BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan perusahaan merupakan suatu harapan yang diinginkan oleh pihakpihak yang berkepentingan dengan perusahaan, baik internal perusahaan yaitu menajemen maupun eksternal perusahaan seperti investor dan kreditur. Pertumbuhan ini diharapkan dapat memberikan aspek yang positif bagi perusahaan seperti adanya suatu kesempatan berinvestasi di perusahaan tersebut (Nugroho, 2002). Prospek perusahaan yang bertumbuh bagi investor merupakan suatu prospek yang menguntungkan, karena investasi yang ditanamkan diharapkan akan memberikan return yang tinggi. Perusahaan yang bertumbuh akan direspon positif oleh pasar, peluang pertumbuhan perusahaan tersebut terlihat pada kesempatan investasi yang diproksikan dengan berbagai macam kombinasi nilai set kesempatan investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) (Smith dan Watts (1992) dalam Nugroho (2002)). Istilah IOS dikemukakan oleh Myers (1977) dalam Subekti (2001), perusahaan adalah satu kombinasi antara aktiva riil (assets in place) dan opsi investasi masa depan. Proksi IOS dijadikan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi potensi pertumbuhan perusahaan di masa depan, apakah suatu perusahaan masuk dalam klasifikasi yang berpotensi tumbuh atau tidak berpotensi tumbuh. Proksi-proksi IOS yang telah digunakan oleh para peneliti secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan pada faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur proksi-proksi tersebut. Kelompok klasifikasi tersebut menurut Gaver & Gaver (1993) dalam Pagalung (2002) dan Kallapur & Trombley (1999) dalam Subekti (2001) adalah; proksi berdasarkan harga (price based proxies), proksi berdasarkan investasi (investment-based proxies) dan proksi berdasarkan varian (variance measures). Proksi berdasarkan harga (price-based proxies) merupakan proksi yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar. Prospek pertumbuhan perusahaan dinyatakan dalam harga-harga saham, dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki (assets in place). Beberapa proksi yang digunakan oleh beberapa penelitian yang berkaitan dengan proksi berdasarkan harga adalah : Market to book value of equity (MVEBVE) ( Subekti & Kusuma (2001), Jati (2003), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), Nugroho & Hartono (2002), Riahi-Belkauoi & Picur (2001)); Market to book value of assets (MVABVA) (Subekti & Kusuma (2001); Jati (2003), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), RiahiBelkauoi & Picur (2001)); Earning to price ratio (PER) (Subekti & Kusuma (2001), Pagalung (2002), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), RiahiBelkauoi & Picur (2001)); Firm value to book value of property, plant and equipment (VPPE) (Subekti & Kusuma (2001), Jati (2003), Subekti (2001), Nugroho & Hartono (2002)); Tobin’s Q (Pagalung (2002), Nugroho & Hartono (2002)); Value to depreciation expense (VDEP) (Nugroho & Hartono (2002)). Proksi berdasarkan investasi mendasarkan pada satu level kegiatan investasi yang tinggi berhubungan positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Kegiatan investasi diharapkan memberikan peluang investasi berikutnya yang semakin besar pada perusahaan yang bersangkutan. Beberapa proksi IOS yang telah digunakan peneliti yang berkaitan dengan proksi berdasarkan varian adalah sebagai berikut : Investment to net sales (IONS) (Nugroho & Hartono (2002)); Capital expenditure to book value assets (CAPMVA) (Subekti & Kusuma (2001), Jati (2003), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), Nugroho & Hartono (2002)); Capital expenditure to market value assets (CAPBVA) (Subekti & Kusuma (2001), Jati (2003), Subekti (2001), Fitrijanti & Hartono (2002), Nugroho & Hartono (2002)). Proksi berdasarkan varian didasarkan pada gagasan bahwa suatu opsi akan menjadi lebih bernilai jika variabilitas ukuran digunakan untuk memperkirakan besarnya opsi yang tumbuh, seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva. Proksi yang digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan proksi berdasarkan varian adalah sebagai berikut : Vairen return (VARRET) (Nugroho & Hartono (2002)); Beta assets (BETA) (Nugroho & Hartono (2002)). Ketiga jenis proksi di atas menggambarkan beragamnya ukuran IOS memungkinkan beberapa peneliti menggunakan beragam rasio sebagai proksi IOS. Ini menunjukkan bahwa IOS sulit untuk diamati dan tidak memiliki konsensus yang dimunculkan dalam akuntansi dan dalam literatur keuangan tentang sebuah variabel yang sesuai, ini terjadi karena IOS bersifat unobservable (Gaver dan Gaver (1993). Perlu menguraikan pendekatan-pendekatan untuk mengukur dan mengetahui peluang pertumbuhan yang digunakan oleh penelitian sebelumnya dan mengusulkan suatu ukuran baru tentang IOS. Gaver & Gaver (1993) menyatakan bahwa IOS tidak dapat dipisahkan dari kata unobservable dan tidak akan sempurna bila hanya diukur dengan menggunakan proksi empiris tunggal. Berbagai jenis proksi IOS telah digunakan oleh banyak peneliti dalam studi empirisnya secara tidak seragam (Sami dkk (1999), Gaver dan Gaver (1993), dalam Subekti (2001)), yang menunjukkan bahwa belum terdapat suatu kepastian ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur IOS, sehingga perlu digunakan proksi-proksi untuk melakukan pengukuran yang lebih mendekati. Semakin banyak proksi IOS yang digunakan maka hal ini akan menunjukkan semakin tepat dalam penentuan kelompok atau karakteristik perusahaan sebagai obyek penelitian. Penelitian yang berhubungan dengan penggunaan level relatif IOS, meneliti perbedaan kebijakan deviden antara perusahaan yang memiliki level IOS tinggi dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah menemukan bahwa perusahaan yang memiliki level IOS tinggi mempunyai kebijakan pembayaran deviden yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah (Subekti (2001) dan Fitrijanti & Hartono (2002)). Hasil penelitian Smith dan Watts (1992) dalam Jati (2003), menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki IOS tinggi cenderung membagikan deviden lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah. Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) melakukan perbandingan hubungan dividend yield dan PER dengan menggunakan level relatif IOS, menyimpulkan bahwa PER memiliki hubungan yang lebih besar untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS tinggi, sedangkan untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS rendah, dividend yield memiliki hubungan yang lebih besar dari pada nilai PER. Para peneliti dalam bidang keuangan menolak argumentasi bahwa biayabiaya kontrak diferensial memberikan penjelasan pada variasi cross-sectional dalam pembiayaan perusahaan dan kebijakan deviden (Gaver & Gaver (1993)). Smith & Watts dalam Gaver & Gaver (1993) menyatakan bahwa biaya kontrak (contracting-cost) menjelaskan aneka pilihan kebijakan perusahaan yang didasarkan pada set kesempatan investasi perusahaan tersebut. Hasil yang penelititan mereka menyatakan bahwa variabel-variabel kebijakan utama adalah yang secara empiris memiliki hubungan dengan IOS. Mereka juga melaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Investment Opportunity Set (IOS) dengan variabel struktur modal, kebijakan deviden dan kebijakan kompensasi eksekutip. Kebijakan deviden memiliki hubungan positif yang signifikan untuk kelompok perusahaan yang bertumbuh dan kelompok perusahaan yang tidak bertumbuh (Gaver & Gaver (1993)). Gaver & Gaver (1993) memasukkan kebijakan deviden dalam regresi agar konsisten dengan penelitian Smith dan Watts yang juga memasukkan kebijakan deviden dalam regresinya. Walaupun secara teoritis tidak ada hubungan yang diusulkan antara ukuran dengan kebijakan deviden (Gaver & Gaver (1993)). Hasil penelitian Gaver & Gaver (1993) menunjukkan perusahaan yang tumbuh memberikan deviden lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bertumbuh. Studi ini dikembangkan untuk menguji model penilaian pasar di mana nilai ekuitas diduga sebagai fungsi dari laba, deviden dan nilai buku, dimana fungsi ini didasarkan pada relatif level dari IOS, seperti yang telah dilakukan oleh Riahi-Belkaoui dan Picur (2001). Menurut Lev (1989) dalam Jati (2003) relevansi nilai akuntansi dicirikan oleh kualitas informasi. Kualitas laba diukur oleh koefisien determinasi dalam suatu regresi return pasar pada laba. Beaver (1968) dalam Jati (2003) memberikan definisi hubungan sebagai kemampuan menjelaskan (explanatory power) dari informasi akuntansi dalam kaitannya dengan nilai perusahaan. IOS merupakan variabel yang tidak dapat diobservasi, maka diperlukan proksi (Hartono (1999) dalam Jati (2003)). Berbagai penelitian yang digunakan sebagai proksi IOS telah diteliti dan diuji pada berbagai penelitian. Berbagai proksi dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa selalu ada proksi IOS yang tidak dapat digunakan, sehingga belum ada proksi yang dapat mewakili IOS secara tepat (Gaver & Gaver (1993)). Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengambil judul penelitian ini adalah: Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Dividend Dalam Penilaian Harga Saham Pada Perusahaan Publik Di Bursa Efek Jakarta Tahun 1999-2002. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah Pengaruh Investment Opportunity Set (IOS) Terhadap Dividend Dalam Penilaian Harga Saham Pada Perusahaan Publik Di Bursa Efek Jakarta Tahun 1999-2002. Secara khusus yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah IOS berpengaruh terhadap deviden? 2. Apakah IOS berpengaruh terhadap harga saham? 3. Apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki IOS rendah? 4. Apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki IOS tinggi? 5. Apakah ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi? C. Batasan Masalah Agar pembahasan terhadap obyek yang akan diteliti tidak terlalu luas maka perlu adanya fokus penelitian sehingga menjadi lebih terarah terhadap permasalahan yang ada, maka peneliti membatasi penelitian ini pada: 1. Penelitian dilakukan pada perusahaan-perusahaan listing di BEJ tahun 1999 sampai 2002. 2. Perusahaan selalu memberikan laporan keuangan tahunan dan membagikan deviden selama periode penelitian (1999-2002). 3. Proksi yang digunakan menentukan sampel sebagai perusahaan yang memiliki IOS tinggi dan perusahaan yang memiliki IOS rendah adalah Market Value Assets To Book Value Assets (MVABVA), Market Value Equity To Book Value Equity (MVEBVE), Firm Value To Book Value Of Property, Plant And Quipment (VPPE), Price Earning Ratio (PER), Capital Expenditure To Market Value Of Assets (CAPMVA) dan Capital Expenditure To Book Value Asset (CAPBVA). 4. Sampel yang dimasukkan dalam kelompok IOS tinggi diambil dari 35% indeks faktor tertinggi dan IOS rendah diambil dari 35% indeks faktor terendah. Pengelompokan ini dilakukan karena sampel yang terletak di tengah, yaitu 30 % dianggap kurang ekstrim untuk membedakan sample sebagai IOS tinggi atau sebagai IOS rendah (Jati, 2001) D. Tinjauan Literatur dan Hipotesis Fitrijanti dan Hartono (2002), melakukan penelitian dengan judul Set Kesempatan Investasi: Konstruksi Proksi dan Analisis Hubungannya dengan Kebijakan Pendanaan dan Deviden. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan yang bertumbuh memiliki leverage dan kebijakan deviden lebih rendah relatif terhadap perusahaan tidak bertumbuh. Perusahaan bertumbuh cenderung merupakan perusahaan besar, dan ukuran perusahaan memiliki korelasi negatif terhadap kebijakan deviden. Subekti (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa kebijakan pendanaan tidak dipengaruhi oleh klasifikasi perusahaan yang berpotensi tumbuh atau tidak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada perbedaan pandangan perusahaan di negara yang sudah maju dengan perusahaan di negara yang sedang berkembang. Kebijakan deviden yang lebih kecil pada perusahaan yang berpotensi tumbuh menunjukkan bahwa perusahaan menganut teori contracting, yang mengutamakan kebijakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Subekti dan Kusuma (2001) melakukan penelitian dengan judul Asosiasi Antara Set Kesempatan Investasi dengan Kebijakan Pendanaan dan Deviden Perusahaan, Serta Implikasinya Pada Perubahan Harga Saham. Hasil penelitian menemukan bahwa rasio MVE/BE, MVA/BVA dan CAP/BVA menunjukkan arah korelasi positif dan konsisten terhadap pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang tumbuh mempunyai kebijakan pendanaan dari eksternal yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Perusahaan yang tumbuh lebih mampu mendanai usahanya secara internal dan tidak tertarik untuk mencari dana dari luar (eksternal). Penelitiannya juga menemukan bahwa perusahaan yang tumbuh mempunyai kebijakan pembayaran deviden yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) membandingkan pengaruh dividend yield dan PER dengan menggunakan level relatif IOS. Perusahaan yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian tersebut adalah perusahaan-perusahaan multinasional Amerika Serikat dari tahun 1992 sampai 1998. Analisis data dilakukan dengan cross sectional dan pooled, menyimpulkan bahwa PER memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dividend yield dalam suatu model penilaian harga saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS tinggi. Sebaliknya perusahaan yang memiliki level IOS rendah, dividend yield memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan pengaruh PER. Jati (2003) melakukan penelitian dengan judul Relevansi Nilai Dividend Yield dan Price Earnings Ratio dengan Moderasi Ivestment Opportunity Set (IOS) dalam Penilaian Harga Saham. Sampel dalam penelitiannya adalah perusahaan yang mempublik yang terdaftar di BEJ tahun1993 sampai 1996 selain perusahaan perbankan, pemerintah dan instansi keuangan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa secara umum dividend yield dan PER secara bersamasama memiliki relevansi nilai bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS tinggi dan level IOS rendah. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, maka penelitian ini akan memperluas model penilaian dasar dengan asumsi bahwa deviden dan laba ditahan telah digunakan oleh pelaku pasar dalam menentukan dan mengevaluasi harga saham seperti yang telah digunakan oleh Riahi-Belkaoui & Picur (2001) dan Jati (2003). Perluasan model tersebut menggunakan level IOS. Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kebijakan deviden telah banyak dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki IOS tinggi memiliki kebijakan deviden yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki IOS rendah. Tinggi rendahnya kebijakan deviden yang dilakukan oleh perusahaan ditunjukkan dengan besarnya jumlah deviden yang dibagikan kepada pemegang saham. Hubungan antara IOS dengan deviden maupun IOS dengan laba ditahan ditunjukkan pada Gambar 1 berikut: Gambar 1 Hubungan IOS dengan Harga Saham Deviden IOS Harga Saham Laba Ditahan IOS yang tinggi berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian terdahulu akan memiliki kebijakan deviden yang rendah. Rendahnya kebijakan deviden akan menyebabkan tingginya laba ditahan. Sebaliknya, IOS rendah akan dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki kebijakan deviden yang tinggi. Kebijakan deviden yang tinggi akan menyebabkan rendahnya laba ditahan. Perubahan yang terjadi pada deviden dan laba ditahan tersebut diduga memiliki hubungan dan pengaruh terhadap perubahan harga saham masing-masing perusahaan yang memiliki IOS rendah maupun perusahaan yang memiliki IOS tinggi. Perbedaan kebijakan deviden antara perusahaan yang memiliki IOS tinggi dan IOS rendah diharapkan akan berpengaruh pada penilian investor terhadap perusahaan. Penilaian Investor dalam menilai perusahaan tersebut dapat dicerminkan oleh harga saham perusahaan. Penelitian Fitrijanti (2002) meneliti perbedaan kebijakan deviden antara perusahaan yang memiliki level IOS tinggi dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS tinggi mempunyai kebijakan pembayaran deviden yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki level IOS rendah. Hal ini menunjukkan bahwa teori contracting telah dianut oleh perusahaan yang mengutamakan kebijakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Pada perusahaan-perusahaan yang memiliki level IOS rendah, deviden akan memiliki pengaruh yang berbeda jika dibandingkan dengan pengaruh laba ditahan. Selain penggunaan deviden dan laba ditahan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan, pelaku pasar juga dapat mengidentifikasi melalui arus kas perusahaan. Semakin besar jumlah investasi dalam satu periode akuntansi tertentu, semakin kecil deviden yang dibayarkan, karena perusahaan yang memiliki level IOS tinggi diidentifikasikan sebagai perusahaan yang free cash flow-nya rendah (Smith dan Watts, 1992 dalam Jati, 2003). Perusahaan yang memiliki IOS tinggi akan membayar deviden yang lebih rendah karena mereka mempunyai kesempatan yang profitable dalam mendanai investasinya secara internal sehingga perusahaan tidak membayar bagian yang lebih besar labanya kepada pihak luar. Penggunaan sumber pendanaan yang lebih mengandalkan pada sumber internal maka perusahaan dimungkinkan untuk memperoleh profitabilitas yang lebih besar. Profitabilitas yang tinggi menyebabkan deviden dan laba bersama-sama memiliki pengaruh (Jati, 2003). Berdasar latar belakang di atas maka dapat dihipotesiskan: H1: IOS berpengaruh terhadap deviden. H2: IOS berpengaruh terhadap haga saham. H3: Deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki IOS rendah. H4: Deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki IOS tinggi. H5: Ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelitian ulang terhadap penelitian yang telah dilakukan oleh Riahi-Belkaoui dan Picur tentang hubungan dividend yield dan PER. Penelitiannya menggunakan proksi yang berbasis pada harga dalam mengobservasi variabel IOS. Riahi-Belkaoui dan Picur menggunakan proksi MVABVA, MVEBVE dan PER. Sesuai dengan saran dari peneliti-peneliti terdahulu peneliti menambahkan proksi VPPE, CAPMVA dan CAPBVA. Proksi yang digunakan tidak hanya berbasis pada harga melainkan juga menggunakan proksi berbasis pada investasi. Pengembangan terhadap proksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menambahkan VPPE sebagai proksi berdasar pada harga saham, proksi CAPBVA dan CAPMVA sebagai proksi berbasis pada investasi. Pemilihan sampel menggunakan data yang lebih baru yaitu tahun 1999 sampai tahun 2002. Pengelompokan sampel diambil dari perusahaan yang memiliki indeks faktor 35% terbesar dan 35% terendah, berbeda dengan jumlah prosentase yang digunakan oleh Riahi-Belkaoui dan Picur dalam penelitiannya yaitu hanya menggunakan 25% terbesar dan 25% terendah. Pengelompokan yang dilakukannya mungkin terlalu kecil dan kemungkinan sampel yang didapat jumlahnya juga sangat sedikit. Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat mendukung temuan yang telah banyak dilakukan. F. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apakah IOS berpengaruh terhadap deviden. 2. Mengetahui apakah IOS berpengaruh terhadap harga saham. 3. Mengetahui apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki IOS rendah. 4. Mengetahui apakah deviden berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang memiliki IOS tinggi. 5. Mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh deviden terhadap harga saham pada perusahaan-perusahaan yang memiliki IOS rendah dan IOS tinggi. G. Definisi Operasional Dengan adanya definisi operasional maka diharapkan akan mempermudah pembaca dalam mengerti dan memahami isi penelitian ini. Beberapa hal yang perlu didefinisikan adalah sebagai berikut: 1. MVEBVE (market value equity to book value equity) (Fitrijanti dan Hartono, 2002) diperoleh dari: Jumlah saham beredar x Harga penutupan saham Total ekuitas 2. MVABVA (market value assets to book value assets) (Fitrijanti dan Hartono ,2002) diperoleh dari: (Asset – total ekuitas + (lembar saham beredar x harga penutupan saham) Total asset 3. VPPE (value to book value of property, plant and equipment) (Nugroho & Hartono, 2002) diperoleh dari: Asset – Total ekuitas + (Lembar saham beredar x Harga penutupan saham) Aktiva tetap Net 4. PER (price earning ratio) (Fitrijanti & Hartono, 2002) diperoleh dari: Harga penutupan saham Laba bersih per saham 5. CAPBVA (capital expenditure to book value of assets) (Fitrijanti & Hartono, 2002) diperoleh dari: Nilai buku aktiva tetapt – Nilai buku aktiva tetapt-1 Total asset 6. CAPMVA (capital expenditure to market value of assets) (Fitrijanti & Hartono, 2002) diperoleh dari: Nilai buku aktiva tetapt – Nilai buku aktiva tetapt-1 (Asset – Total ekuitas + (Lembar saham beredar x Harga penutupan saham)) 7. Communality adalah jumlah varian variabel-variabel asli yang terbagi kepada semua variabel yang termasuk dalam analisa (Hair dkk (1995) dalam Subekti (2001)) 8. Common factor analyst adalah model faktor yang didasarkan pada suatu pengurangan matrik korelasi (Hair dkk (1995) dalam Subekti (2001)). H. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi para pelaku pasar modal, calon investor, peneliti bidang manajemen keuangan, perusahaan dan pihak lainnya. Manfaat penelitian ini bagi masing-masing pihak antara lain: 1. Bagi Pelaku Pasar Modal dan Calon Investor Memberikan kontribusi bagi pelaku pasar modal di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan penggunaan IOS dalam pengambilan keputusan yang bersifat ekonomis. Diharapkan penggunaan deviden dalam menilai harga saham suatu perusahaan dapat membantu calon investor dalam mengambil keputusan berkaitan dengan keputusan pemilihan perusahaan yang baik untuk berinvestasi. 2. Bagi Peneliti Bidang Manajemen Keuangan Memberikan kontribusi dalam bidang manajemen keuangan dalam hubungannya dengan pemakaian teori investment opportunity set (IOS). 3. Bagi Perusahaan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan tambahan pengetahuan bagi perusahan dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan kebijakan deviden. Kebijakan yang dibuat diharapkan akan mempengaruhi harga saham dari perusahaan tersebut. 4. Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan referensi serta literatur dalam bidang manajemen keuangan khususnya tetang teori investment opportunity set (IOS). I. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari perusahaan-perusahaan yang listing di BEJ mulai dari tahun 1999 sampai tahun 2002. Data-data yang diambil berasal dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD), Prospektus Perusahaan, JSX Fact Book dan JSX Monthly Statistic. Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah: a. Nama perusahaan yang listing di BEJ dan membagikan deviden pada tahun 1999 sampai tahun 2002. b. Harga penutupan saham tahunan perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002. c. Jumlah lembar saham beredar perusahaan yang listing di BEJ tahun 19992002. d. Deviden yang dibagikan setiap tahun oleh perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002. e. Total asset perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002. f. Total ekuitas perusahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002. g. Laba ditahan peruahaan yang listing di BEJ tahun 1999-2002. h. Price Earning Ratio (PER) perusahaan yang listing di BEJ tahun 19992002. 2. Metode Pengambilan Sampel Peneliti menggunakan metode purposive sampling dalam pengambilan sampel, dimana pengambilan sampel sesuai dengan tujuan penulis yaitu pada: a. Perusahaan-perusahaan yang telah mempublik selama tahun 1999-2002 b. Perusahaan memberikan laporan keuangan tahunan dan membagikan deviden selama tahun 1999-2002 c. Data-data yang akan digunakan dalam penelitian selalu tersedia selama tahun 1999-2002 d. Dengan menggunakan common factor analysis sampel diklasifikasikan ke dalam IOS tinggi dan IOS rendah. 3. Metode analisis data a. Proksi Pengukuran IOS Berdasarkan hasil penelitian Fitrijanti & Hartono (2002), Subekti & Kusuma (2001), Subekti (2001), Nugroho & Hartono (2002), Jati (2003) dan Pagalung (2002), maka proksi yang digunakan sebagai ukuran IOS yang digunakan dalam analisis faktor adalah MVABVA, MVEBVE, PER, VPPE, CAPBVA dan CAPMVA. Proksi-proksi ini memiliki korelasi yang positif terhadap realisasi pertumbuhan perusahaan dan signifikan terhadap ukuran IOS. Market Value Assets To Book Value Assets (MVABVA), didasarkan pada pemikiran bahwa prospek pertumbuhan perusahaan terefleksi dalam harga saham (Kallapur & Trombley, 1999), pasar menilai perusahaan bertumbuh lebih besar dari nilai bukunya. Market Value Equity To Book Value Equity (MVEBVE), didasarkan pada pemikiran bahwa MVEBVE mencerminkan penilaian pasar terhadap return investasi di masa depan akan lebih besar dan return yang diharapkan dari ekuitasnya (Hartono, 1999 dalam Fitrijanti & Hartono, 2002). Penggunaan nilai pasar perusahaan yang dibandingkan dengan nilai bukunya untuk menunjukkan proksi perusahaan yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berinvestasi di masa depan. Perusahaan yang berpotensi tumbuh akan memiliki skor nilai pasar terhadap nilai bukunya lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak berpotensi tumbuh (Smith & Watts, 1992 dalam Subekti, 2001). Rasio MVABVA dan MVEBVE merupakan salah satu proksi potensi pertumbuhan yang valid dan rasio ini mempunyai korelasi paling tinggi dengan pertumbuhan perusahaan pada masa yang akan datang (Kallapur & Trombley, 1999). Firm Value To Book Value Of Property, Plant And Quipment (VPPE), digunakan dengan didasari pada alasan bahwa property, plant dan equipment (PPE) dapat menunjukkan adanya investasi ativa tetap yang produktif (Subekti, 2001). Semakin besar rasio ini maka perusahaan akan mempunyai potensi untuk tumbuh yang juga semakin besar. Price Earning Ratio (PER), rasio ini dalam proksi IOS karena dapat menunjukkan indikator adanya aliran laba di masa depan (Gaver & Gaver, 1993 dalam Subekti, 2001). Penggunaan rasio PER dalam proksi IOS didasarkan pada pemikiran bahwa nilai ekuitas merupakan jumlah nilai kapitalisasi laba dan pengelolaan aset plus nilai sekarang neto (NPV) dari pilihan investaisi masa datang sehingga semakin besar rasio PER, semakin kecil proporsi nilai ekuitas yang diatribusikan ke dalam laba yang dihasilkan dan aset relatif terhadap kesempatan bertumbuh (Fitrijanti & Hartono, 2002). Capital Expenditure To Market Value Of Assets (CAPMVA) dan Capital Expenditure To Book Value Asset (CAPBVA), menunjukkan adanya aliran tambahan modal saham perusahaan. Penggunaan rasio ini didasarkan pada pemikiran bahwa tambahan modal saham bagi perusahaan dapat berfungsi sebagai indikator adanya aliran dana untuk memperoleh kesempatan berinvestasi sehingga memungkinkan perusahaan untuk tumbuh di masa depan (Subekti, 2001). Rasio CAPMVA dan CAPBVA juga menunjukkan bahwa perusahaan bertumbuh memiliki level aktivitas invesasi lebih tinggi (Kallapur & Trombley, 1999). b. Klasifikasi IOS tinggi dan IOS rendah Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel diklasifikasikan ke dalam kelompok level IOS tinggi dan kelompok level IOS rendah dengan menggunakan common factor analysis (Riahi-Belkaoui dan Picur, 2001). Kemudian berdasarkan factor score IOS perusahaan dipilih dari 35% teratas skor distribusi sebagai kelompok level IOS tinggi, perusahaan dengan level IOS rendah dipilih dari 35% terbawah. Pengambilan sampel ini dipilih dari 35% dari indeks faktor terendah dan 35% tertinggi karena sampel yang memiliki indeks faktor di tengah yaitu sebanyak 30% dianggap kurang ekstrim untuk membedakan sampel sebagai IOS tinggi dan IOS rendah (Jati, 2003). Jumlah faktor yang digunakan sebanyak 6 buah, yaitu MVABVA, MVEBVE, VPPE, PER, CAPBVA dan CAPMVA. Semua proksi IOS tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan common factor analysis. Jumlah faktor yang digunakan selanjutnya adalah faktor yang mempunyai nilai eigenvalues sama atau lebih dari satu atau melebihi nilai total communalities seluruh variabel yang digunakan (Hair dkk (1995) dalam Subekti dan Kusuma (2001)). Kemudian faktor yang mempunyai nilai eigenvalues sama atau lebih dari satu dianggap mewakili nilai-nilai keseluruhan variabel (Subekti dan Kusuma (2001). Apabila faktor yang terbentuk lebih dari satu maka nilai tersebut akan dijumlahkan menjadi satu indeks faktor saja. Indeks faktor ini kemudian diurutkan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Pemilihan perusahaan yang memiliki IOS tinggi diambil dari 35% tertinggi dari indeks faktor dan perusahaan yang memiliki IOS rendah diambil dari 35% terendah dari indeks faktor, sisanya sebanyak 30 % perusahaan yang berada di tengah pada indeks faktor tidak digunakan. 4. Model Analisis Semua pengujian hipotesis alternatif diturunkan dari versi empiris, Ohslon (1995) dalam Jati (2003), Riahi-Belkaoui dan Picur (2001) yang mengekspresikan harga pasar (P) sebagai fungsi nilai buku per saham (BV) dan laba per saham (E); Pit = a0 + a1BVit + a2Eit + eit………………………………………. (1) Keterangan: P = Price (harga saham per lembar pada akhir tahun) BV = Book value per saham E = Earning per share (laba per saham) a = Intercept e = Error term Untuk menguji pengaruh deviden, maka laba per saham (E) diuraikan menjadi deviden per saham (DV) dan laba ditahan per saham (RE). Oleh karena itu persamaan (1) tersebut di atas diubah menjadi: Pit = b0 + b1BVit + b2REit + b3DVit + eit…………………………...(2) Keterangan: P = Price (harga saham per lembar pada akhir tahun) BV = Book value per saham RE = Retained earning per share (laba ditahan per saham) DV = Dividend (deviden per saham) b = Intercept e = Error term Untuk menguji pengaruh IOS bagi peranan deviden dan laba ditahan diajukan model brikut ini, Riahi-Belkaoui dan Picur (2001): Pit = a0 + bIOSit + cBVit + dREit + eIOSREit + fDVit + gIOSDVit + eit………………………………………………………………..…..……….(3) Keterangan: P = Price (harga saham per lembar pada akhir tahun) a = Intercept IOS = Investment opportunity set, adalah variable dummy dengan nilai 1 bagi level IOS tinggi dan nilai 0 bagi level IOS rendah. BV = Book value (nilai buku ekuitas per lembar saham) RE = Retained earning (nilai laba ditahan per lembar saham) DV = Dividend (nilai deviden per lembar saham) e = Error term 5. Pengujian Hipotesis Pengujian yang dilakukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel sesuai dengan model yang dibangun di atas adalah dengan menggunakan uji regresi berganda. Pengujian terhadap seluruh hipotesi menggunakan regresi berganda. Uji regresi berganda dilakukan karena jumlah variabel independen yang dibentuk dalam model lebih dari satu. Misalnya Y dan sebanyak k –1 variabel-variabel bebas (X2, X3,… Xk), merupakan variabel-variabel yang menentukan nilai Y (variabel nomor 1 adalah elemen konstan). Dapat dinyatakan sebagai berikut: Yi = β 1 + β 2 X 2i + β 3 X 3i + ... + β k X ki + ei i = 1,2,…N Keterangan: Y = Variabel dependen β = Koefisien regresi e = Stochastic disturbance term i = Jumlah observasi N = Populasi Untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu model regresi secara statistik signifikan atau tidak, dipakai nilai t-statistik (Arief,1993), kriteria yang digunakan adalah: - Jika nilai absolut tj lebih kecil dari t tabel, maka hipotesis nol diterima, yaitu bahwa variabel bebas j signifikan menentukan nilai dependen variabel. - Jika nilai absolut tj lebih besar dari t tabel, maka hipotesis nol ditolak, yaitu bahwa variabel bebas j tidak signifikan menentukan nilai dependen variabel. Pengujian koefisien regresi secara keseluruhan dilakukan untuk mengetahui apakah secara statistik bahwa keseluruhan koefisien regresi juga signifikan dalam menentukan nilai variabel dependen. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan uji F (Arief,1993), yaitu: R 2 / (k − 1) F= 1 − R 2 / (N − k ) ( ) Keterangan: F = F statistik R2 = Koefisien determinasi ganda N = Jumlah populasi k = Jumlah observasi termasuk intersep Kriteria yang digunakan untuk menguji kemampuan seluruh koefisien variabel bebas dalam menentukan nilai variabel independen adalah: - Jika F statistik ini lebih besar dari F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas dengan variabel dependen. - Jika F statistik kurang dari F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang linier antara variabel bebas dengan variabel dependen.