactory hanya memiliki satu jenis reseptor bau (odorant reseptor/OD),
dan satu reseptor hanya mampu mendeteksi jumlah terbatas bahan-bahan bau,
seperti sel-sel pembau kita sangat terspesialisasi sejumlah kecil bau. Untuk
selanjutnya molekul bau akan berikatan dengan OD, sehingga dapat menyebabkan
aktivasi dari protein G yang kemudian mengaktivasi enzim adenilsiklase dan
mengaktifkan cAMP. Pengaktifan cAMP membuka kanal Na sehingga terjadi
influks natrium dan menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius. Depolarisasi
ini kemudian menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan di
transmisikan ke hipotalamus (Guyton, 2006).
Sinyal pada sel mitral yang berada di bulbus olfaktorius menjalar menuju
traktus olfaktorius media dan area olfaktorius lateral. Area olfaktorius lateralis
membawa akson-akson ke area olfaktorius pada korteks serebri, yang disebut
sebagai area periamygdaloidea dan area peripirformis dan area ini dikenal sebagai
area olfaktorius primer (pusat penghidu pada korteks serebri) pada lobus
temporalis bagian inferior medialis. Aktivasi daerah ini menyebabkan adanya
kesadaran terhadap bau tertentu yang dihirup. Selain itu area olfaktorius lateralis
ini akan membawa informasi ke sistem limbik dan hipokampus. Sedangkan area
olfaktorius medial terdiri atas sekumpulan nucleus yang terletak pada anterior dari
hipotalamus. Nucleus pada area ini merupakan nucleus septal yang kemudian
berproyeksi ke hipotalamus dan sistem limbik (Guyton, 2006). Sinyal yang
dihasilkan dari inhalasi aromaterapi akan diterima oleh sistem limbik dan
hipotalamus. Sistem ini akan mengirim pesan kepada otak untuk melepaskan
serotonin dan endorpin untuk dihubungkan dengan sistem saraf tubuh lainnya
sehingga menimbulkan perasaan nyaman sesuai yang diharapkan pikiran dan
tubuh manusia (Krishna, Tiwari & Kumar, 2000)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
158
Menghirup aromaterapi jahe dianjurkan sebagai teknik yang efektif dan
mudah yang dapat diterapkan secara mandiri oleh para perawat kepada para
pasien dalam masa pasca kemoterapi guna mengurangi intensitas mual muntah
(Pei Lin Luaa,, Noor Salihah, & Nik Mazlan, 2015). Petugas medis juga telah
menyarankan jahe digunakan untuk mengatasi mual yang berhubungan dengan
morning sickness, pasca operasi dan kemoterapi pada pasien kanker (Julie &
Gary, 2010).
Kandungan didalam jahe terdapat zingiberena (zingirona), zingiberol,
bisabilena, kurkumen, zingirol, flandrena, vitamin A, yang dapat memblok
serotonin yaitu suatu neurotransmitter yang disintesiskan pada neuro-neuro
serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel enterokromafin yang dapat
memberikan perasaan nyaman sehingga dapat mengatasi mual muntah (Ahmad,
2013). Tanaman ini dilaporkan memiliki efek anti inflamasi, antimikroba, anti
kanker, anti diabetes, anti lipidemik dan antiemetik (Bhagavathula, Warner &
DaSilva, 2009). Selama lebih dari 2.500 tahun, rimpang jahe (Zingiber officinale)
telah digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, serta nyeri sendi dan
otot (Alparslan & Ozkarman, 2012). Berdasarkan review artikel dari beberapa
peneliti yang dilakukan oleh Banerjee (2011) manfaat jahe adalah berpengaruh
terhadap sistem kardiovaskular yaitu membantu untuk mengurangi tekanan darah
dan beban kerja jantung, memberikan bantuan terhadap serangan sakit kepala,
mengurangi mual dan muntah, antiinflamasi, menghambat pertumbuhan
bakteri,menekan pertumbuhan sel-sel kanker pada usus besar dan masih banyak
manfaat lain dari jahe. Penelitian systematic riview oleh Miranda dan Olateju
(2015) mekomendasikan penggunaan jahe, yoga, dan teknik distraksi dalam
mengurangi mual muntah akibat kemoterapi.
Pada bulan Juni 2009, ada publisitas besar tentang jahe sebagai
pengobatan anti mual untuk pasien kanker yang menerima kemoterapi. Sebuah
studi multisite, nasional, acak, doubleblind, terkontrol plasebo dari 644 pasien,
dengan peneliti dari University of Cancer Rochester Community Center Clinical
Oncology Program (URCC CCOP), menyimpulkan bahwa suplementasi jahe
signifikan mengurangi mual akut yang dipicu oleh kemoterapi. Hasil awal dari
penelitian ini dipresentasikan pada pertemuan tahun 2009 dari American Society
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
159
of Clinical Oncology (ASCO), dan menunjukkan bahwa semua dosis jahe
signifikan mengurangi mual (P = 0,003). Penurunan terbesar mual terjadi dengan
0,5-g dan 1,0-g dosis jahe. Juga, waktu hari memiliki efek signifikan pada mual
(P <0,001), dengan penurunan mual linear selama 24 jam pada hari 1 kemoterapi
untuk pasien yang menggunakan jahe (Ryan, Heckler & Dakhil, 2009). Jahe
belum terbukti dapat menghambat efektivitas obat kemoterapi (Engdal, Klepp &
Nilsen, 2009).
Beberapa bukti ilmiah lain yang tersedia terkait dengan inhalasi
aromaterapi juga menyarankan bahwa inhalasi uap peppermint atau minyak
esensial jahe tidak hanya mengurangi kejadian dan tingkat keparahan mual dan
muntah tetapi juga digunakan sebagai persyaratan antiemetik yang memuaskan
dan perlu ditingkatkan (Lua & Zakaria, 2012). Di sisi lain, rimpang jahe, Zingiber
secara resmi dalam sejarah telah digunakan di negara-negara Asia, khususnya di
Cina dan India selama ratusan tahun sebagai bahan penyembuhan untuk kondisi
seperti sakit kepala, mual, rematik dan pilek. Dalam penelitian ini juga dilaporkan
efektivitas jahe terhadap berbagai kondisi nausea termasuk mual muntah akibat
kehamilan dan pasca-operasi (White, 2007). Penelitian oleh Montazeri et al.,
(2013) juga melaporkan efektifitas penggunaan jahe sebagai obat herbal dalam
penanganan mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker. Selain itu hasil
penelitian oleh Muthia, Wahyu dan Dachriyanus (2013) melaporkan penurunan
mual muntah akibat kemoterapi yang signifikan dengan penggunaan jahe,
sehingga peneliti dalam penelitian ini menyarankan menggunakan jahe sebagai
terapi komplementer dalam pengelolaan mual muntah akibat kemoterapi.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penerapan EBN yang diterapkan pada
pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di rumah sakit kanker
Dharmais. Hasil penerapan EBN menunjukkan bahwa intervensi menghirup
aromaterapi jahe dapat menurunkan tingkat mual. Namun penggunaan
aromaterapi jahe esensial lebih signifikan menurunkan skala mual dan lebih
sedikit terjadi muntah dibandingkan penggunaan plasebo. Hal tersebut dapat
dilihat dari perbedaan rerata skala mual dan frekuensi muntah antara pemberian
aromaterapi esensial jahe dan plasebo (minyak wangi jahe).
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
160
Dengan penerapan EBN dan didukung dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan maka perawat spesialis dapat melakukan penerapan menghirup
aromaterapi jahe sehingga dapat mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi
pada pasien kanker payudara sehingga penyembuhan pasien tepat pada waktunya,
lama hari rawat dan biaya perawatan berkurang sehingga kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan meningkat. Selain itu hasil penerapan EBN ini
dapat dijadikan salah satu intervensi keperawatan yang murah, sederhana dan
nyaman bagi pasien untuk mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi pada
pasien kanker payudara dan dapat memperkaya intervensi keperawatan bedah
onkologi khususnya untuk mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi pada
pasien kanker payudara. Penerapan EBN ini dapat diintegrasikan dengan
penerapan teori Peaceful End of Life pada klien kanker ke dalam
praktik
keperawatan berbasis bukti ilmiah. Evidence based nursing practice merupakan
suatu cara untuk membuktikan bahwa perawat adalah seorang yang mempunyai
ketrampilan profesional dan pengetahuan serta memilki dedikasi dan loyalitas
yang tinggi.
4.4 Analisa Penerapan Proyek Inovasi Modified Early Warning Score
(MEWS) di IGD
Berdasarkan penerapan format pengkajian dalam proyek inovasi yang
dilaksanakan di RS Kanker Dharmais Jakarta didapatkan data Pelaksanaan
monitoring kondisi pasien menggunakan MEWS secara umum dapat diterima
dengan baik oleh perawat-perawat IGD. Perawat terlihat cukup antusias dengan
penggunaan MEWS karena diperoleh standar dalam melakukan monitoring pasien
secara lebih sistematis. Dalam penerapan MEWS ini perlu dukungan sarana dan
prasarana penunjang untuk pelaksanaan MEWS. Perlu pengembangan atau
penelitian lebih lanjut sehingga diperoleh MEWS yang benar-benar sesuai dengan
kondisi pasien kanker di RSKD.
Proses keperawatan memerlukan pemikiran kritis dari seorang perawat
spesialis untuk mengkaji, mendiagnosis, dan mengobati respon manusia terhadap
kesehatan dan penyakit. Pengkajian keperawatan merupakan bagian integral dari
proses keperawatan. Data dasar klien yang diperoleh melalui pengkajian
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
161
keperawatan sangat diperlukan guna mengidentifikasi respon klien terhadap
masalah kesehatan. Dengan demikian, cara perawat melakukan pengkajian dan
mengorganisasikan data adalah hal yang sangat penting, sehingga kebutuhan klien
yang mengalami sesuatu dapat teridentifikasi secara tepat dan cermat (King &
Shell, 2002). Format pengkajian keperawatan merupakan suatu tanggung jawab
dari professional keperawatan, sehingga perawat memiliki tanggung gugat
terhadap klien dan institusi tempat kerja. Dokumentasi berfungsi sebagai alat
komunikasi, edukasi, penelitian dan sebagai standart praktik dalam pelayanan
kesehatan (Dlaune & Ladner, 2002).
Pengkajian keperawatan yang berfokus pada masalah klien dengan kanker
sangat diperlukan dalam menilai status kesehatan klien dengan kanker secara
sistematis. Menetapkan masalah terhadap pemenuhan kebutuhan klien, hanya
dapat diperoleh melalui analisa dari suatu pengkajian. Pengkajian keperawatan
memegang peran penting sebagai parameter yang mendasari seluruh tindakan
yang akan dilakukan. Kondisi dan respon klien mempengaruhi luasnya
pemeriksaan. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang
akan diterima klien dan evaluasi respon terhadap terapi tersebut. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari seluruh perawat yang menginginkan bahwa format
pengkajian keperawatan yang telah diuji cobakan tersebut, dapat segera
diterapkan. Dengan menggunakan format tersebut, maka dapat meningkatkan
akuntabilitas dan tanggung jawab perawat kepada pasien dan profesi keperawatan.
Selain itu, penerapan pengkajian tersebut juga berdampak pada pengurangan
durasi pengkajian yang tadinya lama menjadi singkat.
Kelompok melakukan ujicoba penerapan MEWS di unit gawat darurat
Rumah Sakit Kanker Dharmais. Hal ini dikarenakan pelayanan gawat darurat
merupakan unit pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada
pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan, sehingga memerlukan pelayanan
yang segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan
kecacatan dengan indikator mutu pelayanan adalah respon time (waktu tanggap)
(Kemenkes RI, 2005; Kemenkes RI, 2009). Penerapan MEWS di unit gawat
darurat diharapkan dapat memberikan arahan pada perawat dalam melakukan
monitoring kondisi pasien dan membantu menentukan kebutuhan tranfer pasien
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
162
ke ruang perawatan lainnya. Lam et al. (2006) menyebutkan MEWS cocok untuk
diterapkan pada unit emergensi dan dapat membantu mengidentifikasi pasien
dengan risiko perburukan kondisi yang membutuhkan peningkatan level
perawatan seperti rawat inap atau masuk ICU.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari analisis yang dilakukan dan
saran yang terkait dengan uraian pada bab-bab sebelumnya.
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Pengelolaan terhadap kasus utama klien dengan kanker mammae
dilakukan dengan pendekatan teori “Peaceful End of Life” (PEOL). Teori
ini tepat digunakan sebagai acuan dalam perawatan pasien kanker paliatif
karena lebih spesifik menilai kondisi klien dan kondisi keluarga dan peran
perawat pada perawatan paliatif. Pada dasarnya tujuan peaceful end of life
bukanlah
mengoptimalkan
perawatan
yang
paling
baik
dengan
menggunakan teknologi tercanggih, tetapi lebih berfokus kepada
perawatan yang mengutamakan kenyamanan pasien serta keterlibatan
keluarga yang optimal. Sehingga pasien diakhir kehidupannya dapat
meningkatkan kualitas hidup dan menghadapi kematian dengan tenang dan
damai.
5.1.2 Mual muntah merupakan salah satu efek dari pemberian kemoterapi. Hal
tersebut dapat menyebabkan permasalahan kualitas hidup pada pasien
yang menjalani kemoterapi dan masalah kepatuhan dalam mengikuti
prosedur pengobatan. Berlandaskan beberapa studi/penelitian dalam
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
163
jurnal, menghirup aromaterapi jahe telah terbukti efektif dalam
mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara.
Menghirup aromaterapi jahe memiliki manfaat yang besar, diantaranya
adalah efisien biaya, dapat dikombinasikan dengan terapi farmakologis
dan terapi modalitas yang lain, serta tidak memiliki efek samping yang
membahayakan klien. Pemberian aromaterapi jahe berbasis bukti ilmiah
ini dapat dilakukan oleh seorang perawat onkologi untuk mengurangi mual
dan muntah akibat kemoterapi khususnya pada pasien kanker payudara
5.1.3 Modified Early Warning Score (MEWS) adalah sebuah sistem skoring
fisiologis (tanda-tanda vital) yang sudah dimodifikasi umumnya
digunakan untuk mendeteksi penurunan kondisi pasien sebelum pasien
mengalami kondisi kegawatan. Sistem ini meliputi pemantauan tandatanda fisiologis yaitu frekuensi pernapapasan, frekuensi nadi, tekanan
161
darah sistolik, suhu, saturasi oksigen, tingkat kesadaran, dan produksi urin.
Skoring MEWS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil
skoring dari pengkajian pasien. MEWS membantu perawat dalam
mengkomunikasikan penurunan/perburukan kondisi pasien sehingga
meningkatkan kemampuan clinical judgement dan meningkatkan output
(kepuasan) klien/keluarga.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Perlunya sosialisasi dan dukungan dari semua pihak khususnya bidang
keperawatan terhadap penerapan peaceful end of life theory sebagai pendekatan
dalam pemberian asuhan keperawatan klien dengan kanker, sehingga dapat
memberikan arah dalam praktik keperawatan profesional yang berdampak pada
peningkatan berbagai outcome kesehatan.
Perawat dapat menerapkan terapi komplementer yaitu pemberian
aromaterapi jahe untuk mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi yang
dapat dikombinasikan
dengan terapi pengobatan standart secara kontinyu
berdasarkan kebutuhan ruangan sebagai bentuk profesionalitas perawat terhadap
asuhan keperawatan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
164
MEWS pada pasien kanker berbeda dengan pasien yang non kanker,
sehingga harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan parameter
MEWS yang tepat untuk kasus kanker dan sesuai dengan kondisi pasien kanker di
RSKD. Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap kategori-kategori yang di-skor
pada MEWS termasuk dengan rentang nilainya sehingga cocok untuk pasien
kanker di Indonesia selain itu penambahan critical value pada kategori-kategori
tertentu misalnya pada kategori nyeri dan perdarahan. Begitu juga dengan
algoritme penatalaksanaan dan frekuensi monitoring sehingga sesuai dengan
kemampuan tata laksana perawat di lapangan. Peninjauan ulang ini membutuhkan
penelitian berkelanjutan untuk memperoleh data yang akurat sesuai dengan
kondisi pasien kanker di RSKD, sehingga outcome akhirnya diharapkan terbentuk
suatu sistem early warning khusus untuk pasien kanker. Dukungan penambahan
tenaga atau sarana dan prasarana yang menunjang seperti bedsite monitor atau alat
penimbang juga diperlukan sehingga dalam pelaksanaan monitoring kondisi
pasien mengunakan MEWS tidak menambah beban kerja bagi perawat.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Perlunya kajian dan penelitian lebih lanjut tentang penerapan peacefull
end of life theory sebagai pendekatan dalam memberikan asuhan keperawatan
yang bermutu pada pasien dengan kanker khusunya pada kondisi paliatif,
sehingga memberikan panduan dalam proses keilmuan keperawatan medikal
bedah melalui pengembangan praktik keperawatan berbasis teori keperawatan.
MEWS dalam setting onkologi dapat diperkenalkan pada peserta didik
untuk dilakukan pengembangan berkelanjutan.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
165
REFERENSI
Acute Pain Management Guidline Panel. (1992). Acute Pain Management in
Adults : Operative Procedures. Quick reference guide for clinicians
(AHCPR Pub. No. 92-0019) Rockville, Md : Agency for Health Care Policy
and Research, U.S. Public Helath Service, U.S. Deparment of Health and
Human Services.
Ahmad. (2013). Aneka Manfaat Ampuh Rimpang Jahe untuk Pengobatan.
Yogyakarta: Dandra Pustaka Indonesia
Ahrens, T. (2008). The most important vital signs are not being
measured. Australian Critical Care, 21, 3–5.
Akcley, B.J., & Ladwig, G.B. (2011). Nursing diagnosis handbook: an evidence
based guide to planning care, 9th ed. Missouri: Mosby, Inc.
Alan N. Schechter. (2008). Hemoglobin research and the origins of molecular
medicine.
November
15,
2008;
Blood:
112
(10)
http://www.bloodjournal.org/content/112/10/3927?sso-checked=true
Albernethy, A., Currow, D., Frith, P. (2003). Randomised Double Blind, Plasebo
Controlled crossover trial of sustained release morphine for management of
refractory dispnoea. British medical Journal, 327 (7414), 523.
http://proquestlib.ui.ac.id/pqdweb?did=421119071dansid=2danFmt=4danclientid=21158d
anRTQ=309danVname=PQD.#
Alexander Molassiotis, RN, PhD, Paul H. Lee, PhD, Thomas A. Burke, PhD,
Mario Dicato, MD, FRCP, Pere Gascon, MD, PhD, Fausto Roila, MD, and
Matti Aapro, MD. (2016). Anticipatory Nausea, Risk Factors, and Its
Impact on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: Results From the
Pan European Emesis Registry Study. American Academy of Hospice and
Palliative Medicine. Published by Elsevier Inc. All rights reserved.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2015.12.317; June 2016, Volume
51, Issue 6, Pages 987–993
Ali BH, Blunden G, Tanira MO, et al. (2008). Some phytochemical,
pharmacological and toxicological properties of ginger (Zingiber offi cinale
Roscoe): A review of recent research. Food Chem Toxicol 46(2):409–420.
Ali, Babar, Naser Ali Al-Wabel, Saiba Shams, Aftab Ahamad, Shah Alam Khan,
Firoz Anwar. (2015). Essential oils used in aromatherapy: A systemic
review. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. journal homepage:
www.elsevier.com/locate/apjtb.
http://dx.doi.org/10.1016/j.apjtb.2015.05.007
Alparslan and Ozkarman. (2012). Effect of Ginger on Chemotherapy-Induced
Nausea and Vomiting in Cancer Patients. Journal of the Australian Traditional Medicine Society 18 (1), 15-18.
American Medical Association. (2010). Module pain management
pathophysiology
of
pain
and
pain
assessment.
Available
from: www.ama.com
American Pain Foundation. (2007). Pain. www.painfoundation.org
Antonio Llombart-Cussac, Manuel Ramos, Elsa Dalmau , Jose´ A. Garcı´a-Saenz,
Xavier Gonza´lez-Farre´, Laura Murillo, Lourdes Calvo, Serafı´n Morales,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
166
Vicente Caranana, Ana Gonzalez, Luis A. Fernandez-Morales, Fernando
Moreno, Ma Isabel Casas, Ma del Mar Angulo, Ma Carmen Camara, Ana I.
Garcia-Mace, Eva Carrasco, Carlos Jara-Sa´nchez. (2016). Incidence of
chemotherapy-induced nausea and vomiting associated with docetaxel and
cyclophosphamide in early breast cancer patients and aprepitant efficacy as
salvage therapy. Results from the Spanish Breast Cancer Group/2009-02
study.
European
Journal
of
Cancer
58
(2016)
122-129.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejca.2016.01.015 0959-8049/ª 2016 Published by
Elsevier Ltd. Available online at www.sciencedirect.com. journal
homepage: www.ejcancer.com
Arthur F. Gelba,, Jill Karpelb , Robert A. Wisec , Cara Cassinod , Philip Johnsond
, Craig S. Conoscentid. (2008). Bronchodilator efficacy of the fixed
combination of ipratropium and albuterol compared to albuterol alone in
moderate-to-severe persistent asthma. doi:10.1016/j.pupt.2008.02.005.
www.elsevier.com/locate/ypupt Pulmonary Pharmacology & Therapeutics
21 (2008) 630–636.
Avard, B., McKay, H., Slater, N., Lamberth, P., Daveson, K., & Mitchell, I.
(2011). Training manual for the national early warning score and
associated education programme. Australia: Compas.
Ayres, G.C. (2009). Nurses’ role in cancer control. Journal Compilation Nursing
Forum, 44(1), January-March, pp. 64-67.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
(2013).
Riset
Kesehatan
Dasar
(Riskesdas)
2013.
Jakarta.
www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil%20Riskesdas%2020
Ballatori E, Roila F, Ruggeri B, et al. (2007). The impact of chemotherapyinduced
nausea and vomiting on health-related quality of life. Support Care Cancer.
2007;15(2):179-185.
Ballatori E, Roila F, Ruggeri B, et al. (2007). The impact of chemotherapyinduced
nausea and vomiting on health-related quality of life. Support Care Cancer.
2007;15(2):179-185.
Banerjee, S., Mullick, H.I.,Banerjee, J. (2011). Zingiber Officinale: A Natural
Gold. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vinayaka
Missions Sikkim University NH 31-A, Tadong-737102, East Sikkim, India
Baratawidjaya, K.G. (2006). Imunologi dasar, Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Barlow G.D., Nathwani D. & Davey P.G. (2006). Standardisedearly warning
scoring system. Clinical Medicine 6 (4), 422–423.
Basch, E., Foppa, I., Liebowitz., Nelson, J., Smith, M., Sollars, D., Ulbricht, C.
(2004). Monograph From Natural Standard. Lavender (Lavandula
angustifolia Miller). Journal of Herbal Pharmacotherapy
Bashir, Usman and Colvin, Lesley A. (2013). The place of pharmacological
treatment in chronic pain. Anaesthesia and Intensive Care Medicine.
Volume 14, Issue 12, December 2013, Pages 528–532. http://remotelib.ui.ac.id:2057/science/article/pii/S1472029913002555
Battaglia S. (2004). The complete guide to aromatherapy. Brisbane: Perfect
Potion.
Beck, S., Dudley, W.N., & Barsevick, A.M. (2005). Using a mediation model to
test a symptom cluster: Pain, sleep disturbance, and fatigue in cancer
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
167
patients [Online Exclusive]. Oncology Nursing Forum, 32, E48–E55. doi:
10.1188/05.ONF.E48-E55
Bell D., Paterson R. & Macleod D. (2006). Letters to the editor –in response to
Barlow et al. Clinical medicine. Journal of the Royal College of Physicians
6 (4), 423–424.
Bennett R, Maskell N. (2005). Management of malignant pleural effusions. Curr
Opin Pulm Med 11:296–300
Bhagavathula N, Warner RL, DaSilva M, et al. (2009). A combination of
curcumin and ginger extract improves abrasion wound healing in
corticosteroid-impaired hairless rat skin. Wound Repair Regen 17(3):360–
366.
Bjorneklett, H.G., Lindemalm, C., Rosenblad, A., Ojutkangas, M.L., Letocha, H.,
€ Strang, P., et al. (2012). A randomised controlled trial of support group
intervention after breast cancer treatment: results on anxiety and
depression. Acta Oncologica 51, 198-207
Black , Joiyce M. & Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.
Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Buku 3. Jakarta :
Salemba Medika
Black, J.M., Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical nursing clinical management
for positive outcomes, (8th ed). St. Louis. Missouri: Saunders Elsevier.
Blackhers, E., dan Christopher, M. (2002). On the road to Reform Advocacy and
activism in end on life care. Journal of Palliative Medicine, 5(1), 13-22.
Boehm K, Büssing A, Ostermann T. (2012). Aromatherapy as an adjuvant
treatment in cancer care: a descriptive systematic review. Eur J Integr Med.
2012; 4- 1:129
Booth C.M., M. Clemons, G. Dranitsaris, A. Joy, S. Young, W. Callaghan, et al.
(2007). Chemotherapy-induced nausea and vomiting in breast cancer
patients: a prospective observational study, J Support Oncol. 5. 374–380.
Borjeson S, Hursti TJ, Peterson C, Fredikson M, Fürst CJ, Avall-Lundqvist E, et
al. (1997). Similarities and differences in assessingnausea on a verbal
category scale and a visual analog scale.Cancer Nurs 1997;20:260—6.
Bradman, K., & Maconochie, I. (2011). Can paediatric early warning score be
used as a triage tool in paediatric accident and emergency?. Pediatrics,
18(3), e182.
Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM, Rosseland A, Romundstand L, Hals EK,
et al. 2008. Assesment of pain. British Journal of Anesthesia.;101(1):17-24.
Brune, K. And Zeilhoffer, H.U. (1999). Antypiretic (non-narcotic) analgesics. In
P.D. Wall and R melzack (Eds). Textbook of pain. Edisi ke 4. Hlm 11391153. Edinburgh: Churchill Livingstone.
Buckle J. (2014). Clinical Aromatherapy in Healthcare. London, England:
Elsevier
Buckman, Whittaker. (2010). Apa yang Seharusnya Anda Ketahui tentang Kanker
Payudara. Bandung : Intan Sejati
Bulfone, T., Quattrin, R., Zanotti, R., Regattin, L., Brusaferro, S. (2009).
Effectiveness of music therapy for anxiety reduction in women with breast
cancer in chemotherapy treatment. Holistic Nursing Practice 23, 238-242.
Burstein HJ, Polyak K, Wong JS. (2004). Ductal Carcinoma In Situ of the
Breasts. N Engl J Med,; 350:1430
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
168
Campbell, L.M. (2009). Nurse to nurse: Palliative care. New York: McGrawHill.
Canadian Association of Nurses in Oncology/Association Canadienne des
Infirmieres en Oncologie (CANO\ACIO). (2012). CANO/ACIO Standards
and competencies for cancer chemotherapy nursing practice
Canadian Association of Psychosocial Oncology (2012). A Pan-Canadian Practice
Guideline: Prevention, Screening, Assessment and Treatment of Sleep
Disturbances in Adults with Cancer
Canadian partnership against cancer. (2011). A Pan-Canadian Practice Guideline:
Screening, Assessment and Care of Cancer-Related Fatigue in Adults with
Cancer
Canadian partnership against cancer. (2011). Manage cancer related fatigue: For
People Affected by Cancer
Cancer care Ontario. (2012).Symptom Management Pocket Guides: Delirium,
Dyspnea, Nausea & Vomiting
Carelle, N.H., Piotto, E.Y., Bellanger, A., Germanaud, J.R., Thuillier, A., Khayat,
D.S. (2002).Changing patient perceptions of the side effects of cancer
chemotherapy.Research in Nursing and Health, 13, 18-25.
Carvajal, A., Centeno, C., Watson, R., Bruera, E. (2011). A comprehensive study
of psychometric properties of the Edmonton Symptom Assessment System
(ESAS) in Spanish advanced cancer patients. European Journal Of Cancer
47 (2011) 1863–1872. doi:10.1016/j.ejca.2011.03.027
Casey, Georgina. (2012). Treating nausea and vomiting. New Zealand Nurses'
Organization. 18 (11), 20-40
Castelli, L., Binaschi, L., Caldera, P., Mussa, A., Torta, R. (2011). Fast screening
of depression in cancer patients: the effectiveness of the HADS. European
Journal of Cancer Care 20, 528-533.
Cebeci, F., Yangın, H.B., & Tekeli, A. (2012). Life experiences of women with
breast cancer in south western Turkey: A qualitative study. European
Centers for Disease Control and Prevention. (2005). National Nosocomial
Infections Surveillance System (NNIS). Diakses 11/6/2016 dari
www.cdc.gov/ncidod/dhqp/nnis.html.
Chang SY. (2008). Effects of aroma hand massage on pain, state anxiety and
depression in hospice patients with terminal cancer. Taehan Kanho Hakhoe
Chi ; 38: 493-502. Korean.
Chang, V.T., Hwang, S.S., Feuerman, M., & Kasimis, B.S. (2000). Symptom and
quality-of-life survey of medical oncology patients at a veteran affairs
medical centre: A role for symptom assessment. Cancer, 88, 1175–1183.
doi: 10.1002/(SICI)1097-0142(20000301)88:5<1175::AID-CNCR30>3.0.
CO;2-N
Chen, C.I., Miser, J. Kuan, C-F, Fanf Y-A, Lam, C. &Li, y-C. (2013). Critical
Laboratory Result Reporting System in Cancer Patients. Computer Methods
and
Programs
in
Biomedicine,
III,
249-254.
http://dx.doi.org/10.1016/j.cmpb.2013.03.008
Chen, M.L., & Lin, C.C. (2007). Cancer symptom clusters: A validation study.
Journal of Pain and Symptom Management, 34, 590–599. doi:
10.1016/j.jpainsymman..01.008
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
169
Cheng D, Rodriguez RM, Perkett EA, Rogers J, Bienvenu G, Lappalainen U,
Light RW. (1999). Vascular endothelial growth factor in pleural fluid.
Chest 116:760–765
Chlan, L. (2009). A review of the evidence for music intervention to manage
anxiety in critically ill patients receiving mechanical ventilatory support.
Archives of Psychiatric Nursing 23, 177-179
Cho, E.A., Oh, H.E. (2011). Effects of laughter therapy on depression, quality of
life, resilience and immune responses in breast cancer survivors. Journal of
Korean Academy of Nursing 41, 285-293
Cho, M.S., Cho, Y.A., Kwon, I.G., Seo, M.J., & Baek, H.J. (2011). Importance,
satisfaction and contribution of advanced practice nurses' role recognized
by health care professionals. J Korean Acad Nurs Adm. 2011
Jun;17(2):168-179. doi.org/10.11111/jkana.2011.17.2.168
Chung WY, Jung YJ, Surh YJ, et al. (2001). Antioxidative and antitumor
promoting effects of [6]-paradol and its homologs. Mutat Res 496(12):199–206.
Cioffi, J. (2000). Nurses’ experiences of making decisions to call emergency
assistance to their patients. Journal of Advanced Nursing 32: 108–114.
Cole, P. & Ralu, B. (2001). Analytic Epidemiology : Cancer Causes, dalam V. T
Devita, S. Hellman and S.A. Rosenberg (Ed). Cancer Principles and Practice
of Oncology. Edisi ke-6. Hlm. 241-252. Philadelphia : Lippincott Williams
and Wilkins.
Cooksley CD, Avritscher EB, Rolston KV, Elting LS. (2009). Hospitalizations for
infection in cancer patients: impact of an aging population. Support Care
Cancer;17:547-54.
Cooksley, T., Kitlowski, E., & Haji-Michael, P. (2012). Effectiveness of modified
early warning score in predicting outcomes in oncology patients. Q J Med,
105, 1083–1088. doi:10.1093/qjmed/hcs138
Cooper,D.S., Doherty, G.M., Haugen, B.R., Kloos, R.T., Lee, S.L., … & Tuttle,
R.M. (2006). Management guidelines for patients with thyroid nodules and
differentiated thyroid cancer. American Thyroid Association, Thyroid,
volume 16, number 2
Coyne, E., & Borbasi, S. (2009). Living the experience of breast cancer
treatment: The younger women‘s perspective. Australian Journal Of
Advanced Nursing, 26(4): 6-13
Cuthbertson B.H., Boroujerdi M., McKie L., Aucott L.& Prescott G. (2007). Can
physiological variables and early warning scoring systems allow early
recognition of the deteriorating surgical patient? Critical Care Medicine 35
(2), 402–409.
Danielle Zweer, Everlien de Graaf, Saskia C.C.M. Teunissen. (2016). Nonpharmacological nurse-led interventions to manage anxiety in patients with
advanced
cancer:
A
systematic
literature
review.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2015.10.022 0020-7489/ 2015 Elsevier
Ltd. All rights reserved.
Dantzer, F., et al., (1999). Involvement of poly(ADP-ribose) polymerase in base
excision repair. Biochim. 81, 69–75.
Davey, Patrick. (2006). Kanker Payudara. Dalam: Davey, Patrick, ed. At a
Glance Medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga, 341.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
170
Davidson W, Teleni L, Muller J, et al. (2012). Malnutrition and chemotherapyinduced nausea and vomiting: Implications for practice. Oncol Nurs Forum.
2012;39(4):E340-E345
Davidson, A.J., & Chasen, R.M. (2008). Managing cancer cachexia : a guide to
current therapy. Oncology Exchange. 7 (3), 8-11
de Wit, R., van Dam, F., Zandbelt, L., van Buuren, A., van der Hejden, K., et al.
(1997). A pain education program for chronic cancer pain patients: Followup results from a randomized controlled trial. Pain, 73, 55–69.
Denis E. O’Donnell, MD, FRCPC, Katherine A. Webb, MSc, Daniel Langer,
PhD, Amany F. Elbehairy, MD, PhD, J. Alberto Neder, MD, and Deborah J.
Dudgeon, MD. (2016). Respiratory Factors Contributing to Exercise
Intolerance in Breast Cancer Survivors: A Case-Control Study. Journal of
Pain and Symptom Management. American Academy of Hospice and
Palliative Medicine. Published by Elsevier Inc. All rights reserved. 08853924/$
see
front
matter
http://dx.doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2016.01.004
Depkes.
(2013).
Situasi
Penyakit
Kanker.
(Online).
Diakses
dalamhttp://www.depkes.go.id
Desen Wan, (2011). Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.
Devies, L., Welch, H.G. (2006). Increasing incidence of thyroid cancer in the
United States, 1972-2002. Journal American Medical Association, May 10,
2006 – vol 295, No. 18
Dibble, S.L., Israel, J., Nussey, B., Casey, K., & Luce., J. (2003). Delayed
Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting in Woman Treated for
BreasT Cancer. Oncology Nursing Forum. 30(2), 40-47
Dipiro, Joseph T., Robert L., Gary C. Yee., Gary R. Matzke., Barbara G Wells., &
L.Michael Posey (2005). Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach.
New York: MeGraw-Hill Companies, Inc, 1333-1352
Djoerban & Shatri, (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam: Masalah psikosomatik
klien kanker. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
Dodd MJ, Miaskowski C, Paul S. (2001). Symptom clusters and their effect on the
functional status of patients with cancer. Oncol Nurs Forum;28: 465-470.
Donovan, H.D., & Ward, S. (2001). A representational approach to patient
education. Journal of Nursing Scholarship; Third Quarter 2001; 33, 3;
ProQuest pg. 211
Dudgeon DJ, Lertzman M, Askew GR. (2001). Physiological changes and
clinical correlations of dyspnea in cancer patients. J Pain Symptom
Manage;21:373-379.
Duncan, K., & McMullan, C. (2012). Early warning system. Philadelphia:
Lippincott.
Eliases AH, Colditz GA, Rosner B, et al. (2006). Adult weight change and risk of
postmenopausal breast cancer. JAMA. 2006;296:193–201.
Ellis IO, et all. (2003). Invasive breast carcinoma. In: Tavasolli FA, Devilee P.
Pathology and Genetic of Tumours of the Breast and Female Genital
Organs, WHO Classification of Tumours, IARC Press;: 18-19, 23-43.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
171
Engdal S, Klepp O, Nilsen OG. (2009). Identification and exploration of herbdrug combinations used by cancer patients. Integr Cancer Ther 8(1):29–36.
Ergun, M., Eyigor, S., Karaca, B., Kisim, A., Uslu, R. (2013). Effects of exercise
on angiogenesis and apoptosis-related molecules, quality of life, fatigue and
depression in breast cancer patients. European Journal of Cancer Care 22,
626-637
Evans WC. (2000). Trease and Evans pharmacognosy. 4th ed. London: WB
Saunders Co.
Eyigor, S., Karapolat, H., Yesil, H., Uslu, R., Durmaz, B. (2010). Effects of pilates
exercises on functional capacity, flexibility, fatigue, depression and quality
of life in female breast cancer patients: a randomized controlled study.
European Journal of Physical and Rehabilitation Medicine 46, 481-487
Feeney , C., Bryzman , S., Kong, L., Brazil, H., Deutsch, R., & Fritz LC. (1995).
T-lymphocyte subsets in acute illness. Crit Care Med. 1995 Oct;23(10):
1680-5. PMID:7587233 [PubMed - indexed for MEDLINE]
Fentiman IS. (2001). Fixed and modifi able risk factors for breast cancer. Int J
Clin Pract. 2001;55:527–530.
Ferna´ndez-Ortega P, Caloto MT, Chirveches E, et al. (2012). Chemotherapyinduced nausea and vomiting in clinical practice: impact on patients’
quality of life. Support Care Cancer 2012;20:3141e8.
Ferrel, B.R. (1995). The impact of pain on quality of life. Nursing Clinics of
North America, 30 (4), 609-624
Feyer, P. & Jordan, K. (2011). Update and New Trends in Antiemetic Therapy:
The Continuing Need for Novel Therapies. Ann Oncol. 2011 Jan;22(1):30-8.
doi: 10.1093/annonc/mdq600. Department of Radiooncology, Nuclear
Medicine, Vivantes Clinics Berlin-Neukölln, Berlin.
Feyer, P., Kleeberg, U.R., Steingräber, M., Günther, W., & Behrens, M. (2008).
Frequency of side effects in outpatient cancer care and their influence on
patient satisfaction—A prospective survey using the PASQOC®
Questionnaire. Supportive Care in Cancer, 16, 567–575. doi:
10.1007/s00520-008-0422-4
Fitzgerald JM, Grunfeld A, Pare PD, et al. The clinical efficacy of combination
nebulized anticholinergic and adrenergic bronchodilators vs. nebulized
adrenergic bronchodilator alone in acute asthma. Chest 1997;111:311–5.
Fitzpatrick & McCarthy, (2014).
Fitzpatrick & McCarthy, (2014).
Fletcher S.J. & Cuthbertson B.H. (2010). Outreach, epistemology and the
evolution of critical care. Anaesthesia 65 (2), 115– 118.
Franklin C, Mathew J (1994) Developing strategies to prevent inhospital cardiac
arrest: analyzing responses of physicians and nurses in the hours before the
event. Critical Care Medicine 22: 244–247.
Friedberg, E.C. (2006). DNA Repair and Mutagenesis, 2nd ed. ASM Press,
Washington, D.C.
Gardner, D.G., & Shoback, D. (2007). Greenspan’s basic & clinical
endocrinology, eighth editions. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc.
Garrett JE, Town GI, Rodwell P, et al. (1997). Nebulized salbutamol with and
without ipratropium bromide in the treatment of acute asthma. J Allergy
Clin Immunol;100:165–70.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
172
Garrett JE, Town GI, Rodwell P, et al. Nebulized salbutamol with and without
ipratropium bromide in the treatment of acute asthma. J Allergy Clin
Immunol 1997;100:165–70.
Garrett, K., Tsuruta, K., Walker, S., Jacson, S., & Sweat, M. (2003). Managing
Nausea and Vomiting. Critical Care Nurse, 23 (1), 31-50
Genc, F., Tan, M. (2014). The effect of acupressure application on
chemotherapyinduced nausea, vomiting, and anxiety in patients with breast
cancer.
Palliative
&
Supportive
Care.
http://dx.doi.org/10.1017/S1478951514000248.
Gescedi, R., & Decker, G. (2001). Incorporating alternative therapies into pain
management: more pastient are considering complementary approaches.
American Journal of Nursing. 101, Suppl 4, 35-39
Girmenia C, Menichetti F. (2011). Current epidemiology and prevention of
infectious complications in cancer patients. Eur Oncol Haematol;7:270-7.
Giuseppe Lombardi, Maria Ornella Nicoletto, Milena Gusella, Pasquale Fiduccia,
Maurizia Dalla Palma, Andrea Zuin, Davide Fiore, Martin Donach,
Vittorina Zagonel. (2012). Intrapleural paclitaxel for malignant pleural
effusion from ovarian and breast cancer: a phase II study with
pharmacokinetic analysis. Cancer Chemother Pharmacol (2012) 69:781–
787 DOI 10.1007/s00280-011-1765-y
Global Initiative for Asthma (GINA). (2011). Global Strategy for Ashtma
Management and Prevention. Cape Town: University of Cape Town Lung
Institute
Gold, J., Mahrer, N., Yee, J., & Palermo, T. (2010). Pain, fatigue and healthrelated quality of life in children and adolescents with chronic pain. Clinical
Journal of Pain, 25(5), 407-412
Goldhill D.R. (2005). Preventing surgical deaths: critical care and intensive care
outreach services in the postoperative period. British Journal of Anaesthesia
95 (1), 88–94.
Gray, R.A. (2000). The use massage therapy in palliative care. Complementary
Therapies I Nursing and Midwifery. 6, 2, 77-82
Green AL, Williams A. (2006). An evaluation of an early warning clinical marker
referral tool. Intensive Crit Care Nurs 2006;22:274–282.
Grunberg, S.M. (2004). Chemotherapy-induced Nausea and Vomiting:
Prevention, Detection,and Treatment- How are We Doing?. The Journal of
SupportiveOncology. 2(1), 1-12
Grunberg, S.M., & Ireland, A. (2005). Epidemiology of Chemoteraphy Induced
Nausea and Vomiting. Advanced Studies in Nursing. 3(1), 9-15.
Gumus, A.B., Cam, O., & Malak A.T. (2011). Relationships between psychososial
adjustment and hopelessness in women with breast cancer. Asian pasific
journal of cancer prevention. April 26, 2013. (Proquest) database.
Guyton, A,C., Hall, J.E. (2006). Text Book of Medical Physiology 8 Edition.
Pennsylvania : Elsevier Saunders th
Halcon, L.L., Buckle, J. (2006). Aromatherapy. Complementary/Alternative
Therapies in Nursing. 5th Edition Chapter 26. Springer Publishing
Company, Inc. New York.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
173
Hanaoka, T., Yamamoto, S., Sobue, T., Sasaki, S., Tsugane, S. (2005). Active and
passive smoking and breast cancer risk in middle-aged Japanese women.
Int. J. Cancer 114, 317–322.
Hansen, M.V., Andersen, L.T., Madsen, M.T., Hageman, I., Rasmussen, L.S.,
Bokmand, S. (2014). Effect of melatonin on depressive symptoms and
anxiety in patients undergoing breast cancer surgery: a randomized,
double-blind, placebo-controlled trial. Breast Cancer Research and
Treatment 145, 683-695.
Hao, B., et al., 2004. Identification of genetic variants in base excision repair
pathway and their associations with risk of esophageal squamous cell
carcinoma. Cancer Res. 64, 4378–4384.
Hariani, R. (2013, Desember). Dukungan nutrisi pada penderita kanker. Makalah
disampaikan pada pelatihan Pasien Kanker Dengan Kemoterapi, RS Kanker
Dharmais Jakarta
Hawkins, R & Grunberg., S. (2009). Chemotherapy-Induced Nausea and
Vomiting: Challenges and Opportunities for Improved Patient Outcomes.
Clin J Oncol Nurs. 2009 Feb;13(1):54-64. doi: 10.1188/09.CJON.54-64.
Heffner JE, Klein JS. (2008). Recent advances in the diagnosis and management
of malignant pleural effusions. Mayo Clin Proc 83(2):235–250
Heffner JE. (2010). Management of the patient with a malignant pleural effusion.
Semin Respir Crit Care Med 1(6):723–733
Heidrich, S.M., Brown, R.L., Egan, J.J., Perez, O.A., Phelan, C.H., Yeom, H., &
Ward, S.E. (2009). An Individualized Representational Intervention to
Improve Symptom Management (IRIS) in Older Breast Cancer Survivors:
Henderson, S. (2006). The role of the clinical nurse specialist in oncology nursing.
MEDSURG Nursing, 13(1), 38-41.
Herdman, Heather, T. & Kamitsuru, Shigemi. (2015). Nanda International Inc
Diagnosis Keperawtaan, Definisi dan Klasifikasi : alih bahasa, Budi Anna
Keliat et.al. Jakarta : EGC
Hesketh PJ. (2005). Management of nausea and vomiting in cancer treatment:
Introduction, scope of the problem. In: Hesketh PJ, ed. Management of
Nausea and Vomiting in Cancer and Cancer Treatment. Sudbury, MA:
Jones and Bartlett; 2005:1-15.
Hesketh PJ. (2008). Chemotherapy-induced nausea and vomiting. Drug therapy.
The New England Journal of Medicine;358 (23):2482-94.
Hesketh, P.J. M. Aapro, J.C. Street, A.D. Carides (2010). Evaluation of risk
factors predictive of nausea and vomiting with current standard-of-care
antiemetic treatment: analysis of two phase III trials of aprepitant in
patients receiving cisplatin-based chemotherapy, Support. Care Cancer 18.
1171–1177.
Hines S, Steels E, Chang A, Gibbons K. (2012). Aromatherapy for treatment of
postoperative nausea and vomiting. Cochrane Database Syst Rev
;CD007598.
Hoeijmakers, J.H., 2001. Genome maintenance mechanisms for preventing
cancer. Nature 411, 366–374
Holmes, S. (2009). Nutrition in the care of patient with cancer cachexia. British
Journal of Community Nursing. 16(7): 314-323
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
174
Hooper C, Lee YC, Maskell N. (2010). Investigation of a unilateral pleural
effusion in adults: British Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010.
Thorax 65(Suppl 2):ii4–17
Hopkinson, J.B., Wright, D.N.M., & Foster, C. (2008). Management of weight
loss and anorexia. Annals of Oncology. 19(7): 289-293
Hu, J.J., et al. (1997). Poly (ADP-ribose) polymerase in human breast cancer: a
case–control analysis. Pharmacogenet. Genomics 7, 309
Hughes, M. (2006). Psychiatry for the non-psychiatric nurse: caring for the
oncology patient with depression or anxiety. Oncology Nursing Forum 33,
476.
Hur MH, Lee MS, Kim C, Ernst E. (2012). Aromatherapy for treatment of
hypertension: A systematic review. J Eval Clin Pract. 18:37-41.
Husain AN, Colby TV, Ordonez NG, Krausz T, Borczuk A, Cagle PT et al (2009)
Guidelines for pathologic diagnosis of malignant mesothelioma: a
consensus statement from the International Mesothelioma Interest Group.
Arch Pathol Lab Med 133(8):1317–1331
Hussain, J., Bahader, A., Ullah,F., Rehman, N., Khan, A., Ullah, W., Shinwari, Z.
(2010). Proximate and nutrient analysis of the locally manufactured herbal
medicines and its raw material. J. Am. Sci
Hwang E, Shin S. (2015). The effects of aromatherapy on sleep improvement: a
systematic literature review and meta-analysis. J Altern Complement Med
2015; 21(2): 61-8.
IARC (International Agency for Research on Cancer). (1986). Biological Data
Relevant to the Evaluation of Carcinogenic Risk to Humans in IARC
Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risk of Chemicals to
Humans. IARC, Lyon
IARC. Internatinal Agency for Research on Cancer. (2012). IARC Monograph
100E: personal habits and indoor combustions. A review of human
carcinogens. IARC Monograph Series.
Ignatavicius, D.D, Workman, M.L. (2010). Medical-Surgical Nursing critical
thinking for collaborative care. (6th ed.). St. Louis. Missouri: Saunders
Elsevier.
International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). Monographs on the
Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans; Vol. 100D. A Review of
Human Carcinogens. Part D: Radiation/IARC Working Group on the
Evaluation of Carcinogenic Risks to HumansWHO, Lyon, France
Iversen, P.O., Ukrainchenko, E., Afanasyev, B., Hulbekkmo, K., Choukah, A.,
Gulbrandsen, N., et al. (2008). Impaired nutritional status during intensive
chemotherapy in Russian and Norwegian cohorts with acute myeloid
leukemia. Leukemia & Lymphoma 49 (10), 1916-1924.
Jack A. Kastelik. (2013). Management of Malignant Pleural Effusion. Lung
(2013) 191:165–175 DOI 10.1007/s00408-012-9445-1
Jaelani. (2009). Aroma Terapi. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Jaen J, Vazquez G, Alonso E, et al. (2012). Long-term changes in pulmonary
function after incidental lung irradiation for breast cancer: a prospective
study with 7-year follow-up. Int J Radiat Oncol Biol Phys;84:e565-570.
Jha, P. (2009). Avoidable global cancer deaths and total deaths from smoking.
Nat. Rev. Cancer 9, 655–664
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
175
Jimbo D, Kimura Y, Taniguchi M, Inoue M, Urakami K. (2009). Effect of
aromatherapy on patients with Alzheimer's disease. Psychogeriatrics 2009;
9: 173-9.
Jing-Hui Wu, You-Kang Chang, Yi-Cheng Hou, Wen-Jyun Chiu, Jiun-Rong
Chen, Shu-Tzu Chen, Chao-Chuan Wu, Yun-Jau Chang & Yao-Jen Chang.
(2013). Meat-fat dietary pattern may increase the risk of breast cancerdA
caseecontrol study in Taiwan. Tzu Chi Medical Journal 25 (2013) 233-238.
http://dx.doi.org/10.1016/j.tcmj.2013.09.003
Joaquin, A,. Custodio, S., Oliveira, A., & Pimentel, F.L. (2012). Differences
between Cancer Patients’ Symptoms Reported by Themselves and in
Medical Records. Cancer and Clinical Oncology. Vol. 1, No. 1; 2012.
doi:10.5539/cco.v1n1p138
Johnson, K.C. (2005). Accumulating evidence on passive and active smoking and
breast cancer risk. Int. J. Cancer 117, 619–628
Johnson, K.C., Miller, A.B., Collishaw, N.E., et al. (2011). Active smoking and
secondhand smoke increase breast cancer risk: the report of the Canadian
Expert Panel on Tobacco Smoke and Breast Cancer Risk 2009. Tob.
Control. 20 (1), -2
Jones LW, Haykowsky MJ, Swartz JJ, Douglas PS, Mackey JR. (2007). Early
breast cancer therapy and cardiovascular injury. J Am Coll
Cardiol;50:1435-1441.
Jones, D.A., DeVita, M.A., & Bellomo, R. (2011). Rapid-response teams. The
New England Journal of Medicine, 365, 139–146.
Jonna K. van Vulpen, Petra H.M. Peeters, Miranda J. Velthuis, Elsken van der
Wall, Anne M. May. (2016). Effects of physical exercise during adjuvant
breast cancer treatment on physical and psychosocial dimensions of cancerrelated
fatigue:
A
meta-analysis.
journal
home
page:
www.elsevier.com/locate/maturitas.
http://dx.doi.org/10.1016/j.maturitas.2015.12.007
0378-5122/©
2015
Elsevier Ireland Ltd. All rights reserved
Jordan K, Sippel C, Schmoll H-J. (2007). Guidelines for antiemetic treatmentof
chemotherapy-induced nausea and vomiting: Past, present, andfuture
recommendations. Oncologist. 2007;12(9):1143-1150.
Journal of Oncology Nursing. (2012).16,406-412. 2011 Elsevier Ltd. All rights
reserved
Julie L. Ryan, PhD, MPH, Gary R. Morrow, PhD, MS. (2010). Ginger. oncology
nurse edition. volume 24. number 2 . www.cancernetwork.com
Kaina Zhou , Xiaomei Li, Jin Li, Miao Liu, Shaonong Dang, Duolao Wang & Xia
Xin. (2015). A clinical randomized controlled trial of music therapy and
progressive muscle relaxation training in female breast cancer patients
after radical mastectomy: Results on depression, anxiety and length of
hospital stay. Contents lists available at ScienceDirect European Journal of
Oncology Nursing journal homepage: www.elsevier.com/locate/ejon
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejon.2014.07.010 1462-3889/© 2014 Elsevier
Ltd. All rights reserved.
Kamboj M, Sepkowitz KA. (2009). Nosocomial infections in patients with cancer.
Lancet Oncol;10:589-97.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
176
Kang, K. A. (1999). Development of a tool to measure suffering in patients with
cancer. Journal of Korean Academy of Nursing, 29, 1365–1378
Kashani, F., Babaee, S., Bahrami, M., Valiani, M. (2012). The effects of
relaxation on reducing depression, anxiety and stress in women who
underwent mastectomy for breast cancer. Iranian Journal of Nursing and
Midwifery Research 17, 30-33.
Kastelik JA, Alhajji M, Faruqi S, Teoh R, Arnold AG. (2009). Thoracic
ultrasound: an important skill for respiratory physicians. Thorax
64(9):825–826
Keane, S. (2012). Pediatric early warning score policy. United Kingdom:
Children's Clinical Governance Group
Kellett J, Kim A. (2012). Validation of an abbreviated VitalPAC™ Early
Warning Score (ViEWS) in 75,419 consecutive admissions to a Canadian
regional hospital. Resuscitation 2012;83:297–302
Kelly, B., Ward, K. (2013). Nausea and vomiting in palliative care. Nursing
Times, 109 (39), 16-17
Kemp, C. (2010). Terminal illness: A guide to nursing (2nd ed.). Dallas:
Lippincott Williams & Wilkins Inc.
Kenyon, T. (2007). Effects of music therapy on surgical and cancer patients.
Breast Care 2, 217-220
Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia (2009). Standar instalasi gawat
darurat (IGD) rumah sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Kim SD, Kim HS. (2005). Effects of a relaxation breathing exercise on anxiety,
depression, and leukocyte in hemopoietic stem cell transplantation patients.
Cancer Nurs;1:79.
Kim, J. E., Dodd, M., West, C., Paul, S., Facione, N., Schumacher, K., et al.
(2004). The PRO-SELF pain control program improves patients’ knowledge
of cancer pain management. Oncology Nursing Forum, 31, 1137–1143.
Kim, W.Y., Shin, y.J., Lee, J.M., Huh, J.W., Koh, Y., Lim, C-M., & Hong, S.B.
(2015). Modified Early Warning Score Changes Prior to Cardiac Arrest in
General Wards. Plos One, 1-11. doi:10.1371/journal.pone.0130523
Kim, Y.H., Kim, H.J., Ahn, S.D., Seo, Y.J., Kim, S.H. (2013). Effects of
meditation on anxiety, depression, fatigue, and quality of life of women
undergoing radiation therapy for breast cancer. Complementary Therapies
in Medicine 21, 379-387
King, M., & Shell, R. (2002). Teaching and evaluating critical thinking with
concept maps. Nurse Educ, 27(5), 214-219.
Koenig SJ, Narasimhan M, Mayo PH (2011) Thoracic ultrasonography for the
pulmonary specialist. Chest 140(5):1332–1341
Kohatsu, W. (2008) The Word Aromaterapy. Available From URL: http://www.e
therapies net/article/aromatherapy.pdf.
Kovacic, T., Kovacic, M. (2011). Impact of relaxation training according to Yoga
in Daily Life® system on perceived stress after breast cancer surgery.
Integrative Cancer Therapies 10, 16-26.
Kovacic, T., Zagoricnik, M., Kovacic, M. (2013). Impact of relaxation training
according to the Yoga In Daily Life® system on anxiety after breast cancer
surgery. Journal of Complementary & Integrative Medicine 10, 153-164.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
177
Krengli M, Sacco M, Loi G, et al. (2008). Pulmonary changes after radiotherapy
for conservative treatment of breast cancer: a prospective study. Int J
Radiat Oncol Biol Phys;70: 1460-1467.
Kresno, S.B. (2012). Ilmu dasar onkologi. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Krishna A, Tiwari R, Kumar S. (2000). Aromatherapy-an alternative health care
through essential oils. J Med Aromat Plant Sci 2000; 22: 798-804.
Kruger, M., Subbe, C.P., Rutjerford, P., & Gemmel, L. (2001). Validation of a
modified early warning score in medical admissions. Q J Med, 94, 521-526.
Kuebler, K. (2002). Dyspnea. In K. Kuebler, P. Berry and D. Heidrich (Eds). End
of Life Care : Clinical Practice Guidline. Hlm 301-315. Philadelphia :
Saunders
Kumar, G., Karthik, L., Rao, B. (2011). Review on Pharmacological and
Phytochemical Properties of Zingiber officinale Roscoe (Zingiberaceae).
Molecular and Microbiology Research Laboratory, Environmental
Biotechnology Division. School of Bio Science and Technology, VIT
University, Vellore, Tamil Nadu - 632 014. India
Kundu JK, Na HK, Surh YJ. (2009). Ginger-derived phenolic substances with
cancer preventive and therapeutic potential. Forum Nutr 61:182–192.
Kyriacos U, Jelsma J, Jordan S. (2011). Monitoring vital signs using Early
Warning Scoring system: a review of the literature. J Nurs Manag.19:311—
30.
Kyriacos U, Jelsma J, Jordan S. (2011). Monitoring vital signs using Early
Warning Scoring system: a review of the literature. J Nurs Manag.19:311—
30.
Kyriacos, U., Jelsma, J., James, M., & Jorda, S. (2014). Monitoring vital sign:
Developing of a modified early warning scoring (MEWS) system for general
wards in a developing country. Plos One, 9(1), 1-10.
Lai TK, Cheung MC, Lo CK, Ng KL, Fung YH, Tong M, et al. (2011).
Effectiveness of aroma massage on advanced cancer patients with
constipation: a pilot study. Complement Ther Clin Pract. 17: 37-43
Lam, T.S., Mak, P.S.K., Siu, W.S., Lam, M.Y., Cheung, T.F., & Rainer, T.H.
(2006). Validation of a modified early warning score (MEWS) in emergency
departement observation ward patient. Hong Kong Journal of Emergency
Medicine,13, 24-30
Lanes SF, Garrett JE, Wentworth CE, et al. The effect of adding ipratropium
bromide to salbutamol in the treatment of acute asthma. Chest
1998;114:365–72
Lee SH, Kim JY, Yeo S, Kim SH, Lim S. (2015). Meta-analysis of massage
therapy on cancer pain. Integr Cancer Ther 2015; http://
dx.doi.org/10.1177/1534735415572885.
Lee W Jones, Neil D Eves, Mark Haykowsky, Stephen J Freedland, John R
Mackey. (2009). Exercise intolerance in cancer and the role of exercise
therapy to reverse dysfunction. Lancet Oncol 2009; 10: 598–605.
www.thelancet.com/oncology
Lee YL, Wu Y, Tsang HW, Leung AY, Cheung WM. (2011). A systematic review
on the anxiolytic effects of aromatherapy in people with anxiety symptoms. J
Altern Complement Med. 17:101-108.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
178
Lee, J., Dodd, M., Dibble, S., & Abrams, D. (2008). Review of acupressure
studies for chemotherapy-induced nausea and vomiting control. Journal of
Pain and Symptom Management, 36 (5), 529-544.
LeGrand, S. (2003). Opioids, respiratory function and dyspnea. American Journal
of Hospice and Palliative Care, 20(1), 57-61.
Lemone, P., & Burke, M.K. (2008). Medical-surgical nursing: Critical thinking in
client care (4th ed.). New Jersey: Pearson Education Inc.
Leo L. Pipino, Yang W. Lee, and Richard Y. Wang, (2002), Data Quality
Assessment‖ in the Journal of Communications of the ACM, pp 211-218.
Lesage, P., & Portenoy, R.K. (2001). Trends in cancer pain management.
Palliative Cancer Care, 136(45), 245-250.
Leslie A. Sim, PhD, Jocelyn Lebow, PhD, Karen Weiss, PhD, Tracy Harrison,
MD, & Barbara Bruce, PhD. (2016). Eating Disorders in Adolescents With
Chronic Pain. http://dx.doi.org/10.1016/j.pedhc.2016.03.001
Lewis, L.S., Dirksen, R.S., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Camera, M.I. (8th
ed.). (2011). Medical-surgical nursing: Assessment and management of
clinical problems (Vol.1). St. Louis, Missouri: Elsevier-Mosby Inc.
Li, N., Dong, J., Hu, Z., Shen, H., Dai, M., 2010. Potentially functional
polymorphisms in ESR1 and breast cancer risk: a meta-analysis. Breast
Cancer Res. Treat. 121, 177–184.
Li, X.M., Yan, H., Zhou, K.N., Dang, S.N., Wang, D.L., Zhang, Y.P. (2011).
Effects of music therapy on pain among female breast cancer patients after
radical mastectomy: results from a randomized controlled trial. Breast
Cancer Research and Treatment 128, 411-419.
Li, X.M., Zhou, K.N., Yan, H., Wang, D.L., Zhang, Y.P. (2012). Effects of music
therapy on anxiety of patients with breast cancer after radical mastectomy:
a randomized clinical trial. Journal of Advanced Nursing 68, 1145-1155.
Liao, M.N., Chen, P.L., Chen, M.F., Chen, S.C. (2010). Effect of supportive care
on the anxiety of women with suspected breast cancer. Journal of Advanced
Nursing 66, 49-59
Lin, M.F., Hsieh, Y.J., Hsu, Y.Y., Fetzer, S., Hsu, M.C. (2011). A randomized
controlled trial of the effect of music therapy and verbal relaxation on
chemotherapyinduced anxiety. Journal of Clinical Nursing 20, 988-999.
Lindahl, T., Satoh, M.S., Poirier, G.G., Klungland, A. (1995). Post-translational
modification of poly(ADP-ribose) polymerase induced by DNA strand
breaks. Trends Biochem. Sci. 20, 405–411.
Lisa M. Walter , Gillian M. Nixon, Margot J. Davey, Peter A. Downie, Rosemary
S.C. Horne. (2015). Sleep and fatigue in pediatric oncology: A review of the
literature.
Sleep
Medicine
Reviews
24
(2015)
71-82
http://dx.doi.org/10.1016/j.smrv.2015.01.001
Little, L., Dionne, B., Eaton, J. (2005). Nursing assessment of depression among
palliative care cancer patients. Journal of Hospice and Palliative Nursing 7,
98-106
Lockett, K.L., et al. (2004). The ADPRT V762A genetic variant contributes to
prostate cancer susceptibility and deficient enzyme function. Cancer Res.
64, 6344–6348.
Loizidou,A., Aoun, M., Klastersky, J. (2016). Fever of unknown origin in cancer
patients.
journal
homepage:
www.elsevier.com/locate/critrevonc.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
179
http://dx.doi.org/10.1016/j.critrevonc.2016.02.015
1040-8428/©
2016
Elsevier Ireland Ltd. All rights reserved.
Lombardi G, Zustovich F, Nicoletto MO, Donach M, Artioli G, Pastorelli D.
(2010). Diagnosis and treatment of malignant pleural effusion: a systematic
literature review and new approaches. Am J Clin Oncol 33:420–423
Lorenz, K. A., Lynn, J., Dy, S. M., Shugarman, L. R., Wilkinson, A., Mularski, R.
A., ...&Shekelle, P. G. (2008). Evidence for improving palliative care at the
end of life: a systematic review. Annals of internal medicine, 148(2), 147159.http://annals.org/article.aspx?articleid=738989
Lovell, M.R., Forder, P.M., Stockler, M.R., Butow, P., Briganti, E.M., Chye, R.,
… Boyle, F.M. (2010). A Randomized controlled trial of a standardized
educational intervention for patients with cancer pain. Journal of Pain and
Symptom
Management.
Vol.
40
No.
1
July
2010.
doi:10.1016/j.jpainsymman.2009.12.013
Luaa, Pei Lin, Salihah, Noor, & Mazlan, Nik. (2015). Effects of Inhaled Ginger
Aromatherapy on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting and HealthRelated Quality Of Life in Women With Breast Cancer. DOI:
http://dx.doi.org/10.1016/j.ctim.2015.03.009
Lu-Ying Tang, Li-Juan Chen, Mei-Ling Qi, Yi Su, Feng-Xi Su, Ying Lin, KunPeng Wang, Wei-Hua Jia, Zhi-Xiong Zhuang, Ze-Fang Ren. (2013). Effects
of passive smoking on breast cancer risk in pre/post-menopausal women as
modified by polymorphisms of PARP1 and ESR1. journal homepage:
www.elsevier.com/locate/gene. 0378-1119/$ – see front matter © 2013
Elsevier
B.V.
All
rights
reserved.
http://dx.doi.org/10.1016/j.gene.2013.04.064
Mackinnon. (2004). Aromatherapy a Practical Approach. United Kingdom :
Scotprint
Maeda K, Ito T, Shioda S. (2012). Medical aromatherapy practice in Japan.
Essence; 10: 14-6.
Manju V, Nalini N. (2005). Chemopreventive efficacy of ginger, a naturally
occurring anticarcinogen during the initiation, post-initiation stages of 1,2
dimethylhydrazine-induced colon cancer. Clin Chim Acta 358(1-2):60–67.
Marchand L. (2014). Integrative and complementary therapies for patients with
advanced cancer. Ann Palliat Med 2014; 3(3): 160-71
Marx Wolfgang, Kiss Nicole, Alexandra, McCarthy & McKavanagh, Isenring
Liz, (2016). Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: A Narrative
Review to Inform Dietetics Practice. 2212-2672/Copyright ª 2016 by the
Academy
of
Nutrition
and
Dietetics.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jand.2015.10.020
Masyarakat Paliatif Indonesia. (2010). Bunga rampai perawatan paliatif. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.
Matthew M. Churpek, Richa Adhikari, Dana P. Edelson. (2016). The value of vital
sign trends for detecting clinical deterioration on the wards.
http://dx.doi.org/10.1016/j.resuscitation.2016.02.005 0300-9572/© 2016
Elsevier Ireland Ltd. All rights reserved
Maxwell-Hudson C. (1995). Aromatherapy massage book. London: Dorling
Kindersley.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
180
Mayhall, C.G. (2004). Hospital Epidemiology and Infection Control. Edisi ke-3.
Philadelphia : Lippincott Williams dan Wilkins
Mayo PH, Doelken P. (2006). Pleural ultrasonography. Clin Chest Med
27(2):215–227
McCarthy, D.O. (2003). Rethinking nutritional support for person with cancer
cachexia. Biological research for nursing, 5(1), 3-17.
McCorkle, R., Grant, M., Frank-Stromborg, M., & Baird, S. B. (1996). Cancer
nursing as a speciality. Cancer nursing: a comprehensive textbook.
Philadelphia, PA: WB Saunders.
McGaughey J., Alderdice F., Fowler R., Kapila A., Mayhew A. & Moutray M.
(2007). Outreach and Early Warning Systems (EWS) for the prevention of
intensive care admission and death of critically ill adult patients on general
hospital wards. Cochrane Database of Systematic Reviews (Online).
Available at: http://www.cochrane.org/reviews/en/ab005529.html, accessed
19 Mei 2016
McGrath EE, Anderson PB. (2011). Diagnosis of pleural effusion: a systematic
approach. Am J Crit Care 20(2):119–127
Mehnert, A., Veers, S., Howaldt, D., Braumann, K.M., Koch, U., Schulz, K.H.
(2011). Effects of a physical exercise rehabilitation group program on
anxiety, depression, body image, and health-related quality of life among
breast cancer patients. Onkologie 34, 248-253
Melnyk, M.B., & Overholt, F.E. (2011). Evidence-based practice in nursing
&healthcare: A guide to best practice (2nd ed.). Philadelphia:
LippincottWilliams & Wilkins Inc.
Miaskowski C, Cleary J, Burney R, et al. (2005). Guideline for the Management
of Cancer Pain in Adults and Children. Glenview : American Pain Society
(APS)..
Miaskowski, C., Cooper, B.A., Paul, S. M., Dodd, M., Lee, K., West, C., et al.
(2006). Subgroups of patients with cancer with different symptom
experiences and qualityof-life outcomes: A cluster analysis. Oncology
Nursing Forum, 33, E79–E89.
Miranda L. Ayers & Olateju F. Olowe. (2015). A Systematic Review: Nonpharmacological Interventions for Chemotherapy-Induced Nausea and
Vomiting. Honors Research Projects. Paper 110
Mobily, R., Herr, K., & Kelley, L. (1993) Cognitive-behavioral technique to
reduce pain: A validation study. International Journal of Nursing Studies, 6,
537-548
Mokuau, N., & Braun, K.L. (2007). Family Support for Native Hawaiian Women
with Breast Cancer. Journal of Cancer Education. 2007; 22:191-196.
Moll HA (2010) Challenges in the validation of triage systems at emergency
departments. Journal of Clinical Epidemiology 63: 384–388.
Montazeri, Akram Sadat, Mehdi Raei, Atefeh Ghanbari, Ali Dadgari, Azam Sadat
Montazeri, Azam Hamidzadeh. (2013). Effect of Herbal Therapy to
Intensity Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting in Cancer Patients.
Iran Red Crescent Med J. 2013:15(2)
Moon A, Cosgrove JF, Lea D, Fairs A, Cressey DM. (2011). An eight year audit
before and after the introduction of modified early warning score (MEWS)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
181
charts, of patients admitted to a tertiary referral intensive care unit after
CPR. Resuscitation 2011;82:150–154.
Moradian, Saeed & Howell, Doris. (2015). Prevention and management of
chemotherapy-induced nausea and vomiting. International Journal of
Palliative Nursing 2015, Vol 21, No 5
Moyet, & Carpenito, J.L. (2008). Nursing Diagnosis : Application to Clinical
Practice. 13rdEd. Philadephia : Lippincort Williams and Wilkins
Muchlas dan Slameto. (2008). Teknologi Budidaya Jahe. Bogor : Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Murakami A, Tanaka T, Lee JY, et al. (2004). Zerumbone, a sesquiterpene in
subtropical ginger, suppresses skin tumor initiation and promotion stages in
ICR mice. Int J Cancer 110(4):481–490.
Mustian KM, Devine K, Ryan JL, Janelsins MC, Sprod LK, Peppone LJ, et al.
Treatment of nausea and vomiting during chemotherapy. Supportive
oncology. 2011. p. 91-7.
Muthia, Rahmi., Wahyu, Wedya., Dachriyanus. (2013). Effect Of Ginger Infusion
On Chemotherapy Induced Nausea And Vomiting In Breast Cancer
Patients. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare www.iiste.org
ISSN 2224-3208 (Paper) ISSN 2225-093X (Online) Vol.3, No.13.
Mystakidou, K., Parpa, E., Katsouda, E., Galanos, A., Vlahos, L. (2004).
Influence of pain and quality of life on desire for hastened death in patients
with advanced cancer. International Journal of Palliative Nursing 10, 476483.
Nadkarni, MD; Gregory Luke Larkin MD & Mary Ann. (2006). First documented
rhythm and clinical outcome from inhospital cardiac arrest among children
and adults. Jounal of the American Medical Association, 295(1), 50-57.
Nagasawa H, Watanabe K, Inatomi H. (2002). Effects of bitter melon (Momordica
charantia L.) or ginger rhizome (Zingiber offi cinale Rosc.) on spontaneous
mammary tumorigenesis in SHN mice. Am J Chin Med 30(2-3):195–205,
2002.
NANDA. (2012). Nursing diagonsis definitions & classification 2012 – 2014.
Oxford : Wiley Blackwell
National Cancer Institute. (2004). Eating Hints for Cancer Patient (NIH Pub.
No.98-2079). Washington, DC : U.S. Government Printing Office
Neragi-Miandoab S. (2006). Malignant pleural effusion, current and evolving
approaches for its diagnosis and management. Lung Cancer. ;54:1–
9. [PubMed]
Nurcahyo, J. 2010. Bahaya Kanker Rahim dan Kanker Payudara. Yogyakarta:
Wahana Totalita Publisher.
Nursing Interventions Classification (NIC). (6th ed.). (2013). St. Louis,
Missouri:Mosby Elsevier Inc.
Nursing Outcomes Classification (NOC). (5th ed.). (2013). St. Louis,
Missouri:Mosby Elsevier Inc.
O‘Donoghue, J, O‘Kane, T, Gallagher, J, Courtney, G, Aftab, A, Casey, A,
Torres, J and Angove, P.(2011). Modified Early Warning Scorecard: The
Role of Data/Information Quality within the Decision Making Process‖ The
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
182
Electronic Journal Information Systems Evaluation Volume 13 Issue 3,
(pp100-109), available online at www.ejise.com
Oba Y, Abu-Salah T. (2012). The prevalence and diagnostic significance of
eosinophilic pleural effusions: a meta-analysis and systematic review.
Respiration 83(3):198–208
Occupational Safety and Health Administration (OSHA). (2006). Hazardous
drugs : Hazards and solutions. Diakses tanggal 10/6/2016 dari
http://seer.cancer.gov/about.
Oemiati, R., Rahajeng, E., & Kristanto, A.Y. (2011). Prevalensi tumor dan
beberapa faktor yang mempengaruhinya di Indonesia. Buletin Penelitian
Kesehatan, Vol. 39, No.4: 190 – 204
Ogden CL, Carroll MD, Kit BK, Flegal KM. (2014). Prevalence of childhood and
adult obesity in the United States, 2011-2012. JAMA.;311(8): 806-814.
Olver IN, Eliott JA, Koczwara B. (2014). A qualitative study investigating
chemotherapy-induced nausea as a symptom cluster. Support Care Cancer.
2014;22(10):2749-2756.
Orrevall, Y., Tishelman, C., & Permert, J. (2005). Home parenteral nutrition: a
qualitative interview study of the experiences of advanced cancer patients
and their families. Clinical Nutrition. 24 (6): 962-970
Otto, S.E. (2001).Oncology Nursing.4th edition. St. Louis ,Missouri:Mosby
Otto, S.E. (2005). Pocket guide to oncology nursing.Terjemahan. Jane Freyana
Budi dan Eny Meiliya. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC
Parissopoulos, S., & Kotzabassaki, S. (2005). Critical care outreach and the use of
early warning scoring systems: A literature review. Icus Nurs Web J, 21, 113
Pasaribu, E.T. (2006). Epidemiologi dan Gambaran Klinis Kanker Tiroid.
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3. diunduh dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20678/1/mkn-sep2006%20sup%20(14).pdf
Paterson R, MacLeod DC, Thetford D, Beattie A, Graham C, Lam S, et al. (2006).
Prediction of in-hospital mortality and length of stay using an early warning
scoring system: clinical audit. Clin Med.; 6(3): 281–4. PMID: 16826863.
Pell, J., Presnell, K., Edwards, C., Wood, M., Harrison, M., DeCastro, L., & .,
Robinson, E. (2005). Moderate chronic pain, weight and dietary intake in
African-American adult patients with sickle cell disease. Journal of the
National Medical Association, 97(12), 1622-1629.
Perry N, Perry E. (2006). Aromatherapy in the management of psychiatric
disorders clinical and neuropharmacological perspectives. CNS Drugs; 20:
257-80.
Perry, A.G., & Potter, P.A. (2006) Clinical nursing skill techniques (6th Ed). St.
Louis: Mosby.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia [PPNI], Asosiasi Institusi Pendidikan Ners
Indonesia [AIPNI], & Asosiasi Institusi Pendidikan Diploma Keperawatan
Indonesia [AIPDiKI], (2012). Standar kompetensi perawat. Diunduh dari
http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/18.3-Draf-STANDAR
KOMPETENSI- PERAWAT.pdf
Peterson, J.S., &Bredow, S.T. (2004). Middle range theories: Application to
nursing research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Inc.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
183
Philip, J., Smith, W.B., Craft, P., & Lickiss, N. (1998) Concurrent validity of the
modified Edmonton Symptom Assessment System with the Rotterdam
Symptom Checklist and the Brief Pain Inventory. Support Care Cancer.
6:539–541
Piva, E. Pellosso, M., Panello, L., & Plebani, M. (2014). Laboratory critical
Values automated notification supports effective clinical decision making.
Clinical
Biochemistry,
47,
1163-1168.
http://dx.doi.org/10.1016/j.clinbiochem.2014.05.056
Porcel JM, Vives M. (2003). Etiology and pleural fluid characteristics of large
and massive effusions. Chest. ;124:978–983.[PubMed]
Potter, A.P., & Perry, G.A. (7th ed.). (2009). Fundamentals of nursing
(Vol.1).Singapore: Elsevier Inc. Pte Ltd.
Potter, J., Hami, F., Bryan, T., & Quigley, C. (2003). Symptoms in 400 patients
referred to palliative care services: Prevalence and patterns. Palliative
Medicine, 17, 310–314. doi: 10.1191/0269216303pm760oa
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep,
proses dan praktik (Edisi 4, Vol 2). (Yasmin, dkk, Alih Bahasa). Jakarta :
EGC
Price & Wilson.(2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit.Volume 1.Edisi 6. Jakarta: EGC.
Price S. (1991). Aromatherapy for common ailments. London: Fireside.
Price, S.A., Wilson, L.M. (2002). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit (eds. 6). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, S.A., Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, S.A., Wilson, L.M. (2008). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Pusat Komunikasi Publik-Sekretariat Jenderal Kemenkes. (2012). 143 milyar
dana jamkesmas untuk biaya rawat inap pengobatan kanker. Diunduh dari
www.depkes.go.id
Qureshi NR, Rahman NM, Gleeson FV. (2009). Thoracic ultrasound in the
diagnosis of malignant pleural effusion. Thorax 64(2):139–143
Race, T.K. (2015). Improving patient safety with a modified early warning
scoring system. American Nurse Today, 10(11). Diakses dari
www.americanursetoday.com
Rasjidi (2007). Kemoterapi kanker ginokologi dalam praktik sehari-hari. Jakarta:
Sagung Seto.
Rasjidi, I. (2010). Perawatan Paliatif Suportif & Bebas Nyeri pada Kanker.
Jakarta : CV.Sagung Seto
Ratna, J.M.J. (2003). Dampak Penyakit Kanker Terhadap Aspek Psikologis-Sosial
dan Spiritual Penderita. Makalah Ilmiah
Ravasco, P., Monteiro-Grillo, I., Vidal, P.M., Camilo, M.E. (2005). Dietary
counseling improves patient outcomes: a prospective, randomized,
controlled trial in colorectal cancer patients undergoing radiotherapy.
Journal of Clinical Oncology 23 (7), 1431-1438.
Reddy C, Ernst A, Lamb C, Feller-Kopman D. (2011). Rapid pleurodesis for
malignant pleural effusions: a pilot study. Chest 139(6):1419–1423
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
184
Rhodes, V.A., & Mc Daniel, R.W. (2004). Nausea, vomiting, and retching:
Complex problems in palliative care. CA Cancer Journal Clinic, 51(4), 232248.
Richardson, L.A., & Jones, G.W. (2009). A review of the reliability and validity of
the Edmonton Symptom Assessment System. Current Oncology, volume 16,
number 1: Multimed Inc.
Rita Chelly Felix Tavares, Ariane Sá Vieira, Ligia Vieira Uchoa, Arnaldo Aires
Peixoto Júnior & Francisco Albano de Meneses. (2008). Validation of an
Early Warning Score in Pre-Intensive Care Unit. Revista Brasileira de
Terapia Intensiva Vol. 20 Nº 2, Abril/Junho, 2008. 2008:20:2:124-127
Roberts ME, Neville E, Berrisford RG, Antunes G, Ali NJ. (2010). Management
of a malignant pleural effusion: British Thoracic Society Pleural Disease
Guideline 2010. Thorax 65(Suppl 2):ii32–ii40
Rodrigo GJ, Rodrigo C. (2000). First-line therapy for adult patients with acute
asthma receiving a multiple-dose protocol of ipratropium bromide plus
albuterol in the emergency department. Am J Respir Crit Care
Med;161:1862–8.
Rodrigo GJ, Rodrigo C. (2002). The role of anticholinergics in acute asthma
treatment. An evidence based evaluation. Chest;121:1977–87.
Rodrigo GJ, Rodrigo C. First-line therapy for adult patients with acute asthma
receiving a multiple-dose protocol of ipratropium bromide plus albuterol in
the emergency department. Am J Respir Crit Care Med 2000;161:1862–8.
Rodrigo GJ, Rodrigo C. The role of anticholinergics in acute asthma treatment.
An evidence based evaluation. Chest 2002;121:1977–87.
Rodriguez-Panadero F, Lopez MJ. (1999). Low glucose and pH levels in
malignant pleural effusions. Diagnostic significance and prognostic value in
respect to pleurodesis. Am Rev Respir Dis 139(3):663–667
Rogayah, Rita. (2009). The Principle of Oxygen Therapy. Dept. Pulmonology and
Respiratory Medicine Medical Faculty of Indonesia University.
Roila F, Herrstedt J, Aapro M, et al. (2010). Guideline update for MASCC and
ESMO in the prevention of chemotherapy- and radiotherapyinduced nausea
and vomiting: Results of the Perugia consensus conference. Ann Oncol.
2010;21(suppl 5):v232-v243.
RSK Dharmais. Visi dan misi rumah sakit. Diunduh dari http://www.dharmais.
co.id/index.php/vision-and-mission-id.html
RSKD. (2013). Materi pelatihan kemoterapi RSKD . Jakarta.
Ryan JL, Heckler C, Dakhil SR, et al. (2009). Ginger for chemotherapy-related
nausea in cancer patients: A URCC CCOP randomized, double-blind,
placebo-controlled clinical trial of 644 cancer patients. J Clin Oncol
27(15s):supplabstr 9511.
Saevarsdottir, T., Fridriksdottir, N., Gunnarsdottir, S. (2006). Quality of life,
symptoms of anxiety and depression, and rehabilitation needs of people
receiving chemotherapy for cancer at the initiation of chemotherapy and
three months later. Oncology Nursing Forum 33, 469.
Saini, T., Murtagh, F.E., Dupont, P.J., McKinnon, P.M., Hatfield, P., & Saunders,
Y. (2006). Comparative pilot study of symptoms and quality of life in
cancer patients and patients with end-stage renal disease. Palliative
Medicine, 20, 631–636. doi: 10.1177/0269216306070236
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
185
Schattner M, Shike M. (2006). Nutrition support of the patient with cancer. In:
Shils ME, Shike M, Ross AC, Cabellero B, Cousins RJ, eds. Modern
nutrition in health and disease. Ed 10. Philadelphia, PA: Lippincott
Williams & Wilkins;: pp. 1290-1313.
Schein RM, Hazday N, Pena M, Ruben BH, Sprung CL (1990) Clinical
antecedents to in-hospital cardiopulmonary arrest. Chest 98: 1388–1392.
Schreier, A. M., & Williams, S. A. (2004). Anxiety and quality of life of women
who receive radiation or chemotherapy for breast cancer. Oncology
Nursing Forum, 31, 127–130.
Scottish Intercollegiate Guidelines Network [SIGN]. (2008). Control of pain in
adults with cancer a national clinical guideline. Edinburgh
Segar, M.L., Katch, V.L., Roth, R.S., Garcia, A.W., Portner, T.I., Glickman, S.G.,
et al., (1998). The effect of aerobic exercise on self-esteem and depressive
and anxiety symptoms among breast cancer survivors. Oncology Nursing
Forum 25, 107-113
Shah, Sweta & Singhal, Tanu. (2013). Hand hygiene and health care associated
infections:
What,
why
and
how.
journal
homepage:
www.elsevier.com/locate/pid. Indian Academy of Pediatrics, Infectious
Disease
Chapter.
All
rights
reserved.
http://dx.doi.org/10.1016/j.pid.2013.08.001 pediatric infectious disease 5,
130-134 Available online at www.sciencedirect.com
Sherr, C.J. (1996). Cancer cell cycle. Science, vol. 275. Diunduh dari
http://www.sciencemag.org
Shiina Y, Funabashi N, Lee K, Toyoda T, Sekine T, Honjo S, et al. (2008).
Relaxation effects of lavender aromatherapy improve coronary flow velocity
reserve in healthy men evaluated by transthoracic Doppler
echocardiography. Int J Cardiol; 129: 193-7.
Shukla Y, Singh M. (2007). Cancer preventive properties of ginger: A brief
review. Food Chem Toxicol 45(5):683–690.
Siegel, R., Naishadham, D., & Jemal, A. (2012). Cancer statistics, 2012. CA: A
Cancer Journal for Clinicians; 62: 10–29. American Cancer Society, Inc.
doi:10.3322/caac.20138.
Sierko, E., Werpachowska, T.M., & Wojtukiewicz, Z.M. (2011). Psychological,
physical, and social situation of polish patients with cancer undergoing
firstline palliative care. Oncology Nursing Forum, 38(4), E253-E259.
Slattery, M.L., et al. (2008). Active and passive smoking, IL6, ESR1, and breast
cancer risk. Breast Cancer Res. Treat. 109, 101–111.
Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever., (2010). Handbook for Brunner & Suddarth’s
textbook of medical-surgical nursing. Wolters Kluwer Health : USA. th
Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G. Brenda. (2001). Brunner and Suddarth’s Text
Book of Medical Surgical Nursing. 8th vol 2 alih bahasa Kuncoro, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC;
Smith CA, Collins CT, Crowther CA. (2011). Aromatherapy for pain
management in labour. Cochrane Database Syst Rev 2011; http://
dx.doi.org/10.1002/14651858.CD009215.
Smith G.B., Prytherch D.R., Schmidt P.E. & Featherstone P.I. (2008). Review and
performance evaluation of aggregate weighted _track and trigger_ systems.
Resuscitation 77 (2), 170–179.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
186
Smith, E.M., Gomm, S.A., Dickens, C.M. (2003). Assessing the independent
contribution to quality of life from anxiety and depression in patients with
advanced cancer. Palliative Medicine 17, 509-513.
Smith, G.B., Prytherch, D.R., Schmidt, P.E., & Featherstone, P.I. (2008). Review
and performance evaluation of aggregate weighted ‘track and trigger’
systems. Resuscitation, 77, 170–179.
Smith, T.R., et al. (2008). Polygenic model of DNA repair genetic polymorphisms
in human breast cancer risk. Carcinogenesis 29, 2132–2138
So, S-N., Ong, C-W., Wong, L-Y., Chung, J.Y.M., & Graham, C.A. (2015). Is the
Modified Early Warning Score able to enhance clinical observation to
detect deteriorating patients earlier in an Accident & Emergency
Department?. Australasian Emergency Nursing Journal, 18, 24-32
Soden K, Vincent K, Craske S, Lucas C, Ashley S. (2004). A randomized
controlled trial of aromatherapy massage in a hospice setting. Palliat Med
2004; 18: 87-92.
Song, M., Kirchhoff, K., Douglas, J., Ward, S., & Hammes, B. (2005). A
randomized controlled trial to improve advance care planning among
cardiac surgery patients. Medical Care, 43, 1049–1053.
Song, M., Kirchhoff, K., Douglas, J., Ward, S., & Hammes, B. (2005). A
randomized controlled trial to improve advance care planning among
cardiac surgery patients. Medical Care, 43, 1049–1053.
Stern, M.C., et al., 2007. DNA repair single-nucleotide polymorphisms in
colorectal cancer and their role as modifiers of the effect of cigarette
smoking and alcohol in the Singapore Chinese Health Study. Cancer
Epidemiol. Biomarkers Prev. 16, 2363–2372
Stern, R.M. Koch, K.L., Andrews, P.L.R. (2011). Nausea: mechanisms and
management, Oxford University Press, New York.
Stoffel-Lowis, N.L. (2011). Rapid response team utilization of modified early
warning scores to improve patient outcomes. http://remotelib.ui.ac.id:2073/docview/879637654/fulltextPDF/F7CEE915F85943C3PQ/
7?accountid=17242
Stoodley RG, Aaron SD, Dales RE. (1999). The role of ipratropium bromide in
the emergency management of acute asthma exacerbation: a metaanalysis
of randomized clinical trials. Ann Emerg Med;34:8–18.
Stoodley RG, Aaron SD, Dales RE. The role of ipratropium bromide in the
emergency management of acute asthma exacerbation: a metaanalysis of
randomized clinical trials. Ann Emerg Med 1999;34:8–18.
Stringer J, Donald G. (2011). Aromasticks in cancer care: An innovation not to be
sniffed at. Complement Ther Clin Pract. 17:116-121.
Subbe C.P., Kruger M., Rutherford P. & Gemmel L. (2001). Validation of a
modified Early Warning Score in medical admissions. Quarterly Journal of
Medicine 94 (10), 521–526.
Surh YJ. (2003). Cancer chemoprevention with dietary phytochemicals. Nat Rev
Cancer 3(10):768–780.
Suryaningsih, E. K. dan Sukaca. (2009). Kupas Tuntas Kanker Payudara.
Yogyakarta: Paradigma Indonesia.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
187
Sutandyo, N., &Ririn (2006).Terapi nutris ipada kanker, dalam Sudoyo. Buku
ajar ilmu penyakit dalam (3rd Ed.). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen
Penyakit Dalam FKUI.
Swarbrick dan Boylan. (2002). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology.
Second Edition Volume 3. Marcel Dekker, Inc: New York
Swiderek J, Morcos S, Donthireddy V, Surapaneni R, Jackson- Thompson V,
Schultz L et al. (2010). Prospective study to determine the volume of pleural
fluid required to diagnose malignancy. Chest 137(1):68–73
Terry MB, Zhang FF, Kabat G, et al. (2006). Lifetime alcohol intake and breast
cancer risk. Ann Epidemiol. 2006;16:230–240.
Teunissen, S.C., de Graeff, A., Voest, E.E., & de Haes, J.C. (2007). Are anxiety
and depressed mood related to physical symptom burden? A study in
hospitalized advanced cancer patients. Palliative Medicine, 21, 341–346.
doi: 10.1177/0269216307079067
Thomason, T., McCune, J., Bernard, S., Winer, E., Tremont, S., & Lindley, C.
(1998). Cancer pain survey: Patient-centered issues in control. Journal of
Pain and Symptom Management, 15, 275–284.
Three Pilot Studies. Oncology Nursing Forum • Vol. 36, No. 3, May 2009
Henderson, S. (2006). The role of the clinical nurse specialist in oncology
nursing. MEDSURG Nursing, 13(1), 38-41
Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2010). Nursing theory and their work. (6th ed).
St. Louis , Missouri : Mosby Elsevier
Tomey, A.M. & Alligood, M.R.. (2008). Nursing Theory : Utilization &
Application. 3rd Ed. Missouri :Elvesier Mosby.
Tomomi Ichiba, Tetsuo Miyagawa, Takeshi Kera, Toru Tsuda, Fumio Kokubu.
(2011). Patients With Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
http://erj.ersjournals.com/content/38/Suppl_55/p3641
Travers J, Dudgeon DJ, Amjadi K, et al. (2008). Mechanisms of exertional
dyspnea in patients with cancer. J Appl Physiol;104:57-66
Tsai WK, Chen W, Lee J,C, Cheng WE, Chen CH, Hsu WH, Shih CM. (2006).
Pigtail catheters vs large-bore chest tubes for management of secondary
spontaneous pneumothoraces in adults. AJEM. ;24:795–800. [PubMed]
Turner JG, Clark AJ, Gauthier DK, Williams M. (2008). The effect of therapeutic
touch on pain and anxiety in burn patients. J Adv Nurs;1:10–20.
Ullrich, R.L. (2005). Etiology of cancer : Physical Factor, dalam V. T Devita, S.
Hellman and S.A. Rosenberg (Ed). Cancer Principles and Practice of
Oncology. Edisi ke-7. Hlm. 193-200. Philadelphia : Lippincott Williams and
Wilkins.
Van den Beuken-van Everdingen MHJ, de Rijke JM, et al. (2007). Prevalence of
pain in patients with cancer: a systematic review of the past 40 years. Ann
Oncol;18:1437-1449.
Verbanck S, Hanon S, Schuermans D, et al. (2012). Small airways function in
breast cancer patients before and after radiotherapy. Breast Cancer Res
Treat;135:857-865.
Vergenoud, A.C et, al. (2013). Adherence To The Word Cancer Research
Fund/American Institute for Cancer Research Guidlines and Risk of Death
in Europe: Results From The European Prospective Investigation into
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
188
Nutrition And Cancer Cohort Study. American Society of Nutrition. Vol. 98.
Page 506-507.
Victor Sierpina, Lyuba Levine, Juliet Mckee, Christina Campbell, Sungmi Lian,
and Moshe Frenkel. (2015). Nutrition, Metabolism, and Integrative
Approaches in Cancer Survivors. Seminars in Oncology Nursing, Vol 31,
No 1 (February), 2015: pp 42-52. 2015 Elsevier Inc. All rights reserved.
0749-2081/3101-$36.00/0. http://dx.doi.org/10.1016/j.soncn.2014.11.005
Ward, S. E., Donovan, H., Gunnarsdottir, S., Serlin, R., Shapiro, G., & Hughes, S.
(2008). A representational intervention to decrease pain. Health
Psychology, 27, 59–67.
Ward, S. E., Goldberg, N., Miller-McCauley, V., Mueller, C., Nolan, A., PawlikPlank, D., et al. (1993). Patient-related barriers to management of cancer
pain. Pain, 52, 319–324
Ward, S.E., Heidrich, S.M., & Donovan, H.S. (2007) An Update on the
Representational Approach to Patient Education . J Nurs Scholarsh. 2007;
39(3): 259–265. doi:10.1111/j.1547-5069.2007.00178.x.
Weel, A.E., et al. (1999). Estrogen receptor polymorphism predicts the onset of
natural and surgical menopause. J. Clin. Endocrinol. Metab. 84, 3146-3150.
Welchek CM, Mastrangelo L, Sinatra RS, Martinez R. (2009). Qualitative and
quantitative assessment of pain. In: Sinatra RS, Casasola OA, Ginsberg B,
Vincusi ER, McQuay H, editors. Acute pain management. New York:
Cambridge University Press; p.147-68.
Wenzel, R.P. (2003). Prevention and Control of Nosocomial Infections. Edisi ke4. Philadelphia : Lippincott Williams dan Wilkins
Western Australia Departement of Health. (2007). Pain Management,
Aromatherapy. Section B Clinical Guidelines King Edward Memorial
Hospital Perth Western Australia Universitas
WHO. (2013). Latest world cancer statistics Global cancer burden rises to
14.1million new cases in 2012: Marked increase in breast cancers must be
addressed. https://www.iarc.fr/2013/International Agency for Research on
Cancer
Wieler, S., Gagne, J.P., Vaziri, H., Poirier, G.G., Benchimol, S. (2003).
Poly(ADP-ribose) polymerase-1 is a positive regulator of the p53-mediated
G1 arrest response following ionizing radiation. J. Biol. Chem. 278, 18914–
18921.
Willett W, Rockhill B, Hankinson S, et al. (2004). In: Harris J, Lippman M,
Morrow M, et al, eds. Diseases of the Breast. 3rd ed. Philadelphia, PA:
Lippincott,Williams & Wilkins; 2004:228–240.
Williams Lippincott, Wilkins. (2012). Kapita Selekta Penyakit Dengan Implikasi
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Wolfgang Kamin, Astrid Schwabe, Irene Kra¨mer. (2006). Inhalation solutions –
which one are allowed to be mixed? Physico-chemical compatibility of drug
solutions in nebulizers. Journal of Cystic Fibrosis 5 (2006) 205 – 213,
Published
by
Elsevier
B.V.
All
rights
reserved.
doi:10.1016/j.jcf.2006.03.007
Wood, G.J., Shega, J.W., Lynch, B.,& Roenn, J.H. (2007). Management of
intractable nausea and vomiting in patients at the and of life. Journal of
American Medical Association, 298 (10), 1196-1207
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
189
Worwood VA. (2000). Aromatherapy for the healthy child: more than 300
natural, non-toxic, and fragrant essential oil blends. Novato: New World
Library.
Yang, M. J., Jeon,Y.W., Han, S. I., Han, C.W., & Eom, H. S. (2000). Depression
and pain in patients with cancer: A preliminary study. Journal of Korean
Neuropsychiatry Association, 39, 1122–1131.
Yarbro, Connie Henke. Wujcik, Debra. Gobel, Barbara Holmes. (2010). Cancer
nursing : principles and practice / edited by Connie Henke Yarbro, Debra
Wujcik, Barbara Holmes Gobel.—7th ed. p. ; cm. ISBN 978-0-7637-6357-2
Yee J, Davis GM, Beith JM, et al. (2014). Physical activity and fitness in women
with metastatic breast cancer. J Cancer Surviv;8:647-656.
Yoo, H.J., Ahn, S.H., Kim, S.B., Kim, W.K., Han, O.S. (2005). Efficacy of
progressive muscle relaxation training and guided imagery in reducing
chemotherapy side effects in patients with breast cancer and in improving
their quality of life. Supportive Care in Cancer 13, 826-833
Yoo, M.S., Lee, H., Yoon, J.A. (2009). Effects of a cognitive-behavioral nursing
intervention on anxiety and depression in women with breast cancer
undergoing radiotherapy. Journal of Korean Academy of Nursing 39, 157165.
Yuspa, S.H. dan P.G. Shield. (2005). Etiology of Cancer : Chemical Factors,
dalam V. T Devita, S. Hellman and S.A. Rosenberg (Ed). Cancer Principles
and Practice of Oncology. Edisi ke-7. Hlm. 185-192. Philadelphia :
Lippincott Williams and Wilkins.
Zarogoulidis K, Zarogoulidis P, Darwiche K, et al. (2013). Malignant pleural
effusion and algorithm management. J Thorac Dis. 2013 Sep. 5 Suppl
4:S413-9. [Medline]. [Full Text].
Zembower TR. (2014). Epidemiology of infections in cancer patients. Cancer
Treat Res;161:43e89. 4.
Zhang SM, Lee IM, Manson JE, et al. (2007). Alcohol consumption and breast
cancer risk in the women’s health study. Am J Epidemiol.;165:676–676.
Zhou, K.N., Li, X.M., Yan, H., Dang, S.N., Wang, D.L. (2011). Effects of music
therapy on depression and duration of hospital stay of breast cancer
patients after radical mastectomy. Chinese Medical Journal 124, 2321-2327.
Ziosi P, Manfredini S, Vertuani S, Ruscetta V, Radice M, Sacchetti G. (2010).
Evaluating essential oils in cosmetics: antioxidant capacity and
functionality. Cosmet Toilet; 125: 32-40.
Zohreh Vanaki, Pegah Matourypour, Roya Gholami, Zahra Zare, Valiolah
Mehrzad, Mojtaba Dehghan .(2016). Therapeutic touch for nausea in breast
cancer patients receiving chemotherapy: Composing a treatment.
Complementary Therapies in Clinical Practice 22 (2016) 64-68.
http://dx.doi.org/10.1016/j.ctcp.2015.12.004 1744-3881/© 2015 Elsevier
Ltd. All rights reserved. Contents lists available at ScienceDirect. journal
homepage: www.elsevier.com/locate/ctcp
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
190
Lampiran 1 : Skema Siklus Sel Normal
Sumber: Yarbro, Wujcik, & Gobel, (2011)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
191
Lampiran 2 : Peta Konsep Kanker Payudara
Faktor Risiko :
- Usia
- Riwayat
Keluarga
dengan kanker/BRCA-1
& BRCA-2
- Karakteristik reproduksi
- Kelainan
kelenjar
payudara
- Hormon estrogen
- Radiasi pengion
- Diet/gizi
Sel ephitel normal
Masalah Keperawatan :
- Nyeri
- Risiko gangguan integritas kulit
- Risiko cidera
- Risiko ketidakefektifan koping individu
- Ketidakefektifan
manajemen
rejimen
terapeutik
- Ketidakseimbangan nutrisi < kebutuhan
tubuh
- dll.
Terapi modalitas :
- Operasi
- Radiasi
- Kemoterapi
Kerusakan DNA
Mutasi gen dalam
jaringan ephitel dan
sitem duktal
Distribusi dan
pengklasifikasian kanker
payudara berdasarkan
patologik dan TNM
Hiperplasi sel ephitel
Carsinoma insitu
Menginvasi stroma
Kanker payudara
Metastase
melalui sistem
limfatik ke
nodus limfatik
aksila
Metastase
melalui
pembuluh
darah
Penatalaksanaan awal :
- Mamografi
- USG
- MRI
- Px. Laboratorium :
CEA dan Ca 15-3
- Px. Sitologi : biopsi
Penerapan teori PEOL :
- Pengkajian
 Nyeri
 Rasa nyaman
 Dihargai & dihormati
 Damai
 Dekat dengan orang
yang bermakna
- Diagnosa
- Intervensi : dirumuskan
berdasar NIC
- Evaluasi : dengan melihat
sejauh mana tercapainya
tujuan berdasarkan NOC
Peningkatan kualitas
asuhan keperawatan
ditandai dengan
peningkatan kualitas
hidup pasien
Ca. Paru, liver, tulang,
otak
Sumber : Price & Wilson, (2005); Suryaningsih & Sukaca, (2009); Black &
Hawks, (2014); Tomey & Alligood, (2010)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
192
Lampiran 3 : Hasil penerapan menghirup aromaterapi jahe pada pasien kanker payudara dengan kemoterapi
Tabel 1.5 Comparison of VAS nausea score and frequency of vomiting between ginger essential oil (EO) and ginger
fragrance oil (FO) at each study phase (phase 1 and 2) and treatment effect
Fase 1
Fase 2
Grup A
(Plasebo)
Grup B
(Esential)
P
valuea
Grup A
(Esential)
Grup B
(Plasebo)
P
valuea
Essential
Plasebo
P
valueb
Mual
Hari 1
1,17
±
1,169
1,83
±
1,169
1,000
1,17
±
1,169
5,83
±
3,371
0,207
1,5
±
1,168
3,5
±
3,425
-2
(
-3,756
-0,244
)
0,009
Hari 2
2,83
±
1,169
2,5
±
1,378
0,721
2,83
±
1,169
6,83
±
2,317
0,103
2,67
±
1,231
4,83
±
2,725
-2,167
(
-3,833
-0,5
)
0,005
Hari 3
5,17
±
1,169
4,5
±
1,049
0,873
5,33
±
0,816
5,83
±
2,858
0,058
4,92
±
0,996
5,5
±
2,111
-0,583
(
-2,029
0,862
)
0,608
Hari 4
4
±
0,894
2,5
±
1,049
0,588
3,5
±
1,049
3,83
±
1,941
0,188
3
±
1,128
3,92
±
1,443
-0,917
(
-2,142
0,309
)
0,852
Hari 5
1,33
±
1,033
1,17
±
0,753
0,475
1,33
±
1,033
3,83
±
2,483
0,098
1,25
±
0,866
2,58
±
2,234
-1,333
(
-2,921
0,254
)
0,046
Hari 1
1
±
1,265
1,67
±
1,633
0,418
1,5
±
1,378
2,17
±
1,472
0,651
1,58
±
1,443
1,58
±
1,443
0
(
-1,271
1,271
)
1
Hari 2
5
±
1,265
2,67
±
1,366
0,765
3,17
±
1,941
5,5
±
1,049
0,188
2,92
±
1,621
5,25
±
1,138
-2,333
(
-3,585
-1,082
)
0,002
Hari 3
6
±
0,632
3,17
±
2,041
0,055
3
±
1,789
3,33
±
1,366
0,549
3,08
±
1,832
4,67
±
1,723
-1,583
(
-3,003
-0,164
)
0,032
Hari 4
4,67
±
1,033
2,67
±
0,816
0,701
3,17
±
1,941
3,17
±
1,169
0,247
2,92
±
1,443
3,92
±
1,311
-1
(
-2,271
0,271
)
0,111
Hari 5
3,83
±
1,472
1,17
±
0,753
0,110
1,67
±
1,033
2,83
±
1,941
0,113
1,42
±
0,9
3,33
±
1,723
-1,917
(
-3,142
-0,691
)
0,005
Muntah
Data are mean ± SD, unless otherwise indicated. Bold values shows the significant difference, P < 0.05.
a Independent t-test; significant at P < 0.05.
b Paired t-test; significant at P < 0.05.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
193
Lampiran 4 : Resume 30 Kasus Kelolaan
RESUME KEPERAWATAN
PENDEKATAN PEACEFUL END OF LIFE THEORY
PADA KASUS KELOLAAN KLIEN KANKER
No.
Deskripsi Kasus
1.
Tn. A (66 th), Islam, menikah, SMTA, PNS,
tanggal pengkajian 8/9/2015, Diagnosa
Medis: kanker paru kanan stadium IIIB
Keluhan utama: Klien mengungkapkan
sesak pada saat beristirahat dan dada terasa
nyeri pada saat bernafas, nyeri dirasakan
setiap hari dan memberat pada hari ini
Riwayat penyakit sekarang: Sesak dada,
yang semakin menghebat 2 hari sebelum
masuk rumah sakit yaitu pada tgl 6-9-2015
(klien MRS pada tgl 8-9-2015) Klien
mengungkapkan dada terasa berat dan sesak
sekali. Klien mengatakan rasa sesak tidak
hilang meskipun istirahat, rasa sesak selalu
di rasakan oleh klien, klien juga mengatakan
ia merasa nyeri pada dada kanan atas.
Usaha yang dilakukan adalah duduk tenang,
mernarik napas dalam. Nyeri dirasakan
seperti tertekan dan rasa terbakar. Skala
keparahan yaitu pada skala 5. Timbulnya
nyeri tidak tentu, kadang-kadang dan
lamanya kira-kira 5-10 menit, wajah klien
tampak menyeringai kesakitan. Lalu oleh
keluarga dibawa ke RSUD Dharmais pada
pagi hari sekitar pukul 05.30, lalu klien di
sarankan untuk rawat inap
Klien dengan riwayat merokok lebih dari 40
tahun, menyukai makanan yang dipanggang
dan tinggi lemak
Sudah menjalani kemoterapi 6x
Toraks foto: tanggal 8/7/2015 Interpretasi: :
jantung tampak terdorong ke kiri dan ada
bayangan massa pada daerah parahiler
sampai suprahiler kanan. Kesimpulan :
kanker paru kanan stadium IIIB
2.
Ny. R (35 th), Islam, menikah, SLTP, IRT,
tanggal pengkajian 14/9/2015, Diagnosa
Medis: Ca Mamae Stadium IIIB dan Efusi
Pleura
Keluhan utama: sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang: Menurut
keterangan klien dan keluarga pasien sesak
bertambah sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Klien mengatakan selain sesak
nafas dada nyeri skala 5 dan meningkat
menjadi 8 bila menarik nafas dalam. Nyeri
berlangsung ± 3 menit. Klien mengatakan
tahun 2000 terdapat benjolan sebesar biji
asam di payudara kiri namun tidak
dilakukan pemeriksaan maupun pengobatan
apapun. Tahun 2012 klien menikah dan
mempunyai anak melalui operasi sesar.
Ketika menyusui bayi satu bulan klien
menderita usus buntu dan dilakukan operasi
usus buntu dan berhenti menyusui bayinya
karena ASI tidak keluar setelah operasi.
Tahun 2013 benjolan yang ada di payudara
kiri membesar dengan sangat cepat. Tahun
Pengkajian menggunakan konsep Peaceful End of Life Theory, Diagnosa
Keperawatan, NOC,NIC dan Evaluasi
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri dada sebelah kanan, nyeri seperti tertekan dan rasa
terbakar di dada, Skala nyeri yaitu angka 5 pada skala 5. Timbulnya nyeri tidak tentu,
kadang-kadang dan lamanya kira-kira 5-10 menit, wajah klien tampak menyeringai
kesakitan, TTV: Nadi 120 x/mnt, respirasi 36 x/mnt, cepat dan dangkal, tensi 100/60
mmHg,
Nyaman: Klien mengungkapkan dada terasa berat dan sesak sekali. Klien mengatakan
rasa sesak tidak hilang meskipun istirahat, rasa sesak selalu di rasakan oleh klien,
Pemeriksaan fisik : RR 36x/mnt cepat dan dangkal, spo2 95%, sianosis, CRT 4 detik,
perfusi dingin dan pucat., Pemeriksaan paru :Inspeksi: pergerakan dada asimetris;
pergerakan dada saat bernafas cepat, tarikan interkosta (+) tampak nafas cuping hidung;
palpasi: ekspansi paru meningkat, taktil fremitus menurun; Perkusi: perkusi dada redup
(dullness); Auskultasi: suara wheezing unilateral; Hasil Blood Gas tgl 20-10-2012: pH
7,471; PCO2 29,2; PO2 62,6; HCO3 20,8, BE – 2,8, Kalium 3,0; Natrium 128; SaO2 93 %
(Alkalosis respiratorik),
Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual, makan 3x sehari sedikit, ±¼ porsi,
klien mengatakan senang minum jus buah; adanya mucositis, stomatitis nyeri eritema
lecet di bibir, BB: 50 kg TB: 174 cm IMT: 16,55 kg/m2 (kategori: underweight)
kehilangan BB >20%, dl SGOT: 30 U/L (0-38), SGPT: 16 U/L (0-41), GDS: 102 mg/dl,
Hb 11,5 g/dL (12-16), Eritrosit: 9,6 juta/l (4-5)
Bermartabat dan dihormati: klien mengatakan membutuhkan dukungan dari semua
keluarga dan perawat juga dokter, klien merasa tertekan dengan penyakitnya karena takut
anak-anaknya menderita penyakit kanker juga.
Damai: Praktik keagamaan yang dilakukan: berdoa di tempat tidur
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang akan membantu pasien
dalam pemenuhan kebutuhan perawatan: istri dan anak
Diagnosa keperawatan: 1) Gangguan pertukaran gas (00030), 2) Nyeri kronis (00133),
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 4) . Risk control:
Infection (00004)
Tujuan (NOC): 1) Respiratory status : gas exchange (0402), 2) Pain control (1605), 3)
Nutritional status : food and fluid intake (1008) 4) imune status (0702)
Intervensi (NIC): 1) Oxygen therapy (3320), 2) Pain management (1400), 3) Nutrition
management (1100) , 4) Infection control (6540)
5) Medication administration (2300): IVFD Ns 0,9%/24 jam, Glabexal tabet 300 mg,
injeksi IV ondancentron 8 mg, drip tramadol 100mg+NS 100 cc, injeksi ranitidin 50 mg
IV dan ketorolac 50 mg (extra)
Evaluasi: pasien mengatakan sesak nafas berkurang, nyeri berkurang, skala 3, mual
berkurang, masih merasa nyeri menelan, klien mengatakan senang minum jus buah, tidak
ada keluhan panas, nafsu makan menurun, Suhu : 36,5 0C
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai
skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk
dan hilang timbul, klien tampak gelisah dan menyeringai saat nyeri timbul RR: 28x/menit
N : 110x/menit
Nyaman: Kilen mengatakan sesak nafas sehingga sulit tidur, adanya pernafasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, RR : 28x/menit (masker 5L/menit), suara nafas tambahan
ronkhi basah, klien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur, SaO2 95%, sianosis, nafas
cuping hidung, gambaran foto thorax efusi pleura
Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, klien mengatakan
mengalami penurunan BB yang tadinya 50kg menjadi 45 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi
tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, BB: 45 kg, TB: 152 cm, IMT: 19,56 kg/m2
(kategori: normal), kehilangan BB 5%, Hb : 10,7 g/dL, klien tampak kurus dan turgor
menurun
klien mengatakan payudara kiri sudah di operasi ada keropeng sedikit kadang
mengeluarkan cairan bening sedikit tapi sekarang tidak, tampak luka pos op mastektomi
payudara kiri, integumen sekitar luka pos op hiperpigmentasi dan terdapat nekrotik 4cm2,
tidak ada eksudat, terdapat benjolan dengan kondisi integumen menyerupai kulit jeruk di
payudara kanan dekat dengan sternum
klien mengatakan sesak nafas dan merasa cepat lelah bila beraktivitas, aktivitasnya selalu
dibantu suami, klien tampak sesak nafas dalam kondisi duduk memeluk bantal, kadang
bernafas dengan mulut, aktivitas dibantu perawat dan suami, nilai ECOG 3 (Hanya
mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi
lebih dari 50% dari waktu terjaga.), klien tampak bertambah sesak saat diwawancara dan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
194
2014 dilakukan operasi payudara kiri di RS
Bekasi. Setelah operasi klien dianjurkan
untuk mengikuti program kemoterapi
namun tidak dilakukan karena takut efek
samping kemoterapi. Klien minum obat
herbal dan mengikuti pengobatan alternatif
selama 10 bulan. Enam bulan sebelum
masuk rumah sakit klien mengatakan sering
sesak nafas dan aktivitas harus dibantu
karena cepat merasa lelah. 2 bulan sebelum
masuk rumah sakit klien mengatakan tidak
bisa tidur terlentang dan harus dalam posisi
duduk karena sesak bertambah bila tidur
terlentang
Lingkungan perokok, konsumsi pil KB,
makanan cepat saji dan mie instan,
lingkungan dekat pembuangan sampah
EKG: tanggal 25/8/2015 Interpretasi: synus
rhytm
Toraks foto: tanggal 10/9/2015 Interpretasi:
tampak fibroinfiltral di paru kiri. Hilus dan
pleura tampak infiltrat
USG payudara : tanggal 10/9/2015
Interpretasi : Lesi benigna superolmedial
kiri
USG Abdomen, tanggal 10/9/2015
Interpretasi: fatty liver, cholelithiasis. Tidak
nampak kelainan padaorgan intraabdominal
lainnya
3.
Ny K (62 th), Islam, menikah, SMTA,
Pensiunan PNS, tanggal pengkajian
21/9/2015, Diagnosa Medis: KNF
Keluhan utama: nyeri
Riwayat penyakit sekarang: Klien
mengatakan sering mimisan ± 6 bulan
terakhir, pilek yang terus menerus sejak 2
bulan yang lalu, sudah ke dokter diberi obat
pilek tidak sembuh-sembuh, telinga kiri
seperti kemasukan air dan berdenging ± 2
bulan, mata kiri melihat double dan juling
sejak ± 2 bulan lama-lama mata terasa nyeri
menjalar sampai pipi dan gusi serta bibir
sebelah kiri terasa panas, tidak ada keluarga
yang menderita kanker seperti klien, DM
klien terkontrol, klien mengatakan riwayat
suka makanan yang dipanggang, selama
sakit nafsu makan menurun, BB menurun,
klien mengatakan melakukan biopsi tanggal
27 April 2015 di RSUD Cilegon
Tidak punya riwayat merokok, suka
makanan panggang, DM sejak 2006
Foto Toraks : tanggal 18/5/2015
Interpretasi: Tak tampak kelinan pada
jantung dan paru
Bone Scan : tanggal 22/5/2015
Interpretasi : aktivitas patologis pada
costae 5 dan genu kiri, tak tampak
patologis pada tulang lainnya
Histopatologis/sitopatologis : tanggal
7/5/2015 Interpretasi : Neoplasia
Ganas, kemungkinan Carsinoma sel
transisional
4.
Ny M (57 th), Islam, menikah, SLTP, IRT,
tanggal pengkajian 29/9/2015, Diagnosa
Medis: Ca. Cervix
Keluhan utama: nafsu makan menurun
karena mual
Klien datang ke rawat singkat dengan
harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian
Bermartabat dan dihormati: klien mengatakan dulu tidak berani kemo karena takut
efek samping yang disampaikan oleh masyarakat sekitar, klien tampak bertanya tentang
efek kemoterapi dan bagaimana cara mengatasinya
Damai: klien merasa cemas dengan penyakitnya dan kemoterapinya
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
suami
Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Gangguan pertukaran
gas (00030), 3) Nyeri kronis (00133), 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh(00002), 5) Intoleransi aktivitas (00092), 6) Kerusakan integritas kulit
(00046), 7) Resiko infeksi (0004), 8) Defisit pengetahuan proses pengobatan (kemoterapi)
(00126)
Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 2) Respiratory status : gas exchange
(0402), 3) Pain control (1605), 4) Nutritional status : food and fluid intake (1008), 5)
energy conservation (0002), 6) surgical recovery : convalescence (2304), 7) imune status
(0702), 8) konwledge cancer management (1833)
Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Oxygen therapy (3320), 3) Pain
management (1400), 4) Nutrition management (1100), 5) Energy management (0180), 6)
woundcare (3660), 7) Infection control (6540), 8) Chemotherapy management (2240)
9) Medication administration (2300): infus NaCl 0,9% 500 cc + aminophilin 2 amp/24
jam, O2 masker 5L/menit, nebulazer:combivent dan bisolvon, aspirin 3x500mg Ranitidin
50 mg IV, Ondansentron 4 mg Iv
Evaluasi: Kilen mengatakan masih sesak nafas, Klien mengatakan masih nyeri dada kiri
namun skala sedikit menurun yaitu 4 tetapi tetap meningkat saat batuk sampai skala 8
menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan
hilang timbul, Klien mengatakan mual berkurang, klien mengatakan masih sesak nafas
dan merasa lelah bila beraktivitas, aktivitasnya masih dibantu suami dan perawat, klien
mengatakan payudara kiri yang bekas dioperasi ada keropeng sedikit kadang
mengeluarkan cairan bening sedikit tapi sekarang tidak, Klien mengatakan tidak ada
keluhan panas tetapi nafsu makan menurun, Klien mengatakan sudah paham tentang
kemoterapi dan akan mengikuti prosedur pengobatan yang akan diberikan
Bebas nyeri: Klien mengatakan mata terasa nyeri menjalar sampai pipi dan gusi serta
bibir sebelah kiri terasa panas seperti terbakar, hilang timbul muncul tiba-tiba dan sering
timbul saat bicara, dan hilang pada saat istirahat, kadang bibir terasa baal, skala nyeri
sedang 4, klien juga mengungkapkan karena nyeri tidurnya terganggu, Riwayat nyeri
metastase, dan kemoterapi yang ke 5, klien mempunyai riwayat minum obat aspirin tablet
3x500 mg
Nyaman: Klien mengatakan nafsu makan menurun karena sakit menelan, mual, makan
3x sehari sedikit, ±¼ porsi, klien mengatakan senang minum jus buah, adanya mucositis,
stomatitis nyeri eritema lecet di bibir, IMT 26,48 (obese I) kehilangan BB < 5%, SGOT :
14 U/L SGPT 11 U/L, : Hb : 10,7 g/dL (12-16) Eritrosit : 3,72 106/l (4-5) Leukosit :
7,48 103/l (5-10) Trombosit : 408 103/l (150-440) Hematokrit : 31,4 % (37-43)
Klien mengatakan pipi sebelah kiri agak bengkak dan kulit kering, kulit kering mengkilap
di pipi sebelah kiri, Klien mengatakan akan menjalani kemoterapi yang ke 5, tidak ada
keluhan panas tetapi nafsu makan menurun
Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam
kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap
dihargai sesuai dengan fungsinya
Damai: klien mengatakan pasrah dan menerima, klien mengatakan masih
melakukan kegiatan ibadah
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi
pasien: anak dan suami
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh (00002), 3) Kerusakan integritas kulit (00046), 4) Resiko infeksi
(00004)
Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Nutritional status : food and fluid intake
(1008), 3) surgical recovery : convalescence (2304), 4) Imune status (0702)
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Nutrition management (1100), 3)
Wound care (3660), 4) Infection protection (6550)
5) Medication administration (2300):Ns 0,9%/8 jam, aspirin tablet 3x500 mg, meprazole
40 mg IV, Ondansentron 8 mg IV, Dexamethason 10 mg IV
Evaluasi: Klien mengatakan mata masih terasa nyeri, mual berkurang, masih merasa
nyeri menelan, klien mengatakan senang minum jus buah, pipi sebelah kiri masih
bengkak , kalau diraba kulit licin dan kering, nafsu makan menurun
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri perut bawah skala 3 meningkat saat batuk sampai
skala 5 menjalar ke perut kiri dan kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti
ditusuk-tusuk dan hilang timbul, klien tampak menunjukkan area yang kadang sakit RR:
20x/menit N : 84x/menit
Nyaman: Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, klien
mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 40 kg menjadi 33 kg, klien makan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
195
rencana kemoterapi yang ke 2 yaitu
carboplatin. TTV : 120/80, N : 84x/menit
RR 20x/menit
Lingkungan perokok, konsumsi lemak, KB
8 tahun
EKG: tanggal 25/8/2015 Interpretasi: synus
rhytm
Pemeriksaan Histopatologi interpretasi :
karsinoma squamus tidak berkeratin,
diferensiasi sedang, invasif serviks uteri:
USG Abdomen, tanggal 10/9/2015
Interpretasi: fatty liver, cholelithiasis. Tidak
nampak kelainan padao rgan intraabdominal
lainnya
5.
6.
Tn. K (55 th), Islam, menikah, SLTP,
Pensiunan, tanggal pengkajian 1/10/2015,
Diagnosa Medis: Ca. Collon
Keluhan utama: sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang: Menurut
keterangan klien bulan januari 2015 rencana
akan melakukan operasi hernia di RS Mitra
keluarga, namun pada saat dilakukan
operasi ditemukan kanker usus sehingga
operasi dilakukan sekaligus untuk
mengangkat kanker. Dari RS mitra keluarga
pasien disarankan untuk menjalani
kemoterapi. Kemudia klien memutuskan
untuk melanjutkan pengobatan di RS
Dharmais. Pada bulan Maret dilakukan
kemoterapi yang pertama. Kemoterapi
dilakukan setiap 3 minggu sekali dan pada
saat pengkajian klien sudah menrima
kemoterapi yang ke 11. Klien mengatakan
pda saat kemo yang pertama samapai ketiga
pernah mengalami sesak nafas. Kemo yang
sudah berjalan yaitu Eloxatin tiap 3 minggu
sekali dan xeloda tablet 2x6 tablet tiap hari
dan berhenti minum obat xeloda seminggu
sebelum kemoterapi eloxatin. Klien
mengatakan sebelum bulan januari 2015
mempunyai kebiasaan merokok sehari 3
bungkus dan berhenti setelah dinyatakan
menderita kanker. Klien mengatakan merasa
mual namun tetap memaksakan diri untuk
makan. Klien mengatakan colostominya
lepas karena sering batuk sehingga usus
keluar. Klien mengatakan akan melakukan
rekontruksi setelah program kemoterapi
selesai. Dan akan melakukan proses
rekontruksi usus di RS Mitra keluarga
Merokok sejak SD, lingkungan perokok,
konsumsi tinggi lemak, suka mie instan
Toraks foto: tanggal 10/9/2015 Interpretasi:
tampak fibroinfiltral di paru kiri. Hilus dan
pleura tampakinfiltrat
USG payudara : tanggal 10/9/2015
Interpretasi : Lesi benigna superolmedial
kiri
Ny. R (60 th), Islam, menikah, SMTA, IRT,
tanggal pengkajian 19/10/2015, Diagnosa
Medis: Kanker Thyroid Metastasis Paru
Keluhan utama: cemas
Riwayat penyakit sekarang: Klien
mengatakan pada tahun 2014 muncul
3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, BB: 33 kg, TB: 142 cm, IMT:
16,41 kg/m2, (kategori: underweight), kehilangan BB 5%, Hb : 11,9 g/dL (12-16), klien
tampak kurus dan turgor menurun, klien mengatakan tidak panas hanya nafsu makan
menurun
Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: berdoa di atas tempat tidur
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
suami
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh (00002), 3) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Nutritional status : food and fluid intake
(1008), 3) Imune status (0702)
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Nutrition management (1100), 3)
Infection protection (6550)
5) Medication administration (2300):
Evaluasi: Klien mengatakan sedang tidak merasa mual, klien mengatakan mengalami
penurunan BB yang tadinya 50kg menjadi 45 kg, nyeri perut bawah skala 3 meningkat
saat batuk sampai skala 5 menjalar ke perut kiri dan kanan dan ulu hati seperti terbakar,
tidak ada keluhan panas, nafsu makan menurun
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri di sekitar stoma, pedih skala 4, klien tampak
gelisah dan menyeringai saat nyeri timbul RR: 22x/menit N : 92x/menit, kulit sekitar
stoma kemerahan
Nyaman: Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual, klien makan 3x/hari ¼
porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, BB: 64 kg,TB: 172 cm, IMT: 21,62
kg/m2 (kategori: normal) kehilangan BB <5%, Hb : 10,7 g/dL, klien tampak masih ideal
dan turgor baik; klien mengatakan kulit sekitar stoma lecet-lecet pedih, tampak coloctomy
dengan keadaan colon prolaps, dan sekitar stoma hiperemi; klien mengatakan tidak panas
hanya nafsu makan menurun, Hb : 10,7g/dL, terdapat luka pos op, leukosit : 7,48 103/l
Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: pasrah semua sudah ketentuan Allah
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
istri
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Kerusakan integritas kulit (00046),
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00004), 4)Resiko infeksi
(00004)
Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Tissue integrity : skin (1101), 3) Nutritional
status : food and fluid intake (1008), 3) Imune status (0702)
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Pressure management (3500),
3)Nutrition management (1100), 4) Infection protection (6550)
5) Medication administration (2300): Ns 0,9%, aspirin 3x500mg, Ondansentron 8 mg Iv
Evaluasi: Klien mengatakan masih nyeri di area kulit dekat stoma, perih skala 4,
kemerahan di sekitar stoma terjadi setelah adanya usus yang keluar, mual berkurang,
klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, tidak ada keluhan
panas, nafsu makan menurun
Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri
Nyaman: Klien mengatakan cemas akan menghadapi tindakan ablasi, TD :170/120
mmHg, N : 74x/menit, RR :20x/menit, S : 36,50C; Klien mengatakan tidak bisa tidur
nyenyak dalam beberapa hari, dan semalam tidak bisa tidur karena memikirkan tindakan
yang akan dijalani, tampak lingkaran hitam di kelopak mata
Klien tampak tegang dan beberapa kali menanyakan mengenai prosedur tindakan yang
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
196
7.
benjolan di leher. Awalnya klien mengira
benjolan tersebut adalah gondok biasa.
Klien melakukan pemeriksaan PA di RS
Cilegon dan hasilnya adalah kanker tiroid
kemudian dilakukan operasi pengangkatan
benjolan pada tanggal 24 November 2014.
Klien mengatakan menopause diusia 54
tahun, adiknya ada yang pernah menderita
kanker dan meninggal. Klien mengatakan
ini adalah kunjungan kedua di RS K
Dharmais. Kunjungan pertama pada tanggal
25 maret 2015. Dalam kunjungan pertama,
klien mengatakan akan dilakukan
tiroidektomi karena muncul benjolan
kembali di leher. Kemudian kunjungan
kedua berencana akan melakukan radiasi
dengan ablasi sesuai dengan saran dokter.
Selama menunggu terapi berikutnya klien
minum obat thyrax 2x100 mcg stiap hari.
Riwayat KB 8 tahun, adik meninggal karena
kanker, makan tinggi lemak, DM sejak 2006
akan dilakukan
Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Perasaan terhadap perubahan fisik yang dialami: menerima, pasrah, klien
mengatakan masih melakukan kegiatan ibadah doa selama proses ablasi
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak dan suami
Diagnosa keperawatan: 1) Cemas (00146), 2) Gangguan pola tidur (000198)
Tujuan (NOC): 1) Anxiety self control (1402), 2) Sleep (0004)
Intervensi (NIC): 1)Relaxation therapy (6040), 2) Sleep enhancement (1850)
3) Medication administration (2300):
Evaluasi: Klien mengatakan cemas berkurang, akan tidur tepat waktu dan sesuai
kebutuhan
Tn. T (35 th), Islam, menikah, SLTP,
Swasta, tanggal pengkajian 26/10/2015,
Diagnosa Medis: Ca. Recti dan Acute Renal
Failure
Keluhan utama: Nyeri perut dan anus
Riwayat penyakit sekarang: Dua tahun
yang lalu klien mengeluh BAB darah dan
nyeri saat BAB. Klien periksa ke rumah
sakit “C” dan didiagnosa radang anus, klien
5x ke RS “C” dan diberikan obat untuk
radang anus serta minum vegeta. Selama
berobat di RS “C” tidak ada perubahan
kemudian pindah ke klinik “X” 3x
didiagnosis wasir, di klinik “X” klien diberi
obat per 3 hari, tiap minum obat sembuh
namun bila berhenti minum obat kambuh
lagi. Kemudian klien pindah periksa ke
klinik “ R” 3x dan didiagnosis wasir diberi
obat namun sakit tidak berkurang. Klien
melanjutkan pengobatan ke puskesmas “R”
3x, disana dilakukan pemeriksaan rontsen
dan tusuk anus oleh dokter dan didiagnosis
wasir, klien mengatakan tambah kesakitan
bila mau BAB namun BAB darah kadang
ada kadang tidak ada. Kemudian pindah lagi
ke klinik Cina di klinik ini klien dilakukan
suntik di pantat kanan dan kiri dan diberikan
obat selama 5 hari, namun ketika obat habis,
penyakit kambuh lagi. Klien pindah lagi ke
klinik dekat rumah dsna dilakukan rontsen
ulang dan dokter menyampaikan ada koreng
di anus. Di klinik ini klien diberikan salep
untuk dioles di anus dan obat minum,
namun klien masih merasakan nyeri saat
BAB dan BAB masih berdarah. Klien
pindah lagi ke RS “P” disana dilakukan
tusuk anus 2x tiap minggu jika kontrol,
klien diberi obat dan salep. Di rumah sakit
“P” ini klien minta rujukan namun tidak
diberi. Klien makin merasa nyeri dan
berhenti bekerja karena kesakitan dan sulit
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri di perut dan anus hilang timbul seperti terbakar
kadang seperti ditusuk tusuk skala 10 muncul tiba-tiba, nyeri berkurang dengan sendiri
lalu tiba-tiba muncul lagi dan sangat nyeri, klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri
yang selalu timbul, klien juga mengatakan nyerinya membuat nafsu makan dan minum
menurun, Klien tampak menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati (ubah posisi dengan
hati-hati), tampak gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyeringai), klien kadang tampak terfokus pada diri sendiri, TD : 108/72 mmHg N :
100x/menit RR : 20x/menit, S : 36,70C, klien tampak gelisah, kadang merintih, perut
besar keras seperti papan terdapat massa dan asites.
Nyaman: Klien mengatakan tidak nafsu makan, nyeri perut terasa penuh/begah, tiap kali
makan muntah, Konjungtiva tampak pucat, A : BB : 53 kg TB :170cm=2,89 IMT : 18,33
(underweigt) Lila : 16,5 (N :32,6) Standar gizi berdasar LILA : (16,5 : 32,6) x100%
=50,61% (gizi buruk), B : tgl 23/10/2015 Hb :11,7 mmHg (13-18), C : Klien tampak
kurus dengan perut buncit, mata cekung,, D : klien muntah setelah makan satu sendok
ataupun minum, klien mendapat diit rendah protein; klien dan keluarga mengatakan BAK
ada darah dan semacam lendir, perut sudah 7 kali diambil cairan @3liter, minum sedikit 3
hari 1 liter (kemungkinan tidak masuk karena muntahnya lebih banyak dari asupan), klien
juga mengatakan haus dan lapar tapi klien sekali makan dan minum muntah, klien
tampak lemah, rambut dan kulit kering, tampak urine bercampur darah, tampak sering
muntah, perut buncit berisi cairan asites dan massa, N : 100x/menit, Nilai lab fungsi
ginjal : Ureum : 287 mg/dL (19-44), kreatinin : 5,35 mg/dL (<1,17), eGFR 13,05
ml/min/1,73m2 (>60), Nilai lab elektrolit : Natrium 125 mmol/L (135-150), Kalium : 6,2
mmol/L (3,5-5,3), Klorida : 77 mmol/L (95-111), Kalsium : 9,6 (8,1-10,4) mg/dL,
Magnesium : 3,5 mg/dL (1,9-2,5), BC : 1650-1100 = +550; keluarga klien me ngatakan
perut dekat kantong stoma merah-merah dan di pantat bagian kanan lecet, perut terdapat
kemerahan, kulit kering, ada luka lecet di pantat sebelah kanan, klien mengatakan tidak
panas, nafsu makan menurun, Hb : 11,7g/dL (13-18), terdapat colostomy, leukosit : 13,90
103/l (5-10), S : 36,70C
Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Harapan terhadap diri dengan perubahan fisik yang dialami: ingin sembuh,
merasa sedih namun semua ketentuan Allah, sejak sakit: berdoa dan istighfar
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
istri
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh (00004), 3) Intoleransi aktivitas (00092), 4) Resiko
ketidakseimbangan cairan, (00025), 5) Kerusakan Integritas kulit (00046), 6) Resiko
infeksi (00046)
Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Nutritional status : food and fluid intake
Foto Toraks : tanggal 18/5/2015
Interpretasi: lesi metastase pada paru
Histopatologis/sitopatologis : tanggal
7/5/2015 Interpretasi : Carsinoma
thyroid papilar variant filokuler
metastase paru
USG Abdomen: tanggal 18/5/2015
Interpretasi: Tak tampak kelainan pada
organ-organ intra abdomen
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
197
8.
berjalan. Kemudian dengan bos kantor klien
dibawa ke klinik ”AS” disana diminta hasil
CT scan, karena tidak ada klien hanya
disarankan untuk memberli celana dalam
magnet seharga Rp. 15000000,- namun
klien tidak membelinya karena biaya yang
sangat mahal. Kemudian pindah lagi ke RS
“O” klg dan klien minta dilakukan
endoscopy tetapi ternyata yang dilakukan
adalah rontsen yang sama di RS di
kampung. Klien pindah lagi ke RS “BK”
dilakukan tusuk anus lagi dan didiagnosis
tumor ganas lalu disarankan untuk operasi,
klien juga diberikan obat pengurang rasa
sakit yang diminum selama 5 hari. Dari sini
klien merasa sembuh. Namun beberapa hari
merasa nyeri dan berdarah lagi. Kemudian
klien pindah lagi ke RS “PIK” disana
diberikan surat rujukan untuk operasi dan
didiagnosis tumor ganas stadium II melalui
CT scan, namun klien menolak untuk
operasi dan mengikuti saran bos untuk
minum herbal. Klien minum herbal selama
2 bulan berupa minuman dan obat kapsul,
selama minum obat herbal klien
mengatakan tidak nyeri dan tidak BAB
darah lagi. Obat herbal habis kambuh lagi
klien pindah ke RS “B”. Klien diminta
untuk menunggu jadwal operasi. Selama
menunggu jadwal operasi klien
menggunakan herbal dan mengikuti pijat
refleksi serta setrum kaki, hasilnya perut
sakit dan perut makin membuncit. Bulan
februari 2015 klien datang ke RS “B” dan
dilakukan pemeriksaan USG, jantung, paru.
Klien juga membawa hasil biopsi dari
Klinik sehat yang dibacakan hasilnya oleh
dokter di RS “B”. Kemudian setelah
pemeriksaan lengkap klien dilakukan
operasi pada bulan April 2015 dan
dilakukan colostomy. Klien dilakukan
perawatan luka di puskesmas setelah pulih
dari tindakan operasi di RS “B”. Kemudian
setelah stelah melakukan perawatan luka di
puskesmas klien datang kembali ke RS’B”
pada bulan Mei untuk meminta rujukan ke
RS Dharmais karena klien masih merasa
nyeri di anus saat BAB. Klien datang ke RS
Dharmais dan disarankan untuk kemo dan
radiasi, klien mengkonsumsi Xeloda dan
mengatakan saat minum Xeloda nyeri
hilang BAB lancar dan makan minum
selera. Kemudian klien melakukan radiasi
sebanyak 27x pada saat radiasi ke 20 klien
mengalami penurunan kadar Hb : 9,8 mg/dL
dan dilakukan transfusi. Klien mengatakan
pada saat radiasi ke dua perut terasa begah
dan keras. Klien mendapat treatment
seminggu sekali setelah radiasi pungsi
cairan setiap pengambilan cairan asites
didapatkan 3 liter cairan. Klien mengatakan
sudah 7x diambil cairan di perut. Pada
tanggal 21/10/2015 klien dilarikan ke IGD
karena merasa perut penuh dan begah, tidak
selera makan selama 2 minggu dan tidak
bisa BAB selama 2 minggu
Riwayat perokok aktif dan pasif, makan
tinggi lemak, instan, minum alkohol
Ny. M (45 th), Islam, menikah, tidak tamat
SD, IRT, tanggal pengkajian 2/11/2015,
Diagnosa Medis: Ca. Maxilla post op
Maxilectomy dan flap
(1008), 3) energy conservation (0002), 4)Fluid balance (0601), 5) Surgical recovery :
convalescence (2304), 6) Imune status (0702)
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Nutritin therapy (1120), 3) Energy
management (0180), 4) Fluid/electrolit management (2080), 6) Infection control (6540)
7) Medication administration (2300):
Evaluasi: Klien mengatakan masih nyeri di perut dan anus hilang timbul seperti terbakar
kadang seperti ditusuk tusuk skala 8 muncul tiba-tiba, masih tidak nafsu makan, nyeri
perut terasa penuh/begah, lemah tidak bisa duduk bila tidak dibantu oleh perawat maupun
keluarga, mengatakan BAK ada darah dan semacam lendir, perut dekat kantong stoma
merah-merah dan di pantat bagian kanan lecet, tidak panas, nafsu makan menurun
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri di wajah hilang timbul seperti ditusuk tusuk skala 6
muncul tiba-tiba sering muncul pada saat perawatan luka, nyeri berkurang dengan sendiri,
Klien tampak menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati (ubah posisi dengan hati-hati),
tampak gangguan tidur (mata sayu, tampak capek), klien kadang tampak terfokus pada
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
198
Keluhan utama: Nyeri
Riwayat penyakit sekarang: Keluarga
mengatakan Ny. M mempunyai benjolan di
mulut menempel di rahang atas sebesar biji
jagung. Benjolan tersebut ada sebelum
menikah tahun 1991. Tahun 2003 benjolan
tersebut membesar sampai ke pipi kanan
dengan diameter ± 5 cm. Klien mempunyai
riwayat KB selama 10 tahun. Setelah
kelahiran anak kedua tahun 1993. Benjolan
tersebut pernah dua kali dioperasi di RS.
Fatmawati tahun 2003 dan 2005. Tahun
2009 benjolan membesar kembali dan
dibawa ke RS. Dharmais dan dilakukan
operasi pengangkatan sebagian rahang.
Keluarga mengatakan setelah operasi
tersebut ada rencana untuk pemasangan gigi
palsu namun karena terjadi perdarahan tidak
jadi dilakukan pemasangan gigi palsu.
Selama dirumah pasien makan makanan cair
dan lunak karena tidak mampu mengunyah.
Tahun 2013 benjolan besar kembali dan
keluarga membawa pasien ke RS. Dharmais
dan dilakukan kemoterapi 5 hari tiap bulan
selama 3x siklus. Rencana akan dilakukan
6x siklus namun karena benjolan tidak
semakin mengecil kemo dihentikan.
Kemudian dilakukan radiasi 3x dihentikan
karena benjolan semakin besar, rencananya
radiasi akan dilakukan sebanyak 30x.
Kemudian pasien dan keluarga memutuskan
untuk pulang. Tahun 2015 keluarga
membawa pasien ke RS Dharmais karena
pasien semakin kesulitan dalam mencerna
makanan karena benjolan makin besar. Dan
dilakukan operasi kembali diankat benjolan
(maxillectomy) dan pemasangan flap.
Namun karena flap tidak berhasil melekat
pada wajah klien karena tidak baiknya aliran
darah. Flap mengalami kemtian jaringan dan
pada tanggal 2 November 2015 flap
diangkat kembali. Pasien direncanakan akan
dilakukan operasi pemasangan flap kembali
pada tanggal 6 November 2015
KB 10 tahun
diri sendiri, TD : 110/80 mmHg N : 90x/menit RR : 20x/menit, S : 36,70C, kadang
merintih, tampak luka terbuka di wajah (pengangkatan flap yang mengalami kegagalan
penyembuhan/mengalami kematian jaringan/nekrosis), luka berbau.
Nyaman: Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, makan melalui selang
karena tidak memiliki rahang atas, A : BB : 50 kg TB :155 cm IMT : 20,83 (normal), B :
tgl 27/10/2015 Hb :11,1 g/dL (13-18), C : Klien tampak kurus kulit kering rambut rontok,
klien tidak memiliki rahang atas dan hidung, konjungtiva tampak pucat, D : klien makan
melalui selang NGT, mendapat nutrisi cair TKTP, Keluarga mengatakan klien masih agak
lemah dan selalu berbaring dan hari ini baru dianjurkan duduk, Keluarga klien
mengatakan kulit klien kering, punggung kemerahan
Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: sedih, ingin mempunyai gigi dan rahang atas lagi, tidak bisa mengerjakan
pekerjaan IRT, berdoa di atas tempat tidur
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
suami
Diagnosa keperawatan: 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif (00031), 2) Nyeri kronis
(00133), 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 4)
Kerusakan Integritas kulit (00046), 5) Intoleransi aktivitas (00092), 6) Resiko infeksi
(00004)
Tujuan (NOC): 1) Respiratory status : airway patency (0410), 2) Pain control (1605), 3)
Nutritional status : food and fluid intake (1008), 4) Surgical recovery : convalescence
(2304), 5) Energy conservation (0002), 6) Imune status (0702)
Intervensi (NIC): 1) Airway suctioning (3160), Pain management (1400), 3) Nutrition
management (1100), 4) Wound care (3660), 5) Energy management (0180), 6) Infection
control (6540)
7) Medication administration (2300): ketorolac 30 mg dalam Ns 100cc, RL 500cc/24 jam,
Combiflex 1000 cc/24 jam, Heparin 10000 ui/24 jam
Evaluasi: Keluarga mengatakan klien masih batuk dan ada dahak sering dilakukan
pengisapan oleh perawat, masih mengeluh nyeri di wajah hilang timbul seperti ditusuk
tusuk skala 6, klien mengalami penurunan BB, makan melalui selang karena tidak
memiliki rahang atas, kulit klien masih kering, punggung kemerahan, masih agak lemah
dan selalu berbaring
EKG: tanggal 19/10/2015 Interpretasi:
normal synus rythm
Toraks foto: tanggal 27/10/2015
Interpretasi: tak tampak kelainan
jantung dan paru
9.
Pemeriksaan PA adenoma pleomorfik
Ny. R (28 th), Kristen, menikah, tamat
Sarjana, swasta, tanggal pengkajian
9/10/2015, Diagnosa Medis: AML
Keluhan utama: Mual
Riwayat penyakit sekarang: Pada bulan
Juli/2015 Pasien masuk RS pertama kali
melalui IGD Dharmais dengan keluhan
nyeri kepala, lemas dan nyeri tulang rahang
±1 bulan SMRS dan dirawat ± 10hr. Pada
tanggal 20/8/2015 pasien datang ke IGD
kembali dengan keluhan lemas, BAB encer
dan hitam 2 hari SMRS, gusi berdarah 1
hari SMRS, pasien juga mengeluh demam.
TTV: TD :110/70 mmHg, N 100x/menit,
RR 20x/menit, Suhu 36,6oC. Pemeriksaan
fisik conjuctiva anemis. Laboratorium
tanggal 18/8/2015 Hb 7,0 g/dL, Leukosit
13540, Trombosit 2000/ul, SGOT:45,
SGPT:59, Ureum : 20, creatinin 0,58, eGFR
: 132,54, as. Urat :2,3, GDS : 106. Pasien
mendapat terapi transfusi TC 10 unit dan
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri saat akan BAB hilang timbul seperti ditusuk tusuk
skala 2 muncul tiba-tiba sering muncul pada saat BAB, nyeri berkurang dengan sendiri
atau saat istirahat, Klien tampak menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati (ubah posisi
dengan hati-hati), tampak gangguan tidur (mata sayu, tampak capek), klien kadang
tampak terfokus pada diri sendiri, TD : 100/70 mmHg N : 88x/menit RR : 20x/menit, S :
360C
Nyaman: Klien mengatakan mengalami penurunan BB, makan mengalami penurunan
nafsu, bila makan satu sendok merasa mual, A : BB : 39 kg TB :150 cm IMT:
17,33kg/m2, B : tgl 8/11/2015 Hb :9,4 g/dL (13-18), C : Klien tampak kurus kulit kering
rambut rontok, konjungtiva anemis, tampak pucat, D : klien makan melalui oral,
mendapat nutrisi TKTP, Klien mengatakan masih agak lemas dan selalu nyaman
berbaring di tempat tidur, Klien tampak berbaring terlentang, TD: 110/70 mmhg, N :
88x/menit RR : 20x/menit, S : 360C, Hb : 9,4 gr/dL, Klien mengatakan tidak panas, Klien
mengatakan pernah punya riwayat gusi berdarah dan BAB warna hitam
Bermartabat dan dihormati: Perasaan terhadap perubahan fisik yang dialami: tidak
berdaya, lemas
Damai: pasrah selalu berdoa berharap diberikan kesembuhan
Kedekatan dengan orang yang bermakna: orang yang bermakna bagi pasien suami
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri akut (00132), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh (00002), 3) Intoleransi aktivitas (00092), 4) Resiko infeksi (00004),
5) Resiko perdarahan (00206)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
199
PRC 500cc. Pasien di rawat di ruang teratai.
Pasien belum pernah kemotherapy
sebelumnya dan di ruang teratai tanggal
17/9/2015 pasien mendapat kemoterapi
untuk yang pertama kalinya dengan
protokol kemoterapi induksi LAM VIII.
Tanggal 3/11/2015 pasien dipindahkan ke
ruang isolasi imunitas menurun karena
trombositopeni berat. Pemeriksaan fisik
pasien masuk RIIM TB 150 cm, BB 39 kg,
LPB/BSA : 1,3, golongan darah O, pasien
terpasang CVC, riwayat kesehatan yang lalu
pasien pernah menerima tahapan kemoterapi
induksi protokol kemoterapi LAM VIII
dengan keluhan mual, muntah dan rambut
rontok, tidak ada riwayat ekstravasasi,
mulut terdapat caries. Klien mampu
melakukan semua kegiatan tanpa hambatan,
skala aktivitas ECOG 0 (aktif penuh),
pengkajian ESAS nyeri skala 1, mual skala
2, mengantuk skala 4, nafsu makan menurun
skala 6, perasaan kurang sehat dan kurang
bugar skala 4, merasa memiliki masalah
skala 6, pengkajian status fungsional
(barthel index) 18 : ketergantungan ringan,
penilaian resiko jatuh pada pasien dewasa
(Morse) 25 : resiko rendah
Tujuan (NOC): 1) Pain level (2102), 2) Nutritional status : food and fluid intake (1008),
3) Activity tolerance (0005), 4) Imune status (0702), 5) Blood coagulation (0409)
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Nutrition management (1100), 3)
Energy mangement (0180), 4) Infection control (6540), 5) Bleeding precautions (4010)
6) Medication administration (2300): Tramal 2x100mg, Ondansentron 2x8 mg,
Paracetamol 3x500 mg, Fuconazole 1x200 mg, Meropenem 2x1 gr, Omeprazole 2x40
mg, Amikasin 2x500 mg, vit K, Ardium 3x500mg
Evaluasi: Klien mengatakan sedang tidak nyeri karena belum BAB, nyeri timbul saat
BAB, mengalami penurunan BB, makan mengalami penurunan nafsu, masih agak lemas
dan selalu nyaman berbaring di tempat tidur, tidak panas, pernah punya riwayat gusi
berdarah dan BAB warna hitam, hari ini belum BAB dan tidak terjadi perdarahan
Toraks foto: tanggal 28/8/2015
Interpretasi: Bronkhopnemonia
Radiodiagnostik : tanggal 7/8/2015
Interpretasi : kardiomegali, tak tampak
kelainan pada paru
10.
Pemeriksaan PA : Leukemia phenothyping
mieloid lineage sesuai AML
Ny. M (45 th), Islam, menikah, SMTA,
swasta, tanggal pengkajian 24/11/2015,
Diagnosa Medis: CA Mammae post
mastektomi, reseksi iga 5-6 dan rekontruksi
tutup defek dinding dada pemasangan flap
Keluhan utama: Nyeri di dada daerah yang
dioperasi
Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang
karena direncanakan akan dilakukan operasi
benjolan di payudara kanan, benjolan timbul
sekitar satu tahun yang lalu dan makin
membesar. Pada saat datang ke rumah sakit
tanggal 8/11/2015 benjolan berukuran ± satu
kepala orang dewasa, batas tidak jelas dan
terasa kebas. Operasi dilakukan 2x hari
Selasa tgl 17/11/2015 untuk pengangkatan
benjolan, dan Jum’at tanggal 20/11/2015
dilakukan rekontruksi pemasngan flap.
Toraks foto: tanggal 3/11/2015
Interpretasi: efusi pleura kanan proses
spesifik apikal kiri
EKG: tanggal 8/11/2015 Interpretasi:
normal synus rhytm
Pemeriksaan PA : Tanggal 6/12/2014 :
stromal sarcoma mammae dextra
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri di dada, paha dan punggung hilang timbul, nyeri
yang di dada dan paha seperti disayat-sayat skala 6 muncul tiba-tiba, nyeri yang di dada
sering muncul pada saat perawatan luka, nyeri berkurang dengan sendiri, yang di paha
nyeri timbul saat menggerakkan kaki, yang dipunggung nyeri seperti terbakar panas,
timbulnya nyeri punggung karena harus tiduran terlentang terus, klien mengatakan susah
tidur karena nyeri hilang timbul, Klien tampak menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati
(ubah posisi dengan hati-hati), tampak gangguan tidur (mata sayu, tampak capek), klien
kadang tampak terfokus pada diri sendiri, TD : 120/80 mmHg N : 94x/menit RR :
20x/menit, S : 360C, kadang merintih, terdapat luka pos mastektomi dan rekontruksi/flap
di dada, terpasang drain Barovack, terpasang spalk di tangan kanan, terdapat luka di
kedua paha
Nyaman: Klien mengatakan mengalami penurunan BB, satu tahun lalu BB sampai 60
kg, akhir-akhir ini merasa tidak nafsu makan namun selalu berusaha untuk makan, A : BB
: 54 kg, TB :150 cm, IMT : 24 (normal), B : tgl 11/11/2015 Hb :9,9 g/dL (13-18) ,
albumin : 2,4 g/dL (3,2-5,2), C : Kulit kering rambut rontok, konjungtiva tampak pucat,
turgor menurun/kurang elastis, D : klien mendapat nutrisi cair TKTP; Klien mengatakan
lemah karena harus selalu dalam posisi berbaring terlentang, seluruh aktivitas harus
dibantu suami dan perawat, Klien tampak berbaring terlentang, terpasang spalk di tangan
kanan, dan sangat terbatas pergerakannya, aktivitas tampak dibantu oleh suami dan
dibantu perawat; Klien mengatakan kulit klien kering, punggung nyeri, dada dan paha
yang bekas operasi juga nyeri, punggung tampak kemerahan palpasi hangat kering,
terdapat luka pos mastektomi dan rekontruksi/flap di dada, terpasang drain Barovack,
terpasang spalk di tangan kanan, terdapat luka di kedua paha yang ditutup kasa dan
dibandage.; Klien mengatakan saat ini sedang tidak panas, tetapi kemarin sempat panas
Bermartabat dan dihormati:sedih, ingin sembuh
Damai: semua atas kehendak Allah, berdoaa dan mengaji di atas tempat tidur
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
suami dan anak
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Kerusakan Integritas kulit (00046),
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 4) Intoleransi
aktivitas (00092), 5) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Surgical recovery : convalescence (2304), 3)
Nutritional status : food and fluid intake (1008), 4) Energy consevation (0002), 5) Risk
control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Wound care (3660), 3) Nutrition
management (1100), 4)Energy management (0180), 5) Infection protection (6550)
5) Medication administration (2300): ketorolac 3x30mg (ketorolac 30 mg dalam Ns
100cc), Ranitidin 2x 50 mg, Ceftriaxon 2x1 g
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
200
11.
Ny. I (57 th), Islam, janda, tamat SD, IRT,
tanggal pengkajian 30/11/2015, Diagnosa
Medis: Ca Serviks dan isufisiensi ginjal
Keluhan utama: Penurunan kesadaran
Riwayat penyakit sekarang: Bicara kacau
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit,
gelisah, sulit diajak komunikasi, mual,
muntah 2x, berisi air, nafsu makan
menurun, BAB encer sejak 5 hari sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi 5x/hari, tidak
ada ampas, kuning kecoklatan, 3 hari
terakhir ada bercak darahnya, BAK sedikit
sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien sudah didiagnosa kanker serviks
sejak tahun 2013, disarankan kemoterapi
dan operasi menolak, terakhir berobat ke RS
cengkareng 5/11/2015 dikatakan sudah tidak
dapat dioperasi lagi karena sudah advance
Riwayat KB 12 bulan, makan tinggi lemak,
Tumor marker: Tanggal 12/2/2013
karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin,
berdiferensiasi buruk
12.
Ny. K (53 th), Islam, Kawin, tamat Sarmud,
IRT, tanggal pengkajian 7/12/2015,
Diagnosa Medis: Ca Mammae bilateral,
meta brain dan meta tulang
Keluhan utama: Penurunan kesadaran
RPS : Klien penurunan kesadaran 30 menit
SMRS (5/12/2015), setengah jam
sebelumnya klien sedang minum obat, oleh
keluarga riwayat tersedak disangkal, sesak
nafas disangkal, klien sejak pagi sudah
dalam keadaan meracau (bicara kacau),
klien muntah 2x, berisi air, klien didiagnosa
kanker payudara sejak 4 tahun yang lalu,
bermula dari payudara kanan dan menjalar
ke payudara kiri, kanker menjalar ke
payudara kiri sejak riwayat berobat di
alternatif 2 tahun lalu, dan melakukan
kemoterapi 6x dan belum pernah radiasi,
lengan kiri tampak keunguan, bengkak, kulit
kaku, tampak luka kanker luas di dada,
perut, punggung, tangan kiri, diraba keras
dan kaku, terdapat eritema, fistula, dan
jaringan nekrotik, piting edema grade 2 di
kedua kaki, keluarga membawa klien ke
IGD RSK Dharmais, pemeriksaan awal di
IGD didapatkan jalan nafas terdapat
sumbatan, ronkhi basah di seluruh lapang
paru, menggunakan otot bantu pernafasan,
RR : 40x/menit, N : 158x/menit, TD 126/79
mmHg, takikardi, tampak pucat GCS :
E2M1V1 total 4, besar pupil kanan 5 mm
kiri 3 mm, akral dingin CRT <3detik,
penilaian resiko jatuh skor 8 (kriteria :
resiko tinggi)
Lingkungan perokok, KB 12 bulan, DM
sejak usia 30 tahun
Toraks foto: tanggal 16/7/2014
Interpretasi: efusi pleura kiri
USG toraks: tanggal 5/2/2015
Interpretasi: DVT pada subklavikula
dan vena radialis kiri
USG Abdomen, tanggal 16/72014
Interpretasi: Fatty liver, endometrium
Evaluasi: Klien mengatakan masih nyeri di dada bagian yang dioperasi, kulit klien
kering, punggungnya masih nyeri, mengalami penurunan BB, masih lemah karena harus
selalu dalam posisi berbaring terlentang, sedang tidak panas, tetapi kemarin sempat panas
Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri
Nyaman: Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6 bulan lalu BB sampai
50 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, sebelum masuk rumah sakit mengalami penurunan
nafsu makan, mual, muntah, dan diare, Keluarga mengatakan punggung dan pantat klien
terdapat luka, Keluarga mengatakan klien saat ini sedang tidak panas, tetapi kemarin
sempat panas
Bermartabat dan dihormati:pasrah
Damai: ibu bisa meninggal dengan tenang dalam kondisi yang sebaik-baiknya
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Risiko ketidakefektifan jaringan serebral (00201) , 2)
Gangguan ventilasi spontan (000033), 3) Kerusakan Integritas kulit (00046), 4)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) 5) Resiko infeksi
(00004)
Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Respiratory status : ventilation (0403),
3) Tissue integrity : skin (1101), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008), Risk
control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Neurological monitoring (2620), 2) Oxygen therapy (3320), 3)
Pressure management (3500), 4) Nutrition management, 5) Infection control (6540)
5) Medication administration (2300): nasal kanul 3ltr/mnt , Clinimix 1000cc/24 jam
NaCl 0,9%/24 jam, imodium 3x2mg, serenase/haloperidol 2x5mg (saat ini sedang
dipuasakan), Ceftriaxon 3x1 gr, Ranitidin 2 x 40 mg , Dexamethasone : 2x5 mg , Lasix :
1 x 20 mg , Transamin : 500 mg (ektra), Fluconazole : 1x200 mg , Vit K 1 amp (ekstra),
Transamin : 3x 1 gr
Evaluasi:
Bebas nyeri: Keluarga klien mengatakan ketika klien sadar selalu kesakitan, kadang
sampai menangis, tangan dan pinggangnya menekuk ke arah dalam karena klien merasa
nyaman dengan posisi tersebut namun karena selalu dalam posisi menekuk tangan dan
pinggang sebelah kiri tidak bisa kembali ke posisi semula, kaku, TD : 100/56 mmHg, N :
123x/mnt, RR : 26x/mnt (terpasang NRM 12 ltr/mnt), S : 39,5oC, klien terpasang
Durogesic patch 600 meq (9 lembar di punggung deltoid kanan, 2 lembar di abdomen 100
meq), terpasang epidural line dengan terapi ketaral dan Marcaine)
Nyaman: Pasien tampak Dyspnea menggunakan oksigen NRM 12 ltr/mnt, Kesadaran
sopor, E2M3V1, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6 bulan lalu BB
sampai 54 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, sebelum masuk rumah sakit mengalami
penurunan nafsu makan, mual, muntah, Keluarga klien mengatakan dada, perut,
punggung, tangan kiri terdapat luka kanker dan pantat klien terdapat luka tekan
Bermartabat dan dihormati: Perubahan peran selama sakit: keluarga mengatakan klien
tidak mampu melakukan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, dan semua aktifitas dibantu
oleh keluarga
Damai: ibu bisa meninggal dengan tenang dalam kondisi yang sebaik-baiknya
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201), 3) Gangguan ventilasi spontan (000033),
4) Nyeri kronis (00133), 5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
(00002), 6) Kerusakan integritas kulit (00046), 7) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 20 neurologic status (0909), 3) Respiratory
status : ventilation (0403), 4) Pain control (1605), 5) Nutritional status : food & fluid
intake (1008), 6) Tissue integrity : skin (1101), 7) Imune status (0702)
Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Neurologic monitoring (2620), 3)
Oxygen therapy, 4) Pain management (1400), 5) Nutrition therapy (1120), 6) Woundcare
(3660), 7) Infection control (6540)
8) Medication administration (2300): infus I : Clinimic 1000cc/24 jam II : Ns 0,9%
500cc/12 jam III : Ns 0,9% 50cc + Heparin 7500ui/24jam, Actrapid bronkodilator :
Ventolin 2,5 mg (nebulazer), Ceftazidime 3x1 gr, Ranitidin 2 x 40 mg, Dexamethasone :
2x5 mg, Cholinar : 3x500 mg, PCT drip (extra)
Evaluasi: Pasien tampak Dyspnea menggunakan oksigen NRM 12 ltr/mnt, Kesadaran
sopor, E2M3V1, Keluarga klien mengatakan ketika klien sadar selalu kesakitan, Keluarga
mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6 bulan lalu BB sampai 54 kg, dan terakhir
BB menjadi 35 kg, Keluarga klien mengatakan dada, perut, punggung, tangan kiri
terdapat luka kanker dan pantat klien terdapat luka tekan, Keluarga mengatakan klien saat
ini sedang panas
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
201
dan parametrium tidak nampak
kelainan, tak tampak kelainan pada
organ pelvik lain
13.
14.
15.
Tumor marker: Tanggal 30/1/2015 CA 15-3
: 19 U/mL (<31,3), CEA 1,27 ng/mL (<5)
Ny. M (66 th), Islam, Kawin, tamat SMTP,
IRT, tanggal pengkajian 15/12/2015,
Diagnosa Medis: Post op Ca Orbita
Keluhan utama: Mata kiri sakit pegel
Riwayat penyakit sekarang: Klien
mengatakan tahun sebleumnya di kelopak
mata bawah sebelah kiri ada tahi lalat,
karena gatal kadang tidak sengaja digaruk,
tahun 2010 bekas garukan melebar dan
berdarah, mata merah dan menonjol, bila
mau melihat kelopak mata atas harus
diangkat ke atas, klien periksa ke RSCM
dan dinyatakan tumor kemudian dianjurkan
operasi, klien mengatakan beberapa bulan
setelah operasi kelopak mata dan mata
menonjol lagi, karena trauma operasi klien
periksa ke alternatif, dan minum obat
herbal, namun karena tidak sembuh dan
mata kiri semakin menonjol klien kembali
periksa ke pelayanan kesehatan terdekat di
Depok, dari RS Depok diberi rujukan untuk
ke RS Dharmais, di RSK Dharmais klien
dianjurkan untuk operasi pengangkatan bola
mata kiri. Kemudian tanggal 30 Oktober
2015 dilakukan pengangkatan bola mata
kiri. Setelah operasi dan dirawat selama 3
hari klien diperbolehkan pulang dan
dianjurkan kontrol rutin dan melakukan
perawatan luka operasi mata kiri dengan
kompres madu, setelah dinyatakan jaringan
baik klien dianjurkan untuk rawat inap
kembali untuk dilakukan operasi rekontruksi
pada mata kirinya. Operasi dilakukan
tanggal 14/12/2015
EKG: tanggal 10/12/2015 Interpretasi:
Synus Rhytm
Toraks foto: tanggal 10/12/2015
Interpretasi: tak tampak kelainan pada
jantung dan paru
Ny. S (38 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
IRT, tanggal pengkajian 21/12/2015,
Diagnosa Medis: Ca Mamae Rencana
Lumpectomy
Keluhan utama: cemas
Riwayat penyakit sekarang: Klien masuk
rumah sakit dengan rencana operasi
payudara. Klien menyampaikan sekitar 3
bulan yang lalu muncul benjolan kira-kira
sebesar biji jagung, makin kesini makin
besar dan kadang muncul nyeri cekit-cekit
skala 3-4.
Mammografi tgl 20/11/2015 : lesi noduler
maligna pada periareola kanan
Riwayat KB suntik 3 tahun, makan mie
instan
EKG: tanggal 6/12/2015 Interpretasi:
normal sinus rhtym
Toraks foto: tanggal 26/11/2015
Interpretasi: tak tampak kelainan pada
jantung dan paru
PA tgl 24/11/2015 : sitologik sesuai dengan
karsinoma mamae
Hasil mammografi tgl 20/11/2015 : lesi
noduler maligna pada periareola kanan
Tn. S (46 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
Swasta, tanggal pengkajian 7/3/2016,
Diagnosa Medis: Ca Abdomen
Bebas nyeri: Klien mengatakan mata kirinya pegel, tadi pagi nyeri cekit-cekit, sekarang
pegel, Posisi tampak menahan nyeri , Tingkah laku berhati-hati, Mata kiri ditutup
menggunakan kasa dan plester tampak rembesan warna coklat (mirip cairan betadyn)
Nyaman: Klien mengatakan kemarin baru operasi jam 12.00 WIB, klien mengatakan ini
operasi ketiga,
Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Semua karena ketentuan Allah, berdoa dan shalat di tempat tidur
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
suami
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri Akut b/d agen injuri fisik (insisi pembedahan) (00132),
2) Risiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Pain level (2102), 2) Risk control 91902)
Intervensi (NIC): 1) Pain mangement (1400), 2) Infection protection (6550)
3) Medication administration (2300): Ketorolac 30 mg dalam NS 100 cc 3x, Ceftriaxon
2x1 gr
Evaluasi: Klien mengatakan mata kirinya masih sakit cenut-cenut skala 3, Klien
mengatakan hanya ditunggui anak, tetapi sebentar lagi keluarga menjemput untuk pulang,
Klien mengtakan mata kirinya masih pegel tetapi paha kirinya tidak berasa sakit,Klien
tampak ditemani oleh anak, anak tampak membantu aktivitas klien dan melakukan cuci
tangan sebelum dan setelah memberikan bantuan
Bebas nyeri: Klien mengatakan terdapat benjolan di payudara kanan, benjolan kadang
terasa nyeri cekit-cekit hilang timbul , Skala nyeri 3, Terdapat benjolan di payudara
kanan dekat areola mammae, diameter ± 3cm, batas tidak tegas, terfiksir, TD 110/70
mmHg, N=82x/I, RR=18x/I, suhu=36,20C
Nyaman: Klien mengatakan cemas menghadapi operasi besok, klien juga mengatakan
selain memikirkan diri akan operasi cemas memikirkan anaknya yang masuk rumah sakit
karena sakit thypus
Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua karena Allah, Allah yang
menentukan, pasrah saja, siap ataupun tidak harus dihadapi
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
keluarga
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronik (00133), 2) Ansietas (00146)
Tujuan (NOC) : 1) pain control (1605), 2) Anxiety self control (1402)
Intervensi (NIC) : 1) Pain management (1400), 2) Anxiety reduction (5820)
3) Medication administration (2300): , asam mefenamat 500 mg
Evaluasi: Klien mengatakan nyeri pada bekas operasi hilang timbul, terasa cekit-cekit,
saat ini sedang tidak terasa nyeri,
Skala nyeri 3-4, sudah tidak cemas
Bebas nyeri: Klien mengatakan perutnya terasa sakit/begah , skala nyeri 7 bila terlambat
minum obat anti nyeri, kadang klien terlihat meringis, merintih dan mengelus-elus
perutnya, klien terlihat melindungi area perutnya, perut tampak buncit dan keras,
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
202
Keluhan utama: perut begah
RPS : klien datang kerumah sakit dengan
riwayat sesak nafas karena perut yang
membesar. Klien mengatakan perut
membesar sejak tahun 2012 dan berobat ke
RSUD Sardjito, disana dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi kemudian
didiagnosa liposarcoma, kista peritonial
dengan perdarahan dan dilakukan
kemoterapi sebanyak 6x terakhir tanggal
20/1/2016. Kemudian pasien dirujuk ke
RSKD tahun 2015. TTV awal masuk IGD
TD : 110/70 mmHg N : 92x/mnt S : 36oC
RR : 22x/mnt
Lingkungan perokok, sering minum
minuman penambah stamina, makan
makanan isntan
EKG: tanggal 3/2/2016 Interpretasi: synus
tachycardi
USG toraks: tanggal 1/3/2016 Interpretasi:
perbaikan efusi pleura inferior kanan
Echocardiografi: tanggal 23/2/2016
Interpretasi: normal echo
Pemeriksaan Histopatologi: Tanggal
30/3/2012 Kesan pemeriksaan :
liposarcoma, kista peritoneal dengan
perdarahan
MRI Abdomen pelvis, tanggal 2/3/2016
Interpretasi : Massa mesenterial pada
seluruh mesocolon disertai tanda fokal-fokal
stenosis usus halus dan colon, disertai asites
pada seluruh kwadran abdomen.
Hidronefrosis kiri. Tidak tampak kelainan
pada organ intrabdominal dan pelvis lainnya
16.
Ny. M (46 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
IRT, tanggal pengkajian 7/3/2016, Diagnosa
Medis: Ca Mammae Sinistra Post
Mastektomy
Keluhan utama: diare
RPS : Pasien datang ke RSKD karena
direncanakan akan melakukan
kemoterapi , klien mengatakan belum
pernah radiasi, pasien didiagnosa
kanker payudara sejak Agustus 2015
dengan hasil biopsi dari RSUD Banten
kemudian pasien dirujuk ke RSKD. Di
RSKD dilakukan mastektomi pada
tanggal 8 November 2015 dan setelah
mastektomi pasien mengikuti
perawatan luka di poli luka RSKD.
Hari ini pasien direncanakan akan
dilakukan kemoterapi yang pertama.
TTV 120/70 mmHg, N : 82x/mnt, S :
36oC. TB 150 cm, BB 56 kg. ECOG 1
Lingkungan perokok, KB setahun,
konsumsi tinggi lemak, dan makanan
instan
Pemeriksaan Imuno Histokimia tanggal
8/12/2015 : Estrogen reseptor : negatif
(kontrol internal positif); Progesteron
reseptor : negatif (kontrol internal
positif); HER 2 : positif grade 3; Ki 67
: positif pada 40% sel tumor, intensitas
kuat; Kesimpulan hasil biopsi :
invasive carcinoma, no special type
(NST) grade 2, tidak terdapat invasi
Pemeriksaan Histopatologi: Tanggal 30/3/2012 Kesan pemeriksaan : liposarcoma, kista
peritoneal dengan perdarahan
Nyaman: Klien mengatakan perutnya besar berisi cairan tiap hari harus diambil cairan
2x, pagi dan sore @ 1 liter, Klien mengatakan mengalami penurunan BB (+),Perut
tampak asites, terpasang pigtail, Turgor kulit menurun, Laboratorium: tgl 2/3/2016 Hb :
11,3 g/dL (13-18) Albumin 2,2 g/dL (3,2-5,2) protein total 4,3 g/dL (6,6-8,7) Globulin
2,1 g/dL (1,5-3), Intake: 700 cc/24 jam
Output: 2100 cc/24jam
Balans cairan: 1400 cc/24jam, Konsentrasi urine meningkat BAK 8-10x/hari, Membran mukosa/kulit
kering, Kehilangan berat badan secara tiba-tiba, Klien mengatakan pernah panas dan
diberi penurun panas, Klien mengatakan ngantuk semalam tidak bisa tidur karena
terganggu pasien sebelah yang teriak-teriak, Klien mengatakan klien sering mual, tidak
ada nafsu makan
Bermartabat dan dihormati: keluarga dan lingkungan mendukung, klien berharap tetap
memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya.
Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap
dihargai sesuai dengan fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, Praktik
keagamaan yang dilakukan: shalat dan berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan:1) Nyeri kronis (00133), 2) Resiko ketidakseimbangan volume
cairan (00025), 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 4)
Resiko infeksi (00004), 5) Gangguan pola tidur (00192)
Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Fluid balance (0601), 3) Nutritional status :
food & fluid intake (1008), 4) Imune status (0702), 5) Sleep (0004)
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Fluid/electrolyte management (2080),
3) Nutrition management (1100), 4) Infection control (6540), 5) Sleep enhancement
(1850)
5) Medication administration (2300): MST 2x10 mg, Aldactone 1x100 mg,, Lasix 2x40
mg, Laxadyne syrup 3x1 sdm (jika perlu), Ns 0,9%/8 jam, OMZ 1x40 mg, Ondansentron
3x8mg
Evaluasi: Klien mengatakan perutnya masih nyeri begah, Klien mengatakan perutnya
masih buncit dan masih selalu dilakukan pungsi sehari 2x @ 1 liter, Klien mengatakan
klien selama di RS tidak pernah menghabiskan makanannya karena perut terasa penuh,
Klien mengatakan pernah panas badan namun saat ini tidak, Klien mengatakan tadi bisa
tidur siang walaupun sejam
Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri
Nyaman: klien mengatakan mules dan sudah BAB 6 x semenjak tadi malam selesai
kemoterapi, hiperperistaltik, BAB > 4 x konsistensi cair; Klien mengatakan tidak panas,
leukosit : 22,54 103/l (5-10), S : 360C terdapat luka post mastectomy tertutup tidak
tampak luka terbuka dan eksudat
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: pasrah, semua atas ketentuan Allah, shalat dan berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi
pasien:suami dan anak
Diagnosa keperawatan:1) Diare, 2) Resiko infeksi
Tujuan (NOC): 1) Bowel continence (0500), 2) Risk control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Diarrhe management (0460), 2) Infection protection (6550)
3) Medication administration (2300): Ns 0,9%/8 jam Ceftazidime 3x1 gr, Dexamethasone
: 2x5 mg, Drip paracetamol 500 mg
Evaluasi: Klien mengatakan diare sudah berkurang BAB ada yang cair dan lembek,
Klien mengatakan tidak mengalami panas badan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
203
17.
18.
limfovaskular batas sayatan tidak
mengandung massa tumor, tidak
terdapat anak sebar karsinoma pada
KGB aksila
Ny. S (40 th), Kristen, Kawin, tamat PT,
Pekerja lepas, tanggal pengkajian
14/3/2016, Diagnosa Medis: Ca Mamae
Stadium IIIB dan Efusi Pleura
Keluhan utama: sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang: Menurut
keterangan klien dan keluarga pasien
mempunyai keluhan sesak sudah 2 bulan
SMRS bertambah sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Klien mengatakan
selain sesak nafas, dada nyeri skala 5 dan
meningkat menjadi 8 bila menarik nafas
dalam. Nyeri berlangsung ± 3 menit. Klien
mengatakan tahun 2009 terdapat benjolan
sebesar biji asam di payudara kiri namun
tidak dilakukan pemeriksaan maupun
pengobatan apapun. Tahun 2012 klien
menikah dan mempunyai anak melalui
operasi sesar. Ketika menyusui bayi satu
bulan klien menderita usus buntu dan
dilakukan operasi usus buntu dan berhenti
menyusui bayinya karena ASI tidak keluar
setelah operasi. Tahun 2013 benjolan yang
ada di payudara kiri membesar dengan
sangat cepat. Tahun 2014 dilakukan operasi
payudara kiri di RS Bekasi. Setelah operasi
klien dianjurkan untuk mengikuti program
kemoterapi dan sudah berjalan 2x. Dua
bulan sebelum masuk rumah sakit klien
mengatakan sering sesak nafas dan aktivitas
harus dibantu karena cepat merasa lelah. 2
bulan sebelum masuk rumah sakit klien
mengatakan tidak bisa tidur terlentang dan
harus dalam posisi duduk karena sesak
bertambah bila tidur terlentang, ;lingkungan
perokok, menyusui sebulan,, menikan
>35thn, bekerja di lapangan
EKG: tanggal 25/8/2015 Interpretasi: synus
rhytm
Foto thorak : tanggal 29/1/2016 interpretasi
: segmental atelektasis lobus superior kanan,
stqa. Bronkophneumonia stqa. Efusi pleura
bilateral stqa
USG toraks: tanggal 18/2/2016 Interpretasi:
Efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml
kiri 608 ml)
Kesimpulan hasil biopsi tgl 7/1/2014 :
invasive carcinoma, no special type (NST)
grade III
Kesimpulan hasil biopsi : sediaan
mastektomi tidak mengandung sisa massa
tumor. Metastase karsinoma payudara pada
12 dan 14 kelenjar getah bening
Ny. I (57 th), Islam, Janda, tamat SD, IRT,
tanggal pengkajian 14/3/2016, Diagnosa
Medis: Ca Serviks dan isufisiensi ginjal
Keluhan utama: Penurunan kesadaran
Riwayat penyakit sekarang: Bicara
kacau sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, gelisah, sulit diajak
komunikasi, mual, muntah 2x, berisi
air, nafsu makan menurun, BAB encer
sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit, frekuensi 5x/hari, tidak ada
ampas, kuning kecoklatan, 3 hari
terakhir ada bercak darahnya, BAK
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai
skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk
dan hilang timbul, klien tampak gelisah dan menyeringai saat nyeri timbul RR: 28x/menit
N : 110x/menit
Nyaman: Kilen mengatakan sesak nafas sehingga sulit tidur, adanya pernafasan cuping
hidung, kadang menggunakan mulut, retraksi dinding dada, RR : 28x/menit (nasal kanul
3L/menit), suara nafas tambahan ronkhi basah, klien batuk berdahak, irama nafas tidak
teratur, SaO2 97%, sianosis, nafas cuping hidung, gambaran foto thorax efusi pleura;
Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, klien mengatakan
mengalami penurunan BB yang tadinya 50kg menjadi 44 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi
tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, Status antropometri : BB: 44 kg, TB: 155 cm,
IMT: 18,33 kg/m2 (kategori: underweight). Klien mengatakan BB sebelumnya 50 kg
(kehilangan BB 10% dalam 6 bulan terakhir). Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun; nafsu
makan menurun, sesak nafas dan merasa cepat lelah bila beraktivitas, aktivitasnya selalu
dibantu suami
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: pasrah semua sudah ketentuan Tuhan,
berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
suami
Diagnosa keperawatan : 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Gangguan
pertukaran gas (00030), 3) Nyeri kronis (00133), 4) Resiko ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 5) Resiko infeksi (00004), 6) Intoleransi aktivitas
(00092)
Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 2) Respiratory status : gas exchange
(0402), 3) Pain control (1605), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 5) Imune
status (0702), 6) Energy conservation (0002)
Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Oxigen therapy (3320), 3) Pain
management (1400), 4) Nutrition management (1100), 5) Infection control (6540), 6)
Energy management (0180)
7) Medication administration (2300): NaCl 0,9% 500 cc + aminophilin 2 amp/24 jam,
nebulazer:combivent dan bisolvon, Ranitidin 50 mg IV, Ondansentron 4 mg Iv
Evaluasi: Kilen mengatakan masih sesak nafas, nyeri dada kiri skala 5 meningkat saat
batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar, mual
berkurang, masih sesak nafas dan merasa lelah bila beraktivitas, nafsu makan menurun
Bebas nyeri: tidak terkaji
Nyaman: Kesadaran somnolen, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6
bulan lalu BB sampai 50 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, sebelum masuk rumah sakit
mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan diare, Keluarga mengatakan
punggung dan pantat klien terdapat luka, Keluarga mengatakan klien saat ini sedang tidak
panas, tetapi kemarin sempat panas
Bermartabat dan dihormati: keluarga berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk pasien. Walaupun dalam kondisi sakit , klg meminta pasien
diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya
Damai: keluarga berharap ibu bisa meninggal dengan tenang dalam kondisi yang sebaikbaiknya
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Risiko ketidakefektifan jaringan serebral (00201) , 2)
Gangguan ventilasi spontan (000033), 3) Kerusakan Integritas kulit (00046), 4)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
204
19.
sedikit sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit, pasien sudah didiagnosa
kanker serviks sejak tahun 2013,
disarankan kemoterapi dan operasi
menolak, terakhir berobat ke RS
cengkareng 5/11/2015 dikatakan sudah
tidak dapat dioperasi lagi karena sudah
advance
Lingkungan perokok, KB setahun,
makan tinggi lemak dan instan
Tumor marker: Tanggal 12/2/2013
karsinoma sel skuamosa tidak
berkeratin, berdiferensiasi buruk
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) 5) Resiko infeksi
(00004)
Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Respiratory status : ventilation (0403),
3) Tissue integrity : skin (1101), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008)
Intervensi (NIC): 1) Neurological monitoring (2620), 2) Oxygen therapy (3320), 3)
Pressure management (3500), 4) Nutrition management, 5) Infection control (6540)
6) Medication administration (2300): imodium 3x2mg,, serenase/haloperidol 2x5mg (saat
ini sedang dipuasakan), Ceftriaxon 3x1 gr, Ranitidin 2 x 40 mg, Dexamethasone : 2x5
mg, Lasix : 1 x 20 mg, Transamin : 500 mg (ektra), Fluconazole : 1x200 mg, Vit K 1 amp
(ekstra), Transamin : 3x 1 gr
Evaluasi: penuurunan kesadaran, Keluarga mengatakan tiap pagi dan sore klien di
mandikan dengan dilap dan diganti pakaian 1 hari sekali, Keluarga mengatakan punggung
dan pantat klien ada luka lecet, Keluarga klien mengatakan klien tidak ada riwayat alergi
makanan maupun obat-obatan, Keluarga mengatakan ya akan cuci tangan sebelum dan
setelah aktifitas dan dalam membantu aktifitas klien
Tn. I (29 th), Islam, Belum Kawin, tamat
SD, Swasta, tanggal pengkajian 22/3/2016,
Diagnosa Medis: Tumor Otak
Bebas nyeri: Klien mengatakan matanya kadang muncul sakit seperti ada yang
mengganjal kadang pedih skala 4, kadang klien terlihat meringis dan memegang kelopak
mata, Kelopak mata tampak lebih cenderung menutup, Retina memerah
Nyaman: Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien sering kencing, kantong
penampung kencing sehari dikosongkan sampai 3-4x karena cepat penuh, Turgor kulit
menurun, Laboratorium: tgl 22/3/2016 Na : 138 mmol/L (135-150), K : 3,8 mmol/L (3,55,3), Cl : 108 mmol/L ( 95-111), Ca : 9 mg/dL (8,1-10,4), Mg : 2,2 mg/dL (1,9-2,5),
Laboratorium: tgl 19/3/2016 Prot total : 7,1 g/dL (6,6-8,7) Albumin 4,1 g/dL (3,2-5,2),
Globulin 3 g/dL (1,5-3), ureum darah 45 mg/dL (19-44), Kreatinin darah 0,87 mg/dL
(<1,17) eGFR :110,27 ml/min/1,73m2 (>60), Intake: 4300 cc/24 jam Output: 5800
cc/24jam
Balans cairan: -1500 cc/24jam, Membran mukosa/kulit kering; Keluarga
mengatakan klien pernah panas sampai kejang ; Klien mengatakan tidak bisa melihat,
hanya melihat bayang-bayang, tangan kiri dan kaki kirinya lemah
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian : semua atas ketentuan Allah, yang
dilakukan sejak sakit : shalat dan berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
ibu
Diagnosa keperawatan:1) Nyeri kronis (00133), 2) Risiko ketidakseimbangan volume
cairan (00025), 3) Resiko infeksi (00004), 4) Risiko jatuh b.d Kelemahan, penglihatan
menurun, penurunan sensasi taktil, penurunan koordinasi otot, tangan-mata (00155)
Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Fluid balance (0601), 3) Risk control (1902),
4) Fall prevention behavior (1909),
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Fluid/electrolyte management (2080),
3) Infection control (6540), 4) Fall prevention (6490)
5) Medication administration (2300): Depakhene sirup 2x500mg, Amilodipin 1x 5 mg,
Ofloxacin 1x 400mg, Osteocare 1x1, Fluconazole 2x1, Metronidazol 2x500mg, Prosogan
2x30 mg, Ondansentron 2x8mg, Ranitidin 1x50mg, Lasix 1x20, Kutoin 2x100mg,
Methylprednisolon 1x62,5mg (setiap tanggal ganjil)
Evaluasi: Klien mengatakan matanya masih sering muncul sakit seperti ada yang
mengganjal skala 3 hilang timbul, Keluarga mengatakan klien minum banyak tetapi
kencingnya lebih banyak, Klien mengatakan pernah panas badan namun saat ini tidak,
Klien mengatakan matanya hanya melihat bayangan, tangan dan kaki kirinya bisa
digerakkan tapi lemah
Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri
Nyaman: klien mengatakan dari semalam mual dan sempat muntah 1x, pagi ini masih
merasa mual skala 5, klien mengatakan nafsu makan menurun, makan tidak habis hanya
2-3 sendok makan, mulut tidak enak, tampak sisa makanan ½ porsi; Klien mengatakan
tidak panas, leukosit : 10,44 103/l (5-10), S : 360C terdapat luka post mastectomy di
payudara sebelah kanan tertutup tidak tampak luka terbuka dan eksudat
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, shalat dan
berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Mual, muntah (00134), 2) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Nausea and vomiting control (1618), 2) Risk control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Nausea management (1450) & Vomiting management (1570), 2)
Infection protection (6550)
3) Medication administration (ondansentron 3x 8 mg, metoclopramide 3X10mg
Ceftazidime 3x1 gr (jam 06.00, 14.00, 22.00)
Keluhan utama: perut begah
RPS : klien datang kerumah sakit
dengan keluhan kepala berdenyut
disertai mual muntah, terjadi
kelemahan anggota tubuh bagian kiri
sejak Februari 2016. Riwayat operasi
2x, tahun 2013 dan Desember tahun
2015, radiasi 30x pada tahun 2013
setelah operasi yang pertama.
Pemeriksaan fisik pupil bulat anisokor
diameter 4mm/2mm TTV awal masuk
IGD TD : 120/80 mmHg N : 96x/mnt S
: 36oC RR : 22x/mnt
Lingkungan perokok, makan tinggi
lemak, minum minuman penambah
stamina, kerja di toko besi
USG toraks: tanggal 18/3/2016
Interpretasi: tak tampak kelainan
Echocardiografi: tanggal 20/3/2016
Interpretasi: normal echo
EKG: tanggal 13/2/2016 Interpretasi:
synus rythm
20
Ny K (50 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
IRT, tanggal pengkajian 22/3/2016,
Diagnosa Medis: Ca Mammae Sinistra
Post Mastektomy
Keluhan utama: diare
RPS : Pasien datang ke RSKD karena
direncanakan akan melakukan
kemoterapi yang pertama, klien
mengatakan belum pernah radiasi,
pasien mengeluh adanya benjolan di
payudara sejak dua tahun yang lalu,
kemudian klien berobat ke RS Sumber
Waras dan dilakukan biopsi hasilnya
invasive breast carcinoma grade II
metastase pada kelejar getah bening
(8/12/2015) dan disarankan untuk
operasi pengangkatan payudara sebelah
kanan. TTV 110/90 mmHg, N :
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
205
21.
22.
82x/mnt, S : 36oC. TB 157 cm, BB 53
kg. Lingkungan perokok, sering makan
makanan instan,
Patologi anatomi tanggal 18/12/2015
Kesimpulan hasil biopsi : invasive
breast carcinomagrade 2, batas reseksi
tepi dan dasar bebas tumor, metastase
pada kelenjar getah bening
Dexamethasone : 2x5 mg (jam 12.00, 24.00)
Drip paracetamol 500 mg (extra) IVFD : NaCl 0,9% 500 cc
Evaluasi: Klien mengatakan mual berkurang dengan aromaterapi jahe, Klien mengatakan
tidak mengalami panas badan
Nn. S (19 th), Islam, Belum Kawin, tamat
SMTA, IRT, tanggal pengkajian 26/3/2016,
Diagnosa Medis: ALL
Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri
Nyaman: Klien mengatakan lemes tapi tidak pernah panas selama sakit, Nilai leukosit =
186,17 103/uL, Hb 3,2 g/dL, Terpasang CVC pada subklavia kanan, kemerahan (+), nyeri
(-), Suhu tubuh 360C, Klien mengatakan pernah mimisan, Klien mengatakan cepat
merasa lelah dan letih. Klien mengatakan ia dapat tidur malam cukup nyenyak, Klien
mengatakan aktivitasnya dibatasi di tempat tidur, Klien terlihat pucat, lemah, Konjungtiva
anemis, Siang hari klien terlihat sering tidur, Nilai hemoglobin = 3,2 g/dL, TD 130/80
mmHg, N= 104x/menit, Nilai trombosit = 157.103 /uL
Bermartabat dan dihormati: Klien mengatakan belum memahami ALL dan
perawatannya serta tentang proses kemoterapi, Klien tampak sering bertanya tentang
penyakitnya dan proses kemoterapi, klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: semua karena ketentuan Allah, berdoa dan shalat
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
orangtua
Diagnosa keperawatan: 1) Resiko infeksi (00004), 2) Resiko perdarahan (00206), 3)
Intoleransi aktivitas ((00092), 4) Defisit pengetahuan tentang penyakit (00126)
Tujuan (NOC): 1) Imune status (0702), 2) Blood coagulation (0409), 3) Activity
tolerance (0005), 4) Information processing (0907)
Intervensi (NIC): 1) Infection control (6540), 2) Bleeding precautions (4010), 3)
Activity therapy (4310), 4) Health education (5510)
5) Medication administration (2300): nistatin oral 3x1 dan cairan minosep, Ciprofloxacin
per oral 2x500mg, paracetamol tablet 500 mg, Acyclovir 3x600mg dan parenteral
Dexamethason 2x 5mg, asam traneksamat 500 mg dalam NS 100 cc, provera tab 10 mg,
Thrombocyte Concentrate (TC) 500 cc
Evaluasi: Klien mengatakan tidak ada demam, sudah tidak pernah mimisan lagi, aktifitas
dibantu keluarga
Tn. R (61 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
Pensiunan Yankes, tanggal pengkajian
28/3/2016, Diagnosa Medis:KNF
Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri
Nyaman: klien mengatakan dari semalam mual, makan tidak ada rasa, pagi ini masih
merasa mual skala 3, klien mengatakan nafsu makan menurun, makan tidak habis hanya
2-3 sendok makan, mulut tidak enak, tampak sisa makanan ½ porsi; Klien mengatakan
tidak panas, leukosit : 6,30 103/l (5-10), S : 36,80C, TD 120/70 mmHg, N 80x/menit,
RR 20x/menit
Bermartabat dan dihormati: pasrah, ingin sembuh, pneyakit kankernya tidak timbul
lagi, klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk
kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk
diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, shalat dan
berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
istri
Diagnosa keperawatan: 1) Mual muntah (00134), 2) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Nausea and vomiting control (1618), 2) Risk control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Nausea management (1450) and Vomiting management (1570), 2)
Infection protection (6550)
3) Medication administration (2300): nasea 0,3mg melalui iv, Dexamethasone : 1x5 mg
Evaluasi: Klien mengatakan mual berkurang skala 2, tidak muntah tapi mulut masih
terasa tidak enak, Klien mengatakan tidak mengalami panas badan
Keluhan utama: Mual
RPS : Pasien masuk RS pertama kali
melalui IGD Dharmais tgl 26/3/2016
dengan keluhan pusing kepala sebelah
kanan (migrain), pendengaran menurun
(tinitus), lemas dan jantung berdebar.
TTV: TD :90/70 mmHg, N 72x/menit,
RR 20x/menit, Suhu 36oC. Pemeriksaan
fisik conjuctiva anemis, hati dan limfa
teraba. Pasien rujukan dari rumah sakit
Tangerang dengan hasil BMP ALL.
Laboratorium tanggal 26/3/2016 Hb 3,2
g/dL, Leukosit 186170, Trombosit
57000/ul, Tanggal 14/3/2016 D-dimer
5890. Pasien mendapat terapi transfusi
TC 10 unit dan PRC 500cc. Pasien di
rawat di ruang teratai. Pasien belum
pernah kemotherapy sebelumnya dan
dirawat ruang teratai. Pasien
direncanakan mendapat kemoterapi
untuk yang pertama kalinya dengan
protokol kemoterapi ALL 80. TB 155
cm, BB 45 kg, golongan darah A,
pasien direncanakan pasang CVC
Riwayat kesehatan sebelumnya: klien
tidak mempunyai riwayat DM,
hipertensi disangkal, alergi disangkal
Lingkungan perokok, setiap hari
mengkonsumsi mie instan
Toraks foto: tanggal 15/3/2016
Interpretasi: tak tampak kelainan pada
jantung dan paru
Hasil BMP tgl 2/3/2016 : ALL
Keluhan utama: mual
RPS : Pasien datang ke RSKD karena
direncanakan akan melakukan
kemoterapi yang ke empat, klien
mengatakan belum pernah radiasi,
pasien mengeluh adanya benjolan di di
leher kanan sejak oktober 2015,
kemudian klien berobat ke RSKD dan
dilakukan biopsi hasilnya
nonkeratizing undifferentiated
nasopharyngeal carcinoma DD/ diffuse
malignant lymphoma dan disarankan
untuk langsung mengikuti program
kemoterapi setelah biopsi eksisi. TTV
awal masuk TD 110/90 mmHg, N :
82x/mnt, S : 36oC. TB 156 cm, BB 62
kg, Perokok pasif dan aktif, makan
tinggi lemak
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
206
23.
24
Patologi anatomi tanggal 18/12/2015
Kesimpulan hasil biopsi :
nonkeratizing undifferentiated
nasopharyngeal carcinoma DD/ diffuse
malignant lymphoma
Ny. F (48 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
IRT, tanggal pengkajian 4/4/2016, Diagnosa
Medis : Rhabdomyosarcoma
Bebas nyeri: Klien mengatakan telinganya sangat sakit kadang sampai berdengung skala
7, seperti ditusuk-tusuk hilang timbul, Kadang klien terlihat meringis dan memegang
telinga
Nyaman: Kilen mengatakan sesak nafas sehingga sulit tidur, adanya pernafasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, RR : 28x/menit (Kanul 3L/menit), suara nafas tambahan
ronkhi basah, klien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur; klien mengatakan dari
semalam mual dan sempat muntah 1x, pagi ini masih merasa mual skala 5, klien
mengatakan nafsu makan menurun, makan tidak habis hanya 2-3 sendok makan, mulut
tidak enak, tampak sisa makanan ½ porsi; Keluarga mengatakan klien pernah panas, Lab
tanggal 27/3/2016 Leukosit 11,61.103/µL (5-10), Hb : 10,7 g/dL (13-18), hematokrit 35,3
% (40-54), Suhu 36,6oC, Laboratorium: tgl 25/3/2016 Prot total : 7,5 g/dL (6,6-8,7)
Albumin 3,4 g/dL (3,2-5,2), Globulin 4,1 g/dL (1,5-3)
Bermartabat dan dihormati: pasrah, ingin sembuh, pneyakit kankernya tidak timbul
lagi, klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk
kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk
diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian : semua atas ketentuan Allah, shalat dan
berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
suami
Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Nyeri kronis (00133),
3) Mual, muntah (00134), 4) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 2) Pain control (1605), 3) Nausea and
vomiting control (1618), 4) Risk control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Pain management (1400), 1)
Nausea management (1450) and Vomiting management (1570), 3) Infection protection
(6550)
4) Medication administration (2300) : Pronici 1x1, Rifampisin 1x1, Pyrazinamid 1x1½,
Etambutol 1x 1½, Isoniazid 1x3, MST 2x10mg, B1,B6,B12, Asam folat 1x1,
Ondansentron 3x1 (selama kemo), Ketorolac 3x1, Asam mefenamat 3x1, Cefadroxil
3x2,Ondansentron 3x1 4 hari selama kemo, Karbogliserin 4x3 tetes
Valsatran 20 mg
1x1
Spirolacton 6,25
Bisoppolol 1,25
Evaluasi: Klien mengatakan telinganya masih sering muncul sakit skala 3 hilang timbul,
Kilen mengatakan masih sesak nafas, Klien mengatakan mual berkurang, Klien
mengatakan pernah panas badan namun saat ini tidak
Ny. Y (57 th), Kristen, Janda, tamat PT,
PNS, tanggal pengkajian 4/4/2016,
Diagnosa Medis : Ca ovarium dan Efusi
Pleura
Keluhan utama: sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang: Menurut
keterangan klien dan keluarga pasien datang
ke IGD dengan keluhan kanker ovarium
perdarahan lewat anus dan vagina selama 4
hari dirumah, pasien juga mengeluhkan
nyeri di tungkai bawah kiri skala nyeri 4,
mual dan mengalami penurunan nafsu
makan. TTV TD 90/50 mmHg N 88x/menit
P 20x/menit S 36,4oC, anemis HB 4,6,
leukosit 30,89 Trombosit 312, Ureum 65
Kreatinin 1,86, Kedua kaki edema
Lingkungan perokok, DM sejak tahun2011,
makan tinggi lemak
EKG: tanggal 25/8/2015 Interpretasi: synus
rhytm
Toraks foto: tanggal 3/3/2016 Interpretasi:
brokhopneumonia dengan efusi pleura
inferior kanan kiri
USG toraks: tanggal 14/3/2016 Interpretasi:
tampak efusi pleura kiri dengan volume
Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri perut skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8
menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan
hilang timbul, klien tampak gelisah dan menyeringai saat nyeri timbul RR: 28x/menit N :
110x/menit
Nyaman: Kilen mengatakan sesak nafas sehingga sulit tidur, adanya pernafasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, RR : 28x/menit, suara nafas tambahan ronkhi basah, klien
batuk berdahak, irama nafas tidak teratur, klien terpasang pigtail WSD, SaO2 96,7%,
sianosis, nafas cuping hidung, Toraks foto: tanggal 30/3/2016 Interpretasi: progresifitas
brokhopneumonia kanan dengan efusi pleura inferior kiri, USG toraks: tanggal 14/3/2016
Interpretasi: tampak efusi pleura kiri dengan volume sekitar 1172 ml dan kanan dengan
volume sekitar 1318 ml, pH 7,319 (7,35-7,44) PaO2 97,3 mmHg(85-95) PaCO2 40,5
mmHg (35-45) HCO3 20,8 mmol/L (21-25) BE -4,5 mmol/L ((-2,4)-2,3 Total CO2 22,1
mmol/L (22-34) SaO2 96,7% (95-99), Klien mengatakan nafsu makan menurun karena
mual dan sesak nafas, klien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 60kg
menjadi 42 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir,
BB: 42 kg dari 60 kg TB: 156 cm IMT: 17,25 kg/m2 (kategori: underweight),
Albumin: 2,2 g/dl (3,2-5,2) Globulin : 2,4 g/dL (1,5-3,0) Protein total : 4,6 g/dL (6,68,7), klien tampak kurus dan turgor menurun, Hb 10,9 g/dL (12-16), leukosit : 15,70
103/L, trombosit : 177 (150-440) 103/L, Eritrosit: 4,09 juta/l (4-5) , Hematokrit
35,3% (37-43) ; klien mengatakan tidak panas hanya nafsu makan menurun, merasa
cepat lelah bila beraktivitas, aktivitasnya selalu dibantu anak
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Keluhan utama: nyeri telinga kanan
RPS : klien datang kerumah sakit
dengan keluhan batuk, sesak nafas
sejak SMRS, nyeri di perut kiri seperti
ditusuk-tusuk skala 7, riwayat tahun
2005 amputasi tangan sebelah kiri,
sudah kemoterapi dan radiasi sejak
januari 2016, batuk memberta berobat
ke rumah sakit Tarakan tgl 20 Maret
2016 sudah CT Scan di RS Tarakan
ditemukan penyebaran di tulang iga
(tumor) Rhabdomyosarcoma. TTV
IGD TD 90/70 mmHg, N 80x/menit, S
: 36oC, lingkungan perokok, makan
tinggi lemak
Radiologi tanggal 14/3/2016
Interpretasi : Susp. Tumor paru kiri
atas yang meluas ke bahu kiri disertai
destruksi iga 1 kiri
Sups metastase paru kanan atas. Fibroinfiltrat posterior paru kiri. Sup TB
paru
Toraks foto: tanggal 29/3/2016
Interpretasi : pneumonitis iradiasi
disertai efusi terlokalisir apikal kiri.
Brokhopnemonia kanan
USG toraks: tanggal 18/3/2016
Interpretasi: tak tampak kelainan
Echocardiografi: tanggal 28/3/2016
Interpretasi: LVD
Pemeriksaan Histopatologi: Tanggal
11/2/2005 Kesan pemeriksaan : sesuai
dengan embryonal
Rhabdominosarcoma grade 4
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
207
25.
sekitar 1172 ml dan kanan dengan volume
sekitar 1318 ml
Toraks foto: tanggal 30/3/2016 Interpretasi:
progresifitas brokhopneumonia kanan
dengan efusi pleura inferior kiri
CT Scan abdomen Pelvis, tanggal
16/9/2015, Interpretasi : Progresifitas massa
pada superior pungtum dengan tanda fistula
pericolon sigmoid. Seeding pada area
hepatorenal dengan asites subdiafragma
kanan. Progresifitas metastasis pada segmen
7 hepar. Tidak tampak kelainan pada organ
intra abdominal lainnya.
MSCT SCAN ABDOMEN PELVIS :
tanggal 3/2/2015, Interpretasi : residif massa
pada superior pungtum dengan mesenterial
seeding pada perisigmoid hepatorenal dan
splenorenal disertai asites subdiafragma
kanan. Dicurigai lesi metastase pada hepar
kanan. Contracted kidney bilateral. Tidak
tampak kelainan pada organ intra abdominal
lainnya
Pemeriksaan Biopsi tanggal 15/1/2015 : ca.
Ovarium. Hematoschezia. Proktitis kronik
(rektum)
Tn. R (47 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
Swasta, tanggal pengkajian 12/4/2016,
Diagnosa Medis : Tumor Otak
Keluhan utama: penurunan kesadaran,
agitasi
RPS : Ny. R 47 th, dibawa ke IGD
dalam keadaan penurunan kesadaran.
Keluarga menyampaikan Ny. R sudah
kurang lebih satu minggu mengalami
mual muntah dan SMRS klien muntah
hebat menyemprot lebih dari 10x.
Pemeriksaan TTV TD 90/60 mmHg, N
56x/menit RR 24x/menit S : 36,1oC,
SaO2 98%, dan tampak agitasi. Klien
tampak bicara kacau, pucat, akral
dingin. E4M6V4, lingkungan perokok,
kadang makan makanan instan
26.
Ny. L (58 th), Kristen, Kawin, tamat SMTA,
Swasta, tanggal pengkajian 13/4/2016,
Diagnosa Medis : Rhabdomyosarcoma
Keluhan utama: kejang
RPS : Ny. L 58 th, dibawa ke IGD
dalam keadaan kejang. Keluarga
menyampaikan Ny. L baru pertama
kali dibawa ke RSK Dharmais. Tadi
pagi klien muntah darah dan ketika
akan periksa ke poli pasien tiba-tiba
kejang-kejang. Pemeriksaan TTV TD
140/80 mmHg, N 141x/menit RR
28x/menit S : 34,1oC, SaO2 98%. Klien
tampak bicara kacau, pucat, akral
dingin. Tampak beberapa benjolan di
pinggang kanan, padat dan terfiksasi.
Lingkungan perokok, KB 2 tahun,
sering makan cepat saji
USG toraks: tanggal 18/3/2016
Interpretasi: tak tampak kelainan CT
scan abdomen, tanggal 11/3/2016
Damai: : pasrah semua sudah ketentuan Allah, berdoa,
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Gangguan
pertukaran gas (00032), 3) Nyeri kronis (00133, 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh (00002), 5) Intoleransi aktivitas (00092)
Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 2) Respiratory status : gas exchange
(0402), 3) Pain control (1605), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 5)
Energy conservation (00020
Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Oxygen therapy (3320), 3) Pain
management (1400), 4) Nutrition management (1100), 5) Energy management (0180)
6) Medication administration (2300) : nebulazer:combivent dan bisolvon, Ranitidin 50
mg IV (12.00), Ondansentron 4 mg Iv
Evaluasi: Kilen mengatakan masih sesak nafas, masih nyeri perut namun skala sedikit
menurun yaitu 4, mual berkurang, lelah saat aktivitas misalnya turun dari tempat tidur
untuk ke kamar kecil, tidak ada keluhan panas, nafsu makan menurun,
Bebas nyeri: tak dapat dikaji klien bicara kacau
Nyaman: Keluarga mengatakan klien bicara kacau tidak bisa dipahami sejak tadi pagi
setelah mual muntah >10x, Gangguan status mental : agitasi, Perubahan perilaku : klien
tampak kedinginan, bicara kacau, gelisah, Abnormalitas bicara : bicara kacau, TTV TD
90/60, N 56, RR 24, S 36,1 SaO2 98%, Nilai Lab 12/4/2016 : glukosa darah 140 mg/dL,
Trombosit 389x103/µL, leukosit 21,74x103/µL, D-dimer 1320 ng/ml, Hb 13,7 gr/%, Na
141mmol/L, Kalium 3,1 mmol/L, Keluarga mengatakan klien pernah panas sampai
kejang
Bermartabat dan dihormati: Perubahan peran selama sakit: tidak dapat bekerja kembali
dan bergantung pada keluarga, keluarga dan lingkungan mendukung Damai: semua atas
ketentuan Allah
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201), 2)
Risiko ketidakseimbangan volume cairan (00025), 3) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Fluid balance (0601), 3) Imune status
(0702)
Intervensi (NIC): 1) Neurologic monitoring (2620), 2) Fluid/electrolyte managemnet
(2080), 3) Infection control (6540)
4) Medication administration (2300) : Ondansentron 2x8mg, Ranitidin 1x50mg,
Methylprednisolon 1x125 mg
Evaluasi: Bicara kacau, Keluarga mengatakan klien tadi minum sedikit, Minta BAK ke
toilet tapi bicara kacau, Keluarga mengatakan klien pernah panas badan namun saat ini
tidak
Bebas nyeri: Klien mengatakan perutnya sakit skala 9, seperti ditusuk-tusuk hilang
timbul (dikatakan setelah kejang teratasi), Kadang klien terlihat meringis dan memegang
perut dan kejang berulang
Nyaman: Keluarga mengatakan klien bicara kejang-kejang saat akan periksa ke poli ,
sebelumnya klien muntah darah, Gangguan status mental : agitasi, Perubahan perilaku :
klien bicara kacau, memberontak, Abnormalitas bicara : bicara kacau, TTV TD 140/80
mmHg, N 141x/menit, RR 28x/menit, S 34,1oC SaO2 98%, Nilai Lab 13/4/2016 : glukosa
darah 344 mg/dL, Trombosit 415x103/µL, leukosit 27,89x103/µL, Hb 10,4 gr/%, eritrosit
3,65x106/µL, hematokrit 29,6 %, Keluarga mengatakan klien pernah panas
Bermartabat dan dihormati: keluarga berharap klientetap memperoleh fasilitas
pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam
kondisi sakit , keluarga meminta untuk memperlakukan klien dengan baik dan tetap
dihargai sesuai dengan fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian : semua atas ketentuan Tuhan
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201),, 2)
Nyeri kronis (00133), 3) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 4) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Pain control (1605), 3) Respiratory
status (0415), 4) Imune status (0702),
Intervensi (NIC): 1) Neurologic monitoring (2620), 2) Pain managemnt (1400), 3)
Respiratory monitoring (3350), 4) Infection control (6540)
5) Medication administration (2300): Ketorolac, Ondansentron 1x8mg, Ranitidin
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
208
27.
28.
Interpretasi : Hepar : DBN, tak tampak
efusi pleura kanan kiri, tak tampak
asites, kandung empedu DBN,
Pankreas dan lien DBN, Ginjal kanan
kiri DBN, Aorta abdominal DBN,
Pemeriksaan Histopatologi: Tanggal
11/2/2016 Kesan pemeriksaan : sesuai
dengan embryonal
Rhabdominosarcoma grade 4
1x50mg, Methylprednisolon 1x125 mg
Evaluasi: Klien mengatakan perutnya masih sakit seperti ditusuk-tusuk skala 7 hilang
timbul, Keluarga mengatakan klien pernah panas badan namun saat ini tidak
Ny. P (26 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
IRT, tanggal pengkajian 18/4/2016,
Diagnosa Medis : AML,
Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri
Nyaman: Klien mengatakan lemes tapi tidak pernah panas selama sakit, Laboratorium
tanggal 15/4/2016 Hb 5,8 g/dL (12-16), Leukosit 0,63 103/µL (5-10), Trombosit 11
103/µL(150-440), eritrosit 2,17 106/µL(4-5), hematokrit 17 %(37-43), MCV 78,3 fL(80100), MCH 26,7 pg(26-34), MCHC 34,1 g/dL(32-36), RDW-CV 13,3 %(11,7-14,4),
ANC 0,16 103/µL(2,5-7)., Suhu tubuh 360C; Klien mengatakan pernah mimisan; Klien
mengatakan cepat merasa lelah dan letih. Klien mengatakan ia dapat tidur malam cukup
nyenyak; Klien mengatakan aktivitasnya dibatasi di tempat tidur, Klien terlihat pucat,
lemah, Konjungtiva anemis, Siang hari klien terlihat sering tidur
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua karena ketentuan Allah, yang
dilakukan sejak sakit: berdoa dan shalat
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
suami
Diagnosa keperawatan: 1) Resiko infeksi (00004), 2) Resiko perdarahan (00206), 3)
Intoleransi aktivitas (00092)
Tujuan (NOC): 1) Imune status (0702), 2) Blood coagulation (0409), 3) Activity
tolerance (0005)
Intervensi (NIC): 1) Infection control (6540), 2) Bleeding precaution (4010), 3) Activity
therapy (4310)
4) Medication administration (2300): Diphenhidramin 10 mg, Dexamethason 5mg,
Ranitidin 25 mg Ns 0,9% 500cc/8jam, PRC 600 CC, TC Aferesis
Evaluasi: Klien mengatakan tidak demam, Klien mengatakan pernah misisan, Klien
mengatakan lemas dan merasa letih, lelah, Klien mengatakan merasa pusing
Ny. R (57 th), Islam, Janda, tamat SD, IRT,
tanggal pengkajian 19/4/2016, Diagnosa
Medis : Ca Mammae Dextra
Bebas nyeri: tak terkaji
Nyaman: Kesadaran Sopor, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6
bulan lalu BB sampai 50 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, sebelum masuk rumah sakit
mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan diare, Keluarga mengatakan klien
sering panas, Pemeriksaan TTV : TD 140/80 mmHg, N 110 x/mnt, RR 30x/mnt S 38oC,
Hb 11,1 g/dL (12-16), Leukosit 1,82 103/µL (5-10)
Bermartabat dan dihormati: keluarga berharap klientetap memperoleh fasilitas
pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam
kondisi sakit , keluarga meminta untuk memperlakukan klien dengan baik dan tetap
dihargai sesuai dengan fungsinya
Damai: Harapan keluarga terhadap kondisi saat ini: ibu bisa meninggal dengan tenang
dalam kondisi yang sebaik-baiknya
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan : 1) Risiko ketidakefektifan jaringan serebral (00201) , 2)
Gangguan ventilasi spontan (000033), 3) Kerusakan Integritas kulit (00046), 4)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) 5) Resiko infeksi
(00004)
Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Respiratory status : ventilation (0403),
3) Tissue integrity : skin (1101), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008)
Intervensi (NIC): 1) Neurological monitoring (2620), 2) Oxygen therapy (3320), 3)
Pressure management (3500), 4) Nutrition management, 5) Infection control (6540)
6) Medication administration (2300): NaCl 0,9% 500ml/8 jam, Parenteral : Ranitidin 50
mg , Ondansentron 8 mg, Paracetamol drip 1gr
Evaluasi: penurunan kesadaran, Keluarga klien mengatakan klien tidak ada riwayat
alergi makanan maupun obat-obatan, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan
Trombositopenia, Anemis
Keluhan utama: Lemes
Riwayat penyakit sekarang: Pasien
masuk RS melalui IGD Dharmais tgl
18/4/2016 dengan keluhan lemas dan
jantung berdebar. TTV: TD : 110/70
mmHg, N 113x/menit, RR 18x/menit,
Suhu 36oC. Pemeriksaan fisik
conjunctiva anemis, hati dan limfa
teraba. Pasien rujukan dari rumah sakit
Tangerang dengan hasil BMP AML.
Laboratorium tanggal 15/4/2016 Hb
5,8 g/dL (12-16), Leukosit 0,63 103/µL
(5-10), Trombosit 11 103/µL(150-440),
eritrosit 2,17 106/µL(4-5), hematokrit
17 %(37-43), MCV 78,3 fL(80-100),
MCH 26,7 pg(26-34), MCHC 34,1
g/dL(32-36), RDW-CV 13,3 %(11,714,4), ANC 0,16 103/µL(2,5-7). Pasien
direncanakan mendapat terapi transfusi
TC 10 unit dan PRC 500cc dan setelah
transfusi pulang. TB 155 cm, BB 45
kg, golongan darah A.
Lingkungan perokok, sering makan
junk food
Toraks foto: tanggal 15/3/2016
Interpretasi: tak tampak kelainan pada
jantung dan paru
Hasil BMP tgl 2/3/2016 : AML
Keluhan utama: Penurunan kesadaran
Riwayat penyakit sekarang: Bicara
kacau sejak 5 hari sebelum masuk
rumah sakit, gelisah, sulit diajak
komunikasi, mual, muntah 2x, berisi
air, nafsu makan menurun sebelum
masuk rumah sakit, 3 hari terakhir
riwayat kemo, BAK sedikit sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien
sudah didiagnosa kanker mammae
sejak tahun 2013. Pemeriksaan TTV :
TD 140/80 mmHg, N 110 x/mnt, RR
30x/mnt S 38oC Saturasi awal datang
94%. Pemeriksaan Laboratorium tgl
19/4/2016 Hematologi Rutin : Hb
11,1 g/dL (12-16), Leukosit 1,82
103/µL (5-10), Trombosit 244 103/µL
(150-440), Eritrosit 4,04 106/µL(4-5),
Hematokrit 33,1 % (37-43), MCV 81,9
fL (80-100), MCH 27,5 pg (26-34),
MCHC 33,5 g/dL (32-36), RDW CV
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
209
29.
14,2 % (11,7-14,4), ANC 0,76 103/µL
(2,5-7). Hemostasis : BT pasien 12,9
detik (11,3-14,7) kontrol : 13,7 detik
(12-16), APTT pasien : 23,4 detik
(24,8-34,4) kontrol 30,5 detik (25-37),
fibrinogen 549 mg/dL (187-451) Ddimer 11060 ng/mL (<500). Kimia
Klinik : Natrium 137 mmol/L (137150), Kalium 3,7 mmol/L (3,5-5,3),
Klorida 99 mmol/L (99-111), Kalsium
9,1 mg/dL (8,1-10,4), Magnesium 2,1
mg/dL (1,9-2,5), AGD : pH 7,474
(7,35-7,44), pO2 315,4 mmHg (85-95),
pCO2 34,9 mmHg (35-45), HCO325,6 mmol/L (21-25), BE 2,9 mmol/L
((-2,4)-2,3), CO2 total 26,7 mmol/L
(22-34), Sat O2 99,8 % (95-99).
Lingkungan perokok, KB satu tahun,
suka makan ikan asin
Tumor marker: invasive carcinoma, no
special type (NST) grade III
Tn. S (61 th), Islam, Kawin, tamat SD,
Petani, tanggal pengkajian 25/4/2016,
Diagnosa Medis : Ca Bully post
Nefrektomy kiri, radikal sistektomi dan
ileal conduit
Keluhan utama: Nyeri luka operasi
RPS : Klien mengatakan gejala yang
dirasakan klien sudah sejak setahun
terakhir ini. klien mengatakan tidak ada
gejala apa-apa, kemudian tiba-tiba
perut terasa tidak enak, sakit dan buang
air kecil terganggu. Buang air kecil jadi
sakit, susah dan berdarah. Kemudian
klien memeriksakan diri ke RSKD dan
ternyata kanker. Kemudian disarankan
untuk dilakukan tindakan operasi. Saat
pengkajian klien dalam kondisi post
operasi nefrektomi, radikal sistektomi
dan ileal conduit hari ke-7 (op tgl
18/4/2016). Riwayat kemoterapi dan
radiasi (-). TTV awal masuk IGD TD :
120/80 mmHg N : 96x/mnt S : 36oC
RR : 22x/mnt, riwayat perokok aktif
dan pasif, sering minum minuman
bersoda, makan makanan isntan
Toraks foto: tanggal 21/12/2015
Interpretasi : cor dan pulmo dalam
batas normal
USG toraks: tanggal 18/4/2016
Interpretasi: tak tampak kelainan
Echocardiografi: tanggal 20/4/2016
Interpretasi: normal echo
USG Abdomen Lengkap, tanggal
29/3/2016 Interpretasi: Hidronefrosis
dengan hidroureter sinistra grade IV
dengan internal echo, suspek
pyohidronefrosis, Hidronefrosis dengan
hidroureter dextra grade I. Sugestif
massa bulli dd/blood cloth
CT Scan Abdomen non kontras tanggal
2/4/2016 Interpretasi : Massa solid di
sebagian pelvis renalis sampai ureter
setinggi paravertebra L4 kiri dan di
BB, Keluarga mengatakan ya akan cuci tangan sebelum dan setelah aktifitas dan dalam
membantu aktifitas
Bebas nyeri: Klien mengatakan luka operasinya masih terasa nyeri, nyeri hilang timbul,
nyeri bertambah saat bergerak dan batuk, Klien mengtakan bila batuk nyeri terasa sangat
tajam skala 10, Klien juga mengatakan kalau bergerak banyak perutnya makin sakit, Bila
tidak sedang bergerak maupun batuk nyeri skala 3-5, Klien mengatakan malam hari
tidurnya kadang terganggu karena rasa sakit pada bekas operasinya tiba-tiba muncul,
sehingga pagi-pagi selalu merasa ngantuk, Terlihat sesekali meringis menahan sakit, TD=
170/80 mmHg, N=92 x/menit RR= 22 x/menit, Terlihat gerakan berhati-hati dan
melindungi area yang sakit
Nyaman: Klien mengatakan tidak ada nafsu makan, Klien mengatakan mual dan muntah,
Klien mengatakan hanya makan 2-3 sendok porsi makan yang diberikan RS, yang
dimakan hanya nasinya saja, lauknya tidak karena menyebabkan mual, BB = 58 Kg, TB=
165 cm IMT 21,3, Protein total = 5,4 gr/dL (6,6-8,7), Albumin
= 3 gr/dL (3,2-5,2),
Globulin = 2,4 gr/Dl (1,5-3,0), Hb = 10,9 gr/dL (13-18), Tidak menghabiskan porsi
makan yang diberikan, Klien terlihat mual dan sering meludah, Klien mengatakan
lukanya terasa sakit, sempat panas badan setelah operasi, Terdapat insisi bedah pada
midline abdomen mulai dari umbilikus sampai simfisis pubis ± 12-13 cm, 2-3 cm
dibagian bawah luka terlihat ada sedikit pus, Leukosit = 12,23 103/µL (5-10), Suhu
36,80C
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: semua atas ketentuan Allah , yang dilakukan sejak sakit : shalat dan berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 2)
Nyeri akut, 3) Resiko infeksi
Tujuan (NOC): 1) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 2) Pain level (2102), 3)
Risk control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Nutrition management (1100), 2) Pain management (1400), 3)
Infection protection (6550)
4) Medication administration (2300) : Ambroxol 4x1, PCT 3x500mg, Transamin 3x500,
Vit K (Ns 100) 3x1, Cefoferazon 2x1 gr, Omeprazol 2x40 mg, Vit C 1x600, Ranitidin
2x50mg, Farmadol 3x1, Alinamin F 3x10 ml
Evaluasi: Klien mengatakan masih mual, Klien mengatakan bekas operasinya masih
sakit
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
210
30.
dalam vesica urinaria ec. Sugestif TCC.
Hidronefrosis dextra grade IV. Scan
organ-organ intraabdominal dalam
batas normal
Pemeriksaan Patologi Anatomi
tanggal2/1/2016 Kesan : menunjukkan
transitional cell carcinoma a/r ureter &
buli-buli.
Tn. U (45 th), Islam, Kawin, tamat SMTA,
Petani, tanggal pengkajian 28/4/2016,
Diagnosa Medis : Ca. Lidah
Keluhan utama: mual
RPS : Pasien datang ke RSKD karena
direncanakan akan melakukan
kemoterapi yang pertama, klien
mengatakan belum pernah radiasi,
pasien mengeluh adanya benjolan di
lidah sebelah kiri sejak Desember
2015, kemudian klien berobat ke
RSKD dan dilakukan biopsi tanggal
20/2/2016 hasilnya histologik sesuai
dengan karsinoma skuamosa
berdiferensiasi buruk dan disarankan
untuk langsung mengikuti program
kemoterapi setelah biopsi eksisi. TTV
awal masuk TD 130/90 mmHg, N :
88x/mnt, S : 36,5oC, RR 20x/mnt. TB
165 cm, BB 45 kg, riwayat merokok
sejak remaja, makan instan dan tinggi
lemak
Toraks foto: tanggal 25/4/2016
interpretasi tak tampak kelainan pada
jantung dan paru
Pemeriksaan Patologi anatomi tanggal
20/2/2016 hasilnya histologik sesuai
dengan karsinoma skuamosa
berdiferensiasi buruk
31.
Ny. W (56 th), Islam, Janda, tamat SD,
Petani, tanggal pengkajian 2/5/2016,
Diagnosa Medis : Kanker Ginjal
Keluhan utama: Nyeri
Riwayat penyakit sekarang: Pasien
masuk RS pertama kali melalui IGD
Dharmais tgl 28/4/2016 dengan
keluhan nyeri pada tungkai kiri dan
sulit digerakkan, kaki mengecil selama
± satu bulan. Pemeriksaan TTV di IGD
TD 110/70 mmHg nadi 81x/mnt.
Menurut keterangan keluarga pada
tahun 2007 klien mengeluhkan sakit
perut bagian kanan kemudian berobat
ke alternatif, di alternatif klien
dilakukan pemijatan. Kemudian rasa
sakit hilang. Sekitar 3 bulan yang lalu
klien mengeluhkan kaki kiri sakit dan
sulit digerakkan, klien berobat ke
alternatif dan diberikan susu tinggi
kalsium. Selama kurang lebih satu
bulan susu dikonsumsi. Dan tiba-tiba
klien mengeluhkan susah BAB dan
BAK dan kakinya tetap sakit seperti
kondisi awal berobat ke alternatif.
Kemudian klien dibawa ke rumah sakit
terdekat dan disana didiagnosa batu
Bebas nyeri: Klien tidak mengeluhkan nyeri
Nyaman: klien mengatakan dari semalam mual, makan tidak ada rasa, pagi ini masih
merasa mual skala 3, klien mengatakan nafsu makan menurun, mulut tidak enak, klien
juga mengatakan batuk dahak yang membuat mual selain itu klien mengeluh ada
sariawan, tampak kilen sering meludah, Klien mengatakan tidak pana, Hb 10,1 g/dL (1318), Leukosit 23,94 103/µL, Trombosit 349 103/µL, eritrosit 3,48 106/µL (4,6-6,2)
hematokrit 30,3 % (40-54), TD : S : 36,80C, TD 120/70 mmHg, N 80x/menit, RR
20x/menit, saturasi 99%, Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak
nafas, klien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 80 kg menjadi 45 kg,
klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir sekarang dapat
bubur saring sehari 6x, BB: 45 kg TB: 165 cm IMT: 16,6 kg/m2 (gizi kurang),
kehilangan BB >20%, Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun, Bentuk diet CB 6x300 cair, rute
oral, kebutuhan energi 1800kal, protein 67 gram
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, Harapan
keluarga terhadap kondisi saat ini: sembuh dan tidak muncul lagi kankernya, Nilai dan
keyakinan keagamaan yang dilakukan sejak sakit: shalat dan berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
istri
Diagnosa keperawatan: 1) Mual, muntah (00134), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh (00002), 3) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Nausea and vomiting control (1618), 2) Nutritional status : food &
fluid intake (1008), 3) Risk control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Nausea management (1450) & Vomiting management (1570), 2)
Nutrition management (1100), 3) Infection control (6540)
5) Medication administration (2300) : Ondansentron 3x8mg, Metoclorpamid 3x8mg,
Neurobion 2x1tab, Folic acid 2x1, Fluconazole 3x50mg, Enystin 3x1, Codipront syr
3x1cth Infus I : Ns 500 ml + 15 Meq KCI 6jam/kolf, Infus II : Ns 500ml 12 jam/kolf
Evaluasi: Klien mengatakan mual berkurang skala 2, tidak muntah tapi mulut masih
terasa tidak enak, Klien mengatakan tidak mengalami panas badan
Bebas nyeri: Klien mengatakan kaki, tulang ekor dan anusnya sakit. Kakinya seperti
tertimpa bata, anus dan tulang ekornya seperti ditusuk-tusuk jarum, panas, skala 10 bila
bergerak alih posisi, bila tetap dalam posisi skala 7, Karena nyeri klien mengeluhkan
tidak nafsu makan (Anoreksia) dan tidak nyenyak tidur, Keluarga mengatakan semalam
klien mengerang-ngerang kesakitan tidak bisa tidur, Keluarga mengatakan klien dulunya
gemuk sampai sekitar 60 kg sekarang kurus 45 kg dan kakinya mengecil, Klien tampak
:atropi otot kaki, Gangguan aktifitas, seluruh aktivitas dibantu keluarga dan perawat,
Posisi menahan nyeri, Tingkah laku berhati-hati, Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai), Terfokus pada diri sendiri, Tampak
berkeringat, TTV : Tekanan darah: 120/80 mmHg Suhu: 36,20C Nadi: 84x/menit
Pernapasan: 22x/menit, Tingkah laku gelisah, merintih, menangis, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah, Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Nyaman: Klien mengatakan belum BAB sudah 10 hari, perut nyeri, tegang dan terasa
penuh, tidak nafsu makan, perasaan adanya tekanan pada rektum, mual, Keluarga
mengatakan klien sering kentut tapi melalui lubang vagina, Distensi abdomen, Bising
usus hiperperistaltik, Teraba massa abdomen, Perkusi tumpul, Sering flatus; Klien
mengatakan tidak nafsu makan, mual, perut terasa penuh, BB sebelumnya 60kg BB
sekarang : 45 kg, TB: 155cm, IMT: 18,75kg/m2 (kategori: normal), Laboratorium: tgl
29/4/2016 Protein total 7,2 g/dL (6,6-8,7) Albumin: 3,6 g/dL (3,2-5,2) Globulin : 3,6 g/dL
(1,5-3) SGOT: 33 U/L (0-32) SGPT: 8 U/L (0-31) GDS: 103 mg/dl (<180), Perut
distensi, Bising usus hiperperistaltik; Klien mengatakan tidak bisa jalan, kakinya lemah,
bisa diangkat tapi tidak mampu berjalan, kaki terasa ditimpa batu bata, telapak kaki terasa
tebal, Kekuatan otot 5555 5555/4444 3333, Kaki tampak mengecil (atrofi); Klien
mengatakan lemes tapi tidak pernah panas selama sakit; Klien mengatakan tidak bisa
kencing kalau tidak dipasang selang; Klien mengatakan belum memahami penyakitnya
dan perawatannya serta klien menyatakan ingin tahu tentang proses kemoterapi
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
211
32.
ginjal kemudian dilakukan operasi.
Pada saat operasi batu ginjal,
ditemukan dua benjolan yang
kemudian dilakukan pengangkatan
untuk dilakukan biopsi. Setelah operasi
dan dirawat kurang lebih 10 hari di RS
Urip Sumoharjo, klien disarankan
untuk berobat ke RSK Dharmais
karena ditemukan hasil histopatologi
anatomi yang menyatakan bahwa
benjolan tersebut adalah kanker yaitu
Renal cell carcinoma.
Lingkungan perokok, Kb spiral selama
35 tahun tahun 2000 diambil, suka
makan ikan asin
EKG: tanggal 29/4/2016 Interpretasi:
sinus rhythm
USG Abdomen upper dan lower,
tanggal 23/3/2016 Interpretasi:
Kesimpulan : hidronefrosis dextra
grade III dengan nephrolitiasis dextra.
Hepar, vesica felea, pankreas, lien, ren
sinistra, vesica urinaria, dan uterus
tidak nampak kelainan
Hasil Patologi anatomi Histopatologi
tanggal 29/3/2016 interpretasi renal
cell carcinoma
Ny. S (39 th), Islam, Kawin, tamat SD,
Petani, tanggal pengkajian 2/5/2016,
Diagnosa Medis : Ca Mammae Bilateral
Post Mastektomy Pro Kemo
Keluhan utama: diare
RPS : Pasien datang ke RSKD karena
direncanakan akan melakukan
kemoterapi. Klien mengatakan ini
kunjungan yang ke 10. Klien
terdiagonsa kanker mammae sejak
tahun 2013 pada tahun 2013 klien
menjalani radiasi sebanyak 15x namun
karena muncul benjolan di ketiak klien
dilakukan operasi pengangkatan
payudara sebelah kiri (mastektomi).
Setelah operasi klien melakukan
pengobatan berupa kemoterapi
sebanyak 6x dan dilanjutkan kembali
radiasi sebanyak 30x. Selama radiasi
klien minum obat sesuai anjuran yaitu
Tamoxifen tablet 1x20 mg setiap hari
(1x1 tablet) dan tahun 2014 klien
dilakukan pengangkatan rahim serta
indung telur (menaupause dini).
Setelah operasi klien diberikan obat
Arimidex yang dikonsumsi 1x1mg
setiap hari (1x1 tablet). Klien
melakukan kontrol rutin dan tahun
2015 ditemukan benjolan di ketak
kanan. Oleh dokter klien dianjurkan
untuk melakukan operasi payudara
sebelah kanan. Tanggal 14/8/2015
klien dilakukan operasi pengangkatan
payudara sebelah kanan. Saat ini klien
dianjurkan untuk melakukan
pengobatan kemoterapi kembali. Klien
mengatakan mempunyai pengalaman
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua karena ketentuan Allah, pasrah,
shalat dan berdoa di atas tempat tidur
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:
anak
Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Konstipasi (00011), 3) Retensi urin
(00023), 4) Hambatan mobilitas fisik (00085), 5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh (00002), 6) Resiko infeksi (00004), 7) Defisit pengetahuan tentang
penyakit dan kemoterapi (00126)
Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Bowel elimination (0500), 3) Urinary
elimination (0503), 4) Body positioning : self initiated (0203), 5) Nutritional status : food
& fluid intake (1008), 6) Imune status (0702), 7) Knowledge cancer management (1833)
Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Constipation/impaction management
(0450), 3) Urinary retention care (0620), 4) Exercise therapy ambulation (0221), 5)
Nutrition management (1100), 6) Infection control (6540), 7) Chemotherapy management
(2240)
8) Medication administration (2300): MO MST 2x10 mg, Laxadyn sirup 3x15cc,
Profenid supp K/P, I : Ns EMG, II : Ns 50 + heparin 10.000 ui/24 jam
Evaluasi: Klien mengatakan kaki, tulang ekor dan anusnya masih sakit. skala berkurang
yang tadinya 10 bila bergerak alih posisi sekarang 5, bila tetap dalam posisi skala 2,
Keluarga mengatakan klien hari ini belum BAB, perut masih tegang dan penuh, Keluarga
mengatakan klien masih tidak bisa jalan, Keluarga mengatakan hari ini klien belum
makan karena dipuasakan
Bebas nyeri: klien tidak mengeluhkan nyeri
Nyaman: klien mengatakan pernah mempunyai pengalaman mual muntah pada saat
menerima kemoterapi. Karena mual ia menjadi lelah dan tidak nyaman serta tidak selera
makan, Klien juga mengatakan sekarang ini mual, dan tidak nafsu makan, mulutnya
terasa pahit setelah kemo tadi malam, TTV TD 140/90 mmHg, N 98x/mnt RR 20x/mnt S
: 36,2oC, klien mengatakan pernah mempunyai pengalaman konstipasi pada saat
menerima kemoterapi, pagi ini belum BAB biasanya setelah shalat subuh sudah BAB,
klien mengatakan tetap merasa sedikit cemas setiap akan dilakukan kemoterapi walaupun
ini bukan kemo yang pertama, klien mengatakan cemas harus mengulang kemo dan
radiasi lagi tapi tetap optimis bisa sembuh dengan rutin menjalani pengobatan, Klien
mengatakan tidak panas
DO : leukosit : 22,54 103/l (5-10), S : 360C terdapat luka post mastectomy tertutup tidak
tampak luka terbuka dan eksudat
Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan
kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit ,
klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan
fungsinya
Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, Harapan
keluarga terhadap kondisi saat ini: sembuh dan tidak muncul lagi kankernya, Nilai dan
keyakinan keagamaan yang dilakukan sejak sakit: shalat dan berdoa
Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi
pasien:suami dan anak
Diagnosa keperawatan: 1) Mual, muntah (00134), 2) Konstipasi (00011), 3) Ansietas
(00145), 4) Resiko infeksi (00004)
Tujuan (NOC): 1) Nausea and vomiting control (1618), 2) Bowel elimination (0501), 3)
Anxiety self control (1402), 4) Risk control (1902)
Intervensi (NIC): 1) Nausea management (1450) & Vomiting management (1570), 2)
Bowel management (0430), 3) Anxiety reduction (5820), 4) Infection protection (6550)
5) Medication administration (2300): MO Captrophil 3x12,5 mg, Methilprednisolon 3x8
mg, Omeprazole 2x20 mg IVFD : NaCl 0,9% 500 cc
Evaluasi: Klien mengatakan saat ini tidak mengalami muntah hanya sedikit mual, Klien
mengatakan tadi siang (13.00 WIB) BAB, Klien mengatakan biasanya konstipasi terjadi
setelah kemo saat dirumah, Klien mengatakan masih merasa cemas walaupun sudah
sering melakukan kemo, Klien mengatakan tidak mengalami panas badan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
212
mual, muntah, konstipasi dan rambut
rontok ketika melakukan kemoterapi
pada saat kanker payudara sebelah kiri.
Pemeriksaan TTV TD 140/90 mmHg,
N 98x/mnt RR 20x/mnt S : 36,2oC,
lingkungan perokok, KB 11 tahun,
selalu makan makanan cepat saji,
jarang makan buah dan sayur, kerja di
tempat dekat dengan karsinogen
EKG: tanggal 1/5/2016 Interpretasi:
Synus Rhytm
Toraks foto: tanggal 26/6/2015
Interpretasi tak tampak kelainan
jantung dan paru
USG Abdomen, tanggal 10/8/2015
Interpretasi: fatty liver. Tak tampak
kelainan pada organ intraabdominal
lainnya
Pemeriksaan Imuno Histokimia tanggal
27/8/2016 : Estrogen reseptor : negatif,
Progesteron reseptor : negatif, HER 2 :
negatif, Ki 67 : positif pada 70% sel
tumor, Kesimpulan hasil biopsi :
sediaan mastektomi tidak mengandung
sisa massa tumor. Metastase karsinoma
payudara pada 12 dan 14 kelenjar getah
bening
USG Payudara 26/5/2015Interpretasi :
dicurigai nodal metastase pada aksila
kanan edema subcutis payudara kanan
Mamografi 26/6/2016 Interpretasi :
Penebalan kutis dan subkutis payudara
kanan. Limfadenopati aksila kanan
Penanda tumor 24/2/2016 CA 15-3
24,5 U/ml (<31,3)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
213
Lampiran 5 : Surat Permohonan Menjadi Partisipan EBN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMINATAN KEPERAWATAN ONKOLOGI
PENJELASAN PELAKSANAAN EBN
PENGARUH MENGHIRUP AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL
MUNTAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI
KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
JAKARTA
Responden yang kami hormati, berdasarkan hal tersebut di atas, kami sebagai
mahasiswa residensi keperawatan medikal bedah memohon kesediaan Anda
secara sukarela untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penerapan evidence-based
nursing practice (EBN) ini. Kami menjamin bahwa tindakan ini tidak akan
berdampak negatif terhadap status kesehatan Anda. Kami sangat mengutamakan
keamanan dan kenyamanan Anda selama berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Adapun tujuan, manfaat dan prosedur dari pelaksanaan penerapan EBN ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan penerapan EBN untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi.
Mual adalah perasaan tidak menyenangkan yang mengawali keinginan untuk
muntah, sering disertai dengan gejala otonom (seperti pucat, berkeringat,
peningkatan produk saliva, peningkatan denyut jantung) (Kelly, 2013).
Muntah adalah pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut (Kelly, 2013).
Oleh karena itu dengan menggunakan aromaterapi jahe sangat bermanfaat
dalam membantu mengurangi atau mengatasi masalah mual muntah akibat
kemoterapi.
2. Hasil dari tindakan ini diharapkan dapat dijadikan kebijakan berupa protokol
tindakan mengatasi mual muntah akibat kemoterapi bagi pelayanan kesehatan
di RSKD Jakarta.
3. Penerapan EBN ini dilaksanakan setelah Anda menjalani kemoterapi.
4. Dalam penerapan EBN ini, kami menggunakan kalung aromaterapi jahe dan
lembar observasi untuk dokumentasi pelaksanaan EBN.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
214
5. Penerapan EBN ini dilaksanakan mulai hari pertama sampai hari kelima post
kemoterapi adapun prosedur pelaksanaannya sbb : Selain menerima perawatan
standar dari rumah sakit, aromaterapi diberikan kepada pasien dengan cara
mengkalungkan botol kecil berisi aromaterapi jahe di leher pasien dan
ditempatkan sekitar 20 cm dari hidung pasien selama lima hari pada siang hari
dan malam hari. Pasien diminta menarik nafas dalam setidaknya tiga kali
sehari dalam durasi 2 menit bahkan disaat tidak muncul gejala. Penggunaan
aromaterapi jahe dilakukan diantara penerimaan kemoterapi yang pertama
diikuti kemoterapi selanjutnya. Dalam pelaksanaanya kami berupaya untuk
tetap mengutamakan kenyamanan Anda.
6. Jika ada hal yang belum dimengerti atau belum disampaikan, anda dapat
menanyakan langsung kepada kami.
7. Demikian penjelasan singkat tentang pelaksanaan EBN ini, jika anda sudah
memahami dan bersedia untuk dilibatkan/berpartisipasi dalam kegiatan ini,
maka kami akan melampirkan lembar persetujuan menjadi responden pada
kegiatan ini.
Demikian penjelasan singkat tentang pelaksanaan penelitian ini, jika anda sudah
memahami dan bersedia untuk menjadi partisipan dalam EBN ini, maka anda
disilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan.Kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan anda sebagai
partisipan dalam penelitian ini.
Jakarta,
2016
Mahasiswa Residen Keperawatan Onkologi
(Triana Arisdiani)
NPM 1306346380
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
215
Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan EBN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMINATAN KEPERAWATAN ONKOLOGI
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENERAPAN EBN
(Informed Concent)
Kode responden
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat:
Berdasarkan penjelasan tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan
penerapan EBN-Practice menghirup aromaterapi jahe yang telah kami terima dari
mahasiswa
residensi
keperawatan
medical
bedah
pendidikan
spesialis
keperawatan onkologi FIK-UI, maka dengan ini kami menyatakan bersedia ikut
serta secara sukarela untuk menjadi responden dalam kegiatan ini.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari
pihak mana pun.
Jakarta,
(
2016
)
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
216
Lampiran 7 : Instrumen Pengkajian Mual Muntah
FORM PENGALAMAN MUAL MUNTAH POST KEMOTERAPI
1. PENGALAMAN MUAL POST KEMOTERAPI
Apakah anda memiliki pengalaman mual : ( ) ya
( ) tidak
Hari ke berapa Anda mulai mengalami mual :
Berapa lama Anda mengalami mual :
Tuliskan skala mual yang pernah Anda alami :
Pengalaman/ Keparahan/Intensitas mual dan muntah
( visual analog scale )
Tidak
mual
Mual
sedang
Mual
sangat
hebat
Ibu diminta untuk menunjuk salah satu angka yang menunjukkan tingkat
keparahan mual dan muntahnya dengan menggunakan visual analog scale.
2. PENGALAMAN MUNTAH POST KEMOTERAPI
Apakah anda memiliki pengalaman muntah : ( ) ya
( ) tidak
Hari ke berapa Anda mulai mengalami muntah :
Berapa lama Anda mengalami muntah :
Berapa kali Anda mengalami muntah :
Berapa cc setiap Anda mengalami muntah :
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
217
LEMBAR PENGKAJIAN MUAL
HARI KE(tulis hari
dan
tanggal)
1
KELUHAN
MUAL
(tulis jam
dimana
keluahan
mual
terjadi)
Note : jam
wajib Anda
nilai 09.00,
15.00 dan
21.00 WIB
DURASI
MUAL
(berapa
lama Anda
merasa
mual)
INTENSITAS KETERANGAN
MUAL (tulis
sesuai
keluhan
mulai dari 0
untuk tidak
ada keluhan
mual s.d 10
untuk
keluhan yang
sangat hebat)
semakin
besar nilanya
,semakin
berat
mualnya
2
3
4
5
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
218
LEMBAR PENGKAJIAN MUNTAH
HARI KE(tulis hari
dan
tanggal)
1
KELUHAN
MUNTAH
(tulis jam
dimana
keluahan
muntah
terjadi)
Note : jam
wajib Anda
nilai 09.00,
15.00 dan
21.00 WIB
DURASI
MUNTAH
(berapa
lama Anda
mengalami
muntah)
BANYAKNYA KETERANGAN
MUNTAH
(tulis jumlah
muntah dalam
cc/ml dengan
menggunakan
gelas ukur)
2
3
4
5
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
219
Lampiran 8 : Lembar Observasi Partisipan EBN
LEMBAR OBSERVASI PASIEN EVIDENCE BASED NURSING
PENGARUH MENGHIRUP AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL
MUNTAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI
KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
JAKARTA
Nama
Umur
No. MR
Diagnosa
Jenis Kemoterapi
Berapa lama Anda
mengalami mual ?
(hari)
Berapa kali Anda
mengalami
muntah ?
Berapa lama Anda
tidak nafsu makan
(mengalami
penurunan nafsu
makan setelah
kemoterapi) ?
Adakah perbedaan
yang Anda
rasakan dari
sebelum Anda
menggunakan
aromaterapi dan
setelah
menggunakan
aromaterapi ?
jelaskan?
Menurut Anda
aromaterapi mana
yang lebih
bermanfaat I atau
II?jelaskan?
:
:
:
:
:
Sebelum mendapat
treatment aromaterapi
(Perawatan Standar RS)
Perawatan Standar RS
dan
Treatment I
Perawatan Standar RS
dan
Treatment II
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
220
HASIL OBSERVASI PASIEN EVIDENCE BASED NURSING
PENGARUH MENGHIRUP AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL
MUNTAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI
KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS
JAKARTA
Grup A
No.
Responden
Sebelum mendapat
treatment aromaterapi
(Perawatan Standar RS)
Mual (hari)
Muntah
(kali)
Perawatan
Perawatan
Standar RS dan Standar RS dan
Treatment I
Treatment II
Mual Muntah Mual Muntah
(hari)
(kali)
(hari)
(kali)
Sebelum mendapat
treatment aromaterapi
(Perawatan Standar RS)
Mual (hari)
Muntah
(kali)
Perawatan
Perawatan
Standar RS dan Standar RS dan
Treatment I
Treatment II
Mual Muntah Mual Muntah
(hari)
(kali)
(hari)
(kali)
1
2
3
4
5
6
Ket : Diawali dengan pemberian aromaterapi essential
Grup B
No.
Responden
1
2
3
4
5
6
Ket : Diawali dengan pemberian aromaterapi plasebo
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
221
Lampiran 9 : Prosedur Pelaksanaan Menghirup Aromaterapi Jahe
Prosedur intervensi penelitian ini selain menerima perawatan standar, kalung
aromaterapi diberikan kepada pasien untuk dipakai selama lima hari pada siang
dan malam hari. Kalung aromaterapi adalah liontin yang terbuat dari kaca yang
digantungkan pada leher pasien dan ditempatkan sekitar 20 cm dari hidung pasien.
Setiap hari pasien diminta untuk menghirup dengan menarik nafas dalam-dalam
setidaknya 3 kali sehari dalam 3 peride dan dalam duarsi 2 menit. Pasien diminta
menghirup ketika ada gejala mual muntah maupun tidak ada gejala. Kalung
aromaterapi ini diisi sekitar 1-2 tetes minyak esensial dan minyak wangi jahe.
Grup 1 menerima minyak wangi jahe (plasebo) pada kemoterapi pertama,
kemoterapi selanjutnya menerima minyak esensial jahe. Sebaliknya untuk grup 2
menerima minyak esensial jahe terlebih dahulu dilanjutkan minyak wangi jahe
(plasebo). Jarak penerimaan kemoterapi pertama dan kedua berkisar 2-3 minggu.
Pasien diinstruksikan untuk menghentikan penggunaan aromaterapi setelah
treatment berakhir.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
222
Lampiran 10 : Lembar Observasi Modified Early Warning Score (MEWS)
LEMBAR OBSERVASI MODIFIED EARLY WARNING SCORE (MEWS)
Respirasi
≥ 30
21-29
15-20
12-14
10-11
8-9
≤8
Nadi
≥ 130
111-129
101-110
60-100
51-59
40-50
< 40
Tekanan darah sistolik ≥ 180
170-179
150-169
101-149
81-100
71-80
≤ 70
Nilai tekanan darah diastolik
Suhu
≥ 39,6
SpO2
Tingkat kesadaran
Urine Output
(dalam 2 jam)
Tangga
l
Waktu
3
2
1
0
1
2
3
3
2
1
0
1
2
3
3
2
1
0
1
2
3
38,6-39,5
37,8-38,5
36-37,7
35,1-35,9
34-35
< 34
< 85
85-89
90-94
≥ 95
Unresponsive (U)
Respons to Pain (P)
Respons to Voice (V)
Alert (A)
Agitasi
≤ 20 ml/jam
≤ 30 ml/jam
≤ 50 ml/jam
60 ml/jam
3
2
1
0
1
2
3
3
2
1
0
3
2
1
0
1
3
2
1
0
>300 ml/jam
3
TOTAL MEWS
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
Diagnosa Medis:
Parameter
Ruangan:
Tanda-tanda Vital
223
Perfusi : CRT (detik)
Warna kulit :
Skala Nyeri
Normal (N)
Pucat (P)
Sianosis (S)
Ringan (1-3)
Sedang (4-6)
Berat (7-10)
Obat nyeri (Ya/Tidak)
Berkeringat
:(Ya/Tidak)
JumlahPerdarahan
(cc) :
Turgor kulit (detik)
Pupil (size/ RC) :
Lab:
Glukosa darah
ANC
Trombosit
Leukosit
D-dimer
Hb
Na
K
< 40 mg/dL
40 – 400 mg/dL
>400 mg/dL
3
< 1,5 x 10 /µL’
3
≥1,5 x10 /µL
3
≤ 20 x 10 /µL
3
>20 x 10 /µL –
6
1x10 /µL
6
>1 x10 /µL
3
< 2 x 10 /µL
3
2 x 10 /µL – 50 x
3
10 /µL
3
>50 x 10 /µL
< 500 ng/ml
≥ 500 ng/ml
≤ 6 gr%
>6 gr%
< 120 mmol/L
120 – 160 mmol/L
>160 mmol/L
< 2.8 mmol/L
2.8 – 6 mmol/L
> 6mmol/L
Lainnya:
TTD/NAMA
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
224
Lampiran 11 : Petunjuk Pengisian MEWS
Respirasi
Nadi
Tekanan
darah
sistolik
Suhu
3
≤8
< 40
2
8-9
40 - 50
1
10-11
51 - 59
0
12-14
60-100
≤ 70
71 – 80
81 - 100
101 149
< 34
34-35
35.1–35.9
36.037.7
≥ 95
Alert
1
15-20
101 –
110
150 169
2
21-29
111 –
129
170 179
3
≥ 30
≥ 130
37.838.5
38.639.5
≥39.6
≥ 180
SpO2
< 85
85-89
90-94
Tingkat
Unresponsive Respons Respons
Agitasi
kesadaran
to Pain
to Voice
Urine
≤ 20ml/jam
≤ 30
≤
60
>300ml/jam
Output
ml/jam
50ml/jam ml/jam
(dalam 2
jam)
Keterangan:
cek dan catat hasil pengukuran berdasarkan parameter diatas, kemudian lakukan
skoring MEWS. Setelah itu jumlahkan semua skor dan catat kategori MEWS dan
lakukan tata laksana sesuai algoritma
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
225
Lampiran 13 : Alogaritma MEWS
Algoritma MEWS :
NORMAL
LOW
MEDIUM
HIGH
MEWS 0
MEWS 1 – 3
MEWS 4 – 5
MEWS ≥ 6
atau : score 3 pada
satu parameter
Tindakan :
Monitoring tiap
shift oleh
perawat
pelaksana
Tindakan :
Tindakan :
3) Pengkajian
ulang oleh
PN/ PJ Shift/
CCM
4) Pengkajian
ulang tiap 4-6
jam oleh
perawat
pelaksana
8) Lapor PJ Shift
9) Lapor
Supervisor/
konsultan senior
10)
Hubungi Tim
Code Blue
11)
Aktifkan
code blue
12)
Treatment
Inisiasi
13)
Continue
monitoring tiap
15-30 menit
hingga MEWS <4
14)
Pertimbangk
an untuk transfer
ke ruang intensif
Tindakan :
6) Pengkajian ulang
oleh PN/ PJ Shift/
CCM
7) Lapor dokter
jaga/ residen
8) Dokter jaga
melaporkan pada
DPJP
9) Treatmen Inisiasi
10)
Monitoring
tiap 1 jam hingga
MEWS <4
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
226
Lampiran 13 : Alur Tata Laksana MEWS
Perawat
IGD
pasien
asesment
n
Dokter IGD
/ Spesialis
contact
pasien
Treatment /
Immediate
interventions
Automatic alert
Warning Zone (MEWS ≥6)
Transfer ke
ruang rawat
inap
Transfer ke ICU
DNR
Sistem MEWS
diterminasi
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
227
Lampiran 14 : Kuesioner Evaluasi terhadap Penerapan MEWS Perawat IGD
1. Inisial
2. Jenis kelamin
3. Usia
4. Tingkat Pendidikan
5. Perawat
*Coret yang tidak perlu
:
: Laki-laki / Perempuan*
:
:
: Pelaksana / Primer / Karu)*
Petunjuk pengisian
Berikan tanda ceklist (√) pada salah satu kolom (“STS = sangat tidak setuju”, “TS
= tidak setuju”, “S = setuju”, “SS = sangat setuju”) sesuai dengan pernyataan
dibawah ini.
No
Pernyataan
1 Prosedur MEWS lebih mudah digunakan dalam
monitoring kegawatan kondisi pasien
2 Prosedur MEWS membuat kerja saya lebih
sistematis dan terstandar
3 Penerapan MEWS memudahkan saya dalam
mengidentifikasi kondisi kegawatan pada pasien
4 MEWS memudahkan keteraturan pemantauan
kondisi pasien dari waktu ke waktu
5 Penerapan MEWS membantu dan memudahkan
clinical judgement dan penanganan tindak lanjut
6 Grafik MEWS mudah dalam pengisian dan tepat
guna
7 Sistem MEWS telah mewakili kebutuhan
pengkajian dan pemantauan kondisi kegawatan
8 Penerapan MEWS memudahkan kolaborasi dalam
melakukan penatalaksanaan terhadap kondisi
pasien
9 Sistem MEWS membantu komunikasi yang efektif
sesama kolega tentang kondisi pasien
10 Sistem MEWS dapat mencegah perburukan kondisi
pasien
STS
TS
S
SS
11) Apakah sebelumnya Anda telah mengenal EWS (Early Warning Score)? Jika
iya darimana Anda mendapatkan info tersebut?
12) Silahkan pilih salah satu pernyataan yang cocok dengan Anda saat
menggunakan EWS :
( ) membantu mengenal kondisi perburukan pasien
( ) membuat saya merasa aman
( ) mudah karena tidak mengharuskan tindakan invasif
( ) menurunkan beban kerja saya
13) Apakah Anda menemui kesulitan dalam menggunakan EWS? Jelaskan?
14) Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan di IGD? Jelaskan jawaban
Anda?
15) Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti? Jelaskan jawaban Anda?
16) Komentar dan Saran :
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
228
Lampiran 15: Rencana Tindak Lanjut Pengembangan MEWS Onkologi
(Pilot
project)
Lampiran 16: Daftar Riwayat Hidup
Initial
sintesis
Periodewaktu 2
minggu
Riview
ulang
Uji Coba
Berkelanjutan
Launching
Periodewaktu ± 1 bulan
Periodewaktu ± 3
bulan
Survey,
Samplimg
UJI COBA FASE 1
Collecting
data
UJI COBA FASE 2
Statistical
UJI COBA FASE 3
Analyze
JANGKA PENDEK
JANGKA PANJANG
Riview / Evaluasi
Draft
Formula
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
229
Lampiran 16 : Evaluasi hasil kuesioner (pertanyaan terbuka)
No.
Responden
R1
R2
Pertanyaan
Pernyataan responden
Apakah sebelumnya Anda telah mengenal
EWS (Early Warning Score)? Jika iya
darimana Anda mendapatkan info tersebut?
Silahkan pilih salah satu pernyataan yang
cocok dengan Anda saat menggunakan EWS :
a) membantu mengenal kondisi
perburukan pasien
b) membuat saya merasa aman
c) mudah karena tidak mengharuskan
tindakan invasif
d) menurunkan beban kerja saya
Apakah Anda menemui kesulitan dalam
menggunakan EWS? Jelaskan?
“membantu mengenal kondisi
perburukan pasien”
Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan
di IGD? Jelaskan jawaban Anda?
“cocok bila tenaga kesehatan
memadai, karena kadang pada
situasi tertentu perbandingan
antara perawat banding pasien
= 3 : 25”
Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti?
Jelaskan jawaban Anda?
“ya”
Komentar dan Saran :
Apakah sebelumnya Anda telah mengenal
EWS (Early Warning Score)? Jika iya
darimana Anda mendapatkan info tersebut?
Silahkan pilih salah satu pernyataan yang
cocok dengan Anda saat menggunakan EWS :
a) membantu mengenal kondisi
perburukan pasien
b) membuat saya merasa aman
c) mudah karena tidak mengharuskan
tindakan invasif
d) menurunkan beban kerja saya
Apakah Anda menemui kesulitan dalam
menggunakan EWS? Jelaskan?
“belum”
“tidak”
“belum”
“membantu mengenal kondisi
perburukan pasien”
“tidak”
Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan
di IGD? Jelaskan jawaban Anda?
Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti?
Jelaskan jawaban Anda?
Komentar dan Saran :
“cocok”
“jelas”
“kalau bisa lembar observasi
MEWS lebih simpel”
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
230
Apakah sebelumnya Anda telah mengenal
EWS (Early Warning Score)? Jika iya
darimana Anda mendapatkan info tersebut?
Silahkan pilih salah satu pernyataan yang
cocok dengan Anda saat menggunakan EWS :
a) membantu mengenal kondisi
perburukan pasien
b) membuat saya merasa aman
c) mudah karena tidak mengharuskan
tindakan invasif
d) menurunkan beban kerja saya
R3
“membantu mengenal kondisi
perburukan pasien”
Apakah Anda menemui kesulitan dalam
menggunakan EWS? Jelaskan?
“tidak”
Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan
di IGD? Jelaskan jawaban Anda?
Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti?
Jelaskan jawaban Anda?
Komentar dan Saran :
R4
“iya, dari seminar-seminar”
Apakah sebelumnya Anda telah mengenal
EWS (Early Warning Score)? Jika iya
darimana Anda mendapatkan info tersebut?
Silahkan pilih salah satu pernyataan yang
cocok dengan Anda saat menggunakan EWS :
a) membantu mengenal kondisi
perburukan pasien
b) membuat saya merasa aman
c) mudah karena tidak mengharuskan
tindakan invasif
d) menurunkan beban kerja saya
“iya”
“jelas, cuma untuk penerapan di
IGD kurang tepat, karena untuk
observasi Tensi Nadi per 15
menit dengan jumlah pasien dan
jumlah perawat kurang sesuai”
“untuk monitoring pasien bagus,
tapi untuk observasi per 15
menit dengan jumlah pasien dan
jumlah perawat yang bertugas
kurang tepat”
“seperti flowsheet di ICU, 1
lembar saja untuk semua
aktivitas perawat”
“sudah, dari seminar”
“membantu mengenal kondisi
perburukan pasien”
Apakah Anda menemui kesulitan dalam
menggunakan EWS? Jelaskan?
Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan
di IGD? Jelaskan jawaban Anda?
“tidak”
“cocok, asalkan jumlah tenaga
memadai, sarana dan prasarana
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
231
Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti?
Jelaskan jawaban Anda?
Komentar dan Saran :
Apakah sebelumnya Anda telah mengenal
EWS (Early Warning Score)? Jika iya
darimana Anda mendapatkan info tersebut?
Silahkan pilih salah satu pernyataan yang
cocok dengan Anda saat menggunakan EWS :
a) membantu mengenal kondisi
perburukan pasien
b) membuat saya merasa aman
c) mudah karena tidak mengharuskan
tindakan invasif
d) menurunkan beban kerja saya
Apakah Anda menemui kesulitan dalam
menggunakan EWS? Jelaskan?
R5
mendukung (bed side monitor
jumlahnya cukup, kecepatan lab
dalam mengeluarkan hasil)”
“jelas, tapi belum realistis
dengan kondisi IGD Dharmais
(tenaga, sarana, prasarana)”
“algoritme
diusahakan/disesuaikan dengan
realita IGD RS Kanker
Dharmais agar mampu laksana”
“sudah, dari seminar dan
workshop MEWS & blue code di
RS Pertamina
“membantu mengenal kondisi
perburukan pasien”
“iya, karena belum terbiasa
diterapkan ditempat kerja”
Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan
di IGD? Jelaskan jawaban Anda?
“sangat cocok untuk membantu
mengenali kondisi perburukan
pasien dan bisa
menurunkan/mencegah
terjadinya blue code”
Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti?
Jelaskan jawaban Anda?
“ys, sangat sistematis”
Komentar dan Saran
“ untuk MEWS pada pasien
kanker berbeda dengan pasien
yang non kanker, jadi harus
dilakukan penelitian untuk
menemukan rumus MEWS yang
tepat”
“riset yang dilakukan oleh
mahasiswi S2 FKUI sangat
bagus dan berguna bagi seluruh
perawat yang bekerja diinstansi
yang dilakukan riset”
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
232
Lampiran 17 : Daftar Riwayat Hidup
CURICULUME VITAE
A. PERSONAL DATA
1. Name
: Triana Arisdiani, SKep., Ns., M.Kep,
Sp.KMB, CWCCA
2. Place and Date of birth
: Kendal, October 13, 1986
3. Gender
: Women
4. Status
: Married
5. TOEFL Test
: 476
6. lntitution
: Health Science College of Kendal
7. Position
: The Lecturer
8. NIPS
: 120 211 044
9. Institution address/teip/fax
: STIKES Kendal, Jl. Laut 31 Kendal
Central Java Indonesia 51311- Telp.
0294-381343 Fax: 0294-381834
10. Home Address
: Flamboyan Street Number 20 Rt: 014
Rw:006 Pegulon Kendal,Central Java
51313
11. Address for Correspondence : STIKES Kendal, Jl. Laut 31 Kendal
Central Java
12. Phone Number
: +62 8985513887/+62 87700069708
13. Email
: [email protected]
B. PRIMARY SCHOOL
a. I was graduated of Langenharjo I Elernentary Islamic School Kendal in
1998
b. I was graduated of Junior High School 2 Kendal in 2001
c. I was graduated of Senior High School 1 Kendal in 2004
d. I was graduated of Bachelor of Science in Nursing Study Program of
STIKES Kendal in 2009
e. I was graduated of Nurse of Science in Nursing Study Program of
STIKES Kendal in 2010
f. I was graduated of Magister of Science in Nursing Program of
University Indonesia in 2015
g. I was graduated of Spesialis of Science inMedical Surgical Nursing
Program of University Indonesia in 2016
C. LIST HONORS AND AWARDS RECEIVED.
Honors And Awards
Date
Partisipate in The National Seminar Towards
Indonesia Advanced Breast Cancer-Free in
2030
October 31, 2015
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
233
Participate in The Nursing Workshop
Measurement of Intra-cranial pressure and
external Drainage
October 3, 2015
Participate in The Seminary Early detection
and management of brain cancer
October 3, 2015
Participate in Training Residensi
September 3, 2015
Participate in Training Basic trauma and
Cardiac Life Support (BTCLS)
Participate in Training The 2-Day
Comprehensive Course in ECG Interpretation
Participate in Basic ECG Interpretation and
Nursing Role in Critical Arrhythmias
Management Seminar
Participate In Workshop Improving The
Quality Of Lecturer In Writing And Publish
Book
Participate In Seminary Implementasi Nursing
By Laws
Participate In Training Wound Care Clinician
Associate Program
Participate In Seminary Breaking Trough,
Breaking Free To Be The Asia Pasific Leader
In Wound Healing
Comite In Seminary National Seminar On
Mothers Day In Order To Warn
"Breastfeeding Initiation And Early Asi An
Exclusive Opportunity And Challenges In
Determining The Modern Era Generation Of
Superior"
Partipate In Workshop Nurse Competency
Test With Central Java Paper Based Test
Participate In Training Nursing Management
Ward And Initial Development Model
Professional Nursing Practice
Comite In Seminary Credentials Health As A
Solution In Improving Quality Of Health
Care
Participate In Workshop Item Riview Nurse
Competency Test
Participate In Training Quantum Power
Learning
Parcipate In Training Student Center Learning
Participate In Seminary Nursing Challege In
Globalization
September 10-16, 2014
April 12-13, 2014
March 22, 2014
February 9, 2013
February 23, 2013
January 10-13, 2013
January 13, 2013
December 29, 2012
Juny 16, 2012
April 11-14, 2012
Juny 16, 2012
January 10-11, 2012
April 22-23, 2011
August 31-September 1,
2010
April 3, 2010
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
234
Participate In Training Basic Trauma Life
Support And Basic Cardiac Life Support
Participate In Seminary Nurses Employment
Opportunities In The Era Of Global
Mei 4-8,2010
April 18, 2009
D. WORK EXPERIENCE
a. A have been Working at School of health Sciences Kendal From March
2011 Until Now
I hereby decalre that the above written particulars are true to the best of my
college and beliefe.
Best Regard,
Triana Arisdiani
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016
Download