File

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan dari seni dan budaya
Manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, karena itu perubahan atau
perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan
dengan perubahan budaya kehidupan. Ada kecenderungan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang.
Teori merupakan suatu prangkat prinsip-prinsip yang terorganisasi
mengenai peristiwa-peristiwa tertentu dalam lingkungan.
Karakteristik suatu
teori adalah dapat memberikan kerangka kerja konseptual untuk suatu informasi,
dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian, serta memiliki prinsip-prinsip
yang dapat diuji.
Oeh karena itu peranan teori konseling dengan teori
pembelajaran sangat berpengaruh dan penting dalam proses pembelajaran, agar
hasilnya dapat optimal.
Tujuan bimbingan belajar bagi siswa adalah tercapainya penyesuaian
akademis secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Dengan
demikian secara khusus tujuan bimbingan belajar itu adalah; mengenal,
memahami, menerima, mengarahkan dan mengaktualisasikan potensi dirinya
secara optimal sesuai dengan program pengajaran.
Melain itu juga dapat
mengembangkan berbagai keterampilan belajar, mampu memecahkan masalah
belajar.
Tujuan bimbingan belajar juga harus mampu menciptakan suasana
belajar yang kondusif dan memahami lingkungan pendidikan.
Pada makalah ini akan membahas tentang teori konseling yang dapadukan
denan teori belajar, yang mana teori konseling yang digunakan dalam teori
belajar ini akan menggunakan teori konseling Gestalt dengan teori belajar gestalt.
1
Peranan teori dalam pembelajaran mempunyai beberapa kepentingan, baik aspek
individu maupun masyarakat. Dengan teori maka proses belajar siswa akan
memiliki prinsip-prinsip yang jelas dalam pelkasanaannya, sehingga dapat
teroeganisasi secara tepat. Dengan demikian proses belajar pun dimungkinkan
adanya penemuan baru dan pengembangan dari hasil generasi lama.
B. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan tentang perbandingan dan perpaduan teori
konseling gestalt dengan teori belajar gestalt ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep dasar teori konseling Gestalt
2. Mengetahui konsep teori belajar Gestalt
3. Mengatahui penerapan konsep teori Gestalt dalam proses belajar
C. Metode Pembahasan
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan Studi literatur, dimana para
penulis berusaha mengungkapkan konsep-konsep baru dengan cara membaca dan
mencatat informasi-informasi yang relevan dengan kebutuhan. Bahan bacaan
mencakup buku-buku teks, jurnal atau majalah-majalah ilmiah dan hasil-hasil
penelitian (Pidarta, 1999: 3-4). Selain itu data diperoleh secara online dengan
bantuan search engine yang berupa artikel-artikel elektronik yang sesuai dengan
pembahasan.
D. Sistematika Pembahasan
Makalah ini terbagi menjadi tiga bab.
Bab I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang masalah
penyusunan makalah, apa tujuan dibuatnya makalah, metode apa saja yang
digunakan dalam penulisan makalah serta sistematika penulisan makalah
Bab II, merupakan pembahasan yang memuat konsep teori konseling
gestalt, teori belajar gestalt dan penerapan teori gestalt dalam proses belajar
Bab III, merupakan penutup yang berisi kesimpulan.
Daftar pustaka
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Konseling Gestalt
1. Konsep Pokok
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti
sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa
obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan
yang terorganisasikan. Max Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15
April 1880 dan wafat pada tanggal 12 Oktober 1943 di New York. Max
Wertheimer dianggap sebagai pendiri psikologi Gestalt bersama-sama
dengan Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Max mempelajari imu hukum
selama beberapa tahun sebelum akhirnya dia mendapatkan gelar Ph.D. di
bidang psikologi. Dia kemudian diangkat menjadi professor dan sempat
bekerja di beberapa universitas di Jerman sebelum hijrah ke Amerika Serikat
karena terjadi perang di benua Eropa pada tahun 1934. Di Amerika ia bekerja
di New School for Research di New York city sampai akhir hayatnya.
Pada tahun 1910, ketika berusia 30 tahun, Max memperlihatkan
ketertarikannya untuk meneliti tentang persepsi setelah ia melihat sebuah alat
yang disebut "stroboscope" (benda berbentuk kotak yang diberi alat untuk
melihat ke dalamkotak tersebut) di toko mainan anak-anak.
Setelah
melakukan beberapa penelitian dengan alat tersebut, dia mengembangkan
teori tentang persepsi yang sering disebut dengan teori Gestalt.
Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu
akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut
Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
a. Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu
menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu
figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti
ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar
belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
3
b. Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik
waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai
satu bentuk tertentu.
c. Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan
cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
d. Arah
bersama
(common
direction);
bahwa
unsur-unsur
bidang
pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan
dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
e. Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang
pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan
cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan
simetris dan keteraturan; dan
f. Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan
suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Asumsi-asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
a. Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan
perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk
kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar”
adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari,
berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku
“Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan
perilaku “Molecular”.
b. Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara
lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan
geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan
behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang
nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan
behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang
penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
c. Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau
suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek
4
atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti :
sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip
ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang
tertentu.
d. Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan
suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis.
Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam
memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diteri
Teori gestalt memandang manusia sebagai individu yang memiliki
kesanggupan memikul tanggungjawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai
pribadi yang terpadu. Teori gestalt mengemukakan teori mengenai struktur
dan perkembangan kepribadian yang mendasari terapinya serta serangkaian
eksperimen yang dapat digunakan langsung oleh pembacanya.
Menurut
Pearls, terapi gestalt sifatnya eksistensial dan bersesuaian dengan ilmu
pengetahuan, lmu pengetahuan dan alam semesta. Pearls juga mengatakan
mengatakan bahwa konsep kepribadianyang disusun oleh Freud tidak
sempurna, sebab freud tidak merumuskan lawan superego dan kata hati
dengan jelas dan nyata. Pearls mnyebutkan superego itu “top dog” sebagai
lawan dari “under dog”. Superego menyangkut kekuasaan, kebenaran dan
kesempurnaan “top dog” menghukum individu dengan “keharusan”,
“keinginan” dan “ketakutan” akan ancaman (bahaya). Sedangkan “under
dog” menguasai individu dengan penekanan yang baik dan keadaan
mempertahankan diri.
Teori gestalt sangat menghargai dan mengalami
sepenuhnya saat sekarang. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan
menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami
kecemasan.
Menurut Perls, kecemasan merupakan kesenjangan antara “sekarang”
dan “kemudian” (now and then).
Kecemasan timbul karena individu
meninggalkan jaminan masa “sekarang” (now) dan disibukkan oleh
pemikiran-pemikiran tentang masa datang dan peranannya.
5
2. Tujuan Teori
Teori gestalt memiliki beberapa sasaran penting yang berbeda.
Sasaran dasarnya adalah menantang konseli agar berpindah dari “didukung
oleh lingkungan” kepada “didukung oleh diri sendiri”. Tujuan teori Gestalt
bukanlah penyesuaian terhadap masyarakat.
Tujuan lainnya adalah
membantu konseli agar menemukan pusat dirinya. Perls mengatakan, “jika
anda berpusat pada diri anda sendiri, maka anda tidak harus disesuaikan lagi,
maka apapun yang lewat dan diasimilasi oleh anda. Anda bisa memahaminya
dan anda berhubungan dengan apa pun yang terjadi”. (Perls, 1969a, hlm. 30)
Sasaran utama teori gestalt adalah pencapaian kesadaran.
Karena tantap
kesadaran, konseli tidak memiliki alat untuk mengubah kepribadiannya.
3. Proses Konseling
Fokus utama dalam teori gestalt ini adalah membantu individu melalui
transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan
mandiri (self-support). Konsep penting dari teori ini adalah “disini saat ini”
(here and now). Saat ini (now) adalah hadir (ada) sebagai fenomena, yang
merupakan apa yang disadari, dan merupkakan saat-saat mengingat dan
mengharapkan sesuatu. Adapun kesimpulan tentang proses konseling gestalt
ini adalah sebagai berikut;
a. Fase pertama
Membentuk pola pertemuan terapeutik, agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada konseli.
b. Fase kedua
Melaksanakan pengawasan (control) yaitu konselor berusaha meyakinkan
atau “memaksa” konseli untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
ssuai dengan kondisi konseli. Dalam fase ini dilakukan dua hal, yaitu;
1) Menimbulkan motivasi pada konseli
2) Menciptakan rapport yaitu hubungan baik antara konselor dengan
konseli agar timbul rasa percaya pada diri konseli.
6
c. Fase ketiga
Konseli didorong untuk mengatakan perasaan-perasannya pada pertemuanpertemuan terapi sat ini, bukan menceritakan pengalaman masa lalu atau
harapan-harapan masa datang.
d. Fase keempat
Setelah konseli memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya,
tindakannya, dan perasaanya, maka terapi sampai pada fase akhir. Pada
fase ini konslei harus memiliki ciri-ciri yang menunjukkan intergritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
4. Teknik-Teknik Teori Gestalt
Adapun teknik-teknik yang biasa digunakan dalam konseling gestalt
(Shertzer&Stones, 1980, 228), adalah antara lain;
a. Enhancing
awareness,
yaitu konseli
dibantu untuk
berada pada
pengalamannya sekarang secara sadar.
b. Personality pronouns, yaitu konseli diminta untuk mempribadikan
pikirannya untuk meningkatkan kesadaran pribadinya.
c. Changing question to statements, yaitu mendorong konseli untuk
menggunakan pernyatan-pernyataan dari pada pertanyaan yang mendorong
untuk mengekspresikan dirinya dan bertanggungjawab bagi komunikasinya.
d. Assuming responsibility, yaiut konseli diminta untuk mengalihkan
penggunaan kata “won’t” untuk “can’t” atau “tidak ingin” untuk “tidak
dapat”.
e. Asking “how” and “what”, atau bertanya “bagaimana” dan “apa” bertanya
“mengapa” dapat lebih membawa ke arah aktualisasi dari pada mengalami
dan memahami.
f. Sharing hunches, yaitu mendorong konseli untuk mengeksplorasi dari
dengan menanamkan tilikan seperti “I see” atau “I imagine” atau “saya
lihat” atau “saya dapat bayangan”.
g. Bringing the pat into the now, yitu membantu konseli agar mengalami
pengalaman-pengalaman masa lalu dalam situasi sekarang.
7
h. Expressing resentments and appreciations, yaitu membantu konseli untuk
mengidentifikasi dan menyatakan keadaan dan penghargaan dirinya.
i. Using body esxpression, mengamati ekspresi badan konseli dan
memusatkan perhatian untuk membantu kesadara individu.
B. Teori Belajar Gestalt
1. Pengantar Teori Gestalt
Perintis teori Gestalt ini ialah Chr. Von Ehrenfels, dengan karyanya
“Uber Gestaltqualitation“ (1890). Aliran ini menekankan pentingnya
keseluruhan yaitu sesuatu yang melebihi jumlah unsure-unsurnya dan timbul
lebih dulu dari pada bagian-bagiannya. Pengikut-pengikut aliran psikologi
Gestalt mengemukakan konsepsi yang berlawanan dengan konsepsi aliranaliran lain. Bagi yang mengikuti aliran Gestalt perkembangan itu adalah
proses diferensiasi. Dalam proses diferensiasi itu yang primer ialah
keseluruhan, sedangkan bagian–bagiannya adalah sekunder; bagian-bagian
hanya mempunyai arti sebagai bagian dari pada keseluruhan dalam hubungan
fungsional dengan bagian-bagian yang lain; keseluruhan ada terlebih dahulu
baru disusul oleh bagian-bagiannya. Contohnya kalau kita bertemu dengan
seorang teman misalnya, dari kejahuan yang kita saksikan terlebih dahulu
bukanlah bajunya yang baru, melainkan teman kita itu secara keseluruhan
selanjutnya baru kemudian kita saksikan adanya hal-hal khusus tertentu
misalnya baju yang baru.
Selanjutnya Wertheimer, seorang yang di pandang pendiri aliran ini
mengemukakan eksperimennya mengenai “Scheinbewegung“ (gerak semu)
memberikan kesimpulan, bahwa pengamatan mengandung
hal yang
melebihi jumlah unsur-unsurnya. Penelitian dalam bidang optik ini juga di
pandang berlaku (kesimpulan serta prinsip-prinsipnya ) di bidang lain,
seperti misalnya di bidang belajar.
2. Pokok-Pokok Teori Belajar Gestalt
Ketika para ahli Psikologi Gestalt beralih dari masalah pengamatan ke
masalah belajar, maka hasil-hasil yang telah kuat / sukses dalam penelitian
8
mengenai pengamatan itu dibawanya dalam studi mengenai belajar . Karena
asumsi bahwa hukum –hukum atau prinsip-prinsip yang berlaku pada proses
pengamatan dapat ditransfer kepada hal belajar, maka untuk memahami
proses belajar orang perlu memahami hukum-hukum yang menguasai proses
pengamatan itu.
a. Teori Medan
Pada pengamatan itu menekankan perhatian pada bentuk yang
terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia . Pemahaman
dan persepsi tentang hubungan-hubungan dalam kebulatan (entities)
adalah sangat esensial dalam belajar. Psikologi Gestalt ini terkenal juga
sebagai teori medan (field) atau lazim disebut cognitive field theory.
Kelompok pemikiran ini sependapat pada suatu hal yakni suatu prinsip
dasar bahwa pengalaman manusia memiliki kekayaan medan yang
memuat fenomena keseluruhan lebuh dari pada bagian- bagiannya.
Para psikolog Gestalt menggunakan konsep medan dalam banyak
tingkat. Gestalten sendiri dianggap sebagai medan yang kecil, lingkungan
yang ditangkap oleh mata dapat dilihat sebagai sebuah medan. Kurt
Lewin (1890-1947) mengembangkan teori motivasi manusia di sekitar
teori medan. Dia mengatakan bahwa perilaku manusia pada waktu
tertentu ditentukan oleh total fakta-fakta psikologis yang dialaminya pada
saat itu. Bagi Lewin
fakta yang dialami secara sadar yang dapat
mempengaruhi perilaku. Dengan demikian individu hidup dalam
pengaruh medan yang terus menerus berubah, dan setiap perubahan dari
setiap salah satunya akan mempengaruhi yang lainnya.
b. Nature vs Nurture
Pada ahli behavioris memandang otak sebagai papan panel yang
komplek, tetapi para ahli gestalt berpandangan bahwa otak manusia
melihat peranan yang lebih aktif. Otak bagi para gestaltis bukan
merupakan penerima atau penyimpan informasi dari lingkungan yang
pasif. Otak beraksi pada informasi sensori yang masuk sedemikian rupa
sehingga membuat informasi tersebut bisa menjadi lebih bermakna dan
terorganisasikan. Aksi demikian bukan merupakan fungsi yang dipelajari
9
(nurture) melainkan sudah merupakan hasil dari struktur otak itu sendiri
(nature).
Menjadi suatu system jasamani otak menciptakan medan yang
mempengaruhi informasi yang memasukinya. Hal tersebut merupakan
kekuatan yang mengatur pengalaman sadar. Ada yang dialami secara
sadar merupakan informasi sensoris setelah diolah oleh medan kekuatan
dalam otak. Para ahli Gestaltis menunjukan baha kemampuan mengatur
dari otak bukan sesuatu yang diwariskan melainkan kemampuan yang
dicirikan oleh setiap system jasmani.
c. Otak dan Pengalaman Sadar
Para gestalis mengambil pendekatan yang berbeda terhadap masalah
hubungan tubuh dan pikiran. Merka membuat isomorphism antara
pengalaman psikologis dan proses yang terjai pada otak. Para ahli gestalt
berpendapat bahwa otak secara aktif mentransformasikan stimulasi
sensorik, otak terorganisasi dan membuat bermakna pada informasi yang
masuk. Dengan demikian kegiatan otak sesuai secara dinamis dengan isi
pikiran.
d. Realitas dan Subjektifitas
Menurut para gestalist hokum pragnanz bukan satu-satunya yang
dapat mengubah dan memberi arti pada sesuatu yang dialami secara fisik.
Kapercayaan, nilai, dan sikap menghiasi apa yang dialam secara sadar. Ini
berarti orang-orang yang berada dalam lingkungan fisik yang sama akan
mempunyai interpretasi yang berbeda dengan lingkuan itu adan dalam
bagaimana mereka berinteraksi dengannya. Kofka membedakan antara
geographical environment (objek atau realitas fisik) dan behavioral
environment (psikologis atau realitas subjektif). Sering terjadi pada
individu bahwa kepercayaan mempunyai dampak yang kuat terhadap
perilaku.
Keseluruhan ini memberikan beberapa prinsip belajar yang penting,
antara lain :
10
a. Manusia bereaksi dengan lingkunganya secara keseluruhan, tidak hanya
secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional,sosial dan
sebagainya
b. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
c. Manusia berkembang sebagai keseluruhan sejak dari kecil sampai
dewasa, lengkap dengan segala aspek-aspeknya.
d. Belajar adalah perkembangan kearah diferensiasi ynag lebih luas.
e. Belajar hanya berhasil, apabila tercapai kematangan untuk memperoleh
insight.
f. Tidak mungkin ada belajar tanpa ada kemauan untuk belajar, motivasi
membei dorongan yang mengerakan seluruh organisme.
g. Belajar akan berhasil kalau ada tujuan.
h. Belajar merupakan suatu proses bila seseorang itu aktif, bukan ibarat
suatu bejana yang diisi.
Belajar
melibatkan
proses
mengorganisasikan
pengalaman-
pengalaman kedalam pola-pola yang sistematis dan bermakna. Belajar bukan
merupakan
penjumalahan (aditif),
sebaliknya belajar mulai
dengan
mempersepsi keseluruhan, lambat laun terjadi proses diferensiasi, yakni
menangkapbagian bagian dan detail suatu objek pengalaman.
3. Hukum-Hukum Belajar Gestalt
Dalam hukum-hukum belajar Gestalt ini ada satu hukum pokok , yaitu
hukum Pragnaz, dan empat hukum tambahan (subsider) yang tunduk kepada
hukum yang pokok itu,yaitu hukum –hukum keterdekatan , ketertutupan,
kesamaan , dan kontinuitas
a. Hukum Pragnaz.
Hukum Pragnaz ini menunjukkan tentang berarahnya segala
kejadian , yaitu berarah kepada Pragnaz itu, yaitu suatu keadaan yang
seimbang, suatu Gestalt yang baik. Gestalt yang baik , keadaan yang
seimbang ini mencakup sifat-sifat keturunan, kesederhanaan ,kestabilan,
simetri dan sebagainya.
11
Medan pengamatan ,jadi juga setiap hal yang dihadapi oleh
individu, mempunyai sifat dinamis, yaitu cendrung untuk menuju keadaan
Pragnaz itu , keadaan seimbang . Keadaan yang problematis adalah
keadaan yang tidak Pragnaz, tidak teratur, tidak sederhana, tidak stabil,
tidak simetri , dan sebagainya dan pemecahan problem itu ialah
mengadakan perubahan kedalam struktur medan atau hal itu dengan
memasukkan hal-hal yang dapat membawa hal problematis ke sifat
Pragnaz.
b. Hukum-hukum tambahan
Ahli-ahli psikologi Gestalt telah mengadakan penelitian secara
luas dalam bidang penglihatan dan akhirnya mereka menemukan
bahwaobjek-objek penglihatan itu membentuk diri menjadi Gestalt-gestalt
menurut prinsip-prinsip tertentu. Adapun prisip-prinsip tersebut dapat
dilihat pada hukum-hukumyaitu :
1) Hukum keterdekatan
2) Hukum ketertutupan
3) Hukum kesamaan
Selain dari hukum-hukum tambahan tersebut menurut aliran teori
belajar gestalt ini bahwa seseorang dikatan belajar jika mendapatkan insight.
Insight ini diperoleh kalau seseorang melihat hubungan tertentu antara
berbagai unsur dalan situasi tertentu. Dengan adanya insight maka didapatlah
pemecahan problem, dimengertinya persoalan ; inilah inti belajar. Jadi yang
penting bukanlah mengulang- ulang hal yang harus dipelajari, tetapi
mengertinya, mendapatkan insight. Adapun timbulnya insight itu tergantung,
a. Kesangupan,
Maksudnya kesanguapan atau kemampuan intelegensi
individu.
b. Pengalaman, Karena belajar, berati akan mendapatkan pengalaman dan
pengalaman itu mempermudah munculnya insght.
c. Taraf kompleksitas dari suatu situasi. Dimana semakin komplek
situasinya semakin sulit masalah yang dihadapi
12
d. Latihan, Dengan banyaknya latihan akan dapat mempertinggi kesangupan
memperoleh insght, dalam situasi-situasi yang bersamaan yang telah
dilatih .
e. Trial and eror, Sering seseorang itu tidak dapat memecahkan suatu
masalah. Baru setelah mengadakan percobaan-percobaan, sesorang itu
dapat menemukan hubungan berbagai unsur dalam problem itu, sehingga
akhirnya menemukan insight.
C. Penerapan Teori Gestalt Dalam Proses Belajar
Prinsip-prinsip belajar menurut teori gestalt yaitu
1. Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran lainnya
sebanyak
mungkin.mata pelajaran ayng dibuat lebih mudah dari pada
bagin-bagianya
2. Belajar adalah suatu proses perkembangan
Seseorang baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang
untuk menerima bahan pelajaran itu sebagai suatu organisme yang
berkembang, kesedian mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh
kematangan jiwa batiniah,tetapi juga perkembangankarena limhkungan dan
pengalaman
3. Siswa sebagai organisme keseluruhan
Siswa belajar tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan
jasmaniahnya.
4. Terjadi transfer
Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama yaitu
memperoleh respon yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama
adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai
betul-betulmaka dapat dipindahkan pada kemampuan lainya
5. Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui situasi/soal baru. Dalam
menghadapitu ia akan mengunakan pengalaman yang telah dimiliki
13
6. Belajar dengan insight
Insight suatu saat dalam prosews belajar dimana seseoranng melihat
pengertian mengenai sangkut paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam
unsur yang mengandung suatu problem
7. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan
tujuan siswa
Hal ini terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan siswa
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Disekolah
progresif,
siswa
diajak
membicarakan tentang proyek / unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan
yakin akan manfaatnya
8. Belajar berlangsung terus-menerus
Siswa memperoleh pengetahuan tidak hanya disekolah tetapi juga diluar
sekolah, dalam pergaulan, memperoleh pengalaman-pengalaman tersendiri,
karna itu sekolah haru bekerjasama dengan orang tua dan masyarakat, agar
semua turut serta membantu perkembangan siswa secara harmonis
Setelah membahas prinsip-prinsip teori Gestalt dapat diterapkan dalam
porses belajar sebagai berikut :
1.
Aktivitas suatu cabang olahraga harus dilakukan secara keseluruhan, bukan
sebagai pelaksanaan gerak secara terpisah-pisah. Karena itu guru atau pelatih
harus menanamkan pengertian agar siswa ataua atlet sadar aka keseluruahn
kegiatan. Dengan kata lain , pemecahan keseluruahn aktivitas menjadi
bagian-bagian yang teroisah akan menyebabkan siswa tidak mampu
mengaitkan bagian-bagian tersebut. Karenaitu keuntungan utama dari
keseluruahn permaianan yaitu menuntut siswa untuk mempersatukan bagian
menjadi sebuah unit yang terpadu.
2.
Tugas utama dari guru atau pelatih adalah untuk memaksimumkan transfer
dari latihan diantara berbagai kegiatan. Bagi para penganut teori Gestalt, pola
umum atau konfigurasi perlu untuk mempermulus terjadinya transfer diantara
berbagai kegiatan.
3.
Faktor insight penting untuk memecahkan masalah. Kapasitas individu untuk
memecahkan masalah dalam olahraga yang sering muncul berupa sebuah
gerakan refleks tergantung pada keterampilan dasar untuk melakukan gerakan
14
yang kompleks. Karean, itu mental practis dapat dipergunakan sebagai suatu
prosedur yang bermanfaat untuk memperlancar proses belajar.
4.
Pemahaman tentang hubungan antara bagian-bagian dengan suatu
keseluruhan penting bagi peragaan keterampilan yang efektif, karena itu
seoarang pemain sepak bola misalnya, harus memiliki pemahaman kaiatn
antara posisi bola, dan rangkaian dan geraknya sendiri sebelum dan sesudah
dia melakukan suatu teknik seperti menendang bola, atau teknk lainya. Salah
satu kelemahan dari proses pengajaran atau kepelatihan ialah kegagalan
pelatih atua guru olahraga untuk menyampaikan informasi yamng menuntut
atlet atau siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang
kaitan antara bagian-bagian didalam konteks keseluruhan.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting
dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik
memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsurunsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsurunsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses
pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif
sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan
masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki
makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada
keterkaitannya
dengan
dengan
tujuan
yang
ingin
dicapai.
Proses
pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang
ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai
arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami
tujuannya.
15
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki
keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi
yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi
lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer
belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu
konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam
situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan
pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran
dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer
belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip
pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian
digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu,
guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsipprinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
16
BAB III
KESIMPULAN
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai
“bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau
peristiwa
tertentu
akan
dipandang
sebagai
sesuatu
keseluruhan
yang
terorganisasikan. Teori gestalt memandang manusia sebagai individu yang memiliki
kesanggupan memikul tanggungjawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi
yang terpadu. Tujuan teori Gestalt bukanlah penyesuaian terhadap masyarakat, tetapi
membantu konseli agar menemukan pusat dirinya.
Fokus utama dalam teori gestalt ini adalah membantu individu melalui
transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri
(self-support). Konsep penting dari teori ini adalah “disini saat ini” (here and now).
Dalam konseling gestalt terdapat beberapa fase yang digunakan dalam melakukan
konseling dengan konseli. Teori gestal memiliki beberapa tekanik diantaranya adalah
Enhancing awareness, Personality pronouns, Changing question to statements,
Assuming responsibility “won’t” untuk “can’t” atau “tidak ingin” untuk “tidak
dapat”.Asking “how” and “what”, Sharing hunche, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan belajar psikologi gestalt menyatakan bahwa belajar
bukan semata-mata menambah atau mengurangi sesuatu yang lama, tetapi belajar
adalah mengubah suatu Gestalt menjadi Gestalt yang lain. Peruahan tersebut mungin
terjadi karena pengalaman baru, berfikir atau karena pengaruh dari orang lain.
Konsep pokok yang digunakan dalam teori belajar Gestal adalah kosep mengenai
teori medan yang menyatakan bahwa perilaku manusia pada waktu tertentu
ditentukan oleh total fakta-fakta psikologis yang dialaminya pada saat itu, dan
beberapa konsep lainnya seperti nature vs nurture, otak dan pengalaman sadar.
Hukum yang digunakan dalam teori gestalt adalah hokum pragnanz, dan beberapa
hokum yang lainnya seperti Hukum keterdekatan, Hukum ketertutupan , Hukum
kesamaan. Konsep teori belajar gestalt dapat dikembangkan dalam proses belajar,
karena
belajar
merupakan
fenomena
kognitif.
Belajar
melibatkan
proses
mengorganisasikan pengalaman-pengalaman kedalam pola-pola yang sistematis dan
bermakna
17
DAFTAR PUSTAKA
H.Sofa, S.IP, M.Pd. 2008. Ketrampilan Dasar Mengajar. Dapat diakses pada
situs: : Selamat Datang di Kedaulatan Rakyat Online.htm
Dahar, Ratna Wilis. 1996 Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Mahendra, Agus. Drs. MA. 1998 Teori Belajar dan Pembelajaran Motorik.
Bandung : CV Andira
Massofa.wordpress.com/2008/ 01/25/ketrampilan-dasar-mengajar/ - 44k –
Tembolok http://pramukapramisca.multiply.com/reviews/item/3
Paul Suparno. Menyiasati Ujian Nasional (Unas) Secara Bijak. Dapat diakses
dalam situs
Syamsudin, Abin. 2007. Psikologi KependidikanPerangkat Sistem Pengajaran
Modal. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
18
Download