Rattus norvegicus - Fakultas Kedokteran Hewan

advertisement
PENGARUH INDUKSI LASERPUNKTUR TERHADAP VIABILITAS
SPERMA DAN JUMLAH SEL LEYDIG PADA TIKUS
(Rattus norvegicus) JANTAN
THE EFFECT OF LASERPUNCTURE INDUCTION ON SPERM
VIABILITY AND THE AMOUNT OF LEYDIG CELLS IN MALE RATS
(Rattus norvegicus)
Gilang R*, Aulanni’am, Pungky Slamet WK
Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Laserpunktur yang di induksikan pada titik akupunktur reproduksi akan meningkatkan
status fertilitas. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh induksi laserpunktur
terhadap peningkatan persentase viabilitas spermatozoa dan jumlah sel Leydig tikus (Rattus
norvegicus) jantan. Penelitian ini tikus dibagi menjadi dua kelompok kontrol (A) dan
kelompok (B) induksi laserpunktur pada 6 titik akupunktur dexter dan sinister yang terbagi 2
titik BL 22 atau sanjiaoshu, 2 titik BL 23 atau shenshu dan 2 titik GV 4 atau mingmeng
dengan dosis induksi 15 detik/titik dan panjang gelombang 632,8nm. Parameter yang diamati
dalam penelitian ini adalah jumlah sel Leydig yang diamati dengan metode pewarnaan
Hematoxilen Eosin (HE) dan presentase Viabilitas Spematozoa yang diamati dengan metode
pewarnaan eosin-negrosin. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah sel Leydig
kelompok A adalah 31,04±1,03 dan kelompok B adalah 43,17±5,60 sedangkan rata-rata
presentase Viabilitas spermatozoa kelompok A sebesar 24.27±2.12% dan kelompok B
sebesar 60.99±3.89%. Induksi laserpunktur memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05)
terhadap peningkatan jumlah sel Leydig dan presentase Viabilitas spermatozoa.
Kata kunci : Laserpunktur, sel Leydig, viabilitas spermatozoa.
ABSTRACT
Laserpuncture induction on reproductive acupoint stimulate fertility status. The point of
this study is to determine the effect of laserpuncture induction to increase percentage of
spermatozoa viability and the amount of Leydig cells in male rattus norvegicus. In this study,
the rats was divided into two groups, the A group as a control and the B group with treatment
laserpuncture induction at 6 acupoint dexter and sinister divided by 2 point BL 22 or
Sanjiaozhu, 2 point BL 23 or Shenshu, and 2 point GV 4 or Mingmeng with 15 second of
induction doses and 632,8 nm wavelength. An observed parameters in this study is the
amount of Leydig cells was observe by Hematoxilin Eosin (HE) staining method and the
presentage of spermatozoa viability was observe by eosin negrosin staining method. The
result showed that the average amount of leydig cells in the A group was 31,04±1,03 and at
the B group was 43,17±5,60, while the average presentage of spermatozoa viability in the A
group was 24.27±2.12% and at the B group was 60.99±3.89%. Laserpuncture induction
increase the amount of Leydig cells and it also increase percentage of spermatozoa viability
significal (P<0.05).
Keyword : Laserpuncture, leydig cells, viability spermatozoa
Pendahuluan
Anjing merupakan hewan yang sudah
sejak lama didomestikasi oleh manusia.
Zaman dahulu anjing digunakan untuk
membantu manusia dalam berburubinatang liar, dan juga untuk menjaga
hewan ternak dari ancaman binatang buas,
ada ungkapan yang berbunyi “Dogs are
men’s best friends” (Anjing adalah sahabat
terbaik manusia). Masa kini, manusia tidak
hanya memelihara anjing untuk berburu
dan mencari makan, tetapi juga sebagai
hewan kesayangan, penjaga rumah dan
perkebunan, hiburan, pelacak dan bahkan
menjadi aktor film, serta masih banyak
kegunaan anjing lainnya dalam kehidupan
manusia.
Populasi anjing banyak dan mudah
didapat, serta memiliki daya adaptasi yang
baik dengan kemampuan reproduksi yang
cukup tinggi. Kondisi tersebut telah
dimanfaatkan oleh para breeder untuk
berlomba-lomba memenuhi permintaan
anjing ras. Pembibitan anjing ras yang
berkualitas unggul menjadi harapan
kelompok penggemar anjing, namun untuk
menginduksi birahi pada anjing ternyata
belum banyak dilakukan terutama dengan
pemanfaatan teknologi laserpunktur.
Teknologi laserpunktur merupakan
teknik stimulasi pada titik akupunktur
dengan menggunakan laser sebagai alat
yang mempunyai efek sebagai stimulator
(Adikara, 2001). Aplikasi laserpunktur
pada organ reproduksi merangsang pengaturan beberapa fungsi reproduksi ternak
jantan dan betina, pada ternak betina
penggunaan laserpunktur diperuntukkan
mengoptimalisasi fungsi organ reproduksi
betina seperti ovarium, sedangkan pada
ternak jantan penggunaan teknologi
laserpunktur telah dicoba dan telah diaplikasikan untuk meningkatkan libido dan
mengatasi masalah impotensia (Susan,
2001).
Penelitian yang dilakukan sebelumnya
oleh Guntoro et al., (2002), tentang
aplikasi teknologi laserpunktur untuk
gertak birahi pada kerbau, hasil penelitiannya membuktikan bahwa teknologi
laserpunktur dapat memberikan hasil yang
efektif dengan respon birahi yang cepat
dan serempak. Penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Herdis (2010), tentang
aplikasi teknologi laserpunktur untuk
gertak birahi pada domba Garut, hasil penelitiannya membuktikan bahwa teknologi
laserpunktur pada titik-titik reproduksi
dapat meningkatkan libido pejantan domba
Garut.
Pemanfaatan teknologi laserpunktur
untuk menginduksi birahi perlu dilakukan
pengkajian, dengan melakukan induksi
laserpunktur pada hewan coba tikus
(Rattus norvegicus) jantan, sebelum melakukan induksi pada anjing ras jantan
sebagai pembuktian mengenai pengaruh
dan efektivitas dari teknologi laserpunktur.
Pemilihan hewan coba tikus (Rattus
norvegicus) sebagai objek kajian dikarenakan umur dewasa kelamin dan lama
kebuntingan yang tidak lama serta perkawinannya tidak tergantung musim
(Kusumawati, 2004).
Penggunaan laserpunktur diharapkan
mampu meningkatkan status fertil pada
hewan coba tikus (Rattus norvegicus)
jantan. Peningkatan jumlah sel Leydig dan
melihat pengaruh viabilitas pada sperma
pasca induksi laserpunktur menjadi salah
satu indikator adanya peningkatan fertilitas
pada tikus (Rattus norvergius) jantan pasca
induksi laserpunktur.
Penelitian ini mengkaji pengaruh
teknologi laserpunktur terhadap status
fertil pada hewan coba tikus (Rattus
norvegicus) jantan, melalui gambaran histologis jumlah sel Leydig dan persentase
viabilitas spermatozoa.
Materi dan Metode
Penelitian ini akan dilakukan selama
bulan Februari-Juli 2013 di Laboratorium
Biokimia dan Laboratorium Fisiologi
Hewan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya
Malang. Hewan coba yang digunakan
yaitu tikus (Rattus norvegicus) jantan
Strain Wistar umur antara 12-13 minggu,
berat badan sekitar 150 gram yang di-
peroleh dari Unit Pengembangan Hewan
Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta.
Preparasi tikus dilakukan dengan mengelompokkan menjadi dua kelompok dan
masing-masing kelompok terdiri atas dua
ekor tikus. Kelompok A kontrol yang
selama perlakuan hanya diberi pakan
normal. Kelompok B merupakan kelompok diinduksi laserrpunktur.
Penggunaan alat laserpunktur dengan
spesifikasi jenis soft laser Helium-Neon
(He-Ne) dengan power 5mW dan panjang
gelombang 632,8nm yang diinduksikan
pada titik akupunktur BL 22 atau
Shanjiaoshu, BL 23 atau shenshu dan GV
4 atau mingmeng dengan dosis induksi
selama 15 detik.
Perhitungan jumlah sel Leydig dilakukan dengan metode pewarnaan
Hematoksilen Eosin (HE) dan perhitungan
manual pada tubulus seminiferus testis
tikus (Rattus norvegicus), sedangkan
perhitungan viabilitas sperma dilakukan
dengan pewarnaan eosin-nigrosin dan
perhitungan manual.
dengan induksi selama 15 detik/titik
bagian dexter dan sinister terjadi
peningkatan jumlah sel Leydig sebesar
43,17±5,60 pada daerah intertitial.
Hasil analisa lanjutan dari jumlah sel
Leydig perlakuan dan kontrol dilakukan
dengan melakukan uji T tidak berpasangan
(Independent sample T test), dari hasil
tersebut menunjukkan perbedaan yang
sangat signifikal (P<0,05) pada kelompok
tikus A kontrol dengan tikus B perlakuan,
dapat disimpulkan dari data antar kelompok tikus A dan tikus B bahwa induksi
laserpuntur pada titik reproduksi dapat
meningkatkan jumlah sel Leydig (gambar
1) sebesar 28.09% tikus (Rattus
norvegicus) jantan secara nyata dengan
P<0,05.
Hasil dan Pembahasan
Pengaruh
Induksi
Laserpunktur
Terhadap Jumlah Sel Leydig pada
Tikus (Rattus norvegicus) Jantan
Hasl perhitungan jumlah sel Leydig
tikus (Rattus norvergicus) jantan pasca
induksi laserpunktur seperti yang ditampilkan pada tabel. Jumlah rata-rata sel
Leydig
Jumlah
Kelompok Tikus
Rata-rata
Sel Leydig
31,04±1,03
A Kontrol
B Perlakuan
43,17±5,60
Kelompok A kontrol jumlah rata-rata
sel Leydig dalam satu tubulus di daerah
interstitial terdapat 31,04±1,03. Sedangkan
kelompok B yang diberikan perlakuan
berupa induksi laserpunktur pada titik
akupunktur BL 22 atau sanjiaoshu, BL 23
atau shenshu dan GV 4 atau mingmeng
Gambar 1. Histologi tubulus seminiferus
testis tikus (Rattus norvegicus)
jantan.
Keterangan: Perbesaran 400x. A menunjukkan kelompok kontrol. B menunjukkan kelompok perlakuan. Pewarnaan Hematoxilen Eosin (HE). Tanda
panah menunjukkan daerah Interstitial (sel
Leydig).
Peningkatan jumlah rata-rata sel
Leydig pada kelompok tikus B pasca induksi laserpunktur disebabkan adanya
daya stimulasi yang spontan pada sistem
saraf. Menurut Palaniapan (2010), Induksi
tersebut menimbulkan energi gelombang
elektromagnetik dari sinar laser yang menembus jaringan kulit dan mengenai ujung
saraf perifer dan diterima oleh sel signaling serta berikatan dengan reseptor
pada membran sel membentuk komplek
ligand reseptor untuk mengaktifkan protein G sub unit α.
Rangsangan menyebabkan protein G
subunit α membran sel syaraf mengalami
fosforilisasi untuk mengaktifkan enzim
fosfolipase C (PLC) di membran plasma,
Enzim fosfolipase C menghidrolisa inositol bisfosfat (IP2) menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasil gliserol (DAG). Inositol trifosfat (IP3) dan diasil gliserol
(DAG) berperan dalam transduksi signal
sebagai second messenger. inositol trifosfat (IP3) akan berikatan dengan reseptor
spesifik pada retikulum endoplasmik yang
terkait dengan kanal Ca2+ memicu pelepasan Ca2+ dari retikulum endoplasmik
ke sitosol sehingga meningkatkan kadar
Ca2+ intraseluler. Aktivasi reseptor melalui
jalur fosfolipase, diperoleh beberapa
second messenger, yaitu DAG, IP3 dan
Ca2+. DAG memiliki dua peran dalam
signaling, yaitu dapat diurai lebih lanjut
menghasilkan asam arakidonat, dan DAG
bersama-sama dengan Ca2+ mengaktivasi
protein kinase C (PKC). Ca2+ intraseluler
akan mengaktivasi calcineurin. Calcineurin bersama dengan PKC berperan
dalam signaling dalam pelepasan neurotransmiter. Jalur aktivitas seluler akibat
induksi laserpunktur seperti tersebut ini
dikenal sebagai jalur metabotropik
(Kusuma, 2013).
Paparan laserpunktur pada titik
akupunktur reproduksi dapat juga melalui
jalur ionotropik yaitu induksi sinar laserpunktur mengenai titik reproduksi akan
diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik
menyebabkan depolarisasi membran sel
syaraf. Membran sel syaraf kemudian
merespon dengan terbukanya saluran ion.
Ca2+ ektraseluler akan masuk melalui
calcium sensing receptor (CaSR) atau
melalui voltage-gated Ca2+ channels
(VGCC). Masuknya Ca2+ ektraseluler ini
kemudian bertemu dengan gelembunggelembung sinaptik dan membran terbuka
untuk melepaskan neurotransmiter ke
celah sinaptik dengan cara eksositosis
selanjutnya ditangkap oleh reseptor postsinap, yang kemudian berperan dalam
signaling yaitu melanjutkan sinyal listrik
dari presinap menuju postsinap sampai
akhirnya menuju otak.
Otak akan menimbulkan reaksi berantai seperti merangasang calcineurin dan
PKC untuk mengaktifkan enzym Glutamic
acid decarboxylase (GAD). Aktifnya GAD
ini akan merangsang neuron GABAergic
untuk mensintesis GABA (Kusuma, 2013).
GABA akan merangsang neuron GnRH di
hipotalamus untuk melepas GnRH. GnRH
akan merangsang pelepasan hormon gonadotropin (LH dan FSH).
Hipotalamus merupakan pusat hormonal, hipotalamus merupakan tempat
produksi
hormon
peptida
yaitu
Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang dialirikan ke dalam adenohipofisis dari kelenjar pituitari melalui
aliran portae. Rangsangan GnRH menyebabkan pituitari mensekresikan dan
melepaskan sejumlah hormon gonadotropik FSH dan LH (Gingrich &
Patterson, 2007).
Adanya induksi laserpunktur yang
memberikan daya stimulasi yang spontan
dan cepat pada hipotalamus menyebabkan
meningkatnya sekresi dari Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing
Hormone (LH). Pengaruh peningkatan
sekresi Gonado Releasing Hormone
(GnRH) menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi Luteinizing Hormone
(LH) dan Folicle Stimulating Hormone
(FSH) dari kelenjar pituitari anterior.
Pengaturan fungsi gonad dan rangsang
produksi steroid seksual terjadi melalui
ikatan antara Luteinizing Hormone (LH)
dengan Luteinizing Hormone Receptor
(LH-R) untuk proliferasi dan perkembangan sel leydig. Meningkatnya
sekresi Luteinizing Hormone (LH) mempengaruhi dalam peningkatan jumlah sel
Leydig yang dihasilkan. Menurut Hardijanto (2010), sel Leydig dalam
fungsi
reproduksi
menghasilkan
testosteron yang berperan dalam siklus
spermatogenesis dan menginduksi birahi
pada hewan jantan.
Hormon testosteron disintesis oleh sel
Leydig dan beraktivitas pada tipe sel yang
berbeda baik di dalam interstisial.
Sejumlah reseptor androgen terdapat pada
sel Leydig, sel peritubular, dan sel Sertoli,
selama masa perkembangan postnatal
testikular testosteron mempengaruhi pematangan fungsional sel mioid dan sel
Sertoli (Schlatt et al., 1993).
Laserpunktur yang diinduksikan pada
titik reproduksi akan menimbulkan daya
stimulasi yang cepat dan spontan mampu
meningkatkan jumlah sel Leydig pada
daerah interstisial di tubulus seminiferus
akibat adanya stimulus yang terjadi secara
terus menerus meningkatkan sekresi
Luteinizing Hormone (LH) dari pituitari
anterior.
Pengaruh
Induksi
Laserpunktur
terhadap Viabilitas Sel Spermatozoa
pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan
Perhitungan viabilitas spermatozoa
dilakukan dengan pengamatan terhadap
preparat smear yang terlebih dahulu dilakukan pewarnaan dengan menggunakan
eosin-negrosin. Hasil penelitian induksi
laserpunture pada titik reproduksi tikus
(Rattus norvegicus) jantan pasca induksi
laserpunktur seperti yang ditampilkan pada
tabel.
Jumlah Rata-rata
Kelompok Tikus
Viabilitas Sperma
%
24.27±2.12
A Kontrol
60.99±3.89
B Perlakuan
Hasil analisa lanjutan dari presentase
viabilitas sperma perlakuan dan kontrol
dilanjutkan dengan melakukan uji T tidak
berpasangan (Independent sample T test),
dari hasil tersebut menunjukkan perbedaan
yang sangat signifikan (P<0,05).
Dapat disimpulkan dari data antara
kelompok tikus A kontrol dan B perlakuan
bahwa induksi laserpunktur pada titik
reproduksi dapat meningkatkan presentase
viabilitas sperma sebesar 60.20% secara
nyata dengan P<0,05.
Gambar 2. Pewarnaan Sperma
Menggunakan Pewarnaan
Eosin-Negerosin
Keterangan: Perbesaran 400x. A Menunjukkan Kelompok Sperma Kontrol.
B Menunjukkan Kelompok Perlakuan.
Peningkatan viabilitas spermatozoa
pasca induksi laserpunktur pada tikus
(Rattus norvegicus) jantan disebabkan
adanya daya stimulasi yang spontan dan
cepat melalui jalur saraf pada hipotalamus
menyebabkan meningkatnya sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH). Menurut
Pierick, et al., (2008) dan Stuenkel (1991),
pusat fisiologi reproduksi terletak pada
hipotalamus dan pituitari untuk mengontrol produksi testosteron dan spermatogenesis pada hewan jantan
Folicle Stimulating Hormone (FSH)
yang disekresikan pituitari anterior berperan dalam menghasilkan sel sertoli yang
memproduksi Androgen Binding Protein
(ABP). Androgen Binding Protein (ABP)
berperan sebagai maturasi spermatozoa
yang diproduksi oleh sel sertoli (Greenspan, et al., 1994). Meningkatnya
jumlah sel Sertoli pasca induksi laserpunktur akan mempengaruhi meningkatnya Androgen Binding Protein
(ABP), akibat meningkatnya Androgen Binding Protein (ABP) maka sumber
nutrisi yang berperan dalam maturasi sel
spermatozoa melimpah (Atmaja, 2013).
Menurut Meachem, et al., (2001),
adanya Folicle Stimulating Hormone
(FSH) yang disekresikan pituitari anterior
berperan dalam menghasilkan sel Sertoli
yang memproduksi Androgen Binding
Protein (ABP). Sumber nutrisi dalam
proses maturasi sel spermatozoa berasal
dari Androgen Binding Protein (ABP)
yang diproduksi oleh sel sertoli (Greenspan, et al., 1994).
Peningkatan dari jumlah sel sertoli
pasca induksi laserpunktur juga dapat
disebabkan oleh meningkatnya produksi
aktivin dari sel sertoli yang menstimulus
peningkatan sekresi Folicle Stimulating
Hormone (FSH) di pituitari anterior.
Menurut Aulanni’am (2011), menyatakan
bahwa jumlah sel sertoli yang melimpah
dalam tubulus diduga mampu meningkatkan produksi aktivin. Ikatan antara
aktivin dengan reseptornya (reseptor
aktivin tipe I dan reseptor aktivin tipe II)
pada pituitari anterior akan meningkatkan
sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) akibat adanya translasi pada intisel
(Matzuk, et al., 2000).
Meningkatnya sekresi Luteinizing
Hormone (LH) akan mempengaruhi dalam
peningkatan jumlah sel Leydig oleh pengaruh dari ICSH (Interstitiil Cell
Stimulating
Hormone).
Menurut
Hardijanto (2010), sel Leydig berfungsi
menghasilkan testosteron dalam sistem
reproduksi yang akan berperan dalam
proses spermatogenesis dan merangsang
birahi pasca induksi laserpunktur pada
hewan jantan. Meningkatnya kadar LH
dapat meningkatkan produksi testosteron
yang berfungsi untuk memelihara lingkungan epididimis, akibatnya fungsi
epididimis meningkat. Meningkatnya fungsi epididimis dapat meningkatkan
viabilitas spermatozoa (Soeradi, 1982).
Selain itu meningkatnya kadar testosteron
yang ditandai dengan peningkatan jumlah
sel Leydig pasca induksi laserpunktur
dapat meningkatkan produksi cairan
prostat sehingga viabilitas spermatozoa
akan meningkat karena fungsi cairan
prostat adalah untuk melindungi spermatozoa dari lingkungan yang tidak
menguntungkan
Testosteron dan Androgen Binding
Protein (ABP) dalam jumlah yang
melimpah karena peningkatan sel Sertoli
dan sel Leydig pasca induksi laserpunktur,
akan digunakan dalam proses spermatogenesis untuk meningkatkan jumlah
sel spermatozoa yang dihasilkan dengan
kondisi mature yang tampak dari viabilitas
sel spermatozoa yang tinggi pasca induksi
laserpunktur. Menurut Sherwood (2001),
proses spermatogenesis dipengaruhi oleh
hormon-hormon yang dihasilkan oleh organ hipotalamus, hipofisis dan testis
sendiri. Pengaturan pembentukan spermatogenesis dimulai dengan sekresi
gonadotropin releasing hormone (GnRH)
oleh hipotalamus, selanjutnya akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk
mensekresikan
hormon
Follicle
Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing
Hormone (LH). Luteinizing Hormone
(LH) merupakan rangsangan utama untuk
sekresi testosteron pada sel Leydig yang
diperlukan untuk perkembangan normal
sel spermatogenik, sedangkan Follicle
Stimulating Hormone (FSH) untuk merangsang pertumbuhan testis dan mempertinggi produksi protein pengikat
androgen oleh sel Sertoli.
Hasil penelitian dari pengaruh induksi
laserpunktur terhadap viabilitas sperma
dan jumlah sel Leydig pada tikus (Rattus
norvegicus) jantan dapat digunakan sebagai salah satu indikator peningkatan
fertilitas yang ditandai dengan adanya
peningkatan jumlah sel Leydig dan peningkatan persentase viabilitas sperma.
Kesimpulan dan Saran
Induksi laserpunktur pada titik akupunktur dapat meningkatkan rata-rata
jumlah sel Leydig sebesar 28,09% didalam
daerah interstisial ditubulus seminiferus,
serta meningkatkan rata-rata persentase
viabilitas spermatozoa sebesar 60,20%
pada tikus (Rattus norvegicus) jantan.
Diperlukan kajian mengenai efek induksi
laserpunktur yang besifat reversibel atau
ireversibel terhadap sistem reproduksi
hewan jantan.
Daftar Pustaka
Adikara,
R.T.
2001.
Teknologi
Laserpunktur Pada Ternak. Pusat
Penelitian Bioenergi. Surabaya.
Atmaja, B,C. 2013. Studi Fertilitas Tikus
(Rattus norvegicus) Pasca Induksi
Laserpunktur Terhadap Jumlah Sel
Sertoli dan Ekspresi inhibin B.
Program
Kedokteran
Hewan
Universitas Brawijaya, Malang.
Gingrich, J.R., and A.L. Patterson. 2007.
Male Gonadal Disorder. Bioscientiae.
Nethenlands.
Grasspan, F.S., and J.D. Baxter. 1994.
Endokrinologi Dasar dan Klinik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Guntoro, S., dan R. Yasa. 2002. Aplikasi
Teknologi Laserpunktur untuk Gertak
Birahi pada Kerbau. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Bali. Denpasar.
Hardijanto, S. Susilowati, T. Hernawati, T.
Sardjito, dan T.W. Suprayogi. 2010.
Buku Ajar Inseminasi Buatan.
Airlangga University Press. Surabaya.
Herdis. 2010. Aplikasi Teknologi
Laserpunktur dalam Meningkatkan
Libido Pejantan Domba Garut (Ovis
aries). Pusat Teknologi Produksi
Pertanian. Jakarta.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat dengan
Hewan Coba. Universitas Gajah Mada
Press. Yogyakarta.
Kusuma, P. S. W. 2013. Mekanisme
Pelepasan Hormon Gonadotropin Ikan
Lele (Clariassp) Setelah Dipapar
Laserpunktur pada Titik Reproduksi.
Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya.
Meachem, S.J., and E. Nieschlag. 2001.
Inhibin B in Male Reproduction :
Pathophysiology
and
Clinical
Relevance.Journal
Endocrinology,
145 : 561-571.
Palaniapan, R. 2010. Biological Signal
Analysis. Ventus Publishing. London.
Sherwood, L. 2001. Fisiologis manusia ;
dari sel ke sistem ed. 2. Jakarta : EGC.
Hal. 691-705
Soeradi,
O.
1982.
Hambatan
Perkembangan Folikel Tikus Setelah
Pemberian Ekstrak Daun Solanum
laciniatum Ait., Medika, Jakarta.
Stuenkel, C.A. 1991. Neural Regulation of
Pituitary Function. Mc Grow-Hill.
New York.
Susan G. 2001. Veterinary Acupuncture,
Ancient Art to Modern Medicine
Second Edition. St Louis. Mosby. 5378.
Download