Tugas akhir

advertisement
BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1 Geomorfologi
3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian
Geomorfologi di daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi peta
topografi, citra SRTM, citra DEM, dan pengamatan langsung di lapangan. Secara umum,
daerah penelitian terdiri dari perbukitan dan lembah memanjang dengan arah timurlautbaratdaya yang merupakan lembah dari sungai utama di daerah penelitian yaitu Sungai
Cikubang dan Sungai Cimeta. Elevasi permukaan di daerah penelitian berada pada 375-750
meter di atas permukaan laut (Gambar 3.1). Elevasi terendah berada pada lembah Sungai
Cimeta bagian hilir dan elevasi tertinggi berada pada Bukit Tangkil. Kemiringan lereng di
daerah penelitian landai hingga sangat terjal (2%-140%), yang diklasifikasikan berdasarkan
kemiringan lereng oleh van Zuidam (1985). Berdasarkan kemiringan lereng dan citra DEM,
terdapat pola kontur rapat relatif berarah timurlaut-baratdaya yang menunjukkan lembah dan
punggungan yang terjal (Gambar 3.2).
6°46’00” LS
Desa Mandalasari
6°46’00”
107°27’30”
107°24’15 BT”
PETA ELEVASI
DAERAH SASAKSAAT DAN SEKITARNYA
KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT
Desa Kanangasari
KETERANGAN:
Desa Sumur Bandung
D
107°24’15”
6°48’30”
6°48’30”
Desa Nyalindung
107°27’30”
= Jalan Raya
= Jalan Tol
= Jalan Kereta Api
= Jalan Perkebunan
= Sungai
= Titik Ketinggian
Gambar 3.1. Peta elevasi daerah penelitian
23
107°27’30”
Desa Mandalasari
6°46’00”
6°46’00” LS
107°24’15 BT”
PETA KEMIRINGAN LERENG
DAERAH SASAKSAAT DAN SEKITARNYA
KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT
Desa Kanangasari
KETERANGAN:
0-2
2-7
Desa Sumur Bandung
D
7 - 15
15 - 30
30 - 70
Desa Nyalindung
70 - 140
> 140
107°24’15”
6°48’30”
6°48’30”
= Jalan Raya
107°27’30”
= Jalan Tol
= Jalan Kereta Api
= Jalan Perkebunan
= Sungai
= Titik Ketinggian
Gambar 3.2. Peta kemiringan lereng daerah penelitian yang diklasifikasikan berdasarkan
kemiringan lereng oleh van Zuidam (1985).
3.1.2 Pola Aliran Sungai
Sungai utama di daerah penelitian adalah Sungai Cimeta dan Sungai Cikubang yang berarah
relatif barat-timur dan timurlaut-baratdaya. Sungai-sungai kecil seperti Sungai Cipadakati,
Sungai Cirangrang, dan Sungai Ciawitali bermuara ke Sungai Cikubang, sedangkan Sungai
Cipada, Sungai Cipanawar, Sungai Cidepong, dan Sungai Cisasaksaat bermuara ke Sungai
Cimeta, sehingga dapat disimpulkan bahwa sungai-sungai kecil tersebut merupakan bagian
dari DAS Cikubang dan Cimeta yang memiliki pola subdendritik (Gamabr 3.3). Sungaisungai kecil di bagian barat hingga baratlaut daerah penelitian seperti Sungai Ciburial, Sungai
Cipaku, Sungai Citengah dan Sungai Cihanjuang dipengaruhi oleh struktur geologi berupa
lipatan dan bermuara ke Sungai Cilangkap yang berada di luar daerah penelitian. Pada
umumnya sungai-sungai kecil di daerah penelitian memiliki lereng yang terjal dan lembah
sungai yang berbentuk “V”, sedangkan sungai utama memiliki lereng yang cukup terjal dan
lembah sungai berbentuk “U” (Gambar 3.4).
24
Cipaku
Cib
itu
ng
Ci
m
et
C
ip
ic
un
g
Ci
pa
da
ka
ti
Cirangrang
Ci
bu
ria
l
Ci
ku
ba
ng
h
ga
ten
Ci
ng
jua
an
Cih
Ci
ge
hg
er
a
a
ad
Cip
Cipanawar
i
ar
as
al
ip
C
eta
Cim
= Daerah Penelitian
Gambar 3.3. Pola aliran sungai daerah penelitian dengan pola utama
yaitu subdendritik.
Secara genetik, sungai di daerah penelitian terbagi menjadi dua yaitu sungai konsekuen
dan sungai subsekuen. Sungai konsekuen adalah sungai yang arah alirannya searah dengan
struktur utama atau kemiringan lapisan batuan dan dapat dijumpai di Sungai Citengah,
Sungai Ciburial, dan Sungai Cigehger. Sungai subsekuen adalah sungai yang arah alirannya
searah dengan jurus lapisan batuan dan dapat dijumpai pada Sungai Cipaku.
Gambar 3.4. Lembah sungai yang curam dan sempit (kiri) dan lembah sungai yang
lebar (kanan) menunjukkan perbedaan tahap erosional.
25
3.1.3 Pola Kelurusan
Berdasarkan data kelurusan punggungan, lembah, dan sungai dari citra DEM daerah
penelitian, terdapat dua pola umum yang berarah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara.
Pola umum tersebut diinterpretasikan sebagai sumber material vulkanik, arah sumbu lipatan
dan sesar (Gambar 3.5). Pola yang berarah timurlaut-baratdaya diinterpretasikan sebagai arah
dari sumber material vulkanik Gunung Pra-Sunda (Kartadinata, 2009) di bagian timurlaut,
arah penyebaran batuan, dan arah sumbu lipatan di bagian barat. Sedangkan pola yang
berarah baratlaut-tenggara diinterpretasikan sebagai arah sesar di daerah penelitian.
Gambar 3.5. Pola kelurusan di daerah penelitian, terdapat dua pola utama yaitu pola yang
berarah timurlaut-baratdaya dan pola yang berarah baratlaut-tenggara.
3.1.4 Satuan Geomorfologi
Berdasarkan pengamatan dari peta topografi, citra SRTM, DEM, dan pengamatan
lapangan, satuan geomorfologi di daerah penelitian dibagi menjadi enam satuan dengan
mengacu pada klasifikasi bentuk muka bumi (Brahmantyo dan Bandono, 2006) yaitu dengan
penamaan morfologi dan genesa. Satuan geomorfologi di daerah penelitian yaitu:
- Satuan punggungan homoklin
- Satuan lembah antiklin
- Satuan lembah sinklin
- Satuan punggungan aliran lava
- Satuan punggungan jatuhan piroklastik
- Satuan lembah aliran piroklastik
26
3.1.4.1 Satuan Punggungan Homoklin
Satuan ini menempati 17% daerah penelitian. Satuan ini berada di bagian barat dan
baratlaut daerah penelitian seperti yang terlihat pada peta geomorfologi (lihat Lampiran D.8),
dan dicirikan oleh punggungan yang memanjang dengan arah barat-timur dengan relief yang
agak kasar (Gambar 3.6). Satuan ini memiliki kemiringan lereng 8°-45°(15%-100%) yang
termasuk kelas lereng yang cukup terjal-terjal (berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985),
dengan ketinggian topografi 400-750 m di atas permukaan laut. Litologi yang menyusun
satuan ini adalah breksi yang mendominasi elevasi tertinggi pada satuan ini, batupasir, dan
breksi piroklastik yang menempati elevasi terendah pada satuan ini. Satuan ini dikontrol oleh
struktur geologi berupa lipatan.
Pola aliran sungai yang berkembang adalah subdendritik. Sungai yang melewati satuan
ini adalah Sungai Ciburial, Sungai Cigehger, Sungai Citengah, dan Sungai Cihanjuang. Pada
umumnya, sungai-sungai pada satuan ini masih berbentuk “V” dan sempit, erosi masih
bersifat vertikal, berarus deras, terdapat dan aliran sungai searah dengan kemiringan batuan
(Gambar 3.7). Proses-proses eksogenik yang mempengaruhi satuan ini adalah pelapukan,
erosi yang bersifat vertikal, erosi ke hulu, dan erosi lateral pada bagian hilir, pengikisan
lereng dan longsoran (Gambar 3.8). Tahapan geomorfik pada satuan ini berada pada tahap
muda hingga dewasa yang dicirikan dengan proses erosi yang mulai intensif sehingga
membentuk morfologi dengan relief yang kasar. Selain itu, kerentanan longsoran sangat
tinggi terjadi pada daerah ini.
Bukit Pasir Benteng
Bukit Pasir Kopi
Gambar 3.6. Satuan punggungan homoklin yang memanjang dengan arah
barat-timur dan arah kemiringan ke utara. Foto menghadap ke selatan,
diambil dari Perkebunan Karet Maswati.
27
Gambar 3.7. Arus sungai yang arah alirannya searah dengan kemiringan batuan (gambar
kiri) dan erosi yang masih bersifat vertikal pada daerah hulu (gambar kanan). Foto
diambil menghadap ke utara atau ke hulu.
Gambar 3.8. Pelapukan yang terjadi pada batupasir (gambar kiri) dan adanya longsoranlongsoran kecil serta adanya erosi yang bersifat lateral pada daerah hilir (gambar kanan).
3.1.4.2 Satuan Lembah Antiklin
Satuan ini menempati 5% daerah penelitian. Satuan ini berada pada bagian barat daerah
penelitian seperti yang terlihat pada peta geomorfologi (lihat Lampiran D.8), dan dicirikan
dengan morfologi amphitheater dengan lembah yang landai (Gambar 3.9). Satuan ini
memiliki kemiringan lereng 4°-8° (7%-15%) yang termasuk kelas lereng agak landai hingga
cukup terjal (berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985), dengan ketinggian 450-550 m di
atas permukaan laut. Litologi yang menyusun satuan ini adalah batulempung I. Sumbu
antiklin terdapat pada satuan ini yang ditandai dengan adanya perbedaan kemiringan lapisan
batuan di antara daerah hulu dan hilir Sungai Cipaku (Gambar 3.10).
28
Pola aliran sungai yang berkembang adalah subdendritik. Sungai yang melewati satuan
ini adalah Sungai Cipaku yang memiliki lembah sungai berbentuk “V” dan sempit serta arus
yang cukup deras. Proses-proses eksogenik yang mempengaruhi satuan ini adalah erosi yang
bersifat vertikal, pelapukan, dan longsoran (Gambar 3.11). Tahapan geomorfik pada satuan
ini berada pada tahap dewasa yang dicirikan adanya pembalikan topografi dan proses erosi
yang cukup intensif.
Bukit Pasir Gombong
Arah kemiringan lapisan batuan
Gambar 3.9. Satuan lembah antiklin. Foto menghadap ke
arah barat, diambil dari atas Bukit Pasir Paseban.
Gambar 3.10. Perbedaan kemiringan batuan yang memperlihatkan satuan ini
dipengaruhi oleh struktur geologi berupa lipatan antiklin. Daerah hulu memiliki kemiringan
lapisan batuan yang berarah ke utara (gambar kiri) dan daerah hilir memiliki kemiringan
lapisan batuan yang berarah ke selatan (gambar kanan). Kedua foto diambil menghadap ke
arah timur atau hulu di Sungai Cipaku.
29
Gambar 3.11. Sungai Cipaku yang memiliki lembah sungai yang sempit (gambar kiri) dan
erosi yang bersifat vertikal masih terjadi pada lembah Sungai Cipaku (gambar kanan).
3.1.4.3 Satuan Lembah Sinklin
Satuan ini menempati 8% daerah penlitian. Satuan ini berada pada bagian baratdaya
daerah penelitian seperti yang terlihat pada peta geomorfologi (lihat Lampiran D.8), dan
dicirikan dengan morfologi yang lembah landai dan sedikit bergelombang (Gambar 3.12).
Satuan ini memiliki kemiringan lereng 4°-8° (7%-15%) yang termasuk kelas lereng landai
hingga cukup terjal (berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985) dengan ketinggian 450-550 m
di atas permukaan laut. Litologi yang menyusun satuan ini adalah batulempung II. Sumbu
sinklin terdapat pada satuan ini yang ditandai dengan adanya perbedaan kemiringan lapisan
batuan di antara daerah hulu dan hilir Sungai Cipicung (Gambar 3.13).
Bukit Pasir Singacandra
Arah kemiringan lapisan batuan
Gambar 3.12. Satuan lembah sinklin, terlihat morfologi yang agak
bergelombang. Foto menghadap ke barat, diambil dari Bukit Pasir
Lembang.
30
Pola aliran sungai yang berkembang adalah subdendritik. Sungai yang melewati satuan
ini adalah Sungai Cipicung yang merupakan daerah hulu, memilki lembah sungai sempit,
aliran air yang mengalir sangat kecil, dan secara keseluruhan daerah ini relatif kering.
Proses-proses eksogenik yang mempengaruhi satuan ini adalah erosi vertikal, pelapukan dan
longsoran batuan (Gambar 3.14). Tahapan geomorfik pada satuan ini berada pada tahap muda
yang dicirikan oleh belum adanya perubahan morfologi lembah dan erosi yang ada belum
intensif.
Gambar 3.13. Perbedaan kemiringan batuan yang memperlihatkan satuan ini
dipengaruhi oleh struktur geologi berupa lipatan sinklin. Daerah hilir Sungai Cipicung
memliki kemiringan lapisan batuan yang berarah ke utara (gambar kiri) dan daerah hilir
memiliki kemiringan lapisan batuan yang berarah ke selatan (gambar kanan).
Gambar 3.14. Proses eksogenik berupa longsoran banyak sering pada litologi batulempung II
di satuan ini (gambar kiri) serta aliran air pada Sungai Cipicung memiliki aliran yang kecil
dan cendrung kering (gambar kanan).
3.1.4.4 Satuan Punggungan Aliran Lava
31
Satuan ini menempati 8% daerah penelitian. Satuan ini berada pada daerah timur daerah
penelitian seperti yang terlihat pada peta geomorfologi (lihat Lampiran D.8), dan dicirikan
oleh punggungan yang memanjang timurlaut-baratdaya (Gambar 3.15.). Satuan ini memiliki
kemiringan lereng 4°-35° (7%-70%) yang termasuk kelas lereng landai hingga terjal
(berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985) dengan ketinggian 550-750 m di atas permukaan
laut. Litologi yang menyusun satuan ini adalah lava andesit.
Pola aliran sungai yang berkembang adalah subdendritik yang memilki kenampakan
menjari seperti ranting pohon. Pola ini umumnya melewati batuan yang masif atau hampir
datar. Sungai yang melewati satuan ini adalah Sungai Cipada, Sungai Cipadakati dan Sungai
Batukarut. Secara umum sungai yang melewati satuan ini memiliki lembah yang bervariasi.
Sungai Cipada memiliki lembah sungai yang lebar sedangkan sungai Batukarut dan
Cipadakati memiliki lembah sungai yang sempit. Proses eksogenik yang mempengaruhi
satuan ini adalah pelapukan, erosi vertikal dan longsoran (Gambar 3.16). Adanya kekar-kekar
di beberapa tempat menyebabkan adanya longsoran batuan. Satuan ini dikontrol oleh
mekanisme aliran lava dari Gunung Pra-Sunda yang terendapakan dan mengalami erosi yang
intensif sehingga membentuk punggungan. Tahapan geomorfik pada satuan ini berada pada
tahap dewasa. Hal ini dikarenakan mekanisme aliran lava mengalir pada lembah atau celah
bukit kemudian terendapkan, karena proses erosi yang intensif mengakibatkan terbentuk
punggungan.
Bukit Tangkil
Gambar 3.15. Satuan punggungan aliran lava. Foto menghadap ke timurlaut dan diambil
dari Jembatan Cikubang (dari jalan raya Bandung-Purwakarta).
32
Gambar 3.16. Kekar-kekar yang terlihat pada singkapan di Bukit Tangkil (gambar kiri) dan
Lembah Sungai Cipadakati (gambar kanan). Adanya kekar tersebut mengakibatkan terjadinya
beberapa longsoran atau jatuhan batuan (gambar kanan).
3.1.4.5 Satuan Punggungan Jatuhan Piroklastik
Satuan ini menempati 15% daerah penelitian. Satuan ini berada pada bagian selatan
daerah penelitian seperti yang terlihat pada peta geomorfologi (lihat Lampiran D.8), dan
dicirikan oleh punggungan dengan morfologi yang bergelombang (Gambar 3.17). Satuan ini
memiliki kemiringan lereng 16°-35° (30%-70%) dan termasuk kelas lereng terjal
(berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985) dengan ketinggian 500-650 m di atas permukaan
laut. Litologi yang menyusun satuan ini adalah breksi piroklastik dan tuf. Satuan ini
didominasi banyaknya kegiatan pertambangan yang dilakukan masyarakat.
Pola aliran sungai yang berkembang adalah subdendritik dan sungai yang melewati
satuan ini adalah Sungai Cipalasari. Secara umum lembah sungai berbentuk “V” dan sempit,
aliran sungai cukup deras, terdapat air terjun, dan erosi masih bersifat vertikal. Proses
eksogenik yang mempengaruhi satuan ini adalah pelapukan, erosi vertikal, pengikisan lereng
dan longsoran (Gambar 3.18.). Morfologi di satuan ini telah banyak berubah akibat kegiatan
pertambangan tuf yang dilakukan masyarakat. Tahapan geomorfik pada satuan ini berada
pada tahap geomorfik muda, hal ini dicirikan dengan bentuk morfologi yang kasar dan
bergelombang karena mekanisme pembentukan merupakan jatuhan piroklatik yang
terendapkan dan tersebar merata di sepanjang punggungan dan lembah, dan erosi belum
intensif. Kerentanan longsoran pada satuan ini memiliki kerentanan yang tinggi.
33
Bukit Pasir Tonjong
Gambar 3.17. Satuan punggungan jatuhan piroklastik. Foto menghadap
ke selatan, diambil dari Pasir Tonjong dan memperlihatkan perbukitan
yang bergelombang dengan lembah yang terjal.
Gambar 3.18. Pelapukan dan pengikisan lereng yang terjadi pada tuf (gambar kiri) dan
Sungai Cipalasari yang memiliki lembah yang sempit serta erosi masih bersifat vertikal
(gambar kanan).
34
3.1.4.6 Satuan Lembah Aliran Piroklastik
Satuan ini menenpati 47% daerah penelitian. Satuan ini dicirikan dengan lembah
memanjang yang berarah timurlaut-baratdaya seperti yang terlihat pada peta geomorfologi
(lihat Lampiran D.8). Satuan ini memiliki kemiringan lereng 4°-35° (7-70%) yang termasuk
kelas landai hingga terjal (berdasarkan klasifikasi van Zuidam, 1985) dengan ketinggian 375550 m di atas permukaan laut. Litologi yang meyusun satuan ini adalah breksi piroklastik
yang tersebar merata di sepanjang lembah sungai.
Pola aliran sungai yang berkembang adalah subdendritik dan sungai yang mengalir
pada satuan ini adalah Sungai Cimeta dan Cikubang yang merupakan sungai utama di daerah
penelitian. Secara umum, lembah sungai berbentuk “U” dan lebar yang merupakan sungai
utama pada daerah penelitian, berarus cukup deras, dan adanya meandering. Proses
eksogenik yang mempengaruhi satuan ini adalah pelapukan, longsoran, erosi vertikal, dan
erosi lateral yang intensif (Gambar 3.19). Tahapan geomorfik satuan ini berada pada tahap
dewasa yang dicirkan dengan intensifnya erosi yang bersifat lateral maupun vertikal. Hal ini
dapat terlihat pada Sungai Cikubang dan Sungai Cimeta yang memiliki lembah sungai lebar
dan landai serta bermeander.
Gambar 3.19. Satuan lembah aliran piroklastik. Foto menghadap ke timurlaut (kiri) merupakan
lembah Sungai Cimeta, terlihat lembah sungai relatif landai (kanan) yang menunjukkan erosi
bersifat lateral yang intensif.
35
3.2 Stratigrafi
Secara regional, pada Peta Geologi Lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972) daerah
penelitian terdiri dari tiga satuan yaitu, satuan batulempung Formasi Cantayan (Mttc), satuan
batupasir Formasi Cantayan (Mtts), dan satuan Endapan Vulkanik Kuarter Tua (Qob).
Berdasarkan jenis batuan, keseragaman, dan ciri-ciri fisik batuan yang dapat diamati di
lapangan. Satuan batuan di daerah penelitian dibagi menjadi tujuh satuan batuan tidak resmi.
Stratigrafi daerah penelitian diurutkan dari tua ke muda adalah sebagai berikut (Tabel 3.1)
Tabel 3.1. Kolom stratigrafi daerah penelitian.
UMUR
FORMASI
SATUAN
BATUAN
TEBAL
(m)
SIMBOL
LITOLOGI
DESKRIPSI
FOSIL
LINGKUNGAN
PENGENDAPAN
Lava
Andesit
Andesit, berwarna, abu-abu terang, struktur vesikuler,
tekstur afanitik, holokristalin, bentuk butir subhedral-anhedral, terdiri dari mineral kuarsa,
plagioklas, dan piroksen
Breksi
Piroklastik
Darat
(Vulkanik)
Tuf lapili, berwarna abu-abu keputihan, struktur vesikuler, ukuran butir berupa debu lapili,
matriks berupa debu vulkanik berukuran pasir, terpilah buruk, kemas terbuka,
terdapat fragmen skoria dan fragmen andesit, mineral terdiri dari plagioklas,
piroksen, dan kuarsa
±
± 200 m 60 m
Akhir
Tuf
Breksi piroklastik, berwarna abu-abu, monomik, berukuran butir
kerikil-bongkah, bentuk buitr menyudut tanggung, matriks berupa
debu vulkanik berukuran pasir, terpilah buruk, kemas terbuka, terdiri
dari fragmen andesit
Globigerina plesiotumida
Uvigerina
Pullenia sp
Breksi berwarna abu-abu, polimik, ukuran butir
kerikil-bongkah, bentuk buitirmenyudut tanggung, matriks
berupa pasir, terpilah buruk, kemas terbuka, fragmen andesit
dominan, dan sedikit batugamping
Betulempung berwarna abu-abu gelap,getas, dan dicirikan
dengan sisipan batupasir
Batupasir berwarna abu-abu terang,ukuran butir pasirhalus-sedang,
bentuk butir membulat tanggung, terpilah sedang, kemas terbuka,
terdapat struktur sedimen paralel laminasi, mineral terdiri dari
plagioklas dan kuarsa
Submarine Fan
± 150 m
Batulempung berwarna abu-abu, karbonatan, dan getas
Globigerina pseudomiocenica
Uvigerina
Breksi
± 250 m
Cantayan
Akhir
Miosen
Batupasir
> 450 m
Tersier
> 400 m
Awal
Pliosen
Awal
Plistosen
Kuarter
Holosen
36
3.2.1 Satuan Batulempung I
Satuan batulempung I merupakan satuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian dan
merupakan batulempung dengan sisipan batupasir (Gambar 3.20). Satuan batulempung I
menempati 5% daerah penelitian, dan terletak di bagian barat seperti yang terlihat pada peta
geologi (Lampiran D.9) dan tersingkap baik di Sungai Cipaku pada bagian barat daerah
penelitian. Pada satuan ini terdapat sumbu antiklin yang relatif berarah barat-timur. Secara
umum, satuan ini tersingkap pada morfologi lembah dengan ketinggian 400-500 m di atas
permukaan laut. Kondisi singkapan pada umumnya cukup segar-agak lapuk karena terdapat
di sekitar sungai dan telah tererosi, akan tetapi di beberapa tempat terdapat singkapan dengan
perlapisan yang cukup baik, kedudukan singkapan N85°E/35° SE pada bagian hilir dan
N245°E/33° NW pada bagian hulu. Perbedaan kemiringan dari kedudukan batuan tersebut
menunjukkan adanya lipatan antiklin. Berdasarkan rekonstruksi penampang geologi,
ketebalan satuan ini mencapai lebih dari 400 m.
Secara megaskopis, batulempung I ini berwarna abu-abu gelap, getas dan dicirikan
dengan sisipan batupasir. Sisipan tersebut merupakan batupasir berwarna abu-abu terang,
ukuran butir pasir halus-sedang, bentuk butir membulat tanggung, terpilah sedang, kemas
terbuka, terdapat struktur sedimen laminasi sejajar, mineral terdiri dari plagioklas dan kuarsa.
Secara mikroskopis batupasir ini bertekstur klastik, terpilah sedang, kemas terbuka, butiran
60% terdiri dari butiran felspar 20%, kuarsa 10%, klorit 10%, plagioklas 7%, opak 4%, gelas
3%, dan fragmen batuan 6%, ukuran butir 0,1-0,7 mm, bentuk buitr menyudut tanggung,
matriks berupa lempung 35%, semen kalsit 5% (lihat Lampiran A.1)Berdasarkan hasil
analisis keterdapatan fosil foraminifera plankton, fosil petunjuk yang ditemukan pada satuan
ini adalah Globorotalia pseudomiocenica (klasifikasi Blow, 1969) yang menunjukkan satuan
ini berumur Miosen Atas (N16-N17) . Lingkungan pengendapan pada satuan ini didasarkan
pada fosil foraminifera bentos yang ditemukan yaitu Uvigerina yang menunjukkan
lingkungan pengendapan pada zona middle bathyal dengan kedalaman 200-1000 m (lihat
Lampiran B.1). Satuan ini merupakan bagian outer fan dari submarine fan (Martodjojo,
1984). Mekanisme pengendapan pada satuan ini berupa arus turbidit (Martodjojo, 1984), hal
ini dibuktikan dengan adanya slump dan struktur sedimen berupa laminasi sejajar (Gambar
3.21). Hubungan satuan batulempung I dengan satuan di bawahnya tidak tersingkap di daerah
penelitian. Dengan demikian, satuan ini merupakan satuan tertua di daerah penelitian. Satuan
ini disetarakan dengan batulempung Formasi Cantayan (Martodjojo, 1984).
37
Download