Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS Atun Farihatun ,Dewi Kania Y, Meta Amelia Program Studi Diploma III Analis Kesehatan STIKes Muhammadiyah Ciamis ABSTRACT Serum albumin is a reserves of amino acid for body and be used as a parameters test to evaluate the nutritional status of human body. Low serum albumin levels in malnutrition, in the disease of the channel containing protein, in renal disease that accompanies the protein, in severe catabolic state prolonged like burns, and in elevation of blood volume, nephrosis and excessive air intake. This research was conducted to determine the description of level albumin in non-clinical malnourished children. The total number of samples in this research is 30 taken from malnourished children Ciamis District in April 2017 by selecting 3 Health Center (Puskesmas) whose working areas had the highest number of non-clinical malnourished children used sampling technique purposive sampling. The research was conducted at Nur Falah Health Laboratory on May 20 - June 22, 2017. The instrument used in this reserach is the Photometer. This research uses secondary data that is malnutrition data from Health Service (Dinas Kesehatan) and Health Center (Puskesmas) and also using primary data that is by direct examination on blood sample, and research result presented in the form of table and diagram. Based on the results of research on 30 blood samples examined can be concluded that the albumin levels in non-clinical malnourished children is 90% are normal adn 10% are low. Keywords : Albumin Level, Malnourished Children INTISARI Albumin serum dapat dipandang sebagai cadangan asam amino bagi tubuh dan sebagai parameter pemeriksaan yang digunakan untuk menilai status gizi seseorang. Kadar albumin serum rendah pada malnutrisi (gizi buruk), pada penyakit saluran cerna yang disertai pengeluaran protein, pada penyakit ginjal yang disertai pengeluaran protein, pada keadaan katabolik berat berkepanjangan seperti luka bakar, dan pada keadaan ekspansi volume darah, nefrosis dan berlebihnya asupan air. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kadar albumin pada balita dengan status gizi buruk non klinis. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah desktiptif. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 30 sampel yang diambil dari balita gizi buruk di Kabupaten Ciamis pada bulan April 2017 dengan memilih 3 Puskesmas yang wilayah kerjanya terbanyak memiliki jumlah balita gizi buruk non klinis berdasarkan teknik Purposive Sampling. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Klinik Nur Falah pada tanggal 20 Mei-22 Juni 2017. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fotometer. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data balita gizi buruk dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas yang dituju serta menggunakan data primer yaitu dengan cara pemeriksaann langsung pada sampel darah. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel dan diagram serta dijelaskan secara narasi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 30 sampel darah yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa kadar albumin pada balita dengan status gizi buruk non klinis yaitu 90% memiliki kadar albumin normal dan 10% memiliki kadar albumin rendah. Kata Kunci : Kadar Albumin, Balita Gizi buruk. Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS Pendahuluan musuh yang nyata bagimu.” (QS.Al Secara etimologi kata “gizi” Baqarah.168) berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang Berdasarkan ayat diatas dapat swt telah berarti “makanan”. Menurut dialek Mesir, dijelaskan “ghidza” dibaca “ghizi”. Gizi adalah membolehkan proses menggunakan manusia agar memakan apa saja yang ada makanan yang dikonsumsi secara normal dimuka bumi, yaitu makanan yang halal, melalui (penyerapan), baik, dan bermanfaat bagi dirinya sendiri penyimpanan, yang tidak membahayakan bagi tubuh dan metabolisme dan pengeluaran zat- zat yang akal pikiranya. Makna halal yaitu segala tidak sesuatu makhluk proses absorpsi, hidup digesti transportasi, digunakan (Marimbi dan Kristiyanasari, 2010). bahwa Allah (menghalalkan) yang cara seluruh memperolehnya dibenarkan oleh syariat dan juga wujud Zat gizi yang sangat diperlukan barangnya juga yang dibenarkan oleh oleh tubuh untuk dapat menjalankan fungsi syariat. Kemudian makna Tayyiban adalah tubuh secara baik adalah karbohidrat, baik, perkara yang baik adalah perkara protein, lemak, air, vitamin dan mineral. yang secara akal dan fitrah dianggap baik Zat- zat gizi tersibut sangat diharapkan terutama bagi tubuh dan akal pikirannya. terkandung dalam menu makanan sehari- Sama halnya dengan gizi, gizi adalah suatu hari. sebagai zat yang sangat diperlukan tubuh dan salah keadaan tubuh yang merupakan akibat dari satu cara mendapatkannya adalah dengan konsumsi makanan dan penggunaan zat- cara memakan makanan yang baik sesuai zat gizi dengan 4 klasifikasi, yaitu status pada ayat 168 Q.S Al-Baqarah tersebut gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Istiany sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi dan Rusilanti, 2013). tubuh dan akal pikiran. Status gizi dinyatakan Indonesia menghadapi Berdasarkan Firman Allah SWT permasalahan gizi yang cukup serius. dalam Q.S Al Baqarah ayat 168 yang Masalah utama di Indonesia salah satunya artinya adalah : “Hai sekalian manusia, gizi buruk mengingat angka makanlah yang halal lagi baik dari apa prevalensi gizi buruk terutama pada balita yang terdapat di bumi, dan janganlah cukup tinggi (Santoso dan Ranti, 2009). kamu mengikuti langkah- langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 secara Nasional diperkirakan Prevalensi Balita Gizi Buruk Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS dan Kurang sebesar 19,6 %. Jumlah ini rendah dan minimnya kesempatan kerja jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas (Kesmas, 2016). tahun 2007, terjadi peningkatan yaitu dari Akibat dari gizi buruk secara 18,4 % dan terjadi peningkatan pada tahun umum dapat menyebabkan gangguan pada 2010. Jawa Barat menepati urutan ke-12 proses-proses tubuh yaitu sering terserang tertinggi dari jumlah balita gizi kurang dan penyakit dan penyakit yang diderita akan gizi buruk yaitu dengan prevalensi 15,7% semakin parah, pertumbuhan anak tidak dengan jumlah 9.596 balita (InfoDATIN, sempurna, perkembangan fisik dan mental 2015). terhambat, menyebabkan IQ rendah serta Menurut Dinas Kesehatan produktivitas belajar berkurang, dan jika Kabupaten Ciamis jumlah balita gizi buruk keadannya di Kabupaten Ciamis pada bulan Mei- kematian (Asyhdad dan Mardiah, 2007). Desember 2016 adalah 1.445 balita dengan parah akan menyebabkan Indikator-indikator yang dipakai rata-rata perbulan adalah 180 balita yang serta ukuran-ukuran tersebar di beberapa wilayah (DinKes, masalah gizi ini kebanyakan juga bersifat 2016). diagnostik klinis untuk seperti kelompok indikator Gizi buruk dibagi menjadi dua, antropometri, ukurannya adalah berat dan yaitu gizi buruk klinis yang berarti balita tinggi badan yang dibandingkan dengan itu sendiri menderita suatu penyakit atau standar (Santoso, 2009). Standar yang disertai penyakit dapat berupa marasmus, digunakan adalah skala WHO tahun 2005 kwasiorkor berdasarkan BB/U (Depkes, 2010). dan marasmus-kwasiorkor. Sedangkan gizi buruk non klinis adalah Dampak defisit energi yang paling balita tanpa menderita suatu penyakit jelas ialah penurunan berat badan, yang bawaan (Sandjaja, 2009). disebabkan oleh ketidakseimbangan antara Secara asupan energi (yang berkurang) dipengaruhi oleh ketidak cukupan asupan pengeluaran yang makanan dan penyakit infeksi. Sedangkan meningkat, tidak berubah, atau bahkan penyebab tidak langsung karena kurangnya berkurang dari sebelumnya (Barasi, 2007). ketersediaan pangan pada tingkat rumah Berat tangga, pola asuh yang tidak memadai antropometri serta digunakan karena parameter ini mudah masih langsung rendahnya keadaan akses gizi pada energi badan paling kesehatan lingkungan dan perilaku hidup dimengerti (Arisman, 2009). bersih dan sehat. Selanjutnya masalah gizi Pemeriksaan disebabkan oleh kemiskinan, pendidikan mungkin merupakan yang dan laboratorium ukuran banyak yang sering digunakan untuk mengevaluasi Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS status nutrisi antara lain pemeriksaan balita dengan status gizi buruk non klinis albumin, prealbumin, transferin, keratinin di Kabupaten Ciamis. dan balans nitrogen (Syam, 2007). Populasi merupakan keseluruhan Serum albumin merupakan indeks nutrisi yang banyak dipakai sebagai pemeriksaan pada populasi karena mudah diukur dan berhubungan dengan risiko mortalitas pada berbagai penyakit. Pada anak gizi buruk terjadi penurunan sintesis dan pemecahan protein total tubuh yang disebabkan oleh proses adaptasi terhadap keadaan energi yang kurang pada anak gizi buruk (Widjaja,dkk., 2013). Jumlah populasi banyak balita dengan status gizi buruk non klinis dibandingkan dengan gizi buruk klinis. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti kadar albumin pada balita dengan status gizi buruk non klinis Kabupaten Ciamis yang sama dengan kebutuhan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita dengan status gizi buruk di wilayah Kabupaten Ciamis pada bulan April 2017 yaitu 124 balita (DinKes, 2017). Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam arikel ini yang ditemukan di Kabupaten Ciamis adalah di objek yang diteliti atau memiliki ciri-ciri berdasarkan adalah :spuit,torniquet,mikropipet,tabung reaksi kecil,centrifuge,gelas kmia,tip,fotometer,coll badan,timbangan box,timbangan bayi.bahan yang digunakan dalam artikel ini :Sampel serum,standar albumin konsentrasi 3,5 g/dL,reagent BCG,aquadest,kapas,alkohol 70%,plester,serum kontrol. pemeriksaan antropometri BB/U. Metode Penelitian Prosedur Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode penelitian desktriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini akan menggambarkan atau mendeskripsikan kadar albumin pada Persiapan Alat Ukur Fotometer: 1) Sambungkan kabel ke sumber arus listrik. 2) Kemudian, nyalakan menekan tombol “ON”. instrumen stabil dengan alat dengan 3) Tunggu mendiamkan sekitar 10-15 menit. 4)Hubungkan selang peristaltic dan pompa.5) Cuci alat terlebih dahulu menggunakan aquadest dengan cara selang aspirator dicelupkan kedalam Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS aquadest lalu tekan tombol washing pada metabolisme oleh sel- sel hidup pada monitor.6) sampel,c) Terjadi penguapan.d) Pengaruh kedalam Aquadest alat dan akan terhisap melakukan proses suhu.e) Terkena paparan sinar matahari. pencucian. Pencucian dilakukan untuk Beberapa sampel yang tidak mendorong gelembung-gelembung udara langsung diperiksa dapat disimpan dengan atau kontaminannya yang terdapat di memperhatikan jenis pemeriksaan yang dalam akan diperiksa. Persyaratan penyimpanan selang untuk masuk ke pembuangan.7) Alat yang digunakan telah beberapa dikalibrasi. 8) Pemeriksaan blanko dan pemeriksaan standar pada fotometer. memperhatikan jenis sampel antikoagulan/ 9) Dilakukan uji kualitas kontrol sampel untuk laboratorium Adapaun mencocokan dengan range yang telah pemeriksaan protein adalah: ditentukan. a) Jenis sampel adalah serum Persiapan Reagen :1) Reagen disimpan pada suhu 2-8°C dan harus pengawet dan wadah serta stabilitasnya. menggunakan serum kontrol albumin dan d. beberapa stabilitas sampel untuk b) Wadah sampel berupa gelas/ plastik akan stabil sampai tanggal kadaluarsa pada kemasan. 2) Sebelum digunakan reagen c) Stabilitas sampel : disimpan hingga mencapai suhu kamar. i. 20-25°C = 6 hari 2. Tahap Analitik : a. Pembuatan serum ii. 4°C = 6 hari untuk sampel pemeriksaan:1) Diamkan iii. -20°C = 10 hari darah yang telah diambil di dalam tabung selama 20-30 menit pada suhu kamar hingga membeku. 2) Setelah beku, centrifuge dengan kecepatan 3000-4000 rpm selama 5-15 menit. 3)Pipet dan pisahkan serum ke dalam tabung yang bersih, beri b.Penyimpanan identitas(DepKes, :Sampel 2008). yang sudah diambil harus segera diperiksa, karena stabilitas sampel dapat berubah. Faktorfaktor yang mempengaruhi stabilitas sampel adalah : a) Terjadi kontaminasi oleh kuman dan bahan kimia. b) Terjadi c. Pemeriksaan kadar albumin:1) Metode : Bromcressol Green Dye Kolorimetri ,2) Prinsip : Pada pH 4,2 albumin menunjukan sifat kation yang akan berikatan dengan bromcressol green (BCG) suatu pewarna anion sehingga terbentuk kompleks berwarna hijau. Intensitas warna hijau sesuai dengan konsentrasi albumin yang diukur dengan fotometer. Albumin + BCG Albumin BCG Kompleks 3) Sampel : Serum 4) Reagen : Albumin Test Kit Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS d. Cara kerja Tabel 1 Cara Kerja Pemeriksaan Albumin Pipet ke dalam 3 Tabung Reaksi Reagent BCG Standar Albumin Sampel Serum Aquadest Blanko Standar 1,0 mL 2,0 mL 1,0 mL 10 μl 2,0 mL Homogenkan dan baca absorban dari standar, sampel dan blanko pada fotometer Zenix dengan panjang gelombang 640 nm. Nilai normal kadar albumin : 3,7 – 5,3 g/dL Hasil Penelitian Hasil Pemeriksaan Serum Kontrol Albumin Hasil pemeriksaan yang tepat dan akurat adalah hal yang sangat penting bagi seorang analis kesehatan dalam pelaporan hasil pemeriksaan, oleh sebab itu setiap sebelum melakukan dilakukan uji pemeriksaan kualitas kontrol menggunakan serum kontrol sebagai salah satu cara untuk memastikan bahwa hasil yang dikeluarkan adalah hasil yang akurat. Hasil pengujian serum kontrol Albumin adalah sebagai berikut : Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Serum Kontrol Albumin No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Hari Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hasil uji serum kontrol albumin g/dL 3,3 3,5 3,3 3,56 3,5 3,3 Range kontrol albumin g/dL 2,88-4,32 2,88-4,32 2,88-4,32 2,88-4,32 2,88-4,32 2,88-4,32 Berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat hasil uji kontrol berada diantara range albumin (2,88-4,32 g/dL) yang berarti nilai kontrol masuk atau baik. Hal ini Sampel berarti sesuai dengan tujuan 1,0 mL bahan kontrol yaitu untuk pemeriksaan memantau ketepatan suatu pemeriksaan di 10 μl laboratorium 2,0 mL dan mengawasi kualitas hasil pemeriksaan (DepKes RI, 2008) . 2. Hasil Pemeriksaan Kadar Albumin pada Balita dengan Status Gizi Buruk Non Klinis Hasil penelitian terhadap 30 balita dengan status gizi buruk non klinis di Kabupaten Ciamis yang memenuhi kriteria inklusi terhadap pengukuran kadar albumin (nilai normal 3,7-5,3 g/dL) diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4 Data Hasil Pemeriksaan Kadar Albumin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Kadar Albumin g/dl 3,6 3,6 3,6 4,2 4,2 4,3 3,9 4,7 4,4 4,1 4,8 3,7 3,8 4,5 5,2 4,8 4,3 5,2 3,8 5,2 3,9 4,4 4,2 3,1 3,6 4,5 3,9 3,7 3,7 5,1 Kriteria RENDAH RENDAH RENDAH NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS menandatangani Pembahasan Balita dengan status gizi buruk di Ciamis pada bulan April 2017 terdapat responden lembar serta persetujuan dilakukan proses wawancara. sebanyak 124 balita yang tersebar di 37 Proses penimbangan berat badan wilayah kerja Puskesmas. Sampel dipilih dilakukan untuk memastikan bahwa pada berdasarkan teknik Purposive Sampling waktu tersebut balita masih dikategorikan yaitu peneliti bermaksud memilih sampel sebagai balita gizi buruk menurut BB/U berdasarkan wilayah kerja puskesmas yang atau tidak. Setelah proses penimbangan memiliki balita gizi buruk non klinis berat badan, berat badan seluruh balita terbanyak terdapat di daerah -3SD menurut standar sampai mencukupi jumlah sampel yang diperlukan peneliti. antorpometeri WHO 2005 yang Berdasarkan data balita gizi buruk menunjukan bahwa balita dikategorikan klinis Kesehatan sebagai balita dengan status gizi buruk. Kabupaten Ciamis pada bulan April 2017 Hal yang sangat diperhatikan oleh peneliti dipilih UPTD pada saat sebelum penimbangan adalah dan jarum timbang dipastikan berada pada non 3 dari Dinas Puskesmas Puskesmas Ciamis, yaitu Cijeungjing Jatinagara sehingga memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan 30. Berdasarkan penelitian yang telah Penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 dilakukan terhadap 30 sampel balita gizi Mei 2017-22 Juni 2017 dengan tempat buruk non klinis di 3 wilayah kerja pemeriksaan Puskesmas sampel yaitu angka 0. adalah di Laboratorium Klinik Nur Falah Ciamis. Pada penelitian ini peneliti Ciamis, diperoleh yaitu UPTD Cijeungjing hasil dan Puskesmas Jatinagara pemeriksaan bahwa mengundang para orang tua yang putra- sebagian besar balita gizi buruk non klinis putrinya menderita gizi buruk langsung ke memiliki kadar albumin Normal yaitu rumahnya dengan bantuan petugas gizi sebanyak 90% (27 Balita) pada rentang Puskesmas dan bidan desa setempat untuk nilai 3,7-5,3 g/dL dan 10% (3 balita) datang ke Puskesmas pada waktu yang memiliki kadar albumin Rendah yaitu <3,7 telah proses g/dL. Rata-rata yang diperoleh dari hasil pemeriksaan pada sampel 30 balita adalah ditentukan untuk penimbangan berat badan dan pengambilan sampel darah vena. Responden diberikan penjelasan berupa maksud, tujuan dilakukannya dan manfaat penelitian 4,22 g/dL. Hasil pemeriksaan kadar albumin dari dengan 30 sampel pada balita gizi buruk kemudian non klinis menunjukan kecenderungan Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS pada hasil normal yang dilihat berdasarkan paling dasar, tubuh tidak akan mampu dari persentase pada gambar 4.1. mensintesis protein, termasuk albumin Berdasarkan hasil wawancara yang dalam jumlah yang cukup. Albumin serum telah dilakukan peneliti, semua balita yang dapat dipandang sebagai cadangan asam dijadikan sampel semuanya mendapatkan amino bagi tubuh. Bila terjadi kekurangan perawatan berupa program pemberian protein dalam makanan untuk jangka makanan terutama makanan berupa biskuit waktu yang cukup lama, maka albumin dan susu dari pihak Puskesmas setempat. akan dipecah menjadi asam-asam amino Biskuit dan susu merupakan pasokan untuk dipakai oleh sel-sel tubuh untuk makanan mensintesis berbagai protein yang sangat tinggi protein. Menurut Sediaoetama tahun (2010) bahwa susu dan telur merupakan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi. Biskuit menurut diperlukan untuk hidup (Sadikin, 2006). Hal tersebut menunjukan bahwa kadar albumin normal ada hubungannya MacDougall dengan makanan yang dikonsumsi oleh (2010) juga merupakan makanan yang balita yaitu dari makanan-makanan yang dianjurkan untuk balita dan mengandung mengandung tinggi protein. Hasil kadar kalsium, kalium, serta protein. Hal tersebut albumin selaras dengan pendapat menurut Kee disebabkan karena balita dengan status gizi (2014) bahwa makanan tinggi protein buruk belum tentu mengalami defisiensi dapat meningkatkan kadar albumin serum Kurang Kalori Protein (KKP). Gizi buruk dengan mempertahankan asupan protein menurut Santoso (2009) dapat disebabkan yang mencukupi dalam makanan sehingga oleh Kurang Kalori Protein, Defisiensi dapat meningkatkan kadar albumin serum. Vitamin A, Defisiensi Yodium, serta Dari seluruh balita yang menjadi sampel Anemia Defisiensi Zat Besi. yang normal dapat penelitian memang rutin mengkonsumsi Pola makanan biskuit dan susu serta rutin berpengaruh datang ke Posyandu untuk melakukan kembang balita itu sendiri, dari 27 balita pemeriksaan rutin. gizi buruk non klinis dengan kadar Sumber bahan baku untuk sintesis albumin makan juga besar normal balita sangat terhadap tumbuh sebanyak 22 balita protein apapun di dalam tubuh adalah memiliki nafsu makan yang baik dan asam-asam amino yang berasal dari hasil sering memakan makanan tinggi protein hidrolisis seperti ikan, kacang- kacangan telur serta protein makanan. Apabila jumlah bahan baku ini, yaitu protein lainnya. makanan, memiliki nafsu makan yang rendah dan tidak mencukupi keperluan Sedangkan 5 balita lainnya Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS jarang mengkonsumsi makanan tinggi kondisi protein. Sedangkan pada balita gizi buruk makanan berupa karbohidrat, lemak dan non klinis dengan kadar albumin rendah protein di dalam tubuh berkurang sehingga yang mempengaruhi berjumlah 3 balita semuanya tersebut maka asupan-asupan cadangan energi sehingga yang memiliki nafsu makan rendah serta jarang dibutuhkan digunakannya mengkonsumsi makanan tinggi protein albumin sebagai sumber energi cadangan seperti ikan, daging dan telur. Menurut yang berpengaruh berkurangnya kadar Santoso dan Ranti (2009) penyebab secara albumin yang tersedia (Sadikin, 2006). langsung dari gizi buruk adalah konsumsi Berdasarkan wawancara yang telah makanan yang kurang dan sebab tidak dilakukan diketahui bahwa dari 27 balita langsungnya adalah hambatan absorbsi dengan kadar albumin normal, 1 balita (penyerapan) utilisasi sedang sakit cacar dan 1 balita demam dan (penggunaan) zat-zat gizi karena berbagai lainnya sehat, namun dalam 3 bulan hal, misalnya karena suatu penyakit. sebelum pemeriksaan 5 orang mengalami dan hambatan Pada balita gizi buruk non klinis sakit demam dan flu, 2 lainnya mengalami dengan kadar albumin rendah ditemukan diare. Menurut Kowalak dan Welsh (2010) sebanyak 10% yaitu sebanyak 3 balita diare merupakan salah satu keadaan yang dengan kadar albumin <3,7 g/dL, hal dapat tersebut selaras dengan pendapat Widjaja sedangkan demam, flu dan cacar tidak (2013) yaitu pada anak gizi buruk terjadi mempengaruhi kadar albumin. Pada kedua penurunan sintesis dan pemecahan protein balita ini, diare tidak terjadi pada saat total tubuh. Hal tersebut disebabkan proses pemeriksaan adaptasi terhadap keadaan energi yang mempengaruhi kadar albumin. Pada 3 kurang pada anak gizi buruk. Anak gizi balita gizi buruk non klinis dengan kadar buruk penurunan albumin rendah pada saat penelitian tidak sintesis protein total dan peningkatan sedang mengalami sakit dan 3 bulan pemecahan yang menyebabkan penurunan sebelum kadar albumin dalam tubuh (Widjaja, mengalami sakit demam, hal tersebut 2013). menunjukan bahwa kadar albumin tidak mempunyai rerata Pada 3 balita yang telah diteliti menurunkan albumin, sehingga pemeriksaan dipengaruhi kadar penyakit 1 tidak diantaranya demam, karena dengan kadar albumin rendah memang menurut Kowalak dan Welsh (2010) memiliki nafsu makan yang rendah dan 2 keadaan-keadaan yang dapat menurunkan diantaranya kadar albumin adalah kolesitis akut, memang terkadang bosan apabila diberikan biskuit dan susu. Pada penyakit kolagen, diare, hipertensi Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS esensial, penyakit malnutrisi, garis kemiskinan, namun pada penelitian karsinoma metastatik, nerfitirs, nefrosis, ini peneliti tidak melihat hubungan antara ulkus kemisikinan dan kadar albumin pada balita peptik, reumatois, hati, luka bakar, sarkoidosis, arthritis hipertiroidisme. Pada balita dengan kadar albumin rendah sedang tidak mengalami penyakit tersebut dan tidak mengalami riwayat penyakit lain kecuali malnutrisi yaitu gizi buruk. Kadar albumin dipengaruhi beberapa penyakit, sedangkan pada penelitian ini semua balita tidak mengalami penyakit yang dapat menurunkan albumin sehingga didapatkan kadar albumin normal pada sebagian besar balita. Pada penelitian ini peneliti juga mendapatkan berdasarkan infromasi hasil tambahan wawancara yang dilakukan yaitu pada 27 balita gizi buruk non klinis dengan kadar albumin normal diketahui sebanyak 14 keluarga memiliki status ekonomi non gakin dan 13 keluarga memiliki status ekonomi gakin. Sedangkan pada 3 balita gizi buruk non klinis dengan kadar albumin rendah semuanya memiliki status ekonomi keluarga dengan kategori gakin. Menurut Santoso dan Ranti (2009) diluar aspek medik masalah gizi seperti gizi buruk kemiskinan, dapat disebabkan sosial-budaya, oleh kurangnya pengetahuan dan pengertian, pengadaan dan distribusi pangan, dan bencana alam. Masalah indikatornya gizi karena adalah taraf kemiskinan ekonomi keluarga dan ukuran yang dipakai adalah gizi buruk tersebut. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai kadar albumin pada balita dengan status gizi buruk non klinis di Kabupaten Ciamis yang diambil dari 3 wilayah kerja Puskesmas dapat disimpulkan bahwa sebanyak 90% balita gizi buruk non klinis di Kabupaten Ciamis memiliki kadar albumin normal yaitu pada rentang nilai 3,7-5,3 g/dL dan 10% balita gizi buruk non klinis di Kabupaten Ciamis memiliki kadar albumin rendah yaitu <3,7 g/dL. Ucapan Terima Kasih Sumber dana penelitian ini menggunakan dana hibah dari LPPM STIKes Muhammadiyah Ciamis. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada Ketua STIKes Muhammadiyah Ciamis, Ketua LPPM STIKes Muhammadiyah Ciamis dan Ketua Program Studi D3 Analis Kesehatan STIKes Muhammadiyah Ciamis. Daftar Pustaka Al-Qur’an. Surat Al-Baqarah ayat 168. Bandung: PT Sygma Examedia. Abdurahman, M. & Somantri, A. (2011). Dasar-dasar Metode Statistika Atun Farihatun : PEMERIKSAAN ALBUMIN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BURUK DI KABUPATEN CIAMIS Untuk Penelitian. Bandung : CV Pustaka Utama. Almatsier, Sunita. (2009) Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Arisman. (2009) Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. Asfuah, Siti. (2009). Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. Asydhad, L.A. & Mardiah. (2007). Makanan Tepat untuk Balita. Jakarta : Kawan Pustaka. Badriah, Dewi.L. (2014). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung : PT Refika Aditama. Barasi, Mary. E. (2007). At a glance ILMU GIZI. Jakarta: Penerbit Erlangga. D’Hiru. (2013). Live Blood Analysis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama DepKes RI. (2008). Pedoman Praktik Laboratorium Kesehatan yang Benar (Good Laboratory Practice). Jakarta : Departemen Kesahatan. DepKes RI. (2008). Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Buruk . Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis. (2016). Data Balita Gizi Buruk tahun 2016 Kabupaten Ciamis. Ciamis : DinKes. Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis. (2017). Data Balita Gizi Buruk Bulan April 2017 Kabupaten Ciamis. Ciamis : DinKes. Dorland, W.A. Newman. (2012). Kamus Saku Kedokteran Dorland . Jakarta : EGC