PERBEDAAN EFEKTIFITAS TERAPI TAWA DENGAN TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI DESA JETAK KIDUL KECAMATAN WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN Naskah Publikasi Diajukan sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan Disusun Oleh : Ika Restu Nugrahening Putri NIM : 11.0682.S Retno Junarti NIM : 11.0731.S PROGRAM STUDI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN 2016 Program Studi Ners STIKes Muhammadiyah Pekajangan Januari, 2016 ABSTRAK Ika Restu Nugrahening Putri, Retno Junarti, Rita Dwi Hartanti Perbedaan Efektifitas Terapi Tawa dengan Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan xiii + 63 halaman + 7 tabel + 1 skema + 11 lampiran Prevalensi hipertensi selalu meningkat setiap tahunnya, sehingga menjadikan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke. Penderita hipertensi banyak yang berhasil mengelola penyakitnya tanpa obat yaitu dengan terapi modalitas, seperti terapi relaksasi otot progresif dan terapi tawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi. Desain penelitian quasy experiment melalui pendekatan two group pretest and posttest design. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan jumlah 20 responden. Alat pengumpulan data menggunakan lembar pencatatan pengukuran tekanan darah. Uji statistik menggunakan uji Mann Whitney. Hasil uji statistik untuk tekanan darah sistol didapatkan value sebesar 0,005 ( 0,05), hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah sistole pada pasien hipertensi, sedangkan untuk tekanan darah diastole didapatkan value sebesar 0,491 ( 0,05), hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah diastole pada pasien hipertensi. Saran agar tenaga keperawatan dapat memberikan terapi tertawa dan terapi relaksasi otot progresif sebagai terapi komplementer dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi, terlebih menggunakan terapi relaksasi otot progresif yang mempunyai rata-rata penurunan tekanan darah lebih besar dibanding terapi tawa. Kata kunci : terapi tawa, terapi relaksasi otot progresif, hipertensi Daftar pustaka : 18 buku (2005-2015), 3 jurnal, 1 website Ners Study Program Institute of health science of Muhammadiyah Pekajangan January, 2016 ABSTRACT Ika Restu Nugrahening Putri, Retno Junarti Differences between effectiveness of the Laughter Therapy whit Progressive Muscle Relaxation Therapy to Decrease Blood Pressure in Patients with Hypertension in Jetak Kidul Village Wonopringgo District of Pekalongan xiii + 63 Page + 7 tables + 1 scheme + 11 appendices The prevalence of hypertension is increasing every year, making hypertension as the third cause of death after stroke. Many hypertensive patients who successfully manage the disease with no cure that with therapy modalities, such as progressive muscle relaxation therapy and laughter therapy. The design research uses quasiexperimental approach two group pretest and posttest design. The sampling technique uses purposive sampling with 20 respondents. Data collection tool using a blood pressure measurement recording sheet. Statistical test using the Mann Whitney test. Results of statistical test for systolic blood pressure values obtained 0.005 (<0.05), this result of the study concluded that there is significant differences in the effectiveness of the laughter therapy whit progressive muscle relaxation therapy to decrease systolic blood pressure in hypertension patients, whereas for diastolic blood pressure values obtained 0.491 (<0.05) this result of the study concluded that there is no difference in the effectiveness of laughter therapy with progressive muscle relaxation therapy to decrease in diastolic blood pressure in hypertension patients. It is suggested that health professionals can give laughter therapy and progressive muscle relaxation therapy as a complementary therapy in lowering blood pressure in hypertensive patients, especially using progressive muscle relaxation therapy which had an average drop in blood pressure greater than laughter therapy. Keywords Bibliography : Laughter Therapy, Progressive Muscle Therapy, hypertensive : 18 books ( 2005-2015), 3 journal, 1 websites Relaxation PENDAHULUAN Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Wijaya 2013, h.52). Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (sillent killer) karena termasuk penyakit yang mematikan, tanda disertai gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Gejala-gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala penyakit lainnya (Sustrani et al 2005, h.12). Hipertensi dapat menyerang hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah penderita hipertensi terus bertambah dari tahun ke tahun. Data dari World Health Organization (WHO) 2010 menyatakan bahwa hipertensi merupakan penyakit nomor sebelas penyebab kematian tertinggi di dunia yaitu sebanyak 1.153.308 jiwa. Menurut Depkes RI (2008), hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke (15,4%), dan tuberkulosis (7,5%), dengan presentasi mencapai 6,8% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Arif dkk, 2013). Angka kejadian hipertensi berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Departemen Kesehatan tahun 2013 menunjukkan kecenderungan prevalensi hipertensi sebanyak 9,5% hasil ini lebih tinggi dibanding tahun 2007 sebanyak 7,6% (Riskesdas, 2013). Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 2,78% dari 32.380.279 jiwa dan pada tahun 2008 mengalami peningkatan yakni 4,28% dari 32.626.390 jiwa (Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2010). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan pada tahun 2014 prevalensi hipertensi di Kabupaten Pekalongan sebesar 9.825 jiwa. Prevalensi tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Wonopringgo sebanyak 2524 dan jumlah terbanyak di desa Jetak Kidul sebanyak 268 (Dinkes Kabupaten Pekalongan, 2014). Hipertensi adalah penyebab kematian nomor satu secara global. Komplikasi hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner, infark jantung, stroke dan gagal ginjal. Komplikasi dari hipertensi tersebut dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi (Depkes, 2007). Menurut Nelson, dalam buku Sustrani (2005, h.36) melaporkan banyaknya penderita hipertensi yang berhasil mengelola penyakitnya tanpa obat karena obat hipertensi umumnya mempunyai efek samping yang juga cukup serius, misalnya beta blocker mengakibatkan sulit tidur, kelelahan, dan gangguan pencernaan serta harganya pun mahal. Salah satu cara untuk menghindari efek samping dari obat hipertensi yang berkelanjutan, maka diperlukan terapi modalitas. Istilah terapi modalitas dalam ilmu keperawatan disebut dengan terapi komplementer, terapi alternatif, terapi holistis, terapi non biomedis, pengobatan integratif atau perawatan kesehatan, perawatan nonalopati, dan perawatan non tradisional. Terapi modalitas merupakan metode pemberian terapi yang menggunakan kemampuan fisik atau elektrik. Terapi modalitas bertujuan untuk membantu proses penyembuhan dan mengurangi keluhan yang dialami oleh klien. Terapi modalitas juga digunakan dalam praktek keperawatan profesional sebagai terapi alternatif di beberapa klinik perawatan, misalnya latihan terapi relaksasi otot progresif pada penanganan klien hipertensi (Setyoadi 2011, h.1). Terapi relaksasi otot progresif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan. Efektifitas terapi relaksasi otot progresif adalah berdasarkan hubungan antara ketegangan otot dengan ketegangan emosi. Ketika individu merasa secara emosional berantakan, secara otomatis individu menegangkan otot-otot, dalam kaitan dengan respon “melawan atau lari” (Sustrani 2005, h. 71). Terapi relaksasi otot progresif digunakan untuk melawan rasa cemas stres atau tegang, dengan menegangkan dan melemaskan beberapa kelompok otot dan membedakan sensasi tegang dan relaks. Seseorang bisa menghilangkan kontraksi otot dan mengalami rasa relaks (Soewondo, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Valentine (2014) dengan judul pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa teknik relaksasi progresif ada pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Otot-otot dan peredaran darah akan lebih sempurna dalam mengambil dan mengedarkan oksigen serta relaksasi otot progresif dapat bersifat vasodilator yang efeknya memperlebar pembuluh darah dan dapat menurunkan tekanan darah. Terapi modalitas selain terapi relaksasi otot progresif ada pula terapi tawa untuk menurunkan tingkat stres pada pasien hipertensi.Manfaat tertawa sangatlah banyak dan hampir semuanya berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh dan emosional. Mekanisme kerja tertawa dalam menurunkan tekanan darah yaitu dengan mengatasi efek buruk dari hormon stress seperti andrenalin dan kortisol terhadap fungsi pembuluh darah atau dengan mempercepat produksi nitrogen monoksida dalam tubuh, yang merelaksasi lapisan dalam arteri dan membuat aliran darah lebih efisien. Terapi tawa dan relaksasi progresif dapat menurunkan tekanan darah. Pada terapi non biomedis peneliti belum mengetahui perbedaan keefektifitas terapi tawa dengan teknik relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi (Kowalski 2007, h. 245). Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 25 juni 2015 di Desa Jetak Kidul sebanyak 20 klien hipertensi lebih memilih pengobatan hipertensi menggunakan terapi farmakologis. Masyarakat menganggap terapi farmakologis lebih efektif untuk menurunkan tekanan darah. Asumsi tersebut benar, namun ada cara lain untuk menurunkan tekanan darah selain menggunakan terapi farmakologis yaitu dengan menggunakan terapi non farmakologis seperti terapi tawa dan relaksasi progresif. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Efektifitas antara Terapi Tawa dengan Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan” RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu :Apakah ada perbedaan efektifitas antara terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. TUJUAN PENILITIAN Tujuan dari penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan khusus, yaitu : 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan efektifitas antara terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. 2. Tujuan Khusus. a. Mengetahui pengaruh terapi tawa terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. b. Mengetahui pengaruh relaksasi progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien Hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. c. Mengetahui perbedaan efektifitas antara terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. DESAIN PENELITIAN Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian quasy experiment yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok eksperimental, sedangkan pendekatan penelitian menggunakan metode two group pretest and posttest design yaitu penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan dua kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi, kemudian diobservasi lagi seelah intervensi (Nursalam 2008, hh. 86-87). POPULASI Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo. Pada tahun 2014 didapatkan jumlah hipertensi sebanyak 268 orang. SAMPEL Menurut Roscoe (dalam Sugiyono 2009, h.74) menentukan ukuran sampel digunakan untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen, maka jumlah anggota sampel masing-masing kelompok 10-20 responden. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 2 kelompok intervensi yang berbeda maka jumlah anggota sampel yang diambil yaitu 20 responden yang terbagi menjadi dua kelompok. Tiap kelompok berjumlah 10 responden yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono 2009, h.92). a. Kriteria inklusi 1) Penderita hipertensi yang bersedia menjadi responden. 2) Responden yang kooperatif atau dapat berkomunikasi dengan baik. 3) Responden hipertensi yang tidak menggunakan obat anti hipertensi pada saat penelitian berlangsung. 4) Penderita hipertensi usia 45-50. b. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah: 1) Responden yang sakit dan dirawat di rumah sakit 2) Responden yang mengalami gangguan jiwa, amnesia, gangguan pendengaran. 3) Responden yang mengalami pasca operasi, ibu hamil. 4) Responden hipertensi yang mengalami stroke, pasca stroke dengan paralisis. 5) Responden hipertensi yang mengalami wasir akut dan TBC. TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, karena di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo yang mempunyai angka kejadian klien hipertensi terbanyak yaitu 268 jiwa dari 14 desa yang ada di Kecamatan Wonopringgo di wilayah Kabupaten Pekalongan. INSTRUMEN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pengumpulan data dengan cara in-vivo, peneliti mengumpulkan data dan mengobservasi proses fisiologi tubuh atau mengukur tekanan darah, tanpa pengambilan bahan atau spesimen dari tubuh responden. Metode pengukuran ini menggunakan biofisiologys yaitu pengukuran yang digunakan pada tindakan keperawatan yang berorientasi pada dimensi fisiologi (Nursalam 2008, h.106). Instrumen dalam penelitian ini meliputi: 1. Sphygmomanometer jarum Sphygmomanometer jarum digunakan untuk mengukur tekanan darah responden. 2. Stetoskop Stetoskop digunakan untuk mendengarkan denyut nadi dan untuk menentukan tekanan sistolik dan diastolik responden. 3. Lembar observasi Lembar observasi digunakan untuk mencatat data responden dan hasil tekanan darah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi 4. Laptop dan LCD Laptop dan LCD digunakan untuk memutar film komedi UJI VALIDITAS Instrumen penelitian yang digunakan adalah sphygnomanometer jarum untuk mengukur tekanan darah responden. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan tidak dilakukan uji validitas karena sphygnomanometer jarum merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah responden. UJI RELIABILITAS Penilaian reliabilitas dilakukan dengan rumus koefesien variasi, yaitu standar deviasi dibagi rata-rata. Pada penelitian ini instrumen yang perlu dilakukan uji realibilitas adalah sphygmomanometer jarum. Uji reliabilitas sphygmomanometer jarum dilakukan dengan cara mengukur tekanan darah menggunakan lima sphygmomanometer jarum pada lima orang dan setiap orang diukur sebanyak lima kali dengan sphygmomanometer jarum yang sama dan jarak waktu pengukuran selama 5 menit dan menggunakan alat dengan merek yang sama. Hasil uji reliabilitas yang sudah dilakukan yaitu tekanan darah sistolik pada tensi meter 1 dengan koefisien variasi 4,8928, tensi meter 2 dengan koefisien variasi 5,06448, tensi meter 3 dengan koefisien variasi 4,97716, tensi meter 4 dengan koefisien variasi 5,15491, tensi meter 5 dengan koefisien variasi 8,92857. Sedangkan untuk tekanan darah diastolik pada tensi meter 1 dengan koefisien variasi 7,21688, tensi meter 2 dengan koefisien variasi 7,40193, tensi meter 3 dengan koefisien variasi 6,87322, tensi meter 4 dengan koefisien variasi 7,04086, tensi meter 5 dengan koefisien variasi 0. Hasil uji reliabilitas yang sudah dilakukan yaitu tekanan darah sistolik dan diastolik pada tensi meter 1 dengan koefisien rata-rata 0,060549386, tensi meter 2 dengan koefisien rata-rata 0,062332013, tensi meter 3 dengan koefisien rata-rata 0,059251875, tensi meter 4 dengan koefisien rata-rata 0,06097885, tensi meter 5 dengan koefisien rata-rata 0,044642857. Dari hasil uji reliabilitas maka penelitian akan menggunakan tensi meter 3 dan 5. ANALISIS DATA Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji Mann Whitney yaitu uji beda dua mean independen, untuk membandingkan dua kelompok intervensi (terapi tawa) dengan varian yang sama. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN 1. Pengaruh terapi tawa terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistole pada pasien hipertensi sebelum diberikan intervensi sebesar 176 mmHg dan setelah diberikan intervensi 166,5 mmHg, dengan rata-rata penurunan tekanan darah sebesar 9,5 mmHg, hasil uji wilcoxon didapatkan value sebesar 0,005 ( 0,05) yang artinya ada penurunan tekanan darah sistole yang signifikan setelah diterapi tawa. Sedangkan rata-rata pada tekanan darah diastole pada pasien hipertensi sebelum diberikan intervensi sebesar 92 mmHg dan setelah diberikan intervensi 87,5 mmHg, dengan rata-rata penurunan tekanan darah sebesar 4,5 mmHg, hasil uji wilcoxon didapatkan value sebesar 0,007 ( 0,05) yang artinya ada penurunan tekanan darah diastole yang signifikan setelah diterapi tawa. Hal ini menunjukkan bahwa terapi tawa efektif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Khristina (2008) yang menunjukkan bahwa pemberian terapi tertawa efektif untuk menurunkan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi. Tekanan darah dalam tubuh dikontrol oleh otak sebagai pusat, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi secara otomatis (Hayens 2008, h.30). Menurut Hayens (2008, h.30), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori pengembangan Haruyama (dalam Tage 2013, h.5) dimana bahwa dengan berelaksasi yang bisa didapatkan melalui meditasi dan tawa tubuh akan melepaskan hormone endorphin yang dapat membantu menurunkan tekanan darah. Data terkini mengindikasi bahwa efek tawa terhadap kesehatan jantung sama baiknya dengan berlari atau joging. Mekanisme kerja tawa dalam menurunkan tekanan darah adalah dengan mengatasi efek buruk dari hormon stres seperti adrenalin dan kortisol terhadap fungsi pembuluh darah atau dengan mempercepat produksi nitrogen monoksida dalam tubuh, yang merelaksasi lapisan dalam arteri dan membuat aliran darah lebih efisien. Mekanisme kerja lain, sebagaimana disampaikan oleh pusat pengobatan University of Maryland di Baltimor, adalah pengembangan arteri bronchial. Pengembangan arteri secara akurat mengindikasi aliran darah dari dan menuju jantung. Perbaikan pengembangan arteri menurunkan tekanan darah (Kowalski 2010, h.245). 2. Pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistole pada pasien hipertensi sebelum diberikan intervensi sebesar 178,5 mmHg dan setelah diberikan intervensi 164 mmHg, dengan rata-rata penurunan tekanan darah sebesar 14,5 mmHg, hasil uji wilcoxon didapatkan value sebesar 0,005 ( 0,05) yang artinya ada penurunan tekanan darah sistole yang signifikan setelah diterapi relaksasi otot progresif. Sedangkan ratarata pada tekanan darah diastole pada pasien hipertensi sebelum diberikan intervensi sebesar 95,5 mmHg dan setelah diberikan intervensi 90 mmHg, dengan rata-rata penurunan tekanan darah sebesar 5,5 mmHg, hasil uji wilcoxon didapatkan value sebesar 0,009 ( 0,05) yang artinya ada penurunan tekanan darah diastole yang signifikan setelah diterapi relaksasi otot progresif. Hal ini menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif efektif terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Azizah (2015) yang menunjukkan bahwa latihan relaksasi otot progresif berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Tekanan darah yang turun setelah mendapatkan pelatihan relaksasi dapat dijelaskan bahwa di dalam sistem saraf manusia terdapat sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Fungsi sistem saraf pusat adalah mengendalikan gerakangerakan yang dikehendaki, misalnya gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari. Sistem saraf otonom berfungsi mengendalikan gerakan-gerakan yang bersifat otomatis, misalnya fungsi digestif, proses kardiovaskuler, dan gairah seksual. Sistem saraf otonom terdiri sendiri terdiri dari subsistem yang kerjanya saling berlawanan, terdiri dari sistem saraf simpatetis dan sistem saraf parasimpatetis. Sistem saraf simpatetis bekerja untuk meningkatkan rangsangan atau memacu organ-organ tubuh, memacu meningkatnya denyut jantung dan pernafasan, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi dan pembesaran pembuluh darah pusat, menurunkan temperatur kulit dan daya tahan kulit, serta akan menghambat proses digestif dan seksual (Sulistyarini 2013, h.34). Sebaliknya sistem saraf parasimpatetis bekerja untuk menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatetis dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatetis. Selama sistem-sistem tersebut berfungsi secara normal dan seimbang, maka bertambahnya aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan efek sistem yang lain. Dalam kondisi relaks, tubuh akan mengalami fase istirahat. Pada saat itulah, tubuh akan mengaktifkan sistem saraf parasimpatetis. Bekerjanya saraf parasimpatetis menyebabkan terjadinya penurunan detak jantung, laju pernafasan dan tekanan darah. Sebaliknya, ketika tubuh dalam keadaan tegang atau berada dalam kondisi tidak nyaman maka syaraf simpatik dan otot-otot pembuluh darah akan berkontraksi sehingga diameter penampang pembuluh darah kecil akan menurun yang berakibat meningkatnya tekanan darah (Sulistyarini 2013, h.34). Smeltzer & Bare (2002, dalam Sherwood 2011, h.346) mengatakan tujuan latihan relaksasi adalah untuk menghasilkan respon yang dapat mengurangi stress. Dengan demikian, saat melakukan relaksaksi otot progresif dengan tenang, rileks dan penuh kosentrasi (relaksasi dalam) terhadap tegang dan relaksasi otot yang dilatih selama 30 menit maka sekresi CRH (cotricotropin releasing hormone) dan ACTH (adrenocorticotropic hormone) di hipotalamus menurun. Penurunan kedua sekresi hormon ini menyebabkan aktivitas syaraf simpatis menurun sehingga pengeluaran adrenalin dan noradrenalin berkurang, akibatnya terjadi penurunan denyut jantung, pembuluh darah melebar, tahanan pembuluh darah berkurang dan penurunan pompa jantung sehingga tekanan darah arterial jantung menurun (Sherwood 2011, h.346). Latihan relaksaasi otot progresif memberikan dampak yang signifikan dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi esensial atau primer. Dampak yang terjadi meliputi dampak langsung dan jangka panjang. Dampak langsung dari terapi relaksasi progresif adalah penurunan tekanan darah terutama sistolik pada orang dewasa yang melakukan pengobatan teratur (Kowalski 2010, h.242). 3. Perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Berdasarkan hasil analisis statistik penurunan tekanan darah sistole dengan menggunakan uji Mann Whitney didapatkan nilai ρ value (Asymp. Sig. 2tailed) sebesar 0,039 ( 0,05), sehingga Ho ditolak, berarti ada perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah sistole pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan hasil analisa di atas diketahui bahwa rata-rata penurunan tekanan darah dengan terapi tawa (9,5 mmHg) lebih kecil dibandingkan rata-rata penurunan tekanan darah dengan terapi relaksasi otot progresif (14,5 mmHg). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif mempunyai kontribusi yang lebih besar dalam penurunan tekanan darah sistole dibandingkan terapi tawa. Pada hasil analisis untuk tekanan darah diastole didapatkan nilai ρ value (Asymp. Sig. 2-tailed) sebesar 0,491 ( 0,05), sehingga Ho gagal ditolak, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah diastole pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan hasil analisa di atas diketahui bahwa hasil rata-rata penurunan tekanan darah dengan terapi tawa (4,5 mmHg) lebih kecil dibandingkan rata-rata penurunan tekanan darah dengan terapi relaksasi otot progresif (5,5 mmHg). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terapi relaksasi otot progresif mempunyai kontribusi yang lebih besar dalam penurunan tekanan darah diastole dibandingkan terapi tawa. Secara umum, hasil penelitian ini sejalan dengan kebenaran teori mengenai teknik relaksasi yang dapat mengurangi ataupun menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi salah satunya yaitu dengan teknik relaksasi otot progresif dan terapi tawa yang dapat digunakan untuk mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. (Dalimartha 2008, h. 28). Tujuan dari pemberian terapi tawa dan teknik relaksasi otot progresif adalah bahagia dan mengurangi stress. Menurut Akbar (2011) bahwa rasa bersyukur dapat meningkatkan kebahagiaan. Banyak bersyukur dan berpikir positif justru dapat membawa pengaruh baik bagi kesehatan, mood, hingga hubungan dengan pasangan. Allah SWT telah memberikan janjinya bagi orang-orang yang banyak bersyukur dalam (QS: Ibrahim: 7). “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami (Allah) akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”. Hasil penelitian Emmons dalam Akbar (2011) menunjukkan bahwa mereka yang bersyukur memiliki kondisi tubuh yang lebih bugar ketimbang orang-orang yang kurang bersyukur atas apa yang dialaminya. Allah SWT berfirman (dalam surat Al-Baqoroh : 155-156) yang artinya Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Surat Ali Imran ayah 139 yang artinya “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”. Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia diingatkan agar dalam menghadapi segala permasalahan hidup ini hendaknya tetap tegar dan tidak mudah jatuh dalam depresi, dengan tetap menjaga keimanan, sabar dan bersyukur. Berdasar teori dan hasil penelitian ini diketahui bahwa kedua terapi tersebut terbukti efektif menurunkan tekanan darah, namun dengan adanya hasil uji statistik perbedaan antara keduanya dapat diketahui bahwa ada perbedaan efektifitas yang signifikan (bermakna) antara terapi tawa dan teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah sistole, terapi relaksasi otot progresif mempunyai kontribusi yang lebih besar dalam penurunan tekanan darah sistole dibandingkan terapi tawa. Namun, untuk tekanan darah diastole diketahui tidak ada perbedaan efektifitas yang signifikan (bermakna) antara pemberian terapi tawa dan terapi relaksasi otot progresif. Menurut Dusek dan Benson (2009, dalam Azizah 2015) tekanan darah sistolik dipengaruhi oleh psikologis sehingga dengan relaksasi akan mendapatkan ketenangan yang akan menurunkan tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut Ramayulis (2009, h.6) tekanan darah diastolik bersifat menetap dan sedikit menurun seiring bertambahnya usia. KESIMPULAN Hasil penelitian dengan judul “Perbedaan Efektifitas Terapi Tawa dengan Terapi Relaksasi Otot Progresif terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan.” dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ada pengaruh yang signifikan pemberian terapi tawa terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, rata-rata penurunan sistol 9,5 mmHg dan diastole 4,5 mmHg. 2. Ada pengaruh yang signifikan pemberian terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, ratarata penurunan sistol 14,5 mmHg dan diastole 5,5 mmHg. 3. ρ value untuk tekanan darah sistol sebesar 0,005 ( 0,05), sehingga Ho ditolak, berarti ada perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah sistole pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. ρ value untuk tekanan darah diastol sebesar 0,491 ( 0,05), sehingga Ho gagal ditolak, berarti tidak ada perbedaan efektifitas terapi tawa dengan terapi relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah diastol pada pasien hipertensi di desa Jetak Kidul Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan. Terapi relaksasi otot progresif lebih efektif dalam penurunan tekanan darah sistole dibandingkan terapi tawa SARAN 1. Bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar bagi peneliti selanjutnya dengan variabel yang lebih luas berkaitan hipertensi. 2. Bagi tenaga keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi perawat untuk memberikan terapi tertawa dan terapi relaksasi otot progresif sebagai terapi komplementer dalam menurunkan tekanan darah pasien Hipertensi, terlebih menggunakan terapi relaksasi otot progresif yang mempunyai rata-rata penurunan tekanan darah lebih besar dibanding terapi tertawa. 3. Bagi perkembangan ilmu keperawatan Hasil penelitian ini dapat dijadikan evidence base practice keperawatan terutama dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. 4. Bagi Puskesmas Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Puskesmas dalam menyusun rencana program kegiatan Puskesmas, agar mengadakan kegiatan rutin terapi tawa dan terapi relaksasi otot progresif sebagai upaya pencegahan komplikasi hipertensi. 5. Bagi Responden Diharapkan klien dapat merasakan manfaat terapi tawa dan terapi relaksasi otot progresif terhadap kesehatan khususnya penurunan tekanan darah dan dapat mengaplikasikan terapi tawa dan terapi relaksasi otot progresif guna mencegah terjadinya komplikasi hipertensi. REFERENSI Akbar 2011, Makin Bersyukur, Makin Sehat, diakses tanggal 2 Januari 2016, <www.hidayatullah.com>. Azizah 2015, Pengaruh Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Primer Di Dusun Gondang, Skripsi Fisioterapi, UMS, Surakarta. Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi (Handbook Of Phathophysiology), EGC, Jakarta Erna & Lia 2012, Pengaruh Terapi Tawa terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus pada Lansia di Panti Wredha Bisma Upakara Pemalang, Skripsi Keperawatan, STIKes Muhammadiyah Pekajangan, Pekalongan. Hasan, Iqbal 2008, Analisis Data Penelitian dengan Statistik, Bumi Aksara, Jakarta Hayens, B. 2008, Buku Pintar Menaklukan Hipertensi, Ladang Pustaka & Intimedia, Jakarta. Hidayat, Aziz Alimul 2007, Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta Isgiyanto, Awal 2009, Teknik Pengambilan Sampel pada Penelitian Non Eksperimental, Mitra Cendekia Press, Jogjakarta Kowalski, Robert 2010, Terapi Hipertensi Program 8 Minggu Menurunkan Tekanan Darah Tinggi dan Mengurangi Risiko Serangan Jantung dan Stroke Secara Alami, Mizan Media Utama, Bandung Muttaqin, Arif 2012, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler, Jakarta Salemba Medika, Notoatmodjo, Soekidjo 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta __________________ (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Nursalam 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 2, Salemba Medika, Jakarta Potter, PA & Perry, AG 2005, Buku Ajar Fundamental Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4, EGC, Jakarta Samsudin 2012, Pengaruh Terapi Pijat Refleksi terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Jurnal Kesehatan dilihat pada tanggal 1 April 2015, <perpusnwu.web.id>. Setyoadi 2011, Terapi Modalitas Keperawatan pada Klien Psikogeriatrik, Salemba Medika, Jakarta Sherwood 2011, Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. EGC, Jakarta. Sugiono 2009, Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. Sulistyarini 2013, Terapi Relaksasi untuk Menurunkan Tekanan Darah dan Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Hipertensi, Jurnal Psikologi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Suparmi, Yulia 2008, Panduan Praktik Kepewatan Kebutuhan Dasar Manusia, Citra AjiParama, Yogyakarta Sustrani, Lanny, Alam, Syamsir & HadiBroto, Iwan. 2005, Hipertensi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Tage, Petrus Kanisius Siga 2013, Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap Perubahan Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi Sistolik Terisolasi di Panti Sosial Budi Agung Kupang, Jurnal Kesehatan Universitas Airlangga, <www.journal.unair.ac.id>. Valentine, Dian Ary 2014, Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang, Jurnal Keperawatan UMS, <www.eprints.ums.ac.id>. Widyanto, FC & Triwibowo C 2013, Trend Disease “Trend Penyakit Saat Ini”, Trans Info Media, Jakarta Wijaya, AS & Putri, YM 2013, KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah, Nuha Medika, Yogyakarta.