Untitled

advertisement
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
RINGKASAN
Tujuan jangka panjang dan target khusus yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini
nantinya untuk menemukan satuan lingual yang muncul dalam mantra tradisi mambuntang
masyarakat Dayak Maanyan berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah ditinjau dari
antropolinguistik. Secara rinci, penelitian ini berupaya menemukan satuan lingual yang
muncul dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan, makna yang
terkandung dalam satuan lingual yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat
Dayak Maanyan, dan antropolinguistik yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang
masyarakat Dayak Maanyan berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan ciri-ciri yang
dikemukakan Bogdan dan Biklen (1998:27-30) yakni (1) menggunakan latar alami sebagai
sumber data langsung dan peneliti sebagai instrumen utama, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih
memperhatikan proses daripada hasil, (4) cenderung menganalisis data secara induktif, dan
(5) makna merupakan perhatian utama. Metode ini sangat tepat digunakan dalam penelitian
ini karena meneliti subjek dan dilakukan pada satu tradisi.
Kata-kata kunci: antropolinguistik, mantra, tradisi mambuntang
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini dibahas mengenai (1) latar belakang, (2) rumusan masalah,
(3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian dan (5) penegasan istilah.
1.1 Latar Belakang
Bahasa sebagai wadah kebudayaan yang digunakan oleh masyarakat Dayak Maanyan
di Desa Warukin. Bahasa dan kebudayaan digunakan oleh masyarakat sebagai dua hal yang
saling mempengaruhi. Hal ini sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat yang menyatakan
bahwa masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat
tertentu yang bersifat kontinu (2009). Lebih lanjut Koentjaraningrat (2009:79) beranggapan
bahwa kebudayaan berarti keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman dan menjadi pedoman tingkah
lakunya.
Hubungan antara bahasa dan kebudayaan dalam linguistik dilakukan melalui teori
relativitas bahasa. Teori ini secara umum menyatakan bahwa bahasa tidak bersifat universal
melainkan sangat relatif dan berbeda satu sama lain meskipun memiliki pola dan fungsi
utama yang sama, yaitu sebagai alat komunikasi. Perbedaan ini antara lain dipengaruhi oleh
faktor kebudayaan dan kondisi alam sekitar (Sapir dalam Duranti, 1997:60).
Teori relativitas bahasa mengalami perkembangan dari para ahli bahasa baik di benua
Eropa maupun Amerika. Para ahli bahasa yang mengembangkan teori tersebut antara lain
adalah Edward Sapir yang menyatakan pentingnya bahasa untuk dapat mempelajari
kebudayaan dari suatu masyarakat. Pemikirannya mengenai relativitas bahasa sangat
mempengaruhi muridnya Benjamin Lee Whorf. Keduanya menyatakan bahwa struktur
1
bahasa suatu bahasa menggambarkan bagaimana penuturnya memandang dunianya dan
bagaimana kebudayaan mempunyai hubungan dengan bahasa. Pemikiran Sapir dan Whorf
mengenai kaitan antara bahasa dan kebudayaan yang sejalan dengan pandangan relativitas
bahasa lebih dikenal sebagai Hipotesis Sapir-Whorf (Kadarisman, 2010:3).
Kebudayaan merupakan hasil cita, rasa, dan karsa manusia dalam kehidupan komunal
(Koentjaraningrat, 2009:146). Lambang-lambang kebudayaan dapat dikelompokkan dalam
empat macam: lambang kepercayaan, ilmu dan pengetahuan, pengungkapan perasaan dan
lambang penilaian. Keanekaragaman budaya sebagai aset daerah secara universal saat ini
cukup mendapat perhatian dari pemerintah.
2
3
Masyarakat dengan kebudayaannya masing-masing memiliki tradisi yang berbedabeda. Masyarakat Dayak Maanyan memiliki kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat
suku Banjar. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan keadaan alam, sistem mata
pencaharian, dan sistem religi yang berkembang dalam setiap masyarakat. Di dalam
masyarakat Banjar agama Islam lebih berkembang, sedangkan dalam masyarakat Dayak
Maanyan di desa Warukin mayoritas agama Kristen walaupun masih ada yang menganut
kepercayaan Kaharingan. Tradisi yang berhubungan dengan sistem religi di kedua wilayah
tersebut tentu akan berbeda. Jika upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Dayak
Maanyan dipengaruhi oleh ajaran Kristen dan Kaharingan, upacara adat yang berkembang
dalam masyarakat suku Banjar dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Upacara tradisi
mambuntang yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Maanyan di desa Warukin
kecamatan Tanta, kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan merupakan salah satu contoh
upacara tradisi yang dipengaruhi oleh ajaran agama yang berkembang.
Upacara dalam masyarakat Dayak Maanyan tidak hanya memiliki fungsi yang
disadari seperti tercermin dari tujuan formal suatu upacara tradisi mambuntang. Ada fungsi
upacara yang tidak disadari tetapi akibatnya dapat dirasakan, yaitu berupa penguatan
solidaritas dan integrasi sosial. Sejalan dengan pendapat Northcott (2005:279-280) upacara
dalam setiap agama pada dasarnya difokuskan pada cara-cara untuk memperoleh
keselamatan, baik melalui penyembahan, doa maupun meditasi yang memungkinkan manusia
dapat membangun keselarasan dengan dunia trans-empiris.
Tradisi pada umumnya berupa adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang
masih dijalankan dalam masyarakat. Tradisi mambuntang merupakan salah satu upacara yang
dipandang penting bagi masyarakat Dayak Maanyan di Warukin yang masih beranggapan
bahwa alam sekitar manusia ini penuh dengan makhluk-makhluk halus atau roh-roh.
Makhluk tersebut berdiam di sekitar rumah penduduk, di sungai, pohon-pohon besar. Tujuan
4
diadakannya upacara tersebut untuk menghormati para arwah nenek moyang dan makhluk
halus lainnya agar tidak mengganggu kehidupan yang ada di dunia. Masyarakat Dayak
Maanyan percaya bahwa dengan menyelenggarakan tradisi ini maka para arwah nenek
moyang akan memberikan pertolongan sehingga mendapatkan kebahagiaan, baik saat hidup
maupun meninggal.
Mambuntang hajat dilakukan apabila ada seseorang atau salah satu keluarga yang
mempunyai hajat tertentu. Fungsinya untuk memenuhi hajat yang sebelumnya pernah
diucapkan oleh seseorang. Ada anggota keluarga sakit yang tidak sembuh-sembuh walaupun
sudah diobati, baik pegobatan secara tradisional maupun medis. Kemudian di dalam keluarga
tersebut berhajat dengan mengucapakan jika sembuh akan melaksanakan mambuntang.
Selanjutnya orang yang sakit tadi sembuh. Oleh karena itu, pihak keluarga tadi harus
mengadakan upacara mambuntang. Jika janji tersebut tidak ditepati berdasarkan informasi
dari Rudy Lucky, penghulu adat, menurut kepercayaan masyarakat Dayak Maanyan anggota
keluarga yang sudah sembuh tadi akan sakit lagi karena diganggu oleh roh keluarganya yang
meninggal. Selain itu, ada juga mambuntang hajat jika panen berhasil, tradisi tersebut akan
dilaksanakan.
Tradisi mambuntang yang berkembang dalam masyarakat Dayak Maanyan memiliki
sistem yang baku yang dilakukan secara turun temurun. Sistem baku tersebut meliputi tata
cara pelaksanaan upacara, alur yang harus dilalui, orang-orang yang terlibat dalam upacara
tersebut, doa yang harus dibaca, dan sesaji yang harus disiapkan. Hal-hal yang berkenaan
dengan suran merupakan simbol-simbol yang sarat akan makna kebudayaan, misalnya sesaji
yang digunakan untuk merepresentasikan suatu konsep kebudayaan yang mereka miliki.
Sesaji dalam tradisi mambuntang tidak lepas dari hasil kebudayaan masyarakat Dayak
Maanyan, sehingga untuk mengetahui kebudayaan yang mereka miliki dapat dilakukan salah
satunya dengan mengurai makna dari nama-nama sesaji yang menjadi simbol budaya
5
tersebut. Suasana religi khususnya kebiasaan sebagian masyarakat yang begitu dekat dengan
mantra dan pemanfaatan mantra untuk kepentingan tertentu demi tercapainya tujuan tertentu
pula. Mantra dipercayai mempunyai kekuatan gaib. Masyarakat begitu sukar melepaskan
kebiasaannya dalam memanfaatkan mantra karena dirasakan banyak diperoleh manfaatnya.
Mantra dipercaya memiliki kekuatan gaib karena pengguna mantra mempunyai bekal
kepercayaan kuat yang disertai kepatuhan untuk memenuhi persyaratan yang dibutuhkan
dalam upacara. Mantra dalam eksistensinya dalam kehidupan manusia memiliki manfaat baik
bagi balian maupun bagi masyarakat. Fungsi mantra bagi masyarakat Dayak Maanyan
sebagai media untuk melakukan ritual tentang alam, ketentraman dalam hidup, melestarikan
alam, menghargai alam, agar eksistensi mantra bagi kehidupan mereka begitu penting.
Kekuatan mantra bukan hanya terletak pada susunan kata-katanya, melainkan pada
konteksnya. Sebuah mantra bila diucapkan pada sembarang tempat bukan pada tujuannya
maka akan hilang kekuatannya. Konteks dapat menunjukkan kesakralan pengucapan mantra.
Berkaitan dengan lahan basah, mantra yang akan diteliti berkaitan dengan alam lingkungan.
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa tradisi mambuntang adalah fenomena
budaya yang dapat dikaji secara ilmiah salah satunya menggunakan pendekatan
antropolinguistik. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan
secara menyeluruh. Di satu pihak manusia adalah pencipta kebudayaan, di pihak lain
kebudayaan yang “menciptakan” manusia sesuai dengan lingkungannya. Dengan demikian,
terjalin hubungan timbal-balik yang sangat erat dan padu antara manusia dan kebudayaan.
Antropologi sebagai kajian yang memadukan disiplin ilmu linguistik dan antropologi
sebagai sarana untuk memahami suatu kebudayaan melalui bahasa. Kajian ini merupakan
kajian interdisipliner karena melibatkan dua disiplin ilmu yang berbeda, yaitu antropologi dan
linguistik. Hal ini dilakukan agar pengungkapan simbol-simbol kebudayaan dapat dikaji lebih
jelas daripada jika dijelaskan dengan ancangan satu disiplin saja. Objek sasaran kajian ini
6
berupa aspek-aspek linguistik, yaitu satuan lingual yang terkandung dalam suran yang
dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Maanyan. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan
makna dari satuan lingual yang muncul dalam tradisi mambuntang dengan konteks
kebudayaan masyarakat Dayak Maanyan.
Penelitian tentang antropolinguistik dan mantra sebenarnya sudah pernah dilakukan
oleh peneliti-peneliti lain berupa skripsi, tesis, jurnal, dan laporan penelitian. Pertama, skripsi
Khairunnisa (2006) berjudul Tradisi Mambuntang dan Perubahan-Perubahannya pada
Masyarakat Dayak Maanyan di Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong Tahun
1970-2005. Skripsi ini secara umum menggambarkan tradisi mambuntang dari sudut sejarah.
Analisis dilakukan terhadap kemunduran dan faktor-faktor penyebab terjadinya kemunduran
tradisi mambuntang dalam kurun waktu 1970-2005. Karena mengkaji tentang sejarah,
penelitian ini tidak membahas tentang linguistik.
Kedua, tesis berjudul Mantra Dayak Maanyan: Kajian Jenis, Makna, dan Fungsi
ditulis oleh Riastinadya Condrat (2012). Tesis ini mendeskripsikan mantra Dayak Maanyan
dari segi jenis, makna, dan fungsi. Hasil temuan ini mantra secara menyeluruh tidak
dikhususkan dalam mantra tradisi Mambuntang.
Ketiga, jurnal Telangkai Bahasa dan Sastra yang ditulis Surbakti (2014) menulis
tentang Nilai Budaya dalam Leksikon Erpangir Ku Lau Tradisi Suku Karo (Kajian
Antropolinguistik). Hasil penelitian berupa deskripsi leksikon dari proses erpangir ku lau
suku Karo dan deskripsi nilai budaya yang terkandung pada tradisi ‟erpangir ku lau‟ suku
Karo. Berkaitan dengan deskripsi nilai budaya terdapat nilai yang berorientasi dengan alam
(lingkungan). Penelitian ini memaparkan leksikon yang ditemukan pada tradisi adat tetapi
tidak berupa mantra.
Keempat, penelitian mantra ditulis oleh Setiati (2003) dengan judul Mantra Bahasa
Maanyan: Analisis Jenis, Fungsi, dan Mantra. Penelitian ini mendeskripsikan tentang jenis,
7
fungsi, dan mantra Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah. Dari segi lokasi penelitian sudah
berbeda, walaupun membicarakan Dayak Maanyan. Salah satu aspek yang dianalisis tentang
mantra yang berhubungan dengan upacara adat sudah ada dipaparkan dalam penelitian
tersebut seperti ngobat barah (mengobati luka dalam) dan dudu sawan (sakit koreng/bisul).
Jenis mantra diteliti berdasarkan fungsi dan pembacaan heuristik. Namun, dari segi
antropologinya belum dipaparkan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penelitian ini berjudul
Antropolinguistik dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat Dayak Maanyan di Lahan
Basah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul yang dipilih untuk penyelesaian penelitian ini dapat ditentukan
rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa saja satuan lingual yang muncul dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat
Dayak Maanyan?
2. Bagaimana makna yang terkandung dalam satuan lingual yang terdapat dalam mantra
tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan?
3. Bagaimana antropolinguistik yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat
Dayak Maanyan berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang ditetapkan di atas, penelitian ini bertujuan
untuk:
1. mendeskripsikan dan menjelaskan satuan lingual yang muncul dalam mantra tradisi
mambuntang masyarakat Dayak Maanyan;
8
2. mendeskripsikan dan menjelaskan makna yang terkandung dalam satuan lingual yang
terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan;
3. mengungkapkan antropolinguistik yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang
masyarakat Dayak Maanyan berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan mendeskripsikan antropolinguistik dalam mantra tradisi
mambuntang masyarakat Dayak Maanyan di lahan basah. Deskripsi tersebut diharapkan
dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis.
1. Manfaat Teoretis
Adapun manfaat teoretis yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
a. hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu yang bersifat interdisipliner,
terutama antara antropologi dan linguistik.
b. hasil penelitian ini juga dapat sebagai pendokumentasian bahasa daerah, yaitu bahasa
Dayak Maanyan yang diharapkan dapat mendukung pelestarian dan kelangsungan hidup
kebudayaan setempat.
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat berguna untuk dua bidang. Pertama, bagi
bidang kebudayaan, hasil penelitian ini berguna untuk merangsang berbagai pihak untuk
mempelajari, berusaha mengembangkan, dan melestarikan khasanah budaya Dayak
Maanyan, yang pada gilirannya juga bisa dikembangkan untuk kepentingan wisata yang
dapat membantu peningkatan taraf hidup masyarakat Dayak Maanyan. Kedua, bagi bidang
pendidikan khususnya pembelajaran bahasa dan sastra, hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan rujukan dan kajian untuk merancang pembelajaran sastra daerah ke dalam
9
pembelajaran muatan lokal tentang apa yang seharusnya diketahui dan dipahami oleh anak
didik sehubungan dengan budaya daerah Dayak Maanyan.
1.5 Penegasan Istilah
1. Linguistik kebudayaan adalah sebuah studi yang meneliti hubungan intrinsik antara
bahasa dan budaya, bahasa dipandang sebagai fenomena budaya yang kajiannya berupa
language in cultural atau language and cultural.
2. Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan
bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi,
sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etnik bahasa, adat istiadat
dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa.
3. Mantra adalah kata-kata yang mengandung kalimat dan kekuatan gaib atau magis dan
hanya diucapkan oleh orang-orang tertentu saja seperti dukun atau pawang.
4. Tradisi mambuntang adalah adalah suatu upacara adat yang dilaksanakan oleh keluarga
yang mempunyai hajat.
5. Dayak Maanyan adalah subetnis suku Dayak Maanyan yang mendiami Desa Warukin di
Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini merupakan pembahasan mengenai teori-teori yang akan menjadi
acuan untuk digunakan dalam penelitian ini. Hal-hal yang dibahas dalam bab ini adalah
sebagai
berikut.
(1) tradisi mambuntang, (2) mantra, (3) dayak Maanyan, (4)
antropolinguistik berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah.
2.1 Tradisi Mambuntang
Tradisi merupakan kebiasaan secara turun temurun dari nenek moyang yang masih
dijalankan dalam masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut salah satu tradisi yang
dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Maanyan di desa Warukin adalah tradisi mambuntang.
Tradisi mambuntang dalam penelitian ini dibatasi pada tradisi mambuntang hajat yang
dilakukan oleh keluarga yang mempunyai hajat tertentu. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk
memenuhi hajat yang sebelumnya pernah diucapkan oleh seseorang.
Tradisi mambuntang masih dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Maanyan di
Warukin sampai sekarang. Pelaksanaannya selama sembilan hari sembilan malam dan
berdasarkan pada kepercayaam Kaharingan walaupun mayoritas penduduk di desa tersebut
beragama Kristen.
2.2 Mantra
Koentjaraningrat (dalam Ganie 2011:44) menyatakan bahwa mantra adalah bagian
dari teknik ilmu gaib yang berupa kata-kata dan suara-suara yang sering tak berarti, tetapi
dinggap berisi kesaktian atau kekuatan mengutuk. Sudjiman (1990:51) menyatakan bahwa
mantra adalah susunan kata berunsur puisi seperti rima, irama, yang dianggap memiliki
10
kekuatan gaib diucapkan oleh pawang untuk menandingi kekuatan lainnya. Dilihat dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mantra adalah kata-kata yang mengandung kalimat
dan kekuatan gaib atau magis yang hanya diucapkan oleh orang-orang tertentu saja seperti
dukun atau pawang.
2.3 Dayak Maanyan
Dayak adalah istilah umum yang pertama kali digunakan oleh antropolog Barat untuk
menunjuk penduduk asli Kalimantan yang tidak beragama Islam (King, 1993 dikutip
Klinken, 2006:28). Etnik Dayak umumnya tinggal di daerah pedalaman. Berdasarkan
11
12
informasi Andreas Buje, beliau termasuk dalam 101 tokoh Dayak, di Kalimantan Selatan
mereka yang disebut Dayak ini sesungguhnya terdiri dari beragam kelompok, seperti Dayak
Meratus, Dayak Maanyan, Dayak Ngaju, Dayak Bakumpai, dan Dayak Deyah. Meskipun
kebudayaan mereka memiliki banyak kemiripan, setiap kelompok memiliki bahasa yang
berbeda dan umumnya tidak memahami satu sama lain. Etnik Dayak yang terdiri dari
beberapa subsuku yang kemudian menjadi suatu identitas parsial dan salah satu diantaranya
adalah Etnik Dayak Maanyan. Etnik Dayak ini mempunyai bahasa dan peradatan sendiri.
Adat tersebut tercermin dalam kegiatan kepercayaan yang dianut sebagai komponen utama
dalam pengaturan sistem kehidupan bermasyarakat. Selain itu, etnik ini juga banyak
menyimpan kekayaan karya sastra lisan. Sastra lisan Dayak Maanyan mempunyai peranan
penting dalam kehidupan masyarakatnya, terutama dalam pelaksanaan tradisi adat. Tidak
jarang sastra lisan ini, berfungsi sebagai alat pengesahan dalam tata laksana tradisi tersebut.
2.4 Antropolinguistik berkaitan dengan Alam Lingkungan di Lahan Basah
Dalam kebudayaan, bahasa menduduki tempat yang unik dan terhormat. Selain
sebagai unsur kebudayaan, bahasa juga berfungsi sebagai sarana terpenting dalam pewarisan,
pengembangan, dan penyebarluasan kebudayaan. Cakupan kajian yang berkaitan dengan
bahasa sangat luas, karena bahasa mencangkup hamper semua aktivitas manusia. Hingga
akhirnya linguistik memperlihatkan adanya pergerakan menuju kajian yang bersifat
multidisplin, salah satunya adalah antropologi linguistik.
Teori yang digunakan mengacu pada teori antropolinguistik karya Alessandro
Duranti. Di dalam buku ini, Alessandro Duranti (2000) menjelaskan hubugan interdisipliner
antara ilmu bahasa (linguistik) dengan antropologi. Duranti mengenalkan konsep “linguistikantropologi”
yang
ia
gagas
sebagai
salah
satu
bentuk
wilayah
interdisipliner
(interdisciplinary field) yang mempelajari “bahasa” sebagai sumber budaya (cultural
13
resource) dan ujaran (speaking) sebagai bentuk kegiatan budaya (cultural practice). Penulis
buku tersebut juga menunjukkan bahwa linguistik-antropologi juga terbentang luas bersama
kajian Etnografi yang menjadi elemen penting dalam kajian ilmu bahasa. Kajian linguistikantropologi tersebut juga menggambarkan mengenai inspirasi intelektual (intellectual
inspiration) yang berasal dari hubungan interaksional, berdasarkan pada perspektif aktivitas
dan pemikiran manusia. Dalam buku tersebut, penulis menjelaskan bahwa aktifitas ujaran
manusia berdasarkan pada aktifitas budaya sehari-hari (culture of everyday life) dan bahasa
merupakan piranti yang paling kuat (powerful tool) dibandingkan dengan kaca pembanding
lain (simbol) yang lebih sederhana dalam kehidupan sosial masyarakat. Pembahasan awal
dalam buku tersebut menjelaskan mengenai gagasan budaya atau biasa disebut dengan the
notion of culture. Selanjutnya dijelaskan mengenai metodologi dalam etnografi dan
transkripsi.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bagian ini merupakan metode serta prosedur dalam melakukan penelitian. Halhal yang dibahas dalam bab ini sebagai berikut. (1) Jenis dan pendekatan penelitian, (2)
kehadiran peneliti, (3) lokasi penelitian, (4) sumber data dan data, (5) prosedur
pengumpulan data, dan (6) analisis data.
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian terhadap antropolinguistik dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat
Dayak Maanyan di lahan basah ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif ini sesuai dengan ciri-ciri yang dikemukakan Bogdan dan
Biklen (1998:27-30). Adapun ciri-ciri penelitian kualitatif seperti yang dikemukakan Bogdan
dan Biklen (1998:27-30) antara lain: (1) menggunakan latar alami sebagai sumber data
langsung dan peneliti sebagai instrumen utama, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih
memperhatikan proses daripada hasil, (4) cenderung menganalisis data secara induktif, dan
(5) makna merupakan perhatian utama. Sejalan dengan ciri-ciri penelitian kualitatif,
penelitian ini bersifat holistik yakni memandang berbagai permasalahan yang ada tidak
terlepas sendiri-sendiri, tetapi berbagai variabel penelitian tidak bisa dianalisis secara terpisah
dari keterkaitannya dalam keseluruhan konteksnya.
3.2 Kehadiran Peneliti
Mantra direpresentasikan secara lisan oleh penghulu adat dan balian dalam tradisi
mambuntang. Tuturan dan tindakan penghulu adat dan balian merupakan representasi dari
peristiwa, situasi dan kondisi, serta realitas yang ada pada saat itu (kontekstualisasi).
14
Kehadiran peneliti sebagai instrumen kunci mutlak diperlukan pada saat pengambilan dan
pengumpulan data.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kalimantan Selatan. Daerah yang menjadi objek penelitian
adalah Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong. Lokasi ini dipilih karena
berdasarkan informasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di kabupaten tersebut, Desa
Warukin satu-satunya daerah yang menggunakan bahasa Dayak Maanyan, sedangkan di
daerah lain menggunakan bahasa Dayak Deyah, Dayak Ngaju, Dayak Bakumpai, dan Dayak
Meratus. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 1.1: Kabupaten Tabalong Memiliki 12 Kecamatan,
Salah Satunya Kecamatan Tanta
Kabupaten Tabalong dengan ibukotanya Tanjung terletak paling utara dari
propinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas; sebelah utara dan timur
dengan propinsi Kalimantan Timur, sebelah selatan dengan kabupaten Hulu
Sungai Utara dan Kabupaten Balangan, kemudian sebelah barat dengan
propinsi Kalimantan Tengah. Dengan posisi geografis berada pada 1150 9‟ –
15
1150 47‟ Bujur Timur dan 10 18‟ – 20 25‟ Lintang Selatan sedangkan Grid
Provinsi Kalimantan Selatan dari proyeksi UTM terletah pada Grid CE-25
sampai BD-39 dengan koordinast x=295.000M dan y=9.735.000M pada zona
5°LS. Luas wilayah kabupaten Tabalong adalah 3.946 km 2 atau sebesar
10,61 persen dari luas propinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan yang terluas
adalah kecamatan Muara Uya dengan 924,16 km 2, kemudian kecamatan Jaro
dengan 819,00 km2, sedangkan daerah terkecil adalah kecamatan Muara
Harus dengan 62,90 km2 (BPS Kabupaten Tabalong, 2014).
Bentuk morfologi wilayah dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu
daratan alluvial, dataran, bukit dan pegunungan. Jika dilihat dari
persentasenya ternyata wilayah ini didominasi oleh dataran sebesar 41,34
persen dan pegunungan sebesar 29,79 persen. Wilayah kabupaten Tabalong
banyak dialiri oleh sungai antara lain sungai Tabalong, sungai Anyar, sungai
Jaing, sungai Kinarum, sungai Ayo, sungai Mangkupum, sungai Tamunti,
sungai Walangkir, sungai Gendawang, sungai Awang, sungai Masingai,
sungai Lumbang, sungai Juran, sungai Hunangin, sungai Umbu, sungai
Karawili dan lain-lain (BPS Kabupaten Tabalong, 2014).
16
Gambar 1.2: Kecamatan Tanta Memiliki 14 Desa,
Salah Satunya Desa Warukin
Wilayah administrasi kabupaten Tabalong dengan ibukotanya
Tanjung terdiri dari 12 kecamatan yang terbagi atas tiga wilayah
pengembangan pembangunan (WPP), bagian utara meliputi kecamatan
Haruai, Bintang Ara, Upau, Muara Uya dan Jaro. Bagian tengah meliputi
kecamatan Tanta, Tanjung dan Murung Pudak serta bagian selatan meliputi
kecamatan Banua Lawas Pugaan, Kelua dan Muara Harus. Tanta adalah
sebuah kecamatan di Kabupaten Tabalong. Di kecamatan ini terdapat sebuah
lapangan terbang perintis satu-satunya di utara provinsi Kalimantan Selatan
yang bernama Bandar Udara Warukin. Banyaknya desa/kelurahan di
kabupaten Tabalong ini sebanyak 122 desa dan 9 kelurahan, dimana
kecamatan Tanjung dan Banua Lawas mempunyai desa terbanyak yaitu 15
desa dan yang paling sedikit adalah kecamatan Upau dengan 6 desa. Seluruh
desa/kelurahan ini sudah sampai pada tingkat swa sembada. Jarak terjauh
17
menuju ibukota pemerintahan kabupaten dari kecamatan adalah kecamatan
Jaro 60 km dan yang terdekat adalah kecamatan Tanjung yaitu 2 km (BPS
Kabupaten Tabalong, 2014).
Gambar 1.3: Desa Warukin Memiliki 10 Rukun Tetangga
Masyarakat Dayak Maanyan bermukim di Desa Warukin. Desa
Warukin merupakan salah satu desa dari 14 desa yang berada di Kecamatan
Tanta Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan. Lokasi Desa
Warukin berjarak 12 km dari kota Tanjung (ibukota Kabupaten Tabalong)
atau 213 km di sebelah utara Kota Banjarmasin (ibukota Provinsi Kalsel).
Desa ini terletak pada 2° lintang selatan dan 116° bujur timur. Desa Warukin
termasuk dalam topografi kawasan dataran tinggi. Secara geomorfologi Desa
Warukin ini berada di daerah lereng Pegunungan Meratus bagian barat
dengan kondisi benteng lahan bergelombang. Luas Desa Warukin adalah
1618 hektar atau sekitar 19,18 km2. Desa Warukin ini berada di ketinggian 8155 mdpl dengan batas wilayah sebelah timur adalah Desa Padang Panjang,
sebelah barat adalah Desa Dahur, sebelah selatan adalah Desa Pulau Ku‟u
dan Desa Tamiyang, dan sebelah utara adalah Desa Barimbun (BPS
Kabupaten Tabalong, 2014).
18
3.4 Sumber Data dan Data
Penentuan sumber data penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primernya adalah kata-kata yang didapat dari informan yang berasal dari masyarakat
Dayak Maanyan. Data sekunder adalah dokumen tertulis seperti kamus bahasa maanyan dan
dokumen buku-buku yang berhubungan dengan tradisi mambuntang. Jumlah data merujuk
kepada Chaer (2007:39) yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, jumlah data
yang dikumpulkan tidak tergantung pada jumlah tertentu, melainkan tergantung pada taraf
dirasakan telah memadai.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
1. Teknik Observasi
Teknik observasi ini memberikan gambaran tentang tindakan dan perilaku yang
diteliti. Panduan ini juga dilengkapi dengan format catatan lapangan untuk mendapatkan data
dengan cara mengamati langsung objek datanya dan merekam data yang berisi aspek-aspek
yang diobservasi.
2. Teknik Rekaman dan Pencatatan
Teknik rekaman dilakukan untuk mengamati, mencatat, dan menganalisis secara
sistematik tentang gejala-gejala yang diselidiki. Teknik ini dilakukan oleh peneliti yang
memegang peran sebagai perekam dan pengamat penuh. Alat perekam yang digunakan
ialah kamera digital bermerk Sony berwarna hitam dengan kapasitas 12,1 Mega Pixel.
Rekaman berupa video yang didapat kemudian dipindah ke dalam notebook melalui kabel
data dan kemudian ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan untuk dianalisis. Teknik
pencatatan diperlukan apalagi tidak semua data berhasil direkam dengan alat elektronik.
19
3. Teknik Wawancara
Teknik wawancara adalah bentuk perbincangan, seni bertanya dan mendengar.
Wawancara bukanlah perangkat netral dalam memproduksi realitas. Dalam konteks ini,
berbagai jawaban diutarakan. Jadi, wawancara merupakan perangkat untuk memproduksi
pemahaman situasional (situated understandings) yang bersumber dari episode-episode
interaksional khusus (Denzin dan Lincoln, 2009:495). Fontana dan Frey mengutip catatan
Lapangan Malinowski (dalam Denzin dan Lincoln, 2009:508) mengatakan wawancara terdiri
atas tiga macam yaitu terstruktur (structured), semi-terstruktur (semi-structured), atau tak
terstruktur (unstructured). Wawancara terstruktur mengacu pada situasi ketika seorang
peneliti melontarkan sederet pertanyaan temporal pada tiap-tiap responden berdasarkan
kategori-kategori jawaban tertentu/terbatas sedangkan wawancara tak terstruktur memberikan
ruang yang lebih luas dibandingkan dengan tipe-tipe wawancara yang lain. Wawancara
terstruktur bertujuan untuk meraih keakuratan data dari karakteristik yang dapat dikodekan
untuk menjelaskan prilaku dalam berbagai kategori yang telah ditetapkan sebelumnya
(preestablished categories). Wawancara tak terstruktur digunakan untuk memahami
kompleksitas perilaku anggota masyarakat tanpa adanya kategori apriori yang dapat
membatasi kekayaan data yang dapat kita peroleh. Penelitian ini penulis menggunakan
wawancara terstruktur dan takterstruktur. Untuk mendapatkan kekayaan data yang alami
tentang deskripsi Antropolinguistik dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat Dayak
Maanyan di Lahan Basah tersebut.
3.6 Intrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Artinya,
peneliti bertindak sebagai perencana penelitian, penentu dan pembuat instrumen penjaring
20
data, pelaksana pengambilan data, pereduksi data, pelaksana analisis data, penyusun
simpulan, dan sekaligus penyusun laporan penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadi
instrumen yang paling penting dalam pengumpulan dan penafsiran data.
Dalam penelitian ini peneliti menyusun seperangkat instrumen pemandu untuk setiap
tahap pelaksanaannya. Instrumen pemandu yang disiapkan meliputi: (1) panduan observasi
dan (2) panduan wawancara. Kedua panduan tersebut secara rinci memuat prosedur dan
teknik setiap variabel yang diiteliti. Berikut uraian instrumen penelitian.
(1) Panduan observasi, panduan ini memberikan gambaran tentang tindakan dan perilaku
yang diteliti. Panduan ini juga dilengkapi dengan format catatan lapangan untuk
mendapatkan data dengan cara mengamati langsung objek datanya dan merekam data
yang berisi aspek-aspek yang diobservasi (lampiran 1).
(2) Panduan wawancara, panduan ini digunakan untuk mendapatkan informasi dengan cara
bertanya langsung kepada informan. Panduan ini berisi sejumlah pertanyaan yang
dilakukan secara sitematis dan berlandaskan kepada tujaun penelitian (lampiran 2).
3.7 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis antropolinguistik, analisis etnografi, dan analisis
model interaktif. Alur pelaksanaan penelitian etnografi dimulai dari memilih situasi sosial,
melaksanakan observasi, mencatat hasil observasi, dan hasil wawancara. Analisis etnografi
meliputi analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema
kultural (Spradley, 1997). Analisis model interaktif dilaksanakan mulai dari tahap
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penyimpulan data, dan verifikasi data (Miles
dan Huberman, 1984).
Bentuk luaran penelitian ini berupa publikasi ilmiah.
21
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Satuan Lingual yang Muncul dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat
Dayak Maanyan
Deskripsi data yang terdapat dalam tradisi Mambuntang masyarakat Dayak Maanyat
terbagi menjadi dua, yaitu (1) bahan dan alat, dan (2) mantra.
Tabel 1 Deskripsi Data dalam Tradisi Mambuntang
Data
Kegiatan
Proses Tradisi
Mambuntang
Terjemah
- Minyak oles
- Daun singkong
- Minyak yang dioleskan Mengobati
- Daun dari tanaman yang Pokung
bernama singkong
(lumpuh)
-
- Kain hitam polos
- Benda kecil tajam yang
biasanya digunakan
untuk menjahit
- Bahan dasar membuat
kain
- Tanaman yang biasanya
digunakan dalam
membuat masakan
Kain hitam
Jarum
Benang hitam
Kencur
22
Mengobati
Tapen
(kepuhunan
dalam bahasa
Banjar)
Deskripsi
- Minyak oles ini
bersifat
seperti api yang dioleskan
ke badan karena memiliki
sifat minyak yang panas.
- Daun
singkong
ini
digunakan sebagai sapu
dalam pengobatan karena
singkong tersebut disapukan
atau dioleskan ke bagian
yang lumpuh sehingga rohroh jahat takut dan merasa
terganggu.
- Kain hitam digunakan
sebagai pelindung diri dari
dukun dan pasien karna
kain
hitam
dianggap
kegelapan dari bangsa jin.
- Jarum digunakan sebagai
penghalau atau penghalang
diri di saat berobat. Rasa
sakit yang dirasakan pasien
seperti
tertusuk-tusuk
ditawar dengan jarum.
Jarum tersebut bernilai
mistis dalam pengobatan
daerah Paser.
- Benang hitam digunakan
sebagai pengikat janji untuk
tidak melewati pantangan
yang harus dihindari.
- Kencur digunakan sebagai
wewangian
yang
dikeluarkan. Agar jin yang
mengganggu merasa tidak
mau dating lagi untuk
menyakiti pasien.
- Jarum
- Benda kecil tajam yang Mengobati
- Jarum digunakan sebagai
- Sirih
biasanya digunakan
Ngotif (masuk
duri yang
dimasukkan
- Minyak goreng
untuk menjahit
angin)
sebagai penawar dalam
- Tanaman sebagai bahan
ritual adat untuk membayar
dalam membuat
rasa sakit.
makanan
- Sirih digunakan sebagai
- Minyak yang terbuat
penghalang atau pagaran
dari tanaman dan
atara dukun dan pasien agar
biasanya digunakan
tidak diganggu jin.
untuk memasak
- Minyak goreng sebagai api
yang menyala di daun sirih
agar jin merasa takut
melihat.
- Parang (tidak boleh
- Senjata tajam
Mengobati Boar - Parang digunakan sebagai
ditawar)
Tulang (sakit
penawar obat. Tidak boleh
tulang)
ditawar agar penyakit orang
yang diobati cepat sembuh
tidak mengulur waktu lagi.
Kalau ditawarakan lama
proses penyembuhannya.
- Mina jai na
- Mina jai na
Mantra
- Mantra ini digunakan untuk
- Jumi na gan
- Jumi na gan
pelindung diri
melindungi
diri
dari
- Kame alah, manusia
- Hantu alah, manusia
kejahatan jin dan gangguan
- Mahi nawan aku lagi
- Tiada balawan aku lagi
roh-roh.
- Hung tawar panting serba - Tepung tawar dilempar Mantra tawar - Mantra ini digunakan untuk
wangi
serba wangi
seribu
menjadi penawar racun
- Panting tawar serba
- Lempar tawar serba
munut
menurut
- Seratus bisa seribu
- Seratus racun seribu
sekalian
semuanya
- Tawar mati bisa
- Tawar mati racun
23
- Hidup sekalian tawar
- (siwui telu kali)
- Andrau malaing tane
bangkak
- Andrau uran tane rapat
- (siwui telu kali)
- Hidup semua tawar
- (tiup tiga kali)
- Hari panas tanah
membengkak
- Hari hujan tanah
merapat
- (tiup tiga kali)
- Nyamare ulun sakit yena, - Saya memanggil
barang yiti haut
penjaga danau
- Umak natama
- Saya memanggil
- Hampan naun tau hawi
penjaga alam semesta
- Aku mawar wunge taun
- Saya memanggil
- Maka iti aku nawut weah
penjaga sungai
- Daya dasar ni hawi teka - Ini saya tabur beras dan
jumpun haket
kembang tahun
- Umak pakai nyamare ulun - Untuk memanggil
isa sakit yiti
penjaga danau penjaga
- Pakai nerau naun
alam dan penjaga sungai
pangantu pangintuhu
supaya datang
wunge taun
menyembuhkan sakit ini
- Ari aku nawut weah, ina
karena berasal dari hutan
aku mawar
- Maka ini saya tabur
- Aku nerau pangantu
beras
jumpun haket
- Saya tabur beras
- Aku nerau pangantu ulu
kembang tahun, supaya
waluh
kalian bisa datang untuk
menyembuhkan orang
sakit ini, karena semua
syarat-syaratnya sudah
lengkap tersedia tidak
ada yang kurang
Wuras palasit:
- Kalau ikam kada mentuk
- Ila pata
- Ka nabi suleman hansur
- Ila saita
luluh
- Ila ali ila
- Seperti timah kada aku
- Ila dul pakar
ampun sumpah
- Sumpah alah, sumpah
Wuras hantuen:
muhamad
- Ran singhalang bintang
- Sumpah ginar ma
halang
rasululah
- Titik darah kukus tambuni
- Ulahan nabi suleman
- Mina jai na
- Mina jai na
24
Mantra
batan
tawar - Mantra ini berisikan tentang
tiga dimensi alam, yaitu
tanah, air, dan udara
Mantra natama - Mantra ini digunakan untuk
ulun sakit teka menyambuhkan orang sakit.
jumpun
- Mantra ini digunkan untuk
menghilangkan
segala
penyakit dan mencegah
penyakit itu datang.
Mantra wuras
palasit dan
wuras hantuen
- Mantra ini digunakan dalam
melakukan sumpah
Mantra penyaga - Mantra ini berisi kekuatan
-
Jumi na gan
Kame alah, manusia
Mahi nawan aku lagi
Rujut (tarikan kenah)
puang maeh
Rungkeng (angkeng)
puang maeh
Lanjung (nempat kenah)
Lawang puang maeh
Iti aku nganak antelui
Baya weah yina
Pakai nurup situa
paliharaan naun
Hang juumpun haket
Aku ilaku situa
Kepa kael singkung
kayang
Pehe marengen
Mais meus
Hampan na ami
Sapak warik!
Sapak marau,
Patantarik...pakuias
Pi dayu karau!
Sapak warik!
Sapak marau,
Patantarik! PakaIiIing
Jari sakumparau
- Aku ngaIap ranu amas
- Ranu intan, ranu sumur
raja
- Ranu teka sumur teIaga
adam
- Teka gedulng penu
- WaI bakuI
- WaI baka
- WaI jari
- Jari katuIuhan
- AmuIeanku
- Berakat AIIah
- Mula alah, jadi alah.
- Mula tane janang tane.
- Mula alah murupitip ire
tane
-
-
Jumi na gan
Hantu alah, manusia
Tiada balawan aku lagi
Tarik (tarikan ikan)
tidak baik
Tersangkut (sangkut)
tidak baik
Bakul (tempat ikan) baik
Tidak dapat tidak baik
Ini aku meletakkan telur
dan beras ini sebagai
ganti hewan buruan
yang ada di hutan ini
Aku meminta hewan
yang timpang (cacat)
buta dan tuli kurus
kering supaya diberikan.
- Paha kera!
- Paha tupai
- Saing menarik...tidak
kena
- Menuju dayu karau!
- Paha kera!
- Paha tupai
- Saing menarik! Berputar
- Menjadi peIangi
- Aku mengambiI air
emas
- Air intan, air dari sumur
raja
- Air dari sumur teaga
adam
- Dari sebuah rumah besar
- WaI baku
- WaI baka
- WaI jari
- Jadi sekaIian
- Tanamanku
- Berkat AIIah
- Dari hantu jadi hantu.
- Dari tanah jadi tanah.
- Dari hantu yg paling
kecil hingga
25
lewu
Mantra
mintan
Tuhan yang tanpa batas
pakai - Mantra ini digunakan untuk
menangkap ikan.
Mantra ngariou - Mantra ini digunakan agar
pasien membawakan sesaji.
Mantra
- Mantra ini bercerita tentang
Penangka Uran penangka hluljan yang
(penangka
turun.
hujan)
Mantra Ngumpe - Mantra ini berceritakan
SiaI (membuang tentang
mantra
untuk
siaI
membuang kesiaIan.
Mantra
IamuIean
(bercocok
tanam)
- Mantra ini bercerita tentang
bercocok
tanam
agar
tanaman diberkati oeh
AIIah.
Mantra
- Mantra ini berceritakan
miya/murubia
tentang asal mula tercipta
(Mambuntang 3 manusia
dan
harus
hari 3 malam)
mematuhi hukum adat.
Muruminim.
- Mula alah malumamak
tane ranrung
Tipak dadar mula langit
makumajang
- Langit ranrung tipak
sulau.
- Mula alah mula legung
- Legung panalutuk ajun.
- Mula alah mula luging
Nangku buhur
nitalawang.
- Mula alah malumamut
Tane malumut halau.
- Mula etuh melum ulun
- Tutukan jadi ulun tutukan
jadi munta
- Tutukan jadi raya jadi
munta murunsia
- Tamiuring mulang gawai.
- Sasar lagi narung aku
- Ma Tuhan nguasa alah
tala ngaburiat.
- Lagi batajukuhang jayang
mana.
- Saranta mamalihara umat.
- Batajak kada batihang.
- Bagantung tidang batali.
- Bakaki diatas bakapala
dibawah buat manitik
- Bagantung hang sungkul
amun
- iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
i............................sansare
ne-rene.
- Nyakiku tutuk tunjuk
paim panyurung nanjung
nyurung kea tuah rajaki
ganam ikau manak batihi
tuh bujur buah dia haban
pehe dia celaka bahaya.
-
-
-
besar/penunggu disana.
Dari hantu ditanah yang
luas dan langit bagaikan
payungnya.
Dari hantu yang berada
di gunung.
Dari hantu yang berada
di lembah.
Dari hantu yang
berlumut,
dan tanah yang
berlumut.
Dari Etuh
(manusiapertama)
jadi aku, lalu jadi
manusia
jadi manusia yang
berdarah
dan membawa hukum
adat.
Kemudian dengan kuasa
Tuhan.
Bercerita tentang Tuhan.
Bergantung seperti
kelelawar.
Bergantung tidak
dengan tali.
untuk melihat keadaan
semua umatnya.
Kaki di atas kepala di
bawah
- Sebuah nada ucapan
Mantra auh
- Mantra ini digunakan untuk
mantra suci.
tandak manyaki menyucikan
diri,
- Kusucikan ujung jari
ehet/tihi
membersihkan dari dari
kakimu supaya engkau
segala
keburukan
dan
banyak mendapat rejeki
pengaruh jahat.
dan keberuntungan pada
- Mantra ini digunakan untuk
saat kamu melahirkan
menghilangkan
segala
dengan selamat, tidak
penyakit yang terdapat
terkena segala macam
dalam diri.
26
- Nyakiku likut tatap, alatap
sial umba belum, naykiku
tinai buku laling hila luar
laling maluar peres badi,
sial kawe untang silih,
bunu hantu.
- Nyakiku buku lilang hila
huang, batilang aseng
belum
menda
nyahu
batengkung dia giring
bulum nyalukuk kilat
hapantap
isen
ginjal
tulang.
- Nyakiku tambang takep
hapam nambang kare
uang
duit
panatau
panuhan jawet ramu tuah
rajaki.
- Nyakiku utut mangat
bunggut aseng belum ikau
baumur panjang haring
banyame ambu.
- Nyakiku rahepan samben
hapan manaharep kare
uluh awing bapangkat
bagalar.
- Nyakiku
likutmu,
hatalikut bitim dengan
dengan
taluh
papa,
dahiang baya, peres badi,
pali endus, bunu hantu.
- Nyakiku
tulang
salangkam
hapam
nyangka hapam nyangka
hagagian peres baratus
gangguran area.
- Nyakiku
balengkung
tingang
batengkung
kambang
nyahum
karingan belum tatau
manyambuung.
- Nyakiku tutuk urung
hantatarung ikau dengan
-
-
-
-
-
-
penyakit dan
marabahaya.
Aku sucikan belakang
telapak kakimu, supaya
jauh dari segala
kenestapaan dalam
hidupmu, kusucikan
pula mata kakimu yang
luar, supaya keluar juga
segala penyakit, dosa
dan kesalahan yang telah
dilakukan.
Kusucikan mata kakimu
yang di dalam, supaya
mendapat kehidupan
yang utuh walaupun di
bawah segala petir
halilintar yang
menggelegar semesta
alam ini tidak akan
merasa takut dan
gemetar
menghadapinya.
Kusucikan tambang
takepmu untuk kamu
mandapat syah harta
kekayaan serta rejeki
yang melimpah ruah.
Kusucikan lututmu
supaya kamu hidup
berumur panjang dan
mendapatkan suatu
kekuatan batin.
Kusucikan rahepan
samben, untuk
menghadap orang yang
punya pangkat gelar.
Kusucikan belakang
badanmu agar kamu
dijauhkan dari segala
kejahatan, segala
penyakit, dosa dan
kesalahan yang telah
27
- Digunakan
untuk
melindungi diri dari segala
penyakit dan marabahaya.
- Digunakan
untuk
memperoleh kebahagiaan,
kedamaian,
dan
kesejahteraan hidup.
- Digunakan
untuk
memperoleh rezeki yang
banyak.
kamangat
kasanang,
hantaturung dengan tuah
rajaki.
- Nyakiku bulu langkang
kamalangkang kambang
tarung belum sanang
mangat bujur buah.
- Nyakiku
pandung
lambaran
balaumu,
mahalau
sial
indang
narantang belum kawan
minan
malalundung
balitam, tende batu junjun
kare purum mahunjum
kambang nyahum tarusan
belum
tatau
manyambung, mahunjun
kea tuah rajakim belum.
-
-
-
-
-
dilakukan.
Kusucikan tulang
selangkamu untuk
mengobati segala
macam penyakit.
Kusucikan
tenggorokanmu agar
termasyurlah engkau
dalam hidupmu selalu
mendapat kebahagiaan
dan kesejahteraan.
Kusucikan hidungmu,
supaya egkau mendapat
kebahagiaan dan
kesejahteraan dan
banyak rejeki.
Kusucikan bulu matamu,
agar engkau bisa
memandang seluasnya
Tuhanmu dan engkau
akan mendapat
hikmatannya hidup ini
yang penuh dengan
kejujuran supaya hidup
tenang, rukun dan
damai.
Kusucikan engkau mulai
ujung rambutmu, agar
dijatuhkan engkau dari
segala sial dan
malapetaka sejak engkau
lahir hingga selama
hidupmu dan berhenti di
puncak ubun-ubunmu
agar rohmu dan jiwamu
tetap cemerlang penuh
dengan keabadian,
kedamaian, dan
kesejahteraan serta
mendapatkan rejeki
yang banyak untuk
kehidupan.
28
4.2 Makna yang Terkandung dalam Satuan Lingual yang terdapat dalam Mantra
Tradisi Mambuntang Masyarakat Dayak Maanyan
Hasil penelitian ini berupa leksikon kegiatan dan leksikon bahan dan alat yang
menyatakan tradisi Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan. Leksikon tersebut diananlisis
sesuai dengan klasifikasi dan deskripsi satuan lingualnya, ditafsirkan fungsi budayanya, dan
pada akhirnya dikuak cerminan kearifan lokal di balik penggunaan leksikon tersebut. Berikut
ini merupakan leksikon-leksikon kegiatan Mambuntang yang digunakan masyarakat Dayak
Maanyan: batindik/bikaengket „mengelilingi sesaji‟, isasarah ma hiang pi umbung
„menyuguhkan sesaji‟, nakan umpuy „membawa sesaji‟, bamamang „membaca mantra di
depan sesaji‟, jinji sansan anri hiang pi umbung „penyerahan sesaji‟, dupa „wewangian yang
dibakar‟, alo/halu „kayu penumbuk padi‟, lehung/lasung „wadah untuk menumbuk padi
berbentuk persegi panjang‟, dahura „nyiru‟, panu „baku‟, rano „air‟, dan nahi „nasi‟. Adapun
pengelompokannya dapat dilihat dalam tabel berikut.
No.
Leksikon Kegiatan
Leksikon Peralatan dan
Bahan yang Digunakan
1.
Batindik/bikaengket
dupa, alo, lehung
2.
Isasarah ma hiang pi umbung
akar
palisantan,
Makna Leksikal
Proses mengelilingi balai adat
kayu Proses menyuguhkan sesaji
mahang, kue 41 macam,
ayam 2 ekor, itik 2 ekor,
kambing 1 ekor, beras
ketan 1 singgan, beras 1
singgan,
pasak
bumi,
mali-mali, nahi
3.
Nakan umpuy
akar
palisantan,
kayu Proses membawa sesaji
mahang, kue 41 macam,
29
ayam 2 ekor, itik 2 ekor,
kambing 1 ekor, beras
ketan 1 singgan, beras 1
singgan,
pasak
bumi,
mali-mali, nahi, dahura,
panu
4.
Bamamang
5.
Jinji sansan anri hiang pi akar
ambung
rano
Proses pembacaan mantra
palisantan,
kayu Proses penyerahan sesaji
mahang, kue 41 macam,
ayam 2 ekor, itik 2 ekor,
kambing 1 ekor, beras
ketan 1 singgan, beras 1
singgan,
pasak
bumi,
mali-mali, nahi, dahura,
panu
Leksikon kegiatan Mambuntang merujuk pada satuan satuan lingual tertentu, seperti
leksikon yang termasuk ke dalam bentuk kata berimbuhan atau bentuk dasar; begitu pun dari
sisi kelas katanya. Berdasarkan pengamatan dilapangan dapat diketahui bahwa satuan lingual
leksikon kegiatan Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan seluruhnya berbentuk kata.
Beberapa di antaranya merupakan kata berafiks berupa kata berprefiks.
Dari tabel di atas terdapat beberapa leksikon yang menggunakan prefiks, seperti
batindik/bikaengket „mengelilingi balai adat‟ dan bamamang „pembacaan mantra‟:
(1) ba- + tandik
batandik „mengelilingi balai adat‟
(2) ba- + mamang
bamamang „pembacaan mantra‟
Boas (1966:59) dalam Palmer (1999:11) menyatakan bahwa bahasa merupakan
manifestasi terpenting dari kehidupan mental penuturnya. Lebih lanjut, hasil observasi Boas
menunjukkan bahwa bahasa mendasari pengklasifikasian pengalaman, sehingga berbagai
30
bahasa mengklasifikasikan pengalaman secara berbeda dan pengklasifikasian semacam itu
tidak selalu disadari oleh penuturnya. Adapun leksikon kegiatan Mambuntang masyarakat
Dayak Maanyan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu (1) kegitan dan (2) alat
dan bahan.
Leksikon kegiatan pada tradisi Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan juga
diklasifikasikan berdasarkan kelas katanya. Leksikon-leksikon tersebut cenderung termasuk
ke dalam kelas kata nomina, seperti dupa „wewangian yang dibakar‟, alo/halu „kayu
penumbuk padi‟, lehung/lasung „wadah untuk menumbuk padi berbentuk persegi panjang‟,
dahura „nyiru‟, panu „baku‟, rano „air‟, dan nahi „nasi‟. Semua nomina tersebut
menggambarkan kekayaan budaya dalam tradisi Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan.
Ada juga kelas kata verba yang menggambarkan kekayaan proses budaya tradisi
Mambuntang Dayak Maanyan, seperti batandik „mengelilingi balai adat‟ dan bamamang
„pembacaan mantra‟ yang berkaitan dengan aktivitas atau proses kegiatan tradisi
Mambuntang.
4.3 Antropolinguistik yang terdapat dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat
Dayak Maanyan Berkaitan dengan Alam Lingkungan di Lahan Basah
Tradisi turun-temurun orang Maanyan yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan
kebutuhan hidup masyarakat sebagai berikut.
1) Nganyuh Mu‟au/Ipangandrau
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang Dayak Ma‟anyan bercocok-tanam dengan
berladang dan mayoritas daerah perbukitan dengan ketinggian sedang dan berpindah-pindah
setelah lahan sudah tidak menghasilkan. Lalu diganti dengan perkebunan, yaitu karet.
31
Dalam tradisi berladang orang Dayak Ma‟anyan, ada yang hampir terlupakan dan bahkan saat
ini sudah ada yang tidak melaksanakan tradisi tersebut, yakni Nganyuh Mu‟au / Pangandrau.
Nganyuh Mu‟au atau Ipangandrau dilaksanakan orang Ma‟anyan ketika mereka
memulai menabur bibit padi. Disini terlihat kebersamaan suku Dayak Ma‟anyan khususnya,
dimana masyarakat secara bersama-sama turut dalam menabur benih salah satu keluarga atau
tetangga bahkan dari desa berbeda yang biasanya selesai pada hari itu juga oleh orang yang
jumlahnya banyak tersebut.
Adapun kebiasaan yang dilakukan, yaitu beberapa orang laki-laki membawa Ehek
(alat dari kayu untuk melobangi tanah yang kemudian di tabur benih) berjalan didepan yang
di komando/dipimpin oleh seorang Pangayak, yaitu orang yang memimpin gerakan
menanam benih ini agar tertib dengan kaidah-kaidah menurut adat yang biasanya dari
keluarga yang melaksanakan kegiatan Nganyuh ini. Sedangkan para perempuannya berjalan
dibelakang dengan membawa Bajut (sebuah wadah dari anyaman digunakan sebagai tempat
Wini / benih) dan dengan tertib menabur benih tadi kedalam lobang Ehek yang dibuat oleh
para pria tadi.
Setelah sampai waktunya untuk beristirahat, maka warga yang membantu dalam
kegiatan tersebutpun disuguhi dengan berbagai penganan khas suku Ma‟anyan, seperti Bubur
Wadai, Kaluwit, dan banyak lagi hingga makan siang. Ada suatu tempat tepat ditengahtengah ladang atau Ume yang tidak boleh ditanami dengan benih, yang disebut; “Pangkat
Palanungkai”, luasnya sekitar 4 meter persegi. Tempat ini diyakini secara turun-temurun
adalah tempat para dewi padi untuk menjaga ladang tersebut dari gangguan binatang/hama
yang dapat merusak padi setelah tumbuhnya, sehingga hasil tanam lebih baik dan maksimal.
Setelah satu hari penuh telah dilaksanakan gotong-royong pada Ume salah satu warga, maka
hari berikutnya setelah ditentukan sebelumnya dilanjutkan ke Ume warga yang lainnya,
32
demikian
seterusnya
secara
bergantian
sampai
masa
tanam
selesai.
Itulah tradisi Suku Dayak Ma‟anyan yang disebut “Nganyuh Mu’au” atau juga sering disebut
“Ipangandrau”
Untuk melihat tradisi ini, anda bisa mengunjungi desa-desa di pedalaman Barito
Timur sekarang, secara contoh; anda bisa menjumpai tradisi tersebut di Kecamatan Paju Epat,
seperti di Desa Murutuwu, Telangsiong, Balawa dan sekitarnya.
2) Nikep-Nuhak-Nariuk
Tradisi ini biasa ramai-ramai dilakukan masyarakat suku Dayak Maanyan ketika
musim kemarau tiba.
3) Muwu-Nangkala
Ketika musim hujan tiba, air memenuhi sungai-sungai kecil diwilayah sekitar
pemukiman masyarakat suku Maanyan. Pada musim kedalaman air yang pasang, sering
dimanfaatkan warga untuk menangkap Kenah (ikan) yang ada di sepanjang aliran sungai
sekitar sebagai lauk-pauk warga yang ditangkap secara tradisional menggunakan Wuwu atau
Tangkala (sejenis perangkap ikan yang terbuat dari bambu atau buluh).
4) Nin‟nyak-Nampaleng
Tradisi Nin'nyak-Nampaleng adalah sebagai pekerjaan sampingan para warga
Maanyan dahulu kala, dan bahkan sampai sekarang. Tradisi tersebut adalah menangkap
binatang buruan didalam hutan dengan menggunakan jerat sintetis maupun tali logam untuk
disantap sebagai lauk. Namun sekarang ini sudah sangat sulit untuk mendapatkan binatang
buruan karena banyak hutan-hutan tempat populasi binatang buruan tersebut di babat oleh
oknum-oknum tertentu bahkan oleh investor perusahaan perkebunan.
33
Wierzbicka (1997: 4) mengemukakan bahwa kata mencerminkan dan menceritakan
karakteristik cara hidup dan cara berpikir penuturnya, serta dapat memberikan petunjuk yang
sangat bernilai dalam upaya memahami budaya penuturnya. Begitu pun halnya dengan
leksikon kegiatan tradisi Mambuntang masyarakat Dayak maanyan, leksikon tersebut dapat
memberikan gambaran tentang pandangan kolektif masyarakat adat Dayak Maanyan terhadap
dunianya. Lahan yang luas dengan berbagai jenis tanaman yang tumbuh subur membuat
warga Dayak Maanyan dapat memanfaatkan kekayaan alam yang mereka miliki sebagai
sumber daya yang sangat menguntungkan bagi mereka. Penggunaan peralatan, khususnya
peralatan dapur yang cenderung terbuat dari bahan yang tersedia di alam seperti kayu dan
bambu, mencerminkan betapa warga Dayak Maanyan benar-benar memanfaatkan kondisi
alam di sekitar mereka sebagai sumber daya yang bermanfaat bagi mereka. Hal tersebut
tercermin dari leksikon yang digunakan untuk menyatakan kegiatan Mambuntang di
masyarakat adat Dayak Maanyan. Masyarakat adat Dayak Maanyan cenderung menggunakan
peralatan yang langsung didapat dari alam sekitar mereka, seperti halu, lehung, dan
dahura/nyiru. Leksikon-leksikon tersebut tidak terlepas dari budaya sekitar atau kearifan
lokal yang berlaku di Dayak Maanyan. Pengetahuan praktis masyarakat Dayak Maanyan
tentang ekosistem lokal, sumber daya alam, dan bagaimana mereka saling berinteraksi
tercermin di dalam aktivitas keseharian yang mencakup keterampilan mereka dalam
mengelola sumber daya alam.
34
REFERENSI
Bogdan, Robert C & Sari Knopp Biklen. 1998. Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon Inc.
BPS Kabupaten Tabalong. 2014. Kabupaten Tabalong dalam Angka 2014. Tabalong: BPS.
Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa. Jakarta: Rineka Cipta.
Condrat, Riastinadya. 2012. Mantra Dayak Maanyan: Kajian Jenis, Makna, dan Fungsi.
Tesis tidak diterbitkan. Banjarmasin: FKIP ULM.
Denzin, Norman K., dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research.
California-USA: Sage Publication.
Duranti, Alessandro. 2000. Linguistic Anthropology. New York: Cambridge University Press.
Ganie, Tajuddin Noor. 2007. Puisi Banjar Genre Lama Bercorak Mantra. Banjarmasin:
Rumah Pustaka Folklor Banjar.
Ganie, Tajuddin Noor. 2011. Sastra Banjar Genre Lama Bercorak Puisi. Banjarmasin:
Rumah Pustaka Karya Sastra.
Kadarisman. 2010. Mengurai Bahasa Menyibak Budaya. Malang: UIN Maliki Press.
Khairunnisa. 2006. Tradisi Mambuntang dan Perubahan-Perubahannya pada Masyarakat
Dayak Maanyan di Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong Tahun
1970-2005. Skripsi tidak diterbitkan. Banjarmasin: FKIP ULM.
Klinken, Gerry van. 2006. Colonizing Borneo. State Building and Ethnicity in Central Kalimantan.
Indonesia. No 81.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Miles, M.B. & A. Michael Huberman. 1984. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan dari
Qualitative Data Analysis. Alih Bahasa: Tjejep Rohendi Rosidi. Jakarta: UI Press.
Northcott, Michael S. 2005. Pendekatan Sosiologis dalam Peter Connolly (Ed). Aneka Pendekatan
Studi Agama. Terjemahan Imam Khoiri. Yogyakarta: Lkis.
Palmer, Gary B. 1999. Towards a Theory of Cultural Lingustics. Austi: University of Texas Press
Setiati, Elis. 2003. Mantra Bahasa Maanyan: Analisis Jenis, Fungsi, dan Mantra.
Palangkaraya: Pusat Bahasa.
Spradley, James P. 1972. Metode Etnografi. Terjemahan Misbah Zulfa Elizabeth. 1997.
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia.
Surbakti. 2014. Nilai Budaya dalam Leksikon Erpangir Ku Lau Tradisi Suku Karo (Kajian
Antropolinguistik). Telangkai Bahasa dan Sastra, (Online), diakses 21 Maret 2016.
35
Lampiran 1. Panduan Observasi
Lampiran 2. Panduan Wawancara
Lampiran 3. Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat dayak Maanyan
Lampiran 4. Dokumentasi Pengambilan Data
36
Lampiran 1. Panduan Observasi
Panduan Observasi Narasi Aruh Adat Perkawinan Masyarakat Dayak Maanyan
1. Panduan Umum
1) Identitas informan dicatat secara lengkap: (a) nama, (b) umur, (c) pendidikan, (d)
pekerjaan, dan (e) alamat.
2) Data-data tuturan, mantra, dan nyanyian balian dalam aruh adat perkawinan dicatat
dalam bahasa Dayak Maanyan, disertai dengan konteks tuturan itu terjadi, dan disertai
pula dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia.
3) Menyiapkan catatan lapangan untuk mencatat data-data tuturan dalam aruh adat
perkawinan atau untuk kepentingan transkripsi data.
4) Menyiapkan alat perekam untuk merekam suara dan merekam gambar.
2. Panduan Observasi
1) Amati peran dan kedudukan informan di dalam masyarakat serta kedudukannya
dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan.
2) Amati sikap dan pandangan informan terhadap sosok penghulu adat, balian, mantir
adat, dan usbah dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan.
3) Amati aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan tahapan kegiatan aruh adat
perkawinan masyarakat Dayak Maanyan.
4) Amati suasana penuturan lisan (cara penyampaian, sikap/tindakan narator, penerimaan
audiens) dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan.
5) Amati penuturan lisan dalam tahap ngantane, adu pamupuh, dan piadu dalam aruh
adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan.
6) Amati kepercayaan informan terhadap ritual adat perkawinan masyarakat Dayak
Maanyan.
7) Amati sikap masyarakat terhadap syarat-syarat dalam pelaksanaan tahapan aruh adat
perkawinan masyarakat Dayak Maanyan.
8) Amati sikap masyarakat terhadap pemenuhan hukum adat dalam aruh adat
perkawinan masyarakat Dayak Maanyan.
9) Amati penilaian dan harapan masyarakat terhadap kegiatan aruh adat perkawinan
masyarakat Dayak Maanyan.
Format Catatan Lapangan
Kode Catatan
Tanggal Pengamatan
Tempat
Pengamat
Ruang dan Waktu
Tujuan Pengamatan
Pelaku yang diamati
Prosesi
Isi Catatan Lapangan
: ...............................................
: ..............................................
: ..............................................
: ...............................................
: ...............................................
: memperoleh gambaran secara lengkap tentang pemahaman
informan terhadap prosesi aruh adat perkawinan masyarakat
Dayak Maanyan
: ..............................................
: ..............................................
: ..................................................................................................
37
Lampiran 2. Panduan Wawancara
Tanggal wawancara : .......................................................
Waktu wawancara : .......................................................
Tempat wawancara : .......................................................
Pewawancara
: .......................................................
Tujuan wawancara: memperoleh informasi tentang pemahaman informan terhadap
prosesi aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan
Identitas informan
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
: .....................................................
: .....................................................
: .....................................................
: .....................................................
......................................................
Pekerjaan
: .....................................................
Pendidikan
: ......................................................
Kedudukan dalam Masyarakat
: ......................................................
Gelar dan Peran dalam Aruh Adat Perkawinan : .......................................................
Panduan Pertanyaan
1. Panduan pertanyaan cerita dan alur
1) Menurut bapak/ibu apakah aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan?
2) Menurut bapak/ibu bagaimanakah tata cara aruh adat perkawinan masyarakat
Dayak Maanyan?
3) Menurut bapak/ibu kegiatan apa saja yang dilakukan oleh penghulu adat, balian,
mantir adat, dan usbah?
4) Menurut bapak/ibu bagaimanakah tahapan aruh adat perkawinan dan sanksinya
jika melanggar tahapan tersebut?
5) Menurut bapak/ibu apa saja syarat dalam aruh adat perkawinan dan sanksinya jika
melanggar syarat-syarat tersebut?
6) Menurut bapak/ibu apakah makna dari tiap alur aruh adat perkawinan?
7) Menurut bapak/ibu apakah manfaat dari tiap alur aruh adat perkawinan?
8) Bisakah bapak/ibu menceritakan durasi (lamanya waktu yang diperlukan) dalam
setiap kegiatan upacara adat perkawinan?
9) Menurut bapak/ibu apakah ada penentuan tentang hari baik dalam aruh adat
perkawinan? Apakah ada sanksi jika melanggar hal tersebut?
10) Menurut bapak/ibu apakah ada penentuan tentang tempat baik dalam aruh adat
perkawinan? Apakah ada sanksi jika melanggar hal tersebut?
2. Panduan pertanyaan struktur narasi
1) Menurut bapak/ibu tuturan apa saja yang diucapkan pada tahap ngantane?
2) Menurut bapak/ibu tuturan apa saja yang diucapkan pada tahap adu pamupuh?
3) Menurut bapak/ibu tuturan apa saja yang diucapkan pada tahap piadu?
4) Menurut bapak/ibu setiap bagian dalam tahap ngantane, adu pamupuh, dan piadu
dapat dipertukarkan?
38
5) Menurut bapak/ibu apakah pesan yang disampaikan dalam ngantane, adu
pamupuh, dan piadu?
6) Menurut bapak/ibu adakah ritual tertentu yang mengawali, mengiringi, dan
mengakhiri kegiatan yang berkaitan dengan aruh adat perkawinan Dayak
Maanyan? Ritual apa sajakah itu?
7) Bisakah bapak/ibu menuturkan nyanyian balian yang dilantunkan dalam aruh adat
perkawinan masyarakat Dayak Maanyan? (pertanyaan untuk balian)
8) Menurut bapak/ibu apakah maksud nyanyian balian yang Bapak/Ibu tuturkan
tadi?
9) Bisakah bapak menuturkan mantra yang digunakan dalam aruh adat perkawinan
masyarakat Dayak Maanyan? (pertanyaan untuk balian dan penghulu adat)
10) Menurut bapak apakah maksud mantra yang Bapak/Ibu tuturkan tadi?
11) Menurut bapak/ibu adakah kegiatan lain di desa Warukin yang bersifat
melestarikan adat perkawinan Dayak Maanyan? (pertanyaan untuk tokoh
masyarakat meliputi Camat Kecamatan Tanta, Ketua RT, Kepala Desa, Seniman
Dayak Maanyan)
3. Panduan pertanyaan aktor dan narator
1) Menurut bapak/ibu siapa saja yang berperan dalam aruh adat perkawinan
masyarakat Dayak Maanyan?
2) Menurut bapak/ibu apakah pembagian tugas harus sesuai dengan posisi dalam
aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan? Apakah ada sanksi jika
melanggar hal tersebut?
3) Menurut bapak/ibu apakah ada persiapan tertentu (berpuasa atau syarat lain) pada
setiap petugas yang berperan dalam aruh adat perkawinan Dayak Maanyan?
Apakah ada sanksi jika melanggar hal tersebut?
4) Menurut bapak/ibu bagaimanakah susunan tempat (posisi peran) dalam aruh adat
perkawinan?
5) Menurut bapak/ibu siapakah yang berhak menentukan hari pelaksanaan acara
perkawinan adat tersebut?
6) Menurut bapak/ibu apakah ada aturan yang menyertai tindakan penghulu adat,
balian, mantir adat, dan usbah dalam aruh adat perkawinan?
39
40
Download