UMKM - smecda

advertisement
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 52 - 65
KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM)
MENGHADAPI ASEAN CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA)
(Studi Kasus Dampak ACFTA Terhadap UMKM
di DKI Jakarta dan Prov. Jawa Tengah)*)
Riana Panggabean**)
Abstract
Some MSMEs are ready to face ACFTA, and the others are not. Readiness
of MSMEs to face the ACFTA requires supports from all stakeholders including
government and MSMEs’ Asssociation, because the ACFTA is a global issue that
needs to be handled together between government and entrepreneurs. The key of
MSMEs’ readiness is by strengthening competitiveness. The competitiveness of
MSMEs must be continuously improved by developing the SMEs human resource’s
competence throung education, improving product quality, increasing efficiency,
developing partnership, increasing promotions, and innovating technology.
Strengthening the competitiveness of MSMEs requires a comprehensive policy from
upstream to downstream. The role of local governments is needed to implement
policy that is jointly made by MSMEs and Government.
Daya saing, kompetensi, kualitas produk, efisiensi dan promosi
I.
Pendahuluan
Dasar hukum ACFTA adalah perjanjian payung dibidang kerjasama
ekonomi yang komprehensip antara Asean dan Cina tanggal 5 November
2002, yaitu Framework Agreement on Comprehenship Economic
Co-operation between Agreement ASEAN and The Peopple’s Republic
of China. Dari Framework Agreement ini dilanjutkan dengan tiga buah
kesepakatan perdagangan dibidang barang tanggal 29 November 2004,
Agreement on Trade and Service atau kesepakatan perdagangan dibidang jasa
pada tanggal 14 Januari 2007 dan Agreement on Investment atau kesepakatan
dibidang investasi pada tanggal 15 Agustus 2007 (Muchtar A.F., 2010).
Meniadakan atau penghapusan bea masuk terhadap produk-produk Cina
akan berpengaruh pada iklim usaha di Indonesia. Karena dengan bea masuk
nol persen (0%) produk-produk Cina harganya jauh lebih murah dari pada
*) Artikel diterima 25 April 2010, peer review 26 April-24 Mei, review akhir
15 Juni 2010.
**) Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
52
KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MENGHADAPI ASEAN
CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) (Studi Kasus Dampak ACFTA Terhadap UMKM
di DKI Jakarta dan Prov. Jawa Tengah) (Riana Panggabean)
produk di dalam negeri. Beberapa faktor penyebab produk Cina bisa dijual
lebih murah, yaitu: a). Pemerintah Cina memberikan kemudahan kepada para
pelaku usaha seperti insentif yang menyangkut masalah perpajakan;
b). Dalam bidang ketenagakerjaan, jumlah tenaga kerja Cina sangat banyak;
c). Bunga perbankan yang murah. Di Cina bunga kredit perbankan untuk usaha
hanya 4% sampai 6%, sedangkan di Indonesia 14% sampai 16% pertahun.
Selisih kemahalan dari unsur pembiayaan saja sudah mencapai 10%. Belum
lagi para pelaku usaha masih dihadapi pada aturan dan birokrasi yang dapat
menimbulkan biaya tinggi, ketersediaan listrik yang terbatas, bahan baku yang
semakin mahal dan persoalan ketenagakerjaan yang tidak kondusif bagi iklim
investasi (MS Hidayat, Kompas 9 April 2010).
Terdapat kekhawatiran para pelaku usaha di Indonesia tentang serbuan
produk Cina karena diperkirakan akan mengancam keberadaan industri
dalam negeri dan mengharuskan setiap pelaku usaha termasuk UMKM untuk
meningkatkan kemampuan daya saingnya.
UMKM perlu mensiapkan diri untuk menghadapi ACFTA. UMKM
Indonesia sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2008 yaitu: (1) Usaha mikro yang memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp50 juta dan memiliki omset atau penjualan tahunan paling
banyak Rp300 juta yang berperan sebagai pedagang; (2) Usaha kecil yang
memiliki kekayaan bersih antara Rp50 juta sampai paling banyak Rp500 juta
dan memiliki hasil penjualan pertahun antara Rp300 juta sampai Rp2,5 miliar
yang berperan sebagi pedagang dan produsen sedangkan; (3) Usaha menengah
adalah yang memiliki kekayaan bersih antara Rp500 juta keatas sampai Rp10
miliar dan memiliki omset Rp2,5 miliar keatas sampai Rp50 milyar berfungsi
sebagai produsen.
Disamping itu, pemerintah juga dituntut untuk berkomitmen dan
bersedia memfasilitasi hal-hal yang diperlukan, paling tidak seperti yang
dilakukan oleh pemerintah Cina pada pengusahanya (bunga bank, aturan
birokrasi yang memudahkan UMKM mengikuti ACFTA dimana sampai saat
ini aturan-aturan perlindungan belum terlihat dengan jelas). UMKM sangat
menunggu kebijakan yang diperlukan untuk melindungi mereka, sementara
pihak pemerintah saat ini masih mencari arah kebijakan yang diperlukan.
Berkaitan dengan hal di atas diharapkan pemerintah membuat program
yang lebih komprehensip, untuk memberdayakan UMKM dari hulu sampai
ke hilir beserta faktor pendukung yang dibutuhkan. Adanya keterpaduan
antar stakeholder untuk melaksanakan program di masing-masing daerah,
merupakan tindakan efisisensi yang dibutuhkan untuk meningkatkan daya
saing UMKM dari pemerintah. Permintaan UMKM untuk menurunkan
suku bunga sebagai faktor pendukung penunjang perlu ditinjau ulang agar
KUKM dapat memperoleh dana murah seperti Kredit Usaha Mikro (KUR),
memperkuat Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan mengembangkan Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) lainnya.
53
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 52 - 65
II.
Kondisi Makro Perdagangan Indonesia Dengan Cina
Neraca perdagangan Indonesia-Cina menunjukkan bahwa sejak tahun
2004 produk Cina sudah masuk ke Indonesia. Bahkan sebelumnya produkproduk Cina tersebut sudah masuk, namun dalam jumlah tidak terlalu
banyak. Kondisi ekspor dan impor tahun 2004 sampai 2009 dapat dilihat pada
Tabel 1.
Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa selama periode 2004 sampai 2007
Indonesia mencatat surplus perdagangan dengan Cina. Namun pada tahun
2008 sampai 2009 mengalami defisit. Defisit disebabkan peran impor dari
Cina meningkat pesat Defisit neraca perdagangan tahun 2009 mengalami
penurunan dibanding tahun 2009. Artinya bahwa daya saing produk Indonesia
terhadap produk Cina menurun.
Tabel 1. Neraca Perdagangan Indonesia Cina
No Tahun
Ekspor ke Cina
(USD Juta)
Impor dari Cina
(USD Juta)
Neraca
(USD Juta)
1
2004
4.604
4.101
503
2
2005
6.662
5.842
820
3
2006
8.343
6.636
1.707
4
2007
9.675
8.557
1.118
5
2008
11.636
15.247 - 3.661
6
2009
11.499
14.002
- 2.502
Sumber: Badan Pusat Statistik
Menurut Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN, 2010)
perdagangan Indonesia Cina hendaknya disepakati sebagai terbentuknya
peluang bagi pelaku bisnis untuk meningkatkan daya saing secara benar.
Manfaat perdagangan dengan Cina antara lain: (1) Memaksa pedagang
Indonesia memperbaiki diri di segala bidang khususnya dalam peningkatan
daya saing produk dalam negeri (Kompas, 9 April 2010); (2) Meningkatkan
akses produk Indonesia di pasar Cina; (3) Peningkatan investasi.
Pada sisi lain, masuknya produk Cina juga menjadi hambatan bagi
produk dalam negeri untuk pasar dalam negeri. Hal tersebut adalah dikarenakan
lemahnya daya saing produk dalam negeri. Diperkirakan ada beberapa faktor
yang melemahkan daya saing Indonesia. Faktor utama dari lemahnya daya
saing produk Indonesia adalah lemahnya kualitas sumber daya manusia.
Misalnya efisiensi pemerintah dan efisiensi bisnis (Ninuk Mardiana Pambudi,
2010).
54
KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MENGHADAPI ASEAN
CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) (Studi Kasus Dampak ACFTA Terhadap UMKM
di DKI Jakarta dan Prov. Jawa Tengah) (Riana Panggabean)
Berkaitan dengan lemahnya daya saing produk Indonesia. Menteri
Perindustrian menjelaskan faktor-faktor penyebab lemahnya daya saing
produk Indonesia dibandingkan dengan Cina (Kompas, 9 April 2010) yaitu:
1.
Indonesia mengimpor mayoritas bahan baku kapas dari Cina di mana
komoditas kapas merupakan bagian dari tanaman domestik Cina.
2.
Jam kerja di Indonesia untuk kegiatan padat karya 40 jam per minggu
dan 337 hari kerja per tahun, sementara itu di Cina jam kerja 44 sampai
48 jam per minggu dan 347 sampai 350 hari per tahun.
3.
Pasokan listrik di Indonesia sering terganggu karena permesinan
berusia di atas umur 20 tahun, sementara itu di Cina kurang dari 10
tahun dan telah diadakan peremajaan. Suku bunga di Indonesia 14%
sampai 16% setahun sedangkan di Cina hanya 6%
4.
Posisi daya saing produk Indonesia menurut Bank Dunia, berada
pada peringkati 122 dari 186 negara. Posisi ini ditunjukkan oleh
semakin rendahnya nilai ekspor dan meningkatnya nilai impor seperti
digambarkan pada Tabel 1.
III. Profil UMKM
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2008) dan Rencana Strategis
Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Tahun
2010-2014, profil UMKM di Indonesia adalah sebagai berikut: (1) Jumlah
UMKM mencapai 51,3 juta unit; (2) Menyerap tenaga kerja cukup tinggi
sebanyak 90.896.270 orang. Jumlah ini 97,22% dari 93.491.243 jumlah
pekerja nasional bekerja di sektor UMKM; (3) Kontribusi UMKM terhadap
pembentukan PDB sebesar 55,56% dan kontribusi terhadap ekspor non migas
sebesar Rp183 triliun atau 20,17% dari total ekspor non migas sebesar Rp910,9
triliun; (4) Peran UMKM dalam ekspor non migas ini merupakan bukti
kemampuan dan daya saing produk UMKM di pasar persaingan bebas. Hal
ini merupakan potensi yang perlu dipelihara untuk menjaga kesinambungan
perdagangan internasional dan meraih devisa lebih besar, (5) pembentukan
modal tetap bruto UMKM menurut harga berlaku tahun 2008 sebesar Rp640
triliun atau sebesar 52,89% dari total nilai investasi nasional yang mencapai
Rp1.210 triliun.
Dari jumlah UMKM di atas, sebanyak 356 KUKM telah melakukan
promosi dan ekspor ke-14 negara. Terdiri dari tahun 2005 sebanyak 158
UMKM, tahun 2006 sebanyak 43 UMKM, tahun 2007 sebanyak 93 KUKM,
tahun 2008 sebanyak 38 UMKM dan tahun 2009 sebanyak 104 UMKM.
Tujuan fasilitasi pameran luar negeri bagi UMKM adalah meningkatkan akses
dan pangsa pasar UMKM di pasar Internasional, mengembangkan jaringan
pemasaran internasional bagi UMKM dan meningkatkan kapasitas pemasaran
UMKM (Asisten Deputi Urusan Ekspor Impor, 2009)
55
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 52 - 65
Selama ini sangat jarang UMKM melakukan ekspor langsung ke luar
negeri, yang terjadi adalah UMKM melakukannya dengan perantaraan eksportir
Jika sekarang sudah ada UMKM yang mampu mengadakan ekspor ini adalah
suatu prestasi bagi pengusaha UMKM. Hal seperti ini perlu diperkuat agar
mampu eksis dan bermitra dengan pengusaha kecil terutama yang ada pada
sentra dan klaster produk unggulan di masing-masing kabupaten.
Berkaitan dengan kesiapan UMKM dalam mengadapi ACFTA, maka
target pertama yang perlu diperkuat dan terus-menerus ditingkatkan daya
saingnya adalah para UMKM yang telah mengadakan ekspor dan berikutnya
adalah menambah jumlah UMKM yang mampu melakukan ekspor.
Kondisi UMKM di sentra/klaster produk unggulan yang telah melakukan
ekspor saat ini dalam keadaan mengkhawatirkan. Beberapa UMKM eksportir
tidak mau bermitra dengan UMKM di sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan
efesiensi. Kesiapan UMKM menghadapi ACFTA memerlukan kebersamaan
antar UMKM dengan UMKM eksportir. Kebersamaan di antara UMKM
dengan UMKM eksportir perlu dibangun dan diupayakan supaya terjadi
kemitraan yang saling menguntungkan bukan jual beli putus sebagaimana
terjadi di lapangan. (Hasil kajian di sentra rotan di Jawa Barat dan Jawa
Tengah dan sentra gerabah di NTB tahun 2009).
IV.
Study Kasus Di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dan Provinsi
Jawa Tengah
Melalui dua study kasus yang dilakukan di DKI Jakarta dan Bodetabek
(Bogor, Depor Tangerang, dan Bekasi) pada bulan Februari 2010 dan provinsi
Jawa Tengah pada bulan Maret tahun 2010, diharapkan dapat diamati secara
jelas kesiapan UMKM dan dampak yang ditimbulkan ACFTA terhadap usaha
UMKM yang dijelaskan sebagai berikut:
1.
Kasus DKI Jakarta dan Bodetabek
Dengan telah diberlakukannya ACFTA mulai 1 Januari 2010, pada
tanggal 26-29 Januari 2010 telah dilakukan uji petik ke beberapa
pasar, di beberapa daerah yaitu: Cipulir, Warung Buncit, Mangga Dua,
Kalimalang, WTC Mangga Dua, Pasar Gembong, PIK Pulo Gadung,
Ciomas-Bogor, Kali Malang, Pondok Bambu, dan Pasar Ciputat.
Produk yang di amati adalah garmen, kerajinan & mainan anak, alas
kaki (produk kulit) dan furniture. Responden pada kajian ini adalah
produsen dan pedagang.
Tujuan uji petik adalah untuk: (1) Mengetahui pendapat UMKM baik
sebagai pedagang maupun sebagai produsen tentang pemberlakuan
ACFTA; (2) Mengetahui dampak pemberlakuan ACFTA terhadap
koperasi dan UMKM; serta (3) Mengetahui sejauhmana kesiapan
Koperasi dan UMKM menghadapi ACFTA.
56
KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MENGHADAPI ASEAN
CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) (Studi Kasus Dampak ACFTA Terhadap UMKM
di DKI Jakarta dan Prov. Jawa Tengah) (Riana Panggabean)
Dari hasil temuan kajian uji petik tersebut, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1). Sebagian kecil responden pedagang dan produsen belum
mengetahui dan peduli tentang pemberlakuan ACFTA dan
sebagian lainnya sudah mengetahui dan peduli. Bagi pedagang
dan produsen yang belum mengetahui, perlu diberikan sosialisasi
tentang pemberlakuan ACFTA.
2). Sementera itu pada pedagang dan produsen yang mengetahui dan
peduli terhadap pemberlakuan ACFTA, khawatir akan terjadi:
(1) Lemahnya pasar bagi produk-produk yang mempunyai
daya saing rendah di dalam negeri, (2) Lemahnya pasar produk
dalam negeri ini akan berdampak terhadap bertambahnya jumlah
pengangguran karyawan di pemasaran dan karyawan produsen,
demikian juga para pengrajin yang berkaitan langsung dengan
produk tersebut.
3). Pedagang dan produsen memperkirakan pemberlakuan ACFTA
(membanjirnya produk Cina) akan terjadi sekitar bulan Mei, Juni
dan Juli 2010. Pada masa ini pembeli (masyarakat) akan menilai
dan mencoba produk mana yang lebih tepat untuk dikonsumsi dan
mana yang tidak. Keadaan ini perlu diamati untuk mengetahui
dinamika pasar yang terjadi.
4). Pada umumnya produk-produk Cina yang ada di pasar masih
sangat sedikit jumlahnya belum ada over supplay. Produk yang
kuantitasnya lebih banyak antara lain sandal berbahan plastik dan
mainan anak-anak. Jika produk ini dibandingkan dengan produk
dalam negeri, produk dalam negeri kualitasnya jauh lebih baik
walau harganya lebih mahal.
5). Beberapa produk pedagang/produsen di dalam negeri sudah
mendapat posisi yang baik dalam benak konsumen seperti pada
kelompok garmen (sprei, bed cover, pakaian jadi bayi dan jeans).
Kelompok furniture (mebel berbahan baku kayu jati, kayu non
jati). Kelompok alas kaki (tas dan sepatu). Produk-produk seperti
ini harganya terjangkau dan kualitasnya juga baik. Produk seperti
ini perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya agar tetap mampu
bersaing.
6). Meningkatkan daya saing harus dilakukan secara terus-menerus.
Daya saing dapat diartikan sebagai ukuran kemampuan suatu
produk untuk menempati suatu posisi tertentu dalam
persepsi konsumen sehingga dapat terjual di pasar walaupun
ada produk lain yang sejenis. Oleh sebab itu jika produk
Cina sudah mulai ada dan membanjiri pasar, daya saing
masing-masing produk dalam negeri perlu diketahui untuk
melindungi pedagang dan produsen.
57
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 52 - 65
7).
2.
Berkaitan dengan temuan di atas, untuk melindungi pedagang
dan produsen dalam negeri, ada beberapa saran yang perlu
dilakukan yaitu: (1) Sosialisasi bagi pedagang dan produsen
tentang diberlakukannya ACFTA; (2) Saat masa produk Cina
sudah mulai masuk dan mulai banyak perlu diadakan monitoring
dan evaluasi bagaimana dinamika pasar sekaligus mengkaji
daya saing produk-produk dalam negeri; (3) Memberi insentif
keringanan pajak bagi barang impor bahan baku yang dibutuhkan
produsen dan menurunkan pajak di dalam negeri, bunga kredit
perlu diturunkan dari tingkat suku bunga kredit yang berlaku
sekarang, perizinan yang efisien; (4) Pencitraan produk agar
lebih disukai dan diminati masyarakat; (5) Pemanfaatan produk
dalam negeri untuk masyarakat Indonesia.
Kasus Provinsi Jawa Tengah
Dari hasil study kasus di provinsi Jawa Tengah pada 20-23
Maret 2010, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
58
1).
Tujuan study kasus adalah untuk:
(1). Mengetahui kondisi dan pendapat responden tentang
ACFTA,
(2). Mengetahui daya saing produksi UMKM,
(3). Mengetahui sejauhmana kesiapan UMKM menghadapi
ACFTA.
2).
Output study kasus adalah sebagai bahan masukan kepada
pengambil keputusan untuk mendukung kesiapan UMKM
dalam peningkatan daya saing UMKM;
3).
Responden dalam study kasus ini adalah produsen dan pedagang
sesuai dengan jenis barang masuk dari Cina ke Jawa Tengah.
4).
Hasil study kasus adalah sebagai berikut:
(1). Produk Cina yang masuk melalui pelabuhan Semarang
periode 01 sampai 28 Februari 2010 ada sebanyak 63
jenis. Dikelompokkan menjadi: (1) Produk ikan, hewan
dan makanan loan; (2) Batu karang/binatang lunak
berkulit dikerjakan secara sederhana; (3) Buah kacang
dan tanaman yang dapat dimakan; (4) Karet alam; (5)
Kayu lapis, kayu digergaji; (6) Produk pertukangan; (7)
Kertas dan kertas karton yang dilapis; (8) Kelompok
tekstil meliputi: benang kapas selain benang jahit, benang
filament; (9) Kelompok garmen meliputi t-shirt, singlet,
kaus kutang dan rajutan atau kaitan, stelan ensemble, jas,
blazer, pakaian terusan, celana panjang sampai lutut dan
KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MENGHADAPI ASEAN
CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) (Studi Kasus Dampak ACFTA Terhadap UMKM
di DKI Jakarta dan Prov. Jawa Tengah) (Riana Panggabean)
(2).
(3).
(4).
(5).
(6).
celana pendek untuk pria; (10) Barang dari semen, beton
atau batu tiruan, kotak cetakan untuk pengecoran logam;
(11) Mebel meliputi: tempat duduk dapat diubah menjadi
tempat tidur dan perabotan lain dan bagiannya. Volume
produk sebesar USD15.820,227.18 dan Nilai FOB sebesar
USD15.743,557,58.
Dari 63 jenis produk yang masuk, dilihat dari jenis dan
volume terbanyak adalah kelompok: (i). Kayu lapis veneer
dan kayu dilaminasi, (ii). Kayu (termasuk strip dan frieze
untuk lantai papan, (iii). Perabotan, dan (iv). Tempat
duduk yang dapat diubah menjadi tempat tidur.
Selain jenis-jenis produk Cina tersebut di atas ada produk
yang langsung disalurkan ke kabupaten seperti: (i) Mainan
anak ke kabupaten Kudus dan Cilacap; (ii) Garmen
(pakaian jadi ke Kab Magelang, Pemalang, Cilacap
dan kota Semarang; (iii) Elektronik kabupaten Kudus,
Pemalang, Magelang dan kota Semarang; (iv) Perabotan
rumah tangga ke kabupaten Magelang; (v) Buah-buahan
ke kabupaten Wonosobo.
Dari produk Cina yang masuk tersebut, produk sejenis yang
dapat dibandingkan dengan produk Cina hanya produk:
(i) Kelompok garmen meliputi sprei dan pakaian jadi;
(ii) Makanan olahan; (iii) Elektronik; dan (iv) Furniture.
Pendapat responden tentang ACFTA di kota Semarang
menyatakan bahwa sampai sekarang ACFTA belum
terasa dampaknya terhadap usaha UMKM, dilihat
dari jumlah tenaga kerja, dan besarnya omset UMKM.
Artinya jumlah tenaga kerja sebelum dan sesudah
ACFTA belum ada perubahan. Belum terasanya dampak
tersebut karena kualitas produk UMKM masih lebih baik
walupun harganya lebih mahal. Mengenai makanan olahan
di kota Semarang ini pun belum terasa dampaknya karena
konsumen pada umumnya tidak mengkonsumsi makanan
olahan setiap hari. Makanan olahan dimanfaatkan mengisi
kekurangan saat tertentu. Di kota Semarang, masyarakat
lebih menyenangi makanan tradisional dibanding dengan
makanan luar, atau makanan olahan. Perbandingan tekstil
khususnya batik printing harga dan kualitas lebih bagus
buatan dalam negeri. Sedangkan batik, printing kombinasi,
batik cap, cap kombinasi, dan batik tulis belum bisa
bersaing dengan batik Cina.
Dampak produk Cina yang disalurkan langsung ke-9
kabupaten menurut laporan Kepala Dinas Kabupaten yang
59
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 52 - 65
dihimpun di provinsi juga menunjukkan bahwa untuk
semua produk Cina (mainan anak, elektronik, fashion,
peralatan rumah tangga dan keramik) dampaknya
belum terasa karena kualitasnya lebih rendah dan
harganya murah.
(7). Daya saing produk dalam negeri dibanding produk Cina
yang disalurkan di 9 kabupaten cukup baik dilihat dari
harga dan kualitasnya
(8). Kesiapan Pemda setempat terkait dengan implementasi
ACFTA untuk melindungi UMKM dibidang perdagangan,
perindustrian, pertanian sedang dalam proses perumusan
melalui seminar dan kajian antar instansi. Arah kebijakan
diarahkan kepada penguatan produk-produk unggulan
yang ada di masing-masing kabupaten seperti penguatan
klaster kayu/mebelair furniture, batik, industri kayu
olahan, rotan, bambu, konveksi dan garmen, bordir,
tenun ikat, kerajinan kulit, industri logam, kerajinan kaca,
keramik, bahan galian, kerajinan bahan natural, serta hasil
pertanian unggulan daerah. Menurut neraca perdagangan
provinsi Jawa Tengah ke Cina mulai tahun 2007 sampai
tahun 2009 mempunyai kecenderungan impor semakin
meningkat sedangkan ekspor semakin menurun. Artinya
terjadi penurunan daya saing produk Jawa Tengah
dibanding dengan produk Cina walaupun di antara
pedagang dan produsen belum terasa. Neraca perdagangan
ini mengindikasikan bahwa perdagangan antara provinsi
dan Jawa Tengah dengan Cina perlu disikapi dengan cara
mempersiapkan UMKM agar memiliki daya saing yang
tinggi
(9). Langkah-langkah yang sedang dilakukan Dinas Koperasi
Provinsi dan Kabupaten/kota untuk melindungi UMKM
antara lain:
(i). Melakukan identifikasi terhadap produk-produk
Cina yang masuk ke provinsi Jawa Tengah.
Identifikasi ini dimaksudkan untuk mengamati
keunggulan produk Cina dan membandingkannya
dengan produk dalam negeri.
(ii). Mengadakan identifikasi dan menentukan produk
unggulan UMKM. Produk unggulan ini diidentifikasi
masalah dan dicari solusi peningkatan daya saingnya
agar UMKM dapat bertahan dan mampu melakukan
ekspor.
60
KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MENGHADAPI ASEAN
CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) (Studi Kasus Dampak ACFTA Terhadap UMKM
di DKI Jakarta dan Prov. Jawa Tengah) (Riana Panggabean)
(iii). Bagi UMKM yang selama ini melakukan ekspor
diarahkan untuk memperluas pasar ke negara lain
non Cina.
V.
Kesiapan dan Strategi Menghadapi ACFTA
Dalam suatu seminar membahas kesiapan pengusaha menghadapi
ACFTA, di provinsi Jawa Tengah pada 21 Maret 2010 yang diselenggarakan
Badan Penelitian dan Pengembangan provinsi Jawa Tengah, menjelaskan
bahwa ACFTA harus dibuat sebagai sebuah tantangan sekaligus kesempatan
bagi Indonesia untuk berjuang meningkatkan daya saing agar mampu
mengikuti perdagangan bebas (Badan Pengembangan Ekspor Nasional,
2010).
ACFTA adalah salah satu perdagangan bebas antara Indonesia dengan
Cina yang perlu disosialisasikan dan diimplementasikan kepada semua
masyarakat khususnya UMKM di Indonesia. Kata kuncinya adalah ACFTA
harus dibuat sebagai sebuah tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk
berjuang meningkatkan daya saing agar mampu mengikuti perdagangan
bebas. Peluang dan tantangan tersebut adalah: (1) Produk Indonesia bisa
akses di pasar Cina dan potensial dengan jumlah besar; (2) Peningkatan
investasi dan Indonesia sebagai basis produksi (impor bahan baku dan barang
modal naik dari 83,7% dari seluruh impor pada tahun 2000 menjadi 91% pada
tahun 2008 (BPS, 2008).
Dalam menghadapi kekhawatiran terhadap dampak negatif FTA (3%
dari total tarif line), pemerintah dan para pelaku bisnis membentuk Tiga Tim
bersama untuk mengkoordinasikan langkah-langkah secara komprehensif
dalam meningkatkan daya saing dan membicarakan ulang pelaksanaan ACFTA
untuk beberapa sektor tersebut. Tiga Tim tersebut terdiri dari para Pejabat
Eselon I dari instansi terkait dan pelaku usaha (Kadin dan Apindo). Tiga Tim
tersebut fokus pada: (1) Penguatan daya Saing Global, (2) Pengamanan Pasar
Domestik dan (3) Penguatan ekspor.
Sedangkan menurut BPEN (2010) menjelaskan langkah-langkah dalam
pelaksanaan ACFTA oleh pemerintah adalah membentuk tim peningkatan
daya saing. Tim bertugas untuk: (1) Mengidentifikasi analisis masalah dan
hambatan, (2) Mengkoordinasi penyelesaian masalah/hambatan industri dan
perdagangan dan pemantauan dan evalusi penyelesaian hambatan.
Selain langkah-langkah tersebut di atas, dalam rangka penguatan daya
saing, diperlukan adanya tiga strategi sebagai berikut:
1.
Strategi Pertama diarahkan kepada Penguatan Daya Saing Global, yang
meliputi Penanganan Isu Domestik yaitu:
1).
Penelahaan lahan dan kawasan industri
61
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 52 - 65
2).
3).
4).
5).
6).
7).
8).
9).
62
Pembenahan infra struktur dan energi
Memberikan insentif (pajak maupun non paja lainnya)
Membangun kawasan ekonomi khusus (KEK)
Perluasan akses pembiayaan dan pengurangan biaya bunga
(KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, Modal Ventura,
Keuangan Syariah, anjak piutang, Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia, dsb)
Pemberian sistem logistik
Perbaikan pelayanan publik (NSW: National Infrastructure
Quality; PTSP/SPIPSE; DSB)
Penyederhanaan peraturan
Peningkatan kapasitas ketenagakerjaan
2.
Strategi Kedua adalah Pengamanan Pasar Domestik meliputi:
1). Pengawasan di Border yaitu: (1) Meningkatkan pengawasan
ketentuan impor dan ekspor dalam pelaksanaan FTA; (2)
Menerapkan Early Warning System untuk pemantauan dini
terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor; (3) Pengetatan
pengawasan pengunaan surat keterangan asal barang (SKA)
dari negara-negara mitra FTA; (4) Pengawasan awal terhadap
kepatuhan SNI, label, Ingredient, kadaluarsa, kesehatan,
lingkungan dan security; (5) Penerapan instrumen perdagangan
yang diperbolehkan WTO (seafguard mesures) terhadap industri
yang mengalami kerugian yang serius akibat tekanan impor; (6)
Penerapan instrumen anti dumping dan countervaling duties atas
importasi yang unfair.
2). Peredaran barang di pasar lokal, yaitu: (1) Task force pengawasan
peredaran barang yang tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan
konsumen dan industri; (2) Kewajiban penggunaan label dan
manual berbahasa Indonesia.
3). Promosi penggunaan produksi dalam negeri, yaitu: (1) Mengawasi
efektivitas promosi penggunaan produksi dalam negeri (Inpres
Nomor 2 Tahun 2009); (2) Menggalakkan program 100% Cinta
Indonesia dan Industri kreatif.
3.
Strategi Ketiga diarahkan kepada Penguatan Ekspor meliputi:
1). Mengoptimalkan peluang pasar Cina dan ASEAN
2). Penguatan peran perwakilan luar negeri
3). Promosi parawisata, perdagangan dan investasi (TTI)
4). Penggulangan masalah dan kasus ekspor
5). Pengawasan SKA Indonesia
6). Peningkatan peran LPEI dalam mendukung pembiayaan ekspor
KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MENGHADAPI ASEAN
CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) (Studi Kasus Dampak ACFTA Terhadap UMKM
di DKI Jakarta dan Prov. Jawa Tengah) (Riana Panggabean)
Berkaitan dengan penguatan ekspor tersebut maka kegiatan promosi
ekspor difokuskan kepada promosi yang meliputi:
1). Berpartisipasi dalam pameran dagang internasional
2). Menyelenggarakan Instore Promotion bekerjasama dengan departemen
store/mall yang dapat dilakukan dengan Indonesian Week di hotel
3). Mendukung pengusaha/asosiasi Indonesia dalam mengikuti pameran
dagang di luar negeri
4). Mendukung promosi pameran dagang yang diselenggarakan di
Indonesia
5). Menerima misi dagang dan misi pembelian dari luar negeri
6). Menyelenggarakan Business Forum
7). Menyelenggarakan Misi Dagang (Trade Mission) dan Misi Pemasaran
(Marketing Mission) di luar negeri
8). Menyelenggarakan Permanent Trade Display (PTD)
VI. Kesimpulan dan Saran
Jika diamati kebijakan yang telah disebut di atas dan hasil serta saransaran dari kedua study kasus di dua lokasi DKI Jakarta dan provinsi Jawa
Tengah, ternyata ada kesamaan kebutuhan UMKM dengan strategi kebijakan.
Oleh sebab itu kedua masukan ini disarankan menjadi materi strategi UMKM
untuk menyiapkan diri menghadapi ACFTA
Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan sebagai bahan masukan
mempersiapkan UMKM menghadapi ACFTA yaitu: (1) Perlu sosialisasi bagi
pedagang dan produsen tentang diberlakukannya ACFTA, (2) Perlu diadakan
monitoring dan evaluasi saat masa produk Cina sudah mulai masuk dan akan
berjalan, (3) Evaluasi diarahkan kepada dinamika pasar sekaligus mengkaji
daya saing produk-produk dalam negeri terhadap produk Cina, (4) Memberi
insentif keringanan pajak bagi barang impor bahan baku yang dibutuhkan
produsen dan menurunkan pajak di dalam negeri, bunga kredit perlu diturunkan
dari tingkat suku bunga kredit yang berlaku sekarang, perizinan yang efisien,
(5) Pencitraan produk agar lebih disukai dan diminati masyarakat, (6)
Pemanfaatan produk dalam negeri untuk masyarakat Indonesia
Selanjutnya hasil study kasus di dua lokasi DKI Jakarta dan provinsi
Jawa Tengah menjelaskan bahwa ACFTA belum berdampak terhadap usaha
UKMK dilihat dari jumlah tenaga kerja dan omset UMKM sebelum dan
sesudah ACFTA. Belum adanya perubahan ini diduga karena pasokan atau
serbuan produk Cina belum banyak sejak dimulainya ACFTA hingga bulan
Maret 2010.
Untuk mempersiapkan UMKM menghadapi ACFTA pemerintah di
provinsi Jawa Tengah telah mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
63
INFOKOP VOLUME 18 - JULI 2010 : 52 - 65
(1) Mengadakan seminar dengan pihak-pihak terkait dan para pengusaha
mempersiapkan konsep pemberdayaan UMKM menghadapi ACFTA; (2)
Penguatan produk-produk unggulan yang ada di masing-masing kabupaten
seperti penguatan klaster kayu/mebelair, furniture, batik, industri kayu
olahan, rotan, bambu, konveksi, dan garmen, bordir, tenun ikat, kerajinan
kulit, industri logam, kerajinan kaca, keramik, bahan galian, kerajinan bahan
natural, dan hasil pertanian unggulan daerah.
Berikutnya langkah-langkah yang sedang dilakukan Dinas Koperasi
dan UKM provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Tengah untuk melindungi
UMKM antara lain:
1.
Melakukan identifikasi terhadap produk-produk Cina yang masuk ke
provinsi Jawa Tengah. Identifikasi ini dimaksudkan untuk mengamati
keunggulan produk Cina dan membandingkannya dengan produk dalam
negeri.
2.
Mengadakan identifikasi dan menentukan produk unggulan UMKM.
Produk unggulan ini diidentifikasi masalah dan dicari solusi peningkatan
daya saingnya agar UMKM dapat bertahan dan mampu melakukan
ekspor.
3.
Bagi UMKM yang selama ini sudah melakukan ekspor diarahkan untuk
memperluas jarinan pasar ke negara lain non Cina.
Selain itu sasaran utama yang perlu dilaksanakan dalam mempersiapkan
UMKM menghadapi ACFTA adalah dengan memfokuskan kepada UMKM
yang telah melakukan ekspor antara lain dengan memperbanyak jumlah
UMKM ekspor yang berada di sentra atau klaster unggulan. UMKM seperti ini
perlu dibangun kerjasamanya dengan UMKM yang belum pernah ekspor yang
berada di sentra dan klaster. UMKM eksportir diharapkan sebagai penghela
bagi UMKM lainnya dan memberikan peluang dan kesempatan kerja bagi
pengrajin.
Bagi UMKM produsen yang sudah eksis pemasarannya di dalam negeri
perlu juga diberi insentif bunga bank dan hal lainnya seperti telah dijelaskan
di atas, sedangkan bagi UMKM pedagang agar dikembangkan untuk melayani
konsumen dengan berbagai ragam produk baik dari Cina, Korea dan lain-lain.
Namun mereka juga perlu diisi dengan misi dagang meningkatkan produk
dalam negeri.
Strategi UMKM menghadapi ACFTA merupakan suatu tanggung jawab
untuk mempersiapkan diri dalam meningkatkan daya saing. Keberhasilan
UMKM dalam meningkatkan daya saing secara terus-menerus merupakan
kontribusi meningkatkan perannya dalam perekonomian internasional.
Sebab daya saing dapat diukur dari pangsa pasar produk yang dihasilkan
negara tersebut dari total keseluruhan produk yang diperdagangkan di pasar
internasional. Dengan demikian peningkatan ekspor suatu komoditas akan
64
KESIAPAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) MENGHADAPI ASEAN
CHINA FREE TRADE AGREEMENT (ACFTA) (Studi Kasus Dampak ACFTA Terhadap UMKM
di DKI Jakarta dan Prov. Jawa Tengah) (Riana Panggabean)
secara langsung meningkatkan daya saing suatu bangsa (M. Firdaus dan Yahya
K Wagiono, 2010 dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran).
Berdasarkan hasil study kasus dan saran-saran yang ditawarkan serta
strategi kebijakan yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1.
Sudah saatnya Pemerintah Pusat dan Daerah membuat kebijakan
yang komprehensip agar UMKM memiliki pedoman menghadapi
ACFTA.
2.
Sasaran utama yang perlu diperkuat untuk mempersiapkan UMKM
menghadapi ACFTA adalah UMKM yang sudah melakukan ekspor,
dilanjutkan dengan menambah UMKM ekspor.
3.
Peranan Pemda tingkat provinsi dan kabupaten meningkatkan daya saing
UMKM perlu di wujudkan dan dimonitoring secara terus-menerus.
4.
Saran-saran hasil kajian dari DKI Jakarta dan provinsi Jawa Tengah
merupakan saran untuk meningkatkan daya saing dan mempersiapkan
UMKM menghadapi ACFTA.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Daryanto. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Pres Taman
Kencana, Bogor.
Badan Pengambangan Ekspor Nasional. 2010. Free Trade Area (FTA) Bagi Indonesia.
BPEN, Jakarta.
Badan Pengembangan Ekspor Nasional. 2010. Free Trade Area Sebuah Tantangan
Sekaligus Kesempatan Bagi Indonesia. BPEN, Yakarta.
Biro Pusat Statistik, 2009. Neraca Perdagangan Nasional. BPS, Yakarta.
Kementerian Koperasi dan UKM. 2010. Rencana Strategis Kementerian Koperasi
dan UKM Republik Indonesia Tahun 2010-2010. Kementerian KUKM,
Jakarta.
Muchtar A.F. 2010. Panduan Praktis Strategi Memenangkan Persaingan Usaha
dengan Menyusun Busines Plan.
Nunung Kusnadi, Anna Faryanti, Dwi Rachmina dan Siti Jahron. 2009. Bunga
Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. IPB Press, Bogor.
Ninuk Mardiana Pambudi. 2010. Media Kompas, 9 April.
65
Download