BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihakpihak yang berkepentingan dengan perusahaan, baik internal perusahaan yaitu
menajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditur.
Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi
perusahaan seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut
(Nugroho, 2002). Prospek perusahaan yang bertumbuh bagi investor merupakan
suatu prospek yang menguntungkan, karena investasi yang ditanamkan
diharapkan akan memberikan return yang tinggi. Perusahaan yang bertumbuh
akan direspon positif oleh pasar, peluang pertumbuhan perusahaan tersebut
terlihat pada kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai macam
kombinasi nilai set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS)
(Smith dan Watts (1992) dalam Nugroho (2002)).
Istilah IOS dikemukakan oleh Myers (1977) dalam Subekti (2001),
perusahaan adalah satu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi
investasi masa depan. Proksi IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan
klasifikasi potensi pertumbuhan perusahaan di masa depan, apakah suatu
perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak
berpotensi tumbuh. Proksi-proksi IOS yang telah digunakan oleh para peneliti
secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pada
faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur proksi-proksi tersebut. Kelompok
klasifikasi tersebut menurut Gaver & Gaver (1993) dalam Pagalung (2002) dan
Kallapur & Trombley (1999) dalam Subekti (2001) adalah; proksi berdasarkan
harga (price based proxies), proksi berdasarkan investasi (investment-based
proxies) dan proksi berdasarkan varian (variance measures).
Proksi berdasarkan harga (price-based proxies) merupakan proksi yang
menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam
harga pasar. Prospek pertumbuhan perusahaan dinyatakan dalam harga-harga
saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi
secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (assets in place). Beberapa proksi
yang digunakan oleh beberapa penelitian yang berkaitan dengan proksi
berdasarkan harga adalah : Market to book value of equity (MVEBVE) ( Subekti
& Kusuma (2001), Jati (2003), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti &
Hartono (2002), Nugroho & Hartono (2002), Riahi-Belkauoi & Picur (2001));
Market to book value of assets (MVABVA) (Subekti & Kusuma (2001); Jati
(2003), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), RiahiBelkauoi & Picur (2001)); Earning to price ratio (PER) (Subekti & Kusuma
(2001), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), RiahiBelkauoi & Picur (2001)); Firm value to book value of property, plant and
equipment (VPPE) (Subekti & Kusuma (2001), Jati (2003), Subekti (2001),
Nugroho & Hartono (2002)); Tobin’s Q (Pagalung (2002), Nugroho & Hartono
(2002)); Value to depreciation expense (VDEP) (Nugroho & Hartono (2002)).
Proksi berdasarkan investasi mendasarkan pada satu level kegiatan
investasi yang tinggi berhubungan positif dengan nilai IOS suatu perusahaan.
Kegiatan investasi diharapkan memberikan peluang investasi berikutnya yang
semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. Beberapa proksi IOS yang
telah digunakan peneliti yang berkaitan dengan proksi berdasarkan varian adalah
sebagai berikut : Investment to net sales (IONS) (Nugroho & Hartono (2002));
Capital expenditure to book value assets (CAPMVA) (Subekti & Kusuma
(2001), Jati (2003), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), Nugroho &
Hartono (2002)); Capital expenditure to market value assets (CAPBVA) (Subekti
& Kusuma (2001), Jati (2003), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002),
Nugroho & Hartono (2002)).
Proksi berdasarkan varian didasarkan pada gagasan bahwa suatu opsi
akan menjadi lebih bernilai jika variabilitas ukuran digunakan untuk
memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang
mendasari peningkatan aktiva. Proksi yang digunakan dalam penelitian yang
berkaitan dengan proksi berdasarkan varian adalah sebagai berikut : Vairen
return (VARRET) (Nugroho & Hartono (2002)); Beta assets (BETA) (Nugroho
& Hartono (2002)).
Ketiga jenis proksi di atas menggambarkan beragamnya ukuran IOS
memungkinkan beberapa peneliti menggunakan beragam rasio sebagai proksi
IOS. Ini menunjukkan bahwa IOS sulit untuk diamati dan tidak memiliki
konsensus yang dimunculkan dalam akuntansi dan dalam literatur keuangan
tentang sebuah variabel yang sesuai, ini terjadi karena IOS bersifat unobservable
(Gaver dan Gaver (1993). Perlu menguraikan pendekatan-pendekatan untuk
mengukur dan mengetahui peluang pertumbuhan yang digunakan oleh penelitian
sebelumnya dan mengusulkan suatu ukuran baru tentang IOS. Gaver & Gaver
(1993) menyatakan bahwa IOS tidak dapat dipisahkan dari kata unobservable
dan tidak akan sempurna bila hanya diukur dengan menggunakan proksi empiris
tunggal. Berbagai jenis proksi IOS telah digunakan oleh banyak peneliti dalam
studi empirisnya secara tidak seragam (Sami dkk (1999), Gaver dan Gaver
(1993), dalam Subekti (2001)), yang menunjukkan bahwa belum terdapat suatu
kepastian ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur IOS, sehingga perlu
digunakan proksi-proksi untuk melakukan pengukuran yang lebih mendekati.
Semakin banyak proksi IOS yang digunakan maka hal ini akan menunjukkan
semakin tepat dalam penentuan kelompok atau karakteristik perusahaan sebagai
obyek penelitian.
Penelitian yang berhubungan dengan penggunaan level relatif IOS,
meneliti perbedaan kebijakan deviden antara perusahaan yang memiliki level IOS
tinggi dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah menemukan bahwa
perusahaan yang memiliki level IOS tinggi mempunyai kebijakan pembayaran
deviden yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level
IOS rendah (Subekti (2001) dan Fitrijanti & Hartono (2002)).
Hasil penelitian Smith dan Watts (1992) dalam Jati (2003), menyatakan
bahwa perusahaan yang memiliki IOS tinggi cenderung membagikan deviden
lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah.
Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) melakukan perbandingan hubungan dividend
yield dan PER dengan menggunakan level relatif IOS, menyimpulkan bahwa
PER memiliki hubungan yang lebih besar untuk perusahaan-perusahaan yang
memiliki level IOS tinggi, sedangkan untuk perusahaan-perusahaan yang
memiliki level IOS rendah, dividend yield memiliki hubungan yang lebih besar
dari pada nilai PER.
Para peneliti dalam bidang keuangan menolak argumentasi bahwa biayabiaya kontrak diferensial memberikan penjelasan pada variasi cross-sectional
dalam pembiayaan perusahaan dan kebijakan deviden (Gaver & Gaver (1993)).
Smith & Watts dalam Gaver & Gaver (1993) menyatakan bahwa biaya kontrak
(contracting-cost) menjelaskan aneka pilihan kebijakan perusahaan yang
didasarkan pada set kesempatan investasi perusahaan tersebut. Hasil yang
penelititan mereka menyatakan bahwa variabel-variabel kebijakan utama adalah
yang secara empiris memiliki hubungan dengan IOS. Mereka juga melaporkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Investment Opportunity Set
(IOS) dengan variabel struktur modal, kebijakan deviden dan kebijakan
kompensasi
eksekutip. Kebijakan deviden memiliki hubungan positif yang
signifikan untuk kelompok perusahaan yang bertumbuh dan kelompok
perusahaan yang tidak bertumbuh (Gaver & Gaver (1993)). Gaver & Gaver
(1993) memasukkan kebijakan deviden dalam regresi agar konsisten dengan
penelitian Smith dan Watts yang juga memasukkan kebijakan deviden dalam
regresinya. Walaupun secara teoritis tidak ada hubungan yang diusulkan antara
ukuran dengan kebijakan deviden (Gaver & Gaver (1993)). Hasil penelitian
Gaver & Gaver (1993) menunjukkan perusahaan yang tumbuh memberikan
deviden lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bertumbuh.
Studi ini dikembangkan untuk menguji model penilaian pasar di mana
nilai ekuitas diduga sebagai fungsi dari laba, deviden dan nilai buku, dimana
fungsi ini didasarkan pada relatif level dari IOS, seperti yang telah dilakukan oleh
Riahi-Belkaoui dan Picur (2001).
Menurut Lev (1989) dalam Jati (2003) relevansi nilai akuntansi dicirikan
oleh kualitas informasi. Kualitas laba diukur oleh koefisien determinasi dalam
suatu regresi return pasar pada laba. Beaver (1968) dalam Jati (2003)
memberikan definisi hubungan sebagai kemampuan menjelaskan (explanatory
power) dari informasi akuntansi dalam kaitannya dengan nilai perusahaan.
IOS merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi, maka diperlukan
proksi (Hartono (1999) dalam Jati (2003)). Berbagai penelitian yang digunakan
sebagai proksi IOS telah diteliti dan diuji pada berbagai penelitian. Berbagai
proksi dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa selalu ada proksi IOS yang
tidak dapat digunakan, sehingga belum ada proksi yang dapat mewakili IOS
secara tepat (Gaver & Gaver (1993)).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengambil judul
penelitian ini adalah: Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap
Dividend Dalam Penilaian Harga Saham Pada Perusahaan Publik Di Bursa Efek
Jakarta Tahun 1999-2002.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat
dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah Pengaruh Investment Opportunity Set
(IOS) Terhadap Dividend Dalam Penilaian Harga Saham Pada Perusahaan Publik
Di Bursa Efek Jakarta Tahun 1999-2002. Secara khusus yang menjadi rumusan
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah IOS berpengaruh terhadap deviden?
2. Apakah IOS berpengaruh terhadap harga saham?
3. Apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang
memiliki IOS rendah?
4. Apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang
memiliki IOS tinggi?
5. Apakah ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham pada
perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi?
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan terhadap obyek yang akan diteliti tidak terlalu luas maka perlu
adanya fokus penelitian sehingga menjadi lebih terarah terhadap permasalahan
yang ada, maka peneliti membatasi penelitian ini pada:
1. Penelitian dilakukan pada perusahaan-perusahaan listing di BEJ tahun 1999
sampai 2002.
2. Perusahaan selalu memberikan laporan keuangan tahunan dan membagikan
deviden selama periode penelitian (1999-2002).
3. Proksi yang digunakan menentukan sampel sebagai perusahaan yang
memiliki IOS tinggi dan perusahaan yang memiliki IOS rendah adalah
Market Value Assets To Book Value Assets (MVABVA), Market Value
Equity To Book Value Equity (MVEBVE), Firm Value To Book Value Of
Property, Plant And Quipment (VPPE), Price Earning Ratio (PER), Capital
Expenditure To Market Value Of Assets (CAPMVA) dan Capital Expenditure
To Book Value Asset (CAPBVA).
4. Sampel yang dimasukkan dalam kelompok IOS tinggi diambil dari 35%
indeks faktor tertinggi dan IOS rendah diambil dari 35% indeks faktor
terendah. Pengelompokan ini dilakukan karena sampel yang terletak di
tengah, yaitu 30 % dianggap kurang ekstrim untuk membedakan sample
sebagai IOS tinggi atau sebagai IOS rendah (Jati, 2001)
D. Tinjauan Literatur dan Hipotesis
Fitrijanti dan Hartono (2002), melakukan penelitian dengan judul Set
Kesempatan Investasi: Konstruksi Proksi dan Analisis Hubungannya dengan
Kebijakan Pendanaan dan Deviden. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
perusahaan yang bertumbuh memiliki leverage dan kebijakan deviden lebih
rendah relatif terhadap perusahaan tidak bertumbuh. Perusahaan bertumbuh
cenderung merupakan perusahaan besar, dan ukuran perusahaan memiliki
korelasi negatif terhadap kebijakan deviden.
Subekti (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa kebijakan
pendanaan tidak dipengaruhi oleh klasifikasi perusahaan yang berpotensi tumbuh
atau tidak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada perbedaan pandangan
perusahaan di negara yang sudah maju dengan perusahaan di negara yang sedang
berkembang. Kebijakan deviden yang lebih kecil pada perusahaan yang
berpotensi tumbuh menunjukkan bahwa perusahaan menganut teori contracting,
yang mengutamakan kebijakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Subekti dan Kusuma (2001) melakukan penelitian dengan judul Asosiasi
Antara Set Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Pendanaan dan Deviden
Perusahaan, Serta Implikasinya Pada Perubahan Harga Saham. Hasil penelitian
menemukan bahwa rasio MVE/BE, MVA/BVA dan CAP/BVA menunjukkan
arah korelasi positif dan konsisten terhadap pertumbuhan perusahaan. Perusahaan
yang tumbuh mempunyai kebijakan pendanaan dari eksternal yang lebih kecil
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Perusahaan yang tumbuh
lebih mampu mendanai usahanya secara internal dan tidak tertarik untuk mencari
dana dari luar (eksternal). Penelitiannya juga menemukan bahwa perusahaan
yang tumbuh mempunyai kebijakan pembayaran deviden yang lebih kecil
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh.
Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) membandingkan pengaruh dividend
yield dan PER dengan menggunakan level relatif IOS. Perusahaan yang dipilih
sebagai sampel dalam penelitian tersebut adalah perusahaan-perusahaan
multinasional Amerika Serikat dari tahun 1992 sampai 1998. Analisis data
dilakukan dengan cross sectional dan pooled, menyimpulkan bahwa PER
memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dividend yield dalam
suatu model penilaian harga saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki
level IOS tinggi. Sebaliknya perusahaan yang memiliki level IOS rendah,
dividend yield memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan
pengaruh PER.
Jati (2003) melakukan penelitian dengan judul Relevansi Nilai Dividend
Yield dan Price Earnings Ratio dengan Moderasi Ivestment Opportunity Set
(IOS) dalam Penilaian Harga Saham. Sampel dalam penelitiannya adalah
perusahaan yang mempublik yang terdaftar di BEJ tahun1993 sampai 1996 selain
perusahaan perbankan, pemerintah dan instansi keuangan. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa secara umum dividend yield dan PER secara bersamasama memiliki relevansi nilai bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki level
IOS tinggi dan level IOS rendah.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka penelitian ini akan
memperluas model penilaian dasar dengan asumsi bahwa deviden dan laba
ditahan telah digunakan oleh pelaku pasar dalam menentukan dan mengevaluasi
harga saham seperti yang telah digunakan oleh Riahi-Belkaoui & Picur (2001)
dan Jati (2003). Perluasan model tersebut menggunakan level IOS.
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kebijakan deviden telah
banyak dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki
IOS tinggi memiliki kebijakan deviden yang lebih kecil dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki IOS rendah. Tinggi rendahnya kebijakan deviden yang
dilakukan oleh perusahaan ditunjukkan dengan besarnya jumlah deviden yang
dibagikan kepada pemegang saham. Hubungan antara IOS dengan deviden
maupun IOS dengan laba ditahan ditunjukkan pada Gambar 1 berikut:
Gambar 1
Hubungan IOS dengan Harga Saham
Deviden
IOS
Harga Saham
Laba Ditahan
IOS yang tinggi berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian terdahulu
akan memiliki kebijakan deviden yang rendah. Rendahnya kebijakan deviden
akan menyebabkan tingginya laba ditahan. Sebaliknya, IOS rendah akan dimiliki
oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki kebijakan deviden yang tinggi.
Kebijakan deviden yang tinggi akan menyebabkan rendahnya laba ditahan.
Perubahan yang terjadi pada deviden dan laba ditahan tersebut diduga memiliki
hubungan dan pengaruh terhadap perubahan harga saham masing-masing
perusahaan yang memiliki IOS rendah maupun perusahaan yang memiliki IOS
tinggi. Perbedaan kebijakan deviden antara perusahaan yang memiliki IOS tinggi
dan IOS rendah diharapkan akan berpengaruh pada penilian investor terhadap
perusahaan. Penilaian Investor dalam menilai perusahaan tersebut dapat
dicerminkan oleh harga saham perusahaan.
Penelitian Fitrijanti (2002) meneliti perbedaan kebijakan deviden antara
perusahaan yang memiliki level IOS tinggi dengan perusahaan yang memiliki
level IOS rendah menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki
level IOS tinggi mempunyai kebijakan pembayaran deviden yang lebih kecil
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa teori contracting telah dianut oleh perusahaan yang
mengutamakan kebijakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pada
perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS rendah, deviden akan memiliki
pengaruh yang berbeda jika dibandingkan dengan pengaruh laba ditahan.
Selain penggunaan deviden dan laba ditahan sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan, pelaku pasar juga dapat mengidentifikasi melalui arus
kas perusahaan. Semakin besar jumlah investasi dalam satu periode akuntansi
tertentu, semakin kecil deviden yang dibayarkan, karena perusahaan yang
memiliki level IOS tinggi diidentifikasikan sebagai perusahaan yang free cash
flow-nya rendah (Smith dan Watts, 1992 dalam Jati, 2003).
Perusahaan yang memiliki IOS tinggi akan membayar deviden yang lebih
rendah karena mereka mempunyai kesempatan yang profitable dalam mendanai
investasinya secara internal sehingga perusahaan tidak membayar bagian yang
lebih besar labanya kepada pihak luar. Penggunaan sumber pendanaan yang lebih
mengandalkan pada sumber internal maka perusahaan dimungkinkan untuk
memperoleh profitabilitas yang lebih besar. Profitabilitas yang tinggi
menyebabkan deviden dan laba bersama-sama memiliki pengaruh (Jati, 2003).
Berdasar latar belakang di atas maka dapat dihipotesiskan:
H1:
IOS berpengaruh terhadap deviden.
H2:
IOS berpengaruh terhadap haga saham.
H3:
Deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang
memiliki IOS rendah.
H4:
Deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang
memiliki IOS tinggi.
H5:
Ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham pada
perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelitian ulang terhadap penelitian
yang telah dilakukan oleh Riahi-Belkaoui dan Picur tentang hubungan dividend
yield dan PER. Penelitiannya menggunakan proksi yang berbasis pada harga
dalam mengobservasi variabel IOS. Riahi-Belkaoui dan Picur menggunakan
proksi MVABVA, MVEBVE dan PER. Sesuai dengan saran dari peneliti-peneliti
terdahulu peneliti menambahkan proksi VPPE, CAPMVA dan CAPBVA. Proksi
yang digunakan tidak hanya berbasis pada harga melainkan juga menggunakan
proksi berbasis pada investasi. Pengembangan terhadap proksi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan menambahkan VPPE sebagai proksi berdasar
pada harga saham, proksi CAPBVA dan CAPMVA sebagai proksi berbasis pada
investasi.
Pemilihan sampel menggunakan data yang lebih baru yaitu tahun 1999
sampai tahun 2002. Pengelompokan sampel diambil dari perusahaan yang
memiliki indeks faktor 35% terbesar dan 35% terendah, berbeda dengan jumlah
prosentase yang digunakan oleh Riahi-Belkaoui dan Picur dalam penelitiannya
yaitu hanya menggunakan 25% terbesar dan 25% terendah. Pengelompokan yang
dilakukannya mungkin terlalu kecil dan kemungkinan sampel yang didapat
jumlahnya juga sangat sedikit. Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat
mendukung temuan yang telah banyak dilakukan.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah IOS berpengaruh terhadap deviden.
2. Mengetahui apakah IOS berpengaruh terhadap harga saham.
3. Mengetahui apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada
perusahaan yang memiliki IOS rendah.
4. Mengetahui apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada
perusahaan yang memiliki IOS tinggi.
5. Mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham
pada perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi.
G. Definisi Operasional
Dengan adanya definisi operasional maka diharapkan akan mempermudah
pembaca dalam mengerti dan memahami isi penelitian ini. Beberapa hal yang
perlu didefinisikan adalah sebagai berikut:
1. MVEBVE (market value equity to book value equity) (Fitrijanti dan Hartono,
2002) diperoleh dari:
Jumlah saham beredar x Harga penutupan saham
Total ekuitas
2. MVABVA (market value assets to book value assets) (Fitrijanti dan Hartono
,2002) diperoleh dari:
(Asset – total ekuitas + (lembar saham beredar x harga penutupan saham)
Total asset
3. VPPE (value to book value of property, plant and equipment) (Nugroho &
Hartono, 2002) diperoleh dari:
Asset – Total ekuitas + (Lembar saham beredar x Harga penutupan saham)
Aktiva tetap Net
4. PER (price earning ratio) (Fitrijanti & Hartono, 2002) diperoleh dari:
Harga penutupan saham
Laba bersih per saham
5. CAPBVA (capital expenditure to book value of assets) (Fitrijanti & Hartono,
2002) diperoleh dari:
Nilai buku aktiva tetapt – Nilai buku aktiva tetapt-1
Total asset
6. CAPMVA (capital expenditure to market value of assets) (Fitrijanti &
Hartono, 2002) diperoleh dari:
Nilai buku aktiva tetapt – Nilai buku aktiva tetapt-1
(Asset – Total ekuitas + (Lembar saham beredar x Harga penutupan saham))
7. Communality adalah jumlah varian variabel-variabel asli yang terbagi kepada
semua variabel yang termasuk dalam analisa (Hair dkk (1995) dalam Subekti
(2001))
8. Common factor analyst adalah model faktor yang didasarkan pada suatu
pengurangan matrik korelasi (Hair dkk (1995) dalam Subekti (2001)).
H. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi para pelaku pasar
modal, calon investor, peneliti bidang manajemen keuangan, perusahaan dan
pihak lainnya. Manfaat penelitian ini bagi masing-masing pihak antara lain:
1. Bagi Pelaku Pasar Modal dan Calon Investor
Memberikan kontribusi bagi pelaku pasar modal di Indonesia, khususnya
yang berkaitan dengan penggunaan IOS dalam pengambilan keputusan yang
bersifat ekonomis. Diharapkan penggunaan deviden dalam menilai harga
saham suatu perusahaan dapat membantu calon investor dalam mengambil
keputusan berkaitan dengan keputusan pemilihan perusahaan yang baik untuk
berinvestasi.
2. Bagi Peneliti Bidang Manajemen Keuangan
Memberikan
kontribusi
dalam
bidang
manajemen
keuangan
dalam
hubungannya dengan pemakaian teori investment opportunity set (IOS).
3. Bagi Perusahaan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan tambahan
pengetahuan bagi perusahan dalam membuat keputusan yang berkaitan
dengan kebijakan deviden. Kebijakan yang dibuat diharapkan akan
mempengaruhi harga saham dari perusahaan tersebut.
4. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan referensi serta literatur dalam
bidang manajemen keuangan khususnya tetang teori investment opportunity
set (IOS).
I. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
dari perusahaan-perusahaan yang listing di BEJ mulai dari tahun 1999 sampai
tahun 2002. Data-data yang diambil berasal dari Indonesian Capital Market
Directory (ICMD), Prospektus Perusahaan, JSX Fact Book dan JSX Monthly
Statistic. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah:
a. Nama perusahaan yang listing di BEJ dan membagikan deviden pada
tahun 1999 sampai tahun 2002.
b. Harga penutupan saham tahunan perusahaan yang listing di BEJ tahun
1999-2002.
c. Jumlah lembar saham beredar perusahaan yang listing di BEJ tahun 19992002.
d. Deviden yang dibagikan setiap tahun oleh perusahaan yang listing di BEJ
tahun 1999-2002.
e. Total asset perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002.
f. Total ekuitas perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002.
g. Laba ditahan peruahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002.
h. Price Earning Ratio (PER) perusahaan yang listing di BEJ tahun 19992002.
2. Metode Pengambilan Sampel
Peneliti menggunakan metode purposive sampling dalam pengambilan
sampel, dimana pengambilan sampel sesuai dengan tujuan penulis yaitu pada:
a. Perusahaan-perusahaan yang telah mempublik selama tahun 1999-2002
b. Perusahaan memberikan laporan keuangan tahunan dan membagikan
deviden selama tahun 1999-2002
c. Data-data yang akan digunakan dalam penelitian selalu tersedia selama
tahun 1999-2002
d. Dengan menggunakan common factor analysis sampel diklasifikasikan ke
dalam IOS tinggi dan IOS rendah.
3. Metode analisis data
a. Proksi Pengukuran IOS
Berdasarkan hasil penelitian Fitrijanti & Hartono (2002), Subekti &
Kusuma (2001), Subekti (2001), Nugroho & Hartono (2002), Jati (2003)
dan Pagalung (2002), maka proksi yang digunakan sebagai ukuran IOS
yang digunakan dalam analisis faktor adalah MVABVA, MVEBVE,
PER, VPPE, CAPBVA dan CAPMVA. Proksi-proksi ini memiliki
korelasi yang positif terhadap realisasi pertumbuhan perusahaan dan
signifikan terhadap ukuran IOS.
Market Value Assets To Book Value Assets (MVABVA),
didasarkan pada pemikiran bahwa prospek pertumbuhan perusahaan
terefleksi dalam harga saham (Kallapur & Trombley, 1999), pasar menilai
perusahaan bertumbuh lebih besar dari nilai bukunya.
Market Value Equity To Book Value Equity (MVEBVE),
didasarkan pada pemikiran bahwa MVEBVE mencerminkan penilaian
pasar terhadap return investasi di masa depan akan lebih besar dan return
yang diharapkan dari ekuitasnya (Hartono, 1999 dalam Fitrijanti &
Hartono, 2002). Penggunaan nilai pasar perusahaan yang dibandingkan
dengan nilai bukunya untuk menunjukkan proksi perusahaan yang
mempunyai potensi untuk tumbuh dan berinvestasi di masa depan.
Perusahaan yang berpotensi tumbuh akan memiliki skor nilai pasar
terhadap nilai bukunya lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan
yang tidak berpotensi tumbuh (Smith & Watts, 1992 dalam Subekti,
2001). Rasio MVABVA dan MVEBVE merupakan salah satu proksi
potensi pertumbuhan yang valid dan rasio ini mempunyai korelasi paling
tinggi dengan pertumbuhan perusahaan pada masa yang akan datang
(Kallapur & Trombley, 1999).
Firm Value To Book Value Of Property, Plant And Quipment
(VPPE), digunakan dengan didasari pada alasan bahwa property, plant
dan equipment (PPE) dapat menunjukkan adanya investasi ativa tetap
yang produktif (Subekti, 2001). Semakin besar rasio ini maka perusahaan
akan mempunyai potensi untuk tumbuh yang juga semakin besar.
Price Earning Ratio (PER), rasio ini dalam proksi IOS karena
dapat menunjukkan indikator adanya aliran laba di masa depan (Gaver &
Gaver, 1993 dalam Subekti, 2001). Penggunaan rasio PER dalam proksi
IOS didasarkan pada pemikiran bahwa nilai ekuitas merupakan jumlah
nilai kapitalisasi laba dan pengelolaan aset plus nilai sekarang neto (NPV)
dari pilihan investaisi masa datang sehingga semakin besar rasio PER,
semakin kecil proporsi nilai ekuitas yang diatribusikan ke dalam laba
yang dihasilkan dan aset relatif terhadap kesempatan bertumbuh
(Fitrijanti & Hartono, 2002).
Capital Expenditure To Market Value Of Assets (CAPMVA) dan
Capital Expenditure To Book Value Asset (CAPBVA), menunjukkan
adanya aliran tambahan modal saham perusahaan. Penggunaan rasio ini
didasarkan pada pemikiran bahwa tambahan modal saham bagi
perusahaan dapat berfungsi sebagai indikator adanya aliran dana untuk
memperoleh
kesempatan
berinvestasi
sehingga
memungkinkan
perusahaan untuk tumbuh di masa depan (Subekti, 2001). Rasio
CAPMVA dan CAPBVA juga menunjukkan bahwa perusahaan
bertumbuh memiliki level aktivitas invesasi lebih tinggi (Kallapur &
Trombley, 1999).
b. Klasifikasi IOS tinggi dan IOS rendah
Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel diklasifikasikan ke dalam
kelompok level IOS tinggi dan kelompok level IOS rendah dengan
menggunakan common factor analysis (Riahi-Belkaoui dan Picur, 2001).
Kemudian berdasarkan factor score IOS perusahaan dipilih dari 35%
teratas skor distribusi sebagai kelompok level IOS tinggi, perusahaan
dengan level IOS rendah dipilih dari 35% terbawah. Pengambilan sampel
ini dipilih dari 35% dari indeks faktor terendah dan 35% tertinggi karena
sampel yang memiliki indeks faktor di tengah yaitu sebanyak 30%
dianggap kurang ekstrim untuk membedakan sampel sebagai IOS tinggi
dan IOS rendah (Jati, 2003).
Jumlah faktor yang digunakan sebanyak 6 buah, yaitu MVABVA,
MVEBVE, VPPE, PER, CAPBVA dan CAPMVA. Semua proksi IOS
tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan common factor
analysis. Jumlah faktor yang digunakan selanjutnya adalah faktor yang
mempunyai nilai eigenvalues sama atau lebih dari satu atau melebihi nilai
total communalities seluruh variabel yang digunakan (Hair dkk (1995)
dalam Subekti dan Kusuma (2001)). Kemudian faktor yang mempunyai
nilai eigenvalues sama atau lebih dari satu dianggap mewakili nilai-nilai
keseluruhan variabel (Subekti dan Kusuma (2001). Apabila faktor yang
terbentuk lebih dari satu maka nilai tersebut akan dijumlahkan menjadi
satu indeks faktor saja. Indeks faktor ini kemudian diurutkan mulai dari
yang tertinggi sampai yang terendah. Pemilihan perusahaan yang
memiliki IOS tinggi diambil dari 35% tertinggi dari indeks faktor dan
perusahaan yang memiliki IOS rendah diambil dari 35% terendah dari
indeks faktor, sisanya sebanyak 30 % perusahaan yang berada di tengah
pada indeks faktor tidak digunakan.
4. Model Analisis
Semua pengujian hipotesis alternatif diturunkan dari versi empiris, Ohslon
(1995) dalam Jati (2003), Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) yang
mengekspresikan harga pasar (P) sebagai fungsi nilai buku per saham (BV)
dan laba per saham (E);
Pit = a0 + a1BVit + a2Eit + eit………………………………………. (1)
Keterangan:
P
= Price (harga saham per lembar pada akhir tahun)
BV
= Book value per saham
E
= Earning per share (laba per saham)
a
= Intercept
e
= Error term
Untuk menguji pengaruh deviden, maka laba per saham (E) diuraikan
menjadi deviden per saham (DV) dan laba ditahan per saham (RE). Oleh
karena itu persamaan (1) tersebut di atas diubah menjadi:
Pit = b0 + b1BVit + b2REit + b3DVit + eit…………………………...(2)
Keterangan:
P
= Price (harga saham per lembar pada akhir tahun)
BV
= Book value per saham
RE
= Retained earning per share (laba ditahan per saham)
DV
= Dividend (deviden per saham)
b
= Intercept
e
= Error term
Untuk menguji pengaruh IOS bagi peranan deviden dan laba ditahan
diajukan model brikut ini, Riahi-Belkaoui dan Picur (2001):
Pit = a0 + bIOSit + cBVit + dREit + eIOSREit + fDVit + gIOSDVit +
eit………………………………………………………………..…..……….(3)
Keterangan:
P
= Price (harga saham per lembar pada akhir tahun)
a
= Intercept
IOS
= Investment opportunity set, adalah variable dummy dengan nilai 1
bagi level IOS tinggi dan nilai 0 bagi level IOS rendah.
BV
= Book value (nilai buku ekuitas per lembar saham)
RE
= Retained earning (nilai laba ditahan per lembar saham)
DV
= Dividend (nilai deviden per lembar saham)
e
= Error term
5. Pengujian Hipotesis
Pengujian yang dilakukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel
sesuai dengan model yang dibangun di atas adalah dengan menggunakan uji
regresi berganda. Pengujian terhadap seluruh hipotesi menggunakan regresi
berganda. Uji regresi berganda dilakukan karena jumlah variabel independen
yang dibentuk dalam model lebih dari satu. Misalnya Y dan sebanyak k –1
variabel-variabel bebas (X2, X3,… Xk), merupakan variabel-variabel yang
menentukan nilai Y (variabel nomor 1 adalah elemen konstan). Dapat
dinyatakan sebagai berikut:
Yi = β 1 + β 2 X 2i + β 3 X 3i + ... + β k X ki + ei
i = 1,2,…N
Keterangan:
Y
= Variabel dependen
β
= Koefisien regresi
e
= Stochastic disturbance term
i
= Jumlah observasi
N
= Populasi
Untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu model regresi secara
statistik signifikan atau tidak, dipakai nilai t-statistik (Arief,1993), kriteria
yang digunakan adalah:
-
Jika nilai absolut tj lebih kecil dari t tabel, maka hipotesis nol
diterima, yaitu bahwa variabel bebas j signifikan menentukan nilai
dependen variabel.
-
Jika nilai absolut tj lebih besar dari t tabel, maka hipotesis nol ditolak,
yaitu bahwa variabel bebas j tidak signifikan menentukan nilai
dependen variabel.
Pengujian koefisien regresi secara keseluruhan dilakukan untuk
mengetahui apakah secara statistik bahwa keseluruhan koefisien regresi juga
signifikan dalam menentukan nilai variabel dependen. Pengujian tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan uji F (Arief,1993), yaitu:
R 2 / (k − 1)
F=
1 − R 2 / (N − k )
(
)
Keterangan:
F
= F statistik
R2
= Koefisien determinasi ganda
N
= Jumlah populasi
k
= Jumlah observasi termasuk intersep
Kriteria yang digunakan untuk menguji kemampuan seluruh koefisien
variabel bebas dalam menentukan nilai variabel independen adalah:
-
Jika F statistik ini lebih besar dari F tabel, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas dengan
variabel dependen.
-
Jika F statistik kurang dari F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas dengan
variabel dependen.
Download