UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DENGAN PENDEKATAN TEORI PEACEFUL END OF LIFE DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR TRIANA ARISDIANI 1306346380 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JUNI, 2016 i Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK RESIDENSI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DENGAN PENDEKATAN TEORI PEACEFUL END OF LIFE DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah TRIANA ARISDIANI 1306346380 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM NERS SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DEPOK JUNI, 2016 ii Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa karya ilmiah akhir ini saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarism, saya akan bertanggungjawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya. Depok, .......... 2016 Triana Arisidiani iii Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Triana Arisdiani NPM : 1306346380 Tanda tangan : Tanggal : Juni 2016 iv Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 HALAMAN PENGESAHAN Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh : Nama : Triana Arisdiani NPM : 1306346380 Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah Judul Karya Ilmiah : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien Kanker Payudara dengan Pendekatan Teori Peaceful End Of Life di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Sidang Karya Ilmiah Akhir dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis Keperawatan Medikal bedah pada Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dewi Irawaty, M.A., Ph.D (.............) Pembimbing II : Riri Maria, S.Kp., MANP (.............) Penguji I : Dr.Kemala Rita Wahidi, SKp., Sp.Onk, MARS, ETN (.............) Penguji II : Retno Purwanti, S.Kp., Sp.Onk., M.Biomed Ditetapkan di : Depok Tanggal : v Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 (.............) KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul “Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien Kanker Payudara dengan Pendekatan Teori Peaceful End Of Life di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta”. Karya Ilmiah Akhir ini disusun sebagai laporan pelaksanaan Program Praktek Residensi Ners Spesialis Kekhususan Keperawatan Medical Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Pada karya tulis ilmiah ini penulis melaporkan pelaksanaan mengelola kasus pasien dengan kanker mammae, pelaksanaan EBN, dan proyek inovasi. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari semua pihak sulit rasanya untuk menyelesaikan karya tulis ini. Oleh kerena itu, saya menyampaikan terima kasih tak terhingga kepada: 1. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia; Direktur Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta beserta staf, yang telah memberikan persetujuan atas pelaksanaan praktik residensi keperawatan onkologi; 2. Ibu Dewi Irawaty, M.A., Ph.D. selaku supervisor utama yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing saya dalam penyusunan proposal tesis ini. 3. Ibu Riri Maria, S.Kp., MANP selaku supervisor yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian proposal tesis ini. 4. Ibu Nani Sutarni, S.Kp., Sp.Onk., M.Kep, selaku kepala Bidang Keperawatan RS Kanker Dharmais Jakarta; 5. Ibu Retno Purwanti, S.Kp., Sp.Onk., M.Biomed, dan Ibu Retno Setiowati, Ns., S.Kep., Sp.Onk., MKM selaku supervisor klinik dan Ibu Ns. Dewi Handayani S.Kep serta rekan sejawat keperawatan khususnya ruang Teratai di RS Kanker Dharmais yang telah sudi berbagi ilmu dan pengalamannya dengan penulis dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien kanker vi Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 6. Civitas akademika Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal yang telah mengijinkan dan memberi dukungan moril maupun materiil selama pelaksanaan studi; 7. Suamiku tersayang, Iwan Hermawan yang telah memberikan dukungan, doa, cinta dan semangatnya dalam mengiringi langkahku selama menempuh studi di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 8. Alm. Ayahku M. Arisman dan ibunda tercinta Sri Sustiyarni yang selalu melantunkan doa dan memberikan semangat untuk kesuksesan putra putrinya. 9. Sahabat KMB 2013 super yang banyak membantu dalam menyelesaikan program residensi dan karya tulis ilmiah ini. 10. Serta Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritikan dan saran dari teman sejawat semua sehingga bisa disempurnakan penulis harapkan. Semoga karya ilmiah akhir ini dapat memberi kemanfaatan kepada kita semua. Aamiin Depok, Juni 2016 Penulis vii Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas JenisKarya : Triana Arisdiani : 1306346380 : Ners Spesialis Keperawatan Medikal Bedah : Keperawatan Medikal Bedah : Ilmu Keperawatan : Karya Ilmiah Akhir Demi membangun ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien Kanker Payudara dengan Pendekatan Teori Peaceful End Of Life di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non ekslusif ini Universitas Indonesia menyimpan, mengalih mediakan/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : Juni 2016 Yang menyatakan, Triana Arisdiani viii Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 ABSTRAK Nama : Triana Arisdiani Program Studi : Pendidikan Ners Spesialis Keperawatan Judul : Analisis Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Pasien Kanker Payudara dengan Pendekatan Teori Peaceful End Of Life di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Kanker payudara merupakan salah satu tumor ganas pada jaringan payudara yang paling sering menyerang wanita dan menjadi salah satu penyakit serius di dunia yang mengancam jiwa. Insiden kanker payudara dilaporkan meningkat dari tahun ke tahun. Karya Ilmiah Akhir (KIA) ini adalah sebagai laporan praktik residensi keperawatan medikal bedah peminatan onkologi di RS Kanker Dharmais Jakarta yang berisi tentang: (1) penerapan teori Peaceful End of Life (PEOL) pada pasien kanker payudara, (2) intervensi menghirup aromaterapi jahe sebagai evidence based nursing untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pasien kanker payudara (3) proyek inovasi penggunaan Modified Early Warning Score (MEWS) sebagai alat deteksi awal terhadap perburukan kondisi pasien. Kesimpulan: bahwa teori Peaceful End Of Life tepat digunakan dalam perawatan paliatif pasien kanker. Intervensi menghirup aromaterapi jahe dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pilihan manajemen mual muntah nonfarmakologi. Instrumen MEWS dapat diterapkan pada unit emergensi dan dapat membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko perburukan kondisi yang membutuhkan peningkatan level perawatan seperti rawat inap atau masuk ICU. Kata kunci: Teori Peaceful End of Life, intervensi menghirup aromaterapi, menurunkan mual muntah, Modified Early Warning Score (MEWS) ix Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 ABSTRACT Name : Triana Arisdiani Study program : Medical Surgical Nurse Specialist Title : Analysis of Medical Surgical Nursing Practice Residency on Breast Cancer Patients with Theory Approach Peaceful End Of Life at Cancer Hospital Dharmais Jakarta Breast cancer is a malignant tumor of the breast tissue that most often affects women and become one of serious diseases in the world and life-threatening. The incidence of breast cancer was reported increase year to year. This final paper clinical practice is a clinical report Medical Surgical nursing specialization in oncology at the Cancer Hospital Dharmais Jakarta which consist of : (1) the application of the theory of Peaceful End of Life (PEOL) in breast cancer patients, (2) intervention inhaling aromatherapy ginger as evidence based nursing to reduce nausea and vomiting due to chemotherapy in breast cancer patients (3) innovation projects implement the Modified Early Warning Score (MEWS) as a tools for early detection of the deterioration of the patient's condition. Conclusion: The theory of Peaceful End of Life is appropriate to use in the palliative care of cancer patients. Ginger aromatherapy can be used as an alternative nonpharmacological management of nausea and vomiting. MEWS instruments can be applied to the emergency unit and may help identify patients at risk to worsening condition require increased levels of care such as hospitalization or ICU. Keywords: Theory of Peaceful End of Life, inhaling aromatherapy intervention, decrease nausea, vomiting, Modified Early Warning Score (MEWS) x Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.............................................................................................................. i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME........................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................................. iv HALAMAN PENGESAHAN................................................................................................v KATA PENGANTAR ......................................................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................................. viii ABSTRAK ........................................................................................................................... ix ABSTRACT.............................................................................................................................x DAFTAR ISI........................................................................................................................ xi DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................................xv DAFTAR ALGORITMA................................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................... xvii BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................................1 1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1 1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................................................7 1.2.1 Tujuan Umum .................................................................................................7 1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................................7 1.3 Manfaat Penulisan .................................................................................................8 1.3.1 Pelayanan Keperawatan ..................................................................................8 1.3.2 Pengembangan Ilmu Keperawatan .................................................................8 1.3.3 Pendidikan Keperawatan ................................................................................8 1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................................8 BAB 2 STUDI PUSTAKA .................................................................................................10 2.1 Konsep Kanker Payudara ....................................................................................10 2.1.1 Definisi Kanker Payudara .............................................................................10 2.1.2 Etiologi Kanker Payudara .............................................................................11 2.1.3 Manifestasi Klinis Kanker Payudara ..........................................................13 2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik Kanker Payudara .................................................14 2.1.5 Patofisiologi Kanker Payudara ...................................................................15 2.1.6 Distribusi dan Klasifikasi Kanker Payudara ...............................................15 2.1.7 Penatalaksanaan Kanker Payudara .............................................................21 2.2 Konsep Dasar dan Definisi Teori Peacefull End of Life (PEOL)........................22 2.2.1 Konsep Utama Teori PEOL ..........................................................................23 2.2.2 Penerapan Teori PEOL .................................................................................24 2.2.3 Hubungan Lima Konsep Utama Teori PEOL...............................................29 2.3 Konsep Kemoterapi .............................................................................................31 2.3.1 Definisi Kemoterapi......................................................................................31 2.3.2 Prinsip Kerja Pengobatan Kemoterapi..........................................................31 2.3.3 Agen Kemoterapi ..........................................................................................32 2.3.4 Tujuan Kemoterapi .......................................................................................33 2.3.5 Efek Samping Kemoterapi............................................................................34 xi Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 2.4 2.5 2.6 Konsep Mual Muntah Akibat Kemoterapi ..........................................................36 2.4.1 Definisi Mual Muntah...................................................................................36 2.4.2 Etiologi Mual Muntah akibat Kemoterapi ....................................................36 2.4.3 Faktor Risiko Mual Muntah akibat Kemoterapi ...........................................38 2.4.4 Mekanisme Mual Muntah akibat Kemoterapi ..............................................39 2.4.5 Tipe Mual Muntah akibat Kemoterapi..........................................................41 2.4.6 Dampak Mual Muntah akibat Kemoterapi ...................................................42 2.4.7 Terapi Mual Muntah akibat Kemoterapi.......................................................42 2.4.8 Alat Ukur Mual Muntah ...............................................................................44 Aromaterapi...............................................................................................................45 2.5.1 Pengertian Aromaterapi ................................................................................45 2.5.2 Manfaat Aromaterapi ....................................................................................45 2.5.3 Klasifikasi Aromaterapi ................................................................................46 2.5.4 Aromaterapi Jahe ..........................................................................................49 Modified Early Warning Score (MEWS) .............................................................54 2.6.1 Sejarah Modified Early Warning Score (MEWS) .........................................54 2.6.2 Definisi dan Fungsi Modified Early Warning Score (MEWS)......................56 2.6.3 Keuntungan penerapan Modified Early Warning Score (MEWS)................57 2.6.4 Syarat Penerapan Modified Early Warning Score (MEWS) ........................57 2.6.5 Komponen dan Alogaritma MEWS ...............................................................58 2.6.6 Keterbatasan Modified Early Warning Score (MEWS)................................61 BAB 3 PROSES RESIDENSI ...........................................................................................62 3.1 Laporan Kasus Utama .........................................................................................62 3.1.1 Diskripsi Kasus Kelolaan Utama ..................................................................62 3.1.2 Penerapan Teori PEOL Pada Kasus Kelolaan ..............................................65 3.1.2.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................................65 3.1.2.2 Diagnosa Keperawatan .....................................................................68 3.1.2.3 Kriteria Hasil ....................................................................................70 3.1.2.4 Intervensi Keperawatan ....................................................................73 3.1.2.5 Evaluasi Keperawatan ......................................................................75 3.2 Laporan 30 Kasus Kelolaan.................................................................................78 3.3 Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Intervensi menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara ...................................................................................................................80 3.3.1 Latar Belakang Penerapan EBN ...................................................................80 3.3.2 Masalah Klinis dan Metologi Pencarian .......................................................82 3.3.3 Metodologi Penelusuran ...............................................................................83 3.3.4 Ringkasan Jurnal...........................................................................................83 3.3.4.1 Penjelasan Artikel Pilihan ................................................................83 3.3.4.2 Penjelasan Alasan Pemilihan Artikel ...............................................86 3.3.4.3 Kredibilitas Jurnal.............................................................................87 3.2.5 Telaah Kritis..................................................................................................88 3.2.5.1 Telaah Validitas................................................................................88 3.2.5.2 Kemaknaan Hasil..............................................................................89 3.2.5.3 Aplikabilitas .....................................................................................90 3.3.6 Penerapan intervensi menghirup aromaterapi jahe di Ruang Teratai dan Anyelir 1 dan 2 RS Kanker Dharmais.............................................................91 xii Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 3.3.6.1 Tahap Persiapan................................................................................91 3.3.6.2 Tahap Pelaksanaan ...........................................................................92 3.3.6.3 Tahap Evaluasi .................................................................................96 3.4 Proyek Inovasi modified early warning score (MEWS) dalam Pengkajian IGD....................................................................................................................97 3.4.1 Latar Belakang ..............................................................................................97 3.4.2 Validitas dan Reliabilitas MEWS .................................................................98 3.4.3 Analisis Situasi..............................................................................................99 3.4.3.1 Strength (Kekuatan)..........................................................................99 3.4.3.2 Weakness (Kelemahan)...................................................................100 3.4.3.3 Opportunities (Kesempatan) ..........................................................101 3.4.3.4 Threats (Ancaman) .........................................................................101 3.4.4 Tahapan Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS)........................102 3.4.4.1 Tahap Persiapan..............................................................................102 3.4.4.2 Tahap Pelaksanaan .........................................................................103 3.4.4.3 Tahap Evaluasi ...............................................................................103 3.4.5 Penerapan Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS) .....................104 3.4.6 Hasil Evaluasi Perawat terhadap Penggunaan MEWS ...............................107 3.4.6.1 Evaluasi Tingkat Kepuasan Perawat ..............................................108 3.4.6.2 Evaluasi Tingkat Kemudahan Perawat...........................................108 3.4.7 Kendala dalam Penerapan MEWS..............................................................110 3.4.8 Rekomendasi untuk Pengembangan Lebih Lanjut .....................................110 BAB 4 PEMBAHASAN............................................................... ....................................111 4.1 Analisa Kasus Kelolaan Utama .........................................................................111 4.1.1 Pengkajian Kasus Kelolaan Utama.............................................................111 4.1.2 Aplikasi Teori PEOL ..................................................................................117 4.1.2.1 Ketidakefektifan Pola Nafas...........................................................119 4.1.2.2 Nyeri Kronis ...................................................................................126 4.1.2.3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan......................132 4.1.2.4 Ansietas ..........................................................................................135 4.1.2.5 Intoleransi Aktivitas .......................................................................140 4.1.2.6 Risiko Infeksi..................................................................................143 4.2 Analisa Penerapan Teori PEOL pada 30 Kasus Kelolaan.................................147 4.3 Analisa Penerapan EBN ....................................................................................153 4.3 Analisa Penerapan Proyek Inovasi ....................................................................159 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... ............161 5.1 Kesimpulan........................................................................................................161 5.2 Saran ..................................................................................................................162 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................164 LAMPIRAN-LAMPIRAN ..............................................................................................189 xiii Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Risiko Emetogenik dari Beberapa Agen Kemoterapi..........................................37 Tabel 2.2 Sistem skoring MEWS .........................................................................................59 Tabel 3.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Asal, Riwayat keluarga dengan kankerdan Agen Kemoterapi................................................................................................92 Tabel 3.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Umur, Tahun terdiagnosa, Grade Kanker dan Siklus Kemoterapi ........................................................................................................93 Tabel 3.3 Distribusi Pasien Grup A dan Grup B .................................................................93 Tabel 3.4 Uji Normalitas Data EBN...................................................................................95 Tabel 3.5 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin, Diagnosa Medis dan skor awal MEWS .......................................................................................................................104 Tabel 3.6 Distribusi Pasien Berdasarkan Umur MEWS....................................................105 Tabel 3.7 Distribusi Pasien Berdasarkan Nilai Kritis Laboratorium .................................105 Tabel 3.8 Distribusi Perawat Berdasarkan Jenis kelamin, Pendidikan, Jabatan ................107 Tabel 3.9 Distribusi Perawat Berdasarkan Umur ..............................................................107 Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Kepuasan Perawat ..........................................................108 xiv Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Mekanisme Mual Muntah ................................................................................41 xv Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 DAFTAR ALGORITMA Algoritma 1 : Hubungan Lima Konsep Teori PEOL ...........................................................30 Algoritma 2 : Skema MEWS ...............................................................................................60 xvi Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Skema Siklus Sel Normal Lampiran 2 : Peta Konsep Kanker Payudara Lampiran 3 : Hasil penerapan menghirup aromaterapi jahe pada pasien kanker payudara dengan kemoterapi Lampiran 4 : Resume 30 Kasus Kelolaan Lampiran 5 : Surat Permohonan Menjadi Partisipan EBN Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan EBN Lampiran 7 : Instrumen Pengkajian Mual Muntah Lampiran 8 : Lembar Observasi Partisipan EBN Lampiran 9 : Prosedur Pelaksanaan Menghirup Aromaterapi Jahe Lampiran 10 : Lembar Observasi Modified Early Warning Score (MEWS) Lampiran 11 : Petunjuk Pengisian MEWS Lampiran 12 : Algoritma MEWS Lampiran 13 : Alur Tata Laksana MEWS Lampiran 14 : Kuesioner dan Lembar Observasi terhadap Perawat IGD dalam Penerapan MEWS Lampiran 15 : Rencana Tindak Lanjut Pengembangan MEWS Onkologi Lampiran 16 : Evaluasi Hasil Kuesioner (Pertanyaan Terbuka) Lampiran 17 : Daftar Riwayat Hidup xvii Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 xviii Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang latar belakang penulisan ilmiah yang menjelaskan tentang alasan pemilihan topik, tujuan umum dan tujuan khusus penulisan, manfaat penulisan, serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu tumor ganas pada jaringan payudara yang paling sering menyerang wanita dan menjadi salah satu penyakit serius di dunia yang mengancam jiwa (Davey, 2006; Desen, 2011; Williams & Wilkins, 2012). Kanker payudara terjadi karena gangguan sistem pertumbuhan sel di dalam jaringan payudara. Jaringan payudara tersusun atas kelenjar areolar, tubuli laktiferi, kelenjar getah bening dan 85%nya jaringan lemak. Sel abnormal bisa tumbuh di empat bagian tersebut, dan mengakibatkan kerusakan jaringan payudara (Nurcahyo, 2010). Sel kanker pada payudara tumbuh sebesar 1 cm dalam waktu 8-12 tahun, sel tersebut berada dalam kelenjar payudara dan dapat menyebar keseluruh tubuh melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening (Price & Wilson, 2005; Suryaningsih & Sukaca, 2009). Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti (Desen, 2011; Black & Hawks, 2014). Namun beberapa sumber menyebutkan terdapat faktorfaktor risiko yang dapat memicu terjadinya kanker payudara yaitu riwayat keluarga dengan kanker payudara dan gen terkait timbulnya kanker payudara BRCA1 dan BRCA2, paparan radiasi pengion atau karsinogen kimia, nulliparity atau paritas rendah, kurang intensitas atau tidak menyusui, penggunaan terapi pengganti estrogen untuk mengatasi gejala menopause, diet tinggi lemak yang menyebabkan obesitas, kehamilan pertama setelah usia 30 tahun, mulainya haid pertama sebelum usia 12 tahun dan menopause setelah usia 55 tahun (Desen, 2011; Williams & Wilkins, 2012; Black & Hawks, 2014). Kanker payudara dialami wanita di 140 negara dari 184 negara di seluruh dunia. Kejadian kanker payudara diperkirakan meningkat lebih dari 20% sejak tahun 2008, sementara angka kematiannya meningkat sebesar 14%. Pada tahun 2012 sekitar 1,7 juta perempuan menderita kanker payudara dan 522 000 jiwa 1 Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia 2 mengalami kematian. Pada tahun ini pula sekitar 6,3 juta perempuan telah terdiagnosis hidup dengan kanker payudara dalam kurun waktu lima tahun sebelumnya. Menurut World Health Organization (WHO) dan Union for International Cancer Control (UICC), kanker payudara pada wanita di dunia akan mengalami peningkatan kasus yang drastis di tahun 2030 yaitu mencapai 300% (WHO, 2013). Penderita kanker payudara dan kanker serviks di Indonesia pada tahun 2013 memiliki estimasi jumlah terbesar dibanding jenis kanker lainnya. Insiden kasus kanker payudara yaitu sebesar 40 per 100.000 total perempuan. Angka tersebut meningkat dari tahun 2002, dengan insidens kanker payudara yaitu sebesar 26 per 100.000 total perempuan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal serupa dilaporkan melalui data statistik rumah sakit di Indonesia dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2013, rata-rata kasus kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap (16,85%), kemudian diikuti kanker leher rahim (11,78%), kanker hati, kanker saluran empedu intrahepatik (9,69%), Leukemia (7,42%), dan Limfoma non Hodgkin (LNH) (6,69%) (Depkes RI, 2013). Menurut data bidang Rekam Medis tahun 2014, kanker payudara memiliki total kasus tertinggi diantara 10 kasus kanker tersering yang ditemukan di unit rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit Kanker Dharmais. Total kasus tersebut yaitu 1290 (42,89%) kasus kanker payudara, diikuti 352 (11,71%) kasus kanker serviks, 219 (7,28%) kanker kolon, 205 (6,82%) kanker paru, 201 (6,68%) kanker nasofaring, 192 (6,39%) kanker rekti, 175 (5,89%) kanker thyroid, 140 (4,66%) kanker ovarium, hepatoma dan Limfoma Maligna non Hodkin/LMNH masingmasing sebanyak 114 (3,79%) kasus. Pengobatan kanker payudara meliputi pembedahan, radiasi dan kemoterapi (Buckman & Whittaker, 2010). Tindakan pembedahan dilakukan apabila tumornya terlokalisasi dalam keadaan anatomis yang baik. Prosedur yang paling sering digunakan adalah operasi mastektomi radikal yang memiliki hasil terapi cukup baik. Terapi bedah terkadang harus dikombinasi dengan radioterapi dan atau kemoterapi. Radioterapi paling bermanfaat untuk tumor terlokalisasi yang tidak dapat direseksi. Radioterapi merupakan terapi lokal dan tidak dapat Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 3 mengatasi masalah metastasis jauh, untuk itu manajemen kemoterapi diharapkan dapat dikombinasikan untuk mengatasi masalah tersebut. Kombinasi antara radioterapi dan kemoterapi yang tepat dapat meningkatkan pengendalian lokal tumor, mengurangi metastasis jauh dan meningkatkan angka harapan hidup (Desen, 2011). Salah satu efek samping yang paling umum dan tidak menyenangkan bagi pasien kemoterapi adalah mual muntah karena hal tersebut dapat menurunkan aktivitas sehari-hari dan menyebabkan pasien hanya dapat terbaring ditempat tidur. Insiden mual muntah karena efek samping kemoterapi ini mencapai 70-80% kejadian (Lee, Dodd, Dibble & Abrams, 2008). Sumber lain melaporkan bahwa mual muntah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan metabolik, kurang gizi, penurunan imunitas, dan penurunan kemampuan aktivitas diri (Black & Hawks, 2014). Beberapa pasien dilaporkan memilih untuk tidak melanjutkan kemoterapi karena mual muntah yang tidak terkontrol (Hawkins & Grunberg, 2009). Mual muntah karena kemoterapi terjadi karena dua faktor yaitu dari pasien dan jenis terapi. Beberapa faktor risiko dari pasien yang berhubungan dengan mual muntah akibat kemoterapi antara lain usia muda, jenis kelamin wanita, riwayat mual muntah sebelumnya, kecemasan, riwayat motion sickness, riwayat hiperemesis gravidarum dan riwayat konsumsi alkohol (Feyer & Jordan, 2011). Sedangkan faktor yang terkait terapi antara lain jenis kemoterapi (potensi emetogenitas), dosis obat kemoterapi, jadwal dan rute pemberian (Hawkins & Grunberg 2009). Penanganan terhadap mual muntah adalah faktor penting dalam meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. Perawat adalah salah satu tenaga kesehatan yang mempunyai peran penting dalam menangani mual muntah pasien akibat kemoterapi. Dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilannya, seorang perawat professional akan mampu melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk merawat pasien kanker serta memberikan dukungan fisik maupun psikologis dalam upaya membantu meningkatkan kenyamanan pasien kanker yang mengalami masalah mual muntah. Kenyamanan adalah sebuah tujuan yang Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 4 sangat diharapkan oleh pasien kanker (Miaskowski, Cleary & Burney, 2005). Sebagai perawat tindakan yang dilakukan meliputi mencegah, memonitoring, membebaskan ketidaknyamanan fisik, memfasilitasi untuk beristirahat dan relaksasi serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi yang akan menyebabkan ketidaknyamanan pasien, termasuk ketidaknyamanan akibat mual dan muntah. Penatalaksanaan mual dan muntah pada pasien kemoterapi dapat dilakukan dengan cara farmakologi maupun nonfarmakologi. Terapi farmakologi dilakukan dengan pemberian antiemetik, antikolinergik, antihistamin, dan kortikosteroid. Sedangkan intervensi nonfarmakologis mual muntah terkait kemoterapi dapat dilakukan dengan penyesuaian asupan makanan dan cairan, relaksasi, olahraga, hipnosis, biofeedback, pencitraan terarah, dan desensitasi sistemis. Terapi nonfarmakologi tersebut dapat membantu meredakan mual muntah, terutama ketika digunakan bersamaan dengan obat-obatan farmakologi (Black & Hawks, 2014). Intervensi lain yang dapat dilakukan secara mandiri oleh seorang perawat untuk mengurangi mual muntah adalah dengan menghirup aromaterapi. Aromaterapi sebagai bagian dari terapi komplementer non farmakologis terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup pasien kanker yang mengalami masalah mual muntah (Boehm, Büssing & Ostermann., 2012). Terapi komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersamaan dengan pengobatan konvensional. Pengobatan konvensional didefinisikan oleh National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) sebagai pengobatan yang dipraktikan oleh pemegang gelar MD (Medical Doctor/Dokter medis) dan DO (Doctor of Osteopathy/Dokter penyakit tulang), serta tenaga profesional kesehatan yang bekerjasama seperti perawat, ahli fisioterapi dan psikolog (Black & Hawks, 2014). Aromaterapi adalah tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang diekstrak dari akar, bunga, daun dan batang tanaman, serta dari pohon tertentu yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi seseorang. Ketika minyak essensial dihirup, molekul masuk ke rongga hidung dan merangsang sistem limbik. Sistem limbik adalah bagian otak yang mempengaruhi emosi dan memori serta secara langsung terkait dengan adrenal, hipotalamus, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 5 kelenjar hipofisis, dan bagian-bagian tubuh yang mengatur keseimbangan hormon, memori, stess, pernafasan, denyut jantung serta tekanan darah. Jenis minyak essensial yang sering digunakan adalah peppermint, lemon dan jahe (Jaelani, 2009). Menghirup aromaterapi jahe juga dianjurkan sebagai teknik yang efektif dan mudah yang dapat diterapkan secara mandiri oleh para perawat kepada para pasien dalam masa kemoterapi guna mengurangi intensitas mual muntah (Luaa, Salihah & Mazlan, 2015). Dengan adanya masalah mual muntah yang dialami pasien kemoterapi, sebagai bentuk penanganan penulis menerapkan intervensi menghirup aroma jahe sebagai Evidence Based Nursing di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Selain melakukan penerapan bukti mutakhir (Evidence Based Nursing) dalam penatalaksanaan pasien kanker, dalam menjalankan program residensi ini, penulis juga menerapkan kompetensi lain terkait peran perawat spesialis yang meliputi pemberian asuhan keperawatan lanjut pada pasien kanker dan keluarganya, mengoptimalkan pembelajaran klinik bagi sejawat, serta berperan aktif melalui program inovasi yang berfokus pada pasien kanker. Teori Peacefull End of Life (PEOL) bertujuan menyelesaikan permasalahan kesehatan pasien. PEOL berarti hidup damai diakhir kehidupan. Konsep tersebut meliputi : bebas dari rasa nyeri, merasa nyaman, merasa dihargai dan dihormati, merasa damai, dan merasakan kedekatan dengan keluarga atau orang lain yang bermakna serta peduli dalam kehidupan pasien (Tomey & Alligood, 2010). Tujuan teori Peacefull End of Life bukan hanya memberikan perawatan yang baik dengan menggunakan alat-alat yang canggih, tetapi lebih berfokus kepada perawatan yang mengutamakan kenyamanan pasien serta memaksimalkan keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien. Sehingga diakhir kehidupannya, pasien dapat meningkatkan kualitas hidup dan menghadapi kematian dengan perasaan damai. Kualitas hidup pada konsep ini didefinisikan sebagai suatu kepuasan yang dapat dilihat melalui sembuhnya gejala dan kepuasan hubungan interpersonal (Ruland & Moore, 2001 di dalam Tomey & Aligood, 2010). Penulis memilih menggunakan teori peaceful end of life dalam asuhan keperawatan pasien kanker karena teori tersebut sesuai dengan kondisi yang dialami oleh pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit kanker Dharmais. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 6 Peran perawat spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan dilaksanakan dengan menerapkan teori Peacefull End of Life (PEOL) sebagai pendekatan proses keperawatan dalam memanajemen pasien dengan masalah kanker, baik pasien yang sedang menjalani terapi, pasien dengan kedaruratan onkologi maupun pasien yang berada dalam tahapan palliative care. Pendekatan proses keperawatan tersebut dilaksanakan secara dinamis dan berkesinambungan. Proses keperawatan tersebut meliputi pengkajian, penyusunan intervensi, implementasi dan evaluasi pada klien dengan berbagai kondisi, baik sehat maupun sakit sepanjang rentang kehidupan. Penulis melakukan penerapan teori PEOL kepada 30 pasien kelolaan dengan masalah kanker sebagai target kompetensi di dalam praktik residensi. Selain melakukan asuhan keperawatan lanjut pada pasien kanker dan keluarganya, penulis bersama kelompok residensi juga melakukan kegiatan inovasi dan berperan aktif sebagai inovator. Program inovasi ini bertujuan untuk mengimplementasikan ilmu baru yang harapannya dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan khususnya perawat dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. Adapun pelaksanaan kegiatan inovasi yang dilakukan berupa uji coba penerapan format pengkajian MEWS (modified early warning score) di ruang IGD RSK Dharmais. Penerapan inovasi tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan rumah sakit atas keberadaan suatu sistem informasi yang dapat memudahkan kerja tenaga kesehatan terutama perawat dalam melayani pasien serta untuk mengidentifikasi penurunan kondisi pasien secara dini di ruang IGD RSKD. Banyak pasien yang memiliki risiko mengalami penurunan kondisi klinis secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan pernapasan atau henti jantung hingga terjadi kematian meskipun peralatan dan obat-obatan yang tersedia di rumah sakit sangat memadai, dan biasanya untuk menangani masalah tersebut rumah sakit telah memiliki rapid respon team (RRT) tersendiri (Jones, DeVita, & Bellomo, 2011). Angka kejadian pasien yang mengalami cardiac arrest selama masa perawatannya di rumah sakit sekitar 0,7% - 3%. Ketika hal ini terjadi kondisi pasien akan semakin memburuk dan diperkirakan hanya 15 - 36% pasien yang dapat diselamatkan (Nadkarni, Gregory & Marry 2006). Henti jantung (cardiac arrest) biasanya didahului oleh tanda-tanda yang dapat diamati. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 7 Beberapa studi menunjukkan banyak pasien yang memperlihatkan tanda-tanda dan gejala kerusakan medis yang tidak ditangani secara optimal sebelum serangan jantung terjadi Tanda-tanda ini muncul 6 sampai dengan 8 jam sebelum henti jantung terjadi (Duncan & McMullan, 2012). Henti jantung ini dapat dicegah melalui deteksi perburukan kondisi pasien dan penanganan perburukan sebelum henti jantung terjadi, dan dalam hal ini aktivitas pemantauan rutin yang dilakukan perawat merupakan hal yang penting untuk mendeteksi perburukan kondisi pasien tersebut. MEWS adalah sistem skoring terhadap beberapa parameter fisiologis untuk “bedside assessment” pada pasien yang berguna dalam mendeteksi secara dini perburukan kondisi pasien sehingga penatalaksanaan pasien secara awal dapat segera dilakukan. Adapun parameter yang dikaji dalam MEWS yaitu frekuensi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah sistolik, suhu, saturasi oksigen, tingkat kesadaran dan output urin (Kyriacos, Jelsma, James & Jordan, 2014). Berdasarkan uraian diatas, penulis membuat karya ilmiah akhir tentang Analisis Praktik Residensi terhadap Penerapan Teori Peaceful End Of Life pada Pasien Kanker Mammae dan Pengaruh Intervensi Menghirup Aromaterapi Jahe untuk Mengurangi Mual Muntah akibat Kemoterapi Pasien Kanker Mammae sebagai Evidence Based Nursing Practice serta mengembangkan proyek inovasi berupa penerapan MEWS di unit gawat darurat RSK Dharmais untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko kondisi perburukan. 1.2 Tujuan Penulisan 1.2.1 Tujuan Umum Melakukan analisis deskriptif tetang pelaksanaan peran dan fungsi perawat onkologi dalam asuhan keperawatan pasien kanker payudara di RSK Dharmais Jakarta. 1.2.2 Tujuan Khusus 1.2.2.1 Analisis penerapan teori peaceful end of life pada pasien kanker payudara di RS Kanker Dharmais Jakarta 1.2.2.2 Analisis efektivitas intervensi menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara sebuah evidence based nursing practice (EBNP) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 8 1.2.2.3 Analisis proyek inovasi: integrasi penerapan modified early warning score (MEWS) di unit gawat darurat. 1.3 Manfaat Penulisan 1.3.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Hasil analisis praktek residensi Keperawatan Medikal Bedah ini diharapkan dapat menjadi sumber pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan dengan menggunakan pendekatan teori keperawatan yang sesuai untuk pasien kanker. 1.3.2 Bagi Pengembangan Keilmuan Keperawatan Hasil analisis praktek residensi Keperawatan Medikal Bedah ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam pengembangan keilmuan Keperawatan Medikal bedah. 1.3.3 Pendidikan Keperawatan Hasil praktik keperawatan residensi keperawatan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pendidikan keperawatan sebagai pengembangan kurikulum dengan menjadikan salah satu rujukan bahan ajar tentang asuhan keperawatan pasien onkologi dengan pendekatan teori peaceful end of life. Manfaat lainnya diharapkan mahasiswa mampu menggali informasi tentang tindakan-tindakan keperawatan terkini berbasis pembuktian ilmiah. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika pemenulisan karya ilmiah akhir terbagi menjadi bagian awal yang berisi halaman sampul sampai dengan daftar lampiran, bagian inti terdiri atas 5 bab, dan bagian akhir yang berisi lampiran-lampiran. Adapun susunan bagian inti sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan membahas tentang latar belakang membuat penulisan ilmiah dan alasan pemilihan topik, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan; Bab 2 Studi Pustaka membahas konsep dan atau teori dari berbagai sumber pustaka yang berhubungan dengan konsep kanker payudara, konsep teori Peacefull End of Life (PEOL), konsep kemoterapi, konsep mual muntah akibat kemoterapi, aromaterapi dan modified early warning score (MEWS); Bab 3 praktek residensi berisi laporan mengelola kasus kanker mammae Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 9 dengan pendekatan PEOL, laporan 30 kasus kelolaan, pemberian intervensi menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker mammae, dan penerapan modified early warning score (MEWS) di unit gawat darurat RSK Dharmais; Bab 4 pembahasan tentang analisis kasus kelolaan utama, analisis 30 kasus kelolaan, analisis hasil pelaksanaan EBN dan inovasi penerapan MEWS di unit gawat darurat RSK Dharmais Jakarta; Bab 5 kesimpulan dan saran yang berisi tentang kesimpulan implementasi terhadap peran perawat onkologi dan saran untuk perbaikan kegiatan selanjutnya. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 10 BAB 2 STUDI PUSTAKA Bab ini membahas tentang berbagai literatur yang terdiri atas tinjauan teoritis dan tinjauan empiris yang disajikan secara simultan. Tinjauan teoritis membahas berbagai konsep yang berlandaskan pada berbagai teori tentang kanker payudara, peaceful end of life, kemoterapi, konsep mual muntah akibat kemoterapi, aromaterapi jahe dan Modified Early Warning Score (MEWS). Tinjauan empiris akan menyajikan hasil-hasil penelitian sebelumnya baik kualitatif maupun kuantitatif yang memperkuat teori yang telah dikemukakan. 2.1 Kanker Payudara 2.1.1 Definisi Kanker, neoplasma, neoplasma ganas, dan tumor adalah istilah-istilah yang sering digunakan silih berganti oleh tenaga profesional maupun masyarakat umum. Padahal masing-masing istilah tersebut memiliki arti yang berbeda. Kata tumor merujuk pada sebuah benjolan, massa, ataupun pembengkakan. Pembengkakan tersebut dapat berupa keganasan maupun sekedar penumpukan cairan. Kata neoplasma (berasal dari Bahasa Yunani neos, “baru”, dan plasis “bentuk”) diartikan sebagai suatu massa jaringan abnormal yang tidak memiliki fungsi dan mungkin berbahaya bagi penderitanya. Neoplasma terbagi menjadi dua : benigna (jinak) dan maligna (ganas). Neoplasma benigna biasanya tidaklah berbahaya dan tidak menyebar atau menginvasi jaringan lain. Tumor benigna tidak mengisi suatu ruang. Namun apabila terdapat pada saluran vital atau organ dapat berakibat fatal. Contohnya adalah tumor benigna otak. Neoplasma maligna adalah suatu massa yang berbahaya, dapat menginvasi jaringan l sama lain dan bermetastasis (menyebar) ke organ lain yang letaknya berjauhan (Black & Hawks, 2014). Kanker payudara adalah salah satu tumor ganas yang paling sering ditemukan pada wanita. Perubahan patologi yang terjadi di dalam sel dan jaringan tubuh sebagai akibat kanker yang menyebar, penyebarannya melalui darah dan pembuluh limfe ke daerah lain dari tubuh (Port & Matfin, 2005; American Cancer Society, 2015). Sedangkan menurut Price dan Wilson (2005), kanker payudara 10 Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia 11 adalah kanker yang sering terjadi pada kaum wanita (diluar kanker kulit). Kanker payudara memperlihatkan proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat hiperplasi yang kemudian berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. 2.1.2 Etiologi Penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui (Conzen, Tatyana & Olopade, 2008; Desen, 2011; Black & Hawks, 2014). Beberapa faktor risiko secara umum dijabarkan sebagai berikut : 2.1.2.1 Usia : Angka kejadian kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia. Data melaporkan insiden kanker payudara meningkat pada usia di atas 50 tahun (American Cancer Society, 2002). Hal serupa dilaporkan oleh Lewis (2007), angka kejadian kanker payudara di bawah 25 tahun sangat sedikit dan meningkat secara bertahap hingga usia 60 tahun. 2.1.2.2 Riwayat keluarga dan gen terkait kanker payudara BRCA-1 dan BRCA-2 : Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Faktor genetik yang dimaksud adalah adanya mutasi pada beberapa gen yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara. Gen yang dimaksud adalah beberapa gen yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi tumor (American Cancer Society, 2007). Penelitian menemukan pada wanita dengan saudara primer seperti ayah/ibu, saudara perempuan ayah/ibu, kakak/ adik yang menderita kanker payudara, probabilitas terkena kanker payudara lebih tinggi 2-3 kali dibanding wanita tanpa riwayat keluarga dengan kanker payudara (Webb, 2002 & Dennis 2009). Pada wanita dengan mutasi gen BRCA-1 atau BRCA-2 akan membawa mutasi 50-90% pada keluarganya sehingga akan meningkatkan angka kejadian kanker payudara dan kemungkinan perkembangan kanker payudara sebelum usia 50 tahun (Lewis, 2011). 2.1.2.3 Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko terjadinya kanker payudara adalah menarche pada umur muda. Usia relatif muda (kurang dari 12 tahun) saat pertama kali mendapatkan menstruasi dapat Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 12 meningkatan resiko kanker payudara. Saat ini di negara berkembang terjadi pergeseran usia menarche menjadi usia 12-13 tahun. Selain itu nuliparitas menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua, setelah partus belum pernah menyusui juga berisiko terkena kanker payudara (Rasjidi, 2010). Perempuan yang mengalami menopause alami menopause lebih dari 55 tahun memiliki risiko kanker dua kali lipat dari perempuan yang mengalami menopause sebelum usia 45 tahun (Abeloff, 2006). 2.1.2.4 Kelainan kelenjar payudara misalnya pada penderita kistadenoma mamae hiperplastik berat berinsiden lebih tinggi terkena kanker payudara. Selain itu jika salah satu payudara pernah terkena kanker maka resiko terkena kanker payudara kontralateral akan meningkat (Desen, 2011; Black & Hawks, 2014). 2.1.2.5 Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara : Penelitian yang dilaksanakan oleh National Heart, Lung, and Blood (NHLBI) tahun 2002 yang mengikutsertakan perempuan secara acak untuk menerima hormon ataupun plasebo, kelompok pengguna estrogen dan progesteron yang diamati setelah 4 tahun penggunaan, tidak didapatkan peningkatan risiko kanker payudara, sama halnya pada kelompok yang hanya menerima progesteron saja. Penggunaan terapi hormon yang kurang dari 5 tahun cenderung tidak meningkatkan risiko terkena kanker payudara namun wanita yang menggunakan terapi ini dalam waktu lama (lebih dari 10 tahun) mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause (National Institutes of Health, 2002; Willett, Rockhill & Hankinson, 2004). 2.1.2.6 Radiasi pengion : Kelenjar payudara relatif peka terhadap paparan radiasi. Paparan radiasi yang berlebih berisiko tinggi menyebabkan kanker payudara (Desen, 2011). Sinar gamma dan sinar-X merupakan contoh radiasi pengion dengan energi tinggi tetapi panjang gelombangnya sangat pendek. Selain itu radiasi pengion yang termasuk sumber partikulat adalah neutron, elektron (partikel beta) dan partikel alpha. Gelombang nonpengion dan pengion serta neutron dapat menembus tubuh dari sumber Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 13 eksternal, partikel bermuatan partikel alpha dan beta memiliki kemampuan terbatas untuk menembus jaringan tubuh, dan umumnya risiko timbul karena masuknya kedua partikel tersebut dalam tubuh melalui hidung dengan cara dihirup ataupun melalui mulut dengan cara tertelan. Radiasi pengion dan radiasi ultraviolet (UVR) diketahui sebagai penyebab kanker (IARC, 2012). 2.1.2.7 Diet dan gizi : Sebuah penelitian menunjukkan orang yang gemuk setelah usia 50 tahun berpeluang lebih besar terkena kanker payudara (Eliases, Colditz & Rosner, 2006). Jing-Hui Wu et. al, (2013) melakukan penelitian case control untuk membandingkan pola diet dengan risiko kanker payudara terhadap 98 pasien dan 103 pasien kontrol seusianya. Hasilnya menunjukkan bahwa daging dikaitkan dengan risiko kanker payudara yang lebih tinggi, dan tingginya asupan lemak mungkin berperan penting dalam hubungan ini. Penelitian lain menyebutkan wanita yang setiap hari minum 2-3 gelas alkohol meningkatkan risiko terkena kanker payudara 21%. Risikonya tergantung jenis dan dosis alkohol yang diminum (Fentiman, 2001; Terry, Zhang & Kabat, 2006). Alkohol dianggap komponen dalam jalur metabolisme produksi estrogen. Jadi, dengan meningkatkan tingkat sirkulasi estrogen, alkohol dapat meningkatkan risiko kanker (Zhang, Lee & Manson, 2007). 2.1.3 Manifestasi Klinik Tanda awal dari kanker payudara adalah ditemukannya benjolan yang terasa berbeda pada payudara, jika ditekan, benjolan ini tidak terasa nyeri maupun perih, awalnya benjolan ini berukuran kecil semakin lama semakin membesar dan akhirnya melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara (peau d’orange) atau puting susu, puting susu masuk ke dalam (retraksi), bila tumor sudah membesar, muncul rasa sakit yang hilang timbul, kulit payudara terasa seperti terbakar, payudara mengeluarkan darah atau cairan lain tanpa menyusui, adanya ulkus, payudara sering berbau dan mudah berdarah (Hasdianah & Suprapto, 2014). Adanya rasa terbakar dan eritema pada kulit payudara dapat berkaitan dengan inflamasi namun dapat juga mengindikasikan karsinoma Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 14 inflamatori. Jika tumor dicurigai berdasarkan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang lainnya sangat disarankan (Black & Hawks, 2014). 2.1.4 Pemeriksaan Diagnostik dan Diagnostik Banding 2.1.4.1 Anamnesis Mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, riwayat kelainan payudara sebelumnya, riwayat keluarga dengan kanker, fungsi kelenjar tiroid, penyakit ginekologik. Untuk riwayat penyakit sekarang perhatikan waktu timbunya massa, kecepatan pertumbuhan, dan hubungan dengan haid. 2.1.4.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi : (1) Inspeksi : amati ukuran dan kesimetrisan payudara, perhatikan apakah ada benjolan tumor atau perubahan patologik kulit (misalnya kemerahan, cekungan, edema, nodul, erosi, dll), perhatikan kedua papila payudara apakah simetri, ada retraksi, distorsi, erosi, dll; (2) Palpasi : Umumnya dalam posisi berbaring atau kombinasi duduk dan berbaring. Cara pemeriksaan rapatkan ke empat jari, gunakan ujung jari putar palpasi lembut pada payudara, pijat areola payudara, papila payudara perhatikan apakah keluar sekret dan bila ada buat sediaan apus untuk pemeriksaan sitologi, jika ada benjolan catat dengan rinci lokasi, ukuran, konsistensi, kondisi batas, permukaan, mobilitas, dan nyeri tekan dari benjelon tersebut. Palpasi aksila dan supraklavikular amati bila ada kelainan. 2.1.4.3 Pemeriksaan Penunjang Beberapa pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan yaitu mamografi, USG, MRI payudara dan pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan sitologi (aspirasi jarum halus), pemeriksaan histologik (pungsi jarum mandrin) dan pemeriksaan biopsi (Desen, 2011). 2.1.4.4 Mamografi : Kelebihan mamografi adalah dapat menampilkan nodul yang sulit dipalpasi atau terpalpasi atipikal menjadi gambar, dapat menemukan lesi payudara yang tanpa nodul namun terdapat bercak mikrokalsifikasi, dapat digunakan untuk analisis diagnostik dan rujukan tindak lanjut. Ketepatan diagnosis sekitar 80%. 2.1.4.5 USG : Transduser frekuensi tinggi dan pemeriksaan dopler tidak hanya dapat membedakan dengan sangat baik tumor kistik atau padat, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 15 tapi juga dapat mengetahui perdarahannya serta kondisi jaringan sekitarnya, menjadi dasar yang diagnosis yang sangat baik. 2.1.4.6 MRI payudara : Karena tumor payudara mengandung densitas mikrovaskular (MVD = microvascular payudara dengan density) abnormal, MRI kontras memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi dalam diagnosis kanker payudara stadium dini. Tapi pemeriksaan ini cukup mahal, sulit digunakan meluas, hanya menjadi suatu pilihan dalam diagnosis banding terhadap mikrotumor. 2.1.4.7 Pemeriksaan laboratorium : Dewasa ini belum ada petanda tumor spesifik untuk kanker payudara. CEA memiliki nilai positif bervariasi 2070%, antibodi monoklonal CA 15-3 angka positifnya 33-60%, semuanya dapat digunakan untuk referensi diagnosis dan tindak lanjut klinis. 2.1.4.8 Pemeriksaan sitologi aspirasi jarum halus : Metode ini sederhana, aman, akurasi mencapai 90% lebih. Data menunjukkan pungsi aspirasi jarum tidak mempengaruhi hasil terapi. 2.1.5 Patofisiologi Kanker payudara berasal dari jaringan epitel dan paling sering terjadi pada sistem duktal, mula-mula terjadi hiperplasia sel-sel dengan perkembangan sel-sel atipik. Sel-sel ini akan berlanjut menjadi carsinoma insitu dan menginvasi stroma. Carsinoma membutuhkan waktu tujuh tahun untuk tumbuh dari sel tunggal sampai menjadi massa yang cukup besar sehingga dapat diraba (kira-kira berdiameter 1 cm). Pada ukuran itu kira-kira seperempat dari kanker payudara telah bermetastasis melalui sistem limfatik ke nodus limfatik aksila. Kanker dapat bermetastase ke bagian lain yang jauh termasuk paru-paru, liver, tulang dan otak. Sel kanker akan tumbuh terus-menerus dan sulit untuk dikendalikan. Kanker payudara bermetastasis dengan penyebaran langsung ke jaringan sekitarnya melalui saluran limfe dan aliran darah (Price & Wilson, 2005; Suryaningsih & Sukaca, 2009; Black & Hawks, 2014). 2.1.6 Distribusi dan Klasifikasi Dari seluruh kanker payudara sekitar 50% tumbuh pada kuadran lateral atas, 10% pada ketiga kuadran lain dan 20% sub areolar (Black & Hawks, 2014). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 16 2.1.6.1 Klasifikasi Patologik Kanker Payudara menurut WHO (2003) : a. Karsinoma non invasif (Noninfiltratif) 1. Karsinoma in situ duktal : Prakanker noninvasif di mana sel-sel abnormal ditemukan di dalam lapisan saluran payudara. 2. Karsinoma in situ lobular : Jenis kanker yang menyerang jaringan sekitar payudara dan belum menembus dinding lobulus atau masih berada di dalam kelenjar air susu. Karsinoma ini ditandai dengan pelebaran satu atau lebih duktus terminal dan atau tubulus, tanpa disertai infiltrasi ke dalam stroma. Sel-sel berukuran lebih besar dari normal, inti bulat kecil dan jarang disertai mitosis. 3. Karsinoma papiliform intraduktal : Suatu kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel yang menyerupai kutil dalam saluran air susu ibu yang kecil di belakang areola (area gelap di sekeliling puting payudara), menyebabkan timbulnya benjolan kecil di bawah areola dan sekret puting payudara yang abnormal. Pada beberapa kasus, orang-orang dengan papiloma intraduktal dapat merasa nyeri pada daerah yang benjol tersebut. 4. Karsinoma papiliform intrakistik : Pada karsinoma ini dijumpai daerah yang berbentuk kista dengan dindingnya terdiri dari jaringan ikat fibrous. b. Karsinoma mikroinvasif : Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat, juga sel tumor menembus membrane basalis dan invasive pada stroma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrane basalis c. Karsinoma Invasif 1. Karsinoma duktal invasif : Karsinoma duktus infiltrative merupakan karsinoma payudara yang paling umum terjadi. Secara histologist, jaringan ikat padat tersebar berbentuk sarang. Sel berbentuk bulat sampai polygonal, bentuk inti kecil dengan sedikit gambaran mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel kanker mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti sarang, kawat atau seperti kelenjar. 2. Karsinoma lobuler invasif : Jenis ini merupakan karsinoma infiltrative yang tersusun atas sel-sel berukuran kecil dan seragam dengan sedikit Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 17 pleimorfisme. Karsinoma lobular invasive biasanya memiliki tingkat mitosis rendah. Sel infiltrative biasanya tersusun konentris disekitar duktus berbentuk seperti target. Sel tumor dapat berbentuk signet-ring, tubuloalveolar, atau solid. d. Karisnoma tubular : Bentuk sel kanker ketika dilihat dibawah microskop tampilannya lebih baik dari Invasive Ductal Carcinoma dan Invasive Lobular Carcinoma. e. Karsinoma kribriform invasif : Insiden karsinoma kribriformis invasif hanya sekitar 0,8-3,5% dari seluruh kanker payudara dengan rata-rata umur penderita 55 tahun (Ellis, 2003). Secara klinis tumor dapat muncul sebagai massa, tetapi sering kali berupa occult. Gambaran mamografi yang diduga massa biasanya mengandung mikrokalsifikasi. Multifokal dapat dijumpai hampir 20% kasus. Tumor tersusun atas kelompokan sel berbentuk pulaupulau, sering berbentuk angulated, yang berbatas tegas dengan stroma. Inti sel kecil-kecil yang menunjukkan tingkat pleomorfisme yang rendah atau moderate. Mitosis jarang dijumpai. Sering dijumpai reaksi desmoplastik yang menonjol pada banyak kasus karsinoma kribiformis invasif. f. Karsinoma meduler : Tipe spesifik pada invasive breast cancer. Dimana batas tumor jelas terlihat. Sel kanker lebar dan sel sistem imun terlihat disekitar batas tumor. Sel berukuran besar berbentuk polygonal/lonjong dengan batas sitoplasma tidak jelas. Diferensiasi dari jenis ini buruk, tetapi memiliki prognosis lebih baik daripada karsinoma duktus infiltrative. Biasanya terdapat infiltrasi limfosit yang nyata dalam jumlah sedang diantara sel kanker, terutama dibagian tepi jaringan kanker. g. Karsinoma musinosa dan karsinoma kaya mukus lainnya 1. Karsinoma musinosa : Pada karsinoma musinosum ini di dapat sejumlah besar mucus intra dan ekstraseluler yang dapat dilihat secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara histologist, terdapat 3 bentuk sel kanker. Bentuk pertama, sel tampak seperti pulau-pulau kecil yang mengambang dalam cairan musin basofilik. Bentuk kedua, sel tumbuh dalam susunan kelenjar berbatas jelas dan lumennya mengandung Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 18 musin. Bentuk ketiga terdiri dari susunan jaringan yang tidak teratur berisi sel tumor tanpa diferensiasi, sebagian besar berbentuk signet-ring. 2. Karsinoma adenoid kistik dan mukokarsinoma sel torak : Kanker berasal dari jaringan adenoid berbentuk kista dan bermukus. 3. Karsinoma sel niget : Karsinoma yang berasal dari sel basal. h. Karsinoma neuroendokrin 1. Karsinoma neuroendokrin padat : Makroskopis karsinoid tumor dapat tumbuh infiltratif atau meluas ke daerah sekitarnya. Konsistensi tumor yang menghasilkan musin adalah lunak dan gelatinous. Membentuk struktur alveolar atau solid yang cenderung berisi sel-sel yang tepinya tersusun palisade. 2. Atipikal : Kondisi jinak (bukan kanker) di mana terdapat sel-sel normal berlebihan dalam lapisan saluran payudara (duktus mammae) dan sel-sel abnormal yang terlihat di bawah mikroskop. 3. Karsinoma neuroendokrin sel kecil : Makroskopis karsinoid tumor dapat tumbuh infiltratif atau meluas ke daerah sekitarnya dengan sel tumor berbentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. 4. Karsinoma neuroendokrin sel besar : Makroskopis karsinoid tumor dapat tumbuh infiltratif atau meluas ke daerah sekitarnya dengan tipe sel besar. i. Karsinoma papilar invasif : Komponen invasive dari jenis karsinoma ini berbentuk papiler. j. Karsinoma apokrin : Karsinoma ini didominasi dengan sel yang memiliki sitoplasma eosinofilik, sehingga menyerupai sel apokrin yang mengalami metaplasia. Bentuk karsinoma apokrin dapat ditemukan juga pada jenis karsinoma payudara yang lain k. Karsinoma dengan metaplasia : Perubahan bentuk jaringan biasanya terlokalisir/terbatas dan berisi beberapa sel yang berbeda, yang secara tipikal tidak ditemui pada kanker payudara yang lain. Tumor yang tumbuh pada sambungan antara jaringan di payudara. 1. Karsinoma metaplasia epitel : Neoplasma ganas yang berasal dari epitel. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 19 2. Karsinoma metaplasia sel skuamosa : Satu jenis kanker yang berasal dari lapisan epidermis. 3. Karsinoma adenoskuamosa : Jenis kanker yang mengandung dua jenis sel, sel skuamosa (sel tipis datar yang melapisi organ-organ tertentu) dan sel seperti kelenjar. 4. Karsinoma mukoepidermoid : Tumor ganas epitel yang terdiri dari berbagai proporsi mukosa, epidermoid (misalnya squamous), menengah, kolumnar, dan sel-sel yang jelas dan sering menunjukkan pertumbuhan kistik menonjol. 5. Karsinoma mesenkimal epitelial campuran : Kanker yang berasal dari campuran jaringan epitel dan mesenkim. 6. Adenokarsinoma dengan metaplasia sel spindel : Karsinoma sarkomatoid yang menyerupai gambaran soft tissue sarcoma. l. Karsinoma lipoid : Karsinoma yang berasal dari jaringan lemak. m. Karsinoma sekretorik : Gambaran makroskopis biasanya tampak berupa nodul yang berbatas tegas, berwarna abu-abu keputihan atau kuning kecoklatan. Ukuran tumor antara 0,5-12 cm, biasanya ukuran tumor lebih besar pada pasien yang berusia lebih tua. Pada umumnya sel-sel tumor berkelompok dengan batas yang tegas, tetapi sering dapat dijumpai menginvasi ke jaringan lemak sekitarnya. Jaringan sklerotik mungkin dapat dijumpai pada tengah lesi yang mengandung tiga gambaran dalam bermacam kombinasi. Pertama gambaran mikrositik (honeycombed pattern) mengandung kista kecil-kecil dalam ruang yang besar yang mirip dengan folikel tiroid. Kedua, adanya gambaran solid dan yang ketiga adanya gambaran tubuler yang mengandung massa sekresi. n. Karsinoma onkositik : Kanker yang ditemukan pada sel-sel onkositik. o. Karsinoma kistik adenoid : Jenis kanker ini penggolongannya dilihat dari ukurannya, tumor lokal. Termasuk jenis invasive dengan karakteristik sel yang berbentuk kribriformis, tetapi lambat dalam pertumbuhan dan penyebaran. Secara makroskopis, tampak tumor dengan batas yang tegas, berwarna abu-abu, merah muda atau kuning kecoklatan dengan rata-rata diameter 7-12 cm. Kadang-kadang dijumpai mikrokistik. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 20 p. Karsinoma asinar : Kanker berbentuk seperti dilatasi kecil/seperti kantung. q. Karsinoma sel jernih kaya glikogen : Kanker yang memiliki sel besar dengan batas jelas, sitoplasma jernih (kaya glikogen). r. Karsinoma seborea : Tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada orang yang sudah tua, terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit, berbatas tegas, berwarna kecoklatan atau hiperpigmentasi, dan sedikit meninggi dibanding permukaan kulit. s. Karsinoma mammae inflamatorik : Tipe kanker payudara yang agresive. Kulit pada payudara menjadi merah dan bengkak. Atau menjadi tebal/besar. Berbintik-bintik menyerupai jeruk yang terkelupas. Ini dikarenakan oleh sel kanker yang memblock pembuluh getah bening yang letaknya dekat permukaan payudara. t. Penyakit paget papila mammae : Penyakit paget ditandai dengan gambaran eksim unilateral, berbatas tegas pada papilla mammae yang merupakan metastasis epidermal dari adenokarsinoma saluran kelenjar mammae. Mulanya berupa krusta ertematosa atau keratolitik berbatas tegas, dan terasa gatal. Setelah beberapa bulan atau tahun menjadi infitratif dan ulseratif. 2.1.6.2 Klasifikasi Tumor Nodul Metastase (TNM) menurut Smeltzer dan Bare (2002) : a. Tumor primer (T) : 1. T0 Tidak ada bukti tumor primer 2. Tis Karsinoma in situ 3. T1 Tumor kurang dari 2 cm 4. T2 Tumor lebih dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm 5. T3 Tumor lebih dari 5 cm 6. T4 Perluasan kedinding dada, inflamasi b. Kelenjar getah bening regional (N) : 1. N0 Tidak ada tumor dalam kelenjar getah bening regional. 2. N1 Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang dapat berpindah-pindah. 3. N2 Metastasis ke kelenjar ipsilateral yang menetap. 4. N3 Metastasis ke kelenjar mamaria interna ipsilateral. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 21 c. Metastasis jauh (M) : 1. M0 Tidak ada metastasis jauh. 2. M1 Metastasis jauh (termasuk menyebar ke kelenjar supraklavikular ipsilateral). 2.1.6.3 Pertahapan Kanker Payudara menurut Price dan Wilson (2005): a. Stadium 0 Tis N0 M0, bertahan hidup 5 tahun 99% pasien b. Stadium 1 T1 N0 M0, bertahan hidup 5 tahun 92% pasien c. Stadium IIA T0 N1 M0, bertahan hidup 5 tahun 82% pasien T1 N1 M0 T2 N0 M0 d. Stadium IIB T2 N1 M0, bertahan hidup 5 tahun 65% pasien T3 N0 M0 e. Stadium IIIA T0 N2 M0, bertahan hidup 5 tahun 47% pasien T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N1, N2 M0 f. Stadium IIIB T4 N apa saja M0, bertahan hidup 5 tahun 44% pasien T apa saja N3 M0 g. Stadium IV T apa saja N apa saja M1, bertahan hidup 5 tahun 14% pasien 2.1.7 Penatalaksanaan Kanker Payudara Ada beberapa penanganan kanker payudara yang tergantung pada stadium klinik penyakitnya, yaitu pembedahan (operasi), radiasi, dan kemoterapi (Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010; Desen, 2011; Black & Hawks, 2014; Hasdianah & Suprapto, 2014). Operasi sering dilakukan pada pasien kanker payudara stadium I, II dan III. Pada stadium ini kanker payudara dianggap operabel dan sifat pengobatannya adalah kuratif. Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvan. Untuk stadium I, II pengobatannya yaitu mastektomi radikal, mastektomi radikal modifikasi, dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvan. Jika kelenjar getah bening aksila mengandung metastase maka diberikan terapi radiasi adjuvan dan sitostatika adjuvan dengan tindakan operasi mastektomi total, mastektomi segmental dengan diseksi kelenjar limfe aksilar dan mastektomi segmental dengan diseksi kelenjar Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 22 limfe sentinel. Jika kelenjar getah bening aksila tidak mengandung metastase, maka terapi radiasi dan sitostatika adjuvan tidak diberikan. Stadium IIIa adalah simpel mastektomi dengan radiasi dengan sitostatika adjuvant. Untuk stadiun lanjut, yaitu stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk mengurangi penderitaan penderita dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV pengobatan yang primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan kemoterapi. Radiasi terkadang diperlukan untuk paliatif. Ada beberapa macam tujuan radiasi yaitu (1) murni kuratif atau pada pasien yang menolak operasi, (2) radiasi adjuvan yang dilakukan sebelum atau sesudah operasi dan (3) radiasi paliatif yang digunakan untuk mengatasi masalah pasien dengan stadium lanjut, misalnya untuk mengurangi nyeri (Desen, 2011). Radiasi dapat diberikan secara bersamaan atau berselang-seling dengan kemoterapi, atau diberikan berurutan setelah kemoterapi diselesaikan. Macam kemoterapi yang dapat diberikan yaitu kemoterapi pra-operasi, kemoterapi adjuvan pasca operasi dan kemoterapi terhadap kanker mammae stadium lanjut dan metastatik (Black & Hawks, 2014). 2.2 Konsep Dasar dan Definisi dari Teori Peaceful End Of Life Peaceful end of life theory merupakan salah satu teori keperawatan yang dikembangkan oleh Cornelia M. Ruland dan Shirley M. Moore pada tahun 1998 dan termasuk kedalam kategori middle range theory (Fitzpatrick & McCarthy, 2014). Peaceful end of life theory sering digunakan dalam lingkup perawatan paliatif dan masalah lain yang mengutamakan kedekatan keluarga serta melibatkan orang yang bermakna dalam perawatan pasien sehingga dapat mengurangi gejala dan meningkatkan kepuasan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain. Proses keperawatan paliatif bukan bertujuan meningkatkan kesembuhan tetapi lebih ditekankan untuk tujuan membebaskan pasien dari rasa nyeri, memberikan perasaan nyaman, dihargai dan dihormati, damai, dan merasa dekat dengan sesorang yang bermakna dalam kehidupannya (Tomey & Alligood 2010). Teori ini juga dapat diterapkan pada pasien kuratif yang masih berada pada Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 23 stadium awal sampai pada pasien yang penyakitnya sudah tidak responsif terhadap pengobatan. Pasien diberikan perawatan secara komprehensif dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaannya, memberikan dukungan bio-psiko-sosio dan spiritual mulai dari menetapkan diagnosa sampai mengantarkan pasien pada kematian yang damai serta memberi dukungan terhadap keluarga yang sedang dalam keadaan berduka (Tomey & Alligood 2010). 2.2.1 Konsep Utama Teori PEOL Enam konsep utama teori PEOL yang dirumuskan oleh Ruland & Moore (1998), yaitu : (1) memantau dan mengelola nyeri pasien dengan memberikan intervensi farmakologi dan nonfarmakologi sebagai upaya dalam mengurangi nyeri, (2) mencegah, memantau, menghilangkan dan mengurangi ketidaknyamanan fisik dengan memfasilitasi istirahat, mengajarkan teknik relaksasi, memberikan kepuasan dan mencegah komplikasi untuk membantu menciptakan kenyamanan bagi pasien, (3) melibatkan pasien dan orang yang bermakna dalam kehidupan pasien dalam pengambilan keputusan terkait perawatan pasien, memperlakukan pasien dengan bermatabat, bersikap empati dan simpati, serta penuh perhatian terhadap kebutuhan, keinginan dan hal-hal yang disukai pasien, (4) memberikan dukungan emosional, memantau pernyataan pasien atas perasaan cemas terhadap tindakan pengobatan yang dijalani, memonitor dan memenuhi kebutuhan pasien akan obat anti cemas, membina hubungan saling percaya, menghadirkan pasien lain yang dengan kondisi sama serta orang terdekat yang bermakna dalam memberikan bimbingan terhadap masalah-masalah yang dihadapi pasien yang berkaitan dengan rasa damai, (5) menfasilitasi dan melibatkan partisipasi orang lain yang bermakna atau keluarga dalam perawatan pasien, rasa empati terhadap reaksi berduka, khawatir dan menanggapi pertanyaan pasien serta memfasilitasi pasien untuk lebih dekat dengan keluarga dan orang yang merawat pasien (6) Pengalaman pasien terbebas dari rasa nyeri, merasa nyaman, dihargai, dihormati, damai dan tenang serta dekat dengan orang yang bermakna dapat membantu pasien menghadapi akhir kehidupan yang penuh kedamaian (Tomey & Alligood 2010). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 24 2.2.2 Penerapan Teori Peaceful End of Life Sebagian besar keluarga dan pasien merasa terbebani dengan penyakit kronis dan kondisi terminal. Kualitas dukungan dalam hidup yang terbaik adalah suatu pertimbangan penting dalam perawatan (Lorenz, Lynn, Dy, Shugarman, Wilkinson, Mularski & Shekelle, 2008). Menurut Ruland dan Moore (2001, dalam Tomey & Alligood 2010), tahapan proses keperawatan lebih ditekankan pada proses pengkajian dan intervensi yang bertujuan untuk menggali respons klien berdasarkan masalah utama dan pencapaian kualitas hidup. Tahapan tersebut bersifat dinamis dan berkelanjutan. Aplikasi teori peaceful end of life pada asuhan keperawatan klien kanker mengacu pada lima konsep utama yang merupakan indikator pencapaian tujuan dari teori tersebut, yaitu: 2.2.2.1 Pengkajian Keperawatan Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama proses keperawatan dimulai dengan wawancara riwayat kesehatan (anamnesis) serta mengamati klien selama berinteraksi. Pengamatan ini akan mengarahkan perawat pada aspek yang perlu difokuskan saat pemeriksaan fisik selanjutnya (Black & Hawks, 2014). Pengkajian keperawatan dapat menggunakan berbagai macam instrumen misalnya Verbal Rating Scale (VRS), Visual Analogue Scale (VAS), Numerical Rating Scale (NRS) dan ESAS (Edmonton Symptom Assessment System) VRS adalah alat ukur yang digunakan untuk menggambarkan intensitas nyeri dengan menggunakan kata sifat, dari “tidak nyeri/no pain” sampai “nyeri hebat/extreme pain”. Kata sifat dalam VRS diskore dengan menggunakan angka menurut intensitas nyerinya meliputi 5 skala 0 sampai 4 yaitu skore “0” tidak nyeri, skore “1” kurang nyeri, skore “2” nyeri yang sedang, skor “3” nyeri keras, skore “4” nyeri yang sangat keras (Welchek, Mastrangelo, Sinatra & Martinez, 2009; American Medical Association, 2010).). NRS adalah suatu alat ukur yang menggunakan skala numeral untuk menilai intensitas rasa nyeri pada pasien dengan level skala numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti tidak nyeri, 5 atau 50 nyeri sedang, dan 10 atau 100 berarti nyeri hebat (American Medical Association, 2010; Breivik, Borchgrevink, Allen, Rosseland, Romundstand & Hals, 2008). VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus meliputi garis 10-15 cm, dengan setiap Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 25 ujungnya ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “tidak nyeri” dan ujung kanan diberi tanda “nyeri hebat”. VAS dianggap lebih sensitif terhadap perubahan nyeri kronik daripada nyeri akut (American Medical Association, 2010). ESAS merupakan alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai sejumlah gejala yang sering muncul pada pasien terminal meliputi nyeri, mual, kurang nafsu makan, sesak nafas, kelelahan, mengantuk, kecemasan, depresi, dan perasaan damai (Alberta Health Service & Convenan Health, 2010). a. Pengkajian Nyeri Nyeri adalah persepsi dalam kondisi sadar yang dihasilkan dari stres lingkungan. International Association for the study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan, aktual ataupun potensial (IASP, 1996 dalam Black & Hawks, 2014). Pengkajian nyeri dilakukan untuk mengevaluasi adanya keluhan nyeri yang dirasakan oleh pasien meliputi keluhan utama, riwayat penyakit yang diderita, sumber nyeri, karakteristik nyeri, lokasi nyeri, durasi nyeri, perilaku non verbal yang mengindikasikasikan masalah nyeri, faktor yang mengurangi atau memperberat nyeri, riwayat penggunaan analgetik (Kemp, 2010; Black & Hawks, 2014). Ada dua jenis pola nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri kronis dibagi dalam tiga macam yaitu nyeri kronis persisten, nyeri kronis intemiten dan nyeri kronis malignan (terkait kanker) (Black & Hawks, 2014). Karena nyeri bersifat subjektif, dibutuhkan alat bantu untuk menilai tingkat nyeri pasien. Salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk menilai tingkatan nyeri pada orang dewasa yaitu VAS (Visual Analoge Scale). Dengan menggunakan alat bantu tersebut nyeri kanker dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu nyeri ringan ( nilai VAS 1-3), nyeri sedang ( nilai VAS 4-6),dan nyeri berat (nilai VAS 7-10), sedangkan pada anak-anak dapat digunakan Face Pain Rating Scale (Scale Wong-Baker FACES) (Campbell, 2009). b. Pengkajian Rasa Nyaman Perasaan nyaman diartikan sebagai perasaan terbebas dari rasa ketidaknyamanan, merasa senang dan puas terhadap sesuatu serta merasa hidup lebih mudah, damai dan menyenangkan (Ruland & Moore (1998) di dalam Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 26 Tomey & Alligood , 2010). Pengkajian rasa nyaman meliputi monitoring sumber atau penyebab ketidaknyamanan pasien, yang membuat pasien tidak merasa puas dan semua yang membuat hidup pasien sulit dan tidak nyaman misalnya keadaan depresi terkait penyakit yang dideritanya yang dinyatakan tidak akan sembuh, sesak napas, perasaan mengantuk yang disebabkan oleh proses penyakit, merasa lelah, mual muntah karena proses penyakit maupun terapi, kurang nafsu makan, dan kurang dukungan finansial, dalam hal ini teori Kolcaba menjadi landasan dalam pengkajian rasa nyaman. VAS juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam menilai rasa nyaman pada klien kanker. Misalnya dalam memonitor mual pasien akibat kemoterapi. Skala VAS mual terbagi menjadi tiga kelompok yaitu mual ringan (nilai VAS 1-3), mual sedang (nilai VAS 4-6),dan mual berat (nilai VAS 7-10) (Borjeson, Hursti, Peterson, Fredikson, Fürst & Lundqvist, 1997 dalam Lua, Salihah, Mazlan, 2015). c. Pengkajian Dihargai dan Dihormati Setiap klien dengan masalah penyakit terminal ingin dihormati dan dihargai sebagai manusia seutuhnya. Konsep ini menggunakan prinsip etikautonomi dan menghomati orang lain, dimana setiap individu memiliki hak untuk membuat keputusan sendiri. Dalam menjalani perawatan seringkali pasien merasa lemah, tidak berguna yang membuat pasien mengisolasi diri. Rasa kecewa, mudah tersinggung biasanya mengawali perasaan tidak dihargai dan tidak dihormati pada diri pasien. Pengkajian merasa dihargai dan dihormati dilakukan dengan mengevaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan sendiri, mengkaji kebutuhan pasien terhadap keinginan dan pilihannya dalam proses perawatan. d. Pengkajian Perasaan Damai Damai diartikan sebagai perasaan tenang, harmonis dan puas, bebas dari kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran dan takut. Arti damai dalam aspek ini meliputi fisik, psikologis dan dimensi spiritual. Pengkajian damai dilakukan dengan cara mamantau kondisi emosional pasien, mengevaluasi kebutuhan pasien akan obat anti kecemasan, memantau kebutuhan pasien dan keluarga akan bimbingan praktis terhadap timbulnya masalah perawatan pasien. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 27 e. Pengkajian Dekat dengan Orang yang Bermakna Perasaan dekat merupakan perasaan tentang berhubungan dengan individu lain yang bermakna dalam kehidupan pasien yang terlibat dalam proses perawatan pasien. Kedekatan ini melibatkan fisik atau kedekatan emosional yang diekspresikan dalam bentuk kehangatan, hubungan yang baik dengan keluarga, sahabat, rekan kerja maupun masyarakat sekitar. Pasien selama dirawat membutuhkan dukungan dan kunjungan orang-orang terdekat sehingga tidak menimbulkan perasaan diasingkan atau diisolasi. Hal tersebut sangat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Tindakan yang dapat dilakukan perawat dalam pengkajian adalah dengan mengkaji kebutuhan orang yang bermakna dan peduli terhadap pasien, baik dalam kesedihan, kekhawatiran dan ketika memerlukan jawaban dalam pertanyaan terkait perawatan pasien, mengkaji kebutuhan pasien untuk dekat dengan keluarga, teman atau masyarakat. 2.2.2.2 Diagnosa Keperawatan Hasil dari pengkajian akan teridentifikasi masalah yang terjadi pada pasien baik itu masalah aktual maupun masalah potensial. Dengan pendekatan teori peaceful end of life kemungkinan diagnosa keperawatan yang teridentifikasi adalah nyeri, ansietas, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, gangguan pemenuhan nutrisi, intoleransi aktivitas, kerusakan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit, ansietas, gangguan konsep diri, resiko infeksi, koping keluarga in efektif, isolasi sosial, menarik diri, penampilan peran tidak efektif, kerusakan interaksi sosial dan lain-lain. 2.2.2.3 Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan merupakan tindakan keperawatan yang diaplikasikan terhadap pasien sesuai dengan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Intervensi keperawatan berdasakan pada NIC (nursing intervention classification). Berikut tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam penerapan “Peaceful End of Life Theory” : a. Bebas dari Nyeri : Sebagai seorang perawat berperan dalam memonitor dan mengkaji nyeri secara komprehensif serta dapat berkolaborasi dalam pemberian analgetik maupun memberikan intervensi keperawatan secara mandiri dalam bentuk pemberian Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 28 terapi nonfarmakologi yang dapat menurunkan nyeri pada pasien misalnya berupa intervensi fisik untuk memberikan kenyamanan dan meningkatkan mobilitas dengan cara stimulasi kutaneus, pijat, kompres hangat/dingin, akupunktur, Transkutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS), dan akupresur, serta intervensi kognitif-perilaku untuk mengubah persepsi nyeri, menurunkan ketakutan dan meningkatkan perilaku kontrol terhadap nyeri dengan cara nafas dalam, relaksasi progresif, musik, guided imagery, distraksi, terapi sentuhan, meditasi dan humor (Black & Hawks, 2014). b. Perasaan Nyaman Sebagai perawat tindakan yang dilakukan meliputi mencegah, memonitoring dan membebaskan ketidaknyamanan fisik, memfasilitasi untuk beristirahat dan relaksasi serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi yang akan menyebabkan ketidaknyamanan pasien. c. Perasaan Dihargai dan Dihormati Perasaan dihargai dan dihormati pada pasien dapat dilakukan dengan melibatkan pasien dan orang lain yang bermakna dalam kehidupannya dalam setiap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perawatan pasien, merawat pasien dengan menjunjung harga dirinya, berempati, dan memberikan rasa hormat serta memberikan perhatian terhadap ekspresi, kebutuhan pasien, keinginan dan pilihannya. d. Perasaan Damai Tindakan perawat dalam aspek ini yaitu memberikan dukungan emosional, memantau dan memenuhi kebutuhan pasien akan obat anti kecemasan, membangun kepercayaan dan menyediakan pasien dan orang lain yang bermakna bagi pasien bimbingan praktis dalam penyelesaian masalah pasien. e. Perasaan Dekat dengan Orang yang Bermakna. Perasaan dekat merupakan perasaan tentang kedekatan dengan individu lain yang peduli. Perasaan dekat ini tidak hanya dari segi fisik saja akan tetapi mencakup fisik, kedekatan emosional yang diekspresikan dalam bentuk kehangatan, hubungan yang intim. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menfasilitasi partisipasi orang lain yang bermakna dan peduli terhadap perawatan pasien, mendampingi orang lain yang bermakna ketika dalam kesedihan, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 29 kekhawatiran dan memerlukan jawaban atas pertanyaan terkait perawatan pasien, serta memberikan kesempatan pasien untuk lebih dekat dengan keluarganya. 2.2.2.4 Evaluasi Evaluasi dilakukan untuk melihat sejauhmana tercapainya tujuan yang ditetapkan berdasarkan NOC (Nursing Outcome Classification). Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan perubahan kondisi baik secara fisik, psikologis, sosial dan spiritual pada waktu sebelum dilakukan intervensi dengan setelah dilakukan intervensi. 2.2.3 Hubungan Lima Konsep Utama Teori Peaceful End of Life Teori PEOL yang terdiri dari lima konsep yang saling berkaitan, yaitu bebas dari rasa nyeri, merasa nyaman, dihargai, damai dan dekat dengan orang yang bermakna dalam kehidupan pasien. Kriteria proses dari setiap konsep tersebut dapat digabungkan misalnya nyeri, kenyamanan dan damai dapat dijadikan satu konsep yang sederhana dalam manajemen gejala fisik maupun psikologisnya. Konsep nyeri dengan dua kriteria proses yaitu memantau dan menghilangkan rasa sakit serta memberikan tindakan farmakologi dan non farmakologi memiliki kedekatan hubungan dengan kriteria proses dari kenyamanan yang meliputi pencegahan, pemantauan dan pengurangan rasa ketidaknyamanan fisik dan kriteria proses dari kedamaian yaitu memonitor, memenuhi kebutuhan klien selama perawatan anti cemas. Intervensi non farmakologis yang bisa dilakukan misalnya terapi musik, humor, relaksasi, menghirup aromaterapi diberikan sebagai distraksi pasien terminal dan sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa nyeri, kecemasan dan rasa ketidaknyamanan fisik secara umum. Penggabungan kriteria proses tersebut memudahkan dan menyederhanakan jumlah intervensi yang diberikan pada pasien. Gambaran hubungan teori PEOL dapat dilihat pada skema di bawah ini : Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 30 Skema 2.1 Hubungan Teori Peaceful End of Life Peaceful End of Life Tidak nyeri Pengalaman Nyaman Pengalaman bermartabat/dihormati Monitoring dan pemberian penghilang nyeri Mencegah, memantau dan menghilangkan ketidaknyamanan fisik Menerapkan intervensi farmakologis dan non farmakologisi Memfasilitasi istirahat, relaksasi dan kepuasan hati Pencegahan komplikasi Perasaan damai Kedekatan dengan orang yang peduli Melibatkan pasien dan orang lain yang bermakana dalam pengambilan keputusan Memberikan dukungan emosional Memfasilitasi partisipasi orang lain yang berarti dalam perawatan pasien Merawat pasien dengan bermartabat, empati dan rasa hormat Memantau kebutuhan pasien akan obat anti kecemasan Hadir pada orang lain yang bermakna ketika dalam kesedihan, kekhawatiran dan pertanyaan Memberikan perhatian kepada ekspresi kebutuhan pasien, keinginan dan pilihannya Memberikan inspirasi kepercayaan Menyediakan pasien atau orang lain yang bermakna bimbingan praktis dalam masalah Memfasilitasi kesempatan bagi kedekatan keluarga Sumber: Ruland, C. M., & Moore, S. M. (1998) dalam Alligood & Tomey 2010 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 31 2.3 Konsep Kemoterapi 2.3.1 Definisi Kemoterapi adalah terapi sistemik terhadap kanker sistemik (misal leukemia, mieloma, limfoma, dll), dan kanker dengan metastase klinis maupun subklinis (Desen, 2011). Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker (sitostatika) berbentuk pil, cair, kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker diseluruh tubuh melalui mekanisme kemotaksis (Hasdianah & Suprapto, 2014). 2.3.2 Prinsip Kerja Pengobatan Kemoterapi Prinsip kerja pengobatan kemoterapi adalah dengan meracuni sel-sel kanker yang bertujuan untuk membunuh, mengontrol pertumbuhan dan menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker agar tidak bermetastasis, atau untuk mengurangi gejala-gejala seperti nyeri yang disebabkan oleh kanker (Desen, 2011). Kemoterapi bersifat sistemik, berbeda dengan radiasi atau pembedahan yang bersifat setempat, karenanya kemoterapi dapat menjangkau sel-sel kanker yang mungkin sudah menjalar dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (Yarbro, Wujcik, Gobel & Holmes, 2010). Penggunaan kemoterapi berbeda-beda untuk setiap pasien, kadang-kadang sebagai pengobatan utama, pada kasus lain dilakukan sebelum atau setelah operasi atau radiasi. Tingkat keberhasilan kemoterapi juga berbeda-beda tergantung jenis kankernya (Iskandar, 2007; Desen, 2011). Sumber lain menjelaskan kemoterapi bekerja secara langsung ataupun tidak langsung mengganggu reproduksi sel dengan mengubah proses-proses biokimia yang penting. Obat kemoterapi tertentu seperti golongan antimetabolit terhadap sel dalam siklus proliferasi fase G1, S, G2 dan M lebih peka dibandingkan sel dalam fase statis G0. Menurut perbedaan efek atas berbagai fase multiplikasi sel obat kemoterapi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu (1) obat non spesifik terhadap siklus sel (Cell Cycle Non Specific Agent/CCNSA) dapat membunuh sel fase istirahat maupun sel multiplikasi, (2) obat spesifikasi siklus sel (Cell Cycle Specific Agent/CCSA) membunuh sel multiplikasi lebih banyak dibanding sel statis (Desen, 2011). Hasil yang diharapkan adalah terkontrolnya semua sel ganas. Beberapa eksperimen dan pengalaman klinis menyatakan bahwa kebanyakan agen kemoterapi tidak Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 32 membunuh sel-sel kanker dalam sekali paparan. Oleh karena itu dosis atau siklus kemoterapi berulang harus dilangsungkan (Black & Hawks, 2014). 2.3.3 Agen Kemoterapi pada Kanker Kombinasi dua atau lebih obat sering digunakan sebagai agen kemoterapi. Alasan dilakukannya terapi kombinasi adalah untuk menggunakan obat yang bekerja pada bagian yang berbeda dari proses metabolisme sel, sehingga akan meningkatkan kemungkinan dihancurkannya jumlah sel-sel kanker. Setiap obatobatan yang dipilih untuk kombinasi harus efektif melawan jenis kanker yang akan diobati. Ketika dikombinasi, agen-agen kemoterapi merusak lebih banyak sel ganas dan menimbulkan efek samping yang sedikit karena setiap obat mengenai sel kanker pada tahap-tahap yang berbeda pada siklus sel (Black & Hawks, 2014). Selain itu, efek samping yang berbahaya dari kemoterapi dapat dikurangi jika obat dengan efek beracun yang berbeda digabungkan, masing-masing dalam dosis yang lebih rendah dari pada dosis yang diperlukan jika obat itu digunakan tersendiri (Iskandar, 2007). Pada kanker payudara yang sifatnya lokal, kemoterapi adjuvan untuk kanker stadium awal I dan II umumnya mengikuti intervensi bedah lokal dan meliputi kombinasi cyclophospamide (Cytoxan), doxorubicin (Adriamycin), methotrexate (Mexate), 5-Fluorouracil (5-FU), paxlitaxel (Taxol), dan docetaxel (Taxotere). Terapi adjuvan (kuratif) standar untuk kanker payudara adalah enam siklus cyclophospamide, methotrexate dan 5-Fluorouracil (CMF) serta empat siklus doxorubicin dan cyclophospamide dengan methotrexate, 5-Fluorouracil atau leucovorin (Wellcovorin). Terapi sistemik adjuvan umumnya tidak diberikan pada klien dengan tumor terbesar berdiameter 0,5 cm atau kurang dan tanpa keterlibatan nodus limfatik. Kemoterapi sitotoksik menggunakan CMF atau regimen cyclophospamide, doxorubicin, 5-Fluorouracil (CAF), atau hanya cyclophospamide, doxorubicin (AC) tepat untuk klien dengan nodus negatif. Bagi klien yang dengan nodus positif regimen kemoterapi yang mengandung anthracycline (doxorubicin) lebih disarankan. Tambahan paclitaxel dapat diberikan pada klien dengan nodus positif yang status reseptor estrogennya negatif. Bagi klien yang memiliki tumor dengan repseptor estrogen positif, terapi hormon selama 5 tahun juga direkomendasikan. Terapi hormon yang dapat Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 33 diberikan dapat berupa tamoxifen saja, inhibitor aromatase saja, atau kombinasi antara keduanya (Black &Hawks, 2014). Penelitian menunjukkan adanya manfaat tambahan jika inhibitor aromatase digunakan segera, atau setelah 2 hingga 3 tahun pemberian tamoxifen, atau setelah menyelesaikan pemberian tamoxifen selama 5 tahun (Buzdar & Cuzick, 2006). Jika klien memiliki penyakit yang lebih luas (stadium IIIA dan IIIB) yang prognosisnya kurang baik umumnya membutuhkan pendekatan yang lebih agresif. Klien secara khas memiliki ukuran tumor >5cm, invasi langsung pada kulit payudara atau dinding dada dan limfadenopati aksila yang terfiksasi. Umumnya klien ini mejalani kemoterapi pra operasi dengan atau tanpa terapi hormon yang diikuti dengan pembedahan dan radioterapi. Pendekatan alternatif meliputi penggunaan kemoterapi kombinasi dosis tinggi, diikuti agen kombinasi tambahan yang juga aktif pada kanker payudara. Tambahan paclitaxel setiap tiga minggu untuk empat siklus yang dilakukan setelah rejimen standar doxorubicin (Adriamycin) dan cyclophospamide setiap tiga minggu untuk empat siklus pada perempuan dengan kanker payudara bernodus positif. Terapi adjuvan lain meliputi paclitaxel dan antibodi monoklonal transtuzumab (Herceptin) (Black &Hawks, 2014). Beberapa uji randomisasi terkontrol besar menunjukkan efektifitas transtuzumab dan paclitaxel sebagai agen tunggal dan kombinasi untuk adjuvan kanker payudara dengan HER-2 positif (Piccart & Gebhart, 2005). 2.3.4 Tujuan Kemoterapi 2.3.4.1 Kemoterapi Kuratif Kemoterapi kuratif harus menggunakan formula kemoterapi kombinasi yang terdiri atas obat dengan mekanisme yang berbeda, efek toksik berbeda, dan masing-msing efektif bila digunakan tersendiri, diberikan dalam banyak siklus, untuk setiap obat dalam formula tersebut memakai dosis maksimum yang dapat ditoleransi oleh tubuh. 2.3.4.2 Kemoterapi Adjuvan Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang dikerjakan setelah operasi radikal. Pada dasarnya ini adalah bagian dari terapi kuratif. Karena banyak tumor pada waktu pra operasi memiliki mikro metastase di luar lingkup operasi, maka setelah lesi primer dieksisi, tumor tersisa akan tumbuh semakin pesat, kepekaan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 34 terhadap obat bertambah. Pada umumnya bila ukuran tumor semakin kecil, ratio pertumbuhan semakin tinggi dan terhadap kemoterapi semakin peka. Bila tumor mulai diterapi sejak dini, semakin sedikit muncul sel tahan obat. Oleh karena itu terapi sejak dini terhadap mikro mestatase akan menyebabkan efektifitas kemoterapi meningkat dan kemungkinan resistensi terhadap obat berkurang, peluang kesembuhan bertambah. 2.3.4.3 Kemoterapi Neoadjuvan Kemoterapi neoadjuvan adalah kemoterapi yang dilakukan sebelum operasi atau radioterapi. 2.3.4.4 Kemoterapi Paliatif Kemoterapi paliatif hanya dapat digunakan untuk mengurangi gejala seperti nyeri dan memperpanjang angka harapan hidup. 2.3.4.5 Kemoterapi Investigatif Kemoterapi investigatif merupakan uji klinis dengan regimen kemoterapi baru atau obat baru yang sedang diteliti. Untuk menemukan obat atau regimen baru dengan efektivitas yang tinggi namun toksisitas rendah memang diperlukan adanya penelitian terkait regimen kemoterapi. 2.3.5 Efek Samping Kemoterapi Efek samping kemoterapi timbul karena obat-obat kemoterapi tidak hanya menghancurkan sel-sel kanker tetapi juga menyerang sel-sel sehat, terutama selsel yang membelah dengan cepat. Obat kemoterapi secara umum disebut sitostatika, berefek menghambat atau membunuh semua sel yang sedang aktif membelah diri. Jadi, sel normal yang aktif membelah atau berkembang biak juga terkena dampaknya, seperti sel akar rambut yang menyebabkan kebotakan, sel darah menyebabkan anemia dan sel selaput lendir mulut menyebabkan sariawan. Oleh karena itu, pemberian obat sitostatik harus dibawah pengawasan dokter yang berpengalaman untuk mencegah timbulnya efek samping yang serius, dan bila terjadi efek samping dapat segera diatasi. Agar sel tubuh normal mempunyai kesempatan untuk memulihkan dirinya, maka pemberian kemoterapi biasanya harus diberikan dalam selang waktu 2-3 minggu sebelum dimulai lagi pemberian kemoterapi berikutnya (Hendry, 2007). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 35 Sumber lain menyebutkan terapi dengan sitostatika dapat menyebabkan mielosupresi sehingga dapat menimbulkan risiko infeksi (neutropenia) dan perdarahan (trombositopenia). Kerusakan pada membran mukosa menyebabkan nyeri pada mulut, diare dan stimulasi zona pemicu kemotaksis yang menimbulkan mual dan muntah (Davey, 2006). Semua kemoterapi bersifat teratogenik. Beberapa obat menyebabkan toksisitas yang spesifik terhadap organ, seperti ginjal (cisplatin) dan saraf (vinkristin). Perawatan suportif dengan antagonis 5-HT3, 5 Hidroksitriptamin (serotonin) dan steroid lebih mengatasi rasa mual (Davey, 2006). Berikut contoh beberapa agen kemoterapi, cara kerja dan efek samping yang ditimbulkan menurut (Hesketh, 2008) : 2.3.5.1 Dactinomycin : Cara kerja utamanya adalah mengikat DNA mencegah transkripsi dan menghambat sintesis DNA. Efek samping mielosupresi, sensitizer radiaso, stomatitis. 2.3.5.2 Cysplatine: Cara kerja yang utama yaitu menghambat sintesis DNA, efek samping yaitu toksisitas renal, tuli, mielosupresi, mual, muntah. 2.3.5.3 Cycloposphamide : Cara kerja yaitu menghambat sintesis DNA. Efek samping yaitu sistitis hemoragik, mielosupresi, mual, muntah, sekresi ADH tidak sesuai, alopesia, karsinogenik. 2.3.5.4 Cytarabine : Cara kerja utama yaitu menghambat sintesis DNA, Efek samping yaitu mielosupresi, mual, muntah, diare, demam, hepatotoksisitas, alopesia. 2.3.5.5 Daunorubicin dan doxorubicin : Cara kerja utama yaitu menghambat sintesis DNA, Ribonucleic Acid (RNA) dan protein melalui interkalasi DNA. toksisitas jantung, mielosupresi, alopesia, stomatitis, selulitis lokal akibat ekstravasasi, mual, muntah. 2.3.5.6 Etoposide : Cara kerja yaitu merusak DNA, menghambat sintesis mitosis. Efek samping mielosupresi, hipersensitivitas, mual muntah. 2.3.5.7 Fluorouracil : Cara kerjanya yaitu menghambat sintesis DNA. Efek samping mielosupresi, stomatitis, esofagitis, alopesia, dermatitis. 2.3.5.8 Mercaptopurine : Cara kerja utama adalah menghambat biosintesis purin de novo. Efek samping yaitu mielosupresi, stomatitis, hapatotoksisitas. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 36 2.3.5.9 Methotrexate : Cara kerjanya yaitu menghambat dihidrofolat reduktase, membatasi sintesis pirimidin dan purin de novo. Efek samping yaitu mielosupresi, hepatotoksisitas, toksisitas ginjal, osteoporosis, ulkus saluran cerna dan mulut, mua, muntah. 2.3.5.10 Vincristin : Cara kerja yaitu menghambat pembentukan gelondong mitosis. Efek samping yaitu neurotoksisitas, alopesia, selulitis lokal akibat ekstravasasi, sekresi ADH tidak sesuai. 2.4 Konsep Mual Muntah Akibat Kemoterapi 2.4.1 Definisi Mual Muntah Mual adalah akibat dari kondisi yang meningkatkan tekanan dinding lambung, duodenum, atau esofagus bagian bawah akhir. Rangsangan yang tidak nyaman, distensi, gastritis dan karsinoma lambung dapat mengakibatkan mual. Mual dapat diikuti dengan muntah maupun tidak. Mual diakibatkan oleh rangsangan emetik pusat (Black, 2014; Olver , Eliott & Koczwara, 2014). Menurut Kelly, (2013), mual ditandai perasaan tidak menyenangkan yang mengawali keinginan untuk muntah, disertai dengan gejala otonom (pucat, berkeringat, peningkatan produk saliva, takikardia). Sedangkan muntah atau emesis, ditandai dengan kontraksi otot abdomen, penurunan diafragma, dan pembukaan kardia lambung yang menghasilkan pengeluaran yang kuat dari isi lambung melalui mulut (Garret, 2003; Dipiro & Taylor, 2005; Kelly, 2013). Mual muntah akibat kemoterapi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan presentasi mual, muntah, atau kombinasi dari keduanya sebagai gejala terkait pemberian sitotoksik kemoterapi (Marx, Kiss, Alexandra, McCarthy, McKavanagh & Isenring, 2016). Mual dan muntah terjadi dalam tiga stadium yaitu mual, retching (gerakan dan suara sebelum muntah) dan muntah (Prince & Wilson, 2008). 2.4.2 Etiologi Mual Muntah akibat Kemoterapi Etiologi mual muntah dipengaruhi oleh masalah yang berbeda, oleh karena itu cara mengatasinya juga berbeda, bisa sederhana atau bisa juga kompleks (Dipiro & Thomas, 2005). Selain disebabkan oleh kemoterapi, mual muntah dapat disebabkan oleh obstruksi usus, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, uremia, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 37 obat (digitalis, opium) dan metastase otak (Anonim, 2014). Selain adanya potensi emetik dari agen kemoterapi, adapula beberapa faktor risiko yang menyebabkan mual muntah akibat kemoterapi. Faktor-faktor ini dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok utama yaitu faktor risiko terkait pengobatan dan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan pasien (Rangwala et al., 2012). Umumnya, dibandingkan dengan semua faktor prediktif lain, pemberian agen emetogenicity intrinsik dari kemoterapi dianggap sebagai faktor dominan untuk terjadinya mual dan muntah setelah kemoterapi (Hesketh, 2008). Faktor yang berkaitan dengan pengobatan meliputi jenis kemoterapi (potensi emetogenitas), dosis obat kemoterapi, jadwal dan rute pemberian (Hawkins & Grunberg 2009). Beberapa agen kemoterapi dan risiko emetogenik dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Risiko Emetogenik dari Beberapa Agen Kemoterapi Tingkat emetogenik Intravena Oral High (emesis risk: >90% Carmustine (BiCNU®), cisplatin, Hexamethylmelamine without antiemetics) dacarbazine (DTIC-Dome®), melphalan (Hexalen®), (Alkeran®) (high dose), nitrogen procarbazine mustard/mechlorethamine (Mustargen®), (Matulane®) dactinomycin (Cosmegen®), cyclophosphamide (Cytoxan®, Neosar®) plus ananthracycline, cyclophosphamide (>1500 mg/m2), streptozotocin (Zanosar®) Moderate (emesis risk: Anthracyclines, carboplatin Cyclophosphamide, 30-90% without (Paraplatin®), carmustine (high dose), temozolomide antiemetics) cyclophosphamide (< 1500 mg/m2), (Temodar®), Etoposide ifosfamide (Ifex®), irinotecan (Toposar®,VePesid®, (Camptosar®), methotrexate Etopophos®), (Rheumatrex®,Trexall®) (high dose), vinorelbine oxaliplatin (Eloxatin®), topotecan (Navelbine®), imatinib (Hycamtin®) (Gleevec®, Glivec®) Low (emesis risk: 10-30% Etoposide, 5-fluorouracil Capecitabine without antiemetics) (Adrucil®),gemcitabine (Gemzar®), (Xeloda®),fludarabine mitoxantrone (Novantrone®) (< 12 (Fludara®),tegafurmg/m2), taxanes, vinblastine (Alkabanuracil (Uftoral®) AQ®,Velban®) , etoposide, sunitinib vinorelbine (Navelbine®), methotrexate (Sutent®), everolimus (Rheumatrex®,Trexall®) (> 100 mg/m2) (Afinitor®), lapatinib (Tykerb®), lenalidomide (Revlimid®), thalidomide (Thalomid®) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 38 Minimal (emesis risk: < 10% without antiemetics) Bortezomib (Velcade®), hormones, vinca alkaloids, bleomycin (Blenoxane®) (Oncovin®,Vincasar PFS®) busulfan (Busulfex®, Myleran®), vinblastine (AII<aban-AQ®,Velban®), vincristine , Chlorambucil (Leukeran®), melphalan (Alkeran®), erlotinib (Tarceva®), methotrexate,gefitinib (Iressa®), sorafenib (Nexavar®), hydroxyurea (Hydrea®, DroxiaTM®, Mylocel®), sunitinib, L-phenylalanine mustard, 6-thioguanine (Tabloid®) Sumber : Jordan et al., 2007; Herrstedt & Roila, 2009; Roila et al., 2010 2.4.3 Faktor Risiko Mual Muntah Sedangkan faktor risiko mual muntah yang berhubungan dengan pasien meliputi usia muda, jenis kelamin perempuan, riwayat mual muntah, morning sickness dan riwayat konsumsi alkohol (Booth, Clemons, Dranitsaris, Joy, Young & Callaghan, 2007; Hesketh, Aapro, Street & Carides, 2010). Selain faktor risiko di atas Feyer dan Jordan, (2011), menambahkan bahwa kecemasan, riwayat motion sickness, riwayat hiperemesis gravidarum juga menjadi faktor risiko mual muntah akibat kemoterapi. Berikut penjabaran faktor risiko dari mual muntah menurut beberapa sumber : 2.4.3.1 Usia : Beberapa penelitian mengemukakan lebih mudah untuk mengontrol emesis pada pasien dalam usia lanjut. Pada pasien yang lebih muda biasanya ada kecendrungan untuk perkembangkan kearah reaksi distonik akut. Pasien yang berusia kurang dari 50 tahun yang mendapat kemoterapi dengan potensi emetik dan mengalami gangguan mual muntah setelah pengobatan sebelumnya, berisiko mengalami mual muntah antisipator (Morrow & Dobkin, 2002). Pada penelitian lain didapatkan bahwa pasien anak dan orangtua melaporkan kejadian mual muntah lebih berat pada penggunaan cyclophosphamide dibandingkan dengan Antrasiklin. Dalam penelitian tersebut juga dilaporkan remaja lebih berat mengalami mual muntah daripada anak-anak dan perempuan dilaporkan lebih berat mengalami mual muntah dibandingkan laki-laki (Lebanon, 2006). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 39 2.4.3.2 Jenis kelamin : Lebih sulit untuk mengontrol emesis pada wanita dari pada laki–laki yang diberikan kemoterapi yang sama termasuk dalam dosis dan frekuensi pemberiannya. Kemungkinan karena pengaruh hormon, wanita lebih berisiko mengalami mual muntah dari pada laki-laki (Thompson, 1999 dalam Garret et al., 2003). 2.4.3.3 Riwayat emesis tidak terkontrol : Emesis yang sulit dikontrol sebelum penggunaan kemoterapi akan menyebabkan pasien lebih sulit untuk mengontrol emesisnya saat dilakukan kemoterapi walaupun sudah diberikan antiemesis, terutama untuk emesis yang bersifat akut. 2.4.3.4 Riwayat hiperemesis gravidarum : Pasien yang mempunyai riwayat HG biasanya lebih mudah mengalami mual muntah akibat kemoterapi. 2.4.3.5 Motion sickness : Pasien yang mengalami motion sickness biasanya lebih mudah mengalami mual muntah akibat kemoterapi (Solimando, 2003). 2.4.3.6 Pernah mengonsumsi alkohol : Emesis akan lebih mudah muncul pada pasien yang biasa menggunakan alkohol dalam dosis tinggi (>100 g/ hari). Semakin banyak alkohol yang dikonsumsi risiko kejadian emesis akan semakin tinggi. Penelitian yang dikemukakan oleh Casey (2012), mual muntah akibat kemoterapi dapat terjadi pada pasien yang berusia kurang dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, riwayat penggunaan alkohol, riwayat mual muntah sebelumnya (misalnya selama kehamilan, mabuk perjalanan, riwayat mual muntah dengan kemoterapi sebelumnya, kecemasan, agen kemoterapi 2.4.4 Mekanisme Mual Muntah akibat Kemoterapi Mekanisme mual muntah akibat kemoterapi belum sepenuhnya dipahami. Hal ini disebabkan mekanisme yang berbeda bertanggung jawab untuk mual dan muntah di fase yang berbeda. Selanjutnya, mekanisme satu agen kemoterapi mungkin berbeda dengan agen lain. Mual muntah setelah pemberian kemoterapi dirangsang melalui efek pada sejumlah situs. Mekanisme yang terbaik melibatkan efek pada usus kecil bagian atas (Hesketh, 2008). Setelah pemberian kemoterapi, sel enterochromaffin (dalam usus) distimulasi, yang mengarah ke lokal rilis exocytotic serotonin (5-HT), yang kemudian berinteraksi dengan kemoreseptor 5-HT3, yang terletak di saraf vagus di dinding usus (Bakeret et al., Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 40 2005). Selanjutnya, impuls akan ditransmisikan terutama untuk solitarius inti tractus/nucleus tractus solitarius (NTS), dan kemudian memicu zona kemoreseptor/Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di otak. Reseptor (NK1, 5-HT3 dan dopamin-2) hadir di dorsal kompleks vagal, dan mengikat neurotransmiter (masing-masing Substansi P, 5-HT dan dopamin). Proyek serat eferen dari punggung kompleks vagal ke efektor akhir dari refleks muntah di batang otak (Baker et al., 2005; Hesketh, 2008). Agen Antineoplasik juga dapat menyebabkan mual dan muntah melalui interaksi dengan daerah postrema (AP) dalam kompleks dorsal vagal. Sumber potensial lainnya jalur eferen termasuk struktur di lobus temporal, seperti amigdala (Hesketh, 2008). Sumber lain menjelaskan muntah diinduksi oleh berbagai zat kimia, obat sitostatik dan diperantai melalui CTZ (Schein, 1997). CTZ terletak di pembuluh area postrema pada permukaan otak. CTZ dapat bereaksi secara langsung terhadap substansi dalam darah. CTZ dapat diaktifkan oleh sinyal dari lambung dan usus kecil sepanjang saraf vagal aferen atau oleh aksi langsung dari komponen emetogenik yang dibawa dalam darah (obat anti kanker, opioid) (Garret et al., 2003). Obat-obat kemoterapi menstimulasi enterochromaffin dalam sistem pencernaan menyebabkan sel-sel di usus melepaskan serotonin yang mengaktivasi reseptor serotonin. Aktivasi reseptor mengaktifkan jalur aferen vagal yang kemudian sensasi ini diteruskan dan mengaktivasi pusat muntah di otak yaitu di medulla oblongata, akhir dari proses yang komplek ini ditandai dengan filorus yang mengalami relaksasi, yang memungkinkan isi duodenum dan proksimal yeyunum bergerak menuju lambung, akibat gerakan peristaltik yang kuat untuk kemudian terjadi regurgitasi isi lambung melalui esophagus dan faring (Baker, 2005; Hesket, 2008; Kelly, 2013). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 41 Gambar 2.1 Mekanisme Mual Muntah Sumber : Moradian & Howell (2015) 2.4.5 Tipe Mual Muntah akibat Kemoterapi 2.4.5.1 Mual muntah akut, biasanya terjadi saat pemberian sitostatika tanpa pengobatan antiemetik. Mual muntah akut adalah mual dan/atau muntah dalam 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi (Jordan, Sippel & Schmoll, 2007; Schwartzberg, 2007). Muntah, dengan tidak adanya profilaksis antiemetik yang efektif, paling sering dimulai dalam waktu 1-2 jam kemoterapi, dan biasanya memuncak dalam 4-6 jam pertama (Dewan et al., 2010). 2.4.5.2 Mual muntah tertunda menggambarkan keterlambatan mual muntah akibat penggunaan terapi sitostatika cisplatin. Terjadi setelah 24 jam setelah pemberian terapi (Hesketh, 2005). Terlepas dari rejimen yang digunakan, frekuensi dan jumlah episode mual dan muntah mungkin lebih sedikit dalam fase tertunda, dibandingkan dengan mual muntah akut. Namun, mual muntah tertunda, lebih sulit dikelola daripada mual muntah akut (Grunberg, 2004; Dewan et al., 2010). 2.4.5.3 Antisipator mual muntah, terjadi pada pasien yang merasa mual atau rasa tidak enak diperut dan cemas sebelum obat sitostatika diberikan. Mual muntah antisipator sering terjadi pada pasien yang memiliki pengalaman mual muntah yang tidak terkontrol selama program kemoterapi sebelumnya (Schwartzberg, 2007). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 42 2.4.6 Dampak Mual Muntah akibat Kemoterapi Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 90% dari semua pasien dengan mual dan/atau muntah akut atau tertunda atau keduanya melaporkan bahwa hal itu berdampak pada kehidupan sehari-hari mereka. Mual muntah akibat kemoterapi memiliki dampak negatif pada fisik, kognitif, sosial, emosional dan fungsi peran (Martin et al., 2003; Bergkvist & Wengstrom, 2006). Penelitian lain melaporkan bahwa mual memiliki dampak negatif lebih kuat daripada muntah pada kualitas hidup (Foubert & Vaessen, 2005). Selain itu mual muntah juga berdampak pada status gizi, kualitas hidup pasien dan tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan (Ballatori, Roila & Ruggeri, 2007; Ferna´ndez, Caloto & Chirveches, 2012; Davidson, Teleni & Muller, 2012). 2.4.7 Terapi Mual dan Muntah Secara garis besar terapi yang digunakan meliputi 2 macam, yaitu : 2.4.7.1 Terapi farmakologi dengan antiemetik. Antiemetik yang biasa digunakan dalam terapi CINV menurut Roila, Herrstedt & Aapro, 2010 yaitu : a. Fenotiazin : Obat ini merupakan lini pertama yang digunakan dalam penanganan mual muntah akibat kemoterapi. Mekanisme kerjanya adalah dengan memblokade reseptor dopamin di area postrema (CTZ dan pusat muntah) digunakan untuk mengobati mual muntah karena kemoterapi dengan emetogenisitas ringan. Fenotiazin yang diberikan secara IV memiliki efikasi yang lebih baik dibandingkan pemberian secara peroral. Contoh obat golonganini misalnya : proklorperazin, klorpromazin, perphenazine, thiethylpirazine dan promethazine. Efek samping yang sering timbul adalah sedasi, akathisia, hipotensi, dan reaksi diastonik. b. Kortikosteroid Kortikosteroid khususnya dexamethasone digunakan untuk mencegah mual muntah karena kemoterapi dengan emetogenisitas sedang hingga berat. Mekanisme kerjanya belum diketahui pasti, namun diduga karena mampu menyebabkan perubahan permeabilitas sel dan mampu menghambat prostaglandin. Efek samping yang sering muncul adalah insomnia dan perut terasa terbakar. Kortikosteroid seperti dexamethasone digunakan untuk atribut Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 43 antiemetik insidental mereka dan umumnya diresepkan dalam kombinasi dengan agent antiemetik lainnya. Mekanisme kerja untuk kelas ini obat kurang dipahami tetapi mekanisme yang disarankan meliputi modulasi permeabilitas kapiler dari CTZ, efek antiinflamasi dalam saluran pencernaan, dan pelepasan endorphin. c. Metoklopramid Metoklopramid merupakan antiemetik pilihan kedua dalam penanganan mual muntah akibat kemoterapi. Mekanisme kerjanya adalah dengan memblokade reseptor dopaminergik di CTZ dan dapat digunakan untuk segala macam klasifikasi dari mual muntah akibat kemoterapi. Efek samping yang sering muncul adalah diare, reaksi ekstrapiramidal, sedasi, dan hipotensi. d. Antagonis Reseptor Neurokinin Obat golongan ini biasanya digunakan secara kombinasi dengan SSRI dan kortikosteroid untuk mencegah mual muntah akut dan tunda, misalnya aprepitant dan fosaprepitant. Obat-obat ini diyakini bertindak terpusat dalam CTZ dengan menghambat tindakan neuropeptida yang dikenal sebagai zat P60. e. SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) Mekanisme kerjanya adalah dengan memblokade fase CINV akut, sehingga digunakan sebagai terapi standar CINV, PONV, RINV, dengan efek samping yang ringan, misalnya ondansentron, granisentron, palonosentron, dolasentron. Untuk terapi pencegahan karena pemakaian obat dengan emetogenisitas yang tinggi maka pemakaian obat ini dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid. Efikasi penggunaan obat ini dapat mencapai 30–50% pada pasien yang menggunakan cysplatine, sedangkan untuk obat-obatan kemoterapi lainnya efektivitas obat ini dapat mencapai 70%. Efek samping yang paling sering muncul dalam penggunaan obat golongan ini adalah pusing, konstipasi, meningkatkan enzim di hati, dan meningkatkan interval konduksi jantung. Obatobatan golongan ini lebih dikenal dengan sebutan Antagonis 5-HT3 (5hydroxytriptamine/serotonin) yang bekerja dengan mengikat 5- HT3 reseptor dalam saluran pencernaan, yang konsekwensinya blok muntah aferen sinyal ke CTZ dalam otak. Antagonis 5-HT3 merupakan komponen penting dari terapi entiemetik yang modern. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 44 f. Antikolinergik Alkaloid seperti skopolamin dan atropin memiliki efektivitas sebagai antiemetik dengan cara menghambat reseptor kolinergik pusat. Efek samping yang sering muncul adalah pandangan kabur, mulut kering, sedasi, dan lain-lain. Contoh obat golongan ini adalah buclizin, meklizin. g. Antihistamine Obat ini bekerja dengan memblok reseptor H di otak dan telinga tengah. Efek samping yang paling sering timbul adalah kantuk, mulut kering, dan sedasi. Contoh obat golongan ini adalah difenhidramin, dan hidroksizin. h. Benzodiazepin. Mekanisme antiemetik dari obat golongan ini belum dapat diketahui secara pasti. Efek samping yang paling sering dari obat ini adalah sedasi, pandangan kabur, dan amnesia. Lorazepam merupakan yang paling sering digunakan dari golongan ini, walaupun midazolam dan diazepam juga dapat digunakan. Benzodiazepin biasanya digunakan untuk aktivitas emetogenik yang ringan atau dipilih sebagai terapi profilaksis dalam penanganan mual dan muntah akut dan antisipatif (Dipiro, 2009). 2.4.7.2 Penanganan Mual muntah secara non Farmakologis Selain teknik farmakologis yang telah diuraikan di atas, ada beberapa teknik nonfarmakologis yang termasuk dalam terapi komplementer yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengatasi mual muntah akibat kemoterapi meliputi penyesuaian asupan makanan dan cairan, relaksasi, olahraga, hipnosis, biofeedback, pencitraan terarah, desensitasi sistemis, dan inhalasi aromaterapi (Black & Hawks, 2014). Hal serupa disampaikan oleh Marx et al., (2016) bahwa terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi diantaranya pengaturan gaya hidup dan diet, sumplementasi jahe dan terapi komplementer lainnya meliputi yoga, relaksasi otot progresif, pijat, aromaterapi, hipnotis, latihan, program pendidikan, dan stimulation titik akupunktu. 2.4.8 Alat Ukur Mual Muntah Untuk mengkaji mual dan muntah digunakan alat ukur dari Morrow (Morrow Assessment of Nausea and Emesis/MANE ) yang meliputi frekuensi, durasi dalam menit, dan intensitas mual dan muntah setelah kemoterapi. Untuk Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 45 mengkaji intensitas mual digunakan Visual Analog Scale (VAS) dan skala Likert (Stern, Koch & Andrews, 2011). VAS adalah skala dari 0 sampai 10 atau skala 10 sampai 100 dengan nol mewakili tidak ada mual dan 10 atau 100 yang mewakili mual maksimal. Skala Likert meminta pasien untuk menilai mual sebagai tidak mual, mual ringan, sedang atau berat. Sedangkan jumlah muntah dengan menggunakan gelas ukur dalam skala cc atau ml. 2.5 Aromaterapi 2.5.1 Pengertian Aromaterapi Aromaterapi klinis digunakan oleh dokter, terapis pijat, praktisi perawat, terapis okupasi, dan petugas kesehatan lainnya (Cordell & Buckle, 2013). Aromaterapi berasal namanya dari kata aroma, yang berarti aroma atau bau dan terapi yang berarti pengobatan. Terapi ini merupakan cara alami penyembuhan pikiran, tubuh dan jiwa seseorang (Worwood, 2000). Menurut Hines, Steels, Chang & Gibbons (2012), aromaterapi adalah praktik menghirup uap minyak atsiri/esensial atau zat lain untuk mengobati atau meringankan gejala fisik dan/atau emosional. Hal serupa disampaikan oleh Buckle (2014), aromaterapi merupakan penggunaan minyak esensial yang diperoleh dari tanaman aromatik, untuk sifat terapeutik yaitu penanganan yang meliputi masalah psikologis, tubuh, dan motivasi. 2.5.2 Manfaat Aromaterapi Minyak esensial sering digunakan dengan tujuan terapi, campuran kosmetik, aromatik, pengharum dan kegunaan spiritual (Evans, 2000). Terapi minyak ini diyakini dapat meringankan stres, meremajakan dan menumbuhkan semangat individu untuk bekerja di hari berikutnya. Saraf penciuman dari hidung ke otak adalah lokasi penting untuk aksi minyak ini. Minyak ini telah terbukti baik sebagai antibakteri, antibiotik, dan antivirus dan beberapa praktisi telah menyarankan penggunaan minyak esensial dalam berbagai penyakit seperti alzheimer, jantung, kanker dan nyeri persalinan pada kehamilan Perry N & Perry E, 2006; Shiina, Funabash, Lee, Toyoda, Sekine & Honjo, 2008; Jimbo, Kimura, Taniguchi, Inoue & Urakami, 2009; Smith, Collins & Crowther, 2011; Lai, Cheung, Lo, Fung & Tong, 2011). Pada saat ini terdapat peningkatan dalam Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 46 pemanfaatan aromaterapi dalam pengobatan kanker dan gangguan tidur (Marchand, 2014; Lee, Kim, Yeo & Lim , 2015; Hwang & Shin, 2015) Aromaterapi telah dianjurkan dalam pengobatan kecemasan, hipertensi, mual dan muntah, dan rasa sakit. Sebuah tinjauan sistematis, 16 percobaan terkontrol acak (RCT), ditemukan bahwa sebagian besar orang yang menggunakan aromaterapi dengan gejala kecemasan menunjukkan bahwa aromaterapi memiliki efek positif dalam mengurangi gejala kecemasan (Lee, Wu, Tsang, Leung & Cheung, 2011). Studi lain tentang penggunaan aromaterapi pada pasien kanker, dari 160 pasien kanker yang ikut serta dalam penelitian melaporkan bahwa aromaterapi berpengaruh dalam penurunan kecemasan di 65% pasien, sedangkan 47% pasien menyatakan bahwa aromaterapi menurunkan efek mual muntah (Stringer & Donald, 2011). Penelitian RCT lain melaporkan bahwa aromaterapi telah terbukti memiliki pengaruh positif terhadap hipertensi dan secara signifikan mengurangi tekanan darah sistolik dan diastolik (Hur, Lee, Kim & Ernst, 2012). 2.5.3 Klasifikasi Aromaterapi Aromaterapi dapat digunakan melalui beberapa cara menurut Ali, Naser, Saiba, Aftab, Shah dan Anwar, (2015) yaitu melalui: 2.5.3.1 Aromaterapi Kosmetik Terapi ini menggunakan minyak esensial tertentu untuk produk kosmetik kulit, tubuh, wajah dan rambut. Produk ini digunakan berfungsi sebagai pembersih, pelembab, pengeringan dan toning. Kulit yang sehat dapat diperoleh dengan penggunaan produk minyak esensial pada wajah, kaki dan tangan serta badan, atau dapat digunakan untuk mandi yang menjadi cara efektif dan sederhana. Demikian pula, beberapa tetes minyak dapat memberikan peremajaan dan perevitalisasian (Ziosi, Manfredini, Vertuani, Ruscetta, Radice & Sacchetti, 2010). 2.5.3.2 Aromaterapi Pijat Terapi aroma dengan cara dipijat, merupakan cara yang sangat digemari untuk menghilangkan rasa lelah pada tubuh, memperbaiki sirkulasi darah dan merangsang tubuh untuk mengeluarkan racun serta meningkatkan kesehatan pikiran. Aromaterapi apabila digunakan melalui pijat dapat dioleskan langsung Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 47 diatas kulit. Sebelum menggunakan minyak tersebut perlu diperhatikan adanya kontraindikasi maupun adanya riwayat alergi (Basch et al., 2004). Beberapa minyak aromaterapi yang bisa digunakan untuk pijat yaitu anggur, almond dan lidah buaya (Soden, Vincent, Craske, Lucas & Ashley, 2004; Chang, 2008) 2.5.3.3 Aromaterapi Medis Pendiri aromaterapi yang modern Rene-Maurice Gattefosse telah menggunakan minyak esensial untuk memijat pasien selama operasi, sehingga memanfaatkan pengetahuan efek minyak esensial aromaterapi medis untuk mempromosikan dan mengobati penyakit medis yang didiagnosis secara klinis (Maeda, Ito & Shioda, 2012). 2.5.3.4 Aromaterapi Olfaktori Olfaktori aromaterapi yaitu aromaterapi yang digunakan dengan cara dihirup/inhalasi. Inhalasi melalui sistem penciuman merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi aroma yang paling sederhana dan cepat memberikan reaksi (Halcon dan Buckle, 2006). Menurut Kohatsu, (2008), pemakaian minyak esensial secara inhalasi merupakan metode yang dinilai paling efektif, dan dalam penggunaannya sangat praktis serta khasiatnya dapat dirasakan secara langsung dibanding dengan tehnik yang lain. Tehnik menghirup aromaterapi ini lebih mudah untuk masuk ke dalam tubuh tanpa melalui proses absorbsi membran sel, molekul-molekul uap akan langsung mengenai reseptor penghidu yang berada pada rongga hidung dan langsung terhubung dengan saraf olfaktorius. Dengan inhalasi sederhana telah terbukti meningkatkan status kesehatan terkait emosional berupa ketenangan, relaksasi dan peremajaan tubuh manusia (Maxwell-Hudson, 1995 & Price 1991). Ada beberapa cara dalam penggunaan aromaterapi : (1) minyak aromaterapi ditempatkan diatas peralatan listrik, dimana peralatan tersebut sebagai alat penguap. Peralatan listrik harus dicek oleh petugas sebelum digunakan demi keamanan pasien, kemudian dilakukan penambahan dua sampai lima tetes minyak aromaterapi dalam vapoiser dengan 20 ml air untuk menghasilkan uap air. Minyak yang umum digunakan adalah peppermint atau jahe untuk mual, lavender untuk relaksasi, rose baik digunakan dalam suasana sedih, floral citrus dapat memberikan kesegaran (Western Australia Departement Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 48 of Health, 2007), (2) aromaterapi dapat dicampur dengan menggunakan air dengan komposisi 4 tetes aromaterapi ditambah dengan 20 ml air, sehingga dapat menghasilkan aroma yang segar dan wangi (Kohatsu, 2008), (3) aromaterapi dapat digunakan secara langsung yaitu dengan mengunakan 1-5 tetes minyak esensial, diteteskan pada tisu atau kapas, kemudian dihirup 5-10 menit (Halcon & Buckle, 2006) atau minyak dimasukkan dalam liontin botol kaca dan dikalungkan, penggunaannya dapat dihirup secara langsung melalui hidung dengan jarak 10-15 cm antara liontin dan lubang hidung (Luaa, Salihah & Mazlan, 2015), (4) aromaterapi melalui penyemprotan atau minyak sprai dari minyak yang telah dipilih sebanyak 100 ml dengan menggunakan botol yang memiliki alat penyemprot kemudian semprotkan pada tubuh sebagai penyegar (Mackinnon, 2004). Cara kerja aromaterapi inhalasi dimulai dari organ hidung sebagai organ penghidu yang mendeteksi aroma. Proses menghidu dimulai dengan proses penerimaan molekul bau oleh olfactory epithelium yang merupakan reseptor terdiri dari puluhan juta saraf pembau. Pada saat minyak aromaterapi dilepaskan ke udara, minyak akan masuk melalui hidung dan akan mencapai nostril pada dasar hidung, sebelum molekul aromaterapi menempel pada silia sel olfactorius, odoran tersebut dapat larut dalam mucus yang melapisi silia tersebut. Untuk dapat larut dalam mucus maka minyak aromaterapi harus bersifat hidrofilik. Struktur dari minyak esensial ini memiliki sifat yang hidrofilik sehingga dapat larut dalam mucus. Di bawah mucus pada epitel olfactory, reseptor khusus yang disebut sebagai neuron reseptor olfactory mendeteksi adanya bau. Setiap sel olfactory hanya memiliki satu jenis reseptor bau (odorant reseptor/ OD), dan satu reseptor hanya mampu mendeteksi jumlah terbatas bahan-bahan bau, seperti sel-sel pembau kita sangat terspesialisasi sejumlah kecil bau. Untuk selanjutnya molekul bau akan berikatan dengan OD, sehingga dapat menyebabkan aktivasi dari protein G yang kemudian mengaktivasi enzim adenilsiklase dan mengaktifkan cAMP. Pengaktifan cAMP membuka kanal Na sehingga terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius. Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan di transmisikan ke hipotalamus (Guyton, 2006). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 49 Sinyal pada sel mitral yang berada di bulbus olfaktorius menjalar menuju traktus olfaktorius media dan area olfaktorius lateral. Area olfaktorius lateralis membawa akson-akson ke area olfaktorius pada korteks serebri, yang disebut sebagai area periamygdaloidea dan area peripirformis dan area ini dikenal sebagai area olfaktorius primer (pusat penghidu pada korteks serebri) pada lobus temporalis bagian inferior medialis. Aktivasi daerah ini menyebabkan adanya kesadaran terhadap bau tertentu yang dihirup. Selain itu area olfaktorius lateralis ini akan membawa informasi ke sistem limbik dan hipokampus. Sedangkan area olfaktorius medial terdiri atas sekumpulan nukleus yang terletak pada anterior dari hipotalamus. Nukleus pada area ini merupakan nukleus septal yang kemudian berproyeksi ke hipotalamus dan sistem limbik (Guyton, 2006). Sinyal yang dihasilkan dari inhalasi aromaterapi akan diterima oleh sistem limbik dan hipotalamus. Sistem ini akan mengirim pesan kepada otak untuk melepaskan serotonin dan endorpin untuk dihubungkan dengan sistem saraf tubuh lainnya sehingga menimbulkan perasaan nyaman sesuai yang diharapkan pikiran dan tubuh manusia (Krishna, Tiwari & Kumar, 2000) 2.5.3.5 Psiko Aromaterapi Di negara-negara tertentu suasana hati dan emosi dapat diperoleh dengan menggunakan minyak ini. Minyak aromaterapi memberikan efek relaksasi, segar, kesenangan atau pikiran menyenangkan. Inhalasi minyak terapi ini dapat digunakan langsung meskipun pasien sedang diinfus di dalam ruang rawat. Psikoaromaterapi dan aromacology, sesuai dengan studi aromaterapi alami maupun sintetis memiliki efek yang baik untuk tubuh dan psikologis (Perry N & Perry E., 2006). 2.5.4 Aromaterapi Jahe Banyak tanaman telah dilaporkan untuk digunakan dalam aromaterapi karena mengandung minyak atsiri/esensial dalam bahan tanaman yang berbeda seperti bunga, kulit, batang, daun, akar dan buah-buahan. Beberapa dari tanaman yang digunakan dalam aromaterapi diantaranya lemon, jeruk nipis, jeruk mandarin, jeruk keprok yang diambil minyak atsirinya melalui kulit buah-buahan; kayu manis, serai, nilam yang diambil dari daunnya; lavender, rosemary yang Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 50 diambil dari seluruh bagian tanaman; jahe, jasmine, bunga jeruk, mawar, ylangylang diambil dari akar dan bunga (Battaglia, 2004). 2.5.4.1 Diskripsi Tanaman Jahe Zingiber officinale atau lebih dikenal sebagai rimpang jahe merupakan salah satu herbal yang terkenal karena perannya sebagai agen penyedap makanan di Asia dan India. Sejak abad ke-16, jahe telah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit medis dan kondisi, termasuk migrain, radang sendi, gingivitis, stroke, maag, sembelit, diabetes, influenza dan mual. Pada tahun 1807, William Roscoe, seorang ahli botani Inggris, menamai tanaman jahe "Zingiber" yang berasal dari kata Sansekerta dan berarti "berbentuk tanduk". Zingiber officinale merupakan tumbuhan dari suku Zingiberaceae yang terdiri lebih dari 1200 spesies tanaman dalam 53 genera yang berbeda (Shukla & Singh, 2007; Ali, Blunden, Tanira, 2008). Zingiber officinale merupakan tanaman dengan beberapa kandungan gizi di dalamnya. Jahe mempunyai kegunaan yang bervariasi antara lain sebagai rempah-rempah, aroma dan obat herbal (Kumar, 2011). 2.5.4.2 Kandungan Kimia jahe Jahe terdiri dari minyak atsiri (1-3%) dan senyawa tajam nonvolatile. Penyusun utama dari jahe segar adalah senyawa homolog fenolik keton yang dikenal sebagai gingerol. Gingerol sangat tidak stabil dengan adanya panas dan pada suhu tinggi akan berubah menjadi shogaol. Shogaol lebih pedas dan tajam dibandingkan gingerol. Shogaol merupakan penyusun utama pada jahe kering (Mishra et al., 2009). Jahe kering mengandung minyak esensial atau atsiri 1%3%, oleoresin 5%-10%, pati 50%-55%, kadar air 7%-12% dan jumlah kecil protein, serat, lemak dan abu (Eze dan Gabo, 2011). Kandungan minyak atsiri/esensial 1%-3% merupakan faktor yang mempengaruhi aroma jahe. Jahe segar kadar airnya 94%, 17% nya mengandung gingerol 21,15 mg/g (Ali et al., 2008). Zingiber officinalis mengandung karbohidrat, lemak, serat dan energi dengan persentase yang tinggi (Hussain, 2010). 2.5.4.3 Manfaat Jahe Jahe mengandung senyawa kimia seperti oleoresin, geranial, neral, bfellandren, sineol, borneol, bisabolen, zingiberene, gingerol, shogaol, diterpenes, lypids, protein, pati dan vitamin yang mempunyai sifat dapat mengobati. Karena Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 51 hal tersebut tanaman jahe memperoleh perhatian besar digunakan sebagai suplemen makanan di Inggris, Amerika dan Eropa. Tanaman ini dilaporkan memiliki efek anti inflamasi, antimikroba, anti kanker, anti diabetes, anti lipidemik dan antiemetik (Bhagavathula, Warner & DaSilva, 2009). Selama lebih dari 2.500 tahun, rimpang jahe (Zingiber officinale) telah digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, serta nyeri sendi dan otot (Alparslan & Ozkarman, 2012). Berdasarkan review artikel dari beberapa peneliti yang dilakukan oleh Banerjee (2011) manfaat jahe berpengaruh terhadap sistem kardiovaskular yaitu membantu untuk mengurangi tekanan darah dan beban kerja jantung, memberikan bantuan terhadap serangan sakit kepala, mengurangi mual muntah, antiinflamasi, menghambat pertumbuhan bakteri, menekan pertumbuhan sel-sel kanker pada usus besar dan masih banyak manfaat lain dari jahe. Kandungan air dan minyak tidak menguap pada jahe berfungsi sebagai enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas oleoresin menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan hingga ke sirkulasi perifer (Swarbrick & Boylan, 2002). Kandungan didalam jahe yang berupa zingirol, zingiberol, zingiberena (zingirona), bisabilena, flandrena, vitamin A, dan kurkumen dapat memblok serotonin yaitu suatu neurotransmitter yang disintesiskan pada neuro-neuro serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel enterokromafin yang dapat memberikan perasaan nyaman sehingga dapat mengatasi mual muntah (Ahmad, 2013). Ryan, Heckler, Rosco, Dakhil, Kirshner, Flynn, Hickok dan Morrow, (2009) dari University of Program Clinical Oncology Pusat Kanker Rochester Community (URCC CCOP) di Amerika meneliti tentang manfaat jahe pada pasien kanker yang menerima kemoterapi dengan metode random double blind pada 644 pasien. Penelitian ini menyimpulkan bahwa suplementasi jahe secara signifikan mengurangi mual akut yang disebabkan kemoterapi. Beberapa bukti ilmiah lain yang tersedia terkait dengan inhalasi aromaterapi juga menyarankan bahwa inhalasi uap peppermint atau minyak esensial jahe tidak hanya mengurangi kejadian dan tingkat keparahan mual muntah tetapi juga digunakan sebagai persyaratan antiemetik yang memuaskan serta perlu ditingkatkan dalam pemanfaatannya (Lua & Zakaria, 2012). Temuan lain tentang rimpang jahe, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 52 Zingiber, secara resmi dalam sejarah telah digunakan di negara-negara Asia, khususnya di Cina dan India selama ratusan tahun sebagai bahan penyembuhan untuk berbagai kondisi seperti sakit kepala, mual, rematik dan pilek. Dalam penelitian ini juga dilaporkan efektivitas jahe terhadap berbagai kondisi nausea termasuk mual muntah akibat kehamilan dan pasca operasi (White, 2007). Menghirup aromaterapi jahe juga dianjurkan sebagai teknik yang efektif dan mudah yang dapat diterapkan secara mandiri oleh para perawat kepada para pasien dalam masa kemoterapi guna mengurangi intensitas mual muntah (Luaa, Salihah & Mazlan, 2015). Petugas medis juga telah menyarankan jahe digunakan untuk mengatasi mual yang berhubungan dengan morning sickness, pasca operasi dan kemoterapi pada pasien kanker (Julie & Gary, 2010). 2.5.4.4 Hasil Olahan Jahe Jahe dapat dibuat berbagai produk yang bermanfaat dalam menunjang industri obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan atau minuman. Jahe biasanya diolah dalam bentuk segar, bubuk kering, bubuk dikemas atau ekstrak cair, irisan diawetkan dalam sirup, dikeringkan dan diawetkan dengan lapisan gula (jahe kristal/permen jahe) atau sebagai aroma/penyedap rasa (Ali et al., 2008). Hasil olahan jahe yang lain berupa minyak atsiri atau essential oil (Mucklas dan Slameto, 2008). Minyak atsiri banyak digunakan di berbagai industri, seperti industri parfum, kosmetik, essence, farmasi dan flavoring agent. Bahkan saat ini dikembangkan penyembuhan penyakit dengan aromaterapi, yaitu dengan menggunakan minyak atsiri/esensial yang berasal dari tanaman. Minyak atsiri yang disuling dari jahe berwarna bening sampai kuning tua bila bahan yang digunakan cukup kering. Lama penyulingan dapat berlangsung sekitar 10–15 jam, agar minyak dapat tersuling semua. Kadar minyak atsiri dari jahe sekitar 1,5%–3% (Ahmad, 2013). 2.5.4.5 Penggunaan Aromaterapi Jahe pada Praktik Klinik Berdasarkan sejarah, dasar aromaterapi dan aromatologi tak terpisahkan dengan pengembangan tanaman obat dan obat-obatan modern. Aromaterapi adalah istilah yang diciptakan pada tahun 1920 oleh seorang ahli kimia Perancis bernama Gattefosse, namun kemudian terapi minyak esensial dipisahkan dari fitoterapi. Saat itu tidak ada masalah dalam menggunakan minyak esensial Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 53 sehari-hari secara eksternal, internal, atau diencerkan. Bahkan sejak saat itu, di Perancis, praktek dari semua metode menggunakan minyak esensial berefek positif. Di Perancis, minyak esensial dikelola secara internal oleh dokter medis dan fitoterapis sebagai metode yang sangat efektif untuk mengobati gangguan pencernaan dan dari sistem ekskretoris. Aplikasi topikal (bukan pijat), inhalasi dan kompres adalah metode yang paling umum digunakan dipraktekkan di Perancis. Aromaterapis menggunakan minyak esensial (sari tumbuhan alami) untuk meningkatkan kesehatan fisik dan kesejahteraan emosional klien. Aromaterapi didasarkan pada prinsip bahwa minyak esensial memiliki sifat terapetik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit (Lee, 2013). 2.5.4.6 Bukti Terkait Jahe dan Kanker Selama dekade terakhir, jahe terbukti sebagai anti kanker yaitu bekerja dalam mencegah inisiasi, promosi, dan perkembangan berbagai jenis kanker (Shukla & Singh, 2007; Kundu, Na, Surh, 2009). Jahe telah menghambat aktivasi NF-kB dan menekan ekspresi gen NF-kB- yang diinduksi oleh karsinogen (Shukla & Singh, 2007). Efek kemopreventif jahe telah diamati pada binatang untuk kanker kulit, payudara, dan usus besar. (Nagasawa, Watanabe & Inatomi, 2002; Surh, 2003; Murakami, Tanaka & Lee, 2004; Shukla & Singh, 2007; Kundu, Na & Surh, 2009). Dalam sebuah studi, ekstrak jahe diberikan dalam bentuk cair hasilnya signifikan mengurangi perkembangan tumor payudara (Nagasawa, Watanabe & Inatomi, 2002) dan jahe juga menghambat pertumbuhan tumor kolorektal. (Manju, Nalini, 2005; Shukla & Singh, 2007; Ali et al., 2008). Untuk efektivitas pengobatan penyakit kulit, jahe telah digunakan secara oral dan topikal (Chung, Jung & Surh, 2001; Murakami, Tanaka & Lee, 2004). Pada bulan Juni 2009, ada publisitas besar tentang jahe sebagai pengobatan anti mual untuk pasien kanker yang menerima kemoterapi. Sebuah studi multisite, nasional, acak, doubleblind, terkontrol plasebo dari 644 pasien, dengan peneliti dari University of Cancer Rochester Community Center Clinical Oncology Program (URCC CCOP), menyimpulkan bahwa suplementasi jahe signifikan mengurangi mual akut yang dipicu oleh kemoterapi. Hasil awal dari penelitian ini dipresentasikan pada pertemuan tahun 2009 dari American Society Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 54 of Clinical Oncology (ASCO), dan menunjukkan bahwa semua dosis jahe signifikan mengurangi mual (P = 0,003). Penurunan terbesar mual terjadi dengan 0,5-g dan 1,0-g dosis jahe. Juga, waktu hari memiliki efek signifikan pada mual (P <0,001), dengan penurunan mual linear selama 24 jam pada hari 1 kemoterapi untuk pasien yang menggunakan jahe (Ryan, Heckler & Dakhil, 2009). Jahe belum terbukti dapat menghambat efektivitas obat kemoterapi (Engdal, Klepp & Nilsen, 2009). 2.6 Modified Early Warning Score (MEWS) 2.6.1 Sejarah EWS dan MEWS Early Warning System (EWS) telah menjadi andalan praktik keperawatan selama lebih dari satu dekade di negara-negara barat. Pada tahun 1997, Morgan, Williams dan Wright dari Inggris pertama kali mengembangkan dan mempublikasikan EWS dalam lima parameter yaitu denyut jantung, tekanan darah sistolik, laju pernafasan, suhu dan tingkat kesadaran. Setiap parameter memiliki warna dan skor pemicu mulai dari 0 sampai 3 yang digunakan bukan untuk memprediksi hasil tetapi untuk melayani sistem track and trigger dalam mengidentifikasi tanda-tanda awal perburukan pasien. EWS merupakan alat monitoring rutin yang terdiri dari lima parameter fisiologis yang masing-masing diberi skor tertinggi 3 dan terrendah 0 kemudian skor yang didapatkan dari masing-masing parameter tersebut dijumlahkan untuk mendapatkan total skor dan digunakan sebagai dasar untuk menggunakan sistem “calling” atau rujukan yang akan diaktifkan. Penggunaan sistem rujukan ini juga dapat dilakukan ketika satu atau lebih parameter mencapai nilai ekstrem dari kisaran normal. Penggunaan sistem fisiologis “track and trigger” ini berupaya untuk meningkatkan modalitas dengan melakukan identifikasi tepat waktu terhadap semua pasien yang berisiko mengalami perburukan kondisi klinis (Kyriacos, Jelsma, James, & Jorda, 2014). EWS adalah alat evaluasi samping tempat tidur/bedside observation berdasarkan lima parameter fisiologis yaitu tekanan darah sistolik, denyut nadi, laju pernapasan, suhu dan skor AVPU (A untuk ‘peringatan’, V untuk 'responsif terhadap rangsangan verbal’, P untuk 'responsif terhadap stimulasi yang menyakitkan', U untuk 'tidak responsif') (American College of Surgeons Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 55 Committee on Trauma, 1993 dalam Lam, Mak, Siu, Lam, Cheung & Rainer, 2006). Kehadiran atau respon tepat waktu untuk pasien tersebut telah diidentifikasi oleh orang-orang (tenaga medis) yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang sesuai (Parissopoulos & Kotzabassaki, 2005). EWS dikembangkan sebagai respon terhadap hasil penelitian yang menunjukkan terjadinya perburukan kondisi fisiologis pasien beberapa jam (48 jam) sebelum kejadian cardiopulmonary arrest terjadi. EWS dapat digunakan untuk memprediksi kejadian cardiac arrest dan kematian. Sebuah penelitian oleh Kellett dan Kim (2012) melaporkan 0,02% dari 49.077 pasien dengan skor 3 (dari 21 poin yang mungkin) meninggal dalam waktu 48 jam. Meskipun nilai yang tinggi dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk 14% dari 519 pasien dengan skor 1 juga meninggal dalam waktu 48 jam, sebagian besar pasien (86%) dengan nilai yang tinggi selamat. Studi lain menemukan penurunan signifikan secara statistik pada kematian setelah pelaksanaan EWS. Studi ini dilakukan di dua rumah sakit dan ditemukan bahwa kematian pasien dewasa yang masuk rumah sakit berkurang dari 1,4 menjadi 1,2% (P, 0,0001) di satu rumah sakit dan 1,5 menjadi 1,3% (P, 0,0001) yang lain. Mereka juga menemukan bahwa pasien yang telah menjalani resusitasi cardiopulmonary memiliki penurunan yang signifikan dalam kejadian mortalitas di dua rumah sakit tersebut, masing-masing dari 52% menjadi 42% (P, 0,05) dan 70% menjadi 40% (P, 0,0001) (Moon, Cosgrove, Lea, Fairs & Cressey, 2011). Paterson, MacLeod, Thetford, Beattie, Graham dan Lam (2006), mengamati pengurangan mortalitas di suatu rumah sakit dari 5,8% menjadi 3% setelah pengenalan sistem peringatan dini/EWS. Terkait cardiac arrest Green dan Williams, (2006) menemukan penurunan yang signifikan dalam proporsi pasien yang memiliki serangan jantung (kurangnya denyut nadi atau respirasi) pada saat panggilan "code blue" dari 52,1% menjadi 35% (P = 0,0024). EWS hanya menyediakan “track and trigger system” untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal perburukan kondisi pasien. Oleh karena itu beberapa instansi dan negara kemudian melakukan modifikasi terhadap EWS asli dengan menambahan beberapa parameter yang diharapkan dapat meningkatkan patient safety dan memperkirakan hasil akhir dari kondisi klinis pasien. Modifikasi dari EWS ini disebut dengan Modified Early Warning Score (MEWS) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 56 (Kyriacos et al., 2014). Modified Early Warning Score (MEWS) ini telah disahkan dalam medical admissions pada tahun 2001 (Lam, Mak, Siu, Lam, Cheung & Rainer, 2006). 2.6.2 Definisi dan Fungsi MEWS MEWS merupakan pengembangan dari sistem Early Warning Score (EWS) yang dianggap masih kurang konsisten dalam mengenal dan berespon terhadap perburukan kondisi klinis pasien (Smith, Prytherch, Schmidt, & Featherstone, 2008). MEWS adalah bedside monitoring dan sistem track and trigger yang dapat digunakan perawat dalam mengobservasi tanda-tanda vital pasien dan menjumlahkan skor yang didapatkan untuk memfasilitasi penilaian awal dari kondisi perburukan pasien. MEWS terdiri dari tujuh parameter yaitu frekuensi pernapasan, frekuensi jantung/nadi, tekanan darah sistolik, suhu dan tingkat kesadaran, saturasi oksigen dan urine output (Kyriacos, Jelsma, James & Jordan, 2014). MEWS merupakan sistem penilaian fisiologis yang sederhana, mudah diterapkan sebagai bedside observation dan dianggap sebagai alat perekam data fisiologis yang handal dengan menggunakan skoring sesuai dengan kriteria fisiologis yang muncul (Lam, Mak, Siu, Lam, Cheung & Rainer, 2006). Menurut Kyriacos, Jelsma, dan Jordan, (2011), MEWS dapat menegaskan keputusan terhadap observasi rutin data-data fisiologis dan merupakan algoritma sederhana yang didasarkan pada bedside observation.Serupa dengan yang disampaikan Bradman dan Maconochie (2011), bahwa MEWS adalah alat bantu monitoring yang bersifat sederhana dan sangat cepat dalam penggunaannya serta memiliki nilai sensitivitas yang tinggi. Penelitian oleh Race (2015), menunjukkan bahwa MEWS dapat meningkatkan patient safety dan hasil akhir perawatan, serta memudahkan dalam mengkomunikasikan kondisi pasien, dalam penelitian ini pula disampaikan bahwa MEWS dapat juga digunakan pada pasien bedah sebagai bedside assessment. Menurut Keane, (2012), analisis terhadap hasil pengkajian tanda-tanda fisiologis dalam MEWS dapat menentukan resiko perburukan kondisi pada pasien. Lam, Mak, Siu, Cheung, dan Rainer (2006) menyebutkan MEWS mampu mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami perburukan kondisi dan layak Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 57 diterapkan pada unit emergensi sebagai alat screening pasien yang membutuhkan peningkatan level perawatan seperti rawat inap atau masuk ICU. 2.6.3 Keuntungan Penerapan MEWS Keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan MEWS menurut Avard et al., 2011: (1) membantu mengidentifikasi dan membuat dokumentasi secara awal terhadap kondisi perburukan pasien, (2) memberikan arahan perawat tentang pemantauan frekuensi parameter fisiologis pasien sesuai dengan trigger score yang didapatkan, (3) memberikan arahan pada perawat untuk menentukan tingkatan dokter yang harus diberi pelaporan, (4) memberikan titik waktu kapan harus mengobservasi pasien, mengkomunikasikan perubahan fisiologis kondisi pasien, dan dapat memberdayakan perawat maupun dokter junior untuk mengambil tindakan yang tepat sesuai kondisi pasien, (5) membantu dokter dalam memprioritaskan pengelolaan pasien, (6) memberikan review medis dan pengelolaan pasien yang tepat waktu karena telah memiliki kebijakan/algoritma jika seandainya pasien tidak direview dalam waktu yang ditentukan, (7) tidak menggantikan emergency response system/ERS di rumah sakit 2.6.4 Syarat Penerapan MEWS MEWS bukanlah obat mujarab terhadap hasil penilaian akurat pasien tetapi harus digunakan secara bijaksana dalam hubungannya dengan penilaian klinis (Roberts, 2008). Kehati-hatian dianggap sebagai elemen kunci untuk layanan kesehatan pada pasien dimasa depan karena dapat memberikan cara yang sangat efektif untuk mengumpulkan, memonitor dan mengelola parameter fisiologis pasien seperti tingkat glukosa, tekanan darah dan denyut jantung. Sejumlah perangkat canggih telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir untuk memantau tanda-tanda vital pasien tersebut (Lorincz et al 2004; Thiemjarus et al, 2005; O'Flynn et al 2006). MEWS agar berfungsi dengan benar, pengukuran tanda-tanda vital pasien harus pada frekuensi yang tepat dan pencatatan harus akurat serta konsisten, selain itu dalam melakukan pengukuran tanda-tanda vital harus menggunakan set yang lengkap dan terkalibrasi (O‘Donoghue, O‘Kane, Gallagher, Courtney, Aftab, Casey, Torres, & Angove, 2011). Untuk membantu memastikan bahwa skor MEWS yang disajikan berkualitas tinggi perlu diperhatikan : (1) ketepatan waktu, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 58 frekuensi pengumpulan tanda-tanda vital pasien, (2) akurasi, interpretasi tandatanda vital pasien yang dikumpulkan dan perhitungan skor MEWS, (3) konsistensi, tanda-tanda vital yang dikumpulkan dari seluruh pasien yang tinggal di rumah sakit, (4) kelengkapan, semua parameter tanda vital yang dikumpulkan (Kim, Shin, Lee, Huh, Koh & Lim, 2015). Ketepatan waktu adalah sejauh mana data cukup up to date untuk dilakukan penanganan. Konsistensi adalah sejauh mana data disajikan dalam format yang sama. Lengkap adalah sejauh mana data tidak hilang dan dari luas dan kedalaman cukup untuk dapat ditangani (Leo, Yang, & Richard, 2002). Sedangkan akurasi menurut Ballou dan Pazer, 1985 dalam O‘Donoghue et al. (2011) adalah nilai yang tercatat sudah sesuai dengan nilai aktual. Keempat hal tersebut menjadi dasar penentuan skor MEWS yang memiliki kualitas tinggi. 2.6.5 Komponen dan Algoritma MEWS Berdasarkan hasil penelitian Kyaricos et al. (2014) di negara berkembang MEWS sedikitnya harus mendokumentasikan tujuh parameter fisiologis pasien. MEWS merupakan alat skrening dan monitoring yang memiliki skala numerik dan didasarkan pada pengkajian fisiologis pasien. MEWS memiliki algoritma sebagai jalur aksi/tindakan terhadap skor MEWS yang diperoleh dan memberikan aturan pelaporaan keputusan untuk menentukan tingkat urgensi (Moll, 2010). Sistem aturan pelaporan dari MEWS didasarkan pada total skor diluar batas normal dan skor pada salah satu parameter yang mengalami kelainan ekstrem dari nilai normal. Hal ini membantu untuk menentukan tingkat urgensi dari fisiologis pasien. Menurut Kyriacos et al. (2014) aturan pelaporan pada parameter tunggal yaitu 0 = tidak ada tindakan (normal), 1 = cek ulang setelah 30 menit untuk memastikan pengukuran yang akurat dan laporkan jika tidak ada perbaikan, 2 = cek setelah 5 menit/laporkan segera jika tidak ada perbaikan, 3 = kritis, laporkan segera. Berikut prototype MEWS yang disusun dari beberapa literatur. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 59 Tabel 2.3 Sistem Skoring Midofied Early Warning Score (MEWS) Skor 3 2 1 0 1 2 3 Tekanan darah ≤70 71-80 81-100 101-199 ≥200 sistolik Frekuensi ≤40 41-50 51-100 101-110 111-129 ≥130 jantung Frekuensi <9 9-14 15-20 21-29 ≥30 pernapasan Suhu 0C ≤35 35-38,4 ≥38,5 Tingkat 15 14, 13-9 ≤8 atau tidak kesadaran perubahan ada respon (GCS) mental atau Alert Reacting Reacting Unresponsive AVPU to Voice to Pain Saturasi oksigen <85 85-89 90-92 ≥93 Urine ≤0,5 ≤1 Jika biasanya ≥3 ml/kg/jam anuria skor 0 Sumber: Kyriacos et al. (2014) Protokol eskalasi terhadap skor MEWS menurut Avard, McKay, Slater, Lamberth, Daveson dan Mitchell, (2011) dijelaskan sebagai berikut : (1) Frekuensi observasi dilakukan setiap 12 jam jika total skor = 1, (2) Frekuensi observasi dilakukan setiap 6 jam dan perawat yang bertanggung jawab (seperti penanggung jawab shif, primary nurse, atau clinical case manager) diminta untuk melakukan pengkajian ulang jika total skor = 2, (3) Observasi dilakukan setiap 4 jam, perawat yang bertanggung jawab diminta untuk melakukan pengkajian ulang dalam 1 jam jika total skor = 3, (4) Jika total skor 4-6 frekuensi rutin observasi dilakukan tiap 1 jam, perawat yang bertanggung jawab/dokter jaga diminta untuk melakukan pengkajian ulang dalam 30 menit. Jika setelah diberikan penatalaksaan dan tidak ada respon dalam 1 jam, pertimbangkan untuk melaporkan pada dokter yang bertanggung jawab, juga dapat dipertimbangkan untuk dipindahkan pada tingkat perawatan yang lebih tinggi/intensif, (5) Jika total skor ≥ 7 frekuensi monitoring dilakukan secara kontinyu setiap 30 menit, perawat yang bertanggung jawab melaporkan pada dokter residen/konsultan. Dokter residen segera melakukan pengkajian ulang, rencanakan pasien untuk dipindahkan ke unit yang lebih tinggi/intensif dan aktifkan Emergensi Respon Sistem/ERS (sesuai kebijakan rumah sakit). Berikut menurut skema MEWS menurut Avard et al. (2011) : Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 60 Skema 2.2 Algoritma Modified Early Warning Score NORMAL LOW MEDIUM HIGH MEWS 0 MEWS 1 – 3 MEWS 4 – 5 MEWS ≥ 6 atau : score 3 pada satu parameter Tindakan : Tindakan : Monitoring tiap shift oleh perawat pelaksana 1) Pengkajian ulang oleh PN/ PJ Shift/ CCM 2) Pengkajian ulang tiap 4-6 jam oleh perawat pelaksana Tindakan : Tindakan : 1) Pengkajian ulang oleh PN/ PJ Shift/ CCM 2) Lapor dokter jaga/ residen 3) Dokter jaga melaporkan pada DPJP 4) Treatmen Inisiasi 5) Monitoring tiap 1 jam hingga MEWS <4 1) Lapor PJ Shift 2) Lapor Supervisor/ konsultan senior 3) Hubungi Tim Code Blue 4) Aktifkan code blue 5) Treatment Inisiasi 6) Continue monitoring tiap 15-30 menit hingga MEWS <4 7) Pertimbangkan untuk transfer ke ruang intensif Sumber : Avard et al. (2011) Sementara itu untuk parameter tunggal, jika skor frekuensi jantung = 2 (<40) dilakukan pemantauan setiap 30 menit dan dokter jaga diminta untuk melakukan pengkajian ulang dengan segera, atau jika salah satu parameter mendapatkan skor 3 observasi rutin dilakukan tiap 30 menit atau sesuai kondisi pasien, dokter jaga diminta untuk melakukan pengkajian ulang dengan segera, jika tidak ada respon terhadap penatalaksanaan hubungi dokter residen/konsultan dan pertimbangkan untuk mengaktifkan ERS (Avard et al., 2011). Penelitian lain menyebutkan protokol eskalasi sebagai berikut : (1) jika nilai MEWS 0-3 (risiko rendah) perawat melanjutkan pemantauan rutin setiap 4 jam, (2) jika MEWS 4 (risiko sedang) perawat melaporkan pada perawat senior/perawat yang bertanggung jawab selanjutnya perawat senior akan mengkaji ulang kondisi pasien dan memutuskan apakah perlu dilakukan pelaporan pada dokter yang bertangung jawab atau tidak, jika diputuskan tidak perlu dilakukan pelaporan, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 61 maka perawat melakukan pemantauan kondisi pasien lebih sering setiap satu jam, (3) jika MEWS lebih dari 4 (skor kritis) segera lakukan pelaporan dan aktifkan sistem emergensi yang berlaku di rumah sakit (So, Ong, Wong, Chung, & Graham, 2014). Dalam grafik MEWS dicantumkan pula indikator klinis sebagai kontribusi pengakuan hasil permasalahan pada irama jantung, inspirasi oksigen dan tekanan diastol seperti perfusi (capillary refill), warna kulit (pucat, sianosis), ungkapan nyeri (skala 0-10), penggunaan obat nyeri, berkeringat, luka berdarah (jumlah perdarahan), turgor kulit, ukuran pupil, dan nilai laboratorium serta terapi intravena (Kyriacos et al., 2014). Nilai laboratorium yang dicantumkan mengacu pada nilai ambang kritis pasien dengan masalah kanker meliputi glukosa darah, ANC, Trombosit, Leukosit, D-dimer, Hemoglobin, Natrium dan Kalium (Chen, Miser, Kuan, Fanf, Lam, & Li, 2013; Piva, Pellosso, Panello, & Plebani,2014). 2.6.6 Keterbatasan MEWS 2.6.6.1 Tidak ada alat scoring tunggal yang tervalidasi untuk seluruh diagnosis (Barlow et al., 2006 & Bell et al., 2006), menggabungkan diagnosis dalam sistem penilaian mungkin membuatnya terlalu kompleks dan kurang efektif (Subbe et al., 2001). 2.6.6.2 Variabel fisiologis tertentu yang dipilih dan skor yang dialokasikan untuk menilai EWS sebagian belum prospektif divalidasi (Goldhill, 2005 & Cuthbertson et al., 2007); pelaksanaannya belum berdasarkan bukti penelitian yang kuat (McGaughey et al., 2007). 2.6.6.3 Jika parameter tunggal diabaikan, pasien sakit berat dapat terjawab. 2.6.6.4 Sistem skoring memiliki potensi meningkatkan beban kerja (Cuthbertson & Smith, 2007) : jika skoring atau ambang batas tidak akurat atau tidak benar, peristiwa yang tidak perlu akan dipicu. 2.6.6.5 Inkonsistensi dalam penilaian neurologis (Smith et al., 2008). 2.6.6.6 Sistem skoring membantu dalam mengidentifikasi parameter yang memprediksi kematian, tapi pertanyaan penting adalah bagaimana dokter menetapkan siapa yang akan bertahan dan siapa yang harus dirawat di ICU, karena beberapa pasien mungkin merasa dirugikan oleh intervensi perawatan intensif (Fletcher & Cuthbertson, 2010). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 62 BAB 3 PROSES RESIDENSI Bab 3 ini menyajikan tentang pelaksanaan praktek residensi yang terdiri atas laporan analisis kasus pasien dengan kanker payudara, laporan 30 kasus kelolaan, pelaksanaan Evidence Based Nursing Practice dalam pemberian intervensi menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara dan proyek inovasi dengan tema penerapan modified early warning score (MEWS). 3.1 Laporan Kasus Utama 3.1.1 Diskripsi Kasus Kelolaan Utama Ny. S, usia 40 tahun, nomer rekam medis 317406300-10-99-86, jenis kelamin perempuan, pendidikan tamat PT, pekerjaan karyawan swasta, status menikah, agama Kristen, masuk rumah sakit tanggal 10 Maret 2016, dirawat di kamar 604 ruang Teratai Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, dengan diagnosa kanker Mamae bilateral dan Efusi Pleura metastase paru hepar, brain dan tulang. Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2016 jam 09.00 WIB. Riwayat penyakit sekarang, menurut keterangan pasien dan keluarga, pasien mempunyai keluhan sesak sudah 2 bulan sebelum masuk rumah sakit dan bertambah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan selain sesak nafas, dada nyeri skala 5 dan meningkat menjadi 8 bila batuk. Nyeri berlangsung ± 3 menit. Pasien mengatakan tahun 2009 terdapat benjolan sebesar biji asam di payudara kiri namun tidak dilakukan pemeriksaan maupun pengobatan apapun. Tahun 2012 pasien menikah dan mempunyai anak melalui operasi sesar. Ketika menyusui bayi satu bulan pasien menderita usus buntu kemudian dilakukan operasi usus buntu dan berhenti menyusui bayinya karena ASI tidak keluar setelah operasi. Tahun 2013 benjolan yang ada di payudara kiri membesar dengan sangat cepat. Tahun 2014 dilakukan operasi payudara kiri di RS Bekasi. Setelah operasi pasien dianjurkan untuk mengikuti program kemoterapi dan sudah berjalan 2x. Dua bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan sering sesak nafas dan aktivitas harus dibantu karena cepat merasa 62 Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 Universitas Indonesia 63 lelah. Selain itu pasien juga mengatakan tidak bisa tidur terlentang dan harus dalam posisi duduk karena sesak bertambah bila tidur terlentang. Keadaan umum pasien nampak sakit sedang dengan kesadaran komposmentis, status ECOG performance (eatern cooperative oncology group) 3. Pasien mengeluh sesak nafas hingga sulit tidur, pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pernafasan cuping hidung kadang bernafas melalui mulut, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah, pasien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur. bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-). Capillary Refill < 3 detik, akral hangat, vokal fremitus simetris paru kanan-kiri, gerakan paru simetris. Pemeriksaan TTV didapatkan RR 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5 liter/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 370C, Nadi 110 x/menit. Balance cairan tanggal 13/3/2016 adalah -100 cc. Hasil riwayat penyakit dahulu pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma ataupun alergi. Hasil riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien ataupun penyakit kanker yang lain, demikian juga keluarga dari ibu pasien juga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien. Hasil anamnesa keluarga nenek dan kakek pasien tidak diketahui karena sudah meninggal. Hasil pengkajian faktor risiko pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat merokok tetapi sebagai perokok pasif karena suaminya dan orang-orang di tempat kerjanya mayoritas perokok. Pasien menstruasi pertama kali usia 11 tahun (<12 tahun), jumlah anak saat dikaji satu orang, pasien menikah dan mempunyai anak di usia 36 tahun (>35 tahun). Pasien menyusui anaknya hanya selama satu bulan karena pada saat menyusui anaknya, pasien menjalani operasi usus buntu, dan setelah operasi pasien mengatakan ASI tidak keluar. Pasien belum pernah KB. Pasien tidak mempunyai riwayat minum alkohol. Pasien mengatakan tidak suka daging tapi suka makanan instan. Karena kerja di kantor pasien sering makan makanan cepat saji. Pasien mengatakan terkadang harus kerja lapangan sehingga sering terapapar radiasi matahari dan polusi. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 9/3/201 Hematologi rutin : Hb 10,7g/dL (12-16), leukosit 4,94 103/l (5-10), trombosit 300 103/l (150-440), eritrosit 5,06 106/l (4-5), hematokrit 43,9% (37-43); Fungsi hati : Protein total Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 64 5,7 g/dl (6,6-8,7), Albumin 3,4 g/dl (3,2-5,2), Globulin 2,3 g/dl (1,5-3.0); Karbohidrat : Glukosa sewaktu 160 mg/dl (<180); Fungsi Ginjal : Ureum 6 mg/dL (15-40), Kreatinin 0,36 mg/dL (<0,95), eGFR 212,19 ml/min/1,73m2 (>60); Elektrolit dan Gas darah : Natrium 139 mmol/L (137-150), Kalium 3,5 mmol/L (3,5-5,3), Klorida 101 mmol/L (99-111), Kalsium 9,2 mg/dL (8,1-10,4); Analisa gas darah : pH 7,368 (7,35-7,44), PaO2 130,2 mmHg (85-95), PaCO2 44,9 mmHg (35-45), HCO3 25,8 mmol/L(21-25), BE 0,8 mmol/L ((-2,4)-2,3, Total CO2 27,2 mmol/L (22-34), SaO2 98,4% (95-99) dengan nasal kanul 5l/mnt. Pemeriksaan penunjang lainnya EKG tanggal 25/8/2015, interpretasi : synus rhytm; toraks foto tanggal 22/2/2016, interpretasi : residu efusi pleura kiri, efusi pleura kanan, stga., bronkophneumonia; Foto thorak tanggal 29/1/2016 interpretasi : segmental atelektasis lobus superior kanan, stqa. bronkophneumonia stqa, efusi pleura bilateral stqa; USG toraks: tanggal 18/2/2016 interpretasi : efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml); Echo tanggal15/1/2016 interpretasi : normal echo; MRI brain tanggal 11/2/2016 kesan : perbaikan lesi metastase pada serebri dan serebelum. Pertambahan gliosis iradiasi pada lobus parietal kanan kiri serta lobus frontalis kiri. Hasil biopsi tgl 7/12/2013 : invasive carcinoma, no special type (NST) grade IIIB; hasil biopsi post mastektomi tanggal 9/7/2014 : sediaan mastektomi tidak mengandung sisa massa tumor. Metastase karsinoma payudara pada 12 dan 14 kelenjar getah bening. Terapi medis pasien mendapatkan infus NaCl 0,9% 500 cc/12 jam melalui intravena, bronkodilator melalui nebulazer : Combivent 3x/hari (06.00, 14.00, dan 22.00 WIB) dan Pulmicort 2x/hari (06.00 dan 18.00 WIB), O2 nasal kanul 35ltr/mnt, terapi peroral : OBH sirup 3x1 cth (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), capsul racik Theofilin dan Salbutamol 3x1 (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), Cefixim 2x100mg (08.00 dan 20.00 WIB), Ondansentron 3x8 mg (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), HP Pro 3x1 (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB); terapi intravena : Ketorolac 30 mg + Ns 100cc IV tiap 8 jam (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), Ranitidin 50 mg IV tiap 12 jam (08.00 dan 20.00 WIB), Methilprednisolon 125 mg IV tiap 8 jam (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), serta diet lunak TKTP. Pasien direncanakan akan mendapat kemoterapi yang ke 3 yaitu Paxlitaxel tanggal 15/3/2016. Sebelum pemberian kemoterapi pasien akan diberikan pre medikasi berupa Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 65 Methilprednisolon 62,5 mg, Ranitidin 50 mg, Diphenhidramin 10 mg dan Ondansentron 8 mg. Dosis Paxlitaxel yang akan diberikan yaitu 115 g dalam Ns Ecosol 300 ml selama 3 jam pemberian. Status antropometri Ny. S : BB: 44 kg, TB: 155 cm, IMT: 18,33 kg/m2 (kategori: underweight). Pasien mengatakan BB sebelumnya 50 kg (kehilangan BB 10% dalam 6 bulan terakhir). Terpasang dower kateter produksi 2200 cc/24 jam dan hasil perhitungan balance cairan -100 cc. Pasien telah dipasang WSD pigtail kiri tanggal 10/3/2016 dan dilakukan pleurodesis kanan tanggal 14/3/2016. WSD kanan buka tutup per 3 jam (02.00, 05.00, 08.00, 11.00, 14.00, 17.00, 20.00 dan 23.00 WIB) dialirkan ± 200cc, WSD kiri diloss ganti botol tiap pagi. 3.1.2 Penerapan Peaceful End Life Thoery Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny. S menggunakan teori peaceful end of life. Teori ini diaplikasikan dengan menguraikan lima konsep mulai dari nyeri, rasa nyaman, bermartabat, damai, dan kedekatan dengan orang yang bermakna. Pendekatan lima konsep ini dimulai dari pengkajian dengan menempatkan dan mengelompokkan data-data pasien ke dalam lima konsep peaceful end of life. 3.1.2.1 Pengkajian Keperawatan Pengkajian yang dilakukan pada Ny.S dengan pendekatan teori peaceful end of life. Pendekatan ini dilakukan dengan mengelompokkan data pasien berdasarkan lima konsep dari teori peaceful end of life. a. Nyeri Pasien mengeluh nyeri pada dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul lebih dari 5 menit, nyeri berkurang jika tidur dan beberapa saat setelah pemberian obat anti nyeri. Nyeri akan timbul kembali ketika batuk. Pasien tampak gelisah, kadang pasien menarik nafas panjang sambil memeluk bantal, namun jika batuk timbul, nampak ekspresi menahan nyeri (menyeringai) yang menunjukkan timbulnya nyeri pada saat batuk berlangsung. Pasien kadang meringis sambil memegangi dadanya. Nilai skor ESAS 7. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 66 b. Rasa Nyaman Berdasarkan pengkajian rasa nyaman, selain adanya nyeri dada, pasien juga mengeluhkan sesak nafas, dada berdebar-debar, mual, nafsu makan menurun, dan cepat merasa lelah bila beraktivitas. Pasien mengatakan sesak nafas dan karena sesak pasien menjadi sulit tidur. Pasien nampak bernafas lewat mulut dalam kondisi duduk memeluk bantal, terkadang batuk disertai dahak. Pasien tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian. Skor ESAS kelelahan 7. Dalam pemeriksaan fisik nampak pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah. Pemeriksaan TTV RR 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 370C, Nadi 110 x/menit, SaO2 97%, tampak pucat. Pasien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, pasien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 50 kg menjadi 44 kg, pasien makan 3x/hari ¼ porsi, makan tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir. BB: 44 kg, TB: 155 cm, IMT: 18,33 kg/m2 (kategori: underweight), kehilangan BB > 10%, Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun. Skor ESAS mual 6, skor ESAS tidak nafsu makan 6. Pasien dalam beraktivitas dibantu perawat dan suami, nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga). Aktifitas sehari-hari sebagian dibantu seperti berpakaian, toileting, dan mandi. Pasien kadang merasa bosan dengan kondisi sakit yang tidak sembuhsembuh. Perasaan tidak nyaman kadang muncul karena harus melakukan segala bentuk aktivitas di atas tempat tidur diantaranya mandi, BAK dan BAB yang biasanya pasien lakukan di kamar mandi. Pasien menyatakan cukup nyaman berada di ruangan karena petugas yang ramah dan lingkungan yang tenang. c. Dihargai dan Dihormati Pasien merasa senang karena selalu dihargai dan dihormati oleh keluarga, teman, perawat dan saudara. Hal tersebut terlihat selama dirawat suami pasien selalu menunggui pasien dan teman serta masyarakat (tetangga) banyak yang menjenguk ke rumah sakit. Saudara pasien juga banyak yang menjenguk dan memberikan dukungan baik materiil maupun non materiil selama pasien dirawat. Pasien mengatakan perawat dan dokter selalu menjelaskan dan memberikan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 67 kesempatan pasien untuk bertanya atas segala tindakan yang akan dilakukan padanya. Pasien selalu diberikan pilihan untuk menerima atau menolak tindakan namun sebelumnya pasien selalu dijelaskan terlebih dahulu keuntungan dan kerugian atas tindakan tersebut apabila dilakukan maupun tidak dilakukan. Pasien mengatakan pelayanan sudah cukup baik. Pasien merupakan pasien JKN non PBI, pasien merasa bersyukur karena biaya pengobatannya ditanggung oleh pemerintah. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai karyawan, namun karena sakit kemungkinan pasien tidak dapat melanjutkan pekerjaan diperusahaannya karena kondisi kesehatannya, namun pasien tetap mempunyai nilai-nilai integritas. Pasien berharap keluarga dan perawat akan terus memberikan dukungan pada pasien dalam menjalani pengobatan dan memberikan perawatan yang terbaik bagi dirinya. d. Perasaan Damai Pasien mengatakan pasrah atas kondisinya. Pasien tidak pernah menduga sebelumnya akan menderita sakit seperti ini karena sebelumnya pasien sehat dan tidak ada keluhan sakit yang parah. Kadang pasien muncul rasa cemas dan pesimis dengan kondisi kesehatannya dan terapi yang dijalani. Hal ini terlihat ketika pasien sering bertanya mengenai penyakitnya, apakah ada harapan sembuh. Namun suami, keluarga, teman-teman dan saudara selalu memberikan dukungan pada pasien yang membuat pasien memiliki harapan untuk lebih baik dari kondisi sekarang ataupun sembuh. Pasien merasa tenang ketika sedang berdoa kepada Tuhan. Pasien mengatakan semua ini adalah ketentuan Tuhan. Saat ini pasien sering mendekatkan diri dan berdoa untuk kebaikan dirinya. Skor ESAS cemas 5. e. Dekat dengan Orang yang Bermakna Pasien merasa dekat dengan suaminya. Suaminya selalu memberi dukungan dan mendampingi pasien dalam segala bentuk aktivitas pasien selama dirawat di rumah sakit. Suami pasien membantu mengurusi adiministrasi RS, mengantar dan mendampingi pasien pada saat tindakan diagnosis maupun terapi. Suami pasien juga membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien diantaranya yaitu membantu memenuhi makan dan minum, membantu kebutuhan eliminasi, kebersihan diri, dan mengkomunikasikan kebutuhan pasien dengan tim kesehatan yang merawatnya. Pasien merasa senang berada dalam pendampingan orang Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 68 terdekatnya selama dirawat di rumah sakit. Pasien juga menyatakan rindu dengan anaknya. Anak pasien masih berusia 3 tahun tidak diijinkan masuk ke ruang rawat. 3.1.2.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan pada kasus ini mengacu pada NANDA dalam melakukan proses asuhan keperawatan. Berdasarkan data hasil pengkajian maka diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut; a. Ketidakefektifan pola nafas (kode 00032) berhubungan dengan penurunan energi/keletihan, nyeri, kelelahan otot-otot pernafasan. Pasien mengeluh sesak nafas dan karena sesak pasien menjadi sulit tidur. Pasien mengatakan hanya bisa tidur dalam posisi duduk sambil memeluk bantal. Pasien nampak bernafas lewat mulut dalam kondisi duduk memeluk bantal, terkadang batuk disertai dahak, pasien nampak gelisah. Pasien tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian. Skor ESAS kelelahan 7. Dalam pemeriksaan fisik nampak pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah, pola pernafasan tidak teratur. Pemeriksaan TTV RR 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 370C, Nadi 110 x/menit., pasien tampak pucat, SaO2 97%, pasien nampak sianosis, dan gambaran foto thorak efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml). Pasien terpasang WSD kanan dan kiri. b. Nyeri kronis (kode 00133) berhubungan dengan proses perkembangan penyakit akibat infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar ditandai oleh keluhan nyeri pada dada sebelah kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuktusuk dan hilang timbul lebih dari 5 menit, nyeri berkurang jika tidur dan beberapa saat setelah pemberian obat anti nyeri. Nyeri akan timbul kembali ketika batuk. Pasien tampak gelisah, kadang pasien menarik nafas panjang sambil memeluk bantal, namun jika batuk timbul, nampak ekspresi menahan nyeri (menyeringai) yang menunjukkan timbulnya nyeri pada saat batuk berlangsung. Nilai skor ESAS 7, RR 28x/menit, N 110x/menit. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 69 c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (kode 00002) berhubungan dengan kurang asupan makanan ditandai dengan pasien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, pasien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 50 kg menjadi 44 kg, pasien makan 3x/hari ¼ porsi, makan tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir. BB: 44 kg, TB: 155 cm, IMT: 18,33 kg/m2 (kategori: underweight), kehilangan BB > 10%, Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun. Skor ESAS mual 6, skor ESAS tidak nafsu makan 6. d. Ansietas (kode 00146) berhubungan dengan adanya ancaman dan perubahan status kesehatannya ditandai dengan skor ESAS cemas 5. Kecemasan pasien ditandai dengan ungkapan pasien tentang munculnya rasa cemas dan khawatir karena takut akan kondisi kesehatannya. Pasien mengatakan mual dan mengalami penurunan nafsu makan. Pasien juga mengeluhkan jantungnya terasa berdebar-debar, pemeriksaan TTV didapatkan pernafasan 28x/menit meski sudah menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi cepat 110 x/menit. Pasien mengatakan tidak pernah menduga sebelumnya akan menderita sakit seperti ini karena sebelumnya pasien sehat dan tidak ada keluhan sakit yang parah sehingga bisa menjalakan aktivitas sebagai ibu rumah tangga juga karyawan di sebuah perusahaan. Kadang pasien muncul rasa pesimis dengan kondisi kesehatannya dan terapi yang dijalani, terlihat pasien sering bertanya mengenai penyakitnya, tentang keberhasilan atas terapi yang dijalaninya dan bertanya tentang apakah ada harapan untuk sembuh. e. Intoleransi aktivitas (kode 00092) berhubungan dengan sesak nafas (ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen) ditandai dengan keluhan cepat merasa lelah dan sesak bertambah bila beraktivitas. Pasien tampak sesak nafas dalam kondisi duduk memeluk bantal, kadang bernafas dengan mulut. Pasien juga tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian. Aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan suami seperti berpakaian, toileting, dan mandi. Nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 70 terjaga). Frekuensi nadi pasien meningkat dan cepat tanpa adanya aktivitas yaitu 110x/menit. Skor ESAS kelelahan 8. f. Risiko infeksi (kode 00004) berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder. Ditandai dengan pernyataan pasien meskipun belum pernah panas tetapi mengalami penururnan nafsu makan. Dalam pemeriksaan laboratorium didapatkan nampak adanya penurunan kadar hemoglobin yaitu 10,7 gr/dl (13-18), penurunan kadar leukosit menjadi 4,94 103/l (5-10), suhu 37oC (36,5-37,5), terdapat bekas luka pos operasi mastektomi, terpasang infus, terpasang WSD dan terpasang dower kateter. 3.1.2.3 Kriteria Hasil Kriteria hasil yang ingin dicapai merujuk pada standar Nursing Outcome Classification (NOC). a. Diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas (kode 00032) berhubungan dengan penurunan energi/keletihan, nyeri, kelelahan otot-otot pernafasan. Setelah dilakukan tindakan respiratory monitoring (3350) pasien akan mampu mempertahankan respiratory status (0415) dengan skala rating outcome pada level 5 (tidak menyimpang dari ukuran normal) dengan kriteria hasil kecepatan pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspirasi pernafasan, suara nafas, potensi jalan nafas dan saturasi oksigen dalam rentang normal, dan skala rating outcome pada level 5 (tidak) dengan kriteria hasil tidak menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada pernafasan bibir, tidak ada keluhan sesak nafas saat istirahat maupun aktivitas ringan, tidak sianosis, gelisah, batuk dan keringat berlebih, tidak ada keluhan kesulitan istirahat. Selain itu pasien juga diberikan tindakan oxygen therapy (3320) dengan harapan pasien akan mampu mempertahankan respiratory status : ventilation (0403) dengan skala rating outcome pada level 5 (tidak menyimpang dari ukuran normal) dengan kriteria hasil kecepatan pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspiasi, suara perkusi, tidal volume, kapasitas volum, penemuan gambar foto toraks, dan tes fungsi paru tidak menyimpang dari ukuran normal, dan skala rating outcome pada level 5 (tidak) tidak menggunakan otot asesori, tidak ada suara nafas abnormal, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada pernafasan bibir, tidak ada sesak nafas Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 71 dalam istirahat maupun dalam aktivitas, taktil fremitus normal, tidak ada ketidaksimetrisan pengembangan dada, suara tidak lemah, tidak ada akumulasi sputum. b. Diagnosa keperawatan nyeri kronis (00133) berhubungan dengan proses perkembangan penyakit akibat infiltrasi sel kanker ke jaringan. Setelah dilakukan tindakan pain management (1400), pasien akan mampu mengontrol nyeri (1605) dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu mengenali gejala nyeri, mendiskripsikan faktor penyebab, menggunakan catatan untuk memonitor gejala setiap waktu, menggunakan tindakan pencegahan, menggunakan tindakan non farmakologi untuk mengurangi nyeri, menggunakan analgetik yang direkomendasikan, melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan, melaporkan tak terkendalinya gejala nyeri kepada petugas kesehatan, menggunakan sumber yang tersedia, mengenali hubungan gejala dengan nyeri, melaporkan nyeri yang dapat dikontrol. c. Diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan dengan kurang asupan makanan. Setelah dilakukan tindakan nutrition management (1100) pasien akan mampu meningkatkan nutritional status food and fluid intake (1008) dan nutritional status nutrien intake (1009) dengan skala rating outcome pada level 5 (adekuat total) dengan kriteria hasil mampu memasukkan makanan dan cairan melalui oral, masukan cairan melalui intravena, masukan makanan melalui parenteral, masukan kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin, mineral, besi, kalsium, dan sodium. d. Diagnosa keperawatan ansietas (00146) berhubungan dengan adanya ancaman dan perubahan status kesehatannya. Setelah dilakukan tindakan anxiety reduction (5820) pasien akan mampu mengontrol kecemasannya (anxiety self control) (1402) dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu memonitor tingkat kecemasan, menghapus/menghilangkan tanda kecemasan, mengurangi stimulus yang berasal dari lingkungan ketika khawatir, merencanakan strategi koping saat dalam situasi stres, menggunakan strategi koping yang efektif, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 72 menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan, memelihara fungsi peran, memelihara hubungan sosial, memelihara konsentrasi, memelihara keadekuatan istirahat tidur, memonitor tanda gejala fisik bila muncul kecemasan, mengontrol respon kecemasan. e. Diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan sesak nafas (ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen). Setelah dilakukan tindakan energy management (0180) pasien akan mampu menyimpan energi untuk beraktivitas (energy conservation) (0002) dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil ada keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, mampu menggunakan waktu istirahat untuk menyimpan energi, menggunakan teknik penghematan energi, mengatur aktivitas untuk menghemat energi, membiasakan aktivitas untuk meningkatkan energi, memelihara keadekuatan intake nutrisi, melaporkan daya tahan keadekuatan dalam beraktivitas. f. Diagnosa keperawatan ketidakadekuatan risiko pertahanan infeksi sekunder. (00004) Setelah berhubungan dilakukan dengan intervensi keperawatan infection control (6540) pasien akan mampu mengontrol risiko (risk control) (1902), dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu mencari informasi mutakhir tentang kontrol infeksi, mengidentifikasi faktor resiko infeksi, mengakui manusia sebagai faktor risiko infeksi, mengakui akibat berhubungan dengan faktor infeksi, mengidentifikasi faktor risiko dalam aktivitas sehari-hari, mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi, identifikasi strategi untuk melindungi diri dari infeksi yang dibawa oleh orang lain, monitor perilaku diri sebagai faktor yang berkaitan dengan risiko infeksi, monitor lingkungan sebagai faktor yang berhubungan dengan risiko infeksi, memelihara kebersihan lingkungan, meningkatkan strategi yang efektif dalam mengontrol infeksi, menggunakan tindakan pencegahan prekausal, mempraktikkan cuci tangan, mempraktikkan strategi kontrol infeksi, mengatur strategi kontrol infeksi, memonitor status kesehatan secara umum, menggunakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 73 3.1.2.4 Intervensi Keperawatan Intervensi yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pasien kanker payudara ini mengacu pada Nursing Intervention Classification (NIC). a. Respiratory Monitoring (3350) dan Oxygen Therapy (3320) Tindakan utama Respiratory Monitoring yang dilakukan adalah (1) memonitor frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, (2) melakukan auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan, (3) memberikan bronkodilator melalui nebulazer: combivent 3x/hari (06.00, 14.00, dan 22.00 WIB) dan pulmicort 2x/hari (06.00 dan 18.00 WIB) dan terapi peroral : OBH sirup 3x1 cth (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), capsul racik Theofilin dan Salbutamol 3x1 (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB) sesuai advise, (4) memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi (5) memonitor respirasi dan saturasi O2, (6) mempertahankan jalan nafas yang paten, (7) mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi, (8) memonitor vital sign, (9) menginformasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas. Tindakan Oxygen Therapy utama yang dilakukan adalah (1) membersihkan sekret oral, nasal dan trakhea dengan tepat, (2) melarang merokok, (3) memelihara kepatenan jalan nafas, (4) mengatur perlengkapan pemberian oksigen termasuk kehangatan humidifier, (5) memonitor ukuran aliran oksigen O2 nasal kanul 3-5ltr/mnt, (6) memonitor posisi alat pemberian oksigen, (7) memonitor efektivitas ketepatan pemberian terapi oksigen (saturasi oksigen, pulse oximetri), (8) memantau status mental, (9) memantau pengeluaran cairan pleura melalui selang WSD. WSD kanan buka tutup per 3 jam (02.00, 05.00, 08.00, 11.00, 14.00, 17.00, 20.00 dan 23.00 WIB) dialirkan ± 200cc, WSD kiri diloss ganti botol tiap pagi. b. Pain Management (1400) Tindakan utama yang dilakukan adalah (1) melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset, dan durasi secara berkala, (2) mengajarkan teknik nonfarmakologi berupa relaksasi nafas dalam dan distraksi saat merasakan nyeri, (3) meningkatkan istirahat dan tidur yang adekuat dengan menganjurkan pasien untuk beristirahat yang cukup, (4) memberikan obat analgetik ketorolac 30 mg + Ns 100cc IV tiap 8 jam (04.00, 12.00, dan 20.00 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 74 WIB), serta (5) mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan. c. Nutrition Management (1100) Tindakan yang dilakukan adalah (1) mengkaji apakah ada alergi terhadap makanan, (2) mengkaji makanan kesukaan, (3) berkolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan, (4) memotivasi untuk intake protein, zat besi dan vit C yang cukup (5) meyakinkan diit yang diberikan mengandung serat tinggi untuk mencegah konstipasi, (6) menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi snack seperti buah segar dan jus buah, (7) memberikan makanan yang lunak dan lembut, (8) memonitor intake dan kalori, (9) memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya, (10) menentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, (11) mengontrol faktor lingkungan yang memicu terjadinya nausea, (12) memonitor nilai lab yang berkaitan dengan status nutrisi, (13) Memberikan terapi per oral Ondansentron 3x8 mg, HP Pro 3x1, Ranitidin 50 mg IV tiap 12 jam (08.00 dan 20.00 WIB) sesuai advise d. Anxiety Reduction (5820) Tindakan yang dilakukan adalah (1) mengkaji tingkat kecemasan klien, (2) memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya, (3) melakukan pendekatan yang menentramkan pasien, (4) menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan, (5) memberikan informasi yang nyata tentang diagnosis dan pengobatannya, (6) membantu pasien dalam mengambil keputusan, (7) membantu pasien mengidentifikasi situasi dan faktor pencetus cemas, (8) mendukung aktifitas yang dapat menurunkan kecemasan misalnya dengan menonton tv, membaca buku, atau berinteraksi dengan keluarga dan pasien lain (9) menganjurkan pasien untuk melakukan relaksasi, (10) mendorong kunjungan keluarga atau orang terdekat, (11) menciptakan lingkungan yang tenang. e. Energy Management (0180) Tindakan yang dilakukan adalah (1) mengkaji faktor yang menyebabkan kelelahan, (2) mengkaji aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan, (3) membantu pasien dalam aktivitas perawatan diri, (4) mengevaluasi motivasi dan keinginan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 75 pasien untuk meningkatkan aktivitas, (5) memotivasi klien untuk menghabiskan porsi makanan yang diberikan. f. Infection Control (6540) Tindakan yang dilakukan adalah (1) membersihkan lingkungan sekitar setelah digunakan pasien, (2) mengganti peralatan pengobatan pasien setiap protokol/pemeriksaan, (3) mengisolasi orang yang mempunyai penyakit menular, (4) membatasi jumlah pengunjung/pembezuk, (5) mengajarkan teknik mencuci tangan yang benar untuk memperbaiki kesehatan pribadi, (6) mengajarkan pengunjung untuk mencuci tangan saat masuk dan meninggalkan kamar pasien, (7) menggunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan dengan benar, (8) mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan pada pasien, (9) menggunakan sarung tangan sebagai pengaman umum, (10) menggunakan sarung tangan yang bersih, (11) menjaga lingkungan agar tetap steril selama insersi di tempat tidur, (12) mengganti balutan IV berdasarkan petunjuk dan memastikan keadaan steril saat menangani IV, (13) menggunakan kateter untuk mengurangi kejadian infeksi kandung kemih, (14) mendorong/mengajarkan cara nafas dalam dan batuk yang benar, (15) meningkatkan pemasukkan nutrisi dan cairan yang tepat, (16) menganjurkan banyak istirahat, (17) melakukan terapi antibiotik yang tepat Cefixim 2x100 gr (08.00 dan 20.00 WIB) peroral dan Methilprednisolon 125 mg IV tiap 8 jam (04.00, 12.00, 20.00 WIB), (18) mengajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya pada tim kesehatan. 3.1.2.5 Evaluasi Tindakan evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan yang dilakukan. Evaluasi perkembangan pasien dilakukan dengan menilai efektifitas dari implementasi keperawatan. a. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan respiratory monitoring dan Oxygen Therapy selama 3 hari perawatan respiratory status dalam skala rating outcome level 3 (cukup menyimpang dari ukuran normal) dan 3 (sedang), hal tersebut dapat dilihat pasien masih mengeluh sesak nafas dan masih sulit tidur. Pasien mengatakan hanya bisa tidur dalam posisi duduk sambil memeluk bantal. Pasien masih Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 76 nampak bernafas lewat mulut dan dalam kondisi duduk memeluk bantal, terkadang batuk disertai dahak. Klien masih tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian. Skor ESAS kelelahan 7. Dalam pemeriksaan fisik masih nampak pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah. Pemeriksaan TTV RR 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 100/70 mmHg, Suhu 36,80C, Nadi 100 x/menit, SaO2 98%, dan gambaran foto thorak efusi pleura bilateral. Produksi WSD kanan/3 jam ±200 cc,500cc/hr, kiri ±400 cc/hr. Respiratory monitoring tetap dilakukan selama pasien mengeluh sesak nafas. Selain itu pasien juga diberikan tindakan oxygen therapy (3320) dengan harapan pasien akan mampu mempertahankan respiratory status : ventilation (0403) rating outcome level 3 (cukup menyimpang dari ukuran normal) dan 3 (sedang), hal tersebut dapat dilihat pasien masih mengeluh sesak nafas, pasien masih tampak gelisah, adanya pernafasan cuping hidung, pola pernafasan abnormal, nafas cepat 24x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/menit, pasien masih tampak pucat, SaO2 meningkat jadi 98%, denyut nadi cepat 100x/menit dan gambaran foto thorak efusi pleura bilateral. Produksi WSD kanan/3 jam 200 cc, perhari paru kanan rata-rata produksi 500 cc, kiri di loss produksi ±400 cc/hr. Intervensi oxygen therapy dilanjutkan. b. Nyeri Kronis Setelah dilakukan tindakan pain management baik secara farmakologi dan non farmakologi selama 3 hari perawatan target rating oucome pasien mampu mengontrol nyeri berada pada level 4 (sering) hal ini dapat dilihat dari keluhan nyeri pasien yang berkurang menjadi skala nyeri 3 dan masih meningkat bila batuk (skala 6). Pasien mampu menggunakan teknik relaksasi dan distraksi serta mampu mencatat mengidentifikasi nyeri yang dirasakannya. Pain management tetap dilakukan selama pasien mengeluh nyeri. c. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Setelah dilakukan nutrition management selama 3 hari perawatan, nutritional status fluid and intake dan nutritional status nutrien intake berada pada skala rating outcome pada level 3 (adekuat sedang), ditandai dengan keluhan mual pasien berkurang. Pasien menerima suplemen HP Pro 3xsehari 1 capsul. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 77 Pasien saat ini menerima tambahan terapi parenteral amiparen 500cc tiap 12 jam, masukan kalori, karbohidrat, protein dan lemak. Masukan nutrisi melalui oral semakin meningkat setiap hari mulai dari ¼ porsi habis sampai dengan sisa hanya ¼ porsi dan tidak ada keluhan muntah. Target rating outcome pada level 3 yaitu cukup adekuat. Intervensi nutrition management dilanjutkan. d. Ansietas Setelah dilakukan tindakan anxiety reduction selama 3 hari perawatan, pasien dapat mengontrol kecemasannya (anxiety self control) dengan skala rating outcome level 4 (sering). Hal ini ditunjukkan dengan wajah yang lebih rileks dan tenang. Pasien mengatakan lebih tenang ketika berdoa. skor ESAS 2. Tindakan anxiety reduction dipertahankan. e. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan energy management selama 3 hari perawatan, pasien belum mampu menyimpan energi untuk aktivitas (energy conservation) dengan skala rating outcome pada level 3 (menunjukkan kadang-kadang) ditandai dengan pasien masih mengeluhkan lelah dan sesak bila beraktivitas. Aktivitas pasien masih dibantu oleh perawat dan suami seperti berpakaian, toileting, dan mandi. Nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga. Frekuensi nadi pasien meningkat tanpa adanya aktivitas yaitu 100x/menit. Target rating outcome level 4 (sering). Tindakan energy management dilanjutkan. f. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan intervensi infection control selama 3 hari pasien kadang-kadang menunjukkan mampu mengontrol infeksi dengan skala rating outcome level 3 (kadang mendemonstrasikan) dengan dibuktikan oleh pasien mampu menyampaikan tidak terjadi keluhan demam atau luka operasi timbul nyeri, nanah, bau, pemeriksaan fisik pasien tidak demam suhu 36,8oC. Nilai leukosit dan hemoglobin masih di bawah normal, tanda-tanda infeksi tidak muncul, intake makanan dan minum cukup adekuat. Pasien dan keluarga kadangkadang melakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktivitas. Masih tampak orang yang membezuk pasien dan kontak dengan pasien tidak melakukan cuci tangan sebelum dan sesudahnya. Intervensi Infection Control dilanjutkan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 78 3.2 Laporan 30 Kasus Kelolaan Pada praktek residensi keperawatan medikal bedah dilakukan selama dua semester dengan jumlah 20 SKS untuk menyelesaikan program spesialis keperawatan. Praktek residensi dilaksanakan di rumah sakit kanker Dharmais Jakarta. Selama praktek residensi ini penulis membuat laporan asuhan keperawatan dan logbook setiap minggu. Ada 22 macam kasus yang pernah ditemui oleh penulis selama menyusun asuhan keperawatan dan logbook yaitu kanker paru, kanker payudara, KNF, kanker serviks, kanker kolon, kanker penis, ALL, kanker tiroid, kanker rekti, kanker maxilla, AML, LNH, Multiple Mieloma, kanker orbita, Miastemia gravis, Liposarcoma, tumor otak, Rhabdomiosarcoma, kanker ovarium, kanker bully, kanker lidah dan kanker ginjal. Sesuai target kasus asuhan keperawatan lanjut kasus onkologi di rumah sakit kanker Dharmais Jakarta, penulis menyusun laporan asuhan keperawatan sebanyak 30 kasus kelolaan dengan menggunakan pendekatan teori peaceful end of life theory terhadap pasien kanker. Dalam target ini, terdapat 18 macam kasus kanker yang menjadi kelolaan. Jumlah pasien kelolaan dalam masing-masing kasus yaitu 7 (23,33%) pasien dengan kanker payudara, 3 (10%) pasien dengan kanker serviks, KNF, AML, tumor otak dan rhabdomiosarcoma masing masing 2 (6,66%) pasien, kanker paru, kanker kolon, kanker tiroid, kanker rekti, kanker maxilla, kanker orbita, kanker abdomen, ALL, Kanker ovarium, kanker bulli, kanker lidah, dan kanker ginjal masing-masing 1 (3,33%) pasien. Berdasarkan data pasien baru atau insiden pasien kanker rumah sakit kanker Dharmais tahun 2014, kasus kanker payudara menempati kasus pertama diantara 10 kasus tersering lainnya yaitu sebanyak 1290 kasus (bidang rekam medik rumah sakit kanker Dharmais, 2014). Hal tersebut menjadi pertimbangan penulis untuk memfokuskan pemberian asuhan keperawatan dengan pendekatan teori Keperawatan Peaceful End of Life Theory pada kasus klien dengan kanker payudara. Jika dikelompokkan sesuai dengan target kompetensi, pengelolan kasus asuhan keperawatan terdiri dari kanker sistem saraf pusat 2 (6,66%) pasien, kanker payudara 7 (23,33%) pasien, kanker gastrointestinal 5 (16,66%) pasien, kanker genitourinarius dan genital 6 (20%) pasien, kanker kepala dan leher 4 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 79 (13,33%) pasien, kanker darah 3 (10%) pasien, kanker paru 1 (3,33%) pasien, kanker tulang, otot dan jaringan lunak 2 (6,66%) pasien. Rumusan diagnosa keperawatan yang muncul pada 30 pasien kasus resume yaitu diagnosa risiko infeksi 93,33%, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 63,33%, nyeri kronis 56,67%, nyeri akut 10%, kerusakan integritas kulit 33,33%, intoleransi aktivitas 30%, ketidakefektifan pola nafas 20%, risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dan mual muntah masingmasing 16,67%, gangguan pertukaran gas dan gangguan ventilasi spontan masingmasing 13,33%, defisit pengetahuan, ansietas, risiko ketidakseimbangan volume cairan, nyeri akut, risiko perdarahan masing-masing 10%, gangguan pola tidur dan konstipasi masing-masing 6,67%, bersihan jalan nafas tidak efektif, diare, risiko jatuh, retensi urin, dan hambatan mobilitas fisik masing-masing 3,33%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa lima diagnosa yang paling banyak muncul pada pasien kanker yaitu risiko infeksi, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri kronis, kerusakan integritas kulit dan intoleransi aktivitas. Setelah masalah keperawatan dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan, untuk mencapai hasil maka dirumuskan NOC (Nursing Outcome Classification). Berdasarkan diagnosa yang paling banyak muncul, yaitu NOC untuk masalah risiko infeksi yang dirumuskan adalah imune status dan risk control masing-masing sebanyak 50%, untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, NOC yang dirumuskan nutritional status : food and fluid intake sebanyak 100%, diagnosa nyeri kronis NOC yang dirumuskan pain control sebanyak 100%, untuk diagnosa kerusakan integritas kulit NOC yang dirumuskan surgical recovery : convalescence dan tissue integrity : skin masingmasing 50% dan untuk diagnosa intoleransi aktivitas NOC yang dirumuskan energy conservation sebanyak 66,67% dan activity tolerance sebanyak 33,33%. Setelah dirumuskan pencapaian (NOC), kemudian dilakukan penyusunan intervensi keperawatan yang disebut dengan Nursing Intervention Classification (NIC). Adapun NIC yang banyak diterapkan pada pasien kanker dengan diagnosa risiko infeksi yaitu infection control sebanyak 60% dan infection protection sebanyak 40%, untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 80 tubuh sebanyak 89, 47% dengan intervensi nutrition management dan 10,53% nutrition therapy, diagnosa nyeri kronis intervensi yang dilakukan pain management sebanyak 100%, kerusakan integritas kulit wound care sebanyak 60% dan pressure management sebanyak 40%, dan untuk masalah intoleransi aktivitas intervensi yang diterapkan yaitu dengan energy management sebanyak 66,67% dan activity therapy sebanyak 33,33%. Hasil pelaksanaan intervensi pada seluruh pasien kelolaan bervariasi. Untuk diagnosa risiko infeksi dengan intervensi infection control, keberhasilan mencapai 90% dari target yang ditentukan sedangkan intervensi infection protection keberhasilan mencapai 100% dari target yang ditentukan. Untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 90% dengan intervensi nutrition management dan 50% dengan intervensi nutrition therapy mencapai keberhasilan dari target yang ditentukan, diagnosa nyeri kronis intervensi yang dilakukan pain management mencapai 90% keberhasilan dari target yang ditentukan, untuk kerusakan integritas kulit dengan intervensi wound care 60% mencapai tingkat keberhasilan dan intervensi pressure management sebanyak 40%, dan untuk masalah intoleransi aktivitas intervensi yang diterapkan yaitu dengan energy management sebanyak 90% mencapai keberhasilan dan activity therapy sebanyak 100 % mencapai keberhasilan dari target yang ditentukan. Lama waktu rawat pada kasus kelolaan tergantung pada tingkat kompleksitas penyakit kanker yang diderita, termasuk jenis kanker dan penyebarannya, serta program terapi modalitas yang diterima. 3.3 Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Intervensi menghirup Aromaterapi Jahe untuk Mengurangi Mual Muntah akibat Kemoterapi pada Pasien Kanker Payudara 3.3.1 Latar Belakang penerapan EBN Mekanisme mual muntah akibat kemoterapi dibagi menjadi dua yaitu mekanisme langsung dan tidak langsung. Mekanisme langsung kemoterapi berkaitan langsung dengan pemberian agen kemoterapi. Agen kemoterapi ini menstimulasi sel enterochromafin dalam saluran pencernaan untuk melepaskan serotonin (5 hydroxytriptamine (5HT3)) yang mengaktivasi reseptor serotonin. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 81 Aktivasi reseptor ini mengaktifkan jalur aferen vagal, yang mengaktivasi pusat mual muntah dan menyebabkan mual muntah. Kedua, agen kemoterapi merupakan salah satu jenis stimulus yang dapat mengaktifkan Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) di medulla, peran CTZ sebagai chemosensor, area ini kaya akan berbagai reseptor neurotransmiter seperti histamine, serotonin, dopamine, neurokinin, benzodiazepine dan opiate. Melalui salah satu dari reseptor tersebut, agen kemoterapi tersebut menyebabkan proses mual muntah. Mekanisme tidak langsung dapat terjadi karena faktor pasien diantaranya karena faktor kecemasan. Mual muntah yang disebabkan oleh faktor kecemasan memberikan pengaruh terhadap sistem saraf pusat termasuk pusat muntah (Wood, Shega, Lynch & Roenn, 2007). Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien yang mengalami muntah pada kemoterapi sebelumnya dapat timbul anticipatory nausea vomiting (ANV) pada kemoterapi berikutnya (Hesketh, 2008; Mustian , Devine , Ryan, Janelsins, Sprod & Peppone, 2011). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Rhodes dan Mc Daniel, (2004), yang melaporkan bahwa persepsi dan kecemasan pasien terhadap kejadian mual muntah sebelum pemberian kemoterapi menjadi prediktor kuat terjadinya mual muntah setelah kemoterapi. Selain status gizi, dampak mual muntah juga mempengaruhi kualitas hidup pasien dan tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan (Ballatori, Roila & Ruggeri, 2007; Ferna´ndez, Caloto & Chirveches, 2012; Davidson, Teleni & Muller, 2012). Penatalaksanaan mual dan muntah pada pasien post kemoterapi tergantung pada beratnya gejala. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara farmakologi maupun nonfarmakologi. Terapi farmakologi dilakukan dengan pemberian antiemetik, antihistamin, antikolinergik, dan kortikosteroid, namun semua obat tersebut memiliki efek samping dan biaya yang tidak sedikit. Selain obat-obatan farmakologi, terdapat banyak intervensi nonfarmakologi yang dapat membantu meredakan mual muntah, terutama ketika digunakan bersamaan dengan obatobatan farmakologi. Beberapa intervensi nonfarmakologis mual muntah terkait kemoterapi meliputi penyesuaian asupan makanan dan cairan, relaksasi, olahraga, hipnosis, biofeedback, pencitraan terarah, dan desensitasi sistemis (Black, 2014). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 82 Intervensi lain yang dapat dilakukan secara mandiri oleh seorang perawat untuk mengurangi mual muntah adalah dengan menghirup aromaterapi. Aromaterapi sebagai bagian dari terapi komplementer dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (Boelm et al., 2012). Aromaterapi merupakan tindakan terapeutik dengan menggunakan minyak essensial yang diekstrak dari akar, bunga, daun dan batang tanaman, serta dari pohon tertentu yang bermanfaat untuk meningkatkan keadaan fisik dan psikologi sehingga menjadi lebih baik. Setiap minyak esensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti antibakteri, antivirus, diuretik, vasodilator, penenang, dan merangsang adrenal. Ketika minyak esensial dihirup, molekul masuk ke rongga hidung dan merangsang sistem limbik di otak. Sistem limbik adalah daerah yang mempengaruhi emosi dan memori serta secara langsung terkait dengan adrenal, kelenjar hipofisis, hipotalamus, bagianbagian tubuh yang mengatur denyut jantung, tekanan darah, stess, memori, keseimbangan hormon, dan pernafasan. Begitu banyak jenis minyak esensial yang ada. Jenis minyak esensial yang biasa digunakan adalah peppermint, spearmint, lemon dan jahe (Jaelani, 2009). Pemakaian minyak esensial secara inhalasi merupakan metode yang dinilai paling efektif, sangat praktis dan memiliki khasiat yang langsung dapat dirasakan efeknya dibanding dengan tehnik yang lain, tehnik inhalasi ini lebih mudah untuk masuk ke dalam tubuh tanpa melalui proses absorbsi membran sel, molekul-molekul uap akan langsung mengenai reseptor penghidu yang berada pada rongga hidung dan langsung terhubung dengan saraf olfaktorius (Kohatsu, 2008). Dengan pertimbangan tersebut diatas maka penulis mencoba menerapkan intervensi menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah pada pasien kanker payudara. 3.3.2 Masalah Klinis dan Metodologi Pencarian Masalah klinis dirumuskan dengan menggunakan pendekatan PICO (Population, Intervention, Comparation dan Outcome). PICO digunakan untuk merumuskan pertanyaan klinis dalam pelaksanaan evidence based nursing. Pertanyaan klinis yang telah dirumuskan yaitu “apakah menghirup aromaterapi jahe mampu mengurangi mual muntah pada pasien kanker payudara setelah Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 83 menjalani kemoterapi?”. Adapun pendekatan PICO yang digunakan untuk merumuskan masalah klinis sebagai berikut : 3.3.2.1 Population : Pasien dengan penyakit kanker payudara yang mengalami mual muntah akibat kemoterapi 3.3.2.2 Intervention : Intervensi keperawatan dalam mengurangi mual muntah akibat kemoterapi diberikan dalam bentuk menghirup aromaterapi jahe 3.3.2.3 Comparation : 3.3.2.4 Outcome : Setelah pemberian aromaterapi jahe bersamaan dengan terapi standar rumah sakit pasien dengan kanker payudara yang menjalani kemoterapi yang mengalami mual muntah berkurang/hilang skala mualnya dan berkurang/hilang frekuensi dan intensitas muntahnya. 3.3.3 Metodologi Penelusuran Metodologi penelusuran menggunakan 4 kata kunci dan beberapa sinonimnya dari analisa PICO, peneliti memasukkannya ke dalam search engine jurnal sebagai berikut : proquest, ebscohost, sciendirect, scopus, guidline, evidence, MEDLINE, dan pubmed. Kata kunci yang digunakan yaitu kata tunggal atau gabungan dari “aromatherapy”, “ginger”, “nausea and vomiting post chemotherapy” and “breast cancer patient”, “randomize clinical trial” and “randomize control trial”. Artikel yang ditelusuri berbahasa Inggris, bukan merupakan case study, tidak ada batasan waktu, dan full text. Didapatkan 10 judul artikel dari kata kunci di atas berupa artikel kuasi eksperimental, meta analisis, literature riview dan pilot study kemudian dipilih sebanyak 2 yang relevan. Kesesuaian dengan keadaan yang sebenarnya di rumah sakit membuat peneliti memilih 1 artikel pilihan untuk kemudian memilih 1 artikel sebagai rujukan berjudul Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life in Women with Breast Cancer dan sisanya sebagai artikel pendukung. 3.3.4 Ringkasan Jurnal 3.3.4.1 Penjelasan Artikel Pilihan Temuan artikel pilihan dari kata kunci PICO yang digunakan untuk digunakan sebagai rujukan berjudul Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 84 in Women with Breast Cancer. Penelitian ini dilakukan oleh Pei Lin Luaa, Noor Salihahb, Nik Mazlan (2015) dan dilakukan di dua klinik onkologi dimana partisipan direkrut dari Rumah Sakit Sultanah Nur Zahirah (HSNZ), Kuala Terengganu dan Rumah Sakit Raja Perempuan Zainab II (HRPZ II), Kota Bharu, Kelantan, Malaysia. Pada setiap pusat, standar prosedur untuk pencegahan dan manajemen mual muntah dilakukan sesuai dengan protokol standar kemoterapi dan kondisi klinis pasien. Adapun kriteria subjek yang digunakan dalam penelitian ini : Kriteria inklusi : (1) Pasien berusia ≥ 18 tahun, (2) Memiliki penciuman yang normal, (3) Terdiagnosi kanker payudara, (4) Menerima kemoterapi dan mempunyai pengalaman mual dan atau muntah dengan tingkat keparahan apapun, (5) Memiliki setidaknya sisa penggunaan dua program agen kemoterapi yang sama, (6) Menyetujui untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini; Kriteria eksklusi : (1) Memiliki jenis kanker lainnya, (2) Alergi terhadap jahe, parfum ataupun kosmetik, (3) Pasien yang menjalani kemoterapi bersamaan dengan radioterapi, (4) Yang teridentifikasi sebagai pasien yang mengalami masalah pada penglihatan dan pendengaran, atau kesulitan pada komunikasi verbal; orang-orang dengan disabilitas mental. Pasien diacak menggunakan pengacakan permutasi blok empat dengan rasio alokasi 1:1. Izin untuk melakukan studi ini diperoleh dari Departemen Kesehatan (Depkes) Penelitian Malaysia dan Komite Etik (MREC) (Ref.no: (2) dlm.KKM / NIHSEC / 08/0804 / P11-42). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas menghirup aromaterapi jahe pada kejadian mual, muntah dan kualitas kesehatan yang berhubungan dengan kehidupan (HRQOL) pada pasien kanker payudara setelah kemoterapi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini Single-blind, controlled, randomized cross-over study. Pasien dibagi dalam kedua kelompok yaitu kelompok 1 dan kelompok 2. Prosedurnya kalung aromaterapi adalah liontin yang terbuat dari kaca digantungkan pada leher pasien dan ditempatkan sekitar 20 cm dari hidung pasien. Setiap hari pasien diminta untuk menghirup dengan menarik nafas dalam-dalam setidaknya 3 kali sehari dalam 3 periode dan dalam durasi 2 menit. Pasien diminta menghirup ketika ada gejala mual muntah maupun tidak ada gejala. Kalung aromaterapi ini diisi sekitar 1-2 tetes minyak esensial dan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 85 minyak wangi jahe. Grup 1 menerima minyak wangi jahe (plasebo) pada kemoterapi pertama, kemoterapi selanjutnya menerima minyak esensial jahe. Sebaliknya untuk grup 2 menerima minyak esensial jahe terlebih dahulu dilanjutkan minyak wangi jahe (plasebo). Pasien diinstruksikan untuk menghentikan penggunaan aromaterapi setelah treatment berakhir. Kedua aromaterapi yang digunakan didapatkan dari Global Sdn. Bhd. Butterwort, Penang Malaysia distributor minyak esensial resmi Ungerer Australia. Minyak esensial jahe dibuat secara alamiah dari rimpang jahe, sedangkan minyak wangi jahe dibuat dari bahan sintetis (ester, aldehid dan keton) yang biasanya terdapat pada berbagai produk aromatik. Pada dasarnya kedua minyak yang digunakan dalam penampilan dan tekstur identik sama tetapi dalam nilai-nilai terapeutik dari minyak wangi (plasebo) mungkin menurun secara subtansial karena perubahan dalam struktur kimia yang berasal dari campuran ekstrak jahe dan bahan sintetis. Dalam hal bau minyak wangi hampir selalu meniru minyak esensial namun sedikit lebih rendah dari produk murni esensial. Hasil utama yang didapatkan skor VAS nausea (mual), tingkat frekuensi muntah dan profil HRQol (skor EORTC QLQ-C-30). Keparahan kejadian mual dan muntah dinilai dengan sebuah skala analog visual (VAS) 100 mm digunakan untuk mengukur tingkat keparahan mual dengan ujung kiri 'tidak ada mual dan kanan untuk 'mual berat’. Tidak mual didefinisikan sebagai VAS <5 mm-10 mm umumnya dianggap penting secara klinis. Total tiga tanda perhari yang diperlukan dalam instrumen ini diselesaikan pada pemberian aromaterapi pada jam 09.00, 15.00 and terakhir 21.00. VAS ini dicatat pada buku harian pasien, beserta dengan laporan diri tentang frekuensi muntah dalam waktu 24 jam. Muntah didefinisikan sebagai satu atau lebih episode muntah. Episode dianggap berbeda jika mereka dipisahkan oleh setidaknya satu menit. Para pasien melaporkan peristiwa mual dan muntah di buku harian ini sampai hari ke-5 pasca kemoterapi. Sedangkan dampak kemoterapi yang menyebabkan mual muntah yang berdampak pada kualitas hidup pasien (Health-related quality of life/HRQOL) dinilai pada awal (sebelum pemberian kemoterapi) dan hari 8 pasca kemoterapi menggunakan Kuesioner Kualitas Hidup Organisasi Eropa untuk Penelitian dan Pengobatan Kanker (European Organization for Research and Treatment of Cancer Quality of Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 86 Life Questionnaire/EORTC QLQ-C30 ). Dalam penelitian ini versi EORTC QLQ C-30 diterjemahkan dan divalidasi dalam bahasa Melayu. Kuesioner ini berisi 30 item termasuk lima skala fungsional (fisik, emosi, kognitif, sosial dan fungsi peran), tiga skala gejala (kelelahan, nyeri, mual dan muntah), kesehatan secara menyeluruh/skala HRQOL dan enam item tunggal untuk menilai gejala (dyspnea, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, sembelit, diare) dan dampak keuangan dari penyakit. Skoring EORTC QLQ-C30 dilakukan secara manual. Skor EORTC mentah diubah linear untuk mendapatkan skor standard dikisaran 0-100 untuk masing-masing skala dan item tunggal. Skor skala tinggi ditandai dengan tingkat respons yang lebih tinggi. Dalam penelitian tersebut didapatkan ada sebanyak 60 pasien wanita yang menyelesaikan studi (usia = 47,3 ± 9.26 tahun; Melayu = 98,3%; kemoterapi yang sangat emetogenik = 86,7 %). VAS skor mual secara signifikan lebih rendah setelah inhalasi minyak esensial jahe dibandingkan dengan plasebo selama fase akut (P = 0.040) tetapi tidak signifikan untuk efek pengobatan secara keseluruhan (efek pengobatan: F = 1.82, P = 0,183; waktu berlaku: F = 43,98, P <0.001; pengobatan × waktu berlaku: F = 2.04; P = 0,102). Demikian pula, aromaterapi tidak ada effect yang signifikan terhadap muntah [F (1, 58) = 0,29, P = 0,594]. Namun, perubahan yang signifikan secara statistik dapat dilihat pada status kesehatan secara global (P <0,001) terdeteksi setelah inhalasi minyak esensial jahe. Perbaikan klinis yang relevan 10 poin dari fungsi peran (P = 0,002) dan kehilangan nafsu makan (P <0,001) juga didokumentasikan selagi pasien menggunakan minyak esensial jahe. 3.3.4.2 Penjelasan alasan pemilihan artikel Artikel yang berjudul “Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life in Women with Breast Cancer” ini ditulis oleh Pei Lin Luaa, Noor Salihahb, Nik Mazlan pada bulan April tanggal 21 tahun 2015, yaitu sebuah jurnal yang secara khusus membahas tentang hasil studi yang berhubungan dengan penggunaan aromaterapi jahe. Artikel ini dipilih karena merupakan evidence tingkat I menurut National Institute of Clinical Excellence (NICE), dengan jenis intervensi yang murah, sederhana, bermanfaat dan memiliki waktu evaluasi yang singkat. Artikel Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 87 ini juga merupakan artikel jurnal yang memiliki tahun publikasi yang tergolong baru karena tahun terbitnya satu tahun terakhir (tahun 2015). Level atau tingkatan evidence menurut NICE dalam Bausewein et al. (2008) terdiri dari tingkat I (RCT atau riview RCT), tingkat II yaitu studi prospektif dengan kelompok pembanding (non-RCT, good observational study) atau studi retrospektif dengan kontrol efektif untuk variabel perancu, dan tingkat III yaitu studi retrospektif atau observasi atau cross-sectional. Sedangkan menurut RTI International University of North Carolina (RTI-UNC) tingkat kualitas suatu penelitian dari tertinggi sampai terendah yaitu systematic riviews, randomized controlled trial (RCT), observational studies dan diagnostic tes studies (Lohr, 2004). Selain itu, artikel ini juga menjawab pertanyaan klinis yang ditemukan peneliti selama praktik di ruang rawat inap RS Kanker Dharmais dengan beberapa pasiennya adalah pasien yang membutuhkan penanganan mual muntah akibat kemoterapi di antaranya adalah pasien kanker payudara. 3.3.4.3 Kredibilitas Jurnal Jurnal Complementary Therapies in Medicine merupakan salah satu jurnal yang telah terindex di Scopus dengan SJR (SCIMago Journal Rank) yaitu 0,512. Indikator SJR mengukur rata-rata pengaruh ilmiah artikel dalam suatu jurnal atau mengukur dampak ilmiah rata-rata dari sebuah artikel yang dipublikasikan dalam suatu jurnal. Nilai IPP (Impact per Publication) jurnal yaitu 1809. IPP adalah nilai faktor dampak (jumlah sitasi/jumlah artikel publikasi) dalam kurun waktu tertentu (3 tahun) dan SNIP (Source Normalized Impact per Paper) 1078. SNIP adalah nilai faktor dampak (jumlah sitasi/jumlah artikel publikasi) dengan mempertimbangkan normalisasi jumlah sitasi maksimum dan minimum tiap bidang ilmunya. H-index 42; total dokumen pada tahun 2015 sebesar 80 dokumen, total citation 422 dan citation per document 1,76. Hal ini menunjukkan Journal Complementary Therapies in Medicine termasuk jurnal yang memiliki kualitas baik. Suatu jurnal akan dapat terindex pada scopus setelah melewati peer review dan sudah terakreditasi sesuai dengan standar publikasi ilmiah internasional. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 88 3.3.5 Telaah Kritis 3.3.5.1 Telaah Validitas Desain penelitian ini adalah single-blind, randomized, controlled, crossover study. Peneliti menyebutkan metode dalam pemilihan subjek penelitian dari populasi yaitu secara acak. Pemilihan subjek dilakukan dari bulan Desember 2011 sampai Januari 2014, total 145 pasien kanker payudara yang menjalani pengobatan kemoterapi disaring, di antaranya 99 sudah memenuhi kriteria kelayakan. Dari 99 pasien tersebut, 24 menolak untuk berpartisipasi dan 75 pasien yang terdaftar diacak : 37 orang masuk ke Grup 1 dan 38 orang ke Grup 2. Pasien diacak menggunakan permutasi blok empat randomisasi dengan rasio alokasi 1 : 1. Secara keseluruhan, 30 pasien dari masing-masing kelompok menyelesaikan semua kunjungan. Dalam penelitian ini total 60 pasien yang dievaluasi untuk dilakukan analisis data. Jumlah subjek penelitian 60 pasien dihitung dengan alasan untuk mendapatkan kekuatan sebesar 90% dan tingkat kemaknaan 0,05% dan kemampuan mendeteksi perubahan VAS sebesar 1 cm. Penggunaan VAS telah terbukti efektif sebagai alat ukur skala mual dan telah digunakan pada banyak penelitian. Pembagian responden baik kelompok kontrol dan kelompok intervensi yang dilakukan oleh peneliti merupakan gold standar dalam pembuktian penelitian eksperimental. Metode concealment yang digunakan adalah sequentially. Metode ini merupakan yang paling sederhana. Teknik pencarian data dilakukan secara urut dari depan ke belakang atau dari awal sampai akhir. Informasi yang disimpan dalam berkas diproses berdasarkan urutan. Peneliti juga telah melakukan pengontrolan variabel perancu dengan cara retriksi yaitu membatasi sampel dengan kriteria tertentu misalnya responden harus berusia ≥18 tahun, terdiagnosa kanker payudara dan mempunyai riwayat mual muntah akibat kemoterapi. Hasil pengukuran dasar demografi, karakteristik penyakit dan informasi pengobatan dikumpulkan dari catatan medis pasien dan tidak terdapat perbedaan demografi dan data dasar klinis antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Penilaian terhadap treatment yang dilakukan blinding dengan tiga tanggapan pasien yaitu kategoris ‘percaya minyak esensial jahe, 'percaya minyak wangi jahe' atau 'tidak tahu baik minyak esensial jahe atau minyak wangi jahe’. Pasien tidak Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 89 mengetahui terapi yang diberikan berupa aromaterapi jahe esensial atau plasebo terlebih dahulu dan tidak mengetahui dirinya masuk dalam kelompok kontrol ataupun intervensi. Dalam penelitian ini meskipun tidak disebutkan siapa yang melakukan analisis namun dijelaskan jenis uji analisis statistik apa yang digunakan. Jenis uji analisis statistik dalam penelitian ini dilakukan secara blinding menggunakan paired t-test. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini valid yang dibuktikan oleh adanya randomisasi dalam pengelompokan subjek penelitian diikuti concealment sequentially, single blinded dimana subjek penelitian tidak mengetahui ke dalam kelompok mana subjek dialokasikan. Penelitian ini juga menggunakan instrumen penilaian mual muntah dan kualitas hidup yang valid, selain itu penelitian ini mempunyai karakteristik subjek yang setara antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. 3.3.5.2 Realibility (Kemaknaan Hasil) Analisis data menggunakan uji Anova memperlihatkan tidak ada perbedaan signifikan skor VAS mual antara penggunaan minyak esensial jahe (ginger essential oil) dan minyak wangi aroma jahe (ginger fragrance oil) [F(1, 58) = 1.82, P = 0.183]. Namun ada penurunan yang signifikan skor VAS mual dengan menghirup minyak esensial jahe [F(1, 58) = 43.98, P < 0.001]. Hal yang sama dilaporkan tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan minyak esensial jahe (ginger essential oil) dan minyak wangi aroma jahe (ginger fragrance oil) dalam menurunkan kejadian muntah [F(1,58) = 0.29, P = 0.594]. Ada perbedaan yang signifikan dalam kejadian muntah selama periode lima hari pengobatan [F (4, 55) = 9,58, P <0,001]. Tidak ada perbedaan yang signifikan antar waktu dan kelompok perlakuan serta antara waktu dengan urutan pengobatan. Dalam jurnal juga didapatkan hasil bahwa menghirup aromaterapi jahe signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien meliputi status kesehatan secara menyeluruh (P < 0.001), fungsi peran (P = 0.001), fatigue (P = 0.002), mual dan muntah (P < 0.001), nyeri (P = 0.017), kehilangan nafsu makan (P < 0.001) dan konstipasi (P = 0.046). Post hoc tes menggunakan koreksi Bonferroni menunjukkan bahwa ada perubahan yang signifikan secara statistik dari baseline Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 90 untuk status kesehatan global (95% CI berarti perbedaan; 4.12, 9.77, P <0,001) terdeteksi setelah inhalasi minyak esensial jahe. Perbaikan yang signifikan dari baseline untuk fungsi peran yang dicatat pada kedua kelompok;. minyak esensial jahe (95% CI berarti perbedaan; 3,08, 16,92, P = 0,002) dan minyak wangi jahe (95% CI berarti perbedaan ;. 1.96, 14.15, P = 0,006). Meski begitu, selisih skor yang lebih baik dicatat dengan aplikasi minyak esensial jahe. Untuk skor skala gejala kelelahan (95% CI berarti perbedaan; -10,98, -2,35, P = 0,001), mual dan muntah (95% CI berarti perbedaan; -9,07, -2,59, P <0,001), nyeri (95% CI berarti perbedaan; -10,16, -0,95, P = 0,013) dan kehilangan nafsu makan (95% CI berarti perbedaan; -16,87, -5,36, P <0,001) secara signifikan dilaporkan telah berkurang sementara pada pasien dengan minyak esensial jahe. Terakhir skor gejala sembelit dilaporkan lebih tinggi dari nilai dasar untuk kedua kelompok tetapi perbedaan skor itu signifikan antara awal dan setelah penggunaan minyak jahe wangi (95% CI berarti perbedaan; 0,12, 6,55, P = 0.040 ). Data hasil penelitian yang disajikan peneliti hanya menyajikan nilai p dan confidence interval sehingga perhitungan secara manual terhadap nilai kepentingan klinis seperti NNT (number need to treat) tidak bisa dilakukan. NNT berguna untuk melihat keefektifan treatment dari penelitian ini. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memberikan hasil yang baik dan bermakna, efektif dan juga dapat diterima oleh pasien untuk mengelola keluhan mual muntah akibat kemoterapi meskipun tidak menyajikan nilai kepentingan klinis (NNT). 3.3.5.3 Aplikabilitas Meskipun aromaterapi tidak memberikan efek pengobatan secara keseluruhan, namun peneliti menjelaskan bahwa menghirup aromaterapi jahe signifikan dalam mengurangi intensitas mual muntah serta berpengaruh dalam peningkatan kualitas hidup pasien. Menurut peneliti menghirup aromaterapi jahe merupakan metode yang aman, tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien, serta mudah untuk melakukannya, dan secara klinis bermanfaat dalam mengurangi intensitas mual dan muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara. Menurut penulis karena intervensi menghirup aromaterapi ini begitu murah, efektif, ditoleransi dengan baik dan bebas efek samping serta tidak Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 91 menentang norma-norma budaya yang dianut oleh pasien dan keluarga, maka hasil dari penelitian ini dapat disarankan untuk diterapkan pada pasien khususnya pasien dengan kanker payudara yang sedang menjalani kemoterapi. Penerapan EBN ini tidak diperlukan waktu khusus karena aplikasi EBN ini dilakukan pada saat praktik sesuai jadwal pasien post-kemoterapi yang diberlakukan di ruangan. Pasien diperkirakan tidak akan kesulitan karena intervensi ini dilakukam dengan tidak mengganggu kenyamanan dan istirahat pasien. 3.3.6 Penerapan intervensi menghirup aromaterapi jahe di Ruang Teratai dan Anyelir 1 dan 2 RS Kanker Dharmais Penerapan evidence based nursing dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta khususnya di ruang Teratai dan Anyelir. Tahapan penerapan EBN ini meliputi : 3.3.6.1 Tahap persiapan Pada tahap ini penulis memulai dengan mencari fenomena yang ada selama praktik residensi, selanjutnya merumuskan masalah dengan pendekatan PICO (Problem, Intervention, Comparation and Outcome). Kemudian melakukan penelusuran jurnal dengan kata kunci “aromatherapy”, “ginger”, “nausea and vomiting post chemotherapy” and “ breast cancer patient”, “randomize clinical trial” and “randomize control trial”. Kemudian memilih 1 artikel pilihan berjudul Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life in Women with Breast Cancer. Setelah itu penulis melakukan konsultasi proposal EBN kepada pembimbing klinik dan pembimbing akademik untuk mendapatkan masukan dan saran, kemudian setelah disetujui oleh pembimbing, penulis mengajukan dan mempresentasikan proposal EBN kepada bagian diklat, bidang keperawatan dan medik, komite etik dan unit tempat pelaksanaan EBN pada tanggal 6 April 2016. Setelah itu berkoordinasi dengan unit tempat pelaksanaan EBN terkait penetapan pasien, penetapan waktu pelaksanaan EBN dan pembagian peran serta tanggung jawab dalam sosialisasi EBN pada perawat dan pasien. Kemudian mempersiapkan protap pelaksanaan EBN menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara. Selanjutnya Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 92 mensosialisasikan dan memberikan penjelasan kepada perawat yang terlibat dalam perawatan pasien tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan EBN 3.3.6.2 Tahap pelaksanaan Pelaksanaan EBN ini diawali dengan mengidentifikasi pasien yang cocok sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian menjelaskan kepada pasien tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan EBN. Pasien yang setuju terlibat dalam pelaksanaan EBN menandatangani lembar persetujuan. Prosedur pelaksanaan ini yaitu dengan memberikan pasien aromaterapi dengan cara mengkalungkan botol kecil berisi aromaterapi jahe di leher pasien dan ditempatkan sekitar 20 cm dari hidung pasien selama lima hari pada siang hari dan malam hari. Pasien diminta menarik nafas dalam setidaknya tiga kali sehari dalam durasi 2 menit bahkan disaat tidak muncul gejala. Penggunaan aromaterapi jahe dilakukan diantara penerimaan kemoterapi yang pertama diikuti kemoterapi selanjutnya. EBN menghirup minyak aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara ini dimulai sejak tanggal 28 Maret sampai 22 April 2016, sebanyak 14 pasien terlibat dalam penerapan EBN ini. Pasien dalam penerapan EBN ini dibagi dalam 2 kelompok yaitu 7 pasien dalam grup A dan 7 pasien dalam grup B. Namun dalam pelaksanaannya hanya 12 orang yang dapat melanjutkan sampai akhir karena satu orang dari grup A mengalami kemunduran jadwal kemoterapi karena penurunan keadaan umum (sesak nafas) dan satu orang dari grup B jadwal kemoterapi diundur karena akan dilakukan operasi terlebih dahulu. Penerapan EBN ini dilakukan terutama di ruang rawat singkat Anyelir 1 dan 2 serta ruang Teratai. Gambaran karakteristik pasien yang ikut serta dalam penerapan ebn menghirup aromaterapi jahe dapat dilihat pada tabel 3.1, 3.2 dan 3.3 di bawah ini : Tabel 3.1 Distribusi Pasien berdasarkan Asal, Riwayat Keluarga dengan Kanker, Agen Kemoterapi (n=12) No. Karakteristik Frekuensi (%) 1. Asal Jakarta 4 (33,3) Luar Jakarta 8 (66,7) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 93 Total 2. 3. 12 (100) Riwayat keluarga dengan kanker Ya 3 (25,0) Tidak 9 (75,0) Total 12 (100) Agen kemoterapi FAC 11 (91,7) FEC 1 (8,3) Total 12 (100) Dari tabel 3.1 terlihat bahwa lebih dari 50% pasien kanker payudara yang mengikuti penerapan EBN ini berasal dari luar Jakarta. Sebesar 75% pasien tidak mempunyai riwayat keluarga dengan kanker. Hanya satu pasien yang menerima agen kemoterapi FEC (5-FluoroUracil, epyrubicine dan cyclophosphamide) dan lainnya menerima agen kemoterapi FAC (5-FluoroUracil , Doxorubicin, dan cyclophosphamide). Tabel 3.2 Distribusi Pasien berdasarkan Umur, Tahun setelah Terdiagnosa, Grade Kanker Payudara, Siklus Kemoterapi (n=12) No. Karakteristik Mean±SD Median (min-maks) 1. Umur 46,67 ± 7,785 48,00 (31-57) 2. Tahun setelah terdiagnosa 1,25 ± ,452 1,00 (1-2) 3. Grade kanker payudara 2,75 ± 0,452 3,00 (2-3) 4 Siklus kemoterapi 2,75 ± 0,866 2,50 (2-4) Dari tabel 3.2 terlihat bahwa rata-rata pasien yang terlibat dalam penerapan EBN ini berusia 46,67 tahun dengan standar deviasi 7,785 tahun. Usia pasien yang paling rendah 31 tahun dan yang paling tinggi 57 tahun. Rata-rata tahun terdiagnosa kanker yaitu 1,25 tahun. Rata-rata grade kanker payudara pada pasien adalah 2,75. Dimana grade paling rendah adalah 2 dan yang paling tinggi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 94 adalah 3. Pasien rata-rata berada pada siklus kemoterapi 2,75. Siklus yang paling rendah siklus ke dua dan siklus yang paling tinggi siklus ke empat. Tabel 3.3 Distribusi Pasien berdasarkan Umur, Asal, Tahun setelah Terdiagnosa, Riwayat Keluarga dengan Kanker, Grade Kanker Payudara, Siklus Kemoterapi dan Agen Kemoterapi Grup A (n=6), Grup B (n=6) dan Seluruh Peserta (n=12) Karakteristik Minyak Wangi Jahe/ Minyak Esential Jahe/ Seluruh Minyak Esential Jahe Minyak Wangi Jahe peserta (n=6) (n=6) (n=12) Grup A Grup B 50,83 ± 5,231 42,5 ± 8,019 46,67 ± 7,785 3 (50,0) 3 (25,0) 6 (100,0) 3 (50,0) 9 (75,0) Jakarta 3 (50,0) 1 (16,7) 4 (33,3) Luar Jakarta 3 (50,0) 5 (83,3) 8 (66,7) 1,33 ± 0,516 1,17 ± 0,408 1,25 ± ,452 ≤ 1 tahun 4 (66,7) 5 (83,3) 9 (75,0) ≥ 1 tahun 2 (33,3) 1 (16,7) 3 (25,0) Ya 1 (16,7) 2 (33,3) 3 (25,0) Tidak 5 (83,3) 4 (66,7) 9 (75,0) 2,67 ± 0,516 2,83 ± 0,408 2,75 ± 0,452 Grade II 2 (33,3) 1 (16,7) 3 (25,0) Grade III 4 (66,7) 5 (83,3) 9 (75,0) 2,83 ± 0,983 2,67 ± 0,816 2,75 ± 0,866 Umur 20-39 40-59 60-79 Asal Tahun setelah terdiagnosa Riwayat keluarga dengan Kanker Grade Kanker Payudara Grade I Grade IV Siklus Kemoterapi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 95 2 3 (50,0) 3 (50,0) 6 (50,0) 3 1 (16,7) 2 (33,3) 3 (25,0) 4 2 (33,3) 1 (16,7) 3 (25,0) 6 (100,0) 5 (83,3) 11 (91,7) 1 (16,7) 1 (8,3) 5 Agent Kemoterapi Risiko Emetik Tinggi (>90%) : FAC FEC TAC Risiko Emetik Rendah (10-30%) : Docetaxel Dari tabel 3.3 terlihat karakteristik untuk masing-masing grup. Grup A seluruh pasien berusia antara 40-59 tahun, rata-rata usia pasien dalam grup A 50,83 tahun dengan standar deviasi 5,231 tahun. Sedangkan grup B 50% usia pasien berada dalam rentang 20-39 tahun dan sisanya berusia antara 40-59 tahun. Usia rata-rata pasien dalam grup B 42,5 tahun dengan standar deviasi 8,019 tahun. Lima puluh persen dari grup A berasal dari Jakarta dan sisanya luar Jakarta. Sedangkan grup B sebagian besar pasien berasal dari luar Jakarta (83,3 %) dan hanya satu pasien yang berasal dari Jakarta (16,7%). Empat orang (66,7%) dari grup A terdiagnosa kanker ≤ 1 tahun sisanya lebih dari satu tahun terdiagnosa kanker. Sedangkan pasien dalam grup B sebagian besar (83,3%) terdiagnosa kanker ≤ 1 tahun, dan hanya satu orang yang terdiagnosa k anker lebih dari satu tahun. Hanya satu orang (16,7%) dari grup A memiliki riwayat keluarga dengan kanker sedangkan digrup B terdapat 2 orang (33,3%) pasien yang mempunyai riwayat keluarga dengan kanker. Dalam grup A sebanyak 66,7 % pasien berada dalam grade III kanker payudara sisanya berada pada grade II kanker payudara. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 96 Sedangkan pada grup B sebagian besar pasien berada dalam grade III kanker payudara (83,3%) dan hanya satu (16,7%) yang berada dalam grade II kanker payudara. Siklus kemoterapi rata-rata dalam grup A yaitu 2,83 dengan standar deviasi 0,983, dimana 3 orang sedang dalam penerimaan kemoterapi siklus ke-2, 1 orang siklus ke-3 dan 2 orang siklus ke-4. Sedangkan pada grup B rata-rata siklus kemoterapi yaitu 2,67 dengan standar deviasi 0,816, dimana 3 orang sedang dalam penerimaan kemoterapi siklus ke-2, 2 orang siklus ke-3 dan 1 orang siklus ke-4. Agen kemoterapi yang diterima pasien dalam grup A seluruhnya (100%) menerima FAC dan dalam grup B hanya satu orang penerima agen FEC dan sisanya FAC. Uji normalitas data dilakukan pada variabel dengan skala numerik untuk mengetahui sebaran data apakah normal atau tidak. Pemilihan uji disesuaikan dengan besar sampel. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 12 subjek sehingga dilakukan uji Saphiro-wilk. Hasil uji normalitas data diketahui bahwa semua data adalah normal (p>0,05). Hasil uji normalitas data dapat dilihat melalui tabel 3.4 sebagai berikut : Tabel 3.4 Uji Normalitas Data Skala Mual dan Frekuensi Muntah di RSK Dharmais April 2016 (N=12) Variabel Sig. Aromaterapi Minyak Esensial Jahe (ginger essential oil) Skala Mual Hari 1 ,078 Skala Mual Hari 2 ,195 Skala Mual Hari 3 ,080 Skala Mual Hari 4 ,596 Skala Mual Hari 5 ,099 Frekuensi Muntah Hari 1 ,087 Frekuensi Muntah Hari 2 ,033 Frekuensi Muntah Hari 3 ,372 Frekuensi Muntah Hari 4 ,370 Frekuensi Muntah Hari 5 ,133 Aromaterapi Minyak Wangi Jahe (ginger fragrance oil) Skala Mual Hari 1 ,131 Skala Mual Hari 2 ,157 Skala Mual Hari 3 ,640 Skala Mual Hari 4 ,370 Skala Mual Hari 5 ,258 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 97 Frekuensi Muntah Hari 1 Frekuensi Muntah Hari 2 Frekuensi Muntah Hari 3 Frekuensi Muntah Hari 4 Frekuensi Muntah Hari 5 ,083 ,064 ,304 ,243 ,785 Selama proses penerapan EBN, penulis tidak menemukan kendala atau hambatan yang berarti. Kendala yang ada hanya berupa ketidakpahaman pasien tentang manfaat pemberian aromaterapi jahe. Pada awal kegiatan ini, beberapa klien tampak ragu-ragu untuk mengikuti penerapan EBN. Hal ini dikarenakan perasaan takut akan dampak yang ditimbulkan oleh tindakan pemberian aromaterapi jahe. Untuk lebih meyakinkan klien dan keluarganya, maka penulis memberikan pemahaman berulang kali tentang manfaat dari pemberian aromaterapi jahe. Disamping itu penulis juga berkoordinasi dengan kepala ruang perawatan dan beberapa staf perawat yang sedang bertugas pada saat pelaksanaan EBN, untuk memberikan informasi tentang manfaat dari pemberian aromaterapi jahe. Setelah memberikan pemahaman kepada responden dan keluarganya, maka seluruh klien kooperatif terhadap pemberian aromaterapi jahe. Hasil penerapan menghirup aromaterapi jahe pada pasien kanker payudara dengan kemoterapi terlihat adanya perbedaan yang signifikan tampak pada skor mual di hari pertama dan kedua (fase akut) penggunaan aromaterapi (p<0,05). Skor berkurangnya skala mual pada hari pertama dan kedua pada penggunaan aromaterapi esensial lebih besar daripada plasebo. Sedangkan pada kejadian muntah terdapat perbedaan di hari ke-2, ke-3 dan ke-5. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.5 yang terdapat pada lampiran. 3.3.6.3 Tahap evaluasi Untuk mengevaluasi hasil penerapan menghirup aromaterapi pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi digunakan Visual Analogue Scale (VAS). Pasien diminta menuliskan skala mual selama lima hari treatment di dalam sebuah kartu pencatatan. Untuk muntah pasien diminta mencatat frekuensi, durasi dan banyaknya muntah (cc) dalam lima hari penerapan. Pencatatan dilakukan pada jam 9 pagi, jam 3 sore dan jam 9 malam tiap 24 jam sekali selama lima hari berturut-turut. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 98 Selanjutnya mengevaluasi keseluruhan proses pelaksanaan kegiatan, pencapaian tujuan, dan kelebihan serta kekurangan pelaksanaan EBN, kemudian mengevaluasi kepuasan perawat dan pasien setelah pelaksanaan terapi menghirup aromaterapi jahe untuk mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara. 3.4 Proyek Inovasi Penerapan Modified Early Warning Score (MEWS) di IGD 3.4.1 Latar Belakang Penggunaan MEWS sebagai alat deteksi awal terhadap perburukan kondisi pasien masih jarang di Indonesia termasuk di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Sementara itu berbagai penelitian menunjukkan MEWS dapat meningkatkan patient safety dan hasil akhir perawatan serta memudahkan dalam mengkomunikasikan kondisi pasien (Race, 2015). Analisis terhadap hasil pengkajian tanda-tanda fisiologis yang dilakukan dalam MEWS dapat menentukan resiko perburukan kondisi pada pasien (Keane, 2012). Hal ini sejalan dengan poin penilaian akreditasi rumah sakit dari Joint Commision International Accreditation (JCIA) edisi 5 (New Standard) Cop.3.1 tentang deteksi dini perburukan kondisi pasien. Pada point tersebut dijelaskan tentang perlunya pelatihan perawat untuk dapat mengenali dan berespon terhadap perubahan kondisi pasien, serta harus dapat mencari bantuan awal terhadap perburukan kondisi pasien. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga medis terutama perawat di Rumah Sakit Kanker Dharmais yang memberikan pelayanan dengan budaya Pro Care CS (Profesional, Care, Continuitas Improvement and Synergy). Melalui budaya ini perawat dituntut untuk dapat bekerja secara profesional, peduli terhadap semua pihak, selalu meningkatkan kompetensi diri (keterampilan dan pengetahuan) serta mampu melakukan komunikasi yang jelas dan efektif. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu mekanisme yang dapat membantu perawat dalam meningkatkan profesionalisme kerja sesuai dengan budaya Pro Care CS terutama dalam melakukan aktivitas rutin pemantauan tanda-tanda vital fisiologis sehingga memberikan makna yang besar untuk kondisi pasien, dan MEWS Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 99 merupakan alat bantu monitoring yang dapat digunakan perawat yang bersifat sederhana namun sangat cepat dalam penggunaannya dan memiliki nilai sensitivitas yang tinggi (Bradman & Maconochie, 2011). Berdasarkan hal tersebut maka kelompok tertarik untuk mengadakan inovasi dengan menerapkan MEWS dalam melakukan pemantauan rutin terhadap tanda-tanda fisiologis pasien sehingga dapat mendeteksi secara awal perburukan kondisi klinis yang terjadi. Penerapan MEWS ini diharapkan dapat memberikan makna penting terhadap hasil pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan melakukan analisis terhadap tanda-tanda fisiologis yang didapatkan dan melakukan tindak lanjut sesuai dengan hasil pengkajian/monitoring yang ditemukan sehingga kejadian yang tidak diinginkan (kondisi kegawatan, cardiac arrest) dapat dihindari. 3.4.2 Validitas dan Reliabilitas MEWS Sebuah penelitian kohort prospektif oleh Lam, et al. (2006), menerapkan MEWS untuk pasien yang dirawat di bangsal observasi gawat darurat rumah sakit pendidikan. Sebanyak 427 data penerimaan pasien gawat darurat berturut-turut dikumpulkan dari 7 Juni-4 Juli 2004. Hasil pengukuran yang didapatkan meliputi jumlah kematian, jumlah pasien yang masuk unit perawatan intensif (ICU) dan masuk rawat inap rumah sakit. Skor > 4 dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian (OR 54,4, 95% CI = 4,7-633,7), masuk ICU (OR 12,7, 95% CI = 1,1147,3) dan perawatan di rumah sakit (OR 9,5, 95% CI = 3,3-27,9). Dari penelitian ini disimpulakan bahwa MEWS cocok digunakan sebagai bedside application di unit gawat darurat dan dapat membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko perburukan kondisi yang membutuhkan peningkatan level perawatan meliputi masuk rawat inap atau masuk ICU. Penelitian sebelumnya pada tahun 2001 oleh Kruger, Rutherford dan Gemmel juga telah meneliti tentang validitas MEWS menunjukkan skor ≥ 5 pada MEWS berhubungan dengan peningkatan risiko kematian (OR 5,4, 95% CI 2,8-10,7), masuk intensive care unit/ICU (OR 10,9, 95% CI 2,2-55,6), dan masuk high dependency unit (OR 3,3, 95% CI 1,2-9,2). Penelitian ini menyimpulkan MEWS dapat diterapkan pada medical admission unit dan dapat mengidentifikasi risiko perburukan kondisi pasien yang mana membutuhkan peningkatan perawatan pada level yang lebih tinggi. MEWS mungkin juga dapat digunakan sebagai triase, untuk mengindentifikasi pasien Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 100 dengan risiko perburukan kondisi klinis. Penelitian lain yang dilakukan So et al. (2014) menunjukkan bahwa observasi terhadap pasien di ruang emergensi menggunakan MEWS memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,3% dalam mendeteksi perburukan kondisi pasien. MEWS dapat diterapkan pada ruang rawat inap biasa dan cocok dijadikan sebagai alat untuk manajemen risiko dalam mendeteksi perburukan kondisi pasien dan mencegah keterlambatan penanganan atau kebutuhan untuk dipindah ke unit lebih intensif (Gardner-Thorpe et al., 2006). Hal tersebut serupa dengan penelitian Rita et al., (2008) yang melaporkan bahwa MEWS signifikan dapat digunakan untuk mengidentifikasi perburukan pasien yang dirawat di ICU. Hal tersebut menunjukkan bahwa MEWS dapat menjadi sistem skoring yang terpercaya dan berguna dalam situasi ICU. Sebaliknya, terdapat satu penelitian yang dilakukan oleh Kim et al. (2015) yang hasilnya bertolak belakang dengan penelitianpenelitian terdahulu. Penelitian ini menemukan peningkatan skor MEWS tidak berhubungan dengan kematian pada pasien rawat inap, sehingga monitoring menggunakan MEWS sendiri tidak cukup untuk memprediksi terjadinya cardiac arrest. 3.4.3 Analisis Situasi Penulis menyusun pendekatan dengan analisis SWOT dalam mengembangkan inovasi MEWS (Modified Early Warning Score) untuk meningkatkan profesionalisme dalam melakukan deteksi dini perburukan kondisi pasien sebagai berikut : 3.4.3.1 Strength (Kekuatan) Merupakan atribut internal yang membantu organisasi (dalam hal ini rumah sakit) mencapai tujuannya, antara lain : (1) RSKD merupakan RS rujukan kanker nasional dengan sarana prasarana dan SDM (sumber daya manusia) yang paling memadai se-Indonesia, sehingga menjadi tujuan bagi pasien untuk mendapatkan penanganan kanker yang dideritanya; (2) RSKD selalu mengutamakan pelayanan prima dengan dilengkapi fasilitas kesehatan yang memadai dan canggih serta layanan yang unggul seperti poli luka, poli paliatif dan unit deteksi dini yang dapat menunjang pelayanan kesehatan, (3) RSKD berfungsi sebagai RS pendidikan dan penelitian, mempunyai tenaga ahli dan klinikal Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 101 instruktur yang kompeten dibidangnya serta sarana prasarana yang memadai untuk pelaksanaan proses pendidikan dan penelitian, (4) RSKD memberikan dukungan pada staf keperawatan untuk melanjutkan pendidikan ke level S1 dan S2, (5) RSKD menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan-pelatihan internal training dan eksternal training secara berkesinambungan untuk staf pelaksana keperawatan untuk pengembangan SDM, (6) RSKD telah membuka pendidikan program spesialis perawat onkologi klinik dan rata-rata telah memiliki kepala ruangan seorang spesialis onkologi klinik, (7) RSKD memiliki FGD ( Focus Group Discussion) dalam bentuk FIG (Focus Interest Group) yang setiap bulannya mengadakan pertemuan untuk memberikan informasi perkembangan keperawatan onkologi, (8) RSKD juga bekerjasama dengan berbagai institusi yang ada di dalam negeri maupun luar negeri yang mengutamakan aspek kontrol kualitas dan asuransi sehingga keselamatan pasien terjamin, (9) RSKD memberikan kesempatan pada mahasiswa residensi untuk sharing ilmu kepada staf perawat di ruangan dalam bentuk siang klinik, (10) Perawat ruangan rata-rata berusia muda, produktif, dan bersemangat terhadap ilmu baru, (11) RSKD bekerjasama dengan UI untuk pelaksanaan program residensi mahasiswa S2 FIK UI untuk peminatan onkologi, (12) Pemantauan tanda-tanda vital fisiologis telah dilakukan oleh semua perawat ruangan, (13) Telah terdapat tim emergensi pada setiap lantai di ruang rawat inap 3.4.3.2 Weakness (Kelemahan) Merupakan atribut internal yang membahayakan bagi organisasi dalam mencapai tujuannya, antara lain: (1) Beban kerja perawat ruangan cukup tinggi dengan tingkat ketergantungan pasien parsial total, permasalahan kompleks pada pasien yang hampir sebagian besar masuk stadium lanjut, (2) Ketidakjelasan standar tatalaksana pemantauan penurunan kondisi pasien, (3) MEWS merupakan konsep baru yang belum dikenal dan dapat mengganggu zona nyaman perawat dengan keharusan menganalisis hasil pemantauan TTV dengan tindak lanjutnya. 3.4.3.3 Opportunities (Kesempatan) Merupakan faktor eksternal yang membantu organisasi untuk mencapai tujuannya antara lain: (1) Mahasiswa residensi keperawatan yang praktik di Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 102 RSKD memiliki program inovasi keperawatan dalam kurikulum pendidikannya, memberikan kesempatan bagi RS untuk meningkatkan profesional staf perawatnya melalui deteksi dini perburukan kondisi pasien dan pencegahan terhadap cedera dan kesalahan atau kelalaian, (2) Adanya program akreditasi RS, KARS maupun JCIA dimana diperlukan ketrampilan staf perawat dalam memberikan pelayanan emergency melalui skrining pasien baru di IGD dan memberikan prioritas pengkajian dan pengobatan, (3) Dukungan manajemen terhadap pengembangan pelayanan keperawatan. 3.4.3.4 Threats (Ancaman) Merupakan faktor eksternal yang membahayakan organisasi mencapai tujuannya, antara lain : (1) Banyak RS lain baik pemerintah dan swasta yang memberikan pelayanan kanker, (2) Undang-undang perlindungan konsumen untuk memberikan pelayanan yang bermutu termasuk pelayanan yang berkualitas pada pasien dan keluarga. Hasil analisa SWOT ini digunakan untuk merumuskan strategi sehingga dapat diperoleh keunggulan dalam persaingan dan memiliki kualitas pelayanan yang sesuai dengan keinginan pasien serta mendapatkan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada. Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengambilan misi, tujuan dan kebijakan rumah sakit. Dengan demikian perencanaan strategi harus menganalis faktor-faktor yang ada di rumah sakit. Tujuan perlunya identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki rumah sakit yaitu untuk menelaah lingkungan rumah sakit dan potensi sumber daya rumah sakit untuk menetapkan sasaran dan merumuskan strategi rumah sakit yang realistis dalam mewujudkan misi dan visinya. Analisis SWOT pada rumah sakit juga digunakan untuk membenarkan faktor-faktor internal dan eksternal rumah sakit yang telah dianalisis. Apabila terdapat kesalahan, agar rumah sakit itu berjalan dengan baik maka rumah sakit tersebut harus mengolah untuk mempertahankan serta memanfaatkan peluang yang ada secara baik begitu juga pihak rumah sakit harus mengetahui kelemahan yang dihadapi agar menjadi kekuatan serta mengatasi ancaman menjadi peluang. Faktor eksternal adalah faktor lingkungan luar rumah sakit baik langsung maupun tidak langsung. Faktor eksternal ini dapat berdampak Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 103 positif ataupun negatif bagi rumah sakit, artinya ada yang memberikan peluang dan sebaliknya ada yang memberikan ancaman. Faktor internal adalah lingkungan yang berada dari dalam rumah sakit itu sendiri. Faktor inilah yang menunjukkan adanya kekuatan atau kelemahan rumah sakit itu sendiri, baik yang sudah lampau, kini maupun yang akan datang. 3.4.4 Tahapan Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS) Kegiatan inovasi ini dilakukan pada bulan April 2016, kegiatan dalam tahapan inovasi ini meliputi tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Rangkaian kegiatan secara umum dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada diruangan perawatan, menentukan kegiatan inovasi yang akan dilakukan, menyusun proyek inovasi, melakukan konsultasi dengan pembimbing akademik dan pembimbing klinik, melakukan presentasi dan sosialisasi di bidang keperawatan, mengimplementasikan dan mengevaluasi proyek inovasi. Proyek ini dilakukan dalam tiga tahapan yaitu : 3.4.4.1 Tahap Persiapan Pelaksanaan program inovasi diawali dengan pengidentifikasian masalah, dikaitkan dengan kebutuhan dan keinginan perawat pada khususnya dan RS pada umumnya, dengan melihat sarana prasarana serta SDM yang tersedia di lahan. Berdasarkan hasil observasi, RS Kanker Dharmais merupakan RS rujukan kanker nasional sehingga pasien rata-rata adalah pasien rujukan dari daerah dengan kasus yang kompleks, kondisi yang beragam dan ekspektasi yang tinggi terhadap hasil akhir pengobatan ataupun pelayanan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan perawat dengan kemampuan yang profesional dalam melakukan pengkajian dan deteksi dini terhadap penurunan kondisi pasien sehingga dapat memenuhi harapan pasien/keluarga terhadap pelayanan. Untuk itu kelompok mempunyai gagasan untuk melakukan inovasi berupa Modified Modified early warning score. Selanjutnya kelompok melakukan konsultasi dengan pembimbing akademik maupun klinik tentang gagasan tersebut untuk mendapatkan persetujuan. Setelah mendapat persetujuan baik dari pembimbing klinik maupun akademik, selanjutnya kelompok menyusun proposal inovasi tersebut. Penyusunan proposal inovasi memuat Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Tinjauan Teoritis, Bab 3 Telaah Inovasi dan Bab 4 Penutup. Dalam penyusunan proposal Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 104 kelompok melakukan studi literatur melalui proquest, ebscohost, sciendirect, scopus, guidline, evidence, MEDLINE, dan pubmed. Selanjutnya proposal yang telah disusun dan disetujui disosialisasikan pada hari Rabu tanggal 6 April 2016 untuk mendapatkan kritik dan saran terkait rencana inovasi. Sosialisasi dengan mengundang bidang keperawatan, pembimbing klinik, supervisor, dan perwakilan setiap ruangan rawat inap. Kelompok mempresentasikan rencana kegiatan inovasi dengan materi latar belakang proyek inovasi, fungsi dan keuntungan menggunakan sistem skoring MEWS, sitem skoring dan algoritma MEWS, rencana implementasi dan rencana evaluasi. Dalam penyajian kelompok mendapatkan kritik dan saran yang selanjutnya dilakukan revisi proposal inovasi dan konsultasi ulang terkait revisi yang dilakukan kemudian melaksanakan proyek inovasi sesuai dengan proposal di ruang IGD RSK Dharmais. 3.4.4.2 Tahap Pelaksanaan Adapun rencana pelaksanaan proyek inovasi ini adalah: (1) Menentukan tempat pelaksanaan inovasi yaitu ruang IGD sebagai pilot project, (2) Mensosialisaikan proyek rencana inovasi kepada bidang keperawatan, Memberikan pelatihan awal tentang MEWS pada perawat IGD dan dilaksanakan selama 1 hari dengan metode pemberian materi dan role play pada tanggal 11 April 2016. Pelatihan dilakukan diruang IGD RSKD. Selanjutnya melakukan ujicoba penerapan MEWS pada semua pasien yang masuk IGD. Uji coba dilaksanakan selama 2 minggu yaitu hari Senin-Jumat (minggu kedua sampai minggu ketiga bulan April 2016) pukul 08.00-16.00 WIB. 3.4.4.3 Tahap Evaluasi Evaluasi dilaksanakan pada minggu ke empat bulan April. Point evaluasi berupa tingkat kepuasan perawat terhadap MEWS, tingkat kemudahan penggunaan chart MEWS dan kemampuan analisis hasil pengukuran TTV. Evaluasi dilakukan oleh mahasiswa residensi dengan menggunakan kuesioner dan lembar observasi terhadap perawat IGD. Kuesioner terlampir 3.4.5 Penerapan Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS) di IGD Uji coba penggunaan Modified Early Warning System (MEWS) di IGD RSKD dilaksanakan pada tanggal 11-22 April 2016, hari Senin-Jumat. Sedangkan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 105 evaluasi sebagai respon perawat terhadap penggunaan MEWS selama 2 minggu tersebut dilakukan pada minggu ketiga April 2016 dengan menggunakan kuesioner yang dimulai sejak tanggal 21-22 April 2016. Total pasien yang diikutsertakan dalam pilot project ini berjumlah 49 orang. Berikut dipaparkan karekteristik pasien yang diikutsertakan dalam pilot project sesuai dengan pointpoint penilaian yang terdapat dalam grafik MEWS. Gambaran karakteristik pasien yang ikut serta dalam pilot project dapat dilihat pada tabel 3.5, sebagai berikut : Tabel 3.5 Distribusi Pasien berdasarkan Jenis Kelamin, Diagnosis Medis dan Skor Awal MEWS (N=49) No Karakteristik Frekuensi (%) 1 Jenis kelamin Laki-laki 10 (20,4) Perempuan 39 (79,6) Total 49 (100) 2 Diagnosis medis Ca mamae 17 (34,7) Ca servik 7 (14,3) AML 4 (8,2) Ca paru 4 (8,2) Ca regio colli 2 (4,1) SIDA+TB 2 (4,1) SIDA 1 (2,0) ALL 1 (2,0) Ca lidah 1 (2,0) Ca ovarium 1 (2,0) Ca tiroid 1 (2,0) Ca caput pankreas 1 (2,0) Ca mastoid 1 (2,0) Ca proksimal humerus 1 (2,0) KNF 1 (2,0) Limfoma maligna hodgkin 1 (2,0) Multiple mieloma 1 (2,0) Sarcoma 1 (2,0) Tumor otak 1 (2,0) Total 49 (100) 3 Skor awal MEWS Low 27 (55,1) Medium 11 (22,4) High 11 (22,4) Total 49 (100) Dalam tabel 3.5 terlihat sebagian besar pasien yang ikut dalam proyek inovasi berjenis kelamin perempuan yakni 39 orang (79,6%). Ada 19 macam diagnosa medis yang mengikuti penerapan proyek inovasi dan diagnosa medis Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 106 yang paling banyak berkontribusi diantara 19 macam dignosa medis tersebut adalah kanker payudara dengan jumlah 17 orang (34,7%). Skor awal pasien yang mengikuti proyek MEWS ini terbanyak muncul pada tingkat low level yaitu 27 orang (55,1%). Untuk distribusi pasien berdasarkan usia dan skor awal MEWS dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut ini : Tabel 3.6 Distribusi Pasien berdasarkan Usia (n=49) Karakteristik Mean±SD Median (min-mak) 95% CI Usia 46,14 ± 11,04 49 (25-75) 42,97-49,31 Skor awal MEWS 4,04 ± 2,79 3 (1-14) 3,24 – 4,84 Dari tabel 3.6 terlihat rata-rata pasien berusia 46,14 tahun dengan standar deviasi 11,04 tahun. Pasien paling muda berusia 25 tahun dan paling tua berusia 75 tahun. Untuk rata-rata skor MEWS awal yang teridentifikasi yaitu 4,04 dengan standar deviasi 2,79 dimana skor yang paling rendah diperoleh yaitu 1 dan skor yang paling tinggi diperoleh yaitu 14. Distribusi pasien berdasarkan nilai kritis hasil laboratorium dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut ini : Tabel 3.7 Distribusi Pasien berdasarkan Critical Value Hasil Laboratorium No Karakteristik Frekuensi (%) 1 Nilai laboratorium Hemoglobin Nilai kritis 6 (12,2) Nilai aman 28 (57,1) Tidak dilakukan pemeriksaan 15 (30,6) Total 49 (100) 2 Leukosit Nilai kritis 6 (12,2) Nilai aman 28 (57,1) Tidak dilakukan pemeriksaan 15 (30,6) Total 49 (100) 3 Trombosit Nilai kritis 3 (6,1) Nilai aman 31 (63,3) Tidak dilakukan pemeriksaan 15 (30,6) Total 49 (100) 4 ANC Nilai kritis 5 (10,2) Nilai aman 11 (22,4) Tidak dilakukan pemeriksaan 33 (67,3) Total 49 (100) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 107 5 6 7 8 D-dimer Nilai kritis Nilai aman Tidak dilakukan pemeriksaan Total Natrium Nilai kritis Nilai aman Tidak dilakukan pemeriksaan Total Kalium Nilai kritis Nilai aman Tidak dilakukan pemeriksaan Total Glukosa darah sewaktu Nilai kritis Nilai aman Tidak dilakukan pemeriksaan Total 5 (10,2) 0 (0) 44 (89,8 49 (100) 2 (4,1) 27 (55,1) 20 (42,8) 49 (100) 1 (2) 28 (57,1) 20 (40,8) 49 (100) 0 (0) 22 (44,9) 27 (55,1) 49 (100) Tabel 3.7 memperlihatkan jenis pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien. Pemeriksaan hematologi rutin dilakukan pada 34 orang pasien dan ditemukan 6 orang memiliki nilai kiritis untuk hemoglobin (≤ 6 g%; diagnosa medis: 1 carsinoma servik, 1 ALL, 1 carsinoma mamae, 1 multiple mieloma, dan 3 AML) dan 6 orang dengan nilai kritis leukosit (< 2.103μL atau > 50.103μL; diagnosa medis: 1 carsinoma servik, 3 carsinoma mamae, dan 2 AML ) serta 3 orang memiliki nilai kritis untuk trombosit (≤ 20.103μL; diagnosa medis: 1 multiple mieloma, dan 2 AML). Pemeriksaan ANC dilakukan pada 16 orang pasien dan ditemukan 5 orang (diagnosa medis: 3 carsinoma mamae dan 2 AML) memiliki nilai kritis (< 1,5.103μL), sedangkan pemeriksaan D-dimer dilakukan terhadap 5 orang pasien (diagnosa medis: 3 carsinoma mamae, tumor otak dan ALL) dan semuanya memiliki nilai kiritis (> 500 ng/ml). Pemeriksaan elektrolit dilakukan pada 29 orang pasien dan ditemukan 2 orang memiliki nilai kritis untuk kadar elektrolit natrium (< 120 mmol/L; diagnosa medis sarcoma dan carsinoma mamae) dan 1 orang untuk elektrolit kalium (< 2,8 mmol/L; diagnosa medis sarcoma). Sedangkan untuk pemeriksaan glukosa darah sewaktu dilakukan pada 22 orang pasien dan semuanya tidak memiliki nilai kritis (masih berada dalam rentang 40-400 mg/dL). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 108 3.4.6 Hasil Evaluasi Perawat terhadap Penggunaan MEWS Dalam penerapan MEWS ini ada sekitar 10 perawat yang mencoba pengisian grafik MEWS namun pada saat evaluasi hanya ada 5 perawat yang berkontribusi di dalamnya. Berikut data distribusi perawat yang ikut dalam pengisian form evaluasi penggunaan MEWS : Tabel 3.8 Distribusi Perawat berdasarkan Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Jabatan No. Karakteristik Frekuensi (%) 1. 2. 3. Jenis Kelamin Laki-laki 3 (60,0) Perempuan 2 (40,0) Total 5 (100) Tingkat Pendidikan Diploma III 4 (80,0) Strata II 1 (20,0) Total 5 (100) Jabatan Perawat Pelaksana 4 (80,0) Kepala Ruangan 1 (20,0) Total 5 (100) Tabel 3.9 Distribusi Perawat berdasarkan Umur Karakteristik Mean±SD Median (min-maks) No. 1. Umur 33,8 ± 4,2 33,0 (26-42) Dari tabel 3.8 terlihat 60% perawat berjenis kelamin laki-laki, 80% pendidikan Diploma III dan 80% perawat pelaksana. Sisanya berjenis kelamin perempuan 40%, tingkat pendidikan Strata II 20% dan 20% sebagai kepala ruang. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 109 Sedangkan pada tabel 3.9 rata-rata perawat berusia 33,8 tahun dengan usia terendah 26 tahun dan tertua 42 tahun. Untuk evaluasi tingkat kepuasan perawat terhadap penggunaan MEWS di IGD selama masa uji coba 2 minggu dapat dilihat pada tabel 3.10 sebagai berikut : No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tabel 3.10 Distribusi Frekuensi Kepuasan Perawat dalam Penggunaan MEWS STS TS S SS Pernyataan (%) (%) (%) (%) Prosedur MEWS lebih mudah digunakan dalam 0 0 60 40 monitoring kegawatan kondisi pasien Prosedur MEWS membuat kerja saya lebih 0 0 60 40 sistematisdan terstandar Penerapan MEWS memudahkan sayadalam 0 0 60 40 mengidentifikasi kondisi kegawatan pada pasien MEWS memudahkan keteraturan pemantauan 0 20 40 40 kondisi pasien dari waktu ke waktu Penerapan MEWS membantu dan memudahkan 0 0 80 20 clinical judgement dan penanganan tindak lanjut Grafik MEWS mudah dalam pengisian dan tepat 0 0 80 20 guna Sistem MEWS telah mewakili kebutuhan 0 0 60 40 pengkajian dan pemantauan kondisi kegawatan Penerapan MEWS memudahkan kolaborasi dalam melakukan penatalaksanaan terhadap kondisi 0 0 60 40 pasien Sistem MEWS membantu komunikasi yang 0 0 60 40 efektif sesame kolega tentang kondisi pasien Sistem MEWS dapat mencegah perburukan 0 20 40 40 kondisi pasien Secara umum evaluasi tingkat kepuasan perawat dijabarkan sebagai berikut: 3.4.6.1 Evaluasi Tingkat Kepuasan Perawat Sebagian besar perawat menyatakan setuju atau sangat setuju bahwa prosedur MEWS membuat kerja perawat lebih sistematis dan terstandar, selain itu perawat juga setuju dengan sistem MEWS yang telah mewakili kebutuhan pengkajian dan pemantauan kondisi kegawatan. Melalui pelaksanaan MEWS, sebagian besar perawat menyatakan bahwa sistem ini membantu mengenal dan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 110 mencegah kondisi perburukan pasien serta mencegah blue code serta algoritma MEWS dirasakan cukup sistematis. 3.4.6.2 Evaluasi Tingkat Kemudahan Penggunaan MEWS Sebagian besar perawat menyatakan setuju atau sangat setuju bahwa : (1) Prosedur MEWS lebih mudah digunakan dalam monitoring kegawatan kondisi pasien, (2) Prosedur MEWS memudahkan perawat dalam mengidentifikasi kondisi kegawatan pada pasien, (3) Penerapan MEWS membantu dan memudahkan clinical judgement dan penanganan tindak lanjut, (4) Grafik MEWS mudah dalam pengisian, (5) Penerapan MEWS memudahkan kolaborasi dalam melakukan penatalaksanaan terhadap kondisi pasien, (6) Sistem MEWS membantu komunikasi yang efektif tim mutidisiplin yang lain tentang kondisi pasien. Beberapa perawat sebelumnya telah mengenal Early Warning Score dari seminar dan workshop Blue Code di Rumah Sakit lain. Namun karena sistem ini merupakan hal baru yang diujicobakan di RS Kanker Dharmais, terdapat perawat yang menyatakan belum terbiasa menerapkan MEWS. Melalui hasil evaluasi kuesioner ini juga didapatkan opini perawat IGD bahwa: a. Sebagian besar perawat menyatakan sistem MEWS cocok digunakan di IGD jika: (1) Tenaga kesehatan yang tersedia memadai (perawat menyatakan bahwa pada situasi tertentu perbandingan antara jumlah perawat dengan pasien adalah 3:25, (2) Sarana dan prasarana mendukung (bed side monitor jumlahnya memadai serta kecepatan waktu dari laboratorium dalam mengeluarkan critical value. Ketersediaan bed side monitor ada 3 buah, tetapi hanya 1 buah bed side monitor saja yang dirasa cukup akurat bila dilakukan double check pengukuran manual meskipun telah melalui kalibrasi berkala. b. Algoritme MEWS jelas dan dapat dimengerti tetapi belum realistis untuk dilaksanakan terutama algoritma monitoring tiap 15-30 menit pada kategori high risk. Hal ini terkait situasi dan kondisi IGD meliputi tenaga, sarana dan prasarana yang dirasa belum memadai bila bed occupied terisi penuh atau bahkan ekstra bed. Perawat IGD menyarankan untuk meninjau ulang algoritma MEWS bila perlu dimodifikasi ulang dan disesuaikan dengan realita di IGD RS Kanker Dharmais agar mampu laksana. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 111 c. MEWS pada pasien kanker berbeda dengan pasien yang non kanker, sehingga harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan parameter MEWS yang tepat untuk kasus kanker. d. Inovasi MEWS sangat bagus dan berguna bagi seluruh perawat. e. Chart MEWS disarankan dimodifikasi ulang formatnya menjadi lebih simpel satu flowsheet saja mencakup seluruh aktivitas perawat. 3.4.7 Kendala dalam Pelaksanaan Pilot Project MEWS Secara umum pelaksanaan pilot project MEWS berjalan dengan cukup baik. Namun terdapat beberapa hal yang dirasa cukup mengganggu, diantaranya terkait dengan waktu hasil print out pemeriksaan laboratorium pada pasien yang lama dan terbatasnya fasilitas seperti bedside monitor. Lamanya waktu untuk mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium menghambat proses identifikasi kegawatdaruratan onkologi yang mungkin terjadi pada pasien. Sedangkan fasilitas yang terbatas seperti sedikitnya jumlah bedside monitor menyebabkan durasi pemantauan dalam jangka waktu singkat pada kategori high risk dilakukan secara manual sehingga dirasa cukup memberatkan kerja perawat. Selain itu beberapa point pengukuran seperti urine output dan jumlah perdarahan sedikit, menimbulkan kesulitan dalam hal cara pengukuran yang tepat sehingga sulit diperoleh hasil yang akurat. 3.4.8 Rekomendasi untuk Pengembangan Lebih Lanjut Dalam penggunaan MEWS ini perlu : (1) Dilakukan peninjauan ulang terhadap kategori-kategori yang di-skor pada MEWS termasuk dengan rentang nilainya sehingga cocok untuk pasien kanker di Indonesia. Begitu juga dengan algoritme penatalaksanaan dan frekuensi monitoring sehingga sesuai dengan kemampuan tata laksana perawat di lapangan. Peninjauan ulang ini membutuhkan penelitian berkelanjutan untuk memperoleh data yang akurat sesuai dengan kondisi pasien kanker di RSKD, sehingga outcome akhirnya diharapkan terbentuk suatu sistem early warning khusus untuk pasien kanker (draf alur rencana pengembangan MEWS khusus onkologi terlampir), (2) Dukungan penambahan tenaga atau sarana dan prasarana yang menunjang (seperti bedside monitor atau Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 112 alat penimbang) sehingga dalam pelaksanaan monitoring kondisi pasien mengunakan MEWS tidak menambah beban kerja bagi perawat. BAB 4 PEMBAHASAN Pada bab ini penulis melakukan analisis terhadap laporan kasus kelolaan utama, 30 kasus kelolan, penerapan EBN, dan proyek inovasi yang telah dilaporkan pada bab 3. Pembahasan ditulis dengan menggunakan teori dan konsep serta buktibukti ilmiah terkini dalam menjelaskan aplikasi teori dan konsep keperawatan sebagai pendekatan pada pemberian asuhan keperawatan kasus kelolaan, penerapan EBN, dan proyek inovasi. 4.1 Analisa Kasus Kelolaan Utama 4.1.1 Pengkajian Kasus Kelolaan Utama Ny. S berusia 40 tahun, selain sebagai ibu rumah tangga, pasien juga bekerja sebagai karyawan swasta di suatu perusaahan. Ny. S dalam bekerja selain didalam perusahaan juga bekerja di lapangan atau sebagai pekerja lepas. Pasien didiagnosa kanker payudara sejak tahun 2013. Menurut hasil biopsi tanggal 7/12/2013 : invasive carcinoma, no special type (NST) grade IIIB. Karsinoma invasif tipe khusus (NST) juga dikenal sebagai karsinoma duktal invasif. Karsinoma duktal invasif merupakan tipe paling umum dari karsinoma payudara. Secara histologist, jaringan ikat padat tersebar berbentuk sarang. Sel berbentuk bulat sampai polygonal, bentuk inti kecil dengan sedikit gambaran mitosis. Pada tepi tumor, tampak sel kanker mengadakan infiltrasi ke jaringan sekitar seperti sarang, kawat atau seperti kelenjar. Grade IIIB berarti benjolan dengan berbagai ukuran, dan kemungkinan kanker telah menyerang dinding dada atau kulit payudara dengan bukti pembengkakan, peradangan, atau borok (seperti kasus Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 113 kanker payudara inflamasi). Kanker payudara juga mungkin telah menginvasi hingga 9 kelenjar getah bening di dekatnya (Burstein, Polyak & Wong, 2004). Grade IIIB juga dapat diklasifikasikan melalui TNM klinis yaitu T4 N apa saja M0 atau T apa saja N3 M0. T4 adalah berapapun ukuran tumor, menyebar langsung ke dinding thoraks atau kulit (dinding toraks termasuk tulang iga, m. interkostalis, m. seratus anterior tidak termasuk m. pektorales). N3 adalah metastasis kelenjar limfe infraklavikular ipsilateral, atau bukti klinis menunjukkan terdapat metastase kelenjar limfe mamaria interna dan metastasis kelenjar limfe aksilar. MO adalah tidak ada metastase jauh, T apa saja adalah ukuruan tumor dapat berada di ukuran berapa saja dan N apa saja adalah metastasis dapat terjadi di kelenjar limfe mana saja (Desen, 2011). Hasil biopsi tanggal 9/7/2014 : sediaan mastektomi tidak mengandung sisa massa tumor. Metastase karsinoma payudara pada 12 dan 14 kelenjar getah bening. Saat ini pasien didiagnosa kanker Mamae bilateral dan Efusi Pleura metastase paru hepar, brain dan tulang (TXN3bM1/Tumor primer telah direseksi, metastase kelenjar limfe mamaria interna, dan aksilar, serta ada metastasis jauh). Hasil pemeriksaan penunjang Ny. S, foto thorak tanggal 29/1/2016 segmental atelektasis lobus superior kanan, stqa; bronkophneumonia stqa, dan efusi pleura bilateral stqa; sedangkan hasil USG toraks tanggal 18/2/2016 efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml). Menurut keterangan klien dan keluarga pasien mempunyai keluhan sesak sudah 2 bulan sebelum masuk rumah sakit bertambah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan selain sesak nafas, dada nyeri skala 5 dan meningkat menjadi 8 bila batuk. Nyeri berlangsung ± 3 menit. Berdasarkan hasil pengkajian pasien terdiagnosa kanker payudara disertai efusi pleura dan berdampak pada keluhan sesak nafas pasien. Efusi pleura secara konvensional didefinisikan sebagai akumulasi cairan abnormal di dalam rongga pleura (Giuseppe Lombardi, Maria, Milena, Pasquale, Maurizia, Andrea, Davide, Martin & Vittorina, 2012). Kehadiran dari sel-sel ganas pada cairan pleura menetapkan diagnosis efusi pleura karena keganasan. Efusi pleura keganasan merupakan komplikasi yang umum pada kanker metastatik. Banyak hipotesis mengenai patogenesis efusi pleura karena keganasan pada kanker. Efusi pleura keganasan bisa terjadi ketika sel-sel kanker menyusup ke dalam pleura, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 114 menghalangi pembuluh limfatik, dan faktor pertumbuhan cepat, seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan kapiler bocor (Cheng, Rodriguez, Perkett, Rogers, Bienvenu, Lappalainen & Light, 1999). Menurut penelitian epidemiologi, insiden efusi pleura karena keganasan diperkirakan lebih dari 150.000 kasus baru per tahun di Amerika Serikat dan 40.000 kasus baru di Inggris (Bennett & Maskell, 2005). Efusi pleura karena keganasan paling sering disebabkan oleh karsinoma paru-paru (37%), kanker payudara (25%), dan ovarium (10%). Penyebab lainnya karena keganasan dari urogenital (7%) atau saluran pencernaan (9%) dan limfoma (10%) (Lombardi, Zustovich, Nicoletto, Donach, Artioli & Pastorelli, 2010). Gejala yang paling umum timbul dari efusi pleura karena keganasan yaitu dyspnea, diikuti dengan batuk, nyeri dada, kelelahan, dan penurunan berat badan (Heffner & Klein, 2008). Adanya efusi pleura mengurangi pergerakan dinding dada dan diafragma serta mempengaruhi volume paru-paru. Sesak napas karena efusi pleura keganasan jika tidak diobati dapat menyebabkan memburuknya gejala dan biasanya membaik dengan terapi thoracocentesis (Jack, 2013). Hal ini sesuai dengan hasil pengkajian pada Ny. S yang mengeluhkan sesak nafas, batuk, nyeri dada, kelelahan dan juga penurunan berat badan yang semula 50 kg menjadi 44 kg selama didiagnosis kanker payudara dan efusi pleura. Keluhan sesak nafas pada Ny. S menyebabkaan Ny. S sulit tidur, pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pernafasan cuping hidung kadang bernafas melalui mulut, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah, klien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur, pemeriksaan TTV didapatkan RR 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5L/menit, tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 370C, Nadi 110 x/menit, status ECOG performance (eatern cooperative oncology group) 3 yaitu hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga. Pasien mengatakan sesak berkurang setelah pengeluaran cairan di paru-parunya. Hasil pemeriksaan USG toraks Ny. S tanggal 18/2/2016 adalah efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml). USG toraks dapat mengkonfirmasi adanya efusi, karakteristik, dan jumlah efusi pleura (Mayo & Doelken P, 2006; Roberts, Neville, Berrisford, Antunes & Ali, 2010; Koenig, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 115 Narasimhan & Mayo, 2011). USG toraks adalah cara khusus untuk menyelidiki ukuran kecil efusi pleura atau untuk mengidentifikasi proses patologis yang mungkin muncul dari gambaran efusi pleura, seperti konsolidasi, kolaps, hernia diafragma, atau timbulnya hemidiafragma (Kastelik, Alhajji, Faruqi, Teoh & Arnold, 2009). Lebih penting bila dilakukan oleh operator yang berpengalaman, USG toraks dapat mendeteksi kelainan tertentu yang mungkin mendasari proses keganasan, seperti penebalan pleura lebih dari 1 cm, nodularitas pleura, atau penebalan diafragma lebih atau sama dengan 7 mm (Qureshi, Rahman & Gleeson, 2009). Hasil pemeriksaan sitologi cairan pleura Ny. S belum ada selama 3 hari perawatan. Selain itu Ny. S mengatakan tahun 2009 terdapat benjolan sebesar biji asam di payudara kiri namun tidak dilakukan pemeriksaan maupun pengobatan apapun karena tidak terasa nyeri. Tahun 2012 pasien menikah dan mempunyai anak melalui operasi sesar. Ketika menyusui bayi satu bulan pasien menderita usus buntu dan dilakukan operasi usus buntu dan berhenti menyusui bayinya karena ASI tidak keluar setelah operasi. Tahun 2013 benjolan yang ada di payudara kiri membesar dengan sangat cepat. Tahun 2014 dilakukan operasi payudara kiri di RS Bekasi. Setelah operasi pasien dianjurkan untuk mengikuti program kemoterapi dan sudah berjalan 2x. Dua bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan sering sesak nafas dan aktivitas harus dibantu karena cepat merasa lelah. Pasien juga mengatakan tidak bisa tidur terlentang dan harus dalam posisi duduk karena sesak bertambah bila tidur terlentang. Tanda awal dari kanker payudara adalah ditemukannya benjolan yang terasa berbeda pada payudara, jika ditekan, benjolan ini tidak terasa nyeri maupun perih, awalnya benjolan ini berukuran kecil semakin lama semakin membesar dan akhirnya melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara (peau d’orange) atau puting susu, puting susu masuk ke dalam (retraksi), bila tumor sudah membesar, muncul rasa sakit yang hilang timbul, kulit payudara terasa seperti terbakar, payudara mengeluarkan darah atau cairan lain tanpa menyusui, adanya ulkus, payudara sering berbau dan mudah berdarah (Hasdianah & Suprapto, 2014). Hal ini sesuai dengan keterangan Ny. S yang mengatakan awalnya muncul benjolan kecil yang tidak terasa nyeri namun benjolan ini Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 116 membesar dengan sangat cepat setelah Ny. S berhenti menyusui dan harus dioperasi. Dalam pengkajian tersebut juga didapat terkait usia pasien pada saat menikah dan mempunyai anak, serta riwayat menyusui pasien. Berdasarkan beberapa sumber kanker payudara sering dialami oleh wanita (Davey, 2006; Desen, 2011; Williams & Wilkins, 2012). Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kanker payudara diantaranya usia, riwayat keluarga, karakteristik reproduksi, kelainan kelenjar payudara, hormon estrogen, radiasi pengion diet dan gizi. Pasien menikah dan mempunyai anak di usia 36 tahun (>35 tahun). Berdasarkan usia, kehamilan pasien termasuk dalam usia tua yang menjadi faktor risiko kejadian kanker payudara (Rasjidi, 2010). Pasien juga menyampaikan hanya menyusui anaknya selama 1 bulan. Hal tersebut juga merupakan faktor risiko kejadian kanker payudara dimana seseorang yang intesitas menyusuinya kurang atau tidak menyusui berisiko terkena kanker payudara (Desen, 2011; Williams & Wilkins, 2012; Black & Hawks, 2014). Hasil pengkajian faktor risiko yang lain didapatkan bahwa pasien tidak mempunyai riwayat merokok tetapi sebagai perokok pasif karena suaminya dan orang-orang di tempat kerjanya mayoritas perokok. Merokok telah ditetapkan sebagai faktor risiko utama untuk sejumlah kanker pada manusia, seperti kanker paru-paru, rongga mulut, esofagus, laring, dan kandung kemih (Jha, 2009). Namun, hubungan antara merokok dan kanker payudara masih diperdebatkan (Johnson et al., 2011; IARC, 2012; U.S, Department of Health and Human Services, 2014). Ada juga bukti bahwa merokok berkontribusi terhadap risiko kanker payudara pada wanita (Johnson et al., 2011). Namun, bukti hubungan antara merokok pasif dan kanker payudara tetap tidak meyakinkan (Johnson, 2005; Johnson et al., 2011). Hubungan antara merokok pasif dan risiko kanker payudara telah ditemukan berbeda antara wanita pra dan pasca menopause (Johnson, 2005; Roddam et al., 2007; Reynolds et al., 2009; Johnson et al., 2011). Hubungan sementara ditemukan pada wanita pra-menopause dan tidak konsisten pada wanita pasca-menopause (Kropp, 2002; Hanaoka et al., 2005, Johnson et al., 2011). Sebuah penjelasan untuk perbedaan ini adalah bahwa merokok memiliki dua efek karsinogenik dan anti-estrogenik (IARC, 1986; Slattery et al., 2008.), Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 117 Dan kerentanan genetik mungkin terlibat dalam kedua karsinogenik atau jalur yang terkait estrogen, akibatnya mempengaruhi kinerja efek karsinogenik dan efek anti-estrogenik (Johnson, 2005). Karsinogen seperti hidrokarbon polisiklik aromatik (polycyclic aromatic hydrocarbons/PAH), amina aromatik, Nnitrosamin, dan spesies oksigen reaktif yang ada dalam asap tembakau mengarah pada pembentukan adduct DNA, dan menyebabkan kerusakan satu atau dua rangkaian DNA (Friedberg, 2006). Kerusakan DNA yang disebabkan oleh bahan kimia beracun dalam asap mengaktifkan satu set kompleks jalur perbaikan DNA (Hoeijmakers, 2001; Hao et al., 2004; Stern et al., 2007). Asap tembakau yang berasal dari lingkungan juga lebih cepat diserap ke dalam darah dan sistem limfe (IARC 1986 on Slattery et al., 2008). Sejumlah besar studi epidemiologi lain telah meneliti hubungan antara rs2234693 dan risiko kanker payudara, dan beberapa dari mereka telah melaporkan bahwa hal itu adalah terkait dengan kerentanan kanker payudara (Li et al., 2010). Mengingat efek anti-estrogenik dari merokok, ESR1 rs2234693 dipertimbangkan menjadi pengubah genetik lain. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa merokok pasif dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara di kalangan baik pra dan pasca menopause perempuan, sedangkan hubungan tampak bervariasi antara wanita pra dan pasca menopause dalam arah yang berlawanan, tergantung pada genotipe rs1136410 PARP1 atau rs2234693 ESR1 (Lu-Ying Tang et al., 2013). Pasien menstruasi pertama kali usia 11 tahun (<12 tahun). Hal ini juga menjadi faktor risiko kanker payudara kaitanya dengan karakteristik reproduksi (Rasjidi, 2010). Pasien belum pernah KB. Penelitian yang dilaksanakan oleh National Heart, Lung, and Blood (NHLBI) tahun 2002 melaporkan penggunaan terapi hormon yang kurang dari 5 tahun cenderung tidak meningkatkan risiko terkena kanker payudara namun wanita yang menggunakan terapi ini dalam waktu lama (lebih dari 10 tahun) mempunyai resiko tinggi untuk mengalami kanker payudara sebelum manopause (National Institutes of Health, 2002; Willett, Rockhill & Hankinson, 2004). Pasien tidak mempunyai riwayat minum alkohol. Sebuah penelitian menyebutkan wanita yang setiap hari minum 2-3 gelas alkohol meningkatkan risiko terkena kanker mamae 21%. Risikonya tergantung jenis dan dosis alkohol yang diminum (Fentiman, 2001; Terry, Zhang & Kabat, 2006). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 118 Alkohol dianggap komponen dalam jalur metabolisme produksi estrogen. Jadi, dengan meningkatkan tingkat sirkulasi estrogen, alkohol dapat meningkatkan risiko kanker (Zhang, Lee & Manson, 2007). Terkait hal ini sangat dimungkinkan kanker payudara pasien tidak disebabkan oleh faktor penggunaan KB maupun konsumsi alkohol. Salah satu faktor risiko lain yang dapat menyebabkan kanker payudara adalah diet atau gizi (Desen, 2011). Pasien mengatakan tidak suka daging tetapi sangat menyukai makanan instan. Karsinogen kimia seperti benzo [a] pyrene (BAP) dan 2-amino-1-metil-6- phenylimidazo [4,5-b] piridin (PhIP) dapat berkontribusi pada penyebab kanker yang terdapat pada makanan yang sering dikonsumsi manusia (David, Ebbels & Gooderham, 2016). Dimungkinkan beberapa jenis makanan yang dikonsumsi Ny. S mengandung zat-zat tambahan yang dapat memicu pertumbuhan sel kanker. Ny. S juga mengatakan terkadang harus kerja lapangan sehingga sering terpapar radiasi matahari dan polusi. Kelenjar payudara relatif peka terhadap paparan radiasi. Paparan radiasi yang berlebih berisiko tinggi menyebabkan kanker payudara (Desen, 2011) Hasil riwayat penyakit dahulu pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma ataupun alergi. Hasil riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien ataupun penyakit kanker yang lain, demikian juga keluarga dari ibu pasien juga tidak ada yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien. Hasil anamnesa keluarga nenek dan kakek pasien tidak diketahui karena sudah meninggal. Salah satu faktor predisposisi dari penyakit kanker adalah faktor genetik. Faktor genetik yang dimaksud adalah adanya mutasi pada beberapa gen yang berperan penting dalam pembentukan kanker payudara gen yang dimaksud adalah beberapa gen yang bersifat onkogen dan gen yang bersifat mensupresi tumor (American Cancer Society, 2007). Penelitian menemukan pada wanita dengan saudara primer seperti ayah/ibu, saudara perempuan ayah/ibu, kakak/adik yang menderita karsinoma mamae, probabilitas terkena karsinoma mamae lebih tinggi 2-3 kali dibanding wanita tanpa riwayat keluarga dengan karsinoma mamae (Webb, 2002 & Dennis 2009). Pada wanita dengan mutasi gen BRCA-1 atau BRCA-2 akan membawa mutasi 50-90% pada keluarganya sehingga akan meningkatkan angka kejadian Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 119 kanker payudara dan kemungkinan perkembangan kanker payudara sebelum usia 50 tahun (Lewis, 2011). Kemungkinan faktor genetik bukan merupakan faktor risiko kanker payudara pada Ny. S. 4.1.2 Aplikasi Teori Peaceful End of Life Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada Ny. S menggunakan pendekatan teori peaceful end of life. Pendekatan teori ini sangat tepat diterapkan pada Ny. S yang didiagnosis kanker dengan stadium lanjut. Didiagnosa dan hidup dengan penyakit mengancam jiwa seperti kanker adalah peristiwa yang sangat mempengaruhi beberapa aspek kehidupan individu dan bahkan membuat pasien mengalami masalah psikologis seperti takut mati dan takut tidak mendapatkan kesembuhan atau takut mengalami kekambuhan penyakit, serta mengalami perubahan kualitas hidup (Kang, 1999; Schreier & Williams, 2004), selain itu juga dapat berdampak pada gejala fisik seperti nyeri dan kelelahan (Miaskowski et al., 2006). Masalah fisik dan psikologis yang terjadi pada pasien kanker merupakan peristiwa yang saling terkait (Yang, Jeon, Han, Han, & Eom, 2000), Pengobatan dan terapi yang diberikan kepada Ny. S bersifat paliatif. Tujuan dari perawatan paliatif adalah memberikan kenyamanan dan meningkatkan kualitas hidup pasien di akhir kehidupan (Tomey & Alligod, 2010). Kenyamanan adalah hasil yang sangat diinginkan oleh pasien dan keluarga pasien dengan kanker, dan karenanya merupakan tujuan penting dari proses keperawatan (Miaskowski et al., 2006). Pengkajian menggunakan pendekatan teori peaceful end of life dimulai dengan wawancara riwayat kesehatan (anamnesis) serta mengamati Ny. S selama berinteraksi. Hal tersebut sesuai dengan Black dan Hawks, (2014) yang menyatakan bahwa pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama proses keperawatan yang dimulai dengan wawancara riwayat kesehatan (anamnesis) serta mengamati klien selama berinteraksi. Pengamatan ini akan mengarahkan perawat pada aspek yang perlu difokuskan saat pemeriksaan fisik selanjutnya. Selain itu menurut Ciplaskey (2014) rasa kepercayaan dan kedekatan antara perawat dan pasien juga menjadi bagian yang penting saat melakukan pengkajian. Dengan adanya kedekatan dan rasa saling percaya tersebut diharapkan masalah Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 120 pasien yang sifatnya pribadi dapat digali secara lebih mendalam. Pengkajian yang dilakukan sesuai dengan teori peaceful end of life meliputi pengkajian nyeri, kenyamanan, dihargai dan dihormati, kedamaian dan kedekatan dengan keluarga atau orang yang bermakna bagi pasien (Ruland, C. M., & Moore, S. M. (1998) dalam Alligood & Tomey 2010). Berdasarkan hasil pengkajian secara umum dan pengkajian dengan pendekatan teori peaceful end of life, didapatkan beberapa masalah keperawatan yang muncul pada Ny. S yaitu ketidakefektifan pola nafas, nyeri kronis, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ansietas, intoleransi aktivitas dan resiko infeksi. Dalam hal ini keluhan yang paling sering dinyatakan Ny. S adalah sesak nafas dan nyeri. 4.1.2.1 Ketidakefektifan Pola Nafas Ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat (Herdman & Kamitsuru, 2015). Hasil pengkajian yang menjadi keluhan yang paling dirasakan oleh Ny. S adalah sesak nafas. Sesak nafas merupakan pengalaman subjektif yang digambarkan sebagai kesulitan bernafas atau suatu kesadaran yang tidak menyenangkan saat bernafas yang dapat menyebabkan ketidakmampuan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari (LeGrand, 2003). Sesak nafas dialami oleh 50-70% pasien terminal (Abernethy, Currow, & Frith, 2003). Pasien biasanya mengeluhkan pernafasan yang berat, nafas yang dangkal dan perasaan sesak nafas (Kuebler, 2002). Kelelahan dari efek sesak nafas dapat mengganggu aktivitas sehari-hari klien. Kondisi ini bila tidak segera ditangani akan menyebabkan klien mengalami depresi, panik, ansietas dan insomnia (Abernethy, Currow, & Frith, 2003). Hal tersebut sesuai dengan kondisi yang dialami Ny. S, karena sesak nafas Ny. S mengalami gangguan tidur/kesulitan tidur (insomnia) dan hanya bisa tidur dalam posisi duduk memeluk bantal yang mengurangi kenyamanan Ny. S dalam memenuhi kebutuhan tidurnya. Ny S juga mengeluhkan cepat merasa lelah bila beraktivitas bahkan pada saat dilakukan wawancara sehingga harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian. Skor ESAS kelelahan 7. Gambaran foto toraks Ny. S ditemukan efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml). Efusi pleura yang dialami Ny. S merupakan suatu pertanda kondisi yang berat dengan harapan hidup kurang dari 1 tahun (Zarogoulidis, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 121 Zarogoulidis & Darwiche, 2013). Efusi pleura sering dikaitkan dengan keganasan seperti karsinoma paru-paru atau payudara. Namun, banyak keganasan lain yang juga dapat mengakibatkan efusi pleura, seperti mesothelioma, ginjal, ovarium, dan sarkoma (Porcel & Vives, 2003). Lebih dari 150.000 kasus baru efusi pleura karena keganasan didiagnosa setiap tahun (Neragi-Miandoab, 2006). Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura baik dalam bentuk eksudat maupun transudat (Smeltzer, 2001; Brunner & Suddarth, 2001). Normalnya rongga pleura berisi cairan dalam jumlah relatif sedikit yaitu 0,1 – 0,2 mL/kgbb pada tiap sisinya. Fungsi cairan pleura adalah untuk memfasilitasi pergerakan kembang kempis paru selama proses pernafasan (Broaddus, 2009). Ny. S memiliki berat badan 44 kg sehingga cairan efusi yang seharusnya ada pada Ny. S adalah sekitar 4,4-8,8 cc. Adanya cairan pleura yang melebihi normal pada Ny. S menyebabkan keluhan sesak nafas dan nyeri dada pada Ny. S. Efusi pleura dipertimbangkan sebagai penyebab sesak napas pada pasien dengan riwayat kanker. Kehadiran tanda-tanda fisik, seperti ekspansi paru-paru menurun, perkusi redup, dan penurunan udara yang masuk ke dalam paru-paru, mungkin mengarah ke diagnosis efusi pleura (McGrath & Anderson, 2011). Dalam pemeriksaan fisik Ny. S nampak pernafasan cuping hidung, kadang bernafas melalui mulut, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah, pasien nampak gelisah, pola pernafasan abnormal, nafas cepat 28x/menit meski telah menggunakan O2 nasal kanul 5ltr/menit, pasien tampak pucat sianosis, SaO2 97%, denyut nadi cepat 110x/menit dan perkusi paru yang redup. Rontgen dada akan menjadi pilihan pemeriksaan karena dapat mendeteksi 200 ml atau lebih dari cairan pleura (Hooper, Lee & Maskell, 2010). Selain rontgen dada, USG toraks, Computed Tomography (CT) dan 18F-fluorodeoxyglucosa (FDG), Positron-Emission Tomography (PET) CT dapat digunakan untuk penilaian pasien dengan efusi pleura (Heffner, 2010). Pada Ny. S telah dilakukan rontgen dada dan USG toraks yang menggambarkan adanya efusi pleura bilateral. Sampling cairan pleura melalui thoracocentesis memungkinkan untuk analisis lebih lanjut yang dapat membantu untuk mendiagnosa asal efusi pleura keganasan. Sampel cairan pleura secara rutin dianalisis meliputi protein, LDH, glukosa, dan pH disamping menjalani pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 122 (Hooper, Lee & Maskell, 2010). Kadar glukosa cairan pleura yang rendah < 60 mg/dl dan pH < 7.35 menunjukkan kondisi yang buruk akibat efusi pleura karena keganasan (Rodriguez & Lopez, 1999). Limfosit adalah sel yang paling sering ditemukan, meskipun dominasi eosinofil dapat dilihat dalam sepertiga kasus efusi pleura keganasan (Oba & Abu, 2012). Diagnostik hasil analisis sitologi dapat setinggi 60%, terutama bila digunakan untuk mengidentifikasi adenokarsinoma metastatik tetapi rendah pada kasus mesothelioma ganas sekitar 20%, karena pada kasus ini sangat sulit dibedakan antara normal, reaktif, dan sel mesothelial ganas (Husain, Colby, Ordonez, Krausz, Borczuk & Cagle, 2009). Biopsi pleura thoracoscopic dapat dilakukan disamping melakukan pemeriksaan sitologi cairan pleura. Hal tersebut dapat meningkatkan hasil sitologi diagnostik untuk kasus keganasan sekitar 27% (Swiderek, Morcos, Donthireddy, Surapaneni , Jackson & Schultz, 2010). Selama pengelolaan Ny. S, hasil pemeriksaan sitologi cairan pleura belum ada. Pasien telah dipasang WSD pigtail kiri tanggal 10/3/2016 dan dilakukan pleurodesis kanan tanggal 14/3/2016. WSD kanan buka tutup per 3 jam (02.00, 05.00, 08.00, 11.00, 14.00, 17.00, 20.00 dan 23.00 WIB) dialirkan ± 200cc, WSD kiri diloss ganti botol tiap pagi. Kateter pigtail dapat ditempatkan di samping tempat tidur. Kateter ini jauh lebih kecil dalam ukuran (8-12 French), dan terbuat dari silikon, sehingga jauh lebih fleksibel dan nyaman bagi pasien. Setelah ditentukan penempatan yang tepat dalam rongga pleura, kateter ditempatkan secara tepat, ujung kateter melingkar untuk menguncinya dan mencegah cedera tembus (Tsai, Chen, Lee, Cheng, Chen, Hsu & Shih, 2006). Pasien yang mengalami efusi masif dan mengalami pendesakan pada jaringan paru, tindakan pemasangan kateter yang menetap merupakan pilihan tindakan utama. Namun jika tidak ada pendesakan terhadap paru, maka pilihan lain yang dapat digunakan adalah pleurodesis (pleural sklerosis). Pada beberapa pasien, drainase cairan efusi pleura dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi gejala yang disebabkan oleh distorsi diafragma dan dinding toraks oleh cairan efusi. Jenis efusi ini biasanya sering berulang sehingga perlu dilakukan torakosentesis berulang, pleurodesis atau pemasangan kateter yang menetap sehingga pasien dapat mengeluarkan cairan efusi sesuai kebutuhan di luar rumah sakit. Sebuah penelitian non- Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 123 randomized didapati bahwa 34 pasien yang memilih menggunakan kateter menetap, secara signifikan lebih cepat pulang dari rumah sakit, lebih jarang mengalami rekurensi efusi, dan lebih cepat memperoleh perbaikan kualitas hidup dibanding 31 pasien lainnya yang memilih tindakan pleurodesis (Fysh et al., 2012). Reddy, Ernst, Lamb dan Feller (2011) melaporkan bahwa pasien yang memilih menggunakan kateter menetap menggambarkan tingkat keberhasilan 92% dibanding dengan pleurodesis dan untuk lama tinggal rumah sakit relatif singkat berkisar 1,79 hari. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan pola nafas (kode 00032) berhubungan dengan penurunan energi/keletihan, nyeri, kelelahan otot-otot pernafasan pada Ny. S adalah dengan Respiratory Monitoring (3350) dan Oxygen Therapy (3320). Respiratory Monitoring adalah mengumpulkan dan menganalisa data pasien untuk meningkatkan kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pertukaran gas. Sedangkan Oxygen Therapy adalah pemberian oksigen dan monitoring keefektifannya (Nursing Interventions Classification/NIC, 2013). Tindakan utama Respiratory Monitoring yang dilakukan pada Ny. S adalah memonitor frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, melakukan auskultasi suara nafas, mencatat adanya suara tambahan, dan memonitor saturasi O2, serta mengobservasi adanya tanda-tanda hipoventilasi. Hal tersebut dilakukan untuk memantau abnormalitas kondisi klinis pasien sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan secara cepat dan tepat sesuai dengan data yang ditemukan pada pasien. Intervensi selanjutnya pemberian bronkodilator melalui nebulazer: combivent 3x/hari (06.00, 14.00, dan 22.00 WIB) dan pulmicort 2x/hari (06.00 dan 18.00 WIB) dan terapi peroral : OBH sirup 3x1 cth (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB), capsul racik Theofilin dan Salbutamol 3x1 (04.00, 12.00, dan 20.00 WIB) sesuai advise. Pemberian bronkodilator dapat membantu menurunkan usaha nafas pada pasien yang mengalami kesulitan bernafas (Wickam, 2002). Terapi inhalasi membutuhkan waktu 10 sampai 15 menit dan setelah itu nebulizer harus dibersihkan, dikeringkan dan dipasang kembali. Menghirup beberapa obat nebulizer bisa memakan waktu hingga 45 menit atau lebih. Hal ini sangat jelas bahwa pasien harus disiplin dan ketat dalam mematuhi waktu penggunaan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 124 prosedur harian ini. Zat obat yang biasa digunakan untuk terapi inhalasi terdiri albuterol, ipratropium, kromolin, budesonide, tobramycin, colistin dan rhDNAse dornase alfa (Wolfgang, Astrid & Irene, 2006). Combivent adalah kombinasi obat yang terdiri atas Salbutamol sulphate (Albuterol) 2.5 mg dan Ipratropium Br 0.5 mg dengan kemasan vial 2,5 ml. Dosis pemberiannya adalah 0,5-1 vial unit dosis setiap 1 sampai 2 jam dan dilanjutkan setiap 4 sampai 6 jam melalui rute inhalasi (nebulisasi). Kombinasi antara inhalasi β2–agonis (Salbutamol) dan antikolinergik (ipatropium) dipercaya dapat memberikan efek bronkodilatasi yang lebih baik (GINA, 2011). Salbutamol (Albuterol) dan ipratropium adalah bronkodilator yang mengendurkan otot-otot di saluran nafas dan meningkatkan aliran udara ke paruparu. Garrett, Town dan Rodwell P (1997), melaporkan peningkatan signifikan penggunaan kombinasi albuterol dan ipratropium dibandingkan dengan albuterol saja dalam perubahan respon volume ekspirasi maksimal pada orang dewasa dengan asma yang dirawat di unit gawat darurat. Dalam sebuah penelitian serupa, Rodrigo GJ dan Rodrigo C. (2000) melaporkan peningkatan signifikan spirometri dengan penambahan dosis tinggi ipratropium untuk albuterol. Sepuluh penelitian meta-analisis yang membandingkan penggunaan antara albuterol saja dan albuterol ditambah ipratropium, ada 7,3% (100 ml) perbaikan volume ekspirasi maksimal dengan albuterol ditambah ipratropium, terutama di penderita asma sedang sampai berat (Stoodley, Aaron, Dales, 1999). Manfaat menggabungkan albuterol dan ipratropium adalah untuk mencapai bronkodilatasi maksimal (Arthur et al., 2008). Pulmicort berisi budesonide yang merupakan kortikosteroid. Budesonide mencegah pelepasan zat dalam tubuh yang menyebabkan peradangan. Informasi resep untuk Pulmicort inhalasi suspensi (merek budesonide) menyatakan bahwa inhalasi suspensi dapat dicampur dengan solusi inhalasi lainnya misalnya terbutalin, albuterol, kromolin, ipratropium. Dengan pencampuran ini akan memaksimalkan efektifitas hasil pada pasien dengan permasalahan pernafasan terutama pasien yang menderita penyakit saluran napas kronis, misalnya cystic fibrosis (CF) atau asma (Wolfgang, Astrid & Irene, 2006). Selain itu Ny. S juga mendapatkan terapi peroral OBH sirup dan capsul racik Theofilin dan Salbutamol. OBH adalah obat batuk ekspektoran yang berfungsi mengencerkan dahak. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 125 Salbutamol merupakan suatu senyawa golongan β2-Agonis yang selektif merangsang reseptor β-2 adrenergik pada otot bronkus dan digunakan sebagai bronkodilator pada penderita asma bronkial. Salbutamol diberikan secara peroral kerjanya lebih selektif dan lebih panjang dibandingkan isoprenalin, sehingga relatif kurang mempengaruhi kecepatan detak jantung. Sedangkan Teofilin adalah golongan obat metilxantin. Efek bronkodilatasi golongan metil-xantin setara dengan β2-Agonis yaitu menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, lebih-lebih bila otot bronkus tersebut dalam keadaan konstriksi, misalnya pada keadaan asma. karena efek samping yang lebih banyak dan batas keamanan yang sempit maka golongan metilxantin hanya dianjurkan jika pemberian kombinasi inhalasi β2 Agonis dan ipatropium bromida tidak memberikan respons (GINA, 2011). Intervensi selanjutnya yang diberikan untuk Ny. S adalah memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan mempertahankan jalan nafas yang paten. Ny. S lebih sering dalam kondisi duduk. Penelitian Tomomi, Tetsuo, Takeshi, Toru dan Fumio (2011), melaporkan bahwa posisi Semi-fowler menjadi posisi yang paling efektif untuk mengurangi masalah pernapasan dan dyspnea khususnya pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (Chronic Obstructive Pulmonary Disease/COPD). Selanjutnya kegiatan yang dilakukan yaitu memonitor tanda vital secara rutin. Monitoring vital sign telah terbukti menjadi prediktor paling akurat untuk menilai penurunan kondisi pasien (Matthew, Richa & Dana, 2016). Selain itu pemberian informasi tentang pentingnya penerapan teknik relaksasi nafas dalam untuk memperbaiki pola nafas, mengajarkan batuk efektif dan menerapkan fisioterapi dada juga dapat membantu mengurangi masalah sesak nafas yang terjadi pada pasien (Carpenito, 2009). Pada Ny. S selain diberikan bronkodilator juga diajarkan teknik relaksasi nafas dalam dan batuk efektif. Sedangkan tindakan Oxygen Therapy utama yang dilakukan adalah selain menjaga kebersihan mulut, hidung dan trakhea dari sekret, yaitu mengatur perlengkapan pemberian oksigen termasuk kehangatan humidifier, memonitor ukuran aliran oksigen O2 nasal kanul 5ltr/mnt, memonitor posisi alat pemberian oksigen, memonitor efektivitas ketepatan pemberian terapi oksigen (saturasi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 126 oksigen, pulse oximetri), memantau status mental, memantau pengeluaran cairan pleura melalui selang WSD. WSD kanan buka tutup per 3 jam (02.00, 05.00, 08.00, 11.00, 14.00, 17.00, 20.00 dan 23.00 WIB) dialirkan ± 200cc, WSD kiri diloss ganti botol tiap pagi. Setelah dilakukan tindakan respiratory monitoring dan oxygen therapy selama 3 hari perawatan respiratory status dalam skala rating outcome level 3 (cukup menyimpang dari ukuran normal) dan 3 (sedang), hal tersebut dapat dilihat pasien masih mengeluh sesak nafas dan masih sulit tidur. Pasien mengatakan hanya bisa tidur dalam posisi duduk sambil memeluk bantal. Pasien masih nampak bernafas lewat mulut dan dalam kondisi duduk memeluk bantal, terkadang batuk disertai dahak. Klien masih tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses wawancara. Hal ini dimungkinkan karena ketidakcukupan oksigen yang diterima Ny. S. disamping karena adanya efusi pleura yang membuat pergerakan kembang kempis paru tidak optimal. Adanya cairan pleura yang melebihi normal pada Ny. S menyebabkan ekspansi paru-paru menurun sehingga kebutuhan oksigen Ny. S tidak tercukupi, selain itu selama pengelolaan, Ny. S hanya mendapat oksigen 5ltr/menit menggunakan nasal kanul sementara perhitungan kebutuhan oksigen yang dibutuhkan pada Ny. S adalah 7-9 liter/menit yang dapat diberikan menggunakan masker sederhana yang memberikan aliran oksigen sebanyak 5-8 liter/menit atau menggunakan masker rebreathing 8-12 liter/menit. Rumus menghitung kebutuhan oksigen MV=VTxRR dimana MV adalah Minute Ventilation, udara yang masuk ke sistem pernapasan setiap menit, VT adalah Volume Tidal (6-8 ml/kg bb), RR adalah Respiration Rate (Rogayah, 2009). Karena BB Ny. S saat ini 44 Kg dan pernafasan Ny. S 28x/menit. Maka MV=(44kgx(6-8ml))x28=7-9 ltr/menit. Skor ESAS kelelahan Ny. S 7. Dalam pemeriksaan fisik masih nampak pernafasan cuping hidung, ada retraksi dinding dada, suara nafas tambahan ronkhi basah. Pemeriksaan TTV RR 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, tekanan darah 100/70 mmHg, Suhu 36,80C, Nadi 100 x/menit, SaO2 98%, dan gambaran foto toraks efusi pleura bilateral. Produksi WSD kanan/3 jam maksimal dikeluarkan 200 cc, perhari ratarata 500 cc, kiri di loss produksi ±400 cc/hr. Respiratory monitoring tetap Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 127 dilakukan selama pasien mengeluh sesak nafas. Selain itu pasien juga diberikan tindakan oxygen therapy (3320) dengan harapan pasien akan mampu mempertahankan respiratory status : ventilation (0403). Setelah pemberian intervensi rating outcome berada pada level 3 (cukup menyimpang dari ukuran normal) dan 3 (sedang), hal tersebut dapat dilihat pasien masih mengeluh sesak nafas, pasien masih tampak gelisah, adanya pernafasan cuping hidung, pola pernafasan abnormal, nafas cepat 28x/menit menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/menit, pasien masih tampak pucat, SaO2 meningkat jadi 98%, denyut nadi cepat 100x/menit dan gambaran foto toraks efusi pleura bilateral. Produksi WSD kanan ±500 cc/hari, kiri ±400 cc/hr. Intervensi oxygen therapy dilanjutkan. Bila dilihat dari konsep teori PEOL, sesak nafas dapat dihubungan dengan masalah kenyamanan. Perasaan nyaman diartikan sebagai perasaan terbebas dari rasa ketidaknyamanan, merasa senang dan puas terhadap sesuatu serta merasa hidup lebih mudah, damai dan menyenangkan (Ruland & Moore (1998) di dalam Tomey & Alligood, 2010). Dengan pemberian tindakan meliputi mencegah, memonitoring dan membebaskan ketidaknyamanan fisik termasuk ketidaknyamanan karena sesak nafas, memfasilitasi untuk beristirahat dan relaksasi serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi diharapkan kebutuhan kenyamanan Ny. S dapat dipenuhi. 4.1.2.2 Nyeri Kronis Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan dengan kerusakan aktual atau potensial, atau digambarkan sebagai suatu kerusakan (International Association for the Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan sampai berat, terjadi konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga (>3) bulan (Herdman & Kamitsuru, 2015). Pasien mengeluh nyeri pada dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul lebih dari 5 menit, nyeri berkurang jika tidur dan beberapa saat setelah pemberian obat anti nyeri. Nyeri akan timbul kembali ketika batuk. Nyeri dialami oleh 3075% dari orang dengan kanker dan 40-50% mengalami nyeri sedang sampai parah dan 25-30% mengalami nyeri berat (van den Beuken-van Everdingen MHJ & de Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 128 Rijke JM, et al., 2007). Rasa nyeri yang dialami Ny.S berada pada skala sedang dan apabila batuk menjadi skala berat. Nyeri yang dialami Ny. S merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan, aktual ataupun potensial (Rasjidi, 2010; IASP, 1996 dalam Black & Hawks, 2014). Selain kelelahan dan gangguan tidur, nyeri merupakan gejala yang paling umum yang dialami orang dengan kanker khususnya pasien dengan stadium lanjut. Gejala tersebut terjadi pada lebih dari 50% pasien yang menerima pengobatan kanker (Beck, Dudley & Barsevick, 2005). Nyeri, kelelahan, dan gangguan tidur memiliki dampak negatif pada pasien seperti status fungsional dan kualitas hidup (Dodd, Miaskowski & Paul, 2001). Hal yang sama disampaikan oleh Paice (2011), nyeri kanker merupakan suatu ancaman besar bagi kualitas hidup pasien. Serupa dengan yang diungkapkan Ny. S, selain keluhan nyeri Ny. S juga mengeluhkan adanya gangguan tidur dan kelelahan saat beraktivitas. Dalam pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak gelisah, kadang pasien menarik nafas panjang sambil memeluk bantal, namun jika batuk timbul, nampak ekspresi menahan nyeri (menyeringai) yang menunjukkan timbulnya nyeri pada saat batuk berlangsung. Pasien kadang meringis sambil memegangi dadanya. Untuk itu nyeri yang terjadi pada Ny. S memerlukan penanganan yang optimal agar kualitas hidup pasien dan status fungsional pasien dapat ditingkatkan. Mekanisme nyeri diawali dengan aktivasi nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf bebas yang tersebar di seluruh tubuh (di perifer kulit, fasia, tulang periosteum, otot rangka, ligamen, dan membran mukosa). Aktivasi nosiseptor ini dimediasi secara kimiawi oleh bradikinin, prostaglandin, subtansi P, histamin, serotonin, leukotrien, dan faktor pertumbuhan saraf. Zat-zat kimia tersebut muncul sebagai tanda adanya (1) penghancuran dinding sel sebagai akibat peristiwa kerusakan jaringan, perlukaan, invasi tumor, dan nekrosis sel; (2) inflamasi; (3) infeksi; (4) kerusakan saraf; dan (5) ekstravasasi plasma dari sistem sirkulasi berhubungan dengan edema, iskemia atau oklusi pembuluh darah. Dengan adanya zat kimia tersebut sensitivitas reseptor dan membran serat saraf meningkat sehingga menghasilkan sinyal sensasi nyeri. Sensasi nyeri tersebut dibagi menjadi dua cepat dan lambat. Nyeri cepat dihasilkan oleh saraf kecil Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 129 bermielin. Saraf ini membuat koneksi sinaps di medulla spinalis. Satu koneksi mengaktivasi neuron motorik yang memicu refleks pergerakan organ yang terkena trauma (misal menarik tangan karena adanya sensai panas). Koneksi sinaps yang lain mengaktivasi urutan neuron yang melewati talamus dan berakhir di korteks sensori, sistem limbik, dan hipotalamus sehingga memberikan sensasi nyeri (tajam dan terlokalisasi). Sedangkan nyeri lambat dihasilkan oleh saraf kecil tidak bermielin. Saraf ini juga banyak membuat koneksi pada medulla spinalis dan meneruskan informasi ke otak tengah dan formasi retikular serta berkontribusi terhadap emosional, kognitif, dan komponan situasional oleh nyeri yang bersifat tumpul dan terbakar (Petel, 2010, Black & Hawks, 2014). Dalam teori peaceful end of life, nyeri merupakan hal yang sangat mengganggu kenyamanan pasien dan memerlukan penanganan yang tepat. Keluhan nyeri yang diungkapkan Ny. S dengan skala nyeri 5 dan meningkat menjadi 8 sangat mengganggu kenyamanan Ny. S. Perasaan nyaman diartikan sebagai perasaan terbebas dari rasa ketidaknyamanan, merasa senang dan puas terhadap sesuatu serta merasa hidup lebih mudah, damai dan menyenangkan (Ruland & Moore (1998) di dalam Tomey & Alligood , 2010). Teori PEOL yang terdiri dari lima konsep yang saling berkaitan, yaitu bebas dari rasa nyeri, merasa nyaman, dihargai, damai dan dekat dengan orang yang bermakna dalam kehidupan pasien. Kriteria proses dari setiap konsep tersebut dapat digabungkan misalnya nyeri, kenyamanan dan damai dapat dijadikan satu konsep yang sederhana dalam manajemen gejala fisik maupun psikologisnya. Konsep nyeri dengan dua kriteria proses yaitu memantau dan menghilangkan rasa sakit serta memberikan tindakan farmakologi dan non farmakologi memiliki kedekatan hubungan dengan kriteria proses dari kenyamanan yang meliputi pencegahan, pemantauan dan pengurangan rasa ketidaknyamanan fisik dan kriteria proses dari kedamaian yaitu memonitor, memenuhi kebutuhan klien selama perawatan anti cemas. Intervensi non farmakologis yang bisa dilakukan misalnya terapi musik, humor, relaksasi, menghirup aromaterapi diberikan sebagai distraksi pasien terminal dan sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa nyeri, kecemasan dan rasa ketidaknyamanan fisik secara umum (Ruland & Moore (1998) di dalam Tomey & Alligood , 2010). Terapi nonfarmakologi lain yang dapat menurunkan nyeri pada Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 130 pasien berupa intervensi fisik untuk memberikan kenyamanan dan meningkatkan mobilitas dengan cara stimulasi kutaneus, pijat, kompres hangat/dingin, akupunktur, Transkutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS), dan akupresur, serta intervensi kognitif-perilaku untuk mengubah persepsi nyeri, menurunkan ketakutan dan meningkatkan perilaku kontrol terhadap nyeri dengan cara nafas dalam, relaksasi progresif, musik, guided imagery, distraksi, terapi sentuhan, meditasi dan humor (Black & Hawks, 2014). Ny. S juga mengungkapkan karena nyeri menjadikan Ny. S sulit tidur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dodd, Miaskowski menyatakan bahwa dan Paul, (2001) yang nyeri memiliki dampak negatif berupa gangguan tidur sehingga dapat mengganggu status fungsional dan kualitas hidup pasien. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri kronis (kode 00133) berhubungan dengan proses perkembangan penyakit akibat infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar menurut NIC pada Ny. S adalah dengan pain management (1400). Pain management adalah mengurangi, meringankan atau menurunkan level nyeri sampai pada level kenyamanan sehingga hal tersebut dapat diterima oleh pasien (Nursing Interventions Classification/NIC, 2013). Dengan dilakukan tindakan pain management (1400) diharapkan Ny. S akan mampu mengontrol nyeri (1605) dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu mengenali gejala nyeri, mendiskripsikan faktor penyebab, menggunakan catatan untuk memonitor gejala setiap waktu, menggunakan tindakan pencegahan, menggunakan tindakan non farmakologi untuk mengurangi nyeri, menggunakan analgetik yang direkomendasikan, melaporkan perubahan gejala nyeri kepada petugas kesehatan, melaporkan tak terkendalinya gejala nyeri kepada petugas kesehatan, menggunakan sumber yang tersedia, mengenali hubungan gejala dengan nyeri, melaporkan nyeri yang dapat dikontrol. Tindakan utama yang dilakukan adalah melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, onset, dan durasi secara berkala. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi aspek bio, psiko, sosio dan spiritual dapat menghindari penilaian yang salah mengenai nyeri yang dipersepsikan oleh Ny. S. Dengan pengkajian yang komprehensif perawat dapat Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 131 memberikan penatalaksanaan nyeri yang tepat terhadap Ny. S. Margo McCaffery salah seorang penggagas dalam keperawatan nyeri mendefinisikan nyeri sebagai sesuatu yang dikatakan oleh individu yang merasakan nyeri dan ada ketika nyeri tersebut dikatakan ada. Nyeri merupakan hal subjektif dan hanya individu yang mengalami nyeri yang dapat mengungkapkan secara akurat terkait kejadian nyeri yang dialaminya (McCaffery & Pasero, 1999 dalam Black & Hawks, 2014). Untuk itu perawat memiliki tanggungjawab untuk mengkaji secara akurat dan membantu menolong meredakan nyeri yang dialami oleh pasien (Black & Hawks, 2014). Tujuan utama dari pengkajian nyeri adalah untuk mengidentifikasi penyebab nyeri, untuk memahami persepsi klien terhadap nyeri, untuk mengukur karakteristik nyeri, untuk memutuskan tingkatan nyeri sehingga klien dapat meneruskan partisipasi terhadap aktivitas sehari-hari (activity daily living/ADL) dan untuk mengimplementasikan teknik manajemen nyeri. Dalam proses pengkajian perawat mengumpulkan riwayat nyeri termasuk faktor yang dapat memperparah maupun memperingan nyeri, serta pengumpulan data subjektif dan objektif dengan menggunakan alat ukur (American Pain Foundation, 2007). National comprehensive cancer network (NCCN) di Amerika Serikat menekankan pentingnya pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi intensitas, kualitas, onset, dan durasi nyeri, tindakan yang dapat meningkatkan maupun mengurangi nyeri, riwayat penggunaan obat nyeri, hasil laboratorium dan foto terkait organ yang mengalami nyeri. Pengelolaan pemberian terapi farmakologi dan non farmakologis dilakukan secara berkesinambungan sehingga efektifitas dari penerapan keduanya dapat segera dirasakan oleh pasien. Terapi farmakologi yang digunakan untuk nyeri kronis harus bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan dengan menyeimbangkan manfaat diperoleh dari analgesik dengan efek samping yang tidak diinginkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Bashir & Colvin, 2013). Ny. S diberikan terapi farmakologi berupa ketorolac. Pemberian ketorolac 30 mg + Ns 100cc tiap 8 jam melalui intravena pada Ny. S diharapkan akan meningkatkan kenyamanan Ny. S disamping dengan melakukan tindakan distraksi dan relaksasi sebagai terapi non farmakologi. Ketorolac merupakan golongan obat non steroidal anti inflamatory drugs (NSAID) atau obat Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 132 antiinflamasi non steroid (AINS) yang bekerja menurunkan inflamasi dan menghambat prostalglandin yang mempunyai efek meredakan nyeri. NSAID sangat berguna bagi klien yang mengalami nyeri akibat kanker atau pasca operasi karena faktor utama penyebab nyeri pada klien ini adalah kerusakan sel. Agen ini juga menghambat agregasi platelet, meningkatkan risiko hemoragi sehingga dalam pemakaiannya harus dimonitor secara ketat (Brune & Zeilhoffer, 1999 dalam Black & Hawks, 2014). Sebelum masuk rumah sakit Ny. S mempunyai riwayat mengkonsumsi obat Aspirin 3x1 dalam sehari. Aspirin merupakan golongan obat analgesik non opioid yang memiliki dosis maksimal namun tidak menyebabkan ketergantungan. Lokasi kerja aspirin terutama di bagian perifer dari lokasi reseptor dan menjalankan fungsi sebagai antiinflamasi dan mencegah produksi prostalglandin sehingga mencegah pelepasan serotonin dengan efek menurunkan atau meredakan nyeri pada neurotransmiter. Aspirin memiliki efek antiplatelet dan iritan terhadap lambung untuk itu aspirin tidak dianjurkan diberikan pada anak-anak usia di bawah 12 tahun (Acute Pain Management Guidline Panel, 1992 dalam Black & Hawks, 2014). Nyeri skala 5 yang meningkat disaat batuk menjadi 8 pada Ny. S secara fisiologi terjadi karena adanya kerusakan jaringan akibat adanya desakan sel kanker dan inflamasi, sehingga pemberian analgetik aspirin dan ketorolac diharapkan akan mengurangi nyeri yang dialami oleh Ny. S. Seperti yang disampaikan Ny. S bahwa nyeri akan berkurang sesaat setelah pemberian obat anti nyeri. Manajemen prosedural nyeri merupakan masalah penting bagi perawat dalam praktek keperawatan (Turner et. al, 2008). Tindakan nonfarmakologi yang diberikan pada Ny. S adalah berupa relaksasi nafas dalam yang berkontribusi dalam meredakan atau menurunkan nyeri dengan mengurangi ketegangan otot dan kecemasan serta pemberian teknik distraksi untuk mengalihkan perhatian dari sensasi nyeri (Kim SD & Kim HS, 2005) dengan menyarankan Ny. S melakukan aktivitas yang dapat menyenangkan fikiran berupa menonton film atau video favorit, mendengarkan musik favorit, membaca buku favorit atau berinteraksi dengan pasien lain. Menurut Dunfort (2010), relaksasi nafas dalam dan distraksi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 133 mampu mengurangi intensitas nyeri kronis maupun nyeri akut karena dapat memperbaiki kondisi baik dari segi fisik maupun psikologis. Meningkatkan istirahat dan tidur yang adekuat dengan menganjurkan pasien untuk beristirahat yang cukup serta mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan menjadi bagian intervensi lain yang dilakukan oleh perawat. Dengan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur diharapkan kenyamanan pasien akan tercapai. Penelitian Lisa, Gillian, Margot, Peter dan Rosemary, (2015) menjelaskan bahwa tidur memainkan peran mendasar dalam kesehatan psikologis, kemampuan neurokognitif dan kualitas hidup dari anak-anak dan orang dewasa yang sehat maupun yang menderita sakit, nyeri, kecemasan dan tekanan emosional. Pola tidur yang buruk berdampak pada kualitas hidup dan persepsi serta kemampuan untuk mengatasi tantangan emosional dan fisik yang terkait dengan kanker dan pengobatannya. Meningkatkan kebutuhan tidur terkait dengan kanker merupakan tugas kesehatan profesional, pedoman praktek telah diterbitkan untuk pencegahan, skrining, penilaian dan pengobatan gangguan tidur pada orang dewasa dengan kanker di Kanada. 4.1.2.3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik (Herdman & Kamitsuru, 2015). Masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) berhubungan dengan kurang asupan makanan pada Ny S, diberikan penatalaksanaan berupa tindakan nutrition management (1100). Nutrition management adalah menyediakan dan menaikkan keseimbangan masukan nutrisi (Nursing Interventions Classification/NIC, 2013). Dengan tindakan tersebut diharapkan Ny. S akan mampu meningkatkan nutritional status food and fluid intake (1008) dan nutritional status nutrien intake (1009) dengan skala rating outcome pada level 5 (adekuat total) dengan kriteria hasil mampu memasukkan makanan dan cairan melalui oral, masukan cairan melalui intravena, masukan makanan melalui parenteral, masukan kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat, vitamin, mineral, besi, kalsium, dan sodium. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 134 Tindakan utama yang dilakukan perawat terhadap Ny. S adalah mengkaji faktor pemicu nausea dan apakah ada alergi terhadap makanan dan mengkaji makanan kesukaan. Pengkajian nutrisi pada pasien kanker merupakan hal penting pada pasien kanker. Ny. S menyampaikan karena mual dan sesak nafas nafsu makan menurun. Ny. S juga mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan dan sekarang menyukai jus buah. Ny. S juga menyampaikan mengalami penurunan BB yang tadinya 50 kg menjadi 44 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi, makan tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir. BB: 44 kg , TB: 155 cm, IMT: 18,33 kg/m2 (kategori: underweight), kehilangan BB > 10%, Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun. Skor ESAS mual 6, skor ESAS tidak nafsu makan 6. Index Masa Tubuh/IMT adalah penilaian gizi melalui tinggi badan dan berat badan yang diambil pada kunjungan klinik dengan menggunakan rumus BB/TB (meter)2. IMT selain digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh (BMI; dihitung sebagai kg/m2) juga untuk mengklasifikasikan peserta dalam berat badan normal, kelebihan berat badan atau obesitas dan underweight (Ogden, Carroll, Kit & Flegal, 2014). Tidak nafsu makan dan penurunan berat badan pada Ny. S muncul sebagai hasil dari proses penyakit dan pengobatan. Mekanisma kaheksia dan anoreksia pada pasien kanker dapat dijelaskan melalui peran sitokin tubuh. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi bahwa sejumlah sitokinase termasuk faktor alfa nekrosis tumor, interleukin-1, interleukin-6, dan interferon menyebabkan masalah nutrisi termasuk kaheksia. Substansi-substansi ini diperkirakan merupakan penyebab anoreksia, peningkatan laju metabolisme yang dapat mengganggu penyimpanan lemak dan mengakibatkan hilangnya protein dalam otot (McCarthy, 2003). Sumber lain menyebutkan hal serupa bahwa klien dengan kanker memiliki risiko malnutrisi protein dan kalori. Hal ini dapat berakibat buruk seperti (1) berkurangnya toleransi terhadap aktivitas, (2) menurunnya kecepatan penyembuhan dan (3) berkurangnya kualitas hidup (Rasjidi, 2010; Black & Hawks, 2014). Manajemen keperawatan untuk mencegah status nutrisi yang menurun bergantung pada pengkajian kondisi pasien. Jika diindikasikan, pasien dapat dirujuk ke ahli gizi untuk mendapatkan pemeriksaan secara menyeluruh. Pasien dapat diberikan kebebasan memilih diet yang disukai dan dianjurkan untuk Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 135 mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan tinggi protein yang berasal dari sumber makanan alami maupun suplemen (National Cancer Institute, 2004). Penurunan nafsu makan Ny. S dimungkinkan pula karena dampak dari nyeri kronis, yang dialami Ny. S. Beberapa penelitian menyebutkan nyeri kronis, mempengaruhi asupan makanan diantaranya perubahan nafsu makan, makanan tidak tercerna, mual, dan muntah (Pell, Presnell, Edwards, Wood, Harrison & DeCastro, 2005; Gold, Mahrer, Yee, & Palermo, 2010). Gangguan makan karena nyeri kronis akan memiliki pengaruh lebih besar terhadap penurunan indeks massa tubuh (BMI) dibanding tanpa keluhan nyeri kronis (Leslie, Jocelyn, Karen, Tracy & Barbara, 2016). Selain nyeri kronis, penurunan nafsu makan Ny. S kemungkinan disebabkan pula karena faktor psikologis (cemas akan kondisi kesehatannya). Hal ini sesuai dengan penelitian Gupta, Vashi, Lammersfeld dan Braun, (2011) yang menyatakan bahwa penyebab penurunan nafsu makan pada pasien kanker bermacam-macam diantaranya karena perubahan rasa dalam pengecapan, efek samping dari terapi yang dijalani, faktor psikologis (ansietas), dan karena peran sitokin dalam regulasi makanan. Pengkajian kebutuhan nutrisi yang cermat dan tepat diperlukan dalam penatalaksanaan pasien dengan kanker yang sedang menjalani terapi maupun dalam tahap pemulihan. Menurut kebutuhan metabolit basal kebutuhan nutrisi pada pasien kanker untuk perempuan dapat diperhitungkan melalui rumus 655,0955 + (9,5634 x BB kg) + (1,8496 x TB cm) – (4,6756 x usia). BMR (basal metabolic requerement) adalah kebutuhan energi atau kalori yang dibutuhkan tubuh dalam sehari dalam kondisi istirahat (Harris & Benedict, dalam Rasjidi, 2010). Dari rumus tersebut dapat dihitung BMR pada Ny. S yaitu 655,0955 + (9,5634 x 44 kg) + (1,8496 x 155 cm) – (4,6756 x 40) = 1175, 5491. Jadi kebutuhan kalori Ny. S dalam keadaan istirahat adalah 1175 kalori/hari. Kebutuhan kalori ini hanya digunakan oleh aktivitas organ vital tubuh. Namun jika dilihat dari level aktivitas kebutuhan kalori Ny. S adalah tidak aktiv yang mana Ny. S tidak melakukan aktivitas olahraga sama sekali dalam seminggu. Maka melihat dari level aktivitas Ny. S, kebutuhan kalori Ny. S menjadi 1175x1,2=1410 kalori/hari. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 136 Dalam pengkajian Ny. S menyatakan tidak ada alergi makanan. Saat ini Ny. S menyukai jus buah. Ny. S menerima tambahan terapi nutrisi berupa amiparen 1000cc per 24 jam dan NaCl 0,9% 1000cc tiap 24 jam. Amiparen adalah larutan infus steril yang mengandung asam Amino, digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien melalui parenteral. Perhitungan kebutuhan energi pada pasien kanker bergantung pada kondisi pasien dengan nilai berkisar 28-42 kkal/ kg berat badan/hari. Jadi menurut berat badan, Ny. S memerlukan ± 1232-1842 kkal/hari. Hasil perhitungan BMR Ny. S berada pada rentang kebutuhan kalori pasien kanker yaitu 1410 kalori/hari. Komposisi zat gizi makro yang dibutuhkan pasien kanker yaitu protein 10-20% dari kalori total, lemak 20-30% dari kalori total dan karbohidrat 50-60% dari kalori total (Eldrige, 2005). Menurut rumus tersebut didapatkan kebutuhan protein Ny. S 141-282 kalori, lemak 282-423 kalori dan karbohidrat 705-846 kalori. Total kebutuhan Ny. S 1128-1551 kalori. Perawat juga melakukan kolaborasi dengan ahli gizi dalam memenuhi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan Ny. S. Nutrisi oral merupakan pilihan yang utama untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Namun karena sebagian besar pasien kanker mengalami penurunan nafsu makan dan tidak dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya, pemberian nutrisi melalui enteral maupun parenteral mungkin disarankan. Dalam hal ini Ny. S diberikan tambahan nutrisi melalui parenteral. Pemberian nutrisi parenteral dapat mendukung sebagian kebutuhan kalori pada Ny. S karena nutrisi parenteral langsung masuk kedalam sirkulasi pembuluh darah pasien, sedangkan nutrisi per oral pada Ny. S tetap dilanjutkan dengan pemberian dukungan dan pendidikan kesehatan terkait pentingnya nutrisi pada orang sakit. Ny. S diberikan motivasi untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan tinggi kalori, zat besi dan vit C, dan diberikan keyakinan diit yang diberikan mengandung serat tinggi untuk mencegah konstipasi. Perawat juga menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi snack seperti buah segar dan jus buah yang disediakan. Asupan nutrisi oral ini diharapkan mampu memenuhi kekurangan nutrisi yang terjadi pada Ny. S. Penelitian telah menunjukkan bahwa konseling gizi dikombinasikan dengan pasokan makanan yang tepat dan pengobatan efek samping dapat meningkatkan asupan energi dan protein, mengurangi jumlah dan durasi efek samping dan meningkatkan kualitas Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 137 hidup pasien (Ravasco, Monteiro, Vidal & Camilo, 2005; Iversen, Ukrainchenko, Afanasyev, Hulbekkmo, Choukah & Gulbrandsen, 2008). 4.1.2.4 Ansietas Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Herdman & Kamitsuru, 2015). Masalah keperawatan ansietas (00146) berhubungan dengan adanya ancaman dan perubahan status kesehatannya diberikan tindakan berupa anxiety reduction (5820). Anxiety reduction adalah meminimalkan kekhawatiran, ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi, firasat atau kegelisahan yang berhubungan dengan antisipasi sumber tak dikenal (Nursing Interventions Classification/NIC,2013). Dengan tindakan ini harapannya pasien akan mampu mengontrol kecemasannya (anxiety self control) (1402) dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu memonitor tingkat kecemasan, menghapus/menghilangkan tanda kecemasan, mengurangi stimulus yang berasal dari lingkungan ketika khawatir, merencanakan strategi koping saat dalam situasi stres, menggunakan strategi koping yang efektif, menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan, memelihara fungsi peran, memelihara hubungan sosial, memelihara konsentrasi, memelihara keadekuatan istirahat tidur, memonitor tanda gejala fisik bila muncul kecemasan, mengontrol respon kecemasan. Tindakan utama yang dilakukan perawat yaitu mengkaji tingkat kecemasan klien dan memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Pada tahap pengkajian didapatkan Skor ESAS kecemasan 5 hal ini berarti pasien berada pada tingkat kekawatiran menengah. Kecemasan pasien ini ditandai dengan ungkapan pasien tentang munculnya rasa cemas dan khawatir karena takut akan kondisi kesehatannya. Pasien mengatakan mual dan mengalami penurunan nafsu makan karena cemas. Pasien juga mengeluhkan jantungnya terasa berdebar-debar, pemeriksaan TTV didapatkan pernafasan 28x/menit meski sudah menggunakan O2 nasal kanul 5 ltr/mnt, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 138 tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 110 x/menit. Pasien mengatakan tidak pernah menduga sebelumnya akan menderita sakit seperti ini karena sebelumnya pasien sehat dan tidak ada keluhan sakit yang parah sehingga bisa menjalakan aktivitas sebagai ibu rumah tangga juga karyawan di sebuah perusahaan. Kadang pasien muncul rasa pesimis dengan kondisi kesehatannya dan terapi yang dijalani, hal ini ditunjukkan dengan seringnya pasien bertanya mengenai penyakitnya, tentang keberhasilan atas terapi yang dijalaninya dan bertanya tentang apakah ada harapan untuk sembuh. Kecemasan adalah suatu emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir pada sesuatu hal yang belum tentu terjadi dan biasanya berpengaruh pada perubahan tanda-tanda vital seperti peningkatan frekuensi pernafasan, tekanan darah dan denyut nadi yang biasanya disebabkan oleh masalah psikologis, stres, keprihatinan spiritual, koping yang tidak memadai terhadap munculnya gejala, masalah metabolisme, efek samping obat, serta eksistensial (Videbeck, 2008 & Carpenito-Moyet, 2010). Prevalensi kecemasan berdasarkan Skala Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit pada pasien rawat inap dengan kanker lanjut adalah 34% (Hospital Anxiety and Depression Scale /HADS) (Teunissen, de Graeff, Voest & de Haes, 2007) dan umumnya meningkat sebagai manifestasi kesadaran pasien terhadap ketidakefektifan perawatan medis yang mereka jalani, perkembangan penyakit dan harapan hidup yang terbatas (Roth & Massie, 2007; Vos & Seerden, 2010). Teunissen et al., (2007), menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara faktor-faktor kecemasan, depresi dan gejala fisik dalam perawatan paliatif. Namun untuk masalah kecemasan dan depresi dimungkinkan karena pengaruh informasi tentang prognosis penyakit. Hal ini sesuai dengan keluhan yang disampaikan Ny. S. Ny. S mengungkapkan tentang munculnya rasa cemas dan khawatir karena takut akan kondisi kesehatannya dan prognosis terhadap penyakit yang dideritanya. Kecemasan adalah hal umum yang terjadi pada pasien kanker (Danielle, Everlien & Saskia, 2016). Kecemasan dan depresi biasanya dialami oleh pasien dengan masalah nyeri atau gejala memberatkan lainnya, karena mereka berada di tahap terminal (Smith, Gomm, & Dickens, 2003). Ny. S merupakan pasien kanker dalam tahap terminal yang juga memiliki keluhan nyeri. Perawat adalah anggota Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 139 tim kesehatan yang paling dekat dengan pasien dan memiliki peran penting dalam mendiagnosis kecemasan serta depresi pasien karena perawat adalah orang yang pertama kali melihat perubahan emosional/perilaku pasien dan bertanggungjawab melaporkannya kepada dokter (Hughes, 2006). Dukungan psiko-sosial juga harus dilakukan oleh perawat onkologi karena kecemasan dan depresi pada pasien kanker 'dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien (Smith et al., 2003; Mystakidou, Parpa, Katsouda, Galanos & Vlahos, 2004.; Little, Dionne & Eaton, 2005; Saevarsdottir, Fridriksdottir & Gunnarsdottir, 2006; Castelli, Binaschi, Caldera, Mussa & Torta, 2011) dan mempengaruhi pasien dalam pengambilan keputusan (Latini et al., 2007) serta meningkatkan risiko bunuh diri (Castelli et al., 2011). Sumber lain menyebutkan hal serupa bahwa gejala depresi dan kecemasan dapat bertahan selama beberapa tahun (den Oudsten et al., 2009), yang mengarah ke efek buruk pada kualitas hidup pasien, kepatuhan terhadap pengobatan medis, kekambuhan, kelangsungan hidup serta pemulihan dari operasi selama tinggal di rumah sakit (So et al., 2010, Ho et al., 2013 dan Wang et al., 2013). Lloyd-Williams dan Hughes (2008) menunjukkan fakta bahwa kecemasan sering dikaitkan dengan rasa takut akan penyakit dan kematian, sehingga berpengaruh pada gejala fisik dan proses berpikir yang secara signifikan dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Gejala fisik yang timbul menurut Traeger et al., (2012) misalnya nyeri dan dyspnea. Karena banyak penyebab dan dampak yang berbeda dari kecemasan serta sulitnya membedakan psikologis dan gejala somatik yang muncul pada pasien, pengobatan kecemasan merupakan tantangan dalam perawatan paliatif (Roth & Massie, 2007). Dalam hal ini perawat selalu memfasilitasi pasien dengan memberikan informasi terkait tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Perawat juga selalu memberikan kesempatan pasien untuk mengeksplorasi perasaannya serta memberikan kesempatan bertanya atas apa yang belum dipahaminya. Sesuai dengan penelitian Lorenzo, (2004) bahwa dengan menyediakan sumber informasi yang dibutuhkan pasien akan memberikan efek positif yakni dapat mengurangi tingkat kecemasan dan depresi yang dialami oleh pasien sehingga dapat meningkatkan ketenangan bagi pasien. Selain itu lingkungan yang tenang juga dapat menurunkan tingkat kecemasan yang terjadi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 140 pada pasien (Campbell, 2009), sehingga perawat memberikan intervensi berupa membatasi pengunjung yang masuk untuk membezuk pasien. Dalam teori PEOL lima hal dalam komponennya saling berhubungan satu sama lain. Termasuk dalam permasalahan pasien yang menyangkut psikologis pasien. Dalam teori tersebut kecemasan dapat dihubungkan dengan masalah kenyamanan, perasaan damai dan kebutuhan akan dihargai dan dihormati. Pemberian hak autonomi pada pasien dapat meningkatkan kenyamanan pasien sehingga diharapkan kecemasan pasien dapat teratasi. Bila kecemasan teratasi perasaan damai akan tercapai. Damai diartikan sebagai perasaan tenang, harmonis dan puas, bebas dari kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran dan takut. Arti damai dalam aspek ini meliputi fisik, psikologis dan dimensi spiritual (Ruland&Moore, 1998). Perawat juga melibatkan keluarga atau orang yang bermakna bagi pasien dalam proses perawatan pasien. Teori peaceful end of life berfokus pada intervensi yang ditujukan untuk memberikan suasana tenang, selaras dan harmoni seperti harapan pasien untuk mencapai kepuasan yang realistis (Ruland & Moore, 1998). Menurut beberapa penelitian, banyak intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan dan depresi pada pasien wanita dengan kanker payudara, seperti terapi musik (Kenyon, 2007; Bulfone et al. 2009; Lin et al., 2011, Zhou et al., 2011, Li et al., 2012), latihan relaksasi (Yoo et al., 2005; Kovacic, 2011; Kasyani et al., 2012; Kovacic et al., 2013), olahraga (Segar et al., 1998; Eyigor et al., 2010; Mehnert et al., 2011; Ergun et al., 2013,), intervensi keperawatan kognitif-perilaku (Yoo et al., 2009), intervensi dukungan (Liao et al., 2010; Björneklett et al., 2012), terapi tawa (Cho & Oh, 2011), dan lain-lain (misalnya, melatonin, akupresur, atau meditasi) (Kim et al., 2013; Hansen et al., 2014, Genc & Tan, 2014). Dalam hal ini perawat memberikan intervensi yang dapat menurunkan kecemasan Ny. S dengan menganjurkan Ny. S untuk menonton acara tv favorit, membaca buku favorit, mendengar lagu favorit, relaksasi atau berinteraksi dengan keluarga dan pasien lain. Menurut Chlan (2009), musik dapat meningkatkan keadaan psikologis yang positif dengan menduduki saluran perhatian di otak dengan bermakna, distraksi dan menenangkan melalui rangsangan pendengaran. Sedangkan relaksasi adalah intervensi untuk meningkatkan relaksasi otot seluruh tubuh secara sistematis dan progresif Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 141 (misalnya, relaksasi fisik), yang memiliki dampak mengurangi tingkat depresi dan kecemasan (Yoo et al., 2005). Terapi relaksasi sangat efektif dalam mengatasi peningkatan depresi, kecemasan, dan stres. Tindakan ini direkomendasikan sebagai salah satu intervensi keperawatan pada pasien dengan kanker (Khasani, 2012).Tindakan nafas dalam dilakukan pasien ketika ketika timbul perasaan kurang nyaman sehingga pasien dapat beradaptasi dengan kecemasannya dengan skor ESAS 2. Hal ini ditunjukkan dengan wajah yang lebih rilek dan tenang. Pernafasan dan relaksasi yang dilakukan sendiri dapat memainkan peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien kanker (Dhillon, 2009). Penerapan teknik relaksasi ini menjadi tindakan yang padat dilakukan pasien ketika merasa tidak nyaman, sehingga adanya peningkatan kecemasan tidak berlanjut kedalam tingkatan yang lebih berat. 4.1.2.5 Intoleransi Aktivitas Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan seharihari yang harus atau yang ingin dilakukan (Herdman & Kamitsuru, 2015). Intoleransi aktivitas (kode 00092) berhubungan dengan sesak nafas (ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen) pada Ny. S ditandai dengan keluhan cepat merasa lelah dan sesak bertambah bila beraktivitas. Pasien tampak sesak nafas dalam kondisi duduk memeluk bantal, kadang bernafas dengan mulut. Pasien juga tampak bertambah sesak saat diwawancara dan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian. Aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan suami seperti berpakaian, toileting, dan mandi. Nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga). Frekuensi nadi pasien meningkat tanpa adanya aktivitas yaitu 110x/menit. Skor ESAS kelelahan 8. Pasien dengan kanker payudara sering mengalami dyspnea dan intoleransi aktivitas, tetapi mekanisme yang mendasari kedua hal tersebut tetap tidak diketahui secara pasti (Denis, O’Donnell, Katherine, Daniel , Amany, Alberto & Deborah, 2016). Dyspnea atau sesak nafas dan intoleransi aktivitas yang merupakan dampak dari masalah kanker payudara diantaranya karena efek buruk kemoterapi dan/atau radioterapi, dan efek kondisi karena ketidakaktifan tubuh Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 142 berpotensi untuk diberikan intervensi pengobatan (Yee, Davis & Beith, 2014). Beberapa kemungkinan mekanisme multifaktorial yang menyebabkan masalah sesak dan intoleransi aktivitas yakni : (1) peningkatan ventilasi sekunder kelainan ventilasi-perfusi (Jaen, azquez & Alonso, 2012), (2) penurunan kapasitas ventilasi sekunder kelemahan otot inspirasi (Dudgeon, Lertzman & Askew, 2001; Travers, Dudgeon & Amjadi, 2008), (3) gangguan mekanik dinamis pernapasan sekunder disfungsi jalan napas perifer atau pembatasan paru-paru (Travers et. al, 2008; Jaen, 2012; Verbanck, Hanon & Schuermans, 2012), (4) penurunan dari kapasitas difusi paru sekunder cedera mikrovaskuler (Travers et. al, 2008; Krengli, Sacco & Loi, 2008), (5) penurunan kardiosirkulasi (Jones, Haykowsky, Swartz, Douglas & Mackey, 2007); atau (6) kombinasi di atas. Masalah keperawatan intoleransi aktivitas (00092) yang berhubungan dengan sesak nafas (ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen) pada Ny. S diberikan tindakan energy management (0180). Energy management adalah mengatur penggunaan energi untuk mengobati/merawat atau mencegah kelelahan dan meningkatkan aktivitas (Nursing Interventions Classification/NIC, 2013). Dengan tindakan tersebut diharapkan Ny. S akan mampu menyimpan energi untuk beraktivitas (energy conservation) (0002) dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil ada keseimbangan antara aktivitas dan istirahat, mampu menggunakan waktu istirahat untuk menyimpan energi, menggunakan teknik penghematan energi, mengatur aktivitas untuk menghemat energi, membiasakan aktivitas untuk meningkatkan energi, memelihara keadekuatan intake nutrisi, melaporkan daya tahan keadekuatan dalam beraktivitas. Tindakan yang diberikan pada Ny. S dimulai dengan melakukan pengkajian yang menyebabkan Ny. S mudah merasa lelah dan mengkaji kemampuan aktifitas pasien yang dapat dilakukan secara mandiri. Hasil pengkajian kelelahan ESAS pada Ny. S adalah 8 dan ECOG 3 yaitu hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga. Hal tersebut menunjukkan Ny. S memiliki tingkat kelelahan yang berat sehingga membuat Ny. S tidak mampu beraktivitas secara mandiri. Masalah intoleransi aktivitas pada Ny. S selain disebabkan oleh Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 143 adanya sesak nafas, juga disebabkan masalah nutrisi yang dialami Ny. S. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Lee, Neil, Mark, Stephen dan John (2009), patofisiologi kanker tertentu mungkin langsung mempengaruhi integritas fungsional atau struktural dari komponen pertukaran oksigen. Tumor di paru-paru, baik dari kanker paru primer atau metastasis dari kanker lain misalnya kanker payudara, dianggap dapat mengganggu pertukaran gas pada paru-paru dan biasanya disertai dengan penurunan berat badan, anoreksia, anemia, katabolisme protein, dan kekurangan tenaga otot didefinisikan sebagai peningkatan degradasi protein myofibrillar dan proteolisis. Hasil laboratorium hemoglobin Ny. S menunjukkan penurunan dari nilai normal yakni 10,7 g/dl dengan nilai normal 1216 g/dl. Hemoglobin adalah zat yang berfungsi mengikat dan mengangkut oksigen ke seluruh tubuh (Alan, 2008) sehingga dimungkinkan karena kadar hemoglobin yang rendah ini menyebabkan transport oksigen ke seluruh tubuh terganggu sehingga menyebabkan Ny. S cepat merasa lelah dalam beraktivitas. Aktivitas yang mampu dilakukan mandiri oleh Ny. S diantaranya makan, minum dan menyisir rambut. Namun terkadang Ny. S meminta bantuan suami untuk melakukannya. Ny. S melakukan semua aktivitasnya di atas tempat tidur dengan dibantu suami dan perawat. Dalam hal ini perawat selalu memberikan motivasi pada Ny. S untuk melakukan aktivitas yang masih mampu dilakukan sendiri dengan mendorong untuk meningkatkan kemampuan aktivitasnya. Manajemen energi diperlukan untuk mengetahui peningkatan kemampuan Ny. S terhadap aktivitas yang dapat dilakukannya. Manajemen energi ini terdiri dari mengevaluasi pemenuhan kebutuhan oksigen, kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit serta kebutuhan istirahat tidur Ny. S. Perawat melakukan monitoring terhadap pemberian oksigen nasal kanul Ny. S, memantau pemenuhan cairan dan elektrolit Ny. S dan rmemotivasi Ny. S untuk menghabiskan porsi makanan yang diberikan. Sesuai dengan penelitian, nutisi sangat penting bagi pasien kanker. Asupan protein yang cukup, sangat penting selama menjalani pengobatan dan pemulihan kanker, serta untuk menjaga kelangsungan hidup pasien kanker dalam waktu lama (Victor, Lyuba, Juliet, Christina, Sungmi & Moshe Frenkel, 2015). Hal serupa disampaikan oleh Vergenaud, (2013) bahwa nutrisi, latihan aktifitas dan manajemen berat badan yang komprehensif dilaporkan dapat meningkatkan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 144 usia harapan hidup pada pasien kanker (Vergenaud, 2013). Pilihan terbaik untuk kebutuhan protein adalah makanan yang rendah lemak jenuh seperti daging tanpa lemak, unggas tanpa kulit, telur, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, dan biji-bijian (Schattner & Shike, 2006). Selain itu latihan aktivitas juga dapat dilakukan pada Ny. S. Latihan ini dilakukan secara bertahap dan dilakukan monitoring pada setiap respon yang dialami Ny. S. Sesuai dengan penelitian Jonna, Petra, Miranda, Elsken dan Anne, (2016) latihan aktivitas selama pengobatan kanker payudara memiliki efek menguntungkan diantaranya mengurangi kelelahan fisik, meningkatkan aktivitas dan motivasi. Dengan pendekatan teori peaceful end of life diharapkan Ny. S dapat meningkatkan kenyamanannya dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen, aktivitas, dan nutrisi. Dengan terpenuhinya kebutuhan oksigen dan nutrisi diharapkan aktivitas Ny. S dapat ditingkatkan sehingga kenyamanan Ny. S dapat tercapai. Perasaan nyaman diartikan sebagai perasaan terbebas dari rasa ketidaknyamanan, merasa senang dan puas terhadap sesuatu serta merasa hidup lebih mudah, damai dan menyenangkan (Ruland & Moore (1998) di dalam Tomey & Alligood , 2010). Setelah dilakukan tindakan energy management selama 3 hari perawatan, pasien belum mampu menyimpan energi untuk aktivitas (energy conservation) dengan skala rating outcome pada level 3 (menunjukkan kadang-kadang) ditandai dengan pasien masih mengeluhkan lelah dan sesak bila beraktivitas. Aktivitas pasien dibantu oleh perawat dan suami seperti berpakaian, toileting, dan mandi. Nilai ECOG 3 (hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga. Frekuensi nadi pasien meningkat tanpa adanya aktivitas yaitu 100x/menit. Target rating outcome level 4 (sering). Tindakan energy management dilanjutkan. 4.1.2.6 Risiko Infeksi Risiko infeksi adalah rentan mengalami invasi atau multifikasi organisme patogenik yang dapat menggangu kesehatan (Herdman & Kamitsuru, 2015). Ditandai dengan pernyataan pasien meskipun belum pernah panas tetapi mengalami penururnan nafsu makan. Dalam pemeriksaan laboratorium Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 145 didapatkan nampak adanya penurunan kadar hemoglobin 10,7 gr/dl (13-18), penurunan kadar leukosit 4,94 103/l (5-10), suhu 37oC (36,5-37,5) terdapat bekas luka pos operasi mastektomi, terpasang infus, terpasang WSD dan terpasang dower kateter. Infeksi adalah komplikasi umum yang terjadi pada pasien kanker payudara dan hasil dari imunosupresi karena pengobatan dan keganasan itu sendiri (Kamboj & Sepkowitz, 2009; Zembower 2014). Kebanyakan infeksi bersifat sementara, tetapi konsekuensinya mungkin bertahan lebih lama. Misalnya infeksi berat, telah dikaitkan dengan rawat inap dan pengobatan jangka panjang (Cooksley, Avritscher, Rolston & Elting, 2009) dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masa depan (Girmenia & Menichetti, 2011). Perawat melakukan pemantauan suhu tubuh pada Ny. S untuk mengetahui kenaikan suhu pada Ny. S sebagai salah satu tanda klinis terjadinya infeksi sehingga dapat dilakukan pencegahan ataupun penatalaksanaan secara tepat dan cermat apabila infeksi memang terjadi pada Ny. S. Menurut sebuah penelitian demam yang tidak diketahui (Fever of unknown origin /FUO) seringkali dialami oleh pasien dengan kanker dan saat ini menjadi masalah klinis yang menantang. Pada pasien kanker, hal tersebut mungkin terjadi karena kanker itu sendiri atau karena adanya infeksi. Demam yang tidak diketahui adalah kenaikan suhu lebih dari 38,3oC (101oF) dan telah berlangsung selama lebih dari 3 minggu, yang tidak terdiagnosis meskipun telah menjalani satu minggu perawatan rawat inap (Petersdorf & Beeson, 1961 dalam Loizidou, Aoun & Klastersky, 2016). Menurut Petersdorf dan Beeson, demam yang tidak diketahui ini terjadi karena infeksi dimana angka kejadiannya mencapai 36% pasien, 19% pada kasus keganasan dan 19% penyakit vaskular. Pada tahun 1973, Klastersky et al. mengeksplorasi penyebab demam yang tidak diketahui ini pada pasien dengan kanker dan menunjukkan bahwa infeksi bertanggung jawab terhadap terjadinya demam lebih besar 57% karena pasien itu sendiri dan neoplasia bertanggung jawab sekitar 38% (Klastersky et al., 1973 dalam Loizidou, Aoun & Klastersky, 2016). Intervensi Infection control adalah intervensi yang diberikan pada pasien untuk meminimalkan penerimaan dan penularan agen infeksi (Nursing Interventions Classification/NIC, 2013). Intervensi keperawatan infection control Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 146 (6540) yang diberikan pada Ny. S diharapkan akan mampu mengontrol risiko (risk control) (1902) pada Ny. S, dengan skala rating outcome pada level 5 (menunjukkan konsistensi) dengan kriteria hasil mampu mencari informasi mutakhir tentang kontrol infeksi, mengidentifikasi faktor resiko infeksi, mengakui manusia sebagai faktor risiko infeksi, mengakui akibat berhubungan dengan faktor infeksi, mengidentifikasi faktor risiko dalam aktivitas sehari-hari, mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi, identifikasi strategi untuk melindungi diri dari infeksi yang dibawa oleh orang lain, monitor perilaku diri sebagai faktor yang berkaitan dengan risiko infeksi, monitor lingkungan sebagai faktor yang berhubungan dengan risiko infeksi, memelihara kebersihan lingkungan, menggunakan strategi dalam memenuhi pembasmi kuman, meningkatkan strategi yang efektif dalam mengontrol infeksi, menggunakan tindakan pencegahan prekausal, mempraktikkan cuci tangan, mempraktikkan strategi kontrol infeksi, mengatur strategi kontrol infeksi, monitor status kesehatan secara umum, menggunakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Praktik higiene sama dengan upaya peningkatan kesehatan pasien. Kulit merupakan garis tubuh utama dari pertahanan melawan infeksi. Dengan implementasi tindakan higiene pada klien atau membantu keluarga dalam melakukan tindakan higiene akan meningkatkan kondisi kesehatan pasien atau akan meningkatkan angka kesembuhan pasien (Potter & Perry, 2006). Tindakan higiene ini meliputi memandikan pasien, mendorong pasien untuk melakukan gosok gigi, melakukan perawatan kuku, rambut dan cuci tangan. Melakukan praktik cuci tangan selama merawat pasien dan mengajarkan pasien serta pengunjung untuk melakukan cuci tangan sangat efektif dalam pengendalian infeksi. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Shah dan Singhal, (2013) bahwa dengan melakukan cuci tangan selama perawatan pasien akan menurunkan lama tinggal pasien di rumah sakit hal ini berkaitan dengan menurunnya angka kejadian infeksi yang akan berpengaruh pada penurunan biaya perawatan pasien termasuk dalam penggunaan antibiotik. Selain cuci tangan, penerapan prinsip aseptik dan penggunaan sarung tangan yang sesuai menjadi metode terbaik untuk mencegah infeksi pada pasien. Transmisi oleh petugas kesehatan yang kurang Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 147 memperhatikan ketiga hal tersebut dapat berisiko meningkatkan angka infeksi nosokomial (Black & Hawks, 2014). Lokasi yang paling sering terjadi infeksi nosokomial pada pasien adalah saluran kemih, saluran pernafasan bawah, luka operasi dan aliran darah. Infeksi saluran kemih adalah infeksi nosokomial yang paling umum ditemukan, baik pada fasilitas pelayanan akut maupun jangka panjang, serta lebih dari 80% terjadi akibat kateterisasi uretra (Centers for Disease Control and Prevention, 2005). Sebagian besar infeksi akibat keteter pada wanita disebabkan karena masuknya bakteri ke dalam kandung kemih melalui rute periuretra (Wenzel, 2003). Sebagian infeksi nosokomial saluran kemih dapat ditangani namun dapat juga mengarah ke bakterimia yang menyebabkan kematian (Mayhall, 2004). Infeksi nosokomial kedua yang sering diasosiasikan dengan kematian adalah pneumonia (Centers for Disease Control and Prevention, 2005). Kurangnya pergerakan dari sekresi saluran nafas yang disebabkan oleh imobilitas dan menurunnya frekuensi batuk berkontribusi dalam terjadinya pneumonia nosokomial. Aspirasi dari bakteri orofaringeal atau perut merupakan mekanisme predominan dimana infeksi nosokomial berkembang. Biasanya hal tersebut terjadi pada pasien post operasi toraks atau abdomen bagian atas, pasien yang mengalami penurunan kesadaran, kerusakan menelan, intubasi, usia lanjut, penyakit kronis paru-paru, kardiovaskular dan malignansi (Mayhall, 2004). Infeksi tempat pembedahan juga merupakan sumber utama tingkat morbiditas dan mortalitas rumah sakit yang dialami oleh pasien pos operasi. Infeksi semacam ini biasanya berasal dari mikroorganisme yang berasal dari pasien itu sendiri atau dari luar yang memasuki area pembedahan (Wenzel, 2003). Peningkatan infeksi aliran darah disebabkan karena penggunaan peralatan intravaskular di tatanan rumah sakit. Peralatan intravaskular tersebut diantaranya infus, intra arterial infus, peralatan yang digunakan untuk prosedur diagnostik, terapi dan memonitor hemodinamik. Risiko infeksi dipengaruhi oleh faktor yang berkaitan dengan alat itu sendiri, lokasi tindakan invasif, teknik yang digunakan untuk memasukkan alat, dan jangka waktu penggunaan kateterisasi. Kateter jangka panjang dikaitkan dengan 90% kejadian infeksi nosokomial (Wenzel, 2003). Dalam hal ini perawat memberikan intervensi berupa perawatan kateter urin, mengajarkan batuk efektif, perawatan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 148 WSD dan perawatan selang intravena serta mengevaluasi bekas luka operasi mastektomi yang dilakukan sesuai jadwal dan sesuai prosedur untuk menghindari terjadinya infeksi pada Ny. S. Setelah dilakukan tindakan intervensi infection control selama 3 hari pasien menunjukkan mampu mengontrol infeksi dengan skala rating outcome level 3 (kadang mendemonstrasikan) dengan dibuktikan oleh pasien mampu menyampaikan tidak terjadi keluhan demam atau luka operasi timbul nyeri, nanah, bau, pemeriksaan fisik pasien tidak demam suhu 36,8oC. Nilai leukosit dan hemoglobin masih di bawah normal, tanda-tanda infeksi tidak muncul, intake makanan dan minum cukup adekuat. Pasien dan keluarga kadang-kadang melakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan aktivitas. Masih tampak orang yang membesuk pasien dan kontak dengan pasien tidak melakukan cuci tangan sebelum dan sesudahnya. Intervensi Infection Control dilanjutkan. Bila diterapkan pada teori PEOL, pengendalian infeksi merupakan usaha untuk meningkatkan kenyamanan pasien. Sebagai perawat tindakan yang dilakukan meliputi mencegah, memonitoring dan membebaskan ketidaknyamanan fisik, memfasilitasi untuk beristirahat dan relaksasi serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi yang akan menyebabkan ketidaknyamanan pasien. 4.2 Analisa Teori Peaceful End of Life Pada 30 Kasus Kelolaan Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah di RS Kanker Dharmais Jakarta dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan bulan Mei 2016. Praktik ini merupakan praktik ners spesialis keperawatan medikal bedah peminatan onkologi yakni praktik yang dilaksanakan dengan tujuan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien kanker. Praktek residensi ini dilakukan selama dua semester dengan jumlah 20 SKS untuk menyelesaikan program spesialis keperawatan. Penulis menggunakan pendekatan teori Peaceful End of Life terhadap pasien kanker dalam pemberian asuhan keperawatan. Sesuai target kasus asuhan keperawatan lanjut onkologi, penulis menyusun sebanyak 30 kasus laporan kelolaan yang semuanya menggunakan pendekatan teori peaceful end of life. Penulis menerapkan teori peaceful end of life karena rata-rata pasien yang menjadi kelolaan adalah pasien paliatif atau stadium lanjut. Teori ini sering Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 149 digunakan dalam lingkup perawatan paliatif dan masalah lain yang mengutamakan kedekatan keluarga serta melibatkan orang yang bermakna dalam perawatan pasien sehingga dapat mengurangi gejala dan meningkatkan kepuasan pasien dalam berinteraksi dengan orang lain. Proses keperawatan paliatif bukan bertujuan meningkatkan kesembuhan tetapi lebih ditekankan untuk tujuan membebaskan pasien dari rasa nyeri, memberikan perasaan nyaman, dihargai dan dihormati, damai dan merasa dekat dengan sesorang yang bermakna dalam kehidupannya (Tomey & Alligood 2010). Menurut Rasjidi (2010), perawatan paliatif merupakan proses keperawatan yang diberikan pada pasien terminal dan menghadapi penyakit yang mengancam nyawa serta bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien melalui pencegahan dan mengurangi penderitaan. Perawatan paliatif tidak hanya berfokus pada pasien namun juga keluarga yang ikut berperan dalam perawatan pasien. Tindakan pencegahan diantaranya dengan cara mengidentifikasi dini, pemeriksaan yang baik, terapi nyeri, dan menyelesaikan masalah psikososial, serta spiritual. Pendekatan teori peaceful end of life mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan pengetahuan perawat terutama dalam hal pemberian tindakan keperawatan yang dapat membantu pasien dalam mencapai kedamaian di akhir hidupnya. Kedamaian di akhir hidup merupakan harapan pasien paliatif/terminal. Damai diartikan sebagai perasaan tenang, harmonis dan puas, bebas dari kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran dan takut. Arti damai dalam aspek ini meliputi fisik, psikologis dan dimensi spiritual (Ruland & Moore, 1998). Menurut Ruland dan Moore (2001, dalam Tomey & Alligood 2010), tahapan proses keperawatan lebih ditekankan pada proses pengkajian dan intervensi yang bertujuan untuk menggali respons klien berdasarkan masalah utama dan pencapaian kualitas hidup. Tahapan tersebut bersifat dinamis dan berkelanjutan. Aplikasi teori peaceful end of life pada asuhan keperawatan klien kanker mengacu pada lima konsep utama yang merupakan indikator pencapaian tujuan dari teori tersebut, yaitu pengkajian nyeri, rasa nyaman, dihormati dan dihargai, damai, kedekatan dengan orang yang bermakna. Pasien diberikan perawatan secara komprehensif dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaannya, memberikan dukungan bio-psiko-sosio Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 150 dan spiritual mulai dari menetapkan diagnosa sampai mengantarkan pasien pada kematian yang damai serta memberi dukungan terhadap keluarga yang sedang dalam keadaan berduka (Tomey & Alligood 2010). Pemberian intervensi keperawatan pada kasus klien kanker, disesuaikan dengan masalah keperawatan yang dihadapi oleh klien. Teori ini mampu memberi kontribusi dalam peningkatan pengetahuan terutama tentang intervensi yang diberikan oleh perawat dalam membantu pasien mencapai akhir kehidupan yang damai dan tenang. Keterbukaan untuk melihat kenyataan yang sebenarnya utuk bertindak secara rasional (Ruland & Moore, 1998). Analisis 30 kasus kelolaan dalam pengkajian faktor risiko pada pasien kanker, sebagian besar adalah disebabkan gaya hidup yang salah. Faktor-faktor risiko lain yang menyebabkan insiden kejadian kanker adalah karsinogen (radiasi, zat kimia, virus dan agen fisik lainnya), hormon dan genetik (Black & Hawks, 2014). Lebih dari 80% pajanan radiasi berasal dari sumber alam. Termasuk radiasi ion dari sinar kosmik dan radioaktif mineral, seperti gas radon, radium dan uranium. Sinar matahari dan alat penyamakan (tanning) adalah dua sumber radiasi ultraviolet (Ullrich, 2005). Sekitar 15% dari pajanan berasal dari alat diagnostik atau terapi, termasuk radiografi, terapi radiasi, dan radioisotop yang digunakan dalam pencitraan diagnostik (Yuspa & Shields, 2005). Zat kimia karsinogen yang paling utama dikenal penyebab kanker adalah tembakau yang didalamnya terdapat zat nitrosamin. Cole dan Ralu, (2001) menyatakan merokok menyebabkan lebih banyak kanker terjadi di Amerika Serikat dibanding penyebab lain yang ditemukan. Selain pajanan zat kimia dari produk tembakau, manusia dapat terapajan zat kimia dari tempat bekerja. Pajanan di tempat kerja menyebabkan 28% kanker pada manusia (OSHA, 2006). Virus yang diduga dapat memicu pertumbuhan sel kanker yaitu hepatitis B, C, Human Papilooma Viruses (HPV) dan Helicobacter pylori. Ketika virus menginfeksi sel, ia menyebabkan kerusakan genetik pada Deoxyribonucleid acid (DNA) sel, dan menyebabkan pertumbuhan kanker (Black & Hawks, 2014). Karakteristik yang mempengaruhi kerentanan terhadap kejadian kanker adalah usia, jenis kelamin, genetik, etnik atau ras. Usia berkaitan dengan lamanya pajanan terhadap karsinogen. Wanita memiliki risiko lebih rendah terkena kanker. Status hormonal berhubungan dengan meningkatnya Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 151 risiko neoplasma di jaringan yang bereaksi dengan hormon seperti payudara, endometrium, prostat, ovarium, tiroid, tulang dan testis. Sebagai tambahan dari perbedaan biologis dan genetik, faktor budaya dan sosioekonomi seseorang dapat menempatkan etnik atau ras tertentu dalam risiko kanker tertentu (Black & Hawks, 2014). Sesuai dengan target kompetensi, pengelolan kasus asuhan keperawatan terdiri dari kanker sistem saraf pusat 2 (6,66%) pasien, kanker payudara 7 (23,33%) pasien, kanker gastrointestinal 5 (16,66%) pasien, kanker genitourinarius dan genital 6 (20%) pasien, kanker kepala dan leher 4 (13,33%) pasien, kanker darah 3 (10%) pasien, kanker paru 1 (3,33%) pasien, kanker tulang, otot dan jaringan lunak 2 (6,66%) pasien. Dalam pengelempokkan tersebut pengelolaan kasus pasien dengan kanker payudara paling banyak diantara yang lainnya. Hal ini didasarkan pada data pasien baru atau insiden pasien kanker rumah sakit kanker Dharmais tahun 2014. Kasus kanker payudara di RSK Dharmais menempati urutan tertinggi diantara 10 kasus tersering lainnya yaitu sebanyak 1290 kasus (bidang rekam medik rumah sakit kanker Dharmais, 2014). Hal tersebut menjadi pertimbangan penulis untuk memfokuskan pemberian asuhan keperawatan dengan pendekatan teori Keperawatan Peaceful End of Life Theory pada klien dengan kasus kanker payudara. Rumusan diagnosa keperawatan yang muncul pada 30 pasien kasus resume yaitu diagnosa risiko infeksi 93,33%, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 63,33%, nyeri kronis 56,67%, nyeri akut 10%, kerusakan integritas kulit 33,33%, intoleransi aktivitas 30%, ketidakefektifan pola nafas 20%, resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dan mual muntah masingmasing 16,67%, gangguan pertukaran gas dan gangguan ventilasi spontan masingmasing 13,33%, defisit pengetahuan, ansietas, risiko ketidakseimbangan volume cairan, nyeri akut, risiko perdarahan masing-masing 10%, gangguan pola tidur dan konstipasi masing-masing 6,67%, bersihan jalan nafas tidak efektif, diare, risiko jatuh, konstipasi, retensi urin, dan hambatan mobilitas fisik masing-masing 3,33%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa lima diagnosa yang paling banyak muncul pada pasien kanker yaitu risiko infeksi, ketidakseimbangan nutrisi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 152 kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri kronis, kerusakan integritas kulit dan intoleransi aktivitas. Lima permasalahan tersebut dapat dihubungkan dengan aspek nyeri dan kenyamanan dalam teori PEOL. Untuk itu dapat disimpulkan bahwa sebagian besar pasien yang dikelola mengalami permasalahan kenyamanan termasuk ketidaknyamanan karena masalah nyeri. Perasaan nyaman diartikan sebagai perasaan terbebas dari rasa ketidaknyamanan, merasa senang dan puas terhadap sesuatu serta merasa hidup lebih mudah, damai dan menyenangkan (Ruland & Moore (1998) di dalam Tomey & Alligood , 2010). Setelah masalah keperawatan dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan, untuk mencapai hasil maka dirumuskan NOC (Nursing Outcome Classification). Berdasarkan diagnosa yang paling banyak muncul, yaitu NOC untuk masalah risiko infeksi yang dirumuskan adalah imune status dan risk control masing-masing sebanyak 50%, untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, NOC yang dirumuskan nutritional status : food and fluid intake sebanyak 100%, diagnosa nyeri kronis NOC yang dirumuskan pain control sebanyak 100%, untuk diagnosa kerusakan integritas kulit NOC yang dirumuskan surgical recovery : convalescence dan tissue integrity : skin masingmasing 50% dan untuk diagnosa intoleransi aktivitas NOC yang dirumuskan energy conservation sebanyak 66,67% dan activity tolerance sebanyak 33,33%. Setelah dirumuskan pencapaian (NOC), kemudian dilakukan penyusunan intervensi keperawatan yang disebut dengan Nursing Intervention Classification (NIC). Adapun NIC yang banyak diterapkan pada pasien kanker dengan diagnosa risiko infeksi yaitu infection control sebanyak 60% dan infection protection sebanyak 40%, untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sebanyak 89, 47% dengan intervensi nutrition management dan 10,53% nutrition therapy, diagnosa nyeri kronis intervensi yang dilakukan pain management sebanyak 100%, kerusakan integritas kulit wound care sebanyak 60% dan pressure management sebanyak 40%, dan untuk masalah intoleransi aktivitas intervensi yang diterapkan yaitu dengan energy management sebanyak 66,67% dan activity therapy sebanyak 33,33%. Tiga masalah yang sering muncul pada 30 kasus kelolan yaitu risiko infeksi, ketidakseimbangan nutrisi dan nyeri kronis. Masalah risiko infeksi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 153 menjadi masalah tersering diantara 30 kasus kelolaan. Menurut Petersdorf & Beeson, 1961 dalam Loizidou, Aoun & Klastersky, (2016) infeksi yang dapat menimbulkan demam yang tidak diketahui ini terjadi pada 36% pasien, masingmasing pada kasus keganasan dan penyakit vaskular adalah sebesar 19%. Oleh karena klien berisiko mengalami infeksi ketika di rumah sakit, salah satu poin dari National Patient Safety Goal dari The Joint Commision (TJC) mengharuskan institusi kesehatan untuk menurunkan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan ini termasuk di dalamnya mematuhi petunjuk cuci tangan higienis dari CDC, melaporkan kejadian infeksi yang fatal, memberikan vaksin flu dan pneumokokus kepada klien yang belum mendapatkan vaksin ini sebelum mereka dirawat di rumah sakit (Black & Hawks, 2014). NOC untuk masalah risiko infeksi yang dirumuskan adalah imune status dan risk control. NIC yang banyak diterapkan pada pasien kanker dengan diagnosa risiko infeksi yaitu infection control sebanyak 60% dan infection protection sebanyak 40%. Masalah kedua yang sering muncul adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sebagian besar disebabkan karena mual, muntah, dan anoreksia. Klien dengan berbagai jenis kanker akan memperlihatkan respon mual, muntah, dan anoreksia. Penyebab yang mendasari ketiga respon tersebut adalah produk metabolit kanker dan stres psikologis. Baik produk metabolit kanker maupun stres psikologis dapat menyebabkan anoreksia melalui perubahan pengecapan dan penciuman. Perubahan ini akan menyebabkan klien tidak nafsu makan atau merasa kenyang sehingga menolak untuk makan (Sutandyo, 2006). Selain itu terapi modalitas kanker seperti kemoterapi dan radiasi juga dapat menimbulkan respon mual muntah, kesulitan mengunyah dan menelan makanan, bahkan anoreksia. Perawat diharapkan dapat menjadi fasilitator klien dan keluarga untuk menyusun rencana bersama tentang strategi perubahan terapi nutrisi yang adekuat. Dengan terapi nutrisi, diharapkan dapat memperbaiki malnutrisi yang terjadi. Terapi nutrisi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan klien, baik jumlah, komposisi maupun cara pemberian dan harus dilakukan sejak klien didiagnosis menderita kanker. Nutrisi merupakan bagian yang penting pada penatalaksanaan modalitas terapi kanker. Kurang lebih 20-50% pasien kanker mengalami penurunan status sebelum menjalani modalitas terapi. Gangguan status Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 154 nutrisi dapat mempengaruhi kemajuan penyakit, penurunan kekebalan tubuh, insiden infeksi yang meningkat, perlambatan perbaikan jaringan, kehilangan fungsi, dan penurunan kemampuan untuk melanjutkan pengobatan antikanker. Dampak perubahan status nutrisi dapat berupa terjadinya penurunan berat badan yang berakibat pada penurunan kondisi tubuh. Status nutrisi pada pasien kanker diketahui berhubungan dengan prognosis dan kualitas hidup (Campbell, 2009). Untuk diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, NOC yang dirumuskan nutritional status : food and fluid intake sebanyak 100%, dengan intervensi nutrition management sebanyak 89, 47% dan nutrition therapy sebanyak10,53%. Masalah ketiga yaitu nyeri kronis. Mekanisme nyeri pada kanker dapat disebabkan oleh aktivasi nosiseptor perifer sebagai akibat adanya penekanan atau infiltrasi langsung oleh tumor primer atau metastasis ke jaringan yang sehat. Mekanisme lain adalah akibat kerusakan langsung pada struktur-struktur saraf perifer atau saraf pusat, yang disebabkan oleh agen modalitas terapi dan oklusi pembuluh darah oleh tumor (Kemp, 2010). Intervensi yang diberikan pada klien kelolaan dalam mengatasi nyeri adalah terapi farmakologi dengan pemberian analgesik ringan sampai opioid, sebagaimana pedoman WHO analgesic ladder dan manajemen nyeri nonfarmakologis. Pada beberapa pasien, pemberian analgetik berespon dengan baik. Begitu pula dengan pemberian manajemen nyeri nonfarmakologi seperti teknik relaksasi, dan imajinasi terbimbing, intervensi edukasi. Kedua intervensi baik pemberian analgetik maupun manajemen nyeri nonfarmakologi merupakan standar emas pada terapi nyeri akibat kanker. Terkait dengan hal tersebut diatas, maka implikasi keparawatannya adalah manajemen nyeri yang aman digunakan dan dapat mengatasi nyeri yang akhirnya meningkatkan kualitas hidup klien kanker (Scottish Intercollegiate Guidelines Network/SIGN, 2008). Diagnosa nyeri kronis NOC yang dirumuskan yaitu pain control sebanyak 100%, intervensi yang dilakukan yaitu pain management sebanyak 100%. Hasil pelaksanaan intervensi pada seluruh pasien kelolaan bervariasi. Lama waktu rawat pada kasus kelolaan tergantung pada tingkat kompleksitas Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 155 penyakit kanker yang diderita, termasuk jenis kanker dan penyebarannya, serta program terapi modalitas 4.3 Analisa Penerapan Evidence Based Nursing Practice (EBNP): Menghirup Aromaterapi Jahe untuk mengurangi Mual Muntah akibat kemoterapi pada Pasien Kanker payudara Penerapan EBN menghirup aromaterapi jahe mengacu pada artikel yang berjudul “Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on Chemotherapy Induced Nausea and Vomiting and Health-Related Quality of Life in Women With Breast Cancer” yang ditulis oleh Pei Lin Luaa, Noor Salihahb, Nik Mazlan pada tahun 2015. Alasan pemilihan artikel ini adalah karena merupakan evidence tingkat I menurut National Institute of Clinical Excellence (NICE), dengan jenis intervensi yang murah, sederhana, bermanfaat dan memiliki waktu evaluasi yang cukup singkat. Selain itu, artikel ini juga menjawab pertanyaan klinis yang ditemukan peneliti selama praktik di ruang rawat inap RS Kanker Dharmais dengan beberapa pasiennya adalah pasien yang membutuhkan penanganan mual muntah akibat kemoterapi di antaranya adalah pasien kanker payudara. Dengan menghirup aromaterapi jahe, intesitas mual dan frekuensi muntah pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi berkurang secara signifikan sehingga berdampak pada tujuan akhir dari penerapan EBN ini yakni peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. Minyak esensial sering digunakan dengan tujuan terapi, campuran kosmetik, aromatik, pengharum dan kegunaan spiritual (Evans, 2000). Terapi minyak ini diyakini dapat meringankan stres, meremajakan dan menumbuhkan semangat individu untuk bekerja di hari berikutnya. Saraf penciuman dari hidung ke otak adalah lokasi penting untuk aksi minyak ini. Minyak ini telah terbukti baik sebagai antibakteri, antibiotik, dan antivirus dan beberapa praktisi telah menyarankan penggunaan minyak esensial dalam berbagai penyakit seperti alzheimer, jantung, kanker dan nyeri persalinan pada kehamilan (Perry N & Perry E, 2006; Shiina, Funabash, Lee, Toyoda, Sekine & Honjo, 2008; Jimbo, Kimura, Taniguchi, Inoue & Urakami, 2009; Smith, Collins & Crowther, 2011; Lai, Cheung, Lo, Fung & Tong, 2011). Pada saat ini terdapat peningkatan dalam Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 156 pemanfaatan aromaterapi dalam pengobatan kanker dan gangguan tidur (Marchand, 2014; Lee, Kim, Yeo & Lim , 2015; Hwang & Shin, 2015) Aromaterapi telah dianjurkan dalam pengobatan kecemasan, hipertensi, mual dan muntah, dan rasa sakit. Sebuah tinjauan sistematis, 16 percobaan terkontrol acak (RCT), ditemukan bahwa sebagian besar orang yang menggunakan aromaterapi dengan gejala kecemasan menunjukkan bahwa aromaterapi memiliki efek positif dalam mengurangi gejala kecemasan (Lee, Wu, Tsang, Leung & Cheung, 2011). Studi lain tentang penggunaan aromaterapi pada pasien kanker, dari 160 pasien kanker yang ikut serta dalam penelitian melaporkan bahwa aromaterapi berpengaruh dalam penurunan kecemasan di 65% pasien, sedangkan 47% pasien menyatakan bahwa aromaterapi menurunkan efek mual muntah (Stringer & Donald, 2011). Penelitian RCT lain melaporkan bahwa aromaterapi telah terbukti memiliki pengaruh positif terhadap hipertensi dan secara signifikan mengurangi tekanan darah sistolik dan diastolik (Hur, Lee, Kim & Ernst, 2012). Aromaterapi melalui sistem penciuman merupakan salah satu cara yang diperkenalkan dalam penggunaan metode terapi aroma yang paling sederhana dan cepat memberikan reaksi (Halcon & Buckle, 2006). Menurut Kohatsu, (2008), pemakaian minyak esensial secara inhalasi merupakan metode yang dinilai paling efektif, dan dalam penggunaannya sangat praktis serta khasiatnya dapat dirasakan secara langsung dibanding dengan teknik yang lain. Tehnik menghirup aromaterapi ini lebih mudah untuk masuk ke dalam tubuh tanpa melalui proses absorbsi membran sel, molekul-molekul uap akan langsung mengenai reseptor penghidu yang berada pada rongga hidung dan langsung terhubung dengan saraf olfaktorius. Dengan inhalasi sederhana telah terbukti meningkatkan status kesehatan terkait emosional berupa ketenangan, relaksasi dan peremajaan tubuh (Price 1991 & Maxwell-Hudson, 1995). Cara kerja aromaterapi inhalasi dimulai dari organ hidung sebagai organ penghidu yang mendeteksi aroma. Proses menghidu dimulai dengan proses penerimaan molekul bau oleh olfactory epithelium yang merupakan reseptor terdiri dari puluhan juta saraf pembau. Pada saat minyak aromaterapi dilepaskan ke udara, minyak akan masuk melalui hidung dan akan mencapai nostril pada Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 157 dasar hidung, sebelum molekul aromaterapi menempel dengan silia sel olfaktorius, odoran tersebut dapat larut dalam mucus yang melapisi silia tersebut. Untuk dapat larut dalam mucus maka minyak aromaterapi harus bersifat hidrofilik. Struktur dari minyak esensial ini memiliki sifat yang hidrofilik sehingga dapat larut dalam mucus. Di bawah mucus pada epitel olfactory, reseptor khusus yang disebut sebagai neuron reseptor olfactory mendeteksi adanya bau. Setiap sel olfactory hanya memiliki satu jenis reseptor bau (odorant reseptor/OD), dan satu reseptor hanya mampu mendeteksi jumlah terbatas bahan-bahan bau, seperti sel-sel pembau kita sangat terspesialisasi sejumlah kecil bau. Untuk selanjutnya molekul bau akan berikatan dengan OD, sehingga dapat menyebabkan aktivasi dari protein G yang kemudian mengaktivasi enzim adenilsiklase dan mengaktifkan cAMP. Pengaktifan cAMP membuka kanal Na sehingga terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius. Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan di transmisikan ke hipotalamus (Guyton, 2006). Sinyal pada sel mitral yang berada di bulbus olfaktorius menjalar menuju traktus olfaktorius media dan area olfaktorius lateral. Area olfaktorius lateralis membawa akson-akson ke area olfaktorius pada korteks serebri, yang disebut sebagai area periamygdaloidea dan area peripirformis dan area ini dikenal sebagai area olfaktorius primer (pusat penghidu pada korteks serebri) pada lobus temporalis bagian inferior medialis. Aktivasi daerah ini menyebabkan adanya kesadaran terhadap bau tertentu yang dihirup. Selain itu area olfaktorius lateralis ini akan membawa informasi ke sistem limbik dan hipokampus. Sedangkan area olfaktorius medial terdiri atas sekumpulan nucleus yang terletak pada anterior dari hipotalamus. Nucleus pada area ini merupakan nucleus septal yang kemudian berproyeksi ke hipotalamus dan sistem limbik (Guyton, 2006). Sinyal yang dihasilkan dari inhalasi aromaterapi akan diterima oleh sistem limbik dan hipotalamus. Sistem ini akan mengirim pesan kepada otak untuk melepaskan serotonin dan endorpin untuk dihubungkan dengan sistem saraf tubuh lainnya sehingga menimbulkan perasaan nyaman sesuai yang diharapkan pikiran dan tubuh manusia (Krishna, Tiwari & Kumar, 2000) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 158 Menghirup aromaterapi jahe dianjurkan sebagai teknik yang efektif dan mudah yang dapat diterapkan secara mandiri oleh para perawat kepada para pasien dalam masa pasca kemoterapi guna mengurangi intensitas mual muntah (Pei Lin Luaa,, Noor Salihah, & Nik Mazlan, 2015). Petugas medis juga telah menyarankan jahe digunakan untuk mengatasi mual yang berhubungan dengan morning sickness, pasca operasi dan kemoterapi pada pasien kanker (Julie & Gary, 2010). Kandungan didalam jahe terdapat zingiberena (zingirona), zingiberol, bisabilena, kurkumen, zingirol, flandrena, vitamin A, yang dapat memblok serotonin yaitu suatu neurotransmitter yang disintesiskan pada neuro-neuro serotonergis dalam sistem saraf pusat dan sel-sel enterokromafin yang dapat memberikan perasaan nyaman sehingga dapat mengatasi mual muntah (Ahmad, 2013). Tanaman ini dilaporkan memiliki efek anti inflamasi, antimikroba, anti kanker, anti diabetes, anti lipidemik dan antiemetik (Bhagavathula, Warner & DaSilva, 2009). Selama lebih dari 2.500 tahun, rimpang jahe (Zingiber officinale) telah digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, serta nyeri sendi dan otot (Alparslan & Ozkarman, 2012). Berdasarkan review artikel dari beberapa peneliti yang dilakukan oleh Banerjee (2011) manfaat jahe adalah berpengaruh terhadap sistem kardiovaskular yaitu membantu untuk mengurangi tekanan darah dan beban kerja jantung, memberikan bantuan terhadap serangan sakit kepala, mengurangi mual dan muntah, antiinflamasi, menghambat pertumbuhan bakteri,menekan pertumbuhan sel-sel kanker pada usus besar dan masih banyak manfaat lain dari jahe. Penelitian systematic riview oleh Miranda dan Olateju (2015) mekomendasikan penggunaan jahe, yoga, dan teknik distraksi dalam mengurangi mual muntah akibat kemoterapi. Pada bulan Juni 2009, ada publisitas besar tentang jahe sebagai pengobatan anti mual untuk pasien kanker yang menerima kemoterapi. Sebuah studi multisite, nasional, acak, doubleblind, terkontrol plasebo dari 644 pasien, dengan peneliti dari University of Cancer Rochester Community Center Clinical Oncology Program (URCC CCOP), menyimpulkan bahwa suplementasi jahe signifikan mengurangi mual akut yang dipicu oleh kemoterapi. Hasil awal dari penelitian ini dipresentasikan pada pertemuan tahun 2009 dari American Society Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 159 of Clinical Oncology (ASCO), dan menunjukkan bahwa semua dosis jahe signifikan mengurangi mual (P = 0,003). Penurunan terbesar mual terjadi dengan 0,5-g dan 1,0-g dosis jahe. Juga, waktu hari memiliki efek signifikan pada mual (P <0,001), dengan penurunan mual linear selama 24 jam pada hari 1 kemoterapi untuk pasien yang menggunakan jahe (Ryan, Heckler & Dakhil, 2009). Jahe belum terbukti dapat menghambat efektivitas obat kemoterapi (Engdal, Klepp & Nilsen, 2009). Beberapa bukti ilmiah lain yang tersedia terkait dengan inhalasi aromaterapi juga menyarankan bahwa inhalasi uap peppermint atau minyak esensial jahe tidak hanya mengurangi kejadian dan tingkat keparahan mual dan muntah tetapi juga digunakan sebagai persyaratan antiemetik yang memuaskan dan perlu ditingkatkan (Lua & Zakaria, 2012). Di sisi lain, rimpang jahe, Zingiber secara resmi dalam sejarah telah digunakan di negara-negara Asia, khususnya di Cina dan India selama ratusan tahun sebagai bahan penyembuhan untuk kondisi seperti sakit kepala, mual, rematik dan pilek. Dalam penelitian ini juga dilaporkan efektivitas jahe terhadap berbagai kondisi nausea termasuk mual muntah akibat kehamilan dan pasca-operasi (White, 2007). Penelitian oleh Montazeri et al., (2013) juga melaporkan efektifitas penggunaan jahe sebagai obat herbal dalam penanganan mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker. Selain itu hasil penelitian oleh Muthia, Wahyu dan Dachriyanus (2013) melaporkan penurunan mual muntah akibat kemoterapi yang signifikan dengan penggunaan jahe, sehingga peneliti dalam penelitian ini menyarankan menggunakan jahe sebagai terapi komplementer dalam pengelolaan mual muntah akibat kemoterapi. Hal tersebut sesuai dengan hasil penerapan EBN yang diterapkan pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di rumah sakit kanker Dharmais. Hasil penerapan EBN menunjukkan bahwa intervensi menghirup aromaterapi jahe dapat menurunkan tingkat mual. Namun penggunaan aromaterapi jahe esensial lebih signifikan menurunkan skala mual dan lebih sedikit terjadi muntah dibandingkan penggunaan plasebo. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan rerata skala mual dan frekuensi muntah antara pemberian aromaterapi esensial jahe dan plasebo (minyak wangi jahe). Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 160 Dengan penerapan EBN dan didukung dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan maka perawat spesialis dapat melakukan penerapan menghirup aromaterapi jahe sehingga dapat mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara sehingga penyembuhan pasien tepat pada waktunya, lama hari rawat dan biaya perawatan berkurang sehingga kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan meningkat. Selain itu hasil penerapan EBN ini dapat dijadikan salah satu intervensi keperawatan yang murah, sederhana dan nyaman bagi pasien untuk mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara dan dapat memperkaya intervensi keperawatan bedah onkologi khususnya untuk mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara. Penerapan EBN ini dapat diintegrasikan dengan penerapan teori Peaceful End of Life pada klien kanker ke dalam praktik keperawatan berbasis bukti ilmiah. Evidence based nursing practice merupakan suatu cara untuk membuktikan bahwa perawat adalah seorang yang mempunyai ketrampilan profesional dan pengetahuan serta memilki dedikasi dan loyalitas yang tinggi. 4.4 Analisa Penerapan Proyek Inovasi Modified Early Warning Score (MEWS) di IGD Berdasarkan penerapan format pengkajian dalam proyek inovasi yang dilaksanakan di RS Kanker Dharmais Jakarta didapatkan data Pelaksanaan monitoring kondisi pasien menggunakan MEWS secara umum dapat diterima dengan baik oleh perawat-perawat IGD. Perawat terlihat cukup antusias dengan penggunaan MEWS karena diperoleh standar dalam melakukan monitoring pasien secara lebih sistematis. Dalam penerapan MEWS ini perlu dukungan sarana dan prasarana penunjang untuk pelaksanaan MEWS. Perlu pengembangan atau penelitian lebih lanjut sehingga diperoleh MEWS yang benar-benar sesuai dengan kondisi pasien kanker di RSKD. Proses keperawatan memerlukan pemikiran kritis dari seorang perawat spesialis untuk mengkaji, mendiagnosis, dan mengobati respon manusia terhadap kesehatan dan penyakit. Pengkajian keperawatan merupakan bagian integral dari proses keperawatan. Data dasar klien yang diperoleh melalui pengkajian Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 161 keperawatan sangat diperlukan guna mengidentifikasi respon klien terhadap masalah kesehatan. Dengan demikian, cara perawat melakukan pengkajian dan mengorganisasikan data adalah hal yang sangat penting, sehingga kebutuhan klien yang mengalami sesuatu dapat teridentifikasi secara tepat dan cermat (King & Shell, 2002). Format pengkajian keperawatan merupakan suatu tanggung jawab dari professional keperawatan, sehingga perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien dan institusi tempat kerja. Dokumentasi berfungsi sebagai alat komunikasi, edukasi, penelitian dan sebagai standart praktik dalam pelayanan kesehatan (Dlaune & Ladner, 2002). Pengkajian keperawatan yang berfokus pada masalah klien dengan kanker sangat diperlukan dalam menilai status kesehatan klien dengan kanker secara sistematis. Menetapkan masalah terhadap pemenuhan kebutuhan klien, hanya dapat diperoleh melalui analisa dari suatu pengkajian. Pengkajian keperawatan memegang peran penting sebagai parameter yang mendasari seluruh tindakan yang akan dilakukan. Kondisi dan respon klien mempengaruhi luasnya pemeriksaan. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang akan diterima klien dan evaluasi respon terhadap terapi tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari seluruh perawat yang menginginkan bahwa format pengkajian keperawatan yang telah diuji cobakan tersebut, dapat segera diterapkan. Dengan menggunakan format tersebut, maka dapat meningkatkan akuntabilitas dan tanggung jawab perawat kepada pasien dan profesi keperawatan. Selain itu, penerapan pengkajian tersebut juga berdampak pada pengurangan durasi pengkajian yang tadinya lama menjadi singkat. Kelompok melakukan ujicoba penerapan MEWS di unit gawat darurat Rumah Sakit Kanker Dharmais. Hal ini dikarenakan pelayanan gawat darurat merupakan unit pelayanan rumah sakit yang memberikan pelayanan pertama pada pasien dengan ancaman kematian dan kecacatan, sehingga memerlukan pelayanan yang segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan dengan indikator mutu pelayanan adalah respon time (waktu tanggap) (Kemenkes RI, 2005; Kemenkes RI, 2009). Penerapan MEWS di unit gawat darurat diharapkan dapat memberikan arahan pada perawat dalam melakukan monitoring kondisi pasien dan membantu menentukan kebutuhan tranfer pasien Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 162 ke ruang perawatan lainnya. Lam et al. (2006) menyebutkan MEWS cocok untuk diterapkan pada unit emergensi dan dapat membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko perburukan kondisi yang membutuhkan peningkatan level perawatan seperti rawat inap atau masuk ICU. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari analisis yang dilakukan dan saran yang terkait dengan uraian pada bab-bab sebelumnya. 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Pengelolaan terhadap kasus utama klien dengan kanker mammae dilakukan dengan pendekatan teori “Peaceful End of Life” (PEOL). Teori ini tepat digunakan sebagai acuan dalam perawatan pasien kanker paliatif karena lebih spesifik menilai kondisi klien dan kondisi keluarga dan peran perawat pada perawatan paliatif. Pada dasarnya tujuan peaceful end of life bukanlah mengoptimalkan perawatan yang paling baik dengan menggunakan teknologi tercanggih, tetapi lebih berfokus kepada perawatan yang mengutamakan kenyamanan pasien serta keterlibatan keluarga yang optimal. Sehingga pasien diakhir kehidupannya dapat meningkatkan kualitas hidup dan menghadapi kematian dengan tenang dan damai. 5.1.2 Mual muntah merupakan salah satu efek dari pemberian kemoterapi. Hal tersebut dapat menyebabkan permasalahan kualitas hidup pada pasien yang menjalani kemoterapi dan masalah kepatuhan dalam mengikuti prosedur pengobatan. Berlandaskan beberapa studi/penelitian dalam Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 163 jurnal, menghirup aromaterapi jahe telah terbukti efektif dalam mengurangi mual muntah akibat kemoterapi pada pasien kanker payudara. Menghirup aromaterapi jahe memiliki manfaat yang besar, diantaranya adalah efisien biaya, dapat dikombinasikan dengan terapi farmakologis dan terapi modalitas yang lain, serta tidak memiliki efek samping yang membahayakan klien. Pemberian aromaterapi jahe berbasis bukti ilmiah ini dapat dilakukan oleh seorang perawat onkologi untuk mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi khususnya pada pasien kanker payudara 5.1.3 Modified Early Warning Score (MEWS) adalah sebuah sistem skoring fisiologis (tanda-tanda vital) yang sudah dimodifikasi umumnya digunakan untuk mendeteksi penurunan kondisi pasien sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Sistem ini meliputi pemantauan tandatanda fisiologis yaitu frekuensi pernapapasan, frekuensi nadi, tekanan 161 darah sistolik, suhu, saturasi oksigen, tingkat kesadaran, dan produksi urin. Skoring MEWS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien. MEWS membantu perawat dalam mengkomunikasikan penurunan/perburukan kondisi pasien sehingga meningkatkan kemampuan clinical judgement dan meningkatkan output (kepuasan) klien/keluarga. 5.2 Saran 5.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Perlunya sosialisasi dan dukungan dari semua pihak khususnya bidang keperawatan terhadap penerapan peaceful end of life theory sebagai pendekatan dalam pemberian asuhan keperawatan klien dengan kanker, sehingga dapat memberikan arah dalam praktik keperawatan profesional yang berdampak pada peningkatan berbagai outcome kesehatan. Perawat dapat menerapkan terapi komplementer yaitu pemberian aromaterapi jahe untuk mengurangi mual dan muntah akibat kemoterapi yang dapat dikombinasikan dengan terapi pengobatan standart secara kontinyu berdasarkan kebutuhan ruangan sebagai bentuk profesionalitas perawat terhadap asuhan keperawatan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 164 MEWS pada pasien kanker berbeda dengan pasien yang non kanker, sehingga harus dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menemukan parameter MEWS yang tepat untuk kasus kanker dan sesuai dengan kondisi pasien kanker di RSKD. Perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap kategori-kategori yang di-skor pada MEWS termasuk dengan rentang nilainya sehingga cocok untuk pasien kanker di Indonesia selain itu penambahan critical value pada kategori-kategori tertentu misalnya pada kategori nyeri dan perdarahan. Begitu juga dengan algoritme penatalaksanaan dan frekuensi monitoring sehingga sesuai dengan kemampuan tata laksana perawat di lapangan. Peninjauan ulang ini membutuhkan penelitian berkelanjutan untuk memperoleh data yang akurat sesuai dengan kondisi pasien kanker di RSKD, sehingga outcome akhirnya diharapkan terbentuk suatu sistem early warning khusus untuk pasien kanker. Dukungan penambahan tenaga atau sarana dan prasarana yang menunjang seperti bedsite monitor atau alat penimbang juga diperlukan sehingga dalam pelaksanaan monitoring kondisi pasien mengunakan MEWS tidak menambah beban kerja bagi perawat. 5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Perlunya kajian dan penelitian lebih lanjut tentang penerapan peacefull end of life theory sebagai pendekatan dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermutu pada pasien dengan kanker khusunya pada kondisi paliatif, sehingga memberikan panduan dalam proses keilmuan keperawatan medikal bedah melalui pengembangan praktik keperawatan berbasis teori keperawatan. MEWS dalam setting onkologi dapat diperkenalkan pada peserta didik untuk dilakukan pengembangan berkelanjutan. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 165 REFERENSI Acute Pain Management Guidline Panel. (1992). Acute Pain Management in Adults : Operative Procedures. Quick reference guide for clinicians (AHCPR Pub. No. 92-0019) Rockville, Md : Agency for Health Care Policy and Research, U.S. Public Helath Service, U.S. Deparment of Health and Human Services. Ahmad. (2013). Aneka Manfaat Ampuh Rimpang Jahe untuk Pengobatan. Yogyakarta: Dandra Pustaka Indonesia Ahrens, T. (2008). The most important vital signs are not being measured. Australian Critical Care, 21, 3–5. Akcley, B.J., & Ladwig, G.B. (2011). Nursing diagnosis handbook: an evidence based guide to planning care, 9th ed. Missouri: Mosby, Inc. Alan N. Schechter. (2008). Hemoglobin research and the origins of molecular medicine. November 15, 2008; Blood: 112 (10) http://www.bloodjournal.org/content/112/10/3927?sso-checked=true Albernethy, A., Currow, D., Frith, P. (2003). Randomised Double Blind, Plasebo Controlled crossover trial of sustained release morphine for management of refractory dispnoea. British medical Journal, 327 (7414), 523. http://proquestlib.ui.ac.id/pqdweb?did=421119071dansid=2danFmt=4danclientid=21158d anRTQ=309danVname=PQD.# Alexander Molassiotis, RN, PhD, Paul H. Lee, PhD, Thomas A. Burke, PhD, Mario Dicato, MD, FRCP, Pere Gascon, MD, PhD, Fausto Roila, MD, and Matti Aapro, MD. (2016). Anticipatory Nausea, Risk Factors, and Its Impact on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: Results From the Pan European Emesis Registry Study. American Academy of Hospice and Palliative Medicine. Published by Elsevier Inc. All rights reserved. http://dx.doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2015.12.317; June 2016, Volume 51, Issue 6, Pages 987–993 Ali BH, Blunden G, Tanira MO, et al. (2008). Some phytochemical, pharmacological and toxicological properties of ginger (Zingiber offi cinale Roscoe): A review of recent research. Food Chem Toxicol 46(2):409–420. Ali, Babar, Naser Ali Al-Wabel, Saiba Shams, Aftab Ahamad, Shah Alam Khan, Firoz Anwar. (2015). Essential oils used in aromatherapy: A systemic review. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. journal homepage: www.elsevier.com/locate/apjtb. http://dx.doi.org/10.1016/j.apjtb.2015.05.007 Alparslan and Ozkarman. (2012). Effect of Ginger on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting in Cancer Patients. Journal of the Australian Traditional Medicine Society 18 (1), 15-18. American Medical Association. (2010). Module pain management pathophysiology of pain and pain assessment. Available from: www.ama.com American Pain Foundation. (2007). Pain. www.painfoundation.org Antonio Llombart-Cussac, Manuel Ramos, Elsa Dalmau , Jose´ A. Garcı´a-Saenz, Xavier Gonza´lez-Farre´, Laura Murillo, Lourdes Calvo, Serafı´n Morales, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 166 Vicente Caranana, Ana Gonzalez, Luis A. Fernandez-Morales, Fernando Moreno, Ma Isabel Casas, Ma del Mar Angulo, Ma Carmen Camara, Ana I. Garcia-Mace, Eva Carrasco, Carlos Jara-Sa´nchez. (2016). Incidence of chemotherapy-induced nausea and vomiting associated with docetaxel and cyclophosphamide in early breast cancer patients and aprepitant efficacy as salvage therapy. Results from the Spanish Breast Cancer Group/2009-02 study. European Journal of Cancer 58 (2016) 122-129. http://dx.doi.org/10.1016/j.ejca.2016.01.015 0959-8049/ª 2016 Published by Elsevier Ltd. Available online at www.sciencedirect.com. journal homepage: www.ejcancer.com Arthur F. Gelba,, Jill Karpelb , Robert A. Wisec , Cara Cassinod , Philip Johnsond , Craig S. Conoscentid. (2008). Bronchodilator efficacy of the fixed combination of ipratropium and albuterol compared to albuterol alone in moderate-to-severe persistent asthma. doi:10.1016/j.pupt.2008.02.005. www.elsevier.com/locate/ypupt Pulmonary Pharmacology & Therapeutics 21 (2008) 630–636. Avard, B., McKay, H., Slater, N., Lamberth, P., Daveson, K., & Mitchell, I. (2011). Training manual for the national early warning score and associated education programme. Australia: Compas. Ayres, G.C. (2009). Nurses’ role in cancer control. Journal Compilation Nursing Forum, 44(1), January-March, pp. 64-67. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta. www.depkes.go.id/resources/download/.../Hasil%20Riskesdas%2020 Ballatori E, Roila F, Ruggeri B, et al. (2007). The impact of chemotherapyinduced nausea and vomiting on health-related quality of life. Support Care Cancer. 2007;15(2):179-185. Ballatori E, Roila F, Ruggeri B, et al. (2007). The impact of chemotherapyinduced nausea and vomiting on health-related quality of life. Support Care Cancer. 2007;15(2):179-185. Banerjee, S., Mullick, H.I.,Banerjee, J. (2011). Zingiber Officinale: A Natural Gold. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vinayaka Missions Sikkim University NH 31-A, Tadong-737102, East Sikkim, India Baratawidjaya, K.G. (2006). Imunologi dasar, Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Barlow G.D., Nathwani D. & Davey P.G. (2006). Standardisedearly warning scoring system. Clinical Medicine 6 (4), 422–423. Basch, E., Foppa, I., Liebowitz., Nelson, J., Smith, M., Sollars, D., Ulbricht, C. (2004). Monograph From Natural Standard. Lavender (Lavandula angustifolia Miller). Journal of Herbal Pharmacotherapy Bashir, Usman and Colvin, Lesley A. (2013). The place of pharmacological treatment in chronic pain. Anaesthesia and Intensive Care Medicine. Volume 14, Issue 12, December 2013, Pages 528–532. http://remotelib.ui.ac.id:2057/science/article/pii/S1472029913002555 Battaglia S. (2004). The complete guide to aromatherapy. Brisbane: Perfect Potion. Beck, S., Dudley, W.N., & Barsevick, A.M. (2005). Using a mediation model to test a symptom cluster: Pain, sleep disturbance, and fatigue in cancer Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 167 patients [Online Exclusive]. Oncology Nursing Forum, 32, E48–E55. doi: 10.1188/05.ONF.E48-E55 Bell D., Paterson R. & Macleod D. (2006). Letters to the editor –in response to Barlow et al. Clinical medicine. Journal of the Royal College of Physicians 6 (4), 423–424. Bennett R, Maskell N. (2005). Management of malignant pleural effusions. Curr Opin Pulm Med 11:296–300 Bhagavathula N, Warner RL, DaSilva M, et al. (2009). A combination of curcumin and ginger extract improves abrasion wound healing in corticosteroid-impaired hairless rat skin. Wound Repair Regen 17(3):360– 366. Bjorneklett, H.G., Lindemalm, C., Rosenblad, A., Ojutkangas, M.L., Letocha, H., € Strang, P., et al. (2012). A randomised controlled trial of support group intervention after breast cancer treatment: results on anxiety and depression. Acta Oncologica 51, 198-207 Black , Joiyce M. & Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Buku 3. Jakarta : Salemba Medika Black, J.M., Hawks, J.H. (2009). Medical-surgical nursing clinical management for positive outcomes, (8th ed). St. Louis. Missouri: Saunders Elsevier. Blackhers, E., dan Christopher, M. (2002). On the road to Reform Advocacy and activism in end on life care. Journal of Palliative Medicine, 5(1), 13-22. Boehm K, Büssing A, Ostermann T. (2012). Aromatherapy as an adjuvant treatment in cancer care: a descriptive systematic review. Eur J Integr Med. 2012; 4- 1:129 Booth C.M., M. Clemons, G. Dranitsaris, A. Joy, S. Young, W. Callaghan, et al. (2007). Chemotherapy-induced nausea and vomiting in breast cancer patients: a prospective observational study, J Support Oncol. 5. 374–380. Borjeson S, Hursti TJ, Peterson C, Fredikson M, Fürst CJ, Avall-Lundqvist E, et al. (1997). Similarities and differences in assessingnausea on a verbal category scale and a visual analog scale.Cancer Nurs 1997;20:260—6. Bradman, K., & Maconochie, I. (2011). Can paediatric early warning score be used as a triage tool in paediatric accident and emergency?. Pediatrics, 18(3), e182. Breivik H, Borchgrevink PC, Allen SM, Rosseland A, Romundstand L, Hals EK, et al. 2008. Assesment of pain. British Journal of Anesthesia.;101(1):17-24. Brune, K. And Zeilhoffer, H.U. (1999). Antypiretic (non-narcotic) analgesics. In P.D. Wall and R melzack (Eds). Textbook of pain. Edisi ke 4. Hlm 11391153. Edinburgh: Churchill Livingstone. Buckle J. (2014). Clinical Aromatherapy in Healthcare. London, England: Elsevier Buckman, Whittaker. (2010). Apa yang Seharusnya Anda Ketahui tentang Kanker Payudara. Bandung : Intan Sejati Bulfone, T., Quattrin, R., Zanotti, R., Regattin, L., Brusaferro, S. (2009). Effectiveness of music therapy for anxiety reduction in women with breast cancer in chemotherapy treatment. Holistic Nursing Practice 23, 238-242. Burstein HJ, Polyak K, Wong JS. (2004). Ductal Carcinoma In Situ of the Breasts. N Engl J Med,; 350:1430 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 168 Campbell, L.M. (2009). Nurse to nurse: Palliative care. New York: McGrawHill. Canadian Association of Nurses in Oncology/Association Canadienne des Infirmieres en Oncologie (CANO\ACIO). (2012). CANO/ACIO Standards and competencies for cancer chemotherapy nursing practice Canadian Association of Psychosocial Oncology (2012). A Pan-Canadian Practice Guideline: Prevention, Screening, Assessment and Treatment of Sleep Disturbances in Adults with Cancer Canadian partnership against cancer. (2011). A Pan-Canadian Practice Guideline: Screening, Assessment and Care of Cancer-Related Fatigue in Adults with Cancer Canadian partnership against cancer. (2011). Manage cancer related fatigue: For People Affected by Cancer Cancer care Ontario. (2012).Symptom Management Pocket Guides: Delirium, Dyspnea, Nausea & Vomiting Carelle, N.H., Piotto, E.Y., Bellanger, A., Germanaud, J.R., Thuillier, A., Khayat, D.S. (2002).Changing patient perceptions of the side effects of cancer chemotherapy.Research in Nursing and Health, 13, 18-25. Carvajal, A., Centeno, C., Watson, R., Bruera, E. (2011). A comprehensive study of psychometric properties of the Edmonton Symptom Assessment System (ESAS) in Spanish advanced cancer patients. European Journal Of Cancer 47 (2011) 1863–1872. doi:10.1016/j.ejca.2011.03.027 Casey, Georgina. (2012). Treating nausea and vomiting. New Zealand Nurses' Organization. 18 (11), 20-40 Castelli, L., Binaschi, L., Caldera, P., Mussa, A., Torta, R. (2011). Fast screening of depression in cancer patients: the effectiveness of the HADS. European Journal of Cancer Care 20, 528-533. Cebeci, F., Yangın, H.B., & Tekeli, A. (2012). Life experiences of women with breast cancer in south western Turkey: A qualitative study. European Centers for Disease Control and Prevention. (2005). National Nosocomial Infections Surveillance System (NNIS). Diakses 11/6/2016 dari www.cdc.gov/ncidod/dhqp/nnis.html. Chang SY. (2008). Effects of aroma hand massage on pain, state anxiety and depression in hospice patients with terminal cancer. Taehan Kanho Hakhoe Chi ; 38: 493-502. Korean. Chang, V.T., Hwang, S.S., Feuerman, M., & Kasimis, B.S. (2000). Symptom and quality-of-life survey of medical oncology patients at a veteran affairs medical centre: A role for symptom assessment. Cancer, 88, 1175–1183. doi: 10.1002/(SICI)1097-0142(20000301)88:5<1175::AID-CNCR30>3.0. CO;2-N Chen, C.I., Miser, J. Kuan, C-F, Fanf Y-A, Lam, C. &Li, y-C. (2013). Critical Laboratory Result Reporting System in Cancer Patients. Computer Methods and Programs in Biomedicine, III, 249-254. http://dx.doi.org/10.1016/j.cmpb.2013.03.008 Chen, M.L., & Lin, C.C. (2007). Cancer symptom clusters: A validation study. Journal of Pain and Symptom Management, 34, 590–599. doi: 10.1016/j.jpainsymman..01.008 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 169 Cheng D, Rodriguez RM, Perkett EA, Rogers J, Bienvenu G, Lappalainen U, Light RW. (1999). Vascular endothelial growth factor in pleural fluid. Chest 116:760–765 Chlan, L. (2009). A review of the evidence for music intervention to manage anxiety in critically ill patients receiving mechanical ventilatory support. Archives of Psychiatric Nursing 23, 177-179 Cho, E.A., Oh, H.E. (2011). Effects of laughter therapy on depression, quality of life, resilience and immune responses in breast cancer survivors. Journal of Korean Academy of Nursing 41, 285-293 Cho, M.S., Cho, Y.A., Kwon, I.G., Seo, M.J., & Baek, H.J. (2011). Importance, satisfaction and contribution of advanced practice nurses' role recognized by health care professionals. J Korean Acad Nurs Adm. 2011 Jun;17(2):168-179. doi.org/10.11111/jkana.2011.17.2.168 Chung WY, Jung YJ, Surh YJ, et al. (2001). Antioxidative and antitumor promoting effects of [6]-paradol and its homologs. Mutat Res 496(12):199–206. Cioffi, J. (2000). Nurses’ experiences of making decisions to call emergency assistance to their patients. Journal of Advanced Nursing 32: 108–114. Cole, P. & Ralu, B. (2001). Analytic Epidemiology : Cancer Causes, dalam V. T Devita, S. Hellman and S.A. Rosenberg (Ed). Cancer Principles and Practice of Oncology. Edisi ke-6. Hlm. 241-252. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. Cooksley CD, Avritscher EB, Rolston KV, Elting LS. (2009). Hospitalizations for infection in cancer patients: impact of an aging population. Support Care Cancer;17:547-54. Cooksley, T., Kitlowski, E., & Haji-Michael, P. (2012). Effectiveness of modified early warning score in predicting outcomes in oncology patients. Q J Med, 105, 1083–1088. doi:10.1093/qjmed/hcs138 Cooper,D.S., Doherty, G.M., Haugen, B.R., Kloos, R.T., Lee, S.L., … & Tuttle, R.M. (2006). Management guidelines for patients with thyroid nodules and differentiated thyroid cancer. American Thyroid Association, Thyroid, volume 16, number 2 Coyne, E., & Borbasi, S. (2009). Living the experience of breast cancer treatment: The younger women‘s perspective. Australian Journal Of Advanced Nursing, 26(4): 6-13 Cuthbertson B.H., Boroujerdi M., McKie L., Aucott L.& Prescott G. (2007). Can physiological variables and early warning scoring systems allow early recognition of the deteriorating surgical patient? Critical Care Medicine 35 (2), 402–409. Danielle Zweer, Everlien de Graaf, Saskia C.C.M. Teunissen. (2016). Nonpharmacological nurse-led interventions to manage anxiety in patients with advanced cancer: A systematic literature review. http://dx.doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2015.10.022 0020-7489/ 2015 Elsevier Ltd. All rights reserved. Dantzer, F., et al., (1999). Involvement of poly(ADP-ribose) polymerase in base excision repair. Biochim. 81, 69–75. Davey, Patrick. (2006). Kanker Payudara. Dalam: Davey, Patrick, ed. At a Glance Medicine. Jakarta : Penerbit Erlangga, 341. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 170 Davidson W, Teleni L, Muller J, et al. (2012). Malnutrition and chemotherapyinduced nausea and vomiting: Implications for practice. Oncol Nurs Forum. 2012;39(4):E340-E345 Davidson, A.J., & Chasen, R.M. (2008). Managing cancer cachexia : a guide to current therapy. Oncology Exchange. 7 (3), 8-11 de Wit, R., van Dam, F., Zandbelt, L., van Buuren, A., van der Hejden, K., et al. (1997). A pain education program for chronic cancer pain patients: Followup results from a randomized controlled trial. Pain, 73, 55–69. Denis E. O’Donnell, MD, FRCPC, Katherine A. Webb, MSc, Daniel Langer, PhD, Amany F. Elbehairy, MD, PhD, J. Alberto Neder, MD, and Deborah J. Dudgeon, MD. (2016). Respiratory Factors Contributing to Exercise Intolerance in Breast Cancer Survivors: A Case-Control Study. Journal of Pain and Symptom Management. American Academy of Hospice and Palliative Medicine. Published by Elsevier Inc. All rights reserved. 08853924/$ see front matter http://dx.doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2016.01.004 Depkes. (2013). Situasi Penyakit Kanker. (Online). Diakses dalamhttp://www.depkes.go.id Desen Wan, (2011). Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Devies, L., Welch, H.G. (2006). Increasing incidence of thyroid cancer in the United States, 1972-2002. Journal American Medical Association, May 10, 2006 – vol 295, No. 18 Dibble, S.L., Israel, J., Nussey, B., Casey, K., & Luce., J. (2003). Delayed Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting in Woman Treated for BreasT Cancer. Oncology Nursing Forum. 30(2), 40-47 Dipiro, Joseph T., Robert L., Gary C. Yee., Gary R. Matzke., Barbara G Wells., & L.Michael Posey (2005). Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach. New York: MeGraw-Hill Companies, Inc, 1333-1352 Djoerban & Shatri, (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam: Masalah psikosomatik klien kanker. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Dodd MJ, Miaskowski C, Paul S. (2001). Symptom clusters and their effect on the functional status of patients with cancer. Oncol Nurs Forum;28: 465-470. Donovan, H.D., & Ward, S. (2001). A representational approach to patient education. Journal of Nursing Scholarship; Third Quarter 2001; 33, 3; ProQuest pg. 211 Dudgeon DJ, Lertzman M, Askew GR. (2001). Physiological changes and clinical correlations of dyspnea in cancer patients. J Pain Symptom Manage;21:373-379. Duncan, K., & McMullan, C. (2012). Early warning system. Philadelphia: Lippincott. Eliases AH, Colditz GA, Rosner B, et al. (2006). Adult weight change and risk of postmenopausal breast cancer. JAMA. 2006;296:193–201. Ellis IO, et all. (2003). Invasive breast carcinoma. In: Tavasolli FA, Devilee P. Pathology and Genetic of Tumours of the Breast and Female Genital Organs, WHO Classification of Tumours, IARC Press;: 18-19, 23-43. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 171 Engdal S, Klepp O, Nilsen OG. (2009). Identification and exploration of herbdrug combinations used by cancer patients. Integr Cancer Ther 8(1):29–36. Ergun, M., Eyigor, S., Karaca, B., Kisim, A., Uslu, R. (2013). Effects of exercise on angiogenesis and apoptosis-related molecules, quality of life, fatigue and depression in breast cancer patients. European Journal of Cancer Care 22, 626-637 Evans WC. (2000). Trease and Evans pharmacognosy. 4th ed. London: WB Saunders Co. Eyigor, S., Karapolat, H., Yesil, H., Uslu, R., Durmaz, B. (2010). Effects of pilates exercises on functional capacity, flexibility, fatigue, depression and quality of life in female breast cancer patients: a randomized controlled study. European Journal of Physical and Rehabilitation Medicine 46, 481-487 Feeney , C., Bryzman , S., Kong, L., Brazil, H., Deutsch, R., & Fritz LC. (1995). T-lymphocyte subsets in acute illness. Crit Care Med. 1995 Oct;23(10): 1680-5. PMID:7587233 [PubMed - indexed for MEDLINE] Fentiman IS. (2001). Fixed and modifi able risk factors for breast cancer. Int J Clin Pract. 2001;55:527–530. Ferna´ndez-Ortega P, Caloto MT, Chirveches E, et al. (2012). Chemotherapyinduced nausea and vomiting in clinical practice: impact on patients’ quality of life. Support Care Cancer 2012;20:3141e8. Ferrel, B.R. (1995). The impact of pain on quality of life. Nursing Clinics of North America, 30 (4), 609-624 Feyer, P. & Jordan, K. (2011). Update and New Trends in Antiemetic Therapy: The Continuing Need for Novel Therapies. Ann Oncol. 2011 Jan;22(1):30-8. doi: 10.1093/annonc/mdq600. Department of Radiooncology, Nuclear Medicine, Vivantes Clinics Berlin-Neukölln, Berlin. Feyer, P., Kleeberg, U.R., Steingräber, M., Günther, W., & Behrens, M. (2008). Frequency of side effects in outpatient cancer care and their influence on patient satisfaction—A prospective survey using the PASQOC® Questionnaire. Supportive Care in Cancer, 16, 567–575. doi: 10.1007/s00520-008-0422-4 Fitzgerald JM, Grunfeld A, Pare PD, et al. The clinical efficacy of combination nebulized anticholinergic and adrenergic bronchodilators vs. nebulized adrenergic bronchodilator alone in acute asthma. Chest 1997;111:311–5. Fitzpatrick & McCarthy, (2014). Fitzpatrick & McCarthy, (2014). Fletcher S.J. & Cuthbertson B.H. (2010). Outreach, epistemology and the evolution of critical care. Anaesthesia 65 (2), 115– 118. Franklin C, Mathew J (1994) Developing strategies to prevent inhospital cardiac arrest: analyzing responses of physicians and nurses in the hours before the event. Critical Care Medicine 22: 244–247. Friedberg, E.C. (2006). DNA Repair and Mutagenesis, 2nd ed. ASM Press, Washington, D.C. Gardner, D.G., & Shoback, D. (2007). Greenspan’s basic & clinical endocrinology, eighth editions. USA: The McGraw-Hills Companies, Inc. Garrett JE, Town GI, Rodwell P, et al. (1997). Nebulized salbutamol with and without ipratropium bromide in the treatment of acute asthma. J Allergy Clin Immunol;100:165–70. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 172 Garrett JE, Town GI, Rodwell P, et al. Nebulized salbutamol with and without ipratropium bromide in the treatment of acute asthma. J Allergy Clin Immunol 1997;100:165–70. Garrett, K., Tsuruta, K., Walker, S., Jacson, S., & Sweat, M. (2003). Managing Nausea and Vomiting. Critical Care Nurse, 23 (1), 31-50 Genc, F., Tan, M. (2014). The effect of acupressure application on chemotherapyinduced nausea, vomiting, and anxiety in patients with breast cancer. Palliative & Supportive Care. http://dx.doi.org/10.1017/S1478951514000248. Gescedi, R., & Decker, G. (2001). Incorporating alternative therapies into pain management: more pastient are considering complementary approaches. American Journal of Nursing. 101, Suppl 4, 35-39 Girmenia C, Menichetti F. (2011). Current epidemiology and prevention of infectious complications in cancer patients. Eur Oncol Haematol;7:270-7. Giuseppe Lombardi, Maria Ornella Nicoletto, Milena Gusella, Pasquale Fiduccia, Maurizia Dalla Palma, Andrea Zuin, Davide Fiore, Martin Donach, Vittorina Zagonel. (2012). Intrapleural paclitaxel for malignant pleural effusion from ovarian and breast cancer: a phase II study with pharmacokinetic analysis. Cancer Chemother Pharmacol (2012) 69:781– 787 DOI 10.1007/s00280-011-1765-y Global Initiative for Asthma (GINA). (2011). Global Strategy for Ashtma Management and Prevention. Cape Town: University of Cape Town Lung Institute Gold, J., Mahrer, N., Yee, J., & Palermo, T. (2010). Pain, fatigue and healthrelated quality of life in children and adolescents with chronic pain. Clinical Journal of Pain, 25(5), 407-412 Goldhill D.R. (2005). Preventing surgical deaths: critical care and intensive care outreach services in the postoperative period. British Journal of Anaesthesia 95 (1), 88–94. Gray, R.A. (2000). The use massage therapy in palliative care. Complementary Therapies I Nursing and Midwifery. 6, 2, 77-82 Green AL, Williams A. (2006). An evaluation of an early warning clinical marker referral tool. Intensive Crit Care Nurs 2006;22:274–282. Grunberg, S.M. (2004). Chemotherapy-induced Nausea and Vomiting: Prevention, Detection,and Treatment- How are We Doing?. The Journal of SupportiveOncology. 2(1), 1-12 Grunberg, S.M., & Ireland, A. (2005). Epidemiology of Chemoteraphy Induced Nausea and Vomiting. Advanced Studies in Nursing. 3(1), 9-15. Gumus, A.B., Cam, O., & Malak A.T. (2011). Relationships between psychososial adjustment and hopelessness in women with breast cancer. Asian pasific journal of cancer prevention. April 26, 2013. (Proquest) database. Guyton, A,C., Hall, J.E. (2006). Text Book of Medical Physiology 8 Edition. Pennsylvania : Elsevier Saunders th Halcon, L.L., Buckle, J. (2006). Aromatherapy. Complementary/Alternative Therapies in Nursing. 5th Edition Chapter 26. Springer Publishing Company, Inc. New York. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 173 Hanaoka, T., Yamamoto, S., Sobue, T., Sasaki, S., Tsugane, S. (2005). Active and passive smoking and breast cancer risk in middle-aged Japanese women. Int. J. Cancer 114, 317–322. Hansen, M.V., Andersen, L.T., Madsen, M.T., Hageman, I., Rasmussen, L.S., Bokmand, S. (2014). Effect of melatonin on depressive symptoms and anxiety in patients undergoing breast cancer surgery: a randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Breast Cancer Research and Treatment 145, 683-695. Hao, B., et al., 2004. Identification of genetic variants in base excision repair pathway and their associations with risk of esophageal squamous cell carcinoma. Cancer Res. 64, 4378–4384. Hariani, R. (2013, Desember). Dukungan nutrisi pada penderita kanker. Makalah disampaikan pada pelatihan Pasien Kanker Dengan Kemoterapi, RS Kanker Dharmais Jakarta Hawkins, R & Grunberg., S. (2009). Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: Challenges and Opportunities for Improved Patient Outcomes. Clin J Oncol Nurs. 2009 Feb;13(1):54-64. doi: 10.1188/09.CJON.54-64. Heffner JE, Klein JS. (2008). Recent advances in the diagnosis and management of malignant pleural effusions. Mayo Clin Proc 83(2):235–250 Heffner JE. (2010). Management of the patient with a malignant pleural effusion. Semin Respir Crit Care Med 1(6):723–733 Heidrich, S.M., Brown, R.L., Egan, J.J., Perez, O.A., Phelan, C.H., Yeom, H., & Ward, S.E. (2009). An Individualized Representational Intervention to Improve Symptom Management (IRIS) in Older Breast Cancer Survivors: Henderson, S. (2006). The role of the clinical nurse specialist in oncology nursing. MEDSURG Nursing, 13(1), 38-41. Herdman, Heather, T. & Kamitsuru, Shigemi. (2015). Nanda International Inc Diagnosis Keperawtaan, Definisi dan Klasifikasi : alih bahasa, Budi Anna Keliat et.al. Jakarta : EGC Hesketh PJ. (2005). Management of nausea and vomiting in cancer treatment: Introduction, scope of the problem. In: Hesketh PJ, ed. Management of Nausea and Vomiting in Cancer and Cancer Treatment. Sudbury, MA: Jones and Bartlett; 2005:1-15. Hesketh PJ. (2008). Chemotherapy-induced nausea and vomiting. Drug therapy. The New England Journal of Medicine;358 (23):2482-94. Hesketh, P.J. M. Aapro, J.C. Street, A.D. Carides (2010). Evaluation of risk factors predictive of nausea and vomiting with current standard-of-care antiemetic treatment: analysis of two phase III trials of aprepitant in patients receiving cisplatin-based chemotherapy, Support. Care Cancer 18. 1171–1177. Hines S, Steels E, Chang A, Gibbons K. (2012). Aromatherapy for treatment of postoperative nausea and vomiting. Cochrane Database Syst Rev ;CD007598. Hoeijmakers, J.H., 2001. Genome maintenance mechanisms for preventing cancer. Nature 411, 366–374 Holmes, S. (2009). Nutrition in the care of patient with cancer cachexia. British Journal of Community Nursing. 16(7): 314-323 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 174 Hooper C, Lee YC, Maskell N. (2010). Investigation of a unilateral pleural effusion in adults: British Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010. Thorax 65(Suppl 2):ii4–17 Hopkinson, J.B., Wright, D.N.M., & Foster, C. (2008). Management of weight loss and anorexia. Annals of Oncology. 19(7): 289-293 Hu, J.J., et al. (1997). Poly (ADP-ribose) polymerase in human breast cancer: a case–control analysis. Pharmacogenet. Genomics 7, 309 Hughes, M. (2006). Psychiatry for the non-psychiatric nurse: caring for the oncology patient with depression or anxiety. Oncology Nursing Forum 33, 476. Hur MH, Lee MS, Kim C, Ernst E. (2012). Aromatherapy for treatment of hypertension: A systematic review. J Eval Clin Pract. 18:37-41. Husain AN, Colby TV, Ordonez NG, Krausz T, Borczuk A, Cagle PT et al (2009) Guidelines for pathologic diagnosis of malignant mesothelioma: a consensus statement from the International Mesothelioma Interest Group. Arch Pathol Lab Med 133(8):1317–1331 Hussain, J., Bahader, A., Ullah,F., Rehman, N., Khan, A., Ullah, W., Shinwari, Z. (2010). Proximate and nutrient analysis of the locally manufactured herbal medicines and its raw material. J. Am. Sci Hwang E, Shin S. (2015). The effects of aromatherapy on sleep improvement: a systematic literature review and meta-analysis. J Altern Complement Med 2015; 21(2): 61-8. IARC (International Agency for Research on Cancer). (1986). Biological Data Relevant to the Evaluation of Carcinogenic Risk to Humans in IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risk of Chemicals to Humans. IARC, Lyon IARC. Internatinal Agency for Research on Cancer. (2012). IARC Monograph 100E: personal habits and indoor combustions. A review of human carcinogens. IARC Monograph Series. Ignatavicius, D.D, Workman, M.L. (2010). Medical-Surgical Nursing critical thinking for collaborative care. (6th ed.). St. Louis. Missouri: Saunders Elsevier. International Agency for Research on Cancer (IARC). (2012). Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans; Vol. 100D. A Review of Human Carcinogens. Part D: Radiation/IARC Working Group on the Evaluation of Carcinogenic Risks to HumansWHO, Lyon, France Iversen, P.O., Ukrainchenko, E., Afanasyev, B., Hulbekkmo, K., Choukah, A., Gulbrandsen, N., et al. (2008). Impaired nutritional status during intensive chemotherapy in Russian and Norwegian cohorts with acute myeloid leukemia. Leukemia & Lymphoma 49 (10), 1916-1924. Jack A. Kastelik. (2013). Management of Malignant Pleural Effusion. Lung (2013) 191:165–175 DOI 10.1007/s00408-012-9445-1 Jaelani. (2009). Aroma Terapi. Edisi 1. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Jaen J, Vazquez G, Alonso E, et al. (2012). Long-term changes in pulmonary function after incidental lung irradiation for breast cancer: a prospective study with 7-year follow-up. Int J Radiat Oncol Biol Phys;84:e565-570. Jha, P. (2009). Avoidable global cancer deaths and total deaths from smoking. Nat. Rev. Cancer 9, 655–664 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 175 Jimbo D, Kimura Y, Taniguchi M, Inoue M, Urakami K. (2009). Effect of aromatherapy on patients with Alzheimer's disease. Psychogeriatrics 2009; 9: 173-9. Jing-Hui Wu, You-Kang Chang, Yi-Cheng Hou, Wen-Jyun Chiu, Jiun-Rong Chen, Shu-Tzu Chen, Chao-Chuan Wu, Yun-Jau Chang & Yao-Jen Chang. (2013). Meat-fat dietary pattern may increase the risk of breast cancerdA caseecontrol study in Taiwan. Tzu Chi Medical Journal 25 (2013) 233-238. http://dx.doi.org/10.1016/j.tcmj.2013.09.003 Joaquin, A,. Custodio, S., Oliveira, A., & Pimentel, F.L. (2012). Differences between Cancer Patients’ Symptoms Reported by Themselves and in Medical Records. Cancer and Clinical Oncology. Vol. 1, No. 1; 2012. doi:10.5539/cco.v1n1p138 Johnson, K.C. (2005). Accumulating evidence on passive and active smoking and breast cancer risk. Int. J. Cancer 117, 619–628 Johnson, K.C., Miller, A.B., Collishaw, N.E., et al. (2011). Active smoking and secondhand smoke increase breast cancer risk: the report of the Canadian Expert Panel on Tobacco Smoke and Breast Cancer Risk 2009. Tob. Control. 20 (1), -2 Jones LW, Haykowsky MJ, Swartz JJ, Douglas PS, Mackey JR. (2007). Early breast cancer therapy and cardiovascular injury. J Am Coll Cardiol;50:1435-1441. Jones, D.A., DeVita, M.A., & Bellomo, R. (2011). Rapid-response teams. The New England Journal of Medicine, 365, 139–146. Jonna K. van Vulpen, Petra H.M. Peeters, Miranda J. Velthuis, Elsken van der Wall, Anne M. May. (2016). Effects of physical exercise during adjuvant breast cancer treatment on physical and psychosocial dimensions of cancerrelated fatigue: A meta-analysis. journal home page: www.elsevier.com/locate/maturitas. http://dx.doi.org/10.1016/j.maturitas.2015.12.007 0378-5122/© 2015 Elsevier Ireland Ltd. All rights reserved Jordan K, Sippel C, Schmoll H-J. (2007). Guidelines for antiemetic treatmentof chemotherapy-induced nausea and vomiting: Past, present, andfuture recommendations. Oncologist. 2007;12(9):1143-1150. Journal of Oncology Nursing. (2012).16,406-412. 2011 Elsevier Ltd. All rights reserved Julie L. Ryan, PhD, MPH, Gary R. Morrow, PhD, MS. (2010). Ginger. oncology nurse edition. volume 24. number 2 . www.cancernetwork.com Kaina Zhou , Xiaomei Li, Jin Li, Miao Liu, Shaonong Dang, Duolao Wang & Xia Xin. (2015). A clinical randomized controlled trial of music therapy and progressive muscle relaxation training in female breast cancer patients after radical mastectomy: Results on depression, anxiety and length of hospital stay. Contents lists available at ScienceDirect European Journal of Oncology Nursing journal homepage: www.elsevier.com/locate/ejon http://dx.doi.org/10.1016/j.ejon.2014.07.010 1462-3889/© 2014 Elsevier Ltd. All rights reserved. Kamboj M, Sepkowitz KA. (2009). Nosocomial infections in patients with cancer. Lancet Oncol;10:589-97. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 176 Kang, K. A. (1999). Development of a tool to measure suffering in patients with cancer. Journal of Korean Academy of Nursing, 29, 1365–1378 Kashani, F., Babaee, S., Bahrami, M., Valiani, M. (2012). The effects of relaxation on reducing depression, anxiety and stress in women who underwent mastectomy for breast cancer. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research 17, 30-33. Kastelik JA, Alhajji M, Faruqi S, Teoh R, Arnold AG. (2009). Thoracic ultrasound: an important skill for respiratory physicians. Thorax 64(9):825–826 Keane, S. (2012). Pediatric early warning score policy. United Kingdom: Children's Clinical Governance Group Kellett J, Kim A. (2012). Validation of an abbreviated VitalPAC™ Early Warning Score (ViEWS) in 75,419 consecutive admissions to a Canadian regional hospital. Resuscitation 2012;83:297–302 Kelly, B., Ward, K. (2013). Nausea and vomiting in palliative care. Nursing Times, 109 (39), 16-17 Kemp, C. (2010). Terminal illness: A guide to nursing (2nd ed.). Dallas: Lippincott Williams & Wilkins Inc. Kenyon, T. (2007). Effects of music therapy on surgical and cancer patients. Breast Care 2, 217-220 Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia (2009). Standar instalasi gawat darurat (IGD) rumah sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kim SD, Kim HS. (2005). Effects of a relaxation breathing exercise on anxiety, depression, and leukocyte in hemopoietic stem cell transplantation patients. Cancer Nurs;1:79. Kim, J. E., Dodd, M., West, C., Paul, S., Facione, N., Schumacher, K., et al. (2004). The PRO-SELF pain control program improves patients’ knowledge of cancer pain management. Oncology Nursing Forum, 31, 1137–1143. Kim, W.Y., Shin, y.J., Lee, J.M., Huh, J.W., Koh, Y., Lim, C-M., & Hong, S.B. (2015). Modified Early Warning Score Changes Prior to Cardiac Arrest in General Wards. Plos One, 1-11. doi:10.1371/journal.pone.0130523 Kim, Y.H., Kim, H.J., Ahn, S.D., Seo, Y.J., Kim, S.H. (2013). Effects of meditation on anxiety, depression, fatigue, and quality of life of women undergoing radiation therapy for breast cancer. Complementary Therapies in Medicine 21, 379-387 King, M., & Shell, R. (2002). Teaching and evaluating critical thinking with concept maps. Nurse Educ, 27(5), 214-219. Koenig SJ, Narasimhan M, Mayo PH (2011) Thoracic ultrasonography for the pulmonary specialist. Chest 140(5):1332–1341 Kohatsu, W. (2008) The Word Aromaterapy. Available From URL: http://www.e therapies net/article/aromatherapy.pdf. Kovacic, T., Kovacic, M. (2011). Impact of relaxation training according to Yoga in Daily Life® system on perceived stress after breast cancer surgery. Integrative Cancer Therapies 10, 16-26. Kovacic, T., Zagoricnik, M., Kovacic, M. (2013). Impact of relaxation training according to the Yoga In Daily Life® system on anxiety after breast cancer surgery. Journal of Complementary & Integrative Medicine 10, 153-164. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 177 Krengli M, Sacco M, Loi G, et al. (2008). Pulmonary changes after radiotherapy for conservative treatment of breast cancer: a prospective study. Int J Radiat Oncol Biol Phys;70: 1460-1467. Kresno, S.B. (2012). Ilmu dasar onkologi. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Krishna A, Tiwari R, Kumar S. (2000). Aromatherapy-an alternative health care through essential oils. J Med Aromat Plant Sci 2000; 22: 798-804. Kruger, M., Subbe, C.P., Rutjerford, P., & Gemmel, L. (2001). Validation of a modified early warning score in medical admissions. Q J Med, 94, 521-526. Kuebler, K. (2002). Dyspnea. In K. Kuebler, P. Berry and D. Heidrich (Eds). End of Life Care : Clinical Practice Guidline. Hlm 301-315. Philadelphia : Saunders Kumar, G., Karthik, L., Rao, B. (2011). Review on Pharmacological and Phytochemical Properties of Zingiber officinale Roscoe (Zingiberaceae). Molecular and Microbiology Research Laboratory, Environmental Biotechnology Division. School of Bio Science and Technology, VIT University, Vellore, Tamil Nadu - 632 014. India Kundu JK, Na HK, Surh YJ. (2009). Ginger-derived phenolic substances with cancer preventive and therapeutic potential. Forum Nutr 61:182–192. Kyriacos U, Jelsma J, Jordan S. (2011). Monitoring vital signs using Early Warning Scoring system: a review of the literature. J Nurs Manag.19:311— 30. Kyriacos U, Jelsma J, Jordan S. (2011). Monitoring vital signs using Early Warning Scoring system: a review of the literature. J Nurs Manag.19:311— 30. Kyriacos, U., Jelsma, J., James, M., & Jorda, S. (2014). Monitoring vital sign: Developing of a modified early warning scoring (MEWS) system for general wards in a developing country. Plos One, 9(1), 1-10. Lai TK, Cheung MC, Lo CK, Ng KL, Fung YH, Tong M, et al. (2011). Effectiveness of aroma massage on advanced cancer patients with constipation: a pilot study. Complement Ther Clin Pract. 17: 37-43 Lam, T.S., Mak, P.S.K., Siu, W.S., Lam, M.Y., Cheung, T.F., & Rainer, T.H. (2006). Validation of a modified early warning score (MEWS) in emergency departement observation ward patient. Hong Kong Journal of Emergency Medicine,13, 24-30 Lanes SF, Garrett JE, Wentworth CE, et al. The effect of adding ipratropium bromide to salbutamol in the treatment of acute asthma. Chest 1998;114:365–72 Lee SH, Kim JY, Yeo S, Kim SH, Lim S. (2015). Meta-analysis of massage therapy on cancer pain. Integr Cancer Ther 2015; http:// dx.doi.org/10.1177/1534735415572885. Lee W Jones, Neil D Eves, Mark Haykowsky, Stephen J Freedland, John R Mackey. (2009). Exercise intolerance in cancer and the role of exercise therapy to reverse dysfunction. Lancet Oncol 2009; 10: 598–605. www.thelancet.com/oncology Lee YL, Wu Y, Tsang HW, Leung AY, Cheung WM. (2011). A systematic review on the anxiolytic effects of aromatherapy in people with anxiety symptoms. J Altern Complement Med. 17:101-108. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 178 Lee, J., Dodd, M., Dibble, S., & Abrams, D. (2008). Review of acupressure studies for chemotherapy-induced nausea and vomiting control. Journal of Pain and Symptom Management, 36 (5), 529-544. LeGrand, S. (2003). Opioids, respiratory function and dyspnea. American Journal of Hospice and Palliative Care, 20(1), 57-61. Lemone, P., & Burke, M.K. (2008). Medical-surgical nursing: Critical thinking in client care (4th ed.). New Jersey: Pearson Education Inc. Leo L. Pipino, Yang W. Lee, and Richard Y. Wang, (2002), Data Quality Assessment‖ in the Journal of Communications of the ACM, pp 211-218. Lesage, P., & Portenoy, R.K. (2001). Trends in cancer pain management. Palliative Cancer Care, 136(45), 245-250. Leslie A. Sim, PhD, Jocelyn Lebow, PhD, Karen Weiss, PhD, Tracy Harrison, MD, & Barbara Bruce, PhD. (2016). Eating Disorders in Adolescents With Chronic Pain. http://dx.doi.org/10.1016/j.pedhc.2016.03.001 Lewis, L.S., Dirksen, R.S., Heitkemper, M.M., Bucher, L., & Camera, M.I. (8th ed.). (2011). Medical-surgical nursing: Assessment and management of clinical problems (Vol.1). St. Louis, Missouri: Elsevier-Mosby Inc. Li, N., Dong, J., Hu, Z., Shen, H., Dai, M., 2010. Potentially functional polymorphisms in ESR1 and breast cancer risk: a meta-analysis. Breast Cancer Res. Treat. 121, 177–184. Li, X.M., Yan, H., Zhou, K.N., Dang, S.N., Wang, D.L., Zhang, Y.P. (2011). Effects of music therapy on pain among female breast cancer patients after radical mastectomy: results from a randomized controlled trial. Breast Cancer Research and Treatment 128, 411-419. Li, X.M., Zhou, K.N., Yan, H., Wang, D.L., Zhang, Y.P. (2012). Effects of music therapy on anxiety of patients with breast cancer after radical mastectomy: a randomized clinical trial. Journal of Advanced Nursing 68, 1145-1155. Liao, M.N., Chen, P.L., Chen, M.F., Chen, S.C. (2010). Effect of supportive care on the anxiety of women with suspected breast cancer. Journal of Advanced Nursing 66, 49-59 Lin, M.F., Hsieh, Y.J., Hsu, Y.Y., Fetzer, S., Hsu, M.C. (2011). A randomized controlled trial of the effect of music therapy and verbal relaxation on chemotherapyinduced anxiety. Journal of Clinical Nursing 20, 988-999. Lindahl, T., Satoh, M.S., Poirier, G.G., Klungland, A. (1995). Post-translational modification of poly(ADP-ribose) polymerase induced by DNA strand breaks. Trends Biochem. Sci. 20, 405–411. Lisa M. Walter , Gillian M. Nixon, Margot J. Davey, Peter A. Downie, Rosemary S.C. Horne. (2015). Sleep and fatigue in pediatric oncology: A review of the literature. Sleep Medicine Reviews 24 (2015) 71-82 http://dx.doi.org/10.1016/j.smrv.2015.01.001 Little, L., Dionne, B., Eaton, J. (2005). Nursing assessment of depression among palliative care cancer patients. Journal of Hospice and Palliative Nursing 7, 98-106 Lockett, K.L., et al. (2004). The ADPRT V762A genetic variant contributes to prostate cancer susceptibility and deficient enzyme function. Cancer Res. 64, 6344–6348. Loizidou,A., Aoun, M., Klastersky, J. (2016). Fever of unknown origin in cancer patients. journal homepage: www.elsevier.com/locate/critrevonc. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 179 http://dx.doi.org/10.1016/j.critrevonc.2016.02.015 1040-8428/© 2016 Elsevier Ireland Ltd. All rights reserved. Lombardi G, Zustovich F, Nicoletto MO, Donach M, Artioli G, Pastorelli D. (2010). Diagnosis and treatment of malignant pleural effusion: a systematic literature review and new approaches. Am J Clin Oncol 33:420–423 Lorenz, K. A., Lynn, J., Dy, S. M., Shugarman, L. R., Wilkinson, A., Mularski, R. A., ...&Shekelle, P. G. (2008). Evidence for improving palliative care at the end of life: a systematic review. Annals of internal medicine, 148(2), 147159.http://annals.org/article.aspx?articleid=738989 Lovell, M.R., Forder, P.M., Stockler, M.R., Butow, P., Briganti, E.M., Chye, R., … Boyle, F.M. (2010). A Randomized controlled trial of a standardized educational intervention for patients with cancer pain. Journal of Pain and Symptom Management. Vol. 40 No. 1 July 2010. doi:10.1016/j.jpainsymman.2009.12.013 Luaa, Pei Lin, Salihah, Noor, & Mazlan, Nik. (2015). Effects of Inhaled Ginger Aromatherapy on Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting and HealthRelated Quality Of Life in Women With Breast Cancer. DOI: http://dx.doi.org/10.1016/j.ctim.2015.03.009 Lu-Ying Tang, Li-Juan Chen, Mei-Ling Qi, Yi Su, Feng-Xi Su, Ying Lin, KunPeng Wang, Wei-Hua Jia, Zhi-Xiong Zhuang, Ze-Fang Ren. (2013). Effects of passive smoking on breast cancer risk in pre/post-menopausal women as modified by polymorphisms of PARP1 and ESR1. journal homepage: www.elsevier.com/locate/gene. 0378-1119/$ – see front matter © 2013 Elsevier B.V. All rights reserved. http://dx.doi.org/10.1016/j.gene.2013.04.064 Mackinnon. (2004). Aromatherapy a Practical Approach. United Kingdom : Scotprint Maeda K, Ito T, Shioda S. (2012). Medical aromatherapy practice in Japan. Essence; 10: 14-6. Manju V, Nalini N. (2005). Chemopreventive efficacy of ginger, a naturally occurring anticarcinogen during the initiation, post-initiation stages of 1,2 dimethylhydrazine-induced colon cancer. Clin Chim Acta 358(1-2):60–67. Marchand L. (2014). Integrative and complementary therapies for patients with advanced cancer. Ann Palliat Med 2014; 3(3): 160-71 Marx Wolfgang, Kiss Nicole, Alexandra, McCarthy & McKavanagh, Isenring Liz, (2016). Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting: A Narrative Review to Inform Dietetics Practice. 2212-2672/Copyright ª 2016 by the Academy of Nutrition and Dietetics. http://dx.doi.org/10.1016/j.jand.2015.10.020 Masyarakat Paliatif Indonesia. (2010). Bunga rampai perawatan paliatif. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Matthew M. Churpek, Richa Adhikari, Dana P. Edelson. (2016). The value of vital sign trends for detecting clinical deterioration on the wards. http://dx.doi.org/10.1016/j.resuscitation.2016.02.005 0300-9572/© 2016 Elsevier Ireland Ltd. All rights reserved Maxwell-Hudson C. (1995). Aromatherapy massage book. London: Dorling Kindersley. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 180 Mayhall, C.G. (2004). Hospital Epidemiology and Infection Control. Edisi ke-3. Philadelphia : Lippincott Williams dan Wilkins Mayo PH, Doelken P. (2006). Pleural ultrasonography. Clin Chest Med 27(2):215–227 McCarthy, D.O. (2003). Rethinking nutritional support for person with cancer cachexia. Biological research for nursing, 5(1), 3-17. McCorkle, R., Grant, M., Frank-Stromborg, M., & Baird, S. B. (1996). Cancer nursing as a speciality. Cancer nursing: a comprehensive textbook. Philadelphia, PA: WB Saunders. McGaughey J., Alderdice F., Fowler R., Kapila A., Mayhew A. & Moutray M. (2007). Outreach and Early Warning Systems (EWS) for the prevention of intensive care admission and death of critically ill adult patients on general hospital wards. Cochrane Database of Systematic Reviews (Online). Available at: http://www.cochrane.org/reviews/en/ab005529.html, accessed 19 Mei 2016 McGrath EE, Anderson PB. (2011). Diagnosis of pleural effusion: a systematic approach. Am J Crit Care 20(2):119–127 Mehnert, A., Veers, S., Howaldt, D., Braumann, K.M., Koch, U., Schulz, K.H. (2011). Effects of a physical exercise rehabilitation group program on anxiety, depression, body image, and health-related quality of life among breast cancer patients. Onkologie 34, 248-253 Melnyk, M.B., & Overholt, F.E. (2011). Evidence-based practice in nursing &healthcare: A guide to best practice (2nd ed.). Philadelphia: LippincottWilliams & Wilkins Inc. Miaskowski C, Cleary J, Burney R, et al. (2005). Guideline for the Management of Cancer Pain in Adults and Children. Glenview : American Pain Society (APS).. Miaskowski, C., Cooper, B.A., Paul, S. M., Dodd, M., Lee, K., West, C., et al. (2006). Subgroups of patients with cancer with different symptom experiences and qualityof-life outcomes: A cluster analysis. Oncology Nursing Forum, 33, E79–E89. Miranda L. Ayers & Olateju F. Olowe. (2015). A Systematic Review: Nonpharmacological Interventions for Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting. Honors Research Projects. Paper 110 Mobily, R., Herr, K., & Kelley, L. (1993) Cognitive-behavioral technique to reduce pain: A validation study. International Journal of Nursing Studies, 6, 537-548 Mokuau, N., & Braun, K.L. (2007). Family Support for Native Hawaiian Women with Breast Cancer. Journal of Cancer Education. 2007; 22:191-196. Moll HA (2010) Challenges in the validation of triage systems at emergency departments. Journal of Clinical Epidemiology 63: 384–388. Montazeri, Akram Sadat, Mehdi Raei, Atefeh Ghanbari, Ali Dadgari, Azam Sadat Montazeri, Azam Hamidzadeh. (2013). Effect of Herbal Therapy to Intensity Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting in Cancer Patients. Iran Red Crescent Med J. 2013:15(2) Moon A, Cosgrove JF, Lea D, Fairs A, Cressey DM. (2011). An eight year audit before and after the introduction of modified early warning score (MEWS) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 181 charts, of patients admitted to a tertiary referral intensive care unit after CPR. Resuscitation 2011;82:150–154. Moradian, Saeed & Howell, Doris. (2015). Prevention and management of chemotherapy-induced nausea and vomiting. International Journal of Palliative Nursing 2015, Vol 21, No 5 Moyet, & Carpenito, J.L. (2008). Nursing Diagnosis : Application to Clinical Practice. 13rdEd. Philadephia : Lippincort Williams and Wilkins Muchlas dan Slameto. (2008). Teknologi Budidaya Jahe. Bogor : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Murakami A, Tanaka T, Lee JY, et al. (2004). Zerumbone, a sesquiterpene in subtropical ginger, suppresses skin tumor initiation and promotion stages in ICR mice. Int J Cancer 110(4):481–490. Mustian KM, Devine K, Ryan JL, Janelsins MC, Sprod LK, Peppone LJ, et al. Treatment of nausea and vomiting during chemotherapy. Supportive oncology. 2011. p. 91-7. Muthia, Rahmi., Wahyu, Wedya., Dachriyanus. (2013). Effect Of Ginger Infusion On Chemotherapy Induced Nausea And Vomiting In Breast Cancer Patients. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare www.iiste.org ISSN 2224-3208 (Paper) ISSN 2225-093X (Online) Vol.3, No.13. Mystakidou, K., Parpa, E., Katsouda, E., Galanos, A., Vlahos, L. (2004). Influence of pain and quality of life on desire for hastened death in patients with advanced cancer. International Journal of Palliative Nursing 10, 476483. Nadkarni, MD; Gregory Luke Larkin MD & Mary Ann. (2006). First documented rhythm and clinical outcome from inhospital cardiac arrest among children and adults. Jounal of the American Medical Association, 295(1), 50-57. Nagasawa H, Watanabe K, Inatomi H. (2002). Effects of bitter melon (Momordica charantia L.) or ginger rhizome (Zingiber offi cinale Rosc.) on spontaneous mammary tumorigenesis in SHN mice. Am J Chin Med 30(2-3):195–205, 2002. NANDA. (2012). Nursing diagonsis definitions & classification 2012 – 2014. Oxford : Wiley Blackwell National Cancer Institute. (2004). Eating Hints for Cancer Patient (NIH Pub. No.98-2079). Washington, DC : U.S. Government Printing Office Neragi-Miandoab S. (2006). Malignant pleural effusion, current and evolving approaches for its diagnosis and management. Lung Cancer. ;54:1– 9. [PubMed] Nurcahyo, J. 2010. Bahaya Kanker Rahim dan Kanker Payudara. Yogyakarta: Wahana Totalita Publisher. Nursing Interventions Classification (NIC). (6th ed.). (2013). St. Louis, Missouri:Mosby Elsevier Inc. Nursing Outcomes Classification (NOC). (5th ed.). (2013). St. Louis, Missouri:Mosby Elsevier Inc. O‘Donoghue, J, O‘Kane, T, Gallagher, J, Courtney, G, Aftab, A, Casey, A, Torres, J and Angove, P.(2011). Modified Early Warning Scorecard: The Role of Data/Information Quality within the Decision Making Process‖ The Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 182 Electronic Journal Information Systems Evaluation Volume 13 Issue 3, (pp100-109), available online at www.ejise.com Oba Y, Abu-Salah T. (2012). The prevalence and diagnostic significance of eosinophilic pleural effusions: a meta-analysis and systematic review. Respiration 83(3):198–208 Occupational Safety and Health Administration (OSHA). (2006). Hazardous drugs : Hazards and solutions. Diakses tanggal 10/6/2016 dari http://seer.cancer.gov/about. Oemiati, R., Rahajeng, E., & Kristanto, A.Y. (2011). Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang mempengaruhinya di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 39, No.4: 190 – 204 Ogden CL, Carroll MD, Kit BK, Flegal KM. (2014). Prevalence of childhood and adult obesity in the United States, 2011-2012. JAMA.;311(8): 806-814. Olver IN, Eliott JA, Koczwara B. (2014). A qualitative study investigating chemotherapy-induced nausea as a symptom cluster. Support Care Cancer. 2014;22(10):2749-2756. Orrevall, Y., Tishelman, C., & Permert, J. (2005). Home parenteral nutrition: a qualitative interview study of the experiences of advanced cancer patients and their families. Clinical Nutrition. 24 (6): 962-970 Otto, S.E. (2001).Oncology Nursing.4th edition. St. Louis ,Missouri:Mosby Otto, S.E. (2005). Pocket guide to oncology nursing.Terjemahan. Jane Freyana Budi dan Eny Meiliya. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC Parissopoulos, S., & Kotzabassaki, S. (2005). Critical care outreach and the use of early warning scoring systems: A literature review. Icus Nurs Web J, 21, 113 Pasaribu, E.T. (2006). Epidemiologi dan Gambaran Klinis Kanker Tiroid. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No. 3. diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20678/1/mkn-sep2006%20sup%20(14).pdf Paterson R, MacLeod DC, Thetford D, Beattie A, Graham C, Lam S, et al. (2006). Prediction of in-hospital mortality and length of stay using an early warning scoring system: clinical audit. Clin Med.; 6(3): 281–4. PMID: 16826863. Pell, J., Presnell, K., Edwards, C., Wood, M., Harrison, M., DeCastro, L., & ., Robinson, E. (2005). Moderate chronic pain, weight and dietary intake in African-American adult patients with sickle cell disease. Journal of the National Medical Association, 97(12), 1622-1629. Perry N, Perry E. (2006). Aromatherapy in the management of psychiatric disorders clinical and neuropharmacological perspectives. CNS Drugs; 20: 257-80. Perry, A.G., & Potter, P.A. (2006) Clinical nursing skill techniques (6th Ed). St. Louis: Mosby. Persatuan Perawat Nasional Indonesia [PPNI], Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia [AIPNI], & Asosiasi Institusi Pendidikan Diploma Keperawatan Indonesia [AIPDiKI], (2012). Standar kompetensi perawat. Diunduh dari http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/18.3-Draf-STANDAR KOMPETENSI- PERAWAT.pdf Peterson, J.S., &Bredow, S.T. (2004). Middle range theories: Application to nursing research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Inc. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 183 Philip, J., Smith, W.B., Craft, P., & Lickiss, N. (1998) Concurrent validity of the modified Edmonton Symptom Assessment System with the Rotterdam Symptom Checklist and the Brief Pain Inventory. Support Care Cancer. 6:539–541 Piva, E. Pellosso, M., Panello, L., & Plebani, M. (2014). Laboratory critical Values automated notification supports effective clinical decision making. Clinical Biochemistry, 47, 1163-1168. http://dx.doi.org/10.1016/j.clinbiochem.2014.05.056 Porcel JM, Vives M. (2003). Etiology and pleural fluid characteristics of large and massive effusions. Chest. ;124:978–983.[PubMed] Potter, A.P., & Perry, G.A. (7th ed.). (2009). Fundamentals of nursing (Vol.1).Singapore: Elsevier Inc. Pte Ltd. Potter, J., Hami, F., Bryan, T., & Quigley, C. (2003). Symptoms in 400 patients referred to palliative care services: Prevalence and patterns. Palliative Medicine, 17, 310–314. doi: 10.1191/0269216303pm760oa Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep, proses dan praktik (Edisi 4, Vol 2). (Yasmin, dkk, Alih Bahasa). Jakarta : EGC Price & Wilson.(2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.Volume 1.Edisi 6. Jakarta: EGC. Price S. (1991). Aromatherapy for common ailments. London: Fireside. Price, S.A., Wilson, L.M. (2002). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit (eds. 6). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Price, S.A., Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Price, S.A., Wilson, L.M. (2008). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Pusat Komunikasi Publik-Sekretariat Jenderal Kemenkes. (2012). 143 milyar dana jamkesmas untuk biaya rawat inap pengobatan kanker. Diunduh dari www.depkes.go.id Qureshi NR, Rahman NM, Gleeson FV. (2009). Thoracic ultrasound in the diagnosis of malignant pleural effusion. Thorax 64(2):139–143 Race, T.K. (2015). Improving patient safety with a modified early warning scoring system. American Nurse Today, 10(11). Diakses dari www.americanursetoday.com Rasjidi (2007). Kemoterapi kanker ginokologi dalam praktik sehari-hari. Jakarta: Sagung Seto. Rasjidi, I. (2010). Perawatan Paliatif Suportif & Bebas Nyeri pada Kanker. Jakarta : CV.Sagung Seto Ratna, J.M.J. (2003). Dampak Penyakit Kanker Terhadap Aspek Psikologis-Sosial dan Spiritual Penderita. Makalah Ilmiah Ravasco, P., Monteiro-Grillo, I., Vidal, P.M., Camilo, M.E. (2005). Dietary counseling improves patient outcomes: a prospective, randomized, controlled trial in colorectal cancer patients undergoing radiotherapy. Journal of Clinical Oncology 23 (7), 1431-1438. Reddy C, Ernst A, Lamb C, Feller-Kopman D. (2011). Rapid pleurodesis for malignant pleural effusions: a pilot study. Chest 139(6):1419–1423 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 184 Rhodes, V.A., & Mc Daniel, R.W. (2004). Nausea, vomiting, and retching: Complex problems in palliative care. CA Cancer Journal Clinic, 51(4), 232248. Richardson, L.A., & Jones, G.W. (2009). A review of the reliability and validity of the Edmonton Symptom Assessment System. Current Oncology, volume 16, number 1: Multimed Inc. Rita Chelly Felix Tavares, Ariane Sá Vieira, Ligia Vieira Uchoa, Arnaldo Aires Peixoto Júnior & Francisco Albano de Meneses. (2008). Validation of an Early Warning Score in Pre-Intensive Care Unit. Revista Brasileira de Terapia Intensiva Vol. 20 Nº 2, Abril/Junho, 2008. 2008:20:2:124-127 Roberts ME, Neville E, Berrisford RG, Antunes G, Ali NJ. (2010). Management of a malignant pleural effusion: British Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010. Thorax 65(Suppl 2):ii32–ii40 Rodrigo GJ, Rodrigo C. (2000). First-line therapy for adult patients with acute asthma receiving a multiple-dose protocol of ipratropium bromide plus albuterol in the emergency department. Am J Respir Crit Care Med;161:1862–8. Rodrigo GJ, Rodrigo C. (2002). The role of anticholinergics in acute asthma treatment. An evidence based evaluation. Chest;121:1977–87. Rodrigo GJ, Rodrigo C. First-line therapy for adult patients with acute asthma receiving a multiple-dose protocol of ipratropium bromide plus albuterol in the emergency department. Am J Respir Crit Care Med 2000;161:1862–8. Rodrigo GJ, Rodrigo C. The role of anticholinergics in acute asthma treatment. An evidence based evaluation. Chest 2002;121:1977–87. Rodriguez-Panadero F, Lopez MJ. (1999). Low glucose and pH levels in malignant pleural effusions. Diagnostic significance and prognostic value in respect to pleurodesis. Am Rev Respir Dis 139(3):663–667 Rogayah, Rita. (2009). The Principle of Oxygen Therapy. Dept. Pulmonology and Respiratory Medicine Medical Faculty of Indonesia University. Roila F, Herrstedt J, Aapro M, et al. (2010). Guideline update for MASCC and ESMO in the prevention of chemotherapy- and radiotherapyinduced nausea and vomiting: Results of the Perugia consensus conference. Ann Oncol. 2010;21(suppl 5):v232-v243. RSK Dharmais. Visi dan misi rumah sakit. Diunduh dari http://www.dharmais. co.id/index.php/vision-and-mission-id.html RSKD. (2013). Materi pelatihan kemoterapi RSKD . Jakarta. Ryan JL, Heckler C, Dakhil SR, et al. (2009). Ginger for chemotherapy-related nausea in cancer patients: A URCC CCOP randomized, double-blind, placebo-controlled clinical trial of 644 cancer patients. J Clin Oncol 27(15s):supplabstr 9511. Saevarsdottir, T., Fridriksdottir, N., Gunnarsdottir, S. (2006). Quality of life, symptoms of anxiety and depression, and rehabilitation needs of people receiving chemotherapy for cancer at the initiation of chemotherapy and three months later. Oncology Nursing Forum 33, 469. Saini, T., Murtagh, F.E., Dupont, P.J., McKinnon, P.M., Hatfield, P., & Saunders, Y. (2006). Comparative pilot study of symptoms and quality of life in cancer patients and patients with end-stage renal disease. Palliative Medicine, 20, 631–636. doi: 10.1177/0269216306070236 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 185 Schattner M, Shike M. (2006). Nutrition support of the patient with cancer. In: Shils ME, Shike M, Ross AC, Cabellero B, Cousins RJ, eds. Modern nutrition in health and disease. Ed 10. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins;: pp. 1290-1313. Schein RM, Hazday N, Pena M, Ruben BH, Sprung CL (1990) Clinical antecedents to in-hospital cardiopulmonary arrest. Chest 98: 1388–1392. Schreier, A. M., & Williams, S. A. (2004). Anxiety and quality of life of women who receive radiation or chemotherapy for breast cancer. Oncology Nursing Forum, 31, 127–130. Scottish Intercollegiate Guidelines Network [SIGN]. (2008). Control of pain in adults with cancer a national clinical guideline. Edinburgh Segar, M.L., Katch, V.L., Roth, R.S., Garcia, A.W., Portner, T.I., Glickman, S.G., et al., (1998). The effect of aerobic exercise on self-esteem and depressive and anxiety symptoms among breast cancer survivors. Oncology Nursing Forum 25, 107-113 Shah, Sweta & Singhal, Tanu. (2013). Hand hygiene and health care associated infections: What, why and how. journal homepage: www.elsevier.com/locate/pid. Indian Academy of Pediatrics, Infectious Disease Chapter. All rights reserved. http://dx.doi.org/10.1016/j.pid.2013.08.001 pediatric infectious disease 5, 130-134 Available online at www.sciencedirect.com Sherr, C.J. (1996). Cancer cell cycle. Science, vol. 275. Diunduh dari http://www.sciencemag.org Shiina Y, Funabashi N, Lee K, Toyoda T, Sekine T, Honjo S, et al. (2008). Relaxation effects of lavender aromatherapy improve coronary flow velocity reserve in healthy men evaluated by transthoracic Doppler echocardiography. Int J Cardiol; 129: 193-7. Shukla Y, Singh M. (2007). Cancer preventive properties of ginger: A brief review. Food Chem Toxicol 45(5):683–690. Siegel, R., Naishadham, D., & Jemal, A. (2012). Cancer statistics, 2012. CA: A Cancer Journal for Clinicians; 62: 10–29. American Cancer Society, Inc. doi:10.3322/caac.20138. Sierko, E., Werpachowska, T.M., & Wojtukiewicz, Z.M. (2011). Psychological, physical, and social situation of polish patients with cancer undergoing firstline palliative care. Oncology Nursing Forum, 38(4), E253-E259. Slattery, M.L., et al. (2008). Active and passive smoking, IL6, ESR1, and breast cancer risk. Breast Cancer Res. Treat. 109, 101–111. Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever., (2010). Handbook for Brunner & Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing. Wolters Kluwer Health : USA. th Smeltzer, C. Suzanne, Bare, G. Brenda. (2001). Brunner and Suddarth’s Text Book of Medical Surgical Nursing. 8th vol 2 alih bahasa Kuncoro, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC; Smith CA, Collins CT, Crowther CA. (2011). Aromatherapy for pain management in labour. Cochrane Database Syst Rev 2011; http:// dx.doi.org/10.1002/14651858.CD009215. Smith G.B., Prytherch D.R., Schmidt P.E. & Featherstone P.I. (2008). Review and performance evaluation of aggregate weighted _track and trigger_ systems. Resuscitation 77 (2), 170–179. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 186 Smith, E.M., Gomm, S.A., Dickens, C.M. (2003). Assessing the independent contribution to quality of life from anxiety and depression in patients with advanced cancer. Palliative Medicine 17, 509-513. Smith, G.B., Prytherch, D.R., Schmidt, P.E., & Featherstone, P.I. (2008). Review and performance evaluation of aggregate weighted ‘track and trigger’ systems. Resuscitation, 77, 170–179. Smith, T.R., et al. (2008). Polygenic model of DNA repair genetic polymorphisms in human breast cancer risk. Carcinogenesis 29, 2132–2138 So, S-N., Ong, C-W., Wong, L-Y., Chung, J.Y.M., & Graham, C.A. (2015). Is the Modified Early Warning Score able to enhance clinical observation to detect deteriorating patients earlier in an Accident & Emergency Department?. Australasian Emergency Nursing Journal, 18, 24-32 Soden K, Vincent K, Craske S, Lucas C, Ashley S. (2004). A randomized controlled trial of aromatherapy massage in a hospice setting. Palliat Med 2004; 18: 87-92. Song, M., Kirchhoff, K., Douglas, J., Ward, S., & Hammes, B. (2005). A randomized controlled trial to improve advance care planning among cardiac surgery patients. Medical Care, 43, 1049–1053. Song, M., Kirchhoff, K., Douglas, J., Ward, S., & Hammes, B. (2005). A randomized controlled trial to improve advance care planning among cardiac surgery patients. Medical Care, 43, 1049–1053. Stern, M.C., et al., 2007. DNA repair single-nucleotide polymorphisms in colorectal cancer and their role as modifiers of the effect of cigarette smoking and alcohol in the Singapore Chinese Health Study. Cancer Epidemiol. Biomarkers Prev. 16, 2363–2372 Stern, R.M. Koch, K.L., Andrews, P.L.R. (2011). Nausea: mechanisms and management, Oxford University Press, New York. Stoffel-Lowis, N.L. (2011). Rapid response team utilization of modified early warning scores to improve patient outcomes. http://remotelib.ui.ac.id:2073/docview/879637654/fulltextPDF/F7CEE915F85943C3PQ/ 7?accountid=17242 Stoodley RG, Aaron SD, Dales RE. (1999). The role of ipratropium bromide in the emergency management of acute asthma exacerbation: a metaanalysis of randomized clinical trials. Ann Emerg Med;34:8–18. Stoodley RG, Aaron SD, Dales RE. The role of ipratropium bromide in the emergency management of acute asthma exacerbation: a metaanalysis of randomized clinical trials. Ann Emerg Med 1999;34:8–18. Stringer J, Donald G. (2011). Aromasticks in cancer care: An innovation not to be sniffed at. Complement Ther Clin Pract. 17:116-121. Subbe C.P., Kruger M., Rutherford P. & Gemmel L. (2001). Validation of a modified Early Warning Score in medical admissions. Quarterly Journal of Medicine 94 (10), 521–526. Surh YJ. (2003). Cancer chemoprevention with dietary phytochemicals. Nat Rev Cancer 3(10):768–780. Suryaningsih, E. K. dan Sukaca. (2009). Kupas Tuntas Kanker Payudara. Yogyakarta: Paradigma Indonesia. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 187 Sutandyo, N., &Ririn (2006).Terapi nutris ipada kanker, dalam Sudoyo. Buku ajar ilmu penyakit dalam (3rd Ed.). Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI. Swarbrick dan Boylan. (2002). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. Second Edition Volume 3. Marcel Dekker, Inc: New York Swiderek J, Morcos S, Donthireddy V, Surapaneni R, Jackson- Thompson V, Schultz L et al. (2010). Prospective study to determine the volume of pleural fluid required to diagnose malignancy. Chest 137(1):68–73 Terry MB, Zhang FF, Kabat G, et al. (2006). Lifetime alcohol intake and breast cancer risk. Ann Epidemiol. 2006;16:230–240. Teunissen, S.C., de Graeff, A., Voest, E.E., & de Haes, J.C. (2007). Are anxiety and depressed mood related to physical symptom burden? A study in hospitalized advanced cancer patients. Palliative Medicine, 21, 341–346. doi: 10.1177/0269216307079067 Thomason, T., McCune, J., Bernard, S., Winer, E., Tremont, S., & Lindley, C. (1998). Cancer pain survey: Patient-centered issues in control. Journal of Pain and Symptom Management, 15, 275–284. Three Pilot Studies. Oncology Nursing Forum • Vol. 36, No. 3, May 2009 Henderson, S. (2006). The role of the clinical nurse specialist in oncology nursing. MEDSURG Nursing, 13(1), 38-41 Tomey, A. M., & Alligood, M. R. (2010). Nursing theory and their work. (6th ed). St. Louis , Missouri : Mosby Elsevier Tomey, A.M. & Alligood, M.R.. (2008). Nursing Theory : Utilization & Application. 3rd Ed. Missouri :Elvesier Mosby. Tomomi Ichiba, Tetsuo Miyagawa, Takeshi Kera, Toru Tsuda, Fumio Kokubu. (2011). Patients With Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). http://erj.ersjournals.com/content/38/Suppl_55/p3641 Travers J, Dudgeon DJ, Amjadi K, et al. (2008). Mechanisms of exertional dyspnea in patients with cancer. J Appl Physiol;104:57-66 Tsai WK, Chen W, Lee J,C, Cheng WE, Chen CH, Hsu WH, Shih CM. (2006). Pigtail catheters vs large-bore chest tubes for management of secondary spontaneous pneumothoraces in adults. AJEM. ;24:795–800. [PubMed] Turner JG, Clark AJ, Gauthier DK, Williams M. (2008). The effect of therapeutic touch on pain and anxiety in burn patients. J Adv Nurs;1:10–20. Ullrich, R.L. (2005). Etiology of cancer : Physical Factor, dalam V. T Devita, S. Hellman and S.A. Rosenberg (Ed). Cancer Principles and Practice of Oncology. Edisi ke-7. Hlm. 193-200. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. Van den Beuken-van Everdingen MHJ, de Rijke JM, et al. (2007). Prevalence of pain in patients with cancer: a systematic review of the past 40 years. Ann Oncol;18:1437-1449. Verbanck S, Hanon S, Schuermans D, et al. (2012). Small airways function in breast cancer patients before and after radiotherapy. Breast Cancer Res Treat;135:857-865. Vergenoud, A.C et, al. (2013). Adherence To The Word Cancer Research Fund/American Institute for Cancer Research Guidlines and Risk of Death in Europe: Results From The European Prospective Investigation into Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 188 Nutrition And Cancer Cohort Study. American Society of Nutrition. Vol. 98. Page 506-507. Victor Sierpina, Lyuba Levine, Juliet Mckee, Christina Campbell, Sungmi Lian, and Moshe Frenkel. (2015). Nutrition, Metabolism, and Integrative Approaches in Cancer Survivors. Seminars in Oncology Nursing, Vol 31, No 1 (February), 2015: pp 42-52. 2015 Elsevier Inc. All rights reserved. 0749-2081/3101-$36.00/0. http://dx.doi.org/10.1016/j.soncn.2014.11.005 Ward, S. E., Donovan, H., Gunnarsdottir, S., Serlin, R., Shapiro, G., & Hughes, S. (2008). A representational intervention to decrease pain. Health Psychology, 27, 59–67. Ward, S. E., Goldberg, N., Miller-McCauley, V., Mueller, C., Nolan, A., PawlikPlank, D., et al. (1993). Patient-related barriers to management of cancer pain. Pain, 52, 319–324 Ward, S.E., Heidrich, S.M., & Donovan, H.S. (2007) An Update on the Representational Approach to Patient Education . J Nurs Scholarsh. 2007; 39(3): 259–265. doi:10.1111/j.1547-5069.2007.00178.x. Weel, A.E., et al. (1999). Estrogen receptor polymorphism predicts the onset of natural and surgical menopause. J. Clin. Endocrinol. Metab. 84, 3146-3150. Welchek CM, Mastrangelo L, Sinatra RS, Martinez R. (2009). Qualitative and quantitative assessment of pain. In: Sinatra RS, Casasola OA, Ginsberg B, Vincusi ER, McQuay H, editors. Acute pain management. New York: Cambridge University Press; p.147-68. Wenzel, R.P. (2003). Prevention and Control of Nosocomial Infections. Edisi ke4. Philadelphia : Lippincott Williams dan Wilkins Western Australia Departement of Health. (2007). Pain Management, Aromatherapy. Section B Clinical Guidelines King Edward Memorial Hospital Perth Western Australia Universitas WHO. (2013). Latest world cancer statistics Global cancer burden rises to 14.1million new cases in 2012: Marked increase in breast cancers must be addressed. https://www.iarc.fr/2013/International Agency for Research on Cancer Wieler, S., Gagne, J.P., Vaziri, H., Poirier, G.G., Benchimol, S. (2003). Poly(ADP-ribose) polymerase-1 is a positive regulator of the p53-mediated G1 arrest response following ionizing radiation. J. Biol. Chem. 278, 18914– 18921. Willett W, Rockhill B, Hankinson S, et al. (2004). In: Harris J, Lippman M, Morrow M, et al, eds. Diseases of the Breast. 3rd ed. Philadelphia, PA: Lippincott,Williams & Wilkins; 2004:228–240. Williams Lippincott, Wilkins. (2012). Kapita Selekta Penyakit Dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC. Wolfgang Kamin, Astrid Schwabe, Irene Kra¨mer. (2006). Inhalation solutions – which one are allowed to be mixed? Physico-chemical compatibility of drug solutions in nebulizers. Journal of Cystic Fibrosis 5 (2006) 205 – 213, Published by Elsevier B.V. All rights reserved. doi:10.1016/j.jcf.2006.03.007 Wood, G.J., Shega, J.W., Lynch, B.,& Roenn, J.H. (2007). Management of intractable nausea and vomiting in patients at the and of life. Journal of American Medical Association, 298 (10), 1196-1207 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 189 Worwood VA. (2000). Aromatherapy for the healthy child: more than 300 natural, non-toxic, and fragrant essential oil blends. Novato: New World Library. Yang, M. J., Jeon,Y.W., Han, S. I., Han, C.W., & Eom, H. S. (2000). Depression and pain in patients with cancer: A preliminary study. Journal of Korean Neuropsychiatry Association, 39, 1122–1131. Yarbro, Connie Henke. Wujcik, Debra. Gobel, Barbara Holmes. (2010). Cancer nursing : principles and practice / edited by Connie Henke Yarbro, Debra Wujcik, Barbara Holmes Gobel.—7th ed. p. ; cm. ISBN 978-0-7637-6357-2 Yee J, Davis GM, Beith JM, et al. (2014). Physical activity and fitness in women with metastatic breast cancer. J Cancer Surviv;8:647-656. Yoo, H.J., Ahn, S.H., Kim, S.B., Kim, W.K., Han, O.S. (2005). Efficacy of progressive muscle relaxation training and guided imagery in reducing chemotherapy side effects in patients with breast cancer and in improving their quality of life. Supportive Care in Cancer 13, 826-833 Yoo, M.S., Lee, H., Yoon, J.A. (2009). Effects of a cognitive-behavioral nursing intervention on anxiety and depression in women with breast cancer undergoing radiotherapy. Journal of Korean Academy of Nursing 39, 157165. Yuspa, S.H. dan P.G. Shield. (2005). Etiology of Cancer : Chemical Factors, dalam V. T Devita, S. Hellman and S.A. Rosenberg (Ed). Cancer Principles and Practice of Oncology. Edisi ke-7. Hlm. 185-192. Philadelphia : Lippincott Williams and Wilkins. Zarogoulidis K, Zarogoulidis P, Darwiche K, et al. (2013). Malignant pleural effusion and algorithm management. J Thorac Dis. 2013 Sep. 5 Suppl 4:S413-9. [Medline]. [Full Text]. Zembower TR. (2014). Epidemiology of infections in cancer patients. Cancer Treat Res;161:43e89. 4. Zhang SM, Lee IM, Manson JE, et al. (2007). Alcohol consumption and breast cancer risk in the women’s health study. Am J Epidemiol.;165:676–676. Zhou, K.N., Li, X.M., Yan, H., Dang, S.N., Wang, D.L. (2011). Effects of music therapy on depression and duration of hospital stay of breast cancer patients after radical mastectomy. Chinese Medical Journal 124, 2321-2327. Ziosi P, Manfredini S, Vertuani S, Ruscetta V, Radice M, Sacchetti G. (2010). Evaluating essential oils in cosmetics: antioxidant capacity and functionality. Cosmet Toilet; 125: 32-40. Zohreh Vanaki, Pegah Matourypour, Roya Gholami, Zahra Zare, Valiolah Mehrzad, Mojtaba Dehghan .(2016). Therapeutic touch for nausea in breast cancer patients receiving chemotherapy: Composing a treatment. Complementary Therapies in Clinical Practice 22 (2016) 64-68. http://dx.doi.org/10.1016/j.ctcp.2015.12.004 1744-3881/© 2015 Elsevier Ltd. All rights reserved. Contents lists available at ScienceDirect. journal homepage: www.elsevier.com/locate/ctcp Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 190 Lampiran 1 : Skema Siklus Sel Normal Sumber: Yarbro, Wujcik, & Gobel, (2011) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 191 Lampiran 2 : Peta Konsep Kanker Payudara Faktor Risiko : - Usia - Riwayat Keluarga dengan kanker/BRCA-1 & BRCA-2 - Karakteristik reproduksi - Kelainan kelenjar payudara - Hormon estrogen - Radiasi pengion - Diet/gizi Sel ephitel normal Masalah Keperawatan : - Nyeri - Risiko gangguan integritas kulit - Risiko cidera - Risiko ketidakefektifan koping individu - Ketidakefektifan manajemen rejimen terapeutik - Ketidakseimbangan nutrisi < kebutuhan tubuh - dll. Terapi modalitas : - Operasi - Radiasi - Kemoterapi Kerusakan DNA Mutasi gen dalam jaringan ephitel dan sitem duktal Distribusi dan pengklasifikasian kanker payudara berdasarkan patologik dan TNM Hiperplasi sel ephitel Carsinoma insitu Menginvasi stroma Kanker payudara Metastase melalui sistem limfatik ke nodus limfatik aksila Metastase melalui pembuluh darah Penatalaksanaan awal : - Mamografi - USG - MRI - Px. Laboratorium : CEA dan Ca 15-3 - Px. Sitologi : biopsi Penerapan teori PEOL : - Pengkajian Nyeri Rasa nyaman Dihargai & dihormati Damai Dekat dengan orang yang bermakna - Diagnosa - Intervensi : dirumuskan berdasar NIC - Evaluasi : dengan melihat sejauh mana tercapainya tujuan berdasarkan NOC Peningkatan kualitas asuhan keperawatan ditandai dengan peningkatan kualitas hidup pasien Ca. Paru, liver, tulang, otak Sumber : Price & Wilson, (2005); Suryaningsih & Sukaca, (2009); Black & Hawks, (2014); Tomey & Alligood, (2010) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 192 Lampiran 3 : Hasil penerapan menghirup aromaterapi jahe pada pasien kanker payudara dengan kemoterapi Tabel 1.5 Comparison of VAS nausea score and frequency of vomiting between ginger essential oil (EO) and ginger fragrance oil (FO) at each study phase (phase 1 and 2) and treatment effect Fase 1 Fase 2 Grup A (Plasebo) Grup B (Esential) P valuea Grup A (Esential) Grup B (Plasebo) P valuea Essential Plasebo P valueb Mual Hari 1 1,17 ± 1,169 1,83 ± 1,169 1,000 1,17 ± 1,169 5,83 ± 3,371 0,207 1,5 ± 1,168 3,5 ± 3,425 -2 ( -3,756 -0,244 ) 0,009 Hari 2 2,83 ± 1,169 2,5 ± 1,378 0,721 2,83 ± 1,169 6,83 ± 2,317 0,103 2,67 ± 1,231 4,83 ± 2,725 -2,167 ( -3,833 -0,5 ) 0,005 Hari 3 5,17 ± 1,169 4,5 ± 1,049 0,873 5,33 ± 0,816 5,83 ± 2,858 0,058 4,92 ± 0,996 5,5 ± 2,111 -0,583 ( -2,029 0,862 ) 0,608 Hari 4 4 ± 0,894 2,5 ± 1,049 0,588 3,5 ± 1,049 3,83 ± 1,941 0,188 3 ± 1,128 3,92 ± 1,443 -0,917 ( -2,142 0,309 ) 0,852 Hari 5 1,33 ± 1,033 1,17 ± 0,753 0,475 1,33 ± 1,033 3,83 ± 2,483 0,098 1,25 ± 0,866 2,58 ± 2,234 -1,333 ( -2,921 0,254 ) 0,046 Hari 1 1 ± 1,265 1,67 ± 1,633 0,418 1,5 ± 1,378 2,17 ± 1,472 0,651 1,58 ± 1,443 1,58 ± 1,443 0 ( -1,271 1,271 ) 1 Hari 2 5 ± 1,265 2,67 ± 1,366 0,765 3,17 ± 1,941 5,5 ± 1,049 0,188 2,92 ± 1,621 5,25 ± 1,138 -2,333 ( -3,585 -1,082 ) 0,002 Hari 3 6 ± 0,632 3,17 ± 2,041 0,055 3 ± 1,789 3,33 ± 1,366 0,549 3,08 ± 1,832 4,67 ± 1,723 -1,583 ( -3,003 -0,164 ) 0,032 Hari 4 4,67 ± 1,033 2,67 ± 0,816 0,701 3,17 ± 1,941 3,17 ± 1,169 0,247 2,92 ± 1,443 3,92 ± 1,311 -1 ( -2,271 0,271 ) 0,111 Hari 5 3,83 ± 1,472 1,17 ± 0,753 0,110 1,67 ± 1,033 2,83 ± 1,941 0,113 1,42 ± 0,9 3,33 ± 1,723 -1,917 ( -3,142 -0,691 ) 0,005 Muntah Data are mean ± SD, unless otherwise indicated. Bold values shows the significant difference, P < 0.05. a Independent t-test; significant at P < 0.05. b Paired t-test; significant at P < 0.05. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 193 Lampiran 4 : Resume 30 Kasus Kelolaan RESUME KEPERAWATAN PENDEKATAN PEACEFUL END OF LIFE THEORY PADA KASUS KELOLAAN KLIEN KANKER No. Deskripsi Kasus 1. Tn. A (66 th), Islam, menikah, SMTA, PNS, tanggal pengkajian 8/9/2015, Diagnosa Medis: kanker paru kanan stadium IIIB Keluhan utama: Klien mengungkapkan sesak pada saat beristirahat dan dada terasa nyeri pada saat bernafas, nyeri dirasakan setiap hari dan memberat pada hari ini Riwayat penyakit sekarang: Sesak dada, yang semakin menghebat 2 hari sebelum masuk rumah sakit yaitu pada tgl 6-9-2015 (klien MRS pada tgl 8-9-2015) Klien mengungkapkan dada terasa berat dan sesak sekali. Klien mengatakan rasa sesak tidak hilang meskipun istirahat, rasa sesak selalu di rasakan oleh klien, klien juga mengatakan ia merasa nyeri pada dada kanan atas. Usaha yang dilakukan adalah duduk tenang, mernarik napas dalam. Nyeri dirasakan seperti tertekan dan rasa terbakar. Skala keparahan yaitu pada skala 5. Timbulnya nyeri tidak tentu, kadang-kadang dan lamanya kira-kira 5-10 menit, wajah klien tampak menyeringai kesakitan. Lalu oleh keluarga dibawa ke RSUD Dharmais pada pagi hari sekitar pukul 05.30, lalu klien di sarankan untuk rawat inap Klien dengan riwayat merokok lebih dari 40 tahun, menyukai makanan yang dipanggang dan tinggi lemak Sudah menjalani kemoterapi 6x Toraks foto: tanggal 8/7/2015 Interpretasi: : jantung tampak terdorong ke kiri dan ada bayangan massa pada daerah parahiler sampai suprahiler kanan. Kesimpulan : kanker paru kanan stadium IIIB 2. Ny. R (35 th), Islam, menikah, SLTP, IRT, tanggal pengkajian 14/9/2015, Diagnosa Medis: Ca Mamae Stadium IIIB dan Efusi Pleura Keluhan utama: sesak nafas Riwayat penyakit sekarang: Menurut keterangan klien dan keluarga pasien sesak bertambah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Klien mengatakan selain sesak nafas dada nyeri skala 5 dan meningkat menjadi 8 bila menarik nafas dalam. Nyeri berlangsung ± 3 menit. Klien mengatakan tahun 2000 terdapat benjolan sebesar biji asam di payudara kiri namun tidak dilakukan pemeriksaan maupun pengobatan apapun. Tahun 2012 klien menikah dan mempunyai anak melalui operasi sesar. Ketika menyusui bayi satu bulan klien menderita usus buntu dan dilakukan operasi usus buntu dan berhenti menyusui bayinya karena ASI tidak keluar setelah operasi. Tahun 2013 benjolan yang ada di payudara kiri membesar dengan sangat cepat. Tahun Pengkajian menggunakan konsep Peaceful End of Life Theory, Diagnosa Keperawatan, NOC,NIC dan Evaluasi Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri dada sebelah kanan, nyeri seperti tertekan dan rasa terbakar di dada, Skala nyeri yaitu angka 5 pada skala 5. Timbulnya nyeri tidak tentu, kadang-kadang dan lamanya kira-kira 5-10 menit, wajah klien tampak menyeringai kesakitan, TTV: Nadi 120 x/mnt, respirasi 36 x/mnt, cepat dan dangkal, tensi 100/60 mmHg, Nyaman: Klien mengungkapkan dada terasa berat dan sesak sekali. Klien mengatakan rasa sesak tidak hilang meskipun istirahat, rasa sesak selalu di rasakan oleh klien, Pemeriksaan fisik : RR 36x/mnt cepat dan dangkal, spo2 95%, sianosis, CRT 4 detik, perfusi dingin dan pucat., Pemeriksaan paru :Inspeksi: pergerakan dada asimetris; pergerakan dada saat bernafas cepat, tarikan interkosta (+) tampak nafas cuping hidung; palpasi: ekspansi paru meningkat, taktil fremitus menurun; Perkusi: perkusi dada redup (dullness); Auskultasi: suara wheezing unilateral; Hasil Blood Gas tgl 20-10-2012: pH 7,471; PCO2 29,2; PO2 62,6; HCO3 20,8, BE – 2,8, Kalium 3,0; Natrium 128; SaO2 93 % (Alkalosis respiratorik), Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual, makan 3x sehari sedikit, ±¼ porsi, klien mengatakan senang minum jus buah; adanya mucositis, stomatitis nyeri eritema lecet di bibir, BB: 50 kg TB: 174 cm IMT: 16,55 kg/m2 (kategori: underweight) kehilangan BB >20%, dl SGOT: 30 U/L (0-38), SGPT: 16 U/L (0-41), GDS: 102 mg/dl, Hb 11,5 g/dL (12-16), Eritrosit: 9,6 juta/l (4-5) Bermartabat dan dihormati: klien mengatakan membutuhkan dukungan dari semua keluarga dan perawat juga dokter, klien merasa tertekan dengan penyakitnya karena takut anak-anaknya menderita penyakit kanker juga. Damai: Praktik keagamaan yang dilakukan: berdoa di tempat tidur Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang akan membantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan perawatan: istri dan anak Diagnosa keperawatan: 1) Gangguan pertukaran gas (00030), 2) Nyeri kronis (00133), 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 4) . Risk control: Infection (00004) Tujuan (NOC): 1) Respiratory status : gas exchange (0402), 2) Pain control (1605), 3) Nutritional status : food and fluid intake (1008) 4) imune status (0702) Intervensi (NIC): 1) Oxygen therapy (3320), 2) Pain management (1400), 3) Nutrition management (1100) , 4) Infection control (6540) 5) Medication administration (2300): IVFD Ns 0,9%/24 jam, Glabexal tabet 300 mg, injeksi IV ondancentron 8 mg, drip tramadol 100mg+NS 100 cc, injeksi ranitidin 50 mg IV dan ketorolac 50 mg (extra) Evaluasi: pasien mengatakan sesak nafas berkurang, nyeri berkurang, skala 3, mual berkurang, masih merasa nyeri menelan, klien mengatakan senang minum jus buah, tidak ada keluhan panas, nafsu makan menurun, Suhu : 36,5 0C Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, klien tampak gelisah dan menyeringai saat nyeri timbul RR: 28x/menit N : 110x/menit Nyaman: Kilen mengatakan sesak nafas sehingga sulit tidur, adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, RR : 28x/menit (masker 5L/menit), suara nafas tambahan ronkhi basah, klien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur, SaO2 95%, sianosis, nafas cuping hidung, gambaran foto thorax efusi pleura Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, klien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 50kg menjadi 45 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, BB: 45 kg, TB: 152 cm, IMT: 19,56 kg/m2 (kategori: normal), kehilangan BB 5%, Hb : 10,7 g/dL, klien tampak kurus dan turgor menurun klien mengatakan payudara kiri sudah di operasi ada keropeng sedikit kadang mengeluarkan cairan bening sedikit tapi sekarang tidak, tampak luka pos op mastektomi payudara kiri, integumen sekitar luka pos op hiperpigmentasi dan terdapat nekrotik 4cm2, tidak ada eksudat, terdapat benjolan dengan kondisi integumen menyerupai kulit jeruk di payudara kanan dekat dengan sternum klien mengatakan sesak nafas dan merasa cepat lelah bila beraktivitas, aktivitasnya selalu dibantu suami, klien tampak sesak nafas dalam kondisi duduk memeluk bantal, kadang bernafas dengan mulut, aktivitas dibantu perawat dan suami, nilai ECOG 3 (Hanya mampu melakukan perawatan diri yang terbatas, hanya diantara tempat tidur dan kursi lebih dari 50% dari waktu terjaga.), klien tampak bertambah sesak saat diwawancara dan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 194 2014 dilakukan operasi payudara kiri di RS Bekasi. Setelah operasi klien dianjurkan untuk mengikuti program kemoterapi namun tidak dilakukan karena takut efek samping kemoterapi. Klien minum obat herbal dan mengikuti pengobatan alternatif selama 10 bulan. Enam bulan sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan sering sesak nafas dan aktivitas harus dibantu karena cepat merasa lelah. 2 bulan sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan tidak bisa tidur terlentang dan harus dalam posisi duduk karena sesak bertambah bila tidur terlentang Lingkungan perokok, konsumsi pil KB, makanan cepat saji dan mie instan, lingkungan dekat pembuangan sampah EKG: tanggal 25/8/2015 Interpretasi: synus rhytm Toraks foto: tanggal 10/9/2015 Interpretasi: tampak fibroinfiltral di paru kiri. Hilus dan pleura tampak infiltrat USG payudara : tanggal 10/9/2015 Interpretasi : Lesi benigna superolmedial kiri USG Abdomen, tanggal 10/9/2015 Interpretasi: fatty liver, cholelithiasis. Tidak nampak kelainan padaorgan intraabdominal lainnya 3. Ny K (62 th), Islam, menikah, SMTA, Pensiunan PNS, tanggal pengkajian 21/9/2015, Diagnosa Medis: KNF Keluhan utama: nyeri Riwayat penyakit sekarang: Klien mengatakan sering mimisan ± 6 bulan terakhir, pilek yang terus menerus sejak 2 bulan yang lalu, sudah ke dokter diberi obat pilek tidak sembuh-sembuh, telinga kiri seperti kemasukan air dan berdenging ± 2 bulan, mata kiri melihat double dan juling sejak ± 2 bulan lama-lama mata terasa nyeri menjalar sampai pipi dan gusi serta bibir sebelah kiri terasa panas, tidak ada keluarga yang menderita kanker seperti klien, DM klien terkontrol, klien mengatakan riwayat suka makanan yang dipanggang, selama sakit nafsu makan menurun, BB menurun, klien mengatakan melakukan biopsi tanggal 27 April 2015 di RSUD Cilegon Tidak punya riwayat merokok, suka makanan panggang, DM sejak 2006 Foto Toraks : tanggal 18/5/2015 Interpretasi: Tak tampak kelinan pada jantung dan paru Bone Scan : tanggal 22/5/2015 Interpretasi : aktivitas patologis pada costae 5 dan genu kiri, tak tampak patologis pada tulang lainnya Histopatologis/sitopatologis : tanggal 7/5/2015 Interpretasi : Neoplasia Ganas, kemungkinan Carsinoma sel transisional 4. Ny M (57 th), Islam, menikah, SLTP, IRT, tanggal pengkajian 29/9/2015, Diagnosa Medis: Ca. Cervix Keluhan utama: nafsu makan menurun karena mual Klien datang ke rawat singkat dengan harus menunggu sesak berkurang untuk melanjutkan proses pengkajian Bermartabat dan dihormati: klien mengatakan dulu tidak berani kemo karena takut efek samping yang disampaikan oleh masyarakat sekitar, klien tampak bertanya tentang efek kemoterapi dan bagaimana cara mengatasinya Damai: klien merasa cemas dengan penyakitnya dan kemoterapinya Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: suami Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Gangguan pertukaran gas (00030), 3) Nyeri kronis (00133), 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh(00002), 5) Intoleransi aktivitas (00092), 6) Kerusakan integritas kulit (00046), 7) Resiko infeksi (0004), 8) Defisit pengetahuan proses pengobatan (kemoterapi) (00126) Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 2) Respiratory status : gas exchange (0402), 3) Pain control (1605), 4) Nutritional status : food and fluid intake (1008), 5) energy conservation (0002), 6) surgical recovery : convalescence (2304), 7) imune status (0702), 8) konwledge cancer management (1833) Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Oxygen therapy (3320), 3) Pain management (1400), 4) Nutrition management (1100), 5) Energy management (0180), 6) woundcare (3660), 7) Infection control (6540), 8) Chemotherapy management (2240) 9) Medication administration (2300): infus NaCl 0,9% 500 cc + aminophilin 2 amp/24 jam, O2 masker 5L/menit, nebulazer:combivent dan bisolvon, aspirin 3x500mg Ranitidin 50 mg IV, Ondansentron 4 mg Iv Evaluasi: Kilen mengatakan masih sesak nafas, Klien mengatakan masih nyeri dada kiri namun skala sedikit menurun yaitu 4 tetapi tetap meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, Klien mengatakan mual berkurang, klien mengatakan masih sesak nafas dan merasa lelah bila beraktivitas, aktivitasnya masih dibantu suami dan perawat, klien mengatakan payudara kiri yang bekas dioperasi ada keropeng sedikit kadang mengeluarkan cairan bening sedikit tapi sekarang tidak, Klien mengatakan tidak ada keluhan panas tetapi nafsu makan menurun, Klien mengatakan sudah paham tentang kemoterapi dan akan mengikuti prosedur pengobatan yang akan diberikan Bebas nyeri: Klien mengatakan mata terasa nyeri menjalar sampai pipi dan gusi serta bibir sebelah kiri terasa panas seperti terbakar, hilang timbul muncul tiba-tiba dan sering timbul saat bicara, dan hilang pada saat istirahat, kadang bibir terasa baal, skala nyeri sedang 4, klien juga mengungkapkan karena nyeri tidurnya terganggu, Riwayat nyeri metastase, dan kemoterapi yang ke 5, klien mempunyai riwayat minum obat aspirin tablet 3x500 mg Nyaman: Klien mengatakan nafsu makan menurun karena sakit menelan, mual, makan 3x sehari sedikit, ±¼ porsi, klien mengatakan senang minum jus buah, adanya mucositis, stomatitis nyeri eritema lecet di bibir, IMT 26,48 (obese I) kehilangan BB < 5%, SGOT : 14 U/L SGPT 11 U/L, : Hb : 10,7 g/dL (12-16) Eritrosit : 3,72 106/l (4-5) Leukosit : 7,48 103/l (5-10) Trombosit : 408 103/l (150-440) Hematokrit : 31,4 % (37-43) Klien mengatakan pipi sebelah kiri agak bengkak dan kulit kering, kulit kering mengkilap di pipi sebelah kiri, Klien mengatakan akan menjalani kemoterapi yang ke 5, tidak ada keluhan panas tetapi nafsu makan menurun Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: klien mengatakan pasrah dan menerima, klien mengatakan masih melakukan kegiatan ibadah Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak dan suami Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 3) Kerusakan integritas kulit (00046), 4) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Nutritional status : food and fluid intake (1008), 3) surgical recovery : convalescence (2304), 4) Imune status (0702) Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Nutrition management (1100), 3) Wound care (3660), 4) Infection protection (6550) 5) Medication administration (2300):Ns 0,9%/8 jam, aspirin tablet 3x500 mg, meprazole 40 mg IV, Ondansentron 8 mg IV, Dexamethason 10 mg IV Evaluasi: Klien mengatakan mata masih terasa nyeri, mual berkurang, masih merasa nyeri menelan, klien mengatakan senang minum jus buah, pipi sebelah kiri masih bengkak , kalau diraba kulit licin dan kering, nafsu makan menurun Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri perut bawah skala 3 meningkat saat batuk sampai skala 5 menjalar ke perut kiri dan kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, klien tampak menunjukkan area yang kadang sakit RR: 20x/menit N : 84x/menit Nyaman: Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, klien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 40 kg menjadi 33 kg, klien makan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 195 rencana kemoterapi yang ke 2 yaitu carboplatin. TTV : 120/80, N : 84x/menit RR 20x/menit Lingkungan perokok, konsumsi lemak, KB 8 tahun EKG: tanggal 25/8/2015 Interpretasi: synus rhytm Pemeriksaan Histopatologi interpretasi : karsinoma squamus tidak berkeratin, diferensiasi sedang, invasif serviks uteri: USG Abdomen, tanggal 10/9/2015 Interpretasi: fatty liver, cholelithiasis. Tidak nampak kelainan padao rgan intraabdominal lainnya 5. 6. Tn. K (55 th), Islam, menikah, SLTP, Pensiunan, tanggal pengkajian 1/10/2015, Diagnosa Medis: Ca. Collon Keluhan utama: sesak nafas Riwayat penyakit sekarang: Menurut keterangan klien bulan januari 2015 rencana akan melakukan operasi hernia di RS Mitra keluarga, namun pada saat dilakukan operasi ditemukan kanker usus sehingga operasi dilakukan sekaligus untuk mengangkat kanker. Dari RS mitra keluarga pasien disarankan untuk menjalani kemoterapi. Kemudia klien memutuskan untuk melanjutkan pengobatan di RS Dharmais. Pada bulan Maret dilakukan kemoterapi yang pertama. Kemoterapi dilakukan setiap 3 minggu sekali dan pada saat pengkajian klien sudah menrima kemoterapi yang ke 11. Klien mengatakan pda saat kemo yang pertama samapai ketiga pernah mengalami sesak nafas. Kemo yang sudah berjalan yaitu Eloxatin tiap 3 minggu sekali dan xeloda tablet 2x6 tablet tiap hari dan berhenti minum obat xeloda seminggu sebelum kemoterapi eloxatin. Klien mengatakan sebelum bulan januari 2015 mempunyai kebiasaan merokok sehari 3 bungkus dan berhenti setelah dinyatakan menderita kanker. Klien mengatakan merasa mual namun tetap memaksakan diri untuk makan. Klien mengatakan colostominya lepas karena sering batuk sehingga usus keluar. Klien mengatakan akan melakukan rekontruksi setelah program kemoterapi selesai. Dan akan melakukan proses rekontruksi usus di RS Mitra keluarga Merokok sejak SD, lingkungan perokok, konsumsi tinggi lemak, suka mie instan Toraks foto: tanggal 10/9/2015 Interpretasi: tampak fibroinfiltral di paru kiri. Hilus dan pleura tampakinfiltrat USG payudara : tanggal 10/9/2015 Interpretasi : Lesi benigna superolmedial kiri Ny. R (60 th), Islam, menikah, SMTA, IRT, tanggal pengkajian 19/10/2015, Diagnosa Medis: Kanker Thyroid Metastasis Paru Keluhan utama: cemas Riwayat penyakit sekarang: Klien mengatakan pada tahun 2014 muncul 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, BB: 33 kg, TB: 142 cm, IMT: 16,41 kg/m2, (kategori: underweight), kehilangan BB 5%, Hb : 11,9 g/dL (12-16), klien tampak kurus dan turgor menurun, klien mengatakan tidak panas hanya nafsu makan menurun Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: berdoa di atas tempat tidur Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: suami Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 3) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Nutritional status : food and fluid intake (1008), 3) Imune status (0702) Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Nutrition management (1100), 3) Infection protection (6550) 5) Medication administration (2300): Evaluasi: Klien mengatakan sedang tidak merasa mual, klien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 50kg menjadi 45 kg, nyeri perut bawah skala 3 meningkat saat batuk sampai skala 5 menjalar ke perut kiri dan kanan dan ulu hati seperti terbakar, tidak ada keluhan panas, nafsu makan menurun Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri di sekitar stoma, pedih skala 4, klien tampak gelisah dan menyeringai saat nyeri timbul RR: 22x/menit N : 92x/menit, kulit sekitar stoma kemerahan Nyaman: Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual, klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, BB: 64 kg,TB: 172 cm, IMT: 21,62 kg/m2 (kategori: normal) kehilangan BB <5%, Hb : 10,7 g/dL, klien tampak masih ideal dan turgor baik; klien mengatakan kulit sekitar stoma lecet-lecet pedih, tampak coloctomy dengan keadaan colon prolaps, dan sekitar stoma hiperemi; klien mengatakan tidak panas hanya nafsu makan menurun, Hb : 10,7g/dL, terdapat luka pos op, leukosit : 7,48 103/l Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: pasrah semua sudah ketentuan Allah Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: istri Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Kerusakan integritas kulit (00046), 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00004), 4)Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Tissue integrity : skin (1101), 3) Nutritional status : food and fluid intake (1008), 3) Imune status (0702) Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Pressure management (3500), 3)Nutrition management (1100), 4) Infection protection (6550) 5) Medication administration (2300): Ns 0,9%, aspirin 3x500mg, Ondansentron 8 mg Iv Evaluasi: Klien mengatakan masih nyeri di area kulit dekat stoma, perih skala 4, kemerahan di sekitar stoma terjadi setelah adanya usus yang keluar, mual berkurang, klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, tidak ada keluhan panas, nafsu makan menurun Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri Nyaman: Klien mengatakan cemas akan menghadapi tindakan ablasi, TD :170/120 mmHg, N : 74x/menit, RR :20x/menit, S : 36,50C; Klien mengatakan tidak bisa tidur nyenyak dalam beberapa hari, dan semalam tidak bisa tidur karena memikirkan tindakan yang akan dijalani, tampak lingkaran hitam di kelopak mata Klien tampak tegang dan beberapa kali menanyakan mengenai prosedur tindakan yang Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 196 7. benjolan di leher. Awalnya klien mengira benjolan tersebut adalah gondok biasa. Klien melakukan pemeriksaan PA di RS Cilegon dan hasilnya adalah kanker tiroid kemudian dilakukan operasi pengangkatan benjolan pada tanggal 24 November 2014. Klien mengatakan menopause diusia 54 tahun, adiknya ada yang pernah menderita kanker dan meninggal. Klien mengatakan ini adalah kunjungan kedua di RS K Dharmais. Kunjungan pertama pada tanggal 25 maret 2015. Dalam kunjungan pertama, klien mengatakan akan dilakukan tiroidektomi karena muncul benjolan kembali di leher. Kemudian kunjungan kedua berencana akan melakukan radiasi dengan ablasi sesuai dengan saran dokter. Selama menunggu terapi berikutnya klien minum obat thyrax 2x100 mcg stiap hari. Riwayat KB 8 tahun, adik meninggal karena kanker, makan tinggi lemak, DM sejak 2006 akan dilakukan Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Perasaan terhadap perubahan fisik yang dialami: menerima, pasrah, klien mengatakan masih melakukan kegiatan ibadah doa selama proses ablasi Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak dan suami Diagnosa keperawatan: 1) Cemas (00146), 2) Gangguan pola tidur (000198) Tujuan (NOC): 1) Anxiety self control (1402), 2) Sleep (0004) Intervensi (NIC): 1)Relaxation therapy (6040), 2) Sleep enhancement (1850) 3) Medication administration (2300): Evaluasi: Klien mengatakan cemas berkurang, akan tidur tepat waktu dan sesuai kebutuhan Tn. T (35 th), Islam, menikah, SLTP, Swasta, tanggal pengkajian 26/10/2015, Diagnosa Medis: Ca. Recti dan Acute Renal Failure Keluhan utama: Nyeri perut dan anus Riwayat penyakit sekarang: Dua tahun yang lalu klien mengeluh BAB darah dan nyeri saat BAB. Klien periksa ke rumah sakit “C” dan didiagnosa radang anus, klien 5x ke RS “C” dan diberikan obat untuk radang anus serta minum vegeta. Selama berobat di RS “C” tidak ada perubahan kemudian pindah ke klinik “X” 3x didiagnosis wasir, di klinik “X” klien diberi obat per 3 hari, tiap minum obat sembuh namun bila berhenti minum obat kambuh lagi. Kemudian klien pindah periksa ke klinik “ R” 3x dan didiagnosis wasir diberi obat namun sakit tidak berkurang. Klien melanjutkan pengobatan ke puskesmas “R” 3x, disana dilakukan pemeriksaan rontsen dan tusuk anus oleh dokter dan didiagnosis wasir, klien mengatakan tambah kesakitan bila mau BAB namun BAB darah kadang ada kadang tidak ada. Kemudian pindah lagi ke klinik Cina di klinik ini klien dilakukan suntik di pantat kanan dan kiri dan diberikan obat selama 5 hari, namun ketika obat habis, penyakit kambuh lagi. Klien pindah lagi ke klinik dekat rumah dsna dilakukan rontsen ulang dan dokter menyampaikan ada koreng di anus. Di klinik ini klien diberikan salep untuk dioles di anus dan obat minum, namun klien masih merasakan nyeri saat BAB dan BAB masih berdarah. Klien pindah lagi ke RS “P” disana dilakukan tusuk anus 2x tiap minggu jika kontrol, klien diberi obat dan salep. Di rumah sakit “P” ini klien minta rujukan namun tidak diberi. Klien makin merasa nyeri dan berhenti bekerja karena kesakitan dan sulit Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri di perut dan anus hilang timbul seperti terbakar kadang seperti ditusuk tusuk skala 10 muncul tiba-tiba, nyeri berkurang dengan sendiri lalu tiba-tiba muncul lagi dan sangat nyeri, klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri yang selalu timbul, klien juga mengatakan nyerinya membuat nafsu makan dan minum menurun, Klien tampak menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati (ubah posisi dengan hati-hati), tampak gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai), klien kadang tampak terfokus pada diri sendiri, TD : 108/72 mmHg N : 100x/menit RR : 20x/menit, S : 36,70C, klien tampak gelisah, kadang merintih, perut besar keras seperti papan terdapat massa dan asites. Nyaman: Klien mengatakan tidak nafsu makan, nyeri perut terasa penuh/begah, tiap kali makan muntah, Konjungtiva tampak pucat, A : BB : 53 kg TB :170cm=2,89 IMT : 18,33 (underweigt) Lila : 16,5 (N :32,6) Standar gizi berdasar LILA : (16,5 : 32,6) x100% =50,61% (gizi buruk), B : tgl 23/10/2015 Hb :11,7 mmHg (13-18), C : Klien tampak kurus dengan perut buncit, mata cekung,, D : klien muntah setelah makan satu sendok ataupun minum, klien mendapat diit rendah protein; klien dan keluarga mengatakan BAK ada darah dan semacam lendir, perut sudah 7 kali diambil cairan @3liter, minum sedikit 3 hari 1 liter (kemungkinan tidak masuk karena muntahnya lebih banyak dari asupan), klien juga mengatakan haus dan lapar tapi klien sekali makan dan minum muntah, klien tampak lemah, rambut dan kulit kering, tampak urine bercampur darah, tampak sering muntah, perut buncit berisi cairan asites dan massa, N : 100x/menit, Nilai lab fungsi ginjal : Ureum : 287 mg/dL (19-44), kreatinin : 5,35 mg/dL (<1,17), eGFR 13,05 ml/min/1,73m2 (>60), Nilai lab elektrolit : Natrium 125 mmol/L (135-150), Kalium : 6,2 mmol/L (3,5-5,3), Klorida : 77 mmol/L (95-111), Kalsium : 9,6 (8,1-10,4) mg/dL, Magnesium : 3,5 mg/dL (1,9-2,5), BC : 1650-1100 = +550; keluarga klien me ngatakan perut dekat kantong stoma merah-merah dan di pantat bagian kanan lecet, perut terdapat kemerahan, kulit kering, ada luka lecet di pantat sebelah kanan, klien mengatakan tidak panas, nafsu makan menurun, Hb : 11,7g/dL (13-18), terdapat colostomy, leukosit : 13,90 103/l (5-10), S : 36,70C Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Harapan terhadap diri dengan perubahan fisik yang dialami: ingin sembuh, merasa sedih namun semua ketentuan Allah, sejak sakit: berdoa dan istighfar Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: istri Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00004), 3) Intoleransi aktivitas (00092), 4) Resiko ketidakseimbangan cairan, (00025), 5) Kerusakan Integritas kulit (00046), 6) Resiko infeksi (00046) Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Nutritional status : food and fluid intake Foto Toraks : tanggal 18/5/2015 Interpretasi: lesi metastase pada paru Histopatologis/sitopatologis : tanggal 7/5/2015 Interpretasi : Carsinoma thyroid papilar variant filokuler metastase paru USG Abdomen: tanggal 18/5/2015 Interpretasi: Tak tampak kelainan pada organ-organ intra abdomen Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 197 8. berjalan. Kemudian dengan bos kantor klien dibawa ke klinik ”AS” disana diminta hasil CT scan, karena tidak ada klien hanya disarankan untuk memberli celana dalam magnet seharga Rp. 15000000,- namun klien tidak membelinya karena biaya yang sangat mahal. Kemudian pindah lagi ke RS “O” klg dan klien minta dilakukan endoscopy tetapi ternyata yang dilakukan adalah rontsen yang sama di RS di kampung. Klien pindah lagi ke RS “BK” dilakukan tusuk anus lagi dan didiagnosis tumor ganas lalu disarankan untuk operasi, klien juga diberikan obat pengurang rasa sakit yang diminum selama 5 hari. Dari sini klien merasa sembuh. Namun beberapa hari merasa nyeri dan berdarah lagi. Kemudian klien pindah lagi ke RS “PIK” disana diberikan surat rujukan untuk operasi dan didiagnosis tumor ganas stadium II melalui CT scan, namun klien menolak untuk operasi dan mengikuti saran bos untuk minum herbal. Klien minum herbal selama 2 bulan berupa minuman dan obat kapsul, selama minum obat herbal klien mengatakan tidak nyeri dan tidak BAB darah lagi. Obat herbal habis kambuh lagi klien pindah ke RS “B”. Klien diminta untuk menunggu jadwal operasi. Selama menunggu jadwal operasi klien menggunakan herbal dan mengikuti pijat refleksi serta setrum kaki, hasilnya perut sakit dan perut makin membuncit. Bulan februari 2015 klien datang ke RS “B” dan dilakukan pemeriksaan USG, jantung, paru. Klien juga membawa hasil biopsi dari Klinik sehat yang dibacakan hasilnya oleh dokter di RS “B”. Kemudian setelah pemeriksaan lengkap klien dilakukan operasi pada bulan April 2015 dan dilakukan colostomy. Klien dilakukan perawatan luka di puskesmas setelah pulih dari tindakan operasi di RS “B”. Kemudian setelah stelah melakukan perawatan luka di puskesmas klien datang kembali ke RS’B” pada bulan Mei untuk meminta rujukan ke RS Dharmais karena klien masih merasa nyeri di anus saat BAB. Klien datang ke RS Dharmais dan disarankan untuk kemo dan radiasi, klien mengkonsumsi Xeloda dan mengatakan saat minum Xeloda nyeri hilang BAB lancar dan makan minum selera. Kemudian klien melakukan radiasi sebanyak 27x pada saat radiasi ke 20 klien mengalami penurunan kadar Hb : 9,8 mg/dL dan dilakukan transfusi. Klien mengatakan pada saat radiasi ke dua perut terasa begah dan keras. Klien mendapat treatment seminggu sekali setelah radiasi pungsi cairan setiap pengambilan cairan asites didapatkan 3 liter cairan. Klien mengatakan sudah 7x diambil cairan di perut. Pada tanggal 21/10/2015 klien dilarikan ke IGD karena merasa perut penuh dan begah, tidak selera makan selama 2 minggu dan tidak bisa BAB selama 2 minggu Riwayat perokok aktif dan pasif, makan tinggi lemak, instan, minum alkohol Ny. M (45 th), Islam, menikah, tidak tamat SD, IRT, tanggal pengkajian 2/11/2015, Diagnosa Medis: Ca. Maxilla post op Maxilectomy dan flap (1008), 3) energy conservation (0002), 4)Fluid balance (0601), 5) Surgical recovery : convalescence (2304), 6) Imune status (0702) Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Nutritin therapy (1120), 3) Energy management (0180), 4) Fluid/electrolit management (2080), 6) Infection control (6540) 7) Medication administration (2300): Evaluasi: Klien mengatakan masih nyeri di perut dan anus hilang timbul seperti terbakar kadang seperti ditusuk tusuk skala 8 muncul tiba-tiba, masih tidak nafsu makan, nyeri perut terasa penuh/begah, lemah tidak bisa duduk bila tidak dibantu oleh perawat maupun keluarga, mengatakan BAK ada darah dan semacam lendir, perut dekat kantong stoma merah-merah dan di pantat bagian kanan lecet, tidak panas, nafsu makan menurun Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri di wajah hilang timbul seperti ditusuk tusuk skala 6 muncul tiba-tiba sering muncul pada saat perawatan luka, nyeri berkurang dengan sendiri, Klien tampak menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati (ubah posisi dengan hati-hati), tampak gangguan tidur (mata sayu, tampak capek), klien kadang tampak terfokus pada Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 198 Keluhan utama: Nyeri Riwayat penyakit sekarang: Keluarga mengatakan Ny. M mempunyai benjolan di mulut menempel di rahang atas sebesar biji jagung. Benjolan tersebut ada sebelum menikah tahun 1991. Tahun 2003 benjolan tersebut membesar sampai ke pipi kanan dengan diameter ± 5 cm. Klien mempunyai riwayat KB selama 10 tahun. Setelah kelahiran anak kedua tahun 1993. Benjolan tersebut pernah dua kali dioperasi di RS. Fatmawati tahun 2003 dan 2005. Tahun 2009 benjolan membesar kembali dan dibawa ke RS. Dharmais dan dilakukan operasi pengangkatan sebagian rahang. Keluarga mengatakan setelah operasi tersebut ada rencana untuk pemasangan gigi palsu namun karena terjadi perdarahan tidak jadi dilakukan pemasangan gigi palsu. Selama dirumah pasien makan makanan cair dan lunak karena tidak mampu mengunyah. Tahun 2013 benjolan besar kembali dan keluarga membawa pasien ke RS. Dharmais dan dilakukan kemoterapi 5 hari tiap bulan selama 3x siklus. Rencana akan dilakukan 6x siklus namun karena benjolan tidak semakin mengecil kemo dihentikan. Kemudian dilakukan radiasi 3x dihentikan karena benjolan semakin besar, rencananya radiasi akan dilakukan sebanyak 30x. Kemudian pasien dan keluarga memutuskan untuk pulang. Tahun 2015 keluarga membawa pasien ke RS Dharmais karena pasien semakin kesulitan dalam mencerna makanan karena benjolan makin besar. Dan dilakukan operasi kembali diankat benjolan (maxillectomy) dan pemasangan flap. Namun karena flap tidak berhasil melekat pada wajah klien karena tidak baiknya aliran darah. Flap mengalami kemtian jaringan dan pada tanggal 2 November 2015 flap diangkat kembali. Pasien direncanakan akan dilakukan operasi pemasangan flap kembali pada tanggal 6 November 2015 KB 10 tahun diri sendiri, TD : 110/80 mmHg N : 90x/menit RR : 20x/menit, S : 36,70C, kadang merintih, tampak luka terbuka di wajah (pengangkatan flap yang mengalami kegagalan penyembuhan/mengalami kematian jaringan/nekrosis), luka berbau. Nyaman: Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, makan melalui selang karena tidak memiliki rahang atas, A : BB : 50 kg TB :155 cm IMT : 20,83 (normal), B : tgl 27/10/2015 Hb :11,1 g/dL (13-18), C : Klien tampak kurus kulit kering rambut rontok, klien tidak memiliki rahang atas dan hidung, konjungtiva tampak pucat, D : klien makan melalui selang NGT, mendapat nutrisi cair TKTP, Keluarga mengatakan klien masih agak lemah dan selalu berbaring dan hari ini baru dianjurkan duduk, Keluarga klien mengatakan kulit klien kering, punggung kemerahan Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: sedih, ingin mempunyai gigi dan rahang atas lagi, tidak bisa mengerjakan pekerjaan IRT, berdoa di atas tempat tidur Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: suami Diagnosa keperawatan: 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif (00031), 2) Nyeri kronis (00133), 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 4) Kerusakan Integritas kulit (00046), 5) Intoleransi aktivitas (00092), 6) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Respiratory status : airway patency (0410), 2) Pain control (1605), 3) Nutritional status : food and fluid intake (1008), 4) Surgical recovery : convalescence (2304), 5) Energy conservation (0002), 6) Imune status (0702) Intervensi (NIC): 1) Airway suctioning (3160), Pain management (1400), 3) Nutrition management (1100), 4) Wound care (3660), 5) Energy management (0180), 6) Infection control (6540) 7) Medication administration (2300): ketorolac 30 mg dalam Ns 100cc, RL 500cc/24 jam, Combiflex 1000 cc/24 jam, Heparin 10000 ui/24 jam Evaluasi: Keluarga mengatakan klien masih batuk dan ada dahak sering dilakukan pengisapan oleh perawat, masih mengeluh nyeri di wajah hilang timbul seperti ditusuk tusuk skala 6, klien mengalami penurunan BB, makan melalui selang karena tidak memiliki rahang atas, kulit klien masih kering, punggung kemerahan, masih agak lemah dan selalu berbaring EKG: tanggal 19/10/2015 Interpretasi: normal synus rythm Toraks foto: tanggal 27/10/2015 Interpretasi: tak tampak kelainan jantung dan paru 9. Pemeriksaan PA adenoma pleomorfik Ny. R (28 th), Kristen, menikah, tamat Sarjana, swasta, tanggal pengkajian 9/10/2015, Diagnosa Medis: AML Keluhan utama: Mual Riwayat penyakit sekarang: Pada bulan Juli/2015 Pasien masuk RS pertama kali melalui IGD Dharmais dengan keluhan nyeri kepala, lemas dan nyeri tulang rahang ±1 bulan SMRS dan dirawat ± 10hr. Pada tanggal 20/8/2015 pasien datang ke IGD kembali dengan keluhan lemas, BAB encer dan hitam 2 hari SMRS, gusi berdarah 1 hari SMRS, pasien juga mengeluh demam. TTV: TD :110/70 mmHg, N 100x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36,6oC. Pemeriksaan fisik conjuctiva anemis. Laboratorium tanggal 18/8/2015 Hb 7,0 g/dL, Leukosit 13540, Trombosit 2000/ul, SGOT:45, SGPT:59, Ureum : 20, creatinin 0,58, eGFR : 132,54, as. Urat :2,3, GDS : 106. Pasien mendapat terapi transfusi TC 10 unit dan Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri saat akan BAB hilang timbul seperti ditusuk tusuk skala 2 muncul tiba-tiba sering muncul pada saat BAB, nyeri berkurang dengan sendiri atau saat istirahat, Klien tampak menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati (ubah posisi dengan hati-hati), tampak gangguan tidur (mata sayu, tampak capek), klien kadang tampak terfokus pada diri sendiri, TD : 100/70 mmHg N : 88x/menit RR : 20x/menit, S : 360C Nyaman: Klien mengatakan mengalami penurunan BB, makan mengalami penurunan nafsu, bila makan satu sendok merasa mual, A : BB : 39 kg TB :150 cm IMT: 17,33kg/m2, B : tgl 8/11/2015 Hb :9,4 g/dL (13-18), C : Klien tampak kurus kulit kering rambut rontok, konjungtiva anemis, tampak pucat, D : klien makan melalui oral, mendapat nutrisi TKTP, Klien mengatakan masih agak lemas dan selalu nyaman berbaring di tempat tidur, Klien tampak berbaring terlentang, TD: 110/70 mmhg, N : 88x/menit RR : 20x/menit, S : 360C, Hb : 9,4 gr/dL, Klien mengatakan tidak panas, Klien mengatakan pernah punya riwayat gusi berdarah dan BAB warna hitam Bermartabat dan dihormati: Perasaan terhadap perubahan fisik yang dialami: tidak berdaya, lemas Damai: pasrah selalu berdoa berharap diberikan kesembuhan Kedekatan dengan orang yang bermakna: orang yang bermakna bagi pasien suami Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri akut (00132), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 3) Intoleransi aktivitas (00092), 4) Resiko infeksi (00004), 5) Resiko perdarahan (00206) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 199 PRC 500cc. Pasien di rawat di ruang teratai. Pasien belum pernah kemotherapy sebelumnya dan di ruang teratai tanggal 17/9/2015 pasien mendapat kemoterapi untuk yang pertama kalinya dengan protokol kemoterapi induksi LAM VIII. Tanggal 3/11/2015 pasien dipindahkan ke ruang isolasi imunitas menurun karena trombositopeni berat. Pemeriksaan fisik pasien masuk RIIM TB 150 cm, BB 39 kg, LPB/BSA : 1,3, golongan darah O, pasien terpasang CVC, riwayat kesehatan yang lalu pasien pernah menerima tahapan kemoterapi induksi protokol kemoterapi LAM VIII dengan keluhan mual, muntah dan rambut rontok, tidak ada riwayat ekstravasasi, mulut terdapat caries. Klien mampu melakukan semua kegiatan tanpa hambatan, skala aktivitas ECOG 0 (aktif penuh), pengkajian ESAS nyeri skala 1, mual skala 2, mengantuk skala 4, nafsu makan menurun skala 6, perasaan kurang sehat dan kurang bugar skala 4, merasa memiliki masalah skala 6, pengkajian status fungsional (barthel index) 18 : ketergantungan ringan, penilaian resiko jatuh pada pasien dewasa (Morse) 25 : resiko rendah Tujuan (NOC): 1) Pain level (2102), 2) Nutritional status : food and fluid intake (1008), 3) Activity tolerance (0005), 4) Imune status (0702), 5) Blood coagulation (0409) Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Nutrition management (1100), 3) Energy mangement (0180), 4) Infection control (6540), 5) Bleeding precautions (4010) 6) Medication administration (2300): Tramal 2x100mg, Ondansentron 2x8 mg, Paracetamol 3x500 mg, Fuconazole 1x200 mg, Meropenem 2x1 gr, Omeprazole 2x40 mg, Amikasin 2x500 mg, vit K, Ardium 3x500mg Evaluasi: Klien mengatakan sedang tidak nyeri karena belum BAB, nyeri timbul saat BAB, mengalami penurunan BB, makan mengalami penurunan nafsu, masih agak lemas dan selalu nyaman berbaring di tempat tidur, tidak panas, pernah punya riwayat gusi berdarah dan BAB warna hitam, hari ini belum BAB dan tidak terjadi perdarahan Toraks foto: tanggal 28/8/2015 Interpretasi: Bronkhopnemonia Radiodiagnostik : tanggal 7/8/2015 Interpretasi : kardiomegali, tak tampak kelainan pada paru 10. Pemeriksaan PA : Leukemia phenothyping mieloid lineage sesuai AML Ny. M (45 th), Islam, menikah, SMTA, swasta, tanggal pengkajian 24/11/2015, Diagnosa Medis: CA Mammae post mastektomi, reseksi iga 5-6 dan rekontruksi tutup defek dinding dada pemasangan flap Keluhan utama: Nyeri di dada daerah yang dioperasi Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang karena direncanakan akan dilakukan operasi benjolan di payudara kanan, benjolan timbul sekitar satu tahun yang lalu dan makin membesar. Pada saat datang ke rumah sakit tanggal 8/11/2015 benjolan berukuran ± satu kepala orang dewasa, batas tidak jelas dan terasa kebas. Operasi dilakukan 2x hari Selasa tgl 17/11/2015 untuk pengangkatan benjolan, dan Jum’at tanggal 20/11/2015 dilakukan rekontruksi pemasngan flap. Toraks foto: tanggal 3/11/2015 Interpretasi: efusi pleura kanan proses spesifik apikal kiri EKG: tanggal 8/11/2015 Interpretasi: normal synus rhytm Pemeriksaan PA : Tanggal 6/12/2014 : stromal sarcoma mammae dextra Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri di dada, paha dan punggung hilang timbul, nyeri yang di dada dan paha seperti disayat-sayat skala 6 muncul tiba-tiba, nyeri yang di dada sering muncul pada saat perawatan luka, nyeri berkurang dengan sendiri, yang di paha nyeri timbul saat menggerakkan kaki, yang dipunggung nyeri seperti terbakar panas, timbulnya nyeri punggung karena harus tiduran terlentang terus, klien mengatakan susah tidur karena nyeri hilang timbul, Klien tampak menahan nyeri, tingkah laku berhati-hati (ubah posisi dengan hati-hati), tampak gangguan tidur (mata sayu, tampak capek), klien kadang tampak terfokus pada diri sendiri, TD : 120/80 mmHg N : 94x/menit RR : 20x/menit, S : 360C, kadang merintih, terdapat luka pos mastektomi dan rekontruksi/flap di dada, terpasang drain Barovack, terpasang spalk di tangan kanan, terdapat luka di kedua paha Nyaman: Klien mengatakan mengalami penurunan BB, satu tahun lalu BB sampai 60 kg, akhir-akhir ini merasa tidak nafsu makan namun selalu berusaha untuk makan, A : BB : 54 kg, TB :150 cm, IMT : 24 (normal), B : tgl 11/11/2015 Hb :9,9 g/dL (13-18) , albumin : 2,4 g/dL (3,2-5,2), C : Kulit kering rambut rontok, konjungtiva tampak pucat, turgor menurun/kurang elastis, D : klien mendapat nutrisi cair TKTP; Klien mengatakan lemah karena harus selalu dalam posisi berbaring terlentang, seluruh aktivitas harus dibantu suami dan perawat, Klien tampak berbaring terlentang, terpasang spalk di tangan kanan, dan sangat terbatas pergerakannya, aktivitas tampak dibantu oleh suami dan dibantu perawat; Klien mengatakan kulit klien kering, punggung nyeri, dada dan paha yang bekas operasi juga nyeri, punggung tampak kemerahan palpasi hangat kering, terdapat luka pos mastektomi dan rekontruksi/flap di dada, terpasang drain Barovack, terpasang spalk di tangan kanan, terdapat luka di kedua paha yang ditutup kasa dan dibandage.; Klien mengatakan saat ini sedang tidak panas, tetapi kemarin sempat panas Bermartabat dan dihormati:sedih, ingin sembuh Damai: semua atas kehendak Allah, berdoaa dan mengaji di atas tempat tidur Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: suami dan anak Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Kerusakan Integritas kulit (00046), 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 4) Intoleransi aktivitas (00092), 5) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Surgical recovery : convalescence (2304), 3) Nutritional status : food and fluid intake (1008), 4) Energy consevation (0002), 5) Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Wound care (3660), 3) Nutrition management (1100), 4)Energy management (0180), 5) Infection protection (6550) 5) Medication administration (2300): ketorolac 3x30mg (ketorolac 30 mg dalam Ns 100cc), Ranitidin 2x 50 mg, Ceftriaxon 2x1 g Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 200 11. Ny. I (57 th), Islam, janda, tamat SD, IRT, tanggal pengkajian 30/11/2015, Diagnosa Medis: Ca Serviks dan isufisiensi ginjal Keluhan utama: Penurunan kesadaran Riwayat penyakit sekarang: Bicara kacau sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, gelisah, sulit diajak komunikasi, mual, muntah 2x, berisi air, nafsu makan menurun, BAB encer sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 5x/hari, tidak ada ampas, kuning kecoklatan, 3 hari terakhir ada bercak darahnya, BAK sedikit sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sudah didiagnosa kanker serviks sejak tahun 2013, disarankan kemoterapi dan operasi menolak, terakhir berobat ke RS cengkareng 5/11/2015 dikatakan sudah tidak dapat dioperasi lagi karena sudah advance Riwayat KB 12 bulan, makan tinggi lemak, Tumor marker: Tanggal 12/2/2013 karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, berdiferensiasi buruk 12. Ny. K (53 th), Islam, Kawin, tamat Sarmud, IRT, tanggal pengkajian 7/12/2015, Diagnosa Medis: Ca Mammae bilateral, meta brain dan meta tulang Keluhan utama: Penurunan kesadaran RPS : Klien penurunan kesadaran 30 menit SMRS (5/12/2015), setengah jam sebelumnya klien sedang minum obat, oleh keluarga riwayat tersedak disangkal, sesak nafas disangkal, klien sejak pagi sudah dalam keadaan meracau (bicara kacau), klien muntah 2x, berisi air, klien didiagnosa kanker payudara sejak 4 tahun yang lalu, bermula dari payudara kanan dan menjalar ke payudara kiri, kanker menjalar ke payudara kiri sejak riwayat berobat di alternatif 2 tahun lalu, dan melakukan kemoterapi 6x dan belum pernah radiasi, lengan kiri tampak keunguan, bengkak, kulit kaku, tampak luka kanker luas di dada, perut, punggung, tangan kiri, diraba keras dan kaku, terdapat eritema, fistula, dan jaringan nekrotik, piting edema grade 2 di kedua kaki, keluarga membawa klien ke IGD RSK Dharmais, pemeriksaan awal di IGD didapatkan jalan nafas terdapat sumbatan, ronkhi basah di seluruh lapang paru, menggunakan otot bantu pernafasan, RR : 40x/menit, N : 158x/menit, TD 126/79 mmHg, takikardi, tampak pucat GCS : E2M1V1 total 4, besar pupil kanan 5 mm kiri 3 mm, akral dingin CRT <3detik, penilaian resiko jatuh skor 8 (kriteria : resiko tinggi) Lingkungan perokok, KB 12 bulan, DM sejak usia 30 tahun Toraks foto: tanggal 16/7/2014 Interpretasi: efusi pleura kiri USG toraks: tanggal 5/2/2015 Interpretasi: DVT pada subklavikula dan vena radialis kiri USG Abdomen, tanggal 16/72014 Interpretasi: Fatty liver, endometrium Evaluasi: Klien mengatakan masih nyeri di dada bagian yang dioperasi, kulit klien kering, punggungnya masih nyeri, mengalami penurunan BB, masih lemah karena harus selalu dalam posisi berbaring terlentang, sedang tidak panas, tetapi kemarin sempat panas Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri Nyaman: Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6 bulan lalu BB sampai 50 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, sebelum masuk rumah sakit mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan diare, Keluarga mengatakan punggung dan pantat klien terdapat luka, Keluarga mengatakan klien saat ini sedang tidak panas, tetapi kemarin sempat panas Bermartabat dan dihormati:pasrah Damai: ibu bisa meninggal dengan tenang dalam kondisi yang sebaik-baiknya Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Risiko ketidakefektifan jaringan serebral (00201) , 2) Gangguan ventilasi spontan (000033), 3) Kerusakan Integritas kulit (00046), 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) 5) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Respiratory status : ventilation (0403), 3) Tissue integrity : skin (1101), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008), Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Neurological monitoring (2620), 2) Oxygen therapy (3320), 3) Pressure management (3500), 4) Nutrition management, 5) Infection control (6540) 5) Medication administration (2300): nasal kanul 3ltr/mnt , Clinimix 1000cc/24 jam NaCl 0,9%/24 jam, imodium 3x2mg, serenase/haloperidol 2x5mg (saat ini sedang dipuasakan), Ceftriaxon 3x1 gr, Ranitidin 2 x 40 mg , Dexamethasone : 2x5 mg , Lasix : 1 x 20 mg , Transamin : 500 mg (ektra), Fluconazole : 1x200 mg , Vit K 1 amp (ekstra), Transamin : 3x 1 gr Evaluasi: Bebas nyeri: Keluarga klien mengatakan ketika klien sadar selalu kesakitan, kadang sampai menangis, tangan dan pinggangnya menekuk ke arah dalam karena klien merasa nyaman dengan posisi tersebut namun karena selalu dalam posisi menekuk tangan dan pinggang sebelah kiri tidak bisa kembali ke posisi semula, kaku, TD : 100/56 mmHg, N : 123x/mnt, RR : 26x/mnt (terpasang NRM 12 ltr/mnt), S : 39,5oC, klien terpasang Durogesic patch 600 meq (9 lembar di punggung deltoid kanan, 2 lembar di abdomen 100 meq), terpasang epidural line dengan terapi ketaral dan Marcaine) Nyaman: Pasien tampak Dyspnea menggunakan oksigen NRM 12 ltr/mnt, Kesadaran sopor, E2M3V1, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6 bulan lalu BB sampai 54 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, sebelum masuk rumah sakit mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, Keluarga klien mengatakan dada, perut, punggung, tangan kiri terdapat luka kanker dan pantat klien terdapat luka tekan Bermartabat dan dihormati: Perubahan peran selama sakit: keluarga mengatakan klien tidak mampu melakukan aktivitas sebagai ibu rumah tangga, dan semua aktifitas dibantu oleh keluarga Damai: ibu bisa meninggal dengan tenang dalam kondisi yang sebaik-baiknya Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201), 3) Gangguan ventilasi spontan (000033), 4) Nyeri kronis (00133), 5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 6) Kerusakan integritas kulit (00046), 7) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 20 neurologic status (0909), 3) Respiratory status : ventilation (0403), 4) Pain control (1605), 5) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 6) Tissue integrity : skin (1101), 7) Imune status (0702) Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Neurologic monitoring (2620), 3) Oxygen therapy, 4) Pain management (1400), 5) Nutrition therapy (1120), 6) Woundcare (3660), 7) Infection control (6540) 8) Medication administration (2300): infus I : Clinimic 1000cc/24 jam II : Ns 0,9% 500cc/12 jam III : Ns 0,9% 50cc + Heparin 7500ui/24jam, Actrapid bronkodilator : Ventolin 2,5 mg (nebulazer), Ceftazidime 3x1 gr, Ranitidin 2 x 40 mg, Dexamethasone : 2x5 mg, Cholinar : 3x500 mg, PCT drip (extra) Evaluasi: Pasien tampak Dyspnea menggunakan oksigen NRM 12 ltr/mnt, Kesadaran sopor, E2M3V1, Keluarga klien mengatakan ketika klien sadar selalu kesakitan, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6 bulan lalu BB sampai 54 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, Keluarga klien mengatakan dada, perut, punggung, tangan kiri terdapat luka kanker dan pantat klien terdapat luka tekan, Keluarga mengatakan klien saat ini sedang panas Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 201 dan parametrium tidak nampak kelainan, tak tampak kelainan pada organ pelvik lain 13. 14. 15. Tumor marker: Tanggal 30/1/2015 CA 15-3 : 19 U/mL (<31,3), CEA 1,27 ng/mL (<5) Ny. M (66 th), Islam, Kawin, tamat SMTP, IRT, tanggal pengkajian 15/12/2015, Diagnosa Medis: Post op Ca Orbita Keluhan utama: Mata kiri sakit pegel Riwayat penyakit sekarang: Klien mengatakan tahun sebleumnya di kelopak mata bawah sebelah kiri ada tahi lalat, karena gatal kadang tidak sengaja digaruk, tahun 2010 bekas garukan melebar dan berdarah, mata merah dan menonjol, bila mau melihat kelopak mata atas harus diangkat ke atas, klien periksa ke RSCM dan dinyatakan tumor kemudian dianjurkan operasi, klien mengatakan beberapa bulan setelah operasi kelopak mata dan mata menonjol lagi, karena trauma operasi klien periksa ke alternatif, dan minum obat herbal, namun karena tidak sembuh dan mata kiri semakin menonjol klien kembali periksa ke pelayanan kesehatan terdekat di Depok, dari RS Depok diberi rujukan untuk ke RS Dharmais, di RSK Dharmais klien dianjurkan untuk operasi pengangkatan bola mata kiri. Kemudian tanggal 30 Oktober 2015 dilakukan pengangkatan bola mata kiri. Setelah operasi dan dirawat selama 3 hari klien diperbolehkan pulang dan dianjurkan kontrol rutin dan melakukan perawatan luka operasi mata kiri dengan kompres madu, setelah dinyatakan jaringan baik klien dianjurkan untuk rawat inap kembali untuk dilakukan operasi rekontruksi pada mata kirinya. Operasi dilakukan tanggal 14/12/2015 EKG: tanggal 10/12/2015 Interpretasi: Synus Rhytm Toraks foto: tanggal 10/12/2015 Interpretasi: tak tampak kelainan pada jantung dan paru Ny. S (38 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, IRT, tanggal pengkajian 21/12/2015, Diagnosa Medis: Ca Mamae Rencana Lumpectomy Keluhan utama: cemas Riwayat penyakit sekarang: Klien masuk rumah sakit dengan rencana operasi payudara. Klien menyampaikan sekitar 3 bulan yang lalu muncul benjolan kira-kira sebesar biji jagung, makin kesini makin besar dan kadang muncul nyeri cekit-cekit skala 3-4. Mammografi tgl 20/11/2015 : lesi noduler maligna pada periareola kanan Riwayat KB suntik 3 tahun, makan mie instan EKG: tanggal 6/12/2015 Interpretasi: normal sinus rhtym Toraks foto: tanggal 26/11/2015 Interpretasi: tak tampak kelainan pada jantung dan paru PA tgl 24/11/2015 : sitologik sesuai dengan karsinoma mamae Hasil mammografi tgl 20/11/2015 : lesi noduler maligna pada periareola kanan Tn. S (46 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, Swasta, tanggal pengkajian 7/3/2016, Diagnosa Medis: Ca Abdomen Bebas nyeri: Klien mengatakan mata kirinya pegel, tadi pagi nyeri cekit-cekit, sekarang pegel, Posisi tampak menahan nyeri , Tingkah laku berhati-hati, Mata kiri ditutup menggunakan kasa dan plester tampak rembesan warna coklat (mirip cairan betadyn) Nyaman: Klien mengatakan kemarin baru operasi jam 12.00 WIB, klien mengatakan ini operasi ketiga, Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Semua karena ketentuan Allah, berdoa dan shalat di tempat tidur Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: suami Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri Akut b/d agen injuri fisik (insisi pembedahan) (00132), 2) Risiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Pain level (2102), 2) Risk control 91902) Intervensi (NIC): 1) Pain mangement (1400), 2) Infection protection (6550) 3) Medication administration (2300): Ketorolac 30 mg dalam NS 100 cc 3x, Ceftriaxon 2x1 gr Evaluasi: Klien mengatakan mata kirinya masih sakit cenut-cenut skala 3, Klien mengatakan hanya ditunggui anak, tetapi sebentar lagi keluarga menjemput untuk pulang, Klien mengtakan mata kirinya masih pegel tetapi paha kirinya tidak berasa sakit,Klien tampak ditemani oleh anak, anak tampak membantu aktivitas klien dan melakukan cuci tangan sebelum dan setelah memberikan bantuan Bebas nyeri: Klien mengatakan terdapat benjolan di payudara kanan, benjolan kadang terasa nyeri cekit-cekit hilang timbul , Skala nyeri 3, Terdapat benjolan di payudara kanan dekat areola mammae, diameter ± 3cm, batas tidak tegas, terfiksir, TD 110/70 mmHg, N=82x/I, RR=18x/I, suhu=36,20C Nyaman: Klien mengatakan cemas menghadapi operasi besok, klien juga mengatakan selain memikirkan diri akan operasi cemas memikirkan anaknya yang masuk rumah sakit karena sakit thypus Bermartabat dan dihormati: Klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua karena Allah, Allah yang menentukan, pasrah saja, siap ataupun tidak harus dihadapi Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: keluarga Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronik (00133), 2) Ansietas (00146) Tujuan (NOC) : 1) pain control (1605), 2) Anxiety self control (1402) Intervensi (NIC) : 1) Pain management (1400), 2) Anxiety reduction (5820) 3) Medication administration (2300): , asam mefenamat 500 mg Evaluasi: Klien mengatakan nyeri pada bekas operasi hilang timbul, terasa cekit-cekit, saat ini sedang tidak terasa nyeri, Skala nyeri 3-4, sudah tidak cemas Bebas nyeri: Klien mengatakan perutnya terasa sakit/begah , skala nyeri 7 bila terlambat minum obat anti nyeri, kadang klien terlihat meringis, merintih dan mengelus-elus perutnya, klien terlihat melindungi area perutnya, perut tampak buncit dan keras, Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 202 Keluhan utama: perut begah RPS : klien datang kerumah sakit dengan riwayat sesak nafas karena perut yang membesar. Klien mengatakan perut membesar sejak tahun 2012 dan berobat ke RSUD Sardjito, disana dilakukan pemeriksaan patologi anatomi kemudian didiagnosa liposarcoma, kista peritonial dengan perdarahan dan dilakukan kemoterapi sebanyak 6x terakhir tanggal 20/1/2016. Kemudian pasien dirujuk ke RSKD tahun 2015. TTV awal masuk IGD TD : 110/70 mmHg N : 92x/mnt S : 36oC RR : 22x/mnt Lingkungan perokok, sering minum minuman penambah stamina, makan makanan isntan EKG: tanggal 3/2/2016 Interpretasi: synus tachycardi USG toraks: tanggal 1/3/2016 Interpretasi: perbaikan efusi pleura inferior kanan Echocardiografi: tanggal 23/2/2016 Interpretasi: normal echo Pemeriksaan Histopatologi: Tanggal 30/3/2012 Kesan pemeriksaan : liposarcoma, kista peritoneal dengan perdarahan MRI Abdomen pelvis, tanggal 2/3/2016 Interpretasi : Massa mesenterial pada seluruh mesocolon disertai tanda fokal-fokal stenosis usus halus dan colon, disertai asites pada seluruh kwadran abdomen. Hidronefrosis kiri. Tidak tampak kelainan pada organ intrabdominal dan pelvis lainnya 16. Ny. M (46 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, IRT, tanggal pengkajian 7/3/2016, Diagnosa Medis: Ca Mammae Sinistra Post Mastektomy Keluhan utama: diare RPS : Pasien datang ke RSKD karena direncanakan akan melakukan kemoterapi , klien mengatakan belum pernah radiasi, pasien didiagnosa kanker payudara sejak Agustus 2015 dengan hasil biopsi dari RSUD Banten kemudian pasien dirujuk ke RSKD. Di RSKD dilakukan mastektomi pada tanggal 8 November 2015 dan setelah mastektomi pasien mengikuti perawatan luka di poli luka RSKD. Hari ini pasien direncanakan akan dilakukan kemoterapi yang pertama. TTV 120/70 mmHg, N : 82x/mnt, S : 36oC. TB 150 cm, BB 56 kg. ECOG 1 Lingkungan perokok, KB setahun, konsumsi tinggi lemak, dan makanan instan Pemeriksaan Imuno Histokimia tanggal 8/12/2015 : Estrogen reseptor : negatif (kontrol internal positif); Progesteron reseptor : negatif (kontrol internal positif); HER 2 : positif grade 3; Ki 67 : positif pada 40% sel tumor, intensitas kuat; Kesimpulan hasil biopsi : invasive carcinoma, no special type (NST) grade 2, tidak terdapat invasi Pemeriksaan Histopatologi: Tanggal 30/3/2012 Kesan pemeriksaan : liposarcoma, kista peritoneal dengan perdarahan Nyaman: Klien mengatakan perutnya besar berisi cairan tiap hari harus diambil cairan 2x, pagi dan sore @ 1 liter, Klien mengatakan mengalami penurunan BB (+),Perut tampak asites, terpasang pigtail, Turgor kulit menurun, Laboratorium: tgl 2/3/2016 Hb : 11,3 g/dL (13-18) Albumin 2,2 g/dL (3,2-5,2) protein total 4,3 g/dL (6,6-8,7) Globulin 2,1 g/dL (1,5-3), Intake: 700 cc/24 jam Output: 2100 cc/24jam Balans cairan: 1400 cc/24jam, Konsentrasi urine meningkat BAK 8-10x/hari, Membran mukosa/kulit kering, Kehilangan berat badan secara tiba-tiba, Klien mengatakan pernah panas dan diberi penurun panas, Klien mengatakan ngantuk semalam tidak bisa tidur karena terganggu pasien sebelah yang teriak-teriak, Klien mengatakan klien sering mual, tidak ada nafsu makan Bermartabat dan dihormati: keluarga dan lingkungan mendukung, klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, Praktik keagamaan yang dilakukan: shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan:1) Nyeri kronis (00133), 2) Resiko ketidakseimbangan volume cairan (00025), 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 4) Resiko infeksi (00004), 5) Gangguan pola tidur (00192) Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Fluid balance (0601), 3) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 4) Imune status (0702), 5) Sleep (0004) Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Fluid/electrolyte management (2080), 3) Nutrition management (1100), 4) Infection control (6540), 5) Sleep enhancement (1850) 5) Medication administration (2300): MST 2x10 mg, Aldactone 1x100 mg,, Lasix 2x40 mg, Laxadyne syrup 3x1 sdm (jika perlu), Ns 0,9%/8 jam, OMZ 1x40 mg, Ondansentron 3x8mg Evaluasi: Klien mengatakan perutnya masih nyeri begah, Klien mengatakan perutnya masih buncit dan masih selalu dilakukan pungsi sehari 2x @ 1 liter, Klien mengatakan klien selama di RS tidak pernah menghabiskan makanannya karena perut terasa penuh, Klien mengatakan pernah panas badan namun saat ini tidak, Klien mengatakan tadi bisa tidur siang walaupun sejam Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri Nyaman: klien mengatakan mules dan sudah BAB 6 x semenjak tadi malam selesai kemoterapi, hiperperistaltik, BAB > 4 x konsistensi cair; Klien mengatakan tidak panas, leukosit : 22,54 103/l (5-10), S : 360C terdapat luka post mastectomy tertutup tidak tampak luka terbuka dan eksudat Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: pasrah, semua atas ketentuan Allah, shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:suami dan anak Diagnosa keperawatan:1) Diare, 2) Resiko infeksi Tujuan (NOC): 1) Bowel continence (0500), 2) Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Diarrhe management (0460), 2) Infection protection (6550) 3) Medication administration (2300): Ns 0,9%/8 jam Ceftazidime 3x1 gr, Dexamethasone : 2x5 mg, Drip paracetamol 500 mg Evaluasi: Klien mengatakan diare sudah berkurang BAB ada yang cair dan lembek, Klien mengatakan tidak mengalami panas badan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 203 17. 18. limfovaskular batas sayatan tidak mengandung massa tumor, tidak terdapat anak sebar karsinoma pada KGB aksila Ny. S (40 th), Kristen, Kawin, tamat PT, Pekerja lepas, tanggal pengkajian 14/3/2016, Diagnosa Medis: Ca Mamae Stadium IIIB dan Efusi Pleura Keluhan utama: sesak nafas Riwayat penyakit sekarang: Menurut keterangan klien dan keluarga pasien mempunyai keluhan sesak sudah 2 bulan SMRS bertambah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Klien mengatakan selain sesak nafas, dada nyeri skala 5 dan meningkat menjadi 8 bila menarik nafas dalam. Nyeri berlangsung ± 3 menit. Klien mengatakan tahun 2009 terdapat benjolan sebesar biji asam di payudara kiri namun tidak dilakukan pemeriksaan maupun pengobatan apapun. Tahun 2012 klien menikah dan mempunyai anak melalui operasi sesar. Ketika menyusui bayi satu bulan klien menderita usus buntu dan dilakukan operasi usus buntu dan berhenti menyusui bayinya karena ASI tidak keluar setelah operasi. Tahun 2013 benjolan yang ada di payudara kiri membesar dengan sangat cepat. Tahun 2014 dilakukan operasi payudara kiri di RS Bekasi. Setelah operasi klien dianjurkan untuk mengikuti program kemoterapi dan sudah berjalan 2x. Dua bulan sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan sering sesak nafas dan aktivitas harus dibantu karena cepat merasa lelah. 2 bulan sebelum masuk rumah sakit klien mengatakan tidak bisa tidur terlentang dan harus dalam posisi duduk karena sesak bertambah bila tidur terlentang, ;lingkungan perokok, menyusui sebulan,, menikan >35thn, bekerja di lapangan EKG: tanggal 25/8/2015 Interpretasi: synus rhytm Foto thorak : tanggal 29/1/2016 interpretasi : segmental atelektasis lobus superior kanan, stqa. Bronkophneumonia stqa. Efusi pleura bilateral stqa USG toraks: tanggal 18/2/2016 Interpretasi: Efusi pleura bilateral (pleura kanan 292 ml kiri 608 ml) Kesimpulan hasil biopsi tgl 7/1/2014 : invasive carcinoma, no special type (NST) grade III Kesimpulan hasil biopsi : sediaan mastektomi tidak mengandung sisa massa tumor. Metastase karsinoma payudara pada 12 dan 14 kelenjar getah bening Ny. I (57 th), Islam, Janda, tamat SD, IRT, tanggal pengkajian 14/3/2016, Diagnosa Medis: Ca Serviks dan isufisiensi ginjal Keluhan utama: Penurunan kesadaran Riwayat penyakit sekarang: Bicara kacau sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, gelisah, sulit diajak komunikasi, mual, muntah 2x, berisi air, nafsu makan menurun, BAB encer sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 5x/hari, tidak ada ampas, kuning kecoklatan, 3 hari terakhir ada bercak darahnya, BAK Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, klien tampak gelisah dan menyeringai saat nyeri timbul RR: 28x/menit N : 110x/menit Nyaman: Kilen mengatakan sesak nafas sehingga sulit tidur, adanya pernafasan cuping hidung, kadang menggunakan mulut, retraksi dinding dada, RR : 28x/menit (nasal kanul 3L/menit), suara nafas tambahan ronkhi basah, klien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur, SaO2 97%, sianosis, nafas cuping hidung, gambaran foto thorax efusi pleura; Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, klien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 50kg menjadi 44 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, Status antropometri : BB: 44 kg, TB: 155 cm, IMT: 18,33 kg/m2 (kategori: underweight). Klien mengatakan BB sebelumnya 50 kg (kehilangan BB 10% dalam 6 bulan terakhir). Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun; nafsu makan menurun, sesak nafas dan merasa cepat lelah bila beraktivitas, aktivitasnya selalu dibantu suami Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: pasrah semua sudah ketentuan Tuhan, berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: suami Diagnosa keperawatan : 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Gangguan pertukaran gas (00030), 3) Nyeri kronis (00133), 4) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 5) Resiko infeksi (00004), 6) Intoleransi aktivitas (00092) Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 2) Respiratory status : gas exchange (0402), 3) Pain control (1605), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 5) Imune status (0702), 6) Energy conservation (0002) Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Oxigen therapy (3320), 3) Pain management (1400), 4) Nutrition management (1100), 5) Infection control (6540), 6) Energy management (0180) 7) Medication administration (2300): NaCl 0,9% 500 cc + aminophilin 2 amp/24 jam, nebulazer:combivent dan bisolvon, Ranitidin 50 mg IV, Ondansentron 4 mg Iv Evaluasi: Kilen mengatakan masih sesak nafas, nyeri dada kiri skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar, mual berkurang, masih sesak nafas dan merasa lelah bila beraktivitas, nafsu makan menurun Bebas nyeri: tidak terkaji Nyaman: Kesadaran somnolen, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6 bulan lalu BB sampai 50 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, sebelum masuk rumah sakit mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan diare, Keluarga mengatakan punggung dan pantat klien terdapat luka, Keluarga mengatakan klien saat ini sedang tidak panas, tetapi kemarin sempat panas Bermartabat dan dihormati: keluarga berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk pasien. Walaupun dalam kondisi sakit , klg meminta pasien diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: keluarga berharap ibu bisa meninggal dengan tenang dalam kondisi yang sebaikbaiknya Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Risiko ketidakefektifan jaringan serebral (00201) , 2) Gangguan ventilasi spontan (000033), 3) Kerusakan Integritas kulit (00046), 4) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 204 19. sedikit sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sudah didiagnosa kanker serviks sejak tahun 2013, disarankan kemoterapi dan operasi menolak, terakhir berobat ke RS cengkareng 5/11/2015 dikatakan sudah tidak dapat dioperasi lagi karena sudah advance Lingkungan perokok, KB setahun, makan tinggi lemak dan instan Tumor marker: Tanggal 12/2/2013 karsinoma sel skuamosa tidak berkeratin, berdiferensiasi buruk Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) 5) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Respiratory status : ventilation (0403), 3) Tissue integrity : skin (1101), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008) Intervensi (NIC): 1) Neurological monitoring (2620), 2) Oxygen therapy (3320), 3) Pressure management (3500), 4) Nutrition management, 5) Infection control (6540) 6) Medication administration (2300): imodium 3x2mg,, serenase/haloperidol 2x5mg (saat ini sedang dipuasakan), Ceftriaxon 3x1 gr, Ranitidin 2 x 40 mg, Dexamethasone : 2x5 mg, Lasix : 1 x 20 mg, Transamin : 500 mg (ektra), Fluconazole : 1x200 mg, Vit K 1 amp (ekstra), Transamin : 3x 1 gr Evaluasi: penuurunan kesadaran, Keluarga mengatakan tiap pagi dan sore klien di mandikan dengan dilap dan diganti pakaian 1 hari sekali, Keluarga mengatakan punggung dan pantat klien ada luka lecet, Keluarga klien mengatakan klien tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-obatan, Keluarga mengatakan ya akan cuci tangan sebelum dan setelah aktifitas dan dalam membantu aktifitas klien Tn. I (29 th), Islam, Belum Kawin, tamat SD, Swasta, tanggal pengkajian 22/3/2016, Diagnosa Medis: Tumor Otak Bebas nyeri: Klien mengatakan matanya kadang muncul sakit seperti ada yang mengganjal kadang pedih skala 4, kadang klien terlihat meringis dan memegang kelopak mata, Kelopak mata tampak lebih cenderung menutup, Retina memerah Nyaman: Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien sering kencing, kantong penampung kencing sehari dikosongkan sampai 3-4x karena cepat penuh, Turgor kulit menurun, Laboratorium: tgl 22/3/2016 Na : 138 mmol/L (135-150), K : 3,8 mmol/L (3,55,3), Cl : 108 mmol/L ( 95-111), Ca : 9 mg/dL (8,1-10,4), Mg : 2,2 mg/dL (1,9-2,5), Laboratorium: tgl 19/3/2016 Prot total : 7,1 g/dL (6,6-8,7) Albumin 4,1 g/dL (3,2-5,2), Globulin 3 g/dL (1,5-3), ureum darah 45 mg/dL (19-44), Kreatinin darah 0,87 mg/dL (<1,17) eGFR :110,27 ml/min/1,73m2 (>60), Intake: 4300 cc/24 jam Output: 5800 cc/24jam Balans cairan: -1500 cc/24jam, Membran mukosa/kulit kering; Keluarga mengatakan klien pernah panas sampai kejang ; Klien mengatakan tidak bisa melihat, hanya melihat bayang-bayang, tangan kiri dan kaki kirinya lemah Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian : semua atas ketentuan Allah, yang dilakukan sejak sakit : shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: ibu Diagnosa keperawatan:1) Nyeri kronis (00133), 2) Risiko ketidakseimbangan volume cairan (00025), 3) Resiko infeksi (00004), 4) Risiko jatuh b.d Kelemahan, penglihatan menurun, penurunan sensasi taktil, penurunan koordinasi otot, tangan-mata (00155) Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Fluid balance (0601), 3) Risk control (1902), 4) Fall prevention behavior (1909), Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Fluid/electrolyte management (2080), 3) Infection control (6540), 4) Fall prevention (6490) 5) Medication administration (2300): Depakhene sirup 2x500mg, Amilodipin 1x 5 mg, Ofloxacin 1x 400mg, Osteocare 1x1, Fluconazole 2x1, Metronidazol 2x500mg, Prosogan 2x30 mg, Ondansentron 2x8mg, Ranitidin 1x50mg, Lasix 1x20, Kutoin 2x100mg, Methylprednisolon 1x62,5mg (setiap tanggal ganjil) Evaluasi: Klien mengatakan matanya masih sering muncul sakit seperti ada yang mengganjal skala 3 hilang timbul, Keluarga mengatakan klien minum banyak tetapi kencingnya lebih banyak, Klien mengatakan pernah panas badan namun saat ini tidak, Klien mengatakan matanya hanya melihat bayangan, tangan dan kaki kirinya bisa digerakkan tapi lemah Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri Nyaman: klien mengatakan dari semalam mual dan sempat muntah 1x, pagi ini masih merasa mual skala 5, klien mengatakan nafsu makan menurun, makan tidak habis hanya 2-3 sendok makan, mulut tidak enak, tampak sisa makanan ½ porsi; Klien mengatakan tidak panas, leukosit : 10,44 103/l (5-10), S : 360C terdapat luka post mastectomy di payudara sebelah kanan tertutup tidak tampak luka terbuka dan eksudat Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Mual, muntah (00134), 2) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Nausea and vomiting control (1618), 2) Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Nausea management (1450) & Vomiting management (1570), 2) Infection protection (6550) 3) Medication administration (ondansentron 3x 8 mg, metoclopramide 3X10mg Ceftazidime 3x1 gr (jam 06.00, 14.00, 22.00) Keluhan utama: perut begah RPS : klien datang kerumah sakit dengan keluhan kepala berdenyut disertai mual muntah, terjadi kelemahan anggota tubuh bagian kiri sejak Februari 2016. Riwayat operasi 2x, tahun 2013 dan Desember tahun 2015, radiasi 30x pada tahun 2013 setelah operasi yang pertama. Pemeriksaan fisik pupil bulat anisokor diameter 4mm/2mm TTV awal masuk IGD TD : 120/80 mmHg N : 96x/mnt S : 36oC RR : 22x/mnt Lingkungan perokok, makan tinggi lemak, minum minuman penambah stamina, kerja di toko besi USG toraks: tanggal 18/3/2016 Interpretasi: tak tampak kelainan Echocardiografi: tanggal 20/3/2016 Interpretasi: normal echo EKG: tanggal 13/2/2016 Interpretasi: synus rythm 20 Ny K (50 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, IRT, tanggal pengkajian 22/3/2016, Diagnosa Medis: Ca Mammae Sinistra Post Mastektomy Keluhan utama: diare RPS : Pasien datang ke RSKD karena direncanakan akan melakukan kemoterapi yang pertama, klien mengatakan belum pernah radiasi, pasien mengeluh adanya benjolan di payudara sejak dua tahun yang lalu, kemudian klien berobat ke RS Sumber Waras dan dilakukan biopsi hasilnya invasive breast carcinoma grade II metastase pada kelejar getah bening (8/12/2015) dan disarankan untuk operasi pengangkatan payudara sebelah kanan. TTV 110/90 mmHg, N : Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 205 21. 22. 82x/mnt, S : 36oC. TB 157 cm, BB 53 kg. Lingkungan perokok, sering makan makanan instan, Patologi anatomi tanggal 18/12/2015 Kesimpulan hasil biopsi : invasive breast carcinomagrade 2, batas reseksi tepi dan dasar bebas tumor, metastase pada kelenjar getah bening Dexamethasone : 2x5 mg (jam 12.00, 24.00) Drip paracetamol 500 mg (extra) IVFD : NaCl 0,9% 500 cc Evaluasi: Klien mengatakan mual berkurang dengan aromaterapi jahe, Klien mengatakan tidak mengalami panas badan Nn. S (19 th), Islam, Belum Kawin, tamat SMTA, IRT, tanggal pengkajian 26/3/2016, Diagnosa Medis: ALL Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri Nyaman: Klien mengatakan lemes tapi tidak pernah panas selama sakit, Nilai leukosit = 186,17 103/uL, Hb 3,2 g/dL, Terpasang CVC pada subklavia kanan, kemerahan (+), nyeri (-), Suhu tubuh 360C, Klien mengatakan pernah mimisan, Klien mengatakan cepat merasa lelah dan letih. Klien mengatakan ia dapat tidur malam cukup nyenyak, Klien mengatakan aktivitasnya dibatasi di tempat tidur, Klien terlihat pucat, lemah, Konjungtiva anemis, Siang hari klien terlihat sering tidur, Nilai hemoglobin = 3,2 g/dL, TD 130/80 mmHg, N= 104x/menit, Nilai trombosit = 157.103 /uL Bermartabat dan dihormati: Klien mengatakan belum memahami ALL dan perawatannya serta tentang proses kemoterapi, Klien tampak sering bertanya tentang penyakitnya dan proses kemoterapi, klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: semua karena ketentuan Allah, berdoa dan shalat Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: orangtua Diagnosa keperawatan: 1) Resiko infeksi (00004), 2) Resiko perdarahan (00206), 3) Intoleransi aktivitas ((00092), 4) Defisit pengetahuan tentang penyakit (00126) Tujuan (NOC): 1) Imune status (0702), 2) Blood coagulation (0409), 3) Activity tolerance (0005), 4) Information processing (0907) Intervensi (NIC): 1) Infection control (6540), 2) Bleeding precautions (4010), 3) Activity therapy (4310), 4) Health education (5510) 5) Medication administration (2300): nistatin oral 3x1 dan cairan minosep, Ciprofloxacin per oral 2x500mg, paracetamol tablet 500 mg, Acyclovir 3x600mg dan parenteral Dexamethason 2x 5mg, asam traneksamat 500 mg dalam NS 100 cc, provera tab 10 mg, Thrombocyte Concentrate (TC) 500 cc Evaluasi: Klien mengatakan tidak ada demam, sudah tidak pernah mimisan lagi, aktifitas dibantu keluarga Tn. R (61 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, Pensiunan Yankes, tanggal pengkajian 28/3/2016, Diagnosa Medis:KNF Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri Nyaman: klien mengatakan dari semalam mual, makan tidak ada rasa, pagi ini masih merasa mual skala 3, klien mengatakan nafsu makan menurun, makan tidak habis hanya 2-3 sendok makan, mulut tidak enak, tampak sisa makanan ½ porsi; Klien mengatakan tidak panas, leukosit : 6,30 103/l (5-10), S : 36,80C, TD 120/70 mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit Bermartabat dan dihormati: pasrah, ingin sembuh, pneyakit kankernya tidak timbul lagi, klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: istri Diagnosa keperawatan: 1) Mual muntah (00134), 2) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Nausea and vomiting control (1618), 2) Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Nausea management (1450) and Vomiting management (1570), 2) Infection protection (6550) 3) Medication administration (2300): nasea 0,3mg melalui iv, Dexamethasone : 1x5 mg Evaluasi: Klien mengatakan mual berkurang skala 2, tidak muntah tapi mulut masih terasa tidak enak, Klien mengatakan tidak mengalami panas badan Keluhan utama: Mual RPS : Pasien masuk RS pertama kali melalui IGD Dharmais tgl 26/3/2016 dengan keluhan pusing kepala sebelah kanan (migrain), pendengaran menurun (tinitus), lemas dan jantung berdebar. TTV: TD :90/70 mmHg, N 72x/menit, RR 20x/menit, Suhu 36oC. Pemeriksaan fisik conjuctiva anemis, hati dan limfa teraba. Pasien rujukan dari rumah sakit Tangerang dengan hasil BMP ALL. Laboratorium tanggal 26/3/2016 Hb 3,2 g/dL, Leukosit 186170, Trombosit 57000/ul, Tanggal 14/3/2016 D-dimer 5890. Pasien mendapat terapi transfusi TC 10 unit dan PRC 500cc. Pasien di rawat di ruang teratai. Pasien belum pernah kemotherapy sebelumnya dan dirawat ruang teratai. Pasien direncanakan mendapat kemoterapi untuk yang pertama kalinya dengan protokol kemoterapi ALL 80. TB 155 cm, BB 45 kg, golongan darah A, pasien direncanakan pasang CVC Riwayat kesehatan sebelumnya: klien tidak mempunyai riwayat DM, hipertensi disangkal, alergi disangkal Lingkungan perokok, setiap hari mengkonsumsi mie instan Toraks foto: tanggal 15/3/2016 Interpretasi: tak tampak kelainan pada jantung dan paru Hasil BMP tgl 2/3/2016 : ALL Keluhan utama: mual RPS : Pasien datang ke RSKD karena direncanakan akan melakukan kemoterapi yang ke empat, klien mengatakan belum pernah radiasi, pasien mengeluh adanya benjolan di di leher kanan sejak oktober 2015, kemudian klien berobat ke RSKD dan dilakukan biopsi hasilnya nonkeratizing undifferentiated nasopharyngeal carcinoma DD/ diffuse malignant lymphoma dan disarankan untuk langsung mengikuti program kemoterapi setelah biopsi eksisi. TTV awal masuk TD 110/90 mmHg, N : 82x/mnt, S : 36oC. TB 156 cm, BB 62 kg, Perokok pasif dan aktif, makan tinggi lemak Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 206 23. 24 Patologi anatomi tanggal 18/12/2015 Kesimpulan hasil biopsi : nonkeratizing undifferentiated nasopharyngeal carcinoma DD/ diffuse malignant lymphoma Ny. F (48 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, IRT, tanggal pengkajian 4/4/2016, Diagnosa Medis : Rhabdomyosarcoma Bebas nyeri: Klien mengatakan telinganya sangat sakit kadang sampai berdengung skala 7, seperti ditusuk-tusuk hilang timbul, Kadang klien terlihat meringis dan memegang telinga Nyaman: Kilen mengatakan sesak nafas sehingga sulit tidur, adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, RR : 28x/menit (Kanul 3L/menit), suara nafas tambahan ronkhi basah, klien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur; klien mengatakan dari semalam mual dan sempat muntah 1x, pagi ini masih merasa mual skala 5, klien mengatakan nafsu makan menurun, makan tidak habis hanya 2-3 sendok makan, mulut tidak enak, tampak sisa makanan ½ porsi; Keluarga mengatakan klien pernah panas, Lab tanggal 27/3/2016 Leukosit 11,61.103/µL (5-10), Hb : 10,7 g/dL (13-18), hematokrit 35,3 % (40-54), Suhu 36,6oC, Laboratorium: tgl 25/3/2016 Prot total : 7,5 g/dL (6,6-8,7) Albumin 3,4 g/dL (3,2-5,2), Globulin 4,1 g/dL (1,5-3) Bermartabat dan dihormati: pasrah, ingin sembuh, pneyakit kankernya tidak timbul lagi, klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian : semua atas ketentuan Allah, shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: suami Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Nyeri kronis (00133), 3) Mual, muntah (00134), 4) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 2) Pain control (1605), 3) Nausea and vomiting control (1618), 4) Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Pain management (1400), 1) Nausea management (1450) and Vomiting management (1570), 3) Infection protection (6550) 4) Medication administration (2300) : Pronici 1x1, Rifampisin 1x1, Pyrazinamid 1x1½, Etambutol 1x 1½, Isoniazid 1x3, MST 2x10mg, B1,B6,B12, Asam folat 1x1, Ondansentron 3x1 (selama kemo), Ketorolac 3x1, Asam mefenamat 3x1, Cefadroxil 3x2,Ondansentron 3x1 4 hari selama kemo, Karbogliserin 4x3 tetes Valsatran 20 mg 1x1 Spirolacton 6,25 Bisoppolol 1,25 Evaluasi: Klien mengatakan telinganya masih sering muncul sakit skala 3 hilang timbul, Kilen mengatakan masih sesak nafas, Klien mengatakan mual berkurang, Klien mengatakan pernah panas badan namun saat ini tidak Ny. Y (57 th), Kristen, Janda, tamat PT, PNS, tanggal pengkajian 4/4/2016, Diagnosa Medis : Ca ovarium dan Efusi Pleura Keluhan utama: sesak nafas Riwayat penyakit sekarang: Menurut keterangan klien dan keluarga pasien datang ke IGD dengan keluhan kanker ovarium perdarahan lewat anus dan vagina selama 4 hari dirumah, pasien juga mengeluhkan nyeri di tungkai bawah kiri skala nyeri 4, mual dan mengalami penurunan nafsu makan. TTV TD 90/50 mmHg N 88x/menit P 20x/menit S 36,4oC, anemis HB 4,6, leukosit 30,89 Trombosit 312, Ureum 65 Kreatinin 1,86, Kedua kaki edema Lingkungan perokok, DM sejak tahun2011, makan tinggi lemak EKG: tanggal 25/8/2015 Interpretasi: synus rhytm Toraks foto: tanggal 3/3/2016 Interpretasi: brokhopneumonia dengan efusi pleura inferior kanan kiri USG toraks: tanggal 14/3/2016 Interpretasi: tampak efusi pleura kiri dengan volume Bebas nyeri: Klien mengatakan nyeri perut skala 5 meningkat saat batuk sampai skala 8 menjalar ke dada kanan dan ulu hati seperti terbakar kadang seperti ditusuk-tusuk dan hilang timbul, klien tampak gelisah dan menyeringai saat nyeri timbul RR: 28x/menit N : 110x/menit Nyaman: Kilen mengatakan sesak nafas sehingga sulit tidur, adanya pernafasan cuping hidung, retraksi dinding dada, RR : 28x/menit, suara nafas tambahan ronkhi basah, klien batuk berdahak, irama nafas tidak teratur, klien terpasang pigtail WSD, SaO2 96,7%, sianosis, nafas cuping hidung, Toraks foto: tanggal 30/3/2016 Interpretasi: progresifitas brokhopneumonia kanan dengan efusi pleura inferior kiri, USG toraks: tanggal 14/3/2016 Interpretasi: tampak efusi pleura kiri dengan volume sekitar 1172 ml dan kanan dengan volume sekitar 1318 ml, pH 7,319 (7,35-7,44) PaO2 97,3 mmHg(85-95) PaCO2 40,5 mmHg (35-45) HCO3 20,8 mmol/L (21-25) BE -4,5 mmol/L ((-2,4)-2,3 Total CO2 22,1 mmol/L (22-34) SaO2 96,7% (95-99), Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, klien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 60kg menjadi 42 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir, BB: 42 kg dari 60 kg TB: 156 cm IMT: 17,25 kg/m2 (kategori: underweight), Albumin: 2,2 g/dl (3,2-5,2) Globulin : 2,4 g/dL (1,5-3,0) Protein total : 4,6 g/dL (6,68,7), klien tampak kurus dan turgor menurun, Hb 10,9 g/dL (12-16), leukosit : 15,70 103/L, trombosit : 177 (150-440) 103/L, Eritrosit: 4,09 juta/l (4-5) , Hematokrit 35,3% (37-43) ; klien mengatakan tidak panas hanya nafsu makan menurun, merasa cepat lelah bila beraktivitas, aktivitasnya selalu dibantu anak Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Keluhan utama: nyeri telinga kanan RPS : klien datang kerumah sakit dengan keluhan batuk, sesak nafas sejak SMRS, nyeri di perut kiri seperti ditusuk-tusuk skala 7, riwayat tahun 2005 amputasi tangan sebelah kiri, sudah kemoterapi dan radiasi sejak januari 2016, batuk memberta berobat ke rumah sakit Tarakan tgl 20 Maret 2016 sudah CT Scan di RS Tarakan ditemukan penyebaran di tulang iga (tumor) Rhabdomyosarcoma. TTV IGD TD 90/70 mmHg, N 80x/menit, S : 36oC, lingkungan perokok, makan tinggi lemak Radiologi tanggal 14/3/2016 Interpretasi : Susp. Tumor paru kiri atas yang meluas ke bahu kiri disertai destruksi iga 1 kiri Sups metastase paru kanan atas. Fibroinfiltrat posterior paru kiri. Sup TB paru Toraks foto: tanggal 29/3/2016 Interpretasi : pneumonitis iradiasi disertai efusi terlokalisir apikal kiri. Brokhopnemonia kanan USG toraks: tanggal 18/3/2016 Interpretasi: tak tampak kelainan Echocardiografi: tanggal 28/3/2016 Interpretasi: LVD Pemeriksaan Histopatologi: Tanggal 11/2/2005 Kesan pemeriksaan : sesuai dengan embryonal Rhabdominosarcoma grade 4 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 207 25. sekitar 1172 ml dan kanan dengan volume sekitar 1318 ml Toraks foto: tanggal 30/3/2016 Interpretasi: progresifitas brokhopneumonia kanan dengan efusi pleura inferior kiri CT Scan abdomen Pelvis, tanggal 16/9/2015, Interpretasi : Progresifitas massa pada superior pungtum dengan tanda fistula pericolon sigmoid. Seeding pada area hepatorenal dengan asites subdiafragma kanan. Progresifitas metastasis pada segmen 7 hepar. Tidak tampak kelainan pada organ intra abdominal lainnya. MSCT SCAN ABDOMEN PELVIS : tanggal 3/2/2015, Interpretasi : residif massa pada superior pungtum dengan mesenterial seeding pada perisigmoid hepatorenal dan splenorenal disertai asites subdiafragma kanan. Dicurigai lesi metastase pada hepar kanan. Contracted kidney bilateral. Tidak tampak kelainan pada organ intra abdominal lainnya Pemeriksaan Biopsi tanggal 15/1/2015 : ca. Ovarium. Hematoschezia. Proktitis kronik (rektum) Tn. R (47 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, Swasta, tanggal pengkajian 12/4/2016, Diagnosa Medis : Tumor Otak Keluhan utama: penurunan kesadaran, agitasi RPS : Ny. R 47 th, dibawa ke IGD dalam keadaan penurunan kesadaran. Keluarga menyampaikan Ny. R sudah kurang lebih satu minggu mengalami mual muntah dan SMRS klien muntah hebat menyemprot lebih dari 10x. Pemeriksaan TTV TD 90/60 mmHg, N 56x/menit RR 24x/menit S : 36,1oC, SaO2 98%, dan tampak agitasi. Klien tampak bicara kacau, pucat, akral dingin. E4M6V4, lingkungan perokok, kadang makan makanan instan 26. Ny. L (58 th), Kristen, Kawin, tamat SMTA, Swasta, tanggal pengkajian 13/4/2016, Diagnosa Medis : Rhabdomyosarcoma Keluhan utama: kejang RPS : Ny. L 58 th, dibawa ke IGD dalam keadaan kejang. Keluarga menyampaikan Ny. L baru pertama kali dibawa ke RSK Dharmais. Tadi pagi klien muntah darah dan ketika akan periksa ke poli pasien tiba-tiba kejang-kejang. Pemeriksaan TTV TD 140/80 mmHg, N 141x/menit RR 28x/menit S : 34,1oC, SaO2 98%. Klien tampak bicara kacau, pucat, akral dingin. Tampak beberapa benjolan di pinggang kanan, padat dan terfiksasi. Lingkungan perokok, KB 2 tahun, sering makan cepat saji USG toraks: tanggal 18/3/2016 Interpretasi: tak tampak kelainan CT scan abdomen, tanggal 11/3/2016 Damai: : pasrah semua sudah ketentuan Allah, berdoa, Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 2) Gangguan pertukaran gas (00032), 3) Nyeri kronis (00133, 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 5) Intoleransi aktivitas (00092) Tujuan (NOC): 1) Respiratory status (0415), 2) Respiratory status : gas exchange (0402), 3) Pain control (1605), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 5) Energy conservation (00020 Intervensi (NIC): 1) Respiratory monitoring (3350), 2) Oxygen therapy (3320), 3) Pain management (1400), 4) Nutrition management (1100), 5) Energy management (0180) 6) Medication administration (2300) : nebulazer:combivent dan bisolvon, Ranitidin 50 mg IV (12.00), Ondansentron 4 mg Iv Evaluasi: Kilen mengatakan masih sesak nafas, masih nyeri perut namun skala sedikit menurun yaitu 4, mual berkurang, lelah saat aktivitas misalnya turun dari tempat tidur untuk ke kamar kecil, tidak ada keluhan panas, nafsu makan menurun, Bebas nyeri: tak dapat dikaji klien bicara kacau Nyaman: Keluarga mengatakan klien bicara kacau tidak bisa dipahami sejak tadi pagi setelah mual muntah >10x, Gangguan status mental : agitasi, Perubahan perilaku : klien tampak kedinginan, bicara kacau, gelisah, Abnormalitas bicara : bicara kacau, TTV TD 90/60, N 56, RR 24, S 36,1 SaO2 98%, Nilai Lab 12/4/2016 : glukosa darah 140 mg/dL, Trombosit 389x103/µL, leukosit 21,74x103/µL, D-dimer 1320 ng/ml, Hb 13,7 gr/%, Na 141mmol/L, Kalium 3,1 mmol/L, Keluarga mengatakan klien pernah panas sampai kejang Bermartabat dan dihormati: Perubahan peran selama sakit: tidak dapat bekerja kembali dan bergantung pada keluarga, keluarga dan lingkungan mendukung Damai: semua atas ketentuan Allah Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201), 2) Risiko ketidakseimbangan volume cairan (00025), 3) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Fluid balance (0601), 3) Imune status (0702) Intervensi (NIC): 1) Neurologic monitoring (2620), 2) Fluid/electrolyte managemnet (2080), 3) Infection control (6540) 4) Medication administration (2300) : Ondansentron 2x8mg, Ranitidin 1x50mg, Methylprednisolon 1x125 mg Evaluasi: Bicara kacau, Keluarga mengatakan klien tadi minum sedikit, Minta BAK ke toilet tapi bicara kacau, Keluarga mengatakan klien pernah panas badan namun saat ini tidak Bebas nyeri: Klien mengatakan perutnya sakit skala 9, seperti ditusuk-tusuk hilang timbul (dikatakan setelah kejang teratasi), Kadang klien terlihat meringis dan memegang perut dan kejang berulang Nyaman: Keluarga mengatakan klien bicara kejang-kejang saat akan periksa ke poli , sebelumnya klien muntah darah, Gangguan status mental : agitasi, Perubahan perilaku : klien bicara kacau, memberontak, Abnormalitas bicara : bicara kacau, TTV TD 140/80 mmHg, N 141x/menit, RR 28x/menit, S 34,1oC SaO2 98%, Nilai Lab 13/4/2016 : glukosa darah 344 mg/dL, Trombosit 415x103/µL, leukosit 27,89x103/µL, Hb 10,4 gr/%, eritrosit 3,65x106/µL, hematokrit 29,6 %, Keluarga mengatakan klien pernah panas Bermartabat dan dihormati: keluarga berharap klientetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , keluarga meminta untuk memperlakukan klien dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian : semua atas ketentuan Tuhan Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak (00201),, 2) Nyeri kronis (00133), 3) Ketidakefektifan pola nafas (00032), 4) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Pain control (1605), 3) Respiratory status (0415), 4) Imune status (0702), Intervensi (NIC): 1) Neurologic monitoring (2620), 2) Pain managemnt (1400), 3) Respiratory monitoring (3350), 4) Infection control (6540) 5) Medication administration (2300): Ketorolac, Ondansentron 1x8mg, Ranitidin Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 208 27. 28. Interpretasi : Hepar : DBN, tak tampak efusi pleura kanan kiri, tak tampak asites, kandung empedu DBN, Pankreas dan lien DBN, Ginjal kanan kiri DBN, Aorta abdominal DBN, Pemeriksaan Histopatologi: Tanggal 11/2/2016 Kesan pemeriksaan : sesuai dengan embryonal Rhabdominosarcoma grade 4 1x50mg, Methylprednisolon 1x125 mg Evaluasi: Klien mengatakan perutnya masih sakit seperti ditusuk-tusuk skala 7 hilang timbul, Keluarga mengatakan klien pernah panas badan namun saat ini tidak Ny. P (26 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, IRT, tanggal pengkajian 18/4/2016, Diagnosa Medis : AML, Bebas nyeri: tidak ada keluhan nyeri Nyaman: Klien mengatakan lemes tapi tidak pernah panas selama sakit, Laboratorium tanggal 15/4/2016 Hb 5,8 g/dL (12-16), Leukosit 0,63 103/µL (5-10), Trombosit 11 103/µL(150-440), eritrosit 2,17 106/µL(4-5), hematokrit 17 %(37-43), MCV 78,3 fL(80100), MCH 26,7 pg(26-34), MCHC 34,1 g/dL(32-36), RDW-CV 13,3 %(11,7-14,4), ANC 0,16 103/µL(2,5-7)., Suhu tubuh 360C; Klien mengatakan pernah mimisan; Klien mengatakan cepat merasa lelah dan letih. Klien mengatakan ia dapat tidur malam cukup nyenyak; Klien mengatakan aktivitasnya dibatasi di tempat tidur, Klien terlihat pucat, lemah, Konjungtiva anemis, Siang hari klien terlihat sering tidur Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua karena ketentuan Allah, yang dilakukan sejak sakit: berdoa dan shalat Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: suami Diagnosa keperawatan: 1) Resiko infeksi (00004), 2) Resiko perdarahan (00206), 3) Intoleransi aktivitas (00092) Tujuan (NOC): 1) Imune status (0702), 2) Blood coagulation (0409), 3) Activity tolerance (0005) Intervensi (NIC): 1) Infection control (6540), 2) Bleeding precaution (4010), 3) Activity therapy (4310) 4) Medication administration (2300): Diphenhidramin 10 mg, Dexamethason 5mg, Ranitidin 25 mg Ns 0,9% 500cc/8jam, PRC 600 CC, TC Aferesis Evaluasi: Klien mengatakan tidak demam, Klien mengatakan pernah misisan, Klien mengatakan lemas dan merasa letih, lelah, Klien mengatakan merasa pusing Ny. R (57 th), Islam, Janda, tamat SD, IRT, tanggal pengkajian 19/4/2016, Diagnosa Medis : Ca Mammae Dextra Bebas nyeri: tak terkaji Nyaman: Kesadaran Sopor, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan BB, 6 bulan lalu BB sampai 50 kg, dan terakhir BB menjadi 35 kg, sebelum masuk rumah sakit mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan diare, Keluarga mengatakan klien sering panas, Pemeriksaan TTV : TD 140/80 mmHg, N 110 x/mnt, RR 30x/mnt S 38oC, Hb 11,1 g/dL (12-16), Leukosit 1,82 103/µL (5-10) Bermartabat dan dihormati: keluarga berharap klientetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , keluarga meminta untuk memperlakukan klien dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Harapan keluarga terhadap kondisi saat ini: ibu bisa meninggal dengan tenang dalam kondisi yang sebaik-baiknya Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan : 1) Risiko ketidakefektifan jaringan serebral (00201) , 2) Gangguan ventilasi spontan (000033), 3) Kerusakan Integritas kulit (00046), 4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002) 5) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Neurological status (0909), 2) Respiratory status : ventilation (0403), 3) Tissue integrity : skin (1101), 4) Nutritional status : food & fluid intake (1008) Intervensi (NIC): 1) Neurological monitoring (2620), 2) Oxygen therapy (3320), 3) Pressure management (3500), 4) Nutrition management, 5) Infection control (6540) 6) Medication administration (2300): NaCl 0,9% 500ml/8 jam, Parenteral : Ranitidin 50 mg , Ondansentron 8 mg, Paracetamol drip 1gr Evaluasi: penurunan kesadaran, Keluarga klien mengatakan klien tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat-obatan, Keluarga mengatakan klien mengalami penurunan Trombositopenia, Anemis Keluhan utama: Lemes Riwayat penyakit sekarang: Pasien masuk RS melalui IGD Dharmais tgl 18/4/2016 dengan keluhan lemas dan jantung berdebar. TTV: TD : 110/70 mmHg, N 113x/menit, RR 18x/menit, Suhu 36oC. Pemeriksaan fisik conjunctiva anemis, hati dan limfa teraba. Pasien rujukan dari rumah sakit Tangerang dengan hasil BMP AML. Laboratorium tanggal 15/4/2016 Hb 5,8 g/dL (12-16), Leukosit 0,63 103/µL (5-10), Trombosit 11 103/µL(150-440), eritrosit 2,17 106/µL(4-5), hematokrit 17 %(37-43), MCV 78,3 fL(80-100), MCH 26,7 pg(26-34), MCHC 34,1 g/dL(32-36), RDW-CV 13,3 %(11,714,4), ANC 0,16 103/µL(2,5-7). Pasien direncanakan mendapat terapi transfusi TC 10 unit dan PRC 500cc dan setelah transfusi pulang. TB 155 cm, BB 45 kg, golongan darah A. Lingkungan perokok, sering makan junk food Toraks foto: tanggal 15/3/2016 Interpretasi: tak tampak kelainan pada jantung dan paru Hasil BMP tgl 2/3/2016 : AML Keluhan utama: Penurunan kesadaran Riwayat penyakit sekarang: Bicara kacau sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, gelisah, sulit diajak komunikasi, mual, muntah 2x, berisi air, nafsu makan menurun sebelum masuk rumah sakit, 3 hari terakhir riwayat kemo, BAK sedikit sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien sudah didiagnosa kanker mammae sejak tahun 2013. Pemeriksaan TTV : TD 140/80 mmHg, N 110 x/mnt, RR 30x/mnt S 38oC Saturasi awal datang 94%. Pemeriksaan Laboratorium tgl 19/4/2016 Hematologi Rutin : Hb 11,1 g/dL (12-16), Leukosit 1,82 103/µL (5-10), Trombosit 244 103/µL (150-440), Eritrosit 4,04 106/µL(4-5), Hematokrit 33,1 % (37-43), MCV 81,9 fL (80-100), MCH 27,5 pg (26-34), MCHC 33,5 g/dL (32-36), RDW CV Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 209 29. 14,2 % (11,7-14,4), ANC 0,76 103/µL (2,5-7). Hemostasis : BT pasien 12,9 detik (11,3-14,7) kontrol : 13,7 detik (12-16), APTT pasien : 23,4 detik (24,8-34,4) kontrol 30,5 detik (25-37), fibrinogen 549 mg/dL (187-451) Ddimer 11060 ng/mL (<500). Kimia Klinik : Natrium 137 mmol/L (137150), Kalium 3,7 mmol/L (3,5-5,3), Klorida 99 mmol/L (99-111), Kalsium 9,1 mg/dL (8,1-10,4), Magnesium 2,1 mg/dL (1,9-2,5), AGD : pH 7,474 (7,35-7,44), pO2 315,4 mmHg (85-95), pCO2 34,9 mmHg (35-45), HCO325,6 mmol/L (21-25), BE 2,9 mmol/L ((-2,4)-2,3), CO2 total 26,7 mmol/L (22-34), Sat O2 99,8 % (95-99). Lingkungan perokok, KB satu tahun, suka makan ikan asin Tumor marker: invasive carcinoma, no special type (NST) grade III Tn. S (61 th), Islam, Kawin, tamat SD, Petani, tanggal pengkajian 25/4/2016, Diagnosa Medis : Ca Bully post Nefrektomy kiri, radikal sistektomi dan ileal conduit Keluhan utama: Nyeri luka operasi RPS : Klien mengatakan gejala yang dirasakan klien sudah sejak setahun terakhir ini. klien mengatakan tidak ada gejala apa-apa, kemudian tiba-tiba perut terasa tidak enak, sakit dan buang air kecil terganggu. Buang air kecil jadi sakit, susah dan berdarah. Kemudian klien memeriksakan diri ke RSKD dan ternyata kanker. Kemudian disarankan untuk dilakukan tindakan operasi. Saat pengkajian klien dalam kondisi post operasi nefrektomi, radikal sistektomi dan ileal conduit hari ke-7 (op tgl 18/4/2016). Riwayat kemoterapi dan radiasi (-). TTV awal masuk IGD TD : 120/80 mmHg N : 96x/mnt S : 36oC RR : 22x/mnt, riwayat perokok aktif dan pasif, sering minum minuman bersoda, makan makanan isntan Toraks foto: tanggal 21/12/2015 Interpretasi : cor dan pulmo dalam batas normal USG toraks: tanggal 18/4/2016 Interpretasi: tak tampak kelainan Echocardiografi: tanggal 20/4/2016 Interpretasi: normal echo USG Abdomen Lengkap, tanggal 29/3/2016 Interpretasi: Hidronefrosis dengan hidroureter sinistra grade IV dengan internal echo, suspek pyohidronefrosis, Hidronefrosis dengan hidroureter dextra grade I. Sugestif massa bulli dd/blood cloth CT Scan Abdomen non kontras tanggal 2/4/2016 Interpretasi : Massa solid di sebagian pelvis renalis sampai ureter setinggi paravertebra L4 kiri dan di BB, Keluarga mengatakan ya akan cuci tangan sebelum dan setelah aktifitas dan dalam membantu aktifitas Bebas nyeri: Klien mengatakan luka operasinya masih terasa nyeri, nyeri hilang timbul, nyeri bertambah saat bergerak dan batuk, Klien mengtakan bila batuk nyeri terasa sangat tajam skala 10, Klien juga mengatakan kalau bergerak banyak perutnya makin sakit, Bila tidak sedang bergerak maupun batuk nyeri skala 3-5, Klien mengatakan malam hari tidurnya kadang terganggu karena rasa sakit pada bekas operasinya tiba-tiba muncul, sehingga pagi-pagi selalu merasa ngantuk, Terlihat sesekali meringis menahan sakit, TD= 170/80 mmHg, N=92 x/menit RR= 22 x/menit, Terlihat gerakan berhati-hati dan melindungi area yang sakit Nyaman: Klien mengatakan tidak ada nafsu makan, Klien mengatakan mual dan muntah, Klien mengatakan hanya makan 2-3 sendok porsi makan yang diberikan RS, yang dimakan hanya nasinya saja, lauknya tidak karena menyebabkan mual, BB = 58 Kg, TB= 165 cm IMT 21,3, Protein total = 5,4 gr/dL (6,6-8,7), Albumin = 3 gr/dL (3,2-5,2), Globulin = 2,4 gr/Dl (1,5-3,0), Hb = 10,9 gr/dL (13-18), Tidak menghabiskan porsi makan yang diberikan, Klien terlihat mual dan sering meludah, Klien mengatakan lukanya terasa sakit, sempat panas badan setelah operasi, Terdapat insisi bedah pada midline abdomen mulai dari umbilikus sampai simfisis pubis ± 12-13 cm, 2-3 cm dibagian bawah luka terlihat ada sedikit pus, Leukosit = 12,23 103/µL (5-10), Suhu 36,80C Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: semua atas ketentuan Allah , yang dilakukan sejak sakit : shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 2) Nyeri akut, 3) Resiko infeksi Tujuan (NOC): 1) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 2) Pain level (2102), 3) Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Nutrition management (1100), 2) Pain management (1400), 3) Infection protection (6550) 4) Medication administration (2300) : Ambroxol 4x1, PCT 3x500mg, Transamin 3x500, Vit K (Ns 100) 3x1, Cefoferazon 2x1 gr, Omeprazol 2x40 mg, Vit C 1x600, Ranitidin 2x50mg, Farmadol 3x1, Alinamin F 3x10 ml Evaluasi: Klien mengatakan masih mual, Klien mengatakan bekas operasinya masih sakit Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 210 30. dalam vesica urinaria ec. Sugestif TCC. Hidronefrosis dextra grade IV. Scan organ-organ intraabdominal dalam batas normal Pemeriksaan Patologi Anatomi tanggal2/1/2016 Kesan : menunjukkan transitional cell carcinoma a/r ureter & buli-buli. Tn. U (45 th), Islam, Kawin, tamat SMTA, Petani, tanggal pengkajian 28/4/2016, Diagnosa Medis : Ca. Lidah Keluhan utama: mual RPS : Pasien datang ke RSKD karena direncanakan akan melakukan kemoterapi yang pertama, klien mengatakan belum pernah radiasi, pasien mengeluh adanya benjolan di lidah sebelah kiri sejak Desember 2015, kemudian klien berobat ke RSKD dan dilakukan biopsi tanggal 20/2/2016 hasilnya histologik sesuai dengan karsinoma skuamosa berdiferensiasi buruk dan disarankan untuk langsung mengikuti program kemoterapi setelah biopsi eksisi. TTV awal masuk TD 130/90 mmHg, N : 88x/mnt, S : 36,5oC, RR 20x/mnt. TB 165 cm, BB 45 kg, riwayat merokok sejak remaja, makan instan dan tinggi lemak Toraks foto: tanggal 25/4/2016 interpretasi tak tampak kelainan pada jantung dan paru Pemeriksaan Patologi anatomi tanggal 20/2/2016 hasilnya histologik sesuai dengan karsinoma skuamosa berdiferensiasi buruk 31. Ny. W (56 th), Islam, Janda, tamat SD, Petani, tanggal pengkajian 2/5/2016, Diagnosa Medis : Kanker Ginjal Keluhan utama: Nyeri Riwayat penyakit sekarang: Pasien masuk RS pertama kali melalui IGD Dharmais tgl 28/4/2016 dengan keluhan nyeri pada tungkai kiri dan sulit digerakkan, kaki mengecil selama ± satu bulan. Pemeriksaan TTV di IGD TD 110/70 mmHg nadi 81x/mnt. Menurut keterangan keluarga pada tahun 2007 klien mengeluhkan sakit perut bagian kanan kemudian berobat ke alternatif, di alternatif klien dilakukan pemijatan. Kemudian rasa sakit hilang. Sekitar 3 bulan yang lalu klien mengeluhkan kaki kiri sakit dan sulit digerakkan, klien berobat ke alternatif dan diberikan susu tinggi kalsium. Selama kurang lebih satu bulan susu dikonsumsi. Dan tiba-tiba klien mengeluhkan susah BAB dan BAK dan kakinya tetap sakit seperti kondisi awal berobat ke alternatif. Kemudian klien dibawa ke rumah sakit terdekat dan disana didiagnosa batu Bebas nyeri: Klien tidak mengeluhkan nyeri Nyaman: klien mengatakan dari semalam mual, makan tidak ada rasa, pagi ini masih merasa mual skala 3, klien mengatakan nafsu makan menurun, mulut tidak enak, klien juga mengatakan batuk dahak yang membuat mual selain itu klien mengeluh ada sariawan, tampak kilen sering meludah, Klien mengatakan tidak pana, Hb 10,1 g/dL (1318), Leukosit 23,94 103/µL, Trombosit 349 103/µL, eritrosit 3,48 106/µL (4,6-6,2) hematokrit 30,3 % (40-54), TD : S : 36,80C, TD 120/70 mmHg, N 80x/menit, RR 20x/menit, saturasi 99%, Klien mengatakan nafsu makan menurun karena mual dan sesak nafas, klien mengatakan mengalami penurunan BB yang tadinya 80 kg menjadi 45 kg, klien makan 3x/hari ¼ porsi tidak pernah habis dalam 6 bulan terakhir sekarang dapat bubur saring sehari 6x, BB: 45 kg TB: 165 cm IMT: 16,6 kg/m2 (gizi kurang), kehilangan BB >20%, Hb : 10,7 g/dL, turgor menurun, Bentuk diet CB 6x300 cair, rute oral, kebutuhan energi 1800kal, protein 67 gram Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, Harapan keluarga terhadap kondisi saat ini: sembuh dan tidak muncul lagi kankernya, Nilai dan keyakinan keagamaan yang dilakukan sejak sakit: shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: istri Diagnosa keperawatan: 1) Mual, muntah (00134), 2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 3) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Nausea and vomiting control (1618), 2) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 3) Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Nausea management (1450) & Vomiting management (1570), 2) Nutrition management (1100), 3) Infection control (6540) 5) Medication administration (2300) : Ondansentron 3x8mg, Metoclorpamid 3x8mg, Neurobion 2x1tab, Folic acid 2x1, Fluconazole 3x50mg, Enystin 3x1, Codipront syr 3x1cth Infus I : Ns 500 ml + 15 Meq KCI 6jam/kolf, Infus II : Ns 500ml 12 jam/kolf Evaluasi: Klien mengatakan mual berkurang skala 2, tidak muntah tapi mulut masih terasa tidak enak, Klien mengatakan tidak mengalami panas badan Bebas nyeri: Klien mengatakan kaki, tulang ekor dan anusnya sakit. Kakinya seperti tertimpa bata, anus dan tulang ekornya seperti ditusuk-tusuk jarum, panas, skala 10 bila bergerak alih posisi, bila tetap dalam posisi skala 7, Karena nyeri klien mengeluhkan tidak nafsu makan (Anoreksia) dan tidak nyenyak tidur, Keluarga mengatakan semalam klien mengerang-ngerang kesakitan tidak bisa tidur, Keluarga mengatakan klien dulunya gemuk sampai sekitar 60 kg sekarang kurus 45 kg dan kakinya mengecil, Klien tampak :atropi otot kaki, Gangguan aktifitas, seluruh aktivitas dibantu keluarga dan perawat, Posisi menahan nyeri, Tingkah laku berhati-hati, Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai), Terfokus pada diri sendiri, Tampak berkeringat, TTV : Tekanan darah: 120/80 mmHg Suhu: 36,20C Nadi: 84x/menit Pernapasan: 22x/menit, Tingkah laku gelisah, merintih, menangis, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah, Perubahan dalam nafsu makan dan minum Nyaman: Klien mengatakan belum BAB sudah 10 hari, perut nyeri, tegang dan terasa penuh, tidak nafsu makan, perasaan adanya tekanan pada rektum, mual, Keluarga mengatakan klien sering kentut tapi melalui lubang vagina, Distensi abdomen, Bising usus hiperperistaltik, Teraba massa abdomen, Perkusi tumpul, Sering flatus; Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual, perut terasa penuh, BB sebelumnya 60kg BB sekarang : 45 kg, TB: 155cm, IMT: 18,75kg/m2 (kategori: normal), Laboratorium: tgl 29/4/2016 Protein total 7,2 g/dL (6,6-8,7) Albumin: 3,6 g/dL (3,2-5,2) Globulin : 3,6 g/dL (1,5-3) SGOT: 33 U/L (0-32) SGPT: 8 U/L (0-31) GDS: 103 mg/dl (<180), Perut distensi, Bising usus hiperperistaltik; Klien mengatakan tidak bisa jalan, kakinya lemah, bisa diangkat tapi tidak mampu berjalan, kaki terasa ditimpa batu bata, telapak kaki terasa tebal, Kekuatan otot 5555 5555/4444 3333, Kaki tampak mengecil (atrofi); Klien mengatakan lemes tapi tidak pernah panas selama sakit; Klien mengatakan tidak bisa kencing kalau tidak dipasang selang; Klien mengatakan belum memahami penyakitnya dan perawatannya serta klien menyatakan ingin tahu tentang proses kemoterapi Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 211 32. ginjal kemudian dilakukan operasi. Pada saat operasi batu ginjal, ditemukan dua benjolan yang kemudian dilakukan pengangkatan untuk dilakukan biopsi. Setelah operasi dan dirawat kurang lebih 10 hari di RS Urip Sumoharjo, klien disarankan untuk berobat ke RSK Dharmais karena ditemukan hasil histopatologi anatomi yang menyatakan bahwa benjolan tersebut adalah kanker yaitu Renal cell carcinoma. Lingkungan perokok, Kb spiral selama 35 tahun tahun 2000 diambil, suka makan ikan asin EKG: tanggal 29/4/2016 Interpretasi: sinus rhythm USG Abdomen upper dan lower, tanggal 23/3/2016 Interpretasi: Kesimpulan : hidronefrosis dextra grade III dengan nephrolitiasis dextra. Hepar, vesica felea, pankreas, lien, ren sinistra, vesica urinaria, dan uterus tidak nampak kelainan Hasil Patologi anatomi Histopatologi tanggal 29/3/2016 interpretasi renal cell carcinoma Ny. S (39 th), Islam, Kawin, tamat SD, Petani, tanggal pengkajian 2/5/2016, Diagnosa Medis : Ca Mammae Bilateral Post Mastektomy Pro Kemo Keluhan utama: diare RPS : Pasien datang ke RSKD karena direncanakan akan melakukan kemoterapi. Klien mengatakan ini kunjungan yang ke 10. Klien terdiagonsa kanker mammae sejak tahun 2013 pada tahun 2013 klien menjalani radiasi sebanyak 15x namun karena muncul benjolan di ketiak klien dilakukan operasi pengangkatan payudara sebelah kiri (mastektomi). Setelah operasi klien melakukan pengobatan berupa kemoterapi sebanyak 6x dan dilanjutkan kembali radiasi sebanyak 30x. Selama radiasi klien minum obat sesuai anjuran yaitu Tamoxifen tablet 1x20 mg setiap hari (1x1 tablet) dan tahun 2014 klien dilakukan pengangkatan rahim serta indung telur (menaupause dini). Setelah operasi klien diberikan obat Arimidex yang dikonsumsi 1x1mg setiap hari (1x1 tablet). Klien melakukan kontrol rutin dan tahun 2015 ditemukan benjolan di ketak kanan. Oleh dokter klien dianjurkan untuk melakukan operasi payudara sebelah kanan. Tanggal 14/8/2015 klien dilakukan operasi pengangkatan payudara sebelah kanan. Saat ini klien dianjurkan untuk melakukan pengobatan kemoterapi kembali. Klien mengatakan mempunyai pengalaman Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua karena ketentuan Allah, pasrah, shalat dan berdoa di atas tempat tidur Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien: anak Diagnosa keperawatan: 1) Nyeri kronis (00133), 2) Konstipasi (00011), 3) Retensi urin (00023), 4) Hambatan mobilitas fisik (00085), 5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002), 6) Resiko infeksi (00004), 7) Defisit pengetahuan tentang penyakit dan kemoterapi (00126) Tujuan (NOC): 1) Pain control (1605), 2) Bowel elimination (0500), 3) Urinary elimination (0503), 4) Body positioning : self initiated (0203), 5) Nutritional status : food & fluid intake (1008), 6) Imune status (0702), 7) Knowledge cancer management (1833) Intervensi (NIC): 1) Pain management (1400), 2) Constipation/impaction management (0450), 3) Urinary retention care (0620), 4) Exercise therapy ambulation (0221), 5) Nutrition management (1100), 6) Infection control (6540), 7) Chemotherapy management (2240) 8) Medication administration (2300): MO MST 2x10 mg, Laxadyn sirup 3x15cc, Profenid supp K/P, I : Ns EMG, II : Ns 50 + heparin 10.000 ui/24 jam Evaluasi: Klien mengatakan kaki, tulang ekor dan anusnya masih sakit. skala berkurang yang tadinya 10 bila bergerak alih posisi sekarang 5, bila tetap dalam posisi skala 2, Keluarga mengatakan klien hari ini belum BAB, perut masih tegang dan penuh, Keluarga mengatakan klien masih tidak bisa jalan, Keluarga mengatakan hari ini klien belum makan karena dipuasakan Bebas nyeri: klien tidak mengeluhkan nyeri Nyaman: klien mengatakan pernah mempunyai pengalaman mual muntah pada saat menerima kemoterapi. Karena mual ia menjadi lelah dan tidak nyaman serta tidak selera makan, Klien juga mengatakan sekarang ini mual, dan tidak nafsu makan, mulutnya terasa pahit setelah kemo tadi malam, TTV TD 140/90 mmHg, N 98x/mnt RR 20x/mnt S : 36,2oC, klien mengatakan pernah mempunyai pengalaman konstipasi pada saat menerima kemoterapi, pagi ini belum BAB biasanya setelah shalat subuh sudah BAB, klien mengatakan tetap merasa sedikit cemas setiap akan dilakukan kemoterapi walaupun ini bukan kemo yang pertama, klien mengatakan cemas harus mengulang kemo dan radiasi lagi tapi tetap optimis bisa sembuh dengan rutin menjalani pengobatan, Klien mengatakan tidak panas DO : leukosit : 22,54 103/l (5-10), S : 360C terdapat luka post mastectomy tertutup tidak tampak luka terbuka dan eksudat Bermartabat dan dihormati: klien berharap tetap memperoleh fasilitas pelyanan kesehatan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Walaupun dalam kondisi sakit , klien meminta untuk diperlakukan dengan baik dan tetap dihargai sesuai dengan fungsinya Damai: Makna hidup, penyakit dan kematian: semua atas ketentuan Allah, Harapan keluarga terhadap kondisi saat ini: sembuh dan tidak muncul lagi kankernya, Nilai dan keyakinan keagamaan yang dilakukan sejak sakit: shalat dan berdoa Kedekatan dengan orang yang bermakna: Orang yang paling bermakna bagi pasien:suami dan anak Diagnosa keperawatan: 1) Mual, muntah (00134), 2) Konstipasi (00011), 3) Ansietas (00145), 4) Resiko infeksi (00004) Tujuan (NOC): 1) Nausea and vomiting control (1618), 2) Bowel elimination (0501), 3) Anxiety self control (1402), 4) Risk control (1902) Intervensi (NIC): 1) Nausea management (1450) & Vomiting management (1570), 2) Bowel management (0430), 3) Anxiety reduction (5820), 4) Infection protection (6550) 5) Medication administration (2300): MO Captrophil 3x12,5 mg, Methilprednisolon 3x8 mg, Omeprazole 2x20 mg IVFD : NaCl 0,9% 500 cc Evaluasi: Klien mengatakan saat ini tidak mengalami muntah hanya sedikit mual, Klien mengatakan tadi siang (13.00 WIB) BAB, Klien mengatakan biasanya konstipasi terjadi setelah kemo saat dirumah, Klien mengatakan masih merasa cemas walaupun sudah sering melakukan kemo, Klien mengatakan tidak mengalami panas badan Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 212 mual, muntah, konstipasi dan rambut rontok ketika melakukan kemoterapi pada saat kanker payudara sebelah kiri. Pemeriksaan TTV TD 140/90 mmHg, N 98x/mnt RR 20x/mnt S : 36,2oC, lingkungan perokok, KB 11 tahun, selalu makan makanan cepat saji, jarang makan buah dan sayur, kerja di tempat dekat dengan karsinogen EKG: tanggal 1/5/2016 Interpretasi: Synus Rhytm Toraks foto: tanggal 26/6/2015 Interpretasi tak tampak kelainan jantung dan paru USG Abdomen, tanggal 10/8/2015 Interpretasi: fatty liver. Tak tampak kelainan pada organ intraabdominal lainnya Pemeriksaan Imuno Histokimia tanggal 27/8/2016 : Estrogen reseptor : negatif, Progesteron reseptor : negatif, HER 2 : negatif, Ki 67 : positif pada 70% sel tumor, Kesimpulan hasil biopsi : sediaan mastektomi tidak mengandung sisa massa tumor. Metastase karsinoma payudara pada 12 dan 14 kelenjar getah bening USG Payudara 26/5/2015Interpretasi : dicurigai nodal metastase pada aksila kanan edema subcutis payudara kanan Mamografi 26/6/2016 Interpretasi : Penebalan kutis dan subkutis payudara kanan. Limfadenopati aksila kanan Penanda tumor 24/2/2016 CA 15-3 24,5 U/ml (<31,3) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 213 Lampiran 5 : Surat Permohonan Menjadi Partisipan EBN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH UNIVERSITAS INDONESIA PEMINATAN KEPERAWATAN ONKOLOGI PENJELASAN PELAKSANAAN EBN PENGARUH MENGHIRUP AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL MUNTAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA Responden yang kami hormati, berdasarkan hal tersebut di atas, kami sebagai mahasiswa residensi keperawatan medikal bedah memohon kesediaan Anda secara sukarela untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penerapan evidence-based nursing practice (EBN) ini. Kami menjamin bahwa tindakan ini tidak akan berdampak negatif terhadap status kesehatan Anda. Kami sangat mengutamakan keamanan dan kenyamanan Anda selama berpartisipasi dalam kegiatan ini. Adapun tujuan, manfaat dan prosedur dari pelaksanaan penerapan EBN ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan penerapan EBN untuk mengatasi mual muntah akibat kemoterapi. Mual adalah perasaan tidak menyenangkan yang mengawali keinginan untuk muntah, sering disertai dengan gejala otonom (seperti pucat, berkeringat, peningkatan produk saliva, peningkatan denyut jantung) (Kelly, 2013). Muntah adalah pengeluaran paksa isi lambung melalui mulut (Kelly, 2013). Oleh karena itu dengan menggunakan aromaterapi jahe sangat bermanfaat dalam membantu mengurangi atau mengatasi masalah mual muntah akibat kemoterapi. 2. Hasil dari tindakan ini diharapkan dapat dijadikan kebijakan berupa protokol tindakan mengatasi mual muntah akibat kemoterapi bagi pelayanan kesehatan di RSKD Jakarta. 3. Penerapan EBN ini dilaksanakan setelah Anda menjalani kemoterapi. 4. Dalam penerapan EBN ini, kami menggunakan kalung aromaterapi jahe dan lembar observasi untuk dokumentasi pelaksanaan EBN. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 214 5. Penerapan EBN ini dilaksanakan mulai hari pertama sampai hari kelima post kemoterapi adapun prosedur pelaksanaannya sbb : Selain menerima perawatan standar dari rumah sakit, aromaterapi diberikan kepada pasien dengan cara mengkalungkan botol kecil berisi aromaterapi jahe di leher pasien dan ditempatkan sekitar 20 cm dari hidung pasien selama lima hari pada siang hari dan malam hari. Pasien diminta menarik nafas dalam setidaknya tiga kali sehari dalam durasi 2 menit bahkan disaat tidak muncul gejala. Penggunaan aromaterapi jahe dilakukan diantara penerimaan kemoterapi yang pertama diikuti kemoterapi selanjutnya. Dalam pelaksanaanya kami berupaya untuk tetap mengutamakan kenyamanan Anda. 6. Jika ada hal yang belum dimengerti atau belum disampaikan, anda dapat menanyakan langsung kepada kami. 7. Demikian penjelasan singkat tentang pelaksanaan EBN ini, jika anda sudah memahami dan bersedia untuk dilibatkan/berpartisipasi dalam kegiatan ini, maka kami akan melampirkan lembar persetujuan menjadi responden pada kegiatan ini. Demikian penjelasan singkat tentang pelaksanaan penelitian ini, jika anda sudah memahami dan bersedia untuk menjadi partisipan dalam EBN ini, maka anda disilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi partisipan.Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kesediaan anda sebagai partisipan dalam penelitian ini. Jakarta, 2016 Mahasiswa Residen Keperawatan Onkologi (Triana Arisdiani) NPM 1306346380 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 215 Lampiran 6 : Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan EBN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH UNIVERSITAS INDONESIA PEMINATAN KEPERAWATAN ONKOLOGI LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENERAPAN EBN (Informed Concent) Kode responden Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Umur : Alamat: Berdasarkan penjelasan tentang tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penerapan EBN-Practice menghirup aromaterapi jahe yang telah kami terima dari mahasiswa residensi keperawatan medical bedah pendidikan spesialis keperawatan onkologi FIK-UI, maka dengan ini kami menyatakan bersedia ikut serta secara sukarela untuk menjadi responden dalam kegiatan ini. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. Jakarta, ( 2016 ) Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 216 Lampiran 7 : Instrumen Pengkajian Mual Muntah FORM PENGALAMAN MUAL MUNTAH POST KEMOTERAPI 1. PENGALAMAN MUAL POST KEMOTERAPI Apakah anda memiliki pengalaman mual : ( ) ya ( ) tidak Hari ke berapa Anda mulai mengalami mual : Berapa lama Anda mengalami mual : Tuliskan skala mual yang pernah Anda alami : Pengalaman/ Keparahan/Intensitas mual dan muntah ( visual analog scale ) Tidak mual Mual sedang Mual sangat hebat Ibu diminta untuk menunjuk salah satu angka yang menunjukkan tingkat keparahan mual dan muntahnya dengan menggunakan visual analog scale. 2. PENGALAMAN MUNTAH POST KEMOTERAPI Apakah anda memiliki pengalaman muntah : ( ) ya ( ) tidak Hari ke berapa Anda mulai mengalami muntah : Berapa lama Anda mengalami muntah : Berapa kali Anda mengalami muntah : Berapa cc setiap Anda mengalami muntah : Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 217 LEMBAR PENGKAJIAN MUAL HARI KE(tulis hari dan tanggal) 1 KELUHAN MUAL (tulis jam dimana keluahan mual terjadi) Note : jam wajib Anda nilai 09.00, 15.00 dan 21.00 WIB DURASI MUAL (berapa lama Anda merasa mual) INTENSITAS KETERANGAN MUAL (tulis sesuai keluhan mulai dari 0 untuk tidak ada keluhan mual s.d 10 untuk keluhan yang sangat hebat) semakin besar nilanya ,semakin berat mualnya 2 3 4 5 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 218 LEMBAR PENGKAJIAN MUNTAH HARI KE(tulis hari dan tanggal) 1 KELUHAN MUNTAH (tulis jam dimana keluahan muntah terjadi) Note : jam wajib Anda nilai 09.00, 15.00 dan 21.00 WIB DURASI MUNTAH (berapa lama Anda mengalami muntah) BANYAKNYA KETERANGAN MUNTAH (tulis jumlah muntah dalam cc/ml dengan menggunakan gelas ukur) 2 3 4 5 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 219 Lampiran 8 : Lembar Observasi Partisipan EBN LEMBAR OBSERVASI PASIEN EVIDENCE BASED NURSING PENGARUH MENGHIRUP AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL MUNTAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA Nama Umur No. MR Diagnosa Jenis Kemoterapi Berapa lama Anda mengalami mual ? (hari) Berapa kali Anda mengalami muntah ? Berapa lama Anda tidak nafsu makan (mengalami penurunan nafsu makan setelah kemoterapi) ? Adakah perbedaan yang Anda rasakan dari sebelum Anda menggunakan aromaterapi dan setelah menggunakan aromaterapi ? jelaskan? Menurut Anda aromaterapi mana yang lebih bermanfaat I atau II?jelaskan? : : : : : Sebelum mendapat treatment aromaterapi (Perawatan Standar RS) Perawatan Standar RS dan Treatment I Perawatan Standar RS dan Treatment II Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 220 HASIL OBSERVASI PASIEN EVIDENCE BASED NURSING PENGARUH MENGHIRUP AROMATERAPI JAHE TERHADAP MUAL MUNTAH PADA PASIEN KANKER PAYUDARA YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA Grup A No. Responden Sebelum mendapat treatment aromaterapi (Perawatan Standar RS) Mual (hari) Muntah (kali) Perawatan Perawatan Standar RS dan Standar RS dan Treatment I Treatment II Mual Muntah Mual Muntah (hari) (kali) (hari) (kali) Sebelum mendapat treatment aromaterapi (Perawatan Standar RS) Mual (hari) Muntah (kali) Perawatan Perawatan Standar RS dan Standar RS dan Treatment I Treatment II Mual Muntah Mual Muntah (hari) (kali) (hari) (kali) 1 2 3 4 5 6 Ket : Diawali dengan pemberian aromaterapi essential Grup B No. Responden 1 2 3 4 5 6 Ket : Diawali dengan pemberian aromaterapi plasebo Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 221 Lampiran 9 : Prosedur Pelaksanaan Menghirup Aromaterapi Jahe Prosedur intervensi penelitian ini selain menerima perawatan standar, kalung aromaterapi diberikan kepada pasien untuk dipakai selama lima hari pada siang dan malam hari. Kalung aromaterapi adalah liontin yang terbuat dari kaca yang digantungkan pada leher pasien dan ditempatkan sekitar 20 cm dari hidung pasien. Setiap hari pasien diminta untuk menghirup dengan menarik nafas dalam-dalam setidaknya 3 kali sehari dalam 3 peride dan dalam duarsi 2 menit. Pasien diminta menghirup ketika ada gejala mual muntah maupun tidak ada gejala. Kalung aromaterapi ini diisi sekitar 1-2 tetes minyak esensial dan minyak wangi jahe. Grup 1 menerima minyak wangi jahe (plasebo) pada kemoterapi pertama, kemoterapi selanjutnya menerima minyak esensial jahe. Sebaliknya untuk grup 2 menerima minyak esensial jahe terlebih dahulu dilanjutkan minyak wangi jahe (plasebo). Jarak penerimaan kemoterapi pertama dan kedua berkisar 2-3 minggu. Pasien diinstruksikan untuk menghentikan penggunaan aromaterapi setelah treatment berakhir. Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 222 Lampiran 10 : Lembar Observasi Modified Early Warning Score (MEWS) LEMBAR OBSERVASI MODIFIED EARLY WARNING SCORE (MEWS) Respirasi ≥ 30 21-29 15-20 12-14 10-11 8-9 ≤8 Nadi ≥ 130 111-129 101-110 60-100 51-59 40-50 < 40 Tekanan darah sistolik ≥ 180 170-179 150-169 101-149 81-100 71-80 ≤ 70 Nilai tekanan darah diastolik Suhu ≥ 39,6 SpO2 Tingkat kesadaran Urine Output (dalam 2 jam) Tangga l Waktu 3 2 1 0 1 2 3 3 2 1 0 1 2 3 3 2 1 0 1 2 3 38,6-39,5 37,8-38,5 36-37,7 35,1-35,9 34-35 < 34 < 85 85-89 90-94 ≥ 95 Unresponsive (U) Respons to Pain (P) Respons to Voice (V) Alert (A) Agitasi ≤ 20 ml/jam ≤ 30 ml/jam ≤ 50 ml/jam 60 ml/jam 3 2 1 0 1 2 3 3 2 1 0 3 2 1 0 1 3 2 1 0 >300 ml/jam 3 TOTAL MEWS Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 Diagnosa Medis: Parameter Ruangan: Tanda-tanda Vital 223 Perfusi : CRT (detik) Warna kulit : Skala Nyeri Normal (N) Pucat (P) Sianosis (S) Ringan (1-3) Sedang (4-6) Berat (7-10) Obat nyeri (Ya/Tidak) Berkeringat :(Ya/Tidak) JumlahPerdarahan (cc) : Turgor kulit (detik) Pupil (size/ RC) : Lab: Glukosa darah ANC Trombosit Leukosit D-dimer Hb Na K < 40 mg/dL 40 – 400 mg/dL >400 mg/dL 3 < 1,5 x 10 /µL’ 3 ≥1,5 x10 /µL 3 ≤ 20 x 10 /µL 3 >20 x 10 /µL – 6 1x10 /µL 6 >1 x10 /µL 3 < 2 x 10 /µL 3 2 x 10 /µL – 50 x 3 10 /µL 3 >50 x 10 /µL < 500 ng/ml ≥ 500 ng/ml ≤ 6 gr% >6 gr% < 120 mmol/L 120 – 160 mmol/L >160 mmol/L < 2.8 mmol/L 2.8 – 6 mmol/L > 6mmol/L Lainnya: TTD/NAMA Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 224 Lampiran 11 : Petunjuk Pengisian MEWS Respirasi Nadi Tekanan darah sistolik Suhu 3 ≤8 < 40 2 8-9 40 - 50 1 10-11 51 - 59 0 12-14 60-100 ≤ 70 71 – 80 81 - 100 101 149 < 34 34-35 35.1–35.9 36.037.7 ≥ 95 Alert 1 15-20 101 – 110 150 169 2 21-29 111 – 129 170 179 3 ≥ 30 ≥ 130 37.838.5 38.639.5 ≥39.6 ≥ 180 SpO2 < 85 85-89 90-94 Tingkat Unresponsive Respons Respons Agitasi kesadaran to Pain to Voice Urine ≤ 20ml/jam ≤ 30 ≤ 60 >300ml/jam Output ml/jam 50ml/jam ml/jam (dalam 2 jam) Keterangan: cek dan catat hasil pengukuran berdasarkan parameter diatas, kemudian lakukan skoring MEWS. Setelah itu jumlahkan semua skor dan catat kategori MEWS dan lakukan tata laksana sesuai algoritma Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 225 Lampiran 13 : Alogaritma MEWS Algoritma MEWS : NORMAL LOW MEDIUM HIGH MEWS 0 MEWS 1 – 3 MEWS 4 – 5 MEWS ≥ 6 atau : score 3 pada satu parameter Tindakan : Monitoring tiap shift oleh perawat pelaksana Tindakan : Tindakan : 3) Pengkajian ulang oleh PN/ PJ Shift/ CCM 4) Pengkajian ulang tiap 4-6 jam oleh perawat pelaksana 8) Lapor PJ Shift 9) Lapor Supervisor/ konsultan senior 10) Hubungi Tim Code Blue 11) Aktifkan code blue 12) Treatment Inisiasi 13) Continue monitoring tiap 15-30 menit hingga MEWS <4 14) Pertimbangk an untuk transfer ke ruang intensif Tindakan : 6) Pengkajian ulang oleh PN/ PJ Shift/ CCM 7) Lapor dokter jaga/ residen 8) Dokter jaga melaporkan pada DPJP 9) Treatmen Inisiasi 10) Monitoring tiap 1 jam hingga MEWS <4 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 226 Lampiran 13 : Alur Tata Laksana MEWS Perawat IGD pasien asesment n Dokter IGD / Spesialis contact pasien Treatment / Immediate interventions Automatic alert Warning Zone (MEWS ≥6) Transfer ke ruang rawat inap Transfer ke ICU DNR Sistem MEWS diterminasi Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 227 Lampiran 14 : Kuesioner Evaluasi terhadap Penerapan MEWS Perawat IGD 1. Inisial 2. Jenis kelamin 3. Usia 4. Tingkat Pendidikan 5. Perawat *Coret yang tidak perlu : : Laki-laki / Perempuan* : : : Pelaksana / Primer / Karu)* Petunjuk pengisian Berikan tanda ceklist (√) pada salah satu kolom (“STS = sangat tidak setuju”, “TS = tidak setuju”, “S = setuju”, “SS = sangat setuju”) sesuai dengan pernyataan dibawah ini. No Pernyataan 1 Prosedur MEWS lebih mudah digunakan dalam monitoring kegawatan kondisi pasien 2 Prosedur MEWS membuat kerja saya lebih sistematis dan terstandar 3 Penerapan MEWS memudahkan saya dalam mengidentifikasi kondisi kegawatan pada pasien 4 MEWS memudahkan keteraturan pemantauan kondisi pasien dari waktu ke waktu 5 Penerapan MEWS membantu dan memudahkan clinical judgement dan penanganan tindak lanjut 6 Grafik MEWS mudah dalam pengisian dan tepat guna 7 Sistem MEWS telah mewakili kebutuhan pengkajian dan pemantauan kondisi kegawatan 8 Penerapan MEWS memudahkan kolaborasi dalam melakukan penatalaksanaan terhadap kondisi pasien 9 Sistem MEWS membantu komunikasi yang efektif sesama kolega tentang kondisi pasien 10 Sistem MEWS dapat mencegah perburukan kondisi pasien STS TS S SS 11) Apakah sebelumnya Anda telah mengenal EWS (Early Warning Score)? Jika iya darimana Anda mendapatkan info tersebut? 12) Silahkan pilih salah satu pernyataan yang cocok dengan Anda saat menggunakan EWS : ( ) membantu mengenal kondisi perburukan pasien ( ) membuat saya merasa aman ( ) mudah karena tidak mengharuskan tindakan invasif ( ) menurunkan beban kerja saya 13) Apakah Anda menemui kesulitan dalam menggunakan EWS? Jelaskan? 14) Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan di IGD? Jelaskan jawaban Anda? 15) Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti? Jelaskan jawaban Anda? 16) Komentar dan Saran : Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 228 Lampiran 15: Rencana Tindak Lanjut Pengembangan MEWS Onkologi (Pilot project) Lampiran 16: Daftar Riwayat Hidup Initial sintesis Periodewaktu 2 minggu Riview ulang Uji Coba Berkelanjutan Launching Periodewaktu ± 1 bulan Periodewaktu ± 3 bulan Survey, Samplimg UJI COBA FASE 1 Collecting data UJI COBA FASE 2 Statistical UJI COBA FASE 3 Analyze JANGKA PENDEK JANGKA PANJANG Riview / Evaluasi Draft Formula Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 229 Lampiran 16 : Evaluasi hasil kuesioner (pertanyaan terbuka) No. Responden R1 R2 Pertanyaan Pernyataan responden Apakah sebelumnya Anda telah mengenal EWS (Early Warning Score)? Jika iya darimana Anda mendapatkan info tersebut? Silahkan pilih salah satu pernyataan yang cocok dengan Anda saat menggunakan EWS : a) membantu mengenal kondisi perburukan pasien b) membuat saya merasa aman c) mudah karena tidak mengharuskan tindakan invasif d) menurunkan beban kerja saya Apakah Anda menemui kesulitan dalam menggunakan EWS? Jelaskan? “membantu mengenal kondisi perburukan pasien” Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan di IGD? Jelaskan jawaban Anda? “cocok bila tenaga kesehatan memadai, karena kadang pada situasi tertentu perbandingan antara perawat banding pasien = 3 : 25” Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti? Jelaskan jawaban Anda? “ya” Komentar dan Saran : Apakah sebelumnya Anda telah mengenal EWS (Early Warning Score)? Jika iya darimana Anda mendapatkan info tersebut? Silahkan pilih salah satu pernyataan yang cocok dengan Anda saat menggunakan EWS : a) membantu mengenal kondisi perburukan pasien b) membuat saya merasa aman c) mudah karena tidak mengharuskan tindakan invasif d) menurunkan beban kerja saya Apakah Anda menemui kesulitan dalam menggunakan EWS? Jelaskan? “belum” “tidak” “belum” “membantu mengenal kondisi perburukan pasien” “tidak” Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan di IGD? Jelaskan jawaban Anda? Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti? Jelaskan jawaban Anda? Komentar dan Saran : “cocok” “jelas” “kalau bisa lembar observasi MEWS lebih simpel” Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 230 Apakah sebelumnya Anda telah mengenal EWS (Early Warning Score)? Jika iya darimana Anda mendapatkan info tersebut? Silahkan pilih salah satu pernyataan yang cocok dengan Anda saat menggunakan EWS : a) membantu mengenal kondisi perburukan pasien b) membuat saya merasa aman c) mudah karena tidak mengharuskan tindakan invasif d) menurunkan beban kerja saya R3 “membantu mengenal kondisi perburukan pasien” Apakah Anda menemui kesulitan dalam menggunakan EWS? Jelaskan? “tidak” Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan di IGD? Jelaskan jawaban Anda? Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti? Jelaskan jawaban Anda? Komentar dan Saran : R4 “iya, dari seminar-seminar” Apakah sebelumnya Anda telah mengenal EWS (Early Warning Score)? Jika iya darimana Anda mendapatkan info tersebut? Silahkan pilih salah satu pernyataan yang cocok dengan Anda saat menggunakan EWS : a) membantu mengenal kondisi perburukan pasien b) membuat saya merasa aman c) mudah karena tidak mengharuskan tindakan invasif d) menurunkan beban kerja saya “iya” “jelas, cuma untuk penerapan di IGD kurang tepat, karena untuk observasi Tensi Nadi per 15 menit dengan jumlah pasien dan jumlah perawat kurang sesuai” “untuk monitoring pasien bagus, tapi untuk observasi per 15 menit dengan jumlah pasien dan jumlah perawat yang bertugas kurang tepat” “seperti flowsheet di ICU, 1 lembar saja untuk semua aktivitas perawat” “sudah, dari seminar” “membantu mengenal kondisi perburukan pasien” Apakah Anda menemui kesulitan dalam menggunakan EWS? Jelaskan? Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan di IGD? Jelaskan jawaban Anda? “tidak” “cocok, asalkan jumlah tenaga memadai, sarana dan prasarana Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 231 Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti? Jelaskan jawaban Anda? Komentar dan Saran : Apakah sebelumnya Anda telah mengenal EWS (Early Warning Score)? Jika iya darimana Anda mendapatkan info tersebut? Silahkan pilih salah satu pernyataan yang cocok dengan Anda saat menggunakan EWS : a) membantu mengenal kondisi perburukan pasien b) membuat saya merasa aman c) mudah karena tidak mengharuskan tindakan invasif d) menurunkan beban kerja saya Apakah Anda menemui kesulitan dalam menggunakan EWS? Jelaskan? R5 mendukung (bed side monitor jumlahnya cukup, kecepatan lab dalam mengeluarkan hasil)” “jelas, tapi belum realistis dengan kondisi IGD Dharmais (tenaga, sarana, prasarana)” “algoritme diusahakan/disesuaikan dengan realita IGD RS Kanker Dharmais agar mampu laksana” “sudah, dari seminar dan workshop MEWS & blue code di RS Pertamina “membantu mengenal kondisi perburukan pasien” “iya, karena belum terbiasa diterapkan ditempat kerja” Apakah menurut Anda EWS cocok digunakan di IGD? Jelaskan jawaban Anda? “sangat cocok untuk membantu mengenali kondisi perburukan pasien dan bisa menurunkan/mencegah terjadinya blue code” Apakah algoritme jelas dan dapat dimengerti? Jelaskan jawaban Anda? “ys, sangat sistematis” Komentar dan Saran “ untuk MEWS pada pasien kanker berbeda dengan pasien yang non kanker, jadi harus dilakukan penelitian untuk menemukan rumus MEWS yang tepat” “riset yang dilakukan oleh mahasiswi S2 FKUI sangat bagus dan berguna bagi seluruh perawat yang bekerja diinstansi yang dilakukan riset” Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 232 Lampiran 17 : Daftar Riwayat Hidup CURICULUME VITAE A. PERSONAL DATA 1. Name : Triana Arisdiani, SKep., Ns., M.Kep, Sp.KMB, CWCCA 2. Place and Date of birth : Kendal, October 13, 1986 3. Gender : Women 4. Status : Married 5. TOEFL Test : 476 6. lntitution : Health Science College of Kendal 7. Position : The Lecturer 8. NIPS : 120 211 044 9. Institution address/teip/fax : STIKES Kendal, Jl. Laut 31 Kendal Central Java Indonesia 51311- Telp. 0294-381343 Fax: 0294-381834 10. Home Address : Flamboyan Street Number 20 Rt: 014 Rw:006 Pegulon Kendal,Central Java 51313 11. Address for Correspondence : STIKES Kendal, Jl. Laut 31 Kendal Central Java 12. Phone Number : +62 8985513887/+62 87700069708 13. Email : [email protected] B. PRIMARY SCHOOL a. I was graduated of Langenharjo I Elernentary Islamic School Kendal in 1998 b. I was graduated of Junior High School 2 Kendal in 2001 c. I was graduated of Senior High School 1 Kendal in 2004 d. I was graduated of Bachelor of Science in Nursing Study Program of STIKES Kendal in 2009 e. I was graduated of Nurse of Science in Nursing Study Program of STIKES Kendal in 2010 f. I was graduated of Magister of Science in Nursing Program of University Indonesia in 2015 g. I was graduated of Spesialis of Science inMedical Surgical Nursing Program of University Indonesia in 2016 C. LIST HONORS AND AWARDS RECEIVED. Honors And Awards Date Partisipate in The National Seminar Towards Indonesia Advanced Breast Cancer-Free in 2030 October 31, 2015 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 233 Participate in The Nursing Workshop Measurement of Intra-cranial pressure and external Drainage October 3, 2015 Participate in The Seminary Early detection and management of brain cancer October 3, 2015 Participate in Training Residensi September 3, 2015 Participate in Training Basic trauma and Cardiac Life Support (BTCLS) Participate in Training The 2-Day Comprehensive Course in ECG Interpretation Participate in Basic ECG Interpretation and Nursing Role in Critical Arrhythmias Management Seminar Participate In Workshop Improving The Quality Of Lecturer In Writing And Publish Book Participate In Seminary Implementasi Nursing By Laws Participate In Training Wound Care Clinician Associate Program Participate In Seminary Breaking Trough, Breaking Free To Be The Asia Pasific Leader In Wound Healing Comite In Seminary National Seminar On Mothers Day In Order To Warn "Breastfeeding Initiation And Early Asi An Exclusive Opportunity And Challenges In Determining The Modern Era Generation Of Superior" Partipate In Workshop Nurse Competency Test With Central Java Paper Based Test Participate In Training Nursing Management Ward And Initial Development Model Professional Nursing Practice Comite In Seminary Credentials Health As A Solution In Improving Quality Of Health Care Participate In Workshop Item Riview Nurse Competency Test Participate In Training Quantum Power Learning Parcipate In Training Student Center Learning Participate In Seminary Nursing Challege In Globalization September 10-16, 2014 April 12-13, 2014 March 22, 2014 February 9, 2013 February 23, 2013 January 10-13, 2013 January 13, 2013 December 29, 2012 Juny 16, 2012 April 11-14, 2012 Juny 16, 2012 January 10-11, 2012 April 22-23, 2011 August 31-September 1, 2010 April 3, 2010 Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016 234 Participate In Training Basic Trauma Life Support And Basic Cardiac Life Support Participate In Seminary Nurses Employment Opportunities In The Era Of Global Mei 4-8,2010 April 18, 2009 D. WORK EXPERIENCE a. A have been Working at School of health Sciences Kendal From March 2011 Until Now I hereby decalre that the above written particulars are true to the best of my college and beliefe. Best Regard, Triana Arisdiani Universitas Indonesia Analisis praktik ..., Triana Arisdiani, FIK UI, 2016