perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot

advertisement
PERBEDAAN EFEKTIFITAS TERAPI TAWA DENGAN TERAPI
RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN
TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI DESA
JETAK KIDUL KECAMATAN WONOPRINGGO
KABUPATEN PEKALONGAN
Naskah Publikasi
Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Keperawatan
Disusun Oleh :
Ika Restu Nugrahening Putri
NIM : 11.0682.S
Retno Junarti
NIM : 11.0731.S
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2016
Program Studi Ners
STIKes Muhammadiyah Pekajangan
Januari, 2016
ABSTRAK
Ika Restu Nugrahening Putri, Retno Junarti, Rita Dwi Hartanti
Perbedaan Efektifitas Terapi Tawa dengan Terapi Relaksasi Otot Progresif
terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Desa Jetak
Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
xiii + 63 halaman + 7 tabel + 1 skema + 11 lampiran
Prevalensi hipertensi selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga menjadikan
hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke. Penderita
hipertensi banyak yang berhasil mengelola penyakitnya tanpa obat yaitu dengan
terapi modalitas, seperti terapi relaksasi otot progresif dan terapi tawa. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi
relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Desain penelitian quasy experiment melalui pendekatan two group pretest and
posttest design. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling
dengan jumlah 20 responden. Alat pengumpulan data menggunakan lembar
pencatatan pengukuran tekanan darah. Uji statistik menggunakan uji Mann
Whitney. Hasil uji statistik untuk tekanan darah sistol didapatkan value sebesar
0,005 ( 0,05), hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan efektifitas terapi
tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah
sistole pada pasien hipertensi, sedangkan untuk tekanan darah diastole didapatkan
value sebesar 0,491 ( 0,05), hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada
perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap
penurunan tekanan darah diastole pada pasien hipertensi. Saran agar tenaga
keperawatan dapat memberikan terapi tertawa dan terapi relaksasi otot progresif
sebagai terapi komplementer dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi,
terlebih menggunakan terapi relaksasi otot progresif yang mempunyai rata-rata
penurunan tekanan darah lebih besar dibanding terapi tawa.
Kata kunci
: terapi tawa, terapi relaksasi otot progresif, hipertensi
Daftar pustaka : 18 buku (2005-2015), 3 jurnal, 1 website
Ners Study Program
Institute of health science of Muhammadiyah Pekajangan
January, 2016
ABSTRACT
Ika Restu Nugrahening Putri, Retno Junarti
Differences between effectiveness of the Laughter Therapy whit Progressive
Muscle Relaxation Therapy to Decrease Blood Pressure in Patients with
Hypertension in Jetak Kidul Village Wonopringgo District of Pekalongan
xiii + 63 Page + 7 tables + 1 scheme + 11 appendices
The prevalence of hypertension is increasing every year, making hypertension as
the third cause of death after stroke. Many hypertensive patients who successfully
manage the disease with no cure that with therapy modalities, such as progressive
muscle relaxation therapy and laughter therapy. The design research uses quasiexperimental approach two group pretest and posttest design. The sampling
technique uses purposive sampling with 20 respondents. Data collection tool
using a blood pressure measurement recording sheet. Statistical test using the
Mann Whitney test. Results of statistical test for systolic blood pressure values
obtained
0.005 (<0.05), this result of the study concluded that there is
significant differences in the effectiveness of the laughter therapy whit
progressive muscle relaxation therapy to decrease systolic blood pressure in
hypertension patients, whereas for diastolic blood pressure values obtained
0.491 (<0.05) this result of the study concluded that there is no difference in the
effectiveness of laughter therapy with progressive muscle relaxation therapy to
decrease in diastolic blood pressure in hypertension patients. It is suggested that
health professionals can give laughter therapy and progressive muscle relaxation
therapy as a complementary therapy in lowering blood pressure in hypertensive
patients, especially using progressive muscle relaxation therapy which had an
average drop in blood pressure greater than laughter therapy.
Keywords
Bibliography
: Laughter Therapy, Progressive Muscle
Therapy, hypertensive
: 18 books ( 2005-2015), 3 journal, 1 websites
Relaxation
PENDAHULUAN
Hipertensi adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah
secara abnormal dan terus menerus pada
beberapa kali pemeriksaan tekanan darah
yang disebabkan satu atau beberapa faktor
resiko yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya dalam mempertahankan tekanan
darah secara normal (Wijaya 2013, h.52).
Hipertensi
seringkali
disebut
sebagai
pembunuh gelap (sillent killer) karena
termasuk penyakit yang mematikan, tanda
disertai gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya. Gejala-gejala
hipertensi bervariasi pada masing-masing
individu dan hampir sama dengan gejala
penyakit lainnya (Sustrani et al 2005, h.12).
Hipertensi dapat menyerang hampir
semua golongan masyarakat di seluruh dunia.
Jumlah penderita hipertensi terus bertambah
dari tahun ke tahun. Data dari World Health
Organization (WHO) 2010 menyatakan
bahwa hipertensi merupakan penyakit nomor
sebelas penyebab kematian tertinggi di dunia
yaitu sebanyak 1.153.308 jiwa. Menurut
Depkes RI (2008), hipertensi merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah stroke
(15,4%), dan tuberkulosis (7,5%), dengan
presentasi mencapai 6,8% dari populasi
kematian pada semua umur di Indonesia (Arif
dkk, 2013). Angka kejadian hipertensi
berdasarkan
Riset
Kesehatan
Dasar
(Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun
2013 menunjukkan kecenderungan prevalensi
hipertensi sebanyak 9,5% hasil ini lebih tinggi
dibanding tahun 2007 sebanyak 7,6%
(Riskesdas, 2013).
Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah
pada tahun 2007 mencapai 2,78% dari
32.380.279 jiwa dan pada tahun 2008
mengalami peningkatan yakni 4,28% dari
32.626.390 jiwa (Dinas Kesehatan Jawa
Tengah, 2010). Data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Pekalongan pada tahun 2014
prevalensi
hipertensi
di
Kabupaten
Pekalongan sebesar 9.825 jiwa. Prevalensi
tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas
Wonopringgo sebanyak 2524 dan jumlah
terbanyak di desa Jetak Kidul sebanyak 268
(Dinkes Kabupaten Pekalongan, 2014).
Hipertensi adalah penyebab kematian
nomor satu secara global. Komplikasi
hipertensi dapat menyebabkan penyakit
jantung koroner, infark jantung, stroke dan
gagal ginjal. Komplikasi dari hipertensi
tersebut dapat menyebabkan angka kematian
yang tinggi (Depkes, 2007).
Menurut Nelson, dalam buku Sustrani
(2005, h.36) melaporkan banyaknya penderita
hipertensi
yang
berhasil
mengelola
penyakitnya tanpa obat karena obat hipertensi
umumnya mempunyai efek samping yang
juga cukup serius, misalnya beta blocker
mengakibatkan sulit tidur, kelelahan, dan
gangguan pencernaan serta harganya pun
mahal. Salah satu cara untuk menghindari
efek samping dari obat hipertensi yang
berkelanjutan, maka diperlukan terapi
modalitas.
Istilah terapi modalitas dalam ilmu
keperawatan
disebut
dengan
terapi
komplementer, terapi alternatif, terapi holistis,
terapi non biomedis, pengobatan integratif
atau
perawatan
kesehatan,
perawatan
nonalopati, dan perawatan non tradisional.
Terapi
modalitas
merupakan
metode
pemberian
terapi
yang
menggunakan
kemampuan fisik atau elektrik. Terapi
modalitas bertujuan untuk membantu proses
penyembuhan dan mengurangi keluhan yang
dialami oleh klien. Terapi modalitas juga
digunakan dalam praktek keperawatan
profesional sebagai terapi alternatif di
beberapa klinik perawatan, misalnya latihan
terapi relaksasi otot progresif pada
penanganan klien hipertensi (Setyoadi 2011,
h.1).
Terapi relaksasi otot progresif adalah
cara yang efektif untuk relaksasi dan
mengurangi kecemasan. Efektifitas terapi
relaksasi otot progresif adalah berdasarkan
hubungan antara ketegangan otot dengan
ketegangan emosi. Ketika individu merasa
secara emosional berantakan, secara otomatis
individu menegangkan otot-otot, dalam kaitan
dengan respon “melawan atau lari” (Sustrani
2005, h. 71). Terapi relaksasi otot progresif
digunakan untuk melawan rasa cemas stres
atau tegang, dengan menegangkan dan
melemaskan beberapa kelompok otot dan
membedakan sensasi tegang dan relaks.
Seseorang bisa menghilangkan kontraksi otot
dan mengalami rasa relaks (Soewondo, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Valentine (2014) dengan judul
pengaruh teknik relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang
menunjukkan
bahwa
teknik
relaksasi
progresif ada pengaruh teknik relaksasi otot
progresif terhadap tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus
Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang.
Otot-otot dan peredaran darah akan lebih
sempurna
dalam
mengambil
dan
mengedarkan oksigen serta relaksasi otot
progresif dapat bersifat vasodilator yang
efeknya memperlebar pembuluh darah dan
dapat menurunkan tekanan darah.
Terapi modalitas selain terapi relaksasi
otot progresif ada pula terapi tawa untuk
menurunkan tingkat stres pada pasien
hipertensi.Manfaat tertawa sangatlah banyak
dan hampir semuanya berpengaruh positif
terhadap kesehatan tubuh dan emosional.
Mekanisme kerja tertawa dalam menurunkan
tekanan darah yaitu dengan mengatasi efek
buruk dari hormon stress seperti andrenalin
dan kortisol terhadap fungsi pembuluh darah
atau dengan mempercepat produksi nitrogen
monoksida dalam tubuh, yang merelaksasi
lapisan dalam arteri dan membuat aliran darah
lebih efisien. Terapi tawa dan relaksasi
progresif dapat menurunkan tekanan darah.
Pada terapi non biomedis peneliti belum
mengetahui perbedaan keefektifitas terapi
tawa dengan teknik relaksasi progresif
terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi (Kowalski 2007, h. 245).
Berdasarkan studi pendahuluan pada
tanggal 25 juni 2015 di Desa Jetak Kidul
sebanyak 20 klien hipertensi lebih memilih
pengobatan hipertensi menggunakan terapi
farmakologis. Masyarakat menganggap terapi
farmakologis lebih efektif untuk menurunkan
tekanan darah. Asumsi tersebut benar, namun
ada cara lain untuk menurunkan tekanan
darah
selain
menggunakan
terapi
farmakologis yaitu dengan menggunakan
terapi non farmakologis seperti terapi tawa
dan relaksasi progresif.
Berdasarkan fenomena di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Perbedaan Efektifitas antara
Terapi Tawa dengan Terapi Relaksasi Otot
Progresif terhadap Penurunan Tekanan Darah
pada Pasien Hipertensi di Desa Jetak Kidul
Kecamatan
Wonopringgo
Kabupaten
Pekalongan”
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas
dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu
:Apakah ada perbedaan efektifitas antara
terapi tawa dengan terapi relaksasi otot
progresif terhadap penurunan tekanan darah
pada pasien hipertensi di Desa Jetak Kidul
Kecamatan
Wonopringgo
Kabupaten
Pekalongan.
TUJUAN PENILITIAN
Tujuan dari penelitian ini terdiri dari tujuan
umum dan khusus, yaitu :
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui
perbedaan efektifitas antara terapi tawa
dengan terapi relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi di Desa Jetak Kidul
Kecamatan Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan.
2. Tujuan Khusus.
a. Mengetahui pengaruh terapi tawa
terhadap penurunan tekanan darah
pada pasien hipertensi di Desa Jetak
Kidul
Kecamatan
Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan.
b. Mengetahui
pengaruh
relaksasi
progresif terhadap penurunan tekanan
darah pada pasien Hipertensi di desa
Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan.
c. Mengetahui perbedaan efektifitas
antara terapi tawa dengan terapi
relaksasi otot progresif terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi di Desa Jetak Kidul
Kecamatan Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan.
DESAIN PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan
desain penelitian quasy experiment yang
bertujuan untuk mengungkapkan hubungan
sebab akibat dengan cara melibatkan
kelompok kontrol disamping kelompok
eksperimental,
sedangkan
pendekatan
penelitian menggunakan metode two group
pretest and posttest design yaitu penelitian
yang digunakan untuk mengungkapkan
hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan dua kelompok subjek. Kelompok
subjek diobservasi, kemudian diobservasi lagi
seelah intervensi (Nursalam 2008, hh. 86-87).
POPULASI
Populasi penelitian ini adalah seluruh
penderita hipertensi yang di desa Jetak Kidul
Kecamatan Wonopringgo. Pada tahun 2014
didapatkan jumlah hipertensi sebanyak 268
orang.
SAMPEL
Menurut Roscoe (dalam Sugiyono
2009, h.74) menentukan ukuran sampel
digunakan untuk penelitian eksperimen yang
sederhana, yang menggunakan kelompok
eksperimen, maka jumlah anggota sampel
masing-masing kelompok 10-20 responden.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2
kelompok intervensi yang berbeda maka
jumlah anggota sampel yang diambil yaitu 20
responden yang terbagi menjadi dua
kelompok. Tiap kelompok berjumlah 10
responden yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan.
Pengambilan
sampel
dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode
purposive
sampling.
Metode
purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono 2009, h.92).
a. Kriteria inklusi
1) Penderita hipertensi yang bersedia
menjadi responden.
2) Responden yang kooperatif atau dapat
berkomunikasi dengan baik.
3) Responden hipertensi yang tidak
menggunakan obat anti hipertensi
pada saat penelitian berlangsung.
4) Penderita hipertensi usia 45-50.
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah:
1) Responden yang sakit dan dirawat di
rumah sakit
2) Responden yang mengalami gangguan
jiwa, amnesia, gangguan pendengaran.
3) Responden yang mengalami pasca
operasi, ibu hamil.
4) Responden hipertensi yang mengalami
stroke, pasca stroke dengan paralisis.
5) Responden hipertensi yang mengalami
wasir akut dan TBC.
TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di desa Jetak
Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan, karena di desa Jetak Kidul
Kecamatan Wonopringgo yang mempunyai
angka kejadian klien hipertensi terbanyak
yaitu 268 jiwa dari 14 desa yang ada di
Kecamatan
Wonopringgo
di
wilayah
Kabupaten Pekalongan.
INSTRUMEN PENELITIAN
Penelitian
ini
menggunakan
pengumpulan data dengan cara in-vivo,
peneliti
mengumpulkan
data
dan
mengobservasi proses fisiologi tubuh atau
mengukur tekanan darah, tanpa pengambilan
bahan atau spesimen dari tubuh responden.
Metode pengukuran ini menggunakan
biofisiologys
yaitu
pengukuran
yang
digunakan pada tindakan keperawatan yang
berorientasi pada dimensi fisiologi (Nursalam
2008, h.106).
Instrumen dalam penelitian ini meliputi:
1. Sphygmomanometer jarum
Sphygmomanometer jarum digunakan
untuk mengukur tekanan darah responden.
2. Stetoskop
Stetoskop digunakan untuk mendengarkan
denyut nadi dan untuk menentukan
tekanan sistolik dan diastolik responden.
3. Lembar observasi
Lembar observasi digunakan untuk
mencatat data responden dan hasil tekanan
darah sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi
4. Laptop dan LCD
Laptop dan LCD digunakan untuk
memutar film komedi
UJI VALIDITAS
Instrumen penelitian yang digunakan
adalah sphygnomanometer jarum untuk
mengukur tekanan darah responden. Dalam
penelitian ini instrumen yang digunakan tidak
dilakukan
uji
validitas
karena
sphygnomanometer jarum merupakan alat
yang digunakan untuk mengukur tekanan
darah responden.
UJI RELIABILITAS
Penilaian reliabilitas dilakukan dengan
rumus koefesien variasi, yaitu standar deviasi
dibagi rata-rata. Pada penelitian ini instrumen
yang perlu dilakukan uji realibilitas adalah
sphygmomanometer jarum. Uji reliabilitas
sphygmomanometer jarum dilakukan dengan
cara mengukur tekanan darah menggunakan
lima sphygmomanometer jarum pada lima
orang dan setiap orang diukur sebanyak lima
kali dengan sphygmomanometer jarum yang
sama dan jarak waktu pengukuran selama 5
menit dan menggunakan alat dengan merek
yang sama. Hasil uji reliabilitas yang sudah
dilakukan yaitu tekanan darah sistolik pada
tensi meter 1 dengan koefisien variasi 4,8928,
tensi meter 2 dengan koefisien variasi
5,06448, tensi meter 3 dengan koefisien
variasi 4,97716, tensi meter 4 dengan
koefisien variasi 5,15491, tensi meter 5
dengan koefisien variasi 8,92857. Sedangkan
untuk tekanan darah diastolik pada tensi
meter 1 dengan koefisien variasi 7,21688,
tensi meter 2 dengan koefisien variasi
7,40193, tensi meter 3 dengan koefisien
variasi 6,87322, tensi meter 4 dengan
koefisien variasi 7,04086, tensi meter 5
dengan koefisien variasi 0. Hasil uji
reliabilitas yang sudah dilakukan yaitu
tekanan darah sistolik dan diastolik pada tensi
meter 1 dengan koefisien rata-rata
0,060549386, tensi meter 2 dengan koefisien
rata-rata 0,062332013, tensi meter 3 dengan
koefisien rata-rata 0,059251875, tensi meter 4
dengan koefisien rata-rata 0,06097885, tensi
meter 5 dengan koefisien rata-rata
0,044642857. Dari hasil uji reliabilitas maka
penelitian akan menggunakan tensi meter 3
dan 5.
ANALISIS DATA
Analisa data dalam penelitian ini
menggunakan uji Mann Whitney yaitu uji
beda dua mean
independen, untuk
membandingkan dua kelompok intervensi
(terapi tawa) dengan varian yang sama.
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
1. Pengaruh terapi tawa terhadap penurunan
tekanan darah pada pasien hipertensi di
desa
Jetak
Kidul
Kecamatan
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa rata-rata tekanan darah sistole pada
pasien hipertensi sebelum diberikan
intervensi sebesar 176 mmHg dan setelah
diberikan intervensi 166,5 mmHg, dengan
rata-rata penurunan tekanan darah sebesar
9,5 mmHg, hasil uji wilcoxon didapatkan
value sebesar 0,005 ( 0,05) yang
artinya ada penurunan tekanan darah
sistole yang signifikan setelah diterapi
tawa. Sedangkan rata-rata pada tekanan
darah diastole pada pasien hipertensi
sebelum diberikan intervensi sebesar 92
mmHg dan setelah diberikan intervensi
87,5 mmHg, dengan rata-rata penurunan
tekanan darah sebesar 4,5 mmHg, hasil uji
wilcoxon didapatkan
value sebesar
0,007 ( 0,05) yang artinya ada penurunan
tekanan darah diastole yang signifikan
setelah
diterapi
tawa.
Hal
ini
menunjukkan bahwa terapi tawa efektif
terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien dengan hipertensi di desa Jetak
Kidul
Kecamatan
Wonopringgo
Kabupaten Pekalongan. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Khristina
(2008) yang menunjukkan bahwa
pemberian terapi tertawa efektif untuk
menurunkan tekanan darah pada pasien
dengan hipertensi.
Tekanan darah dalam tubuh
dikontrol oleh otak sebagai pusat, sistem
saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar
endokrin, arteri dan jantung. Serabut saraf
adalah bagian sistem saraf otonom yang
membawa isyarat dari semua bagian tubuh
untuk menginformasikan kepada otak
perihal tekanan darah, volume darah dan
kebutuhan khusus semua organ. Semua
informasi ini diproses oleh otak dan
keputusan dikirim melalui saraf menuju
organ-organ tubuh termasuk pembuluh
darah,
isyaratnya ditandai dengan
mengempis
atau
mengembangnya
pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat
berfungsi secara otomatis (Hayens 2008,
h.30).
Menurut Hayens (2008, h.30),
tekanan darah timbul ketika bersikulasi di
dalam pembuluh darah. Organ jantung
dan pembuluh darah berperan penting
dalam proses ini dimana jantung sebagai
pompa muskular yang menyuplai tekanan
untuk menggerakkan darah, dan pembuluh
darah yang memiliki dinding yang elastis
dan ketahanan yang kuat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori pengembangan Haruyama (dalam
Tage 2013, h.5) dimana bahwa dengan
berelaksasi yang bisa didapatkan melalui
meditasi dan tawa tubuh akan melepaskan
hormone endorphin yang dapat membantu
menurunkan tekanan darah.
Data terkini mengindikasi bahwa
efek tawa terhadap kesehatan jantung
sama baiknya dengan berlari atau joging.
Mekanisme kerja tawa dalam menurunkan
tekanan darah adalah dengan mengatasi
efek buruk dari hormon stres seperti
adrenalin dan kortisol terhadap fungsi
pembuluh
darah
atau
dengan
mempercepat
produksi
nitrogen
monoksida dalam tubuh, yang merelaksasi
lapisan dalam arteri dan membuat aliran
darah lebih efisien. Mekanisme kerja lain,
sebagaimana disampaikan oleh pusat
pengobatan University of Maryland di
Baltimor, adalah pengembangan arteri
bronchial. Pengembangan arteri secara
akurat mengindikasi aliran darah dari dan
menuju jantung. Perbaikan pengembangan
arteri
menurunkan
tekanan
darah
(Kowalski 2010, h.245).
2. Pengaruh terapi relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tekanan darah pada
pasien hipertensi di desa Jetak Kidul
Kecamatan Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa rata-rata tekanan darah sistole pada
pasien hipertensi sebelum diberikan
intervensi sebesar 178,5 mmHg dan
setelah diberikan intervensi 164 mmHg,
dengan rata-rata penurunan tekanan darah
sebesar 14,5 mmHg, hasil uji wilcoxon
didapatkan value sebesar 0,005 ( 0,05)
yang artinya ada penurunan tekanan darah
sistole yang signifikan setelah diterapi
relaksasi otot progresif. Sedangkan ratarata pada tekanan darah diastole pada
pasien hipertensi sebelum diberikan
intervensi sebesar 95,5 mmHg dan setelah
diberikan intervensi 90 mmHg, dengan
rata-rata penurunan tekanan darah sebesar
5,5 mmHg, hasil uji wilcoxon didapatkan
value sebesar 0,009 ( 0,05) yang
artinya ada penurunan tekanan darah
diastole yang signifikan setelah diterapi
relaksasi otot progresif. Hal ini
menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot
progresif efektif terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian
Azizah
(2015)
yang
menunjukkan bahwa latihan relaksasi otot
progresif berpengaruh secara signifikan
terhadap penurunan tekanan darah pada
penderita hipertensi.
Tekanan darah yang turun setelah
mendapatkan pelatihan relaksasi dapat
dijelaskan bahwa di dalam sistem saraf
manusia terdapat sistem saraf pusat dan
sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf
pusat adalah mengendalikan gerakangerakan yang dikehendaki, misalnya
gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari.
Sistem
saraf
otonom
berfungsi
mengendalikan gerakan-gerakan yang
bersifat otomatis, misalnya fungsi digestif,
proses kardiovaskuler, dan gairah seksual.
Sistem saraf otonom terdiri sendiri terdiri
dari subsistem yang kerjanya saling
berlawanan, terdiri dari sistem saraf
simpatetis dan sistem saraf parasimpatetis.
Sistem saraf simpatetis bekerja untuk
meningkatkan rangsangan atau memacu
organ-organ
tubuh,
memacu
meningkatnya denyut jantung dan
pernafasan, menimbulkan penyempitan
pembuluh darah tepi dan pembesaran
pembuluh darah pusat, menurunkan
temperatur kulit dan daya tahan kulit,
serta akan menghambat proses digestif
dan seksual (Sulistyarini 2013, h.34).
Sebaliknya
sistem
saraf
parasimpatetis bekerja untuk menstimulasi
turunnya semua fungsi yang dinaikkan
oleh sistem saraf simpatetis dan
menstimulasi naiknya semua fungsi yang
diturunkan oleh saraf simpatetis. Selama
sistem-sistem tersebut berfungsi secara
normal
dan
seimbang,
maka
bertambahnya aktivitas sistem yang satu
akan menghambat atau menekan efek
sistem yang lain. Dalam kondisi relaks,
tubuh akan mengalami fase istirahat. Pada
saat itulah, tubuh akan mengaktifkan
sistem saraf parasimpatetis. Bekerjanya
saraf
parasimpatetis
menyebabkan
terjadinya penurunan detak jantung, laju
pernafasan dan tekanan darah. Sebaliknya,
ketika tubuh dalam keadaan tegang atau
berada dalam kondisi tidak nyaman maka
syaraf simpatik dan otot-otot pembuluh
darah akan berkontraksi sehingga
diameter penampang pembuluh darah
kecil akan menurun yang berakibat
meningkatnya tekanan darah (Sulistyarini
2013, h.34).
Smeltzer & Bare (2002, dalam
Sherwood 2011, h.346) mengatakan
tujuan latihan relaksasi adalah untuk
menghasilkan
respon
yang
dapat
mengurangi stress. Dengan demikian, saat
melakukan relaksaksi otot progresif
dengan tenang, rileks dan penuh
kosentrasi (relaksasi dalam) terhadap
tegang dan relaksasi otot yang dilatih
selama 30 menit maka sekresi CRH
(cotricotropin releasing hormone) dan
ACTH (adrenocorticotropic hormone) di
hipotalamus menurun. Penurunan kedua
sekresi hormon ini menyebabkan aktivitas
syaraf simpatis menurun sehingga
pengeluaran adrenalin dan noradrenalin
berkurang, akibatnya terjadi penurunan
denyut jantung, pembuluh darah melebar,
tahanan pembuluh darah berkurang dan
penurunan pompa jantung sehingga
tekanan darah arterial jantung menurun
(Sherwood 2011, h.346).
Latihan relaksaasi otot progresif
memberikan dampak yang signifikan
dalam menurunkan tekanan darah pada
penderita hipertensi esensial atau primer.
Dampak yang terjadi meliputi dampak
langsung dan jangka panjang. Dampak
langsung dari terapi relaksasi progresif
adalah penurunan tekanan darah terutama
sistolik pada orang dewasa yang
melakukan pengobatan teratur (Kowalski
2010, h.242).
3. Perbedaan efektifitas terapi tawa dengan
terapi relaksasi otot progresif terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan
Wonopringgo Kabupaten
Berdasarkan hasil analisis statistik
penurunan tekanan darah sistole dengan
menggunakan
uji
Mann
Whitney
didapatkan nilai ρ value (Asymp. Sig. 2tailed) sebesar 0,039 ( 0,05), sehingga
Ho ditolak, berarti ada perbedaan
efektifitas terapi tawa dengan terapi
relaksasi
otot
progresif
terhadap
penurunan tekanan darah sistole pada
pasien hipertensi di desa Jetak Kidul
Kecamatan Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan. Berdasarkan hasil analisa di
atas diketahui bahwa rata-rata penurunan
tekanan darah dengan terapi tawa (9,5
mmHg) lebih kecil dibandingkan rata-rata
penurunan tekanan darah dengan terapi
relaksasi otot progresif (14,5 mmHg).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa terapi
relaksasi otot progresif mempunyai
kontribusi yang lebih besar dalam
penurunan
tekanan
darah
sistole
dibandingkan terapi tawa.
Pada hasil analisis untuk tekanan
darah diastole didapatkan nilai ρ value
(Asymp. Sig. 2-tailed) sebesar 0,491
( 0,05), sehingga Ho gagal ditolak, dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
efektifitas terapi tawa dengan terapi
relaksasi
otot
progresif
terhadap
penurunan tekanan darah diastole pada
pasien hipertensi di desa Jetak Kidul
Kecamatan Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan. Berdasarkan hasil analisa di
atas diketahui bahwa hasil rata-rata
penurunan tekanan darah dengan terapi
tawa
(4,5
mmHg)
lebih
kecil
dibandingkan rata-rata penurunan tekanan
darah dengan terapi relaksasi otot
progresif (5,5 mmHg). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot
progresif mempunyai kontribusi yang
lebih besar dalam penurunan tekanan
darah diastole dibandingkan terapi tawa.
Secara umum, hasil penelitian ini
sejalan dengan kebenaran teori mengenai
teknik relaksasi yang dapat mengurangi
ataupun menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi salah satunya yaitu
dengan teknik relaksasi otot progresif dan
terapi tawa yang dapat digunakan untuk
mengontrol sistem saraf yang akhirnya
dapat menurunkan tekanan darah.
(Dalimartha 2008, h. 28). Tujuan dari
pemberian terapi tawa dan teknik relaksasi
otot progresif adalah bahagia dan
mengurangi stress. Menurut Akbar (2011)
bahwa rasa bersyukur dapat meningkatkan
kebahagiaan. Banyak bersyukur dan
berpikir positif justru dapat membawa
pengaruh baik bagi kesehatan, mood,
hingga hubungan dengan pasangan. Allah
SWT telah memberikan janjinya bagi
orang-orang yang banyak bersyukur
dalam (QS: Ibrahim: 7). “Sesungguhnya
jika kamu bersyukur, pasti Kami (Allah)
akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”.
Hasil penelitian Emmons dalam Akbar
(2011) menunjukkan bahwa mereka yang
bersyukur memiliki kondisi tubuh yang
lebih bugar ketimbang orang-orang yang
kurang bersyukur atas apa yang
dialaminya.
Allah SWT berfirman (dalam surat
Al-Baqoroh : 155-156) yang artinya Dan
sungguh akan kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan: "Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Surat
Ali Imran ayah 139 yang artinya
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman”. Dari ayat
tersebut dijelaskan bahwa manusia
diingatkan agar dalam menghadapi segala
permasalahan hidup ini hendaknya tetap
tegar dan tidak mudah jatuh dalam
depresi, dengan tetap menjaga keimanan,
sabar dan bersyukur.
Berdasar teori dan hasil penelitian
ini diketahui bahwa kedua terapi tersebut
terbukti efektif menurunkan tekanan
darah, namun dengan adanya hasil uji
statistik perbedaan antara keduanya dapat
diketahui bahwa ada perbedaan efektifitas
yang signifikan (bermakna) antara terapi
tawa dan teknik relaksasi otot progresif
terhadap tekanan darah sistole, terapi
relaksasi otot progresif mempunyai
kontribusi yang lebih besar dalam
penurunan
tekanan
darah
sistole
dibandingkan terapi tawa. Namun, untuk
tekanan darah diastole diketahui tidak ada
perbedaan efektifitas yang signifikan
(bermakna) antara pemberian terapi tawa
dan terapi relaksasi otot progresif.
Menurut Dusek dan Benson (2009,
dalam Azizah 2015) tekanan darah sistolik
dipengaruhi oleh psikologis sehingga
dengan relaksasi akan mendapatkan
ketenangan yang akan menurunkan
tekanan darah sistolik. Sedangkan
menurut Ramayulis (2009, h.6) tekanan
darah diastolik bersifat menetap dan
sedikit menurun seiring bertambahnya
usia.
KESIMPULAN
Hasil
penelitian
dengan
judul
“Perbedaan Efektifitas Terapi Tawa dengan
Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi di Desa Jetak Kidul Kecamatan
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.” dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh yang signifikan pemberian
terapi tawa terhadap penurunan tekanan
darah pada pasien hipertensi di desa Jetak
Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten
Pekalongan, rata-rata penurunan sistol 9,5
mmHg dan diastole 4,5 mmHg.
2. Ada pengaruh yang signifikan pemberian
terapi relaksasi otot progresif terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, ratarata penurunan sistol 14,5 mmHg dan
diastole 5,5 mmHg.
3. ρ value untuk tekanan darah sistol sebesar
0,005 ( 0,05), sehingga Ho ditolak, berarti
ada perbedaan efektifitas terapi tawa
dengan terapi relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tekanan darah sistole
pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul
Kecamatan
Wonopringgo
Kabupaten
Pekalongan. ρ value untuk tekanan darah
diastol sebesar 0,491 ( 0,05), sehingga Ho
gagal ditolak, berarti tidak ada perbedaan
efektifitas terapi tawa dengan terapi
relaksasi otot progresif terhadap penurunan
tekanan darah diastol pada pasien
hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan
Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.
Terapi relaksasi otot progresif lebih efektif
dalam penurunan tekanan darah sistole
dibandingkan terapi tawa
SARAN
1. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya
dengan variabel yang lebih luas berkaitan
hipertensi.
2. Bagi tenaga keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan bagi perawat
untuk memberikan terapi tertawa dan
terapi relaksasi otot progresif sebagai
terapi komplementer dalam menurunkan
tekanan darah pasien Hipertensi, terlebih
menggunakan terapi
relaksasi otot
progresif yang mempunyai rata-rata
penurunan tekanan darah lebih besar
dibanding terapi tertawa.
3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
evidence base practice keperawatan
terutama dalam menurunkan tekanan darah
pada pasien hipertensi.
4. Bagi Puskesmas
Hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
Puskesmas dalam menyusun rencana
program kegiatan Puskesmas, agar
mengadakan kegiatan rutin terapi tawa dan
terapi relaksasi otot progresif sebagai
upaya pencegahan komplikasi hipertensi.
5. Bagi Responden
Diharapkan klien dapat merasakan
manfaat terapi tawa dan terapi relaksasi
otot
progresif
terhadap
kesehatan
khususnya penurunan tekanan darah dan
dapat mengaplikasikan terapi tawa dan
terapi relaksasi otot progresif guna
mencegah
terjadinya
komplikasi
hipertensi.
REFERENSI
Akbar 2011, Makin Bersyukur, Makin Sehat,
diakses tanggal 2 Januari 2016,
<www.hidayatullah.com>.
Azizah 2015, Pengaruh Latihan Relaksasi
Otot Progresif Terhadap Penurunan
Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi Primer Di Dusun Gondang,
Skripsi Fisioterapi, UMS, Surakarta.
Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi
(Handbook Of Phathophysiology),
EGC, Jakarta
Erna & Lia 2012, Pengaruh Terapi Tawa
terhadap Perubahan Kadar Glukosa
Darah Pasien Diabetes Mellitus pada
Lansia di Panti Wredha Bisma
Upakara
Pemalang,
Skripsi
Keperawatan, STIKes Muhammadiyah
Pekajangan, Pekalongan.
Hasan, Iqbal 2008, Analisis Data Penelitian
dengan Statistik, Bumi Aksara, Jakarta
Hayens, B. 2008, Buku Pintar Menaklukan
Hipertensi, Ladang Pustaka &
Intimedia, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul 2007, Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik
Analisa Data, Salemba Medika,
Jakarta
Isgiyanto, Awal 2009, Teknik Pengambilan
Sampel
pada
Penelitian
Non
Eksperimental, Mitra Cendekia Press,
Jogjakarta
Kowalski, Robert 2010, Terapi Hipertensi
Program 8 Minggu Menurunkan
Tekanan
Darah
Tinggi
dan
Mengurangi Risiko Serangan Jantung
dan Stroke Secara Alami, Mizan
Media Utama, Bandung
Muttaqin, Arif 2012, Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler,
Jakarta
Salemba
Medika,
Notoatmodjo, Soekidjo 2005, Metodologi
Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta
__________________ (2010), Metodologi
Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta
Nursalam 2008, Konsep dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan Edisi 2, Salemba
Medika, Jakarta
Potter, PA & Perry, AG 2005, Buku Ajar
Fundamental Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 4, EGC, Jakarta
Samsudin 2012, Pengaruh Terapi Pijat
Refleksi terhadap Penurunan Tekanan
Darah pada Penderita Hipertensi di
Desa Leyangan Kecamatan Ungaran
Timur Kabupaten Semarang. Jurnal
Kesehatan dilihat pada tanggal 1 April
2015, <perpusnwu.web.id>.
Setyoadi
2011,
Terapi
Modalitas
Keperawatan
pada
Klien
Psikogeriatrik, Salemba Medika,
Jakarta
Sherwood 2011, Fisiologi Manusia Dari Sel
Ke Sistem. EGC, Jakarta.
Sugiono 2009, Statistika untuk Penelitian,
Alfabeta, Bandung.
Sulistyarini 2013, Terapi Relaksasi untuk
Menurunkan Tekanan Darah
dan
Meningkatkan
Kualitas
Hidup
Penderita Hipertensi, Jurnal Psikologi,
Universitas
Islam
Indonesia,
Yogyakarta.
Suparmi, Yulia 2008,
Panduan Praktik
Kepewatan
Kebutuhan
Dasar
Manusia,
Citra
AjiParama,
Yogyakarta
Sustrani, Lanny, Alam, Syamsir & HadiBroto,
Iwan. 2005, Hipertensi, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Tage, Petrus Kanisius Siga 2013, Pengaruh
Terapi Tertawa Terhadap Perubahan
Tekanan Darah pada Lansia dengan
Hipertensi Sistolik Terisolasi di Panti
Sosial Budi Agung Kupang, Jurnal
Kesehatan Universitas Airlangga,
<www.journal.unair.ac.id>.
Valentine, Dian Ary 2014, Pengaruh Teknik
Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Tekanan Darah pada Lansia dengan
Hipertensi di Kelurahan Pringapus
Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang, Jurnal Keperawatan UMS,
<www.eprints.ums.ac.id>.
Widyanto, FC & Triwibowo C 2013, Trend
Disease “Trend Penyakit Saat Ini”,
Trans Info Media, Jakarta
Wijaya, AS & Putri, YM 2013, KMB 1
Keperawatan Medikal Bedah, Nuha
Medika, Yogyakarta.
Download