Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang Farida Mayangsari Sunaryo Putri, Rosalina, Anggun Trisnasari* *Program Studi DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo ABSTRAK Latar Belakang : Anemia gravidarum adalah kondisi ibu hamil dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr%. Anemia pada ibu hamil dapat mengurangi suplai oksigen pada pada metabolisme ibu, karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen dalam darah sehingga mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu dan janin salah satunya abortus. Abortus dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan janinnya.Angka kejadian abortus di RSUD Ambarawa tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 62 kasus menjadi 145 kasus. Tujuan :Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara anemia gravidarum dengan kejadian abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang. Metode :Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian survey analitik dan pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini semua ibu bersalin yang tercatat di ruang Bougenville RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015 sebanyak 826 ibu bersalin. Teknik pengambilan sampel kasus menggunakan teknik purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sejumlah 112 responden dan teknik pengambilan sampel kontrol menggunakan teknik simple random sampling yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sejumlah 112 responden. analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square. Hasil :Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis univariat sebagian besar ibu mengalami anemia sebanyak 126 responden (56,2%),ibu bersalin dengan abortus sejumlah 112 responden (50%). Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square menunjukkan ada hubungan anemia gravidarum dengan kejadian abortus dengan nilai p-value = 0,001. Oleh karena p-value= 0,001 < 0,05 menunjukkan ada hubungan antara anemia gravidarum dengan kejadian abortus. Saran :Disarankan tenaga kesehatan dapat meningkatan pelayanan bisa dalam bentuk pemberian informasi diantaranya melalui penyuluhan demi meningkatkan pemahaman ibu hamil bahwa ada berbagai faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus, diantaranya anemia pada kehamilan. Kata kunci : anemia gravidarum, kejadian abortus Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 1 ABSTRACT Background: Anemia gravidarum is the condition of pregnant women with hemoglobin levels below 11 g%. Anemia in pregnant women can reduce the supply of oxygen in the mother's metabolism, due to lack of hemoglobin to bind oxygen levels in the blood resulting indirect effect on the mother and fetus one abortion. Abortion can cause complications for the mother and fetus. The incidence of abortion in hospitals Ambarawa 2015 increased from the previous year from 62 cases to 145 cases. Purpose: The purpose of this study is to find the correlation between anemia gravidarum and the incidences of abortion at RSUD Ambarawa Semarang Regency. Method: This study was conducted by design of analytical survey with case control approach. The population in this study was all mothers who were registered at the Bougenville Ward of RSUD Ambarawa Semarang Regency in 2015 as many as 826 mothers. The data sampling in case group was used total sampling technique that met the inclusion criteria and as many as 112 respondents and the data sampling in control group was used simple random sampling technique that met the inclusion criteria as many as 112 respondents. Result: The results of univariate analysis in this study indicate that most respondents have severe anemia by 46 respondents (20.5%), the mothers with abortion as many as 112 respondents (50%). The bivariate analysis using Chisquare test indicates that there is a correlation between anemia gravidarum and the incidences of abortion with the value of x2 count of 56.869. Therefore, x2 count = 56.869 > x2 table (7.82), that means there is a correlation between anemia gravidarum and abortion. Recommendation: The health workers are suggested to improve the services by providing more information through counseling program for enhancing the understanding of pregnant women about the various factors related to abortion, including anemia in pregnancy. Keywords : anemia gravidarum, the incidence of abortion PENDAHULUAN Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), serta melambatnya penurunan Angka Kematian Ibu menunjukkan bahwa pelayanan KIA sangat mendesak untuk ditingkatkan baik dari segi jangkauan maupun dari kualitas pelayanan. Data yang didapatkan dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2012 angka kematian ibu di Indonesia termasuk tinggi, yakni sekitar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ini jauh melonjak dibandingkan dengan SDKI 2007 yang hanya mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Fakta melonjaknya angka kematian ibu ini tentunya sangat memprihatinkan. Pemerintah bekerja keras lagi agar dapat menurunkan AKI hingga 70/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 agar sesuai dengan target Sustainable Development Goals. Banyak faktor penyebab kematian ibu diantaranya perdarahan sekitar 30,3%, Hipertensi 27,1%, infeksi 7,3%, partus lama 1,8%, abortus 4,2% dan lain-lain 40,8% (Kemenkes, 2014). Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 2 Anemia merupakan salah satu faktor golongan resiko tinggi terkait dengan terjadinya abortus. Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi placenta. Placenta berfungsi untuk nutritif, oksigenasi dan ekskresi. Fungsi placenta yang menurun dapat mengganggu tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan fungsi placenta menurun yang berdampak pada tumbuh kembang janin, selain itu dapat mengakibatkan abortus, partus lama, kematian ibu dan janin (Cunningham, 2005). Data yang didapatkan dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa didapat jumlah kasus abortus periode Januari sampai Desember 2015 sebanyak 145 kasus abortus dari 826 ibu bersalin, disini didapatkan kasus abortus spontan yaitu sebanyak 112 kasus (77,3%), diantaranya abortus imminens 25 kasus (28%), abortus incipiens 31 kasus (34,72), abortus incomplete 20 kasus (22,4%), abortus Completus 18 kasus (20,16%), missed abortion 5 kasus (5,6%), abortus habitualis 9 kasus (10,08%), abortus infeksiosa 4 kasus (4,48%). Dan yang mengalami abortus buatan atau provocatus lainnya 33 orang (22,7%) diantaranya abortus therapeutic 24 kasus (7,92%), abortus kriminalis 5 kasus (1,65%), unsafe abortion 4 kasus (1,32). ( (Rekam Medik RSUD Ambarawa, 2015). Dari ibu bersalin yang mengalami abortus diantaranya yang mempunyai pengukuran hemoglobin (Hb) dibawah ukuran normal atau anemia sebanyak 95 orang (55,8%). METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk jenis penelitian desain deskriptif korelatif yaitu metode penelitian yang menggambarkan suatu keadaan secara objektif untuk melihat hubungan antara 2 variabel pada situasi atau kelompok tertentu (Notoadmodjo, 2012).Desain penelitian kasus kontrol dengan paradigma dari akibat ke sebab. Subyek penelitian terbagi menjadi kasus dan kontrol kemudian ditelusur ke belakang. Kelompok kasus meliputi semua ibu bersalin yang mengalami abortus yang di rawat di bangsal Bougenville RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015 sejumlah 112 ibu. Sedangkan kelompok kontrol meliputi semua ibu bersalin yang tidak mengalami abortus yang di rawat di bangsal Bougenville RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015 sejumlah 112 ibu. Tekhnik sampling pada kelompok kasus menggunakan total sampling dan case control pada kelompok control. Analisa data secara univariat, bivariat dengan Chi-Square. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Dukungan Suami Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Anemia Gravidarum di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015. Kasus Kontrol Total Anemia F % F % F % Anemia 91 40,6 35 15,6 126 56,2 Tidak Anemia 21 9,4 77 34,4 98 43,8 Total 112 100 112 100 224 100 Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 3 Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 224 responden sebagian besar ibu mengalami anemia yaitu sejumlah 126 ibu (56,2%), sedangkan sebagian ibu lainnya tidak mengalami anemia sejumlah 98 ibu (43,8%). b. Kejadian Abortus Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015. Total Kejadian Abortus F 112 112 224 Abortus Tidak abortus Total % 50 50 100 Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa ibu yang mengalami kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015 yaitu sebanyak 112 orang (50%) dan tidak mengalami Abortus sebanyak 112 orang (50%). 2. Analisis Bivariat Tabel 3 Hubungan antara Anemia Gravidarum dengan Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015. Anemia Anemia Tidak Anemia Total Abortus F 91 21 112 % 40,6 9,4 100 Tidak abortus F % 35 15,6 77 34,4 112 100 PValue Total F 126 98 224 % 56,2 43,8 100 0,001 Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 224 responden terbanyak dengan dengan anemia yang mengalami abortus sebanyak 91 orang (40,6%) dan sebagian lainnya tidak mengalami abortus sejumlah 35 orang (15,6%). adapun responden yang tidak mengalami anemia tetapi mengalami abortus terdapat sejumlah 21 orang (9,4%) sedangkan sebagian lainnya tidak mengalami abortus sejumlah 77 orang (34,4%). Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square didapat p value = 0,001. Oleh karena p value = 0,001 < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, dan disimpulkan bahwa ada hubungan antara anemia gravidarum dengan kejadian abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015. Hasil odds ratio didapatkan 9,533 dengan interval kepercayaan 95%. Artinya anemia mempunyai faktor risiko terjadinya abortus dimana bahwa kadar hemoglobin <11 gr% beresiko sebesar 9,533 kali untuk mengalami abortus dibandingkan dengan kadar hemoglobin ≥11 gr%. Nilai kepercayaan juga tidak mencakup angka 1, maka ini juga bisa mendukung kesimpulan bahwa anemia mempunyai hubungan dengan terjadinya abortus. Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 4 B. Pembahasan 1. Analisis Univariat a. Gambaran Anemia Gravidarum di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada ibu bersalin di RSUD Ambarawa dengan melihat kadar hemoglobin ibu hamil yang dikategorikan menjadi dua yaitu anemia dan tidak anemia menunjukkan dari 224 responden sebagian besar ibu mengalami anemia yaitu sejumlah 126 orang (56,2%). Anemia terdiri dari anemia ringan, anemia sedang dan anemia berat. Anemia dalam kehamilan merupakan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau <10,5 gr% pada trimester II (Depkes, 2009). Pengambilan data pada anemia dilakukan berdasarkan pengukuran kadar Hb pada trimester I, karena anemia yang terjadi pada trimester I mempunyai resiko lebih besar terjadinya komplikasi baik pada saat kehamilan maupun persalinan dan komplikasi ini dapat terjadi pada ibu maupun janin. Anemia akan lebih beresiko terjadi pada ibu hamil yang mual muntah hebat di awal kehamilan, biasanya hanya sedikit makanan yang masuk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irayani (2015) tentang analisis anemia pada kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah, dimana diperoleh ibu yang mengalami anemia selama kehamilan sejumlah 57 (62,8%) dari 86 responden. Dimana didapatkan nilai OR 3,317 artinya ibu hamil dengan anemia memiliki resiko 3,317 lebih tinggi mengalami abortus dibandingkan ibu yang tidak mengalami anemia. Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan efek yang buruk bagi ibu maupun janin. Anemia mengurangi suplai oksigen pada metabolisme ibu karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat oksigen dalam darah yang dapat mengakibatkan efek tidak langsung pada ibu maupun janin. Sehingga ibu hamil yang mengalami anemia akan merasa lemas, cepat lelah, badan sering terasa lesu, mudah mengantuk, mata berkunang-kunang, kepala sering pusing, dan sering ingin pingsan, terlebih lagi anemia juga dapat meningkatkan kemungkinan abortus, kelahiran prematur, perdarahan pasca persalinan, BBLR, cacat bawaan, hingga kematian pada ibu maupun janin jika anemia terlambat ditangani. Anemia yang terjadi pada awal kehamilan akan berlanjut jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dikarenakan adanya perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan yaitu oleh karena perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkatnya sekitar 1000ml. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta yang meningkatkan sekresi aldesteron. Cadangan zat besi pada wanita dewasa mengandung 2 gram, sekitar 60-70% berada dalam sel darah merah yang bersirkulasi, dan 10-30% adalah zat besi cadangan yang Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 5 terutama terletak didalam hati, empedu, dan sumsum tulang. Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan janin (Ibrahim dan Proverawati, 2011). Manuaba (2010), juga menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor presdiposisi yang dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi yaitu diantaranya kurangnya asupan makanan yang mengandung zat besi, gangguan rearbsorpsi, seringnya hamil dan melahirkan atau jarak kehamilan yang terlalu dekat. Kejadian anemia pada kehamilan yang sangat potensial membahayakan ibu dan janin sehingga perlu melakukan peningkatan pelayanan kesehatan melalui penyuluhan kesehatan bagi klien (pasiennya) terutama mengenai komplikasi dalam kehamilan, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana. Anemia dalam kehamilan juga dapat meningkatkan dampak yang membahayakan bagi ibu maupun janin. Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan ketika hamil dan melahirkan. Bila anemia terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan (Proverawati, 2009). Hasil penelitian juga didapatkan dari 224 responden, sebagian besar kelompok ibu yang mengalami anemia.. Kehamilan dengan anemia berat dapat mengakibatkan meningkatnya resiko kejadian abortus, morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Kehamilan dengan kadar Hb jauh dibawah normal atau kehamilan dengan anemia berat tidak mampu mengikat suplai oksigen yang dibawa kedalam darah sehingga memungkinkan terjadinya perdarahan menyebabkan kematian ibu yang salah satunya sekarang banyak ditemui adalah abortus. Berdasarkan data rekam medis ruang Bougenville RSUD Ambarawa, kehamilan dengan anemia di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015 tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor yaitu kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi, kurangnya pengetahuan ibu mengetahui mengenai asupan nutrisi yang baik bagi ibu hamil. Menurut Prawirohardjo (2010), bahwa kematian maternal pada wanita hamil pada kehamilan muda karena perdarahan yang salah satunya disebabkan oleh anemia. Diperkirakan 10% komplikasi perdarahan yang paling sering terjadi adalah disebabkan oleh anemia. Jika kehamilan yang terjadi pada ibu yang telah menderita anemia terutama anemia berat maka dapat memperberat keadaan dan dapat berakibat fatal baik pada ibu maupun bagi janin. b. Gambaran Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Ambarawa diambil dari data rekam medik 2015, dari 224 responden didapatkan ibu yang mengalami abortus yaitu sejumlah 112 ibu bersalin (50%) dan yang tidak mengalami abortus sebagai kelompok kontrol sebanyak 112 ibu bersalin (50%) (Rekam medik RSUD Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 6 Ambarawa, 2015). Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat tertentu) dengan berat janin kurang dari 500 gram dan sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawirohardjo, 2010). Diperkirakan 85% penyebab tidak langsung terjadinya abortus karena faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, perilaku kesehatan dan anemia. Ibu yang mengalami anemia pada saat hamil akan merasa lemas, cepat lelah, badan sering terasa lesu, mudah mengantuk, mata berkunang-kunang, kepala sering pusing, dan sering merasa ingin pingsan, terlebih lagi anemia pada kehamilan meningkatkan kemungkinan abortus. (Ibrahim, 2011). Menurut Prawirohardjo (2010), bahwa penyebab abortus salah satunya adalah perdarahan yang disebabkan oleh anemia pada kehamilan, dengan frekuensi kejadian 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi juga menyatakan kejadian abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi yakni sekitar 15-40% angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan 60-75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu. Jika dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati 50%, hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit). Namun beberapa faktor mempunyai pengaruh terhadap kejadian abortus antara lain yaitu faktor janin (kelainan telur, embrio, abnormalitas plasenta), faktor ibu (infeksi, kelainan kongenital uterus, trauma dan psikososmatik), faktor eksternal (merokok, asupan alkohol, penggunaan obat-obatan) serta faktor resiko abortus sendiri lainnya yaitu (usia, jarak kehamilan, paritas, riwayat abortus). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rochmawati (2013), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi abortus di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten dimana usia, jarak kehamilan, paritas dan anemia merupakan faktor resiko yang berpengaruh terhadap kejadian abortus. Kejadian abortus juga dapat terjadi karena faktor lingkungan. Faktor yang dapat menjadi pendukung kejadian abortus adalah lingkungan. Berdasarkan data yang didapat, ibu yang mengalami abortus sebagian besar bertempat tinggal di daerah lereng gunung dan kawasan industri. Pada keadaan geografis ini, kebanyakan ibu bekerja sebagai buruh pabrik, petani dan ibu rumah tangga yang mendapat radiasi dari keadaan geografis seperti lereng gunung dan daerah kawasan industri. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Astrid (2008), bahwa petani wanita yang menggunakan pestisida mempunyai resiko 59% untuk mengalami abortus. suatu peningkatan prevalensi abortus terlihat pada ibu- ibu yang menggunakan pestisida. Seperti pendapat yang dikemukakan Saifuddin (2006), bahwa asap yang ditimbulkan dari industri atau pabrik sama bahayanya dengan asap rokok yang berbahaya bagi janin. Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 7 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pula bahwa kejadian abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 62 kasus menjadi 145 kasus. Hal ini dimungkinkan bisa terjadi karena bertambahnya faktor resiko yang dialami ibu hamil yang memungkinkan terjadinya abortus, diantaranya adalah anemia dalam kehamilan dari sebelumnya 34 orang menjadi 87 orang. C. Analisis Bivariat 1. Hubungan Anemia Gravidarum dengan Kejadian Abortus Berdasarkan hasil penelitian hubungan anemia gravidarum dengan kejadian abortus di RSUD Ambarawa diperoleh hasil, ibu dengan anemia lebih banyak mengalami abortus yaitu sejumlah 91 (40,6%) dibanding dengan ibu yang anemia tidak mengalami abortus yaitu sejumlah 35 orang (15,6%). Sedangkan ibu tidak anemia juga mengalami abortus yaitu sejumlah 21 orang (9,4%) dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami abortus sejumlah 77 orang (34,4%). Dari hasil penelitian dengan menggunakan uji chi square didapat p-value = 0,001 Oleh karena p-value = 0,001 < α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan anemia gravidarum dengan kejadian abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015. Hasil odds ratio didapatkan 9,533 dengan interval kepercayaan 95%. Artinya anemia mempunyai faktor risiko terjadinya abortus dimana bahwa kadar hemoglobin <11 gr% beresiko sebesar 9,533 kali untuk mengalami abortus dibandingkan dengan kadar hemoglobin ≥11 gr%. Nilai kepercayaan juga tidak mencakup angka 1, maka ini juga bisa mendukung kesimpulan bahwa anemia mempunyai hubungan dengan terjadinya abortus. Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irayani (2013) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara anemia dalam kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah dibuktikan dengan hasil nilai p-value 0,000. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat bahwa ibu dengan anemia lebih banyak mengalami abortus. Hal ini disebabkan oleh faktor resiko ibu sendiri terkait dengan kejadian abortus salah satunya anemia. Anemia dalam kehamilan merupakan salah satu faktor golongan resiko tinggi terkait dengan terjadinya abortus. Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Plasenta yang berfungsi sebagai nutritif, oksigenasi dan ekskresi. Fungsi placenta yang menurun dapat mengganggu tumbuh kembang janin. Jika kadar hemoglobin (Hb) ibu dibawah normal karena tidak mampu mengikat suplai oksigen yang dibawa kedalam darah maka dapat mengakibatkan fungsi placenta menurun yang berdampak pada tumbuh kembang janin, mengakibatkan abortus, partus lama yang dapat berakhir dengan kematian ibu maupun janin (Proverawati, 2009) Dalam hal ini anemia bisa menjadi hal lebih berat dan mempunyai pengaruh tidak baik terhadap ibu hamil dalam masa kehamilan, persalinan, Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 8 nifas serta janin dalam kandungan (Winknjosastro, 2005). Anemia dalam kehamilan bukannya tanpa resiko pada dasarnya ibu hamil dapat mengalami abortus, lahir sebelum waktunya, BBLR, perdarahan sebelum dan selama persalinan bahkan dapat mengakibatkan kematian pada ibu maupun janinnya. Zat besi bagi ibu hamil sangatlah penting untuk pembentukan dan mempertahankan sel darah merah. Kecukupan sel darah merah akan menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zat-zat gizi yang dibutuhkan ibu hamil. Selain itu asupan zat besi sejak awal kehamilan cukup baik, maka janin akan menggunakannya untuk kebutuhan tumbuh kembangnya, sekaligus menyimpan dalam hati sebagai cadangan sampai usia 6 bulan setelah dilahirkan. Sehingga kekurangan zat besi sejak sebelum hamil bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita anemia, kondisi meningkatkan resiko kematian pada saat melahirkan, melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, janin dan ibu mudah terkena infeksi dan abortus (Tarwoto dan Wasnidar, 2007). Adanya perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Peningkatan massa sel darah merah tidak cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan atau hematokrit (20-30%), sehingga hemoglobin dari hematokrit lebih rendah secara nyata daripada keadaan tidak hamil. Hemoglobin dari hematokrit mulai menurun pada bulan ke 3-5 kehamilan. Anemia dalam kehamilan yang biasa disebut dengan anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan keseimbangan zat besi yang negativ, jumlah zat besi yang di absorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama tama keseimbangan yang negatif ini oleh tubuh diusahakan untuk mengatasinya dengan cara menggunakan cadangan besi dalam jaringan depot.pada saat cadangan besi itu habis maka anemia defisiensi besi menjadi manifest. Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia sampai dengan timbulnya gejala-gejala yang klasik (Ibrahim dan Proverawati, 2011). Dari keadaan tersebut akan mempengaruhi suplai oksigen dalam darah janin karena dalam rahim paru-paru janin tidak berfungsi sebagai alat pernafasan, pertukaran gas dilakukan oleh plasenta. Pembentukan pembuluh darah dan sel darah dimulai minggu ke tiga dan bertujuan menyuplai embrio dengan oksigen dan nutrisi dari ibu. Darah mengalir dari plasenta ke janin melalui vena umbilikalis yang terdapat dalam tali pusat. Jumlah darah yang mengalir melalui tali pusat sekitar 125 ml/kg/Bb per menit atau sekitar 500 ml per menit kemudian darah dialirkan ke seluruh tubuh. Darah ini kembali ke plasenta melalui aorta, arteri iliaka interna dan arteri umbilikalis untuk mengadakan pertukaran gas selanjutnya (Muslihatun, 2010). Jika suplai oksigen dalam darah yang akan diedarkan keseluruh tubuh janin tidak tercukupi sesuai dengan kebutuhannya maka keadaan janin akan semakin lemah, plasenta tidak dapat berfungsi dengan baik, tempat implantasi plasenta yang disebut dengan desidua akan mengalami perdarahan, sehingga perlekatan antara plasenta dengan desidua tidak Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 9 terlalu dalam. Hal inilah yang dapat menyebabkan perdarahan dalam desidua sehingga dapat menyebabkan nekrosis jaringan atau kematian jaringan sehingga hasil konsepsi terlepas, dan dikeluarkan karena dianggap benda asing dalam uterus, inilah proses terjadinya abortus (Rukiyah dan Yuliyanti, 2010). Dari hasil penelitian juga didapatkan ibu tidak menderita anemia mengalami abortus sejumlah 21 ibu (9,4%). Menurut Prawirohardjo (2010), Abortus bukan hanya saja disebabkan oleh kurangnya kadar hemoglobin dalam darah atau anemia dalam kehamilan, melainkan banyak faktor yang berpengaruh dengan kejadian abortus seperti dari faktor janin (kelainan telur, embrio, abnormalitas placenta). Faktor ibu (infeksi, kelainan uterus, trauma, psikososmatik), faktor eksternal (merokok, asupan alkohol, penggunaan obat-obatan), dan faktor resiko dari abortus (usia, jarak kehamilan, paritas, dan riwayat abortus). SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Gambaran anemia gravidarum yaitu sebagian besar ibu mengalami anemia yaitu sejumlah 126 orang (56,2%). 2. Gambaran kejadian abortus yaitu sebanyak 112 responden (50%). 3. Ada hubungan antara anemia gravidarum dengan kejadian abortus dengan p-value = 0,001 < α (0,05). B. Saran 1. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat ibu lebih meningkatkan dan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada sehingga dari faktor resiko pada penelitian ini (anemia gravidarum), dapat dipelajari agar terhindar dari kemungkinan mengalami abortus. Paling tidak ibu yang merencanakan kehamilan sudah dapat mengantisipasi adanya kemungkinan untuk mengalami kejadian abortus jika memang sudah terdapat faktor sesuai hasil penelitian ini. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Peneliti selanjutnya diharapkan agar melakukan penelitian selanjutnya dengan observasi secara langsung tentang abortus sehingga hasil lebih akurat dan dapat memperhatikan faktor lain yang berpengaruh terhadap abortus, seperti faktor janin (kelainan telur, embrio, abnormalitas plasenta), faktor ibu (infeksi, kelainan kongenital uterus, trauma, psikososmatik), faktor eksternal (merokok, asupan alkohol, penggunaan obat-obatan), usia, jarak kehamilan, paritas, dan riwayat abortus sebelumnya. b. Sampel yang ada di rumah sakit belum tentu mewakili populasi suatu daerah, sehingga untuk penelitian selanjutnya bisa diambil sampel yang mewakili populasi dalam suatu daerah tertentu. c. Diharapkan dapat meningkatkan hasil penelitiannya dan dapat mengkaji hal-hal yang belum dimunculkan penulis dalam penelitian. Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 10 3. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dokumentasi, bahan pustaka sehingga mahasiswa dapat lebih mengerti dan memahami tentang abortus, juga sebagai bahan masukan bagi mahasiswa kebidanan dalam menyelesaikan tugas akhir. 4. Bagi Tenaga Kesehatan Dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi pelayanan kepada Ibu hamil yang mengalami abortus. Peningkatan pelayanan bisa dalam bentuk pemberian informasi diantaranya melalui penyuluhan demi meningkatkan pemahaman ibu hamil bahwa ada berbagai faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus, diantaranya anemia gravidarum. DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Cunningham, F. G. 2012. Obstetri Williams. Jakarta: EGC. Depkes RI. 2009. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional 2012. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Diunduh dari : http://www.republika.co.id. Depkes RI. 2012. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional 2012. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Diunduh dari : http://www.republika.co.id. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2014. Angka Kematian Ibu di Jawa Tengah tinggi. Diunduh 1 Agustus 2016. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang 2014. Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi ke 28. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hidayat, A. A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, A. A. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Ibrahim dan Proverawati. 2011. Nutrisi Janin & Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika. Irayani, 2013. Analisis hubungan anemia pada kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah. Available from: http://MY/Downloads/105-381-1-PB%20(3).pdf (diakses 8 agustus 2016). Mansjoer, A, 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. Manuaba. C. 2010. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan. Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Mochtar, R. 2011, Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: EGC. Mulyati, S. 2003. Hubungan Riwayat Infeksi Saluran Reproduksi dengan Kejadian Abortus Spontan di Rumah Sakit Wilayah DKI jakarta. Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Available from: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/71669-Hubungan%20riwayatfull%20text20(T%204603).pdf (diakses 8 agustus 2016). Muslihatun, W. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 11 Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka. Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Proverawati, A. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Rochmawati, P. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi abortus di Rumah Sakit Umum Pusat Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Available from: http://eprints.ums.ac.id/25655/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf (diakses 8 agustus 2016) Rukiyah, Yuliyanti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media. Rumah Sakit Umum daerah Ambarawa Kabupaten Semarang. 2015. Rekam medis :Semarang. Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Kabupaten Semarang. Sabri, L. % Hasono, SP. 2010. Statistik Kesehatan, Rajawali Press, Jakarta. Saifuddin, A.B. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Sugiyono, 2010. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Sulistyarini. 2011. Hubungan Antara Anemia Dalam Kehamilan dengan Kejadian Abortus di RSUD Sukoharjo Tahun 2011. Supariyasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Suprianto, J. 2008. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta: PT Rineka Cipta. Tarwoto dan Wasnidar, 2007. Buku Saku: Anemia Pada Kehamilan Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta. Trans Info Media. Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Jilid 1. Jakarta: EGC WHO. 2010. Reproductive health indicator WHO. http:www.who.int/reproductive.healthpublication/rh-indicator/diakses tanggal 17 juli 2016. WHO. 2012. Reproductive health indicator WHO. http:www.who.int/reproductive.healthpublication/rh-indicator/diakses tanggal 17 juli 2016. Winknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang 12