Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu

advertisement
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu
Bersalin Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
Farida Mayangsari Sunaryo Putri, Rosalina, Anggun Trisnasari*
*Program Studi DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
ABSTRAK
Latar Belakang : Anemia gravidarum adalah kondisi ibu hamil dengan kadar
hemoglobin dibawah 11 gr%. Anemia pada ibu hamil dapat mengurangi suplai
oksigen pada pada metabolisme ibu, karena kekurangan kadar hemoglobin untuk
mengikat oksigen dalam darah sehingga mengakibatkan efek tidak langsung pada
ibu dan janin salah satunya abortus. Abortus dapat menyebabkan komplikasi bagi
ibu dan janinnya.Angka kejadian abortus di RSUD Ambarawa tahun 2015
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 62 kasus menjadi 145
kasus.
Tujuan :Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara anemia
gravidarum dengan kejadian abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang.
Metode :Penelitian ini dilakukan dengan desain penelitian survey analitik dan
pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini semua ibu bersalin yang
tercatat di ruang Bougenville RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015
sebanyak 826 ibu bersalin. Teknik pengambilan sampel kasus menggunakan
teknik purposive sampling yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sejumlah
112 responden dan teknik pengambilan sampel kontrol menggunakan teknik
simple random sampling yang memenuhi kriteria inklusi penelitian sejumlah 112
responden. analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat
menggunakan uji Chi-Square.
Hasil :Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis univariat sebagian besar ibu
mengalami anemia sebanyak 126 responden (56,2%),ibu bersalin dengan abortus
sejumlah 112 responden (50%). Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square
menunjukkan ada hubungan anemia gravidarum dengan kejadian abortus dengan
nilai p-value = 0,001. Oleh karena p-value= 0,001 < 0,05 menunjukkan ada
hubungan antara anemia gravidarum dengan kejadian abortus.
Saran :Disarankan tenaga kesehatan dapat meningkatan pelayanan bisa dalam
bentuk pemberian informasi diantaranya melalui penyuluhan demi meningkatkan
pemahaman ibu hamil bahwa ada berbagai faktor yang berhubungan dengan
kejadian abortus, diantaranya anemia pada kehamilan.
Kata kunci
: anemia gravidarum, kejadian abortus
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
1
ABSTRACT
Background: Anemia gravidarum is the condition of pregnant women with
hemoglobin levels below 11 g%. Anemia in pregnant women can reduce the
supply of oxygen in the mother's metabolism, due to lack of hemoglobin to bind
oxygen levels in the blood resulting indirect effect on the mother and fetus one
abortion. Abortion can cause complications for the mother and fetus. The
incidence of abortion in hospitals Ambarawa 2015 increased from the previous
year from 62 cases to 145 cases.
Purpose: The purpose of this study is to find the correlation between anemia
gravidarum and the incidences of abortion at RSUD Ambarawa Semarang
Regency.
Method: This study was conducted by design of analytical survey with case
control approach. The population in this study was all mothers who were
registered at the Bougenville Ward of RSUD Ambarawa Semarang Regency in
2015 as many as 826 mothers. The data sampling in case group was used total
sampling technique that met the inclusion criteria and as many as 112 respondents
and the data sampling in control group was used simple random sampling
technique that met the inclusion criteria as many as 112 respondents.
Result: The results of univariate analysis in this study indicate that most
respondents have severe anemia by 46 respondents (20.5%), the mothers with
abortion as many as 112 respondents (50%). The bivariate analysis using Chisquare test indicates that there is a correlation between anemia gravidarum and the
incidences of abortion with the value of x2 count of 56.869. Therefore, x2 count =
56.869 > x2 table (7.82), that means there is a correlation between anemia
gravidarum and abortion.
Recommendation: The health workers are suggested to improve the services by
providing more information through counseling program for enhancing the
understanding of pregnant women about the various factors related to abortion,
including anemia in pregnancy.
Keywords
: anemia gravidarum, the incidence of abortion
PENDAHULUAN
Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), serta melambatnya penurunan
Angka Kematian Ibu menunjukkan bahwa pelayanan KIA sangat mendesak untuk
ditingkatkan baik dari segi jangkauan maupun dari kualitas pelayanan.
Data yang didapatkan dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun
2012 angka kematian ibu di Indonesia termasuk tinggi, yakni sekitar 359 per
100.000 kelahiran hidup. Kematian ini jauh melonjak dibandingkan dengan SDKI
2007 yang hanya mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Fakta melonjaknya
angka kematian ibu ini tentunya sangat memprihatinkan. Pemerintah bekerja keras
lagi agar dapat menurunkan AKI hingga 70/100.000 kelahiran hidup pada tahun
2030 agar sesuai dengan target Sustainable Development Goals. Banyak faktor
penyebab kematian ibu diantaranya perdarahan sekitar 30,3%, Hipertensi 27,1%,
infeksi 7,3%, partus lama 1,8%, abortus 4,2% dan lain-lain 40,8% (Kemenkes,
2014).
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
2
Anemia merupakan salah satu faktor golongan resiko tinggi terkait dengan
terjadinya abortus. Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran
oksigen dan zat makanan dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi
fungsi placenta. Placenta berfungsi untuk nutritif, oksigenasi dan ekskresi. Fungsi
placenta yang menurun dapat mengganggu tumbuh kembang janin. Anemia pada
ibu hamil dapat mengakibatkan fungsi placenta menurun yang berdampak pada
tumbuh kembang janin, selain itu dapat mengakibatkan abortus, partus lama,
kematian ibu dan janin (Cunningham, 2005).
Data yang didapatkan dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah
Ambarawa didapat jumlah kasus abortus periode Januari sampai Desember 2015
sebanyak 145 kasus abortus dari 826 ibu bersalin, disini didapatkan kasus abortus
spontan yaitu sebanyak 112 kasus (77,3%), diantaranya abortus imminens 25
kasus (28%), abortus incipiens 31 kasus (34,72), abortus incomplete 20 kasus
(22,4%), abortus Completus 18 kasus (20,16%), missed abortion 5 kasus (5,6%),
abortus habitualis 9 kasus (10,08%), abortus infeksiosa 4 kasus (4,48%). Dan
yang mengalami abortus buatan atau provocatus lainnya 33 orang (22,7%)
diantaranya abortus therapeutic 24 kasus (7,92%), abortus kriminalis 5 kasus
(1,65%), unsafe abortion 4 kasus (1,32). ( (Rekam Medik RSUD Ambarawa,
2015). Dari ibu bersalin yang mengalami abortus diantaranya yang mempunyai
pengukuran hemoglobin (Hb) dibawah ukuran normal atau anemia sebanyak 95
orang (55,8%).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian desain deskriptif korelatif yaitu
metode penelitian yang menggambarkan suatu keadaan secara objektif untuk
melihat hubungan antara 2 variabel pada situasi atau kelompok tertentu
(Notoadmodjo, 2012).Desain penelitian kasus kontrol dengan paradigma dari
akibat ke sebab. Subyek penelitian terbagi menjadi kasus dan kontrol kemudian
ditelusur ke belakang. Kelompok kasus meliputi semua ibu bersalin yang
mengalami abortus yang di rawat di bangsal Bougenville RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang tahun 2015 sejumlah 112 ibu. Sedangkan kelompok kontrol
meliputi semua ibu bersalin yang tidak mengalami abortus yang di rawat di
bangsal Bougenville RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015
sejumlah 112 ibu. Tekhnik sampling pada kelompok kasus menggunakan total
sampling dan case control pada kelompok control. Analisa data secara univariat,
bivariat dengan Chi-Square.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Dukungan Suami
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Anemia Gravidarum di
RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015.
Kasus
Kontrol
Total
Anemia
F
%
F
%
F
%
Anemia
91
40,6 35
15,6 126 56,2
Tidak Anemia
21
9,4
77
34,4 98
43,8
Total
112 100 112 100 224 100
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
3
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 224 responden
sebagian besar ibu mengalami anemia yaitu sejumlah 126 ibu
(56,2%), sedangkan sebagian ibu lainnya tidak mengalami anemia
sejumlah 98 ibu (43,8%).
b. Kejadian Abortus
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang Tahun 2015.
Total
Kejadian
Abortus
F
112
112
224
Abortus
Tidak abortus
Total
%
50
50
100
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa ibu yang mengalami
kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun
2015 yaitu sebanyak 112 orang (50%) dan tidak mengalami Abortus
sebanyak 112 orang (50%).
2. Analisis Bivariat
Tabel 3 Hubungan antara Anemia Gravidarum dengan Kejadian Abortus
di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang Tahun 2015.
Anemia
Anemia
Tidak Anemia
Total
Abortus
F
91
21
112
%
40,6
9,4
100
Tidak
abortus
F
%
35
15,6
77
34,4
112 100
PValue
Total
F
126
98
224
%
56,2
43,8
100
0,001
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa dari 224
responden terbanyak dengan dengan anemia yang mengalami abortus
sebanyak 91 orang (40,6%) dan sebagian lainnya tidak mengalami abortus
sejumlah 35 orang (15,6%). adapun responden yang tidak mengalami
anemia tetapi mengalami abortus terdapat sejumlah 21 orang (9,4%)
sedangkan sebagian lainnya tidak mengalami abortus sejumlah 77 orang
(34,4%).
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square didapat
p value = 0,001. Oleh karena p value = 0,001 < 0,05, maka Ho ditolak dan
Ha diterima, dan disimpulkan bahwa ada hubungan antara anemia
gravidarum dengan kejadian abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten
Semarang tahun 2015. Hasil odds ratio didapatkan 9,533 dengan interval
kepercayaan 95%. Artinya anemia mempunyai faktor risiko terjadinya
abortus dimana bahwa kadar hemoglobin <11 gr% beresiko sebesar 9,533
kali untuk mengalami abortus dibandingkan dengan kadar hemoglobin ≥11
gr%. Nilai kepercayaan juga tidak mencakup angka 1, maka ini juga bisa
mendukung kesimpulan bahwa anemia mempunyai hubungan dengan
terjadinya abortus.
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
4
B. Pembahasan
1. Analisis Univariat
a. Gambaran Anemia Gravidarum di RSUD Ambarawa Kabupaten
Semarang tahun 2015.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada ibu bersalin
di RSUD Ambarawa dengan melihat kadar hemoglobin ibu hamil yang
dikategorikan menjadi dua yaitu anemia dan tidak anemia
menunjukkan dari 224 responden sebagian besar ibu mengalami
anemia yaitu sejumlah 126 orang (56,2%). Anemia terdiri dari anemia
ringan, anemia sedang dan anemia berat. Anemia dalam kehamilan
merupakan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gr%
pada trimester I dan III atau <10,5 gr% pada trimester II (Depkes,
2009). Pengambilan data pada anemia dilakukan berdasarkan
pengukuran kadar Hb pada trimester I, karena anemia yang terjadi
pada trimester I mempunyai resiko lebih besar terjadinya komplikasi
baik pada saat kehamilan maupun persalinan dan komplikasi ini dapat
terjadi pada ibu maupun janin. Anemia akan lebih beresiko terjadi
pada ibu hamil yang mual muntah hebat di awal kehamilan, biasanya
hanya sedikit makanan yang masuk.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Irayani (2015) tentang analisis anemia pada kehamilan dengan
kejadian abortus di RSUD Demang Sepulau Raya Kabupaten
Lampung Tengah, dimana diperoleh ibu yang mengalami anemia
selama kehamilan sejumlah 57 (62,8%) dari 86 responden. Dimana
didapatkan nilai OR 3,317 artinya ibu hamil dengan anemia memiliki
resiko 3,317 lebih tinggi mengalami abortus dibandingkan ibu yang
tidak mengalami anemia.
Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan efek yang
buruk bagi ibu maupun janin. Anemia mengurangi suplai oksigen pada
metabolisme ibu karena kekurangan kadar hemoglobin untuk mengikat
oksigen dalam darah yang dapat mengakibatkan efek tidak langsung
pada ibu maupun janin. Sehingga ibu hamil yang mengalami anemia
akan merasa lemas, cepat lelah, badan sering terasa lesu, mudah
mengantuk, mata berkunang-kunang, kepala sering pusing, dan sering
ingin pingsan, terlebih lagi anemia juga dapat meningkatkan
kemungkinan abortus, kelahiran prematur, perdarahan pasca
persalinan, BBLR, cacat bawaan, hingga kematian pada ibu maupun
janin jika anemia terlambat ditangani. Anemia yang terjadi pada awal
kehamilan akan berlanjut jika tidak ditangani dengan baik, hal ini
dikarenakan adanya perubahan hematologi sehubungan dengan
kehamilan yaitu oleh karena perubahan sirkulasi yang meningkat
terhadap plasenta dan pertumbuhan payudara. Volume plasma
meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkatnya sekitar 1000ml.
Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta
yang meningkatkan sekresi aldesteron. Cadangan zat besi pada wanita
dewasa mengandung 2 gram, sekitar 60-70% berada dalam sel darah
merah yang bersirkulasi, dan 10-30% adalah zat besi cadangan yang
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
5
terutama terletak didalam hati, empedu, dan sumsum tulang.
Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg
untuk mencukupi kebutuhan janin (Ibrahim dan Proverawati, 2011).
Manuaba (2010), juga menyatakan bahwa terdapat beberapa
faktor presdiposisi yang dapat menyebabkan terjadinya anemia
defisiensi besi yaitu diantaranya kurangnya asupan makanan yang
mengandung zat besi, gangguan rearbsorpsi, seringnya hamil dan
melahirkan atau jarak kehamilan yang terlalu dekat. Kejadian anemia
pada kehamilan yang sangat potensial membahayakan ibu dan janin
sehingga perlu melakukan peningkatan pelayanan kesehatan melalui
penyuluhan kesehatan bagi klien (pasiennya) terutama mengenai
komplikasi dalam kehamilan, kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana.
Anemia dalam kehamilan juga dapat meningkatkan dampak
yang membahayakan bagi ibu maupun janin. Anemia pada ibu hamil
dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan ketika hamil dan
melahirkan. Bila anemia terjadi sejak awal kehamilan dapat
menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan
(Proverawati, 2009).
Hasil penelitian juga didapatkan dari 224 responden, sebagian
besar kelompok ibu yang mengalami anemia.. Kehamilan dengan
anemia berat dapat mengakibatkan meningkatnya resiko kejadian
abortus, morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Kehamilan
dengan kadar Hb jauh dibawah normal atau kehamilan dengan anemia
berat tidak mampu mengikat suplai oksigen yang dibawa kedalam
darah sehingga memungkinkan terjadinya perdarahan menyebabkan
kematian ibu yang salah satunya sekarang banyak ditemui adalah
abortus.
Berdasarkan data rekam medis ruang Bougenville RSUD
Ambarawa, kehamilan dengan anemia di RSUD Ambarawa Kabupaten
Semarang tahun 2015 tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor
yaitu kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan reproduksi,
kurangnya pengetahuan ibu mengetahui mengenai asupan nutrisi yang
baik bagi ibu hamil.
Menurut Prawirohardjo (2010), bahwa kematian maternal pada
wanita hamil pada kehamilan muda karena perdarahan yang salah
satunya disebabkan oleh anemia. Diperkirakan 10% komplikasi
perdarahan yang paling sering terjadi adalah disebabkan oleh anemia.
Jika kehamilan yang terjadi pada ibu yang telah menderita anemia
terutama anemia berat maka dapat memperberat keadaan dan dapat
berakibat fatal baik pada ibu maupun bagi janin.
b. Gambaran Kejadian Abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten
Semarang tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSUD
Ambarawa diambil dari data rekam medik 2015, dari 224 responden
didapatkan ibu yang mengalami abortus yaitu sejumlah 112 ibu
bersalin (50%) dan yang tidak mengalami abortus sebagai kelompok
kontrol sebanyak 112 ibu bersalin (50%) (Rekam medik RSUD
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
6
Ambarawa, 2015). Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh
akibat tertentu) dengan berat janin kurang dari 500 gram dan sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum
mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawirohardjo, 2010).
Diperkirakan 85% penyebab tidak langsung terjadinya abortus karena
faktor sosial budaya, ekonomi, pendidikan, perilaku kesehatan dan
anemia. Ibu yang mengalami anemia pada saat hamil akan merasa
lemas, cepat lelah, badan sering terasa lesu, mudah mengantuk, mata
berkunang-kunang, kepala sering pusing, dan sering merasa ingin
pingsan, terlebih lagi anemia pada kehamilan meningkatkan
kemungkinan abortus. (Ibrahim, 2011).
Menurut Prawirohardjo (2010), bahwa penyebab abortus salah
satunya adalah perdarahan yang disebabkan oleh anemia pada
kehamilan, dengan frekuensi kejadian 114 kasus abortus per jam.
Sebagian besar studi juga menyatakan kejadian abortus spontan antara
15-20% dari semua kehamilan. Menurut data WHO persentase
kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi yakni sekitar 15-40%
angka kejadian, diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif
hamil, dan 60-75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan
mencapai 12 minggu. Jika dikaji lebih jauh kejadian abortus
sebenarnya bisa mendekati 50%, hal ini dikarenakan tingginya angka
chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2-4 minggu
setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan
kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit). Namun
beberapa faktor mempunyai pengaruh terhadap kejadian abortus antara
lain yaitu faktor janin (kelainan telur, embrio, abnormalitas plasenta),
faktor ibu (infeksi, kelainan kongenital uterus, trauma dan
psikososmatik), faktor eksternal (merokok, asupan alkohol,
penggunaan obat-obatan) serta faktor resiko abortus sendiri lainnya
yaitu (usia, jarak kehamilan, paritas, riwayat abortus).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rochmawati (2013), tentang faktor-faktor yang mempengaruhi abortus
di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten dimana
usia, jarak kehamilan, paritas dan anemia merupakan faktor resiko
yang berpengaruh terhadap kejadian abortus. Kejadian abortus juga
dapat terjadi karena faktor lingkungan. Faktor yang dapat menjadi
pendukung kejadian abortus adalah lingkungan. Berdasarkan data yang
didapat, ibu yang mengalami abortus sebagian besar bertempat tinggal
di daerah lereng gunung dan kawasan industri. Pada keadaan geografis
ini, kebanyakan ibu bekerja sebagai buruh pabrik, petani dan ibu
rumah tangga yang mendapat radiasi dari keadaan geografis seperti
lereng gunung dan daerah kawasan industri. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Astrid (2008), bahwa petani wanita yang
menggunakan pestisida mempunyai resiko 59% untuk mengalami
abortus. suatu peningkatan prevalensi abortus terlihat pada ibu- ibu
yang menggunakan pestisida. Seperti pendapat yang dikemukakan
Saifuddin (2006), bahwa asap yang ditimbulkan dari industri atau
pabrik sama bahayanya dengan asap rokok yang berbahaya bagi janin.
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
7
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pula bahwa kejadian
abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 62 kasus menjadi 145
kasus. Hal ini dimungkinkan bisa terjadi karena bertambahnya faktor
resiko yang dialami ibu hamil yang memungkinkan terjadinya abortus,
diantaranya adalah anemia dalam kehamilan dari sebelumnya 34 orang
menjadi 87 orang.
C. Analisis Bivariat
1. Hubungan Anemia Gravidarum dengan Kejadian Abortus
Berdasarkan hasil penelitian hubungan anemia gravidarum dengan
kejadian abortus di RSUD Ambarawa diperoleh hasil, ibu dengan anemia
lebih banyak mengalami abortus yaitu sejumlah 91 (40,6%) dibanding
dengan ibu yang anemia tidak mengalami abortus yaitu sejumlah 35 orang
(15,6%). Sedangkan ibu tidak anemia juga mengalami abortus yaitu
sejumlah 21 orang (9,4%) dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami
abortus sejumlah 77 orang (34,4%). Dari hasil penelitian dengan
menggunakan uji chi square didapat p-value = 0,001 Oleh karena p-value
= 0,001 < α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan anemia gravidarum dengan kejadian
abortus di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang tahun 2015. Hasil odds
ratio didapatkan 9,533 dengan interval kepercayaan 95%. Artinya anemia
mempunyai faktor risiko terjadinya abortus dimana bahwa kadar
hemoglobin <11 gr% beresiko sebesar 9,533 kali untuk mengalami
abortus dibandingkan dengan kadar hemoglobin ≥11 gr%. Nilai
kepercayaan juga tidak mencakup angka 1, maka ini juga bisa mendukung
kesimpulan bahwa anemia mempunyai hubungan dengan terjadinya
abortus.
Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Irayani (2013) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara anemia
dalam kehamilan dengan kejadian abortus di RSUD Demang Sepulau
Raya Kabupaten Lampung Tengah dibuktikan dengan hasil nilai p-value
0,000. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat bahwa ibu dengan anemia
lebih banyak mengalami abortus. Hal ini disebabkan oleh faktor resiko ibu
sendiri terkait dengan kejadian abortus salah satunya anemia.
Anemia dalam kehamilan merupakan salah satu faktor golongan
resiko tinggi terkait dengan terjadinya abortus. Pada ibu hamil dengan
anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan dari ibu ke
plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Plasenta yang
berfungsi sebagai nutritif, oksigenasi dan ekskresi. Fungsi placenta yang
menurun dapat mengganggu tumbuh kembang janin. Jika kadar
hemoglobin (Hb) ibu dibawah normal karena tidak mampu mengikat
suplai oksigen yang dibawa kedalam darah maka dapat mengakibatkan
fungsi placenta menurun yang berdampak pada tumbuh kembang janin,
mengakibatkan abortus, partus lama yang dapat berakhir dengan kematian
ibu maupun janin (Proverawati, 2009)
Dalam hal ini anemia bisa menjadi hal lebih berat dan mempunyai
pengaruh tidak baik terhadap ibu hamil dalam masa kehamilan, persalinan,
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
8
nifas serta janin dalam kandungan (Winknjosastro, 2005). Anemia dalam
kehamilan bukannya tanpa resiko pada dasarnya ibu hamil dapat
mengalami abortus, lahir sebelum waktunya, BBLR, perdarahan sebelum
dan selama persalinan bahkan dapat mengakibatkan kematian pada ibu
maupun janinnya. Zat besi bagi ibu hamil sangatlah penting untuk
pembentukan dan mempertahankan sel darah merah. Kecukupan sel darah
merah akan menjamin sirkulasi oksigen dan metabolisme zat-zat gizi yang
dibutuhkan ibu hamil. Selain itu asupan zat besi sejak awal kehamilan
cukup baik, maka janin akan menggunakannya untuk kebutuhan tumbuh
kembangnya, sekaligus menyimpan dalam hati sebagai cadangan sampai
usia 6 bulan setelah dilahirkan. Sehingga kekurangan zat besi sejak
sebelum hamil bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita
anemia, kondisi meningkatkan resiko kematian pada saat melahirkan,
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, janin dan ibu mudah
terkena infeksi dan abortus (Tarwoto dan Wasnidar, 2007).
Adanya perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan
adalah oleh karena perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap
plasenta dan pertumbuhan payudara. Peningkatan massa sel darah merah
tidak cukup memadai untuk mengimbangi peningkatan volume plasma.
Peningkatan volume plasma menyebabkan terjadinya hidremia kehamilan
atau hematokrit (20-30%), sehingga hemoglobin dari hematokrit lebih
rendah secara nyata daripada keadaan tidak hamil. Hemoglobin dari
hematokrit mulai menurun pada bulan ke 3-5 kehamilan. Anemia dalam
kehamilan yang biasa disebut dengan anemia defisiensi besi merupakan
manifestasi dari gangguan keseimbangan zat besi yang negativ, jumlah zat
besi yang di absorbsi tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Pertama tama
keseimbangan yang negatif ini oleh tubuh diusahakan untuk mengatasinya
dengan cara menggunakan cadangan besi dalam jaringan depot.pada saat
cadangan besi itu habis maka anemia defisiensi besi menjadi manifest.
Perjalanan keadaan kekurangan zat besi mulai dari terjadinya anemia
sampai dengan timbulnya gejala-gejala yang klasik (Ibrahim dan
Proverawati, 2011).
Dari keadaan tersebut akan mempengaruhi suplai oksigen dalam
darah janin karena dalam rahim paru-paru janin tidak berfungsi sebagai
alat pernafasan, pertukaran gas dilakukan oleh plasenta. Pembentukan
pembuluh darah dan sel darah dimulai minggu ke tiga dan bertujuan
menyuplai embrio dengan oksigen dan nutrisi dari ibu. Darah mengalir
dari plasenta ke janin melalui vena umbilikalis yang terdapat dalam tali
pusat. Jumlah darah yang mengalir melalui tali pusat sekitar 125 ml/kg/Bb
per menit atau sekitar 500 ml per menit kemudian darah dialirkan ke
seluruh tubuh. Darah ini kembali ke plasenta melalui aorta, arteri iliaka
interna dan arteri umbilikalis untuk mengadakan pertukaran gas
selanjutnya (Muslihatun, 2010).
Jika suplai oksigen dalam darah yang akan diedarkan keseluruh
tubuh janin tidak tercukupi sesuai dengan kebutuhannya maka keadaan
janin akan semakin lemah, plasenta tidak dapat berfungsi dengan baik,
tempat implantasi plasenta yang disebut dengan desidua akan mengalami
perdarahan, sehingga perlekatan antara plasenta dengan desidua tidak
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
9
terlalu dalam. Hal inilah yang dapat menyebabkan perdarahan dalam
desidua sehingga dapat menyebabkan nekrosis jaringan atau kematian
jaringan sehingga hasil konsepsi terlepas, dan dikeluarkan karena
dianggap benda asing dalam uterus, inilah proses terjadinya abortus
(Rukiyah dan Yuliyanti, 2010).
Dari hasil penelitian juga didapatkan ibu tidak menderita anemia
mengalami abortus sejumlah 21 ibu (9,4%). Menurut Prawirohardjo
(2010), Abortus bukan hanya saja disebabkan oleh kurangnya kadar
hemoglobin dalam darah atau anemia dalam kehamilan, melainkan banyak
faktor yang berpengaruh dengan kejadian abortus seperti dari faktor janin
(kelainan telur, embrio, abnormalitas placenta). Faktor ibu (infeksi,
kelainan uterus, trauma, psikososmatik), faktor eksternal (merokok,
asupan alkohol, penggunaan obat-obatan), dan faktor resiko dari abortus
(usia, jarak kehamilan, paritas, dan riwayat abortus).
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Gambaran anemia gravidarum yaitu sebagian besar ibu mengalami anemia
yaitu sejumlah 126 orang (56,2%).
2. Gambaran kejadian abortus yaitu sebanyak 112 responden (50%).
3. Ada hubungan antara anemia gravidarum dengan kejadian abortus dengan
p-value = 0,001 < α (0,05).
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat ibu lebih meningkatkan dan
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada sehingga dari faktor resiko
pada penelitian ini (anemia gravidarum), dapat dipelajari agar terhindar
dari kemungkinan mengalami abortus. Paling tidak ibu yang
merencanakan kehamilan sudah dapat mengantisipasi adanya
kemungkinan untuk mengalami kejadian abortus jika memang sudah
terdapat faktor sesuai hasil penelitian ini.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan agar melakukan penelitian selanjutnya
dengan observasi secara langsung tentang abortus sehingga hasil lebih
akurat dan dapat memperhatikan faktor lain yang berpengaruh
terhadap abortus, seperti faktor janin (kelainan telur, embrio,
abnormalitas plasenta), faktor ibu (infeksi, kelainan kongenital uterus,
trauma, psikososmatik), faktor eksternal (merokok, asupan alkohol,
penggunaan obat-obatan), usia, jarak kehamilan, paritas, dan riwayat
abortus sebelumnya.
b. Sampel yang ada di rumah sakit belum tentu mewakili populasi suatu
daerah, sehingga untuk penelitian selanjutnya bisa diambil sampel
yang mewakili populasi dalam suatu daerah tertentu.
c. Diharapkan dapat meningkatkan hasil penelitiannya dan dapat
mengkaji hal-hal yang belum dimunculkan penulis dalam penelitian.
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
10
3. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dokumentasi,
bahan pustaka sehingga mahasiswa dapat lebih mengerti dan memahami
tentang abortus, juga sebagai bahan masukan bagi mahasiswa kebidanan
dalam menyelesaikan tugas akhir.
4. Bagi Tenaga Kesehatan
Dapat digunakan sebagai bahan untuk mengevaluasi pelayanan
kepada Ibu hamil yang mengalami abortus. Peningkatan pelayanan bisa
dalam bentuk pemberian informasi diantaranya melalui penyuluhan demi
meningkatkan pemahaman ibu hamil bahwa ada berbagai faktor yang
berhubungan dengan kejadian abortus, diantaranya anemia gravidarum.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar
Riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Cunningham, F. G. 2012. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2009. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional 2012. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Diunduh dari : http://www.republika.co.id.
Depkes RI. 2012. Riset Kesehatan Dasar. Laporan Nasional 2012. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Diunduh dari : http://www.republika.co.id.
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2014. Angka Kematian Ibu di Jawa Tengah
tinggi. Diunduh 1 Agustus 2016.
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten
Semarang 2014.
Dorland, W.A. Newman. 2012. Kamus Kedokteran Dorland; Edisi ke 28.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hidayat, A. A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. A. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Ibrahim dan Proverawati. 2011. Nutrisi Janin & Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Irayani, 2013. Analisis hubungan anemia pada kehamilan dengan kejadian
abortus di RSUD Demang Sepulau Raya Kabupaten Lampung Tengah.
Available from: http://MY/Downloads/105-381-1-PB%20(3).pdf (diakses 8
agustus 2016).
Mansjoer, A, 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Manuaba. C. 2010. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : Arcan.
Marmi. 2011. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mochtar, R. 2011, Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta: EGC.
Mulyati, S. 2003. Hubungan Riwayat Infeksi Saluran Reproduksi dengan
Kejadian Abortus Spontan di Rumah Sakit Wilayah DKI jakarta.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Available from:
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/71669-Hubungan%20riwayatfull%20text20(T%204603).pdf (diakses 8 agustus 2016).
Muslihatun, W. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
11
Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Prawirohardjo, S. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Proverawati, A. 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Rochmawati, P. 2013. Faktor-faktor yang mempengaruhi abortus di Rumah Sakit
Umum Pusat Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Available from:
http://eprints.ums.ac.id/25655/11/NASKAH_PUBLIKASI.pdf (diakses 8
agustus 2016)
Rukiyah, Yuliyanti. 2010. Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta :
Trans Info Media.
Rumah Sakit Umum daerah Ambarawa Kabupaten Semarang. 2015. Rekam
medis :Semarang. Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Kabupaten
Semarang.
Sabri, L. % Hasono, SP. 2010. Statistik Kesehatan, Rajawali Press, Jakarta.
Saifuddin, A.B. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
Sugiyono, 2010. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sulistyarini. 2011. Hubungan Antara Anemia Dalam Kehamilan dengan Kejadian
Abortus di RSUD Sukoharjo Tahun 2011.
Supariyasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Suprianto, J. 2008. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Tarwoto dan Wasnidar, 2007. Buku Saku: Anemia Pada Kehamilan Konsep dan
Pelaksanaan. Jakarta. Trans Info Media.
Varney, H. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Jilid 1. Jakarta: EGC
WHO.
2010.
Reproductive
health
indicator
WHO.
http:www.who.int/reproductive.healthpublication/rh-indicator/diakses
tanggal 17 juli 2016.
WHO.
2012.
Reproductive
health
indicator
WHO.
http:www.who.int/reproductive.healthpublication/rh-indicator/diakses
tanggal 17 juli 2016.
Winknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Hubungan Anemia Gravidarum Dengan Kejadian Abortus Pada Ibu Bersalin
Di RSUD Ambarawa Kabupaten Semarang
12
Download