i ii iii iv v vi vii RINGKASAN Tujuan jangka panjang dan target khusus yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini nantinya untuk menemukan satuan lingual yang muncul dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah ditinjau dari antropolinguistik. Secara rinci, penelitian ini berupaya menemukan satuan lingual yang muncul dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan, makna yang terkandung dalam satuan lingual yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan, dan antropolinguistik yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan ciri-ciri yang dikemukakan Bogdan dan Biklen (1998:27-30) yakni (1) menggunakan latar alami sebagai sumber data langsung dan peneliti sebagai instrumen utama, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih memperhatikan proses daripada hasil, (4) cenderung menganalisis data secara induktif, dan (5) makna merupakan perhatian utama. Metode ini sangat tepat digunakan dalam penelitian ini karena meneliti subjek dan dilakukan pada satu tradisi. Kata-kata kunci: antropolinguistik, mantra, tradisi mambuntang viii BAB I PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini dibahas mengenai (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian dan (5) penegasan istilah. 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai wadah kebudayaan yang digunakan oleh masyarakat Dayak Maanyan di Desa Warukin. Bahasa dan kebudayaan digunakan oleh masyarakat sebagai dua hal yang saling mempengaruhi. Hal ini sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat yang menyatakan bahwa masyarakat sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat tertentu yang bersifat kontinu (2009). Lebih lanjut Koentjaraningrat (2009:79) beranggapan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalaman dan menjadi pedoman tingkah lakunya. Hubungan antara bahasa dan kebudayaan dalam linguistik dilakukan melalui teori relativitas bahasa. Teori ini secara umum menyatakan bahwa bahasa tidak bersifat universal melainkan sangat relatif dan berbeda satu sama lain meskipun memiliki pola dan fungsi utama yang sama, yaitu sebagai alat komunikasi. Perbedaan ini antara lain dipengaruhi oleh faktor kebudayaan dan kondisi alam sekitar (Sapir dalam Duranti, 1997:60). Teori relativitas bahasa mengalami perkembangan dari para ahli bahasa baik di benua Eropa maupun Amerika. Para ahli bahasa yang mengembangkan teori tersebut antara lain adalah Edward Sapir yang menyatakan pentingnya bahasa untuk dapat mempelajari kebudayaan dari suatu masyarakat. Pemikirannya mengenai relativitas bahasa sangat mempengaruhi muridnya Benjamin Lee Whorf. Keduanya menyatakan bahwa struktur 1 bahasa suatu bahasa menggambarkan bagaimana penuturnya memandang dunianya dan bagaimana kebudayaan mempunyai hubungan dengan bahasa. Pemikiran Sapir dan Whorf mengenai kaitan antara bahasa dan kebudayaan yang sejalan dengan pandangan relativitas bahasa lebih dikenal sebagai Hipotesis Sapir-Whorf (Kadarisman, 2010:3). Kebudayaan merupakan hasil cita, rasa, dan karsa manusia dalam kehidupan komunal (Koentjaraningrat, 2009:146). Lambang-lambang kebudayaan dapat dikelompokkan dalam empat macam: lambang kepercayaan, ilmu dan pengetahuan, pengungkapan perasaan dan lambang penilaian. Keanekaragaman budaya sebagai aset daerah secara universal saat ini cukup mendapat perhatian dari pemerintah. 2 3 Masyarakat dengan kebudayaannya masing-masing memiliki tradisi yang berbedabeda. Masyarakat Dayak Maanyan memiliki kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat suku Banjar. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan keadaan alam, sistem mata pencaharian, dan sistem religi yang berkembang dalam setiap masyarakat. Di dalam masyarakat Banjar agama Islam lebih berkembang, sedangkan dalam masyarakat Dayak Maanyan di desa Warukin mayoritas agama Kristen walaupun masih ada yang menganut kepercayaan Kaharingan. Tradisi yang berhubungan dengan sistem religi di kedua wilayah tersebut tentu akan berbeda. Jika upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Maanyan dipengaruhi oleh ajaran Kristen dan Kaharingan, upacara adat yang berkembang dalam masyarakat suku Banjar dipengaruhi oleh ajaran agama Islam. Upacara tradisi mambuntang yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Maanyan di desa Warukin kecamatan Tanta, kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan merupakan salah satu contoh upacara tradisi yang dipengaruhi oleh ajaran agama yang berkembang. Upacara dalam masyarakat Dayak Maanyan tidak hanya memiliki fungsi yang disadari seperti tercermin dari tujuan formal suatu upacara tradisi mambuntang. Ada fungsi upacara yang tidak disadari tetapi akibatnya dapat dirasakan, yaitu berupa penguatan solidaritas dan integrasi sosial. Sejalan dengan pendapat Northcott (2005:279-280) upacara dalam setiap agama pada dasarnya difokuskan pada cara-cara untuk memperoleh keselamatan, baik melalui penyembahan, doa maupun meditasi yang memungkinkan manusia dapat membangun keselarasan dengan dunia trans-empiris. Tradisi pada umumnya berupa adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat. Tradisi mambuntang merupakan salah satu upacara yang dipandang penting bagi masyarakat Dayak Maanyan di Warukin yang masih beranggapan bahwa alam sekitar manusia ini penuh dengan makhluk-makhluk halus atau roh-roh. Makhluk tersebut berdiam di sekitar rumah penduduk, di sungai, pohon-pohon besar. Tujuan 4 diadakannya upacara tersebut untuk menghormati para arwah nenek moyang dan makhluk halus lainnya agar tidak mengganggu kehidupan yang ada di dunia. Masyarakat Dayak Maanyan percaya bahwa dengan menyelenggarakan tradisi ini maka para arwah nenek moyang akan memberikan pertolongan sehingga mendapatkan kebahagiaan, baik saat hidup maupun meninggal. Mambuntang hajat dilakukan apabila ada seseorang atau salah satu keluarga yang mempunyai hajat tertentu. Fungsinya untuk memenuhi hajat yang sebelumnya pernah diucapkan oleh seseorang. Ada anggota keluarga sakit yang tidak sembuh-sembuh walaupun sudah diobati, baik pegobatan secara tradisional maupun medis. Kemudian di dalam keluarga tersebut berhajat dengan mengucapakan jika sembuh akan melaksanakan mambuntang. Selanjutnya orang yang sakit tadi sembuh. Oleh karena itu, pihak keluarga tadi harus mengadakan upacara mambuntang. Jika janji tersebut tidak ditepati berdasarkan informasi dari Rudy Lucky, penghulu adat, menurut kepercayaan masyarakat Dayak Maanyan anggota keluarga yang sudah sembuh tadi akan sakit lagi karena diganggu oleh roh keluarganya yang meninggal. Selain itu, ada juga mambuntang hajat jika panen berhasil, tradisi tersebut akan dilaksanakan. Tradisi mambuntang yang berkembang dalam masyarakat Dayak Maanyan memiliki sistem yang baku yang dilakukan secara turun temurun. Sistem baku tersebut meliputi tata cara pelaksanaan upacara, alur yang harus dilalui, orang-orang yang terlibat dalam upacara tersebut, doa yang harus dibaca, dan sesaji yang harus disiapkan. Hal-hal yang berkenaan dengan suran merupakan simbol-simbol yang sarat akan makna kebudayaan, misalnya sesaji yang digunakan untuk merepresentasikan suatu konsep kebudayaan yang mereka miliki. Sesaji dalam tradisi mambuntang tidak lepas dari hasil kebudayaan masyarakat Dayak Maanyan, sehingga untuk mengetahui kebudayaan yang mereka miliki dapat dilakukan salah satunya dengan mengurai makna dari nama-nama sesaji yang menjadi simbol budaya 5 tersebut. Suasana religi khususnya kebiasaan sebagian masyarakat yang begitu dekat dengan mantra dan pemanfaatan mantra untuk kepentingan tertentu demi tercapainya tujuan tertentu pula. Mantra dipercayai mempunyai kekuatan gaib. Masyarakat begitu sukar melepaskan kebiasaannya dalam memanfaatkan mantra karena dirasakan banyak diperoleh manfaatnya. Mantra dipercaya memiliki kekuatan gaib karena pengguna mantra mempunyai bekal kepercayaan kuat yang disertai kepatuhan untuk memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dalam upacara. Mantra dalam eksistensinya dalam kehidupan manusia memiliki manfaat baik bagi balian maupun bagi masyarakat. Fungsi mantra bagi masyarakat Dayak Maanyan sebagai media untuk melakukan ritual tentang alam, ketentraman dalam hidup, melestarikan alam, menghargai alam, agar eksistensi mantra bagi kehidupan mereka begitu penting. Kekuatan mantra bukan hanya terletak pada susunan kata-katanya, melainkan pada konteksnya. Sebuah mantra bila diucapkan pada sembarang tempat bukan pada tujuannya maka akan hilang kekuatannya. Konteks dapat menunjukkan kesakralan pengucapan mantra. Berkaitan dengan lahan basah, mantra yang akan diteliti berkaitan dengan alam lingkungan. Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa tradisi mambuntang adalah fenomena budaya yang dapat dikaji secara ilmiah salah satunya menggunakan pendekatan antropolinguistik. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan secara menyeluruh. Di satu pihak manusia adalah pencipta kebudayaan, di pihak lain kebudayaan yang “menciptakan” manusia sesuai dengan lingkungannya. Dengan demikian, terjalin hubungan timbal-balik yang sangat erat dan padu antara manusia dan kebudayaan. Antropologi sebagai kajian yang memadukan disiplin ilmu linguistik dan antropologi sebagai sarana untuk memahami suatu kebudayaan melalui bahasa. Kajian ini merupakan kajian interdisipliner karena melibatkan dua disiplin ilmu yang berbeda, yaitu antropologi dan linguistik. Hal ini dilakukan agar pengungkapan simbol-simbol kebudayaan dapat dikaji lebih jelas daripada jika dijelaskan dengan ancangan satu disiplin saja. Objek sasaran kajian ini 6 berupa aspek-aspek linguistik, yaitu satuan lingual yang terkandung dalam suran yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Maanyan. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan makna dari satuan lingual yang muncul dalam tradisi mambuntang dengan konteks kebudayaan masyarakat Dayak Maanyan. Penelitian tentang antropolinguistik dan mantra sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain berupa skripsi, tesis, jurnal, dan laporan penelitian. Pertama, skripsi Khairunnisa (2006) berjudul Tradisi Mambuntang dan Perubahan-Perubahannya pada Masyarakat Dayak Maanyan di Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong Tahun 1970-2005. Skripsi ini secara umum menggambarkan tradisi mambuntang dari sudut sejarah. Analisis dilakukan terhadap kemunduran dan faktor-faktor penyebab terjadinya kemunduran tradisi mambuntang dalam kurun waktu 1970-2005. Karena mengkaji tentang sejarah, penelitian ini tidak membahas tentang linguistik. Kedua, tesis berjudul Mantra Dayak Maanyan: Kajian Jenis, Makna, dan Fungsi ditulis oleh Riastinadya Condrat (2012). Tesis ini mendeskripsikan mantra Dayak Maanyan dari segi jenis, makna, dan fungsi. Hasil temuan ini mantra secara menyeluruh tidak dikhususkan dalam mantra tradisi Mambuntang. Ketiga, jurnal Telangkai Bahasa dan Sastra yang ditulis Surbakti (2014) menulis tentang Nilai Budaya dalam Leksikon Erpangir Ku Lau Tradisi Suku Karo (Kajian Antropolinguistik). Hasil penelitian berupa deskripsi leksikon dari proses erpangir ku lau suku Karo dan deskripsi nilai budaya yang terkandung pada tradisi ‟erpangir ku lau‟ suku Karo. Berkaitan dengan deskripsi nilai budaya terdapat nilai yang berorientasi dengan alam (lingkungan). Penelitian ini memaparkan leksikon yang ditemukan pada tradisi adat tetapi tidak berupa mantra. Keempat, penelitian mantra ditulis oleh Setiati (2003) dengan judul Mantra Bahasa Maanyan: Analisis Jenis, Fungsi, dan Mantra. Penelitian ini mendeskripsikan tentang jenis, 7 fungsi, dan mantra Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah. Dari segi lokasi penelitian sudah berbeda, walaupun membicarakan Dayak Maanyan. Salah satu aspek yang dianalisis tentang mantra yang berhubungan dengan upacara adat sudah ada dipaparkan dalam penelitian tersebut seperti ngobat barah (mengobati luka dalam) dan dudu sawan (sakit koreng/bisul). Jenis mantra diteliti berdasarkan fungsi dan pembacaan heuristik. Namun, dari segi antropologinya belum dipaparkan. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penelitian ini berjudul Antropolinguistik dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat Dayak Maanyan di Lahan Basah. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan judul yang dipilih untuk penyelesaian penelitian ini dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut. 1. Apa saja satuan lingual yang muncul dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan? 2. Bagaimana makna yang terkandung dalam satuan lingual yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan? 3. Bagaimana antropolinguistik yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah? 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang ditetapkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. mendeskripsikan dan menjelaskan satuan lingual yang muncul dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan; 8 2. mendeskripsikan dan menjelaskan makna yang terkandung dalam satuan lingual yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan; 3. mengungkapkan antropolinguistik yang terdapat dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini akan mendeskripsikan antropolinguistik dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan di lahan basah. Deskripsi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis Adapun manfaat teoretis yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: a. hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu yang bersifat interdisipliner, terutama antara antropologi dan linguistik. b. hasil penelitian ini juga dapat sebagai pendokumentasian bahasa daerah, yaitu bahasa Dayak Maanyan yang diharapkan dapat mendukung pelestarian dan kelangsungan hidup kebudayaan setempat. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat berguna untuk dua bidang. Pertama, bagi bidang kebudayaan, hasil penelitian ini berguna untuk merangsang berbagai pihak untuk mempelajari, berusaha mengembangkan, dan melestarikan khasanah budaya Dayak Maanyan, yang pada gilirannya juga bisa dikembangkan untuk kepentingan wisata yang dapat membantu peningkatan taraf hidup masyarakat Dayak Maanyan. Kedua, bagi bidang pendidikan khususnya pembelajaran bahasa dan sastra, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dan kajian untuk merancang pembelajaran sastra daerah ke dalam 9 pembelajaran muatan lokal tentang apa yang seharusnya diketahui dan dipahami oleh anak didik sehubungan dengan budaya daerah Dayak Maanyan. 1.5 Penegasan Istilah 1. Linguistik kebudayaan adalah sebuah studi yang meneliti hubungan intrinsik antara bahasa dan budaya, bahasa dipandang sebagai fenomena budaya yang kajiannya berupa language in cultural atau language and cultural. 2. Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pengaruh kebiasaan etnik, kepercayaan, etnik bahasa, adat istiadat dan pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. 3. Mantra adalah kata-kata yang mengandung kalimat dan kekuatan gaib atau magis dan hanya diucapkan oleh orang-orang tertentu saja seperti dukun atau pawang. 4. Tradisi mambuntang adalah adalah suatu upacara adat yang dilaksanakan oleh keluarga yang mempunyai hajat. 5. Dayak Maanyan adalah subetnis suku Dayak Maanyan yang mendiami Desa Warukin di Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini merupakan pembahasan mengenai teori-teori yang akan menjadi acuan untuk digunakan dalam penelitian ini. Hal-hal yang dibahas dalam bab ini adalah sebagai berikut. (1) tradisi mambuntang, (2) mantra, (3) dayak Maanyan, (4) antropolinguistik berkaitan dengan alam lingkungan di lahan basah. 2.1 Tradisi Mambuntang Tradisi merupakan kebiasaan secara turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan dalam masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut salah satu tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Maanyan di desa Warukin adalah tradisi mambuntang. Tradisi mambuntang dalam penelitian ini dibatasi pada tradisi mambuntang hajat yang dilakukan oleh keluarga yang mempunyai hajat tertentu. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk memenuhi hajat yang sebelumnya pernah diucapkan oleh seseorang. Tradisi mambuntang masih dilaksanakan oleh masyarakat Dayak Maanyan di Warukin sampai sekarang. Pelaksanaannya selama sembilan hari sembilan malam dan berdasarkan pada kepercayaam Kaharingan walaupun mayoritas penduduk di desa tersebut beragama Kristen. 2.2 Mantra Koentjaraningrat (dalam Ganie 2011:44) menyatakan bahwa mantra adalah bagian dari teknik ilmu gaib yang berupa kata-kata dan suara-suara yang sering tak berarti, tetapi dinggap berisi kesaktian atau kekuatan mengutuk. Sudjiman (1990:51) menyatakan bahwa mantra adalah susunan kata berunsur puisi seperti rima, irama, yang dianggap memiliki 10 kekuatan gaib diucapkan oleh pawang untuk menandingi kekuatan lainnya. Dilihat dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa mantra adalah kata-kata yang mengandung kalimat dan kekuatan gaib atau magis yang hanya diucapkan oleh orang-orang tertentu saja seperti dukun atau pawang. 2.3 Dayak Maanyan Dayak adalah istilah umum yang pertama kali digunakan oleh antropolog Barat untuk menunjuk penduduk asli Kalimantan yang tidak beragama Islam (King, 1993 dikutip Klinken, 2006:28). Etnik Dayak umumnya tinggal di daerah pedalaman. Berdasarkan 11 12 informasi Andreas Buje, beliau termasuk dalam 101 tokoh Dayak, di Kalimantan Selatan mereka yang disebut Dayak ini sesungguhnya terdiri dari beragam kelompok, seperti Dayak Meratus, Dayak Maanyan, Dayak Ngaju, Dayak Bakumpai, dan Dayak Deyah. Meskipun kebudayaan mereka memiliki banyak kemiripan, setiap kelompok memiliki bahasa yang berbeda dan umumnya tidak memahami satu sama lain. Etnik Dayak yang terdiri dari beberapa subsuku yang kemudian menjadi suatu identitas parsial dan salah satu diantaranya adalah Etnik Dayak Maanyan. Etnik Dayak ini mempunyai bahasa dan peradatan sendiri. Adat tersebut tercermin dalam kegiatan kepercayaan yang dianut sebagai komponen utama dalam pengaturan sistem kehidupan bermasyarakat. Selain itu, etnik ini juga banyak menyimpan kekayaan karya sastra lisan. Sastra lisan Dayak Maanyan mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakatnya, terutama dalam pelaksanaan tradisi adat. Tidak jarang sastra lisan ini, berfungsi sebagai alat pengesahan dalam tata laksana tradisi tersebut. 2.4 Antropolinguistik berkaitan dengan Alam Lingkungan di Lahan Basah Dalam kebudayaan, bahasa menduduki tempat yang unik dan terhormat. Selain sebagai unsur kebudayaan, bahasa juga berfungsi sebagai sarana terpenting dalam pewarisan, pengembangan, dan penyebarluasan kebudayaan. Cakupan kajian yang berkaitan dengan bahasa sangat luas, karena bahasa mencangkup hamper semua aktivitas manusia. Hingga akhirnya linguistik memperlihatkan adanya pergerakan menuju kajian yang bersifat multidisplin, salah satunya adalah antropologi linguistik. Teori yang digunakan mengacu pada teori antropolinguistik karya Alessandro Duranti. Di dalam buku ini, Alessandro Duranti (2000) menjelaskan hubugan interdisipliner antara ilmu bahasa (linguistik) dengan antropologi. Duranti mengenalkan konsep “linguistikantropologi” yang ia gagas sebagai salah satu bentuk wilayah interdisipliner (interdisciplinary field) yang mempelajari “bahasa” sebagai sumber budaya (cultural 13 resource) dan ujaran (speaking) sebagai bentuk kegiatan budaya (cultural practice). Penulis buku tersebut juga menunjukkan bahwa linguistik-antropologi juga terbentang luas bersama kajian Etnografi yang menjadi elemen penting dalam kajian ilmu bahasa. Kajian linguistikantropologi tersebut juga menggambarkan mengenai inspirasi intelektual (intellectual inspiration) yang berasal dari hubungan interaksional, berdasarkan pada perspektif aktivitas dan pemikiran manusia. Dalam buku tersebut, penulis menjelaskan bahwa aktifitas ujaran manusia berdasarkan pada aktifitas budaya sehari-hari (culture of everyday life) dan bahasa merupakan piranti yang paling kuat (powerful tool) dibandingkan dengan kaca pembanding lain (simbol) yang lebih sederhana dalam kehidupan sosial masyarakat. Pembahasan awal dalam buku tersebut menjelaskan mengenai gagasan budaya atau biasa disebut dengan the notion of culture. Selanjutnya dijelaskan mengenai metodologi dalam etnografi dan transkripsi. BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini merupakan metode serta prosedur dalam melakukan penelitian. Halhal yang dibahas dalam bab ini sebagai berikut. (1) Jenis dan pendekatan penelitian, (2) kehadiran peneliti, (3) lokasi penelitian, (4) sumber data dan data, (5) prosedur pengumpulan data, dan (6) analisis data. 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian terhadap antropolinguistik dalam mantra tradisi mambuntang masyarakat Dayak Maanyan di lahan basah ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif ini sesuai dengan ciri-ciri yang dikemukakan Bogdan dan Biklen (1998:27-30). Adapun ciri-ciri penelitian kualitatif seperti yang dikemukakan Bogdan dan Biklen (1998:27-30) antara lain: (1) menggunakan latar alami sebagai sumber data langsung dan peneliti sebagai instrumen utama, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih memperhatikan proses daripada hasil, (4) cenderung menganalisis data secara induktif, dan (5) makna merupakan perhatian utama. Sejalan dengan ciri-ciri penelitian kualitatif, penelitian ini bersifat holistik yakni memandang berbagai permasalahan yang ada tidak terlepas sendiri-sendiri, tetapi berbagai variabel penelitian tidak bisa dianalisis secara terpisah dari keterkaitannya dalam keseluruhan konteksnya. 3.2 Kehadiran Peneliti Mantra direpresentasikan secara lisan oleh penghulu adat dan balian dalam tradisi mambuntang. Tuturan dan tindakan penghulu adat dan balian merupakan representasi dari peristiwa, situasi dan kondisi, serta realitas yang ada pada saat itu (kontekstualisasi). 14 Kehadiran peneliti sebagai instrumen kunci mutlak diperlukan pada saat pengambilan dan pengumpulan data. 3.3 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kalimantan Selatan. Daerah yang menjadi objek penelitian adalah Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong. Lokasi ini dipilih karena berdasarkan informasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di kabupaten tersebut, Desa Warukin satu-satunya daerah yang menggunakan bahasa Dayak Maanyan, sedangkan di daerah lain menggunakan bahasa Dayak Deyah, Dayak Ngaju, Dayak Bakumpai, dan Dayak Meratus. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 1.1: Kabupaten Tabalong Memiliki 12 Kecamatan, Salah Satunya Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong dengan ibukotanya Tanjung terletak paling utara dari propinsi Kalimantan Selatan dengan batas-batas; sebelah utara dan timur dengan propinsi Kalimantan Timur, sebelah selatan dengan kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Balangan, kemudian sebelah barat dengan propinsi Kalimantan Tengah. Dengan posisi geografis berada pada 1150 9‟ – 15 1150 47‟ Bujur Timur dan 10 18‟ – 20 25‟ Lintang Selatan sedangkan Grid Provinsi Kalimantan Selatan dari proyeksi UTM terletah pada Grid CE-25 sampai BD-39 dengan koordinast x=295.000M dan y=9.735.000M pada zona 5°LS. Luas wilayah kabupaten Tabalong adalah 3.946 km 2 atau sebesar 10,61 persen dari luas propinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan yang terluas adalah kecamatan Muara Uya dengan 924,16 km 2, kemudian kecamatan Jaro dengan 819,00 km2, sedangkan daerah terkecil adalah kecamatan Muara Harus dengan 62,90 km2 (BPS Kabupaten Tabalong, 2014). Bentuk morfologi wilayah dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu daratan alluvial, dataran, bukit dan pegunungan. Jika dilihat dari persentasenya ternyata wilayah ini didominasi oleh dataran sebesar 41,34 persen dan pegunungan sebesar 29,79 persen. Wilayah kabupaten Tabalong banyak dialiri oleh sungai antara lain sungai Tabalong, sungai Anyar, sungai Jaing, sungai Kinarum, sungai Ayo, sungai Mangkupum, sungai Tamunti, sungai Walangkir, sungai Gendawang, sungai Awang, sungai Masingai, sungai Lumbang, sungai Juran, sungai Hunangin, sungai Umbu, sungai Karawili dan lain-lain (BPS Kabupaten Tabalong, 2014). 16 Gambar 1.2: Kecamatan Tanta Memiliki 14 Desa, Salah Satunya Desa Warukin Wilayah administrasi kabupaten Tabalong dengan ibukotanya Tanjung terdiri dari 12 kecamatan yang terbagi atas tiga wilayah pengembangan pembangunan (WPP), bagian utara meliputi kecamatan Haruai, Bintang Ara, Upau, Muara Uya dan Jaro. Bagian tengah meliputi kecamatan Tanta, Tanjung dan Murung Pudak serta bagian selatan meliputi kecamatan Banua Lawas Pugaan, Kelua dan Muara Harus. Tanta adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tabalong. Di kecamatan ini terdapat sebuah lapangan terbang perintis satu-satunya di utara provinsi Kalimantan Selatan yang bernama Bandar Udara Warukin. Banyaknya desa/kelurahan di kabupaten Tabalong ini sebanyak 122 desa dan 9 kelurahan, dimana kecamatan Tanjung dan Banua Lawas mempunyai desa terbanyak yaitu 15 desa dan yang paling sedikit adalah kecamatan Upau dengan 6 desa. Seluruh desa/kelurahan ini sudah sampai pada tingkat swa sembada. Jarak terjauh 17 menuju ibukota pemerintahan kabupaten dari kecamatan adalah kecamatan Jaro 60 km dan yang terdekat adalah kecamatan Tanjung yaitu 2 km (BPS Kabupaten Tabalong, 2014). Gambar 1.3: Desa Warukin Memiliki 10 Rukun Tetangga Masyarakat Dayak Maanyan bermukim di Desa Warukin. Desa Warukin merupakan salah satu desa dari 14 desa yang berada di Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan. Lokasi Desa Warukin berjarak 12 km dari kota Tanjung (ibukota Kabupaten Tabalong) atau 213 km di sebelah utara Kota Banjarmasin (ibukota Provinsi Kalsel). Desa ini terletak pada 2° lintang selatan dan 116° bujur timur. Desa Warukin termasuk dalam topografi kawasan dataran tinggi. Secara geomorfologi Desa Warukin ini berada di daerah lereng Pegunungan Meratus bagian barat dengan kondisi benteng lahan bergelombang. Luas Desa Warukin adalah 1618 hektar atau sekitar 19,18 km2. Desa Warukin ini berada di ketinggian 8155 mdpl dengan batas wilayah sebelah timur adalah Desa Padang Panjang, sebelah barat adalah Desa Dahur, sebelah selatan adalah Desa Pulau Ku‟u dan Desa Tamiyang, dan sebelah utara adalah Desa Barimbun (BPS Kabupaten Tabalong, 2014). 18 3.4 Sumber Data dan Data Penentuan sumber data penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primernya adalah kata-kata yang didapat dari informan yang berasal dari masyarakat Dayak Maanyan. Data sekunder adalah dokumen tertulis seperti kamus bahasa maanyan dan dokumen buku-buku yang berhubungan dengan tradisi mambuntang. Jumlah data merujuk kepada Chaer (2007:39) yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada jumlah tertentu, melainkan tergantung pada taraf dirasakan telah memadai. 3.5 Prosedur Pengumpulan Data 1. Teknik Observasi Teknik observasi ini memberikan gambaran tentang tindakan dan perilaku yang diteliti. Panduan ini juga dilengkapi dengan format catatan lapangan untuk mendapatkan data dengan cara mengamati langsung objek datanya dan merekam data yang berisi aspek-aspek yang diobservasi. 2. Teknik Rekaman dan Pencatatan Teknik rekaman dilakukan untuk mengamati, mencatat, dan menganalisis secara sistematik tentang gejala-gejala yang diselidiki. Teknik ini dilakukan oleh peneliti yang memegang peran sebagai perekam dan pengamat penuh. Alat perekam yang digunakan ialah kamera digital bermerk Sony berwarna hitam dengan kapasitas 12,1 Mega Pixel. Rekaman berupa video yang didapat kemudian dipindah ke dalam notebook melalui kabel data dan kemudian ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan untuk dianalisis. Teknik pencatatan diperlukan apalagi tidak semua data berhasil direkam dengan alat elektronik. 19 3. Teknik Wawancara Teknik wawancara adalah bentuk perbincangan, seni bertanya dan mendengar. Wawancara bukanlah perangkat netral dalam memproduksi realitas. Dalam konteks ini, berbagai jawaban diutarakan. Jadi, wawancara merupakan perangkat untuk memproduksi pemahaman situasional (situated understandings) yang bersumber dari episode-episode interaksional khusus (Denzin dan Lincoln, 2009:495). Fontana dan Frey mengutip catatan Lapangan Malinowski (dalam Denzin dan Lincoln, 2009:508) mengatakan wawancara terdiri atas tiga macam yaitu terstruktur (structured), semi-terstruktur (semi-structured), atau tak terstruktur (unstructured). Wawancara terstruktur mengacu pada situasi ketika seorang peneliti melontarkan sederet pertanyaan temporal pada tiap-tiap responden berdasarkan kategori-kategori jawaban tertentu/terbatas sedangkan wawancara tak terstruktur memberikan ruang yang lebih luas dibandingkan dengan tipe-tipe wawancara yang lain. Wawancara terstruktur bertujuan untuk meraih keakuratan data dari karakteristik yang dapat dikodekan untuk menjelaskan prilaku dalam berbagai kategori yang telah ditetapkan sebelumnya (preestablished categories). Wawancara tak terstruktur digunakan untuk memahami kompleksitas perilaku anggota masyarakat tanpa adanya kategori apriori yang dapat membatasi kekayaan data yang dapat kita peroleh. Penelitian ini penulis menggunakan wawancara terstruktur dan takterstruktur. Untuk mendapatkan kekayaan data yang alami tentang deskripsi Antropolinguistik dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat Dayak Maanyan di Lahan Basah tersebut. 3.6 Intrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif peneliti bertindak sebagai instrumen kunci. Artinya, peneliti bertindak sebagai perencana penelitian, penentu dan pembuat instrumen penjaring 20 data, pelaksana pengambilan data, pereduksi data, pelaksana analisis data, penyusun simpulan, dan sekaligus penyusun laporan penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadi instrumen yang paling penting dalam pengumpulan dan penafsiran data. Dalam penelitian ini peneliti menyusun seperangkat instrumen pemandu untuk setiap tahap pelaksanaannya. Instrumen pemandu yang disiapkan meliputi: (1) panduan observasi dan (2) panduan wawancara. Kedua panduan tersebut secara rinci memuat prosedur dan teknik setiap variabel yang diiteliti. Berikut uraian instrumen penelitian. (1) Panduan observasi, panduan ini memberikan gambaran tentang tindakan dan perilaku yang diteliti. Panduan ini juga dilengkapi dengan format catatan lapangan untuk mendapatkan data dengan cara mengamati langsung objek datanya dan merekam data yang berisi aspek-aspek yang diobservasi (lampiran 1). (2) Panduan wawancara, panduan ini digunakan untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Panduan ini berisi sejumlah pertanyaan yang dilakukan secara sitematis dan berlandaskan kepada tujaun penelitian (lampiran 2). 3.7 Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis antropolinguistik, analisis etnografi, dan analisis model interaktif. Alur pelaksanaan penelitian etnografi dimulai dari memilih situasi sosial, melaksanakan observasi, mencatat hasil observasi, dan hasil wawancara. Analisis etnografi meliputi analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural (Spradley, 1997). Analisis model interaktif dilaksanakan mulai dari tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, penyimpulan data, dan verifikasi data (Miles dan Huberman, 1984). Bentuk luaran penelitian ini berupa publikasi ilmiah. 21 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Satuan Lingual yang Muncul dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat Dayak Maanyan Deskripsi data yang terdapat dalam tradisi Mambuntang masyarakat Dayak Maanyat terbagi menjadi dua, yaitu (1) bahan dan alat, dan (2) mantra. Tabel 1 Deskripsi Data dalam Tradisi Mambuntang Data Kegiatan Proses Tradisi Mambuntang Terjemah - Minyak oles - Daun singkong - Minyak yang dioleskan Mengobati - Daun dari tanaman yang Pokung bernama singkong (lumpuh) - - Kain hitam polos - Benda kecil tajam yang biasanya digunakan untuk menjahit - Bahan dasar membuat kain - Tanaman yang biasanya digunakan dalam membuat masakan Kain hitam Jarum Benang hitam Kencur 22 Mengobati Tapen (kepuhunan dalam bahasa Banjar) Deskripsi - Minyak oles ini bersifat seperti api yang dioleskan ke badan karena memiliki sifat minyak yang panas. - Daun singkong ini digunakan sebagai sapu dalam pengobatan karena singkong tersebut disapukan atau dioleskan ke bagian yang lumpuh sehingga rohroh jahat takut dan merasa terganggu. - Kain hitam digunakan sebagai pelindung diri dari dukun dan pasien karna kain hitam dianggap kegelapan dari bangsa jin. - Jarum digunakan sebagai penghalau atau penghalang diri di saat berobat. Rasa sakit yang dirasakan pasien seperti tertusuk-tusuk ditawar dengan jarum. Jarum tersebut bernilai mistis dalam pengobatan daerah Paser. - Benang hitam digunakan sebagai pengikat janji untuk tidak melewati pantangan yang harus dihindari. - Kencur digunakan sebagai wewangian yang dikeluarkan. Agar jin yang mengganggu merasa tidak mau dating lagi untuk menyakiti pasien. - Jarum - Benda kecil tajam yang Mengobati - Jarum digunakan sebagai - Sirih biasanya digunakan Ngotif (masuk duri yang dimasukkan - Minyak goreng untuk menjahit angin) sebagai penawar dalam - Tanaman sebagai bahan ritual adat untuk membayar dalam membuat rasa sakit. makanan - Sirih digunakan sebagai - Minyak yang terbuat penghalang atau pagaran dari tanaman dan atara dukun dan pasien agar biasanya digunakan tidak diganggu jin. untuk memasak - Minyak goreng sebagai api yang menyala di daun sirih agar jin merasa takut melihat. - Parang (tidak boleh - Senjata tajam Mengobati Boar - Parang digunakan sebagai ditawar) Tulang (sakit penawar obat. Tidak boleh tulang) ditawar agar penyakit orang yang diobati cepat sembuh tidak mengulur waktu lagi. Kalau ditawarakan lama proses penyembuhannya. - Mina jai na - Mina jai na Mantra - Mantra ini digunakan untuk - Jumi na gan - Jumi na gan pelindung diri melindungi diri dari - Kame alah, manusia - Hantu alah, manusia kejahatan jin dan gangguan - Mahi nawan aku lagi - Tiada balawan aku lagi roh-roh. - Hung tawar panting serba - Tepung tawar dilempar Mantra tawar - Mantra ini digunakan untuk wangi serba wangi seribu menjadi penawar racun - Panting tawar serba - Lempar tawar serba munut menurut - Seratus bisa seribu - Seratus racun seribu sekalian semuanya - Tawar mati bisa - Tawar mati racun 23 - Hidup sekalian tawar - (siwui telu kali) - Andrau malaing tane bangkak - Andrau uran tane rapat - (siwui telu kali) - Hidup semua tawar - (tiup tiga kali) - Hari panas tanah membengkak - Hari hujan tanah merapat - (tiup tiga kali) - Nyamare ulun sakit yena, - Saya memanggil barang yiti haut penjaga danau - Umak natama - Saya memanggil - Hampan naun tau hawi penjaga alam semesta - Aku mawar wunge taun - Saya memanggil - Maka iti aku nawut weah penjaga sungai - Daya dasar ni hawi teka - Ini saya tabur beras dan jumpun haket kembang tahun - Umak pakai nyamare ulun - Untuk memanggil isa sakit yiti penjaga danau penjaga - Pakai nerau naun alam dan penjaga sungai pangantu pangintuhu supaya datang wunge taun menyembuhkan sakit ini - Ari aku nawut weah, ina karena berasal dari hutan aku mawar - Maka ini saya tabur - Aku nerau pangantu beras jumpun haket - Saya tabur beras - Aku nerau pangantu ulu kembang tahun, supaya waluh kalian bisa datang untuk menyembuhkan orang sakit ini, karena semua syarat-syaratnya sudah lengkap tersedia tidak ada yang kurang Wuras palasit: - Kalau ikam kada mentuk - Ila pata - Ka nabi suleman hansur - Ila saita luluh - Ila ali ila - Seperti timah kada aku - Ila dul pakar ampun sumpah - Sumpah alah, sumpah Wuras hantuen: muhamad - Ran singhalang bintang - Sumpah ginar ma halang rasululah - Titik darah kukus tambuni - Ulahan nabi suleman - Mina jai na - Mina jai na 24 Mantra batan tawar - Mantra ini berisikan tentang tiga dimensi alam, yaitu tanah, air, dan udara Mantra natama - Mantra ini digunakan untuk ulun sakit teka menyambuhkan orang sakit. jumpun - Mantra ini digunkan untuk menghilangkan segala penyakit dan mencegah penyakit itu datang. Mantra wuras palasit dan wuras hantuen - Mantra ini digunakan dalam melakukan sumpah Mantra penyaga - Mantra ini berisi kekuatan - Jumi na gan Kame alah, manusia Mahi nawan aku lagi Rujut (tarikan kenah) puang maeh Rungkeng (angkeng) puang maeh Lanjung (nempat kenah) Lawang puang maeh Iti aku nganak antelui Baya weah yina Pakai nurup situa paliharaan naun Hang juumpun haket Aku ilaku situa Kepa kael singkung kayang Pehe marengen Mais meus Hampan na ami Sapak warik! Sapak marau, Patantarik...pakuias Pi dayu karau! Sapak warik! Sapak marau, Patantarik! PakaIiIing Jari sakumparau - Aku ngaIap ranu amas - Ranu intan, ranu sumur raja - Ranu teka sumur teIaga adam - Teka gedulng penu - WaI bakuI - WaI baka - WaI jari - Jari katuIuhan - AmuIeanku - Berakat AIIah - Mula alah, jadi alah. - Mula tane janang tane. - Mula alah murupitip ire tane - - Jumi na gan Hantu alah, manusia Tiada balawan aku lagi Tarik (tarikan ikan) tidak baik Tersangkut (sangkut) tidak baik Bakul (tempat ikan) baik Tidak dapat tidak baik Ini aku meletakkan telur dan beras ini sebagai ganti hewan buruan yang ada di hutan ini Aku meminta hewan yang timpang (cacat) buta dan tuli kurus kering supaya diberikan. - Paha kera! - Paha tupai - Saing menarik...tidak kena - Menuju dayu karau! - Paha kera! - Paha tupai - Saing menarik! Berputar - Menjadi peIangi - Aku mengambiI air emas - Air intan, air dari sumur raja - Air dari sumur teaga adam - Dari sebuah rumah besar - WaI baku - WaI baka - WaI jari - Jadi sekaIian - Tanamanku - Berkat AIIah - Dari hantu jadi hantu. - Dari tanah jadi tanah. - Dari hantu yg paling kecil hingga 25 lewu Mantra mintan Tuhan yang tanpa batas pakai - Mantra ini digunakan untuk menangkap ikan. Mantra ngariou - Mantra ini digunakan agar pasien membawakan sesaji. Mantra - Mantra ini bercerita tentang Penangka Uran penangka hluljan yang (penangka turun. hujan) Mantra Ngumpe - Mantra ini berceritakan SiaI (membuang tentang mantra untuk siaI membuang kesiaIan. Mantra IamuIean (bercocok tanam) - Mantra ini bercerita tentang bercocok tanam agar tanaman diberkati oeh AIIah. Mantra - Mantra ini berceritakan miya/murubia tentang asal mula tercipta (Mambuntang 3 manusia dan harus hari 3 malam) mematuhi hukum adat. Muruminim. - Mula alah malumamak tane ranrung Tipak dadar mula langit makumajang - Langit ranrung tipak sulau. - Mula alah mula legung - Legung panalutuk ajun. - Mula alah mula luging Nangku buhur nitalawang. - Mula alah malumamut Tane malumut halau. - Mula etuh melum ulun - Tutukan jadi ulun tutukan jadi munta - Tutukan jadi raya jadi munta murunsia - Tamiuring mulang gawai. - Sasar lagi narung aku - Ma Tuhan nguasa alah tala ngaburiat. - Lagi batajukuhang jayang mana. - Saranta mamalihara umat. - Batajak kada batihang. - Bagantung tidang batali. - Bakaki diatas bakapala dibawah buat manitik - Bagantung hang sungkul amun - iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii i............................sansare ne-rene. - Nyakiku tutuk tunjuk paim panyurung nanjung nyurung kea tuah rajaki ganam ikau manak batihi tuh bujur buah dia haban pehe dia celaka bahaya. - - - besar/penunggu disana. Dari hantu ditanah yang luas dan langit bagaikan payungnya. Dari hantu yang berada di gunung. Dari hantu yang berada di lembah. Dari hantu yang berlumut, dan tanah yang berlumut. Dari Etuh (manusiapertama) jadi aku, lalu jadi manusia jadi manusia yang berdarah dan membawa hukum adat. Kemudian dengan kuasa Tuhan. Bercerita tentang Tuhan. Bergantung seperti kelelawar. Bergantung tidak dengan tali. untuk melihat keadaan semua umatnya. Kaki di atas kepala di bawah - Sebuah nada ucapan Mantra auh - Mantra ini digunakan untuk mantra suci. tandak manyaki menyucikan diri, - Kusucikan ujung jari ehet/tihi membersihkan dari dari kakimu supaya engkau segala keburukan dan banyak mendapat rejeki pengaruh jahat. dan keberuntungan pada - Mantra ini digunakan untuk saat kamu melahirkan menghilangkan segala dengan selamat, tidak penyakit yang terdapat terkena segala macam dalam diri. 26 - Nyakiku likut tatap, alatap sial umba belum, naykiku tinai buku laling hila luar laling maluar peres badi, sial kawe untang silih, bunu hantu. - Nyakiku buku lilang hila huang, batilang aseng belum menda nyahu batengkung dia giring bulum nyalukuk kilat hapantap isen ginjal tulang. - Nyakiku tambang takep hapam nambang kare uang duit panatau panuhan jawet ramu tuah rajaki. - Nyakiku utut mangat bunggut aseng belum ikau baumur panjang haring banyame ambu. - Nyakiku rahepan samben hapan manaharep kare uluh awing bapangkat bagalar. - Nyakiku likutmu, hatalikut bitim dengan dengan taluh papa, dahiang baya, peres badi, pali endus, bunu hantu. - Nyakiku tulang salangkam hapam nyangka hapam nyangka hagagian peres baratus gangguran area. - Nyakiku balengkung tingang batengkung kambang nyahum karingan belum tatau manyambuung. - Nyakiku tutuk urung hantatarung ikau dengan - - - - - - penyakit dan marabahaya. Aku sucikan belakang telapak kakimu, supaya jauh dari segala kenestapaan dalam hidupmu, kusucikan pula mata kakimu yang luar, supaya keluar juga segala penyakit, dosa dan kesalahan yang telah dilakukan. Kusucikan mata kakimu yang di dalam, supaya mendapat kehidupan yang utuh walaupun di bawah segala petir halilintar yang menggelegar semesta alam ini tidak akan merasa takut dan gemetar menghadapinya. Kusucikan tambang takepmu untuk kamu mandapat syah harta kekayaan serta rejeki yang melimpah ruah. Kusucikan lututmu supaya kamu hidup berumur panjang dan mendapatkan suatu kekuatan batin. Kusucikan rahepan samben, untuk menghadap orang yang punya pangkat gelar. Kusucikan belakang badanmu agar kamu dijauhkan dari segala kejahatan, segala penyakit, dosa dan kesalahan yang telah 27 - Digunakan untuk melindungi diri dari segala penyakit dan marabahaya. - Digunakan untuk memperoleh kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan hidup. - Digunakan untuk memperoleh rezeki yang banyak. kamangat kasanang, hantaturung dengan tuah rajaki. - Nyakiku bulu langkang kamalangkang kambang tarung belum sanang mangat bujur buah. - Nyakiku pandung lambaran balaumu, mahalau sial indang narantang belum kawan minan malalundung balitam, tende batu junjun kare purum mahunjum kambang nyahum tarusan belum tatau manyambung, mahunjun kea tuah rajakim belum. - - - - - dilakukan. Kusucikan tulang selangkamu untuk mengobati segala macam penyakit. Kusucikan tenggorokanmu agar termasyurlah engkau dalam hidupmu selalu mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan. Kusucikan hidungmu, supaya egkau mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan dan banyak rejeki. Kusucikan bulu matamu, agar engkau bisa memandang seluasnya Tuhanmu dan engkau akan mendapat hikmatannya hidup ini yang penuh dengan kejujuran supaya hidup tenang, rukun dan damai. Kusucikan engkau mulai ujung rambutmu, agar dijatuhkan engkau dari segala sial dan malapetaka sejak engkau lahir hingga selama hidupmu dan berhenti di puncak ubun-ubunmu agar rohmu dan jiwamu tetap cemerlang penuh dengan keabadian, kedamaian, dan kesejahteraan serta mendapatkan rejeki yang banyak untuk kehidupan. 28 4.2 Makna yang Terkandung dalam Satuan Lingual yang terdapat dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat Dayak Maanyan Hasil penelitian ini berupa leksikon kegiatan dan leksikon bahan dan alat yang menyatakan tradisi Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan. Leksikon tersebut diananlisis sesuai dengan klasifikasi dan deskripsi satuan lingualnya, ditafsirkan fungsi budayanya, dan pada akhirnya dikuak cerminan kearifan lokal di balik penggunaan leksikon tersebut. Berikut ini merupakan leksikon-leksikon kegiatan Mambuntang yang digunakan masyarakat Dayak Maanyan: batindik/bikaengket „mengelilingi sesaji‟, isasarah ma hiang pi umbung „menyuguhkan sesaji‟, nakan umpuy „membawa sesaji‟, bamamang „membaca mantra di depan sesaji‟, jinji sansan anri hiang pi umbung „penyerahan sesaji‟, dupa „wewangian yang dibakar‟, alo/halu „kayu penumbuk padi‟, lehung/lasung „wadah untuk menumbuk padi berbentuk persegi panjang‟, dahura „nyiru‟, panu „baku‟, rano „air‟, dan nahi „nasi‟. Adapun pengelompokannya dapat dilihat dalam tabel berikut. No. Leksikon Kegiatan Leksikon Peralatan dan Bahan yang Digunakan 1. Batindik/bikaengket dupa, alo, lehung 2. Isasarah ma hiang pi umbung akar palisantan, Makna Leksikal Proses mengelilingi balai adat kayu Proses menyuguhkan sesaji mahang, kue 41 macam, ayam 2 ekor, itik 2 ekor, kambing 1 ekor, beras ketan 1 singgan, beras 1 singgan, pasak bumi, mali-mali, nahi 3. Nakan umpuy akar palisantan, kayu Proses membawa sesaji mahang, kue 41 macam, 29 ayam 2 ekor, itik 2 ekor, kambing 1 ekor, beras ketan 1 singgan, beras 1 singgan, pasak bumi, mali-mali, nahi, dahura, panu 4. Bamamang 5. Jinji sansan anri hiang pi akar ambung rano Proses pembacaan mantra palisantan, kayu Proses penyerahan sesaji mahang, kue 41 macam, ayam 2 ekor, itik 2 ekor, kambing 1 ekor, beras ketan 1 singgan, beras 1 singgan, pasak bumi, mali-mali, nahi, dahura, panu Leksikon kegiatan Mambuntang merujuk pada satuan satuan lingual tertentu, seperti leksikon yang termasuk ke dalam bentuk kata berimbuhan atau bentuk dasar; begitu pun dari sisi kelas katanya. Berdasarkan pengamatan dilapangan dapat diketahui bahwa satuan lingual leksikon kegiatan Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan seluruhnya berbentuk kata. Beberapa di antaranya merupakan kata berafiks berupa kata berprefiks. Dari tabel di atas terdapat beberapa leksikon yang menggunakan prefiks, seperti batindik/bikaengket „mengelilingi balai adat‟ dan bamamang „pembacaan mantra‟: (1) ba- + tandik batandik „mengelilingi balai adat‟ (2) ba- + mamang bamamang „pembacaan mantra‟ Boas (1966:59) dalam Palmer (1999:11) menyatakan bahwa bahasa merupakan manifestasi terpenting dari kehidupan mental penuturnya. Lebih lanjut, hasil observasi Boas menunjukkan bahwa bahasa mendasari pengklasifikasian pengalaman, sehingga berbagai 30 bahasa mengklasifikasikan pengalaman secara berbeda dan pengklasifikasian semacam itu tidak selalu disadari oleh penuturnya. Adapun leksikon kegiatan Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu (1) kegitan dan (2) alat dan bahan. Leksikon kegiatan pada tradisi Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan juga diklasifikasikan berdasarkan kelas katanya. Leksikon-leksikon tersebut cenderung termasuk ke dalam kelas kata nomina, seperti dupa „wewangian yang dibakar‟, alo/halu „kayu penumbuk padi‟, lehung/lasung „wadah untuk menumbuk padi berbentuk persegi panjang‟, dahura „nyiru‟, panu „baku‟, rano „air‟, dan nahi „nasi‟. Semua nomina tersebut menggambarkan kekayaan budaya dalam tradisi Mambuntang masyarakat Dayak Maanyan. Ada juga kelas kata verba yang menggambarkan kekayaan proses budaya tradisi Mambuntang Dayak Maanyan, seperti batandik „mengelilingi balai adat‟ dan bamamang „pembacaan mantra‟ yang berkaitan dengan aktivitas atau proses kegiatan tradisi Mambuntang. 4.3 Antropolinguistik yang terdapat dalam Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat Dayak Maanyan Berkaitan dengan Alam Lingkungan di Lahan Basah Tradisi turun-temurun orang Maanyan yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan kebutuhan hidup masyarakat sebagai berikut. 1) Nganyuh Mu‟au/Ipangandrau Untuk memenuhi kebutuhan hidup, orang Dayak Ma‟anyan bercocok-tanam dengan berladang dan mayoritas daerah perbukitan dengan ketinggian sedang dan berpindah-pindah setelah lahan sudah tidak menghasilkan. Lalu diganti dengan perkebunan, yaitu karet. 31 Dalam tradisi berladang orang Dayak Ma‟anyan, ada yang hampir terlupakan dan bahkan saat ini sudah ada yang tidak melaksanakan tradisi tersebut, yakni Nganyuh Mu‟au / Pangandrau. Nganyuh Mu‟au atau Ipangandrau dilaksanakan orang Ma‟anyan ketika mereka memulai menabur bibit padi. Disini terlihat kebersamaan suku Dayak Ma‟anyan khususnya, dimana masyarakat secara bersama-sama turut dalam menabur benih salah satu keluarga atau tetangga bahkan dari desa berbeda yang biasanya selesai pada hari itu juga oleh orang yang jumlahnya banyak tersebut. Adapun kebiasaan yang dilakukan, yaitu beberapa orang laki-laki membawa Ehek (alat dari kayu untuk melobangi tanah yang kemudian di tabur benih) berjalan didepan yang di komando/dipimpin oleh seorang Pangayak, yaitu orang yang memimpin gerakan menanam benih ini agar tertib dengan kaidah-kaidah menurut adat yang biasanya dari keluarga yang melaksanakan kegiatan Nganyuh ini. Sedangkan para perempuannya berjalan dibelakang dengan membawa Bajut (sebuah wadah dari anyaman digunakan sebagai tempat Wini / benih) dan dengan tertib menabur benih tadi kedalam lobang Ehek yang dibuat oleh para pria tadi. Setelah sampai waktunya untuk beristirahat, maka warga yang membantu dalam kegiatan tersebutpun disuguhi dengan berbagai penganan khas suku Ma‟anyan, seperti Bubur Wadai, Kaluwit, dan banyak lagi hingga makan siang. Ada suatu tempat tepat ditengahtengah ladang atau Ume yang tidak boleh ditanami dengan benih, yang disebut; “Pangkat Palanungkai”, luasnya sekitar 4 meter persegi. Tempat ini diyakini secara turun-temurun adalah tempat para dewi padi untuk menjaga ladang tersebut dari gangguan binatang/hama yang dapat merusak padi setelah tumbuhnya, sehingga hasil tanam lebih baik dan maksimal. Setelah satu hari penuh telah dilaksanakan gotong-royong pada Ume salah satu warga, maka hari berikutnya setelah ditentukan sebelumnya dilanjutkan ke Ume warga yang lainnya, 32 demikian seterusnya secara bergantian sampai masa tanam selesai. Itulah tradisi Suku Dayak Ma‟anyan yang disebut “Nganyuh Mu’au” atau juga sering disebut “Ipangandrau” Untuk melihat tradisi ini, anda bisa mengunjungi desa-desa di pedalaman Barito Timur sekarang, secara contoh; anda bisa menjumpai tradisi tersebut di Kecamatan Paju Epat, seperti di Desa Murutuwu, Telangsiong, Balawa dan sekitarnya. 2) Nikep-Nuhak-Nariuk Tradisi ini biasa ramai-ramai dilakukan masyarakat suku Dayak Maanyan ketika musim kemarau tiba. 3) Muwu-Nangkala Ketika musim hujan tiba, air memenuhi sungai-sungai kecil diwilayah sekitar pemukiman masyarakat suku Maanyan. Pada musim kedalaman air yang pasang, sering dimanfaatkan warga untuk menangkap Kenah (ikan) yang ada di sepanjang aliran sungai sekitar sebagai lauk-pauk warga yang ditangkap secara tradisional menggunakan Wuwu atau Tangkala (sejenis perangkap ikan yang terbuat dari bambu atau buluh). 4) Nin‟nyak-Nampaleng Tradisi Nin'nyak-Nampaleng adalah sebagai pekerjaan sampingan para warga Maanyan dahulu kala, dan bahkan sampai sekarang. Tradisi tersebut adalah menangkap binatang buruan didalam hutan dengan menggunakan jerat sintetis maupun tali logam untuk disantap sebagai lauk. Namun sekarang ini sudah sangat sulit untuk mendapatkan binatang buruan karena banyak hutan-hutan tempat populasi binatang buruan tersebut di babat oleh oknum-oknum tertentu bahkan oleh investor perusahaan perkebunan. 33 Wierzbicka (1997: 4) mengemukakan bahwa kata mencerminkan dan menceritakan karakteristik cara hidup dan cara berpikir penuturnya, serta dapat memberikan petunjuk yang sangat bernilai dalam upaya memahami budaya penuturnya. Begitu pun halnya dengan leksikon kegiatan tradisi Mambuntang masyarakat Dayak maanyan, leksikon tersebut dapat memberikan gambaran tentang pandangan kolektif masyarakat adat Dayak Maanyan terhadap dunianya. Lahan yang luas dengan berbagai jenis tanaman yang tumbuh subur membuat warga Dayak Maanyan dapat memanfaatkan kekayaan alam yang mereka miliki sebagai sumber daya yang sangat menguntungkan bagi mereka. Penggunaan peralatan, khususnya peralatan dapur yang cenderung terbuat dari bahan yang tersedia di alam seperti kayu dan bambu, mencerminkan betapa warga Dayak Maanyan benar-benar memanfaatkan kondisi alam di sekitar mereka sebagai sumber daya yang bermanfaat bagi mereka. Hal tersebut tercermin dari leksikon yang digunakan untuk menyatakan kegiatan Mambuntang di masyarakat adat Dayak Maanyan. Masyarakat adat Dayak Maanyan cenderung menggunakan peralatan yang langsung didapat dari alam sekitar mereka, seperti halu, lehung, dan dahura/nyiru. Leksikon-leksikon tersebut tidak terlepas dari budaya sekitar atau kearifan lokal yang berlaku di Dayak Maanyan. Pengetahuan praktis masyarakat Dayak Maanyan tentang ekosistem lokal, sumber daya alam, dan bagaimana mereka saling berinteraksi tercermin di dalam aktivitas keseharian yang mencakup keterampilan mereka dalam mengelola sumber daya alam. 34 REFERENSI Bogdan, Robert C & Sari Knopp Biklen. 1998. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon Inc. BPS Kabupaten Tabalong. 2014. Kabupaten Tabalong dalam Angka 2014. Tabalong: BPS. Chaer, Abdul. 2007. Kajian Bahasa. Jakarta: Rineka Cipta. Condrat, Riastinadya. 2012. Mantra Dayak Maanyan: Kajian Jenis, Makna, dan Fungsi. Tesis tidak diterbitkan. Banjarmasin: FKIP ULM. Denzin, Norman K., dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative Research. California-USA: Sage Publication. Duranti, Alessandro. 2000. Linguistic Anthropology. New York: Cambridge University Press. Ganie, Tajuddin Noor. 2007. Puisi Banjar Genre Lama Bercorak Mantra. Banjarmasin: Rumah Pustaka Folklor Banjar. Ganie, Tajuddin Noor. 2011. Sastra Banjar Genre Lama Bercorak Puisi. Banjarmasin: Rumah Pustaka Karya Sastra. Kadarisman. 2010. Mengurai Bahasa Menyibak Budaya. Malang: UIN Maliki Press. Khairunnisa. 2006. Tradisi Mambuntang dan Perubahan-Perubahannya pada Masyarakat Dayak Maanyan di Desa Warukin Kecamatan Tanta Kabupaten Tabalong Tahun 1970-2005. Skripsi tidak diterbitkan. Banjarmasin: FKIP ULM. Klinken, Gerry van. 2006. Colonizing Borneo. State Building and Ethnicity in Central Kalimantan. Indonesia. No 81. Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Miles, M.B. & A. Michael Huberman. 1984. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan dari Qualitative Data Analysis. Alih Bahasa: Tjejep Rohendi Rosidi. Jakarta: UI Press. Northcott, Michael S. 2005. Pendekatan Sosiologis dalam Peter Connolly (Ed). Aneka Pendekatan Studi Agama. Terjemahan Imam Khoiri. Yogyakarta: Lkis. Palmer, Gary B. 1999. Towards a Theory of Cultural Lingustics. Austi: University of Texas Press Setiati, Elis. 2003. Mantra Bahasa Maanyan: Analisis Jenis, Fungsi, dan Mantra. Palangkaraya: Pusat Bahasa. Spradley, James P. 1972. Metode Etnografi. Terjemahan Misbah Zulfa Elizabeth. 1997. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia. Surbakti. 2014. Nilai Budaya dalam Leksikon Erpangir Ku Lau Tradisi Suku Karo (Kajian Antropolinguistik). Telangkai Bahasa dan Sastra, (Online), diakses 21 Maret 2016. 35 Lampiran 1. Panduan Observasi Lampiran 2. Panduan Wawancara Lampiran 3. Mantra Tradisi Mambuntang Masyarakat dayak Maanyan Lampiran 4. Dokumentasi Pengambilan Data 36 Lampiran 1. Panduan Observasi Panduan Observasi Narasi Aruh Adat Perkawinan Masyarakat Dayak Maanyan 1. Panduan Umum 1) Identitas informan dicatat secara lengkap: (a) nama, (b) umur, (c) pendidikan, (d) pekerjaan, dan (e) alamat. 2) Data-data tuturan, mantra, dan nyanyian balian dalam aruh adat perkawinan dicatat dalam bahasa Dayak Maanyan, disertai dengan konteks tuturan itu terjadi, dan disertai pula dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia. 3) Menyiapkan catatan lapangan untuk mencatat data-data tuturan dalam aruh adat perkawinan atau untuk kepentingan transkripsi data. 4) Menyiapkan alat perekam untuk merekam suara dan merekam gambar. 2. Panduan Observasi 1) Amati peran dan kedudukan informan di dalam masyarakat serta kedudukannya dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. 2) Amati sikap dan pandangan informan terhadap sosok penghulu adat, balian, mantir adat, dan usbah dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. 3) Amati aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan tahapan kegiatan aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. 4) Amati suasana penuturan lisan (cara penyampaian, sikap/tindakan narator, penerimaan audiens) dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. 5) Amati penuturan lisan dalam tahap ngantane, adu pamupuh, dan piadu dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. 6) Amati kepercayaan informan terhadap ritual adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. 7) Amati sikap masyarakat terhadap syarat-syarat dalam pelaksanaan tahapan aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. 8) Amati sikap masyarakat terhadap pemenuhan hukum adat dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. 9) Amati penilaian dan harapan masyarakat terhadap kegiatan aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan. Format Catatan Lapangan Kode Catatan Tanggal Pengamatan Tempat Pengamat Ruang dan Waktu Tujuan Pengamatan Pelaku yang diamati Prosesi Isi Catatan Lapangan : ............................................... : .............................................. : .............................................. : ............................................... : ............................................... : memperoleh gambaran secara lengkap tentang pemahaman informan terhadap prosesi aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan : .............................................. : .............................................. : .................................................................................................. 37 Lampiran 2. Panduan Wawancara Tanggal wawancara : ....................................................... Waktu wawancara : ....................................................... Tempat wawancara : ....................................................... Pewawancara : ....................................................... Tujuan wawancara: memperoleh informasi tentang pemahaman informan terhadap prosesi aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan Identitas informan Nama Jenis Kelamin Umur Alamat : ..................................................... : ..................................................... : ..................................................... : ..................................................... ...................................................... Pekerjaan : ..................................................... Pendidikan : ...................................................... Kedudukan dalam Masyarakat : ...................................................... Gelar dan Peran dalam Aruh Adat Perkawinan : ....................................................... Panduan Pertanyaan 1. Panduan pertanyaan cerita dan alur 1) Menurut bapak/ibu apakah aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan? 2) Menurut bapak/ibu bagaimanakah tata cara aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan? 3) Menurut bapak/ibu kegiatan apa saja yang dilakukan oleh penghulu adat, balian, mantir adat, dan usbah? 4) Menurut bapak/ibu bagaimanakah tahapan aruh adat perkawinan dan sanksinya jika melanggar tahapan tersebut? 5) Menurut bapak/ibu apa saja syarat dalam aruh adat perkawinan dan sanksinya jika melanggar syarat-syarat tersebut? 6) Menurut bapak/ibu apakah makna dari tiap alur aruh adat perkawinan? 7) Menurut bapak/ibu apakah manfaat dari tiap alur aruh adat perkawinan? 8) Bisakah bapak/ibu menceritakan durasi (lamanya waktu yang diperlukan) dalam setiap kegiatan upacara adat perkawinan? 9) Menurut bapak/ibu apakah ada penentuan tentang hari baik dalam aruh adat perkawinan? Apakah ada sanksi jika melanggar hal tersebut? 10) Menurut bapak/ibu apakah ada penentuan tentang tempat baik dalam aruh adat perkawinan? Apakah ada sanksi jika melanggar hal tersebut? 2. Panduan pertanyaan struktur narasi 1) Menurut bapak/ibu tuturan apa saja yang diucapkan pada tahap ngantane? 2) Menurut bapak/ibu tuturan apa saja yang diucapkan pada tahap adu pamupuh? 3) Menurut bapak/ibu tuturan apa saja yang diucapkan pada tahap piadu? 4) Menurut bapak/ibu setiap bagian dalam tahap ngantane, adu pamupuh, dan piadu dapat dipertukarkan? 38 5) Menurut bapak/ibu apakah pesan yang disampaikan dalam ngantane, adu pamupuh, dan piadu? 6) Menurut bapak/ibu adakah ritual tertentu yang mengawali, mengiringi, dan mengakhiri kegiatan yang berkaitan dengan aruh adat perkawinan Dayak Maanyan? Ritual apa sajakah itu? 7) Bisakah bapak/ibu menuturkan nyanyian balian yang dilantunkan dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan? (pertanyaan untuk balian) 8) Menurut bapak/ibu apakah maksud nyanyian balian yang Bapak/Ibu tuturkan tadi? 9) Bisakah bapak menuturkan mantra yang digunakan dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan? (pertanyaan untuk balian dan penghulu adat) 10) Menurut bapak apakah maksud mantra yang Bapak/Ibu tuturkan tadi? 11) Menurut bapak/ibu adakah kegiatan lain di desa Warukin yang bersifat melestarikan adat perkawinan Dayak Maanyan? (pertanyaan untuk tokoh masyarakat meliputi Camat Kecamatan Tanta, Ketua RT, Kepala Desa, Seniman Dayak Maanyan) 3. Panduan pertanyaan aktor dan narator 1) Menurut bapak/ibu siapa saja yang berperan dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan? 2) Menurut bapak/ibu apakah pembagian tugas harus sesuai dengan posisi dalam aruh adat perkawinan masyarakat Dayak Maanyan? Apakah ada sanksi jika melanggar hal tersebut? 3) Menurut bapak/ibu apakah ada persiapan tertentu (berpuasa atau syarat lain) pada setiap petugas yang berperan dalam aruh adat perkawinan Dayak Maanyan? Apakah ada sanksi jika melanggar hal tersebut? 4) Menurut bapak/ibu bagaimanakah susunan tempat (posisi peran) dalam aruh adat perkawinan? 5) Menurut bapak/ibu siapakah yang berhak menentukan hari pelaksanaan acara perkawinan adat tersebut? 6) Menurut bapak/ibu apakah ada aturan yang menyertai tindakan penghulu adat, balian, mantir adat, dan usbah dalam aruh adat perkawinan? 39 40