PENGARUH INDUKSI LASERPUNKTUR TERHADAP VIABILITAS SPERMA DAN JUMLAH SEL LEYDIG PADA TIKUS (Rattus norvegicus) JANTAN THE EFFECT OF LASERPUNCTURE INDUCTION ON SPERM VIABILITY AND THE AMOUNT OF LEYDIG CELLS IN MALE RATS (Rattus norvegicus) Gilang R*, Aulanni’am, Pungky Slamet WK Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang *Email: [email protected] ABSTRAK Laserpunktur yang di induksikan pada titik akupunktur reproduksi akan meningkatkan status fertilitas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh induksi laserpunktur terhadap peningkatan persentase viabilitas spermatozoa dan jumlah sel Leydig tikus (Rattus norvegicus) jantan. Penelitian ini tikus dibagi menjadi dua kelompok kontrol (A) dan kelompok (B) induksi laserpunktur pada 6 titik akupunktur dexter dan sinister yang terbagi 2 titik BL 22 atau sanjiaoshu, 2 titik BL 23 atau shenshu dan 2 titik GV 4 atau mingmeng dengan dosis induksi 15 detik/titik dan panjang gelombang 632,8nm. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah sel Leydig yang diamati dengan metode pewarnaan Hematoxilen Eosin (HE) dan presentase Viabilitas Spematozoa yang diamati dengan metode pewarnaan eosin-negrosin. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah sel Leydig kelompok A adalah 31,04±1,03 dan kelompok B adalah 43,17±5,60 sedangkan rata-rata presentase Viabilitas spermatozoa kelompok A sebesar 24.27±2.12% dan kelompok B sebesar 60.99±3.89%. Induksi laserpunktur memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap peningkatan jumlah sel Leydig dan presentase Viabilitas spermatozoa. Kata kunci : Laserpunktur, sel Leydig, viabilitas spermatozoa. ABSTRACT Laserpuncture induction on reproductive acupoint stimulate fertility status. The point of this study is to determine the effect of laserpuncture induction to increase percentage of spermatozoa viability and the amount of Leydig cells in male rattus norvegicus. In this study, the rats was divided into two groups, the A group as a control and the B group with treatment laserpuncture induction at 6 acupoint dexter and sinister divided by 2 point BL 22 or Sanjiaozhu, 2 point BL 23 or Shenshu, and 2 point GV 4 or Mingmeng with 15 second of induction doses and 632,8 nm wavelength. An observed parameters in this study is the amount of Leydig cells was observe by Hematoxilin Eosin (HE) staining method and the presentage of spermatozoa viability was observe by eosin negrosin staining method. The result showed that the average amount of leydig cells in the A group was 31,04±1,03 and at the B group was 43,17±5,60, while the average presentage of spermatozoa viability in the A group was 24.27±2.12% and at the B group was 60.99±3.89%. Laserpuncture induction increase the amount of Leydig cells and it also increase percentage of spermatozoa viability significal (P<0.05). Keyword : Laserpuncture, leydig cells, viability spermatozoa Pendahuluan Anjing merupakan hewan yang sudah sejak lama didomestikasi oleh manusia. Zaman dahulu anjing digunakan untuk membantu manusia dalam berburubinatang liar, dan juga untuk menjaga hewan ternak dari ancaman binatang buas, ada ungkapan yang berbunyi “Dogs are men’s best friends” (Anjing adalah sahabat terbaik manusia). Masa kini, manusia tidak hanya memelihara anjing untuk berburu dan mencari makan, tetapi juga sebagai hewan kesayangan, penjaga rumah dan perkebunan, hiburan, pelacak dan bahkan menjadi aktor film, serta masih banyak kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan manusia. Populasi anjing banyak dan mudah didapat, serta memiliki daya adaptasi yang baik dengan kemampuan reproduksi yang cukup tinggi. Kondisi tersebut telah dimanfaatkan oleh para breeder untuk berlomba-lomba memenuhi permintaan anjing ras. Pembibitan anjing ras yang berkualitas unggul menjadi harapan kelompok penggemar anjing, namun untuk menginduksi birahi pada anjing ternyata belum banyak dilakukan terutama dengan pemanfaatan teknologi laserpunktur. Teknologi laserpunktur merupakan teknik stimulasi pada titik akupunktur dengan menggunakan laser sebagai alat yang mempunyai efek sebagai stimulator (Adikara, 2001). Aplikasi laserpunktur pada organ reproduksi merangsang pengaturan beberapa fungsi reproduksi ternak jantan dan betina, pada ternak betina penggunaan laserpunktur diperuntukkan mengoptimalisasi fungsi organ reproduksi betina seperti ovarium, sedangkan pada ternak jantan penggunaan teknologi laserpunktur telah dicoba dan telah diaplikasikan untuk meningkatkan libido dan mengatasi masalah impotensia (Susan, 2001). Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Guntoro et al., (2002), tentang aplikasi teknologi laserpunktur untuk gertak birahi pada kerbau, hasil penelitiannya membuktikan bahwa teknologi laserpunktur dapat memberikan hasil yang efektif dengan respon birahi yang cepat dan serempak. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Herdis (2010), tentang aplikasi teknologi laserpunktur untuk gertak birahi pada domba Garut, hasil penelitiannya membuktikan bahwa teknologi laserpunktur pada titik-titik reproduksi dapat meningkatkan libido pejantan domba Garut. Pemanfaatan teknologi laserpunktur untuk menginduksi birahi perlu dilakukan pengkajian, dengan melakukan induksi laserpunktur pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus) jantan, sebelum melakukan induksi pada anjing ras jantan sebagai pembuktian mengenai pengaruh dan efektivitas dari teknologi laserpunktur. Pemilihan hewan coba tikus (Rattus norvegicus) sebagai objek kajian dikarenakan umur dewasa kelamin dan lama kebuntingan yang tidak lama serta perkawinannya tidak tergantung musim (Kusumawati, 2004). Penggunaan laserpunktur diharapkan mampu meningkatkan status fertil pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus) jantan. Peningkatan jumlah sel Leydig dan melihat pengaruh viabilitas pada sperma pasca induksi laserpunktur menjadi salah satu indikator adanya peningkatan fertilitas pada tikus (Rattus norvergius) jantan pasca induksi laserpunktur. Penelitian ini mengkaji pengaruh teknologi laserpunktur terhadap status fertil pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus) jantan, melalui gambaran histologis jumlah sel Leydig dan persentase viabilitas spermatozoa. Materi dan Metode Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Februari-Juli 2013 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang. Hewan coba yang digunakan yaitu tikus (Rattus norvegicus) jantan Strain Wistar umur antara 12-13 minggu, berat badan sekitar 150 gram yang di- peroleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta. Preparasi tikus dilakukan dengan mengelompokkan menjadi dua kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas dua ekor tikus. Kelompok A kontrol yang selama perlakuan hanya diberi pakan normal. Kelompok B merupakan kelompok diinduksi laserrpunktur. Penggunaan alat laserpunktur dengan spesifikasi jenis soft laser Helium-Neon (He-Ne) dengan power 5mW dan panjang gelombang 632,8nm yang diinduksikan pada titik akupunktur BL 22 atau Shanjiaoshu, BL 23 atau shenshu dan GV 4 atau mingmeng dengan dosis induksi selama 15 detik. Perhitungan jumlah sel Leydig dilakukan dengan metode pewarnaan Hematoksilen Eosin (HE) dan perhitungan manual pada tubulus seminiferus testis tikus (Rattus norvegicus), sedangkan perhitungan viabilitas sperma dilakukan dengan pewarnaan eosin-nigrosin dan perhitungan manual. dengan induksi selama 15 detik/titik bagian dexter dan sinister terjadi peningkatan jumlah sel Leydig sebesar 43,17±5,60 pada daerah intertitial. Hasil analisa lanjutan dari jumlah sel Leydig perlakuan dan kontrol dilakukan dengan melakukan uji T tidak berpasangan (Independent sample T test), dari hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat signifikal (P<0,05) pada kelompok tikus A kontrol dengan tikus B perlakuan, dapat disimpulkan dari data antar kelompok tikus A dan tikus B bahwa induksi laserpuntur pada titik reproduksi dapat meningkatkan jumlah sel Leydig (gambar 1) sebesar 28.09% tikus (Rattus norvegicus) jantan secara nyata dengan P<0,05. Hasil dan Pembahasan Pengaruh Induksi Laserpunktur Terhadap Jumlah Sel Leydig pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Hasl perhitungan jumlah sel Leydig tikus (Rattus norvergicus) jantan pasca induksi laserpunktur seperti yang ditampilkan pada tabel. Jumlah rata-rata sel Leydig Jumlah Kelompok Tikus Rata-rata Sel Leydig 31,04±1,03 A Kontrol B Perlakuan 43,17±5,60 Kelompok A kontrol jumlah rata-rata sel Leydig dalam satu tubulus di daerah interstitial terdapat 31,04±1,03. Sedangkan kelompok B yang diberikan perlakuan berupa induksi laserpunktur pada titik akupunktur BL 22 atau sanjiaoshu, BL 23 atau shenshu dan GV 4 atau mingmeng Gambar 1. Histologi tubulus seminiferus testis tikus (Rattus norvegicus) jantan. Keterangan: Perbesaran 400x. A menunjukkan kelompok kontrol. B menunjukkan kelompok perlakuan. Pewarnaan Hematoxilen Eosin (HE). Tanda panah menunjukkan daerah Interstitial (sel Leydig). Peningkatan jumlah rata-rata sel Leydig pada kelompok tikus B pasca induksi laserpunktur disebabkan adanya daya stimulasi yang spontan pada sistem saraf. Menurut Palaniapan (2010), Induksi tersebut menimbulkan energi gelombang elektromagnetik dari sinar laser yang menembus jaringan kulit dan mengenai ujung saraf perifer dan diterima oleh sel signaling serta berikatan dengan reseptor pada membran sel membentuk komplek ligand reseptor untuk mengaktifkan protein G sub unit α. Rangsangan menyebabkan protein G subunit α membran sel syaraf mengalami fosforilisasi untuk mengaktifkan enzim fosfolipase C (PLC) di membran plasma, Enzim fosfolipase C menghidrolisa inositol bisfosfat (IP2) menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasil gliserol (DAG). Inositol trifosfat (IP3) dan diasil gliserol (DAG) berperan dalam transduksi signal sebagai second messenger. inositol trifosfat (IP3) akan berikatan dengan reseptor spesifik pada retikulum endoplasmik yang terkait dengan kanal Ca2+ memicu pelepasan Ca2+ dari retikulum endoplasmik ke sitosol sehingga meningkatkan kadar Ca2+ intraseluler. Aktivasi reseptor melalui jalur fosfolipase, diperoleh beberapa second messenger, yaitu DAG, IP3 dan Ca2+. DAG memiliki dua peran dalam signaling, yaitu dapat diurai lebih lanjut menghasilkan asam arakidonat, dan DAG bersama-sama dengan Ca2+ mengaktivasi protein kinase C (PKC). Ca2+ intraseluler akan mengaktivasi calcineurin. Calcineurin bersama dengan PKC berperan dalam signaling dalam pelepasan neurotransmiter. Jalur aktivitas seluler akibat induksi laserpunktur seperti tersebut ini dikenal sebagai jalur metabotropik (Kusuma, 2013). Paparan laserpunktur pada titik akupunktur reproduksi dapat juga melalui jalur ionotropik yaitu induksi sinar laserpunktur mengenai titik reproduksi akan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik menyebabkan depolarisasi membran sel syaraf. Membran sel syaraf kemudian merespon dengan terbukanya saluran ion. Ca2+ ektraseluler akan masuk melalui calcium sensing receptor (CaSR) atau melalui voltage-gated Ca2+ channels (VGCC). Masuknya Ca2+ ektraseluler ini kemudian bertemu dengan gelembunggelembung sinaptik dan membran terbuka untuk melepaskan neurotransmiter ke celah sinaptik dengan cara eksositosis selanjutnya ditangkap oleh reseptor postsinap, yang kemudian berperan dalam signaling yaitu melanjutkan sinyal listrik dari presinap menuju postsinap sampai akhirnya menuju otak. Otak akan menimbulkan reaksi berantai seperti merangasang calcineurin dan PKC untuk mengaktifkan enzym Glutamic acid decarboxylase (GAD). Aktifnya GAD ini akan merangsang neuron GABAergic untuk mensintesis GABA (Kusuma, 2013). GABA akan merangsang neuron GnRH di hipotalamus untuk melepas GnRH. GnRH akan merangsang pelepasan hormon gonadotropin (LH dan FSH). Hipotalamus merupakan pusat hormonal, hipotalamus merupakan tempat produksi hormon peptida yaitu Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang dialirikan ke dalam adenohipofisis dari kelenjar pituitari melalui aliran portae. Rangsangan GnRH menyebabkan pituitari mensekresikan dan melepaskan sejumlah hormon gonadotropik FSH dan LH (Gingrich & Patterson, 2007). Adanya induksi laserpunktur yang memberikan daya stimulasi yang spontan dan cepat pada hipotalamus menyebabkan meningkatnya sekresi dari Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Pengaruh peningkatan sekresi Gonado Releasing Hormone (GnRH) menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) dari kelenjar pituitari anterior. Pengaturan fungsi gonad dan rangsang produksi steroid seksual terjadi melalui ikatan antara Luteinizing Hormone (LH) dengan Luteinizing Hormone Receptor (LH-R) untuk proliferasi dan perkembangan sel leydig. Meningkatnya sekresi Luteinizing Hormone (LH) mempengaruhi dalam peningkatan jumlah sel Leydig yang dihasilkan. Menurut Hardijanto (2010), sel Leydig dalam fungsi reproduksi menghasilkan testosteron yang berperan dalam siklus spermatogenesis dan menginduksi birahi pada hewan jantan. Hormon testosteron disintesis oleh sel Leydig dan beraktivitas pada tipe sel yang berbeda baik di dalam interstisial. Sejumlah reseptor androgen terdapat pada sel Leydig, sel peritubular, dan sel Sertoli, selama masa perkembangan postnatal testikular testosteron mempengaruhi pematangan fungsional sel mioid dan sel Sertoli (Schlatt et al., 1993). Laserpunktur yang diinduksikan pada titik reproduksi akan menimbulkan daya stimulasi yang cepat dan spontan mampu meningkatkan jumlah sel Leydig pada daerah interstisial di tubulus seminiferus akibat adanya stimulus yang terjadi secara terus menerus meningkatkan sekresi Luteinizing Hormone (LH) dari pituitari anterior. Pengaruh Induksi Laserpunktur terhadap Viabilitas Sel Spermatozoa pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Perhitungan viabilitas spermatozoa dilakukan dengan pengamatan terhadap preparat smear yang terlebih dahulu dilakukan pewarnaan dengan menggunakan eosin-negrosin. Hasil penelitian induksi laserpunture pada titik reproduksi tikus (Rattus norvegicus) jantan pasca induksi laserpunktur seperti yang ditampilkan pada tabel. Jumlah Rata-rata Kelompok Tikus Viabilitas Sperma % 24.27±2.12 A Kontrol 60.99±3.89 B Perlakuan Hasil analisa lanjutan dari presentase viabilitas sperma perlakuan dan kontrol dilanjutkan dengan melakukan uji T tidak berpasangan (Independent sample T test), dari hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan (P<0,05). Dapat disimpulkan dari data antara kelompok tikus A kontrol dan B perlakuan bahwa induksi laserpunktur pada titik reproduksi dapat meningkatkan presentase viabilitas sperma sebesar 60.20% secara nyata dengan P<0,05. Gambar 2. Pewarnaan Sperma Menggunakan Pewarnaan Eosin-Negerosin Keterangan: Perbesaran 400x. A Menunjukkan Kelompok Sperma Kontrol. B Menunjukkan Kelompok Perlakuan. Peningkatan viabilitas spermatozoa pasca induksi laserpunktur pada tikus (Rattus norvegicus) jantan disebabkan adanya daya stimulasi yang spontan dan cepat melalui jalur saraf pada hipotalamus menyebabkan meningkatnya sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Menurut Pierick, et al., (2008) dan Stuenkel (1991), pusat fisiologi reproduksi terletak pada hipotalamus dan pituitari untuk mengontrol produksi testosteron dan spermatogenesis pada hewan jantan Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang disekresikan pituitari anterior berperan dalam menghasilkan sel sertoli yang memproduksi Androgen Binding Protein (ABP). Androgen Binding Protein (ABP) berperan sebagai maturasi spermatozoa yang diproduksi oleh sel sertoli (Greenspan, et al., 1994). Meningkatnya jumlah sel Sertoli pasca induksi laserpunktur akan mempengaruhi meningkatnya Androgen Binding Protein (ABP), akibat meningkatnya Androgen Binding Protein (ABP) maka sumber nutrisi yang berperan dalam maturasi sel spermatozoa melimpah (Atmaja, 2013). Menurut Meachem, et al., (2001), adanya Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang disekresikan pituitari anterior berperan dalam menghasilkan sel Sertoli yang memproduksi Androgen Binding Protein (ABP). Sumber nutrisi dalam proses maturasi sel spermatozoa berasal dari Androgen Binding Protein (ABP) yang diproduksi oleh sel sertoli (Greenspan, et al., 1994). Peningkatan dari jumlah sel sertoli pasca induksi laserpunktur juga dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi aktivin dari sel sertoli yang menstimulus peningkatan sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) di pituitari anterior. Menurut Aulanni’am (2011), menyatakan bahwa jumlah sel sertoli yang melimpah dalam tubulus diduga mampu meningkatkan produksi aktivin. Ikatan antara aktivin dengan reseptornya (reseptor aktivin tipe I dan reseptor aktivin tipe II) pada pituitari anterior akan meningkatkan sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) akibat adanya translasi pada intisel (Matzuk, et al., 2000). Meningkatnya sekresi Luteinizing Hormone (LH) akan mempengaruhi dalam peningkatan jumlah sel Leydig oleh pengaruh dari ICSH (Interstitiil Cell Stimulating Hormone). Menurut Hardijanto (2010), sel Leydig berfungsi menghasilkan testosteron dalam sistem reproduksi yang akan berperan dalam proses spermatogenesis dan merangsang birahi pasca induksi laserpunktur pada hewan jantan. Meningkatnya kadar LH dapat meningkatkan produksi testosteron yang berfungsi untuk memelihara lingkungan epididimis, akibatnya fungsi epididimis meningkat. Meningkatnya fungsi epididimis dapat meningkatkan viabilitas spermatozoa (Soeradi, 1982). Selain itu meningkatnya kadar testosteron yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel Leydig pasca induksi laserpunktur dapat meningkatkan produksi cairan prostat sehingga viabilitas spermatozoa akan meningkat karena fungsi cairan prostat adalah untuk melindungi spermatozoa dari lingkungan yang tidak menguntungkan Testosteron dan Androgen Binding Protein (ABP) dalam jumlah yang melimpah karena peningkatan sel Sertoli dan sel Leydig pasca induksi laserpunktur, akan digunakan dalam proses spermatogenesis untuk meningkatkan jumlah sel spermatozoa yang dihasilkan dengan kondisi mature yang tampak dari viabilitas sel spermatozoa yang tinggi pasca induksi laserpunktur. Menurut Sherwood (2001), proses spermatogenesis dipengaruhi oleh hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis sendiri. Pengaturan pembentukan spermatogenesis dimulai dengan sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH) oleh hipotalamus, selanjutnya akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mensekresikan hormon Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH). Luteinizing Hormone (LH) merupakan rangsangan utama untuk sekresi testosteron pada sel Leydig yang diperlukan untuk perkembangan normal sel spermatogenik, sedangkan Follicle Stimulating Hormone (FSH) untuk merangsang pertumbuhan testis dan mempertinggi produksi protein pengikat androgen oleh sel Sertoli. Hasil penelitian dari pengaruh induksi laserpunktur terhadap viabilitas sperma dan jumlah sel Leydig pada tikus (Rattus norvegicus) jantan dapat digunakan sebagai salah satu indikator peningkatan fertilitas yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel Leydig dan peningkatan persentase viabilitas sperma. Kesimpulan dan Saran Induksi laserpunktur pada titik akupunktur dapat meningkatkan rata-rata jumlah sel Leydig sebesar 28,09% didalam daerah interstisial ditubulus seminiferus, serta meningkatkan rata-rata persentase viabilitas spermatozoa sebesar 60,20% pada tikus (Rattus norvegicus) jantan. Diperlukan kajian mengenai efek induksi laserpunktur yang besifat reversibel atau ireversibel terhadap sistem reproduksi hewan jantan. Daftar Pustaka Adikara, R.T. 2001. Teknologi Laserpunktur Pada Ternak. Pusat Penelitian Bioenergi. Surabaya. Atmaja, B,C. 2013. Studi Fertilitas Tikus (Rattus norvegicus) Pasca Induksi Laserpunktur Terhadap Jumlah Sel Sertoli dan Ekspresi inhibin B. Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya, Malang. Gingrich, J.R., and A.L. Patterson. 2007. Male Gonadal Disorder. Bioscientiae. Nethenlands. Grasspan, F.S., and J.D. Baxter. 1994. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Guntoro, S., dan R. Yasa. 2002. Aplikasi Teknologi Laserpunktur untuk Gertak Birahi pada Kerbau. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar. Hardijanto, S. Susilowati, T. Hernawati, T. Sardjito, dan T.W. Suprayogi. 2010. Buku Ajar Inseminasi Buatan. Airlangga University Press. Surabaya. Herdis. 2010. Aplikasi Teknologi Laserpunktur dalam Meningkatkan Libido Pejantan Domba Garut (Ovis aries). Pusat Teknologi Produksi Pertanian. Jakarta. Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Kusuma, P. S. W. 2013. Mekanisme Pelepasan Hormon Gonadotropin Ikan Lele (Clariassp) Setelah Dipapar Laserpunktur pada Titik Reproduksi. Program Pascasarjana Universitas Brawijaya. Meachem, S.J., and E. Nieschlag. 2001. Inhibin B in Male Reproduction : Pathophysiology and Clinical Relevance.Journal Endocrinology, 145 : 561-571. Palaniapan, R. 2010. Biological Signal Analysis. Ventus Publishing. London. Sherwood, L. 2001. Fisiologis manusia ; dari sel ke sistem ed. 2. Jakarta : EGC. Hal. 691-705 Soeradi, O. 1982. Hambatan Perkembangan Folikel Tikus Setelah Pemberian Ekstrak Daun Solanum laciniatum Ait., Medika, Jakarta. Stuenkel, C.A. 1991. Neural Regulation of Pituitary Function. Mc Grow-Hill. New York. Susan G. 2001. Veterinary Acupuncture, Ancient Art to Modern Medicine Second Edition. St Louis. Mosby. 5378.